uji efektivitas ekstrak tumbuhan urang aring ...digilib.unila.ac.id/30051/2/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK TUMBUHAN URANG ARING(Eclipta alba (L.) Hassk.) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
Colletotrichum sp. PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA
(Skripsi)
Oleh
BILLI ANDREAS
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK TUMBUHAN URANG ARING(Eclipta alba (L.) Hassk.) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
Colletotrichum sp. PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA
Oleh
BILLI ANDREAS
Penyakit antraknosa disebabkan oleh jamur Colletotrichum sp. Pengendalianyang umum digunakan adalah dengan menggunakan fungisida sintetik.Penggunaan fungisida sintetik memiliki dampak negatif antara lain,pencemaran lingkungan, dan berkembangnya resistensi karena kandunganresidu yang tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, dilakukan pemanfaatanbahan alami dari tumbuhan sebagai biofungisida. Tumbuhan urang aringmengandung berbagai bahan aktif sebagai antifungi yaitu coumestans,alkaloids, flavonoids, glycosides, polyacetylenes, triterpenoids dan saponin.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak tumbuhan urangaring yang mampu menghambat pertumbuhan Colletotrichum sp. Penelitiandisusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tujuh perlakuan danempat ulangan. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, 20%,dan 25%. Sebagai kontrol positif digunakan fungisida sintetik antracol dankontrol negatif menggunakan media PDA. Pengamatan dilakukan denganmenghitung jumlah koloni dan mengukur diameter pertumbuhan kolonihingga hari ke 7 setelah inokulasi pada suhu 270 C. Data yang diperolehdianalisis ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)dengan taraf α =5 %. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi 25%paling baik dalam menghambat perkecambahan konidia, ditunjukkan denganrerata jumlah koloni terkecil yaitu 72,75 koloni, sedangkan pada kontrol 0%terdapat rerata jumlah koloni terbanyak yaitu 162,25. Konsentrasi ekstrak 25%juga paling baik dalam menghambat pembentukan konidia.
Kata kunci : Antraknosa, Colletotrichum sp., Ekstrak Tumbuhan UrangAring (Eclipta alba (L.) Hassk.), Biofungisida
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK TUMBUHAN URANG ARING(Eclipta alba (L.) Hassk.) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
Colletotrichum sp. PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA
Oleh
BILLI ANDREAS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA SAINS
Pada
Jurusan BiologiFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada
tanggal 19 Maret 1992. Penulis merupakan anak tunggal dari
pasangan Bapak Tjia Tjin An dan Ibu Tjia Tjoen Nio.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Taman Kanak-
kanak (TK) Immanuel pada tahun 1998. Pernah menerima pendidikan di Sekolah
Dasar (SD) Immanuel hingga tahun 2000, dilanjutkan ke Sekolah Dasar (SD)
Fransiskus Tanjung Karang dan selesai pada tahun 2004. Menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Menegah Petama (SMP) Kristen 5 pada tahun 2007, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9 pada tahun 2010.
Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Biologi Umum, Struktur Perkembangan Tumbuhan, Pengenalan Alat
Laboratorium, Genetika, dan Mikologi. Selain itu, penulis juga pernah aktif di
organisasi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) sebagai anggota divisi Sains
dan Teknologi (SAINTEK) pada tahun 2011-2012.
Kemudian penulis menyelesaikan Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Rejomulyo, Kecamatan Abung Timur, Kabupaten Lampung Utara, dan Program
Kerja Praktek (KP) di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan
Dan Hortikultura (BPSB TPH) Bandar Lampung.
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur, skripsi ini didedikasikan sebagai bentuk bakti dan
syukur kepada :
Bapak dan ibu yang telah membesarkanku, mendidikku, menyayangiku dan selalu
memberikan dukungannya setiap saat.
Para guru dan dosen yang dengan tulus dan sabar dalam mendidik dan
memberikan ilmunya kepadaku.
Almamater tercinta Universitas Lampung
MOTTO
JUST DO IT(Shia LaBeouf)
為せば成るnaseba naru
為さねば成らぬ何事もnasaneba naranu nanigoto mo
(If You Try, You May Succeed.If You Don’t Try, You Will Not Succeed.
This Is True For of All Things)(Uesugi Youzan)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat,
anugerah, dan kasih karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik. Skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas Ekstrak Tumbuhan Urang Aring
(Eclipta alba (L.) Hassk) Terhadap Pertumbuhan Jamur Colletotrichum sp.
Penyebab Penyakit Antraknosa” ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra.C.N. Ekowati, M.Si., selaku pembimbing I dan pembimbing
akademik yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, saran, ilmu, dan
nasehat selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Dra. Yulianty, M.Si., selaku pembimbing II atas saran, ilmu, bimbingan,
dan dukunganya yang telah membantu penulis selama penelitian dan
penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Dr. Bambang Irawan, M.Sc., selaku pembahas yang telah memberikan
saran, ilmu, dan nasihat sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik.
4. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi MIPA
Universitas Lampung.
iii
5. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan FMIPA Universitas
Lampung.
6. Bapak dan Ibu Dosen FMIPA dan segenap karyawan di Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung,
yang telah memberikan dukungan, doa, saran, dan bantuannya.
7. Kedua Orang Tuaku atas kesabaran, doa, dukungan, motivasi dan semangat
yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan di laboratorium Mikrobiologi Komang,
Rosmalinda, Beni, Agung, Ketut, dan juga Doa, yang telah memberikan
dukungan, bantuan dan doanya selama penelitian dan penyelesaian skrispsi
9. Teman–teman angkatan 2010, kakak dan adik-adik angkatan yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan, kritikan, dan motivasi,
dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.
Semoga Tuhan membalas kasih sayang kepada semua pihak yang telah membantu
penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di
dalam penyusunan skripsi ini dan jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang
bersifat membangun dari setiap pembaca sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 23 Januari 2018
Penulis,
Billi Andreas
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................... i
DAFTAR TABEL ...................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1B. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4C. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5D. Kerangka Pikir ................................................................................. 5E. Hipotesis........................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7
A. Penyakit Antraknosa ........................................................................ 7B. Jamur Colletotrichum sp. ................................................................. 10
1. Biologi Jamur Colletotrichum sp. ............................................... 102. Pengendalian Jamur Colletotrichum sp. ..................................... 13
C. Tumbuhan Urang Aring (Eclipta alba (L.) Hassk.)......................... 171. Biologi Tumbuhan Urang Aring (Eclipta alba (L.) Hassk.)....... 172. Kandungan Kimia Urang Aring (Eclipta alba (L.) Hassk.)........ 183. Mekanisme Penghambatan Senyawa Antifungi.......................... 19
III.METODE PENELITIAN .................................................................... 21
A. Waktu dan Tempat ........................................................................... 21B. Alat dan Bahan................................................................................. 21C. Rancangan Penelitian ....................................................................... 22D. Prosedur Penelitian........................................................................... 22
1. Pembuatan Ekstrak Urang Aring (Eclipta alba (L.) Hassk.) ...... 222. Pembuatan Media PDA ( Potato Dextrose Agar) ....................... 23
3. Pembuatan Isolat murni jamur Colletotrichum sp. ..................... 234. Pembuatan Suspensi Jamur Colletotrichum sp. ......................... 245. Uji in-vitro Penghambatan Pertumbuhan
Jamur Colletotrichum sp. ........................................................... 24E. Analisi Data ...................................................................................... 25
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 26
A. Hasil ................................................................................................. 261. Jumlah Koloni Jamur Colletotrichum sp..................................... 262. Diameter Koloni Jamur Colletotrichum sp. ................................ 283. Waktu Pembentukkan Konidia ................................................... 30
