usaha meningkatkan kemampuan berkatekese umat …repository.usd.ac.id/22738/2/061124047_full.pdf ·...
TRANSCRIPT
��
i��
USAHA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKATEKESE UMAT BAGI PARA KATEKIS SUKARELA
DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING KEUSKUPAN AGUNG SAMARINDA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Hermas Hului
NIM: 061124047
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2011
��
iv��
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk orang-orang tercinta di hati:
Bapak dan ibuku (Petrus Liah, Yuliana Siti),
saudara-saudaraku (Simon Meleng, Ingai dan Stefanus Lawing)
di desa Tering Lama, Kecamatan Tering, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.
��
v��
MOTTO
“Jagalah hati kita terhadap kebencian, supaya kita tidak hidup dalam kegelapan”
(1 Yoh 2:11)
��
viii��
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul USAHA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKATEKESE UMAT BAGI PARA KATEKIS SUKARELA DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING KEUSKUPAN AGUNG SAMARINDA. Judul skripsi ini dipilih berdasarkan fakta bahwa pelaksanaan katekese umat orang dewasa di Paroki Keluarga Suci Tering sangat memprihatinkan. Ini disebabkan oleh katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering belum mendapat pendidikan yang memadai di bidang kateketik. Selama proses pelaksanaan katekese umat para peserta cenderung pasif dan hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh katekis. Bertitik tolak dari kenyataan ini penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para katekis sukarela dalam berkatekese umat di Paroki Keluarga Suci Tering. Untuk itu perlu diadakan pendampingan guna menambah pengetahuan dan wawasan katekis sukarela dalam berkatekese umat yang dialogal partisipatif.
Persoalan yang mendasar dalam skripsi ini adalah keprihatinan katekis sukarela dalam melaksanakan proses berkatekese bekaitan dengan keterbatasan wawasan maupun metode dalam berkatekese umat yang dialogal partisipatif. Oleh karena itu penelitian dengan menyebarkan angket kepada para katekis sukarela di Paroki Keluarga Suci Tering, telah dilaksanakan. Kemudian studi pustaka diperlukan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan untuk memahami katekese umat dengan model Shared Christian Praxis sebagai sumbangan katekese bagi para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering.
Katekis adalah orang beriman yang secara khusus dipanggil oleh Gereja untuk mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah dan terlibat dalam kehidupan menggereja. Tugas yang dipercayakan kepada mereka membutuhkan kemampuan yang memadai khususnya kemampuan dalam berkatekese umat yang dialogal partisipatif. Katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering tidak dididik secara khusus di bidang katekese, khususnya katekese yang melibatkan umat, sehingga proses pelaksanaan katekese umat selama ini di Paroki Keluarga Suci Tering sangat memperihatinkan karena katekese yang melibatkan umat kurang diperhatikan oleh para katekis sukarela selaku penggerak umat.
Untuk membantu para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering yang tidak mendapat pendidikan formal dalam bidang katekese, penulis menawarkan program katekese umat model Shared Christian Praxis, sekaligus dengan penjabaran program. Sebagai tindak lanjut, penulis mengusulkan program pendampingan bagi katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering selama empat bulan yang diadakan pada setiap hari Minggu pertama dan Minggu ketiga dengan sembilan judul pertemuan.
��
ix��
ABSTRACT
This thesis entitled AN ATTEMPT TO INCREASE THE ABILITY OF
CATECHESIS OF THE FAITHFUL TO THE VOLUNTARY CATECHISTS IN THE PARISH OF HOLY FAMILY IN TERING, ARCHDIOCE THE OF SAMARINDA. The title of this thesis was chosen based on the fact that the performance of adults catechesis in the Parish of Holy Family in Tering is really miserable. This fact is caused by voluntary catechists in the Parish of Holy Family who have not got adequate education in catechesis. During the process of catechesis, the audiences tend to be passive and only listen to what the catechist is talking about. Based on this fact, this thesis is intended to help voluntary catechists in catechesis in the Parish of Holy Family in Tering. Thus it needs to conduct the assistance in order to add the knowledge and perception of voluntary catechists in dialogical participative catechesis.
The main problem in this thesis is the apprehension of voluntary catechesis in implementing catechism process relating to the limitation of perception or method in catechesis of the faithful dialogical participative. Thus this research had distributed questionnaire to the voluntary catechists in the Parish of Holy Family in Tering. Then the literatures are needed to have considerations and concepts which can be used to know the community catechesis of the faithful by Shared Christian Praxis model as catechesis contribution to the voluntary catechists of the Parish of Holy Family in Tering.
Catechist is a faithful person who is specifically called by the Church to convey the values of the Kingdom of God and involved in Church life. The task assigned to them needs the sufficient competence in particularly catechesis of the faithful. The process of community catechesis of the faithful up to now in the Parish of Holy in Tering is very poor because the catechesis of the faithful has not been applied by the voluntary catechist as the community activator.
To help the voluntary catechists in the Parish of Holy Family in Tering which had not had formal education in catechesis field, the author offers the program of catechesis of the faithful of Shared Christian Praxis model, as well as by describing the program. As follow up, the author submit an assistance program to the voluntary catechists in the Parish of Holy Family in Tering for four months which is conducted every first Sunday and third Sunday with nine meeting topics.
��
x��
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena berkat kasih-Nya penulis
dapat menyelsaikan skripsi yang berjudul USAHA MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERKATEKESE UMAT BAGI PARA KATEKIS SUKARELA
DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING KEUSKUPAN AGUNG SAMARINDA.
Penyusunan skripsi ini dengan suatu keprihatinan dan harapan penulis
terhadap kenyataan hidup menggereja secara khusus dalam pelaksanaan karya
katekese di mana para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering kurang
mendapat pengetahuan dan pendidikan yang memadai berkaitan dengan tugas
mereka sebagai penggerak umat khususnya dalam pelaksanaan karya katekese yang
dialogal partisipatif. Selain itu di Paroki Keluarga Suci Tering tidak ada tenaga ahli
dalam bidang katekese sehingga pembinaan para katekis sukarela tidak pernah
diadakan. Oleh karena itu, maksud penyusunan skripsi untuk membantu memberikan
sumbangan pemikiran dan pengetahuan serta wawasan kepada para katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering selaku penggerak umat sehingga mereka mampu
mengembangkan dan meningkatkan karya katekese yang dialogal partisipatif. Selain
itu, skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kesempatan ini dengan
tulus hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen pembimbing utama, yang dengan
keterbukaan hati memberikan perhatian, meluangkan waktu, kesabaran,
��
xi��
memberikan masukan dan kritik-kritikan sehingga penulis dapat lebih termotivasi
dalam menuangkan gagasan-gagasn dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., selaku dosen wali, yang terus mendampingi penulis
sampai akhir penulisan skripsi ini.
3. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen penguji, yang dengan sabar
mendampingi penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis
selama belajar sampai selesainya skripsi ini.
5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan
bagian lain, yang telah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini.
6. Para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering, yang telah memberikan
semangat dan dukungan kepada penulis dengan memberikan masukan informasi
untuk melangkapi materi skripsi ini.
7. Gregorius Syamsudin MSF, selaku pastor Paroki Keluarga Suci Tering, yang atas
kesediannya menerima dan membantu penulis selama mengadakan penelitian dan
observasi lapangan.
8. Bupati Kutai Barat Bapak Ismail Thomas dan Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai
Barat, yang sudah membantu dan memberikan beasiswa dari awal studi di Prodi
IPPAK-FKIP-USD Yogyakarta sampai akhir skripsi ini.
9. Bapak, ibu, dan saudara-saudaraku, yang memberikan semangat dan dukungan
moral, material, dan spiritual selama penulis menempuh studi di Yogyakarta.
10. Agatha Eka Setya Wardani, yang selalu mendukung dan memberikan semangat,
motivasi dan perhatian yang tulus sehingga terselesainya skripsi ini.
��
xiii��
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN KARYA .................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT .......................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 4
D. Manfaat Penulisan ............................................................................... 4
E. Metode Penulisan ................................................................................ 5
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 6
BAB II. GAMBARAN UMUM KEMAMPUAN PARA KATEKIS SUKARE- LA DALAM BERKATEKESE UMAT DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING ..................................................................................... 8
A. Gambaran Umum Paroki Keluarga Suci Tering .................................. 8
1. Keadaan geografis Paroki Keluarga Suci Tering ............................. 9
2. Situasi umat Paroki Keluarga Suci Tering ....................................... 10
3. Situasi katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering .................... 11
B. Penelitian Mengenai Kemampuan Katekis Sukarela di Paroki Keluarga Suci Tering ............................................................................ 12
1. Jenis dan metode penelitian ............................................................. 13
2. Tempat dan waktu penelitian .......................................................... 13
��
xiv��
3. Tujuan penelitian ............................................................................ 13
4. Responden ....................................................................................... 14
5. Variable penelitian .......................................................................... 14
6. Hasil penelitian ............................................................................... 15
a. Identitas responden ...................................................................... 15
b. Pengetahuan katekis sukarela tentang katekese ........................... 17
c. Kemampuan katekis dalam berkatekese ...................................... 24
d. Kesulitan/permasalahan yang dihadapi oleh katekis dalam berkatekese .................................................................................. 32
e. Harapan katekis sukarela ............................................................ 35
7. Rangkuman hasil penelitian ............................................................. 37
a. Permasalahan pokok ................................................................... 37
b. Harapan ....................................................................................... 39
BAB III. KEMAMPUAN KATEKIS DALAM BERKATEKESE UMAT ........ 42
A. Katekese Umat dalam Gereja ................................................................. 43
1. Gambaran umum katekese ................................................................ 44
a. Pengertian katekese ....................................................................... 45
b. Peranan katekese .. ........................................................................ 46
c. Tujuan katekese .......................................................................... 47
d. Metode katekese ............................................................................ 48
2. Pengertian katekese umat .................................................................. 49
a. Arti katekese umat ........................................................................ 49
b. Isi katekese umat ........................................................................... 50
c. Peranan pemimpin katekese umat ................................................. 51
d. Suasana katekese umat .................................................................. 52
e. Ciri-ciri katekese umat .................................................................. 53
f. Tujuan katekese umat ................................................................... 54
3. Model katekese umat ......................................................................... 55
a. Model pengalaman hidup .............................................................. 56
b. Model biblis .................................................................................. 60
c. Model campuran: Biblis dan pengalaman hidup .......................... 63
��
xv��
B. Shared Christian Praxis: Alternatif Katekese Umat Model Pengalam- an Hidup ................................................................................................ 66
1. Pengertian Shared Christian Praxis ................................................... 67 a. Shared ........................................................................................... 67
b. Christian ........................................................................................ 68
c. Praxis ............................................................................................. 69
2. Langkah-langkah Shared Christian Praxis ..................................... 70
a. Langkah 0 : Pemusatan aktivitas ................................................... 70
b. Langkah I : Pengungkapan pengalaman hidup faktual ................. 72
c. Langkah II : Mendalami pengalaman hidup peserta ..................... 74
d. Langkah III : Menggali pengalaman iman Kristiani ..................... 75
e. Langkah IV : Menerapkan iman Kristiani dalam situasi peserta konkrit ............................................................................... 77
f. Langkah V : Mengusahakan aksi konkrit .................................... 79
3. Refleksi atas kekuatan dan kelemahan katekese model SCP ............. 80
a. Kekuatan katekese model SCP ...................................................... 80
b. Kelemahan katekese model SCP ................................................... 82
4. Peranan katekis dalam katekese umat model SCP ............................ 82
a. Katekis sebagai motivator ............................................................ 83
b. Katekis sebagai fasilitator ............................................................. 84
c. Katekis sebagai mediator .............................................................. 84
d. Katekis sebagai komunikator ....................................................... 85
C. Kemampuan yang Dibutuhkan oleh Katekis dalam Berkatekese Umat. ...................................................................................................... 85
1. Spiritualitas katekis ............................................................................ 86
2. Kemampuan katekis dalam berkomunikasi ...................................... 88
3. Kemampuan katekis dalam berefleksi .............................................. 90
4. Kemampuan katekis dalam berkatekese umat ................................... 90
BAB IV. USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN UNTUK PARA KATE- KIS SUKARELA DENGAN KATEKESE MODEL SCP .................. 93
A. Latar Belakang Pemilihan Program ....................................................... 93
B. Alasan Pemilihan Tema/Tujuan ............................................................. 94
C. Rumusan Tema dan Tujuan ................................................................... 94
��
xvi��
D. Penjabaran Program Pendampingan ...................................................... 96
E. Petunjuk Pelaksanaan Program .............................................................. 100
F. Contoh Persiapan ................................................................................... 100
BAB V. PENUTUP ............................................................................................ 117
A. Kesimpulan ........................................................................................... 117
B. Saran ...................................................................................................... 120
1. Bagi Paroki Keluarga Suci Tering ..................................................... 120
2. Bagi katekis Profesional .................................................................... 120
3. Bagi katekis sukarela ......................................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 122
LAMPIRAN ........................................................................................................ 124
Lampiran 1: Daftar kuesioner ................................................................... (1)
Lampiran 2: Pedoman wawancara ............................................................ (6)
Lampiran 3: Hasil wawancara .................................................................. (7)
Lampiran 4: Teks cerita “Menjawab Panggilan Kristus” ......................... (10)
��
xvii��
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat
(Dipersembahkan kepada Umat Katolik oleh Dirjen Bimas Katolik Departemen
Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985,
h. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang kegiatan Missioner
Gereja, Desember 1965.
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
kepada uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese
masa kini, 16 Oktober 1979.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang
Gereja di dunia dewasa ini, 7 Desember 1965.
C. Singkatan Lain
Art : Artikel
Ay : Ayat
H : Halaman
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Kan : Kanon
KHK : Kitab Hukum Kanonik
��
xviii��
Komkat : Komisi Kateketik
KSPB : Kitab Suci Perjanjian Baru
KSPL : Kitab Suci Perjanjian Lama
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
Lamp : Lampiran
LBI : Lembaga Biblika Indonesia
MB : Madah Bakti (Buku Doa dan Nyanyian Umum)
Mgr : Monsinyur
MSF : Missionarii Sanctae Familiae
No : Nomor
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
SCP : Shared Christian Praxis
SJ : Sociatis Jesu (Serikat Yesus)
USD. : Universitas Sanata Dharma
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 2009 Paroki Keluarga Suci Tering terdiri dari 3.926 umat yang
digembalakan oleh pastor Gregorius Syamsudin MSF dibantu oleh bruder dan para
suster yang bertugas di Paroki Keluarga Suci Tering. Dalam karya pastoral Gereja,
para penggerak, seperti katekis sukarela, suster dan guru agama menjadi wakil
pastor dalam membantu melayani umat di stasi-stasi atau di lingkungan sekitar
pusat paroki. Dalam melaksanakan tugas sebagai pewarta, mereka dengan rendah
hati dan penuh rasa persaudaraan melayani umat setempat. Tetapi sebagian besar
para katekis tidak dididik secara khusus di bidang katekese untuk mewartakan nilai-
nilai Kerajaan Allah serta mengembangkan iman umat. Dalam proses berkatekese
para katekis belum menggunakan metode katekese yang menarik untuk melibatkan
para peserta. Kenyataan katekese yang dilaksanakan selama ini hanya terbatas pada
penerimaan sakramen-sakramen yang dilaksanakan umat cenderung pasif dan tidak
dilibatkan. Katekese melibatkan para peserta cenderung kurang diperhatikan oleh
para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering selaku penggerak umat.
Katekis adalah seorang awam yang dipilih secara khusus oleh Gereja sesuai
dengan kebutuhan setempat, untuk memperkenalkan Kristus, bagi mereka yang
belum mengenal-Nya. Katekis, sebagai pewarta kabar gembira, diharapkan mampu
menjadi pewarta yang berkualitas demi perkembangan iman umat semakin
mengenal dan mengikuti Yesus Kristus yang menyelamatkan (Komkat KWI, 1997:
17). Oleh sebab itu, pendidikan mereka harus diperhatikan dan disesuaikan dengan
2
situasi konkrit umat. Para katekis harus benar-benar dipersiapkan agar semakin
mampu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Katekese umat yang
dilaksanakan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi konkrit yang
terjadi di tengah umat, bukan pemikiran dan ajaran yang abstrak, melainkan situasi
nyata yang benar-benar terjadi di dalam masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, pendampingan berupa kaderisasi/kursus
bagi para katekis sukarela diperlukan dalam upaya memperluas pengetahuan dan
wawasan mereka mengenai katekese umat yang melibatkan para peserta. Melihat
permasalahan di atas, penulis merasa terpanggil untuk ambil bagian dalam
membantu para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering untuk meningkatkan
kemampuan berkatekese umat yang dialogal partisipatif.
Penulis melihat katekese umat model Shared Christian Praxis (SCP) sangat
cocok karena sesuai dengan kebutuhan para katekis sukarela sebagai penggerak
umat. Katekese merupakan alternatif untuk meningkatkan karya pastoral para
katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering selaku penggerak umat. Untuk itu
penulis memilih judul skripsi USAHA MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BERKATEKESE UMAT BAGI PARA KATEKIS SUKARELA DI PAROKI
KELUARGA SUCI TERING KEUSKUPAN AGUNG SAMARINDA. Katekese
umat model SCP dipilih sebagai alternatif untuk membantu para katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering agar mampu berkatekese yang melibatkan para
peserta.
Katekese umat model SCP merupakan salah satu bentuk katekese umat
dialogal partisipatif yang bermaksud mendorong para peserta untuk terlibat, baik
secara pribadi atau bersama dan mampu mengadakan penegasan serta mengambil
3
keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan setiap
manusia yang terlibat dalam dunia (Sumarno Ds, 2009: 14).
Langkah-langkah katekese model SCP merupakan satu kesatuan yang
menyeluruh, bukan langkah-langkah yang terlepas. Katekese model SCP bertujuan
untuk mendorong para peserta agar menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Maka katekese umat model SCP dirasa sangat cocok
untuk membantu para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering, selaku
penggerak umat, dalam meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta kemampuan
berkatekese umat yang melibatkan para peserta.
B. Rumusan Permasalahan
Permasalahan yang dialami katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
dalam berkatekese umat, antara lain berkaitan dengan keterampilan dan
pengetahuan serta wawasan mengenai katekese umat yang dialogal partisipatif.
Bertitik tolak dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka ditemukan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Kesulitan apa saja yang dihadapi dan dialami para katekis sukarela dalam
melaksanakan kegiatan katekese umat di Paroki Keluarga Suci Tering?
