uji korelasi rank spearman.docx
TRANSCRIPT
BAB III
CONTOH DAN PEMBAHASAN
3.1 Uji Korelasi Rank Spearman
Contoh : Kita berminat mengetahui apakah terdapat korelasi antara kolesterol
HDL dan SGOT 4
Terdapat data yang memperlihatkan data SGOT (unit Karmen/100 ml) dan
kolesterol HDL (mg/100 ml) pada 7 subyek dari sebuah sample yang diambil
secara acak. Ingin diketahui apakah terdapat korelasi antara kadar SGOT dan
kolesterol HDL. Hitung koefisien korelasi peringkat/ rank Spearman dan
lakukan uji kemaknaan terhadap koefisien tersebut. Misalkan =5%.
Datanya adalah sebagai berikut :
Subyek SGOT (x) Kolesterol HDL (y)1
2
3
4
5
5,7
11,3
13,5
15,1
17,9
40,0
41,2
42,3
42,8
43,8
Jawab :
a). Hipotesis :
Ho : Tidak ada korelasi kadar SGOT dengan kolestrol HDL
Ha : Peningkatan SGOT diikuti dengan peningkatan kolesterol HDL
(hubungan positif)
b). Tingkat kemaknaan = 5%
13
c). Penghitungan statistik uji :
Subyek SGOT
(x)
Peringkat
(x)
Kolesterol
HDL (y)
Peringkat
(y)
di di2
1
2
3
4
5
5,7
11,3
13,5
15,1
17,9
1
2
3
4
5
40,0
41,2
42,3
42,8
43,8
1
2
3
4
6
0
0
0
0
-1
0
0
0
0
1
di2 = 2
6 di2 6 ( 2 )
rs = 1 n3 n = 1 73 7 = 0,9643
d). Keputusan uji statistik:
Nilai rs table dengan n=7 , =0,05 rs table = 0,714
Karena rs hitung = 0,9643 > rs table = 0,714 tolak Ho
e). Kesimpulan : SGOT dan kolesterol HDL mempunyai korelasi positif
kuat dan bermakna .
Catatan:
Bila dalam satu variabel terdapat nilai-nilai teramati yang sama,
maka peringkat yang diberikan adalah peringkat rata-rata dari posisi-
posisi yang seharusnya. Koreksi terhadap rs hanya memberikan pengaruh
cukup berarti jika nilai-nilai yang sama sangat banyak. Dengan kata lain,
jika nilai-nilai sama tidak sangat banyak, koreksi rs tidak diperlukan.6
14
Ada tiga macam cara menghitung korelasi tata jenjang, yaitu dalam
keadaan (1) tidak terdapat urutan yang kembar, (2) terdapat urutan data yang
kembar dua, atau (3) urutan yang kembar ada tiga atau lebih. Urutan data
kembar terjadi jika ada data yang sama. Dalam hal ini, jika urutan data yang
kembar ada dua, maka ranking data tersebut tersebut dijumlahkan dan dibagi
dua. Jika ada tiga data yang sama, maka data tersebut dijumlahkan dan dibagi
tiga. Demikian seterusnya jika ada data yang kembar lebih dari tiga. Teknik
korelasi tata jenjang efektif digunakan jika jumlah data antara 10 – 29. 6
Contoh penerapan
Tabel Data dan Cara Perhitungan
No X Y R1 (Y)
R2 (X)
B B2
1 59 39 6 5 1 1
2 64 36 9 2 7 49
3 47 42 3 8 -5 25
4 55 40 5 6 -1 1
5 52 43 2 7 -5 25
6 65 35 10 1 9 81
7 46 44 1 9 -8 64
8 60 38 7 4 3 9
9 45 41 4 10 -6 36
10 63 37 8 3 5 25
316
Rumus: ρ = 1−
6∑ B2
N (N2−1 )
Keterangan:
ρ = RHO (Spearman)1 = bilangan konstan6 = bilangan konstanB2 = beda kuadrat.
15
Langkah-langkah perhitungan korelasi tata jenjang:6
1. Menyiapkan tabel kerja
2. Menetapkan urutan kedudukan skor pada variabel X dan Y mulai skor tertinggi
sampai skor terendah
3. Menghitung perbedaan urutan urutan kedudukan tiap pasangan skor antara
variabel X dan Y (B = R1 –R2)
4. Mengkuadratkan tiap-tiap B, kemudian dijumlahkan
5. Menghitung korelasi tata jenjang dengan rumus tersebut di atas
6. Memberikan interpretasi terhadap hasil korelasi dengan membandingkan pada
nilai RHO (Spearman) pada taraf signifikansi tertentu.
