universitas negeri semaranglib.unnes.ac.id/35526/1/5212415016_optimized.pdf · 2020. 4. 2. · vii...
TRANSCRIPT
PENGARUH DEBIT FLUIDA DAN RELATIVE HUMIDITY
TERHADAP EFISIENSI KERJA SISTEM REFRIGERASI
DAN KAPASITAS PRODUKSI AIR
ATMOSPHERIC WATER MAKER
Skripsi
diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin.
Oleh
Kharis Maulana Yusuf
NIM.5212415016
TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
PENGARUH DEBIT FLUIDA DAN RELATIVE HUMIDITY
TERHADAP EFISIENSI KERJA SISTEM REFRIGERASI
DAN KAPASITAS PRODUKSI AIR
ATMOSPHERIC WATER MAKER
Skripsi
diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin.
Oleh
Kharis Maulana Yusuf
NIM.5212415016
TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Kharis Maulana Yusuf
NIM : 5212415016
Program Studi : Teknik Mesin
Judul : Pengaruh Debit Fluida dan Relative Humidity Terhadap Efisiens i
Kerja Sistem Refrigerasi dan Kapasitas Produksi Air Atmospheric
Water Maker
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
Skripsi Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.
Semarang, 15 Agustus 2019
Pembimbing,
Samsudin Anis, S.T., M.T., Ph.D.
NIP. 197601012003121002
v
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul Pengaruh: Pengaruh Debit Fluida dan Relative Humidity
Terhadap Efisiensi Kerja Sistem Refrigerasi dan Kapasitas Produksi Air
Atmospheric Water Maker. Telah dipertahankan di depan sidang Panitia Ujian
Skripsi Fakultas Teknik (Unnes) pada tanggal 19 bulan Agustus tahun 2019
Oleh
Nama : Kharis Maulana Yusuf
NIM : 5212415016
Program Studi : Teknik Mesin
Panitia:
Ketua Panitia Sekretaris
Rusiyanto, S.Pd., M.T. Dr. Rahmat Doni Widodo, S.T., M.T. IPP.
NIP. 197403211999031002 NIP. 197509272006041002
Penguji 1 Penguji 2 Pembimbing
Akhmad Mustamil K., S.Pd., M.Pd. Angga Septiyanto, S.Pd., M.T. Samsudin Anis, S.T., M.T., Ph.D.
NIP. 1988080820140511154 NIP. 198709112019031012 NIP. 197601012003121002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik UNNES
Dr. Nur Qudus, M.T., IPM.
NIP. 196911301994031001
vi
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Negeri
Semarang (Unnes) maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya
sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Pembimbin dan masukan
tim Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Semarang, Senin 1 Juli 2019
Yang membuat per
vii
SARI
Yusuf, Kharis Maulana. 2019.: Pengaruh Debit Fluida dan Relative Humidity
Terhadap Efisiensi Kerja Sistem Refrigerasi dan Kapasitas Produksi Air
Atmospheric Water Maker. Skripsi. Samsudin Anis, S.T., M.T., Ph.D. Program
Studi Teknik Mesin, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri
Semarang.
Kurangnya akses air minum di Indonesia menuntut untuk mencari alternatif
mendapatkan air bersih dan layak minum. Atmospheric Water Maker (AWM)
adalah salah satu alternatif untuk mendapatkan air layak minum. Sayangnya AWM
masih memiliki permasalahan pada optimasi sistem refrigerasinya. Penelitian ini
memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variasi debit aliran dan
relative humidity (RH) terhadap efisiensi kerja sistem refrigerasi dan kapasitas
produksi air AWM.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah experimental research
dengan jenis factorial design 2x2. Variasi debit aliran udara yang digunakan pada
penelitian ini adalah 0,08 m3/s dan 0,1 m3/s serta variasi RH pagi (51%), siang
(42%) dan malam (74%). Pengambilan data pada penelitian menggunakan alat ukur
yang sudah terkalibrasi sehingga meminimalisir kesalahan pada saat pembacaan
data oleh alat ukur.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan debit menurunkan nila i
efisiensi kerja sistem refrigerasi dari 21,89% pada debit 0,08 m3/s menjadi 20,91%
pada debit 0,1 m3/s. Sedangkan penambahan debit berdampak baik dan menaikan
kapasitas produksi air AWM dari 14,4 ℓ/d pada debit 0,08 m3/s menjadi 15,84 ℓ/d
pada debit 0,1 m3/s. Penambahan nilai RH memiliki dampak yang baik pada
efisiensi kerja yaitu Siang (15,79%); pagi (17,14%); dan malam (20,91%).
Sedangkan penambahan nilai RH berdampak baik pada kapasitas produksi air yaitu
dengan nilai kapasitas air mencapai siang (6,72 ℓ/d); pagi (10,08 ℓ/d); dan malam
(15,84 ℓ/d).
Kata Kunci: atmospheric water maker (AWM), debit aliran fluida, relative
humidity (RH), efisiensi kerja, kapasitas produksi air
viii
PRAKATA
Bismillahirrohmannirrahim
Puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sehingga sesuai
dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh
sahabatnya. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana teknik Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya banyak pihak yang turut serta dalam
membantu menyelesaikannya, baik bantuan moril maupun materi. Oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh studi di
Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Nur Qudus, MT., IPM. Dekan Fakultas Teknik, Rusiyanto, S.Pd., M.T.,
Ketua Jurusan Teknik Mesin, Dr., Ir. Basyirun S.Pd., M.T., IPP., Kepala
Laboratorium Jurusan Teknik Mesin atas fasilitas yang disediakan bagi
mahasiswa.
3. Samsudin Anis S.T., M.T., Ph.D. Selaku Pembimbing yang penuh perhatian
dan atas perkenaan memberi bimbingan dan dapat dihubungi sewaktu-
waktu disertai viii kemudahan menunjukkan sumber-sumber yang relevan
dengan penulisan karya ini.
4. Akhmad Mustamil Khoiron, S.pd., M.Pd. dan Angga Septiyanto, S.Pd,
M.T. Selaku Penguji 1 dan Penguji 2 yang telah memberi masukan yang
sangat berharga berupa saran, ralat, perbaikan, pertanyaan, komentar,
tanggapan, menambah bobot dan kualitas karya tulis ini
5. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahandaku
bapak Sumarto dan ibundaku ibu Khotimah serta saudariku yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
ix
6. 744Syahdan Sigit Maulana yang telah membantu dan membimbing dalam
pembuatan alat skripsi.
7. Tim skripsi yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan moral
dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan.
8. Novilia Eka Cahyani yang selalu menemani dan memberikan motivas i
dalam penulisan skripsi.
9. Teman-teman Program Studi Teknik Mesin S1 dan teman satu kos yang
selalu menghibur, membantu, dan memberi masukan dalam penyelesaian
skripsi ini.
10. Berbagai pihak yang telah memberi bantuan untuk karya tulis ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak untuk menyempurnakannya. Kepada Allah SWT segalanya
kembali dan kesempurnaan hanya milik-Nya dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak, bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Semarang, Senin 01 Juli 2019
Kharis Maulana Yusuf
NIM. 5212415016
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...…………………………………………...………………i
LEMBAR BERLOGO …………………………………………………………..ii
JUDUL DALAM ………………………………………………………………..iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………….………….iv
PENGESAHAN ………………………………………………….......…………..v
PERNYATAAN KEASLIAN …………………………………………..………vi
SARI ………………………………………………………...………………..…vii
PRAKATA …………………………………………………...………………...viii
DAFTAR ISI ………………….………………………….………..……………..x
DAFTAR TABEL …………………………………………………..…………xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………...…………....xv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..….,.xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ………………………………..xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ...………………………...…………………………...1
1.1 Latar Belakang ..…...….………………………………………...................1
1.2 Identifikasi Masalah …....…………………………………………….…....4
I.3. Batasan Masalah ……………………………………………………..........4
1.4. Rumusan Masalah ….……………..………..……………………….…….5
1.5. Tujuan Penelitian …..……………..………..……………………….….....5
1.6. Manfaat Penelitian ………..………………………..……………………..6
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ……………………7
2.1 Kajian Pustaka ………….……….………...……………………………....7
2.2 Landasan Teori ………………….………………………………………..12
2.2.1 Atmospheric Water Maker (AWM) ………………...…………….....12
2.2.2 Debit Fluida ……………….………………………………………...24
2.2.3 Relative Humidity ………….……………………………………......26
2.2.4 Penghitungan Kerja Sistem Refrigerasi Atmospheric Water Maker
(AWM)………………………………………………………………28
2.2.5 Kapasitas Produksi Air ……………………………………………...31
xi
2.2.6 Hubungan antara Variasi Debit terhadap Efisiensi Kerja Sistem
Refrigerasi AWM …………………………………………………...32
2.2.7 Hubungan antara Variasi Debit terhadap Kapasitas Produksi Air
AWM …………………………………………………...................33
2.2.8 Hubungan antara Variasi Relative Humidity (RH) terhadap Efi-
siensi Kerja Sistem Refrigerasi AWM …………………………….34
2.2.9 Hubungan antara Variasi Relative Humidity (RH) terhadap Kapa-
sitas Produksi Air AWM …………………………………………..35
2.3 Hipotesis ………………………………………………………………….36
BAB III METODE PENELITIAN ….……………….………………………...37
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ….……………….…………………......…..37
3.2 Desain Penelitian ….……………….………………………………….......37
3.3 Alat Dan Bahan ………………….……………………………………......39
3.4 Parameter Penelitian …….…………….………………………………......45
3.5 Teknik Pengumpulan Data ….……………….…………………………....46
3.6 Kalibrasi Instrumen ….……………….………………..………………….54
3.7 Teknik Analisis Data ….……………….………..……………………..….56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….57
4.1 Deskripsi Data …………………………………………………………….57
4.1.1 Perhitungan Debit Fluida Ventilatiion Fan ………………………….57
4.1.2 Penentuan Nilai Relative Humidity ………………………………….59
4.2 Hasil Penelitian …………………………………………………………...61
4.2.1 Pengaruh Penggunaan Variasi Debit terhadap Efisiensi Kerja Sis-
tem Refrigerasi AWM …………………………………………...….61
4.2.2 Pengaruh Penggunaan Variasi Debit terhadap Kapasitas Produksi
Air AWM …………………………………………………………...62
4.2.3 Pengaruh Penggunaan Variasi Relative Humidity Terhadap Efisien-
