uji daya antibakteri pada sediaan hand sanitizer...
TRANSCRIPT
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 1
UJI DAYA ANTIBAKTERI PADA SEDIAAN HAND SANITIZER KITOSAN
TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus
DAN Escherichia coli
Eko Kusumawati1)
, Supomo2)
dan Libiyah2)
1) Jurusan Biologi FMIPA Universitas Mulawarman Samarinda
2) Akademi Farmasi Samarinda
ABSTRACT
This study aimed to compare the effevtiveness of antibacterialgel hand sanitizer of
chitosan shrimp shells ini suppressing the growth of bacteria Staphylococcus aureus
and Escherichia coli. Antibacterial effectiveness was analyzed using a diffusion
method.Data were analyzed statistically using One Way ANOVA. The results showed
that hand sanitizer with chitosan concentration of 1% had a greater inhibitory against
Staphylococcus aureus that is 2,49 mm and against Escherichia coli that is 0,705 mm,
while the results of positive control (Dettol) of inhibition greater than formula 1,which
is 6,31 mm for Staphylococcus aureus and 4,75 mm for Escherichia coli. The resulting
inhibition of hand sanitizer formula shrimp shell chitosan weak category. Basedonthe
results of this study concluded that chitosan concentration of 1% which is formulated in
the form of hand sanitizer gel had weakinhibition against bacteria Staphylococcus
aureus and Escherichia coli.
Keywords: antibacteri, chitosan, gel, hand sanitizer
PENDAHULUAN
Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk menjaga kebersihan
tangan adalah dengan menggunakan gel
antiseptik tangan (hand sanitizer).
Sebagai alternatif praktis menggantikan
sabun dan air untuk mencuci tangan, gel
antiseptik tangan diformulasikan
sebagai pembersih tangan yang mudah
dibawa serta dapat diperoleh dengan
mudah. Dewasa ini penggunaan gel
antiseptik tangan mendapat respon
positif dari masyarakat, namun
kebanyakan produk gel antiseptik
tangan di pasaran berbahan dasar
alkohol yang memiliki kekurangan
dapat mengiritasi kulit dan membuat
kulit kering bila digunakan berulang-
ulang. Sebagai salah satu alternatif,
kulit udang yang mengandung kitosan
dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri
dalam sediaan hand sanitizer.
Nurainy et al. (2008) menyatakan
bahwa terdapat aktivitas penghambatan
kitosan dari kulit udang sebagai
antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus dengan diameter penghambatan
tertinggi pada penambahan kitosan
dengan konsentrasi 0,2% sebesar 20,27
mm/mg kitosan dan terendah dengan
konsentrasi 0,8% sebesar 6,82 mm/mg
kitosan, sementara untuk aktivitas
penghambatan antibakteri Escherichia
coli dengan diameter penghambatan
tertinggi pada penambahan kitosan
dengan konsentrasi 0,2% sebesar 31,53
mm/mg kitosan dan terendah pada
penambahan kitosan dengan konsentrasi
0,8% sebesar 14,22 mm/mg kitosan.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui perbandingan
efektivitas antibakteri gel hand
sanitizer berbahan dasar kitosan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 2
Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus.
METODE PENELITIAN
Persiapan Sampel dan Perlakuan
Sampel kitosan yang akan
digunakan sebagai sediaan gel
antiseptik tangan diperoleh dari CV.
M&H Farm, selanjutnya diberi
perlakuan sebagai berikut :
P1 = Kontrol (+) Dettol terhadap
bakteri Staphylococcus aureus
P2 = Formula 1 (Kitosan 1%)
terhadap bakteri Staphylococcus
aureus
P3 = Kontrol negatif (Larutan DMSO
1%) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus
P4 = Kontrol (+) Dettol terhadap
bakteri Escherichia coli
P5 = Formula 1 (Kitosan 1%)
terhadap bakteri Escherichia coli
P6 = Kontrol negatif (Larutan DMSO
1%) terhadap bakteri
Escherichia coli
Pembuatan Media 1. Media Agar Miring
Bubuk NA merk Oxoid ditimbang
sebanyak 2,8 gram, dimasukkan ke
dalam labu erlenmayer ditambahkan
aquadest 100 ml. Kemudian
diletakkan diatas hotplate dan
diaduk menggunakan magnetic
stirrer sampai mendidih. Sebanyak
5 ml dituangkan masing-masing
pada 5 tabung reaksi steril dan
ditutup dengan aluminium foil.
Media tersebut disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 121oC selama 15
menit, kemudian dibiarkan pada
suhu ruangan selama 1 malam
sampai media memadat pada
kemiringan 45o. Media agar miring
digunakan untuk peremajaan
bakteri.
2. Media Mueller Hinton Agar (MHA)
Bubuk MHA ditimbang sebanyak
38 gram, dimasukkan ke dalam labu
erlenmayer ditambahkan aquadest
1000 ml. Kemudian diletakan diatas
hotplate dan diaduk menggunakan
magnetic stirrer. Setelah mendidih,
ditutup dengan kapas lalu dilapisi
dengan aluminium foil. Selanjutnya
disterilkan dalam autoklaf dengan
tekanan 2 atm pada suhu 121°C
selama 15 menit.
3. NaCl 0,9%
Sebanyak NaCl 0,9 gram ditimbang,
kemudian dimasukkan ke dalam
beaker glass ditambahkan dengan
aquadest sampai 100 ml, diaduk
hingga homogen. Selanjutnya
dimasukkan ke dalam 5 tabung
reaksi masing-masing berisi 9 ml.
4. Inokulasi Bakteri pada Media Agar
Miring
Bakteri uji diambil dengan jarum
ose steril, lalu ditanamkan pada
media agar miring dengan cara
menggores. Selanjutnya diinkubasi
pada suhu 37oC selama 48 jam.
5. Pembuatan Standar Kekeruhan
Larutan (Larutan Mc.Farland)
Larutan H2SO40,36 N sebanyak 99,5
ml dicampurkan dengan larutan
BaCl2.2H2O 1,175% sebanyak 0,5
ml dalam erlenmeyer. Kemudian
dikocok sampai terbentuk larutan
yang keruh. Kekeruhan ini dipakai
sebagai standar kekeruhan suspensi
bakteri uji.
6. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri uji yang telah diinokulasi
diambil dengan kawat ose steril lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang berisi 9 ml larutan NaCl 0,9%
kemudian divortex hingga diperoleh
kekeruhan yang sama dengan
standar kekeruhan larutan Mc.
Farland. Perlakuan yang sama
dilakukan pada setiap jenis bakteri
uji.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 3
Aktivitas Antibakteri
Media MHA dituang ke dalam 5
cawan petri masing-masing sebanyak 15
ml, dibiarkan hingga memadat. Tabung
yang telah berisi suspensi bakteri uji
diambil dan disterilkan pinggiran
tabung reaksi di atas lampu bunsen.
Setelah itu lidi kapas dicelupkan ke
dalam tabung reaksi. Pinggiran cawan
petri difiksasi di atas lampu bunsen.
Lidi kapas tadi diswab ke dalam cawan
petri hingga merata. Kemudian
pinggiran cawan petri yang berisi kertas
cakram difiksasi di atas lampu bunsen.
Lalu dicelupkan pinset ke dalam
alkohol 70%, setelah itu difiksasi di atas
lampu bunsen kemudian diangin-
anginkan. Kertas cakram diambil
dengan pinset, lalu dicelupkan ke dalam
gel hand sanitizer kitosan setelah itu
ditanamkan kertas cakram ke dalam
cawan petri dan dianggap sebagai
ulangan pertama. Pengulangan ini
dilakukan hingga 3 kali. Setelah selesai
diberi label, lalu diinkubasi secara
terbalik selama 24 jam dengan suhu
37oC.
Analisis Data
Data hasil penelitian berupa data
kuantitatif. Data kuantitatif berupa daya
antibakteri yang terbentuk pada uji
aktivitas anti bakteri. Data kuantitatif
diuji dengan menggunakan metode
ANOVA (jika data yang diperoleh
berdistribusi normal) atau uji Friedman
(jika data tidak berdistribusi normal).
Sebelum diuji dengan menggunakan
metode One Way ANOVA, terlebih
dahulu dilakukan uji Shapiro-Wilkuntuk
menentukan apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Selanjutnya,
dilakukan uji lanjutan yaitu dengan uji
Duncan untuk mengetahui perbedaan
secara nyata pada perbedaan perlakuan
dan hasil yang diperoleh. Data diolah
dengan menggunakan program
Microsoft Excel2010dan SPSS20.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan uji
antibakteri terhadap formula gel hand
sanitizer kitosan dengan konsentrasi 1%
dengan metode Kirby Bauer (kertas
cakram). Sebagai pembanding
digunakan kontrol positif (Dettol) dan
kontrol negatif (larutan DMSO 1%).
Hasil penelitian yang dilakukan dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Aktivitas antibakteri gel pembersih tangan berbahan dasar kitosan terhadap
bakteriStaphylococcus aureusdan Escherichia coli
Perlakuan Rata-rata zona hambat (mm) Kriteria zona hambat (mm)
P1 4,75 < 5 (Lemah)
P2 4,57 < 5 (Lemah)
P3 0,00 Tidak ada
P4 6,31 5-10 (Sedang)
P5 2,49 < 5 (Lemah)
P6 0,00 Tidak ada Keterangan:
P1 = Kontrol (+) Dettol terhadap bakteri Staphylococcus aureus
P2 = Formula 1 (Kitosan 1%) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
P3 = Kontrol negatif (Larutan DMSO 1%) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
P4 = Kontrol (+) Dettol terhadap bakteri Escherichia coli
P5 = Formula 1 (Kitosan 1%) terhadap bakteri Escherichia coli
P6 = Kontrol negatif (Larutan DMSO 1%) terhadap bakteri Escherichia coli
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 4
Dari data yang diperoleh seperti
pada Tabel 1 diketahui bahwa formula
hand sanitizer memiliki daya hambat
kategori lemah baik terhadap bakteri
Staphylococcus aureus maupun
Escherichia coli. Hasil daya hambat
tersebut lebih kecil bila dibandingkan
dengan kontrol positif (Dettol). Pada
kontrol negatif (Lautan DMSO 1%)
tidak ada daya hambat yang dihasilkan.
Pada penelitian ini digunakan
metode cakram kertas. Metode ini
digunakan karena memliki kelebihan;
mudah dilakukan, tidak memerlukan
peralatan khusus dan relatif murah.
Sedangkan kelemahannya adalah
ukuran zona bening yang terbentuk
tergantung oleh kondisi inkubasi,
inokulum, predifusi dan preinkubasi
serta ketebalan medium. Apabila
keempat faktor tersebut tidak sesuai
maka hasil dari metode cakram kertas
relatif sulit untuk ditentukan. Selain itu,
metode cakram kertas ini tidak dapat
diaplikasikan pada mikroorganisme
yang pertumbuhannya lambat dan
mikroorganisme yang bersifat anaerob
obligat (Jawetz et al., 2005).
Bahan aktif yang digunakan
dalam formula gel hand sanitizer ini
adalah kitosan. Kitosan yang
merupakan polimer kationik yang
bersifat nontoksik, dapat mengalami
biodegradasi dan bersifat
biokompatibel. Kitosan merupakan
senyawa polikationik alam yang unik
memiliki aktivitas antibakteri (Liu et
al., 2006). Berdasarkan sifat antibakteri
kitosan dari penelitian sebelumnya
maka digunakan konsentrasi 1% pada
setiap formula. Sebagai kontrol positif
digunakan Dettol dan kontrol negatif
digunakan larutan DMSO 1%.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada formula hand sanitizer
dengan konsentrasi kitosan 1%
memiliki daya hambat terhadap bakteri
Staphylococcus aureus yaitu sebesar
2,49 mm. Hal ini menunjukkan bahwa
daya hambat hand sanitizer kitosan
pada bakteri Staphylococcus aureus
lemah. Darmanto et al. (2010)
menyatakan bahwa mekanisme aktivitas
antimikroba dari kitosan terhadap
Staphylococcus aureus yaitu kitosan
akan membentuk membran polimer
pada permukaan sel Staphylococcus
aureus sehingga akan menghambat
nutrisi masuk kedalam sel. Hal ini
disebabkan oleh adanya gugus amina
pada kitosan yang mempunyai muatan
kationik yang dapat mengikat sumber
makan bagi bakteri tersebut seperti
alginat, pektin, protein, dan
polielektrolit anorganik seperti
polifosfat. Aktivitas antibakteri kitosan
terhadap Staphylococcus aureus
meningkat dengan peningkatan berat
molekul kitosan. Selain itu, aktivitas
antibakteri kitosan dipengaruhi oleh
derajat deasetilasi, konsentrasi dalam
larutan, dan pH media. Pada penelitian
ini data yang diperoleh dianalisis
menggunakan uji One Way ANOVA
dengan taraf kepercayaan 95% sehingga
dapat diketahui bahwa hand sanitizer
kitosan 1% tidak menunjukkan daya
hambat yang signifikan pada bakteri
Staphylococcus aureus. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena kurang
homogennya kitosan dengan basis gel
sehingga efektivitasnya pun ikut
berkurang.
Staphylococcus aureus
merupakan jenis bakteri Gram positif.
Menurut Pelczar dan Chan (1998),
struktur dinding bakteri Gram positif
relatif sederhana sehingga memudahkan
senyawa antibakteri menemukan
sasaran untuk bekerja. Kitosan dapat
berikatan dengan lipid yang ada pada
permukaan dinding sel bakteri. Menurut
Yusman (2006), bakteri Gram positif
memiliki kandungan peptidoglikan yang
tinggi dibandingkan dengan bakteri
Gram negatif. Kandungan
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 5
peptidoglikan yang tinggi akan
mengakibatkan tingginya kandungan
lipid. Menurut Widodo et al. (2006),
kitosan bersifat polikationik dapat
mengikat lipid dan logam berat.
Rusaknya lipid pada dinding sel bakteri
akan mengakibatkan rusaknya
pertahanan sel. Bakteri Gram positif
memiliki asam teikoat, polimer yang
bersifat asam yang mengandung ribitol,
fosfat, atau gliserol fosfat. Menurut
Yusman (2006), asam teikoat yang
bersifat asam dan mengandung ulangan
rantai gliserol fosfat dan ribotol fosfat
pada bakteri Gram positif menyebabkan
bakteri Gram positif bermuatan negatif.
