universitas indonesia viskositas materi quark-gluon
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
VISKOSITAS MATERI QUARK-GLUON PLASMA
DISERTASI
TJONG PO DJUN
1206327922
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM STUDI MATERIAL SAINS
DEPOK2015
UNIVERSITAS INDONESIA
VISKOSITAS MATERI QUARK-GLUON PLASMA
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
TJONG PO DJUN
1206327922
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM STUDI FISIKA
KEKHUSUSAN ILMU MATERIALDEPOK
2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Tjong Po Djun
NPM : 1206327922
Tanda Tangan :
Tanggal : 24 April 2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Disertasi ini diajukan oleh :Nama : Tjong Po Djun,NPM : 1206327922,Program Studi : Ilmu Bahan-BahanJudul Disertasi : Viskositas Materi Quark-Gluon
Plasma.
Disertasi ini diajukan sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk
memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Fisika, Kekhususan Ilmu
Material, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Promotor : Prof. Dr. Terry Mart (.......................................)
Ko-promotor : Dr. Laksana Tri Handoko (.......................................)
Tim Penguji : Dr. Bambang Soegijono (........................................)
: Dr. rer. nat. Agus Salam (........................................)
: Dr. Albertus Sulaiman (........................................)
: Dr. Handhika S Ramadhan (........................................)
Ditetapkan di : DepokTanggal : 24 April 2015
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur untuk kemulian Allah, karena atas berkat dan
rahmatNYA, disertasi ini dapat saya selesaikan. Disertasi ini ditulis un-
tuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program Doktor dari
Program Studi Ilmu Material Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa batuan dan bim-
bingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
disertasi ini. Oleh karenya, pada kesempatan ini saya secara khusus meng-
ucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Terry Mart atas bimbingan dan dukungan yang diberikan.
2. Dr. L.T. Handoko atas ide-idenya yang brilian.
3. Dr. Bambang Soegijono yang tanpa lelah terus mendorong dan mem-
beri semangat pada saya.
4. Juga semua pihak yang tidak dapat disebutkan di sini atas dukungan
dan doa kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini.
Saya menyadari bahwa isi disertasi ini masih jauh dari sempurna, karena-
nya saya selalu mengharapkan kritik dan saran membangun dari para pem-
baca.
Depok, 24 April 2015
Tjong Po Djun
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASIDISERTASI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama : Tjong Po DjunNPM : 1206327922Program Studi : Ilmu MaterialDepartemen : FisikaFakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan AlamJenis Karya : Disertasi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Viskositas Materi Quark-Gluon Plasma
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihme-
dia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mera-
wat, dan memublikasikan disertasi saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagi pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 24 April 2015
Yang menyatakan
(Tjong Po Djun)
v
ABSTRAK
Nama : Tjong Po Djun
Program Studi : Ilmu Material
Judul : Viskositas Materi Quark-Gluon Plasma
Plasma sebagai material yang semakin banyak dipakai di dunia industri
akan dibahas secara singkat. Kemudian, quark-gluon plasma sebagai sa-
lah satu jenis plasma akan ditinjau secara mendalam. Sebuah teori un-
tuk quark-gluon plasma akan diformulasikan melalui penyusunan sebuah
densitas Lagrangian. Simetri gauge untuk setiap suku di dalam Lagrang-
ian akan tetap dipertahankan, kecuali untuk suku viskositasnya. Meka-
nisme transisi dari partikel titik ke medan alir, dan sebaliknya, didisku-
sikan dengan jelas. Kemudian akan diturunkan persamaan tensor energi-
momentum yang relevan untuk plasma gluonik. Dengan menerapkan hu-
kum kekekalan energi dan kekekalan momentum, viskositas shear dan vis-
kositas bulk akan didapatkan dengan penurunan analitik. Hasil penghi-
tungan menunjukkan bahwa pada tingkat energi yang dekat dengan ha-
dronisasi, viskositas bulk akan jauh lebih besar dari viskositas shear. Peng-
hitungan ini juga memberikan hasil yang cukup dekat dengan hasil yang
didapat dari eksperimen.
Kata kunci :
Transformasi gauge, quark-gluon plasma, viskositas
vi
ABSTRACT
Name : Tjong Po Djun
Study Program : Material science
Title : Viscosities of Quark-Gluon Plasma
Plasma as a kind of material that has become more and more commonly
utilized in industry is introduced. A kind of plasma, which is called quark-
gluon plasma is elaborated deeply. A theory for viscous quark-gluon plas-
ma is formulated through the construction of a Lagrangian density. Gauge
symmetry is preserved for all terms inside the Lagrangian, except for the
viscous term. The transition mechanism from point particle field to fluid
field, and vice versa, is discussed. The energy momentum tensor that is re-
levant for the gluonic plasma having the nature of fluid bulk of gluon sea
is derived within the model. By imposing the law of energy and momen-
tum conservation, the values of shear and bulk viscosities are analytically
calculated. The result shows that at the energy level close to hadronization
the bulk viscosity is bigger than shear viscosity. Also, the values are close to
experiments result.
Keywords :
Gauge transform, quark-gluon plasma, viscosity
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL iHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iiLEMBAR PENGESAHAN iiiKATA PENGANTAR ivLEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH vABSTRAK viABSTRACT viiDAFTAR ISI viiiDAFTAR GAMBAR xBAB 1. PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 11.2 Perumusan Masalah 51.3 Hipotes 71.4 Tujuan Penelitian 71.5 Manfaat Penelitian 81.6 Batasan Penelitian 81.7 Sistimatika Penulisan 9BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 102.1 Kondisi Mutakhir Penelitian Quark-Gluon Plasma 102.2 Teori Medan yang Terhibridisasi sebagai Teori Alternatif 12BAB 3. DASAR TEORI QUARK-GLUON PLASMA 143.1 Aksi dan Persamaan Gerak 143.2 Simetri dan Transformasi Gauge 153.3 Lagrangian dan Teori Invarian Gauge untuk Sistim Medan
yang Terhibridisasi 213.4 Solusi Medan Gauge φ dari Persamaan Gerak Fluida
Relativistik Non-Abelian 283.5 Lagrangian dan Teori Invarian Gauge untuk QGP 313.6 Tensor Energi Momentum dari QGP Terdominasi
Gluon 333.7 Bentuk Eksplisit Viskositas Shear (η) dan Viskositas Bulk (ζ) 42BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 544.1 Viskositas Shear (η) dan Bulk (ζ) dalam Sistim Quark -
Gluon Plasma dengan Kecepatan Fluida Konstan 544.2 Grafik Dinamika Viskositas dan Pembahasan 57
viii
ix
BAB 5. APLIKASI TEORI QGP 605.1 Teori QGP untuk Pemodelan Transisi Fasa pada Bintang
Kompak 605.2 Semesta Awal - Era QGP 64
5.2.1 Densitas dan tekanan QGP padasemesta awal - era QGP 64
5.2.2 Parameter Hubble dan Faktor Skalasemesta awal - era QGP 66
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 726.1 Kesimpulan 726.2 Saran 73REFERENSI 74DAFTAR PUBLIKASI 76
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Terjadinya fasa fluida sebelum hadronisasi 4
Gambar 1.2 Diagram fasa quark-gluon plasma 5
Gambar 4.1 Viskositas bulk (ζ) dari QGP terdominasi gluonsebagai fungsi temperatur yang dihitungsesuai Pers. (4.4) 57
Gambar 4.2 Viskositas shear (η) dari QGP terdominasi gluonsebagai fungsi temperatur yang dihitungsesuai Pers. (4.3) 58
Gambar 4.3 Perkembangan penemuan nilai Viskositasshear (η) sejak 2007 59
Gambar 5.1 Distribusi densitas sebagai fungsi radius bintangkompak yang dinormalisasi, denganTs = 175 MeV dan T0 = 1 GeV. 65
Gambar 5.2 Parameter Hubble era QGP pada tingkat energimedan gluon 0,3 GeV hingga 0.75 GeV 69
x
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Materi plasma memiliki peran yang semakin penting di dalam dunia indus-
tri. Beberapa penggunaan paling umum dari materi plasma diantaranya
adalah sebagai material etching pada proses produksi semikonduktor, seba-
gai impurity doping pada proses modifikasi material, dan sebagai bahan pe-
ngurai limbah kimia yang sangat efektif dan murah. Di samping digunakan
sebagai bahan bantu proses produksi, plasma juga banyak digunakan seba-
gai bahan utama pembuatan produk akhir. Misalnya untuk bahan baku
pada pembuatan layar televisi atau monitor, bahan coating, antena plasma,
dan banyak lagi produk-produk baru yang sedang dikembangkan.
Dengan kegunaannya yang beragam, apakah sesungguhnya materi yang
disebut sebagai plasma ini? Secara umum, plasma adalah gas yang terben-
tuk dari elektron-elektron bebas, ion-ion, serta partikel-partikel bermuatan
lainnya. Plasma disebut juga sebagai fase keempat dari materi walaupun
sesungguh plasma adalah fase materi yang pertama terbentuk pada awal
alam semesta. Pada suhu ruang konduktivitas gas sangatlah kecil. Namun
dengan pemanasan atau penambahan energi, gas yang semula bersifat iso-
lator dapat berubah menjadi konduktor. Dengan demikian, gas tersebut
telah berubah menjadi plasma yang berisikan elektron bebas (sebagai pem-
bawa arus listrik). Sebagian dari partikel-partikel bermuatan di dalam plas-
ma akan saling bertumbukan dan memancarkan radiasi (gelombang elek-
tromagnetik). Spektrum gelombang yang dihasilkan dari radiasi tersebut
memiliki rentang frekuensi yang sangat luas. Stabilitas dan instabilitas dari
1
2
frekuensi gelombang tersebut menjadi pilihan unik dalam aplikasinya pa-
da bidang-bidang industri tertentu. Frekuensi gelombang yang merupakan
hasil agregat frekuensi tumbukan partikel-partikel bebas ini berbanding ter-
balik dengan mean free path, yaitu bahwa mean free path yang semakin besar
menunjukkan frekuensi tumbukan yang semakin kecil. Frekuensi tumbuk-
an juga bergantung pada kecepatan partikel. Hubungan frekuensi tumbuk-
an dengan mean free path dan cross section dirumuskan sebagai
fT = ρ× σ × v. (1.1)
Di sini fT adalah frekuensi tumbukan, ρ adalah densitas, σ adalah cross sec-
tion, dan v adalah kecepatan relativistik.
Plasma yang dapat terbentuk pada suhu yang tinggi serta dalam rentang
densitas dan tekanan yang luas menjadikannya cocok untuk digunakan pa-
da banyak jenis industri. Densitas dan temperatur berhubungan langsung
dengan tekanan plasma. Tekanan dihasilkan oleh gerak partikel-partikel
di dalamnya, dan diukur berdasarkan gaya per satuan area. Pada plasma,
biasanya tekanan dirumuskan sebagai P = ρ× T . P adalah tekanan, ρ ada-
lah densitas, dan T adalah temperatur. Terlihat jelas bahwa tekanan akan
bertambah seiring dengan meningkatnya temperatur. Pada perkembangan
teknologi terkini, plasma telah dipakai untuk membuat antena, khusunya
antena untuk operasi rahasia. Cara kerja antena plasma secara prinsip da-
pat dijelaskan sebagai berikut. Transmisi gelombang yang diterima oleh ta-
bung antena berisi gas argon akan mengionisasi gas tersebut menjadi plas-
ma. Selama proses transmisi, elektron di dalam plasma akan berosilasi se-
perti halnya elektron pada antena berbahan logam. Dengan demikian maka
transmisi sinyal radio dapat dilakukan. Ketika antena plasma dimatikan,
gas di dalam tabung kembali menjadi gas netral. Dengan demikian ante-
na plasma tidak terdeteksi oleh radar karena radar tidak dapat mendeteksi
gas.
Sejauh ini, plasma yang umum digunakan di dalam dunia industri ada-
lah plasma elektromagnetik, yaitu gas yang terdiri dari partikel-partikel
elektron atau positron. Jika pada materi plasma dilakukan penambahan
energi yang terus menerus (menaikkan temperatur dan tekanan), maka partikel-
Universitas Indonesia
3
partikel di dalam plasma akan bertambah energik dan terurai menjadi par-
tikel yang lebih elementer. Pada tingkat kepadatan energi tertentu, plasma
akan terisi oleh elektron dan positron. Lalu pada densitas energi di atas 200
MeV, plasma akan terisi oleh quark dan gluon.
Sifat-sifat penting lainnya dari plasma adalah konduktivitas dan viskosi-
tas. Pada disertasi ini kita akan membahas hasil penelitian tentang sifat-sifat
dissipatif salah satu jenis plasma, yaitu viskositas shear dan viskositas bulk
dari quark-gluon plasma (QGP). Viskositas dirumuskan sebagai ukuran re-
sistensi unit-unit terkecil dalam material untuk bergerak ketika dikenakan
gaya. Secara matematis didefinisikan sebagai, Viskositas = shear stress/shear
rate. Pada definisi ini, shear stress adalah gaya per unit area yang diperlukan
untuk menggerakkan satu lapis fluida dalam hubungannya dengan lapisan
fluida lainnya. Sedangakan shear rate adalah ukuran perubahan kecepatan
gerak dari sebuah lapisan fluida terhadap lapisan lainnya.
Untuk jenis material tertentu, besar viskositas akan cenderung tetap atau ti-
dak terpengaruh oleh perubahan tekanan dan temperatur. Contoh material
dengan nilai viskositas yang cenderung tetap ini misalnya adalah air dan
madu, dan jenis fluida dengan sifat ini disebut fluida Newtonian. Namun
pada material umumnya besaran viskositas akan berubah sesuai perubah-
an temperatur dan tekanan.
Data besaran viskositas dari berbagai jenis material sangat diperlukan oleh
industri manufaktur untuk memperkirakan bagaimana sebuah material akan
berperilaku dalam dunia nyata. Sebagai contoh, jika plasma elektromag-
netik tidak diproduksi dengan besar viskositas yang tepat, maka plasma
tersebut tidak akan berfungsi dengan baik ketika dipakai untuk material
coating ataupun untuk penggunaan pada industri lainnya. Demikian juga
halnya dengan material non-plasma. Dengan demikian, ketersediaan da-
ta viskositas material sangatlah diperlukan karena akan berpengaruh pada
bagaimana sebuah proses produksi dan transportasi dirancang.
Keberadaan quark-gluon plasma baru ditemukan sekitar 40 tahun yang
lalu melalui eksperimen tumbukan ion berat ultrarelativistik di laboratori-
um RHIC (Relarivistic Heavy Ion Collider), Amerika Serikat.
Sejak ditetapkan keberadaannya di dalam eksperimen, sebagian ilmuwan
fisika partikel mulai gencar melakukan riset-riset teoritis untuk mempre-
Universitas Indonesia
4
Gambar 1.1: Terjadinya fasa fluida sebelum hadronisasi. (Sumber : Nonaka,Asakawa, 2012)
diksi sifat-sifat material baru ini. Berbagai teori dari berbagai sub-teori
fisika diusulkam. Para ahli dengan latar belakang penguasaan QCD (qu-
antum chromodynamics) memandang quark-gluon plasma berada dalam ra-
nah QCD. Mereka berusaha menghitung viskositas shaer dan bulk dengan
menggunakan teori QCD latis. Ini dilakukan karena pada teori QCD yang
merupakan teori partikel dengan konstanta kopling yang besar tidak di-
mungkinkan untuk melakukan penghitungan secara analitis. Dalam ren-
tang waktu yang relatif pendek ini para peneliti belum mendapat hasil riset
dan kesimpulan yang baku. Ilmuwan pertama yang memakai istilah plas-
ma adalah Irving Langmuir pada tahun 1920. Ketika itu beliau meneliti
beberapa jenis gas merkuri yang berpijar, dan mendapati bahwa gas-gas
tersebut mempunyai struktur yang sama. Gas-gas tersebut dinamainya se-
bagai plasma.
Quark-gluon plasma adalah sebuah fasa dari kromodinamika kuantum yang
eksis pada densitas dan temperatur yang sangat tinggi, yaitu pada tempe-
ratur sekitar 2× 1012K. Fasa ini mengandung quark dan gluon yang bebas
asimtutik. Quark dan gluon ini adalah partikel dasar yang membangun ma-
teri. Pada materi umumnya, quark selalu berada dalam kondisi terikat an-
tara satu dengan yang lainnya (confined), sedangkan pada fasa quark-gluon
plasma, quark berada dalam kondisi bebas (deconfined). Pada teori kromo-
dinamika kuantum, quark digolongkan sebagai komponen fermion yang
membangun meson dan barion, dan gluon digolongkan sebagai komponen
boson yang membawa muatan gaya (colour force).
Universitas Indonesia
5
Gambar 1.2: Diagram fasa quark-gluon plasma. (Sumber : Gauss Center forSupercomputing - Sabine Hofler and Thierfeldt, 2013)
1.2 Perumusan Masalah
Teori-teori yang diusulkan untuk mendeskripsi dinamika dan transisi fasa
pada materi quark-gluon plasma (QGP) serta proses sebaliknya untuk kem-
bali menjadi materi hadronik, sejauh ini masih belum memuaskan. Pada
eksperimen-eksperimen energi-tinggi, kita hanya dapat mengukur partikel-
partikel yang dihasilkan pada final state. Berarti bahwa proses ekuilibrisasi
(menjadi equilibrium ) ketika densitas energi berkurang atau bertambah, ti-
dak dapat dipelajari dari eksperimen-eksperimen yang sejauh ini dapat di-
lakukan. Demikian pula halnya dengan derajat kebebasan yang ada selama
proses hadronisasi. Dengan demikian, fenomenologi dari QGP, dan khu-
susnya dinamika transisi fasa menjadi semacan ”black box”.
Melalui berbagai ekperimen tumbukan ion berat yang dilakukan sejak 1970-
an, beberapa kelompok riset pada tahun 2000 menyimpulkan bahwa peri
laku quark-gluon plasma dapat dirumuskan sebagai fluida ideal, teruma
pada wilayah pusat tumbukan. Semakin jauh dari pusat tumbukan, sifat
dissipatif semakin besar, yang berarti sifat fluida ideal quark-gluon plasma
menjadi berkurang. Dengan demikian, maka perumusan viskositas yang te-
pat pada quark-gluon plasma menjadi hal yang sangat penting. Temuan ini
Universitas Indonesia
6
juga mendorong para ilmuwan untuk mengajukan pemodelan-pemodelan
quark-gluon plasma yang berbasis fluida non-ideal.
Sejauh ini model distribusi viskositas yang memuaskan belumlah dite-
mukan , sehingga riset intensif oleh berbagai kelopok ilmuwan masih terus
digalakkan. Sedikit temuan terbaru dari beberapa kelompok eksperimen-
talis adalah indikasi bahwa viskositas pada quark-gluon plasma sangatlah
kecil. Dari kelompok peneliti yang mendalami teori AdS/CFT menemukan
bahwa η/s ∼ 1/4π. η adalah viskositas shear, dan s adalah entropi quark-
gluon plasma pada temperatur jauh di atas tingkat energi hadronisasi. Wa-
lau minim dengan teori pendukung dan hasil eksperimen yang ada, sedi-
kitnya data tersebut dapat dijadikan salah satu acuan untuk rumusan vis-
kositas yang sedang dibangun.
