uji efektivitas formulasi sediaan salep antibakteri …repository.helvetia.ac.id/2355/6/skripsi urul...
TRANSCRIPT
UJI EFEKTIVITAS FORMULASI SEDIAAN SALEP ANTIBAKTERI
Staphylococcus aureus DARI EKSTRAK KULIT JERUK PURUT
(Citrus hystrix D.C)
SKRIPSI
Oleh :
NURUL FADILAH
1701012161
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
UJI EFEKTIVITAS FORMULASI SEDIAAN SALEP ANTIBAKTERI
Staphylococcus aureus DARI EKSTRAK KULIT JERUK PURUT
(Citrus hystrix D.C)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Program Studi S1 Farmasi dan Memperoleh Gelar
Sarjana Farmasi
(S.Farm)
Disusun Oleh :
NURUL FADILAH
1701012161
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
Telah diuji pada tanggal: Oktober 2019
PANITIA PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Leny, S.Farm., M.Si., Apt.
Anggota : 1. Jacub Tarigan, Drs., M.Kes., Apt.
2. Hanafis Sastra Winata, S.Farm., M.Si., Apt.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : Nurul Fadilah
Tempat/Tanggal Lahir : Bagan Siapiapi. 02 Mei 1995
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Pelabuhan Hulu No.101 Bagan Hulu
Kec. Bangko Kab. Rokan Hilir Riau
Agama : Islam
Nama Ayah : Jabar
Nama Ibu : Hj. Nuraini
Anak Ke : 13 dari 13 Bersaudara
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 2001 – 2007 : SDN 02 BANGKO
2. Tahun 2007 – 2010 : SMPN 1 BANGKO
3. Tahun 2010 – 2013 : SMAN 1 BANGKO
4. Tahun 2013 – 2017 : DIII Analisis Farmasi dan Makanan
5. Tahun 2017 – 2019 : Mengikuti Pendidikan S1 Farmasi di
Institut Kesehatan Helvetia Medan
i
ABSTRAK
UJI EFEKTIVITAS FORMULASI SEDIAAN SALEP ANTIBAKTERI
Staphylococcus aureus DARI EKSTRAK KULIT JERUK PURUT
(Citrus hystrix D.C)
NURUL FADILAH
NIM 1701012161
Jeruk purut (Citrus hystrix D.C) salah satu tanaman herbal dengan
aktivitas antioksidan yang sangat tinggi sehingga banyak dimanfaatkan didalam
kebutuhan sehari-hari, baik dalam medis, industri, maupun rumah tangga. Selain
buah, kulit jeruk purut juga mempunyai kandungan senyawa golongan flavonoid,
steroid, saponin dan tannin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas sediaan salep ekstrak
kulit jeruk purut terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Metode penelitian ini
adalah eksperimental, ektrak diperoleh dengan menggunakan metode maserasi
pelarut etanol 96%, kemudiaan dibuat sediaan salep menggunakan basis vasellin
album dan sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut memiliki konsentrasi 8%, 12%
dan 16%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C)
dapat diformulasikan sebagai sediaan salep dan memenuhi persyaratan uji mutu
sediaan salep, diantaranya uji organoleptik, uji homogenitas dan uji pH. Hasil uji
aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa formulasi sediaan salep ekstrak kulit
jeruk purut (Citrus hystrix D.C) dengan konsentrasi 8%, 12% dan 16% dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dan daya hambat yang baik yaitu dengan
diameter rata-rata yaitu 9,06, 10,3, 11,93 mm.
Disimpulkan bahwa semakin meningkat konsentrasi ekstrak, maka daya
hambat yang diberikan semakin besar pula. Sadiaan salep ektrak kulit jeruk purut
dengan konsentrasi 8%, 12% dan 16% merupakan salep yang paling baik dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Stapylococcus aureus karena dalam kategori
daya hambat kuat.
Kata Kunci : Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C), Salep Antibakteri,
Staphylococcus aureus
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas
Formulasi Sediaan Salap Antibakteri Staphylococcus aureus Dari Ekstrak Kulit
Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C)”. seiring sholawat dan salam penulis sampaikan
kehadiran junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau semoga
mendapatkan limpahan safaat beliau
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan serta fasilitas
sehingga skripsi ini dapat selesai, antara lain penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes., selaku Pembina Yayasan
Helvetia Medan.
2. Bapak Iman Muhammad, SE., S.Kom., M.M., M.Kes., selaku Ketua Yayasan
Helvetia Medan.
3. Bapak Dr.H. Ismail Efendy, M.Si., selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia
Medan.
4. Ibu Dr. Hj. Arifah Devi Fitriani, M.Kes. selaku Wakil Rektor Institut
Kesehatan Helvetia Medan.
5. Bapak H. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
dan Kesehatan Umum Institut Kesehatan Helvetia Medan.
6. Ibu Adek Chan, S.Si., M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi
Institut Kesehatan Helvetia Medan.
7. Ibu Leny, S.Farm., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing I yang telah banyak
mengorbankan banyak waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing dan
memberikan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi penelitian ini.
8. Bapak Jacub Tarigan, Drs., M.Kes., Apt., selaku dosen pembimbing 2 yang
telah banyak membantu dan memberikan pengarahan serta nasehat sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi Penelitian ini.
9. Bapak Hanafis Sastra Winata, S.Farm., M.Si., Apt. Selaku dosen penguji yang
telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan Skripsi ini.
iv
10. Teristimewa buat orang tua, Ayah dan Ibunda tercinta yang telah memberikan
dukungan baik dari segi moril, material dan Do’a sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsil ini.
Kemudian kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Dalam kesempatan kali ini penulis mengharapkan kritik ataupun saran
yang bermanfaat dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan karunia dan
hidayahnya kepada kita semua. Sehingga skripsi ini bisa bermanfaat bagi para
pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Medan, Oktober 2019
Penulis
\
Nurul Fadilah
1701012161
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
HALAMAN PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
ASBTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 3
1.4 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ........................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1. Morfologi dan Deskripsi Tanaman Jeruk Purut (Citrus
hystrix D.C) .................................................................................. 5
2.1.1. Kandungan jeruk purut (Citrus hystrix D.C) .................. 10
2.1.2. Kandungan kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) ......... 10
2.1.3. Manfaat kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) .............. 13
2.2. Simplisia ....................................................................................... 13
2.2.1. Proses pembuatan simplisia ............................................. 14
2.3. Ekstrak .......................................................................................... 16
2.3.1. Pengertian ekstrak ............................................................. 16
2.3.2. Metode ekstraksi ................................................................ 17
2.4. Salep .............................................................................................. 19
2.4.1. Pengertian salep ................................................................. 19
2.4.2. Persyaratan salep ............................................................... 19
2.4.3. Penggolongan salep ........................................................... 21
2.5. Kulit .............................................................................................. 22
2.5.1. Kulit dan fungsinya ........................................................... 22
2.6. Bakteri........................................................................................... 24
2.6.1. Pengertian bakteri .............................................................. 24
2.6.2. Klafikasi Staphylococcus aureus ..................................... 25
vi
2.6.3. Antibakteri.......................................................................... 25
2.6.4. Penyakit yang ditimbulkan Staphylococcus aureus ...... 25
2.7. Metode Pengujian Antibakteri ................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 29
3.1. Metode Penelitian ........................................................................ 29
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 29
3.2.1. Tempat penelitian .............................................................. 29
3.2.2. Waktu penelitian ................................................................ 29
3.3. Sampel Penelitian ........................................................................ 29
3.4. Alat dan Bahan............................................................................. 29
3.4.1. Alat-alat .............................................................................. 29
3.4.2. Bahan-bahan ...................................................................... 30
3.5. Prosedur Kerja ............................................................................. 30
3.5.1. Pengumpulan sampel ........................................................ 30
3.5.2. Pembuatan ekstrak kulit jeruk purut ................................ 30
3.5.3. Pembuatan sediaan salep .................................................. 31
3.5.4. Pengujian sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut
(Citrus hystrix D.C) ........................................................... 32
3.6. Pengujian Aktivitas Antibakteri ................................................. 33
3.6.1. Sterilisasi alat ..................................................................... 33
3.6.2. Media agar miring ............................................................. 33
3.6.3. Pembuatan media pertumbuhan ....................................... 34
3.6.4. Pembiakan bakteri Staphylococcus aureus..................... 34
3.6.5. Pembuatan suspensi bakteri ............................................. 34
3.6.6. Pembuatan larutan standar kekeruhan (Larutan Mc.
Farland)............................................................................... 35
3.6.7. Uji aktivitas antibakteri..................................................... 35
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 36
4.1. Hasil Penelitian ............................................................................ 36
4.1.1. Hasil pengujian organoleptis sediaan salep ekstrak
kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) .............................. 36
4.1.2. Hasil Pengujian Homogenitas .......................................... 37
4.1.3. Hasil pemeriksaan pH ....................................................... 38
4.1.4. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ............................... 39
4.2. Pembahasan .................................................................................. 40
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 44
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 44
5.2. Saran ............................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 45
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian ......................................................... 4
Gambar 2.1 Tanaman jeruk purut (Citrus hystrix D.C) ............................... 5
Gambar 2.2 Pohon jeruk purut. .................................................................... 10
Gambar 2.3 Struktur kulit ............................................................................. 23
Gambar 2.4 Staphylococcus aureus ............................................................. 25
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
Tabel 3.1 Formula sediaan salep kulit jeruk purut ................................. 32
Tabel 4.1 Hasil pengujian Organoleptis sediaan salep ekstrak kulit jeruk
purut (Citrus hystrix D.C) ........................................................