2. Model dan metode katekese macam apa yang dapat dilakukan dalam berkatekese
umat agar para peserta semakin terlibat?
3. Sejauh mana katekese umat model SCP bisa membantu katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering dalam upaya mengembangkan katekese umat yang
melibatkan para peserta?
4
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai lewat skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi/dihadapi katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering dalam pelaksanaan kegiatan katekese.
2. Memberi masukan kepada para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
selaku penggerak umat berupa sumbangan pemikiran yang meliputi metode dan
model-model katekese umat yang melibatkan para peserta, sehingga mereka
mampu mencari jalan pemecahan untuk mengembangkan katekese umat yang
dialogal partisipatif.
3. Mengusulkan katekese model SCP sebagai salah satu cara membantu para
katekis sukarela dalam melaksanakan proses katekese umat yang dialogal
partisipatif.
4. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
- Semakin memiliki pengetahuan, wawasan dan ketrampilan tentang katekese
umat model SCP.
- Semakin trampil dalam melaksanakan proses katekese umat yang dialogal
partisipatif.
- Mampu menggunakan katekese umat model SCP dengan baik sesuai dengan
kebutuhan dan situasi konkrit umat setempat.
5
2. Bagi Gereja
- Mengetahui model katekese umat yang dapat melibatkan para peserta dalam
proses berkatekese umat.
- Mengembangkan katekese umat yang dialogal partisipatif, dengan demikian
mampu membantu para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering dalam
berkatekese umat yang melibatkan peserta.
- Semakin mampu memperkembangkan iman umat melalui katekese umat yang
dialogal partisipatif.
3. Bagi Katekis
- Mendapat pengetahuan baru di bidang katekese umat yang dialogal
partisipatif.
- Menambah pengetahuan serta ketrampilan para katekis dalam menggunakan
SCP sebagai penggerak umat di Paroki Keluarga Suci Tering.
- Mampu melaksanakan katekese yang dialogal partisipatif, dengan demikian
nilai-nilai Kerajaan Allah dapat diwujudkan di tengah kehidupan umat.
E. Metode Penulisan
Berhubungan dengan masalah yang dipaparkan di atas, dalam penulisan
skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis dengan memanfaatkan
studi pustaka. Supaya mengetahui permasalahan/kesulitan yang dialami oleh para
katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering selaku penggerak umat, penulis
mengadakan penelitian sederhana melalui observasi lapangan dengan menyebarkan
angket/kuesioner dan melakukan wawancara. Dalam penyebaran angket/kuesioner
6
penulis mendatangi langsung setiap rumah para katekis sukarela Paroki Keluarga
Suci Tering.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini berlangsung sebagai berikut:
Bab I berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan,
rumusan permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II memaparkan gambaran umum kemampuan para katekis sukarela
dalam berkatekese umat di Paroki Keluarga Suci Tering yang diuraikan dalam dua
bagian yaitu, pertama gambaran umum Paroki Keluarga Suci Tering, keadaan
geografis, situasi umat dan situasi katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering,
sedangkan pada bagian kedua penulis mengadakan penelitian mengenai
kemampuan katekis suka rela yang meliputi jenis dan metode penelitian, tempat dan
waktu penelitian, tujuan penelitian, responden, variable penelitian, hasil penelitian
dan rangkuman.
Bab III memaparkan kegiatan katekese dan kemampuan katekis dalam
berkatekese umat, yang diuraikan dalam tiga bagian. Pertama katekese umat dalam
Gereja yang meliputi gambaran umum katekese, pengertian katekese umat, model
katekese umat. Kedua SCP sebagai alternatif katekese umat model pengalaman
hidup yang meliputi pengertian Shared Christian Praxis, langkah-langkah SCP,
refleksi atas kekuatan dan kelemahan katekese umat model SCP dan peranan
katekis dalam katekese umat model SCP. Ketiga kemampuan yang dibutuhkan oleh
katekis dalam berkatekese umat yang meliputi spiritualitas katekis, kemampuan
7
katekis dalam berkomunikasi, kemampuan katekis dalam berefleksi, kemampuan
katekis dalam berkatekese umat.
Bab IV membahas usulan program pendampingan bagi para katekis
sukarela dengan katekese model SCP yang terdiri dari latar belakang pemilihan
program, alasan pemilihan tema/tujuan, rumusan tujuan, penjabaran program
pendampingan, petunjuk pelaksanaan program, contoh persiapan.
Bab V akan ditutup dengan membuat kesimpulan berdasarkan uraian-uraian
yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya penulis memberi
catatan penting berupa saran-saran yang ditujukan pada penggerak umat dan
dilanjut dengan penutup.
8
BAB II
GAMBARAN UMUM KEMAMPUAN
PARA KATEKIS SUKARELA DALAM BERKATEKESE UMAT
DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING
Kemampuan yang dibutuhkan oleh seorang pembina katekese umat dalam
melaksanakan proses berkatekese umat adalah kemampuan berkomunikasi yang
berfungsi untuk mengumpulkan, menyatukan, mengungkapkan diri untuk berbicara
dan mendengarkan, menciptakan suasana yang memudahkan peserta untuk
mengungkapkan diri dan mendengar pendapat orang lain. Selain kemampuan
berkomunikasi katekis juga harus memiliki kemampuan berefleksi yang berfungsi
untuk menemukan nilai-nilai manusiawi dari pengalaman dan Kitab Suci kemudian
memadukannya dengan pengalaman hidup sehari-hari yang dialami secara nyata
(Lalu, 2005: 121).
A. Gambaran Umum Paroki Keluarga Suci Tering
Tahun 1928 desa Tering dibuka sebagai Stasi pusat Misi di wilayah bantaran
sungai Mahakam. Sepanjang sejarah perkembangannya mengalami pertambahan
penduduk yang semakin pesat seiring tingginya laju urbanisasi yang terjadi di
Tering (Steenbrink, 2006: 515).
Mgr. Florentinus Sului MSF Uskup Keuskupan Agung Samarinda
memaparkan sejarah singkat perpindahan Misi dalam buku Kenangan 90 tahun
Gereja Katolik Kalimantan Timur yang ditulis oleh Pastor Yan Suir. Desa Laham
sebagai Pusat Misi yang pertama tidak lagi menjadi tempat yang strategis karena
9
sulit dijangkau, para misionaris cenderung memilih Tering sebuah kampung di hilir
Long Iram yang cukup banyak umatnya dan tempatnya sangat strategis menjadi
tempat baru karya misi. Maka pada tahun 1928 seorang Pastor dan seorang Bruder
yang namanya Icid menetap di Tering untuk mendirikan pos misi permanen kedua
di Tering, 15 km sebelah Timur Long Iram di bantaran sungai Mahakam. Pada
tahun 1933 pusat misi dipindahkan dari Laham ke Tering setelah Gereja, Pastoran,
Asrama putra dan putri serta susteran selesai dibangun (Steenbrink, 2006: 515).
Tering dipilih menjadi pusat misi karena keadaan geografis desa Tering sangat
mendukung untuk pusat karya pastoral, tempatnya mudah dijangkau karena
berdekatan dengan pinggiran sungai Mahakam. Pinggiran sungai Mahakam
merupakan jalur alternatif yang menghubungkan daerah satu dengan daerah lain.
1. Keadaan geografis Paroki Keluarga Suci Tering
Gereja Paroki Keluarga Suci Tering berada di desa Tering, Kecamatan
Tering, Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur. Wilayah Paroki
Keluarga Suci Tering merupakan wilayah dataran rendah berada di pinggiran
sungai Mahakam. Air yang menjulur di sepanjang sungai Mahakam merupakan
jalur jalan raya utama yang menghubungkan daerah satu dengan daerah yang lain.
Transport utama yang digunakan masyarakat setempat Kapal Motor, Speed Boat
dan Sampan [Lampiran 3: (8)].
Wilayah Paroki Keluarga Suci Tering di bagian utara berbatasan dengan
Paroki Melapeh, Paroki Barong Tongkok. Sedangkan di bagian barat Paroki
keluarga Suci Tering berbatasan dengan Paroki Long Hubung Paroki Laham dan
Paroki Memahak Besar. Di timur berbatasan dengan Paroki Melak.
10
Paroki Keluarga Suci Tering memiliki delapan stasi, kedelapan stasi tersebut
adalah Jelemuq, Kelubaq, Muara Mujan, Muyud Aked, Tering Pasar, Tukul,
Kelian, Dali. Pada hari Minggu di setiap stasi selalu dilayani seorang pastor dalam
merayakan Ekaristi. Di stasi-stasi yang tidak sempat dilayani oleh pastor, selalu
diambil alih oleh para katekis sukarela dalam merayakan ibadat sabda [Lampiran 3:
(8)].
2. Situasi umat Paroki Keluarga Suci Tering
Menurut statistik keadaan Paroki Keluarga Suci Tering tahun 2009 terdiri
dari 3.926 umat yang digembalakan oleh seorang pastor Gregorius Syamsudin MSF
dibantu oleh bruder, suster yang bertugas di Paroki Keluarga Suci Tering. Demikian
pula Dewan Pastoral Paroki berperan membantu mensukseskan kegiatan-kegiatan
yang ada di paroki. Tetapi yang menjadi ujung tombak pelaksanaan kerasulan di
tengah umat adalah katekis sukarela (ketua lingkungan). Mereka bekerja di
lingkungan-lingkungan basis secara sukarela guna membantu sesama umat beriman
dalam menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan mereka sehari-
hari.
Paroki Keluarga Suci Tering merupakan daerah yang banyak dihuni suku
dayak, relasi antara sesama bisa dikatakan sangat akrab, hal ini bisa dilihat ketika
ada kegiatan gotong royong semua warga terlibat aktif. Tetapi keaktifan umat
Paroki Keluarga Suci Tering dalam merayakan perayaan sakramen-sakramen sangat
rendah, hal ini dapat dilihat dari keaktifan umat yang sangat kurang dalam
menghadiri perayaan sakramen-sakramen seperti Ekaristi, pengakuan dosa serta
sakramen lainnya [Lampiran 3: (8)].
11
3. Situasi katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
Katekis dalam tugas pastoralnya mengajar agama, serta mempersiapkan
pembabtisan dan komuni pertama serta menggerakan kelompok-kelompok lain
untuk dapat mengembangkan imannya secara baik dan mendalam sehingga nilai-
nilai Kerajaan Allah terwujud dalam kehidupan bersama. Dalam kegiatan hidup
menggereja katekis harus tunduk pada hirarki serta setia dalam melaksanakan
tugas-tugas yang telah dipercayakan kepadanya. Sikap yang harus dimiliki sebagai
seorang pewarta terbuka terhadap Kristus dan menyerahkan diri sepenuhnya dalam
iman serta mampu menghayati imannya dengan sebaik-baiknya. Pada dasarnya
tugas seorang katekis adalah mewartakan dan menyampaikan sabda Tuhan kepada
sesama umat beriman, oleh karena itu, sikap rohani yang paling dasar adalah
keterbukaan terhadap sabda, yang terkandung dalam wahyu, diwartakan oleh
Gereja, dirayakan dalam liturgi dan dihayati. Sikap ini selalu berarti perjumpaan
dengan Kristus, yang bersemayam dalam sabda, dalam Ekaristi dan dalam saudara-
saudari kita. Terbuka terhadap sabda berarti terbuka terhadap Tuhan, Gereja dan
dunia (Komkat KWI, 1997: 23).
Di Paroki Keluarga Suci Tering jumlah katekis sukarela yang bertugas 30
orang, mereka dipilih secara khusus oleh Gereja untuk memperkenalkan Kristus
kepada umat. Pendidikan formal katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering rata-
rata SMP dan SMA. Sebagian besar pekerjaan katekis sukarela Paroki Keluarga
Suci Tering adalah sebagai petani dan nelayan. Pekerjaan sebagai petani dan
nelayan kadang membuat katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering enggan
terlibat dalam hidup menggereja karena sibuk dengan pekerjaan mereka sehari-hari
[Lampiran 3: (8-9)]. Sehingga dalam proses pelaksanaan katekese para katekis
12
mengalami hambatan dan kesulitan untuk melibatkan para peserta, faktor yang
menghambat perkembangan kearah keterlibatan umat adalah sebagian besar para
katekis kurang mengetahui metode berkatekese umat yang dialogal partisipatif,
sehingga dalam melaksanakan proses berkatekese keterlibatan para peserta kurang
diperhatikan. Selain itu di Paroki Keluarga Suci Tering tidak ada tenaga ahli dalam
bidang katekese, hal ini tentu menghambat para katekis dalam mewartakan nilai-
nilai Kerajan Allah di tengah umat.
Melihat permasalahan di atas, penulis merasa terdorong untuk meneliti
terlebih dahulu proses pelaksanaan katekese di Paroki Keluarga Suci Tering,
khususnya karya katekese umat yang dilaksanakan. Dari hasil pengamatan tersebut
akan dicari jalan pemecahannya untuk menjadi sebuah sumbangan pemikiran bagi
katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering selaku penggerak umat.
B. Penelitian Mengenai Kemampuan Katekis Sukarela di Paroki Keluarga
Suci Tering
Penelitian mengenai kemampuan katekis sukarela di Paroki Keluarga Suci
Tering, pertama-tama dengan menghadap dosen pembimbing skripsi untuk
diadakan penelitian. Kemudian mengajukan proposal penelitian untuk menyatakan
apa saja yang akan dilakukan dalam penelitian, jenis dan metode penelitian, tempat
dan waktu penelitian, tujuan penelitian, responden, variable penelitian serta hasil
penelitian. Setelah disetujui proposal yang ditulis, maka penulis membuat kuesioner
untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan katekis mengenai katekese umat,
kemudian penulis mengedarkan kuesioner kepada para katekis sukarela di Paroki
Keluarga Suci Tering, dengan mendatangi setiap rumah para katekis sukarela.
13
1. Jenis dan metode penelitian
Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian terapan yang
diselenggarakan untuk mengungkapkan masalah yang terjadi sebagaimana adanya
dan merupakan penyikapan fakta dalam proses pelaksanaan katekese sehingga
mencari sesuatu yang lebih baik (Hermawan Wasito, 1992:10).
Metode penelitian yang akan penulis gunakan adalah metode deskriptif
analisis berdasarkan penelitian sederhana yaitu melalui observasi lapangan dengan
menyebarkan kuesioner/angket dan melakukan wawancara.
2. Tempat dan waktu penelitian
Tempat yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah di Paroki
Keluarga Suci Tering Keuskupan Agung Samarinda. Waktu penelitian sekitar 2
(dua) bulan, pada bulan Juni-Juli 2010. Pada tanggal 23 Agustus 2010 memeriksa,
menghitung data yang terkumpul.
3. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah ingin:
a. Mengetahui metode dan model-model katekese yang digunakan selama ini,
serta kesulitan/permasalahan apa saja yang dialami katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering dalam berkatekese umat.
b. Mengetahui sejauh mana kemampuan katekis sukarela dalam berkatekese umat
di Paroki Keluarga Suci Tering.
c. Menawarkan katekese model Shared Christian Praxis (SCP) sebagai salah satu
cara melibatkan para peserta.
14
4. Responden
Responden dalam penelitian ini adalah para katekis sukarela. Sedangkan
penelitian ini dilaksanakan di Paroki Keluarga Suci Tering, jumlah keseluruhan
katekis sukarela yang ada di Paroki Keluarga Suci Tering adalah 30 orang, ini
termasuk katekis sukarela yang ada di stasi-stasi sekitar maupun lingkungan.
Penelitian dilakukan terhadap para katekis sukarela, karena merekalah yang
menjadi sasaran utama dalam skripsi ini, setelah melihat sejauh mana kemampuan
dan kesulitan katekis sukarela dalam berkatekese umat, penulis menawarkan
katekese umat model SCP sebagai usaha meningkatkan kemampuan para katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering dalam berkatekse umat yang melibatkan
peserta.
5. Variable penelitian
Variable adalah suatu dimensi konsep yang dapat diukur (Hagidorn, 1982:
29).
a. Variable tersebut dapat dilihat dalam sebuah tabel berikut:
No Variable No Item Jumlah (1) (2) (3) (4) 1 Identitas responden. 1, 2, 3, 4 4 2 Pengetahuan katekis sukarela tentang
katekese. 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14 11
3 Kemampuan katekis dalam berkatekese.
15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24
10
4 Kesulitan/permasalahan yang dihadapi oleh katekis dalam berkatekese.
25, 26, 27 2
5 Harapan katekis sukarela. 28, 29, 30 3 Jumlah 30
Pengolahan data menggunakan tabel distribusi frequensi relatif yang
diperoleh dari hasil bagi jumlah jawaban yang dipilih responden dengan jumlah
15
seluruh responden, kemudian dikalikan dengan seratus (F: N x 100). F
menunjukkan frequensi dan N menunjukkan jumlah responden.
6. Hasil penelitian
Penelitian ini dapat berjalan dengan baik karena setiap katekis sukarela yang
ada di Paroki Keluarga Suci Tering, baik mereka yang di pusat paroki/gereja
maupun di stasi-stasi dapat dihubungi/ditemui untuk mengisi kuesioner yang
penulis bagikan. Dari hasil yang sudah terkumpul penulis akan melaporkan hasil
data frequensi jawaban yang diberikan oleh responden terhadap setiap pertanyaan
yang penulis buat. Di sini penulis akan mencoba untuk menganalisis dan
menafsirkan serta mengungkapkan fakta yang diperoleh di lapangan. Penulis akan
menyimpulkan data yang sudah terkumpul, tujuannya adalah untuk melihat sejauh
mana pelaksanaan, kemampuan, kesulitan/permasalahan yang dialami katekis
sukarela di Paroki Keluarga Suci Tering selama ini dalam berkatekese umat.
Setelah melihat permasalahan yang dialami, penulis menawarkan katekese umat
model SCP untuk membantu para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
dalam melaksanakan proses katekese umat yang dialogal partisipatif.
a. Identitas responden
Tabel 1: Identitas responden
(N=30) No
Item Aspek yang diungkap Frequensi %
(1) (2) (4) (5) 1 Usia:
a. Kurang dari 30 tahun. b. 30-40 tahun. c. 41-50 tahun. d. Di atas 50 tahun.
2
10 11 7
6,67% 33,33% 36,67% 23,33%
16
(1) (2) (4) (5) 2 Jenis kelamin:
a. Laki-laki. b. Perempuan.
