upaya pencegahan schistosomiasis

Upload: faridnugroho5

Post on 08-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

fufuf

TRANSCRIPT

Nama: Farid Dwiyanto Nugroho

Farid Dwiyanto Nugroho125070200111046PSIK Reguler 2 - 2012

Upaya Pencegahan Schistosomiasis(Demam karena Cacing) di Indonesia

Kerangka:a. Isu terkini terkait dengan topik Indonesia memiliki lima penyakit tropis endemik yang sering diabaikan oleh masyarakat.b. Pendapat ahli/teori Penyakit-penyakit tropis endemik memiliki dampak serius bagi indonesia (Nafsiah Mboi, 2012). Pengertian Schistosomiasis (Sudomo, M. 2008) Penemuan Schistosomiasispertama oleh Dr. Brug dan Tesch. (Sudomo, M dan W.P, Carney. 1974) Jenis Schistosomiasis di Indonesia dan jenis siput penular Schistosomiasis. (Davis dan Carney,1973). c. Hasil penelitian Jumlah penderita Schistosomiasisdi lembah Napu dan Lindu.

LATAR BELAKANGIndonesia memiliki tujuh belas penyakit tropis endemik, dimana terdapat lima penyakit tropis endemik yang sering diabaikan oleh masyarakat. Lima penyakit endemik itu diantaranya yaitu kaki gajah,schistosomiasis, cacingan, kusta, dan penyakit kulit patek (frambusia). Penyakit-penyakit tropis endemik tersebut memiliki dampak serius bagi Indonesia (Nafsiah Mboi, 2012)[1]. Salah penyakit tropis endemik tersebut adalah schistosomiasisatau sering disebut dengan demam karena cacing. Schistosomiasis termasuk penyakit yang kronis, dimana Schistosomiasis ini merupakan infeksi oleh sejenis cacing trematoda baik oleh cacing jantan maupun cacing betina yang hidup dalam pembuluh darah vena mesenterica atau pembuluh darah vena kandung kemih dari inang selama siklus hidup bertahun-tahun.[2] Schistosomiasis di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1935 oleh Dr. Brug dan Tesch dan hanya ditemukan endemik di dataran tinggi Napu (Kabupaten Poso) dan dataran tinggi Lindu (Kabupaten Donggala).[3] Penyebab Schistosomiasis di Indonesia adalah Schistosoma japonicum, sama dengan Schistosoma yang ditemukan di Cina, Jepang dan Philippina. Siput yang merupakan penularnya adalah Oncomelania hupensis lindoensis yang ditemukan di daerah bekas persawahan di Palu, dataran Lindu. Hampir semua mamalia yang ditemukan di daerah tersebut terjangkit oleh parasit tersebut, dimana mamalia seperti tikus dapat menyebarkan penyakit kepada masyarakat sekitar.[4]Kurun beberapa tahun terakhir, jumlah penderita penyakit Schistosomiasis (demam karena cacing) di Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, terus meningkat. Berdasarkan survei tinja oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi, Penyakit schistosomiasis, di Lembah Napu, prevalensinya mengalami penurunan yaitu dari 4,78 persen pada 2010 menjadi 0,31 persen pada 2011. Sedangkan di Lembah Lindu menurun dari 4,6 persen pada 2010 menjadi 0,89 persen di tahun 2011.[5] Berdasarkan data di atas, jumlah penderita penyakit schistosomiasis ini memang tidak terlalu banyak. Tetapi Scistosomiasis ini harus ditangani dengan serius karena masih tetap berbahaya, sehingga diperlukan upaya pencegahan yang tepat bagi masyarakat.

