uji analgetik ekstrak etanolik daun sambilotorepository.usd.ac.id/17279/2/068114125_full.pdf ·...
TRANSCRIPT
UJI ANALGETIK EKSTRAK ETANOLIK DAUN SAMBILOTO
(Andrographis paniculata Nees) PADA MENCIT BETINA SWISS DENGAN
METODE RANGSANG KIMIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Febrina Henny Anggraeni
NIM : 068114125
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2 0 1 0
ii
UJI ANALGETIK EKSTRAK ETANOLIK DAUN SAMBILOTO
(Andrographis paniculata Nees) PADA MENCIT BETINA SWISS DENGAN
METODE RANGSANG KIMIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Febrina Henny Anggraeni
NIM : 068114125
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2 0 1 0
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
”Dan telah Kupenuhi dia dengan Roh
Allah, dengan keahlian dan pengertian
dan pengetahuan, dan segala macam
pekerjaan, untuk membuat berbagai
rancangan supaya dikerjakan dari
emas, perak dan tembaga”
Kejadian 31:3-4
karya ini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus yang telah memberikan kekuatan,
bimbingan, semangat, dan kemampuan kepadaku
dalam menyelesaikan skripsi
Papa, mama’ku tercinta dan kakak serta adikku untuk
kasih sayang dan motivasi yang diberikan
Almamaterku
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih
karunia dan anugerah-Nya yang senantiasa menjadi kekuatan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Uji Analgetik Ekstrak
Etanolik Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pada Mencit Betina
Swiss dengan Metode Rangsang Kimia” ini dipersiapkan dan disusun sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan strata satu Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini dapat selesai dengan baik atas doa dan dukungan dari berbagai
pihak yang telah banyak membantu penulis. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih atas segala dukungannya kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan hikmat, tuntunan, dan
pertolongan kepada penulis sehingga akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan sesuai dengan rencana-Nya.
2. Bapak Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
mengarahkan serta memberikan bimbingan, bantuan dan saran kepada
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji atas kesediaan
menguji serta saran-saran yang diberikan.
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, S.Si., M.Si. selaku dosen penguji atas
kesediaan menguji serta saran-saran yang diberikan dan selaku Kepala
Penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberi
vii
izin dalam penggunaan fasilitas Laboratorium Farmakologi demi
terselesaikannya skripsi ini.
5. Papa, mama, kakak dan adikku tersayang atas perhatian, dukungan dan
doa yang begitu besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Riri, Vivin dan Amel atas dukungan, doa dan bantuannya yang diberikan
kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Widdy (2005) dan Jimmy (Farmasi UGM) yang telah membantu
memberikan bimbingan, bantuan dan saran kepada penulis selama
menyelesaikan skripsi.
8. Laboran Laboratorium (Mas Kayat, Mas Parjiman, dan Mas Heru) yang
telah banyak membantu penyediaan sarana dan prasarana penelitian.
9. Mas Pandi (laboran bagian biologi farmasi UGM) yang telah banyak
membantu dalam pembuatan ekstrak.
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada
penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekeurangan yang
harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun terhadap skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca. Tuhan memberkati.
Yogyakarta, 19 Januari 2010
Penulis
viii
ix
INTISARI
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan salah satu tanamanyang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Kandungan terbesar pada daunsambiloto adalah lakton yang terdiri atas deoxy-andrographolide,andrographolide (zat pahit), neoandro-grapholide, 14-deoxy-11,12didehydroandrographolide, dan homoandrographolide, yang mempunyai aktifitasbiologis, di antaranya adalah efek analgetik. Penelitian ini bertujuan untukmenguji efek analgetik dan besarnya daya analgetik ekstrak etanol daun sambilotopada mencit betina.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni denganrancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakanmencit putih betina galur Swiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram. Mencitdibagi menjadi tujuh kelompok, yaitu kelompok I sebagai kontrol negatifmenggunakan Natrium karboksimetilselulose (CMC-Na) 0,5%, kelompok II-IVsebagai kontrol positif menggunakan suspensi parasetamol dalam natriumkarboksimetilselulose (CMC-Na) 0,5% dengan dosis 45,5 mg/kg BB, 91mg/kgBB, dan 182 mg/kgBB, kelompok V-VII sebagai kelompok perlakuanekstrak etanol daun sambiloto dengan dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52mg/kgBB. Bahan uji dan kontrol diberikan secara peroral. Setelah 15 menit,diberikan rangsang kimia asam asetat dengan dosis 100 mg/kgBB yang diberikansecara intraperitonial. Kemudian diamati geliat mencit tiap 5 menit selama 60menit. Jumlah geliat mencit di ubah ke dalam bentuk persentase penghambatangeliat. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan one-sampleKolmogorov-Smirnov tests, one-way Anova tests dan Post Hoc tests (Scheffe)dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil yang diperoleh persen penghambatan geliat pada parasetamol dosis
45,5; 91, 182 mg/kgBB berturut-turut adalah 60,68%; 85,67%; 92,14% dan
ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13, 26, 52 mg/kgBB berturut-turut adalah
65,73%; 82,58%, 89,61%.
Kata kunci : Andrographis paniculata, nyeri, analgetik
x
ABSTRACT
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) is one of plants that can beused as a traditional medicine. Its contains was lakton (deoxy-andrographolide,andrographolide, neoandro-grapholide, 14-deoxy-11,12didehydroandrographolide, dan homoandrographolide), which had analgesiceffect. The research had been done to prove the analgesic effect and analgesicpotency of ethanolic extract of sambiloto’s leaf.
The research was a pure experimental research with one way randomcomplete design. The test subjects were white female swiss mice, the age were 2-3months, and their weight were 20-30 g and separated on 7 groups. Group I as anegative control used natrium carboxymethylcellulose 0,5%. Group II-IV as apositive control used paracetamol suspension in natrium carboxymethylcellulose0,5% which doses were 45,5; 91; 182 mg/kgBB. Group V-VII as groups test usedethanolic extract of sambiloto’s leaf which doses were 13, 26, 52 mg/kgBB.Extract and control were given by oral injection. Fifteen minutes later, acetic acidwas given in mice by intraperitoneal administration, doses 100 mg/kgBB. Thewrithing responds are watched closely and booked every 5 minutes in 60 minutes.The accumulation numbers of the writhing responds are transferred into the formof resistance percentage of writhing protection. The data which is got from thecalculation, later, is analyzed statistically by Kolmogrov-Smirnov, One wayANOVA, and Pos Hoc test (Scheffe) with interval 95%.
By this experiments, percentage of writhing protection in paracetamol at45,5; 91; 182 mg/kgBB were 60,68%; 85,67%; 92,14% and ethanolic extract ofsambiloto’s leaf at 13, 26, 52 mg/kgBB were 65,73%; 82,58%, 89,61%.
Keywords : Andrographis paniculata, pain, analgesic
xi
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
PRAKARTA .................................................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... viii
INTISARI ......................................................................................................... ix
ABSTRACT ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xvi
BAB I. PENGANTAR ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
xii
1. Permasalahan ................................................................................. 3
2. Keaslian penelitian ......................................................................... 3
3. Manfaat penelitian ..........................................................................
B. Tujuan Penelitian ..........................................................................
4
5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ............................................................. 6
A. Tumbuhan Sambiloto ....................................................................... 6
B. Metode Penyarian ............................................................................. 8
C. Nyeri ................................................................................................. 10
D. Mediator-mediator Nyeri ................................................................... 12
E. Mekanisme Nyeri ............................................................................... 13
F. Analgesik ........................................................................................... 15
G. Parasetamol ....................................................................................... 17
H. Metode Pengujian Analgesik secara in vivo........................................ 21
I. Metode Pengujian Analgesik secara in vitro......................................
J. Landasan Teori ..................................................................................
25
27
K. Hipotesis ........................................................................................... 27
xiii
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................................... 28
B. Variabel penelitian dan Definisi Operasional .................................. 28
C. Bahan Penelitian ............................................................................... 30
D. Alat Penelitian ................................................................................. 31
E. Tata Cara Penelitian .......................................................................... 32
F. Analisis Hasil .................................................................................... 41
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 42
A. Determinasi Tumbuhan Sambiloto .................................................. 42
B. Uji Pendahuluan ............................................................................. 42
C. Efek dan Daya Analgetik Ekstrak Daun Sambiloto ....................... 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 55
A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran ………………………………………………………………
55
55
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 56
LAMPIRAN...................................................................................................... 58
BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 89
xiv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel I Jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis efektif
asam asetat …………………………………………………….... 44
Tabel II Jumlah kumulatif geliat dan persen penghambatan geliat pada
penetapan selang waktu pemberian parasetamol dan asam asetat 47
Tabel III Persen penghambatan geliat parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB,
91 mg/kgBB, dan 182 mg/kgBB, dan ekstrak daun sambiloto
dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB…………… 50
Tabel IV Hasil analisis persen penghambatan geliat parasetamol dosis
45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, dan 182 mg/kgBB, dan ekstrak
daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52
mg/kgBB…………………....................................................... 52
xv
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Struktur Andrografolid .................................................... 7
Gambar 2. Mediator nyeri ………………………….………………...... 12
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Struktur N-acetyl-p-aminophenol (parasetamol)……………
Diagram batang jumlah kumulatif geliat asam asetat dosis
50, 100 dan 150 mg/kgBB…………………………………..
Diagram batang persen penghambatan geliat parasetamol
dosis 91 mg/kgBB rentang waktu 5, 15, dan 30 menit……...
Diagram batang perbandingan kontrol negatif, parasetamol
dosis 45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, dan 182 mg/kgBB
dengan ekstrak daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB, 26
mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB …………………………..........
17
44
48
51
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Foto geliat mencit yang diberikan rangsang kimia ...................... 58
Lampiran 2. Foto ekstrak etanolik daun sambiloto ......................................... 58
Lampiran 3. Foto suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto ........................... 59
Lampiran 4. Foto suspensi parasetamol ........................................................ 59
Lampiran 5. Foto tumbuhan sambiloto ………………………………………... 60
Lampiran 6. Perhitungan dosis parasetamol dan pembuatan suspensi
parasetamol ............................................................................ 61
Lampiran 7. Perhitungan dosis dan pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun
sambiloto ………………………………………………………… 63
Lampiran 8. Data jumlah geliat pada penetapan dosis asam asetat …………… 65
Lampiran 9. Data jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam
asetat ……………………………………………………………... 67
Lampiran 10. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol
negatif (CMC-Na 0,5%) …………………………………………. 70
Lampiran 11. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol
positif dosis rendah (suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB).. 71
xvii
Lampiran 12. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol
positif dosis sedang (suspensi parasetamol dosis 91 mg/kgBB)…. 72
Lampiran 13. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol
positif dosis tinggi (suspensi parasetamol dosis 182 mg/kgBB)…. 73
Lampiran 14. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kelompok
perlakuan dosis rendah (suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 13
mg/kgBB) …………………………………………………….. 74
Lampiran 15 Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kelompok
perlakuan dosis sedang (suspense ekstrak daun sambiloto dosis
26 mg/kgBB) …………………………………………………….. 75
Lampiran 16. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kelompok
perlakuan dosis tinggi (suspense ekstrak daun sambiloto dosis 52
mg/kgBB) ………………………………………………………... 76
Lampiran 17. Data penetapan dosis asam asetat 1% 50 mg/kgBB, 100
mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB dengan one-sample Kolmogorov-
smirnov test………………………………………………………. 77
Lampiran 18. Data penetapan dosis asam asetat 1% 50 mg/kgBB, 100
mg/kgBB dan 150 mg/kgBB dengan one-way Anova tests dan
Post Hoc………………………………………………………….. 78
xviii
Lampiran 19. Data uji homogenitas penetapan dosis asam asetat 1% 50
mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 150 mg/kgBB…………………….. 79
Lampiran 20. Data uji selang waktu pemberian asam asetat dengan suspensi
parasetamol dengan one-sample Kolmogorov-Smirnov test……... 79
Lampiran 21. Data uji selang waktu pemberian asam asetat dengan suspensi
parasetamol dengan one-way Anova test dan Post Hoc………….. 80
Lampiran 22. Data uji homogenitas selang waktu pemberian asam asetat
dengan suspensi parasetamol ……………………………………. 81
Lampiran 23. Data uji persen penghambatan geliat kontrol negatif (CMC-Na
0,5%), suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB,
182 mg/kgBB, dan suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 13
mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB dengan one-sample
Kolmogorov-Smirnov test………………………………………. 81
Lampiran 24. Data uji % penghambatan geliat kontrol negatif (CMC-Na 0,5%),
suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, 182
mg/kgBB, dan suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 13
mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB dengan one-way
Anova dan Post Hoc……………………………………………… 82
xix
Lampiran 25. Data uji homogenitas % penghambatan geliat kontrol negatif
(CMC-Na 0,5%), suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB, 91
mg/kgBB, 182 mg/kgBB, dan suspensi ekstrak daun sambiloto
dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB……………... 85
Lampiran 26 Diagram batang perbandingan kontrol negatif, suspensi
parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, 182 mg/kgBB,
dan suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB, 26
mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB ……………………………...……… 86
Lampiran 27. Keterangan determinasi tumbuhan sambiloto …………………… 87
Lampiran 28. Keterangan mencit putih betina galur swiss……………………… 88
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Tumbuhan Sambiloto merupakan herba semusim, tumbuh tegak, tinggi
sekitar 50 cm dan rasanya sangat pahit. Tumbuhan ini, secara tradisonal
digunakan sebagai imunostimulan, antibiotik, analgetika-antipiretika,
antiinflamasi, hepatoprotektor, hipotensif, hipoglikemik, antiradang saluran
pernafasan, serta meredian jantung dan paru-paru.
