uji efektifitas ekstrak daun pandan wangi (pandanus …repository.ub.ac.id/167929/1/alfilza luvian...
TRANSCRIPT
UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) SEBAGAI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN JAMUR
Candida albicans
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
Alfilza Luvian Miardion Okta
NIM: 145070400111003
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan sebaik-baiknya. Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa penulis
haturkan kepada Rasulullah SAW, semoga kita semua mendapatkan syafaat
beliau di hari akhir kelak. Skripsi ini berjudul “Uji Efektifitas Ekstrak Daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai Penghambat Pertumbuhan Jamur
Candida albicans“. Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Kedokteran Gigi.
Atas segala bimbingan dan dukungan yang telah diberikan berbagai pihak,
maka penulis bermaksud untuk mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. drg. R. Setyohadi, M.S selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Brawijaya yang telah memberikan wadah untuk menuntut ilmu di bidang
kedokteran gigi
2. drg. Kartika Andari Wulan, Sp.Pros selaku Ketua Program Studi Sarjana
Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya
3. Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, Sp.MK selaku dosen pembimbing 1 yang
senantiasa memberi bimbingan dan mendorong dalam menyelesaikan
skripsi ini
4. drg. Rudhanton, Sp. Perio selaku dosen pembimbing 2 yang senantiasa
memberi bimbingan serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini
5. drg. Miftakhul Cahyati, Sp. PM selaku dosen penguji yang telah
meluangkan waktu untuk bersedia menyalurkan pikiran dan memberikan
saran untuk skripsi ini
v
6. drg. Khusnul Munika L, Sp.Perio selaku dosen penasihat akademik yang
selalu memberi dukungan dalam kegiatan akademik penulis
7. Ibu Soesmiarti dan Bapak Sudiyono, kedua malaikat yang telah menjaga,
mendidik, senantiasa mendoakan, serta membesarkan penulis
8. Estitika Tsamrotul Aulia, sahabat yang memberi semangat dan motivasi
dalam mengerjakan skripsi ini
9. BPI BEM FKG UB beserta seluruh pengurus BEM FKG UB periode 2017
kabinet Garuda Bimasakti
10. PBL F dan seluruh teman-teman Abscess Per14pical, dan
11. seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun peneliti
berharap agar skripsi ini dapat membantu penelitian selanjutnya dan dapat
dilanjutkan ke tahap in vivo.
Malang, Mei 2018
Penulis
vi
ABSTRAK Okta, Alfilza Luvian Miardion. 2018. Uji Efektifitas Ekstrak Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai Penghambat Pertumbuhan Jamur Candida albicans. Skripsi. Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya. Pembimbing (1) Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, Sp.MK (K). (2) Rudhanton, drg., Sp. Perio
Candida albicans merupakan spesies penyebab infeksi oportunistik yang disebut kandidiasis. Namun perawatan menggunakan obat yang beredar saat ini dapat menyebabkan beberapa efek samping, sehingga diperlukan alternatif lain seperti daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.). Tanaman daerah tropis yang biasa digunakan sebagai rempah-rempah, penyedap rasa, dan pembuatan minyak wangi ini memiliki beberapa kandungan zat aktif yang berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans secara in vitro. Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan metode dilusi agar. Diawali dengan penelitian pendahuluan menggunakan ekstrak dengan konsentrasi 1%, 5%, dan 10% yang kemudian dilanjutkan dengan konsentrasi 6%, 7%, 8%, 9%, dan 10%. Penelitian ini menggunakan kontrol negatif (ekstrak 0%) dan kontrol positf (Nystatin 0,5% dan 1%). Hasil penelitian menunjukkan ekstrak dengan konsentrasi 10% dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans secara in vitro. Analisis data menggunakan uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05 menunjukkan hasil signifikan dan uji korelasi Spearman menunjukkan arah korelasi negatif, Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak daun Pandan Wangi mampu menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dengan korelasi negatif dan konsentrasi minimal penghambat pertumbuhan Candida albicans sebesar 10%. Kata Kunci: Candida albicans, ekstrak daun Pandan Wangi, antifungi, dilusi agar
vii
ABSTRACT
Okta, Alfilza Luvian Miardion. 2018. An Effectiveness Experiment of Pandan Wangi Leaves Extract (Pandanus amaryllifolius Roxb.) as Candida albicans’ inhibitor. Skripsi. Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya. Pembimbing (1) Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, Sp.MK (K). (2) Rudhanton, drg., Sp. Perio
Candida albicans is an species that caused opportunistic infection called candidiasis. However nowadays medicine treatments can caused side effects, so we need some alternative treatments, one of them is Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.). This tropical plantation that commonly used as spices, flavouring, and fragrances have some active antifungal substances that can inhibit Candida albicans’ growth. This research’s objective is to learn the Pandan Wangi leaves (Pandanus amaryllifolius Roxb.) extract’s effect to inhibit Candida albicans’ growth (in vitro). This research is experimental studies used agar dilution method. Begin with preliminary studies used 1%, 5%, and 10% extract’s concentration then continued with 6%, 7%, 8%, 9%, and 10% concentration. This research used negative control (0% extract) and positive control (Nystatin 0,5% and 1%). The result shows 10% extract be able to inhibit Candida albicans’ growth in vitro. Data analysis used Kruskal-Wallis with α=0,05 shows significant result and Spearman shows negative correlation. This research’s conclusion is that Pandan Wangi leaves (Pandanus amaryllifolius Roxb.) extract be able to inhibit Candida albicans‘ growth with negative correlation and minimal inhibit concentration in 10%. Keywords: Candida albicans, Pandan Wangi leaves extract, antifungal
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................................................................................................................... i Halaman Persetujuan .......................................................................................... ii Halaman Pengesahan ......................................................................................... iii Kata Pengantar ....................................................................................................iv Abstrak ................................................................................................................vi Daftar Isi ............................................................................................................ viii Daftar Gambar ..................................................................................................... x Daftar Tabel .........................................................................................................xi Daftar Lampiran .................................................................................................. xii Daftar Singkatan ................................................................................................ xiii BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 4 1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4 1.4.1 Manfaat Akademik ........................................................................... 4 1.4.2 Manfaat Aplikatif .............................................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6 2.1 Tanaman Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) ................................... 6
2.1.1 Taksonomi Tanaman ....................................................................... 6 2.1.2 Kandungan Senyawa Kimia pada Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) .......................................................................................... 7
2.2 Candida albicans ..................................................................................... 10 2.2.1 Taksonomi Candida albicans......................................................... 12 2.2.2 Morfologi Candida albicans ........................................................... 12
2.2.3 Mekanisme Infeksi C. albicans dalam Rongga Mulut dan Tubuh Inang ...................................................................................................... 13 2.2.4 Faktor Predisposisi Infeksi C. albicans ke dalam Tubuh Manusia .. 15 2.2.5 Penyakit pada Rongga Mulut yang Disebabkan oleh C. albicans .. 16
2.3 Ekstrak .................................................................................................... 19 2.3.1 Metode Ekstraksi ........................................................................... 19
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ........................ 24 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................... 24 3.2 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 26
BAB 4 METODE PENELITIAN .......................................................................... 27 4.1 Rancangan Penelitian .............................................................................. 27 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 27
4.3 Sampel Penelitian ..................................................................................... 28 4.3.1 Pengulangan Sampel .................................................................... 28 4.3.2 Variabel dan Kontrol Penelitian ..................................................... 28 4.3.2.1 Variabel Penelitian .......................................................... 28 4.3.2.2 Kontrol Penelitian ............................................................ 29
4.4 Alat dan Bahan ......................................................................................... 29 4.4.1 Penyediaan Daun Pandan ............................................................. 29
ix
4.4.2 Alat dan Bahan Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllofolius) ..................................................................... 30
4.4.3 Alat dan Bahan Identifikasi Jamur ................................................................................... 30
4.5 Definisi Operasional ................................................................................. 32 4.6 Prosedur Penelitian ................................................................................. 33
4.6.1 Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllofolius) ....................................................................................... 33 4.6.2 Uji Identifikasi Jamur ..................................................................... 34 4.6.3 Pembuatan Suspensi Jamur Uji ..................................................... 35 4.6.4 Uji Efektifitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai Antijamur Candida albicans Menggunakan Metode Dilusi Agar ............................................................................................. 35
1. Penelitian Pendahuluan ............................................................ 35 2. Kontrol Negatif dan Kontrol Positif ............................................ 37 3. Uji Efektifitas ............................................................................. 37
4.7 Skema Alur Penelitian ............................................................................. 39 4.8 Analisis Data ........................................................................................... 40
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ......................................... 41 5.1 Hasil Penelitian ....................................................................................... 41
5.1.1 Hasil Ekstraksi Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) .... 41 5.1.2 Hasil Identifikasi Candida albicans ................................................ 41 5.1.3 Hasil Penelitian Pendahuluan ........................................................ 43 5.1.4 Hasil Uji Efektifitas dan Penelitian Pengulangan............................ 44
5.2 Analisis Data ........................................................................................... 49 5.2.1 Uji Normalitas ................................................................................ 49 5.2.2 Uji Kruskal-Wallis .......................................................................... 49 5.2.3 Uji Statistik Mann-Whitney ............................................................. 50 5.2.4 Uji Korelasi Spearman ................................................................... 52
BAB 6 PEMBAHASAN ..................................................................................... 53 BAB 7 PENUTUP .............................................................................................. 61 7.1 Kesimpulan ...................................................................................... 61 7.2 Saran ............................................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 63 LAMPIRAN ........................................................................................................ 71
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) ............................... 7 Gambar 2.2 Ilustrasi morfologi Candida ............................................................ 13 Gambar 2.3 Interaksi sel Candida dengan sel epitel hospes ............................. 15 Gambar 2.4 Kandidiasis pseudomembranosa .................................................. 17 Gambar 2.5 Kandidiasis nodular ....................................................................... 18 Gambar 2.6 Kandidiasis mukokutan ................................................................. 18 Gambar 5.1 Hasil Pewarnaan Gram Jamur Uji .................................................. 42 Gambar 5.2 Hasil Uji Germ Tube Jamur Uji ...................................................... 43 Gambar 5.3 Hasil Penelitian Pendahuluan......................................................... 44 Gambar 5.4 Hasil Uji Efektifitas dan Penelitian Pengulangan ............................ 46
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Perlakuan ............................................................. 48 Tabel 5.2 Ringkasan Hasil Uji Mann-Whitney .................................................... 51
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Pernyataan Keaslian Tulisan ........................................................... 71 Lampiran 2 Dokumentasi Hasil Ekstraksi ........................................................... 72 Lampiran 3 Dokumentasi Hasil Penelitian ......................................................... 74 Lampiran 4 Uji Normalitas ................................................................................. 76 Lampiran 5 Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis .................................................. 77 Lampiran 6 Uji Non Parametrik Mann Whitney ................................................. 78 Lampiran 7 Uji Korelasi Non Parametrik Spearman .......................................... 92 Lampiran 8 Determinasi Tanaman Pandan Wangi ............................................ 93 Lampiran 9 Surat Keterangan Ekstrak .............................................................. 94
xiii
DAFTAR SINGKATAN
Mdpl : Meter Diatas Permukaan Laut KHM : Kadar Hambat Minimum KBM : Kadar Bunuh Minimum Ditjen PP dan PL : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan ODHA : Orang Dengan HIV AIDS RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah HIV : Human Immunodeficiency Virus DNA : Deoxyribose Nucleic Acid BHT : Butil Hidroksi Toluena pH : Power of Hydrogen HSDB : Hazardous Substances Data Bank UPT : Unit Pelaksana Teknis SDA : Saboraud Dextrose Agar BHIA : Brain Heart Infuse Agar CFU : Colony Forming Unit SPSS : Statistical Product of Service Solution RNA : Ribose Nucleic Acid IU : International Unit
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Spesies Kandida merupakan golongan jamur invasif yang paling sering
menyebabkan infeksi pada manusia, dari infeksi yang tidak mematikan seperti
infeksi mukokutan hingga infeksi invasif yang dapat melibatkan banyak organ
penting. Kandidiasis invasif biasanya merupakan dampak dari perawatan
medis. (Pappas et al, 2016) Golongan jamur invasif ini termasuk dari beberapa
genus yang terdiri dari kelompok organisme heterogen dan lebih dari 17
spesies Kandida yang berbeda telah diketahui menjadi etiologi dari infeksi
pada tubuh manusia. Lebih dari 90% dari infeksi invasif disebabkan oleh
Candida albicans, Candida glabrata, Candida parapsilosis, Candida tropicalis,
dan Candida krusei (Pfaller et al., 2014)
Spesies Kandida merupakan golongan flora normal yang ada pada
manusia, khususnya pada mukosa rongga mulut, saluran gastrointestinal, dan
mukosa vagina (Shao et al., 2007), dan dapat menyebabkan berbagai macam
manifestasi pada tubuh manusia, mulai dari mukokutan hingga infeksi pada
aliran darah (Eggimann et al., 2003). Banyak spesies Kandida yang hidup dan
berkolonisasi pada permukaan kulit dan mukosa manusia. Sakit parah atau
pasien immunocompromised lebih mudah terinfeksi oleh spesies Kandida,
baik infeksi superfisial maupun infeksi parah (Hasan et al., 2009). Spesies C.
albicans adalah penyebab yang predominan dalam infeksi jamur invasif (Horn
et al., 2009).
