universitas indonesia analisis dinamika molekuler … · penelitian ini, diteliti sepuluh senyawa...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS DINAMIKA MOLEKULER HASIL PENAMBATAN MOLEKULER KOMPLEKS α-GLUKOSIDASE DENGAN
SEPULUH SENYAWA KIMIA TANAMAN HASIL VIRTUAL SCREENING DARI BASIS DATA HERBAL
SKRIPSI
RIBKA MARTINA SIMANJUNTAK
1106067444
FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
DEPOK JUNI 2015
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS DINAMIKA MOLEKULER HASIL PENAMBATAN MOLEKULER KOMPLEKS α-GLUKOSIDASE DENGAN
SEPULUH SENYAWA KIMIA TANAMAN HASIL VIRTUAL SCREENING DARI BASIS DATA HERBAL
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi
RIBKA MARTINA SIMANJUNTAK 1106067444
FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
DEPOK JUNI 2015
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak dan
penyertaanNya sehingga proses penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul
“Analisis Dinamika Molekuler Penambatan Molekuler Kompleks α-
Glukosidase dengan Sepuluh Senyawa Kimia Tanaman Hasil Virtual
Screening dari Basis Data Herbal” ini dapat berjalan dengan lancar. Penulisan
skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan hingga sampai pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, tidak
lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
2. Dr. Arry Yanuar, M.Si, Apt., dan Wahyu Fitriana M.Farm, Apt., selaku
dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama
proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Nadia Farhanah Syafhan, M.Si, Apt., selaku pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.
4. Seluruh staf pengajar Fakultas Farmasi yang dengan tulus memberikan
bekal ilmu kepada penulis dan seluruh keluarga besar Fakultas Farmasi
yang telah membantu penulis selama masa kuliah dan penyusunan skripsi
ini.
5. Bapak, Mama, abang Yohanes, adik Elisabeth, adik Yosua, keluarga
penulis yang sangat luar biasa yang tidak pernah berhenti memberikan doa
dan dukungan yang membuat penulis kuat dalam menyelesaikan skripsi
ini.
6. FARMAKOPE 2011: Farmasi UI angkatan 2011, terimakasih atas
kebersamaan suka dan duka, dukungan, serta kepedulian yang telah
vii
diberikan juga terimakasih untuk perjuangan kita bersama selama 4 tahun
ini.
7. Keluarga saya di PO FMIPA dan Farmasi UI, Gabriella Pasaribu, Indra,
Grace Elsa, Stephanie, Grace Juli, Samuel, Melfin, Merry, AKK (Ivon,
Elfira, Lidya, Merry) dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
8. KTB, Fella, Lasma, Hosana, Ivana, Hanna,terimakasih buat doa-doa nya
yang luar biasa, bersyukur atas dukungan kalian selama penyusunan
skripsi ini
9. Buat kedua kakak yang sudah penulis anggap menjadi kakak kandung, kak
Eveline dan Kak Meta yang selalu mendukung dalam doa dan dukungan
walaupun dibatasi dengan jarak yang jauh diantara kita.
10. Tim ASOKA Sociopreneur, Desy, Ulfa, Dinia yang telah mengajarkan
penulis untuk menunaikan poin ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi;
Pengabdian Masyarakat, yang juga memberikan penulis berkontribusi
nyata bagi bangsa ini.
11. Rekan seperjuangan skripsi Rahmah, Julio, Yongky, penghuni labkom
lainnya Mbak Eva, Kak Alvi, Kak Linda, Bu Azminah, dan semua yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian, serta semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun dan memacu penulis untuk berkarya lebih
baik dimasa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, dan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan bagi semua pihak.
Penulis
2015
ix
ABSTRAK
Nama : Ribka Martina Simanjuntak Program Studi : S1 Farmasi Judul : Analisis Dinamika Molekuler Penambatan Molekuler
Kompleks α-Glukosidase dengan Sepuluh Senyawa Kimia Tanaman Hasil Virtual Screening dari Basis Data Herbal.
Kanker adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pertumbuhan abnormal dari sel-sel tubuh yang tidak terkontrol dan mampu mempengaruhi sel normal lainnya. Saat ini banyak dilakukan penelitian untuk mencari senyawa-senyawa baru yang berpotensi sebagai antikanker. Salah satu cara yang digunakan untuk mendukung analisis ini adalah dengan metode in silico. Selain itu, metode ini juga mendukung green chemistry yang cukup diminati akhir-akhir ini. Dalam penelitian ini, diteliti sepuluh senyawa dari basis data herbal hasil Virtual Screening yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim α-Glukosidase manusia. Model tiga dimensi (3D) enzim dikonstruksi berdasarkan struktur kristal α-glukosidase S. solphataricus (MalA) dan sub-unit N-terminal Maltase Glukoamilase manusia (NtMGAM). Penambatan sepuluh senyawa yang akan diuji; yakni 6-Deoxoteasterone, Diosgenin, Withangulatin A, Withanolide, Lanosterol, Cassiamin C, Asiatic Acid, Isoarborinol, Yamogenin, dan Lantic Acid, ditambatkan menggunakan AutoDock 4.2 dan hasilnya menunjukkan nilai ΔG secara berturut-turut yakni -9,09; -8,76; -8,73; -8,66; -8,65; -8,65; -8,64; -8,59; -8,48; dan -8,45 kkal/mol. Analisis kemudian dilanjutkan dengan melakukan simulasi diamika molekuler selama 2 nanodetik menggunakan Amber 11. Sebagai kontrol positif, digunakan senyawa Castanospermine dan 1,6-Epi-Cyclophellitol. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum, pada kompleks senyawa ligan dan makromolekul ada interaksi yang kuat dan stabil pada residu Asp587, Asp511, Asp 398, Trp 274, dan Phe 620.
Kata Kunci : α-glukosidase, penambatan molekuler, database herbal, antikanker, simulasi dinamika molekuler
xv + 95 halaman : 17 gambar; 19 tabel; 25 lampiran Daftar Pustaka : 64 (1990 – 2014)
x
ABSTRACT
Name : Ribka Martina Simanjuntak Program Study : Pharmacy Title : Mollecular Dynamic’s Analysis of Docking Product of
Alpha Glucosidades with Ten Organic Compunds from Virtual Screening of Herbal Database
Cancer is a condition that characterized by the abnormal growth of cells that are not controlled and capable to affect normal cells. Nowadays, there's a lot of research to find new compounds that have the potential as an anticancer. One of the ways to support this analysis is the in silico. In addition, this method also supports green chemistry that considerable interest lately. This study will investigated ten compounds from Herbal Database that have been researched before through Virtual Screening, that have the activity as an inhibitor of α-glucosidase. Three-dimensional (3D)'s model was constructed by the crystal structure of the enzyme α-glucosidase S. solphataricus (mala) and sub-units of N-terminal human maltase Glucoamylase (NtMGAM). 6-Deoxoteasterone, Diosgenin, Withangulatin A, Withanolide, lanosterol, Cassiamin C, Asiatic Acid, Isoarborinol, Yamogenin, and Lantic Acid was tethered using Autodock 4.2 and the results show the value of ΔG are -9.09; -8.76; -8.73; -8.66; -8.65; -8.65; -8.64; -8.59; -8.48; and -8.45 kcal/mol. The analysis then continued by performing simulation od mollecular dynamics for 2 nanoseconds using Amber 11. Castanospermine and 1,6-Epi-Cyclophellitol was used as the positive control. The analysis showed that in general the complex of ligand and macromolecule, that there is a strong and stable interaction at residues Asp587, Asp511, Asp 398, Trp 274 and Phe 620.
Keyword : Alpha-Glucosidases, Virtual Screening, Mollecular Dynamics
xv + 95 pages : 17 pictures, 19 tables, 25 appendices
Bibliography : 64 (1990 – 2014)
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ viii ABSTRAK ........................................................................................................... ix ABSTRACT ......................................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4 2.1. Kanker ...................................................................................................... 4
2.1.1. Proses Terjadinya Kanker ............................................................. 4 2.1.2. Siklus Sel ...................................................................................... 5 2.1.3. Klasifikasi Kanker ........................................................................ 7 2.1.4. Neoplasma..................................................................................... 7 2.1.5. Perkembangan Pengobatan Kanker .............................................. 8
2.2. Protein ....................................................................................................... 10 2.2.1. Struktur Protein ............................................................................. 10
2.2.1.1. Struktur Primer ................................................................. 10 2.2.1.2. Struktur Sekunder ............................................................. 11 2.2.1.3. Struktur Tersier ................................................................. 12 2.2.1.4. Struktur Kuartener ............................................................ 13
2.2.2. Enzim ............................................................................................ 14 2.2.3. Enzim α-Glukosidase .................................................................... 15 2.2.4. Interaksi Antara Protein dengan Ligan ......................................... 16
2.2.4.1. Interaksi Hidrogen ............................................................ 16 2.2.4.2. Interaksi Van Der Waals .................................................. 17 2.2.4.3. Interaksi Hidrofobik ......................................................... 18 2.2.4.4. Ikatan Ionik ....................................................................... 18
2.3. Mekanisme Kerja α-Glukosidase Sebagai Antikanker .............................. 19 2.4. Senyawa Ligan .......................................................................................... 20
2.4.1. 6-Deoxoteasterone ........................................................................ 21 2.4.2. Diosgenin ...................................................................................... 22 2.4.3. Withangulatin A dan Withanolide ................................................. 23 2.4.4. Lanosterol ..................................................................................... 24 2.4.5. Cassiamin C .................................................................................. 26 2.4.6. Asiatic Acid ................................................................................... 27 2.4.7. Isoarborinol .................................................................................. 28
xii
2.4.8. Yamogenin..................................................................................... 28 2.4.9. Lantic Acid .................................................................................... 29 2.4.10. Castanospermine......................................................................... 30 2.4.11. 1,6-Epi-Cyclophellitol ................................................................. 30
2.5. Bioinformatika ........................................................................................... 31 2.6. Penambatan Molekuler .............................................................................. 32 2.7. Dinamika Molekuler .................................................................................. 33 2.8. PyMOL ...................................................................................................... 34 2.9. Open Babel ................................................................................................ 35 2.10. Vega ZZ ................................................................................................... 35 2.11. AutoDock ................................................................................................ 35 2.12. Amber ...................................................................................................... 36 2.13. VMD ........................................................................................................ 36 2.14. UCSF Chimera ........................................................................................ 37
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 38 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 38 3.2. Alat ............................................................................................................ 38
3.2.1. Perangkat Keras ............................................................................ 38 3.2.2. Perangkat Lunak ........................................................................... 38
3.3. Bahan ......................................................................................................... 38 3.3.1. Struktur Tiga Dimensi α-Glukosidase .......................................... 38 3.3.2. Struktur Tiga Dimensi Ligan ........................................................ 38
3.4. Cara Kerja .................................................................................................. 39 3.4.1. Persiapan Struktur Ligan............................................................... 39 3.4.2. Penambatan Ligan dengan Model α-Glukosidase ........................ 39 3.4.3. Analisis Hasil Penambatan Molekuler .......................................... 40 3.4.4. Simulasi Dinamika Molekuler ...................................................... 41
3.5. Skema Penelitian ....................................................................................... 47 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 48
4.1. Penambatan Molekuler .............................................................................. 48 4.1.1. Persiapan dan Optimasi Model α-Glukosidase ............................. 48 4.1.2. Persiapan dan Optimasi Struktur Ligan ........................................ 48 4.1.3. Penambatan Ligan Terhadap Model α-Glukosidase ..................... 49 4.1.4. Analisis Hasil Penambatan Molekuler .......................................... 50
4.2. Simulasi Dinamika Molekuler ................................................................... 56 4.2.1. Persiapan Berkas Ligan dan Makromolekul ................................. 56 4.2.2. Pembuatan Topologi dan Koordinat ............................................. 56 4.2.3. Minimisasi Sistem ......................................................................... 56 4.2.4. Ekuilibrasi Sistem ......................................................................... 58 4.2.5. Produksi Simulasi Dinamika Molekuler ....................................... 61
4.3. Analisis Simulasi Dinamika Molekuler .................................................... 61 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 72
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 72 5.2. Saran .......................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 74 LAMPIRAN .......................................................................................................... 79
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Proses Terjadinya Kanker ................................................................ 5 Gambar 2.2. Siklus Reproduksi Sel ...................................................................... 7 Gambar 2.3. Struktur Primer Protein .................................................................... 11 Gambar 2.4. Struktur Sekunder Protein ................................................................ 12 Gambar 2.5. Struktur Tersier Protein .................................................................... 13 Gambar 2.6. Struktur Kuartener Protein ............................................................... 13 Gambar 2.7. Mekanisme Kerja Enzim α-Glukosidase .......................................... 15 Gambar 2.8. Skema Mekanisme Inhibitor α-Glukosidase Sebagai Antikanker ... 20 Gambar 4.1. Visualisasi Kompleks Ligan-Makromolekul dalam Pelarut Air ...... 57 Gambar 4.2. Grafik Berat Jenis Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Ekuilibrasi ........................................................................................ 59 Gambar 4.3. Grafik Suhu Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Ekuilibrasi ........................................................................................ 59 Gambar 4.4. Grafik E.Potensial Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Ekuilibrasi ........................................................................................ 60 Gambar 4.5. Grafik RMSD Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Ekuilibrasi ........................................................................................ 60 Gambar 4.6. Grafik E.Potensial Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Produksi ........................................................................................... 62 Gambar 4.7. Grafik Fluktuasi RMSD Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul
saat Produksi .................................................................................... 63 Gambar 4.8. Grafik Fluktuasi RMSF Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Produksi ........................................................................................... 66 Gambar 4.9. Grafik Fluktuasi Ikatan Hidrogen Terhadap Waktu Ligan –
Makromolekul .................................................................................. 68
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Enam Klasifikasi Enzim ...................................................................... 14 Tabel 2.2. Senyawa Ligan ..................................................................................... 20 Tabel 2.3. Senyawa Kontrol Positif ...................................................................... 21 Tabel 2.3. Identitas Senyawa 6-Deoxoteasterone ................................................. 22 Tabel 2.4. Identitas Senyawa Diosgenin ............................................................... 22 Tabel 2.5. Identitas Senyawa Withangulatin A ..................................................... 23 Tabel 2.6. Identitas Senyawa Withanolide ............................................................ 24 Tabel 2.7. Identitas Senyawa Lanosterol .............................................................. 25 Table 2.8. Identitas Senyawa Cassiamin C ........................................................... 26 Tabel 2.9. Identitas Senyawa Asiatic Acid ............................................................ 27 Tabel 2.10. Identitas Senyawa Isoarborinol ......................................................... 28 Tabel 2.11. Identitas Senyawa Yamogenin ........................................................... 29 Tabel 2.12. Identitas Senyawa Lantic Acid ........................................................... 29 Tabel 2.13. Identitas Senyawa Castanospermine ................................................. 30 Tabel 2.14. Identitas Senyawa 1,6-Epi-Cyclophellitol.......................................... 31 Tabel 3.1. Nama Senyawa Ligan .......................................................................... 39 Tabel 4.1. Data Hasil Penambatan Molekuler Senyawa ....................................... 50 Tabel 4.2. Interaksi Ligan dengan Residu Enzim ................................................. 55 Tabel 4.3. Okupansi Ikatan Hidrogen Kompleks Ligan-Makromolekul .............. 69
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Optimasi Ligan Sebelum Ditambatkan............................................. 79 Lampiran 2. Berkas Masukan Minimisasi Ligan (init_min.in) ............................ 79 Lampiran 3. Optimasi Makromolekul Sebelum Penambatan ............................... 80 Lampiran 4. Penambatan Molekuler ..................................................................... 81 Lampiran 5. Perintah Amber pada Simulasi Dinamika Molekuler ....................... 81 Lampiran 6. Berkas masukan minimisasi pertama (min.in) ................................. 83 Lampiran 7. Berkas masukan minimisasi kedua (min_all.in) ............................... 83 Lampiran 8. Berkas masukan Ekuilibrasi Sistem ................................................ 84 Lampiran 9. Berkas Masukan Produksi (prod.in) ................................................. 86 Lampiran 10. Berkas Masukan Produksi (run_md.x) ........................................... 86 Lampiran 11. Berkas Masukan Pembuatan Trajektori (ptraj_rmsd.in)................. 87 Lampiran 12. Berkas Masukan Pembuatan Trajektori (ptraj_rmsf.in) ................. 88 Lampiran 13. Struktur Asam Amino Penyusun Protein ....................................... 90 Lampiran 14. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Castanospermine . 91 Lampiran 15. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan 1,6-Epi-
Cyclophellitol ................................................................................ 91 Lampiran 16. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan
6 - Deoxoteasterone ....................................................................... 91 Lampiran 17. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Asiatic Acid .......... 91 Lampiran 18. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Cassiamin C ......... 92 Lampiran 19. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Diosgenin ............. 92 Lampiran 20. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Isoarborinol ......... 92 Lampiran 21. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Lanosterol ............ 92 Lampiran 22. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Lantic Acid ........... 93 Lampiran 23. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Withanolide .......... 93 Lampiran 24. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Withangulatin A ... 93 Lampiran 25. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Yamogenin ........... 93
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pertumbuhan
abnormal dari sel-sel tubuh yang tidak terkontrol dan mampu untuk
mempengaruhi jaringan tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah dan sistem
limfatik. Penyakit ini membutuhkan perhatian dan perawatan medis dalam waktu
yang lama untuk mencegah metastasis maupun untuk perawatan kanker itu sendiri
(National Cancer Institute, 2014).
Pada sebagian besar negara berkembang, kanker merupakan salah satu
penyebab kematian terbesar. Untuk alasan inilah telah banyak dilakukan riset
mengenai kanker. Sampai saat ini, terapi untuk para penderita kanker sebagian
besar berujung pada kegagalan (Zhdanov, 2008). Di dunia, diperkirakan 8,2 juta
orang meninggal akibat kanker setiap tahunnya (IARC, 2012). Menurut data
epidemiologi yang ada, kanker merupakan penyebab kematian utama kedua yang
memberikan kontribusi 13 % kematian dari 22 % kematian akibat penyakit tidak
menular utama di dunia (Shibuya, 2002). Di Indonesia, penyakit kanker
merupakan penyakit dengan urutan ke-6 terbesar. Hal ini ditunjukkan dengan
suatu perbandingan dimana setiap tahunnya terdapat 100 kasus kanker baru
diantara 100.000 penduduk. Penyakit kanker juga semakin berkembang, melihat
pola hidup masyarakat, dimana meningkatnya pengguna rokok, konsumsi alkohol,
kurangnya aktifitas fisik, maupun obesitas yang sangat memungkinkan terjadinya
angka peningkatan jumlah penderita kanker di Indonesia (Departemen Kesehatan
RI, 2002).
Beberapa senyawa alam memiliki potensi untuk menjadi senyawa-
senyawa penuntun (lead compound) baru yang dapat menghambat pertumbuhan
sel kanker. Disamping itu, saat ini sedang dilakukan banyak penelitian untuk
menemukan obat kanker yang efektif. Salah satunya adalah dengan menggunakan
agen terapeutik seperti inhibitor enzim α-glukosidase. Saat ini, inhibitor enzim α-
glukosidase banyak digunakan dan dikembangkan sebagai obat untuk mencegah
Diabetes Mellitus tipe 2 (Laube, 2002). Namun, ternyata inhibitor enzim α-
2
glukosidase juga berpotensi sebagai antikanker dan mungkin berpotensi menjadi
obat antikanker apabila dilakukan evaluasi penambatan dengan beberapa senyawa
kimia tanaman yang juga berkhasiat sebagai antikanker. Hal ini sudah pernah
diteliti sebelumnya dengan menggunakan senyawa Castanospermine dan 1,6-Epi-
Cyclophellitol yang tertambat dengan enzim α-glukosidase yang kemudian
bekerja sebagai inhibitor enzim tersebut. (Ooi, 2014). Inhibitor enzim α-
glukosidase sebagai antikanker bekerja dengan cara menghambat biosintesis
glikoprotein pada sel permukaan neoplasma, sehingga mencegah terjadinya
angiogenesis lebih lanjut pada sel kanker (Atsumi & Nosaka, 1995).
Pada penelitian ini, akan diteliti tentang mekanisme dan interaksi antara
enzim α-glukosidase dengan sepuluh ligan yang bertindak sebagai inhibitornya
melalui metode studi in silico. Kesepuluh ligan yang digunakan berasal dari hasil
penapisan dari Basis Data Kimia tanaman yang sudah dilakukan sebelumnya.
Kesepuluh senyawa tersebut adalah 6-Deoxoteasterone, Diosgenin, Isoarborinol,
Withanolide, Withangulatin A, Asiatic Acid, Lantic Acid, Yamogenin, Cassiamin
C, dan Lanosterol. Kesepuluh senyawa tersebut diteliti kemampuan ikatannya
dengan enzim α-glukosidase melalui nilai energi bebas ikatan (ΔG) dan konstanta
inhibisi (Ki) yang dihasilkan.
Metode in silico yang akan dilakukan untuk meneliti interaksi tersebut
adalah dengan cara penambatan molekular. Namun, analisis penambatan
molekular ternyata belum dapat dilakukan untuk mengamati kestabilan ikatan
yang terjadi terhadap ruang dan waktu, sehingga perlu dilakukan simulasi
dinamika molekular untuk mengetahui interaksi dan kestabilan ikatan lebih lanjut.
Metode ini juga dipakai untuk menghemat biaya dan waktu yang dibutuhkan
selama penelitian. (Wolff, 1996).
1.2. Tujuan Penelitian
(1). Mendapatkan model interaksi penambatan molekuler ligan terhadap enzim
α-glukosidase hasil pemodelan homologi yang dibandingkan dengan kontrol
positif.n
3
(2). Memperoleh gambaran dinamika molekul kompleks makromolekul α-
glukosidase dengan ligan melalui simulasi dinamika molekuler yang
dibandingkan dengan kontrol positif.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kanker
2.1.1. Proses Terjadinya Kanker
Kanker adalah penyakit yang memiliki karakteristik berupa pertumbuhan
sel tidak terkontrol, mampu berinvasi ke jaringan sehat, serta mampu
bermetastasis (National Institute of Health, 2006). Penyimpangan sel ini
diakibatkan dari akumulasi mutasi genetik yang terjadi dalam tubuh manusia yang
menyebabkan perubahan sifat dari sel-sel normal. Kanker yang dihasilkan dari
penyimpangan pertumbuhan sel tersebut mengandung populasi sel yang heterogen
dengan berbagai macam karakteristik biologi dan fungsi (Kelly, et al., 2007).
Semua kanker bermula dari sel, yang merupakan unit dasar kehidupan.
Tubuh terdiri dari banyak sel. Sel-sel tumbuh dan membelah secara terkontrol
untuk menghasilkan lebih banyak sel untuk kebutuhan tubuh. Ketika sel menjadi
tua atau rusak, maka sel tersebut akan mati dan diganti dengan sel-sel yang baru.