Kandungan kimia yang terdapat pada herba sambiloto antara lain lakton,
tannin, saponin, dan flavonoid. Senyawa aktif dalam herba sambiloto yang paling
dominan adalah andrografolid (zat pahit). Andrografolid ini termasuk dalam jenis
lakton dan banyak terdapat pada bagian daun sambiloto. Andrografolid akan
memberikan berbagai macam khasiat, salah satunya adalah sebagai analgetik
(Mahendra, 2005).
Pemberian secara intraperitoneal pada mencit ekstrak air daun sambiloto
dosis sampai dengan 1200 mg/kg dan ekstrak etanol pada dosis 600 mg/kg tidak
menunjukkan efek analgetik (Sawasdimongkol et al., 1990 cit Kardono, Artanti,
Dewiyanti, dan Basuki, 2003).
Andrografolid dari Andrographis paniculata (30, 100, dan 300 mg/kg,
oral) telah terbukti memiliki khasiat analgetik, antipiretik dan antiulcerogenika.
Andrografolid tidak menunjukkan beberapa aktifitas analgetik pada uji lempeng
panas pada tikus, namun menunjukkan aktifitas analgetik yang signifikan pada uji
2
rangsang kimia yang diinduksi asam asetat pada mencit (Madav et al., 1995 cit
Kardono, Artanti, Dewiyanti, dan Basuki, 2003) .
Penelitian yang telah dilakukan oleh Maharani (2004) mengenai uji efek
analgetik infusa daun sambiloto (Andrographis paniculata, Nees) pada mencit
putih betina dengan metode lempeng panas diperoleh hasil bahwa aktivitas infusa
daun sambiloto dalam menghambat nyeri yang ditimbulkan oleh induksi panas
(lempeng panas) sangat lemah.
Menurut Budavari (1989), kelarutan andrografolid dalam air sangat
rendah. Andrografolid dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut alkohol
atau dengan larutan alkali. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena
sifatnya lebih selektif, dan tidak beracun. Kapang dan jamur akan sulit tumbuh
dalam etanol 20% ke atas sehingga sediaan ekstrak etanol relatif lebih tahan lama
dan banyak digunakan dalam skala industri. Bentuk sediaan ekstrak etanol juga
dipilih karena jumlah zat aktif yang terlarut lebih banyak sehingga diharapkan
efek farmakologis yang muncul akan lebih optimal (Anonim, 1986).
Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
rangsang kimia karena metode ini merupakan langkah pengujian awal untuk
mengetahui adanya efek analgetik pada suatu senyawa. Metode ini juga cukup
peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgetik yang mempunyai efek analgetik
lemah, sederhana, dan mudah dilakukan (Turner, 1965).
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis akan meneliti efek analgetik
ekstrak etanolik daun sambiloto pada mencit putih betina Swiss dengan metode
rangsang kimia.
3
1. Permasalahan
a. Apakah ekstrak etanolik daun sambiloto memiliki efek analgetik terhadap
mencit putih betina?
b. Seberapa besar persentase daya analgetik yang dimiliki ekstrak etanolik
daun sambiloto jika dibandingkan dengan parasetamol pada mencit putih
betina?
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai Uji Analgetik Ekstrak
Etanolik Daun Sambiloto (Andrographis paniculata, Nees.) pada Mencit Betina
Swiss dengan Metode Rangsang Kimia belum pernah dilakukan di wilayah
Universitas Sanata Dharma. Adapun penelitian-penelitian tentang tanaman
Sambiloto yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Efek Antibakteri Infus Herba Andrographis paniculata Nees (Sambiloto)
terhadap bakteri Salmonella thypimurium dan Staphylococcus aureus
(Oematan, 2000). Hasil penelitiannya adalah Infus Andrographis
paniculata Nees mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Salmonella
thypimurium dan Staphylococcus aureus dan aktifitas antibakteri akan
semakin meningkat dengan peningkatan konsentrasi larutan uji.
2. Toksisitas Akut Infus Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
pada Artermia salina Leach (Irawati, 2003). Hasil penelitiannya adalah
LC50 infus daun sambiloto adalah 2086 µg/ml sehingga dapat dikatakan
infus daun sambiloto tidak toksik karena LC50 > 1000 µg/ml.
4
3. Daya Hambat Ekstrak Etanol Herba Sambiloto (Andrographis paniculata
(Burm.f) Nees) terhadap Pertumbuhan Plasmodium berghei in vivo
(Indirawati, 2004). Hasil penelitiannya adalah Ekstrak etanol herba
sambiloto dosis terbesar dalam penelitian yaitu 700 mg/kgBB yang
diberikan peroral dapat menghambat pertumbuhan P. Berghei in vivo
sebesar 71,16%.
4. Uji Efek Analgetik Infusa Daun Sambiloto (Andrographis paniculata,
Nees.) pada Mencit Putih Betina dengan Metode Lempeng Panas
(Maharani, 2004). Hasil penelitiannya adalah
a. Aktivitas infusa daun sambiloto dalam menghambat nyeri yang
ditimbulkan oleh induksi panas (lempeng panas) sangat lemah.
b. Dosis infusa daun sambiloto yang diberikan untuk menekan rasa nyeri
secara sentral belum dapat memberikan efek secara maksimum.
c. Daun sambiloto hanya mempunyai khasiat sebagai analgetika perifer.
3. Manfaat penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini merupakan sumbangan informasi khususnya dibidang
kesehatan, tentang penggunaan tanaman obat sebagai analgetika.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dosis
efektif dari ekstrak etanolik daun sambiloto sebagai analgetika.
5
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui efek analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto terhadap
mencit betina.
2. Untuk mengetahui seberapa besar daya analgetik yang dimiliki ekstrak
etanolik daun sambiloto terhadap mencit betina.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Sambiloto
1. Keterangan botani
Sambiloto (Andrographis paniculata) termasuk familia Acanthaceae yang
memiliki nama daerah di antaranya :
Sumatera Barat : Ampadu tanah
Jawa Tengah : Sambiloto, ki pait, bidara, andiloto
Sunda : Ki oray
Madura : Pepaitan (Mahendra, 2005).
2. Morfologi tumbuhan
Sambiloto merupakan herba semusim, tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm
dan rasanya sangat pahit. Batang sambiloto berkayu, berpangkal bulat, berbentuk
segi empat saat muda dan bulat setelah tua, percabangan monopodial (banyak
cabang), dan berwarna hijau. Daun sambiloto tunggal, tersusun berhadapan,
berbentuk pedang (lanset), bertepi rata (integer), ujung dan pangkal daun tajam
atau runcing, permukaan daun halus, berwarna hijau. Bunga berukuran kecil,
biseksual, memiliki sepal (daun kelopak) berjumlah 5 buah, mempunyai bibir
yang terbelah dua, berwarna putih dengan setrip ungu, stamen (benangsari)
berjumlah dua buah, bunga kapsula berbentuk jorong (memanjang) dengan dua
ruang. Biji berbentuk gepeng (Mahendra, 2005).
7
3. Kandungan kimia
Kandungan kimia yang terdapat pada daun sambiloto adalah lakton yang
terdiri dari deoxy-andrographolide, 14-deoxy-11,12 didehydroandrographolide,
andrographolide (zat pahit), neoandrographolide, dan homoandrographolide.
Juga terdapat flavonoid, alkane, keton, dan aldehyde, selain mineral seperti
kalium, kalsium, natrium, dan asam kresik (Aliadi, 1996).
Komponen utama yang terdapat pada daun sambiloto yang sekaligus
memiliki efek analgetik adalah andrografolid. Andrografolid dapat diekstraksi
dengan etanol 95% (Anonim, 2004).
Andrografolid memiliki khasiat sebagai analgetik dengan meningkatkan
kadar β-endorfin. Β-endorfin merupakan neutransmitter yang berefek analgetik
atau pereda nyeri dan antipiretik. Betaendorfin merupakan suatu pereda nyeri
yang berasal dari tubuh, neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P (Potter dan Perry, 2005).
Struktur kimia andrografolid adalah
O
OHO
CH2
CH2OHH3C
CH3
HO
Gambar 1. Struktur Andrografolid
(Budavari, 1989).
8
4. Khasiat penggunaan
Tumbuhan sambiloto mempunyai rasa pahit, dingin, masuk meridian paru,
lambung, usus besar dan usus kecil. Mempunyai efek antibakteri, menghambat
reaksi imunitas, penghilang nyeri (analgetik), pereda demam (antipiretik),
menghilangkan panas dalam, penawar racun (Muhlisah, 2000).
B. Metode Penyarian
1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung (Anonim, 1979).
Ekstrak kental sambiloto adalah ekstrak yang dibuat dari tumbuhan
Andrographis paniculata Nees, suku Acanthaceae, mengandung andrografolid
tidak kurang dari 19,8% (Anonim, 2004).
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman dengan
tujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia dan
didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke
dalam pelarut (Anonim, 1995).
9
2. Pemilihan pelarut
Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dapat berupa air, eter, atau
campuran etanol dan air. Andrografolid dapat diekstraksi dengan etanol 95%,
sehingga dalam penelitian ini digunakan penyari etanol 95% (Anonim, 2004).
Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang/kuman
sulit tumbuh dalam etanol di atas 20%, tidak beracun, bersifat netral, dapat
bercampur dengan air, panas yang digunakan untuk pemekatan lebih sedikit
(Anonim, 1986).
3. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif
akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat di desak keluar sel.
Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentasi antara
larutan diluar sel dan didalam sel (Anonim, 1986).
Maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung zat aktif
yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah
mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-
lain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah pengerjaan dan peralatan
yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Anonim, 1986).
10
C. Nyeri
Menurut Suroto dan Purwanto (2004), rasa nyeri merupakan pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik
aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan
tersebut. Ambang toleransi nyeri pada setiap orang berbeda-beda. Ambang nyeri
merupakan tingkat (level) yang mana nyeri di rasakan untuk pertama kalinya atau
intensitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Nyeri merupakan gejala paling umum pada pemeriksaan klinis, karena
nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang penting yang berfungsi
melindungi tubuh. Kemampuan merasakan nyeri disebut juga nosiseptif,
membantu individu untuk menghindari situasi yang berbahaya dan merusak di
lingkungan sekitar (Baumann, 2005).
Rasa nyeri dapat di bagi menjadi dua rasa nyeri utama, yaitu rasa nyeri
cepat dan rasa nyeri lambat. Bila di berikan stimulus nyeri, maka rasa nyeri cepat
timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik, sedangkan rasa nyeri lambat timbul
setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara perlahan bertambah selama
beberapa detik dan kadangkala bahkan beberapa menit. Rasa nyeri cepat juga di
gambarkan dengan banyak nama pengganti, seperti rasa nyeri tajam, rasa nyeri
tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa nyeri elektrik. Jenis rasa nyeri ini akan terasa
bila sebuah jarum di tusukkan ke dalam kulit, bila kulit tersayat pisau, atau bila
kulit terbakar secara akut. Rasa nyeri ini juga akan terasa bila subyek mendapat
11
syok elektrik. Rasa nyeri cepat, nyeri tajam tak akan terasa di sebagian besar
jaringan dalam dari tubuh (Guyton dan Hall, 1996).
Rasa nyeri dapat dirasakan melalui berbagai jenis rangsangan, yaitu
rangsang nyeri mekanis, nyeri suhu, dan nyeri kimiawi yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan. Beberapa zat kimia yang merangsang jenis nyeri kimiawi
meliputi bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, dan asetilkolin. Selain
itu, prostaglandin dan substansi P meningkatkan sensitivitas ujung-ujung serabut
nyeri tetapi tidak secara langsung merangsangnya. Serabut saraf aferen tak
bermielin mengandung beberapa neuropeptida terutama substansi P dan
Calcitonin gene-related peptide (CGRP). Zat-zat ini dilepaskan sebagai mediator
dipusat dan diperifer dan berperan penting dalam mekanisme nyeri (Guyton dan
Hall, 1996).
