uin syarif hidayatullah jakarta uji aktivitas...
TRANSCRIPT
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK
ETIL ASETAT TANAMAN SURUHAN (Peperomia
pellucida L. Kunth) PADA TIKUS PUTIH JANTAN
YANG DIINDUKSI KAFEIN
SKRIPSI
ISA DESI MAWATI
1110102000052
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK
ETIL ASETAT HERBA SURUHAN (Peperomia
pellucidaL. Kunth) PADA TIKUS PUTIH JANTAN
YANG DIINDUKSI KAFEIN
SKRIPSI
ISA DESI MAWATI
1110102000052
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2017
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Isa Desi Mawati
Program Studi : Farmasi
Judul :
Suruhan (Peperomia pelucida L.Kunth) merupakan salah satu tanaman yang
berpotensi untuk menyembuhkan berbagai penyakit, salah satunya adalah dapat
menurunkan kadar asam urat darah. Suruhan mengandung berbagai senyawa
kimia, yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid. Penelitian ini bersifat
eksperimental. 30 ekor tikus jantan galur wistar (Rattus novergicus L.) dibagi
kedalam 6 kelompok dengan jumlah tikus perkelompok sebanyak 5 ekor: kontrol
normal, kontrol negatif yang diberikan induksi kafein dosis 300/kgbb, kontrol
positif atau pembanding yang diberikan allpurinol dosis 300mg/kgbb, dan tiga
kelompok uji yang diberikan emulsi ekstrak suruhan (Peperomia pellucida L.
Kunth) dengan berbagai dosis. Dosis ekstrak etil asetat suruhan yang digunakan
adalah dosis 50mg/kgbb, dosis 100 mg/kgbb, dan dosis 200 mg/kgbb. Hasil data
yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan analisa One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test, uji Homogenitas Levene, uji Kruskall Wallis,
selanjutnya dilakukan uji Mann Whitney U-Test untuk melihat ada tidaknya
perbedaan signifikan (P≤0.05) perkelompok perlakuan. Ekstrak etil asetat suruhan
(Peperomia pellucida L kunth) dengan dosis 200 mg/kgbb merupakan yang paling
baik dalam menurunkan kadar asam urat darah (P≤0.05) dibandingkan dengan
ekstrak dosis 100 mg/kgbb, dosis 50 mg/kgbb dan allopurinol dosis 300 mg/kgbb
sebagai kelompok kontrol pembanding.
Kata kunci : Tanaman suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth), hiperurisemia,
kafein, allopurinol.
Uji Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etil Asetat Tanaman
Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) pada Tikus Putih Jantan
yang Diinduksi Kafein
vii
ABSTRACT
Name : Isa Desi Mawati
Program Study : Pharmacy
Title :
Suruhan (Peperomia pelucida L.Kunth) is one of the potential medicinal plants
that have to cure various diseases, one of which is to lower blood uric acid levels.
It contains various chemical compounds, namely alkaloids, flavonoids, saponins,
and steroids. This research is experimental. 30 male wistar strain rats (Rattus
novergicus L.) were divided into 6 groups with 5 of rat mice each groups: normal
control, negative control was induced by caffeine only dose 300 / kgbb, positive
or comparative control given allpurinol dose 300mg / kgbb, and three of test
groups were administered an emulsion extract of suruhan (Peperomia pellucida L.
Kunth) with various doses. The dose of ethyl acetate extract used was a dose of
50mg / kgbb, 100 mg / kgbb dose, and a dose of 200 mg / kgbb. Then the results
of the data were analyzed using the Kolmogorov-Smirnov One-Sample Analysis,
Levene Homogenity test, Kruskall Wallis test, then Mann Whitney U-Test was
tested to see whether there was a significant difference (P≤0.05) of the treatment
group. Ethyl acetate extract of suruhan (Peperomia pellucida L kunth) with dose
200 mg / kgbb was the best in reducing uric acid level (P≤0.05) compared with
ethyl cetate extract dose 100 mg / kgbb, dose 50 mg/kgbb and allopurinol dose
300 mg / kgbb as control group comparison.
Keywords : Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth), hyperurisemia, caffeine,
allopurinol.
Antihyperuricemic Activity Test of Ethyl Acetate Extract Of
Suruhan (Peperomia Pellucida L. Kunth) to Decrease Uric Acid
Blood Levels in White Male Rat Induced by Caffeine
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Anthiperurisemia Ekstrak Etil Asetat
Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) pada Tikus Putih Jantan yang
Diinduksi Kafein” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari ada
beberapa pihak yang sangat memberikan kontribusi kepada penulis. Maka
perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
khususnya kepada :
1. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. selaku pembimbing pertama dan Ibu Eka Putri,
M.Si., Apt. selaku pembimbing kedua yang telah rela meluangkan waktu,
pikiran dan tenaganya untuk membimbing, mengajari serta memotivasi
penulis selama penelitian, semoga segala bantuan dan bimbingan bapak
dan ibu mendapat imbalan yag terbaik dari Allah SWT.
2. Kementrian Agama dan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin selaku
pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakara.
3. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Nurmelis, M.Si.,Apt. selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
ix
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ngadiman dan Ibunda Nirwati yang
selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayang yang terbaik dan luar
biasa.
7. Untuk kakakku tercinta Nur Rohmad dan adikku Rofiatun yang selalu
menyalurkan semangat untuk bisa terus maju.
8. Kepada Pakde-pakde dan Bude-bude dan seluruh keluarga besar yang
selalu memberikan motivasi, do’a, cinta dan semangat selama
menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada teman-teman Andalusia Farmasi Angkatan 2010, terima kasih
untuk kebersamaan, canda, tawa, dukungan, bantuan, semangat,saran dan
kritik yang membangun selama ini. Semoga silaturahmi selalu terjaga.
10. Sahabat-sahabat yang selalu menemani sehingga beban dan duka terasa
lebih ringan, Khulfah LZ, Luk Luk K, Shofiah Malik, Annisa Nurfitriani,
Lisa Kh, Nuraina, Nurul M, Finti M, dan seluruh keluarga besar
ASSHOF MUBA, kak Teguh P yang telah banyak mengajari dan
membimbing penulis. Terima kasih selalu atas semangat dan perhatian
yang kalian berikan.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Jakarta, Oktober 2017
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI…………………………………..
ABSTRAK………………………………………………………………….
ABSTRACT………………………………………………………………...
KATA PENGANTAR……………………………………………………...
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………..
DAFTAR ISI..................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
DAFTAR TABEL.........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................
1.1. Latar Belakang...........................................................................
1.2. Peruumusan Masalah.................................................................
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................
1.4. Hipotesis....................................................................................
1.5. Manfaat Penelitian.....................................................................
1.6. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
2.1. Tumbuhan Suruhan...................................................................
2.1.1. Klasifikasi........................................................................
2.1.2. Nama Daerah...................................................................
2.1.3. Deskripsi Tanaman Herba Suruhan.................................
2.1.4. Budidaya, Ekologi dan Penyebaran.................................
2.1.5. Bagian Tanaman yang Digunakan...................................
2.1.6. Kandungan Kimia Tumbuhan Suruhan...........................
2.1.8. Khasiat dan Kegunaan.....................................................
2.2. Simplisia....................................................................................
2.3. Ekstrak dan Ekstraksi................................................................
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xi
xiv
xv
xvi
1
1
3
3
3
4
4
5
5
5
5
5
6
7
7
7
7
8
xii
2.3.1. Pengertian........................................................................
2.3.2. Metode Ekstraksi.............................................................
2.4. Asam Urat..................................................................................
2.4.1. Pengertian Asam Urat......................................................
2.4.2. Sifat Fisika dan Kimia Asam Urat...................................
2.4.3. Metabolisme Asam Urat..................................................
2.4.4. Patologi Asam Urat..........................................................
2.4.5. Gejala Penyakit................................................................
2.4.6. Manifestasi Klinis Asam Urat.........................................
2.4.7. Obat Anti Hiperurisemia..................................................
2.5. Kafein........................................................................................
2.6. Metode Pemeriksaan Asam Urat Darah....................................
2.6.1. Metode Enzimatik Spektrofotometer UV-Vis.................
2.6.2. Tes Strip Asam Urat........................................................
2.7. Tinjauan Hewan Coba...............................................................
BAB 3. METODE PENELITIAN................................................................
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................
3.2. Desain Penelitian………….......................................................
3.3. Hewan Uji (Besar Sampel)........................................................
3.4. Bahan dan Alat Penelitian…………………………………….
3.4.1. Bahan Uji.........................................................................
3.4.2. Bahan Kimia....................................................................
3.4.3. Alat..................................................................................
3.5. Prosedur Kerja...........................................................................
3.5.1. Pengolahan Bahan Uji.....................................................
3.5.2. Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Suruhan..........................
3.5.3. Pengujian Parameter-parameter Standarisasi..................
3.5.4.Pesiapan Hewan Uji.........................................................
3.5.5. Rancangan Penelitian.......................................................
3.5.6. Penentuan Dosis...............................................................
3.5.7. Pelaksanaan Percobaan....................................................
3.5.8. Pengambilan Darah dan Pengukuran Kadar Asam Urat
8
9
11
11
12
12
13
14
14
14
17
18
18
19
19
20
20
20
20
21
21
21
21
21
21
22
22
24
25
25
26
xiii
Darah..............................................................................
3.5.9. Pengolahan Data..............................................................
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………
4.1 Hasil……………………………………………………………
4.1.1. Determinasi Tanaman………………………………......
4.1.2. Pembuatan Ekstrak…………………………………......
4.1.3. Pengujian Parameter-parameter Standarisasi…………..
4.1.4. Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah………….....
4.1.5. Uji Statistik Kadar Asam Urat Darah…………………..
4.2 Pembahasan……………………………………………………
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….
5.1 Kesimpulan…………………………………………………….
5.2 Saran…………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
26
27
28
28
28
28
28
29
32
33
41
41
41
42
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tanaman Herba Suruhan..............................................................
Gambar 2.4. Struktur Asam Urat......................................................................
Gambar 2.5. Struktur Kafein.............................................................................
Gambar 4.1. Kurva Rata-rata Kadar Asam Urat Darah Hewan Uji
Pendahuluan (mg/dl)………………………………………………………….
Gambar 4.2. Kurva Rata-rata Kadar Asam Urat Darah Hewan Kelompok Uji
(mg/dl)…………………………………………………………………………
6
12
18
30
31
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kelompok Perlakuan Uji....................................................................
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Standar Ekstrak………………………………..
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Penapisan Fitokimia…………………………...
Tabel 4. Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar Asam Urat Darah Tikus Uji
Pendahuluan (mg/dl)……………...…………………………………………
Tabel 5. Persentase Peningkatan Kadar Asam Urat Darah Tikus Uji
Pendahuluan…………………………………………………………………
Tabel 6. Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar Asam Urat Darah Hewan Uji
Selama Percobaan (mg/dl) Sebelum dan Setelah
Induksi…………………………………………………………………………
Tabel 7. Persentase Penurunan Rata-rata Kadar Asam Urat Darah Hewan Uji
Setelah Pemberian Sediaan Uji (mg/dl)………………………………………
Tabel 8. Hasil uji analisa dengan Uji Mann Whitney U-Test…………………
Tabel 9. Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah Hewan Uji
Selengkapnya Selama Percobaan (mg/dl)…………………………………......
25
28
29
29
30
30
31
32
52
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Peperomia pellucida L. Kunth ......
Lampiran 2. Skema Alur Kerja Uji Aktivitas Antihiperurisemia......................
Lampiran 3. Perlakuan Hewan Uji Saat Penelitian……………………………
Lampiran 4. Kegiatan Penelitian………………………………………………
Lampiran 5. Perhitungan Dosis…..……………………………………………
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Ekstrak, Kadar Air dan Kadar Abu
Ekstrak Eti Asetat Herba Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth)………....
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah Hewan Uji Selama
Percobaan……………………………………………………………………...
Lampiran 8. Uji Normalitas (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test)
Terhadap Kadar Asam Urat Darah Kelompok Hewan Uji……………………
Lampiran 9. Uji Homogenitas (Levene) Terhadap Kadar Asam Urat Darah
Kelompok Hewan Uji…………………………………………………………
Lampiran 10. Uji Kruskal Wallis……………………………………………..
Lampiran 11. Uji Mann Whitney U-Test……………………………………..
45
46
47
48
49
51
52
53
54
55
56
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit asam urat atau gout merupakan penyakit kronis yang termasuk
pada penyakit degeneratif, dapat disebabkan oleh perubahan gaya hidup
masyarakat. Penyebab utama penyakit ini adalah gaya hidup tidak sehat seperti
pola makan yang tidak sehat dalam masyarakat yang banyak mengandung protein
tinggi, terutama protein hewani yang banyak mengandung purin. Produk purin
akan dikonversi menjadi asam urat melalui metabolisme xantin dalam reaksi yang
dikatalisis oleh enzim xantin oksidase (Biokimia Harper. Edisi 20).
Pengobatan pada hiperurisemia adalah dengan memberikan obat yang
dapat menurunkan kadar asam urat atau yang dapat menghambat pembentukan
asam urat dalam tubuh seperti pemberian urikosurik dan allopurinol (Katzung B.
G., 1995). Namun penggunaan obat-obatan sintetik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan berbagai masalah baru yang merugikan dan berbahaya, seperti pada
penggunaan allopurinol dalam jangka waktu lama akan menimbulkan gangguan
pada kulit, lambung, usus, gangguan darah dan interstitial nefritis akut (Tarigan,
et al.2012).
Dewasa ini telah banyak dilakukan penelitian untuk mengembangkan
alternatif pengobatan pada penyakit hiperurisemia menggunakan tanaman yang
dapat membantu menurunkan atau mengurangi kadar asam urat dalam darah
tersebut. Diantara tanaman yang diteliti tersebut adalah tanaman herba suruhan
(Peperomia pellucida L. Kunth).
Di antara manfaat herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) yang
telah diteliti adalah, herba suruhan memiliki khasiat sebagai analgetik (Sheikh et
al. 2013) dan antipiretik (Khan et al. 2008), antiinflamasi (Sheikh et al. 2013),
antioksidan (Kimberly, et al.2013), antimikroba dan anti kanker (Wei, et al. 2011)
antihiperglikemik (Togubu et al. 2013), sebagai antidiabetes dan juga sebagai
antihiperurisemia (Tarigan et al. 2012; Yunarto 2012), . Hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Tarigan et al. (2012) membuktikan bahwa ekstrak etanol
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
herba suruhan mempunyai efek antihiperurisemia terhadap mencit. Penelitian
yang telah dilakukan oleh Nanang Yunarto (2013) pada ayam kampung
membuktikan bahwa ekstrak air dan ekstrak heksan herba suruhan dapat
menurunkan kadar asam urat serum darah ayam kampung jantan. Suruhan dapat
dikonsumsi dalam keadaan segar seperti sayuran atau lalapan, ataupun digunakan
sebagai ramuan pada penggunaan ethno – medicinal (Majumder, et al. 2011).