Kematian sel ini terjadi secara terprogram, yang disebut dengan apoptosis. Sel
dapat mengalami pertumbuhan yang tidak terkendali jika ada kerusakan atau
mutasi pada DNA. Empat jenis sel yang bertanggung jawab terhadap proses
pembelahan yaitu onkogen yang mengatur proses pembelahan sel, gen penekan
tumor yang menghalangi pembelahan sel abnormal, suicide gene yang mengontrol
apoptosis, dan gen DNA-repaired yang berfungsi untuk memperbaiki DNA yang
mengalami kerusakan. Oleh sebab itu, ketika terjadi mutasi pada DNA-onkogen
dan gen penekan tumor, maka akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak terkendali
(Kelly, et al., 2007).
Kanker muncul melalui beberapa proses yang pada akhirnya bergantung
pada perubahan genetik secara krusial. Untuk menjadikan suatu sel normal
menjadi sel kanker, perubahan genetik harus mendorong pertumbuhan sel,
menginaktivasi gen normal yang tumbuh dengan lambat, membiarkan sel tetap
membelah sehingga sel bersifat immortal (tidak mati), dan membiarkan sel tetap
berada dalam kondisi abnormal. Selain itu, sel kanker juga dapat mempengaruhi
sel normal untuk menunjang nutrisi bagi sel kanker agar sel kanker tetap hidup
5
dan mengembangkan strategi sedemikian rupa agar sistem imun tidak
menghancurkan sel kanker (Corwin, 2008).
Gambar 2.1. Proses Terjadinya Kanker
[Sumber: criepi.denken.or.jp]
Pada pria kanker yang paling sering terjadi kanker paru, lambung, hepar,
kolorektal, esofagus, dan prostat, sedangkan pada wanita, kanker yang paling
sering terjadi adalah kanker payudara, paru, lambung, kolorektal, dan serviks.
Hasil diagnosis kanker menyatakan bahwa 80 % penderita kanker ditemukan pada
stadium lanjut, yaitu stadium 3 dan stadium 4 (WHO, 2008).
2.1.2. Siklus Sel
Sel bereproduksi melalui sebuah proses yang disebut siklus sel. Siklus sel
merupakan serangkaian tahap perkembangan sel sepanjang hidup sel tersebut.
Kecepatan sel untuk bereproduksi melalui siklus sel bergantung pada sel itu
sendiri dan faktor pertumbuhan, kimiawi, dan hormonal yang terpajan pada sel
tersebut. Siklus sel terdiri atas dua fase; yaitu interfase dan mitosis.
6
1. Interfase
Sel dikatakan berada pada tahap interfase apabila sel berada dalam
keadaan tidak aktif membelah. Ada tiga tahap standar interfase; yaitu G1,
S, dan G2. Tahap keempat disebut dengan G0, yang merupakan tahap
istirahat khusus. Pada tahap ini, G didefinisikan sebagai gap yang berarti
waktu yang dihabiskan sel untuk memeriksa dan meninjau kembali
langkah sebelumnya.
G1 merupakan tahap persiapan sel untuk replikasi DNA dengan
mensintesis protein baru dan mengaktifkan komponen sitoskeletal. Pada
tahap ini, sel memantau lingkungannya untuk menentukan waktu yang
tepat melakukan replikasi DNA. Tahap ini merupakan checkpoint bagi sel,
karena jika kondisinya tidak tepat, sel tidak akan menjalani siklusnya.
Tahap G1 akan berjalan jika sel terstimulus oleh gen tertentu, termasuk
proto-onkogen yang telah diaktivasi. S merupakan tahap lanjutan dari
tahap G1 yang ditandai dengan terjadinya replikasi DNA. G2 merupakan
tahap ketiga sebelum pembelahan sel serta pada tahap ini sel kembali
mensintesis protein yang dipersiapkan untuk pembelahan. Tahap ini
merupakan check point karena jika DNA belum diduplikasi secara cepat,
sel memiliki kesempatan kedua untuk menghentikan tahap siklus sel
selanjutnya sebelum terjadinya mitosis,
2. Mitosis
Mitosis atau tahap M merupakan tahap pembelahan sel. Prosesnya
jauh lebih singkat dibandingkan dengan tahap interfase dan berlangsung
sekitar satu jam. Mitosis terdiri atas stadium profase, metafase, anafase,
dan telofase.
7
Gambar 2.2. Siklus Reproduksi Sel
[Sumber: Cummings, 2008]
2.1.3. Klasifikasi Kanker
Ada lima kelompok besar yang digunakan untuk mengklasifikasikan
kanker, yaitu karsinoma, sarkoma, limfoma, adenoma, dan leukimia (National
Cancer Institute, 2009).
1. Karsinoma
Ialah kanker yang berasal dari kulit atau jaringan yang menutupi organ
internal.
2. Sarkoma
Ialah kanker yang berasal dari tulang, tulang rawan, lemak, otot, pembuluh
darah, atau jaringan ikat.
3. Limfoma
Ialah kanker yang berasal dari kelenjar getah bening dan jaringan sistem
kekebalan tubuh
4. Adenoma
Ialah kanker yang berasal dari tiroid, kelenjar pituitari, kelenjar adrenal, dan
kelenjar lainnya.
5. Leukemia
Ialah kanker yang berasal dari jaringan pembentuk darah seperti sumsum
tulang dan sering menumpuk dalam aliran darah.
8
2.1.4. Neoplasma
Mutasi pada DNA sel menyebabkan kemungkinan terjadinya neoplasma,
sehingga terdapat gangguan pada proses regulasi homeostasis sel. Karsinogenesis
akibat mutasi materi genetik ini menyebabkan pembelahan sel yang tidak
terkontrol membentuk tumor atau neoplasma. Jadi, neoplasma adalah kumpulan
sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara tidak
terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan disekitarnya, dan tidak berguna bagi
tubuh (Florey, 1970).
Pada sel neoplasma terjadi perubahan sifat, sehingga sebagian energi sel
digunakan untuk berkembang biak. Pertumbuhan tak terkontrol yang terjadi
dengan cepat dapat mengarah ke pertumbuhan jinak (benign) maupun ganas
(malignan atau kanker). Tumor jinak biasanya tidak menginvasi dan tidak
menyebar ke jaringan lain disekitarnya. Sedangkan tumor ganas dapat menginvasi
jaringan lain, mengalami metastasis (Florey, 1970)
Sel-sel neoplasma mendapat energi utama dari proses glikolisis anaerob,
karena kemampuan sel untuk oksidasi berkurang. Oleh sebab itu, saat ini sedang
banyak dikembangkan penelitian yang berfokus kepada proses penghambatan
glikolisis sel untuk mencegah perkembangan neoplasma, salah satunya adalah
dengan menggunakan inhibitor α-glukosidase (Pili et al., 1995).
2.1.5. Perkembangan Pengobatan Kanker
Deteksi dini kanker dapat meningkatkan pengobatan yang berhasil dan
prognosis yang baik. Untuk mendeteksi lokasi kanker, digunakan teknik
endoskopi dan juga menggunakan hasil X-Ray, CT Scan, MRI Scan, PET Scan,
dan ultrasound. Terapi pada kanker juga beragam, tergantung pada jenis
kankernya. Prinsip kerja pengobatan pada kanker adalah dengan membunuh sel-
sel kanker, mengontrol pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan
pertumbuhannya agar tidak menyebar dan mengurangi gejala-gejala yang ada.
Saat ini ada beberapa upaya dalam pengobatan kanker menurut Crosta (2010):
1. Operasi
Biasanya dilakukan saat kanker belum bermetastasis dan telah dideteksi
dini. Tindakan ini sangat sulit dilakukan pada kanker yang sudah
9
bermetastasis. Operasi juga dapat berperan besar dalam membantu untuk
mengontrol gejala seperti gangguan pencernaan atau degenerasi sumsum
tulang belakang.
2. Radioterapi
Pada pengobatan ini digunakan sinar radioaktif. Sinar X, elektron dan sinar
γ banyak digunakan dalam pengobatan kanker disamping partikel lain.
Pengobatan ini memiliki prinsip ketika sel kanker terradiasi, maka akan
terjadi beberapa peristiwa antara lain ionisasi molekul air yang
mengakibatkan terbentuknya radikal bebas didalam sel, sehingga
mengakibatkan sel kanker mati.
3. Kemoterapi
Kemoterapi bersifat sistematik, karena kemoterapi dapat menjangkau sel-sel
kanker yang mungkin sudah menjalar dan menyebar kebagian tubuh yang
lain.
4. Imunoterapi
Imunoterapi digunakan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh untuk
melawan kanker
5. Terapi Hormon
Dirancang untuk mengubah produksi hormon dalam tubuh, sehingga sel-sel
kanker berhenti berkembang atau dibunuh seutuhnya.
. Melihat semakin tingginya penderita kanker setiap tahunnya dan dari
pengobatan-pengobatan kanker yang sudah ada, maka banyak penelitian
dilakukan untuk mencegah penyakit kanker yang dalam kemungkinan terburuk
dapat mengakibatkan kematian bagi manusia. Oleh sebab itu, dilakukan banyak
penelitian untuk mencari jalur alternatif lain. Salah satunya adalah dengan
menggunakan inhibitor α-glukosidase yang berperan dalam glikolisis sel. Apabila
glikolisis dihambat, maka tidak dihasilkan gula sederhana yang dibutuhkan untuk
membentuk oligosakarida kompleks yang dibutuhkan pada permukaan sel,
termasuk sel kanker. Saat ini sedang dikembangkan penelitian tentang hal ini (Pili
et al, 1995).
10
2.2. Protein
Protein adalah polimer dari asam amino yang bersama-sama dihubungkan
oleh ikatan amida (Bruice, 2004).
Berikut adalah beberapa ciri-ciri protein menurut Adams (2008):
1. Berat molekulnya besar, ribuan bahkan jutaan, sehingga disebut sebagai suatu
makromolekul
2. Umumnya terdapat 20 jenis tipe asam amino. Asam-asam amino ini berikatan
secara kovalen satu dengan yang lainnya dalam suatu variasi urutan yang
bermacam-macam membentuk suatu ikatan polipeptida.
3. Ada ikatan kimia lainnya, seperti ikatan hidrogen, ikatan van der waals, dan
ikatan hidrofobik. Ikatan kimia lainnya menyebabkan lengkungan-
lengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein
4. Struktur menjadi tidak stabil oleh beberapa faktor, yaitu pH, radiasi,
temperatur, dan pelarut organik.
Berdasarkan fungsi biologisnya, protein dapat diklasifikasikan menjadi
enzim (glukosidase, amilase), protein penyimpanan (mioglobin, ferritin), protein
pengatur (hormon), protein struktural (peptidoglikan), protein pelindung
(imunoglobulin), protein pengangkut (hemoglobin), dan protein kontraktil (aktin,
miosin, tubulin) (Murray, Granner, Mayer & Rodwell, 2003).
2.2.1. Struktur Protein
Protein dibagi menjadi beberapa struktur tingkatan yang dihubungkan oleh
interaksi-interaksi antar asam-asam amino. Kumpulan asam amino tersebut terikat
dalam suatu ikatan dan membentuk konformasi protein. (McMurry, 2004).
2.2.1.1. Struktur Primer
Struktur primer merupakan suatu gabungan asam-asam amino dalam
ikatan polipetida yang tidak terjadi percabangan rantai. Asam amino tersusun
secara kovalen oleh ikatan peptida yang merupakan interaksi gugus karboksil
dengan amida dari asam amino dengan asam amino lainnya. Urutan penamaan
rantai peptida ditulis berdasarkan letak asam amino terminal dengan gugus amin
11
bebas (terminal – N) akan terletak disebelah kiri dan asam amino dengan gugus
karboksil bebas (terminal – C) terletak disebelah kanan (Pamela & Harvey, 1994).
Gambar 2.3. Struktur Primer Protein (Cummings, 2008)
2.2.1.2. Struktur Sekunder
Struktur sekunder protein menunjukkan konformasi dari segmen-segmen
rantai kerangka sebuah protein seperti yang terlihat pada gambar 2.2. Struktur
sekunder mencakup heliks α (α-helix), lembaran β (β sheet), gelungan (loop),
putaran (turn), dan tekukan (bend) (Rodwell & Kennely, 2003).
Heliks α merupakan suatu struktur tulang punggung (narrow-bone) yang
distabilkan oleh ikatan hidrogen yang terjadi pada atom hidrogen yang terikat
pada atom nitrogen amida dan dengan oksigen pada gugus karbonil (Max Leung,
2006). Struktur asam amino pada protein memiliki konfigurasi L, oleh karena itu,
heliks α merupakan heliks dengan konfigurasi dominan D (kanan). Hal ini
12
menyebabkan pergerakan kebawah yang searah dengan arah jarum jam (Bruice,
2003).
Lembaran β merupakan suatru struktur berupa lembaran-lembaran yang
berlipat. Ikatan hidrogen terjadi antara rantai peptida yang berdekatan yang terikat
pada arah yang sama (paralel), ataupun dengan arah yang berkebalikan
(antiparalel) (Petsko & Ringe, 2003)
Gambar 2.4. Struktur Sekunder Protein (Cummings, 2008)
2.2.1.3. Struktur Tersier
Struktur tersier merupakan struktur tiga dimensi, mencakup heliks α,
lembaran β, dan daerah berbentuk globular atau sferis. Pelipatan struktur
dipengaruhi oleh interaksi antar gugus samping satu sama lain. Protein melipat
secara spontan untuk memaksimalkan stabilitas protein. Terjadinya pelipatan akan
meningkatkan jumlah energi bebas ( yang dilepaskan. Hal tersebut
mengindikasikan terjadinya peningkatan kestabilan (Bruice, 2003)
13
Gambar 2.5. Struktur Tersier Protein (Adams, 2008)
2.2.1.4. Struktur Kuartener
Struktur kuartener protein merupakan penggabungan dari protein subunit
yang terdiri dari sejumlah rantai polipeptida serta disatukan oleh interaksi yang
nonkovalen. Struktur kuartener menggambarkan bagaimana subunit-subunit
protein tersusun dalam sebuah ruang. Subunit tersebut dihubungkan melalui
interaksi hidrofobik, ikatan hidrogen, dan ikatan elektrostatik (Murray, Granner,
Mayes & Rodwell, 2003)
Gambar 2.6. Struktur Kuartener Protein (Cummings, 2008)
14
2.2.2. Enzim
Enzim merupakan suatu produk biologis yang berfungsi sebagai katalis
reaksi biokimia didalam tubuh. Enzim merupakan katalis dengan efisiensi yang
tinggi, selektif, dan terdapat dalam konsentrasi yang cukup didalam sel. Setiap
enzim spesifik terhadap substrat tertentu, serta memiliki berat molekul yang
berkisar antara 12.000 hingga satu juta g/mol (Nelson & Cox, 2001).
Tata cara penamaan enzim sudah diatur oleh Enzyme Comission dari
International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC), serta berdasarkan
dari reaksi biokimia yang dikatalisis oleh enzim tersebut (Ngili, 2010).
Tabel 2.1. Enam klasifikasi enzim berdasarkan reaksi yang dikatalisnya.
Kelas Enzim Tipe Reaksi yang Dikatalisis
Oksidoreduktase Reaksi oksidasi dan reduksi. Pendonor hidrogen dan elektron adalah salah satu substratnya.
Transferase Reaksi transfer gugus kimia dari bentuk umum A-X + B A + B-X
Hidrolase Pemecahan ikatan hidrolitik pada C-C, C-O, dan ikatan lainnya.
Liase Pemotongan pada C-C, C-N, C-O, dan ikatan lainnya. Meninggalkan ikatan rangkap serta memiliki alternatif, yaitu penambahan gugus pada ikatan rangkap.
Isomerase Perubahan penataan geometris suatu molekul.
Ligase Menghubungkan dua molekul dengan mengikutsertakan hidrolisis senyawa yang memiliki besar untuk hidrolisis.
Energi yang digunakan untuk peningkatan aktifitas enzim berasal dari
interaksi-interaksi lemah (interaksi hidrogen, interaksi van der waals, dan
interaksi ionik) antara substrat dan enzim. Sisi aktif enzim dibangun agar interaksi
lemah tersebut dapat terjadi pada reaksi transisi, sehingga dapat menstabilkan
keadaan tersebut (Nelson & Cox, 2001).
Kerja suatu enzim dihambat oleh inhibitor. Suatu inhibitor dapat
menghambat enzim dengan dua mekanisme, yaitu kompetitif dan nonkompetitif.
Pada inhibisi kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan
dengan sisi aktif enzim. Oleh sebab itu, dalam mekanisme ini, inhibitor memiliki
bentuk yang hampir sama dengan substrat (Nelson & Cox, 2001).
15
Pada mekanisme inhibisi nonkompetitif, inhibitor tidak berikatan dengan
sisi aktif enzim. Inhibitor nonkompetitif berikatan pada gugus alosterik enzim
(Nelson & Cox, 2001).
2.2.3. Enzim α-glukosidase
Enzim α-glukosidase adalah enzim yang berperan pada konversi
karbohidrat menjadi glukosa. Karbohidrat akan dicerna oleh enzim didalam mulut
dan usus menjadi gula yang lebih sederhana yang kemudian akan diserap ke
dalam tubuh dan meningkatkan kadar gula darah. Proses pencernaan karbohidrat
tersebut menyebabkan pankreas melepaskan enzim α-glukosidase ke dalam usus
yang akan diubah lagi menjadi glukosa oleh enzim α-glukosidase yang
dikeluarkan oleh sel-sel usus halus yang kemudian akan diserap kedalam tubuh
(Bosenberg, 2008).
Gambar 2.7. Mekanisme Kerja Enzim α-Glukosidase (Bosenberg, 2008)
Struktur sekuens α-glukosidase yang digunakan berdasarkan target yang
dipilih adalah α-glukosidase manusia. Berdasarkan penelitian literatur, digunakan
α-glukosidase C netral manusia (GANC) dengan 914 residu asam amino yang
diambil dari Swiss-Prot dengan kode Q8TET4. Pada pemodelan homologi yang
telah dilakukan, digunakan cetakan MalA dan NtMGAM. Dalam hal ini,
digunakan pemodelan homologi berdasarkan metode Saqib dan Siddiqi (2008).
16
Inhibitor enzim α-glukosidase selama ini dikenal luas sebagai obat
antidiabetes oral bagi penderita diabetes mellitus tipe 2. Senyawa-senyawa
penghambat enzim ini bekerja dengan cara menghambat α-glukosidase yang
terdapat pada dinding usus halus. Sehingga, penghambatan kerja enzim ini secara
efektif akan dapat mengurangi pengingkatan kadar glukosa pada sel tubuh.
(Dirjen Binfar Depkes, 2005). Inhibitor ini bersifat reversible (Krentz & Brailey,
2005).
Inhibitor enzim α-glukosidase sebagai antikanker bekerja dengan cara
menghambat biosintesis glikoproteins pada sel neoplasma, sehingga mencegah
terjadinya angiogenesis lebih lanjut pada sel kanker (Atsumi & Nosaka, 1995).
2.2.4. Jenis Interaksi Antara Protein dengan Ligan
2.2.4.1. Interaksi Hidrogen
Interaksi hidrogen adalah interaksi yang terjadi antara hidrogen dengan
atom F, O, dan N. Interaksi tersebut membentuk pola H-X, dimana aseptor (atom
X) yang lebih elektronegatif (E. Arunan et al, 2004). Atom aseptor harus lebih
elektronegatif dan harus memiliki setidaknya sepasang pasangan elektron sunyi,
sehingga dapat menyerang δ+ dari atom hidrogen (Lodish, et al., 2000). Ikatan
hidrogen yang paling kuat terjadi ketika molekul berada dalam orientasi
elektrostatik maksimum. Keadaan ini terjadi ketika atom hidrogen dan kedua
atom lainnya berikatan dalam satu garis, dimana atom yang bertindak sebagai
aseptor berada segaris dan berikatan secara kovalen dengan atom donor dan atom
hidrogen (Nelson & Cox, 2011).
Interaksi hidrogen lebih kuat dibandingkan dengan gaya van der waals
sebesar 12 sampai 30 kj/mol. Interaksi hidrogen merupakan bentuk silindris yang
simetris dan cenderung lebih terarah membentuk ikatan antara donor, hidrogen,
dan atom akseptor. Interaksi hidrogen pun lebih spesifik dibandingkan dengan
interaksi Van der Waals, karena pada interaksi hidrogen membutuhkan
keberadaan donor hidrogen dan kelompok akseptor (Garret dan Grisham, 2009).
Terdapat dua tipe ikatan hidrogen: (Siswandono, 1996)
1. Ikatan hidrogen intramolekul: ikatan hidrogen yang terjadi dalam satu
molekul
17
2. Ikatan hidrogen intermolekul: ikatan hidrogen yang terjadi antar molekul
Kekuatan hidrogen intermolekul lebih lemah dibandingkan dengan ikatan
hidrogen intramolekul. Ikatan hidrogen dapat mempengaruhi sifat-sifat fisika dan
kimia senyawa, seperti titik didih, titik lebur, kelarutan dalam air, kemampuan
pembentukan kelat, dan keasaman. Perubahan-perubahan tersebut dapat
berpengaruh terhadap aktifitas biologis senyawa (Siswandono, 996)
2.2.4.2. Interaksi Van der Waals
Interaksi Van der Waals merupakan suatu interaksi yang lemah dan non
spesifik dari kedua atom yang berdekatan satu sama lain. Ikatan ini merupakan
kekuatan tarik menarik antar molekul atau atom yang tidak bermuatan, dan
letaknya berdekatan, yang jaraknya 4-6 Å. Ikatan ini terjadi karena sifat
kepolarisasian molekul atau atom. (Lodish, et al., 2000).
Interaksi Van der Waals hanya terjadi ketika atom berada dalam jarak
tertentu. Semakin meningkat jarak, maka semakin lemah interaksi yang terjadi.
Namun, apabila jarak yang terjadi terlalu dekat, akan dihasilkan gaya tolak
menolak, karena adanya muatan negatif yang terdapat pada kulit elektron terluar.
(Lodish, et al., 2000)
Gaya tarik Van der Waals hanya terjadi pada jarak interatomik yang
terbatas, yaitu 0,3-0,6 nm. Pada suhu fisiologis akan terjadi interaksi ikatan yang
efektif bila beberapa atom dalam suatu molekul dapat berinteraksi dengan atom di
molekul lainnya. Agar hal ini dapat terjadi, atom yang berada pada molekul yang
saling berinteraksi harus digabung menjadi satu sehingga permukaan
molekulernya harus memiliki struktur yang saling melengkapi. (Garret &
Grisham, 2009).
Meskipun secara individu lemah, tetapi hasil penjumlahan ikatan Van der
Waals merupakan faktor pengikat yang cukup bermakna, terutama untuk
senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul tinggi. Ikatan Van der Waals
terlihat pada interaksi cincin benzen dengan daerah bidang datar reseptor pada
interaksi rantai hidrokarbon dengan makromolekul protein atau reseptor
(Siswandono, 1996).
