uji viabilitas polen pada dua spesies...

38
UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES BELIMBING HUTAN (Averrhoa dolichocarpa dan A. leucopetala) KAPSAH DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Upload: doannga

Post on 17-Sep-2018

221 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES BELIMBING

HUTAN (Averrhoa dolichocarpa dan A. leucopetala)

KAPSAH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 2: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,
Page 3: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji viabilitas polen

pada dua spesies belimbing hutan (Averrhoa dolichocarpa dan A. leucopetala)

adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Kapsah

NIM G34100045

Page 4: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

ABSTRAK

KAPSAH. Uji viabilitas polen pada dua spesies belimbing hutan (Averrhoa

dolichocarpa dan A. leucopetala). Dibimbing oleh DORLY dan INGGIT PUJI

ASTUTI.

Belimbing hutan Averrhoa dolichocarpa dan A. leucopetala merupakan

jenis belimbing baru yang dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji

viabilitas polen dari bunga sehari sebelum mekar (H-1) dan bunga mekar (H0)

dengan metode pengecambahan dalam media Brewbaker and Kwack (BK) dan

sukrosa 10% serta metode pewarnaan dengan anilin blue 1% dan I2KI 1%. Hasil

penelitian pendahuluan diperoleh bahwa waktu inkubasi optimum uji

perkecambahan polen yaitu 16 jam. Viabilitas polen pada uji perkecambahan lebih

rendah dibanding uji pewarnaan yaitu berturut-turut 64.80% dalam media BK,

54.60% dalam media sukrosa 10%, 88.60% pada anilin blue 1% dan 88.50% pada

I2KI 1%. Viabilitas polen dalam media BK lebih tinggi dibanding dengan media

sukrosa 10%. Pada metode perkecambahan in vitro diperoleh hasil bahwa nilai

viabilitas polen belimbing hutan bunga stadia H0 lebih tinggi dibanding dengan

bunga stadia H-1. Sedangkan pada metode pewarnaan diperoleh hasil sebaliknya

yaitu nilai viabilitas polen bunga stadia H-1 lebih tinggi dibanding bunga stadia H0.

Pada A. dolichocarpa di lereng, viabilitas polen dari filamen panjang lebih tinggi

dibandingkan dengan filamen pendek. Sedangkan faktor filamen pada uji

pewarnaan tidak berbeda nyata. Viabilitas polen pada media sukrosa 10% dengan

I2KI 1% dan anilin blue 1% berkorelasi negatif. Sedangkan viabilitas polen dalam

media BK dengan anilin blue 1% dan I2KI 1% tidak berkorelasi.

Kata kunci: belimbing hutan, viabilitas polen, pengecambahan in vitro, metode

pewarnaan

ABSTRACT

KAPSAH. Pollen viability test at two species of wild starfruit (Averrhoa

dolichocarpa and A. leucopetala). Supervised by DORLY and INGGIT PUJI

ASTUTI.

Wild starfruit Averrhoa dolichocarpa and A. leucopetala are new species

reported. The aims of the research were to testing pollen viability at a day before

anthesis (H-1) and at anthesis (H0) stadia with germination in Brewbaker and

Kwack (BK) and 10% sucrose media and staining test with 1% anilin blue and

1% I2KI. The optimum time for germination was 16 hours. Pollen viability in

staining test results were higher than in germination test ie. 64.80% in BK

medium, 54.60% in sukrosa, 88.60% in aniline blue dye and 88.50% in I2KI. BK

medium showed a better result for germination test than 10% sucrose. In vitro

viability germination test obtained the result that pollen viability value of wild

starfruit at H0 stadia was higher than pollen viability at H-1 stadia. While the result

of staining test obtained that H-1 stadia was higher than at H0 stadia. Long filament

of Averrhoa dolichocarpa located on the slope had higher pollen viability than

Page 5: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

short filament. Filament factor in staining test was not significant. Pollen viability

both in 10% sucrose to 1% aniline dye and 10% sucrose to 1% I2KI were

negatively correlated. The correlation of pollen viability was not found either in

BK medium and aniline dye blue or in BK medium and I2KI.

Keywords: starfruit, pollen viability, in vitro germination, staining test

Page 6: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,
Page 7: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES BELIMBING

HUTAN (Averrhoa dolichocarpa dan A. leucopetala)

KAPSAH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 8: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,
Page 9: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

Judul Skripsi : Uji Viabilitas Polen pada Dua Spesies Belimbing Hutan (Averrhoa

dolichocarpa dan A. leucopetala)

Nama : Kapsah

NIM : G34100045

Disetujui oleh

Dr Ir Dorly, MSi

Pembimbing I

Dra Inggit Puji Astuti, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi

Ketua Departemen Biologi

Tanggal Lulus:

Page 10: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,
Page 11: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan shalawat serta salam

semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan

hidayah Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Uji

viabilitas polen pada dua spesies belimbing hutan (Averrhoa dolichocarpa dan A.

leucopetala)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan program

sarjana di Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dorly dan Ibu Inggit selaku pembimbing I dan pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam penulisan skripsi

2. Ibu Kanthi selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritik dalam

penulisan skripsi

3. Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

kasih sayang, semangat dan doa yang tidak pernah berhenti kepada penulis

4. Kakak dan adik tercinta yaitu yayu, icha, enih, masudin, masiwan, mamat,

dede, dan abas yang telah memberi semangat, dukungan serta kasih sayang

kepada penulis

5. Keluarga besar LIPI dan laboratorium Treub Kebun Raya Bogor

khususnya Bu Yayuk, Mba Laras, Mas Fahmi, Mba Titin, Mba Ria dan

Pak Bono yang telah berkenan membantu dan memberikan izin penelitian

kepada penulis terima kasih pula atas kebersamaannya

6. Keluarga Besar Dewan Revolusioner, Zwitterium, Spectrum of Scientist,

Chlorophyl dan Al iffah khususnya Meira, Eng, Tri, Peni, Gandi, Umami

dkk yang telah memberikan kasih sayang, pengalaman dan semangat serta

doa kepada penulis selama tinggal di bogor

7. Ulfah, Fifi, Cahaya dan Devi selaku partner penelitian

8. Teman-teman Biologi 47 untuk kebersamaannya

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu terimakasih atas

dukungannya

Keterbatasan manusia membuat penulis merasa perlu kritik dan saran dari

rekan-rekan demi kemajuan penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

Kapsah

Page 12: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,
Page 13: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 2

Waktu dan tempat 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 2

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Morfologi Bunga 4

Morfologi Polen 6

Hasil Percobaan Pendahuluan 7

Uji Viabilitas Polen dengan Metode Perkecambahan Secara In Vitro 9

Uji Viabilitas Polen dengan Metode Pewarnaan 15

Uji Korelasi Viabilitas Polen Antara Metode Perkecambahan dan Metode

Pewarnaan 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

RIWAYAT HIDUP 24

Page 14: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

DAFTAR TABEL

1 Morfologi polen belimbing hutan 6

2 Uji DMRT viabilitas perkecambahan polen belimbing hutan dengan

variabel spesies dan filamen 13

3 Uji DMRT viabilitas perkecambahan polen belimbing hutan dengan

variabel spesies dan jenis media 13

4 Uji DMRT viabilitas perkecambahan polen belimbing hutan dengan

variabel stadia bunga dan jenis media. 14

5 Uji DMRT viabilitas perkecambahan polen belimbing hutan dengan

variabel spesies, stadia bunga dan filamen 14

6 Uji DMRT viabilitas pewarnaan polen belimbing hutan dengan variabel

spesies dan jenis pewarna 17

7 Hasil uji korelasi antara viabilitas uji perkecambahan dan uji pewarnaan 18

DAFTAR GAMBAR

1 Variasi letak pistil pada belimbing hutan 4

2 Morfologi bunga antara stadia H-1 dan H0 pada bunga dengan mahkota

yang dilepas dan mahkota lengkap 5

3 Morfologi polen belimbing hutan 7

4 Grafik panjang tabung polen belimbing hutan H-1 pada jam ke 1-16 8

5 Grafik panjang tabung polen belimbing hutan H0 pada jam ke 1-16 9

6 Grafik persentase viabilitas kecambah polen belimbing hutan 11

7 Polen belimbing hutan yang anomali 11

8 Polen A. dolichocarpa yang dikecambahkan menggunakan media BK

dan sukrosa 10% 12

9 Grafik panjang tabung polen belimbing hutan 15

10 Grafik persentase viabilitas pewarnaan pada polen belimbing hutan 16

11 Viabilitas pewarnaan dengan pewarna anilin blue dan I2KI 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Umur dan Tinggi Pohon A. dolichocarpa dan A. leucopetala

