uin syarif hidayatullah jakarta pengaruh variasi...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NATRIUM ALGINAT
TERHADAP PROFIL PELEPASAN IN VITRO
MIKROKAPSUL MINYAK BIJI JINTEN HITAM
(Nigella sativa L.)
SKRIPSI
M.ALAMSYAH PUTRA
NIM : 1112102000012
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
APRIL
2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NATRIUM ALGINAT TERHADAP PROFIL PELEPASAAN IN VITRO
MIKROKAPSUL MINYAK BIJI JINTEN HITAM
(Nigella sativa L.)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
M. ALAMSYAH PUTRA
NIM : 1112102000012
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
APRIL
2017
vi
ABSTRAK
Nama : M.Alamsyah Putra
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Pengaruh Variasi Konsentrasi Natrium Alginat terhadap
Profil pelepasan In Vitro Mikrokapsul Minyak Biji Jinten
Hitam (Nigella Sativa L.).
Jinten hitam (Nigella sativa L.) merupakan salah satu tanaman obat yang
digunakan sebagai pengobatan tradisional di negara-negara Timur tengah dan
negara Asia. Tanaman Jinten hitam memiliki aktivitas farmakologi seperti
antihipertensi, antidiabetes, antioksidan. Minyak Biji jinten hitam mempunyai
beberapa kelemahan adalah mudah teroksidasi, mudah menguap, dan tidak stabil.
Mikroenkapsulasi suatu metode yang dipilih untuk mengatasi masalah stabilitas
minyak biji jinten hitam akibat oksidasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh variasi konsentrasi natrium alginat terhadap profil pelepasan
minyak biji jinten hitam dari mikrokapsul. Mikrokapsul minyak biji jinten hitam
dibuat dengan metode gelasi ionik menggunakan natrium alginat sebagai polimer
yang akan membentuk tautan silang dengan CaCl2. Evaluasi karakteristik meliputi
uji perolehan kembali, diameter partikel, organoleptis, serta dilakukan penentuan
kadar minyak jinten hitam di dalam mikrokapsul dan uji pelepasan In Vitro. Hasil
karakterisasi mikrokapsul dengan konsentrasi natrium alginat 0,45%, 0,5%, dan
0,55% secara berturut-turut yaitu nilai perolehan kembali 67,15%, 66,93%, dan
73,55%. Rata-rata diameter ukuran mikrokapsul 1,8225 mm, 2,076 mm, dan 2,1825
mm. berat zat aktif terjerap 2254,38 mg, 2636,55 mg, dan 2326,41 mg. Nilai
kandungan zat aktif minyak biji jinten hitam dalam mikrokapsul adalah 33,572%,
39,387%, dan 31,630% . Hasil profil pelepasan mikrokapsul pada masing-masing
formula minyak biji jinten hitam adalah 114.418 ± 0.225 mg, 153.525 ± 1.262 mg
dan 136.846 ± 8.467 mg dan nilai presentase pelepasan minyak biji jinten hitam
pada F1, F2 dan F3 masing-masing yaitu 68.14 ± 0.24%; 79.49 ± 0.64% dan 76.39
± 3.53%. Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa adanya variasi
konsentrasi natrium alginat dapat mempengaruhi pelepasan in vitro minyak biji
jinten hitam dari mikrokapsul dan mempengaruhi ukuran diameter mikrokapsul.
Kata kunci : Minyak jinten hitam, mikrokapsul, gelasi ionik, uji pelepasan In Vitro
vii
ABSTRACT
Name : M.Alamsyah Putra
Major : Pharmacy
Title : Effect of Sodium Alginate Concentration Variation of the
release profile of In Vitro Microcapsules black cumin seed
oil (Nigella sativa .L).
Black cumin (Nigella sativa L.) is one of the medicinal plants used as traditional
medicine in the countries of Middle East and Asian countries. Black cumin plant
has a pharmacological activity as antihypertensive, antidiabetic, antioxidant. Black
cumin seed oil has several drawbacks are easily oxidized, volatile and unstable.
Microencapsulation a method chosen to solve the problem of black cumin seed oil
stability due to oxidation. The purpose of this study was to determine the effect of
variations in the concentration of sodium alginate to the release profile of black
cumin seed oil from the microcapsules. Black cumin seed oil microcapsules made
with ionic gelation method using sodium alginate as the polymer will form cross
links with CaCl2. Evaluate the characteristics covering the recovery test, the
diameter of the particle, organoleptic, and made the determination of black cumin
oil content in the microcapsules and release of In Vitro test. Results characterization
of sodium alginate microcapsules at a concentration of 0.45%, 0.5% and 0.55%
respectively reacquisition value is 67.15%, 66.93% and 73.55%. The average
diameter of the microcapsules size of 1.8225 mm, 2.076 mm, and 2.1825 mm.
weight of the active substance entrapped 2254.38 mg, mg 2636.55, and 2326.41
mg. The value of the active substance content of black cumin seed oil in the
microcapsules are 33.572%, 39.387% and 31.630%. The results of release profile
of the microcapsule in each formula oil black cumin seeds is 114 418 ± 0.225 mg,
153 525 ± 1.262 mg and 136 846 ± 8467 mg and the value of the percentage of
release of oil black cumin seeds on F1, F2 and F3 respectively is 68.14 ± 0,24% ;
79.49 ± 0.64% and 76.39% ± 3:53. From these results it can be concluded that the
presence of varying concentrations of sodium alginate can affect the in vitro release
of black cumin seed oil from the microcapsule and influence the diameter of the
microcapsules.
Keyword: Black cumin oil, microcapsules, ionic gelation, in vitro release test
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Variasi Konsentrasi Natrium Alginat terhadap
Profil Pelepasan Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L) ”
bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terim kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Arif Sumantri S.K.M, M. Kes. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
2. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt. dan Herdini, M.Si., Apt. selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga,
saran, dan dukungan dalam penelitian ini
3. Kedua orang tua, Ayahanda tersayang Nasrul dan Ibunda tercinta Habibah
yang selalu memberikan kasih sayang, doa tanpa henti yang dipanjatkan
dalam setiap langkah yang penulis lakukan untuk menyelesaikan skripsi ini,
serta dukungan baik moril maupun materil. Tidak ada apapun di dunia ini
yang dapat membalas kasih sayang yang telah kalian berikan kepada
anakmu, semoga Allah selalu memberikan keselamatan dan perlindungan
kepada orang tua hamba tercinta
4. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah banyak memberikan bantuan kepada penulis
5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
6. Adikku tersayang Abdul Rahman, Putri Adetia dan Rajali yang telah
memberikan doa, dukungan, dan semangat sehingga penelitian ini dapat
berjalan dengan lancar
7. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan
kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan
yang amat besar.
8. Kakak-kakak laboran FKIK, kak Eris, kak Lisna, kak Liken, kak Tiwi, kak
Rani, kak walid dan kak Rachmadi atas dukungan dan kerjasamanya selama
kegiatan penelitian.
9. Teman seperjuangan penelitian penulis Ayu Nopita, Anis Khilyatul Aulia,
Boy Reynaldi Noor, Chalila Deli Gayo dan Addina Syahida yang selalu ada,
memberi semangat, dan saling membantu satu sama lain serta kebersamaan.
10. Teman-teman seperjuangan “DIGOXYN” Farmasi UIN 2012 atas
kebersamaan kita.
13. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata,
penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu saya dalam penelitian ini.
Ciputat, 16 Maret 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................v
ABSTRACT ................................................................................................... vi
KATAPENGANTAR .................................................................................... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1. Latar Belakang ...............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian............................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian .........................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................4
2.1. Tanaman Jintan Hitam (Nigella sativa L.) .....................................4
2.1.1. Klasifikasi .............................................................................4
2.1.2. Morfologi .............................................................................5
2.1.3. Bagian Tanaman yang Digunakan ........................................6
2.1.4. Kandungan Kimia MBJH ....................................................7
2.1.5. Khasiat dan kegunaan ..........................................................8
2.1.6. Timoquinon ........................................................................11
2.2. Mikroenkapsulasi .........................................................................12
2.2.1. Tujuan Mikroenkapsulasi ..................................................13
2.2.2. Keuntungan dan Kerugian Mikroenkapsulasi ...................13
2.2.3. Faktor Keberhasilan Proses Mikroenkapsulasi .................14
2.2.4. Komponen Mikrokapsul ....................................................14
2.3. Metode Gelasi Ionik ....................................................................15
xii
2.4. Mekanisme Pelepasan Mikrokapsul .............................................17
2.5. Evaluasi Mikrokapsul ..................................................................17
2.5.1. Faktor Perolehan Kembali .................................................18
2.5.2. Uji Pelepasan In Vitro ......................................................18
2.6. Natrium Alginat ............................................................................19
2.6.1. Aspek Kimia .....................................................................20
2.6.2. Aspek Fisika ......................................................................21
2.7. Tragakan .......................................................................................21
2.7.1. Aspek Kimia ......................................................................21
2.7.2. Aspek Fisika .......................................................................22
2.8. Kalsium Klorida ..........................................................................22
2.8.1. Aspek Kimia ......................................................................22
2.8.2. Aspek Fisika .......................................................................22
2.9. Spekrofotometri ............................................................................22
2.9.1. Komponen ...........................................................................23
2.9.2. Hukum Lamber-Beer ..........................................................23
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................25
3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................25
3.2. Alat ...............................................................................................25
3.3. Bahan ............................................................................................25
3.4. Prosedur penelitian .......................................................................26
3.4.1. Pembuatan Mikrokapsul MBJH .......................................26
3.4.1.1. Formula Mikrokapsul MBJH .................................26
3.4.1.2. Pembuatan Emulsi MBJH ......................................26
3.4.1.3. Pembuatan Mikrokapsul MBJH ............................26
3.4.2.Evaluasi Karakteristik Mikrokapsul MBJH ........................26
3.4.2.1. Penentuan Organoleptis Mikrokapsul MBJH ........26
3.4.2.2. Pengukuran Diameter Mikrokapsul MBJH ...........27
3.4.2.3. Penentuan Rendemen Mikrokapsul MBJH ...........27
3.4.3.Validasi Metoda ..................................................................27
3.4.3.1. Preparasi Standar ...................................................27
xiii
3.4.3.2. Spesivitsitas ...........................................................28
3.4.3.3. Linearitasan kurva kalibrasi ...................................28
3.4.3.4. LOQ dan LOD .......................................................28
3.4.3.5. Presisi .....................................................................29
3.4.4. Pengukuran kadar MBJH dalam Mikrokapsul ...................29
3.4.5. Uji Pepelepasan In Vitro Mikrokapsul MBJH ...................30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................31
4.1.Validasi Metode MBJH ................................................................31
4.1.1. Spesivitas ............................................................................31
4.1.2. Linearitas dan Kurva Kalibrasi ..........................................32
4.1.3. Presisi .................................................................................33
4.1.4. LOQ dan LOD ....................................................................34
4.2.Pengamatan Hasil Emulsi MBJH .................................................35
4.3.Evaluasi MBJH ............................................................................36
4.3.1. Organoleptis .......................................................................37
4.3.2. Rendemen MBJH ...............................................................38
4.3.3. Pengukuran Diameter Mikrokapsul MBJH ........................39
4.4. Pengukuran Kadar MBJH pada Mikrokapsul ............................40
4.5 Hasil Uji Pelepasan In Vitro Mikrokapsul MBJH ......................41
BAB 5 KESIMPULAN .................................................................................46
5.1. Kesimpulan ...............................................................................46
5.2. Saran ..........................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................47
LAMPIRAN ...................................................................................................51
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) .........................................4
Gambar 2.1.6 Struktur Timoquinon (Nigella Sativa L.) ..............................12
Gambar 2.2. Proses Miroenkapsulasi ...........................................................12
Gambar 2.3. Proses pembuatan dan pengikatan mikrokapsul ......................16
Gambar 2.3. Proses terjadinya tautan silang ................................................17
Gambar 2.6. Struktur Kimia Na Alginat ......................................................19
Gambar 4.1.1. Spektrum overlay panjang gelombang MBJH ......................31
Gambar 4.1.3. Kurva kalibrasi Minyak Biji Jinten Hitam ............................33
Gambar 4.2. Hasil Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ...............36
Gambar 4.3.1. Pembentukan Mikrokapsul ....................................................38
Gambar 4.5. Profil Pelepasan MBJH (Nigella sativa L.) .............................43
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.3. Komposisi Senyawa Kimia Minyak Statis Biji Jinten Hitam .... 6
Tabel 2.1.4. Komposisi Senyawa Kimia Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam ......7
Tabel 3.4.1.1. Formulasi Mikrokapsul MBJH ...............................................26
Tabel 4.1.2. Seri konsentrasi standar MBJH ..................................................32
Tabel 4.1.3. Hasil Uji Presisi MBJH ..............................................................34
Tabel 4.1.4. LOD Dan LOQ untuk Persamaan Linear MBJH .......................35
Tabel 4.2. Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH ............................................35
Tabel 4.3.1. Hasil Pengamatan Organoleptis Mikrokapsul MBJH ................37
Tabel 4.3.2. Hasil Data Rendemen Pembuatan Mikrokapsul MBJH .............39
Tabel 4.3.3. Hasil Pengukuran Diameter Mikrokapsul MBJH ......................40
Tabel 4.4. Data Kandungan Minyak Jinten Hitam dalam Mikrokapsul ........41
Tabel 4.5. Data Bobot dan Presentase pelepasan Mikrokapsul MBJH ..........45
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Penelitian ....................................................................... 51
Lampiran 2. Perhitungan Formula Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam ............ 52
Lampiran 3. Pembuatan phosfat buffer saline (PBS) ........................................ 53
Lampiran 4. Penghitungan Larutan CaCl2 ........................................................ 53
Lampiran 5. Penghitungan Hasil Rendemen Sempel ........................................ 54
Lampiran 6. Dokumentasi Minyak Jinten Hitam .............................................. 55
Lampiran 7. Panjang Gelombang Minyak Biji Jinten Hitam 1000 ppm .......... 56
Lampiran 8. Scanning Panjang Gelombang Mikrokapsul MBJH ..................... 57
Lampiran 9. Data Absorbansi Kurva MBJH ..................................................... 58
Lampiran 10.Scanning Panjang Gelombang Selektivias MBJH ....................... 59
Lampiran 11. Penghitungan Kadar MBJH dari MIkrokapsul ........................... 61
Lampiran 12. Data Uji Pelepasan ..................................................................... 64
Lampiran 13. Kurva Profil Pelepasan ............................................................... 65
Lampiran 14. Sertifikat Analisa Natrium Alginat ............................................. 67
Lampiran 15. Sertifikat Analisa Tragakan ........................................................ 68
Lampiran 16. Sertifikat Analisa Minyak Jinten Hitam ..................................... 69
Lampiran 17. Sertifikat Analisa Kalsium Klorida ............................................ 70
1 UIN Syarif Hidayatullah jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biji jinten hitam digunakan dalam pengobatan tradisional di negara-negara
timur tengah dan beberapa negara Asia sebagai promotif kesehatan dan pengobatan
penyakit. Penggunaan biji jinten hitam pada pengobatan tradisional mendorong
beberapa peneliti mengisolasi komponen aktif dari minyak jinten hitam dan
melakukan studi In Vitro dan In Vivo pada hewan dan manusia untuk mengetahui
aksi farmakologinya. Sehingga ditemukan beberapa aktivitas farmakologi pada
minyak jinten yaitu: stimulasi imun, anti histamin, anti inflamasi, anti kanker,
analgesik, anti mikroba, anti parasit, anti oksidan, efek hipoglikemi dan sebagainya
(Sugindro et al, 2008). Telah dilakukan penelitian terhadap timokuinon, dimana
telah terbukti memiliki aktivitas farmakologi sebagai antikanker. Hal ini terbukti
efektif terhadap beberapa jenis sel kanker melalui mekanisme apoptosis kromatin
kondensasi, translokasi fosfatidilserin melintasi membranplasma, dan
fragmentasi DNA. Selain efek apoptosis, penelitian ini mengungkapkan
mekanisme penghambatan timokuinon pada sel kanker payudara yaitu
menghambat MCF-7, MDA-MB-231, dan BT-474. (Abu-Khader, 2013)
Menurut Ahmed banyak senyawa aktif telah diisolasi dari minyak biji jinten
hitam, diidentifikasi dan dilaporkan sejauh ini dalam varietas yang berbeda dari biji
jinten hitam. Senyawa aktif yang paling penting adalah timokuinon (30%-48%),
thymohydroquinone, dimmer, p-cymene (7%-15%), carvacrol (6%-12%), 4-
terpineol (2%-7%), t-anethol (1%-4%), seskuiterpen longifolene (1%-8%) α-pinene
dan thymol dll . Nigella sativa L. juga mengandung alpha-hederin, merupakan
pentasiklik yang mudah larut dalam air, triterpen, dan saponin, yang menjadi agen
antikanker yang potensial (Desai, 2015).