Tabel 4.2 Hasil uji homogenitas sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut
(Citrus hystrix D.C) ................................................................. 37
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan ph sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut
(Citrus hystrix D.C) ................................................................. 38
Tabel 4.4. Hasil uji aktivitas bakteri Staphylococcus aureus ................... 39
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1 Cara pembuatan formulasi basis sediaan salep dan formulasi
salep ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) dengan
basis standar 50 gram ............................................................... 47
Lampiran 2 Proses Pembuatan Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus Hytrix
D.C) .......................................................................................... 48
Lampiran 3 Proses Pembuatan Sediaan Salep Ekstrak Kulit Jeruk Purut
(Citrus Hytrix D.C) ................................................................... 49
Lampiran 4 Alat dan Bahan Mikrobiologi .................................................. 50
Lampiran 5 Proses Sebelum Pengujian Bakteri .......................................... 51
Lampiran 6 Uji Homogenitas ....................................................................... 52
Lampiran 7 Hasil Pemeriksaan Uji pH ....................................................... 53
Lampiran 8 Uji Bakteri Staphylococcus Aureus ........................................ 54
Lampiran 9 Surat Pengajuan Judul .............................................................. 56
Lampiran 10 Lembar Bimbingan Proposal Pembimbing I ............................ 57
Lampiran 11 Lembar bimbingan proposal Pembimbing II ............................ 58
Lampiran 12 Lembar Persutujuan Perbaikan (revisi proposal) ..................... 59
Lampiran 13 Surat Izin Identifikasi Determinasi Tumbuhan ........................ 60
Lampiran 14 Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan ........................................... 61
Lampiran 15 Surat Permohonan Ijin Penelitian Laboratorium Semi Solid ... 62
Lampiran 16 Surat Permohonan Ijin Penelitian Laboratoriun Mikrobiologi
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.......................... 63
Lampiran 17 Surat Selesai Penelitian Laboratorium Semi Solid Institut
Kesehatan Helvetia Medan ....................................................... 64
Lampiran 18 Surat Izin Pemakaian Fasilitas Laboratorium Biologi Farmasi
Fakultas Farmasi USU .............................................................. 65
Lampiran 19 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
Dilingkungan Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi
Sumatera Utara ......................................................................... 66
Lampiran 20 Lembar Bimbingan Skripsi Dosen Pembimbing I .................... 67
Lampiran 21 Lembar Bimbingan Skripsi Dosen Pembimbing II .................. 68
Lampiran 22 Lembar Persutujuan Perbaikan (revisi skripsi) ........................ 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Citrus atau yang dikenal dengan jeruk adalah salah satu tanaman yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung vitamin C dan dibuat
penyedap masakan. Jeruk purut (Citrus hystrix D.C) merupakan tanaman buah
yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia dipekarangan atau kebun. Salah
satu tanaman herbal dengan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi sehingga
banyak dimanfaatkan didalam kebutuhan sehari-hari, baik dalam medis, industri,
maupun rumah tangga (1).
Penggunaan buah dan daun jeruk purut telah dikenal oleh masyarakat sejak
dahulu sebagai obat herbal. Bagian daun dan buah biasanya digunakan untuk
mengatasi kelelahan dan meningkatkan kebugaran tubuh serta sebagai penyedap
masakan.Sedangkan kulit jeruk purut biasa nya hanya dibuang sebagai sampah
dan belum banyak termanfaatkan, karena kurang nya informasi tentang potensi
manfaat yang dikandungnya. Salah satu upaya yang biasa dilakukan adalah
mengolah atau mendaur ulang sampah menjadi produk atau bahan yang berguna,
seperti pengobatan pada tubuh dan kecantikan (2).
Didalam jeruk purut selain minyak atsiri buah dan daun jeruk purut juga
mengandung senyawa flavonoid, fenolik, kumarin, alkaloid, tanin, steroid
tritreponoid dan saponin. Sedangkan, bagian kulit jeruk purut banyak
mengandung senyawa golongan flavonoid ,steroid, saponin dan tanin. Jeruk purut
termasuk family rutaceae, dimana bagian buah daun nya umumnya dipakai oleh
2
masyarakat sebagai obat tradisional. Bagian daun umumnya digunakan untuk
mengatasi kelelahan sehabis sakit berat dan juga untuk menambah cita rasa
masakan, sedangkan kulitnya digunakan sebagai obat bisul, panas dalam, radang
kulit, kulit bersisik dan kulit mengelupas (3).
Kulit jeruk purut memiliki kandungan yang menunjukan aktivitas
antimikroba dan juga digunakan sebagai antibakteri dan mampu menghambat
pertumbuhan infeksi Staphylococcus aureus, anggota micrococcaceae, merupakan
penyebab utama penyakit pada kulit, jaringan lunak, saluran pernapasan, tulang,
persendian. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus adalah infeksi kulit yaitu bisul, kulit bersisik dan kulit mengelupas (4).
Staphylococcus aureus menyebabkan berbagai infeksi bernanah dan
keracunan pada manusia.Impetigo atau bisul pada bayi baru lahir merupakan
penyakit kulit akibat infeksi Staphylococcus aureus yang paling sering
terjadi.Impetigo sering terjadi pada anak, biasanya disekitar hidung.Penyebaran
penyakit ini cukup tinggi, terutama di daerah endemik. Infeksi Staphylococcus
aureusdapat menyerang setiap bagian tubuh kita. Bakteri ini ditemukan pada
hidung, mulut, kulit, mata, jari, usus dan hati. Bakteri ini akan bertahan dalam
waktu yang lama diberbagai tempat. Staphylococcus aureus dapat tinggal
sementara didaerah kulit yang basah dan dimiliki oleh 20-50% manusia (5).
Pada penelitian sebelum nya yang dilakukan oleh Erna Robiah (2018)
dengan judul “Formulasi Sediaan Gel Minyak Atsiri Kulit Jeruk Purut (Citrus
Hystrix D.C) Sebagai Antiseptik” yang di uji ke bakteri Staphylococcus aureus
dengan konsentrasi 1%, 5% dan 10%. Konsentrasi minyak atsiri kulit jeruk purut
3
dalam sediaan gel memberi efektifitas dalam uji bakteri yang berbeda.
Konsentrasi paling tinggi yang dipakai adalah 10% dengan zona bening daerah
hambatan bakteri staphylococcus aureus yaitu 2,25 mm (6).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan membuat sediaan farmasi penggunaan secara topikal yaitu
salep, dengan menggunakan ekstrak kulit jeruk purut terhadap Staphylococcus
aureusdengan berbagai konsentrasi zat aktifnya dan untuk menguji efektivitas
antibakteri.Di pilih sediaan salep karena salep memiliki fungsi sebagai bahan
pembawa obat-obat topikal, bahan pelumas kulit dan sebagai pelindung kulit.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian yaitu :
1. Apakah ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) dapat
diformulasikan ke dalam sediaan salep?
2. Apakah sediaan salep ekstrak etanol kulit jeruk purut(Citrus hystrix D.C)
dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui :
1. Ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) dapat diformulasikan
kedalam sediaan salep.
2. Salep ekstrak etanol kulit jeruk purut(Citrus hystrix D.C)dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
4
1.4 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian ini yaitu :
1. Ekstrak kulit jeruk purut(Citrus hystrix D.C) dapat diformulasikan ke
dalam sediaan salep.
2. Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) memiliki
aktivitas daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini :
Secara teoritis penelitian ini menambah wawasan ilmu pengetahuan
tentang formulasi sediaan salep dari ekstrak kulit jeruk purut(Citrus hystrixD.C)
yang akan memberi manfaat terhadap pembuatan obat tradisional baru. Secara
aplikatif hasil penelitian ini diharapkan dalam usaha mendapatkan sumber obat
tradisional baru yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan sebagai wujud
pemanfaatan sumber daya alam.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan diatas, maka kerangka pikir
penelitian ditunjukan pada :
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Gambar 1.1 kerangka pikir penelitian
Ekstrak kulit jeruk
purut konsentrasi :
8% , 12%, 16%.
Salep ekstrak etanol kulit jeruk
purut (Citrus hystrix D.C)
1. Stabilitas sediaan salep
2. Efektivitas antibakteri
1. - Uji organoleptis
- Uji homogenitas
- Uji pH
- Uji antibakteri bakteri
2. Daya hambat (KHM)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi dan Deskripsi Tanaman Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C)
Klasifikasi tanaman jeruk purut
Kingdom : Plantea
divisi : Magnoliophyta
super divisi : Spermatophyta
kelas : Magnoliopsida
subkelas : Rosidae
ordo : Sapindales
familsy : Rutaceae
subfamily : Aurantioideae
genus : Citrus
spesies : Citrus hystrixD.C
Gambar tanaman jeruk purut dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Tanaman jeruk purut(Citrus hystrix D.C)
6
Jeruk purut memiliki beberapa sebutan diberbagai negara, ataupun nama
lokal di daerah-daerah di Indonesia .
