urobilinogen & kalsium

9
UROBILINOGEN 1) Alat dan Bahan Alat - Tabung reaksi - Pipet - Corong - Tabung ukur - Penjepit tabung reaksi - Rak tabung reaksi Bahan - Urin - Reagen Ehrlich 2) Cara kerja 10-20 tetes reagen Ehrlich + 5ml urin Biarkan tegak pada rak tabung Amati perubahan warna dalam 3-5 menit 3) Penilaian hasil - Jika timbul warna merah samar berarti tes selesai

Upload: khairunnisa-rahadatul-aisy-sodikin

Post on 11-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

Page 1: Urobilinogen & Kalsium

UROBILINOGEN

1) Alat dan Bahan

Alat

- Tabung reaksi

- Pipet

- Corong

- Tabung ukur

- Penjepit tabung reaksi

- Rak tabung reaksi

Bahan

- Urin

- Reagen Ehrlich

2) Cara kerja

10-20 tetes reagen Ehrlich + 5ml urin

Biarkan tegak pada rak tabung

Amati perubahan warna dalam 3-5 menit

3) Penilaian hasil- Jika timbul warna merah samar berarti tes selesai- Jika timbul warna merah jelas berarti urobilinogen negatif

4) HasilTimbul warna merah samar dalam 5 menit: urobilinogen positif

5) PembahasanUrobilinogen sering didapat dalam urine karena urobilinogen merupakan suatu zat

hasil perombakan hemoglobin yang digunakan untuk memberi warna urine. Kadar eksresi urobilinogen normal dalam urine adalah 1-4mg/24jam. Jika didapati kadar

Page 2: Urobilinogen & Kalsium

urobilinogen lebih dari kadar normal, maka kemungkinan terdapat kerusakan hati atau berlebihnya Hb yang dirombak oleh hati (kiana, 2103)

6) Aplikasi klinisa) Sirosis hepatis

Terjadinya fibrosis hati, menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Matriks ekstraseluler terdiri dari jaringan kolagen, glikoprotein dan proteinoglikan. Sel-sel stelata dalam ruangan perisinusoidal, merupakan sel penting untuk memproduksi matriks ekstraseluler. Sel ini diaktifkan menjadi sel pembentuk kolagen, oleh berbagai faktor parakrin. Sebagai contoh, peningkatan kadar TGF beta 1 terdapat pada pasien dengan hepatitis C kronis dan sirosis. Faktor ini akan merangsang sel stelata untuk memproduksi kolagen tipe 1. Deposisi kolagen di ruang disse dan pengurangan ukuran fenestra endotel, akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Dua hal ini dapat memicu hipertensi portal.

Progresifitas kerusakan hati, dapat berlangsung dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun. Di Indonesia, prevalensinya antara 3,6-8,4% pada pasien rawat inap di Pulau Jawa dan Sumetra. Atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 2,1 : 1, dan usia rata-rata adalah 44 tahun. Walau paling banyak disebabkan oleh hepatitis B dan C, sirosis dapat disebabkan oleh penyakit hati alkoholik.

Secara garis besar, sirosis dapat dibagi menjadi dua: kompensata dan dekompensata. Dekompensata apabila terdapat ikterus, perdarahan varises, asites, ensefalopati hepatikum atau karsinoma hepatica. Komplikasi paling banyak ditemukan adalah asites. Perubahan dari kompensata menjadi tidak, adalah sekitar 5-7% per tahunnya. Sedangkan, harapan hidup cenderung menurun jauh, dari 12 tahun pada sirosis kompensata menjadi 2 tahun pada penderita sirosis dekompensata. Faktor prognosis buruk yang telah terbukti, adalah adanya kegagalan organ.b) Kolelitiasis

Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki factor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

Sinonim batu empedu adalah gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Namun, sering menimbulkan gejala sumbatan sebagian (partial obstruction), dan menimbulkan gejala kolik. Pada dasarnya dilatasi saluran empedu sangat bergantung pada berat atau

Page 3: Urobilinogen & Kalsium

tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami obstruksi parsial baik disebabkan oleh batu duktus choledochus, tumor papilla vateri atau cholangitis sklerosis, kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran yang berkala. Bila menimbulkan gejala sumbatan, akan timbul tanda cholestasis ekstrahepatal. Di samping itu dapat terjadi infeksi, timbul gejala cholangitis, dan cairan empedu menjadi kental dan berwarna coklat tua (biliary mud). Dinding dari duktus choledochus menebal dan mengalami dilatasi disertai dengan ulserasi pada mukosa terutama di sekitar letak batu dan di ampula vateri.

