universitas indonesia tatalaksana nutrisi pada...
TRANSCRIPT
-
UNIVERSITAS INDONESIA
TATALAKSANA NUTRISI PADA
PASIEN KARSINOMA HEPATOSELULAR
SERIAL KASUS
PAULINA TODING
1106142620
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JULI 2014
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
UNIVERSITAS INDONESIA
TATALAKSANA NUTRISI PADA
PASIEN KARSINOMA HEPATOSELULAR
SERIAL KASUS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik
PAULINA TODING
1106142620
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JULI 2014
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Serial Kasus ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Paulina Toding
NPM : 1106142620
Tandatangan :
Tanggal : 5 Juli 2014
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia iii
HALAMAN PENGESAHAN
Serial Kasus ini diajukan oleh :
Nama : Paulina Toding
NPM : 1106142620
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi
Ilmu Gizi Klinik
Judul Serial Kasus : Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Karsinoma Hepatoselular
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Gizi Klinik
pada Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi Klinik,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK (.………..………….)
Penguji 1 : dr. Victor Tambunan, MS, SpGK (.………..………….)
Penguji 2 : Dr. dr. Meilani Kumala, MS, SpGK (….…..…………….)
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 5 Juli 2014
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya, sehingga
penyusunan laporan serial kasus ini dapat diselesaikan. Laporan serial kasus yang
berjudul “Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Karsinoma Hepatoselular” disusun
sebagai tugas akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu
Gizi Klinik di Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Dengan selesainya laporan serial kasus ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK sebagai pembimbing akademik dan Sekretaris
Program Studi Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu
Gizi Klinik yang dengan sabar, ketekunan dan ketelitian membimbing hingga
selesainya makalah ini.
2. dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK selaku Ketua Program Studi atas bimbingan
yang telah diberikan sejak awal menjalani pendidikan hingga saat ini.
3. Seluruh Konsulen dan Staff Pengajar di RSCM dan rumah sakit jejaring dalam
membimbing penulis selama menjalani program pendidikan.
4. Kepada semua pasien di seluruh rumah sakit pendidikan yaitu RSCM, RSU
Tangerang, RSAB Harapan Kita dan RS Sumber Waras.
5. Seluruh rekan-rekan dan semua pihak yang turut membantu, mendukung dan
memberikan motivasi selama menjalankan pendidikan
6. Terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua, serta suami terkasih, dr.
Djoni Nurung, SpOG yang selalu memberikan dorongan dan doa selama
penulis mengikuti pendidikan. Kepada anak-anak tercinta Resa dan Priscilla,
yang merupakan motivasi penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati semua pihak yang telah membantu
penulis. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu gizi
Indonesia
Jakarta, 5 Juli 2014
Penulis
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama : Paulina Toding
NPM : 1106142620
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi
Klinik
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Laporan Serial Kasus
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KARSINOMA
HEPATOSELULAR
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 5 Juli 2014
Yang menyatakan
(Paulina Toding)
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia vi
ABSTRAK
Nama : Paulina Toding
Program Studi : Ilmu Gizi Klinik Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Judul : Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Karsinoma Hepatoselular
Pembimbing : Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK
Malnutrisi sering pada karsinoma hepatoselular (KHS), diakibatkan oleh
anoreksia, penurunan asupan serta keadaan katabolik. Serial kasus bertujuan
memberikan terapi gizi guna proses penyembuhan dan memperbaiki kualitas
hidup.
Empat orang pasien berusia 42–67 tahun, dengan KHS, penurunan berat
badan 14,3–29,6% selama dua bulan hingga satu tahun. Tiga orang pro reseksi
dan satu orang mendapat terapi paliatif dengan kanker kaheksia.
Pemberian nutrisi disesuaikan keadaan klinis. Kebutuhan kalori
berdasarkan Harris-Benedict. Sebelum pembedahan kebutuhan kalori total
tercapai Setelah pembedahan, toleransi asupan baik, nutrisi ditingkatkan bertahap.
Saat pulang keadaan umum stabil, kapasitas fungsional membaik, luka operasi
baik.
Kata kunci: malnutrisi, kanker, terapi gizi
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia vii
ABSTRACT
Name : Paulina Toding
Study Programe : Clinical Nutrition Specialist, Faculty of Medicine,
Universitas Indonesia.
Title : Nutritional Management of Patients With Hepatocellular
Carcinoma
Counsellor : Dr. dr. Johana Titus, MS,SpGK
Malnutrition is common in hepatocellular carcinoma (HCC), caused by anorexia,
decreased intake and catabolic state. The aim of this case series provide nutrition
therapy to support the healing process and to improve quality of life.
Patients were four people, age between 42–67 years, with HCC, weight
loss 14,3–29,6 % for two months to one year. Three people with pro resection and
one person had palliative therapy and cachexia cancer.
Nutrition was given according to clinical state. Calorie requirement was
based on Harris-Benedict. Total calorie needs was achieved prior to surgery, and
good tolerance intake after surgery, nutrition enhanced gradually. Patients
discharge from hospital with stable general condition, improved functional
capacity, and good surgical wound healing.
Keywords: malnutrition, cancer, nutrition therapy
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ii
KATA PENGANTAR iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v
KARYA ILMIAH vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR SINGKATAN xiii
DAFTAR LAMPIRAN xv
1. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
1.3. Manfaat 2
2. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Anatomi dan Histologi 3
2.2. Fisiologi. 4
2.3. Parameter Biokimia Hati 5
2.4. Karsinoma Hepatoselular (KHS)/ Hepatocellular Carcinoma
(HCC) 7
2.4.1 Definisi dan Epidemiologi 7
2.4.2 Etiologi 8
2.4.3 Manifestasi Klinis 8
2.4.4 Patogenesis KHS 10
2.4.5 Penegakan Diagnosis 13
2.4.6 Patofisiologi Kanker Kaheksia 15
2.4.7 Terapi Pembedahan pada KHS 17
2.4.8 Terapi Nutrisi pada KHS 18
2.4.8.1 Kebutuhan Vitamin, Mineral dan Nutrien Spesifik 19
2.4.8.2 Nutrisi Pada Pasca Bedah 20
2.4.9 Prognosis 21
3. KASUS 23 3.1. Kasus 1. Karsinoma Hepatoselular Segmen 5-6, Child Pugh C,
Unresectable dengan Hipoglikemia Berulang 23
3.2. Kasus 2. Karsinoma Hepatoselular Segmen 3-4 Pro Reseksi,
Hepatitis B, Diabetes Melitus Tipe 2, Berat Badan Lebih
(Riwayat Penurunan Berat Badan 15 kg Selama 8 Bulan),
Hipermetabolisme Sedang 27
3.3 Kasus 3. Karsinoma hepatoselular segmen 5-6 pro reseksi, hepatitis B,
Berat Badan Normal Berisiko Malnutrisi, Hipermetabolisme
Sedang 32
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia ix
3.4 Kasus 4. Karsinoma Hepatoselular Segmen 6 Pasca Percutaneous
Etanol Injection (PEI), Berat Badan Normal Berisiko
Malnutrisi, Hipermetabolisme Sedang 36
4. PEMBAHASAN 42
5. SIMPULAN DAN SARAN 53
5.1. Simpulan 53
5.2. Saran 54
DAFTAR REFERENSI 55
LAMPIRAN 60
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 87
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Beberapa Fungsi Hati 5
Tabel 2.2 Tes Fungsi Biokimia Hati 6
Tabel 2.3 Peran Mikronutrien Dalam Proses Penyembuhan Luka 21
Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Serial Kasus 42
Tabel 4.2 Perbandingan Pemeriksaan Laboratorium
Pasien Serial Kasus 42
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Permukaan Hati 3
Gambar 2.2 Penampang Sebuah Lobulus Hati 4
Gambar 2.3 Insiden KHS di Seluruh Dunia per 100.000 Penduduk 8
Gambar 2.4 Perkembangan Lesi Seluler Hepatosit menjadi KHS 10
Gambar 2.5 Kemungkinan Mekasnisme Obesitas, DM dan NAFLD
pada KHS 13
Gambar 2.6 Klasifikasi Kaheksia dan Prekaheksia 16
Gambar 2.7 Perubahan Metabolik dari Kanker Kaheksia 17
Gambar 3.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL) Pasien Pertama
Selama Pemantauan 25
Gambar 3.2 Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Pertama
Sebelum Sakit, Setelah Sakit SMRS dan
24 Jam Pertama di RS 26
Gambar 3.3 Analisis Asupan Pasien Pertama Selama Pemantauan 27
Gambar 3.4 Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Kedua
Sebelum Sakit, Setelah Sakit SMRS
dan 24 Jam Pertama di RS 30
Gambar 3.5 Analisis Asupan Pasien Kedua Selama Pemantauan
Sebelum Operasi 31
Gambar 3.6 Analisis Asupan Pasien Kedua Selama Pemantauan
Setelah Operasi 32
Gambar 3.7 Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Ketiga
Sebelum Sakit, Setelah Sakit SMRS dan 24 Jam Pertama
di RS 33
Gambar 3.8 Analisis Asupan Pasien Ketiga Sebelum Operasi 35
Gambar 3.9 Analisis Asupan Pasien Ketiga Setelah Operasi 36
Gambar 3.10 Analisis Asupan Energi dan Pasien Keempat
Sebelum Sakit, Setelah Sakit dan 24 Jam di RS 38
Gambar 3.11 Analisis Asupan Pasien Keempat Sebelum Operasi 39
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia xii
Gambar 3.12 Analisis Asupan Pasien Keempat Setelah Operasi 41
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia xiii
DAFTAR SINGKATAN
AARC : asam amino rantai cabang
ADH : hormon anti diuretik
AFP : alfa fetoprotein
AKG : angka kecukupan gizi
ALP : fosfatase alkalin
ASPEN : American Society for Parenteral and Enteral Nutrition
CACS : cancer anorexia-cachexia syndrome
COX-2 : cycloaxygenase-2
CRP : C-reactive protein
CTAP : computed tomography with arterial protography
CTHA : computed tomography with hepatic arteriography
DHA : docosahexaenoic acid
EPA : eicosapentaenoic acid
ESPEN : European Society for Parenteral and Enteral Nutrition
FLR : future liver remnant
IGF-I : insulin-like growth factor I
IGF-II : insulin-like growth factor II
iNOS : inducible nitric oxide synthase
KEB : kebutuhan energi basal
KET : kebutuhan energi total
KHS : Karsinoma Hepatoselular
LCT : long chain triacyglycerol
LLA : lingkar lengan atas
MAOs : mono-amine oxidases
MCT : medium chain triacyglycerol
MUST : Malnutrition Universal Screening Tool
NAFLD : nonalcoholic fatty liver disease
NASH : nonalcoholic steatohepatitis
NGT : nasogastric tube
p-Akt : phospho-akt
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia xiv
PEI : percutaneous ethanol injection
PGE-2 : prostaglandin E-2
PPI : proton pump inhibitor
RAAS :renin-angiotensin-aldosterone system
RDI : Recommended Dietary Allowances
RES : reticuloendothelial system
ROS : reactive oxygen species
SGA : Subjective Global Assessment
SGOT : serum glutamic oxaloacetic transaminase
SGPT : serum glutamic pyruvic transaminase
THFA : 5-methyl tetrahydrofolic acid
TNF-α :tumor necrosis factor
TST : triceps skinfold thickness
USG : ultrasonography
VEGF : vascular epidermal growth factor
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia xv
DAFTAR LAMPIRAN
Pemantauan pasien pertama 60
Pemantauan pasien kedua 69
Pemantauan pasien ketiga 78
Pemantauan pasien keempat 84
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Karsinoma hepatoselular (KHS) merupakan salah satu dari lima jenis kanker
terbanyak di dunia, dengan angka harapan hidup dalam lima tahun berkisar 10%.