Muatan negatif pada dinding sel bakteri
akan berikatan dengan muatan positif
dari kitosan membentuk senyawa yang
tidak bermuatan. Selain asam teikoat
akan berikatan dengan kitosan yang
bersifat basa.
Berdasarkan Tabel 1 dapat
diketahui bahwa pada formula hand
sanitizer dengan konsentrasi kitosan 1%
memiliki daya hambat yang lemah pada
bakteri Escherichia coli yaitu sebesar
4,57 mm. Kemungkinan besar sasaran
agen antibakteri kitosan adalah dinding
sel, membran sitoplasma dan
mengganggu sintesis DNA sel bakteri.
Bahan antibakteri khususnya dengan
gugus ammonium kuaterner berinteraksi
dengan dinding sel yang mengandung
protein, lipopolisakarida atau
peptidoglikan, serta asam teikoat yang
mengandung alkohol dan fosfat.
Escherichia coli merupakan bakteri.
Gram negatif yang memiliki dinding sel
yang tersusun dari peptidoglikan yang
merupakan lipopolisakarida dan asam
teikoat yang terdiri dari alkohol dan
fosfat. Membran sitoplasma
mengandung protein dan phospolipida.
Adanya phospat, protein, alkohol, asam
teikoat dan phospolipid menyebabkan
bakteri memiliki gugus hidrofilik yang
cenderung bermuatan negatif dan lebih
polar, walaupun di sisi lain memiliki
gugus hidrofobik. Gugus hidrofilik yang
cenderung bermuatan negatif ini
kemudian berinteraksi dengan kitosan.
Maka dengan adanya kitosan maka
dapat mengganggu metabolisme bakteri
dengan melapisi permukaan sel bakteri,
mencegah masuknya nutrien ke dalam
sel, berikatan dengan DNA kemudian
menghambat RNA dan sintesis protein.
Menurut Helander et al. (2001)
mekanisme aktivitas antibakteri kitosan
bisa dijelaskan sebagai berikut muatan
positif NH3+
glukosamin kitosan
berinteraksi dengan muatan negatif
(lipopolisakarida, protein) membran sel
mikroba sehingga menyebabkan
kerusakan membran luar sel dan
keluarnya konstituen intraselullar
bakteri.
Hasil daya hambat terhadap
bakteri pada formula hand sanitizer
dengan konsentrasi kitosan 1%
menunjukkan bahwa daya hambat dari
hand sanitizer tersebut tergolong lemah
baik terhadap bakteri Staphylococcus
aureus maupun Escherichia coli yaitu
sebesar 2,49 mm dan 4,57 mm. Hal ini
dikarenakan hand sanitizer tersebut
kental, sehingga mempengaruhi pada
saat perendaman kertas cakram. Akibat
zat aktif kitosan tidak terserap sempurna
pada saat perendaman sehingga
mempengaruhi hasil pengukuran daya
hambat yang diperoleh. Hasil ini juga
dimungkinkan dapat dipengaruhi oleh
ketidakcocokkan metode yang dipilih
dan digunakan sehingga hasil yang
diperoleh tidak maksimal. Metode ini
dipengaruhi banyak faktor di samping
interaksi antara obat dan bakteri
(misalnya sifat perbenihan, daya difusi,
ukuran molekul dan stabilitas obat).
Kelemahan metode difusi adalah
metode ini tidak dapat menentukan
apakah suatu obat bersifat bakterisid
dan bakteriostatik (Jawetz et al., 1996).
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 6
Daya hambat yang dihasilkan dari
formula hand sanitizer menunjukkan
perbedaan yang signifikan terhadap
bakteri Staphylococcus aureus bila
dibandingkan dengan kontrol positif
(Dettol) begitu pula terhadap kontrol
negatif (Larutan DMSO 1%). Hasil
tersebut berbeda dengan daya hambat
hand sanitizer terhadap bakteri
Escherichia coli. Daya hambat yang
dihasilkan tidak memiliki perbedaan
yang signifikan dengan kontrol positif
namun memilki perbedaan yang
signifikan dengan kontrol negatif. Hal
ini sesuai hasil uji One WayANOVA
dengan nilai p > 0,05.
DMSO 1% sebagai kontrol
negatif tidak menunjukkan adanya zona
hambat pada bakteri Gram positif
Staphylococcus aureus dan bakteri
Gram negatif Escherichia coli. Hal ini
mengindikasikan bahwa kontrol yang
digunakan tidak berpengaruh pada uji
antibakteri. Sedangkan Dettol sebagai
kontrol positif berpengaruh pada bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus dan
bakteri Gram negatif Escherichia coli.
Dettol sebagai kontrol positif
dengan zat aktif alkohol 60% berfungsi
sebagai antiseptik. Mekanisme kerjanya
mengganggu membran sel bakteri yang
akan menurunkan kemampuan
membran sel untuk memproduksi ATP
sebagai sumber energi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa daya hambat
Dettol terhadap bakteri Staphylococcus
aureus sebesar 6,31 mm dan
Escherichia coli sebesar 4,75 mm. Hal
ini berarti Escherichia coli lebih
resisten terhadap zat aktif Dettol, yang
ditunjukkan dengan daya hambat yang
lebih kecil.
Terbentuknya zona hambat,
membuktikan bahwa kandungan
senyawa dalam larutan kitosan mampu
berfungsi sebagai zat penghambat
pertumbuhan. Hal ini didukung karena
kitosan mengandung gugus amino bebas
yang bermuatan positif sehingga dapat
berikatan dengan senyawa lain yang
mempunyai muatan negatif. Sebagai
kation, kitosan mempunyai potensi
untuk mengikat banyak komponen,
seperti protein, pektin, alginat, dan
polielektrolit anorganik. Muatan positif
dari gugus NH3+
pada kitosan dapat
berinteraksi dengan muatan negatif pada
permukaan sel bakteri, yaitu asam
teikoat pada bakteri Gram positif dan
lipopolisakarida pada bakteri Gram
negatif. Interaksi ini diperkirakan akan
mengganggu pembentukan
peptidoglikan sehingga sel tidak
mempunyai selubung yang kokoh dan
mudah mengalami lisis sehingga
aktivitas metabolisme akan terhambat
dan pada akhirnya mengalami kematian
(Sarjono et al, 2008).
KESIMPULAN
Gel hand sanitizer kitosan
memiliki daya hambat dalam
menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus yang ditunjukkan dengan
terbentuknya zona hambat. Zona
hambat yang terbentuk dari gel hand
sanitizer kitosan terhadap bakteri
Staphylococcus aureus sebesar 2,49 mm
sedangkan terhadap bakteri Escherichia
coli sebesar 4,57 mm. Daya hambat
yang terbentuk termasuk dalam kategori
lemah.
DAFTAR PUSTAKA
Darmanto, M. L. Atmaja, dan M.
Nadjib. 2010. Studi Analisis
Antibakteri dari Film Gelatin-
Kitosan Menggunakan
Staphylococcus aureus. Skripsi.
Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut
Sepuluh November.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 7
Helander, I.M., E.L. Numiaho, R.
Ahvenainen, J. Rohoades, and S.
Roller. 2001. Chitosan disrupts
the barrier properties of the outer
membrane of Gram negative
bacteria. International Journal of
Food Microbiol. 71: 235-244.
Jawetz, E., J.L. Melnick., E.A .
Adelberg., G.F. Brooks., J.S .
Butel., dan L.N. Ornston. 2005.
Mikrobiologi Kedokteran. Edisi
ke -20 (Alih bahasa : Nugroho &
R.F.Maulany). Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. hal.
211,213,215.
Jawetz, et al,. 1996. Mikrobiologi
Kedokteran. Edisi ke 23. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Liu, N., X.G. Chen, H.J. Park, C.G. Liu,
C.S. Liu, X.H. Meng, and L.J. Yu.
2006. Effect of MW and
Concentration of Chitosan on
Antibacterial Activity of
Escherichia Coli, Carbohydr.
Polym.Jumal. 64: 60 – 65.
Nurainy F., S. Rizal, dan Yudiantoro.
2008. Pengaruh Konsentrasi
Kitosan terhadap Aktivitas
Antibakteri dengan Metode Difusi
Agar Sumur. Jurnal. Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
Lampung.
Pelczar, M.J., dan E.C.S Chan. 1998.
Mikrobiologi Dasar.
Diterjemahkan oleh Ratna Sri
Hadioetomo et al. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Sarjono PR, N.A. Mulyani, dan N.
Wulandari. 2008. Uji Antibakteri
Kitosan Dari Kulit Udang Windu
(Penaeus monodon) Dengan
Metode Difusi Cakram Kertas.
Proceeding Seminar Nasional
Kimia dan Pendidikan
Kimia.(UNS-UNDIP-UNNES).
Widodo, A., Marida, dan A. Prasetyo.
2006. Potensi Kitosan dari
Limbah Udang sebagai Koagulan
Logam Berat Limbah Cair
Industri Tekstil. Skripsi. Jurusan
Teknik Kima Institut Sepuluh
November (ITS).
Yusman, D.A. 2006. Hubungan Antara
Aktivitas Antibakteri Kitosan dan
Ciri Permukaan Dinding Sel
Bakteri. Jurnal Penelitian IPB.
Departemen Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IPB. Bogor.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 8
KINERJA BUNDARAN SIMPANG BUPATI
JALAN BRIGJEND. H. HASAN BASRY KABUPATEN TAPIN
Dewi Yuniar1)
, Eka Pertiwi1)
dan Adi Susetyo Dermawan1)
1)
Program Studi Teknik Sipil Universitas Achmad Yani Banjarmasin
ABSTRAK
Bundaran Simpang Bupati merupakan salah satu bundaran yang cukup penting di
Kabupaten Tapin yang melayani arus lalu lintas dan mengendalikan persimpangan
sebagai titik pertemuan antara beberapa ruas jalan dari arah Jalan Brigjend. Hasan Basry
HSS, Jalan Pelita, Jalan Brigjend. H. Hasan Basry Pasar Raya dan Jalan Perintis.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui kinerja dari bundaran Simpang Bupati, besarnya
kapasitas bundaran (C), derajat kejenuhan (DS) dan Tundaan (DT) yang terjadi dan
mengevaluasi bundaran. Metode penelitian menggunakan Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI 1997). Pengumpulan data berdasarkan data primer yaitu survey
lapangan dan data sekunder dari Dinas Perhubungan Kabupaten Tapin. Hasil penelitian
menunjukkan kapasitas bundaran di jalan Brigjend. H. Hasan Basry HSS adalah
1960,15 smp/jam, di jalan Pelita adalah 2155,62 smp/jam, di jalan Brigjend. H. Hasan
Basry Pasar Raya adalah 3003,97 smp/jam dan di jalan Perintis adalah 2921 smp/jam.
Kapasitas terbesar terjadi pada jalan Brigjend. H. Hasan Basry Pasar Raya, yaitu
3003,97 smp/jam. Derajat kejenuhan yang terjadi di jalan Brigjend. H. Hasan Basry
HSS adalah 0,76, di jalan Pelita adalah 0,78, di jalan Brigjend. H. Hasan Basry Pasar
Raya adalah 0,55 dan di jalan Perintis adalah 0,54. Rata-rata derajat kejenuhan ≤ 0,85
berarti tidak jenuh. Tundaan (DT) di jalan Brigjend. H. Hasan Basry HSS adalah 4,65
det/smp, di jalan Pelita 5,03 det/smp, di jalan Brigjend. H. Hasan Basry Pasar Raya
adalah 2,56 det/smp dan di jalan Perintis adalah 2,53 det/smp.
Kata kunci : bundaran, MKJI 1997, derajat kejenuhan, tundaan
PENDAHULUAN
Pesatnya arus lalu lintas
disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan masyarakat akan
kepemilikan kendaraan, terbatasnya
sumberdaya pembangunan jalan raya
dan belum optimalnya fasilitas lalu
lintas yang ada berakibat pada masalah-
masalah yang dapat menggangu arus
lalu lintas. Dilihat dari jumlah penduduk
Kabupaten Tapin yang berjumlah
181.778 Jiwa (Badan Pusat Statistik
Kabupaten Tapin, 2015). Membuat lalu
lintas di Kabupaten Tapin semakin
padat setiap harinya, yang salah satunya
sering terjadi kemacetan, antrian
panjang, dan tundaan yang terdapat di
ruas jalan dan simpang.
Bundaran (roundabout)
merupakan salah satu jenis
pengendalian persimpangan yang
umumnya dipergunakan pada daerah
perkotaan dan luar kota sebagai titik
pertemuan antara beberapa ruas jalan.
Bundaran berfungsi membelokkan
kendaraan-kendaraan dari suatu lintasan
yang lurus, sehingga akan
memperlambat kecepatannya dan
mengurangi konflik yang terjadi di
persimpangan. Bundaran Simpang
Bupati yang terletak di Kota Rantau
merupakan bundaran di 4 (empat)
persimpangan yaitu dari Jalan Brigjend.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 9
H. Hasan Basry HSS, Jalan Pelita, Jalan
Brigjend. H. Hasan Basry Pasar Raya
dan Jalan Perintis. Bundaran ini berada
di perkotaan dan perkantoran Kota
Rantau dengan jumlah volume
kendaraan yang sangat ramai dan selalu
dilewati bagi pengguna jalan baik dari
wilayah Kota Rantau maupun pengguna
jalan dari luar kota yang akan menuju
arah Kalimantan Timur.
Masalah yang terjadi di bundaran
Simpang Bupati yaitu seringnya terjadi
kemacetan disetiap lengannya baik pada
pagi hari, siang hari maupun sore hari.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya
jumlah kendaraan yang ingin melintas
serta fasilitas perlengkapan jalan yang
kurang lengkap seperti tidak adanya alat
pemberi isyarat lalu lintas (APILL)
serta kurangnya kesadaran masyarakat
dalam berlalu lintas mengakibatkan
sering terjadinya kepadatan kendaraan
di daerah persimpangan sekitar
bundaran. Tujuan penelitian adalah
menganalisis kinerja dan kapasitas
bundaran Simpang Bupati dengan
menggunakan metode MKJI 1997
beserta derajat kejenuhan dan tundaan
yang terjadi.
