unit 5...langkah 5. melaksanakan usaha-usaha tindak lanjut dari layanan-layanan sebelumnya. adapun...
TRANSCRIPT
UNIT 5
BIMBINGAN BAGI ANAK YANG MENGALAMI MASALAH BELAJAR
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan utama dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas
adalah agar peserta didik menguasai bahan-bahan belajar seuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Untuk ini guru melakukan berbagai upaya mulai dari sampai dengan pelaksanaan
penilaian dan umpan balik. Namun demikian, kenyataan menunjukkan setelah kegiatan
pembelajaran berakhir masih saja ada peserta didik/siswa yang tidak menguasai bahan pelajaran
dengan baik sebagimana tercermin dalam nilai hasil belajar yang mereka peroleh. Pada
umumnya mereka memperpleh nilai hasil belajar lebih rendah dari kebanyakan siswa-siswa
sekelasnya atau nilai hasil belajarya berada di bawah batas tuntas (KKM). Mereka memerlukan
pendekatan-pendekatan khusus untuk dapat mencapai hasil-hasil belajar yang diharapkan. Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan hasil siswa-siswa seperti itu
adalah dengan cara melaksanakan layanan bimbingan belajar.
Uraian berikut ini menyajikan pengertian layanan bimbingan belajar, jenis-jenis masalah
belajar, cara-cara pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar, cara-cara pengungkapan
sebab-sebab terjdinya masalah belajar, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membantu
siswa mengatasi masalah-masalah belajar yang dialaminya.
B. Pengertian Layanan Bimbingan Belajar
Unuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan layanan bimbingan belajar terlebih
dahulu perlu dipahami apa yang dimaksud dengan belajar. Banyak definisi tentang belajar yang
telah dikemukakan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut:
1. Belajar adalah perbuatan yang menghasilkan perubahan perilaku dan pribadi (Abin
Syamsuddin, 1981).
2. Belajar ialah perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku atau kemampuan yang
merupakan hasil dari pengalaman (Vanderzanden & Pace, 1984).
3. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu, yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan
tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan berdasarkan atas kecenderungan tanggapan bawaan,
kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat (misalnya; kelelahan, pengaruh obat-obatan, dan
sebagainya. Hilgard (Erman Amti & Majohan, 1993).
Walaupun masing-masing ahli mengemukakan rumusan yang berbeda seuai dengan
penekanan-penekanan dan penonjolan-penonjolannya masing-masing, tetapi rupanya ada
semacam kesamaan pendapat dikalangan para ahli itu sendiri bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku. Menurut pengertian ini seseorang dikatakan telah belajar apabila dia
telah dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya. Perubahan tingkah laku
yang diharapkan terjadi dirumuskan dalam bentuk tujuan atau sasaran pembelajaran. Misalnya
setelah mempelajari mata pelajaran bahasa Indosesia, siswa dapat menjelaskan pengertian bahasa
Indonesia, dapat membaca lancar dengan baik, dan sebaginya. Namun demikian tidak semua
siswa dapat mencapai tujuan atau sasaran belajar itu dengan baik dan tepat sehingga memerlukan
tugas-tugas khusus yang terencana. Siswa seperti ini perlu diberikan bantuan atau pertolongan
yang disebut layanan bimbingan belajar.
Dengan bertitik tolak dari uraian di atas, maka yang dimaksud dengan layanan bimbingan
belajar ialah suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu (siswa) untuk dapat mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya dalam belajar, agar setelah melaksanakan kegiatan belajar-
mengajar mereka dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minat yang dimiliki masing-masing.
Pelaksnaan layanan bimbingan belajar dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1. Menentukan siswa yang mengalami masalah belajar.
Langkah 2. Mengungkapkan sebab-sebab terjadinya masalah belajar.
Langkah 3. Membantu siswa mengatasi/memecahkan masalah yang dialaminya
dalam belajar.
Langkah 4. Melaksanakan penilaian untuk menentukan sejauh mana layanan bantuan
yang telah diberikan mencapai hasil yang diharapkan.
Langkah 5. Melaksanakan usaha-usaha tindak lanjut dari layanan-layanan
sebelumnya.
Adapun tujuan pelaksanaan layanan bimbingan belajar di sekolah dasar menurut
(Hartadiningrat, 1999) yaitu:
1. Mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik terutama dalam mengerjakan tugas
dalam mengembangkan keterampilan serta bersikap terhadap guru.
2. Menumbuhkan disiplin belajar dan tertib, baik secara mandiri maupun kelompok.
3. Pengembangan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya di lingkungan
sekolah atau alam sekitar untuk pengembangan pengetahuan, keterampilan dan
pengembangan pribadi.
Secara operasional bimbingan belajar di sekolah dasar terpadu dengan proses pembelajaran
secara keseluruhan. Sehingga diasmping peran guru sebagai pengajar, kepedulian gurupun
terhadap keragamam\n individu siswa merupakan hal yang penting sebagai dasar penentuan jenis
bantuan dan layanan bimbingan belajar. Jadi, sangat mungkin guru dituntut memberikan
pelayanan kepada siswa secara individu/ perorangan, disamping memperhatikan kelomok kelas
secara keseluruhan.
