unud-331-1390956027-tesis final
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Bali merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi besar di bidang
pariwisata. Pulau Bali menjadi sangat dikenal oleh dunia internasional karena keindahan
alamnya, kesenian, berbagai ragam budaya dan tradisi sosial kemasyarakatan yang
dijiwai oleh agama Hindu. Tersedianya sarana dan prasarana penunjang seperti hotel,
restoran, biro perjalanan wisata dan yang lainnya, membuat kunjungan wisatawan ke Bali
semakin meningkat.
Salah satu Daerah Tujuan Wisata yang ada di Bali adalah Sanur. Daerah tujuan
Wisata Sanur adalah kawasan wisata yang terletak disebelah selatan pulau Bali, tepatnya
di sebelah timur Kota Denpasar. Perkembangan pariwisata di Sanur telah dimulai sejak
tahun 1930. Sanur mulai dikenal oleh dunia internasional sejak seorang pelukis Belgia
bernama AJ Le Mayuer datang ke Sanur pada tahun 1937 dan mulai mempromosikan
Sanur melalui karya lukisannya. Dalam perkembangan selanjutnya semakin banyak
wisatawan yang datang mengunjungi Daerah Tujuan Wisata Sanur. Hal ini merangsang
berdirinya berbagai fasilitas untuk wisatawan seperti akomodasi, makan dan minum,
serta penjualan kerajinan.
Seiring dengan berkembangnya industri pariwisata dan meningkatnya kompetisi
di antara tempat tujuan wisata, kebudayaan lokal menjadi hal yang berharga sebagai
produk dan aktivitas untuk menarik wisatawan. Gastronomi (tata boga) yang merupakan
2
salah satu budaya lokal mempunyai peran penting karena makanan juga bisa menjadi
pusat pengalaman wisatawan. Wisata gastronomi muncul dari keinginan para
wisatawan itu sendiri yang ingin mendapatkan pengalaman tidak saja dari keindahan
alam, tetapi juga dari produk makanan tradisional yang disajikan. Beberapa daerah tujuan
wisata menggunakan gastronomi sebagai alat penarik wisatawan dan banyak yang
menggunakan pariwisata untuk mempromosikan gastronomi. Pariwisata dan gastronomi
dapat mendukung jasa agrikultur seperti melihat pemandangan, tur pertanian, dan
mencicipi makanan lokal/tradisional. Sementara itu agrikultur dapat mendukung industri
pariwisata dalam hal menyediakan produk agrikultur untuk dijual ke wisatawan dan
kultivasi pemandangan sebagai objek wisata.
Makanan tradisional Indonesia adalah semua jenis makanan yang dibuat dan
diolah asli Indonesia, dengan menggunakan bahan lokal dan dengan cara pengolahan
yang beragam dan bervariasi, serta memiliki ciri khas daerah setempat, mulai dari
makanan utama, makanan selingan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
daerah tersebut. Makanan tradisional Indonesia yang kaya akan beraneka ragam bumbu
dan rempah-rempah dapat diharapkan menjadi potensi yang sulit untuk ditiru negara-
negara lainnya di dunia mengingat keunikan dan keberagamannya. Makanan tradisional
Indonesia bukan hanya sekedar berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pisik yang kaya
akan gizi makanan, akan tetapi juga berfungsi sebagai sumber gizi yang mengandung
unsur obat-obatan dan perawatan kecantikan yang sulit didijumpai pada makanan-
makanan nasional lainnya yang telah diterima secara internasional selama ini.
Apabila dihubungkan dengan upaya pemerintah Indonesia yang sedang gencar-
gencarnya memajukan pariwisata, maka kekayaan budaya berupa makanan tradisional
3
Indonesia yang sangat kaya ragamnya dapat menjadi aset berupa atraksi wisata yang
berharga. Hal ini bukanlah merupakan sebuah isapan jempol belaka mengingat ada
banyak Negara yang secara sengaja memperkenalkan pariwisatanya melalui daya tarik
wisata berupa makanan yang menjadi kekhasan dari Negara yang bersangkutan, seperti
Thailand dan Malaysia atau di Eropa seperti di Perancis, Italia, dan lain-lain.
Makanan sebagai salah satu aspek budaya suatu bangsa, dapat mencirikan
identitas bangsa tersebut. Misalnya saja Pizza dan Spaghetti dikenal sebagai salah satu
identitas bangsa Italia. Croissant dan French Bugette sebagai salah satu identitas bangsa
Perancis. Hamburger dan Hot Dog sebagai salah satu identitas bangsa Amerika, Sushi
dan Tepanyaki sebagai salah satu identitas bangsa Jepang, kari sebagai identitas bangsa
India, Lamb Kebab indentitas bangsa Arab, dan lain-lain. Bagaimana dengan Indonesia
yang memiliki potensi makanan yang begitu besar untuk dieksplorasi dan selanjutnya
diangkat ke ajang internasional.
Bertolak dari hal - hal tersebut di atas, makanan tradisional Indonesia sebagai
salah satu teknologi budaya fisik diperlukan untuk memperkuat daya tarik dan indentitas
bangsa yang besar ini, seperti halnya beberapa Negara yang dengan tegas memiliki
indentitas makanan nasionalnya yang secara aktif diperkenalkan kepada dunia dalam
rangka memperkuat indentitas bangsanya. Pengembangan aspek teknologi, bisnis di
bidang makanan dengan memperkenalkan kepada dunia, dapat menambah nilai ekonomi
(devisa) dan ketahanan nasional serta harga diri bangsa. Beragamnya jenis makanan
tradisional Indonesia sangat memungkinkan untuk menjadi tuan rumah pada daerah
tujuan wisata international baik dilihat dari gastronominya maupun komposisi menu.
4
Salah satu makanan tradisional Indonesia yang memiliki keunikan dari segi cita
rasa dan penggunaan bumbu adalah makanan tradisional Bali. Makanan tradisional/khas
Bali yang secara harafiah sudah berkembang sejak masuknya Agama Hindu di Bali, telah
menjadi makanan asli Bali, bukan saja untuk masyarakatnya, tetapi juga secara religius
diperuntukkan bagi para Dewa-Dewi sesuai kepercayaan mereka. Makanan khas
semacam ini digolongkan dalam lontar “Indik Maligia”, yang sangat berbeda dengan
makanan yang diperuntukkan bagi manusia Bali, yang dikelompokkan dalam lontar
“Dharma Caruban”.
Dengan semakin berkembangnya wisata minat khusus (wisata kuliner) dan
kemajuan dewasa ini, teristimewa dalam khasanah Bali yang sering dikunjungi
wisatawan manca negara dan Nusantara untuk menambah dan memperkaya khasanah
Budaya Bali, sudah patut disuguhkan menu makanan tradisional Bali. Mereka akan
menikmati suguhan dengan jenis olahan, jenis makanan, jenis penghidangan dan jenis
bumbu (basa) dan rasa yang sangat unik, sehingga dapat memberikan kepuasan terhadap
rasa dan kebutuhan gastronomi mereka dan menjadi kenangan sehingga tujuan mereka
ke-Bali bukan saja karena keindahan alam, namun juga karena kulinari yang mempesona
dan beragam. Namun demikian kenyataan yang ada sekarang ini justru makanan
tradisional Bali tidak begitu banyak disajikan di industri hotel dan restoran.
Hasil survey program magister kajian pariwisata Universitas Udayana tahun 2003
menunjukkan bahwa makanan tradisional lokal sebagai salah satu daya tarik wisata, akan
tetapi pada kenyataannya pemanfaatan makanan tradisional lokal sebagai daya tarik
wisata sangatlah rendah. Tidak jarang suatu usaha pariwisata yang bergerak di bidang
jasa boga di Bali, justru tidak menampilkan makanan tradisional lokal Bali, padahal jika
5
ketentuan untuk menampilkan makanan tradisional lokal pada setiap usaha yang
menyuguhkan jasa boga kepada wisatawan dibudayakan, banyak hal positif bisa didapat
termasuk pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis kerakyatan. Dengan
menampilkan makanan tradisional lokal suatu daerah, tentunya bahan makanan yang
digunakan juga bersumber dari daerah setempat, di mana akan terwujud nilai keunikan
bagi wisatawan yang belum pernah menikmati makanan tradisional Bali. Kesinambungan
penyajian makanan lokal dengan bahan lokal untuk wisatawan akan membantu persepsi
masyarakat dalam pemanfaatan lahan guna mendukung kepariwisataan. Lahan yang ada
tidak saja hanya dimanfaatkan sebagai sarana akomodasi, akan tetapi lahan juga
digunakan untuk bidang pertanian sekaligus sebagai penjaga kelestarian lingkungan
alami yang nantinya akan menjadi daerah tujuan wisata agro, sehingga dapat
meningkatkan nilai kehidupan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
Berdasarkan hasil pengamatan dari menu yang ditawarkan di beberapa hotel yang
berlokasi di kawasan Sanur, variasi jenis makanan lokal/khas Bali yang ditawarkan masih
belum begitu banyak atau belum bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri sebagai
salah satu ciri khas hotel-hotel di kawasan Sanur. Hotel lebih banyak menawarkan menu
makanan asing dibandingkan dengan menu makanan Bali. Padahal ada banyak variasi
menu tradisional Bali yang bisa ditawarkan kepada tamu yang berkunjung ke Bali. Hal
ini tentunya tidak sesuai dengan harapan pemerintah yang dituangkan melalui Perpres
Nomor 22 tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan
berbasis sumber daya lokal, dimana salah satu instansi yang didorong untuk memberikan
dukungan pengembangan PKMN adalah Departemen Pariwisata dan Kebudayaan serta
6
Departemen Perhubungan yang meminta kepada hotel/restoran/maskapai penerbangan
untuk menyajikan/menyediakan olahan pangan lokal atau makanan nusantara kepada
para pelanggan. Tabel 1.1 menunjukkan data mengenai jenis makanan tradisional Bali
yang ditawarkan oleh beberapa hotel di kawasan Sanur.
Tabel 1.1
Jenis Makanan Tradisional Bali yang ditawarkan oleh Hotel di Kawasan Sanur
No Nama Hotel Jenis makananyang Dijual
Cara penyajian
1 Inna Grand Bali Beach Betutu Lawar kelungah Lawar nangka Sate kakul Sate lilit ikan Jukut ares Tum sapi Tum babi Tum ayam Serombotan Bubur injin Batun bedil Kelepon
Prasmanan (Menu tersebut hanya ditawarkan untuk event-event tertentu )
2 Hotel sanur beach Iga babi panggang bumbu bali Ikan panggang sambel matah Bubur injin
Prasmanan
3 Bali Hyatt Betutu Lawar kuwir Sate lilit Ayam panggang bumbu Bali Ayam pelalah
Ala Carte
4 Mercure Resort Sanur ayam Betutu
5 Puri Santrian Seafood Kare A‟la Carte
6 Sanur Paradise Plaza Tuna Sambel Matah Be Sampi menyatnyat Be Pasih Suna Cekuh
7 Segara Village Nasi campur Ikan panggang sambel matah
A‟la Carte
8 Inna Sindhu Beach Ayam Betutu A „la Carte
9 Tanjungsari Ayam Betutu
A‟la Carte
7
Dari hasil wawancara dengan beberapa chef hotel di kawasan Sanur, belum
banyaknya variasi menu makanan tradisional Bali yang ditawarkan di industri pariwisata
bukan dikarenakan makanan tradisional Bali tidak disukai oleh tamu, akan tetapi lebih
dikarenakan oleh beberapa hal seperti proses pembuatan yang terlalu rumit dan banyak
menyita waktu, kemampuan SDM dalam membuat makanan tradisional Bali yang masih
rendah, dan daya simpan makanan tradisional Bali tidak bisa lama.
Sedikitnya variasi makanan tradisional Bali yang ditawarkan pada industri hotel
tersebut tentunya akan berpengaruh pada penggunaan bahan baku seperti bahan baku
hasil pertanian lokal tidak bisa dimanfaatkan lebih optimal dikarenakan lebih banyak
menggunakan bahan makanan dari luar Bali.
Melihat perkembangan jumlah kunjungan wisatawan ke Bali yang cenderung terus
meningkat serta berkembangnya wisata kuliner, prospek makanan tradisional Bali
sebagai menu untuk wisata kuliner masih sangat besar. Untuk itu sangatlah diperlukan
strategi bisnis yang tepat agar makanan tradisional Bali bisa diterima oleh wisatawan.
Perencanaan strategi merupakan proses penyusunan perencanaan jangka panjang
dengan menggunakan analisis lingkungan baik lingkungan internal maupun lingkungan
eksternal. Melalui perencanaan strategi yang tepat, sasaran perusahaan akan dapat
tercapai. Berdasarkan kondisi tersebut diatas, perlu dilakukan penelitian tentang strategi
pengembangan makanan tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur.
1.2 Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang, ada beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
8
1. Faktor-faktor internal dan eksternal apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam
menetapkan strategi pengembangan makanan tradisional Bali pada industri hotel
di kawasan Sanur.
2. Bagaimanakah strategi umum dan strategi alternatif pengembangan makanan
tradisional Bali pada industri hotel di kawasan Sanur.
3. Bagaimanakah prioritas penentuan strategi pengembangan makanan tradisional
Bali pada industri hotel di kawasan Sanur?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini secara umum memiliki tujuan untuk mengetahui sejauh mana hotel
dalam mengembangkan makanan tradisional Bali.
1.3.2 Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini memiliki tujuan :
1. Menganalisis lingkungan internal dan eksternal strategi pengembangan makanan
tradisional Bali pada industri hotel di kawasan Sanur.
2. Merumuskan strategi umum dan strategi alternatif pengembangan makanan
tradisional Bali pada industri hotel di kawasan Sanur.
3. Menentukan prioritas strategi yang harus dilakukan dalam pengembangan
makanan tradisional Bali pada industri hotel di kawasan Sanur.
9
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat praktis
1. Membantu pemerintah dalam mengambil kebijakan terhadap berbagai hal yang
terkait dan mendukung pengembangan makanan tradisional Bali sebagai makanan
yang disajikan pada wisatawan khususnya pada hotel dan restoran di kawasan
Sanur.
2. Memberikan sumbangan pemikiran dan informasi kepada pelaku pariwisata,
pemilik restoran dan rumah makan serta masyarakat setempat mengenai peluang,
ancaman, kekuatan dan kelemahan dari faktor internal dan eksternal yang terkait
dengan pengembangan makanan tradisional Bali untuk disajikan kepada
wisatawan pada hotel di kawasan Sanur.
1.4.2 Manfaat teoritis.
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan manfaat
akademis dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang Ilmu
Manajemen Stategi Pengembangan Produk, sekaligus sebagai sumbangan pemikiran bagi
para peneliti yang akan datang.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas strategi pengembangan makanan tradisional Bali pada
restoran yang ada di dalam hotel kawasan Sanur. Metode SWOT digunakan untuk
menganalisis strategi tersebut kemudian dilanjutkan dengan menggunakan Analisis
QSPM (quantitative strategic planning matrix). Penerapan analisis SWOT dalam
merumuskan strategi pengembangan makanan tradisional Bali pada hotel di kawasan
10
Sanur, pada intinya adalah menganalisis faktor internal dan eksternal dari makanan
tradisional Bali.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Strategi
Stanton (1996 : 40) menyatakan bahwa strategi adalah sebuah rencana dasar yang
luas dari suatu tindakan organisasi untuk mencapai tujuan. Chandler (dalam Rangkuti,
2006:3) menyatakan bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan
dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas
alokasi sumber daya.
Reid dan Bojanic (2006: 174) mendefinisikan strategi sebagai tata cara sebuah
organisasi menghubungkan, menanggapi, berintegrasi dan memanfaatkan lingkungan
sekitar. Strategi sebuah perusahaan akan berintegrasi dengan misi, tujuan dan rencana
tindakan sehingga bilamana strategi diformulasikan dengan baik maka akan sangat
membantu perusahaan dalam memaksimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki.
Dengan demikian, perusahaan mampu memperoleh tempat pada posisi yang lebih
strategis dibandingkan dengan posisi pesaing yang lain. Dalam kaitannya dengan upaya
pengembangan makanan tradisional Bali, maka peranan pemasaran adalah yang paling
menentukan. Penentuan formulasi strategi pemasaran yang tepat akan mampu memberi
keuntungan yang maksimal dalam usaha restoran.
Stoner dkk (1995 dalam Tjiptono 2002:3) mendefinisikan bahwa strategi
dibedakan atas dua perspektif yang berbeda, yaitu perspektif apa yang ingin dilakukan
oleh organisasi (intend to do) dan apa yang akhirnya dilakukan oleh organisasi
(eventually does). Berdasarkan perspektif yang pertama, strategi dapat didefinisikan
12
sebagai program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dalam
mengimplementasikan misinya. Makna yang terkandung dari strategi ini adalah para
manager memainkan peran yang aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi
organisasi. Perspektif yang kedua, strategi didefinisikan sebagai pola tanggapan atau
respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Pada definisi ini setiap
organisasi pasti memiliki strategi, meskipun strategi tersebut tidak pernah dirumuskan
secara eksplisit. Pandangan ini diterapkan bagi para manager yang bersifat reaktif, artinya
menanggapi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan secara pasif.
Jadi strategi dalam penelitian ini adalah suatu kesatuan rencana yang
komprehensif dan terpadu untuk mencapai keunggulan bersaing dalam mencapai tujuan
yang diwujudkan dalam bentuk program-program pengembangan. Dalam hal ini
pengembangan makanan tradisional Bali untuk mampu bersaing dengan makanan-
makanan dari negara lain, setidaknya mampu menjadi tuan rumah di daerah sendiri yaitu
Bali, khususnya di kawasan Sanur sehingga diharapkan dengan berkembangnya makanan
tradisional Bali, semua potensi lokal yang dimiliki mampu bersaing dan berkembang
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali secara umum.