2
Candida albicans merupakan spesies cendawan patogen dari
golongan Ascomycota. Spesies ini merupakan penyebab infeksi oportunistik
yang disebut kandidiasis pada kulit, mukosa, dan organ dalam manusia
(Kokare, 2008). C. albicans sebenarnya merupakan mikrobiota normal pada
manusia, biasanya djumpai pada kulit, selaput lendir saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan genitalia wanita. Namun demikian, pada kondisi
tertentu, jamur ini dapat berubah menjadi pathogen dan menyebabkan infeksi
oral, genital, bahkan infeksi sistemik yang dapat mengancam jiwa (Brooks et.
al., 2007). Menurut data Ditjen PP dan PL pada September 2005, kandidiasis
merupakan infeksi oportunistik yang banyak terjadi pada ODHA mencapai
31,29%. Penelitian di Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan infeksi
oportunistik kandidiasis oral dengan angka kejadian sebesar 80,8%.
Sedangkan hasil penelitian RSUP H Adam Malik Medan menunjukkan
sebesar 66,1% (Kusuma, 2014). Di Jawa Tengah, khususnya RSUD
Moewardi Surakarta dari 332 pasien HIV yang menderita kandidiasis oral
sebesar 85,4% dan herpes zoster sebesar 12,7%.
Menurut Samaranayake dalam Essential Microbiology for Dentistry
infeksi Kandida dapat dilakukan perawatan dengan menggunakan tiga
kelompok agen, yaitu kelompok polyene, azole, dan analog DNA. Infeksi
superfisial dilakukan perawatan topikal menggunakan polyene (Nystatin atau
amfoterisin) atau imidazole (miconazole, clotrimazole). Namun, beberapa obat
yang biasa digunakan untuk perawatan infeksi candida memiliki efek samping.
Misalnya Nystatin yang dapat menyebabkan nausea dan diare. Amfoterisin
dapat menyebabkan demam, sakit kepala, nausea, dan nefritis. Miconazole
dapat menyebabkan nausea, terbentuk ruam, dan iritasi lokal. Sedangkan
3
Clotrimazole dapat menimbulkan iritasi lokal dan sensasi terbakar (Ritter,
2008). Maka dari itu diperlukan alternatif yang minim dampak, efektif terhadap
jamur khususnya C. albicans, mudah didapat, dan terjangkau.
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) merupakan tanaman
yang tumbuh di daerah tropis, banyak ditanam di halaman atau kebun.
Terkadang tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa, dan tempat yang agak lembab.
Tumbuh subur dari daerah pantai hingga daerah dengan ketinggian 500 m
mdpl. Di Indonesia biasa digunakan sebagai rempah-rempah, penyedap rasa,
dan pembuatan minyak wangi. Daun Pandan Wangi ini mengandung alkaloid,
saponin, flavonoid, tanin, polifenol, dan zat warna. (Dalimartha, 2008)
Hasil penelitian Noorhamdani, et al (2011) membuktikan bahwa
ekstrak daun pandan wangi mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Pseudomonas aeruginosa. Pada hasil penelitian Winarsih (2012)
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pandan wangi mampu menghambat
pertumbuhan Streptococcus mutans strain 2302-UNR dengan Kadar Hambat
Minimum (KHM) sebesar 5%. (Ambarwati, 2016)
Kemudian hasil penelitian Purwantiningsih, dkk (2014) menunjukkan
bahwa senyawa fenol dan flavonoid dapat berperan sebagai antibakteri.
Dengan demikian fenol dan flavonoid pada daun pandan wangi pun dapat
berperan sebagai antibakteri. Penelitian Laluces, et al (2015) juga
menunjukkan bahwa alkaloid pada ekstrak daun pandan wangi yang meliputi
pandanmarilakton-1, pandanmarilakton-32, pandanmarilakton-A, dan
pandanmarilakton-B dapat berperan sebagai antibakteri dan menghambat
pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dengan KHM sebesar 15,6µ dan
Kadar Bunuh Minimum (KBM) sebesar 31,25 µg/ml.
4
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis
bermaksud mengajukan penelitian dengan judul “Uji Efektifitas Ekstrak Daun
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai Penghambat
Pertumbuhan Jamur Candida albicans”.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) efektif
sebagai penghambat pertumbuhan jamur Candida albicans secara in vitro ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mempelajari pengaruh ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida
albicans secara in vitro
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara berbagai konsentrasi ekstrak daun
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap
pertumbuhan jamur Candida albicans
2. Mempelajari konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) dalam kaitannya menghambat pertumbuhan
jamur Candida albicans secara in vitro.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data awal
dan data penunjang untuk penelitian lebih lanjut mengenai potensi
5
ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai
penghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
1.4.2 Manfaat Aplikatif
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
penunjang untuk penelitian.selanjutnya dalam pengembangan obat
herbal antijamur.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
Pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman
atau di kebun. Pandan kadang tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa, dan di
tempat-tempat yang agak lembap, tumbuh subur dari daerah pantai sampai
daerah dengan ketinggian 500 meter diatas permukaan laut. Termasuk
dalam tanaman perdu tahunan dengan tinggi 1 – 2 meter. Tanaman ini
memiliki batang bulat dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, dan
memiliki akar tunjang. Memiliki daun tunggal, duduk, dengan pangkal
memeluk batang. Helai daun berbentuk pita, tipis, licin, berujung runcing, dan
tepi rata. Memiliki tulang daun sejajar dengan panjang daun 40 – 80 cm,
lebar 3 – 5 cm, dan berwarna hijau. Memiliki bunga majemuk, berbentuk
bongkol, berwarna putih. Memiliki buah batu, menggantuk, berbentuk bola
dengan diameter 4 – 7,5 cm, dinding buah berambut, dan berwarna jingga.
(Dalimartha, 2008)
2.1.1 Taksonomi Tanaman
Taksonomi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
menurut Van steenis (1997) adalah sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales
Familia : Pandanaceae
7
Genus : Pandanus
Species : Pandanus amaryllifolius Roxb.
Gambar 2.1 Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
(Sumber: Wakte, 2009)
2.1.2 Kandungan Senyawa Kimia pada Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius)
Sugati dan Jhony menyatakan bahwa daun pandan mengandung
polifenol, tanin, alkaloid, saponin, dan flavonoida (Suryani, 2017).
Sedangkan Suryani dan Tamaroh menyatakan bahwa ekstrak etanol
daun pandan mempunyai aktivitas antioksidan walaupun masih lebih
rendah dibanding BHT (Suryani dan Tamaroh, 2014) dan bersifat
hipoglisemik (Suryani dan Tamaroh, 2015). Menurut Dalimartha (2008),
daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) mengandung alkaloid,
saponin, flavonoid, tanin, polifenol, dan zat warna.
8
2.1.2.1 Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak yang
memiliki atom nitrogen, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan
hewan. Sebagian besar senyawa alkaloid bersumber dari tumbuh-
tumbuhan, terutama angiosperm. Lebih dari 20% spesies angiosperm
mengandung alkaloid (Wink, 2008). Alkaloid dapat ditemukan pada
berbagai bagian tanaman, seperti bunga, biji, daun, ranting, akar dan
kulit batang. Alkaloida umunya ditemukan dalam kadar yang kecil dan
harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari
jaringan tumbuhan. (Ningrum, et al., 2016)
Alkaloid mempunyai efek dalam bidang kesehatan berupa pemicu
sistem saraf, menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit,
antimikroba, obat penenang, obat penyakit jantung dan lain-lain lain
(Simbala 2009). Kalidindi, et al. (2015) juga menyatakan bahwa
alkaloid yang diisolasi dari tanaman biasanya juga memiliki fungsi
antimikroba.
2.1.2.2 Saponin
Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan
steroid atau triterpena. Menurut Firdaus et al. (2014) sintesis saponin
pada tumbuhan dilakukan di daun. Namun pada fase tertentu,
misalnya pada saat pembungaan (flowering) dan perkembangan buah
(fruit bearing) akumulasi saponin terjadi pada organ generatif (Liener,
2012).
Berbagai penelitian telah menemukan bahwa saponin dapat
memberikan efek antitussives dan expectorants (Eccles & Weber,
9
2009). Efek tersebut membantu menyembuhkan batuk. Saponin yang
memiliki sifat antiinflammatory juga telah terbukti efektif untuk
menyembuhkan edema (respon inflammatory) pada tikus dan memiliki
aktivitas antiinflammatory (Hikini & Kiso dalam Seigler, 1998).
Kemampuan saponin tersebut menjadikan saponin sebagai metabolit
sekunder yang penting bagi bidang medis. Tumbuhan yang memiliki
kandungan saponin tinggi memiliki fungsi meningkatkan imun,
antiinflamasi, antivirus, dan antibakteri (Kalidindi et al., 2015).
2.1.2.3 Flavonoid
Kata “Flavonoid” secara umum digunakan untuk mendeskripsikan
produk alami yang terdapat gugusan rantai karbon C6-C3-C6, atau
secara spesifik rantai fenilbenzopiran. Berdasarkan posisi ikatan rantai
aromatic terhadap benzopyrano (chromano), gugusan dari produk
alami ini dibagi menjadi tiga kelas, yaitu flavonoid (2-
phenylbenzopyrans), isoflavonoid (3-benzopyrans), dan neoflavonoid
(4-benzopyrans). (Marais, et al., 2006)
Hasil penelitian David, et al. (2010) menyatakan bahwa kandungan
flavonoid dalam biji Solanum surattense memiliki aktivitas antifungal.
Kalidindi, et al. (2015) juga menyatakan bahwa flavonoid merupakan
grup utama senyawa fenol yang juga dilaporkan memiliki fungsi
antivirus, antimikroba, dan spasmolitik.
Flavonoid dapat mengganggu proses difusi makanan ke dalam sel
sehingga pertumbuhan jamur terhenti atau sampai jamur tersebut mati.
Flavonoid menunjukkan toksisitas rendah pada mamalia, sehingga
10
beberapa flavonoid digunakan sebagai obat bagi manusia (Imani,
2014).
Senyawa flavonoid akan berikatan dengan ergosterol yang
merupakan penyusun membran sel jamur sehingga menyebabkan
terbentuknya suatu pori pada membran sel. Terbentuknya pori
tersebut menyebabkan komponen sel jamur seperti asam amino, asam
karboksilat, fosfat anorganik dan ester fosfat keluar dari sel hingga
menyebabkan kematian sel jamur (Wahyuni, 2014)
2.1.2.4 Tanin
Senyawa tanin merupakan senyawa kompleks berupa fenol dan
antioksidan alami yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa tanin dibagi
menjadi dua kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
Tanin diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen,
antidiare, antibakteri dan antijamur (Malangngi, 2012).
