upld

26
Perotinitis adalah inflamasi peritonium- lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi viseramerupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan lepas pada palpasi, defans muskular dan tanda-tanda umum inflamasi. Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomendan ogran yang terletak didalamnya. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selalin itu juga dapat disebabkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasiulkus atau empedu dari perforasi kantong empedu ataulaserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisir pada rongga pelvis dari infeksitube falopi aau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak ditangani dapat berakibat fatal. Etiologi Bentuk peritonitis paling sering adalah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksiintra abdomen tapi biasanya terjadi pada pasien yang ascites yaitu terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bskteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebabran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan ascites, semakin tinggi resiko terjadinya peritonitis dsn abses. Ini terjadi karen aikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen ascites yang pathoge yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Colli 40%, Klebsiella pneumoniae 7% spesies pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positive yaitu straphylococus pneumoniae 15%, Staphylococus 3% selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campuran bakteri. Perotonitis tersier terjadi karenainfeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis yang adekuat, bukan berasal dari kelaiana organ, pada pasien peritonitis sekunder biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fisula.selain

Upload: pratiwi-akbar

Post on 21-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

Page 1: upld

Perotinitis adalah inflamasi peritonium- lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi viseramerupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan lepas pada palpasi, defans muskular dan tanda-tanda umum inflamasi.

Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomendan ogran yang terletak didalamnya. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selalin itu juga dapat disebabkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasiulkus atau empedu dari perforasi kantong empedu ataulaserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisir pada rongga pelvis dari infeksitube falopi aau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak ditangani dapat berakibat fatal.

Etiologi

Bentuk peritonitis paling sering adalah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksiintra abdomen tapi biasanya terjadi pada pasien yang ascites yaitu terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bskteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebabran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan ascites, semakin tinggi resiko terjadinya peritonitis dsn abses. Ini terjadi karen aikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen ascites yang pathoge yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Colli 40%, Klebsiella pneumoniae 7% spesies pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positive yaitu straphylococus pneumoniae 15%, Staphylococus 3% selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campuran bakteri.

Perotonitis tersier terjadi karenainfeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis yang adekuat, bukan berasal dari kelaiana organ, pada pasien peritonitis sekunder biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fisula.selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium atau substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit

Page 2: upld

oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Page 3: upld

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

Klasifikasi

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Peritonitis Bakterial Primer

1.      Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.

Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:

Spesifik : misalnya Tuberculosis

 2.      Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Page 4: upld

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

·         Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.

·         Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

·         Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.

C. Peritonitis tersier, misalnya:

·         Peritonitis yang disebabkan oleh jamur

·         Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

D. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

Ø  Aseptik/steril peritonitis

Ø  Granulomatous peritonitis

Ø  Hiperlipidemik peritonitis

Ø  Talkum peritonitis

Tanda dan Gejala

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.

Manifestasi klinik

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karenairitasi peritoneum.

Page 5: upld

Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.

Demam

Distensi abdomen

Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.

Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.

Nausea

Vomiting

Penurunan peristaltik.

Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric. Adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral). Kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya : perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat/ iskemia.

Tanda-Tanda Peritonitis, yaitu sebagai berikut :

æ  Demam tinggi

æ  Pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia

æ  Takikardi

æ  Dehidrasi

æ  Hipotensi

Pemeriksaan Diagnostik

a. Test laboratorium

1. Leukositosis

2. Hematokrit meningkat

3. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )

4. X. Ray

Page 6: upld

Dari tes X Ray didapat:

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:

1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.

2. Usus halus dan usus besar dilatasi.

3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

3.  Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :

1. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.

2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.

3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi anteroposterior.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35×43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:

1)   Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).

2)   Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.

3)   Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance.

  KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul dari peritonitis adalah sebagai berikut :

-  Eviserasi Luka.

-  Pembentukan abses.

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:

1. Komplikasi dini.

Page 7: upld

1. Septikemia dan syok septic.

2. Syok hipovolemik.

3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multisystem.