B. Pembahasan...................................................................................... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 36
A. Kesimpulan ...................................................................................... 36B. Saran ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 37
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rerata Jumlah Koloni Jamur Colletotrichum sp.............................. 26
2. Data Jumlah Koloni Jamur Colletotrichum sp.Hari ke 7................. 28
3. Rerata Diameter Koloni Colletotrichum sp. .................................... 28
4. Data Diameter Koloni Jamur Colletotrichum sp.Hari ke 7 ............. 29
5. Waktu Pembentukkan Konidia........................................................ 30
6. Rerata Jumlah Koloni Colletotrichum sp. Hari Ketujuh ................. 50
7. Uji Kehomogenan (Kesamaan) Ragam Bartlett’s TestHari Ketujuh .................................................................................... 50
8. Analisis Ragam Hari Ketujuh.......................................................... 51
9. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Hari Ketujuh ................................ 51
10. Rerata Diameter Koloni Colletotrichum sp. Hari Ketujuh .............. 52
11. Uji Kehomogenan (Kesamaan) Ragam Bartlett’s TestHari Ketujuh .................................................................................... 52
12. Analisis Ragam Hari Ketujuh.......................................................... 53
13. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Hari Ketujuh ................................ 53
14. Rerata Hari Terbentuknya Konidia Colletotrichum sp. .................. 54
15. Uji Kehomogenan (Kesamaan) Ragam Bartlett’s Test ................... 54
16. Analisis Ragam................................................................................ 55
17. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) ...................................................... 55
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Koloni dan Aservulus Jamur Colletotrichum sp............................. 11
2. Konidia Jamur Colletotrichum sp. ................................................. 11
3. Tumbuhan Urang Aring (Eclipta alba (L.) Hassk.) ....................... 17
4. Grafik Rerata Jumlah Koloni Colletotrichum sp. ........................... 27
5. Grafik Rerata Diameter Koloni Jamur Colletotrichum sp.............. 29
6. Koloni Jamur Colletotrichum sp. Dengan PerlakuanEkstrak 0%...................................................................................... 46
7. Koloni Jamur Colletotrichum sp. Dengan PerlakuanEkstrak 5%...................................................................................... 46
8. Koloni Jamur Colletotrichum sp. Dengan PerlakuanEkstrak 10%.................................................................................... 47
9. Koloni Jamur Colletotrichum sp. Dengan PerlakuanEkstrak 15%.................................................................................... 47
10. Koloni Jamur Colletotrichum sp. Dengan PerlakuanEkstrak 20%.................................................................................... 48
11. Koloni Jamur Colletotrichum sp. DenganPerlakuan Ekstrak 25%................................................................... 48
12. Koloni Jamur Colletotrichum sp. Dengan PerlakuanFungisida Antracol ......................................................................... 49
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antraknosa merupakan salah satu penyakit dan penyebab utama penurunan
produksi pada tanaman cabai. Antraknosa berasal dari bahasa Yunani yang
berarti batu bara, ditandai dengan munculya bercak dan cekungan berwarna
hitam berspora (Issac,1992). Penyakit ini telah menyebabkan kerugian di
berbagai negara, seperti di Thailand terjadi penurunan produksi cabai oleh
antraknosa sebanyak 80 % (Poonpolgul, 2007), di India 50%
(Pakdeevaraporn, 2005), di Korea 13% (Yoon, 2004) dan di Indonesia dapat
terjadi penurunan hasil panen sebesar 90% (Syukur, 2007). Antraknosa dapat
disebabkan oleh beberapa cendawan Colletotricum spp. antara lain, C. capsici,
C. acutatum, C. gloeosporioides, C. coccodes and C. dematium (Hong and
Hwang, 1998; Gopinath et al., 2006). C. capsici, C. gloeosporioides, C.
acutatum merupakan 3 spesies yang paling umum menyebabkan antraknosa
(Montri et al, 2009; Nayaka et al, 2009).
Penyakit ini dapat menyerang biji, tanaman dan buah. Serangan pada biji
dapat menyebabkan kegagalan berkecambah dan layu semai, pada tanaman
dapat menyebabkan mati pucuk dan busuk kering pada daun dan batang, pada
buah dapat terjadi perubahan warna seperti terbakar yang kemudian menjadi
2
busuk basah berwarna hitam (Piay et al., 2010). Gejala yang parah
menyebabkan buah mengering dan mengerut serta berwarna seperti jerami
(Semangun, 2007). Antraknosa pada buah paling banyak menyebabkan
kebusukan dan kerontokan buah (Agrios, 1997). Kemampuan cendawan
Colletotrichum sp. untuk menginfeksi beragam tanaman dan kemampuannya
bertahan hidup tanpa tanaman host yang spesifik membuat penyakit
antraknosa sulit diatasi.
Salah satu cara yang paling sering digunakan dan dinilai cukup efektif untuk
mengendalikan penyakit antraknosa adalah dengan menggunakan fungisida
sintetik. Penanganan antraknosa dengan fungisida dapat dilakukan
menggunakan Derosal 60WP dengan konsentrasi 2g/l atau Derosal 60 WP
dicampur dengan Dithane M-45 dengan perbandingan 1:5 dan konsentrasi
campuran 2,5g/l (Prajnanta, 2003). Antracol 70 WP umum digunakan untuk
mengatasi antraknosa. Fungisida Antracol mengandung Propineb senyawa
dari kelompok dithiocarbamate, dan hexamethylenetetramine (Sila dan
Sopialena, 2016). Namun penggunaan fungisida sintetik juga memiliki sisi
negatif, seperti pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh residu fungisida
yang mengendap di tanah dan perairan. Penanganan yang tidak benar
memiliki resiko berbahaya, menyebabkan gangguan kesehatan serius bila
terkonsumsi atau terhirup dalam jangka panjang.
Untuk mengatasi masalah ini, dapat dilakukan pemanfaatan bahan alami yang
berasal dari tumbuhan ataupun makhluk hidup lainnya sebagai biofungisida.
Penggunaan ekstrak dan minyak tanaman lebih aman, terjangkau dan mudah
3
untuk ditangani oleh para petani (Olowe et al., 2003). Fungisida yang terbuat
dari bahan alami seperti ekstrak tanaman tidak meninggalkan residu dan
mudah terdegradasi sehingga lebih aman dan ramah lingkungan (Kardinan,
2002). Beberapa tanaman yang telah terbukti memiliki potensi untuk
digunakan sebagai fungisida nabati antara lain, Bawang Putih, Mimba
(Azadirachta indica A. Juss.), Sirih, Mengkudu, Widuri, Pepaya dan urang
aring.
Urang aring atau Eclipta alba (L.) Hassk. merupakan tumbuhan herbaceous
annual atau tahunan yang termasuk dalam suku Asteraceae. Tumbuhan ini
dapat ditemui di daerah tropis dan subtropis pada musim hujan (Wagner H. et
al., 1986; Chopra et al., 1966). Tumbuhan ini tumbuh di tempat lembab
seperti sawah, tepian kolam, dan saluran pengairan.
Tumbuhan urang aring mengandung coumestans, alkaloids, flavonoids,
glycosides, polyacetylenes, triterpenoids (Wagner H. et al., 1986). Tumbuhan
ini juga mengandung nicotine dan nicotinic acid (Jadhav et al., 2009). Hasil
penelitian Siahaan (2012) menunjukkan bahwa ekstrak etanol tumbuhan urang
aring mampu menghambat pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum f.
lycopersici mulai dari konsentrasi 1% dan daya hambatnya meningkat seiring
dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Berdasarkan Peraman et al. (2011)
ekstrak etanol dan ekstrak aquaeous urang aring dangan konsentrasi 50μg/disc
dan 100μg/disc menunjukkan kemampuan antifungi yang baik terhadap A.
Niger dan C. albicans . Terbentuknya zona hambatan berukuran 14-19mm,
mendekati ukuran zona hambatan yang dibentuk oleh larutan standar berupa
4
clotrimazole (10μg/disc) sebesar 20-22mm. Ekstrak methanol daun dan
batang urang aring efektif menghambat pertumbuhan fungi Macrophomina
phaseolina, ditunjukkan dengan penurunan biomassa 10-64% untuk ekstrak
daun dan 3-61% untuk ekstrak batang urang aring (Banaras et al., 2015).
Penelitian Uddin et al. (2010) menunjukkan ekstrak ethanol tumbuhan urang
aring memiliki daya hambat sebesar 51.52% terhadap Aspergillus ochraceus.
Berdasarkan penelitian Zida et al. (2008) perendaman benih Sorgum dan Pearl
Millet yang terinfeksi alami oleh fungi dengan ekstrak aquaeous Acacia
gourmaensis dan Eclipta alba (L.) Hassk. menunjukkan bahwa ekstrak
aquaeous Eclipta alba mampu mengurangi infeksi Phoma sorghina sebesar
72% dan Colletotrichum graminicola sebesar 28%. Berdasarkan informasi
tersebut perlu dilakukan penelitian pengaruh ekstrak tumbuhan Urang Aring
terhadap cendawan Colletotrichum sp. penyebab penyakit antraknosa,
dikarenakan masih sedikitnya informasi mengenai pengaruh ekstrak tanaman
urang aring terhadap fungi patogen tanaman.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui daya hambat ekstrak tanaman urang aring terhadap
jamur Colletotrichum sp.