C. Jenis-Jenis Masalah Belajar
Kegiatan belajar tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam belajar pasti ada
kesulitan atau hambatan yang disebut dengan masalah belajar. Lalu apakah yang dimaksud
dengan masalah masalah belajar? Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami
oleh seseorang peserta didik dan menghambat proses belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat
berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan
dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-
masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang terbelakang/kemampuan
belajarnya rendah saja, tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang pandai atau cerdas.
Jenis-jenis masalah belajar dasar dapat digongkan atas:
1. Sangat cepat dalam belajar, yaitu peserta didik yang tampaknya memiliki bakat akademik
yang cukup tinggi, memiliki IQ sebesar 130 atau lebih, dan memerlukan tugas-tugas khusus
yang terencana.
2. Keterlambatan akademik, yaitu peserta didik yang tampaknya memiliki inteligensi normal
tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara baik.
3. Lambat belajar, yaitu peserta didik yang tampak memiliki kemampuan yang kurang
memadai. Mereka memiliki IQ sekitar 70 – 90 sehingga perlu dipertimbangkan untuk
mendapatkan bantuan khusus dalam belajar.
4. Penempatan kelas, yaitu peserta didik yang umur, kemampuan, ukuran, dan minat sosial
yang terlalu besar atau terlalu kecil untuk kelas yang ditemaptinya.
5. Kurang motif dalam belajar, yaitu peserta didik yang kurang semangat dlam belajar.
Mereka tampak jera dan malas.
6. Sikap dan kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu peserta didik yang kegiatan atau
perbuatan belajarnya belawanan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya,
7. Kehadiran di sekolah, yaitu peserta didik yang seriing tidak hadir atau memderita sakit
dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilangan sebagian besar kegiatan
belajarnya.
Peserta didik seperti tersebut di atas perlu mendapatkan bantuan dari guru agar mereka
dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar mereka secara baik dan terarah. Pada gilirannya
dapat mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran.
D. Penentuan Peserta Didik yang Mengalami Masalah Belajar
Seuai dengan fungsi bimbingan dan konseling, maka yang pertama dan paling awal
harus dilakukan dal rangkaian kegiatan layanan bimbingan belajar adalah menetukan siapa siswa
yang mengalami masalah dalam belajar. Penentuan siapa siswa yang mengalami masalah belajar
dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur berukut ini:
1. Penilaian Hasil Belajar
Guru dihapkan melaksnakan penilaian hasil belajar secara berkesinambungan. Salah satu
tujuan dari penilaian hasil belajar adalah untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mencapai
hasil belajar yang direncanakan sebelumnyaini. Dalam hal ini ada dua jenis acuan yang
digunakan yaitu (1) Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan (2) Penilaian Acuan Norma (PAN)
a. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Menurut penilaian yang menggunakan acuan patokan, arah atau sasaran apa yang harus
dicapai siswa dalam belajar ditentukan oleh tujuan-tujuan/indikator-indikator yang ditetapkan
sebelumnya yang disebut tujuan instruksional umum (TIU)/ kompetensi dasar (KD) dan tujuan
instruksional khusus (TIK)/ indikator pembelajaran yang kadang-kadang juga disebut sasaran
belajar.
Menurut penilaian acuan ini, siswa telah dikatakan mencapai hasil belajar sebagaimana
yang diharapkan apabila telah menguasai bahan-bahan belajar sesuai dengan patokan yang
ditetapkan. Patokan ini dinyatakan dalam bentuk presentase minimal, misalnya 75%, 80%, 90%
dan sebagainya.Memang tidak ada ketentuan yang pasti tentang batas presentase minimal yang
harus digunakan. Biasanya ditetapkan atas dasar kesepakatan dari para perencana pendidikan dan
pengajaran di sekolah atau sekarang disebut kriteria ketuntasan minimal (KKM).
Dengan menggunakan batas presentase minimal itu, guru dapat menentukan mana siswa
yang telah menguasai bahan pelajaran dan mana yang belum. Peserta didik yang belum
menguasai bahan belajar digolongkan sebagai siswa yang mengalami masalah dalam belajar.
b. Penilaian Acuan Norma
Pelaksnaan penilaian yang menggunakan acuan norma didasarkan atas anggapan bahwa
setelah sekelompok siswa mengikuti kegiatan belajar, maka tingkat keberhasilan belajar merekan
akan menyebar dalam bentuk kurva norma berikut ini:
2,5% 13,5 % 34% 34% 13,5% 2.5%
KS K S B BS
Sebagaian besar (68%) dari siswa itu akan memperoleh hasil belajar sedang (S), sebagiagian
kecil yaitu 13,5% memperoleh hasil belajar baik (B), dan 13,5% lagi kurang (K). Selebihnya
berada pada kedua ujung kurva, yaitu +2,5% memperoleh hasil belajar baik sekali (BS), dan
2,5% lagi kurang sekali (KS).
Dengan menggunakan penilaian acuan ini, guru dpat menentukan siapa siswa yang paling
pandai, kurang pandai, atau paling tidak pandai dibandingkan dengan teman-teman
sekelompoknya. Selanjutnya berdasarkan atas pemahaman itu guru dapat memanfaatkannya
untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling, baik untuk layanan bimbingan belajar
maupun untuk layanan bimbingan lainnya.