METODOLOGI PENELITIAN
Tahapan-tahapan penelitian dapat
dilihat pada bagian alir berikut ini :
Mulai
Kajian Pustaka (MKJI 1997)
Pengumpulan Data
Identifikasi Masalah
Data Primer
- V
olume lalu lintas
- l
ebar pendekat W1 dan W2
- L
ebar jalinan (Ww)
- P
anjang jalinan (Lw)
Data Sekunder
- Jumlah Penduduk
- V
olume lalu lintas
- K
ondisi Geometrik bundaran
Pengolahan Data
Analisis Data
Kesimpulan
Analisis dam Pembahasan
Selesai
Gambar 1. Alur penelitian
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 10
Tahap persiapan ini meliputi :
1. Mengetahui lokasi yang akan
diteliti
2. Menentukan waktu penelitian
3. Menentukan peralatan yang
digunakan
4. Studi pustaka materi untuk proses
pelaksanaan
Pengumpulan Data
a. Pengumpulan Data Primer
Data yang diperoleh meliputi volume
lalu lintas, lebar pendekat (W1 dan
W2), lebar jalinan (Ww) dan panjang
jalinan (Lw). Jenis kendaraan yang
diambil adalah LV (kendaraan
ringan), HV (kendaraan berat), MC
(sepeda motor) dan UM (kendaraan
tak bermotor). Pengambilan data
volume lalu lintas dilaksanakan
selama 3 (tiga) hari, yaitu pada hari
Sabtu, Minggu dan Senin pada jam
puncak, pagi pukul 07.00-09.00
WITA, siang pukul 12.00-14.00
WITA dan sore 16.00-18.00 WITA.
Jam ini dianggap jam sibuk karena
pada saat jam berangkat
sekolah/kantor/pasar, istirahat dan
pulang.
b. Pengumpulan Data Sekunder
Survey data sekunder meliputi data
jumlah penduduk dari Badan Pusat
Statistik Kabupaten Tapin serta data
volume lalu lintas dan kondisi
geometric dari dinas Perhubungan
Kabupaten Tapin.
Pengolahan dan analisis data
Hasil survey dicatat pada formulir
pencatatan sesuai dengan jenis
kendaraan dan arah pergerakan seperti
belok kiri (LT), lurus (ST) dan belok
kanan (RT) dari tiap-tiap lengan
persimpangan dan hasilnya
dikonversikan kedalam satuan mobil
penumpang (smp). Analisis data
dilanjutkan untuk perhitungan kinerja
bundaran. seperti besarnya kapasitas,
derajat kejenuhan dan tundaan. Analisis
kinerja bundaran menggunakan metode
Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(MKJI 1997).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geometrik bundaran
Simpang Bupati
Bundaran Simpang Bupati
memiliki 4 (empat) lengan
persimpangan. Setiap lengan diberi
notasi A, B, C, dan D, sesuai arah jarum
jam.
1. Jalan Brigjend. H. Hasan Basry
HSS, diberi notasi A
2. Jalan Pelita, diberi notasi B
3. Jalan Brigjend. H. Hasan Basry
Pasar Raya, diberi notasi C
4. Jalan Perintis, diberi notasi D
Gambar 2. Kondisi Geometrik
Bundaran Simpang Bupati
Sumber : Dinas Perhubungan
Kabupaten Tapin, 2016
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 11
Kondisi Lalu Lintas bundaran Simpang Bupati
Tabel 1. Data Volume Lalu Lintas Sabtu, 24 September 2016 (Kend/Jam)
Jam Pergerakan Lengan A Lengan B Lengan C Lengan D Total
07.00-
08.00
LT 436 374 195 475
4425 ST 580 238 627 288
RT 245 482 318 167
08.00-
09.00
LT 276 185 267 316
4147 ST 739 324 521 405
RT 183 352 196 383
12.00-
13.00
LT 324 397 214 420
3937 ST 485 168 673 239
RT 170 272 264 311
13.00-
14.00
LT 153 437 219 186
3378 ST 264 321 532 173
RT 215 375 176 327
16.00-
17.00
LT 245 382 186 341
3893 ST 471 196 639 218
RT 306 492 154 263
17.00-
18.00
LT 187 432 345 391
4099 ST 586 219 562 274
RT 266 343 168 326
Jumlah 23879
Sumber : Data Survey 2016
Tabel 2. Data Volume Lalu Lintas Minggu, 25 September 2016 (Kend/Jam)
Jam Pergerakan Lengan A Lengan B Lengan C Lengan D Total
07.00-
08.00
LT 320 473 255 384
4565 ST 563 196 689 174
RT 287 520 418 286
08.00-
09.00
LT 259 412 245 451
3887 ST 571 178 499 236
RT 167 324 268 277
12.00-
13.00
LT 193 204 271 316
3792 ST 396 285 612 184
RT 323 370 401 237
13.00-
14.00
LT 338 236 262 145
3312 ST 574 177 417 243
RT 168 269 202 281
16.00-
17.00
LT 376 427 308 259
4165 ST 624 274 485 167
RT 252 391 219 383
17.00-
18.00
LT 161 347 348 287
3521 ST 475 185 556 218
RT 233 294 161 256
Jumlah 23242
Sumber : Data Survey 2016
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 12
Tabel 3. Data Volume Lalu Lintas Senin, 26 September 2016 (Kend/Jam)
Jam Pergerakan Lengan A Lengan B Lengan C Lengan D Total
07.00-
08.00
LT 348 532 467 572
5712 ST 887 359 743 347
RT 375 481 406 195
08.00-
09.00
LT 236 393 168 370
3773 ST 472 237 639 182
RT 191 285 254 346
12.00-
13.00
LT 283 172 367 502
3846 ST 294 364 518 149
RT 227 453 280 237
13.00-
14.00
LT 197 632 425 314
4902 ST 702 158 863 257
RT 349 323 274 408
16.00-
17.00
LT 283 376 425 487
4631 ST 634 280 714 223
RT 421 367 172 249
17.00-
18.00
LT 128 276 342 436
4424 ST 473 324 829 183
RT 294 402 385 352
Jumlah 27288
Sumber : Data Survey 2016
Tabel 4. Data Volume Lalu Lintas Total (Kend/Jam)
Jam Sabtu, 24 Mei 2016 Minggu, 25 Mei 2016 Senin, 26 Mei 2016
07.00-08.00 4425 4565 5712
08.00-09.00 4147 3887 3773
12.00-13.00 3937 3792 3846
13.00-14.00 3378 3312 4902
16.00-17.00 3893 4165 4631
17.00-18.00 4099 3221 4424
Total 23879 22942 27288
Sumber : Data Survey 2016
Dari data hasil survey yang
dilakukan selama 3 (tiga) hari maka
didapat arus maksimum pada periode
pengamatan hari Senin, 26 September
2016 pada jam 07.00-08.00 WITA.
Tabel 5. Data Arus Lalu Lintas Maksimum (Kend/Jam)
Lengan Pergerakan Kend. Bermotor Kend. Tak Bermotor Total
LV HV MC UM
A
LT 32 7 286 23
1610 ST 216 15 639 17
RT 73 5 289 8
B
LT 41 18 467 6
1372 ST 23 4 332 0
RT 92 2 383 4
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 13
Tabel 5. Lanjutan
Lengan Pergerakan Kend. Bermotor Kend. Tak Bermotor Total
LV HV MC UM
C
LT 71 2 382 12
1616 ST 182 11 523 27
RT 39 0 349 18
D
LT 56 4 503 9
1114 ST 24 5 317 1
RT 27 9 156 6
Sumber : Data Survey 2016
Tabel 6. Perhitungan Arus Lalu Lintas Dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Tipe
Kendaraan LV HV MC
MV
UM
Emp Emp = 1,0 Emp = 1,3 Emp = 0,5
Gerakan
Kend
/
Jam
Smp
/
jam
Kend/
jam
Smp
/
jam
Kend
/
jam
Smp/
jam
Kend/
jam
Smp/
jam
Kend/
jam
A
LT
ST
RT
Total
32
216
73
321
32
216
73
321
7
15
5
27
9,1
19,5
6,5
35,1
286
639
289
1214
143
319,5
144,5
607
325
870
367
1562
184,1
555
224
963,1
23
17
8
48
B
LT
ST
RT
Total
41
23
92
156
41
23
92
156
18
4
2
24
23,4
5,2
2,6
31,2
467
332
383
1182
236,5
166
193,5
596
526
359
477
1362
300,9
194,2
288,1
783,2
6
0
4
10
C
LT
ST
RT
Total
71
182
39
292
71
182
39
292
2
11
0
13
2,6
14,3
0
16,9
382
523
349
1254
191
261,5
174,5
627
455
716
388
1559
264,6
457,8
213,5
935,9
12
27
18
57
D
LT
ST
RT
Total
56
24
27
107
56
24
27
107
4
5
9
18
5,2
6,5
11,7
23,4
503
317
156
976
251,5
158,5
78
488
563
346
192
1101
312,7
189
116,7
618,4
9
1
3
13
Total 5584 3300,6 128
Sumber : Hasil Perhitungan, 2016
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 14
Tabel. 7. Perhitungan Arus Menjalin
Gerakan
Kendaraan
Bermotor Total
MV
A B C D
(UM) QW QTOT QW QTOT QW QTOT QW QTOT
Kend/
jam
Smp/
jam
Smp/
jam
Smp/
jam
Smp/
jam
Smp/
Jam
Smp/
jam
Smp/
jam
Smp/
jam
Smp
/jam
Smp/
jam
A
LT 325 184,1 23
ST 870 555 555 555 555 17
RT 367 224 224 224 224 224 8
UT 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 1562 963,1 963,1 48
B
LT 526 300,9 6
ST 359 194,2 194,2 194,2 194,2 0
RT 477 288,1 288,1 288,1 288,1 288,1 4
UT 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 1362 783,2 783,2 10
C
LT 455 264,6 12
ST 716 457,8 457,8 457,8 457,8 27
RT 388 213,5 213,5 213,5 213,5 213,5 18
UT 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 1559 935,9 935,9 57
D
LT 563 312,7 9
ST 346 189 189,5 189,5 189,5 1
RT 192 116,7 116,7 116,7 116,7 120,6 6
UT 0 0 0 0 0 0 0
Total 1101 618,4 618,4 13
Total 5584 3300,6 1181,5 1482,3 1154 1678,9 1089,5 1642,2 1051,6 1577,8 128
Rasio Menjalin (PW) 0,797 0,687 0,663 0,666
Rasio Kendaraan Tak Bermotor (PUM) 0,023
Sumber : Hasil Perhitungan, 2016
Keterangan :
QW
QTOT
PW
=
=
=
Arus Menjalin
Arus Total
Rasio Menjalin
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 15
Tabel 8. Perhitungan Rasio Jalinan
Bagian
Jalinan
Qmasuk
(Smp/jam)
QTOT
(Smp/jam)
QW
(Smp/jam)
PW
(Smp/jam)
AB
A= +
+ +
A=184,1+555+22
4+0
=963,1
= A+D-
+ + +
= 963,1+618,4-
312,7+213,5
+0+0 = 1482,3
= A-
+ + +
= 963,1-
184,1+189+213,5
+0 = 1181,5
=
/
=
1181,5/148
2,3
= 0,797
BC
B= +
+ +
B=300,9+194,2+2
88,1 +0= 783,2
= B+A-
+ + +
= 783,2+963,1-
184,1+116,7
+0+0 = 1678,9
= B-
+ + +
= 783,2-
300,9+555+116,7
+0 = 1154
=
/
=
1154/1678,
9
= 0,687
CD
C= +
+ +
C=264,6+457,8+2
13,5 +0=935,9
= C+B-
+ + +
= 935,9+783,2-
300,9+224
+0+0 = 1642,2
= C-
+ + +
= 935,9-
264,6+194,2+224
+0 = 1089,5
=
/
=
1089,5/164
2,2
= 0,663
DA
D= +
+ +
D=312,7+189+11
6,7+0
=618,4
= D+C-
+ + +
= 618,4+935,9-
264,6+288,1
+0+0 = 1577,8
= D-
+ + +
= 618,4-
312,7+457,8+
288,1+0 = 1051,6
=
/
=
1051,6/157
7,8
= 0,666
Sumber : Hasil Perhitungan, 2016
Keterangan :
Bagian Jalinan
QMASUK
QTOT
QW
PW
=
=
=
=
=
Ruang gerak lebih pada sisi kiri jalan
Arus masuk bundaran
Arus Total
Arus menjalin
Rasio menjalin
Gambar 3. Parameter Geometri Bundaran
Sumber : Hasil Survey, 2016
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 16
Perhitungan parameter geometri bisa dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini.
Tabel 9. Parameter Geometri Bagian Jalinan
Bagian
Jalinan
W1
(m)
W2
(m)
WE
(m)
Ww
(m)
We/Ww
( m)
Lw
( m)
Ww/Lw
( m)
AB 7 5 9,5 8,9 1,07 13,7 0,65
BC 2,8 10,2 7,9 9,3 0,85 18,9 0,49
CD 4 13 10,5 12,4 0,85 23,4 0,53
DA 3,7 16,4 11,9 11,4 1,04 19,3 0,59
Sumber : Hasil Perhitungan, 2016
Keterangan :
Bagian jalinan
W1, W2
WE
WW
WE / Ww
LW
Ww / Lw
=
=
=
=
=
=
=
Ruang gerak lebih pada sisi kiri jalan
Lebar Pendekat
Lebar masuk rata-rata
Lebar Jalinan
Rasio lebar masuk rata-rata atau lebar jalinan
Panjang jalinan
Rasio lebar atau panjang jalinan
Lebar masuk rata-rata (WE) dihitung dengan rumus : WE = W1+ W2 / 2
Kapasitas bundaran Simpang Bupati
Kapasitas dihitung menggunakan
persamaan berikut :
C = CO X FCS X FRSU (smp/jam)
Keterangan :
C
CO
FCS
FRSU
=
=
=
=
Kapasitas
Kapasitas dasar
Faktor penyesuaian
ukuran kota
Faktor penyesuaian tipe
lingkungan jalan,
hambatan samping dan
kendaraan tak bermotor
Langkah-langkah perhitungan
kapasitas sebagai berikut :
Menentukan Kapasitas Dasar (CO)
CO = 135 x 1,3
x
(1+ /1,5
x (1- /0,5
x (1+ /
-1,8
Menentukan Faktor Penyesuaian
Ukuran Kota (FCS)
Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
(FCS) ditentukan dari tabel dibawah
ini berdasarkan jumlah penduduk
kota (Juta Jiwa).