Nama umum :
Indonesia : Jeruk purut
Inggris : Caffir lime
Melayu : Limau purut
Thailand : Luuk makruut
Pilipina : Kabayaw, kulubut, kolobot
China : Ma feng cheng
Jepang : Kobu mikan
Kamboja : Krauch soeuch
Laos : Khi hout
Burma : Shouk-pote
Vietnam : Truc
Nama daerah :
Batak : Unte pangir
Lampung : Lemau sarakan
Minangkabau : Lemao puruik
Nias : Dema kafalo
Sunda : Jeruk wangi, limau purut
Flores : Mude nelu
Bali : Jeruk linglang, jeruk purut
Bugis : Lemo purut
7
Ambon : Usi ela
Sebagaimana sering kita temukan, jeruk purut banyak ditanam di
pekarangan atau di kebun.Berikut ini penjelasan bagian-bagian dari tanaman jeruk
purut :
1. Akar (Radix)
Sistem perakaran tanaman jeruk ialah tunggang.Merupakan sistem akar
tunggang sebab akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang–
cabang menjadi akar–akar yang lebih kecil.Akar tunggangnya bercabang.
2. Batang (Caulis)
Bagian batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, bercabang rendah
tajuknya tidak beraturan, cabang – cabangnya rapat, dahan – dahannya kecil dan
bersudut tajam, yang lebih tua bulat, bewarna hijau tua, polos, berbintik – bintik
di ketiak daun. Durinya pendek kaku, berbentuk seperti cundrik, berwarna hitam,
ujungya berwarna coklat dan panjangya 0,2 – 1 cm.
3. Daun (Folium)
Daunnya merupakan daun majemuk menyirip beranak daun satu.Tangkai daun
sebagian melebar menyerupai anak daun. Helaian anak daun berbentuk bulat telur
sampai lonjong, pangkal membundar atau tumpul, ujung tumpul sampai
meruncing, tepi beringgit, panjangnya 8-15 cm, dengan lebar 2-6 cm, kedua
permukaan licin dengan bintik-bintik kecil berwarna jernih, permukaan atas warna
hijau tua agak mengkilap, permukaan bawah hijau muda atau hijau kekuningan,
buram, jika diremas baunya harum.
8
4. Bunga (flos)
Pada umumnya bunga jeruk bewarna putih, kecuali jeruk nipis dan jeruk purut
bunganya agak bewarna ungu sampai merah.Bunga nya berbentuk bintang, bunga
jeruk keluar dari ketiak daun atau pucuk ranting yang masih muda, berbau harum
dan banyak mengandung nectar atau kelenjar madu . Bunga jeruk purut majemuk,
terletak pada ketiak daun atau pada ujung tangkai, berbau sedap.Tajuk bunga 4–5
lembar bulat panjang, benangsari 24–30, pada kakinya membesar ujungnya
runcing.Pada dasar bunga seringkali terdapat semacam peninggian atau bantalan
berbentuk cakram yang seringkali mempunyai kelenjar madu, misal pada Citrus
sp. Kelenjar madu seperti di atas bakal buah dan melingkari tangkai kepala putik
dinamakan Thalamiflorae.Pada benangsari kepala putik bulat, jelas duduk pada
dasar bunga.
5. Buah (fruktus)
Bakal buah menumpang, bentuknya bulat dan bulat pendekatau elips.Buah
jeruk tergolong buah sejati, tunggal dan berdaging.Oleh karena itu buah yang
masak, tidak pecah.Satu bunga menjadi satu bakal buah saja.Dinding kulit tebal
dengan lapisan yang kaku, bau menyengat dan mengandung minyak atsiri.
Lapisan ini disebut flavedo, bewarna hijau dan bisa masak bewarna kuning atau
jingga.Lapisan tengah seperti spon yanng terdiri atas jaringan bunga karang
bewarna putih disebut albedo, sedangkan lapisan dalm bersekat membentuk ruang
Buah jeruk (hesperidium), buah ini dapat pula disebut buah buni.
9
6. Biji (semen)
Jeruk purut dalam tiap ruangnya, bentuknya bewarna kuning
keputihan.Apabila dibelah secara melintang dapt terlihat terbentuknya ruangan
yang ada bijinya dan sekat – sekat yang memisahkan.Biji jeruk mengalami
poliembrioni, jika dari satu biji yang berkecambah kemudian muncul lebih dari
satu tumbuhan baru (7).
Jeruk atau limau/limo purut (Citrus hystrix D.C) yang ditemukan oleh seorang
pakar ahli botani yang bernama De candolle (D.C) yang digunakan pada akhir
nama tanaman tersebut. Jeruk purut merupakan tumbuhan perdu yang memiliki
ketinggian lebih kurang 6 m atau tumbuhan semak yang dapat dimanfaatkan
terutama pada buah dan daunnya yaitu sebagai bumbu penyedap masakan, dalam
perdagangan internasional dikenal sebagai Kafir Lime (8).
Jeruk purut dikenal sebagai “kafir lime” (Bahasa inggris) atau “ kaffir limoen”
(bahasa jerman) tanaman ini merupakan salah satu keluarga Rutaceae yang
mempunyai ciri fisik khas, baik pada penampilan buah maupun daunnya sehingga
mudah dikenali. Buahnya berukuran lebih kecil dari kepalan tangan manusia,
berbentuk seperti buah pir, berkulit tebal dengan karakter permukaan yang
berkerut-kerut, berwarna hijau, buah yang masak benar akan berwarna
kekuningan, daging buah berwarna hijau kekuningan, mempunyai rasa sangat
masam dan kadang-kadang agak pahit (9).
Gambar pohon jeruk purut dapat dilihat pada gambar 2.2
10
Gambar 2.2 Pohon jeruk purut.
2.1.1. Kandungan jeruk purut(Citrus hystrix D.C)
Jeruk purut memiliki rasa agak asin, kelat dan bersifat stimulant serta
penyegar beberapa bahan kimia yang terdapat pada jeruk purut yaitu pada daun
terdapat minyak minyat atsiri 1-1,5%, steroid, terpenoid dan tannin 1,8%. Kulit
buah jeruk purut mengandung saponin, tannin 1%, steroid triterpenoid dan
minyak atsiri dengan kandungan serat 2-2,5%. Efek farmakologis jeruk purut di
antaranya antispamodik dan antiseptik (7).
2.1.2. Kandungan kulit jeruk purut(Citrus hystrix D.C)
Kulit buah jeruk purut mengandung tanin, steroid triterpenoid, minyak
atsiri yang mengandung sitrat, saponin, polifenol, minyak atsiri sitronellal,
sitronellol, linalool, geraniol, hidroksi sitronellal, linalil asetat, flavonoid rutin,
naringin, dan hesperidin.
Minyak atsiri merupakan zat yang berbau dan yang terkandung dalam
tanaman, minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak
esensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka
(10).
11
Beberapa kandungan kulit jeruk purut :
1. Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang ada pada banyak macam
tanaman.Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada
bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap
pertumbuhan.Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan
menimbulkan busa bila dikocok dengan air.Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba.Saponi dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri,
menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel dapat lisis.
2. Steroid terpenoid
Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa
terpen.Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan
oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan.Terpen adalah suatu golongan
senyawa yang sebagian besar terjadi dalam dunia tumbuh-tumbuhan. Hanya
sedikit sekali terpen-terpen yang diperoleh dari sumbersumber lain. Monoterpen
adalah komponen utama dari minyak menguap atau minyak atsiri.Minyak
menguap ini diperoleh dari daun atau jaringan-jaringan tertentu dari tumbuh-
tumbuhan atau pohon-pohonan.Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri
sebagai pemberi aroma dan rasa.Minyak atsiri yang berasal dari jeruk purut
disebut cambava petitgrain (dalam bahasa afrika) yang banyak digunakan dalam
industri makanan, minuman, farmasi, flavor, parfum, pewarna dan lain-
lain.Kandungan minyak atsiri kulit jeruk purut dapat menghambat respirasi dari
sel bakteri.
12
3. Tanin
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
kuman,sedangkan pada konsentrasi tinggi, tanin bekerja sebagai antimikroba
dengan cara mengkoagulasi atau menggumpalkan protoplasma bakteri, sehingga
terbentuk ikatan yang stabil dengan protein bakteri dan pada saluran pencernaan,
tanin diketahui mampu mengeliminasi toksin.Tanin diduga dapat mengkerutkan
dinding sel atau membran sel sehinggamengganggu permeabilitas sel itu sendiri.
Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup
sehingga partumbuhannya terhambat atau bahkan mati.Tanin juga mempunyai
daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin
mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tannin
antara lain melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi
atau inaktivasi fungsi materi genetik.
4. Flavonoid
Flavonoid biasanya ditemukan dalam buah , sayuran , kacang-kacangan, biji,
batang, bunga, teh, anggur, propolis dan madu. Senyawa ini sebagai
konstituenfisiologis aktif utama telah digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit manusia . Flavonoid memiliki aktivitas antijamur , antivirus dan
antibakteri. Beberapa penelitian telah meneliti hubungan antara struktur flavonoid
dan aktivitas antibakteri. Flavonoid dapat menghambat fungsi membran
sitoplasma dan menghambat metabolisme energi (11).
13
2.1.3. Manfaat kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C)
Banyak yang mengungkapkan bahwa ternyata khasiat jeruk purut sangat
besar.Kulit jeruk purut ternyata memiliki potensi tinggi sebagai penawar penyakit
stadium lanjut seperti kanker, jerawat, dan masalah kulit.Kulit jeruk mengandung
minyak atsiri yang mempunyai efek sebagai antibakteri, antifungi dan penyegar.
Efek antibakteri karena adanya senyawa sonellal didalamnya (12).
2.2. Simplisia
Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata
simple, berarti satu atau sederhana.Istilah simplisia dipakai untuk menyebut
bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum
mengalami perubahan bentuk.Departemen kesehatan RI membuat batasan tentang
simplisia sebagai berikut. Simplisia adalah bahan alamai yang digunakan untuk
obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain
umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Berdasarkan hal itu maka
simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani,
dan simplisia pelikan/mineral.