4. Abses residual intraperitoneal.

5. Portal Pyemia (misal abses hepar).

2. Komplikasi lanjut.

1. Adhesi.

2. Obstruksi intestinal rekuren.

PENGOBATAN

Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri anti emetic dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan.

Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan. Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum, maka tindakan laparotomi diperlukan.

Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.

penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :

a.       Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan medik.

b.      Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.

c.       Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.

d.      Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.

e.       Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.

Page 8: upld

f.       Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).

g.      Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.

h.      Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

arifsuyono

Selasa, 14 Agustus 2012

ruptur lien

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Ruptur Lien

1. Definisi

Ruptur lien merupakan kondisi rusaknya lien akibat suatu dampak penting kepada lien dari beberapa sumber. Dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, ataupun trauma sewaktu operasi. (R.sjamsuhidajat&Wim de jong, 2005)

Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau pecahnya lien yang merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi karena trauma tumpul, secara langsung atautidak langsung. (sjamsuhidayat&Wim dejong,1997)

2. Anatomi dan Fisiologi

Lien berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsal. Berat rata-rata pada manusia dewasa berkisar 75-100 gram, biasanya sedikit mengecil setelah berumur 60 tahun sepanjang tidak disertai adanya patologi lainnya, ukuran dan bentuk bervariasi, panjang ± 10-11cm, lebar + 6-7 cm, tebal + 3-4 cm.

Lien terletak di kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan bawah diafragma, terlindung oleh iga ke IX, X, dan XI. Lien terpancang ditempatnya oleh lipatan peritoneum yang diperkuat oleh beberapa ligamentum suspensorium yaitu :

a. Ligamentum splenoprenika posterior (mudah dipisahkan secara tumpul).

b. Ligamentum gastrosplenika, berisi vasa gastrika brevis

Page 9: upld

c. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus

d. Ligamentum splenorenal.

Lien merupakan organ paling vaskuler, dialiri darah sekitar 350 L per hari dan berisi kira-kira 1 unit darah pada saat tertentu. Vaskularisasinya meliputi arteri lienalis, variasi cabang pankreas dan beberapa cabang dari gaster (vasa Brevis). Arteri lienalis merupakan cabang terbesar dari trunkus celiakus. Biasanya menjadi 5-6 cabang pada hilus sebelum memasuki lien. Pada 85 % kasus, arteri lienalis bercabang menjadi 2 yaitu ke superior dan inferior sebelum memasuki hilus. Sehingga hemi splenektomi bisa dilakukan pada keadaan tersebut.Vena lienalis bergabung dengan vena mesenterika superior membentuk vena porta. Lien asesoria ditemukan pada 30 % kasus. Paling sering terletak di hilus lien, sekitar arteri lienalis, ligamentum splenokolika, ligamentum gastrosplenika, ligamentum splenorenal, dan omentum majus. Bahkan mungkin ditemukan pada pelvis wanita, pada regio presakral atau berdekatan dengan ovarium kiri dan pada scrotum sejajar dengan testis kiri.(

Dibedakan menjadi 2 tipe :

a. Berupa konstriksi bagian organ yang dibatasi jaringan fibrosa.

b. Berupa massa terpisah.

http://bedahugm.net/images/Thorax/anatomy_spleen.jpg

Gambar 1. Anatomi Lien

http://evialfadhl.files.wordpress.com/2010/04/anatomy_spleen.jpg?w=300&h=247

Secara fisik, lien banyak berhubungan dengan organ vital abdomen yaitu, diafragma kiri di superior, kaudal pankreas di medial, lambung di anteromedial, ginjal kiri dan kelenjar adrenal di posteromedial, dan fleksura splenikus di inferior.