Menurut penelitian tahun 1985 di Indonesia, KHS merupakan jenis kanker
kesembilan terbanyak, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,5 :1 serta
sering terjadi pada usia 40–70an.1
Pada KHS terdapat 50% kasus dengan malnutrisi.2 Berbagai faktor yang
umum terjadi dan berkontribusi bagi terjadinya malnutrisi adalah nausea,
anoreksia, penurunan asupan, keadaan katabolik, dan berulangnya perawatan di
rumah sakit. Keadaan malnutrisi tersebut akan berpengaruh terhadap status klinis
secara umum. 3
Gejala klinis yang dapat timbul sangat beragam, pada KHS dengan
riwayat sirosis terdapat perburukan fungsi hati, asites, perdarahan intra abdomen
akut, ikterik, penurunan berat badan, demam, dan ensefalopati. Pada KHS stadium
lanjut dapat disertai nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, kelemahan, ikterik,
hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, dan anoreksia.4 Stadium awal
KHS ditandai dengan nodul berukuran
-
Universitas Indonesia
2
mencapai penyembuhan luka yang optimal. 10 , 11 Serial kasus ini dibuat untuk
mengetahui peran terapi nutrisi pada pasien KHS, baik yang mengalami
pembedahan reseksi hati maupun pada keadaan unresectable.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan terapi gizi pada pasien KHS yang mengalami pembedahan reseksi
hati guna menunjang proses penyembuhan, dan pada pasien dengan keadaan
unresectable guna memperbaiki kualitas hidup.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui patofisiologi perkembangan malnutrisi pada KHS.
2. Mengetahui peran nutrisi dalam mencegah terjadinya keadaan malnutrisi
yang lebih berat pada KHS.
3. Mengetahui kebutuhan makro dan mikro nutrient pada KHS
4. Mengetahui tatalaksana nutrisi dan tahapan pemberian nutrisi pada KHS
1.3 Manfaat
1. Manfaat untuk pasien:
Mendapat tatalaksana nutrisi yang optimal dan mendapat informasi
mengenai nutrisi yang sesuai dengan penyakitnya.
2. Manfaat bagi peserta program spesialis Ilmu Gizi Klinik:
Dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa pendidikan spesialis,
serta sarana pelatihan dalam menyusun tatalaksana nutrisi pada pasien
KHS.
3. Manfaat untuk institusi:
Hasil serial kasus ini dapat menjadi informasi tambahan dalam menangani
pasien KHS.
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Histologi
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 gram, atau
2% berat badan orang dewasa normal. Hati berada di abdomen, kuadran kanan
atas, dibagian bawah lengkung diafragma kanan dan sebagian lengkung diafragma
kiri. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang intekostal V kanan dan batas
bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Bagian bawah hati
berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas, dan
usus.12
Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri
dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis.
Permukaan hati diliputi oleh peritoneum visceralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma (Gambar 2.1).12
Gambar 2.1. Permukaan Hati Sumber : Daftar referensi no. 12
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus,
yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus
3
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
4
merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati
berbentuk kubus, tersusun radial, mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan
darah dari lobulus. Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang
merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika (Gambar 2.2).13
Gambar 2.2. Penampang Sebuah Lobulus Hati
Sumber : daftar referensi no. 13
Hati memiliki dua sumber suplai darah. Dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatika, dan dari aorta melalui arteri hepatika. Sekitar
sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan duapertiga nya adalah darah
vena berasal dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap
menitnya adalah 1500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri,
yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.13 Pada hati normal, rasio
oksigen arteri hepatika dan vena porta adalah 50%:50%, bila terjadi sirosis
berubah menjadi 75%:25%.14
2.2. Fisiologi
Hati merupakan organ utama metabolisme zat dalam tubuh manusia, yang
memiliki fungsi sintesis, sekresi, ekskresi, biotransformasi, fungsi pertahanan dari
makrofag dan berbagai fungsi penting lainnya. Tabel 2.1 berikut menguraikan
beberapa fungsi hati.
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
5
Tabel 2.1. Beberapa Fungsi hati
Fungsi Metabolik
Metabolisme karbohidrat
Glikogenesis, glukoneogenesis, oksidasi di siklus Krebs, glikogenolisis, dan glikolisis
Metabolisme lemak
Lipogenesis, lipolisis, ketogenesis, esterifikasi asam lemak, oksidasi asam lemak, sintesis/degradasi/esterifikasi/ekskresi kolesterol, pembentukan lipoprotein
Metabolisme protein
Sintesis protein serum, protrombin, globin dari hemoglobin, apoferritin, nukleoprotein dan serum mukoprotein, degradasi protein menjadi peptida dan asam amino, sintesis urea
Metabolisme enzim
Sintesis alkali fosfatase, MAOs, asetilkolin esterase, kolestrol esterase, beta-glukuronidase, SGOT, SGPT
Metabolisme vitamin dan mineral
Pembentukan asetil Ko-A dari asam pantotenat, mengaktifkan vitamin D (nonaktif) menjadi vitamin D aktif (25-OH D3), pembentukan THFA, metilasi niasin, fosforilasi piridoksin (B6), defosforilasi thiamin (B1), formasi koenzim B12.
Metabolisme garam empedu
Garam empedu berfungsi untuk pencernaan dan absorpsi lemak, serta vitamin larut lemak. Bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit. Proses konjugasi berlangsung dalam hati dan diekskresi ke dalam kandung empedu. Transformasi kolestrol 7-hidroksikolesterol asam kolik dan asam senodeoksikolat
Metabolisme heme
Oksidasi heme biliverdin bilirubin. Bilirubin ditransport ke hati, dirubah menjadi bilirubin diglukoronid, kemudian diekskresi dalam bentuk empedu
Metabolisme steroid
Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen, progesteron, dan testosteron
Penyimpanan Menyimpan glikogen, lemak, asam lemak, dan vitamin larut lemak (A,D,E,K). Menyimpan mineral tembaga dan besi
Fungsi lain Konjugasi, detoksifikasi dan degradasi, aktivitas RES, regulasi cairan dan natrium, hematopoiesis pada fetus
MAOs: mono-amine oxidases, SGOT: serum glutamic oxaloacetic transaminase, SGPT: serum glutamic pyruvic transaminase, THFA: 5-methyl tetrahydrofolic acid, RES: reticuloendothelial system Sumber: daftar referensi no 13
Hati memiliki daya kompensasi yang sangat besar, sehingga manifestasi
gangguan fungsi hati, seperti gangguan fungsi sekresi getah empedu, gangguan
sintesis albumin, faktor koagulasi, fungsi detoksifikasi, dan lain-lain akan timbul
setelah terjadi kerusakan yang sangat luas dan berat.14
2.3. Parameter Biokimia Hati
Pemeriksaan tes fungsi hati dibutuhkan untuk diagnostik, mengestimasi tingkat
keparahan penyakit, menilai prognosis, dan untuk mengevaluasi respon terapi.
Tidak ada satu pemeriksaan atau tindakan yang mampu mengukur fungsi total
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
6
hati, karena hati terlibat dalam hampir setiap proses metabolisme tubuh dan
memiliki cadangan fungsional yang besar. Pada umumnya dilakukan beberapa
rangkaian pemeriksaan untuk mengetahui fungsi hati. Tes fungsi hati dibagi
dalam tiga kategori menurut mekanisme dasar penyakit hati.13
Kerusakan hepatosit ditandai dengan pelepasan enzim-enzim
hepatocellular, dan peningkatan kadarnya di dalam plasma
Kolestasis ditandai oleh retensi bilirubin konjugasi dan alkalin
phosphatase
Penurunan fungsi hepar ditandai oleh gangguan sintesis dan degradasi
protein, berupa penurunan sintesis albumin dan prothrombin
Tabel 2.2 berikut ini memperlihatkan daftar uji diagnostik dan makna klinisnya
yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi hati
Tabel 2.2. Tes Fungsi Biokimia Hati
Petanda Nilai normal Interpretasi
Bilirubin direk 0,1-0,3 mg/dL Meningkat bila terjadi gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi
Bilirubin indirek 0,2-0,7 mg/dL Meningkat pada keadaan hemolisis dan sindroma gilbert
SGPT/ALT 5-35 IU/L Meningkat (>100x) pada kerusakan hepatoseluler, dan spesifik untuk kerusakan sel hati dibanding AST
SGOT/AST 5-40 IU/L Rasio SGPT/SGOT >2, menunjukkan kecendrungan penyakit hepatitis alkoholik
5-50 IU/L Diproduksi oleh hati, ginjal, pankreas, saluran cerna, limpa, paru, otak, dan prostat. Meningkat pada akut kolesistitis, kolestasis atau obstruksi biliaris, diabetes dan akut pankreatitis
Fosfatase alkali (ALP)
30-130 IU/L Diproduksi oleh hati, tulang, ginjal, saluran cerna, sel tumor, dan plasenta dan diekskresi melalui empedu. Meningkat pada kondisi kolestasis intrahepatik atau obstruksi ekstrahepatik.