(Rugayah & Sunarti 2008) 20 2 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban nisbi lingkungan A.

dolichocarpa dan A. leucopetala 21

3 Analisis ragam uji perkecambahan polen secara in vitro 22

4 Sidik ragam dalam rancangan petak terbagi pengaruh utama dan

interaksi media dengan perlakuan faktor terhadap viabilitas

perkecambahan polen in vitro 22

5 Analisis ragam uji pewarnaan polen 23

6 Sidik ragam dalam rancangan petak terbagi pengaruh utama dan

interaksi media dengan perlakuan faktor terhadap viabilitas pewarnaan

polen 23

Page 15: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

PENDAHULUAN

Belimbing hutan Averrhoa dolichocarpa dan A. leucopetala adalah jenis

baru asli Indonesia yang dilaporkan oleh Rugayah dan Sunarti tahun 2008. Secara

morfologi, kedua jenis belimbing ini berbeda dengan dua jenis belimbing yang

sudah dikenal sebelumnya yaitu A. carambola L dan A. bilimbi L. Berdasarkan

karakter vegetatif, A. leucopetala dan A. dolichocarpa mirip dengan A. bilimbi L,

sedangkan berdasarkan karakter generatif kedua jenis belimbing tersebut lebih

mirip dengan A. carambola L. Rugayah & Sunarti (2008) menyebutkan bahwa

perbedaan spesifiknya terdapat pada karakter daun, infloresen, bunga dan

buahnya. Kondisi ini diperkuat oleh Yulita (2011) yang berdasarkan karakterisasi

dengan amplifikasi RAPD terhadap DNA genom belimbing hutan menunjukkan

adanya perbedaan sifat genetik yang mengindikasikan proses radiasi adaptif

tersendiri di wilayah persebarannya yaitu Papua dan Gorontalo sehingga berbeda

dari A. bilimbi L dan A. carambola L.

Karakter generatif yang paling spesifik dalam perbedaan karakter

belimbing hutan dengan A. bilimbi L dan A. carambola L adalah bunganya.

Susunan bunga belimbing hutan terdiri dari kelopak, mahkota bunga, benang sari,

putik dan bakal buah. Benang sari terdiri dari anter dan filamen. Sedangkan putik

terdiri dari stigma dan stilus (Darjanto & Satifah 1990).

Menurut Heslop-Harrison dan Heslop-Harrison (1970), pada sebagian

besar tumbuhan, masa kematangan stigma dan anter terjadi dalam waktu antara 1

sampai 3 hari. Bahkan pada beberapa jenis tumbuhan, masa kematangan stigma

dan anter hanya terjadi dalam beberapa jam saja. Menurut Soepadmo (1989),

kematangan stigma dan anter dari A. carambola L terjadi dalam waktu yang

berbeda, dimana anter matang lebih dahulu dibandingkan stigma.

Mangunah et al. (2013) melaporkan bahwa ciri-ciri bunga pada fase

antesis (H0) yaitu sudah terlihat jelas petal keluar dari sepalnya, pada bunga A.

dolichocarpa terlihat petal yang berwarna merah muda dengan bagian putih di

tepi dan pangkalnya, sepal berwarna hijau dengan garis merah muda di tepi,

filamen sudah dipenuhi serbuk sari berwarna putih. Pada A. leucopetala tampak

petal yang berwarna putih, filamen dipenuhi serbuk sari berwarna kuning.

Sedangkan ciri-ciri bunga H-1 yaitu adanya ujung petal yang mulai tampak keluar

dari sepalnya. Tingkat kerontokan bunga A. dolichocarpa dan A. leucopetala pada

fase pra antesis (sebelum bunga mekar) dan fase antesis cukup tinggi, sehingga

tingkat keberhasilan perkembangan bunga sampai menjadi buah relatif kecil.

Rendahnya tingkat keberhasilan pembentukan buah pada A. dolichocarpa

dan A. leucopetala diduga ada kaitannya dengan masa kematangan stigma dan

anter. Hasanuddin (2009) melaporkan bahwa keberhasilan pembentukan buah dan

jumlah biji sangat dipengaruhi oleh viabilitas polen. Mengingat A. dolichocarpa

dan A. leucopetala adalah jenis baru, sehingga informasi terkait dengan masa

kematangan stigma dan anternya belum banyak diketahui demikian juga dengan

viabilitas polennya. Oleh karena itu penelitian uji viabilitas polen kedua jenis

belimbing hutan perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari

viabilitas polen A. dolichocarpa dan A. leucopetala dengan uji perkecambahan

menggunakan media Brewbaker and Kwack (BK) dan sukrosa 10% serta uji

Page 16: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

2

pewarnaan dan mempelajari korelasi antara metode perkecambahan in vitro

dengan metode pewarnaan.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2014.

Pengambilan sampel dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya

Bogor. Uji perkecambahan polen dilakukan di Laboratorium Treub Kebun Raya

LIPI. Pengamatan uji pewarnaan dilakukan di Laboratorium Taksonomi,

Departemen Biologi FMIPA IPB.

Bahan

Bahan tanaman yang digunakan adalah sampel polen dari bunga sehari

sebelum bunga mekar(H-1) dan saat bunga mekar (H0) masing-masing sebanyak

10 cluster bunga dari dua individu pohon A. dolichocarpa pembibitan dan dua

individu pohon A. dolichocarpa lereng asal Papua serta dua individu pohon

belimbing hutan asal Gorontalo (A. leucopetala) yang merupakan tanaman koleksi

Kebun Raya Bogor. Umur dan tinggi pohon terlampir pada Lampiran 1.

Bahan kimia yang digunakan antara lain: anilin blue 1%, I2KI 1%, dan

media Brewbaker & Kwack (BK) yang terdiri atas sukrosa 10%, H3BO4 100 ppm,

Ca(NO3)2.4H2O 300 ppm, MgSO4.7H2O 200 ppm, dan KNO3 100 ppm dalam

1000 mL akuades.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan analitik,

labu takar, cawan petri, gelas obyek, pH meter, cover glass, lup,mikroskop

trinokuler optika M-699 yang dilengkapi dengan Optilab Vision Lite 2.1,

mikroskop trinokuler optika SZ-CTV 4083.8, tangga, meteran, dan counter.

Prosedur

Penelitian ini terdiri dari percobaan pendahuluan dan percobaan utama

berupa uji perkecambahan in vitro dan uji pewarnaan.

Percobaan Pendahuluan

Pengamatan morfologi bunga dan polen dilakukan pada tanaman

belimbing hutan. Fenologi pembungaan A. dolichocarpa dan A. leucopetala telah

diteliti oleh Mangunah et al. (2013) sehingga bunga stadia (H-1) dan bunga stadia

(H0) sudah diketahui. Media perkecambahan terlebih dahulu diadaptasi dengan

suhu AC 24oC. Pengambilan polen dilakukan pada pukul 07.00-08.00 (Lampiran

2). Suhu dan kelembaban nisbi lingkungan A. dolichocarpa dan A. leucopetala

saat pengambilan bunga berturut-turut berkisar antara 23 - 28.5oC dan 78-99 %.

Bunga mekar pada A. leucopetala dan A. dolichocarpa terjadi sekitar pukul 04.00

hingga 06.00 pagi (Mangunah et al. 2013). Percobaan pendahuluan dilakukan

untuk menentukan waktu optimum perkecambahan polen A. dolichocarpa dan A.

leucopetala. Percobaan pendahuluan penelitian ini mengacu kepada penelitian

Wahyudin (1999).