Fungsi lien dibagi menjadi 5 kategori :

a. Filter sel darah merah

b. Produksi opsonin-tufsin dan properdin

c. Produksi Imunoglobulin M

d. Produksi hematopoesis in utero

e. Regulasi T dan B limfosit

Pada janin usia 5-8 bulan lien berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan putih, dan tidak berfungsi pada saat dewasa. Selain itu, lien berfungsi menyaring darah, artinya sel yang tidak normal, diantaranya eritrosit, leukosit, dan trombosit tua ditahan dan dirusak oleh sistem retikuloendotelium disana.

Lien juga merupakan organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui darah dan tubuh belum atau sedikit memiliki antibodi. Kemampuan ini akibat adanya mikrosirkulasi

Page 10: upld

yang unik pada lien. Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat sehingga lien punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk. Antigen partikulat dibersihkan dengan cara yang mirip oleh efek filter ini dan antigen ini merangsang respon anti bodi. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati lien.

Lien dapat secara selektif membersihkan bagian-bagian sel darah merah, dapat membersihkan sisa sel darah merah normal. Sel darah merah tua akan kehilangan aktifitas enzimnya dan lien yang mengenali kondisi ini akan menangkap dan menghancurkannya. Pada asplenia kadar tufsin ada dibawah normal. Tufsin adalah sebuah tetra peptida yang melingkupi sel – sel darah putih dan merangsang fagositosis dari bakteri dan sel-sel darah tua. Properdin adalah komponen penting dari jalur alternatif aktivasi komplemen, bila kadarnya dibawah normal akan mengganggu proses opsonisasi bakteri yang berkapsul seperti meningokokkus, dan pneumokokkus.

3. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian.

Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.

Patogenesis

Berdasarkan penyebab, ruptur lien dapat dibagi berdasar trauma pada lien yang meliputi :

a. Trauma Tajam

Trauma ini dapat terjadi akibat luka tembak, tusukan pisau atau benda tajam lainnya. Pada luka ini biasanya organ lain ikut terluka tergantung arah trauma. Yang sering dicederai adalah paru, lambung, lebih jarang pankreas, ginjal kiri dan pembuluh darah mesenterium.

Page 11: upld

Pemeriksaan splenografi yang dilakukan melalui pungsi dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan pasca splenografi ini jarang terjadi selama jumlah trombosit > 70.000 dan waktu protrombin 20 % di atas normal.

b. Trauma Tumpul

Lien merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau trauma thoraks kiri bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati, dan pankreas. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur dan olahraga kontak seperti judo, karate dan silat.

Ruptur lien yang lambat dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada separuh kasus masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini karena adanya tamponade sementara pada laserasi kecil, atau adanya hematom subkapsuler yang membesar secara lambat dan kemudian pecah.

c. Trauma Iatrogenik

Ruptur lien sewaktu operasi dapat terjadi pada operasi abdomen bagian atas, umpamanya karena retractor yang dapat menyebabkan lien terdorong atau ditarik terlalu jauh sehingga hilus atau pembuluh darah sekitar hilus robek. Cedera iatrogen lain dapat terjadi pada punksi lien (splenoportografi).

Kelainan patologi dikelompokkan menjadi 5 :

1) Cedera kapsul

2) Kerusakan parenkim, fragmentasi, kutub bawah hampir lepas

3) Kerusakan hillus dilakukan splenektomi parsial

4) Avulsi lien dilakukan splenektomi total

5) Hematoma subkapsuler

Manifestasi klinik

Tanda fisik yang ditemukan pada ruptur lien bergantung pada adanya organ lain yang ikut cedera, banyak sedikitnya perdarahan, dan adanya kontaminasi rongga peritoneum. Perdarahan dapat sedemikian hebatnya sehingga mengakibatkan renjat (syok) hipovolemik hebat yang fatal. Dapat pula terjadi perdarahan yang berlangsung sedemikian lambat sehingga sulit diketahui pada pemeriksaan.