1. Simplisia nabati : adalah simplisia berupa tanaman utuh,bagian tanaman
atau eksudat tanaman.
2. Simplisia hewani :adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
zat kimia murni.
14
3. Simplisia mineral (pelikan): adalah simplisia yang berupa mineral
(pelikan) yang belum diolah atau diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni (13).
2.2.1. Proses pembuatan simplisia
Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan seperti berikut :
1. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman pada saat
panen, waktu panen, lingkungan tempat tumbuh.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia
yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah,
kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran
lainnya yang harus dibuang.Tanah mengandung bermacam-macam
mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisa
dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
3. Pencucian
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan
dicegah penurunan mutu atau perusak simplisia.
15
4. Pengeringan alamiah
Ada dua cara untuk melakukan pengeringan :
a. Dengan panas sinar matahari langsung : cara ini suatu cara yang
mudah murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan bahan yang
telah dipotong-potong diudara terbuka diatas tampah-tampah, tampa
kondisi yang terkontrol seperti suhu, kelembapan dan aliran udara.
Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada
keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan didaerah yang
udara nya panas atau kelembapan nya rendah, serta tidak turun hujan.
b. Dengan diangin-angin dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang lunak sepeti bunga, daun dan sebagainya dan
mengandung senyawa aktif mudah menguap.
5. Pengeringan buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan
sinar matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu
dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering yanjg suhu
kelembapan. Tekanan dan aliran udara nya dapat diatur. Prinsip
pengeringan buatan adalah sebagai berikut : udara dipanaskan oleh suatu
sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel, atau listrik, udara panas
dialirkan dengan kipas kedalam ruangan atau lemari yang berisi bahan
yang akan dikeringkan yang telah disebarkan diatas rak-rak pengering.
Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana,
16
praltis dan murah. Dengan menggunakan pengering buatan dapat
diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan
lebih nerata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tampa dipengaruhi
oleh keadaan cuaca.
6. Sortasi kering
Sortasi merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi
untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang
tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan
tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum simplisia
dibungkus untuk kemudian disimpan.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia
perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling
bercampur antara simplisia satu dengan lainya (14).
2.3. Ekstrak
2.3.1. Pengertian ekstrak
Ekstraksi adalah suatu proses penyaringan zat aktif dari bagian tanaman
obat bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian
tanaman obat tersebut. Ekstrasi juga merupakan suatu cara untuk memperoleh
sediaan yang mengandung senyawa aktif dari suatu bahan alam menggunakan
pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan
massa dari komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut
organikyang digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan
17
selanjutnya akan masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat
aktif. Ekstrak dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara yang sesuai
dengan sifat dan tujuan diekstraksi dapat berbentuk sampel segar ataupun sampel
yang telah dikeringkan. Sampel yang umum digunakan adalah sampel segar
karena penetrasi pelarut akan berlangsung lebih cepat. Selain itu penggunaan
sampel segar dapat mengurangi kemungkinana terbentuknya polimer resin atau
artefak lain yang dapat berbentuk selama proses pengeringan. Penggunaan sampel
kering juga memiliki kelebihan yaitu dapat mengurangi kadar air yang terdapat
didalam sampel, sehingga dapat mencegah kemungkinan rusaknya ssenyawa
akibat aktivitas anti mikroba (15).
2.3.2. Metode ekstraksi
1. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam dalam pelarut pada
suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi metabolit dapat dimimalisasi. Pada
maserasi terjadi proses keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di
dalam sel sehingga diperlukan penggantian pelarut secara berulang. Kinetik
adalah cara ekstraksi, seperti maserasi yang dilakukan dengan pengadukan,
sedangkan digesti adalah cara maserasi yang dilakukan pada suhu yang lebih
tinggi dari suhu kamar, yaitu antara 15-20°C dalam waktu selama 3 hari sampai
zat aktif yang dikehendaki larut.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan pelarut yang selalu
baru, dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga senyawa tersari
18
sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan pelarut yang lebih yang
lebih banyak.Untuk membuktikan perkolasi sudah sempurna, perkolat dapat diuji
adanya metabolit dengan pereaksi yang spesifik.
3. Refluks
Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya
pendingin balik. Agar hasil penyarian lebih baik atau sempurna, refluks umumnya
dilakukan berulang-ulang (3-6 kali) terhadap residu pertama.Cara ini
memungkinkan terjadinya penguraian senyawa yang tidak tahan panas.
4. Soxhletasi
Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik pada suhu didih
dengan alat soxhlet. Pada soxhletasi, simplisia dan ekstrak berada pada labu
berbeda.Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap, dan uap masuk dalam labu
pendingin.Hasil kondensasi jatuh bagian simplisia sehingga ekstraksi berlansung
terus menerus dengan jumlah pelarut relatif konstan.
5. Destilasi
Destilasi atau penyulingan merukan cara ekstraksi untuk menyari senyawa
yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut. Pada proses pendinginan, senyawa
dan uap air akan terkondensasi dan terpisah menjadi destilat air dan senyawa yang
diekstraksi. Cara ini umum digunakan untuk menyari minyak atsiri dari tumbuhan
(16).
19
2.4. Salep
2.4.1. Pengertian salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar.Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar
salep yang cocok (F.I.ed III). Salep tidak boleh berbau tengik, kecuali dinyatakan
lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik
adalah 10% (17).
Salep juga merupakan bentuk sediaan dengan konsistensi semisolida yang
berminyak dan pada umumnya tidak mengandung air dan mengandung bahan
aktif yang dilarutkan atau didispersikan dalam suatu pembawa (18).
2.4.2. Persyaratan salep
Dalam pembuatan salep harus diperhatikan beberapa persyaratan yaitu :
a. Pemerian, tidak boleh tengik
b. Kadar, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat
keras atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.
c. Dasar salep, kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis
salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergatungdari sifat bahan
obat dan tujuan pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar salep.
Dasar-dasar salep di golongkan kedalam 4 kelompok besar :
1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang
berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila
lebih minyak sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk
20
efek emolien.Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untu waktu yang
lama dan tidak memungkinkan larinya lembap ke udara dan sukar
dicuci.Kerjanya sebagai bahan penutup saja.Tidak mengering atau tidak
ada perubahan dengan berjalannya waktu.
2. Dasar salep absorpsi
Dasar salep absorbs dapat menjadi dua tipe : (1) yang memungkinkan
percampuran larutan berair, hasil dari pembentukan emulsi air dan minyak
(misalnya petrolatum hidrofilik dan lanolin anhidrida); dan (2) yang sudah
menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampurnya
sedikit penambahan jumlah larutan berair (misalnya lanolin dan cold
cream). Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak
menyediakan derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep
berlemak. Seperti dasar berlemak, dasar salep absorbsi tidak mudah
dihilangkan dari kulit pencucian air (19).
3. Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air
Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air merupakan emulsi minyak
dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan air. Atas dasar
ini bahan tersebut sering dikatakan sebagai bahan dasar salep “tercuci
air”.Dasar salep ini yang nampaknya seperti krim dapat diencerkan dengan
air atau larutan berair.Dari sudut pandang terapi mempunyai kemampuan
untuk mengabsorbsi cairan serosal yang keluar dalam kondisi
dermatologi.Bahan obat tertentuk dapat diabsorbsi lebih baik oleh kulit
jika dasar salep tipe ini dari pada dasar salep lainnya.
21
4. Dasar salep larut dalam air
Tidak seperti dasar salep yang tidak larut dalam air, yang mengandung
kedua-duanya, komponen yang larut maupun yang tidak larut dalam air,
dasar yang larut dalam air hanya mengandunng komponen yang larut
dalam air. Tetapi, seperti dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air
basis yang larut dalam air dapat dicuci dengan air.Basis yang larut dalam
air biasanya disebut sebagai greaseless karena tidak mengandung bahan
berlemak.Karena dasar salep ini sangat mudah melunak dengan
penambahan air, larutan air tidak efektif dicampurkan kedalam bahan
dasar ini.Nampaknya dasar salep ini lebih baik digunakan untuk
dicampurkan dengan bahan tidak berair atau bahan padat.
2.4.3. Penggolongan salep
Menurut konsistensinya salep dapat dibagi sebagai berikut :
a. Unguenta : salep mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak
mencair pada suhu biasa, tetapi mudah diolesi tanpa
memakai tenaga.
b. Cream (krim) : sediaan setengah padat berupa emulsi kental
mengandung tidak kurang dari 60% air, mudah diserap
kulit, suatu tipe yang mudah dicuci dengan air.
c. Pasta : salep yang mendandung lebih dari 50% zat padat
serbuk, suatu salep tebal, karena merupakan penuitup
atau pelindung bagian kulit yang diolesi.
22
d. Cerata : salep berlemak yang mengamdung persentase liin
(wax) yang tinggi sehingga konsistensinya lebig keras
(ceratum labiale)
e. Golones/spumae/jelly : salep yang lebih halus, umumnya cair dan sedikit
mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau
basis, biasanya terdiri atas campuran sederhana dari
minyak dan lemak dengan titik lebur rendah (20).