2.2 Pengertian Pengembangan Produk
Pada dasarnya pengembangan produk adalah usaha yang dilakukan secara sadar
dan berencana untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan atau menambah jenis
yang sudah ada. Menurut Kotler (2002:3) produk memiliki pengertian yang luas yaitu
segala sesuatu yang ditawarkan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsikan sehingga dapat
memuaskan keinginan dan kebutuhan termasuk didalamnya adalah fisik, jasa, orang,
13
tempat, organisasi serta gagasan. Sedangkan, pengembangan produk menurut Kotler
(2000:374) adalah Tiap perusahaan harus mengembangkan produk baru. Pengembangan
produk baru membentuk masa depan perusahaan. Produk pengganti harus diciptakan
untuk mempertahankan atau membangun penjualan. Perusahaan dapat menambah produk
baru melaui akuisisi dan/atau pengembangan produk baru.
Pengembangan produk yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan mempunyai
berbagai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan, antara lain dapat berpengaruh
terhadap hasil penjualan dan laba perusahaan. Kotler (1997:300) menyatakan bahwa
pengembangan produk atau produk baru dapat memberikan dua macam sumbangan
keuntungan. Pertama, apabila pengembangan produk atau produk baru itu berhasil
diterima oleh konsumen maka laba perusahaan akan meningkat. Yang kedua, apabila
proses pengembangan produk baru berhasil maka perusahaan akan membentuk suatu
organisasi yang lebih efektif ketika akan melaksanakan proses pengembangan produk
selanjutnya.
Menurut Buchari (2000:101) tujuan pengembangan produk adalah: (1) untuk
memenuhi keinginan konsumen yang belum puas, (2) untuk menambah omzet penjualan,
(3) untuk memenangkan persaingan, (4) untuk mendayagunakan sumber-sumber
produksi, (5) untuk meningkatkan keuntungan dengan pemakaian bahan yang sama,
(6) untuk mendayagunakan sisa-sisa bahan, (7) untuk mencegah kebosanan konsumen,
dan (8) untuk menyederhanakan produk, pembungkus.
Dengan diterimanya proses pengembangan produk oleh konsumen, perusahaan
akan mendapatkan dua macam keuntungan yaitu dengan meningkatnya laba karena
14
meningkatnya hasil penjualan dan perusahaan akan lebih efektif ketika akan
melaksanakan proses pengembangan produk selanjutnya.
Dari pengertian dan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengembangan produk merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan hasil
penjualan.
2.3 Pengertian Pemasaran
Chartered Institute of Marketing (dalam Holloway, 2004:7) merumuskan definisi
marketing sebagai berikut: “Marketing is the management function which organizes and
directs all those business activities involved in assessing customer needs and converting
customer purchasing power into effective demand for a specific product or service, and
in moving that product or service to the final consumer or user so as achieve the target
or other objective set by the company or other organization”. Definisi tersebut dapat
diartikan sebagai berikut:
“Pemasaran adalah fungsi manajemen yang mengorganisasikan dan mengatur semua
kegiatan bisnis termasuk meramalkan kebutuhan konsumen dan mengubah daya beli
konsumen menjadi kebutuhan yang efektif terhadap produk atau jasa tertentu, serta
membawa produk atau jasa tersebut kepada konsumen atau pemakai akhir sehingga dapat
mencapat sasaran atau tujuan-tujuan lain yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau
organisasi”.
Abbey (2003: 5), merumuskan pengertian pemasaran sebagai berikut:
“Marketing is the study and management of the exchange process. It involves those
things that the property will do to select a target market and stimulate or alter that
15
market’s demand for the property services. While marketing includes sales, it also
includes a number23 of other elements: research, action strategies, advertising, publicity,
and sales promotion, as well as a means to monitor the effectiveness of the marketing
program”. Pengertian pemasaran menurut Abbey (2003) tersebut dapat diartikan sebagai
berikut: “Pemasaran adalah studi dan manajemen dari proses pertukaran. Pemasaran
meliputi hal-hal yang akan dilakukan oleh perusahaan untuk memilih sebuah target pasar
dan mendorong atau merubah permintaan pasar bagi kepentingan perusahaan. Pemasaran
meliputi penjualan dan beberapa elemen lain yaitu: riset, tindakan strategis, periklanan,
publisitas dan promosi penjualan, yang arti sebenarnya adalah untuk memonitor
keefektifan program-program pemasaran”.
Menurut Kotler dkk (2002:12), pemasaran (marketing) adalah proses sosial dan
manajerial yang mengakibatkan individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan melalui penciptaan produk dan nilai, serta pertukaran produk dan
nilai yang membedakannya dengan pihak lain.
Kesimpulan yang diperoleh dari berbagai pendapat di atas, yaitu bahwa
pemasaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh manajemen organisasi secara terus-
menerus dan berkelanjutan untuk merencanakan, meneliti, mengimplementasikan,
mengawasi, dan melakukan penilaian terhadap berbagai aktifitas yang dirancang untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta untuk mencapai tujuan atau
kepuasan organisasinya.
16
2.4 Makanan Tradisional
2.4.1 Pengertian makanan tradisional
Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976:1088) tradisional memiliki
makna sebagai sesuatu yang sifatnya turun temurun dan menurut adat suatu daerah atau
kawasan, sedangkan makanan memiliki arti sesuatu yang dimasukkan melalui mulut yang
berfungsi memberi nutrisi kepada tubuh sehingga pengertian makanan tradisional secara
sederhana berarti sebagai segala sesuatu yang dikonsumsi masyarakat suatu daerah secara
turun temurun guna memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya.
Pendapat Ernayanti (2003;2) dalam Ensiklopedi Makanan Tradisional di Pulau
Jawa dan Pulau Madura memberikan pengertian tentang makanan tradisional memiliki
nilai budaya, tradisi, serta kepercayaan yang bersumber pada budaya lokal (local
indigenous). Sangat berpengaruh terhadap pola makanan suku-suku di Indonesia,
termasuk diantaranya pemilihan bahan mentah, corak dan tradisi makan, kebiasaan
makan dan cara penyajian. Makanan tradisional suatu daerah bisa menjadi cermin
peradaban dan budaya suatu daerah, akan tepat disuguhkan serta dinikmati oleh
masyarakat setempat pula.
Berkaitan dengan makanan tradisional Bali (MTB), pengertian makanan dalam
kognitif orang Bali meliputi konsep halal dan enak. Apabila mereka dihadapkan pada
makanan yang terwujud sebagai benda atau zat yang disuguhkan sebagai makanan, maka
kriteria halal atau tidak halal, dan enak atau tidak enak merupakan landasan utama dalam
melakukan pilihan (Suci, 1986:24).
Dari beberapa pengertian tersebut, makanan tradisional Bali dapat diartikan
sebagai makanan yang diolah dan dibuat oleh masyarakat lokal Bali secara turun temurun
17
dengan menggunakan perpaduan bumbu lokal (basa) yang memiliki rasa dan aroma
spesifik yang tidak dimiliki oleh daerah lainnya.
Dengan semakin berkembangnya makanan tradisional, akan memberikan
kesempatan bagi masyarakat lokal untuk bisa bersaing di era pasar bebas, termasuk Bali
yang menjadi daerah tujuan wisata dunia. Berbagai wisatawan dari berbagai negara
berbaur di Bali sebagai daerah tujuan wisata yang sebenarnya memiliki berbagai ragam
makanan tradisional. Keberagaman makanan tradisional Bali teramat sangat mendukung
untuk mewujudkan makanan tradisional Bali sebagai tuan rumah pada daerah tujuan
wisata international baik dilihat dari gastronominya maupun komposisi menu.
2.4.2 Pengembangan makanan tradisional
2.4.2.1 Adaptasi pengolahan makanan
Sejarah perkembangan pengolahan makanan dimulai sejak zaman abad sebelum
masehi, yang mulai mengolah makanan dengan menerapkan panas dengan cara yang
sederhana. Perkembangan teknik pengolahan dan penyajian makanan menimbulkan
adanya aliran – aliran dalam gastronomi. Misalnya classical cooking, nouvele cuisine,
fusion food, courtesy food, sampai yang dinamakan moleculer gastronomie. Dalam
Classical cooking para juru masak dengan fanatik menerapkan teknologi pengolahan
tradisional dengan sebaik-baiknya. Noevele Cuisine mulai melakukan perubahan pada
bahan – bahan, mengingat tidak selalu mudah didapatkan disuatu daerah tertentu, namun
nouvele cuisine masih memegang teguh teknik memasak secara tradisional. Kaum muda
mulai bosan dan protes karena merasa kreativitasnya mati bila ketat terkungkung pada
pakem tradisional. Mereka mulai mengekspresikan kreativitasnya baik dalam
18
pengolahan, eksplorasi bahan-bahan, maupun tehnik penyajian, dan lahirlah fussion food,
yang lebih bebas tidak terikat pakem-pakem yang kaku, mereka memfungsikan segala
potensi kuliner yang ada tanpa batas. Sebagian ingin menyajikan hasil pengolahannya
apa adanya sesuai dengan bahan dasarnya yang alami (courtesy food).
Dalam pengolahan makanan tradisional Bali, cara pengolahan/memasak dan alat-
alat memasak atau teknologi merupakan dua aspek yang perlu diperhatikan. Terkait
dengan pengolahan/cara memasak tidak bisa lepas dari faktor sumber daya manusianya.
Mereka dituntut profesional dalam mengadaptasikan seni kuliner Bali. Pada hotel
pekerjaan memasak cenderung lebih banyak dilakukan oleh kaum laki-laki karena
makanan yang dibuat dalam jumlah yang banyak dan alat yang digunakan adalah
peralatan yang modern dan heavy duty. Alat-alat yang digunakan dalam memasak tidak
lagi mempergunakan alat-alat tradisional. Tujuan mempergunakan alat-alat yang modern
adalah agar lebih produktif, efektif, dan efisien. Selain itu penggunaan alat yang modern
juga dimaksudkan untuk memberikan kesan yang lebih higienis.
2.4.2.2 Adaptasi penyajian makanan
Pelayanan merupakan tugas dari seorang pramusaji, terutama bagi tamu yang
makan dan minum di restoran sehingga tamu dilayanai secara profesional. Fandy
Ciptono (1996:6) mendefinisikan pelayanan sebagai berikut; ”service adalah setiap
tindakan dan perbuatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang
pada dasarnya bersifat tidak berwujud fisik (intangible) dan tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu”. Pada setiap restoran pasti akan menawarkan pelayanan yang
19
sebaiknya dan dapat memuaskan bagi pelanggan (customer) yang datang, karena tamu
adalah raja.
Dalam dunia pariwisata, budaya barat akan berpengaruh terhadap tata cara
penyajian seni kuliner Bali. Seni kuliner Bali bisa meniru salah satu bentuk penyajian
makanan asing. Sudiara (1999:48) mengemukakan, ada beberapa jenis penghidangan
yaitu: (1) American service adalah pelayanan makanan yang paling sederhana, makanan
sudah disiapkan di atas piring tamu oleh juru masak (cook) dan disajikan di hadapan
tamu, makanan dan minuman disajikan dari sébelah kanan tamu, dan peralatan kotor
diangkat dari sébelah kanan tamu searah jarum jam. American Service digunakan untuk
menyajikan makanan kepada tamu yang mebutuhkan pelayanan cepat pada restoran yang
tidak formal dan membutuhkan prosedur penyajian makanan yang sederhana. (2) French
service disebut juga ”service a’la ritz” yaitu penyajian makanan menggunakan kereta
dorong (gueridong) yang berfungsi sebagai tempat untuk memasak dan memporsikan
makanan di atas piring tamu kemudian disajikan di atas meja tamu. Proses ini dilakukan
di hadapan tamu di atas gueridon. Dalam penghidangan makanan ini ada petugas yaitu
chef de rang yang bertugas meracik, memasak, dan mengatur makanan di tas piring tamu,
serta Commis de Rang yang bertugas menghidangkan makanan kehadapan tamu dari
sébelah kanan tamu searah jarum jam. (3) English service pelyanan ini dilakukan untuk
Dinner yang bertempat di ruangan khusus (private room), makanan diatur di atas pingan
(platter) kemudian dibawa dari dapur dan diletakan di atas meja tamu bersama, pramusaji
selalu siap sedia apabila diminta untuk menyajikan makanan kepada tamu yang
dihormati oleh tuan rumah (host) atau kepada tamu yang lain. (4) Russian Service
disebut juga dengan platter service yaitu suatu pelayanan makanan yang sudah, dimasak,
20
diporsikan di dapur, serta diberikan hiasan di dapur di atas platter. Makanan tersebut
kemudian dibawa kehadapan tamu dan dipresentasikan, sestelah itu diporsikan di atas
piring yang sudah diletakkan di hadapan tamu terlebih dahulu dengan menggunakan
sendok dan garpu (Clam) dari sébelah kiri tamu berlawanan dengan arah jarum jam.
(5) Banquet service adalah penyajian makanan untuk tamu dalam jumlah banyak yang
biasanya terdapat pada acara-acara khusus. Para pramusaji biasanya mengatur meja
dengan American setting yang juga dengan menú yang akan disajikan. (6) Family
Service adalah modifikasi dari American service, semua yang dibutuhkan seperti alat
memasak, dan memporsi makanan sudah dilakukan di dapur. Makanan ditempatkan di
atas piring saji, dan diberi hiasan (garnish) kemudian diletakan di tengah– tengah meja
tamu. Tamu dapat mengambil makanan memporsi makanan sendiri sesuai dengan
dengan keinginannya. Makanan bisa diisi lagi oleh pramusasji apa bila tamu
menginginkannya. (7) Buffet service adalah pelayanan makanan dimana peralatan dan
makanan sudah disiapkan di atas meja buffet (buffet table) dalam jumlah banyak. Tamu
dipersilahkan mengambil makanan sendiri yang diinginkan, tugas pramusaji hanya
menyajikan makanan dan minuman ataupun jenis makanan yang sengaja tidak disediakan
di atas meja buffet, dan mengangkat peralatan kotor dari meja tamu. Dan (8) Risjttafel
service merupakan penyajian makanan yang telah diadaptasi dari penyajian tradisional
menjadi ala Belanda. Penyajian ini sering digunakan ketika melayani kolonial Belanda
ketika masih berkuasa di Indonesia. Sampai sekarang penyajian seperti ini masih
diterapkan tidak saja untuk melayani orang/wisatawan Belanda, namun juga untuk
wisatawan yang menyukai masakan Indonesia. Makanan disiapkan diatas meja, dimana
21
nasi merupakan makanan utama diporsikan oleh pramusaji dan juga lauk pauknya
disajikan diatas piring tamu dengan menggunakan peralatan khusus.
2.4.2.3 Peningkatan kualitas makanan
Kualitas makanan adalah mutu dari makanan itu sendiri. Kualitas makanan sangat
dipengaruhi oleh penampilan, rasa, aroma, tekstur, suhu pada saat dihidangkan, warna
makanan, dan karakter makanan. Kualitas makanan sangat mempengaruhi kepuasan dari
pada tamu yang menikmati makanan yang disajikan. Pauli (1979 : 11) menyatakan mutu
atau kualitas makanan dipengaruhi oleh: (1) Presentation yaitu penampilan makanan
yang menarik akan membangkitkan selera makan sehingga akan timbul keinginan untuk
menikmatinya. Misalnya penataan dan kombinasi warna yang tepat dan penyajian yang
sesuai. (2) Taste and flavor yaitu aroma makanan yang sedap menimbulkan keinginan
untuk merasakan makanan tersebut. Rasa dan aroma makanan yang dihidangkan harus
sesuai dengan bahan utama, bumbu maupun saus yang digunakan dalam pengolahan.
(3) Texture makanan yang baik adalah sesuai dengan jenis makanan tersebut. Metode
memasak maupun bahan makanan yang tepat dapat mempengaruhi tekstur.
(4) Temperature yaitu menyajikan makanan harus sesuai dengan suhu dari jenis makanan
tersebut misalnya makanan panas dihidangkan panas atau makanan dingin dihidangkan
dingin. (5) Color of Food yaitu warna makanan yang menarik adalah segar dan alami
akan menimbulkan selera makan dibandingkan dengan makanan gosong atau berwarna
pucat. Dan (6) Character of Food adalah untuk membedakan jenis makanan yang satu
dengan yang lain maka setiap makanan memiliki karakter atau ciri khas tersendiri, seperti
rasa, aroma makanan tersebut, hiasan, saus, maupun tekstur makanan tersebut.
22
Agar dapat bersaing dengan makanan asing lainnya, produk makanan tradisional
Bali harus selalu memperhatikan kualitas secara keseluruhan baik dari segi penampilan,
rasa dan aroma, tekstur, suhu pada saat penghidangan, warna makanan, dan karakter
makanan, serta dari segi kebersihan dan kesehatan. Jika produk yang ditawarkan dari segi
kwalitas tidak memenuhi standar kualitas makanan secara internasional tentu akan kalah
bersaing dengan produk makanan asing lainnya. Selama ini makanan tradisional Bali
yang dibuat di hotel hanya mengandalkan rasa saja. Penggunaan resep baku yang standar
belum digunakan oleh hotel secara seragam sehingga menghasilkan rasa yang berbeda
dan tidak konsisten. Oleh karena itu, para ahli kuliner Bali harus memikirkan cara untuk
membakukan resep-resep makanan tradisional Bali agar dapat diterima dan dikonsumsi
oleh wisatawan.
2.5 Pengertian Hotel dan Restoran
Menurut surat keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi nomor
KM.94/HK.103/MPPT – 87 Bab I pasal 1 hotel memiliki pengertian yang berbunyi:
Hotel adalah salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh
bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan, penginapan, makanan dan minuman serta
jasa lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial.
Webster (dalam Sihite 2006 : 51) mendefinisikan hotel adalah suatu bangunan
atau suatu lembaga yang menyediakan kamar untuk menginap, makan dan minum, serta
pelayanan lainnya untuk umum. Sedangkan restoran menurut Keputusan Menteri
Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi No.KM.94/HK.103/MPPT-87, restoran adalah salah
satu usaha jasa pangan yang bertempat di seluruh atau sebagian bangunan yang
23
permanen, dilengkapi fasilitas untuk menyiapkan, pengolahan, penyajian dan
penyimpanan makanan dan minuman untuk umum yang diatur berdasarkan peraturan
yang berlaku. (Sihite 2006 : 122) mendifinisikan restoran sebagai salah satu outlet dari
bagian makanan dan minuman yang fungsinya menjual dan melayani makanan dan
minuman kepada tamu-tamu hotel, baik tamu yang menginap maupun tamu yang tidak
menginap dan menikmati hidangan di restoran tersebut.