23 7
76,67% 23,33%
3 Pendidikan terakhir: a. SD. b. SMP. c. SMA. d. Perguruan Tinggi.
5
13 9 3
16,67% 43,33% 30,00% 10,00%
4 Lama menjadi katekis sukarela: a. 1-5 tahun. b. 5-9 tahun. c. 10-14 tahun. d. Di atas 15 tahun.
2
12 9 7
6,67% 40,00% 30,00% 23,33%
Dari tabel 1 no. item 1 memperlihatkan katekis sukarela yang berusia kurang
dari 30 tahun, berjumlah 2 orang (6,67%) yang berusia 30-40 tahun, berjumlah 10
orang (33,33%), disusul dengan katekis sukarela yang berusia 41-50 tahun 11 orang
(37,67%). Katekis yang berusia di atas 50 tahun, berjumlah 7 orang (23,33%). Bisa
dikatakan sebagian besar para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering berusia
antara 41-50 tahun dengan jumlah 11 orang (36,67%), langsung diikuti oleh mereka
yang berusia 30-40 tahun, sebanyak 10 orang (33,33%) dengan selisih satu
responden. Tampak di sini bahwa para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci
Tering didominasi dari mereka yang berusia 41-51 tahun dan diikuti oleh mereka
yang berusia 30-40 tahun, sedangkan dari kalangan generasi muda yang berusia di
bawah 30 tahun jumlahnya sangat terbatas yang menjadi katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering.
Melihat tabel 1 no. item 2 di atas katekis sukarela pria, berjumlah 23 orang
(76,67%) dan wanita, berjumlah 7 orang (23,33%). Hal ini menunjukkan di Paroki
Keluarga Suci Tering, pelayan katekis lebih banyak dilaksanakan oleh kaum pria.
Status pendidikan terakhir yang ditempuh oleh katekis sukarela Paroki Keluarga
Suci Tering, sebagian besar berpendidikan SMP dan SMA, katekis sukarela yang
17
berpendidikan SMP, berjumlah 13 orang katekis (43,33%) dan yang berpendidikan
SMA, berjumlah 9 orang katekis (30,00%). Hampir dikatakan tidak terlalu
menyolok bagi mereka yang berpendidikan di perguruan tinggi, sebanyak 3 orang
katekis (10,00%), sedangkan SD sebanyak dan 5 orang katekis (16,67%). Sebagian
besar katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering berpendidikan SMP dan SMA,
sedangkan bagi mereka yang berpendidikan di perguruan tinggi jumlahnya sangat
terbatas.
Tabel 1 no. item 4 memperlihatkan sebagian besar para katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering sudah berkarya 5-9 tahun, sebanyak 13 orang katekis
(43,33%), sedangkan 10-14 tahun, sebanyak 9 orang katekis (30,00%), katekis
sukarela yang sudah mengabdi di atas 15 tahun, berjumlah 7 orang katekis
(23,33%) dan katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering yang mengabdi 1-5
tahun, berjumlah 2 orang katekis (6,67%).
b. Pengetahuan katekis sukarela tentang katekese
Tabel 2: Pengetahuan katekis sukarela berkaitan dengan katekese
(N=30) No Aspek yang diungkap Frequensi %
(1) (2) (3) (4) 5 Pengertian katekese:
a. Sebagai pengajaran. b. Sebagai pendalaman. c. Sebagai pendidikan d. Sebagai persekutuan.
12 9 1 8
40,00% 30,00% 3,33% 26,67%
6 Peranan katekese: a. Membuat umat bahagia dalam kehidupan sehari-hari. b. Membangkitkan semangat umat untuk pergi ke Gereja. c. Mematangkan sikap iman/menumbuhkan kepekaan dan
kesedian umat untuk berserah diri kepada Allah. d. Melibatkan umat dalam hidup menggereja agar
mendapatkan kebahagian dalam relasi dengan sesama.
8
10 8
4
26,67% 33,33% 26,67% 13,33%
7 Tujuan katekese:
18
(1) (2) (3) (4) 7
a. Menyadarkan umat agar tetap mengingat akan kebaikan
Tuhan yang telah diberikan. b. Membawa umat pada perjumpaan dengan pribadi Kristus untuk mendapat kehidupan yang sejati. c. Mematangkan iman umat agar dapat mencintai Tuhan
dalam kehidupannya sehari-hari. d. Mengembangkan keberanian umat untuk dapat terlibat
dalam setiap kegiatan Gereja.
5
4
13
8
16,67% 13,33% 43,33% 26,67%
8 Metode katekese: a. Cara pelayanan yang kreatif agar manusia dapat
bertemu dengan Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari. b. Salah satu usaha yang baik untuk dapat mengumpulkan
umat dalam proses berkatekese. c. Cara membuat umat terlibat dalam proses katekese. d. Agar umat semakin sadar dan mampu untuk melibatkan
diri dalam kehidupan menggereja.
5
10
8 7
16,67% 33,33%
26,67% 23,33%
9
Pengertian Katekese Umat: a. Umat bersaksi akan iman Yesus Kristus, pengantara
Allah yang bersabda kepada umat agar melakukan pertobatan secara serentak.
b. Bersaksi tentang iman akan Yesus Kristus yang menyelamatkan setiap pribadi manusia.
c. Pelayanan terhadap umat yang melaksanakan proses katekese agar umat semakin berkembang dalam iman. d. Komunikasi iman atau tukar pengalaman iman antar
anggota jemaat melalui kesaksian iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna.
3
8
13
6
10,00%
26,67%
43,33%
20,00%
10 Isi Katekese Umat: a. Pelayanan Sabda yang diberikan oleh Gereja terhadap
umat setempat agar tetap beriman. b. Supaya dalam terang Injil, iman umat semakin diresapi
melalui pengalaman sehari-hari mereka. c. Dalam proses katekese umat kita bersaksi tentang iman
akan Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersabda kepada kita menghadapi sabda Allah.
d. Komunikasi iman iman yang dilakukan setiap peserta yang hadir dalam proses katekese umat.
11
8
4
7
36,67%
26,67%
13,33%
23,33%
11
Suasana dalam proses Katekese Umat: a. Peserta berdialog dalam suasana yang terbuka, ditandai
sikap saling menghargai dan saling mendengarkan, proses terencana ini berjalan terus menerus.
b. Peserta berdialog dengan peserta yang memilki jabatan yang sama dengannya.
c. Setiap peserta dituntut untuk dapat sharing pengalaman imannya agar semua mendapat jatah.
d. Peserta harus saling menanggapi sharing pengalaman iman setiap peserta yang sharing.
2
9
6
13
6,67%
30,00%
20,00% 43,33%
12
Dalam Katekese Umat kita bersaksi tentang: a. Kegiatan umat sehari-hari dalam Gereja. b. Iman kita akan Yesus Kristus yang menyelamatkan.
12 4
40,00% 13,33%
19
(1) (2) (3) (4) c. Kepercayaan kita terhadap Gereja yang menyelamatkan.
d. Kejadian-kejadian yang terjadi dalam masyarakat. 8 6
26,67% 20,00%
13 Tugas pemimpin Katekese Umat: a. Menentukan siapa yang harus sharing dalam proses
Katekese Umat. b. Mengkritik sharing yang diungkapkan oleh para peserta. c. Sebagai pengkotbah yang harus berbicara terus menerus
dalam proses Katekese Umat. d. Sebagai fasilitator dan pemudah proses Katekese Umat.
14
4 5
7
46,67% 13,33% 16,67% 23,33%
14 Manfaat Katekese Umat: a. Iman peserta semakin diteguhkan dan dihayati secara
sempurna sehingga menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah.
b. Mengantar umat kepada pertobatan yang sejati dan menemukan kebahagiaan.
c. Menyadarkan umat untuk terlibat dalam hidup menggereja.
d. Iman dan kepercayaan umat semakin berkembang dalam hidup menggereja.
8
6
13
3
26,67% 20,00% 43,33% 10,00%
Tabel 2 no. item 5 memperlihatkan sebagian besar katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering memahami pengertian katekese sebagai pengajaran, sebanyak
12 orang katekis (40,00%), sebagai pendalaman 9 orang katekis (30,00%), sebagai
persekutuan 8 orang katekis (26,67%) kemudian sebagai pendidikan 1 orang katekis
(3,33%). Pemahaman katekis sukarela mengenai peranan katekese selama ini
merupakan upaya membangkitkan semangat umat pergi ke Gereja sebanyak 10
orang katekis (33,66%) dan 8 orang katekis (26,67%) memahami peranan katekese
sebagai usaha membuat umat bahagia dalam kehidupan sehari-hari, sama dengan
mematangkan sikap iman/menumbuhkan kepekaan dan kesedian umat untuk
berserah diri kepada Allah sebanyak 8 orang katekis (26,67%). Sedangkan 4 orang
katekis (13,33%) memahami peranan katekese sebagai salah satu usaha melibatkan
umat dalam hidup menggereja agar mendapatkan kebahagian melalui relasi dengan
sesama. Dari data yang diperoleh pada tabel 2 no. item 6 menunjukan katekis
20
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering memiliki pemahaman yang berbeda-beda
mengenai peranan katekese.
Pemahaman katekis terhadap tujuan katekese terutama untuk mematangkan
iman umat agar mencintai Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari, sebanyak 13
orang katekis (43,33%), disusul dengan katekis yang menyatakan tujuan katekese
adalah upaya mengembangkan keberanian umat untuk terlibat dalam setiap
kegiatan Gereja, berjumlah 8 orang katekis (26,67%). Selanjutnya 5 orang katekis
(16,67%) memahami tujuan katekese adalah usaha menyadarkan umat agar tetap
mengingat kebaikan Tuhan. Sebagian kecil saja yang bertujuan membawa umat
pada perjumpaan dengan pribadi Kristus untuk mendapat kehidupan yang sejati,
berjumlah 4 orang katekis (13,33%). Data yang diperoleh dari tabel 2 no. item 7
memperlihatkan pelaksanaan katekese yang dilaksanakan selama ini di Paroki
Keluarga Suci Tering, hanya untuk mematangkan iman umat agar mencintai Tuhan
dalam kehidupannya sehari-hari, jarang katekese yang dilaksanakan untuk
membawa umat pada perjumpaan dengan pribadi Kristus agar mendapat kehidupan
yang sejati.
Dari data yang diperoleh pada tabel 2 no. item 8 sebagian besar katekis
sukarela memahami metode katekese sebagai salah satu usaha mengumpulkan umat
agar mengikuti proses berkatekese umat, sebanyak 10 orang katekis (33,33%), 8
orang katekis (26,67%) memahami metode katekese sebagai usaha membuat umat
terlibat dalam proses katekese umat yang dilaksanakan, disusul 7 orang katekis
(23,33%) memahami metode katekese sebagai upaya yang dilakukan agar umat
semakin sadar dan mampu melibatkan diri dalam hidup menggereja. Sedangkan 5
orang katekis (16,67%) memahami metode katekese sebagai cara pelayanan yang
21
kreatif agar manusia dapat bertemu dengan Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari.
Metode katekese yang dipahami selama ini tampak hanya dilakukan untuk
mengumpulkan umat agar mengikuti proses berkatekese. Sebagian kecil saja yang
menyatakan metode katekese merupakan cara pelayanan yang kreatif agar manusia
bertemu dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Dilihat dari data yang ditemukan pada tabel 2 no. item 9, sebagian besar
katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering memahami pengertian katekese umat
sebagai pelayanan yang diberikan kepada umat untuk melaksanakan proses
berkatekese umat sehingga para peserta semakin berkembang dalam iman,
sebanyak 13 orang katekis (43,33%), kita bersaksi tentang iman akan Yesus Kristus
yang menyelamatkan setiap pribadi manusia, sebanyak 8 orang katekis (26,67%).
Sebagian kecil saja yang memahami pengertian katekese umat sebagai komunikasi
iman atau tukar pengalaman iman antar anggota jemaat melalui kesaksian iman
masing-masing diteguhkan dan dihayati secara sempurna, sebanyak 6 orang katekis
(20,00%). Kemudian peserta bersaksi akan iman Yesus Kristus, pengantara Allah
yang bersabda kepada umat agar melakukan pertobatan secara serentak, sebanyak 3
orang katekis (10,00%). Dari data yang diperoleh memperlihatkan sebagian besar
katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering perlu diberikan
pembinaan/pendampingan guna menambah pengetahuan mereka berhubungan
dengan pengertian katekese umat.
Data yang diperoleh pada tabel 2 no. item 10 sebagian katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering memahami isi yang ada dalam proses katekese umat
adalah pelayanan sabda yang diberikan oleh Gereja kepada umat setempat agar
tetap beriman, sebanyak 11 orang katekis (36,67%), selanjutnya supaya dalam
22
terang Injil iman semakin diresapi melalui pengalaman sehari-hari, sebanyak 8
orang katekis (26,67%). Disusul 7 orang katekis (23,33%) memahami isi katekese
umat sebagai komunikasi iman yang dilakukan setiap peserta yang hadir dalam
proses katekese umat. Sebagian kecil saja katekis yang menyatakan isi yang ada
dalam proses katekese umat kita bersaksi tentang iman akan Yesus Kristus,
pengantara Allah yang bersabda kepada kita, sebanyak 4 orang katekis (13,33%).
Keadaan ini menunjukan bahwa para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
kurang mengetahui isi yang ada dalam proses katekese umat. Untuk membantu para
katekis yang kurang memiliki pengetahuan mengenai isi katekese umat maka perlu
diadakan pendampingan guna menambah pengetahuan dan wawasan katekis
sukarela dalam berkatekese umat.
Dari data yang diperoleh pada tabel 1 no. item 11 sebagian kecil saja katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering yang menyatakan suasana yang dibangun
dalam proses katekese umat peserta berdialog dalam suasana yang terbuka, ditandai
sikap saling menghargai, saling mendengarkan satu dengan yang lain, sebanyak 2
orang katekis (6,67%) dan sebagian katekis menyatakan suasana yang dibangun
dalam proses katekese umat pendamping mengajak para peserta untuk saling
menanggapi sharing pengalaman iman peserta yang lain, sebanyak 13 orang katekis
(43,33%), peserta berdialog dengan sesama peserta yang memilki jabatan yang
sama dengannya, berjumlah 9 orang katekis (30,00%), selanjutnya setiap peserta
dituntut untuk sharing pengalaman imannya agar semua mendapat jatah, sebanyak 6
orang katekis (20,00%).
Data yang diperoleh pada tabel 2 no. item 12 katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering menyatakan proses katekese umat merupakan kegiatan umat
23
sehari-hari dalam Gereja, sebanyak 12 orang katekis (40,00%), membahas tentang
kepercayaan terhadap Gereja yang menyelamatkan, sebanyak 8 orang katekis
(26,67%), mengangkat kejadian-kejadian yang terjadi dalam masyarakat, berjumlah
6 orang katekis (20,00%). Hanya 4 orang katekis (13,33%) yang menyatakan dalam
proses katekese umat kita bersaksi tentang iman akan Yesus Kristus yang
menyelamatkan.
Tugas seorang pemimpin katekese umat adalah sebagai fasilitator/ pemudah
yang mengusahakan proses katekese umat berjalan dengan baik, sebanyak 7 orang
katekis (23,33%) dan 14 orang katekis (46,67%) menyatakan tugas pembina
katekese umat adalah menentukan siapa yang harus sharing dalam proses katekese
umat. Hal ini memperlihatkan katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering kurang
memahami tugas mereka sebagai pemimpin katekese umat. Sedangkan 4 orang
katekis (13,33%) menyatakan tugas seorang pemimpin katekese umat adalah
mengkritik sharing yang diungkapkan oleh para peserta katekese umat. Kemudian 5
orang katekis (16,67%) menyatakan tugas seorang pemimpin dalam proses katekese
umat adalah sebagai pengkotbah yang harus berbicara terus menerus dalam proses
pelaksanaan katekese umat. Data yang diperoleh pada tabel 2 no. item 13
mengungkapkan para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering kurang
memahami tugasnya sebagai pembina katekese umat.
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 2 no. item 14, sebagian besar
para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering memahami manfaat katekese
umat yang dilaksanakan selama ini adalah untuk menyadarkan umat agar terlibat
dalam hidup menggereja, sebanyak 13 orang katekis (43,33%), iman peserta
semakin diteguhkan dan dihayati secara sempurna sehingga menemukan nilai-nilai
24
Kerajaan Allah, sebanyak 8 orang katekis (26,67%). Sedangkan 6 orang katekis
(20,00%) memahami manfaat katekese umat yang dilaksanakan selama ini
merupakan upaya mengantar umat kepada pertobatan yang sejati untuk menemukan
kebahagian dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian 3 orang katekis (10,00%)
memahami manfaat katekese umat sebagai upaya mengembangkan iman dan
kepercayaan umat agar terlibat dalam hidup menggereja.
c. Kemampuan katekis dalam berkatekese
Tabel 3: Kemampuan katekis dalam melaksanakan katekese umat
(N=30) No
Item Aspek yang diungkap frequensi %
(1) (2) (3) (4) 15 Langkah yang dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan
Katekese Umat: a. Langkah pertama mengamati dan menyadari fonemena
tertentu dalam masyarakat yang diangkat dalam tema katekese umat, kedua menyadari dan merefleksikan situasi yang telah dianalisis dalam terang Kitab Suci dan ketiga memikirkan dan merencanakan aksi untuk bertindak.
b. Langkah pertama merefleksikan apa yang sudah dilihat dalam masyarakat, kedua memikirkan aksi apa yang hendak dibuat, ketiga menyadari suatu kejadiaan yang terjadi di tengah masyarakat.
c. Langkah pertama menyadari dan merefleksikan kejadian yang terjadi, kedua memikirkan dan merencanakan aksi untuk bertindak, ketiga menyadari dan merefleksikan situasi yang telah dianalisis dalam terang Kitab Suci.
d. Langkah pertama melakukan refleksi atas apa yang terjadi di dalam masyarakat, kedua melaksanakan katekese umat dengan menggunakan Kitab Suci, ketiga merencanakan aksi konkrit untuk pertobatan.
5
7
16
2
16,67% 23,33%
53,33% 6,67%
16
Dari proses dan langkah Katekese Umat pembina harus menguasai cara-cara: a. Menganalisa relasi umat dengan sesamanya serta
mampu melihat kebiasaan umat setempat. b. Menganalisa situasi umat dan menafsirkan Kitab Suci
serta mampu menyusun rencana tindak lanjut. c. Menafsirkan apa yang akan terjadi setelah melaksanakan
Katekese Umat.