Penggunaan herba suruhan sebagai obat juga dilakukan oleh masyarakat
mancanegara. Diantaranya digunakan untuk menghentikan perdarahan oleh
masyarakat Bolivia, yaitu suku Indian Altenos. Di Brazil Utara, herba suruhan
banyak digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Di Guyana
dan daerah sekitar Amazona, tanaman ini banyak digunakan sebagai obat batuk
dan melancarkan air seni. Suruhan juga digunakan untuk pengobatan pada asam
urat oleh masyarakat Filipina dan Jawa, masyarakat Jawa juga menggunakannya
untuk menghilangkan rasa kelelahan. Masyarakat di beberapa daerah di Sulawesi
Utara juga telah memanfaatkan tanaman ini sebagai penurun kolesterol darah.
Suruhan juga digunakan untuk mengobati abses, radang, bisul, jerawat, penyakit
ginjal, dan sakit perut (Majumder, et al. 2011).
Berdasarkan pengalaman empiris dalam menggunakan herba suruhan
sebagai pengobatan pada asam urat dan belum ditemukannya penelitian mengenai
pengaruh ekstrak etil asetat herba suruhan terhadap asam urat yang diujikan pada
hewan, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak etil asetat
herba suruhan dapat menurunkan kadar asam urat darah tikus jantan galur wistar
(Rattus norvegicus L.) yang diinduksi kafein. Pemilihan hewan uji tikus galur
wistar karena tikus memiliki ketahanan terhadap perlakuan daripada mencit dan
jika dibandingkan dengan hewan lain, tikus juga lebih menguntungkan dari segi
biaya pembelian dan perawatan. Sebagai pembanding efektivitas ekstrak dalam
menurunkan kadar asam urat darah maka digunakan obat sintetik standar seperti
allopurinol. Untuk mengetahui aktivitas penurunan kadar asam urat serum darah,
maka digunakan metode pengujian menggunakan metode tes strip asam urat.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Penyakit asam urat merupakan penyakit kronis dan termasuk dalam
penyakit degeneratif .
b. Pengobatan asam urat selama ini menggunakan obat-obat kimia. Namun
obat-obat kimia tersebut, pengobatan dalam jangka akan menimbulkan
reaksi yang merugikan.
c. Selama ini banyak sekali penelitian mengenai aktivitas zat berkhasiat
yang berasal dari bahan alam yang dimanfaatkan untuk pengobatan
hiperurisemia termasuk suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth).
d. Telah dilakukan penelitian terhadap tanaman suruhan (Peperomia
pelucida L. Kunth), yang digunakan ekstrak dari tanaman tersebut
adalah ekstrak etanol, ekstrak n-heksan, dan ekstrak air. Ekstrak-ekstrak
tersebut diuji aktivitasnya terhadap hewan (mencit, tikus, dan ayam
kampung) untuk melihat kadar asam urat dalam tubuh hewan tersebut.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Apakah ekstrak etil asetat tanaman suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth)
mempunyai kemampuan dalam menurunkan kadar asam urat darah?
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh dan potensi ekstrak etil asetat tanaman suruhan
(Peperomia pellucida L. Kunth) sebagai antihperurisemia dalam mengendalikan
hiperurisemia pada tikus jantan (Rattus novergicus L.).
1.5. Hipotesis
Ekstrak etil asetat tanaman suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) dapat
menurunkan kadar asam urat darah tikus jantan (Rattus novergicus L.).
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah inventarisasi
data ilmiah khasiat obat yang diperoleh dari bahan alam sehingga
dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan.
1.6.2. Secara Metodologi
Metode dalam penelitian ini bermanfaat untuk dapat dilakukan
penelitian yang serupa terhadap tanaman obat lainnya.
1.6.3. Secara Aplikatif
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan data ilmiah
untuk membuat kebijakan - kebijakan baik di bagian BPOM maupun
di bagian kesehatan.
1.7. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dengan judul “Aktivitas Antihieprurisemia Ekstrak Etil Aseatat
Suruhan (Peperomia Pellucida L. Kunth) pada Tikus Putih Jantan yang Diinduksi
Kafein” ini dibatasi pada uji aktivitas antihiperurisemia ekstrak etil asetat dari
tanaman suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) terhadap tikus putih jantan
(Rattus novergicus L.) yang telah dibuat hiperurisemia.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth)
Tinjauan mengenai tumbuhan ini meliputi klasifikasi tumbuhan, nama
daerah, deskripsi tumbuhan, khasiat dan kegunaan serta kandungan kimia.
2.1.1. Klasifikasi
Klasifikasi tanaman herba suruhan adalah sebagai berikut (Majumder et al,
2011):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Peperomia Ruiz & Pavon
Spesies : Peperomia pellucida L. Kunth
Sinonim : Peperomia exigua Miq.
2.1.2. Nama Daerah
Berdasarkan daerahnya suruhan memiliki beberapa nama yaitu sasaladaan
(Sunda); range-range, sladanan, suruhan (Jawa); tumpangan air (Sumatera,
Jakarta); gofu goroho (Ternate); rumput ayam (Pasan Ratahan); ulasiman bato,
olasiman ihalas, tangon-tangon (Filipina); cao hu jiao (Cina); ketumpangan air
(Malaysia); chaa kruut, phak krasang, phak hak kluai (Thailand) (Drs. H. Arief
Hariana. 2013).
2.1.3. Deskripsi Tanaman Herba Suruhan
Tumbuhan herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) merupakan
tanaman yang berasal dari Amerika Tropis.Tumbuh secara liar di tempat-tempat
lembab seperti pekarangan rumah. Terna semusim tumbuh tegak dengan tinggi
20-40 cm, dan jika terlalu tinggi akan menggantung dengan batang bulat yang
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mempunyai penampang 3-5 mm, bercabang, batang dan daun banyak
mengandung cairan, berwarna hijau pucat. Daun tunggal bertangkai dengan
helaian lebar berbentuk seperti jantung, ujung runcing, pangkal melekuk,
pertulangan melengkung, tepi rata dan terletak berselang-seling. Panjang daun 1-3
cm. Permukaan atas daun hijau pucat mengkilap, bagian bawah berwarna lebih
muda. Bunga keluar dari ujung tangkai atau ketiak daun berbentuk majemuk
tersusun dalam rangkaian berbentuk bulir kecil-kecil dengan diameter 1 mm,
berwarna hijau dengan panjang 1-6 cm ujung runcing tersusun seperti buah lada,
berwarna kecoklatan. Akar serabut, tidak dalam (Kinho et al., 2011).
2.1.4. Budidaya, Ekologi dan Penyebaran
Tanaman herba suruhan berasal dari Amerika tropis. Penyebarannya
melalui Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Asia Tenggara.Tumbuh dengan
mudah pada kondisi tanah yang lembab atau dibawah naungan tanaman tinggi
dengan cahaya matahari yang cukup. Budidaya tanaman ini belum banyak yang
melakukan karena mudahnya menemukan tanaman tersebut di berbagai tempat
yang memiliki faktor kelembaban. Tetapi saat ini, tanaman herba suruhan telah
mulai dibudi dayakan dengan cara perbanyakan dengan biji. Karena sifatnya yang
merupakan tanaman liar, dalam budi daya tanaman ini hanya memerlukan
perawatan yang cukup mudah yaitu dengan menjaga kelembaban tanah dengan
menyiram tanaman atau tanah sekitarnya secara berkala dan dapat juga dilakukan
pemupukan pada tanaman tersebut. Penanaman suruhan sebaiknya pada tanah
yang lembab, terkena sinar matahari cukup dan sedikit terlindungi (Arief Hariana.
2013).
Gambar 2.1. Tanaman Herba Suruhan (Sumber: Koleksi Pribadi)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.5. Bagian Tanaman yang Digunakan
Penggunaan tanaman herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth)
adalah seluruh bagian tanaman untuk mengatasi berbagai macam penyakit.
2.1.7. Kandungan Kimia Tumbuhan Suruhan
Suruhan banyak mengandung alkaloid, tanin, saponin, polifenol, kalsium
oksalat, lemak dan minyak atsiri (Kinho et al., 2011). Suruhan memiliki aroma
yang bersifat pedas dan sejuk yang merupakan aroma khas anggota famili
Piperaceae. Dalam jurnal Majumder et. al (2011) juga dikatakan bahwa suruhan
juga memiliki aktivitas antijamur.
2.1.8. Khasiat dan Kegunaan
Suruhan banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, Thailand, Cina
dan negara-negara lainnya karena sifatnya yang dapat tumbuh diberbagai tempat
lembab. Secara empiris, tanaman herba suruhan digunakan untuk pengobatan
diabetes dan asam urat dengan cara meminum air rebusan seluruh bagian tanaman,
sebagai lalapan atau dengan cara menggiling seluruh bagian tanaman kemudian
ditempelkan pada bagian yang sakit untuk sakit kepala dan demam atau dengan
memeras dan menyaring dan meminum sari hasil gilingan tanaman untuk sakit
perut (Kinho et al., 2011).
Penelitian mengenai suruhan mulai banyak dilakukan, beberapa penelitian
tersebut menunjukkan aktivitas suruhan sebagai antioksidan, anti diabetes, anti
hiperurisemia, abses, bisul, radang kulit, penyakit ginjal, luka bakar atau memar
dan antikanker.
2.2. Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum
mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain, telah mengalami
pengeringan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati, simplisia hewani, dan
simplisia pelikan (mineral) (Gunawan et.al, 2004).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian
tumbuhan, atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
spontan keluar dari tumbuhan atau dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhan
dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2006).
Simplisia baik nabati maupun hewani tidak boleh mengandung organisme
pathogen dan terbebas dari cemaran mikroorganisme, serangga, hewan lain
maupun kotoran hewan. Sebelum simplisia dibuat serbuk, simplisia harus
dipastikan terlebih dahulu terbebas dari pasir, debu maupun pengotor-pengotor
lain yang ikut terdapat pada simplisia (Depkes RI, 2006).
2.3. Ekstraksi dan Ekstrak
2.3.1. Pengertian
Ekstraksi adalah suatu proses untuk mendapatkan ekstrak kental yang
mengandung senyawa kimia yang terdapat di dalam suatu bahan alam dengan
menggunakan pelarut dan metode yang tepat. Ekstrak adalah hasil dari proses
ekstraksi bahan alam.
Ekstraksi menurut Harbone (1987) adalah penyarian zat-zat berkhasiat
atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan
termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan
hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode
ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, ekstrak adalah sediaan kental
yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa
sehingga memenuhi baku yang telah ditentukan. Sebagian besar ekstrak dibuat
dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat
biasanya dipekatkan secara destilasi dengan menggunakan tekanan.
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ekstraksi memiliki tujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat
pada bahan alam yang didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat
kedalam pelarut dengan cara difusi.
Proses ekstraksi yang dilakukan tergantung pada bahan-bahan yang akan
diekstraksi. Simplisia yang lunak seperti akar, daun, dan rimpang lebih mudah
menyerap pelarut sehingga pada proses pemotongan tidak harus dilakukan sampai
halus. Sedangkan pada simplisia yang keras seperti kulit, biji, kayu dan kulit akar
harus dilakukan pemotongan sampai halus karena penyerapan oleh pelarut akan
lebih sukar jika simplisia terlalu kasar. Proses ekstraksi juga dapat dipengaruhi
oleh senyawa yang dikandung oleh simplisia, seperti protein, karbohidrat, lemak
dan gula (DepKes RI, 2000).
2.3.2. Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah dengan cara
dingin dan panas. Ekstraksi cara dingin adalah dengan cara maserasi dan perkolasi.
Ekstraksi dengan cara panas adalah dengan cara refluks, sokletasi, digesti, infus
dan dekok.
a. Ekstraksi cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi dari simplisia dengan menggunakan
pelarut selama beberapa waktu disertai dengan beberapa kali
pengadukan pada temperatur kamar/ruangan dan dalam bejana tertutup
rapat. Kemudian simplisia dituangi dengan pelarut hingga simplisia
terendam sempurna. Maserasi dibedakan atas dua, yaitu maserasi
kinetik yang merupakan maserasi dengan disertai pengadukan yang
terus menerus atau kontinyu dan remaserasi yang merupakan maserasi
yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Dengan cara tersebut,
diharapkan zat-zat berkhasiat dapat terekstrak dengan sempurna.
Maserasi digunakan untuk mengekstraksi zat-zat yang tidak tahan
terhadap pemanasan (Harbone, 1987; Depkes RI, 2000).
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exchaustive extraction) pada sebuah perkolator dan
dilakukan pada suhu ruang. Pada proses perkolasi, simplisia dilewati
oleh pelarut secara terus menerus dan hasil tetesan pelarut dari simplisia
ditampung pada wadah. Hasil tetesan tersebut merupakan ekstrak dari
simplisia.
b. Ekstraksi cara panas
1. Refluks
Refluks adalah cara ekstraksi dengan cara panas yang
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam pada bejana
labu alas bulat yang dilengkapi dengan pendingin. Perendaman dengan
memberikan pelarut yang sesuai, kemudian dipanaskan pada temperatur
didihnya. Cairan penyari/pelarut akan menguap melewati pendingin
yang kemudian uap akan diembunkan oleh pendingin dan akan
kembali menyari simplisia. Proses ini berlangsung terus menerus
selama kurang lebih 4 jam.
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang bersifat terus menerus
dengan jumlah pelarut yang konstan pada sebuah alat khusus yang
dilengkapi dengan pendingin balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan menggunakan suhu yang lebih
tinggi dari suhu ruangan, secara umum dilakukan pada suhu 400C –
500C.
4. Infusa
Infusa adalah ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut air pada
suhu 960C – 98
0C selama waktu tertentu (15 – 20 menit). Metode ini
biasanya digunakan untuk mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air
dari bahan-bahan nabati. Kelemahan dari metode ini adalah, hasil
ekstraksi tidak stabil dan mudah tercemar oleh mikroba seperti kuman
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan kapang sehingga sebaiknya ekstrak yang dihasilkan tidak disimpan
lebih dari 24 jam.
5. Dekok
Dekok adalah metode esktraksi yang mirip dengan infus tetapi dengan
waktu yang lebih lama yaitu 30 menit dengan suhu sampai titik didih
air.