Tabel 10. Faktor Penyesuaian Ukuran
Kota (FCS)
Ukuran kota Junlah
penduduk
Juta
Faktor
penyesuaian
ukuran Kota
( )
Sangat kecil
Kecil
Sedang
Besar
Sangat besar
< 0,1
0,1 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 3,0
> 3,0
0,82
0,88
0,94
1,00
1,05
Sumber : MKJI 1997
Berdasarkan jumlah penduduk
Kabupaten Tapin yaitu sebanyak
181.778 Jiwa, maka Faktor Penyesuaian
Ukuran Kota (FCS) adalah 0,88 dengan
ukuran kota kecil (0,1 – 0,5 juta jiwa).
Menentukan Faktor Penyesuaian
Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan
Samping dan Kendaraan Tak Bermotor
(FRSU).
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 17
Tabel 11. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan
Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)
Kelas tipe lingkungan
jalan RE
Kelas hambatan
samping SF
Rasio kendaraan tak bermotor
0,00 0,05 0,10 0,15 0,2 ≥0,25
Komersial
Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70
Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71
Permukiman
Tinggi 0,96 0,91 0,86 0,82 0,77 0,72
Sedang 0,97 0,92 0,87 0,83 0,77 0,73
Rendah 0,98 0,93 0,88 0,83 0,78 0,74
Akses terbatas Tinggi/sedang/
rendah 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Sumber : MKJI 1997
Berdasarkan dari hasil
pengamatan di lapangan kelas tipe
lingkungan jalan RE bundaran simpang
bupati adalah komersial dengan
hambatan samping rendah. Dari hasil
perhitung rasio kendaraan tak bermotor
sebesar 0,023. Maka Faktor
Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan,
Hambatan Samping dan Kendaraan Tak
Bermotor (FRSU) adalah 0,93
(interpolasi).
Perhitungan Kapasitas
Kapasitas dapat dihitung
berdasarkan rumus :
C = CO x x
Derajat kejenuhan ditetapkan
sebagai : DS = QTOT/C
Hasil perhitungan kapasitas
bundaran dan derajat kejenuhan pada
Tabel 12.
Tabel 12. Perhitungan Kapasitas dan derajat kejenuhan
Jalinan CO
(Smp/jam)
Faktor
Penyesuaian C
(Smp/jam)
QTOT
(smp/jam) DS Keterangan
FCS FRSU
AB 2395,10 0,88 0,93 1960,15 1482,3 0,76 Tidak
jenuh
BC 2633,94 0,88 0,93 2155,62 1678,9 0,78 Tidak
jenuh
CD 3670,54 0,88 0,93 3003,97 1642,2 0,55 Tidak
jenuh
DA 3569,31 0,88 0,93 2921,12 1577,8 0,54 Tidak
jenuh
Sumber : Hasil Perhitungan, 2016
Keterangan
CO
FCS
FRSU
C
=
=
=
=
Kapasitas Dasar
Ukuran Kota
Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan Tak Bermotor
Kapasitas (Smp/jam)
QTOT
DS
=
=
Arus total (smp/jam)
Derajat kejenuhan
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 18
Tundaan Bundaran Simpang Bupati
(DT) Tundaan rata-rata lalu lintas per
kendaraan yang masuk ke bagian
jalinan, dapat dihitung sebagai berikut :
DT
DT
=
=
2 + 2,68982 x DS
– (1-DS) x 2
1 / (0,59186 –
0,52525 x DS) –
(1-DS) x 2
Untuk
DS < 0,6
Untuk
DS > 0,6
Hasil perhitungan Tundaan
bundaran Simpang Bupati bisa dilihat
pada Tabel 13.
Tabel 13. Tundaan bundaran Simpang
Bupati
Jalinan Derajat
Kejenuhan
DS
Tundaan Lalu
Lintas
DT (det/smp)
AB 0,76 4,65
BC 0,78 5,03
CD 0,55 2,56
DA 0,54 2,53
Sumber : Hasil Perhitungan 2016
Derajat kejenuhan yang
diisyaratkan kurang dari 0,85 smp/jam
(DS≤0,85). Berdasarkan perhitungan
pada 4 (empat) arah jalan derajat
kejenuhan masih kurang dari 0,85
menunjukkan tidak terjadi kejenuhan
dan jalan tersebut tidak perlu di evaluasi
saat ini kecuali terjadi peningkatan
pertumbuhan arus lalu lintas.
KESIMPULAN
1. Kapasitas bundaran di jalan
Brigjend. H. Hasan Basry HSS
adalah 1960,15 smp/jam, di jalan
Pelita adalah 2155,62 smp/jam, di
jalan Brigjend. H. Hasan Basry
Pasar Raya adalah 3003,97
smp/jam dan di jalan Perintis
adalah 2921 smp/jam. Kapasitas
terbesar terjadi pada jalan Brigjend.
H. Hasan Basry Pasar Raya, yaitu
3003,97 smp/jam.
2. Derajat kejenuhan yang terjadi di
jalan Brigjend. H. Hasan Basry
HSS adalah 0,76, di jalan Pelita
adalah 0,78, di jalan Brigjend. H.
Hasan Basry Pasar Raya adalah
0,55 dan di jalan Perintis adalah
0,54. Rata-rata derajat kejenuhan ≤
0,85 berarti tidak jenuh.
3. Tundaan (DT) di jalan Brigjend. H.
Hasan Basry HSS adalah 4,65
det/smp, di jalan Pelita adalah 5,03
det/smp, di jalan Brigjend. H.
Hasan Basry Pasar Raya adalah
2,56 det/smp dan di jalan Perintis
adalah 2,53 det/smp.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2015. Jumlah
Penduduk. Kabupaten Tapin.
Bina Marga, Direktorat Jendral. 1997.
Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI). Jakarta.
Dinas Perhubungan. 2016. Geometrik
Bundaran Simpang Bupati dan
Volume Lalu Lintas. Kabupaten
Tapin.
Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas
Angkutan Kota. 1999. Rekayasa
Lalu Lintas. Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat. Jakarta.
Harpiati. 2015. Analisa Kinerja
Bundaran Jalan Jepang Kuala
Kapuas. Universitas Achmad
Yani. Banjarmasin.
Januwinata, A. 2009. Evaluasi Kinerja
Bundaran Pada Persimpangan
Jalan P. Samudera-Jalan MT.
Haryono di Banjarmasin.
Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru.
Munawar, A. 2004. Manajemen Lalu
Lintas Perkotaan. Beta Offset.
Yogyakarta.
Risantika, S. 2015. Evaluasi Bundaran
di Simpul Jalan Cipto
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 19
Mangunkusumo Kota Bontang.
Universitas 17 Agustus 1945.
Samarinda.
Setiawan, A. D. 2009. Evaluasi Kinerja
Bundaran (Studi Kasus Bundaran
Gelora Manahan Solo).
Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.
Warpani, S. 1993. Rekayasa Lalu
Lintas. Barata Karya Aksara.
Jakarta.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 20
RANCANG BANGUN MESIN PEMARUT KELAPA DENGAN KERJA
OTOMATIS DAN MANUAL KAPASITAS 1,09 KG/MENIT
Anhar Khalid
Jurusan Teknik Mesin Program Studi Teknik Mesin Produksi
Politeknik Negeri Banjarmasin
ABSTRAK
Rancang Bangun mesin pemarut kelapa dengan sistem kerja otomatis dan manual
adalah untuk mempercepat hasil produksi dari hasil pemutaran kelapa. Mesin pemarut
kelapa ini terdiri dari mesin utama dan system manual. Mesin utama berupa silinder
pemarut yang fungsinya untuk memarut kelapa kuapasan yang siap diambil santannya
serta digunakan dalam aneka macam makanan. Mesin pemarut kelapa ini menggunakan
motor listrik ½ HP dengan putaran mesin 1400 rpm. Adapun kapasitas yang dapat oleh
mesin ini dalam memarut kelapa yaitu 1,09 kg/menit, dan apabila menggunakan system
manual kapasitas yang dihasilkan tergantung pada operator yang mengoperasikannya.
Kata kunci : Kelapa, Mesin Pemarut, Silinder
PENDAHULUAN
Mesin pemarut kelapa ini
menggunakan sistem motor listrik dan
sistem pemutaran manual, sehingga
pada saat penggunaan mesin pemarut
kelapa ini dan arus listrik mati, mesin
masih bisa tetap digunakan dengan
pemutaran manual. Walaupun
penggunaan alat pemutar ini hanya
secara manual, namun alat ini sangat
membantu dalam proses produksi.
Tujuan penelitian adalah
merancang suatu alat yang diharapkan
akan berguna dan bermanfaat bagi
masyarakat luas dan mencoba untuk
merencanakan konstruksi dari sebuah
peralatan, dengan demikian kita dapat
menentukan berapakah beban yang
layak atau mampu untuk diberikan pada
kontruksi yang sudah kita rencanakan.
METODE PENELITIAN
Rumus perhitungan yang
digunakan untuk perencanaan daya pada
motor penggerak adalah sebagai
berikut:
Sumber : Elemen Mesin, Ir. Sularso
dan kiyokatsu Suga.1983 Halaman
45…………………..(3.1)
Keterangan :
P = Daya (Kw)
ω = Kecepatan Sudut (rad/s)
T = Torsi (Kg.m)
Keterangan dimana untuk
mengubah satuan watt ke HP (Horse-
Power) maka dibagikan dengan 746
watt (1 HP). Dimana rumus untuk
mencari ω (kecepatan sudut) dan T
(Torsi) adalah sebagai berikut :
Sumber : Elemen Mesin, Ir. Sularso
dan kiyokatsu Suga.1983 Halaman
47…………………..(3.2)
P = ω . T
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 21
Sumber : Elemen Mesin, Ir. Sularso
dan kiyokatsu Suga.1983 Halaman
45…………………..(3.3)
Sumber : Elemen Mesin, Ir. Sularso
dan kiyokatsu Suga.1983 Halaman
45…………………..(3.4)
Keterangan :
n = Putaran poros (rpm)
V = kecepatan (m/s)
D = Diameter poros (mm)
F = Beban yang terjadi (Kg)
r = Jari-jari poros pada motor (m)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Diketahui : 1 HP = 746 watt Motor listrik dengan daya ½ Hp
o V (mm/det) adalah kecepatan
putaran pada penggerak
Dimana :
D = Diameter poros motor penggerak
17 (mm)
nt = Putaran rencana 1400 (rpm)
jadi :
mm/det (pers
3.24)
V= 1245,5 mm/det
Jadi kecepatan putaran (V) adlah
1245,5 mm/det
o n adalah putaran motor penggerak
n = 1400 rpm
putaran motor 1400 rpm
efesiensi mekanis (n) = 0,85
Ditanya ;daya yang digunakan ?
Jawab : daya motor (P)
P (rencana) = ½ HP = 0,5 x
0,746 = 0,373 K
Putaran rencana ( )
Putaran dari motor listrik ke
pully,
dp (diameter pully motor listrik)
= 100 mm
Dp (diameter pully transmisi)
= 80 mm
Catatan : Diameter Pully sesuai dengan
yang ada di pasaran.
Putaran yang keluar ( n2 )
…………………………………
…….. (pers. 3.10)
n2 (rencana) = = 1750
Rpm
Fc (factor koreksi) = 1,2 Daya
rata-rata yang diperlukan (Tabel
3.2)
Daya Rencana (Pd)
………………………………(p
ers 3.5)
Pd (daya rencana) = 2,0 .0,373
kw = 0,746 Kw
ds (diameter poros)= 1/3
= 16,74 mm = 17 mm
o Momen puntir rencana (T)
o ………..(Pers 3.6)
T (momen puntir rencana) = 9,74 .
105 .
T (momen puntir rencana) = 9,74 .
105 . 0,00042
T (momen puntir rencana) =
409,08 Kg.mm
o Bahan
poros yang di pakai : S30C = b =
48 kg/mm2……..(table 3.1)
o Faktor
keamanan :
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 22
= 6 (Faktor keamanan sesuai
dengan bahan yang digunakan)
= 3 (Faktor keamanan sesuai
denganb pengaruh konstrentasi
tegangan)
= 2 (Faktor koreksi untuk
beban kekuatn)
= 3 (Faktor koreksi untuk
momen puntir)
o Tegangan
geser ( )
……………(pers 3.8)
(tegangan geser) = =2,666
kg/mm2
o Diameter
(ds)
……………(pers 3.9)
ds (diameter poros)= 1/3
ds (diameter poros)= 1/3
ds (diameter poros)= 1/3
= 16,74 mm = 17 mm
o Beban (F)
……………(pers 3.19)
F(beban) =
o Torsi (T)
……(pers 3.19)
T =
T =
T =
T = 3,39 Kg.mm
o Kecepatan Sudut (ω)
ω =
o Daya yang diperlukan untuk
menjalankan mesin (P)
……….(pers 3.1)
P = 3,39 x 146,5= 496,6
Maka daya yang diperlukan dalam
satuan Horse Power (HP) adalah :
P = = 0,6 HP
Karena motor listrik dangan daya
0,6 HP tidak ada dipasaran, jadi
motor yang dipilih adalah dengan
daya sebesar ½ HP.
Proses Kerja Mesin
a. Langkah pertama, siapkan mesin
pemarut kelapa dan memastikan
kondisi mesin pemarut kelapa siap
dipakai, yaitu kondisi motor, rol
pemarut, baut-baut penguat, alat
pengaman dan lainnya.
Gambar 1. mesin pemarut kelapa
b. Langkah kedua, periksa keadaan
mesin apabila terjadi penyumbatan
pada silinder pemarut, bersihkan
dengan air atau dengan sikat dan
periksa pelumasan pada bantalan dan
gearbox.
(tegangan geser) =
ds = (diameter poros) = 1/3
F(beban) =
T =
P = ω . T
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 23
Gambar 2. silinder pemarut
c. Langkah ketiga, hubungkan kabel
motor listrik dengan listrik PLN
kemudian hidupkan mesin dengan
menekan tombol “ON” dan biarkan
mesin berjalan sekitar 1 – 2 menit
kemudian matikan mesin.
