upload investigasi outbreak
TRANSCRIPT
LAPORAN INDIVIDUBLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS
SKENARIO I
INVESTIGASI DAN STUDI EPIDEMIOLOGI TERHADAP OUTBREAK
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET
2010BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kedokteran komunitas adalah cabang kedokteran yang memusatkan perhatian
kepada kesehatan angota-anggota komunitas, dengan menekankan diagnosis dini
penyakit, memperhatikan faktor-faktor yang membahayakan (hazard) kesehatan yang
berasal dari lingkungan dan pekerjaan, serta pencegahan penyakit pada komunitas
(The Free Dictionary, 2010).
Seorang dokter yang berorientasi kedokteran komunitas diharapkan memiliki
kemampuan untuk menghitung frekuensi penyakit dan angka kejadian penyakit pada
populasi, mendiagnosis masalah penyakit pada populasi, membandingkan distribusi
penyakit pada populasi (community diagnosis), membandingkan distribusi penyakit
pada populasi-populasi, lalu menarik kesimpulan tentang penyebab perbedaan
distribusi penyakit pada populasi, dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
mencegah penyakit, melindungi, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan populasi.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya suatu kejadian
kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian atau kesakitan/kematian
yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun
waktu tertentu. Untuk mencegah terjadinya KLB perlu diadakan pemantauan
kejadian luar biasa, merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan secara terus
menerus terhadap frekuensi penyakit khususnya penyakit potensi wabah yang timbul
sehingga dapat diketahui permasalahan yang terjadi di masyarakat untuk dapat
dilakukan tindakan.
Sistem Problem Based Learning yang diterapkan fakultas kedokteran UNS
memasuki blok Kedokteran Komunitas. Oleh karena dokter komunitas wajib
mencegah dan menanggulangi terjadinya kejadian luar biasa dalam masyarakat maka
topik kejadian luar biasa atau outbreak sesuai dijadikan pembahasan dalam blok ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Skenario 1 memberikan gambaran terjadinya outbreak di Puskesmas
Selogiri, Wonogiri, dengan keluhan muntah-muntah dan kepala pusing serta
beberapa diantaranya mengalamin diare. Sebanyak 22 dari 27 orang pasien tersebut
sehari sebelumnya mengunjungi acara hajatan keluarga di Dukuh Sidomulyo. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan setengah diantaranya mengalami dehidrasi sedang.
Data surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten menunjukkan, setiap bulan terjadi
hanya sekitar 5 kasus serupa di kecamatan tersebut. Kasus ini kemudian dicurigai
sebagai outbreak keracunan yang meyebabkan gangguan gastroenteritis. Untuk itu
perlu diketahui riwayat alamiah penyakit infeksi, dan persiapan kemungkinan
melakukan investigasi outbreak, studi epidemiologi, intervensi yang harus
diberikan untuk menghentikan outbreak sekarang dan mencegah terulangnya
outbreak di masa mendatang.
Permasalahan yang dibahas dalam laporan dapat dirumuskan dalam
pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kedokteran komunitas, kedokteran keluarga, dan
kedokteran okupasi?
2. Apakah yang dimaksud dengan riwayat alamiah penyakit menular?
3. Apakah yang dimaksud dengan surveilans kesehatan masyarakat?
4. Apakah yang dimaksud dengan investigasi outbreak dan bagaimana langkah-
langkah untuk melakukan investigasi outbreak?
5. Apakah yang dimaksud dengan studi epidemiologi analitik dan bagaimana
langkah-langkah melakukan studi epidemiologi analitik?
6. Apa sajakah tindakan yang dapat dilakukan oleh dr. Galih dalam upaya
mencegah timbulnya penyakit yang sama di masa mendatang?
7. Apakah kasus yang sebenarnya terjadi di dalam komunitas di skenario?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Mengetahui fungsi investigasi outbreak.