2.4. Asam Urat
2.4.1. Pengertian Asam Urat
Asam urat adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses
katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen (asam
deoksiribonukleat DNA). Asam urat sebagian besar diekskresi melalui ginjal dan
hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Ketika kadar asam urat meningkat,
disebut hiperuresemia, penderita akan mengalami pirai (gout). Penyakit asam urat
dapat disebabkan oleh faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor penyebab
asam urat dari luar yang utama seperti makanan yang mengandung kadar senyawa
purin tinggi (Pribadi Fajar W. dan Ernawati 2010). Sedangkan faktor dari dalam
dapat disebabkan oleh terjadinya proses penyimpangan metabolisme yang
berkaitan dengan faktor usia, penyakit, dan gaya hidup.
Adapun secara jelas, penyebab hiperuresemia adalah karena produksi yang
berlebihan atau ekskresi yang menurun (seperti pada gagal ginjal). Penyebab lain
hiperuresemia adalah alkohol, karsinoma metastatik, hiperlipoproteinemia,
diabetes mellitus, gagal ginjal, stress, keracunan timbal, dan dehidrasi akibat
pemakaian diuretik.
Gambar 2.4. Struktur asam urat Sumber : Kelly, William N and Wyngaarden, James B, 1970
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Asam urat merupakan hasil metabolisme normal dari pencernaan protein
ataupun dari hasil katabolisme senyawa purin yang akan diekskresi melalui ginjal,
feses, atau keringat.
2.4.2. Sifat Fisika dan Kimia Asam Urat
Asam urat dikenal dengan nama kimia 2,6,8-trioksipurin, yang merupakan
asam lemah organik dengan berat meolekul 169. Asam urat merupakan senyawa
yang termasuk dalam golongan senyawa purin yang paling mudah dioksidasi.
Asam urat dapat mengalami oksidasi dalam larutan netral atau alkali dan
menghasilkan karbondioksida dan allantoin, sedangkan oksidasi asam urat pada
larutan asam akan menghasilkan aloksan.
Garam natrium urat memiliki sifat mudah larut dalam air bila
dibandingkan dengan asam urat. Akan tetapi, kelarutan natrium memiliki batas
tertentu pada cairan plasma. Serum darah menjadi jenuh dengan garam natrium
jika mencapai konsentrasi 6,4 mg / 100 ml yang menyebabkan ketidakstabilan dan
garam natrium akan mengendap dengan cepat sehingga membentuk kristal
natrium urat yang tertimbun pada persendian.
2.4.3. Metabolisme Asam Urat
Manusia memiliki nukleosida purin utama, yaitu adenosin dan guanosin.
Pada proses metabolisme adenosin dan guanosin menghasilkan produk akhir yaitu
asam urat yang kemudian diekskresikan keluar tubuh. Pada proses pembentukan
asam urat, pertama-tama adenosin mengalami deaminasi oleh enzim adenosin
deaminase menjadi inosin, untuk selanjutnya inosin mengalami fosforolisis pada
ikatan N-glikosinat dan guanosin yang dikatalisis oleh nukleosida purin
fosforilase menghasilkan hipoxantin dan guanin dengan melepaskan senyawa
ribosa 1-fosfat dan basa purin, yang mana hipoxantin dan guanin akan membentuk
xantin dalam reaksi yang dikatalisis oleh xantin oksidase dan guanase. Kemudian
pada reaksi yang kedua, xantin mengalami oksidasi menjadi asam urat yang
dikatalisis oleh enzim yang sama pada pembentukan xantin, yaitu enzim xantin
oksidase. Xantin oksidase merupakan lokasi yang esensial untuk intervensi
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
farmakologis pada penderita hiperurisemia dan penyakit gout (Rodwell et al,
1998).
Pada kondisi normal, manusia dewasa memiliki kadar asam urat sebagai
berikut: laki-laki 4,0 – 8,5 mg/dl atau 0,24 - 0,52 mmol/L, dan pada wanita 2,7 –
7,3 mg/dl atau 0,16 – 0,43 mmol/L. Kadar asam urat dalam darah pada manula
sedikit lebih tinggi dibandingkan yang bukan manula. Ekskresi keseluruhan asam
urat secara normal pada manusia berkisar antara 400 – 600 mg / 24 jam.
Sebagian asam urat yang terbentuk akan dieliminasi melalui ginjal, dan
sebagian lagi dieliminasi melalui saluran pencernaan (Weatheral DJ et al, 1987).
Pada penderita gout, kebanyakan kasus yang terjadi disebabkan karena ekskresi
asam urat melalui ginjal sangat menurun (Wood J, 1999).
Pada sistem metabolisme, hewan mamalia tingkat rendah memiliki enzim
urikase, yaitu suatu enzim yang dapat merubah asam urat menjadi allantoin yang
larut dalam air, sedangkan pada manusia tidak memilki enzim tersebut sehingga
produk katabolisme senyawa purin adalah asam urat. Pada jenis amfibi, burung
dan reptil juga tidak memiliki enzim urikase sehingga mengekskresikan asam urat
dan guanine sebagai produk akhir katabolisme senyawa purin (Rodwell et al,
1987).
2.4.4. Patologis Asam Urat
Kelebihan asam urat (hiperurisemia) merupakan keadaan meningginya
kadar asam urat dalam serum darah yang disebabkan oleh pencernaan makanan
tinggi protein berupa purin atau karena kerusakan pada sel-sel tubuh yang terjadi
karena suatu penyakit tertentu (Dianati, 2015). Peningkatan atau penurunan kadar
asam urat dalam darah dapat terjadi secara mendadak. Pada peningkatan kadar
asam urat yang mendadak akan dapat menyebabkan serangan gout. Kelebihan
asam urat yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan terjadinya penumpukan
kristal monosodium urat. Pada tahap ini akan terjadi aktivitas imunologik, yaitu
fagositosis kristal urat oleh immunoglobulin yang berupa IgG.
Penumpukan kristal ini dapat terjadi dimana saja, terutama pada sendi.
Pengendapan kristal akan menyebabkan timbulnya inflamasi. Apabila
pengendapan ini terjadi berulang-ulang, akan menyebabkan penumpukan kristal
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
natrium urat pada bagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga
(Smeltzer dan Bare, 2001).
2.4.5. Gejala Penyakit
Terjadinya serangan gout yang mendadak biasanya pada malam hari.
Gejala yang timbul yaitu terjadi demam, kepala sakit, nafsu makan berkurang dan
jantung berdebar. Jika terjadi serangan, sendi-sendi yang terserang tampak merah,
mengkilap, bengkak, kulit pada bagian sendi terasa panas yang disertai dengan
rasa nyeri yang hebat dan persendian sulit digerakkan (Wijayakusuma, 2006).
Pada tahap akut, dapat timbul endapan urat seperti kapur pada kulit yang
membentuk tonjolan.
2.4.6. Manifestasi Klinis Asam Urat
Manifestasi sindrom gout mencakup atritis gout akut yaitu serangan
rekuren inflamasi artikuler dan periartikuler yang berat, tofus atau endapan kristal
yang menumpuk dalam jaringan artikuler, jaringan oseus, jaringan lunak dan
kartilago; nefropati gout yang disebabkan oleh gangguan pada ginjal; dan
pembentukan batu asam urat dalam traktus urinarius.
2.4.7. Obat Anti Hiperurisemia
Penanganan pada penyakit asam urat atau gout yaitu dengan cara
mengobati penyakit, menangani serangan akut, mencegah serangan lanjutan, dan
juga penatalaksanaan gout topaseus kronik (Johnstone, Annete,. 2005). Terapi
pada hiperurisemia atau gout dapat dilakukan dengan terapi non obat dan terapi
farmakologi.
Adapun pada terapi farmakologi, obat-obatan yang dapat digunakan untuk
terapi serangan akut adalah obat golongan NSAID, kolkhisin dan golongan
kortikosteroid. Pemilihan obat untuk pasien berbeda-beda tergantung pada
beberapa faktor. Obat golongan NSAID biasanya lebih dapat ditolerir jika
dibandingkan dengan kolkhisin dan juga lebih mempunyai efek yang dapat
diprediksi.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A. Penghambat Sintesis Asam Urat (Allopurinol)
Obat hipourisemik pilihan adalah allopurinol. Selain mengontrol gejala, obat
ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi asam
urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase. Allopurinol juga
menurunkan konsentrasi intraselluler dari PRPP. Allopurinol mengalami
biotransformasi menjadi aloxantin yang memiliki waktu paruh lebih panjang
daripada allopurinol sendiri. Dengan waktu paruh yang panjang, sehingga
allopurinol cukup diberikan satu kali dalam sehari.
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol tidak boleh
melebihi 300 mg / 24 jam. Pada praktisnya, kebanyakan pasien mulai dengan
dosis 100 mg / hari dan dosis dititrasi sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan
umumnya 100 mg / hari peroral. Dosis 300 mg / hari menurunkan asam urat
darah pada pasien menjadi 85% normal. Respon terhadap allopurinol dapat
dilihat sebagai penurunan kadar urat dalam darah pada 2 hari setelah terapi
dimulai dan maksimum setelah 7‐10 hari. Kadar urat dalam darah harus dicek
setelah 2‐3 minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan turunnya
kadar asam urat.
Allopurinol biasanya ditoleransi dengan baik. Efek samping yang terjadi pada
2% pasien biasanya disebabkan karena dosis yang tidak tepat terutama pada
pasien dengan kelainan fungsi ginjal. Efek samping yang terjadi pada 3‐5%
pasien adalah sebagai reaksi alergi/hipersensitivitas. Sindrom toksisitas
allopurinol termasuk ruam, demam, perburukan insufisiensi ginjal, vaskulitis
dan kematian. Sindrom ini lebih banyak dijumpai pada pasien lanjut usia
dengan insufisiensi ginjal dan pada pasien yang juga menggunakan diuretik
tiazid. Erupsi kulit adalah efek samping yang paling sering, efek samping
lainnya adalah hepatotoksik, nefritis interstisial akut dan demam. Reaksi
alergi ini akan reda jika obat dihentikan. Jika terapi dilanjutkan, dapat terjadi
dermatitis eksfoliatif berat, abnormalitas hematologi, hepatomegali, nekrosis
hepatik dan kerusakan ginjal. Fungsi ginjal harus dicek sebelum terapi
allopurinol mulai diberikan dan dosis disesuaikan.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Obat Urikosurik
Kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang sedikit mengekskresikan asam
urat dapat diterapi dengan obat urikosurik. Obat urikosurik bekerja dengan
meningkatkan klirens ginjal dari asam urat dengan menghambat reabsorpsi
tubular asam urat, memperbesar ekskresi dan mengurangi konsentrasi asam
urat di serum. Penggunaan urikosurik harus dihindari pada pasien dengan
nefropati urat dan yang memproduksi asam urat berlebihan. Obat ini tidak
efektif pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk (klirens kreatinin <20‐30
mL/menit).
Terapi dengan obat urikosurik sebaiknya dimulai dari dosis rendah untuk
menghindari efek urikosuria dan terbentuknya endapan asam urat. Berikut
adalah yang termasuk kedalam golongan obat urikosurik :
1. Probenesid
Pemberian obat ini adalah dengan dosis 250 mg dua kali sehari selama 1-
2 minggu kemudian dilanjutkan 500 mg selama 2 minggu. Setelah itu,
dosis dapat dilanjutkan 500 mg setiap 1 – 2 minggu hingga keadaan
menjadi normal, atau sampai dosis maksimum 3 gram.
2. Sufinpirazon
Sufinpirazon merupakan obat golongan urikosurik yang poten dan
memiliki efek paradoksal antara ekskresi asam urat untuk menurunkan
asam urat dalam plasma dengan hemodilusi. Dosis diberikan dengan
dosis pertama 50 mg dua kali sehari dan meningkat secara bertahap
setiap 10 hari sekali hingga mencapai dosis pemeliharaan sebesar 100 mg
3 – 4 kali sehari.
3. Salisilat
Salisilat memiliki efek paradoksikal dari dosis tinggi dan dosis rendah.
Dosis rendah salisilat bekerja dengan menghambat sekresi tubuli, dan
dosis tinggi salisilat bekerja dengan menghambat reabsorpsi asam urat
dengan hasil akhir peningkatan ekskresi asam urat. Dosis rendah (1 atau
2 gram sehari) dapat menghambat ekskresi asam urat, sehingga kadar
asam urat dalam darah meningkat. Dengan peningkatan dosis hingga 2 –
3 gram sehari tidak dapat mengubah ekskresi asam urat. Pada dosis tinggi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(> 5 gram perhari) terjadi peningkatan ekskresi asam urat melalui urin,
sehingga kadar asam urat dalam darah menjadi turun.
Efek urikosurik yang ditimbulkan salisilat dapat bertambah bila urin
bersifat basa. Dengan alkalisasi urin, kelarutan asam urat dalam urin
meningkat, sehingga tidak terjadi pembentukan kristal asam urat pada
tubuli ginjal.
4. Benzbromarone
Benzbromarone adalah obat urikosurik yang digunakan dengan dosis 100
mg/hari untuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal moderat yang tidak
dapat menggunakan urikourik lain atau allopurinol karena hipersensitif.
Penggunaannya harus dimonitor ketat karena dikaitkan dengan kejadian
hepatotoksik berat.
2.5. Kafein
Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid yang banyak terdapat dalam
minuman, seperti kopi, teh dan coklat. Kafein termasuk kedalam golongan xantin
karena mempunyai rumus kimia C8H10N4O2, dengan rumus bangun 1,3,7-
trimethylxanthine. Kafein terdapat sebagai serbuk berwarna keputihan dengan
rasa yang pahit yang dapat mengalami pengkristalan oleh adanya air dalam jangka
waktu yang lama yang dapat menghidrasi senyawa tersebut. Kelarutan kafein
adalah 1:50 dalam air, 1:75 dalam alkohol, atau 1:6 dalam kloroform. Kelarutan
kafein meningkat dalam air panas (1:6 pada suhu 800
C) atau dalam alkohol panas
(1:25 pada suhu 600
C). Kafein mempunyai kemiripan struktur kimia dengan 3
senyawa alkaloid lainnya yaitu xanthin, theophylline, dan theobromine.