Page 4: Urobilinogen & Kalsium

KALSIUM

1) Alat dan Bahan

Alat

- Tabung reaksi

- Pipet

- Corong

- Kertas saring

- Tabung ukur

- Penjepit tabung reaksi

- Rak tabung reaksi

Bahan

- Urin

- Reagen Sulkowitch

2) Cara kerja

3 ml urin 3 ml urin

+ reagen Sulkowitch

Biarkan selama 2- 3 menit

Amati hasil

3) Penilaian hasil- Normal : tampak kekeruhan ringan sampai timbul presipitat halus hal ini sesuai dengan ekskresi kalsium kira-kira 25 – 35 mg Ca / 100 ml urin

Ekskresi normal : 50 – 400 mg/24 jam urin ( 2,5 – 20 meq/24 jam ).- Negatif : terjadi penurunan ekskresi kalsium

Page 5: Urobilinogen & Kalsium

4) HasilNormal, tampak kekeruhan ringan sampai timbul presipitat halus hal ini sesuai dengan ekskresi kalsium kira-kira 25 – 35 mg Ca / 100 ml urin.Pembahasan

5) Pembahasan Asupan protein yang tinggi umumnya menyebabkan peningkatan insiden batu. Hal

ini disebabkan peningkatan kalsium dan asam urat, fosfat dan penurunan ekskresi sitrat. Masukan protein dan metabolisme purin dan sulfur menghasilkan asam amino dan asam urat. Keadaan ini memicu pembentukan batu kalsium. Hal ini disebabkan peningkatan ekskresi kalsium dan asam urat dan penurunan ekskresi sitrat. Gangguan ini diperberat dengan asupan natirum tinggi. Kenaikan kalsium dalam urine disebabkan oleh pelepasan kalsium dalam tulang. Pembentukan batu bertambah dengan kenaikan turunan asam urat dan ekskresi asam urat. Penurunan pH intraselular berperan dalam peningkatan pemakaina sitrat oleh sel. Pengurangna sitrat dalam sel menyebabkan sitrat mengalir dari lumen tubular ke dalam sel. Hipositraturia akibat asidosis dapat menambah pemebentukan batu pada pasien dengan diet protein tinggi, diare kronik, atau dengan minum obat inhibitor asetazolamid.

Kalsium memiliki efek paradoks pada pembentukan batu. Diet kalsium tinggi diperkirakan dapat menimbulkan penyakit batu meskipun insiden pembentukan batu menurun. Pengikatan oksalat diet dalam usus lebih dapat menjelaskan terjadinya pengurangna absorpsi dan ekskresi oksalat urine. Besarnya pengurangan presentase kenaikan ekskresi kalsium bila ekskresi oksalat lebih rendah daripada ekskresi kalsium. Supersaturasi relatif urine terhadap kalsium oksalat ditemukan menurun. Masukan diet tinggi kalsium dihubungkan dengan kejadian batu ginjal yang rendah pada penelitian kesehatan “perawat” mengubah pandangan tentang ekskresi oksalat dalam urine. Pemberian masukan kalsium dalam makanan akan mengikat asupan oksalat secara maksimal. Bila diberikan diluar saat makan, kalsium kehilangan kesempatan mengikat asupan oksalat sehingga oksalat tetap diekskresikan dan kalsium tetap bebas dalam lumen intestinal sehingga terjadi kenaikan absopsi dan ekskresi kalsium dalam urine. Tinggi kalium dapat menurunkan resiko pembentukan batu dengan menurunkan ekskresi kalsium dan dengan meningkatkan ekskresi sitrat dalam urine.

6) Aplikasi klinisa) Hipoparatiroid (Hipoparatiroidisme)

Adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).

Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya

Page 6: Urobilinogen & Kalsium

adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.

Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.

b) HipertiroidHipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid secara

berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang, yang disebut dengan thyrotoxicosis (Bararah, 2009).

Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang tiroid (TSI) (Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau hipofisis anterior, hipersekresi tumor tiroid (Sherwood, 2002).

Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin tak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan takikardi, diare, dan kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lig lag, dan kegagalan konvergensi (Schteingart, 2006).

Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko pengobatan, dsb. Pengobatan tirotoksikosis dikelompokkan dalam: Tirostatiska: kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazole 5 mg, MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg), dan darivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg); Tiroidektomi: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun biokimiawi; Yodium radioaktif (Djokomoeljanto, 2009).