2. Mengetahui langkah-langkah investigasi outbreak.
3. Mengetahui penjelasan mengenai surveilans epidemiologi dan tujuannya.
4. Mengetahui definisi dan contoh dari pelayanan primer, sekunder dan tersier.
5. Mengetahui pengertian pencegahan primer, sekunder dan tersier.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. INVESTIGASI OUTBREAK
1. Definisi Outbreak
Outbreak adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi ekspektasi
normal secara mendadak pada suatu komunitas, di suatu tempat terbatas,
misalnya desa, kecamatan, kota, atau institusi yang tertutup (misalnya sekolah,
tempat kerja, atau pesantren) pada suatu periode waktu tertentu (Gerstman,
1998; Last, 2001; Barreto et al., 2006). Hakikatnya outbreak sama dengan
epidemi (wabah). Hanya saja terma kata outbreak biasanya digunakan untuk
suatu keadaan epidemik yang terjadi pada populasi dan area geografis yang
relatif terbatas. Area terbatas yang merupakan tempat terjadinya outbreak
disebut fokus epidemik. Outbreak dapat disebut juga sebagai “kejadian luar
biasa”
Dalam menentukan outbreak/ epidemi perlu batasan yang jelas tentang
komunitas, daerah, dan waktu terjadinya peningkatan kasus. Untuk dapat
dikatakan outbreak/ epidemi, jumlah kasus tidak harus luar biasa banyak
dalam arti absolut, melainkan luar biasa banyak dalam arti relatif, ketika
dibandingkan dengan insidensi biasa pada masa yang lalu, disebut tingkat
endemis (Greenberg et al., 2005).
Jika terjadi outbreak maka pihak berwenang melakukan investigasi
outbreak secara retrospektif dan atau prospektif (apabila outbreak masih
berlangsung) dengan tujuan: (1) Mengetahui penyebab outbreak; (2) Menyetop
outbreak sekarang dan (3) Mencegah outbreak di masa mendatang (Greenberg
et al., 2005).
Tujuan khusus investigasi outbreak adalah mengidentifikasi: (1) Agen
kausa outbreak; (2) Cara transmisi; (3) Sumber outbreak; (4) Carrier; (5)
Populasi berisiko; (6) Paparan yang menyebabkan penyakit (faktor risiko).
2. Langkah Investigasi Outbreak
Menurut Gregg dalam Ungchusak (2002), investigasi outbreak dibagi ke
dalam 10 langkah sebagai berikut :
a. Mengkonfirmasi keberadaan outbreak.
Investigator harus mampu mengkonfirmasi apakah ini merupakan kasus
outbreak dan mampu membandingkan jumlah kasus saat ini dengan tahun-
tahun sebelumnya dalam periode waktu yang sama.
b. Memverifikasi diagnosis dan etiologi kasus penyakit.
Investigator mencari diagnosis yang tepat dan etiologi dari penyakit
tersebut dengan tujuan sebagai dasar untuk memberikan prevensi segera
terhadap timbulnya kasus baru.
c. Membuat definisi kasus, memulai pencarian kasus dan mengumpulkan
informasi-informasi terkait kasus.
Investigator membuat definisi kasus yang akan diterapkan secara
konsisten selama investigasi. Dalam mendefinisikan kasus, digunakan
seperangkat kriteria sebagai berikut : (1) kriteria klinis (gejala, tanda,
onset); (2) kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena, tempat
dan waktu terjadinya outbreak); (3) kriteria laboratorium (hasil kultur dan
waktu pemeriksaan) (Bres, 1986).
Pada daerah dengan sistem surveilans kesehatan rumah sakit yang baik,
pencarian kasus dapat dilakukan dengan mengaplikasikan definisi kasus
pada data hasil surveilans tersebut. Tetapi, bila hanya ditemui sedikit kasus
di rumah sakit, maka investigator harus melakukan pencarian kasus secara
aktif.
Mengenai informasi kasus, yang harus dikumpulkan meliputi empat
macam informasi, yaitu : (1) informasi identitas (nama dan alamat pasien,
nomor telepon rumah sakit); (2) informasi demografik (usia, jenis kelamin,
pekerjaan, agama, ras); (3) informasi klinis (gejala, tanda, onset, durasi,
hasil dari prosedur diagnosis); (4) informasi faktor resiko.
d. Mendeskripsikan outbreak dan membuat hipotesis.
Investigator mendeskripsikan frekuensi dan pola penyakit pada populasi
menurut karakteristik orang (dengan tabulasi), waktu (dengan kurva
epidemi), dan tempat (dengan spot map).