2. Untuk menentukan konsentrasi ekstrak yang efektif dalam menghambat
jamur Colletotrichum sp.
5
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai kemampuan ekstrak tumbuhan urang aring dalam menghambat
pertumbuhan jamur Colletotrichum sp. dan potensinya untuk dikembangkan
sebagai biofungisida dalam mengatasi penyakit antraknosa.
D. Kerangka Pikir
Antraknosa merupakan penyakit tanaman yang umum ditemukan pada
tanaman cabai dan telah menjadi masalah bagi pertanian cabai untuk
mencapai hasil produksi yang maksimal. Penyakit ini disebabkan oleh
cendawan Colletotrichum spp.
Beberapa fungisida yang digunakan untuk mengatasi antraknosa antara lain,
campuran Derosal 60 WP dengan Dithane M-45, (Prajnanta, 2003), dan
Antracol 70 WP. Namun pemakaian fungisida sintetik memiliki dampak
negatif yang dapat ditimbulkan. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan
pemanfaatan bahan alami dari ekstrak tumbuhan sebagai fungisida nabati.
Tumbuhan urang aring atau Eclipta alba (L.) Hassk. merupakan tumbuhan
yang memiliki banyak manfaat dan telah digunakan sebagai tumbuhan obat
dalam pengobatan ayuverda. Tumbuhan urang aring mengandung senyawa
coumestans, alkaloids, flavonoids, glycosides, polyacetylenes, triterpenoids.
Pada daun urang aring mengandung wedelolactone, a-terthienylmethanol,
stigmasterol, demethylwedelolactone-7-glucoside and dimethyl-wedelolactone
yang dapat berperan dalam aktifitas antifungi (Wagner et al., 1986).
6
Menurut Dalal (2009) kandungan senyawa wedelolactone pada urang aring
berperan dalam aktifitas antifungi terhadap patogen. Senyawa saponin,
flavonoid dan minyak atsiri mempunyai target aktivitas pada sel jamur dengan
membentuk senyawa komplek dengan sterol dari dinding sel, dan selanjutnya
mempengaruhi permeabilitas membran sel, sintesis asam nukleat, fosforilasi
oksidatif dan transport elektron (Viaza, 1991).
Beberapa penelitian telah membuktikan ekstrak tumbuhan urang aring
memiliki kemampuan antifungi terhadap Fusarium oxysporum f. lycopersici,
A. Niger, C. albicans, Macrophomina phaseolina, Aspergillus ochraceus,
Phoma sorghina, dan Colletotrichum graminicola. Kemampuan menghambat
ekstrak dipengaruhi oleh banyaknya kandungan aktif yang didapatkan dari
tanaman, konsentrasi ekstrak, dan pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
kemampuan ekstrak tumbuhan urang aring dalam menghambat pertumbuhan
jamur Colletotrichum sp.dan konsentrasi ekstrak yang efektif.
E. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
Ekstrak tumbuhan urang aring (Eclipta alba (L.) Hassk.) pada konsentrasi
tertentu dapat menghambat pertumbuhan cendawan Colletotricum sp.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Antraknosa
Sebutan Antraknosa biasa digunakan untuk penyakit tanaman yang ditandai
dengan luka cekungan hitam berspora. Kata antraknosa berasal dari kata
Yunani yang berarti batu bara (Issac, 1992). Penyakit antraknosa disebabkan
oleh jamur Colletotrichum sp.
Colletotrichum sp. merupakan salah satu jamur yang agresif menyerang
sejumlah spesies Capsicum dan genotipnya yang resisten. Jamur ini tersebar
dan umum ditemukan di area pertanian cabai di daerah tropis (Taylor, 2007).
Tingkat infeksi jamur Colletotrichum sp. lebih tinggi pada buah cabai yang
sudah matang (Pakdeevaraporn et al, 2005, Than et al, 2008). Penyakit ini
ditandai dengan munculnya bercak coklat kehitaman, yang dapat meluas dan
berkembang menjadi busuk lunak. Serangan yang parah dapat menyebabkan
buah cabai mengering, mengerut, dan mengalami perubahan warna dari merah
menjadi kekuningan seperti jerami. Pada bagian tengah bercak terdapat titik-
titik hitam yang merupakan kumpulan seta dan konidium cendawan. Pada
cuaca kering cendawan hanya membentuk bercak kecil dan tidak meluas,
namun setelah buah di petik cendawan akan berkembang dengan cepat karena
kelembapan udara yang tinggi selama penyimpanan dan
8
pengangkutan (Semangun, 2007). Umumnya pada bagian bercak terdapat
susunan lingkaran cincin yang dibentuk oleh tubuh buah (acervulus). Dalam
beberapa kasus, bercak berwarna coklat bukan orange dan kemudian berubah
menjadi hitam oleh formasi seta dan sclerotia (Roberts et al., 2001).
Penyakit ini sedikit ditemui pada musim kemarau, di lahan yang mempunyai
drainasi baik, dan gulmanya terkendali dengan baik. Jamur Colletotrichum sp.
dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan selanjutnya
konidium disebarkan oleh angin (Semangun, 2007). Colletotrichum sp. juga
dapat ditularkan melalui benih dan dapat bertahan di dalam benih selama 9
bulan (Prajnata, 2002). Colletotrichum sp. dapat bertahan di dalam ataupun di
permukaan benih sebagai acervuli dan mikrosklerotia (Pernezny et al., 2003).
Tidak semua biji yang tercemar memperlihatkan gejala, ada kalanya nampak
seperti biji yang sehat, bersih dan bebas cemaran. Biji yang terkontaminasi
cendawan ini berwarna hitam atau coklat kehitaman dengan bentuk biji tidak
bernas (Duriat et al., 2007)
Umumnya infeksi terjadi selama cuaca hangat dan lembab, perkembangan
optimum antraknosa terjadi pada suhu sekitar 27º C dengan kelembaban
sekitar 80% (Robert et al., 2001). Johnson (2008) juga menyatakan bahwa
jenis gulma yang ada dipertanaman suku Solanaceae mempengaruhi tingginya
keterjadian penyakit yang disebabkan oleh Colletotrichum sp. Jamur
Colletotrichum sp. juga dapat menyerang dan bertahan hidup pada tumbuhan
gulma yang terdapat di lahan pertanian. Hasil penelitian Ranathunge (2016)
tentang kemampuan bertahan hidup Colletotrichum truncatum pada spesies
9
tanaman non-host membuktikan bahwa C. truncatum dapat bertahan hidup
pada ketujuh tanaman perlakuan, antara lain tanaman cabai curry chilli –
Capsicum annuum L.(var. CA8), tanaman terong – Solanum melongena L.
(var. Lena Iri), tanaman tomat – Solanum lycopersicum L. (var. Thilina),
tanaman cabai hijau – C. annuum (var. KA2) dan tiga spesies tanaman liar
atau rerumputan, antara lain Little Ironweed (Vernonia cinerea L.), Billygoat-
Weed (Ageratum conyzoides L.) dan Bengal Dayflower (Commelina
benghalensis L.), dengan ditemukanya patogen pada kultur PDA yang berasal
dari daun yg tidak menunjukan gejala, dalam interval dua minggu sekali
sampai delapan minggu setelah inokulasi. Pada penelitian Herwidyarti,et
al.(2013) menunjukkan kemampuan C.capsici untuk menginfeksi gulma
Cleome rutidosperma, Synedrella nodiflora, Ageratum conyzoides, dimana
terjadi peningkatan tingkat keparahan penyakit tiap minggunya dalam 4
minggu pengamatan.
Antraknosa dapat disebabkan oleh beberapa cendawan Colletotrichum spp.
antara lain, C. capsici, C. acutatum, C. gloeosporioides, C. coccodes and C.
dematium (Hong and Hwang, 1998; Gopinath et al., 2006).