Adapun beberapa kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi stabilitas
dari minyak jinten hitam, seperti adanya cahaya, suhu, kelembapan, dan siklus
freeze/thaw yang secara signifikan dapat mempengaruhi stabilitas kimia dari
minyak jinten hitam (Lopez, et al., 2012). Selain itu minyak jintan hitam juga
2
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
mudah teroksidasi dan juga sulit larut dalam air (Salmani dkk, 2014). Beberapa
upaya telah dilakukan untuk meningkatkan stabilitas kandungan kimia dari minyak
jinten hitam. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Indayanti, 2014),
telah dibuat emulsi minyak biji jintan hitam tetapi emulsi tersebut tidak stabil secara
kimia. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi
kelemahan dari minyak jinten hitam tersebut adalah dengan mikroenkapsulasi
(Sugindro et al, 2008).
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis suatu bahan inti baik
berupa padatan,cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding pembentuk
mikrokapsul. Mikroenkapsulasi dapat memberikan perlindungan pada sediaan
terhadap lingkungan dan mengendalikan karakteristik pelepasan atau ketersediaan
dari polimer. Mikrokapsul yang berupa partikel-partikel kecil zat padat atau tetesan
cairan dan dispersi zat cair dengan ukuran partikel berkisaran antara 1-5000
mikrometer (Benita,2006).
Sebelumnya telah dilakukan proses mikroenkapsulasi terhadap ekstrak biji
jinten hitam pahit melalui proses kimia, yaitu dengan metode semprot kering (spray
drying) menggunakan penyalut gom arab dan maltodekstrin. Tetapi pada
penyimpanan mikrokapsul selama 28 hari didapatkan penurunan kadar timokuinon
dalam mikrokapsul hingga sebesar 90% (Sugindro et al, 2008).
Adapun metode lainnya dalam mengenkapsulasi minyak biji jintan hitam
yaitu dengan metode gelasi ionik dimana penyalutnya natrium alginat. Prinsip
metode gelasi ionik adalah proses taut silang antara polimer dengan kation
multivalent. Selain alginat, polimer yang dapat digunakan dalam metode gelasi ion
antara lain kitosan dan karaginan (Liouni et al., 2008).
Natrium alginat dipilih sebagai polimer yang biasa digunakan dalam metode
gelasi ionik, hal ini dikarenakan alginat dapat menghasilkan bentuk yang baik,
biokompatibel dan matriks yang dihasilkan bersifat non toksik( Kuen yong,dkk.,
2012). Natrium alginat juga digunakan untuk mikroenkapsulasi obat tanpa
menggunakan pelarut organik sehingga meminimalisasi efek toksik akibat
penggunaan pelarut organik dalam pembuatan mikrokapsul (Rowe, Sheskey, &
Owen, 2006). Dilakukan pembuatan mikroenkapsulasi menggunakan metode gelasi
3
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
ionik menggunakan crosslink Ca dan alginat juga dapat menurunkan kecepatan
penguapan dari minyak (Soliman, et al.,2013).
Pada penelitian Preparation and Characteristics of Galangal Essential oil/
Alginat Microcapsul menunjukkan hasil yang baik dalam pembentukan
mikrokapsul menggunakan minyak galanga sebagai zat aktif dan alginat sebagai
polimernya ( Jiamrungraksa et al, 2010).
Selanjutnya, pada penelitian ini dilakukan parameter pada uji pelepasan In
vitro pada mikroenkapsulasi minyak jintan hitam.Uji pelepasan In vitro penting
dilakukan untuk mengevaluasi pelepasan obat dari bentuk sediaan padat dan
setengah padat. Pengujian ini dikembangkan untuk kuantifikasi terhadap jumlah
dan tingkat pelepasan obat dari bentuk sediaan. Nilai-nilai yang diperoleh dari studi
pelepasan dapat secara kuantitatif dan kualitatif dalam formulasi dapat mengubah
pelepasan (Ramteke et al, 2014). Selanjutnya uji pelepasan menggunakan alat uji
tipe keranjang, yang digunakan menahan mikrokasul didalamnya, sehingga zat aktif
yang dilepaskan secara optimal didapatkan dengan kecepatan putaran yang konstan
pada suhu 37°C ± 0,5.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana profil perlepasan minyak jinten pada sediaan mikroenkapsulasi
minyak jintan hitam dengan variasi konsentrasi natrium alginat 0,45, 0,5%, dan
0,55% ?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh variasi konsentrasi
Natrium alginat 0,45%, 0,5%, dan 0,55% terhadap pelepasan sebagai matrik dalam
mikrokapsul minyak biji jinten hitam.
1.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi
ilmiah tentang pengaruh variasi konsentrasi natrium alginat terhadap profil
pelepasan minyak jinten yang terkandung pada mikrokapsul setelah dilakukan uji
In vitro.
4
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Jintan Hitam (Nigella sativa L.)
Gbr 2.1 Tanaman biji jinten hitam (a), bunga (b) biji (c); struktur kimia senyawa bioaktif,
timokuinon (TQ) (d).( Sara Darakhshan et al., 2015.Telah diolah kembali)
2.1.1. Klasifikasi Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranunculales
Famili : Ranunculaceae
Marga : Nigella
Spesies : Nigella sativa (Hutapea, 1994).
5
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Nama lainnya black seed (Inggris) atau habbatussaudah
(Arab).Jintan hitam (Nigella sativa L.) digunakan sebagai pengobatan
herabal sejak 200 sampai 3000 tahun sebelum Masehi dan tercatat dalam
banyak literature kuno mengenai ahli pengobatan terdahulu seperti Ibnu
Sina (980-1037 M), dan Al-Biruni (973-1048 M), Al-Antiki, Ibnu qayyim
dan Al- Baghdadi. Ibnu sin adalah peneliti jenius dari Timur Tengah di
bitang pengobatan yang namanya tercatat di buku sejarah pengobatan timur
maupun barat, hidup antara 980-1037 M, telah meneliti berbagai manfaat
habbatussauda untuk kesehatan dan pengobatan. Ahli pengobatan Yunani
kuno, Dioscoredes, pada abad pertama masehi juga telah mencatat manfaat
habbatussauda untuk mengobati sakit kepala dan sauran pernapasan
(Hendrik,2007).
2.1.2. Morfologi
Jintan hitam merupakan jenis tanaman terna setahin berbatang
tegak. Memiliki batang berusuk dan berbulu tegak, rapat atau jarang-jarang
disertai dengan disertai adanya bulu-bulu kelenjar. Bentuk daun lanset,
berbentuk garis dengan panjang1,5-2 cm. Ujung runcing memiliki 3 tulang
dan tulang daun berbulu. Memilki daun tunggal atau majemuk yang
posisinya tersebar atau berhadapan. Daun pembalut bunga kecil. Tanaman
jintan hitam ini memiliki jumlah kelopak bunga 5 dengan bentuk bundar
telur yang ujungnya agak mengerucing sampai agak tumpul. Pangkal
mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Memiliki bulu pada
mahkota bunga yang jarang dan pendek dengan jumlah mahkota bunga
umumnya 8 dan bentuk agak memanjang namun lebih kecil dari kelopak
bunga. Bibir bunga 2, bibir bagian atas pendek, lanset, ujung memanjang
berbentuk bengn dan bibir bagian bawah memiliki ujung tumpul. Benang
dari banyak gandul, kepala sari jorong, berwarna kuning, sedikit tajam.
Memiliki buah dengan bentuk telur atau agak bulat.Biji jorong bersudut 3
tidak beraturan yang sedikit berbentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar,
dan berwarna hitam (Materi Medika jilid III,1979).
6
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
2.1.3. Bagian Tanaman yang Digunakan
Bagian tanaman yang digunakan pada tanaman jintan hitam adalah
bagian bijinya. Biji jinten hitam mengandung minyak atsiri sampai 1,5 %
karven 45 – 60%, d- limonena, simena dan terpen- terpen lainnya, glukosida
saponin, glukosida beracun melantin, minyak lemak 37, 5 % dan zat pahit.
Biji jinten hitam telah banyak digunakan untuk pengobatan dan dalam
makanan, terutama di negara- negara islam. Selain itu minyak biji jintan
hitam ini juga banyak mengandung nutrisi yang baik untuk kesehatan
(Gharby, dkk., 2013)
Biji jintan hitam telah banyak digunakan untuk pengobatan dan
dalam makanan, terutama dinegar-negara islam.Selainitu minyak biji jintan
hitam ini juga banyak mengandung nitrisi yang baik untuk kesehatan.
Komposisi dari minyak biji jinten hitam berbeda beda pada setipa wilayah,
bergantung pada lokasi tumbuhnya(Gharby, et al.,2013).
Berdasarkan historisnya, investigasi senyawa kimia pada biji
Nigella sativa L. pertama kalidimulai pada tahun 1880 dengan kandungan
minyak 37% dan abu 4,1%(El-Din, et al.,2006). Pada minyak biji jinten
hitam mengandung minyak stastis dan minyak atsiri. Komposisi senyawa
kimia minyak atsiri dan minyak stastis biji jinten hitam secara umum dapat
dilihat pada table berikut:
Tabel 2.1.3. Komposisi senyawa kimia Minyak stastis Biji jinten Hitam
(Nigella Sativa L.)
[Sumber: Nickavar,et al.,2003 dengn pengolahan kembali)
Senyawa Kandungan (%)
Asam linoleat 55,6
Asalm oleat 23,4
Asam palmitat 12,5
Asam linolenat 0,4
Asam stearate 3,4
Asam laurat 0,6
Asam miristat 0,5
Asam eicosadienoat 3,1
Total asam lemak 99,5
7
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
2.1.4. Kandungan Kimia Biji Jintan Hitam ( Nigella sativa L.)
Sebagian besar aktivitas farmakologis minyak jintan hitam
dihasilkan dari minyak atsiri dan minyak statis ( fixed oils ) (Nickaver, et
al., 2003). Komposisi minyak jintan hitam secara umum dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 2.1.4. komposisi senyawa kimia Minyak Atsiri Biji jintan Hitam
( Nigella sativa L.) [Sumber:Nickavar, et al.,2003, dengan pengolahan kembali]:
Senyawa Kandungan (%) Senyawa Kandungan (%)
α-thujene 2,4 Fenchone 1,1
α-pinene 1,2 Dihydrocarvone 0,3
Sabinene 1,4 Timokuinon 0,6
β- pinene 1,3 Terpinen-4-ol 0,7
Myrcene 0,4 Carvacrol 1,6
p-cymene 14,8 p-cymene-8-ol 0,4
α-phellandrene 0,6 α-longipinene 0,3
Limonene 4,3 Carvone 4,0
-terpinene 0,5 Longifolene 0,7
Dari penelitian sebelumnya, diketahui bahwa komponen utama dari
biji Nigella sativa adalah timokuinon, thymohydroquinon , thymol,
carvacrol, nigellicine nigellimine, nigellimine-N-oxida, nigellidine, dan
alpha hedrin (Al-jabre dkk, 2003). Sedangkan komponen utama pada
minyak Nigella sativa adalah p-cymene, thymol dan timokuinon
(Mahmudah,2014).
Timokuinon yang terdapat dalam biji Nigella sativa ini memiliki
fungsi proteksi melawan nefrotoksisitas dan hepatotoksisitas. Selain itu juga
mempunyai Selain itu juga mempunyai aktivitas antiinfalamasi, analgesik,
antipiretik, antimikroba, dan antineoplastik. Sedangka manfaat dari minyak
biji jintan hitam antara lain adalah menurunkan tekanan darah dan
meningkatnya respirasi (Mahmudah,2014).
8
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Minyak Nigella sativa memiliki kandungan zat aktif timokuinon,
dithymoquinone, thymohydroquinone dan thymol. Timokuinon adalah zat
aktif utama dari minyak atsiri Nigella sativa .L. Timokuinon berfungsi
sebagai antiinfalamasi dengan cara menghambat jalur siklooksigenase dan
lipooksigenase yang berfungsi sebagai mediator alrgi dan peradangan. Pada
suatu studi ilmiah, ekstrak biji Nigella sativa terbukti mampu meningkat
fungsi sel polymorphonuclear (PMN). Penelitian lain juga membuktikan
efek Nigella sativa dalam menstimulasi sitokin Macrophage Activity Faktor
(MAF) sehingga meningkatkan fungsi makrofage yang berperan dalam
sistem imun seluler. Saponin diketahui juga terkandung dalam Nagella
sativa yang berperan dalam membantu proses penyembuhan luka. Selain
sebagai antiinflamasi, saponin juga dapat mempercepat pembentukan
pembuluh darah baru dalam proses penyembahan luka(angiogenesis)
melalui VEGF. Seng atau zinc dalam jintan hitam juga dibutuhkan dalam
penyembuhan luka. Hal ini disebabkan oleh karena perannya dalam
pembentukan protein serta sistesis kolagen tetapi tidak mempengaruhi
fibroblas secara langsung. Oleh karena itu mineral ini juga diperlukan untuk
pembentukan kolagen yang penting dalam tahap penyembuhan luka
(Ringga, 2012., Permatasari, 2012).