12 6
5
40,00% 20,00% 16,67%
25
(1) (2) (3) (4) d. Menafsirkan Kitab Suci dan sejauhmana pengetahuan
peserta tentang Tuhan. 7 23,33%
17 Keunggulan Katekese Umat: a. Dalam Katekese Umat semua peserta terlibat aktif
berfikir, berbicara, berkomunikasi, umat yang menjadi subjek dalam berkatekese.
b. Dalam Katekese Umat fasilitator yang menjadi orang yang pertama/utama.
c. Dalam katekese Umat peserta harus sharing dan mengungkapkan pengalaman imannya.
d. Katekese Umat mempunyai susunan yang teratur dan terarah sehingga prosesnya dapat berjalan dengan baik.
2
16 9 3
6,67%
53,33% 30,00%
10,00%
18
Seorang Pembina Katekese Umat sebagai saksi iman diharapkan: a. Seorang pribadi yang rela mengumpulkan, menyatukan
dan membimbing kelompok umat dasar untuk melaksa- nakan Katekese Umat sebagai suatu proses komunikasi iman semakin berkembang.
b. Seorang pribadi yang berani berjuang demi perkembangan iman umat setempat.
c. Seorang pribadi yang melaksanakan tugasnya demi perkembangan Gereja.
d. Seorang pribadi yang memiliki motivasi untuk terus memperkembangkan Gereja.
5
7
16
2
16,67%
23,33% 53,33% 6,67%
19 Kemampuan/keterampilan yang dibutuhkan oleh katekis dalam berkatekese umat: a. Kemampuan/keterampilan berkomunikasi dan
berefleksi. b. Kemampuan/keterampilan membawa umat untuk
bertobat. c. Kemampuan /keterampilan menyadarkan umat untuk
terlibat dalam hidup menggereja. d. Kemampuan melihat perubahan pada umat.
3
15
10 2
10,00%
50,00%
33,33%
6,67%20
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan teks Kitab Suci dalam Katekese Umat: a. Menggunakan teks Kitab Suci yang disenangi oleh umat
agar proses katekese umat dapat berjalan dengan baik dan lancar.
b. Menggunakan teks Kitab Suci sesuai dengan masalah yang terjadi sekarang dan memperhatikan pengalaman iman Kitab Suci yang berkaitan dengan pengalaman peserta Katekese Umat.
c. Menggunakan teks Kitab Suci yang sesuai keinginan umat.
d. Menggunakan teks Kitab Suci dengan cermat dan teliti agar dapat mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah.
4 9
11
6
13,33%
30,00%
36,67% 20,00%
21
Makna Kitab Suci dalam Katekese Umat: a. Mengkritik sikap setiap peserta yang hadir dalam
pelaksanaan Katekese Umat. b. Mengkritik sikap kita dan peserta, menegur,
3 7
10,00%
23,33%
26
(1) (2) (3) (4)
meneguhkan, memberi banyak kemungkinan, membuka wawasan dan memberi insprirasi, semangat dalam menjalankan kehidupan yang lebih baik.
c. Mengajari umat untuk dapat mengenal siapa saja tokoh- tokoh yang ada dalam Kitab Suci.
d. Menyadarkan umat untuk dapat melakukan pertobatan dan melibatkan diri dalam hidup menggereja.
9
11
30,00% 36,67%
22
Metode Katekese umat yang sering anda gunakan selama ini: a. Ceramah. b. Dialog. c. Sharing. d. Menjelaskan.
14 6 3 7
46,67% 20,00% 10,00% 23,33%
23
Tanggapan peserta terhadap sharing dalam proses katekese umat yang pernah anda laksanakan selama ini: a. Tidak menanggapi. b. Aktif, terlibat dalam sharing. c. Pasif, tidak terbiasa sharing. d. Tidak pernah melaksanakan kegiatan sharing.
3 7
12 8
10,00% 23,33% 40,00% 26,67%
24 Usaha apa yang dilakukan supaya peserta dapat terlibat dan tertarik dalam kegiatan berkatekese umat: a. Mempersiapkan bahan dengan baik sebelum
melaksanakan katekese. b. Memberi tugas dengan menghafal doa-doa. c. Melibatkan peserta dengan tanya jawab sharing
pengalaman iman. d. Tidak ada.
6
14 7 3
20,00%
46,67% 23,33% 10,00%
Dari data yang diperoleh pada tabel 3 no. item 15, langkah yang banyak
digunakan katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering sebelum melaksanakan
kegiatan katekese umat, pertama menyadari dan merefleksikan kejadian yang
terjadi, kemudian memikirkan dan merencanakan aksi untuk bertindak, selanjutnya
menyadari dan merefleksikan situasi yang telah dianalisis dalam terang Kitab Suci,
sebanyak 16 orang katekis (53,33%) dan 7 orang katekis (23,33%) sebelum
melaksanakan katekese umat terlebih dahulu merefleksikan apa yang sudah dilihat
dalam masyarakat dan memikirkan aksi yang hendak dibuat kemudian mencoba
menyadari kejadiaan yang terjadi di tengah masyarakat. 5 orang katekis (16,67%)
sebelum melaksanakan katekese umat terlebih dahulu mengamati dan menyadari
27
fonemena tertentu dalam masyarakat yang diangkat dalam katekese umat, kemudian
menyadari dan merefleksikan situasi yang telah dianalisis dalam terang Kitab Suci,
setelah itu memikirkan dan merencanakan aksi untuk bertindak. Sedangkan 2 orang
katekis (6,67%) sebelum melaksanakan kegiatan katekese umat terlebih dahulu
melakukan refleksi atas apa yang terjadi di dalam masyarakat kemudian
melaksanakan katekese umat dengan menggunakan Kitab Suci pada akhir
pertemuan merencanakan aksi konkrit untuk pertobatan. Katekis sebagai pembina
katekese umat sebaiknya menguasai cara-cara yang berkaitan dengan proses
katekese umat.
Pada tabel 3 no. item 16, sebagian besar katekis sukarela Paroki Keluarga
Suci Tering menyatakan sebagai pembina katekese umat cara-cara yang harus
dikuasai agar dapat melaksanakan proses katekese umat terlebih dahulu
menganalisa relasi umat dengan sesamanya serta mampu melihat kebiasaan umat
setempat, sebanyak 12 orang katekis (40,00%) dan 6 orang katekis (20.00%)
menyatakan cara-cara yang harus dikuasai oleh pembina katekese umat sebelum
melaksanakan proses katekese umat adalah terlebih dahulu menganalisa situasi
umat dan menafsirkan Kitab Suci serta mampu menyusun rencana tindak lanjut.
Kemudian 5 orang katekis (16,67%) menyatakan cara-cara yang harus dikuasai
sebelum melaksanakan proses katekese umat, seorang katekis harus mampu
menafsirkan apa yang akan terjadi setelah melaksanakan katekese umat. Sedangkan
7 orang katekis (23,33%) menyatakan sebagai pembina katekese umat cara-cara
yang harus dikuasi agar katekese umat dapat berjalan dengan baik, seorang katekis
harus mampu menafsirkan Kitab Suci dan mampu menafsirkan sejauhmana
pengetahuan para peserta tentang Tuhan. Data yang diperoleh sebagian besar
28
katekis (40,00%) sebelum melaksanakan proses katekese umat terlebih dahulu
menganalisa relasi umat dengan sesamanya kemudian melihat kebiasaan umat
setempat. Jarang sekali para katekis sukarela sebelum melaksanakan proses
katekese umat menganalisa terlebih dahulu situasi umat dan menafsirkan Kitab Suci
serta mampu menyusun rencana tindak lanjut. Data yang diperoleh menunjukkan
bahwa katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering kurang mengetahui cara-cara
yang harus dikuasai sebelum melaksanakan proses katekese, untuk membantu para
katekis sukarela yang tidak mendapat pendidikan berhubungan dengan tugas
sebagai pewarta iman maka perlu diadakan pendampingan guna menambah
wawasan dan pengetahuan katekis dalam berkatekese.
Data yang diperoleh pada tabel 3 no. item 17 sebagian besar katekis
menyatakan keunggulan katekese umat terletak pada fasilitator menjadi orang
pertama/utama, sebanyak 16 orang katekis (53,33%) dan 9 orang katekis (30,00%)
menyatakan keunggulan katekese umat peserta harus sharing dan mengungkapkan
pengalaman imannya. Kemudian 3 orang katekis (10,00%) menyatakan keunggulan
katekese umat terletak pada susunannya yang teratur dan terarah sehingga
prosesnya dapat berjalan dengan baik. Hampir sangat kurang katekis sukarela yang
menyatakan keunggulan katekese umat semua peserta terlibat aktif berfikir,
berbicara, berkomunikasi, umat yang menjadi subjek dalam berkatekese, sebanyak
2 orang katekis (6,67%). Data yang diperoleh memperlihatkan katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering perlu diberikan pendampingan guna menambah
pengetahuan berkaitan dengan tugas mereka sebagai pembina katekese umat.
Data yang diperoleh pada tabel 3 no. item 18 memperlihatkan sebagian
besar katekis menyatakan sebagai pembina katekese umat, katekis diharapkan
29
seorang pribadi yang melaksanakan tugasnya demi perkembangan Gereja, sebanyak
16 orang katekis (53,33%). Kemudian 7 orang katekis (23,33%) menyatakan
sebagai pembina katekese umat katekis harus memiliki pribadi yang berani
berjuang demi perkembangan iman umat setempat. Diikuti oleh 5 orang katekis
(16,67%) menyatakan sebagai pembina katekese umat seorang katekis dituntut
memiliki pribadi yang rela mengumpulkan, menyatukan dan membimbing
kelompok umat dasar untuk melaksanakan kegiatan katekese sebagai proses
komunikasi iman.
Data yang diperoleh pada tabel 3 no. item 19 memperlihatkan sebagian
besar katekis memiliki pemahaman bahwa kemampuan/keterampilan yang
dibutuhkan seorang pembina katekese umat dalam berkatekese umat adalah
kemampuan/keterampilan membawa umat untuk bertobat, sebanyak 15 orang
katekis (50,00%), kemampuan/keterampilan menyadarkan umat untuk terlibat
dalam hidup menggereja, sebanyak 10 orang katekis (33,33%), sedangkan 3 orang
katekis (10,00%) memiliki pemahaman bahwa kemampuan/keterampilan yang
dibutuhkan dalam berkatekese umat adalah kemampuan/keterampilan
berkomunikasi dan berefleksi. Disusul dengan katekis yang memahami
kemampuan/keterampilan yang dibutuhkan dalam berkatekese umat adalah
kemampuan melihat perubahan yang terjadi pada umat, berjumlah 2 orang katekis
(6,67%).
Dalam proses katekese umat hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang
katekis dalam menggunakan teks Kitab Suci. Sebagian katekis menyatakan hal
yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan proses katekese umat, teks Kitab Suci
harus sesuai dengan keinginan umat, sebanyak 11 orang katekis (36,67%), teks
30
Kitab Suci harus sesuai dengan masalah yang terjadi sekarang dan memperhatikan
pengalaman iman Kitab Suci yang berhubungan dengan pengalaman para peserta
katekese umat, sebanyak 9 orang katekis (30,00%). Kemudian 4 orang katekis
(13,33%) menggunakan teks Kitab Suci yang disenangi oleh umat agar proses
katekese umat dapat berjalan dengan baik dan 6 orang katekis (20,00%)
menggunakan teks Kitab Suci dengan cermat dan teliti agar dapat mewartakan
nilai-nilai Kerajaan Allah.
Dari data yang diperoleh pada tabel 3 no. item 20 sebagian besar katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering memilih menggunakan teks Kitab Suci
dengan melihat apa yang diinginkan oleh umat setempat. Kemudian disusul dengan
9 orang katekis (30,00%) memilih menggunakan teks Kitab Suci sesuai dengan
masalah yang terjadi sekarang dan memperhatikan pengalaman iman Kitab Suci
yang berhubungan dengan pengalaman peserta katekese umat. Jumlah ini
mengungkapkan katekis di Paroki Keluarga Suci Tering dalam memilih teks Kitab
Suci masih berfokus pada keinginan para peserta, dan tidak memperhatikan situasi
konkrit yang terjadi di masyarakat. Maka untuk membantu para katekis sukarela
yang kurang memiliki pengetahuan berkaitan dengan penggunaan Kitab Suci perlu
diadakan pendampingan guna menambah pengetahuan dan wawasan para katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering dalam melaksanakan katekese umat.
Data yang diperoleh pada tabel 3 no. item 21 menemukan 11 orang katekis
(36,67%) menyatakan makna Kitab Suci dalam katekese umat merupakan upaya
menyadarkan umat agar melakukan pertobatan dan melibatkan diri dalam hidup
menggereja, kemudian 9 orang katekis (30,00%) mengungkapkan makna Kitab
Suci merupakan usaha mengajari umat agar mengenal siapa tokoh-tokoh yang ada
31
dalam Kitab Suci, sedangkan katekis yang menyatakan makna Kitab Suci dalam
proses katekese umat adalah mengkritik sikap setiap peserta yang hadir dalam
pelaksanaan katekese umat, sebanyak 3 orang katekis (10,00%). Hampir sangat
kurang mereka yang menyatakan makna Kitab Suci sebagai upaya mengkritik sikap
kita dan peserta, menegur, meneguhkan, memberi banyak kemungkinan, membuka
wawasan dan memberi inspirasi serta semangat dalam menjalankan kehidupan yang
lebih baik, sebanyak 7 orang katekis (23,33%).
Data yang diperoleh pada tabel 3 no. item 22 metode katekese yang sering
digunakan katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering dalam melaksanakan
proses katekese umat adalah metode ceramah, sebanyak 14 orang katekis (46,67%),
metode menjelaskan, sebanyak 7 orang katekis (23,33%) dan metode dialog,
sebanyak 6 orang katekis (20,00%). Sedangkan metode sharing digunakan 3 orang
katekis (10,00%). Tanggapan para peserta terhadap sharing dalam proses katekese
umat yang pernah dilaksanakan selama ini di Paroki Keluarga Suci Tering, 12
orang katekis (40,00%) menyatakan peserta pasif, tidak terbiasa sharing dan 8
orang katekis (26,67%) tidak pernah melakukan kegiatan sharing dalam proses
berkatekese umat, sedangkan katekis yang menyatakan peserta terlibat dalam
sharing, sebanyak 7 orang katekis (23,33%). Dari data yang diperoleh pada tabel 2
no. item 23, memperlihatkan para peserta kurang terlibat aktif dalam proses
katekese umat, dan untuk membantu para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci
Tering supaya dapat membuat para peserta terlibat aktif dalam proses pelaksanaan
katekese umat, perlu diadakan pendampingan guna membantu para katekis sukarela
agar semakin mampu melibatkan para peserta dalam proses pelaksanaan katekese
umat. Adapun usaha yang dilakukan oleh para katekis sukarela Paroki Keluarga
32
Suci Tering supaya para peserta terlibat aktif dan tertarik dalam proses kegiatan
katekese umat. Sebagian katekis sukarela berusaha memberi tugas kepada para
peserta dengan menghafal doa-doa, sebanyak 14 orang katekis (46,67%) dan 7
orang katekis (23,33%) berusaha melibatkan para peserta dalam proses katekese
umat dengan melakukan tanya jawab dan mengajak para peserta untuk sharing
pengalaman iman, kemudian 6 orang katekis (20,00%) sebelum melaksanakan
proses katekese umat terlebih dahulu mempersiapkan bahan dengan sebaik
mungkin, sedangkan 3 orang katekis menyatakan tidak ada usaha/upaya yang
dilakukan untuk melibatkan para peserta. Data yang ditemukan pada tabel 3 no.
item 24 sebagian besar para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering hanya
memberikan tugas kepada para peserta dan kurang berusaha membuat para peserta
tertarik dengan bahan katekese yang sudah dipersiapkan. Melihat permasalahan di
atas maka perlu diadakan pendampingan guna membantu para katekis sukarela agar
mampu memotivasi para peserta untuk terlibat aktif dalam proses katekese umat.
d. Kesulitan/permasalahan yang dihadapi oleh katekis dalam berkatekese
Tabel 4: Kesulitan yang menghambat katekis dalam berkatekese umat
(N=30) No
Item Aspek yang diungkap Frequensi %
(1) (2) (3) (4) 25 Permasalahan pokok yang dihadapi oleh katekis sukarela
dalam berkatekese umat selama ini: a. Terlalu sibuk bekerja. b. Kurangnya pengetahuan akan iman dan proses
katekese yang melibatkan peserta. c. Kurang mengerti bagaimana berkatekese umat yang baik dan benar. d. Kurang pengalaman tentang katekese umat.
5 10
7
8
16,67% 33,33%
23,33%
26,67%
26 Hambatan yang membuat katekis sukarela kesulitan dalam berkatekese umat di tengah umat:
33
(1) (2) (3) (4) a. Tidak mendapat pendidikan yang berhubungan
dengan berkatekese umat. b. Tidak memiliki sarana prasarana yang berkaitan
dengan proses katekese umat. c. Tidak mengetahui bagaimana menggunakan metode
katekese yang cocok. d. Tidak memiliki buku pegangan tentang berkatekese
umat.
12
2
7
9
40,00% 6,67%
23,33%
30,00%
27 Kesulitan yang paling menghambat para katekis sukarela dalam berkatekese umat: a. Tidak memiliki ketrampilan yang cukup. b. Tidak mengetahui katekese yang cocok untuk sekarangc. Tidak memiliki pengetahuan yang memadai. d. Kurangnya pengetahuan tentang macam-macam
metode dan sarana katekese umat.
11 15 3 1
36,67%50,00% 10,00% 3,33%
Data yang diperoleh dari tabel 4 no. item 25 memperlihatkan permasalahan
yang dihadapi/dialami oleh katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering dalam
melaksanakan proses katekese umat. 10 orang katekis (33,33%) menyatakan kurang
pengetahuan akan iman dan proses katekese umat yang melibatkan para peserta,
kemudian 8 orang katekis (26,67%) menyatakan permasalahan yang dialami dalam
melaksanakan proses katekese umat kurang pengalaman tentang katekese umat.
Sedangkan 7 orang katekis (23,33%) menyatakan permasalahan yang dihadapi
adalah kurang mengerti bagaimana berkatekese umat yang baik dan benar, disusul
dengan 5 orang katekis (16,67%) menyatakan terlalu sibuk dengan pekerjaan. Data
yang diperoleh sebagian besar katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
memerlukan pendampingan khusus guna menambah pengetahuan dan wawasan
mereka dalam berkatekese umat yang dialogal partisipatif.