Page 17: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

3

Untuk masing-masing individu pohon diambil 10 cluster bunga, dimana

masing-masing cluster bunga diambil satu bunga stadia H-1 dan satu bunga stadia

H0. Bunga A. dolichocarpa dan A. leucopetala stadia H-1 dan H0 tiap cluster bunga

diambil dari pohon dan ditempatkan di dalam cawan petri yang telah dilapisi oleh

tisu basah. Polen bunga A. dolichocarpa dan A. leucopetala stadia H-1 dan H0 dari

tiap bunga dibedakan antara sumber polen dari filamen panjang dan filamen

pendek. Dalam satu bunga belimbing hutan terdapat lima buah filamen panjang

dan lima buah filamen pendek. Polen dari lima buah filamen panjang dicampur

menjadi satu preparat amatan, begitu pula halnya dengan filamen pendek.

Sebagian polen yang dicampur tadi dimasukkan ke dalam media BK, dan

sebagian lagi dimasukkan ke dalam media sukrosa 10% yang telah diteteskan

pada gelas obyek untuk dikecambahkan. Gelas obyek berisi media diletakkan di

cawan petri yang dilapisi tisu basah kemudian ditutup dan diinkubasi selama 1, 2,

3, 4, 5, 6, 7, 16 dan 17 jam hingga diperoleh waktu optimum polen berkecambah.

Perkecambahan diamati dibawah mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan

mikrometer dan Optika Vision Lite 2.1. Kemudian dilakukan pengamatan untuk

menentukan waktu optimum dan dilakukan pengukuran terhadap 10 polen secara

acak pada lima bidang pandang untuk diukur panjang tabungnya. Pengukuran

diameter polen dilakukan terhadap lima bidang pandang dari setiap gelas obyek.

Untuk masing-masing bidang pandang diambil 35 polen secara acak.

Uji Perkecambahan Polen Secara In Vitro

Pengambilan sampel polen yang digunakan untuk perkecambahan in vitro

pada percobaan utama sama seperti pada percobaan pendahuluan. Pengamatan

viabilitas polen dan pengukuran panjang tabung polen dilakukan di lima bidang

pandang pada saat optimum setelah 16 jam polen dikecambahkan. Polen

dikategorikan normal berkecambah apabila panjang tabung polen sudah mencapai

minimal sama dengan diameter polen tersebut. Pada pengukuran tabung polen

untuk masing-masing bidang pandang diambil 10 polen secara acak. Persentase

viabilitas polen dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Viabilitas = (1)

Uji Viabilitas Polen dengan Pewarnaan

Uji viabilitas polen dengan metode pewarnaan menggunakan pewarna

anilin blue 1% dan I2KI 1%. Pengambilan sumber polen dari dua individu pohon

untuk masing-masing belimbing hutan dilakukan terhadap tiga cluster bunga.

Untuk masing-masing cluster bunga diambil satu bunga stadiaH-1 dan satu bunga

stadia H0. Polen dipisahkan dari filamen panjang dan pendek. Polen yang telah

disiapkan diletakkan pada gelas obyek yang telah ditetesi anilin blue 1% dan I2KI

1%, lalu ditutup dengan cover glass ditunggu 10 menit kemudian diamati dibawah

mikroskop. Banyaknya polen tiap ulangan gelas obyek sekitar 100-200 butir.

Polen dikategorikan viabel apabila polen sudah terwarnai menjadi biru tua pada

pewarnaan dengan anilin blue dan coklat kehitaman pada pewarnaan dengan I2KI.

Viabilitas polen dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Viabilitas = (2)

Page 18: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

4

Analisis Data

Percobaan menggunakan Rancangan Acak lengkap (RAL) 4 faktor.

Faktor pertama yaitu spesies yang terdiri dari 3 populasi tanaman A. dolichocarpa

di pembibitan (D1), A. dolichocarpa di lereng (D2) dan A. leucopetala (L).

Faktor kedua adalah stadia bunga (H-1 dan H0). Faktor ketiga yaitu polen dari

filamen panjang (PJG) dan filamen pendek (PDK). Faktor keempat adalah jenis

media pengecambahan polen yang terdiri atas 2 macam yaitu media Brewbaker &

Kwack (BK) dan media sukrosa 10% (S).

Analisis sidik ragam dilakukan terhadap viabilitas polen pada uji

pengecambahan dan uji pewarnaan. Apabila hasil sidik ragam berbeda nyata,

dilakukan uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT). Uji korelasi dilakukan

untuk melihat korelasi viabilitas polen antara metode perkecambahan in vitro

dengan metode pewarnaan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

software SPSS 16.0, dan Minitab 15.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi Bunga

Berdasarkan posisi pistil terhadap filamen, pada A. dolichocarpa

ditemukan tipe pistil yang berbeda yaitu pistil panjang ditemukan pada A.

dolichocarpa di pembibitan dan pistil pendek ditemukan pada A. dolichocarpa di

lereng, sedangkan A. leucopetala memiliki letak pistil di bagian bawah (Gambar

1). Tipe pistil pada pistil panjang ditemukan pada A. dolichocarpa seperti ini

disebut tipe distili.

Gambar 1 Variasi letak pistil pada belimbing hutan (a) A. dolichocarpa pembibitan (b) A.

dolichocarpa lereng (c) A. leucopetala. aa = filamen panjang, b = filamen pendek, c =

stilus

Pada belimbing hutan sebagian anter stadia bunga H-1 sudah pecah

sebelum bunga mekar. Sedangkan anter stadia bunga H0 sekitar pukul 07.00 anter

sudah pecah baik anter pada filamen panjang maupun filamen pendek (Gambar 2).

(b) (a) (c)

Page 19: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

5

b

e

Jenis belimbing hutan H-1 H0

Bunga A. dolichocarpa di

pembibitan dengan

mahkota dilepas

Bunga A. dolichocarpa di

pembibitan dengan

mahkota disayat

Bunga A. dolichocarpa di

lereng dengan mahkota

dilepas

Bunga A. dolichocarpa di

lereng dengan mahkota

disayat

Bunga A. leucopetala

dengan mahkota dilepas

a

b

a

c

b

a

b

c

a

b

c

e c

b a

c

a

b

c

a

b

e

d

c

b

a

f

b

a

c

f

a

c

d f

Page 20: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

6

Bunga A. leucopetala

dengan mahkota disayat

Gambar 2 Morfologi bunga belimbing hutan stadia H-1 dan H0 dengan mahkota dilepas dan

mahkota disayat. aa = filamen panjang, b = filamen pendek, c = stilus, d = kelopak bunga, e = mahkota

bunga, f = bakal biji.

Morfologi Polen

Tipe polen pada belimbing hutan adalah trikolpata dengan tiga apertur

(Gambar 3). Hal ini sesuai dengan pernyataan Erdtman (1972) yang melaporkan

bahwa tipe polen dari famili Oxalidaceae adalah trikolpata. Diameter polen

maksimum yang dimiliki A. dolichocarpa di pembibitan dari filamen panjang

adalah 34.75 ± 3.88 μm. Diameter minimum A. dolichocarpa di lereng dari

filamen pendek adalah 24.19 ± 1.19 μm. Dilihat dari kisaran ukuran diameter

polennya tersebut ukuran diameter polen belimbing hutan menurut Fahn (1982)

termasuk kelompok polen tipe media (25-50 μm) dan sesuai dengan pendapat

Safitri et al. (2011) yang melaporkan bahwa pada A. bilimbi ukuran polen dari

filamen panjang umumnya memiliki diameter lebih besar dibandingkan diameter

pada polen filamen pendek.

Menurut Warid (2009), banyaknya apertur yang dimiliki polen dapat

mempengaruhi jumlah tabung polen yang muncul. Pada pengamatan daya

kecambah polen belimbing hutan ditemukan polen yang memiliki tiga tabung

polen. Namun dari tiga tabung polen tersebut yang memanjang hanya satu tabung.

Disamping itu juga ditemukan polen dengan tabung yang bercabang. Kondisi ini

seperti yang dilaporkan oleh Warid (2009) bahwa banyaknya jumlah apertur pada

permukaan polen potensial untuk menjadi tempat keluarnya tabung polen.