Tanin yang merupakan senyawa golongan fenol mampu bereaksi
dengan membran sel fungi. Hingga selanjutnya masuk ke dalam inti
sel, dan membuat seluruh protein pada fungi mengalami denaturasi
sehingga sel fungi mengalami kerusakan dan akhirnya mati
(Septianoor, 2013). Kalidindi et al. (2015) menyatakan bahwa tanin
memiliki potensi antibakteri, sesuai dengan karakternya yang dapat
bereaksi dengan protein untuk membentuk senyawa larut air yang
dapat merusak membran sel.
2.2 Candida albicans
Jamur Candida telah dikenal dan dipelajari sejak abad ke-18. Penyakit
yang disebabkannya dihubungkan dengan kebersihan rongga mulut yang
11
tidak baik. Robin pada tahun 1850 mengisolasi jamur ini dari stomatitis, yang
disebut oral thrush pada seorang penderita thrush fungus. Berdasarkan
bentuk sel yang bulat dan koloni jamur berwarna putih, maka diberi nama
Oidium albicans, karena membentuk spora. Nama Oidium berubah menjadi
Monilia, karena sel-sel jamur tersusun seperti untaian manik-manik
menyerupai kalung. Nama Monilia ini ternyata menimbulkan kerancuan
karena dalam ilmu pertanian, sehingga pada Third International
Microbiological Congress di New York, 1938, nama Candida diperkenalkan
sebagai pengganti Monilia. (Komariah, 2012)
Candida merupakan jamur golongan khamir, yang membentuk sel ragi
(yeast) dan hifa semu (pseudohyphae). Genus Candida terdiri atas
kelompok organisme heterogen dan terdapat sekitar 17 spesies berbeda
yang terlibat dalam infeksi pada tubuh manusia (Pfaller et al., 2014). Di
dalam tubuh manusia, Candida hidup sebagai saprofit, dan dapat berubah
menjadi patogen bila terdapat faktor resiko seperti menurunnya imunitas,
gangguan endokrin, terapi antobiotik dalam jangka waktu lama, perokok, dan
kemoterapi. Diantara ke-17 spesies tersebut, C. albicans dianggap sebagai
jenis yang paling patogen dan paling banyak menimbulkan penyakit
dibandingkan dengan spesies Candida yang lain seperti C. tropicalis, C.
glabrata, C. parapsilosi, C. krusei, C. lusitanie, dan C. dubliniensis.
Candida albicans merupakan flora normal yang ditemukan pada 80%
orang sehat. Sifat komensal ini dapat berubah menjadi patogen bila terdapat
faktor predisposisi. Salah satu faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
tingginya prevalensi kandidiasis antara lain orang dengan pengobatan
antibiotik spektrum luas dalam jangka lama sehingga keseimbangan flora
12
normalnya terganggu (Maharani, 2012). Infeksi Candida albicans cenderung
bersifat endogen, walaupun infeksi silang juga dapat terjadi, misalnya antara
ibu pada anaknya (Samaranayake, 2012).
2.2.1 Taksonomi Candida albicans
Taksonomi Candida menurut C. P. Robin Berkhout (1923), sebagai
berikut:
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Species : Candida albicans
Sinonim : Candida stellatoide atau Oidium albicans
2.2.2 Morfologi Candida albicans
Secara morfologi, Candida memiliki beberapa elemen jamur yaitu
sel ragi (yeast/blastospore), hifa, dan pseudohifa. Sel ragi Candida
albicans secara khas tumbuh dengan bentuk bola (spherical) hingga oval
(Samaranayake, 2012).
Spesies ini memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang
akan terus memanjang membenruk pseudohifa. Pertumbuhan optimal
pada pH antara 2,5 – 7,5 dan temperatur 20 - 38°C. Merupakan jamur
dengan pertumbuhan cepat yaitu sekitar 48 – 72 jam. Candida dapat
tumbuh dalam kondisi aerob dan anaerob. Dapat tumbuh baik pada
13
media padat, namun kecepatan pertumbuhan lebih tinggi pada media
cair. Pertumbuhannya juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan
dengan pH normal atau alkali (Tjampakasari, 2006).
Koloni Candida pada media padat agar sabouraud dekstrosa atau
glucose-yeast extract-peptone water umumnya berbentuk bulat dengan
ukuran (3,5 - 6) x (6-10) µm dengan permukaan sedikit cembung, halus,
licin, kadang sedikit berlipat terutama pada koloni yang telah tua. Besar
kecilnya koloni dipengaruhi oleh umur biakan. Warna koloni putih
kekuningan (cream lembut) dan berbau khas.(Tjampakasari, 2006)
Gambar 2.2 Ilustrasi morfologi Candida (a) bentuk ragi (b) bentuk hifa semu
(pseudohifa) (c) bentuk hifa
Sumber: (Hendriques, 2007)
2.2.3 Mekanisme Infeksi C. albicans dalam Rongga Mulut dan Tubuh
Inang
Keberadaan Candida dalam rongga mulut terjadi melalui beberapa
tahapan yaitu akuisisi Candida dari lingkungan, stabilitas pertumbuhan,
perlekatan dan penetrasi Candida dalam jaringan. Pertumbuhan
dipengaruhi oleh kemampuan melekat (adhesi) pada sel epitel mukosa
14
dan perangkat virulen Candida yang bersifat imunosupresif sehingga
jamur dapat bertahan terhadap mekanisme eliminasi hospes. Adesi
merupakan interaksi antara sel epitel hospes dengan sel jamur, yang
dapat terjadi secara spesifik maupun non spesifik dan merupakan
langkah awal pertumbuhan, kolonisasi, dan kemudian infeksi. Adesi sel
Candida terjadi pada beberapa tipe sel hospes seperti epitel, endotel,
dan fagosit. Perangkat virulensi Candida meliputi kemampuan
mengubah bentuk dari ragi menjadi pseudohifa atau hifa, formasi biofilm
dan enzim hidrolitik seperti proteinase aspartil dan fosfolifase. Faktor
tersebut memberikan kontribusi dalam menimbulkan dan
mempertahankan infeksi. (Komariah, 2012)
Menurut Hostetter, ada tiga macam interaksi yang mungkin terjadi
antara sel Candida dan sel epitel inang, yaitu:
a. interaksi protein-protein
terjadi ketika protein permukaan Candida mengenali ligand
protein atau peptide pada sel epitelium atau endotelium,
b. interaksi lectin-like
merupakan interaksi ketika protein pada permukaan Candida
mengenali karbohidrat pada sel epitelium atau endotelium, dan
c. interaksi yang belum diketahui
adalah ketika komponen Candida menyerang ligand permukaan
epitelium atau endotelium tetapi komponen dan mekanismenya
belum diketahui dengan pasti.
Selain melekat pada permukaan epitelium, Candida melakukan
penetrasi ke dalam terutama pada cell junction dengan cara
15
pembentukan hifa infektif. Mekanisme invasi ke dalam mukosa dan sel
epitelium serta reaksi adhesi tertentu mempengaruhi kolonisasi dan
patogenitas. (Komariah, 2012)
Sedangkan tahap kedua mekanisme infeksi Candida albicans ke
dalam sel inang adalah tahap invasif, tahap kedua ini ditandai dengan
hifa Candida albicans yang melakukan penetrasi kedalam permukaan
epitelium sel inang, dimana yang selanjutnya terjadi adalah kolonisasi
Candida albicans didalam tubuh inang (Kusumaningtyas, 2009).
Gambar 2.3 Interaksi sel Candida dengan sel epitel hospes
(Sumber: Hendriques, 2007)
2.2.4 Faktor Predisposisi Infeksi C. albicans ke dalam Tubuh Manusia
Infeksi Candida albicans dapat terjadi apabila terdapat faktor
predisposisi, baik endogen maupun eksogen. Menurut Samaranayake
(2012), faktor predisposisi tersebut adalah:
a. Iritasi kronis lokal
b. Pemakaian peranti lepas pasang
c. Perawatan peranti yang kurang adekuat
16
d. Kondisi rongga mulut yang menyebabkan perubahan kondisi flora
normal, misal terapi antibiotik jangka panjang, terapi kortikosteroid
jangka panjang, xerostomia
e. Faktor makanan
f. Penyakit imun dan kelainan endokrin, misal diabetes mellitus
g. Penyakit kronis dan malignan
h. Kondisi kelainan atau penyakit parah yang berhubungan dengan sel
darah
i. Radiasi berlebihan
j. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda
k. Infeksi nosokomial, sebagai akibat dari perawatan di rumah sakit
l. Displasia epitel
m. Perokok berat
2.2.5 Penyakit pada Rongga Mulut yang Disebabkan oleh C. albicans
Candida albicans dapat menyebabkan terjadinya beberapa penyakit
dalam rongga mulut, antara lain:
1. Kandidiasis Oral
Merupakan infeksi jamur dalam mulut yang sering ditemukan.
Selama lebih dari dua decade terakhir, penyakit ini menduduki
tempat yang cukup penting (Laskaris, 2006). Penyakit ini banyak
disebabkan oleh infeksi dari jamur Candida albicans, dan kadang
juga disertai infeksi spesies Candida yang lain seperti C. glabrata, C.
crusei, C. tropicalis, C. pseudotropikalis, C. parapsilopsis, C.
guillerimondi, dan C. dubliniensis (Lewis et al., 2012). Dalam populasi
umum, kejadian kandidiasis oral telah dilaporkan sebanyak 20% -
17
75% kasus tanpa gejala apapun. Insidensi Candida albicans yang
berhasil diisolasi dari rongga mulut telah dilaporkan sebanyak 45%
pada bayi dan 45% - 65% dari anak yang sehat. Umumnya penyakit
ini menyebabkan sensasi terbakar pada rongga mulut (Akpan, 2015)
Kandidiasis pseudomembranosa adalah bentuk paling umum dari
lesi ini dan ciri khas gambaran klinisnya adalah bercak putih seperti
krim, sedikit menonjol dan dapat diseset. Sifat lesi ini adalah
terlokalisasi atau menyeluruh. Sering ditemukan pada mukosa pipi,
palatum molle, lidah, dan bibir. Gejala yang sering timbul adalah
xerostomia, sensasi terbakar dan gangguan pengecapan (Laskaris,
2006)
Gambar 2.4 Kandidiasis pseudomembranosa
(Sumber: Salas, 2003)
Kandidiasis nodular adalah bentuk kronis dari penyakit ini, gambaran
klinis lesi ini adalah berupa plak putih yang keras dan menonjol
(Laskaris, 2006).
18
Gambar 2.5 Kandidiasis nodular
(Sumber: Laskaris, 2006)
Kandidiasis mukokutan adalah sindrom klinik yang heterogen dan
jarang terjadi, memiliki ciri khas berupa lesi kronis di kulit, kuku,
mukosa, dan biasanya berhubungan dengan gangguan imunologis.
Gambaran klinis lesi oral ini adalah tampak sebagai plak putih,
multipel, yang tidak dapat diseset (Laskaris, 2006).
Gambar 2.6 Kandidiasis mukokutan
(Sumber: Laskaris, 2006)
2. Perleche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut. Lesi ini mengalami maserasi,
erosi, basah dan dasarnya eritematosa. Faktor predisposisinya
adalah defisiensi riboflavin (Simatupang, 2009).
19
2.3 Ekstrak
Menurut buku Farmakope Indonesia Edisi 4, pengertian ekstrak
adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi buku
yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi
bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan
secara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit
mungkin terkena panas. Ekstra tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia
nabati dapat dipandang sebagai bahan awal, bahan antara atau bahan
produk jadi. Ekstrak sebagai bahan awal dianalogkan dengan komoditi
bahan baku obat yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk
jadi. Ekstrak sebagai bahan antara berarti masih menjadi bahan yang dapat
diproses lagi menjadi fraksi-fraksi, isolat senyawa tunggal ataupun tetap
sebagai campuran dengan ekstrak lain. ekstrak sebagi produk jadi berarti
ektrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap digunakan oleh penderita.