Albumin 3,5 - 4,5 g/L Menurun pada penyakit hati kronis, dan untuk menilai tingkat keparahan
Waktu prothrombin 9,5–13,5 detik Fungsi sintesis hati, sangat sensitif terhadap defisiensi faktor pembekuan, defisiensi vitamin K akan mempunyai efek dalam memperpanjang waktu protrombin
Laktat dehidrogenase (LDH)
240-534 IU/L LDH adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan tulang; yang dilepaskan dari jaringan yang rusak
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
7
(nekrosis); meningkat pada kerusakan sel hati dan infark miokardium
Sumber dari daftar referensi no. 13
2.4. Karsinoma Hepatoselular (KHS) / Hepatocellular carcinoma (HCC)
2.4.1. Definisi dan Epidemiologi
Kanker hati primer (hepatoma primer) secara histologis dibagi 3 jenis : karsinoma
hepatoselular, karsinoma kolangioselular, dan karsinoma campuran. Karsinoma
hepatoselular merupakan tipe yang paling sering dijumpai, berasal dari sel-sel
hati (hepatosit), dan bukan dari metastase organ yang lain. Karsinoma
kolangioselular berasal dari epitel saluran empedu intrahepatik, sedangkan
karsinoma campuran mencakup dua komponen, yaitu karsinoma hepatoselular
dan karsinoma kolangioselular.15,16
Karsinoma hepatoselular merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia,
dengan insiden yang meningkat dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan catatan
WHO (2008), KHS menyebabkan 600.000 kematian pertahunnya pada tahun
2004. Karsinoma hepatoselular menempati urutan kelima dari kanker yang paling
banyak dijumpai di seluruh dunia, dengan 500.000 kasus baru setiap tahunnya,
dan merupakan penyebab kematian ketiga karena kanker setelah kanker paru dan
lambung.16 Insiden KHS memiliki karakteristik distribusi geografis yang
menonjol, relatif tinggi di wilayah Asia, Pasifik Barat dan Afrika Tenggara, serta
relatif rendah di Amerika, Eropa, dan Oseania.14
Di beberapa negara terutama di Asia Timur, memiliki insiden yang sangat
tinggi (>20 kasus per 100.000 penduduk). Di Mongolia terdapat 99 kasus/100.000
penduduk, 49 kasus/100.000 penduduk di Korea, 29 kasus/100.000 panduduk di
Jepang, dan 35 kasus/100.000 penduduk di Cina. Wilayah di daerah Afrika yang
juga menjadi perhatian adalah Gambia, Guinea, Mali, dan Mozambik. Daerah
dengan resiko cukup tinggi (11-20 kasus/100.000 penduduk) meliputi Italia,
Spanyol, dan negara-negara Amerika Latin. Daerah dengan resiko menengah (5-
10 kasus/100.000 penduduk terdapat di Perancis, Inggris, dan Jerman. Sedangkan
daerah dengan insiden relatif rendah (
-
Universitas Indonesia
8
tahun. Insiden KHS meningkat dengan pertambahan usia, prevalensi tertinggi
terdapat pada usia >65 tahun. Mortalitas sebelum usia 30 tahun relatif rendah,
setelah usia 30 tahun meningkat tajam. Di daerah yang mempunyai insiden tinggi,
lebih banyak dijumpai penderita laki-laki dengan rasio 8:1, sedangkan di daerah
dengan insiden rendah, rasio antara laki-laki dan wanita hampir sama. 14,15
Gambar 2.3. Insiden KHS di Seluruh Dunia per 100.000 Penduduk
Sumber: daftar referensi no. 16
2.4.2. Etiologi
Karsinoma hepatoselular terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor, melalui
inisiasi, akselerasi, transformasi dan banyak tahapan, peran serta berbagai
onkogen dan gen terkait, serta mutasi multigenetik. Faktor resiko utama terjadinya
KHS adalah infeksi virus (hepatitis B kronis dan C), sirrhosis hepatis, toksik
(alkohol dan aflatoksin), metabolik (diabetes, perlemakan hati nonalkohol/non-
alkoholic fatty liver disease, obesitas, dan hemokromatosis herediter),serta
gangguan imunitas (primary biliary cirrhosis dan autoimmune hepatitis). Di
negara dengan insiden hepatitis B (HBV) dan C (HCV) yang tinggi akan
mempunyai insiden KHS yang cukup tinggi pula.14,16
2.4.3. Manifestasi Klinis
Pada stadium dini (fase subklinis), pasien belum memperlihatkan gejala yang
khas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan alfa fetoprotein (AFP) dan teknik
pencitraan. Sebelum awal tahun 1970-an, KHS subklinis sulit ditemukan. Pada
akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an, KHS dapat ditemukan melalui
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
9
pemeriksaan AFP dan sesudah akhir tahun 1980-an, dengan kemajuan teknik
pencitraan medis, meningkatnya taraf hidup dan kesadaran kesehatan masyarakat
maka lewat pemeriksaan kesehatan hepatoma subklinis dapat ditemukan.14
Karsinoma hepatoselular fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang,
dan lanjut, dengan manifestasi utama yang sering ditemukan adalah: nyeri
abdomen kanan atas, terabanya massa di abdomen bagian atas, perut kembung,
anoreksia, cepat letih, penurunan berat badan, demam, ikterus, dan asites.
Karsinoma hepatoselular stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena
kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri
umumnya bersifat tumpul atau menusuk hilang timbul atau terus menerus,
sebagian merasa area hati terbebat kencang, yang disebabkan tumor tumbuh
dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen
bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma.14
Keluhan perut kembung, timbul karena massa tumor sangat besar atau
asites. Anoreksia timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran
gastrointestinal. Letih dan penurunan berat badan dapat disebabkan metabolit dari
tumor ganas dan berkurangnya asupan makanan hingga menjadi kaheksia.
Demam timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi, dan metabolit tumor.
Ikterus tampak sebagai kuningnya sklera dan kulit, umumnya karena gangguan
fungsi hati stadium lanjut, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu
atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. Asites
disertai udem kedua tungkai juga merupakan tanda stadium lanjut.14
Selain itu terdapat juga kecenderungan perdarahan, kulit gatal, dan
manifestasi sirosis, seperti splenomegali, palmar eritema, spider nevi, dan
venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir KHS sering timbul metastasis
paru, tulang, dan organ lain. Karsinoma hepatoselular lobus kanan dapat
menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan
hepatomegali di bawah arkus kostae tapi tanpa nodul; KHS segmen inferior lobus
kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan; hepatoma
lobus kiri bermanifestasi sebagai massa di bawah prosesus sarkoideus atau massa
di bawah arkus kostae kiri.14
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
10
2.4.4. Patogenesis KHS
Hampir semua tumor di hati berawal dari lesi kronik hepatosit, inflamasi, dan
meningkatnya laju perubahan hepatosit. Respons regeneratif yang terjadi dan
adanya fibrosis menyebabkan timbulnya sirosis, yang kemudian diikuti oleh
mutasi pada hepatosit dan berkembang menjadi KHS. Hepatitis virus B (HVB),
hepatitis virus C (HVC), & agen sitotoksik lain (misal aflatoksin) mungkin
terlibat di dalam berbagai tahapan proses onkogenik ini.17,18,19
Hepatokarsinogenesis pada manusia terjadi lebih dari 30 tahun setelah
mengalami infeksi kronis dengan HVB atau HVC. Infeksi persisten dengan virus
tersebut menimbulkan inflamasi, meningkatkan perubahan sel, dan menyebabkan
sirosis. Sirosis dan KHS sering terjadi pada infeksi kronis HVB dan HVC. Kasus
KHS meningkat seiring dengan meningkatnya angka kejadian hepatitis kronis dan
sirosis, khususnya dari hepatosit displastik. Lesi jaringan yang biasanya
mendahului terjadinya KHS (pada hepatitis kronis dan sirosis mengandung fokus
perubahan fenotip dan displastik hepatosit), menghasilkan suatu perubahan
genomik yang berkembang selama proses hepatokarsinogenesis (Gambar 2.4).20
Gambar 2.4. Perkembangan Lesi Seluler Hepatosit menjadi KHS
Sumber : daftar referensi no. 20
Sirosis didahului oleh beberapa perubahan patologis yang reversibel,
termasuk steatosis dan inflamasi; baru kemudian timbul suatu fibrosis yang
irreversibel dan regenerasi nodul. Lesi noduler diklasifikasikan sebagai
regeneratif dan displastik atau neoplastik (Gambar 2.4). Nodul regeneratif
merupakan parenkim hati yang membesar sebagai respons terhadap nekrosis dan
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
11
dikelilingi oleh septa fibrosis. Selain proses di atas, pada waktu periode panjang
yang tipikal dari infeksi (10-40 tahun), genom virus hepatitis dapat berintegrasi ke
dalam kromosom hepatosit. Peristiwa ini menyebabkan ketidakseimbangan
genomik sebagai akibat dari mutasi, delisi, translokasi, dan penyusunan kembali
pada berbagai tempat di mana genom virus secara acak masuk ke dalam DNA
hepatosit. Salah satu produk gen, protein x HVB (Hbx), mengaktifkan transkripsi,
dan pada periode infeksi kronik, produk ini meningkatkan ekspresi gen pengatur
pertumbuhan (growth regulating genes) yang ikut terlibat di dalam transformasi
malignan dari hepatosit. 17,18
Hepatitis virus C menyebabkan kerusakan hati permanen dan KHS melalui
stres oksidatif, resistensi insulin, fibrosis, sirosis hati, dan steatosis. Steatosis dan
stres oksidatif berperan penting dalam kerusakan hati pada infeksi HVC. Stres
oksidatif dan steatosis berperan penting dalam perkembangan infeksi HVC kronis
menjadi KHS. Gen seluler yang terlibat dalam stres oksidatif tersebut termasuk
inducible nitric oxide synthetase (iNOS), cyclooxygenase-2 (COX-2),
prostaglandin E-2 (PGE-2), phospho-akt (p-Akt), dan vascular epidermal growth
factor (VEGF). Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya stres oksidatif dan
peroksidasi lipid pada pasien HVC dapat menyebabkan KHS. Peran stres oksidatif
dalam progress hepatitis kronis dan hepatokarsinogenesis lebih besar pada
hepatitis C dibanding hepatitis B atau hepatitis autoimmun.21
Ekspresi COX-2 dalam proses terjadi KHS berkorelasi dengan kadar
iNOS, VEGF, dan p-Akt. Efek karsinogenik COX-2 dan iNOS dapat secara
langsung maupun dengan memproduksi mediator yang meregulasi pertumbuhan
sel. Selain itu COX-2 dapat menginduksi faktor pertumbuhan angiogenesis
melalui VEGF, yang jumlahnya akan meningkat dengan adanya sejumlah
mediator inflamasi lain termasuk NO dan sitokin tertentu, di mana produksi
oksida nitrit yang tinggi, dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh inflamasi. Over expression dari COX-2 mengaktifkan Akt pada KHS melalui
mekanisme p13 kinase-dependent, di mana Akt bertindak sebagai mediator sinyal
yang meregulasi kelangsungan hidup dan proliferasi sel. Ekspresi COX-2 dan
iNOS meningkat signifikan pada KHS yang disebabkan HVC. Temuan ini
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
12
menunjukkan bahwa ekspresi iNOS dan COX-2 berperan penting dalam
prognosis KHS dengan HVC positif. 21
Selain infeksi hepatitis B dan C, diabetes melitus (DM) dikatakan juga
merupakan faktor risiko terjadinya KHS, walau mekanisme pasti belum jelas.