Tabel 1 Morfologi polen belimbing hutan dengan SEM

Spesies Bentuk Bentuk

apertur

Jumlah

apertur

Permukaan

polen

A. dolichocarpa Bulat Kolpata 3 Tidak rata

A. leucopetala Bulat Kolpata 3 Halus

a e

a

f

d

e

c

f

d

b

Page 21: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

7

Gambar 3 Morfologi polen hasil SEM : (a) A. dolichocarpa tunggal (b) kumpulan polen A.

dolichocarpa (c) A. leucopetala tunggal (d) kumpulan polen A. leucopetala. bar = 10

µm

Hasil Percobaan Pendahuluan

Pengukuran panjang tabung polen belimbing hutan pada kedua jenis media

BK dan sukrosa 10% diamati perjam selama 7 jam pertama dan dilanjutkan pada

saat 16 jam setelah diinkubasi. Data hasil pengukuran panjang tabung polen dapat

dilihat pada Gambar 4 dan 5. Setelah polen diinkubasi selama 17 jam ternyata

tabung polen mengalami lisis. Oleh karena itu waktu optimum yang digunakan

untuk inkubasi pada penelitian berikutnya yaitu selama 16 jam. Waktu optimum

ditentukan ketika sebagian besar polen dalam gelas obyek telah berkecambah dan

sebelum tabung polen mengalami lisis. Ukuran tabung polen bertambah panjang

setiap jamnya, dan mencapai maksimum pada pengamatan setelah diinkubasi 16

jam. Pada media BK panjang tabung polen saat 16 jam setelah inkubasi berkisar

antara 300-400 µm, sedangkan pada media sukrosa 10% hanya berkisar antara

100-200 µm. Pertumbuhan tabung polen pada belimbing hutan stadia H-1 dan H0

baik pada polen dari filamen panjang maupun di filamen pendek dengan

menggunakan media BK maupun sukrosa umumnya meningkat secara signifikan

pada jam ke 4 hingga jam ke 16. Polen A. dolichocarpa di lereng stadia bunga H0

menghasilkan panjang tabung tertinggi pada stadia bunga H0 maupun H-1 baik

dalam media BK maupun sukrosa 10%. Pada media BK pertumbuhan panjang

tabung tiap jam menghasilkan panjang tabung yang lebih panjang dibandingkan

dengan polen yang dikecambahkan dalam media sukrosa. Selain itu juga panjang

tabung polen belimbing hutan stadia bunga H0 tiap jam menghasilkan panjang

tabung yang lebih panjang apabila dibandingkan dengan polen stadia bunga H-1

(Gambar 4 dan 5).

(a) (b)

(c) (d)

Page 22: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

8

Gambar 4 Ukuran panjang tabung polen belimbing hutan H-1 pada jam ke 1- 16:

(a) dengan media BK, (b) dengan media sukrosa 10% aD1 = A. dolichocarpa di pembibitan, D2 = A. dolichocarpa di lereng, L = A. leucopetala,

H0 = bunga antesis, PJG = filamen panjang, PDK = filamen pendek ; bPengamatan

dilakukan pada jam 1-7 dan jam ke 16

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

D1 H0 PJG D1 H0 PDK D2 H0 PJG

D2 H0 PDK L H0 PJG L H0 PDK

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

D1 H0 PJG D1 H0 PDK D2 H0 PJG

D2 H0 PDK L H0 PJG L H0 PDK

(a)

(b)

Page 23: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

9

Gambar 5 Ukuran panjang tabung polen belimbing hutan H0 pada jam ke 1- 16:

(a) dengan media BK, (b) dengan media sukrosa 10% aD1 = A. dolichocarpa di pembibitan, D2 = A. dolichocarpa di lereng, L = A. leucopetala,

H0 = bunga antesis, PJG = filamen panjang, PDK = filamen pendek ; bPengamatan

dilakukan pada jam 1-7 dan jam ke 16

Uji Viabilitas Polen dengan Metode Perkecambahan Secara In Vitro

Nilai persentase viabilitas belimbing hutan tertinggi didapati pada polen A.

dolichocarpa di lereng filamen pendek stadia H0 menggunakan media BK dengan

persentase viabilitas sebesar 75.12%, sedangkan nilai persentase viabilitas

belimbing hutan terendah dijumpai pada polen A. dolichocarpa di lereng filamen

pendek H-1 menggunakan media sukrosa 10% dengan persentase viabilitas sebesar

36.12%. Nilai viabilitas polen belimbing hutan stadia H0 lebih tinggi

dibandingkan viabilitas polen belimbing hutan H-1. Hal ini sesuai dengan

050

100150200250300350400450500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Pan

jan

g ta

bu

ng

(µm

)

Jam pengamatan

D1 H0 PJG D1 H0 PDK D2 H0 PJG

D2 H0 PDK L H0 PJG L H0 PDK

050

100150200250300350400450500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Pan

jan

g ta

bu

ng

(µm

)

Jam pengamatan

D1 H0 PJG D1 H0 PDK D2 H0 PJG

D2 H0 PDK L H0 PJG L H0 PDK

(a)

(b)

Page 24: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

10

penelitian Agustin et al. (2014) yang melaporkan bahwa daya kecambah polen

segar melon dari bunga stadia H0 lebih tinggi dibandingkan dengan polen yang

dipanen sehari sebelum antesis (H-1).

Nilai viabilitas polen belimbing hutan dalam media BK lebih tinggi

dibandingkan viabilitas polen belimbing hutan dalam media sukrosa 10%. Hal ini

dikarenakan media BK mengandung asam borat sebanyak 100 ppm dan sukrosa

10% serta unsur lainnya sedangkan sukrosa 10% bukanlah sumber karbon yang

esensial. Sukrosa 10% merupakan media yang memiliki sifat osmotik yang

berperan untuk menstimulasi polen agar berkecambah. Waktu optimum untuk

perkecambahan polen belimbing hutan adalah 16 jam. Jangka waktu

perkecambahan polen belimbing hutan termasuk jangka waktu pendek yaitu

kurang dari 48 jam (Galleta 1983; Nygaard dalam Webber dan Masimbert 1993).

Boron merupakan unsur yang sangat berpengaruh dalam proses perkecambahan

dan panjang tabung polen. Nilai viabilitas polen belimbing hutan filamen panjang

lebih tinggi viabilitasnya apabila dibandingkan dengan nilai viabilitas polen

belimbing hutan filamen pendek baik pada media BK maupun pada media sukrosa

10% (Gambar 6).

Polen tumbuhan kelas Angiospermae selalu memerlukan gula dalam

perkecambahannya (Galleta 1983). Untuk memperoleh hasil perkecambahan yang

lebih baik diperlukan boron dan nutrisi lain. Perkecambahan polen belimbing

hutan menggunakan media BK yang mengandung asam borat sebanyak 100 ppm,

menunjukkan adanya peningkatan perkecambahan polen secara in vitro. Hal ini

membuktikan pernyataan Peter and Stanley (1974) dalam Malik (1979) yang

melaporkan bahwa penambahan 3 ppm boron dapat meningkatkan

perkecambahan polen secara in vitro sebesar 5%. Pernyataan Malik ini didukung

oleh Rihova et al. (1996) yang melaporkan bahwa tanpa adanya asam borat

viabilitas perkecambahan polen kentang kurang dari 5%. Akan tetapi penambahan

boron di atas 17.6 ppm dapat menurunkan perkecambahan polen kentang. Selain

itu juga meskipun boron cukup penting bagi perkecambahan polen, konsentrasi

boron yang tinggi juga mampu menurunkan daya berkecambah, karena boron

merupakan unsur yang sangat berpengaruh dalam proses perkecambahan dan

panjang tabung polen, terlebih apabila mediumnya mengandung gula.

Boron berfungsi untuk menstimulasi pemecahan gula seperti sukrosa oleh

sel. Boron sebagai pendorong pemecahan sukrosa untuk menunjang pertumbuhan

tabung polen (Hrabetova dan Tupy 1964). Kwack dalam Galleta (1983),

melaporkan bahwa ion Ca perlu ditambahkan dalam medium perkecambahan

untuk tanaman hortikultura. Selain Ca, asam borat dan sukrosa 10%, media BK

juga mengandung MgSO4.7H2O sebanyak 200 ppm, KNO3 sebanyak 100 ppm.

Unsur lain yang mendukung perkecambahan polen secara in vitro adalah mangan

(Mn).