2.5. Kulit
2.5.1. Kulit dan fungsinya
Kulit merupakan organ yang menutupi seluruh tubuh manusia yang
terletak paling luar dan mempunyai permukaan yang paling luas. Karena bagian
yang paling luar, kulit selalu dipandang yang pertama kali sehingga seseorang
segera dapat menilai bagaimanakah kondisi kulit orang tersebut. Kulit dapat
mendukung kecantikan seseorang.Oleh karena itu, kulit perlu dirawat, dipelihara,
dan dijaga.Dengan demikian, penampilan kulit tetap cantik dan sehat serta
senantia.Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit manusia dewasa memiliki luas permukaan
antara 1,5 – 2,0 meter persegi, berat kira-kira 16% berat badan.Kulit merupakan
organ yang esensial dan vital vserta merupakan cermin kesehatan dan
kehidupan.Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada
keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.
23
Gambar penampang kulit dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.3 Struktur kuli
Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai : perlindung, pengantar
haba, penyerap, indera perasa,alat pengatur panas, sebagai absorbs dan sekres dan
fungsi pergetahan. Terdapat beberapa lapisan kulit, yaitu
1. Lapisan epidermis
Merupakan lapisan terluar,sebagian besar terdiri dari epitelskuamosa yang
bertingkat yang mengalami keratiminasi yang tidak memiliki pembuluh
darah.
2. Lapisan dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis
dilapisi oleh membrane besalis dan disebelah bbawah berbatasan dengan
subkutis.
3. Lapisan hipodermis
Terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan diantaranya terdapat
serabut-serabut jaringan ikat dermis (21).
24
2.6. Bakteri
2.6.1. Pengertian bakteri
Bakteri adalah mikroba prokariotik yang uniseluler dan berkembang biak
dengan cara seksual dengan pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil namun ada
yang bersifat fotosintetik, kemudian bakteri hidup secara bebas, parasit, saprofit,
sebagai patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Habitatnya terdapat
dimana-mana misalnya di alam, tanh, laut, atmosfer dan didalam lumpur.Bentuk
tubuhnya ada yang bulat, spiral, dan batang.Selain itu bakteri merupakan struktur
sel yang tidak mempunyai membran inti sedangkan komponen genetiknya
terdapat didalam molekul DNA tunggal yang terdapat didalam sitoplasma. Ukuran
sel-sel bakteri sangat bervariasi tergantung masing-masing spesiesnya, namun
pada umumnya 0,5-1,0 x 2,0-5 µm. hal tersebut sama halnya dengan 10.000
bakteri yang panjang selnya 1 µm dari satu ujung ke ujung lainnya (22).
2.6.2 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif dan suatu bakteri
yang dapat menimbulkan infeksi dan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus antara lain impetigo dan
folikulitis. Bakteri Staphylococcus aureus tidak bergerak, tidak mampu
membentuk spora, fakultatif anaerob, sangat tahan terhadap pengeringan, mati
pada suhu 60oC selama 60 menit, merupakan flora normal pada kulit dan saluran
pernapasan bagian atas. Pemeriksaan pada koloninya berwarna kuning
emas.Dialam terdapat pada tanah, air dan debu di udara. Bentuk bakteri
Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 2.3
25
Gambar 2.4 Staphylococcus aureus
2.6.2. Klafikasi Staphylococcus aureus
Kingdom : Bacteria
Pylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaeae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus (23).
2.6.3. Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organic.Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme(18).
2.6.4. Penyakit yang ditimbulkan Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus menimbulkan infeksi bernanah dan abses.
Infeksinya akan lebih berat bila menyerang anak-anak, usia lanjut dan orang yang
26
daya tahan tubuhnya menurun, seperti penderita diabetes mellitus, luka bakar dan
AIDS. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyaki seperti infeksi pada
folikel rambut dan kelenjer keringat, bisul, infeksi pada luka, meningitis,
endocarditis, pneumonia, pyelonephritis, oasteomyelitis.Sedangkan dirumah sakit
sakit sering menimbulkan nonokomial infections pada bayi, pasien luka bakar atau
pasien bedah atau sebagian besar disebabkan kontaminasi oleh personil rumah
sakit (medis dan paramedik) (24).
2.7. Metode Pengujian Antibakteri
Pada pengujian antibakteri ini untuk mengukur respon pertumbuhan
populasi mikroorganisme terhadap agen antibakteri.Kegunaan uji antibakteria
adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efisien dan efektif. Penentuan
kepekaan bakteri patogen terhadap antibakteri tertentu dapat dilakukan dengan
salah satu dari dua metode pokok yaitu difusi sebagai berikut :
a. Metode difusi
1. Metode disc diffusion (tes kirby dan bauer), digunakan untuk menentukan
aktivitas pada media antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba
diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang
akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih menindikasikan
adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba
permukaan media agar.
2. Metode E-test, digunakan mengetimasi MIC (minimum inhibitory
concentration) atau KHM (kadar hambatan minimum), yaitu kosentrasi
minimal suatu agen antimikroba untuk menghambat pertumbuhan
27
mikroorganisme dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada
permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan
dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukan kadar
antimikroba yang menhambat pertumbuhan mikroorganisme pada media
agar.
3. Ditc-plate technique, pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba
yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar
dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji
(maksimum 6 macam) digoreskan kearah parit yang berisi
agenantimikroba.
4. Cut-plate technique, pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada
media agar secara teoritis bervariasi 0 hingga maksimal. Media agar
dicairkan dan karutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituangkan
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisis miring. Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya. Plat diinkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media
mongering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi kerendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.
b. Metode dilusi
1. Metode dilusi dibedakan menjadi 2 yaitu dilusi cair (broth dilution) dan
dilusi padat(solid dilution).
28
2. Metode dilusi cair (broth dilution), dilakukan dengan membuat seri
pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan
dengan mikroba uji.
3. Metode dilusi padat (solid dilution), dilakukan serupa dengan metode
dilusi cair namun menggunakan media padat. Keuntungannya adalah satu
konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunkan untuk menguji
beberapa mikroba uji (25).
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian ini yang dilakukan secara eksperimental yaitu untuk
mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya
perlakuan tertentu.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat penelitian
Tempat penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Semi Solid Farmasi
Institut Kesehatan Helvetia Medan dan laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.2.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli - Agustus 2019.
3.3. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit jeruk purut
sebanyak 3 kilogram.
3.4. Alat dan Bahan
3.4.1. Alat-alat
Alat-alat digunakan dalam penelitian ini adalah lumpang dan alu, cawan
porselin, timbangan, pipet tetes, spatula, api bunsen, kaki tiga penyangga, pot,
objek glass, tabung reaksi, Erlenmeyer, cawan petri, pipet mikro, oven, LAF,
30
tabung reaksi, rak tabung, autokalf, label, korek api, kain lap, tissue, batang
pengaduk, rotary evaporator, inkubator, kain flannel , jangka sorong.
3.4.2. Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu aquades steril,
bakteri uji Staphylococcus aureus, media Nutrien Agar (NA), setil alkohol,
paraffin cair, adeps lanae dan vaselin album.
3.5. Prosedur Kerja
3.5.1. Pengumpulan sampel
Bagian tanaman yang diambil adalah kulit jeruk purut. Pengambilan
dilakukan secara purposif yaitu tampa membandingkan dengan tumbuhan serupa
dari daerah lain. Sampel yang diambil dari kelurahan Helvetia Medan.
3.5.2. Pembuatan ekstrak kulit jeruk purut
Pada pembuatan ekstrak kulit jeruk purut ini menggunakan metode
maserasi.Masing-masing sebanyak 3kg kulit jeruk purut dibersihkan, dirajang
kemudian dikeringkan dan diperoleh sampel kering. Proses ekstraksi dilakukan
selama 5 hari, dimana masing-masing sebanyak 300 g simplisia kulit jeruk purut
dimasukan kedalam wadah kemudian direndam menggunakan pelarut etanol 96%
sebanyak 2250 ml ditutup dengan aluminium foil selama 3 hari (setiap hari
diaduk) kemudian disaring menggunakan kertas saring dan diperoleh filtrat 1 dan
ampas 1. Ampasnya direndam ulang dengan menggunakan pelarut etano 96%
sebanyak 750 ml selama 2 hari (setiap hari diaduk), kemudian disaring
menggunakan kertas saring dan diperoleh filtrat 2 dan ampas. Selanjutnya filtrat 1
31
dan 2 digabung menjadi satu, kemudian dipekatkan menggunakan rotary
evaporator sampai didapatkan ekstrak kental (26).
3.5.3. Pembuatan sediaan salep
Dasar salep yang digunakan adalah dasar salep berminyak (dasar salep
hidrokarbon), kemudian dibuat salep dari ekstrak etanol kulit jeruk purut (Citrus
hystrixD.C) dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 8%, 12% dan 16%.
dasar salep berminyak sebanyak 50 gram dengan komposisi sebagai
berikut :
R/ Setil alkohol = 2,0 g
Adeps lanae = 2,3 g
Paraffin cair = 13,5 g
Vaselin album = 32,2 g
Dibuat dalam salep sebanyak 50 gram yang akan digunakan untuk
pembuatan sediaan formulasi salep. Ekstrak kulit jeruk purut dengan konsentrasi
8%, 12% dan 16%. Masing-masing formula dibuat sebanyak 50 gram.
Perhitungan bahan yang dibuat sebagai berikut :
1. Setil alkohol : x 50 gram = 2,0 gram
2. Adeps lanae : x 50 gram = 2,3 gram
3. Paraffin cair : x 50 gram = 13,5 gram
4. Vaselin album : x 50 gram = 32,2 gram
Bahan tersebut kemudian masing-masing dimasukan kedalam cawan
porselin, lalu dicampur dan dilebur diatas penanggas air.Biarkan meleleh kira-kira
32
10 menit, setelah itu didinginkan sambil diaduk menjadi dasar salep yang
homogen.