12
D. Mediator –mediator Nyeri
Stimulus
Kerusakan jaringan
Pembebasan : pembentukan :
H+ (pH<6) kinin (mis : bradikinin)
K+ ( >20 mmol/L) prostaglandin
Asetilkolin
Serotonin sensitibilitas reseptor
Histamin
Nyeri pertama nyeri lama
Gambar 2. Mediator nyeri (Mutschler, 1986)
13
E. Mekanisme Nyeri
Menurut Mutschler (1986), nyeri timbul bila rangsang mekanik, termal,
kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri)
sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan akan
menimbulkan aktivasi reseptor nyeri (nosiseptor).
Nyeri nosiseptif terbagi dalam 4 proses, yaitu :
1. Stimulasi
Rangsangan (mekanik, panas, kimia) dari luar tubuh akan merangsang
reseptor tertentu dalam tubuh yang dikenal sebagai nosiseptor yang terdapat
pada struktur somatik dan visceral. Rangsangan tersebut mensentisi nosiseptor
sehingga menyebabkan pelepasan mediator-mediator kimia seperti bradikinin,
K+, prostaglandin, histamin, leukotrien, serotonin dan substansi P (substansi
peptide) yang juga mensentisisasi nosiseptor. Aktivitas ini digunakan untuk
menghasilkan potensial aksi yang akan ditransmisikan sepanjang serabut saraf
menuju serabut saraf spinal.
2. Transmisi
Proses transmisi nosiseptif berlangsung melewati serabut Aδ dan C.
Rangsangan yang melewati serabut saraf Aδ (diameternya besar, mempunyai
myelin) biasanya tajam, lokasi nyerinya jelas sedangkan yang melewati
serabut saraf C (diameter kecil, tidak mempunyai myelin) biasanya bersifat
tumpul, rasa sakit yang menyebar, dan biasanya tidak terlokalisasi dengan
baik. Rangsangan nyeri ini kemudian disampaikan melalui banyak lapisan dari
14
serabut saraf spinal pada sumsum tulang belakang dengan pelepasan
bermacam-macam neurotransmitter termasuk glutamat, substansi P, dan gen
kalsitonin terikat peptida (CGRP). Transmisi ini berlangsung lebih kurang 5
jalur : traktus spinothalamic, traktus spinoretikular, traktus spinomesenphallic,
jalur kolom dorsal spinomedula postsinaptik, system propiospinal
multisinaptik menaik.
3. Persepsi
Ketika transmisi nyeri berjalan dengan baik, seseorang akan merasakan
nyeri secara sadar. Timbulnya nyeri berasal dari aktivitas akhiran saraf
tertentu yang menghasilkan respon terhadap rangsang yang kuat.
Perangsangan ini menimbulkan impuls saraf yang berjalan sepanjang saraf
sensorik dan mencapai medula spinalis, lalu dikirim ke korteks serebral di
hipotalamus. Serat saraf rasa sakit mengadakan sinaps dengan neuron-neuron
lain di sumsum tulang belakang naik keatas melalui tractus spinothalamicus.
Aktivasi nosiseptor dimungkinkan karena pada setiap kerusakan jaringan,
akan dihasilkan zat meditor seperti prostaglandin, bradikinin, leukotrien,
histamin, dan serotonin yang kemudian akan menghasilkan sensitisasi
reseptor.
4. Modulasi
Merupakan proses penanganan alami tubuh terhadap rangsang nosiseptif.
Proses ini melibatkan sistem opiat endogen, terdiri dari neurotransmitter
(contohnya enkefalin, dinorfin, dan beta endorfin ) dan reseptornya (antara
lain mu, kappa, dan delta) yang ditemukan di system saraf pusat. Proses
15
modulasi alami yang dilakukan tubuh terhadap nyeri dilakukan oleh opiat
endogen yang terikat reseptornya yang mennghambat transmisi nyeri. Proses
modulasi ini dapat dihambat oleh tipe reseptor lain, yaitu reseptor N-metil-D-
Aspartat (NMDA) yang berada di dorsal horn dapat menurunkan tanggapan
reseptor mu terhadap agonisnya. Sistem saraf pusat juga mempunyai suatu
sistem menurun yang terorganisasi untuk mengontrol transmisi nyeri,
neurotransmitter yang penting dalam proses ini antara lain opiat endogen,
serotonin, norepinefrin, asam γ-aminobupirat (GABA) dan neurotensin
(Baumann, 2005).
F. Analgesik
Analgesik adalah obat atau senyawa yang dalam dosis terapetik dapat
meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anestesi umum
(Anonim, 1991). Menurut Tjay dan Rahardja (2002), atas dasar kerja
farmakologisnya, analgesik di bagi dalam dua kelompok besar, yaitu analgesik
perifer (non narkotik) dan analgesik narkotik. Untuk analgesik non narkotik,
terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral,
sedangkan untuk analgesik narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa
nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat di lawan dengan beberapa
cara, yaitu dengan :
1. Analgesik perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor
nyeri perifer
16
2. Anestetik lokal, yang merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris
3. Analgesik sentral (narkotik), yang memblokir pusat nyeri di SSP dengan
anestesi umum
4. Antidepresiva trisiklis, yang di gunakan pada nyeri kanker dan saraf,
mekanisme kerjanya belum di ketahui, misal amitriptilin
5. Antiepileptika, yang meningkatkan jumah neurotransmitter di ruang sinaps
pada nyeri, misal pregabalin, karnamazepin, okskarbazepin, fenitoin,valproat
(Tjay dan Rahardja, 2002).
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol,
asetosal, mefenaminat, propifenazon atau aminofenazon, begitu pula rasa nyeri
dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat di tambahkan kofein atau kodein. Nyeri
yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfin atau opiat lainnya. Secara kimiawi,
analgetik perifer dapat di bagi menjadi beberapa kelompok, yakni:
1. Parasetamol
2. Salisilat : asetosal, salisilamida dan benorilat
3. Penghambat biosintesis prostaglandin (NSAIDs) : ibuprofen
4. Derivat antranilat : mefenaminat, glafenin
5. Derivat pirazolinon : propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizol
6. Lainnya : benzidamin (Tjay dan Rahardja, 2002).
17
G. Parasetamol
1. Definisi
Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik yang lama dan telah digunakan. Efek antipiretik ditimbulkan oleh
gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia dikenal dengan nama
parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Laporan kerusakan fatal hati akibat
overdosis akut perlu di perhatikan. Parasetamol hampir tidak memiliki efek
antiinflamasi (Wilmana, 2005).
Parasetamol merupakan serbuk hablur yang berwarna putih, tidak berbau,
dan rasanya pahit, larut dalam air mendidih, NaOH, dan mudah larut dalam
etanol. Parasetamol memiliki khasiat sebagai analgetikum dan antipiretikum.
Bobot molekul parasetamol adalah 151,16 dengan rumus molekul C8H9NO2
(Anonim, 1979).
Menurut Katzung (2002), struktur parasetamol adalah seperti gambar di
bawah ini :
HO N
H
C
O
CH3
Gambar 3. Struktur N-acetyl-p-aminophenol (parasetamol)
18
2. Farmakodinamik
Efek analgetik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang, selain itu juga dapat menurunkan
suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral. Efek
antiinflamasinya sangat lemah, sehingga parasetamol tidak digunakan sebagai
antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang
lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini,
demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana,
2005).
3. Farmakokinetik
Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh
plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma,
25% parasetamol terikat protein plasma. Kedua obat ini dimetabolisme oleh enzim
mikrosom hati. Sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat
dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat
mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal,
sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
konjugasi (Wilmana, 2005).
19
4. Indikasi
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgetik dan antipiretik,
telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgetik, parasetamol
sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan
nefropati analgetik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih
besar tidak menolong. Penggunaannya untuk meredakan demam tidak seluas
penggunaannya sebagai analgetik (Wilmana, 2005).
5. Sediaan
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau
sirup yang mengandung 120 mg/5ml. Selain itu parasetamol terdapat sebagai
sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis parasetamol
untuk dewasa 300mg -1 g perkali, dengan maksimum 4 g perhari; untuk anak 6-12
tahun : 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2 g/hari. Untuk anak 1-6 tahun :
60-120 mg/kali dan bayi dibawah 1 tahun : 60 mg/kali; pada keduanya diberikan
maksimum 6 kali sehari (Wilmana, 2005).
6. Toksisitas akut
Akibat dosis toksik yang paling serius adalah nekrosis hati. Nekrosis
tubuli renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Gejala pada hari
pertama keracunan akut parasetamol belum mencerminkan bahaya yang
mengancam. Anoreksia, mual dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24 jam
pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar
20
dapat terjadi pada hari kedua, dengan gejala peningkatan aktivitas serum
transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan
masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap
normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma, dan kematian.
Kerusakan hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan (Wilmana, 2005).
Masa paruh parasetamol pada hari pertama keracunan merupakan petunjuk
beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan petunjuk akan terjadi
nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 12 jam meramalkan akan terjadinya koma
hepatik. Penentuan kadar parasetamol sesaat kurang peka untuk meramalkan
terjadinya kerusakan hati. Kerusakan ini tidak hanya disebabkan oleh parasetamol,
tetapi juga oleh radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif yang berikatan secara
kovalen dengan makromolekul vital sel hati. Karena itu hepatotoksisitas
parasetamol meningkat pada penderita yang juga mendapat barbiturat,
antikonvulsi lain atau pada alkoholik yang kronis. Kerusakan yang timbul berupa
nekrosis sentrilobularis. Keracunan akut ini biasanya diobati secara simtomatik
dan suportif, tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya dapat bermanfaat,
yaitu dengan memperbaiki adangan glutation hati. N-asetilsistein cukup efektif
bila diberikan peroral 24 jam setelah minum dosis toksik parasetamol (Wilmana,
2005).
21
H. Metode Pengujian Analgetik secara in vivo
Berdasarkan jenis analgetik, Turner (1965) membagi metode pengujian
menjadi dua, yaitu:
1. Golongan analgetik non narkotik
a. Metode induksi kimia
Pada metode ini, rangsang kimia yang digunakan berupa zat kimia
yang diberikan secara intraperitonial pada mencit yang sebelumnya
telah diberikan senyawa uji secara oral pada selang waktu tertentu.
Beberapa zat kimia yang biasa digunakan antara lain asam asetat dan
fenilkuinon. Respon nyeri pada mencit adalah geliat berupa kontraksi
perut disertai tarikan kedua kaki belakang dan perut menempel pada
lantai. Metode rangsang kimia digunakan sebagai metode pengujian
efek analgetik karena metode ini sederhana, mudah dilakukan, dan
cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa yang memiliki daya
analgetik lemah. Pemberian analgesik akan mengurangi rasa nyeri
sehingga jumlah geliat dalam jangka waktu tertentu akan berkurang.
Daya analgetik dapat di evaluasi menggunakan persen penghambatan
geliat menggunakan persamaan menurut Hendersoth dan Forsaith.
% pengambatan geliat = 100 - [(P/K) x 100]
22
Keterangan :
P : jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian obat yangtelah diuji
K : jumlah rata-rata geliat hewan uji kelompok kontrol
b. Metode pedolorimeter
Mencit yang telah diberikan senyawa uji, ditempatkan pada tempat
yang sudah berarus listrik dengan tegangan 20 volt. Respon mencit
yang ditimbulkan berupa suara mencicit. Senyawa uji yang
mempunyai daya analgetik dapat menaikkan tegangan untuk dapat
menimbulkan teriakan mencit.
c. Metode rektodolometer
Hewan uji tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus
dengan menggunakan alas tembaga yang dihubungkan dengan sebuah
gulungan yang berfungsi sebagai penginduksi. Ujung lain dari
gulungan tersebut di hubungkan dengan silinder elektroda tembaga.
Pada gulungan bagian atas terdapat suatu konduktor yang dihubungkan
dengan suatu voltmeter yang sensitif untuk dapat mengubah 0,1 volt.
Respon berupa suara teriakan tikus dapat ditimbulkan dengan
pemberian tegangan sebesar 1 sampai 2 volt.
23
2. Golongan analgetik narkotik
a. Metode jepitan ekor
Mencit yang sudah diberi senyawa uji dengan dosis tertentu secara sub
kutan atau intravena 30 menit sebelumnya pada jepitan arteri yang di
lapisi karet tipis selama 30 detik. Mencit yang tidak diberi analgetik
akan berusaha terus untuk melepaskan diri dari kekangan tersebut.