(Depkes RI, 2000)
2.3.1 Metode Ekstraksi
2.3.1.1 Ekstraksi dengan menggunakan pelarut
2.3.1.1.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara
20
teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik
berarti dilakkan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 – 5 kali
bahan.
2.3.1.1.2 Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya
dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3
– 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
21
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu)
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan
(kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 -
50°C.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air
mendidih, temperatur terukur 96 - 98°C) selama waktu tertentu
(15 – 20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30°C) dan
temperatur sampai titik didih air.
2.3.1.2 Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan
peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase
uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan
kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang
memisah sempurna atau memisah sebagian.
22
2.3.1.3 Cara ekstraksi lainnya
a. Ekstraksi berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang
berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun
berturutan beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk
meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk
bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana
ekstraksi.
b. Superkritikal karbondioksida
Penggunaan prinsip superkritik untuk ektraksi serbuk simplisia,
dan umumnya digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel
tekanan dan temperature akan diperoleh spesifikasi kondisi
polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan
senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut
dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap
dengan mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak.
c. Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz.) memberikan efek pada proses
ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel,
menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai stress
dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi
tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama
proses ultrasonikasi.
23
d. Ekstraksi energi listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan
magnet serta “electric-discharges” yang dapat mempercepat
proses dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan
gelembung spontan dan menyebarkan gelombang tekanan
berkecepatan ultrasonik. (Depkes RI, 2000)
24
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep
Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius)
Ekstrak Daun Pandan
Wangi (Pandanus
amaryllifolius)
Kandungan Kimia Ekstrak Daun
Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius)
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Tanin
Candida albicans
Struktur sel Candida
albicans
Nukleus
Sitoplasma
Membran Sel
Merusak lapisan membran
sel Candida albicans Permeabilitas sel
meningkat
Organel sel
Candida
albicans keluar
Kerusakan sel
Candida albicans
Pertumbuhan kolonisasi
Candida albicans
terhambat
25
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) merupakan
tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis, termasuk Indonesia. Di
Indonesia daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sering digunakan
sebagai bahan tambahan dan penyedap rasa pada makanan. Daun
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) yang telah diekstrak memiliki
kandungan kimia alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin.
Alkaloid merupakan senyawa banyak ditemukan pada bagian
tanaman. Alkaloid yang diisolasi dari tanaman memiliki fungsi dalam
kesehatan sebagai antimikroba. Saponin memiliki sifat antiinflamasi,
antibakteri, antivirus, dan antifungi. Flavonoid merupakan grup utama dari
senyawa fenol yang dilaporkan memiliki fungsi antivirus, antimikroba, dan
spasmolitik. Senyawa flavonoid dapat berikatan dengan ergosterol yang
merupakan penyusun membran sel jamur sehingga menyebabkan
terbentuknya suatu pori pada membran sel. Senyawa tanin merupakan
senyawa kompleks berupa fenol dan antioksidan alami yang terdapat pada
tumbuhan. Beberapa khasiat tanin yang diketahui yaitu sebagai astringen,
antidiare, antibakteri, dan antijamur.
Candida albicans merupakan flora normal pada tubuh manusia
yang banyak terdapat pada saluran pencernaan termasuk rongga mulut.
Struktur sel Candida albicans terdiri dari membran sel, sitoplasma, nukleus,
dan organel-organel. Membran sel pada Candida albicans memiliki fungsi
26
sebagai alat untuk melakukan infeksi pada tubuh manusia sebagai inang
dengan cara melakukan interaksi dengan sel epitel inang.
Ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) memiliki
kandungan kimia alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin yang dapat
berfungsi sebagai antifungi terhadap jamur Candida albicans dengan
mekanisme merusak membran sel. Sehingga terbentuk suatu pori pada
membran sel yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas membran
sel. Hal ini menyebabkan kerusakan sel Candida albicans dan dapat
menghambat kolonisasi Candida albicans.
3.2. Hipotesis Penelitian
Ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) efektif menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans.
27
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah true
experimental post control design only. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kemampuan antifungi antara beberapa konsentrasi ekstrak metanol
daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius). Penelitian ini menggunakan
metode dilusi agar untuk menguji kemampuan antifungi ekstrak metanol daun
pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) dalam menghambat pertumbuhan jamur
Candida albicans.
Metode dilusi agar digunakan karena metode ini sederhana dan dapat
dilakukan untuk melakukan uji anti mikroba secara massal. Penggunaan metode
dilusi agar mengacu pada Mardiyaningsih (2014) yang meneliti potensi daun
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai agen antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penggunaan metode dilusi agar juga
mengacu pada Drawyaji (2017) yang meneliti potensi ekstrak metanol daun
srikaya (Annona squamosa) terhadap bakteri Agregatibacter
actinomycetemcomitans dan Sucipto (2017) yang meneliti potensi ekstrak metanol
daun srikaya (Annona squamosa) terhadap jamur Candida albicans.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang pada bulan Februari - Maret 2018.
28
4.3 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur Candida albicans dari
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
4.3.1 Pengulangan Sampel
Sampel penelitian akan dilakukan pengulangan untuk tiap
kelompok dengan tujuan meminimalisasi terjadinya bias pada hasil
penelitian. Banyak pengulangan yang diperlukan dalam penelitian ini
dapat dihitung menggunakan rumus Federer, yaitu:
(t - 1)(n - 1) ≥ 15
(8-1)(n-1) ≥ 15
7(n-1) ≥ 15
7n-7 ≥ 15
7n ≥ 22
n ≥ 3,14 (dibulatkan ke atas menjadi 4)
dimana t = jumlah perlakuan
n = besar sampel tiap kelompok
(Supranto, 2000)
Setelah dilakukan perhitungan, maka didapatkan hasil pengulangan
yang dilakukan adalah sebanyak empat kali pengulangan.
4.3.2 Variabel dan Kontrol Penelitian
4.3.2.1 Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak daun
Pandan (Pandanus amaryllifolius) dengan konsentrasi 10%,
9%, 8%, 7%, dan 6%.
29
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan
jamur Candida albicans.
4.3.2.2 Kontrol Penelitian
1. Kontrol Negatif
Kontrol negatif dalam penelitian ini adalah media agar dengan
konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebanyak 0%
2. Kontrol Positif
Kontrol positif dalam penelitian ini adalah antifungi berupa
Nystatin dalam sediaan suspensi dengan konsentrasi
100.000 IU/ml yang dikonversikan dalam bentuk persen
kemudian diencerkan menjadi konsentrasi 1% dan 0,5%.
Konversi dalam bentuk persen menggunakan panduan dari
Hazardous Substances Data Bank (HSDB) yang menyatakan
bahwa 100.000 IU = 22.73 mg Nystatin A1.
4.4 Alat dan Bahan
4.4.1 Penyediaan Daun Pandan
Bahan yang digunakan adalah daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) yang diperoleh dari UPT Materia Medica Kota Batu, Jawa
Timur.
30
4.4.2 Alat dan Bahan Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius)
4.4.2.1 Alat yang digunakan dalam proses ekstraksi daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius)
1. Blender
2. Beaker glass
3. Ayakan
4. Wadah kaca (toples kaca)
5. Kertas saring
6. Rotary evaporator
7. Waterbath
8. Timbangan elektrik
4.4.2.2 Bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak metanol daun Pandan
(Pandanus amaryllifolius) antara lain:
1. Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
2. Metanol 70%
4.4.3 Alat dan Bahan Identifikasi Jamur
4.4.3.1 Alat dan Bahan Identifikasi Jamur dengan Pewarnaan Gram
1. Isolat jamur Candida albicans
2. Anaerobic jar
3. Bahan pewarnaan Gram (Kristal, violet, lugol, alkohol 96%, safranin)
4. Nutrient Broth
5. Ose
6. Kertas penghisap
7. Kapas
31
8. Minyak Emersi
9. Mikroskop
10. Gelas objek
11. Tabung reaksi
12. Lampu spiritus
4.4.3.2 Alat dan Bahan untuk Identifikasi Jamur dengan Uji Germ Tube
1. Cover glass
2. Objek glass
3. Tabung reaksi
4. Pipet Pasteur
5. Mikroskop
6. Reagen serum Bovine
4.4.3.3 Alat dan Bahan untuk Uji Daya Antijamur Ekstrak Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) melalui Metode Dilusi Agar
Alat dan bahan yang digunakan untuk uji efektifitas antijamur
ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) terhadap jamur
Candida albicans pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ekstrak metanol daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
dalam beberapa konsentrasi berbeda
2. Ose
3. Mikropipet
4. Plate steril
5. Inkubator
6. Pembakar spiritus
7. Timbangan
32
8. BHI Agar
9. BHI Broth
10. Isolat Candida albicans
11. Akuades
4.5 Definisi Operasional
Pada penelitian yang dimaksud dengan:
1. Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) adalah daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius) yang diperoleh dari UPT Materia Medica
Kota Batu Jawa Timur
2. Ekstrak metanol daun Pandan Wangi adalah ekstrak yang diperoleh dari
daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) yang telah dikeringkan,
kemudian dihaluskan, direndam dengan metanol, diaduk, didiamkan
(metode maserasi), dan diambil filtratnya dengan penyaringan yang
kemudian dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 50°C.
Pembuatan ekstrak metanol daun Pandan Wangi dilakukan di UPT
Materia Medica Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur
3. Konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) dalah
ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) yang diencerkan
menjadi beberapa konsentrasi, yaitu 10%, 9%, 8%, 7%, dan 6%
4. Isolat Candida albicans adalah jamur Candida albicans yang diperoleh
dari isolat murni di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang, yang kemudian ditanam pada agar miring
SDA (Sabouraud Dextrose Agar) dan selanjutnya isolat tersebut ditanam
pada SDA plate. Standar kepadatan jamur yang digunakan dalam
33
penelitian ini adalah 1 x 106 CFU/ml. CFU/ml merupakan singkatan dari
Colony Forming Unit/milimeter
5. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) adalah media selektif untuk
pertumbuhan jamur
6. Uji kepekaan antijamur metode dilusi agar (agar dilution test) adalah uji
kepekaan yang dilakukan secara in vitro dengan mencampur bahan
antijamur yang diuji dengan konsentrasi berbeda ke dalam media agar
yang kemudian ditambahkan dengan perbenihan cair yang telah
mengandung jamur Candida albicans dengan jumlah yang telah
distandardisasi (1 x 106 CFU/ml)
7. Kontrol negatif adalah plate yang berisi media berupa agar dengan
konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
sebanyak 0%
8. Kontrol positif adalah plate yang berisi media berupa agar yang telah
dilakukan dilusi dengan Nystatin 1% dan 0,5%.
4.6 Prosedur Penelitian
4.6.1 Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius)
Pembuatan ekstrak menggunakan metode maserasi dengan
menggunakan pelarut metanol cair. Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) yang diperlukan seberat 1000 g, kemudian dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan selama 7 hari. Daun yang telah kering
kemudian dihaluskan dengan blender sampai menjadi serbuk simplisia.
Serbuk simplisia tersebut diayak hingga didapatkan serbuk simplisia yang
lebih halus. Serbuk simplisia dimasukkan dalam toples kaca dan
34
dimaserasi dengan pelarut metanol pada suhu ruang selama 3 x 24 jam.
Kemudian hasil filtrat maserasi disaring dengan menggunakan kertas
saring. Selanjutnya filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary
evaporator pada suhu 50°C sampai pelarut tidak tersisa, sehingga
diperoleh ekstrak metanol cair. Kemudian hasil ekstrak metanol cair
diuapkan diatas waterbath buatan hingga didapatkan ekstrak kental
dengan konsentrasi 100% sebanyak 120 ml. (Rosidah et al, 2014)
4.6.2 Uji Identifikasi Jamur
4.6.2.1 Uji Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara:
1. Satu ose akuades steril diteteskan pada gelas objek, lalu
diambil sedikit jamur untuk disuspensi dengan akuades yang
telah diletakkan diatas gelas objek, lalu dibiarkan kering di
udara.