si Kerja Sistem Refrigerasi AWM ………………………………….63
4.2.4 Pengaruh Penggunaan Variasi Relative Humidity Terhadap Kapa-
sitas Produksi Air AWM …………………………………………....64
4.3 Analisis Data ………………...……………………………………………65
xii
4.3.1 Entalpi …………………………………………………………….....65
4.3.2 Penghitungan Kerja Kompresor (Win) ……………………………...66
4.3.3 Penghitungan Kalor yang Diserap Evaporator (Qin) ………………..67
4.3.4 COP Aktual Sistem Refrigerasi Atmospheric Water Maker (AWM)...67
4.3.5 COP Ideal Sistem Refrigerasi Atmospheric Water Maker (AWM) …68
4.3.6 Efisiensi kerja Sistem Refrigerasi Atmospheric Water Maker
(AWM) ……………...………………………………………………69
4.4 Pembahasan ………………………………………………………………69
4.4.1 Pengaruh Variasi Debit terhadap Efisiensi Kerja Sistem Refrigerasi
AWM.……………………………………………………………….69
4.4.2 Pengaruh Variasi Debit terhadap Kapasitas Produksi Air AWM ......71
4.4.3 Pengaruh Variasi Relative Humidity terhadap Efisiensi Kerja Sis-
tem Refrigerasi AWM ………………………………..…………….73
4.4.4 Pengaruh Variasi Relative Humidity terhadap Kapasitas Produksi
Air AWM …………………………………………………………..74
BAB V PENUTUP …………………………………………………………….76
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………...76
5.2 Saran ……………………………………………………………………..77
DAFTAR PUSTAKA ………………….………..…………………………..…78
LAMPIRAN ……………………………………………………………...…….81
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai efisiensi indeks perbaikan thermal pada kondensor ……………..8
Tabel 3.1 Desain penelitian …………………………………………...…………37
Tabel 3.2 Spesifikasi termometer ………………………………………………..39
Tabel 3.3 Spesifikasi anemometer ……………………………………………….41
Tabel 3.4 Spesifikasi RH meter ………………………………………………….43
Tabel 3.5 Spesifikasi AC window ………………………………………………..44
Tabel 3.6 Instrumen pengambilan data variasi debit aliran fluida terhadap
efisiensi kerja ………………….……………………………………...49
Tabel 3.7 Instrumen perhitungan variasi debit aliran fluida terhadap efisiensi
kerja ………...………………………………………………………...50
Tabel 3.8 Instrumen pengambilan data variasi debit aliran fluida terhadap kapa-
sitas produksi ...……………………………………………………….51
Tabel 3.9 Instrumen pengambilan data variasi RH terhadap efisiensi kerja …….52
Tabel 3.10 Instrumen Perhitungan data variasi RH terhadap efisiensi kerja …….52
Tabel 3.11 Instrumen Pengambilan data variasi RH terhadap Kapasitas Produk-
si air…….……………………………………….…………………….53
Tabel 3.12 Data hasil kalibrasi termometer …………………………………..…54
Tabel 3.13 Data Hasil Kalibrasi Clampmeter …………………………………...55
Tabel 3.14 Data Hasil Kalibrasi Anemometer …………………………………..55
Tabel 3.15 Data hasil kalibrasi sistem refrigerasi ……………………………….56
Tabel 4.1 Penentuan nilai RH …………………………………………………...59
Tabel 4.2 Hasil penelitian pengaruh penggunaan variasi debit pada efisiensi
kerja sistem refrigerasi AWM ………………………………..………62
Tabel 4.3 Hasil penelitian pengaruh penggunaan variasi debit terhadap kapa-
sitas produksi air awm …..……………………………………….......62
Tabel 4.4 Hasil penelitian pengaruh penggunaan variasi relative humidity
terhadap efisiensi kerja sistem refrigerasi AWM ………………...….63
Tabel 4.5 Hasil penelitian pengaruh penggunaan variasi relative humidity
terhadap kapasitas produksi air AWM …………………...………….64
xiv
Tabel 4.6 Nilai entalpi pengaruh variasi debit terhadap efisiensi kerja sistem
refrigerasi AWM ……………………………………………………..65
Tabel 4.7 Nilai entalpi pengaruh variasi relative humidity terhadap efisiensi
kerja sistem refrigerasi AWM ……………………………………..…66
Tabel 4.8 Nilai kerja kompresor pengaruh variasi debit terhadap efisiensi kerja
sistem refrigerasi AWM ……………………………………………...66
Tabel 4.9 Nilai kerja kompresor variasi relative humidity terhadap efisiensi
kerja sistem refrigerasi AWM ………………………………………..66
Tabel 4.10 Nilai kalor yang diserap pengaruh variasi debit terhadap efisiensi
kerja sistem refrigerasi AWM ………………………………………..67
Tabel 4.11 Nilai kalor yang diserap variasi relative humidity terhadap efisiensi
kerja sistem refrigerasi AWM ………………………………………..67
Tabel 4.12 Nilai COP aktual pengaruh variasi debit terhadap efisiensi kerja
sistem refrigerasi AWM ……………………………………………...68
Tabel 4.13 Nilai COP aktual variasi relative humidity terhadap efisiensi kerja
sistem refrigerasi AWM ……………………………………………...68
Tabel 4.14 Nilai COP ideal pengaruh variasi debit terhadap efisiensi kerja
sistem refrigerasi AWM ……………………………………………...68
Tabel 4.15 Nilai COP ideal variasi relative humidity terhadap efisiensi kerja
sistem refrigerasi AWM ……………………………………………...68
Tabel 4.16 Nilai efisiensi kerja pengaruh variasi debit terhadap efisiensi kerja
sistem refrigerasi AWM ………………………………………...…....69
Tabel 4.17 Nilai efisinsi kerja variasi relative humidity terhadap efisiensi kerja
sistem refrigerasi AWM …………………………………………...…69
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 (a) Skema komponen kerja siklus kompresi uap ……………………13
Gambar 2.1 (b) Diagram T-s siklus kompresi uap ideal …………………………13
Gambar 2.1 (c) Diagram P-h siklus kompresi uap ideal ………………………….13
Gambar 2.2 Skema kerja atmospheric water maker (AWM) …………………….18
Gambar 2.3 Kompresor ………………………………………………………….19
Gambar 2.4 Kondensor pendingin udara (air cooler) ……………………………20
Gambar 2.5 Pipa kapiler ………………………………………………………….21
Gambar 2.6 Filter dryer ………………………………………………………….21
Gambar 2.7 Evaporator …………………………………………………………..22
Gambar 2.8 Refrigeran R410a …………………………………………………...23
Gambar 2.9 Ventilating fan ………………………………………………………23
Gambar 2.10 Pipa tembaga …………………………………………………..…..24
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ……………………………………………..38
Gambar 3.2 Termometer Infrared ……………………………………………….40
Gambar 3.3 Clampmeter ………………………………………………………....40
Gambar 3.4 Anemometer ………………………………………………………...41
Gambar 3.5 Pipa PVC transparan ………………………………….…………….42
Gambar 3.6 Tangki penampung air ………………………………………………42
Gambar 3.7 Dimmer ……………………………………………………………..43
Gambar 3.7 Gelas ukur …………………………………………………………..43
Gambar 3.9 RH meter ……………………………………………………………44
Gambar 3.10 AC Window ……………………………………………………….44
Gambar 3.11 Refrigerant R410a ………………………………………...……….45
Gambar 3.12 Proses menyalakan AWM …………………………………………47
Gambar 3.13 Pengaturan dimmer pada kipas untuk variasi debit 0,08 m3/s …….47
Gambar 3.14 Pengaturan dimmer pada kipas untuk variasi debit 0,1 m3/s ………48
Gambar 3.15 Skema pengambilan data efisiensi kerja …………………………..49
Gambar 4.1 Pengukuran kecepatan input kipas untuk debit 0,08 m3/s …………..58
Gambar 4.2 Pengukuran kecepatan input kipas untuk debitt 0,1 m3/s ……………59
xvi
Gambar 4.3 Proses penentuan RH pada pagi …………………………………….60
Gambar 4.4 Proses penentuan RH pada siang ………………..………………….60
Gambar 4.5 Proses penentuan RH pada malam ………………..……..………….61
Gambar 4.6 Pengaruh debit udara terhadap efisiensi kerja AWM ………………70
Gambar 4.7 Pengaruh variasi debit terhadap kapasitas produksi air AWM ……..71
Gambar 4.8 Pengaruh variasi RH terhadap efisiensi kerja AWM ……………….73
Gambar 4.9 Pengaruh variasi RH terhadap kapasitas produksi air AWM ……….75
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Atmospheric Water Maker (AWM) ……………………...81
Lampiran 2. Dokumentasi pengujian variasi debit 0,08 m3/s RH malam (74%)
terhadap efisiensi kerja dan kapasitas produksi air………………………………82
Lampiran 3. Dokumentasi pengujian variasi debit 0,1 m3/s RH malam (74%)
terhadap efisiensi kerja dan kapasitas produksi air …………………...…………90
Lampiran 4. Dokumentasi Pengujian ariasi RH pagi (51%) terhadap efisiensi
Kerja dan kapasitas Produksi air ………………………………………………...98
Lampiran 5. Dokumentasi pengujian variasi RH siang (41%) terhadap efisiensi
kerja dan kapasitas produksi air …………………………...…………………...106
Lampiran 6. Tabel appendix refrigeran R410a …………………………………114
Lampiran 7 Semua perhitungan efisiensi kerja …………………………………117
Lampiran 8. Diagram P-h refrigerant R410a ……………………………………119
xviii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
AWM : Atmospheric Water Maker
RH : Relative Humidity (%)
BPS : Badan Pusat Statistik
SDGs : Sustainable Development Goals
COP : Coefficient Of Performance
CACC : Air-Cooled Condenser Configuration
HACC : Horizontally Configured Inside Cooling Tower
VACC : Vertically Arranged Around The Bottom Of Tower
AWG : Atmospheric Water Generator
TFWG : Thermoelectric Fresh Water Generator
FWG : Fresh Water Generator
AMH : Atmospheric Moisture Harvesting
AWH : Atmospheric Water Harvesting
ESP : Electrostatic Precipitator
RO : Reverse Osmosis
UV : Ultraviolet
AC : Air Conditioner
v : Kecepatan (m/s)
ω : Simultan Kadar Air (%)
Q : Debit Aliran Fluida (m3/s)
V : Volume Fluida (m3)
t : Waktu (s)
D : Diameter Penampang (m)
𝜋 : Phi (3,14)
A : Luas Penampang (m2)
L : Jarak/panjang pipa (m)
T : Suhu (°C)
P : Tekanan Parsial Aktual (Pa)
P sat (T) : Tekanan Parsial Saturasi pada suhu T(Pa)
xix
T1 : Suhu saat masuk kompresor (℃)
T2 : Suhu saat keluar kompresor (℃,
T3 : Suhu saat keluar kondensor (℃)
Te : Suhu Mutlak Evaporator (K)
Tc : Suhu Mutlak Kondensor (K)
P2 : Tekanan pada saat T2 (Psi)
Win : Kerja Kompresor (kJ/kg)
H1 : Nilai Entalpi Refrigeran Saat Masuk Kompresor (kJ/kg)
H2 : Nilai Entalpi Refrigeran Saat Keluar Kompresor (kJ/kg)
Qin : Energi Kalor Yang Diserap Evaporator Persatuan Massa
Refrigeran (kJ/kg)
H3 : Nilai Entalpi Refrigeran Saat Masuk Evaporator (kJ/kg)
η : Efisiensi Kerja Sistem Refrigerasi (%)
ℓ : Liter (m3)
I : Kuat Arus (Ampere)
V : Tegangan (volt)
W : Daya yang Digunakan (Watt)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan kebutuhan kuantitas dan kualitas air minum di Indonesia
sangatlah tinggi, hal ini diakibatkan pertumbuhan masyarakat di Indonesia yang
terus meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (2016) mencatat adanya
peningkatan rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum layak
di Indonesia, Pada 2015, sebanyak 70,97% rumah tangga punya akses tersebut.