2.1.5. Khasiat dan Kegunaan
a. Antioksidan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muhamma Raza,et al.,
2006 senyawa timokuinon yang terdapat dalam minyak atsiri biji jinten
hitam dalam bentuk minuman yang diberikan selama 5 hari (8 mg/kg/hari
p.o) terbukti dapat melindungi mencit dari hepatotoksisitas yang diinduksi
oleh CCl4. Efek hepatoprotektif dari timokuinon terhadap hepatotoksisitas
yang diinduksi oleh CCl4 ditunjukan oleh adanya pencegahan yang
signifikan terhadap peningkatan ALT, AST dan LDH yang terkait dengan
penghambatan dalam produksi peroksida oleh lipid pada hati.
9
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
b. Antibakteri
Minyak atsiri pada biji jinten hitam memiliki banyak aktivitas
Farmakologi, salah satunya adalah sebagai antibakteri. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Bessedik dan Allem, 2013 menggunakan sampel
yang berasal dari rumah sakit ibukota aljazair, melalui medium agar pada
cawan petri yang diberi minyak biji jinten hitam pada konsentrasi minimal
penghambatan dengan berbagai pengenceran dan beberapa bakteri patogen
seperti Escherichia Coli, Enterococcus faecalis, Salmonella typhii, Proteus
mirabillis, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan
Klebsiella pneumonia. Pada konsentrasi 0,4 % aktivitas penghambatan
terjadi pada E. coli , S. aureus,dan P.mirabilis. Untuk E. faecalis SV, S.
termophilus dan P.aeruginosa , aktivitas penghambatan terjadi pada
konsentrasi 2 %. Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa minyak
biji jinten hitam ini memiliki aktivitas antibakteri spektrum luas berdasarkan
yang didapatkan pada rantai bakteri patogen.
c. Antidiabetik
Jinten hitam dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetik dalam bentuk
ekstrak, bubuk, maupun minyak. Efek antidiabetik dari jinten hitam
diperoleh melalui beberapa jalur. Jalur pertama adalah dengan memperkuat
pengeluaran insulin dari pankreas (Rchid et.,al 2004). Hal ini disebabkan
jinten hitam memiliki efek protektif terhadap kerusakan sel β pankreas
akibat aloksan dan menjaga integritas sel pankreas (Mansi, 2005). Jinten
hitam juga terbukti meningkatkan proliferasi dan regenerasi sel β pankreas
yang telah rusak ( Kanter, 2003 ; Benhaddou- Andaloussi et al., 2008).
Dengan demikian serum insulin dalam darah dapat meningkat . Hal ini juga
telah terlihat dari hasil studi secara in vitro yang dilakukan oleh El Daly
(1994) yang menunjukan bahwa ekstrak biji Nigella sativa L dapat
meningkatkan level insulin dalam serum. Secara spesifik efek hipoglikemik
minyak biji jinten hitam juga dihasilkan oleh timokuinon. Zat ini bersifat
sebagai antioksidan kuat (Al-majed et al., 2006).
10
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
d. Antikanker
Pada jurnal Hassan, et al., 2008, telah dilakukan penelitian tentang efek
timokuinon sebagai antikanker pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2).
Studi ini dilakukan dengan memberikan pengobatan pada sel karsinoma
hepatoseluler (HepG2) dengan konsentrasi timokuinon yang bertingkat (25-
400 μM) selama 12-24 jam. Kemudian kelangsungan hidup dan proliferasi
dari sel uji diamati. Hasil dari studi ini dapat dilihat berdasarkan data yang
menunjukan bahwa pengobatan sel karsinoma dengan timokuinon
konsentrasi < 200 μM menghasilkan penghambatan yang signifikan dari
kelangsungan hidup sel pada 12-24 jam dibandingkan dengan kontrol
percobaan.
Penelitian Rajsekhar, Saha et al., 2011 tentang timokuinon yang
memiliki aktivitas penghambatan antineoplastik telah dilakukan. Dimana
minyak essensial diinjeksikan langsung ke tumor untuk mengurangi volume
tumor dengan cara menghambat perkembangan metastasis dan menunda
kematian dari aktivitas tumor P815 pada tumor tikus timokuinon
menunjukan pertumbuhan aktivitas penghambatan antineoplastik in vitro
dan in vivo terhadap variasi sel tumor dan aktivitas penghambatan pada
pertumbuhan sel kanker serta kemampuan untuk menginduksi apoptosis.
Timokuinon didapatkan aktif terhadap variasi sel kanker pada manusia yang
resisten terhadap multidrug. Timokuinon juga menunjukan aktivitas
antineoplastik pada sel kanker prostat yang telah dibuktikan dengan
senyawa yang secara efektif memblok fase G1 sel kanker prostat dengan
memasuki fase S, oleh karena itu dapat digunakan dalam pengobatan kanker
prostat, khususnya dalam kasus hormon yang sulit disembuhkan.
e. Anti Inflamasi
Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang aktivitas dari
senyawa Timokuinon (TQ) dari biji jinten hitam sebagai agen anti inflamasi.
Salah satu peneliti mencoba untuk meneliti aktivitas timokuinon terhadap
penyakit athritis. Dalam penelitian ini, arthritis diinduksi oleh pristan dan
dipantau berat badan, skor klinis peradangan, total leukocyte count (TLC)
11
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
dan differential leukocyte count (DLC) . Pristan (minyak mineral sintetis)
sering digunakan untuk menginduksi arthritis pada tikus. Pristan-induced
arthritis (PIA) ditandai dengan fase awal inflamasi akut. Dalam penelitian
ini, induksi arthritis dikaitkan dengan penurunan berat badan dan kenaikan
skor klinis peradangan dan TLC. DLC menunjukkan peningkatan
persentase neutrofil dan penurunan persentase limfosit, menunjukkan fase
penyakit akut. Kedua obat MTX (Methotrexate) sebagai standar dan
senyawa timokuinon sebagai uji secara signifikan menekan peradangan
dilihat dari peningkatan yang signifikan dalam berat badan, penurunan nilai
klinis peradangan , TLC, dan normalisasi DLC. Studi menunjukkan
beberapa kemungkinan mekanisme TQ sebagai anti inflamasi. Hal ini
berkaitan dengan penghambatan oksida nitrat dan mediator pro-
inflamasi.TQ juga menghambat sintesis prostaglandin (PGE) dan LTs
dengan menghalangi jalur cycloxygenase (COX) dan lipoxygenase (LO)
dari metabolisme asam arakidonat , dengan demikian bertanggung jawab
sebagai antiinflamasi. Dosis pemberian TQ dengan dosis 2mg / kg / hari
selama 15 hari meningkatkan fitur klinis PIA pada tikus. Efek ini sebanding
dengan MTX. (Rizwan Faisal et al., 2015).
2.1.6. Timokuinon (TQ)
TQ ini merupakan bioactive dan biomarker dari biji tanaman jinten
hitam.TQ yang pertama kali ditemukan pada tahun 1985 ini,menunjukkan
aktivitas anti-inflamasi dan analgesik. TQ juga merupakan anti-oksidan
yang kuat dan membantu untuk membersihkan tubuh dari racun. Studi tahun
1985, ketika pertama kali diisolasi,TQ ternyata memiliki aktivitas sebagai
antihistamin dan efek bronkodilatasi (Goreja, 2003). Senyawa yang
memiliki Bobot Molekul 164.20 ini memiliki rumus molekul C10H12O2.
Timokuinon memiliki titik leleh antara 450°C-470°C, dan titik didih antara
230°C-232°C (Willy et al., 2003). TQ merupakan senyawa yang terdapat
dalam minyak atsiri biji Nigella sativa L. Timokuinon adalah monoterpen
keton yang merupakan komponen utama dalam penyusunan minyak atsiri
pada Nigella sativa. Sehingga Timokuinon dapat menjadi indikator
12
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
kuantitatif untuk mengetahui jumlah dari minyak atsiri Nigella sativa
(Nickavar, 2003)
Gambar 2.1.6. Struktur timokuinon yang terkandung dalam Nigella
sativa (Iqbal, 2013).
2.2. Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis suatu bahan
inti baik berupa padatan,cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai
dinding pembentuk mikrokapsul. Mikrokapsul yang terbentuk dapat berupa
partikel atau bentuk agregat, dan biasanya memiliki rentang ukuran partikel
antara 5-5000 µm.Ukuran tersebut bervariasi tergantung metode dan ukuran
partikel bahan inti yang digunakan (Lachman, 1994; deasy, 1984).
Mikroenkapsulasi dapat digunakan untuk mengkonversi cairan ke padatan,
dari mengubah koloid dan sifat permukaan, memberikan perlindungan pada
sediaan terhadap lingkungan dan mengendalikan karakteristik pelepasan
atau ketersediaan dari polimer. Namun, keunikannya adalah hasil dari
proses mikroenkapsulasi selanjutnya dapat digunakan untuk membuat
sedian lainnya (Nitika Agnihotri; Ravinesh Mishra; Chirag Goda; Manu
Arora, 2012).
Gambar 2.2. Proses Mikroenkapsulasi (Nitika Agnihotri; Ravinesh
Mishra; Chirag Goda; Manu Arora, 2012)
13
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
2.2.1. Tujuan Mikroenkapsulasi ( Deasy, 1982)
a. Mengubah bentuk cairan menjadi padat
b. Melindungi inti dari pengaruh lingkungan
c. Memperbaiki aliran serbuk
d. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak
e. Menyatukan zat-zat yang tidak tersatukan secara fisika kimia
f. Menurunkan sifat iritasi inti terhadap saluran cerna
g. Mengatur pelepasan obat
h. Memperbaiki stabilitas inti
Pada penelitian ini, proses mikrokapsul bertujuan untuk meningkatkan
stabilitas jinten hitam, karena jinten hitam mudah teroksidasi oleh udara.
Selanjutnya untuk melihat profil pelepasan pada sediaan mikroenkapsulasi.
2.2.2. Keuntungan dan Kerugian Mikroenkapsulasi (Shargel, 1988; Hillery,
2001)
a. Keuntungan
1. Mengurangi frekuensi pemberian obat sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan pasien.
2. Mengurangi efek samping obat sistemik maupun lokal.
3. Efek terapi menjadi lebih panjang dibandingkan dengan yang terdapat
setelah pemberian dosis tunggal biasa.
4. Mengurangi fluktuasi konsentrasi obat dan metabolit dalam darah,
jaringan, dan saluran pencernaan.
5. Mengurangi efek toksik yang disebabkan oleh kelebihan kadar obat
dalam darah akibat pemakainan berulang sediaan dosis tunggal.
b. Kerugian
1. Harganya menjadi relatif mahal dibandingkan bentuk sediaan
konvensional.
2. Adakalahnya penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna
atau tidak merata sehingga akan mempengaruhi pelepasan zat aktif
dari mikrokapsul dan kemungkinan timbulnya fenomena dose
14
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
dumping yaitu adanya sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat
lepas secara cepat.
3. Jika penderita mendapatkan reaksi samping obat atau secar tiba-tiba
mengalami keracunan, maka untuk menghilangkan obat dari tubuh
menjadi lebih sulit dari pada prosedur pelepasan cepat.
4. Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis cukup besar
(500 mg) karena dosis produk obat itu dapat meningkat menjadi lebih
besar di bandingkan dalam jarka waktu tertentu yang lebih sering.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Proses
Mikroenkapsulasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses
mikroenkapsulasi, antara lain sifat fisikokimia bahan inti / zat aktif, bahan
penyalut yang digunakan, bahan penyalut yang digunakan, tahap proses
mikroenkapsulasi (tunggal atau bertingkat), sifat dan struktur dinding mikro
kapsul serta kondisi pembuatan (Lachman,1994).
2.2.4 Komponen Mikrokapsul
Pada prinsipnya ada 3 bahan yang terlibat dalam proses pembentukkan
mikroenkapsulasi, yaitu:
1. Bahan inti
Inti adalah bahan spesifik yang akan disalut, dapat berupa cairan,
padatan, atau gas. Komposisi bahan inti dapat bervariasi, misalnya pada
bahan inti cair dapat terdiri dari bahan terdispersi dan atau bahan
terlarut. Sedangkan zat inti padat dapat berupa zat tunggal atau
campuran zat aktif dengan bahan pembawa lain seperti stabilisator,
pengencer, pengisi dan penghambat atau pemacu pelepasan bahan aktif
dan sebagainya. Selain itu, bahan inti yang digunakan sebaiknya tidak
larut atau tidak bereaksi dengan bahan penyalut dan pelarut yang akan
digunakan (Lachman, 1994; Deasy, 1984; Kondo, 1979).
2. Bahan Penyalut
Penyalut adalah bahan yang digunakan untuk menyelaput inti
dengan tujuan tertentu seperti menutupi rasa dan bau yang tidak enak,
15
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
perlindungan terhadap pengaruh lingkungan, meningkatkan stabilitas,
pencegahan penguapan pada zat aktif yang mudah menguap dan yang
berhubungan dengan proses penyalutan serta sesuai dengan metode
mikroenkapsulasi yang digunakan. Bahan penyalut harus mampu
memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, dapat
bercampur secara kimia, tidak bereaksi dengan inti (bersifat inert), dan
mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan (Lachman,
1994). Misalnya, jika bahan inti bersifat mudah larut dalam air maka
dapat digunakan penyalut yang tidak larut dalam air, begitu juga
sebaliknya (Kondo, 1979).
2.3. Metode Pembuatan Mikroenkapsulasi Gelasi ionik
Ada banyak metode enkapsulasi yang dapat digunakan untuk
membuat mikrokapsul. Metode pembuatan mikrokapsul yang paling sering
diterapkan dalam bidang farmasi antara lain suspensi udara, pemisahan fase
koaservasi, semprot kering dan pembekuan, penyalutan dalam panci, proses
multi lubang sentrifugal, serta metode penguapan pelarut (Lachman,
Herbert, & Joseph, 1994; Swarbick & Boylan, 1994).
Pada penelitian ini akan digunakan metode gelasi ion dengan penyalut
natrium alginat. Prinsip metode gelasi ion adalah proses taut silang antara
polimer dengan kation multivalen. Selain alginat, polimer yang dapat
digunakan dalam metode gelasi ion antara lain kitosan dan karaginan
(Liouni, Drichoutis, &Nerantzis, 2008). Kemampuan natrium alginat
membentuk gel tidak larut air dengan adanya kation divalen menjadi dasar
penggunaan natrium alginat pada proses penyalutan obat (Manz,
Hillgartner, Zimmermann, Zimmermann, Volke, & Zimmermann, 2003).
Teknik gelasi ion terdiri dari dua macam, yaitu gelasi eksternal dan
gelasi internal. Perbedaan gelasi internal dan gelasi eksternal ini terdapat
pada sumber kation divalennya. Dinamakan teknik gelasi internal, jika
sumber kation divalen didispersikan bersama dengan natrium alginat.