18
2.2.4.3. Interaksi Hidrofobik
Ikatan hidrofobik merupakan salah satu kekuatan penting pada proses
penggabungan daerah nonpolar molekul obat dengan daerah nonpolar reseptor
biologis. Molekul protein termasuk kedalam molekul nonpolar yang tidak larut
dalam air. Hal ini juga disebabkan oleh protein yang tidak mengandung ion, dan
memiliki momen dipol. Dalam sistem biologis, ikatan kovalen yang umum terjadi
adalah ikatan sesama atom karbon, serta ikatan antara atom karbon dan hidrogen.
Ikatan hidrofobik menyebabkan molekul-molekul hidrofobik dari bagian nonpolar
lebih menyatu daripada terlarut didalam air (Lodish, et al., 2000).
Ikatan hidrofobik merupakan salah satu kekuatan penting pada proses
penggabungan daerah non polar molekul obat dengan daerah non polar reseptor
biologis. Daerah non polar molekul obat yang tidak larut dalam air dan molekul-
molekul air di sekelilingnya, akan bergabung melalui ikatan hidrogen membentuk
struktur quasi-crystalline (icebergs) (Siswandono, 1996).
Bila dua daerah non polar seperti gugus hidrokarbon molekul obat dan
daerah non polar reseptor bersama-sama berada dalam lingkungan air, maka akan
mengalami suatu penekanan sehingga jumlah molekul air yang kontak dengan
daerah-daerah non polar tersebut menjadi berkurang. Akibatnya, struktur quasi-
crystalline akan pecah menghasilkan peningkatan entropi yang digunakan untuk
isolasi struktur non polar. Peningkatan energi bebas ini dapat menstabilkan
molekul air sehingga tidak kontak dengan daerah non polar. Penggabungan
demikian disebut ikatan hidrofobik (Siswandono, 1996).
2.2.4.4. Ikatan Ionik
Ikatan ion adalah ikatan yang dihasilkan oleh daya tarik menarik
elektrostatik antara ion-ion yang muatannya berlawanan. Kekuatan tarik-menarik
akan semakin berkurang jika jarak antar ion makin jauh, dan pengurangan tersebut
berbanding terbalik dengan jaraknya. Protein dan asam nukleat mempunyai gugus
kation dan anion potensial, tetapi hanya beberapa saja yang dapat terionisasi pada
pH fisiologis. Gugus kation protein berupa asam amino yang terdapat pada asam-
asam amino, seperti lisin, glutamin, asparagin, glisin, dan histidin. Gugus anion
protein berupa gugus karboksilat, misalnya pada aspartat dan glutamat, gugus
19
sulfihidril pada sistein, dan metionin, dan gugus fosforil pada asam nukleat.
(Korolkovas, 1970).
2.3. Mekanisme Kerja α-Glukosidase sebagai Antikanker
Glikoprotein permukaan sel sangat berpengaruh dalam kegiatan fungsional
sel, yaitu oligosakarida. Sintesis oligosakarida yang berlangsung di retikulum
endoplasma dan badan golgi berpengaruh kepada aktivitas glikolisis dalam sel.
Inhibitor α-glukosidase bekerja dengan cara mengurangi jumlah residu glukosa
pada sel. Dengan terjadinya hal ini, maka pembentukan oligosakarida kompleks
yang dibutuhkan untuk terjadinya angiogenesis dapat dihambat. Apabila
oligosakarida kompleks dihambat pembentukannya, maka angiogenesis dapat
dihambat. Melaui mekanisme ini, akan terjadi juga agregasi platelet pada sel yang
bermetastasis karena berkurangnya adhesi dari sel tumor dan vaskular dari sel
endotelium. Mekanisme lebih lanjut juga menunjukkan terjadinya pencegahan
dari glikosilasi gen onkogen, dimana gen onkogen bertanggung jawab terhadap
pembelahan sel, sementara antionkogen bertanggung jawab terhadap penghentian
pembelahan sel. Pada sel normal, terdapat keseimbangan antara onkogen dan
antionkogen. Antionkogen yang sudah dikenal secara umum yaitu tp53. Apabila
tp53 gagal mengikat DNA, maka kemampuan mengontrol proliferasi menjadi
hilang, dan sel akan membelah terus menerus. Penghambatan antionkogen pada
sel endotel kanker akan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel untuk
melakukan proliferasi (Pili, et al., 1995).
Pili (1995) pernah melakukan eksperimen terhadap potensi inhibitor α-
glukosidase sebagai antikanker, dimana inhibitor α-glukosidase dikombinasikan
dengan alkaloid tanaman; 1,6,7,8-tetrahidroksiindolizidin. Percobaan dilakukan
secara in vivo pada tikus yang diinduksi kanker. Hasil dari percobaan ini adalah
terjadinya penurunan kemampuan sel secara signifikan untuk terjadi angiogenesis.
Terjadinya perubahan pada sel dan matriks sel menunjukkan terjadinya
penghambatan terjadinya glikoprotein dan oligosakarida pada permukaan sel.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan terjadinya inhibisi enzim α-
glukosidase pada sel kanker, mungkin adalah suatu penemuan yang menjanjikan
sebagai salah satu strategi pengobatan kanker dan tumor (Pili, et al., 1995).
20
Gambar 2.7. Skema Mekanisme Inhibitor α-glukosidase sebagai Antikanker
2.4. Senyawa Ligan
Dari hasil penelitian sebelumnya, dilakukan virtual screening terhadap
sepuluh jenis senyawa tanaman dengan energi ikatan terendah yang akan
digunakan sebagai ligan untuk penambatan pada penelitian ini, yaitu:
Tabel 2.2. Senyawa Ligan
No. Spesies Tanaman Nama Indonesia Tanaman
Nama Senyawa Free Energy Binding (kkal/mol)
1 Catharanthus Tapak Dara 6 – -9,09
Glikosilasi onkogen dicegah
Sel kehilangan kemampuan
untuk membelah
Proliferasi Terhenti
Glukosa/gula sederhana tidak terbentuk
Inhibitor α-glukosidase
Dihambat
Oligosakarida tidak terbentuk
Sel kanker mati
Proliferasi terhenti
Pertumbuhan sel kanker
Proliferasi
Menghasilkan Glukosa/gula
sederhana lainnya
Glikolisis Oligosakarida Permukaan
Hasil Membentuk
21
roseus L. Deoxoteasterone 2 Solanum nigrum L. Leunca Diosgenin -8,76 3 Physalis angulata L. Ceplukan Withangulatin A -8.73 4 Physalis angulata L. Ceplukan Withanolide -8,66
5 Euphorbia pulcherrima Willd.
Kastuba Lanosterol -8,65
6 Cassia siamea L. Johar Cassiamin C -8,65 7 Centella asiatica L. Pegagan Asiatic acid -8,64
8 Imperata cylindrica B.
Alang-alang Isoarborinol -8,59
9 Asparagus officinalis L.
Asparagus Yamogenin -8.48
10 Lantana camara Linn.
Bunga pagar Lantic acid -8,45
Selanjutnya, ada dua senyawa yang akan digunakan sebagai kontrol positif
pada penelitian ini. Kedua senyawa tersebut adalah Castanospermine dan 1,6-Epi-
Cyclophellitol yang sebelumnya sudah pernah teruji sanggup bekerja sebagai
inhibitor terhadap enzim α-glukosidase dan bekerja sebagai antikanker.
Tabel 2.3. Senyawa Kontrol Positif
No Nama Senyawa Free Energy Binding (kkal/mol) 1. Castanospermine -6.66 2. 1,6-Epi-Cyclophellitol -5.26
2.4.1. 6 – Deoxoteasterone (Catharanthus roseus L.)
Senyawa ini termasuk kedalam golongan steroid yang berasal dari
tanaman Catharanthus roseus L, dimana tanaman ini dikenal dengan nama tapak
dara di Indonesia. Tanaman ini berasal dari famili Apocynaceae. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, tanaman ini mengandung sumber yang baik sebagai
antioksidan enzimatik dan non-enzimatik, serta berpotensi sebagai antihipertensi
(Abdul, Gopi, Manivannan, Gomathiyanagam, Sridharan & Panneerselvam,
2007). Tumbuhan ini mengandung banyak alkaloid, dimana pada bagian akar
mengandung paling banyak alkaloid.
22
Tabel 2.3. Identitas Struktur 6-Deoxoteasterone (PubChem)
Nama IUPAC (2S,3R,4R,5S)2[(3S,5S,8R,9S,10S,13S,14S,17R)3hydroxy10,13dimethyl2,3,4,5,6,7,8,9,11,12,14,15,16,17tetradecahydro1Hcyclopenta[a]phenanthren17yl]-5,6dimethylheptane3,4diol
SMILE Code CC(C)C(C)C(C(C(C)C1CCC2C1(CCC3C2CCC4C3(CCC(C4)O)C)C)O)O
Struktur 2 Dimensi
Berat Molekul 434,6948 gram/mol
Rumus Molekul C28H50O3
Alkaloid antikanker yang paling dikenal adalah vincristine dan vinblastine
yang dapat menghambat pertumbuhan sel tumor (Idrees, Naeem, Aftab, Khan &
Moinuddin, 2013). Sudah sekitar 130 senyawa alkaloid yang ditemukan
berpotensi sebagai antikanker (Blasko & Cordell, 1990).
2.4.2. Diosgenin (Solanum nigrum L.)
Solanum nigrum merupakan tanaman yang berasal dari famili Solanaceae.
Saat ini tanaman ini sedang banyak diteliti karena memiliki potensi sebagai
antikanker (Son et al., 2003). Melalui penelitian farmakologi yang telah
dilakukan, didapatkan bahwa steroid-steroid yang dihasilkan oleh Solanum
nigrum L. mampu menghambat metastasis sarkoma secara in vivo (Cham &
Daunter, 1990). Tanaman ini dikenal dengan nama leunca di Indonesia.
Tabel 2.4. Identitas Senyawa Diosgenin (PubChem)
Nama IUPAC (3β,25R)-spirost-5-en-3-ol SMILE Code CC1CCC2(C(C3C(O2)CC4C3(CCC5C4CC=C6C5(CCC(C6)O)C
)C)C)OC1
23
Struktur 2 Dimensi
Berat Molekul 414,62058 gram/mol
Rumus Molekul C27H42O3
Diosgenin yang dihasilkan oleh Solanum nigrum L. merupakan suatu
senyawa steroid. Komponen steroid merupakan komponen metabolit sekunder
yang penting yang dikenal memiliki aktifitas sebagai antikanker (Bradburry,
2005). Secara spesifik, diosgenin merupakan saponin furostanol yang berpotensi
sebagai antikanker. Akhir-akhir ini telah banyak dilakukan penelitian terhadap
diosgenin sebagai antikanker. Diosgenin secara signifikan mampu menurunkan
lesi yang terjadi pada kanker kolon preneoplastik. Pada studi yang berbeda,
diosgenin diketahui mampu menghambat proliferasi pada sel kanker kolon bila
digunakan secara in vitro. Senyawa ini juga bertindak sama pada kanker laring
dan osteosarkoma (Jayadev Raju & Ranjana P.Bird, 2007).
2.4.3. Withangulatin A. dan Withanolide (Physalis angulata L.)
Physalis angulata L. merupakan tanaman yang sudah cukup dikenal dalam
dunia kimia tanaman. Tanaman ini dikenal mampu mengobati diabetes, hepatitis,
asma, dan malaria di Taiwan (Gao et al., 2003). Di Indonesia, terutama di Pulau
Jawa, tanaman ini dikenal dengan nama tanaman ceplukan. Dan dalam bahasa
Sunda, dikenal dengan nama cecendet kunir.
Tabel 2.5. Identitas Senyawa Withangulatin A (PubChem)
Sinonim AC1L3VM4, 120824035, Ergosta2,16,24trien26oic acid, 15(acetyloxy)5,6epoxy4,14,22trihydroxy1oxo, deltalactone, (4beta,5alpha,6beta,15alpha,22R)
SMILE Code CC1=C(C(=O)OC(C1)C(C)C2=CC(C3(C2(CCC4C3CC5C6(C4(C(=O)C=CC6O)C)O5)C)O)OC(=O)C)C
24
Struktur 2 Dimensi
Berat Molekul 414,62058 gram/mol
Rumus Molekul C30H38O8
Tabel 2.6. Identitas Senyawa Withanolide (PubChem)
Sinonim HMDB03218, 5,6Epoxy4,20,22trihydroxy1oxoergosta2,24dien26oic acid deltalactone, 5,6Epoxy4,20,22trihydroxy1oxoergosta2,24dien26oate, 5,6Epoxy4,20,22trihydroxy1oxoergosta2,24dien26oic acid, (4beta,5beta,6beta,22R)5, 6Epoxy4,20,22trihydroxy1oxoergosta2,24dien26oate, (4beta,5beta,6beta,22R)5,6Epoxy4,20,22trihydroxy1oxoergosta2,24dien26oic acid
SMILE Code CC1=C(C(=O)OC(C1)C(C)C2=CC(C3(C2(CCC4C3CC5C6(C4(C(=O)C=CC6O)C)O5)C)O)OC(=O)C)C
Struktur 2 Dimensi
Berat Molekul 414,62058 gram/mol
Rumus Molekul C30H38O8
Sudah dilakukan penelitian terhadap Physalis angulata L. yang ternyata
memiliki kemampuan untuk menurunkan kemampuan sel kanker pada payudara
untuk berproliferasi. Ekstrak dari Physalis angulata L., terutama bagian
steroidnya terbukti memiliki sifat sitotoksisitas secara in vitro maupun in vivo,
yang sudah diujicobakan terhadap kanker paru-paru, kolon, serviks, hepatoma,
melanoma, dan juga leukimia (Wu et al., 2004).
Withangulatin A merupakan suatu senyawa bioaktif yang diisolasi dari
tanaman Physalis angulata L., yang memiliki aktivitas sebagai imunosupresan.
Telah dilakukan studi terhadap senyawa ini yang menyatakan bahwa
25
Withangulatin A mampu menurunkan tingkat proliferasi dari kanker pada tikus,
dengan mempengaruhi kerja dari Heme-Oxygenases, yang berkerja pada sistem
imun. Sedangkan Withanolide, yang juga merupakan suatu jenis steroid diketahui
memiliki aktivitas antimikroba, mampu menginduksi kuinon reduktase, aktivitas
sitotoksik, dan sebagai antiinflamasi.
2.4.4. Lanosterol (Euphorbia pulcherrima W.)
Lanosterol merupakan suatu derivat steroid pada tanaman Euphorbia
pulcherrima W. Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama kastuba dan
puring benggala (plantamor.com). Di dalam tubuh manusia, lanosterol
dibiosintesis melalui kolestrol. Lanosterol, selain digunakan sebagai antikanker,
juga digunakan untuk mengobati siklus haid yang tidak teratur, disentri,
tuberkulosis paru, dan inflamasi. Studi terbaru menunjukkan bahwa lanosterol
dapat digunakan dalam pengobatan Parkinson (Lim et al., 2012).
Tabel 2.7. Identitas Senyawa Lanosterol (PubChem)
Nama IUPAC (3S,5R,10S,13R,14R,17R)4,4,10,13,14pentamethyl17[(2R)6methylhept5en2yl]2,3,5,6,7,11,12,15,16,17decahydro1Hcyclopenta[a]phenanthren3ol
SMILE Code CC(CCC=C(C)C)C1CCC2(C1(CCC3=C2CCC4C3(CCC(C4(C)C)O)C)C)C
Struktur 2 Dimensi
Berat Molekul 426,7174 gram/mol
Rumus Molekul C30H50O0
Euphorbia pulcherrima Willd. Adalah salah satu tanaman yang memiliki
aktivitas antikanker (Luo et al., 2006). Lanosterol yang dihasilkan oleh tanaman
ini telah diteliliti memiliki aktivitas antikanker pada kanker kolorektal. Lanosterol
26
bekerja dengan spesifik pada jalur transportasi β-catenin, dimana β-catenin ini
berperan dalam proliferasi sel kanker pada kolon. Senyawa ini bersama dengan
triterpen lainnya yang dihasilkn oleh Ganoderma lucidum, menghambat
proliferasi dari sel HTC-116 dan HT-29. Selain itu, mereka juga menghambat
proses transkripsi sel pada β-catenin, sehingga protein tidak terkespresi dan sel
tidak dapat membelah lebih lanjut (Jedinak, 2011).
2.4.5. Cassiamin C. (Cassia siamea L.)
Cassia siamea L. merupakan tanaman dengan familia Fabaceae. Tanaman
ini dikenal dengan nama johar di Indonesia. Tanaman memiliki banyak manfaat,
diantaranya untuk pengobatan diabetes, pencegah pertumbuhan cacing di perut,
hipertensi, konstipasi, dan insomnia (Shafiulla et al., 1995). Cassia siamea L. juga
merupakan tanaman yang kaya dengan antioksidannya. Studi epidemiologi
menunjukkan bahwa senyawa-senyawa antioksidan efektif dalam mencegah dan
mengobati kanker (Marchioli et al., 2001).
Tabel 2.8. Identitas Senyawa Cassiamin C (PubChem)
Nama IUPAC 2(1,8dihydroxy3methyl9,10dioxoanthracen2yl) 1,8dihydroxy3methylanthracene9,10dione
SMILE Code CC1=C(C(=C2C(=C1)C(=O)C3=C(C2=O)C(=CC=C3)O)O)C4=C(C=C5C(=C4O)C(=O)C6=C(C5=O)C=CC=C6O)C
Struktur 2 Dimensi
Berat Molekul 506,45912 gram/mol
Rumus Molekul C30H18O8
Pada penelitian yang pernah dilakukan, ditunjukkan bahwa Cassiamin C
mampu menghambat 12-O-tetradecanoyl-13-acetate pada sel Raji manusia.
Senyawa ini bekerja pada proses reduksi-oksidasi internal sel. Penghambatan ini
mengakibatkan terhentinya proliferasi sel yang juga diinduksi oleh virus Eipsteinn
Barr (PubChem, 2010).
27
2.4.6. Asiatic acid. (Centella asiatica L.)
Centella asiatica L. adalah tanaman obat yang digunakan secara luas di
Asia. Tanaman ini dikenal dengan nama kaki kuda dan pegagan di Indonesia.
Tanaman ini mengandung banyak antioksidan. Ekstrak Centella asiatica L. dan
bentuk saponin triterpennya dilaporkan mampu menghambat proliferasi sel
abnormal (Sampson et al., 2001).
Tabel 2.9. Identitas Senyawa Asiatic Acid (PubChem)
Nama IUPAC (1S,2R,4aS,6aR,6aS,6bR,8aR,9R,10R,11R,12aR,14bS)10,11dihydroxy9(hydroxymethyl)1,2,6a,6b,9,12ahexamethyl2,3,4,5,6,6a,7,8,8a,10,11,12,13,14btetradecahydro1Hpicene4acarboxylicacid
SMILE Code CC1CCC2(CCC3(C(=CCC4C3(CCC5C4(CC(C(C5(C)CO)O)O)C)C)C2C1C)C)C(=O)O
Struktur 2 Dimensi
Berat Molekul 488,69912 gram/mol
Rumus Molekul C30H48O5
Asiatic acid adalah golongan dari senyawa triterpenoid. Asiatic acid
mampu menghambat β-amiloid dan glutamat pada neurotoksisitas. Selain itu,
diketahui juga bahwa Centella asiatica L. memiliki efek sitotoksik pada hati, usus
besar, dan payudara (Huang et al, 2011). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa
asiatic acid ini memiliki aktivitas dalam mengobati Parkinson. Dimana asiatic
acid bertindak sebagai antioksidan yang bertindak dalam pengobatan depresi pada
Parkinson (PubChem
Sebagai antikanker, asiatic acid yang merupakan triterpen pentasiklik
yang dapat menginduksi apoptosis pada beberapa sel kanker manusia. Senyawa
ini diuji secara in vitro terhadap sel hepatoma manusia. Senyawa ini
mengakibatkan perubahan sususan asam amino pada sel kanker yang pada
akhirnya menginduksi apoptosis (Lee Y.S et al., 2002).
28
2.4.7. Isoarborinol (Imperata cylindrica B.)
Tanaman ini disebut dengan nama alang-alang di Indonesia. Salah satu
senyawa yng dihasilkannya adalah isoarborinol. Isoarborinol adalah senyawa
yang termasuk kedalam golongan terpenoid dan berkhasiat sebagai antipiretik,
diuretik, hemostatik, dan hipertensi (DepKes RI, 1989).
Tabel 2.10. Identitas Senyawa Isoarborinol (PubChem)
Nama IUPAC (3S,3aS,5aS,5bS,7aR,9S,11aS,13aR,13bS)3a,5a,8,8,11a,13ahexamethyl3propan2yl1,2,3,4,5,5b,6,7,7a,9,10,11,13,13btetradecahydrocyclopenta[a]chrysen9ol
SMILE Code CC(C)C1CCC2C1(CCC3(C2(CC=C4C3CCC5C4(CCC(C5(C)C)O)C)C)C)C
Struktur 2 Dimensi
Berat Molekul 426,7174 gram/mol
Rumus Molekul C30H50O
Tanaman ini berasal dari famili Poaceae. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, tanaman ini memiliki aktivitas antikanker, yakni mampu memicu
terjadinya apoptosis pada sel kanker paru-paru dan serviks. Percobaan dilakukan
pada kultur sel kanker, kemudian diuji secara in vivo. Hasil menunjukkan bahwa
ekstrak etanol dari tanaman ini memiliki siifat antiproliferatif dan sitotoksik.
Mekanisme lebih lanjut juga menunjukkan bahwa ekstrak tanaman ini dapat
menginduksi apoptosis pada sel kanker paru-paru dan serviks (Hansakul, 2009).
2.4.8. Yamogenin (Asparagus officinalis L.)
Tanaman Asparagus officinalis L. dikenal memiliki beberapa senyawa
bioaktif, yaitu flavonoid, lignin, steroidal saponin, dan senyawa lainnya. Pada
beberapa negara, tanaman ini digunakan sebagai obat antiinflamasi, antijamur,
29
dan juka antikanker. Kandungan antioksidannya yang cukup banyak membuat
tanaman ini dapat dijadikan sebagai obat antikanker (Zhao et al., 2011).
Tabel 2.11. Identitas Senyawa Yamogenin (PubChem)
Nama IUPAC (3β,25S)-spriost-5-en-3-ol SMILE Code CC1CCC2(C(C3C(O2)CC4C3(CCC5C4CC=C6C5(CCC(C6)O)C
)C)C)OC1 Struktur 2
Dimensi
Berat Molekul 414,62058 gram/mol
Rumus Molekul C27H42O3
2.4.9. Lantic Acid (Lantana camara Linn.)
Lantana camara Linn. dalam bahasa Indonesia dikenal dengan bunga
pagar. Tanaman ini berasal dari famili Verbenaceae. Tanaman ini secara luas
digunakan untuk mengobati kanker, asma, ulser, bengkak, eczema, tumor,
hipertensi, malaria, and tetanus.