Dengan tabulasi, investigator dapat mempelajari perbedaan risiko
kelompok-kelompok populasi yang terkena outbreak berdasarkan
karakteristik umur, gender, ras, pekerjaan, kelas sosial, status kesehatan,
dan sebagainya. Dengan kurva epidemi, investigator dapat melihat pola
timbulnya penyakit dalam suatu rentang waktu tertentu. Sedangkan dengan
spot map, investigator dapat memperkirakan lokasi sumber penyakit.
Selanjutnya, investigator merumuskan hipotesis tentang kausa dan
sumber outbreak.
e. Menguji hipotesis.
Selain studi deskriptif, terkadang hipotesis juga butuh untuk diuji dengan
studi analitik. Umumnya adalah studi kasus kontrol. Studi analitik ini
dibutuhkan untuk mengungkap kausa dan sumber outbreak apabila dengan
studi deskriptif kausa dan sumber outbreak belum terungkap.
f. Melakukan studi lingkungan atau studi lainnya untuk mendukung
penemuan epidemiologis.
Di samping studi analitik dapat mengkonfirmasi hipotesis, investigator
masih membutuhkan bukti-bukti terkait lingkungan atau lainnya sebagai
penjelasan bukti epidemiologis.
g. Membuat simpulan mengenai kausa penyebab outbreak.
Investigator harus mengidentifikasi kausa outbreak berdasar empat bukti,
yaitu: (1) bukti laboratorium (hasil pemeriksaan laboratorium); (2) bukti
klinis (gejala, tanda, onset, durasi, hasil dari prosedur diagnosis); (3)
informasi lingkungan (bukti keterkaitan lingkungan); (4) bukti
epidemiologis (pola penyebaran penyakit).
h. Memberikan laporan dan rekomendasi pada pemerintah lokal dan nasional.
Merupakan langkah terpenting dalam investigasi outbreak untuk dapat
segera mendapatkan respon dan aksi (implementasi) dari pemerintah
terhadap keadaan outbreak ini.
i. Menyebarkan informasi pada masyarakat umum dan komunitas pelayanan
kesehatan.
Penyebaran informasi ini bertujuan meningkatkan kewaspadaan
pemerintah dan masyarakat untuk dapat mengimplementasikan tindakan
untuk prevensi terjadinya kasus seperti outbreak yang telah terjadi.
j. Melakukan follow up untuk mengukur implementasi atas rekomendasi
yang diberikan.
Follow up ini dilakukan dalam bentuk menjaga komunikasi dengan
pemerintah lokal, pemantauan perjalanan kasus outbreak dan pemantauan
implementasi yang diberikan.
B. SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
1. Pengertian Umum
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis
data secara terus-menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan kepada
pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah
kesehatan lainnya (DCP2, 2008). Surveilans bertujuan memberikan informasi
tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor
resiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan
dengan lebih efektif.
Tujuan khusus surveilans: (1) memonitor kecenderungan penyakit; (2)
mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini
outbreak; (3) memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit
pada populasi; (4) menetukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu
perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan; (5)
mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan; (6) mengidentifikasi
kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).
Dikenal beberapa surveilans: (1) surveilans individu; (2) surveilans
penyakit; (3) surveilans sindromik; (4) surveilans berbasis laboratorium; (5)
surveilans terpadu; (6) surveilans kesehatan masyarakat global.
2. Manajemen Surveilans
a) Fungsi Inti; meliputi kegiatan surveilans dan langkah-langkah intervensi
kesehatan
b) Fungsi Pendukung (Support activities); meliputi pelatihan, supervisi,
penyediaan sumber daya manusia, manajemen sumber daya dan komunikasi
(Murti, 2010).
3. Pendekatan Surveilans dibagi 2 jenis (Murti, 2010) :
a. Surveilans pasif
Memantau penyakit secara pasif , dengan menggunakan data penyakit
yang harus dilaporkan (reportable disease) yang tersedia di fasiliras pelayanan
kesehatan. Kelebihan : relatif murah & mudah dilakukan. Kekurangan: kurang
sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit, tingkat pelaporan dan
kelengkapan laporan rendah
b. Surveilans aktif
Menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke
lapangan, desa-desa praktik pribadi dokter/tenaga medis lainnya, puskesmas ,
klinik , rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau
kematian disebut penemuan ksus dang konfirmasi laporan kasus indeks.
