unsur-unsur ilmu ontologi · unsur-unsur ilmu ontologi dipresentasekan pada seminar mata kuliah ......
TRANSCRIPT
UNSUR-UNSUR ILMU
ONTOLOGI
Dipresentasekan pada Seminar Mata Kuliah
“Filsafat Ilmu”
Semester II
Kelas Reguler
Oleh:
Muhammad Dirman Rasyid
80600216003
Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. Muhammad Ramli, M.Si. Wahyuddin Ahmad, M.A., Ph.D.
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan, keduanya
mempunyai titik singgung dalam mencari kebenaran. Ilmu bertugas melukiskan dan
filsafat bertugas menafsirkan fenomena semesta, kebenaran berada disepanjang
pemikiran, sedangkan kebenaran ilmu berada disepanjang pengalaman. Tujuan
befilsafat menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang sebenarnya itu
disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika filsafat itu
biasanya terbagi menjadi tiga cabang besar filsafat yaitu, teori hakikat, teori
pengetahuan dan teori nilai1. Ketiga teori tersebut kemudian dikenal dengan istilah
ontologi (hakikat), epistemologi (pengetahuan) dan aksiologi (nilai).
Ontologi menurut Abd al-Rahman al-Badawi merupakan asal mula munculnya
filsafat sehingga dapat dinyatakan bahwa ontologi merupakan bagian tertua dari
pembahasan filsafat.2 Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa ontologi
membicarakan persoalan eksistensi dan dan ragam-ragam dari suatu kenyataan.
Dalam ranah filsafat ilmu, ontologi juga merupakan bagian yang tidak bisa
dipisahkan sebab ilmu pengetahuan pada dasarnya digerakkan oleh pertanyaan dasar
tentang eksistensi dan esensi dari apa yang ingin diketahui, bagaimana cara
memperoleh apa yang ingin diketahui tersebut, dan apakah nilai dari yang ingin
diketahui itu. Pertanyaan mendasar tersebut sepintas sangat sederhana, namun
1Bahrum, “Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi”, Sulesena 8, no. 2 (2013): h. 35.
2‘Abd al-Rah}ma>n Badawi>, Dira>sa >t fi al-Falsafah al-Wuju >diyyah (Bairu >t: Al-Mu’assasah al-
‘Arabiyyah li al-Dira>sa>t wa al-Nasyr, 1980 M/1400 H), h. 19.
2
mencakup hal yang sangat asasi, sehingga untuk menjawabnya diperlukan sistem
berpikir radikal, sistematis dan universal sebagai kebenaran ilmu yang dikaji dalam
filsafat ilmu.3
Dalam makalah ini akan membincang ilmu pengetahuan dari aspek
ontologinya, tentang eksistensi dan hakikat ilmu pengetahuan. Tentu hal ini sangat
penting untuk dikaji sehingga memberikan pemahaman yang benar tentang eksistensi
dan hakikat ilmu. Ketidaktahuan terhadap aspek ontologi dari ilmu pengetahuan akan
membawa kepada kerancuan dalam mengkaji ilmu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana defenisi ontologi?
2. Bagaimana hakikat ilmu pengetahuan?
3AM. Saefuddin et.al, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi (Cet. IV; Bandung:
Mizan, 1998), h. 31.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu on/ontos
yang bermakna ada, dan logos yang bermakna pengetahuan. Jadi, secara harfiah
ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan). Dalam kamus Websters, ontologi diartikan dengan the branch of
metaphysics dealing with the nature of being, reality, or ultimate substance (ontologi
yaitu cabang metafisika yang berhubungan dengan hakikat yang ada, realitas atau
substansi asal).4
Jujun S, Suriasumantri mengartikan ontologi sebagai pengkajian mengenai
hakikat realitas dari objek yang ditelaah dalam membuahkan pengetahuan.5 Sementara
itu Louis O. Kattsoff dalam Elements of Phylosophy menyatakan bahwa ontologi itu
mencari ultimate reality (realitas utama/pokok/asal). Contoh dari pemikiran ontologi
adalah pemikiran Thales yang berpendapat bahwa air adalah ultimate substance (benda
utama/pokok/asal), jadi dalam pemikiran Thales air merupakan asal semua benda.6
Amsal Bakhtiar dalam Filsafat Agama menyimpulkan defenisi ontologi, ialah
ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik
yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak.7 Dari defenisi
4Ahmad Jamin dan Norman Ohira, Filsafat Ilmu: Telaah Pengetahuan, Ilmu, dan Sain dalam
Studi Islam (Bandung: Alfabeta, 2016), h. 74.