Tabel 2.12. Identitas Senyawa Lantic Acid (PubChem)
Nama IUPAC (3|A,10xi)-3-hydroxy-3,25epoxyurs-12-en-28-oic acid SMILE Code CC1CCC2(CCC3(C(=CCC4C3(CCC5C46CCC(C5(C)C)(OC6)O
)C)C2C1C)C)C(=O)O Struktur 2
Dimensi
Berat Molekul 470,68384 gram/mol
Rumus Molekul C30H46O4
30
Lantana camara Linn. mengandung banyak flavonoid, diantaranya
sesquiterpene, β-caryophyllene, dan caryophyllene oksida. Lantic acid merupakan
senyawa triterpen. Senyawa-senyawa ini bertindak sama seperti antioksidan. Dari
penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa ekstrak eter, kloroform, dan air
dari tanaman ini memiliki aktivitas sebagai antikanker (Joy M.J., Satish C., Vamsi
S. & Nagaveni K, 2012).
2.4.10. Castanospermine (Kontrol Positif 1)
Castanospermine merupakan suatu alkaloid tanaman yang telah diuji
memiliki aktivitas spesifik dalam menghambat kerja dari α-glukosidase.
Castanospermine diketahui mampu menghilangkan glukosa pada residu
glikoprotein di retikulum endoplasma sel. Akibat dari hal tersebut adalah
terjadinya akumulasi gula Manosa. Castanospermine juga memiliki aktivitas
antiretroviral dengan cara menghambat replikasi virus, serta memiliki aktivitas
antimetastasis pada sel kanker dengan cara mengakibatkan adesi pada keping
darah. Lebih lanjut, diketahui bahwa Castanospermine mampu menginhibisi
transformmasi selular dengan cara menghambat glikosilasi onkogen. (Pili, 1995)
Tabel 2.14. Identitas Senyawa Castanospermine (PubChem)
Nama IUPAC (1S,6S,7R,8R,8aR)-1,2,3,5,6,7,8,8a-octahydroindolizine-1,6,7,8-tetrol.
SMILE Code C1CN2CC(C(C(C2C1)O)O)O Struktur 2
Dimensi
Berat Molekul 189,209 gram/mol
Rumus Molekul C8H15NO4
2.4.11. 1,6-Epi-Cyclophellitol (Kontrol Positif II)
Cyclophellitol merupakan suatu senyawa yang diisolasi dari Phellinus.sp.
Namun, cyclophellitol hanya mampu bertindak sebagai inhibitor β-glukosidase
31
dan tidak memiliki aktivitas untuk menghambat metastasis. Oleh sebab itu, dibuat
bentuk sintetisnya, yaitu 1,6-Epi-Cyclophellitol yang ternyata mampu
menghambat aktivitas α dan β – Glukosidase serta mampu menghambat
metastasis pada kanker paru-paru. 1,6-Epi-Cyclophellitol bekerja dengan cara
menghambat pekerjaan dari kolagen tipe-I dan IV. (Atsumi,1993)
1,6-Epi-Cyclophellitol sudah diuji secara in vitro kemampuannya untuk
menghambat metastasis pada sel kanker. Setelah dilakukan uji, ternyata
didapatkan hasil bahwa senyawa ini efektif menurunkan kemampuan sel untuk
bermetastasis. 1,6-Epi-Cyclophellitol meninhibisi kerja glukosidase I dan II. Cara
senyawa ini bekerja hampir sama dengan Castanospermine. (Atsumi,1993)
Tabel 2.15. Identitas Senyawa 1,6-Epi-Cyclophellitol (PubChem)
Nama IUPAC (1S,2R,3S,4R,5R,6R)-5-(Hydroxymethyl)-7-oxabicyclo[4.1.0] heptan-2,3,4-triol
SMILE Code [H].[H.].O=C1C2[O]=C2C(C#[O[C(=O)C1=O Struktur 2
Dimensi
Berat Molekul 176,167 gram/mol
Rumus Molekul C7H12O5
2.5. Bioinformatika
Bioinformatika merupakan bidang ilmu yang menggunakan pendekatan
komputasional untuk menyelesaikan persoalan biologis. Bioinformatika meliputi
pengelolaan informasi biologis yang diperoleh dari berbagai penelitian yang
menghasilkan data dalam jumlah yang banyak dan kompleks, seperti pemetaan
genom manusia. Bioinformatika mampu memberikan prediksi maupun simulasi
32
dengan mempertimbangkan hubungan serta pola data biologis (Baxevannis &
Oullette, 2001).
Bioinformatika adalah bidang keilmuan yang menggabungkan dasar
matematika, statistik, dan komputasi yang digunakan dalam bidang biologi.
Bioinformatika sering disebut sebagai komputasi biologis (N.M.Luscombe,
D.Greenbaum & M.Gerstein, 2001).
Bioinformatika memanfaatkan teknologi komputer untuk pencarian,
manipulasi, penyimpanan, dan distribusi informasi yang berkaitan dengan
molekul biologi seperti DNA, RNA, dan protein. Bioinformatika bertujuan untuk
menemukan dan mengidentifikasi obat dan target terapeutik baru serta pencarian
senyawa penuntun. Bioinformatika dapat menemukan senyawa yang dapat
mempengaruhi kerja dari suatu enzim, baik sebagai induktor maupun inhibitor.
Ketika mendahatkan hasil, maka hasilnya harus disintesis di laboratorium terlebih
dahulu. Namun, dengan adanya bioinformatika, maka proses tersebut akan
berlangsung lebih cepat dan tidak membutuhkan banyak biaya (Gareth, 2003).
2.6. Penambatan Molekular
Penambatan molekular adalah suatu metode penapisan senyawa yang
berdasarkan kepada struktur menggunakan teknologi komputasi. Teknologi
penambatan molekular dapat diaplikasikan pada beberapa tingkat dari penemuan
obat. Tiga tujuan utamanya yaitu memprediksi model ikatan dari ligan yang
diketahui aktif, pencarian ligan baru dengan cara virtual screening, dan
memprediksi afinitas ikatan dari beberapa senyawa aktif (Leach, Soichet &
Peishoff, 2006).
Dengan menambatkan dua molekul, yaitu reseptor dan ligan, maka akan
dapat dievaluasi konformasi ikatan beserta nilai energinya dengan menggunakan
fungsi tertentu. Penambatan molekuler dilakukan untuk memprediksi posisi suatu
ligan (I) pada suatu makromolekul (E) dibawah kondisi ekuilibrium. Kedua
variabel kemudian dikalkulasikan (scoring function) dan membentuk kompleks [E
+ I] = [EI], dan dikenal sebagai energi bebas ( G). Energi bebas inilah yang
berkaitan dengan afinitas ikatan antara ligan dan reseptor (Kitchen, Decornez,
Furr & Bajorath, 2004). Perubahan energi bebas yang terjadi pada ikatan antara
33
ligan dan reseptor dapat digambarkan melalui persamaan Gibbs:
yang menyatakan bahwa perubahan energi dipengaruhi oleh
perubahan entropi dan entalpi. Penambatan molekular dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa aplikasi, diantaranya AutoDock, FleXx, dan Dock.
Secara umum penambatan molekuler terdiri dari beberapa langkah, dimana
tiap langkah memperkenalkan penambahan satu atau lebih derajat kompleksitas.
Langkah yang pertama diawali dengan penambatan algoritma orientasi (pose)
molekul dalam situs aktif. Suatu molekul organik kecil pun mempunyai beberapa
konformasi dengan tingkat kebebasan tertentu. Sampling tingkat kebebasan ini
harus mempunyai akurasi yang cukup untuk identifikasi konformasi terbaik yang
sesuai dengan struktut reseptor dan harus dapat dievaluasi secara cepat ketika
diterapkan pada ratusan senyawa dalam proses penambatan molekuler. Sampling
algoritman dilakukan pada populasi konformasi protein-ligan dalam ruang yang
diteliti untuk perhitungan energi ikatan protein-ligan. Sementara itu fungsi skoring
diartikan sebagai energi potensial permukaan dimana optimasi dilakukan.
Algoritma dan fungsi skoring ini digabungkan untuk memprediksi aktivitas
biologis melalui evaluasi interaksi antara senyawa dan target potensial.
Penggabungan kedua aspek ini merupakan hal yang penting karena kesalahan
dalam sampling dapat menyebabkan hilangnya kandidat konformasi yang terbaik
dan kesalahan dalam fungsi skoring dapat menyebabkan estimasi energi yang
tidak tepat. Pemilihan konformasi awal dievaluasi lebih lanjut dengan skema
skoring yang lebih kompleks dengan perlakuan elektrostatik dan interaksi Van der
Waals yang lebih mendalam (Kitchen, Decornez, Furr, Bojorath, 2004).
2.7. Dinamika Molekular
Dinamika molekuler adalah suatu bentuk simulasi komputer dimana atom
dan molekul diizinkan untuk berinteraksi dalam jangka waktu tertentu dengan
pendekatan secara fisik yang diketahui memberikan pandangan dari gerak dan
partikel. Dinamika molekuler merupakan tahapan lebih lanjut dari mekanika
molekuler dan didasari oleh prinsip bahwa atom dari suatu molekul merasakan
kekuatan untuk bergerak (Becker, et al., 2001)
34
Dinamika molekuler merupakan suatu simulasi secara virtual yang dapat
digunakan untuk melihat interaksi mikroskopik antar molekul. Melalui simulasi
dinamika molekuler, akan didapatkan data-data statik dan dinamik antar molekul
yang berikatan pada skala atomik, seperti kecepatan, rheologi, maupun gangguan
yang bergantung kepada waktu (Allen, 2004).
Teknik dinamika molekuler didasarkan kepada hukum Newton dan hukum
mekanika klasik. Persamaan Newton dinyatakan melalui persamaan: F = m.a,
dimana F menyatakan gaya, m menyatakan massa, dan a menyatakan percepatan.
Dengan melakukan kalkulasi gaya yang ada pada tiap atom, didapatkan perubahan
energi potensial melalui perubahan jarak (r) yang dinyatakan melalui persamaan:
F = - ( ). Gaya atom dan massa kemudian dipakai untuk menentukan posisi
atom melalui pengaruh waktu, yang dapat diketahui melalui persamaan:
), dimana t menyatakan waktu. Hal ini menyatakan bahwa
perubahan posisi atom bergantung kepada waktu, dengan jalan menghitung
percepatan (a) dari gaya (F) dan massa (m) (Kitchen, Decomez, Furr & Bajorath,
2004).
Simulasi dinamika molekuler dapat digunakan dengan menggunakan
beberapa aplikasi seperti Amber dan Gromac. Melalui simulasi dinamika
molekuler yang dilakukan, maka informasi kinetika dan termodinamika suatu
protein dapat ditelusuri lebih lanjut (Karplus & Kuriyan, 2007).
2.8. PyMOL
PyMOL adalah suaru perangkat lunak visualisasi yang digunakan untuk
memahami suatu struktur serta dapat menghasilkan gambar tiga dimensi yang
berkualitas dari molekul kecil maupun markomolekul seperti protein. Program ini
juga dapat melakukan visualisasi terhadap struktur tunggal maupun ligan yang
sudah ditambatkan (Delano, 2004).
Visualisasi diperlukan untuk lebih memahami dan mendalami struktur
suatu molekul. Dan untuk mendapatkan hal tersebut, dapat digunakan program
PyMOL. Melalui pengaturan tampilan
35
2.9. Open Babel
Open Babel adalah suatu perangkat lunak yang didesain untuk memproses
suatu data kimia. Open Babel berguna untuk merubah format file dari satu format
ke format lainnya, sehingga dapat digunakan untuk pemodelan molekuler, kimia
informatik, dan bioinformatika. Open Babel juga dapat digunakan untuk
penambahan hidrogen, membuat struktur tiga dimensi, mengkalkulasi muatan
parsial, serta pemisahan duplikasi suatu senyawa dari satu set data. Program ini
dapat diunduh secara gratis melalui situs http://openbabel.org.
2.10. Vega ZZ
Vega ZZ adalah suatu program kimia komputasi yang dikembangkan
untuk menciptakan suatu piranti lunak pemodelan molekuler dengan antar muka
tiga dimensi (Predetti, Mazzolari & Vistolli, 2004).
Vega ZZ pertama kali digunakan untuk mengubungkan program sejenis
dan mempermudah proses pembelajaran dari dinamika molekuler. Vega ZZ
dilengkapi dengan fitur-fitur seperti tampilan visual grafis untuk pengguna, piranti
lunak untuk mengedit, dan piranti lunak untuk melakukan kalkulasi terhadap
molekul. Program ini tersedia gratis untuk diunduh, namun membutuhkan kunci
aktivasi untuk akses nonprofit (Pedretti, et al., 2004).
Saat ini Vega ZZ digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kimia
komputasi, baik untuk desain obat, optimasi ligan, pemodelan homologi, serta
kalkulasi penggambaran QSAR molekuler.
2.11. AutoDock
AutoDock adalah suatu program penambatan terautomatisasi. Program
tersebut merupakan program penambatan yang efektif, cepat, dan akurat, yang
dapat memprediksi konformasi dari energi suatu ikatan antara ligan dan
makromolekul. AutoDock dilengkapi dengan AutoDock Schools (ADT) yang
membantu dalam analisis dan pengaturan penambatan (Morris, et al., 1998).
AutoDock terdiri dari dua bagian utama, yaitu AutoDock dan AutoGrid.
AutoDock melakukan penambatan molekul ligan protein target dengan set grid
yang telah terdeskripsi. Pendeskripsian dilakukan oleh AutoGrid. Dengan kata
36
lain, AutoDock yang melakukan penambatan ligan pada suatu set grid yang
menggambarkan protein target dan AutoGrid yang memprekalkulasi grid tersebut.
Untuk memungkinkan pencarian konformasi, AutoDock membutuhkan ruang
pencarian dalam sistem koordinat diposisi mana ligan akan diperkirakan terikat.
(Morris, et al., 1998).
2.12. Amber
Amber adalah suatu program yang memungkinkan penggunanya untuk
melakukan simulasi dinamika molekuler, terutama untuk biomolekul. Perangkat
lunak Amber terbagi menjadi dua bagian, yaitu Amber Tools 12 yang merupakan
kumpulan program yang berada dibawah lisensi GPL, serta Amber12 yang
berpusat pada simulasi program pmemd (Case, et al., 2010).
Dalam melakukan simulasi dinamika molekuler menggunakan program
Amber, informasi yang dibutuhkan adalah:
1. Koordinat Kartesian untuk setiap atom dalam sistem. Informasi ini
biasanya berasal dari X-Ray Chrystallography, spektroskopi NMR, dan
pemodelan. Data ini harus ada dalam Protein Data Bank (PDB) atau
Tripos dalam format mol2.
2. Topologi. Informasi ini didapatkan dari database. Database ini
mengandung topologi dari asam amino standar, DNA, RNA, dan gula
pada umumnya.
3. Force field. Bagian ini merupakan parameter untuk semua ikatan, sudut,
dihedral, dan tipe atom pada sistem.
4. Commands. Berupa prosedur yang digunakan pengguna dalam melakukan
simulasi dinamika molekuler.
2.13. VMD
VMD adalah suatu program grafis yang dibuat untuk visualisasi dan
analisis struktur molekuler, khususnya biopolimer seperti protein dan asam
nukleat. VMD dapat digunakan untuk menganalisis suatu sistem hasil simulasi
dinamika molekuler, diantaranya dapat digunakan untuk menghitung ikatan
hidrogen, menghitung RMSD, dan energi NAMD. Selain itu, VMD dapat
37
menampilkan beberapa struktur secara bersamaan menggunakan seleksi serta
metode pewarnaan dan penampilan yang bervariasi. (Humphrey, Dalke, &
Schuelten, 1996).
2.14. UCSF Chimera
UCSF (University of California at San Fransisco) Chimera adalah suatu
perangkat lunak yang dikembangkan secara luas untuk melihat visualisasi
interaktif dan analisis struktur molekul dan hal lainnya, termasuk pemetaan berat
jenis, pengaturan supramolekuler, penataan sekuens, trajektori, penggabungan
konformasi, maupun pemisahan konformasi kompleks antara ligan dengan
makromolekul. Perangkat lunak ini dapat menghasilkan gambar dan animasi
dengan kualitas tinggi.
UCSF Chimera merupakan dokumentasi yang lengkap dan dapat diunduh
secara gratis untuk kepentingan akademis, pemerintahan, nirlaba, maupun
penggunaan pribadi. Chimera dikembangkan oleh Resource for Biocomputing,
Visualization and Informatics (Pettersen et al., 2004)
38
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Komputasi Biomedik dan
Rancangan Obat Fakultas Farmasi Universitas Indonesia selama bulan Februari
hingga Mei 2015.
3.2. Alat
3.2.1. Perangkat Keras
Komputer terhubung internet dengan spesifikasi Quad Core Processor
CPU Q9400 @ 2.66 GHz 2.67 GHz (Intel® CoreTM, Amerika), RAM 2GB
(ASUS, Amerika), System Type 64-bit Operating System, dan sistem operasi
Windows. Kelengkapan komputer yakni monitor (AOC, China), mouse (Logitech,
China), dan keyboard (Logitech, China). Komputer terhubung dengan internet dan
UPS (Uninterrupted Power Supply).
3.2.2. Perangkat Lunak
OpenBabel (Hutchison, et al.), PyMOL (DeLano Scientific LLC, Italia),
AutoDock Tools (The Scripps Research Institute, Amerika), Amber MD
(University of California, San Fransisco), Amber Tools (University of California,
San Fransisco), VMD, dan Ligand Scout.
3.3 Bahan
3.3.1. Struktur Tiga Dimensi α-glukosidase
Struktur tiga dimensi dari α-glukosidase yang digunakan diperoleh melalui
proses pemodelan homologi mengikuti metode Saqib dan Siddiqi (2008) yang
dilakukan oleh Farkhani (2012) pada penelitian sebelumnya dan sudah tervalidasi.
3.3.2. Struktur Tiga Dimensi Ligan Senyawa Kimia tanaman
Struktur tiga dimensi senyawa kimia tanaman didapatkan dari penelitian
virtual screening sebelumnya yang dilakukan oleh Ahmad (2014)
38
39
Tabel 3.1. Senyawa Ligan
No. Spesies Tanaman Nama Senyawa 1 Catharanthus roseus L. 6 – Deoxoteasterone 2 Solanum nigrum L. Diosgenin 3 Physalis angulata L. Withangulatin A 4 Physalis angulata L. Withanolide 5 Euphorbia pulcherrima Willd. Lanosterol 6 Cassia siamea L. Cassiamin C 7 Centella asiatica L. Asiatic acid 8 Imperata cylindrica B. Isoarborinol 9 Asparagus officinalis L. Yamogenin 10 Lantana camara Linn. Lantic acid 11. Kontrol Positif I Castanospermine 12. Kontrol Positif II 1,6-Epi-Cyclophellitol
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Persiapan Struktur Ligan
a. Persiapan dan optimasi struktur Ligan
Struktur tiga dimensi sepuluh senyawa kimia tanaman diunduh strukturnya
melalui PubChem dalam format .sdf, kemudian pada struktur tiga dimensinya
diberikan penambahan atom hidrogen dan diubah menjadi format .mol2
menggunakan piranti lunak Open Babel.
Optimasi struktur tiga dimensi ligan dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak AnteChamber dan tLeap. Minimisasi dilakukan dengan
menggunakan metode steepest descent dan conjugate gradients sebanyak
masing-masing 250 kali. Pembuatan parameter topologi dan koordinat dari ligan
dilakukan setelah proses minimisasi, kemudian data dari hasil minimisasi tersebut
disimpan dalam bentuk .pdb.
3.4.2. Penambatan Molekul Ligan Terhadap Model α-Glukosidase
Penambatan dilakukan dengan menggunakan program AutoDock Tools
(ADT) dan AutoDock4.2 dengan tahapan sebagai berikut:
1. Berkas makromolekul diubah dari .pdb menjadi .pdbqt dengan
menggunakan program ADT.
2. Berkas ligan diubah dari .pdb menjadi .pdbqt dengan menggunakan
program ADT.
40
3. Pembuatan Grid Parameter File (.gpf) menggunakan program ADT,
meliputi pembuatan berkas map yang disesuaikan dengan ligan dan
penentuan batasan ruang penambatan molekuler (grid box).
4. Proses komputasi berkas .gpf menjadi .glg dijalankan dengan program
AutoDock4.2 melalui program PuTTy dengan perintah autogrid –p
file.gpf –l file.glg &. Hasil kalkulasi ini akan disimpan dalam
bentuk keluaran .glg.
5. Pembuatan Docking Parameter File (.dpf) menggunakan program ADT,
meliputi penentuan berkas .pdbqt dari makromolekul dan ligan yang
digunakan serta penentuan parameter docking algorithm.
6. Penambatan molekuler berkas .dpf menjadi .dlg dijalankan dengan
program AutoDock4.2 melalui PuTTy dengan perintah: autodock –p
file.dpf –l file.dlg &. Hasil penambatan ini akan disimpan dalam
berkas .dlg.
3.4.3. Analisis Hasil Penambatan Molekuler
Analisis penambatan molekuler dilakukan dengan program PyMOL dan
ADT. Afinitas dan selektifitas ligan yang ditambatkan terhadap makromolekul
dilihat dari skor penambatan molekuler dari hasil yang sudah didapatkan dari
penambatan molekuler tersebut. Skor ini mencakup energi bebas ikatan ( , dan
konstanta inhibisi (Ki). Tahapan yang dilakukan pada analisa penambatan
molekuler adalah sebagai berikut:
1. Berkas .dlg yang dihasilkan setelah penambatan molekuler dibuka dengan
menggunakan WordPad untuk melihat hasil keterangan klaster dan
penambatan yang terbaik.
2. Konformasi terbaik dipilih dari histogram pada berkas .dlg. Data yang
diamati adalah nilai energi bebas ( , dan konstanta inhibisi (Ki) dari
klaster terbaik maupun hasil penambatan terbaik.
3. Berkas .dlg dibuka dengan ADT untuk mengamati konformasi terbaik yang
telah dipilih dan diekstrak menjadi berkas .pdbqt untuk memisahkan hasil
penambatan molekuler yang terdiri dari konformasi ligan dan makromolekul
41
menjadi satuan ligan tunggal yang dipilih dari hasil klaster maupun
penambatan terbaik.
4. Berkas .pdbqt konformasi ligan hasil penambatan molekuler diubah
menjadi berkas .pdb melalui program Vega ZZ.
5. Berkas .pdb konformasi ligan hasil penambatan molekuler dianalisa secara
visual dengan menggunakan program PyMOL dan Ligand Scout untuk
melihat interaksi yang terjadi antara ligan dan makromolekul.
