uji efektivitas bioherbisida ekstrak daun …digilib.unila.ac.id/33814/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
UJI EFEKTIVITAS BIOHERBISIDA EKSTRAK DAUN KETAPANG,MAHONI, DAN KERAI PAYUNG TERHADAP Cyperus rotundus L.
(Skripsi)
Oleh
KHAIRUNNISA
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
UJI EFEKTIVITAS BIOHERBISIDA EKSTRAK DAUN KETAPANG,MAHONI, DAN KERAI PAYUNG TERHADAP Cyperus rotundus L.
Oleh
KHAIRUNNISA
Salah satu alternatif pengendalian gulma yang ramah lingkungan adalah dengan
menggunakan bioherbisida. Bioherbisida dapat berasal dari salah satu bagian
tanaman, contohnya daun yang digunakan dalam bentuk ekstrak. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari ekstrak daun ketapang
(Terminalia catappa), mahoni (Swietenia macrophylla), dan kerai payung
(Filicium decipiens) sebagai bioherbisida terhadap Cyperus rotundus serta untuk
mengetahui ekstrak daun yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan
Cyperus rotundus. Penelitian dilakukan dengan cara maserasi ekstrak daun
menggunakan pelarut polar etanol. Penelitian ini dirancang menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yang terdiri atas kontrol,
ekstrak daun ketapang, ekstrak daun mahoni, dan ekstrak daun kerai payung
dengan konsentrasi tunggal yaitu 50%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa ketiga ekstrak daun yang digunakan memiliki efektivitas yang sama
sebagai bioherbisida, karena perlakuan dapat menghambat pertumbuhan tinggi,
Khairunnisajumlah daun, dan panjang akar Cyperus rotundus. Pada variabel kandungan
klorofil dan berat kering perlakuan ekstrak daun tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata dengan perlakuan tanpa bioherbisida. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian lanjutan mengenai potensi ketiga ekstrak daun tersebut terhadap gulma
lain serta pemanfaatan ekstrak daun tanaman lain sebagai bioherbisida.
Kata kunci: Bioherbisida, Cyperus rotundus, Filicium decipiens, Swieteniamacrophylla, Terminalia catappa.
ABSTRACT
EFFECTIVENESS OF BIOHERBICIDES FROM LEAF EXTRACT OFTerminalia catappa, Swietenia macrophylla, AND Filicium decipiens
TO Cyperus rotundus L.
By
KHAIRUNNISA
One of the alternative enviromentally friendly way to control the weeds was using
bioherbicide. Bioherbicide could make up from plants part, for example is leaf
that used in extract form. The aim of this research was to know the effect from
Terminalia catappa, Swietenia macrophylla and Filicium decipiens leaves as
bioherbicides to the growth of Cyperus rotundus and to know which leave extract
was the most effective to prevent the growth of Cyperus rotundus. This research
used maserated leaves extract with polar etanol solvent. The research used
Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatments consist of no
bioherbicide application, Terminalia catappa leaf extract, Swietenia macrophylla
leaf extract, and Filicium decipiens leaf extract with a single concentration of
50%. The results of this research showed the three of leaves extract were very
effective as bioherbicides. The leaf extracts had a very effective effect to prevent
the height, the amount of leaves and the roots length of Cyperus rotundus. While
the leaf extracts had no effect to the clhorophyl and dry weight. So, it is necessary
Khairunnisato have an advance research about the potential of these three leaves extracts to
the other kind of weeds and the utilization of the other leaves extract as
bioherbicides.
Keywords: Bioherbicide, Cyperus rotundus, Filicium decipiens, Swieteniamacrophylla, Terminalia catappa.
UJI EFEKTIVITAS BIOHERBISIDA EKSTRAK DAUN KETAPANG,MAHONI, DAN KERAI PAYUNG TERHADAP Cyperus rotundus L.
Oleh
KHAIRUNNISA
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan KehutananFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 04
Mei 1997, merupakan anak kedua dari empat bersaudara
pasangan Bapak Drs. Sumarto dan Ibu Dra. Yulianty,
M.Si. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-
Kanak (TK) Al Azhar 18 Bandar Lampung dan selesai
pada tahun 2002. Selanjutnya penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 3 Karang Anyar Lampung Selatan pada
tahun 2008, SMPN 20 Bandar Lampung pada tahun 2011, dan SMAN 13 Bandar
Lampung pada tahun 2014. Tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan di
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama kuliah, penulis menjadi Anggota Utama Himpunan Mahasiswa Kehutanan
(Himasylva). Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa
Gunung Batin Ilir, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah pada
bulan Januari hingga Februari 2017 selama 40 hari. Penulis juga telah
melaksanakan Praktik Umum (PU) di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Balapulang, Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Larangan, Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah.
SANWACANA
Bismillahirahmannirrahim, puji syukur yang selalu terucap kehadirat Allah SWT,
shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
Rasulullah Muhammad SAW, karena berkat anugerah dari-Nya saya dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas Bioherbisida Ekstrak
Daun Ketapang, Mahoni, dan Kerai Payung terhadap Cyperus rotundus L.”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Terselesaikannya penulisan skripsi tidak terlepas
dari bantuan, dorongan, dan kemurahan hati dari berbagai pihak. Maka dari itu,
pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Ir. Indriyanto, M.P. selaku dosen pembimbing pertama yang senantiasa
membantu, memberikan arahan, dan bimbingan kepada penulis selama proses
perkuliahan serta penyelesaian skripsi.
3. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku dosen pembimbing kedua dan
Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang
ii
senantiasa membantu, memberikan arahan, dan bimbingan kepada penulis
selama proses perkuliahan serta penyelesaian skripsi.
4. Bapak Drs. Afif Bintoro, M.P. selaku pembahas atau penguji atas semua
saran, kritik, dan masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan
skripsi ini.
5. Ibu Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut., M.P., IPM. selaku dosen pembimbing
akademik yang telah membantu penulis dalam menuntut ilmu di Jurusan
Kehutanan Universitas Lampung.
6. Segenap Dosen Pengajar dan Staf Jurusan Kehutanan yang telah membantu
dan memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan
Kehutanan Universitas Lampung.
7. Kedua orang tua penulis, Drs. Sumarto dan Dra. Yulianty, M.Si yang selalu
memberikan dukungan moril maupun materiil hingga penulis dapat
melangkah sejauh ini.
8. Saudara kandung penulis Muhammad Hafidzulhaq, Fara Khalisah, dan
Muhammad Annajam Alqan yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
9. Teman seperjuangan Kehutanan 2014 “Lugosyl” khususnya Azhary Taufiq,
Zulfikri, Anis Ambarwati, Giga Piancita, Murtinah, Shinta Dewi Marcelina,
Dani Jengnia Jaya, dan Cecilinia Tika Laura atas segala bantuan, dukungan,
dan kebersamaan yang kalian berikan.
10. Sahabat penulis Ameliyah Nafli, Farah Shahnaz Imami, Indah Safitri,
Khadijah Khalda, Nindy Indriyani, Nova Irdianti, Risqi Dwi Maulina, dan
Yunita Sari.