2. Suspensi jamur yang sudah kering difiksasi dengan cara
melewatkan beberapa kali di atas api. Sediaan siap untuk
diwarnai.
3. Kristal violet diteteskan pada sediaan dan ditunggu selama satu
menit. Sisa kristal violet dibuang dan dibilas dengan air.
4. Lugol diteteskan pada sediaan dan ditunggu selama satu menit.
Sisa lugol dibuang dan dibilas dengan air.
5. Alkohol 96% diteteskan pada sediaan dan ditunggu selama 30
detik. Sisa alkohol dibuang dan dibilas dengan air.
6. Safranin diteteskan pada sediaan dan ditunggu selama 30 detik.
Sisa safranin dibuang dan dibilas dengan air
35
7. Sediaan dikeringkan dengan kertas penghisap
8. Sediaan ditetesi minyak emersi dan dilihat di bawah mikroskop
dengan perbesaran total 1000x
4.6.2.2 Uji Germ Tube
Uji Germ tube dapat dilakukan dengan cara:
1. Masukkan 3 tetes serum ke dalam tabung reaksi.
2. Ambil koloni jamur menggunakan pipet Pasteur, kemudian
masukkan ke dalam tabung reaksi.
3. Inkubasi pada suhu 37° C selama 2-4 jam.
4. Teteskan koloni dalam serum pada objek gelas dan tutup
dengan cover glass.
5. Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x.
4.6.3 Pembuatan Suspensi Jamur Uji
Ambil koloni jamur dengan ose kemudian dimasukkan ke dalam 5 ml NaCl
0,85% steril. Kemudian ukur Optical Density (OD) atau kepadatan optisnya
dengan spektrofotometer pada λ = 625 nm. Dari hasil yang diperoleh,
dibuat suspense jamur yang mengandung 1x106 CFU/ml dengan rumus n1
x v1 = n2 x v2.
4.6.4 Uji Efektifitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
sebagai Antijamur Candida albicans Menggunakan Metode Dilusi
Agar
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan menggunakan metode dilusi agar
dengan konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebanyak 1%, 5%, dan 10%. Prosedur yang dilakukan
36
dalam penelitian pendahuluan menggunakan metode dilusi agar
antara lain:
a. Disediakan 3 plate steril, kemudian diberi tanda besarnya
konsentrasi larutan ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) yang dicampur dalam BHIA, yaitu 1%, 5%, dan 10%.
b. Volume yang digunakan dalam setiap plate adalam 15 ml,
sehingga volume ekstrak dan agar (BHIA) yang dimasukkan ke
dalam plate:
Konsentrasi 1% = 0,15 ml ekstrak 100% + 14,85 ml BHIA
Konsentrasi 5% = 0,75 ml ekstrak 100% + 14,25 ml BHIA
Konsentrasi 10% = 1,5 ml ekstrak 100% + 13,50 ml BHIA.
c. Setelah dicampur lalu ditunggu hingga agar dingin dan mengeras
kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 18 – 24jam.
d. Plate tersebut ditandai menjadi 4 bagian pada setiap bagian
ditetesi dengan jamur uji.
e. Semua plate diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18 - 24 jam.
f. Dilakukan pengamatan terhadap koloni jamur Candida albicans
yang tumbuh pada plate. Kemudian dapat ditentukan konsentrasi
ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) yang akan
dilakukan uji efektifitas dengan melihat rentang antara konsentrasi
ekstrak pada plate BHIA yang tidak ditemukan adanya
pertumbuhan koloni dengan konsentrasi ekstrak pada plate BHIA
satu tingkat dibawahnya yang masih ditemukan adanya
pertumbuhan koloni. Dalam hal ini terdapat kemungkinan rentang
antara 0% - 1%, 1% - 5%, 5% - 10%, 10% - 100%.
37
2. Kontrol negatif dan kontrol positif
Kontrol negatif dilakukan menggunakan media agar dengan
konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
sebesar 0%. Sedangkan kontrol positif dilakukan dengan metode dilusi
agar menggunakan Nystatin (suspensi) 1% dan 0,5%. Prosedur yang
dilakukan dalam metode dilusi agar antara lain:
a. Disediakan 3 plate steril, kemudian diberi tanda kontrol negatif,
Nystatin 1% dan Nystatin 0,5%
b. Volume yang digunakan dalam setiap plate adalam 15 ml,
sehingga volume ekstrak dan agar (BHIA) yang dimasukkan ke
dalam plate:
Konsentrasi 0% = 0 ml ekstrak 100% + 15 ml BHIA
Nystatin 1% = 0,15 ml Nystatin 1% + 14,85 ml BHIA
Nystatin 0,5% = 0,075 ml Nystatin 0,5% + 14,925 ml BHIA
c. Setelah dicampur lalu ditunggu hingga agar dingin dan mengeras
kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 18 – 24jam.
d. Plate tersebut ditandai menjadi 4 bagian pada setiap bagian
ditetesi dengan jamur uji.
e. Semua plate diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18 - 24 jam.
f. Dilakukan pengamatan terhadap koloni jamur Candida albicans
yang tumbuh pada plate.
3. Uji Efektifitas
Prosedur yang dilakukan dalam uji efektifitas ekstrak daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius) menggunakan metode dilusi agar
antara lain:
38
a. Disediakan 5 plate steril, kemudian diberi tanda besarnya
konsentrasi larutan ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) yang dicampur dalam BHIA, yaitu 6%, 7%, 8%, 9%,
dan 10%.
b. Volume yang digunakan dalam setiap plate adalam 15 ml,
sehingga volume ekstrak dan agar (BHIA) yang dimasukkan ke
dalam plate:
Konsentrasi 6% = 0,9 ml ekstrak 100% + 14,1 ml BHIA
Konsentrasi 7% = 1,05 ml ekstrak 100% + 13,95 ml BHIA
Konsentrasi 8% = 1,2 ml ekstrak 100% + 13,8 ml BHIA
Konsentrasi 9% = 1,35 ml ekstrak 100% + 13,65 ml BHIA
Konsentrasi 10% = 1,5 ml ekstrak 100% + 13,5 ml BHIA.
c. Setelah dicampur lalu ditunggu hingga agar dingin dan mengeras
kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 18 – 24jam.
d. Plate tersebut ditandai menjadi 4 bagian pada setiap bagian
ditetesi dengan jamur uji.
e. Semua plate diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18 - 24 jam.
f. Dilakukan pengamatan terhadap koloni jamur Candida albicans
yang tumbuh pada plate. Konsentrasi ekstrak pada plate yang
tidak ditemukan adanya pertumbuhan koloni ditentukan sebagai
kadar penghambat
39
4.7 Skema Alur Penelitian
Ekstrak daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius)
Media BHIA
Konsentrasi
6%
Konsentrasi
7%
Konsentrasi
8%
Konsentrasi
9%
Konsentrasi
10%
Tunggu hingga agar dingin dan mengeras
Diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam
Ditetesi dengan suspensi jamur Candida albicans 106 CFU/ml
Diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam
Dilakukan pengamatan terhadap koloni jamur yang tumbuh
Analisis Data
40
4.8 Analisis Data
Data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas
varian menggunakan uji Shapiro-Wilk. Apabila data tidak terdistribusi normal
atau tidak homogen atau data berupa data ordinal, anallisis data yang
digunakan adalah uji statistik Kruskal Wallis, uji Post-Hoc Mann-Whitney, uji
statistic korelasi Spearman dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05).
Dengan uji Kruskal-Wallis akan diketahui perbedaan pengaruh berbagai
konsentrasi ekstrak metanol daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
terhadap Candida albicans sehingga dapat diketahui apakah ekstrak
metanol daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) memiliki pengaruh
antijamur terhadap Candida albicans secara in vitro. Uji korelasi Spearman
untuk mengetahui besarnya keeratan hubungan pemberian perlakuan
terutama yang disebabkan oleh pemberian ekstrak metanol daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius) dengan pertumbuhan koloni jamur Candida
albicans. Sedangkan bila data terdistribusi normal dan homogen, maka
analisis data yang digunakan adalah uji statistik one way ANOVA dan uji
statistik korelasi Pearson dan uji regresi. Analisis data menggunakan
perengkat lunak SPSS (Statistical Product of Service Solution) versi 19.0
untuk Windows.
41
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Hasil Ekstraksi Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
Bahan baku berupa 1000 Gram daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) yang sudah dikeringkan dan diolah menjadi serbuk
halus yang diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan
pelarut metanol. Hasil ekstraksi berupa 120 ml ekstrak kental
berwarna hijau tua pekat. Bahan baku diperoleh dari perkebunan
milik UPT Materia Medica Kota Batu, Jawa Timur. Proses ekstraksi
dilakukan di UPT Materia Medica Kota Batu, Jawa Timur.
5.1.2 Hasil Identifikasi Candida albicans
Jamur Candida albicans yang digunakan sebagai sampel
penelitian diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Sebelum dilakukan
identifikasi, sediaan isolat koloni Candida albicans dibiakkan terlebih
dahulu dengan melakukan streaking pada media SDA (Saboraud
Dextrose Agar) dan diinkubasi selama 18-24 jam pada inkubator
dengan suhu 37°C. Hasil streaking plate jamur uji berwarna krim
keputihan.
Identifikasi jamur dilakukan untuk membuktikan bahwa jamur
yang digunakan merupakan spesies Candida albicans. Identifikasi
jamur yang dilakukan menggunakan 2 uji, yaitu uji pewarnaan Gram
dan uji germ tube.
42
Uji pewarnaan Gram bertujuan untuk mengetahui jenis jamur
yang digunakan termasuk dalam jenis jamur Gram positif atau Gram
negatif. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jamur uji berwarna
ungu, bergerombol, dan berbentuk oval seperti tampak pada gambar
5.1. Jamur uji berwarna ungu karena menyerap warna kristal violet
yang diteteskan sebagai pewarna awal. Hal ini menandakan bahwa
jamur uji tergolong Gram positif.
Gambar 5.1 Hasil Pewarnaan Gram Jamur Uji
(Tanda panah menunjukkan koloni jamur uji)
Selanjutnya adalah uji Germ Tube yang bertujuan untuk
membedakan jamur Candida albicans dengan jamur Candida lainnya.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jamur uji membentuk germ
tube yang ditunjukkan dengan bentukan hifa pendek yang muncul
disamping sel jamur uji seperti tampak pada gambar 5.2.
43
Gambar 5.2 Hasil Uji Germ Tube Jamur Uji
(Tanda panah menunjukkan spora dan germ tube jamur uji)
Dari hasil identifikasi jamur uji dapat disimpulkan bahwa jamur uji
merupakan jamur Candida albicans dari beberapa karakteristik, yaitu
hasil kultur memiliki warna krim keputihan dalam media SDA,
berbentuk oval, memiliki gram positif, dan membentuk germ tube
sesuai dengan pernyataan Samaranayake (2012).
5.1.3 Hasil Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui rentang
konsentrasi ekstrak metanol daun Pandan Wangi yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Penelitian pendahuluan dilakukan
menggunakan metode dilusi agar dengan konsentrasi ekstrak 1%,
5%, dan 10%. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan jamur
Candida albicans pada konsentrasi 1% dan 5%, sedangkan pada
konsentrasi 10% tidak terdapat pertumbuhan jamur Candida albicans
seperti yang tampak pada gambar 5.3. Dari hasil penelitian
pendahuluan didapatkan konsentrasi yang akan digunakan dalam uji
efektifitas ekstrak daun Pandan Wangi, yaitu konsentrasi ekstrak
44
metanol daun Pandan Wangi 6%, 7%, 8%, 9%, 10% dengan
pengulangan sebanyak empat kali.
Gambar 5.3 Hasil penelitian pendahuluan dengan konsentrasi ekstrak daun
Pandan Wangi
(A) 1%,
(B) 5%, dan
(C) 10%
(Tanda panah menunjukkan pertumbuhan jamur Candida albicans)
5.1.4 Hasil Uji Efektifitas dan Penelitian Pengulangan
Uji efektifitas dan penelitian pengulangan dilakukan
menggunakan ekstrak daun Pandan Wangi dengan konsentrasi 6%,
A B
C
45
7%, 8%, 9%, dan 10%. Penelitian ini disertai dengan kontrol negatif
berupa media SDA dengan konsentrasi ekstrak 0% dan kontrol positif
berupa suspensi Nystatin 1% dan 0,5%. Penentuan hasil dilakukan
dengan cara mengamati pertumbuhan koloni secara langsung. Hasil
penelitian dapat dilihat pada gambar 5.4.