Metode ini lebih baik daripada metode rangsang panas, karena
rangsang yang diberikan tidak bersifat merusak (pada hot plate panas
yang diberikan bersifat merusak).
b. Metode rangsang panas
Pada pengujian dengan metode ini digunakan alat berupa sebuah
lempeng panas (hot plate) yang bersuhu antara 50ºC sampai 55ºC,
dilengkapi dengan penangas yang berisi campuran sebanding antara
aseton dan etil formiat dengan perbandingan 1 : 1. Hewan uji yang tela
diberi larutan uji secara subkutan atau peroral di letakkan pada hot
plate, kemudian diamati reaksinya ketika hewan uji mulai menjilat
kaki belakang dan kemudian melompat.
c. Metode pengukuran tekanan
Alat yang digunakan pada metode ini menggunakan dua buah syringe
yang dihubungkan pada kedua ujungnya, bersifat elastis, fleksibel,
serta terdapat pipa plastik yang diisi dengan cairan. Sisi dari pipa
24
dihubungkan dengan monometer. Syringe yang pertama diletakkan
dengan posisi vertikal dengan ujungnya menghadap ke atas. Ekor tikus
diletakkan di bawah penghisap syringe, ketika tekanan diberikan pada
syringe kedua, maka tekanan akan terhubung pada sistem hidrolik pada
syringe yang pertama lalu pada ekor tikus. Tekanan yang sama pada
syringe kedua akan meningkatkan tekanan pada ekor ikus, sehingga
akan menimbulkan respon dan akan terbaca pada manometer. Respon
tikus yang pertama adalah meronta-ronta kemudian akan
mengeluarkan suara (mencicit) sebagai tanda kesakitan.
d. Metode potensi petidin
Metode ini kurang baik karena dibutuhkan hewan uji yang cukup
banyak, tiap kelompok terdiri dai tikus sebanyak 20 ekor, setengah
kelompok dibagi menjadi 3 bagian yang diberi petidin dengan dosis 2,
4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok lainnya diberi senyawa uji dengan
dosis 20% dari LD50. Persen daya analgetik di hitung dengan metode
rangsang panas.
e. Metode antagonis nalorfin
Metode ini dilakukan dengan cara memberikan seywa uji dengan dosis
toksik dan diikuti pemberian nalorpin dengan dosis 0,5-19,0 mg/kg BB
secara intravena pada hewan uji berupa mencit, tikus, atau anjing.
Segera setelah itu efek puncak dapat diamati. Nalorpin dapat
menggantikan ikatan morfin dengan reseptornya sehingga meniadakan
25
efek analgetik morfin dan obat analgetik lain yang mempunyai
mekanisme kerja yang sama.
f. Metode kejang oksitosin
Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari
posterior, yang dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga
menimbulkan kejang pada tikus. Responnya berupa kontraksi
abdominal, sehingga menarik pinggang dan kaki belakang. Penurunan
jumlah kejang diamati dan ED50 dapat diperkirakan.
g. Metode pencelupan pada air panas
Metode ini dilakukan dengan cara mencelupkan ekor mencit pada air
temperatur 58ºC, dimulai 15 menit setelah diinjeksikan substansi yang
diuji secara intraperitonial. Pencelupan diulang setiap 30 menit.
Respon mencit terlihat pada sentakan ekornya untuk menghindari air
panas.
I. Metode Pengujian Analgetik secara in vitro
Prinsip metode pengujian analgetik secara in vitro yaitu penggantian
ikatan antara reseptor dengan antagonis 3H-Naloxon dengan zat X dimana apabila
ditambah zat X yang belum diketahui potensi analgetiknya dan zat X menduduki
reseptor dengan sangat kuat maka terjadi pelepasan 3H-Naloxon. Jumlah 3H-
Naloxon yang dilepaskan inilah yang menjadi gagasan utama dalam pengujian
analgetik secara in vitro (Vogel, 2002).
26
Berdasarkan profil farmakologi opiat, terdapat beberapa tipe reseptor yang
telah diidentifikasi meliputi reseptor µ, δ, σ, dan k. Untuk reseptor µ, subtipe µ1
dan µ2 telah dideskripsikan. Daya tahan terhadap rasa sakit disebabkan
pengaktifan reseptor-reseptor µ (secara luas pada bagian supra-spinal) dan
reseptor-reseptor k (secara prinsip dengan spinal cord); reseptor-reseptor δ juga
mungkin dilibatkan dalam tingkat spinal dan supraspinal. Konsekuensi-
konsekuensi lain akibat pengaktifan reseptor µ meliputi depresi saluran
pernafasan, miosis, penurunan motilitas gastrointestinal, dan euforia. Reseptor-
reseptor µ1 mampu sebagai perantara aksi analgetik supraspinal dan reseptor-
reseptor µ2 mampu sebagai perantara terjadinya depresi pernafasan dan supresi
motilitas gastrointestinal. Reseptor µ ini juga berpengaruh terhadap kecepatan
pompa jantung (Vogel, 2002).
Berbagai macam reseptor opioid telah diisolasi dari jaringan dimana
neurotransmisi sensitif akibat penghambatan oleh antagonis opioid. Potensi relatif
dari antagonis opioid ditetapkan berdasarkan kemampuannya untuk menghambat
kontraksi yang dibangkitkan dengan adanya listrik pada jaringan terisolasi dari
lima macam spesies yang berbeda yang meliputi kontraksi vas deferens pada tikus
yang dihambat dengan agonis µ, δ, σ, dan k; kontraksi otot myenteric
plexuslongitudinal pada babi yang dihambat dengan agonis µ dan k; kontraksi vas
deferens kelinci dihambat dengan agonis k; dan kontraksi vas deferens hamster
dihambat dengan agonis δ (Vogel, 2002).
27
J. Landasan Teori
Menurut Guyton dan Hall (1996), rasa nyeri merupakan mekanisme
pertahanan tubuh, yang timbul bila ada jaringan rusak, dan akan menyebabkan
individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri.
Tumbuhan sambiloto mempunyai efek sebagai antibakteri, menghambat
reaksi imunitas, penghilang nyeri (analgetik), pereda demam (antipiretik),
menghilangkan panas dalam, penawar racun. Komponen utama yang terdapat
pada daun sambiloto sekaligus memiliki efek analgetik adalah andrografolid.
Andrografolid memiliki khasiat sebagai analgetik dengan meningkatkan kadar β-
endorfin. β-endorfin merupakan neutransmitter yang berefek analgetik atau pereda
nyeri dan antipiretik. β-endorfin merupakan suatu pereda nyeri yang berasal dari
tubuh, neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat
pelepasan substansi P.
Metode pengujian efek analgetik ekstrak daun sambiloto digunakan
metode rangsang kimia. Metode rangsang kimia merupakan langkah pengujian
awal untuk mengetahui adanya efek analgetik pada suatu senyawa. Metode ini
juga cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgetik yang mempunyai
efek analgetik lemah, sederhana, dan mudah dilakukan.
K. Hipotesis
Ekstrak etanolik daun sambiloto memiliki efek analgetik pada mencit
putih betina yang diinduksi rangsang kimia.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental murni dengan
menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Jenis penelitian eksperimental
murni dimana hewan uji (mencit) diberi perlakuan. Acak berarti pengelompokkan
mencit dilakukan secara random dan mempunyai kesempatan yang sama untuk
diambil sebagai sampel. Lengkap berarti ada dua kelompok uji dalam penelitian
ini yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang tiap-tiap kelompoknya
memiliki jumlah mencit yang sama dan perlakuan yang sama. Pola satu arah
berarti penelitian ini hanya meneliti satu variabel bebas saja yaitu variasi dosis
ekstrak etanolik daun sambiloto terhadap variabel tergantungnya yaitu daya
analgetik pada mencit yang berupa persen penghambatan geliat.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
Variabel yang ada dalam penelitian ini, antara lain :
a. Variabel utama :
1) Variabel bebas : variasi dosis ekstrak etanolik daun
sambiloto, yaitu sejumlah milligram ekstrak etanolik daun
sambiloto per kilogram berat badan yang disuspensikan kedalam
larutan CMC-Na 0,5% dan diberikan secara peroral.
29
2) Variabel tergantung : daya analgetik, yaitu angka dalam persen
yang menunjukkan seberapa besar suatu zat tertentu dalam
menimbulkan efek analgetik sehingga mampu menghambat respon
geliat.
b. Variabel terkendali :
1. Galur mencit betina yang merupakan subyek uji dari galur Swiss.
2. Umur mencit yang diuji adalah 2-3 bulan.
3. Berat badan mencit yang diuji adalah 20-30 g.
4. Asal daun sambiloto, yaitu berasal dari Green House Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Definisi operasional
a. Efek analgetik adalah kemampuan suatu zat untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri dengan/tanpa menghilangkan kesadaran.
b. Ekstrak kental daun sambiloto adalah sediaan kental dibuat dengan
menyari simplisia daun sambiloto.
c. Metode rangsang kimia adalah metode yang digunakan untuk
mengukur efek analgetik zat uji terhadap subyek uji dengan cara
memberi rangsang nyeri dengan pemberian asam asetat dan digunakan
untuk pengujian senyawa-senyawa yang memiliki daya analgetik
lemah.
30
d. Daya analgetik adalah angka dalam persen yang menunjukkan
seberapa besar suatu zat tertentu dalam menimbulkan efek analgetik
sehingga mampu menghambat respon geliat.
e. Respon nyeri pada mencit adalah geliat berupa kontraksi perut disertai
tarikan kedua kaki belakang dan perut menempel pada lantai.
C. Bahan Penelitian
1. Subyek uji
Subyek uji yang digunakan adalah mencit putih betina galur swiss dengan
berat badan 20-30 g dan umur 2-3 bulan yang diperoleh dari LPPT UGM.
2. Serbuk daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) yang telah
dideterminasi dan diperoleh dari Laboratorium Biologi Farmasi
Universitas Gadjah Mada yang kemudian diekstraksi dengan etanol 95%.
3. Bahan-bahan kimia
a. Parasetamol (Chemika, Brataco)
b. CMC-Na
c. Asam asetat glasial
d. Aquadest
seluruh bahan yang digunakan diperoleh dari laboratorium Farmakologi-
Toksikologi Universitas Sanata Dharma.
31
D. Alat Penelitian
1. Alat ekstraksi
Alat yang digunakan untuk ekstraksi berupa seperangkat alat gelas, yaitu
Beaker glass, labu ukur, cawan porselen, batang pengaduk; bejana kaca;
corong, kertas saring, waterbath.
2. Alat uji geliat
a. Timbangan analitik (Mettler Toledo AB204)
b. Timbangan mencit (Mettler PM 4600 DeltaRange®)
c. Spuit injeksi i.p. (Terumo)
d. Spuit injeksi oral (Terumo)
e. Alat-alat gelas (Pyrex)
f. Stopwatch (Alba)
g. Counter (Hand Tally Counter SJ504 HOPE)
32
E. Tata Cara Penelitian
1. Penentuan metode uji
Dalam penelitian ini digunakan metode uji rangsang kimia, karena metode
ini merupakan langkah pengujian awal untuk mengetahui adanya efek
analgetik pada suatu senyawa. Metode ini juga cukup peka untuk
pengujian senyawa-senyawa analgetik yang mempunyai efek analgetik
lemah, sederhana, dan mudah dilakukan (Turner, 1965).
2. Pembuatan sediaan uji
a. Pembuatan serbuk daun sambiloto
Pembuatan serbuk daun sambiloto diawali dengan pemilihan daun
sambiloto. Daun sambiloto yang dipilih adalah daun yang masih segar,
tidak terlalu muda karena kandungan kimia belum sempurna, juga
tidak terlalu tua karena kandungan kimia sudah berkurang, kemudian
daun sambiloto (berat basah) yang telah dipisahkan dari pengotornya
dicuci dengan air mengalir, setelah itu dilakukan proses pengeringan
untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga lebih
tahan lama. Tujuan dari proses pengeringan ini adalah untuk
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik sehingga
dapat mencegah penurunan mutu dan kerusakan simplisia.
Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari dengan ditutupi kain
hitam untuk mencegah kerusakan zat aktif yang tidak tahan terhadap
33
sinar matahari. Kemudian simplisia kering diserbuk, tujuan dari
penyerbukan adalah untuk memperluas permukaan kontak antara
simplisia dengan penyarinya sehingga zat aktif di dalam simplisia daun
sambiloto lebih mudah diekstraksi.
b. Pembuatan ekstrak etanolik daun sambiloto
Pembuatan ekstrak daun sambiloto dilakukan dengan maserasi.
Metode ini dipilih karena zat aktif dalam simplisia mudah larut dalam
cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan lain-lain.
Perbandingan sampel dengan pelarutnya adalah 1:10 b/v. Pelarut yang
digunakan adalah etanol 95% yang bersifat semipolar sehingga mampu
menyari sebagian besar kandungan kimia dari simplisia. Pembuatan
ekstrak dimulai dengan 200 g serbuk daun sambiloto direndam dalam
etanol 95% sebanyak 2 liter, sampai lima hari sambil sekali-kali
diaduk, kemudian maserat dipisahkan dengan cara disaring
menggunakan kertas saring dan didapatkan ekstrak cair, lalu ekstrak
cair diuapkan di waterbath sampai pelarut ekstrak menguap dan
didapatkan ekstrak kental. Ekstrak yang didapat dari hasil maserasi
daun sambiloto, berwarna hijau tua kecoklatan, berbau khas, bentuk
kental dan rasa pahit (Anonim, 2004).