Kelebihan : Lebih akurat daripada surveilans pasif dan dapat mengidentifikasi
out break local. Kekurangan : mahal & sulit dilakukan
4. Surveilans Efektif
Karakteristik surveilans efektif menurut Murti, 2010 antara lain cepat, akurat,
reliable, representative, sederhana, fleksibel, dan akseptabel.
C. PENCEGAHAN PENYAKIT
Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah,
menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan. Dengan
menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi yang terbukti efektif.
Terdapat tiga tingkat pencegahan penyakit yang dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Pencegahan primer
Adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor
risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan pada tahap suseptibel
dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus
baru penyakit (AHA Task Force, 1998).
2. Pencegahan sekunder
Merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya pada
tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui
deteksi dini. Deteksi dini penyakit sering disebut “skrining”. Skrining adalah
identifikasi yang mendiga adanya penyakit atau kecacatan yang belum diketahui
dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lanilla, yang dapat
dilakukan dengan cepat.
3. Pencegahan terrier
Adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai akibat penyakit
yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pencegahan
tersier dilakukan oleh dokter dan profesi kesehatan lain (seperti fisioterapis).
D. PELAYANAN KESEHATAN
Pelayanan kesehatan dibedakan dalam dua golongan, yakni :
1. Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan
masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali
diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami ganggunan kesehatan atau
kecelakaan.
2. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care),
adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut
(rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah
sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.
Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan
kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan
kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar
masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit (Juanita, 2002).
Bentuk-bentuk pelayanan kesehatan tersebut antara lain berupa Posyandu, dana
sehat, polindes (poliklinik desa), pos obat desa (POD), pengembangan masyarakat
atau community development, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya peningkatan
pendapatan (income generating) dan sebagainya (Juanita, 2002).
E. STUDI EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan faktor-faktor yang
menentukan keadaan yang berhubungan dengan kesehatan atau kejadian-kejadian
pada kelompok penduduk tertentu.
Berdasarkan definisi itu, penelitian epidemiologi dapat dibagi menjadi dua
kategori: (1) penelitian yang mengarah kepada deskripsi distribusi dan frekuensi
penyakit menurut orang, tempat, dan waktu, dan (2) penelitian yang diarahkan untuk
memperoleh penjelasan tentang faktor-faktor penyebab penyakit (Murti, 1995).
1. Epidemiologi Deskriptif
Epidemiologi Deskriptif bertujuan menggambarkan pola distribusi dan
determinan penyakit menurut populasi, letak geografik, dan waktu. Indikator yang
digunakan mencakup faktor sosiodemografik: umur, gender, ras, status
perkawinan, pekerjaan, maupun variabel-variabel gaya hidup: jenis makanan,
perilaku seks, konsumsi obat-obatan.
Penelitian epidemiologi deskriptif bermanfaat untuk 1) Memberikan
masukan penting bagi pengalokasian sumber daya dalam rangka perencanaan
yang efisien 2) Memberikan petunjuk awal tentang kemungkinan bahwa sebuah
faktor adalah penyebab penyakit. Tujuan kedua bermanfaat untuk membantu
memformulasikan suatu hipotesis bahwa suatu variabel merupakan faktor
penyebab atau preventif bagi penyakit. Hipotesis yang diformulasikan melalui
penelitian deskriptif ini kelak diuji melalui penelitian analitik. Perlu diingat,
formulasi hipotesis tidak harus melalui penelitian empirik deskriptif
Hipotesis bisa saja dirumuskan dari hasil kontemplasi teoretik, kajian
temuan penelitian sebelumnya maupun gagasan spekulatif melalui proses deduktif
logik.
Ada beberapa desain penelitian deskriptif antara lain (1) Studi korelasi
ekologi, (2) Laporan kasus, dan (3) Studi cross sectional (Murti, 1995).
2. Epidemiologi Analitik
Epidemiologi analitik adalah penelitian epidemiologi yang secara eksplisit
diarahkan untuk memperoleh penjelasan tentang faktor-faktor penyebab penyakit.