Teknik gelasi internal dilakukan dengan cara mencampur garam kalsium
yang tidak larut (misalnya CaCO3) dengan larutan natrium alginat. Hasil
16
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
campuran tersebut kemudian diemulsifikasikan ke dalam fase minyak yang
mengandung surfaktan, gelasi ion dimulai dengan menambahkan asam
asetat. CaCO3 tersebut akan telarut dan melepaskan Ca2+ kemudian terjadi
gelasi ion menbentuk Ca-alginat. Sedangkan pada teknik gelasi eksternal
sumber kation divalennya tidak didispersikan bersama dengan natrium
alginat (Liu, et al, 2004). Tautan silang pada teknik gelasi eksternal dapat
dicapai dengan meneteskan droplet-droplet natrium alginat ke medium yang
mengandung ion divalen (misalnya Ca2+), Ca2+ kemudian akan langsung
bereaksi dengan gugus karboksilat dari residu asam guluronat pada
permukaan tetesan droplet, selanjutnya Ca2+ tersebut akan berdifusi ke
dalam droplet dan bereaksi membentuk Ca-alginat (Liu, et al, 2002). Ketika
natrium alginat dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion
kalsium, ion kalsium akan menggantikan ion natrium pada polimer. Setiap
ion kalsium dapat berikatan dengan dua rantai polimer. Proses tersebut
disebut tautan silang dan dapat digambarkan seperti gambar 2.2. Gelasi
alginat terjadi saat kation divalen berinteraksi dengan gugusan residu asam
guluronat pada natrium alginat sehingga terbentuk jaringan gel tiga dimensi
dan biasa digambarkan sebagai model “egg-box” (Liouni, Drichoutis, &
Nerantzis, 2008).
Gambar 2.3. Proses pembuatan dan pengikatan mikrokapsul
Sumber: journal.frontiersin.org
17
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3. Proses terjadinya tautan silang antara polimer natrium alginat dan ion
kalsium (Royal Society of Chemistry, 2011) (telah diolah kembali)
2.4. Mekanisme Pelepasan Obat dari Mikrokapsul
Pelepasan obat dari bentuk mikrokapsul dapat melalui berbagai cara,
yaitu melalui proses difusi melewati lapisan polimer, erosi dari lapisan
polimer, atau melalui kombinasi dari erosi dan difusi. Proses pelepasan obat
yang umum terjadi pada mikrokapsul adalah proses difusi. Cairan dari
saluran pencernaan berdifusi melalui membran ke dalam sel, kemudian obat
akan berdifusi melalui membran dari daerah berkonsentrasi tinggi di dalam
mikrokapsul ke daerah berkonsentrasi rendah pada cairan saluran
pencernaan (Krowcynsk, 1987).
2.5 Evaluasi Mikrokapsul (Sutriyo, Djajadisastra, & Novitasari, 2004)
Setiap produk yang dibuat, termasuk mikrokapsul, tidak lepas dari
proses evaluasi untuk mengontrol kualitas produk dan mengetahui layak
atau tidaknya produk yang dibuat untuk digunakan dan dipasarkan. Evaluasi
yang dilakukan pada mikrokapsul meliputi pemeriksaan bentuk dan
morfologi mikrokapsul, ukuran dan distribusi ukuran mikrokapsul, faktor
perolehan kembali, penentuan kandungan zat inti, efisiensi penjerapan, serta
uji disolusi secara in vitro.
18
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
2.5.1. Faktor perolehan kembali
Faktor perolehan kembali dapat digunakan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Keterangan :
Wp : faktor perolehan kembali proses
Wm : bobot bahan pembentuk mikrokapsul
Wt : bobot mikrokapsul yang diperoleh
2.5.2. Uji Pelepasan In Vitro
Pelepasan obat dari mikrokapsul dapat melalui berbagi cara yaitu
melalui proses difusi melewati lapisan polimer, erosi dari lapisan polimer
atau kombinasi dari erosi dan difusi (Deasy, 1984).
Pelepasan yang pertama yaitu pelepasan melalui permukaan partikel
mikrokapsul, difusi melalui matriks polimer mikrokapsul yang
mengembang, dan pelepasan melalui erosi polimer. Pelepasan dari
mikrokapsul dapat dengan cara lebih dari satu mekanisme. Pada mekanisme
obat yang pelepasannya melalui permukaan, saat obat telah kontak dengan
medium maka obat akan lepas melalui permukaan pasrtikel, obat yang
terperangkap di lapisan permukaan partikel juga mengikuti mekanisme ini.
Pada mekanisme erosi, sediaan terkikis sehingga obat terkikis sehingga obat
terlepas ketika bersentuhan dengan medium. Pada pelepasan obat melalui
difusi matriks, pertama air akan berpenetrasi ke dalam beads mikrokapsul,
menyebabkan matriks mengembang, terjadi konversi polimer ke dalam
matriks, kemudian terjadi difusi obat dari matriks mikrokapsul yang
mengembang (Agnihotri, Malikarjuna dan Aminabhavi, 2004).
Pada penelitian ini, zat aktif dalam bentuk mikroenkapsulasi disalut dengan
penyalut natrium alginat. Jumlah zat aktif yang terlarut dalam media cair
yang diketahui volumenya diukur pada suatu waktu tertentu, pada suhu
tertentu, dan menggunakan alat tertentu pula yang didesain untuk munguji
parameter pelepasan yang ingin diketahui. Dari data yang diperoleh dikaji
19
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
studi kinetiknya, yaitu dibuat grafik yang merupakan hubungan antara
konsentrasi dan waktu pelepasan, sehingga orde reaksi pelepasan zat
aktifnya dapat ditentukan (Herdini, 2008).
Untuk uji pelepasan in vitro ada 2 macam alat yang pertama yaitu jenis alat
uji disolusi dengan pengaduk bentuk keranjang dan yang kedua pengaduk
yang berbentuk dayung. Pada penelitian ini digunakan alat uji tipe
keranjang. Pengaduk berbentuk keranjang terdiri dari sebuah wadah tertutup
yang terbuat dari kaca atau bahan yang transparan. Suatu batang logam yang
digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder, wadah tercelup
sebagian didalam tangas air yang berukuran sesuai dan bisa
mempertahankan suhu dalam wadah 37°C ± 0,5 selama pengujian
berlangsung dan menjaga air dalam tangas halus dan tetap (FI IV, 1995).
2.6. Natrium Alginat
Natrium alginat terdiri dari garam natrium dari asam alginat (Rowe,
Sheskey, & Owen, 2006). Alginat diperoleh dari ganggang cokelat
Phaeophyceae dalam bentuk polimer linear dari 1,4-β-D-asam mannuronat
dan residu 1,4-α-L asam guluronat (Lisboa, Valenzuela, Grazioli, Diaz, &
Sogaray, 2007).
Gambar 2.6. Struktur kimia natrium alginat
(Sumber: evanputra.wordpress.com, Telah diolah kembali)
Natrium alginat berupa serbuk berwarna putih hingga kuning pucat,
tidak berbau, dan tidak berasa, larut dalam air membentuk larutan koloidal.
Larutan 1% natrium alginat (b/v) memiliki pH sekitar 7,2. Natrium alginat
praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter, kloroform, campuran metanol
dan air dengan kandungan etanol lebih besar dari 30%, dan juga larutan
20
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
asam encer dengan pH kurang dari 3 (Rowe, Sheskey, & Owen, 2006).
Natrium alginat tersedia secara komersial dalam berbagai tingkat viskositas.
Viskositas larutan natrium alginat juga tergantung pada konsentrasi, pH, dan
temperatur. Natrium alginat inkompatibel dengan derivat akridin, kristal
violet, fenilmerkuri asetat dan nitrat, garam kalsium, logam berat, dan etanol
dengan konsentrasi lebih dari 5% (Rowe, Sheskey, & Owen, 2006).
Natrium alginat digunakan pada berbagai formulasi sediaan oral dan
topikal. Selain sebagai pengisi, pengikat, dan penghancur, natrium alginat
juga memiliki sifat sebagai pengental, pensuspensi, dan pembentuk gel
(Rowe, Sheskey, & Owen, 2006). Alginat dapat membentuk gel tidak larut
air dengan adanya ion divalen seperti Mg2+, Ca2+, Sr2+, Ba2+ (Lisboa, 2007).
Pemilihan natrium alginat sebagai polimer yang digunakan dalam penelitian
ini dikarenakan sifatnya yang tidak toksik dan biokompatibel dengan
berbagai macam komponen kimia. Selain itu natrium alginat juga digunakan
untuk mikroenkapsulasi obat tanpa menggunakan pelarut organik sehingga
meminimalisasi efek toksik akibat penggunaan pelarut organik dalam
pembuatan mikrokapsul (Rowe, Sheskey, & Owen, 2006).
Menurut Glicksman (1983), alginat yang larut dalam air membentuk gel
pada suasana asam karena adanya kalsium atau kation logam polivalen
lainnya. Mekanisme pembentukan gel ini berdasarkan reaksi molekul
alginat dengan kalsium (Yunizal, 2004).
Pemilihan natrium alginat sebagai polimer yang digunakan dalam penelitian
ini dikarenakan sifatnya yang tidak toksik dan biokompatibel dengan
berbagai macam komponen kimia. Selain itu natrium alginat juga digunakan
untuk mikroenkapsulasi obat tanpa menggunakan pelarut organik sehingga
meminimalisasi efek toksik akibat penggunaan pelarut organik dalam
pembuatan mikrokapsul (Rowe, Sheskey, & Owen, 2006).
2.6.2 Aspek Kimia (Rowe, 2006)
Nama Kimia : Sodium alginat
Rumus Molekul : (C6H7O6Na)n
21
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
2.6.3. Aspek Fisika
a. Pemerian : tidak berbau, tidak berasa, putih pucat, serbuk berwana
coklat kekuningan.
b. Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter, kloroform, dan
campuran etanol/air dengan etanol lebih besar dari 30%. Praktis tidak
larut dalam pelarut organik dan larutan asam dengan pH kurang dari 3.
Sedikit larut dalam air membentuk koloid.
c. Fungsi : Sebagai penyalut mikroenkapsulasi
2.7. Tragakan
Tragakan adalah getah kering alami yang diperoleh dari Astragalus
gummifer Labillardie`re dan dari spesies lainnya dari tumbuhan Astragalus
yang tumbuh di Asia Barat. Getah Astragalus ini terdiri dari campuran air-
tak terlarut dan watersoluble polisakarida. Bassorin, merupakan 60-70%
dari getah, adalah bagian utama yang tidak larut air, sementara sisa getah
yang lain terdiri dari bahan tragacan larut dalam air. Pada proses hidrolisis,
tragakan menghasilkan L-arabinose, L-fucose, D-xylose, D-galaktosa, dan
asam D-galacturonic. Gom tragakan juga mengandung sejumlah kecil
selulosa, pati, protein, dan abu. Gom tragakan memiliki berat molekul
perkiraan 840 000.
Pada peningkatan suhu dan konsentrasi, viskositas dari tragakan
akan meningkat. Sebaliknya, bila konsentrasi dan suhu turun maka
viskositas dari tragakan akan turun dan pH tragakan akan tinggi. Dispersi
dari tragakan stabil pada pH 4-8. Maksimum pH pada tragakan adalah 8 dan
pH paling stabil adalah 5 (Rowe, 2006).
2.7.1 Aspek Kimia (Rowe, 2006)
a. Nama Kimia : Tragacanth gum
b. Bobot Molekul : 840.000
2.7.2 Aspek Fisika
a. Pemerian : Gum tragakan berbentuk pipih, lamellated, fragmen sering
melengkung, atau sebagai lurus atau spiral, ketebalan 0.5-2.5 mm; juga
22
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
berupa serbuk, warna putih kekuningan, tidak berbau, dengan rasa
hambar.
b. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, etanol (95%), dan pelarut
organik. Meskipun tidak larut dalam air, tragakan dapat mengembang
jika dicampurkan air panas atau dingin dengan 10 kali beratnya untuk
menghasilkan koloid kental atau semigel.
c. Stabilitas : Tragakan gel tidak stabil mudah untuk terkontaminasi oleh
mikroba. Tragakan yang terdispersi lebih stabil pada pH 4-8.
d. Fungsi : Sebagai agen emulsifier
2.8 Kalsium Klorida (CaCl2)
2.8.1 Aspek Kimia (Rowe, 2006)
a. Nama Kimia : Calcium chloride anhydrous
b. Bobot Molekul : 110,98
2.8.2 Aspek Fisika (Rowe, 2006)
a. Pemerian : Kalsium klorida berwarna putih, atau bubuk kristal tidak
berwarna, granul, atau massa kristal, dan higroskopis.
b. Kelarutan : Mudah larut dalam air dan etanol (95%), tidak lrut dalam
dietil eter.
c. Stabilitas : Senyawa stabil, meskipun harus dilindungi dari
kelembaban sebab sifatnya yang higroskopis
d. Fungsi : Sebagai agen crosslinking
2.9. Spektrofotometri
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang
dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh
sampel. ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk
mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit
informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi
spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif.
Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur
23
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004). Sinar Ultraviolet mempunyai panjang
gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang
gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).
2.9.1 Komponen Spektrofotometri UV
Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimum, setiap komponen
dari instrumen yang dipakai harus berfungsi dengan baik. Komponen-
komponen spektrofotometri UV-Vis meliputi sumber sinar, monokromator,
dan sistem optik.
i. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk
pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel.
ii. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih
oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran
panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen
melewati spektrum.
iii. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga
sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagai mana dalam
spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat
digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau
spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam
spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan
sampel atau pereaksi (Rohman, 2007).
2.9.2. Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer (Beer’s law) adalah hubungan linearitas antara
absorban dengan konsentrasi larutan analit (Dachriyanus, 2004). Hukum
Lambert-Beer dapat mempunyai dua bentuk: A= a. b. c g/liter atau A= ∈. b.
c mol/liter. Penandaan lain untuk a adalah ekstingsi spesifik, koefisien
ekstingsi, dan absorbsi spesifik, sedangkan ∈ adalah koefisien ekstingsi
molar (Day and Underwood, 1999). Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet yaitu:
24
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif
adalah panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk
memperoleh panjang gelombang serapan maksimum dapat diperoleh
dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang
gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai
konsentrasi kemudian asorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat kurva
yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva
kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.
3. Pembacaan absorbansi sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara
0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal
ini disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan
fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007).
25
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Febuari 2016 hingga September
2016 di laboraturium Formulasi sediaan padat dan laboraturium Bioavabilias dan
Bioequivalensi Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat uji disolusi tipe
keranjang (Erweka, Jerman), Spektrofotometeri UV (Hitachi U-2910, Jepang)
stirrer homogenizer (STIRER IKA), erlenmeyer, batang pengaduk, spatula, pipet
tetes, cawan penguap, labu ukur, beaker glass (Pyrex), gelas ukur, alumunium foil,
stirer, syring dengan jarum.
3.3 Bahan
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Biji Jintan
Hitam/MBJH (Nigella sativa L.) (PT.Lantabura Internasional ) Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah larutan CaCl2 (Merck, Darmstads,
Germany), na alginat (Sigma Aldrich), aquadest, etanol pro analisis (Merck,
Jerman) dan tragakan (Brataco Chemica).