Angka ini naik lagi di 2016 menjadi 71,14%. Data menunjukkan bahwa
peningkatan akses air minum setiap tahunnya masih sangat kecil yaitu 0,17%, hal
ini perlu diperhatikaan agar peningkatan akses minum pertahunnya bisa meningkat
cukup signifikan.
Keadaan juga semakin diperparah dengan kurang tanggapnya pemerintah
dalam menangani masalah akses air. Badan Pusat Statistik (2017) menyebutkan
capaian akses air bersih yang layak saat ini di Indonesia mencapai 72,04%. Angka
ini masih di bawah target Sustainable Development Goals (SDGs) yakni sebesar
100%. Permasalahan ini menuntut masyarakat Indonesia menciptakan untuk
alternatif akses minum sendiri, dimana hal ini adalah langkah untuk membantu
aparatur pemerintah menangani akses air minum di Indonesia agar target SDGs bisa
tercapai.
Upaya masyarakat indonesia dalam menyelasaikan masalah akses air minum
adalah dengan terciptanya Atmospheric Water Maker (AWM), mesin ini
2
memanfaatkan proses kondensasi yang terjadi pada sistem refrigerasi dengan
adanya mesin diharapkan bisa ikut membantu pemerintah untuk mengatasi
permasalahan akses air minum. AWM masih memiliki banyak permasalahan dalam
sistemnya, masalah yang sering muncul pada AWM seperti nilai efisiensi kerja
yang kurang maksimum pada sistem refrigerasinya dan kapastitas produksi air yang
belum maksimal. Permasalahan di atas sering muncul karena tidak adanya upaya
optimasi yang dilaukan pada sistem refrigerasi AWM. Penelitian yang dilakukan
oleh Pottker dan Hrnjak (2012: 2512) telah menyimpulkan bahwa COP maksimum
dihasilkan di bawah kondisi: kenaikan efek refrigerasi, penurunan temperatur
keluar kondensor, naiknya tekanan kerja kompresor, dan kenaikkan tekanan
kondensasi. Berdasarkan uraian di atas maka optimasi yang dapat dilakukan pada
sistem refrigerasi AWM adalah dengan memberikan pendinginan yang lebih ke
kondensor namun aspek penggunaan daya juga harus diperhatikan.
Pendinginan pada kondensor adalah inti permasalahan dalam sistem refrigras i
AWM, menurut Perdana, dkk. (2014: 1) pendinginan pada kondensor sistem
refrigerasi perlu dilakukan dengan tujuan agar laju perpindahan panas yang terjadi
akan semakin cepat dan membuat COP pada sistem refrigerasi juga meningkat.
peneitian terkait juga dilakukan oleh Kong, dkk (2019: 513) melakukan penelit ian
pengaruh variasi kecepatan udara pada proses pendinginan kondensor sistem
refrigerasi dengan menggunakan 2 metode pendinginan yaitu arah horisontal dan
vertikal, dimana hasilnya menunjukkan bahwa konduktifitas perpindahan thermal
kondensor paling baik didapat pada variasi kecepatan yang tertinggi yaitu sebesar
85%. Berdasarkan penelitian telah menunjukkan bahwa perlu adanya optimasi
3
sistem refrigerasi berupa proses pendinginan yang lebih pada kondensor guna
mendapatkan nilai efisiensi kerja yang lebih baik supaya kapasitas produksi air
AWM juga ikut meningkat.
Kelembaban udara relatif (relative humidity) yang digunakan untuk proses
pendinginan kondensor juga merupakan parameter perlu diperhatikan. Elsayed dan
Hariri (2011: 2134) menyimpulkan bahwa ada kenaikan nilai COP sebesar 28%
pada kondisi suhu sekitar sebesar 42 oC. Liu, dkk (2017: 1609) berpendapat bahwa
Jumlah air yang dihasilkan dan tingkat kondensasi meningkat dengan nilai RH yang
juga naik. Jumlah air yang dihasilkan meningkat dengan laju aliran udara naik tetapi
laju kondensasi memiliki tren yang berlawanan. Dari uraian di atas parameter
relative humidity pada udara yang digunakan proses pendinginan kondensor sistem
refrigerasi berperan cukup penting dalam optimasi efisiensi kerja dan kapasitas
produksi air pada atmospheric water maker.
Berdasarkan hasil dari penelitian terdahulu yang telah dijabarkan di atas,
perlu dilakukan optimasi untuk mendapatkan efisiensi kerja dan kapasitas produksi
air yang baik perlu adanya treatment pada sistem refrigerasi. Dalam penelit ian
treatment yang diberikan berupa pendinginan kondensor menggunakan udara yang
bergesekan dengan evaporator sehingga udaranya memiliki suhu lebih rendah dari
suhu lingkungan sehingga pendinginan kondensor lebih maksimal, ini berdampak
kenaikan nilai efisiensi kerja sistem refrigerasi, Semakin tinggi efisiensi kerja maka
semakin tinggi kapasitas produksi air. Variasi debit udara diberikan untuk
menemukan pola efisiensi kerja yang baik dan diketahui rentang kapasitas produksi
air pada nilai tertentu, sehingga optimasi sistem AWM didapatkan.
4
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan urgency pada latar belakang maka identifikasi masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan sumber air minum yang meningkat akibat pertumbuhan masyarakat
Indonesia yang terus meningkat.
2. Peningkatan akses air minum yang masih sangat kecil disetiap tahunnya.
3. Kurang tanggapnya pemerintah dalam menangani permasalahan kurangnya akses
air minum di Indonesia.
4. AWM sebagai salah satu alternatif akses air minum.
5. Variasi debit fluida perlu dilakukan untuk optimasi sistem refrigerasi dan
kapasitas produksi AWM.
6. Variasi relative humidity perlu dilakukan untuk optimasi sistem refrigerasi dan
kapasitas produksi AWM.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan Identifikasi masalah, batasan masalah pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Optimasi yang dilakukan yaitu dengan melakukan pendinginan lebih pada
kondensor.
2. Mempelajari pengaruh variasi debit aliran fluida terhadap efisiensi kerja sistem
refrigerasi AWM.
3. Mempelajari pengaruh variasi debit aliran fluida terhadap kapasitas produksi air
AWM.
5
4. Mempelajari pengaruh relative humidity terhadap efisiensi kerja sistem
refrigerasi AWM.
5. Mempelajari pengaruh relative humidity terhadap kapasitas produksi air AWM.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh debit fluida terhadap efisiensi kerja sistem refrigeras i
AWM?
2. Bagaimana pengaruh debit fluida terhadap kapasitas produksi air AWM?
3. Bagaimana pengaruh relative humidity terhadap efisiensi kerja sistem refrigeras i
AWM?
4. Bagaimana pengaruh relative humidity terhadap kapasitas produksi air AWM?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah pada penelitian ini, maka tujuan penelit ian
adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh debit fluida terhadap efisiensi kerja sistem refrigerasi AWM.
2. Pengaruh debit fluida terhadap kapasitas produksi air AWM.
3. Pengaruh relative humidity terhadap efisiensi kerja sistem refrigerasi AWM.
4. Pengaruh relative humidity terhadap kapasitas produksi air AWM.
6
1.6. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat yang diperoleh dari penelit ian
ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis:
a. Bagi Peneliti: Menambah pengetahuan tentang pengaruh debit fluida
dan relative humidity terhadap efisiensi kerja dan kapasitas produksi air
sistem refrigerasi AWM.
b. Bagi IPTEK: Sebagai pengembangan pengetahuan tentang cara
mendapatkan air dari udara atmosfir
2. Secara Praktis:
a. Bagi Masyarakat: sebagai salah satu solusi alternatif akses
mendapatkan air minum di Indonesia
b. Bagi Industri: Hasil penelitian bisa menjadi acuan untuk memproduks i
secara masal AWM.
c. Bagi Perguruan Tinggi: Sebagai literasi untuk penelitian yang terkait
dengan penelitian ini.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Perdana, dkk (2014) membahas tentang pengaruh variasi debit media
pendinginan fluida air pada kondensor dimana ini mempengaruhi efisiensi kerja
(nilai COP) sistem refrigerasi, refrigeran yang digunakan liquified petroleum gas
(LPG). Hasilnya menunjukkan bahwa variasi debit fluida air 73,33 ml/s memilik i
nilai rata-rata COP tertinggi yaitu 14,93. Rata-rata nilai tersebut merupakan nilai
COP tertinggi, dibanding fluida udara (10.7) dan variasi debit fluida air 0 ml/s;
18,33 ml/s; dan 36.67 ml/s dengan nilai 13,57; 14,36; dan 14,65. Data ini
membuktikan bahwa debit aliran fluida air yang besar bisa mengoptimalkan kerja
kondensor dimana nilai dari COP juga ikut meningkat.
Penelitian yang serupa telah dilakukan Kong, dkk (2019) telah melakukan
penelitian pengaruh kecepatan udara pada air-cooled condenser configuration
(CACC), horizontally configured inside cooling tower (HACC) dan vertically
arranged around the bottom of tower (VACC). Dalam penelitian ini variasi
kecepatan yang dipakai adalah 0 m/s, 3 m/s, 6 m/s, 9 m/s, 12 m/s, dan 15 m/s. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketika kecepatan angin meningkat maka
efisiensi indeks perbaikan thermal pada kondenser semakin meningkat, adapun data
yang dihasikan ditunjukkan Tabel 2.1.
8
Tabel 2.1 Nilai efisiensi indeks perbaikan thermal pada kondensor
Konfigurasi
Pendinginan
Variasi Kecepatan Udara
0 m/s 3 m/s 6 m/s 9 m/s 12 m/s 15 m/s
CACC 21 % 22.5 % 30% 41 % 50 % 60 %
VACC 0 % 4 % 20% 42 % 67.5 % 85 %
HACC 0 % 0 % 0 % 0 % 0 % 0 %
Data tabel di atas menunjukkan bahwa kecepatan udara 15 m/s mendapatkan nilai
efisiensi indeks perbaikan thermal pada kondensor terbaik dari tiga konfiguras i
pendinginan, hal ini menunjukkan pentingnya kecepatan udara pada proses
pendinginan kondensor dimana ini bisa meningkatkan kerja suatu sistem itu sendiri.
Berdasarkan kajian di atas pengaruh debit aliran fluida merupakan salah satu
parameter yang sangat berpengaruh pada efisiensi kerja sistem refrigerasi dimana
dalam kajian tersebut menjelaskan bahwa, perubahan efisiensi kerja yang signifikan
ketika dilakukan variasi debit aliran udara.