Menurut Malik (1979), sukrosa merupakan senyawa gula sebagai sumber

karbon yang mudah diabsorbsi oleh sel tanaman, sehingga sukrosa sering

digunakan dalam media perkecambahan polen karena dapat menghasilkan

persentase perkecambahan yang lebih tinggi dan perpanjangan tabung polen.

Menurut Warid (2009), media BK yang tidak mengandung sukrosa hanya mampu

menghasilkan perkecambahan pada Nicotiana tabacum (Famili Solanaceae),

sedangkan media BK dan PGM (Pollen Germination Medium) yang mengandung

Page 25: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

11

sukrosa cenderung menghasilkan perkecambahan yang lebih baik pada Poaceae,

Euphorbiaceae, Solanaceae, dan Myrtaceae. Polen Codiaeum variegatum yang

termasuk ke dalam famili Solanaceae memberikan perkecambahan yang lebih

tinggi yaitu sebesar 74.40% pada sukrosa 10% dibandingkan media BK dan PGM.

Gambar 6 Viabilitas kecambah polen belimbing hutan aD1 = A. dolichocarp di pembibitan, D2 = A. dolichocarpa di lereng, L = A. leucopetala,

H0 = bunga antesis, H-1 = bunga satu hari sebelum antesis, BK = media brewbaker dan

kwack, S = sukrosa 10%, PJG = filamen panjang, PDK = filamen pendek

Pada polen belimbing hutan, ditemukan tabung polen yang bercabang.

Selain itu terkadang juga diperoleh tabung polen yang anomali yaitu terdapat

tabung polen yang lebih dari satu walaupun hanya ada satu tabung yang dominan

tumbuh memanjang (Gambar 7). Polen anomali ini sangat jarang dijumpai.

Tabung polen yang normal hanya ditemukan dengan satu tabung polen saja. Polen

yang anomali ini ditemukan pada A. dolichocarpa di pembibitan sedangkan pada

A. dolichocarpa di lereng dan A. leucopetala tidak dijumpai polen yang anomali.

Gambar 7 Polen belimbing hutan yang anomali : (a) Tabung polen yang bercabang, (b) Tabung

polen yang tumbuh lebih dari satu, namun hanya satu yang dominan memanjang

Polen kedua jenis belimbing hutan yang dikecambahkan dalam media BK

cenderung memiliki tabung polen dengan permukaan yang halus, sedangkan polen

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

D1PDKBK

D2PDKBK

L PDKBK

D1PDK S

D2PDK S

L PDKS

D1PJGBK

D2PJGBK

L PJGBK

D1PJG S

D2PJG S

L PJGS

Via

bili

tas

keca

mb

ah p

ole

n (

%)

Variabel perlakuan

H-1

H0

(b) (a)

Page 26: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

12

yang dikecambahkan dalam media sukrosa 10% cenderung memiliki tabung polen

yang bergelombang (Gambar 8). Hal ini diduga disebabkan karena sifat osmotik

yang dimiliki oleh media tunggal sukrosa 10% terhadap perkecambahan tabung

polen.

Gambar 8 Polen A. dolichocarpa : (a) polen yang dikecambahkan menggunakan media BK, (b)

polen yang dikecambahkan menggunakan media sukrosa 10%

Hasil uji statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) empat

faktor. Faktor yang diuji adalah spesies, stadia bunga, jenis filamen dan jenis

media. Faktor yang berinteraksi antara lain spesies, stadia bunga dan filamen,

stadia bunga dan jenis media, spesies dengan jenis media, spesies dengan filamen

dan spesies dengan stadia bunga (Lampiran 3). Interaksi antara spesies dengan

stadia bunga diperoleh bahwa nilai viabilitas polen belimbing hutan stadia H0

lebih tinggi dibandingkan viabilitas polen belimbing hutan H-1.

Interaksi antara spesies dengan jenis filamen, diperoleh bahwa nilai

persentase viabilitas polen belimbing hutan yang tinggi dijumpai pada polen A.

dolichocarpa di pembibitan pada filamen panjang maupun pendek dan A.

dolichocarpa di lereng, sedangkan nilai persentase viabilitas polen belimbing

hutan terendah dijumpai pada polen A. leucopetala pada filamen pendek. Nilai

viabilitas polen belimbing hutan pada A. dolichocarpa di pembibitan tidak

berbeda nyata, sedangkan pada A. dolichocarpa di lereng dan A. leucopetala

berbeda nyata. Nilai persentase viabilitas polen A. dolichocarpa di lereng pada

filamen panjang lebih tinggi dibandingkan dengan filamen pendeknya (Tabel 2).

Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Safitri et al. (2011) bahwa rata-rata

viabilitas polen dari filamen panjang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

polen dari filamen pendek.

(b) (

a) (a)

Page 27: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

13

Tabel 2 Uji DMRT viabilitas perkecambahan polen belimbing hutan dengan

variabel spesies dan filamen

Perlakuan Variabel Viabilitas (%) ± SD

1 D1 PJG 65.07 ± 11.12c

2 D1 PDK 65.89 ± 11.24c

3 D2 PJG 64.75 ± 12.85c

4 D2 PDK 60.05 ± 9.74b

5 L PJG 57.54 ± 14.05ab

6 L PDK 55.59 ± 16.58a

aAngka yang diikuti huruf yang sama dalam satu perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% ; bD1 = A. dolichocarpa di pembibitan, D2 = A. dolichocarpa

di lereng, L = A. leucopetala, PJG = filamen panjang, PDK = filamen pendek

Interaksi antara spesies dengan jenis media diperoleh bahwa nilai

persentase viabilitas polen belimbing hutan yang tinggi dijumpai pada polen A.

dolichocarpa di pembibitan, A. dolichocarpa di lereng, dan A. leucopetala dalam

media BK, sedangkan nilai persentase viabilitas polen belimbing hutan terendah

dijumpai pada polen A. leucopetala dalam media sukrosa 10%. Terdapat

perbedaan respon polen belimbing hutan apabila diuji menggunakan media

sukrosa 10% (Tabel 3). Media sukrosa 10% pada perkecambahan polen belimbing

hutan tidak berpengaruh nyata karena sukrosa hanya sebagai media tunggal, bila

polen dikecambahkan dalam media BK dengan unsur-unsur pelengkap lainnya

maka tabung polen lebih panjang, karena nutrisi lengkap di dalam media BK

mampu menstimulasi tabung polen agar berkecambah lebih panjang dan

menghasilkan viabilitas kecambah polen yang lebih tinggi.

Tabel 3 Uji DMRT viabilitas perkecambahan polen belimbing hutan dengan

variabel spesies dan jenis media

Perlakuan Variabel Viabilitas (%) ± SD

1 D1 BK 69.08 ± 11.09d

2 D1 S 61.89 ± 10.06c

3 D2 BK 67.17 ± 11.64d

4 D2 S 57.62 ± 9.46b

5 L BK 68.93 ± 8.87d

6 L S 44.20 ± 9.30a

aAngka yang diikuti huruf yang sama dalam satu perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% ; bD1 = A. dolichocarpa di pembibitan, D2 = A. dolichocarpa

di lereng, L = A. leucopetala, BK = media brewbaker dan kwack, S = sukrosa 10%.

Interaksi antara stadia bunga dengan jenis media, diperoleh bahwa nilai

persentase viabilitas polen belimbing hutan yang tertinggi dijumpai pada polen

stadia bunga H0 dalam media BK, sedangkan nilai persentase viabilitas polen

belimbing hutan terendah dijumpai pada polen stadia bunga H-1 dalam media

sukrosa.Viabilitas polen belimbing hutan pada stadia bunga H0 maupun H-1 dalam

media BK dan sukrosa 10% seluruhnya berbeda nyata pada taraf uji 5% (Tabel 4).