26
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
3.4 Prosedur penelitian
3.4.1 Pembuatan mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
3.4.1.1 Formulasi Mikroenkaspulasi minyak jintan hitam
Tabel 3.4.1.1. Formula mikrokapsul minyak jintan hitam dengan variasi
konsentrasi Natrium Alginat
Bahan Mikrokapsul F1(%) F2(%) F3(%)
Minyak Jinten
Hitam 30 30 30
Na Alginat 0,45 0,5 0,55
Tragakan 0,3 0,3 0,3
Aqudest Add 100 Add 100% Add 100
3.4.1.2 Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
Tahap pertama ditimbang natrium alginat dan tragakan berdasarkan
formulasi tersebut lalu dikembangkan kedalam aquades dengan
dihomogenkan menggunakan stirrer homogenizer selama 4 menit dengan
kecepatan 1000 rpm. Selanjutnya ditambahkan minyak biji jinten hitam dan
dihomogenkan menggunakan stirrer homogenizer dengan kecepatan 1000
rpm selama 3 menit (Chan L. W dkk.,2000”telah dimodifikasi”). Kemudian
hasil emulsi dari minyak jinten hitam disentifugasi dengan kecepatan
3500rpm selama 3 menit untuk melihat stabilitas dari emulsi (Suraweera,
2014)
3.4.1.3 Pembuatan Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
Pada pembuatan mikrokapsul setiap formula dimasukkan ke dalam
syring no. 30 G dan diteteskan di atas larutan 50ml CaCl2 0,5 M sebagai
agen crosslinking pembentuk mikrokapsul, sehingga akan terbentuk beads.
Beads didiamkan selama 20 menit di dalam gelas piala sebelum disaring
dengan saringan (Annan, 2008).
27
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
3.4.2 Evaluasi Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
3.4.2.1 Pengamatan Organoleptis Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
Dilakukan pengamatan dilihat secara langsung bentuk, warna, dan bau
dari mikrokapsul.
3.4.2.2 Pengukuran Diameter Mikrokapsul
Sebanyak 20 mikrokapsul dari setiap formula diambil secara random,
kemudian diameter mikrokapsul diukur dengan menggunakan micrometer
sekrup (Gina,2016 “modifikasi”)
3.4.2.3 Rendemen Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
Faktor perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan bobot
total mikrokapsul yang diperoleh terhadap bobot bahan pembentuk
mikrokapsul. Ditimbang dan dicatat secara seksama natrium alginat, CaCl2,
minyak biji jinten hitam, tragakan sebagai bobot bahan pembentuk
mikrokapsul. Selanjutnya hasil beads mikrokapsul, ditimbang dan dicatat
sebagai bobot total mikrokapsul yang diperoleh. Kemudian, dimasukkan ke
dalam persamaan (Kumar et al., 2011). Faktor perolehan kembali dapat
digunakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
Wp : faktor perolehan kembali proses
Wm : bobot mikrokapsul yang diperoleh
Wt : bobot bahan pembentuk mikrokapsul
3.4.3 Validasi Metode Analisis MBJH
3.4.3.1 Preparasi Standar
Larutan induk minyak jinten hitam disiapkan dengan menimbang
minyak jinten hitam sebanyak 50 mg dan dilarutkan dengan etanol pro
analis dalam labu ukur 50,0 ml sehingga konsentrasinya menjadi 1000 ppm.
Kurva kalibrasi minyak jinten hitam diperoleh dengan mengencerkan
28
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
larutan standar induk yang dibuat dengan berbagai macam konsentrasi yaitu
0 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm,300 ppm (v/v).
3.4.3.2 Spesifisitas
Disiapkan dengan melarutkan minyak jinten hitam dan mikrokapsul
minyak jinten hitam, dibuat masing-masing dalam 1000 ppm. Larutkan 50
mg minyak jinten hitam kedalam labu 50,0 ml dengan etanol p.a. Kemudian
larutkan mikrokapsul yang sudah digerus dengan etanol p.a. Selanjutnya,
dibuat campuran dari minyak biji jinten hitam dan mikrokapsul minyak
jinten hitam tersebut dan dibaca kembali dengan menggunakan
spektrofotometri UV pada rentang panjang gelombang 200-500 nm.
Sehingga didapatkan kurva dari campuran minyak biji jinten hitam dan
mikrokapsul minyak biji jinten hitam (Wardani,2012).
3.4.3.3 Linearitas dan kurva kalibrasi
Dibuat larutan standar dari minyak jinten hitam dengan deret
konsentrasi minyak biji jinten hitam dari 100-300 ppm, yaitu pada
konsentrasi 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm, dan 300 ppm dilakukan
pengukuran dengan alat spektrofotometri UV-Vis kemudian diolah dengan
perangkat lunak pada alat yaitu dengan memplotkan konsentrasi pada
sumbu x dan y sebagai absorbansi sehingga diperoleh r (koefisien korelasi)
dari kurva kalibrasi (Ismail et al., 2015).
3.4.3.4 (Limit of Quantification) LOQ dan (Limit of detection) LOD
Dibuat larutan standar minyak jinten hitam yang mengacu pada kurva
kalibrasi dari standar, didapatkan kurva kalibrasi kemudian pengukuran
standar dilakukan dari konsentrasi tertinggi sampai dengan konsentrasi yang
terendah sampai didapatkan batas dimana alat spektrofotometri UV tidak
memberikan respon lagi kepada standar (Ismail et al., 2015).
LOQ dihitung melalui persamaan garis regresi linear dari kurva kalibrasi.
Dapat dihitung dengan mengukur respon standar beberapa kali lalu dihitung
simpangan baku respon standar dengan formula di bawah ini:
SD = √∑(𝑦−ȳ)2
𝑛−2
29
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
LOD= 3,3 𝑥 𝑆𝐷
𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒
LOQ= 10 𝑥 𝑆𝐷
𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒
3.4.3.5 Presisi
Presisi dilakukan dengan mengukur deviasi dari nilai absorbansi yang
diperoleh untuk masing-masing konsentrasi. Pengukuran dilakukan secara
berulang sebanyak 5 kali kemudian dicari rata-rata absorbansi dari
konsentrasi tersebut dan dicari dengan standar deviasinya (ismail, dkk.,
2015). Kemudian dihitung besarnya simpang deviasi dari masing-masing
konsentrasi dengan rumus:
SD = √∑(𝑥−𝑥𝑖)²
𝑛−1
Dimana x merupakan luas dari masing-masing konsentrasi, xi merupakan
rata-rata konsentrasi, dan n merupakan jumlah injeksi. Setelah mendapat
nilai SD kemudian dihitung nilai RSD dengan rumus:
% RSD = 𝑆𝐷
𝑥𝑖 x 100%
Syarat dari nilai RSD adalah < 2% (Riyanto, 2014).
3.4.4 Pengukuran kadar minyak biji jinten hitam dalam mikrokapsul
Seluruh hasil perolehan kembali mikrokapsul MJH digerus dan
dilarutkan dalam etanol pro analsis. kemudian hasil gerusan mikrokapsul
dimasukkan dalam labu ukur 50 mL, volume dicukupkan hingga garis batas
pada labu ukur. Dari larutan induk yang dibuat kemudian dibuat konsentrasi
300 ppm dan diukur serapannya menggunakan Spektrofotometri UV. Kadar
minyak jinten hitam dihitung dengan membandingkan terhadap kurva
kalibrasi sehingga jumlah kadar minyak jinten hitam dalam mikrokapsul
dapat dihitung (Moffat, 1986).
30
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
3.4.5 Uji Pelepasan In Vitro Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
Uji Pelepasan mikrokapsul dilakukan dengan menggunakan alat uji
disolusi tipe keranjang dalam medium 0,1 M Fosfat-Buffered Saline pH 7.4
(PBS) ditempatkan dalam perbandinagan 1:1 dengan etanol pro analisis
dalam medium 400ml. Gelas piala ditempatkan pada 37 ◦C ± 0,5 pada
tingkat pengadukan kontinu 100 rpm (Anjali et al.,2013), Selanjutnya
mikrokapsul dimasukkan ke alat uji pelepasan. Pencuplikan dilakukan
menit ke 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, hingga menit ke 240
dengan diambilnya (10 mL) pada setiap interval waktu pada medium
pelepasan (Anjali et al., 2013, “telah diolah kembali”). Setiap pengambilan
cuplikan dlakukan penambahan larutan media pelepasan sebanyak volume
jumlah pencuplikan yang diambil. Selanjutnya diukur dengan konsetrasi
minyak jinten hitam yang terlepas dengan Spektofotometer UV pada
panjang gelmbong maksimum yang telah dioptimasi. Kemudian dihitung
dan dibuat profil pelepasan minyak jintan dan memplot minyak jintan hitam
yang terlepas terhadap waktu.
31
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Validasi Metoda Analisis Minyak Biji Jinten Hitam
4.1.1 Spesifisitas
Uji spesifisitas dari minyak biji jinten hitam bertujuan untuk
mengetahui perubahan maupun pergeseran panjang gelombang minyak biji
jinten hitam tersebut terhadap akibat penambahan mikrokapsul minyak biji
jinten hitam yang sudah diekstraksidan juga sekaligus dapat mengetahui
panjang gelombang minyak biji jinten hitam itu sendiri. Karena diharapkan
hasil panjang gelombang mikrokapsul minyak jintenhitam sama dengan
panjang gelombang minyak jinten hitam dan juga ketika dilakukan
pengukuran panjang gelombang campuran antara minyak jinten hitam
dengan mikrokapsul minyak jinten hitam hasilnya tidak berbeda. Panjang
gelombang MBJH dan mikrokapsul minyak biji jinten hitam dibuat dalam
konsentrasi masing-masing sebesar 1000 ppm dan hasil yang diperoleh
dapat dilihat pada Gambar 4.1.1. (Aulia, 2016)
Gambar 4.1.1. Hasil Overlay Pengukuran Panjang Gelombang (biru) MBJH dan
(hijau) selektivitas (Campuran MBJH dan Mikrokapsul MBJH) panjang
gelombang campuran antara minyak jinten hitam dan (merah) mikrokapsul
minyak jinten hitam dalam 1000 ppm (λ = 252)
32
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Dari analisis kurva minyak biji jinten hitam, diketahui bahwa panjang
gelombang minyak biji jinten hitam dengan konsentrasi 1000 ppm yaitu 252
nm, untuk panjang gelombang mikrokapsul minyak jintem hitam dengan
konsentrasi yang sama yaitu 1000 ppm adalah 252 nm. Dari hasil
pengukuran panjang gelombang campuran antara minyak jinten hitam 1000
ppm dan mikrokapsul minyak jinten hitam 1000 ppm menghasilkan panjang
gelombang yang sama yaitu 252 nm. Hal ini menunjukan bahwa
mikrokapsul minyak biji jinten hitam yang sudah diekstraksi tidak
memberikan pengaruh bentuk apapun terhadap panjang gelombang pada
minyak biji jinten hitam.
4.1.2. Linearitas dan Kurva Kalibrasi
Linearitas dari minyak jinten hitam diperoleh dengan membuat seri
konsentrasi sampai pada 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm, dan 300
ppm yang diukur pada panjang gelombang 252 nm. Selanjutnya
memplotkan data konsentrasi terhadap absorbansi yang diperoleh kedalam
ms. Excel untuk diperoleh persamaan garis regresi linear dari minyak jinten
hitam .
Tabel 4.1.2. Seri konsentrasi standar minyak biji jinten hitam
X
(konsentrasi)
Y
(absorbansi)
0 0,000
100 0,255
150 0,387
200 0,520
250 0,626
300 0,774
33
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Gambar 4.1.2. Kurva Kalibrasi Minyak Biji Jinten Hitam Pada (λmax = 252)
Pembuatan daerah linier bertujuan untuk mengetahui daerah rentang kerja
yang baik dari kelinearan standar minyak biji jinten hitam . Hal ini perlu
dilakukan agar mendapatkan metode validasi yang tepat dari analisis suatu
analit. Hasil diatas diperoleh persamaan garis regresi linear y=0,0026x –
0,00005 dengan nilai koefisien korelasi (R2 = 09998).
Menurut Harmita (2004), nilai koefisien korelasi diharapkan ≤ 1 atau diatas
0,9950 untuk mendapatkan suatu metode analisis yang baik. Oleh karena itu
metode analisis dari minyak biji jinten hitam ini sudah dianggap baik dan
memenuhi syarat ( Aulia, 2016)
4.1.3 Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual rata-rata jika
prosedur ditetapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Nilai presisi diwakilkan oleh nilai simpangan
deviasi (SD) dan % simpangan deviasi relative (%RSD) dari keterulangan
(repeatability). Makin kecil nilai koefisien variasi setelah pengulangan
maka semakin bagus presisinya. Analisis kuantitatif pada uji presisi ini
digunakan dengan metode base-line (Aulia, 2016)
y = 0,0026x - 5E-05R² = 0,9998
-0,1
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
0 50 100 150 200 250 300 350
abso
rban
si
konsentrasi (µg/mL)
kurva kalibrasi minyak biji jinten hitam
34
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1.3. Hasil uji presisi MBJH pada 100 ppm
Konsentasi Absorbansi SD % RSD
100ppm
0,264
0.003 1.265
0,271
0,267
0,266
0,272
Uji presisi dilakukan dengan mengukur konsentrasi minyak biji jinten hitam
100 ppm dari larutan induk 1000 ppm. Hasil penelitian dapat dilihat pada
Tabel 4.1.3. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa persentase simpangan
deviasi relativnya kurang dari standar yang telah ditetapkan yaitu kurang
dari 2 % , maka metode uji tersebut menggunakan alat spektrofotometeri
UV menunjukan presisi yang baik. (Riyanto, 2014)
4.1.4 LOQ (Limit of Quantitation) dan LOD (Limit of detection)
Dari hasil persamaan linier minyak jinten hitam yaitu y = 0.0026x -
0,00005, dapat dicari batas deteksi maupun batas kuantisasinya. Dimana
batas deteksi merupakan konsentrasi analit terendah yang mampu
menghasilkan signal cukup besar sehingga mampu terdeteksi dan dapat
dibedakan dengan signal blanko dengan tingkat kepercayaan 99%.
Batas deteksi konsentrasi analit dari minyak jinten hitam tersebut
adalah 10,13 ppm dan batas kuantitasasinya adalah 30,72 ppm. Nilai LOD
ini menunjukan jumlah terkecil analit dari minyak jinten hitam yang masih
dapat terdeteksi oleh spektrofotometri. Sedangkan LOQ menunjukkan
kuantitas terkecil dari analit yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan
seksama dan dapat dikuantifikasi dengan akurasi dan presisi yang baik.