Gambar 3. on/off mesin pemarut
d. Langkah keempat, bila seumpama
listrik PLN mati ada langkah
alternative yaitu dengan
menggunakan sistem manual dengan
menggunakan tangan untuk memutar
pedal.
Gambar 4. system manual mesin
pemarut
e. Langkah kelima, hidupkan lagi
mesin pemarut dan pastikan mesin
sudah siap dijalankan. Setelah itu
masukkan daging kelapa ke dalam
corong pemasukan sehingga kelapa
dapat didorong dan kelapa diparut
sampai habis.
Gambar 5. masukkan daging kelapa
ke mesin pemarut
f. Langkah keenam, kelapa yang telah
terparut dan menjadi serpihan-
serpihan ditampung pada bak
penampung yang telah disediakan.
Gambar 6. bak pemarut
g. Langkah ketujuh, setelah semua
kelapa diparut, motor tidak langsung
dimatikan dan tetap dibiarkan hidup
serta periksa di lubang corong
pemasukan apakah masih ada tersisa
kelapa yang belum diparut.
h. Langkah kedelapan, setelah semua
kelapa diparut habis dan pemarutan
selesai dilakukan maka mesin
dimatikan.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 24
Gambar 7. tombol on/off
i. Langkah kesembilan, selesai
bekerja dalam pemarutan kelapa
mesin dibersihkan agar tahan lama
langkahnya sebagai berikut :
- Angkat tutup pengaman yang
berupa mika pada corong
pemarut.
Gambar 8. Cara membuka tutup
pengaman
- Bersihkan silinder pemarut dari
sisa-sisa serpihan hasil parutan
dengan menggunakan kuas
pembersih.
Gambar 9. Cara pembersihan
pemarut kelapa
KESIMPULAN
Pada mesin pemarut kelapa ini,
motor listrik yang digunakan adalah
motor listrik dengan daya ½ HP dengan
daya 1400rpm, karena nilainya
mendekati nilai daya awal yang
direncanakan, diameter pully yang
digerakkan motor listik adalah 100mm
dan diameter pully untuk menggerakkan
poros freelock adalah 90mm dan dari
poros freelock ke rol pemarut adalah
90mm, sabuk yang digunakan yaitu
sabuk – V tipe A, yang mana sabuk ini
di sesuaikan dengan daya rencana
terhadap putaran pully. Jarak sumbu
poros yang direncanakan adalah 958,8
mm dan 124 mm, maka nomor sabuk
yang digunakan adalah A30 dan A24.
Poros yang digunakan pada konstruksi
mesin ini adalah poros dengan bahan
S30C, dengan diameter poros freelock
17mm dan poros rol pemarut 17mm.
dan umur bantalan nominal pada
freelock adalah 30 tahun 4 bulan 5 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Niemann. G., A. Budiman, Dipl.ing.
1999. Elemen Mesin Jilid 1.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Sularso dan K. Suga. 2004. Elemen
Mesin. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Shaleh, I. M. 2004. Mesin pemarut
kelapa. Laporan Tugas Akhir.
Politeknik Banjarmasin.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 25
EVALUASI LAYANAN PARKIR DI PUSAT PERBELANJAAN KOTA
KANDANGAN (STUDI KASUS KAWASAN PARKIR
LANTAI 2 PASAR LOS BATU KANDANGAN)
Ahmad Rizani dan Muhammad Yamani
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Banjarmasin
ABSTRAK
Peningkatan jumlah kendaraan di daerah perkotaan menyebabkan problem terhadap jalan
raya dan lalu lintas serta yang layanan parkir kendaraan itu sendiri. Masalah perparkiran
sangat mempengaruhi pergerakan kendaraan apalagi di tempat kawasan pusat perkantoran,
sekolah, pusat perekonomian dan kawan lainnya. Salah satu permasalahan parkir adalah
kurangnya lahan parkir terutama di pusat-pusat perbelanjaan yang mengakibatkan
berpengaruhnya pergerakan kendaraan, dimana kendaraan yang melewati tempat-tempat
yang mempunyai aktivitas tinggi, laju pergerakannya akan terhambat oleh kendaraan yang
parkir di badan jalan. Dalam penelitian ini sebagai studi kasus kawasan parkir pada pusat
perbelanjaan Kota Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) Provinsi Kalimantan
Selatan adalah pada kawasan pusat Perbelanjaan Pasar Los Batu Kandangan. Survei
dilakukan pada area parkir Lantai 2 Pasar Los Batu Kandangan dengan cara Tapal Batas
(Cordon Count), Wawancara langsung (Direct Interview) dan survei Keliling (Patrol
Survey). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas parkir tidak mampu memenuhi
kebutuhan pengguna parkir. Volume parkir selama 12 jam adalah 1.405 kendaraan, rata-
rata lama parkir atau durasi parkir adalah 0,874 jam/kendaraan atau 52,44
menit/kendaraan. Kapasitas parkir selama 12 jam adalah 52,632 kendaraan/jam untuk
mobil dan 155,844 kendaraan/jam untuk sepeda motor. Untuk nilai indeks parkir mobil
adalah 454,35% dan sepeda motor sebesar 1.243,75%, yang berarti kebutuhan ruang
parkir melebihi kapasitas yang telah tersedia pada area tersebut. Hasil Satuan Ruang
Parkir (SRP) untuk mobil tidak memenuhi kelayakan ukuran SRP yang telah di tentukan
maka dari itu perlu diterapkannya parkir pada Area Drof Off untuk sementara agar
dapat menampung jumlah parkir yang ada. Dari hasil penelitian tersebut untuk
meningkatkan layanan sebagai alternatif solusi adalah perlu diadakan sistem parkir waktu
berbayar serta penambahan pengelola/petugas parkir untuk meningkatkan layanan yang
diharapkan bagi pengguna parkir.
Kata kunci : Indeks Parkir, Layanan Parkir, Parkir
PENDAHULUAN
Pada umumnya kendaraan yang
parkir di pinggir jalan dan
keberadaannya di sekitar tempat atau
pusat kegiatan seperti : perkantoran,
sekolah, rumah sakit dan pusat kegiatan
ekonomi seperti : pasar tradisional,
pasar swalayan, rumah makan dan lain-
lain. Dalam usaha menangani masalah
tersebut, maka diperlukan pengadaan
lahan parkir yang cukup memadai,
dimana kebutuhan akan lahan parkir
(demand) dan pasarana yang dibutuhkan
(supply) haruslah seimbang dan
disesuaikan dengan karakteristik
perparkiran.
Berdasarkan jenisnya parkir di
bagi menjadi dua jenis yaitu : parkir di
badan jalan (on street parking) dan
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 26
parkir di luar badan jalan (off street
parking). Di mana parkir di badan jalan
merupakan masalah utama yang
menyebabkan kemacetan di daerah
perkotaan, karena sudah pasti
mengurangi kapasitas ruas jalan yang
bersangkutan. Selain parkir dibadan
jalan, masih ada parkir di luar badan
jalan yang juga harus di perhatikan,
baik pengaturan parkir maupun
penentuan bentuk SRP-nya (Satuan
Ruang Parkir ) yang tepat.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di pusat
Kota Kandangan tepatnya di Kawasan
Parkir Lantai 2 Pasar Los Batu
Kandangan Kabupaten Hulu Sungai
Selatan Provinsi Kalimantan Selatan.
Metode Pelaksanaan
Ada 3 (tiga) metode pelaksanaan
dilakukan, yaitu :
1. Perhitungan tapal batas daerah studi
(cordon count), yaitu dengan cara
mendirikan pos-pos pencatat
terpisah, di mana masing-masing
pos menghitung jumlah kendaraan
yang datang dan meninggalkan
areal parkir setiap interval waktu
tertentu.
2. Wawancara langsung (direct
interview), yaitu dengan melakukan
wawancara langsung dengan
pengemudi dan pengelola parkir.
3. Survei keliling atau pencacahan
langsung (patrol survey), yaitu
dengan melakukan pencatatan
langsung nomor polisi kendaraan
yang masuk dan keluar dari lokasi
parkir pada interval waktu tertentu.
Pengumpulan Data
Data yang di gunakan terdiri dari
data primer dan data sekunder.
Data Primer
a. Survei Inventarisasi Fasilitas
Parkir
Survei ini adalah untuk
mengetahui pola parkir yang digunakan
pada lokasi penelitian. Pelaksanaan
survei ini dengan menghitung petak-
petak parkir serta mengukur luas lahan
parkir yang terdapat pada lokasi
pengamatan. Dari hasil survei diketahui
luas parkir reguler lantai 2 pasar los
batu kandangan adalah 3.478,2 m2.
b. Survei Kordon Parkir
Digunakan untuk mengetahui
akumulasi kendaraan yang parkir
sehingga dapat diketahui jumlah
kendaraan yang keluar masuk selama
periode waktu tertentu. Selain itu juga
dengan survei kordon parkir dapat di
ketahui lamanya kendaraan yang parkir
di lokasi penelitian.
c. Survei Pelat Nomor Kendaraan
Parkir
Survei dengan cara mencatat pelat
nomor kendaraan yang berhenti atau
parkir pada area parkir dalam waktu
yang bersamaan, dengan interval waktu
pengamatan perlima belas menit.
d. Survei luas lahan parkir
Pengumpulan data geometrik
jalan meliputi lebar lahan parkir,
panjang lahan parkir, lebar trotoar, lebar
median dan lebar lajur.
Data Sekunder
Merupakan data dari hasil
pengumpulan pengelola pasar dan
survey dari dinas perhubungan
setempat.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Buah
Waktu
Buah
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 28
Tingkat Pergantian Parkir Mobil
Jumlah Kendaraan = 1.405 buah
Jumlah Petak = 46 SRP (Satuan
Ruang Parkir)
Lama Survei = 12 jam
=
Buah Jam/kend
Waktu
Waktu
Jam/kend
Buah
Jam/kend
Jam/kend
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 29
Tingkat Pergantian Parkir Sepeda
Motor
Jumlah Kendaraan = 14.808 buah
Jumlah Petak = 144 SRP
Lama Survei = 12 jam
=
Kapasitas Parkir Mobil
Jumlah Petak Mobil = 46 buah
Rata-rata Lama Parkir = 0,874 jam
Kapasitas Parkir (KP)
=
Kapasitas Parkir Sepeda Motor
Jumlah Petak Spd Motor = 14.808 buah
Rata-rata Lama Parkir = 0,924 jam
=
Indeks Parkir Mobil
Akumulasi Parkir Tertinggi = 209 kend.
Jumlah Petak = 46 buah
Indeks Parkir Sepeda Motor
Akumulasi Parkir Tertinggi = 1.791
kend.
Jumlah Petak = 144 buah
Dari hasil perhitungan
menunjukkan bahwa Indeks Parkir
Mobil dan Sepeda Motor melebihi
kapasitas parkir di area Lantai 2 Pasar
Los Batu Kandangan. Hal ini
mengindikasikan bahwa area parkir
tersebut tidak mencukupi lagi untuk
menampung kendaraan yang ada
terutama pada jam puncak.
Analisa Pemecahan
1. Menerapkan parkir berbayar dengan
metode sebagai berikut :
a. Parkir berbayar di terapkan dari
Pukul 08:00 Wita sampai Pukul
18:00 Wita.
b. Untuk parkir di jam pertama di
kenakan tarif Rp. 3000,- untuk
Roda 4 kemudian di jam
berikutnya di kenakan tarif Rp.
1000,-/jam dengan batas
maksimal pembayaran
Rp.10.000/hari biasa dan untuk
hari libur bias diterapkan
pembayaran tanpa batas
maksimal.
2. Dengan menambah petugas parkir
(SDM) untuk membantu
mempercepat proses laju parkir
kendaraan agar terciptanya efesiensi
parkir.
3. Menambah ruang parkir atau
membangun fasilitas parkir di pusat
perbelanjaan kota Kandangan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang
dilakukan di kawasan parkir lantai 2
Pasar Los Batu Kandangan dapat di
simpulkan sbb:
1. Volume parkir selama 12 jam adalah
1.405 buah mobil dan 14.808 buah
sepeda motor .
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 30
2. Rata–rata lama waktu parkir adalah
0,874 jam/kendaraan atau 52,44
menit/kendaraan untuk jenis mobil,
sedangkan untuk jenis sepeda motor
sebesar 0,924 jam/kendaraan atau
55,46 menit/kendaraan.
3. Tingkat pergantian parkir mobil
sebesar 2.545 kend/SRP/jam dan
tingkat pergantian parkir sepeda
motor sebesar 8.569 kend/SRP/jam.
4. Kapasitas parkir selama 12 jam
adalah 52,632 kendaraan/jam untuk
mobil dan 155, 844 kendaraan/jam
untuk sepeda motor.
5. Nilai indeks parkir mobil adalah
454,35 % dan indeks parkir sepeda
motor sebesar 1.243,75%, ini
menunjukkan nilai indeks > 100%
5. Hasil Satuan Ruang Parkir (SRP)
untuk mobil tidak memenuhi
kelayakan ukuran SRP yang telah di
tentukan maka dari itu perlu
diterapkannya parkir pada Area Drof
Off untuk sementara agar dapat
menampung jumlah parkir yang ada.
6. Puncak parkir terjadi pada pukul
11:00–12:00 Wita dimana jumlah
kendaraan melebihi kapasitas daya
tampung sehingga membuat area
drof off menjadi lahan untuk parkir
bagi kendaraan yang baru masuk
area parkir.
DAFTAR PUSTAKA
Hobbs, F D. 1995. Perencanaan Teknik
Lalu Lintas. Gajah Mada
University Perss. Yogyakarta.
Tamin, O. Z. 2008. Perencanaan,
Permodelan dan Rekayasa
Transportasi : Teori, Contoh Soal
dan Aplikasi. Penerbit ITB.
Bandung.