A B
C D
2 1
3 4
2 1
3 4
2 1
3 4
2 1
3 4
46
Gambar 5.4 Hasil uji efektifitas dan penelitian pengulangan
dengan konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi:
(A) 6%,
(B) 7%,
(C) 8%,
(D) 9%,
(E) 10%,
(F) 0% (Kontrol negatif),
(G) Kontrol positif menggunakan Nystatin 0,5%, dan
(H) Kontrol positif menggunakan Nystatin 1%
(Tanda panah menunjukkan pertumbuhan jamur Candida albicans, lingkaran
hitam menunjukkan gelembung yang terjebak saat pembuatan media agar)
E F
2 1
3 4
2 1
3 4
G H
2 1
3 4
2 1
3 4
47
Hasil penelitian menunjukkan hasil yang bervariasi pada
konsentrasi yang berbeda setelah diinkubasi pada suhu 37°C selama
24 jam. Pada kontrol negatif terdapat pertumbuhan koloni jamur yang
sangat tebal. Sedangkan pada kontrol positif tidak terdapat
pertumbuhan koloni jamur pada suspensi Nystatin dengan
konsentrasi 1% maupun 0,5%. Pada konsentrasi ekstrak 6 %
terdapat koloni jamur yang cukup tebal pada semua pengulangan,
namun lebih tipis dari kontrol negatif. Pada konsentrasi ekstrak 7%
terdapat koloni jamur yang tipis, namun terdapat bentukan koloni
jamur yang cukup tebal pada salah satu pengulangan. Pada
konsentrasi ekstrak 8% terdapat koloni jamur yang tipis pada semua
pengulangan. Pada konsentrasi ekstrak 9% terdapat koloni jamur
yang sangat tipis seperti noda yang menempel pada agar. Pada
konsentrasi ekstrak 10% tidak didapati pertumbuhan koloni jamur
sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi yang bervariasi
menunjukkan pengaruh yang berbeda. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi maka
semakin menurun pertumbuhan koloni jamur. Hasil pengamatan
perlakuan dengan menggunakan ekstrak daun Pandan Wangi dapat
dilihat pada tabel 5.1.
48
Tabel 5.1 Hasil pengamatan perlakuan
Konsentrasi
Derajat Pertumbuhan Koloni
Jamur (Pengulangan) Rata-rata
Skor
1 2 3 4
0%
(Kontrol Negatif) 4 4 4 4 4
Nystatin 1%
(Kontrol Positif) 0 0 0 0 0
Nystatin 0,5%
(Kontrol Positif) 0 0 0 0 0
6% 3 3 3 3 3
7% 2 2 2 3 2,25
8% 2 2 2 2 2
9% 1 1 1 1 1
10% 0 0 0 0 0
Keterangan:
4 = Terdapat pertumbuhan koloni jamur sangat tebal pada media agar
3 = Terdapat pertumbuhan koloni jamur tebal pada media agar
2 = Terdapat pertumbuhan koloni jamur tipis pada media agar
1 = Terdapat pertumbuhan koloni jamur sangat tipis pada media agar
0 = Tidak terdapat pertumbuhan koloni jamur pada media agar
49
5.2 Analisis Data
Hasil penelitian dilakukan analisis menggunakan perangkat lunak SPSS
versi 19 untuk Windows dan hasil analisis data secara lengkap terdapat pada
lampiran. Uji statistik yang dilakukan adalah sebagai berikut.
5.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk karena
jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50, yaitu 32 sampel.
Dalam uji ini didapatkan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05) yang
menunjukkan distribusi data tidak normal. Sehingga dilakukan uji
statistik non-parametrik meliputi uji statistik Kruskal Wallis, Mann-
Whitney, dan uji korelasi Spearman. Hasil uji Shapiro-Wilk dapat
dilihat pada lampiran.
5.2.2 Uji Kruskal-Wallis
Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui adanya
perbedaan pertumbuhan koloni jamur Candida albicans pada tiap
perlakuan berupa variasi konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi.
Hipotesis dapat ditegakkan melalui H0 dan H1 bergantung
pada nilai signifikansi uji Kruskal-Wallis. Apabila nilai signifikansi
yang diperoleh kurang dari 0,05 (p<0,05) maka H0 ditolak (H1
diterima), artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara satu
variabel independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya
apabila nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p>0,05) maka H0 diterima,
artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara satu variabel
independen terhadap variabel dependen. (Budiargo, 2014)
50
Dalam penelitian ini didapatkan nilai signifikansi uji Kruskal-
Wallis sebesar 0,000 (p<0,05), maka H0 ditolak. Hasil uji Kruskal-
Wallis dapat dilihat pada lampiran.
5.2.3 Uji Statistik Mann-Whitney
Uji statistik Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui
pembandingan berganda antara setiap perlakuan. Hasil uji Mann-
Whitney antara setiap perlakuan menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara pertumbuhan koloni jamur Candida albicans pada
kelompok kontrol negatif dengan kelompok yang diberi ekstrak daun
Pandan Wangi konsentrasi 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, Kontrol Positif
1%, dan Kontrol Positif 0,5% (p<0,05). Pertumbuhan koloni jamur
Candida albicans pada kelompok kontrol positif Nystatin 1%
memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok yang diberi
ekstrak daun Pandan Wangi konsentrasi 6%, 7%, 8%, dan 9%
(p<0,05). Pertumbuhan koloni jamur Candida albicans pada
kelompok kontrol positif Nystatin 0,5% memiliki perbedaan yang
signifikan dengan kelompok yang diberi ekstrak daun Pandan
Wangi konsentrasi 6%, 7%, 8%, dan 9% (p<0,05). Pertumbuhan
koloni jamur Candida albicans pada kelompok yang diberi ekstrak
daun Pandan Wangi dengan konsentrasi 6% memiliki perbedaan
signifikan dengan kelompok yang diberi ekstrak daun Pandan
Wangi konsentrasi 7%, 8%, 9%, dan 10% (p<0,05). Pertumbuhan
koloni jamur Candida albicans pada kelompok yang diberi ekstrak
daun Pandan Wangi dengan konsentrasi 7% memiliki perbedaan
signifikan dengan kelompok yang diberi ekstrak daun Pandan
51
Wangi konsentrasi 9% dan 10% (p<0,05). Pertumbuhan koloni
jamur Candida albicans pada kelompok yang diberi ekstrak daun
Pandan Wangi dengan konsentrasi 8% memiliki perbedaan
signifikan dengan kelompok yang diberi ekstrak daun Pandan
Wangi konsentrasi 9% dan 10% (p<0,05). Pertumbuhan koloni
jamur Candida albicans pada kelompok yang diberi ekstrak daun
Pandan Wangi dengan konsentrasi 9% memiliki perbedaan
signifikan dengan kelompok yang diberi ekstrak daun Pandan
Wangi konsentrasi 10% (p<0,05). Ringkasan hasil uji statistik Mann-
Whitney dapat dilihat pada tabel 5.2. Hasil uji statistik Mann-
Whitney secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 5.2 Ringkasan hasil uji Mann-Whitney
Konsentrasi KNeg Kpos
1%
Kpos
0,5%
6% 7% 8% 9% 10%
KNeg 0,008* 0,008* 0,008* 0,011* 0,008* 0,008* 0,008*
Kpos 1% 1,000 0,008* 0,011* 0,008* 0,008* 1,000
Kpos 0,5% 0,008* 0,011* 0,008* 0,008* 1,000
6% 0,040* 0,008* 0,008* 0,008*
7% 0,317 0,011* 0,011*
8% 0,008* 0,008*
9% 0,008*
10%
Keterangan: * = signifikan (p<0,05)
52
5.2.4 Uji Korelasi Spearman
Untuk mengetahui kekuatan hubungan antara pemberian
ekstrak daun Pandan Wangi terhadap pertumbuhan koloni jamur
Candida albicans dilakukan uji korelasi Speaman. Berdasarkan
hasil uji korelasi Spearman (R= -0,982 ; p=0,000), dapat diketahui
bahwa pemberian ekstrak daun Pandan Wangi memiliki korelasi
yang kuat dan signifikan (p<0,05) dengan arah korelasi negatif.
Korelasi negatif menunjukkan arah korelasi berkebalikan, artinya
peningkatan konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi
menyebabkan penurunan pertumbuhan koloni jamur Candida
albicans.
Koefisien korelasi sebesar -0,982 menunjukkan bahwa
kontribusi pemberian ekstrak daun Pandan Wangi dalam
menurunkan pertumbuhan koloni jamur Candida albicans sebesar
96,4324% yang didapat dari perhitungan kuadrat dari koefisien
korelasi dan dikalikan dengan 100% (R2 x 100%). Sedangkan sisa
sebesar 3,5676% disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak
diteliti. Faktor-faktor tersebut dapat merupakan akibat dari waktu
penyimpanan ekstrak, atau akibat resistensi jamur tersebut. Hasil
uji korelasi Spearman dapat dilihat pada lampiran.
53
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi
ekstrak metanol daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) terhadap
pertumbuhan jamur Candida albicans. Metanol digunakan karena merupakan
pelarut yang bersifat universal sehingga dapat melarutkan analit yang bersifat
polar dan non polar. Thompson (1985) dalam Astarina (2013) menyatakan bahwa
metanol dapat menarik alkaloid, steroid, saponin, dan flavonoid dalam tanaman.
Penelitian Suryanto dan Wehantouw (2009) yang juga dikutip oleh Astarina (2013)
menyatakan bahwa metanol mampu menarik lebih banyak jumlah metabolit
sekunder yaitu senyawa fenolik, flavonoid, dan tanin dalam daun Artocarpus altilis
F dibandingkan dengan etanol. Hal ini diperkuat dengan penelitian uji aktivitas
antioksidan ekstrak bunga lotus (Nelumbo nucifera) oleh Romadanu (2014) yang
menyatakan bahwa hasil uji fitokimia flavonoid pada ekstrak yang menggunakan
pelarut metanol terdeteksi sangat kuat dibandingkan dengan yang menggunakan
pelarut etil asetat dan n-heksana. Selain itu hasil uji fitokimia tanin juga dideteksi
lebih besar pada ekstrak yang menggunakan pelarut metanol (1161 ppm)
dibandingkan dengan yang menggunakan pelarut etil asetat (198 ppm) dan n-
heksana (110 ppm). Hasil Penelitian Widyawati (2014) menyatakan bahwa total
konsentrasi senyawa fenol yang ditemukan pada ekstrak daun Pluchea indicia
dengan pelarut metanol, yaitu 1185,2 mg Gallic Acid Equivalent (GAE)/g paling
tinggi dibandingkan dengan pelarut akuades (369,4 mg GAE/g), etanol (174,7 mg
GAE/g), etil asetat (15,2 mg GAE/g), dan heksana (1,0 mg GAE/g).
54
Hasil ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) berwarna
hijau tua pekat serta keruh. Hal ini menyebabkan tidak dapat dilakukan penelitian
menggunakan metode dilusi tabung (dilusi cair) untuk mencari konsentrasi ekstrak
daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) dalam kaitannya menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Mardiyaningsih (2014) bahwa karakter fisis ekstrak yang keruh dan berwarna
pekat dapat mengganggu pengamatan pertumbuhan bakteri apabila dilakukan
dengan dilusi cair.