Data yang diperoleh memperlihatkan hambatan yang dialami katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering dalam melaksanakan proses katekese umat
selama ini disebabkan oleh para katekis sukarela tidak mendapat pendidikan
memadai berhubungan dengan proses katekese umat, sebanyak 12 orang katekis
34
(40,00%). Kemudian 9 orang katekis (30,00%) menyatakan hambatan yang mereka
alami selama ini adalah tidak memiliki buku pegangan yang berhubungan dengan
proses katekese umat dan 7 orang katekis (23,33%) menyatakan hambatan yang
mereka alami ketika melaksanakan katekese umat adalah tidak mengetahui
bagaimana menggunakan metode katekese umat yang cocok untuk jaman sekarang.
Disusul 2 orang katekis (6,67%) menyatakan hambatan yang dialami adalah tidak
memiliki saranaprasarana yang berhubungan dengan proses katekese umat. Dari
data yang diperoleh pada tabel 4 no. item 26 hambatan yang dialami katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering dalam melaksanakan proses katekese umat
selama ini disebabkan katekis sukarela tidak mendapat pendidikan yang memadai di
bidang katekese, tidak memiliki buku pegangan yang berhubungan dengan proses
berkatekese umat, kemudian tidak mengetahui metode katekese yang cocok untuk
jaman sekarang. Data yang diperoleh memperlihatkan sebagian besar katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering mengalami kesulitan/hambatan dalam
melaksanakan proses katekese umat, hal ini tentu sangat menghambat para katekis
sukarela dalam melaksanakan proses berkatekese umat yang dialogal partisipatif.
Dari data yang diperoleh pada tabel 4 no. item 27, memperlihatkan
kesulitan yang menghambat para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
dalam berkatekese umat mereka tidak mengetahui katekese yang cocok untuk
jaman sekarang, sebanyak 15 orang katekis (50,00%), tidak memiliki ketrampilan
di bidang katekese umat, sebanyak 11 orang katekis (36,67%), tidak memiliki
pengetahuan mengenai katekese, sebanyak 3 orang katekis (10,00%) disusul 1
orang katekis (3,33%) menyatakan kesulitan yang paling menghambat ketika
berkatekese umat kurangnya pengetahuan akan macam-macam metode dan sarana
35
berhubungan dengan proses pelaksanaan katekese umat. Data yang diperoleh
memperlihatkan sebagian besar katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
mengalami kesulitan dalam melaksanakan proses berkatekese umat, hal ini
disebabkan oleh para katekis sukarela tidak memiliki pengetahuan yang memadai di
bidang katekese, untuk membantu para katekis sukarela yang sebagian besar tidak
mendapat pendidikan, perlu diadakan pendampingan guna menambah pengetahuan
para katekis.
e. Harapan katekis sukarela
Tabel 5: Harapan katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
(N=30) No
item Aspek yang diungkap frequensi %
(1) (2) (3) (4) 28
Kaderisasi berhubungan dengan katekese umat yang melibatkan para peserta dirasa: a. Penting. b. Sangat penting. c. Tidak penting. d. Kurang penting.
5 25 0 0
16,67% 83,33% 0,00% 0,00%
29 Pendampingan khusus terhadap katekis sukarela dirasa: a. Penting. b. Sangat penting. c. Tidak penting. d. Kurang penting.
6 24 0 0
20,00% 80,00% 0,00% 0,00%
30
Jika diberikan model katekese umat yang dapat melibatkan umat: a. Setuju. b. Sangat setuju. c. Tidak setuju. d. Kurang setuju
2 28 0 0
6,67% 93,33% 0,00%
0,00%
Dari data ditemukan pada tabel 5 no. item 28, hampir semua katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering menyatakan kaderisasi yang berhubungan
dengan katekese umat sangat penting, sebanyak 25 orang katekis (83,33%).
Kemudian 5 orang katekis (17,67%) menyatakan kaderisasi katekese umat
36
merupakan hal yang penting. Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa para
katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering sangat membutuhkan kaderisasi yang
berhubungan dengan katekese umat, maka untuk merealisasikan hal tersebut perlu
diadakannya pendampingan, agar para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci
Tering semakin memahami katekese umat yang dialogal partisipatif.
Data yang diperoleh pada tabel 5 no. item 29, sebagian besar katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering menyatakan pendampingan khusus terhadap
katekis sukarela sangat penting karena dapat menambah pengetahuan dan wawasan
dalam berkatekese umat yang dialogal partisipatif, sebanyak 24 orang katekis
(80,00%), dan 6 orang katekis (20,00%) menyatakan pendampingan khusus
berhubungan dengan katekese umat merupakan hal yang penting bagi katekis
sukarela. Data yang diperoleh menunjukan para katekis sukarela Paroki Keluarga
Suci Tering sangat membutuhkan pendampingan berhubungan dengan katekese
khususnya katekese yang dialogal partisipatif, untuk membantu para katekis
sukarela yang kurang memiliki pengetahuan, perlu diadakan pendampingan guna
menambah pengetahuan dan wawasan para katekis sukarela dalam melaksanakan
katekese umat yang dialogal partisipatif.
Data yang diperoleh pada tabel 5 no. item 30 memperlihatkan 28 orang
katekis (93,33%) sangat setuju jika diberikan model katekese umat yang melibatkan
seluruh peserta. Kemudian 2 orang katekis (6,67%) menyatakan setuju jika
diberikan model katekese umat yang melibatkan peserta, untuk membantu para
katekis sukarela agar dapat melaksanakan proses berkatekese umat yang melibatkan
para peserta, perlu diadakan pendampingan guna menambah pengetahuan serta
memperkenalkan model katekese umat yang dialogal partisipatif.
37
7. Rangkuman hasil penelitian
Data yang sudah diperoleh memperlihatkan sebagian besar para katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering kurang mendapat pendidikan di bidang
katekese, khususnya katekese yang melibatkan peserta, bahkan selama ini tidak
pernah diadakan pendampingan khusus berkaitan dengan tugas mereka sebagai
pewarta iman di tengah kehidupan umat, dengan demikian permasalahan mendasar
yang dialami para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering selama ini adalah
tidak memiliki pengetahuan/wawasan yang memadai di bidang katekese, khususnya
katekese umat yang dialogal partisipatif.
a. Permasalahan pokok
Jika dilihat pada tabel 1, data yang diperoleh memperlihatkan para katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering didominasi oleh para kaum pria (76,67%).
Umur para katekis kebanyakan di atas 30-40 tahun. Pendidikan mereka rata-rata
antara SMP hingga SMA. Lamanya mereka berkarya selama 5-9 tahun (40,00%).
Dari data ditemukan pada tabel 2, rata-rata katekis kurang memiliki
pengetahuan mengenai pengertian katekese, peranan katekese, tujuan katekese,
metode katekese, isi katekese dengan demikian proses katekese umat yang
dilaksanakan selama ini di Paroki Keluarga Suci Tering kurang berjalan dengan
baik. Oleh karena pengetahuan mereka terhadap katekese sangat terbatas maka pada
tabel 2 no. item 13, sebagian besar katekis sukarela menyatakan tugas sebagai
seorang pembina katekese umat adalah sebagai penentu siapa yang harus sharing
dalam proses katekese umat, hal ini memperlihatkan katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering kurang memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai
38
pembina katekese umat. Sedangkan pada tabel 3 dari no. item 15-24
memperlihatkan kemampuan katekis dalam berkatekese umat selama ini masih
sangat terbatas.
Dari data yang diperoleh, pada tabel 3 no. item 17 memperlihatkan
(53,33%) katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering kurang memahami
mengenai keunggulan katekese umat. Oleh karena pengenalan mereka terhadap
katekese sangat terbatas maka dalam proses kegiatan katekese umat mereka
menggunakan metode ceramah no. item 22 (46,67%) adapun sebagian katekis
(23,33%) menyertakannya dalam bentuk menjelaskan. Metode ceramah yang
digunakan membuat para peserta menjadi pasif dan tidak terbiasa sharing no item
23. Sedangkan pada no. item 24 mereka tidak melakukan usaha supaya para peserta
telibat dalam proses katekese umat, melainkan hanya sekedar memberi tugas
dengan menghafal doa-doa.
Pada tabel 4 dari no. item 25-27 memperlihatkan katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering mengalami berbagai permasalahan dan hambatan dalam
melaksanakan proses katekese umat. Permasalahan pokok yang dialami para katekis
dalam melaksanakan proses katekese umat, kurangnya pengetahuan mereka tentang
iman dan proses katekese khususnya katekese yang dialogal partisipatif item 25
(33,33%), permasalahan yang dialami para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci
Tering tentu disebabkan oleh para katekis tidak mendapat pendidikan yang
memadai di bidang katekese, no. item 26 (40,00%). Dari data yang ditemukan
kesulitan yang paling menghambat para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci
Tering dalam berkatekese umat, mereka tidak mengetahui katekese yang cocok
untuk jaman sekarang item 27: (50,00%), tidak memiliki ketrampilan yang cukup
39
berhubungan dengan katekese (36,67%), tidak memiliki pengetahuan yang
memadai (10,00%). Permasalahan dan hambatan yang dialami para katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering selama ini tentu sangat menghambat terlaksananya
proses katekese umat yang dialogal partisipatif. Kesulitan dan hambatan yang
dialami katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering membuat mereka sadar
bahwa pengkaderan yang berhubungan dengan katekese khususnya katekese yang
dialogal partisipatif dirasa sangat penting diadakan (80,00%).
b. Harapan
Dari data yang diperoleh sebagian besar katekis Paroki Keluarga Suci
Tering tidak dididik secara khusus di bidang katekese, khususnya katekese umat
yang dialogal partisipatif, sehingga dalam pelaksanaan proses berkatekese mereka
mengalami banyak kesulitan dan hambatan. Permasalahan ini menyebabkan karya
pastoral para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering tidak terlaksana dengan
baik.
Meskipun demikian para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering tidak
menyerah begitu saja, hal ini dapat kita lihat pada tabel 5 no. item 30 (93,33)
sebagian besar para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering sangat
mengharapkan adanya pendampingan yang berhubungan dengan tugas mereka
sebagai pembina katekese umat.
Pada tabel 5 no. item 30 (93,33%) para katekis sangat setuju diberikan
pendampingan model katekese umat yang dialogal partisipatif. Harapan para
katekis untuk mendapatkan pengetahuan serta wawasan yang memadai di bidang
katekese umat yang dialogal partisipatif tentu merupakan hal yang sangat positif
40
bagi perkembangan Gereja, umat, dan katekis itu sendiri. Jika para katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering memiliki pengetahuan dan wawasan yang memadai
berhubungan dengan katekese umat maupun proses pelaksanaan katekese umat,
maka nilai-nilai Kerajaan Allah akan semakin terwujud dalam kehidupan setiap
umat.
Dari hasil wawancara jumlah katekis sukarela yang bertugas di Paroki
Keluarga Suci Tering adalah 30 orang, mereka ditunjuk oleh Gereja secara
langsung untuk melayani sesama umat beriman dan memperkenalkan Kristus
kepada umat. Mereka dipilih karena semangat serta keaktifan dan keterlibatan
mereka dalam kegiatan hidup menggereja, mereka mengabdikan diri untuk
perkembangan Gereja dan umat setempat agar menemukan nilai-nilai Kerajaan
Allah dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi yang menjadi hambatan terbesar para
katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering dalam berkatekese, sebagian besar
para katekis sukarela kurang mengetahui metode berkatekese yang dialogal
partisipatif. Katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering sebagian besar tidak
memiliki pengetahuan dan wawasan di bidang katekese khususnya katekese yang
dialogal partisipatif, sehingga dalam proses berkatekese keterlibatan umat kurang
diperhatikan, hal ini membuat umat menjadi pasif dan tidak terbiasa sharing dalam
proses berkatekese umat. Selain itu di Paroki Keluarga Suci Tering tidak ada
katekis profesional atau katekis ahli di bidang katekese [Lampiran 3: (9)]. Para
katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering juga tidak pernah didik secara khusus
di bidang katekese sehingga pengetahuan mereka mengenai katekese sangat
terbatas.
41
Maka untuk mambantu para katekis yang rata-rata kurang memiliki
pengetahuan dan wawasan di bidang katekese khususnya katekese yang dialogal
partisipatif perlu diadakan pendampingan supaya para katekis sukarela mampu
melaksanakan katekese yang melibatkan para peserta. Jika seorang katekis memiliki
pengetahuan yang memadai di bidang katekese, khususnya katekese yang
melibatkan peserta maka nilai-nilai Kerajaan Allah akan dapat diwartakan dengan
baik di tengah kehidupan umat.
42
BAB III
KEMAMPUAN KATEKIS DALAM BERKATEKESE UMAT
Kehidupan seorang katekis tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-
hari, baik dalam keluarga, lingkungan, Gereja maupun dalam masyarakat. Katekis
sebagai anggota masyarakat atau umat beriman Katolik, harus memenuhi beberapa
kriteria atau persyaratan untuk dapat melaksanakan tugas perutusan dengan baik
dan penuh tanggung jawab. Ia diharapkan menjadi seorang pribadi yang bermutu
dan kreatif, baik dalam hidup rohani maupun hidup pribadi, sehingga ia mampu
membawa orang lain untuk mengenal dan mengimani Yesus Kristus. Kriteria atau
persyaratan yang diperlukan untuk menjadi seorang katekis ialah memiliki hidup
rohani yang mendalam yaitu mempunyai kebiasaan berdoa, membaca Kitab Suci,
mempunyai kebiasaan devosi, dan memiliki nama baik sebagai pribadi dan
keluarga, dalam hidup iman dan moral, diterima oleh umat di mana ia tinggal,
mempunyai komitmen yang tinggi untuk mewartakan kabar gembira (Komkat
KWI, 1997: 42).
PKKI III memberi perhatian khusus pada para pembina katekese umat,
karena keberhasilan katekese umat sangat tergantung pada pembina atau fasilitator
katekese umat. Dalam proses katekese umat seorang katekis mempunyai peran yang
sangat penting, karena tanpa seorang katekis kegiatan katekese umat tidak dapat
berjalan dengan baik. Seorang katekis harus menyadari bahwa kehadirannya dalam
proses berkatekese umat tidak lebih hanya sebagai pengarah dan pemudah. Ia
adalah pelayan yang menciptakan suasana komunikatif dan membangkitkan gairah
peserta supaya para peserta berani berbicara secara terbuka (Lalu, 2005: 71).
43
Katekis sebagai pembina katekese umat yang baik, harus memiliki motivasi yang
kuat, kreatif, rela mengumpulkan umat, rendah hati, tidak mudah menyerah,
memiliki semangat juang yang tinggi.
Katekese umat dalam Gereja menekankan adanya keterlibatan seluruh umat
dalam kegiatan hidup menggereja. Tugas perutusan seluruh karya pastoral
mengandung muatan, mengarah dan memberikan sumbangan bagi kematangan
iman, maka model katekese yang diberikan harus sesuai dengan situasi/kebutuhan
umat setempat. Salah satu model katekese umat yang cocok adalah katekese umat
model SCP sebagai alternatif katekese umat model pengalaman hidup. Katekese
umat model pengalaman hidup menekankan proses berkatekese yang bersifat
dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta untuk menemukan
nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupannya sehari-hari (Sumarno Ds, 2009: 14).
A. Katekese Umat dalam Gereja
Gereja dipercaya untuk menjaga kabar baik yang harus diwartakan. Janji-
janji Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus, ajaran Tuhan dan para Rasul, Sabda
kehidupan, sumber-sumber rahmat, dan keramahan Allah yang penuh kasih, jalan
menuju keselamatan, semua hal itu dipercayakan kepada Gereja. Gereja mengutus
para pewarta Injil untuk mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah umat
Kristiani. Mewartakan Injil sesungguhnya merupakan rahmat dan panggilan yang
khas bagi Gereja. Perutusan Gereja untuk mewartakan Injil kepada semua orang
terwujud melalui beberapa hal seperti evangelisasi, katekese, liturgi, dan
sebagainya. Evangelisasi diperlukan untuk membangkitkan iman, sehingga
seseorang ingin mengenal lebih dalam tentang iman katolik. Paus Yohanes Paulus
44
II, dalam anjuran apostolik tentang katekese masa kini menekankan pentingnya
penyelenggaraan katekese sebagai hakikat perutusan Gereja. Penyelenggaraan
katekese oleh Gereja selalu dipandang sebagai salah satu tugasnya yang amat
penting. Sebab sebelum Kristus naik menghadap Bapa-Nya sesudah kebangkitan-
Nya, Ia menyampaikan kepada para Rasul perintah-Nya yang terakhir, yakni
menjadikan semua bangsa murid-murid-Nya, dan mengajar mereka mematuhi
segala sesuatu yang telah diperintahkan-Nya (CT, art. 1). Sejak Gereja awali, tugas
berkatekese telah dipercayakan kepada Gereja, tugas ini lalu diteruskan oleh Gereja
sampai sekarang. Tugas mewartakan Injil ke segala bangsa merupakan tugas hakiki
Gereja, yang bertujuan membantu semua orang beriman agar imannya semakin
mendalam dan berkembang. Oleh sebab itu, gambaran umum katekese jaman
sekarang selalu berusaha mencari pendekatan yang lebih relevan untuk dapat
membantu umat dalam menghayati imannya.
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia pertama merumuskan
pengertian katekese umat dengan menekankan pada keterlibatan umat. Katekese
umat merupakan komunikasi iman umat, oleh umat, dari umat, untuk umat dengan
tekanan utama adalah keterlibatan umat (Lalu, 2005: 3).
1. Gambaran umum katekese
Pendampingan para katekis sukarela dalam meningkatkan kemampuan
berkatekese umat merupakan salah satu bentuk pelayanan Gereja yang dapat
diwujudkan melalui katekese. Sudah menjadi tugas dan kewajiban Gereja
memberikan perhatian kepada para katekis sukarela yang tidak mendapat
pendidikan di bidang katekese khususnya katekese yang melibatkan umat. Katekese
45
merupakan suatu pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman yang mengantar
jemaat menuju pada kedewasaan iman (Telaumbanua, 1999: 4).
a. Pengertian katekese
Katekese mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan iman
orang Kristiani, melalui pengajaran, pendalaman, pendidikan diharapkan iman
orang Kristiani semakin tumbuh dan berkembang sehingga mampu menjadi dewasa
dalam iman dan semakin mengikuti Yesus Kristus (Telaumbanua, 1999: 4).