Colletotrichum merupakan cendawan patogen dengan ruang lingkup serangan
yang luas. Beragam tanaman inang mampu diserang oleh satu spesies atau
satu tanaman inang diserang oleh beragam spesies (Freeman, 1998). Jamur ini
mencakup sejumlah fungi patogen penting pada tanaman yang bernilai
ekonomi, tersebar sebagian besar di berbagai daerah tropis dan subtropis di
dunia pada ruang lingkup jenis tanaman pertanian yang luas (Sharma et
al.,2014).
10
C. capsici merupakan jenis yang agresif, mampu menyerang berbagai spesies
Capsicum bahkan yang memiliki genotip resisten (Taylor, 2007). Intensitas
serangan C.capsici lebih tinggi terjadi pada tanaman cabai yang sudah dewasa
(Suthin Raj et al., 2013) dan mampu menginfeksi buah cabai muda maupun
yang sudah matang, serta dapat menginfeksi dan bertahan hidup di dalam
benih dalam bentuk acervuli dan mikrosklerotia (Suthin Raj et al., 2009).
B. Jamur Colletotrichum sp.
1. Biologi Jamur Colletotrichum sp.
Berdasarkan Alexopoulus and Mims (1979) klasifikasi jamur
Colletotrichum sp. adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Myceteae
Divisi : Amastigomycota
Anak Divisi : Mycotina
Kelas : Deuteromycotina
Anak Kelas : Coelomycetidae
Bangsa : Melanconiales
Suku : Melanconiaceae
Marga : Colletotrichum
Jenis : Colletotrichum sp.
Colletotrichum sp. membentuk banyak sklerotium pada medium biakan
atau pada jaringan tanaman yang diserang, memiliki banyak aservulus yang
tersebar di permukaan atau dibawah kutikula, berwarna hitam, memiliki
11
banyak seta, dan garis tengahnya sekitar 100µm. Seta meruncing ke atas,
kaku, memiliki sekat, berwarna cokelat tua, dan berukuran 75-100 x 2-6,2
µm. Konidia berwarna hialin, berbentuk silindris dengan ujung-ujungnya
yang tumpul dan melengkung seperti sabit, berukuran 18,6-25,0 x3,5-5,3
µm (Semangun, 2007).
Gambar 1. Koloni Jamur dan Aservulus Jamur Colletotrichum sp.Keterangan: A. Koloni Jamur Colletotrichum sp.
B. Acervulus Jamur Colletotrichum sp.(Sumber: dokumentasi pribadi)
Gambar 2. Konidia Jamur Colletotrichum sp.(Sumber: dokumentasi pribadi)
A B
12
Spesies Colletotrichum telah menunjukkan beragam cara untuk
mendapatkan nutrisi. Banyak spesies yang hidup secara hemibiotrophic dan
atau necrotrophic menyerang tanaman inang, sementara beberapa bersifat
endofit hidup di dalam tanaman sehat tanpa merugikan tanaman inangnya.
Dalam beberapa kasus langka, beberapa spesies telah dilaporkan sebagai
agen penyebab penyakit pada manusia (keratitis dan infeksi subcutaneous)
atau pada hewan(seperti infeksi mycotic pada penyu laut) (Ritterband et al.
1997; Manire et al. 2002; Shiraishi et al. 2011; Shivaprakash et al. 2011).
Penyebaran cendawan Colletotrichum banyak yang berasal dari benih,
cendawan ini juga dapat bertahan hidup di tanah melalui sisa bagian tubuh
tanaman, konidianya dapat disebarkan melalui percikan air, dan penyebaran
ascospora melalui udara (Nicholson, 1980). Infeksi terjadi melalui spora
pada permukaan tanaman yang berkembang menjadi appresorium dan
kemudian diikuti oleh penembusan kutikula (Deising, 2000).
Jamur Colletotrichum juga dapat tumbuh pada tanaman dari suku
Solanaceae lainnya atau tanaman legum dan buah yang membusuk (Pring,
1995). Banyak spesies Colletotrichum memiliki tanaman inang alternatif
(Freeman et al., 2001). Hasil penelitian Ranathunge (2016) tentang
kemampuan bertahan hidup Colletotrichum truncatum pada spesies
tanaman non-host membuktikan bahwa C. truncatum dapat bertahan hidup
pada ketujuh tanaman perlakuan, antara lain tanaman Cabai Curry Chilli –
Capsicum annuum L.(var. CA8), Tanaman Terong – Solanum melongena
L. (var. Lena Iri), Tanaman Tomat – Solanum lycopersicum L. (var.
13
Thilina), Tanaman Cabai Hijau – C. annuum (var. KA2) dan tiga spesies
tanaman liar atau rerumputan, antara lain Little Ironweed (Vernonia cinerea
L.), Billygoat-Weed (Ageratum conyzoides L.) dan Bengal Dayflower
(Commelina benghalensis L.).
2. Pengendalian Jamur Colletotrichum sp.
Didukung dengan kemampuan jamur Colletotrichum sp. yang mampu
bertahan hidup pada tanaman non host, sisa sisa tanaman yang terinfeksi,
dan faktor cuaca buruk, penyakit antraknosa masih menjadi penyakit
tanaman yang sulit di atasi. Berdasarkan Piay et al. (2010) beberapa usaha
yang telah dilakukan untuk mengendalikan penyakit antraknosa antara lain,
• Penggunaan benih yang sehat dan bebas patogen di lahan yang juga bebas
dari patogen;
• Perawatan benih (biji) dengan merendam dalam air hangat (55°C) selama
30 menit, atau perawatan benih dengan fungisida efektif yang
direkomendasikan;
• Sanitasi pada pertanaman dengan cara membakar bagian tanaman yang
terserang untuk menekan populasi patogen sejak awal;
• Penanaman varietas cabai yang toleran terhadap penyakit;
• Pergiliran tanaman dengan menanam tanaman yang bukan sebagai inang
patogen;
• Sanitasi terhadap berbagai gulma yang menjadi inang alternatif patogen,
seperti Borreria sp. ;
14
• Penanaman varietas cabai berumur genjah dalam upaya memperpendek
periode tanaman terekspos patogen;
• Prosesing (pascapanen) dengan cara mengeringkan buah cabai dengan
cepat atau disimpan pada suhu 0° C dapat membebaskan buah dari
serangan patogen selama 30 hari.
• Penggunaan fungisida efektif yang direkomendasikan menekan
perkembangan patogen secara bijaksana, terutama pada saat pematangan
buah.
Penggunaan fungisida merupakan cara yang paling umum digunakan dalam
mengatasi penyakit antraknosa, fungisida yang sering digunakan antara
lain, fungisida klorotalonil (Daconil ® 500 F, 2g/l) dan Propineb (Antracol
® 70 WP, 2g/l) (Duriat et al., 2007).
Fungisida merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan cendawan atau fungi,
sedangkan fungistatik adalah senyawa yang mampu menghambat
pertumbuhan tanpa membunuh cendawan atau fungi (Djafaruddin. 2000).
Menurut mekanisme kerjanya fungisida dapat dibedakan menjadi fungisida
sistemik, fungisida nonsistemik(kontak atau protektif) dan fungisida
sistemik lokal.
Fungisida sistemik merupakan fungisida dengan senyawa yang dapat
diserap oleh organ-organ tumbuhan dan disebarkan ke berbagai bagian
tumbuhan melalui aliran pembuluh angkut tumbuhan. Senyawa aktif yang
digunakan untuk fungisida sistemik memiliki kerja yang spesifik dalam
15
mempengaruhi sel jamur. Hal ini dapat menyebabkan mudah terbentuknya
resistensi pada jamur, sering kali hanya dengan mutasi satu gen saja. Untuk
mengatasinya biasanya digunakan campuran fungisida sistemik dengan
fungisida kontak. Fungisida kontak atau protektan merupakan fungisida
yang tidak dapat diserap oleh tumbuhan tapi membentuk lapisan pelindung
yang menghambat perkecambahan spora dan miselia jamur pada
permukaan tumbuhan yang diaplikasikan. Fungisida sistemik lokal adalah
fungisida yang dapat diserap bagian tumbuhan yang diaplikasikan tapi tidak
dapat disebarkan ke jaringan yang lain (Djojosumarto, 2000; Deacon 2006).