2. Pemanfaatan Hasil Tes Inteligensi
Belajar dipengaruhi oleh inteligensi atau kemampuan dasar, semakin tinggi kemampuan
dasar semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh. Klasifikasi kemampuan dasar menurut Erman
Amti & Marjohan (1993) sebagai berikut:
140 - ke atas Sangat tinggi
120 - 139 Tinggi
110 - 119 Di atas biasa
100 - 109 Biasa/sedang
90 - 99 Di bawah biasa
80 - 89 Rendah
Di bawah 79 Sangat rendah
Tinggi rendahnya tinkat kemampuan dasar itu biasanya diukur dengan tes kemampuan
dasar yang sudah baku (standarized). Beberapa tes yang sering digunakan untuk mengukur
tingkat kemampuan dasar siswa sekolah dasar antara lain adalah Draw a Man Test (DMT),
Colour Progressive Matrices Test (CPM), Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC), dan
Standford Binet Intelligence Test (SBIS). Hasil tes disimpan dalam buku pribadi siswa untuk
selanjutnyan digunakan dalam rangka pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling umumnya
dan layanan bimbingan belajar khususnya.
Hasil belajar yang dicapai siswa seyogyanya dapat mencerminkan kemampuan dasar yang
dimilikinya. Siswa yang tingkat kemampuan dasarnya tinggi diharapkan memperoleh hasil
belajar yang tinggi pula. Dengan membandingkan tingkat kemampuan dasar yang dimiliki oleh
masing-masing siswa dengan hasil belajarnya, guru dapat mengetahui apakah siswa yang
bersangkutan telah mencapai hasil belajar yang optimal atau belum. Peserta didik yang hasil
belajarnya lebih rendah dari tingkat kemampuan dasar yang dimilikinya digolongkan sebagai
siswa yang bermasalah dan perlu mendapat bantuan khusus melalui layanan bimbingan belajar.
3. Pengamatan (Observasi)
Dibandingkan dengan guru sekolah menengah, maka guru sekolah dasar menempati
kedudukan yang menguntungkan dalam mengamati keadaan siswa sehari-hari. Dia diserahkan
tugas untuk memegang dan mengajarkan sebagian besar mata pelajaran yang ada pada salah satu
kelas tertentu. Setiap hari mulai dari jam pertama sampai dengan jam pelajaran terakhir guru
selalu berhadapan dengan siswa yang sama. Kedudukan yang demikian itu memungkinkan dia
dapat mengamati keadaan masing-masing siswa lebih mendalam. Dia mengetahui secara pribadi
siapa siswanya yang sering terlambat datang ke sekolah, siapa siswa yang sikap dan
kebiasaannya buruk dalam belajar, dan sebagainya. Berdasarkan pengenalan yang mendalam itu,
guru hendaknya dapat pula memanfaatkan peluang itu untuk usaha bimbingan dan konseling
umumnya, dan layanan bimbingan belajar khususnya.
E. Pengungkapan Sebab-Sebab Masalah Belajar
Setelah guru mengetahui siapa siswa yang bermasalah dalam belajar dan apa jenis masalah
yang dialaminya, selanjutnya guru perlu mengungkapkan mengapa masalah itu terjadi. Usaha ini
didasarkan pada anggapan bahwa guru tidak dapat mengambil keputusan yang bijaksana tentang
baimana membantu mengatasi masalah yang dialami oleh siswa dalam belajar, jika guru itu
sendiri tidak memiliki gambaran yang jelas tentang apa masalah yang sesungguhnya dan
mengapa masalah itu terjadi. Misalnya, jika masalah belajar yang dialami oleh seseorang siswa
menyangkut kesulitan membaca yang disebabkan oleh pengelihatan jauh, maka guru tidak dapat
membantu siswa tersebut hanya dengan menyediakan jam tambahan untuk latihan membaca,
ataupun dengan menyuruh siswa agar rajin belajar di rumah.
Dalam rangka mengungkap sebab-sebab terjadinya yang dialami oleh seseorang siswa ada
dua tahapan yang harus dilalui yaitu: (1) tahap menentukan letak (lokasi) masalah, (2) tahap
memperkirakan sebab-sebab terjadinya masalah belajar oleh Koestoer & Hadisaputro (Erman
Amti & Marjohan, 1993).
Tahap penentuan letak masalah merupakan tahap penentuan dimana sebenarnya masalah
itu terjadi. Oleh sebab itu dalam tahap ini perlu dilacak bagian-bagian mana dari tujuan
pembelajaran yang belum dikuasai siswa. Tujuan itu tidak hanya mengenai tujuan-tujuan formal
yang tercantum dalam kurikulum saja, tetapi juga tujuan informal yaitu tujuan-tujuan yang ada di
pikiran guru. Setiap mata pelajarn mempunyai tujuan tertentu. Tujuan itu merupakan tingkah
laku yang diharapkan terjadi setelah siswa melaksanakan kegiatan belajar. Misalnya, setelah
mempelajari mata pelajaran pancasila siswa dapat menyebutkan sekurang-kurangnya dua contoh
pengamalan masing-masing sila dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan yang seperti ini dikatakan
sebagai tujuan formal dari pembelajaran. Tingkah laku siswa yang diharapkan tidak hanya
menyangkut isi pelajaran saja, tetapi juga menyangkut sikap, kebiasaan-kebiasaan bilajar, sopan
santun dan sebagainya. Misalnya, mengangkat tangan setiap kali akan berbicara di dalam kelas
atau minta izin kepada guru setiap kali akan keluar kelas sewaktu jam pelajaran berlangsung.