Dalam CT, Paus Yohanes Paulus II menjelaskan bahwa katekese adalah:
pembinaan anak-anak, kaum muda, serta orang dewasa dalam iman yang khususnya
mencakup penyampaian ajaran Kristiani yang pada umumnya diberikan secara
organis dan sistematis dengan maksud mengantar para pendengar memasuki
kepenuhan hidup Kristiani (CT, art. 18). Katekese merupakan usaha pembinaan
iman umat, baik tua maupun muda. Proses pembinaan iman merupakan
penyampaian ajaran Kristiani secara umum melalui pembinaan, pendidikan,
pewartaan yang diberikan secara organis dan sistematis dengan maksud mengantar
pendengar ke dalam kepenuhan hidup Kristiani menuju pada
kematangan/kedewasaan iman yang lebih mendalam, dengan perkembangan iman
tersebut umat diharapkan semakin akrab dengan Allah, sesama, diri sendiri dengan
harapan dapat menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah hidup
bermasyarakat. Dengan kata lain katekese merupakan usaha-usaha dari pihak
Gereja untuk menolong umat agar semakin memahami, menghayati dan
mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pelaksanaannya
katekese mencakup unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman,
46
pembinaan serta pendewasaan iman. Usaha pembinaan katekese tersebut
merupakan tujuan katekese yang diungkapkan oleh Paus Yohanes Paulus (CT, art.
20), katekese bertujuan dengan bantuan Allah umat mampu mengembangkan iman
yang mulai tumbuh, agar dari hari ke hari iman semakin mekar menuju kepenuhan
serta makin memantapkan peri hidup Kristiani umat beriman baik muda ataupun
tua. Tujuan katekese merupakan tahap pengajaran dan pendewasaan iman peserta
dengan disertai rahmat Roh Allah. Proses itu diharapkan bisa mengantar orang
menuju pada kesempurnaan, kedewasaan dan kepenuhan iman yang berkaitan
dengan seluruh aspek kehidupan manusia Kristiani. Hanya berkat rahmat dan
pertolongan Roh Allah semuanya itu dapat terjadi sehingga peserta merasakan
kepenuhan iman Kristiani yang mendalam serta merasakan kedamaian maupun
ketenangan dan menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah kehidupan sehari-
harinya yang sesuai dengan ajaran maupun kehendak Tuhan.
b. Peranan katekese
Katekese mengajarkan umat untuk memiliki sikap percaya sepenuhnya
kepada Allah yang menyelamatkan serta mengajak setiap umat untuk mempunyai
pengharapan akan Allah yang menyelamatkan. Tugas katekese menghadirkan sabda
Allah dan mewartakan diri Kristus agar manusia bertemu secara pribadi dengan
Kristus (Telaumbanua, 1999: 9). Selain menghadirkan dan mewartakan sabda
Allah, katekese juga mempunyai peranan yang sangat mempengaruhi iman orang
Kristiani, yaitu mematangkan sikap iman, secara konkrit hal ini berarti
menumbuhkan kepekaan dan kesediaan umat untuk mendengar dan berserah diri
kepada Allah dalam Kristus, serta percaya sepenuhnya kepada Allah yang
47
menyelamatkan. Hal ini berarti membimbing seseorang kepada penyerahan diri
secara pribadi untuk mencintai Kristus dengan tulus tanpa paksaan. Mematangkan
cinta kasih merupakan tugas dan peranan katekese, artinya katekese selalu
membimbing umat beriman menuju pada kesempurnaan cinta, dan mengajarkan
umat untuk dapat saling mengasihi kepada sesama, maka betapa pentingnya
memiliki sikap cinta kasih. Cinta itu terarah kepada Kristus melalui Dia kepada
Bapa dalam Roh Kudus, memampukan seseorang untuk dapat melihat dan
merasakan penderitaan orang lain sehingga dapat hidup solider dengan sesama.
c. Tujuan katekese
Tujuan katekese membawa umat sampai pada perjumpaan pribadi dengan
Kristus, melalui perjumpaan hati dan budi dengan saudara-saudari seiman untuk
mendapatkan kebahagian dan keselamatan yang abadi dalam kehidupan sehari-hari.
Anjuran Apostolik CT art. 20 menegaskan sebagai berikut:
Tujuan khas katekese: berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh dan memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan peri hidup Kristiani umat beriman, muda ataupun tua. Kenyataan itu berarti merangsang pada taraf pengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan benih iman yang ditaburkan oleh Roh Kudus melalui pewartaan awal, dan yang dikaruniakan secara efektif melalui baptis.
Tujuan ini memungkinkan seseorang dimekarkan dalam iman menuju
kepenuhan Kristiani melalui taraf pengetahuan seseorang diajak untuk sampai
kepada penghayatan dan pengertian tentang misteri Kristus yang sejati. Katekese
merupakan kesatuan dan kemesraan, dengan Yesus Kristus. Kegiatan mewartakan
kabar gembira dapat dimengerti sebagai usaha mempererat kesatuan manusia
dengan Allah. Mulai dengan pertobatan ‘awal’ seseorang kepada Tuhan yang
48
digerakan oleh Roh Kudus melalui pewartaan Injil yang pertama, katekese berusaha
mengukuhkan dan mematangkan kesetiaan pertama ini. Dengan demikian katekese
bermaksud membimbing, membina dan mengembangkan iman umat agar semakin
hari semakin akrab dengan sesama serta semakin mengenal cinta kasih Tuhan.
d. Metode katekese
Salah satu sarana pewartaan adalah katekese. Katekese menjadi karya
ampuh yang memuat segi pemahaman dan pengetahuan iman. Kekhasan tersebut
tampak melalui rumusan, bentuk dan metode katekese, serta isi dari pemahaman
dan pengetahuan iman itu sendiri untuk membentuk pola-pola hidup Kristiani yang
sejati. Metode katekese yang dimaksud di sini adalah cara pelayanan yang kreatif
agar manusia dapat bertemu dengan Tuhan.
Dalam proses pertemuan katekese pembimbing dapat memilih serta
menggunakan berbagai macam metode tujuannya agar pertemuan dapat terlaksana
dengan baik, maka pembimbing harus memahami metode-metode yang akan
digunakan. Pembimbing harus trampil menerapkan metode yang akan digunakan
dalam praktek dan segala pewartaan. Peserta diteguhkan dalam semangat dan
keyakinan pribadi atas pewartaan itu. Metode yang digunakan harus benar-benar
berfungsi/sesuai dengan situasi peserta sehingga pesan yang mau disampaikan
dalam pertemuan dapat diterima dengan baik oleh peserta. Untuk tercapai tujuan
yang diiginkan pembimbing bisa menggunakan metode misalnya, dinamika
kelompok, sharing, tanya jawab, dialog, dan lain-lain. Metode maupun bahasa yang
dipakai harus sungguh merupakan upaya untuk menyampaikan keseluruhan, dan
bukan hanya sebagian dari “sabda kehidupan kekal” (CT, art. 31).
49
Perkembangan jaman menuntut katekese mengenakan metode-metode yang
bermacam ragam untuk dapat mencapai tujuan yang khas, yakni pembinaan. Pada
tingkat yang lebih umum, keanekaan itu dibutuhkan untuk menanggapi lingkungan
sosio-budaya, yang bagi Gereja menjadi gelanggang karya ampuh katekese (CT,
art. 51).
2. Pengertian katekese umat
Dalam proses pelaksanaan katekese umat tekanan utama terletak pada
keterlibatan umat secara aktif dalam proses katekese umat dan suasana yang
dibangun adalah suasana kekeluargaan artinya harus ada saling percaya,
keterbukaan, saling mengerti, saling mendengarkan dan saling meneguhkan iman
satu dengan yang lain (Huber, 1981: 15).
a. Arti katekese umat
Kegiatan katekese selalu berusaha menolong umat agar semakin memahami,
menghayati dan selanjutnya membangkitkan imannya serta mewujudkan imannya
dalam tindakan konkrit sehari-hari. Katekese umat merupakan hasil dari pertemuan
yang dilaksanakan para utusan dari setiap Keuskupan se-Indonesia mereka
mencoba membuat gagasan tentang katekese umat dan saling menyumbang
pemikiran. Rumus ini dihasilkan oleh sebuah pertemuan yang lamanya satu
minggu. Dalam pertemuan PKKI II di Klender pengertian katekese umat dimengerti
sebagai berikut:
Katekese Umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman penghayatan iman antar anggota jemaat/ kelompok. Melalui kesaksian iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman,
50
meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese umat mengandaikan ada perencanaan (Huber, 1981: 15; bdk. Lalu, 2005: 67).
Yang menjadi tekanan dalam kegiatan katekese umat adalah komunikasi
iman yang bukan satu arah saja antara pembimbing dengan para peserta melainkan
komunikasi antar peserta itu sendiri. Yang disharingkan tidak jauh dari pengalaman
iman (penghayatan iman) yang dialami peserta dalam kehidupannya sehari-hari.
Dengan tukar pengalaman iman, mereka semakin dikuatkan serta dapat saling
membantu dan saling meneguhkan satu dengan yang lain serta disadarkan bahwa
mereka hidup tidaklah sendirian. Arah katekese jaman sekarang menuntut agar para
peserta lebih aktif dan semakin mampu mengungkapkan diri demi pembangunan
jemaat. Unsur pengetahuan tentang iman Kristiani tidak dilupakan dalam katekese
umat karena pengetahuan juga merupakan hal yang penting dalam menghayati iman
(Huber, 1981: 15; bdk. Lalu, 2005: 68).
b. Isi katekese umat
PKKI II di Klender menjelaskan isi katekese umat adalah:
Dalam katekese umat itu kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersabda kepada kita dan pengantara kita menanggapi Sabda Allah. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja di sepanjang tradisinya (Huber, 1981: 15; bdk. Lalu, 2005: 68).
Yesus merupakan hal yang utama yang harus ada dalam proses katekese
umat, karena Dia yang menjadi pola dan penentu utama dalam proses katekese
umat, Yesus adalah perantara manusia kepada Allah Bapa. Dengan Kristus umat
dapat berjumpa dengan Allah dan melalui Yesus pulalah Allah mendatangi umat-
Nya. Manusia akan mendapat keselamatan/kedamaian jika mau mengikuti apa yang
51
menjadi kehendak Allah. Dalam proses pelaksanaan katekese umat, para peserta
menjadi subjek dan bukan sebagai objek, karena umatlah yang berkatekese, katekis
hanyalah sebagai pengarah (fasilitator). PKKI II 1980 di Klender menjelaskan, yang
berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman secara pribadi memilih
Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus, Kristus
menjadi pola hidup pribadi maupun pola kehidupan kelompok. Penekanan pada
seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada
katekese sekarang.
Dalam proses pelaksanaan katekese umat tekanan utama terletak pada
keterlibatan para peserta, ini bisa terjadi kalau ada komunikasi yang baik antara
peserta yang hadir dalam proses pelaksanaan katekese umat, yang dikomunikasikan
adalah tentang pengalaman iman Yesus Kristus. Yang berkatekese di sini ialah
umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus secara
bebas berkumpul untuk lebih memahami akan kebaikan Kristus, Kristus menjadi
inti pokok utama. Dalam proses katekese yang menjemaat adalah pemimpin
katekese bertindak terutama sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator). Ia adalah
pelayan yang menciptakan suasana yang komunikatif. Ia membangkitkan gairah
supaya para peserta berani mengungkapkan dan berbicara secara terbuka (Huber,
1981: 21; bdk. Lalu, 2005: 71).
c. Peranan pemimpin katekese umat
Sikap menggurui dan menyalahkan tidak tepat diberlakukan dalam proses
katekese umat. Dalam proses katekese umat, seringkali ditemukan pula tanggapan
yang kurang atau tidak sesuai dengan topik yang dibicarakan. Bila situasi ini terjadi,
52
seorang katekis/fasilitator katekese umat harus secara cermat dan bijak
menanganinya, agar proses tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai.
Dalam pelaksanaan katekese umat pemimpin bertindak terutama sebagai
pengarah dan pemudah (fasilitator). Ia adalah pelayan yang siap menciptakan
suasana yang menyenangkan atau suasana yang komunikatif. Ia berupaya
membangkitkan gairah para peserta supaya berani berbicara secara terbuka dan
jujur dalam mensharingkan pengalaman imannya (Huber, 1981:15; bdk. Lalu, 2005:
71). Dalam katekese yang menjemaat pemimpin katekese umat bertindak terutama
hanya sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator), pemimpin katekese bukanlah
sosok pemimpin yang paling hebat, seakan-akan paling pandai dalam
menyampaikan pengetahuan tentang iman kepada peserta, pemimpin katekese umat
tidak membawa diri sebagai pembesar. Justru di sini pemimpin katekese hanya
sebagai pelayan dan pemudah, ia adalah pelayan yang siap menciptakan suasana
yang komunikatif, ia membangkitkan gairah supaya peserta berani berbicara secara
terbuka tanpa harus takut atau ragu-ragu bahwa yang dibicarakan salah (Huber,
1981: 21; bdk. Lalu, 2005: 71).
d. Suasana katekese umat
Proses katekese umat dapat berjalan dengan baik, kalau suasana pertemuan
terjalin hubungan yang baik antar para peserta dan fasilitator. Suasana yang
dibangun dalam proses katekese umat adalah suasana kekeluargaan artinya harus
ada saling percaya, keterbukaan, saling mengerti, saling mendengarkan dan saling
meneguhkan iman satu dengan yang lain. Katekese umat merupakan komunikasi
iman dari para peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat, yang saling
53
bersaksi tentang iman mereka. Di sini para peserta berdialog dalam suasana yang
terbuka, ditandai sikap saling menghargai dan saling mendengarkan satu dengan
yang lain, proses terencana ini berjalan terus menerus (Huber, 1981: 22; bdk. Lalu,
2005: 71).
Katekese umat sebagai bentuk komunikasi iman artinya yang berkomunikasi
adalah para peserta dalam iman yang sederajat kemudian bersaksi tentang
pengalaman iman dengan suasana yang terbuka dan saling menghargai satu dengan
yang lain, saling mendengarkan sharing pengalaman iman antar sesama peserta dan
saling meneguhkan iman satu dengan yang lain. Suasana yang diciptakan dalam
katekese umat menjadi hal yang penting, sebab pembinaan iman yang membuat
iman sungguh dikembangkan pertama-tama dapat diwujudkan dengan membangun
suasana yang lebih akrab satu dengan yang lain, hal ini dapat membuat umat
semakin merasakan makna kebersamaan dan menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah
di tengah-tengah kehidupan bersama.
e. Ciri-ciri katekese umat
Katekese merupakan salah satu bentuk pelayanan Sabda, yang memberikan
pelayanan terhadap umat untuk mengembangkan diri menjadi anggota Gereja yang
utuh dan memiliki tanggung jawab. Sebagai bentuk pelayanan Sabda, katekese
memiliki ciri-ciri yang dapat membedakan dengan pelayanan sabda yang lain.
Dalam kegiatan katekese ada macam-macam penekanan. Catechesi
Tradendae memberi perhatian utama kepada anak-anak dan kaum muda di mana
“iman yang mulai tumbuh” dari hari kehari mekar menuju kepenuhan hidup sebagai
orang Kristiani yang bertanggung jawab atas tugas dan panggilannya.
54
Anjuran Apostolik CT, art. 19 ciri katekese adalah:
Sebagai momen yang terbedakan dari pemakluman awal Injil yang mengantar kepada pertobatan, mempunyai sasaran rangkap, yakni mematangkan iman awal dan membina murid Kristus yang sejati melalui pengertian yang lebih mendalam dan lebih sistematis tentang pribadi maupun amanat Tuhan kita Yesus Kristus.
Katekese merupakan tahap pengajaran dan pendewasaan iman, artinya masa
orang Kristiani, sesudah dalam iman menerima pribadi Yesus Kristus seutuhnya
melalui pertobatan hati yang jujur tanpa paksaan dari orang lain dan berusaha
mengenal Yesus Kristus yang menyelamatkan, menjadi tumpuan kepercayaannya
dalam kehidupan sehari-hari, serta mampu mengikuti segala yang diperintahkan-
Nya. Katekese harus senantiasa berusaha membantu umat dan memantapkan serta
mengajarkan iman agar semakin berkembang, tetapi juga tiada hentinya
membangkitkan iman peserta dengan bantuan rahmat, untuk membuka hati peserta,
untuk bertobat serta menimbulkan sikap penyerahan diri seutuhnya kepada Yesus
Kristus yang menyelamatkan.
f. Tujuan katekese umat
PKKI II di Klender menjelaskan tujuan katekese umat sebagai berikut
(Huber, 1981: 16; bdk. Lalu, 2005: 73-74).
• Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.
• Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari;
• Dengan demikian kita sempurna beriman, berharap mengamalkan cinta kasih, dan semakin dikukuhkan hidup Kristiani kita;
• Kita semakin bersatu dalam Kristus, makin menjamaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengkokohkan Gereja semesta;
• Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah umat.
55
Kelima rumusan ini menyoroti tujuh katekese umat dari sudut yang berbeda-
beda. Ketiga sorotan yang pertama sangat memperhatikan dari pihak para peserta,
sedangkan kedua lainnya tujuannya adalah mengarah pada perkembangan Gereja
dan berpuncak pada hidup umat di tengah-tengah masyarakat. Tujuan bagi
kehidupan peserta adalah untuk mendewasakan iman umat agar semakin mampu
memandang hidup yang dijalani merupakan sebagai sejarah penyelamatan Allah
yang menyelamatkan, dan mampu menumbuhkan pertobatan. Tujuan bagi hidup
menggereja ialah agar iman, harapan dan cinta kasih dapat terwujud dalam
kehidupan sehari-hari dengan baik. Dengan demikian tujuan katekese, selain
bersifat personal dalam arti mengembangkan iman secara pribadi, juga ekklesial,
yakni demi kepentingan bersama dan Gereja universal, yang memiliki tujuan
mengembangkan iman dan kepercayaan masyarakat maupun memperkembangkan
Gereja. Oleh sebab itu, tugas setiap orang Kristiani adalah mewartakan serta
menjadi saksi Kristus di tengah dunia melalui tindakan konkrit sehari-hari dengan
sesama (Huber, 1981: 23; bdk. Lalu, 2005: 74).
3. Model katekese umat
Ada bermacam-macam model katekese umat yang ditawarkan baik tingkat
Keuskupan atau paroki di Indonesia. Model katekese yang ditawarkan memiliki
tujuan untuk memperkembangkan iman umat agar semakin mengimani Yesus
Kristus dan mengikuti-Nya.