Permasalahan - permasalahan yang muncul dalam penelitian dapat diru-
muskan sebagai berikut:
1. Quark-gluon plasma yang pada awalnya diperkirakan eksis sebagai
fluida ideal, dalam perkembangannya kini ditemukan melalui eks-
perimen sebagai materi yang memiliki nilai viskositas shear dan bulk
yang sangat kecil. Hal ini menjadi topik yang menarik untuk ditin-
jau lebih jauh, apakah QGP sungguh merupakan fluida ideal (tanpa
viskositas), atau benar adanya sebagai jenis materi baru dengan vis-
kositas yang amat kecil?
2. Jika QGP merupakan materi berviskositas (yang sangat kecil), hubung-
an antara viskositas shear dan bulk menjadi hal yang menarik untuk
diteliti.
3. Dinamika viskositas shear dan bulk saat menjelang hadronisasi diha-
rapkan memiliki perilaku yang unik karena sebuah sistim akan men-
jadi sangat labil ketika mengalami perubahan fasa.
4. Jika QGP memiliki viskositas, berapa besarkah nilai shear dan bulk-
nya? Apakah nilai itu tetap di sepanjang rentang energi di mana QGP
dapat terbentuk? Bagaimanakah komparasi nilai viskositas shear dan
bulk hasil hitungan penelitian ini dengan nilai yang dihasilkan oleh
teori-teori lain, ataupun dengan nilai viskositas shear versi AdS/CFT?
Universitas Indonesia
7
5. Menelaah lebih jauh teori dan model yang diajukan dalam disertasi
ini, apakah teori ini juga valid untuk rentang energi yang lebih luas,
dan dapat diaplikasikan untuk pemodelan sisitm lain, pada semesta
awal misalnya ?
1.3 Hipotesa
Dari rumusan masalah di atas dapat disusun hipotesa sebagai berikut:
1. Pemodelan materi quark-gluon plasma dengan menggunakan Lagrang-
ian Quantum Chromodynamics (QCD) yang ditambah dengan suku dis-
sipatif adalah relevan, dan penerapan hukum kekekalan energi dan
momentum pada tensor energi momentum dari QGP akan mengha-
silkan persamaan viskositas shear dan bulk.
2. Viskositas shear materi quark-gluon plasma lebih kecil beberapa orde
dari viskositas bulk
3. Seperti yang biasanya terjadi pada teori interaksi kuat, pada tingkat
energi yang dekat dengan energi hadronisasi viskositas bulk akan me-
lonjak secara asimtotik, sedangkan viskositas shear hanya akan ber-
tambah secara linier.
4. Hasil perhitungan viskositas shear dari pemodelan ini akan berada de-
kat dengan hasil perhitungan versi AdS/CFT, yaitu sekitar 10GeV/fm2.
5. Pemodelan quark-gluon plasma ini akan menghasilkan teori yang da-
pat diaplikasikan untuk pemodelan fenomena fisis plasma lainnya.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dapat disarikan sebagai berikut :
1. Membuat pemodelan quark-gluon plasma berviskositas dengan La-
grangian invarian gauge yang ditambah dengan suku viskositas, dan
berbasis simetri SU(n)⊗SU(n).
Universitas Indonesia
8
2. Mendapatkan nilai viskositas shear dan viskositas bulk dari quark-gluon
plasma dalam fungsi densitas energi.
3. Mendapatkan hubungan nilai viskositas shear dan viskositas bulk pada
tingkat energi menjelang energi hadronisasi.
4. Mendapatkan perbandingan nilai viskositas shear dari pemodelan ini
dengan nilai viskositas shear dari hasil penghitungan teori yang berba-
sis hidrodinamika relativistik, maupun dari penghitungan teori yang
berbasis kuantum kromodinamika latis.
5. Mengaplikasikan teori quark-gluon plasma pada bidang kosmologi,
diantaranya untuk pemodelan transisi fasa pada bintang kompak, dan
penghitungan parameter Hubble pada era semesta awal (early uni-
verse).
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menyumbangkan sebuah su-
dut pandang baru dalam meneliti plasma QCD, khususnya viskositas pada
quark-gluon plasma. Lebih jauh lagi, dari teori yang dikembangkan di da-
lam disertasi ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya temuan-
temuan baru dalam bidang semesta awal.
1.6 Batasan Penelitian
Pada penelitian ini, kajian akan dibatasi pada proses pembangunan model
quark-gluon plasma dan penghitungan viskositas shear dan bulk. Dasar te-
ori yang digunakan adalah teori kromodinamika kuantum yang diperluas
dengan usaha unifikasi berbagai medan pada tingkat lagrangiannya. Uni-
fikasi tersebut dapat dianggap benar melalui pengerjaan dan pembuktian
simetri gauge yang tetap terjaga pada setiap suku yang ada di dalam la-
grangian ini. Sistim yang dibahas di sini dianggap saja berada dalam kea-
daan yang dekat dengan keadaan setimbang. Nilai viskositas shear dan bulk
hanya akan dihitung pada rentang energi di sekitar temperatur hadronisasi.
Universitas Indonesia
9
Nilai viskositas untuk tingkat energi diluar rentang hadronisasi tidak diba-
has, atau kita anggap saja tidak valid untuk dihitung dengan model ini.
1.7 Sistimatika Penulisan
Sistimatika penulisan pada penelitian ini meliputi Bab 1 hingga Bab 6 yang
mengacu pada pedoman teknis penulisan tugas akhir mahasiswa Universi-
tas Indonesia sesuai dengan surat Keputusan Rektor Universitas Indonesia
No.628/SK/R/UI/2008. Bab 1 merupakan pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan penelitian, dan sistimatika penulisan. Bab 2 merupakan tinjauan
pustaka yang terdiri dari pemahaman perkembangan materi quark-gluon
plasma. Berbagai macam teori pendekatan yang pernah dan sedang dikem-
bangkan sebagai alat analisa, dan hasil-hasil hitungan dan temuan yang
terkini. Bab 3 menerangkan dasar teori yang digunakan untuk membangun
teori quark gluon plasma. Diantaranya adalah konsep simetri dan teori ga-
uge non-Abelian. Model yang berhasil dibangun kemudian dipakai untuk
menghitung viskositas shear dan viskositas bulk. Bab 4 membahas hasil dan
pembahasan. Pada Bab 5 akan diperkenalkan beberapa aplikasi dari teori
QGP. Sebagai penutup, pada Bab 6 dituliskan kesimpulan-kesimpulan dan
saran.
Universitas Indonesia
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Mutakhir Penelitian Quark-Gluon Plasma
Penelitian ini bersifat teoritik dengan hasil-hasil perhitungan yang kemu-
dian dibandingkan dengan hasil perhitungan peneliti lain ataupun data
eksperimen dari RHIC. Dasar teori yang digunakan adalah teori kromo-
dinamika kuantum yang diperluas dengan usaha unifikasi berbagai me-
dan pada tingkat Lagrangiannya. Unifikasi tersebut dapat dianggap be-
nar melalui pengerjaan dan pembuktian simetri gauge yang tetap terjaga
pada setiap suku yang ada di dalam Lagrangian ini. Namun kemudian si-
fat simetri tersebut terpaksa dirusak ketika suku viskositas ditambahkan ke
dalamnya. Suku Lagrangian viskositas yang ditambahkan tersebut diba-
ngun dengan melakukan hitung balik terhadap tensor viskositas yang baku
yang diusulkan oleh Landau dkk. Selanjutnya dari Lagrangian dengan tam-
bahan suku viskositas ini akan dibentuk tensor energi-momentum. Sejauh
ini tensor energi momentum yang terbentuk adalah tensor energi momen-
tum untuk sistim partikel. Untuk memasukkan sifat alir ke dalam tensor
energi momentum tersebut, maka dilakukan semacam transformasi terha-
dap setiap medan gluon yang ada sehingga tensor energi momentum terse-
but juga menggambarkan sekelompok partikel yang mengalir seperti flui-
da. Dengan hukum kekekalan energi dan kekekalan momentum, dari ten-
sor energi-momentum dapat dicari hubungan berbagai persamaan keadaan
(equation of state), yang lebih lanjut akan dipakai untuk membangun persa-
maan viskositas.
Secara sederhana kondisi fisis quark-gluon plasma dapat dikatakan se-
10
11
bagai gas atau fluida yang bermuatan. Namun deskripsi quark-gluon plas-
ma sebagai gas ataupun fluida sesungguhnya tidaklah tepat, karena plasma
adalah plasma, bukan gas ataupun fluida. Dalam melakukan pendekatan,
terpaksa sebagian peneliti menganggap dinamika quark-gluon plasma da-
pat direpresentasikan oleh hidrodinamika relativistik. Unsur relativistik di-
perlukan karena quark-gluon plasma hanya terjadi pada temperatur dan
atau tekanan yang sangat tinggi. Pada pendekatan ini sifat-sifat fisis quark-
gluon plasma yang beranalogi dengan fluid relativistik dapat diekstrak, se-
perti momentum transversal, tekanan, densitas dan lain-lain. Dan kemu-
dian hasil penghitungan tersebut dibandingakan dengan hasil eksperimen
pada laboratorium LHC maupun RHIC (Bouras, Molmar, Niemi, Xu, El,
Fochler, Greiner, Rischke, 2009; Romatschke, 2010; Teaney, Laurent, Shur-
yak, 200; Houvinen, Kolb, Heinz, Ruuskanen, Voloshin, 2001; Kolb, Heinz,
Huovinen, Eskola, Tuominen, 2001; Kolb, Rapp, 2003; Hirano, Tsuda, 2002;
Baier, Romatschke, 2007). Persamaan utama yang biasa dipakai untuk me-
mulai penelitian adalah persamaan tensor energi momentum fluida ideal,
yang kemudian ditambah dengan suku viskositas sebagai bagian dissipa-
tifnya. Seperti misalnya, yang terdapat pada penelitian P. Romatske, atau
penelitian lainnya, pembahasan dimulai dengan tensor energi momentum
T µν = (ε+ P )uµuν − Pgµν + τµν (2.1)
ε adalah densitas energi, P adalah densitas tekanan. uµ dan gµν adalah
vektor-4 kecepatan dan metrik Minkowski. Sedangkan τµν adalah tensor
viskositas.
τµν = η[∂µuν + ∂νuµ − 2
3∆µν(∂µu
µ)] + ζ∆µν(∂µuµ) (2.2)
Di sini, ∆µν = gµν − uµuν .
Ada juga kelompok peneliti lainnya yang cenderung memandang quark-
gluon plasma sebagai bidang ilmu yang berada dalam ranah kromodinami-
ka kuantum murni. Dalam pendekatan ini proses interaksi antar partikel
di dalam sistim menjadi lebih memungkinkan untuk diteliti. Namun efek-
tivitas alat hitung analitis yang sudah dikembangkan untuk menganalisa
interaksi antar partikel yang berinteraksi kuat (QCD) masih sangatlah ter-
Universitas Indonesia
12
batas jika dipakai untuk menganalisa dinamika dan interaksi partikel yang
jumlahnya sangat besar seperti yang terdapat di dalam sistim QGP. Sebagai
jalan keluar, maka dilakukan komputasi numerik, yang dalam hal ini dila-
kukan melalui teori latis gauge (Gottlieb, 2007; Petreczky, 2008) .
Kemudian, terdapat juga model hidrodinamika relativistik berbasis uni-
fikasi medan muatan dan medan fluida yang dinyatakan dengan tensor ku-
at medan efektif, Mµν ≡ Fµν + m/q Sµν . Model ini sudah digeneralisir le-
bih lanjut ke sistim medan non-Abelian (Mahajan, 2003; Bambah, Mahajan,
Mukku, 2006).
Terinspirasi dengan model unifikasi tersebut, pada tulisan ini dikem-
bangkan sebuah teori yang juga menggabungkan medan muatan dan me-
dan fluida, namun yang tetap berpegang pada first principal. Teori yang
dibangun akan dimulai dari Lagrangian materi, yang kemudian padanya
dilakukan transformasi gauge untuk menghasilkan medan boson gauge. Da-
ri Lagrangian yang terbentuk dapat dianalisa lebih lanjut untuk mengha-
silkan tensor energi momentum dan persamaan gerak ataupun persamaan
keadaan yang relevan.
2.2 Teori Medan yang Terhibridisasi Sebagai Teori Alter-
natif
Pada dasarnya, menggambarkan quark-gluon plasma baik sebagai materi-
al yang didominasi oleh quark maupun gluon dengan hidrodinamika re-
lativistik maupun kromodinamika kuantum murni, adalah hanya sebuah
wacana untuk kondisi sesungguhnya. Menimbang pada kenyataan bah-
wa quark-gluon plasma memang berisikan banyak gluon, quark dan anti-
quark, maka menjadi sangat beralasan jika quark-gluon plasma ditangani
dengan teori kromodinamika kuantum. Di sisi lain, hasil dari beberapa eks-
perimen menunjukkan quark-gluon plasma juga bersifat fluida, sehingga
quark-gluon plasma juga sangat beralasan untuk digambarkan sebagai sis-
tim fluida dengan partikel-partikel fluida yang berinteraksi kuat. Sehingga
dengan menimbang kedua fakta tersebut beberapa peneliti melakukan uni-
fikasi atau hibridasasi antara medan muatan (charge field) dengan medan
fluida (flow field) (Mahajan, 2003; Bambah, Mahajan, Mukku, 2006).
Universitas Indonesia
13
Dengan tujuan untuk melengkapi pendekatan-pendekatan yang sudah
ada, kami membangun sebuah model dengan pembentukan Lagrangian
yang memiliki simetri gauge non-Abelian untuk materi di dalam fluida (Su-
laiman, Fajarudin, Djun, Handoko, 2009; Djun, Handoko, 2011; Sulaiman,
Djun., Handoko, 2006; Nugroho, Latief, Djun, Handoko, 2012). Dalam ke-
rangka kerja ini, sistim kromodinamika kuantum yang berinteraksi kuat le-
bih dianggap sebagai bulk yang merepresentasi fluida ideal dari pada se-
bagai sistim interaksi antar partikel pada tingkat mikroskopik. Selanjutnya
dapat ditunjukkan bahwa dari Lagrangian yang terbentuk tersebut dapat
diturunkan persamaan tensor energi momentum dan juga persamaan kea-
daan.
Kemudian, dari Lagrangian quark-gluon plasma berbasis fluida ideal di-
kembangkan lebih lanjut ke lagrangian quark-gluon plasma berbasis fluida
berviskositas. Mengikuti alur penelitian yang sama dengan quark-gluon
plasma fluida ideal, kita dapat menurunkan persamaan tensor energi mo-
mentumnya. Karena pada quark-gluon plasma berviskositas tidak terlihat
suku eksplisit dari tekanan dan densitas energi seperti halnya pada ten-
sor energi-momentum fluida ideal, maka hubungan antar variable di da-
lam sistim quark-gluon plasma akan dicari melalui hukum kekekalan ten-
sor energi-momentum,∇µT µν = 0. Dari hubungan tersebut, akan dibangun
persamaan keadaan (equation of state) sistim quark-gluon plasma bervisko-
sitas, yang nantinya diharapkan dapat dipakai untuk menemukan sebuah
rumusan viskositas.
Universitas Indonesia
Bab 3
DASAR TEORI QUARK-GLUON PLASMA
Di dalam bab ini pembahasan akan difokuskan pada penyusunan teori QGP.
Topik-topik bahasan akan disusun secara runut, dimulai dari prinsip-prinsip
dasar fisika partikel elementer , yaitu dari konsep aksi, persamaan gerak, si-
metri, serta konsep invarian gauge. Berbekal pada konsep-konsep tersebut,
kemudian akan diperkenalkan bagaimana sebuah teori / Lagrangian dapat
dibangun melalui proses transformasi gauge. Beberapa contoh akan diba-
has, dari Lagrangian yang sederhana hingga yang kompleks, seperti pada
Lagrangian untuk medan yang terhibridisasi. Kemudian kita akan sampai
pada topik utama yaitu pembentukan teori / Lagrangian untuk quark glu-
on plasma. Setelah Lagrangian QGP terbentuk, maka langkah berikutnya
adalah usaha untuk mencari tensor energi momentum. Pada sub-bab tera-
khir persamaan eksplisit untuk viskositas shear dan bulk akan diturunkan
melalui hukum kekekalan energi dan momentum.
3.1 Aksi dan Persamaan Gerak
Secara umum, hukum fundamental dalam fisika dapat dinyatakan dalam
konstruksi matematika yang disebut ”aksi”. Ansatz untuk ”aksi” adalah
S =∫dtL =
∫dx4L. Ini dapat dianggap sebagai sebuah formulasi dari
sebuah teori. Notasi yang dipakai dalam perumusan tersebut adalah no-
tasi ruang-waktu dalam koordinat Minkowski, di mana titik koordinat di-
nyatakan dengan (ct,x) = (x0, x1, x2, x3) = xµ, dan operator derivatifnya
sebagai ∂µ = ( ∂∂t,−∇) dan ∂µ = ( ∂
∂t,∇) untuk derivatif kontravarian dan
kovarian. Dari sebuah aksi kemudian dapat dirumuskan hal-hal berikut:
14
15
• persamaan gerak (melalui prinsip Hamilton),
• hukum kekekalan (dari teori Noether),
• transisi dari fisika klasik kepada fisika kuantum (dengan path integral
ataupun kuantisasi kanonik).
Pada teori medan klasik, densitas Lagrangian L merupakan fungsi dari
medan-medan φ dan turunannya. Melalui prinsip least action yang meva-
riasikan aksi terhadap medan φ dan turunan pertama medannya ∂µφ, dapat
diperoleh sebuah persamaan gerak sebagai berikut,
δS = δ
∫d4xL
=
∫d4x{∂L∂φ
δφ+∂L
∂[∂µφ]δ(∂µφ)
}= 0 . (3.1)
Lakukan integration by part pada suku kedua,∫d4x ∂L
∂[∂µφ]δ(∂µφ) =
∫d4x ∂L
∂[∂µφ]∂µ(δφ) =
∫d4x∂µ
(∂L
∂[∂µφ]
)(δφ),
sehingga didapat, ∫d4x{∂L∂φ− ∂µ
( ∂L∂[∂µφ]
)}δφ = 0,
∂L∂φ− ∂µ
( ∂L∂[∂µφ]
)= 0. (3.2)
Pada mekanika klasik, medan φ merupakan variabel posisi x, dan turunan-
nya ∂µφ menjadi x, sehingga persamaan Euler-Lagrange-nya menjadi
∂L
∂x− d
dt
∂L
∂x= 0. (3.3)
3.2 Simetri dan Transformasi Gauge
Setelah mendapatkan persamaan gerak, pembahasan berikutnya adalah me-
ngenai simetri. Sebuah kondisi dikatakan sebagai simetri jika perubahan
bentuk dari vaiabel-variabel yang ada di dalam sebuah persamaan tidak
mengakibatkan perubahan pada persamaan geraknya. Keadaan persamaan
gerak yang tidak berubah ini disebut juga sebagai invarian. Sebagai contoh,
Universitas Indonesia
16
kondisi invarian dapat terjadi karena translasi ruang, perubahan pada va-
riabel waktu, atau sebuah rotasi. Simetri yang terjadi pada hal-hal tersebut
adalah simetri eksternal, yaitu simetri yang bergantung pada perubahan
ruang-waktu. Selain simetri eksternal, terdapat juga simetri internal untuk
medan yang perubahannya tidak bergantung pada ruang-waktu. Pada me-
kanika klasik terdapat sebuah teorema yang sangat terkenal, yang disebut
sebagai teorena Noether. Teorema ini menghubungkan sifat simetri dengan
kekekalan energi, momentum, atau kekekalan kuantitas lainnya. Untuk ke-
kekalan energi, penurunan matematisnya dapat dilakukan sebagai berikut.
Lakukan variasi pada koordinat ruang waktu,
xµ → xµ + aµ (3.4)
di mana aµ sangatlah kecil dan merupakan parameter sembarang yang meng-
gambarkan pergerakan dalam ruang-waktu. Lakukan ekspansi Taylor se-
hingga medan φ berubah menjadi
φ(x)→ φ(x+ a) = φ(x) + aµ∂µφ . (3.5)
Dengan sebuah variasi yang sangat kecil (perturbasi), medan φ dapat ditulis
sebagai
φ→ φ+ δφ . (3.6)
Ini berarti bahwa variasi dari medan φ dapat ditulis secara eksplisit sebagai
δφ = aµ∂µφ . (3.7)
Berikutnya, lakukan variasi terhadap Lagrangian. Dalam hal ini, Lagrangi-
an yang dimaksud adalah Lagrangian yang hanya bergantung pada medan
φ dan turunan pertamanya.
δL =∂L∂φ
δφ+∂L
∂(∂µφ)δ(∂µφ). (3.8)
Sebelumnya, dari persamaan Euler-Lagrange terdapat hubungan
∂L∂φ
= ∂µ
( ∂L∂[∂µφ]
). (3.9)
Universitas Indonesia
17
Maka variasi dari Lagrangian dapat ditulis sebagai
δL = ∂µ
( ∂L∂[∂µφ]
)δφ+
∂L∂(∂µφ)
δ(∂µφ)
= ∂µ
( ∂L∂[∂µφ]
)δφ+
∂L∂(∂µφ)
∂µ(δφ) .
(3.10)
Dari bentuk ini dapat diubah menjadi bentuk total derivatif. Gunakan hu-
kum perkalian dari kalkulus, (fg)′ = f ′g + fg′. Definisikan
f =∂L
∂[∂µφ]g = δφ,
sehingga dapat dituliskan
δL = ∂µ
( ∂L∂[∂µφ]
δφ)
= (fg)′ .
Kemudian gunakan persamaan δψ = aµ∂µφ = aν∂νφ = ∂νφaν , maka akan
didapat
δL = ∂µ
( ∂L∂[∂µφ]
∂νφ)aν .
Sama halnya dengan variasi pada Lagrangian,
δL = ∂µ(L)aµ = δµν ∂µ(L)aν .
Di sini, δµν adalah simbol Kronecker delta, δµν = 1 untuk µ = ν, dan sisanya
adalah nol. Dari kedua persamaan di atas kemudian didapat
δL = δµν ∂µ(L)aν = ∂µ
( ∂L∂[∂µφ]
∂νφ)aν .
Kumpulkan suku yang sama,
∂µ
( ∂L∂[∂µφ]
∂νφ− δµνL)aν = 0 .
Universitas Indonesia
18
Pada persamaan ini, aν merupakan parameter sembarang. Agar persamaan
tersebut menjadi nol, maka suku derivatifnya harus sama dengan nol,
∂µ
( ∂L∂[∂µφ]
∂νφ− δµνL)
= 0 .
Suku-suku yang terdapat di dalam tanda kurung adalah suku-suku yang
membentuk persamaan tensor energi momentum. Yaitu,
T µν =∂L
∂[∂µφ]∂νφ− δµνL . (3.11)
Di sini relasi kekekalannya terlihat dengan jelas,
∂µTµν = 0 (3.12)
Jika diambil µ = ν = 0, maka diperoleh
T 00 =
∂L∂φ
φ− L = H . (3.13)
T 00 tidak lain adalah densitas Hamiltonian, yaitu densitas energi, sedang-
kan persamaan ∂0T00 = 0 menggambarkan kekekalan energi. Komponen-
komponen densitas momentum dari medan φ diwakili oleh T 0i , di mana
i adalah indeks ruang. Komponen momentumnya sendiri adalah integral
setiap suku terhadap ruang.
Pi =
∫d3x T 0
i (3.14)
Hal berikutnya yang akan diulas di sini adalah mengenai transformasi gau-
ge. Ide transformasi gauge muncul dari analisa mengenai listrik dan magnet
di mana potensial skalar dan vektor ~A dapat diubah tanpa menyebabkan
perubahan pada persamaan medan ~E dan ~B. Sebagai contoh, medan mag-
net ~B dapat didefinisikan dengan vektor potensial ~A melalui curl,
~B = ~∇× ~A.
Universitas Indonesia
19
Diketahui bahwa terdapat relasi vektor ∇ • (~∇ × ~F ) = 0 untuk sembarang~F . Persamaan Maxwell ∇ • ~B = 0 akan tetap terpenuhi ketika ~B = ~∇× ~A.
Sekarang andaikan f adalah fungsi skalar, dan definisikan sebuah vektor
potensial ~A′ sebagai
~A′ = ~A+ ~∇f.
Dengan menggunakan relasi ~∇× ~∇f = 0, akan terlihat bahwa medan mag-
net ~B menjadi tetap walaupun ~A berubah.
~B = ~∇× ~A′ = ~∇× ( ~A+ ~∇f) = ~∇× ~A+ ~∇× ~∇f = ~∇× ~A
Transformasi elektrodinamik seperti ini disebut sebagai transformasi gauge.
Pada teori medan, transformasi yang serupa dapat diterapkan pada La-
grangian dengan kondisi invarian yang tetap terjaga. Untuk jelasnya, kita
ikuti contoh berikut. Lagrangian Klein-Gordon dengan medan kompleks
dinyatakan sebagai
L = ∂µφ†∂µφ−m2φ†φ. (3.15)
Di sini, φ† adalah konjugat kompleks dari φ, dan m adalah massa partikel.
Lalu, definisikan U adalah transformasi unitary (unitary transformation) yang
dilakukan terhadap medan-medan di dalam Lagrangian. Secara matematis
ditulis sebagai
φ→ Uφ, (3.16)
dan
φ† → φ†U †. (3.17)
Karena transformasinya bersifat unitary, maka UU † = U †U = 1. Untuk me-
lihat perubahan yang terjadi di dalam Lagrangian, analisa dapat dilakukan
untuk suku per suku. Pada suku pertama,
∂µφ†∂µφ→ ∂µ(φ†U †)∂µ(Uφ) .
Universitas Indonesia
20
Karena U tidak bergantung pada ruang-waktu, maka operator turunan ti-
dak memberi pengaruh terhadapnya. Sehingga,
∂µ(φ†U †)∂µ(Uφ) = ∂µ(φ†)(U †U)∂µ(φ) = ∂µφ†∂µφ .
Sama halnya dengan suku kedua,
m2φ†φ→ m2(φ†U †)(Uφ) = m2φ†(U †U)φ = m2φ†φ .
Dengan demikian terlihat bahwa dalam persamaan ini transformasi gauge
menjaga Lagrangian tetap invarian. KarenaU konstan, maka bentuknya da-
pat dituliskan sebagai U = eiΛ, di mana Λ adalah konstan. Atau dalam kon-
teks tertentu Λ dapat berupa matriks Hermitian. Karena Λ konstan, maka
transformasi gauge-nya disebut transformasi gauge global. Selain transfor-
masi gauge global, terdapat juga transformasi gauge lokal yang bergantung
pada perubahan ruang-waktu.
Kembali pada φ→ Uφ, namun U bergantung pada ruang-waktu U = U(x).
Ini berarti bahwa suku seperti ∂µU tidak menjadi nol. Sekarang akan di-
ulas bagaimana sebuah Lagrangian berubah sesuai dengan transformasi
φ → Uφ. Sebut saja L = ∂µφ†∂µφ − m2φ†φ. Pada Lagrangian ini, suku
keduanya tetap invarian, seperti yang ditunjukkan sebagai berikut,
m2φ†φ→ m2φ†U †(x)U(x)φ = m2φ†φ.
Suku pertama akan berubah karena U = U(x), sebagai berikut
∂µφ† → ∂µ(φ†U †) = (∂µφ
†)U † + φ†∂µ(U †).
Dan juga
∂µφ→ ∂µ(φU) = (∂µU)φ+ U∂µ(φ).
Universitas Indonesia
21
Karena U adalah unitary, maka persamaannya dapat ditulis sebagai berikut
∂µφ→ ∂µ(Uφ) = (∂µU)φ+ U∂µ(φ)
= UU †(∂µU)φ+ U∂µ(φ)
= U [∂µφ+ (U †∂µU)φ] .
Agar tetap invarian, suku (U †∂µU)φ harus dihilangkan. Hal ini dapat di-
lakukan dengan mengintrodusir sebuah medan yang bergantung ruang-
waktu Aµ = Aµ(x). Aµ disebut sebagai potensial gauge. Lalu diintrodusir
juga derivatif kovarian yang bekerja terhadap medan φ,
Dµφ = ∂µφ− iAµφ . (3.18)
Dengan derivatif kovarian ini, maka bentuk Lagrangian akan tetap invarian
terhadap transformasi gauge lokal. Di sini φ → U(x)φ berubah menjadi
Dµφ→ U(x)Dµφ, dan Aµ bertransformasi menjadi Aµ → UAµU† + iU∂µU
†.
3.3 Lagrangian dan Teori Invarian Gauge untuk Sistim
Medan yang Terhibridisasi
Selama beberapa dasawarsa terakhir, banyak peneliti yang berusaha untuk
menggambarkan hibridisasi dari berbagai medan muatan dengan medan
fluida dalam suatu sistim kuantum yang dinamis. Salah satu perumusan
yang banyak terlihat dalam publikasi adalah unifikasi medan eletromag-
netik dengan medan fluida, yang dinyatakan dengan tensor kuat medan
efektif, Mµν ≡ Fµν +m/q Sµν . Di sini Fµν dan Sµν adalah tensor kuat medan
dari medan elektromagnetik dan medan fluida. m/q adalah sekedar faktor
skala yang terdiri dari massa partikel dan konstanta kopling.
Jalan lain yang memungkinkan untuk melakukan hibridisai pada skala ku-
antum adalah dengan beranalogi pada teori unifikasi fisika partikel, di ma-
na medan muatan dan medan fluida didefinisikan sebagai medan-medan
kuantum yang berinteraksi maupun dalam keadaan bebas. Dengan ber-
basis simetri gauge, unifikasi yang dibuat tersebut bahkan dapat mewakili
bentuk kombinasi yang lebih luas.
Universitas Indonesia
22
• Fluida Abelian berinteraksi dengan medan elektromagnetik dengan
simetri grup U(1)F ⊗ U(1)G.
• Fluida non-Abelian berinteraksi kuat dengan medan gauge non - Abe-
lian dengan simetri grup G(n)F ⊗G(n)G
• Fluida non-Abelian berinteraksi dengan medan elektromagnetik de-
ngan simetri grup G(n)F ⊗ U(1)G
Berpegang pada first principle, prosedur yang digunakan untuk memba-
ngun sebuah teori atau Langrangian adalah dengan melakukan transfor-
masi gauge pada medan materi di dalam sebuah grup tertentu. Dari proses
transformasi tersebut akan muncul medan-medan baru yang memiliki de-
rajat kebebasanya sendiri, serta menunjukkan interaksinya dengan medan
materi. Untuk sampai pada perumusan lagrangian quark-gluon plasma,
pembahasan akan dimulai dari densitas Lagrangian untuk medan boson.
Densitas Lagrangian untuk medan boson dinyatakan sebagai berikut :
L = ∂µΦ∂µΦ∗ −m2Φ∗Φ. (3.19)
Φ† adalah konjugat kompleks dari Φ. Untuk unifikasi medan materi dan
medan gauge, dilakukan transformasi gauge lokal, U(1)FD⊗U(1)G pada me-
dan materi,
Φ (x)→(U (x)F U (x)EM
)Φ (x).
Di sini U (x)F = e−iα(x), dan U (x)EM = e−iβ(x). U(x) dapat diekpansi seba-
gai berikut, e−iα(x) ≈ (1− iα (x)).
Lalu dikerjakan transformasi gauge lokal sehingga didapatkan suku-suku
tambahan :
δΦ = −i (α + β) Φ
δΦ∗ = i (α + β) Φ∗
δ∂µΦ = −i∂µαΦ− i∂µβΦ− i (α + β) ∂µΦ
δ∂µΦ∗ = i∂µαΦ∗ + i∂µβΦ∗ + i (α + β) ∂µΦ∗
Universitas Indonesia
23
Pada tahap ini akan terlihat bahwa Lagrangian tidak invarian terhadap trans-
formasi gauge lokal, δL 6= 0
δL =∂L∂Φ
δΦ +∂L∂Φ∗
δΦ∗ +∂L
∂ (∂µΦ)δ (∂µΦ) +
∂L∂ (∂µΦ∗)
δ (∂µΦ∗)
= (∂µα + ∂µβ) i (Φ∗∂µΦ− Φ∂µΦ∗)
= (∂µα + ∂µβ) Jµ, (3.20)
dimana Jµ = i (Φ∗∂µΦ− Φ∂µΦ∗).
Untuk membuat Lagrangian invarian terhadap transformasi gauge lokal,
maka diperlukan beberapa suku tambahan pada densitas Lagrangian.
• L1 = − (eAµ + gBµ) Jµ
Aµ danBµ adalah medan gauge dengan transformasikan gauge sebagai
berikut :
Aµ (x) −→ Aµ (x) +1
e∂µα,
Bµ (x) −→ Bµ (x) +1
g∂µβ.
e dan g adalah konstanta kopling yang menentukan kekuatan interak-
si antara medan terkait.
Dengan demikian infinitesimal dari L1 adalah:
δL1 = − (∂µα + ∂µβ) Jµ − (eAµ + gBµ) δJµ. (3.21)
Namun
δL+ δL1 = − (eAµ + gBµ) δJµ
= −2Φ∗Φ (eAµ∂µα + eAµ∂
µβ + gBµ∂µα + gBµ∂
µβ)
6= 0 (3.22)
δJµ adalah δJµ = 2Φ∗Φ (∂µα + ∂µβ).
Di sini terlihat bahwa masih diperlukan tambahan suku Lagrangian
berikutnya.
• L2 = (e2AµAµ + g2BµB
µ + 2egAµBµ) Φ∗Φ,
Universitas Indonesia
24
di mana δL2 = (2eAµ∂µ + 2gBµ∂
µ + 2gBµ∂µ + 2eAµ∂
µ) Φ∗Φ.
Sehingga didapatkan : δL+ δL1 + δL2 = 0.
Maka bentuk Lagrangian yang invarian gauge adalah,
L = ∂µΦ∂µΦ∗ −m2Φ∗Φ− (eAµ + gBµ) Jµ
+(e2AµA
µ + g2BµBµ + 2egAµB
µ)
Φ∗Φ (3.23)
Agar medan gauge yang statis memiliki bentuk dinamis maka diperlukan
suku kinetik yang tersusun dari ∂νAµ dan ∂νBµ. Bentuk skalar yang me-
menuhi dan invarian terhadap transformasi gauge ataupun Lorentz adalah
sebanding dengan F µνFµν dan SµνSµν . Dengan :
F µν (x) = ∂µAν − ∂νAµ (3.24)
Sµν (x) = ∂µBν − ∂νBµ (3.25)
Densitas Lagrangian total yang invarian terhadap transformasi gauge lokal
menjadi,
Ltotal = ∂µΦ∂µΦ∗ −m2Φ∗Φ− (eAµ + gBµ) Jµ
+(e2AµA
µ + g2BµBµ + 2egAµB
µ)
Φ∗Φ
−1
4F µνFµν −
1
4SµνSµν . (3.26)
Jika Lagrangian tersebut ditulis dengan derivatif kovarian, yaitu
DµΦ = ∂µΦ + ieAµΦ + igBµΦ,
dan transformasinya DµΦ (x) −→ U (x)DµΦ (x), maka
Ltotal = DµΦDµΦ∗ −m2Φ∗Φ− 1
4F µνFµν −
1
4SµνSµν . (3.27)
Kemudian dengan proses yang sama, Lagrangian yang simetri gauge untuk
medan fermion dapat diturunkan.
Lagrangian untuk medan fermion adalah sebagai berikut,
L = −i∂µψγµψ −mψψ. (3.28)
Universitas Indonesia
25
Setelah dilakukan transformasi gauge pada medan fermion akan didapatk-
an
L = −iDµψγµψ −mψψ − 1
4FµνF
µν − 1
4SµνSµν , (3.29)
di mana Dµψ = (∂µ + ieAµ + igBµ)ψ.
Setelah melakukan transformasi gauge lokal pada medan boson dan me-
dan fermion, untuk selanjutnya transformasi tersebut juga dapat diterapkan
pada grup medan gauge yang lebih besar. Untuk kasus yang lebih umum
adalah transformasi medan boson dan medan fermion yang menggambark-
an interaksi antara fluida non-Abelian dengan medan gauge non-Abelian
yang dinyatakan dengan G (n)F ⊗G (n)G.
Lagrangian medan materi untuk medan boson dan medan fermion dapat
dinyatakan sebagai berikut,
L = ∂µΦ∂µΦ∗ −m2Φ∗Φ− i∂µψγµψ −mψψ. (3.30)
Kemudian medan materinya dapat ditransformasikan sebagai berikut :
Φ→ Φ′ = exp [−i (α + β)] Φ, (3.31)
ψ → ψ′ = exp [−i (α + β)]ψ. (3.32)
Di sini α = αaTa, dan β = βaTa. Ta adalah generator dari grup Lie yang me-
rupakan matriks Hermitian dan traceless T †a = Ta dan TrTa = 0. Generator-
generator ini memenuhi relasi komutasi tertutup,
[Ta, Tb] = iCabcTc (3.33)
dengan Cabc adalah konstanta struktur antisimetrik dengan Cabc = −Cbac.Jumlah generator dan medan gauge ditentukan oleh dimensi dari grup. Me-
dan materi merupakan multiplet n× 1 dengan jumlah elemen n untuk grup
Lie dengan dimensi n seperti SU(n). Grup SU(n) memiliki generator seba-
nyak n2 − 1 dan index a = 1, 2, ....n2 − 1. Untuk SU(3), Ta = λa2
dengan λa
adalah matriks Gell-Mann dan a = 1, 2....8. Lagrangian yang invarian terha-
dap transformasi gauge lokal diatas dapat diperoleh dengan memasukkan
Universitas Indonesia
26
suku yang mengandung medan gauge Aµa dan medan fluida non-Abelian
Bµa dengan sifat transformasi :
Aµa → A′µa ≡ Aµa +1
gG∂µαa + CabcαbAµc, (3.34)
Bµa → B′µa ≡ Bµa +1
gF∂µβa + CabcβbBµc, (3.35)
dengan gF sebagai konstanta kopling fluida dan gG merupakan konstanta
kopling gauge. Secara umum densitas Lagrangian materi yang invarian ter-
hadap simetri gauge adalah :
L = Lmateri + Lkinetik + Linteraksi, (3.36)
dengan :
Lkinetik = −1
4SµνaS
µνa −
1
4FµνaF
µνa , (3.37)
Sµνa = ∂µBνa − ∂νBµ
a + gFCabcBµbB
νc , (3.38)
F µνa = ∂µAνa − ∂νAµa + gGCabcA
µbA
νc . (3.39)
Sedangkan suku-suku interaksi pada densitas Lagrangiannya adalah :
• untuk Boson :
Lint = −gFBµaJµaF − gGAµaJ
µaG + g2
GAµaAµbΦ
†TaGTbGΦ +
g2FB
µaBµbΦ
†TaFTbFΦ + gFgGAµaBµbΦ
† (TaGTbF + TbFTaG) Φ, (3.40)
• untuk fermion :
Lint = −gFBµaJµaF − gGAµaJ
µaG. (3.41)
Jµa adalah arus materi untuk materi boson dan fermion dengan perumusan
Jµa boson = −i(∂µΦ†TaXΦ− Φ†TaX∂
µΦ), (3.42)
Jµa fermion = ψγµTaXψ, (3.43)
Universitas Indonesia
27
dengan : X = F,G dan ψ = ψ†γo. Densitas Lagrangian untuk materi dapat
juga ditulis dalam bentuk derifatif kovarian,
L = (DµΦ)†DµΦ + ψ (iγµDµ −m)ψ − 1
4SµνaS
µνa −
1
4FµνaF
µνa , (3.44)
di mana derifatif kovariannya adalah,
DµΦ = ∂µΦ + igGAµbTbGΦ + igFBµbTbFΦ. (3.45)
Dari densitas Lagrangian paling umum yang terbentuk tersebut, kondisi-
kondisi khusus dapat diterapkan ketika diperlukan untuk mengkonstruksi
sistim yang lebih sederhana, seperti misalnya untuk memodelkan sistim
quark-gluon plasma.
Pada tahap berikutnya, dari densities lagrangian yang terkonstruksi da-
pat dirumuskan persamaan gerak melalui persamaan Euler-Lagrange se-
suai dengan medan yang dikehendaki, misalnya Uaµ ,
∂L∂Ua
ν
− ∂µ∂L
∂(∂µUaν )
= 0. (3.46)
Substitusikan Pers.(3.44) ke dalam Pers.(3.46), akan didapat,
untuk medan gauge Abelian
∂νSµν = gFJF µ, (3.47)
dan untuk medan gauge non-Abelian,
DνSaµν = gFJ aF µ, (3.48)
dengan arusnya,
J aF µ, boson ≡ −i[(DµΦ)†T aFΦ− Φ†T aF (DµΦ)],
J aF µ, fermion ≡ JaF µ. (3.49)
Dengan mendefinisikan medan gluon sebagai medan alir (penjelasan terda-
pat pada sub Bab 3.6),
Uaµ = (Ua
0 ,Ua) ≡ uµφ
a ≡ γ(1,−v)φa, (3.50)
Universitas Indonesia
28
di mana uµ adalah vektor-4 untuk kecepatan relativistik dan φa adalah se-
buah medan skalar, maka Pers.(3.48) dapat ditulis sebagai
∂0(∂µUa0 − ∂0U
aµ)− ∂i(∂µUa
i − ∂iUaµ) = gF
(J aF µ + F a
µ
), (3.51)
di sini
F aµ ≡ Cabc
F [∂0(U bµU
c0)− ∂i(U b
µUci )]
− i(T dFU
d0 +gGgFT dGA
d0)
(∂µUa0 − ∂0U
aµ + gFC
abcF U b
µUc0)
+ i(T dFU
d i +gGgFT dGA
d i)
(∂µUai − ∂iUa
µ + gFCabcF U b
µUci ).
(3.52)
Integralkan persamaan Pers.(3.51) terhadap ruang-waktu ,
∂
∂tUa −∇Ua
0 = −gF∮dx(J a
Fµ + F aµ ). (3.53)
Kondisi di atas didapat dengan mengasumsikan bahwa sistim yang dibahas
terbentuk dari fluida irrotational, yang berarti vortisitas ωa ≡ ∇ × Ua = 0,
serta identitas, ∂jUai − ∂iUa
j = εjik(∇×Ua)k.
Kemudian substitusikan Pers.(3.52) ke dalam Pers.(3.53) sehingga didapat,
∂
∂t(γvφa) +∇(γφa) = −gF
∮dx(J a
F0 + F a0 ). (3.54)
Ini adalah persamaan gerak untuk fluida relativistik non-abelian.
3.4 Solusi Medan Gauge φ dari Persamaan Gerak Fluida
Relativistik Non-Abelian
Pers.(3.54) yang merupakan persamaan gerak fluida relativistik non-Abelian
adalah persamaan differensial parsial non-linear.
∂
∂t(γvφa) +∇(γφa) = −gF
∮dx(J a
F0 + F a0 ). (3.55)
Agar tetap dapat diselesaikan secara analitik, persamaan tersebut harus di-
sederhanakan. Penyederhanaan yang akan dilakukan di sini adalah sebagai
berikut, medan alir gluon φa untuk a = 1, 2, 3, .....8 dianggap homogen se-
Universitas Indonesia
29
hingga φa = φ. Konsekwensi dari asumsi φ yang homogen ini adalah bahwa
generator T a dari grup SU(3) dapat dituliskan sebagai penjumlahan aljabar
T = ΣaTa, dan lebih jauh lagi nilainya dapat dianggap sebagai T = 1. Lalu
medan skalar φ dianggap hanya terdiri dari 2 variabel φ = φ(t, x), serta di-
ambil asumsi bahwa kecepatan fluida v adalah konstan.
Dengan demikian , persamaan diferensial tersebut menjadi
∂
∂t(γvφ) +
1
∂x(γφ) = −gF
∮dx(JF0 + F0). (3.56)
Lakukan derivatif ∂∂x
terhadap Pers.(3.56), hasilnya adalah
∂tx(γvφ) + ∂xx(γφ) = −gF (JF0 + F0). (3.57)
Di sini JF0 = ΨγµΨ = Ψ†γ0γµΨ.
Dan,
F0 = i(U i +
gGgFAi)
(∂0Ui − ∂iU0)
= i(− γvφ+
gGgFA)
(∂t(−γvφ)− ∂x(γφ))
= iγvφ∂t(γvφ)− gGgFA∂t(γφ) + iγvφ∂x(γvφ)− gG
gFA∂x(γφ)
= iγ2v2φ∂tφ−gGgFAγ∂tφ+ iγ2v2φ∂xφ−
gGgFAγ∂xφ. (3.58)
Substitusikan kembali F0 ke Pers.(3.57), didapat
γv∂txφ+ γ∂xxφ = −gF ΨγµΨ− iγ2v2φ(∂tφ+ ∂xφ) +gGgFAγ(∂tφ+ ∂xφ). (3.59)
Lalu definisikan δ = γv, ξ = gF ΨγµΨ , β = iγ2v2, dan ζ = gGgFAγ, maka
Pers.(3.59) menjadi
δ ∂txφ+ γ ∂xxφ+ ξ + βφ ∂tφ+ βφ ∂xφ− ζ ∂tφ− ζ ∂xφ = 0. (3.60)
Agar dapat diselesaikan, persamaan diferensial parsial ini harus diubah
menjadi persamaan diferensial biasa.
Universitas Indonesia
30
Definisikan φ = φ(x− iCt), di mana z = x− iCt, sehingga
∂z
∂x= 1 → ∂x = ∂z,
∂z
∂t= −iC → ∂t = −iC∂z,
∂tx = −iC∂zz,
∂xx = ∂zz.
Sekarang persamaannya menjadi,
−iCδφzz + γφzz − ξ − iCβφφz + βφφz + iCζφz − ζφz = 0
atau,
(−iCδ + γ)φzz − ξ − (iCβ − β)φφz + (iCζ − ζ)φ = 0.
atau,
α1φzz − α2φφz + α3φz = ξ. (3.61)
Di sini, α1 = −iCδ + γ, α2 = iCβ − β, and α3 = iCζ − ζ .
Dari Pers.(3.61) kemudian akan dicari solusi homogennya.
α1φzz − α2φφz + α3φz = 0. (3.62)
Misalkan φ = ωz, lalu persamaan di atas dapat diubah menjadi
α1ωzzz − α2ωzωzz + α3ωzz = 0
atau,
α1ωzzz −α2
2(ω2
z)z + α3ωzz = 0. (3.63)
Universitas Indonesia
31
Integralkan Pers.(3.63),
α1ωzz −α2
2ω2z + α3ωz = 0,
α1dωzdz
=α2
2ω2z − α3ωz,∫
dωzα2
2ω2z − α3ωz
=1
α1
∫dz. (3.64)
Mengikuti rumus diferensial∫
dxbx2−ax = 1
aln( bx−a
x), persamaan di atas akan
menjadi,1
α3
ln(α2
2ωz − α3
ωz) + C1 =
z
α1
+ C2. (3.65)
Kemudian medan φ dapat dinyatakan secara eksplisit
φ = ωz =2 α2 e
C1α3
α2 eC1α3 − 2 eα3α1z
+ C2α3
. (3.66)
3.5 Lagrangian dan Teori Invarian Gauge untuk QGP
Pada pemaparan berikutnya, quark-gluon plasma akan digambarkan seba-
gai sistim yang terdiri dari quark dan anti-quark yang berinteraksi dengan
gluon-gluon dan medan elektromagnetik. Densitas Lagrangiannya dinya-
takan dengan simetri gauge SU(3)F ⊗ U(1)G. Lagrangian medan materinya
(fermion) dapat dinyatakan sebagai berikut,
L = iQγµ∂µQ−mQQQ. (3.67)
Q dan Q adalah quark dan anti-quark. γµ adalah matriks Dirac. Dan mQ
adalah massa quark. Kemudian transformasi medan materinya adalah se-
bagai berikut :
Q→ Q′ = exp [−i (α + u)]Q. (3.68)
Di sini α = α(x), dan u = uaTa. Ta adalah generator dari grup Lie. Lagrang-
ian yang invarian terhadap transformasi gauge lokal diatas dapat diperoleh
dengan memasukkan suku yang mengandung medan gauge Aµ dan medan
Universitas Indonesia
32
fluida non-Abelian Uµa dengan sifat transformasi :
Aµ → A′µ ≡ Aµ +1
gG∂µα, (3.69)
Uµa → U ′µa ≡ Uµa +1
gF∂µua + fabcubUµc, (3.70)
dengan gF sebagai konstanta kopling medan fluida, gG merupakan konstan-
ta kopling medan gauge, dan fabc adalah konstanta struktur dari grup. Den-
sitas Lagrangian materi yang invarian terhadap simetri gauge adalah ,
L = Lmateri + Lkinetik + Linteraksi, (3.71)
dengan
Lkinetik = −1
4SµνaS
µνa −
1
4FµνF
µν , (3.72)
Sµνa = ∂µUνa − ∂νUµ
a + gFfabcUµb U
νc , (3.73)
F µν = ∂µAν − ∂νAµ. (3.74)
Sedangkan suku-suku interaksi pada densitas Lagrangiannya adalah,
Lint = gFUµaJµaF + gGAµJ
µG (3.75)
dengan JµaF = QγµTaQ, dan JµG = QγµQ. JµaF adalah arus quark yang mun-
cul sebagai konsekuensi dari invarian gauge grup SU(3), dan JµG adalah arus
quark dari invarian gauge grup U(1). Dengan demikian densitas Lagrangi-
annya dapat dituliskan sebagai,
L = iQγµ∂µQ−mQQQ−1
4SµνaS
µνa −
1
4FµνF
µν +gFUµaJµaF +gGAµJ
µG. (3.76)
Pada perkembangan riset terkini untuk quark-gluon plasma, sebagian pe-
neliti meyakini bahwa unsur-unsur pembentuk quark-gluon plasma lebih
didominasi oleh quark dan sebagian lainnya mempercayai bahwa quark-
gluon plasma lebih didominasi oleh gluon.
Merujuk pada pembahasan bab sebelumnya yang menunjukkan bahwa da-
ri medan gluon dalam Lagrangian yang didefinisikan dengan kombinasi
medan skalar dan vektor kecepatan relativistik dapat diturunkan persama-
Universitas Indonesia
33
an gerak fluida, maka sistim quark gluon plasma yang digambarkan oleh
Lagrangian yang dibuat adalah QGP gluonik.
Konsekuensi pertama untuk quark-gluon plasma yang terdominasi gluon
adalah bahwa suku-suku yang tidak mengandung gluon serta suku yang
tidak menunjukkan adanya interaksi medan lain dengan medan gluon da-
pat diabaikan. Dalam hal ini yaitu suku pertama dan suku kedua pada
lagarngian. Aµ sebagai medan gauge elektromagnetik yang merupakan me-
dan perantara interaksi lemah juga dapat diabaikan karena pengaruhnya
kecil sekali di dalam sistim interaksi kuat quark dan gluon.
Sekarang Lagrangian quark-gluon plasma dapat ditulis dalam bentuk yang
jauh lebih sederhana,
L = −1
4SµνaS
µνa + gFUµaJ
µaF . (3.77)
Sifat fluida pada quark-gluon plasma di dalam Lagrangian ini direpresen-
tasikan oleh medan gauge gluon (Uaµ), dan kemudian quark (Q) serta anti-
quark (Q) akan berlaku sebagai partikel-partikel yang berada dalam medan
fluida.
3.6 Tensor Energi Momentum dari QGP Terdominasi Glu-
on
Sekarang kita dapat melangkah lebih jauh untuk menurunkan persamaan
tensor energi-momentum dari Lagrangian yang telah dibangun. Dari eks-
perimen diketahui bahwa pada saat medan gluon dan quark bearada dalam
keadaan quark-gluon plasma, observabel yang bersifat relativistik klasik juga
sangat menonjol, seperti viskositas dan entropi misalnya. Karenanya, ak-
si total QGP dapat dirumuskan di dalam kerangka geometry ruang-waktu
yang umum R, dituliskan sebagai S =∫R d
4x√−gL, dimana g adalah de-
terminan dari metrik gµν . Persamaan baku yang ada untuk mencari tensor
energi-momentum adalah,
Tµν =2√−g
δ(L√−g)
δgµν. (3.78)
Universitas Indonesia
34
Lagrangian QGP, L = −14SµνaS
µνa + gFUµaJ
µaF , diubah ke bentuk berikut
L → L√−g =
(− 1
4SaµνS
aµν + gFJaµU
aµ)√−g
= −1
4SaµνS
aµν√−g + gFJ
aµU
aµ√−g (3.79)
Untuk suku pertama,
L1 = −1
4SaµνS
aµν√−g
= −1
4gαµgβνSaµνS
aαβ√−g (3.80)
Kemudian,
δL1
δgµν= −1
4
[(δgαµδgµν
)gβνSaµνS
aαβ
√−g + gαµ
(δgβνδgµν
)SaµνS
aαβ
√−g
+gαµgβνSaµνSaαβ
(δ√−gδgµν
)]= −1
4
[δαν g
βνSaµνSaαβ
√−g + gαµδβµS
aµνS
aαβ
√−g
+gαµgβνSaµνSaαβ
(− 1
2
√−g gµν
)]= −1
4
[gβνSaµνS
aνβ
√−g + gαµSaµνS
aαµ
√−g − 1
2
√−g gµνSaµνSaµν
]= −1
4
[Saβµ S
aνβ
√−g + SaανS
aαµ
√−g − 1
2
√−g gµνSaµνSaµν
]. (3.81)
Ubah dummy index α, β → ρ,
δL1
δgµν= −1
4
[Saρµ S
aνρ
√−g + SaρνS
aρµ
√−g − 1
2
√−g gµνSaµνSaµν
]. (3.82)
Untuk suku pertama, indeks µ dan ν diubah, dan pada suku kedua sifat
antisimetri Saρµ = −Saµρ dipergunakan.
δL1
δgµν= −1
4
[Saρν S
aµρ
√−g − SaρνSaµρ
√−g − 1
2
√−g gµνSaµνSaµν
]. (3.83)
Universitas Indonesia
35
Kita juga kemudian menggunakan sifat antisimetri dari Saρν = −Saρν .
δL1
δgµν= −1
4
[− SaρνSaµρ
√−g − SaρνSaµρ
√−g − 1
2
√−g gµνSaµνSaµν
]= −1
4
[− 2SaρνS
aµρ
√−g − 1
2
√−g gµνSaµνSaµν
]= −1
4
[− 2√−g SaµρSaρν −
1
2
√−g gµνSaµνSaµν
]=
1
2
√−g[SaµρS
aρν + gµν
(1
4SaµνS
aµν)]
(3.84)
Pada suku kedua,
L2 = gFJaµU
aµ√−g
= gFgµνJaµU
aν
√−g. (3.85)
Kemudian,
δL2
δgµν= gF
(δgµνδgµν
)JaµU
aν
√−g + gFg
µνJaµUaν
(δ√−gδgµν
)= gFJ
aµU
aν
√−g + gFJ
aµU
aν(− 1
2
√−ggµν
)=
1
2
√−g[2gFJ
aµU
aν − gµνgFJaµUaν ] (3.86)
Sehingga secara keseluruhan,
δLδgµν
=1
2
√−g[SaµρS
aρν − gµν
(− 1
4SaµνS
aµν + gFJaµU
aµ)
+ 2gFJaµU
aν
]=
1
2
√−g[SaµρS
aρν − gµνL+ 2gFJ
aµU
aν ]. (3.87)
Akhirnya didapatkan,
Tµν =2√−g
δLδgµν
=2√−g× 1
2
√−g[SaµρS
aρν − gµνL+ 2gFJ
aµU
aν ]
= SaµρSaρν − gµνL+ 2gFJ
aµU
aν (3.88)
Untuk memasukkan sifat fluida ke dalam lagrangian dan tensor energi mo-
mentum di atas, medan gluon Uaµ disusun ulang agar mengandung suku
Universitas Indonesia
36
kecepatan relativistik seperti berikut.
Uaµ = (Ua
0 ,Ua) = uµφ
a. (3.89)
Di sini uµ = γ(1,v) dan γ = (1 − |va|2)1/2. φa = φa(x) adalah medan ska-
lar yang dibuat berdimensi satu agar dimensi keseluruhan persamaan tetap
konsisten, dan φa juga merepresentasikan distribusi medan. Dengan defini-
si seperti ini, medan gluon tunggal Uaµ yang secara konvensional berperan
sebagai partikel, dapat juga berlaku sebagai fluida pada skala tertentu. Atau
dapat pula dianggap sebagai transisi fasa material quark-gluon plasma. Ke-
tika berlaku sebagai partikel, medan gluon tersebut akan terikat dalam ha-
dron yang stabil, dan memiliki vektor polarisasi sebagai mana partikel pada
umumnya Uaµ = εµφ
a. Sedangkan untuk keadaan sebelum hadronisasi se-
perti halnya kondisi quark-gluon plasma, medan gluon berperilaku sebagai
partikel alir berenergi tinggi, dengan sifat fisis yang didominasi oleh kece-
patan relativistiknya.
Hubungan Uaµ = uµφ
a dan Uaµ = εµφ
a, seperti semacan transisi fasa,
hadronic state︸ ︷︷ ︸εµ
←→ QGP state︸ ︷︷ ︸uµ
.
Ketika definisi Uaµ = (Ua
0 ,Ua) = uµφ
a digunakan pada persamaan tensor
energi momentum yang terbentuk di atas, dan semua medan gluon diang-
gap homogen φ1, φ2, .......φ8 = φ, maka persamaan tensor energi momentum-
nya dapat diolah lebih lanjut.
Tµν = SaµρSaρν − gµνL+ 2gFJ
aµU
aν
(3.90)
Universitas Indonesia
37
Suku pertama di sebelah kanan persamaan dapat dijabarkan sebagai ber-
ikut.
SaµρSaρν = (∂µU
aρ − ∂ρUa
µ + gFfabcU b
µUcρ) (∂ρUa
ν − ∂νUaρ + gFfadeUdρU e
ν )
= ∂µUaρ ∂
ρUaν − ∂µUa
ρ ∂νUaρ + ∂µU
aρ gFf
adeUdρU eν
− ∂ρUaµ∂
ρUaν + ∂ρU
aµ∂νU
aρ − ∂ρUaµgFf
abcUdρU eν
+ gFfabcU b
µUcρ∂
ρUaν − gFfabcU b
µUcρ∂νU
aρ + g2Ff
abcfadeU bµU
cρU
dρU eν
= 2∂µUaρ ∂
ρUaν − 2∂ρU
aµ∂
ρUaν
+ 2∂µUaρ gFf
adeUdρU eν − 2gFf
abcU bµU
cρ∂νU
aρ
+ g2Ff
abcfadeU bµU
cρU
dρU eν
(3.91)
Kemudian suku tensor kuat medan pada suku kedua di sebelah kanan per-
samaan.
SaαβSaαβ = (∂αU
aβ − ∂βUa
α + gFfabcU b
αUcβ) (∂αUaβ − ∂βUaα + gFf
adeUdαU eβ)
= ∂αUaβ∂
αUaβ − ∂αUaβ∂
βUaα + ∂αUaβgFf
adeUdαU eβ
− ∂βUaα∂
αUaβ + ∂βUaα∂
βUaα − ∂βUaαgFf
adeUdαU eβ
+ gFfabcU b
αUcβ∂
αUaβ − gFfabcU bαU
cβ∂
βUaα + g2Ff
abcfadeU bαU
cβU
dαU eβ
= 2∂αUaβ∂
αUaβ − 2∂βUaα∂
αUaβ
+ 2∂αUaβgFf
adeUdαU eβ − 2gFfabcU b
αUcβ∂
βUaα
+ g2Ff
abcfadeU bαU
cβU
dαU eβ (3.92)
Universitas Indonesia
38
Setelah semuanya dijumlahkan, persamaan tensor energi momentum men-
jadi sebagai berikut.
Tµν = SaµρSaρν − gµνL+ 2gFJ
aµU
aν
= SaµρSaρν − gµν(−
1
4SaαβS
aαβ + gFJaµU
aµ) + 2gFJaµU
aν
= SaµρSaρν +
1
4gµνS
aαβS
aαβ − gµνgFJaµUaµ + 2gFgµνJaµU
aµ
= 2gFgµνJaµU
aµ + SaµρSaρν − gµνgFJaµUaµ +
1
4gµνS
aαβS
aαβ
= [2gFgµνJaµU
aµ + g2Ff
abcfadeU bµU
cρU
dρU eν ]
−[gµνgFJaµU
aµ − 1
4gµνg
2Ff
abcfadeU bµU
cνU
dµU eν ] (3.93)
Sumasi dari SaµρSaρν dan 14gµνS
aαβS
aαβ di dalam tensor energi momentum
dapat disederhanakan karena suku-suku yang bersesuaian akan saling me-
niadakan. Sebagai contoh, suku pertama dari SaµρSaρν akan ditiadakan oleh
suku kedua dari 14gµνS
aαβS
aαβ .
2∂µUaρ ∂
ρUaν =
1
4gµν(2∂βU
aα∂
αUaβ)
=1
4gµν(2∂β gαγg
γρUaρ gαγgγρ ∂
ρ Uaν g
βν)
=1
4(2∂βg
βνgµν gαγgγρUa
ρ gαγgγρ ∂ρ Ua
ν )
=1
4(2 ∂βδ
βµ δραU
aρ δαρ ∂
ρUaν )
=1
4(2 ∂µU
aρ δ
αα ∂
ρUaν )
=1
4(2 ∂µU
aρ 4 ∂ρUa
ν )
= 2 ∂µUaρ ∂
ρUaν
Sama juga yang terjadi pada:
suku kedua dari SaµρSaρν dengan suku pertama dari SaαβSaαβ ,
suku ketiga dari SaµρSaρν dengan suku keempat dari SaαβSaαβ ,
suku keempat dari SaµρSaρν dengan suku ketiga dari SaαβSaαβ .
Akhirnya, suku kelima dan kedua, SaµρSaρν dan SaαβSaαβ dijumlahkan.
Kemudian asumsikan bahwa solusi dari Jµ adalah solusi untuk fermion be-
bas, ψ = u(p)e−ip·x untuk (iγµ∂µ −m)ψ = 0, di mana u adalah spinor bebas
Universitas Indonesia
39
komponen-4.
(iγµ∂µ −m)u(p)e−ip·x = 0
iγµ[∂µ(u(p)e−ip·x)]−m u(p)e−ip·x = 0
iγµ[u(p)∂µ(e−ip·x) + (e−ip·x)(∂µu(p))]−m u(p)e−ip·x = 0
iγµu(p)∂µ(e−ip·x)−m u(p)e−ip·x = 0
iγµu(p)(−ipµ)(e−ip·x)−m u(p)e−ip·x = 0
γµu(p)pµ(e−ip·x)−m u(p)e−ip·x = 0
Kalikan kedua sisi dengan ψ = u(p)eip·x, didapat
u1,2γµpµu1,2 −mu1,2u1,2 = 0, dengan u1,2u1,2 = 2m
u3,4γµpµu3,4 +mu3,4u3,4 = 0, dengan u3,4u3,4 = −2m
Sehingga,
uγµpµu = m(4m)
uγµpµpµu = 4m2pµ
uγµu = 4pµ (3.94)
Jaµ = ψγµψTa = uγµuT
a = 4pµTa.
Kemudian, karena Ua µ = uµφa
JaµUaµ = 4pµT
auµφa
= 4 mQuµ Tauµφa
= 4mQTaφa (3.95)
Bawa kembali hasil ini kepada tensor energi momentum
Tµν = [2gFgµνJaµU
aµ + g2Ff
abcfadeU bµU
cρU
dρU eν ]
−[gµνgFJaµU
aµ − 1
4gµνg
2Ff
abcfadeU bµU
cνU
dµU eν ]
= [2gFgµν(4mQTaφa)uµu
µ + g2Ff
abcfadeuµuνφbφcφdφe]
−[4gµνgsmQTaφa − 1
4gµνg
2sf
abcfadeφbφcφdφe]
= [8gsmQTaφa + g2
Ffabcfadeφbφcφdφe]uµuν
−[4gsmQTaφa − 1
4g2Ff
abcfadeφbφcφdφe]gµν . (3.96)
Universitas Indonesia
40
Atau ditulis juga sebagai
T µν = [8gFTafQmQφ+ g2
Ff2gφ
4]uµuν
−[4gFTafQmQφ−
1
4g2Ff
2gφ
4]gµν . (3.97)
Di sini f 2g = fabcfabc, dan fabc adalah konstanta struktur untuk colour gluon,
dan fQ adalah faktor penjumlahan colour quark dari JaµUaµ. mQ adalah mas-
sa quark, gF adalah konstanta kopling interaksi kuat.
Tidak seperti bentuk sebelumnya, pada bentuk ini tensor energi momentum
terlihat jelas sebagai tensor energi momentum fluida ideal. Dalam konteks
quark-gluon plasma, berarti persamaan ini adalah tensor energi momen-
tum untuk quark-gluon plasma yang berbasis fluida ideal.
Sebagai keterangan tambahan, ketika medan gluon dianggap homogen, ma-
ka timbul konsekuensi pada generator grup, T = ΣaTa, dan lebih jauh lagi
T = 1. Ini bisa dilihat dari sifat transformasi dari grup SU(3) serta kebera-
daan medan-medan gauge yang timbul menyertainya.
Uaµ → e−iθ
aTaUaµ .
Uaµ → Ua
µeiθaTa .
Generator grupnya mengikuti komutasi aljabar Lie [T a, T b] = ifabcT c, dan
a, b, c = 1, 2, ......, 8, yang juga berarti dimensi grup SU(3) adalah 8.
Medan gauge yang otomatis ditimbulkan dalam penerapan grup SU(3), ada-
lah Uµ = T a Uaµ , juga berjumlah 8 sesuai dengan dimensi grup, yang juga
jumlah generator. Jika Uaµ dianggap homogen (semua medan gluon sama),
maka Uµ = T aUµ, yang berarti T a = 1.
Jika T a = 1 diterapkan kembalik ke bentuk transformasi gauge SU(3)
Uaµ → e−iθ
a
Uaµ . = (Uµ → e−iθ1Uµ),
Uaµ → Ua
µeiθa = (Uµ → Uµe
iθ1 ),
terlihat bahwa transformasinya sama dengan bentuk transformasi gaugeU(1)
yang terdapat pada QED.
Mengingat bahwa hasil-hasil eksperimen quark-gluon plasma selalu me-
nunjukkan keberadaan viskositas, maka akan menjadi lebih natural jika pa-
Universitas Indonesia
41
da persamaan tensor energi momentum di atas juga ditambahkan suku vis-
kositas. Merujuk pada skema penelitian oleh P. Romatschke, dkk. [3] [9],
tensor energi momentum dengan tambahan suku viskositas dituliskan se-
bagai berikut,
Tµν = SaµρSaρν − gµνLg + 2gFJ
aµU
aν + t(vis)µν . (3.98)
t(vis)µν = −cηT a(∂νUaµ + ∂µU
aν − Ua
νUaα∂αU
aµ − Ua
µUaα∂αU
aν )
+2
3cηT a∂αU
aα(gµν − UaµU
aν )− cζT a∂αU
aα(gµν − UaµU
aν )
= −cηT a(∂νUaµ + ∂µU
aν − Ua
νUaα∂αU
aµ − Ua
µUaα∂αU
aν )
+2
3cηT a∂αU
aαgµν(1− UaµU
aµ)
− cζT a∂αUaαgµν(1− Ua
µUaµ) (3.99)
Substitusikan Uaµ = uµφ
a ke dalam t(vis)µν , and c = 1.
t(vis)µν = −ηT a(∂ν(uµφ
a) + ∂µ(uνφa)− (uνφ
a)(uαφa)∂α(uµφa)
−(uµφa)(uαφa)∂α(uνφ
a))
+2
3ηT a∂α(uαφa)gµν
(1− (φa)2
)−ζT a∂α(uαφa)gµν
(1− (φa)2
)(3.100)
Suku viskositas ini diadopsi dari bentuk baku tensor energi momentum un-
tuk viskositas shear (η) dan viskositas bulk (ζ) yang dirumuskan oleh L.D.
Landau (Landau, Lifshitz, 1981) pada penelitian fluida relativistik.
Bentuk kontravarian tensor energi momentum yang lengkap untuk medan
gluon yang homogen menjadi,
T µνtotal = T µν + tµν(vis)
= [8gFTfQmQφ+ g2Ff
2gφ
4]uµuν − [4gFTfQmQφ−1
4g2Ff
2gφ
4]gµν
−ηT(∂ν(uµφ) + ∂µ(uνφ)− (uνφ)(uαφ)∂α(uµφ)
−(uµφ)(uαφ)∂α(uνφ))
+2
3ηT∂α(uαφ)gµν(1− φ2)
−ζT∂α(uαφ)gµν(1− φ2) (3.101)
Universitas Indonesia
42
3.7 Bentuk Eksplisit Viskositas Shear (η) dan Viskositas
Bulk (ζ)
Prinsip kekekalan energi dan momentum dapat dipakai untuk memberikan
solusi untuk mencari persamaan eksplisit viskositas shear dan bulk, yaitu
∂µT µν = 0 (Djun, Soegijono, Mart, Handoko, 2014) . Melihat pada komplek-
sitas matematis yang ada, maka pencarian observable-observable terkait akan
lebih mudah jika energy momentum tensor tersebut dianggap hidup dalam
ruang-waktu yang datar (flat space-time).
Dan tensor energi momentum yang siap untuk diolah pada tahap selanjut-
nya dinyatakan ulang sebagai berikut.
T µν = [8gFmQTaφa + g2
Ffabcfadeφbφcφdφe]uµuν
−[4gFmQTaφa − 1
4g2Ff
abcfadeφbφcφdφe]gµν
−ηT a(∂ν(uµφ
a) + ∂µ(uνφa)− (uνφ
a)(uαφa)∂α(uµφa)
−(uµφa)(uαφa)∂α(uνφ
a))
+2
3ηT a∂α(uαφa)gµν(1− (φa)2)
−ζT a∂α(uαφ)gµν(1− (φa)2). (3.102)
Di sini ζ adalah viskositas bulk. Untuk mengurangi kompleksitas, medan
gluon φ diasumsikan sebagai skalar. Akibatnya suku ke 2 dan suku ke 4
pada sebelah kanan persamaan menjadi nol yang dikarenakan sifat anti-
simetris dari konstanta struktur fabc, dan T = ΣaTa. Sehingga tensor energi
momentum tersebut dapat ditulis sebagai,
T µν = (8gFmQTφa)uµuν − (4gFmQTφ
a)gµν
−ηT(∂ν(uµφ) + ∂µ(uνφ)− (uνφ)(uαφ)∂α(uµφ)
−(uµφ)(uαφ)∂α(uνφ))
+2
3ηT∂α(uαφ)gµν(1− φ2)− ζT∂α(uαφ)gµν(1− φ2). (3.103)
Universitas Indonesia
43
Untuk memendekkan penulisan, definisikan gFmQ = ω. Lalu tensor energi
momentum dengan indeks 00 dapat dituliskan sebagai,
T 00 = 8Tωφu0u0 − 4Tωφg00
−ηT [∂0(u0φ) + ∂0(u0φ)− (u0φ)(uαφ)∂α(u0φ)− (u0φ)(uαφ)∂α(u0φ)]
+2
3ηT∂α(uαφ)g00[1− φ2]
−ζT∂α(uαφ)g00[1− φ2]
= 8Tωφu0u0 − 4Tωφg00
−ηT [2∂0(u0φ)− 2(u0φ)(uαφ)∂α(u0φ)]
+2
3ηT∂α(uαφ)g00[1− φ2]
−ζT∂α(uαφ)g00[1− φ2].
(3.104)
Lalu turunannya terhadap waktu,
∂0T 00 = 8Tω[(∂0φ)u0u0 + φ(∂0u0)u0 + φu0(∂0u
0)]− 4Tω(∂0φ)g00
−ηT[2∂0∂
0(u0φ)
−2[(∂0u0)uαφ2∂α(u0φ) + u0(∂0u
α)φ2∂αφ)
+u0uα(∂0φ2)∂αφ+ u0uαφ2(∂0∂α(u0φ))]
]+
2
3ηT[∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2]− ∂α(uαφ)g00∂0φ
2]
−ζT[∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2]− ∂α(uαφ)g00∂0φ
2]. (3.105)
Universitas Indonesia
44
Tensor energi-momentum untuk indeks 0k,
T 0k = 8Tωφu0uk − 4Tωφg0k
−ηT(∂k(u0φ) + ∂0(ukφ)− (ukφ)(uαφ)∂α(u0φ)
−(u0φ)(uαφ)∂α(ukφ))
+2
3ηT∂α(uαφ)g0k
(1− φ2
)− ζT∂α(uαφ)g0k(1− φ2
)= 8Tωφu0uk − 4Tωφg0k
−ηT(∂k(u0φ) + ∂0(ukφ)− ukuαφ2∂α(u0φ)
−u0uαφ2∂α(ukφ))
+2
3ηT∂α(uαφ)g0k
(1− φ2
)− ζT∂α(uαφ)g0k
(1− φ2). (3.106)
Dan turunannya terhadap komponen k,
∂kT 0k = 8Tω[(∂kφ)u0uk) + φ(∂ku0)uk + φu0(∂ku
k)]
−ηT[∂k∂
k(u0φ) + ∂k∂0(ukφ)
−(∂kuk)uαφ2∂α(u0φ)− uk(∂kuα)φ2∂α(u0φ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(u0φ)− ukuαφ2∂k∂α(u0φ)
−(∂ku0)uαφ2∂α(ukφ)− u0(∂ku
α)φ2∂α(ukφ)
−u0uα(∂kφ2)∂α(ukφ)− u0uαφ2∂k∂α(ukφ)
]. (3.107)
Universitas Indonesia
45
Persamaan kekekalan energi secara lengkap dinyatakan sebagai berikut,
∂0T 00 + ∂kT 0k
= 8Tω[(∂0φ)u0u0 + φ(∂0u0)u0 + φu0(∂0u
0)]− 4Tω(∂0φ)g00
−ηT[2∂0∂
0(u0φ)− 2[(∂0u0)uαφ2∂α(u0φ) + u0(∂0u
α)φ2∂αφ)
+u0uα(∂0φ2)∂αφ+ u0uαφ2(∂0∂α(u0φ))]
]+
2
3ηT[∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2]− ∂α(uαφ)g00∂0φ
2]
−ζT[∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2]− ∂α(uαφ)g00∂0φ
2]
+8Tω[(∂kφ)u0uk) + φ(∂ku0)uk + φu0(∂ku
k)]
−ηT[∂k∂
k(u0φ) + ∂k∂0(ukφ)
−(∂kuk)uαφ2∂α(u0φ)− uk(∂kuα)φ2∂α(u0φ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(u0φ)− ukuαφ2∂k∂α(u0φ)
−(∂ku0)uαφ2∂α(ukφ)− u0(∂ku
α)φ2∂α(ukφ)
−u0uα(∂kφ2)∂α(ukφ)− u0uαφ2∂k∂α(ukφ)
]
= 8Tω[(∂0φ)u0u0 + φ(∂0u
0)u0 + φu0(∂0u0)− 1
2(∂0φ)g00
+(∂kφ)u0uk) + φ(∂ku0)uk + φu0(∂ku
k)]
−ηT[2∂0∂
0(u0φ)− 2[(∂0u0)uαφ2∂α(u0φ)
+u0(∂0uα)φ2∂αφ) + u0uα(∂0φ
2)∂αφ+ u0uαφ2(∂0∂α(u0φ))]
−2
3∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2] +
2
3∂α(uαφ)g00∂0φ
2
+∂k∂k(u0φ) + ∂k∂
0(ukφ)
−(∂kuk)uαφ2∂α(u0φ)− uk(∂kuα)φ2∂α(u0φ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(u0φ)− ukuαφ2∂k∂α(u0φ)
−(∂ku0)uαφ2∂α(ukφ)− u0(∂ku
α)φ2∂α(ukφ)
−u0uα(∂kφ2)∂α(ukφ)− u0uαφ2∂k∂α(ukφ)
]−ζT
[∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2]− ∂α(uαφ)g00∂0φ
2]
= 0.
(3.108)
Universitas Indonesia
46
Karena u0 = γ, dan ∂0u0 = ∂tγ = 0, dan juga ∂ku0 = 0 maka persamaan
∂0T 00 + ∂kT 0k = 0 dapat disederhanakan menjadi,
∂0T 00 + ∂kT 0k
= 8Tω[(∂0φ)u0u0 − 1
2(∂0φ)g00 + (∂kφ)u0uk)
]−ηT
[2∂0∂
0(u0φ)− 2[u0uα(∂0φ2)∂αφ+ u0uαφ2(u0∂0∂αφ))]
−2
3∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2] +
2
3∂α(uαφ)g00∂0φ
2
+∂k∂k(u0φ) + ∂k∂
0(ukφ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(u0φ)− ukuαφ2∂k∂α(u0φ)
−u0uα(∂kφ2)∂α(ukφ)− u0uαφ2∂k∂α(ukφ)
]−ζT
[∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2]− ∂α(uαφ)g00∂0φ
2]
= 0.
Kemudian hukum kekekalan momentum akan dipakai untuk mendapatkan
sebuah persamaan independen lainnya.
∂0T i0 + ∂kTik = ∂0T 10 + ∂1T 11 + ∂2T 12 + ∂3T 13
+ ∂0T 20 + ∂1T 21 + ∂2T 22 + ∂3T 23
+ ∂0T 30 + ∂1T 31 + ∂2T 32 + ∂3T 33 = 0. (3.109)
Tensor energi momentum untuk indeks i0 adalah,
T i0 = (8Tωφ)uiu0 − (4Tωφ)gi0
−ηT(∂0(uiφ) + ∂i(u0φ)− (u0φ)(uαφ)∂α(uiφ)
−(uiφ)(uαφ)∂α(u0φ))
+2
3ηT∂α(uαφ)gi0
(1− φ2
)−ζT∂α(uαφ)gi0
(1− φ2b). (3.110)
Universitas Indonesia
47
Di sini gi0 = 0. Lalu T i0 menjadi,
T i0 = 8Tωφuiu0
−ηT(∂0(uiφ) + ∂i(u0φ)− u0uαφ2∂α(uiφ)
−uiuαφ2∂α(u0φ)). (3.111)
Kemudian turunannya terhadap waktu,
∂0T i0 = 8Tω[(∂0φ)uiu0 + φ(∂0u
i)u0 + φui(∂0u0)]
−ηT[∂0∂
0(uiφ) + ∂0∂i(u0φ)
−(∂0u0)uαφ2∂α(uiφ)− u0(∂0u
α)φ2∂α(uiφ)
−u0uα(∂0φ2)∂α(uiφ)− u0uαφ2∂0∂α(uiφ)
−(∂0ui)uαφ2∂α(u0φ)− ui(∂0u
α)φ2∂α(u0φ)
−uiuα(∂0φ2)∂α(u0φ)− uiuαφ2∂0∂α(u0φ)
]. (3.112)
Tensor energi momentum dengan indeks ii adalah,
T ii = 8Tωφuiui − 4Tωφgii
−ηT(∂i(uiφ) + ∂i(uiφ)− (uiφ)(uαφ)∂α(uiφ)
−(uiφ)(uαφ)∂α(uiφ))
+2
3ηT∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)−ζT∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)
= 8Tωφuiui − 4Tωφgii
−ηT(
2∂i(uiφ)− 2uiuαφ2∂α(uiφ))
+2
3ηT∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)−ζT∂α(uαφ)gii
(1− φ2
). (3.113)
Universitas Indonesia
48
Turunannya terhadap komponen i,
∂iT ii = 8Tω(∂iφ)uiui + 16Tωφ(ui∂iui)− 4Tω(∂iφ)gii
−ηT[2∂i∂
i(uiφ)− 2(∂iui)uαφ2∂α(uiφ)
−2ui(∂iuα)φ2∂α(uiφ)− 2uiuα(∂iφ
2)∂α(uiφ)
−2uiuαφ2∂ipdα(uiφ)]
+2
3ηT∂i∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)− 2
3ηT∂α(uαφ)gii(∂iφ
2)
−ζT∂i∂α(uαφ)gii(1− φ2
)+ ζT∂α(uαφ)gii(∂iφ
2). (3.114)
Lalu untuk indeks i, k, di mana i 6= k,
T ik = 8Tωφuiuk − 4Tωφgik
−ηT(∂k(uiφ) + ∂i(ukφ)− (ukφ)(uαφ)∂α(uiφ)
−(uiφ)(uαφ)∂α(ukφ))
+2
3ηT∂α(uαφ)gik
(1− φ2
)−ζT∂α(uαφ)gik
(1− φ2
)
= 8Tωφuiuk
−ηT(∂k(uiφ) + ∂i(ukφ)− ukuαφ2∂α(uiφ)
−uiuαφ2∂α(ukφ)). (3.115)
Turunan T ik terhadap komponen k adalah,
∂kT ik = 8Tω[(∂kφ)uiuk + φ(∂ku
i)uk + φui(∂kuk)]
−ηT[∂k∂
k(uiφ) + ∂k∂i(ukφ)
−(∂kuk)uαφ2∂α(uiφ)− uk(∂kuα)φ2∂α(uiφ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(uiφ)− ukuαφ2∂k∂α(uiφ)
−(∂iu)uαφ2∂α(ukφ)− ui(∂kuα)φ2∂α(ukφ)
−uiuα(∂kφ2)∂α(ukφ)− uiuαφ2∂k∂α(ukφ)
]. (3.116)
Kini ketiga hasil turunan tersebut dijumlahkan, ∂0T i0 + ∂iT ii + ∂kT ik = 0.
Universitas Indonesia
49
∂0T i0 + ∂iT ii + ∂kT ik
= 8Tω[(∂0φ)uiu0 + φ(∂0u
i)u0 + φui(∂0u0)
+(∂iφ)uiui + 2φ(ui∂iui)− 1
2(∂iφ)gii
+(∂kφ)uiuk + φ(∂kui)uk + φui(∂ku
k)]
−ηT[∂0∂
0(uiφ) + ∂0∂i(u0φ)
−(∂0u0)uαφ2∂α(uiφ)− u0(∂0u
α)φ2∂α(uiφ)
−u0uα(∂0φ2)∂α(uiφ)− u0uαφ2∂0∂α(uiφ)
−(∂0ui)uαφ2∂α(u0φ)− ui(∂0u
α)φ2∂α(u0φ)
−uiuα(∂0φ2)∂α(u0φ)− uiuαφ2∂0∂α(u0φ)
+2∂i∂i(uiφ)− 2(∂iu
i)uαφ2∂α(uiφ)− 2ui(∂iuα)φ2∂α(uiφ)
−2uiuα(∂iφ2)∂α(uiφ)− 2uiuαφ2∂ipdα(uiφ)
−2
3∂i∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)+
2
3∂α(uαφ)gii(∂iφ
2)
+∂k∂k(uiφ) + ∂k∂
i(ukφ)
−(∂kuk)uαφ2∂α(uiφ)− uk(∂kuα)φ2∂α(uiφ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(uiφ)− ukuαφ2∂k∂α(uiφ)
−(∂iu)uαφ2∂α(ukφ)− ui(∂kuα)φ2∂α(ukφ)
−uiuα(∂kφ2)∂α(ukφ)− uiuαφ2∂k∂α(ukφ)
]−ζT
[∂i∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)− ∂α(uαφ)gii(∂iφ
2)]
= 0.
(3.117)
Dengan 2 persamaan independen yang didapat, maka viskositas shear dan
bulk dapat ditentukan.
Universitas Indonesia
50
∂0T 00 + ∂kT 0k
= 8Tω[(∂0φ)u0u0 − 1
2(∂0φ)g00 + (∂kφ)u0uk)
]−ηT
[2∂0∂
0(u0φ)− 2[u0uα(∂0φ2)∂αφ+ u0uαφ2(u0∂0∂αφ))]
−2
3∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2] +
2
3∂α(uαφ)g00∂0φ
2
+∂k∂k(u0φ) + ∂k∂
0(ukφ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(u0φ)− ukuαφ2∂k∂α(u0φ)
−u0uα(∂kφ2)∂α(ukφ)− u0uαφ2∂k∂α(ukφ)
]−ζT
[∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2]− ∂α(uαφ)g00∂0φ
2]
= 0.
Jika bagian-bagian dari persamaan di atas didefiniskan sebagai berikut,
c0 = 8Tω[(∂0φ)u0u0 − 1
2(∂0φ)g00 + (∂kφ)u0uk)
],
a0 = T[2∂0∂
0(u0φ)− 2[u0uα(∂0φ2)∂αφ+ u0uαφ2(u0∂0∂αφ))]
−2
3∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2] +
2
3∂α(uαφ)g00∂0φ
2
+∂k∂k(u0φ) + ∂k∂
0(ukφ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(u0φ)− ukuαφ2∂k∂α(u0φ)
−u0uα(∂kφ2)∂α(ukφ)− u0uαφ2∂k∂α(ukφ)
],
b0 = T[∂0∂α(uαφ)g00[1− φ2]− ∂α(uαφ)g00∂0φ
2],
maka didapat bentuk pernyataan yang sederhana, ηa0 + ζb0 = c0.
Universitas Indonesia
51
Lalu untuk persamaan kekekalan momentum,
∂0 T i0 + ∂iT ii + ∂kT ik
= 8Tω[(∂0φ)uiu0 + φ(∂0u
i)u0 + φui(∂0u0) + (∂iφ)uiui + 2φ(ui∂iu
i)
−1
2(∂iφ)gii + (∂kφ)uiuk + φ(∂ku
i)uk + φui(∂kuk)]
−ηT[∂0∂
0(uiφ) + ∂0∂i(u0φ)
−(∂0u0)uαφ2∂α(uiφ)− u0(∂0u
α)φ2∂α(uiφ)
−u0uα(∂0φ2)∂α(uiφ)− u0uαφ2∂0∂α(uiφ)
−(∂0ui)uαφ2∂α(u0φ)− ui(∂0u
α)φ2∂α(u0φ)
−uiuα(∂0φ2)∂α(u0φ)− uiuαφ2∂0∂α(u0φ)
+2∂i∂i(uiφ)− 2(∂iu
i)uαφ2∂α(uiφ)− 2ui(∂iuα)φ2∂α(uiφ)
−2uiuα(∂iφ2)∂α(uiφ)− 2uiuαφ2∂ipdα(uiφ)
−2
3∂i∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)+
2
3∂α(uαφ)gii(∂iφ
2)
+∂k∂k(uiφ) + ∂k∂
i(ukφ)
−(∂kuk)uαφ2∂α(uiφ)− uk(∂kuα)φ2∂α(uiφ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(uiφ)− ukuαφ2∂k∂α(uiφ)
−(∂iu)uαφ2∂α(ukφ)− ui(∂kuα)φ2∂α(ukφ)
−uiuα(∂kφ2)∂α(ukφ)− uiuαφ2∂k∂α(ukφ)
]−ζT
[∂i∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)− ∂α(uαφ)gii(∂iφ
2)]
= 0. (3.118)
Universitas Indonesia
52
Persamaam tersebut dapat ditata ulang menjadi
zi = 8Tω[(∂0φ)uiu0 + φ(∂0u
i)u0 + φui(∂0u0) + (∂iφ)uiui + 2φ(ui∂iu
i)
−1
2(∂iφ)gii + (∂kφ)uiuk + φ(∂ku
i)uk + φui(∂kuk)],
xi = T[∂0∂
0(uiφ) + ∂0∂i(u0φ)
−(∂0u0)uαφ2∂α(uiφ)− u0(∂0u
α)φ2∂α(uiφ)
−u0uα(∂0φ2)∂α(uiφ)− u0uαφ2∂0∂α(uiφ)
−(∂0ui)uαφ2∂α(u0φ)− ui(∂0u
α)φ2∂α(u0φ)
−uiuα(∂0φ2)∂α(u0φ)− uiuαφ2∂0∂α(u0φ)
+2∂i∂i(uiφ)− 2(∂iu
i)uαφ2∂α(uiφ)− 2ui(∂iuα)φ2∂α(uiφ)
−2uiuα(∂iφ2)∂α(uiφ)− 2uiuαφ2∂i∂α(uiφ)
−2
3∂i∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)+
2
3∂α(uαφ)gii(∂iφ
2)
+∂k∂k(uiφ) + ∂k∂
i(ukφ)
−(∂kuk)uαφ2∂α(uiφ)− uk(∂kuα)φ2∂α(uiφ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(uiφ)− ukuαφ2∂k∂α(uiφ)
−(∂kui)uαφ2∂α(ukφ)− ui(∂kuα)φ2∂α(ukφ)
−uiuα(∂kφ2)∂α(ukφ)− uiuαφ2∂k∂α(ukφ)
],
yi = T[∂i∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)− ∂α(uαφ)gii(∂iφ
2)],
sehingga menjadi, ηxi + ζyi = zi.
Universitas Indonesia
53
Dengan asumsi bahwa ∂µuµ = 0 maka, x, y and z menjadi,
zi = 8Tω[(∂0φ)uiu0 + (∂iφ)uiui − 1
2(∂iφ)gii + (∂kφ)uiuk
],
xi = T[∂0∂
0(uiφ) + ∂0∂i(u0φ)
−u0uα(∂0φ2)∂α(uiφ)− u0uαφ2∂0∂α(uiφ)
−uiuα(∂0φ2)∂α(u0φ)− uiuαφ2∂0∂α(u0φ)
+2∂i∂i(uiφ)
−2uiuα(∂iφ2)∂α(uiφ)− 2uiuαφ2∂ipdα(uiφ)
−2
3∂i∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)+
2
3∂α(uαφ)gii(∂iφ
2)
+∂k∂k(uiφ) + ∂k∂
i(ukφ)
−ukuα(∂kφ2)∂α(uiφ)− ukuαφ2∂k∂α(uiφ)
−uiuα(∂kφ2)∂α(ukφ)− uiuαφ2∂k∂α(ukφ)
],
yi = T[∂i∂α(uαφ)gii
(1− φ2
)− ∂α(uαφ)gii(∂iφ
2)].
Kembali pada, ηa0+ζb0 = c0 and ηxi+ζyi = zi, maka didapat persamaan
eksplisit untuk viskositas shear dan bulk.
η =c0yi − zib0
a0yi − xib0. (3.119)
ζ =c0xi − a0zi
b0xi − a0yi. (3.120)
Universitas Indonesia
Bab 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Viskositas Shear (η) dan Bulk (ζ) dalam sistim quark-
gluon plasma dengan kecepatan fluida yang tetap
Pada bab ini persamaan eksplisit untuk viskositas shear dan bulk yang telah
diturunkan pada Bab 3 akan dihitung nilainya dalam fungsi energi. Batas
energi yang dipakai adalah dari 150 MeV hingga 250 MeV. Adapun alasan
untuk memilih batasan energi tersebut adalah sebagai berikut. Pada analisa
quark-gluon plasma melalui teori hidrodinamika relativistik, batas energi
hadronisasi quark-gluon plasma yang di dapat adalah di sekitar 150 MeV.
Sedangkan analisa quark-gluon plasma yang dilakukan melalui kuantum
kromodinamika latis, nilai energi hadronisasi yang didapat selalu berada di
atas 200 MeV Dengan demikian, pemodelan quark-gluon plasma terdomi-
nasi gluon yang dikerjakan pada disertasi ini dapat menemukan alasannya
jika tabulasi nilai viskositasnya dikerjakan diantara energi tersebut. Agar
perhitungan untuk viskositas shear dan bulk dapat dihitung secara analitis,
terpaksa beberapa penyederhanaan harus dilakukan. Asumsi-asumsi yang
dapat diambil tanpa mengurangi arti fisis dari persamaan tersebut adalah :
1. Tensor kecepatan uµ = (u0, ux, uy, uz) adalah konstan terhadap ruang-
54
55
waktu, yang berarti
u0 = γ,
∂0u0 = ∂tγ = 0,
∂0uk = ∂0u
i = 0,
∂iu0 = ∂ku
0 = (∂xγ = ∂yγ = ∂zγ) = 0,
∂kuk = ∂iu
i = (∂xux = ∂yu
y = ∂zuz) = 0,
∂kui = ∂iu
k = (∂xuy = ∂xu
z) = (∂yux = ∂yu
z) = (∂zux = ∂zu
y) = 0.
2. Fungsi medan φ dianggap hanya bergantung pada waktu t, dan berada
dalam ruang 1 dimensi, x. Asumsi ini masih cukup beralasan untuk distri-
busi quark-gluon plasma yang dianggap bersifat isotropis.
Melihat kembali penyelesain persamaan gerak untuk Lagrangian simetri
gauge dari Bab 3,
φ =2α2e
C1α3
α2eα3C1 − 2eα3α1z+α3C2
(4.1)
di mana, z = x − iEt, α1 = −iEδ + γ, α2 = iEβ − β, dan α3 = iEζ − ζ .
Lalu, δ = γv, β = iγ2v2, dan ζ = gGgFAγ. gG adalah konstanta kopling dari
grup gauge U(1), sedangkan gF adalah konstanta kopling dari grup gauge
SU(3). Jika C1 dan C2 yang merupakan konstanta hasil integrasi dianggap
nol, maka persamaan (4.1) menjadi,
φ =2α2
α2 − 2eα3α1z
= 2[− Eγ2v2 − iγ2v2
]/[(−Eγ2v2 − iγ2v2)
− 2(
exp[E2tγ2gA− xγ2gA− E2tγ2vAg − E2xvAγ2
γ2 + E2v2γ2])
×(Cos(
EtgAγ2 − ExgAγ2 − E3tvgAγ2 + ExvgAγ2
γ2 + E2v2γ2)
+ i Sin(EtgAγ2 − ExgAγ2 − E3tgvAγ2 + ExvgAγ2
γ2 + E2v2γ2))]
(4.2)
Untuk |a0|, |b0|, |c0|, |xi|, |yi|, |zi|, sesuai dengan asumsi yang dipakai di sini,
Universitas Indonesia
56
ditulis ulang sebagai
|c0| = 8Tω[(∂0φ)u0u0 − 1
2(∂0φ)g00 + (∂kφ)u0uk)
],
|b0| = T[uα(∂0∂αφ)g00(1− φ2)− uα(∂αφ)g00∂0φ
2],
|a0| = T[2∂0∂
0(u0φ)− 2[u0uα(∂0φ2)∂αφ+ u0uαφ2(u0∂0∂αφ))]
−2
3uα(∂0∂αφ)g00(1− φ2) +
2
3uα(∂αφ)g00∂0φ
2
+u0(∂k∂kφ) + uk(∂k∂
0φ)
−ukuα(∂kφ2)(u0∂αφ)− ukuαφ2u0(∂k∂αφ)
−u0uα(∂kφ2)(uk∂αφ)− u0uαφ2uk(∂k∂αφ)
],
|zi| = 8Tω[(∂0φ)uiu0 + (∂iφ)uiui − 1
2(∂iφ)gii + (∂kφ)uiuk
],
|xi| = T[ui(∂0∂
0φ) + u0(∂0∂iφ)
−u0uα(∂0φ2)(ui∂αφ)− u0uαφ2ui(∂0∂αφ)
−uiuα(∂0φ2)(u0∂αφ)− uiuαφ2u0(∂0∂αφ)
+2ui(∂i∂iφ)
−2uiuα(∂iφ2)(ui∂αφ)− 2uiuαφ2ui(∂i∂αφ)
−2
3uα(∂i∂αφ)gii
(1− φ2
)+
2
3(uα∂αφ)gii(∂iφ
2)
+ui(∂k∂kφ) + uk(∂k∂
iφ)
−ukuα(∂kφ2)(ui∂αφ)− ukuαφ2ui(∂k∂αφ)
−uiuα(∂kφ2)(uk∂αφ)− uiuαφ2uk(∂k∂αφ)
],
|yi| = T[uα(∂i∂αφ)gii
(1− φ2
)− uα(∂αφ)gii(∂iφ
2)].
Kembali kepada η|xi|+ ζ|yi| = |zi| , dan η|a0|+ ζ|b0| = |c0| , maka
Universitas Indonesia
57
0.15 0.2 0.2545
50
55
60
65
70
T (GeV)
ζ(G
eV
/fm
)
2
Gambar 4.1: Viskositas bulk (ζ) dari QGP terdominasi gluon sebagai fungsitemperatur yang dihitung sesuai Pers. (4.4).
η =|c0||yi| − |zi||b0||a0||yi| − |xi||b0|
. (4.3)
ζ =|c0||xi| − |a0||zi||b0||xi| − |a0||yi|
. (4.4)
4.2 Grafik Dinamika Viskositas dan dan Pembahasan
Parameter lainnya yang dipakai untuk menghasilkan Gambar 4.1 dan Gam-
bar 4.2 adalah, ∆t = 1×10−13 detik. Massa quark,mQ = 0.5 GeV. Energi me-
dan gaugeA adalah 100 GeV. Konstanta kopling elektromagnetik gG ∼ 1/137
dan konstanta kopling kuat gF ∼ 1.00. Dan rasio kedua kopling tersebut
menjadi gG/gF adalah 0.0072.
Gambar 4.2 yang menggambarkan viskositas shear menunjukkan laju ke-
naikkan yang kecil di tingkat energi sekitar hadronisasi. Dibandingkan de-
ngan viskositas bulk yang terdapat pada Gambar 4.1, viskositas shear lebih
kecil satu orde dari viskositas bulk. Secara kualitatif dapat dilihat bahwa
ζ ∼ O(10), dan η ∼ O(100). Dengan nilai rasio viskositas shear terha-
dap entopi dalam versi AdS/CFT, η/s ∼ 1/4π, dapat disimpulkan bahwa
Universitas Indonesia
58
0.15 0.2 0.25
1
1.2
T (GeV)
η2
(GeV
/fm
)
Gambar 4.2: Viskositas shear (η) dari QGP terdominasi gluon sebagai fungsitemperatur yang dihitung sesuai Pers. (4.3).
entropi dari quark-gluon plasma adalah juga dalam orde s ∼ O(10), dan
ζ/s & O(100). Hasil ini agak dekat dengan Tuchin., dkk ( Karsch, Kharzeev,
Tuchin, 2008; Kharzeev, Tuchin, 2008) untuk plasma QCD, yaitu ζ/s ∼ 1.
Ini mengindikasikan bahwa pada temperatur kritis, viskositas bulk materi
panas QCD mengalami lonjakan yang besar sekali. Temperatur kritis yang
dipakai adalah Tc ∼ 280 MeV. Hal ini juga dapat dilihat sebagai indikasi
bahwa pada proses hadronisasi, viskositas bulk memiliki peran yang lebih
penting dari pada viskositas shear. Atau setidaknya secara mekanis nilai ζ
yang besar ini menyebabkan fluida QGP menjadi sangat tidak stabil. Jika
membandingkan Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, akan terlihat bahwa terda-
pat hubungan linier antara ζ dan η pada tingkat energi sekitar hadronisasi.
Hubungannya secara sederhana dapat dituliskan sebagai ζ ≈ cη, di mana
c ∼ 50.
Pada sistim QGP terdominasi gluon ini tidak terdapat self interaction antar
medan gluon. Inetraksi hanya terjadi antara medan gluon dan medan mate-
ri. Nilai ζ yang reltif besar menjelang hadronisasi merupakan karakteristik
sistim dengan konstanta kopling kuat. Ini dapat dibandingkan dengan sis-
tim yang terkopling lemah, rasio η/ζ yang menjadi sangat besar.
Gambar 4.3 memperlihatkan perkembangan penemuan nilai viskositas
Universitas Indonesia
59
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1/
2/
3/
4/
5/
(4 )
(4 )
(4 )
(4 )
(4 )
π
π
π
π
π
η( /s)
vis. hydro
vis. hydro
vis. hydrovishnu
vishnu
waiting for
more accurate
η /s
Gambar 4.3: Perkembangan penemuan nilai Viskositas shear (η) sejak 2007.. ( Sumber : Huichao Song, 2012)
shear sejak tahun 2007. Dengan berbagai teori dan metoda yang terus di-
kembangkan, hingga kini hasil penghitungan dari berbagai rumusan itu
belum juga memperlihatkan hasil yang konvergen. Hal ini bisa mengindi-
kasikan berbagai hal. Mungkin teori-teori yang dibangun untuk menjelas-
kan QGP belum ada yang tepat. Mungkin juga metoda analisa yang dipa-
kai tidak benar. Atau mungkin viskositas plasma tidak dapat didefinisikan
dengan beranalogi pada viskositas untuk fluida. Karena plasma bukanlah
fluida. Plasma adalah plasma.
Universitas Indonesia
Bab 5
APLIKASI TEORI QGP
Pada Bab 3 diperlihatkan bahwa dari Lagrangian QGP dapat diturunkan
persamaan viskositas. Selain untuk mencari viskositas, sesungguhnya te-
ori QGP ini juga dapat diterapkan untuk menggambarkan fenomena fisis
lainnya sejauh keberadaan QGP dapat dianggap valid pada kondisi pem-
bahasan tersebut. Berikut ini akan dibahas aplikasi dari Lagrangian QGP
untuk menjelaskan perubahan tekanan dan densitas pada proses transisi
fasa di dalam bintang kompak. Aplikasi lainnya yang juga dibahas ada-
lah penerapan teori QGP untuk menghitung parameter Hubble dan factor
skala semesta pada semesta awal - era QGP, yaitu sebuah era diantara era
electroweak dan era hadronisasi.
5.1 Teori QGP untuk Pemodelan Transisi Fasa Pada Bin-
tang Kompak
Salah satu contoh aplikasi dari teori / Lagrangian QGP yang kami bangun
adalah pada pemodelan transisi fase di dalam bintang kompak (Nugroho,
Latief, Djun, Handoko, 2012).
Seperti skenario pada bab sebelumnya, QGP terdominasi gluon yang meru-
pakan sistim interaksi kuat dalam teori kuantum kromodinamik akan lebih
dianggap sebagai sebuah sistim fluida. Kemudian dari lagrangian QGP ter-
dominasi gluon tersebut dapat diturunkan tensor energi momentum, dan
lebih lanjut lagi, juga persamaan gerak yang relevan untuk interior inti bin-
tang kompak yang didominasi plasma. Di dalam pemodelan ini, kepadatan
dan tekanan dapat ditentukan, dan keduanya dapat dihubungkan mela-
60
61
lui distribusi medan fluida . Kemudian penyelesaian persamaan geraknya
yang berbentuk persamaan diferensial menunjukkan transisi fase pada sis-
tim tersebut.
Lagrangian dan tensor energi momentum yang relevan untuk mewakili
QGP di pusat (core) bintang kompak dinyatakan kembali di sini.
Lg = −1
4SaµνS
a µν + gsJaµU
a µ, (5.1)
Tµν = [8gsfQmQφ(r)+g2sf
2gφ(r)4]uµuν−[4gsfQmQφ(r)− 1
4g2sf
2gφ(r)4]gµν . (5.2)
fs adalah faktor penjumlahan colour gluon dari konstanta struktur fabc, dan
fQ adalah faktor penjumlahan colour quark dari JaµUaµ. Tensor energi mo-
mentum pada Pers.(5.2) memenuhi bentuk baku tensor energi momentum
fluida ideal, yaitu Tµν = (E + P)uµuν − Pgµν . Di sini E dan P adalah den-
sitas dan tekanan isotropik untuk setiap medan fluida tunggal, yang hu-
bungannya dengan densitas dan tekanan total dari sistim dinyatakan seba-
gai ρ =∫d4xE dan P =
∫d4xP . Sehingga kemudian didapat hubungan
berikut,
P (r) =
∫ βs
β0
dt
∫dV[4gsfQmQφ(r)− 1
4g2sf
2gφ(r)4
]=
4gsfQmQ
T
∫dV[1−
gsf2g
16fQmQ
φ(r)3]φ(r), (5.3)
ρ(r) =
∫ βs
β0
dt
∫dV[4gsfQmQφ(r) +
5
4g2sf
2gφ(r)4
]=
4gsfQmQ
T
∫dV[1 +
5gsf2g
16fQmQ
φ(r)3]φ(r). (5.4)
Pada temperatur berhingga (finite temperature), β = 1/T . Di sini Ts dan T0
adalah temperatur permukaan dan temperatur pusat bintang.
Geometri yang dipilih untuk bintang kompak ini adalah geometri Schwa-
rzschild, dengan dV =√B(r) r2 sinθ dr dθ dψ . r adalah jari-jari, θ
dan ψ adalah dua sudut pada koordinat bola. B(r) sendiri adalah B(r) =
Universitas Indonesia
62
[1− 2Gm(r)/r]−1 dengan m(r) = 4π∫ r
0drρ(r)r2.
Agar pembahasannya menjadi lebih lengkap, radius r didefinisikan ulang
menjadi tidak berdimensi, yaitu menjadi sebuah rasio antara radius semba-
rang terhadap radius bintang :→ r′ ≡ r/r0. Di sini r0 adalah radius bintang
kompak. Kemudian densitas pada Pers.(5.4) dapat diintegralkan terhadap
waktu dan dituliskan sebagai,
ρ(r′) = ρ0 + 16π gs fQ mQ r30
T0 − TsT0Ts
×∫ r′
0
dr′r′ 2√B(r′)
[1 +
5gsf2g
16fQmQ
φ(r′)3]φ(r′). (5.5)
ρ0 adalah densitas awal. Sekarang definisikanA1(r′) =∫ r′
0dr′r′2
√B(r′)φ(r′),
A2 =∫ r′
0dr′r′2
√B(r′)φ(r′)4, k1 = 16πgsfQmQr
30 dan k2 = πg2
sfgr30, sehingga
ρ(r′) = ρ0 +T0 − TsT0Ts
[k1A1(r′) + 5k2A2(r′)]. (5.6)
Kemudian setelah disubstitusikan dengan m(r′) dan B(r’) , di dapat
ρ(r′) = ρ0 +T0 − TsT0Ts
∫ r′
0
dr′[k1 + 5k2φ(r)3]φ(r′)√1− 8πG
r′
∫ r′0dr′ρ(r′)r′
2. (5.7)
Lakukan penurunan Pers.(5.7) terhadap r′, didapat persamaan diferensial
sebagai berikut,
Λ1(r′)ρ′′(r′) + T 2ρ′(r′)3 − Λ2T2r′2ρ(r′)ρ′(r′)3 − Λ3(r′)ρ′(r′) = 0, (5.8)
di mana T ≡ T0Ts/(T0 − Ts) dan,
Λ1(r′) = 2r′5φ(r′)2[k1 + 5k2φ(r′)3]2,
Λ2 = 8πG,
Λ3 =[5r′4 φ(r′)2 + 2r′5φ(r′)φ′(r′)
][k1 + 5k2φ(r′)3]2
+ 30k2r′5[k1 + 5k2φ(r′)3]φ(r′)4φ′(r′).
Sebagai catatan, tanda petik di sini berarti turunan terhadap r′. Persamaan
diferensial ini dapat diselesaikan secara analitik jika dilakukan pendekatan
aproksimasi untuk pusat (core) bintang kompak yang kecil, yaitu r′ � 1.
Universitas Indonesia
63
Dengan kondisi ini, maka persamaan penyelesainnya dapat diwakili oleh
ekspansi deret di sekitar titik pusat (r′ → 0)
ρ(r′) ∼ ρ(r′) + ρ(I)(r′)r′ +1
2!ρ(II)(r′)r′2 +
1
3!ρ(III)(r′)r′3 + .... |r′=0 . (5.9)
Untuk mendapatkan ρ(n) |0, akan dilakukan penurunan tahap demi tahap
terhadap persamaan diferensial awal. Pertaman, lakukan penurunan Pers.
(5.8) terhadap r′. Karena Λ′1(0) = Λ′3(0) = 0, maka,
3T 2ρ(I)2(0) ρ(II)(0) = 0. (5.10)
Selanjutnya, dilakukan derivatif sampai orde ke tujuh, dengan hasil,
ρ(III)(0) =1
3ρ(I)(0)2
[2Λ2ρ(0)ρ(I)(0)3 − 6ρ(I)(0)ρ(II)(0)2
], (5.11)
ρ(IV )(0) =1
ρ(I)(0)2
[6Λ2ρ(0)ρ(I)(0)2ρ(II)(0) + 2Λρ(I)(0)4
− 2T 2ρ(II)(0)3 − 6ρ(I)(0)ρ(II)(0)ρ(III)(0)], (5.12)
ρ(V )(0) =1
3T 2ρ(I)(0)2
[Λ
(IV )3 (0)ρ(I)(0) + 36Λ2T
2ρ(0)ρ(I)(0)2ρ(III)(0)
+ 72Λ2T2ρ(0)ρ(I)(0)ρ(II)(0)2 + 82Λ2T
2ρ(I)(0)3ρ(II)(0)
− 24T 2ρ(I)(0)ρ(II)(0)ρ(IV )(0)− 18T 2ρ(I)(0)ρ(III)(0)2
− 36T 2ρ(II)(0)2ρ(III)(0)], (5.13)
Universitas Indonesia
64
ρ(V I)(0) =1
3T 2ρ(I)(0)2
[76Λ2T
2ρ(I)(0)3ρ(III)(0) + 36Λ2T2ρ(0)ρ(I)(0)2
+ 24Λ2T2ρ(0)ρ(I)(0)2ρ(IV )(0) + 522Λ2T
2ρ(I)(0)2ρ(II)(0)2
+ 84Λ2T2ρ(0)ρ(II)(0)3 + 188Λ2T
2ρ(I)(0)3ρ(III)(0)
+ 342Λ2T2ρ(0)ρ(I)(0)ρ(II)(0)ρ(III)(0)
+ 36Λ2T2ρ(0)ρ(I)(0)2ρ(IV )(0) + Λ
(V )3 (0)ρ(I)(0)
+ 5Λ(IV )3 (0)ρ(II)(0)− Λ
(V )1 ρ(II)(0)− 72T 2ρ(II)(0)ρ(III)(0)3
− 60T 2ρ(II)(0)2ρ(IV )(0)− 18T 2ρ(II)(0)ρ(III)(0)2
− 60T 2ρ(I)(0)ρ(III)(0)ρ(IV )(0)
− 30T 2ρ(I)(0)ρ(II)(0)ρ(V )(0)], (5.14)
ρ(V II)(0) =1
3T 2ρ(I)(0)2
[378Λ2T
2ρ(I)(0)3ρ(IV )(0)
+ 66Λ2T2ρ(0)ρ(I)(0)2ρ(V )(0) + Λ
(V I)3 (0)ρ(I)(0)
+ 15Λ(IV )3 ρ(III)(0)− 6Λ
(V )1 (0)ρ(III)(0)
− 72T 2ρ(III)(0)4 − 18T 2ρ(III)(0)3 − 60T 2ρ(I)(0)ρ(IV )(0)2
− 90T 2ρ(I)(0)ρ(III)(0)ρ(V )(0)]. (5.15)
Dari Pers. (5.10), penyelesaian non-trivial akan didapat jika ρ(II)(0) = 0
yang menunjukkan bahwa ρ(I)(0) = Konstant. Lalu diasumsikan ρ(0) = 1.
Hasil ini disubstitusikan ke Pers. (10.11) hingga Pers. (10.15) untuk menda-
patkan solusi yang lebih lengkap.
5.2 Semesta Awal - Era QGP
5.2.1 Densitas dan tekanan QGP pada semesat awal - era
QGP
Contoh aplikasi berikutnya dari Lagrangian QGP adalah pada penghitung-
an parameter Hubble dan faktor skala semesta awal (Djun, Soegijono, Pa-
tmawijaya, Utama, Handoko, Mart, 2015, Sedang dalam review oleh referee
Universitas Indonesia
65
4th
5th
6th
7th
0.2 0.4 0.6 0.8 1.0r � r0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Ρ
Gambar 5.1: Distribusi densitas sebagai fungsi radius bintang kompak yangdinormalisasi, dengan Ts = 175 MeV dan T0 = 1 GeV.
di Acta Physica Polonica B, Early universe within gluon dominated QGP mo-
del).
Menurut skenario yang umum dipakai oleh para ilmuwan, pada waktu
t ∼ 10−10 detik setelah dentuman besar, semesta awal terisi oleh quark-
gluon plasma. Pada era ini, kepadatan energi semesta diperkirakan berada
antara 1 GeV hingga 1 TeV, dan juga jumlah partikel leptonik lainnya diang-
gap tidak dominan. Dengan kondisi tersebut, model fluida QCD yang telah
dibahas pada Bab 3 dapat dianggap relevan untuk mewakili quark-gluon
plasma pada semesta awal. Dari Lagrangian quark-gluon plasma kemudi-
an dapat diturunkan persamaan keadaan dan persamaan gerak, serta lebih
jauh lagi dapat digunakan untuk menginvestigasi faktor skala semesta dan
parameter Hubble pada sepenggal era dalam semesta awal. Lagrangian
QGP yang menggambarkan unifikasi fermion dan boson dari grup simetri
gauge SU(3)F ⊗ U(1)G dituliskan sebagai
L = iQγµ∂µQ−mQQQ− 14SaµνS
aµν− 14FµνF
µν +gFJaFµU
aµ+gGJGµAµ, (5.16)
Dengan analisa dan penurunan yang sama dengan pembahasan untuk quark-
gluon plasma pada Bab 3, bentuk tensor energi-momentum untuk QGP
Universitas Indonesia
66
yang terdominasi gluon dapat dituliskan sebagai,
Tµν = (8TgFmQφ)uµuν − (4TgFmQφ)gµν (5.17)
Tensor energi-momentum total dapat diperoleh dengan mengintegralkan
Pers.(5.17) terhadap volume total dari ruang-waktu. Hasilnya menggam-
barkan gerak gluon secara kolektif para sistim tersebut. Pada pembahas-
an ini, metrik yang dipakai adalah metrik Friedmann-Robertson-Walker
(FRW). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sistim ini merepresenta-
sikan semesta homogen isotropik yang berisi QGP terdominasi gluon yang
bersifat fluida ideal. Untuk menyederhanakan pembahasan, medan gluon
dianggap hanya bergantung pada waktu, φ = φ(t). Jika Pers.(5.17) diban-
dingkan dengan Tµν = (E + P)uµuν − Pgµν , menjadi jelas bahwa E = P =
4TgFmQφ. Sehingga, densitas dan tekanan dapat dinyatakan sebagai
ρ =
∫Ed4x = 4TgFfQmQ
∫ ∫φdtdV , (5.18)
P =
∫Pd4x = 4TgFfQmQ
∫ ∫φdtdV , (5.19)
di mana P dan E merupakan tekanan isotropik dan densitas untuk medan
fluida tunggal.
5.2.2 Parameter Hubble dan Faktor Skala Semesta awal -Era
QGP
Integralkan Pers. (5.18) dan (5.19) terhadap dimensi ruang dari geometry
FRW, akan didapat
P = λ
∫R3φdt
∫r2dr√1− kr2
, (5.20)
ρ = λ
∫R3φdt
∫r2dr√1− kr2
, (5.21)
Universitas Indonesia
67
Volume diferensial yang dipakai adalah dV = (R3r2sinθ)/√
1− kr2drdθdϑ.
Kemudian lakukan derivatif terhadap waktu untuk Pers. (5.21), didapat
ρ = λR3φ
∫r2dr√1− kr2
. (5.22)
Di sini λ = (4π)(4TgFfQmQ) = 16πTgFfQmQ. Faktor 4π didapat dari inte-
gral solid angle∫ 2π
0
∫ π0
sin θdθdϑ. Pada tahap ini dapat ditentukan persamaan-
persamaan medan kosmologi untuk ruang waktu FRW yang terisi dengan
QGP terdominasi gluon.
R = −4πG
3
(ρ+
3P
c2
)R +
1
3Λc2R , (5.23)
R2 =8πG
3ρR2 +
1
3Λc2R2 . (5.24)
Karena nilai parameter kurvatur cosmologi k sangatlah kecil, maka di sini
nilai tersebut diabaikan. Dan asumsikan bahwa konstanta kosmologi Λ ∼ 0,
maka didapat
ρ+
(ρ+
P
c2
)3R
R= 0 . (5.25)
Substitusikan Pers. (5.20), (5.21) and (5.22) ke dalam Pers. (5.25), akan dipe-
roleh
λR3φ
∫r2dr√1− kr2
+ 2λ(∫
R3φdt
∫r2dr√1− kr2
)3R
R= 0 , (5.26)
atau
R3φ
6H= −
∫R3φdt . (5.27)
Jika pada Pers.(5.27) dilakukan turunan terhadap waktu maka akan didapat
9φ+φ
H− φ H
H2= 0 . (5.28)
Kemudian definisikan ν ≡ 1/H , sehingga
dν
dt= ν =
d
dt(
1
H) =−HH2
. (5.29)
Universitas Indonesia
68
Sebagai konsekuensinya, Pers. (5.28) menjadi
ν +φ
φν = −9 . (5.30)
Persamaan ini berbentuk persamaan diferensial Bernoulli
ν(t) + P (t)ν = Q. (5.31)
Untuk menyeleaikan Pers. (5.31), dapat dilakukan dengan mendefinisikan
faktor integral I = e∫P (t)dt dan kalikan faktor integral ini dengan Pers. (5.31),
yaitu,
IQ = Iν + IP (t)ν
= Iν + Iν
=d
dt(Iν) ,
atau,
ν =
∫IQdt
I. (5.32)
Pers. (5.32) didapat dari hubungan I = e∫P (t)dtP (t) = IP (t). Melihat pada
Pers. (5.30), P (t) = dφdt
1φ
, akan didapat∫P (t)dt =
∫dφφ
= lnφ. Faktor integral
tersebut menjadi I = elnφ = φ. Sehingga solusi dari Pers. (5.30) menjadi
ν =−9∫φdt
φ. (5.33)
Dengan melakukan inversi pada ν akan didapatkan parameter Hubble se-
bagai berikut,
H =φ
−9∫φdt
. (5.34)
Bentuk medan skalar φ dapat diambil dari solusi persamaan gerak quark-
gluon plasma seperti yang sudah dibahas pada Bab 3.
φ =2α2
α2 − 2eα3(x−iEt)/α1. (5.35)
Universitas Indonesia
69
0.3 0.4 0.5 0.6 0.71
1.5
2
2.5
3
3.5
E (GeV)
Hubble
Par
amet
er
H31
( X
10 K
m/s
Mpc)
Gambar 5.2: Parameter Hubble era QGP pada tingkat energy medan gluon0.3 GeV hingga 0.75 GeV.
Atau dalam bentuk eksplisit setelah α1, α2, and α3 disubstitusikan ke dalam
Pers. (5.35).
φ =−2γ2|v|2(E + i)
−γ2|v|2(E + i)− 2exp[Aγ gG(iE − 1)(x− iEt)/gF (γ − iEγ|v|)
] ,(5.36)
Parameter Hubble dari Pers. (5.34) kemudian menjadi
H =2α2/[α2 − 2eα3(x−iEt)/α1 ]
−9∫
2α2/[α2 − 2eα3(x−iEt)/α1 ]dt(5.37)
Hasil penghitungan dari parameter Hubble pada era QGP dinyatakan
pada Gambar. 5.2. Adapun nilai-nilai variabel yang digunakan di dalam
persamaan adalah nilai-nilai di mana QGP dianggap dapat terbentuk sete-
lah era electroweak dan sebelum hadronisasi. Rentang energi untuk medan
gluon yang dipakai adalah antara 0.3 hingga 0.75 GeV. Kemudian, kecepat-
an partikel v diasumsikan hampir mendekati kecepatan cahaya. Energi me-
dan gauge A ditentukan sebagai 0.1 GeV, dan massa quark adalah mQ = 0.5
GeV. Konstanta kopling elektromagnetik gG ' 1/137, dan konstanta kopling
kuat adalah gF ' 2.00. Dengan adanya bentuk persamaan untuk parame-
ter Hubble yang eksplisit, maka faktor skala kosmologi R dapat dihitung.
Universitas Indonesia
70
Dengan menggunakan relasi H = R/R = (1/R) (dR/dt), didapatkan
R = exp
[∫Hdt
]= exp
[∫2α2/
{α2 − 2eα3(x−iEt)/α1
}−9∫{2α2/ [α2 − 2eα3(x−iEτ)/α1 ]} dτ
dt
](5.38)
Melihat pada kompleksitas persamaan yang ada, pencarian solusi se-
cara analitik menjadi problema tersendiri untuk dilakukan. Namun demi-
kian, kita masih dapat melakukan estimasi pada skala yang tidak terlalu
rinci sebagai berikut. Katakanlah nilai parameter Hubble diambil dari nilai
tengah rentang energi gluon, yaitu 0.5 GeV, sehingga H = 2.11029 × 1031
km s−1 Mpc−1 dianggap konstan pada t ∼ 10−10 detik. Dengan demikian
akan didapatkan R ∼ e68. Dalam istilah kosmologi dapat dikatakan bahwa
pada model ini ekspansi semesta setelah era electroweak mencapai 68 e-
folding. Setelah menentukan konstanta Hubble dan faktor skala kosmologi
pada era QGP, penghitungan dapat diteruskan untuk mendapatkan radius
ruang yang ditempati oleh plasma gluonik. Dengan mengasumsikan k ∼ 0,
dan Λ ∼ 0, Pers. (5.24) dan (5.25) dapat ditulis sebagai ρ = 13λR3r3
∫φ dt
dan H2 = 83πGρR2, sehingga didapat
r3 =9H2
8πGλR3. (5.39)
Dengan demikian radius yang diperoleh adalah |r| ∼ 0.0027 eV−1, atau se-
kitar 20 cm. Sedangkan densitas semesta pada era QGP adalah ρ ∼ [5.392×1010 GeV]4, dan rasio tekanan terhadap densitas adalah |P |/|ρ| ∼ 1.
Salah satu hal menarik yang didapat dari model ini adalah bahwa persa-
maan keadaan |P |/|ρ| ∼ 1. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa era QGP
terjadi pada masa atau era radiasi. Kesimpulan ini didapat dengan menga-
cu pada persamaan kondisi untuk era radiasi, yaitu |P | ∼ 1/3 |ρ|, di mana
|P |/|ρ| semakin mengecil sepanjang proses transisi dari satu era ke era ber-
ikutnya, dan mendekati nol ketika semesta terdominasi oleh materi.
Nilai e-folding dan harga densitas kritikal adalah 2 hal utama yang digu-
nakan untuk mengkaji kerataan semesta. Jika terdapat sebuah harga densi-
tas, maka diperlukan sebuah e-folding minimum untuk mempertahankan
Universitas Indonesia
71
kerataan semesta, seperti yang dirumuskan pada pertidaksamaan eN >
ρ1/4 / 0.037 h eV [21]. Pada model ini, densitas energi yang didapat ada-
lah ρ ∼ [5.392 × 1010 GeV]4, yang berarti bahwa e-folding minimum yang
diperlukan adalah N ∼ 49. Dengan demikian, maka hasil perhitungan e-
folding untuk era QGP yang sebesar R ∼ e68, adalah sesuai dengan semesta
rata sekarang ini. Densities energi ρ yang harganya berada antara masa
awal konversi neutron-proton dan densitas energi Plank, [1 MeV]4 < ρ <
[1.22 × 1019 GeV]4, juga sesuai dengan syarat yang diperlukan untuk teori
nukleosintesis kosmologi [21].
Dengan didapatnya konstanta Hubble, maka densitas kritikal pada era
QGP dapat diperkirakan. Dengan memakai persamaan ρcrit = 3H2/8πG
didapatkan ρcrit = [5.37136 × 1010 GeV]4 [22]. Hasil penghitungan ini se-
dikit lebih kecil dibanding dengan densitas pada era QGP. Namun perlu
diingat bahwa ini hanyalah estimasi kasar, sehingga terlalu dini untuk me-
narik kesimpulan dari hasil tersebut. Dari sifat linier parameter Hubble
sebagai fungsi energi, dapat disimpulkan bahwa pada perhujung era elec-
troweak tidak terdapat inflasi karena kondisi R > 0 tidak terpenuhi, yaitu
R ∼ 0.
Universitas Indonesia
Bab 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ide utama dalam disertasi ini adalah membangun sistim Quark-gluon
plasma melalui Lagrangian kromodinamika kuantum, yang kemudi-
an dilakukakan transformasi terhadap medan gluon yang ada agar
menjadi semacan medan alir. Penghitungan yang sudah dikerjakan
pada bab 4 memberikan hasil yang cukup dekat dengan hasil peng-
hitungan model-model lain yang teorinya didasarkan pada hidrodi-
namika relativistik, QCD latis, ataupun kinematika kuantum. De-
ngan demikian dapat disimpulkan bahwa bangun model ini dapat di-
andalkan, dan cukup beralasan untuk dipergunakan lebih lanjut un-
tuk memodelkan fenomena-fenomena fisis lain yang berhubungan de-
ngan plasma.
2. Viskositas bulk yang terdapat pada Gambar.1 menunjukkan kenaikan
dengan perubahan gradien yang lambat. Sedangkan hasil hitungan
peneliti lain dan hasil eksperimen di RHIC menujukkan kecenderung-
an kenaikan yang asimtutik. Dengan berasumsi bahwa hasil mayori-
tas adalah yang benar, maka teori quark-gluon plasma yang diajukan
dalam tulisan ini masih banyak memerlukan penyempurnaan.
72
73
6.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat diuraikan adalah :
1. Melihat pada tingginya kompleksitas masalah ataupun persamaan ma-
tematika yang muncul dalam topik penelitian, maka beberapa asumsi
dengan tujuan penyederhanaan masalah terpaksa dilakukan agar hi-
tungan analitik dapat dilakukan. Akibat dari asumsi-asumsi tersebut,
mungkin dinamika perubahan viskositas sebagai fungsi energi tidak
dapat terpetakan dengan sangat rinci. Untuk memperbaiki keadaan
tersebut, penghitungan numerik harus dilakukan.
2. Teori QCD-fluida yang coba dirumuskan dalam disertasi ini menuai
kon-troversi dari beberapa kalangan. Sebagian peneliti menilai bahwa
peralihan dari fisika partikel yang mikroskopis kepada fisika fluida
yang secara umum dikenal berada pada skala makroskopis tidak da-
pat dilakukan hanya dengan sebuah transformasi sederhana (mengu-
bah medan partikel menjadi medan skalar yang memiliki kecepatan)
pada medan gluon maupun fermion. Namun sebagian lagi menilai
bahwa transformasi tersebut dapat dilakukan, dan tidak ada hukum
fisika yang dilanggar. Polemik ini akan dapat diatasi jika model QCD
fluida ini nantinya dapat menghasilkan keluaran yang tepat ketika di-
terapkan pada cabang fisika lainnya yang masih berhubungan, misal-
nya pada bidang semesta awal, fisika plasma, dan lainnya.
3. Agar sudut pandang yang tercakup dalam membangun sebuah teori
menjadi lebih lengkap, teori-teori dan batasan dari teori termodinami-
ka yang relevan untuk sebuah sistim plasma akan perlu dibahas pada
penelitian berikutnya.
Universitas Indonesia
Bibliografi
[1] Ulrich W Heinz, Raimond Snellings, Annual Review in Nuclear and
Particle Physics63 (2013)Collective flow and viscosity in relativistic he-
avy ion collisionarXiv: nucl-th/1301.2826
[2] I.Bouras, E.Molmar, H.Niemi, Z.Xu, A.El, O.Fochler, C.Greiner, D.
Rischke, Phys. Rev. Lett.103,032301 (2009). DOI 10.1103 / PhysRe-
vLett.103.032301
[3] P.Romatschke, Int. J. Mod. Phys. E E19, 1(2010)
[4] D.Teaney, J.Lauret, E.V.Shuryak, Phys. Rev. Lett. 86, 4783 (2001)
[5] P.Huovinen, P.F.Kolb, U.W.Heinz, P.V.Ruuskanen, S.A.Voloshin, Phys.
Lett. B, 503, 58 (2001)
[6] P.F.Kolb, U.W.Heinz,P.Huovinen, K.J.Eskola, K.Tuominen, Nucl. Phys.
A, 696, 197 (2001)
[7] P.F.Kolb, R.Rapp, Phys. Rev. C, 67, 044903 (2003)
[8] T.Hirano, K.Tsuda, Phys. Rev. C, 66, 054905 (2002)
[9] R.Baier, P.Romatschke, Eur. Phys. J. C,51, 677 (2007)
[10] S.Gottlieb, J.Phys. Conf. Ser. 78, 012023 (2007)
[11] P.Petreczky, Europ. Phys. J. Special Topics 155, 1951 (2008)
[12] S.M. Mahajan, Phys. Rev. Lett.90(2003)035001Temperature - Transfor-
med “Minimal Coupling“ : Magnetofluid Unification.
[13] B.A. Bambah, S.M. Mahajan and C. Mukku, Phys. Rev. Lett.97 (2006)
072301 Yang-Mills Magnetofluid Unification.
74
75
[14] A.Sulaiman, A.Fajarudin, T.P.Djun and L.T.Handoko, International Jo-
urnal of Modern Physics AVol.24, Nos.18 & 19(2009)3630-3637, Mag-
netofluid Unification in Yang-Mills Lagrangian.
[15] T.P.Djun, L.T.Handoko, in Proceeding of the Conference in Honour of
Murray Gell-Mann’s 80th Birthday : Quantum Mechanics, Elemantary
particles, Quantum Cosmology and Complexity(2011)pp.419-425. DOI
10.1142/9789814335614 0040.
[16] A. Sulaiman, T.P. Djun, L.T. Handoko Journal-ref: J. Theor. Comput.
Stud. 5 (2006) 0401 Gauge invariant fluid lagrangian and its application
to cosmology arXiv:physics/0508086
[17] C. S. Nugroho, A. O. Latief, T. P. Djun, L. T. Handoko, Journal-ref: Gra-
vitation and Cosmology 18 (2012) 32-38, Gluon matter plasma in the
compact star core within fluid QCD model, arXiv : 1112.4719
[18] T.P. Djun, M.K.N. Patmawijaya, R. Utama, L.T. Handoko, arXiv : 1303.
5849, Gluonic plasma dominated early universe within fluid QCD
[19] L.D.Landau and E.M.Lifshitz, Butterworth - Heinemann (1981) Course
of Theoretical Physics Volume 6, ”Fluid Mechanics”
[20] T.P. Djun, B.Soegijono, M.K.N. Patmawijaya, R. Utama, L.T. Handoko,
T. Mart, under review, subnitted to Acta Physica Polonica B, Early Uni-
verse Within Gluon Dominated QGP Model
[21] S. Weinberg, textit Cosmology (Oxford University Press, 2008).
[22] M.P. Hobson, G. Efstathiou, and A.N. Lasenby, General Relativity
(Cambridge University Press, 2006)
Universitas Indonesia
DAFTAR PUBLIKASI
[1] Djun, T. P., Handoko, L. T., Soegijono, B., Mart, T., (2015). Viscosi-
ties of gluon dominated QGP model within relativistic non-Abelian hydrodynami-
cs. Sudah diterima untuk dipublikasi pada International Journal of Modern
Physics A , (IF 1.089).
[2] Djun, T. P., Soegijono, B.,Patmawijaya, M. K. N., Utama, R., Hando-
ko, L. T., Mart, T., (2015). Early universe within gluon dominated QGP model.
Sedang dalam proses review oleh referee di Acta Physica Polonica B.
[3] Djun, T. P., Soegijono, B., Mart, T., Handoko, L. T. (2014). Viscous quark-
gluon plasma model through fluid QCD approach, AIP Conference Proceeding
1617 (2014) 91.
[4] Nugroho, C. S., Latief, A. O., Djun, T. P., Handoko, L. T. (2012). Gluon
matter plasma in the compact star core within fluid QCD model. Gravitaion and
Cosmology. 18, 32-38.
[5] Djun, T. P., Handoko, L. T. (2011). Fluid QCD Approach for Quark
Gluon Plasma in Stellar Structure. Proceeding of the Conference in Hono-
ur of Murray Gell-Manns 80th Birthday : Quantum Mechanics, Elementary
psrticles, Quantum Cosmology and Complexity. 419-425. DOI 10.1142 /
9789814335614040.
[6] Sulaiman, A., Fajarudin, A., Djun, T.P., Handoko, L. T. (2009). Magne-
tofluid Unification in Yang-Mills Lagrangian. International Journal of Modern
Physics A. Vol.24, Nos.18 19, 3630 3637.
[7] Sulaiman, A., Djun., T. P., Handoko., L. T. (2006). Gauge invariant fluid
lagrangian and its application to cosmology. J. Theor. Comput. Stud. 5, 0401.
76