3.4.4. Simulasi Dinamika Molekuler
Simulasi dinamika molekuler penambatan kompleks α-glukosidase dengan
ligan dilakukan dengan menggunakan program Amber dengan beberapa tahapan,
yaitu:
1. Persiapan berkas masukan
Dalam simulasi dinamika molekuler berkas masukan yang harus disiapkan
meliputi persiapan makromolekul, ligan, serta topologi dan koordinat.
a. Persiapan makromolekul α-glukosidase dari hasil penambatan molekuler.
1) Berkas .dlg dari hasil kalkulasi penambatan molekuler dibuka
dengan menggunakan program AutoDock 4.2.
2) Frame terbaik berdasarkan energi terendah (best energy) dipilih dan
masing-masing disimpan dalam format .pdbqt yang kemudian
diubah menjadi format .pdb dengan menggunakan Vega ZZ.
3) Berkas .pdb yang sudah dihasilkan oleh VegaZZ kemudian dibuka
dengan UCSF Chimera untuk memisahkan ligan dari makromolekul.
4) Berkas .pdb hasil pemisahan dengan UCSF Chimera dilakukan
perubahan pada isinya, yaitu dengan penghilangan informasi
CONNECT dan penambahan kata TER sebelum kata END pada akhir
berkas .pdb.
b. Persiapan ligan hasil penambatan molekuler
1) Berkas .pdb ligan hasil pemisahan dengan UCSF Chimera
dilakukan perubahan pada isinya, yaitu dengan penghilangan
42
informasi CONNECT dan penambahan kata TER sebelum kata END
pada akhir berkas .pdb.
2) Berkas .pdb kemudian diubah menjadi .mol2 dengan
menggunakan OpenBabel. Pada antarmuka OpenBabel, opsi Add
Hydrogens (make explicit) dipilih, kemudian format .mol2 dipilih
sebagai keluaran dan opsi convert dipilih.
c. Pembuatan Topologi dan Koordinat
Topologi dan koordinat yang akan dibuat adalah ligan,
makromolekul, dan komplek ligan-makromolekul dalam suasana
vakum dan dalam pelarut air. Pada tahapan ini struktur ligan harus
diberikan penambahan muatan AM1-BCC menggunakan program
Antechamber yang diakses melalui PuTTy dengan perintah:
antechamber –i file.mol2 –fi file.mol2 –o
file_e.mol2 –fo file.mol2 –c bcc –s 2 &. Kemudian
akan diperoleh berkas keluaran .mol2 yang merupakan hasil dari
AnteChamber yang akan dibuat menjadi .frcmod dengan perintah:
parmchk –i file_e.mol2 –f mol2 –o file.frcmod.
Setelah semua berkas disiapkan, pembuatan topologi dan koordinat
dengan piranti lunak tLeap dapat dilakukan dengan pembuatan berkas
leap.in terlebih dahulu. Proses kemudian dilanjutkan dengan
memasukkan perintah tleap –f leap.in yang diakses melalui
PuTTy.
2. Minimisasi Masukan
Untuk memudahkan pengaturan dalam penyimpanan berkas hasil
minimisasi, ekuilibrasi, dan produksi, maka harus dibuatkan folder pada
masing-masing langkah. Berkas topologi dan koordinat yang digunakan
adalah komplek ligan-makromolekul dalam pelarut air. Sebelum dilakukan
minimisasi, terlebih dahulu disiapkan berkas masukan min.in (Lampiran
6). Minimisasi dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan pertama merupakan
minimisasi terhadap molekul air saja. Tahap kedua adalah minimisasi
terhadap seluruh sistem yaitu ligan dan molekul air. Perintah minimisasi
diakses melalui PuTTy, yaitu: sander –O –i min.in –p
43
file.prmtop –c file.inpcrd –r file.rst –o file.out –
ref file.inpcrd &. Minimisasi kedua dilakukan dengan perintah yang
sama, namun dengan berkas input file yang berbeda, yaitu input file
min_all.in (Lampiran 7). Perintah –p ditujukan untuk input file topologi
kompleks ligan-makromolekul dalam pelarut air, -c ditujukan untuk input file
koordinat kompleks ligan-makromolekul dalam pelarut air, -r ditujukan untuk
output restart file hasil minimisasi, -ref ditujukan untuk input file koordinat
kompleks ligan-makromolekul dalam pelarut air (Lee, Deng, Briggs, & Duan,
2008).
3. Ekuilibrasi
Tahap ekuilibrasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama
meliputi ekuilibrasi yang dilakukan untuk membuat volume yang konstan dan
menaikkan suhu dari 0 K menjadi 300 K. Ekuilibrasi tahapan kedua dan
ketiga dilakukan untuk membuat seluruh sistem berada pada suhu dan
tekanan yang konstan. Parameter ekulibrasi diatur pada berkas eq1.in,
eq2.in, eq3.in dan seterusnya.
Sebelum produksi dimulai, harus dilakukan pengecekan pada
empat parameter, yaitu suhu, berat jenis, energi potensial, dan RMSD (Root
Mean Square Deviation) untuk mengetahui apakah sistem sudah siap
melakukan produksi dinamika molekuler atau belum. Suhu, berat jenis, dan
energi potensial harus berada pada angka yang konstan, yakni 300 K untuk
suhu dan 1 gram/ml untuk berat jenis. Parameter suhu, berat jenis, dan energi
potensial dapat dilihat melalui keluaran .out yang kemudian diekstrak
menjadi .dat dan dikonversi menjadi data Microsoft Excel, lalu masing-
masing parameter diplot terdadap waktu. Sedangkan parameter RMSD
dilakukan dengan Ptraj terhadap proses hasil ekulibrasi terakhir. Produksi
dapat dilakukan apabila hasil nilai plot RMSD terhadap waktu adalah
konstan.
Untuk melihat data tempertur dan berat jenis dapat dilakukan
dengan cara ekstraksi data .out hasil ekuilibrasi terakhir melalui piranti lunat
PuTTy dengan perintah: grep TEMP file.out | awk ‘{print
$6,$9}’ > file.dat. Data hasil keluaran kemudian diplot terhadap
44
waktu dengan Microsoft Excel ataupun dengan menggunakan piranti lunak
pembuat grafik, yaitu xmgrace dengan perintah xmgrace file.dat.
Pengecekan RMSD dapat dilakukan dengan piranti lunak ptraj
dengan terlebih dahulu mempersiapkan berkas ptraj.in (Lampiran 11).
Proses kalkulasi dijalankan melalui PuTTy dengan perintah ptraj
file.prmtop –i ptraj.in.
4. Produksi
Berkas .rst hasil ekuilibrasi tahapan terakhir dijadikan sebagai
restart file pertama untuk memulai produksi. Pada penelitian ini dilakukan
simulasi dinamikan molekuler selama 10 ns. Produksi dilakukan selama 10
kali, dimana satu kali produksi akan menghasilkan simulasi selama 1 ns.
Berkas prod.in harus dibuat terlebih dahulu untuk pengaturan parameter
produksi. Proses produksi dilakukan dengan menggunakan program sander
yang diakses pada piranti lunak PuTTy. Untuk menjalankan produksi,
diperlukan berkas run_md.x (Lampiran 10) yang berfungsi menjalankan
produksi secara otomatis selama 10 kali. Produksi kemudian dijalankan
dengan memasukkan perintah: nohup ./ run_md.x >& run.log &
5. Analisis
Analisis berupa keluaran dan trajectory dilakukan dengan program
ptraj dan VMD pada AmberTools. Parameter yang akan dianalisis adalah
fluktuasi energi potensial, RMSD (Root Mean Square Deviation), RMSF
(Root Mean Square Fluctuation), dan kondisi ikatan hidrogen.
a. Energi Potensial
Energi potensial dianalisis dengan berkas .out hasil produksi yang
kemudian diekstrak dan diubah kedalam format .dat melalui PuTTy.
Berkas .dat dibuka melalui program Microsoft Excel dan dibuat kurva
hubungan antara energi potensial dan waktu. Selain melalui Microsoft
Excel, dapat juga dibuat grafik otomatis dengan menggunakan piranti
lunak xmgrace. Proses pembuatan output dijalankan melalui PuTTy
dengan perintah: grep Eptot file.out | awk ‘{print
$9}’ > file.dat.
b. RMSD (Root Mean Square Deviation)
45
Analisa RMSD dilakukan menggunakan program Ptraj terhadap seluruh
berkas .mdcrd hasil produksi dengan pengaturan pada berkas
masukan rmsd.in. Hasil dari komputasi ptraj berupa berkas .out
yang kemudian dibuat kurva hubungan antara RMSD dan waktu dengan
menggunakan Microsoft Excel maupun xmgrace.
c. RMSF (Root Mean Square Fluctuation)
Analisis RMSF dilakukan menggunakan program Ptraj terhadap seluruh
berkas .mdcrd hasil produksi dengan pengaturan pada berkas
masukan ptraj_rmsf.in. Hasil komputasi berupa berkas .apf
yang dibuka dengan menggunakan excel dan kemudian dibuat kurva
hubungan antara RMSF dan waktu. Evaluasi RMSF dilakukan untuk
menganalisis fleksibilitas protein pada sistem selama simulasi
berlangsung.
d. Kondisi Ikatan Hidrogen
Kondisi ikatan hidrogen dianalisis menggunakan program VMD.
Pertama, dilakukan pemilihan terhadap ikatan hidrogen yang memiliki
occupancy > 50 % dari keseluruhan data analisis ikatan hidrogen.
Ikatan hidrogen dianalisis dari trajectory hasil simulasi selama 10 ns.
Berkas HB_bond_angle.tcl yang dibuat sendiri sebelumnya harus
disiapkan terlebih dahulu dan disiapkan dalam folder yang sama dengan
berkas file.prmtop dan file.mdcrd. Berkas
HB_bond_angle.tcl digunakan untuk menghitung jarak ikatan
hidrogen, sudut ikatan hidrogen, dan jumlah ikatan hidrogen. VMD lalu
dibuka dan file.prmtop dimasukkan, dilanjutkan dengan
file.mdcrd, lalu dipilih opsi extension > analysis > hydrogen bonds
> unique hbond. Pengaturan jarak antara donor dan aseptor ikatan
hidrogen diatur pada 3,5 A, dan angle cut off diatur pada 600. Tahapan
ini ditujukan untuk melakukan penapisan terhadap ikatan hidrogen yang
memiliki jumlah ikatan diatas 30 %.
Setelah dilakukan penapisan, selanjutnya dilakukan penghitungan
jumlah dan jarak ikatan hidrogen antara residu dari makromolekul dan
atom dari ligan yang spesifik. Berkas file.prmtop dibuka,
46
kemudian berkas file.mdcrd yang merupakan trajectory gabungan
dibuka. Pilih opsi add extension > TKconsole. Setelah muncul tampilan
antarmuka TKconsole, maka direktori harus ditujukan ke dalam
direktori yang berisi berkas file.prmtop dan file.mdcrd.
Kemudian nomor residu dan nomor atom spesifik dari makromolekul
dan ligan yang ingin dilihat ikatan hidrogennya harus didefinisikan.
Berkas keluaran yang dihasilkan berupa file-details.dat.
47
3.5. Skema Penelitian
Penambatan Molekuler
MAKROMOLEKUL
Ligan Teroptimasi
LIGAN
.mol2
.sdf
+ Hidrogen
Open Babel
Optimasi Ligan
Ligan (+H, mol2)
- Antechamber - Leap - Sander
AutoDock4
Simulasi Dinamika Molekuler
AMBER - Antechamber - Leap - Sander - PMEMD Cuda
Evaluasi
AMBER - Energi Potensial - RMSD -RMSF -Ikatan Hidrogen
48
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penambatan Molekuler
4.1.1. Persiapan Struktur Makromolekul α-Glukosidase
Struktur tiga dimensi dari α-glukosidase diperoleh dengan
menggunakan proses pemodelan homologi mengikuti metode Saqib dan
Siddiqi (2008) yang telah dilakukan oleh Farkhani (2012) pada penelitian
sebelumnya. Model α-glukosidase yang dihasilkan sudah tervalidasi dan
layak digunakan untuk ditambatkan dengan keduabelas ligan. Sebelum
dilakukan penambatan molekuler, terlebih dahulu diberikan penambahan
atom hidrogen pada makromolekul dengan menggunakan piranti lunak
Open Babel.
4.1.2. Persiapan dan Optimasi Struktur Ligan
Ligan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6-
Deoxoteasterone, Lanosterol, Diosgenin, Withangulatin A, Withanolide,
Cassiamin C, Asiatic Acid, Lantic Acid, Yamogenin, Isoarborinol, dan dua
kontrol positif yaitu Castanospermine dan 1,6-Cyclo-Epicalliptol. Struktur
dua dimensi dan tiga dimensi ligan diunduh melalui situs PubChem.
Struktur tiga dimensi kemudian diberi atom hidrogen dengan
menggunakan program Open Babel, dan diberikan muatan dengan
menggunakan metode AM1-BCC pada program Antechamber. Struktur
yang lebih baik dan lebih siap diperoleh setelah melalui proses minimisasi
dengan menggunakan program Sander. Setelah melalui proses minimisasi,
maka ligan akan siap untuk ditambatkan dengan makromolekul.
Optimasi ligan yang telah ditambahkan dengan atom hidrogen
dilakukan dengan menggunakan program Amber yang dijalankan melalui
PuTTy. Setelah itu, dilakukan penambahan muatan AM1-BCC dengan
menggunakan piranti lunak Antechamber. Lalu ligan diminimisasi dengan
perangkat lunak Sander dengan metode steepest descent dan conjugate
48
49
gradients sebanyak masing-masing 250 kali. Optimasi ligan dilakukan
untuk meminimasi energi dari ligan yang belum tertambat (unbound
energy).
4.1.3. Penambatan Molekuler Ligan dengan Model α-Glukosidase
AutoDock Tools digunakan untuk penentuan ukuran gridbox dan
parameternya, kemudian kalkulasi autogrid4 akan menghasilkan parameter
mapping. Tiap ligan dilihat berdasarkan keberadaan atom-atomnya. Setelah
itu akan dihasilkan map aromatis (A), karbon (C), hidrogen (HD), nitrogen
(N), nitrogen aromatis (NA), oksigen aromatis (OA), belerang (S), klor (Cl),
bromium (Br), tergantung dari jenis ligan yang akan digunakan. Selain itu
terdapat juga map elektrostatik (e) dan desolvasi (d). Semua jenis berkas
pemetaan (mapping) memiliki keluaran berkas .map. Selain mapping, grid
juga menghasilkan berkas keluaran .glg.
Sebelum dilakukan penambatan, terlebih dahulu dipersiapkan
parameter-parameter yang dibutuhkan untuk melakukan penambatan yaitu
parameter grid (Grid Parameter File) dan parameter penambatan
(Docking Parameter File). Pengaturan grid meliputi penentuan koordinat
dan volume (Lampiran 13). Koordinat yang digunakan dalam
penambatan molekuler yakni dengan pusat koordinat (X,Y,Z) -21.727, -
6.323, dan -5.281. Volume grid penambatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 50 x 50 x 50 Å dengan spacing 0,375. Pada parameter
penambatan, dilakukan perubahan pada Number of GA Runs menjadi 10.
Setiap Number of GA Runs digunakan Maximum Number or Energy
Evaluations Short (250.000).
Parameter diatur dengan penentuan algoritma, jumlah komputasi
penambatan (GA Run), toleransi RMSD, dan kecepatan evaluasi.
Penambatan molekuler dilakukan dengan menggunakan program
AutoDock 4 yang dijalankan melalui PuTTy dengan menggunakan
algoritma Lamarckian Genetic Algorhytm (Lamarckian GA). Algoritma ini
dipilih karena perpaduan antara pencarian lokal dan pencarian optimum
global. Batas toleransi RMSD yang diperbolehkan adalah 2.0 Å,
50
sedangkan pada jumlah penambatan adalah 256 kali. Nilai-nilai tersebut
merupakan batas standar yang disediakan oleh AutoDock 4. Kecepatan
evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 250.000 kali. Nilai ini
ditentukan berdasarkan hasil percobaan dan nilai tersebut merupakan
jumlah yang memberikan skor penambatan relatif lebih baik dan dengan
waktu lebih efisien.
Pada hasil penambatan, hasil ΔG dan Ki dapat dilihat pada Tabel
4.1. Selain ΔG dan Ki, dapat juga diamati hasil visualisasi penambatan
serta interaksi yang terjadi.
Tabel 4.1. Data Hasil Penambatan Molekuler Senyawa
4.1.4. Analisis Hasil Penambatan Molekuler
Analisis ligan yang telah ditambatkan dengan makromolekul α-
Glukosidase dilihat melalui skor hasil penambatan dan melalui visualisasi
dengan melihat pose dan residu yang berinteraksi dengan masing-masing
ligan dan makromolekul. Skor berupa nilai konstanta inhibisi (Ki) dan
energi bebas, dapat dilihat melalui berkas .dlg dengan menggunakan
AutoDock Tools.
No Nama Senyawa Free Energy Binding (kkal/mol)
Konstanta Inhibisi/Ki (nM)
1 6-Deoxoteasterone -9.24 169,73 2 Diosgenin -8.76 381,02 3 Withangulatin A. -9.15 196.21 4 Lanosterol -9.04 236.65 5 Cassiamin C -8.78 365.00 6 Withanolide -8.74 390.02 7 Asiatic Acid -8.70 417,17 8 Isoarborinol -8.60 497.76 9 Yamogenin -8.49 601.12 10 Lantic Acid -8.49 598.77 11 Castanospermine -6,66 76,37 12 1,6-Epi-Cyclophellitol -5,62 87,77
51
Semakin rendah nilai energi bebas (ΔG) menunjukkan semakin
stabilnya ikatan antara ligan dengan protein target. Sedangkan, semakin
rendah nilai konstanta inhibisi (Ki), maka penghambatan yang ditunjukkan
oleh ligan terhadap aktivitas protein target semakin efektif.
Analisis secara visual dilakukan dengan membandingkan posisi
dan interaksi antara ligan dengan residu protein pada α-Glukosidase.
Analisis dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Ligand Scout untuk
melihat tipe interaksi serta residu yang terlibat, dan menggunakan piranti
lunak PyMOL untuk melihat jarak ikatan. Secara umum, ligan telah
menempati situs aktif yang sesuai pada α-glukosidase. Perbandingan
visualisasi hasil penambatan senyawa ligan dengan α-glukosidase dapat
dilihat pada lampiran.
Situs aktif α-Glukosidase berbentuk kantung dengan domain residu
GH 31, khususnya Asp 398, Asp 587, His 645, dan Arg 571. Pada salah
satu cetakan NtMGAM, domain residu penting adalah Asp 203 yang
membantu dalam pengikatan substrat. Meskipun pada α-glukosidase
residu tersebut diganti oleh His 274. Residu Trp 472 dan Phe 518 menjadi
residu yang penting pada pembukaan situs aktif dan berkontribusi terhadap
bentuk situs pengikatan substrat. Residu tambahan lain yang terkait
dengan tempat pengikatan gula termasuk Asp 511, Trp 370, Ile 399, Trp
509, dan Met 512. Asp 511 bekerja sebagai nukleofil katalitik, dan Asp
587 merupakan bagian dari GH 31 yang sangat terkonservasi sehingga
cenderung membuatnya menjadi kandidat untuk katalis asam dan basa.
Sebagian besar famili GH 31 memiliki residu aromatik pada posisi yang
berkaitan dengan Trp 370 (Saqib dan Siddiqi, 2008).
Hasil penambatan molekul-molekul ligan terhadap makromolekul
α-glukosidase menunjukkan terjadinya ikatan yang sesuai dengan residu
dari enzim α-glukosidase. Dengan perbedaan struktur pada masing-masing
ligan, maka terdapat ikatan yang berbeda antara masing-masing ligan
dengan residu aktif enzim α-glukosidase. Secara keseluruhan, hampir
semua ligan berikatan dengan residu-residu penting seperti Asp398,
Asp587, Asp511, Trp472, Arg571, Trp370, Met 512, Phe 620 dan Ile435.
52
Sedangkan pada residu tambahan lain yang terkait dengan pengikatan
gula, ada satu atau dua ligan yang berikatan dengan His 274, Ile399,
Arg519, Phe518, Leu276, Ile621, Ile399, Arg642, His645, dan Trp549.
Untuk informasi penambatan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel
4.2.
Hasil penambatan antara Castanospermine sebagai kontrol positif
pertama dengan α-glukosidase menunjukkan adanya interaksi antara ligan
dengan residu α-glukosidase yaitu Asp398, Asp511, Arg571, Asp587,
Trp370, dan His274. Interaksi terkuat terdapat pada residu Asp398 sebagai
akseptor hidrogen dengan atom O dari ligan yang berjarak 1,8 Å. Selain
itu, ikatan hidrogen juga terjadi pada residu Asp511 dan Asp587 yang
bertindak sebagai akseptor hidrogen, serta Arg571 yang bertindak sebagai
donor hidrogen. Sedangkan pada residu Trp370 dan His 274 terdapat
interaksi ionik dengan atom N pada ligan (Tabel 4.2, Lampiran 14).
Hasil penambatan antara 1,6-Epi-Cyclophellitol sebagai kontrol
positif kedua dengan α-glukosidase menunjukkan adanya interaksi antara
ligan dengan residu α-glukosidase yaitu Arg643 dan Arg571. Interaksi
terkuat terdapat pada gugus –O ligan yang bertindak sebagai akseptor
hidrogen dengan residu makromolekul Arg643 yang berjarak 1,9 Å.
Residu lainnya yaitu Arg571 juga bertindak sebagai donor hidrogen yang
berinteraksi dengan gugus –O pada ligan (Tabel 4.2, Lampiran 15).
Hasil penambatan antara 6-Deoxoteasterone dengan α-glukosidase
menunjukkan adanya interaksi dengan residu makromolekul Leu276,
Phe518, Trp472, Trp370, Phe620, Ile435, dan Met512. Pada interaksi
ligan ini dengan makromolekul, terdapat interaksi hidrofobik dengan
sekitarnya, terutama pada interaksi dengan residu Leu276, Phe518,
Trp472, Trp370, Phe620, dan Met512 (Tabel 4.2, Lampiran 16).
Hasil penambatan Asiatic Acid dengan α-glukosidase menunjukkan
adanya ikatan hidrogen dengan residu Asp 398 dengan jarak ikatan 2,1 Å.
Ikatan hidrogen lainnya terjadi juga pada residu Asp587. Gugus –OH pada
ligan bertindak sebagai donor hidrogen pada yang berinteraksi pada atom
O di residu Asp398 dan Asp587. Interaksi lainnya terjadi pada residu
53
Phe620, Thr647, Trp370, Met512, dan Leu276. Interaksi hidrofobik juga
terjadi antara gugus nonpolar ligan dengan gugus nonpolar makromolekul
pada residu Asp398, Met512, Trp472, dan Leu276 (Tabel 4.2, Lampiran
17).
Hasil penambatan Cassiamin C dengan α-glukosidase
menunjukkan adanya ikatan hidrogen dengan residu Asp 587 dengan jarak
ikatan 2,0 Å. Ikatan hidrogen lainnya juga terjadi pada residu Arg571.