Langkah-langkah yang terjadi dalam pendalaman iman pada umumnya
mengandung tiga unsur dasar yaitu: pengalaman hidup konkrit, teks Kitab Suci atau
Tradisi, dan penerapan konkrit pada hidup para peserta katekese umat. Dalam
56
langkah-langkah pendalaman iman atau katekese umat pada umumnya terdapat tiga
model, yakni model pengalaman hidup yang lebih bertolak pada pengalaman hidup
konkrit sehari-hari para para peserta, sedangkan model biblis lebih menekankan
pada Kitab Suci/Tradisi; dan model campuran biblis dan pengalaman hidup yang
lebih bertolak pada hubungan antara Kitab Suci atau Tradisi dengan pengalaman
hidup konkrit yang dialami secara nyata oleh para peserta katekese umat (Sumarno
Ds, 2009: 11).
a. Model pengalaman hidup
Katekese model pengalaman hidup merupakan model katekese umat yang
bertitik tolak dari pengalaman para peserta yang dialami dalam kehidupan mereka
sehari-hari (Sumarno Ds, 2009: 11-12). Pengalaman umat menjadi salah satu
tekanan yang utama/menjadi perhatian utama dalam proses katekese umat model
pengalaman hidup.
1) Introduksi
Di sini Introduksi selalu berisikan lagu dan pembukaan yang sesuai dengan
tema yang diambil/diangkat dalam katekese umat yang akan dilaksanakan. Tugas
katekis di sini adalah menghubungkan dengan tema yang sudah dibahas atau yang
sudah dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya (Sumarno Ds, 2009:
11).
2) Penyajian suatu pengalaman hidup
Dalam proses penyajian pengalaman hidup, seorang pendamping katekese
umat/katekis dapat mengambil suatu peristiwa konkrit yang terjadi di dalam atau di
57
tengah kehidupan masyarakat tetapi harus sesuai dengan tema dan situasi para
peserta secara konkrit. Pengalaman ini bisa diambil misalnya dari surat kabar, cerita
yang masih relevan dengan situasi konkrit para peserta katekese umat (Sumarno Ds,
2009: 11).
3) Pendalaman pengalaman hidup
Tugas pendamping mencoba mengajak para peserta untuk mengaktualisasi
pengalaman dalam situasi hidup mereka secara nyata. Biasanya terjadi dalam
kelompok kecil dengan pertanyaan-pertanyaan pendalaman yang merangsang para
peserta untuk mengambil perhatian dalam sikap hidup moral konkrit sesuai dengan
tema (Sumarno Ds, 2009: 11).
4) Rangkuman pendalaman pengalaman hidup
Seorang pendamping berusaha secara kreatif mencari gambaran umum dari
sikap-sikap yang dapat diambil oleh peserta berhubungan dengan tema dalam
penyajian pengalaman hidup dan dengan teks Kitab Suci atau Tradisi yang hendak
dipakai dalam langkah berikutnya (Sumarno Ds, 2009: 11).
5) Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi
Pendamping memberikan kesempatan kepada peserta untuk membaca teks
Kitab Suci atau Tradisi serta memberikan kesempatan merefleksikan teks tersebut
dengan dibantu beberapa pertanyaan pendalaman, misalnya: kata atau kalimat mana
yang penting menurut peserta? Apakah pesan inti dari teks tersebut? Apa arti atau
makna pesan teks tersebut bagi hidup konkrit para peserta? (Sumarno Ds, 2009:
58
11). Di sini peserta berusaha mencari pesan apa yang disampaikan oleh teks Kitab
Suci/Tradisi.
6) Pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi
Peran pendamping di sini berusaha mengajak para peserta untuk menjawab
bersama-sama pertanyaan-pertanyaan yang telah direnungkan secara pribadi
maupun bersama setelah pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi. Kemudian
pendamping membaca sekali lagi teks Kitab Suci atau Tradisi yang dipersiapkan
agar para peserta semakin memahami dan mengerti apa yang mau disampaikan dan
menjadi pesan inti dari teks Kitab Suci atau Tradisi yang sedang dibahas dalam
proses katekese umat.
Pada kesempatan ini seorang pendamping/katekis berusaha membantu para
peserta agar tidak merasa ragu dan malu ataupun takut untuk mengungkapkan
pendapat/tafsiran mereka sehubungan dengan tema yang dapat diambil dan dipetik
serta digali dari pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi yang sedang dibahas dalam
proses pelaksanaan katekese (Sumarno Ds, 2009: 12).
7) Rangkuman pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi
Pendamping merangkum jawaban para peserta, terutama pesan inti dari teks
yang berhubungan dengan tema. Kemudian pendamping merangkum jawaban
peserta dengan hasil persiapan pribadi yang telah diperoleh berdasarkan renungan
atau pembacaan lebih mendalam dari sumber-sumber lain, terutama yang
berhubungan dengan tema sehingga peserta semakin diperkaya dengan informasi
atau masukan pengetahuan iman (Sumarno Ds, 2009: 12).
59
8) Penerapan dalam hidup konkrit
Pendamping mengajak peserta mengambil beberapa kesimpulan praktis
yang berhubungan dengan tema untuk diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-
hari, baik dalam kehidupan bermasyarakat, Gereja, lingkungan, wilayah, paroki,
maupun di dalam kehidupan berkeluarga. Kemudian pendamping mengajak peserta
untuk hening sejenak, merenungkan serta mengumpulkan buah-buah pribadi dari
katekese umat untuk hidup sehari-hari, yang berupa niat atau tindakan apa yang
akan diambil untuk selanjutnya (Sumarno Ds, 2009: 12).
9) Penutup
Doa penutup dapat dimulai dengan mengungkapkan doa-doa spontan yang
merupakan hasil buah-buah katekese dan bisa juga doa-doa umat lainnya secara
bebas. Di sini katekis bisa mengakhiri katekese dengan doa penutup yang
merangkum keseluruhan tema dan tujuan katekese. Kemudian diakhiri dengan
nyanyian yang sesuai dengan tema (Sumarno Ds, 2009: 12).
Kekuatan model ini para peserta merasa dihormati, hargai karena tema yang
diangkat sesuai dengan situasi/pengalaman konkrit yang dialami oleh peserta,
kesesuaian ini membantu peserta untuk dapat mengungkapkan pengalaman yang
dialami dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga membawa peserta pada
pengalaman bersama Allah.
Kelemahan model ini seakan-akan menomorduakan Kitab Suci sebagai
sumber iman umat Kristiani, sehingga peserta tidak mengerti ajaran-ajaran Gereja
bila penekanannya pada pengalaman hidup, dan tidak semua peserta dapat
60
memahami bahwa pengalaman hidup sehari-hari itu adalah merupakan rahmat
Allah yang menyapa mereka.
b. Model Biblis
Model biblis merupakan model katekese umat yang sepenuhnya bertitik
tolak pada Kitab Suci, Kitab Suci yang menjadi perhatian utama dalam proses
pelaksanaan katekese umat model biblis. Kitab Suci atau Tradisi tersebut menjadi
penerang bagi setiap peserta dan membantu peserta dalam melihat pengalaman
hidup sehari-hari sebagai pengalaman iman yang menyelamatkan (Sumarno Ds,
2009: 12-13).
1) Doa dan lagu pembukaan
Doa dan lagu pembukaan dapat dipilih sesuai dengan tema Kitab Suci atau
Tradisi yang ditentukan untuk pertemuan katekese yang dilaksanakan. Kemudian
katekis mencoba menghubungkan tema katekese dengan tema-tema katekese
sebelumnya (Sumarno Ds, 2009: 12).
2) Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi
Kitab Suci dibaca oleh salah satu peserta yang hadir dalam proses
pelaksanaan katekese umat model biblis. Peserta diajak untuk memperhatikan dan
mendengarkan Kitab Suci yang dibacakan. Situasi yang diciptakan saat membaca
teks Kitab Suci adalah suasana hening, saat hening peserta diajak untuk
merefleksikan pertanyaan-pertanyaan pendalaman, misalnya: kata atau kalimat
mana yang penting menurut peserta? Apakah pesan inti dari teks tersebut? Apakah
arti pesan tersebut bagi hidup konkrit peserta? (Sumarno Ds, 2009: 12).
61
3) Pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi
Dalam proses pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi, seorang
pendamping katekese umat mengajak para peserta membentuk kelompok kecil
untuk mengungkapkan hasil renungan pribadi dari jawaban-jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang telah ditulis pendamping. Kemudian pendamping
membuat rangkuman dari jawaban-jawaban para peserta, terutama pesan inti teks
yang berhubungan dengan tema yang dibahas. Akhirnya pendamping mencoba
menghubungkan rangkuman jawaban para peserta dengan hasil persiapan pribadi,
yang diolah berdasar renungan maupun pembacaan lebih mendalam dari sumber-
sumber lain, terutama yang berhubungan dengan tema yang dibahas, sehingga para
peserta semakin diteguhkan dan semakin diperkaya. Peranan pendamping di sini
menjadi nara sumber yang mampu menampilkan isi atau pesan inti teks Kitab Suci
yang relevan dan mudah ditangkap oleh para peserta (Sumarno Ds, 2009: 12-13).
4) Pendalaman pengalaman hidup
Di sini peserta dapat menghubungkan pesan inti teks Kitab Suci atau Tradisi
dengan pengalaman hidup yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari sesuai
dengan tema sebagaimana terdapat dalam peristiwa yang ada dalam kebudayaan,
dalam tradisi setempat, dalam hidup bermasyarakat, menggereja dan berkeluarga
(Sumarno Ds, 2009: 13).
5) Penerapan dalam hidup peserta
Di sini pendamping mengajak para peserta merefleksikan serta memikirkan
apa yang sebaiknya dilaksanakan dalam kehidupan konkrit sehari-hari peserta
62
dalam situasi dan kondisi setempat. Semangat serta kekuatan mana yang bisa
diambil dan diwujudkan dalam praktek hidup sehari-hari untuk menghadapi setiap
permasalahan yang dialami oleh para peserta (Sumarno Ds, 2009: 13).
6) Doa penutup
Dalam doa penutup pendamping mengajak para peserta melakukan refleksi
pribadi dalam keheningan, misalnya merenung dalam hati tentang kesulitan-
kesulitan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, apabila hendak mewujudkan
pesan inti, sarana dan cara-cara mana yang bisa ditempuh untuk mengatasi kesulitan
tersebut, setelah itu katekis menutup katekese dengan doa penutup yang
merangkum keseluruhan proses dan tujuan (Sumarno Ds, 2009: 13). Katekese
model biblis selalu berusaha membantu dan mengajak para peserta untuk dapat
merasakan rahmat dan kehadiran Allah dalam kehidupannya sehari-hari.
Kekuatan katekese model biblis, Kitab Suci sebagai pedoman hidup beriman
Kristiani semakin dihayati dan dipahami para peserta sehingga dari pemahaman itu
para peserta dapat mewujudkan dalam kehidupan mereka sehari-hari dan
menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah kehidupan sehari-hari. Di sini
Kitab Suci menjadi bahan utama dalam proses katekese umat yang sedang
dilaksankan.
Kelemahan model biblis situasi hidup peserta kurang disentuh karena
bersifat ajaran dan tidak jarang umat mengalami kesulitan untuk memahami pesan
inti yang disampaikan Kitab Suci sehingga peserta kurang antusias mensharingkan
pengalaman imannya. Model biblis lebih bertolak pada pengalaman Kitab Suci atau
Tradisi, peserta harus dapat menghubungkan pesan inti teks Kitab Suci atau Tradisi
63
dengan pengalaman yang dialami dalam kehidupannya sehari-hari sesuai dengan
tema yang diangkat.
c. Model campuran: Biblis dan pengalaman hidup
Model campuran: merupakan gabungan antara model biblis dengan model
pengalaman hidup. Kedua model ini digabung menjadi satu kesatuan yang saling
berkaitan atau berhubungan. Model biblis dan pengalaman hidup pada umumnya
mempunyai langkah-langkah yang berurutan sebagai berikut (Sumarno Ds, 2009:
13).
1) Doa pembukaan
Di sini doa diungkapkan dari tema pokok katekese yang akan dilaksanakan,
demikian juga lagu hendaknya disesuaikan dengan tema dan tujuan yang
diharapkan dalam katekese, sehingga menjadi lebih jelas apa yang mau
disampaikan serta dapat dimengerti oleh para peserta yang hadir dalam proses
katekese. Doa pembukaan mengarahkan para peserta untuk semakin mengerti apa
yang akan dibahas dalam proses katekese yang sedang berlangsung (Sumarno Ds,
2009: 13).
2) Pembacaan teks Kitab Suci/Tradisi
Pendamping meminta para peserta membaca langsung dari teks Kitab Suci.
Bila perlu katekis mengulangi pembacaan secara pelan-pelan agar para peserta lebih
memahami apa yang mau disampaikan oleh teks Kitab Suci tersebut (Sumarno Ds,
2009: 13). Setelah pembacaan, para peserta diberi kesempatan untuk hening sejenak
merenungkan isi dari bacaan teks Kitab Suci tersebut.
64
3) Penyajian pengalaman hidup
Proses penyajian pengalaman hidup dapat disampaikan melalui sarana
media komunikasi yang dipersiapkan oleh pemimpin/pendamping, bila mungkin
dengan sarana audio-visiual, atau dengan sarana lain yang dapat membangkitkan
semangat para peserta yang hadir dalam proses pelaksanaan katekese umat model
campuran (Sumarno Ds, 2009: 13).
4) Pendalaman pengalaman hidup dan teks biblis atau Tradisi
Di sini peran seorang pendamping adalah mengajak para peserta untuk
mengungkapkan pengalaman hidupnya dalam kelompok kecil, kesan-kesan pribadi
serta hal-hal yang mengesankan dalam proses berkatekese yang dilaksanakan.
Kemudian para peserta diajak untuk secara objektif mencari apa yang sebetulnya
terjadi dalam penyajian pengalaman hidup tadi, setelah itu para peserta diajak
menemukan sendiri apa yang menjadi tema dan pesan pokok dari penyajian
pengalaman hidup tadi.
Langkah berikutnya pendamping mengundang para peserta untuk
merefleksikan dan menganalisa pesan tersebut untuk hidup sehari dan
mengkonfrontasikan dalam hubungannya dengan teks Kitab Suci atau Tradisi yang
dibacakan. Kemudian pendamping merangkum refleksi pengalaman pribadi atau
kelompok dengan menarik perhatian serta kesimpulan umum sehubungan dengan
tema (Sumarno Ds, 2009: 14). Kalau bisa seorang pendamping katekese umat
mengajak para peserta memikirkan tindakan konkrit, baik secara pribadi atau
bersama untuk memikirkan niat apa yang hendak dibuat/dilakukan untuk menjadi
lebih baik.
65
5) Penerapan meditatif
Di sini Pendamping membuat pertanyaan reflektif yang mengubungkan
pengalaman-pengalaman konkrit dalam hidup dan situasi para peserta. Pendamping
berusaha merangsang peserta untuk dapat menarik pelajaran-pelajaran nyata dalam
hidup pribadi baik dalam keluarga, dalam hidup bermasyarakat dan dalam hidup
menggereja (Sumarno Ds, 2009: 12).
6) Evaluasi singkat
Pendamping mengajak para peserta untuk melakukan evaluasi bersama atas
kegiatan katekese yang dilaksanakan, sehingga untuk pertemuan berikutnya
menjadi pertemuan yang lebih baik, menarik, mendalam, lebih sesuai, dan lebih
relevan sesuai dengan kebutuhan peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut
(Sumarno Ds, 2009: 14).
7) Doa penutup
Situasi yang diciptakan dalam doa penutup adalah suasana hening dan
dilanjutkan dengan doa-doa spontan dari peserta. Di sini pendamping bisa
mengakhiri dengan doa penutup yang merangkum keseluruhan isi yang telah
tercapai selama proses katekese berlangsung (Sumarno Ds, 2009: 14).
Model katekese campuran selalu berusaha mengajak peserta untuk saling
mengkomunikasikan pengalaman imannya, baik pengalaman pribadi maupun
pengalaman berdasarkan pembacaan Kitab Suci. Melalui pengalaman-pengalaman
hidup yang dialami peserta diajak mengungkapkan dan mengambil suatu tindakan
konkrit baik dalam hidup menggereja maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
66
Kekuatan katekese umat model biblis dan pengalaman hidup para peserta
disadarkan agar memahami bahwa pesan-pesan yang ada dalam Kitab Suci tidak
jauh beda dengan pengalaman-pengalaman yang dialami dalam kehidupan sehari-
hari. Sehingga Kitab Suci dimengerti sebagai sesuatu yang hidup sesuai dengan
jamannya saat ini.
Kelemahannya, tidak semua para peserta yang hadir mampu
menghubungkan pengalamannya dengan pesan inti dari teks Kitab Suci atau
Tradisi, karena merasa sulit menghubungkan pesan inti teks Kitab Suci dengan
pengalaman yang dialami dalam kehidupannya sehari-hari muncul rasa jenuh/bosan
dari para peserta. Peran seorang katekis sangat dibutuhkan untuk membantu para
peserta agar dapat menghubungkan pengalamannya dengan pesan inti teks Kitab
Suci sehingga pertemuan menjadi menarik dan menyenangkan.
B. Shared Christian Praxis: Alternatif Katekese Umat Model Pengalaman
Hidup
Katekese umat model SCP merupakan suatu alternatif katekese umat model
pengalaman hidup. Katekese umat model pengalaman hidup menekankan proses
berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong para
peserta, berdasarkan konfrontasi antara “Tradisi” dan “Visi” hidup mereka dengan
“Tradisi” dan “Visi” Kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama mampu
mengadakan penegasan dan mengambil suatu keputusan demi terwujudnya nilai-
nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan setiap manusia yang terlibat dalam dunia.
Katekese umat model SCP ini bermula dari pengalaman hidup para peserta,
yang direfleksi secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi
67
Kristiani supaya muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada
keterlibatan baru demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan
sehari-hari umat (Sumarno Ds, 2009: 14-15). Oleh karena itu, katekese umat model
SCP sangat cocok untuk membantu para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci
Tering selaku penggerak umat dalam meningkatkan kemampuan berkatekese yang
dialogal partisipatif demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah bagi kehidupan
umat setempat, maka katekese umat model SCP ditawarkan untuk menjawab
kebutuhan para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering, yang rata-rata kurang
memiliki pengetahuan dan ketrampilan memadai dalam bidang katekese, khususnya
katekese umat yang melibatkan para peserta.
1. Pengertian Shared Christian Praxis
Menurut Thomas H. Groome yang disadur oleh Drs. FX. Heryatno W.W,
SJ., M.Ed. dan Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. pengertian katekese umat Model
SCP dapat digali dari kata-kata Shared, Christian, Praxis sebagai berikut:
a. Shared
Shared atau sharing menunjuk pada komunikasi timbal balik, sikap
partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta. Sharing berarti barbagi rasa,
pengalaman, pengetahuan, perasaan saling menerima oleh peserta dan saling
terbuka. Sharing yang dilaksanakan menekankan hubungan antar pengalaman
faktual peserta dengan Tradisi dan visi Kristiani. Sharing juga merupakan suatu
proses katekese umat yang menekankan unsur dialogal partisipatif peserta yang
ditandai suasana kekeluargaan, kebersamaan, persaudaraan dan saling menghargai
serta mencintai satu sama lain (Groome, 1997: 4-5). Dalam sharing semua peserta
68
diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian/terlibat aktif, terbuka, serta siap
mendengar pengalaman orang lain dan berkomunikasi dengan kebebasan hati.