Diabetes melitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya nonalcoholic fatty
liver disease (NAFLD), termasuk bentuk yang paling berat, yaitu nonalcoholic
steatohepatitis (NASH), yang dapat menyebabkan fibrosis hati, sirosis, dan
berakhir menjadi KHS. Namun, penyakit hati tahap akhir itu sendiri dapat
menyebabkan intoleransi glukosa dan DM. Pasien sirosis yang mengalami
toleransi glukosa mencapai 96%, dan 30% nya memperlihatkan DM secara
klinis.22
Keadaan NAFLD berkaitan dengan tingginya prevalensi obesitas dan DM,
dan merupakan penyebab potensial dari penyakit hati yang berat, termasuk
fibrosis hati, sirosis, dan KHS. Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa peneliti
berpendapat bahwa DM dapat meningkatkan resiko KHS melalui mekanisme
tertentu. Obesitas menimbulkan resistensi insulin dan steatosis, karena pelepasan
mediator inflamasi dalam sel Kupffer, yang kemudian meningkatkan produksi
sitokin termasuk interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-8 (IL-8), yang kemudian
menjadi steatohepatitis.22
Selain itu, NASH mengakibatkan beberapa karakteristik histologis yang
khas yaitu inflamasi parenkim, nekrosis hepatosit, dan degenerasi balon hepatosit.
Oleh karena itu, diabetes dan obesitas dapat menyebabkan inflamasi hepatik, yang
menimbulkan stres oksidatif dan peroksidasi lipid dari fosfolipid pada hepatosit
dan membran intraseluler, sehingga terjadi cedera hepatosit, nekrosis, dan
kemudian KHS (Gambar 2.5).22
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
13
Gambar 2.5: Kemungkinan Mekanisme Obesitas, DM dan NAFLD pada KHS Sumber referensi no. 22
Konsumsi alkohol yang berlebihan, sekitar 40g–60g perhari selama lebih
dari lima tahun, merupakan risiko terjadinya sirosis hati dan risikonya meningkat
empat kali lipat pada pasien dengan infeksi hepatitis C. Terdapat beberapa
mekanisme terjadinya kerusakan hati pada pasien dengan hepatitis C yang
mengonsumsi alkohol berlebihan, yaitu efek inhibisi regenerasi hati oleh etanol,
menekan fungsi imun melalui penekanan fungsi sel dendrit oleh etanol dengan
cara menstimulasi produksi IL-12 dan IL-10, selain itu etanol juga menghambat
respon antiviral dari interferon alfa. Etanol juga menginduksi kerusakan
mitokondria pada sel hati sehingga meningkatkan produksi ROS. Mekanisme lain
yaitu alkohol dapat meningkatkan simpanan besi di hati, keadaan tersebut
berhubungan dengan progresivitas penyakit pada hepatitis C.23
2.4.5. Penegakan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan imaging, dan biopsi. Pada anamnesis,
akan didapat beberapa hal yang menjurus kepada KHS. Antara lain : adanya
faktor resiko penderita hepatitis B atau C, atau alkoholisme; penurunan berat
badan yang bermakna; nyeri pada hipokondrium kanan atau nyeri pada pundak
kanan atau kiri (referred pain), badan lemah, dan perut yang membesar secara
progressif. Kemudian terdapat juga perdarahan lambung, hematochezia, atau
melena yang akhir-akhir ini tidak langsung disebabkan oleh tumor hepar, tetapi
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
14
oleh karena adanya sirosis hepatis yang disertai dengan meningkatnya tekanan
sistem porta (portal hypertension).15
Berdasarkan gejala klinis, terdapat ikterus (KHS lanjut disertai kegagalan
fungsi hepar), anemia, terabanya masa tumor padat di hipokondrium kanan atau
kiri, dan tanda-tanda sirosis hepatis (asites, caput medussae, spider nevi). Selain
itu terdapat juga tanda-tanda paraneoplastik, antara lain hipoglikemia berulang,
hiperkalsemia, eritrositosis, dan hypertrophic pulmonary osteoarthropathy.15
Pada pemeriksaan laboratorium, secara spesifik tidak diketemukan
kelainan. Pemeriksaan sel-sel darah sering tidak terjadi perubahan. Bila ada
perubahan, yang sering ditemukan adalah yaitu sedikit penurunan kadar
hemoglobin (Hb), dan jumlah lekosit yang sedikit menaik. Kenaikan laju endap
darah bermacam-macam, tergantung dari kerusakan sel hati dan metastase, tetapi
umumnya menaik. Tes biokimia yang perlu dilakukan yaitu tes faal hati,
walaupun sampai saat sekarang belum ada tes fungsi hati yang khas untuk KHS.
Namun demikian, tes fungsi hati yang kadang-kadang dapat membantu
menegakkan diagnosis KHS, antara lain : SGOT, SGPT, dan alkalin fosfatase
yang biasanya terdapat kenaikan kadarnya. Tes fungsi hati yang dapat
memperkuat dugaan kearah KHS, yaitu terdapat peningkatan kadar alfa
fetoprotein (AFP).14,15
Alfa fetoprotein adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan
sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP
dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit
sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Tumor
marker AFP meningkat meskipun tidak pada semua KHS. Dikatakan AFP
meningkat pada 50-90% dari pasien KHS. Adanya kenaikan AFP > 200 ng/mL
pada pasien dengan sirosis dan adanya massa tumor di hepar, harus dicurigai
sebagai KHS. Alkalin fosfatase dapat digunakan baik sebagai skrining, diagnosis,
ataupun monitoring pasca terapi.14
Pada pemeriksaan imaging, sering digunakan ultrasonography (USG),
Computed Tomography (CT- SCAN), Helical CT, MRI, computed tomography
with arterial protography (CTAP) ataupun computed tomography with hepatic
arteriography (CTHA). Pemeriksaan USG merupakan alat sederhana yang dapat
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
15
digunakan untuk mengevaluasi masa tumor di hepar, dan dapat diperkuat dengan
bantuan kontras. Penggunaan CT-SCAN dengan memakai kontras, menunjukkan
tumor yang hipervaskular (pada fase arterial), dan Gambaran washout pada fase
vena. Teknik yang lebih mutakhir dan memiliki ketepatan yang tinggi adalah
CTAP atau CTHA.15
Biopsi dapat dilakukan dengan jarum halus, dengan atau tanpa bantuan
USG, CT SCAN. Biopsi tidak dianjurkan pada massa di hepar yang dicurigai
KHS (operabel). Biopsi jarum (FNA atau core needle biopsy), digunakan untuk
tumor yang non operabel.15
2.4.6. Patofisiologi kanker kaheksia
Kanker kaheksia adalah sindroma multifaktorial yang mencakup penurunan berat
badan ringan sampai berat dengan penurunan signifikan dari lemak tubuh dan
massa bebas lemak. Kanker kaheksia dikenal juga dengan cancer anorexia-
cachexia syndrome (CACS). Kaheksia ditandai dengan adanya penurunan berat
badan tanpa disadari, kehilangan massa lemak dan massa bebas lemak,
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari hari, dan perubahan metabolik
dari protein, lemak, dan karbohidrat. Perubahan metabolisme ketiga makronutrien,
dapat mempengaruhi status gizi dan status kesehatan pasien berupa kualitas hidup,
morbiditas, dan mortalitas.24
Wasting yang disebabkan oleh kanker, berbeda signifikan dari starvasi.
Pada kanker, wasting yang terjadi menimbulkan penurunan berat badan dan masa
bebas lemak yang mendalam, sedangkan pada starvasi masa bebas lemak
umumnya dipertahankan. Telah dilaporkan bahwa, 50% pasien kanker mengalami
kehilangan berat badan, dengan sepertiganya kehilangan lebih dari 5% dari berat
badan aslinya, dan sebanyak 20% kematian akibat kaheksia.25 Kaheksia kanker
memiliki tiga fase, yaitu prekaheksia, moderat kaheksia, dan kaheksia lanjut
(Gambar 2.6).24
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
16
Gambar 2.6. Klasifikasi Kaheksia dan Prekaheksia Sumber : daftar referensi no. 24
Perubahan metabolik yang terjadi sebagian disebabkan peningkatan kadar
CRP, fibrinogen, leukosit, dan sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, TNF alfa).
Mediator kimia yang terlibat dalam kaheksia, termasuk sitokin, hormon,
neurotransmitter, serotonin, interleukin, interferon, prostaglandins, TNF-alfa,
neuropeptide Y, bradikinin, dan glutamat (Gambar 2.7).24
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
17
Gambar 2.7. Perubahan Metabolik dari Kanker Kaheksia
Sumber : daftar referensi no. 24
2.4.7. Terapi Pembedahan pada KHS
Terapi pembedahan (hepatectomy) merupakan terapi yang diharapkan dapat
memberikan harapan hidup yang panjang, jika tumor ditemukan pada stadium
dini. Indikasi pembedahan adalah pada tumor sampai dengan 5 cm dengan safety
margin 1 cm, dan pada lokasi yang aman, dengan perdarahan yang pada
umumnya dapat terkontrol. Pada tumor dengan diameter 5 cm atau lebih, secara
teknis perdarahan lebih banyak dan mempunyai rekurensi lokal yang lebih
tinggi.15
Salah satu pertimbangan untuk melakukan reseksi hepar adalah fungsi
hepar dan volume hepar yang tersisa untuk berfungsi kembali. Pada hepar yang
sehat maka future liver remnant (FLR) 20% atau lebih dianggap cukup, oleh
karena kemampuan hepar sehat untuk regenerasi adalah sangat baik. Sebaliknya
pada hepar yang tidak baik fungsinya oleh karena adanya penyakit kronis yang
mendasari, maka sebagai panduan FLR adalah 40% atau lebih.15
Pertimbangan lain dalam melakukan pembedahan adalah faktor
komorbiditas, seperti adanya sirosis hepatis, dan fungsi hati secara keseluruhan.