Page 28: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

14

Tabel 4 Uji DMRT viabilitas perkecambahan polen belimbing hutan dengan

variabel stadia bunga dan jenis media

Perlakuan Variabel Viabilitas (%) ± SD

1 H-1 BK 63.71 ± 9.47c

2 H0 BK 73.08 ± 9.57d

3 H-1 S 51.64 ± 11.45a

4 H0 S 57.50 ± 12.25b

aAngka yang diikuti huruf yang sama dalam satu perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata ;

bH0

= bunga antesis, H-1 = bunga satu hari sebelum antesis, BK = media brewbaker dan kwack, S =

sukrosa 10%

Interaksi antara spesies, stadia bunga dan jenis filamen, diperoleh bahwa

nilai persentase viabilitas polen belimbing hutan yang tinggi dijumpai pada polen

A. dolichocarpa di pembibitan stadia bunga H0 filamen panjang dan pendek serta

A. dolichocarpa di lereng stadia bunga H0 filamen panjang, sedangkan nilai

persentase viabilitas polen belimbing hutan terendah dijumpai pada polen A.

leucopetala stadia bunga H-1 filamen pendek (Tabel 5).

Tabel 5 Uji DMRT viabilitas perkecambahan polen belimbing hutan dengan

variabel spesies, stadia bunga dan filamen

Perlakuan Variabel Viabilitas (%) ± SD

1 D1 H-1 PJG 58.24 ± 9.80bc

2 D1 H-1 PDK 62.06 ± 8.66c

3 D1 H0 PJG 71.91 ± 7.64d

4 D1 H0 PDK 69.72 ± 12.26d

5 D2 H-1 PJG 61.16 ± 13.28c

6 D2 H-1 PDK 59.33 ± 9.73bc

7 D2 H0 PJG 68.33 ± 11.45d

8 D2 H0 PDK 60.76 ± 9.80bc

9 L H-1 PJG 55.77 ± 10.80b

10 L H-1 PDK 49.48 ± 15.12a

11 L H0 PJG 59.30 ± 16.60bc

12 L H0 PDK 61.69 ± 15.83c

aAngka yang diikuti huruf yang sama dalam satu perlakuan menunjukkantidak berbeda

nyataberdasarkan uji DMRT pada taraf 5% ; bD1 = A. dolichocarpa di pembibitan, D2 = A.

dolichocarpa di lereng, L = A. leucopetala, H0 = bunga antesis, H-1 = bunga satu hari sebelum

antesis, PJG = filamen panjang, PDK = filamen pendek

Polen belimbing hutan memiliki sensitifitas perpanjangan tabung polen

yang berbeda jika berada pada media BK dan sukrosa 10%. Panjang tabung polen

tertinggi dijumpai pada polen A. leucopetala filamen pendek dalam media BK,

sedangkan panjang tabung terendah dijumpai pada polen A. leucopetala dari

filamen pendek dalam media sukrosa 10%. Panjang tabung polen belimbing hutan

apabila dibandingkan antara media BK dan sukrosa 10% pada H0 dan H-1 dengan

variabel pembeda berupa filamen panjang dan filamen pendek dijumpai bahwa

polen dari filamen panjang cenderung memiliki panjang tabung polen yang lebih

pendek bila dibandingkan dengan polen dari filamen pendek baik menggunakan

media BK maupun media sukrosa 10% (Gambar 9). Polen melepaskan enzim

Page 29: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

15

serta prekursor enzim sehingga tabung polen dapat memanjang. Komponen

protein dari eksudat stigma, dan protein yang dibebaskan oleh butir-butir polen

diduga berperan penting dalam proses-proses interaksi antara polen dan stigma

(Mattsson et al. 1974).

Gambar 9 Panjang tabung polen belimbing hutan aD1 = A. dolichocarpa di pembibitan, D2 = A. dolichocarpa di lereng, L = A. leucopetala,

H0 = bunga antesis, H-1 = bunga satu hari sebelum antesis, BK = media brewbaker dan

kwack, S = sukrosa 10%, PJG = filamen panjang, PDK = filamen pendek

Uji Viabilitas Polen dengan Metode Pewarnaan

Nilai viabilitas uji pewarnaan belimbing hutan baik menggunakan anilin

blue maupun I2KI dapat dikatakan lebih tinggi dibandingkan dengan uji

perkecambahan, yaitu rata-rata sebesar 88.60 % pada anilin blue dan 88.50 %

pada I2KI. Nilai viabilitas uji pewarnaan polen tertinggi didapati pada A.

dolichocarpa di lereng filamen panjang H-1 dengan pewarna anilin blue yaitu

sebesar 93.79%. sedangkan nilai viabilitas uji pewarnaan polen terendah didapati

pada polen A. leucopetala filamen panjang H-1 dengan pewarna anilin blue yaitu

sebesar 79.20%. Viabilitas polen H-1 dengan uji pewarnaan umumnya lebih tinggi

dibandingkan dengan viabilitas polen H0 baik pada pewarna anilin blue maupun

I2KI (Gambar 10).

Page 30: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

16

Gambar 10 Viabilitas pewarnaan pada polen belimbing hutan aD1 = A. dolichocarpa di pembibitan, D2 = A. dolichocarpa di lereng, L = A. leucopetala,

H0 = bunga antesis, H-1 = bunga satu hari sebelum antesis, BK = media brewbaker dan

kwack, S = sukrosa 10%, PJG = filamen panjang, PDK = filamen pendek

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap uji viabilitas pewarnaan dengan

pewarna anilin blue 1% terdapat tiga perbedaan intensitas warna yaitu biru pekat,

biru muda, dan tidak berwarna atau bening. Butir polen yang berwarna biru pekat

dan bulat utuh pada uji pewarnaan dengan anilin blue 1% merupakan butir polen

yang viabel. Sedangkan yang berwana biru muda dan bening dengan bentuk polen

bulat utuh maupun tidak adalah butir polen yang tidak viabel. Uji viabilitas

pewarnaan dengan pewarna I2KI 1% terdapat tiga perbedaan intensitas warna

yaitu coklat kehitaman, coklat muda, dan bening. Butir polen yang coklat

kehitaman dan bulat utuh merupakan butir polen yang viabel, sedangkan yang

berwana coklat muda, dan bening dengan bentuk polen bulat utuh maupun tidak

adalah butir polen yang tidak viabel (Gambar 11).

Anilin blue merupakan salah satu pewarna yang cukup banyak digunakan

pada pengujian viabilitas polen. Butir polen yang berwarna biru pekat dan bulat

utuh merupakan butir polen yang viabel. Hal ini dikarenakan pewarna ini bereaksi

dengan kalosa. Kalosa adalah karbohidrat yang memisahkan sel induk mikrospora

(MMC) dari sel lainnya dan menyelimuti polen sesudah meiosis (Lersten 2004).

Apabila suatu polen mengandung kalosa, maka polen tersebut akan terwarnai oleh

anilin blue menjadi biru pekat. Sedangkan butir polen yang viabel bila diwarnai

dengan I2KI akan berwarna coklat kehitaman. Hal ini terjadi karena I2KI

mewarnai amilum yang terdapat pada polen. Butir polen yang matang

mengandung amilum dalam jumlah besar. Amilum pada setiap butir polen

tersebut akan digunakan sebagai sumber energi untuk berkecambah. Intensitas

warna yang dihasilkan masing-masing butir polen berbeda bergantung jumlah pati

yang dikandungnya. Sehingga diasumsikan semakin tinggi kandungan pati dalam

polen, maka akan semakin tinggi viabilitas polen tersebut (Warid 2009).

Page 31: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

17

Gambar 11 Viabilitas pewarnaan pada A. dolichocarpa : (a) Polen H0 Anilin blue (b) Polen H0 I2KI.

aTanda panah hitam : viabel; tanda panah merah : tidak viabel

Berdasarkan uji statistik, faktor yang berinteraksi dan berpengaruh nyata

hanya spesies dan jenis pewarna (Lampiran 4). Interaksi antara spesies dengan

jenis pewarna diperoleh bahwa nilai persentase viabilitas polen belimbing hutan

yang tinggi dijumpai pada polen A. leucopetala dalam pewarna anilin blue dan

I2KI, sedangkan nilai persentase viabilitas polen belimbing hutan terendah

dijumpai pada polen A. dolichocarpa di lereng dengan pewarna anilin blue (Tabel

6).

