universitas indonesia laporan praktek kerja profesi...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANJL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT
PERIODE 2-24 SEPTEMBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
BHATA BELLINDA, S.Farm.1206329423
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2014
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANJL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT
PERIODE 2-24 SEPTEMBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
BHATA BELLINDA, S.Farm.1206329423
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2014
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
iii Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
iv Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
saya nyatakan dengan benar.
Nama : Bhata Bellinda, S.Farm.
NPM : 1206329423
Tanda Tangan :
Tanggal : 17 Januari 2014
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
v Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan syukur kepada Allah Tritunggal Maha Kudus yang telah
memberikan penyertaanNya, anugerah, serta kasih karuniaNya yang selalu setia
mendampingi dan menuntun saya selama proses pengerjaan dan penyusunan
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI), khususnya di Direktorat
Standardisasi Produk Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan
Bahan Berbahaya mulai tanggal 2 September s.d 24 September 2013.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Profesi
Apoteker untuk dapat memperoleh gelar Apoteker dan merupakan sarana untuk
memperluas wawasan mahasiswa Program Profesi Apoteker dibidang
pemerintahan.
1. Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes, selaku Ka. Sub. Dit. Standardisasi Produk
Pangan, juga selaku pembimbing dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia atas kesempatan dan bimbingan yang diberikan selama
pelaksanaan PKPA;
2. Dr. Amarila Malik, M.Si., Apt selaku Dosen Pembimbing PKPA dari Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah berkenan menyediakan waktu dan
perhatiannya untuk memberikan bimbingan serta arahan dalam upaya
penyusunan laporan PKPA;
3. Dra. Lucky S. Slamet, M.Sc., selaku Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk melakukan PKPA di Badan POM selama periode 2
September 2013 s.d. 24 September 2013;
4. Ir. Tetty H. Sihombing., MP, Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia atas kesempatan yang
diberikan selama pelaksanaan PKPA di Direktorat Standardisasi Produk
Pangan;
5. Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
vi Universitas Indonesia
6. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Pj.S. Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.
7. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sekaligus pembimbing akademik;
8. Seluruh staf dan karyawan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia, khususnya Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, yang telah memberikan
bantuan dan perhatian selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
9. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas
didikan dan bantuannya selama perkuliahan di pendidikan profesi apoteker.
10. Papa, mama, dan kak Abi yang telah memberikan doa dan semangat untuk
menyelesaikan perkuliahan di pendidikan profesi apoteker.
11. Seluruh teman-teman Apoteker UI Angkatan 77 yang telah berjuang bersama-
sama melaksanakan PKPA untuk mendapatkan gelar apoteker.
12. Seluruh pihak yang telah membantu penulisan laporan PKPA yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Saya menyadari laporan PKPA ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan
demi kesempurnaan dalam penyusunan laporan ini. Semoga apa yang saya sajikan
dalam laporan ini dapat memberikan manfaat yang cukup berarti bagi
perkembangan peranan profesi Apoteker di pemerintahan pada umumnya.
Keterbatasan pada dasarnya dapat menjadi sumber pelajaran bagi perkembangan
berikutnya dan kesempatan adalah titik awal perjuangan untuk menjadi lebih baik.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
vii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangandibawah ini:Nama : Bhata Bellinda, S.Farm
NPM : 1206329423
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIDIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADANPENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKANNEGARA NO. 23, JAKARTA PUSAT PERIODE 2SEPTEMBER – 24 AGUSTUS 2013beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 17 Januari 2014
Yang menyatakan
(Bhata Bellinda, S.Farm.)
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Bhata Bellinda, S. Farm
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat
Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Periode 2-24
September 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Standardisasi Produk Pangan BadanPengawas Obat dan Makanan bertujuan untuk memahami tugas pokok dan fungsisecara khusus di Direktorat Standarisasi Produk Pangan, serta secara umummengenal dan memahami dari masing-masing Direktorat lain yang terdapat dalamBadan Pengawas Obat dan Makanan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui upayapemerintah dalam menyelenggarakan suatu sistem yang mampu memberikanperlindungan bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi.Sehingga meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis mahasiswa calonApoteker dalam menjalankan profesinya terutama di bidang pemerintahan. Tugaskhusus yang diberikan berjudul Kajian Penyusunan Rancangan Standar NasionalIndonesia 1 (RSNI 1) Keripik Bayam, yang bertujuan mengetahui danmempelajari tujuan SNI, serta pembuatan RSNI pada terutama pada produkpangan olahan seperti keripik bayam.
Kata kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, Direktorat Standardisasi Produk
Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Rancangan Standar
Nasional Indonesia
xiii + 45 halaman : 8 lampiran
Daftar Pustaka : 18 (1999-2013)
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Bhata Bellinda, S. Farm
Study Program : Pharmacist Profession
Judul :. Report of Pharmacist Internship Program at Direktorat
Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat
September 2nd - September 24th 2013 Period
Practice Pharmacist in the Directorate of Food Product Standardization Agency ofDrug and Food aims to understand the duties and functions specifically in theDirectorate of Food Product Standards and generally know and understand eachother Directorate contained in the Food and Drug Administration. It is necessaryto know the government's efforts to organize a system that is able to provideprotection for those who produce or are consumed. Thus increasing theknowledge and practical ability of candidates Pharmacists in their profession,especially in the areas of government. Special task given draft study entitledIndonesian National Standard 1 (RSNI 1) Spinach chips, which aims to discoverand learn the purpose of the SNI, and the making of RSNI on mainly on processedfood products such as spinach chips.
Key Words :. Pharmacist Internship Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Rancangan Standar
Nasional Indonesia
xiii + 45 pages : 8 appendixes
Bibliography : 18 (1999-2013)
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI........................................... vii
ABSTRAK................................................................................................ viii
ABSTRACT.............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR…………………………………............................ xii
DAFTAR LAMPIRAN.…………………………..……………………. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………..……. 1
1.1 Latar Belakang………………...………………………...…….. 1
1.2 Tujuan…………...…………………………………………….. 2
1.3 Manfaat....................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN POM RI ………..….………… 3
2.1 Definisi Badan POM RI …..…...………..…………………… 3
2.2 Tujuan dan Proses Standarisasi Nasional Indonesia……..……. 3
2.3 Visi dan Misi Badan POM RI.................................................... 3
2.4 Kewenangan Badan POM RI..................................................... 4
2.5 Struktur Organisasi Badan POM RI………………………….. 5
2.6 Sistem Pengawas Obat dan Makanan (SISPOM)…………….. 8
2.7 Budaya Organisasi Badan POM RI........................................... 10
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT STANDARDISASI
PRODUK PANGAN.................................................................. 11
3.1 Visi dan Misi ………..……....................................……...…… 11
3.2 Tugas dan Fungsi …………...…………………………........... 11
3.3 Dasar Hukum Standardisasi Produk Pangan…………………. 12
3.4 Kebijakan……………………………………………………... 12
3.5 Program……………………………………………………….. 13
3.6 Kegiatan Umum………………………………………………. 13
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
xi Universitas Indonesia
3.7 Kegiatan Direktorat Standardisasi Produk Pangan Tahun
Anggaran 2013………………………………………………... 14
3.8 Struktur Organisasi…………………………………………… 15
3.9 Strategi………………………………………………………... 19
3.10 Tahap Penyusunan Regulasi atau Peraturan………………… 19
3.11 Penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI)……………... 20
3.12 Jenis Produk Standardisasi………………………………….. 22
3.13 Jenis Standar Pelayanan Publik Direktorat Standardisasi
Produk Pangan......................................................................... 23
BAB 4 PELAKSANAAN PKPA ………….………………………... 24
4.1 Kegiatan PKPA di Direktorat Standardisasi Produk Pangan 24
4.2 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Standar Pangan Olahan....... 25
4.3 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Pangan Khusus.................... 26
4.4 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Standardisasi Bahan Baku
dan Bahan Tambahan Pangan................................................. 28
BAB 5 LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN........................... 30
5.1 Landasan Teori 30
5.2 Pembahasan 32
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………… 43
6.1 Kesimpulan……………………………………………………. 43
6.2 Saran…………..………………………..……………………... 43
DAFTAR PUSTAKA………………………….……………….………. 44
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Badan POM RI ....................................... 5
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Produk Pangan 15
Gambar 3.2 Tahap Penyusunan Regulasi/Peraturan ………...……........... 19
Gambar 3.3 Tahap Perumusan SNI (Standar Nasional Indonesia)………. 21
Gambar 5.1. Logo Khusus Pangan Iradiasi ...................................………. 38
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan
Manfaat Pangan Untuk Kategori Pangan, Label dan Iklan
Pangan................................................................................ 46
Lampiran 2 Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu,
Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Kategori Pangan, Label
dan Iklan Pangan ……………...………………………… 46
Lampiran 3 Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan
Manfaat Pangan Untuk Bahan Tambahan Pangan dan
Bahan Penolong ………………………………………..... 47
Lampiran 4 Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu,
Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Bahan Tambahan
Pangan dan Bahan Penolong.………………………...….. 47
Lampiran 5 Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan
Manfaat Pangan Untuk Klaim Gizi Dan Kesehatan,
Bahan Baku, Zat Gizi dan Nongizi ……………………… 48
Lampiran 6 Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu,
Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Klaim Gizi dan
Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan Nongizi ……….… 48
Lampiran 7 Permohonan Pengkajian Keamanan Pangan PRG .……… 49
Lampiran 8 Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan Pangan
PRG ……………...……………………………………… 50
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang pesat telah membawa perubahan yang cepat
dan signifikan pada industri pangan di Indonesia. Kemampuan teknologi yang
berkembang memungkinkan produk-produk pangan dapat terdistribusi dan
menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam waktu singkat. Selain itu, pangan
termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan
manusia. Pangan merupakan kebutuhan alamiah manusia, seiring dengan
kemajuan teknologi manusia cenderung menyukai hal-hal yang praktis termasuk
dalam memilih pangan, sehingga banyak ditemukan produk-produk pangan
instan baik yang diproduksi oleh industri pangan atau yang dibuat oleh rumah
tangga atau biasa dikenal dengan “ Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)”(1).
Keamanan, mutu, dan gizi pangan merupakan syarat penting yang harus
melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat.
Berdasarkan dari peraturan pemerintah yang menyatakan bahwa pangan yang
aman, bermutu dan bergizi sangat penting perannya bagi pertumbuhan,
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan
masyarakat. Selain dari pada itu masyarakat juga perlu dilindungi dari bahaya
pangan yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan(8).
Penyelenggaraan suatu sistem yang mampu memberikan perlindungan
bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan dianggap
sangat diperlukan sehingga konsumen mampu untuk memilah pangan yang akan
dikonsumsi terkait keamanan, mutu dan gizinya(1,8). Industri harus mampu
menjaga keamanan, mutu dan gizi produk pangan yang akan diedarkan.
Pemerintahan mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi produk pangan yang
beredar agar senantiasa memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan,
instansi tersebut salah satunya di Indonesia adalah Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) yang mengawasi pangan olahan(9).
Direktorat Standardisasi Produk Pangan merupakan salah satu unit kerja
eselon II di Badan POM RI. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI No.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat
dan Makanan tanggal 26 Februari 2001, maka Direktorat Standardisasi Produk
Pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian,
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk
pangan. Salah satu praktisi yang mampu berperan dalam bidang ini haruslah
yang berkualitas, antara lain adalah Apoteker(4).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka Program Profesi Apoteker
Universitas Indonesia bekerja sama dengan Badan POM RI dalam
penyelenggaraan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM RI guna
terlahirnya lulusan Apoteker yang berkualitas, berpengetahuan luas dan berdaya
guna tinggi sehingga lebih kompeten dalam dunia kerja.
1.2 Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis mahasiswa calon
Apoteker dalam menjalankan profesinya terutama di bidang
pemerintahan.
2. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran dan fungsi
Badan POM RI.
3. Memahami peran apoteker khususnya di Direktorat Standarisasi
Produk Pangan Badan POM RI.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia3
BAB 2
TINJAUAN UMUM
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN(4)
2.1 Definisi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000 dan nomor 103
tahun 2001, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan
POM RI) sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) bertanggung
jawab langsung kepada Presiden dan dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi
dengan Kementerian Kesehatan. Badan POM RI melaksanakan tugas pemerintah
dibidang pengawasan obat dan makanan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2.2 Ruang Lingkup Tugas dan Fungsi Badan POM RI
Tugas Badan POM RI adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang
pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Badan POM RI
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan
makanan.
2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM RI.
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
2.3 Visi dan Misi Badan POM RI
Badan POM RI sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)
yang mempunyai kewenangan dalam hal pengawasan obat dan makanan di
Indonesia mempunyai visi dan misi sebagai berikut:
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Visi Badan POM RI:
”Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif,
Kredibel dan Diakui secara Internasional untuk Melindungi Masyarakat.”
Misi Badan POM RI:
1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar
internasional.
2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.
3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai
lini.
4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat
dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
2.4 Kewenangan Badan POM RI
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga pengawas obat dan
makanan di Indonesia, Badan POM RI memiliki kewenangan sebagai berikut:
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan
makanan.
2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk
mendukung pembangunan secara makro.
3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan.
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk
makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan.
5. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farmasi.
6. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan
tanaman obat.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
2.5 Struktur Organisasi Badan POM RI
Gambar 2.1
Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
KEPALA BADANPENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
INSPEKTORAT SEKRETARIAT UTAMA
1. Biro Perencanaan danKeuangan
2. Biro Kerjasama Luar Negeri3. Biro Hukum dan Perhubungan
Masyarakat4. Biro Umum
PusatPenyidikanObat danMakanan
PusatRiset Obat
danMakanan
PusatInformasiObat danMakanan
PusatPengujianObat danMakananNasional
DEPUTI IIIBidang PengawasanKeamanan Pangan
dan Bahan Berbahaya
1.Direktorat PenilaianKeamanan Pangan
2. Direktorat StandardisasiProoduk Pangan
3. Direktorat Inspeksi danSertifikasi Produk Pangan
4. Direktorat Surveilan danPenyuluhan KeamananPangan
5. Direktorat PengawasanProduk dan BahanBerbahaya
DEPUTI IIBidang Pengawasan
Obat Tradisional,Kosmetik dan Produk
Komplemen
1. Direktorat Penilaian ObatTradisional, SuplemenMakanan dan Kosmetika
2. Direktorat StandardisasiObat Tradisional, Kosmetikadan Produk Komplemen
3. Direktorat Inspeksi danSertifikasi Obat Tradisional,Kosmetika dan ProdukKomplemen
4. Direktorat Obat AsliIndonesia
DEPUTI IBidang PengawasanTerapetik, NarkotikaPsikotopika, dan Zat
Adiktif (NAPZA)
1. Direktorat Penilaian Obatdan Produk Biologi
2. Direktorat StandardisasiProduk Terapetik dan PKRT
3. Direktorat PengawasanProduksi Produk Terapetikdan PKRT
4. Direktorat PengawasanDistribusi Produk Terapetikdan PKRT
5. Direktorat PengawasanNAPZA
Unit PelaksanaTeknis Badan POM
Balai Besar / BalaiPOM
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
2.5.1 Kepala Badan POM RI
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan
POM RI) mempunyai tugas:
a. Memimpin Badan POM RI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
b. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas
Badan POM RI.
c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM RI yang menjadi
tanggung jawabnya.
d. Membina dan melaksanakan kerjasama lintas sektor dengan instansi dan
organisasi lain.