ESSAY

Indonesia memiliki lima penyakit tropis endemik yang sering diabaikan oleh masyarakat yaitu kaki gajah,schistosomiasis, cacingan, kusta, dan penyakit kulit patek (frambusia). Penyakit-penyakit tropis endemik tersebut memiliki dampak serius bagi Indonesia (Nafsiah Mboi, 2012)[1]. Salah penyakit tropis endemik tersebut adalah schistosomiasis(demam karena cacing). Schistosomiasis termasuk penyakit yang kronis, dimana Schistosomiasis ini merupakan infeksi oleh sejenis cacing trematoda baik oleh cacing jantan maupun cacing betina yang hidup dalam pembuluh darah vena mesenterica atau pembuluh darah vena kandung kemih dari inang selama siklus hidup bertahun-tahun.[2] Penyakit ini dapat menyebar dengan mudah ke masyarakat melalui hewan mamalia yang terinfeksi di daerah sekitar fokus keong perantara Schistosomiasis.Schistosomiasis yang hanya ditemukan di dataran tinggi Napu (Kabupaten Poso) dan dataran tinggi Lindu (Kabupaten Donggala), masih butuh perhatian yang sangat besar dari pihak Departemen Kesehatan untuk penanganan maupun pencegahannya. Berdasarkan survei tinja oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi, Penyakit schistosomiasis, di Lembah Napu dan Lembah Lindu mengalami penurunan jumlah penderita. Tetapi, meskipun Schistosomiasis memiliki tingkat kematian rendah schistosomiasis merupakan penyakit kronis yang dapat merusak organ-organ internal dan pada anak-anak dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif. Pada anak-anak schistosomiasis dapat menyebabkan anemia dan berkurangnya kemampuan belajar. Cara-cara pencegahan Schistosomiasis:1. Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara-cara penularan dan cara pemberantasan penyakit ini.2. Buang air besar dam buang air kecil dijamban yang bersih agar telur cacing tidak mencapai badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang antara. Pengawasan terhadap hewan yang terinfeksi S. japonicum perlu dilakukan tetapi biasanya tidak praktis.3. Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan membersihkan badan-badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan mengalirkan air4. Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida (biaya yang tersedia mungkin terbatas untuk penggunaan moluskisida ini)5. Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan sepatu bot karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit yang basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan handuk. Bisa juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh serkaria.6. Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil dari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh serkariannya. Cara yang efektif untuk membunuh serkaria yaitu air diberi iodine atau chlorine atau dengan menggunakan kertas saring. Membiarkan air selama 48 ?72 jam sebelum digunakan juga dianggap efektif.7. Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah penyakit berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur oleh cacing.8. Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko penularan dan cara pencegahan

Masalah schistosomiasis cukup kompleks karena untuk melakukan pemberantasan harus melibatkan banyak faktor, dengan demikian pengobatan massal tanpa diikuti oleh pemberantasan hewan perantara tidak akan mungkin menghilangkan penyakit tersebut untuk waktu yang lama. Selain itu schistosomiasis di Indonesia merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penular tidak hanya pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi. Oleh karena itu Scistosomiasis ini harus ditangani dengan serius sehingga upaya pencegahan tersebut dapat menaikkan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA1. Mboi, Nafsiah. (2012). Indonesia Rawan 5 Penyakit Tropis. Jakarta: http://www.tempo.co/read/news/2012/09/28/173432486/Indonesia-Rawan-5-Penyakit-Tropis. Diakses 30 November 2012.2. Sudomo, M. (2008). Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.3. Sudomo, M, & W.P., Carney. (1974). Precontrol-investigation of Schistosomiasis in Central Sulawesi.4. Davis, G.M., and W.P. Carney. 1973. Description of Oncomelania hupensis lindoensis: first intermediate host of Schistosoma japonicum in Sulawesi. Proc. Acad. Nat. Sci. Philadelphia. 125:1-34.5. Supriyadi, Edy. (2012). Lima Penyakit Tropis Masih Endemis di Indonesia. Jambi: http://jambi.antaranews.com/berita/298535/lima-penyakit-tropis-masih-endemis-di-Indonesia. Diakses 30 November 2012.