Rendemen = (bobot ekstrak kental/ total berat simplisia awal) x 100%
= (16,47 gram/ 200 gram) x 100%
= 8,23 %
34
c. Pembuatan suspensi CMC-Na 0,5 %
CMC-Na 500 g ditaburkan di atas air panas sedikit demi sedikit sambil
diaduk, setelah kental dimasukkan dalam labu ukur dan ditambahkan
aquadest hingga 100,0 ml.
d. Pembuatan larutan asam asetat 1% dosis 100 mg/kgBB
Asam asetat glasial proanalisis 1 ml dimasukkan dalam labu ukur 100
ml, kemudian ditambahkan aquadest.
e. Pembuatan suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB dalam CMC-Na
0,5%
Perhitungan konsentrasi suspensi parasetamol dengan volume
pemberian 0,5 ml/20 g BB mencit adalah sebagai berikut :
Konsentrasi suspensi parasetamol 45,5 mg/kgBB = 0,91 mg/20 gBB
= 0,91 mg/0,5 ml
= 1,82 mg/ml
Parasetamol 0,091 g, disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml, dan ditambahkan CMC-Na
sampai batas.
35
f. Pembuatan suspensi parasetamol dosis 91 mg/kgBB dalam CMC-Na
0,5%
Konsentrasi suspensi parasetamol 91 mg/kgBB = 1,82 mg/20 gBB
= 1,82 mg/0,5 ml
= 3,64 mg/ml
Parasetamol 0,182 g, disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml, dan ditambahkan CMC-Na
sampai batas.
g. Pembuatan suspensi parasetamol dosis 182 mg/kgBB dalam CMC-Na
0,5%
Konsentrasi suspensi parasetamol 182 mg/kgBB= 3,64 mg/20 gBB
= 3,64 mg/0,5 ml
= 7,28 mg/ml
Parasetamol 0,364 g, disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml, dan ditambahkan CMC-Na
sampai batas.
36
h. Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13
mg/kgBB dalam CMC-Na 0,5%
Konsentrasi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB
= 0,26 mg/20 gBB
= 0,26 mg/0,5 ml
= 0,52 mg/ml
Ekstrak kental 0,026 g disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml dan ditambahkan CMC-Na
sampai batas.
i. Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 26
mg/kgBB dalam CMC-Na 0,5%
Konsentrasi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 26 mg/kgBB
= 0,52 mg/20 gBB
= 0,52 mg/0,5 ml
= 1,04 mg/ml
Ekstrak kental 0,052 g disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml dan ditambahkan CMC-Na
sampai batas.
37
j. Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52mg/kgBB
dalam CMC-Na 0,5%
Konsentrasi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB
= 1,04 mg/20 gBB
= 1,04 mg/0,5 ml
= 2,08 mg/ml
Ekstrak kental 0,104 g disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml dan ditambahkan CMC-Na
sampai batas.
3. Uji pendahuluan
a. Pemilihan hewan uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit betina galur Swiss, berat
badan 20-30 g, umur 2-3 bulan. Semua hewan uji dipelihara dengan
kondisi perlakuan yang sama meliputi: makanan, minuman, kandang,
dan alasnya. Sebelum digunakan dalam percobaan, semua hewan uji
diadaptasikan terlebih dahulu dengan kondisi yang sama selama 2
minggu dan dipuasakan ±24 jam sebelum digunakan dalam perlakuan.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi variasi akibat adanya makanan.
38
b. Penetapan kriteria geliat
Respon yang diamati dalam uji analgetik ini berupa geliat. Kriteria
geliat perlu ditetapkan untuk mendapatkan geliat yang hampir sama.
Kriteria geliat yang ditetapkan adalah apabila mencit menarik kedua
kaki belakang sehingga permukaan perut menempel pada alas (kotak
kaca pengamatan). Respon geliat yang timbul merupakan akibat dari
pemberian asam asetat yang bersifat mengiritasi jaringan dan diberikan
secara intraperitonial. Adanya jaringan yang rusak mengakibatkan
timbulnya rasa sakit dan mencit memberikan respon geliat.
c. Penetapan dosis asam asetat
Penetapan dosis asam asetat menggunakan orientasi tiga dosis, yaitu
50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, 150 mg/kgBB. Dalam orientasi, masing-
masing dosis menggunakan empat subyek uji. Disuntikkan asam asetat
secara intraperitonial pada subyek uji, kemudian diamati jumlah geliat
setiap 5 menit selama 60 menit. Dari ketiga dosis tersebut, dipilih pada
dosis mana yang menghasilkan jumlah geliat tidak terlalu sedikit
sehingga jika sampel memberikan efek analgetik yang lemah, subyek
uji masih dapat menunjukkan respon, namun juga tidak terlalu banyak
sehingga memudahkan dalam pengamatan.
39
d. Penetapan dosis parasetamol dan dosis ekstrak daun sambiloto
Dosis parasetamol, dipilih acuan dosis terapi yaitu 500 mg/50kgBB.
Dari dosis ini kemudian di konversikan ke dosis mencit yaitu 91
mg/kgBB. Dosis parasetamol yang digunakan adalah tiga peringkat
dosis, dimana ditentukan dosis rendah adalah 45,5 mg/kgBB, dosis
sedang 91 mg/kgBB, dan dosis tinggi 182 mg/kgBB.
Dosis ekstrak daun sambiloto dipilih 6,5 mg/kgBB, 13 mg/kgBB, 26
mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB kemudian dilakukan orientasi dosis dan
dipilih tiga peringkat dosis yang mampu memberikan efek analgetik >
50%. Subyek uji diberikan ekstrak daun sambiloto secara peroral,
setelah 15 menit, kemudian disuntikkan asam asetat secara
intraperitonial dan diamati geliat setiap 5 menit selama 60 menit.
e. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat
Senyawa uji yang digunakan adalah suspensi parasetamol dengan dosis
45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, dan 182 mg/kgBB. Penetapan selang
waktu pemberian asam asetat, di lakukan orientasi pada selang waktu 5
menit, 15 menit dan 30 menit. Selang waktu pemberian yang dipilih
adalah selang waktu yang memberikan jumlah geliat paling sedikit di
bandingkan dengan selang waktu yang lain.
40
4. Skema kerja penelitian
28 ekor mencit dibagi secara acak kedalam 7 kelompok
Kelp 1 Kelp 2 Kelp 3 Kelp 4 Kelp 5 Kelp 6 Kelp 7Kontrol(–) kontrol(+) kontrol(+) kontrol(+) perlakuan perlakuan perlakuanCMC-Na Pct Pct Pct ekstrak ekstrak ekstrak0,5% 45,5 91 182 13 26 52
mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
15 menit kemudian disuntikan larutan asam asetat 1% dosis 100 mg/kgBB
secara intraperitoneal
Mengamati jumlah geliat setiap 5 menit selama 60 menit
Menghitung persen penghambatan geliat
Menganalisa statistik dengan menggunakan uji one sample Komolgorov-
Smirnov, kemudian dilanjutkan dengan Parametric tests yaitu one-way
Anova test dan dilanjutkan dengan Post-Hoc Scheffe dengan taraf
kepercayaan 95%
41
F. Analisis Hasil
Data yang diperoleh dari pengamatan berupa jumlah geliat, yang
kemudian diubah dalam bentuk persen daya hambat geliat, dengan rumus :
% penghambatan geliat = 100 - [(P/K) x 100]
Keterangan :P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah perlakuanK = jumlah rata-rata geliat hewan uji kelompok kontrol
Menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan statistik
inferensial kemudian melakukan analisa statistik dengan menggunakan uji one
sample Komolgorov-Smirnov untuk mengetahui terdistribusi data hasil percobaan
normal atau tidak. Jika data telah terdistribusi normal, maka melanjutkan dengan
Parametric tests yaitu one-way Anova test, untuk mengetahui apakah ada
perbedaan yang bermakna antar kelompok uji. Dinyatakan berbeda bermakna bila
signifikan <0,050 dan perbedaan dinyatakan tidak bermakna bila signifikan
>0,050. Apabila signifikan <0,050 maka melanjutkan dengan Post-Hoc Scheffe
dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat lebih jelas makna perbedaan antar
kelompok uji.
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tumbuhan Sambiloto
Tumbuhan Sambiloto yang akan digunakan dalam penelitian ini,
dideterminasi terlebih dahulu oleh bagian Laboratorium Biologi Farmasi
Universitas Gadjah Mada. Determinasi dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi
kesalahan terhadap tumbuhan yang akan digunakan dan untuk memperoleh
kepastian bahwa tanaman yang digunakan pada penelitian adalah berasal dari
tumbuhan yang dimaksud, yaitu spesies Andrographis paniculata Nees. (lampiran
22).
B. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menetapkan hal-hal yang
akan dilakukan pada pengujian yang sebenarnya sehingga diperoleh data yang
valid.
1. Penetapan kriteria geliat
Penetapan kriteria geliat dilakukan dengan tujuan agar geliat yang
teramati hampir sama sehingga dalam pengamatan lebih mudah dan lebih
spesifik. Kriteria geliat yang ditetapkan adalah apabila mencit menarik
kedua kakinya kebelakang sehingga perut menempel pada alas tempat
pengamatan. Rangsang kimia yang dipakai dalam penelitian ini adalah
asam asetat yang diberikan secara intraperitonial. Pemberian asam asetat
43
dapat mengiritasi jaringan sehingga akan menimbulkan nyeri pada mencit
yang ditunjukkan dalam bentuk geliat.
2. Penetapan dosis asam asetat
Penetapan dosis asam asetat dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh dosis efektif asam asetat yang mampu menimbulkan geliat.
Apabila jumlah geliat tidak terlalu sedikit maka sampel yang memberikan
efek analgetik yang lemah, masih dapat menunjukkan respon pada hewan
uji, namun juga tidak terlalu banyak sehingga memudahkan dalam
pengamatan.
Dalam penelitian ini, digunakan rangsang kimia yang dapat
menyebabkan nyeri adalah asam asetat yang diberikan secara
intraperitonial. Ion H+ yang terdapat pada asam asetat dapat menyebabkan
iritasi pada jaringan lokal sehingga menimbulkan rasa nyeri. Pada
penurunan nilai pH di bawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat
pada kenaikkan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Peningkatan dosis asam
asetat dapat meningkatkan jumlah geliat yang ditimbulkan, karena
peningkatan dosis, maka akan menyebabkan peningkatan konsentrasi ion
H+ yang bersifat iritan sehingga rasa nyeri yang ditimbulkan akan semakin
meningkat dan jumlah geliat akan semakin banyak.
Pada penetapan dosis asam asetat digunakan 3 peringkat dosis
yaitu 50 mg/kgBB, 100mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan 4 ekor mencit untuk masing-masing dosis, dan
44
diberikan secara intraperitonial. Pengamatan jumlah geliat mencit
dilakukan setiap 5 menit dalam waktu 60 menit.
Tabel I. Jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis efektifasam asetat setiap 5 menit selama 60 menit.
Gambar 4. Diagram batang jumlah kumulatif geliat asam asetatdosis 50 mg/kgBB, 100mg/kgBB dab 150 mg/kgBB
Hasil analisa statistik menunjukkan asam asetat dosis 50mg/kgBB
menghasilkan jumlah geliat berbeda bermakna dengan asam asetat dosis
100mg/kgBB dengan nilai p = 0,003 dan juga berbeda bermakna dengan
asam asetat dosis 150mg/kgBB dengan nilai p = 0,000, namun jumlah
geliat yang dihasilkan asam asetat dosis 50mg/kgBB masih terlalu sedikit,
untuk asam asetat dosis 100mg/kgBB menunjukkan jumlah geliat tidak
Dosis asam asetat(mg/kgBB)
Jumlah kumulatif geliat
50 38,5 ± 3,873100 79 ± 17,720150 102 ± 8,602
45
berbeda bermakna dengan asam asetat dosis 150mg/kgBB, sehingga dapat
digunakan asam asetat dosis 100mg/kgBB. Dosis asam asetat 100
mg/kgBB sudah dapat memberikan rangsang nyeri yang cukup baik, oleh
karena itu dosis asam asetat 100 mg/kgBB dipilih untuk uji selanjutnya.
3. Penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanolik daun sambiloto
Pada penelitian ini digunakan parasetamol sebagai kontrol positif,
karena parasetamol sudah terbukti memiliki efek analgetik yang secara
luas telah digunakan dalam masyarakat. Kontrol positif digunakan sebagai
pembanding terhadap zat yang akan di uji sehingga dapat diketahui potensi
zat uji dalam memberikan efek analgetik. Dalam penelitian ini, uji daya
analgetik dilakukan dengan metode rangsang kimia yang merupakan uji
golongan non narkotik, sehingga kontrol positif yang digunakan juga harus
obat yang memiliki daya analgetik dan termasuk dalam golongan obat
analgetika non narkotik.
Dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dosis terapi
parasetamol, yaitu 500mg/50kgBB, sedangkan dosis untuk manusia 70 kg
adalah 70kg/50kg x 500mg = 700 mg/70kgBB, kemudian dikonversikan
kedalam dosis mencit dengan berat badan 20 gram adalah 0,0026 x
700mg/70kgBB = 0,182 mg/ 20 gBB mencit, dan diubah satuannya
menjadi mg/kgBB menjadi 91 mg/kgBB. Nilai 0,0026 adalah nilai faktor
konversi dari manusia Eropa dengan berat badan 70 kg ke mencit dengan
berat badan 20 gram menurut tabel konversi. Dosis yang digunakan
46
adalah 3 peringkat dosis, yang ditentukan dari setengah kali dosis terapi
(45,5 mg/kgBB) sebagai dosis rendah, dosis terapi (91 mg/kgBB) sebagai
dosis sedang, dan dua kali dosis terapi (182 mg/kgBB) sebagai dosis
tinggi. Penggunaan 3 peringkat dosis akan didapatkan 3 titik yang akan
dihubungkan menjadi satu garis, dan dibandingkan dengan 3 peringkat
dosis ekstrak etanol daun sambiloto, apabila sejajar maka mekanisme
kerjanya hampir sama, namun dalam penelitian, 3 peringkat dosis ekstrak
etanol daun sambiloto tidak linear, sehingga hasilnya tidak sejajar dengan
kontrol positif.
Dosis ekstrak daun sambiloto yang digunakan dalam penelitian ini,
dipilih dosis yang berefek analgetik dari hasil orientasi. Pada awal
penentuan dosis yang digunakan adalah 3 peringkat dosis yang ditentukan
sesuai dengan penentuan dosis parasetamol, yaitu dosis rendah 6,5
mg/kgBB, dosis sedang, 13 mg/kgBB, dan dosis tinggi 26 mg/kgBB,
namun dari hasil orientasi dosis 6,5 mg/kgBB menunjukkan persen
penghambatan geliat < 50%, sehingga peringkat dosis diganti menjadi
dosis rendah 13 mg/kgBB, dosis sedang, 26 mg/kgBB, dan dosis tinggi 52
mg/kgBB.
Parasetamol dan ekstrak etanol daun sambiloto disuspensikan
dalam CMC-Na 0,5% dan diberikan pada hewan uji secara peroral.
47
4. Penetapan selang waktu pemberian antara parasetamol dengan
rangsang asam asetat
Penetapan selang waktu pemberian parasetamol dan asam asetat
bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh parasetamol
untuk memberikan efek analgetik secara optimal. Efek analgetik yang
optimal dapat ditunjukkan dari jumlah geliat yang semakin sedikit pada
selang waktu tertentu.
Pengujian menggunakan parasetamol dosis 91 mg/kgBB dan
diberikan secara peroral dan asam asetat dosis 100 mg/kgBB yang
diberikan secara intraperitonial pada selang waktu 5, 15, dan 30 menit.
Jumlah kumulatif geliat dari masing-masing kelompok perlakuan
kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif untuk
mengetahui persen penghambatan geliat.
Tabel II. Jumlah kumulatif geliat dan persentase penghambatan geliat padapenetapan selang waktu pemberian parasetamol dosis 91mg/kgBB dan asam asetat dosis 100 mg/kgBB
Selang waktupemberian (menit)
Jumlahkumulatif
geliat
Persenpenghambatan
geliat (%)
p
5 44 ± 7,48 50,56 ± 8,415 10,75 ± 4,5 87,92 ± 5,0730 29,75 ± 8,098 66,57 ± 9,10
0,000
48
Gambar 5. Diagram batang persen penghambatan geliatparasetamol rentang waktu 5 menit, 15 menit dan 30 menit
Jumlah geliat yang dihasilkan dari tiga kelompok perlakuan,
diubah menjadi persen penghambatan geliat, kemudian dianalisis
menggunakan oneway-Anova. Dari hasil analisis tersebut diperoleh
probabilitas lebih kecil dari 0,05, yaitu 0,000, yang menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna diantara masing-masing kelompok perlakuan.
Selang waktu yang dipilih adalah 15 menit karena pada waktu ini, jumlah
geliat paling sedikit, sehingga dapat diasumsikan pada selang waktu 15
menit, parasetamol dapat memberikan efek analgetik yang optimal yang
ditunjukkan dengan nilai persen penghambatan geliat yang paling besar.
C. Efek dan Daya Analgetik Ekstrak Etanolik Daun Sambiloto
Pengujian efek dan daya analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek analgetik pada ekstrak daun
sambiloto dan seberapa besar daya analgetik yang dimiliki oleh ekstrak daun
sambiloto. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode rangsang kimia.
49
Metode ini dipilih karena sederhana, mudah dilakukan, dan peka untuk pengujian
senyawa-senyawa yang memiliki daya analgetik lemah.
Dalam penelitian ini digunakan hewan uji yaitu mencit putih betina galur
Swiss, usia 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram, dan sebelum pengujian dilakukan
hewan uji dipuasakan ±24 jam, dengan tujuan untuk mengurangi pengaruh
makanan pada hasil pengujian.
Pengujian efek analgetik dilakukan sesuai dengan hasil dari uji
pendahuluan, sehingga seluruh uji pendahuluan harus selesai terlebih dahulu. Pada
pengujian ini kontrol negatif yang digunakan adalah CMC-Na 0,5%, kontrol
positifnya adalah parasetamol dengan dosis 45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, dan 182
mg/kgBB, kelompok perlakuan diberikan ekstrak daun sambiloto dengan dosis 13
mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB. Pengujian ini dilakukan dengan
rangsang kimia, yaitu asam asetat dosis 100 mg/kgBB. Keberadaan asam asetat
akan menyebabkan nyeri karena dapat mengiritasi jaringan lokal karena adanya
pembebasan ion H+ dari asam asetat sehingga terjadi penurunan pH jaringan dan
timbul perlukaan/iritasi pada jaringan.
Adanya geliat menunjukkan bahwa mencit mengalami nyeri. Geliat
diamati setiap 5 menit selama 60 menit. Data jumlah geliat kemudian diubah
kedalam bentuk persen penghambatan geliat menurut persamaan Hendersoth-
Forsaith, kemudian dilakukan analisa statistik dengan menggunakan uji one
sample Komolgorov-Smirnov untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal
atau tidak. Jika data telah terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji
statistik anova satu arah. Anova satu arah digunakan untuk mengetahui apakah
50
ada perbedaan yang bermakna antar kelompok uji. Dinyatakan berbeda bermakna
bila signifikan <0,050 dan perbedaan dinyatakan tidak bermakna bila signifikan
>0,050. Apabila signifikan <0,050 maka dilanjutkan dengan Post-Hoc Scheffe
dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat lebih jelas makna perbedaan antar
kelompok uji.
Tabel III. Persen penghambatan geliat parasetamol dosis 45,5mg/kgBB,91mg/kgBB, 182mg/kgBB, dan ekstrak etanolik daunsambiloto dosis 13mg/kgBB, 26mg/kgBB,dan 52mg/kgBB.
Dari hasil persen penghambatan geliat, kemudian dianalisis dengan
menggunakan uji one sample Komolgorov-Smirnov untuk mengetahui data hasil
percobaan terdistribusi normal atau tidak. Kemudian dilanjutkan dengan uji one-
way Anova test. Dari hasil analisis tersebut diperoleh probabilitas lebih kecil dari
0,05, yaitu 0,000, yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna diantara
masing-masing kelompok perlakuan, lalu dilanjutkan dengan Post-Hoc Scheffe
dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat lebih jelas makna perbedaan antar
Kelompok perlakuan( mg/kgBB)
Persen penghambatangeliat (mean ± SD)
(%)
p
Kontrol negatif 0 ± 16,82
Parasetamol 45,5 60,68 ± 10,34
Parasetamol 91 85,67 ± 5,38
Parasetamol 182 92,14 ± 3,31
Ekstrak daun sambiloto 13 65,73 ± 12,49
Ekstrak daun sambiloto 26 82,58 ± 9,47
Ekstrak daun sambiloto 52 89,61 ± 6,69
0,000
51
kelompok uji. Dari hasil Post-Hoc dapat diketahui bahwa ada perbedaan yang
bermakna dalam persen penghambatan geliat antara peringkat dosis parasetamol
45,5 mg/kgBB dengan dosis parasetamol 182 mg/kgBB, yang ditunjukkan dengan
nilai p<0,05, yaitu 0,021, sedangkan untuk dosis parasetamol 45,5mg/kgBB
dengan 91mg/kgBB tidak ada perbedaan yang bermakna dalam persen
penghambatan geliat, ditunjukkan dengan nilai p>0,05 yaitu 0,107, untuk dosis
parasetamol 91mg/kgBB dengan 182mg/kgBB tidak ada perbedaan yang
bermakna dalam persen penghambatan geliat, ditunjukkan dengan nilai p>0,05
yaitu 0,990. Dosis ekstrak daun sambiloto antara dosis 13mg/kgBB, 26mg/kgBB
dan 52mg/kgBB tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dalam
persen penghambatan geliat. Dosis ekstrak daun sambiloto 13mg/kgBB dan
26mg/kgBB dibanding dengan 3 peringkat dosis parasetamol, tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna dalam persen penghambatan geliat. Namun, untuk
ekstrak daun sambiloto dosis 52mg/kgBB dibanding dengan parasetamol dosis
45,5mg/kgBB berbeda bermakna ditunjukkan dengan nilai p<0,05, yaitu 0,041.
Gambar 6. Diagram batang perbandingan kontrol negatif, parasetamoldosis 45,5mg/kgBB, 91mg/kgBB, 182mg/kgBB denganEkstrak daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB, 26mg/kgBB,52mg/kgBB
52
Tabel IV. Hasil analisis persen penghambatan geliat parasetamol dosis45,5mg/kgBB, 91mg/kgBB, 182mg/kgBB, dan ekstrak etanoldaun sambiloto dosis 13mg/kgBB, 26mg/kgBB,dan52mg/kgBB.
Dosisdalam
mg/kgBB
Kontrolnegatif
Pctdosis45,5
Pctdosis
91
Pctdosis182
EEDSdosis
13
EEDSdosis
26
EEDSdosis
52
Kontrolnegatif
BB BB BB BB BB BB
Pct dosis45,5
BB BTB BB BTB BTB BB
Pct dosis91
BB BTB BTB BTB BTB BTB
Pct dosis182
BB BB BTB BTB BTB BTB
EEDSdosis 13
BB BTB BTB BTB BTB BTB
EEDSdosis 26
BB BTB BTB BTB BTB BTB
EEDSdosis 52
BB BB BTB BTB BTB BTB
Keterangan:
Pct = ParasetamolEEDS = Ekstrak Etanol Daun SambilotoBB = Berbeda BermaknaBTB = Berbeda Tidak Bermakna
Dari hasil dosis ekstrak daun sambiloto vs persen penghambatan geliat
diperoleh nilai regresi linear adalah 0,912 dan hasil regresi linear untuk log dosis
53
ekstrak daun sambiloto vs persen penghambatan geliat adalah 0,973. Untuk N-2
(4-2 = 2) dengan taraf kepercayaan 95%, nilai rtabel > 0,998, sehingga dari hasil
tersebut dapat dinyatakan tidak linear karena nilai r kurang dari r tabel, maka
mekanisme kerja senyawa uji berbeda dengan mekanisme kerja kontrol positif.
Menurut Vogel (2002), pada metode rangsang kimia, suatu zat dikatakan
mempunyai efek analgetik maksimal jika dapat menghambat jumlah geliat pada
hewan uji > 70%, sedangkan zat yang dapat menghambat jumlah geliat < 70%
dikatakan mempunyai efek analgetik minimal, sedangkan efek analgetik pada
metode rangsang kimia, dinyatakan bahwa adanya efek analgetik dinyatakan oleh
nilai persen penghambatan geliat > 50% (Anonim, 1991).
Berdasarkan sumber-sumber tersebut, maka hasil penelitian menunjukkan
bahwa kontrol negatif CMC-Na 0,5% tidak memiliki persen penghambatan geliat
karena kelompok ini tidak memiliki efek analgetik dan digunakan sebagai
pembanding untuk mengetahui nilai persen penghambatan geliat. Kelompok
kontrol positif dan ekstrak daun sambiloto menunjukkan adanya efek analgetik
yang dapat dilihat dari nilai persen penghambatan geliat dengan kelompok kontrol
negatif. Ekstrak daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB memiliki efek analgetik
minimal, yang ditunjukkan oleh daya hambat geliat sebesar 65,73%, ekstrak daun
sambiloto dosis 26 mg/kgBB memiliki efek analgetik maksimal, dengan daya
hambat geliat sebesar 82,58%, dan ekstrak daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB
memiliki efek analgetik maksimal dengan daya hambat geliat sebesar 89,61%.
Ekstrak etanol daun sambiloto mengandung andrografolid yang memiliki
aktivitas sebagai analgetika, dengan mekanisme peningkatan kadar betaendorfin.
