urinalisis 1

19
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK Urinalisis 1 Kelompok : B Ogirlna Awaeh (2443013096 ) Filania S. Kanja (2443013133) Ayu Elvina H (2443013137) Agata Amaslia Aden (24430131) Claudya T. Gandeware (2443013)

Upload: fhilla-kanja

Post on 25-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

PEMERIKSAAN FISIS

TRANSCRIPT

Page 1: URINALISIS 1

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK

Urinalisis 1

Kelompok : B

Ogirlna Awaeh (2443013096 )

Filania S. Kanja (2443013133)

Ayu Elvina H (2443013137)

Agata Amaslia Aden (24430131)

Claudya T. Gandeware (2443013)

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

FAKULTAS FARMASI

2015

Page 2: URINALISIS 1

A. TUJUAN

Untuk mengetahui secara fisik keadaan urine sampel

B. DASAR TEORI

Urin merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal.

Dari 1200 ml darah yang melalui glomeruli per menit akan terbentuk filtrat 120 ml

per menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli

ginjal yang akhirnya terbentuk satu mili liter urin per menit (R. Wirawan, 1983).

Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urin selain untuk

mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-

kelainan diberbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks

adrenal, uterus dan lain-lain. Selama ini dikenal pemeriksaan urin rutin dan lengkap.

Yang dimaksud dengan pemeriksaan urin rutin adalah pemeriksaan makroskopik,

mikroskopik dan kimia urin yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa.

Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin

rutin yang dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah

samar dan nitrit. Pemeriksaan makroskopik meliputi pemeriksaan volume, warna,

kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Bau urin normal disebabkan oleh asam

organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan

seperti jengkol, pate, obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada

ketonuria. Bau amoniak disebabkan perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya

terjadi pada urin yang dibiarkan tanpa pengawet. Adanya urin yang berbau busuk dari

semula dapat berasal dari perombakan protein dalam saluran kemih. Pemeriksaan

mikroskopik yaitu pemeriksaan sedimen urin. Sedangkan pemeriksaan kimia urine

meliputi pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan

nitrit (Sauerbrey, 1959).

Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan

diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis

penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan

tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.

Urin yang normal memiliki ciri-ciri antara lain warnanya kuning atau kuing

gading, transparan, pH berkisar dari 4,6-8,0 atau rata-rata 6, berat jenis 1,001-1,035,

bila agak lama berbau seperti amoniak (Sacher & Pherson, 2002).

Page 3: URINALISIS 1

Unsur-unsur normal dalam urin misalnya adanya urea yang lebih dari 25-30

gram dalam urin. Urea ini merupakan hasil akhir dari metabolisme protein pada

mamalia. Ekskresi urea meningkat bila katabolisme protein meningkat, seperti pada

demam, diabetes, atau aktifitas korteks adrenal yang berlebihan. Jika terdapat

penurunan produksi urea misalnya pada stadium akhir penyakit hati yang fatal atau

pada asidosis karena sebagian dari nitrogen yang diubah menjadi urea dibelokkan ke

pembentukan amoniak (Widman ,1995).

Urin dibentuk dengan tahap sebagai berikut, glomerulus membolehkan semua

zat yang harus disekresi berlalu dan mencegah hilangnya protein dan sel-sel. Tubulus

mereabsorbsi zat larut yang dapat dipertahankan; mengatur kadar natrium, kalium,

dan bikarbonat; dan mengekskresi atau menahan ion H+¿¿ sesuai dengan kebutuhan.

Ductus coligens, dibantu oleh keadaan hipertonik dalam medula, mengatur banyaknya

air yang harus ditahan atau dikeluarkan. Test untuk fungsi ginjal dapat dibagi atas

pemeriksaan urin (urinalisis), pemeriksaan darah untuk mengukur kadar zat-zat yang

dipengaruhi oleh fungsi ginjal, dan penetapan nilai-nilai dinamik seperti aliran darah,

pembentukan urin, dan ekskresi zat-zat (Sacher & Pherson, 2002).

Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi

dari vagina, perineum, dan urethra dari wanita dan dari urethra pria dapat

mengacaukan hasil pemeriksaan urin. Mukus, protein, sel, epitel, dan mikroorganisme

masuk ke dalam sistem urin dari uretra dan jaringan sekitarnya. Oleh karena itu,

pasien perlu membuang beberapa mililiter pertama urin sebelum mulai menampung

urin. Pasien perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Urin pertama pagi

hari adalah yang paling bagus. Urin satu malam mencerminkan periode tanpa asupan

cairan yang lama, sehingga unsur-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan.