Hasil perhitungan:
Rumus: ρ = 1−
6∑ B2
N (N2−1 )
ρ = 1− 6∗316
10 (102−1 ) = -0,915
Hal ini menunjukkan korelasi yang negatif. Nilai RHO pada tabel dengan db = 10
pada taraf signifikansi 5% = 0,648. RHO hitung lebih besar dari nilai tabel, sehingga H0
ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan terdapat korelasi negatif
yang signifikan antara variabel X dan Y. Makin tinggi skor variabel X, makin rendah skor
variabel Y.7
3.2 Analisis Korelasi Ganda
CONTOH SOAL :Diketahui data sebagai berikut :
X1 X2 Y
1 3 3
2 1 4
3 4 5
16
4 5 7
5 2 6
Buktikan bahwa : ada hubungan linear positif dan signifikan antara variabel X1 dan X2 secara bersama-sama dengan variabel Y
Jawab :
1. didapat nilai-nilai :ryx1 = +0,900
ryx2 = +0,500
rx1x2 = +0,200
2. hitunglah rhitung dengan rumus sebagai berikut : untuk dua variabel bebas rumusnya :
R yx1x 2= √ r yx1
2 + r yx22 − 2 r yx1 r yx2 r x1x2
1 − r x1 x2
2
R yx1x 2= √ 0 ,902 +0 ,502 − 2. 0 ,90 .0 ,50 .0 ,20
1 − 0 ,202
= 0,95
3. tetapkan taraf signifikansi (α) = 0,054. tentukan kriteria pengujian R, yaitu :
Ha : tidak siginifikan
H0 : signifikan
Ha : Ryx1x2 = 0
H0 : Ryx1x2 ≠ 0
Jika Fhitung ≤ Ftabel maka H0 diterima
5. Cari Fhitung dengan rumus :
F =
R2
k(1 − R2 )n− k − 1
17
F =
0 ,952
2(1 − 0 ,952 )
5− 2 − 1
F = 9
6. Cari Ftabel = F(1-α), kemudian dengan dkpembilang = 2
dkpenyebut = 5-2-1 = 2
F(0,95)(2,2) = 19
7. ternyata 9 < 19 atau Fhitung < Ftabel, sehingga H0 diterima
8. kesimpulannya : ” terdapat hubungan yang signifikan antara X1
bersama-sama dengan X2 dengan Y”
3.3 Analisis Korelasi Biserial 8
Contoh:
No Skor Butir No.1 (X1)
Skor Total (Xt)
Xt2
1 1 6 36
2 1 4 16
3 1 9 81
4 0 7 49
5 1 8 64
6 0 5 25
7 1 8 64
8 1 6 36
9 0 4 16
10 1 3 9
60 396
18
M t=∑ X tN
=6010
=6
SDt=√39610
−(6010 )
2
=1 ,897
p = 7 : 10 = 0,7
q = 1 – 0,7 = 0,3
Mp = ( 6+4+9+8+8+6+3) =: 7 =6,286
r pbi=6 ,826−6
1 ,897 √ 0,70,3
=0 ,231
db = 10 – 2 = 8
Nilai tabel pada taraf signifikansi 1% dengan db 8 adalah 0,765. Ini berarti butir
nomor 1 tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r tabel, sehingga harga r hitung
non signifikan, dalam arti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara skor butir
dengan skor total.8
Contoh lain:
Untuk data yang berbentuk dikotomi, sebaiknya menggunakan teknik korelasi
Point Biserial, dengan rumus sebagai berikut:
r pbi=M p−M t
st √ pq , dimana:
rpbi = koefisien korelasi point biserial
Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi butir yang dicari
Validitasnya
Mt = rerata skor total
st = standar deviasi dari skor total
19
p = proporsi siswa yang menjawab betul (banyaknya siswa yang
menjawab betul dibagi dengan jumlah seluruh siswa)
q = proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p)
Tabel Cara menghitung Validitas Butir Instrumen Dengan Korelasi Point Biserial
Responden
Nomor Butir s Skor total
X1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8
B 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 5
C 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 4
D 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 5
E 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6
F 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 4
G 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7
H 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 8
P 0,625 0,625 0,625 0,375 0,875 0,75 0,50 0,50 0,50 0,50
Q 0,375 0,375 0,375 0,625 0,125 0,25 0,50 0,50 0,50 0,50
Misalnya akan diuji validitas butir soal nomor 6, maka perhitungannya sebagai
berikut.
1) mencari Mp = (8+4+5+6+7+8) : 6 = 38:6 = 6,332) mencari Mt = (8+5+4+5+6+4+7+8) = 47:8 = 5,8753) harga standar deviasi dapat dihitung dengan kalkulator atau dengan rumus berikut:
SDt = √ n∑ X2−(∑ X )2
n (n−1 ) = √ (8∗295)−(47 )2
8 (8−1 )=1 ,642
4) menentukan harga p, yaitu 6:8 = 0,755) menentukan harga q , yaitu 2:8 =0,25
20
6) memasukkan ke dalam rumus:
r pbi=M p−M t
st √ pq =
6 ,33−5 ,8751,642 √ 0 ,75
0 ,25 = 0,4799 = 0,480.
3.4 Intraclass Correlation Coefficient
Sebuah studi menilai reliabilitas pengukuran depresi pada 5
pasien yang dilakukan oleh 3 pengamat. Skor depresi pasien berkisar dari 0
(tidak depresi) hingga 9 (depresi berat). Hitung intraclass correlation
coefficient.5
Di mana varians (σ2) adalah ukuran variasi, subskrip s = subjek
(pasien); o= pengamat; e= random error. Bila variasi pengamat
diasumsikan fixed, maka variasi pengamat tidak diperhitungkan dalam
variasi total.5
Perhatikan, sumber variasi nilai berasal dari 2 pihak, yakni pasien
dan pengamat. Kedua sumber variasi tersebut akan diperhitungkan dalam
menilai reliabilitas pengukuran.