Pendekatan atau studi ini dipergunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab
timbulnya penyakit atau mencari penyebab terjadinya variasi dari data dan
informasi-informasi yang diperoleh studi epidemiologi deskriptif. Prinsip analisis
dalam epidemiologi analitik adalah membuat perbandingan secara sistematik
apakah ada perbedaan risiko terkena penyakit antara kelompok terpapar dan tidak
terpapar faktor penelitian. Penggunaan kelompok pembanding itulah yang
memungkinkan epidemiolog menguji hipotesis epidemiologi dalam desain studi
analitik.
Epidemologi Analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan untuk:
Menjelaskan faktor-faktor resiko dan kausa penyakit.
Memprediksikan kejadian penyakit
Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian
penyakit.
Ada sejumlah pilihan desain studi analitik, tetapi secara umum dapat dibagi
menjadi dua kategori yakni studi observasional dan studi eksperimental.
Perbedaan pokok keduanya terletak pada peran yang dimainkan peneliti. Pada
studi observasional, peneliti hanya mengamati perjalanan alamiah peristiwa dan
membuat catatan siapa yang terpapar dan tidak terpapar faktor penelitian, dan
siapa yang telah mengalami dan tidak mengalami penyakit yang diteliti. Pada
studi eksperimental, peneliti secara sengaja mengalokasikan paparan dan
kemudian mengikuti perjalanan subjek untuk dicatat perkembangan penyakit yang
dialami subjek selanjutnya.
Terdapat dua jenis studi observasional, yakni studi kasus kontrol, dan studi
kohort studi potong lintang (cross sectional). Pada studi kasus kontrol,
sekelompok subjek dengan penyakit yang menjadi perhatian penelitian dan
sekelompok kontrol (pembanding) yang tidak menderita penyakit tersebut dipilih
untuk penelitian. Kemudian proporsi paparan (faktor) penelitian pada masing-
masing kelompok dibandingkan. Pada studi kohor, subyek diklasifikasikan
berdasarkan status paparan yakni terpapar atau tidak terpapar faktor penelitian.
Studi Eksperimental : Eksperimen dengan kontrol random (Randomized
Controlled Trial /RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi) (Notoatmodjo, 2003).
BAB III
PEMBAHASAN
Skenario 1 menceritakan bahwa dokter Galih sebagai dokter komunitas di daerah
Selogiri, Wonogiri. Sejak semalam ada 5 pasien, keesokan harinya 10 kasus indeks dan
hari berikutnya ditemukan 12 pasien dengan gejala yang sama yaitu muntah dan pusing.
Berdasarkan anamnesis diperoleh keterangan bahwa 22 dari 27 pasien tersebut
mengunjungi acara hajatan keluarga di Dukuh Sidomulyo.
Dokter Galih mempersiapkan investigasi outbreak. Investigasi outbreak ini
dilakukan dalam beberapa langkah, meliputi: identifikasi outbreak, investigasi kasus,
investigasi kausa, langkah pencegahan dan pengendalian, studi analitik (jika perlu),
komunikasikan temuan, evaluasi dan teruskan surveilans.
Kasus ini dalam skenario ini telah memenuhi kriteria terjadinya kejadian luar
biasa. Salah satu kriterianya adalah peningkatan kejadian penyakit atau kematian 2 x
atau lebih dibanding dgn periode sebelumnya (jam,minggu,bulan ,tahun) yakni dari
awalnya 5 pasien dan keesokan harinya meningkat menjadi 10 pasien. Langkah kedua
dalam investigasi outbreak adalah memastikan terjadinya wabah atau outbreak dengan
menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui jumlah yang diharapkan.
Biasanya dilakukan dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlah
beberapa minggu atau bulan sebelumnya, atau dengan jumlah yang ada pada periode
waktu yang sama di tahun-tahun sebelumnya dengan melihat data surveilans. Dokter
Galih melakukan penelusuran data surveilans kesehatan masyarakat setahun terakhir
yang menunjukkan setiap bulan hanya terjadi 5 kasus di kecamatan tersebut. Data dan
temuan yang ada di lapangan mengindikasikan telah terjadi outbreak di daerah tersebut.