Gambar. 2.5. Struktur Kafein
Sumber : Prasetya, Yudha,. Skripsi, (2009)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konsumsi kafein secara berlebihan dapat menimbulkan reaksi yang tidak
dikehendaki seperti insomnia, gelisah, delirium, takikardia, ekstrasistole,
pernapasan meningkat, tremor otot, dan diuresis (Misra, 2008), sehingga
sebaiknya mengkonsumsi kafein dalam batas dosis yang dianjurkan yaitu 100 –
200 mg perhari dan tidak lebih dari 300 mg perhari. Absorpsi kafein dalam
saluran pencernaan mencapai kadar 99% kemudian kadarnya dalam aliran darah
akan mencapai puncak dalam waktu 45 - 60 menit setelah mengalami proses
pencernaan. Kafein mempunyai waktu paruh 5-6 jam pada orang dewasa, dan
kadarnya akan berkurang dalam waktu 6 jam dengan sangat perlahan. Disebutkan
bahwa senyawa metilxantin mempunyai waktu paruh 0,7-1,2 jam pada hewan,
sedang pada manusia 2,5-4,5 jam.
Kafein digunakan sebagai penginduksi asam urat karena kafein
mengandung metilxantin yang mengalami eliminasi melalui hati dan
diekskresikan melalui urin dalam bentuk asam urat. Kafein dapat meningkatkan
kadar asam urat dengan adanya gugus metil yang akan dioksidasi oleh enzim
xantin oksidase membentuk asam urat dalam tubuh (Prasetya, Yudha,. Skripsi,
2009).
2.6. Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Darah
2.6.1. Metode Enzimetik Spektrofotometer UV-Vis
Metode ini menggunakan enzim-enzim yang bekerja secara spesifik pada
asam urat, sehingga memberikan hasil yang relative lebih tepat jika dibandingkan
dengan metode yang lain. Prinsip metode ini adalah oksidasi asam urat menjadi
allantoin, hidrogen peroksida, dan karbon dioksida yang dikatalisis oleh enzim
urikase. Hidrogen peroksida yang terbentuk akan bereaksi dengan 3,5 dikloro 2-
hidroksibenzene sulfonat (DCHBS) dan 4-aminophenazon (PAP) yang akan
terbentuk zat warna quinonnimin yaitu N-(4-antipirin)-3-kloro-5-sulfonat-p-
benzokuinonimuin yang akan diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 520 nm (Yuno., 2003).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6.2. Tes Strip Asam Urat
Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk memonitor tingkat asam
urat dalam darah.Tes ini spesifik untuk asam urat dengan menggunakan oksidasi
asam urat dan berdasarkan pada kemajuan teknologi biologi sensor.
2.7. Tinjauan Hewan Coba
Hewan coba yang umum digunakan dalam penelitian farmakologi adalah
tikus putih dan mencit. Pada penelitian ini digunakan hewan coba tikus putih
jantan. Tikus putih jantan memiliki berbagai galur, diantaranya: Long – Evans,
Sprague – Dawley dan Wistar. Tikus yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rattus novergicus yang merupakan salah satu galur Wistar.
Adapun klasifikasi Rattus novergicus adalah sebagai berikut:
Regnum : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Bangsa : Rodentia
Keluarga : Muridae
Sub keluarga : Murinae
Marga : Rattus
Jenis : R. Novergicus
(Sharp et al, 1998)
Strain tikus dipilih karena merupakan salah satu hewan yang banyak
digunakan pada penelitian hiperurisemia adalah Sprague-Dawley dan Wistar.
Ciri- ciri tikus putih Rattus novergicus galur Wistar adalah: memiliki warna tubuh
putih, mata berwarna merah (albino), ukuran kepala dan ekor lebih pendek dari
badannya.
Rattus novergicus banyak digunakan dalam penelitian karena memiliki
beberapa kelebihan, antara lain: mudah dipelihara dalam populasi yang besar
dengan ukuran yang lebih besar daripada mencit, dan dapat berkembang biak
dengan pesat, yaitu mempunyai masa hamil 21 – 23 hari dengan jumlah anak yang
cukup banyak (6 – 12 ekor). Tikus juga memiliki kemampuan hidup yang lebih
lama jika dibandingkan dengan mencit (4 tahun). Suhu kandang yang dibutuhkan
tikus adalah 18 – 27 0 C dan kelembaban relatif 40 – 70 %.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Penelitian I,
Laboratorium Penelitian II dan Laboratorium Animal House FKIK Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dimulai pada bulan Mei 2014.
3.2. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan desain eksperimental. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui aktivitas antihiperurisemia ekstrak etil asetat dari
tanaman suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) terhadap tikus putih jantan yang
telah dibuat hiperurisemia.
Dalam penelitian ini, obat yang digunakan sebagai pembanding kelompok
uji adalah allopurinol.
3.3. Hewan Uji (Besar Sample)
Penelitian ini menggunakan hewan uji, yaitu tikus putih jantan bergalur
wistar (Rattus novergicus. L.) yang diuji kadar asam uratnya setelah perlakuan.
Rancangan penelitian ini terbagi atas satu kelompok kontrol normal, satu
kelompok kontrol positif / kontrol pembanding yang diberikan allopurinol sebagai
pembanding untuk emulsi ekstrak etil asetat, satu kelompok negatif yang
diberikan kafein sebagai penginduksi dan tiga kelompok perlakuan yang diberikan
ekstrak etil asetat.
Menurut WHO penggunaan hewan uji tikus dalam tiap kelompok terdiri
atas 5 ekor tikus. Sehingga tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30
ekor yang dibagi kedalam 6 kelompok perlakuan dengan jumlah tiap kelompok
perlakuan adalah 5 ekor.
Dalam penelitian eksperimental, hewan uji / sampel dilebihkan 20 % dari
jumlah total yang dipakai dalam penelitian yaitu 30 x 20 % = 6 ekor, sehingga
dalam penelitian ini besar seluruh sampel tikus yang digunakan adalah :
20
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30 ekor + 6 ekor tikus cadangan = 36 ekor. Tikus yang digunakan adalah tikus
yang berumur 2 – 4 bulan dengan bobot tubuh 150 – 300 gram. Tikus
diaklimatisasi selama 2 minggu dengan diberikan pakan berupa butiran (pellet)
diberikan secukupnya dan diberikan minum secukupnya.
3.4. Bahan dan Alat Penelitan
3.4.1. Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia herba
suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor
dalam bentuk simplisia. Serta allopurinol sebagai obat pembanding yang dibeli di
Apotek Generik di daerah Legoso Raya Kecamatan Ciputat.
3.4.2. Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah n-heksan, etil
asetat, etanol 70%, kafein, Na CMC, Tween 80, aquades, eter, NaOH 1N, HNO3
pekat, kloroform, asam sulfat 2M, asam sulfat encer, asam klorida pekat, asam
klorida 2N, besi (III) klorida 1%, serbuk magnesium, pereaksi Dragendorff,
pereaksi Meyer, dan n-Butanol.
3.4.3 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tes strip penguji
asam urat (Easytouch GCU), sonde oral, spuit, jarum suntik, timbangan hewan
(Ohauss), timbangan analitik, kandang tikus, blender, vacuum rotary evaporator,
hotplate, magnetic stirrer, oven, kertas saring, kapas, batang pengaduk, spatula,
lumpang, alu, aluminium foil dan alat-alat gelas.
3.5. Prosedur Kerja
3.5.1. Pengolahan Bahan Uji
Simplisia suruhan yang telah dibeli dari Kebun Raya Bogor dalam kondisi
simplisia kering dan dideterminasi di Pusat Penelitian LIPI yang ada dalam
Lembaga Kebun Raya Bogor selanjutnya disortasi kering, kemudian diserbukkan
dengan cara diblender.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5.2. Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Suruhan
Pembuatan ekstrak etil asetat herba suruhan (Peperomia pellucida L.
Kunth) menggunakan metode ekstraksi cara dingin dengan maserasi bertingkat,
yaitu berdasarkan tingkat kepolaran pelarut. Serbuk simplisia herba suruhan
dimasukkan kedalam botol kaca dan dimaserasi dengan n-heksan, kemudian
dimaserasi dengan etil asetat. Maserasi pada masing-masing pelarut dilakukan
pada botol kaca yang tertutup rapat, maserasi selama beberapa hari sambil
sesekali diaduk hingga semua senyawa terlarut pada masing-masing pelarut yang
digunakan sampai pelarut mendekati tidak berwarna. Selanjutnya, maserat yang
didapat, diuapkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator hingga
didapat ekstrak kental. Dihitung hasil rendemen ekstrak (hasil perolehan kembali)
dengan rumus:
% Rendemen Ekstrak =
3.5.3. Pengujian Parameter – parameter Standarisasi
1. Parameter Spesifik
a. Penetapa Organoleptis Ekstrak (Depkes, 2000)
Penetapan organoleptis ekstrak, meliputi bentuk, warna, bau dan rasa.
b. Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak
1. Uji golongan alkaloid
Sejumlah ekstrak dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 mL
kloroform dengan ammoniak dan diaduk Kemudian saring
menggunakan pipet yang disumbat dengan kapas, hasil filtrat
ditambahkan beberapa tetes H2SO4 2 M dan dikocok. Didiamkan
beberapa saat hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bagian atas
dipipet dan dibagi kedalam dua tabung reaksi. Tabung reaksi yang
pertama diberikan 2-3 tetes pereaksi Drogendorff, jika terbentuk
endapan berwarna orange atau jingga maka positif mengandung
alkaloid. Tabung reaksi yang kedua diberikan pereksi Meyer, jika
Bobot Ekstrak yang Didapat
Bobot Serbuk Simplisia yang Diekstraksi x 100 %
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terbentuk endapan berwarna putih maka positif mengandung
alkaloid.
2. Uji golongan flavonoid
Sejumlah ekstrak kemudian ditambah dengan 10 ml air panas,
dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Diambil sebanyak
5 ml filtratnya dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan serbuk Mg secukupnya, 1 ml asam klorida, kocok
dengan kuat dan biarkan memisah. Terbentuknya warna merah,
kuning, jingga menunjukkan adanya kandungan flavonoid.
3. Uji golongan saponin
Sejumlah ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu
ditambahkan aquades sebanyak dan dipanaskan selama 5 menit,
setelah itu ditambahkan beberapa tetes HCl pekat. Adanaya busa
yang terbentuk dan stabil selama ± 15 menit menandakan adanya
saponin .
4. Uji golongan steroid dan triterpenoid
Sejumlah ekstrak diekstraksi dengan eter dan fraksi yang larut
dalam eter dipisahkan. Lapisan eter dipipet dan diuji dengan
pereaksi Liberman Burchard (asam asetat anhidrat : H2SO4 pekat
= 3 : 1 ). Jika terbentuk warna hijau atau merah menunjukkan
adanya steroid atau triterpenoid.
5. Uji golongan tannin
Sejumlah ekstrak ditambahkan air, dididihkan selama 5 menit
kemudian dibiarkan sampai dingin, setelah dingin kemudian
disaring dengan kertas saring. Filtrat dibagi dalam dua tabung.
Tabung yang pertama sebagai kontrol positif dan pada tabung
yang kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3 lalu diamati
perubahan warna, yaitu jika terbentuk warna biru atau biru hitam
maka mengandung tannin terhidrolisa dan jika terbentuk warna
hijau maka mengandung tannin terkondensasi. Hasil yang didapat
dibandingkan dengan kontrol.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Parameter Non Spesifik
a. Penetapan Kadar Air (Metode Gravimetri) (Depkes, 2000)
Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang dalam wadah yang telah ditara.
Dikeringkan pada suhu 105ºC selama 5 jam didalam oven dan setelah
itu ditimbang. Kadar air dihitung dalam persen terhadap berat sampel
awal.
Ket : A = bobot sampel sebelum dipanaskan (gram)
B = bobot sampel setelah dipanaskan (gram)
b. Uji Kadar Abu
Sebanyak 1 gram ekstrak (W1) ditimbang lalu dimasukkan dalam
cawan yang sebelumnya telah telah dipijarkan dan ditimbang (W0).
Setelah itu ekstrak dipijar perlahan-lahan selanjutnya suhu dinaikan
secara bertahap hingga 600 ± 250 C sampai bebas karbon, selanjutnya
didinginkan dalam desikator, serta timbang berat abu (W2). Kemudian
ditimbang hingga bobot tetap. Perhitungan % kadar abu dapat
ditentukan dengan rumus:
% Kadar Abu =
Ket : W1 = bobot sampel awal (gram)
W0 = bobot kcawan kosong (gram)
W2 = bobot cawan + ekstrak setelah pemijaran (gram)
3.5.4. Persiapan Hewan Uji
Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan bergalur wistar
yang berumur 2 – 3 bulan diaklimatisasi selama 2 minggu agar dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya, mengontrol kesehatan dan berat badannya
sehingga hewan coba tidak terserang stress dan penyakit. Selama proses
W2 – W0
W1 x 100 %
% Kadar Air =
A – B
A x 100 %
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum, penimbangan berat badan dan
pembersihan kandang dilakukan setiap hari.
3.5.5. Rancangan Penelitian
Hewan uji dipilih sebanyak 30 ekor tikus putih jantan secara acak dan
dibagi kedalam 6 kelompok, dengan jumlah masing-masing kelompok terdiri dari
5 ekor.
Tabel 1. Kelompok perlakuan uji
Kelompok Jumlah tikus Perlakuan
Kontrol normal
Kontrol negatif
Kontrol banding
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
5
5
5
5
5
5
Diberikan suspensi na-CMC
Diberikan suspensi kafein 54 mg / 200 grBB
Diberikan suspensi allopurinol 54 mg/200 grBB
Diberikan emulsi ekstrak suruhan 50 mg/kgBB
Diberikan emulsi ekstrak suruhan 100 mg/kgBB
Diberikan emulsi ekstrak suruhan 200 mg/kgBB
3.5.6. Penentuan Dosis
Perhitungan dosis untuk uji aktivitas antihiperurisemia
Dosis yang digunakan untuk pengujian aktivitas antihiperurisemia
adalah dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi dengan mengacu pada
dosis yang digunakan pada pengujian asam urat untuk mencit. Sehingga
didapatkan rentang dosis uji masing – masing ekstrak untuk diujikan
kepada hewan uji adalah sebagai berikut (lampiran 2):
1. Dosis I (dosis rendah) = 50 mg / kgBB
2. Dosis II (dosis sedang) = 100 mg kgBB
3. Dosis III (dosis tinggi) = 200 mg / kgBB
Perhitungan dosis allopurinol sebagai kontrol pembanding
Dosis allopurinol yang digunakan untuk manusia adalah 300 mg/hari.
Setelah dosis dikonversikan ke tikus berdasarkan rumus :
Dosis = dosis pada manusia x faktor konversi x faktor farmakokinetik
tikus
Faktor konversi dosis dari manusia ke tikus adalah 0,018 dan faktor
farmakokinetik untuk tikus yaitu 10. Maka didapatkan dosis allopurinol
yang digunakan pada hewan uji tikus adalah 54 mg/200 gr BB tikus.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perhitungan dosis kafein
Dosis maksimum kafein pada manusia adalah 300 mg/kgBB perhari.