Shourideh, dkk (2018) telah melakukan penelitian tentang pengaruh
thermoelectric cooler terhadap koefisien kerja (COP) dan kapasitas produksi air
atmospheric water generator (AWG) skala kecil. Variasi kecepatan yang
digunakan pada penelitian ini adalah 0 m/s (tanpa fan), 1 m/s dan 2 m/s dimana
Thermoelectric cooler digunakan untuk mengkondisikan nilai RH dan suhu udara
yang digunakan pada penelitian. Hasil pada penelitian menunjukkan kenaikan
kapasitas produksi disetiap kenaikan variasi kecepatan yang diberikan, ini
disebabkan ketika variasi kecepatan ditingkatkan maka debit aliran udara yang
masuk pada sistem pendingin juga semakin banyak, hal ini mengakibatkan titik
9
kondensasi yang terjadi pada AWG semakin banyak yang menjadikan kapasitas
produksi air juga meningkat.
Penelitian yang terkait juga pernah dilakukan oleh Elsayed dan Abdulrahman
(2011) telah melakukan penelitian terkait pengaruh variasi debit terhadap performa
AC Split. Variasi debit yang digunakan pada penelitian adalaah 0,28 m3/s; 0,36
m3/s; 0,38 m3/s; 0,4 m3/s dan 0,43 m3/s. penelitian bertujuan untuk mengetahui apa
dampak variasi debit pada efisiensi kerja sistem refrigerasi AC Split. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa suhu kondensasi pada sistem refrigerasi cenderung
menurun ketika variasi debit di tingkatkan, dimana hasil suhu kondensasi terendah
adalah 33 oC dengan variasi debit 0,43 m3/s dan hasil suhu kondensasi tertinggi
adalah 44 oC dengan variasi 0,28 m3/s. Dari uraian hasil penelitian maka variasi
debit sangat berpengaruh pada efisiensi kerja sistem refrigerasi dimana ketika
sistem refrigerasi bekerja dengan maksimal maka produksi air hasil kondensasi juga
akan meningkat.
Berdasarkan kajian yang telah diuraikan di atas maka semakin besar
parameter debit aliran fluida maka kapasitas produksi air sistem refrigerasi juga
akan meningkat, karena dengan semakin besarnya debit aliran udara yang masuk
sistem refrigerasi maka proses kondensasi udara juga akan meningkat yang
mengakibatkan kapasitas produksi juga ikut meningkat
Joshi, dkk (2017) melakukan penelitian tentang pengaruh variasi relative
humidity (RH) terhadap kapasitas produksi dan koefisien performa pada
thermoelectric fresh water generator (TFWG). Thermoelectric digunakan pada
FWG bertujuan agar variasi RH bisa dikondisikan sesuain dengan kebutuhan pada
10
penelitian, hal ini dilakukan agar data yang didapat keakuratannya baik. Variasi RH
yang digunakan pada penelitian adalah 60%, 63%, 71%, 80%, dan 90%, dimana
dalam penelitian juga menggunakan laju aliran massa yang konstan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai COP paling tertinggi sebesar 0,437 didapat
dengan variasi RH sebesar 90% dan laju aliran massa 0,011 kg/s. Nilai COP juga
cenderung meningkat dengan variasi RH yang ikut meningkat juga, hal ini terjadi
akibat udara yang memiliki nilai kelembaban tinggi bisa membantu proses
pendinginan sistem refrigerasi sehingga nilai COP juga ikut meningkat walaupun
pendinginan yang dilakukan RH terhadap sistem refrigeras i terjadi secara tidak
langsung namun juga cukup berpengaruh.
Kajian yang sama juga pernah dilakukan Gido, Eran dan David (2016) telah
melakukan eksperimen penggunaan atmospheric moisture harvesting (AMH) di
berbagai negara yang memiliki tingkat kelembaban udara relatif (RH) yang
berbeda-beda negara yang diteliti seperti: Australia, Burkina Faso, China, India,
Israel, Kazakhstan, Kenya, Mali, Marocco, Filiphina, Syria, USA, dan Yemen.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui di negara mana dan pada RH
berapa AMH bisa mendapatkan efisiensi kerja paling baik. Dari hasil penelit ian
menunjukan bahwa AMH memiliki efisiensi kerja paling maksimal yaitu 100%
dimana nilai in i didapatkan pada negara Filiphina yaitu di kota Cabanatuan dengan
indeks nilai RH tertinggi dibandingkan negara lain yaitu sebesar 0.59. Data ini
menunjukkan bahwa tingkat kelembaban udara (RH) yang dimiliki setiap negara
memiliki peran penting pada efisiensi kerja mesin AMH dimana dengan efisiens i
kerja yang semakin baik maka kapasitas produksi AMH juga akan meningkat.
11
Berdasarkan kajian diatas maka bisa disimpulkan bahwa relative humidity
(RH) merupakan parameter penelitian yang memiliki peran penting dalam
peningkatan efisiensi kerja suatu mesin, walaupun pendinginan yang dilakukan RH
tidak melalui kontak langsung namun hal ini cukup berpengaruh besar pada sistem
kerja suatu mesin.
Bagheri (2018) melakukan investigasi kinerja kritis dari sistem Atmospheric
Water Harvesting (AWH) yang tersedia secara komersial. Laboratorium dibangun
untuk menampilkan ruang lingkungan supaya menyerupai kondisi asli dari berbagai
iklim. Prosedur pengujian dilakukan untuk menilai kinerja sistem AWH mengikuti
standar ASHRAE dan ANSI / AHRI yang relevan. Tiga unit AWH ukuran
residensial (daya nominal 1500 W atau kurang) diuji secara sistematis di
laboratorium dalam berbagai kondisi, seperti: hangat dan lembab, ringan dan
lembab, dingin dan lembab, hangat dan kering, ringan dan kering, dingin dan iklim
kering, dan ringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil panen air meningkat
dengan peningkatan simultan kadar air (ω) atau suhu titik embun (Tdewpoint) dan
penurunan suhu. Tingkat panen air rata-rata bervariasi dalam kisaran 0,05 L / jam
untuk dingin dan lembab hingga 0,65 L / jam untuk iklim hangat dan lembab.
Konsumsi energi rata-rata berubah dari 1,02 kWh / L untuk hangat dan lembab
menjadi 6,23 kWh / L untuk iklim dingin dan lembab. Keakuratan pada penelit ian
bisa dibilang sudah cukup baik karena RH yang digunakan bisa diatur karena
pengujiannya dilakukan pada laboratorium jadi keakuratan datanya baik.
Penelitian yang serupa juga pernah dilakukan Liu, dkk (2017) telah
melakukan penelitian tentang pengaruh Debit Aliran dan RH terhadap kapasitas
12
produksi dimana variasi debit yang digunakan adalah 29,7 m3/s dengan variasi RH
(%) 67,8; 77,7; 84,7; 92,7; dan 86,8. hasil penelitian menunjukkan bahwa data
kapasitas produksi air yang didapat mengalami kondisi fluktuatif pada variasi RH
84,7% dengan 86,8%, dimana kapasitas produksi pada RH 86,8% lebh kecil dari
RH 84,7%. Keadaan ini seharusnya tidak boleh terjadi karena seharusnya semakin
tinggi RH maka kapasitas produksi juga meningkat. Hal ini terjadi akibat parameter
RH dikontrol dengan thermoelectric cooling pada penelitian, dimana
thermoelectric cooling dibuat sendiri dan bukan standar pabrik sehingga masih ada
terdapat human error dalam proses pembuatannya.
Berdasarkan kajian di atas maka bisa dipastikan RH merupakan salah satu
parameter yang berperan penting pada kapasitas produksi air. Dimana semakin
tinggi nilai RH maka kapasitas produksi air juga meningkat, begitupun sebaliknya
karena ketika nilai RH tinggi maka kadar kandungan air dalam atmosfir juga
meningkat sehingga mempercepat proses kondensasi.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Atmospheric Water Maker (AWM)
Atmospheric water maker adalah mesin yang dapat menghasilkan air dari
asmosfir dengan menggunakan proses kondensasi dari sistem refrigerasi yang
menggunakan prinsip kerja siklus kompresi uap, air tersebut lalu diberikan
beberapa treatment seperti: air treatment (filter udara dan electrostatic precipitator
/ ESP) dan water treatment (reverse osmosis, mineral additive dan sinar UV). Hasil
akhir dari AWM merupakan air siap minum yang telah teruji kualitasnya.
13
a. Siklus Kompresi Uap
Santsoso (2017: 8) siklus kompresi uap adalah prinsip kerja yang banyak
digunakan sistem refrigerasi, proses yang dilakukan siklus kompresi uap
meliputi: kompresi, kondensasi, penurunan tekanan dan evaporasi. Alur kerja
siklus kompresi adalah dimulai dari uap refrigeran dikompresi dari kompresor
lalu uap diembunkan kemudian tekanan uap diturunkan agar menjadi uap
kembali lalu masuk ke proses kompresi lagi. Gambar dari skema kerja, Diagram
P-h, dan Diagram T-s siklus kompresi Uap ditunjukkan pada gambar 2.1
(a) (b) (c)
Gambar 2.1: (a) Skema komponen kerja siklus kompresi uap (b) Diagram T-s siklus kompresi uap ideal (c) Diagram P-h siklus kompresi uap ideal
(Sumber: Cengel, Michael dan Mehmet, 2019: 603)
Siklus Kompresi uap pada gambar 2.1 (b) dan 2.1 (c) tersusun dari beberapa
tahapan sebagai berikut: proses kompresi, proses kondensasi, proses ekspansi
(penurunan tekanan) dan proses evaporasi. Berikut ini adalah proses yang terjadi
pada kompresi Uap:
1) Proses Kompresi (Tahap 1-2)
Tahap 1-2 pada gambar 2.1 (b) dan 2.1 (c) menunjukan proses kompresi.
Menurut (Santoso, 2017: 10) proses kompresi adalah Refrigeran masuk ke
14
dalam kompresor, lalu refrigeran diberikan usaha yang mengakiba tkan
tekanannya naik dan memiliki suhu yang lebih tinggi dari suhu lingkungan
(fasa superheated), sedangkan saat proses kompresi entropi keadaannya
konstan (iso-entropi). Sedangkan menurut Widodo dan Syamsuri (2008: 118)
proses kompresi adalah siklus tertutup dimana Refrigeran yang menguap di
evaporator yang bersuhu rendah tidak dibuang tetapi langsung dihisap lagi oleh
kompresor dan selanjutnya dikompresi hingga suhu dan tekanannya dinaikkan
pada titik tertentu sesuai jenis refrigerannya. Jadi bisa di tarik kesimpulan
bahwa proses kompresi adalah proses dimana refrigeran dari evaporator
dihisap kompresor lalu dinaikkan tekanannya sesuai jenis refrigeran lalu di
alirkan dengan tekanan ke seluruh sistem.
2) Proses Kondensasi (Tahap 2-3)
Tahap 2-3 pada gambar 2.1 (b) dan 2.1 (c) menunjukkan adanya proses
kondensasi dari gas menjadi fasa cair. Menurut (Santoso, 2017: 11) proses ini
terjadi pada suhu dan tekanan yang tetap. Suhu kondensor akan lebih tinggi
dibandingkan suhu lingkungan yang mengakibatkan proses perpindahan panas
kondensor ke lingkungan, perpindahan panas yang terjadi menyebabkan
perubahan fase refrigeran dari gas menjadi cair. Sedangkan menurut Widodo
dan Syamsuri (2008: 119) proses kondensasi adalah proses dimana Gas
refrigeran yang keluar dari sisi tekan kompresor disalurkan ke kondenser. Gas
tersebut mempunyai suhu dan tekanan tinggi dalam kondisi superheat.