Gejala yang dikeluhkan dalam pasien - pasien ini adalah khas keluhan
gastrointestinal yakni muntah, pusing serta diare. Ada kemungkinan besar pasien-pasien
ini menderita food borne disease. Kriteria wabah akibat keracunan makanan adalah
ditemukannya dua atau lebih penderita penyakit serupa, yang biasanya berupa gejala
gangguan pencernaan (gastrointestinal), sesudah memakan makanan yang sama.
Untuk itu tahap selanjutnya perlu dilakukan definisi kasus baik berdasarkan
kriteria klinis (gejala, tanda, onset), epidemiologis, dan laboratorium sehingga kasus
dapat diklasifikasikan menjadi kasus suspek, kasus mungkin, atau kasus pasti.
Investigasi kausa dapat dilakukan dengan wawancara kasus menggunakan kuesioner
dan formulir baku.
Selanjutnya setelah didapatkan data-data dari investigasi kasus, data tersebut
disajikan dalam epidemiologi deskriptif. Dalam epidemiologi deskriptif, dilakukan
hitung jumlah kasus, analisis waktu, incidence rate, dan risiko dan selanjutnya peneliti
mendeskripsikan distribusi kasus menurut orang, tempat, waktu, luas daerah outbreak
(dengan spotmap), dan populasi yang terkena outbreak. Dengan epidemiologi deskriptif,
peneliti dapat merumuskan hipotesis tentang kausa dan sumber outbreak.
Dokter Galih merencanakan melakukan studi epidemiologi analitik. Studi
epidemiologi analitik dilakukan jika fakta dari investigasi kasus dan kausa kadang
belum memadai untuk mengungkapkan sumber dan kasus outbreak. Ini merupakan
pendekatan untuk mencari faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit. Studi analitik
untuk investigasi outbreak yang mencakup: pertanyaan penelitian, signifikansi
penelitian, desain studi, subyek, variabel-variabel, pendekatan analisis data, interpretasi
dan kesimpulan. Desain penelitian yang lazim digunakan adalah studi kasus kontrol atau
kohor retrospektif.
Pada kasus skenario ini sebagian kasus telah terjadi, maka peneliti desain
penelitian yang cocok digunakan adalah kohor retrospektif untuk mengetahui jenis
makanan atau minuman yang menjadi penyebab foodborne disease. Penyebab outbreak
dapat dianalisis dengan tabulasi silang untuk menghitung risiko relative (RR dan CI
95%). Prinsipnya jenis makanan dengan RR tertinggi merupakan penyebab outbreak
yang paling mungkin.
Setelah investigasi outbreak, dilanjutkan dengan upaya untuk menghentikan
outbreak dengan cara: mengeliminasi sumber pathogen, memblokade proses transmisi,
mengeliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) (Greenberg et al., 2005; Aragon
et al., 2007).
Kasus dalam skenario termasuk kategori penyakit menular. Oleh karena itu,
tindakan dokter yang paling utama adalah mengontrol sumber atau reservoir infeksi,
memutus rantai penularan dan memproteksi kelompok penduduk yang rentan (Chandra,
2009). Untuk melakukan kontrol terhadap sumber atau reservoir maka perlu dilakukan
penelusaran riwayat alamiah penyakit sehingga kausa penyakit dapat diketahui. Nilai
penting dari pengetahuan mengenai riwayat penyakit adalah seorang dokter dapat
menentukan tindakan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit.
Pencegahan yang dapat dilakukan agar di waktu mendatang tidak terjadi
foodborne disease antara lain memasak bahan makanan terutama yang berasal dari
hewan, masyarakat sebaiknya diedukasi mengenai cara penyimpanan makanan dalam
lemari pendingin, menyiapkan bahan makanan untuk dimasak, dan menjaga sanitasi
lingkungan.
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dokter komunitas memfokuskan perhatian pada kesehatan anggota komunitas,
dengan penekanan pada diagnosis dini penyakit, adanya faktor yang dapat
membahayakan dari lingkungan dan pekerjaan, serta pencegahan penyakit di
komunitas. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak
hanya memandang penderita sebagai individu sakit, tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya. Hal ini seperti yang dilakukan dr. Galih menemukan
adanya dugaan outbreak gangguan gastroenteritis di lingkungannya. Sebagai dokter
keluarga, dr.Galih melihat adanya pola penularan kasus tersebut dalam satu
keluarga dan sebagai dokter komunitas, dr.Galih juga menemukan bahwa kasus
tersebut terjadi pada 27 orang di dalam komunitas yang sama.