54
Betaendorfin dapat dijumpai dalam hipotalamus dan kelenjar hipofise.
Betaendorfin merupakan suatu pereda nyeri dengan menghambat pelepasan
substansi P. Substansi P merupakan mediator nyeri yang bertugas meningkatkan
sensitivitas ujung-ujung serabut nyeri. Adanya betaendorfin, maka betaendorfin
akan mengikat reseptor pada serabut saraf aferen primer dan serabut saraf di
kornu dorsalis sehingga pelepasan substansi P dihambat dengan mekanisme pre
dan post sinaps, oleh sebab itu akan terjadi penurunan sensitivitas ujung-ujung
serabut nyeri.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil uji analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto pada mencit putih
betina galur Swiss dengan metode rangsang kimia dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak etanolik daun sambiloto (Andrographis paniculata) mempunyai efek
analgetik pada mencit putih betina galur Swiss.
2. Daya analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto (Andrographis paniculata)
pada dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB secara beturut-turut
adalah 65,73%, 82,58% dan 89,61%.
B. Saran
Setelah dilakukan penelitian uji analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto
(Andrographis paniculata) pada mencit putih betina galur Swiss dengan metode
rangsang kimia dapat disarankan :
1. Perlu dilakukan uji daya analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto dengan
metode yang spesifik untuk nyeri pusat (metode lempeng panas).
2. Perlu dilakukan standarisasi ekstrak.
56
Daftar Pustaka
Aliadi, A., 1996, Tanaman Obat Pilihan, 227-228, Yayasan Sidowayah, Jakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, 9, 37 , Departemen KesehatanRepublik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 10-15, Departemen Kesehatan RepublikIndonesia, Jakarta.
Anonim, 1991, Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia dan PengujianKlinik, 49, Yayasan Pengembangan Obat Bahan AlamiPhytomedika, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 7, Departemen KesehatanRepublik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Vol I, 83-85,Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Baumann T.J., 2005, Pain Management, dalam Dipiro J.T., Talbert R.L., YeeG.C.,Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M. (Eds), Pharmacotherapy : APathophysiologic Approach, 6th edition, 1089-1091, Appleton &Lange, United States of America.
Budavari, S., O’neil, M.D., Smith, A., dan Heckelman, P.Z., 1989, The MerckIndex: An Encyclopedia of Chemical Drugs and Biologicals, 11th
edition, 100, Merk and Co., Inc., USA.
Guyton, A.C., dan Hall, 1996, Text book of Medical Physiology, diterjemahkanoleh Tengadi, I., Santosa, A., edisi 9, 761-774, Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakarta.
Indirawati, I., 2004, Daya Hambat Ekstrak Etanol Herba Sambiloto(Andrographis paniculata (Burm.f) Nees) terhadap PertumbuhanPlasmodium berghei in vivo, Skripsi, Jurusan Farmasi FakultasFarmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 35
Irawati, V.I.D., 2003, Toksisitas Akut Infus Daun Sambiloto (Andrographispaniculata Nees) pada Artermia salina Leach, Skripsi, JurusanFarmasi Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta, 34
Kardono, Artanti, Dewiyanti, dan Basuki, 2003, Selected Indonesian MedicalPlants : Monographs and Descriptions, 116-135, PT. GramediaWidiasarana Indonesia, Jakarta.
57
Katzung, B.G., 1987, Farmakologi Dasar dan Klinik, 297-299, 484, PenerbitSalemba Medika, Jakarta.
Maharani, Y.S., 2004, Uji Efek Analgetik Infusa Daun Sambiloto (Andrographispaniculata Nees) pada Mencit Putih Betina dengan MetodeLempeng Panas, Skripsi, Jurusan Farmasi Fakultas MIPA,Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 46
Mahendra, B, 2005, 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh, 95-97, Penebar Swadaya,Jakarta.
Muhlisah, F., 2000, Tanaman Obat Keluarga, 1-3,68-69, Penebar Swadaya,Jakarta.
Mutschler, E., 1986, Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi,177-180, diterjemahkan oleh Widianto MB dan Ranti, A.S.,Penerbit ITB, Bandung.
Oematan, M.M., 2000, Efek Antibakteri Infus Herba Andrographis paniculataNees (Sambiloto) terhadap bakteri Salmonella thypimurium danStaphylococcus aureus, Skripsi, Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi,Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 50
Potter, P.A., dan Perry, A.G., 2005, Fundamental Keperawatan Konsep, Proses
dan Praktik, 1502-1533, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suroto dan Purwanto,C., 2004, Buku Ajar: Ilmu Penyakit Saraf, 80-86, BEMFakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting : Khasiat penggunaan danEfek-Efek Sampingnya, Edisi 5, Cetakan ke-1, PT. Elex MediaKomputindo Gramedia, Jakarta.
Turner, R.A., 1965, Screening Method in Pharmacology, Vol I, 100-117,Academic Press, New York.
Vogel, H.G., 2002, Drug Discovery Evaluation: Pharmacological Assays,671,672,716, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, New York.
Wilmana, P. F., dalam Ganiswara, Sulistia G., 2005, Farmakologi dan Terapi,edisi IV, 214-215, Penerbit Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia, Jakarta.
58
Lampiran 1. Foto geliat mencit yang diberikan rangsang kimia
Lampiran 2. Foto ekstrak etanolik daun sambiloto
59
Lampiran 3. Foto suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13, 26, 52
mg/kgBB
Lampiran 4. Foto suspensi paracetamol dosis 45,5; 91; 182 mg/kgBB
60
Lampiran 5. Foto tumbuhan sambiloto
61
Lampiran 6. Perhitungan dosis parasetamol dan pembuatan suspensi
parasetamol
Dosis parasetamol yang digunakan adalah dosis terapi 500 mg/50 kgBB manusia.
Perhitungan :
Konversi dosis parasetamol dari manusia ke mencit 20 g BB :
500 mg/50 kgBB = 700 mg/70kgBB
700 mg/70kgBB x 0,0026 = 1,82 mg/ 20 gBB = 0,091 mg/gBB = 91 mg/kgBB
Dari dosis terapi, dibuat peringkat dosis rendah (setengah dari dosis terapi) dan
dosis tinggi (dua kali dosis terapi), yaitu 45,5 mg/kgBB dan 182 mg/kgBB.
Pembuatan suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB
C suspensi parasetamol 45,5 mg/kgBB dengan volume pemberian 0,5 ml/20 gram
BB mencit = 0,91 mg/20 gramBB
= 0,91 mg/0,5 ml
= 1,82 mg/ml
Parasetamol 0,091 g, disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian dimasukkan
dalam labu ukur 50,0 ml, dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.
62
Pembuatan suspensi parasetamol dosis 91 mg/kgBB
C suspensi parasetamol 91 mg/kgBB dengan volume pemberian 0,5 ml/20 gram
BB mencit = 1,82 mg/20 gramBB
= 1,82 mg/0,5 ml
= 3,64 mg/ml
Parasetamol 0,182 g, disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian dimasukkan
dalam labu ukur 50,0 ml, dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.
Pembuatan suspensi parasetamol dosis 182 mg/kgBB
C suspensi parasetamol 182 mg/kgBB dengan volume pemberian 0,5 ml/20 gram
BB mencit = 3,64 mg/20 gramBB
= 3,64 mg/0,5 ml
= 7,28 mg/ml
Parasetamol 0,364 g, disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian dimasukkan
dalam labu ukur 50,0 ml, dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.
63
Lampiran 7. Perhitungan dosis dan pembuatan suspensi ekstrak etanolik
daun sambiloto
Dosis ekstrak daun sambiloto yang digunakan yaitu 100mg/70kgBB.
Perhitungan :
Konversi dosis ekstrak etanolik daun sambiloto dari manusia ke mencit 20 g BB :
100 mg/70 kgBB x 0,0026 = 0,26 mg/20 gBB = 13 mg/kgBB
Kemudian ditentukan dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi, yaitu 13
mg/kgBB, 26 mg/kgBB dan 52 mg/kgBB.
Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB
C suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB dengan volume
pemberian 0,5 ml/20 gram BB mencit = 0,26 mg/20 gramBB
= 0,26 mg/0,5 ml
= 0,52 mg/ml
Ekstrak kental 0,026 g disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.
64
Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 26 mg/kgBB
C suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 26 mg/kgBB dengan volume
pemberian 0,5 ml/20 gram BB mencit = 0,52 mg/20 gramBB
= 0,52 mg/0,5 ml
= 1,04 mg/ml
Ekstrak kental 0,052 g disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.
Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB
C suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB dengan volume
pemberian 0,5 ml/20 gram BB mencit
C ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB = 1,04 mg/20 gramBB
= 1,04 mg/0,5 ml
= 2,08 mg/ml
Ekstrak kental 0,104 g disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.
65
Lampiran 8. Data jumlah geliat pada penetapan dosis asam asetat
Asam asetat dosis 50 mg/kgBB
Waktu (menit) I II III IV
5 1 2 0 0
10 10 9 3 13
15 5 6 8 6
20 2 7 6 4
25 4 5 2 4
30 9 3 4 7
35 5 1 3 9
40 2 4 1 2
45 1 2 4 0
50 0 0 0 1
55 0 0 2 1
60 1 0 0 0
total 40 39 33 42
Asam asetat dosis 100 mg/kgBB
Waktu (menit) I II III IV
5 1 0 1 0
10 22 10 8 15
15 16 8 8 9
20 22 13 3 19
25 9 4 10 14
30 12 7 6 5
35 7 6 6 9
40 4 3 8 4
45 3 1 6 3
50 5 2 5 3
55 3 2 4 5
60 6 4 4 2
total 99 60 69 88
66
Asam asetat dosis 150 mg/kgBB
Waktu (menit) I II III IV
5 0 2 1 5
10 3 10 11 10
15 11 15 15 19
20 15 9 10 7
25 15 5 9 8
30 10 13 8 12
35 13 10 6 6
40 10 9 6 9
45 9 9 5 7
50 15 6 11 8
55 7 7 5 4
60 5 6 5 7
total 113 101 92 102
Dosis asam asetat( mg/kgBB)
Jumlah kumulatif geliat
50 38,5 ± 3,873100 79 ± 17,720150 102 ± 8,602
67
Lampiran 9. Data jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian
asam asetat
Selang waktu 5 menit
Waktu (menit) I II III IV
5 0 0 0 0
10 0 0 1 0
15 4 5 7 6
20 10 7 9 5
25 9 6 9 7
30 8 8 6 7
35 6 5 8 4
40 1 5 4 2
45 1 2 5 1
50 1 3 2 1
55 1 2 2 2
60 1 1 1 1
total 42 44 54 36
Mean : 44
Selang waktu 15 menit
Waktu (menit) I II III IV
5 0 0 0 0
10 0 0 2 0
15 3 2 0 0
20 1 0 5 2
25 1 0 2 5
30 0 2 5 1
35 0 1 1 1
40 0 0 0 2
45 1 1 0 0
50 0 1 0 0
55 1 0 2 0
60 1 0 0 0
total 8 7 17 11
Mean : 10,75
68
Selang waktu 30 menit
Waktu (menit) I II III IV
5 0 0 0 0
10 7 1 5 1
15 6 0 4 5
20 3 2 4 3
25 5 2 6 3
30 3 1 4 4
35 2 3 3 6
40 4 2 1 3
45 2 3 2 2
50 1 1 2 2
55 3 1 1 1
60 3 2 2 1
total 36 18 34 31
Mean : 29,75
% hambatan geliat selang waktu 5’ = 100% - ((P/K) x 100%)
= 100% - ((44/89) x 100%)
= 50,56%
% hambatan geliat selang waktu 15’ = 100% - ((P/K) x 100%)
= 100% - ((10,75/89) x 100%)
= 87,92%
% hambatan geliat selang waktu 30’ = 100% - ((P/K) x 100%)
= 100% - ((29,75/89) x 100%)
= 66,57%
69
Selang waktupemberian
(menit)
Jumlahkumulatif
geliat
Persenpenghambatan
geliat(%)
P
5 44 50,5615 10,75 87,9230 29,75 66,57
0,000
70
Lampiran 10. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol
negatif (CMC-Na 0,5%)
Waktu
(menit)
I II III IV
5 0 0 0 0
10 18 12 16 8
15 14 14 9 14
20 11 9 11 17
25 9 8 14 15
30 5 5 9 12
35 13 7 13 1
40 5 4 10 3
45 3 2 7 8
50 4 4 8 3
55 2 5 7 2
60 5 3 5 2
Total 89 73 109 85
Mean : 89
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) x 100%)
= 100% - ((89/89) x 100%)
= 0%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) x 100%)
= 100% - ((73/89) x 100%)
= 17,98%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) x 100%)
= 100% - ((109/89) x 100%)
= -22,47%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) x 100%)
= 100% - ((85/89) x 100%)
= 4,49%