Tabel 6 Uji DMRT viabilitas pewarnaan polen belimbing hutan dengan variabel

spesies dan jenis pewarna

Perlakuan Variabel Viabilitas (%) ± SD

1 D1 I2KI 88.78 ± 6.14c

2 D1 AB 91.01 ± 7.48d

3 D2 I2KI 83.52 ± 8.84b

4 D2 AB 81.23 ± 13.49a

5 L I2KI 93.32 ± 1.90e

6 L AB 93.43 ± 2.05e

aAngka yang diikuti huruf yang sama dalam satu perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Uji Korelasi Viabilitas Polen Antara Metode Perkecambahan dan Metode

Pewarnaan

Hasil uji korelasi viabilitas polen pada uji perkecambahan dengan uji

pewarnaan memberikan hasil yang bervariasi. Viabilitas polen pada media

sukrosa 10% dengan pewarna I2KI 1% dan anilin blue 1% berkorelasi negatif.

Sedangkan antara viabilitas polen pada media BK dengan pewarna anilin blue dan

I2KI tidak berkorelasi (Tabel 7). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi viabilitas

polen dengan sukrosa 10%, maka semakin rendah viabilitas polen dengan

pewarna I2KI 1%, begitu pula sebaliknya. Hal ini diduga karena viabilitas polen

dengan menggunakan metode pewarnaan memberikan hasil viabilitas polen yang

tinggi yaitu sekitar 88.60%, sedangkan pada media sukrosa 10% hasil viabilitas

yang dihasilkan cukup rendah yaitu sekitar 54.60%. Berbeda halnya pada media

BK dengan pewarna anilin blue dan I2KI yang ternyata menunjukkan hasil tidak

berkorelasi. Hal ini berarti bahwa metode pewarnaan tidak dapat dijadikan

alternatif pengganti metode perkecambahan in vitro dengan media BK.

Page 32: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

18

Tabel 7 Hasil uji korelasi antara viabilitas uji perkecambahan dan uji pewarnaan

No. Variabel 1 Variabel 2 Pearson

correlation P-Value

1 Sukrosa 10% Pewarna I2KI -0.246 0.000

2 Sukrosa 10% Pewarna Anilin blue -0.137 0.018

3 Media BK Pewarna I2KI -0.014 0.815tn

4 Media BK Pewarna Anilin blue 0.034 0.563tn

a Tidak ada korelasi pada taraf uji 5% =

tn

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Waktu inkubasi optimum perkecambahan polen belimbing hutan dalam

media BK dan sukrosa 10% yaitu 16 jam. Viabilitas polen pada uji

perkecambahan lebih rendah dibanding uji pewarnaan yaitu berturut-turut 64.80%

dalam media BK, 54.60% dalam media sukrosa 10%, 88.60% pada anilin blue 1%

dan 88.50% pada I2KI 1%. Pada metode perkecambahan in vitro diperoleh hasil

bahwa nilai viabilitas polen belimbing hutan bunga stadia H0 lebih tinggi

dibanding dengan bunga stadia H-1. Sedangkan pada metode pewarnaan diperoleh

hasil sebaliknya yaitu nilai viabilitas polen bunga stadia H-1 lebih tinggi dibanding

bunga stadia H0. Uji viabilitas polen dalam media sukrosa 10% dengan uji

pewarnaan anilin blue 1% dan I2KI 1% berkorelasi negatif. Sedangkan viabilitas

polen dalam media BK dengan pewarna anilin blue 1% dan I2KI 1% tidak

berkorelasi.

Saran

Untuk persilangan pada pemuliaan tanaman sebaiknya menggunakan

polen pada bunga stadia H0. Pada A. dolichocarpa di lereng sebaiknya

menggunakan polen dari filamen panjang, sedangkan untuk polen A. dolichocarpa

di pembibitan, dan A. leucopetala boleh menggunakan polen dari filamen panjang

maupun filamen pendek.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin H, Palupi ER, Suhartanto MR. 2014. Pengelolaan polen untuk produksi

benih melon hibrida sunrise meta dan orange meta (Pollen management

for hybrid seed production of melon sunrise meta and orange meta). J

Hort. 24(1): 32-41.

Brewbaker JL, Kwack BH. 1963. The Calcium Ion and Substances Influencing

Pollen Growth. In: H. F. Linskens (Ed). Pollen Physiologyand Fertilization.

Amsterdam. North-Holland Publishing Co.

Darjanto, Satifah S. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik

Penyerbukan Silang Buatan. PT. Gramedia, Jakarta.

Page 33: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

19

Erdtman G. 1972. Pollen Morphology and Plant Taxonomy – Angiosperms (An

Introduction to Polynology. I). New York. Hafner Publishing Co.

Fahn A. 1982. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Pr.

Galleta GJ. 1983. Pollen and seed management. Di dalam: J. N. More and J.

Janick (Eds.). Methods in Fruit Breeding. West Lavayette Ind: Purdue

Univ Pr. hlm 23-35.

Hasanuddin. 2009. Penentuan viabilitas polen dan reseptif stigma pada melon

(Cucumis melo L.) serta hubungannya dengan penyerbukan dan produksi

buah. J Biol Edu. 1 (2): 22-28.

Heslop-Harrison J, Heslop-Harrison Y. 1970. Evaluation of pollen viability by

enzymatically induced fluorescence; intracellular hydrolysis of florescein

diacetate. Stain Technology. 45 (1): 115-120. Hrabetova E, Tupy J. 1964. The growth effect of some sugars and their

metabolism in pollen tubes. In : H. F. Linskens (Ed.). Pollen Physiology

and Fertilization. Amsterdam. North-Holland Publishing Co.

Lersten NR. 2004. Flowering Plant Embryology. Ames IOWA USA : Blackwell

Publishing Professional.

Malik CP. 1979. Current Advantages in Plant Reproductive Biology. New Delhi :

Kalyani Ludhiana.

Mangunah, Qayim I, Astuti IP. 2013. Fenologi dan dinamika kandungan klorofil

pada pembungaan dua jenis belimbing hutan (Averrhoa dolichocarpa dan

A. leucopetala). Bul Kebun Raya. 16(2): 101-112.

Mattsson O, Knox RB, Heslop-Harrison J, Heslop-Harrison Y. 1974. Protein

pellicle of stigmatic papillae as a probable recognition site in

incompatibility reactions. Nature. 274: 298-300. Rihova L, Hrabetova E, Tupy J. 1996. Optimization of conditions for in vitro

pollen growth in potatoes. Int J Plant Sci. 157(5): 561-566.

Rugayah, Sunarti S. 2008. Two new wild species of averrhoa (Oxalidaceae) from

Indonesia. Reinwardtia. 12(4):325-331.

Safitri E, Sjahridal D, Mansyurdin. 2011. Tingkat keberhasilan polinasi pada

Averrhoa bilimbi L (belimbing wuluh) tipe distili. JPAI. 2(1):2-5.

Soepadmo E. 1989. Contribution of Reproductive Biological Studies Towards the

Conservation and Development of Malaysian Plant Genetic Resources. Di

dalam : A.H. Zakri, editor. Genetic Resources of Under-utilized Plants in

Malaysia. Proceeding of The National Workshop on Plant Genetic

Resources ; 1988 Nov 23 ; Subang Jaya, Malaysia. Malaysia National

Committee on Plant Genetic Resources. hlm : 1-41. Wahyudin DS. 1999. Daya simpan serbuk sari salak (Salacca Sp.) pada tingkat

kemasakan yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Warid. 2009. Korelasi metode perkecambahan in vitro dengan pewarnaan dalam

pengujian viabilitas polen. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Webber JE, Masimbert MB. 1993. The response of dehydrated Douglas fir

(Pseudotsuga menziesii) pollen to three in vitro viability assays and their

relationship to actual fertility. Ann. Sci. For. 50: 1-22. Yulita KS. 2011. Variasi dan kekerabatan genetik pada dua jenis baru belimbing

(Averrhoa leucopetala Rugayah et Sunarti sp nov dan A. dolichocarpa

Rugayah et Sunarti sp nov. Oxalidaceae) berdasarkan profil random

amplified polymorphic DNA. J Biol Indones 7(2):321-330.

Page 34: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

20

Lampiran 1 Data umur dan tinggi pohon A. dolichocarpa dan A. leucopetala

(Rugayah & Sunarti 2008)

VAK NO Nama Lokasi Waktu

tanam

Umur

Pohon

Tinggi

Pohon

(cm)

VI.C. 310a. Averrhoa

dolicocarpa

Rugayah & Sunarti.