Isolat jamur Candida albicans dalam penelitian ini diperoleh dari
persediaan milik Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang. Sebelum dilakukan penelitian, jamur Candida albicans
diidentifikasi terlebih dahulu menggunakan uji pewarnaan gram dan uji germ tube
untuk memastikan bahwa jamur uji tersebut benar-benar Candida albicans. Hasil
uji pewarnaan gram menunjukkan jamur uji berwarna ungu, bergerombol, dan
berbentuk oval. Warna ungu menunjukkan bahwa jamur uji memiliki gram positif
yang merupakan salah satu karakteristik jamur Candida albicans yang disebutkan
oleh Samaranayake (2012) yaitu dalam smear pewarnaan gram, spesies Candida
memiliki hasil gram positif. Samaranayake dalam Essential Microbiology for
Dentistry juga menyatakan bahwa pembeda antara spesies Candida albicans dan
spesies Candida lainnya adalah spesies Candida albicans membentuk germ tubes
(incipient hyphae) ketika dilakukan inkubasi dalam serum bersuhu 37°C selama 3
jam. Dalam identifikasi uji germ tube, jamur uji membentuk germ tube yang
ditunjukkan dengan bentukan hifa pendek yang muncul disamping sel jamur uji.
Sehingga dari hasil identifikasi menunjukkan bahwa jamur uji merupakan spesies
Candida albicans.
55
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan ekstrak daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) dengan konsentrasi 6%, 7%, 8%, 9%, dan 10% beserta
kontrol negatif berupa ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) 0%
dan kontrol positif berupa Nystatin dengan konsentrasi 1% dan 0,5% pada media
Saboraud Dextrose Agar (SDA) didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
pertumbuhan jamur Candida albicans pada media dengan ekstrak daun Pandan
Wangi 10%. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan senyawa fitokimia dalam
ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) berupa polifenol, tanin,
alkaloid, saponin, dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan alami (Suryani,
2017). Senyawa-senyawa tersebut juga memiliki peran tersendiri terhadap
aktivitas farmakologi (Dewanti, 2017) dan dapat berfungsi sebagai antifungi
(Widyaningrum, 2015). Purwita dalam Wahyuni (2014) menyatakan bahwa
kandungan zat aktif flavonoid, tanin, dan saponin bersifat antifungi. Selain itu
senyawa alkaloid juga memiliki aktivitas antifungi.
Menurut Harborne dalam Widyaningrum (2015), tanin merupakan senyawa
polifenol yang dapat mengendapkan protein. Jika pada dinding sel dan sitoplasma
Candida albicans terjadi pengendapan protein, maka pertumbuhan sel Candida
albicans akan terganggu hingga menyebabkan kematian sel. Rusaknya dinding
sel karena pengendapan protein ini juga dapat menyebabkan masuknya substansi
asing termasuk senyawa aktif ekstrak daun Pandan Wangi ke dalam sel Candida
albicans. Senyawa-senyawa yang melewati membran sitoplasma akan masuk dan
mengenai organel sel seperti membran protein dan mitokondria. Membran protein
ini memiliki aktivitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase dan glukan sintase.
Enzim tersebut dapat mengkatalisis pelepasan hidrogen dari substrat pada proses
56
oksidasi reduksi rantai pernafasan sel di dalam mitokondria (Tjampakasari,2006).
Sehingga hal ini juga dapat menyebabkan pernafasan sel terganggu.
Menurut Olivia dalam Yanti (2016), alkaloid merupakan zat aktif pada
tanaman yang dapat berfungsi sebagai obat. Secara umum tumbuhan yang
mengandung senyawa alkaloid dapat diidentifikasi secara fisik dengan ciri jelas,
misal bergetah dan terasa pahit bila dicicipi (Mustanir, 2013). Alkaloid pada ekstrak
daun Pandan Wangi meliputi pandanmarilakton-1, pandanmarilakton-32,
pandanmarilakton-A, dan pandanmarilakton-B (Laluces et al., 2015). Aniszewki
dalam Yanti (2016) menyatakan bahwa alkaloid merupakan senyawa yang
memiliki aktivitas antimikroba dengan menghambat esterase dan juga DNA dan
RNA polymerase, juga dapat menghambat respirasi sel dan berperan dalam
interkalasi DNA. Selain itu menurut Mycek dalam De Ornay (2017), alkaloid dapat
merusak komponen penyusun peptidoglikan pada dinding sel sehingga komponen
tersebut tidak terbentuk utuh menyebabkan membran sel bocor dan kehilangan
beberapa bahan intrasel seperti elektrolit (tertutama kalium) dan molekul lainnya.
Hardiningyas menyatakan bahwa saponin merupakan golongan metabolit
yang dapat menghambat atau membunuh Candida albicans dengan cara
menurunkan tegangan permukaan membrane sterol dari dinding sel Candida
albicans, sehingga permeabilitas sel meningkat. Peningkatan permeabilitas sel
mengakibatkan cairan intraseluler yang lebih pekat tertarik keluar sel sehingga
nutrisi, zat-zat metabolisme, enzim, dan protein dalam sel keluar dan jamur
mengalami kematian (Yanti, 2016). Saponin memiliki kerangka glikosida kompleks
yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan suatu senyawa triterpenoid dan
glikosida. Triterpenoid bersifat toksik yang dapat menimbulkan kerusakan pada
57
organel sel sehingga menghambat terjadinya pertumbuhan jamur patogen (Ismaini,
2011).
Yuhana dalam De Ornay (2017) menyatakan bahwa Flavonoid dapat
menghambat fungsi membran sitoplasma dan menghambat metabolisme energi
sel. Flavonoid merupakan senyawa kelompok fenol. Cowan dalam Firdaus (2015)
menambahkan bahwa senyawa fenol yang terdapat pada flavonoid dapat
mendenaturasi protein sel dan mengerutkan dinding sel sehingga menyebabkan
lisisnya dinding sel jamur. Selain itu, senyawa fenol melalui gugus hidroksi yang
akan berikatan dengan gugus sulfihidril dari protein jamur sehingga mampu
mengubah konformasi protein membran sel target yang mengakibatkan
pertumbuhan sel jamur terganggu bahkan dapat mengalami kematian (Yanti,
2016).
Penelitian ini menggunakan kontrol negatif berupa media agar dengan
konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi 0% dan kontrol positif berupa nystatin
dengan konsentrasi 0,5% dan 1%. Digunakan nystatin dengan sediaan suspensi
untuk memudahkan dilusi dengan agar. Nystatin sediaan suspensi memiliki
konsentrasi sebesar 100.000 IU/ml. Konsentrasi ini kemudian dikonversikan
menjadi persen dengan menggunakan panduan dari Hazardous Substances Data
Bank (HSDB, 2018) yang menyatakan bahwa 100.000 IU = 22.73 mg Nystatin A1.
Penggunaan nystatin sebagai kontrol positif karena sifatnya yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur dan ragi, tetapi tidak aktif terhadap bakteri dan
protozoa. Nystatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif (Mustanir,
2013). Pappas et al. dalam Iswardanu (2017) menyatakan bahwa pada umumnya
penatalaksanaan kandidiasis oral dilakukan dengan pemberian golongan antifungi
topikal seperti nystatin. Nystatin merupakan antijamur yang bekerja lokal, tidak
58
diabsorbsi sistemik, dan diisolasi dari bakteri Streptomyces noursei pada tahun
1950. Mekanisme kerja nystatin adalah dengan mengikat ergosterol yang
merupakan komponen utama pembentuk dinding sel jamur sehingga
menyebabkan terbentuknya pori pada membran sel jamur. Pori dalam membran
sel jamur menyebabkan kebocoran kalium, keluarnya komponen sel, dan kematian
sel jamur (Andriani dan Rundjan dalam Iswardanu, 2017).
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan pemberian ekstrak daun Pandan
Wangi sebagai penghambat pertumbuhan jamur Candida albicans memiliki
korelasi yang signifikan dan kuat dengan arah korelasi negatif (R= -0,982 ;
p=0,000) yang berarti ekstrak daun Pandan Wangi memiliki kemampuan tinggi
dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans, sedangkan korelasi
negatif menunjukkan arah korelasi berkebalikan yang artinya peningkatan
konsentrasi ekstrak daun Pandan Wangi menyebabkan penurunan pertumbuhan
koloni jamur Candida albicans. Hal ini tampak pada ekstrak dengan konsentrasi
10% sudah tidak terdapat pertumbuhan koloni jamur. Hasil uji Kruskal-Wallis
didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) menunjukkan bahwa H0
ditolak.
Penelitian terhadap Candida albicans telah dilakukan dalam berbagai
macam bahan. Penelitian yang dilakukan olah Dinastutie (2015) menggunakan
ekstrak kulit Pisang Kepok (Musa acuminata x balbisiana) mentah menggunakan
metode dilusi agar diperoleh konsentrasi hambat Candida albicans secara in vitro
pada 22,5%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Soleman et al. (2017)
menggunakan ekstrak metanol kulit batang Jambu Mete (Anacardium occidentale
L) dengan metode difusi sumuran dapat menghambat pertumbuhan Candida
albicans pada konsentrasi 50% dengan zona hambat 29,504 mm, konsentrasi 75%
59
dengan zona hambat 28,252 mm, dan konsentrasi 100% dengan zona hambat
25,996 mm. Penelitian milik Soleman et al. (2017) selaras dengan penelitian Siddik
et al. (2016) yang menyatakan bahwa peningkatan zona hambat seiring dengan
peningkatan konsentrasi disebabkan karena adanya peningkatan kandungan
antijamur pada ekstrak dan peningkatan aktivitas antijamur disebabkan
kandungan zat aktif yang terlarut meningkat pada konsentrasi yang lebih tinggi
dalam ekstrak yang diuji.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Mardiyaningsih (2014) menggunakan
ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) didapatkan
konsentrasi kadar hambat minimum (KHM) sebesar 1,1% dan kadar hambat
minimum (KBM) sebesar 6,7% terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Sedangkan terhadap bakteri Escherichia coli didapatkan konsentrasi KHM
sebesar 0,5% dan KBM sebesar 4,5%. Berdasarkan data tersebut, peneliti
menggunakan ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) untuk
mengetahui efektifitas antifungi daun Pandan Wangi sebagai penghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans.
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa ekstrak daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius) dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida
albicans yang optimal pada konsentrasi 10%. Pada konsentrasi tersebut tidak
terdapat pertumbuhan koloni jamur Candida albicans pada media agar dan
memiliki persentase penghambat sebesar 96,4324%.
Dalam penelitian ini masih didapatkan keterbatasan berupa metode
pembuatan ekstrak (maserasi) yang tidak dapat menunjukkan jumlah bahan aktif
yang terkandung dalam ekstrak. Berdasarkan keterbatasan tersebut peneliti
menyarankan untuk dilakukan pembuatan ekstrak atau sediaan lain yang
60
berbahan dasar daun Pandan Wangi agar dapat diketahui jumlah bahan aktif
beserta kandungan secara spesifik juga agar diketahui toksisitas bahan tersebut.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai pendukung penelitian selanjutnya.
Hal yang masih perlu diteliti diluar penelitian ini mencakup dosis efektif, toksisitas,
dan efek samping yang ditimbulkan. Aplikasi klinis ekstrak Daun Pandan Wangi
masih perlu penelitian lanjutan secara in vivo.
61
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
7.1.1 Kesimpulan Umum
Ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) efektif
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans
7.1.2 Kesimpulan Khusus
1. Terdapat hubungan (korelasi) negatif pemberian ekstrak daun
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) terhadap jamur Candida
albicans yang berarti semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) mengakibatkan
penurunan pertumbuhan jamur Candida albicans pada media agar
2. Konsentrasi minimal ekstrak daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) yang mampu menghambat pertumbuhan jamur
Candida albicans sebesar 10%.
7.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan. Maka diberikan saran-
saran untuk perbaikan dan pengembangan sebagai berikut.
1. Diperlukan uji daya hambat dan daya bunuh ekstrak daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) terhadap jamur Candida albicans menggunakan
metode yang sesuai untuk ekstrak yang keruh
62
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jumlah kandungan
bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius)
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bahan aktif yang
paling berperan sebagai antifungi dalam ekstrak daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) dalam bentuk kolom kromatografi
4. Diperlukan uji lebih lanjut secara in vivo untuk mengetahui dosis efektif,
dosis toksik, dan efek samping sebelum dilanjutkan dalam aplikasi klinis
sebagai keperluan pengobatan pada masyarakat luas.