Pemeriksaan terhadap spesimen urin dilakukan dalam waktu satu jam setelah buang

air kecil. Penundaan pemeriksaan terhadap spesimen urin dapat mengurangi validitas

hasil. Dampak dari penundaan pemeriksaan antara lain: unsur-unsur dalam sedimen

mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam, urat dan fosfat yang semula larut dapat

mengendap sehingga mengaburkan pemeriksaan mikroskopik elemen lain, bilirubin

dan urobilinogen dapat mengalami oksidasi bila terkena sinar matahari, bakteri

berkembang biak dan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologik dan pH,

glukosa mungkin turun, dan badan keton menghilang (Sacher & Pherson, 2002).

Reaksi urin biasanya asam dengan pH kurang dari 6 (berkisar 4,7-8). Bila

masukan protein tinggi, urin menjadi asam sebab fosfat dan sulfat berlebihan dari

Page 4: URINALISIS 1

hasil katabolisme protein. Keasaman meningkat pada asidosis dan demam. Urin

menjadi alkali karena perubahan urea menjadi amoniak dan kehilangan CO2 di udara.

Urin menjadi alkali pada alkalosis seperti setelah banyak muntah. Pigmen utama pada

urin adalah urokhrom, sedikit urobilin dan hematofopirin (Widman, 1995).

Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian

dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk

membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk

menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui

ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Ningsih,

2012).

Karakteristik Urin

Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna

kuning keruh. Urin berbau khas yaitu  berbau ammonia. pH urin berkisar antara 4,8 – 7,5

dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein serta urin akan menjadi

lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran.  Berat jenis urin yakni 1,002 – 1,035 g/ml

(Uliyah, 2008).

Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di dalam urin 

terkandung bermacam – macam  zat, antara lain  (1) zat sisa pembongkaran protein seperti

urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat warna empedu yang memberikan  warna kuning

pada  urin, (3) garam, terutama NaCl, dan (4)  zat – zat yang berlebihan dikomsumsi,

misalnya vitamin C, dan obat – obatan serta  juga kelebihan zat yang yang diproduksi

sendiri oleh tubuh misalnya hormon (Ethel, 2003). 

Urin yang normal tidak mengandung protein dan glukosa. Jika urin mengandung

protein, berarti telah terjadi kerusakan ginjal pada bagian glomerulus. Jika urin

mengandung gula, berarti tubulus ginjal tidak menyerap kembali gula dengan sempurna.

Hal ini dapat diakibatkan oleh kerusakan tubulus ginjal. Dapat pula karena kadar gula

dalam darah terlalu tinggi atau melebihi batas normal sehingga tubulus ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua gula yang ada pada filtrat glomerulus. Kadar gula yang tinggi

diakibatkan oleh proses pengubahan gula menjadi glikogen terlambat, kerena produksi

hormon insulin terhambat. Orang yang demikian menderita penyakit kencing manis

(diabetes melitus). Zat warna makanan juga dikeluarkan melalui ginjal dan sering

Page 5: URINALISIS 1

memberi warna pada urin. Bahan pengawet atau pewarna membuat ginjal bekerja keras

sehingga dapat merusak ginjal. Adanya insektisida pada makanan karena pencemaran atau

terlalu banyak mengkonsumsi obat – obatan juga dapat merusak ginjal (Scanlon, 2000).

Pemeriksaan Urin

Menurut Wulangi (1990), menyatakan bahwa analisa urin itu penting, karena banyak

penyakit dan gangguan metabolisme dapat diketahui dari perubahan yang terjadi didalam

urin. Zat yang dapat dikeluarkan dalam keadaan normal yang tidak terdapat adalah

glukosa, aseton, albumin, darah dan nanah (Wulangi, 1990).

Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang dipakai untuk mengetahui adanya

kelainan di dalam saluran kemih yaitu dari ginjal dengan salurannya, kelainan yang terjadi

di luar ginjal, untuk mendeteksi adanya metabolit obat seperti zat narkoba dan mendeteksi

adanya kehamilan (Medika, 2012).