Lereng 26 Maret

1988

26 tahun 3

bulan

367.8

VII.D. 96-96a

(TYPE)

Averrhoa

dolicocarpa

Rugayah & Sunarti.

Lereng 26 Maret

1988

26 tahun 3

bulan

348.5

* * Averrhoa

dolicocarpa

Rugayah & Sunarti.

Pembibitan 26 Maret

1988

26 tahun 3

bulan

671.3

* * Averrhoa

dolicocarpa

Rugayah & Sunarti.

Pembibitan 26 Maret

1988

26 tahun 3

bulan

627.5

XXIV.B

.

79.

(TYPE)

Averrhoa

leucopetala

Rugayah & Sunarti.

Orchidarium 16 April

2007

7 tahun 2

bulan

269.5

XXIV.B

.

81. Averrhoa

leucopetala

Rugayah & Sunarti.

Orchidarium 17

November

2007

6 tahun 7

bulan

255.5

aBukan tanaman koleksi sehingga tidak teregistrasi = *

Sumber umur pohon : Registrasi koleksi LIPI Kebun raya Bogor.

Page 35: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

21

Lampiran 2 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban nisbi lingkungan A.

dolichocarpa dan A. leucopetala

Tanggal Jam Suhu (

oC) Kelembaban (% RH)

A B C A B C

04-Jun 7.30 28.5 26 27.7 86 90 88

10-Jun 7.59 27 27 27.3 99 89 99

11-Jun 8.23 28.5 27.4 29 94 89 86

16-Jun 7.53 25.3 25.1 26 87 94 90

17-Jun 8.38 25.5 25 26 99 80 78

18-Jun 7.53 26.2 26.1 26.8 83 92 90

19-Jun 8.10 25.3 25.8 26.1 91 93 91

20-Jun 8.43 25.4 25.2 26.2 90 95 93

23-Jun 7.59 27 27 27.9 81 89 80

24-Jun 9.53 25 24.3 26.4 70 94 90

25-Jun 7.50 23.5 23 24.1 99 94 91

26-Jun 8.00 23.7 23 24.1 92 94 88

27-Jun 8.50 24.5 23.7 25 96 82 90

30-Jun 7.57 25.3 25.1 25.7 83 82 77

01-Jul 7.59 25.3 25 27.5 89 81 78

02-Jul 8.26 26.6 26 27 80 88 76

03-Jul 8.33 25.8 24.1 26.4 80 95 90

04-Jul 9.35 28.5 28 29 75 87 80

07-Jul 9.15 26.5 25.2 27 78 93 92

08-Jul 7.45 24 23.9 25.4 80 92 91

09-Jul 7.50 24.5 24.1 25.1 82 93 90

10-Jul 8.13 25 23.8 26 78 90 83

11-Jul 8.30 25 24.1 25.8 76 90 88

14-Jul 8.40 26 25.8 26.7 76 95 80

15-Jul 8.15 25 24.3 25.1 79 94 81

16-Jul 8.07 25 24.1 25.4 78 90 88

17-Jul 8.00 25.5 25.4 26.1 76 86 78

18-Jul 8.10 26 25.8 26.7 76 86 80

21-Jul 9.03 26.2 26 26.9 80 88 86

22-Jul 8.57 26.5 25.9 26.8 79 88 83

23-Jul 9.00 24.5 24 25.4 84 87 83

Page 36: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

22

Lampiran 3 Analisis ragam uji perkecambahan polen secara in vitro

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat

Derajat

Bebas

Kuadrat

Hitung F Hitung Nilai P

Perlakuan 57470.620 23 2498.723 29.191 .000

Galat 49305.015 576 85.599

Total 106775.635 599

Sidik ragam dalam rancangan petak terbagi pengaruh perlakuan faktor terhadap

viabilitas perkecambahan polen in vitro

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas Kuadrat Hitung F Hitung Nilai P

Spesies 8208.289 2 4104.145 50.697 .000

Stadia bunga 8693.168 1 8693.168 107.383 .000

Filamen 567.596 1 567.596 7.011 .008

Jenis Media 28666.477 1 28666.477 354.106 .000

Spesies * Stadia

bunga 1017.861 2 508.930 6.287 .002

Spesies * Filamen 760.418 2 380.209 4.697 .009

Spesies * Jenis

Media 9054.870 2 4527.435 55.926 .000

Stadia bunga *

Filamen 39.395 1 39.395 .487 .486

Stadia bunga *

Jenis Media 462.863 1 462.863 5.718 .017

Filamen * Jenis

Media 192.739 1 192.739 2.381 .123

Spesies * Stadia

bunga * Filamen 1762.844 2 881.422 10.888 .000

Spesies * Stadia

bunga * Jenis Media 203.822 2 101.911 1.259 .285

Spesies * Filamen *

Jenis Media 65.916 2 32.958 .407 .666

Stadia bunga*

Filamen * Jenis

Media

68.963 1 68.963 .852 .356

Spesies * Stadia

bunga * Filamen *

Jenis Media

380.638 2 190.319 2.351 .096

Galat 46629.776 576 80.954

Total 106775.635 599

Page 37: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

23

Lampiran 4 Analisis ragam uji pewarnaan polen

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat

Derajat

Bebas

Kuadrat

Hitung F Hitung Nilai P

Perlakuan 13824.314 23 601.057 9.855 .000

Galat 35131.143 576 60.992

Total 48955.458 599

Sidik ragam dalam rancangan petak terbagi pengaruh perlakuan faktor terhadap viabilitas

pewarnaan polen

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Hitung F Hitung Nilai P

Spesies 12639.713 2 6319.856 104.002 .000

Stadia bunga 86.329 1 86.329 1.421 .234

Filamen 49.300 1 49.300 .811 .368

Jenis .041 1 .041 .001 .979

Spesies * Stadia bunga 76.830 2 38.415 .632 .532

Spesies * Filamen 37.272 2 18.636 .307 .736

Spesies * Jenis Pewarna 512.069 2 256.035 4.213 .015

Stadia bunga * Filamen 55.976 1 55.976 .921 .338

Stadia bunga * Jenis

Pewarna 182.702 1 182.702 3.007 .083

Filamen * Jenis Pewarna 47.977 1 47.977 .790 .375

Spesies * Stadia bunga *

Filamen 70.908 2 35.454 .583 .558

Spesies * Stadia bunga *

Jenis Pewarna 80.141 2 40.071 .659 .518

Spesies * Filamen * Jenis

Pewarna 15.383 2 7.691 .127 .881

Stadia bunga * Filamen *

Jenis Pewarna 10.019 1 10.019 .165 .685

Spesies * Stadia bunga *

Filamen * Jenis Pewarna 89.335 2 44.668 .735 .480

Galat 35001.464 576 60.766

Total 48955.458 599

Page 38: UJI VIABILITAS POLEN PADA DUA SPESIES …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74685/G15kap.pdf · Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Kapsah. Lahir di Jakarta pada tanggal 13 Juni

1992 dari pasangan M. Iprosin dan Dasti. Penulis merupakan anak ke-6 dari

sembilan orang bersaudara. Pada tahun 2004, penulis telah menyelesaikan sekolah

dasar di SDN 22 Petang dan melanjutkan ke SMP N 168 Jakarta kemudian lulus

pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis telah menyelesaikan sekolah menengah

atas di SMA N 11 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis berhasil masuk ke

Institut Pertanian Bogor Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan

program beasiswa Bidikmisi angkatan pertama. Selama studi, penulis pernah

mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Dewan Perwakilan

Mahasiswa TPB IPB sebagai sekretaris Komisi III pada tahun 2010-2011,

Sekretaris Umum Internal Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FMIPA IPB,

Sekretaris Umum Lokakarya LK FMIPA IPB, dan Sekretaris Umum Pemilihan

Raya FMIPA IPB pada tahun 2011-2012. Pada tahun 2012-2013 penulis

diamanatkan sebagai Sekretaris Umum Eksternal DPM FMIPA IPB dan sebagai

Sekretaris Umum II G-FORCE FMIPA IPB. Penulis juga menjadi asisten PAI

pada tahun 2014.