Berdasarkan mode of action atau pengaruh fungisida pada sel jamur,
fungisida dapat dibedakan menjadi monoside inhibitor yaitu fungisida yang
memiliki kerja yang spesifik sehingga hanya mampu menghambat satu
proses metabolisme pada jamur dan multiside inhibitor yaitu fungisida yang
dapat menghambat beberapa proses metabolisme jamur, sehingga fungisida
jenis ini tidak mudah menimbulkan resistensi (Hriday dan Pundhir, 2006).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja fungisida antara lain, faktor
dosis dan konsentrasi, penggunaan dosis dan konsentrasi di bawah takaran
yang disarankan secara berulang-ulang dapat menimbulkan terjadinya
resistensi pada jamur target. Faktor lingkungan berupa cuaca, curah hujan
dapat mengurangi kinerja fungisida khususnya fungisida kontak
dikarenakan air hujan dapat membawa lapisan fungisida pada permukaan
tumbuhan, selain itu kondisi yang lembab dan basah mendukung
berkembangnya berbagai patogen tanaman (Suhardi, 2007), suhu yang
tinggi juga mempercepat penguapan lapisan fungisida pada tanaman.
16
Penggunaan fungisida sintetik memiliki pengaruh negatif, seperti
pencemaran tanah dan air, residu fungisida pada produk pertanian, dan
memicu terjadinya resistensi pada fungi. Untuk mengatasi masalah ini
maka telah dilakukan berbagai penelitian yang bertujuan untuk mencari
fungisida yang berasal dari bahan alami yang tidak berbahaya bagi
lingkungan dan makhluk hidup seperti ekstrak tanaman. Fungisida yang
terbuat dari bahan alami seperti ekstrak tanaman tidak meninggalkan residu
dan mudah terdegradasi sehingga lebih aman dan ramah lingkungan
(Kardinan, 2002).
Hasil penelitian Nurhayati (2007) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
tumbuhan sirih, biji jarak, kulit jeruk, daun dan biji nimba, laos, dan
brotowali mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai pestisida nabati
untuk mengendalikan C.capsici. Marlina (2012) menyatakan bahwa lateks
pepaya dapat menghambat perkembangan C.capsici pada konsentrasi 3%
pada media biakan (in vitro) dan konsentrasi 5% pada buah cabai (in vivo).
Ekstrak minyak bawang putih terbukti efektif menghambat pertumbuhan
cendawan C.capsici (Mark et al., 2016).
17
C. Tumbuhan Urang Aring (Eclipta alba (L.) Hassk.)
1. Biologi Tumbuhan Urang Aring
Klasifikasi tanaman Urang Aring menurut sistem Cronquist (1981)adalah
sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Eclipta
Spesies : Eclipta alba (L.) Hassk.
Sinonim : Eclipta prostrata L.
Gambar 3. Tumbuhan Urang Aring (Eclipta alba (L.) Hassk.)
(Sumber: dokumentasi pribadi)
18
Eclipta alba (L.) Hassk. berasal dari suku Asteraceae. Eclipta alba
memiliki sinonim antara lain, Eclipta erecta, Eclipta prostrata, and
Verbesina alba. Tumbuhan urang aring dapat tumbuh pada lingkungan
yang beragam, dapat ditemui di daerah yang terendam air, di tepian saluran
air, dan di daerah persawahan (Banji et al., 2007). Memiliki batang yang
bercabang , berambut, berwarna cokelat kemerahan, dan dapat tumbuh
hingga 40 cm. letak daun berlawanan berbentuk lancet, memiliki tepi yang
bergerigi dan berambut. Memiliki bunga berwarna putih berukuran kecil,
dan bergerombol. Tangkai bunga tumbuh dari ketiak daun. Akarnya
berbentuk silinder dan berwarna keabu-abuan (Chopra, 1966). Tanaman
Urang Aring merupakan tanaman yang umum ditemui di India, Cina,
Taiwan, Philipina, Jepang, dan Indonesia (Neethi and Kothari, 2005).
2. Kandungan Kimia Urang Aring (Eclipta alba (L.) Hassk.)
Tumbuhan urang aring memiliki kandungan senyawa aktif beragam berupa,
Coumestans, Alkaloids, Flavonoids, Glycosides, Polyacetylenes,
Triterpenoids. Daunnya mengandung Stigmasterol, Β-Terthienylmethanol,
Wedelolactone, Demethylw-Edelolactone Dan Demethylwedelolactone-7-
Glucoside (Wagner H. et al.,1986). Akarnya mengandung Hentriacontanol
dan Heptacosanol, Polyacetylene Penganti Thiophenes. Polipeptida yang
diisolasi dari tanaman mengandung Cystine,Glutamic Acid, Phenyl Alanine,
Tyrosine dan Methionine setelah dihidrolisis. Nicotine dan Nicotinic Acid
juga dilaporkan ditemui pada tanaman ini (Jadhav et al., 2009).
19
Berdasarkan Banaras (2015) ekstrak methanol daun dan batang tanaman
urang aring sangat efektif menghambat pertumbuhan jamur Macrophomina
phaseolina penyebab penyakit Charcoal Rot, Dry Rot, Leaf Blight, Ashy
Stem Blight dan Damping Off. Berdasarkan Siahaan (2012) ekstrak etanol
tumbuhan urang aring mampu menghambat pertumbuhan jamur Fusarium
oxysporum f. lycopersici mulai dari konsentrasi 1%. Menurut Zida et al.
(2008) ekstrak air tumbuhan urang aring mampu menghambat pertumbuhan
jamur Phoma sorghina yang menyerang biji tanaman sorgum dan millet.
Berdasarkan Peraman (2011) ekstrak air dan etanol daun urang aring
menunjukan aktifitas antifungi yang baik terhadap A. Niger dan C. albicans
3. Mekanisme Penghambatan Senyawa Antifungi
Kemampuan penghambatan tumbuhan urang aring disebabkan kandungan
senyawa aktif antifungi. Seyawa-senyawa tersebut merupakan hasil
metabolit sekunder daun urang-aring. Masing-masing metabolit sekunder
tersebut memiliki mekanisme aktivitas antifungi yang berbeda-beda.
Flavonoid mampu berikatan dengan enzim ekstraseluler dan protein terlarut
(Al-bayati, F. A. Dan H. F. Al-Mola.2008.). Selain itu flavonoid juga dapat
merusak membran sel jamur (Brooks et al. 2013). Rusaknya membran sel
akan mempengaruhi proses pertumbuhan jamur karena membran sel
merupakan tempat terjadinya beberapa reaksi enzimatis sel. Tanin mampu
menonaktifkan adhesin dan berikatan dengan polisakarida. Selain itu, tanin
dapat menghambat enzim dan protein ekstraseluler dan efek
langsungterhadap membran (Dayang, F. B, S, Razinah dan Paden. 2005).
20
Mekanisme aktivitas antifungi alkaloid yaitu dengan menyisip di antara
dinding sel dan atau DNA kemudian mencegah replikasi DNA jamur
sehingga pertumbuhan jamur akan terganggu (Atta-ur-Rahman, dan M.I.
Choudhary, 1995, Doughari, J. H. dan J. S. Obidah, 2008). Berbeda
dengan flavonoid, tanin dan alkaloid, mekanisme penghambatan terpenoid
terhadap jamur disebabkan oleh perubahan permeabilitas membran.
Gangguan permeabilitas tersebut disebabkan karena terpenoid dapat
berperan sebagai pelarut yang mampu memasukkan metabolit sekunder
lainnya ke dalam membran (Gershenzon, J. dan N. Dudareva, 2007;
Brooks et al., 2013).
Senyawa lain yang merupakan metabolit sekunder pada tanaman yaitu
senyawa fenol, difenol dan polifenol. Menurut Djafaruddin (2004),
senyawa –senyawa tersebut dapat menjadi racun bagi cendawan atau
mikroorganisme . Senyawa tanin, flavonoid dan fenol dapat menghambat
pertumbuhan miselium dan perkecambahan spora jamur. Senyawa fenol
merupakan golongan alkohol yang dapat mengikat daerah hidrofobik
membran sel sehingga mengganggu dan mempengaruhi integritas membran
sel yang menyebabkan terbentuknya lubang pada membran sel. Adanya
lubang pada membran sel mengakibatkan lisis sel dan denaturasi protein,
menghambat pembentukan protein sitoplasma serta asam nukleat dan
menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel. Mekanisme tersebut
menghambat pembentukan komponen dinding sel sehingga pertumbuhan
miselium terhambat (Landecker, 1996).