Tabel 3.1 Formula sediaan salep kulit jeruk purut
No Bahan F0(%) F1(%) F2 (%) F3(%)
1
2
3
4
5
6
Ekstrak kulit jeruk purut
Setil alkohol
Adeps lanae
Paraffin cair
Vaselin album
m.f salep
-
2,0
2,3
13,5
32,2
50 g
4
2,0
2,3
13,5
28,2
50 g
6
2,0
2,3
13,5
26,2
50 g
8
2,0
2,3
13,5
24,2
50 g
Keterangan :
F0 : Sediaan salep tanpa ekstrak (blanko)
F1 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (8%)
F2 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (12%)
F3 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (16%)
Masing-masing formula tersebut dibuat dengan cara sedikit dasar salep
dimasukan kedalam lumpang, kemudian ditambahkan dengan ekstrak etanol kulit
jeruk purut (Citrus hystrix D.C) dan digerus dengan penambahan dasar salep
sedikit demi sedikit sampai habis digerus homogen. Setelah homogen salep
dimasukan kedalam pot plastik dan diperoleh salep ekstrak kulit jeruk purut
berbagai konsentrasi(17).
3.5.4. Pengujian Sediaan Salep Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix
D.C)
3.5.4.1 UjiOrganoleptik
Pengujian organoleptis yaitu pengamatan dilihat secara langsung bentuk,
warna dan bau dari salep ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrixD.C) yang dibuat.
33
3.5.4.2 UjiHomogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek glass. Sejumlah
tertentu sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan yang transparan lain
yang cocok, sediaan harus menunjukan susunan yang homogen dan tidak terlihat
adanya butiran kasar.
3.5.4.3 Uji pH
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pHmeter
digital. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar
standar (pH 7,01) dan larutan dapar ph asam (pH 4,01) hingga alat menunjukan
angka pH tersebut. Kemudian di elektroda di cuci dengan air suling, lalu
dikeringkan dengan tissue.Sampel dibuat dalam konsentrasi 8% yaitu 1 gr sediaan
dan dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. kemudian elektroda di celupkan
dalam larutan tersebut.Dibiarkan alat menunjukan angka pH sampai
konstan.Angka yang ditunjukan pH meter digital merupakan pH sediaan.
3.6. Pengujian Aktivitas Antibakteri
3.6.1. Sterilisasi alat
Alat yang digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri disterilkan
terlebih dahulu didalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (27).
3.6.2. Media agar miring
Berdasarkan lay, 1994 cara pembuatan media yaitu diambil Na (Nutrien
Agar) sebanyak 0,46 dilarutkan dalam 20 ml aquadest menggunakan erlemeyer,
selanjutnya dihomogenkan dengan batang pengaduk diatas penanggas air sampai
mendidih, setelah dingin diambil 5 ml dituangkan masing-masing pada tabung
34
reaksi steril dan ditutup dengan alumunium foil. Media distrerilkan dengan
autoklaf dengan suhu 121oC selama 15 menit, kemudian dibiarkan pada suhu
ruangan selama ± 30 menit sampai media memadat pada kemiringan 30oC. Media
agar miring digunakan untuk inokulum bakteri (28).
3.6.3. Pembuatan media pertumbuhan
Ditimbang media NA (nutrient agar) sebanyak 2,8 g (28/1 L) dan
dimasukan kedalam erlenmeyer. Larutkan dengan aquadest sebanyak 100 ml dan
dipanaskan di atas penagas air sambil diaduk dengan menggunakan batang
pengaduk. Setelah itu masing-masing media dihomogenkan dengan larut diatas
penagas air sampai mendidih. Media yang sudah dihomogenkan, ditutup dengan
kapas yang dibaluti kain kasa, lalu disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit
pada suhu 121°C.Setelah selesai ditunggu dingin.Media siap digunakan untuk
pembiakan bakteri atau pertumbuhan bakteri.
3.6.4. Pembiakan bakteri Staphylococcus aureus
Menggunakan jarum ose steril diambil satu biakan bakteri Staphylococcus
aureus kemudian digores pada media permukaan NA (nutrient agar) miring lalu
disimpan dalam inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.
3.6.5. Pembuatan suspensi bakteri
Untuk Staphylococcus aureus yaitu dengan cara biakan Staphylococcus
aureus diambil dengan kawat ose steril, kemudian disuspensikan kedalam tabung
reaksi yang berisi 2 ml NaCl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan
standar kekeruhan Mc. Farland (29).
35
3.6.6. Pembuatan larutan standar kekeruhan (Larutan Mc. Farland)
Larutan H2SO4 0,36 N sebanyak 99,5 ml dicampurkan dengan larutan
BaCl2.2H2O 1,175% sebanyak 0,5 ml dalam erlenmeyer, kemudian dikocok
sampai terbentuk larutan yang keruh. Kekeruhan ini dipakai sebagai standar
kekeruhan suspensi bakteri uji (29).
3.6.7. Uji aktivitas antibakteri
Siapkan cawan petri yang sudah disterilkan. Masukan 0,1 ml suspense
bakteri kedalam cawan petri, kemudian ditambahkan media NA (nutrient agar)
sebanyak 15-20 ml, aduk sampai homogen dengan membentuk angka 8, biarkan
memadat. Selanjutnya dibuat lubang sumuran menggunakan pecadang logam.
Kemudian sumuran yang sudah dibuat dimasukan sediaan salep sebanyak 0,05 g
lalu diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 35-37°C dalam keadaan
terbalik dan diukur diameter zona hambatan (zona jernih) yang terbentuk (30).
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian tentang formulasi uji efektivitas formulasi
sediaan salep antibakteriStaphylococcus aureus dari ekstrak kulit jeruk purut
(Cytrus Hysrix D.C). Penelitian ini dilakukan pada bulan juli - agustus 2019 di
Laboratorium semi solid Fakultas Farmasi dan Kesehatan Umum Institut
Kesehatan Helvetia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara Medan.
Pemeriksaan pendahuluan simplisia perlu dilakukan untuk menjadi
kebenaran dan kualitasnya.Dari hasil determinasi di Herbarium Medenense
(MEDA)Universitas Sumatera Utara menunjukan bsahwa benar bahan uji yang
digunakan adalah jeruk purut (Citrus Hystrix D.C) dari family rutaceae.
Pelarut untuk ekstraksi pada penelitian ini digunakan etanol 96% untuk ekstraksi
menggunakan metode maserasi.Bagian tanaman yang diambil adalah kulit.Berat
simplisia kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) yang basah 3000 g dan serbuk
yang ditimbang untuk maserasi 300 gmenghasilkan ekstrak kental 33 g sehingga
diperoleh rendemen masing-masing sebesar 0,011%.
4.1.1. HasilPengujian Organoleptis Sediaan Salep Ekstrak Kulit Jeruk Purut
(Citrus hystrix D.C)
Hasil uji organoleptis sediaan salep ekdtrak kulit jeruk purut (Citrus
hyistrix D.C) dapat dilihat pada tabel 4.1
37
Tabel 4.1. Hasil pengujian organoleptis sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut
(Citrus hystrix D.C)
Formula Bentuk Warna Bau
F0 Setengah
padat
Putih Tidak berbau
F1 Setengah
padat
Coklat tua Bau khas ekstrak
kulit jeruk purut
F2 Setengah
padat
Coklat tua
pekat
Bau khas ekstrak
kulit jeruk purut
F3 Setengah
padat
Coklat tua
pekat
Bau khas ekstrak
kulit jeruk purut
Keterangan :
F0 : Sediaan salep tanpa ekstrak (blanko)
F1 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (8%)
F2 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (12%)
F3 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (16%)
Berdasarkan hasil pengujian organoleptis pada sediaan salep. Sediaan
salep ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) konsentrasi 8%,12% dan 16%
memiliki bentuk setengah padat, berwarna hijau dan memiliki bau khas dari
ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C).
4.1.2. Hasil pengujian homogenitas
Hasil uji homogenitas sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (Citrus
hystrix D.C) dari awal pembuatan sampai minggu ke - 4 dapat dilihat pada tabel
4.2.
38
Tabel 4.2. Hasil uji homogenitas sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (Citrus
hystrix D.C)
Formulasi
Pengujian homogen selama 4 minggu
Minggu
ke - 0
Minggu
ke – 1
Minggu
ke – 2
Minggu
ke - 3
Minggu
ke - 4
F0 H H H H H
F1 H H H H H
F2 H H H H H
F3 H H H H H
Keterangan :
F0 : Sediaan salep tanpa ekstrak (blanko)
F1 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (8%)
F2 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (12%)
F3 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (16%)
H : Homogen
TH : Tidak homogen
Berdasarkan hasil uji homogenitas pada sediaan salep, sediaan salep
ekstrak kulit jeruk purut pada konsentrasi 8%, 12% dan 16% menghasilkan
sediaan yang homogen dengan ditandai tidak adanya butiran kasar pada sediaan
salep.