Selanjutnya saat berada di kondenser gas panas lanjut tersebut mengalami
penurunan suhu akibat adanya perbedaan suhu antara gas dan medium lain
15
yang ada disekitarnya, yang dapat berupa udara atau air. Penurunan suhu gas
refrigeran tersebut diatur sampai mencapai titik embunnya. Akibatnya
refrigerannya akan merubah bentuk dari gas menjadi liquid yang masih
bertekanan tinggi. Berdasarkan dari uraian di atas maka proses kondensasi
adalah proses dimana refrigeran berubah fase dari gas bertekanan dan bersuhu
tinggi menjadi fase cair dengan tekanan dan suhu tinggi juga. Hal ini bisa
terjadi karena adanya perbedaan tekanan dan suhu dengan lingkungan proses
kondensasi tersebut.
3) Proses Ekspansi (Tahap 3-4)
Tahap 3-4 dari gambar 2.1 (b) dan 2.1 (c) menunjukkan proses penurunan
tekanan refrigeran atau ekspansi. Menurut Santoso, (2017: 12) Refrigeran yang
berada pada fase cair akan mengalir ke pipa kapiler dan akan mengalami
penurunan tekanan dan suhu, yang mengakibatkan suhu refrigeran menjadi
lebih rendah dari suhu lingkungan. Proses ini terjadi pada keadaan nilai entalpi
konstan (iso-entalpi). Sedangkan menurut Widodo dan Syamsuri (2008: 120)
proses ekspansi adalah proses dimana Liquid refrigeran bertekanan tinggi dari
kondenser disalurkan ke katub ekspansi. Dalam keadaan yang sederhana katub
ini berupa pipa kapiler dan untuk pemakaian unit yang berskala besar biasanya
digunakan katub ekspansi thermostatik. Karena adanya perubahan diameter
yang cukup besar maka laju refrigeran yang mengalir melalui katub ekspansi
ini akan mengalami penurunan tekanan yang cukup tajam. Akibatnya akan
terjadi ekspansi panas. Hasil ekspansi panas ini berupa penurunan suhu liquid
refrigeran yang keluar dari katub ekspansi. Selanjutnya liquid refrigeran yang
16
bersuhu dan bertekanan rendah tersebut disalurkan ke evaporator untuk
menghasilkan efek pendinginan. Berdasarkan pengertian menurut para penelit i
maka dapat disimpullkan bahwa proses ekspansi adalah proses penuruna n
tekanan dan suhu pada refrigeran hal ini bertujuan agar refrigeran yang akan
masuk evaporator sudah dalam kondisi dingin dan bertekanan rendah.
4) Proses Evaporasi (Tahap 4-1)
Tahap 4-1 dari 2.1 (b) dan 2.1 (c) menunjukkan proses evaporasi. Menurut
Santoso, (2017: 12) proses evaporasi adalah proses refrigeran yang berada pada
fasa campuran cair dan gas mengalir ke evaporator untuk menerima panas dari
Lingkungan yang mengakibatkan perubahan fase refrigeran menjadi gas,
dimana panas yang didapat refrigeran karena suhu refrigeran lebih rendah dari
suhu lingkungan. Proses ini berlangsung pada suhu dan tekanan yang konstan.
Kemudian menurut Widodo dan Syamsuri (2008: 117) proses evaporasi adalah
proses dimana Liquid refrigeran yang dialirkan ke evaporator mempunyai suhu
titik uap yang sangat rendah pada tekanan atmosfir, sehingga memungkinkan
menyerap panas pada suhu yang sangat rendah. Koil evaporator menampung
liquid refrigeran yang kemudian menguap walaupun suhu udara sekitarnya
sangat rendah. Proses penguapan refrigeran di evaporator ini akan menyerap
energi panas dari substansi dan udara yang ada di sekitarnya sehingga
menimbulkan efek pendinginan. Selanjutnya gas refrigeran ini dihisap oleh
kompresor. Jadi proses evaporasi adalah proses perubahan fase refrigeran dari
cair yang memiliki tekanan dan suhu rendah menjadi fase gas yang memilik i
tekanan dan suhu rendah juga.
17
b. Prinsip Kerja Atmospheric Water Maker (AWM)
Tripathi, dkk (2016: 69) prinsip kerja sistem refrigerasi mesin ini sama
halnya seperti dengan kulkas, frezer, maupun air conditioner (AC) yaitu dengan
menggunakan prinsip kerja siklus kompresi uap. Proses refrigerasi pada AWM
ini dimulai dari kompresor yang mengkompresi refrigeran ke kondensor
tujuannya untuk membuang panas dari refrigeran supaya refrigeran berubah fasa
dari gas menjadi cair namun memiliki tekanan yang masih tinggi. Proses
selanjutnya refrigeran akan mengalir ke pipa kapiler tujuannya agar refrigeran
mengalami penurunan tekanan yang mengakibatkan suhu fasa cair refrigeran
menjadi turun. Kemudian refrigeran mengalir ke evaporator untuk menyerap
panas debit udara yang bergesekan dengan evaporator sistem AWM. Setelah
refrigeran menyerap panas debit udara, refrigeran akan berubah fasa dari cair
menjadi uap dan refigeran kembali ke proses kompresi untuk mengulangi
sirkulasi yang sama.
Udara dari atmosfir yang dihisap oleh kipas ventilasi sebelumya telah
melalui proses air treatment yang berupa filter udara dan electrotrostatic
precipitator (ESP). Udara tersebut akan dialirkan ke pipa evaporator sehingga
udara tersebut mengalami proses kondensasi menjadi butiran air pada kisi-kis i
pipa evaporator, kemudian air tersebut akan diproses dengan water treatment
yang meliputi reverse osmosis 5 langkah, mineral additive dan sinar UV. Setelah
melalui semua proses tersebut air menjadi steril, mengandung mineral dan siap
untuk dikonsumsi karena hasil air tersebut sudah diujikan kualitasnya. Udara
yang tidak mengalami proses kondensasi diarahkan ke kondensor tujuannya agar
18
kinerja dari kondensor menjadi lebih ringan akibat pendinginan dari udara yang
bergesekan dengan evaporator dan memiliki suhu yang rendah sehingga dapat
meningkatkan efisiensi kerja sistem refrigerasi. Gambar dari skema kerja
Atmospheric Water Maker (AWM) ditunjukan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Skema kerja atmospheric water maker (AWM)
c. Komponen Sistem Refrigerasi Atmospheric Water Maker (AWM)
Komponen sistem refrigerasi Atmospheric Water Maker (AWM) hampir
sama dengan komponen sistem refrigerasi secara umum seperti: kompresor,
kondensor, pipa kapiler, filter dryer, evaporator, refrigeran, ventilating fan, dan
pipa tembaga.
1) Kompresor
Poernomo (2015: 2) Kompresor adalah jantung dari distem kompresi uap,
karena kompresor adalah pemompa bahan pendingin keseluruhan sistem. Pada
sistem refrigerasi kompresor bekerja membuat perbedaan tekanan, sehingga
bahan pendingin dapat mengalir dari satu bagian ke bagian yang lain dalam
19
sistem. Sedangkan menurut Widodo dan Syamsuri (2008: 188) kompresor alat
untuk memastikan bahwa suhu gas refrigeran yang disalurkan harus lebih tinggi
dari suhu condensing sistem. Berdasarkan pendapat para peneliti maka
kompresor adalah komponen yang memliki peran utama dalam sistem refigeras i
dimana kompresor mempunyai tugas untuk mengkompresi refrigeran ke
keseluruhan sistem refrigerasi.
Gambar 2.3 Kompresor
2) Kondensor
Poernomo, (2015: 2) Kondensor merupakan alat penukar panas, alat ini
fungsinya untuk membuang kalor dan mengubah fasa refrigeran dari gas menjadi
cair. Sedangkan menurut Widodo dan Syamsuri (2008: 176) kondensor adalah
alat yang digunakan untuk merubah wujud refrigeran dari gas yang bertekanan
dan bersuhu tinggi dari discharge kompresor menjadi cairan refrigeran yang
masih bersuhu dan bertekanan tinggi. Dari pendapat para ahli maka dapat
disimpulkan bahwa kondensor memiliki tugas untuk merubah fase gas dari
kondensor menjadi fase cair yang masih memiliki suhu tekanan yang tinggi.
20
Kondensor yang digunakan pada penelitian adalah kondensor dengan
pendingin udara (air cooler). Kondensor air cooler adalah kondensor yang
dalam pendinginan refrigerannya menggunakan udara namun kondensor ini
biasa digunakan pada sistem refrigerasi berkapasitas kecil sampai sedang. Ada
beberapa keuntungan menggunakan kondensor jenis ini seperti: udara yang
digunakan adalah udara sekitar sehingga mudah mendapatkannya, dan
memudahkan dalam pembersihannya. Kekurangan kondensor jenis ini ada pada
penggunaanya hanya pada kulkas, freezer, dan ac, selain itu kekurangannya
adalah memerlukan daya yang lebih tinggi pada kompresor karena
membutuhkan tekanan kerja yang lebih tinggi.
Gambar 2.4 Kondensor pendingin udara (air cooler)
3) Pipa Kapiler
Widodo dan Syamsuri (2008: 274) pipa kapiler adalah salah satu pendukung
komponen sistem refrigerasi yaang memiliki fungsi untuk: menurunkan tekanan
refrigeran cair yang mengalir di dalamnya, mengatur jumlah refrigeran cair yang
mengalir melaluinya dan membangkitkan tekanan bahan pendingin di kondensor.
Sedangkan menurut Santoso (2017: 23) pipa kapiler adalah sebuah pipa tembaga
dengan diameter yang kecil yang digunakan mesin pendingin dan memiliki fungs i
untuk menurunkan tekanan bahan pendingin cair yang mengalir didalam pipa
21
tersebut dimana cairan tersebut berasal dari kondensor. Dari pendapat para penelit i
maka pipa kapiler adalah pipa penurun tekanan cairan pendingin dari kondensor
yang nantinya diteruskan pada evaporator.
Gambar 2.5 Pipa kapiler
4) Filter Dryer
Santoso (2017: 27) filter adalah alat yang mempunyai fungsi menyaring
kotoran-kotoran yang berbentuk padat dan terbawa refrigeran. Menurut
Vidiyanto (2018: 24) filter adalah salah satu komponen sistem pendingin yang
memiliki fungsi menyaring kotoran refrigeran cair sebelum masuk ke pipa
kapiler sehingga tidak mengganggu sistem pendingin mesin. Dari penjelasan
para peneliti maka filter dryer adalah salah satu komponen sistem pendingin
yang berfungsi menyaring partikel-partikel kotoran pada refrigeran tujuannya
agar laju siklus kompresi uap semakin baik.