2.5.2 Sekretariat Utama
Sekretariat utama bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan,
pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya di lingkungan
Badan POM RI. Dalam melaksanakan tugasnya, sekretariat utama
menyelenggarakan fungsi:
a. Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi perencanaan, penganggaran,
penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan
pelatihan, serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM RI.
b. Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi penyusunan peraturan
perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga,
kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas Badan POM
RI.
c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan
tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah
tangga.
d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan
unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM RI.
e. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM RI, sesuai
dengan bidang tugasnya.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
f. Sekretariat utama membawahi Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro
Kerjasama Luar Negeri, Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Biro Umum
dan Kelompok Jabatan Fungsional.
2.5.3 Deputi I : Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA)
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA melaksanakan
penilaian dan evaluasi khasiat, keamanan dan mutu obat, produk biologi dan alat
kesehatan sebelum beredar di Indonesia dan juga produk uji klinik. Selanjutnya
melakukan pengawasan peredaran produk terapetik, narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya. Disamping itu melakukan sertifikasi produk terapetik dan
inspeksi penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, inspeksi sarana produksi dan
distribusi, sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justicia.
Didukung oleh antara lain Komite Nasional Penilai Obat Jadi, Komite Nasional
Penilai Alat Kesehatan dan Tim Penilai Periklanan Obat Bebas, Obat Bebas
Terbatas, Obat Tradisional dan Suplemen Makanan.
2.5.4 Deputi II : Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan
Produk Komplemen
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan
suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia. Selanjutnya melakukan
pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen,
termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan inspeksi
Cara Produksi yang Baik, sampling, penarikan produk, public warning sampai pro
justicia. Didukung oleh antara lain Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai
Kosmetik.
2.5.5 Deputi III : Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
melaksanakan penilaian dan evaluasi keamanan pangan sebelum beredar di
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
Indonesia dan selama peredaran seperti pengawasan terhadap sarana produksi dan
distribusi maupun komoditinya, termasuk penandaan dan periklanan, dan
pengamanan produk dan bahan berbahaya. Disamping itu melakukan sertifikasi
produk pangan. Produsen dan distributor dibina untuk menerapkan Sistem
Jaminan Mutu, terutama penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB),
Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), Cara Distribusi Makanan
yang Baik (CDMB) serta Total Quality Management (TQM). Disamping itu
diselenggarakan surveilan, penyuluhan dan informasi keamanan pangan dan
bahan berbahaya. Didukung antara lain oleh Tim Penilai Keamanan Pangan.
2.5.6 Unit Pelaksana Teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia (Badan POM RI)
Organisasi Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI terdiri dari Balai Besar
POM RI dan Balai POM RI, merupakan unit organisasi yang melaksanakan tugas
dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah kerjanya, diatur dengan
keputusan Kepala Badan POM RI setelah mendapat persetujuan tertulis dari
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Unit
pelaksana teknis berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan
POM RI. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, secara teknis dibina oleh Deputi
dan secara administrasi dibina oleh Sekretaris Utama Badan. Unit pelaksana
teknis dipimpin oleh seorang Kepala Balai.
2.6 Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM)
Prinsip dasar SisPOM adalah sebagai berikut :
1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat, dan professional.
2. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat resiko dan berbasis bukti-
bukti ilmiah.
3. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus
proses.
4. Berskala nasional atau lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
5. Otoritas yang menunjang penegakkan supremasi hukum.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang
berkolaborasi dengan jaringan global.
7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.
Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi
luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang
komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar
di tengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin resiko yang biasa terjadi,
dilakukan SisPOM 3 lapis, yaitu:
a. Subsistem pengawasan konsumen
Sistem pengawasan oleh masyarakat dilakukan melalui peningkatan
kesadaran dan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakan dan cara
penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat
penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil
keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan
kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan
suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap
penggunaan produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan, sedang
pada sisi lain akan mendorong produsen untuk lebih menjaga kualitas.
b. Subsistem pengawasan pemerintah atau Badan POM RI
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi,
penilaian keamanan dan mutu produk sebelum diizinkan beredar di Indonesia,
inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar
serta peringatan kepada publik yang didukung penegakkan hukum. Untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu,
khasiat dan keamanan produk, maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi.
c. Subsistem pengawasan produsen
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara
produksi yang baik atau good manufacturing practices (GMP) agar setiap
bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sedini mungkin. Secara
hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang
dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi, baik administratif
maupun pro justicia.
2.7 Budaya Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan
POM)
Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi
Badan POM RI dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut:
a. Professionalism
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, obyektivitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
b. Credibility
Memiliki kredibilitas yang diakui oleh masyarakat luas, nasional dan
internasional.
c. Speed
Tanggap dan cepat dalam bertindak mengatasi masalah.
d. Teamwork
Dengan mengutamakan kerjasama tim.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia11
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN(2)
3.1 Visi dan Misi (2)
Visi
Terwujudnya standardisasi produk pangan dalam rangka meningkatkan
perlindungan dari pangan yang tidak layak, tidak aman dan dipalsukan serta
meningkatkan efisiensi dan daya saing produk pangan nasional.
Misi
a. Melindungi kesehatan masyarakat dari produk pangan yang tidak
memenuhi syarat.
b. Mewujudkan jaminan mutu dan keamanan produk pangan.
c. Menunjang dihasilkannya produk pangan yang berdaya saing.
d. Memberdayakan sumber daya dalam negeri.
3.2 Tugas dan Fungsi (2)
Tugas
Direktorat Standardisasi Produk Pangan mempunyai tugas penyiapan
perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi
di bidang pengaturan dan standardisasi produk pangan.
Fungsi
Direktorat Standardisasi Produk Pangan menyelenggarakan fungsi :
a) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan
di bidang pengaturan dan standardisasi bahan baku dan bahan
tambahan pangan.
b) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan
di bidang pengaturan dan standardisasi pangan khusus.
c) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan
di bidang pengaturan dan standardisasi pangan olahan.
d) Penyusunan rencana dan program standardisasi produk pangan.
e) Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di
standardisasi produk pangan.
f) Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi produk pangan.
g) Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan
oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya.
3.3 Dasar Hukum Standardisasi Produk Pangan
1) Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan.
2) Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3) Peraturan Pemerintah No. 102 tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional.
4) Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
5) Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan
Gizi Pangan.
3.4 Kebijakan(2)
1) Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap standar dan budaya mutu dan
keamanan produk pangan.
2) Peningkatan perlindungan masyarakat dan lingkungan melalui penerapan
standar jaminan mutu dan keamanan pangan serta penegakan hukum.
3) Peningkatan perumusan standar dan penyelarasan Standar Nasional
Indonesia (SNI) produk pangan dengan Standar Internasional.
4) Peningkatan infrastruktur standardisasi produk pangan.
5) Peningkatan peran aktif dalam kerjasama standardisasi nasional, bilateral,
regional dan multilateral.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
3.5 Program(2)
1) Pengembangan sistem informasi standardisasi produk pangan.
2) Sosialisasi standardisasi produk pangan.
3) Pengembangan penerapan Cara Pengawasan yang baik atau Good
Regulatory Practice (GRP).
4) Peningkatan pemberlakuan SNI produk pangan wajib.
5) Penyusunan sistem penerapan dan pemanfaatan standar produk pangan.
6) Penyusunan dan pengembangan sistem pengawasan produk pangan.
7) Perumusan standar prioritas.
8) Penyelarasan Standar Nasional Indonesia terhadap Standar Internasional.
9) Penilaian kesesuaian standar pangan yang memperoleh pengakuan di
tingkat regional dan internasional.
10) Pengembangan kerjasama internasional untuk ketelusuran standar produk
pangan nasional.
11) Peningkatan sumber daya manusia, sarana dan prasarana standardisasi
produk pangan yang kredibel.
12) Penelitian dan pengembangan standardisasi.
13) Peningkatan kerjasama standardisasi produk pangan di tingkat nasional,
bilateral, regional dan multilateral.
14) Pengembangan saling pengakuan (Mutual Recognition Agreement).
3.6 Kegiatan Umum
1) Penyusunan dan pemantapan sistem standardisasi produk pangan.
2) Penyusunan standar produk pangan, bahan baku dan bahan tambahan
pangan, produk pangan olahan serta pangan khusus.
3) Harmonisasi standar produk pangan.
4) Evaluasi standar produk pangan.
5) Sosialisasi dan advokasi standardisasi produk pangan.
6) Seminar dan pelatihan di dalam dan luar negeri.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
3.7 Kegiatan Direktorat Standardisasi Produk Pangan Tahun Anggaran
2013
Standar
1) Penyusunan Peraturan Bahan Baku, Bahan Penolong, Cemaran, serta
Standar Mutu dan Keamanan Bahan Tambahan Pangan.
2) Pembaharuan/revisi Peraturan Kepala Badan POM RI tentang Kategori
Pangan dan Pedoman Periklanan Pangan.
3) Penyusunan Peraturan, Standar, Pedoman, Kode Praktis di Bidang
Pangan Khusus.
4) Kegiatan Kodeks Pangan.
5) Penyusunan Pedoman Cara Ritel Pangan di Pasar Tradisional.
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
1) Pedoman PJAS untuk Pengawas/Penyuluh dan Pedoman Kandungan.
2) Pedoman PJAS untuk Anak Sekolah.
3) Pedoman PJAS untuk Komunitas Sekolah.
UMKM (Usaha Mikro, Kecil Menengah)
1) Forum Koordinasi Pelaksanan Survei Kemampuan UMKM.
2) Pelaksanaan intervensi UMKM
3) Pelaksanaan survei monitoring
4) Perumusan hasil survei
Pendukung Tupoksi (TOP)
1) Antisipasi Harmonisasi ASEAN Consultative Committee on Standards
and Quality (ACCSQ) Prepared Foodstuff Product Working Group
(PFPWG).
2) Partisipasi Aktif dalam Sidang-sidang Codex Pangan Dunia, Asia,
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), ACCSQ, PFPWG,
Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), dan International Life
Sciences Institute (ILSI).
3) Sosialisasi Implementasi Standardisasi Produk Pangan.
4) Intensifikasi Komunikasi dalam rangka Penerapan Standar Produk
Pangan.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
5) Perkuatan Jejaring Lintas Sektor dalam rangka Standardisasi Produk
Pangan.
6) Evaluasi dan Perencanaan Program Standardisasi Produk Pangan.
7) Peningkatan Potensi SDM Direktorat Standardisasi Produk Pangan.
8) Antisipasi Pengembangan Sistem, Manajemen Mutu (QMS) Direktorat
Standardisasi Produk Pangan.
3.8 Struktur Organisasi
Gambar 3.1
Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Produk Pangan
3.8.1 Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan
Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan
standardisasi pangan olahan.
Direktorat Standardisasi ProdukPangan
SubdirektoratStandardisasi Pangan
Olahan
SubdirektoratStandardisasi Pangan
Khusus
Subdirektorat StandardisasiBahan Baku dan Bahan
Tambahan Pangan
Seksi StandardisasiProduk Pangan
Seksi Kodeks Pangan
Seksi Tata Operasional
Seksi StandardisasiPangan Hasil Rekayasa
Genetika & Iradiasi
Seksi StandardisasiPangan Fungsional
Seksi StandardisasiBahan Baku
Seksi StandardisasiBahan Tambahan Pangan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Subdirektorat
Standardisasi Pangan Olahan menyelenggarakan fungsi :
1) Menyusun rencana dan program standardisasi pangan olahan.
2) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta melaksanakan pengaturan
dan standardisasi produk pangan.
3) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta melakukan penyusunan
kodeks pangan.
4) Melakukan evaluasi dan menyusun laporan standardisasi pangan olahan.
5) Melaksanakan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat
Standardisasi Produk Pangan.
Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan terdiri dari tiga seksi yaitu:
1) Seksi Standardisasi Produk Pangan
Seksi Standardisasi Produk Pangan mempunyai tugas menyiapkan bahan
perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan
penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi produk
pangan.
2) Seksi Kodeks Pangan
Seksi Kodeks Pangan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan
kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta
melakukan penyusunan kodeks pangan.
3) Seksi Tata Operasional
Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata
operasional di lingkungan Direktorat Standardisasi Produk Pangan.
3.8.2 Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus
Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan
standardisasi pangan khusus.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Subdirektorat
Standardisasi Pangan Khusus menyelenggarakan fungsi :
1) Menyusun rencana dan program standardisasi pangan khusus.
2) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan
standardisasi pangan hasil rekayasa genetika dan iradiasi.
3) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta melaksanakan pengaturan
dan standardisasi produk pangan fungsional.
4) Melakukan evaluasi dan menyusun peraturan laporan standardisasi pangan
khusus.
Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus terdiri dari :
1) Seksi Standardisasi Pangan Hasil Rekayasa Genetika dan Iradiasi
Seksi Standardisasi Pangan Hasil Rekayasa Genetika dan Iradiasi
mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis,
penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan
pengaturan dan standardisasi pangan hasil rekayasa genetika dan iradiasi.
2) Seksi Standardisasi Pangan Fungsional
Seksi Standardisasi Pangan Fungsional mempunyai tugas menyiapkan
bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan
penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi pangan
fungsional.
3.8.3 Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan
Pangan
Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan
mempunyai tugas melaksanakan persiapan materi perumusan kebijakan teknis,
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi serta pelaksanaan
pengaturan dan standardisasi bahan baku dan bahan tambahan pangan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Subdirektorat
Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan menyelenggarakan
fungsi :
1) Menyusun rencana dan program standardisasi bahan baku dan bahan
tambahan pangan.
2) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta melaksanakan pengaturan
dan standardisasi bahan baku.
3) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta melaksanakan pengaturan
dan standardisasi bahan tambahan pangan.
4) Melakukan evaluasi dan menyusun laporan standardisasi bahan baku dan
bahan tambahan pangan.
Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan
terdiri dari :
1) Seksi Standardisasi Bahan Baku
Seksi Standardisasi Bahan Baku mempunyai tugas menyiapkan bahan
perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan
penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi bahan
baku.
2) Seksi Standardisasi Bahan Tambahan Pangan
Seksi Standardisasi Bahan Tambahan Pangan mempunyai tugas
menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan
program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi
dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi
bahan tambahan pangan.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
3.9 Strategi
1) Peningkatan kemampuan sumber daya.
2) Pelaksanaan evaluasi standardisasi produk pangan.
3) Pelaksanaan harmonisasi standar produk pangan.
4) Pelaksanaan sosialisasi dan advokasi standardisasi produk pangan.
5) Peningkatan jaringan kerja antar lembaga dan pemangku kepentingan
lainnya.