Rata2 % hambatan geliat = 0%
71
Lampiran 11. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol
positif dosis rendah (suspensi parasetamol dosis 45,5mg/kgBB)
Waktu(menit)
I II III IV
5 4 3 0 010 10 7 9 015 9 9 7 520 5 10 1 625 5 10 3 330 1 3 4 535 1 1 4 340 2 3 1 345 0 0 1 050 0 1 0 055 0 0 0 160 0 0 0 0
Total 37 47 30 26
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((37/89) – 100%)
= 58,43%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((47/89) – 100%)
= 47,19%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((30/89) – 100%)
= 66,29%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((26/89) – 100%)
= 70,79%
Rata2 % hambatan geliat = 60,68%
72
Lampiran 12. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol
positif dosis sedang (suspensi parasetamol dosis 91mg/kgBB)
Waktu(menit)
I II III IV
5 1 0 0 110 0 0 1 215 2 0 2 320 7 1 2 325 2 3 1 330 0 1 3 235 1 0 1 040 0 0 0 345 1 1 2 050 1 0 1 055 0 0 0 060 0 0 0 0
Total 15 6 13 17
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((15/89) – 100%)
= 83,15%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((6/89) – 100%)
= 93,26%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((13/89) – 100%)
= 85,39%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((17/89) – 100%)
= 80,89%
Rata2 % hambatan geliat = 85,67%
73
Lampiran 13. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol
positif dosis tinggi (suspensi parasetamol dosis 182mg/kgBB)
Waktu(menit)
I II III IV
5 2 1 0 110 0 2 0 015 0 2 2 020 0 2 5 225 0 1 0 130 0 2 1 035 0 0 0 140 1 0 1 045 1 0 0 050 0 0 0 055 0 0 0 060 0 0 0 0
Total 4 10 9 5
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((4/89) – 100%)
= 95,51%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((10/89) – 100%)
= 88,76%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((9/89) – 100%)
= 89,89%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((5/89) – 100%)
= 94,38%
Rata2 % hambatan geliat = 92,14%
74
Lampiran 14. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada
kelompok perlakuan dosis rendah (suspensi ekstrak daun
sambiloto dosis 13mg/kgBB)
Waktu(menit)
I II III IV
5 0 0 0 110 14 5 4 515 6 6 5 1020 4 2 2 425 1 5 1 230 3 7 0 135 3 8 0 140 1 3 0 045 1 2 1 250 1 2 1 055 0 3 3 060 0 1 1 0
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((34/89) – 100%)
= 61,79%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((44/89) – 100%)
= 50,56%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((18/89) – 100%)
= 79,78%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((26/89) – 100%)
= 70,79%
Rata2 % hambatan geliat = 65,73
75
Lampiran 15. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada
kelompok perlakuan dosis sedang (suspensi ekstrak daun
sambiloto dosis 26mg/kgBB)
Waktu(menit)
I II III IV
5 0 0 1 010 2 0 5 115 4 4 6 220 1 2 2 225 1 0 3 130 0 2 2 335 0 2 1 140 2 0 1 045 3 0 3 050 0 0 4 055 0 0 0 160 0 0 0 0
Total 13 10 28 11
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((13/89) – 100%)
= 85,39%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((10/89) – 100%)
= 88,76%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((28/89) – 100%)
= 68,54%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((11/89) – 100%)
= 87,64%
Rata2 % hambatan geliat = 82,58%
76
Lampiran 16. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada
kelompok perlakuan dosis tinggi (suspensi ekstrak daun
sambiloto dosis 52mg/kgBB)
Waktu(menit)
I II III IV
5 0 0 0 010 1 0 1 015 2 3 0 320 1 1 0 125 1 0 1 230 1 0 2 235 0 2 0 140 0 1 1 145 0 1 0 450 0 0 0 355 0 0 0 160 0 0 0 0
Total 6 8 5 18
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((6/89) – 100%)
= 93,26%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((8/89) – 100%)
= 91,01%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((5/89) – 100%)
= 94,38%
% hambatan geliat = 100% - ((P/K) – 100%)
= 100% - ((18/89) – 100%)
= 79,78%
Rata2 % hambatan geliat = 89,61%
77
Lampiran 17. Data penetapan dosis asam asetat 1% 50mg/kgBB,
100mg/kgBB dan 150mg/kgBB dengan one-sample
komolgorov-smirnov test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
geliat dosis
N 12 12
Mean 73.17 100.00Normal
Parameters(a,b) Std. Deviation 29.353 42.640
Absolute .193 .213
Positive .189 .213
Most Extreme
Differences
Negative -.193 -.213
Kolmogorov-Smirnov Z .670 .737
Asymp. Sig. (2-tailed) .761 .648
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data.
78
Lampiran 18. Data penetapan dosis asam asetat 1% 50mg/kgBB,
100mg/kgBB dan 150mg/kgBB dengan one-way Anova test
dan Post Hoc
ANOVA
geliat
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Between
Groups8268.667 2 4134.333 30.777 .000
Within Groups 1209.000 9 134.333
Total 9477.667 11
POST HOC
Multiple Comparisons
Dependent Variable: geliat
Scheffe
-40.500* 8.196 .003 -64.41 -16.59
-63.500* 8.196 .000 -87.41 -39.59
40.500* 8.196 .003 16.59 64.41
-23.000 8.196 .059 -46.91 .91
63.500* 8.196 .000 39.59 87.41
23.000 8.196 .059 -.91 46.91
(J) dosis100
150
50
150
50
100
(I) dosis50
100
150
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
79
Lampiran 19. Data uji homogenitas penetapan dosis asam asetat 1%
50mg/kgBB, 100mg/kgBB dan 150mg/kgBB.
geliat
Scheffea
4 38.50
4 79.00
4 102.00
1.000 .059
dosis50
100
150
Sig.
N 1 2
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.a.
Lampiran 20. Data uji selang waktu pemberian asam asetat dengan suspensi
parasetamol dengan one-sample komolgorov-smirnov test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
12
68.3525
17.44406
.160
.156
-.160
.556
.917
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
mencit1
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
80
Lampiran 21. Data uji selang waktu pemberian asam asetat dengan suspensi
parasetamol dengan one-way Anova test dan Post Hoc
ANOVA
mencit1
2810.123 2 1405.061 23.543 .000
537.124 9 59.680
3347.246 11
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
POST HOC
Multiple Comparisons
Dependent Variable: mencit1
Scheffe
-37.35750* 5.46262 .000 -53.2958 -21.4192
-16.01250* 5.46262 .049 -31.9508 -.0742
37.35750* 5.46262 .000 21.4192 53.2958
21.34500* 5.46262 .012 5.4067 37.2833
16.01250* 5.46262 .049 .0742 31.9508
-21.34500* 5.46262 .012 -37.2833 -5.4067
(J) menit15.00
30.00
5.00
30.00
5.00
15.00
(I) menit5.00
15.00
30.00
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
81
Lampiran 22. Data uji homogenitas selang waktu pemberian asam asetat
dengan suspensi parasetamol
mencit1
Scheffea
4 50.5625
4 66.5750
4 87.9200
1.000 1.000 1.000
menit5.00
30.00
15.00
Sig.
N 1 2 3
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.a.
Lampiran 23. Data uji % penghambatan geliat kontrol negatif (CMC-Na
0,5%), suspensi parasetamol dosis 45,5mg/kgBB, 91mg/kgBB,
182mg/kgBB, dan suspensi ekstrak daun sambiloto dosis
13mg/kgBB, 26mg/kgBB,dan 52mg/kgBB dengan one-sample
komolgorov-smirnov test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
28
68.0575
31.73355
.216
.193
-.216
1.140
.148
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
persenHambatan
Geliat
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
82
Lampiran 24. Data uji % penghambatan geliat kontrol negatif (CMC-Na
0,5%), suspensi parasetamol dosis 45,5mg/kgBB, 91mg/kgBB,
182mg/kgBB, dan suspensi ekstrak daun sambiloto dosis
13mg/kgBB, 26mg/kgBB,dan 52mg/kgBB dengan one-way
Anova dan Post Hoc
ANOVA
persenHambatanGeliat
25028.537 6 4171.423 40.538 .000
2160.951 21 102.902
27189.488 27
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
83
Post Hoc
Multiple Comparisons
Dependent Variable: persenHambatanGeliat
Scheffe
-60.67500* 7.17295 .000 -88.8568 -32.4932
-85.67250* 7.17295 .000 -113.8543 -57.4907
-92.13500* 7.17295 .000 -120.3168 -63.9532
-65.73000* 7.17295 .000 -93.9118 -37.5482
-82.58250* 7.17295 .000 -110.7643 -54.4007
-89.60750* 7.17295 .000 -117.7893 -61.4257
60.67500* 7.17295 .000 32.4932 88.8568
-24.99750 7.17295 .107 -53.1793 3.1843
-31.46000* 7.17295 .021 -59.6418 -3.2782
-5.05500 7.17295 .997 -33.2368 23.1268
-21.90750 7.17295 .210 -50.0893 6.2743
-28.93250* 7.17295 .041 -57.1143 -.7507
85.67250* 7.17295 .000 57.4907 113.8543
24.99750 7.17295 .107 -3.1843 53.1793
-6.46250 7.17295 .990 -34.6443 21.7193
19.94250 7.17295 .305 -8.2393 48.1243
3.09000 7.17295 1.000 -25.0918 31.2718
-3.93500 7.17295 .999 -32.1168 24.2468
92.13500* 7.17295 .000 63.9532 120.3168
31.46000* 7.17295 .021 3.2782 59.6418
6.46250 7.17295 .990 -21.7193 34.6443
26.40500 7.17295 .077 -1.7768 54.5868
9.55250 7.17295 .932 -18.6293 37.7343
2.52750 7.17295 1.000 -25.6543 30.7093
65.73000* 7.17295 .000 37.5482 93.9118
5.05500 7.17295 .997 -23.1268 33.2368
-19.94250 7.17295 .305 -48.1243 8.2393
-26.40500 7.17295 .077 -54.5868 1.7768
-16.85250 7.17295 .500 -45.0343 11.3293
-23.87750 7.17295 .138 -52.0593 4.3043
82.58250* 7.17295 .000 54.4007 110.7643
21.90750 7.17295 .210 -6.2743 50.0893
-3.09000 7.17295 1.000 -31.2718 25.0918
-9.55250 7.17295 .932 -37.7343 18.6293
16.85250 7.17295 .500 -11.3293 45.0343
-7.02500 7.17295 .985 -35.2068 21.1568
89.60750* 7.17295 .000 61.4257 117.7893
28.93250* 7.17295 .041 .7507 57.1143
3.93500 7.17295 .999 -24.2468 32.1168
-2.52750 7.17295 1.000 -30.7093 25.6543
23.87750 7.17295 .138 -4.3043 52.0593
7.02500 7.17295 .985 -21.1568 35.2068
(J) perlakuan2
3
4
5
6
7
1
3
4
5
6
7
1
2
4
5
6
7
1
2
3
5
6
7
1
2
3
4
6
7
1
2
3
4
5
7
1
2
3
4
5
6
(I) perlakuan1
2
3
4
5
6
7
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
84
Keterangan :
1 : kelompok kontrol negatif (CMC-Na 0,5%)
2 : suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB
3 : suspensi parasetamol dosis 91 mg/kgBB
4 : suspensi parasetamol dosis 182 mg/kgBB
5 : suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB
6 : suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 26 mg/kgBB
7 : suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB
85
Lampiran 25. Data uji homogenitas % penghambatan geliat kontrol negatif
(CMC-Na 0,5%), suspensi parasetamol dosis 45,5mg/kgBB,
91mg/kgBB, 182mg/kgBB, dan suspensi ekstrak daun
sambiloto dosis 13mg/kgBB, 26mg/kgBB,dan 52mg/kgBB
persenHambatanGeliat
Scheffea
4 .0000
4 60.6750
4 65.7300 65.7300
4 82.5825 82.5825
4 85.6725 85.6725
4 89.6075
4 92.1350
1.000 .107 .077
perlakuan1
2
5
6
3
7
4
Sig.
N 1 2 3
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.a.
86
Lampiran 26. Diagram batang perbandingan kontrol negatif, suspensi
parasetamol dosis 45,5mg/kgBB, 91mg/kgBB, 182mg/kgBB
dengan suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB,
26mg/kgBB, 52mg/kgBB
87
Lampiran 27. Determinasi Tanaman Sambiloto
88
Lampiran 28. Keterangan Mencit
89
BIOGRAFI PENULIS
Penulis dilahirkan di Solo pada tanggal 18 Februari 1988,
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
Irwan Tj. dan S. Minarny dan diberi nama Febrina Henny
Anggraeni. Penulis menempuh pendidikan di SD Kristen
Kalam Kudus Surakarta pada tahun 1994-2000.
Pada tahun 2000-2003 menempuh pendidikan di SLTP
Kristen Kalam Kudus Surakarta, kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 3
Surakarta dan tamat pada tahun 2006. Setelah itu melanjutkan pendidikan di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.