iii
11. Serta semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian dan penyelesaian
skripsi mulai dari awal hingga akhir, yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Khairunnisa
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ..................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 11.1 Latar Belakang ............................................................................... 11.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 31.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 41.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 41.5 Kerangka Pemikiran....................................................................... 41.6 Hipotesis ........................................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 82.1 Bioherbisida (Herbisida Alami)...................................................... 82.2 Ketapang (Terminalia catappa L.) ................................................. 92.3 Mahoni (Swietenia macrophylla King) .......................................... 102.4 Kerai Payung (Filicium decipiens (Wight & Arn.) Thwaites) ....... 112.5 Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) .............................................. 12
2.5.1 Morfologi............................................................................... 132.5.2 Ekologi................................................................................... 13
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 153.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 153.2 Bahan dan Alat ............................................................................... 153.3 Rancangan Percobaan .................................................................... 163.4 Kegiatan Penelitian ........................................................................ 17
3.4.1 Persiapan media tanam......................................................... 173.4.2 Persiapan Cyperus rotundus................................................. 183.4.3 Pembuatan ekstrak bioherbisida........................................... 183.4.4 Aplikasi bioherbisida ........................................................... 22
3.5 Variabel Penelitian ......................................................................... 223.5.1 Tinggi Cyperus rotundus...................................................... 223.5.2 Jumlah daun ......................................................................... 233.5.3 Kandungan klorofil .............................................................. 233.5.4 Panjang akar ......................................................................... 243.5.5 Berat kering.......................................................................... 25
v
Halaman3.6 Analisis Data .................................................................................. 26
3.6.1 Uji normalitas....................................................................... 263.6.2 Uji homogenitas ................................................................... 273.6.3 Analisis keragaman (ANOVA) ............................................ 273.6.4 Uji lanjut (uji Tukey) ........................................................... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 294.1 Hasil Penelitian .............................................................................. 294.2 Pembahasan .................................................................................... 37
V. SIMPULAN......................................................................................... 435.1 Simpulan......................................................................................... 435.2 Saran............................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 43
LAMPIRAN............................................................................................... 49–63Gambar 18–23............................................................................................. 49–51Tabel 4–28................................................................................................... 52–63
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Penentuan konsentrasi ekstrak daun ketapang, mahoni,
dan kerai payung .................................................................................. 21
2. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh perlakuan ekstrakdaun ketapang, mahoni, dan kerai payung terhadap beberapavariabel penelitian................................................................................. 29
3. Hasil Uji Tukey pengaruh perlakuan ekstrak daun ketapang,mahoni, dan kerai payung terhadap beberapa variabel penelitian ....... 36
4. Hasil pengamatan tinggi Cyperus rotundus ......................................... 52
5. Uji normalitas (Chi Square Test) tinggi Cyperus rotundus ................. 52
6. Uji homogenitas (Bartlett test) tinggi Cyperus rotundus..................... 53
7. Analisis ragam tinggi Cyperus rotundus.............................................. 53
8. Uji beda nyata jujur (BNJ) tinggi Cyperus rotundus ........................... 54
9. Hasil pengamatan jumlah daun Cyperus rotundus .............................. 54
10. Uji normalitas (Chi Square Test) jumlah daun Cyperus rotundus....... 55
11. Uji homogenitas (Bartlett test) jumlah daun Cyperus rotundus .......... 55
12. Analisis ragam jumlah daun Cyperus rotundus ................................... 56
13. Uji beda nyata jujur (BNJ) jumlah daun Cyperus rotundus ................ 56
14. Hasil pengamatan panjang akar Cyperus rotundus.............................. 56
15. Uji normalitas (Chi Square Test) panjang akar Cyperus rotundus ...... 57
16. Uji homogenitas (Bartlett test) panjang akar Cyperus rotundus.......... 57
17. Analisis ragam panjang akar Cyperus rotundus .................................. 58
vii
Tabel Halaman18. Uji beda nyata jujur (BNJ) panjang akar Cyperus rotundus ................ 58
19. Hasil pengamatan kandungan klorofil Cyperus rotundus.................... 59
20. Uji normalitas (Chi Square Test) klorofil Cyperus rotundus............... 59
21. Uji homogenitas (Bartlett test) kandungan klorofil Cyperus rotundus 60
22. Analisis ragam kandungan klorofil Cyperus rotundus ........................ 60
23. Uji beda nyata jujur (BNJ) kandungan klorofil Cyperus rotundus ...... 61
24. Hasil pengamatan berat kering Cyperus rotundus ............................... 61
25. Uji normalitas (Chi Square Test) berat kering Cyperus rotundus ....... 62
26. Uji homogenitas (Bartlett test) berat kering Cyperus rotundus ........... 62
27. Analisis ragam berat kering Cyperus rotundus.................................... 63
28. Uji beda nyata jujur (BNJ) berat kering Cyperus rotundus ................. 63
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Diagram alir penelitian tentang potensi ekstrak daun ketapang,
mahoni, dan kerai payung sebagai bioherbisida terhadapCyperus rotundus ................................................................................. 7
2. Cyperus rotundus L.............................................................................. 12
3. Tata letak percobaan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL)........... 16
4. Proses sterilisasi tanah dengan cara pengukusan pada air mendidih ... 17
5. Cyperus rotundus yang telah ditanam pada media tanam.................... 18
6. Daun ketapang, mahoni, dan kerai payung yang telah dikumpulkanuntuk dijadikan ekstrak bioherbisida ................................................... 19
7. Proses pengeringan daun menggunakan oven...................................... 20
8. Proses maserasi ekstrak daun dengan menggunakan VacuumRotary Evaporator. ............................................................................... 21
9. Ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung konsentrasi 50%yang telah siap diaplikasikan pada Cyperus rotundus ......................... 22
10. Proses pengambilan sampel daun untuk mengukur kandunganklorofil daun Cyperus rotundus ........................................................... 24
11. Pengukuran panjang akar Cyperus rotundus........................................ 25
12. Proses pengovenan Cyperus rotundus untuk mendapatkan berat kering 26
13. Grafik rerata tinggi Cyperus rotundus pada setiap periodepengamatan mingguan setelah diberi bioherbisida dari ekstrakdaun ketapang, mahoni, dan kerai payung ........................................... 31
14. Cyperus rotundus pada minggu kelima setelah pemberianbioherbisida ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung.......... 32
ix
Gambar Halaman15. Grafik rerata jumlah daun Cyperus rotundus pada setiap
periode pengamatan mingguan setelah diberi bioherbisidadari ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung ....................... 33
16. Gejala keracunan daun Cyperus rotundus yang ditandaidengan perubahan warna...................................................................... 34
17. Panjang akar Cyperus rotundus setelah diberi bioherbisidadari ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung ....................... 35
18. Proses persiapan media tanam Cyperus rotundus berupa top soildi Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung..................... 49
19. Tanah yang telah dimasukkan ke polybag dan siap digunakansebagai media tanam Cyperus rotundus ............................................... 49
20. Proses penguapan etanol dengan Vacuum Rotary Evaporator ............ 50
21. Ekstrak murni daun yang dihasilkan dari proses maserasi................... 50
22. Cyperus rotundus pada minggu kedua................................................. 51
23. Pangkal batang Cyperus rotundus mengalami keracunan ................... 51
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang
tidak diinginkan manusia karena dapat mengganggu pertumbuhan tanaman
(Sukman dan Yakup, 2002). Keberadaan gulma dianggap sebagai pengganggu
karena gulma memerlukan faktor-faktor lingkungan tempat tumbuh yang sama
seperti tanaman lain yaitu kebutuhan akan cahaya, nutrisi, air, dan ruang tumbuh
(Moenandir, 1988). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya persaingan antara
gulma dan tanaman budidaya yang apabila tidak dikendalikan dapat menghambat
pertumbuhan tanaman.
Gulma terdiri atas banyak golongan yang membedakan satu gulma dengan gulma
lainnya. Menurut Barus (2003), berdasarkan sifat morfologinya gulma dibagi
menjadi gulma daun lebar (broad leaves), gulma daun sempit (grasses), gulma
pakis-pakisan (ferns), dan gulma teki-tekian (sedges). Salah satu contoh golongan
teki adalah Cyperus rotundus L. Cyperus rotundus termasuk gulma tahunan yang
dapat dengan mudah menyesuaikan diri pada berbagai lingkungan. Menurut
Travlos dkk. (2008) dan Shabana dkk. (2010), Cyperus rotundus merupakan salah
satu masalah yang paling serius di banyak bagian dunia. Di Indonesia Cyperus
rotundus telah menimbulkan masalah di bidang kehutanan. Menurut Master
2(2015), Cyperus rotundus adalah salah satu tumbuhan yang banyak tersebar dan
berpotensi invasif di kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(TNBBS).
Pemeliharaan tanaman dari gangguan gulma membutuhkan pengetahuan dalam
pengendalian gulma. Menurut Pebriani dkk. (2013) pengendalian gulma dapat
dilakukan dengan cara mekanik, kultur teknik, dan kimiawi menggunakan
herbisida sintetik. Pengendalian secara mekanik dan kultur teknik memerlukan
waktu yang lama, tenaga dan biaya yang besar, sehingga kurang efektif.
Pengendalian secara kimiawi berpotensi merusak lingkungan, menyebabkan
gulma menjadi resisten dan membentuk residu yang dapat meracuni tanaman.
Dengan adanya dampak-dampak negatif dari pengendalian gulma yang banyak
diterapkan, maka diperlukan usaha pengendalian gulma alternatif yang ramah
lingkungan.
Salah satu alternatif usaha pengendalian gulma yang aman adalah dengan
menggunakan bioherbisida. Bioherbisida adalah senyawa yang berasal dari
organisme hidup yang mampu mengendalikan gulma atau tumbuhan pengganggu
(Senjaya dan Surakusumah, 2007). Bioherbisida dapat memanfaatkan beberapa
bagian organ tanaman misalnya daun yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk
ekstrak (Soltys dkk., 2013). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Rizkitavani dan Purwani (2013), pengendalian Cyperus rotundus dapat dilakukan
dengan menggunakan ekstrak daun tanaman ketapang (Terminalia catappa L.)
pada taraf konsentrasi 50%. Menurut El-Rafie dan Hamed (2014) daun ketapang
mengandung senyawa fenol, flavonoid, terpenoid, alkaloid, tannin, dan saponin
3yang terkandung di dalamnya. Senyawa-senyawa tersebut mampu menghambat
pertumbuhan gulma (Perez dkk., 2010).
Jenis-jenis tanaman kehutanan lainnya yang berpotensi sebagai bioherbisida
adalah mahoni (Swietenia macrophylla King) dan kerai payung (Filicium
decipiens (Wight & Arn.) Thwaites). Daun mahoni diketahui mengandung
senyawa fenolik, tannin, flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin (Tan, 2009;
Durai dkk., 2016; Ushie dkk., 2018), yang diduga mampu menghambat
pertumbuhan gulma. Demikian pula dengan daun kerai payung yang mengandung
senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai sumber potensial untuk herbisida
alami (Bari dan Kato-Nouguchi, 2017). Berdasarkan uraian di atas maka perlu
dilakukan penelitian untuk menggali potensi dari ekstrak daun ketapang, mahoni,
dan kerai payung sebagai bioherbisida untuk pengendalian Cyperus rotundus.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai
payung dalam menghambat pertumbuhan Cyperus rotundus?
2. Ekstrak manakah yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan
Cyperus rotundus?
41.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis pengaruh ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung
dalam menghambat pertumbuhan Cyperus rotundus.