Hasil data LOQ dan LOD dapat dilihat pada Tabel 4.1.4 dengan rentang
konsentrasi larutan standar minyak jinten hitam dari 0.000 ppm s/d 300
ppm. (Anis, 2016)
35
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1.4. LOD dan LOQ untuk persamaan minyak biji jinten hitam
X Y y1 (y-y1)^2 LOD LOQ
0 0 -0,00005 2,5 x 10-9
10,139 30,726
100 0,255 0,25995 1,83469 x 10-5
150 0,387 0,38995 1,07803 x10-5
200 0,520 0,51995 2,5 x 10-9
250 0,636 0,64995 1,94603 x 10-4
300 0,774 0,77995 3,15469 x 105
4.2 Pengamatan Hasil Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan emulsi sebelum dilakukan
proses pembuatan mikrokapsul. Formulasi mikrokapsul yang digunakan
dengan beberapa variasi konsentrasi natrium alginat yaitu 0,45%, 0,5% dan
0,55%, setiap formula dibuat dalam 10 gram. Selanjutnya emulsi yang
terbentuk dilakukan uji sentrifugasi, sentrifugasi merupakan alat yang
sangat berguna untuk mengevaluasi dan meramalkan shelf-life sediaan
emulsi dengan mengamati pemisahan fase terdispersi karena pembentukan
krim atau penggumpalan (Suraweera, 2014) uji sentrifugasi dilakukan
selama 3 menit dengan kecepatan 3500 ppm pada alat sentrifugasi. Hasil
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Uji Sentrifugasi Campuran Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Menit
Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Na alginat
0,45% 0,5 % 0,55%
0
Emulsi tidak ada pemisahan
antara 2 fase (minyak dan
air) dan berbentuk homogen
Emulsi tidak ada
pemisahan antara 2 fase
(minyak dan air) dan
berbentuk homogen
Emulsi tidak ada
pemisahaan antara 2
fase (minyak dan
air) dan berbentuk
homogen
3
Emulsi tidak ada pemisahan
antara 2 fase (minyak dan
air) dan berbentuk homogen
Emulsi tidak ada
pemisahan antara 2 fase
(minyak dan air) dan
berbentuk homogen
Emulsi tidak ada
pemisahan antara 2
fase (minyak dan
air) dan berbentuk
homogen
36
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
a b c
Gambar 4.2. a) Emulsi F1 alginat 0,45%, b) emulsi F2 alginat 0,5%, dan c) emulsi
F1 alginat 0,55%. Hasil Uji Sentrifugasi Minyak Biji Jinten Hitam
Hasil yang didapat setelah dilakukan sentrifugasi selama 3 menit
dengan kecepatan sentrifugasi 3500 rpm. Dimana setiap masing-masing
formula emulsi tidak terjadi pemisahaan antara dua fase (minyak dan air).
Hal ini disebabkan bahan pembentuk emulsi dapat menjerap minyak jinten
yang digunakan sehingga tidak terjadinya pemisahan antara dua fase
(minyak dan air) setelah dilakukannya uji sentrifugasi (chalila, 2016).
Prinsip uji sentrifugasi ini adalah penggunaan gaya sentrifugal yang
dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang memiliki
perbedaan densitas seperti antar cairan dengan cairan, cairan dengan
solid,yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memprediksi umur simpan
emulsi dengan mengamati pemisahan fase yang terdispersi (El-sayed dan
Mohammad,2014).
4.3 Evaluasi Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
4.3.1 Pengamatan Organoleptis Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
Pengamatan organoleptis dari minyak biji jinten hitam dilakukan
melalui pengamatan dengan mendiskripsikan bentuk, warna, dan bau. Hasil
pengamatan organoleptis emulsi minyak biji jinten hitam dapat dilihat pada
tabel 4.3.1.
37
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3.1. Hasil pengamatan organoleptis mikrokapsul minyak jinten hitam
Formula Hasil pengamatan organoleptis mikrokapsul MJH
Bau Warna Gambar
Formula 1 Khas minyak jinten
hitam Kuning kecoklatan
Formula 2 Khas minyak jinten
hitam Kuning kecoklatan
Formula 3 Khas minyak jinten
hitam Kuning kecoklatan
Pada tabel 4.3.1 dapat didiskripsikan bahwa pengamatan organoleptis dari
mikrokapsul minyak biji jinten hitam akan menghasilkan bentuk berupa
beads dengan tidak ada perubahan pada warna dan bau.Warna dari
mikrokapsul minyak biji jinten hitam menunjukan hasil berupa kuning
kecoklatan dan tidak mengalami perubahan, serta bau dari mikrokapsul
minyak biji jinten hitam memiliki bau khas minyak jinten hitam ( Chalila,
2016) .
38
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Gambar 4.3.1. Pembentukan Mikrokapsul
(Sumber : www.stepshealth.us)
Berdasarkan Gambar 4.3.1 proses pembentukan mikrokapsul dengan
metode gelasi ionik akan menghasilkan bentuk beads yang bulat dengan
penggunaan metode gelasi ionik. Dan terbentuknya warna kuning
kecoklatan yang dari penelitian diperoleh dari minyak jinten yang
ditambahkan kedalam formula.(Chalila,2016)
4.3.2 Rendemen Sampel Minyak Jinten Hitam
Setelah mikropartikel minyak jinten hitam terbentuk dengan
menggunakan perbedaan variasi konsetrasi pada Na alginat (0.45%, 0.5%,
dan 0.55%) pada tiap formula yang dibuat sebanyak 10 gram. Dilakukan uji
perolehan kembali dimana nilai uji perolehan kembali merupakan faktor
yang penting untuk mengetahui apakah metode yang digunakan sudah baik
atau tidak (Rosidah, 2010).
Hasil persen perolehan kembali pada formula A, B, dan C adalah
67.15%, 66.93% dan 73.55% (Chalila, 2016). Data diperlihatkan pada tabel
4.3.2
39
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3.2 Data Rendemen Pembuatan Mikrokapsul MBJH
Formula Berat polimer
dan air (gram)
Berat zat aktif
(gram)
Berat mikrokapsul
yang diperoleh
(gram)
Persen
Rendemen
Formula 1 7 3 6,715 67.15%
Formula 2 7 3 6,693 66.93%
Formula 3 7 3 7,355 73.55%
Hasil persentase nilai rendemen yang berbeda disebabkan banyak
dispersi natrium alginat-minyak jinten menempel pada alat yang
menyebabkan banyak dispersi terbuang dan membuat rendemen yang
diperoleh sedikit dan tidak seragam (Chalila, 2016)
4.3.3 Pengukuran Diameter Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
Distribusi ukuran partikel merupakan evaluasi fisik pada mikrokapsul
yang ditujukan untuk mengetahui dimeter rata-rata pada mikrokapsul.
Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan mikrometer sekrup.
Distribusi ukuran partikel dari tiap formula dapat dilihat pada Tabel 4.3.3.
Pada Tabel 4.3.3 terlihat bahwa diameter diperoleh dari setiap
formula tidak seragam. Adanya perbedaan diameter rata-rata partikel yang
dihasilkan dipengaruhi oleh perbandingan jumlah polimer yang digunakan.
Semakin banyak polimer yang digunakan maka ukuran partikel akan
semakin besar. Selain itu ukuran juga akan mempengaruhi kelarutan karena
pengurangan ukuran partikel zat dapat meningkatkan luas permukaan
kontak zat aktif dengan pelarut. (Rosida,2010). Pada pembuatan
mikroenkapsul terdapat syarat ukuran diameter mikrokapsul dengan ukuran
partikel berkisaran antara 1-5000 mikrometer (Benita,2006)
Pada formula 1,2, dan 3 sudah memenuhi persyaratan tersebut. Berdasarkan
data yang diperoleh diameter rata-rata dari tiap formula. Pada F1 diperoleh
diameter rata-rata sebesar 1,8225 mm, selanjutnya pada F II diperoleh
diameter rata-rata sebesar 2,076 mm dan pada F III diperoleh diameter rata-
rata sebesar 2,1825 mm (Chalila, 2016).
40
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Ukuran diameter mikrokapsul yang beragam pada formulasi FI, FII, dan
FIII. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi
polimer, jarak antara jarum suntik dan larutan pembentuk mikrokapsul,
perbedaan tekanan saat pembentukan mikrokapsul melalui siring, tinggi
rendahnya posisi siring saat menjatuhkan mikrokapsul kedalam CaCl2,
maupun ukuran diameter siring yang digunakan dalam proses ini
(Jankowski,T., M. Zielinski; A.Wysakowska, 1997 dalam solanki, Himansu
K, dkk., 2013). Semakin besar nomor siring yang digunakan, semakin kecil
ukuran mikrokapsul yang akan dihasilkan (chalila, 2016).
Tabel 4.3.3. Hasil pengukuran diameter mikrokapsul minyak biji jinten
hitam
Diameter
Formula 1 Formula 2 Formula 3
1.85 1.95 2.31
1.83 1.93 2.34
1.8 2.32 2.40
1.73 1.78 2.32
1.79 1.32 1.98
1.75 1.34 2.10
1.94 2.41 2.35
1.76 2.35 1.92
1.96 2.3 2.15
1.97 1.96 2.20
1.73 2.35 1.90
1.97 1.89 1.98
1.81 2.43 2.34
1.85 2.36 2.17
1.85 1.94 2.35
1.76 2.45 2.10
1.80 1.90 2.22
1.73 2.35 2.35
1.82 2.21 1.97
1.75 1.98 2.20
Rata-rata 1.8225 mm 2.076 mm 2.1825 mm
4.4 Hasil Pengukuran Kadar Minyak Biji Jinten Hitam pada MIkrokapsul
Kandungan minyak jinten hitam dalam mikrokapsul pada F1, F2 dan
F3 masing-masing adalah 33.57%, 38.59% dan 31.63% (Chalila, 2016).
data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4.
41
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Tabel 4.4. Data kandungan minyak jinten hitam dalam mikrokapsul
Formula Kadar zat aktif terjerap (mg) Konsentrasi zat aktif
Formula 1 2254.38 33,57%
Formula 2 2636.55 38.59%
Formula 3 2326.41 31.63%
Hasil dari penetapan kandungan minyak jinten hitam menunjukan adanya
minyak terperangkap yang rendah memperlihatkan bahwa jumlah minyak
jintan hitam yang terlindungi oleh polimer juga rendah . Namun pada
formula 3 mengalami penurunan kadar minyak jinten hitam yang diduga
lebih besarnya konsentrasi natrium alginat sehingga menyebabkan semakin
rapatnya densitas bahan penyalut, mengakibatkan minyak lebih sukar
masuk dan menyebabkan kadar minyak yang tersalut menjadi lebih sedikit.
(Chalila, 2016)
4.5 Hasil Uji Pelepasan In Vitro Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
Pada penelitian kali ini dilakukan uji pelepasan In Vitro dengan
menggunakan na alginat sebagai matrik polimer pada mikrokapsul minyak
jinten hitam dengan melihat pengaruh konsentrasi Na alginat terhadap profil
pelepasan minyak jinten hitam. Pengujian dilakukan dengan mengunakan
metode disolusi tipe keranjang, dengan penggunaan medium larutan etanol
dengan PBS perbandingan (1:1) pH 7.4 sebanyak 400 mL dengan waktu
pengujian selama empat jam atau 240 menit. Suhu medium dijaga 37 ±
0.5oC dengan kecepatan pengadukan kontinyu 100 rpm. Uji Pelepasan In
Vitro dilakukan sebanyak 3 kali (triplo) pada masing-masing formula.
Berdasarkan hasil pengujiaan pelepasan minyak jinten hitam dari
matriks polimer Na alginat pada mikrokapsul, terjadi pelepasan di menit ke
5 mencapai 27.67% pada formula 1, naik hingga mencapai 68.14% di menit
ke 240. Pada formula 2, minyak jinten hitam yang terlepas mencapai
39.75% di menit ke 5, naik hingga mencapai 79.49% di menit ke 240. Pada
formula 3 minyak jinten hitam yang terlepas mencapai 39.85% di menit ke
42
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
5, naik hingga mencapai 76.39% di menit ke 240. Hal ini terjadi karena pada
sediaan mikrokapsul, pelepasaan terjadi secara difusi yang pada prinsipnya
ialah terjadinya perpindahan obat melalu bahan penghalang atau matriks.
(Dewi, dkk., 2011)
Bobot pelepasan minyak jinten hitam pada formula 1 di menit ke 5
mencapai 46.469 ± 2.828 mg, terjadi kenaikan bobot mencapai 117.859 ±
1.416 mg pada menit ke 120 dan terjadi penurunan bobot pada menit ke 150
hingga 240 yaitu 155.993 ± 2.336 mg dan 114.418 ± 0.225 mg. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh penurunan jumlah minyak jinten hitam
didalam mikrokapsul sehingga bobot minyak jinten hitam juga semakin
menurun. Pada formula 2 menghasilkan bobot pelepasan minyak jinten
hitam dimenit ke 5 mencapai 76.777 ± 2.874 mg, naik hingga mencapai
154.434 ± 1.787 mg pada menit ke 90. Pada formula 3 menghasilkan bobot
pelepasan minyak jinten hitam dimenit ke 5 mencapai 59.853 ± 4.242 mg,
naik hingga mencapai 136.846 ± 8.467 mg pada menit ke 240.
Berdasarkan data hasil uji pelepasan minyak jinten hitam dari
mikrokapsul yang diuji selama 240 menit, pada formula 1 terlepas hingga
68.14 ± 0.24% dengan bobot pelepasan mencapai 114.418 ± 0.225 mg, dan
50% minyak jinten hitam pada formula 1 sudah terlepas pada menit ke 30.
Untuk formula 2 terlepas hingga 79.49 ± 0.64% dengan bobot terlepas
153.525 ± 1.262 mg, dan 50% minyak jinten hitam sudah terlepas pada
menit ke 10. Untuk formula 3 terlepas 76.39 ± 3.53% dengan kadar terlepas
136.846 ± 8.467 mg, dan 50% minyak jinten hitam sudah terlepas pada
menit ke 15.
43
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5. Profil pelepasan minyak biji jinten hitam dalam mikrokapsul
Hasil perolehan bobot mikrokapsul minyak jinten hitam mengalami
peningkatan pada formula 1, 2 dan terjadinya penurunan pada formula 3.
Hal ini dikarenakan konsentrasi Natrium alginat pada formula 3 lebih besar
dibandingkan formula 2, dan konsentrasi formula 2 lebih besar dari formula
1 yang menyebabkan bobot pelepasan menurun dengan adanya peningkatan
pembengkakkan dan ketebalan lapisan gel yang bertindak sebagai
penghalang untuk media berdifusi melalui pori-pori yang terdapat pada
beads alginat (Manjanna et.al, 2009). Pada hasil persen pelepasan terjadi
penurunan pada formula 3, data tersebut menunjukan mikrokapsul dengan
jumlah natrium alginat lebih banyak akan lebih lambat pelepasan minyak
jinten dari mikrokapsul. Hal ini disebabkan karena semakin besar
konsentrasi alginat maka akan semakin banyak ikatan antara gugus
karboksilat dari alginat dengan ion Ca2+. Semakin banyaknya ikatan
terbentuk maka struktur ikatan akan semakin rumit yang mengakibatkan
semakin kecil pori yang terbentuk sehingga terjadinya penurunan porositas
(Sari edi, 2014). Pada beads, medium dapat masuk ke dalam beads melalui
pori-pori yang terdapat pada beads. Selanjutnya obat dapat berdifusi ke luar
beads ( Karim, 2012). Karena terjadinya penurunan porositas pada beads
0
50
100
150
200
0 5 0 1 0 0 1 5 0 2 0 0 2 5 0 3 0 0BO
BO
T P
ELEP
ASA
N (
MG
)
WAKTU (MENIT)
KURVA PELEPASAN MIKROKAPSUL
MBJH
Formula 1 Formula 2 Formula 3
44
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
akibat kenaikan konsentrasi natrium alginat menyebabkan pelepasan zatnya
mengalami penurunan.