2.5.1 Jenis – jenis restoran
Menurut Sugiarto dan Sulartiningrum (2003) restoran diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu restoran di dalam hotel dan restoran di luar hotel.
2.5.1.1 Jenis-jenis restoran di dalam hotel
1. Formal dining room
Yaitu restoran mewah yang dirancang secara eksklusif untuk memberikan kepuasan
kepada tamu-tamunya. Contoh formal dining room yaitu rotisserie, grill room dan
supper club.
2. Informal dining room
Informal Dining Room merupakan restoran yang menyediakan produk/pelayanan
yang sifatnya lebih murah dan sederhana dibandingkan Formal Dining Room.
Contoh Informal Restaurant di dalam hotel adalah Coffee Shop dan Cafetaria.
3. Specialities Restaurant
Yaitu restoran yang berada di hotel yang menyediakan makanan/masakan khusus,
baik asal daerah (negara) maupun bahan utama makanan tersebut. Contoh
specialities restaurant berdasarkan asal masakan misalnya restoran Jepang, restoran
24
Indonesia, restoran Italia dan sebagainya. Sedangkan specialities restaurant yang
berdasarkan bahan utama masakan misalnya vegetarian restaurant, seafood
restaurant dan sebagainya.
2.5.1.2 Jenis-jenis restoran di luar hotel
Restoran di luar hotel terdiri dari:
1. Automat Restaurant/Vending Machine
Yaitu restoran yang menggunakan mesin otomatis untuk membayar dan mengambil
makanan yang dikehendaki denagn memasukkan sejumlah koin sesuai dengan harga
makanan yang tertera.
2. Delicatessen
Delicatessen adalah restoran yang khusus menjual makanan seperti ham, sausage, bacon,
dan sebagainya.
3. Bistro
Bistro adalah restoran kecil, model dari Negara Perancis. Restoran ini biasanya terdapat
di sekitar kawasan pertokoan atau pusat-pusat perbelanjaan yang banyak dilalui orang-
orang.
4. Canteen
Canteen atau kantin adalah restoran yang menyediakan makanan kecil (refreshment).
Pada awal sejarahnya jenis restoran ini berada pada barak militer. Sekarang istilah kantin
banyak digunakan sebagai restoran untuk karyawan pada perusahaan atau berada di
kawasan perkantoran.
25
2.5.2 Produk restoran
Produk restoran menurut Kotas dan Jayawardena (1994:21-22) terdiri atas elemen
tangible dan intangible. Elemen tangible di restoran adalah produk nyata berupa
makanan dan minuman. Sedang elemen intangible terdiri dari kualitas pelayanan
makanan dan minuman, dekorasi, hiburan atau intertainment atau pemandangan dan
suasana atau atmosfir di restoran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa semakin tinggi status
sosial dan daya beli tamu maka semakin tinggi pula harapan tamu terhadap elemen
intangible dari produk restoran. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah status sosial
dan daya beli tamu, maka harapan tamu akan lebih terfokus pada elemen tangible dari
produk restoran.
2.5.3 Konsep restoran
Sebuah konsep restoran terdiri dari lima elemen (Hsu dan Powers, 2002:177-178),
yaitu:
1. Menu.
Konsep elemen ini meliputi restoran mulai dari yang menawarkan satu jenis menu
(hidangan), seperti restoran Es Krim, restoran Kue Donat, sampai kepada restoran
yang menawarkan menu atau hidangan lengkap yang terdiri dari hidangan
pembuka, sup, hidangan utama dan hidangan penutup.
2. Strategi produksi makanan
Beberapa restoran menawarkan hidangan yang cepat saji, seperti hamburger,
kentang goreng, dan sandwich, sedangkan restoran lainnya menawarkan makanan
26
yang memerlukan pengolahan lama dan rumit seperti seperti pada jenis restoran
klasik.
3. Pelayanan (service)
Pelayanan di restoran sangat bervariasi tergantung dari jenis restoran tersebut. Ada
restoran yang menawarkan makanan pelayanan formal atau mewah, dan ada
restoran yang menawarkan pelayanan sederhana seperti pelayanan prasmanan.
4. Harga (pricing)
Harga yang ditawarkan oleh restoran sangat bervariasi. Ada restoran yang
menawarkan harga hidangan murah, sedang, dan ada restoran yang menawarkan
harga mahal.
5. Dekorasi atau suasana atau lingkungan (décor/ambience/environment)
Dekorasi atau suasana yang ditawarkan oleh restoran sangat bervariasi, tergantung
dari tema restoran itu sendiri. Ada restoran yang menawarkan suasana romantis,
suasana santai, suasana yang mewah, atau yang suasananya menampilkan ciri khas
suatu daerah atau negara (Hsu dan Power, 2002 :177-178).
2.5.4 Pengembangan produk restoran
Pengembangan produk restoran merupakan bagian dari kegiatan untuk
menciptakan hubungan antara konsumen dan produk berdasarkan karakteristik dari
produk restoran. Miner (1996: 36) menyarankan bahwa pengembangan produk atau
kreasi menu sebuah restoran sebaiknya dimulai atau diakhiri berdasarkan keinginan
konsumen restoran. Oleh karena itu, kreasi menu sebaiknya tidak dilakukan berdasarkan
pada usaha untuk meniru atau menduplikasi produk (menu) pesaing atau berdasarkan
27
pada pendapat dari staf/manajemen restoran. Oleh karena itu, pelanggan adalah sumber
utama atau informan terbaik bagi pengembangan produk (kreasi menu) restoran. Hal
kedua yang ditekankan dalam pengembangan produk restoran oleh Miner (1996: 37)
adalah pentingnya diferensiasi produk dan pelayanan restoran untuk mengurangi dampak
negatif persaingan antar usaha restoran pada suatu kawasan. Terdapat tiga pihak yang
harus terlibat dalam penyusunan atau kreasi menu baru, yaitu dimulai dari (keinginan)
konsumen sebagai pihak pertama, kepala juru masak (chef) sebagai pihak kedua, dan
manajemen restoran sebagai pihak ketiga. Miner (1996: 39) menyusun sebuah model
pengembangan produk restoran seperti dipaparkan pada Gambar 2.1
28
Gambar 2.1
Model Pengembangan Produk Restoran
Sumber: Miner (1996: 39)
Ide produk (Product ideas)
Persaingan
Konsumen
Staf internal restoran/rumah makan
Publikasi
Evaluasi awal
Manajemen (komite)
restoran/rumah makan
Reaksi konsumen
Menahan/menyaring (intercepts)
Fokus grup
Uji sensoris (Sensory testing)
Staf internal
Intercepts
Juri (Panels)
Regional tests
Uji lapangan (field testing)
Outlet restoran/rumah makan
Wawancara exit-intercept
Grup fokus
Pengenalan produk
Promosi menu
29
2.6 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal
Analisis lingkungan dimaksud untuk mencoba mengidentifikasi kekuatan
(strenghts) dan peluang (opportunities) yang perlu segera mendapatkan perhatian dan
pada saat yang sama diarahkan untuk mengetahui kelemahan (weaknesses) dan ancaman
(threats) yang perlu mendapatkan antisipasi (Suwarsono, 1998 : 6).
2.6.1 Analisis lingkungan internal
Analisis lingkungan internal memberikan gambaran bahwa perusahaan memiliki
kekuatan (strenghts) ataupun kelemahan (weaknesses) dibidang manajemen produksi,
operasi pemasaran, dan distribusi, organisasi, sumberdaya manusia, keuangan dan
akuntansi (Suwarsono, 1998 : 10). Menurut Kotler (2002 : 12), faktor-faktor lingkungan
internal terdiri atas perusahaan, pemasok, perantara, pemasaran, pesaing, dan masyarakat.
Sedangkan, menurut Swasta (1998 : 26) lingungan internal adalah lingkungan
dalam perusahaan yang dapat dikendalikan oleh pihak manajemen. Perusahaan
mempunyai tujuan untuk mencapai pasar yang dituju dan memuaskan konsumen. Untuk
mencapai tujuan tersebut manajemen dapat menggunakan dua kelompok faktor internal,
yaitu: (1) sumber-sumber bukan pemasaran (non marketing) seperti kemampuan
produksi, keuangan, personalia, lingkungan perusahaan, dan sebagainya; (2) komponen
bauran pemasaran, yaitu produksi, harga, promosi, dan tempat.
Reksohadiprojo (1992:23) konsep analisis lingkungan internal berkenaan dengan
situasi persaingan yang ketat dan harus dihadapi perusahaan. Faktor tersebut terdiri atas
profil langganan, posisi persaingan, saluran distribusi, pemasok. Lingkungan ini
30
memberikan tantangan bagi perusahaan saat perusahaan harus berjuang memasarkan
barang atau jasa-jasanya dengan cara menguntungkan.
2.6.2 Analisis lingkungan eksternal
Analisis lingkungan eksternal tersusun dari sekumpulan kekuatan-kekuatan yang
timbul dan berada diluar jangkauan serta biasanya terlepas dari situasi operasional suatu
perusahan. Faktor-faktor yang terdapat pada analisis lingkungan eksternal adalah politik,
ekonomi, sosial, dan teknologi. Keempat faktor ini dapat mempengaruhi analisis
lingkungan eksternal (Reksohadiprojo, 1992:32).
Menurut David (2000:13) faktor-faktor analisis lingkungan eksternal terdiri atas
sosial ekonomi, teknologi, kebijakan dan peraturan pemerintah, telah menjadi
pertimbangan yang semakin penting bagi perusahaan atau organisasi akhir-akhir ini
dalam merumuskan strategi guna mencapai sasaran yang diinginkan perusahaan atau
organisasi tersebut.
2.7 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats)
SWOT merupakan suatu analisis yang dapat dipergunakan untuk merumuskan
strategi, yang terdiri atas analisis keunggulan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang
dihadapi oleh suatu perusahaan untuk mencapai tujuan.
Dalam mengembangkan alternatif strategi, dapat dilakukan dengan alat bantu
analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) yang didasarkan
pada situasi lingkungan internal dan eksternal. Rangkuti (2006 : 18), menyatakan bahwa
untuk merumuskan strategi didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
31
(Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Setelah semua informasi terkumpul, baik analisis lingkungan internal maupun
analisis eksternal, tahap berikutnya adalah mengembangkan alternatif strategi. Untuk
merumuskan strategi dapat dipergunakan alat bantu berupa matrik SWOT yang dapat
menggambarkan bagaimana peluang (opportunities) dan ancaman (threats) eksternal
yang dihadapi perusahaan atau organisasi, yang selanjutnya disesuaikan dengan kekuatan
(strengths) dan kelemahan (weaknesses) internal yang dimilikinya. Matrik ini mampu
menghasilkan empat set kemungkinan strategi seperti yang dipaparkan berikut ini.
1. Strategi SO (Strengths – Opportunities) yaitu memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2. Strategi ST (Strengts – Threats) yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang
dimiliki untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi WO (Weaknesses – Opportunities), strategi ini diterapkan berdasarkan
peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT (Weaknesses – Threats), strategi ini didasarkan pada kegiatan yang
bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman.
32
Adapun matrik analisis SWOT dimaksud sebagai berikut
IFAS
EFAS
Strength (S)
Tentukan 5-10
Faktor-faktor Kekuatan
Internal
Weaknesses (W)
Tentukan 5 – 10
Faktor-faktor Kelemahan
Internal
Opportunities (O)
Tentukan 5 – 10
Faktor Peluang
Eksternal
Strategi SO
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
Strategi WO
Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan
peluang
Threats (T)
Tentukan 5 -10
Faktor Ancaman
Eksternal
Strategi ST
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
Strategi WT
Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk menghindari
ancaman
Gambar 2.2 Matriks SWOT
Sumber: Rangkuti (2006: 31)
2.8 Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)
Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif atau Quantitative Strategic Planning
Matrix (QSPM) dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif
yang layak. Teknik ini secara sasaran menunjukkan strategi alternatif mana yang terbaik.
QSPM adalah alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi strategi
alternatif dan objektif, berdasarkan pada faktor-faktor kritis untuk sukses eksternal dan
internal yang dikenali sebelumnya. Sifat positif dari QSPM adalah bahwa setting strategi
yang dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan. Tidak ada batas untuk jumlah
strategi yang dapat dievaluasi atau diperiksa sekaligus. Sifat positif lainnya adalah alat ini
mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang
33
terkait ke dalam proses keputusan. Mengembangkan QSPM membuat faktor-faktor kunci
lebih kecil kemungkinannya terabaikan atau diberi bobot secara tidak sesuai.
Keterbatasan analisis QSPM yaitu memerlukan penilaian intuisi yang baik dari
ahli strategi, terutama dalam hal penentuan peringkat, nilai daya tarik dan keputusan
subyektif. Walaupun demikian, prosesnya tetap menggunakan informasi obyektif.
2.9 Hasil Kajian Emperik
Penelitian Sri Sadjuni (2006) ”Ekspektasi dan Persepsi Wisatawan Terhadap
Gastronomi Makanan Bali”dimana dalam pengolahan dan penyajian hasil penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan teori pemasaran dan kepuasan
pelanggan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah di olah diketahui bahwa gastonomi
makanan Bali sudah memenuhi ketentuan utama sebagai makanan yang disajikan kepada
wisatawan.
Ditinjau dari strukturnya, susunan menu makanan tradisional Bali sudah memiliki
komposisi yang lengkap, sebagai makanan pembuka, sebagai sop dan sebagai makanan
utama, serta makanan penutup sudah ada. Komposisi nilai gisi, harga jual juga memadai
termasuk kualitas pramusaji dan alat saji sehingga secara keseluruhan ekspektasi dan
persepsi wisatawan terhadap makanan Bali sangat tinggi.
Berdasarkan kondisi tersebut bisa dikatakan bahwa wisatawan merasa sangat
puas. Potensi yang optimal pada makanan tradisional Bali sesuai dengan penelitian
Sri Sajuni (2006), mendasari pemikiran dalam penelitian ini bahwa perlu untuk diketahui
potensi dari makanan tradisional/khas Bali dan pembenahan strategi untuk
mengembangkan makanan tradisional/khas Bali di Hotel kawasan Sanur.
34
Kajian Shirtha (1998) mengenai makanan tradisional Bali, menyatakan bahwa
makanan khas Bali tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup manusia sehari-hari,
tetapi juga terkait dengan kepentingan upacara adat yang bernafaskan agama Hindu. Bila
dilihat dari wujud kebudayaan, makanan tradisional Bali merupakan kebudayaan fisik,
namun terkait dengan sistem sosial tampak dalam pembuatannya, khusus dalam upacara
adat melibatkan krama banjar (sekehe), dan mereka tidak sekedar membuat makanan
(olahan) untuk sesajen.
Dengan kemajuan industri pariwisata, memberi dampak positif kepada makanan
tradisional karena tidak saja memiliki nilai ritual dan nilai sosial, tetapi makanan juga
memiliki nilai ekonomi sehingga makanan sebagai salah satu aspek pelayanan wisata
(catering trade) atau sebagai mata pencaharian seperti cafe, warung, restoran dan
sebagainya. Bila dilihat dari aspek teknologi, makanan sebagai alat pemuas, karena
makanan memiliki nilai kenikmatan yang berkaitan dengan rasa enak (satisfaction)
menurut selera masing-masing (Sirtha, 1998:63).
Dalam tulisan tersebut dinyatakan bawa potensi makanan tradisional amatlah
tinggi sebagai daya tarik wisatawan mengingat keunikan rasa, penyajian maupun nilai
budaya yang terkandung di dalamnya. Nilai ekonomi yang terkandung dalam
pengembangan makanan tradisional juga amat berpengaruh sehingga kajian tersebut
dijadikan inspirasi penelitian ini.
35
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL
Bali merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi besar di bidang
pariwisata. Pulau Bali menjadi sangat dikenal oleh dunia internasional karena keindahan
alamnya, kesenian, berbagai ragam budaya dan tradisi sosial kemasyarakatan yang
dijiwai oleh agama Hindu. Tersedianya sarana dan prasarana penunjang seperti hotel,
restoran, biro perjalanan wisata dan yang lainnya, membuat kunjungan wisatawan ke
Bali semakin meningkat.
Tersedianya fasilitas akomodasi dan makan dan minum di kawasan Sanur tidak
diikuti dengan penawaran potensi lokal yang dimiliki seperti potensi makanan
tradisional Bali. Hotel dan restoran lebih banyak menawarkan jenis makanan asing
dibandingkan makanan tradisional Bali. Untuk mengatasi hal tersebut dengan dilandasi
oleh konsep dan teori yang relevan dipandang perlu untuk merumuskan alternatif
strategi dan program pengembangan produk makanan tradisional Bali pada industri hotel
di Kawasan Pariwisata Sanur.
Strategi pengembangan makanan tradisional Bali menjadi sangat penting karena
potensi lokal Bali khususnya makanan tradisional Bali belum mampu menjadi tuan
rumah di daerahnya sendiri. Hal ini terjadi karena hotel-hotel di kawasan Sanur lebih
banyak menawarkan jenis makanan asing dibandingkan dengan makanan tradisional
Bali. Kondisi tersebut dapat dijelaskan menjadi beberapa faktor internal dan eksternal
yang berpengaruh terhadap strategi pengembangan makanan tradisional Bali.
36
Mengacu pada buku-buku telaah manajemen strategi, lingkungan internal terdiri
atas kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dan lingkungan eksternal terdiri
atas peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Factor internal dan eksternal apabila
telah diperoleh lalu dilakukan penghitungan pembobotan, rating dan skor. Penghitungan
tersebut dirinci dalam analisis IFAS dan EFAS.
Penyusunan IFAS dan EFAS dalam suatu matrik disebut sebagai analisis SWOT.