5Dian Ekawati, “Reorentasi Ontologi, Epistemology dan Aksiologi dalam Perkembangan
Sains”, Tarbawiyah 10, no. 2 (Juli-September 2013): h. 77-78.
6Ahmad Jamin dan Norman Ohira, Filsafat Ilmu: Telaah Pengetahuan, Ilmu, dan Sain dalam
Studi Islam, h. 74.
7Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama (Bandung: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 169.
4
tersebut maka dapat dipahami bahwa ontologi mencakup semua aspek baik yang kasat
mata maupun tidak atau abstrak seperti ilmu pengetahuan.
Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, maka ontologi membahas hakikat
ilmu pengetahuan sebagai suatu realitas.
B. Hakikat Ilmu Pengetahuan
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Pembahasan mengenai pengertian atau defenisi dari ilmu pengetahuan
merupakan perdebatan yang tak berkesudahan. Bahkan perdebatan mengenai ilmu dan
pengetahuan apakah dua hal yang sama atau berbeda pun tak kunjung usai. Tapi, pada
pembahasan ini tidak akan mengurai perdebatan panjang tersebut melainkan
memaparkan pengertian ilmu pengetahuan dari berbagai pandangan baik secara bahasa
maupun secara istilah para pakar dan filsuf.
Kata ilmu pada dasarnya terambil dari Bahasa Arab yaitu علم diartikan sebagai
pengetahuan akan seseatu sebagaimana hakikatnya.8 Sedangkan dalam Bahasa Inggris
ilmu disebut sebagai science, yang merupakan serapan dari Bahasa Latin scientia, yang
merupakan turunan dari kata scire, dan mempunyai arti secara leksikal ‘mengetahui’
to know, yang juga berarti ‘belajar’ to learn.9
Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag memberikan defenisi, ilmu adalah yang
empiris, yang rasional, yang umum dan bertimbun-bersusun; dan keempat-empatnya
serentak. Sementara itu, Ashley Montagu, guru besar antropologi di Rutgers University
menyimpulkan, ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem
8‘Ali Ibn Muh}ammad al-Jirja>ni>, Kita >b al-Ta’rifa>t (Bairu >t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1983
M/1403 H), h. 155.
9Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M. Daud, “ Ilmu Pengetahuan dari John Locke ke al-Attas”,
Jurnal Pencerahan 9, no. 1 (Maret 2015): h. 12.
5
yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat dan
prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.10
Sedangkan menurut Syed Naquib al-Attas, ilmu terbagi menjadi dua macam,
meskipun keduanya merupakan satu kesatuan yang sempurna. Pertama, ilmu yang
diberikan oleh Allah swt. sebagai karunia-Nya kepada insan. Kedua, ilmu yang dicapai
dan diperoleh manusia berdasarkan daya usaha akliahnya sendiri yang berasal dari
pengalaman hidup, indera jasmani, nazar-akali, perhatian, penyelidikan, dan
pengkajian.11
Adapun pengetahuan dalam bahasa ingris dinyatakan dengan knowledge,
menurut Jujun S. Suriasumantri, pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita
ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai
pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Ilmu, menurut pendapat di atas, menunjuk
pada terminologi yang bersifat khusus, yang merupakan bagian dari pengetahuan.12
Pengertian ilmu dan perbedaannya dengan pengetahuan nampak lebih jelas
sebagaimana dinyatakan oleh Ketut Rinjin. Menurut Rinjin, ilmu merupakan
keseluruhan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan logis dan bukanlah
sekadar kumpulan fakta, tetapi pengetahuan yang mempersyaratkan objek, metoda,
teori, hukum, atau prinsip.13
10Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M. Daud, “ Ilmu Pengetahuan dari John Locke ke al-
Attas”, h. 13.
11Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M. Daud, “ Ilmu Pengetahuan dari John Locke ke al-
Attas”, h. 14.
12Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, Diktat (Kediri: Program Studi Pendidikan Bimbingan Dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, 2009), h. 11.
13Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, h. 11.
6
Dari beberapa pandangan di atas mengenai pengertian ilmu pengetahuan, maka
dapat dilihat terdapat perbedaan yang mendasar antara khususnya apa yang
dikemukakan Naquib al-Attas yang tidak membatasi ilmu hanya pada seseatu yang
empiris dan rasional, tapi memperluas cakupan ilmu dan membaginya kepada dua
bagian. Pertama mengenai ilmu yang bersumber dari wahyu, dan yang kedua ilmu yang
diperoleh dari rasional dan empiris.
2. Objek Ilmu Pengetahuan
Ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup
pengalaman manusia. Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan
berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak berbicara tentang sesuatu yang
berada di luar lingkup pengalaman manusia, seperti surga, neraka, roh, dan seterusnya.
Ilmu hanya mempelajari hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman
manusia disebabkan fungsi ilmu, yaitu deskriptif, prediktif, dan pengendalian. Fungsi
dekriptif adalah fungsi ilmu dalam menggambarkan objeknya secara jelas, lengkap,
dan terperinci. Fungsi prediktif merupakan fungsi ilmu dalam membuat perkiraan
tentang apa yang akan terjadi berkenaan dengan objek telaahannya. Dan fungsi
Pengendalian merupakan fungsi ilmu dalam menjauhkan atau menghindar dari hal-hal
yang tidak diharapkan serta mengarahkan pada hal-hal yang diharapkan. Fungsifungsi
tersebut hanya bisa dilakukan bila yang dipelajari berupa ilmu dunia nyata atau dunia
yang dapat dijangkau oleh pengalaman manusia.
Objek setiap ilmu dibedakan menjadi dua : objek material dan objek formal.
Objek material adalah fenomena di dunia ini yang ditelaah ilmu. Sedangkan objek
formal adalah pusat perhatian ilmuwan dalam penelaahan objek material. Atau dengan
7
kata lain, objek formal merupakan kajian terhadap objek material atas dasar tinjauan
atau sudut pandang tertentu.14
Apa yang dikemukakan di atas merupakan bagian dari pandangan barat
terhadap ilmu pengetahuan dengan membatasi ilmu hanya pada tataran empirik. Hal
ini agak sulit diterima khususya dalam tradisi keilmuan Islam. Jika ilmu hanya dibatasi
pada tataran empirik lalu bagaimana dengan ilmu usuluddin, ilmu tafsir atau ilmu usul
fiqih, maka tentu hal ini menimbulkan kerancuan besar.
Dinar Dewi Kania menyatakan bahwa dalam pandangan alam Islam ada dua
alam yang dikenal dan disebutkan al-Qur’an, yaitu alam metafisika dan alam fisik.
Alam metafisika atau alam absolut tersebut tidak dapat diketahui manusia kecuali
melalui wahyu karena hanya Allah swt. yang mengetahui yang gaib.15 Implikasi dari
dua alam tersebut menyebabkan ada dua jenis ilmu, yaitu ilmu tentang alam metafisika
dan ilmu tentang alam fisik. Hal ini juga sejalan dengan defenisi yang diutarakan
Naquib al-Attas yang membagi ilmu kepada dua bagian.
Ulama Islam masa lampau sepakat mengekspresikan ilmu metafisika sebagai
ma’rifah yang dalam pandangan Islam merupakan aspek yang sangat fundamental.
Oleh karena itu, ‘ilm dan ma’rifah bukanlah jenis ilmu yang sama, namun memiliki
perbedaan dari sisi isi dan objeknya. ‘Ilm dapat berupa praktek teoritik yang menurut
Alparslan dapat disebut sebagai sain. Sedangkan ma’rifah merupakan jenis ilmu yang
dicapai melalui pengalaman hati atau fakultas internal yang dibimbing oleh wahyu
dalam mencapai kepuasan. Meski demikian, keduanya tidak dapat dilepaskan satu
14Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, h. 14.
15Dinar Dewi Kania, “Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu,” dalam Adian Husaini, et. al.,
Filsafat Ilmu: Perspektif Barat dan Islam (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 88-89.