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
18
Salah satu teknik untuk melakukan asesmen bagi kandidat pembedahan adalah
melakukan evaluasi fungsi hati menurut Child Pugh-Turcotte system, yaitu
berdasarkan : grading dari encephalopathy, grading asites, kadar bilirubin, dan
kadar albumin. Kandidat yang baik untuk pembedahan adalah jika Child Pugh-
Turcotte system A (skor 5-6), sedangkan Child Pugh-Turcotte system B (skor 7-9)
bukan merupakan kandidat yang baik untuk pembedahan, dan Child Pugh-
Turcotte system C (skor 10-15) merupakan kontraindikasi pembedahan.15
2.4.8. Terapi nutrisi pada KHS
Belum banyak teori yang menjelaskan terapi gizi pada KHS, sehingga pemberian
terapi gizi seperti pada keadaan kanker secara umum. Pada KHS, dapat dilakukan
tindakan reseksi hati, transplantasi atau tidak dapat dilakukan tindakan
pembedahan, sehingga diberikan terapi paliatif. Tujuan terapi gizi pada pasien
kanker antara lain untuk mempertahankan atau memperbaiki status nutrisi,
mempertahankan atau meningkatkan berat badan, memberikan asupan zat gizi
makro dan mikro yang adekuat, mencegah gejala klinis yang berhubungan dengan
pengobatan, serta mempertahankan atau meningkatkan kapasitas fungsional serta
kualitas hidup pasien.26
Berdasarkan rekomendasi European Society for Parenteral and Enteral
Nutrition (ESPEN), terapi nutrisi sebaiknya diberikan pada pasien dengan kondisi
malnutrisi, serta yang tidak dapat makan selama lebih atau sama dengan 7 hari,
serta tidak dapat mempertahankan asupan per oral >60% dari yang
direkomendasikan selama lebih dari 10 hari. Terapi nutrisi perioperatif selama
10–14 hari sebelum pembedahan mayor akan bermanfaat untuk diberikan pada
pasien dengan risiko terjadinya malnutrisi berat. Selain itu pemberian nutrisi
parenteral dapat dipertimbangkan pada pasien yang membutuhkan dukungan
terapi nutrisi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya (
-
Universitas Indonesia
19
Kebutuhan kalori pada pasien karsinoma meningkat sesuai dengan stres
metabolisme berat yaitu sebesar 150–200% kebutuhan basal. Perhitungan
kebutuhan juga dapat menggunakan rule of thumb, kebutuhan energi total pada
pasien non obese (berdasar berat badan aktual), maka pada pasien ambulatory
sebesar 30–35 kkal/kgBB/hari, dan pada pasien bedridden 20–25
kkal/kgBB/hari. Rekomendasi lain kebutuhan energi pada pasien kanker adalah 25
–35 kkal/kgBB.26,27,28
Kebutuhan protein berdasarkan berat badan aktual yaitu sebesar 1,2–1,6
g/kg BB/hari pada pasien kanker dengan hiperkatabolisme, bahkan dapat
mencapai 1,5–2,5 g/ kg BB/hari pada pasien kanker dengan stres metabolisme
berat. Rekomendasi lainnya adalah asupan protein minimal 1 g/kgBB/hari dengan
target mencapai 1,2–2 g/kgBB/hari. Asupan protein sebaiknya 25% dari
kebutuhan berasal dari AARC, yang diperlukan untuk memperbaiki balans
nitrogen pada pasien kanker dan untuk memperbaiki metabolisme protein pada
otot rangka. Pemberian AARC juga dapat menurunkan anoreksia terkait dengan
kanker kaheksia, sehingga dapat meningkatkan asupan gizi. Mekanisme kerja
dalam menurunkan anoreksia adalah berkompetisi dengan triptofan yang
merupakan prekursor serotonin sehingga dapat memblokade aktivitas serotonin di
hipotalamus. Peningkatan serotonin yang terjadi pada pasien kanker dapat
menghambat neuropeptide Y (NPY) yang bersifat oreksigenik.26,27,29
Kebutuhan lemak sebesar 20–30% total energi pasien, dan tidak ada
ketentuan restriksi lemak pada pasien kanker, karena lemak merupakan sumber
yang penting untuk memenuhi kebutuhan energi, pelarut vitamin A, D, E, K, dan
untuk memenuhi kebutuhan lemak esensial. Jika terdapat malabsorpsi lemak,
maka dapat dipertimbangkan pemberian medium chain triacylglycerol (MCT)
dengan perbandingan long chain triacylglycerol (LCT) : MCT = 50:50.30
2.4.8.1. Kebutuhan Vitamin, Mineral dan Nutrien Spesifik.
Vitamin dan mineral
Pemberian suplemen vitamin sebagai antioksidan masih kontroversial. American
cancer society lebih menyarankan pemberian antioksidan melalui bahan makanan
sumber dan bukan dari suplemen. Namun, ketika asupan tidak adekuat atau
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
20
diduga terdapat kehilangan mikronutrien, pemberian suplemen multivitamin
mineral dapat dipertimbangkan.31, 32 Rekomendasi adalah sebesar 100% dietary
reference intake (DRI). Asupan nutrisi 1500–2000 kkal/hari umumnya telah
memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral harian.29
Nutrien spesifik
Suplementasi asam lemak omega 3 dapat membantu menstabilkan berat badan
penderita kanker dan yang mengalami penurunan berat badan yang progresif dan
tanpa disadari. Selain itu pemberian asam lemak omega-3 yaitu eicosapentaenoic
acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) dapat berkompetisi dengan asam
arakhidonat yang merupakan prekursor berbagai mediator inflamasi sehingga
pemberian asam lemak omega-3 dapat menurunkan inflamasi pada pasien.33 Dosis
yang direkomendasikan adalah 2 g EPA/hari, berupa suplemen atau nutrisi yang
diperkaya EPA.34
EPA dapat meningkatkan nafsu makan dan berat badan, meningkatkan
kualitas hidup, dan menurunkan morbiditas pasca operasi. Pemberian nutrisi yang
diperkaya EPA memiliki toleransi yang lebih baik dibanding kapsul minyak ikan.
Dua gram EPA dapat diperoleh dari beberapa sumber: 8–11 kapsul minyak ikan
(180 mg EPA/kapsul); dan 300–400 g minyak ikan (8–10 ekor ikan kembung
atau ikan tenggiri). Contoh dari minyak ikan yang banyak mengandung omega 3
(EPA dan DHA) termasuk: mackerel (ikan kembung, tenggiri) mengandung 1450
mg omega 3/55 g, salmon mengandung 930 mg omega 3/55 g.35
2.4.8.2 Nutrisi pada Pasca Bedah
Menurut ESPEN, nutrisi parenteral pasca operasi bermanfaat pada pasien dengan
komplikasi pasca operasi yang tidak mampu menerima dan menyerap jumlah
yang cukup dari makanan oral/enteral selama minimal 7 hari. Kombinasi nutrisi
enteral dan parenteral harus dipertimbangkan pada pasien yang >60% dari
kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi melalui jalur enteral atau oral.36
Kebutuhan energi berdasar rekomendasi ESPEN untuk pasien pasca
pembedahan, yaitu 25 kkal/kgBB ideal, dan pada pasien dengan stres
metabolisme berat seperti pada karsinoma, sebesar 30 kkal/kgBB ideal/hari. Rasio
makronutrien yang disarankan untuk perbandingan protein:lemak:glukosa
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
21
diharapkan mencapai 20:30:50% kebutuhan energi total (KET), atau asupan
lemak sebesar 20–30% KET.36
Selain reseksi hati, dapat dilakukan transplantasi. Pemberian nutrisi pasca
transplantasi adalah kalori basal ditambah 15–30% atau sebesar 35–40 kkal/kg
BB/hari, protein 1,2–1,75 g/kg BB/hari, lemak 20–30% dari total kalori,
karbohidrat 70% dari total kalori. Tidak dilakukan pembatasan cairan, pemberian
multivitamin dan mineral sesuai DRI.37,38
Pasca pembedahan membutuhkan suplai dari beberapa vitamin dan
mineral guna penyembuhan luka.39 Fungsi fisiologis dan dosis mikronutrien yang
dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Peran Mikronutrien dalam Proses Penyembuhan Luka
Mikronutrien Dosis Fungsi fisiologis Vitamin A 10.000 IU Mempertahankan integrasi epitel dermis Vitamin B6 10–15 mg Sintesis jaringan penghubung Vitamin C 500–2000 mg Sintesis kolagen, hidroksilasi prokolagen,
mempertahankan ikatan jaringan penghubung
Asam folat 0,4–10 mg Sintesis jaringan penghubung Seng 4–10 mg Sintesis kolagen, hidroksilasi prokolagen,
mempertahankan ikatan jaringan penghubung
Tembaga 1–2 mg Sintesis kolagen, hidroksilasi prokolagen, dan mempertahankan ikatan jaringan penghubung, serta angiogenesis daerah luka
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 39
2.4.9. Prognosis
Prognosis pada umumnya buruk, terutama disebabkan oleh karena adanya
penyakit hepar kronis yang mendasari terjadinya keganasan. Hepatoma primer
jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3 bulan. Kausa kematian
umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma hepatik
dan ruptur hati.15
Faktor yang mempengaruhi prognosis terutama adalah ukuran dan jumlah
terutama, ada tidaknya trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai,
metode terapi, dan lain-lain. Data 1465 kasus pasca reseksi radikal hepatoma dari
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
22
Shanghai menunjukkan survival 5 tahun 51,2%; data dari Guangzhou pasca
hepatektomi survival 5 tahun 37,6%, untuk hepatoma
-
Universitas Indonesia
23
BAB 3
KASUS
3.1 Kasus 1. Karsinoma Hepatoselular Segmen 5-6, Child Pough C, unresectable dengan Hipoglikemia Berulang. Tn. M, laki-laki berusia 43 tahun, dirawat dengan keluhan utama terdapat
benjolan di perut kanan atas sejak dua tahun sebelum masuk rumah sakit (SMRS),
disertai perut yang semakin membuncit. Sejak dua tahun SMRS pasien mengeluh
sering terasa kembung, pucat dan lemas. Tidak terdapat demam, mual atau
muntah. Pasien menduga sakit lambung, lalu membeli obat bebas. Tiga bulan
kemudian, keluhan kembung semakin berat, teraba benjolan di perut kanan atas
disertai nyeri yang tidak menjalar, nafsu makan berkurang, badan terasa lemas.