2. Mendapatkan ekstrak daun yang paling efektif dalam menghambat
pertumbuhan Cyperus rotundus.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai informasi mengenai penggunaan
ekstrak daun tanaman kehutanan sebagai bioherbisida dalam menghambat
pertumbuhan Cyperus rotundus maupun gulma-gulma lainnya. Kemudian
diharapkan juga dapat berguna sebagai bahan referensi untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
1.5 Kerangka Pemikiran
Permasalahan tentang gulma merupakan permasalahan yang banyak sekali terjadi
pada daerah tropis seperti Indonesia. Iklim tropis yang ada di Indonesia memiliki
karakteristik basah, curah hujan tinggi serta temperatur yang tinggi sehingga dapat
menjadi lingkungan yang kondusif untuk tumbuhnya gulma. Gulma adalah
tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan
manusia (Sukman dan Yakup, 2002). Menurut Sutidjo (1981), jika ditinjau dari
segi ekologi gulma merupakan tumbuhan yang mudah beradaptasi dan memiliki
5daya saing yang kuat dengan tanaman budidaya. Kehadiran gulma dapat menjadi
kompetitor akan cahaya, nutrisi, air, dan ruang tumbuh (Moenandir, 1988).
Salah satu gulma yang seringkali ditemukan adalah rumput teki (Cyperus
rotundus L.). Berdasarkan USDA NRCS (2014), Cyperus rotundus adalah gulma
tahunan yang hidup berkoloni, biasanya tumbuh dengan tinggi mencapai 60 cm,
dan bereproduksi secara ekstensif dengan rimpang dan umbi. Rimpang yang
tumbuh ke bawah atau secara horizontal dapat dengan mudah membentuk umbi
atau rantai umbi yang menyebabkan terbentuknya Cyperus rotundus yang baru.
Cyperus rotundus merupakan salah satu gulma yang berbahaya karena
mempunyai kemampuan besar dalam penyerapan unsur hara yang terdapat di
dalam tanah, sehingga dapat tumbuh dan tersebar dengan cepat kemudian mampu
menekan tanaman utama disekitarnya (Ebtan dkk., 2014). Di Indonesia Cyperus
rotundus telah tersebar luas di berbagai lahan salah satunya kehutanan. Menurut
Master (2015), Cyperus rotundus merupakan termasuk salah satu tumbuhan asing
invasif yang dapat menurunkan keanekaragaman spesies di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNBBS).
Teknik pengendalian gulma yang banyak diterapkan di lapangan masih mengarah
pada penggunaan herbisida kimia. Salah satu alternatif untuk meminimalkan
risiko penggunaan herbisida kimia adalah menggunakan herbisida alami atau yang
lebih dikenal dengan bioherbisida. Bioherbisida dapat terbuat dari bagian
tanaman yang memiliki senyawa tertentu yang dapat menimbulkan efek
fitoktositas sehingga dapat menghambat pertumbuhan gulma. Tanaman yang
perlu digali potensinya sebagai bioherbisida adalah daun ketapang, mahoni, dan
6kerai payung. Daun ketapang, mahoni, dan kerai payung diketahui mengandung
senyawa yang berpotensi digunakan sebagai bioherbisida seperti fenol, flavonoid,
terpenoid, alkaloid, tannin, dan saponin. Perez dkk. (2010) menyatakan bahwa
senyawa-senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan gulma sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida.
Berdasarkan penelitian Riskitavani dan Purwani (2013), ekstrak daun ketapang
dengan konsentrasi ekstrak 50% telah berhasil mampu menghambat Cyperus
rotundus. Menurut Gani dkk. (2017), ekstrak daun ketapang dengan konsentrasi
0,3 g/ml telah menyebabkan kematian pada maman ungu (Cleome rutidosperma
DC.). Senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai bioherbisida juga terkandung
dalam tanaman mahoni dan kerai payung. Menurut Mukaromah dkk. (2016),
serasah daun mahoni dapat menghambat pertumbuhan radikula tanaman selada
pada konsentrasi 3,25 mg/L. Demikian pula daun kerai payung dengan
konsentrasi 50% mampu menghambat pertumbuhan pucuk dan akar tanaman
selada (Bari dan Kato-Nouguchi, 2017). Berdasarkan penjelasan dalam kerangka
pemikiran, diagram alir ditunjukkan pada Gambar 1.
7
Gambar 1. Diagram alir penelitian tentang potensi ekstrak daun ketapang,mahoni, dan kerai payung sebagai bioherbisida terhadap Cyperusrotundus.
1.6 Hipotesis
1. Pemberian bioherbisida ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung
dengan konsentrasi 50% dapat menghambat pertumbuhan Cyperus rotundus.
2. Ekstrak daun ketapang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan
Cyperus rotundus dibandingkan ekstrak daun mahoni dan kerai payung.
Cyperus rotundus
Teknik
kultur
Cara pengendalian
gulma
Kimiawi Mekanik
Herbisida buatan Herbisida alami
Pemanfaatan bagian tanaman
kehutanan
Konsentrasi ekstrak 50%
Ketapang Kerai payungMahoni
Terdapat ekstrak tanaman yang paling baikdalam menghambat Cyperus rotundus
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioherbisida (Herbisida Alami)
Bioherbisida adalah senyawa yang berasal dari organisme hidup yang mampu
mengendalikan gulma atau tumbuhan pengganggu (Senjaya dan Surakusumah,
2007). Menurut Cai dan Gu (2016), potensi bioherbisida bisa dikembangkan dari
patogen, produk alami, dan ekstrak bahan alami. Bioherbisida menawarkan biaya
rendah, berkelanjutan, dan pendekatan ramah lingkungan untuk melengkapi
metode konvensional, yang membantu memenuhi kebutuhan akan strategi
pengelolaan gulma yang baru.
Bioherbisida dapat membatu dalam memulihkan ekosistem yang rusak.
Penggunaan bioherbisida juga mampu menghindari bertambahnya gulma yang
resisten terhadap herbisida (Kremer, 2005). Bioherbisida dapat memanfaatkan
senyawa alelopati. Junaedi dkk. (2006) menyatakan pada pengelolaan lahan
dengan sistem pertanian berkelanjutan, senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh
tumbuhan, residu tumbuhan maupun mikroorganisme dapat berpotensi sebagai
pengendali gulma ramah lingkungan.
Senyawa yang berpotensi sebagai bioherbisida terdapat dalam banyak kelompok
kimia termasuk triketones, terpen, benzoquinones, coumarins, flavonoid,
terpenoid, strigolakton, asam fenol, tanin lignin, asam lemak dan asam amino
9non protein. Senyawa tersebut terkandung pada beberapa organ tanaman seperti
akar, rimpang, daun, batang, kulit kayu, bunga, buah, dan biji. Efek yang
ditimbulkan dari senyawa tersebut dapat mempengaruhi perkecambahan dan
pertumbuhan tanaman akibat terganggunya berbagai jenis proses fisiologis
termasuk fotosintesis, respirasi, air dan keseimbangan hormon. Penyebab utama
efek tersebut terutama menghambat aktivitas enzim (Soltys dkk., 2013).
Eksplorasi potensi bioherbisida sebagai pengenalan alternatif dalam teknik
pengelolaan gulma yaitu ekstrak dari tanaman yang bisa diaplikasikan dengan
penyemprotan daun. Selain mengurangi biaya aplikasi herbisida, metode ini juga
dapat meningkatkan produksi tanaman. Sebuah kesempatan baru untuk
meningkatkan efektivitas penggunaan bioherbisida berdasarkan ekstrak alami
yang merupakan asosiasi dengan ekstraksi alelokimia individual dan/atau
perbandingan dengan herbisida sintetis (Soltys dkk., 2013).
2.2 Ketapang (Terminalia catappa L.)
Klasifikasi ketapang menurut sistem Cronquist (1981) adalah sebagai berikut.
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Myrtales
Suku : Combretaceae
Marga : Terminalia
Jenis : Terminalia catappa L.
10Ketapang merupakan tumbuhan asli dari Asia Tenggara. Vegetasinya tersebar
hampir di seluruh kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Namun,
tumbuhan ini juga biasa ditanam di Australia, India, Madagaskar, Amerika
Tengah dan Amerika Selatan. Habitat yang disukai oleh ketapang adalah daerah
dataran rendah (daerah pantai) hingga ketinggian 500 meter di atas permukaan
laut (Heyne, 1987).
Daun ketapang termasuk daun yang tidak lengkap karena hanya memiliki tangkai
daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Daun ketapang memiliki daun
berambut halus di sisi bawah dan berbentuk lebar di bagian tengah daun, ujung
daun meruncing, tepi daun yang merata, daging daun tipis dan memiliki tulang
daun menyirip. Daun ketapang mengandung flavonoid, soponin, triterpen,
diterpen, senyawa fenolik, dan tanin (Heyne, 1987).
2.3 Mahoni (Swietenia macrophylla King)
Klasifikasi tanaman mahoni daun lebar menurut sistem Cronquist (1981) adalah
sebagai berikut.