Sehingga dosis kafein yang digunakan untuk menginduksi asam urat pada
tikus adalah 54 mg/200grBB tikus.
3.5.7. Pelaksanaan Percobaan
Sebelum pengujian tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok dengan
jumlah masing-masing kelompok 5 ekor, kemudian tikus dipuasakan terlebih
dahulu selama 18 jam dengan tidak diberi makan tetapi tetap diberi minum
(Tarigan et al. 2012). Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar asam urat puasa
pada masing-masing kelompok perlakuan. Setelah didapat hasil pengukuran kadar
asam urat. Selanjutnya tikus diberikan induksi suspensi kafein dosis 54 mg / 200
grBB tikus sebagai upaya peningkatan kadar asam urat darah kemudian diukur
kadar asam urat setelah 6 hari pemberian kafein untuk melihat peningkatannya.
Setelah diinduksi tikus diistirahatkan di dalam kandang masing-masing dan diberi
makan dan minum. Setelah 6 hari dilakukan induksi dan telah diukur kadar asam
urat darah pada tikus, kemudian masing-masing kelompok tikus diberi perlakuan
sesuai kelompoknya selama 9 hari. Pengukuran kadar asam urat selama perlakuan
dilakukan setiap tiga hari sekali (Azizahwati et al. 2005) menggunakan strip asam
urat dan pengambilan darah melalui vena ekor tikus (Tarigan et al. 2012).
3.5.8. Pengambilan Darah dan Pengukuran Kadar Asam Urat Darah
Pengambilan darah tikus melalui ekor, dilakukan dengan cara
membersihkan dahulu ekor tikus menggunakan usapan kapas yang diberi alkohol
70%, selanjutnya darah diambil dengan melukai ekor tikus, kemudian darah
diteteskan pada strip tes asam urat. Pengukuran kadar asam urat darah
menggunakan alat tes strip asam urat yang bersifat kuantitatif dari tingkat asam
urat dalam darah. Hasil tes akan ditampilkan pada layar setelah 20 detik (Bioptik
technologi Inc.).
Dari data kadar asam urat kemudian dihitung persetase penurunan (%P)
kadar asam urat darah dengan persamaan (Kristiani et al. 2013):
%P = kadar (n) – kadar (P)
kadar ( n ) X 100 %
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan: Kadar (P) = kadar asam urat darah kelompok uji
Kadar (n) = kadar asam urat darah hiperurisemia
3.5.9. Pengolahan Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik menggunakan
SPSS . Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menguji homogenitas data
seluruh kelompok uji (Levene) kemudian menguji kenormalan data (One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test) dan dilanjutkan dengan uji Analisis Varian (ANOVA)
satu arah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan secara bermakna antar
kelompok hewan uji. Bila terdapat perbedaan secara bermakna, maka untuk
mengetahui perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) (S., Yuno,. 2003). Tetapi bila ada salah satu kedua uji tidak
terpenuhi, maka analisis dilakukan dengan uji Kruskall Wallis untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan kadar asam urat antar kelompok perlakuan dan
dilanjutkan dengan uji Mann- Whitney U-Test untuk melihat perbedaan kadar
asam urat darah tikus antar perlakuan (dikutip dari Prasetya, Yudha. Skripsi, 2009
dari jurnal Santoso, 2008; Dahlan, 2004; Sudjana, 1992).
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Determinasi Tanaman
Hasil identifikasi yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Botani, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor, Jawa
Barat menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Peperomia pellucida L. Kunth (Lampiran 1).
4.1.2 Pembuatan Ekstrak
Ekstraksi terhadap serbuk simplisia herba suruhan (Peperomia pellucida L.
Kunth) sebanyak 517 gram kemudian dilakukan maserasi bertingkat dengan
pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda, dimulai dengan
menggunakan pelarut nonpolar yakni n-heksan kemudian dilanjutkan maserasi
dengan pelarut semi polar yakni etil asetat. Hasil ekstraksi masing-masing pelarut
selanjutnya dikentalkan dengan vacuum rotary evaporator. Didapatkan ekstrak
kental etil asetat sebanyak 33.92 gram dengan rendemen ekstrak yang didapat
sebesar 6.56 % (Lampiran 6).
4.1.3 Pengujian Parameter-parameter Standarisasi
Hasil pengujian parameter spesifik ekstrak yang dilakukan meliputi
penetapan organoleptis ekstrak dan identifikasi kandungan ekstrak adalah sebagai
berikut:
a. Penetapan Organoleptis Ekstrak
Tabel 2. Hasil pemeriksaan standar ekstrak
Parameter Hasil pada Ekstrak
Organoleptik
Kadar abu
Kadar air
Rendemen ekstrak
- Bentuk : kental
- Warna : hijau kehitaman
- Bau : khas
2.60 %
8.20 %
6.56 %
28
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak
Hasil uji identifikasi kimia ekstrak kental etil asetat herba suruhan
(Peperomia pellucida L. Kunth) terdapat beberapa golongan senyawa
seperti alkaloid, saponin, flavonoid, steroid dan glikosida.
Tabel 3. Hasil pemeriksaan penapisan fitokimia
Golongan senyawa Hasil identifikasi
Alkaloid +
Saponin +
Flavonoid +
Tanin -
Triterpenoid -
Steroid +
Keterangan : (+) Mengandung senyawa yang di maksud
( - ) Tidak mengandung senyawa yang di maksud
4.1.4 Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah
A. Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah pada Uji Pendahuluan
(Kafein)
Hasil rata-rata pengukuran kadar asam urat darah tikus kelompok hewan uji
selama uji pendahuluan dan kurva rata-rata kadar asam urat darah tikus kelompok
uji pendahuluan untuk menentukan dosis kafein dapat dilihat pada Tabel 4 dan
gambar 4.5.1. Pengukuran kadar asam urat darah seluruh kelompok hewan uji
dilakukan pada hari ke- 0 yang merupakan kadar asam urat puasa, kemudian
dilakukan pengukuran kadar asam urat setelah diinduksi dengan kafein secara oral
dan hewan mengalami hiperurisemia pada hari ke- 3, hari ke- 6 dan hari ke- 9.
Untuk melihat persentase peningkatan kadar asam urat darah pada hewan uji
pendahuluan seluruh kelompok uji selama pengujian dapat dilihat pada Tabel 5,
yang dimaksudkan untuk melihat perubahan kadar asam urat selama pengujian.
Tabel 4. Hasil pengukuran rata-rata kadar asam urat darah tikus uji pendahuluan (mg/dl)
Dosis
Sebelum induksi Setelah induksi
Hari Ke 0 Hari Ke 3 Hari Ke 6 Hari Ke 9
200 mg 3.2±0.42 2.9±0.14 3.1±0.56 3.4±0.56
250 mg 2.3±0.42 2.8±0.42 3.4±0.14 3.0 ±0.14
300 mg 2.75±0.49 3.75±0.35 4.7±1.27 7.55±2.19
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 5. Persentase peningkatan kadar asam urat darah tikus uji pendahuluan
Dosis Hari ke 3 Hari ke 6 Hari ke 9
200 mg - 9.37% - 3.12% 6.25%
250 mg 21.73% 47.82% 30.43%
300 mg 36.36% 70.91% 174.54%
Gambar 4.1.4 Kurva rata-rata kadar asam urat darah hewan uji pendahuluan (mg/dl)
B. Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah Tikus Uji
Hasil pengukuran rata-rata kadar asam urat darah tikus seluruh kelompok
hewan uji selama percobaan yang dilakukan selama 15 hari masa uji. Pengukuran
kadar asam urat hewan uji dilakukan pada hari ke- 0 yang merupakan kadar asam
urat puasa, kemudian setelah hewan diinduksi dengan kafein dosis 300 mg/kgbb
dan mengalami hiperurisemia pada hari ke- 6, selanjutnya dilakukan pengukuran
kadar asam urat setelah hewan diberi perlakuan berdasarkan kelompok dosis
perlakuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk melihat hasil penuruan rata-
rata kadar asam urat kelompok dosis setelah perlakuan pada hari ke- 9, hari ke- 12
dan hari ke- 15 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil pengukuran rata-rata kadar asam urat darah hewan uji selama percobaan
(mg/dl) sebelum dan setelah induksi
Dosis Sebelum induksi Setelah induksi
Hari ke 0 Hari ke 6 Hari ke 9 Hari ke 12 Hari ke 15
Normal 4.1 3.36 3.44 3.52 3.08
Kontrol(-) 3.3 5.16 5.9 6.25 6.7
Kontrol (+) 4.9 7.48 3.96 4.74 3.24
Dosis 50 2.9 6.48 3.6 3.86 3.48
Dosis 100 4.3 7.52 3.64 3.46 2.74
Dosis 200 3.58 5.88 3.32 2.76 2.42
012345678
0 3 6 9
ka
da
r a
sam
ura
t d
ara
h
(mg
/ml)
waktu (hari ke-)
dosis 200
dosis 250
dosis 300
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar grafik dibawah ini merupakan grafik peningkatan dan penurunan
kadar asam urat darah setelah dilakukan induksi dengan kafein selanjutnya
penurunan kadar asam urat darah tikus setelah dilakukan pemberian sediaan uji,
yaitu suspensi allopurnol pada kontrol banding dan emulsi ekstrak etil asetat
Suruhan dengan variasi dosis yang telah ditentukan.
Gambar 4.1.4 . Kurva rata-rata kadar asam urat darah hewan kelompok uji (mg/dl)
Selanjutnya pada Tabel 7, dapat dilihat persentase dari nilai rata-rata kadar
asam urat darah hewan uji selama pengujian yang dimaksudkan untuk mengetahui
nilai penurunan kadar asam urat setelah perlakuan.
Tabel 7. Persentase penurunan kadar asam urat darah darah setelah pemberian sediaan uji
Kelompok Dosis (mg/kgbb) Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-15
allopurinol 300 47.05 % 36.63 % 56.68 %
EEAS 50 44.44 % 40.43 % 46.29 %
EEAS 100 51.59 % 53.98 % 63.56 %
EEAS 200 43.53 % 53.06 % 58.84 %
*EEAS : Ekstrak etil asetat suruhan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
hari ke 0 hari ke 6 hari ke 9 hari ke 12 hari ke 15
ka
da
r a
sam
ura
t d
ara
h t
iku
s (m
g/d
l)
waktu
normal
kafein
allopurinol
dosis 50 mg/kgbb
dosis 100 mg/kgbb
dosis 200 mg/kgbb
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.5 Uji Statistik Kadar Asam Urat Darah
Hasil pengujian kadar asam urat darah hewan uji seluruh percobaan diolah
menggunakan metode statistik yaitu dengan diuji normalitas data (One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test) kemudian di uji homogenitas data (Levene). Dari uji
normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test diketahui bahwa data
terdistribusi normal, tetapi pada uji homogenitas data diketahui bahwa terdapat
data yang tidak homogen sehingga untuk uji selanjutnya digunakan uji Kruskall
Wallis. Uji Kruskall Wallis digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
data dari hasil pengukuran kadar asam urat. Setelah diketahui terdapat perbedaan
data hasil pengukuran kadar asam urat, selanjutnya dilakukan uji Post hoc
menggunakan uji Mann-Whitney U-Test untuk mengetahui perbedaan efek yang
signifikan dari masing-masing kelompok dosis terhadap kadar asam urat tikus.
Berikut adalah hasil analisa menggunakan uji Post hoc Mann- Whitney U-Test.
Tabel 8. Hasil analisis data menggunakan Post hoc Mann-Whitney U-Test
Antar kelompok perlakuan Nilai P keterangan
Hari ke 6
Kontrol normal dan kontrol negatif
Kontrol normal dan kontrol banding
Kontrol normal dan dosi 50
Kontrol normal dan dosis 100
Kontrol normal dan dosis 200
Kontrol negatif dan kontrol banding
Kontrol negatif dan dosis 50
Kontrol negatif dan dosis 100
Kontrol negatif dan dosis 200
Kontrol banding dan dosis 50
Kontrol banding dan dosis 100
Kontrol banding dan dosis 200
Dosis 50 dan dosis 100
Dosis 50 dan dosis 200
Dosis 100 dan dosis 200
0.028
0.021
0.021
0.036
0.047
0.347
0.347
0.117
0.917
0.462
0.675
0.209
0.402
0.599
0.402
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Hari ke 9
Kontrol normal dan kontrol negatif
Kontrol normal dan kontrol banding
Kontrol normal dan dosi 50
Kontrol normal dan dosis 100
Kontrol normal dan dosis 200
Kontrol negatif dan kontrol banding
Kontrol negatif dan dosis 50
Kontrol negatif dan dosis 100
Kontrol negatif dan dosis 200
Kontrol banding dan dosis 50
0.009
0.528
0.916
0.831
0.664
0.117
0.009
0.009
0.008
0.599
Terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kontrol banding dan dosis 100
Kontrol banding dan dosis 200
Dosis 50 dan dosis 100
Dosis 50 dan dosis 200
Dosis 100 dan dosis 200
0.597
0.662
0.915
0.827
0.911
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Hari ke 12
Kontrol normal dan kontrol negatif
Kontrol normal dan kontrol banding
Kontrol normal dan dosi 50
Kontrol normal dan dosis 100
Kontrol normal dan dosis 200
Kontrol negatif dan kontrol banding
Kontrol negatif dan dosis 50
Kontrol negatif dan dosis 100
Kontrol negatif dan dosis 200
Kontrol banding dan dosis 50
Kontrol banding dan dosis 100
Kontrol banding dan dosis 200
Dosis 50 dan dosis 100
Dosis 50 dan dosis 200
Dosis 100 dan dosis 200
0.009
0.075
0.194
0.596
0.101
0.075
0.058
0.009
0.008
0.249
0.075
0.009
0.670
0.160
0.456
Terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Hari ke 15
Kontrol normal dan kontrol negatif
Kontrol normal dan kontrol banding
Kontrol normal dan dosi 50
Kontrol normal dan dosis 100
Kontrol normal dan dosis 200
Kontrol negatif dan kontrol banding
Kontrol negatif dan dosis 50
Kontrol negatif dan dosis 100
Kontrol negatif dan dosis 200
Kontrol banding dan dosis 50
Kontrol banding dan dosis 100
Kontrol banding dan dosis 200
Dosis 50 dan dosis 100
Dosis 50 dan dosis 200
Dosis 100 dan dosis 200
0.008
0.502
0.746
0.164
0.016
0.007
0.008
0.008
0.008
0.911
0.084
0.008
0.340
0.092
0.112
Terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
Tidak terdapat perbedaan bermakna
4.2 Pembahasan
Aktivitas anti hiperurisemia pada penelitian dievaluasi berdasarkan pada
pengaruh pemberian ekstrak etil asetat herba suruhan (Peperomia pellucida L.