3.10Tahap Penyusunan Regulasi atau Peraturan
Tahap penyusunan regulasi atau peraturan yang diterapkan di Direktorat
Standardisasi Produk Pangan, seperti gambar sebagai berikut:
Gambar 3.2
Tahap Penyusuanan Regulasi/ Peraturan
Pengumpulan Materi & KajianPustaka
Draft Awal Pengaturan ProdukPangan
Pemetaan dan Kaji Banding(Nasional, Regional, Internasional)
Draft 1 Pengaturan Produk pangan Pembahasan I (Prakonsensus)Narasumber & Stakeholder
Pembahasan II Nara Sumber &Stakeholder
Draft 2 Pengaturan ProdukPangan
Pembahasan Akhir (Konsensus)Narasumber & Stakeholder
Draft Akhir Pengaturan ProdukPangan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
3.11 Penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI)(10)
Standar yang ada di Indonesia disebut Standar Nasional Indonesia. Standar
adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan
metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan
hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman,
perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya (10).
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan
merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua
pihak (10). SNI merupakan salah satu output dari proses standardisasi. SNI adalah
Standar yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional yang berlaku secara
Nasional(11). Dalam proses penyusunan SNI dilaksanakan oleh Panitia Teknis
(PANTEK), yang terdiri dari wakil Pemerintah, wakil ahli/perguruan tinggi, wakil
Industri/Usaha, wakil dari konsumen yang diusulkan oleh koordinator PANTEK
dan ditetapkan oleh BSN.
Direktorat Standardisasi Produk Pangan mempunyai 2 panitia teknis untuk
menyusun SNI dibidang pangan yaitu :
1. Panitia teknis 67.01 : Pangan Olahan Tertentu
Ruang Lingkup : Pangan olahan tertentu termasuk makanan untuk bayi
(makanan dalam kemasan dan makanan siap saji untuk pangan bayi,
pangan balita, pangan ibu hamil dan menyusui, pangan orang yang
menjalankan diet khusus, pangan manula, pangan bagi penderita penyakit
tertentu).
2. Panitia teknis 67.01 : Bahan Tambahan Pangan dan Kontaminan
Ruang Lingkup:
a. Bahan tambahan pangan
b. Bahan dan benda yang bersentuhan dengan pangan.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
Gambar 3.3
Tahap Perumusan SNI (Standar Nasional Indonesia)
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
3.12 Jenis Produk Standardisasi
a. Peraturan/Regulasi
Peraturan/regulasi di Indonesia diartikan sebagai sumber hukum formal
berupa peraturan perundang-undangan yang memiliki beberapa unsur,
yaitu merupakan suatu keputusan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang, dan mengikat umum. Dalam hal ini
peraturan mengenai keamanan, mutu dan gizi pangan yang bersifat
mandatory (wajib) untuk di laksanakan karena ada perundang-
undangannya dan mengikat secara hukum. Contoh : Peraturan Kepala
BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang Penetapan Batas
Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan(3).
b. Standar
Standar Nasional Indonesia, bersifat voluntary (sukarela), terutama untuk
acuan syarat mutu, dikecualikan untuk SNI yang wajib dan diberlakukan
dengan SK institusi terkait. Peraturan pemerintah Republik Indonesia No.
102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.
c. Pedoman
Pedoman adalah hal (pokok) yg menjadi dasar (pegangan, petunjuk) untuk
menentukan atau melaksanakan sesuatu. Pedoman bersifat voluntary
(sukarela). Contohnya: Pedoman Kriteria Cemaran pada Pangan Siap Saji
dan Pangan Industri Rumah Tangga. Dimana pedoman tersebut akan
menjadi petunjuk bagi industri untuk menciptakan produk pangan yang
aman, bermutu dan bergizi.
d. Kode Praktis
Pedoman yang lebih bersifat teknis. Contohnya: Cara Iradiasi yang Baik
untuk Menghambat Pertunasan pada Umbi Lapis dan Umbi Akar atau Cara
Iradiasi yang Baik untuk Memperpanjang Masa Simpan Pisang, Mangga,
dan Pepaya yang diterbitkan tahun 2004.
e. SOP (Standar Operasional Prosedur)
Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk
melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian
kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis,
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan
sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah
menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit
kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good govermance.
3.13 Jenis Standar Pelayanan Publik Direktorat Standardisasi Produk
Pangan
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No. 39 tahun 2013 tentang
Standar pelayanan publik di lingkungan badan pengawas obat dan makanan,
maka dalam hal pelayanan publik Direktorat Standardisasi Produk Pangan
melakukan empat (4) standar pelayanan publik antara lain :
1. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk
Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan
2. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk
Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Penolong
3. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk
Klaim Gizi dan Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan Nongizi
4. Permohonan Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG)
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia24
BAB 4
PELAKSANAAN PKPA
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) dimulai sejak tanggal 2-
24 September 2013 yang dibuka oleh Kepala Biro Umum Badan POM RI dengan
memberikan kegiatan kuliah umum tentang pengenalan Badan POM RI. Setelah
itu dilanjutkan dengan kuliah umum oleh perwakilan dari masing-masing
Direktorat, Pusat-pusat, dan Balai Besar/Balai POM RI. Kegiatan ini dilaksanakan
selama 3 hari dan bertempat di aula gedung C, Badan POM RI.
Direktorat Standardisasi Produk Pangan sebagai unit kerja PKPA kami di
Badan POM RI, dilaksanakan dari tanggal 6 September 2013 hingga 20
September 2013. Direktorat Standardisasi Produk Pangan merupakan unit kerja
eselon II di Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
(kedeputian III) yang menangani penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian,
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk
pangan dengan pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Direktorat
Standardisasi Produk Pangan memiliki tiga SubDirektorat yang mendukung tugas
pokok dan fungsinya, yaitu SubDirektorat Standardisasi Pangan Olahan,
SubDirektorat Standardisasi Pangan Khusus, serta SubDirektorat Standardisasi
Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan. Berikut ini adalah kegiatan yang
dilakukan oleh kami sebagai peserta PKPA di Direktorat Standardisasi Produk
Pangan.
4.1 Kegiatan PKPA di Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Di hari pertama kami berada di unit kerja Direktorat Standardisasi Produk
Pangan, kami diterima oleh pembimbing kami, Kepala SubDirektorat
Standardisasi Pangan Olahan. Kami diberikan penjelasan secara umum tentang
Direktorat Standardisasi Produk Pangan mulai dari tugas pokok dan fungsi di
Direktorat Standardisasi Produk Pangan, struktur organisasi Direktorat
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
Standardisasi Produk Pangan, definisi-definisi yang berhubungan dengan pangan
dan tata tertib selama PKPA.
Kami dijelaskan juga, bahwa dalam penyusunan standar dan pedoman
yang dilakukan Direktorat Standardisasi Produk Pangan selalu berdasarkan
bussiness process Badan POM RI telah tersertifikasi ISO 9001:2008 yang
merupakan standar internasional dari sistem managemen mutu. Direktorat
Standardisasi Produk Pangan masuk ke dalam POM 01 yang merupakan proses
penyusunan standar dan yang setara dengan hal tersebut dan terdiri dari berbagai
Standar Operasional Prosedur (SOP).
Setelah itu, kami diberikan penjelasan oleh Kepala Seksi Tata Operasional
terkait tugas pokok dan fungsi di Seksi Tata Operasional, pengenalan Direktur,
Kepala SubDirektorat, Kepala Seksi, dan staf yang menjabat serta tugas pokok
dan fungsinya secara umum, serta pembagian kerja kami di SubDirektorat
masing-masing.
4.2 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Standar Pangan Olahan
1. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala SubDirektorat Standar
Pangan Olahan mengenai tugas pokok, fungsi, struktur organisasi, dan
kegiatan yang dilakukan di SubDirektorat Standar Pangan Olahan.
2. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala Seksi Standardisasi
Produk Pangan mengenai kategori pangan dan pedoman periklanan
pangan, dan retail pangan.
3. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Staf Seksi Kodeks Pangan
mengenai Codex Alimentarius Commission, tugas pokok dan kegiatan
yang dilakukan Seksi Kodeks Pangan.
4. Mempelajari mengenai “Kategori Pangan” dan “Pedoman Periklanan
Pangan” menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan; Peraturan Pemerintahan Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Kemanan, Mutu dan Gizi Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan; Keputusan kepala Badan POM RI
No. HK. 00.05. 52. 4040 tahun 2006 tentang Kategori Pangan; dan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel
Pangan yang Baik.
5. Mencari referensi berupa landasan hukum tentang outline Pedoman Cara
Ritel Pangan pada Pasar Tradisional.
6. Membandingkan Pedoman Periklanan Pangan menurut Badan POM RI
dengan Etika Pariwara Indonesia, serta memantau iklan pangan yang telah
ditayangkan dan tidak sesuai dengan Pedoman Periklanan Pangan menurut
Badan POM RI.
7. Melakukan pengkajian definisi dan karakteristik dasar dari minuman baru
yang diimpor dari luar negeri, seperti minuman Soju, sehingga dapat
diketahui kategorinya dalam pangan.
4.3 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Pangan Khusus
1. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala SubDirektorat
Standardisasi Pangan Khusus mengenai struktur, tugas pokok dan standar
wajib yang dijadikan sebagai acuan pembuatan Produk Pangan Khusus.
2. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala Seksi Standardisasi
Pangan Hasil Rekayasa Genetik (PHRG) dan Iradiasi mengenai tugas
pokok dan fungsi yang dilakukan dan Peraturan yang mengatur semua hal
yang berkaitan dengan Pangan Khusus seperti pangan fungsional, PHRG
dan Iradiasi, serta Pangan Olahan Oganik.
3. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala Seksi Standardisasi
Pangan Fungsional mengenai tugas pokok dan fungsi, beserta kegiatan
yang dilakukan staf seksi standardisasi pangan fungsional, definisi dan
penggolongan pangan fungsional beserta regulasi yang mengatur
komposisi dan pelabelannya.
4. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Staf Standardisasi Pangan
Fungsional dan Staf Standardisasi PHRG dan Iradiasi mengenai tugas dan
fungsi serta pelayanan publik yang mereka lakukan.
5. Mempelajari peraturan peraturan Kepala Badan POM RI yang telah
dikeluarkan terkait dengan SubDirektorat Pangan Khusus, seperti
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
27
Universitas Indonesia
Peraturan Kepala Badan POM RI No. 30 tahun 2013 tentang Pengawasan
Formula Lanjutan, Peraturan Kepala Badan POM RI No. 31 tahun 2013
tentang Pengawasan Formula Pertumbuhan, Peraturan Kepala Badan POM
RI No. HK 03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim
dalam Label dan Iklan Pangan Olahan, Peraturan Kepala Badan POM RI
No. HK.03.1.23.03.12.1564 tahun 2012 tentang Pengawasan Pelabelan
Pangan Produk Rekayasa Genetika, Peraturan Kepala Badan POM RI No.
HK.03.1.23.03.12.1563 tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian
Keamanan Pangan Produk Hasil Rekayasa Genetika, Peraturan Kepala
Badan POM RI No. 26 tahun 2013 tentang Pengawasan Pangan Iradiasi,
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 701/MENKES/PER/VII/2009 tentang
Pangan Hasil Iradiasi, dan Peraturan Kepala Badan POM RI No.
HK.00.06.52.0100 tahun 2008 tetang Pangan Olahan Oganik, Peraturan
Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.52.08.11.07235 tahun 2011 tentang
Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk Keperluan Medis
Khusus.
6. Mempelajari bagaimana cara melakukan pengecekan klaim sesuai dengan
peraturan yang telah berlaku secara nasional, regional dan internasional,
seperti Food and Drug Administration (FDA), European Food Safety
Authority (EFSA), atau Codex General Guideline and Claim.
7. Melakukan pemetaan konsep dengan membandingkan secara nasional
(seperti: Undang-Undang yang berlaku) dan internasional (seperti: Codex
General Guideline and Claim) yang telah berlaku dalam menyusun
Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI).
8. Melakukan pencarian referensi mengenai makanan yang dapat
menimbulkan / pencetus alergi yang berasal dari organisasi pangan di
berbagai negara di dunia (Codex Alimentarius Commission, FDA dari US,
EU dari perhimpunan negara-negara di benua eropa, FSANZ dari
Australia).
9. Melakukan pengkajian mengenai MCT (Medium Chain Trygliceride)
sebagai zat tambahan pada pangan yang berfungsi menurunkan berat
badan.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
10. Melakukan pengkajian mengenai pasak bumi (tongkat ali) sebagai
campuran dalam kopi yang berfungsi khusus yaitu meningkatkan vitalitas
tubuh bagi pria.
4.4 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan
Tambahan Pangan
1. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala Seksi Standardisasi
Bahan Tambahan Pangan mengenai tentang tugas pokok dan fungsi di
Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan
secara umum, kegiatan seksi Standardisasi Bahan Tambahan Pangan dan
peraturan-peraturan yang mengatur semua hal yang berkaitan dengan
bahan tambahan pangan.
2. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala Seksi Standardisasi
Bahan Baku mengenai tentang tugas pokok dan fungsi di Seksi
Standardisasi Bahan Baku secara umum, kegiatannya termasuk dalam
menyusun SNI dan peraturan-peraturan yang mengatur semua hal yang
berkaitan dengan bahan baku.
3. Mempelajari mengenai Bahan Penolong, penggolongan Bahan Tambahan
Pangan (BTP) menurut keputusan peraturan Kepala Badan POM RI.
4. Melakukan pengkajian mengenai “Bagaimana jika suatu industri ingin
menggunakan BTP yang tidak terdapat dalam Permenkes Nomor 033
Tahun 2012 ke dalam produk hasil industri.”
5. Melakukan penginputan rekapan data pengajuan izin khusus penggunaan
BTP, Bahan Baku dan Bahan Penolong dari berbagai industri produk
pangan baik itu persetujuan maupun penolakan, berikut contohnya.
6. Membuat ringkasan dan kesimpulan dari jurnal hasil penelitian yang
diajukan industri pangan untuk dikaji yang berjudul “Dampak Kesehatan
dari Penggunaan Aspartam pada Anak-Anak dan Remaja”, “Konsentrasi
Metanol pada Darah Bayi Berumur Satu Tahun yang Diberikan
Aspartam”, “ Menentukan Keamanan Pangan selama Kehamilan”, “Efek
Aspartam pada Plasma dan Konsentrasi Asam Amino Bebas Eritrosit pada
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
Bayi Berumur Satu Tahun”, dan “Efek dari Diet Tinggi Sukrosa atau
Aspartam pada Perilaku dan Kinerja Kognitif Anak” .
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia32
BAB 5
LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
5.1 Landasan Teori
Berikut adalah definisi yang berkaitan dengan Direktorat Standardisasi
Produk Pangan.
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau
minuman.(13)
2. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara
atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.(13)
3. Kategori Pangan adalah pengelompokkan pangan berdasarkan jenis
pangan tersebut.(16)
4. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. (9,13)
5. Produk Rekayasa Genetik atau organisme hasil modifikasi yang
selanjutnya disingkat PRG adalah organisme hidup, bagian-bagiannya
dan/atau hasil olahannya yang mempunyai susunan genetik baru dari hasil
penerapan bioteknologi modern.(5)
6. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan
menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah
terjadinya pembusukan dan kerusakan, membebaskan pangan dari jasad
renik patogen serta mencegah pertumbuhan tunas. (6)
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
7. Pangan iradiasi adalah setiap pangan yang dengan sengaja dikenai radiasi
pengion tanpa memandang sumber atau jangka waktu iradiasi ataupun
besar energi yang digunakan. (6)
8. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk
gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk yang lain yang
disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau
merupakan bagian kemasan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan
Pemerintah ini disebut Label(12).
9. Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan
dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk yang lain yang dilakukan
dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan pangan,
yang selanjutnya dalam peraturan pemerintah ini disebut Iklan (12).
10. Pangan Fungsional adalah Pangan Olahan yang mengandung satu atau
lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai
fungsi fisiologis tertentu diluar fungsi dasarnya, terbukti tidak
membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. (15)
11. Klaim adalah segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau
secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu
pangan yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi,
pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya. (15)
12. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.(7)
13. Bahan penolong (processing Aids) adalah bahan, tidak termasuk peralatan,
yang lazimnya tidak dikonsumsi sebagai pangan, digunakan dalam proses
pengolahan pangan untuk memenuhi tujuan teknologi tertentu dan tidak
meninggalkan residu pada produk akhir, tetapi apabila tidak mungkin
dihindari, residu dan atau turunannya dalam produk akhir tidak
menimbulkan risiko terhadap kesehatan serta tidak mempunyai fungsi
teknologi. (5)
14. Batas Maksimum adalah jumlah maksimum BTP yang diizinkan terdapat
pada pangan dalam satuan yang ditetapkan. (7)
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
5.2 Pembahasan
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan yang kemudian
diubah menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan dan ditetapkan sebagai
Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) berdasarkan Keputusan Presiden
No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Dengan
perubahan ini, Badan POM RI di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden dan Badan POM RI berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan.
berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor 02001/SK/KBPOM Pasal
2 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan
POM RI mempunyai tugas untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan Badan POM RI dalam mengatasi masalah terkait pengawasan obat
dan makanan yang semakin kompleks karena berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi khususnya terkait pangan serta untuk meningkatkan kinerja Badan
POM RI dalam lingkup regional dan Internasional.
Seperti yang telah diketahui, Badan POM RI memiliki 3 kedeputian, salah
satunya kedeputian III yang membawahi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan
dan Bahan Berbahaya. Di bawah kedeputian ini terdapat 5 Direktorat yang salah
satunya adalah Direktorat Standardisasi Produk Pangan. Dalam melaksanakan
kegiatannya Direktorat Standardisasi Pangan mengacu pada standar dan regulasi
berikut :
a. Undang-Undang RI No. 18 tahun 2012 tentang Pangan
b. Undang-Undang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
c. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan
Gizi Pangan.
d. Peraturan Pemerintah No. 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional
e. Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 199 tentang Label dan Iklan Pangan
f. Codex Alimentarius Commision
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Direktorat Standardisasi
Produk Pangan mempunyai tiga Subdirektorat, yaitu Subdirektorat Standardisasi
Pangan Olahan, Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus, dan Subdirektorat
Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan.
5.2.1 Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan
Pelaksanaaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) khususnya di
Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan, mempelajari dan melaksanakan hal-
hal yang terkait dalam standardisasi pangan olahan.
a. Kategori Pangan(16)
Peraturan yang telah sah dan diberlakukan pihak Badan POM RI
dapat dilihat dalam Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.52.4040
tentang Kategori Pangan Tahun 2006. Penggolongan pangan ini berguna
sebagai acuan bagi produsen pangan untuk memproduksi dan mengedarkan
produk pangan yang aman, bermutu dan bergizi, khususnya untuk
menentukan nama jenis pangan yang akan dicantumkan pada label dan iklan
pangan. Selain itu, kategori pangan juga menjadi pedoman Badan POM RI
untuk mengawasi produk pangan baik pre market evaluation ( pengawasan
sebelum pangan beredar ) dan post market inspection ( pengawasan sesudah
pangan beredar).
b. Label Pangan(12,13)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan,
serta Peraturan Pemerintah RI No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan dan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.5.12.11.09955
tahun 2011 tentang Pendaftaran Pangan Olahan, maka pada label produk
pangan harus mencantumkan keterangan :
1. Nama produk
2. Daftar bahan yang digunakan
3. Berat bersih atau isi bersih
4. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan
pangan ke dalam wilayah Indonesia
5. Keterangan kedaluwarsa
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
34
Universitas Indonesia
6. Nomor pendaftaran pangan
7. Kode produksi
c. Iklan Pangan(8,13)
Iklan pangan merupakan suatu bagian dari promosi pangan yang sangat
besar pengaruhnya baik secara sosial maupun ekonomi. Oleh karena itu
diperlukan keseimbangan antara iklan produk pangan dengan manfaat yang
diperoleh konsumen. Hal ini berguna agar konsumen tidak merasa tertipu
akibat iklan produk yang mengiklankan produknya secara berlebihan dan
pengklaiman yang tidak sesuai dengan kenyataan produknya, sehingga perlu
adanya suatu pedoman yang mengatur secara teknis periklanan produk
pangan. (8)
Di tahun 2008 disusunlah Pedoman Periklanan Pangan oleh Badan
POM RI sebagai petunjuk teknis periklanan pangan yang merupakan suatu
penjabaran operasional mengenai hal-hal yang di perbolehkan atau dilarang
dalam periklanan pangan, sehingga pedoman ini bertujuan untuk
menghindarkan hal-hal yang tidak benar, menyesatkan, dan berlebihan.
Sebagai contoh yaitu pernyataan “memakan 3 buah permen setara dengan 1
gelas susu”. Hal ini dilarang dalam iklan pangan, karena pernyataan tersebut
dapat menimbulkan persepsi/gambaran yang menyesatkan mengenai pangan
yang bersangkutan.
Saat ini, perkembangan teknologi periklanan pangan sangat pesat dan
inovasi produsen untuk berkreasi menciptakan iklan-iklan yang lebih menarik
perhatian masyarakat semakin beragam, namun mengakibatkan masih
banyaknya kesalahan dalam beriklan. Dengan demikian pemerintah ( Badan
POM RI ) merasa perlu memperbaharui Pedoman Periklanan Pangan. Untuk
memperbaharui (revisi) Pedoman Periklanan Pangan, Badan POM RI juga
melihat aturan yang sudah dibuat P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia) tentang Etika Pariwara Indonesia. Salah satu contoh perbedaannya
adalah di dalam EPI diatur mengenai originalitas yang berarti iklan tersebut
tidak pernah ada sebelumnya, tetapi dalam Pedoman Periklanan Pangan tidak
mengatur mengenai hal tersebut. Hal ini dikarenakan EPI lebih mengatur
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
35
Universitas Indonesia
periklanan yang bersifat umum, sedangkan Pedoman Periklanan Pangan yang
dibuat oleh Badan POM RI bersifat spesifik untuk periklanan pangan.
d. Ritel Pangan pada Pasar Tradisional
Pasar tradisional melekat pada kehidupan masyarakat di negara
Indonesia. Konon di luar negeri pasar tradisional jarang bahkan hampir tidak
dapat ditemui. Akibat kemajuan teknologi dan modernisasi zaman,
masyarakat menciptakan batasan antara pasar tradisional dan pasar modern.
Pasar modern cenderung lebih tertata rapi dalam hal manajerial
penggolongan, penempatan, penyusunan, penyimpanan barang yang dijual,
pelayanan konsumen sampai dengan penetapan harga jual tetap kepada
seluruh calon pembeli. Hal tersebut sudah tercantum di dalam Peraturan
Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011 tentang
Pedoman Cara Ritel Pangan pada Pasar Modern. Pasar tradisional erat
kaitannya dengan rendahnya keamanan pangan, misalnya dalam hal
penyimpanan dan pengelompokkan pangan. Oleh sebab itu, maka perlu diatur
bagaimana meritel (menjual) pangan di pasar tradisional. Direktorat
Standardisasi Produk Pangan sudah membuat outline Pedoman Cara Ritel
Pangan pada pasar tradisional guna membenahi pasar tradisional yang telah
ada dan sebagai acuan untuk pedagang yang akan menyelenggarakan
penjualan pangan secara ritel di pasar tradisional.
e. Codex Alimentarius Commission (CAC)
Codex Alimentarius Commission (CAC) merupakan wadah tertinggi
Internasional yang membuat standar mengenai keamanan, mutu, label, dan
iklan. Dalam menyusun standar dan regulasi dalam hal pangan, semua
Negara termasuk Indonesia mengacu kepada standar yang dihasilkan oleh
CAC seperti Codex STAN, Guideline (GL) dan persyaratan teknis (Technical
Requirement). Acuan-acuan tersebut dapat diadopsi sebagian atau seluruhnya
tergantung kepentingan, kondisi dan keberadaan di Indonesia.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
36
Universitas Indonesia
5.2.2 Subdirektorat Standarisasi Pangan Khusus
Pelaksanaaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) khususnya di
Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus, kami mempelajari peraturan Kepala
BPOM RI terkait dengan Subdirektorat Pangan Khusus yang menjadi landasan
pelaksanaan secara teknis di lapangan. Peraturan-peraturan tersebut adalah terkait
hal-hal sebagai berikut :
a. Pangan Fungsional
Setiap orang saat ini mulai menyadari akan kebutuhan gizi yang
dibutuhkannya, sehingga peluang pasar telah bergeser dari kebutuhan secara
umum menjadi kebutuhan secara individual dan produsen melihat peluang
pasar tersebut. Hal ini terlihat dengan maraknya peredaran produk-produk
yang mengklaim bahwa produknya merupakan pangan fungsional.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No.
HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim Dalam
Label dan Iklan Pangan Olahan, telah memuat tentang pernyataan-pernyataan
klaim pangan antara lain mengenai “Tinggi Kalsium”, “Rendah Lemak”,
“Rendah Kolesterol” dan lain sebagainya, baik dalam bentuk jumlah dan
keterangannya.
Jenis produk dengan klaim tersebut dalam Peraturan Kepala Badan
POM RI No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim
Dalam Label dan Iklan Pangan Olahan masuk ke dalam golongan Pangan
fungsional, sehingga produk tersebut harus memenuhi persyaratan
mengandung jenis komponen pangan dalam jumlah yang sesuai dengan
batasan yang ditetapkan, memiliki karakteristik sensori seperti penampakan,
warna, tekstur atau konsistensi dan cita rasa yang dapat diterima konsumen;
dan dapat disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau
minuman. Salah satu contoh klaim produk yang beredar adalah “No added
Sugar”, produk dengan klaim ini akan banyak dicari oleh konsumen yang
takut gemuk atau memiliki penyakit diabetes atau keturunan diabetes atau
penyakit yang masuk dalam Penyakit Tidak Menular (PTM). Hal tersebut
sudah terkait dan tercantum di dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
37
Universitas Indonesia
HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim Dalam
Label dan Iklan Pangan Olahan.
b. Pangan Hasil Rekayasa Genetika (5,17)
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di
bidang pangan, sekarang banyak kita temukan produk pangan yang
dibudidayakan tidak hanya dengan cara konvensional tetapi juga dengan cara-
cara lain seperti rekayasa genetik. Melalui rekayasa genetik menghasilkan
produk yang disebut Produk Rekayasa Genetik (PRG) contohnya tanaman
transgenik yang memiliki sifat baru seperti ketahanan terhadap hama,
penyakit, atau herbisida, atau peningkatan kualitas hasil. Pemanfaatan pangan
PRG ini tentunya mengundang kekhawatiran masyarakat bahwa pangan
tersebut mungkin dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan.
Sehubungan dengan hal di atas, Badan POM RI sudah mengeluarkan
peraturan terkait dengan pangan PRG yaitu Peraturan Kepala Badan POM RI
No.HK.03.1.23.03.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan
Pangan Produk Rekayasa Genetik dan Peraturan Kepala Badan POM RI
Nomor HK.03.1.23.03.12.1564 Tahun 2012 tentang Pengawasan Pelabelan
Pangan Produk Rekayasa Genetik. Berdasarkan peraturan ini, setiap pangan
PRG baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam
wilayah Indonesia, sebelum diedarkan wajib terlebih dahulu dilakukan
pengkajian keamanan pangan PRG, tetapi dikecualikan untuk bahan penolong
(processing aid) yang digunakan pada produk pangan PRG dan tidak
teridentifikasi pada produk akhir.
Dalam hal tata cara pelabelan pangan PRG telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
dan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.03.1.23.03.12.1564 Tahun
2012 tentang Pengawasan Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik
menyatakan bahwa wajib mencantumkan tulisan “PANGAN PRODUK
REKAYASA GENETIKA” pada produk pangan yang mengandung paling
sedikit 5% Pangan PRG, berdasarkan persentase kandungan Asam
Deoksiribonukleat (Deoxyribo Nucleic Acid/DNA) PRG terhadap kandungan
Asam Deoksiribonukleat non PRG.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
38
Universitas Indonesia
c. Pangan Iradiasi(6,13)
Penggunaan radiasi untuk kepentingan komersial perlu dikembangkan
dan dimanfaatkan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, termasuk pemanfaatannya di bidang pangan. Peraturan Kepala
Badan POM RI terkait dengan Pangan Iradiasi adalah Peraturan Kepala Badan
POM RI No. 26 tahun 2013 tentang Pengawasan Pangan Iradiasi. Peraturan
ini dibuat untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan dan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 701/Menkes/Per/VIII/2009 tentang Pangan Iradiasi.
Gambar 5.1
Logo Khusus Pangan Iradiasi (RADURA)
Tata cara pelabelan pangan iradiasi telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah RI No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, serta
Peraturan Kepala Badan POM RI No. 26 tahun 2013 tentang Pengawasan
Pangan Iradiasi, dan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 701/MENKES/PER/VIII/2009 tentang Pangan Iradiasi yang
menyatakan bahwa wajib dicantumkan tulisan "PANGAN IRADIASI", dan
tujuan iradiasi. Apabila pangan tersebut tidak boleh diiradiasi ulang, maka
wajib dicantumkan tulisan “TIDAK BOLEH DIIRADIASI ULANG”. Selain
itu pada label dapat dicantumkan logo khusus seperti pada Gambar 5.
Pangan Iradiasi yang diproduksi di wilayah Indonesia untuk diedarkan
harus memiliki Sertifikat Iradiasi yang berlaku untuk batch pangan yang
bersangkutan. Peraturan ini ditetapkan untuk dapat memberikan jaminan
kepada masyarakat bahwa Pangan Iradiasi yang beredar di Wilayah Indonesia
pada khususnya memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
39
Universitas Indonesia
5.2.3 Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan
Pangan
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) khususnya di
Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan, kami
diberikan penjelasan dan mencari informasi terkait hal berikut yaitu bahan
tambahan pangan dan bahan penolong.
Dalam produk pangan selain bahan baku juga mengandung Bahan
Tambahan Pangan (BTP) dan Bahan Penolong (Processing Aids). Bahan
tambahan pangan ini ditujukan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk dari pangan
tetapi tidak untuk menutupi atau menghilangkan keburukannya. Dalam
penggunaannya, bahan tambahan pangan tidak hanya asal ditambahkan tetapi ada
jenis dan batas maksimum yang ditambahkan sehingga bahan tersebut menjadi
aman untuk dikonsumsi.