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Sapindales
Suku : Meliaceae
Marga : Swietenia
Jenis : Swietenia macrophylla King
11Swietenia macrophylla King, yang juga dikenal sebagai mahoni daun lebar,
merupakan jenis pohon tropis endemik Amerika Tengah dan Amerika Selatan
yang memiliki persebaran alami yang luas, terbentang dari Meksiko sampai
Bolivia dan Brazil Tengah. Spesies mahoni ini juga ditanam di Asia Tenggara dan
Pasifik yaitu India, Indonesia, Filipina dan Sri Lanka. Perkembangan alami
optimum Swietenia macrophylla adalah pada kondisi hutan tropis kering dengan
curah hujan tahunan 1000–2000 mm, suhu tahunan rata-rata 24°C dan rasio
evapotranspirasi potensial dari 1–2. Di Indonesia mahoni daun lebar tumbuh pada
ketinggian dari 0–1500 mdpl, di daerah dengan suhu rata-rata tahunan dari 20°–
28°C (Krisnawati dkk., 2011).
2.4 Kerai Payung (Filicium decipiens (Wight & Arn.) Thwaites)
Klasifikasi tanaman mahoni daun lebar menurut sistem Cronquist (1981) adalah
sebagai berikut.
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Sapindales
Suku : Sapindaceae
Marga : Filicium
Jenis : Filicium decipiens (Wight & Arn.) Thwaites
122.5 Rumput Teki (Cyperus rotundus L.)
Klasifikasi gulma Cyperus rotundus menurut sistem Cronquist (1981) adalah
sebagai berikut.
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Cyperales
Suku : Cyperaceae
Marga : Cyperus
Jenis : Cyperus rotundus L. (Gambar 2)
Gambar 2. Cyperus rotundus L.(Sumber: Alabama Plants, 2018)
132.5.1 Morfologi
Cyperus rotundus merupakan rumput semu menahun namun bukan termasuk
keluarga rumput-rumputan. Batangnya berbentuk segitiga (tringularis) dan dapat
mencapai ketinggian 10–75 cm. Arah tumbuh batangnya tegak lurus. Daunnya
berbentuk pita, berwarna mengkilat dan berjumlah 4–10. yang berkumpul pada
pangkal batang membentuk roset akar dengan pelepah daun yang tertutup di
bawah tanah. Ujung daun meruncing, lebar helaian daun 2–6 cm (Wijayakusuma,
2000).
Bunga Cyperus rotundus ini berwarna hijau kecoklatan yang terletak pada ujung
tangkai dengan tiga tunas kepala benang sari berwarna kuning jernih, membentuk
bunga-bunga berbulir mengelompok menjadi satu berupa payung. Tangkai putik
bercabang tiga. Cyperus rotundus memiliki buah berbentuk kerucut besar pada
pangkalnya, kadang-kadang melekuk berwarna coklat, dengan panjang 1,5–4,5
cm dengan diameter 5–10 mm (Asiamaya, 2007).
2.5.2 Ekologi
Cyperus rotundus merupakan tumbuhan asli India, namun telah dikenal di seluruh
dunia (Holm dkk.,1977). Tumbuhan ini merupakan hama yang serius di bagian
tenggara mulai dari Virginia sampai Texas Tengah. Gulma ini juga telah banyak
tumbuh di beberapa bagian Arizona dan Amerika Serikat California dan memiliki
potensi untuk menyerang negara-negara Pasifik lainnya (Westbrooks, 1998).
14Cyperus rotundus termasuk ke dalam famili Cyperaceae atau teki-tekian dan
merupakan gulma tahunan. Gulma ini merupakan gulma yang tahan pada suhu
tinggi dan dapat tumbuh baik pada semua jenis tanah. Gulma ini mudah
ditemukan di pinggir jalan, padang rumput, dan daerah alami (USDA NRCS,
2014).
Cyperus rotundus seringkali ditemukan di wilayah dengan iklim sedang. Suhu
atmosfer minimum adalah -50°C, suhu di bawah -50°C umbi tidak akan
berkecambah (Ueki, 1969). Faktor suhu membatasi spesies ini sehingga
penyebarannya ke daerah beriklim tropis dan lebih hangat (USDA NRCS, 2014).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada April–Juni 2018 di rumah kaca Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, Laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Lampung, dan Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cyperus rotundus L. yang
digunakan sebagai tanaman yang akan diuji serta daun ketapang (Terminalia
catappa L.), daun kerai payung (Filicium decipiens (Wight & Arn.) Thwaites),
dan daun mahoni (Swietenia macrophylla King) yang digunakan sebagai ekstrak
bioherbisida, etanol 96% sebagai pelarut, aquades, dan top soil sebagai media
semai. Alat yang diperlukan meliputi oven, labu erlenmeyer, pipet tetes, gelas
ukur, timbangan analitik, Vacuum Rotary Evaporator, spektrofotometer UV-Vis,
kuvet, blender, corong, polybag, kertas label, aluminium foil, dan penggaris.
163.3 Rancangan Percobaan
Penelitian ini dirancang dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas
4 perlakuan yaitu kontrol, ekstrak ketapang, ekstrak mahoni, dan ekstrak kerai
payung dengan konsentrasi tunggal sebesar 50%. Masing-masing perlakuan
diulang sebanyak 5 kali, setiap satuan percobaan terdiri atas 3 Cyperus rotundus
sehingga keseluruhan berjumlah 60 Cyperus rotundus. Tata letak perlakuan
Cyperus rotundus dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tata letak percobaan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Keterangan :A0 : 0% (kontrol)A1 : konsentrasi ekstrak daun ketapang 50%A2 : konsentrasi ekstrak daun mahoni 50%A3 : konsentrasi ekstrak daun kerai payung 50%U1 : ulangan pertamaU2 : ulangan keduaU3 : ulangan ketigaU4 : ulangan keempatU5 : ulangan kelima
A1U2 A3U2 A2U3 A0U1
A3U1 A0U3 A2U2 A3U5
A1U4 A0U2 A3U4 A2U1
A1U1 A2U4 A1U3 A2U5
A0U4 A3U3 A1U5 A0U5
173.4 Kegiatan Penelitian
3.4.1 Persiapan media tanam
Media tanam yang digunakan berupa tanah (top soil) yang diperoleh dari
Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung. Tanah yang akan
digunakan sebelumnya disterilisasi dengan cara pengukusan menggunakan air
mendidih agar suhu tanah naik. Budiastuti dkk. (2004) menyatakan bahwa suhu
tanah yang naik diharapkan mampu membunuh hama dan penyakit serta biji
gulma. Tanah yang telah tersterilisasi kemudian dimasukkan ke dalam polybag.
Proses sterilisasi tanah dengan cara pengukusan pada air mendidih dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses sterilisasi tanah dengan cara pengukusan pada air mendidih.
183.4.2 Persiapan Cyperus rotundus
Tanah yang sudah dimasukkan ke dalam polybag digunakan sebagai media tanam
Cyperus rotundus. Total tumbuhan Cyperus rotundus yang ditanam ke polybag
sebanyak 60. Penyiraman dilakukan dengan air biasa secukupnya setiap hari agar
tumbuhan dapat beradaptasi. Cyperus rotundus yang telah ditanam pada media
tanam dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Cyperus rotundus yang telah ditanam pada media tanam.
3.4.3 Pembuatan ekstrak bioherbisida
Daun ketapang, mahoni, dan kerai payung dikumpulkan dari tanaman yang ada di
sekitar kampus Universitas Lampung. Daun yang dikumpulkan merupakan daun
tua (tidak terlalu muda/ tidak terlalu tua). Hal ini didasarkan pada pernyataan
Mulyani (2006) yang menyatakan bahwa daun tua memiliki ketersediaan
19metabolit sekunder lebih banyak karena lebih dari 90% volume sel tumbuhan
dewasa berupa vakuola yang berisi berbagai bahan organik dan anorganik. Daun
dipilih yang tidak rusak dan tidak terserang hama penyakit. Daun ketapang,
mahoni, dan kerai payung yang telah terkumpul dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Daun ketapang (a), mahoni (b), dan kerai payung (c) yang telahdikumpulkan untuk dijadikan ekstrak bioherbisida.
Daun yang telah terkumpul kemudian dicuci menggunakan air yang mengalir.
Daun dipotong kecil-kecil dan dikeringanginkan sebelum dilakukan proses
pengovenan dengan suhu 40ºC selama 9 jam (El-Rokiek dkk., 2010; Rivai dkk.,
2010). Daun yang telah kering dihancurkan hingga halus dengan menggunakan
blender sehingga didapatkan serbuk kering. Proses pengeringan daun
menggunakan oven dapat dilihat pada Gambar 7.
a b c
20
Gambar 7. Proses pengeringan daun dengan menggunakan oven.
Ekstraksi sampel daun dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut polar
yaitu etanol 96%. Ekstrak kering masing-masing daun direndam dalam etanol
selama 6x24 jam dan dilakukan pengadukan setiap hari. Hasil maserasi disaring
dengan corong buchner yang dialasi kertas saring. Selanjutnya hasil ekstraksi
diuapkan dengan menggunakan Vacuum Rotary Evaporator pada suhu 48ºC
dengan kecepatan 90 rpm sampai semua etanol menguap sehingga diperoleh
ekstrak murni daun (Olayele dan Talulope, 2007; Gani dkk., 2017). Proses
maserasi ekstrak daun dapat dilihat pada Gambar 8.
21
Gambar 8. Proses maserasi ekstrak daun dengan menggunakan Vacuum RotaryEvaporator.