Kunth) terhadap penurunan kadar asam urat darah yang dilihat dengan
menggunakan alat tes strip asam urat. Sebelum dilakukan pemberian ekstrak,
terlebih dahulu hewan uji dibuat menjadi asam urat dengan menginduksikan
kafein. Pembentukan asam urat oleh kafein terjadi akibat metabolisme oleh enzim
xantin oksidase terhadap kafein yang merupakan golongan xantin (Prasetya,
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yudha, skripsi. 2009). Ekstrak etil asetat herba suruhan (Peperomia pellucida L.
Kunth) digunakan sebagai penurun kadar asam urat karena dalam herba suruhan
terdapat kandungan senyawa flavonoid yang merupakan antioksidan dimana
flavonoid berperan sebagai inhibitor dari xantin oksidase (Tarigan et al. 2012).
Ekstraksi herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) dilakukan
dengan cara maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-Heksan kemudian
dilanjutkan dengan pelarut etil asetat. Cara ini dipilih agar penyarian ekstrak pada
simplisia tanaman suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) terjadi pada tingkat
kepolaran yang diinginkan. Dalam penelitian ini hanya dilakukan pengujian
terhadap ekstrak etil asetat saja karena pada ekstrak etil asetat tanaman suruhan
(Peperomia pellucida L. Kunth) belum pernah dilakukan uji terhadap aktivitas
penurunan kadar asam urat.
Dari 517 gram serbuk simplisia herba suruhan diperoleh 33,92 gram
ekstrak kental etil asetat herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) dan
rendemen ekstrak yang diperoleh adalah 6,56 %. Pengujian fitokimia juga telah
dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat dalam herba
suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth). Diketahui bahwa pada ekstrak etil asetat
herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) terdapat flavonoid, alkaloid,
saponin, dan steroid. Penelitian ini hanya meneliti pada hasil esktrak etil asetat
herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) dan pengaruhnya terhadap
penurunan kadar asam urat darah tikus yang diinduksi kafein dosis 300 mg/kgbb.
Sebelum dilakukan pengujian penurunan kadar asam urat darah oleh
ekstrak etil asetat herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth), terlebih dahulu
dilakukan uji pendahuluan yang mana dilakukan untuk menentukan dosis kafein
yang akan digunakan dan paling efektif dalam mengingkatkan kadar asam urat
darah selama pengujian. Uji pendahuluan dilakukan dalam tiga kelompok dengan
rentang dosis kafein yang digunakan dalam uji pendahuluan adalah dosis 200
mg/kgbb, 250 mg/kgbb, dan 300 mg/kgbb. Setelah dilakukan uji pendahuluan,
didapatkan bahwa kafein dosis 300 mg/kgbb merupakan yang paling efektif dalam
mengingkatkan kadar asam urat darah dengan peningkatan kadar asam urat
sebanyak 36.36% pada hari ke-3 dibandingkan dengan hari ke- 0, pada hari ke- 6
meningkat lagi sebanyak 70.91% dari hari ke-0 dan pada hari ke-9 kadar asam
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
urat meningkat sebanyak 174.54% dari hari ke- 0. Sehingga dosis kafein yang
digunakan pada pengujian kadar asam urat selanjutnya adalah dosis 300 mg/kgbb.
Sebelum dilakukan pengujian, tikus dibagi kedalam enam kelompok
Pembagian kelompok berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Azizahwati et al. 2005 yaitu tiga kelompok kontrol yaitu kontrol normal, kontrol
negatif dan kontrol pembanding, dan tiga kelompok variasi dosis. Kontrol normal
diperlukan untuk mengetahui kadar normal asam urat darah hewan selama
percobaan dan sebagai pembanding perubahan kadar asam urat darah hewan uji
pada kelompok berbagai perlakuan. Kontrol negatif diberikan kafein sebagai
penginduksi diperlukan untuk mengetahui kadar asam urat darah dari keadaan
normal menjadi hiperurisemia selama percobaan. Kontrol pembanding diberikan
allopurinol, diperlukan untuk melihat pengaruh penurunan kadar asam urat darah
selama percobaan. Allopurinol digunakan sebagai pembanding karena allopurinol
merupakan derivat asam nukleat dan mekanisme kerja allopurinol adalah dengan
cara menghambat sintesis asam urat sehingga diharapkan pembentukan asam urat
dalam tubuh tikus uji yang diinduksi dapat terhambat oleh pemberian allopurinol.
Adapun jumlah masing-masing tikus pada tiap kelompok sebanyak 5 ekor.
Hal tersebut didasarkan pada jurnal WHO (2000) Guidelines for Evaluating The
Safety and Efficacy of Herbal Medicines. Dosis ditetapkan berdasarkan pada
penelitian efek ekstrak etanol herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) pada
mencit oleh Tarigan et al. 2012 yang dikonversikan ke dosis tikus.
Sebelum dilakukan pengujian pada masing-masing dosis perkelompok uji,
seluruh kelompok tikus dipuasakan selama 18 jam tanpa diberi makan tetapi tetap
diberi minum, kemudian dilakukan pengukuran kadar asam urat puasa pada
seluruh kelompok pengujian. Selanjutnya seluruh kelompok pengujian kecuali
kelompok kontrol normal diinduksi dengan pemberian kafein dengan dosis 54 mg
/ 200 grBB secara oral selama enam hari berturut-turut, diharapkan setelah enam
hari tikus mengalami hiperurisemia.
Setelah tikus mengalami hiperurisemia, pada hari ketujuh, semua tikus
diberi perlakuan sesuai kelompok perlakuan. Kelompok I merupakan kontrol
normal diberikan suspensi na-CMC 0,5%. Kelompok II merupakan kontrol
negatif, diberikan kafein dosis 54 mg / 200 grBB. Kelompok III merupakan
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kontrol pembanding, diberikan allopurinol 54 mg/200 grBB. Kelompok IV, V, VI
merupakan kelompok bahan uji dengan dosis 50 mg/kgBB; 100 mg/kgBB; dan
200 mg/kgBB. Pemberian bahan uji selama sembilan hari setelah tikus
hiperurisemia.
Pengukuran kadar asam urat darah pada tikus uji dilakukan sebanyak lima
kali yaitu sebelum diinduksi (hari ke-0), setelah diinduksi kafein (hari ke-6),
setelah hiperurisemia kemudian diberi perlakuan sesuai kelompok perlakuan pada
hari ketiga (hari ke-9), hari keenam perlakuan (hari ke-12), dan hari kesembilan
perlakuan (hari ke-15) (Azizahwati et al. 2005). Darah diambil dengan melukai
bagian yang terdapat pembuluh vena pada ekor tikus, kemudian darah diteteskan
pada test strip, tunggu beberapa detik sampai kadar asam urat darah tikus akan
tampil pada layar alat. Data dari hasil pengukuran kadar asam urat darah tikus
diolah menggunakan metode statistik (Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 11).
Hasil pengukuran rata – rata kadar asam urat darah tikus perkelompok
pengujian selama percobaan dapat dilihat pada Tabel 6 dan untuk melihat grafik
rata – rata peningkatan dan penurunan kadar asam urat darah tikus setelah
pemberian induksi dan kemudian dilakukan pengujian dengan pemberian bahan
uji dan allopurinol pada masing –masing kelompok pengujian, dapat dilihat pada
Gambar 4.1.4.
Hasil pengukuran kadar asam urat dengan menggunakan uji homogenitas
One-Sample Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa data terdistribusi normal
(P≥0.05) (Lampiran 8), tetapi pada hasil uji homogenitas data dengan Levene
menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi homogen (P≤0.05) (Lampiran 9),
sehingga uji dilanjutkan dengan menggunakan uji Kruskall Wallis untuk melihat
perbedaan yang terdapat dalam kadar asam urat darah tikus. Hasil uji Kruskall
Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada kadar asam urat darah tikus
(P≤0.05) (Lampiran 10), sehingga dilanjutkan dengan uji Post hoc yaitu
menggunakan uji Mann- Whithney U-Test.
Dari hasil uji Mann- Whithney U-Test dapat diketahui bahwa terjadi
perbedaan yang signifikan antara kontrol normal dengan kelompok uji yang
lainnya (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke-6 telah terjadi
peningkatan kadar asam urat pada masing-masing kelompok uji setelah dilakukan
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
induksi kafein selama 6 hari. Selanjutnya pada hari ke-7 tikus diberi perlakuan
sesuai kelompok dosis masing-masing dan pada hari ke-9 dilakukan pengukuran
kadar asam urat darah.
Pada grafik dapat dilihat bahwa dengan pemberian ekstrak etil asetat
suruhan dosis 50 mg/kgbb, ekstrak etil asetat suruhan dosis 100 mg/kgbb dan
ekstrak etil asetat suruhan dosis 200 mg/kgbb pada hari ke-9 telah dapat
menurunkan kadar asam urat darah tikus, dan disimpulkan bahwa seluruh
kelompok pengujian ekstrak etil asetat tanaman suruhan mempunyai kemampuan
yang sama dengan allopurinol dalam menurunkan kadar asam urat darah tikus.
Berdasarkan hasil data statistik pada hari ke- 9 (Tabel 8.), diperoleh nilai P
antara kelompok normal dan kelompok kontrol negatif adalah P= 0.009 (P≤0.058)
yang disimpulkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok normal dan
kelompok kontrol negatif yang diinduksi dengan kafein.
Kontrol normal dengan kelompok kontrol positif (banding), dengan dosis
uji 50 mg/kgbb, dengan dosis uji 100 mg/kgbb dan dengan dosis uji 200 mg/kgbb
tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P≥0.058), yang dapat disimpulkan kadar
asam urat darah kelompok kontrol normal dan kelompok uji lainya kecuali kontrol
negatif adalah kurang lebih sama.
Kemudian hasil analisis data kontrol negatif dengan kelompok masing-
masing dosis ekstrak uji juga terdapat perbedaan bermakna (P≤0.058), yang dapat
disimpulkan pada hari ke 9 ekstrak uji pada masing-masing dosis telah dapat
menurunkan kadar asam urat darah tikus. Hasil analisis data yang dibandingkan
antar masing-masing dosis ekstrak uji juga tidak menunjukkan perbadaan
bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan masing-masing dosis
ekstrak uji kurang lebih sama dalam menurunkan kadar asam urat.
Pada grafik 4.1.4 dapat dilihat bahwa pada hari ke-9 telah terjadi
penurunan kadar asam urat daripada hari ke-6. Persentase penurunan kadar asam
urat pada hari ke-9 terhadap hari ke-6 adalah 47.05 % pada kontrol banding,
44.44 % pada ekstrak etil asetat suruhan dosis 50 mg/kgbb, 51.59 % pada ekstrak
etil asetat suruhan dosis 100 mg/kgbb, dan 43,53 % pada ekstrak etil asetat
suruhan dosis 200 mg/kgbb (Tabel 7).
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada hasil analisis data hari ke 12 terdapat perbedaan yang bermakna antara
kontrol normal dan kontrol negatif P=0.009, dan tidak tedapat perbedaan
bermakna dengan kelompok kontrol banding dan kelompok masing-masing dosis
ekstrak uji. Tetapi pada kontrol banding dengan kontrol negatif tidak terdapat
perbedaan bermakna. Kontrol banding juga tidak berbeda bermakna dengan
kelompok dosis 50 mg/kgbb dan kelompok dosis 100 mg/kgbb. Jika dilihat dari
rata-rata kadar asam urat (Tabel 7), kontrol banding mengalami peningkatan kadar
asam urat pada hari ke- 12 begitu juga dengan kelomok dosis 50 mg/kgbb, namun
peningkatan kadar asam urat tidak sebesar pada kontrol negatif.
Jika dilihat pada grafik (Gambar 4.1.4) menunjukkan bahwa ekstrak etil
asetat suruhan dosis 200 mg/kgbb lebih efektif dalam menurunkan kadar asam
urat darah jika dibandingkan dengan ekstrak dosis etil asetat suruhan 100mg/kg.
Adapun berdasarkan persentase penurunan kadar asam urat darah tikus
pada hari ke- 12 terlihat bahwa ekstrak etil asetat suruhan dengan 100 mg/kgbb
menurunkan kadar asam urat dengan nilai persentase penurunan sebanyak 53.98 %
terhadap hari ke-6 (setelah induksi), ekstrak etil asetat suruhan pada dosis 200
mg/kgbb memiliki nilai persentase penurunan kadar asam urat sebanyak 53.06 %
terhadap hari ke-6, begitu juga dengan ekstrak etil asetat dosis 50 mg/kgbb terjadi
penurunan kadar asam urat sebanyak 40.43 % terhadap hari ke-6. Penurunan
kadar asam urat darah tikus oleh allopurinol pada kelompok kontrol banding
adalah 36.63 % terhadap hari ke-6 setelah induksi kafein.
Pada hasil analisis data hari ke 15 terdapat perbedaan yang bermakna
antara kelompok normal dan kontrol negatif. Antara kelompok normal dan
kelompok kontrol positf, dan antara kelompok normal dan kelompok ekstrak uji
dosis 50 mg/kgbb dan dosis 100 mg/kgbb tidak terdapat perbedaan yang
bermakna dan dapat disimpulkan bahwa antara kontrol normal dengan kontrol
negatif, dan ekstrak uji dosis 50 mg/kgbb dan ekstrak uji dosis 100 mg/kgbb
mempunyai kadar asam urat yang kurang lebih sama. Akan tetapi kontrol normal
dan ekstrak uji dosis 200 mg/kgbb terdapat perbadaan yang bermakna, sehingga
dapa disimpulkan bahwa kadar asam urat pada kelompok ekstrak uji dosis 200
mg/kgbb lebih rendah daripada kontrol normal.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jika dilihat pada grafik (Gambar 4.1.4), maka diketahui bahwa semua
kelompok hewan uji mengalami penurunan kadar asam urat darah dari dari ke-6.
Pada perhitungan persentase, kelompok kontrol banding mengalami penurunan
kadar asam urat sebanyak 56.68 % dari hari ke-6, kelompok uji etil asetat suruhan
dosis 50 mg/kgbb mengalami penurunan kadar asam urat sebanyak 46.29 % dari
hari ke-6, kelompok ekstrak etil asetat suruhan dosis 100 mg/kgbb mengalami
penurunan kadar asam urat sebanyak 63.56 % dari hari ke-6 dan kelompok uji
ekstrak etil asetat suruhan dosis 200 mg/kgbb mengalami penurunan kadar asam
urat sebanyak 58.84 % dari hari ke-6. Pada akhir pengamatan dapat dilihat bahwa
terjadi penurunan kadar asam urat paling baik, dengan nilai persentase penurunan
kadar asam urat tertinggi dicapai oleh ekstrak etil asetat suruhan dosis 100
mg/kgbb (63.56 %) kemudian diikuti oleh ekstrak etil asetat suruhan dosis 200
mg/kgbb (58.84 %) selanjutnya oleh kontrol negatif (allopurinol) sebanyak
56.68 %, dan terakhir dicapai oleh kelompok uji ekstrak etil asetat suruhan dosis
50 mg/kgbb dengan hasil persentase 46.29 %.
Berdasarkan hasil uji statistik (Tabel.8), dapat disimpulkan bahwa ekstrak
etil asetat tanaman suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) pada dosis 200
mg/kgbb mempunyai kemampuan yang paling baik dalam menurunkan kadar
asam urat darah tikus dibandingkan dengan kontrol banding allopurinol. Begitu
juga dengan ekstrak etil asetat suruhan dosis 100 mg/kgbb dan ekstrak etil asetat
suruhan dosis 50 mg/kgbb dapat menurunkan asam urat darah tikus tetapi tidak
lebih baik daripada kontrol pembanding allopurinol dosis 300 mg/kgbb.
Pada penelitian oleh Tarigan et.al (2012) yang menguji aktivitas
antihiperurisemia ekstrak etanol herba suruhan pada mencit jantan, disimpulkan
bahwa ekstrak etanol herba suruhan dengan ekstrak etil asetat suruhan dosis 50
mg/kgbb berdasarkan hasil uji statistik merupakan yang paling baik dalam
menurunkan kadar asam urat darah. Sedangkan ekstrak etil asetat suruhan dosis
100 mg/kgbb dan ekstrak etil asetat suruhan dosis 200 mg/kgbb tidak lebih baik
dalam menurunkan kadar asam urat darah mencit jika dibandingkan dengan
ekstrak etil asetat suruhan dosis 50 mg/kgbb. Dalam penelitian ini, ekstrak etil
asetat suruhan dengan dosis 50 mg/kgbb dapat menurunkan kadar asam urat darah
pada tikus tetapi tidak secara signifikan, akan tetapi penurunan kadar asam urat
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tikus paling baik terjadi pada kelompok uji ekstrak etil asetat suruhan dosis
200 mg/kgbb.
Pada penelitian Tarigan et.al 2012 berdasarkan jurnal Azmi 2010,
disimpulkan bahwa kemungkinan senyawa yang berperan dalam menurunkan
kadar asam urat adalah senyawa flavonoid yang mana dapat bersifat sebagai
antioksidan dengan mekanisme kerjanya adalah dengan cara menghambat
aktivitas xantin oksidase pada basa purin sehingga akan menurunkan kadar asam
urat. Begitu juga pada penelitian ini, terdapat senyawa flavonoid dalam ekstrak
etil asetat herba suruhan yang berkemungkinan dapat menurunkan kadar asam
urat pada hewan tikus. Pada ekstrak etil asetat suruhan juga terdapat senyawa
saponin yang juga dapat berperan dalam menurunkan kadar asam urat darah
hewan tikus, hal ini berdasarkan pada penelitian oleh Chen (2006) yang menguji
tentang efek dan mekanisme dari total saponin dioscorea pada hewan uji
hiperurisemia dan disimpulkan bahwa pemberian saponin pada hewan tikus dan
mencit yang mengalami hiperurisemia dapat menurunkan kadar asam urat dengan
cara kerja menghambat dan meningkatkan ekskresi asam urat dari dalam tubuh.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Ekstrak etil asetat herba suruhan (Peperomia pellucida L kunth) dapat
menurunkan kadar asam urat dengan dosis 200 mg/kgbb merupakan
yang terbaik dalam menurunkan kadar asam urat dibandingkan dengan
dosis 100 mg/kgbb, dosis 50 mg/kgbb dan allopurinol dosis 300
mg/kgbb (P≤0.05).
2. Ekstrak etil asetat suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) dosis 100
mg/kgbb dan dosis 50 mg/kgbb mempunyai kemampuan menurunkan
kadar asam urat darah tikus yang hampir sama dengan kontrol
pembanding allopurinol dosis 300 mg/kgbb (P≥0.05).
3. Persentase penurunan kadar asam urat darah hewan uji tikus oleh
ekstrak etil asetat pada dosis 50 mg/kgbb adalah 44.44 % hingga
46.29 %, pada ekstrak etil asetat suruhan dosis 100 mg/kgbb adalah
51.59 % hingga 63.56 % dan pada ekstrak etil asetat suruhan dosis 200
mg/kgbb 43.53 % hingga 58.84 %.
5.2 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mencari zat berkhasiat dari ekstrak etil
asetat yang dihasilkan dari herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) yang
paling berperan dalam menurunkan kadar asam urat darah, sehingga dapat
digunakan sebagai formulasi untuk masyarakat luas hanya dengan penggunaan
senyawa aktifnya saja sehingga diharapkan dapat tercapai hasil penurunan kadar
asam urat yang maksimal.
41
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Albar, Zuljasri. Gout: Diagnosis and Management (Reumatology Division.
Departement of Internal Medicine). Faculty of Medicine, University of Indonesia.
Jakarta: Indonesia. Diakses pada tanggal 15 Januari 2014
Azizahwati., Wiryowidagdo, S., Prihandini, Kartika. (2005). Efek Penrunan Asam
Urat Dalam Darah Pada Tikus Jantan Dari Rebusan Akar Tanaman Akar Kucing
(Acalypha Indica Linn). Jurnal Bahan Alam Indonesi. ISSN 1412-285 vol.4 no.1
Beltran-Benjamin, Kimberly S et al. (2013). Enzyme Activity and Histopathology
of Rat Liver Treated with Crude Methanolic Extract of Peperomia pellucida (L.)
Kunth. Pakistan Journal of Biological Sciences, ISSN 1028-8880 / DOI: 3923/pjbs.
Chen, G.L., Wei, W., Xu, S.Y., Effect and Mechanism of Total Saponin of
Dioscorea on Animal Experimental Hyperuricemia, Journal China Medicine,
2006, 34 (1), 77-85
Departemen Kesehatan RI. (2007). Kotranas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Evaluation Report of Food Additives Polysorbates (Polysrbates 20, 60, 65, and
80) . June 2007. Food Safety Commission. Original: Japanese. Provisioal
Translation.
Gunawan, D dan Sri Mulyani. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid1.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Harbone, J. B (1987). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Bandung: Penerbit ITB
Hermani dan Tri Marwati. (2012). Teknologi Pasca Panen Tanaman Obat. Bogor:
Penerbit BB Pasca Panen. ISBN 987-979-116-34-3. Diakses pada tanggal 10
Desember 2013 . 13.33 WIB
Johnstone, Annete. (2005). The Disease and Non-Drug Treatment. Hospital
Pharmacist. Diterjemahkan oleh Diana Lyrawati dengan Judul Gout Farmakologi
(2008). 12:391-394. Diakses tanggal 14 Desember 2014.
http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/11/gout_obat_hosppharm.pdf.
Katzung, Bertram G. 2006. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 6. Jakarta : EGC.
Khan, Alam., Rahman, Moizur., Islam, Shariful. Antipyretic Activity of
Peperomia pellucida Leaves in Rabbit. Turk J Biol32 (2008) 37-41© TÜBITAK.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kinho, Julianus., Arini, Diah I. D., Tabba, Supratman., Kama, Harwiyaddin,
Kafiar, Yermias., Shabri, S.., Karundeng, Mood C. (2011). Tumbuhan Obat
Tradisional di Sulawesi Utara Jilid 1. Manado: Balai Penelitian Kehutanan
Manado. ISBN : 978-602-98144-1-5.
Lestari, P. (2010). Karakteristik Simplisia dan Isolasi Senyawa
Triterpenoida/Steroida dari Herba Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth).
Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Majumder, pulak., Abraham, Priya., V, Satya. (2011). Ethno-medicinal
Phytochemical and Pharmacological review of an amazing medicinal herb
Peperomia pellucida (L.) HBK.. Research Journal of Pharmaceutical, Biological
and Chemical Sciences, ISSN: 0975-8585, volume 2 halaman 358.
Misra, H. D. (2008). Study of Extraction and HPTLC – UV Methode for
Estimation of Caffeine in Marketed Tea (Camelia sinesis) Granules. Internasional
Journal of Green Pharmacy.
Pagana KD. Mosby’s. Diagnostic and Laboratory Test Reference 5th Ed.
Mosby,Inc. St. Louis, 2001; 876-879.
Pribadi, Fajar W., dan Dwi Arini Ernawati. (2010). Efek Catechin Terhadap
Kadar Asam Urat, C-Reactive Protein (CRP) dan Malondialdehid Darah Tikus
Putih (Rattus novergicus) Hiperurisemia. Mandala of Health. Volum 4 no.1:
Januari 2010
Priyadi, Hari et al. (2010). Five Hundred Plant Species in Gunung Halimun Salak
National Park, West Java, A Checklist Including Sundanese Names, Distribution
and Use. Bogor: CIFOR, ISBN: 978-602-8693-22-6.
Rodwell, V.W., Murray, R.K., Ganner , D.K., Mayes, P.A., (1998). Biokimia
Harper Edisi 24. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan Hartono.
Jakarta:387-393
Sharp, PE., LaRegina, MC., Suckw, MA. (1998). The Laboratory Rat. CRC Press.
USA
Sheikh, Habib., Sikder, Shotabdi., Paul, Sagar Kumar., Hasan, A.M. Rashedul.,
Rahaman, Mofizur., Kundu, Sangita Paul. (2013). Hypoglycemi, Anti-Inflamatory
and Analgesic Activity of Peperomia pellcida (L.) (Pipeaceae). Internasional
Journal of Pharmacetical Sciences and Reseacrh. IJPSR 2013. ISSN: 0975-8232
vol 4 (1) : 458-463
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sitorus, Erwin., Momuat, Lidya Irma., Katja, dewa Gede. (2013). Aktivitas
Antioksidan Tumbuhan Suruhan (Peperomia Pellucida [L.] Kunth). Jurnal Ilmiah
Sains Vol. 13 No. 2, April 2013.
Smeltzer, S. C., Bare, B.G., (2001). Buku Ajar Keperawatan Medical (Bedah
Bruner and Suddarth). Vol.2 E/8 EGC , Jakarta.
Suhendi, Andi., Nurcahyanti., Muhtadi., Sutrisna, EM. (2011). Aktivitas
Antihiperurisemia Ekstrak Air Jinten Hitam (Coleus Ambonicus Lour) pada
Mencit Jantan Galur Balb-C dan Standardisasinya. Majalah Farmasi Indonesia
volume 22 no. 2 halaman 77 – 84.
Tarigan, Irma Mariani br., Bahri, Saiful., dan Saragih, Awaluddin. (2012).
Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Herba Suruhan (Peperomia pellucida
(L.) Kunth) Pada Mencit Jantan. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology, Vol.
1 (1), halaman 37- 43.
Togubu, Sariyana., Momuata, Lidya I.., Paendonga, Jessy E.., Salmaa, Navila.
(2013). Aktivitas Antihiperglikemik dari Ekstrak Etanol dan Heksana Tumbuhan
Suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus
L.) yang Hiperglikemik. Jurnal Mipa Unsrat Online 2 (2), halaman 109-114.
Diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo.
Wei, Lee Seong., Wee, Wendy., Siong, Julius Yong Fu., Syamsumir, Desy Fitrya.
2011. Characterization of Anticancer, Antimicrobial, Antioxidant Properties and
Chemical Compositions of Peperomia pellucida Leaf Extract. Download from
http://journals.tums.ac.ir/ pada hari Sabtu, 14 Desember 2013.
WHO, 2000. Guidelines for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal
Medicines.
William, Kelley N., and Wyngaarden, James B., (1970). Effect of Allopurinol and
Oxipurinol on Purine Synthesis in Cultured Human Cell. The Journal of Clinical
Investigation volum 49.
Yunarto, Nanang. (2013). Efek Ekstrak Air dan Heksan Herba Suruhan
Peperomia Pellucida (L) Kunth) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Serum
Darah Ayam Kampung Jantan. Media Litbangkes Vol. 23 No. 1, halaman 8-14.
Yuno, S. 2003, Uji Efek Campuran Ekstrak Seledri (Apium officinale Rosc.)
Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah pada Tikus Putih Jantan yang
Diinduksi Kalium Oksonat. Depok: Departemen Farmasi FMIPA-UI-, 24 – 28
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Peperomia pellucida L. Kunth
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Skema Alur Kerja Uji Aktivitas Antihiperurisemia
Persiapan hewan uji
kelompok
kontrol
positif
kelompok
pembandin
g, diberi
allopurinol
kelompo
k dosis
rendah
kelompo
k dosis
sedang
kelomp
ok dosis
tinggi
Pengukuran kadar asam urat darah puasa sebelum penginduksian
Diberi
suspensi
kafein
dosis 54
mg/kgBB
diberi
suspeni
allopurinol
dosis 54
mg/kgBB
diberi
suspensi
ekstrak
EA
suruhan
dosis 50
mg/kgBB
diberi
ekstrak
EA
suruhan
dosis 100
mg/kgBB
diberi
ekstrak
EA
suruhan
dosis 200
mg/kgBB
Diinduksi dengan kafein selama 6 hari
Diukur kadar asam urat darah setiap 3 hari sekali
Analisis data
Perlakuan pada masing – masing kelompok berdasarkan kelompok perlakuan selama 9 hari
Diberi
suspensi
na -
CMC
Kelompo
k kontrol
normal
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Perlakuan Hewan Uji pada saat Penelitian
Pemberian sediaan secara oral
Pengambilan darah hewan uji pada ekor
Hasil pengukuran kadar asam urat
darah pada hewan uji
Strip untuk tes asa urat
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampira 4. Kegiatan Penelitian
Penghalusan simplisia Peperomia
pellucida L. Kunth
Ekstrak kental Peperomia pellucida L.