Residu Arg571 bertindak sebagai donor hidrogen yang berinteraksi dengan
gugus –O pada ligan, sedangkan residu Asp587 bertindak sebagai akseptor
hidrogen yang berasal dari gugus –OH pada ligan. Selain itu, terdapat juga
interaksi dengan gugus aromatik pada ligan dengan residu Arg519.
Interaksi lainnya terjadi pada residu Ile435, Trp509, Trp472, Phe518,
Trp370, dan Phe620. Pada residu Ile435, Trp509, Trp472, Phe518,
Trp370, dan Phe620 terjadi interaksi hidrofobik dengan gugus nonpolar
pada ligan (Tabel 4.2, Lampiran 18).
Hasil penambatan Diosgenin dengan α-glukosidase menunjukkan
adanya ikatan hidrogen dengan residu Asp 587 dengan jarak ikatan 2,1 Å.
Ikatan hidrogen juga terjadi dengan residu His645. Residu Asp587 dan
His645 bertindak sebagai akseptor hidrogen yang berasal dari gugus –OH
pada pada ligan. Interaksi lainnya terjadi pada residu Ile399, Ile435,
Trp472, Phe518, Ile621, Thr647, dan Trp370. Interaksi hidrofobik terdapat
pada gugus nonpolar ligan dengan residu makromolekul Ile435, Phe518,
Trp472, Ile621, Thr647, dan Trp370 (Tabel 4.2, Lampiran 19).
Hasil penambatan Isoarborinol dengan α-glukosidase
menunjukkan adanya interaksi kimia dengan residu Ile399, Ile435,
Trp509, Trp370, Thr647, Ile621, Leu276, Trp472, Phe518, Met512, dan
Phe620. Jenis interaksi yang terjadi adalah interaksi hidrofobik antara
gugus nonpolar ligan dengan residu makromolekul pada Ile435, Trp509,
Trp370, Thr647, Leu276, Trp472, Phe518, dan Phe620 (Tabel 4.2,
Lampiran 20).
Hasil penambatan Lanosterol dengan α-glukosidase menunjukkan
adanya ikatan hidrogen dengan residu Asp 398 dengan jarak ikatan 1,8 Å.
54
Interaksi hidrogen lainnya terdapat dengan residu His645. Dalam sistem
ini, Asp398 dan juga His645 bertindak sebagai akseptor hidrogen yang
berasal dari gugus –OH pada ligan. Interaksi lainnya terjadi pada residu
Thr589, Phe620, Trp472, Thr647, Met512, Ile399, Trp509, Ile435,
Phe518, Leu621, dan Leu276. Interaksi hidrofobik dengan gugus nonpolar
pada ligan terjadi dengan residu Thr589, Phe620, Met512, Ile435, Phe518,
Ile621, Ile621, dan Leu276 (Tabel 4.2, Lampiran 21).
Hasil penambatan Lantic Acid dengan α-glukosidase menunjukkan
adanya ikatan hidrogen dengan residu Asp398 dengan jarak ikatan 1,8 Å.
Residu Asp398 bertindak sebagai akseptor hidrogen yang berasal dari
gugus –OH pada ligan. Interaksi lainnya terjadi pada residu Thr647,
Trp370, Trp509, Ile435, Phe620, Trp472, dan Phe518. Interaksi hidrofobik
terjadi antara gugus nonpolar ligan dengan residu Trp370, Trp509, Ile435,
Phe620, dan Phe518. (Tabel 4.2, Lampiran 22).
Hasil penambatan Withanolide dengan α-glukosidase menunjukkan
adanya ikatan hidrogen dengan residu Asp 587 dengan jarak ikatan 2,0 Å.
Asp587 bertindak sebagai donor hidrogen yang diterima oleh gugus –O
pada ligan. Interaksi lainnya terjadi pada residu Met512, Ile435, Ile399,
Trp472, dan Trp370. Interaksi hidrofobik terjadi antara gugus nonpolar
ligan dengan residu Met512, Ile399, dan Trp370 (Tabel 4.2, Lampiran
23).
Hasil penambatan Withangulatin A dengan α-glukosidase
menunjukkan adanya ikatan hidrogen dengan residu Asp 587 dengan jarak
ikatan 2,0 Å. Asp 587 bertindak sebagai akseptor hidrogen yang berasal
dari gugus –OH pada ligan. Interaksi lainnya terjadi pada residu Trp472,
Trp509, Ile435, Trp370 dan Phe620. Interaksi hidrofobik terjadi pada
gugus nonpolar ligan dengan residu Ile435 dan Phe620 (Tabel 4.2,
Lampiran 24).
Hasil penambatan Yamogenin dengan α-glukosidase menunjukkan
adanya interaksi kimia pada residu Trp370, Phe620, Thr647, dan Ile621.
Interaksi hidrofobik terjadi pada gugus nonpolar ligan dengan Trp370,
Thr647, dan Ile621 (Tabel 4.2, Lampiran 25).
55
Tabel 4.2. Interaksi Ligan dengan Residu Protein α-Glukosidase pada Hasil Penambatan Molekuler
6-Deoxoteasterone
Diosgenin Lantic Acid
Lanosterol Asiatic Acid
Isoarborinol Yamogenin Withanolide Withangulatin A
Cassiamin C
Castanospermine 1,6-Epi-Cyclophellito
l D398 - - V V V - - - - - V -
H274 - - - - - - - - - - V -
M512 V - - V V V - V - - - -
I399 - V - V - V - V - - - -
T370 V V V - V V V V V V V -
D587 - V - - V - - - V V V -
R519 - - - - - - - V - V - -
F518 V V V V - V - - - V - -
R571 - - - - - - - - - V V V
T472 - V V V V V - V V V - -
D511 - - - - - - - - - - V -
L276 V - - V V V - - - - - -
F620 V - V V V V V - V V - -
I621 - V - V - V V - - - - -
I399 - V - V - V - V - - - -
R643 - - - - - - - - - - - V
F518 V V V V - V - - - V - -
I435 V V V V - V - V V V - -
R519 - - - - - - - V - V - -
H645 - - - V - - -
T549 - - - - - - - - V - - -
56
4.2. Simulasi Dinamika Molekuler
4.2.1. Persiapan Berkas Ligan dan Makromolekul
Simulasi dinamika molekuler dilakukan dengan menggunakan
program Amber. Beberapa tahap yang dilakukan dalam simulasi dinamika
molekuler adalah persiapan berkas masukan ligan dan makromolekul,
pembuatan topologi dan koordinat ligan dan makromolekul, minimisasi
kompleks, ekuilibrasi kompleks, produksi, dan analisis dinamika molekuler.
Simulasi dinamika molekuler dimulai dengan mempersiapkan berkas
masukan, yaitu masing-masing ligan dan makromolekul. Ligan yang
digunakan dan ditambatkan sejumlah sepuluh senyawa dengan klaster
terbaik yang didapatkan dari penelitian sebelumnya. Persiapan dilakukan
dengan cara mengekstrak dari berkas molekul .dlg penambatan
sebelumnya. Berkas .dlg dibuka dengan menggunakan AutoDock Tools,
lalu dilihat konformasi energi ikatan terendah dan disimpan dengan
menggunakan write complex dalam bentuk .pdbqt. Selanjutnya berkas
kompleks .pdbqt dibuka dengan menggunakan Vega ZZ dan diubah
menjadi format .pdb. Berkas .pdb kemudian dibuka dengan
menggunakan UCSF Chimera, kemudian dilakukan pemisahan antara ligan
dan makromolekul. Ligan kemudian dibuka dengan menggunakan WordPad
dan dilakukan perubahan pada isinya dengan cara menggilangkan informasi
CONNECT dan menambahkan kata TER sebelum END. Selanjutnya berkas
dibuka dengan menggunakan OpenBabel, dan ditambahkan hidrogen pada
isinya (Add Explicit). Kemudian diubah formatnya dalam bentuk mol2.
Penghilangan informasi CONNECT bertujuan agar berkas dapat dibaca oleh
program Amber. Sedangkan penambahan kata TER sebelum kata END pada
akhir berkas menunjukkan kata terminal. Dalam hal ini berkas .mol2 ligan
dan berkas .pdb makromolekul sudah bisa digunakan untuk simulasi
dinamika molekuler.
4.2.2. Pembuatan Topologi dan Koordinat
Topologi dan koordinat dibuat melalui berkas ligan, makromolekul,
dan kompleks ligan-makromolekul dalam kondisi vakum dan dalam pelarut
57
air. Tahapan ini dilakukan agar simulasi berlangsung pada posisi yang tetap
dan dan tidak ada perubahan struktur atom-atom backbone residu maupun
ligan. Pada tahap ini juga dilakukan penambahan counter-ions (Ion Na+)
untuk membuat sistem menjadi netral dan seluruh sistem dilarutkan dalam
model pelarut air TIP3P dalam kotak oktahedron. Dasar pemilihan pelarut
air dengan kotak oktahedron untuk sistem yang terlarut adalah untuk
mengefisiensikan waktu simulasi dan jarak kotak minimal 12 Å yang
merupakan jarak standar yang digunakan pada program ini. Hal ini lebih
menguntungkan daripada menggunakan pelarut berbentuk kotak.
(A) (B)
Keterangan: (A) Pelarut Air Berbentuk Oktahedron
(B) Pelarut Air Berbentuk Kotak
Gambar 4.13. Visualisasi Kompleks ligan-makromolekul dalam pelarut air.
4.2.3. Minimisasi Sistem
Tahap minimisasi dilakukan untuk merelaksasikan sistem.
Minimisasi ini dilakukan melalui dua tahapan. Tahap pertama merupakan
minimisasi terhadap molekul air saja, dengan menahan pergerakan protein
dari residu 270 -780 (Lampiran 8). Tahap kedua adalah minimisasi
terhadap seluruh sistem yang sudah dilarutkan dalam air. Minimisasi
dilakukan untuk menghindari kontak antar atom yang tidak diinginkan
(Lee, Deng, Briggs, & Duan, 2008).
58
4.2.4. Ekuilibrasi Sistem
Ekulibrasi dilakukan untuk menstabilkan sistem, sehingga sistem
mencapai keadaan konstan sebelum menjalani simulasi dinamika
molekuler. Tahap ini dilakukan untuk membuat sistem berada pada
temperatur, volume, dan tekanan yang konstan. Ekuilibrasi dilakukan
dalam tiga tahap. Ekuilibrasi tahap pertama dilakukan untuk membuat
volume konstan dan menaikkan suhu dari 0 K menjadi 300 K. Ekuilibrasi
kedua dan ketiga dilakukan untuk membuat seluruh sistem berada pada
suhu dan tekanan yang konstan. Namun, pada penelitian ini, dilakukan
ekuilibrasi hingga delapan kali. Karena pada ekuilibrasi ke delapan, sistem
mencapai kurva RMSD yang baik. Ada empat parameter yang harus
diamati setelah ekuilibrasi dilakukan. Keempat parameter tersebut adalah
temperatur, berat jenis, energi potensial, dan RMSD (Root Mean Square
Deviation).
Ekuilibrasi tahap pertama dan kedua dilakukan pada waktu 10
pikodetik, dan ekuilibrasi tahap ketiga dan selanjutnya dilakukan pada
waktu 100 pikodetik. Pada penelitian ini, setiap senyawa mengalami tahap
ekuilibrasi yang berbeda-beda. Asiatic Acid, Diosgenin, Isoarborinol,
Castanospermine, Withangulatin A, dan Withanolide mengalami
ekuilibrasi selama 8 kali. Cassiamin C, 6-Deoxoteasterone, Lanosterol,
dan Yamogenin mengalami ekuilibrasi selama tujuh kali. Lantic Acid dan
1,6-Epi-Cyclophellitol mengalami ekuilibrasi selama enam kali.
Selanjutnya, hasil ekuilibrasi terakhir masing-masing senyawa,
diplot kedalam grafik terhadap waktu untuk melihat keempat parameter,
yaitu temperatur, berat jenis, RMSD, dan energi potensial. Dari hasil
grafik yang sudah di plot, hasil ekuilibrasi terakhir masing-masing
senyawa menunjukkan temperatur yang konstan, yaitu disekitar 300 K.
Selain itu, sistem juga telah memiliki berat jenis yang konstan, yaitu di
sekitar 0,9-1,0 gram/ml. Demikian juga halnya dengan energi potensial
dan RMSD dari semua senyawa yang sudah memberikan hasil yang
konstan. Grafik dari temperatur, berat jenis, energi potensial, dan RMSD
dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini.
59
Gambar 4.14. Grafik Berat Jenis terhadap Waktu antara ligan dan
makromolekul selama ekuilibrasi
Gambar 4.15. Grafik Suhu terhadap Waktu antara ligan dan
makromolekul selama ekuilibrasi
0.95
1
1.05
1.1
0.5
5.5
10
.5
15
.5
20
.5
25
.5
30
.5
35
.5
40
.5
45
.5
50
.5
55
.5
60
.5
65
.5
70
.5
75
.5
80
.5
85
.5
90
.5
95
.5
Be
rat
Jen
is (
gr/m
ol)
Waktu (ps)
Grafik Density vs Waktu pada Ekuilibrasi Terakhir
Isoarborinol Castanospermine Withangulatin AWithanolide 6-Deoxoteasterone DiosgeninLanosterol Yamogenin Cassiamin C1,6-Epi-Cyclophellitol Lantic Acid Asiatic Acid
290
300
310
1 6
11
16
21
26
31
36
41
46
51
56
61
66
71
76
81
86
91
96
Suh
u (
K)
Waktu (ps)
Grafik Waktu vs Temperatur pada Ekuilibrasi Terakhir
Withangulatin A Isoarborinol
Castanospermine Withanolide
Asiatic Acid 6-Deoxoteasterone
60
Gambar 4.16. Grafik Energi Potensial terhadap Waktu antara ligan dan
makromolekul selama ekuilibrasi
Gambar 4.17. Grafik RMSD terhadap Waktu antara ligan dan
makromolekul selama ekuilibrasi
-190500
-188500
-186500
-184500
-182500
-180500
0.5 5
9.5 14
18
.5 23
27
.5 32
36
.5 41
45
.5 50
54
.5 59
63
.5 68
72
.5 77
81
.5 86
90
.5 95
99
.5
EPto
t (k
kal/
mo
l)
Waktu (ps)
Grafik EPontensial vs Waktu pada Ekuilibrasi Terakhir Senyawa
Withanolide Withangulatin A Isoarborinol
Castanospermine Asiatic Acid 6-Deoxoteasterone
Diosgenin Lanosterol Yamogenin
Cassiamin C 1,6-Epi-Cyclophellitol Lantic Acid
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1 5 9
13
17
21
25
29
33
37
41
45
49
53
57
61
65
69
73
77
81
85
89
93
97
RM
SD (
Å)
Waktu (ps)
Grafik RMSD vs Waktu Hasil Ekuilibrasi Terakhir
Asiatic Acid Castanospermine 6-DeoxoteasteroneDiosgenin 1,6-Epi-Cyclophellitol IsoarborinolLanosterol Lantic Acid Withangulatin AWithanolide Yamogenin Cassiamin C
61
4.2.5. Produksi Simulasi Dinamika Molekuler
Sebelum produksi dilakukan, harus dilakukan pengecekan terhadap
empat parameter; yaitu suhu, energi potensial, berat jenis, dan RMSD
(Root Mean Square Deviation). Parameter tersebut dilihat untuk
menentukan apakah sistem sudah siap untuk dilakukan produksi atau
belum. Parameter suhu, energi potensial, berat jenis, dan RMSD pada hasil
ekuilibrasi ke-sepuluh senyawa dengan konformasi energi terbaik terhadap
α-glukosidase telah menunjukkan suhu yang konstan, yaitu lebih kurang
300 K untuk suhu, 0,8 – 1,0 gram/ml untuk berat jenis, lebih kurang -
182.000 - 188.000 kkal/mol untuk energi potensial, dan nilai RMSD juga
menunjukkan angka konstan, yaitu lebih kurang 0,7 – 1,0 Å.
Tahap produksi menggunakan proses algoritme weak-coupling
dapat dilakukan setelah keempat parameter yaitu suhu, energi potensial
RMSF, dan RMSD terpenuhi, yakni dengan nilainya yang konstan. Dalam
penelitian ini, dilakukan produksi selama 2 ns. Proses produksi dilakukan
dengan membaginya menjadi 10 kali; dimana dalam satu tahap dihasilkan
simulasi selama 200 ns. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya
gangguan teknis pada saat simulasi berlangsung. Untuk menghitung
jumlah frame yang diinginkan, dapat dilakukan dengan cara mengatur
parameter nstlim (jumlah langkah selama simulasi dinamika molekuler)
dan ntwx (jumlah langkah yang disimpan kedalam berkas .mdcrd selama
simulasi dinamika molekuler) pada berkas prod.in. Simulasi dinamika
molekuler menerapkan prodesur SHAKE dan Particle Mesh Ewald (PME)
dengan cut off 12 Å untuk membatasi terjadinya interaksi elektrostatik
diluar rentang 12 Å. Keluaran yang dihasilkan berupa berkas file.rst,
file.mdcrd, dan file.out.
4.3. Analisis Hasil Simulasi Dinamika Molekuler
a. Energi Potensial.
Selama proses simulasi dinamika molekuler, sistem berusaha untuk
merelaksasi sistem yang ditandai dengan menurunnya nilai energi
potensial. Hal ini lebih jelas terlihat pada ekuilibrasi yang telah dilakukan
62
sebelumnya. Relaksasi terjadi pada sistem kompleks ligan – α-
Glukosidase dengan lingkungannya yang berupa model air TIP3P
berbentuk oktahedron.
Mulai dari 1 nanodetik hingga akhir, sistem berusaha untuk
mencapai kestabilan internal. Selama simulasi α-Glukosidase dengan
kesepuluh ligan dan dua ligan sebagai kontrol positif, sistem memiliki
energi potensial dengan kisaran -188.000 hingga -182.000 kkal/mol.
Gambar 4.18. Grafik Energi Potensial terhadap Waktu dalam
Produksi Selama 2 ns
Secara keseluruhan, masing-masing kompleks ligan dan
makromolekul memiliki nilai energi potensial yang stabil. Perbedaan nilai
hasil energi potensial antara satu ligan dan ligan lainnya diakibatkan
-190000
-188000
-186000
-184000
-182000
-180000
Ene
rgi P
ote
nsi
al (
kkal
/mo
l)
Energi Potensial pada Simulasi Senyawa Ligan dengan α-glukosidase Selama 2 ns
Asiatic Acid Cassiamin C Castanospermine
6-Deoxoteasterone diosgenin 1,6-Epi-Cyclophelltiol
Withangulatin A withanolide Yamogenin
Isoarborinol Lantic Acid Lanosterol
63
karena jumlah proses ekuilibrasi yang dilakukan pada proses sebelumnya.
Semakin banyak jumlah ekuilibrasi yang dijalani, maka semakin rendah
nilai energi potensial kompleks ligan – makromolekul tersebut. Hasil
tersebut tidak dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan, sehingga
tidak dapat ditarik kesimpulan adanya hubungan yang mendalam antara
perbedaan gugus fungsi pada ligan dengan energi potensial yang
dihasilkan.
b. RMSD (Root Mean Square Deviation)
Root Mean Square Deviation atau akar kuadrat rata-rata deviasi
merupakan ukuran yang sering digunakan dalam geometri 3 Dimensi
molekul untuk membandingkan pergeseran atau perubahan konformasi
molekul. Nilai dan gambaran RMSD, digambarkan dalam sebuah grafik
yang diplot dengan waktu, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.19.
Grafik digambarkan untuk melihat stabilitas dinamika dan rasionalitas
pengambilan sampel dari ke-duabelas kompleks.
Gambar 4.19. Grafik Fluktuasi RMSD pada simulasi senyawa ligan
dengan α-Glukosidase selama 2 ns.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
1 201 401 601 801 1001 1201 1401 1601 1801
(RM
SD)
Å
Waktu (ps)
RMSD Atom Backbone pada Simulasi Senyawa Ligan dengan α-Glukosidase selama 2 ns
Asiatic Acid Cassiamin C 6-Deoxoteasterone
Diosgenin Isoarborinol Castanospermine
Yamogenin 1,6-Cyclo-Epicalliptol Lanosterol
64
Pada simulasi yang berlangsung selama 2 nanodetik, setiap sistem
mengalami peningkatan RMSD backbone yang menunjukkan bahwa
struktur enzim mulai terbuka (unfold). RMSD backbone keempat sistem
mulai stabil dari 1,5 ns. Namun, secara keseluruhan terlihat bahwa waktu
yang dibutuhkan ke-duabelas kompleks untuk mencapai konformasi yang
stabil relatif sama.
Sistem dengan ligan 1,6-Epi-Cyclophellitol menunjukkan grafik
nilai RMSD yang stabil pada 1,8 Å, namun pada waktu ke-1,8 ns, sistem
mengalami kenaikan nilai RMSD menjadi 2 Å. Tetapi, setelah itu sistem
kembali stabil di titik 1,8 Å. Selain itu, sistem dengan ligan Withangulatin
A dan Cassiamin C juga menunjukkan hasil RMSD yang hampir sama
dengan 1,6-Epi-Cyclophellito1 yang mengalami peningkatan RMSD pada
1,8 ns menjadi 2,3 Å. Namun, secara umum, sistem sudah mencapai
kestabilan selama simulasi berjalan. Peningkatan nilai RMSD
menunjukkan bahwa struktur enzim mulai terbuka dan ligan mulai
mencari sisi ikatan atau koordinat yang sesuai pada protein tersebut.
Ligan akan memulai aksinya untuk mencari sisi ikatan atau koordinat
yang sesuai pada protein tersebut. Dengan penambahan waktu simulasi,
maka akan dapat dilakukan analisis lebih mendalam tentang kestabilan
ikatan yang terjadi antara ligan makromolekul.
Selanjutnya sistem dengan ligan Castanospermine menunjukkan
nilai yang stabil di di 1,5 Å hingga simulasi berakhir. Sistem dengan ligan
Asiatic Acid, Yamogenin, 6 – Deoxoteasterone, dan Withanolide juga
cenderung menunjukkan kurva RMSD yang stabil. Hal ini disebabkan
karena terjadinya interaksi antar residu pada enzim sehingga protein
cenderung mempertahankan strukturnya pada tahap ini. Kompleks ligan
dan protein sudah mencapai konformasi maksimal setelah saling berikatan
sehingga cenderung untuk mempertahankan posisinya. Selain itu, adanya
residu pada enzim membuat protein cenderung mempertahankan
strukturnya
Nilai RMSD berada pada kisaran 1,0 – 2,3 Å. RMSD tertinggi
dicapai oleh Cassiamin C dan Withangulatin A yakni pada kisaran 2,3 Å,
65
dan nilai terendah dicapai oleh Withanolide pada kisaran 1,2 Å. Senyawa
lainnya memiliki kecenderungan dengan nilai RMSD pada posisi median,
yaitu sekitar 1,6 - 1,8 Å.