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Botani dan Mikrobiologi,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Lampung pada Juli 2017 sampai Oktober 2017. Pembuatan
ekstrak tumbuhan urang aring (Eclipta alba (L.) Hassk) telah dilakukan di
Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi,
jarum ose, object glass, cover glass, labu erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur,
corong, pipet tetes, mikropipet, pinset, bunsen, stirer, mikroskop, neraca
analitik, vortex mix, kompor listrik, autoklaf, inkubator, lemari es, aluminium
foil, penggaris, korek api, hemositometer, gunting, alat tulis dan laminar air
flow cabinet.
Bahan yang digunakan adalah tanaman urang aring (Eclipta alba (L.) Hassk.),
isolat fungi Colletotrichum sp. yang diperoleh dari cabai yang terserang
antraknosa, alkohol 70%, ethanol, aquades, spritus, dan media PDA
22
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental untuk mengetahui konsentrasi ekstrak
tumbuhan urang aring yang mampu menghambat pertumbuhan Colletotrichum
sp. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan tujuh perlakuan dan empat ulangan. Konsentrasi perlakuan
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%.
Sebagai kontrol positif digunakan fungisida sintetik Antracol dan kontrol
negatif menggunakan media PDA tanpa tambahan apapun. Hambatan
pertumbuhan ditunjukkan dengan jumlah koloni dan diameter pertumbuhan
koloni diukur dari hari ke 1 hingga hari ke 7 pada suhu 27 C (suhu ruangan).
D. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Ekstrak Urang Aring (Eclipta alba (L.) Hassk.)
Sebanyak 500 gr tanaman urang aring dicuci bersih dengan air mengalir
dan dikering anginkan di tempat yang terhindar dari sinar matahari.
Tumbuhan urang aring kemudian dipotong kecil dan dihaluskan
menggunakan blender. Serbuk kemudian direndam dengan pelarut etanol
sebanyak 1: 4 (w/v) sambil diaduk dengan stirer kaca. Lama perendaman
3 x 24 jam. Kemudian larutan ekstrak disaring dengan kertas saring dan
dipekatkan dengan rotary vaccum evaporator pada suhu 40°C hingga
diperoleh larutan ekstrak pekat.
23
2. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)
Media PDA (Potato Dextrose Agar) sebagai media isolasi dan pembiakkan
jamur Colletotrichum sp. dibuat secara manual. Sebanyak 500 gram
kentang yang telah dibersihkan dan dibuang kulitnya dipotong dadu kecil.
Kemudian kentang direbus dalam 500 ml aquades selama 2 jam, setelah itu
air rebusan disaring dari kotoran atau potongan kentang. Kemudian air
rebusan kentang itu dipanaskan kembali dan ditambahkan dengan 20 gram
dekstrosa, 15 gram agar-agar dan aquades hingga volumenya menjadi 1000
ml. Larutan media diaduk hingga homogen, setelah itu media ditaruh ke
dalam labu Erlenmeyer, lalu ditutup dengan sumbat kapas dan aluminium
foil. Media disterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit dengan
suhu 121 °C dan tekanan 15 psi. Setelah itu media dapat langsung
digunakan atau disimpan dalam lemari es (Ganjar et al, 1999).
3. Pembuatan Isolat Murni Jamur Colletotrichum sp.
Jamur Colletotrichum sp. didapat dari buah cabai merah di pasar yang
terserang penyakit antraknose. Bagian buah cabai yang terserang penyakit
dipotong. Kemudian jamur yang diduga Colletotrichum sp. diambil dari
bagian tersebut dan diamati menggunakan mikroskop. Kemudian jamur
diinokulasikan ke cawan petri berisi media PDA dan diinkubasi selama 1
minggu pada suhu 28-30° C. Koloni jamur yang terbentuk kemudian
diidentifikasi kembali untuk mendapatkan isolat murni jamur
Colletotrichum sp.
24
4. Pembuatan Suspensi Jamur Colletotrichum sp.
Suspensi jamur Colletotrichum sp. dibuat dengan mengambil konidia dari
koloni jamur sebanyak 1 ose dan disuspensikan ke dalam 9 ml aquades
steril. Kemudian suspensi dihomogenkan menggunakan vortex mix dan
dilakukan perhitungan kepadatan konidia dengan menggunakan
Hemositometer untuk mengetahui kepadatan awal konidia. Kemudian
suspensi diencerkan menggunakan metode pengenceran bertingkat.
Suspensi spora sebanyak 1 ml diinokulasikan ke dalam 9 ml aquades steril
hingga didapatkan kepadatan suspensi jamur sekitar 103sel/ml.
5. Uji in-vitro Penghambatan Pertumbuhan Jamur Colletotrichum sp.
Media PDA cair dengan suhu ± 40°C dituangkan sebanyak 9 ml ke dalam
cawan petri dan ditambahkan 1ml ekstrak urang aring. Kemudian cawan
petri digoyangkan secara memutar agar media dan ekstrak tercampur
merata, lalu media didiamkan hingga memadat. Kemudian suspensi
konidia Colletotrichum sp. dengan konsentrasi 103sel/ml diinokulasikan ke
dalam media sebanyak 0,1 ml dan diratakan pada permukaan media.
Selanjutnya media diinkubasi di dalam inkubator. Pengamatan dilakukan
dari hari ke 1 hingga hari ke 7. Pengukuran diameter koloni dilakukan
dengan memilih dan mengukur 10 koloni jamur yang letaknya saling
terpisah (tidak berdekatan) dan membuat garis vertikal dan horizontal yang
saling tegak lurus pada bagian bawah cawan petri tepat di bawah koloni,
sebagai diameter vertikal dan diameter horizontal. Kemudian diameter
koloni dihitung menggunakan rumus :
25
Diameter koloni =
Keterangan : D1: Diameter Horizontal Koloni
D2: Diameter Vertikal Koloni
E. Analisis Data
Data hasil pengamatan yang diperoleh dilakukan uji homogenitas yaitu dengan
uji Bartlett, selanjutnya dianalisis ragam dan bila terdapat perbedaan nyata,
maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf α =5 %
D1
D2
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah di
peroleh adalah sebagai berikut:
1. Ekstrak etanol tumbuhan urang aring (Eclipta alba (L.) Hassk.)
menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan koloni Colletotrichum sp.
2. Konsentrasi 25% paling baik dalam menghambat perkecambahan dan
pembentukkan konidia jamur Colletotrichum sp..
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang daya hambat ekstrak tumbuhan
urang aring menggunakan pelarut, metode dan konsentrasi berbeda yang
sesuai untuk aplikasi langsung ke tanaman cabai atau ke lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios , George N., 1997. Plant Pathology Fourth Edition. Harcourt AcademicPress. California
Al-bayati, F. A. dan H. F. Al-Mola. 2008. Antibacterial and Antifungal Activitiesof Different Parts of Tribulus terrestris L. Growing in Iraq. J ZhejiangUniv. Sci B, Vol 9 (2) : 154-159
Alexopaulos, C.J. and C.W. Mims. 1979. Introductory Mycology. Jhon Willeyand Son, Inc. New York. Hlm. 869.
Asmaliyah, Wati.E.E.H, Utami.S, Mulyadi. K, Yudhistira., & Sari.F.W. 2010.Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan PemanfaatannyaSecara Tradisional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.Palembang.58 hlm
Atta-ur-Rahman, dan M.I. Choudhary.1995. Diterpenoid and Steroidal Alkaloids.Nat. Prod. Rep., 12 : 361-379.
Banaras, Saira, A.Javaid, dan S.M. Iqbal. 2015. Use of Methanolic Extracts of anAsteraceous Weed Eclipta alba for Control of Macrophominaphaseolina. Pak. J. Weed Sci. Res., 21(1): 101-110.
Banji, O., D. Banji, A.R. Annanmalai and R. Manavalan. 2007. Investigation onthe effect of Eclipta alba on animal models of learning and memory.Indian J. Physiol. And Pharmacol., 51: 274-280.
Brooks, G.F, K. C. Carrol, S. A. Morse ;T A. Mietzner, and J. S. Butel. 2013 .Jawetz, Melnick, & Adelberg’s :Medical Microbiology. 26 th Edition.McGraw-Hill Co. New York
Chopra, R.N, Nayar, S.L, Chopra,I.C. 1966. In: Glossary of Medicinal Plants.SIR Publication. New Delhi.
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants.Columbia University Press. New York.