Yamani, M. 2016. Evaluasi Kapasitas
dan Pelayanan Parkir di Pusat
Perbelanjaan Kota Kandangan,
Studi Kasus Kawasan Parkir Lantai
2 Pasar Los Batu Kandangan.
Tugas Akhir. Politeknik Negeri
Banjarmasin. Banjarmasin.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 31
PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS MIKROORGANISME
LOKAL (MOL) DALAM PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU
TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
Jaka Darma Jaya, Ema Lestari, Diah Nur Aini
Program Studi Teknologi Industri Pertanian Politeknik Negeri Tanah Laut
ABSTRAK
Mikroorganisme lokal (MOL) digunakan seagai inducer pada proses komposting karena
mengandung nutrisi mikro dan makro serta mengandung bakteri yang berpotensi
sebagai dekomposer bahan organik, merangsang pertumbuhan, sebagai agen
pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mencari
sumber MOL terbaik yang akan diaplikasikan dalam pembuatan kompos tandan kosong
kelapa sawit, serta melihat pengaruh produk kompos tersebut pada aplikasi terhadap
tanaman sawi dan menguji kadar N, P dan K pada kompos. Bahan sumber
mikroorganisme yang digunakan adalah usus sapi (MOL A), limbah buah (MOL B),
limbah sayuran (MOL C) dan ampas tahu (MOL D). Campuran bahan difermentasi
selam 21 hari. Larutan digunakan sebagai starter kompos tandan kosong kelapa sawit
dengan tiga perlakuan konsentrasi 5, 10 dan 15%. Bahan baku utama kompos adalah
tandan kosong kelapa sawit. Setelah diinkubasi selama 28 hari kompos diaplikasikan
pada tanaman sawi. Pengamatan menunjukkan perlakuan MOL B 5% memberikan
pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman yaitu dengan nilai rata-rata panjang daun 12, 33
cm dan rata-rata berat tanaman sawi dengan rata-rata 7, MOL C 5% berpengaruh nyata
terhadap rata-rata jumlah daun dengan nilai rata-rata 1,14 g. Hasil analisis NPK B 5%
dan C 5% belum memenuhi standar SNI 2803:2012.
Kata kunci: fermentasi, kompos, MOL, sawi.
PENDAHULUAN
Pengomposan dapat dijadikan
sebagai teknologi berkelanjutan yang
bertujuan untuk konservasi lingkungan
dan mempunyai nilai ekonomi. Pupuk
kompos berasal kotoran hewan, daun-
daunan, jerami dan sampah rumah
tangga kecuali plastik. Menurut Puspita
(2015), proses pengomposan
memerlukan aktivator sebagai
dekomposer dalam proses dekomposisi
bahan organik kompleks yang dilakukan
oleh mikroorganisme sehingga menjadi
tersedia dalam bentuk mineral yang
dapat diserap oleh tanaman atau
organisme lain.
Mikroorganisme lokal (MOL)
merupakan larutan fermentasi dari
sumber mikroorganisme yang
digunakan sebagai aktivator dalam
pembuatan pupuk organik cair maupun
padat. Pemanfaatan pupuk organik
yang berasal dari starter MOL menjadi
salah satu alternatif penyediaan unsur
hara dalam tanah. MOL juga berfungsi
sebagai dekomposisi bahan organik dan
biopestisida karena itulah dapat
mengurangi penggunaan pupuk
anorganik (Hesti, dkk., 2015). Salah
satu upaya dalam mendukung pertanian
yang ramah lingkungan, mengatasi
permasalahan pencemaran limbah
pertanian dan rumah tangga yaitu
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 32
dengan memanfaatkan hasil limbah
organik pada pembuatan larutan MOL
sebagai aktivator kompos tandan
kosong kelapa sawit.
Banyaknya industri kelapa sawit
di Kabupaten Tanah Laut berpotensi
menghasilkan limbah tandan kosong
yang cukup besar untuk diolah menjadi
kompos sehingga dengan upaya tersebut
dapat meningkatkan nilai ekonomi
terhadap TKKS (Tandan Kosong
Kelapa Sawit). Berdasarkan hal diatas,
penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan mutu kompos TKKS
dengan penambahan larutan MOL dari
sumber yang berbeda. Hasil kompos
akan diaplikasikan pada tanaman sawi,
karena tanaman sawi memiliki waktu
panen yang relatif singkat sehingga
mudah pengamatannya untuk aplikasi
kompos.
METODE PENELITIAN
Pembuatan Larutan Mikroorganisme
Lokal (MOL)
Masing-masing bahan sumber
mikroorganisme dimasukkan ke dalam
empat ember yang berbeda, kemudian
ditambahkan dengan gula merah
sebanyak 400 g (yang dicairkan dengan
air cucian beras) dan air cucian beras 4
L, diaduk hingga rata. Setelah itu
ember ditutup dan dirapatkan dengan
lakban. Larutan MOL dipanen setelah
proses fermentasi selama 21 hari.
Pembuatan Kompos TKKS
TKKS dicacah untuk
memperkecil ukuran, kemudian
ditimbang sebanyak 2 kg setiap
perlakuan, ditambahkan dengan bahan
sebanyak 100 g dedak, 100 g pupuk
kandang, 40 ml air kelapa lalu diaduk
hingga rata. Kompos dari masing-
masing sumber mikroorganisme
disemprot larutan MOL dengan 3
konsentrasi yang berbeda yaitu 5, 10
dan 15%. Agar semua bahan tercampur
rata dilakukan pembalikan 3 kali setelah
7 hari proses inkubasi. TKKS
dimasukkan ke dalam karung dan
ditutup terpal yang tebal dan kuat serta
tahan sinar matahari. Kompos
diinkubasi selama 28 hari.
Aplikasi Kompos Pada Tanaman
Sawi
Tanaman sawi terlebih dahulu
disemai selama 5 hari sampai tumbuh
dan siap dipindahkan ke dalam polybag.
Tujuan dari penyemaian adalah agar
pada saat penanaman di dalam polybag
bisa tumbuh seragam karena media
tanah yang digunakan juga seragam,
sehingga mempermudah pengamatan
terhadap tanaman terutama pada
panjang daun. Tanaman yang rata-rata
tingginya sama dan tumbuh dengan baik
dapat dipindahkan pada polybag. Tanah
yang digunakan merupakan tanah
humus sisa pembakaran sampah yang
telah digemburkan dan dihomogenkan
menggunakan cangkul. Selanjutnya
tanah dicampur dengan kompos dengan
perbandingan 2:1, kemudian
dimasukkan ke dalam polybag
berukuran 12 x 24 cm. Pada polybag
yang berbeda diberi tanda K yang
berarti perlakuan tanpa menggunakan
pupuk kemudian tanda A (MOL usus
sapi), B (MOL buah), C (MOL sayuran)
dan D (MOL ampas tahu), masing-
masing dengan penambahan larutan
MOL 5, 10 dan 15% sebanyak 3 kali
ulangan dan 3 kali ulangan kontrol
sehingga terdapat 39 satuan percobaan.
Tanaman disiram setiap pagi dan
sore hari. Masing-masing tanaman
diamati pertumbuhannya yang meliputi
tinggi tanaman (cm), jumlah daun pada
H0, H3, H6, H9, H12, H15, H18 dan H21
hari setelah tanam (hst), berat tanaman
pada H21.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 33
Panjang Daun
Benih yang telah disemai selama
5 hari, telah siap dipindahkan ke dalam
polybag. Dimulai dari pemindahan ke
polybag (H0), dilakukan pengukuran
panjang daun sampai H21. Pengukuran
dilakukan dari permukaan tanah sampai
pucuk tanaman menggunakan
penggaris.
Jumlah Daun
Perhitungan jumlah daun
dilakukan pada saat setelah benih sawi
dipindahkan kedalam polybag, yaitu H0
pada saat dipindahkan kedalam
polybag, sampai dengan H21.
Pengamatan perhitungan jumlah daun
dilakukan setiap pagi sama dengan
pengamatan pengukuran panjang daun.
Berat Tanaman Penimbangan berat tanaman sawi
dilakukan pada H21, terlebih dahulu
dilakukan pemanenan dengan cara
dicabut hati-hati agar terpisah dari
polybag. Kemudian, dibersihkan dari
kotoran dan tanah yang menempel, lalu
dilakukan penimbangan berat tanaman
sawi menggunakan neraca analitik.
Analisis Data
Menurut Musafaah dan Fakhriadi
(2015), perhitungan dalam analisis data
pengamatan pada penelitian ini
menggunakan rumus rata-rata. Rata-rata
atau mean merupakan ukuran statistik
kecenderungan terpusat yang paling
sering digunakan. Penghitungan rata-
rata dilakukan dengan menjumlahkan
seluruh nilai data suatu kelompok
sampel, kemudian dibagi dengan jumlah
sampel tersebut. Berikut adalah rumus
perhitungan pada analisa data:
Panjang daun rata-rata
Jumlah daun rata-rata
Berat tanaman rata-rata =
Keterangan:
P1= percobaan 1; P2= percobaan 2; P3=
percobaan 3
Metode Analisis N,P dan K
Metode analisis yang digunakan
dalam penentuan kadar N, P, K masing-
masing adalah Titrimetri untuk
penentuan kadar N, Spektrophotometer
untuk kadar P, AAS untuk penentuan
kadar K.
Metode Titrimetri
Titrimetri merupakan suatu
metode analisa kuantitatif didasarkan
pada pengukuran volume titran yang
bereaksi sempurna dengan analit. Titran
merupakan zat yang digunakan untuk
mentitrasi. Analit adalah zat yang akan
ditentukan konsentrasi atau kadarnya.
Selanjutnya akan dikatakan titik
ekivalen dari titrasi telah dicapai.
Larutan standar merupakan larutan yang
telah diketahui konsentrasinya. Agar
diketahui kapan harus berhenti
menambahkan titran, kimiawan dapat
menggunakan bahan kimia, yaitu
indikator, bereaksi terhadap kehadiran
titran yang berlebih dengan melakukan
perubahan warna. Perubahan warna ini
bisa saja terjadi persis pada titik
ekivalen, tetapi bisa juga tidak. Titik
dalam titrasi dimana indikator berubah
warnanya disebut titik akhir. Tentu saja
diharapkan, bahwa titik akhir ini
sedekat mungkin dengan titik ekivalen
(Rahmanto, 2015).
Metode Spektrophotometer
Spektrophotometer merupakan
alat yang digunakan untuk mengukur
absorbansi dengan cara melewatkan
cahaya dengan panjang gelombang
tertentu pada suatu obyek kaca atau
kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian
dari cahaya tersebut akandiserap dan
sisanya akan dilewatkan. Nilai
absorbansi dari cahaya yang diserap
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 34
sebanding dengan konsentrasi larutan di
dalam kuvet (Rahmanto, 2015).
Metode AAS dan Perhitungan
Spektrrofotometer serapan atom
(AAS) merupakan teknik analisis
kuantitatif dari unsur-unsur yang
pemakaiannya sangat luas, diberbagai
bidang karena prosedurnya selektif,
spesifik, biaya analisa relatif murah,
sensitif tinggi. Waktu analisa sangat
cepat dan mudah dilakukan. Analisis
AAS pada umumnya digunakan untuk
analisa unsur (Rahmanto, 2015).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan MOL
Pembuatan larutan
Mikroorganime Lokal (MOL) dengan
cara fermentasi dilakukan selama 21
hari. Terdapat 4 jenis larutan
mikroorganisme lokal yaitu MOL usus
sapi, limbah buah, limbah sayur dan
ampas tahu. Larutan MOL yang sudah
jadi berwarna kuning kecoklatan dan
mengeluarkan bau asam. Adapun
pengamatan yang dilakukan pada hasil
fermentasi MOL diantaranya warna,
aroma, bentuk dan pH. Hasil fermentasi
MOL disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan hasil larutan MOL
sumber
mikroorganisme
Pengamatan
warna awal warna akhir Aroma Bentuk pH
usus sapi (A) putih kecoklatan kuning pekat Asam sedikit pekat 4
buah (B) kuning kecoklatan kuning pucat Asam sedikit pekat 3
sayur (C) hijau kehitaman coklat kekuningan Asam sedikit pekat 4
ampas tahu (D) Kecoklatan kuning muda Asam sedikit pekat 4
Setelah fermentasi selama 21 hari
larutan MOL A berwarna kuning pekat
dengan pH 4, pada MOL B berwarna
kuning pucat dengan pH 3, MOL C
berwarna kuning kecoklatan dengan pH
4 dan MOL D berwarna kuning muda
dengan pH 4. Semua MOL beraroma
asam dan berbentuk sedikit
pekat.Menurut (Marsiningsih, 2014),
perombakan akan menghasilkan
nitrogen dan amonia, sehingga
prombakan ini akan menyebabkan nilai
pH menjadi meningkat.
Pengaruh Penambahan MOL pada
Kompos
Berdasarkan pengamatan warna
pada kompos TKKS dengan
penambahan MOL C pada hari ke 6
telah mengalami perubahan yaitu
kuning kecoklatan, sedangkan MOL A,
B dan D mengalami perubahan warna
pada hari ke 7. Pengamatan terhadap
perubahan suhu kompos menunjukkan
perubahan yang signifikan hal ini
disebakan oleh bahan baku kompos
yang sama. Peningkatan suhu kompos
terjadi pada awal pengomposan yaitu
pada hari ke-1 setelah perlakuan, hal
tersebut disebabkan oleh panas yang
dihasilkan dari proses perombakan
bahan organik oleh mikroorganisme
untuk membantu proses pembusukan.
Pada tahap ini, mikoorganisme
memperbanyak diri secara cepat.
Setelah itu, suhu pengomposan akan
turun kembali hingga mencapai suhu
kamar (25–30°C) yang menandakan
kompos sudah matang. Kenaikan suhu
pada kompos terjadi pada hari ke 1 dan
2 setelah perlakuan pada proses
inkubasi. Perubahan suhu pada kompos
dengan penambahan MOL D (ampas
tahu) 5% pada hari ke 1 setelah
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 35
perlakuan menunjukan nilai yang paling
tinggi kemudian pada hari ke 2 setelah
perlakuan mengalami penurunan suhu,
hal tersebut menunjukkan bahwa proses
metabolisme dengan subtrat ampas tahu
mengalami proses perombakan yang
lebih cepat dibandingkan dengan
kompos yang difermentasi
menggunakan MOL A, MOL B dan
MOL C.