Selain itu juga dikarena perbedaan ukuran diameter mikrokapsul yang
diperoleh. Formula 3 memiliki ukuran diameter lebih besar dari formula 1
dan 2, karena semakin besar ukuran partikel akan menurunkan pelepasan
obat karena luas permukaan yang lebih kecil dibandingkan partikel
berukuran kecil, begitu pula sebaliknya (Glyn Taylor dan lan Kellaway,
2001).Pelepasan obat dari suatu polimer juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu lamanya waktu taut silang.
Meningkatnya waktu pembentukan Cross-Linking, maka pelepasan
obat akan semakin menurun (Agnihotri S. A. et al., 2004). Formula 1, 2 dan
3 mengalami pelepasan yang cepat pada menit ke 5, hal ini dapat dikatakan
bahwa mikrokapsul minyak jinten hitam dengan polimer natrium alginat
tidak terlalu kuat untuk mengikat minyak jinten hitam didalam mikrokapsul,
sehingga pelepasan yang terjadi sangat cepat.
45
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5. Data bobot mikrokapsul MBJH yang terlepas dan persen pelepasan MBJH
Menit
ke-
Bobot MMBJH Terlepas ± SD (mg) % Pelepasan MMBJH ± SD
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 1 Formula 2 Formula 3
0 0.000 0.000 0.000 0.00 0.00 0.00
5 46.469 ± 2.828 76.777 ± 2.874 59.853 ± 4.242 27.67 ± 3.37 39.75 ± 1.24 39.85 ± 2.47
10 60.4 ± 5.619 108.158 ± 3.650 66.965 ± 7.013 35.97± 6.70 56 ± 1.89 45.65 ± 4.12
15 70.188 ± 5.540 122.352 ± 1.482 82.371 ± 8.111 41.80± 6.97 63.35 ± 0.75 59.99 ± 0.99
30 93.954 ± 5.945 139.451 ± 1.523 96.659 ± 4.499 55.95± 7.09 72.20 ± 0.77 65.67 ± 0.82
45 97.019 ± 3.964 145.441 ± 4.719 109.025 ± 2.261 59.53± 4.73 75.31 ± 2.43 69.55 ± 1.90
60 105.298 ± 3.561 150.038 ± 0.704 114.950 ± 0.236 62.71± 4.25 77.70 ± 0.35 76.22 ± 4.78
90 112.748± 4.126 154.434 ± 1.781 129.960 ± 3.98 70.78± 4.93 79.96 ± 0.93 84.18 ± 2.09
120 117.859± 3.995 151.548 ± 1.436 133.510 ± 2.867 70.19± 4.77 78.47 ± 0.73 85.68± 1.73
150 115.993 ± 2.336 152.580 ± 1.145 128.538 ± 2.136 69.07± 2.80 80 ± 0.58 76.24 ± 4.32
180 115.17 ± 1.341 152.327 ± 3.674 135.751 ± 8.191 68.58± 1.61 78.87 ± 1.89 76.33 ± 2.98
240 114.418 ± 0.225 153.525 ± 1.262 136.846 ± 8.467 68.14 ± 0.24 79.49 ± 0.64 76.39 ± 3.53
Ket: MBJH = Minyak Biji Jinten HItam
46
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Perbedaan konsentrasi natrium alginat sebagai matrik dalam mikrokapsul
minyak biji jinten hitam memnerikan pengaruh terhadap profil
pelepasaan minyak biji jinten hitam.
2. Perbedaan konsentrasi natrium alginat juga memberikan pengaruh pada
ukuran partikel mikrokapsul minyak biji jinten hitam, yaitu
meningkatnya konsentrasi natrium alginat maka semakin besar ukuran
mikrokapsul yang dihasilkan.
.
5.2. Saran
Adapun saran dari penulis di antaranya:
1. Perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut terkait metode pengeringan
mikrokapsul, pengukuran kadar air, bentuk morfologi mikrokapsul dan
distribusi ukuran partikel mikrokapsul.
2. Perlu dilakukan optimasi untuk matriks polimer yang lain atau
kombinasi pada pembuatan mikrokapsul minyak jinten hitam.
47
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Alam, S., Khan, Z.I., Mustafa, G., Kumar, M., Islam, F .,Bhatnagar,
A.,Ahmad, F.J, 2012, Development and evaluation of thymoquinone
encapsulated chitosan nanoparticles for nose-to-brain targeting: a
pharmacoscintigraphic study. International Journal of Nanomedicine, 7:
5705-5718.
Agnihotri, S.A., Malikarjuna, N.N., Aminabhavi, T.M. (2004). Recent advances on
chitosan-based micro- and nanoparticles in drug delivery. Journal of
Controlled Release, 100, 5-28.
Agnihotri, Nitika., Ravinesh, M., Chirag G., Manu A. 2012. Microencapsulation –
A Novel Approach in Drug Delivery: A Review. India. Indo Global Journal
of Pharmaceutical Sciences. 2(1): 1-20.
Anjali Singh, Ahmad Iqbal, Akhter Sohail,. 2013. Nanocarrier based formulation
of Thymoquinon improves oral delivery: stability assessment, in vitro and in
vivo studies. India. Colloids Surf B Biointerfaces. 1;102:822-32
Annan, N.T., Borza, A.D., Hansen, L.T. (2007). Encapsulation in alginate coated
gelatin microspheres improves survival of the probiotic Bifidobacterium
adolescentis 15703T during exposure to simulated gastro-intestinal
conditions. Food Research International 41 (2008) 184–193.
Aulia, Anis. 2016. Pengaruh Variasi Jumlah Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa
.L) Dalam Mikrokapsul Terhadap Uji Pelepasan In Vitro. Skripsi pada
sekolah Fakultas Kedokteraan dan Ilmu Kesehatan ProgramStudi Farmasi
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan.
Benita, S. (2006). Microencapsulation: methods and industrial application. (Edisi
2). Boca Raton: CRC Press.
Chan, Eng-Seng. (2011). Preparation of Ca-alginate Beads Containing High Oil
Content: Influence of Process Variables on Encapsulation Efficiency and
Bead Properties. Carbohydrate Polymer, 84 (2011): 1267-1275.
Darakhshan, et al. (2015). Thymoquinone and Its Therapeutic Potensials,
Pharmacological Research, 95-96: 138-158.
Deasy. P.B.(1984). Mikroencapsulation and Related Drug Process. New York :
Marcel Dekker, Inc.: 1-6-,85,119,145,161,181,
Deli, Chalila. 2016. Pengaruh Variasi Konsentrasi Natrium Alginat Terhadap
Efisiensi Penjerapan Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa .L).
Skripsi pada sekolah Fakultas Kedokteraan dan Ilmu Kesehatan
ProgramStudi Farmasi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak
diterbitkan.
Departemen Kesehatan RI, 1995. Farmokope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid
III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
48
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
El-Din Hussein, Kamal , El-Tahir Ph D., Dana M bakeet. 2006. The Black seed
(Nigella sativa L.) A Mine for Multi Cures: A Plea for Urget Clinical
Evaluation of its Volatile Oil. Departement of Pharmacology, College of
Pharmacy, king Saud University Riyadh Saudi Arabia, Hal: 4-14.
Hadad et al. 2012. High-performance Liquid Chromatography Quantification of
Principal Antioxidants in Black seed (Nigella sativa L.)
Phytopharmaceuticals. Egypt. Journal of AOAC Internasional Vol. 95, no. 4.
Harborne, J.B 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P., Soediro Iwang. Bandung: Penerbit ITB
Hendrik, M.Barnes, j. Gibbons, S. Williansom, M, E. 2004. Fundamental Of
Pharmacognosy and Phytotherapy. Phildelpia: Penerbit ITB.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya.
Majalah ilmu kefarmasian, Vol. I, No. 3, Hal 117-135.
Ismail. A.F.H., Doolaanea. A.A., Mohamed. F., Mansor. N.I., Affendi. M., Shafitri.
M.. 2015. Method Development and Validation using UV Spectrophotometry
for Nigella sativa Oil Microparticles Quantification. Journal of Applied
Pharmaceutical Science Vol. 5 (09), pp. 082-088.
Iqbal M, Alam P, anwer MT (2013). High Performance Liquid Chromatographic
Method with Fluoroscence Detection for the Estimation of Thymoquinone in
Nigella sativa Extracts and Marketed Formulations. 2: 655 doi:
10.4172?scientificreports.655.
Karim, Muhwan. 2012. Pembuatan dan Karakteristik Beads Kitosan–
Tripolifosfat(TPP) Mengandung Pentoksifilin dengan Metode Gelasi Ionik.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Ekstensi
Departemen Farmasi Universitas Indonesia Depok. tidak diterbitkan.
Kazakevich, Y., dan R. LoBrutto, 2007. Method Validation , In: LoBrutto, R., dan
T. Patel., Editors. HPLC for Pharmaceutical Scientist. New jersey: JohnWiley
& Sons, Inc.
K.H., Ramteke, et al., 2014. Mathematical Models of Drug Dissolution: A Review.
India. Scholars Academic and Scientific Publisher: 3(5): 388-396
Kholish, Gina. (2016). Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa
Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S, Sebagai Alternatif
Metoda Oven dan Karl Fisvher. Skripsi pada Sekolah Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan.
Kumalasari, Hilda. (2012). Validasi Metode Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa
Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S, Sebagai Alternatif
Metoda Oven dan Karl Fischer. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan
49
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Krowcynsk, L (1987). Extended-release Dosage Forms. CRC Press, Inc.
Lachman,L., Herbert, L., dan Joseph, L.K. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi 1 dan 2. Terj. Dari Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, oleh Siti suyatmi. Jakarta : Penerbit UI Press. : 429 dan860-892.
Liouni, M., Drichoutis, P., & Nerantzis, E. T (2008). Studies of the Mechanical
Properties and The Fermentation Behavior of Double Layer Alginate-
Chitosan Beads, Using Saccaharomyces cerevisiae Entrapped Cells. World J
Microbiol Biotechnol 24 , 281-288.
Lisboa, A. C., Valenzuela, M. G., Grazioli, G., Diaz, F. R., & Sogayar, M. C.
(2007). Polymeric Microcaplsules Production from Sodium Alginic Acid for
Cell Therapy, Material Research Vol 10 No.4, 353-358.
Liu, X.D., Yu, W. Y., Zhang, Y., Xue, W. M., Yu, W. T.,Xiong, Y., et al. (2002).
Characterization of Structure and Diffusion Behaviour of Ca-alginate Beads
Preprared with External or Internal Calcium Sources. Journal
Microencapsulation, 19,775-782.
Liu, X., Xue, W., Liu, Q., Yu, W., Fu, y., Xin, X., et al. (2004). Swelling Behaviour
of Alginate-Chitosan Microcapsules Prepared by External Gelation or
Internal Gelation Technology. Carbohydrate Polymer , 56, 459-464.
Mahmudah, Tita Rif’atul. 2014. Efek Antihelmintik Ekstrak Biji Jintan hitam
(Nigella sativa)terhadap Ascaris suum goeze In Vitro.
Manz, B., Hillgartner, M., Zimmermann, H., Zimmermann, D., Volke, F.,
Zimmermann, U. (2003). Cross-linking Properties of Alginat Gels
Determined bu Using Advanced NMR Imaging and Cu2+ as Contrast agent,
European Biophysic Journal 33, 50-58.
Martin, A., j. swarbrick, dan A. Cammarta. 1993. Farmasi Jilid 2 Edisi III.
Terjemahan dari Phyical Pharmacy, Physical Chemical Principles in the
Pharmaceutical Sciencs, oleh Yoshita, UI Press. Jakarta: 827-916.
Moffat, A. C. (1986). Clarke’s Isolation and Identification of drugs (2nd ed.).
London: The Pharmaceutical Press.936-937.
Nickavar, B,. Mijaba, F., Javidniab, K., Amolia, M.A. 2003. Chemical composition
of the fixed and volatile oils of Nigella sativa L. from Iran. Z. Naturforsch 58c
Permatasari, Nur., Robinson Pasaribu., dan Abdur Razaq K. 2012. Efektifitas
Ekstrak Ginseng Asia dalam Meningkatkan Jumlah Pembuluh Darah pada
Soket Mandibula Pasca Pencabutan Gigi Rattus norvegicus. Majalah FKUB.
Malang.
Purwaningsih Dewi, Agung Whyllies, Megaputera Ireno, 2011. Formulasi Sediaan
Ekstrak EtanolBiji Kakao (Theobroma cacao L.) Sebagai kandidat Natural
Antioxidant Melalui Teknologi Mikroenkapsulasi dengan Metode Spray-
Drying. Universitas Hasanuddin. Makassar.
50
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Ringga, Niluh. 2012. Pemberian Salep ekstrak Jinten Hitam (Nigella sativa)
terhadap Peningkatan Kepadatan Sabut Kolagen Pada Mukosa Oral Marmut
(Cavia cobaya). Oral Biology Dental journal Volume 4. Hal 30-34.
Rosida, Idah. 2010. Mikroenkapsulasi fraksi aktif dari herba sambiloto
(Andrographis paniculata Ness) yang berkhasiat sitotoksik dengan metode
semprot kering. Depok : FMIPA, Universitas Indonesia.
Rowey, R.c., Sheskey, P.J., dan Owen, S.C.2006. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Fifth Edition. London : Pharmaceutical Press.
Salmani, J.M., Asghar, S., and Zhou, J., 2014, Aquous solubility and
degradation kinetics of the Phytochemical Anticancer Thymoquinone;
Probing the Effects of splvents, pH, and Light, Molecules, 19(5), 5925-39.
Shargel, L. dan Andrew B.C.Yu. 1988. Biofarmasetika dan Farmamakokinetik
Terapan. Terj. Siti Sjamsiah. Universitas Airlanga Press, Surabaya.
Soliman, A. Emad, El-Moghazy, Y. Ahmed, Mohy El-Din, S. Mohammed,
Massoud, A. Magdy. 2013. Microencapsulation of Essential Oils within
Alginate: Formulation and in Vitro Evaluation of Antifungal Activity. Journal
of Encapsulation and Adsorption Sciences, 2013, 3, 48-55.
Sugindro, et al., 2008 . Pembuatan dan Mikroenkapsulasi Ekstrak KSTRAK Etanol
Biji Jinten Hitem Pahit (Nigella sativa L.). Lembaga Biomedis Direktorat
Kesehatan TNI-AD, Jakarta; Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Farmasi dan Medika BPPT; Departemen Farmasi FMIPA-UI, Kampus UI,
Depok. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 2. Hal: 56-66.
Sutriyo, joshita, D., dan Ardilla, N. (2004) Mikroenkapsulasi Propanolol
Hidroklorida dengan Penyalut Etil Selulosa Menggunakan Metode
Penguapan Pelarut. Majalah kefarmasian, 1 (2).
United States Pharmacopoeial Convention. (2007). The United States
Pharmacopoeia, 30st revision and The National Formulary, 25th revision.
Rockville: United States Pharmacopoeial Convention, Inc. 310, 3047.
Wardani. L.A., 2012. Validasi Metode Analisis dan Penentuan Kadar Vitamin C
pada Minuman Buah Kemasan dengan Spektrofotometri UV-Visibel. Skripsi
pada sekolah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program
Studi Kimia Universitas Indonesia Depok: tidak diterbitkan.