Tidak ada kelainan pada buang air kecil dan buang air besar. Pasien lalu berobat
ke dokter dan dikatakan ada gangguan hati, pasien dirujuk ke Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Cengkareng dan dilakukan pemeriksaan USG, dinyatakan
terdapat tumor di hati. Dari RSUD Cengkareng, pasien dirujuk ke RSUPNCM.
Satu tahun SMRS pasien berobat ke poli hepatologi di bagian penyakit
dalam, mendapat obat hepamer dan vitamin, dikatakan untuk kontrol satu bulan
kemudian. Saat kontrol, perut pasien mulai membuncit, benjolan teraba semakin
membesar. Pasien disarankan rawat inap, namun ruangan dikatakan penuh,
sehingga pasien menunggu sekitar satu tahun sebelum akhirnya dirawat.
Pada riwayat penyakit dahulu, adanya riwayat sakit jantung, kencing
manis, tekanan darah tinggi dan sakit kuning disangkal. Dalam keluarga juga
tidak terdapat riwayat sakit jantung, kencing manis, tekanan darah tinggi dan sakit
serupa.
Dari riwayat makan pasien diketahui satu tahun SMRS jumlah asupan
makanan sudah menurun sehingga asupan pasien hanya setengah dari jumlah
asupan sebelum sakit karena tidak nafsu makan. Pasien mempunyai kebiasaan
merokok 1–2 bungkus perhari selama sekitar 20 tahun, minum obat bebas
sebanyak 3x2 tablet karena merasa sering masuk angin. Tidak ada kebiasaan
minum minuman beralkohol maupun jamu. Sebelum sakit sekitar satu tahun
23Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
24
SMRS berat badan pasien 71 kg, mengalami penurunan berat badan sebanyak 21
kg (29.58%) sejak sakit.
Pada pemantauan selama sembilan hari, pasien tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, hemodinamik stabil. Pemeriksaan fisik selama
pemantauan menunjukkan konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tak
terpasang nasogastric tube (NGT). Pada pemeriksaan toraks terdapat iga
gambang. Abdomen membuncit, shifting dullness positif. Terdapat asites, lingkar
perut selama pemantauan diameter 99–100 cm. Ekstremitas tak ada edema.
Terdapat muscle wasting dan lemak subkutan yang tipis. Kapasitas fungsional
ambulatory, kekuatan genggam tangan lebih lemah dari pemeriksa.
Pemeriksaan laboratorium selama perawatan menggambarkan pasien tidak
anemia (awal: Hb 14,7 g/dL dan akhir perawatan 15,5 g/dL), kadar fibrinogen
awal meningkat (397,1 mg/dL) dan tidak ada pemeriksaan ulang, kadar D-dimer
300 g/L, peningkatan enzim transaminase pada awal perawatan (SGOT 315
U/L, SGPT 59 U/L) dan pada akhir perawatan terdapat perbaikan (SGOT 50 U/L
dan SGPT 23 U/L), peningkatan -GT 357 U/L pada awal perawatan dan tidak
dilakukan pemeriksaan ulang, peningkatan fosfatase alkali pada awal perawatan
(327 U/L) dan menjadi 86 U/L pada akhir perawatan, kadar albumin awal
perawatan dan akhir perawatan dalam batas normal (4,38 g/dL dan 4, 84 g/dL).
Pada pasien juga terdapat peningkatan kadar bilirubin pada awal perawatan
(bilirubin total 1,67 mg/dL, bilirubin direk 0,85 mg/dL, bilirubin indirek 0,82
mg/dL) dan terdapat perbaikan pada akhir perawatan (bilirubin total 0,5 mg/dL,
bilirubin direk 0,17 mg/dL, bilirubin indirek 0,33 mg/dL). Pemeriksaan biomarker
anti HBc total 0,01 reaktif, AFP hati 400.000 IU/mL. Fungsi ginjal dalam batas
normal, kadar elektrolit dalam batas normal. Pada pasien terdapat hipoglikemia
berulang, dengan kadar glukosa darah sewaktu pada pagi hari 45 mg/dL–63
mg/dL dan membaik dengan pemberian dekstrosa 40% sebanyak 1–2 flacon.
Kadar glukosa darah sewaktu tampak pada Gambar 3.1
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
25
Gambar 3.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL) Pasien Pertama Selama Pemantauan
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu pemeriksaan USG abdomen
sebelum dirawat menyatakan terdapat massa lobus kanan hepar berukuran 9,12 x
10,6 cm sesuai dengan karsinoma hepatoselular. Saat dirawat dilakukan
pemeriksaan CT- scan abdomen atas 3 fase dengan kontras menyatakan massa
lobus kanan hepar sugestif hepatoma, tidak tampak trombus vena porta maupun
tanda-tanda hipertensi portal, organ intraabdomen lain tervisualisasi baik.
Pemeriksaan foto toraks saat masuk rawat menunjukkan tidak ada kelainan pada
jantung dan paru.
Pemeriksaan antropometri menggunakan lingkar lengan atas (LLA) karena
terdapat asites. Nilai LLA pada pasien 20 cm, tinggi badan (TB) 166 cm,
didapatkan berat badan perkiraan 50 kg, dan indeks massa tubuh (IMT) 18,14
kg/m2. Berdasarkan nilai IMT ini pasien dikategorikan malnutrisi ringan.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang maka
pasien ini didiagnosis sindroma kanker kaheksia, hipoglikemia berulang,
peningkatan enzim transaminase, peningkatan bilirubin, hipermetabolisme
sedang, karsinoma hepatoseluler segmen 5-6, skor Child-Pugh C, unresectable.
Analisis asupan sebelum masuk RS, setelah sakit dan saat pemeriksaan
awal tampak pada Gambar 3.2
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
26
Gambar 3.2. Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Pertama Sebelum
Sakit, Setelah Sakit SMRS dan 24 Jam Pertama di RS.
Dari persamaan Harris-Benedict didapatkan kebutuhan energi basal
(KEB) 1289 kkal 1300 kkal dan kebutuhan energi total (KET) dengan faktor
stres 1,4 didapatkan hasil 1820 kkal 1900 kkal. Komposisi yang akan diberikan
protein 80 g/hari setara dengan 1,6 g/kg BB/hari (17%), dengan kandungan asam
amino rantai cabang (AARC) 30%, lemak 25% (53 g), karbohidrat 58% (276 g).
Pada awal pemantauan, pemberian nutrisi dimulai dengan 1700 kkal
dengan komposisi protein 75 g (18%) 1,5 g/kg BB/hari dengan N:NPC = 1:117,
lemak 20% (38 g) dan karbohidrat 60% (255 g). Pemberian makanan dilakukan
melalui jalur oral dengan bentuk makanan padat dan makanan cair komersial
formula diet hati sebanyak 2x125 kkal, serta jalur parenteral. Pada pasien
diberikan 1 porsi diet cair saat tengah malam dengan gula 30 g. Kebutuhan cairan
pada pasien 30–40 ml/kg BB/hari, diberikan cairan dengan balans seimbang.
Pasien direncanakan dilakukan drainase asites guna mengeluarkan cairan asites
sebanyak 1000 ml/hari. Setiap hari dilakukan evaluasi toleransi asupan, analisis
asupan. Pemberian nutrisi ditingkatkan 10–20% setiap 1–2 hari hingga mencapai
KET. Asupan selama pemantauan terlihat pada Gambar 3.3
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
27
Gambar 3.3 Analisis Asupan Pasien Pertama Selama Pemantauan
Pasien diusulkan mendapat multivitamin dan multimineral yang sesuai
dengan Recommended Dietary Allowances (RDI). Terapi yang didapat dari
sejawat adalah tindakan drainase asites 1000 ml/ hari dan pemberian dekstrose
40% 1–2 flacon sesuai kadar gula darah.
Pada pasien ini dilakukan monitoring klinis, tanda vital, laboratorium,
analisis asupan dan toleransi asupan. Pasien pulang pada hari perawatan ke-9,
dengan asupan sesuai KET, kapasitas fungsional membaik, dan diberikan
perawatan paliatif.
3.2Kasus2.Karsinoma Hepatoselular Segmen 3–4 Pro Reseksi, Hepatitis B, Diabetes Melitus Tipe 2, Berat Badan Lebih (Riwayat Penurunan Berat Badan 15 kg selama 8 Bulan), Hipermetabolisme Sedang. Tn. R, usia 65 tahun, dirawat dengan keluhan utama terdapat benjolan di perut
kanan atas sejak ± 8 bulan sebelum masuk RS (SMRS). Keluhan pertama kali
dirasakan pada awal tahun 2013, berupa rasa sakit perut seperti ditusuk di daerah
kanan atas, sakit dirasakan hilang timbul, disertai mual namun tidak muntah. Pada
perut kanan atas teraba benjolan sebesar kelereng. Pasien berobat ke puskesmas
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
28
dan diberi obat maag, keluhan dirasakan berkurang. Enam bulan kemudian, pasien
kembali merasakan sakit seperti ditusuk di perut kanan atas, disertai mual namun
tidak sampai muntah. Benjolan di perut kanan atas dirasakan semakin membesar,
pasien lalu berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja dan diberi obat
serta dilakukan pemeriksaan CT scan, dikatakan hati membesar dan terdapat
tumor di hati. Pasien mendapat obat, pasien lupa nama obat, setelah minum obat
dirasakan keluhan sakit dan mual berkurang. Dua bulan kemudian, pasien
merasakan benjolan di perut semakin membesar dan kembali terasa nyeri disertai
mual. Pasien lalu berobat ke RSUPNCM di poli bedah. Dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan disarankan untuk rawat inap, namun karena tidak tersedianya
kamar, maka pasien menunggu selama dua bulan, sebelum akhirnya dirawat.
Riwayat penyakit jantung dan tekanan darah tinggi tidak ada. Pasien di
diagnosis kencing manis sejak tiga tahun yang lalu, dan minum obat secara teratur
dari puskesmas. Dari riwayat keluarga diketahui ayah pasien menderita kencing
manis dan telah meninggal dunia. Namun tidak ada riwayat tekanan darah tinggi
dan jantung di keluarga.
Berat badan pasien turun kurang lebih 15 kg dibandingkan dengan
sebelum sakit. Pasien mempunyai kebiasaan minum jamu sebanyak dua hingga
tiga bungkus setiap tiga hari, agar tidak mudah sakit. Riwayat merokok dan
minum minuman beralkohol disangkal.
Selama 6 hari pemantauan sebelum operasi hepatektomi, keluhan
subyektif membaik yaitu tidak ada mual, asupan makan meningkat. Setelah
operasi, keluhan hanya nyeri pada luka operasi, asupan makan meningkat
bertahap.