Dari grafik yang ditampilkan, dapat dikatakan bahwa seluruh
sistem sudah mencapai kestabilan RMSD. Perbedaan fluktuasi dan nilai
RMSD dapat disebabkan oleh bentuk struktur ligan. Sistem dengan ligan
yang stabil seperti Cassiamin C, 6-Deoxoteasterone, Isoarborinol,
Castanospermine, Yamogenin, 1,6-Epi-Cyclophellitol, dan Lantic Acid
cenderung memiliki struktur yang lebih besar dengan torsi yang lebih
banyak dibandingkan dengan Asiatic Acid, Diosgenin, Withangulatin A,
dan Lanosterol, sehingga usaha untuk mencapai kestabilan konformasi
lebih besar.
c. RMSF (Root Mean Square Fluctuation)
Root Mean Square Fluctuation atau akar kuadrat rata-rata fluktuasi
adalah ukuran deviasi antara posisi partikel dan beberapa posisi
referensinya. Berbeda dengan RMSD, RMSF dihitung terhadap masing-
masing residu protein, yakni melihat sejauh mana fluktuasi pergerakan
masing-masing residu selama simulasi berlangsung. Nilai RMSF secara
garis besar akan menggambarkan pergeseran konformasi setiap residu
asam amino yang memberikan fleksibilitas protein. RMSF ditentukan dari
waktu ketika energi potensial mengalami fluktuasi minimal, yakni
dimulai dari 1 nanodetik hingga akhir simulasi.
66
Gambar 4.20. Fluktuasi RMSF pada simulasi senyawa ligan dengan α-
glukosidase dalam produksi selama 2 ns
Residu-residu penting pada situs pengikatan ligan seperti Asp 398,
Asp 587, Asp 511, His 274, Arg 571, Trp 472, Met 512, Leu 276, dan
Phe 620 tidak menunjukkan nilai RMSF yang tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa residu-residu tersebut tidak memberikan
fleksibilitas yang tinggi dan dapat dikatakan merupakan residu yang
stabil. Residu yang memiliki nilai RMSF yang tinggi memiliki
fleksibilitas yang tinggi dan tidak stabil. Pada residu ini ligan paling
banyak mengalami perubahan posisi saat simulasi dinamika molekuler
berlangsung.
0
1
2
3
4
5
6
27
0
29
0
31
0
33
0
35
0
37
0
39
0
41
0
43
0
45
0
47
0
49
0
51
0
53
0
55
0
57
0
59
0
61
0
63
0
65
0
67
0
69
0
71
0
73
0
75
0
77
0
RMSF Atom Backbone pada Simulasi Senyawa Ligan dengan α-Glukosidase selama 2 ns
Asiatic Acid Cassiamin C 6-Deoxoteasterone
Diosgenin Isoarborinol Castanospermine
1,6-Cyclo-Epicalliptol Lanosterol Lantic Acid
Withanolide Withangulatin Yamogenin
Daerah residu yang berikatan dengan ligan
67
d. Kondisi Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan jumlah
persentase occupancy, yaitu ikatan hidrogen sangat lemah (25-50 %),
ikatan hidrogen kuat (50-75 %), dan ikatan hidrogen sangat kuat (75-100
%) (Kastner et al., 2009)
Analisis kondisi ikatan hidrogen dilakukan ketika tercapai
kestabilan pada proses simulasi yang ditandai dengan stabilnya RMSD
dan energi potensial; yakni setelah simulasi berlangsung selama 1 ns.
Ikatan hidrogen terjadi ketika suatu molekul memiliki atom F,O, N, dan
memiliki pasangan elektron bebas. Hidrogen dari molekul lain akan
berinteraksi dengan pasangan elektron bebas ini membentuk suatu ikatan
hidrogen dengan besar energi ikatan yang bervariasi.
Secara keseluruhan, residu yang terlibat dalam interaksi ligan dan
protein baik dari hasil penambatan molekuler maupun simulasi dinamika
molekuler menunjukkan keberadaan yang relatif sama. Keseluruhan ligan
telah menempati sisi pengikatan pada situs aktif sesuai dengan yang
dilaporkan oleh Saqib dan Siddiqi (2008). Analisis interaksi secara lebih
lanjut dapat dilihat dari hasil okupansi ikatan hidrogen selama simulasi
dinamika molekuler (Tabel 4.2). Ikatan hidrogen dapat dikatakan stabil
jika memiliki occupancy diatas 50% (Desheng, et al., 2011). Selama
simulasi, secara umum kesepuluh ligan dan dua ligan sebagai kontrol
positif menunjukkan nilai okupansi ikatan hidrogen yang stabil pada
residu penting seperti Asp 398, sp 587, His 645, Asp 511, His 274, Phe
620, dan Phe 518.
Perhitungan kondisi ikatan hidrogen dari hasil simulasi dinamika
molekuler dilakukan dengan parameter jarak cut off < 3,5 Å dan sudut
ikatan > 1200. Dari parameter yang ditetapkan tersebut diharapkan
diperoleh gambaran kualitas dari ikatan hidrogen yang terjadi pada
masing-masing sistem. Sifat ikatan juga dilihat berdasarkan hasil data
yang menunjukkan nilai jarak donor-akseptor (DA Distance) dan sudut
hidrogen dengan akseptor (HB Angle).
68
Gambar 4.21. Fluktuasi Jumlah Ikatan Hidrogen pada Simulasi Senyawa Ligan dengan α-Glukosidase dalam Produksi Selama 2 ns
0
5
10
15
20
25
30
1 201 401 601 801 1001 1201 1401 1601 1801
Jum
lah
Ikat
an H
idro
gen
Waktu (ps)
Jumlah Ikatan Hidrogen pada Simulasi Senyawa Ligan dan Makromolekul selama 2 ns
Lanosterol Lantic Acid
Withanolide Withangulatin A
Yamogenin 1,6-Epi-Cyclophellitol
0
5
10
15
20
25
30
1 201 401 601 801 1001 1201 1401 1601 1801
Jum
lah
Ikat
an H
idro
egn
Waktu (ps)
Jumlah Ikatan Hidrogen pada Simulasi Senyawa Ligan dan Makromolekul selama 2 ns
Asiatic Acid Cassiamin C Castanospermine
6-Deoxoteasterone Diosgenin Isoarborinol
69
Perhitungan kondisi ikatan hidrogen dari hasil simulasi dinamika
molekuler dilakukan dengan parameter jarak cut off < 3,5 Å dan sudut
ikatan > 1200. Dari parameter tersebut, diharapkan diperoleh gambaran
akan kualitas dari ikatan yang terjadi pada masing-masing interaksi ligan
dan makromolekul.
Tabel 4.3. Occupancy ikatan hidrogen kompleks ligan – α-Glukosidase
No Nama Senyawa Donor Akseptor Occupancy HB Distance
DA Distance
HB Angle
1. Asiatic Acid
ASP398-Side-OD2
LIG512-Side-O1
100,00% 1,9215 2,8174 155,5622
ASP398-Side-OG1
LIG512-Side-O3
98,50% 1,9901 2,8778 154,3210
LIG512-Main-O
ASP242-Side-CG
90,00% 2,2971 3,1621 149,4884
LIG512-Main-O
ASP242-Side-OD2
89,20% 2,3340 3,2029 150,1199
LIG512-Main-O
ASP242-Side-OD1
78,90% 2,2771 3,0828 142,6139
2. Cassiamin C
LIG512-Main-O
ARG571-Main-N
97,56% 1,9583 2,9052 158,1380
ASP587-Side-OD2
LIG512-Side-O6
75,46% 1,9489 2,9123 161,4729
LIG512-Main-O
ARG571-Main-CA
65,98% 2,3344 3,1064 133,2672
3. Castanospermine
ASP398-Main-N
CTS512-Side-C6
96,90% 1,8260 2,7417 159,4571
CTS512-Side-O2
ARG571-Main-O
95,60% 1,8466 2,7720 159,9105
ASP398-Main-O
CTS512-Side-O4
79,40% 2,4662 3,3237 143,8948
ASP587-Main-N
CTS512-Side-O2
72,80% 2,3175 3,2440 153,9743
70
4. 6 - Deoxoteasterone
ARG374-Side-NH2
LIG512-Main-O
89,30% 2,3506 3,1365 139,4654
ARG374-Side-NH1
LIG512-Main-O
59,80% 2,5224 3,3057 135,2624
5. Diosgenin HIS645-Main-O
LIG512-Side-O2
65,90% 2,2569 3,1608 157,0837
ASP587-Side-CB
LIG512-Side-C8
61,30% 1,9447 2,8535 154,2603
6. Isoarborinol
LEU163-Main-N
LIG512-Side-C11
63,70% 2,4692 3,4085 156,9190
LEU163-Main-N
LIG512-Side-C21
60,80% 2,5294 3,2953 133,3193
LIG512-Side-C21
LEU163-Main-N
59,70% 2,4766 3,4157 156,8026
7. Lanosterol
ARG398-Side-NH2
LIG512-Main-O
99,70% 1,9286 2,8029 150,6956
ARG398-Side-NH2
LIG512-Main-C
55,70% 2,5690 3,2664 129,0105
HIS645-Side-NH1
LIG512-Main-O
50,70% 2,5786 3,2647 127,7892
8. Lantic Acid
ASP168-Side-OD1
LIG512-Side-O3
99,90% 2,4724 3,3076 145,1109
ASP398-Side-NH2
LIG512-Main-O
97,50% 1,7506 2,7027 166,5906
ARG250-Side-NH1
LIG512-Side-O1
80,60% 2,4962 3,3367 145,6939
9. Withanolide
LIG512-Main-O
ASP519-Main-N
91,60% 1,7263 2,6799 167,0456
LIG512-Side-O5
ARG519-Main-O
84,60% 2,2718 3,1196 144,9871
10. Withangulatin A
ASP587-Side-NH2
LIG512-Side-O6
97,00% 1,7649 2,7015 161,7927
ASP587-Main-N
LIG512-Side-O6
82,50% 2,4954 3,2561 131,6623
71
11. Yamogenin
LIG512-Side-C15
ASP398-Side-OD1
93,20% 2,0618 3,0239 169,0825
LIG512-Side-O2
ILE236-Main-O
88,20% 2,1458 3,0757 159,2205
ASP587-Main-N
LIG512-Side-C19
61,50% 2,5226 3,2926 135,9307
12. 1,6-Epi-Cyclophellitol
UNK512-Side-C1
ASP511-Side-OD2
88,40% 1,9493 2,8962 163,4660
ASP571-Side-NE2
UNK512-Side-O4
77,10% 2,3934 3,3186 151,9063
Keterlibatan residu asam amino yang sama menunjukkan sejauh
mana kecenderungan pengikatan ligan terhadap makromolekulnya. Hasil
okupansi kesepuluh senyawa kimia tanaman ini menunjukkan kesamaan
dengan senyawa Castanospermine dan 1,6-Epi-Cyclophellitol sebagai
kontrol positif karena memiliki sisi pengikatan yang umumnya sama. Hal
ini menunjukkan bahwa sepuluh senyawa kimia tanaman ini
memungkinkan untuk memiliki aktivitas yang hampir sama dengan
Castanospermine dan 1,6-Epi-Cyclophellitol dalam aktivitasnya sebagai
inhibitor enzim α-glukosidase.
72
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Hasil penambatan sepuluh senyawa kimia tanaman hasil Virtual Screening
dari basis data kimia tanaman terhadap makromolekul α-Glukosidase
memiliki posisi dan situs pengikatan yang sesuai dengan kontrol positif;
yaitu Castanospermine dan 1,6-Epi-Cyclophellitol. Hasil penambatan
molekul 6 – Deoxoteasterone, Diosgenin, Withangulatin A, Withanolide,
Lanosterol, Cassiamin C, Asiatic Acid, Isoarborinol,Yamogenin, dan
Lantic Acid terhadap α-glukosidase secara berturut-turut menunjukkan
nilai ΔG yakni -9,09; -8,76, -8,73; -8,66; -8,65; -8,65; -8,64; -8,59; -8,48;
dan -8,45 kkal/mol. Sedangkan penambatan kontrol positif yaitu
Castanospermine dan 1,6-Cyclo-Epicalliptol terhadap α-Glukosidase
memiliki nilai ΔG -6,66 dan -5,62 kkal/mol. Hal ini menunjukkan bahwa
kesepuluh senyawa hasil Virtual Screening dari basis data kimia tanaman
memiliki nilai energi bebas yang lebih kecil daripada kontrol positif yang
digunakan, yang mengindikasikan bahwa kemampuan sepuluh senyawa
tersebut memiliki potensi sebagai inhibitor enzim α-glukosidase.
2. Simulasi dinamika molekuler menunjukkan bahwa interaksi ke-sepuluh
senyawa hasil Virtual Screening dari basis data kimia tanaman memiliki
kecenderungan yang sama dengan kedua senyawa yang bertindak sebagai
kontrol positif. Interaksi kesepuluh senyawa menunjukkan adanya
interaksi yang kuat dan stabil pada residu Asp 587, Asp 398, Asp 511, dan
His 276.
5.2. Saran
1. Waktu analisis dalam simulasi dinamika molekuler perlu diperpanjang
untuk mendapatkan data yang lebih lengkap sehingga analisis dapat
dilakukan lebih mendalam lagi.
2. Simulasi dilakukan dalam temperatur yang berbeda-beda, yaitu dengan
rentang suhu normal, dan suhu yang lebih tinggi lagi.
73
DAFTAR PUSTAKA
A., Jedinak, A., Thyagajaran-Sahu, J. Jiang., D. Sliva. (2011).
Ganodermanontriol, a lanostanoid triterpene from Ganoderma lucidum,
supresses growth of colon cancer cells through β-catenin signaling.
International Jornal of Oncology. 38 (3), 781-787.
Adams A. & Ray C. (1998). Catering technology, 1st Ed. London: B.T. Batsford
Ltd.
Arunan, E., et al (2004). IUPAC Provisional Recommendation: Definition of The
Hydrogen Bond
Ailees, L.E., Weismann, I.L. (2007). Cancer stem cells in solid cancer. Curr Opin
Biotechnol, 18, 460-466
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2008). Laporan Nasional: Riset
Kesehatan Dasar (RisKesDas) 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Bradburry, J. (2005). From chinese medicine to anticancer drugs. Drug Discovery Today, 10, 1131-1132.
Baxevannis, A.D., & Oullette, B. F. (2001). Bioinformatics: A Practical Guide to
the Analysis of Genes and Protein 2nd Edition. Wiley Interscience: USA
Becker, O.M., MacKerrel, A.D., Roux, B., Watanabe, M. (2001). Computational
Biochemistry and Biophysics. Marcel Dekker Inc., New York.
Blasko, G. & Cordell. G.A (1990). Isolation structure elucidation and biosynthesis of the bisindole alkaloids of Catharanthus. In A. Brossi & M. Suffness (Eds.). The alkaloids. (Vol. 37, pp 1-76). San Diego, CA: Academic Press.
Bruice, P. (2003). Organic Chemistry 4th Edition. New Jersey. Preentice Hall.
Case, D.A., Darden, T., Wu, X., Brozell, S.R., Cheatam III, T.E., Steinbrecher, T., et al. (2010). Amber 14 User’s Manual. San Fransisco: University of California. Hal 15-19.
Cham, B.E. & Daunter, B. (1990). Solasonides glycosides. Selective cytotoxicity for cancer cells and inhibition of cytotoxicity by rhamnose in mice with sarkoma 180. I, 55, 221-225.
Cham, B.E. & Daunter, B. (1990). Solasonides glycosides. Selective cytotoxicity for cancer cells and inhibition of cytotoxicity by rhamnose in mice with sarkoma 180. Cancer Letters, 55, 221-225.
74
Florey L. (1970). The classification, morphology, and behavior of tumors.
General Pathology, 4th Edition. London: W.B. Saunders Co. 668-718
Gao, Y., Ma Y., Li M., Cheng T., Li S.W., Zhang J., Xia, N.S. (2003). Oral immunization of animals with transgenic cherry tomatillo expresing HbsAg. World J Gastroenterol. 9 (5), 996-1002.
Guan Y., Shan S., Zhang W., Luo, J., Kong L. (2014). Withanolides from Physalis minima and their inhibitory effect on nitric acid production. Steroids, 82, 38-43.
Huang S., Chiu C., Chen H., Hou W., Sheu M., Lin Y., Huang G. (2011).
Antinociceptive activities and the mechanism of anti-inflamation of asiatic
acid in mice. I. Vol. 2011, 1-10.
Hansakul, P., Ngamkitidechakul, C., Ingkaninan, K., Sireeratawong, S., Panunto,
W. (2009). Apoptotic induction activity of Dactyloctenium aegyptium (L.)
P.B. and Eleusina indica (L.) Gaerth. extracts on human lung and cervical
cancer cell lines. Songklanakarin J. Science Technology, 31 (3), 273-279.
Idrees, M., Naeem, M., Aftab, T., Khan, M.M.A. & Moinuddin. (2013). Salicylic acid restrains nickel toxicity, improves antioxidant defence system and enhances the production of anticancer alkaloids in Catharanthus roseus (L.). Journal of Hazardous Materials 252-253, 367-374.
Idrees, M., Naeem, M., Aftab, T., Khan, M.M.A. & Moinuddin. (2013). Salicylic acid restrains nickel toxicity, improves antioxidant defence system and enhances the production of anticancer alkaloids in Catharanthus roseus (L.). Journal of Hazardous Materials 252-253, 367-374.
Jaleel, C.A., Gopi R., Manivannan, P., Gomathiyanagam, M., Sridharan, R. & Panneerselvam, R. (2007). Antioxidant potential and indole alkaloid profile variation with water deficits along different parts of two varieties of Catharanthus roseus. 62, 312-318
Joy J.M., S Vamsi., C Satish., K Nagaveni. (2012). Lantana camara Linn.: A
review. International Journal of Phytotherapy. Vol 2, 66-73.
Karplus, M., & Kuriyan, J. (2005). Mollecular Dynamics and Protein Function.
PNAS. 6679-6685.
Kastner J., Loeffler H.H., Roberts, S.K., Fernandez M.LM., & Winn M.D. (2009).
Ectodomain orientation, conformational plasticity and oligomerization of
75
erbB1 receptors investigated by mollecular dynamics. JStructBiol, 167 (2),
117-128.
Kelly, P. N., et al. (2007). Cancer Growth Need Not to be Driven by Rare Cancer Stem Cells. Science, 317,337.
Kitchen, D., Decornez, H., Furr. J., & Bajorath, J. (2004). Docking and Scoring in
Virtual Screening for Drug Discovery: Methods and Application. Nat Rev.
935-949
Lasuncion M.A., Martin-Sanchez C., Canfran-Duque A., Busto, R. (2012). Post-
lanosterol biosynthesis of cholestrol and cancer. SciVerse ScienceDirect.
Laube, H. (2002). Acarbose. Clin. Drug Invest., 22(3), 141-143
Leach, A.R., Soichet, B.K., Peishoff, C.E. (2006). Prediction of Protein Ligands
Interactions. Docking and Scoring: Succecess and Gaps. Journal of
Medicinal Chemistry. 5851-5855
Lee Y.S., Do, J., E.J. Kwon., S.H. Park., E.S. Lee., J.C Jeong., DH. Nam., J.A.
Kim. (2002). Asiatic acid, a triterpene, induces apoptosis through
intracellular Ca2+ release and enhanced expression of p53 in HepG2 human
hepatoma cells. Cancer Letters. 186 (1), 83-91
Lee M.C., Deng J., Briggs J.M. & Duan Y. (2008). Large Scale Conformational
Dynamics of the HIV-1 Integrase Core Domain and Its Catalytic Loops
Mutants. Biophys J, 88, 3133-3146
Lim L., Wong L.C., Shui G.H., Goh A.X.H., Kesavapany S., Jenner A.M., Przedborsky S. (2012). Lanosterol induces mithocondrial uncoupling and protects dopaminergic neurons from cell death in a model for Parkinson’s
disease. Cell Death and Differentiation. 416-427.
Lodish, H., Berk, A., Zipursky, S., Matsudaira, P., Baltimore, D., & Darnell, J.
(2000). Mollecular Cell Biology 4th Edition. New York: W.H Freeman
Company.
Luo H. & Wang H. (2006). Induction of apoptosis in K526 cells by jolkinolide.
Physiol Pharmacol, 84, 959-965.
Marchioli R., Schweiger C., Levantesi G., Tavazzi L., Valagussa F. (2001).
Antioxidants vitamin and prevention of cardiovascular disease:
epidemiological and clinical trial data. Lipids, 36, 53-63.
76
Marechal, Y. (2007). The Hydrogen Bond and the Water Mollecule. Wiley
Interscience: USA.
Max Leung. (2006). Protein Secondary Structures Enumerations – a Summer
Project. 1-2
McMurry, J. (2008). Organic Chemistry (7th ed.). USA: Brooks/Cole Publishing
Company.
Morris, G.M., Goodsell, D.S., Halliday, R.S., Huey, R., Hart, W.E., Belew, R.K.,
et al. (1998). Automated Doking Using Lamarckian Genetic Algorithm and
an Empirical Binding Free Energy Function. Journal of Computational
Chemistry, (1639-1662).
Murray, R., et al. (2003). Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 45-58
Nelson, D., Cox, M. (2011). Lehninger Principles of Biochemistry. Ed. 4.
Wisconsin: W.H. Freeman Company. Hal 50-212
Ngili, Y. (2010). Biokimia Dasar: Enzim. (175-177). Bandung: Rekayasa Sains.
N.M.Luscombe, D.Greenbaum, M.Gerstein. (2001). What is Bioinformatics? An
Introduction and Overview. New Haven: USA. Gareth, G. (2004). An
Introduction: Fundamental of Medicinal Chemistry. Journal of Chemistry
Education
Ooi K.L., Lo S.I., Tan M.L., Muhammad T.S.T., Sulaiman S.F. (2014). Growth
Inhibition of Human Liver Carcinoma HepG Cells and α-glucosidase
Inhibitory Activity of Murdannia bracteata.
P, Zhdanov, Vladimir. (2008). Stochastic of the Formation of Cancer Metastases via Cancer Stem Cells. European Biophysics Journal, 37, 1329-1334.
Pettersen, E., et al. (2004). UCSF Chimera: A Visualization System fir Exploratory Research and Analysis. J Comput Chem, 25 (13), 1605-1612.
Petsko, G., & Ringe, G. (2003). Protein Structure and Function (Primers in
Biology) (3-45). United Kingdom: New Science Press.
Pili R., Chang J., Partis R.A., Mueller R.A., Chrest F.J., Passaniti A. (1995). The
α-glucosidase I inhibitor castanaspermine alters endothelial cell
glycosylation, prevents angiogenesis and inhibits tumor growth. Cancer
Research, 55, 2920-2926.