8
sama lain karena tujuan mempelajari alam fisik adalah menunjukkan kepada ilmu
tentang alam metafisika.16
Dari pemaparan di atas tampak bahwa dalam Islam objek ilmu tidak dibatasi
pada pada objek fisik atau yang tampak pada indra dan pikiran manusia saja, namun ia
juga mencakup objek metafsika. Oleh sebab itu, kebenaran ilmiah dalam pandangan
Islam tidak hanya mencakup hal-hal yang dapat diverifikasi atau dijustifikasi oleh fakta
empiris dan dirasionalkan melalui eksperimen atau logika semata. Namun, kebenaran
ilmiah dalam tradisi keilmuan Islam juga mencakup objek ilmu yang bersifat gaib yang
diperoleh melalui sumber terpercaya,17 seperti wahyu.
3. Struktur Ilmu Pengetahuan
Ilmu dalam pengertiannya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistem
pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis (Ginzburg) atau suatu sistem
penjelasan mengenai saling hubungan diantara peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sistem
pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur,sebagai berikut:18
a. Jenis-jenis sasaran
Setiap ilmu memiliki objek yang terdiri dari dua macam, yaitu objek material
dan objek formal. Objek material adalah fenomena di dunia ini yang menjadi bahan
kajian ilmu, sedangkan objek formal adalah pusat perhatian ilmuwan dalam mengkaji
objek material. Objek material suatu ilmu dapat dan boleh sama dengan objek material
16Dinar Dewi Kania, “Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu,” dalam Adian Husaini, et. al.,
Filsafat Ilmu: Perspektif Barat dan Islam, h. 90.
17Dinar Dewi Kania, “Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu,” dalam Adian Husaini, et. al.,
Filsafat Ilmu: Perspektif Barat dan Islam, h. 91-92.
18Komariah, “Struktur Ilmu Pengetahuan”, Genealogi PAI 3, no. 2 (Juli-Desember 2016): h.
76.
9
ilmu yang lain. Tetapi objek formalnya tidak akan sama. Bila objek formarnya sama
maka sebenarnya mereka merupakan ilmu yang sama tetapi diberi sebutan berbeda.19
Ada bermacam-macam fenomena yang ditelaah ilmu. Dari bermacam-macam
fenomena tersebut, The Liang Gie telah mengidentifikasi 6 macam fenomena yang
menjadi objek material ilmu, yaitu :20
1) Ide abstrak
2) Benda fisik
3) Jasad hidup
4) Gejala rohani
5) Peristiwa sosial
6) Proses tanda
b. Bentuk-bentuk pernyataan.
Berbagai fenomena yang dipelajari ilmu tersebut selanjutnya dijelaskan ilmu
melalui pernyataan-pernyataan. Kumpulan pernyataan yang merupakan penjelasan
ilmiah terdiri dari empat bentuk, yaitu : deskripsi, preskripsi, eksposisi pola, dan
rekonstruksi historis.
1) Deskripsi
Deskripsi adalah pernyataan yang bersifat menggambarkan tentang bentuk,
susunan, peranan, dan hal-hal rinci lainnya dari fenomena yang dipelajari ilmu.
Pernyataan dengan bentuk deskripsi terdapat antara lain dalam ilmu anatomi dan
geografi.21
19Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, h. 15.
20Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, h. 15.
21Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, h. 16.
10
2) Preskripsi
Preskripsi merupakan bentuk pernyataan yang bersifat preskriptif, yaitu berupa
petunjuk-petunjuk atau ketentuanketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau
sebaiknya dilakukan berkenaan dengan ojkek formal ilmu. Preskripsi dapat dijumpai
antara lain dalam ilmu pendidikan dan psikologi pendidikan.22
3) Eksposisi Pola
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola
dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang
ditelaah. Pernyataan semacam ini dapat dijumpai antara lain pada antropologi.23
4) Rekonstruksi Historis
Rekonstruksi historis merupakan pernyataan yang berusaha menggambarkan
atau menceritakan sesuatu secara kronologis. Pernyataan semacam ini terdapat pada
historiografi dan paleontologi.24
c. Ragam-ragam proposisi.