Di Indonesia, bahan tambahan pangan telah diatur oleh Menteri Kesehatan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Pangan yang merupakan hasil revisi dari Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 722/Menkes/Per/IX/ 88 tentang Bahan Tambahan Makanan karena
dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang pangan.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) ditambahkan ke dalam proses pembuatan
produk pangan untuk membantu mempengaruhi sifat dan atau bentuk pangan
karena BTP tersebut mempunyai fungsi teknologi sehingga pada produk akhir
BTP harus tetap ada. Contoh bahan tambahan pangan yaitu antara lain Asam
Sorbat dan Natrium Sorbat sebagai pengawet.
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang
Bahan Tambahan Pangan memuat nama bahan tambahan pangan yang diizinkan
dan nomor INS (International Numbering System). Bahan tambahan pangan selain
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan di atas juga diatur dalam Peraturan
Kepala Badan POM RI No. 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,16, 17, 18, 19,
20, 21, 22, 23, 24, 25, 36, 37 dan 38 tahun 2013 tentang Batas Maksimum
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan yang berisi nama jenis bahan tambahan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
40
Universitas Indonesia
pangan, nomor INS, ADI (Acceptable Daily Intake), kategori pangan, dan batas
maksimum penggunaan seperti pada lampiran 1.
Dalam proses pembuatan produk pangan, selain bahan tambahan pangan,
bahan penolong (Processing Aids) juga banyak digunakan oleh industri pangan.
Bahan penolong ditambahkan untuk membantu dalam proses pembuatan, tetapi
diharapkan pada produk akhir harus hilang atau hanya tersisa dalam batas aman,
contoh Bahan Penolong adalah air di dalam proses pembuatan rempeyek kacang.
Dengan adanya peraturan tersebut maka pihak Pemerintah mempunyai
standar dan acuan dalam menentukan jumlah atau batas maksimum bahan
tambahan pangan dan batas aman untuk bahan penolong sehingga produk pangan
tersebut memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi dan dapat diberikan izin
edar.
5.2.4 Pengkajian yang dilakukan Direktorat Standardisasi Produk Pangan
dalam hal Pelayanan Publik
Semakin berkembangnya teknologi yang pesat menuntut produsen untuk
berinovasi tetapi tetap menjaga keamanan, mutu, dan gizi produk pangan. Apabila
ada bahan tambahan pangan, bahan baku, bahan penolong, label, iklan, klaim,
serta kategori pangan yang akan disampaikan tetapi belum tertuang pada
peraturan-peraturan yang ada maka dapat dilakukan pengkajian. Secara umum,
proses pengkajian ini adalah sebagai berikut.
1) Pengajuan Permohonan
2) Evaluasi Kelengkapan Data
3) Pengkajian oleh Penilai dan/atau Tim Mitra Bestari
4) Rekomendasi/Hasil Kajian
5) Surat Persetujuan/ Penolakan Bahan Tambahan
Hasil pengkajian ini, digunakan oleh pemerintah dalam hal ini Badan POM
RI untuk memperoleh data baru yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi
untuk merevisi peraturan dan standar. Beberapa contoh pengkajian dalam rangka
pelayanan publik yaitu 1) Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan
Manfaat Pangan Untuk Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan; 2) Permohonan
Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Bahan Tambahan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Pangan dan Bahan Penolong; 3) Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan
Manfaat Pangan Untuk Klaim Gizi dan Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan Non
gizi; dan 4) Permohonan Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik
(PRG). Beberapa contoh pengkajian dalam rangka Pelayanan Publik yaitu :
a. Kategori Pangan
Dalam menentukan jenis pangan (kategori pangan) diperlukan
beberapa hal yang dapat digunakan untuk mengkaji (menganalisis) produk
tersebut yaitu, antara lain : formula, proses produksi, penggunaan, dan target
konsumen.
Sebagai contoh pada saat kami melaksanakan PKPA, kami diajarkan
menentukan kategori minuman “soju”. Berdasarkan hal-hal di atas, minuman
“soju” merupakan minuman beralkohol yang dihasilkan melalui proses
fermentasi dan destilasi dengan atau tanpa bahan tambahan, dengan kadar
alkohol 25%-45%, sehingga dapat digolongkan dalam kategori pangan
minuman spirit, whiskey, dan arak. Untuk menentukan apakah “soju” masuk
dalam salah satu dari ketiga minuman di atas, masih diperlukan data yang
lebih spesifik lagi dari beberapa acuan regional dan Internasional.
b. Bahan Tambahan Pangan
Semakin berkembangnya teknologi, meningkatnya jumlah serta jenis
produk pangan yang dihasilkan oleh industri, terdapat jenis bahan tambahan
pangan dan bahan baku bahan yang belum diatur dalam peraturan yang telah
ada. Untuk memperlancar proses pelayanan publik terkait penggunaan bahan
tambahan pangan yang belum diatur dalam regulasi yang telah ada maka
diperlukan pengkajian bahan tambahan pangan. Informasi yang dibutuhkan
untuk pengkajian bahan tambahan pangan antara lain nama bahan, jenis
bahan, digunakan dalam produk apa, tujuan penggunaan, sumber dan referensi
yg menyatakan tujuan penggunaan contoh sebagai pengasam dalam jus, batas
maksimum, dan target konsumen.
c. Pangan Fungsional
Semakin banyaknya produk pangan yang beredar di tengah masyarakat
menciptakan tuntutan kreativitas terhadap terobosan baru produk pangan
yang mempunyai manfaat khusus, guna memenangkan persaingan pasar.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Latar belakang tersebut menciptakan modifikasi produk pangan yang telah
beredar, salah satu contohnya produk kopi yang akan ditambahkan dengan
pasak bumi yang konon dipercaya memiliki kegunaan khusus yaitu
menambah vitalitas tubuh bagi kaum pria. Oleh sebab itu dilakukanlah
pengumpulan data keamanan dan khasiat yang akan berguna sebagai bahan
pertimbangan dalam pengkajian lebih lanjut.
d. Cemaran Mikroba dan Kimia
Dalam melakukan pengkajian salah satu hal yang dapat dilakukan
adalah menyandingkan regulasi. Sebagai contoh pada saat kami melakukan
PKPA, kami diajarkan menyandingkan Peraturan Kepala Badan POM RI
No.HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan terhadap Standar Internasional
yang dibuat oleh Codex Alimentarius Comission serta beberapa Negara
lainnya seperti Eropa dan Filipina.
Indonesia merupakan salah satu anggota Codex yang telah mempunyai
peraturan mengenai batas maksimum cemaran mikroba dan kimia yang
tercantum dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas
Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan yang ditetapkan
pada tanggal 28 Oktober 2009. Peraturan tersebut mengatur cemaran mikroba,
cemaran logam berat, kandungan mikotoksin serta cemaran kimia dalam
pangan yang dihubungkan dengan kategori pangan. Saat ini peraturan
mengenai cemaran mikroba sedang dalam tahap revisi karena adanya
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi khususnya terkait dengan
komponen kriteria mikroba.
Tujuan menyandingkan peraturan Indonesia terhadap peraturan
regional dan Internasional adalah untuk membuat rancangan awal revisi untuk
dibahas dengan stakeholder dan Kementrian terkait.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia43
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Calon Apoteker memperoleh pendidikan dan pelatihan untuk
berkecimpung dalam dunia kerja khususnya Badan POM RI
2. Calon Apoteker mendapatkan pengetahuan mengenai Badan POM RI
dan Direktorat Standardisasi Produk Pangan:
a. Direktorat Standardisasi Produk Pangan berada dibawah pengawasan
Deputi Bidang Pengawasan Produk Pangan dan Bahan Berbahaya
merupakan unit pelaksanaan kegiatan Standardisasi Pangan di Badan
POM RI. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, direktorat ini
dibantu Subdit Standardisasi Pangan Olahan, Subdit Standardisasi
Pangan Khusus serta Subdit Standardisasi Bahan Baku dan Bahan
Tambahan Pangan.
b. Direktorat Standardisasi Produk Pangan mempunyai peran penting
antara lain :
Mewujudkan standardisasi produk pangan dalam rangka
meningkatkan perlindungan konsumen dari pangan yang tidak
layak, tidak aman dan dipalsukan serta meningkatkan efisiensi
dan daya saing produk pangan nasional.
Mewujudkan keamanan pangan dan perdagangan yang adil.
6.2. Saran
Diperlukan waktu PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) yang lebih
lama agar pengetahuan dan wawasan yang didapat selama Praktek Kerja
Profesi Apoteker lebih banyak.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia44
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Keputusan
Badan POM RI HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang Cara
Produksi Pangan yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga. Jakarta
:Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
2. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2001. Keputusan
Badan POM RI No HK.00.05.21.4231 tentang Perubahan atas Keputusan
Kepala Badan POM No 0211/SK/KBBPOM tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan POM.. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia
3. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.2009. Peraturan
Kepala BPOM RI No.HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas
Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.Jakarta : Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
4. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.2013. Profil Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia (http//www.pom.go.id)
5. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Peraturan
Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.03.1563 Tahun 2012 tentang
Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik.
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
6. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Peraturan
Kepala Badan POM RI No. 26 tahun 2013 tentang Pengawasan Pangan
Iradiasi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia
7. Menteri Kesehatan. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta :
Menteri Kesehatan
8. Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sekretariat Negara
9. Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.Jakarta :Sekretariat Negara
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
10. Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah RI No.102 tahun 2010
tentang Standardisasi Nasional Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara
11. Republik Indonesia.2010. Peraturan Pemerintah RI No. 53 tahun 2010
tentang Standardisasi Nasional Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara
12. Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta :Sekretariat Negara
13. Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang
Pangan. Jakarta :Sekretariat Negara
14. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 36 tahun 2013 tentang
Batas Maksimum Penggunaan BTP Pengawet. Jakarta: Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia.
15. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim Dalam
Label dan Iklan Pangan Olahan.Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
16. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2006. Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.52.4040
tahun 2006 Tentang Kategori Pangan. Jakarta : Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia
17. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.03.12.1564
tahun 2012 Tentang Pengawasan Pelabelan Pangan Produk Rekayasa
Genetik.. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia
18. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 39 tahun 2013 Tentang
Standar Pelayanan Publik di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
46
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat
Pangan Untuk Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan
Lampiran 2. Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan
Manfaat Pangan Untuk Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat
Pangan Untuk Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Penolong
Lampiran 4. Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan
Manfaat Pangan Untuk Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Penolong
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
48
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat
Pangan Untuk Klaim Gizi Dan Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan Nongizi
Lampiran 6. Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan
Manfaat Pangan Untuk Klaim Gizi dan Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan
Nongizi
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
49
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Permohonan Pengkajian Keamanan Pangan PRG
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
50
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan Pangan PRG
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
KAJIAN PENYUSUNAN RANCANGAN STANDARNASIONAL INDONESIA 1 (RSNI 1) KERIPIK BAYAM
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
BHATA BELLINDA, S. Farm.1206329423
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2014
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………....................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR………………………….…………………........... iii
DAFTAR TABEL …………………………….………..………………. iv
DAFTAR LAMPIRAN.……………………..…………………………. v
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………..…. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………..….. 1
1.2 Tujuan………………………………………...……………….. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.…………………………………..…… 3
2.1 Bayam…………………………………………………………. 3
2.1 Keripik Bayam………………………....……………………… 5
2.2 Tujuan dan Proses Standarisasi Nasional Indonesia................... 5
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS .......................................... 16
3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Tugas Khusus…………...…… 16
3.2 Metode Pelaksanaan..………..…………………………........... 16
BAB 4 PEMBAHASAN………………………………………………... 17
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………… 21
5.1 Kesimpulan…….……………………………………………… 21
5.2 Saran…………..………………………………………………. 21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 22
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
iii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 (a) Tanaman bayam hijau………….......................................... 3
Gambar 2.1 (b) Tanaman bayam merah........................................................ 3
Gambar 2.2 Keripik bayam…………………………....……...……........... 5
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
iv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Bayam dan Kangkung ...................................... 4
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
v Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Rancangan Standar Nasional 1 Kripik Bayam ....................... 24
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman pangan
olahan, terutama pada jenis makanan ringan. Keripik adalah salah satu jenis
makanan ringan atau dikenal dengan istilah camilan atau snack, yang sangat
disukai masyarakat Indonesia. Selama ini, kebanyakan keripik diproduksi dari
umbi-umbian seperti kentang, singkong, ubi, dan gadung; sedangkan yang berasal
dari buah-buahan seperti pisang, nanas, nangka, dan belimbing. Sangat jarang
makanan ringan seperti keripik dibuat dari sayuran, tetapi produknya telah
ditemukan dipasaran Indonesia seperti keripik jamur kancing, keripik wortel,
maupun keripik bayam.
Bayam merupakan salah satu jenis sayuran yang kaya akan kandungan
bermanfaat seperti serat dan zat besi yang jika dikonsumsi akan memberikan
manfaat yang baik bagi tubuh. Namun, tidak semua orang suka mengkonsumsi
sayur bayam, terutama anak-anak. Maka itu, diperlukan alternatif baru dalam
mengolah sayuran ini sehingga kebutuhan tubuh akan sayur tetap bisa dipenuhi,
serta disukai anak-anak. Keripik bayam adalah salah satu cara yang mengkin
paling disukai anak-anak.
Makanan ringan ini sering dicari dan dikonsumsi pada waktu senggang
dan biasanya tidak menimbulkan rasa kenyang, sehingga jumlah atau berapa
banyak makanan ringan yang dikonsumsi per harinya menjadi sulit untuk
diketahui dengan pasti. Sedangkan tidak dapat dipungkiri dalam pembuatan
keripik ini memungkinkan penggunaan bahan tambahan pangan yang merupakan
zat kimia.
Konsumen yang mengkonsumsi keripik bukan hanya orang dewasa tetapi
juga anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan. Oleh karena itu, dalam
pembuatannya, keripik bayam haruslah terstandar agar menjamin keamanan, mutu
dan gizi bagi konsumen yang mengkonsumsi terutama anak-anak. Standardisasi
ini juga dapat mendukung Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) sebagai
produsen keripik bayam dapat bersaing dengan produk lainnya.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Satu-satunya Badan standar yang berlaku secara nasional di Indonesia
adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). Pembuatan Rancangan Standar
Nasional Indonesia (RSNI) ini dilakukan oleh Unit dari Kementrian terkait
dengan perihal yang akan distandar dan memiliki panitia teknis. Dalam hal
pangan olahan maka akan terkait di Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jika telah diperoleh
persetujuan, maka RSNI tersebut ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional
(BSN) menjadi SNI.
1.2 Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari tujuan SNI, serta
pembuatan RSNI pada produk pangan olahan keripik bayam.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bayam
Gambar 2.1 (a) Tanaman bayam hijau (b) Tanaman bayam merah
Tanaman bayam merupakan tanaman semak yang ukuran tingginya
bervariasi, ada yang mampu tumbuh sampai setinggi 3 m. Batangnya umumnya
tegak, tetapi ada pula jenis bayam yang batangnya menjalar, sering berupa batang
yang gemuk berdaging, tetapi ada yang batangnya bercabang-cabang adapula
yang tidak bercabang. Warna kulit batang juga bermacam-macam, ada yang hijau,
merah, kemerahan, kuning dan atau kombinasinya. Begitu pula dengan warna
daun beragam, bentuk daun juga agak beragam, ada yang berbentuk lonjong
pendek ataupun lonjong panjang, tetapi ujung daun biasanya meruncing.