Ekstrak murni daun yang telah dihasilkan dari proses maserasi, dicampur dengan
aquades untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak daun 50%. Penentuan
konsentrasi ekstrak daun ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil ekstrak daun ketapang,
mahoni, dan kerai payung konsentrasi 50% dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 1. Penentuan konsentrasi ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung
Jenis Daun Konsentrasi Ekstrak (ml) Aquades (ml)Ketapang 50% 50 50Mahoni 50% 50 50Kerai Payung 50% 50 50
22
Gambar 9. Ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung konsentrasi 50%yang telah siap diaplikasikan pada Cyperus rotundus.
3.4.4 Aplikasi bioherbisida
Aplikasi bioherbisida dilakukan dengan cara penyiraman. Penyiraman dengan
menggunakan ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung konsentrasi 50%
dilakukan pada saat hari ketujuh setelah pemindahan ke polybag. Penyiraman
ekstrak dilakukan setiap 2 hari sekali sebanyak 10 ml per tanaman hingga hari ke
35 setelah tanam (Riskitavani dan Purwani, 2013).
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Tinggi Cyperus rotundus
Pengukuran tinggi Cyperus rotundus dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman
mulai dari pangkal tanaman sampai pada puncak tertinggi. Tinggi Cyperus
23rotundus diukur dengan menggunakan penggaris mulai pangkal batang hingga
pucuk (Riskitavani dan Purwani, 2013). Pengukuran dilakukan pada awal
pengamatan, akhir pengamatan, dan setiap periode ke 7 hari.
3.5.2 Jumlah daun
Penghitungan jumlah daun Cyperus rotundus dilakukan dengan cara menghitung
daun yang segar dan telah terbuka sempurna. Pengukuran jumlah daun dilakukan
pada awal pengamatan, akhir pengamatan, dan setiap periode ke 7 setelah
pemindahan Cyperus rotundus ke dalam polybag.
3.5.3 Kandungan klorofil
Konsentrasi klorofil pada daun Cyperus rotundus ditentukan dengan cara
mengambil sampel helaian daun untuk tiap perlakuan sebanyak 0,1 g yang dapat
dilihat pada Gambar 10. Sampel daun dipotong kecil-kecil, lalu diekstraksi
dengan 10 ml alkohol 95% sampai semua klorofil terlarut. Larutan disaring
kemudian dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur dengan menggunakan
spektrofotometer. Konsentrasi klorofil total, klorofil a dan klorofil b dihitung
dengan metode Wintermans dan de Mots (1965) sebagai berikut.
Klorofil total (mg/L) = 20,0 OD649 + 6,1 OD665
Klorofil a (mg/L) = 13,7 OD665 – 5,76 OD649
Klorofil b (mg/L) = 25,8 OD649 – 7,7 OD665
(OD = Optical density = Nilai absorbansi)
24
Gambar 10. Proses pengambilan sampel daun untuk mengukur kandunganklorofil daun Cyperus rotundus.
3.5.4 Panjang akar
Pengukuran panjang akar dilakukan pada akhir pengamatan. Panjang akar diukur
dengan menggunakan penggaris Panjang akar ditentukan dengan mengukur akar
mulai dari pangkal batang hingga ujung akar yang terpanjang. Pengukuran
panjang akar dapat dilihat pada Gambar 11.
25
Gambar 11. Pengukuran panjang akar Cyperus rotundus.
3.5.5 Berat kering
Parameter berat kering didapatkan dengan cara memasukkan Cyperus rotundus
yang sudah dibersihkan ke dalam oven dengan suhu 70°C selama 48 jam atau
hingga didapatkan berat yang konstan (Lestari dkk., 2008). Kemudian Cyperus
rotundus ditimbang dan didapatkan nilai berat keringnya. Proses pengovenan
untuk mendapatkan berat kering Cyperus rotundus dapat dilihat pada Gambar 12.
26
Gambar 12. Proses pengovenan cyperus rotundus untuk mendapatkan beratkering.
3.6 Analisis Data
3.6.1 Uji normalitas
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan Uji Chi Square. Uji ini cocok
untuk data dengan banyaknya angka besar (n>30). Signifikansi uji, nilai X2
hitung dibandingkan dengan X2 tabel (Chi-Square). Jika nilai X2 hitung < nilai X2
tabel, maka H0 diterima atau data pada sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Sedangkan jika nilai X2 hitung > nilai X2 tabel, maka H0
ditolak atau data pada sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal (Gaspersz, 1991).
273.6.2 Uji homogenitas
Uji homogenitas data bertujuan untuk mengetahui apakah kombinasi perlakuan
pada eksperimen memiliki varian yang sama atau tidak. Uji homogenitas
merupakan syarat sebelum melakukan uji ANOVA. Uji homogenitas pada
penelitian ini menggunakan Uji Bartlett. Uji Bartlett merupakan uji homogenitas
varians terhadap 3 kelompok sampel atau lebih. Uji Bartlett dapat digunakan
apabila data yang digunakan sudah di uji normalitas dan datanya merupakan data
normal. Uji Bartlett menggunakan taraf nyata sebesar 5% (Gaspersz, 1991).
3.6.3 Analisis keragaman (ANOVA)
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh nyata dari
perlakuan yang diberikan. Jika hasil menunjukkan Fhitung > Ftabel, maka terdapat
pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan dan akan dilanjutkan ke uji lanjut.
Namun jika Fhitung< Ftabel maka tidak ada pengaruh nyata dari perlakuan yang
diberikan, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut (Gaspersz, 1991).
3.6.4 Uji lanjut
Uji lanjut yang digunakan pada penelitian ini adalah uji BNJ (Beda Nyata Jujur)
atau dapat juga disebut uji HSD (Honestly Significant Difference) atau Uji Tukey.
Uji BNJ dilakukan apabila hasil analisis ragam berpengaruh nyata atau hipotesis 0
(H0) ditolak. Uji BNJ bertujuan untuk menunjukkan perbedaan masing-masing
perlakuan atau beda nyata antar perlakuan (Suhaemi, 2011).
28Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antar perlakuan adalah dengan
membandingkan nilai rata-rata dengan nilai HSD. Apabila nilai rata-rata lebih
besar dari nilai HSD maka terdapat perbedaan yang nyata. Sedangkan apabila
nilai rata-rata lebih kecil dari nilai HSD maka tidak terdapat perbedaan yang
nyata.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Data hasil penelitian meliputi tinggi tumbuhan, jumlah daun, kandungan klorofil,
panjang akar dan berat kering diuji menggunakan uji normalitas (Chi Square).
Hasil uji normalitas dinyatakan bahwa data telah terdistribusi normal. Data yang
telah terdistribusi normal dilanjutkan dengan Uji Homogenitas (Uji Bartlett) dan
diketahui bahwa seluruh variabel pada penelitian ini telah homogen. Kemudian
dilakukan analisis ragam untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan dari
ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung terhadap Cyperus rotundus.
Hasil analisis ragam dari seluruh variabel dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh perlakuan ekstrak daunketapang, mahoni, dan kerai payung terhadap beberapa variabelpenelitian
No Variabel penelitian F hitung F (0,05) Keterangan1. Tinggi tumbuhan 8,74 3,24 **2. Jumlah daun 14,94 3,24 **3. Panjang akar 7,07 3,24 **4. Kandungan klorofil 1,66 3,24 tn5. Berat kering 0,87 3,24 tn
Keterangan:** : berbeda sangat nyata pada taraf 5%tn : tidak berbeda nyata pada taraf 5%
30Hasil analisis ragam diatas menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun
ketapang, mahoni, dan kerai payung dengan konsentrasi 50% berpengaruh sangat
nyata terhadap penghambatan rerata tinggi tumbuhan, jumlah daun, dan panjang
akar Cyperus rotundus. Perlakuan bioherbisida tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan klorofil dan berat kering Cyperus rotundus.
Pengaruh ekstrak bioherbisida pada minggu pertama hingga minggu ketiga
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol, sehingga belum
terjadi perbedaan antar perlakuan yang diberikan. Perlakuan bioherbisida mulai
berpengaruh terhadap penghambatan tinggi Cyperus rotundus pada minggu
keempat dan seterusnya. Data tinggi akhir Cyperus rotundus pada tiga perlakuan
bioherbisida yaitu A1 (ekstrak daun ketapang), A2 (ekstrak daun mahoni), dan A3
(ekstrak daun kerai payung) menunjukkan titik yang hampir sama di akhir
pengamatan, sedangkan pada kontrol (A0) tinggi Cyperus rotundus terus
bertambah secara signifikan dari minggu pertama hingga akhir pengamatan.
Pertambahan tinggi Cyperus rotundus mulai dari minggu pertama hingga kelima
ditunjukkan pada Gambar 13.
31
Gambar 13. Grafik rerata tinggi Cyperus rotundus pada setiap periodepengamatan mingguan setelah diberi bioherbisida dari ekstrak daunketapang, mahoni, dan kerai payung. (Titik yang diikuti huruf yangtidak sama menunjukkan pengaruh berbeda nyata berdasarkan ujilanjut Tukey).
Cyperus rotundus A0 (kontrol/tanpa perlakuan) serta yang diberi perlakuan
bioherbisida yaitu A1 (ekstrak daun ketapang), A2 (ekstrak daun mahoni), dan A3
(ekstrak daun kerai payung) pada akhir pengamatan dapat dilihat pada Gambar 14.
Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa Cyperus rotundus tanpa perlakuan
(A0) tampak paling segar dan sehat dibandingkan Cyperus rotundus yang diberi
perlakuan (A1, A2, dan A3). Hal tersebut menandakan Cyperus rotundus yang
diberi ekstrak daun mengalami keracunan dengan indikasi awal pangkal batang
dan daun menguning di beberapa bagian, kemudian tumbuhan mulai layu dan
kering.
32
Gambar 14. Cyperus rotundus pada minggu kelima setelah pemberianbioherbisida ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung.
Pengaruh adanya reaksi dari pemberian bioherbisida terlihat pada jumlah daun
segar Cyperus rotundus. Penurunan jumlah daun segar terjadi pada minggu
keempat setelah awal pemberian bioherbisida. Perlakuan ekstrak ketapang,
mahoni, dan kerai payung memberikan pengaruh yang berbeda dengan kontrol.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kerai payung memberikan
dampak yang lebih besar dalam menghambat pertambahan jumlah daun Cyperus
rotundus dibandingkan ekstrak ketapang dan mahoni. Rerata jumlah daun
Cyperus rotundus pada setiap periode pengamatan mingguan dapat dilihat pada
Gambar 15.
33
Gambar 15. Grafik rerata jumlah daun Cyperus rotundus pada setiap periodepengamatan mingguan setelah diberi bioherbisida dari ekstrak daunketapang, mahoni, dan kerai payung. (Titik yang diikuti huruf yangtidak sama menunjukkan pengaruh berbeda nyata berdasarkan ujilanjut Tukey).
Cyperus rotundus tanpa perlakuan (kontrol) mengalami penambahan jumlah daun
yang stabil dari minggu pertama hingga akhir, sedangkan perlakuan ekstrak daun
ketapang, mahoni, dan kerai payung mengalami pengurangan jumlah daun pada
minggu keempat dan seterusnya. Mengurangnya jumlah daun diawali dengan
perubahan warna daun di beberapa bagian. Perubahan warna pada daun Cyperus
rotundus dapat dilihat pada Gambar 16.
34
Gambar 16. Gejala keracunan daun Cyperus rotundus yang ditandai denganperubahan warna.
Pemberian ekstrak daun sebagai bioherbisida terhadap Cyperus rotundus
menyebabkan terhambatnya panjang akar yang diukur di akhir pengamatan.
Ketiga ekstrak daun menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan panjang
akar yang signifikan dibandingkan dengan kontrol. Cyperus rotundus tanpa
perlakuan (A0) menghasilkan akar yang paling panjang dibandingkan dengan
tumbuhan yang diberi perlakuan ekstrak daun. Perlakuan ekstrak daun kerai
payung merupakan ekstrak yang paling efektif terhadap penghambatan
pertumbuhan panjang akar Cyperus rotundus dibandingkan dengan perlakuan
ekstrak daun lainnya. Perbandingan penampakan panjang akar di akhir
pengamatan antara kontrol (A0) dan ketiga perlakuan bioherbisida (A1, A2, dan
A3) dapat dilihat pada Gambar 17.
35
Gambar 17. Panjang akar Cyperus rotundus pada minggu kelima setelah diberibioherbisida dari ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung
Ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung pada penelitian ini tidak
berpengaruh secara nyata terhadap berat kering dan kandungan klorofil. Hal ini
menunjukkan bahwa proses fotosintesis pada Cyperus rotundus kontrol maupun
yang diberi perlakuan ekstrak bioherbisida masih dapat berjalan. Jika diamati
secara analisis deskriptif, berat kering dan kandungan klorofil tetap memiliki
pengaruh dilihat dari nilai berat basah dan nilai berat kering yang berbanding
lurus serta kandungan klorofil yang tetap lebih tinggi pada Cyperus rotundus
tanpa perlakuan dibandingkan dengan perlakuan ekstrak.
Variabel yang berpengaruh nyata pada analisis ragam diuji lanjut menggunakan
uji Tukey. Notasi pada satu baris yang diikuti huruf yang sama menunjukkan
perlakuan tidak berbeda nyata, sebaliknya jika diikuti huruf yang berbeda maka
36perlakuan berbeda nyata. Perlakuan bioherbisida yang berbeda nyata dengan
kontrol adalah tinggi, jumlah daun, dan panjang akar. Hasil uji Tukey terhadap
beberapa variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji Tukey pengaruh perlakuan ekstrak daun ketapang, mahoni, dankerai payung terhadap beberapa variabel penelitian
PerlakuanTinggi(cm)
JumlahDaun
PanjangAkar(cm)
KlorofilTotal
(mg/L)
BeratKering
(g)A0
(Tanpa perlakuan) 62,77 a 9,40 a 30,13 a 2,62 a 0,93 aA1
(Ekstrak daun ketapang) 51,67 b 6,20 b 21,53 b 2,23 a 0,89 aA2
(Ekstrak daun mahoni) 51,70 b 4,00 bc 20,20 b 1,64 a 0,84 aA3
(Ekstrak daun k. payung) 51,90 b 2,40 c 17,67 b 2,35 a 0,80 a
Uji Tukey (0,05) 7,55 3,18 8,24 - -
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang diikuti huruf yang tidak samamenunjukkan pengaruh berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Tukey.
Ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung pada penelitian ini berpengaruh
sangat nyata terhadap penghambatan pertumbuhan tinggi, jumlah daun, dan
panjang akar, namun tidak berpengaruh pada penghambatan berat kering dan
kandungan klorofil Cyperus rotundus. Hal ini menunjukkan bahwa proses
fotosintesis pada Cyperus rotundus kontrol maupun yang diberi perlakuan ekstrak
bioherbisida masih dapat berjalan. Jika diamati secara analisis deskriptif, berat
kering dan kandungan klorofil tetap memiliki pengaruh dilihat dari nilai berat
basah dan nilai berat kering yang berbanding lurus serta kandungan klorofil yang
tetap lebih tinggi pada Cyperus rotundus tanpa perlakuan dibandingkan dengan
perlakuan ekstrak.
374.2 Pembahasan
Cyperus rotundus merupakan salah satu gulma yang keberadaannya menimbulkan
masalah serius di banyak bagian dunia, karena dapat dengan mudah berkembang
biak dan tumbuh pada berbagai lingkungan. Gulma ini mudah beradaptasi dan
memiliki daya saing yang kuat dengan tanaman lain di sekitarnya. Moenandir
(1988) menyatakan bahwa kehadiran gulma dapat menjadi kompetitor akan
cahaya, nutrisi, air, dan ruang tumbuh. Maka dari itu, pengendalian sangat
dibutuhkan sebagai upaya dalam menekan populasi gulma tersebut.
Pengendalian gulma pada penelitian ini menggunakan ekstrak daun ketapang,
mahoni, dan kerai payung dengan konsentrasi sebesar 50%. Penentuan
konsentrasi didasarkan pada penelitian Riskitavani dan Purwani (2013) yang
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak 50% daun ketapang memberikan hasil
yang efektif terhadap terhambatnya pertumbuhan Cyperus rotundus. Selain itu,
penentuan konsentrasi tunggal 50% diperkuat oleh penelitian Bari dan Kato-
Nouguchi (2017) yang menyimpulkan bahwa konsentrasi ekstrak kerai payung
sebesar 50% dapat menghambat pertumbuhan pucuk dan akar tanaman selada.
Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi daun yaitu pelarut etanol.
Riskitavani dan Purwani (2013) menyatakan bahwa pelarut berjenis polar seperti
etanol dapat menarik senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai
bioherbisida seperti senyawa fenolik, flavonoid, alkaloid, tannin, dan saponin,
sehingga senyawa-senyawa yang diperlukan sebagai bioherbisida tersebut dapat
dimanfaatkan lebih optimal.
38Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlakuan ketiga ekstrak daun
berpengaruh dalam penghambatan rata-rata tinggi Cyperus rotundus.
Pertumbuhan tinggi Cyperus rotundus yang terhambat diduga karena adanya
kandungan senyawa pada ekstrak ketapang, mahoni, dan kerai payung yang
menyebabkan terganggunya aktivitas pembelahan dan pemanjangan sel. Sejalan
dengan pendapat Fitter dan Hay (1991) serta Prawinata dan Tjondronegoro (1981)
yang menyatakan bahwa senyawa fenol, terpenoid, dan flavonoid merupakan
senyawa-senyawa yang bersifat menghambat pembelahan sel.
Penghambatan pertumbuhan tinggi Cyperus rotundus terjadi karena adanya
gangguan proses mitosis yang berpengaruh terhadap terhambatnya pembelahan
sel. Senyawa alelokimia terutama fenol merusak benang-benang spindel pada saat
metafase yang mengakibatkan jumlah dan ukuran sel tidak bertambah
(Wattimena, 1988). Ardi (1999) menyatakan bahwa adanya senyawa berupa fenol
akan menghambat aktivitas sitokinin. Hormon tersebut mampu meningkatkan
tinggi tanaman dengan cara mendorong pemanjangan sel (Salisbury dan Ross,
1995). Jika aktivitas hormon terhambat maka bagian meristem akan terganggu,
sehingga menghambat pertumbuhan tinggi gulma. Hal ini sejalan dengan
penelitian Apri dkk. (2018) yang menyatakan bahwa gangguan yang terjadi pada
aktivitas pemanjangan sel tidak hanya menyebabkan pertumbuhan tinggi menjadi
terhambat, namun juga mempengaruhi panjang akar serta penurunan berat basah
dan berat kering.