Dalal S, Rana S, Sastry KVS, Kataria S. 2009. Wedelolactone as an AntibactricalAgent extracted from Eclipta alba.The Internet J.of Micro.7:1-11.
38
Damm U., Woudenberg J.H.C., Cannon P.F., Crous P.W. 2009. ColletotrichumSpecies With Curved Conidia From Herbaceous Hosts. Fungal Diversity39: 45–87.
Dayang, F. B, S, Razinah dan Paden. 2005. Antimicrobial Activities of Ethanoland Ethyl Acetate Extracts From The Fruits of Solanum torvum. Malays.Appl. Biol., Vol 34(1): 31–36
Deacon, J.W.2006. Fungal Biology 4th Edition. Blackwell Publishing Ltd.UnitedKingdom.
Deising, H.B., Wernitz, M., (2000). The Role Of Funal Appressoria in PlantInfection. Microbes and Infection, 2: 1631-1641.
Djafaruddin. 2004. Dasar-Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. BumiAksara.Padang.
Djojosumarto, P.,2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.Yogyakarta.
Doughari, J. H. dan J. S. Obidah. 2008. In Vitro Antifungal Activity of Stem BarkExtract of Leptadenia lancifolia. IJIB, Vol 3 (2) : 111-117
Duriat , Ati S., Neni Gunaeni, Astri W. Wulandari. 2007. Penyakit Penting PadaTanaman Cabai Dan Pengendaliannya. Balai Penelitian TanamanSayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian .Bandung
Freeman, S., Katan, T., Shabj, E., 1998. Characterisation of ColletotrichumSpecies Responsible for Anthracnose Disease of Various Fruits. PlantDis, 82: 596-605.
Freeman S., Horowitz S., Sharon A. 2001. Pathogenic and NonpathogenicLifestyles in Colletotrichum acutatum from Strawberry and Other Plants.Phytopathology 91 (10): 986–992.
Freiesleben, Sara H., Jager, and Anna K. 2014. Correlation Between PlantSecondary Metabolites and Their Antifungal Mechanisms-A Review.Review Article. OMICS Publishing Group.
Gershenzon, J. dan N. Dudareva. 2007. The Function of Terpene Natural Productsin The Natural World. Nature Chemical Biology 5 (3) : 408-414
Gopinath, K. Radhakrishnan, N. V. and Jayaral, J. 2006. Effect of Propiconazoleand Difenoconazole on The Control of Anthracnose of Chili Fruit Causedby Colletotrichum capsici. Crop Protection 25: 1024-1031.
39
Herwidyarti, Kristina H., Suskandini R., dan Dad R. J. S. 2013. KeparahanPenyakit Antraknosa Pada Cabai (Capsicum annuum L.) dan BerbagaiJenis Gulma. Jurnal Penelitian. Jurusan Agroteknologi, FakultasPertanian Universitas Lampung.
Hong, J. K. and Hwang, B. K.1998. Influence of Inoculum Density, WetnessDuration, Plant Age, Inoculation Method, and Cultivar Resistance onInfection of Pepper Plants by Colletotrichum coccodes. Plant Disease 82:1079-1083.
Hriday, Chaube, V.S. Pundhir. 2006. Crop Diseases and Their Management.Prentice-Hall of India Pvt.Ltd.ISBN 978-81-203-2674-3.
Hussain, I., N. Khan, R. Ullah, Shanzeb, S. Ahmed, F.A. Khan, and S. Yaz. 2011.Phytochemical, Physiochemical, and Anti-fungal Activity of Eclipta alba.African Journal of Pharmacy and Pharmacology Vol. 5 (19) : 2150-2155.Academic Journal. ISSN 1996-0816.
Issac, S., 1992. Fungal Plant Interaction. Chapman and Hall Press, London,p.115.
Jadhav V.M., Thorat R.M., Kadam V.J. and Salaskar K.P.2009. ChemicalComposition, Pharmacological Activities of Eclipta alba. Journal ofPharmacy. Research., 2(8): 1129-1231.
Jahan , Rownak, A. Al-Nahain, S. Majumder, and M. Rahmatullah. 2014.Ethnopharmacological Significance of Eclipta alba (L.) Hassk.(Asteraceae). Review Article, International Scholarly Research NoticesVolume 2014, Article ID 385969, Hindawi Publishing Corporation. 22pages
Johnson, L.A., P.J.White, dan R.Galloway. 2008. Soybeans Chemistry,Production, Processing and Utilization. AOCS Press. USA. 842 Hlm.
Junianto, Y.D., Semangun, H., Harsojo, A., dan Rahayu, E.S..2000. Viabilitas danVirulensi Blastokonidia Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Kering-BekuPada Beberapa Suhu Simpan.Pelita Perkebunan,16, 30—39.
Jupriadi, L., 2011, Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.)Terhadap Jamur Malassezia furfur, Skripsi, Program Studi Farmasi StikesNgudi Waluyo Ungaran, Semarang.
Kang K., Fong W.P., Tsang P.W.2010. Antifungal Activity of Baicalein AgainstCandida krusei Does Not Involve Apoptosis. Mycopathologia.170: 391-396.
Kardinan. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya.Jakarta.
40
Landecker, E. M. 1996. Fundamental of The Fungi.Fourth Edition. Prientice Hall,Upper SaddleRiver. New Jersey.
Lopez G et al. 2013. Antifungal Activity of Phlorotannins Against Dermatophytesand Yeasts: Approaches to The Mechanism of Action and Influence onCandida albicans Virulence Factor. Plosone.: 1-10
Manire CA, Rhinehart HL, Sutton DA, Thompson EH, Rinaldi MG, Buck JD, andJacobson E. 2002. Disseminated Mycotic Infection Caused byColletotrichum acutatum in a Kemp’s Ridley Sea Turtle (Lepidochelyskempi). J Clin Microbiol 40:4273–4280
Mark W.A., and Channya K.F. 2016. Control of Colletotrichum capsici(Pathogen of Brown Blotch of Cowpea in the Savanna) Using Garlic Oil.International Journal of Research in Agriculture and Forestry Volume3.Sryahwa Publications. PP 22-29 ISSN 2394-5907 (Print) & ISSN 2394-5915 (Online).
Marlina, Hafsah, S. dan Rahmah. 2012. Efektivitas Lateks Pepaya (Caricapapaya) Terhadap Perkembangan Colletotrichum capsici pada BuahCabai (Capcicum annuum L.). J. Penelitian Universitas Jambi Seri Sains14 (1) : 57-62
Montri, P., Taylor, P.W.J., and Mongkolporn, O. 2009. Pathotypes ofColletotrichum capsici The Causal Agent of Chilli Anthracnose inThailand. Plant Dis. 93:17-20.
Morley, D.J., Moore D., dan Prior, C.1995. Screening of Metarhizium andBeauveria spp. Conidia with Exposure to Simulated Sunlight and a Rangeof Temperatures.Mycology. Res.100: 31–38
Nayaka, S.C., Shankar, A.C.U., Niranjana, S.R., Prakash, H.S., and Mortensen,C.N. 2009. Anthracnose Disease of Chili Pepper. Technical Bulletin.
Neethi, Dhaka and Kothari (2005). Micropropagtaion of Eclipta alba (L) hassk –an Important Medicinal Plant. In vitro Cell. Dev. Biol. Plant, 41: 658-661.
Nicholson, R.L., Moraes, W.B.C., 1980. Survival of Colletotrihcum graminicola:Importance of The Spore Matrix. Phytopathology, 70: 255-261.
Nurhayati. 2007. Pertumbuhan Colletotrichum Capsici Penyebab AntraknosaBuah CabaiPada Berbagai Media Yang Mengandung Ekstrak Tanaman.Jurnal Rafflesia Vol. 9 No. 1. ISSN : 1411 – 2434
Olowe, T., Dina, S.O., Oladiran, A.O. and Olunaga, B.A. (2003). The Control ofWeeds, Pests and Disease Complex in Cowpea (Vigna unguiculata(L.)Walp) by The Application of Pesticide Single and in Combination.Crop Protection 6: 222-225
41
Pakdeevaraporn, P., Wasee, S., Taylor, P.W.J., and Mongkolporn, O. 2005.Inheritance of Resistance to Anthracnose Caused by Colletotrichumcapsici in Capsicum. Plant Breed, 124: 206-214.