Ragam proposisi ilmu dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:25
1) Asas Ilmiah
Adapun yang dimaksud dengan azas ilmiah adalah sebuah proposisi yang
mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati.
2) Kaidah Ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi
yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diuji kebenarannya.
22Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, h. 16.
23Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, h. 16.
24Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, h. 17.
25Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, h. 17.
11
3) Teori Ilmiah
Yang dimaksud dengan teori ilmiah adalah sekumpulan proposisi yang saling
berkaitan secara logis berkenaan dengan penjelasan terhadap sejumlah fenomena.
d. Ciri-ciri pokok.
Ilmu merupakan pengetahuan yang memiliki karakteristik tertentu sehingga
dapat dibedakan dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain. Adapun ciri-ciri pokok
ilmu adalah sebagi berikut:26
1) Sitematisasi
Sistematisasi memiliki arti bahwa pengetahuan ilmiah tersusun sebagai suatu
sistem yang di dalamnya terdapat pernyataanpernyataan yang berhubungan secara
fungsional.
2) Keumuman
Ciri keumuman menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkum
berbagai fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang
paling umum dalam pembahasannya.
3) Rasionalitas
Ciri rasionalitas berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber
pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidahkaidah logika.
4) Obyektivitas
Ciri objektivitas ilmu menunjuk pada keharusan untuk bersikap objektif dalam
mengkaji suatu kebenaran ilmiah tanpa melibatkan unsur emosi dan kesukaan atau
kepentingan pribadi.
26Ahmad Jamin dan Norman Ohira, Filsafat Ilmu: Telaah Pengetahuan, Ilmu, dan Sain dalam
Studi Islam, h. 188.
12
5) Veriabelitas
Verifiabilitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa
kebenarannya, diteliti kembali, atau diuji ulang oleh masyarakat ilmuwan.
6) Komunikasi
Ciri komunalitas ilmu mengandung arti bahwa ilmu merupakan pengetahuan
yang menjadi milik umum (public knowledge). Itu berarti hasil penelitian yang
kemudian menjadi khasanah dunia keilmuan tidak akan disimpan atau disembunyikan
untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu.
e. Pembagian sistematis.
Pengetahuan ilmiah senantiasa mengalami perkembangan seiring dengan
semakin banyaknya jumlah ilmuwan dan juga semakin luasnya peluang untuk
melakukan penelitian. Perkembangan ilmu antara lain ditandai dengan lahirnya
bermacam-macam aliran dan terutama cabang. Untuk memudahkan memperoleh
pemahaman mengenai bermacam-macam aliran dan cabang tersebut diperlukan
pembagian sistematis.27
27Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, h. 20.
13
Berikut skema struktur ilmu pengetahuan ilmiah yang dijabarkan oleh The
Liang Gie:28
Gambar 1.
Struktur Ilmu Pengetahuan
28Ahmad Jamin dan Norman Ohira, Filsafat Ilmu: Telaah Pengetahuan, Ilmu, dan Sain dalam
Studi Islam, h. 188.
Ilmu
a. Objek sebenarnya
1) Objek Material
- ide abstrak
- benda fisis
- gejala rohani
- peristiwa sosila
- proses tanda
2) Objek forman pusat perhatian
b. Bentuk Pernyataan
1) Deskriptif
2) Preskripsi
3) Eksposisi Pola
4) Rekonstruksi historis
c. Ragam proposisi
1) Asas ilmah
2) Kaidah ilmiah
3) Teori Ilmiah
d. Ciri pokok
1) Sistematisasi
2) Keumuman
3) Rasionalitas
4) Obyektivitas
5) Veriafibilitas
6) Komunikasie. Pembagian Sistemis
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab sebelumnya mengenai ontologi ilmu pengetahuan maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ontologi merupakan bagian filsafat yang khusus mengkaji tentang
keberadaan. Ontologi merupakan kajian filsafat yang tertua bahkan bisa
dikatakan awal dari filsafat itu sendiri. Dalam kaitannya dengan ilmu
pengetahuan maka ontologi mengkaji tentang hakikat keberadaan ilmu
pengetahuan sebagai suatu realitas. Ontologi ilmu pengetahuan berfokus
untuk menjawab pertanyaan ‘apa yang ingin diketahui?’. Tentu, hal ini
menjadi penting sehingga dapat diperoleh suatu kepastian tentang ilmu
pengetahuan tersebut. Ontologi akan mengantar pada suatu pemahaman
tentang eksistensi dan esensi dari ilmu pengetahuan, sehingga tidak terjadi
kerancuan dalam memahami ilmu pengetahuan.