Analisis SWOT dipergunakan untuk mendapatkan alternatif-alternatif strategi
pengembangan makanan tradisional Bali. Tahapan berikutnya dilakukan analisis Dengan
menggunakan analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Melalui analisis
QSPM ini akan dipilih satu strategi yang dipandang paling feasible. Pilihan strategi
tersebut nantinya akan direkomendasikan sebagai “Strategi pengembangan makanan
tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur”.
Secara sistematis model kerangka konsep penelitian dimaksud disajikan pada
Gambar 3.1
37
Gambar 3.1
Model Kerangka Konsep Penelitian
Strategi Pengembangan Makanan Tradisional Bali di Hotel Kawasan Sanur
Strategi Pengembangan Makanan Tradisional
Bali Di Hotel Kawasan Sanur
Kekuatan
Analisis Matrik IFAS Analisis Matrik EFAS
Alternatif Strategi Pengembangan
Makanan Tradisional Bali
Faktor Eksternal
REKOMENDASI
STRATEGI
Faktor Internal
Analisis SWOT
Kelemahan Peluang Ancaman
QSPM
38
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan Sanur pada industri hotel yang memiliki
klasifikasi bintang - 3, bintang - 4, dan bintang - 5. Lokasi ini dipilih menggunakan
metode purposive sampling, yaitu penentuan lokasi penelitian yang dilakukan secara
sengaja dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Kawasan Sanur merupakan salah satu tourist resort yang dikembangkan sejak tahun
1963 yang terus berkembang dan ramai dikunjungi oleh wisatawan manca negara.
2. Hotel berbintang cukup representatif dalam variasi pasar kuliner khususnya makanan
tradisional Bali.
3. Hotel dikawasan Sanur lebih banyak menawarkan makanan asing dibandingkan
makanan tradisional Bali.
4. Sepanjang pengetahuan peneliti belum ada penelitian serupa di kawasan Sanur.
Dengan demikian diharapkan pemilihan kawasan Sanur cukup representative dan
lebih mudah memperoleh data serta informasi untuk menunjang penelitian.
Adapun jumlah hotel di kawasan Sanur yang memiliki klasifikasi bintang- 3
sebanyak dua buah, bintang - 4 sebanyak empat buah, dan bintang - 5 sebanyak tiga
buah. Data hotel bintang - 3, bintang - 4 dan bintang - 5 di kawasan Sanur lebih rinci
pada tabel 4.1 berikut:
39
Tabel 4.1
Hotel Bintang 3, Bintang 4, dan Bintang 5 di kawasan Sanur
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali 2010
4.2 Populasi dan Pengambilan Sampel
Populasi atau keseluruhan objek pengamatan dalam penelitian ini adalah
wisatawan yang menginap di hotel kawasan Sanur dan sudah pernah menikmati
makanan tradisional Bali, dan kepala dapur (chef) yang mempunyai pengetahuan
ataupun pengalaman yang ada kaitannya dengan makanan tradisional Bali dari masing-
masing hotel di kawasan Sanur.
Penentuan populasi dalam penelitian ini menggunakan metode purposive yaitu
penentuan sampel yang berdasarkan tujuan tertentu dan pertimbangan tertentu oleh
peneliti. Berdasarkan metode tersebut, responden yang diambil dari wisatawan
ditentukan dengan menggunakan metode accidental sampling yaitu metode penarikan
sampel berdasarkan kebetulan (accidental), yaitu siapa saja yg kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui itu cocok sebagai sumber data. Jumlah sampel dari wisatawan diambil sebanyak
No Nama Hotel Kelas bintang
1 Inna Sindhu Beach 3
2 Tanjungsari 3
3 Mercure Resort Sanur 4
4 Puri Santrian 4
5 Sanur Paradise Plaza 4
6 Segara Village 4
7 Bali Hyatt 5
8 Inna Grand Bali Beach 5
9 Sanur Beach 5
40
90 orang yang menjawab faktor internal. Sedangkan responden yang menjawab faktor
eksternal merupakan kepala dapur (chef) dari masing-masing hotel sebanyak 9 orang.
4.3 Jenis dan Sumber Data
4.3.1 Jenis data
1. Data kuantitatif, yaitu data yang berupa angka-angka yang dapat dianalisis dengan
tehnik analisis kuantitatif yang meliputi jumlah hotel di Kawasan Pariwisata Sanur,
tabulasi penghitungan bobot, rating, dan skor dari indikator-indikator eksternal dan
internal industri hotel di Kawasan Sanur.
2. Data kualitatif, yaitu data yang tidak dapat diukur secara langsung dengan angka,
tetapi berupa informasi-informasi yang jelas dan nyata yang mendukung penelitian
ini, seperti: kondisi internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan, kondisi eksternal
yang menjadi peluang dan ancaman serta gambaran umum lokasi penelitian.
4.3.2 Sumber data
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden penelitian
yang terdiri atas wisatawan dan kepala dapur hotel. Pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara dan daftar pertanyaan yang bertujuan mengetahui pendapat
responden mengenai keberadaan makanan tradisional/khas Bali sebagai hidangan
yang disajikan kepada wisatawan.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber lain, baik yang sudah
diolah maupun belum, yang menunjang penelitian seperti jumlah hotel di kawasan
41
Sanur, profil daerah penelitian, dan teori-teori dari berbagai pustaka yang
digunakan sebagai landasan.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi segala kegiatan yang berhubungan dengan potensi makanan tradisional Bali
yang disajikan kepada wisatawan pada hotel di kawasan Sanur.
1. Survei observasi (observational surveys)
Tehnik observasi pengamatan secara langsung menjadi sangat penting karena
dilakukan dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mengamati secara jelas
aktifitas dan prilaku, lingkungan, serta gambaran umum lokasi penelitian.
2. Wawancara mendalam (indepth interview)
Wawancara merupakan metode pengumpulan data untuk memperoleh informasi
dengan mewawancarai responden secara langsung. Metode ini bisa dilakukan
dengan terstruktur ataupun tidak terstruktur, tatap muka langsung, dan melalui
telepon atau online.
3. Penyebaran angket (questionnaires)
Kuesioner (Sekaran, 2006:82) adalah daftar pertanyaan tertulis yang telah
dirumuskan sebelumnya, untuk dijawab oleh responden. Disebarkan kuesioner
bertujuan untuk mengetahui pendapat wisatawan asing, wisatawan domestik, dan
para pengelola atau pemilik hotel mengenai potensi makanan tradisional Bali yang
disajikan kepada wisatawan di kawasan Sanur berkaitan dengan faktor internal
maupun eksternal.
42
4. Studi dokumentasi (documentation studys)
Merupakan teknik pengumpulan data dengan menelusuri dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan penelitian seperti brosur, monografi wilayah, dan termasuk pula
pengambilan gambar sebagai bukti pelaksanaan penelitian.
4.5 Identifikasi Variabel Penelitian
Beberapa variabel yang diidentifikasi dan di analisis lebih lanjut merupakan
variabel dari lingkungan internal dan dari lingkungan eksternal. Variabel dari lingkungan
internal yaitu: produk (product), harga (price), manusia (people), dan promosi
(promotion). Sedang variabel dari lingkungan eksternal yaitu: persaingan (competition),
hukum dan peraturan pemerintah (legislation and regulation), teknologi (technology),
dan situasi sosial budaya (societal and cultural environtment).
Identifikasi variabel tersebut diharapkan untuk memperoleh kebijakan strategi
yang lebih terfokus pada strategi pengembangan produk. Pelaksanaan analisis indikator
terhadap variabel tersebut berdasar pada variabel – variabel yang bersifat operasional dan
terukur. Faktor internal dikuantifikasikan dari variabel yang diperoleh dari jawaban atau
pendapat wisatawan asing terhadap kuesioner yang disebarkan, sedang faktor eksternal
bersumber dari kuantifikasi variabel data yang dikumpulkan dari jawaban atau pendapat
kepala dapur (chef ).
4.6 Definisi operasional Variabel
Variabel internal maupun eksternal merupakan variabel yang teridentifikasi
sebagai variabel operasional dalam penelitian ini di mana definisi operasional merupakan
43
definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau
menspesifikasikan kegiatan untuk mengukur variabel tersebut ( Nasir, 1988: 152 ).
Indikator variabel internal tersebut adalah :
1. Product adalah suatu sifat yang complex, baik yang dapat diraba maupun yang
tidak dapat di raba, termasuk bungkus, warna, harga, prestise, perusahaan, dan
pelayanan perusahaan yang diterima oleh konsumen untuk memuaskan keinginan
dan kebutuhan (Swastha, 2002:94). Produk restoran secara keseluruhan merupakan
indikator tangible dan intangible.
a. Tangible product yaitu kualitas makanan, ukuran porsi makanan, keragaman menu,
desain menu, dekorasi restoran, kualitas peralatan dan kombinasi makanan.
b. Intangible product adalah kenyamanan suasana (atmosfir ) dan citra restoran.
2. Price adalah tingkat harga jual produk makanan dan minuman termasuk pemberian
diskon bagi tamu loyal ( repeater ) serta pemberlakuan happy hours. Harga yang
fleksibel sesuai dengan teori Shugan ( 2002: 9-10 ) memudahkan upaya pemasaran.
3. People adalah para personil yang secara langsung ataupun tidak langsung
menawarkan dan memperkenalkan makanan tradisional kepada wisatawan.
4. Promotion merupakan popularitas atau tingkat pengenalan wisatawan terhadap
produk makanan tradisional yang ditawarkan baik melalui iklan pada media cetak
atau elektronik, pramuwisata yang menyelenggarakan paket wisata ataupun
pramusaji yang menawarkan makanan di masing-masing restoran.
44
Adapun indikator variabel eksternal adalah :
1. Kompetisi (Competition) :
Produk pengganti yaitu bagaimana pengaruh makanan lain (makanan bukan
tradisional Bali) yang umum ditawarkan kepada wisatawan.
2. Politik, legislasi, dan regulasi (Politic, legislation, and regulation):
Regulasi bisnis, yaitu dampak dari peraturan-peraturan tentang perijinan usaha hotel
dan restoran dan usaha pariwisata lainnya.
3. Teknologi (Technology).
(1) Penggunaan teknologi modern untuk pengembangan produk makanan tradisional
Bali dan peningkatan kualitas pelayanan sepeti pengembangan disain penyajian
makanan.
(2) Penggunaan teknologi modern dalam pemasaran, yaitu pemanfaatan teknologi
modern seperti internet, televisi, radio, termasuk dalam pembuatan iklan yang
menggunakan audio visual yang digital.
4. Lingkungan sosial dan budaya (Social and cultural environment).
Perkembangan global trend makanan (culinary fashion/art), yaitu model penyajian
makanan baik dari segi bahan, hiasan ataupun penempatan makanan yang sedang
digandrungi secara global.
Rincian variabel dan indikator faktor internal dan faktor eksternal dapat dilihat
dalam Tabel 4.2 dan Tabel 4.3
45
Tabel 4.2
Variabel dan Indikator Faktor Internal
No Variabel Indikator 1 Product Tangible:
Kualitas makanan dan minuman
Keragaman menu
Komposisi menu
Kualitas peralatan dan penataan meja makan
Intangible:
Kenyamanan suasana restoran
Citra/image restoran
2 Price Tingkat harga jual menu (a la carte dan table d’hote/ paket) dan harga
jual minuman.
3 Promotion Intensitas kegiatan promosi dan pengiklanan oleh perusahaan
Intensitas promosi (upselling) oleh staf pramusaji restoran
4 People Kualitas pelayanan
Sikap dan penampilan karyawan restoran.
Kompetensi karyawan restoran
Tabel 4.3
Variabel dan Indikator Faktor Eksternal
No Variabel Indikator
1 Competition Daya saing produk makanan tradisional Bali dengan produk
makanan asing lainnya
2 Politic, legislation
and regulation
Regulasi bisnis
Kebijakan pemerintah
3 Technology Penggunaan teknologi modern untuk pengembangan produk
dan pelayanan restoran
Penggunaan teknologi modern (media) dalam pemasaran dan
pengolahan data hotel dan restoran
4 Societal and
cultural
environment
Perkembangan global trend makanan (food fashion)
Perkembangan model peralatan produksi, peralatan penyajian
dan pelayanan di restoran
46
4.7 Teknik Analisis Data
4.7.1 Analisis internal dan eksternal
4.7.1.1 Analisis internal
Alat formulasi strategi ini meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan
kelemahan utama dalam area fungsional bisnis, dan juga memberikan dasar untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antara area-area tersebut (David,
2006:206). Tabel IFAS disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal.
Identifikasi kekuatan dan kelemahan diperoleh setelah melakukan diskusi terhadap
beberapa chef antara lain; Bapak Lalu Mohamad Nasir, Bapak Komang Adi Arsana,
Bapak I Gusti Bagus Wiriadi, Bapak Reggi Kaihatu, Bapak Nyoman Tedun, Bapak Ida
Bagus Alit yang dianggap mempunyai kapasitas cukup mengetahui strategi
pengembangan makanan tradisional Bali.
Penafsiran atas keterangan responden menjadi hasil identifikasi kekuatan dan
kelemahan. Kekuatan dan kelemahan tersebut kemudian dianalisis internal dengan
menggunakan matrik IFAS.
Matrik IFAS (Internal Factor Analisis Strategi) digunakan untuk menganalisis
faktor internal yang dilakukan untuk mendapatkan faktor kekuatan dan faktor kelemahan
yang telah diantisipasi kekeberadaannya. Kemudian faktor kekuatan dan kelemahan itu
diberi bobot dengan nilai 0 (kurang penting), 1 (sama penting) dan 2 (lebih penting).
Setelah dirata-rata maka total bobot nilai sama dengan 1. Selanjutnya, menghitung
peringkat / rating dari masing-masing faktor dengan nilai 4 (sangat kuat), 3 (kuat),
2 (sedang) dan 1 (lemah). Menghitung skor pada kolom empat dengan cara mengalikan
bobot dengan rating. Untuk mendapatkan skor total dengan cara menjumlahkan semua
47
skor. Jika nilainya di bawah 2,50 maka berarti secara eksternal adalah lemah dan nilai
skor di atas 2,50 menunjukkan posisi eksternal yang cukup kuat.
Langkah-langkah yang maksud di atas, lebih jelas dijabarkan dalam Tabel 4.4
Tabel 4.4
Matriks Internal Factor Analysis Strategy (IFAS)
Strategi Pengembangan Makanan Tradisional Bali pada Hotel di Kawasan
Sanur
Faktor-faktor Internal Bobot Peringkat /
Rating
Skor
Kekuatan
1. ...............
2. ...............
3. ...............
4. ..............
5. ................
6. Dst....
Kelemahan
1. ............
2. ............
3. ............
4. .............
5. ..............
6. Dst...
Total
1,0
Sumber: Sianipar dan Entang (2001)
4.7.1.2 Analisis eksternal
Matrik evaluasi faktor eksternal (EFAS) memungkinkan para penyusun strategi
untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi,
lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan (David, 2006: 143).
Identifikasi peluang dan ancaman diperoleh setelah melakukan diskusi terhadap beberapa
responden antara lain; Bapak Lalu M Nasir, Bapak Komang Adi Arsana, Bapak I Gusti
48
Bagus Wiriadi, Bapak Made Winaya, Bapak Tedun yang dianggap mempunyai kapasitas
cukup mengetahui strategi pengembangan makanan tradisional Bali.
Penafsiran atas keterangan responden menjadi hasil identifikasi peluang dan
ancaman. Peluang dan ancaman tersebut kemudian dianalisis eksternal dengan
menggunakan Matrik EFAS.
Hasil analisis eksternal dilanjutkan dengan mengevaluasi guna mengetahui
apakah strategi yang dipakai selama ini memberikan respon terhadap peluang dan
ancaman yang ada. Untuk maksud tersebut digunakan Matrik EFAS (External Factor
Analysis Strategi), dengan langkah-langkah seperti; membuat matrik yang terdiri dari
empat kolom, dan memberi bobot pada semua faktor peluang dan ancaman dengan nilai 0
(kurang penting), 1 (sama penting) dan 2 (lebih penting) dan lebih lanjut dirata-rata maka
jumlah bobot nilai sama dengan 1 pada kolom dua. Dalam menghitung peringkat/rating
masing-masing faktor dengan nilai 4 (sangat kuat), 3 (kuat), 2 (sedang) dan 1 (lemah).
Untuk mendapatkan skor pada kolom empat, dengan cara mengalikan bobot pada kolom
dua dengan rating pada kolom tiga. Masing-masing faktor yang ada skornya dijumlahkan
dan bila mendapatkan jumlah total skor dibawah 2,5 artinya secara eksternal adalah
lemah, sedangkan bila diatas 2,5 menunjukkan posisi eksternal yang cukup. Adapun
tahapan pengisian langkah tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5
49
Tabel 4.5
Matriks External Factor Analysis Strategy (EFAS)
Strategi Pengembangan Makanan Tradisional Bali pada Hotel di Kawasan
Sanur
Faktor-faktor eksternal Bobot Peringkat /
Rating
Skor
Peluang
1. ...............
2. ................
3. .................
4. ................
5. ...............
6. Dst...........
Ancaman
1. ............
2. ...............
3. ..............
4. ..............
5. ...............
6. Dst...........
Total
1,0
Sumber: Sianipar dan Entang (2001)
4.7.1.3 Diagram internal-eksternal (IE)
David (2006:301) menyatakan bahwa untuk memposisikan perusahaan-perusahaan
besar pada tingkat multi divisional atau perusahaan-perusahan korporasi dibutuhkan
adanya Matriks Internal-Eksternal yang terdiri dari dua dimensi, yaitu total skor dari
matriks IFE pada sumbu X dan total skor dari matriks EFE pada sumbu Y. Matriks
Internal-Eksternal (IE) ini sering disebut dengan Matriks Portofolio yang terdiri dari
sembilan sel seperti yang tertera pada Gambar 4.1.