Pada setiap kasus trauma lien harus dilakukan pemeriksaaan abdomen secara berulang-ulang oleh pemeriksa yang sama karena yang lebih penting adalah mengamati perubahan gejala umum (syok, anemia) dan lokal di perut (cairan bebas, rangsangan peritoneum).

Page 12: upld

Pada ruptur yang lambat, biasanya penderita datang dalam keadaan syok, tanda perdarahan intrabdomen, atau seperti ada tumor intra abdomen pada bagian kiri atas yang nyeri tekan disertai anemia sekunder. Oleh karena itu, menanyakan riwayat trauma yang terjadi sebelumnya sangat penting dalam menghadapi kasus ini.

Penderita umumnya berada dalam berbagai tingkat renjat hipovolemi dengan atau tanpa (belum) takikardi dan penurunan tekanan darah. Penderita mengeluh nyeri perut bagian atas, tetapi sepertiga kasus mengeluh nyeri perut kuadran kiri atas atau punggung kiri. Nyeri di daerah puncak bahu disebut tanda Kehr, terdapat pada kurang dari separuh kasus. Mungkin nyeri di daerah bahu kiri baru timbul pada posisi Tredenlenberg. Pada pemeriksaan fisik ditemukan masa di kiri atas dan pada perkusi terdapat bunyi pekak akibat adanya hematom subkapsular atau omentum yang membungkus suatu hematoma ekstrakapsular disebut tanda Ballance. Kadang darah bebas di perut dapat dibuktikan dengan perkusi pekak geser.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu biasanya didapat leukositosis. Pemeriksaan kadar Hb, hematokrit, leukosit dan urinalisis. Bila terjadi perdarahan akan menurunkan Hb dan hematokrit serta terjadi leukositosis. Sedangkan bila terdapat eritrosit dalam urine akan menunjang akan adanya trauma saluran kencing.

Pemeriksaan Radiologi

Setelah trauma tumpul, organ intraabdominal yang sering terkena yaitu lien, dan lien akan cedera dan terbentuk hematom. Meskipun ahli bedah biasanya mencoba untuk mengatasi trauma ini dengan konservatif, ruptur lien mungkin baru disadari setelah seminggu atau sepuluh hari setelah trauma pertama. Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan, diantaranya USG, CT scan dan angiography. Jika ada kecurigaan trauma lien, CT Scan merupakan pemeriksaan pilihan utama. Pendarahan dan hematom akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding lien. Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam lien menunjukkan hematom atau laserasi, dan area seperti bulan sabit abnormal pada tepi lien menunjukkan subkapular hematom. Kadang, dengan penanganan konservatif, abses mungkin akan terbentuk kemudian dan dapat diidentifikasi pada CT Scan karena mengandung gas. Sensitivitas pada CT Scan tinggi, namun spesifikasinya rendah, dan kadang riwayat dan gejala penting untuk menentukkan diagnosis banding.

Gambaran yang paling sering ditemui yaitu fraktur tulang iga kiri bawah. Fraktur iga menunjukkan adanya tekanan yang kuat pada kuadran kiri atas yang menyebabkan keadaan patologi pada lien. Fraktur iga kiri bawah terdapat pada 44 % pasien dengan ruptur lien dan perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan lebih lanjut.

Page 13: upld

Tanda klasik yang menentukan adanya ruptur lien akut (tingginya diafragma sebelah kiri, atelektasis lobus bawah kiri, dan efusi pleura) tidak selalu ada dan tidak bisa dijadikan tanda yang pasti. Namun, tiap pasien dengan diafragma sebelah kiri yang meninggi disertai dengan trauma tumpul abdomen harus dipikirkan sebagai trauma lien sampai dibuktikan sebaliknya.

Tanda yang lebih dapat dipercaya dari trauma pada kuadran kiri atas yaitu perpindahan ke medial udara gaster dan perpindahan inferior dari pola udara lien. Gambaran ini menunjukkan adanya massa pada kuadran kiri atas dan menunjukkan adanya hematom subkapsular atau perisplenik.