Gambar 2.6 Filter dryer
22
5) Evaporator
Menurut Widodo dan Syamsuri (2008: 158) Evaporator adalah media
pemindahan energi panas melalui permukaan agar refrigeran cair menguap dan
menyerap panas dari udara dan produk yang ada di dalam ruang tersebut.
sedangkan menurut Santoso (2017: 23) evaporator adalah suatu alat dimana
bahan pendingin menguap dari cair menjadi gas, melalui perpindahan panas dari
dinding-dindingnya, mengambil panas dari ruangan di sekitarnya ke dalam
sistem, panas tersebut lalu dibawa ke kompresor dan dikeluarkan lagi oleh
kompresor. Dari uraian tersebut maka evaporator berfungsi sebagai pengubah
fase cairan pendingin dari cair menjadi gas dengn penyerapan suhu sekitar.
Karena begitu banyaknya variasi kebutuhan refrigerasi, maka evaporator juga
dirancang dalam berbagai tipe, bentuk, ukuran dan desain. Evaporator dapat
dikelompokkan dalam berbagai klasifikasi, misalnya, konstruksi, cara penyatuan
refrigeran cair, kondisi operasi, cara sirkulasi udara dan jenis katup ekspansinya.
Gambar 2.7 Evaporator
6) Refrigeran
Santoso (2017: 28) Refrigeran adalah suatu zat yang mudah dirubah
bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya. Sedangkan Menurut Widodo
dan Syamsuri (2008: 99) Untuk keperluan pemindahan energi panas ruang,
23
dibutuhkan suatu fluida penukar kalor yang disebut refrigeran. Berdasarkan
kajian tersebut maka refrigeran adalah zat pendingin yang dapat berubah fasa
dari gas ke cair atau sebaliknya dan biasa digunakan pada sistem refrigeras i.
Refrigeran yang dipakai dalam sistem refrigerasi AWM adalah R410a.
Gambar 2.8 Refrigeran R410a
7) Ventilating Fan
Santoso (2017: 29) fan adalah alat yang berungsi untuk menghisapatau
mendorong udara menuju ruangan pendingin. Ventilating Fan adalah salah satu
jenis kipas, dimana kipas ini biasanya ditaruh pada suatu ruangan tujuannya
untuk mengganti udara dalam ruangan menjadi udara dari luar. Jenis fan
memiliki 2 mode yaitu angin keluar dan masuk. Ventilating Fan pada AWM
memiliki peran penting dalam mengalirkan udara yang telah disaring oleh air
treatment dari lingkungan ke dalam sistem refrigerasi lalu akan dikondensasikan
sehingga udara berubah fasa menjadi cair.
Gambar 2.9 Ventilating fan
24
8) Pipa tembaga
Widodo dan Syamsuri (2008: 267) Pipa tembaga adalah pipa yang paling
sering digunakan untuk keperluan mesin pendingin, Pipa tembaga yang
dipergunakan pada mesin pendingin adalah pipa tembaga khusus yang disebut
ACR Tubing (Air Conditioning and Refrigeration Tubing) yang telah dirancang
dan memenuhi persyaratan/karakteristik khusus untuk mesin pendingin.
Sedangkan menurut Vidiyanto (2018: 27) tembaga adalah material yang
biasanya diambil dari biji dasar pada copperprytes (bahan tambang dimana
tembaga bereaksi secara kimia dengan besi dan belerang, CcFeS2). Jadi pipa
tembaga adalah salah satu jenis pipa yang memiliki banyak variasi dimensi yang
berfungsi mengalirkan media fluida yang melewati didalamnya, biasanya
tembaga digunakan pada sistem refrigerasi. Kelebihan material tembaga adalah
memiliki nilai konduktifitas thermal yang baik
Gambar 2.10 Pipa Tembaga
2.2.2 Debit Fluida
Debit fluida merupakan kemampuan mengalir kecepatan aliran udara
persatuan waktu. Menurut Abidin dan Wagiani (2013: 74) menyatakan bahwa debit
itu volume satuan fluida yang mengalir melalui penampang tertentu dalam selang
25
waktu tertentu, Secara perhitungan matematis rumus dari debit fluida ditunjukkan
persamaan 2.3 dan 2.4.
Q = V
t …………………………………………………………………………...2.1
Dimana: Q = Debit Aliran Fluida (m3/s)
V = Volume Fluida (m3)
t = Waktu yang dibutuhkan (sekon)
Sebagai contoh misalkan fluida mengalir melalui sebuah pipa yang biasanya
berbentuk silinder dan memiliki luas penampang (A) serta pipa juga memilik i
panjang (L/S) tertentu. Ketika fluida mengalir dalam pipa tersebut sejauh L, maka
volume fluida yang ada dalam pipa adalah:
V = A x L………………………………………………………………………2.2
Dimana: V = Volume (m3)
A = Luas penampang (m2)
L = Jarak/ panjang pipa (m)
Perlu diingat bahwa jarak (L) dibagi waktu adalah rumus dari kecepatan suatu zat,
maka dengan hal ini rumus debit fluida menjadi:
Q = V
t =
A . L
t
Jika, L
t = v dimana v adalah kecepatan, maka:
Q = A x v ………………………………………………………………………2.3
Dimana: Q = Debit aliran fluida (m3/s)
A = Luas penampang (m2)
V = Kecepatan fluida (m/s)
26
Menurut Dorjiev, dkk (2018) Volume udara yang melewati unit ekstraksi (V,
m3 / dt) dihitung dengan rumus:
V = vw x Ssw ……………………………………………………………………2.4
Dimana: V = Volume udara (m3/s)
vw = Kecepatan udara (m/s)
Ssw = Luas Penampang (m2)
Berdasarkan pendapat para peneliti maka rumus untuk mencari debit adalah dengan
mengkalikan kecepatan dengan luas penampang. Dari sini bisa diketahui bahwa
besar kecilnya nilai debit tergantung dengan besar kecilnya nilai kecepatan dan luas
penampangnya.
2.2.3 Relative Humidity
Menurut Widodo dan Syamsuri (2008: 70) Kandungan uap air yang dapat
bercampur dengan udara kering tergantung pada suhu udara. Karena jumlah uap air
di udara menentukan tekanan parsial pada uap air, maka sudah pasti, udara akan
dapat mengandung uap air maksimum bila uap air di udara menerima tekanan
parsial maksimum. Karena tekanan parsial maksimum yang dapat diterima oleh uap
air merupakan tekanan saturasi yang berhubungan langsung dengan suhu saturasi,
maka udara akan mengandung uap air maksimum (mempunyai berat jenis uap air
maksimum) ketika tekanan yang diterima uap air sama dengan tekanan saturasi
pada suhu udara tersebut. Pada kondisi ini, suhu udara dan suhu bola kering menjadi
sama, dan udara dikatakan menjadi saturasi. Sebagai catatan, semakin tinggi suhu
udara, semakin tinggi pula tekanan parsial maksimum dan semakin tingi pula
kandungan uap air di udara.
27
Widodo dan Syamsuri (2008: 72) Relative humidity atau biasa disebut
kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan parsial aktual yang diterima
uap air dalam suatu volume udara tertentu dengan tekanan parsial yang diterima
uap air pada kondisi saturasi pada suhu udara saat itu, rumus RH ditunjukan pada
persamaan 2.5.
RH = Tekanan parsial aktual
Tekanan parsial saturasi ……………………………………………………...2.5
Untuk keperluan praktis, RH seringkali dinyatakan sebagai suatu perbandingan
yang dinyatakan dalam (%) antara berat jenis uap air aktual dengan berat jenis uap
air pada keadaan saturasi.
Menurut LaPotin dkk (2019: 1593) telah mengemukakan Dengan asumsi uap
air adalah gas yang ideal, nilai RH bisa dihitung dengan persamaan 2.6.
RH = P
P sat (T) …………………………………………………………………2.6
Dimana: RH = Nilai RH dalam lingkungan (%)
P = Tekanan parsial uap air di udara (pascal)
Psat (T) = Tekanan saturasi uap Air di T (pascal)
Berdasarkan hasil penelitian yang dikaji maka rumus untuk mencari nilai RH adalah
dengan tekanan parsial uap air di udara dibagi tekanan saturasi uap air di udara pada
suhu T. Hal ini menunjukan besar kecilnya nilai RH tergantung tekanan parsial uap
air di udara pada suatu tempat.
28
2.2.4 Penghitungan Kerja Sistem Refrigerasi Atmospheric Water Maker
(AWM)
Berdasarkan gambar 2.3 yaitu tentang diagram T-h maka perhitungan kerja sistem
refrigerasi meliputi:
a. Penghitungan Kerja Kompresor (Win)
Kemampuan kerja kompresor merupakan perhitungan pada tahap 1-2 pada
diagram T-h dimana proses ini merupakan kompresi adiabatik dan reversibe l
dari uap jenuh menuju tekanan kondensor. Menurut poernomo (2015: 5) Apabila
perubahan energi kinetik dan energi potensial diabaikan, maka kerja kompresor
ditunjukkan pada persaman 2.7.
Win = (H2 – H1) ………………………………………………………………..2.7
Dimana: Win = kerja kompresor (kJ/kg)
H2 = nilai entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
H1 = nilai entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
Menurut Santoso (2017: 13) kerja kompresor per satuan masa refrigeran, dapat
dihitung dengan persamaan 2.8.
Win = (h2 – h1) ………………………………………………………………..2.8
Dimana: Win = kerja kompresor persatuan massa refrigeran (kJ/kg)
H2 = nilai entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
H1 = nilai entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
Berdasarkan penjabaran rumus di atas maka nilai kerja kompresor dapat dicari
dengan nilai entalpi refrigeran saat keluar kompresor dikurangi nilai entalpi
refrigeran saat masuk kompresor. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar nila i
29
entalpi refrigeran saat keluar kompresor maka nilai kerja kompresor semakin
baik.
b. Penghitungan Kalor yang Diserap Evaporator (Qin)
Kalor yang diserap evaporator merupakan perhitungan pada tahap 4-1, pada
tahap ini merupakan penambahan kalor reversibel pada tekanan tetap, yang
menyebabkan penguapan menuju uap jenuh. Menurut poernomo (2015: 5)
kapasitas laju aliran kalor evaporasi dirumuskan pada persamaan 2.9.
Qin = (H1 – H4)
Jika, H4 = H3, maka:
Qin = (H1 – H3) ………………………………………………………………..2.9
Dimana:
Qin = energi kalor yang diserap evaporator persatuan massa refrigeran. (kJ/kg)
H1 = nilai entalpi refrigeran saat keluar evaporator atau sama dengan nilai entalpi
saat masuk kompresor. (kJ/kg)
H3/H4 = nilai entalpi refrigeran saat masuk evaporator atau sama dengan nila i
entalpi saat keluar pipa kapiler. (kJ/kg)
Sedangkan Menurut Santoso (2017: 14) besarnya energi kalor persatuan massa
refrigeran yang diserap oleh evaporator dapat dihitung dengan persaman 2.10.
Qin = h1 – h4 = h1 – h3 …………………………………………………………2.10
Dimana: Qin = energi kalor yang diserap evaporator persatuan massa refrigeran.