50
Kuat Rata-rata Lemah
(3,0 – 4,0) (2,0 – 2,99) (1,0 – 1,99)
4,0 3,0 2,0 1,0
Tinggi (3,0 – 4,0)
3,0
Menengah
(2,0 – 2,99)
2,0
Rendah
(1,0 – 1,99)
1,0
Gambar 4.1
Matriks Internal-Eksternal
Sumber: David (2006: 301)
Dari diagram di atas diperoleh sembilan sel dengan tiga implikasi strategi
berbeda (David, 2006: 302) yaitu:
1. Sel I, II, IV strategi yang seharusnya diterapkan adalah strategi Tumbuh dan
Kembangkan (Growth and Build) yang terdiri dari strategi penetrasi pasar,
pengembangan pasar, dan pengembangan produk.
2. Sel III, V, VII strategi yang tepat diterapkan dalam sel ini adalah strategi Jaga
dan Pertahankan (Hold and Maintain) yang terdiri dari penetrasi pasar dan
pengembangan produk.
3. Sel VI, VIII dan IX, strategi yang sebaiknya dilakukan adalah strategi Tuai atau
Divestasikan (Harvest or Divest).
I II III
IV V VI
VII VIII
IX
51
Rangkuti (2006:42-43) menyatakan bahwa model matriks internal-eksternal yang
terdiri dari sembilan sel tersebut ditujukan untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat
korporat (perusahaan-perusahaan besar yang multidivisional) untuk mengembangkan
strategi secara lebih detil.
4.7.2 Analisis SWOT
Setelah menganalisis faktor internal dan eksternal atau analisis matrik IFAS dan
EFAS maka dilanjutkan dengan menggambarkan matrik SWOT. Analisis SWOT adalah
alat untuk mengenali situasi, yang jika dilakukan dengan benar maka akan menghasilkan
pondasi yang kuat untuk merumuskan atau memformulasikan suatu strategi (Bozac dan
Tipuric, 2006). Analisis SWOT juga digunakan sebagai alat untuk mengetahui kekuatan,
kelemahan yang dipengaruhi kebijakan internal perusahaan serta peluang dan ancaman
yang dipengaruhi faktor-faktor eksternal yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaan.
Berdasarkan analisis matrik SWOT dapat dirumuskan berbagai kemungkinan alternatif
strategi pengembangan makanan tradisional Bali. Formulasi keempat strategi tersebut
adalah: Strategi Strengths Opportunities (SO), Strengths Threats (ST), Weaknesses
Opportunities (WO), dan Weaknesses Threats (WT) seperti terlihat pada Gambar 4.2.
52
Matrik SWOT
Strategi Pengembangan Makanan Tradisional Bali pada Hotel di Kawasan Sanur
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kekuatan / Strength (S)
Mengidentifikasi
Faktor-faktor Kekuatan
Internal
Kelemahan/Weaknesses
(W) Mengidentifikasi
Faktor-faktor Kelemahan
Internal
Peluang/Opportunities
(O)
Mengidentifikasi
Faktor Peluang
Eksternal
Strategi SO
Sel 1
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
Strategi WO
Sel 3
Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan
peluang
Ancaman / Threats (T)
Mengidentifikasi
Faktor Ancaman
Eksternal
Strategi ST
Sel 2
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi
ancaman
Strategi WT
Sel 4
Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk menghindari
ancaman
Gambar 4.2 Matriks SWOT
Sumber: Rangkuti (2006: 31)
Teknik analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan, peluang-peluang yang dimiliki dan ancaman-ancaman yang
dihadapi perusahaan dalam persaingan bisnis. Namun hal ini dapat menyebabkan
sejumlah anomali. Masalah dengan analisis SWOT dasar dapat diatasi dengan
menggunakan lebih kritis POWER SWOT. POWER adalah singkatan dari personal
experience (pengalaman pribadi), order (order) strengths or weaknesses, opportunities or
threats, weighting (pembobotan), Emphasize detail (penekanan lebih detil), dan Rank and
prioritize (rangking dan prioritas). Power SWOT pada dasarnya merupakan perpanjangan
dari SWOT dasar dan jauh lebih berguna untuk perencanaan strategis.
53
4.7.3 Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).
QSPM adalah alat yang direkomendasikan bagi para ahli strategi untuk
melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara obyektif, berdasarkan Key Success
Factor Internal-External yang telah diidentifikasi sebelumnya. Jadi secara konseptual,
tujuan QSPM untuk menetapkan kemenarikan relatif (relative attractiveness) dari
strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih dan untuk menentukan strategi mana
yang dianggap paling baik untuk diimplementasikan. Cara membuat tabel QSPM sebagai
berikut.
(1) Membuat daftar peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan di sebelah kiri QSPM,
informasi ini diambil dari Matriks EFAS dan IFAS.
(2) Memberi Weight pada masing-masing eksternal dan internal. Weight ini sama dengan
yang ada di Matriks EFAS dan IFAS.
(3) Meneliti matriks-matriks pada stage I dan identifikasikan alternative strategi yang
dapat direkomendasikan dari hasil Matriks SWOT, Grand Strategy.
(4) Menetapkan Attractiveness Score (AS), yaitu nilai yang menunjukkan kemenarikan
relatife untuk masing-masing strategi yang dipilih. AS ditetapkan dengan cara
meneliti faktor internal dan eksternal, dan bagaimana peran dari tiap faktor dalam
proses pemilihan strategi yang sedang dibuat. Batasan nilai Attractive Score adalah
1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = menarik, 4 = sangat menarik.
(5) Menghitung total Attractiveness Score yang didapat dari perkalian weight dengan
attractives score pada masing-masing baris. Total Attractiveness Score menunjukkan
relative attractiveness dari masing-masing alternatif strategi.
54
(6) Menjumlahkan semua score attractiveness score pada masing-masing kolom
QSPM. Dari beberapa nilai TAS yang didapat, nilai TAS dari alternatif strategi
yang tertinggilah menunjukkan prioritas utama.
(7) Strategi itu yang menjadi pilihan utama. Nilai TAS terkecil menunjukkan bahwa
alternatif strategi ini menjadi pilihan terakhir.
55
BAB V
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Kondisi Geografis Wilayah Sanur
Sanur adalah kawasan wisata yang terletak disebelah selatan pulau Bali, tepatnya
di sebelah timur kota Denpasar. Perkembangan pariwisata di Sanur telah dimulai sejak
tahun 1930. Sanur mulai dikenal oleh dunia internasional sejak seorang pelukis Belgia
bernama AJ Le Mayuer datang ke Sanur pada tahun 1937 dan mulai mempromosikan
Sanur melalui karya lukisannya. Dalam perkembangan selanjutnya semakin banyak
wisatawan yang datang mengunjungi Daerah Tujuan Wisata Sanur. Hal ini merangsang
berdirinya berbagai fasilitas untuk wisatawan seperti akomodasi, makan dan minum, serta
penjualan kerajinan. Sebagai Daerah Tujuan Wisata, Sanur semakin berkembang sejak
dibangunnya Hotel Bali Beach oleh Presiden Soekarno pada tahun 1963. Daya tarik
utama di samping budaya yang dimiliki adalah panorama alam yang indah, pantai yang
berpasir putih sangat diminati oleh wisatawan mancanegara dari berbagai Negara dan
usia.
Sanur mempunyai luas wilayah 10,57 km² dengan rincian sebagai berikut; Sanur
Kaja dengan luas wilayah 2,69 km², Kelurahan Sanur dengan luas wilayah 4,02 km², dan
Sanur Kauh dengan luas wilayah 3,86 km². Letak geografis wilayah Sanur Kaja dengan
batas wilayah sebelah Timur Selat Badung, sebelah Barat Kelurahan Renon, sebelah
Utara Kesiman, dan sebelah Selatan Kelurahan Sanur. Kelurahan Sanur dengan batas
wilayah sebelah Timur Selat Badung, sebelah Barat Sanur Kauh, sebelah Utara Sanur
Kaja, dan sebelah selatan Selat Badung. Wilayah Sanur Kauh dengan batas wilayah
56
sebelah Timur Kelurahan Sanur, sebelah Barat Kelurahan Renon dan Kelurahan
Sidakarya, sebelah Utara Sanur Kaja, dan sebelah Selatan Selat Badung. Berdasarkan
batasan tersebut, wilayah Kelurahan Sanur dibagi menjadi 9 lingkungan: (1) Lingkungan
Singgi, (2) lingkungan Panti, (3) lingkungan gulingan, (4) lingkungan Taman,
(5) lingkungan Sindu Kaja, (6) lingkungan Sindu Kelod, (7) lingkungan Batujimbar,
(8) lingkungan Semawang, (9) lingkungan Pasekute.
Gambar 5.1
Peta Wilayah Sanur
5.2 Penduduk dan Matapencaharian
Jumlah penduduk Sanur berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Denpasar adalah
38.871 jiwa dengan rincian wilayah Sanur Kaja 8.822 jiwa, wilayah Kelurahan Sanur
16.089 jiwa, dan wilayah Sanur Kauh 13.960 jiwa. Dari sisi mata pencaharian,
masyarakat Sanur sangat bervariasi antara lain; bidang pertanian, peternakan, perikanan,
57
perdagangan, industri, listrik, dan air minum, angkutan dan komunikasi, perbankan dan
keuangan, pemerintahan, dan lain-lainnya. Lebih jelas seperti pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Mata Pencaharian Masyarakat Sanur
Bidang pekerjaan Sanur kaja Kelurahan
sanur
Sanur kauh Total
Pertanian
Peternakan
Perikanan
Perdagangan
Industri
Listrik dan Air Minum
Angkutan dan Komunikasi
Perbankan dan Keuangan
Pemerintahan
Lainnya
102
30
88
941
297
5
200
30
1.432
552
23
98
62
764
351
7
281
90
760
459
58
54
29
303
90
19
107
39
680
2.449
183
182
179
2.008
738
25
588
159
2.872
3.430
Sumber Data: Badan Pusat Statistik Kota Denpasar (2011)
5.3 Perkembangan Jumlah Hotel Di Kawasan Sanur
Perkembangan jumlah hotel berbintang yang ada di kawasan Sanur sampai pada
tahun 2010 adalah sejumlah 21 hotel berbintang. Tabel 5.2. menunjukkan daftar hotel
berbintang yang ada di kawasan Sanur.
58
Tabel 5.2
Daftar Hotel Berbintang Di kawasan Sanur
Sumber data: Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2010)
Dalam penelitian ini sampel hotel yang diambil adalah hotel yang memiliki
klasifikasi bintang - 3 sebanyak dua buah, bintang - 4 sebanyak empat buah, dan
bintang - 5 sebanyak tiga buah yang ada di kawasan Sanur.
Berikut gambaran umum mengenai masing-masing hotel tersebut:
1. Inna Grand Bali Beach Hotel
Berlokasi di pantai Sanur, Inna Grand Bali Beach merupakan salah hotel pertama
di pulau Bali yang dibangung sekitar tahun 1963. Menampilkan bangunan bertingkat
yang melebihi ketinggian pohon kelapa. Inna Grand Bali Beach Hotel merupakan
No Nama Hotel
Kelas Bintang Jumlah Kamar
1 Abian Srama 1 53
2 Alit‟s Beach Bungalow 2 100
3 Bali Hyatt 5 386
4 Bali Pavillions Private Villas 1 23
5 Besakih Beach Resort 2 79
6 Diwangkara Beach 2 38
7 Gazebo Cottages 2 75
8 Griya Santrian 2 98
9 Inna Grand Bali Beach 5 515
10 Inna Sindhu Beach 3 61
11 La Taverna 2 36
12 Mercure Resort Sanur 4 189
13 Peneeda View 2 55
14 Puri Dalem 2 42
15 Puri Santrian 4 182
16 Sanur Beach 5 421
17 Sanur Paradise Plaza 4 413
18 Sativa Sanur Cottages 1 50
19 Segara Village 4 120
20 Temu Kami 1 20
21 Tanjungsari 3 26
Total 2982
59
pengecualian tentang peraturan bahwa bangunan di pulau Bali tidak boleh lebih tinggi
dari pohon kelapa. Kompleks bangunan hotel dibagi menjadi tiga bagian yaitu tower
wing, garden wing dan bungalow. Jumlah kamar yang disediakan adalah 574 unit dengan
fasilitas moderen. Inna Grand Bali Beach Hotel berada pada lokasi yang strategis yaitu
sekitar 30 menit dari Bandara Ngurah Rai, beberapa menit berjalan kaki ke tempat
belanja, toko souvenirs dan restoran. Sebagai hotel bintang lima, Inna Grand Bali juga
memiliki fasilitas bertaraf internasional seperti golf course, bowling center, ballroom, tiga
kolam renang, restaurant, koneksi internet di lobby, spa and toko souvenirs.
2. Sanur Beach Hotel
Terletak tepat di tepi pantai, lokasinya yang sepi dari keramaian membebaskan
tamu untuk berlaku sesantai yang diinginkan, Hotel Sanur Beach memiliki 401 kamar
superior dan deluxe, 6 studio suite, 14 junior suite, 3 suite dengan 2 kamar tidur, serta
Sanur Beach Suite yang mengagumkan. Setiap kamar dilengkapi oleh berbagai fasilitas
modern seperti kamar mandi pribadi, televisi berwarna dengan saluran kabel, pendingin
ruangan, telepon IDD, mini bar, lemari besi elektronik, pembuat teh dan kopi, serta kunci
dengan sistem elektronik.
3. Tandjung Sari Hotel
Tandjung Sari Hotel terletak tepat di Pantai Sanur yang berpasir putih menyajikan
pemandangan pantai dan matahari terbit yang indah. Tandjung Sari Hotel berlokasi di
jantung kegiatan wisata Pantai Sanur, dekat dengan berbagai fasilitas wisata dan hiburan
seperti restoran fasilitas olah raga air, pusat perbelanjaan, butik dan lain-lain. Tandjung
Sari Hotel adalah sebuah butik resor bergaya Bali yang dikelilingi oleh taman dengan
akomodasi yang nyaman, fasilitas yang lengkap serta layanan yang prima. Tandjung Sari
60
Hotel menyediakan fasilitas dan layanan antara lain, restoran, bar, kolam renang, areal
parkir, perpustakaan, brankas, akses internet, layanan kamar, layanan binatu dan dry
cleaning, layanan pos, pijat tradisonal, rekreasi air, dan pantai pribadi.
4. Segara Village Hotel
Mengaplikasikan konsep sebuah desa di Bali, Segara Village Hotel mengajak
tamu menjelajahi arsitektur tradisional Bali lengkap dengan atap alang-alangnya.
Akomodasi yang terletak di daerah Sanur, 30 menit dari bandara atau 10 menit dari Kota
Denpasar ini memiliki 5 desa di 6 hektar areal dengan lay out dan gaya yang berbeda dan
unik. Segara Village Hotel menawarkan fasilitas seperti restoran di depan pantai, Jacuzzi,
bar beach longue dan bar, fasilitas olahraga air, perpustakaan, 3 kolam renang, salah
satunya berada di depan pantai, meja tenis, fasilitas biliard dan catur, program hiburan
untuk anak-anak, layanan spa dan pijat.
5. Puri Santrian
Puri Santrian merupakan hotel berbintang empat ini terletak di tepi Pantai Sanur
yang terkenal dengan pasirnya yang putih dan lembut. Suasananya menggambarkan
pesona dan tradisi desa nelayan di Bali yang tenang dan damai. Dengan mengusung
kekayaan budaya dan keelokan alam Bali, Puri Santrian menghadirkan atmosfir
keanggunan dan kenyamanan yang dipadu dengan pelayanan prima hotel berbintang.
Pemandangan menghadap ke Nusa Lembongan akan mempesona setiap wisatawan yang
sedang bersantai di pantai depan hotel ini. Puri Santrian Hotel dapat dengan mudah
ditempuh selama 30 menit dari bandara Ngurah Rai, Bali melalui By pass. Jaraknya juga
hanya 20 menit berkendaraan dari pusat Kota Denpasar. Terdapat 6 jenis kamar antara
lain garden wing, beach wing, bungalow, santrian club, santrian suite, dan family room.
61
Masing-masing didesain dengan sangat indah mengikuti arsitektur khas Bali. Tiap kamar
terdapat IDD telepon, kamar mandi dengan air panas atau dingin, penyejuk ruangan dan
balkon atau teras. Untuk kamar beach wing, bungalow, dan Santrian club dilengkapi
dengan TV satelit, mini bar dan fasilitas pembuat teh dan kopi. Sedangkan pada kamar
Santrian suite ditambah fasilitas lainya seperti lemari es, meja kerja, akses internet, dan
kamar yang nyaman dengan ruang tamu yang besar. Layanan dan fasilitas hotel yang
ditawarkan antara lain dua kolam renang, ruang rapat, restoran dan bar, beach club,
layanan spa, layanan kamar, area parkir, keamanan, safety box, koneksi internet, layanan
selama 24 jam sehari, dan layanan laundry.
6. Mercure Sanur Hotel
Mercure Sanur Hotel adalah hotel bintang 4 yang memiliki akses langsung ke
pantai dengan disain Bali kontemporer, memiliki 189 kamar dalam 41 cottages. Hanya 20
menit dari bandara international, Hotel ini terletak jauh dari keramaian sehingga memiliki
suasana yang tenang dan tampak sangat asri dengan pepohonan besar di sekitar hotel dan
juga dekat dengan pantai yang berpasir putih. Para tamu dapat menikmati masakan Asia
dan Eropa atau dapat menikmati cocktails yang menyegarkan di bar. Fasilitas rekreasi
termasuk lapangan tennis, kolam renang , spa dan pelayanan pijat. Mercure Sanur Hotel
terdiri dari 42 Superior Rooms (28 sqm), 136 Deluxe Rooms (35 sqm to 52 sqm), 2
Deluxe Rooms yang diperuntukkan untuk orang cacat atau berkursi roda dan 8 Family
Suites (85 sqm).