Hematom kuadran kiri atas, jika besar, dapat menggeser bayangan dari tepi caudal bawah lien, menjadi gambaran splenomegali.

Hematom subkapsular dapat memberikan gambaran yang hampir sama, dan massa yang ada memiliki batas yang tegas.

Pergeseran gambaran ginjal kiri juga mungkin ditemukan.

Sedikit, jika ada, munculnya efek masa pada kuadran kiri atas

Batas lien tidak jelas, tapi gambaran ini tidak spesifik.

Darah retroperitoneal dapat menghapus gambaran ginjal kiri dan batas otot psoas.

Kumpulan darah bebas di sekitar kolon kiri, menggeser pola udara pada kolon desenden ke medial.

Pendarahan yang banyak pada abdomen dapat menghilangkan garis flank.

Pola udara usus yang sedikit dapat digeser keluar pelvis oleh kumpulan darah.

Gambaran midpelvik yang opak dengan tepi lateral yang konveks dan tajam dapat ditemukan.

Tepi kandung kemih bertambah dan dibatasi oleh gambaran lusen yang tipis membentuk kubah dan seperti ekstraperitonial fat.

Hematom lien kronik memberikan gambaran yang berbeda dan lebih komplek karena diikuti dengan daftar panjang diagnosis banding. Perubahan dari hematom subkapsuler atau parenkimal yaitu menetap, menjadi cair, dan biasanya terserap lagi.

Kadang, degenerasi kistik dari hematom intrasplenik menyebabkan formasi yang salah dari kista.

a. Sekitar 80 % dari kista lien diperkirakan berasal dari posttrauma. Sekitar 80 % terbentuk dari kista hemoragik, dan 20 % dari kista serous dan kemungkinan adanya darah telah diserap kembali semuanya.

Page 14: upld

b. Tipis, teratur dan annular kalsifikasi terbentuk sebagai garis fibrosis pada sekitar 30 % kista.

c. Bentuk kista simetris dan unilokal, dan terdapat garis kalsifikasi di dalam dan luar batas..

d. Satu buah, besar, annular kalsifikasi lien mirip seperti sebuah kista residual traumatik pada area tindak endemic untuk organisme Echinococcus.

e. Karakteristik dari gambaran kista traumatik tidak begitu spesifik.

f. Penyebab utama dari penyebaran kalsifikasi kista lien yaitu infeksi dari Echinococcus granulosus, tapi organisme ini jarang ada di normal geografik.

g. Hematom subkapsular merupakan hasil yang umum terjadi dari trauma lien dan karakteristik gambarannya berbeda dari patologi parenkim. Dalam penyembuhan hematom, kalsifikasi dari batas kavitas dapat muncul. Tergantung pada proyeksi, kalsifikasi kavitas dapat muncul linear atau diskoid. Derajat dari efek masa tergantung dari ukuran regresi hematom.

h. Banyak kelainan patologi lain yang dapat memberikan gambaran yang hampir sama, seperti pada penyakit sickle sel. Infark lien kronik dapat berkembang menjadi kalsifikasi yang mirip dengan hematom subkapsular.

Tampak gambaran masa yang pinggirnya mengalami kalsifikasi pada kuadran kiri atas dibawah diafragma. Masa tersebut menggambarkan kalsifikasi hematom lien

http://www.radiologyassistant.nl/images/thmb_4ae4c9c29a50fTEK-lever-trauma.jpg

Gambar 3a dan 3b. Gambaran cedera lien

Sumber : Ledbetter, S. dan Smithuis, R., 2007, diakses dari http://www.radiologyassistant.nl/en/466181ff61073

Tabel 1 : Grading untuk trauma lien menurut gambaran CT-Scan

http://www.radiologyassistant.nl/images/thmb_467c3eb070607TAB-Splenic.png

Page 15: upld

Sumber: American Association for the Surgery of Trauma Splenic Injury Scale

Sebuah cara untuk mengingat sistem ini adalah:

a. Grade 1 kurang dari 1 cm.

b. Grade 2 adalah sekitar 2 cm (1-3 cm).

c. Grade 3 lebih dari 3 cm.

d. Grade 4 adalah lebih dari 10 cm.

e. Grade 5 adalah devascularization total atau maserasi.