(kJ/kg)
H1 = nilai entalpi refrigeran saat keluar evaporator atau sama dengan
nilai entalpi saat masuk kompresor. (kJ/kg)
30
H3/H4 = nilai entalpi refrigeran saat masuk evaporator atau sama dengan
nilai entalpi saat keluar pipa kapiler. (kJ/kg)
Berdasarkan penjabaran rumus di atas maka nilai kalor yang diserap
evaporator dapat dicari dengan nilai entalpi refrigeran saat masuk kompresor
dikurangi nilai entalpi refrigeran saat masuk evaporator. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin besar nilai entalpi refrigeran saat masuk kompresor maka nila i
kalor yang diserap evaporator semakin baik.
c. COP Aktual Sistem Refrigerasi Atmospheric Water Maker (AWM)
Santoso, (2017: 14) COP aktual adalah perbandingan antara kalor yang
diserap evaporator dengan energi listrik yang diperlukan untuk menggerakkan
kompresor. Nilai COP aktual sistem refrigerasi dapat dihitung dengan
persamaan 2.11.
COP Aktual = Q in
Win ……………………………………………………...…..2.11
Sedangkan menurut poernomo (2015: 5) koefisien prestasi atau COP yang
didefinisikan dengan persamaan 2.12.
COP = Q in
Win………………………………………………………………….2.12
Dimana:
Win = Kerja kompresor persatuan massa refrigeran (kJ/kg)
Qin = Energi kalor yang diserap evaporator persatuan massa refrigeran (kJ/kg)
Berdasarkan penjabaran rumus diatas maka nilai COP aktual dipengaruhi
oleh nilai kerja kompresor dan energi kalor yang diserap evaporator, dimana
semakin besar nilai kerja kompresor maka nilai COP aktual juga meningkat.
31
d. COP Ideal Sistem Refrigerasi Atmospheric Water Maker (AWM)
Santoso, (2017: 15) COP Ideal merupakan COP maksimal yang dapat
dicapai sistem refrigerasi, dapat dihitung dengan persamaan 2.13.
COP Ideal = Te
(Tc - Te) ………………………………………………………2.13
Dimana: Te = suhu mutlak evaporator (K)
Tc = suhu mutlak kondensor (K)
e. Efisiensi kerja Sistem Refrigerasi Atmospheric Water Maker (AWM)
Santoso, (2017: 15) efisiensi kerja sistem refrigerasi merupakan
kemampuan kerja sistem dalam penggunaannya. Untuk menghitung efisiens i
kerja sistem refrigerasi bisa menggunakan 2.14.
η = COP Aktual
COP ideal x 100% ……………………………………………………2.14
Dimana: η = efisiensi kerja sistem refrigerasi (%)
COP Aktual = koefisien prestasi aktual sistem refrigerasi
COP Ideal = koefisien prestasi maksimum sistem refrigerasi
2.2.5 Kapasitas Produksi Air
Kapasitas produksi air menurut Putri (2015: 3) adalah jumlah produk yang
seharusnya dapat diproduksi oleh sebuah alat guna mencapai keuntungan maksimal
jadi dapat disimpulkan bahwa kapasitas produksi air adalah kemampuan alat
penghasil air dalam menghasilkan air perharinya. Kapasitas produksi air hanya
digunakan pada alat yang mampu menghasilkan air contohnya sistem refrigeras i
AWM, dengan menghitung hasil produksi yang didapat AWM setiap 30 menit
maka nilai kapasitas produksi bisa didapatkan. Satuan yang digunakan kapasitas
32
produksi air pada penelitian adalah ℓ/d (m3/s). Untuk menghitung nilai kapasitas
produksi air pada AWM dengan waktu running 30 menit dengan menggunakan
persamaan 2.15.
Kapasitas produksi air = Hasil produksi x 48 …………………………………2.15
Dimana: Hasil Produksi = Hasil Produksi Air per 30 menit (ℓ)
48 = satuan jumlah 30 menit dalam satu hari
2.2.6 Hubungan antara Variasi Debit terhadap Efisiensin Kerja Sistem
Refrigerasi AWM
Prabawa, dkk (2017) telah melakukan penelitian pengaruh debit aliran fluida
terhadap efisiensi termal pada kolektor panas matahari jenis plat datar, variasi debit
yang diberikan adalah 0,3 m3/s, 0,4 m3/s dan 0,5 m3/s. Hasilnya adalah nilai efisiens i
yang didapat secara berurutan adalah 85%, 58%, dan 68%. Dari hasil penelit ian
menunjukan bahwa penambahan debit fluida berpengaruh buruk pada efisiens i
termal pada kolektor panas matahari jenis plat datar dimana semakin nilai debit
ditinggikan maka nilai efisiensi termalnya cenderung menurun.
Penelitian yang sejenis juga dilakukan oleh Ridhuan dan Angga (2014)
melakukan penelitian tentang pengaruh debit aliran fluida cair terhadap nilai COP
aktual mesin pendingin, variasi debit yang diberikan adalah 0,06 ℓ/s; 0,075 ℓ/s; dan
0,09 ℓ/s. Hasil dari penelitian adalah nilai COP aktual mesin pendingin cenderung
meningkat setiap variasi debit yang diberikan juga ditingkatkan, dengan nilai COP
tertinggi adalah 15,43 dengan variasi debit 0,09 ℓ/s.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa debit aliran
fluida menjadi parameter yang berpengaruh pada efisiensi kerja sistem refrigeras i.
33
Dimana ketika variasi debit aliran fluida diberikan maka terjadi perubahan nilai
efisiensi kerja sistem refrigerasi yang signifikan. Walaupun nilai efisiensi yang
didapatkan bisa menjadi lebih baik atau lebih buruk, tetapi parameter ini perlu
diteliti lebih intensif.
2.2.7 Hubungan antara Variasi Debit terhadap Kapasitas Produksi Air AWM
Jradi, dkk (2011) telah melakukan penelitian pengaruh debit aliran fluida
terhadap kapasitas produksi air dehumidification and fresh water production,
variasi debit aliran yang digunakan 0,005 kg/s; 0,006 kg/s; 0,007 kg/s; 0,008 kg/s,
0,009 kg/s dan 0,01 kg/s. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan
produksi air yang terjadi pada air dehumidification and fresh water production
seiring dengan penambahan debit aliran fluida yang digunakan, dimana ini
mengakibatkan kapasitas produksi air air dehumidification and fresh water
production semakin meningkat.
Penelitian yang selaras juga dilakukan Prasetyo (2018) telah melakukan
penelitian tentang pengaruh kecepatan udara terhadap mesin penangkap air dari
udara dengan variasi kecepatan 0 m/s; 1,94 m/s; dan 2,64 m/s. Hasil penelit ian
menunjukkan bahwa kapasitas produksi air mesin ini semakin meningkat ketika
kecepatan udara juga ditingkatkan. Hasil kapasitas produksi airnya secara berurutan
adalah 3665 ml/jam, 4033 ml/jam, dan 4280 ml/jam. Dari data penelitian dapat
diketahui bahwa kecepatan udara memiliki pengaruh yang baik terhadap kapasitas
produksi air mesin ini, dimana besar kecilnya debit aliran fluida tergantung
kecepatan udaranya.
34
Berdasarkan uraian kajian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa debit aliran
fluida memiliki pengaruh yang baik terhadap kapasitas produksi air. Dimana
semakin besar nilai debit fluida yang diberikan maka kapasitas produksi air juga
meningkat. Hal ini dikarenakan ketika debit aliran fluida ditingkatkan maka volume
fluida yang masuk dalam mesin pendingin juga semakin banyak yang
mengakibatkan semakin banyaknya titik kondensasi dari udara menjadi air.
2.2.8 Hubungan antara Variasi Relative Humidity (RH) terhadap Efisiensi
Kerja Sistem Refrigerasi AWM
Bortolini, dkk (2015) telah melakukan penelitian tentang pengaruh nilai RH
terhadap efisiensi kerja water production through air dehumidification, variasi RH
yang digunakan adalah 6%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45%, 50%,
55%, 60%, 65%, 70%, 75%, 80%, dan 85% dengan menggunakan debit udara
konstan yaitu 50 m3/s. Hasil data efisiensi kerja pada setiap variasi RH secara
berurutan adalah 2%, 19%, 32%, 42%, 50%, 56%, 61%, 66%, 70%, 73%, 76%,
79%, 81%, 83%, 85%, 88%, dan 90%. Dari hasil data efisiensi kerja yang
didapatkan pada setiap variasi dapat dilihat bahwa nilai efisiensi kerja cenderung
meningkat seiring dengan nilai RH yang ditingkatkan, hal ini menunjukkan bahwa
Rh memiliki pengaruh yang baik terhadap efisiensi kerja.
Peneliti yang selaras juga pernah dilakukan oleh Gord dan Dashtebayaz
(2011) melakukan penelitian tentang pengaruh suhu dan relative humidity (RH)
lingkungan sekitar terhadap efisiensi kerja turbin gas, variasi yang digunakan
adalah RH 18% - 100%. Hasil pengujian menunjukkan adanya peningkatan
efisiensi kerja yang signifikan setiap nilai RH ditingkatkan. Nilai terendah efisiens i
35
kerja adalah 7% didapatkan dari nilai RH 18% dan nilai efisiensi tertinggi adalah
13,5% didapatkan dengan nilai RH 100%. Hal ini menunjukkan bahwa RH
berdampak baik pada efisiensi kerja turbin gas.
Berdasarkan Kajian literasi yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan
bahwa Nilai RH berpengaruh baik terhadap efisiensi kerja. Hal ini dibuktikan
dengan nilai RH yang semakin tinggi didapatkan efisiensi kerja yang semakin tinggi
juga. Sehingga parameter RH menjadi salah satu parameter yang penting dalam
meningkatkan efisiensi kerja mesin AWM.
2.2.9 Hubungan antara Variasi Relative Humidity (RH) terhadap Kapasitas
Produksi Air AWM
Kim, dkk (2018) telah melakukan penelitian pengaruh RH terhadap
adsorption-based atmospheric water harvesting dengan menggunakan variasi RH
sebesar 10% sampai 40%. Adsorption-based atmospheric water harvesting adalah
salah jenis mesin penghasil air yang cocok dengan nilai RH yang kecil. Dari hasil
penelitian menunjukkan adanya peningkatan kapasitas produksi air pada
adsorption-based atmospheric water harvesting dimana RH berpengaruh baik akan
hasil produksi air mesin ini.
Penelitian terkait juga dilakukan Kabeel, dkk (2014) telah melakukan
penelitian tentang pengaruh nilai RH terhadap kapasitas produksi air solar-based
atmospheric water generator, variasi RH yang diberikan adalah 95%, 85%, dan
70%. Hasil penelitian menunjukan pada RH 90% kapasitas produksi airnya 3,9 ℓ/d;
pada RH 85% kapasitas produksi airnya 2,679 ℓ/d; dan pada RH 70% kapasitas
36
produksinya 2,698 ℓ/d. Dari data ini bisa dilihat bahwa nilai RH cukup signifikan
mempengaruhi kapasitas produksi air.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai RH memilik i
pengaruh yang signifikan terhadap kapasitas produksi air. Karena nilai RH yang
tinggi mengakibatkan udara untuk mencapai titik kondensasi menjadi lebih cepat
yang mengakibatkan kapasitas produksi air AWM juga meningkat. Sehingga
parameter RH menjadi salah satu parameter yang mempengaruhi kapasitas produksi
air AWM.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan uraian pada kajian pustaka dan landasan teori maka hipotesis
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.3.1 Terdapat peningkatan efisiensi kerja sistem refrigerasi AWM seiring
dengan besarnya variasi debit yang diberikan.