Proses inkubasi mengalami
pembusukkan yang ditandai dengan
adanya perubahan warna dan bau pada
hari ke-5 setelah perlakuan. Aktivitas
mikroorganisme mulai berkurang pada
H25 hal tersebut ditunjukkan oleh
turunnya suhu pada kompos.
Pengamatan aroma pada hari ke 0
sampai denganhari ke-4 pada proses
inkubasi belum ada menunjukkan
perubahan, perubahan aroma terjadi
pada hari ke-6. Proses pembusukkan
yang paling cepat terjadi pada kompos
dengan penambahan larutan MOL C
pada setiap perlakuan yang ditunjukkan
dengan adanya aroma busuk pada
kompos. Hal tersebut disebabkan oleh
sayuran yang merupakan bahan mudah
hancur dan busuk. Sehingga proses
pembusukkan pada kompos juga lebih
cepat. Setiap perlakuan kompos dengan
pemberian MOL B dan MOL D
menunjukkaan aroma busuk pada hari
ke 7. Pada kompos dengan pemberian
MOL A yang merupakan MOL
berbahan usus sapi mengalami proses
pembusukan yang lebih lama
dibandingkan dengan kompos yang
diberikan MOL B, C dan D karena
subtrat usus sapi lebih lama hancur
sehingga mikroorganismenya lebih
lambat mengurai bahan kompos.
Aplikasi Kompos Pada Pertumbuhan
Tanaman Sawi
Pengamatan panjang daun
tanaman sawi dilakukan dengan
mengukur tinggi tanaman pada hari 0
setelah pemindahan pada polybag
sampai dengan hari ke 21.
Panjang Daun
Hasil pengamatan panjang daun
tanaman sawi yang diaplikasikan
dengan kompos dengan penambahan
larutan MOL memberikan pengaruh
terhadap panjang daun sawi. Rata-rata
panjang daun sawi pada percobaan
aplikasi berbagai jenis MOL dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata panjang daun tanaman sawi yang diaplikasikan dengan kompos
MOL perlakuan % Panjang daun (cm)
H0 H3 H6 H9 H12 H15 H18 H21
A
5 4 5.43 5.83 6.93 7.3 8.1 8.43 8.83
10 4 5.53 6.26 7.13 7.7 9.16 10 10.66
15 4 4.76 5.73 5.96 7.46 8.5 9.1 9.36
B
5 4 5.96 6.4 7.33 9.63 10.16 11.7 12.33
10 4 5 5.63 6.66 7.4 7.8 8.5 8.86
15 4 5.56 5.8 6 7.93 8.73 9.1 9.86
C
5 4 5.46 6.3 7.26 9.36 10.16 10.7 11.3
10 4 5.46 5.86 7.43 8.9 10.4 10.56 11.96
15 4 5.8 6 7.66 9.36 10.26 10.83 11.96
D
5 4 5.6 5.9 6.73 7.26 8.86 9.96 10.43
10 4 5.63 6.4 7.26 8 9.53 10.13 10.96
15 4 5.16 5.6 6.23 7.16 7.46 7.93 8.46
K
4 4.56 4.73 5.13 5.2 5.76 6.2 6.66
Data menunjukan bahwa hasil
pengamatan panjang daunpaling tinggi
adalah pada perlakuan MOL B 5% yaitu
12,33 cm. Hal tersebut menunjukkan
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 36
bahwa unsur jumlah nutrisi yang
diberikan kompos dengan perlakuan
MOL buah 5% memberikan pengaruh
nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman
sawi. Menurut Gardner, dkk. (1991),
pertumbuhan tinggi tanaman tidak
hanya dipengaruhi oleh unsur nitrogen,
melainkan unsur yang berperan dalam
proses pertambahan tinggi tanaman
diantaranya adalah fospor (P), seng
(Zn), besi (Fe), dan mangan (Mn).
Panjang daun merupakan parameter
pertumbuhan yang sering diamati
karena dapat menunjukkan pengaruh
lingkungan atau perlakuan yang
diberikan.
Kalium berperan sebagai aktivator
dari berbagi enzim yang esensial dalam
reaksi fotosintesis dan respirasi serta
proses pembentukan protein dan pati.
Peningkatan serapan K akan memacu
proses metabolisme didalam tanaman
diantaranya meningkatkan laju
fotosintesis dalam menghasilkan
karbohidrat (Rahmanto, 2015). Menurut
Salisbury dan Ross (1995) karbohidrat
merupakan substrat respirasi.
Karbohidrat yang tinggi akan
menghasilkan ATP yang banyak
sehingga dapat dimanfaatkan tanaman
dalam meningkatkan tinggi tanaman
sawi.
Sedangkan perlakuan K yang
merupakan perlakuan tanpa pemberian
kompos menunjukkan hasil rata-rata
panjang daun yang terendah, hal
tersebut disebabkan tanaman hanya
tergantung dari hara yang ada pada
media dimana tanaman itu tumbuh.
Keadaan ini yang menyebabkan
kebutuhan hara tidak terpenuhi sehingga
pertumbuhan tanaman sawi kurang
normal, tidak mampu mendukung
pertumbuhan dan produksi tanaman
sawi. Hal ini sesuai dengan penjelasan
yang dikemukakan oleh Setyamidjaja
(1994), bahwa pemberian pupuk yang
sesuai dengan jenis kebutuhan tanaman,
akan aktif mendorong pertumbuhan dan
seluruh jaringan pada tanaman.
Jumlah Daun
Berdasarkan pengamatan jumlah
nilai rata-rata daun sawi terbanyak
adalah perlakuan kompos pemberian
MOL sayuran, taraf perlakuan C 5%
dengan nilai rata-rata 7. Daun
merupakan organ yang paling utama
berfungsi dalam foto sintesis, karena
pada daun terdapat pigmen yang
berperan dalam menyerap cahaya
matahari. Jumlah daun erat kaitannya
dengan tinggi tanaman, dimana dengan
meningkatnya tinggi tanaman maka
jumlah ruas dan buku yang terbentuk
lebih tinggi menyebabkan jumlah daun
meningkat karena daun terbentuk pada
ruas –ruas yang ada (Rahmanto, 2015).
Daun sawi rata-rata berwarna
hijau hal itu diduga disebabkan karena
adanya unsur kalium. Menurut
Rahmanto (2015), kalium berfungsi
untuk memperkuat bagian kayu
tanaman, meningkatkan kualitas buah.
Kekurangan unsur kalium menyebabkan
daun menguning dan semakin lama
berubah menjadi coklat. Jika dibiarkan,
daun-daun tersebut akan rontok.
Bobot Tanaman
Pemberian jenis pupuk dan
perlakuan yang berbeda mengakibatkan
perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan pada tanaman sawi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
diketahui bahwa pemberian MOL pada
pembuatan kompos tandan kosong
kelapa sawit perlakuan B (MOL buah)
5% memberikan pengaruh pada berat
tanaman sawi seperti terlihat pada
Gambar 1. Pemberian MOL buah
tersebut memberikan pengaruh nyata
terhadap berat tanaman sawi, disusul
dengan bobot tanaman sawi pada
perlakuan MOL C (MOL sayuran) 5%,
sedangkan perlakuan K lebih kecil
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 37
beratnya dibandingkan berat sawi lain
yang diaplikasikan dengan dengan
kompos.
Gambar 1. Pengarus aplikasi kompos pada berat tanaman sawi
Pemberian dosis MOL juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, pemberian
dosis yang berlebihan akan
menyebabkan terjadinya persaingan
antar mikroorganisme dalam
memperoleh makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap kebutuhan nutrisi
mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan
hasil kajian secara laboratoris dari Balai
Penelitian Tanah (2009), yang
menyatakan bahwa pupuk organik cair
yang berasal dari saripati limbah
sayuran dan buahan memenuhi syarat
sebagai pupuk, baik sebagai sumber
unsur makro maupun mikro.
Kadar N, P dan K
Nilai analisis N, P dan K pada
pupuk kompos B 5% didapatkan N –
Total= 1,06 %, P= 0,89%, K= 3,58
sedangkan pada pupuk kompos C 5%
didapatkan N –Total= 0,84 %, P=
0,84%, K= 3,43 hasil tersebut belum
memenuhi standar SNI 2803:2012. Hal
tersebut dikarenakan lambatnya analisa
yang dilakukan sehingga kadar unsur
hara pada kompos menjadi berkurang
dan kadar air nya bertambah.
Berdasarkan aplikasi pada tanaman
pada pupuk B 5% dan C 5% yang
dihasilkan sudah memiliki unsur hara
makro NPK yang dapat meningkatkan
kesuburan tanaman sehingga pupuk
tersebut langsung bisa diaplikasikan
pada tanaman sawi.
KESIMPULAN
Mikroorganisme lokal (MOL)
yang diperoleh dengan menambahkan
bahan sumber mikroorganisme
sebanyak 2 kg dengan gula merah cair
sebanyak 400 g dan air cucian beras
sebanyak 4 L, kemudian difermentasi
selama 21 hari. Pengamatan
menunjukkan perlakuan MOL B (buah)
5% memberikan pengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman yaitu dengan
nilai rata-rata panjang daun 12, 33 cm
dan rata-rata berat tanaman sawi dengan
rata-rata 7, MOL C (sayuran) 5%
berpengaruh nyata terhadap rata-rata
jumlah daun dengan nilai rata-rata 1,14
g. Hasil analisis NPK B 5% dan C 5%
belum memenuhi standar SNI
2803:2012.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 38
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk
Teknis: Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air dan Pupuk. Badan
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departeman Pertanian.
Bogor Bandung.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L.
Mitchell. 1991. Fisiologi
Tanaman Budidaya. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Hesti, H.S., A. Yunus, A. Susilowati.
2015. Uji Kualitas Pupuk Organik
Cair Dari Berbagai Macam
Mikroorganisme Lokal (MOL).
http://jurnal.pasca.uns.ac.id.
Marsiningsih, N.W. 2014. Analisis
Kualitas Larutan MOL
(Mikroorganisme Lokal) Berbasis
Ampas Tahu. Skripsi. Konsentrasi
Ilmu Tanah dan Lingkungan
Fakultas Pertanian Universitas
Udayana. Denpasar.
Musafaah dan R. Fakhriadi. 2015.
Modul Biostatistik. Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat. Banjarbaru.
Puspita, P.N. 2015. Karakter Kimia
Kompos Dengan Dekomposer
Mikroorganisme Lokal Asal
Limbah Sayuran. Fakultas
Pertanian Universitas
Mulawarman Samarinda Kampus
Gunung Kelua Samarinda. 40(1) :
54-60
Rahmanto. 2015. Optimasi Pembuatan
Pupuk Organik Cair Dari Limbah
Padat Pabrik Kelapa Sawit.
Teknologi Industri Pertanian.
Pelaihari.
Salisbury, F.B, dan C.W. Ross. 1995.
Fisiologi Tumbuhan Jilid II. ITB
Press. Jakarta
Setyamidjaja, D. 1994. Pupuk dan
Pemupukan. CV Simplex. Jakarta.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 39
PEMBUATAN ABON MANDAI SEBAGAI ALTERNATIF TAMBAHAN
PENDAPATAN MASYARAKAT
Uswatun Chasanah dan Hikma Ellya
Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk menguraikan estimasi pembuatan abon mandai sebagai
alternatif tambahan pendapatan masyarakat. Tahapan penelitian dimulai dari analisis
kandungan gizi pada mandai yang belum diolah menjadi abon dan yang sesudah
menjadi abon. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan produk abon mandai sampai
pada pengumpulan data-data yang mendukung dalam analisa pendapatan usaha abon
mandai. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan praktek langsung pengolahan
abon mandai dan wawancara untuk melengkapi informasi tentang objek penelitian.
Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah, buku, internet dan studi literatur yang
terkait dengan penelitian. Hasil analisis kandungan gizi menunjukkan bahwa serat
kasar, kadar abu, kadar lemak, karbohidrat, protein, dan kadar garam abon mandai lebih
tinggi dibandingkan dengan mandai yang belum dijadikan produk abon. Pendapatan
yang diperoleh tiap produksi abon mandai sebesar Rp. 180.323,-. Apabila tiap bulan kita
bisa memproduksi 4 kali abon mandai maka tambahan pendapatan yang diterima oleh
masyarakat sebesar Rp. 721.292,-.
Kata Kunci : abon, analisa pendapatan, mandai
PENDAHULUAN
Kalimantan Selatan merupakan
salah satu provinsi penghasil buah
cempedak di Indonesia. Menurut
keterangan Lempang dan Suhartati
(2013) bahwa umumnya cempedak
banyak ditemukan di daerah Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya.
Banyaknya hasil panen buah cempedak
menjadikan masyarakat Kalimantan
Selatan lebih kreatif dalam
memanfaatkan bagian buah cempedak
selain daging buah yang dapat
dikonsumsi langsung. Salah satu bagian
yang dimanfaatkan masyarakat pada
umumnya adalah kulit bagian dalam
cempedak.
Pemanfaatan kulit cempedak
menjadi produk fermentasi yang biasa
disebut mandai telah dilakukan oleh
banyak masyarakat Kalimantan Selatan.
Akan tetapi sampai saat ini, belum ada
pengolahan produk turunan mandai
tersebut. Abon merupakan salah satu
bahan makan yang banyak disukai
berbagai kalangan masyarakat, sehingga
dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif produk turunan mandai.
Pelaku usahatani selalu
mengupayakan agar usaha yang
dilakukan dapat menguntungkan secara
ekonomis, dimana biaya yang
dikeluarkan dapat menghasilkan
produksi maksimal. Sehingga pada
akhirnya pendapatan petani akan
meningkat, dan dengan meningkatnya
pendapatan maka secara otomatis
tingkat kesejahteraan petani tersebut
akan meningkat. Analisis pendapatan
Abon mandai perlu dilakukan untuk
pengembangan agroindustri komoditas
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 40
cempedak bagi masyarakat dari segi
ekonomi.
Tujuan penelitian ini adalah
menguraikan analisis pendapatan abon
mandai sebagai alternatif tambahan
pendapatan masyarakat.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di
Politeknik Hasnur Kota Banjarmasin,
Kalimantan Selatan dengan waktu
penelitian dimulai bulan November
2015 sampai dengan Maret 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan berupa
mandai, santan, bumbu abon, dan
bahan-bahan analisa laboratorium. Alat
yang digunakan berupa wajan, serok,
pisau, blender, sotil, sendok, kompor,
gas, plastik mika, dan alat-alat
laboratorium analisa proksimat.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh
melalui pengamatan dan praktek
langsung pengolahan abon mandai.