Setelah guru mengetahui letak masalah yang sesungguhnya, guru dapat melaksanakan
tahap berikutnya, yaitu memperkirakan sebab-sebab terjadinya masalah yang dialami oleh
siswa dalam belajar. Guru sukar menetukan sebab-sebab terjadinya masalah belajar yang
sesungguhnya karena masalah belajar itu sangat kompleks. Hal ini mengandung pengertian
bahwa: Pertama, maslah belajar dapat timbul oleh berbagai sebab yang berlainan. Suatu masalah
belajar yang sama dialami oleh dua orang siswa atau lebih, belum tentu disebabkan oleh faktor
yang sama. Misalnya dua siswa kelas II sekolah dasar tidak dapat membaca dengan baik dan
benar sebuah bacaan yang diberikan oleh gurunya. Siswa yang satu mungkin disebabkan oleh
pengelihatan rabun jauh, sedangkan siswa yang lain disebabkan karena tidak menguasai tata
bahasa yang benar. Kedua, dari sebab yang sama dapat timbul masalah yang berlainan.
Seringkali suatu kondisi yang sama dimiliki oleh seseorang siswa atau lebih menimbulkan
masalah yang berlainan pada masing-masing individu. Misalnya, dua orang siswa yang sama-
sama berasal dari keluarga yang ekonominya kurang menguntungkan, siswa yang satu mungkin
akan berusaha sekuat tenaga untuk memusatkan perhatiannya terhadap pelajaran dengan tidak
membuang-buang waktunya untuk kegiatan-kegiatan yang tidak begitu perlu, sedangkan siswa
yang lain tidak dapat belajar dengan baik. Akhirnya siswa yang satu memperoleh nilai yang baik,
sementara siswa yang lain memperoleh nilai kurang. Ketia, sebab-sebab masalah belajar dapat
saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Kadang-kadang masalah belajar masalah
belajar yang dihadapi oleh seorang siswa tidak timbul dari satu sebab saja, melainkan dapat
timbul dari berbagai sebab yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain.
Misalnya, seseorang memiliki kondisi tertentu (seperti cacat fisik, gagap) yang dapat
menyebabkan ia mengalami masalah belajar. Kondisi yang dimilikinya itu menimbulkan
tanggapan dari orang-orang lain di sekitarnya.Tanggapan-tanggapan yang diterimanya itu
menyebabkan dia memberikan tanggapan pula terhadap dirinya (misalnya merasa rendah diri).
Perasaan rendah diri itu selanjutnya menimbulkan lagi kesulitan belajar pada siswa yang
bersangkutan.
Uraian di atas memaparkan secara teknis langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
mengungkap sebab-sebab terjadinya masalah belajar yang dialami oleh siswa. Pada dasarnya
masalah belajar itu dapat terjadi oleh berbagai faktor, dan dapat digolongkan atas: (1) faktor
yang bersumber dari siswa itu sendiri, (2) faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga, dan
(3) faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah dan masyarakat.
1. Faktor yang Bersumber dar Siswa itu Sendiri
a. Tingkat kecerdasan rendah
Tidak diragukan lagi bahwa taraf kecerdasan atau kemampuan dasar merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan belajar. Kemampuan dasar yang tinggi pada
seseorang anak memungkinkannya dapat menggunakan pikirannya untuk belajar dan
memecahkan persoalan-persoalan baru secara tepat, cepat, dan berhasil. Sebaliknya,
tingkat kemampuan dasar yang rendah dapat mengakibatkan siswa mengalami kesulitan
dalam belajar.
b. Keshatan Sering Terganggu
Belajar tidak hanya melibatkan pikiran, tetapi juga jasmaniah. Badan yang sering
sakit-sakitan, kurang vitamin, dan kurang gizi, dapat membuat seseorang tidak berdaya,
tdak bersemangat, dan tidak memiliki kemampuan dalam belajar. Apabila seseorang
siswa tidak bersemangat dan tidak memiliki kemampuan dalam belajar, maka besar
kemungkinan orang/siswa yang bersangkutan tidak dapat mencapai hasil belajar seperti
yang diharapkan.
c. Alat pengelihatan dan pendengaran kurang berfungsi dengan baik
Pengelihatan dan pendengaran merupakan alat indera yang terpenting untuk belajar.
Apabila mekanisme mata atau telinga kurang berfungsi dengan baik, maka tanggapan
yang disampaikan dari dunia luar, seperti dari guru, tidak mungkin dapat diterima oleh
siswa yang bersangkutan. Oleh sebab itu, siswa tidak dapat menerima dan memahami
bahan-bahan pelajaran, baik yang disampaikan langsung oleh guru maupun melalui
buku-buku bacaan.
d. Gangguan alat perseptual
Setelah sesuatu pesan yang diterima oleh mata dan telinga, langkah berikutnya dalam
proses belajar adalah pengiriman pesan itu ke otak, sehingga pesan itu dapat ditafsirkan.