63
DAFTAR PUSTAKA
Akpan A, Morgan R. 2015. Review Oral Candidiasis. Postgrad Med Journal: 455-
459.
Ambarwati., Sujono, T. A., Sintowati, S. 2016. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb. ) Sebagai Antibakteri. The 3rd
University Research Colloquium, Hal 222 – 228
Astarina, N. W. G., Astuti, K. W., Warditiani, N. K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak
Metanol Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Farmasi
Udayana
Berkhout. 1923. In: De Schimmelgesl. Monilia, Oidium, Oospora en Torula, Disset.
Ultrecht:44
Brooks, Geo F. et al. 2007. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology
Twenty-fourth Edition. Mc Graw Hill Medical. New York
Budiargo, D. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Perusahaan Manufaktur Periode 2008 -2012. Tesis. Fakultas Ekonomi
Universitas Bengkulu. Bengkulu
Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. PT Pustaka
Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta
David E. et al. 2010. Evaluation of antifungal activity and phytochemical screening
of Solanum surattense seeds. J Pharm Res 3:684e7.
De Ornay, A. K., Prehananto, H., Dewi, A. S. S. 2017. Daya Hambat Pertumbuhan
Candida albicans Dan Daya Bunuh Candida albicans Ekstrak Daun
Kemangi (Ocimum sanctum l.). Jurnal Wiyata, 4(1): 78-83
64
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Dewanti, N. I., Sofian, F. F. 2017. Review Artikel: Aktivitas Farmakologi Ekstrak
Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.). Farmaka
Suplemen Vol.15 (2):186-194
Dinastutie, R., Poeranto, S., Hidayati, D. Y. N. 2015. Uji Efektifitas Antifungal
Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata x balbisiana) Mentah
Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Secara In Vitro. Majalah
Kesehatan FKUB, 2(3)
Drawyaji, S. 2017. Uji Efektifitas Ekstrak Etanol Daun Srikaya (Annona squamosa)
sebagai Antibakteri Staphylococcus aureus (Studi in vitro). Skripsi.
Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya. Malang
Eccles, R. & Weber, O. 2009. Common Cold. Springer. London
Firdaus, S. et al. 2014. Changes in leaf phenolics concentrations determine the
survival of evening primrose (Oenothera biensis) in various seasons.
International Journal Agricultural Biology, 16, 819-824.
Hasan, F. et al. 2009. Biofilm formation in clinical Candida isolates and its
association with virulence. Microbes Infect 11, 753–761.
Hazardous Substances Data Bank. 2018. Nystatin. TOXNET System: The National
Library of Medicine’s [ONLINE] http://toxnet.nlm.nih.gov/cgi-
bin/sis/search2/r?dbs+hsdb:@term+@DOCNO+3138 (Diakses tanggal 2
April 2018)
Hendriques M. C. R. 2007. Candida dubliniensis versus C. albicans adhesion and
biofilm formation. Department of biological engineering. Disertasi.
University of Minho Departement of Biological engineering. Braga
65
Horn, D. L. et al. (2009). Epidemiology and outcomes of candidemia in 2019
patients: data from the prospective antifungal therapy alliance registry.
Clinical Infection Disiease 48: 1695–1703.
Imani, Ariza Zakiah. 2014. Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Daun Mangga
Bacang (Mangifera foetida L.) Terhadap Candida albicans Secara in Vitro.
Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura Pontianak. Hal 1-15.
Ismaini, L. 2011. Aktivitas Antifungi Ekstrak (Centella asiatica (L.) Urban terhadap
Fungi Patogen pada Daun Anggrek (Bulbophyllum flavidiflorum Carr.).
Jurnal Penelitian Sains 4 (1): 47-50.
Iswardanu, Rian. 2017. Pengaruh Ekstrak Etanol Tanaman Sarang Semut
(Myrmecodia tuberosa) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Candida
albicans (in vitro). Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta
Kalidindi, N., Nagarasanakote V. T., et al. 2015. Antifungal and antioxidant
activities of organic and aqueous extracts of Annona Squamosa
Linn.leaves. Journal Of Food and Drug Analysis 30: 1-8.
Kokare, C. R. 2008. Pharmaceutical Microbiology Principles and Applications. 6th
Edition. Nirali Prakashan, India.
Komariah, Ridhawati Sjam. 2012. Kolonisasi Candida dalam Rongga Mulut.
Majalah Kedokteran FK UKI 28 (1): 39 – 47
Kusuma, A. L. 2014. Hubungan Kadar CD4 Dengan Kejadian Kandidiasis Oral
Pada Penderita HIV/AIDS Di RSUD Moewardi Surakarta. Jurnal Online
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal 6-7.
66
Kusumaningtyas E. 2007. Mekanisme infeksi Candida albicans. Lokakarya
nasional penyakit zoonosis: 304
Laluces, H.M.C. et al. 2015. Antimicrobial Alkaloids from the Leaves of Pandanus
amaryllifolius. Journal of applied Pharmaceutical Science, 5 (10): 151-153.
Laskaris, George. 2006. Pocket Atlas Of Oral Disease. Edisi Kedua. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 20-21.
Lewis, M. A. O., Jordan, R. C. K. 2012. Oral Medicine: A Colour Handbook. 2nd Ed.
Manson Publishing Ltd.
Liener, I. 2012. Toxic Constituents of Plant Foodstuff. Elsevier.
Maharani, Setiawati. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Siwak (Salvadora
persica) Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan Candida
albicans. Jurnal Online Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang: 1-13.
Malangngi, L. P., Sangi, M. S., Paendong, J. J. E. 2012. Penentuan Kandungan
Tanin dan Uji Efektivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea
Americana Mill.). Jurnal MIPA Unsrat Online Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sam Ratulangi Manado: 1-2.
Marais, Jannie P. J et al. 2006. The Stereochemistry Of Flavonoids dalam The
Science of Flavonoids. Springer. Ohio
Mardiyaningsih, A., Aini, R. 2014. Pengembangan Potensi Ekstrak Daun Pandan
(Pandanus amaryllifolius Roxb) Sebagai Agen Antibakteri. Pharmaciana
4 (2): 185-192
Mustanir, H, F., Nurhaida, dan Nurdin, S. 2013. Antifungal Ekstrak N-Heksana
Tumbuhan Obat di Aceh terhadap Candida albicans. J. Ind. Soc. Integ.
Chem, 5 (2): 7-14.
67
Ningrum, R., Purwanti, E., Sukarsono. 2016. Identifikasi Senyawa Alkaloid Dari
Batang Karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) Sebagai Bahan Ajar
Biologi Untuk Sma Kelas X. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia 2016 2
(3): 231-236
Pappas, Peter G et. al. 2016. Clinical Practice Guidelines for the Management of
Candidiasis: 2016 Update by the Infectious Diseases Society of America.
The Infectious Diseases Society of America
Pfaller, M. A et al. 2014. Epidemiology and Outcomes of Invasive Candidiasis Due
to Non-albicans Species of Candida in 2,496 Patients: Data from the
Prospective Antifungal Therapy (PATH) Registry 2004–2008. PLoS ONE
9 (7)
Purwantiningsih, T.I., Suranindyah, Y.Y., & Widodo. 2014. Aktivitas Senyawa
Fenol dalam Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai Antibakteri
Alami untuk Penghambatan Bakteri Penyebab Mastitis. Buletin
Peternakan 38(1):59-64.
Ritter, James M., Lewis, Lionel D., Mant, Timothy GK., Ferro, Albert. 2008. A
Textbook of Clinical Pharmacology and Therapeutics. Edisi Kelima.
Hodder Arnold.Great Britain
Romadanu., Rachmawati, S. H., Lestari, S. D. 2014. Pengujian Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Bunga Lotus (Nelumbo nucifera). Fishtech 3 (01): 1-
7
Rosidah, A. N. Lestari, P. E. Astuti, P. 2014. Daya Antibakteri (Hippobroma
longifora [L] G. Don) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans.
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember: 1-2. Jember
68
Samaranayake, Lakshman. 2012. Essential Microbiology for Dentistry. Edisi
Empat. Elsevier.
Seigler, D. S. 1998. Plant Secondary Metabolism. Springer Science & Business
Media.
Septianoor et al. 2013. Uji Efektivitas Antifungi Ekstrak Metanol Batang Pisang
Mauli (Musa sp) Terhadap Candida Albicans. Jurnal PDGI Program Studi
Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat:
1-10.
Shao, L. C., Sheng, C. Q. & Zhang, W. N. 2007. Recent advances in the study of
antifungal lead compounds with new chemical scaffolds. Yao Xue Xue
Bao 42, 1129–1136.
Siddik, M.B., Budiarti, L.Y., & Edyson, E. 2016. Perbandingan Efektivitas Antifungi
antara Ekstrak Metanol Kulit Batang Kasturi dengan Ketokonazol 2%
terhadap Candida albicans In Vitro. Berkala Kedokteran, 12(2), 271-278.
Simatupang, Magdalena Maria. 2009. Candida albicans. Universitas Sumatera
Utara. Hal 4-9. Medan
Simbala, Herny E.I. 2009. Analisis Senyawa Alkaloid beberapa Jenis Tumbuhan
Obat sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka. Pacific Journal 1 (4): 489-494
Soleman et al. 2017. Aktivitas Antifungi Ekstrak Metanol Kulit Batang Jambu Mete
terhadap Candida albicans. Journal Cis-Trans (JC-T), 1(2): 25-29
Sucipto, H. G. 2017. Efektifitas Ekstrak Etanol Daun Srikaya (Annona squamosa)
sebagai Antifungi terhadap Jamur Candida albicans secara In Vitro.
Skripsi. Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya.
Malang
69
Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Cetak Ketiga.
PT Rineka Cipta. Jakarta
Suryani, C. L. et al. 2017. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Pandan
(Pandanus amaryllifolius) dan Fraksi-Fraksinya. Agritech, 37(3): 271-279
Suryani, C.L. dan Tamaroh, S. 2014. Aktivitas antioksidasi ekstrak etanol daun
pandan wangi. Prosiding Seminar Nasional Ketahanan Pangan. Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Mercu Buana,
Yogyakarta
Suryani, C.L. dan Tamaroh, S. 2015. Aktivitas hipoglisemik dan karakterisasi
kimiawi esktrak etanol daun pandan. Prosiding Seminar Nasional
Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jawa Timur.
Tjampakasari, C.R. 2006. Karakteristik Candida albicans. Cermin Dunia
Kedokteran: Hal 33-36
Van Steenis, C. G. G. J., Bloembergen, S., dan Eyma, P. J. 1997. Flora. Pradnya
Paramita, Jakarta
Wahyuni, S., Mukarlina, & Yanti, H.A. 2014. Aktivitas Antifungi Ekstrak Metanol
Daun Buas-buas (Premma serratifolia) terhadap Jamur Diplodia sp. pada
Jeruk Siam (Citrus nobilis var. Microcarpa). Protobiont, 3(2), 274-279.
Wakte, Kantilal V, et.al. 2009. Pandanus amaryllifolius Roxb. Cultivated as a spice
in coastal regions of India. Genet Resour Crop Evol. India
Widyaningrum, Trianik., Wahyuni, Try. 2015. Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol
daun Sidaguri (Sida rhombifolia) Terhadap Candida albicans. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Biologi Malang 2015: 377-385
Widyawati, P. S., Budianta, T. D. W., Kusuma, F. A., Wijaya, E. L. 2014. Difference
of Solvent Polarity To Phytochemical Content and Antioxidant Activity of
70
Pluchea indicia Less Leaves Extracts. International Journal of
Pharmacognosy and Phytochemical Research, 6(4): 850-855
Wink, M. 2008. Modern Alkaloids, Structure, Isolation Synthesis and Biology.
Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA. Jerman
Yanti, Novi., Samingan., Mudatsir. 2016. Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Gal
Manjakani (Quercus infectoria) Terhadap Candida albicans. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah 1 (1): 1-9