77
Raju, J. & P.Bird, R. (2007). Diosgenin, a naturally occuring furostanol saponin supresses 3-hydroxy-3-methylglutharyl CoA reductase expression and induces apoptosis in HCT-116 human colon carcinoma cells. Cancer Letters, 255, 194-204.
Sampson J.H., Raman A., Karlsen G., Navsaria H., Leigh I.M. (2001). In vitro
keratinocyt antiproliferant effect of Centella asiatica extract and triterpene
saponins. Phytomedicine. 8, 230-235.
Sanchez, R., Sali, A. (1997). Advance in Comparative Protein Structure
Modelling. Curr. Opin. Struct. Biol., 7, 206-214.
Sehgal, A. (2006). New Application of Discovery, Manufacturing, and
Therapeutics. Tracy Beaudoin.
Shafiullah M., Parveen M., Kamil M., Illyas M. (1995). A new isoflavone C-
glycoside from Cassia siamea L. Fitoterapia, 65, 339-341.
Shibuya K, Mathers CD, Bosci-Pinto C, Lopez AD, Murray CJL. Global and
Regional Estimates of Cancer Mortality and Incidence by Site: II. Results
for the Global Burden of Disease 2000. BMC Cancer 2002; 2:37-62
Son Y.O., Kim J., Lim J.C., Chung Y., Chung G.H. & Lee J.C. (2003). Ripe fruits of Solanum nigrum L. inhibits cell growth and induces apoptosis in MCF07 cells. Food and Chemical Toxicology, 41, 1427-1428.
Sun, L., Liu, J., Liu P., Yu Y., Ma L., Hu L. (2010). Immunosupression effect of Withangulatin A from Physalis angulata L. via heme-oxygenase 1-dependent pathways. Process Biochemistry, 46, 482-288.
Wolff, M. E. (1996). Burgers Medicinal Chemistry and Drug Discovery 5th
Edition Volume 1: Principle and Practices. New York: Wiley Interscience.
Wu S.J., Ng L.T., Chen C.H., Lin D.L., Wang S.S., Lin C.C. (2004). Antihepatoma activity of Physalis angulata L. and P. perwiana extracts and its effect on apoptosis in human Hep. G2 cells. Life Sciences, 74 (16), 2061-2073.
Zhao Q., Xie B., Yan J., Zhao F., Xiao J., Yao L., Zhao B., Huang Y. (2011). In
vitro antioxidant and antitumor activities of pollysaccharides extracted from
Asparagus officinalis L. Carbohydrates Polymers, 87, 392-396.
ChemAxon. (2008). Marvin Sketch: Advance Chemical Drawing Software.
Diakses 13 Januari 2015, dari
http://www.chemaxon.com/products/marvin/marvinsketch/.
78
Delano, W.L. (2004). PyMOL User’s Guide. Diakses 13 Januari 2015, dari
http://pymol.sourceforge.net/newman/userman.pdf/.
Fiser, A., & Sali, A. (2001). Comparative Protein Structure Modelling With Modeller: A Practical Approach. Diunduh 12 Januari 2015, dari http://salilab.org/modeller/methenz/andras.andras.html.
http://www.ebi.ac.uk/Tools/msa/clustaw2/help/ diakses pada 13 Januari 2015, 15.31 WIB.
National Instittute of Health. (2006). Regenerative Medicine. http://stemcells.nih.gov/info/2006report/. Diakses pada 13 januari 2015, pukul 21.01 WIB
LAMPIRAN
79
Lampiran 1. Optimasi ligan sebelum ditambatkan
1. Berkas .pdb dari ligan (misal deox.pdb sebagai nama berkas masukan)
ditambahkan dengan atom hidrogen dan dibuat berkas dengan nama baru
(misal: deox_h.pdb sebagai nama berkas keluaran). Proses komputasi
dijalankan dengan perintah: reduce deox.pdb > deox_h.pdb
2. Berkas .pdb diubah menjadi .mol2 yang merupakan unit yang dapat dibaca
oleh tLeap dengan perintah: antechamber –i deox_h.pdb –fi
.pdb –o deox_h.mol2 –fo mol2 –c bcc –s 2 &
3. Pembuatan parameter yang dibutuhkan dengan perintah: parmchk –i
deox_h.mol2 –f mol2 –o deox.frcmod. Akan diperoleh berkas
keluaran .frcmod yang berfungsi untuk memperbaiki parameter yang
hilang.
4. Berkas deox_h.mol2 dan deox.frcmod dimasukkan kedalam program
tLeap, dengan mengetik perintah: tleap –s –f leaprc.ff99SB
a. source leaprc.gaff
b. DEOX = loadmol2 deox_h.mol2
c. check DEOX untuk melihat berapa muatan dari senyawa ligan
d. loadamberparams deox.frcmod
a. saveoff DEOX deox.lib keluaran berupa file.lib
b. saveamberparm DEOX deox.prmtop deox.inpcrd
c. quit akan segera keluar dari tLeap
5. Persiapan berkas masukan untuk minimisasi pertama, yaitu
init_min.in (Lampiran 2)
ganc_human: initial minimisation priot to MD
&cntrl
imin = 1, maxcyc = 1000, ncyc = 250,
ntb = 0, igb = 0, cut = 12
/
6. Proses komputasi minimisasi ligan dilakukan dengan perintah: sander
–O –i init_min.in –o deox_min.out –p deox.prmtop –
80
c deox.inpcrd –r deox_min.crd & keluaran berupa
deox_min.out, deox_min.crd
7. Koordinat struktur ligan terminimisasi .crd diubah kedalam bentuk .pdb
dengan perintah: ambpdb –p deox.prmtop <deox_min.crd>
deox_min.pdb keluaran berupa deox_min.pdb
Berkas deox_min.pdb digunakan sebagai input ligan untuk melakukan
penambatan molekuler.
Lampiran 3. Optimasi makromolekul sebelum penambatan
1. Berkas .pdb makromolekul (misal: ganc.pdb) ditambahkan dengan
atom hidrogen dan dibuat berkas .pdb baru (misal: ganc_h.pdb).
Proses komputasi dijalankan dengan perintah: reduce ganc.pdb >
ganc_h.pdb
2. Pembuatan parameter topologi dan koordinat yang dijalankan didalam
tLeap dengan perintah: tleap –s –f leaprc.ff99SB
3. Berkas .pdb dimasukkan kedalam program tLeap dengan perintah: GANC
= loadpdb ganc_h.pdb
4. Muatan diperiksa dengan perintah: charge GANC, diketahui bahwa
muatan sistem adalah -10.000.000
5. Karena makromolekul bermuatan negatif, maka dinetralisasi dengan
penambahan ion Na+ dengan perintah: addIons GANC Na+ 0
6. Proses komputasi pembuatan parameter dan koordinat makromolekul
dijalankan dengan perintah: saveamberparm GANC ganc.prmtop
ganc.inpcrd keluaran ganc.prmtop dan ganc.inpcrd
7. quit keluar dari program tLeap
8. Persiapan berkas masukan minimisasi makromolekul. Nama berkas:
init_min.in (Lampiran 2)
9. Proses komputasi minimisasi makromolekul dijalankan dengan perintah:
sander –O –i init_min.in –o ganc_min.out –p
ganc.prmtop –c ganc.inpcrd –r ganc_min.crd –ref
ganc.inpcrd & keluaran .crd
81
10. Koordinat struktur makromolekul terminimisasi .crd diubah kedalam
bentuk .pdb dengan perintah: ambpdb –p ganc.prmtop
<ganc_min.crd> ganc_min.pdb keluaran yaitu
ganc_min.pdb yang akan digunakan untuk penambatan nantinya.
Lampiran 4. Penambatan Molekuler
1. Input ligan dan makromolekul ke dalam AutoDock Tools 4.2
2. Pengaturan grid box sesuai dengan tempat situs pengikatan aktif enzim.
3. Pembuatan berkas .gpf dan .dpf
4. Berkas .gpf, .dpf, .pdbqt ligan, dan .pdbqt makromolekul disimpan
dalam satu direktori yang sama.
5. Menjalankan proses komputasi melalui PuTTY. PuTTY diarahkan
kedalam direktori yang berisi berkas masukan.
6. Perintah penambatan: autogrid –p nama berkas.gpf –l nama
berkas.glg & hasil keluaran berupa .glg
7. Perintah penambatan: autodock –p nama berkas.dpf –l nama
berkas.dlg & hasil keluaran berupa .dlg
Lampiran 5. Perintah Amber pada Simulasi Dinamika Molekuler
1. Persiapan berkas masukan
a. Hasil penambatan berupa berkas .dlg dibuka dengan menggunakan
AutoDock Tools 4.2 dengan menggunakan menu Analyze Docking.
Kemudian, berkas .pdbqt makromolekul dimasukkan kedalam ADT
4.2 dan disimpan dalam bentuk .pdb pada konformasi yang memiliki
energi bebas terendah (write complex) (Dengan cara: Analyze
Docking Macromolecule makromolekul dimasukkan
condormations ranked by energy write complex save). Berkas
.pdb kompleks ligan dan makromolekul kemudian dipisahkan dengan
menggunakan UCSF Chimera.
b. Berkas .pdb makromolekul dan .mol2 ligan hasil pemisahan .dlg dan
telah mengalami modifikasi, disimpan dalam satu folder yang sama.
82
c. Struktur ligan diberi penambahan muatan AM1-BCC menggunakan
Antechamber yang diakses melalui PuTTY dengan perintah:
antechamber –i deox.mol2 –fi deox.mol2 –o
deox_e.mol2 –fo mol2 –c bcc –s 2 & keluaran berupa
deox_e.mol2
d. Berkas keluaran deox_e.mol2 hasil dari antechamber harus dibuat
berkas .frcmod dengan perintah: parmchk –i deox_e.mol2 –f
mol2 –o deox.frcmod keluaran deox.frcmod
e. Masuk kedalam tleap untuk membuat parameter topologi dan koordinat.
1. tleap masuk kedalam tLeap
2. source leaprc.ff99SB
3. source leaprc.gaff
4. DEOX = loadmol2 deox_e.mol2
5. GANC = loadpdb ganc_e.pdb
6. GANC_DEOX = combine {GANC DEOX}
7. saveamberparm DEOX deox.prmtop deox.inpcrd
8. charge GANC
9. charge GANC_DEOX
10. addIons GANC Na+ 0
11. addIons GANC_DEOX Na+ 0
12. charge GANC
13. charge GANC_DEOX
14. saveamberparm GANC ganc.prmtop ganc.inpcrd
15. saveamberparm GANC_DEOX ganc_deox.prmtop
ganc_deox.inpcrd
16. solvateOct GANC_DEOX TIP3PBOX 12.0
17. saveamberparm GANC_DEOX
ganc_deox_solv.prmtop ganc_deox_solv.inpcrd
18. charge GANC
19. charge GANC_DEOX
20. quit
83
f. Setelah pembuatan berkas topologi dan koordinat kompleks,
dipersiapkan berkas min.in yang akan digunakan sebagai masukan
pada proses minimisasi yang pertama. (Lampiran 6)
ganc_file: minimisation of the entire mollecular
system
&cntrl
imin = 1,
maxcyc = 500,
ncyc = 500,
ntb = 1,
cut = 12
/
&END
2. Minimisasi
a. Berkas min.in, ganc_deox_solv.prmtop, dan
ganc_deox_solv.inpcrd disimpan dalam direktori yang sama.
Lalu PuTTY diarahkan ke direktori tersebut.
b. Proses minimisasi pertama dilakukan dengan perintah: sander –O –i
min.in –p ganc_deox_solv.prmtop –c
ganc_deox_solv.inpcrd –r ganc_deox_solv_min1.rst
–o ganc_deox_solv_min1.out –ref
ganc_deox_solv.inpcrd & keluaran berupa berkas .out dan
berkas .rst. Berkas .rst yang dihasilkan akan digunakan untuk
minimisasi dan proses selanjutnya.
c. Berkas masukan untuk minimisasi kedua dipersiapkan (min_all.in)
(Lampiran 7)
ganc_file: minimisation of the entire mollecular
system
&cntrl
imin = 1,
maxcyc = 500,
ncyc = 500,
ntb = 1,
cut = 12
/
84
&END
d. Proses minimisasi kedua dilakukan dengan perintah: sander –O –i
min_all.in –o ganc_deox_solv_min.out –p
ganc_deox_solv.prmtop –c ganc_deox_solv_min1.rst
–r ganc_deox_solv_min2.rst &
3. Ekuilibrasi
a. Berkas masukan eq1.in, eq2.in, dan eq3.in untuk ekuilibrasi
disiapkan terlebih dahulu (Lampiran 8)
Berkas eq1.in
Heating up the system equilibration stage 1,
eq1_file
&cntrl
nstlim=5000, dt=0.002, ntx=1, irest=0,
ntpr=250,ntwr=5000, ntwx=500,
tempi =0, temp0=300.0, ntt=3, gamma_ln=2.0,
cut=12, tautp=2.0, ig=-1,ntb=1, ntp=0,
ntc=2, ntf=2,nrespa=2,
&end
Berkas eq2.in
Constant pressure constant temperature
equilibration stage 2, eq2_file
&cntrl
nstlim=5000, dt=0.002, ntx=5, irest=1,ntpr=250,
ntwr=5000,ntwx=500,temp0=300.0,ntt=3,
gamma_ln=2.0,cut=12, tautp=2.0, ig=-1,ntb=2,
ntp=1, ntc=2,ntf=2’nrespa=1,
&end
Berkas eq3.in
Constant pressure constant temperature
equilibration stage 3, eq3_asia
&cntrl
nstlim=50000, dt=0.002, ntx=5, irest=1, ntpr=250,
ntwr=5000, ntwx=500,temp0=300.0, ntt=3,
gamma_ln=2.0, cut=12, tautp=2.0, ig=-1,ntb=2,
ntp=1,ntc=2, ntf=2, nrespa=1,
&end
85
b. Berkas .rst hasil minimisasi kedua kemudian digunakan untuk proses
ekuibrasi ini.
c. Proses ekuilibrasi dilakukan dengan perintah: sander –O –i
eq1.in –o ganc_deox_solv_eq1.out –c
ganc_deox_solv_min2.rst –r ganc_deox_solv_eq1.rst
–x ganc_deox_solv_eq1.mdcrd –ref
ganc_deox_solv_eq1.rst &
d. Proses ekuilibrasi selanjutnya dilakukan setelah ekuilibrasi sebelumnya
sudah sempurna selesai.
4. Analisis Hasil Ekuilibrasi
a. Suhu
Data temperatur pada berkas .out pada ekuilibrasi sebelumnya
diekstrak dan diubah ke dalam format .dat melalalui PuTTY dengan
menjalankan perintah: grep TEMP file.out | awk ‘{print
$6,$9}’ > file.dat. Berkas .dat kemudian diplot dengan
menggunakan perangkat lunak xmgrace dengan perintah: xmgrace
file.out grafik akan muncul. Berkas .dat dapat juga diplot secara
manual dengan menggunakan Microsoft Excel. Grafik merupakan
hubungan antara suhu terhadap waktu.
b. Berat Jenis
Data energi potensial pada berkas .out pada ekuilibrasi sebelumnya
diekstrak dan diubah ke dalam format .dat melalalui PuTTY dengan
menjalankan perintah: grep Density file.out | awk
‘{print $3}’ > file.dat. Berkas .dat kemudian diplot
dengan menggunakan perangkat lunak xmgrace dengan perintah:
xmgrace file.out grafik akan muncul. Berkas .dat dapat juga
diplot secara manual dengan menggunakan Microsoft Excel. Grafik
merupakan hubungan antara energi potensial terhadap waktu.
c. Energi Potensial
Data energi potensial pada berkas .out pada ekuilibrasi sebelumnya
diekstrak dan diubah ke dalam format .dat melalalui PuTTY dengan
menjalankan perintah: grep EPtot file.out | awk ‘{print
86
$6,$9}’ > file.dat. Berkas .dat kemudian diplot dengan
menggunakan perangkat lunak xmgrace dengan perintah: xmgrace
file.out grafik akan muncul. Berkas .dat dapat juga diplot
secara manual dengan menggunakan Microsoft Excel. Grafik merupakan
hubungan antara energi potensial terhadap waktu.
d. RMSD
Berbeda dengan parameter selanjutnya, RMSD dapat dengan hitung
menggunakan piranti lunak VMD. Ekuilibrasi boleh berhenti dan
dilanjutkan ke tahap selanjutya apabila nilai RMSD yang diplot melalui
VMD, sudah menunjukkan nilai RMSD yang cukup stabil.
5. Produksi
a. Berkas prod.in dipersiapkan sebagai parameter produksi (Lampiran
9)
ganc-asia-HD in water and ion : 1000ps of MD
&cntrl
imin = 0, irest = 1, ntx = 5,
ntb = 2, pres0 = 1.0, ntp = 1,
taup = 2.0, ig=-1,
ntr = 0,
ntc = 2, ntf = 2,
tempi = 300.0, temp0 = 300.0,
ntt = 3, gamma_ln=2.0, cut=12,
nstlim = 100000, dt = 0.002,
ntpr = 250, ntwx = 500, ntwr = 5000
/
b. Berkas .rst hasil ekuilibrasi terakhir digunakan sebagai restart file
pertama untuk melakukan produksi.
c. Berkas run_md.x (Lampiran 10) disiapkan; yang merupakan berkas
yang mengatur berjalannya produksi selama sepuluh kali.
#!/bin/csh
set AMBERHOME="/home/arryy/amber11"
set MDSTARTJOB=11
set MDENDJOB=11
set MDCURRENTJOB=$MDSTARTJOB
set MDINPUT=0
echo -n "Starting Script at: "
date
echo ""
while ( $MDCURRENTJOB <= $MDENDJOB )
echo -n "Job $MDCURRENTJOB started at: "
87
date
@ MDINPUT = $MDCURRENTJOB - 1
pmemd.cuda -O -i prod_asia.in \
-o ganc_asiatic_solv_md$MDCURRENTJOB.out \
-p ganc_asiatic_solv.prmtop \
-c ganc_asiatic_solv_md$MDINPUT.rst \
-r ganc_asiatic_solv_md$MDCURRENTJOB.rst \
-x ganc_asiatic_solv_md$MDCURRENTJOB.mdcrd
gzip -9 -v ganc_asiatic_solv_md$MDCURRENTJOB.mdcrd
echo -n "Job $MDCURRENTJOB finished at: "
date
@ MDCURRENTJOB = $MDCURRENTJOB + 1
end
echo "ALL DONE"
d. Berkas run_md.x dijadikan berkas yang dapat dieksekusi dengan
mengetik perintah: chmod +x run_md.x
e. Proses produksi dilakukan dengan perintah: nohup ./run_md.x >&
run.log &
6. Analisis
a. Energi Potensial
1. Data energi potensial pada berkas .out hasil produksi diekstrak
dan diubah kedalam format .dat melalui PuTTY dengan perintah:
grep Eptot file.out | awk ‘{print $9}’ >
file.dat
2. Berkas .dat dibuka dengan menggunakan xmgrace atau diplot
secara manual dengan menggunakan Excel
b. RMSD
1. Berkas .prmtop dan kesepuluh berkas .mdcrd hasil produksi
disimpan dalam satu direktori.
2. Berkas ptraj_rmsd.in dipersiapkan terlebih
dahulu.(Lampiran 11)
trajin ganc_asiatic_solv_md2.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md3.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md4.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md5.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md6.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md7.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md8.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md9.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md10.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md11.mdcrd
88
center :270-780
image center familiar
rms first out ganc_asiatic_md2-11_rms.out :272-
778@CA
trajout ganc_asiatic_solv_md2-11_nice.crd nobox
3. Pengecekan parameter RMSD dijalankan melalui program PuTTY
dengan perintah: cpptraj –p file.prmtop –i
ptraj_rmsd.in
4. Berkas .out hasil ekstrak dibuka dengan program excel dan
dibuat kurva hubungan antara RMSD dengan waktu.
c. RMSF
1. Berkas .prmtop dan kesepuluh berkas .mdcrd hasil produksi
disimpan dalam satu direktori.
2. Berkas ptraj_rmsf.in dipersiapkan terlebih dahulu
(Lampiran 12)
trajin ganc_asiatic_solv_md2.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md3.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md4.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md5.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md6.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md7.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md8.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md9.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md10.mdcrd
trajin ganc_asiatic_solv_md11.mdcrd
rms first out ganc_asiatic_solv_md2-
11_byres_rmsf.out :270-780@CA
atomicfluct out ganc_asiatic_md2-
11_byres_rsmf_nice.apf @CA byres
go
3. Pengecekan parameter RMSF dijalankan melalui program PuTTY
dengan perintah: cpptraj –p file.prmtop –i
ptraj_rmsf.in
4. Berkas .apf hasil ekstrak dibuka dengan menggunakan Excel dan
dibuat kurva hubungan antara RMSF terhadap residu.
d. Ikatan Hidrogen
89
1. Berkas .prmtop dan berkas .crd hasil analisis RMSD disimpan
dalam satu direktori.
2. Analisis kondisi ikatan hidrogen dilakukan melalui VMD
a) Berkas dimasukkan kedalam program. Klik file > new
molecule > berkas .prmtop dimasukkan > tipe berkas:
AMBER7 Parm > load > berkas .crd dimasukkan > tipe
berkas: AMBER Coordinates > load. Tunggu hingga seluruh
frame selesai ditampilkan (ada 2000 frame)
b) Klik graphic > representations. Pilih selected atom > resname
LIG. Pada opsi draw style, pilih CPK.
c) Klik Extensions > Analysis > Hydrogen bonds. Pada kolom
selection 2 isi dengan resname LIG. Atur distance = 3.5, angle
cut off = 60, lalu pilih Unique hbond.
d) Berikan tanda cek pada pilihan output = Plot the data with
MultiPlot, Write Output to files .dat. klik Find hydrogen
bonds!
e) Lakukan penapisan ikatan hidrogen dengan occupancy diatas
50 persen dari berkas .dat yang dihasilkan. Kemudian,
dilakukan penghitungan jarak donor dan akseptor terhadap
ikatan hidrogen ligan – residu terpilih dengan TkConsole.
f) Berkas .prmtop dan .crd dimasukkan kedalam VMD
dengan cara yang sama seperti diatas.
g) Klik Extensions > TkConsole. Donor dan akseptor
didefinisikan melalui skrip.
90
Lampiran 13. Struktur Asam Amino Penyusun Protein
91
Lampiran14. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Castanospermine
Lampiran 15 Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan 1,6-Epi-Cyclophellitol
Lampiran 16. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan 6-Deoxoteasterone
Lampiran 17. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Asiatic Acid
92
Lampiran 18. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Cassiamin C
Lampiran 19. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Diosgenin
Lampiran 20. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Isoarborinol
Lampiran 21. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Lanosterol
93
Lampiran 22. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Lantic Acid
Lampiran 23. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Withanolide
Lampiran 24. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Withangulatin A
Lampiran 25. Visualisasi Penambatan α-glukosidase dengan Yamogenin