Kelemahan grading ini adalah:

a. Sering meremehkan tingkat cedera.

b. kemungkinan variasi antar pembaca

c. Tidak memasukkan:

1) Adanya perdarahan aktif

2) Kontusio

d. Post-traumatik infark

e. Yang paling penting: tidak ada nilai prediktif untuk manajemen non-operasi (NOM)

The Organ Injury Scaling Committee of the American Association for the Surgery of Trauma juga telah menyusun sistem grading yang telah direvisi pada tahun 1994, sebagai berikut:

Grade I

· Hematoma subcapsular kurang dari 10% dari luas permukaan

· Capsular tear kedalamannya kurang dari 1 cm.

Page 16: upld

Grade II

· Hematoma Subkapsular sebesar 10-50% dari luas permukaan

· Hematoma intraparenkim kurang dari diameter 5 cm

· Laserasi dengan kedalaman dari 1-3 cm dan tidak melibatkan pembuluh darah trabecular.

Grade III

· Hematoma subcapsular lebih besar dari 50% dari luas permukaan atau meluas dan terdapat ruptur hematoma subcapsular atau parenkim

· Hematoma Intraparenkim lebih besar dari 5 cm atau mengalami perluasan

· Laserasi yang lebih besar dari 3 cm kedalamannya atau melibatkan pembuluh darah trabecular.

Grade IV

· Laserasi melibatkan pembuluh darah segmental atau hilar dengan devascularisasi lebih dari 25% dari lien.

Grade V

· Shattered spleen atau cedera vaskuler hilar.

Tingkat Keyakinan

Dalam pengalaman penulis, secara keseluruhan sensitivitas dan spesifisitas CT dalam deteksi cedera lien mendekati 100%.

9. Diagnosis banding

Pada kebanyakan kasus, diagnosis ruptur lien tidaklah sulit. Bagaimanapun juga, ahli radiologi harus waspada terhadap proses trauma yang memungkinkan terjadinya trauma lien.

a. Benda Asing

Terkadang, bahan yang dimasukkan secara iatrogenic dapat menimbulkan gambaran ruptur lien pada CT scan. Pada kebanyakan pusat trauma, dilakukan pemasangan NGT, dan bahan kontras dimasukkan secara oral sebelum pemeriksaan CT scan. Artefak dan bahan yang tak tembus sinar dari NGT dan bahan kontras dapat menutupi lien dan menimbulkan kebingungan. Bahan yang tidak tembus sinar dari iga dan artefak dari air fluid level dari lambung dapat juga menimbulkan hasil positif palsu. Gabungan dari efek-efek ini, ditambah dengan scan yang berkualitas buruk dan besarnya ukuran pasien, sering terjadi pada praktek sehari-hari.

b. Hematom

Page 17: upld

Pada derajat tertentu, hemoperitoneum selalu mengikuti terjadinya trauma lien, kecuali jika bagian subkapsular intak. Walaupun begitu, tidak semua cairan intra abdomen merupakan hematom. Ahli radiologi harus berhati-hati dalam mengasumsikan bahwa trauma lien adalah penyebab adanya cairan dalam abdomen atau di sekitar lien. Kebanyakan trauma tumpul lien terlihat pada anak-anak yang ditabrak oleh kendaraan bermotor, kejadian yang berhubungan dengan jatuh, atau pengendara kendaraan bermotor yang mengalami kecelakaan. Kemungkinan terbesar terjadinya positif palsu pada kecelakaan kendaraan bermotor adalah karena pasien cenderung tua dan telah memiliki penyakit sebelumnya.