7. Inna Sindhu Beach
Inna Sindhu Beach terletak dekat dengan Pantai Sindhu, Sanur Bali, merupakan
salah satu tujuan wisata yang terkenal di Bali. Berlokasi di sebelah timur pantai yang
62
memberikan akses cepat untuk menjangkau tempat-tempat wisata yang luar biasa
banyaknya di Bali. Inna Sindhu Beach memiliki 61 kamar, terdiri dari 18 bungalow, 34
kamar sea view dan 9 kamar pool view. Hotel ini dapat ditempuh dengan 20 menit
berkendara dari bandara internasional Ngurah Rai, 5 menit menuju ke Denpasar dan ke
tempat tujuan favorit lainnya di Bali. Fasilitas dan layanan yang ditawarkan antara lain
restoran, beach bar, ruang pertemuan, layanan kamar 24 jam, kolam renang, tukar mata
uang, pijat, toko obat, brankas, internet café, jasa binatu.
8. Sanur Paradise Plaza Hotel
Sanur Paradise Plaza Hotel merupakan alternatif tepat bagi para tamu yang
berkunjung cukup lama ke Bali. Sanur Paradise Plaza Hotel yang terletak di kompleks
dengan bangunan gedung berlantai rendah menawarkan apartemen dengan suasana resort
mewah. Sanur Paradise Plaza Hotel adalah tempat ideal bagi para tamu yang
menginginkan keleluasaan apartemen namun dapat tetap menikmati layanan dan
keramahtamahan staf. Sanur Paradise Plaza Hotel memiliki berbagai fasilitas,
kelengkapan dan kenyamanan. Hotel ini juga menawarkan standar berkelas tinggi yang
sudah menjadi tuntutan operator tour dan perjalanan di masa ini.
9. Bali Hyatt Hotel
Terletak disepanjang pantai pribadi di Pantai Sanur. Kamar-kamar Hyatt
menampilkan pemandangan taman dan dekorasi Bali tradisional, dengan jumlah kamar
386 kamar. Fasilitas yang dimiliki antara lain; kolam renang, spa, restoran masakan
Eropa, Italia, dan Indonesia, bar, toko di dalam hotel area pantai pribadi dan fasilitas olah
raga.
63
BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Responden
6.1.1 Wisatawan yang berkunjung ke Sanur
Pada awal penelitian, kuesioner yang disiapkan sejumlah 90 buah untuk wisatawan
yang menikmati makanan di hotel kawasan Sanur. Akan tetapi, pada pelaksanaan lebih
lanjut, penyesuaian jumlah kuesioner dilakukan mengingat tidak semua wisatawan yang
dijumpai, menikmati makanan tradisional Bali. Sehingga hanya diperoleh 80 responden.
Dari 80 kusioner tersebut diperoleh data awal mengenai jenis kelamin dan umur.
Berdasarkan jenis kelamin, peneliti berusaha mencari keseimbangan dalam melakukan
pendekatan kepada wisatwan yang menikmati makanan tradisional Bali di hotel kawasan
Sanur. Walau demikian, tidak juga bisa diperoleh keseimbangan mengingat responden
yang diminta untuk mengisi kuesioner, dicari responden yang pernah menikmati
makanan tradisional Bali di hotel kawasan Sanur, dan sebagai hasilnya diperoleh data
sesuai Tabel 6.1.
Tabel 6.1
Jenis Kelamin Wisatawan yang Menikmati Makanan Tradisional Bali pada
Hotel di Kawasan Sanur
Jenis kelamin Jumlah
(orang) (%)
Laki-laki 53 66,25
Wanita 27 33,75
Jumlah 80 100
Berdasarkan usia wisatawan yang berkunjung dan menikmati makanan
tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur, cenderung wisatawan pada usia produktif.
64
Perbedaan prosentase antara wisatawan berumur di bawah 55 tahun dan wisatawan
berumur 55 tahun ke atas, yang mengunjungi Sanur sangat signifikan. Dari 80 wisatawan
yang menjadi responden, 73 atau 91,25 % merupakan wisatawan berumur di bawah 55
tahun. Hanya 7 orang atau 8,75 % diantaranya berusia 55 tahun ke atas. Sebagai hasilnya
diperoleh data pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2
Wisatawan Yang Berkunjung dan Menikmati Makanan Tradisional Bali pada
Hotel di Kawasan Sanur
Kelompok Umur Di bawah 55 tahun % Di atas 55 tahun %
Jumlah 73 91,25 7 8,75
Dalam penelitian ini dikemukakan juga karakteristik wisatawan berdasarkan
kebangsaan (nationality), pekerjaan (profesion), tujuan kunjungan (purpose of visit), dan
frekuensi kunjungan (number of visit) wisatawan. Berdasarkan kebangsaan wisatawan,
karaketristik responden ditunjukkan sesuai tersaji pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Kebangsaan.
Kebangsaan Jumlah
Orang (%)
Jepang 23 28,75
Taiwan 12 15,00
India 2 2,5
Inggris 6 7,5
Denmark 4 5
Swedia 7 8,75
Belanda 8 10,00
Perancis 3 3,75
Jerman 5 6,25
Australia 3 3,75
Italia 7 8,75
Jumlah 80 100
65
Data pada Tabel 6.3. menunjukkan bahwa berdasarkan kebangsaan, responden
terdiri atas 11 kebangsaan. Responden berkebangsaan Jepang, sebagai jumlah responden
terbesar diperoleh. Dengan total persentase sebanyak 28,75 % dari keseluruhan
responden. Posisi jumlah responden selanjutnya ditempati oleh wisatawan Taiwan
sebanyak 12 orang (15 %). Responden berkebangsaan Belanda sebanyak 8 orang (10 %).
Responden berkebangsaan Swedia dan Italia mengisi kuesioner dengan jumlah yang
sama yaitu 7 respondent ( 8,75 %). Posisi ke 5 dengan jumlah responden 6 orang ( 7,5 %)
adalah wisatawan Inggris di ikuti oleh responden dari Jerman dengan jumlah 5 orang
( 6,25 %). Responden dari negara Denmark masing-masing 4 orang (5 %), responden
dari negara Perancis dan Australia masing-masing 3 (3,75 %). India 2 orang (2,5 %).
Berdasarkan jenis pekerjaan, responden terbagi menjadi empat kelompok
responden, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.4.
Tabel 6.4
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah
Orang (%)
Karyawan 34 42,5
Pengusaha 6 7,5
Profesional 26 32,5
Pelajar 14 17,5
Jumlah 80 100
Berdasarkan Tabel 6.4 terlihat bahwa wisatawan yang berprofesi sebagai
karyawan, dan profesional merupakan mayoritas responden dengan komposisi sebanyak
34 orang atau 42,5 % dan 26 orang atau 32,5% dari 80 orang responden. Posisi
berikutnya diikuti oleh para pelajar sebanyak 14 orang (17,5 %), dan pengusaha sebanyak
6 orang atau 7,5% dari 80 responden.
66
Apabila dilihat berdasarkan tujuan kunjungan (purpose of visit), terdapat tiga
tujuan responden melakukan kunjungan ke Bali. Ketiga tujuan kunjungan tersebut berupa
kunjungan untuk tujuan berbisnis (business), bersenang-senang (pleasure), dan untuk hal-
hal lain seperti menghadiri seminar dan pendidikan (personal development). Tabel 6.5
menunjukkan karakteristik responden berdasarkan tujuan kunjungannya ke Bali.
Tabel 6.5
Karakteristik Responden Berdasarkan Tujuan Kunjungan ke Bali
Tujuan Kunjungan Jumlah
(Orang) (%)
Bisnis (business) 21 26,25
Bersenang-senang (pleasure) 47 58,75
Lain-lain (personal development) 12 15,00
Jumlah 80 100
Data pada Tabel 6.5 menunjukkan bahwa responden yang melakukan kunjungan
ke Bali sebagian besar bertujuan untuk bersenang-senang (pleasure) yaitu 47 orang atau
58,75 %, sedangkan responden yang bertujuan untuk berusaha (business) adalah 21 orang
atau 26,25 % dan yang bertujuan untuk hal-hal lain seperti untuk pengembangan diri
(personal development) hanya 12 orang atau 15 %.
Dari sisi jumlah kunjungan ke Bali, sebanyak 42 responden atau 52,5 %
menyebutkan baru pertama kali berkunjung ke Bali. Wisatawan yang melakukan
kunjungan ke Bali untuk kedua kalinya berjumlah 26 orang atau 32,5 %, sedangkan
wisatawan yang menyebutkan berkunjung ketiga kalinya atau lebih berjumlah 12 orang
atau 15 %. Tabel 6.6 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan jumlah
kunjungannya ke Bali.
67
Tabel 6.6
Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan ke Bali
Jumlah Kunjungan Jumlah
(Orang) (%)
Satu kali 42 52,5
Dua kali 26 32,5
Tiga kali atau lebih 12 15
Jumlah 80 100
Kunjungan wisatawan ke Sanur pada umumnya berdasarkan paket yang
disediakan oleh agen perjalanan. 55 % atau 44 wisatawan yang berkunjung ke Sanur
berdasarkan paket yang diatur oleh agen perjalanan dan sisanya sejumlah 36 responden
atau 45 % , tidak melalui paket wisata. Responden yang menggunakan paket wisata
umumnya merupakan wisatawan yang baru pertama kali mengunjungi Bali dan memilih
wisata di daerah Sanur. Sedang responden yang tidak berdasarkan paket wisata umumnya
wisatawan yang sebelumnya sudah pernah berkunjung ke Bali, termasuk diantaranya
wisatawan yang memang pernah menikmati wisata di Sanur. Adapun komposisinya dapat
di lihat lebih jelas pada Table 6.7.
Tabel 6.7
Pemanfaatan Paket Wisata oleh Wisatawan Berkunjung ke Sanur
Wisatawan Jumlah
(Orang) (%)
Memanfaatkan Paket wisata 44 55,00
Tanpa Paket wisata 36 45,00
Total 80 100
Selanjutnya, akan ditampilkan pendapat responden yang pernah menikmati
makanan tradisional Bali, baik pada kunjungan sekarang atau periode sebelumnya pada
hotel di kawasan Sanur. Pada Tabel 6.8. dapat di ketahui bahwa 76,25 % wisatawan yang
68
pernah menikmati makanan tradisional Bali atau 61 responden dari 80 responden
menyatakan bahwa makanan tradisional Bali sangat bagus. Sebanyak 17 responden
(21,25 % ) menyatakan bagus, sisanya sejumlah 2 orang atau 2,5 % menyatakan jelek dan
tidak ada responden yang menyatakan amat jelek
Tabel 6.8
Pendapat Wisatawan Mengenai Makanan Tradisional Bali pada Hotel di Kawasan
Sanur
Pendapat Wisatawan Jumlah
(Orang) (%)
Sangat Bagus 61 76,25
Bagus 17 21,25
Jelek 2 2,5
Total 80 100
Lebih lanjut, uraian wisatawan yang menjadi responden atas dasar pernah
menikmati makanan tradisional Bali, mengenai pendapat mereka dalam pengembangan
makanan tradisional Bali dengan menyajikan makanan tradisional Bali pada hotel di
kawasan Sanur.
Tabel 6.9
Pendapat Responden Mengenai Pengembangan Makanan Tradisional Bali
pada Hotel di Kawasan Sanur
Pendapat Wisatawan Jumlah
(Orang) (%)
Sangat Setuju 26 32,5
Setuju 48 60
Tidak Setuju 4 5
Sangat Tidak Setuju 2 2,5
Total 80 100
Dalam Tabel 6.8 dan Tabel 6.9 dapat diketahui bahwa terdapat kesenjangan.
Kesenjangan di maksud, walau pada pernyataan sebelumnya, pendapat responden
69
terhadap makanan tradisional Bali yang menyatakan jelek hanya dua orang atau 2,5 %
dan tidak ada yang menyatakan sangat jelek, tapi dalam pengembangan penyajian
makanan tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur justru memberikan pernyataan
sangat tidak setuju sejumlah dua orang, dan tidak setuju sejumlah empat orang, sehingga
pernyataan tidak setuju terhadap penyajian makanan tradisional Bali menjadi 10 % dari
80 responden.
6.1.2 Kepala dapur (chef)
Mengingat yang menentukan arah pengembangan makanan tradisional Bali
adalah chef secara langsung maka responden pada bidang ini tentunya kepala dapur
(chef) dari hotel tesebut, sehingga responden pada bidang ini adalah 9 responden.
Pendapat responden ini dibutuhkan untuk memperoleh data tentang variabel-variabel
eksternal pengembangan makanan tradisional Bali berupa peluang dan ancaman.
Ke sembilan responden faktor eksternal adalah:
1. Bapak Komang Adi Arsana, executive chef Sanur Paradise Plaza Hotel
2. Bapak Lalu M. Nasir, executive chef Hotel Sanur Beach
3. Bapak Ida Bagus Alit, executive chef Inna Grand Bali Beach
4. Bapak I Gusti Bagus Wiriadi, executive chef Tanjung Sari Hotel
5. Bapak Reggi Kaihatu, sous chef Segara Village
6. Bapak Ketut Sumerata, sous chef Bali Hyatt
7. Bapak Gede Adi Yuliawan, executive chef Mercure Sanur
8. Bapak I Ketut Budaria, executive chef Inna Sindhu Beach
9. Bapak Oka Wirawan, executive chef Puri Santrian
70
6.2 Faktor Lingkungan Internal dan Eksternal
Berdasarkan hasil wawancara dan masukan atau saran dari responden yang
memberikan pendapat mengenai faktor-faktor strategis pengembangan makanan
tradisional Bali, diperoleh hasil sebagai berikut.
1. Faktor-faktor kekuatan internal seperti:
(1) Kualitas penataan makanan tradisional Bali
Ada istilah menyatakan bahwa yang pertama kali menikmati makanan adalah mata.
Karena itu perlu ditetapkan standar presentasi yang semestinya, baik dari tingkat
kematangan, kekentalan saos dan sup, kombinasi warna dan kesesuaian hiasan
pendukung. Prinsipnya menjadikan makanan tersebut menarik untuk dikonsumsi
tanpa menghilangkan nilai original makanan tradisional Bali tesebut. Dalam hal
penataan makanan tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur, selama ini menurut
kepala dapur tidak ada masalah yang artinya secara umum wisatawan memberikan
komentar yang baik terhadap penataan makanan tradisional Bali.
(2) Kualitas produk dari makanan tradisional Bali
Kualitas Makanan dan minuman merupakan aspek yang sangat penting bagi
wisatawan, dimana secara umum tidak ada masalah pada kualitas makanan dan
minuman tersebut. Ini berarti bahwa kualitas makanan dan minuman yang terdiri dari
aspek penampilan (presentation), suhu penyajian (serving temperature), rasa dan
aroma (taste and flavor), tekstur (texture), hiasan (garnish), dan kreasi/keunikan
makanan tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur perlu dipertahankan.
71
(3) Keunikan cita rasa dan aroma
Makanan tradisional Bali merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang
cukup terkenal dikalangan wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.
Makanan tradisional Bali ini menjadi sangat terkenal oleh karena keunikan citarasa,
aroma maupun proses pengolahannya yang merupakan daya tarik tersendiri bagi
wisatawan.
(4) Komposisi dari makanan tradisional Bali
Disamping keunikan citarasa dan aroma, dalam menu juga dapat diketahui komposisi
makanan apa saja yang disajikan pada usaha jasa boga tersebut untuk mengetahui apa
saja jenis sup, jenis makanan pembuka dan makanan utama, jenis makanan penutup,
camilan ataupun jenis minuman yang ditawarkan. Komposisi makanan tradisional
Bali sudah sesuai dengan gastronomi international.
(5) Kesesuaian antara biaya yang dikeluarkan dengan kepuasan
Harga merupakan salah satu komponen variabel internal pemasaran restoran. Harga
merupakan nilai tukar dari kepuasan yang diperoleh dengan sejumlah biaya yang
harus dikeluarkan. Selama ini wisatawan menilai harga jual makanan dan minuman
sangat sesuai dengan produk dan pelayanan yang diterima.
(6) Penampilan, sikap dan keramahan staf restoran menyajikan makanan tradisional Bali.
Kualitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh kualitas pramusaji yang selalu siap
melayani dan menyajikan makanan tradisional Bali. Sikap dan penampilan karyawan
restoran dinilai cara mereka memberikan pelayanan serta mewujudkan kesan positif
dari raut muka, kerapihan (grooming), kebersihan pakaian dan kebersihan diri sendiri,
desain pakaian (uniform), kelengkapan atribut untuk pelayanan, dan penggunaan
72
deodorant untuk menetralisir bau badan. Selama ini penampilan, sikap, dan
keramahan staf restoran dimata wisatawan sangat baik.
2. Faktor-faktor kelemahan internal adalah:
(1) Sedikitnya variasi pilihan menu makanan tradisional Bali
Indikator produk yang seharusnya penting untuk dipertimbangkan oleh usaha jasa
boga adalah keragaman menu. Variasi yang cukup akan memberikan alternatif pilihan
yang memadai bagi pelanggan untuk memilih makanan tradisional Bali yang
diminati, terutama jika kunjungan wisatawan tersebut lebih dari satu kali untuk
menghindari terjadinya kebosanan terhadap makanan tradisional Bali yang disajikan.
(2) Rasa yang tidak konsisten
Letak geografis, kultur yang berbeda pada masing-masing kabupaten di Bali sangat
mempengaruhi hasil dari produk makanan yang dibuat. Dalam industri perhotelan
SDM yang bekerja tentu dari berbagai daerah yang berbeda-beda yang tentunya akan
mempengaruhi pola/kebiasaan mereka dalam memproduksi makanan tradisional Bali
sehingga tentunya akan menghasilkan rasa yang berbeda.
(3) Tidak tersedianya restoran khusus makanan tradisional Bali dalam hotel.
Selama ini belum banyak hotel yang menyediakan restoran khusus yang menyiapkan
makanan tradisional Bali. Pada hotel kecenderungan speciality restaurant yang
dibuka adalah restoran masakan Jepang, masakan Italy, masakan China, ataupun
masakan Thailand dan speciality restaurant lainnya.
73
3. Faktor-faktor peluang eksternal meliputi:
(1) Himbauan pemerintah untuk lebih memperkenalkan makanan tradisional Bali.