Langkah itu disebut persepsi, Koestoer P & A. Hadisaputro (Erman Amti & Marjohan,
1993). Apa yang sebenarnya terjadi dalam persepsi adalah proses pengolahan tanggapan
baru (yang diterima melalui indera) dengan pertolongan ini akan menghasilkan dan
memberikan arti atau m akna tertentu kepada tanggapan yang diterima. Tetapi, persepsi
itu bisa juga salah, kalau ada ganguan-gangguan pada alat perseptual. Dalam hal ini
tanggapan yang diterima oleh alat indera tidak dapat diartikan sebagaimana mestinya.
e. Tidak menguasai cara-cara belajar yang baik
Kegagalan belajar tidak semata-mata disebabkan oleh tingkat kecerdasan rendah
atau karena faktor kesehatan, tetapi juga dapat disebabkan karena tidak menguasai cara-
cara belajar yang baik. Ternyata terdapat hubungan yang berarti antara cara-cara belajar
yang diterapkan dengan hasil belajar yang dicapai (Rosmawati, 1983). Ini berarti bahwa
siswa yang cara-cara belajarnya lebih baik cenderung memperoleh hasil belajar yang
lebih baik pula, demikian juga sebaliknya. Untuk memungkinkan siswa dapat
menerapkan cara-cara belajar yang baik, sejak dini siswa hendaknya diperkenalkan dan
dibiasakan menerapkan cara-cara belajar yang baik dalam kehidupannya sehari-hari,
baik di sekolah maupun di rumah.
2. Faktor-faktor yang Bersumber dari Lingkungan Keluarga
a. Kemampuan ekonomi orang tua kurang memadai
Hasil belajar yang baik tidak dapat diperoleh hanya dengan mengandalkan
keterangan-keterangan yang diberikan oleh guru di depan kelas, tetapi membutuhkan
juga alat-alat yang memadai; seperti buku tulis, pensil, pena, peta, dan terlebih lagi buku
bacaan. Sebagian besar alat-alat pelajaran itu harus disediakan sendiri oleh siswa yang
bersangkutan. Bagi orang tua yang keadaan ekonominya kurang memadai sudah barang
tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu secara memuaskan. Apabila
keadaan ini terjadi pada orang tua siswa, maka siswa yang bersangkutan akan
menanggung resiko yang memang tidak diharapkan.
b. Anak kurang mendapat perhatian dan pengawasan dari orang tua
Pendidikan tidak hanya bergantung di sekolah tetapi juga dalam keluarga.
Sayangnya, masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa tugas mendidik hanyalah
tugas sekolah saja. Pada orang tua seperti itu menganggap bahwa tugas orang tua tidak
lebih dari sekedar mencukupi kebutuhan lahiriah anak; seperti makan, minum, pakaian,
dan alat-alat pelajaran, serta kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat kebendaan. Oleh
sebab itu, para orang tua seperti ini selalu sibuk dengan pekerjaan mereka sejak pagi
sampai sore, bahkan ada juga yang sampai malam untuk mendapatkan uang sebanyak-
banyaknya. Mereka tidak memiliki waktu lagi untuk memperhatikan dan mengawasi
anak-anaknya belajar dan atau brmain di rumah.
c. Harapan orang tua terlalu tinggi terhadap anak
Di samping adanya orang tua yang kurang memperhatikan dan mengawasi anak-
anaknya, terdapat pula orang tua yang memiliki pengharapan yang sangat tinggi terhadap
anak-anaknya. Mereka memaksa anak-anak untuk selalu rajin belajar dan memperoleh
nilai tinggi tanpa mempertimbangkan apakah anak memiliki kemampuan yang cukup
memadai untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar dan memperoleh nilai tinggi.
Bagi siswa-siswa yang ditakdirkan tidak memiliki kemampuan yang cukup tinggi dengan
sendirinya akan merasakan tugas-tugas dan harapan-harapan itu sebagai suatu siksaan,
dan pada gilirannya dapat menimbulkan putus asa dan tak acuh lagi pada siswa itu
sendiri.
d. Orang tua pilih kasih terhadap anak
Kadaan anak dalam suatu keluarga tidak selalu sama. Dengan kata lain, mereka
dilahirkan dengan membawa kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada anak yang
dilahirkan membawa potensi yang cukup tinggi, tetapi ada juga yang sebaliknya. Ada
anak yang dilahirkan sesuai dengan yang diharapkan , tetapi ada juga yang tidak
demikian. Keadaan-keadaan ini rupanya tidak selalu diterima oleh sebagian orang tua
sebagai kenyataan. Ada orang tua yang menolak anak yang keadaannya tidak sesuai yang
diharapkan. Penolakan ini memang tidak dinyatakan secara terus terang, tetapi
ditampilkan dalam bentuk perlakuan-perlakuan tertentu. Misalnya, dengan melebih-
lebihkan atau menyanjung-nyanjung anak yang mereka anggap memenuhi harapan
mereka, dan mengabaikan atau mencela anak yang tidak mereka harapkan.
e. Hubungan keluarga tidak harmonis
Orang tua merupakan tumpuan harapan siswa. Mereka mengharapkan pendidikan,
bimbingan, kasih sayang dari orang tua agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi
manusia dewasa. Harapan-harapan itu hanya mungkin terwujud apabila dalam keluarga
itu terdapat hubungan yang harmonis antara satu dengan yang lain, yaitu antara ibu
dengan ayah, antara kedua orang tua dengan anak-anak, dan antara anak-anaka dengan
sesamanya. Apabila dalam suatu keluarga tidak terdapat hubungan yang harmonis, seperti
ayah dan ibu selalu cekcok, jarang tinggal dirumah, anak-anak sering bertengkar dengan
sesamanya, dan sebagainya, maka anak akan merasa tidak aman dan tidak dapat
memusatkan perhatiannya dalam belajar. Hal ini terjadi karena proses belajar memang
menuntut adanya ketenangan dan ketentraman di rumah.