Bunganya kecil-kecil, sangat banyak dan tertata rapi sepanjang tandan bunga.
Tandan bunga kebanyakan tumbuh dari ujung batang tetapi adapula yang tumbuh
baik di ujung batang maupun di ketiak daun.). Bijinya berbelah dua, warna kulit
biji hitam atau coklat tua, ukuran biji kecil, bervariasi sekitar 1200-3000 biji per
gram.
Tanaman bayam (Amaranthus spp. L.) memiliki banyak jenis, yakni
bayam cabut (Amaranthus tricolor), bayam kakap (Amaranthus hybridus), bayam
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
duri (Amaranthus spinosus), dan bayam kotok/bayam tanah (Amaranthus blitum).
Tetapi tanaman bayam jenis bayam cabut (Amaranthus tricolor L) dan bayam
petik/bayam tahunan (Amaranthus hybridus L) merupakan bayam yang
dibudidayakan untuk dikonsumsi karena rasa daunnya enak, empuk, dan
mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Terdapat tiga varietas bayam yang
termasuk ke dalam Amaranthus tricolor, yaitu bayam hijau biasa, bayam merah
(Blitum rubrum) yang batang dan daunnya berwarna merah, dan bayam putih
(Blitum album) yang berwarna hijau keputih-putihan.
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Bayam dan Kangkung
Kandungan GiziJumlah /100gram bahan
Bayam Kangkung
Kalori 36 kal 29 kal
Protein 3,5 gram 3,0 gram
Lemak 0,5 gram 0,3 gram
Hidrat arang 6,5 gram 5,4 gram
Vitamin B1 908 mgram 0,07 mgram
Vitamin A 6,090 SI 6,300 SI
Vitamin C 80 mgram 32 mgram
Kalsium 267 mgram 73 mgram
Fosfor 67 mgram 50 mgram
Zat besi 3,9 mgram 2,5 mgram
Air 86,9 mgram 89,7 mgram
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI, (1981)
Daun Bayam merupakan sayuran yang sering digunakan sebagai bahan
dalam membuat masakan. Bayam juga memiliki banyak manfaat yang
dikandungnya, menurut Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura tahun
2003 di dalam buku Budidaya Sayuran Daun Seri Bayam dan Kangkung.
Kandungan bayam memiliki keunggulan dibandingkan dengan sayuran kangkung,
Berdasarkan Tabel 1. sayuran bayam banyak mengandung vitamin dan garam-
garam mineral penting yang diperlukan tubuh. Bayam juga memiliki kandungan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
zat besi yang lebih tinggi dibandingkan sayuran berdaun lainnya terutama pada
tanaman bayam merah. Tanaman bayam merah yang dibandingkan dengan
tanaman bayam duri (Amaranthus spinosus), maka diketahui tanaman bayam
merah memiliki kadar zat besi lebih tinggi yaitu sekitar 2,64 mg Fe/100g,
sedangkan untuk bayam duri sekitar 1,69 mg Fe/100g.
Daun bayam yang segar dan mempunyai nilai komersial yang tinggi.
Tanaman bayam bisa tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah sampai
dataran tinggi (pegunungan). Tanaman ini dapat diusahakan secara komersial di
sawah, kebun/ tegalan, namun bisa pula secara sambilan untuk kebutuhan sehari-
hari di pekarangan yang sempit sekalipun.
2.2 Keripik Bayam
Gambar 2.2 Keripik bayam
Salah satu pengolahan daun bayam adalah menjadi keripik yang renyah
dan gurih, pengolahan dengan cara ini juga dapat membantu orang yang tidak
suka mengkonsumsi sayur bayam karena dapat menutupi rasa dari daun bayam.
Pangan olahan seperti keripik bayam juga sangat cocok untuk dijadikan sebagai
camilan kering dirumah atau dimana saja. Definisi keripik berdasarkan Pedoman
Kategori Pangan yang dikeluarkan Badan POM RI adalah produk buah, ubi,
sayur, atau bahan lainnya berbentuk pipih atau bentuk lainnya dicampur atau
tanpa dicampur dengan adonan tepung dan bumbu serta langsung digoreng.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Daun bayam yang digunakan dapat berupa daun yang berwarna hijau
atau berwarna merah asalkan berupa daun segar dan bermutu. Hal ini sesuai
dengan definisi keripik bayam berdasarkan Pedoman Kategori Pangan yang
dikeluarkan Badan POM RI, keripik bayam adalah produk keripik yang diperoleh
dari daun bayam yang bersih dan bermutu baik, yang dilapis dengan adonan encer
tepung berbumbu, kemudian digoreng.
2.3 Tujuan dan Proses Standarisasi Nasional Indonesia
Kegiatan standardisasi sangat diperlukan untuk mengantisipasi era
globalisasi perdagangan dunia. Kegiatan ini meliputi standar dan penilaian
kesesuaian (conformity assessment) secara terpadu yang perlu dikembangkan
secara berkelanjutan khususnya dalam memantapkan dan meningkatkan daya
saing produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi
kepentingan umum. Oleh karena itu, untuk membina, mengembangkan serta
mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional akan menjadi
tanggung jawab Badan Standardisasi Nasional (BSN). Selain itu, kewenangan dari
BSN adalah penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai salah satu
output dari proses standardisasi.
Sebelum proses penyusunan SNI dilakukan penyusunan, pengusulan, dan
mengajukan Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) kepada BSN, yang
mencakup usulan perumusan SNI baru, revisi atau amandemen SNI. Proses
penyusunan SNI dilaksanakan oleh Panitia Teknis (PANTEK) dari unit terkait
atau kementrian terkait sesuai dengan perihal yang ingin distandardisasi, yang
terdiri dari wakil Pemerintah, wakil ahli/perguruan tinggi, wakil Industri/Usaha,
wakil dari konsumen yang diusulkan oleh koordinator PANTEK dan ditetapkan
oleh BSN. Dalam hal penyusunan SNI keripik bayam Panitia Teknis yang
bertanggung jawab adalah Panitia Teknis 67.04 tentang makanan dan minuman
yang diketuai oleh Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan dari
Kementrian Perindustrian dan Sekretaris yang berasal dari Kementrian yang sama,
konseptor, serta pakar/wakil ahli yang dapat berasal dari perguruan tinggi ataupun
Badan pemerintahan lain yang memiliki keterkaitan dengan perihal yang akan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
distandarisasi, dalam hal penyusunan SNI keripik bayam Direktorat Standardisasi
Produk Pangan Badan POM RI merupakan salah satu wakil ahli.
2.3.1 Penyusunan konsep (drafting)
Pertama-tama penyusunan SNI dilakukan dengan menyusun konsep
sebagai Rancangan Standar Nasional Indonesia 1 (RSNI 1) selama 1 bulan oleh
konseptor yaitu dari unit atau kementrian terkait. Gugus kerja ini bersifat
sementara dan tugasnya selesai setelah RSNI1 disetujui menjadi RSNI2 oleh
panitia teknis atau subpanitia teknis. Apabila diperlukan gugus kerja atau
subpanitia teknis atau panitia teknis dapat berkonsultasi dengan berbagai pihak
lain yang berkepentingan, melakukan penelitian, studi banding, dan atau
pengujian untuk memastikan agar ketentuan yang dicakup dalam RSNI 1 sesuai
dengan konteks tujuan penyusunan SNI tersebut serta kondisi yang
mempengaruhinya. Apabila menetapkan metode pengujian baru yang berdiri
sendiri atau merupakan bagian suatu standar dan metode tersebut tidak
mengadopsi atau tidak mengacu suatu standar lain yang biasa digunakan, maka
harus dilakukan validasi.
2.3.2 Rapat teknis
RSNI 1 yang disusun oleh konseptor atau gugus kerja dibahas dalam rapat
panitia teknis atau subpanitia teknis untuk mendapatkan pandangan dan masukan
dari seluruh anggota. Rapat teknis harus dihadiri oleh tiga perempat Panitia
Teknis. Apabila diperlukan dalam tahap ini dapat diundang pakar dari luar
anggota panitia teknis atau subpanitia teknis, dilakukan konsultasi dengan
berbagai pihak dan atau melakukan penelitian/pengujian sesuai dengan kebutuhan.
Hasil rapat teknis setelah diperbaiki oleh tim editor diperoleh RSNI 2. Pada tahap
ini, BSN dapat memantau pelaksanaan rapat teknis dengan menugaskan Tenaga
Ahli Standardisasi sebagai pengendali mutu (TAS-QC) perumusan SNI.
2.3.3 Rapat konsensus panitia teknis atau subpanitia teknis
Selanjutnya RSNI 2 dikonsensuskan oleh panitia teknis atau subpanitia
teknis dengan memperhatikan pandangan seluruh peserta rapat yang hadir dan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
pandangan tertulis dari anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang tidak
hadir. Apabila diperlukan, dalam tahap ini dapat diundang pakar dari luar anggota
panitia teknis atau subpanitia teknis sebagai narasumber yang pendapatnya dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh anggota panitia teknis atau subpanitia
teknis dalam mengambil keputusan, tetapi tidak memiliki hak suara. Rapat
konsensus hanya dapat dilakukan apabila rapat mencapai kuorum, yaitu minimal
2/3 anggota panitia teknis atau subpanitia teknis hadir dan semua pihak yang
berkepentingan terwakili. RSNI2 dapat ditetapkan menjadi RSNI 3 apabila
anggota panitia teknis atau subpanitia teknis peserta rapat consensus menyepakati
rancangan tersebut secara aklamasi. Jika dalam hal aklamasi tidak dicapai, dapat
dilakukan voting, dengan sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota panitia teknis atau
subpanitia teknis peserta rapat konsensus menyatakan setuju. Pelaksanaan rapat
konsensus harus dihadiri oleh Tenaga Ahli Standardisasi yang ditugaskan oleh
BSN sebagai pengendali mutu (TAS-QC) perumusan SNI. Selain itu, anggota
panitia teknis atau subpanitia teknis yang tidak hadir dalam rapat berhak
memberikan pandangannya secara tertulis sebagai bahan pembahasan, namun
yang bersangkutan tidak diperhitungkan di dalam kuorum dan pemungutan suara.
Apabila peserta rapat konsensus yang menyetujui rancangan tersebut tidak
mencapai 2/3 maka RSNI 2 tersebut harus diperbaiki dengan memperhatikan
alasan dari tanggapan yang menyatakan tidak setuju. Seluruh substansi
pembahasan dalam rapat konsensus harus terekam secara lengkap, akurat serta
mudah dibaca dan dimengerti, baik merupakan catatan pada RSNI 2 maupun
rekaman terpisah. Hasil rapat konsensus harus dituangkan dalam berita acara
sesuai dengan format pada Lampiran C (yang mencakup kuorum, konsensus/tidak
konsensus, hasil voting, daftar hadir yang ditandatangani), masing-masing
sebanyak dua rangkap. Naskah asli RSNI 2 yang memuat catatan-catatan
kesepakatan rapat yang telah diparaf oleh ketua dan sekretaris panitia teknis atau
subpanitia teknis, dan rekaman rapat lainnya, naskah RSNI 3 yang telah diperbaiki
oleh tim pengedit, dalam bentuk hard copy dan e-file, serta berita acara hasil
konsensus, harus dikirimkan ke BSN dan salinannya disimpan oleh sekretariat
panitia teknis atau subpanitia teknis sampai RSNI yang dimaksud ditetapkan
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
menjadi Standar Nasional Indonesia. Naskah RSNI3 yang diserahkan ke BSN
sepenuhnya merupakan tanggung jawab panitia
2.3.4 Tahap jajak pendapat (enquiry) melalui media elektronik
Pada tahap ini RSNI3 yang dihasilkan oleh panitia teknis atau subpanitia
teknis, diserahkan ke BSN agar dapat disebarluaskan untuk mendapatkan
tanggapan dari anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang bersangkutan
dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan. Sebelum disebarluaskan,
BSN akan melakukan verifikasi terhadap kelengkapan administrasi (selambat-
lambatnya 2 bulan setelah menerima RSNI3 dari panitia teknis). Dalam hal
kelengkapan administrasi tidak dipenuhi, maka BSN mengembalikan RSNI3
kepada panitia teknis atau subpanitia teknis yang bersangkutan. Dalam proses ini,
anggota panitia teknis atau subpanitia teknis (sebagai anggota yang memiliki hak
suara) dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan, baik yang memiliki
atau tidak memiliki hak suara, dapat memberikan tanggapan dalam kurun waktu
dua bulan untuk menyatakan:
a) setuju terhadap RSNI3 tersebut yang dapat disertai dengan
catatan editorial dan/atau catatan teknis yang tidak bersifat
substansial,
b) tidak setuju atas semua atau sebagian ketentuan substansi RSNI3
dengan memberikan alasan yang jelas mengapa dan bagian mana
yang tidak disetujui, atau
c) abstain tanpa memberikan catatan/alasan, melalui SISNI dengan
mengisi formulir e-balloting untuk jajak pendapat sesuai F.1 dan
F.2 (untuk catatan editorial/catatan teknis) pada Lampiran F.
Kuorum dihitung berdasarkan hak suara yang dimiliki oleh anggota
panitia teknis atau subpanitia teknis, dan anggota MASTAN dari kelompok minat
yang relevan berdasarkan status keanggotaan dalam pemberian suara. Jajak
pendapat dinyatakan sah atau kuorum apabila tanggapan yang diterima dari
anggota yang memiliki hak suara lebih dari 50% dari total hak suara. Apabila
batas minimum tidak tercapai, jajak pendapat dapat diperpanjang selama satu
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
bulan dan hasil jajak pendapat dinyatakan sah. BSN akan menghitung hasil jajak
pendapat yang sah dengan ketentuan sebagai berikut:
Perhitungan hasil jajak pendapat dilakukan terhadap tanggapan
yang menyatakan setuju dan tidak setuju, sedangkan tanggapan
yang menyatakan abstain atau tanggapan yang menyatakan tidak
setuju tanpa alasan yang jelas tidak dihitung.
Apabila 2/3 atau lebih anggota yang memiliki hak suara dan ikut
memberikan suara menyatakan setuju, dan yang menyatakan
tidak setuju dengan alasan yang jelas tidak lebih ¼ dari seluruh
tanggapan yang diterima (dari anggota yang memiliki dan tidak
memiliki hak suara), maka RSNI3 tersebut dinyatakan disetujui.
Apabila kondisi ini dipenuhi dan tidak ada satupun pihak yang
menyatakan tidak setuju (0%), maka RSNI3 tersebut dianggap
telah disepakati oleh pihak yang berkepentingan sehingga dapat
diproses langsung menjadi RASNI tanpa melalui tahap
pemungutan suara. Sedangkan apabila ada pihak yang
menyatakan tidak setuju, RSNI3 tersebut diproses`lebih lanjut
menjadi RSNI4 untuk memasuki tahap pemungutan suara.