c. Akumulasi cairan

Penyakit hati, pankreas, ginjal, dan kolon bagian kiri dapat menuju pada akumulasi cairan pada bagian bawah lien. Penyebab lain yang dapat menyebabkan akumulasi cairan tidak boleh dilupakan, termasuk adanya keganasan abdomen yang tidak terdiagnosis dengan asites dan dialisis peritoneal. Walau banyak keadaan ini tidak mungkin terjadi, kesempatan untuk memperoleh informasi dari pasien mungkin tidak ada. Pada kebanyakan kecelakaan kendaraan bermotor, ada beberapa orang yang terluka. Orang tua tidak dapat mentoleransi bahkan trauma kecil sekalipun, dan keadaan hemodinamik mereka biasanya tidak sesuai dengan trauma yang terlihat. Sebagai tambahan, banyak pasien trauma yang mengalami kecelakaan tiba di rumah sakit setelah penggunaan alcohol dan obat-obatan. Akibatnya pasien dibawa ke bagian radiologi dalam keadaan disedasi atau diintubasi.

d. Kista

Banyak hal yang dapat mempengaruhi lien dan menimbulkan gambaran laserasi atau hematom lien. Ada banyak etiologi kista lien yang telah dilaporkan dalam literatur. Salah satu etiologi ini dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai trauma lien, tapi biasanya tidak menimbulkan hemoperitonium. Abses lien yang disebabkan oleh endokarditis bakterial, infark lien, dan prosedur invasif dapat menyebabkan trauma lien, dan ini dapat dihubungkan dengan cairan perilien. Lesi kistik yang menyerupai trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Kongenital : Epidermoid.

- Vaskular : Hematom, kista post trauma (80%), infark kistik, dan peliosis.

- Inflamasi : Abses piogenik, mikroabses jamur akibat Candida, Aspergilus, atau Cryptococcus. Tuberculosis akibat Mycobacterium avium intracellular, Pneumocytis carinii, atau Echinococcus. Dan pseudokista pancreas.

- Neoplasma : Hemangioma kavernosus, angiosarkoma, lienngioma, dan metastasis (melanoma 50%).

e. Infark

Infark pada lien dapat menimbulkan gambaran trauma. Secara klasik, infark dapat dibedakan dengan bentuk baji atau segitiga. Infark dapat melebar dari batas luar dengan apeks menuju ke hilus lien. Lingkaran halus parenkim normal dapat terlihat sepanjang batas luar. Walau infark tidak meningkat, pada lingkaran luar mungkin dapat terlihat peningkatan karena terdapatnya pembuluh darah. Pada USG dan CT scan, infark dapat disalah artikan sebagai laserasi tanpa cairan perilien.

Page 18: upld

f. Keganasan

Tumor pada lien jarang terjadi. Kebanyakan tumor yang berhubungan dengan lien adalah limfoma, yang mencakupi 70% dari lesi. Sebagai tambahan, penyakit metastatik pada lien tidak jarang terjadi, dan melanoma, kanker payudara, paru, ginjal, dan ovarium merupakan kanker primernya. Proses ini terlihat hipoekoik pada USG dan hipodens pada CT scan, dan dapat menimbulkan gambaran laserasi atau perdarahan intraparenkim. Penyakit metastatik dapat berhubungan dengan asites yang menimbulkan gambaran hemoperitoneum. Lesi serupa pada organ lain dan limfadenopati muncul dan mengecualikan trauma.

g. Tumor jinak

Tumor jinak yang paling sering pada lien adalah hemangioma kavernosus. Tumor ini dapat terlihat hiperekoik atau hipoekoik pada USG dan dapat menimbulkan gambaran hematom dan darah yang tidak menggumpal. Hemangioma terlihat hipodens pada CT scan. Lesi jinak dapat menimbulkan gambaran hematom parenkim atau laserasi kecil jika dekat perifer. Petunjuk untuk diagnosis yang benar adalah perbedaan pada batas dan bentuk hemangioma dibandingkan dengan trauma. Kalsifikasi seperti bentuk salju atau phlebolits jarang terjadi, tapi dapat dibedakan dengan trauma. Hemangiomatosis lien difus adalah keadaan dimana lien membesar dan digantikan hampir seluruhnya oleh hemangioma. Gambarannya terlihat seperti trauma saat pertama terlihat.