3. Faktor-faktor Bersumber dari Lingkungan Sekolah dan Masyarakat
Masalah-masalah yang dialami siswa dalam belajar tidak saja bersumber dari
keadaan rumah tangga atau keadaan siswa, tetapi juga bersumber dari sekolah atau
lembaga pendidikkan itu sendiri. Kondisi-kondisi sekolah dapat menimbulkan masalah
pada siswa antara lain adalah kurikulum kurang sesuai, guru kadang menguasai bahan
pelajaran, metode mengajar kurang sesuai, alat-alat dan media pengajaran kurang
memadai. Oleh sebab itu, proses belajar akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan tersebut. Mengingat pentingnya pengaruh faktor lingkungan dalam proses
belajar, guru dituntut mengetahui dalam rangka mencegah, mensiasati, bahkan
memodifikasinya untuk kepentingan belajar.
F. Membantu Siswa Mengatasi Masalah Belajar
Berkenaan dengan maslah-maslah yang dihadapi siswa dalam belajar, ada beberapa hal
yang dapat dilakukan oleh guru, antara lain melaksanakan pengajaran perbaikan, pengajaran
pengayaan, pembinaan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, dan peningkatan motivasi
belajar.
1. Pengajaran Perbaikan
Pengajaran perbaikan merupakn bentuk khusus dari pengajaran yang diberikan
kepada seseorang atau eberapa orang siswa yang mengalami kesulitan belajar. Kekhususan
dari pengajaran ini terletak pada siswa yang dilayani, bahan pelajaran, metode dan media
penyampaiannya. Seperti setelah disinggung di atas, bahwa siswa yang dilayani adalah
siswa yang mengalami kesulitan belajar. Kesulitan-kesulitan itu berupa adanya bagian-
bagian dari bahan pelajaran yang tidak dikuasai, kesalahan memahami konsep-konsep, dan
sebagainya. Hal ini sekaligus menjadi materi atau bahan dari pengajaran perbaikan. Bahan
ini dapat bervariasi antara seorang murod dengan siswa yang lain. Metode dan medianya
juga bervariasi.
Kegiatan pokok dalam pengajaran dan perbaikan terletak pada usaha memperbaiki
kesalahan-kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siswa kerkenaan
dengan mata pelajaran yang telah dipelajarinya. Oleh sebab itu, guru tidak perlu lagi banyak
menggunakan metode ceramah atau diskusi dalam menyajikan bahan pelajaran yang sudah
disampaikan. Pengajaran dipusatkan pada bahan-bahan pelajaran yang belum dikuasai
dengan baik oleh siswa, dengan jalan memberikan penjelasan seperlunya, mengadakan
tanya-jawab, demonstrasi, latihan, pemebrian tugas dan evaluasi. Berkenaan dengan hal ini,
Bradfield (Erman Amti & Marjohan, 1993) menyarankan :
a. Berikan tugas-tugas singkat tentang hal-hal yang harus dikerjakan oleh siswa
denganmempertimbangkan juga penyelesaian tugas-tugas sebelumnya.
b. Pastikan bahwa siswa telah memahami secara baik tentang apa yang harus
dikerjakannya. Misalnya, dengan memberi tanda dengan stabilo atau tinta berwarna pada
bagian-bagian yang harus dikerjakan.
c. Selang selingilah waktu pertemuan dengan kegiatan-kegiatan lain dan secara bertahap
tingkatkan lama waktu pertemuan.
d. Hindari memberikan petunjuk secara panjang lebar dan sukar dipahami siswa.
e. Petunjuk-petunjuk mengerjakan tugas hendaklah diberikan bagian perbagian.
f. Siswa hendaklah ditempatkan pada ruangan yang bebas dari pengaruh-pengaruh atau
perangsang-perangsang yang dapat mengganggu pemusatan perhatiannya. Siswa yang
sedang mengalami masalah belajar amat sukar memusatkan perhatiannya dalam waktu
yang cukup lama. Mereka sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal yang ada di sekitarnya.
g. Berikan sebanyak mungkin dorongan agar siswa mau menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan.
h. Jagalah agar suasana perasaan siswa selalu dalam keadaan stabil dan tenang.
i. Hindarilah pemberian tugas-tugas yang terlalu berat dan usahakan menumbuhkan suatu
kecintaan untuk belajar secara baik dan rapi serta memiliki sikap positif dalam bekerja.
2. Pengajaran Pengayaan
Pengajaran pengayaan adalah suatu bentu pengajaran yang khusus diberikan kepada
siswa-siswa yang sangat cepat dalam belajar. Biasanya, siswa-siswa yang sangat cepat
dalam belajar dapat menguasai bahan-bahan pelajaran yang diberikan lebih cepat dari
pada teman-teman sekelasnya. Sehubungan dengan hal ini, suatu pertanyaan yang sering
disampaikan adalah: Apakah siswa yang sangat cepat dalam belajar juga disebut sebagai
siswa yang bermasalah dalam belajar? Dilihat dari dari sgi hasil belajar yang dicapainya,
siswa seperti ini memang tidak dapat digolongkan sebagai siswa yang mengalami
masalah dalam belajar, yang menjadi masalah adalah bagaimana agar hasil belajar yang
dicapainya itu dapat lebih ditingkatkan lagi, atau setidak-tidaknya bagaiman hasil belajar
yang telah dicapai itu dapat dipertahankannya terus pada masa yang akan datang.