Terbitnya Perpres No. 22 tahun 2009 tentang kebijakan percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. Salah satu instansi
yang didorong untuk memberikan dukungan pengembangan PKMN adalah
Departemen Pariwisata Dan Kebudayaan serta Departemen Perhubungan yang
meminta kepada hotel/restoran/maskapai penerbangan untuk
menyajikan/menyediakan olahan pangan lokal atau makanan nusantara kepada para
pelanggan.
(2) Kecilnya persaingan usaha jasa boga dalam menyajikan makanan tradisional Bali
bagi wisatawan di daerah Sanur.
Selain dalam hotel sendiri restoran yang khusus menyajikan makanan tradisional Bali
di kawasan Sanur belum begitu banyak. Kondisi ini tentunya dapat dijadikan peluang
bagi hotel sendiri untuk lebih banyak menawarkan produk makanan tradisional Bali.
(3) Penggunaan teknologi moderen untuk pengembangan produk makanan tradisional
Bali dan pelayanannya.
Perkembangan teknologi menuntut semua bidang usaha untuk menggunakannya,
termasuk pengembangan makanan tradisional Bali. Aplikasi teknologi modern
meningkatkan kualitas, kreasi dan efisiensi usaha jasa boga.
(4) Berkembangnya wisata minat khusus (wisata kuliner).
Bentuk wisata minat khusus pada dua dekade terakhir berkembang pesat utamanya di
negara-negara sedang membangun. Salah satu prinsip pariwisata ini adalah wisatawan
melakukan perjalanan berwisata pada umumnya mencari pengalaman baru yang dapat
74
diperoleh dari obyek sejarah, olah raga, adat istiadat, kegiatan di lapangan dan
petualangan, dan makanan lokal.
(5) Banyaknya variasi dan jenis makanan tradisional Bali.
Bali memiliki variasi jenis makanan tradisional yang sangat beragam. Dan jika dilihat
dari komposisi menu juga sudah sesuai dengan gastronomi international.
4. Faktor-faktor ancaman eksternal adalah:
(1) Produk makanan dari daerah/negara lain
Produk makanan dari daerah/negara lain yang ditawarkan lebih banyak dibandingkan
dengan produk makanan tradisional Bali sendiri yang tentunya wisatawan lebih
leluasa dalam memilih produk lainnya tersebut sebagai produk pengganti.
(2) Higiene dan sanitasi.
Masalah higiene dan sanitasi merupakan suatu masalah yang perlu mendapat
perhatian khusus karena sangat berkaitan dengan keamanan makanan yang dimakan
oleh wisatawan.
6.2.1 Hasil evaluasi faktor internal
Pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan
(paired comparison) terhadap faktor kekuatan dan kelemahan. Rating kekuatan dan
kelemahan diperoleh dari rata-rata rating yang dipilih oleh ke 80 responden untuk faktor-
faktor internal tersebut. Skor faktor internal diperoleh dari perkalian antara bobot dan
rating kekuatan dan kelemahan. Hasil selengkapnya seperti pada Tabel 6.10.
75
Tabel 6.10
Bobot, Rating, dan Skor dari Faktor Internal
NO KEKUATAN BOBOT RATING SKOR
A Penataan makanan tradisional Bali yang disajikan 0.08 3 0.24
B Kualitas produk dari makanan tradisional Bali 0.12 3 0.36
C Keunikan cita rasa dan aroma 0.14 4 0.56
D Komposisi dari makanan tradisional Bali 0.05 2 0.1
E Kesesuaian antara biaya yang dikeluarkan dengan
kepuasan 0.06 3 0.18
F Penampilan, sikap, dan keramahan staf restoran
menyajikan makanan tradisional Bali 0.05 3 0.15
KELEMAHAN
A Sedikitnya Variasi pilihan menu makanan tradisional Bali 0.15 3 0.45
B Rasa yang tidak konsisten 0.23 3 0.69
C Tidak tersedianya restoran khusus makanan
tradisional Bali di dalam hotel 0.12 2 0.24
TOTAL 1.00 2.97
Berdasarkan hasil tersebut diatas, maka total skor faktor internal adalah sebesar
2,97. Angka ini menunjukkan kategori kuat karena berada diatas rata-rata yaitu 2,50
(David, 2000:34). Ini menunjukkan bahwa posisi internal strategi pengembangan
makanan tradisional Bali dikatakan kuat sehingga mampu memanfaatkan faktor-faktor
kekuatan yang ada untuk dapat mengatasi faktor-faktor kelemahannya.
6.2.2 Hasil evaluasi faktor eksternal
Pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan
(Paired comparison) terhadap faktor peluang dan ancaman tersebut. Rating peluang dan
76
ancaman diperoleh dari rata-rata rating yang dipilih oleh ke 9 responden untuk faktor-
faktor eksternal. Skor faktor eksternal diperoleh dari perkalian antara bobot dengan rating
peluang dan ancaman dalam pengembangan makanan tradisional Bali. Hasil
selengkapnya seperti pada Tabel 6.11.
Tabel 6.11
Bobot, Rating, dan Skor dari Faktor Eksternal
NO PELUANG BOBOT RATING SKOR
A Himbauan pemerintah untuk lebih memperkenalkan
makanan tradisional Bali kepada wisatawan 0.11 3 0.33
B
Kecilnya persaingan usaha jasa boga dalam menyajikan
makanan Tradisional Bali bagi wisatawan di daerah
Sanur
0.05 2 0.1
C Penggunaan teknologi modern untuk pengembangan
produk makanan tradisional Bali dan pelayanannya 0.08 2 0.16
D Berkembangnya wisata minat khusus (wisata kuliner) 0.14 3 0.42
E Banyaknya Variasi dan jenis makanan tradisional Bali. 0.12 3 0.36
ANCAMAN
A Produk makanan dari daerah/negara lain 0.33 3 0.99
B Higiene dan Sanitasi 0.17 2 0.34
TOTAL 1.00 2.70
Total skor faktor eksternal sebesar 2,70. Menurut kriteria David (2000:35), total
skor faktor eksternal tergolong kuat karena berada diatas rata-rata 2,50. Ini menunjukkan
bahwa faktor eksternal mampu memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman.
6.3 Strategi Pengembangan Makanan Tradisional Bali pada Hotel di Kawasan
Sanur
6.3.1 Strategi umum
Strategi umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui posisi dan arah
pengembangan makanan tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur, dilakukan analisis
77
matriks IE dengan menggunakan dua dimensi yaitu nilai total skor faktor lingkungan
internal dan nilai total skor faktor lingkungan eksternal. Matriks IE dapat menentukan
strategi-strategi utama (Grand Strategy) yang merupakan strategi yang lebih detail atau
lebih operasional, merupakan tindak lanjut dari strategi generik.
Berdasarkan hasil analisis faktor strategis lingkungan internal dan analisis faktor
strategis lingkungan eksternal diperoleh nilai total skor faktor lingkungan internal sebesar
2,97 yaitu diatas nilai rata-rata 2,50 yang berarti posisi internalnya kuat dan nilai total
skor faktor eksternal sebesar 2,70 yaitu diatas nilai rata-rata 2,50 yang berarti posisi
faktor eksternalnya kuat. Gambar 6.1 menunjukkan matriks posisi makanan tradisional
Bali pada hotel di kawasan Sanur.
78
TOTAL NILAI RERATA TERTIMBANG IFE
Kuat Rata-rata Lemah
(3,0 – 4,0) (2,0 – 2,99) (1,0 – 1,99)
4,0 3,0 2,0 1,0 Tinggi
TOTAL (3,0 – 4,0)
NILAI RERATA
TERTIMBANG
EFE
3,0 Menengah
(2,0 – 2,99)
2,0
Rendah
(1,0 – 1,99)
1,0
Gambar 6.1
Matriks Internal-Eksternal
Matriks Posisi Makanan Tradisional Bali pada Hotel
di kawasan Sanur
Matriks internal-eksternal pada Gambar 6.1 menunjukkan posisi makanan
tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur berada pada sel V. Karena itu, berdasarkan
teori dari David (2006: 302) maka strategi yang seharusnya diterapkan oleh hotel di
kawasan Sanur dalam upaya mengembangkan makanan tradisional Bali adalah “Hold and
Maintain Strategy” atau strategi “Jaga dan Pertahankan” yang terdiri dari strategi
penetrasi pasar dan strategi pengembangan produk. Strategi penetrasi pasar, yaitu usaha
peningkatan pangsa pasar atau market share suatu produk atau jasa yang sudah ada di
pasar melalui usaha pemasaran yang lebih gencar (David, 2000). Strategi berikutnya
adalah strategi pengembangan produk. Strategi pengembangan produk merupakan salah
I
2,97
II
III
2,70 IV
(2,97:2,70)
V
VI
VII
VIII
IX
79
satu cara dalam meningkatan kualitas pelayanan dengan cara meningkatkan mutu produk,
memodifikasikan produk-produk atau jasa-jasa yang ada sekarang atau menambah jenis
produk yang baru. Strategi pengembangan produk dilakukan untuk meningkatkan daya
saing.
6.3.2 Strategi dan program alternatif
Strategi alternatif diperoleh melalui analisis SWOT dan QSPM. Analisis SWOT
merumuskan strategi alternatif dan analisis matriks QSPM bertujuan untuk menetapkan
kemenarikan relatif (relative attractiveness) dari strategi-strategi yang bervariasi yang
telah dipilih, dan untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk
diimplementasikan. Dari matrik SWOT akan didapatkan empat macam strategi seperti
terlihat pada Tabel 6.12. matrik ini berguna untuk menggambarkan secara jelas kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki disesuaikan dengan peluang dan ancaman yang dihadapi
dalam mengembangkan makanan tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur.
80
Tabel 6.12
Matrik SWOT Strategi Pengembangan Makanan Tradisional Bali pada Hotel di
Kawasan Sanur
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kekuatan / Strength (S)
1. Penataan makanan tradisional
Bali yang disajikan
2. Kualitas produk dari makanan
tradisional Bali
3. Keunikan cita rasa dan aroma
4. Komposisi dari makanan
tradisional Bali
5. Kesesuaian antara biaya yang
dikeluarkan dengan kepuasan
6. Penampilan, sikap, dan
keramahan staf restoran
menyajikan makanan
tradisional Bali
Kelemahan/Weaknesses (W)
1. Sedikitnya Variasi pilihan
menu makanan tradisional
Bali
2. Rasa yang tidak konsisten
3. Tidak tersedianya restoran
khusus makanan
tradisional Bali di dalam
hotel
Peluang/Opportunities (O)
1. Himbauan pemerintah untuk
lebih memperkenalkan makanan
tradisional Bali kepada
wisatawan
2. Kecilnya persaingan usaha jasa
boga dalam menyajikan
makanan Tradisional Bali bagi
wisatawan di daerah Sanur
3. Penggunaan teknologi modern
untuk pengembangan produk
makanan tradisional Bali dan
pelayanannya
4. Berkembangnya wisata minat
khusus (wisata kuliner)
5. Banyaknya Variasi dan jenis
makanan tradisional Bali.
Strategi SO
1. Meningkatkan promosi
makanan tradisional Bali
(S2,S3,O1,O2,O4)
2. Mempertahankan dan
meningkatkan kualitas
produk makanan
tradisional Bali
(S2,S3,O3)
Strategi WO
1. Meningkatkan
keberagaman makanan
tradisional Bali dalam
menu (W1,O1,O4,O5)
2. Melaksanakan
pengawasan mutu
produk makanan
tradisional Bali
(W2,O3)
Ancaman / Threats (T)
1. Produk makanan dari
daerah/negara lain
2. Higiene dan Sanitasi
Strategi ST
1. Mengembangkan /
membuka outlet-outlet
makanan tradisional Bali
dalam hotel (S2,S3,S4,T1)
2. Meningkatkan dan
menjaga image kualitas
produk dan keamanan
makanan tradisional Bali
(S1,S2,T2)
Strategi WT
1. Memperbaiki dan
Menjaga konsistensi
rasa makanan
tradisional Bali (W2,T1)
2. Meningkatkan
penawaran produk
makanan tradisional
Bali (W1,T1)
81
6.3.2.1 Strategi strength-opportunities (SO)
Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada
terdiri dari:
1. Meningkatkan promosi makanan tradisional Bali.
Promosi makanan tradisional Bali dapat dilakukan melalui:
(1) Pengiklanan.
Fungsi pengiklanan adalah memberi informasi baik kepada pasar mengenai produk
yang dijual dan untuk mempengaruhi konsumen agar tertarik. Iklan dapat dipasang
pada media massa seperti televisi, surat kabar, majalah, ataupun melalui internet
dengan memanfaatkan kerjasama teknologi digital melalui website.
(2) Personal selling.
Dalam personal selling terjadi interaksi langsung saling bertemu muka antara pembeli
dengan penjual komunitas yang dilakukan kedua belah pihak, bersifat individu dan
dua arah sehingga penjual dapat langsung memperoleh tanggapan sebagai umpan
balik tentang keinginan dan kesukaan pembeli, penyampaian berita atau percakapan
sangat fleksibel karena dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Didalam
restoran pramusaji dapat meningkatkan penjualan melalui hubungan dengan para
tamu. Pramusaji dapat memberikan saran, mengingatkan, dan membantu konsumen
dalam menentukan pilihannya.
2. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk makanan tradisional Bali.
Strategi ini dapat dilaksanakan melalui program antara lain:
82
(1) Penggunaan bahan yang berkualitas.
Kualitas bahan yang dipakai sangat berpengaruh terhadap produk makanan yang
dihasilkan. Untuk menghasilkan produk makanan yang bermutu dan berkualitas baik
sudah sepatutnya bahan yang dipakai harus berkualitas baik pula.
(2) Pemanfaatan dan Penggunaan teknologi moderen dalam pemilihan alat memasak dan
pemilihan metode memasak yang tepat dan benar.
Kualitas makanan yang dihasilkan tidak hanya dari bahan baku yang dipakai, akan
tetapi penggunaan alat dan pemilihan metode memasak yang tepat sangat
berpengaruh terhadap hasil akhir dari makanan yang dibuat. Dengan semakin
berkembangnya teknologi dalam pengolahan makanan kita dapat memilih salah satu
dari teknologi tersebut sehingga tetap dapat menghasilkan makanan yang berkualitas.
Jika alat yang dipakai untuk membuat makanan tersebut tepat dan berfungsi dengan
baik, serta metode pengolahan yang dipakai sesuai dengan karakter bahan makanan,
akan menghasilkan produk makanan yang berkualitas baik pula.
6.3.2.2 Strategi strength-threats (ST)
Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman terdiri dari:
1. Mengembangkan outlet-outlet makanan tradisional Bali dalam hotel.
Strategi ini dapat dilakukan melalui program antara lain:
(1) Membuka autlet khusus makanan tradisional Bali sehingga para tamu mengetahui
keberadaan makanan tradisional Bali dalam hotel.
(2) Menawarkan berbagai jenis produk makanan tradisional Bali yang sesuai dengan
gastronomi internasional.
83
2. Meningkatkan dan menjaga image kualitas produk dan keamanan makanan
tradisional Bali.
Image terhadap kualitas produk dan keamanan makanan tradisional Bali dapat
ditingkatkan melalui program-program antara lain:
(1) Meningkatkan kualitas kebersihan dan kesehatan produk makanan tradisional Bali.
Dalam dunia kuliner masalah kebersihan dan kesehatan makanan merupakan suatu
hal yang sangat penting untuk diperhatikan selain cara pengolahannya. Makanan yang
bersih dan sehat akan dapat meminimalkan terjadinya keracunan makanan bagi yang
menikmatinya. Jika hal ini terjadi tentunya akan dapat menimbulkan hal negatif bagi
wisatawan terhadap makanan tradisional Bali.
(2) Bekerjasama dengan pelaku pariwisata lainnya dalam memberikan informasi yang
jelas mengenai makanan tradisional Bali kepada wisatawan.
Informasi mengenai makanan tradisional Bali sangat penting untuk diketahui oleh
wisatawan sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda mengenai makanan
Bali itu sendiri. Banyak wisatawan mengira bahwa semua makanan tradisional Bali
adalah makanan yang memiliki rasa yang pedas. Selain rasa yang pedas, bahwa
makanan tradisional Bali itu identik dengan daging babi, padahal tidak semua
makanan tradisional Bali itu pedas dan terbuat dari daging babi.
6.3.2.3 Strategi weakness-opportunities (WO)
Strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
mengatasi kelemahan yang ada terdiri dari:
84
1. Meningkatkan keberagaman makanan tradisional Bali dalam menu.
Strategi ini dapat dilaksanakan melalui program antara lain:
(1) Mengangkat dan memperkenalkan jenis makanan tradisional Bali yang ada.
Potensi berbagai jenis makanan tradisional Bali yang ada di tiap kabupaten yang ada
di Bali dapat digali dan dikumpulkan untuk kemudian dipilih sesuai dengan
gastronomi internasional.
(2) Memodifikasi produk-produk yang sudah ada dengan memperbaiki penampilan,
menyempurnakan produk makanan tradisional Bali ataupun menciptakan menu
makanan Bali yang baru dengan tidak menghilangkan karakter bumbu makanan
tradisional Bali itu sendiri.
2. Melaksanakan pengawasan mutu produk makanan tradisional Bali.
Strategi ini dapat dilaksanakan dengan cara antara lain:
(1) Penggunaan standar pembelian bahan (Standard Purchase Specification).
Untuk menghasilkan makanan yang berkualitas, bahan baku dan bumbu yang dipakai
juga harus berkualitas. Kualitas bahan baku dapat dipantau melalui standar pembelian
(Standard Purchase Specification) yang telah ditetapkan oleh manajemen dalam hal
ini adalah kepala dapur (Chef).
(2) Penggunaan resep baku masakan (standard Recipe)
Resep memegang peranan yang sangat penting bagi seorang juru masak. Keberadaan
resep yang baku akan membantu menghasilkan makanan dengan kualitas yang sama.
85
6.3.2.4 Strategi weakness-threats (WT)
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat bertahan (defensive) dan
ditunjukan untuk meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman yaitu:
1. Memperbaiki dan menjaga konsistensi rasa makanan tradisional Bali
Strategi ini dapat dilakukan melalui program-program seperti:
(1) Membuat standard resep makanan tradisional Bali
Rasa yang tidak konsisten terutama disebabkan oleh karena belum adanya suatu
standar dalam pembuatan makanan tradisional Bali sehingga ada perbedaan
penggunaan bahan dan metode pengolahan dari masing-masing juru masak baik
dalam hotel itu sendiri ataupun antar hotel yang satu dengan hotel lainnya. Dengan
adanya suatu standarisasi pada makanan tradisional Bali diharapkan dapat mengatasi
kualitas rasa yang berbeda.
(2) Peningkatan kualitas SDM
Pelatihan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas SDM. Perusahaan perlu untuk memberikan pelatihan-pelatihan makanan
tradisional Bali kepada juru masak. Pelatihan makanan tradisional Bali diharapkan
mampu menghasilkan juru masak makanan tradisional Bali yang lebih profesional
sehingga diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.
2. Meningkatkan penawaran produk makanan tradisional Bali.
Strategi ini dapat dilakukan melalui program-program seperti:
86
(1) Melaksanakan secara rutin kegiatan penjualan makanan tradisional bali dalam bentuk
buffet dinner.
Penawaran makanan tradisional Bali dalam bentuk buffet akan sangat membantu
wisatawann untuk mengetahui lebih banyak mengenai produk makanan tradisional
Bali yang ada karena penyajian dalam bentuk buffet ini memberikan pilihan makanan
yang lebih banyak kepada wisatawan.
(2) Cooking class.
Pelaksanaan cooking class sangat membantu untuk mempromosikan makanan
tradisional Bali secara langsung kepada wisatawan karena dengan program tersebut
wisatawan bisa terlibat langsung dalam menyiapkan dan membuat makanan
tradisional Bali sehingga mereka bisa lebih mengenal dan menggemari makanan
tradisional Bali.
6.4 Pemilihan Prioritas Strategi dengan Quantitative Strategics Planning Matrix
(QSPM)
Analisis matriks QSPM bertujuan untuk menetapkan kemenarikan relatif (relative
attractiveness) dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, dan untuk
menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk diimplementasikan. Matriks
SWOT menghasilkan strategi-strategi alternatif yaitu: (1) Mengembangkan / membuka
outlet-outlet makanan tradisional Bali dalam hotel, (2) Meningkatkan promosi makanan
tradisional Bali, (3) Memperbaiki dan Menjaga konsistensi rasa makanan tradisional Bali,
(4) Meningkatkan keberagaman makanan tradisional Bali dalam menu, (5) Meningkatkan
penawaran produk makanan tradisional Bali, (6) Mempertahankan dan meningkatkan
87
kualitas produk makanan tradisional Bali, (7) Meningkatkan dan menjaga image kualitas
produk dan keamanan makanan tradisional Bali, (8) Melaksanakan pengawasan mutu
produk makanan tradisional Bali, kemudian strategi-strategi alternatif tersebut disusun
dalam matriks QSPM dan pemilihan strategi didasarkan atas pandangan peneliti. Faktor
yang memiliki daya tarik dari masing-masing faktor internal dan eksternal diberi nilai
satu (tidak menarik) sampai empat (sangat menarik). Hasil analisis QSPM dapat dilihat
pada Tabel 6.13
88
Tabel 6.13
Quantitative Strategics Planning Matrix (QSPM)
Strategi Pengembangan Makanan Tradisional Bali pada Hotel di Kawasan Sanur
ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN MAKANAN TRADISIONAL BALI
FAKTOR UTAMA Weight Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5 Strategi 6 Strategi 7 Strategi 8
AS1 TAS1 AS2 TAS2 AS3 TAS3 AS4 TAS4 AS5 TAS5 AS6 TAS6 AS7 TAS7 AS8 TAS8
Faktor
Internal
KE
KU
AT
AN
1 0.080 4 0.320 3 0.240 4 0.320 4 0.320 4 0.320 3 0.240 4 0.320 4 0.320
2 0.120 4 0.480 4 0.480 3 0.360 4 0.480 4 0.480 4 0.480 4 0.480 4 0.480
3 0.140 4 0.560 4 0.560 4 0.560 4 0.560 2 0.280 3 0.420 2 0.280 2 0.280
4 0.050 3 0.150 3 0.150 3 0.150 2 0.100 3 0.150 3 0.150 2 0.100 1 0.050
5 0.060 3 0.180 3 0.180 4 0.240 4 0.240 4 0.240 4 0.240 4 0.240 4 0.240
6 0.050 3 0.150 4 0.200 3 0.150 3 0.150 3 0.150 3 0.150 3 0.150 3 0.150
KELE 1 0.150 4 0.600 4 0.600 4 0.600 4 0.600 4 0.600 4 0.600 4 0.600 4 0.600
MAHAN 2 0.230 4 0.920 4 0.920 3 0.690 4 0.920 3 0.690 3 0.690 3 0.690 3 0.690
3 0.120 3 0.360 4 0.480 3 0.360 2 0.240 3 0.360 3 0.360 3 0.360 3 0.360
Faktor
Eksternal
PE
LU
AN
G
1 0.110 4 0.440 3 0.330 4 0.440 3 0.330 4 0.440 4 0.440 4 0.440 4 0.440
2 0.050 3 0.150 3 0.150 3 0.150 4 0.200 4 0.200 4 0.200 3 0.150 3 0.150
3 0.080 1 0.080 3 0.240 1 0.080 3 0.240 1 0.080 3 0.240 1 0.080 1 0.080
4 0.140 4 0.420 4 0.560 4 0.560 4 0.560 4 0.560 2 0.280 1 0.140 1 0.140
5 0.120 2 0.240 3 0.360 2 0.240 3 0.360 2 0.240 2 0.240 2 0.240 2 0.240
ANCA 1 0.330 3 0.990 4 1.320 3 0.990 4 1.320 4 1.320 3 0.990 3 0.990 3 0.990
MAN 2 0.170 4 0.680 4 0.680 4 0.680 3 0.510 4 0.680 4 0.680 4 0.680 4 0.680
TOTAL 6.720 7.450 6.570 7.130 6.790 6.400 5.940 5.890
PERING
KAT 4 1 5 2 3 6 7 8
Keterangan:
Strategi:
1. Meningkatkan promosi makanan tradisional Bali, dan meningkatkan keberagaman
makanan tradisional Bali dalam menu.
2. Meningkatkan penawaran produk makanan tradisional Bali, dan mengembangkan /
membuka outlet-outlet makanan tradisional Bali dalam hotel.
3. Memperbaiki dan menjaga konsistensi rasa makanan tradisional Bali,
mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk makanan tradisional Bali.
4. Strategi meningkatkan dan menjaga image kualitas produk dan keamanan makanan
tradisional Bali, melaksanakan pengawasan mutu makanan tradisional Bali.
89
Berdasarkan Tabel 6.13 diperoleh gambaran bahwa nilai TAS (Total Attractives
Score) dari strategi meningkatkan promosi makanan tradisional Bali, dan meningkatkan
keberagaman makanan tradisional Bali dalam menu, menunjukkan nilai tertinggi yang
berarti bahwa strategi ini menjadi pilihan utama. Strategi meningkatkan penawaran
produk makanan tradisional Bali, dan mengembangkan / membuka outlet-outlet makanan
tradisional Bali dalam hotel menjadi pilihan kedua. Strategi memperbaiki dan menjaga
konsistensi rasa makanan tradisional Bali, mempertahankan dan meningkatkan kualitas
produk makanan tradisional Bali, menjadi pilihan ketiga. Dan strategi meningkatkan dan
menjaga image kualitas produk dan keamanan makanan tradisional Bali, melaksanakan
pengawasan mutu makanan tradisional Bali pilihan terakhir.
90
BABVII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Lingkungan internal yang merupakan kekuatan dalam penyusunan strategi
pengembangan makanan tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur secara
berurutan sebagai berikut: keunikan cita rasa dan aroma, kualitas produk dari
makanan tradisional Bali, penataan makanan tradisional Bali yang disajikan,
kesesuaian antara biaya yang dikeluarkan dengan kepuasan, komposisi dari makanan
tradisional Bali, penampilan, sikap dan keramahan staf restoran menyajikan makanan
tradisional Bali. Sedangkan, faktor kelemahannya secara berurutan sebagai berikut:
rasa yang tidak konsisten, sedikitnya variasi pilihan menu makanan tradisional Bali,
dan tidak tersedianya restoran khusus makanan tradisional Bali di dalam hotel.
Lingkungan eksternal yang merupakan peluang secara berurutan sebagai
berikut: berkembangnya wisata minat khusus (wisata kuliner), banyaknya variasi dan
jenis makanan tradisional Bali, himbauan pemerintah untuk lebih memperkenalkan
makanan tradisional Bali kepada wisatawan, penggunaan teknologi modern untuk
pengembangan produk makanan tradisional Bali dan pengembangannya, dan kecilnya
persaingan usaha jasa boga dalam menyajikan makanan tradisional Bali bagi
wisatawan di daerah Sanur. Sedangkan factor ancamannya secara berurutann sebagai
berikut: produk makanan dari daerah/Negara lain dan higiene dan sanitasi.
91
Total skor hasil evaluasi factor internal adalah sebesar 2,97. Angka ini
menunjukkan kategori kuat karena berada diatas rata-rata yaitu 2,50. Ini menunjukkan
bahwa posisi internal strategi pengembangan makanan tradisional Bali dikatakan kuat
sehingga mampu memanfaatkan factor-faktor kekuatan yang ada untuk dapat
mengatasi factor-faktor kelemahannya. Sedangkan total skor factor eksternal sebesar
2,70. Total skor factor eksternal tergolong tinggi karena berada diatas rata-rata 2,50.
Ini menunjukkan bahwa factor eksternal mampu memanfaatkan peluang dan
menghindari ancaman.
2. Strategi yang relevan untuk dilaksanakan dalam rangka mendukung pengembangan
makanan tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur adalah:
a. Berdasarkan analisis matriks IE diperoleh strategi umum yang dapat dilaksanakan
yaitu strategi penetrasi pasar dan strategi pengembangan produk. Strategi penetrasi
pasar dilakukan dengan usaha peningkatan pangsa pasar atau market share produk
makanan tradisional Bali yang sudah ada melalui usaha pemasaran yang lebih gencar.
Sedangkan, strategi pengembangan produk dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan mutu produk, memodifikasikan produk-produk atau jasa-jasa yang ada
sekarang atau menambah jenis produk yang baru. Strategi tersebut dapat dilakukan
dengan menumbuhkan keyakinan bagi semua pihak, terutama pelaku usaha hotel dan
restoran di kawasan Sanur dan juga pemerintah bahwa potensi makanan tradisional
Bali amat sangat potensial untuk dikembangkan sehingga perlu intesifikasi pemasaran
melalui promosi serta menambah variasi jenis menu makanan tradisional Bali
sehingga pelanggan tidak bosan.
92
b. Strategi alternatif yang relevan untuk dilaksanakan pada pengembangan makanan
tradisional Bali sebagai berikut: Strategi Strengths Opportunities (SO) adalah strategi
yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada terdiri dari:
meningkatkan promosi makanan tradisional Bali, mempertahankan dan meningkatkan
kualitas produk makanan tradisional Bali. Strategi Strengths Threats (ST) adalah
strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman terdiri dari
mengembangkan/membuka outlet-outlet makanan tradisional Bali dalam hotel,
meningkatkan dan menjaga image kualitas produk makanan tradisional Bali. Strategi
Weaknesses Opportunities (WO) adalah strategi meningkatkan keberagaman
makanan tradisional Bali dalam menu, melaksanakan pengawasan mutu produk
makanan tradisional Bali. Strategi Weaknesses Threats (WT) adalah strategi
memperbaiki dan menjaga konsistensi rasa makanan tradisional Bali, meningkatkan
penawaran produk makanan tradisional Bali.
3. Berdasarkan analisis QSPM (quantitative strategics planning matrix) menunjukkan
bahwa strategi yang mempunyai daya tarik paling tinggi, sekaligus menjadi prioritas
utama penentuan strategi pengembangan makanan tradisional Bali pada industri hotel
di kawasan Sanur adalah strategi meningkatkan promosi makanan tradisional Bali,
dan meningkatkan keberagaman makanan tradisional Bali dalam menu.
93
7.2 Saran
Dari berbagai uraian tersebut di atas, dapat disarankan beberapa hal sebagai
berikut.
1. Untuk pengembangan makanan tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur
disarankan agar pelaku usaha hotel di Kelurahan Sanur untuk selalu yakin dan
optimis bahwa makanan tradisional Bali memiliki prospek yang amat cerah untuk
dikembangkan. Potensi makanan tradisional Bali tidak saja hanya sebagai
pemenuhan kebutuhan pokok manusia saja, akan tetapi dengan nilai dan kualitas
yang dimiliki, makanan tradisional Bali merupakan makanan yang memiliki nilai
keunikan citarasa dan aroma yang mampu menarik wisatawan untuk datang
berkunjung.
2. Pengembangan makanan tradisional Bali dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa strategi alternatif. Beberapa strategi yang bisa dipakai adalah strategi
meningkatkan promosi makanan tradisional Bali dan meningkatkan keberagaman
makanan tradisional Bali dalam menu, strategi meningkatkan penawaran produk
makanan tradisional Bali, mengembangkan / membuka outlet-outlet makanan
tradisional Bali dalam hotel, sehingga tamu dapat mengetahui keberadaan dan
keunggulan produk makanan tradisional Bali.
3. Dengan memanfaatkan peluang yang begitu luas, pemerintah diharapkan berperan
serta untuk lebih intensif menghimbau pengembangan makanan tradisional Bali
pada industry hotel di kawasan Sanur. Kebijakan-kebijakan untuk lebih
memperkenalkan produk makanan lokal kepada wisatawan guna mengangkat
94
potensi lokal yang ada seperti bahan baku hasil pertanian lokal bisa dimanfaatkan
lebih optimal sebagai wujud pengembangan kepariwisataan yang berbasis
kerakyatan.
4. Bagi para akademisi atau peneliti selanjutnya, penelitian terhadap makanan
tradisional Bali pada hotel di kawasan Sanur sangat perlu dilanjutkan untuk
menghasilkan strategi perencanaan pemasaran makanan tradisional Bali yang
paling tepat, sehingga nantinya bisa dirangkum dan digunakan sebagai acuan
pemerintah dalam mengambil kebijakan di bidang pengembangan makanan
tradisional Bali sebagai daya tarik wisata yang unik.
95
DAFTAR PUSTAKA
Abbey, J.R. 2003. Hospitality Sales and Marketing. Fourth Edition. Michigan :
Education Institute of American Hotel & Motel Association.
Bozaik, M.G. dan Tipuric,D. 2006. Top Management’s Attitude – Based SWOT Analisis
in The Croatian Hotel Industry. EKONOMSKY PREGLED, 57(7-8) 429-
474. Cornell University.
David, F. R. 2006. Strategic Management: Concepts (Ichsan Setiyo Budi. Pentj.) Jakarta: PT.
Salemba Empat.
Dubê,L. And Renaghan, L.M. 2000. Marketing Your Hotel to and trough
Intermediaries. Cornel University: Cornell Hotel and Restaurant
Administration Quarterly.
Ernayanti, dkk. 2003. Ensilopedi Makanan Tradisional di Pulau Jawa dan Pulau
Madura. Deputi bidang pelestarian dan pengembangan kebudayaan, asdep.
Urusan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Jakarta: Proyek
pelestarian dan pengembangan tradisi dan kepercayaan.
Gaffar, 2007. Customer Relationship Management And Marketing Public Relations
Hotel. Alfabeta Bandung.
Hsu, C. H. C. dan Powers, T. 2002. Marketing Hospitality. Third Edition. John Wiley & Sons
Australia, Ltd.
Jennings, G. 2001. Tourism Research. Central Queensland University: John Wiley & Sons
Australia, Ltd.
Kotas, R & Jayawardena, C. 1999. Profitable Food and Beverage Management. London:
Hodder & Stoughton.
Kotler, P., Bowen, J., Makens, J. 2002. Pemasaran Perhotelan dan Kepariwisataan. Jilid
II Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Pearson Education Asia Ptc. Ltd dan PT.
Prenhallindo.
Mardalis. 2008. Metode Penelitian ( Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi Aksara.
Morrison, A.M. 2002.Hospitality and Travel Marketing. Third Edition. New York:
Delmar Thompson Lerning.
Rangkuti, F, 2006. Analisis SWOT, Tehnik Membedah Kasus Bisnis-Reorientasi Konsep
Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Cetakan ke 14. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
96
Rusmartini, 2006. “Strategi Pengembangan Ekspor Komoditi Panili Di Bali” (Tesis
Tidak Dipublikasikan). Denpasar: Universitas Udayana.
Reid, D & Bojanic, C. 2006. Marketing for Hospitality and Tourism. Second Edition.
Prentice Hall International, Inc.
Sadjuni, L. G. S, (2006) ”Ekspektasi dan Persepsi Wisatawan Terhadap Gastronomi
Makanan Bali”. (Tesis Tidak Dipublikasikan) Denpasar: Universitas
Udayana.
Sekaran, U. 2006. Research Methods for Business. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Sianipar & Entang K. S, 2001. Tehnik-tehnik Analisis Manajemen. Bahan Ajar Diklat
Kepemimpinan Tingkat III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia.
Sirtha, 1998. Aspek Budaya Makanan Tradisional Bali dalam Menunjang Program
Pariwisata dalam Dinamika Kebudayaan. Denpasar: Lembaga Penelitian
Universitas Udayana Denpasar.
Sparks, B., Bowen, J., Kleg, S. 2003. Restaurant and The Tourist Market; International
Jurnal of Contenporary Hospitality Management; 2003; 15,1;
ABI/AINFORM Global Griffith University, Gold Coast, Austlaia.
Sulianto, 2006. Metode Riset Bisnis. Yogyakarta: Andy Offset
Sugiyono, 2009. Statistika Penelitian. Alfabeta Bandung.