2. Terdapat perbedaan di kalangan para pakar dalam memberikan defenisi
terhadap ilmu pengetahuan, khususnya perbedaan pandangan antara Barat
dan Islam dalam memandang ilmu pengetahuan. Dalam perspektif Barat
ilmu pengetahuan dibatasi pada hal-hal yang empiris, logis dan rasional,
sementara itu dalam perspektif Islam, ilmu tidak terbatas kepada hal
tersebut melainkan mencakup juga hal-hal metafisika. Sehingga dalam
perspektif Islam ilmu dibagi kepada dua bagian, pertama mengenai hal yang
sifatnya metafisika yang bersumber dari wahyu, dan kedua adalah yang
15
sifatnya fisik. Pada bagian kedua inilah terdapat titik temu antara perbedaan
perspektif Barat dan Islam dalam memandang ilmu pengetahuan.
Berdasarkan hal tersebut sehingga dalam Islam objek dari ilmu itu juga dua
yaitu objek metafisika dan objek fisik.
Struktur ilmu pengetahuan mencakup lima hal pokok, yaitu, a) objek, yang
terbagi atas dua bagian yaitu objek material dan formal, b) bentuk
pernyataan, yang mencakup deksriptif, preskripsi, eksposisi pola, dan
rekonstruksi historis, c) ragam proposisi, terbagi pada tiga hal yaitu asas
ilmiah, kaidah ilmiah, dan teori ilmiah, d) ciri pokok, meliputi sistematisasi,
keumuman, rasionalitas, obyektivitas, veriafibilitas, dan komunikasi, e)
pemagian sistemis.
Struktur ilmu pengetahuan tersebut dalam perspektif Islam merupakan
struktur ilmu pengetahuan yang objeknya fisik.
B. Saran
Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan,
sebab tidak ada satu tulisan di muka bumi ini yang terhindar dari kecacatan selain al-
Qur’an. Untuk itu kami menyarankan kepada pembaca untuk memberikan sumbang
saran serta kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan makalah kami untuk yang
akan datang.
16
DAFTAR PUSTAKA
Badawi >, ‘Abd al-Rah }ma >n. Dira >sa>t fi al-Falsafah al-Wuju>diyyah. Bairu>t: Al-Mu’assasah al-‘Arabiyyah li al-Dira >sa >t wa al-Nasyr, 1980 M/1400 H.
Bahrum. “Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi”. Sulesena 8, no. 2 (2013): h. 35-45.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama. Bandung: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Ekawati, Dian. “Reorentasi Ontologi, Epistemology dan Aksiologi dalam Perkembangan Sains”. Tarbawiyah 10, no. 2 (Juli-September 2013): h. 75-84.
Jamin, Ahmad dan Norman Ohira, Filsafat Ilmu: Telaah Pengetahuan, Ilmu, dan Sain dalam Studi Islam. Bandung: Alfabeta, 2016.
al-Jirja>ni>, ‘Ali Ibn Muh }ammad. Kita>b al-Ta’rifa >t. Bairu >t: Da >r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1983 M/1403 H.
Kania, Dinar Dewi. “Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu,” dalam Adian Husaini, et. al. Filsafat Ilmu: Perspektif Barat dan Islam. Jakarta: Gema Insani, 2013.
Komariah. “Struktur Ilmu Pengetahuan”. Genealogi PAI 3, no. 2 (Juli-Desember 2016): h. 69-84.
Kuntjojo, “Filsafat Ilmu”, Diktat. Kediri: Program Studi Pendidikan Bimbingan Dan Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, 2009.
Rusuli, Izzatur dan Zakiul Fuady M. Daud. “ Ilmu Pengetahuan dari John Locke ke al-Attas”. Jurnal Pencerahan 9, no. 1 (Maret 2015): h. 12-22.
Saefuddin, AM. et.al. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998.