2.3.2 Terdapat peningkatan kapasitas produksi air AWM dengan semakin
besarnya debit aliran fluida yang masuk sistem refrigerasi AWM.
2.3.3 Terdapat peningkatan efisiensi kerja sistem refrigerasi AWM ketika
persentase nilai RH semakin besar.
2.3.5 Terdapat peningkatan kapasitas produksi air AWM pada saat variasi nila i
RH yang diberikan semakin besar.
76
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
5.1.1 Pada variasi debit 0,08 m3/s didapatkan nilai efisiensi kerja sebesar 21,89%
sedangkan pada variasi 0,1 m3/s nilai efisiensi kerja yang didapat adalah
20,91%. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa semakin banyak debit udara
yang diberikan pada AWM maka nilai efisiensi kerja sistem refrigeras i
semakin menurun.
5.1.2 Pada variasi debit 0,08 m3/s didapatkan nilai kapasitas produksi air sebesar
14,4 ℓ/d sedangkan pada variasi 0,1 m3/s nilai kapasitas produksi air yang
didapat adalah 15,84 ℓ/d. Dari data penelitian dapat disimpulkan bahwa
semakin banyak debit yang diberikan pada sistem refrigerasi AWM maka
kapasitas produksi air AWM juga meningkat.
5.1.3 Pada variasi RH siang hari nilai efisiensi kerja yang didapat adalah 15,79%;
pada variasi RH Pagi hari nilai efisiensi kerja yang dicapai adalah 16,83%;
dan pada variasi RH Malam efisiensi kerja mencapai 20,91%. Dari data
penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai RH yang diberikan
maka nilai efisiensi kerja sistem refrigerasi semakin meningkat.
5.1.4 Pada variasi RH siang hari nilai kapasitas produksi air yang didapat adalah
6,72 ℓ/d; pada variasi RH Pagi hari kapasitas produksi air yang dicapai adalah
10,08 ℓ/d; dan pada variasi RH malam kapasitas produksi air mencapai 15,84
77
ℓ/d;. Berdasarkan data penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang cukup
baik dari RH terhadap kapasitas produksi air AWM semakin tinggi nilai RH
maka kapasitas produksi air AWM juga ikut meningkat.
5.2 Saran
Hasil dari penelitian yang didapat menghasilkan saran-saran yang dapat
membantu penelitian selanjutnya yang terkait. Saran-saran yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
5.2.1 Pengubahan aliran udara untuk pendinginan kondensor yang awalnya secara
horisontal menjadi vertikal, ini dilakukan agak pendinginan pada kondensor
bisa menjadi lebih maksimal dan nilai efisiensi juga ikut meningkat.
5.2.2 Penambahan penyaring air dari udara hasil kondensasi setelah evaporator, ini
bertujuan agar penyaring bisa menangkap kandungan air yang masih terbawa
aliran udara dimana itu bisa meminimalisir kandungan air didalam udara dan
dapat meningkatkan kapasitas produksi air AWM.
5.2.3 Jarak antara kondensor dengan evaporator pada sistem refrigerasi AWM
didekatkan yang awalnya berjarak 40 cm menjadi 20 cm. Ini bertujuan
supaya pendinginan pada kondensor bisa menjadi lebih maksimal sehingga
kerja kondensor bisa menjadi ringan yang mengakibatkan nilai efisiensi kerja
juga ikut meningkat.
5.2.4 Pembesaran diameter lubang keluarnya hasil kondensasi air, pemendekan
pipa penyalur air dan peninggian dudukan tangki pertama. Ini bertujuan untuk
meminimalisir hambatan pada saat air masuk ke tangki sehingga kapasitas
produksi air juga meningkat.
78
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, K. dan S. Wagiani. 2013. Studi Analisis Perbandingan Kecepatan Aliran Air Melalui Pipa Venturi dengan Perbedaan Diameter Pipa. Jurnal Dinamika
4(1): 62-78.
Bagheri, F. 2018. Performance Investigation of Asmospheric Water Harvesting System. Journal of Water Resources and Industry 20: 23-28.
Bortolini, M., M. Gamberi, A. Graziani, A. Persona, F. Pilati, dan A. Regattier i. 2015. Air Flow Optimization for Drinking Water Production Through Air
Dehumidification. Industrial Mechanical Plants 19: 281-288.
BPS. 2016. Proporsi Populasi Yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sumber Air Minum Layak Dan Berkelanjutan Menurut Provinsi, 2015 - 2016.
https://www.bps.go.id/dynamictable/2018/05/28/1387/proporsi-populasi-yang-memiliki-akses-terhadap-layanan-sumber-air-minum-layak-dan-
berkelanjutan-menurut-provinsi-2015---2016.html. Diakses tanggal 05 Agustus 2019.
BPS. 2017. Presentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sumber Air Minum Layak, 1993-2017.
https://www.bps.go.id/statictable/2009/04/06/1549/persentase-rumahtangga menurut-provinsi-dan-sumber-air-minum-layak-1993-2017.html. Diakses
tanggal 07 Jui 2019.
Cengel, Y.A., M.A. Boles dan M. Kanoglu. 2019. Thermodynamics An Engineering approach. 9 th edition. New York. Mc Graw Hill Education.
Dorjiev, S.S., E.G. Bazarova, dan M.I. Rosenblum. 2018. Extraction of Fresh Water from Atmospheric Air. Solar Installations and Their Aplication 6: 50-54.
Elsayed, A. O., dan A. S. Hariri. 2011. Effect of Condenser Air Flow on the Performance of Split Air Conditioner. Artikel disajikan pada World Rewnewable Energy Congress Linkoping. Sweden. 8-13 Mei.
Gido, B., E. Friedler dan D.M. Broday. 2016. Assessment of Atmospheric Moisture
Harvesting by Direct Cooling. Atmospheric Research 182: 156-162.
Gord M. F. dan M.D. Dashtebayaz. 2011. Effect of various inlet air cooling methods on gas turbine performance. Energy 36: 1196-1205.
Joshi, V.P., V.S. Joshi, H.A. Kothari, M.D. Mahajan, M.B. Chaudhari, dan K.D.
Sant. 2017. Experimental Investigations On A Portable Fresh Water Generator Using A Thermoelectric Cooler. Energy Procedia 109: 161-166.
Jradi, M., N. Ghaddar, dan K. Ghali. 2011. Experimental and Theoretical Study of
an Integrated Thermoelectric–Photovoltaic System for Air Dehumidificat ion
79
and Fresh Water Production. International Journal of Energy Research 36(9):
963-974.
Kabeel, A.E., M. Abdulaziz, dan E.M.S. El-Said. 2014. Solar-Based Atmospheric Water Generator Utilisation of a fresh Water Recovery: a Numerical Study. International Journal of Ambient Energy 1: 1-8.
Kim, H., S.R. Rao, E.A. Kapustin, L. Zhao, S. Yang, O.M. Yaghi dan E.N. Wang. 2018. Adsorption-Based Atmospheric Water Harvesting Device For Arid Climates. Nature Communications 9: 1191-1198.
Kong, Y., W. Wang, Z. Zuo, L. Yang, X. Du, dan Y. Yang. 2019. Combined Air-
Cooled Condenser Layout With In Line Configured Finned Tube Bundles To Improve Cooling Performance. Applied Thermal Engineering 154: 505-518.
LaPotin, A., H. Kim, S.R. Rao, dan E. N. Wang. 2019. Adsorption-Based
Atmospheric Water Harvesting: Impact of Material and Component Properties on System-Level Performance. Acoounts of Chemical Research 52: 1588-1597.
Liu, S., Wei, H., Dengyun, H., Song, L., Delu, C., Xin, W., Fusuo, X., dan Sijia, L. 2017. Experimental Analysis Of A Portable Atmospheric Water Generator By Thermoelectric Cooling Method. Energy Procedia 142: 1609-1614.
Perdana, G.R., N. Ilminnafik, dan D. Listyadi. 2014. Pengaruh Penggunaan Water
Cooled Condenser Terhadap Prestasi Kerja Mesin Pendingin Menggunakan RefrigeranLPG.http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/69
307/Galla%20Rezki.pdf?sequence=1 [email protected]. Diakses tanggal 13 Juli 2019.
Poernomo, H. 2015. Analisis Karakteristik Unjuk Kerja Sistem Pendingin (Air Conditioning) Yang Menggunakan Freon R-22 Berdasarkan Pada Variasi
Putaran Kipas Pendingin Kondensor. Jurnal KAPAL 12(1): 1-8.
Pottker, G. dan P.S. Hrnjak. 2012. Effect of Condenser Subcooling of the Performance of Vapor Compression Systems: Experimental and Numerical
Investigation. Artikel disajikan pada International Refrigeration and Air Conditioning Conference School of Mechanical Engineering. Purdue University. 16-19 Juli.
Prabawa, Y.D., M.R. Kiron dan T.A. Ajiwiguna. 2017. Effect of Fluid Flow Rate on Thermal Efficiency in Flat-Plate Solar Collector. e-Proceeding of Engineering 4(1): 640-649.
Prasetyo, A. 2018. Karakteristik Mesin Penangkap Air dari Udara yang
Menggunakan Komponen Mesin AC 1,5 PK. Skripsi. Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Putri, K.S., I.G.A. Widyadana dan H.C. Palit. 2015. Peningkatan Kapasitas
Produksi pada PT. Adicitra Bhirawa. Jurnal Titra 3(1): 69-76.
80
Ridhuan, K. dan I. G. Angga J. 2014. Pengaruh Media Pendingin Air pada
Kondensor terhadap Kemampuan Kerja Mesin Pendingin. Turtbo 3(2): 1-6.
Santoso, M.D. 2017. Pengaruh Jumlah Kipas Kondensor Terhadap Karakteristik Showcase Dengan Daya Kompresor 1/3 HP. Skripsi. Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Shourideh, A.H., W.B. Ajram, J.A. Lami, S. Haggag, dan A. Mansouri. 2018. A Comprehensive Study of an Atmospheric Water Generator using Peltier Effect. Thermal Science and Engineering Progress 6: 14-26.
Tripathi, A., S. Tushar, S. Pal, S. Lodh, dan S. Tiwari. 2016. Atmospheric Water
Generator. International Journal of Enhanced Research in Science, Technology & Engineering 5: 69-72
Vidiyanto, B.P. 2018. Pengaruh Penggunaan Fan dan Debit Fluida terhadap
Efisiensi Kerja Atmospheric Water Generator.Skripsi. Program Studi Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang. Kota Semarang.
Widodo, H. dan S. Hasan. 2008. Sistem Refrigerasi dan Tata Udara. Edisi 1.
Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Widodo, H. dan S. Hasan. 2008. Sistem Refrigerasi dan Tata Udara. Edisi 2.
Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional.