upacara sambut bayi

Upload: dwi-arry-nugraheni

Post on 02-Mar-2016

53 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Upacara Sambut Bayi

Upacara Sambut Bayi

Bahagianya! Bayi telah lahir, perayaan tanda gembira dan syukur pun digelar. Apa sebenarnya makna dari perayaan-perayaan itu?

Hadirnya anggota keluarga baru dalam keluarga memang memiliki arti yang besar. Masyarakat Indonesia biasanya menyambut kehadiran bayi dalam suatu rangkaian perayaan. Aneka perayaan sarat makna itu semata-mata bermaksud memperingati tahap-tahap awal kehidupan seorang anak. Berikut ini upacara menyambut kelahiran yang dilakukan beberapa suku di Indonesia dan harapan yang menyertainya:

Umur panjang dan pintar. Masyarakat Bali memiliki upacara kelahiran yang disebut dengan Jatakarma Samskara. Upacara ini berisi doa-doa agarbayi punya masa depan yang baik. Sang ayah diminta menyentuh dan mencium bayinya yang baru lahir, sambil membacakan mantra pemberkatan di telinga, menyampaikan harapan agarbayi berumur panjang dan menjadi anak pintar.

Nama cocok, masa depan baik. Nasib baik sang bayi dipercaya ditentukan juga oleh namanya. Orang Sasak dari Lombok percaya, nama yang tidak cocok mengundang nasib buruk. Pemberian nama tidak dilakukan sembarangan, sehingga orang tua biasanya berkonsultasi dengan Pemangku atau Kiai. Bahkan masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur mengadakan dua kali upacara pemberian nama untuk sang bayi.

Harapan pada tali pusat. Bagi masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, lokasi menanam tali pusat menentukan masa depan bayi. Bila ingin bayi tumbuh menjadi orang besar, maka tali pusat ditanam di bawah pohon, di bawah bunga-bungaan agar kelak namanya harum, atau dihanyutkan ke sungai bila ingin anak menjadi pelaut. Namun bila tali pusat diikat di pohon, itu tandanya orang tua tidak ingin anak pergi merantau. Masyarakat Banjar juga mempercayai tali pusat bayi yang ditanam bersama tali pusat kakak atau adiknya, membuat mereka hidup rukun, tidak mudah bertengkar.

Sayang saudara. Masyarakat Jawa memaknai kerukunan dari tahapan proses kelahiran bayi. Mereka mengenal istilah kakang kawah untuk air ketuban yang pecah, bocah untuk menyebut si bayi dan adhi ari-ari untuk tali pusat. Istilah tersebut menunjukkan adanya ikatan persaudaraan dengan pengertian bahwa bayi tidak dilahirkan sendirian, melainkan bersama saudara yang lain sehingga jika dia besar nanti, ia harus menyayangi saudaranya.

Tak diganggu makhluk gaib. Tak sedikit upacara diadakan untuk menghindari gangguan makhluk gaib. Upacara Basuh Lantai, yang dilakukan masyarakat Daik-Lingga di Kepulauan Riau, yang meyakini ada makhluk halus menghuni lantai yang akan terganggu saat proses kelahiran. Bila tidak diadakan upacara, bisa menimbulkan malapetaka.

Upacara kelahiran yang dilakukan masyarakat Jawa juga sarat simbol-simbol yang bermakna perlindungan untuk sang buah hati dari gangguan makhluk halus. Tumbak sewu, yakni sapu lidi yang diberi bawang dan cabe, diletakkan di dekat tempat tidur bayi untuk menolak makhluk gaib yang datang. Sementara daun nanas yang diolesi hitam putih menyerupai ular welang, dianggap dapat menakut-nakuti makhluk jahat yang ingin memasuki kamar bayi.

Sehat fisik. Masyarakat Betawi memiliki kebiasaan membedong bayi yang baru lahir agar tubuhnya tidak mudah terkilir saat digendong. Lain halnya dengan masyarakat Kalimantan. Mereka sering mengayun-ayun bayi dalam keadaan dibedong, dalam posisi berdiri, yang ternyata baik untuk menyangga leher bayi.

Mengasuh optimal. Bagi masyarakat Aceh, ibu yang baru melahirkan harus mengalami masa pantangan du dapu sejak bayi lahir hingga bayi berusia 44 hari. Ibu harus selalu ada di kamar, tidak boleh berjalan-jalan, apalagi keluar rumah. Rupanya pantangan tersebut dimaksud agar bayi mendapat perawatan dan perhatian maksimal dari ibunya.

Di Maluku tengah berlaku pantangan lain. Ibu pantang makan cabai karena akan membuat mata bayi berair terus-menerus. Juga dilarang makan ikan karena akan membuat ASI amis. Pandangan ini justru keliru, karena ibu yang baru melahirkan justru membutuhkan asupan nutrisi yang lengkap. Walaupun begitu, makna yang bisa kita ambil adalah bahwa ibu dan bayi memiliki ikatan. Apa yang ibu lakukan akan berpengaruh bagi bayi.

Namun semuanya kembali kepada Anda masing-masing, apakah Anda masih percaya hal-hal semacam itu atau tidak. Apapun, semua hal yang orang tua lakukan, merupakan bentuk perlambang kasih sayang pada si buah hati, menunjukkan kalau orang tua mau menyayangi dan melindungi bayinya dan tidak ingin hal-hal buruk terjadi.

Upacara Adat Jawa UntukBayiUpacara tingkepan disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh, sehingga upacara mitoni dilakukan pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan pada kehamilan pertama.Dalam pelaksanaan upacara tingkepan, ibu yang sedang hamil tujuh bulan dimandikan dengan air kembang setaman, disertai dengan doa-doa khusus.

Tata Cara Pelaksanaan Upacara Tingkepan Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi habis, kendi dipecah.Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melalui perut sampai pecah, hal ini merupakan simbul harapan supaya bayi lahir dengan lancar, tanpa suatu halangan.Berganti Nyamping sebanyak tujuh kali secara bergantian, disertai kain putih. Kain putih sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bahwa bayi yang akan dilahirkan adalah suci, dan mendapatkan berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan pertanyaan sudah pantas apa belum, sampai ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang hadir belum pantas.Sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana di jawab pantes.Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut dan bergantian berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motif yang paling sederhana sebagai berikut : Sidoluhur Sidomukti Truntum Wahyu Tumurun Udan Riris Sido Asih Lasem sebagai Kain Dringin sebagai Kemben

Makna nyamping yang biasa dipakai secara berganti-ganti pada upacara mitoni mempunyai beberapa pilihan motif yang semuanya dapat dimaknai secara baik antara lain sebagai berikut :

- Wahyu TumurunMaknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat. Petunjuk dan perlindungan dari Nya

- Sido AsihMaknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih

- Sidomukti.Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya.

- Truntum.Maknanya agar keluhuran budi orangtuanya menurun (tumaruntum) pada sang bayi.

- Sidoluhur.Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur.

- Parangkusumo.Maknanya agar anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya parang dan memiliki ketangkasan bagai parang yang sedang dimainkan pesilat tangguh. Diharapkan dapat mikul dhuwur mendhem jero, artinya menjunjung harkat dan martabat orang tua serta mengharumkan nama baik keluarga.

- Semen romo.Maknanya agar anak memiliki rasa cinta kasih kepada sesama layaknya cinta kasih Rama dan Sinta pada rakyatnya.

- Udan riris.Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.

- Cakar ayam.Maknanya agar anak pandai mencari rezeki bagai ayam yang mencari makan dengan cakarnya karena rasa tanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya, sehingga kebutuhan hidupnya tercukupi, syukur bisa kaya dan berlebihan.

- Grompol.Maknanya semoga keluarga tetap bersatu, tidak bercerai-berai akibat ketidakharmonisan keuarga (nggrompol : berkumpul).

- Lasem.Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan YME.

- Dringin.Bermotif garis horisontal, bermakna semoga anak dapat bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesama.

Mori dipakai sebagai busana dasar sebelum berganti-ganti nyamping, dengan maksud bahwa segala perilaku calon ibu senantiasa dilambari dengan hati bersih.Jika suatu saat keluarga tersebut bahagia sejahtera dengan berbagai fasilitas atau kekayaan atau memiliki kedudukan maka hatinya tetap bersih tidak sombong atau congkak, serta senantiasa bertakwa kepada Tuhan YME.

Pemutusan Lawe atau janur kuning yang dilingkarkan di perut calon ibu, dilakukan calon ayah menggunakan keris Brojol yang ujungnya diberi rempah kunir, dengan maksud agar bayi dalam kandungan akan lahir dengan mudah.

Calon nenek dari pihak calon ibu, menggendong kelapa gading dengan ditemani oleh ibu besan. Sebelumnya kelapa gading diteroboskan dari atas ke dalam kain yang dipakai calon ibu lewat perut, terus ke bawah, diterima (ditampani) oleh calon nenek, maknanya agar bayi dapat lahir dengan mudah, tanpa kesulitan.

Calon ayah memecah kelapa, dengan memilih salah satu kelapa gading yang sudah digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Harjuna dan Wara Sembodro atau Srikandi.

Upacara memilih nasi kuning yang diletak di dalam takir sang suami. Setelah itu dilanjutkan dengan upacara jual dawet dan rujak, pembayaran dengan pecahan genting (kreweng), yang dibentuk bulat, seolah-olah seperti uang logam. Hasil penjualan dikumpulkan dalam kuali yang terbuat dari tanah liat. Kwali yang berisi uang kreweng dipecah di depan pintu. Maknanya agar anak yang dilahirkan banyak mendapat rejeki, dapat menghidupi keluarganya dan banyak amal.

Hidangan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan YME, yang disediakan dalam upacara Tingkepan antara lain :

1. Tujuh Macam Bubur, termasuk bubur Procot.

2. Tumpeng Kuat , maknanya bayi yang akan dilahirkan nanti sehatdan kuat, (Tumpeng dengan Urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus dan lauk yang dihias).

3. Jajan Pasar, syaratnya harus beli di pasar (Kue,buah,makanan kecil)

4. Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak,bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga

5. Dawet, supaya menyegarkan.

6. Keleman Semacam umbi-umbian, sebanyak tujuh macam.

7. Sajen Medikingan, dibuat untuk kelahiran setelah kelahiran anak pertama dan seterusnya, macamnya :

Nasi Kuning berbentuk kerucut

Enten-enten, yaitu kelapa yang telah diparut dicampur dengan gula kelapa dimasak sampai kering.

Nasi loyang, nasi kuning yang direndam dalam air,kemudian dikukus kembali dan diberi kelapa yang telah diparut.

Bubur procot yaitu tepung beras, santan secukupnya, gula kelapa dimasak secara utuh, dimasukkan ke dalam periuk untuk dimasak bersama-sama

Kronologis Upacara TingkepanWaktu PelaksanaanAntara pukul 9.00 sampai dengan pukul 11.00 Calon ibu mandi dan cuci rambut yang bersih, mencerminkan kemauan yang suci dan bersih.Kira-kira pukul 15.00-16.00, upacara tingkepan dapat dimulai, menurut kepercayaan pada jam-jam itulah bidadari turun mandi. undangan sebaiknya dicantumkan lebih awal pukul 14.30 WIB

Hari PelaksanaanBiasanya dipilih hari Rabu atau hari Sabtu, tanggal 14 dan 15 tanggal jawa, menurut kepercayaan agar bayi yang dilahirkan memiliki cahaya yang bersinar, dan menjadi anak yang cerdas.

Pelaksana yang menyirami/memandikanPara Ibu yang jumlahnya tujuh orang, yang terdiri dari sesepuh terdekat. Upacara dipimpin oleh ibu yang sudah berpengalaman.

Perlengkapan yang diperlukan :Satu meja yang ditutup dengan kain putih bersih, Di atasnya ditutup lagi dengan bangun tolak, kain sindur, kain lurik, Yuyu sekandang, mayang mekak atau letrek, daun dadap srep, daun kluwih, daun alang-alang. Bahan bahan tersebut untuk lambaran waktu siraman.

Perlengkapan lainnya Bokor di isi air tujuh mata air, dan kembang setaman untuk siraman.

Batok (tempurung) sebagai gayung siraman (Ciduk)

Boreh untuk mengosok badan penganti sabun.

Kendi dipergunakan untuk memandikan paling akhir.

Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan setelah siraman

Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah selesai siraman.

Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik

Dua cengkir gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara Sembodro.

Busana Nyamping aneka ragam, dua meter lawe atau janur kuning

Baju dalam dan nampan untuk tempat kebaya dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi.

Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan rambut terurai dan tanpa perhiasan.

Selamatan/ Sesaji Tingkepan1. Tumpeng Robyong dengan kuluban, telur ayam rebus, ikan asin yang digoreng.

2. Peyon atau pleret adonan kue/nogosari diberi warna-warni dibungkus plastik, kemudian dikukus.

3. Satu Pasang Ayam bekakah (Ingkung panggang)

4. Ketupat Lepet (Ketupat dibelah diisi bumbu)

5. Bermacam-buah-buahan

6. Jajan Pasar dan Pala Pendem (Ubi-ubian)

7. Arang-arang kembang satu gelas ketan hitam goring sangan

8. Bubur Putih satu piring

9. Bubur Merah satu Piring

10. Bubur Sengkala satu piring

11. Bubur Procot/ Ketan Procot, ketan dikaru santan, setelah masak dibungkus dengan daun/janur kuning yang memanjang tidak boleh dipotong atau dibiting.

12. Nasi Kuning ditaburi telur dadar, ikan teri goring, ayam,rempah

13. Dawet Ayu (cendol, santan dengan gula jawa)

14. Rujak Manis terdiri dari tujuh macam buah.

Perlengkapan selamatan Tingkepan diatas, dibacakan doa untuk keselamatan seluruh keluarga. Kemudian dinikmati bersama tamu undangan dengan minum dawet ayu, sebagai penutup.

UPACARA SELAPANANBila bayi sudah mencapai umur selapan atau 35 hari perlu juga diselamati. Bila kemampuan mengizinkan biasanya mendatangkan tamu dengan disertai keramaian misalnya klenengan, ketoprak, pentas wayang dan sebagainya.

Selamatan yang diperlukan adalah nasi tumpeng beserta sayur-sayuran, jenang merah putih, jajan pasar, telur ayam yang telah direbus secukupnya. Di dekat tempat tidur bayi diletakkan sesaji intuk-intuk. Intuk-intuk yaitu tumpeng kecil yang dibalut dengan daun pisang (Jawa: diconthongi), di puncaknya dicoblosi bawang merah, cabe merah (lombok abang). Di samping dan sekitarnya dihiasi dengan bermacam-macam warna bunga (sekar mancawarna).

Tumpeng berlubang atau bermata (bathok bolu), dilengkapi dengan telur ayam mentah, kemiri dan kluwak. Bayi yang telah berumur selapan atau 35 hari rambutnya dicukur, kukunya dipotong. Menurut kepercayaan, rambut cukuran pertama, potongan kuku pertama dan puser yang telah terlepas dijadikan satu, dicampur dengan kembang telon(tiga macam bunga) yang kemudian dibungkus menjadi satu. Bila bayi itu telah dewasa kelak isi bungkusan tadi ditelan bersama-sama dengan pisang mas. Hal tersebut bermanfaat untuk tulak balak artinya tidak akan terkena guna-guna dan terlepas dari segala macam bahaya.

UPACARA TEDAK SITENApabila seorang anak sudah berumur tujuh lapan (7 x 35 hari) biasanya diadakan upacara tedak siten, yaitu upacara memperkenalkan anak untuk pertama kalinya pada tanah/bumi, dengan maksud anak tersebut mampu berdiri sendiri dalam menempuh kehidupan. Pada umumnya upacara dilangsungkan pada pagi hari di halaman rumah, perlengkapan yang perlu dipersiapkan :

1. Sesaji selamatan yang terdiri dari : nasi tumpeng dengan sayur mayur, jenang (bubur) merah dan putih, jenang boro-boro, jajan pasar lengkap

2. Juwadah (uli) tujuh macam warna yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, jambon (jingga), ungu.

3. Sekar (bunga) setaman yang ditempatkan dalam bokor besar dan tanah.

4. Tangga yang dibuat dari batang tebu merah hati.

5. Sangkar ayam (kurungan ayam) yang dihiasi janur kuning atau kertas hias warna-warni.

6. Padi, kapas, sekar telon (tiga macam bunga misalnya melati, mawar dan kenanga).

7. Beras kuning, berbagai lembaran uang.

8. Bermacam-macam barang berharga (seperti gelang, kalung, peniti dan lain-lain.

9. Barang yang bermanfaat (misalnya buku, alat-alat tulis dan sebagainya) yang dimasukkan ke dalam Sangkar.

A. Pelaksanaan Upacara :1. Anak dibimbing berjalan (dititah) dengan kaki menginjak-injak juwadah yang berjumlah tujuh warna. Artinya agar kelak setelah dewasa selalu ingat tanah airnya.

2. Kemudian anak tersebut dinaikkan ke tangga yang terbuat dari tebu wulung.. Artinya agar ia mendapat kehidupan sukses dan dinamis setahap demi setahap.

3. Selanjutnya anak itu dimasukkan ke dalam kurungan ayam bila anak tidak mau masuk maka perlu di temani ibu atau pengasuhnya. Di dalam kurungan telah dimasukkan berisi padi, gelang, cincin, alat-alat tulis, kapas, wayang kulit dan mainan dan menanti sampai bayi tersebut mengambil. Benda yang pertama kali diambil sang bayi akan melambangkan kehidupannya kelak.

4. Setelah anak itu mengambil salah satu benda misalnya gelang emas, pertanda kelak akan menjadi orang kaya, apabila mengambil alat-alat tulis pertanda akan menjadi pegawai kantor atau orang pandai.

5. Setelah selesai, beras kuning dan bermacam-macam uang logam ditaburkan. Para undangan saling berebut uang merupakan tambahan acara yang meyemarakkan suasana.

6. Kemudian anak dimandikan dengan air bunga setaman dengan maksud membawa nama harum keluarga di kemudian hari dan bertujuan agar ia dapat menjalani kehidupan yang bersih dan lurus.

7. Setelah mandi, anak dikenakan pakaian baru yang bagus agar sedap dan menyenangkan orang tua dan para undangan.

8. Setelah berpakaian anak didudukkan pada tikar, karpet atau lampit dan didekatkan pada barang-barang yang tadi diletakkan didalam kurungan.

9. Agar anak mau mengambil barang-barang tadi maka bapak ibu anak itu memberi aba-aba dengan suara kur-kur seperti memanggil ayam disertai dengan ditaburi beras kuning dan uang logam serta barang berharga.

B. Makna perlengkapan yang dipakai :1. Tangga tebu arti dalam bahasa Jawa anteping kalbu ketetapan hati dalam mengejar cita-cita agar lekas tercapai.

2. Juwadah tujuh macam warna agar dapat menanggulangi berbagai kesulitan.

3. Kurungan ayam dimaksudkan agar anak dapat masuk ke dalam masyarakat luas dengan baik dan mematuhi segala peraturan dan adat istiadat setempat.

Upacara 7 Bulanan Kehamilan pada Adat Jawa Tengah

Banyak suku yang terdapat Indonesia dengan begitu banyak adat istiadat yang terdapat didalam nya salah satunya adalah Suku Jawa Tengah. Adat atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat sekitar diantaranya adalah Upacara 7 bulanan pada kehamilan seorang calon ibu. Dalam bahasa jawa upacara ini di sebut mitoni, yang artinya suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke 7. Tujuan diselenggarakan upacara ini adalah agar bayi dan calon ibu diberi keselamatan sampai lahir nanti. Banyak tahap - tahap yang dilakukan diantaranya :

1. Siraman atau Mandimerupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri baik fisik maupun jiwa. Pembersihan diri ini bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa, sehingga jika calon ibu melahirkan nanti tidak punya beban moral sehingga proses kelahiran menjadi lancar. Upacara siraman ini dipimpin oleh anggota keluarga yang dianggap tertua.

2. Memasukkan Telur Ayam Kampung ke dalam Kain Calon IbuDimasukkan telur ayam kampung oleh calon ayah, melalui bagian atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilakukan ditempat siraman sebagai simbol dan harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa hambatan. kalau telur pecah berarti diramalkan bayi lahir perempuan jika tidak pecah laki - laki.

3. Memasukkan Kelapa Gading MudaDisebut juga Brojolan. Di masukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra ( ke 2 tokoh tersebut merupakan tokoh pewayangan ideal orang jawa, melambangkan kalau si bayi lahir akan cantik dan rupawan dan memiliki sifat seperti tokoh yang digambarkan. Dimasukkan ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah. dimaksudkan dari upacara ini adalah kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan.

4. Memutuskan Lilitan Benang Memutus lilitan benang yang dilingkarkan di perut calon ibu. Lilitan ini harus di putus oleh calon ayah dimaksudkan agar kelahirannya kelak akan lancar.

5. Memecahkan Periuk atau GayungMemecahkan periuk atau gayung yang terbuat dari tempurung kelapa, menyimbolkan memberi doa agar kalau ibu nanti mengandung lagi kelahirannya juga tetap mudah.

6. Minum Jamu SoronganMelambangkan agar anak yang di kandung akan mudah di lahirkan seperti di dorong

7. Nyolong EndogMelambangkan agar kelahiran anak cepat dan lancar seperti pencuri membawa cepat curiannya.

8. Ganti BajuGanti baju dilakukan oleh calon ibu sebanyak 7 kali dengan motif yang berbeda, dan calon ibu akan memakai baju terbaik agar kelak anak memiliki kebaikan - kebaikan yang tersirat dalam lambang kain tersebut.Motif kain diantaranya :1. Sidomukti : melambangkan kebahagiaan2. Sidoluhur : melambangkan kemuliaan3. Truntum : melambangkan agar nilai - nilai kebaikan selalu dipegang teguh4. ParangKusuma : melambangkan perjuangan untuk tetap hidup5. Semen Rama : melambangkan agar cinta kedua orang tua tetap bertahan selamanya tidak terceraikan6. Udan Riris : melambangkan harapan agar kehadiran anak yang akan lahir dalam masyarakat selalu menyenangkan7. Cakar Ayam : melambangkan agar anak yang kelak akan lahir dapat hidup mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

9. RujakanRasa rujak yang dibuat oleh calon ibu dapat menentukan jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan. jika rujaknya pedas maka jenis kelamin bayi adalah perempuan, jika tidak laki - laki. kemudian para tamu di perbolehkan untuk membeli rujak dengan uang yang terbuat dari tanah liat.

Dengan selesainya acara Rujakan maka selesai sudah Upacara 7 bulanan kehamilan seorang calon ibu pada Adat Jawa Tengah. Tidak semua masyarakat melakukan upacara tersebut hanya masyarakat tertentu saja yang masih melaksanakannya, yang masih berpegang teguh pada adat istiadatnya. karena sebagaian masyarakat beranggapan jika upacara tersebut terlalu rumit, kebanyakan masyarakat hanya melakukan pengajian, memohon kepada ALLAH SWT agar diberi keselamatan dan kelancaran saat melahirkan nanti tanpa melakukan upacara 7 bulanan sesuai dengan adat Jawa Tengah.

Upacara Adat Mintoni di Jawa TengahJune 17, 2010

Seperti yang kita mafhum bersama bahwa negeri kita Indonesia merupakan sebuah negeri kepulauan yang tiap pulau-pulau tersebut terdapat berbagai macam kebudayaan tradisional yang beraneka ragam. Di antara tradisi yang beragam itu Budaya Nusantara ingin membahas salah satu upacara adat yang terdapat di Jawa Tengah khususnya Surakarta yang disebut dengan Tingkepan atau Mintoni. Upacara adat Tingkepan atau Mintoni sendiri merupakan sebuah upacara adat yang dilaksanakan untuk memperingati kehamilan pertama ketika kandungan sang ibu hamil tersebut memasuki bulan ke tiga, lima dan puncaknya ke tujuh bulan. Adapun maksud dan tujuan dari digelarnya upacara adat ini adalah untuk mensucikan calon ibu berserta bayi yang di kandungnya, agar selalu sehat segar bugar dalam menanti kelahirannya yang akan datang.

Kronologi singkat dari upacara tingkepan ini sendiri adalah menggelar selametan pada bulan ketiga, lima dan kemudian puncaknya adalah pada bulan ke tujuh sang ibu hamil pun menggelar sebuah prosesi upacara berupa memandikan atau mensucikan calon ibu berserta bayi yang di kandung, agar kelak segar bugar dan selamat dalam menghadapi kelahirannya.

Pertama-tama sang calon ayah dan calon ibu yang akan melakukan upacara Tingkepan duduk untuk menemui tamu undangan yang hadir untuk menyaksikan upacara Tingkepan ini di ruang tamu atau ruang lain yang cukup luas untuk menampung para undangan yang hadir. Setelah semua undangan hadir maka barulah kemudian sang calon ibu dan ayah inipun di bawa keluar untuk melakukan ritual pembuka dari acara tingkepan itu sendiri yakni sungkeman. Sungkeman adalah sebuah prosesi meminta maaf dan meminta restu dengan cara mencium tangan sambil berlutut. Kedua calon ayah dan calon ibu dengan diapit oleh kerabat dekat diantarkan sungkem kepada eyang, bapak dan ibu dari pihak pria, kepada bapak dan ibu dari pihak puteri untuk memohon doa restu. Baru kemudian bersalaman dengan para tamu lainnya.

Setelah acara sungkeman selesai barulah kemudian digelar upacara inti yakni memandikan si calon ibu setelah sebelumnya peralatan upacara tersebut telah dipersiapkan. Alat-alat dan bahan dalam upacara memandikan ini sendiri adalah antara lain bak mandi yang dihias dengan janur sedemikian rupa hingga kelihatan semarak, alas duduk yang terdiri dari klosobongko, daun lima macam antara lain, daun kluwih, daun alang-alang, daun opo-opo, daun dadapserat dan daun nanas. Jajan pasar yang terdiri dari pisang raja, makanan kecil, polo wijo dan polo kependem, tumpeng rombyong yang terdiri dari nasi putih dengan lauk pauknya dan sayuran mentah. Baki berisi busana untuk ganti, antara lain kain sidoluhur; bahan kurasi; kain lurik yuyu sukandang dan morikputih satu potong; bunga telon yang terdiri dari mawar, melati dan kenanga; cengkir gading dan parang serta beberapa kain dan handuk.

Setelah semua bahan lengkap tersedia maka barulah kemudian si calon ibu pun di mandikan. Pertama-tama yang mendapat giliran memandikan biasanya adalah nenek dari pihak pria, nenek dari pihak wanita, dan kemudian barulah secara bergiliran ibu dari pihak pria, ibu dari pihak wanita, para penisepuh yang seluruhnya berjumlah tujuh orang dan kesemuanya dilakukan oleh ibu-ibu. Disamping memandikan, para nenek dan ibu-ibu ini pun diharuskan untuk memberikan doa dan restunya agar kelak calon bayi yang akan dilahirkan dimudahkan keluarnya, memiliki organ tubuh yang sempurna (tidak cacat), dan sebagainya.

Sementara itu, ketika calon ibu dimandikan maka yang dilakukan oleh calon ayah berbeda lagi yakni mempersiapkan diri untuk memecah cengkir (kelapa muda) dengan parang yang telah diberi berbagai hiasan dari janur kelapa. Proses memecah cengkir ini sendiri hanya sekali ayun dan harus langsung terbelah menjadi dua bagian. Maksud dari hanya sekali ayun dan harus langsung terbelah ini sendiri adalah agar kelak ketika istrinya melahirkan sang anak tidak mengalami terlalu banyak kesulitan. Setelah semua upacara itu terlewati, langkah selanjutnya adalah sang calon ayah dan calon ibu yang telah melakukan upacara tersebut pun diiring untuk kembali masuk kamar dan mengganti pakaian untuk kemudian bersiap melakukan upacara selanjutnya yakni memotong janur. Prosesi memotong janur ini sendiri adalah pertama-tama janur yang telah diambil lidinya itu dilingkarkan ke pinggang si calon ibu untuk kemudian dipotong oleh si calon ayah dengan menggunakan keris yang telah dimantrai. Proses memotong ini sama seperti halnya ketika memecah cengkir, sang calon ayah harus memotong putus pada kesempatan pertama.

Setelah selesainya upacara memotong janur ini pun kemudian dilanjutkan dengan upacara berikutnya yakni upacara brojolon atau pelepasan. Upacara brojolan ini sendiri adalah sebuah upacara yang dilakukan oleh calon ibu sebagai semacam simulasi kelahiran. Dalam upacara ini pada kain yang dipakai oleh calon ibu dimasukkan cengkir gading yang bergambar tokoh pewayangan yakni Batara Kamajaya dan Batari Kamaratih. Tugas memasukkan cengkir dilakukan oleh ibu dari pihak wanita dan ibu dari pihak pria bertugas untuk menangkap cengkir tersebut di bawah (antara kaki calon ibu). Ketika cengkir itu berhasil ditangkap maka sang ibu itu pun harus berucap yang jika dibahasa Indonesiakan berbunyi, Pria ataupun wanita tak masalah. Kalau pria, hendaknya tampan seperti Batara Kamajaya dan kalau putri haruslah cantik layaknya Batari Kamaratih. Kemudian seperti halnya bayi sungguhan, cengkir yang tadi ditangkap oleh ibu dari pihak pria ini pun di bawa ke kamar untuk ditidurkan di kasur.

Langkah berikutnya yang harus dilakukan oleh calon ibu ini pun harus memakai tujuh perangkat pakaian yang sebelumnya telah disiapkan. Kain-kain tersebut adalah kain khusus dengan motif tertentu yaitu kain wahyutumurun, kain sidomulyo, kain sidoasih, kain sidoluhur, kain satriowibowo, kain sidodrajat, kain tumbarpecah dan kemben liwatan. Pertama, calon ibu mengenakan kain wahyutumurun, yang maksudnya agar mendapatkan wahyu atau rido yang diturunkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Kedua, calon ibu mengenakan kain sidomulyo, yang maksudnya agar kelak hidupnya mendapatkan kemuliaan. Ketiga, calon ibu mengenakan kain sidoasih, maksudnya agar kelak mendapatkan kasih sayang orang tua, maupun sanak saudara. Keempat, calon ibu mengenakan busana kain sidoluhur, maksud yang terkandung di dalamnya agar kelak dapat menjadi orang yang berbudi luhur. Kelima, calon ibu mengenakan kain satriowibowo, maksudnya agar kelak dapat menjadi satria yang berwibawa. Keenam, calon ibu mengenakan busana kain sidodrajat, terkandung maksud agar kelak bayi yang akan lahir memperoleh pangkat dan derajat yang baik. Ketujuh, calon ibu mengenakan busana kain tumbarpecah dan kemben liwatan yang dimaksudkan agar besok kalau melahirkan depat cepat dan mudah seperti pecahnya ketumbar, sedangkan kemben liwatan diartikan agar kelak dapat menahan rasa sakit pada waktu melahirkan dan segala kerisauan dapat dilalui dengan selamat. Sambil mengenakan kain-kain itu, ibu-ibu yang bertugas merakit busana bercekap-cakap dengan tamu-tamu lainnya tentang pantas dan tidaknya kain yang dikenakan oleh calon ibu. Kain-kain yang telah dipakai itu tentu saja berserakan dilantai dan karena proses pergantiannya hanya dipelorotkan saja maka kain-kain tersebutpun bertumpuk dengan posisi melingkar layaknya sarang ayam ketika bertelur. Dengan tanpa dirapikan terlebih dahulu kain-kain tersebut kemudian dibawa ke kamar.

Prosesi selanjutnya sekaligus sebagai penutup dari rangkaian prosesi upacara tersebut adalah calon ayah dengan menggunakan busana kain sidomukti, beskap, sabuk bangun tulap dan belankon warna bangun tulip, dan calon ibu dengan mengenakan kain sidomukti kebaya hijau dan kemben banguntulap keluar menuju ruang tengah dimana para tamu berkumpul. Di sini sebagai acara penutup sebelum makan bersama para tamu, terlebih dahulu dilakukan pembacaan doa dengan dipimpin oleh sesepuh untuk kemudian ayah dari pihak pria pun memotong tumpeng untuk diberikan kepada calon bapak dan calon ibu untuk dimakan bersama-sama. Tujuan dari makan timpeng bersama ini sendiri adalah agar kelak anak yang akan lahir dapat rukun pula seperti orang tuanya. Pada waktu makan ditambah lauk burung kepodang dan ikan lele yang sudah digoreng. Maksudnya agar kelak anak yang akan lahir berkulit kuning dan tampan seperti burung kepodang. Sedangkan ikan lele demaksudkan agar kelak kalau lahir putri kepala bagian belakang rata, supaya kalau dipasang sanggul dapat menempel dengan baik. Usai makan bersama, acara dilanjutkan upacara penjualan rujak untuk para tamu sekaligus merupakan akhir dari seluruh acara tingkepan atau mitoni. Sambil bepamitan, para tamu pulang degan dibekali oleh-oleh, berupa nasi kuning yang ditempatkan di dalam takir pontang dan dialasi dengan layah. Layah adalah piring yang terbuat dari tanah liat. Sedangkan, takir pontang terbuat dari daun pisang dan janur kuning yang ditutup kertas dan diselipi jarum berwarna kuning keemasan.

SENI BUDAYA JAWA TENGAH

Kebudayaan Jawa merupakan salah satu sosok kebudayaan yang tua. Kebudayaan Jawa mengakar di Jawa Tengah bermula dari kebudayaan nenek moyang yang bermukim di tepian Sungai Bengawan Solo pada ribuan tahun sebelum Masehi. Fosil manusia Jawa purba yang kini menghuni Museum Sangiran di Kabupaten Sragen, merupakan saksi sejarah, betapa tuanya bumi Jawa Tengah sebagai kawasan pemukiman yang dengan sendirinya merupakan suatu kawasan budaya. Dari kebudayaan purba itulah kemudian tumbuh dan berkembang sosok kebudayaan Jawa klasik yang hingga kini terus bergerak menuju kebudayaan Indonesia.Kata klasik ini berasal dari kata Clacius, yaitu nama orang yang telah berhasil menciptakan karya sastra yang mempunyai nilai tinggi. Maka karya sastra yang tinggi nilainya hasil karya Clacius itu dinamakan Clacici. Padahal Clacici adalah golongan ningrat/bangsawan, sedangkan Clacius termasuk golongan ningrat, oleh karena itu hasil karya seni yang mempunyai nilai tinggi disebut seni klasik.Bengawan Solo bukan hanya terkenal dengan lagu ciptaan Gesang akan tetapi lebih daripada itu lembahnya terkenal sebagai tempat dimana banyak sekali diketemukan fosil dan peninggalan awal sejarah kehidupan di atas bumi ini.Pada tahun 1891 Eugene Dubois menemukan sisa-sisa manusia purba yang diberi nama Phitecanthropus Erectus di daerah Trinil, Ngawi Karesidenan Madiun. Ternyata fosil-fosil itu lebih purba (tua) dan lebih primitif daripada fosil-fosil Neanderthal yang ditemukan di Eropa sebelumnya. Penggalian-penggalian diteruskan hingga pada sekitar tahun 1930-1931 ditemukan lagi fosil manusia di Ngandong dan di Kedungbrubus daerah Sangiran. Fosil ini lebih tua dari yang ditemukan di Jerman maupun di Peking. Berbeda dengan penemuan di bagian dunia lain, penemuan fosil-fosil pulau Jawa didapat pada semua lapisan Pleistoceen dan tidak hanya pada satu lapisan saja. Hingga nampak jelas perkembangan manusia sejak dari bentuk keorangannya yang mula-mula (homonide), sedang dari bagian lain di dunia penemuan-penemuan itu tidak memberi gambaran yang sedemikian lengkap. Manusia purba itu diperkirakan hidup dalam kelompok-kelompok kecil bahkan mungkin dalam keluarga-keluarga yang terdiri dari enam shingga duabelas individu. Mereka hidup berburu binatang di sepanjang lembah-lembah sungai. Cara hidup seperti ini agaknya tetap berlangsung selama satu juta tahun. Kemudian diketemukan sisa-sisa artefak yang terdiri dari alat-alat kapak batu di sebuah situs di dekat desa Pacitan, dalam lapisan bumi yang berdasarkan data geologi diperkirakan berumur 800.00 tahun dan diasosiasikan dengan fosil Pithecanthropus yang telah berevolusi lebih jauh. Dengan demikian diperkirakan bahwa sejak paling sedikit 800.000 tahun yang lalu para pemburu di pulau Jawa sudah memiliki suatu kebudayaan.Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali. Kedua-duanya tidak mungkin dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan, tidak akan ada kebudayaan jika tidak ada pendukungnya, yaitu manusia. Akan tetapi manusia itu hidupnya tidak berapa lama, ia lalu mati. Maka untuk melangsungkan kebudayaan, pendukungnya harus lebih dari satu orang, bahkan harus lebih dari satu turunan. Jadi harus diteruskan kepada anak cucu keturunan selanjutnya.Kebudayaan Jawa klasik yang keagungannya diakui oleh dunia internasional dapat dilihat pada sejumlah warisan sejarah yang berupa candi, stupa, bahasa, sastra, kesenian dan adat istiadat. Candi Borobudur di dekat Magelang, candi Mendut, candi Pawon, Candi Prambanan di dekat Klaten, candi Dieng, candi Gedongsongo dan candi Sukuh merupakan warisan kebudayaan masa silam yang tak ternilai harganya. Teks-teks sastra yang terpahat di batu-batu prasasti, tergores di daun lontar dan tertulis di kitab-kitab merupakan khasanah sastra Jawa klasik yang hingga kini tidak habis-habisnya dikaji para ilmuwan. Ada pula warisan kebudayaan yang bermutu tinggi dalam wujud seni tari, seni musik, seni rupa, seni pedalangan,seni bangunan (arsitektur), seni busana, adat istiadat, dsbnya.Masyarakat Jawa Tengah sebagai ahli waris kebudayaan Jawa klasik bukanlah masyarakat yang homogen atau sewarna, melainkan sebuah masyarakat besar yang mekar dalam keanekaragaman budaya. Hal itu tercermin pada tumbuhnya wilayah-wilayah budaya yang pada pokoknya terdiri atas wilayah budaya Negarigung, wilayah budaya Banyumasan dan wilayah budaya Pesisiran.Wilayah budaya Negarigung yang mencakup daerah Surakarta Yogyakarta dan sekitarnya merupakan wilayah budaya yang bergayutan dengan tradisikraton(Surakarta dan Yogyakarta). Wilayah budaya Banyumasan menjangkau daerah Banyumas, Kedu dan Bagelen. Sedangkan wilayah budaya pesisiran meliputi daerah Pantai Utara Jawa Tengah yang memanjang dari Timur ke Barat.Keragaman budaya tersebut merupakan kondisi dasar yang menguntungkan bagi mekarnya kreatifitas cipta, ras dan karsa yang terwujud pada sikap budaya.Di daerah Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hal ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.Provinsi Jawa Tengah yang merupakan satu dari sepuluh DTW (Daerah Tujuan Wisata) di Indonesia dapat dengan mudah dijangkau dari segala penjuru, baik darat, laut maupun udara. Provinsi ini telah melewati sejarah yang panjang, dari jaman purba hingga sekarang.Dalam usaha memperkenalkan daerah Jawa Tengah yang kaya budaya dan potensi alamnya, Provinsi Jawa Tengah sebagaimana provinsi-provinsi lain di Indonesia, mempunyai anjungan daerah di Taman Mini Indonesia Indah yang juga disebut Anjungan Jawa Tengah. Anjungan Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah merupakan show window dari daerah Jawa Tengah.Anjungan Jawa Tengah di Taman Mini Indonesia Indah dibangun untuk membawakan wajah budaya dan pembangunan Jawa Tengah pada umunya. Bangunan induk beserta bangunan lain di seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks perumahan yang dinamakan Padepokan Jawa Tengah, yang berarsitektur Jawa asli.Bangunan induknya berupa Pendopo Agung, tiruan dari Pendopo Agung Istana Mangkunegaran di Surakarta, yang diakui sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa. Propinsi Jawa Tengah juga terkenal dengan sebutan The Island of Temples, karena memang di Jawa Tengah bertebaran candi-candi. Miniatur dari candi Borobudur, Prambanan dan Mendut ditampilkan pula di Padepokan Jawa Tengah. Padepokan Jawa Tengah juga merupakan tempat untuk mengenal seni bangunan Jawa yang tidak hanya berupa bangunan rumah tempat tinggal tetapi juga seni bangunan peninggalan dari jaman Sanjayawanga dan Syailendrawanga.Pendopo Agung yang berbentuk Joglo Trajumas itu berkesan anggun karena atapnya yang luas dengan ditopang 4 (empat) Soko guru (tiang pokok), 12 (dua belas) Soko Goco dan 20 (dua puluh) Soko Rowo. Kesemuanya membuat penampilan bangunan itu berkesan momot, artinya berkemampuan menampung segala hal, sesuai dengan fungsinya sebagai tempat menerima tamu. Bangunan Pendopo Agung ini masih dihubungkan dengan ruang Pringgitan, yang aslinya sebagai tempat pertunjukan ringgit atau wayang kulit. Pringgitan ini berarsitektur Limas. Bangunan lain adalah bentuk-bentuk rumah adat Joglo Tajuk Mangkurat, Joglo Pangrawit Apitan dan rumah bercorak Doro Gepak.Sesuai dengan fungsinya Anjungan Jawa Tengah selalu mempergelarkan kesenia-kesenian daerah yang secara tetap didatangkan dari Kabupaten-kabupaten / Kotamadya di Provinsi Jawa Tengah di samping pergelaran kesenian dari sanggar-sanggar yang ada di Ibukota, dengan tidak meninggalkan keadiluhungan nilai-nilai budaya Jawa yang hingga kini masih tampak mewarnai berbagai aspek seni budaya itu sendiri, adat-istiadat dan tata cara kehidupan masyarakat Jawa Tengah.Bangunan Joglo Pangrawit Apitan di Anjungan Jawa Tengah TMII terletak bersebelahan dengan sebuah panggung terbuka yang berlatar belakang sebuah bukit dengan bangunan Makara terbuat dari batu cadas hitam bertuliskan kata-kata Ojo Dumeh dalam huruf Jawa berukuran besar. Perkataan Ojo Dumeh mempunyai makna yang dalam, sebab artinya, Jangan Sombong, sebuah anjuran untuk senantiasa mampu mengendalikan diri, justru di saat seseorang merasa mempunyai keberhasilan. Di panggung inilah pengunjung dapat menyaksikan pergelaran acara khusus Anjungan yang biasanya merupakan acara-acara pilihan.