4.1.3. Hasil pemeriksaan pH
Hasil uji pH sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C)
dapat menggunakan pH meterdapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan pH sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (Citrus
hystrix D.C)
Formula
pH rata-rata selama 4 minggu
Minggu
ke - 0
Minggu
Ke - 1
Minggu
ke - 2
Minggu
ke - 3
Minggu
Ke - 4
F0 6,3 6,3 6,3 6,3 6,3
F1 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2
F2 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
F3 5,9 5,9 5,9 5,9 5,9
39
Keterangan :
F0 : Sediaan salep tanpa ekstrak (blanko)
F1 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (8%)
F2 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (12%)
F3 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (16%)
Berdasarkan hasil pemeriksaan pH pada sediaan salep, sediaan salep
ekstrak kulit jeruk purut tanpa ekstrak, konsentrasi 8%,12% dan 16% diperoleh
pH 6,3, 6,2, 6,0, 5,9 hasil tersebut sesuai dengan parameter.Peningkata pH sediaan
dikarenakan penambahan ekstrak kulit jeruk purut.
4.1.4. Hasil pengujian aktivitas antibakteri
Hasil uji aktivitas bakteri Staphylococcus aureus salep ekstrak kulit jeruk
purut (Citrus hystrix D.C) dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4. Hasil uji aktivitas bakteri Staphylococcus aureus
Jenis salep
Diameter Zona Bening Daerah Hambatan
(mm) Rata-
rata Pengulangan
I
Pengulangan
II
Pengulangan
III
Kontrol (+)
F0
F1
19,3
0
8,1
20,4
0
11,3
20,8
0
7,8
20,16
0
9,06
F2 10,2 12,7 8,0 10,3
F3 10,8 13,4 11,6 11,93
Keterangan :
Kontrol (+) : Salep ichtyol
F0 : Sediaan salep tanpa ekstrak (blanko)
F1 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (8%)
F2 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (12%)
F3 : Sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (16%)
40
Berdasarkan hasil uji aktivitas bakteri Staphylococcus aureus pada kontrol
positif salep ichtyol diperoleh diameter 20,16 dan sediaan salep tampa ekstrak
tidak memiliki zona hambat, sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut pada
konsentrasi 8%, 12% dan 16% diperoleh diameter rata-rata yaitu mm, 9,06 mm,
10,3 mm dan 11,93 mm. hasil tersebut memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus semakin tinggi konsentrasi semakin besar diameter zona
hambat nya.
4.2. Pembahasan
Ekstrak etanol yang diperoleh dibuat formulasi sediaan salep
menggunakan basis salep berlemak (hidrokarbon). Bahan dasar salep yang ketika
di aplikasikan di kulit dapat menjaga kelembapan kulit sehingga dapat menjaga
kulit dari kontaminasi organisme asing. Selain itu bahan dasar salep vaselin album
juga sukar dicuci dengan air memberikan manfaat ketika salep diaplikasikan pada
kulit yang luka atau mengalami kerusakan dapat menjaga kestabilan bahan aktif
dan bentuk sediaan setelah digunakan (31).
Sediaan salep yang dibuat dilakukan uji mutu sediaan yaitu organoleptik
agar dapat mengetahui bentuk, warna, bau dari sediaan salep yang dibuat. Hasil
uji organoleptis pada sediaan salep menunjukan bahwa sediaan salep tanpa
ekstrak memiliki bentuk setengah padat, berwarna putih dan tidak berbau, dan
untuk sediaan salep dengan adanya tambahan ekstrak menghasilkan bentuk
setengah padat, berwarna hijau tua pekat dan memiliki bau khas ekstrak kulit
jeruk purut (32).
41
Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat bahan-bahan dari
sediaan salep tercampur dan tersebar menjadi homogen. Pada masing-masing
sediaan menunjukan bahwa seluruh sediaan salep memperlihatkan hasil yang
homogen dan tidak ada butiran kasar hal ini menunjukan bahwa sediaan salep
yang dibuat mempunyai sususan yang homogen dengan persamaan warna yang
merata pada masing-masing sediaan salep (32).
Uji pH dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam
penggunaanya pada kulit. Sehingga aman untuk digunakankarena pH yang terlalu
asam dapat mengiritasi kulit sedangkan pH yang terlalu basa dapat membuat kulit
bersisik. Kestabilan pH merupakan salah satu parameter penting yang menentukan
stabil atau tidaknya suatu sediaan Setelah menyimpan 4 minggu pH yang
diperoleh tidak terjadi perubahan pada sediaan salep ekstrak kulit jeruk purutnilai
pH suatu sediaan topikal harus sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5. Jadi, pada
penelitian ini dapat terlihat bahwa adanya variasi konsentrasi mempengaruhi hasil
pH pada sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut. Semakin tinggi konsentrasi
ekstrak kulit jeruk purut maka pH yang dihasilkan semakin asam (32).
Uji antibakteri sediaan salep ekstrak etanol kulit jeruk purut dilakukan
dengan menggunakan media Nutrient Agar yang bertujuan untuk menumbuhkan
bakteri Staphylococcus aureus karena media ini berfungsi sebagai nitrogen,
sumber karbon, sumber vitamin bagi pertumbuhannya. Metode yang digunakan
untuk uji bakteri adalah metode difusi sumuran. Metode lubang/sumuran yaitu
membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri.Pada
lempeng agar yang telah diinokulasi dengan bakteri uji dibuat suatu lubang yang
42
selanjutnya diisi dengan zat antimikroba. Setelah diinkubasi pada suhu dan waktu
yang sesuai dengan mikroba uji, dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau
tidaknya zona hambat disekililing lubang. Metode ini menjadi metode yang
dipilih dalam uji aktivitas karena memiliki keuntungan yaitu prosedurnya yang
sederhana, mudah dan praktis untuk dilakukan dan dapat digunakan untuk melihat
sensitivitas berbagai jenis mikroba terhadap antimikroba pada konsentrasi tersebut
(33).
Dalam pengujian ini digunakan kontrol positif dan negatif, kontrol positif
yang digunakan yaitu salep ichtyol yang memiliki kandungan ichtammol 0,1
gram. Pemilihan salep ichtyol didasari karena peredarannya yang paling banyak
dan harga yangrelatif murah. Kontrol negatif pada penelitian ini adalah sediaan
salep tanpa ekstrak. Salep ichtyol merupakan senyawa dengan kemampuan anti
inflamasi, antibakteri dan antifungi. Sehingga dapat digunakan untuk berbagai
macam penyakit kulit. Penggunaan kontrol positif berfungsi sebagai kontrol dari
zat uji, dengan membandingkan diameter zona hambat yang terbentuk. Dengan
adanya pembanding ini kita dapat melihat apakah sediaan salep bahan alam yang
dibuat memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan sediaan dengan zat aktif
bahan kimia yang beredar dipasaran (34).
Berdasarkan hasil uji antibakteri pada sediaan salep ekstrak kulit jeruk
purut pada kontrol positif, kontrol negatif, dan konsentrasi F1 (8%), F2 (12%) dan
F3 (16%) dilakukan dengan cara perbandingan 1:1 yaitu 1 g sampel dalam 1 ml
DMSO (Dimetil sulfoksida) dan dimasukan kedalam sumuran pada setiap cawan
petri. Tujuan digunakan larutan DMSO adalah sebagai pengencer sediaan agar
43
mudah berdifusi dan menyebar dalam media pengujian. Karena basis yang
digunakan berlemak dan media pengujian cenderung mengandung banyak air
sehingga sediaan salep yang dibuat sukar berdifusi atau melepaskan suatu zat aktif
atau pelepasan zat aktifnya kurang maksimal (31).
Dari hasil pengujian aktivitas antibakteriStaphylococcus aureus formula
sediaan salep dari ekstrak kulit jeruk purut konsentrasi 8%, 12% dan 16%
menunjukan aktivitas antibakteri dengan adanya zona hambat disekitar sumuran.
Salep dengan konsentrasi8%diameter rata-rata yaitu 9,06 mm, dikategorikan
sedang dan untuk konsentrasi 12% dan 16% dengan diameter 10,3 mm dan 11,93
mm dikategorikan dalam respon penghambatan kuat. Daya hambat menurut Davis
dan Stout (1971) yaitu sangat kuat (zona jernih >20 mm), kuat (zona jernih 10-20
mm), sedang (zona jernih 5-10 mm) dan lemah (zona jernih <5) (27).
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak etanol kulit jeruk purut dapat diformulasikan ke dalam bentuk sediaan
salep.
2. Sediaan salep dari ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) memiliki
aktivitas daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
5.2. Saran
Sebaiknya dilakukan pengembangan formulasi dengan bahan sediaan salep
lain. Serta melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi
ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) terhadap bakteri lain.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahmi U, Yunazar M, Adlis S. Profil fitokimia metabolit sekunder dan uji
aktivitas antioksidan tanaman jeruk purut (Citrus histrix D.C) dan jeruk bali
(Citrus maxima Merr). J Kim Unand. 2013;2:109–14.
2. Santoso LM. Pengaruh Ekstrak Kulit Jeruk Purut ( Citrus hystrix D,C)
Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Mencit Jantan ( Mus musculus L .)
Yang Diinduksi Kalium Bromat. :15–27.
3. Copriadi J dkk. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Kumarin dari Ekstrak
Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C). J Biog Vol. 2005;2(1):13–5.
4. Cahyaningsih N. Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Gel Minyak Atsiri Daun
Jeruk Purut (Citrus Hystrix Dc.) Dengan Basis Hpmc Sebagai Antibakteri
Terhadap Staphylococcus Aureus. Universitas Muhammadiyah Surakarta;
2018.
5. Radji M. Buku ajar mikrobiologi: panduan mahasiswa farmasi &
kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran; 2009.
6. Robiah E. Formulasi Sediaan Gel Minyak Atsiri Kulit Jeruk Purut (Citrus
hystrix D.C) Sebagai Antiseptik. Medan: Institut Kesehatan Helvetia; 2017.