Selain itu, data primer berupa
wawancara dapat dilakukan apabila
diperlukan untuk melengkapi informasi
tentang objek penelitian. Data sekunder
diperoleh dari instansi pemerintah yang
terkait seperti Dinas Pertanian dan
Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan
Selatan, buku, internet dan studi
literatur yang terkait dengan penelitian.
Tahapan Pengumpulan Data
Analisis Kandungan Gizi Mandai Analisis kandungan gizi dilakukan
pada mandai yang belum diolah
menjadi abon dan yang sesudah menjadi
abon. Analisis yang dilakukan adalah
uji proksimat berupa kadar air, kadar
abu, protein, lemak, karbohidrat, serat
kasar, dan kadar garam. Analisis
kandungan proksimat bertujuan sebagai
data penunjang yang menjadi landasan
bahwa abon mandai memiliki
kandungan gizi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan mandai yang
belum dijadikan produk abon.
Pembuatan Abon Mandai Proses pembuatan abon mandai
yaitu : (1) Mandai digiling kasar
menggunakan blender; (2) santan dan
bumbu abon dimasukkan ke dalam
wajan sampai merata; (3) mandai yang
telah digiling kemudian dicampurkan ke
dalam santan yang telah merata dengan
bumbu abon; (4) mandai yang telah
digiling kasar diaduk bersama santan
dan bumbu hingga timbul aroma khas
abon dan berubah warna menjadi
kecoklatan; (5) proses pengadukan
dilakukan sampai abon mandai kering
dan terlihat seperti tekstur abon pada
umumnya (6) Abon dikemas dalam
plastik pembungkus untuk dipasarkan.
Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan
menentukan bahan dan alat yang
digunakan untuk usaha pembuatan abon
mandai dari awal hingga akhir proses
pembuatan. Sehingga dapat ditentukan
estimasi harga jual yang dapat
menghasilkan keuntungan usaha abon
mandai.
Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini diperoleh secara tabulasi
untuk mengetahui besarnya pendapatan
suatu usaha. Sedangkan untuk
mengetahui besarnya pembiayaan dari
kegiatan usahatani dapat dirumuskan
sebagai berikut (Pasaribu, 2012).
TC = Total cost (biaya total)
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 41
FC = Fixed cost (biaya tetap)
VC = Variable cost (biaya tidak
tetap)
Besarnya penerimaan yang
diperoleh petani dipengaruhi oleh
besarnya jumlah produksi dan harga
jual yang dihasilkan. Sehingga untuk
mengukur besarnya penerimaan dapat
digunakan rumus sebagai berikut
(Pasaribu, 2012).
TR = P.Q
TR = Total Revenue/Penerimaan (Rp)
Q = Quantity/jumlah (Kg)
P = Price/harga per satuan (Rp/Kg)
Sedangkan untuk menghitung
besarnya pendapatan dari usahatani
digunakan rumus sebagai berikut
(Pasaribu, 2012).
π = TR - TC
π = Farm Income/pendapatan (Rp)
TR = Total Revenue/Penerimaan (Rp)
TC = Total Cost (Rp)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Gizi
Analisis kandungan gizi dilakukan
pada mandai yang belum diolah
menjadi abon dan yang sesudah menjadi
abon. Analisis yang dilakukan adalah
uji proksimat berupa kadar air, kadar
abu, protein, lemak, karbohidrat, serat
kasar, dan kadar garam. Analisis
kandungan proksimat bertujuan sebagai
data penunjang yang menjadi landasan
bahwa abon mandai memiliki
kandungan gizi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan mandai yang
belum dijadikan produk abon.
Kandungan gizi mandai sebelum dan
sesudah dijadikan abon disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi mandai
sebelum dan sesudah
dijadikan abon
Kandungan
gizi (%) Mandai
Abon
Mandai Selisih
Serat Kasar 4,26 21,00 16,74
Kadar Air 86,37 20,37 -66,00
Kadar Abu 3,81 9,66 5,85
Lemak 0,96 25,01 24,05
Karbohidrat 2,38 9,03 6,65
Protein 3,41 5,46 2,05
Kadar Garam 3,68 10,23 6,55
Hasil analisis kandungan gizi
menunjukkan bahwa serat kasar, kadar
abu, kadar lemak, karbohidrat, protein,
dan kadar garam abon mandai lebih
tinggi dibandingkan dengan mandai
yang belum dijadikan produk abon.
Kecuali pada kadar air, karena dalam
proses pembuatan abon yang cukup
penting adalah pengeringan. Sehingga
kadar air abon mandai lebih rendah
dibandingkan dengan kadar air mandai
sebelum dijadikan abon.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
standar mutu abon antara lain :
Kadar air berpengaruh terhadap
daya simpan dan keawetan abon.
Kadar air abon mandai pada
penelitian masih di atas maksimu
SII, sehingga perlu ada perlakuan
selanjutnya untuk menyaring
minyak yang menyatu dengan
abon.
Kadar abu berpengaruh
menurunkan derajat penerimaan
dari konsumen. Meningkatnya
kadar abu dalam produk abon mandai
dikarenakan kandungan mineral yang
terdapat dalam abon mandai tidak
hilang selama proses pengolahan.
Kadar protein merupakan nutrisi
terpenting yang menjadi daya tarik
untuk mengkonsumsi abon. Kadar
protein pada produk abon lebih
tinggi dibandingkan dengan mandai
yang belum diolah, tetapi belum
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 42
mencapai SII. Penyebab pertama
rendahnya kandungan protein pada
abon mandai adalah bahan baku
berupa mandai yang memang
mengandung protein yang rendah
dibandingkan protein hewani.
Penyebab kedua adalah karena
proses pencokelatan selama proses
pengolahan, sebagaimana
pernyataan Muchtadi (1989) bahwa
penurunan protein pada abon daging
terutama disebabkan karena
terjadinya reaksi pencoklatan
(mailard) selama proses pengolahan,
dimana protein (asam amino) daging
bereaksi dengan gula (pereduksi)
yang ditambahkan sebagai bumbu.
Kadar lemak berhubungan dengan
bahan yang digunakan, ada
tidaknya menggunakan minyak
goreng dalam penggorengan.
Kandungan lemak abon mandai
yang lebih tinggi dibandingkan
dengan mandai sebelum diolah
disebabkan penambahan santan
sebagai bahan dalam pengolahan
abon mandai.
Abon sebagai salah satu produk
industri pangan yang memiliki standar
mutu yang telah ditetapkan oleh
Departemen Perindustrian. Penetapan
standar mutu merupakan acuan bahwa
suatu produk tersebut memiliki kualitas
yang baik dan aman bagi konsumen.
Para produsen abon disarankan
membuat produk abon dengan
memenuhi Standar Industri Indonesia
(SII). Standar SII dapat dilihat pada
Tabel 2.
Menurut Wisena (1998) yang
dikutip oleh Sianturi (2002), semakin
tinggi harga abon, kualitas abon
semakin baik, dimana bahan tambahan
yang digunakan sebagai pencampur
semakin sedikit atau tidak ada sama
sekali.
Tabel 2. Standar Industri Indonesia
untuk abon No 0368-
80,0368-85
Komponen Nilai
Lemak (maksimum) 30%
Gula (maksimum) 30%
Protein 20%
Air (maksimum) 10%
Abu (maksimum) 9%
Aroma, warna dan rasa Khas
Logam berbahaya (Cu,
Pb, Mg, Zn dan As)
Negatif
Jumlah bakteri
(maksimum)
3000/g
Bakteri bentuk koli Negatif
Jamur Negatif
Analisis Pendapatan
Analisis pendapatan digunakan
untuk mengetahui besarnya keuntungan
yang didapatkan dalam melakukan
suatu produksi dalam periode tertentu.
Sebelumnya akan dilakukan
perhitungan akan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam satu produksi pada
satu periode. Besarnya biaya yang
dikeluarkan dalam satu kali produksi
abon mandai ditunjukkan pada Tabel 3.
Pembuatan abon mandai juga
memerlukan biaya-biaya variable yakni
biaya yang dikeluarkan untuk produksi
abon mandai satu kali habis. Adapun
biaya-biaya tersebut akan ditunjukkan
pada Tabel 4.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 43
Tabel 3. Biaya Tetap/ Fixed Cost (FC) dalam Pembuatan Abon Mandai Tahun 2016
No Alat Kuantitas Harga
(Rp)
Total
Biaya
Umur Alat
(bulan)
Nilai
Penyusutan
1 Timbangan 1 225.000 225.000 12 18.750
2 Pisau 3 15.000 45.000 6 7.500
3 Toples 6 37.250 223.500 12 18.625
4 Serok 3 28.500 85.500 6 14.250
5 Wajan 2 107.000 214.000 12 17.833
6 Kompor 1 450.000 450.000 12 37.500
7 Tabung Gas 1 250.000 250.000 12 20.833
8 Saringan 2 15.000 30.000 6 5000
9 Press plastik 1 250.000 250.000 24 10.416
Total 1.523.000 150.708
Tabel 4. Biaya Tidak tetap/ Variable Cost (VC) dalam Tiap Produksi Tahun 2016
No Bahan-bahan Kuantitas Satuan Harga Satuan (Rp) Total (Rp)
1 Mandai 10 Kg 25.000 250.000
2 Santan 6 Lt 12.000 72.000
3 Bumbu 10 Paket 10.000 100.000
4 Gas 1 Tabung 3 kg 25.000 25.000
5 Plastik 1 1 roll 75.000 75.000
Total 422.000
Berdasarkan Tabel 3 didapatkan
biaya tertinggi pada biaya pembelian
kompor dengan estimasi umur alat 12
bulan bila digunakan dalam produksi
abon mandai 4 kali tiap bulan dengan
kapasitas produksi 10 kg mandai tiap
produksi. Oleh karena satu bulan
dilakukan 4 kali produksi abon mandai
sehingga biaya penyusutan pada Tabel 3
dibagi menjadi 4 sehingga hanya
memerlukan biaya tetap sebesar Rp.
37.677,-.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui
bahwa biaya tertinggi dikeluarkan untuk
pembelian mandai yakni Rp. 250.000,-
dan bumbu Rp.100.000,-. Adapun total
dari biaya tidak tetap adalah sebesar Rp.
422.000,- tiap produksi abon mandai.
Dalam produksi abon mandai terdapat
biaya tetap dan biaya tidak tetap. Total
biaya produksi abon mandai
ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Total Biaya Satu Kali
Produksi Abon Mandai
Tahun 2016
No Keterangan Total (Rp)
1 Biaya tetap/Fixed
Cost (FC)
37.677
2 Biaya Tidak
Tetap/Variable
Cost (VC)
422.000
Total 459.677
Berdasarkan Tabel 5 didapatkan
biaya total yakni penjumlahan antara
biaya tetap dan biaya tidak tetap
didapatkan biaya sebesar Rp. 459.677,-
tiap produksi. Dalam tiap produksi abon
mandai menggunakan mandai sebanyak
10 kg didapatkan abon mandai
sebanyak 8 kg. Penyusutan bahan
mentah menjadi produk olahan sekitar
20%.
Volume 05, Nomor 1, Edisi April 2017
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 44
Abon mandai yang dihasilkan bisa
dipasarkan dengan harga kisaran Rp.
80.000,-/kg, tentunya sudah dikemas
siap jual. Supaya lebih jelas akan
ditunjukkan besarnya penerimaan dalam
produksi abon mandai pada Tabel 6.
Tabel 6. Penerimaan/Revenue (R)
Abon Mandai Dalam tiap
Produksi tahun 2016
Keterangan Kuantitas Harga/kg
(Rp)
Total
Abon
Mandai
8 80.000 640.000
Berdasarkan Tabel 6 diketahui
bahwa penerimaan yang diterima tiap
produksi sebesar Rp. 640.000,- dengan
harga abon mandai Rp. 80.000,-/kg dan
abon mandai yang dihasilkan sebanyak
8 kg tiap produksi.
Pendapatan yang dihasilkan dari
tiap produksi abon mandai bisa
diketahui setelah mengurangi
penerimaan dengan total biaya yang
digunakan dalam produksi abon
mandai. Pendapatan produksi abon
mandai tahun 2016 ditunjukkan pada
Tabel 7.
Tabel 7. Pendapatan Produksi Abon
Mandai tahun 2016
No Keterangan Total (Rp)
1 Total
Penerimaan/Total
revenue (TR)
640.000
2 Total Biaya/Total
cost (TC)
459.677
Pendapatan (π) 180.323
Berdasarkan Tabel 7 diketahui
bahwa pendapatan yang diperoleh tiap
produksi abon mandai sebesar Rp.
180.323,-. Apabila tiap bulan kita bisa
memproduksi 4 kali abon mandai maka
tambahan pendapatan yang diterima
oleh masyarakat sebesar Rp. 721.292,-.
KESIMPULAN
1. Hasil analisis kandungan gizi
menunjukkan bahwa serat kasar,
kadar abu, kadar lemak,
karbohidrat, protein, dan kadar
garam abon mandai lebih tinggi
dibandingkan dengan mandai yang
belum dijadikan produk abon.
2. Pendapatan yang diperoleh tiap
produksi abon mandai sebesar Rp.
180.323,-. Apabila tiap bulan kita
bisa memproduksi 4 kali abon
mandai maka tambahan pendapatan
yang diterima oleh masyarakat
sebesar Rp. 721.292,-.
DAFTAR PUSTAKA
Lempang, M. dan Suhartati. 2013.
Potensi pengembangan cempedak
(Artocarpus integer Merr.) pada
hutan tanaman rakyat ditinjau dari
sifat kayu dan kegunaannya. Info
Teknis Eboni 10 ( 2) : 69 – 83.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk
Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi
Pangan. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat
Antar Universitas Pangan dan
Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Pasaribu, A. M. 2012. Kewirausahaan
Berbasis Agribisnis. CV. Andi
Offset. Yogyakarta.
Sianturi, G. 2002. Mengurangi Susut
Gizi. 2002.
http://www.gizi.net/cgi-
bin/berita/
fullnews.cginewsid1019704624,2
2896. Diakses pada 25 Januari
2016.