Sehingga mereka benar-benar dapat mewujudkan perkembangannya secara optimal. Oleh
sebab itu, kepada mereka perlu diberikan pengajaran pengayaan. Melalui pengajaran
pengayaan siswa memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam
pengetahuan dan keterampilannya dalam bidang yang dipelajarinya.
Beberapa bentuk pengajaran pengayaan yang mungkin dapat ditempuh adalah
dengan jalan menugasi siswa sebagi berikut:
a. Membaca kompetensi dasar, indikator dan pokok-pokok materi pembelajaran yang
lain yang bersfat perluasan atau pendalaman dari pokok-pokok materi yang sedang
dipelajari.
b. Melaksnakan kerja prakter atau percobaan-percobaan, dan
c. Mengerjakan soal-soal latihan.
3. Pembinaan Sikap dan Kebiasaan Belajar yang Baik
Sikap dan kebiasaan belajar merupakan suatu faktor penentu keberhasilan belajar.
Dari hasi-hasil penelitian yang pernah dilakukan, antara lain oleh Rosmawati (1983) dan
A. Muri Yusuf (1984) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berarti (signifikan)
antara sikap dan kebiasaan belajar yang baik cenderung memperoleh hasil belajar yang
baik, dan demikian pula sebaliknya. Sejalan dengan itu, Prayitno (Erman Amti &
Marjohan, 1993) menyatakan bahwa: “cara belajar (yang meliputi berbagai kebiasaan dan
sikap dalam belajar) akan snagat mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Oleh sebab
itu, jika seseorang siswa mendapat nilai/hasil belajar yang kurang memuaskan dalam
belajar, salah satu fakto penting yang perlu diperiksa adalah bagaimana cara belajar yang
ditempuh”.
Dengan berpedoman pada uraian di atas, maka siakap dan kebiasaan belajar itu
memegang peranan penting. Siswa perlu memiliki dan menerapkan sikap dan kebiasaan
belajar yang baik dalam belajar untuk dapat mewujudkan kemampuan-kemampuan dasar
yang tinggi saja bukanlah satu-satunya jaminan bagi siswa untuk berhasil dalam belajar
tetapi perlu ditunjang oleh penerapan sikap dan kebiasaan belajar yang baik.
Sikap dan kebiasaan belajar itu tidak dibawa sejak lahir atau diturunkan dari kedua
orang tua melainkan terbentuk dari hasil interaksi dengan dunia luar, dipelajari dan
dilatihkan serta diterapkan secara terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari. Pembinaan
sikap dan kebiasaan belajar yang baik harus dilaksanakan sejak anak memasuki sekolah
dasar dan dilanjutkan terus dalam kehidupan anak sehari-hari baik di sekolah maupun di
rumah.
Beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk menumbuh-kembangkan sikap dan
kebiasaan belajar yang dari diri siswa adalah:
a. Membantu siswa menyusun rencana belajar yang baik. Rencana ini memuat pokok
dan sub pokok bahsan/materi yang akan dipelajari, tujuan yang akan dicapai, cara-
cara mempelajari bahan-bahandi belajar yang bersangkutan, alat-alat yang diperlukan
dan cara-cara memeriksa atau mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai.
b. Membantu siswa mengikuti kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Sebagian besar
kegiatan pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Dalam hal ini, Siswa perlu
mengetahui apa yang harus dikerjakan sebelum mengikuti kegiatan belajar-mengajar,
bagaimana cara memahami dan mencatat keterangan-keterangan yang diberikan oleh
guru, dan apa pula yang harus dikerjakan setelah kegiatan pembelajaran berakhir
(setelah sampai di rumah).
c. Melatih siswa membaca cepat. Kecepatan menunjuk kepada banyaknya kata-kata
yang tepat yang dapat dibaca dalam waktu tertentu. Dengan membaca cepat,
kemungkinan siswa memperoleh banyak informasi atau ilmu pengetahuan dari buku
sumber yang dibaca.
d. Melatih siswa untuk dapat mempelajari buku pelajaran secara efektif dan efisien.
Salah satu metode yang perlu dikuasai oleh siswa adalah metode SQ3R (survey,
Question, Read, Resite, Write dan Review) yang dikembangkan oleh Francis P.
Robinson (Erman Amti, 1993).
e. Membiasakan siswa mengerjakan tugas-tugas secara teratur, bersih dan rapih.
f. Membantu siswa menyusun jadwal belajar dan mematuhi jadwal yang telah
disusunnnya. Untuk ini diperlukan adanya pemantauan dan pengawasan yang
berkesinambungan.
g. Membantu siswa agar dapat berkembang secara wajar dan sehat. Misalnya, dengan
memindahkan tempat duduk siswa yang dilakukan secara berkala, membetulkan
posisi duduk siswa (tidak terlalu membungkuk, jarak mata dengan buku sikitar 30
cm), memerika kebersihan kuku dan sebagainya.
h. Membantu siswa mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian, yang meliputi persiapan
mental, pengusaan bahan pelajaran, cara-cara menjawab soal ujian, dan segi-segi
administrasi penyelenggaraan ujian.