Apabila 2/3 dari anggota yang memiliki hak suara dan ikut
memberikan suara menyatakan setuju tetapi lebih dari ¼ dari
seluruh tanggapan yang diterima (anggota yang memiliki dan
tidak memiliki hak suara) menyatakan tidak setuju dengan alas an
yang jelas atau apabila yang menyatakan setuju tidak mencapai
2/3 dari anggota yang memiliki hak suara maka RSNI3 tersebut
tidak layak untuk dilanjutkan ke tahap pemungutan suara dan
dikembalikan ke panitia teknis untuk diperbaiki dengan
mempertimbangkan alasan dari tanggapan yang menyatakan tidak
setuju dan disepakati oleh anggota panitia teknis atau subpanitia
teknis.
RSNI3 yang telah diperbaiki dapat diajukan kembali untuk jajak
pendapat. Apabila setelah dua kali pengulangan jajak pendapat
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
tidak mendapatkan persetujuan maka RSNI3 tersebut dinyatakan
gugur. Usulan RSNI ini dapat diprogramkan kembali
Pelaksanaan jajak pendapat diatur dalam PSN 04-2006 tentang Jajak
Pendapat dan Pemungutan Suara dalam Rangka Perumusan Standar Nasional
Indonesia (SNI). RSNI3 yang telah disetujui untuk dijadikan RSNI4 perlu
diperbaiki oleh panitia teknis atau subpanitia teknis dengan atau tanpa perubahan
yang bersifat substansial dengan proses sebagai berikut:
BSN akan mengirimkan seluruh tanggapan yang diperoleh dalam
tahap jajak pendapat dan hasil perhitungan jajak pendapat kepada
panitia teknis atau subpanitia teknis.
Dalam memperbaiki RSNI3, catatan editorial atau catatan teknis
dari tanggapan yang menyatakan setuju atau tidak setuju harus
diperhatikan dan hasilnya diperbaiki oleh panitia teknis atau
subpanitia teknis untuk menjadi RSNI4. Jika terdapat perubahan
yang bersifat substansial, maka hal tersebut dituangkan dalam
berita acara yang ditandatangani oleh Ketua dan sekretaris panitia
teknis atau subpanitia teknis
RSNI4 yang dihasilkan dikirimkan ke BSN dalam bentuk
hardcopy yang telah ditandatangani oleh ketua dan sekretaris
panitia teknis atau subpanitia teknis dan efile disertai dengan
rekaman perubahan-perubahan terhadap RSNI3 yang telah
dilakukan (termasuk berita acara) untuk diproses ke tahap
pemungutan suara melalui SISNI.
RSNI3 yang langsung disetujui menjadi RASNI tanpa melalui tahap
pemungutan suara, perlu diperbaiki oleh panitia teknis atau subpanitia teknis tanpa
perubahan yang bersifat substansial dengan proses sebagai berikut:
BSN akan mengirimkan seluruh tanggapan yang diperoleh dalam
tahap jajak pendapat dan hasil perhitungan jajak pendapat kepada
panitia teknis atau subpanitia teknis.
Dalam memperbaiki dan mengedit RSNI3 menjadi RASNI,
catatan editorial dari tanggapan yang menyatakan setuju harus
diperhatikan.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
RASNI yang dihasilkan dikirimkan ke BSN untuk ditetapkan
menjadi SNI.
Ketua panitia teknis/subpanitia teknis menyerahkan RASNI ke
BSN dalam bentuk efile dan hard copy yang telah ditanda tangani
oleh ketua dan sekretaris panitia teknis atau subpanitia teknis,
disertai dengan rekaman perubahan-perubahan terhadap RSNI3
yang dilakukan.
2.3.5 Tahap pemungutan suara (voting) melalui media elektronik
Pada tahap ini RSNI4 yang dihasilkan oleh panitia teknis atau subpanitia
teknis, diserahkan ke BSN agar dapat disebarluaskan untuk mendapatkan
tanggapan dari anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang bersangkutan
dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan. Sebelum disebarluaskan,
BSN akan melakukan verifikasi terhadap perubahan yang dilakukan. Dalam hal
perubahan tidak dilaksanakan tanpa alasan yang jelas, maka BSN mengembalikan
RSNI4 kepada panitia teknis atau subpanitia teknis yang bersangkutan untuk
diperbaiki. BSN menyebarluaskan RSNI4 melalui SISNI untuk memperoleh
tanggapan dari seluruh anggota panitia teknis atau subpanitia teknis dan anggota
MASTAN kelompok minat yang relevan untuk mendapatkan persetujuan melalui
pemungutan suara dalam kurun waktu dua bulan. Pada tahap ini anggota panitia
teknis atau subpanitia teknis dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan
dapat menyatakan setuju tanpa catatan, tidak setuju dengan alasan yang jelas, atau
abstain, dengan mengisi formulir eballoting untuk pemungutan suara sesuai F.3
dan F.2 (untuk catatan teknis) pada Lampiran F.
Kuorum dihitung berdasarkan hak suara yang dimiliki oleh anggota
panitia teknis atau subpanitia teknis, dan anggota MASTAN dari kelompok minat
yang relevan berdasarkan status keanggotaan dalam pemberian suara. Pemungutan
suara dinyatakan sah atau kuorum apabila tanggapan yang diterima dari anggota
yang memiliki hak suara lebih dari 50% dari total hak suara. Apabila batas
minimum tidak tercapai, maka pemungutan suara diperpanjang selama satu bulan
dan hasil pemungutan suara dinyatakan sah. BSN akan menghitung hasil
pemungutan suara yang sah dengan ketentuan sebagai berikut:
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
Perhitungan hasil pemungutan suara dilakukan terhadap
tanggapan yang menyatakan setuju dan tidak setuju, sedangkan
tanggapan yang menyatakan abstain atau tanggapan yang
menyatakan tidak setuju tanpa alasan yang jelas tidak dihitung.
Apabila 2/3 atau lebih anggota yang memiliki hak suara dan ikut
memberikan suara menyatakan setuju, dan yang menyatakan
tidak setuju dengan alasan yang jelas tidak lebih ¼ dari seluruh
tanggapan yang diterima (dari anggota yang memiliki dan tidak
memiliki hak suara), maka RSNI4 tersebut disetujui menjadi
RASNI.
Apabila 2/3 dari anggota yang memiliki hak suara menyatakan setuju
tetapi lebih ¼ dari seluruh tanggapan yang diterima menyatakan tidak setuju
dengan alasan yang jelas atau apabila yang menyatakan setuju tidak mencapai 2/3,
maka RSNI4 tersebut tidak layak untuk ditetapkan menjadi SNI dan dikembalikan
ke panitia teknis atau subpanitia teknis bersama hasil perhitungan pemungutan
suara dan tanggapan dari peserta pemungutan suara. Dalam keadaan tersebut
panitia teknis atau subpanitia
teknis dapat mengajukan RSNI4 tersebut sebagai Dokumen Teknis (DT) dengan
cara
sebagai berikut:
Mengajukan RSNI4 tersebut ke BSN untuk ditetapkan sebagai
DT setelah disepakati oleh 2/3 atau lebih dari anggota panitia
teknis atau subpanitia teknis.
DT berlaku selama maksimum 5 (lima) tahun dan dalam jangka
waktu tersebut panitia teknis atau subpanitia teknis dapat
meninjau kembali DT tersebut. Apabila telah dicapai konsensus
PT/SPT bahwa DT akan diproses kembali, maka panitia teknis
atau subpanitia teknis dapat mengusulkan DT tersebut sebagai
RSNI3 kepada BSN untuk diproses menjadi SNI melalui tahap
jajak pendapat dan selanjutnya diproses sesuai ketentuan yang
berlaku.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Panitia teknis atau subpanitia teknis dapat mengajukan RSNI3
siap jajak pendapat untuk ditetapkan sebagai DT, mengingat
kebutuhan yang mendesak. Sementara itu tahapan perumusan SNI
selanjutnya tetap berjalan sesuai ketentuan.
RSNI4 yang diadopsi identik dari standar internasional
ISO/IEC/ITU yang tidak mendapat persetujuan tidak dapat
menjadi DT, tetapi dapat diusulkan kembali untuk dilakukan
pemungutan suara setelah PT melakukan pengkajian.
2.3.6 Penetapan SNI dan DT
RSNI yang telah mencapai tahap RASNI atau DT akan dialokasikan
penomorannya oleh BSN. Tata cara penomoran SNI dan DT diatur dalam PSN
06:2007 tentang Tata Cara Penomoran Standar Nasional Indonesia dan Dokumen
Teknis. BSN menetapkan RASNI menjadi SNI atau amandemen SNI dan RSNI4
atau RSNI3 menjadi DT tanpa adanya perubahan atau editing dengan menerbitkan
surat keputusan kepala BSN. BSN menyampaikan Surat Keputusan penetapan
SNI atau DT kepada secretariat panitia teknis atau subpanitia teknis, disertai e-file
dari SNI/DT terkait.
2.3.7 Pemeliharaan SNI
Panitia teknis atau subpanitia teknis berkewajiban memelihara SNI
dengan melaksanakan kaji ulang sekurang-kurangnya satu kali dalam 5 (lima)
tahun setelah ditetapkan, untuk menjaga kesesuaian SNI terhadap kebutuhan pasar
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka memelihara
dan menilai kelayakan dan kekinian SNI. Panitia teknis harus melaporkan
program kaji ulang setiap akhir tahun bersamaan dengan usulan PNPS. Dalam hal
suatu SNI terdapat kondisi tertentu yang memerlukan perubahan sebelum 5 tahun
maka kaji ulang terhadap SNI tersebut dapat diusulkan kepada BSN atau panitia
teknis untuk ditindaklanjuti. Hasil kaji ulang dapat ditindaklanjuti dengan
menerbitkan ralat, amandemen, revisi, abolisi atau tetap tanpa perubahan terhadap
SNI tersebut. Jika hasil kaji ulang:
a) menunjukkan adanya kesalahan redaksional maka dilakukan ralat.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
b) menunjukkan keperluan perbaikan atau penambahan substansi yang
sifatnya terbatas maka dilakukan amandemen SNI. Amandemen dapat
dilakukan sebanyak-banyaknya dua kali, setelah itu terhadap SNI yang
mengalami perbaikan tersebut dilakukan revisi.
c) menunjukkan keperluan perubahan substansi yang cukup luas atau
menyeluruh maka dilakukan revisi SNI.
d) menunjukkan bahwa SNI tersebut tidak diperlukan lagi, maka dilakukan
abolisi SNI.
e) menunjukkan bahwa SNI tersebut tetap tanpa perubahan, maka SNI
tersebut tetap berlaku.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia16
BAB 3
METODOLOGI TUGAS KHUSUS
3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Tugas Khusus
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada
periode 2 September sampai dengan 24 September 2013 di Direktorat Standarisasi
Produk Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan yang terletak di Jalan
Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat.
3.2 Metode Pelaksanaan
Tugas khusus dilaksanakan dengan menyusun konsep sebagai Rancangan
Standar Nasional Indonesia 1 menggunakan studi literatur mengenai keripik
bayam, atau Standar Nasional Indonesia (SNI) dari produk sejenis, setelah itu
dilakukan pengkajian mengenai regulasi dan pedoman produk pangan olahan di
Direktorat Standarisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia17
BAB 4
PEMBAHASAN
Standar Nasional Indonesia (SNI) perlu dikembangkan secara
berkelanjutan khususnya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing
produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan
umum. Seperti pada produk keripik bayam yang merupakan produk pangan
olahan yang juga merupakan salah satu jenis makanan ringan yang sangat disukai
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, produk keripik bayam ini perlu dibuat
standar agar semakin memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional
serta melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak aman, produk yang
berkualitas dan bergizi.
Bayam adalah komoditi sayuran yang tumbuh di daerah tropis maupun
subtropis, sehingga tanaman bayam dapat ditemukan tidak hanya di daerah
Indonesia, tetapi juga di wilayah Asean. Mengingat tahun 2015 akan diadakan
Harmonisation Asean yakni Asean Ekonomic Comunity, dimana semua produk
luar negeri dapat dengan bebas masuk dan dijual di Indonesia, tidak terkecuali
pada produk keripik bayam. Oleh karena itu, pengusaha Indonesia dapat terpuruk
karena perbedaan syarat mutu produk ataupun memiliki media promosi yang lebih
gencar pada produk luar negeri. Disinilah SNI dapat berfungsi sebagai
barier/membatasi semua produk luar negeri yang akan masuk Indonesia. SNI ini
membuat produk yang akan masuk Indonesia harus sesuai/memenuhi dengan
standar yang berlaku di Indonesia.
Dalam penyusunan SNI dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun
konsep sebagai Rancangan Standar Nasional Indonesia 1 (RSNI 1). Proses
penyusunan ini didasarkan atas peraturan atau pedoman pangan yang telah
berlaku di Indonesia serta mengacu pada SNI dari produk sejenis lainnya seperti
SNI keripik singkong dan SNI keripik tempe. Pedoman/peraturan yang berlaku di
Indonesia pada dasarnya mengacu pada Codex Alimentarius Commission (CAC)
yang merupakan wadah tertinggi Internasional dalam membuat standar mengenai
keamanan, mutu, label, dan iklan. Dalam menyusun standar dan regulasi dalam
hal pangan, semua Negara termasuk Indonesia mengacu kepada standar yang
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
dihasilkan oleh CAC seperti Codex STAN, Guideline (GL) dan persyaratan teknis
(Technical Requirement). Acuan-acuan tersebut dapat diadopsi sebagian atau
seluruhnya tergantung kepentingan, kondisi dan keberadaan di Indonesia.
Pembuatan konsep RSNI berisikan tujuan pembuatan SNI keripik bayam,
acuan-acuan yang menjadi landasan pembuatan SNI keripik bayam, ruang
lingkup, definisi dan istilah, komposisi keripik bayam, syarat mutu, cara
pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji, higiene, cara pengemasan, dan
syarat penandaan. Di dalam SNI inilah diatur atau distandardisasi suatu produk
dari mulai pemilihan dan penggunaan bahan baku, kondisi pembuatan hingga cara
pengemasan dan penandaan yang baik dalam suatu produk yang akhirnya dapat
mempengaruhi standar mutu dari produk.
Definisi dan istilah mengenai keripik bayam telah ada dalam Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.00.05.52.4040 Tahun 2006 tentang Kategori Pangan yakni pada kategori
berapa 04.2.2.8 tentang Sayur dan Rumput Laut yang Dimasak dinyatakan bahwa
keripik bayam adalah produk keripik yang diperoleh dari daun bayam yang bersih
dan bermutu baik, yang dilapis dengan adonan encer tepung berbumbu, kemudian
digoreng. Sedangkan yang dimaksud dengan tepung berbumbu didalamnya adalah
campuran tepung, serpihan atau hancuran serealia atau biji-bijian yang jika
dikombinasikan dengan bahan lain dapat digunakan sebagai pelapis ikan, daging
unggas, dan pangan lainnya. Hal ini perlu diketahui, agar terjadi persamaan
definisi dan istilah antar semua pihak yang terkait dengan pembuatan keripik
bayam.