Bahan urin yang biasa di periksa di laboratorium dibedakan berdasarkan

pengumpulannya yaitu : urin sewaktu, urin pagi, urin puasa, urin postprandial (urin setelah

makan) dan urin 24 jam (untuk dihitung volumenya). Tiap-tiap jenis sampel urin

mempunyai kelebihan masing-masing untuk pemeriksaan yang berbeda misalnya urin pagi

sangat baik untuk memeriksa sedimen (endapan) urin dan urin postprandial baik untuk

pemeriksaan glukosa urin. Jadi sebaiknya sebelum kita melakukan pemeriksaan urin

sebaiknya meminta keterangan dari petugas laboratorium tentang bahan urin yang mana

yang diperlukan untuk pemeriksaan (Djojodibroto, 2001).

Pemeriksaan urin terbagi menjadi dua jenis yaitu pemeriksaan kimiawi dan

pemeriksaan sedimen. Sebagaimana namanya dalam pemeriksaan kimia yang diperiksa

adalah pH urin / keasaman, berat jenis, nitrit, protein, glukosa, bilirubin, urobilinogen, dll.

Jenis zat kimia yang diperiksa merupakan penanda keadaan dari organ-organ tubuh yang

hendak didiagnosa. Seperti penyakit “kuning” yang disebabkan oleh bilirubin darah yang

tinggi biasanya menghasilkan urin yang mengandung kadar bilirubin diatas normal. Begitu

pula zat kimia lainnya yang dihubungkan dengan keadaan organ tubuh yang berbeda

(Djojodibroto, 2001).

Dalam pemeriksaan sedimen yang diperiksa adalah zat sisa metabolisme yang berupa

kristal, granula termasuk juga bakteri. Dengan pemeriksaan sedimen maka keberadaan

suatu benda normal ataupun tidak normal yang terdapat dalam urin kita akan dapat

Page 6: URINALISIS 1

menunjukkan keadaan organ tubuh. Dalam urin yang ditemukan jumlah eritrosit jauh

diatas angka normal bisa menunjukkan terjadinya perdarahan di saluran kemih bagian

bawah. Begitu juga dengan ditemukannya kristal-kristal abnormal dapat diprediksi jika

seseorang beresiko terkena batu ginjal, karena kristal-kristal dalam urin merupakan

pemicu utama terjadinya endapan kristal dalam saluran kemih terutama ginjal yang jika

dibiarkan berlanjut akan membentuk batu ginjal (Djojodibroto, 2001).

C. ALAT DAN BAHAN :

ALAT : BAHAN :1. Urometer 1. Urin 2. Gelas ukur 2. Akuadest 3. Beaker glass4. Pot sampel urin 5. Pipet tetes 6. Kertas saring

D. SKEMA KERJA :

Prosedur Pengukuran BJ urin dengan Urometer (Urinemeter)

Urometer dikalibrasi dengan Akuadest sampai ¾ penuh,

dengan gelas ukur

Di isi Urin sampai ¾ penuh di dalam gelas ukur

Urin

Apabila kondisi urin berbuih, hilangkan buih dengan menambahkan 1 tetes Eter

Atau mengisap buih dengan kertas saring

Catat hasil pembacaan pada miniskus Urometer

Page 7: URINALISIS 1

Prosedur Pengukuran BJ urin dengan Carik Celup

SKEMA KERJA :

Urometer dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi urin.

Putar Urometer pada sumbunya, dan usahakan urometer tidak menyentuh

dinding dan dasar gelas ukur

Baca hasil miniskus urometer. Hasil

pembacaan dikoreksi terhadap “Hasil kalibrasi

dengan akuadest”

Masukkan alat carik celup ke dalam

beaker glass yang sudah berisi urin

Tunggu sampai 60

detik

Periksa hasil pengamatan

sesuai indikator yang sudah

tercantum dalam label yang ada di

botol

Page 8: URINALISIS 1

E. HASIL PRAKTIKUM

Parameter Kelompok B Normal

Warna Kuning muda Kuning muda

Bau Tidak keras Tidak keras

Buih Putih

(cepat menghilang)

Putih

(cepat menghilang)

Berat Jenis (Urometer) 1,009 1,000

Kekeruhan Jernih Jernih

Carik Celup

- Glukosa

- Protein

- Bilirubin

- Urobilinogen

- pH

- Berat jenis

- Darah

- Keton

- Nitrit

- Leukosit

Normal

Negatif

Normal

Normal

6

1,020

Negatif

Negatif

Negatif

25

Normal

Negatif

Negatif

Normal

5

1,000

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Perhitungan BJ menggunakan berat jenis

1. Faktor Koreksi

Faktor koreksi = 1,003 – 1,000

= 0,003

Faktor koreksi didapat dari urometer saat dikalibrasi dengan aquades.