Saat pemeriksaan awal di RS, pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran kompos mentis dan tanda vital stabil. Selama pemantauan sebelum
operasi, pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva tak anemis, sklera tak
ikterik. Pemeriksaan torak tak terdapat iga gambang, jantung dan paru dalam
batas normal, pemeriksaan abdomen tampak datar, bising usus positif normal,
supel, teraba massa pada kuadran kanan atas, lima jari bawah arkus kosta, padat,
tepi tumpul, nyeri tekan positif. Ekstremitas teraba hangat, tak ada edema,
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
29
capillary refill time (CRT) < 2 detik. Kekuatan genggam tangan sama kuat dengan
pemeriksa, kapasitas fungsional ambulatory.
Pemeriksaan fisik setelah operasi didapatkan konjungtiva anemis, sklera
tak ikterik, pada abdomen didapatkan luka operasi pada linea mediana tertutup
kassa, rembesan tak ada, bising usus positif normal, supel, nyeri tekan pada
daerah sekitar luka operasi. Kapasitas fungsional bedridden, kekuatan genggam
tangan sama kuat dengan pemeriksa.
Pemeriksaan laboratorium selama pemantauan sebelum operasi
menunjukkan pasien tidak anemis (Hb 13 g/dL), enzim transaminase normal
(SGOT 31 U/L, SGPT 40 U/L), -GT 64 U/L, fosfatase alkali 71 U/L, albumin
normal (4,24 g/dL), bilirubin normal (bilirubin total 0,49 mg/dL, bilirubin direk
0,22 mg/dL, bilirubin indirek 0,27 mg/dL), fungsi ginjal normal, gula darah
sewaktu 154 mg/dL, kadar elektrolit dalam batas normal. Pemeriksaan biomarker
anti HBc total 0,01 reaktif, AFP 1,8 IU/ml.
Pada hari perawatan ke 6 pasien menjalani operasi hepatektomi segmen 3-
4 dan kolesistektomi. Pasca operasi, pasien dirawat di intensive care unit (ICU)
selama 3 hari, lalu kembali ke bangsal bedah saluran cerna. Hasil laboratorium
pasca bedah hari ke-4 menggambarkan anemia (Hb 11 g/dL), hematokrit 32,1%,
eritrosit 4,17x10^6/µL, peningkatan enzim transaminase (SGOT 67 U/L, SGPT
96 U/L), peningkatan -GT (64 U/L menjadi 256 U/L), peningkatan fosfatase
alkali (71 U/L menjadi 188 U/L). Kadar bilirubin, fungsi ginjal, dan kadar
elektrolit normal.
Sebelum operasi dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu CT-Scan
abdomen atas 3 fase dengan kontras, menyatakan adanya tumor hepar sugestif
maligna lobus kanan hepar, tumor jaringan lunak subkutis dinding abdomen
kanan tengah suspek maligna.
Hasil antropometri didapatkan berat badan (BB) 66 kg, TB 165 cm, IMT
24,2 kg/m2, tergolong berat badan lebih. Analisis asupan sebelum sakit, selama
sakit SMRS dan saat awal pemeriksaan tampak pada Gambar 3.4
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
30
Gambar 3.4. Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Kedua Sebelum
Sakit, Setelah Sakit SMRS dan 24 Jam Pertama di RS.
Pada pasien ini didapatkan KEB berdasarkan Harris-Benedict sebesar 1353 kkal,
sebelum operasi dengan faktor stres 1,4 didapatkan KET 1894 kkal 1900 kkal,
dengan komposisi protein 85 g (17,9% atau setara 1,3 g/kg BB/hari, N:NPC
1:115). Lemak diberikan 25% (53 g) dan karbohidrat 56% (265 g). Pada awal
perawatan diberikan 1500 kkal (sesuai asupan 24 jam), setara 80% KET, dengan
protein 71 g (18,9% setara dengan 1,1 g/kg BB/hari dengan N:NPC 1: 107),
lemak 42 g (25%) dan karbohidrat 56% (210 g). Pemberian serat 95% berupa
karbohidrat kompleks, dengan anjuran serat 20–30 gram/hari dengan 25% berupa
serat larut. Pemberian nutrisi diberikan melalui jalur oral berupa diet padat dan
diet cair, frekuensi pemberian tiga kali makanan utama dan tiga kali kudapan
termasuk satu kali kudapan malam. Gambar 3.5 menggambarkan analisis asupan
selama pemantauan sebelum operasi.
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
31
Gambar 3.5 Analisis Asupan Pasien Kedua Selama Pemantauan Sebelum Operasi
Pasien diberikan multivitamin dan multimineral sesuai dengan RDA.
Setelah operasi, diagnosis pasien adalah berat badan lebih, gangguan fungsi hati
pasca kolesistektomi dan reseksi hati segmen 3-4 et causa karsinoma
hepatoseluler. Kebutuhan energi total menggunakan faktor stres 1,5 didapatkan
2029 kkal 2000 kkal, dengan protein 98 g (19,6%) setara 1,5 g/kg BB, N:NPC =
1:102, lemak 20% (44 g), karbohidrat 60% (300 g) . Asupan nutrisi pasca operasi
sebesar 900 kkal, dengan protein 26 g, lemak 16,4 g dan karbohidrat 117,2g.
Pemberian nutrisi dimulai sesuai KEB, dan ditingkatkan 10–20% setiap hari
sesuai toleransi asupan. Analisis asupan selama pemantauan sebelum operasi
tampak pada Gambar 3.6
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
32
Gambar 3.6 Analisis Asupan Pasien Kedua Selama Pemantauan Setelah Operasi
Pasien mendapat terapi dari sejawat berupa Farmadol 3x1 g, Omeprazole
2x40 mg, Ondansentron 3x4 mg, obat hipoglikemi oral (OHO) Glikuidon 2x30
mg, dan Simvastatin 1x10 mg. Selama perawatan dilakukan monitoring klinis,
tanda vital, laboratorium, analisis asupan. Pasien pulang pada hari ke-8 pasca
operasi, dengan keadaan umum baik, kondisi klinis stabil, toleransi asupan baik,
walau belum mencapai KET.
3.3 Kasus 3. Karsinoma Hepatoselular Segmen 5 dan 6 Pro Reseksi, Hepatitis B, Berat Badan Normal Berisiko Malnutrisi, Hipermetabolisme Sedang.
Ny S, usia 42 tahun, dirawat dengan keluhan utama benjolan di perut kanan atas
sejak satu tahun SMRS. Awalnya benjolan dirasakan kecil di bawah tulang iga
kanan, kemudian benjolan semakin membesar sampai teraba kurang lebih 10 jari
dibawah tulang iga kanan. Keluhan disertai nyeri yang hilang timbul pada perut
kanan atas. Pasien juga sering merasa lemas dan mudah lelah. Keluhan tidak
disertai demam yang naik turun. Keluhan juga tidak disertai dengan mata kuning,
buang air besar seperti dempul dan buang air kecil seperti teh. Riwayat mendapat
transfusi darah sebelumnya tidak ada.
Setahun SMRS, pasien mulai merasakan adanya benjolan di bawah tulang
iga kanan sejak satu bulan setelah melahirkan anak ketiga. Lalu pasien kontrol ke
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
33
dokter kandungan. Dokter kandungan mengatakan di perut kanan atas pasien
terdapat Gambaran hitam dan benjolan pada USG. Pasien kemudian dirujuk ke
dokter bedah untuk dilakukan CT- Scan, tetapi pasien tidak mau memeriksakan
dirinya.
Empat bulan SMRS pasien mulai memeriksakan dirinya kembali ke
Rumah Sakit Margono, dan dilakukan pemeriksaan CT scan dan USG. Hasilnya
terdapat benjolan di hati, pasien dirujuk ke RSCM, dan dilakukan CT Scan 3
dimensi dengan hasil yang sama, kemudian pasien dianjurkan untuk operasi.
Pasien menunggu selama empat bulan sebelum mendapat kamar rawat inap.
Pada riwayat penyakit dahulu, pasien tidak pernah menderita sakit kuning,
tekanan darah tinggi, jantung atau kencing manis. Riwayat keluarga adanya
tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, keganasan disangkal.
Berat badan pasien turun sebanyak 8 kg selama dua bulan karena pasien merasa
tidak nafsu makan. Analisis asupan selama sebelum sakit, setelah sakit dan awal
saat dirawat di RS tampak pada Gambar 3.7
Gambar 3.7 Analisis Asupan Energi dan Makronutrien Pasien Ketiga Sebelum Sakit,
Setelah Sakit dan 24 jam di RS Pemeriksaan fisik saat awal perawatan didapat konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, hidung tak terpasang NGT, torak tak terdapat iga gambang,
jantung dan paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen tampak datar,
bising usus positif normal, pada palpasi abdomen supel, teraba pembesaran hati
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
34
10 cm di bawah arcus costa, pada kuadran kanan atas, tepi tumpul, permukaan
berbenjol-benjol, keras, terdapat nyeri tekan. Lien tak teraba membesar. Perkusi
abdomen timpani. Ekstremitas tak ada edema, capillary refill time
-
Universitas Indonesia
35
tiga kali makan besar dan dua kali makan selingan. Analisis asupan selama
pemantauan sebelum operasi tampak pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Analisis Asupan Energi Pasien ketiga
Sebelum Operasi
Pada hari perawatan ke 4, pasien menjalani operasi reseksi hati segmen 6,
7 dengan sebagian segmen 5, dan kolesistektomi. Pasca operasi, pasien dirawat di
ICU selama tiga hari, kemudian kembali dirawat di bangsal bedah saluran cerna.
Pasca bedah pasien mengeluh nyeri pada luka operasi dan mual. Keadaan umum
tampak sakit sedang, hemodinamik stabil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
konjugtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, hidung tak terpasang NGT,
pemeriksaan torak didapatkan jantung dan paru dalam batas normal, abdomen
tampak datar, tampak luka operasi di linea mediana tertutup kassa, rembesan tidak
ada, bising usus normal. Ekstremitas tak ada edema, akral hangat, capillary refill
time < 2 detik. Kapasitas fungsional bedridden. Hasil laboratorium pasca operasi
hari ke 2 didapatkan tidak anemia (Hb 13,1 g/dL), leukositosis (22,27 x 10^3/ L,
masa protrombin meningkat (13 detik) dengan APTT normal, SGOT 313 U/L,
SGPT 169 U/L, albumin 3,92 g/dL, bilirubin total 1,41 mg/dL, bilirubin direk
0,63 mg/dL, bilirubin indirek 0,78 mg/dL. Fungsi ginjal normal, elektrolit dalam
batas normal. Terapi dari sejawat mendapat amikasin 1x1g, omeprazole 2x40 mg,
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
36
farmadol 3x1 g dan lamidvudin 1x1 tablet. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium, pasien didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme berat, peningkatan enzim transaminase, peningkatan bilirubin
pada karsinoma hepatoseluler pasca reseksi segmen 6,7 dan sebagian segmen 5,
kolesistektomi dan hepatitis B.