Keripik bayam yang akan dijual di masyarakat baiknya memiliki syarat
mutu yang baik seperti pada aspek bau dan rasa dari keripik bayam yang normal,
warna kuning hijau sampai kuning kecoklatan, dan tekstur yang renyah. Selain itu,
syarat mutu keripik bayam yang baik juga mengatur persentase keutuhan, kadar
air, kadar abu, dan kadar asam lemak yang dihitung sebagai asam laurat yang
aspek ini dapat mengacu dari SNI keripik sejenis lainnya yang telah berlaku di
masyarakat. Sedangkan dalam hal cemaran yang ada di keripik bayam dapat
mengacu dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No.HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan yakni dalam pangan
olahan lainnya. Syarat mutu ini perlu distandardisasi agar menjadi standar
minimum mutu untuk produk keripik bayam yang dijual dipasaran.
Produk pangan olahan seperti keripik bayam tidak akan terlepas dari
penggunaan bahan tambahan pangan seperti bahan pengawet. Dalam RSNI tidak
mengatur bahan tambahan pangan yang boleh untuk digunakan serta jumlah
bahan tambahan pangan yang diijinkan, karena diharapkan industri produk pangan
olahan dapat berkreasi dan melakukan inovasi pada produknya. Akan tetapi
penggunaan bahan tambahan pangan yang digunakan, diharapkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dan peraturan yang
secara teknis mengatur batas maksimum penggunaannya juga dapat menjadi
acuan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 36 tahun 2013
tentang Batas Maksimum Penggunaan BTP Pengawet pada produk yang ingin
menggunakan bahan pengawet.
Cara pengambilan contoh dan cara uji keadaan yang dapat dilakukan
pada produk keripik bayam telah masing-masing diatur dalam SNI 19-0428-1989
tentang Pengambilan contoh padatan dan SNI 01-2891 – 1992 tentang Cara uji
makanan dan minuman. Sedangkan cara uji bahan tambahan pangan sesuai SNI
01-2895-1992 tentang Cara uji pewarna makanan dan SNI 01-2894-1992 tentang
Cara uji bahan pengawet makanan dan bahan tambahan yang dilarang untuk
makanan. Pada pengujian cemaran logam sesuai dengan SNI 19-2896-1992
tentang Cara uji cemaran logam. Setiap uji yang dilakukan harus dinyatakan lulus
uji dari syarat mutu produk keripik bayam. Agar setiap syarat dapat terpenuhi
diperlukan cara memproduksi produk keripik bayam yang higienis termasuk cara
penyiapan bahan awal dan penanganannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik.
Label dan iklan pangan merupakan sarana dalam kegiatan perdagangan
pangan yang memiliki arti penting, sehingga perlu diatur dan dikendalikan agar
informasi mengenai pangan yang disampaikan kepada masyarakat adalah benar
dan tidak menyesatkan. Perlu diingat bahwa masyarakat berhak untuk
memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan mengenai pangan yang
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
akan dikonsumsinya, khususnya yang disampaikan melalui label dan iklan dan
pangan. Maka dari itu, syarat penandaan yang ada dalam RSNI keripik bayam
harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label
dan Iklan Pangan untuk melindungi hak dari konsumen seperti yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Cara Pengemasan dari produk keripik bayam sebaiknya dikemas dalam
wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi dan mempengaruhi isi, serta aman
selama penyimpanan dan pengangkutan. Hal ini diatur agar menjaga kualitas dari
produk hingga mencapai masa kadaluarsa produk atau sampai ke tangan
konsumen.
Setiap aspek tersebut mempengaruhi mutu dan keamanan dari produk
keripik bayam. Oleh karena itu, aspek-aspek tersebut perlu distandardisasi sebagai
upaya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional,
memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan konsumen.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia21
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. SNI keripik bayam berguna sebagai standar produk yang dapat
memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional,
memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan umum
2. Penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia 1 (RSNI 1) keripik
bayam diperlukan untuk memperoleh konsep awal yang dapat dibuat
berdasarkan mengacu suatu standar lain yang biasa digunakan dan
diharapkan RSNI 1 dapat sesuai dengan konteks tujuan penyusunan SNI
tersebut serta kondisi yang mempengaruhinya.
3. RSNI 1 yang disusun dapat menjadi dasar pegangan untuk Rapat teknis
yang hasil dari rapat teknis setelah diperbaiki oleh tim editor akan
diperoleh RSNI 2.
5.2 Saran
1. Melakukan pengajuan RSNI 1 keripik bayam sebagai draft awal dalam
Rapat teknis yang selanjutnya dapat diperoleh SNI keripik bayam sehingga
dapat menjamin keamanan dan meningkatkan kualitas produk, serta
diharapkan produk pangan keripik bayam juga memiliki nilai gizi.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia22
DAFTAR PUSTAKA
Badan Stadardisasi Nasional. 2007. Pedoman Standardisasi Nasional (PSN)
01:2007 tentang Pengembangan Standar Nasional Indonesia. Jakarta:
Badan Stadardisasi Nasional.
Badan Stadardisasi Nasional. 2007. Pedoman Standardisasi Nasional (PSN)
02:2007 tentang Pengelolaan Panitia Teknis Perumusan Standar Nasional
Indonesia. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional.
Badan Stadardisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4305-
1996 tentang Keripik Singkong. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional.
Badan Stadardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2602-
1992 tentang Keripik Tempe Goreng. Jakarta: Badan Stadardisasi
Nasional.
Badan Stadardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2895-
1992 tentang Cara uji pewarna makanan. Jakarta: Badan Stadardisasi
Nasional.
Badan Stadardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2894-
1992 tentang Cara uji bahan pengawet makanan dan bahan tambahan yang
dilarang untuk makanan. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional.
Badan Stadardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2891-
1992 tentang Cara uji makanan dan minuman. Jakarta: Badan Stadardisasi
Nasional.
Badan Stadardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-2896-
1992 tentang Cara uji cemaran logam. Jakarta: Badan Stadardisasi
Nasional.
Badan Stadardisasi Nasional. 1989. Standar Nasional Indonesia (SNI) 0119-0428-
1989 tentang Pengambilan Contoh Padatan. Jakarta: Badan Stadardisasi
Nasional.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2003. Budidaya Sayuran Daun
Seri Bawang Daun, Bayam, Kangkung. Jakarta: Departemen Pertanian
Republik Indonesia.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Direktorat Standardisasi Produk Pangan. 2006. Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.52.4040 tahun 2006 Tentang
Kategori Pangan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia
Direktorat Standardisasi Produk Pangan. 2009. Peraturan Kepala BPOM RI
No.HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran
Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
E Siong T., Swan-Choo K., & Mizura, S. 1989. Determination of Iron in Foods by
the Atomic Absorbtion Spectrometric and Colorimetric Methods. Kuala
Lumpur, Malaysia: Pertanika.
Menteri Kesehatan. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta :
Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan. Jakarta :Sekretariat Negara
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sekretariat Negara
Sahat, S., dan Hidayat, I. M. 1996. Bayam: Sayuran Penyangga Petani di
Indonesia Monograf 04. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1Rancangan Standar Nasional Indonesia 1
ICS 67.04 Badan Standarisasi Nasional
RSNI1 …..:2013
Keripik Bayam
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
i
Daftar isi
Daftar isi ................................................................................................................................. i
Prakata .................................................................................................................................. ii
1 Ruang lingkup……………………………………………………………………………………..1
2 Definisi dan Istilah............................................. ………………………………………..…….1
3 Komposisi ........................................................................................................................ 1
4 Syarat Mutu ..................................................................................................................... 2
5 Cara Pengambilan Contoh............................................................................................... 2
6 Cara Uji............................................................................................................................ 3
7 Syarat Lulus Uji…………………………………………………………………………………...5
8 Higiene…………………………………………………………………………………………….5
9 Syarat Penandaan ......................................................................................... ……………5
10 Cara Pengemasan………………………………………………………………………………..5
Bibliografi………………………………………………………………………………………………6
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
ii
Prakata
Standar ini merupakan standar baru yang disusun dengan tujuan :- Meningkatkan mutu produk dan melindungi konsumen serta mendorong ekspor
produk dalam negeri.- Mengembangkan inovasi usaha terutama pada industri sayur-sayuran
Standar ini dibuat dengan mengacu pada:1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan
Pangan6. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman
Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.00.05.52.4040 Tahun 2006 tentang Kategori Pangan.8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum CemaranMikroba dan Kimia dalam Makanan
Standar ini dirumuskan oleh Panitia Teknis 67-04 Makanan dan Minuman, yang telahdibahas melalui rapat teknis, dan disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal…,bulan…,tahun… di Jakarta. Hadir dalam rapat tersebut wakil dari pemerintah, konsumen, produsen,lembaga pengujian, lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi, perguruan tinggi dan instansiterkait lainnya.
Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal...................... sampai dengantanggal..........................dengan hasil akhir.......................................................................... .......
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
1 dari 6
Keripik Bayam
1. Ruang Lingkup
Standar ini meliputi, definisi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan dan cara pengemasan Keripik Bayam.
2. Definisi dan Istilah2.1 Keripik bayam
Produk keripik yang diperoleh dari daun bayam (Amaranthus spp. L.) yang
bersih dan bermutu baik, yang dilapis dengan adonan encer tepung
berbumbu, kemudian digoreng.
2.2 Tepung berbumbuCampuran tepung, serpihan atau hancuran serealia atau biji-bijian yang jika
dikombinasikan dengan bahan lain dapat digunakan sebagai pelapis ikan,
daging unggas, dan pangan lainnya.
3. Komposisi3.1 Bahan Baku
Daun bayam hijau dan atau merah
Tepung berbumbu
3.2 Bahan Lain
Rempah, seperti kemiri, bawang putih, bawang merah, kunyit, dan lain-
lain.
3.3 Bahan Tambahan PanganBahan tambahan pangan yang diizinkan sesuai dengan ketentuan peraturan
yang berlaku.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
2 dari 6
4. Syarat MutuSyarat mutu keripik bayam sesuai Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Syarat mutu keripik bayam
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Kuning hijau sampai kuning
kecokelatan
1.4 Tekstur - Renyah
2. Keutuhan, b/b % tidak kurang dari 70
3. Air, b/b % tidak lebih dari 3
4. Abu, b/b % tidak lebih dari 2
5. Asam lemak bebas (dihitungsebagai asam laurat)
% tidak lebih dari 0
6. Cemaran
6.1 Cemaran Logam
6.1.1 Timbal (Pb) mg/kg tidak lebih dari 0,25
6.1.2 Merkuri (Hg) mg/kg tidak lebih dari 0,03
6.1.3 Kadmium (Cd) mg/kg tidak lebih dari 0,2
6.1.4 Arsen mg/kg tidak lebih dari 0,25
6.2 Cemaran Mikroba
6.2.1 Angka lempeng total koloni/g tidak lebih dari 104
6.2.2 Escherichia coli APM/g < 3
6.2.3 Staphylococcus aureus koloni/g tidak lebih dari 1 x 102
6.2.4 Kapang koloni/g tidak lebih dari 5 x101
5. Cara Pengambilan ContohCara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 19-0428-1989, Pengambilancontoh padatan.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
3 dari 6
6. Cara Uji6.1 Persiapan contoh uji kimia
Cara persiapan contoh sesuai SNI 01-2891 - 1992, Cara uji makanan dan
minuman, butir 4.
6.2 KeadaanCara uji keadaan sesuai SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan
minuman, butir 1.2.
6.3 KeutuhanCara Uji :
Buka bungkus/kemasan dan timbang berat keseluruhan keripik bayam
Pisahkan keripik bayam yang tidak utuh dan timbang
W - W1 Keutuhan = ----------------------- x 100%
WKeterangan :
W = Bobot Keseluruhan Keripik Bayam (g)
W1 = Bobot keripik bayamyang tidak utuh (g)
6.4 AirCara uji air sesuai SNI 01-2891 - 1992, Cara uji makanan dan minuman, butir
5.1.
6.5 AbuCara uji abu sesuai SNI 01-2891 - 1992, Cara uji makanan dan minuman,
butir 6.1.
6.6 Asam lemak bebas6.6.1 Prinsip
Pelarutan contoh lemak/minyak dalam pelarut organik dilanjutkan dengan
penitaran KOH.
6.6.2 Pereaksi
Alkohol 96% netral
Indikator PP
Larutan KOH, 0,1 N
6.6.3 Peralatan
Erlenmeyer 300 ml
Buret mikro 10 ml
Neraca analitis
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
4 dari 6
6.6.4 Prosedur
Timbang 5 sampai dengan 10 gram contoh uji yang digiling
Tambahkan 50 ml alkohol 96% netral dibiarkan selama 1 jam sambil
sekali-sekali dikocok
Kemudian disaring
Tambahkan beberapa tetes indikator PP
Titar dengan KOH 0,1 N hingga warna merah jambu (tidak berubah
selama 15 detik)
6.6.5 PerhitunganW1 x V x N
Asam lemak bebas = ---------------W
Keterangan :
V = KOH yang diperlukan untuk pemitaran (ml)
N = Normalitas contoh (g)
W = Bobot contoh (g)
W1 = Bobot molekul asam lemak (dari minyak kelapa sebagai asam laurat =
200)
6.7 Bahan tambahan makanan6.7.1 Pewarna
Cara uji pewarna sesuai SNI 01-2895-1992, Cara uji pewarna makanan.
6.7.2 PengawetCara uji pengawet sesuai SNI 01-2894-.1992, Cara uji bahan pengawet
makanan dan bahan tambahan yang dilarang untuk makanan.
6.8 Cemaran logam6.8.1 Timbal
Cara uji timbal sesuai SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam, butir 4.1.
6.8.2 TembagaCara uji tembaga sesuai SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam, butir
4.2.
6.8.3 SengCara uji seng sesuai SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam, butir 4.3.
6.8.4 RaksaCara uji raksa sesuai SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam, butir 5.
6.9 Arsen
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
5 dari 6
Cara uji arsen sesuai SNI 19-2896 - 1992, Cara uji cemaran logam, butir 6.
6.10 Cemaran mikrobaCara uji cemaran mikroba sesuai SNI 19-2897-1992, Cara uji cemaran
mikroba.
7. Syarat lulus ujiProduk dinyatakan lulus uji apabila memenuhi syarat mutu pada pasal 4.
8. HigieneCara memproduksi produk yang higienis termasuk cara penyiapan dan
penanganannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang Pedoman
Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik.
9. Cara PengemasanProduk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi dan
mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
10 Syarat PenandaanSyarat penandaan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
6 dari 6
Bibliografi
SNI 01-0222-1987, Bahan tambahan makanan dan revisinya
SNI 19-0428-1989, Petunjuk pengambilan contoh padatan
SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman
SNI 01-2894-1992, Cara uji bahan pengawet makanan dan bahan tambahanyang dilarang untuk makanan.
SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam makanan
SNI 19-2897-1992, Cara uji cemaran mikroba
SNI 01-3555-1994, Cara uji minyak dan lemak.
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014