2. Koreksi Suhu

Page 9: URINALISIS 1

Koreksi suhu = Suhu ruangan – Suhu urometer x 0,001

3

= 26°C - 20°C x 0,001

3

= 0,002

3. Berat Jenis Urin

BJ urin = BJ yang teramati – Faktor Koreksi + Koreksi Suhu

= 1,010 –(-0,003) + 0,002

= 1,009

F. PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan fisis, dari sampel didapat wana urin sampel ialah kuning,

bau tidak keras, berbuih putih tetapi mudah hilang, dan tidak menunjukkan adanya

kekeruhan (jernih). Dari pengukuran BJ dengan menggunakan urometer, didapat BJ

urin 1,009.

Pada pemeriksaan menggunakan carik celup,

Glukosa

Didapat hasil yang normal. Pada umumnya, dalam urin terdapat glukosa

tetapi glukosa yang ada dalam urin terdapat sangat sedikit. Glukosa yang ada

dalam urin biasanya kurang dari 130 mg/24 jam.

Protein

Didapat hasil negatif. Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring

di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine

biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu

spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.

Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan

fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan

daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan muncul

dalam urin.

Bilirubin

Didapat hasil yang negatif. Jika bilirubin terdapat dalam urin, maka bilirubin

yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi).

Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik

hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.

Page 10: URINALISIS 1

Urobilinogen

Didapat hasil yang normal.

Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar

menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal

yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi.

Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan

(ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan

parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan

hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus,

mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun

dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah

(jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang

parah,kolelitiasis,diare yang berat.

Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat

disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat

mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.

pH

Pada urin sampel, pH yang terukur melalui carik celup ialah 6.

Keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :

1. pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran

kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan

ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.

2. pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak),

asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis

respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan

ekskresi NH4+), terapi pengasaman.

Berat Jenis

Yang terukur melalui metode carik celup ialah 1,020.

Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap

wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 –

1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal >

1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang

tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk

memekatkan urine. BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan

Page 11: URINALISIS 1

fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml

dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien

baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena

untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah.

Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat

terlarut non-glukosa.

Darah

Didapat hasil yang negatif. Ini berarti tidak ada darah yang terdapat

dalam urin sampel.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi :

1. Hasil positif palsu dapat terjadi bila urine tercemar deterjen yang

mengandung hipoklorid atau peroksida, bila terdapat bakteriuria yang

mengandung peroksidase.

2. Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine mengandung vitamin C dosis

tinggi, pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi

tinggi, atau berat jenis sangat tinggi.

Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat memberikan hasil positif.

Keton

Didapat hasil yang negatif.

Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi

untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam

aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi

normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks

ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi

maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk

mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda

keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.

Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak

seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi

karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat

(mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau

protein, febris.

Nitrit

Didapat hasil yang negatif.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

Page 12: URINALISIS 1

1. Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila

pemeriksaan tertunda, urine merah oleh sebab apapun, pengaruh obat

(fenazopiridin).

2. Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat

dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik mengubah metabolisme

bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar asam

askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau

berat jenis urine tinggi.

Leukosit

Diperoleh hasil 25. Ini berarti, terdapat sel darah putih dalam urin. Hal ini

dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu infeksi saluran kemih, obstruksi

pada urinari (pembentukan batu pada kantung kemih), infeksi ginjal, anefritis

interstisial (ruang antara tubulus ginjal mengalami peradangan), terdapat

jamur dan bakteri seperti klamidia dll.

G. KESIMPULAN

Urin sampel tergolong urin yang normal.

Terdapat leukosit dalam urin disebabkan karena adanya infeksi bakteri dan

jamur.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Page 13: URINALISIS 1

R. Wirawan, S. Immanuel, R. Dharma. 1983. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: PT.

Kalbe Farma

Sacher, Pherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium.

Cetakan 1. Jakarta: EGC

Widman K. Frances. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium,

Edisi 9. Jakarta : EGC

Djojodibroto, R.D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up):

Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Pustaka Populer Obor. Jakarta.

Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Salemba Medika.

Jakarta.

Wulangi, Kartolo. 1990. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. ITB Press. Bandung.