Peraman, Muthi K., P. Ramalingam, dan Bapatla JNN Sai. 2011. Anti-Inflammatory and Antimicrobial Activities of The Extracts of Ecliptaalba Leaves. European Journal of Experimental Biology, 2011, 1(2):172-177
Perea, Sofia and T. F. Patterson. 2002. Antifungal Resistance in PathogenicFungi. Invited article Antimicrobial Resistance.https://academic.oup.com/cid/article-abstract /35/9/1073/330448. diakses 01/01/2018.
Pernezny, K., P. D., Roberts, J. F. Murphy and N. P. Goldberg. 2003.Compendium of Pepper Diseases. The American PhytopathologicalSociety, St. Paul, MN.
Piay, Sherly S., A. Tyasdjaja, Y. Ermawati, dan F.R.P. Hantoro, 2010. Budayadan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Ungaran. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian TeknologiPertanian Jawa Tengah.
Poonpolgul, S., Kumphai, S., 2007. Chillli Pepper Anthracnose in Thailand.Country Report. In: Oh, D.G., Kim, K.T. (Eds.), Abstracts of FirstInternational Symposium on Chilli Anthracnose. National HorticulturalResearch Institute. Rural Development of Administration, Republic ofKorea, p.23.
Prajnanta, Final. 2003. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta
Pring, R.J., Nash, C., Zakaria, M., Bailey, J.A., 1995. Infection Process and HostRange of Colletotrichum capsici. Physiological and Molecular PlantPathology, 46(2): 137-152.
Ranathunge , Nalika P., Hewa Bajjamage P.S. 2016. Deceptive Behaviour ofColletotrichum truncatum: Strategic Survival as an AsymptomaticEndophyte on Non-Host Species. Journal of Plant Protection Research.Department of Agricultural Biology, Faculty of Agriculture, University ofRuhuna, Mapalana, 81100 Kamburupitiya, Sri Lanka
Ray, A. . P. Bharali, and B. K. Konwar, 2013. “Mode Of Antibacterial Activity OfEclalbasaponin Isolated From Eclipta Alba,” Applied Biochemistry andBiotechnology, vol. 171, no. 8, pp. 2003–2019
Ritterband, D.C., Shah, M., and Seedor, J.A., 1997. Colletotrichum graminicola: aNew Corneal Pathogen. Cornea. 16: 362-364.
42
Roberts, P.D., Pernezny, K., and Kucharek, T.A. 2001. Anthracnose Caused byColletotrichum sp. on Pepper. Journal of University of Florida.Instituteof Food and Agricultural Sciences
Semangun, Haryono, 2007. Penyakit – Penyakit Tanaman Hortikultura diIndonesia, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Shabeer, M, G.A. Khan, A. Ali, Z. Ullah, F.i Sattar. 2011. Standardization ofEclipta alba (L.) Hassk. Research Article. Asian J. Research Chem 4(12).
Sharma, K, Goss EM, van Bruggen AHC. 2014. Isolation and Identification ofColletotrichum cordylinicola Causing Anthracnose on Cordyline(Cordyline fruticosa) in Florida, USA. HortScience 49:911-916.
Shiraishi, A., Araki- Sasaki, A., Mitani, A., Miyamoto, and H., Sunada, A., 2011.Clinical characteristics of Keratitis due to Colletotrichumgloeosporioides. Journal of Ocular Pharmacology and Therapeutics. 27:487- 491.
Shivaprakash, M.R., Appannanavar, S.B., Dhaliwal, M., Gupta, A., and Gupata,S., 2011. Colletotrichum truncatum: an Unusual Pathogen CausingMycotic Keratitis and Endophtalmitis. Journal of Clinical Microbiology.49: 2894- 2898.
Siahaan, Parluhutan. 2012. Pengaruh Ekstrak Urang Aring (Eclipta alba ( L.)Hask.) Terhadap Pertumbuhan Jamur Fusarium oxysporum f. lycopersici(Sacc.) Snyder & Hans. Jurnal Penelitian. 32-34.
Sila, S., dan Sopialena. 2016. Efektifitas Beberapa Fungisida TerhadapPerkembangan Penyakit Dan Produksi Tanaman Cabai (CapsicumFrutescens). Jurnal AGRIFOR Volume XV No.1 : ISSN : 1412 – 6885.
S. Dalal, S. K. Kataria, K. V. Sastry, and S. V. S. Rana, 2010. “Phytochemicalscreening of methanolic extract and antibacterial activity of activeprinciples of hepatoprotective herb, Eclipta alba,” EthnobotanicalLeaflets, vol. 14, pp. 248–258.
Sugianitri, N.K. 2011. Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca catechu L.) DapatMenghambat Pertumbuhan Koloni Candida albicans secara in vitro PadaResin Akrilik Heat Cured, Skripsi, Program Pascasarjana Program StudiIlmu Biomedik Universitas Udayana, Bali.
Suhardi. 2007. Efektivitas Fungisida Untuk Pengendalian Penyakit BerdasarkanCurah Hujan Pada Mawar. J. Hort. Balai Penelitian Tanaman Hias.Cianjur. 17(4):355-364.
Suthin, Raj T, John Christopher D. 2009. Effect of Bio-Control Agents andFungicides Against Colletotrichum capsici Causing Fruit Rot of Chilli.Ann. Plant. Protect. Sci.17: 143-145.
43
Suthin, Raj T, John Christopher D., Ann Suji H. 2013. Evaluation of Virulenceand Method of Inoculation of Colletotrichum capsici (SYD) Butler andBisby. Int. J. Agric. Sci. 9(2):802-805.
Syukur, 2007. Pewarisan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) TerhadapAntraknosa Yang Disebabkan Oleh Colletotrichum acutatum.Pertanian.35(2),112-117.
Tanada Y, Kaya HK. 1993. Insect Pathology. San Diego (US): Academic Press,INC.
Than, P.P., Jeewon, R., Hyde, K.D., Pongsupasamit, S., Mongkolporn, O., andTaylor, P.W.J., 2008. Characterisation and Pathogenecity ofColletotrichum Species Associated With Anthracnose on Chilli(Capsicum spp.) in Thailand. Plant Pathol. 57: 562-572.
Taylor, P. W. J. 2007. Anthracnose Disease of Chilli Pepper in Thailand.Proceedings of The International Conference on Integration of Science &Technology for Sustainable Development (ICIST) “Biological Diversity,Food and Agricultural Technology”, Bangkok, Thailand. 26-27 April2007 : 134-138
Tsuchiya, H., M. Sato, T. Miyazaki, S. Fujiwara, S. Tanigaki, M. Ohyama, T.Tanaka, I. Takase dan M. Linuma. 1996. Comparative Study on TheAntibacterial Activity of Phytochemical Flavanones Against MethicillinResistant Staphylococcus aureus. J. Ethnopharmacol, 50 : 27-34.
Uddin , Nazim, A. Rahman, N.U. Ahmed, S. Rana , R. Akter, and A.M. MasudulAzad Chowdhury. 2010. Antioxidant, Cytotoxic and AntimicrobialProperties of Eclipta alba Ethanol Extract. International Journal ofBiological & Medical Research; 1(4): 341-346.
Viaza, E. 1991. Pemeriksaan Pendahuluan Efek Anti Jamur Trichophytonmentagrophytes, T. rubrum dan Microsporum canis, UI, buku Skripsi:42.
Wagner H, Geyer B, Yoshinobu K, Hikino Y, Govind SR. 1986. Coumestans asThe Main Active Principles of The Liver Drugs Eclipta alba and Wedeliacalendulacea. Planta Medica; 52 (5): 370-374.
Yoon, J.B., Yand, D,C., Lee, W.P., Ahn, S.Y., and Park, H.G., 2004. GeneticResources Resistant to Anthracnose in The Genus Capsicum. J KoreanSoc Hort Sci, 45:318- 323.
Yulianty. 2006. Pengaruh pH Terhadap Pertumbuhan Jamur Colletotrichumcapsici Penyebab Antraknosa Pada Cabai (Capsicum annuum L.) AsalLampung. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.Medan.
44
Zida, Elisabeth P., P. Sereme, V. Leth, dan P. Sankara. 2008. Effect of AquaeouExtracts of Acacia gourmaensis A. Chev and Eclipta alba (L.) Hassk. onSeed Health, Seedling Vigour and Grain Yield of Sorgum and PearlMillet. Asian Journal of Plant Pathology 2 (1): 40-47.