Tabel Derajat depresi 5 pasien dinilai oleh 3 pengamatSumbervariasi
Sum of Square
Degree offreedom (df)
Mean Square(MS)
F ratio
Kolom(pengamat)
k T 2 T 2.j
.. j1 b N
(k-1) SS(pengamat)/ (k-1)
MS(pengamat)/ MS(error)
Baris(pasien)
b T
2 T 2
i. .. i1
k N
(b-1) SS(pasien)/ (b-1)
MS(pasien)/ MS(error)
Error SS(total)- SS(pengamat)
(k-1)(b-1) SS(error)/ (k-1)(b-1)
Total b k 2 T 2 Y
ij ..
j i N
(bk-1)
Dengan demikian model yang digunakan untuk menilai reliabilitas
adalah Two- Way ANOVA (ANOVA Dua Arah). Variasi pengukuran
yang berasal dari pengamat diasumsikan “random”. Sumber-sumber variasi
tersebut kemudian dipartisi menjadi 3 bagian: pengamat, pasien, dan
21
residual, dan dikuantifikasi dalam bentuk “Sum of Square (SS)”:
SS t ot al = SS pengamat - SS pasien - SSerror
Dengan menggunakan data dapat dihitung SS (total):
Di samping pengamat, sumber variasi lainnya berasal dari pasien. Karena
itu jumlah pasien dimasukkan ke dalam perhitungan “sum of square”.
Selanjutnya SS(pasien) dihitung:
Perhatikan, variasi yang bersumber dari pengamat perlu
diperhitungkan dalam menghitung SS pasien. Dalam contoh
terdapat 3 pengamat (terletak pada kolom), sehingga k=3
dimasukkan ke dalam kalkulasi SS pasien. Selanjutnya
SS(error) dihitung dengan persamaan:
SSerror SSt ot al SSpengamat SSpasien 68 10 54 4
22
Tabel Two-Way ANOVASumbervariasi
Sum of Square
Degree offreedom (df)
Mean Square(MS)
F ratio
Kolom(pengamat)
k T 2 T 2.j
.. j1 b N
(k-1) SS(pengamat)/ (k-1)
MS(pengamat)/ MS(error)
Baris(pasien)
b T
2 T 2
i. .. i1
k N
(b-1) SS(pasien)/ (b-1)
MS(pasien)/ MS(error)
Error SS(total)- SS(pengamat)
(k-1)(b-1) SS(error)/ (k-1)(b-1)
Total b k 2 T 2 Y
ij ..
j i N
(bk-1)
k= jumlah kolom, b= jumlah baris, N= jumlah total pengamatan
Tabel 5 menyajikan tabel Two-Way ANOVA. Terdapat 3 partisi “sum of
square”: SS(pengamat), SS(pasien), dan SS(error). Jika “sum of square”
dibagi dengan derajat bebas masing-masing, diperoleh rata-rata variasi,
disebut “mean square (MS)”. Jika MS dibagi oleh MS residual, diperoleh
rasio F untuk sumber variasi tersebut.4
Tabel ikhtisar Two-Way ANOVA
Source Partial SS df MS F p
Pengamat 10.00 2 5.00 10.00 0.0067
Pasien 54.00 4 13.50 27.00 0.0001
Error 4.00 8 0.50
Total 68.00 14 4.86
Rumus reliabilitas memerlukan informasi tentang varians. Varians pasien,
pengamat, dan error, dihitung dengan persamaan:
2 (error) = MS Error2 (pengamat) = (MS Pengamat- MS Error) / b2 (pasien) = (MS Pasien - MS Error)/ k
23
Dengan menggunakan hasil Two-Way ANOVA, lalu memasukkan hasil
tersebut ke dalam rumus reliabilitas di atas, maka diperoleh varians error,
pengamat, maupun pasien, sebagai berikut:
2 (error) = MS Error = 0.502 (pengamat) = (MS Pengamat- MS Error)/ b = (5.00– 0.50)/ 5= 0.902 (pasien) = (MS Pasien - MS Error)/ k = (13.50– 0.50)/ 3 = 4.33
Intraclass correlation coefficient (ICC) dihitung dengan rumus, sebagai berikut:
Artinya, 76 persen dari variasi skor depresi berasal dari variasi
sesungguhnya antar pasien. Sebesar 24 persen variasi skor depresi berasal
dari variasi antar pengamat dan residual error.
Jika variasi pengamat diasumsikan fixed, maka variasi pengamat tidak
diperhitungkan dalam denominator rumus:
Artinya, 90 persen variasi skor depresi berasal dari variasi antar pasien. Alat
ukur memiliki stabilitas memadai jika ICC antar pengukuran >0.50, stabilitas
tinggi jika ICC antar pengukuran ≥ 0.80.
24