h. Ruptur lien nontraumatik

Ruptur lien nontraumatik jarang terjadi, tapi telah dihubungkan dengan beberapa proses penyakit. Ini dapat menimbulkan kebingungan, pertama karena kelangkaannya dan kedua karena dugaan penyebab traumatik. Pemeriksaan teliti terhadap gambar akan menuju kepada diagnosis yang benar.

i. Sarkoidosis

Sakoidosis adalah penyakit yang tidak diketahui etiologinya yang mana granuloma muncul di jaringan dan organ terutama pada sistem limfatik. Lien terlibat dalam 24-59% dari pasien dengan sarkoid, tapi biasanya asimptomatik. Dapat juga menunjukkan gejala abdominal. Kasus berat dapat menuju kepada hipersplenisme dan ruptur spontan tanpa etiologi yang jelas. Pada kebanyakan kasus, lien terkena secara difus, dan gambarannya dapat menyerupai limfoma. Splenomegali tampak pada sekitar sepertiga kasus dan sering dihubungkan dengan limfadenopati. Nodul hipodens yang terpisah tampak pada CT scan pada sekitar 15% pasien.

j. Amiloidosis

Lien terlibat pada amiloidosis, penyakit dimana pada sel plasma terjadi penumpukan amiloid, protein kompleks yang terbentuk terutama dari rantai polipeptida, yang terjadi di berbagai jaringan dan organ. Amiloidosis dapat terjadi secara primer ataupun sekunder, berhubungan dengan inflamasi kronik (terutama arthritis reumatoid), dan terjadi berhubungan dengan myeloma multiple. Lien terkena dalam berbagai bentuk amiloidosis dan muncul secara difus dan homogen pada kebanyakan pasien. Ini dapat terlihat pada CT scan dengan kontras, tapi abnormalitas focal yang dapat menyerupai laserasi juga dapat terjadi. Ruptur lien spontan, yang diyakini sebagai akibat kelemahan kapsul akibat penumpukan amiloid, telah dilaporkan.

Page 19: upld

Berkurangnya atenuasi pada organ yang terlibat dapat membantu dalam membedakan amiloid dengan trauma.

k. Infeksi

Bartonella adalah organism gram negatif awalnya dianggap terutama menginfeksi pasien dengan HIV. Tapi, penelitian terkini telah menunjukkan spesies Bartonella yang dapat menyebabkan penyakit catscratch. Dua proses primer dari infeksi Bartonella, yang melibatkan hati dan lien disebut bacillary peliosis hepatis. Secara patologis, basili ini menyebabkan dilatasi kapiler, yang menyebabkan sejumlah kavitas berdinding tipis yang berisi darah pada hati dan lien. CT scan abdomen menunjukkan adanya lesi multiple pada hati dan lien dengan liendenopati dan kemunkinan asites. Lesi dapat bergabung membentuk lesi multilokus atau berseptum. Ruptur lien spontan telah dilaporkan pada pasien dengan bacillary peliosis hepatis.

l. Trauma sekunder

Proses-proses yang telah disebutkan di atas dapat menyebabkan ruptur lien, yang menyebabkan derajat trauma. Lien yang membesar dengan massa tumor atau anemia dapat terluka dengan trauma ringan seperti jatuh saat berjalan. Hemangioma atau kista dapat ruptur dengan trauma ringan akibat kelemahan pada kapsul. Kondisi-kondisi ini dihubungkan dengan hemoperitonium atau perdarahan parenkim dan sulit dibedakan dengan trauma lien.