Gejala awal yang terjadi yaitu daun menguning di beberapa bagian yang dapat
dilihat pada gambar di atas. Gejala tersebut menandai bahwa daun telah
39mengalami keracunan (fitotoksitas) oleh perlakuan bioherbisida. Menurut
Riskitavani dan Purwani (2013), gejala yang terjadi menandai bahwa sel-sel yang
terdapat pada Cyperus rotundus telah mati, sehingga tidak dapat melakukan
pembelahan sel serta berpengaruh terhadap terganggunya fungsi fisiologi. Hal
tersebut yang menyebabkan Cyperus rotundus menjadi layu, kering, dan
kemudian mati.
Penghambatan pertumbuhan akar oleh ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai
payung diduga disebabkan terdapat senyawa alelokimia yang larut dalam pelarut
etanol. Menurut Einhellig (1995), beberapa senyawa alelokimia seperti senyawa
fenol dapat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan, menurunkan daya
permeabilitas membran sel, serta menyebabkan kerusakan hormon auksin dan
giberelin. Hal tersebut diperjelas oleh Gardner dkk. (1991) yang menyatakan
bahwa keberadaan senyawa fenol menyebabkan terjadinya gangguan pada
peredaran auksin dari pucuk ke akar dan terganggunya aktivitas sitokinin di
bagian akar. Sitokinin diketahui berfungsi untuk pembelahan dan diferensiasi sel
akar, auksin yang berperan penting memacu perpanjangan ujung akar, dan
giberelin yang dapat memacu pertumbuhan akar (Harahap, 2012).
Pemberian bioherbisida dilakukan dengan penyiraman pada media di sekitar
perakaran Cyperus rotundus. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak
bioherbisida dapat dengan mudah diserap oleh akar, sehingga penghambatan
pertumbuhan terjadi terutama pada bagian akar dikarenakan ekstrak terkena
langsung dengan akar. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa senyawa
alelokimia dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap dan dapat
40masuk ke dalam tanah yang kemudian diserap oleh akar. Oleh sebab itu,
pertumbuhan akar Cyperus rotundus yang diberi perlakuan ekstrak bioherbisida
menjadi tidak normal.
Pengukuran berat kering menjadi indikator baik atau tidaknya pertumbuhan
gulma. Apabila nilai berat kering semakin besar maka semakin baik
pertumbuhannya dan hal ini akan menyebabkan daya saing dengan tanaman
utama juga semakin tinggi (Sari dkk., 2017). Penelitian selama lima minggu
menunjukkan bahwa bioherbisida ekstrak daun belum berpengaruh terhadap
penghambatan berat kering Cyperus rotundus.
Perlakuan bioherbisida ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung pada
penelitian ini tidak berpengaruh secara nyata terhadap berat kering. Jika dilihat
secara analisis deskriptif, berat kering tetap memiliki pengaruh. Pengaruhnya
dapat dilihat dari nilai berat basah dan nilai berat kering berbanding lurus. Berat
basah dan berat kering Cyperus rotundus tanpa perlakuan menghasilkan nilai yang
lebih besar dibanding Cyperus rotundus yang diberi perlakuan.
Daun memiliki peran penting sebagai tempat pembentukan karbohidrat dan energi
bagi tumbuhan. Daun yang sedikit akan mengurangi hasil fotosintesis sehingga
bahan untuk pembentukan tubuh tumbuhan berkurang. Fahn (1995) menyatakan
bahwa daun merupakan tempat dimana dihasilkannya substrat berupa karbohidrat
yang digunakan oleh tumbuhan untuk membentuk bagian tubuh baru.
Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan bioherbisida ekstrak ketiga daun
berpengaruh sangat nyata terhadap penghambatan pertambahan jumlah daun segar
41Cyperus rotundus. Jumlah daun segar yang diberi ekstrak mengalami
pengurangan, namun ekstrak daun tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan
klorofil daun. Percobaan bioherbisida selama lima minggu diperkirakan belum
sampai mempengaruhi proses fotosintesis Cyperus rotundus. Menurut Sumarsono
(2008), hal tersebut menunjukkan bahwa proses fotosintesis pada Cyperus
rotundus kontrol maupun yang diberi perlakuan ekstrak bioherbisida masih dapat
berjalan. Jika dilihat dari nilai rerata kandungan klorofil, kandungan paling tinggi
yaitu Cyperus rotundus tanpa perlakuan dibandingkan dengan Cyperus rotundus
yang diberi perlakuan ekstrak.
Berdasarkan pengamatan tinggi tumbuhan, jumlah daun, kandungan klorofil,
panjang akar, dan berat kering Cyperus rotundus, dapat disimpulkan bahwa
Cyperus rotundus mengalami gangguan proses fisiologis. Memasuki minggu
ketiga perlakuan, terlihat bahwa pangkal batang dan daun Cyperus rotundus yang
diberi perlakuan bioherbisida mengalami perubahan warna menjadi kuning. Hari
berikutnya daun mulai layu dan mengering. Doflamingo (2013) menyatakan
bahwa jika proses fisiologis tanaman mengalami gangguan maka tanaman akan
memberikan respon dalam bentuk gejala yang berbeda-beda, diantaranya adalah
gejala utama dilihatkan pertumbuhan yang tidak normal serta perubahan warna,
baik pada daun maupun batang atau bagian lainnya. Selain itu, adanya jaringan
mati yang diikuti dengan keringnya bagian-bagian tumbuhan serta ditandai
dengan layunya bagian dari tubuh tumbuhan.
Hal tersebut diperjelas oleh penelitian Budihastuti (2017) yang menyatakan bahwa
hubungan antara jumlah daun, tinggi tumbuhan, dan berat kering akar saling
42terkait satu dengan yang lain. Jika salah satu bagian dari tumbuhan ada yang tidak
berfungsi secara normal maka beberapa bagian tumbuhan pun ikut terganggu.
Sama halnya dengan Cyperus rotundus yang pertumbuhannya menjadi terhambat
karena gangguan yang disebabkan oleh bioherbisida ekstrak daun ketapang,
mahoni, dan kerai payung.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, simpulan yang diperoleh adalah
sebagai berikut.
1. Ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa), mahoni (Swietenia
macrophylla), dan kerai payung (Filicium decipiens) konsentrasi 50% dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif bioherbisida untuk menghambat
pertumbuhan Cyperus rotundus.
2. Ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung memiliki efektivitas yang
sama sebagai bioherbisida karena dapat menghambat pertumbuhan tinggi,
jumlah daun, dan panjang akar Cyperus rotundus.
5.2 Saran
Penelitian yang menggunakan ekstrak daun ketapang, mahoni, dan kerai payung
sebagai bioherbisida belum banyak dilakukan. Maka dari itu, diperlukan
penelitian lanjutan mengenai potensi ketiga ekstrak daun sebagai bioherbisida
terhadap gulma lain maupun sebagai bentuk lainnya untuk mengetahui lebih
banyak manfaat-manfaat dari ketiga daun tersebut. Kemudian diperlukan
penelitian mengenai pemanfaatan daun jenis lainnya sebagai bioherbisida.
DAFTAR PUSTAKA
Alabama Plants. 2017. Cyperus rotundus L.–Nutgrass.http://alabamaplants.com/Sedges/Cyperus_rotundus_page.html. Diaksespada 10 Oktober 2018.
Apri, L., Mukarlina, dan Linda, R. 2018. Potensi ekstrak metanol rhizom alang-alang (imperata cylindrica (l.) (beauv) ) dalam penghambatan pertumbuhangulma maman ungu (cleome rutidosperma d.c.). J. Protobiont. 7(1): 25–30.
Ardi. 1999. Potensi alelopati akar rimpang alang-alang (imperata cylindrica (l.)beauv.) terhadap mimosa pudica l. J. Stigma. 7(1): 66–68.
Asiamaya. 2007. Teki (Cyperus rotundus L.). http://www.asiamaya.com./jamu/isi/teki_Cyperus rotundus.htm. Diakses pada 27 Februari 2018.
Bari, I.N. dan Kato-Noguchi, H. 2017. Phytotoxic effect of fillicium decipiens leafextract. American-Eurasian J. of Agricultural and Environmental Sciences.17(4): 288–292.
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Buku. Kanisius.Yogyakarta. 101 p.
Budiastuti, M.J.T., Prabowo, A., dan Sulistiadji, K. 2004. Alsin sterilisasi mediatanam hortikultura. J. Warta Penelitian dan Pengembangan PertanianIndonesia. 26(6):15.
Budihastuti, R. 2017. Hubungan antara tinggi tegakan, biomassa akar, dan jumlahdaun semai mangrove avicennia marina. Buletin Anatomi dan Fisiologi.2 (1): 31–36.
Cai, X. dan Gu, M. 2016. Bioherbicides in organic horticulture. Horticulturae.2(3): 1–10.
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants.Buku. Columbia University Press. New York. 477 p.
Doflamingo, A. 2013. Fungsi Air Bagi Tanaman. Buku. Peduli PertanianIndonesia. Jakarta. 156 p.