Investigasi outbreak dan studi epidemiologi analitik dilakukan untuk mengetahui
kebenaran terjadinya outbreak, penyebab, dan cara mengatasinya sehingga dapat
rantai penularan penyakit sekaligus mencegah terulangnya outbreak di masa
mendatang
B. SARAN Peran dokter komunitas dan dokter keluarga perlu ditingkatkan dalam upaya
meningkatkan kualitas kesehatan dalam individu, keluarga, komunitas, serta
lingkungannya secara holistik, komprehensif, dan continuing.
Studi epidemiologi analitik dapat dilakukan jika investigasi kasus dan kausa
belum belum memadai untuk mengungkapkan sumber dan kausa outbreak.
Kerja sama berbagai pihak perlu ditingkatkan antara lain Puskesmas, Dinas
Kesehatan Kota/ Kabupaten, peneliti dalam melakukan evaluasi dan meneruskan
surveilans
Masyarakat sebaiknya diedukasi mengenai cara penyimpanan makanan,
menyiapkan bahan makanan untuk dimasak, dan menjaga sanitasi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus R. Dan Seaton A. 2005. Practical Occupational Medicine. UK: Hodder Headline/ Arnold Publisher.
Aragón T, Enanoria W, Reingold A (2007). Conducting an outbreak investigation in 7
steps (or less). Center for Infectious Disease Preparedness, UC Berkeley School
of Public Health. http://www.idready.org. (Juli 2007)
Bres P. 1986. Public Health Action In Emergencies Caused by Epidemics: A Practical
Guide. Geneva : World Health Organization
Budiarto, e., Anggraeni, D. 2003. Pengantar Epidemiologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. pp: 100-102
Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran dan Pencegahan Komunitas. Jakarta: EGC.
DCP2. 2008. Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics. Disease
Control Priority Project.www.dcp2.org/file/153/dcpp-survailance.pdf.
Giesecke. 2002. Modern infectious disease epidemiology. London: Arnold
GreenbergRS, Daniels SR, Flanders WD, Eley JW, Boring JR (2005). Medical
epidemiology. New York: Lange Medical Books/ McGraw-Hill
John Hopkins University. 2006. Disaster epidemiology. Baltimore, MD: The Johns
Hopkins and IFRC Public HealthGuide for Emergencies.
Juanita. 2002. Peran Asuransi Kesehatan dalam Benchmarking Rumah Sakit dalam
Menghadapi Krisis Ekonomi.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3747/1/fkm-juanita5.pdf. (31
Agustus 2010).
Last, JM. 2001. A dictionary of epidemiolody. New York: Oxford University Press, Inc.
Murti B. 1995. Penelitian Epidemiologi. FK UNS: Surakarta.
Murti, B. 2010. Investigasi Outbreak. http://fk.uns.ac.id/index.php/download/file/16 (2
September 2010)
National University of Singapore. 2004. Family Medicine Posting. Family Medicine
Primer 2004. Singapore: Department of Community, Occupation and Family
Medicine. National University of Singapore.
Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2,
Mei. Jakarta : Rineka Cipta.
The Free Dictionary. 2010. Community Medicine. Medical-dictionary.thefreedictionary.com/community+medicine. Diakses 20 Agustus 2010.
Trihono. 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta: CV. Sagung Seto, pp: 8-11
Ungchusak K. 2002. Principles of Outbreak Investigation. In : Detels R., McEwen J.,
Beaglehole R., Tanaka H. Oxford Textbook of Public Health 4th Edition. Oxford
University Press, pp: 1155-71.
Wikipedia. 2010a. Biomedicine. en.wikipedia.org/wiki/Biomedicine. (5 September
2010)
Wikipedia. 2010b. Health Sciences. en.wikipedia.org/wiki/Health_science. (5
September 2010)
Wikipedia. 2010c. Medicine. en.wikipedia.org/wiki/Medicine. (5 September 2010)