7. Susilo J. Bertani Jeruk Purut. 2013.
8. Munawaroh S, Handayani PA. Ekstraksi minyak daun jeruk purut (citrus
hystrix D.C) dengan pelarut etanol dan N-heksana. J kompetensi Tek.
2010;2(1).
9. Andarwulan N, Batari R, Sandrasari DA, Bolling B, Wijaya H. Flavonoid
content and antioxidant activity of vegetables from Indonesia. Food Chem.
2010;121(4):1231–5.
10. Nusa R, Hendri J. Daya Protekasi Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix)
Terhadap Nyamuk Demam Berdarah. Aspirator. 2013;5(2)(2):41–4.
11. Suryaningrum E rahmawati. Efek Antifungi Perasan Kulit Jeruk Purut
(Citrus hystrix) Terhadap Pertumbuhan Trichophyton mentagrophytes
Secara in vitro. 2011.
12. Nuraini DN. Aneka Manfaat Kulit Buah dan Sayuran. CV Andi Offset,
Yogyakarta. 2011;
13. Adzkia A. Farmakognosi. 09. 2018. 1 p.
14. DepKes. 1986 Departemen Kesehatan Rcpublik Inoon. 1986;
15. Marjoni R. Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta: Trans info media. 2016.
16. Prof. Dr. Endang Hanani MS A. Analis Fitokimia. 2016. 11-13 p.
17. Anief M. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. 2006.
18. Wahyuningsih S. Uji Efektivitas Antibateri Ekstrak Kulit Manggis
(Garcinia mangostana L.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus. 2017.
19. Yanhendri SWY. Berbagai bentuk sediaan topikal dalam dermatologi.
Cermin Dunia Kedokt. 2012;194(36):423–30.
20. C.Ansel H. Pengantar Bentu Sediaan Farmasi. 1989.
21. Dachi S. Uji Formulasi Sediaan Salep Dari Ekstrak Daun Katuk (Sauropi
folium). 2012.
46
22. Riskawati R. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Patogen Pada Tanah di
Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Kota Makassar.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar; 2016.
23. Ribka. Efektivitas Ekstrak daun Saga Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus. 2015.
24. Robiah E. Formulasi Sediaan Gel Minyak Atsiri Kulit Jeruk Purut (Citrus
hystric D.C) Sebagai Antiseptik. 2017.
25. T.Pratiwi S. Mikrobiologi farmasi. 2008. 188-189 p.
26. Yanus P. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol dan Senduduk
(Melastoma malabatricum. L) Untuk Penyembuhan Luka Bakar. 2017. p.
17–8.
27. Kumesan YAN, Yamlean PVY, Supriati HS. Formulasi dan uji aktivitas
gel antijerawat ekstrak umbi Bakung (Crinum asiaticum L.) terhadap
bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro. Pharmacon. 2013;2(2).
28. Paju N, Yamlean PVY, Kojong N. Uji efektivitas salep ekstrak daun
binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada kelinci (Oryctolagus
cuniculus) yang terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus. Pharmacon.
2013;2(1).
29. Ngajow M, Abidjulu J, Kamu VS. Pengaruh antibakteri ekstrak kulit
batang matoa (Pometia pinnata) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
secara in vitro. J Mipa. 2013;2(2):128–32.
30. Supriati , Paulina V. Y.; Kumesan, Yuni Arista N HSY. Formulasi Dan Uji
Aktivitas Gel Antijerawat Ekstrak Umbi Bakung (Crinum asiatikum L.)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara Invitro. Pharmacon
[Internet]. 2013;(Vol 2, No 2 (2013): pharmacon). Available from:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/view/1552
31. Djumaati F. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa
oleifera Lamk.) Dan Uji Aktivitas Antibakterinya Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus. Pharmacon. 2018;7(1).
32. Fatimah Y, Setiyadi G. Pengaruh Basis Salep Terhadap Sifat Fisik Sediaan
Salep Ekstrak Etanolik Bonggol Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var.
Sapientum L.) Sebagai Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus.
Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2017.
33. Sambou C, Dkk. Pengembangan Produk Sediaan Gel Kombinasi Ekstrak
Daun Sirsak (Annona muricita L.) Dengan Ekstrak Rimpang Temulawak
(Curcuma xanthorhiza Roxb.) Sebagai Antibakteri Penyebab Jerawat
(Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis). Pharmacon.
2017;6(4).
34. Abdullah F. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi Saring
Dengan Salep Ichthyol (Ichthammol) Pada Otitis Eksterna Akut. Fak
Kedokt Univ Sumatera Utara. 2003;1.
47
Lampiran 1: Cara Pembuatan Formulasi Basis Sediaan Salep Dan
Formulasi Salep Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix
D.C)Dengan Basis Standar 50 gram
A. Cara pembuatan formulasi sediaan salep
1. Setil alkohol : x 50 gram = 2 gram
2. Adeps lanae : x 50 gram = 2,3 gram
3. Paraffin cair : x 50 gram = 13,5 gram
4. Vaselin album : x 50 gram = 32,2 gram
B. Cara pemb uatan formulasi sediaan salep ekstrak kulit jeruk purut (Citrus
hystrix D.C)
1. Ekstrak kulit jeruk purut
a. konsentrasi 8% : = 4 gram
b. konsentrasi 12% : = 6 gram
c. konsentrasi 16% : = 8 gram
2. Setil alkohol pada konsentrasi 8%, 12% dan 16% yang ditimbang sama
yaitu 2 gram
3. Adeps lanae pada konsentrasi 8%, 12% dan 16% yang ditimbang sama
yaitu 2,3 gram
4. Parafin cair pada konsentrasi 8%, 12% dan 16% yang ditimbang sama
yaitu 13,5 gram
5. Vasellin album pada konsentrasi 8%, 12% dan 16% ditimbang masing-
masing 28,2 gram, 26,2 gram dan 24,2 gram
48
Lampiran 2 : Proses Pembuatan Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus Hytrix
D.C)
A. Pohon Jeruk Purut
B. Buah Jeruk Purut
C. Sortasi Basah
D. Proses Pengeringan
Jeruk Purut
E. Sortasi Kering F. Simplisia
G. maserasi
H. Rotary Ovaporator
J. Hasil ekstraksi
49
Lampiran 3 : Proses Pembuatan Sediaan Salep Ekstrak Kulit Jeruk Purut
(Citrus Hytrix D.C)
A. Bahan Sediaan Salep
B. Proses Peleburan
Sediaan Salep
C. Hasil Pembuatan
Sesdiaan Salep
Tanpa
Ekstrak
Konsentrasi
12%
Konsentrasi
8%
Konsentrasi
12%
Vasellin Album
Adeps Lanae
Parafin Cair
Setil Alkohol
50
Lampiran 4 : Alat dan Bahan Mikrobiologi
A. Pengukuran
Aquadest dan
Nutrient Agar
B. Hasil Masak
Nutrient Agar
C. Autoklafe
D. Oven
E. Inkubator
F. Mikro Pipet
G. Jangka Sorong
Digital
H. Laminar Airflow
I. Larutan Mc. Farland
Suspensi Bakteri
51
Lampiran 5 : Proses Sebelum Pengujian Bakteri
A. Sediaan Salep
Kontrol Positif,
Tanpa Ekstrak
Konsentrasi 8%,
12% dan 16% +
DMSO
B. Pipet Bakteri C. Pengukuran Na
D. Proses Pemasukan
Na Dalam Cawan
Petri
E. Diaduk Membentuk
Angka 8
F. Membuat Lubang
Sumuran
G. Memasukkan
Sediaan Salep +
DMSO Dalam
Sumuran
52
Lampiran 6 : Uji Homogenitas
A. F0%
B. F8%
C. 12%
D. F16%
53
Lampiran 7 Hasil Pemeriksaan Uji pH
A. Sediaan Salep Tanpa Ekstrak
(Blanko)
B. Salep Dengan Konsentrasi 8%
C. Salep DenganKonsentrasi 12%
D. Salep DenganKonsentrasi 16%
54
Lampiran 8 : Uji Bakteri Staphylococcus Aureus
A. Kontrol Negatif dan Positif
B. Pengulangan I
55
C. Pengulangan II
D. Pengulangan III
56
Lampiran 9 : Surat Pengajuan Judul
57
Lampiran 10 : Lembar bimbingan proposal Pembimbing I
58
Lampiran 11 : Lembar bimbingan proposal Pembimbing II
59
Lampiran 12 : Lembar Persutujuan Perbaikan (revisi proposal)
60
Lampiran 13 : Surat Izin Identifikasi Determinasi Tumbuhan
61
Lampiran 14 : Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan
62
Lampiran 15 : Surat Permohonan Ijin Penelitian Laboratorium Semi Solid
63
Lampiran 16 : Surat Permohonan Ijin Penelitian Laboratoriun Mikrobiologi
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
64
Lampiran 17 : Surat Selesai Penelitian Laboratorium Semi Solid Institut
Kesehatan Helvetia Medan
65
Lampiran 18 : Surat Izin Pemakaian Fasilitas Laboratorium Biologi Farmasi
Fakultas Farmasi USU
66
Lampiran 19 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
Dilingkungan Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi
Sumatera Utara
67
Lampiran 20 : Lembar Bimbingan Skripsi Dosen Pembimbing I
68
Lampiran 21 : Lembar Bimbingan Skripsi Dosen Pembimbing II
69
Lampiran 22 : Lembar Persutujuan Perbaikan (revisi skripsi)