45Durai, M.V., Balamuniappan, G., dan Geetha, S. 2016. Phytochemical screening
and antimicrobial activity of leaf, seed and central-fruit-axis crude extractof swietenia macrophylla king. J. of Pharmacognosy and Phytochemistry.
5(3): 181–186.
Ebtan, R.S., Sugiharto, A.N., dan Widaryanto, E. 2014. Ketahanan beberapavarietas jagung manis (zea mays saccharata sturt) terhadap populasi gulmateki (cyperus rotundus). J. Produksi Tanaman. 1(6): 471–477.
Einhellig, F.A. 1995. Allelopathy: Current Status and Future Goals. Buku.American Chemical Society. Washington DC. 381 p.
El-Rafie, H.M. dan Hamed, M.A. 2014. Antioxidant and anti-inflammatoryactivities of silver nanoparticles biosynthesized from aqueous leavesextracts of four terminalia species. Advances in Natural Sciences: J NanosciNanotechnol. 5(3): 1–10.
El-Rokiek, G.K., El- Masry, R.R., Messiha, K.N., dan Ahmed, S.A. 2010. Theallelopathic effect of mango leaves on the growth and propagative capacityof purple nutsedge (cyperus rotundus l.). J. of American Science. 6(9): 151–159.
Fahn, A. 1995. Anatomi Tumbuhan. Buku. Gajah Mada University Press.Yogyakarta. 952 p.
Fitter, A.H. dan Hay, R.K.M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Buku. GajahMada Press. Yogyakarta. 421 p.
Gani, A.A., Mukarlina, dan Rusmiyanto, E. 2017. Profil gc-ms dan potensibioherbisida ekstrak metanol daun ketapang (terminalia catappa l.) terhadapgulma maman ungu (cleome rutidosperma d.c.). J. Protobiont.6(2): 22–28.
Gardner, F.P., Pearce, R.B., dan Mitchel, R.L. 1991. Fisiologi TanamanBudidaya. Buku. UI Press. Jakarta. 428 p.
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Buku. Armico. Bandung.472 p.
Harahap, F. 2012. Fisiologi Tumbuhan. Buku. Unimed Press. Medan. 22 p.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Buku. Badan Litbang Kehutanan.Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan. Jakarta Pusat. 2521 p.
Holm, L. G., Plucknett, D.L., Pancho, J.V., dan Herberger, J.P. 1977. The World'sWorst Weeds. Distribution and Biology. Buku. University Press of Hawaii.Honolulu. 609 p.
46Junaedi A., Chozin M.A., dan Kim, K.H. 2006. Perkembangan terkini kajian
alelopati. J. Hayati. 13(2): 79–84.
Kremer, R.J. 2005. The role bioherbicide in weed management. BiopesticInternational. 1(3,4): 127–141.
Krisnawati, H., Kallio, M., dan Kanninen, M. 2011. Swietenia macrophylla King:Ecology, Silviculture and Productivity. Buku. Center for InternationalForestry Research. Bogor. 15 p.
Lestari, G.W., Solichatun, dan Sugiyarto. 2008. Pertumbuhan, kandungan klorofil,dan laju respirasi tanaman garut (maranta arundinacea l.) setelah pemberianasam giberelat (ga3). J. Bioteknologi. 5(1): 1–9.
Master, J. 2015. Jenis-jenis tumbuhan asing invasif pada koridor jalan yangmelintasi taman nasional bukit barisan selatan. Prosiding Seminar NasionalSains dan Teknologi VI Lembaga Penelitian dan Pengabdian UniversitasLampung Sains & Teknologi VI Lembaga Penelitian dan PengabdianUniversitas Lampung. 762–771 p.
Moenandir, J. 1988. Fisiologi Herbisida. Buku. Rajawali Pers. Jakarta. 143 p.
Mukaromah, A.S., Purwestri, Y.A., dan Yoshiharu, F. 2016. Determination ofallelopathic potential in mahogany (swietenia macrophylla king) leaf litterusing sandwich method. Indian J. of Biotechnology. 21(2): 93–101.
Mulyani, S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Buku. Kanisius. Yogyakarta. 328 p.
Olayele dan Talulope, M. 2007. Cytotoxicity and antibacterial activity ofmethanolic extract of hibiscus sabdariffa. J. of Medicinal Plants Research.1(1): 009–013.
Pebriani, Linda, R., dan Mukarlina. 2013. Potensi ekstrak daun sembung rambat(mikania micrantha h.b.k) sebagai bioherbisida terhadap gulma maman ungu(cleome rutidosperma d.c.) dan rumput bahia (paspalum notatum flugge). J.Protobiont. 2(2): 32–38.
Perez, A.M.C., Ocotero, V.M., Balcazari, R.I., dan Jimenez, F.G. 2010.Phytochemical and pharmological studies on mikania micrantha h.b.k.Experimental Botany. 78: 77–80.
Prawinata, H.W.D. dan Tjondronegoro, P. 1981. Dasar-Dasar FisiologiTumbuhan. Buku. Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB. Bogor.313 p.
Riskitavani, D.V. dan Purwani, K.I. 2013. Studi potensi bioherbisida ekstrak daunketapang (terminalia catappa) terhadap gulma rumput teki (cyperusrotundus). J. Sains dan Seni Pomits. 2(2): 2337–3520.
47Rivai, H., Nurdin, H., Suyani, H., dan Bakhtiar, A. 2010. Pengaruh cara
pengeringan terhadap perolehan ekstraktif, kadar senyawa fenolat danaktivitas antioksidan dari daun dewa (gynura pseudochina (l.) dc.). J.Majalah Obat Tradisional. 15(1): 26–33.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Buku. ITB. Bandung.241 p.
Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. Buku. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.217 p.
Sari, V.I., Sylvia, N., dan Rufinusta, S. 2017. Bioherbisida pra tumbuh alang-alang (imperata cylindrica) untuk pengendalian gulma di perkebunan kelapasawit. J. Citra Widya Edukasi. 3(3): 301–308.
Senjaya, Y.A., dan Surakusumah, W. 2007. Potensi ekstrak daun pinus (pinusmerkusii) sebagai bioherbisida penghambat perkecambahan echinochloacolonum dan amaranthus viridis. J. Perennial. 4(1):1–5.
Shabana, Y.M., Charudattan, R., Abou-Tabl, A.H., Morales-Payan, J.P.,Rosskopf, E.N., dan Klassen, W. 2010. Production and application of thebioherbicide agent dactylaria higginsii on organic solid substrates.Biological Control. 54: 159–165.
Soltys, D., Krasuska, U., Bogatek, R., dan Gniazdowska, A. 2013.Allelochemicals as Bioherbicides: Present and Perspectives. Buku.INTECH. Warsaw. 520 p.
Suhaemi, Z. 2011. Metode Penelitian dan Rancangan Percobaan. Buku. FakultasPetanian Universitas Taman Siswa. Padang. 68 p.
Sukman, Y. dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Buku. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. 131 p.
Sumarsono, S. 2008. Analisis Kuantitatif Pertumbuhan Tanaman Kedelai (SoyBeans). Buku. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.68 p.
Sutidjo, D. 1981. Dasar-Dasar Ilmu Pengendalian/Pemberantasan TumbuhanPengganggu. Buku. Departemen Agronomi Fakultas Pertanian InstitutPertanian Bogor. Bogor. 99 p.
Tan, S.K. 2009. Isolation and Characterization of Limonoids from Swieteniamacrophylla and their Andtioxidant and Antimicrobial Activities. Tesis.University Sains Malaysia. Malaysia. 217 p.
48Travlos, I.S., Economou, G., Kotoulas, V.E., Kanatas, P.J., Kontogeorgos, A., dan
Karamanos, A.I. 2008. Potential effects of diurnally alternating temperaturesand solarization on purple nutsedge (cyperus rotundus) tuber sprouting. J. ofArid Environments. 73: 22–25.
Ueki, K. 1969. Studies on the control of nutsedge (cyperus rotundus): on thegermination of the tuber. Proceedings of the second Asian-Pacific weedcontrol interchange. University of the Philippines. Los Banos. 335–370 p.
USDA NRCS. 2014. Purple nutsedge, Cyperus rotundus L.https://plants.usda.gov/plantguide/pdf/pg_cyro.pdf . Diakses pada 28Februari 2018.
Ushie, O.A., Neji, P.A., Muktar, M., Ogah, E., Longbab, B.D., dan Olumide, V.B.2018. Estimation of some phytochemicals in swietenia macrophylla leaves.J. of Pharmaceutical Research and Reviews. 2(15): 1–7.
Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh. Buku. Departemen Pendidikan danKebudayaan Dikti Pusat Antar Universitas Bioteknologi-IPB. Bogor.145 p.
Westbrooks, R. 1998. Invasive Plant-Changing The Landscape of America. Buku.Federal Interagency Committee for the Management of Noxious andExotic Weeds. Washington, D.C. 109 p.
Wijayakusuma, M.H. 2000. Ensiklopedia Milineum: Tumbuhan Berkhasiat ObatIndonesia. Buku. Prestasi Insan Indonesia. Jakarta. 207 p.
Wintermans, J.F. dan De Mots, A. 1965. Spectrophotometric characteristics ofchlorophylls a and b and their pheophytins in ethanol. BiochimicaBiophysica Acta. 109(2): 448–453.