Yong Kuen, J. Mooney David., 2012. Alginate: Properteis and Biomedical
Applications. United States : Progress in Polymer Science 37 (2012) 106-126.
51
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Penyiapan alat dan
bahan
Pembuatan Mikrokapsul
minyak jinten hitam
Pembuatan Emulsi minyak
jinten hitam
Validasi metode
analisis
Evaluasi
mikrokapsul
minyak jinten
hitam
Penentuan kandungan
dan uji pelepasan in
vitro mikrokapsul
minyak jinten hitam
- Uji perolehan kembali
MJH
- Pengamatan organoleptis
MJH
- Pengukuran diameter
mikrokapsul MJH
- Spesifisitas
- Operating time
- Linearitas dan kurva kalibrasi
- LOD dan LOQ
- Presisi
Minyak Biji Jinten
Hitam
52
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Perhitungan Bahan Pembuatan Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
1. Formula 1 (konsentrasi Na alginat 0,45%)
Mikrokapsul Minyak jinten dibuat dalam 10 gram
Bahan % gram
Minyak Jinten 30 = 30
100 x 10 = 3 gram
Sodium alginat 0,45 = 0,45
100 x 10 = 0,045 gram
Tragakan 0,3 = 0,3
100 x 10 = 0,03 gram
Aquades add 100 =10 – (3 + 0,045 + 0,03)
=6,925 gram
2. Formula 2 (konsentrasi Na alginat 0,5%)
Bahan % gram
Minyak Jinten 30 = 30
100 x 10 = 3 gram
Sodium alginat 0,5 = 0,5
100 x 10 = 0,05 gram
Tragakan 0,3 = 0,3
100 x 10 = 0,03 gram
Aquades add 100 =10 – (3 + 0,05 + 0,03)
=6,92 gram
3. Formula 2 (konsentrasi Na alginat 0,55%)
Bahan % gram
Minyak Jinten 30 = 30
100 x 10 = 3 gram
Sodium alginat 0,455 = 0,55
100 x 10 = 0,055 gram
Tragakan 0,3 = 0,3
100 x 10 = 0,03 gram
Aquades add 100 =10 – (3 + 0,055 + 0,03)
=6,915 gram
53
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Pembuatan phosfat buffer saline (PBS)
Aquades bebas CO2 sebanyak 800 ml dimasukkan dalam Labu ukur 1000 ml,
kemudian ditambahkan 8 gram NaCl, 2,86 gram Na2HPO4, 0,2 gram KH2PO4, dan
0,19 gram KCl, diaduk dengan pengaduk magnetik hingga larut sempurna. Derajat
keasaman larutan diukur dengan pH meter, dan diatur pH larutan dibuat 7,4 dengan
dilakukan penambahan NaOH 0,1 M atau HCl 0,1 M tetes demi tetes. Larutan
dipindahkan dalam labu takar 1 liter, kemudian ditambahkan aquades bebas CO2
sampai tanda (Annas dkk, 2013).
Lampiran 4. Perhitungan Larutan CaCl2 0,5 M (50 mL)
Molaritas (M) = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝑀𝑟 x
1000
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙)
= 0,5 M = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
111 x
1000
50 𝑚𝑙
= 2,775 gram CaCl2
54
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Hasil Rendemen Sampel
Penghitungan menggunakan rumus :
Wp = 𝑊𝑚 𝑥 100%
𝑊𝑡
Keterangan :
Wp : Faktor perolehan kembali proses
Wm : Bobot mikrokapsul yang diperoleh
Wt : Bobot bahan pembentuk mikrokapsul
Formula 1
Diketahui:
Wm = 6,472 gram
Wt = 10 gram
Wp = 𝑊𝑚 𝑥 100%
𝑊𝑡
= 6,472 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
10 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 64.72%
Formula 2
Diketahui:
Wm = 6,855 gram
Wt = 10 gram
Wp = 𝑊𝑚 𝑥 100%
𝑊𝑡
= 6,855 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
10 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 68,55%
Formula 3
Diketahui:
Wm = 6,275 gram
Wt = 10 gram
Wp = 𝑊𝑚 𝑥 100%
𝑊𝑡
= 6,275 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
10 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 6,275%
55
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Minyak Jinten Hitam
Gambar 4.6 Minyak Biji Jinten Hitam Sumber: Koleksi pribadi
56
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Minyak Jinten Hitam
1000 ppm (λ = 252)
57
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Mikrokapsul Minyak
Jinten Hitam 1000 ppm (λ = 252)
58
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Data Absorbansi Kurva Minyak Jinten Hitam
Konsentrasi (ppm) Absorbansi (252 nm)
0 0.000
100 0.2557
150 0.387
200 0.52
250 0.626
300 0.774
59
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Scanning Panjang Gelombang Selektivitas Minyak Jinten Hitam
dan Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam 1000 ppm (λ = 252)
60
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Perhitungan Kadar Minyak Jinten Hitam dari Mikrokapsul
Contoh perhitungan kadar
Persamaan regresi linear: y= 0.0026x - 0.00005
Seluruh hasil perolehan mikrokapsul ditimbang, untuk formula 1 batch 1 yaitu
6,7545 gram dan untuk batch 2 yaitu 6,6755 gram digerus dan dilarutkan dengan
etanol hingga 50 mL. Kemudian dari larutan 50 mL dilarutkan dengan etanol hingga
10 mL.
Formula 1
Pengenceran Batch 1
6,7545 gram dilarutkan dengan etanol hingga 50 ml
6,7545 gram
50 𝑚𝑙 =
6754500 µg
50 ml = 135090 ppm
130000 ppm diencerkan menjadi 300 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 135090 = 300 × 10
Volume = 0,02220 ml = 22,20 l
22,20 l ditambahkan dengan etanol hingga 10 ml
Pengenceran Batch 2
6,6755gram dilarutkan dengan etanol hingga 50 ml
6,6755 gram
50 𝑚𝑙 =
6675500 µg
50 ml = 133510 ppm
133510 ppm diencerkan menjadi 300 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 133510 = 300 × 10
Volume = 0,022470ml = 22,47l
22,47 l ditambahkan dengan etanol hingga 10 ml
Batch 1
- Absorbansi 1 = 0,257
Konsentrasi: y= 0.0026x - 0.00005
0.257= 0.0026x - 0.00005
x= 98.327 ppm
Rumus Kadar = x × fp × M
61
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Keterangan
x = Konsentrasi
fp = Faktor Pengenceran
M = Volume larutan Induk
Rumus Efisiensi Penjerapan
Efisiensi Penjerapan (%) =𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑘𝑎𝑝𝑠𝑢𝑙
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑏𝑖𝑗𝑖 𝑗𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 × 100 %
kadar dalam 50 mL
kadar = (𝑦−𝑎)𝑥 𝑓𝑝 𝑥 𝑀
𝑏 𝑥 1000
kadar = 98,846
µ𝑔
𝑚𝑙𝑥 (
10𝑚𝐿
0.022) 𝑥 50𝑚𝐿
0.0026 𝑥 1000
kadar = 2225,25 mg
bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6754,5 mg
% kadar = 2225.25 mg
6754,5 mg x 100%
= 32.95%
% Efisiensi Penjerapan = 2225,52 𝑚𝑔
3000 𝑚𝑔 x 100 %
= 74,184 %
- Absorbansi 2 = 0.265
Konsentrasi: y= 0.0026x - 0.00005
0.265= 0.0026x - 0.00005
x= 101,923 ppm
kadar dalam 50 mL
kadar = 101,923
µ𝑔
𝑚𝑙𝑥 (
10𝑚𝐿
0.022) 𝑥 50𝑚𝐿
0.0026 𝑥 1000
kadar = 2294,79 mg
bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6754,5 mg
% kadar = 2224,79 mg
6754,5 mg x 100%
= 33,97 %
% Efisiensi Penjerapan = 2294,79 𝑚𝑔
3000 𝑚𝑔 x 100 %
= 74,493 %
62
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
- Absorbansi 3 = 0.267
Konsentrasi: y= 0.0026x - 0.00005
0.267= 0.0026x - 0.00005
x= 102,629 ppm
kadar dalam 50 mL
kadar = (𝑦−𝑎)𝑥 𝑓𝑝 𝑥 𝑀
𝑏 𝑥 1000
kadar = 102,629
µ𝑔
𝑚𝑙𝑥 (
10𝑚𝐿
0.022) 𝑥 50𝑚𝐿
0.0026 𝑥 1000
kadar = 2312.11 mg
bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6754,5 mg
% kadar = 2312.11 mg
6754,5 mg x 100%
= 34.230%
% Efisiensi Penjerapan = 2312,11 𝑚𝑔
3000 𝑚𝑔 x 100 %
= 77,07 %
Batch 2
- Absorbansi 1= 0.253
Konsentrasi: y= 0.0026x - 0.00005
0.253= 0.0026x - 0.00005
x= 97,326 ppm
kadar dalam 50 mL
kadar = (𝑦−𝑎)𝑥 𝑓𝑝 𝑥 𝑀
𝑏 𝑥 1000
kadar = 97,326𝑥 (
10
0.02247)𝑥 50𝑚𝐿
0,0026 x1000
kadar = 2165,68 mg
bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6675,5 mg
% kadar = 2165,68 mg
6675,5 mg x 100%
= 32,442%
% Efisiensi Penjerapan = 2165,68 𝑚𝑔
3000 𝑚𝑔 x 100 %
= 32,442 %
63
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
- Absorbansi 2 = 0.265
Konsentrasi: y= 0.0026x - 0.00005
0.265= 0.0026x - 0.00005
x= 101,94 ppm
kadar dalam 50 mL
kadar = (𝑦−𝑎)𝑥 𝑓𝑝 𝑥 𝑀
𝑏 𝑥 1000
kadar = 101,94𝑥 (
10
0.02247)𝑥 50𝑚𝐿
0,0026 x1000
kadar = 2268,386 mg
bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6675,5 mg
% kadar = 2268,386.844 mg
6675,5 mg x 100%
= 33.98%
% Efisiensi Penjerapan = 2312,11 𝑚𝑔
3000 𝑚𝑔 x 100 %
= 77,07 %
- Absorbansi 3 = 0.264
Konsentrasi: y= 0.0026x - 0.00005
0.264= 0.0026x - 0.00005
x= 101.557 ppm
kadar dalam 50 mL
kadar = (𝑦−𝑎)𝑥 𝑓𝑝 𝑥 𝑀
𝑏 𝑥 1000
kadar = 101.557 𝑥 (
10
0.02247)𝑥 50𝑚𝐿
0,0026 x1000
kadar = 2231.30 mg
bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6675,5 mg
% kadar = 2231.30 mg
6675,5 mg x 100%
= 33.852%
% Efisiensi Penjerapan = 2231,30 𝑚𝑔
3000 𝑚𝑔 x 100 %
= 75,146 %
Rata-rata efisiensi penjerapan = 75,146%
64
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Data Uji Pelepasan In Vitro Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
Waktu
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Absorbansi
1
% Pelepasan
1
Absorbansi
2
% Pelepasan
2
Absorbansi
1
% Pelepasan
1
Absorbansi
2
% Pelepasan
2
Absorbansi
1
% Pelepasan
1 Absorbnsi 2
% Pelepasan
2
0 0.000 0.000 0.000 0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
5 0.328 30.06 0.276 25.28 0.510 40.63 0.488 38.87 0.382 37.14 0.428 41.60
10 0.436 40.71 0.334 31.23 0.707 57.34 0.674 54.66 0.430 42.73 0.489 48.57
15 0.488 46.47 0.390 37.12 0.758 62.81 0.773 63.89 0.604 60.70 0.587 59.29
30 0.634 60.97 0.531 50.93 0.850 71.65 0.865 72.75 0.646 66.25 0.632 65.09
45 0.639 62.88 0.575 56.18 0.853 73.58 0.897 77.03 0.650 68.21 0.676 70.90
60 0.654 65.72 0.599 59.69 0.880 77.43 0.886 77.94 0.751 79.60 0.679 72.83
90 0.731 74.27 0.667 67.29 0.898 80.62 0.881 79.30 0.764 82.69 0.794 85.66
120 0.705 73.56 0.645 66.81 0.842 77.95 0.855 78.99 0.763 84.45 0.787 86.91
150 0.660 71.06 0.632 67.09 0.829 78.59 0.839 79.41 0.628 73.18 0.689 79.30
180 0.629 69.73 0.620 67.44 0.795 77.53 0.828 80.21 0.623 74.22 0.663 78.44
240 0.594 67.96 0.614 68.31 0.794 79.04 0.804 79.95 0.604 73.89 0.651 78.89
65
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Kurva Profil Pelepasan Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
Contoh perhitungan persentase pelepasan minyak jinten hitam
Sampel 1
Diketahui: y= 0.0026x - 0.00005
y5= 0.331
y10= 0.497
y15= 0.595
Kadar zat aktif untuk tiap 6713 mg
Bobot mikrokapsul yang ditimbang untuk F1 = 500.3 mg
Ditanya:
a. C5 = ?
b. C10 = ?
c. C15 = ?
d. Bobot zat aktif di 500.1 mg = ?
e. % disolusi zat aktif pada t5 = ?
f. % disolusi zat aktif pada t10 = ?
g. % disolusi zat aktif pada t15 = ?
Penyelesaian:
a. Mencari nilai x pada menit ke 5
y = 0.0026x - 0.00005
0.331 = 0.0026x - 0.00005
C5 = 122.326 ppm
b. Mencari nilai x pada menit ke 10
y = 0.0026x - 0.00005
0.457 = 0.0026x - 0.00005
0
50
100
150
200
0 5 0 1 0 0 1 5 0 2 0 0 2 5 0 3 0 0BO
BO
T P
ELEP
ASA
N (
MG
)
WAKTU (MENIT)
KURVA PELEPASAN MIKROKAPSUL
MBJH
Formula 1 Formula 2 Formula 3
66
UIN Syarif hidayatullah Jakarta
C10 = 191.173 ppm
c. Mencari nilai x pada menit ke 15
y = 0.0026x - 0.00005
0.595 = 0.0026x - 0.00005
C15 = 228.865 ppm
d. Bobot zat aktif di 500.3 mg
33,57
100 x 500.3 = 167.95 mg
e. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke 5
Bobot terdisolusi = C5 x Volume (L)x faktor pengenceran
= 122.326 x 0.4 L x 1
= 50.390
% disolusi = 50.390
167.95 x 100% = 30.32%
f. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke 10
Faktor koreksi t5 = C5 x Volume (L)x faktor pengenceran
= 122.326 x 0.01 x 1
= 1.273
Bobot terdisolusi = (C10 x Volume (L) x FP) + FK1
= (191.173 X 0.4 L X 1) + 1.273
= 77.742 mg
% disolusi = 77.724
167.95 x 100% = 46.28%
g. Jumlah zat aktif terdisolusi pada menit ke 15
Faktor koreksi t10 = C10 x Volume (L) x FP
= 191.173 x 0.01 x 1
= 1.911
Bobot terdisolusi = (C15 x Volume (L) x FP) + FK1 + FK2
= (228.865 x 0.4 L x 1) + 1.273 + 1.911
= 94,731 mg
% disolusi = 94.731
167.95 x 100% = 56.40%