Asupan pasca operasi pasien dapat menghabiskan bubur sumsum 2 porsi,
susu 2 porsi dan mendapat nutrisi parenteral mengandung karbohidrat dan protein
sebanyak 500 ml. Total asupan 1060 kkal, protein 33 g (12%), lemak 32,7 g
(28%), karbohidrat 205,3 g (77%). Kebutuhan energi total menggunakan faktor
stres 1,5 sebesar 1777,5 kkal 1800 kkal, dengan protein 1,6 g/kg BB yaitu 77 g
(17%) dan N:NPC = 1:121, lemak 20% (40 g), karbohidrat 284 g. Pemberian
nutrisi dimulai dengan 1400 kkal (setara 80% KET atau 30 kkal/kg BB/hari)
dengan protein 1,3 g/kg BB/hari setara 63 g (18% dengan N:NPC = 1: 114),
lemak 20% (31g), karbohidrat 62% (217 g). Pemberian asupan ditingkatkan
bertahap sesuai toleransi asupan. Analisis asupan selama pasca operasi tampak
pada Gambar 3. 9. Pada hari perawatan ke 10, pasien sudah boleh pulang.
Gambar 3.9. Analisis Asupan Pasien Ketiga Setelah Operasi
3.4 Kasus 4. Karsinoma Hepatoselular Segmen 6 Pasca Percutaneous Ethanol Injection (PEI), Berat Badan Normal Berisiko Malnutrisi, Hipermetabolisme Sedang. Tn. N usia 67 tahun, dirawat dengan keluhan utama benjolan pada perut kanan
atas yang timbul sejak 6 bulan SMRS. Benjolan dirasakan kecil, di bawah tulang
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
37
iga kanan, kemudian saat pasien kontrol ke dokter dan dilakukan USG dikatakan
terdapat tumor pada hati. Saat itu tidak terdapat keluhan buang air kecil maupun
buang air besar. Pasien lalu dirujuk ke bagian bedah di RSCM, dan dilakukan
biopsy pada tumor. Empat bulan SMRS, pasien menjalani terapi penyuntikan
etanol ke dalam tumor. Tindakan tersebut dijalani pasien selama tiga kali dengan
jarak satu bulan dari tiap penyuntikan. Selama menjalani tindakan tersebut, pasien
merasakan tumor semakin membesar. Pasien juga mengeluh adanya mual
sehingga asupan makan pasien berkurang kira-kira setengah dari biasanya. Selain
itu pada bagian putih mata, tampak kekuningan, buang air kecil tampak
kecoklatan seperti teh, sedangkan buang air besar tak ada keluhan. Pasien lalu
menjalani pemeriksaan USG, dikatakan tumor tetap membesar sehingga harus
menjalani pembedahan. Pasien lalu dirawat di RSUPNCM.
Pada riwayat penyakit dahulu, pasien tidak pernah menderita penyakit
jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis ataupun sakit kuning. Riwayat
transfusi disangkal. Riwayat keluarga adanya riwayat sakit tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, kencing manis disangkal. Adanya penyakit keganasan
disangkal.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak remaja, sebanyak dua
bungkus per hari dan sejak didiagnosis sakit tumor hati, pasien berhenti merokok.
Selama sakit pasien mengeluhkan adanya penurunan berat badan sebanyak 6 kg
dalam waktu kira-kira 5 bulan.
Pemeriksaan fisik saat awal perawatan didapatkan konjungtiva anemis,
sklera ikterik, hidung tak terpasang NGT, pada torak tak ada iga gambang, paru
dan jantung dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen, tampak datar, bising usus
normal, pada palpasi supel, teraba massa lima jari bawah lengkung iga kanan,
padat, tepi tumpul, nyeri tekan tak ada. Ekstremitas tak ada edema, muscle
wasting tak ada, akral hangat, capillary refill time < 2 detik, kapasitas fungsional
ambulatory, kekuatan genggam pasien sama kuat dengan pemeriksa.
Pemeriksaan antropometri didapatkan BB 45 kg, TB 152 cm, IMT 19,4
kg/m2 tergolong berat badan normal. Analisis asupan selama sebelum sakit,
setelah sakit dan awal saat dirawat di RS tampak pada Gambar 3.7
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
38
Gambar 3.10. Analisis Asupan Pasien Keempat Sebelum Sakit, Setelah Sakit dan 24 Jam
di RS
Hasil pemeriksaan laboratorium saat awal rawat menggambarkan anemia
(Hb 12,3 g/dL), MCV 75,8 fL, MCH 25,6 pq, MCHC 33,8 g/dL, leukosit
10.530/ L. SGOT 33 U/L, SGPT 25 U/L, bilirubin total 3,40 mg/dL, bilirubin
direk 3,05 mg/dL, bilirubin indirek 0,35 mg/dL. Glukosa sewaktu 69 mg/dL.
Fungsi ginjal normal, elektrolit dalam batas normal. Pemeriksaan kolinesterase
8150 U/L, fosfatase alkali 78 U/L, AFP (hati) 3,4 IU/mL. Pemeriksaan anti HCV
0,40 non reaktif, HBsAg 0,360 non reaktif dan anti HBs 188,9 reaktif.
Pemeriksaan penunjang lainnya hasil CT-scan abdomen setelah tindakan
PEI didapatkan hasil hepatoma pasca PEI, massa segmen 6 hepar membesar.
Pemeriksaan MRI didapatkan hepatoma pasca PEI, terdapat nodul di lobus kanan
hepar ukuran 4,2 x 4,7 x 3,64. Tidak tampak lesi lain di hepar. Biopsi histologi
Gambaran sesuai dengan karsinoma sel hati grade 1. Hasil pemeriksaan patologi
anatomi hepatocellular carcinoma grade II, moderated differentiated, sebagian
tumor memperlihatkan tipe clear cell. Jaringan hati non sirotik. Bekas sayatan
bebas tumor.
Kebutuhan energi basal pada pasien ini dihitung berdasarkan persamaan
Harris Benedict didapatkan 987,4 kkal, dengan faktor stres 1,4 didapatkan KET
sebesar 1382 kkal 1400 kkal, dengan protein 1,4 g/kg BB/hari setara dengan 63
g/hari (18% KET dengan N:NPC = 1: 114, lemak 20% KET (31 g) dan
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
39
karbohidrat 62% KET (217 g). Kebutuhan cairan pada pasien ini 25–30 ml/kg
BB/24 jam atau sebesar 1125 – 1350 ml/24 jam.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
pasien ini didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi, hipermetabolisme
sedang, karsinoma hepatoseluler segmen 6, pro reseksi hepar. Hasil analisis
asupan 24 jam didapatkan asupan 1100 kkal, protein 41 g, lemak 31 g,
karbohidrat 165 g. Pemberian nutrisi setara KET (protein 63 g, lemak 31 g,
karbohidrat 217 g) melalui jalur oral, berupa diet biasa rendah lemak dan diet cair
dengan frekuensi tiga kali makan besar dan dua kali makan selingan. Pemberian
mikronutrien sesuai RDA. Analisis asupan selama pemantauan sebelum operasi
tampak pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11 Analisis Asupan Pasien Keempat
Sebelum Operasi
Setelah perawatan hari ke-4, pasien menjalani operasi reseksi segmen 6.
Pasca operasi pasien dirawat di ICU selama tiga hari, kemudian kembali ke
bangsal bedah saluran cerna. Pasca operasi, pasien dirawat di ICU selama tiga
hari, kemudian kembali dirawat di bangsal bedah saluran cerna. Pasca bedah
pasien mengeluh nyeri pada luka operasi dan mual. Keadaan umum tampak sakit
sedang, hemodinamik stabil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjugtiva tidak
anemis, sklera ikterik, hidung tak terpasang NGT, pemeriksaan torak didapatkan
jantung dan paru dalam batas normal, abdomen tampak datar, tampak luka operasi
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Universitas Indonesia
40
di linea mediana tertutup kassa, rembesan tidak ada, bising usus normal.
Ekstremitas tak ada edema, akral hangat, capillary refill time < 2 detik. Kapasitas
fungsional bedridden. Hasil laboratorium pasca operasi hari ke 2 didapatkan
anemia (Hb 10,2 g/dL), MCV 77,4 fL, MCH 25,6 pq, MCHC 33,0 g/dL,
leukositosis (15,63 x 10^3/ L, masa protrombin normal, APTT 20,2 detik, SGOT
1173 U/L, SGPT 762 U/L, bilirubin total 3,58 mg/dL, bilirubin direk 3,46 mg/dL,
bilirubin indirek 0,12 mg/dL, albumin 3,0 g/dL. Fungsi ginjal normal, elektrolit
dalam batas normal. Terapi dari sejawat mendapat cefixim 2x200 mg, omeprazole
2x20 mg. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, pasien
didiagnosis berat badan normal berisiko malnutrisi, hipermetabolisme berat,
peningkatan enzim transaminase, peningkatan bilirubin pada karsinoma
hepatoseluler pasca reseksi hati segmen 6.
Asupan pasca operasi pasien dapat menghabiskan bubur sumsum 1 porsi,
susu 2 porsi dan mendapat nutrisi parenteral mengandung karbohidrat dan protein
sebanyak 500 ml. Total asupan 760 kkal, protein 29 g (15%), lemak 12,7g (15%),
karbohidrat 125,3 g (65%). Kebutuhan energi total dengan faktor stres 1,5 sebesar
1500 kkal, dengan protein 68 g (1,5 g/kg BB, 18%, N:NPC = 1: 112). Pemberian
nutrisi dimulai dengan 1000 kkal (setara KEB atau 22 kkal/kg BB/hari) dengan
protein 1,1 g/kg BB/hari setara 50 g (20% dengan N:NPC = 1: 100), lemak 20%
(22g), karbohidrat 62% (155g). pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap sesuai
toleransi asupan. Analisis asupan selama pasca operasi tampak pada Gambar 3.
12. Pada hari perawatan ke 10, pasien sudah boleh pulang.
Tatalaksana nutrisi ..., Paulina Toding, FK UI, 2014
-
Uni