4. Meningkatkan Motivasi Siswa untuk Belajar
Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk mengerahkan, mengarahkan dan
mejaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu
sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. (Ngalim Purwanto, 1990)
Dalam belajar, motivasi memegang peranan yang sangat penting dan menentukan
pencapaian tujuan belajar. Di sekolah seringkali ditemukan adanya siswa-siswa yang
malas dalam belajar. Mereka tampak tidak bersemangat, suka membolos, meninggalkan
jam pelajaran tertentu, tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, dan
sebagainya. Siswa-siswa tidak sewajarnya dibiarkan begitu saja, karena akan mengurangi
efektivitas belajar siswa itu sendiri. Akibat yang lebih jauh siswa-siswa itu tidak dapat
mencapai tujuan-tujuan pengajaran sesuai dengan yang diharapkan. Untuk siswa yang
seperti itu hendaknya diupayakan agar senantiasa meningkatkan motivasi mereka dalam
belajar. Berkenaan dengan hal ini, di samping memperlihatkan dan menerapkan prinsip-
prinsip belajar yang efektif di dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, guru harus
perlu :
a. Mempelajari hal-hal yang melatarbelakangi tingkah laku siswa yang tidak mau
belajar
b. Memberikan bantuan untuk meningkatkan motyivasi belajar berdasarkan atas
pemahaman yang mendalam tentang latar belakang tingkah laku siswa itu, guru
memberikan bantuan peningkatan motivasi belajar.
c. Menyadarkan siswa tentang adanya semacam kekeurangan yang dimilikinya dengan
maksud agar ia merasakan adanya suatu kebutuhan untuk ingin belajar.
Dibawah ini dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk
membangkitkan motivasi siswa-siswa dalam belajar (Dorothy Keiter,1975).
a. Tentukanlah tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh siswa dalam belajar. Tujuan
meliputi tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka panjang.
Tujuan jangka pendek merupakan tujuan-tujuan yang segera dapat dicapai. Tujuan
ini akan mendorong siswa untuk mencapai tujuan berikutnya. Tujuan jangka
menengah merupakan tujuan semntara yang dapat dicapai. Seringkali, tujuan ini
menjadi langkah yang diperlukan sebelum dapat melangkah ke tujuan selanjutnya.
Tujuan jangka panjang merupakan tujuan akhir yang akan dicapai siswa dalam
belajar. Misalnya, menjadi supir, dokter, dan sebagainya. Tujuan-tujuan yang
diterapkan haruslah realistis sesuai dengan kemampuan siswa untuk mencapainya.
b. Usahakanlah menimbulkan minat siswa agar mau mempelajari pelajaran yang
bersangkutan. Setiap mata pelajaran memiliki nilai praktis dan nilai sosial. Nilai
praktis merupakan nilai yang segera kelihatan. Misalnya, pengetahuan tentang ilmu
hitung untuk berbelanja di toko. Nilai sosial merupakan nilai yangbbermanfaat untuk
kehidupan sosial. Misalnya, cara memainkan beberapa permainan.
c. Ikutsertakanlah semua aspek kehidupan anak sebagai sumber belajar. Seluruh
lingkungan dan pengalaman hidup dapat menjadi alat dan sumber belajar. Belajar
berhitung tidak hanya terbatas pada buku teks saja, tetapi dapat juga menggunakan
situasi nyata yang dilihat anak dalam kehidupannya sehari-hari, misalnya sepak bola.
d. Hubungkanlah hal-hal yang dipelajari dengan kehidupan siswa. Membaca dalam
kelas hanyalah sebagai latuhan untuk memebaca diluar kelas dan dalam kehidupan
orang dewasa. Penemuan ilmiah penting karena akan mempengaruhi kehidupan
(sosial-ekonomi) individu, masyarakat, bangsa,dan negara.
e. Perbanyaklah hal-hal yang menarik perhatian siswa, tetapi jangan berhenti disitu.
Tunjukkanlah bahwa ada saling ketergantungan antara hal-hal yang disukai dengan
hal-hal yang tidak disukainya.
f. Tunjukkanlah kepada siswa-siswa apa yang dapat mereka harapkan untuk dicapai.
Belajar merupakan tanggung jawab individu. Tidak ada orang yang dapat belajar
untuk orang lain, dalam arti siswa hanya dapat mencapai perubahan kalau dia sendiri
yang berusaha belajar ( buakn hanya karena guru).
g. Doronglah siswa untuk menggunakan informasi yang dimilikinya. Berikanlah pujian
kepada siswa setiap kali mencapai kemajuan.
TUGAS
1. Bagaimana cara mendiagnosis anak yang mengalami masalah dalam belajar
2. Beri gambaran langkah-langkah untuk mengatasi anak tersebut
3. Kemukakan langkah-langkah untuk menilai setiap anak yang mengalami masalah
dalam belajar
CATATAN
DIKIRIM KE CLASSROOM SEBELUM PERTEMUAN BERIKUTNYA (JAM 23.59) WITA.
SILAHKAN ANDA PELAJARI UNIT 5 SETELAH ITU ANDA SELESAIKAN TUGAS YANG ADA PADA
FILE UNIT 5 KEMUDIAN DIKIRIM KE CLASSROOM SEBELUM PERTEMUAN BERIKUTNYA (JAM
23.59) WITA.