Kunth
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Dosis
A. Dosis Alopurinol Dosis alopurinol untuk manusia adalah 100 – 300 mg/hari, dikonversi ke
tikus :
Dosis = dosis manusia x farktor konvesi x faktor farmakokinetik
Dosis = 300 mg x 0,018 x 10
Dosis = 54 mg/200 grBB
Dosis alopurinol untuk tikus adalah 54 mg / 200 gr BB
VAO = dosis (mg/kgBB) x berat badan tikus (kg)
Konsentrasi
1 ml = 54 mg /kgBB x 0,25 kg
[c]
Konsentrasi = 13,5 mg / mL
B. Dosis Kafein
Dosis maksimum kafein pada manusia adalah 300 mg/ kgBB, dikonversi ke tikus:
Dosis = dosis manusia x faktor konversi x faktor farmakokinetik
Dosis = 300 mg x 0,018 x 10
Dosis = 54 mg /200 grBB
Dosis kafein untuk tikus adalah 54 mg / 200 gr BB
VAO = Dosis (mg/kgBB) x berat tikus (kg)
[c]
1 ml = 54 mg/kgBB x 0,25 kg
[c]
[c] = 13,5 mg / mL
C. Dosis Ekstrak
Dosis ekstrak pada mencit adalah 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 200
mg/kgBB. Faktor konversi dari mencit ke tikus adalah 7,0 , maka
perhitungannya dosisnya adalah:
1. Dosis 50 mg/kgBB
Dosis = dosis pada mencit x faktor konversi
Dosis = 50 mg/kgBB x 7,0
Dosis = 350 mg /kgBB
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
VAO = dosis x berat tikus (kg)
1 ml = 350 mg/kgBB x 0,25 kg
[c]
[c] = 70 mg/mL
2. Dosis 100 mg/kgBB
Dosis = dosis pada mencit x faktor konversi
Dosis = 100 mg/kgbb x 7,0
Dosis = 700 mg
VAO = dosis x berat tikus (kg)
[c]
1 ml = 700 mg/kgBB x 0,25 kg
[c]
[c] = 140 mg/ml
3. Dosis 200 mg/kgBB
Dosis = dosis mencit x faktor konversi
Dosis = 200 mg/kgBB x 7,0
Dosis = 1400 mg/kgBB
VAO = dosis (mg/kgBB) x berat tikus (kg)
[c]
1 ml = 280 mg/kgBB x 0,25 kg
[c]
[c] = 280 mg/ml
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Ekstrak, Kadar Air, dan Kadar Abu Ekstrak
Etil Asetat Herba Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth)
1. Perhitungan Rendemen
Berat serbuk simplisia yang diekstraksi = 517 gram
Berat ekstrak = 33.92 gram
% rendemen ekstrak =
=
= 6.56 %
2. Perhitungan Kadar Air
Berat ekstrak yang ditimbang = 1.8215 gram
Berat ekstrak setelah dioven = 1.6720 gram
% kadar air =
=
= 8.20 %
3. Perhitungan Kadar Abu
Berat cawan kosong = 25.2034 gram
Berat ekstrak yang ditimbang = 1.4056 gram
Berat cawan + ekstrak setelah menjadi abu = 25.24 gram
% kadar abu =
=
= 2.60 %
Berat ekstrak
Berat simplisia x 100 %
33.92 gram
517 gram x 100 %
W1 – W2
W1 x
100 %
x 100 % 1.8215 gram – 1.6720 gram
1.8215 gram
25.2034 gram – 25.24 gram
1.4056 gram x 100 %
x 100 % W2 – W0
W1
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah Hewan Uji Selama
Percobaan
Tabel 9. Hasil pengukuran kadar asam urat darah hewan uji selengkapnya selama percobaan
(mg/dl)
Waktu
(hari)
Kontrol
normal
Kontrol
negatif
Kontrol
banding
Ekstrak
dosis 50
Ekstrak
dosis 100
Ekstrak
dosis 200
0 3.1 3.2 2.9 2.7 6.5 2.7
6.4 3.3 3.0 2.9 2.9 2.8
3.3 3.2 2.3 3.0 5.6 6.5
3.5 2.9 8.4 3.5 3.5 3.0
4.2 3.9 8.3 2.4 3.0 2.9
Rata-rata 4.10 3.30 4.90 2.90 4.30 3.58
SD 1.35 0.367 3.08 0.404 1.64 1.63
6 2.8 4.4 10.3 6.5 10.2 5.0
5.2 4.4 5.2 7.7 7.2 9.0
3.0 3.8 3.5 9.0 8.2 8.0
2.6 3.5 9.4 4.0 9.0 4.0
3.2 4.4 9.0 5.2 3.0 3.4
Rata-rata 3.36 4.10 7.48 6.48 7.52 5.88
SD 1.05 0.77 2.95 1.97 2.75 2.48
9 2.9 5.7 2.0 2.9 3.0 3.8
4.1 5.9 2.5 3.3 3.0 3.8
3.0 4.3 3.0 5.0 5.0 3.0
3.1 3.7 8.5 3.8 4.3 3.0
4.1 4.5 3.8 3.0 2.9 3.0
Rata-rata 3.44 4.82 3.96 3.60 3.64 3.32
SD 0.606 0.27 2.62 0.85 0.95 0.43
12 3.0 5.3 5.6 6.3 3.0 3.0
3.7 6.0 5.1 2.3 2.8 2.0
3.0 4.5 3.3 4.7 4.7 3.0
2.9 3.7 6.2 3.0 4.0 2.9
5.0 4.9 3.5 3.0 2.8 2.9
Rata-rata 3.52 4.88 4.74 3.86 3.46 2.76
SD 0.88 0.75 1.28 1.62 0.85 0.42
15 2.9 5.0 2.9 5.9 2.9 2.8
2.9 4.4 4.0 2.0 2.4 2.0
2.7 4.5 2.9 3.7 2.7 2.4
3.5 3.9 2.9 2.9 3.0 2.5
3.4 5.6 3.5 2.9 2.7 2.4
Rata-rata 3.08 4.68 3.24 3.48 2.74 2.42
SD 0.34 0.27 0.49 1.48 0.23 0.28
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Uji Normalitas (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test)
Terhadap Kadar Asam Urat Darah Kelompok Hewan Uji
Tujuan : untuk melihat data kadar asam urat darah tikus normal atau tidak
Hipotesis :
Ho : Data kadar asam urat darah tikus terdistribusi normal
Ha : Data kadar asam urat darah tikus tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05 , maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05 , maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
hari_ke_0 hari_ke_6 hari_ke_9 hari_ke_12 hari_ke_15
N 30 30 30 30 30
Normal
Parametersa,b
Mean 3.8600 5.9800 3.9767 4.1000 3.6100
Std. Deviation 1.68433 2.45348 1.43879 1.49251 1.57422
Most
Extreme
Differences
Absolute .318 .127 .196 .236 .284
Positive .318 .127 .196 .236 .284
Negative -.179 -.124 -.160 -.125 -.154
Kolmogorov-Smirnov Z 1.742 .694 1.071 1.293 1.556
Asymp. Sig. (2-tailed) .005 .721 .202 .071 .016
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keputusan : kadar asam urat darah seluruh kelompok hewan uji terdistribusi
normal (p ≥ 0.05)
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Uji Homogenitas (Levene) Terhadap Kadar Asam Urat Darah
Kelompok Hewan Uji
Tujuan : Untuk melihat data kadar asam urat darah tikus homogen atau tidak
Hipotesis :
Ho : Data kadar asam urat darah tikus bervariasi homogen
Ha : Data kadar asam urat darah tikus tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05 , maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05 , maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
hari_ke_0 9.842 5 24 .000
hari_ke_6 2.798 5 24 .040
hari_ke_9 3.131 5 24 .026
hari_ke_12 3.056 5 24 .028
hari_ke_15 3.734 5 24 .012
Keputusan :
Data kadar asam urat darah hewan uji tidak bervariasi homogen sehingga
dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis, karena syarat untuk uji ANOVA belum
terpenuhi.
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Uji Kruskal Wallis
Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data hasil pengukuran
kadar asam urat darah hewan tikus
Hipotesis :
Ho : Data hasil pengukuran kadar asam urat darah hewan tikus tidak berbeda
secara bermakna
Ha : Data hasil pengukuran kadar asam urat darah hewan tikus berbeda secara
bermakna
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05 maka Ho diterima, berarti tidak berbeda
secara bermakna
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05 maka Ho ditolak, berarti berbeda secara
bermakna
Test Statisticsa,b
hari_ke_0 hari_ke_6 hari_ke_9 hari_ke_12 hari_ke_15
Chi-Square 6.263 10.717 10.649 16.179 19.317
Df 5 5 5 5 5
Asymp. Sig. .281 .057 .059 .006 .002
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: dosis
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Uji Mann Whitney U-Test
Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data hasil pengukuran
kadar asam urat darah hewan tikus perkelompok dosis dan perlakuan.
Hipotesis :
Ho : Data hasil pengukuran kadar asam urat darah hewan tikus tidak berbeda
secara bermakna
Ha : Data hasil pengukuran kadar asam urat darah hewan tikus berbeda secara
bermakna
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05 maka Ho diterima, berarti tidak berbeda
secara bermakna
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05 maka Ho ditolak, berarti berbeda secara
bermakna
Post Hoc hari ke 6
Normal - negatif
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 17.000
Z -2.193
Asymp. Sig. (2-tailed) .028
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .032b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal – banding
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 1.500
Wilcoxon W 16.500
Z -2.305
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .016b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal – dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 1.500
Wilcoxon W 16.500
Z -2.305
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .016b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 2.500
Wilcoxon W 17.500
Z -2.095
Asymp. Sig. (2-tailed) .036
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .032b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Normal – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 18.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – banding
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 23.000
Z -.940
Asymp. Sig. (2-tailed) .347
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 23.000
Z -.940
Asymp. Sig. (2-tailed) .347
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 20.000
Z -1.567
Asymp. Sig. (2-tailed) .117
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .151b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.104
Asymp. Sig. (2-tailed) .917
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Banding – dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 9.000
Wilcoxon W 24.000
Z -.736
Asymp. Sig. (2-tailed) .462
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .548b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Banding – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 10.500
Wilcoxon W 25.500
Z -.419
Asymp. Sig. (2-tailed) .675
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: dosis
Banding – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 6.500
Wilcoxon W 21.500
Z -1.257
Asymp. Sig. (2-tailed) .209
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .222b
a. Grouping Variable: dosis
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Not corrected for ties.
b. Not corrected for ties.
Dosis 50 mg/kgbb – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 8.500
Wilcoxon W 23.500
Z -.838
Asymp. Sig. (2-tailed) .402
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 50 mg/kgbb – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 10.000
Wilcoxon W 25.000
Z -.525
Asymp. Sig. (2-tailed) .599
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 100 mg/kgbb – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_6
Mann-Whitney U 8.500
Wilcoxon W 23.500
Z -.838
Asymp. Sig. (2-tailed) .402
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Hari ke 9
Normal – negatif
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.619
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal – banding
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 9.500
Wilcoxon W 24.500
Z -.631
Asymp. Sig. (2-tailed) .528
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .548b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal - dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.105
Normal – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 11.500
Wilcoxon W 26.500
Z -.213
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Asymp. Sig. (2-tailed) .916
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Asymp. Sig. (2-tailed) .831
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal – dosis 200 mg
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 10.500
Wilcoxon W 25.500
Z -.434
Asymp. Sig. (2-tailed) .664
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – banding
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 20.000
Z -1.567
Asymp. Sig. (2-tailed) .117
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .151b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.619
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.652
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Banding – dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 10.000
Wilcoxon W 25.000
Z -.525
Asymp. Sig. (2-tailed) .599
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Banding – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 10.000
Wilcoxon W 25.000
Z -.529
Asymp. Sig. (2-tailed) .597
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Banding – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 10.500
Wilcoxon W 25.500
Z -.437
Asymp. Sig. (2-tailed) .662
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 50 mg/kgbb – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.106
Asymp. Sig. (2-tailed) .915
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 50 mg/kgbb-dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 11.500
Wilcoxon W 26.500
Z -.218
Asymp. Sig. (2-tailed) .827
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 100 mg/kgbb-dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_9
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.112
Asymp. Sig. (2-tailed) .911
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Hari ke 12
Normal – negatif
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.627
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Normal – banding
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 19.000
Z -1.781
Asymp. Sig. (2-tailed) .075
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .095b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal - dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.108
Asymp. Sig. (2-tailed) .914
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 10.000
Wilcoxon W 25.000
Z -.530
Asymp. Sig. (2-tailed) .596
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal – dosis 200 mg
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 20.000
Z -1.638
Asymp. Sig. (2-tailed) .101
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .151b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – banding
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 19.000
Z -1.781
Asymp. Sig. (2-tailed) .075
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .095b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 3.500
Wilcoxon W 18.500
Z -1.897
Asymp. Sig. (2-tailed) .058
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.627
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.635
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Banding – dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 22.000
Z -1.152
Asymp. Sig. (2-tailed) .249
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Banding – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 19.000
Z -1.781
Asymp. Sig. (2-tailed) .075
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .095b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Banding – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.627
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 50 mg/kgbb – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 10.500
Wilcoxon W 25.500
Z -.426
Asymp. Sig. (2-tailed) .670
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 50 mg/kgbb-dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 21.000
Z -1.405
Asymp. Sig. (2-tailed) .160
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .222b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 100 mg/kgbb-dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_12
Mann-Whitney U 9.000
Wilcoxon W 24.000
Z -.745
Asymp. Sig. (2-tailed) .456
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .548b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Hari ke 15
Normal – negatif
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.660
Normal – banding
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U 9.500
Wilcoxon W 24.500
Z -.671
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Asymp. Sig. (2-tailed) .502
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .548b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal - dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U 11.000
Wilcoxon W 26.000
Z -.323
Asymp. Sig. (2-tailed) .746
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 21.000
Z -1.392
Asymp. Sig. (2-tailed) .164
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .222b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Normal – dosis 200 mg
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 16.000
Z -2.417
Asymp. Sig. (2-tailed) .016
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .016b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – banding
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.685
Asymp. Sig. (2-tailed) .007
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.660
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.660
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Negatif – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.660
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Banding – dosis 50 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.111
Asymp. Sig. (2-tailed) .911
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Banding – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U 4.500
Wilcoxon W 19.500
Z -1.730
Asymp. Sig. (2-tailed) .084
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] .095
b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Banding – dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.652
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] .008
b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 50 mg/kgbb – dosis 100 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 23.000
Z -.955
Asymp. Sig. (2-tailed) .340
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] .421
b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 50 mg/kgbb-dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U 4.500
Wilcoxon W 19.500
Z -1.687
Asymp. Sig. (2-tailed) .092
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] .095
b
a. Grouping Variable: dosis
b. Not corrected for ties.
Dosis 100 mg/kgbb-dosis 200 mg/kgbb
Test Statisticsa
hari_ke_15
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 20.000
Z -1.591
Asymp. Sig. (2-tailed) .112
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .151b
a. Grouping Variable: dosis