Ada dua unsur yang harus diperhatikan dalam dialog yakni: membicarakan
dan mendengarkan. Membicarakan bukan berarti berbicara terus menerus tanpa
memberi kesempatan kepada peserta lain, dan bukan pula tukar pendapat serta
memberikan nasihat kepada peserta lain, melainkan membicarakan berarti
menyampaikan atau mengungkapkan pengalaman hidup yang didasari oleh sikap
keterbukaan, kejujuran dan kerendahan hati untuk mengungkapkan pengalaman dan
pengetahuan yang nyata dalam dirinya. Mendengarkan berarti mendengar dengan
hati dan rasa, penuh perhatian tentang apa yang disharingkan oleh sesama.
Mendengarkan memang bukan hal yang mudah, menuntut perhatian dan hati untuk
saling berbagi dan saling memperhatikan sharing satu dengan yang lain. Dengan
saling mendengarkan/memperhatikan, maka peserta akan menemukan diri sendiri
dan kehendak Allah. Syarat-syarat yang diperlukan dalam sharing antara lain: cinta
akan dunia dan manusia yang menjadi dasar berkomunikasi, rendah hati, mau
memberi dan menerima pengalaman pribadi, memiliki rasa saling percaya sehingga
dapat mensharingkan pengalaman iman dengan jujur, terbuka dan tanpa ragu-ragu
dan menerima serta mau mendengar sharing orang lain. Selain itu yang terpenting
adalah menyadari bahwa apa yang disharingkan bukan hanya dialog antar peserta
namun dialogal juga dengan Tuhan (Sumarno Ds, 2009: 16).
b. Christian
Kekayaan model iman yang ditekankan dalam model ini meliputi 2 (dua)
unsur pokok yaitu pengalaman hidup iman Kristiani (tradisi dan visinya). Tradisi
69
Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat Kristiani yang hidup dan sungguh
dihayati. Hal ini mau mengungkapkan tanggapan manusia terhadap perwahyuan diri
Allah yang terlaksana dalam hidup mereka sehari-hari, sebagai realitas iman dalam
sejarah, tradisi senantiasa mengundang ketrlibatan praxis. Sedangkan visi Kristiani
menggaris-bawahi tuntutan dan janji Allah yang terkandung dalam tradisi, tanggung
jawab dan pengutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat
dan sikap kemuridan mereka (Groome, 1997: 2-3).
Christian berarti mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani sepanjang
sejarah dan visinya semakin terjangkau/terwujud, dekat, dan relavan untuk
kehidupan pribadi para peserta (Groome, 1997: 2-3). Hal ini lebih berarti kepada
penghayatan Tradisi iman Kristiani sebagai sumber pewartaan iman. Visi Kristiani
yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah dalam kehidupan
setiap manusia .
c. Praxis
Praxis adalah suatu tindakan yang sudah direfleksikan teoritis teologis dan
sekaligus suatu refleksi teologis yang didukung oleh praktek. Praxis merupakan
ungkapan pribadi yang merupakan ungkapan fisik, emosional, intelektual,
spiritualitas dan hidup kita. Praxis mempunyai tiga unsur pembentuk yang saling
berkaitan: aktifitas, refleksi dan kreatifitas. Tiga unsur pembentuk ini berfungsi
untuk membangkitkan pengembangan imajinasi. Meneguhkan kehendak dan
mendorong praxis baru yang dapat dipertanggung jawabkan secara etis dan moral
(Sumarno Ds, 2009: 15-16). Secara singkat tiga unsur ini dapat dijelaskan sebagai
berikut: Aktifitas kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan, personal dan
70
sosial, hidup pribadi dan tindakan publik bersama yang semuanya merupakan
medan masa kini untuk perwujudan diri manusia.
Refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan
sosial dalam masa lampau ”Tradisi” dan ”Visi” iman Kristiani sepanjang sejarah.
Kreatifitas merupakan perpaduan antara aktifitas dan refleksi yang menekankan
sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan yang lebih baik untuk
praxis baru (Sumarno Ds, 2009: 15-16).
Praxis merupakan seluruh keterlibatan manusia dalam dunia dan segala
perbuatan manusia yang selalu memiliki tujuan untuk mencapai transformasi
kehidupan, yang meliputi kesatuan antar praktek dan teori akan membentuk suatu
kreatifitas, sedangkan refleksi kritis dan kesadaran historis mengarah pada suatu
keterlibatan baru. Praxis mempunyai tiga komponen yang saling berkaitan:
aktifitas, refleksi, dan kreatifitas. Ketiga komponen ini berfungsi membangkitan
berkembangnya imanjinasi, meneguhkan kehendak, dan mendorong praxis baru
yang secara etis dan moral dapat dipertanggung jawabkan dengan baik (Groome,
1997: 2).
2. Langkah-langkah Shared Christian Praxis
Thomas H. Groome mengemukakan 5 (lima) langkah pokok, yang dikutip
oleh Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. didahului dengan langkah 0, sebagai berikut:
a. Langkah 0: Pemusatan aktivitas
1) Kekhasan
Langkah nol atau pemusatan aktivitas merupakan kegiatan awal untuk
mencari serta mengarahkan para peserta untuk menemukan topik yang akan
71
menjadi proses dalam pengembangan langkah berikut melalui lagu, cerita, bahasa
foto, simbol-simbol puisi, film, poster, permainan, cergam yang menunjang para
peserta menemukan salah satu aspek yang bisa menjadi topik dasar untuk
pertemuan yang akan dilaksanakan. Di sini pendamping mengajak para peserta
mengungkapkan keyakinan bahwa Allah senantiasa terlibat dan aktif mewahyukan
diri dan kehendak-Nya di tengah kehidupan sehari-hari. Melalui refleksi, sejarah
hidup manusia dapat menjadi medan perjumpaan antara perwahyuan Allah dan
tanggapan manusia terhadap-Nya (Sumarno Ds, 2009: 18).
2) Tujuan
Tujuan langkah nol adalah berusaha memotivasi para peserta supaya
menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkrit yang
selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan. Maksudnya supaya tema dasar yang
diangkat sungguh-sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup, keprihatian,
permasalahan dan kebutuhan para peserta. Tema dasar hendaknya sungguh-
sungguh mendorong para peserta untuk terlibat aktif dalam pertemuan yang
dilaksanakan. Pemilihan tema dasar harus konsisten dengan model SCP yang
menekankan partisipasi dan dialogal. Tema dasar tidak bertentangan dengan iman
Kristiani (Sumarno Ds, 2009: 19).
3) Peran pendamping
Di sini pendamping bertugas dan bertanggung jawab menciptakan
lingkungan psikososial dan fisik yang mendukung (kondusif) serta memilih sarana
yang tepat dan cocok, serta membantu para peserta merumuskan prioritas tema
72
yang tepat sehingga proses pelaksanaan katekese umat dapat berjalan dengan baik
(Sumarno Ds, 2009: 19).
4) Peran peserta
Di sini para peserta mengambil bagian dalam menentukan tema pertemuan
yang akan dilaksanakan. Keterlibatan para peserta sangat memungkinkan proses
katekese berjalan dengan baik, oleh sebab itu peran dan keaktifan para peserta
sangat dibutuhkan dalam langkah nol. Langkah nol merupakan tahap mengajak
peserta supaya betul-betul bertolak dari pengalaman praxis yang dialami secara
nyata dalam kehidupannya sehari-hari. Melalui dialog diharapkan munculnya tema-
tema pokok yang akan menjadi arah pertemuan berikutnya (Sumarno Ds, 2009: 18).
b. Langkah I : Mengungkapkan pengalaman hidup peserta
1) Kekhasan
Setelah peserta menemukan topik/tema pembicaraan, para peserta diajak
mengungkapkan pengalaman hidupnya melalui sharing. Pengalaman yang
disharingkan bisa berupa pengalaman pribadi yang pernah dialami secara nyata,
tetapi sesuai dengan tema. Isinya bisa diambil dari pengalaman para peserta itu
sendiri, atau kehidupan dan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat, cara
yang dipakai adalah sharing, peserta membagikan pengalaman hidup yang sungguh-
sungguh dialami dan tidak boleh ditanggapi sebagai suatu laporan. Dalam dialog
peserta boleh diam, karena diam pun merupakan salah satu cara berdialog. Bentuk
yang digunakan bisa dari lambang, tarian, nyanyian, puisi, pantonim dan
sebagainya yang penting bersangkutan dengan tema dan tujuan yang hendak
73
dicapai, dan bentuknya bisa dimengerti oleh para peserta lain dan betul-betul
mengungkapkan pengalaman hidup faktual (Sumarno Ds, 2009: 19).
2) Tujuan
Berdasarkan tema dasar yang sudah dipilih bersama para peserta, maka
langkah pertama ini mempunyai tujuan yang khas yaitu membantu para peserta
untuk mengungkapkan pengalaman hidup faktual (fakta) yang dialami dalam
kehidupannya sehari-hari bersama orang lain secara nyata (Sumarno Ds, 2009: 19).
3) Peran pendamping
Di sini pendamping berperan sebagai fasilitator yang menciptakan suasana
pertemuan menjadi hangat dan mendukung peserta untuk membagikan praxis
hidupnya berkaitan dengan tema dasar, merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang
jelas, terarah, tidak menyinggung harga diri seseorang, bersikap ramah, sabar,
bersahabat, peka terhadap latar belakang keadaan dan permasalahan peserta,
memiliki sikap terbuka dan objektif misalnya, gambarkan, atau lukiskan, atau
ceritakan apa yang anda temui, lihat, dengar dan lakukan (Sumarno Ds, 2009: 19).
4) Peran peserta
Peran peserta di sini berusaha melibatkan diri misalnya mengungkapkan
pengalaman hidup faktual yang dialami dalam kehidupannya sehari-hari secara
nyata. Para peserta mengungkapkan pengalaman hidupnya masing-masing melalui
sharing, yang disharingkan harus sesuai dengan tema yang sudah digali bersama.
Karena langkah ini mengungkapakan pengalaman para peserta maka pertanyaan
yang dibuat biasanya diawali dengan; apa, kapan, yang mana. Selain dengan kata
74
tanya, pengungkapan pengalaman dapat dibantu dengan kata perintah seperti;
ceritakanlah, uangkapkanlah, atau sebutkanlah (Sumarno Ds, 2009: 19).
c. Langkah II: Mendalami pengalaman hidup peserta
1) Kekhasan
Kekhasan langkah dua ini berangkat dari pengalaman yang telah
diceritakan atau disharingkan oleh para peserta dalam proses berkatekese umat. Di
sini para peserta berusaha merefleksikan pengalaman yang pernah dialami secara
kritis praksis baru yang mengarah pada transformasi kehidupan, baik secara
personal maupun sosial (Sumarno Ds, 2009: 20).
2) Tujuan
Tujuan langkah ini memperdalam saat refleksi dan mengantar para peserta
katekese umat pada kesadaran yang kritis akan pengalaman hidup secara nyata yang
pernah dialami dalam kehidupannya sehari-hari dan tindakannya yang meliputi:
alasan, minat, asumsi, ideologi (Sumarno Ds, 2009: 20).
3) Peran pendamping
Pada langkah pertama ini pendamping berusaha menciptakan suasana
pertemuan yang menghormati, mendukung setiap gagasan serta sambung saran
peserta. Mendorong peserta supaya mengadakan dialogal dan penegasan bersama
yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, kenangan dan imajinasi
peserta, serta mengajak setiap peserta untuk berbicara tetapi tidak memaksa dan
menggunakan pertanyaan yang menggali tidak menginterogasi dan mengganggu
harga diri dan apa yang dirahasiakan peserta. Menyadari kondisi peserta lebih-lebih
75
mereka yang tidak biasa melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman hidupnya
(Sumarno Ds, 2009: 20).
4) Peran peserta
Dalam proses berkatekese umat peran dan keaktifan para peserta selalu
menjadi tekanan utama dalam proses katekese umat. Pada langkah ini para peserta
melakukan dialogal serta refleksi secara kritis dan mendalam akan pengalaman
hidup yang pernah dialami secara nyata. Peran peserta sangat dibutuhkan pada
langkah ini karena peran dan keterlibatan peserta dapat menentukan berhasilnya
proses katekese umat yang dilaksanakan (Sumarno Ds, 2009: 20).
d. Langkah III: Menggali pengalaman iman Kristiani
1) Kekhasan
Tradisi dan visi Kristiani mengungkapkan pewahyuan dari Allah di dalam
kehidupan manusia yang memuncak dalam pribadi Yesus Kristus. Pengalaman
pewahyuan tersebut perlu ditanggapi oleh katekis sebagai penggerak umat untuk
membantu kepentingan hidup para peserta. Tradisi mengungkapkan tanggapan
iman jemaat Kristiani sepanjang sejarah perwahyuan ilahi, seperti terungkap dalam
Kitab Suci, dogma, pengajaran Gereja, liturgi, spiritulitas, devosi, seni dalam
Gereja, kepemimpinan dan kehidupan jemaat beriman. Visi Kristiani
mengungkapkan janji dan tanggung jawab yang berasal dari Tradisi yang bertujuan
untuk mendorong jemaat beriman supaya berpartisipasi di dalam menegakkan
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah kehidupan manusia.
Tradisi dan visi Kristiani mengungkapkan perwahyuan diri dan kehendak Allah
yang memuncak dalam misteri hidup dan karya Yesus Kristus serta
76
mengungkapkan tanggapan manusia atas perwahyuan tersebut (Sumarno Ds, 2009:
20-21).
2) Tujuan
Langkah ini bertujuan mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan visi
Kristiani yang terdapat dalam Kitab Suci agar lebih terjangkau dan lebih mengena
dalam kehidupan para peserta yang konteks dan latar belakang kebudayaannya
berlainan. Peserta diajak untuk mengambil bagian atau berpartisipasi di dalam
menegakkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah kehidupan
manusia (Sumarno Ds, 2009: 20).
3) Peran pendamping
Peran seorang pendamping di sini mencoba menafsirkan teks Kitab Suci
yang sudah disiapkan dalam pertemuan katekese yang akan dilaksanakan,
pendamping harus mengetahui cara dan isi tafsiran yang bertujuan memberi
informasi serta membantu para peserta agar nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani
menjadi miliknya.
Seorang pendamping katekese umat diharapkan dapat menggunakan
metode yang tepat/sesuai dengan situasi konkrit para peserta, misalnya: diskusi
kelompok, memanfaatkan produk-produk audio visual atau media yang ada serta
bersikap tidak mendikte tetapi mengantar peserta ke tingkat kesadaran yang lebih
baik; tidak mengulang-ulang rumusan; tidak bersikap sebagai “guru”, ada kalanya
bersikap sebagai “murid” yang siap belajar dari peserta itu sendiri (Sumarno Ds,
2009: 21).
77
4) Peran peserta
Peran peserta di sini mencoba melibatkan diri dalam mengambil/menarik
makna dari perikop Kitab Suci yang disediakan oleh pendamping dan berusaha
menemukan nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani serta berpartisipasi menegakkan
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan (Sumarno Ds, 2009: 20). Pada langkah ini peserta
diajak untuk menarik makna dari perikop Kitab Suci sehubungan dengan tema atau
tujuan. Untuk menemukan makna Kitab Suci pertanyaan yang dapat diajukan
misalnya, ayat mana yang menarik, sikap-sikap/nilai-nilai apa yang ingin
ditanamkan berdasarkan perikop tersebut.
e. Langkah IV: Menerapkan iman Kristiani dalam situasi peserta konkrit
1) Kekhasan
Pada langkah ini para peserta yang hadir dalam proses pelaksanaan
katekese umat diberikan motivasi untuk mengadakan penilaian dan penegasan
antara Tradisi dan visi peserta dengan nilai Tradisi dan visi Kristiani. Para peserta
mendialogkan hasil pengolahan mereka pada langkah pertama dan kedua dengan isi
pokok langkah ketiga. Mereka bertanya, bagaimana nilai-nilai Tradisi dan Visi
Kristiani meneguhkan, mengkritik, memberi semangat, serta mengundang para
peserta untuk melangkah pada kehidupan yang lebih baik dengan semangat baru,
iman yang baru demi terwujud nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan
sehari-hari. Dialog di sini ialah perasaan, sikap, intuisi, persepsi, evaluasi dan
penegasannya yang menyatakan kebenaran nilai, serta kesadaran yang diyakini.
Cara yang digunakan misalnya dengan tulisan, penjelasan, simbol (Sumarno Ds,
2009: 21).
78
2) Tujuan
Tujuan langkah empat ini yaitu mengajak para peserta, berdasar nilai
Tradisi dan visi Kristiani, menemukan dirinya sendiri nilai hidup yang hendak
digaris bawahi, sikap-sikap pribadi yang picik yang hendak dihilangkan, dan nilai-
nilai baru yang hendak diperkembangkan/diperjuangkan. Di satu pihak peserta
mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka ke dalam Tradisi dan visi Kristiani, di
lain pihak mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika Tradisi dan visi
Kristiani (Sumarno Ds, 2009: 21).
3) Peran pendamping
Peranan pendamping adalah menghormati kebebasan dan hasil penegasan
para peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pendamping. Meyakinkan
peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi
mereka dengan nilai Tradisi dan visi Kristiani serta mendorong peserta untuk
merubah sikap dari pendengar pasif menjadi pihak yang aktif (Sumarno Ds, 2009:
21).
4) Peran peserta
Peran dan keterlibatan para peserta sangat dibutuhkan, peran dan
keterlibatan tersebut memungkinkan proses katekese umat berjalan dengan baik dan
lancar. Pada langkah empat peserta diharapkan mendialogkan hasil pengolahan
mereka pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok langkah ketiga. Peserta
mencari pesan-pesan yang ada dalam visi dan Tradisi Kristiani kemudian
menyesuaikan pesan-pesan dengan visi dan tradisi peserta (Sumarno Ds, 2009: 21).
79
f. Langkah V: Mengusahakan aksi konkrit
1) Kekhasan
Karena dipengaruhi oleh topik dasar, maka keputusan dapat beraneka
ragam bentuk dan sifatnya; subyek dan arahnya. Bentuknya, ada yang menekankan
aspek kognitif (pemahaman), aspek afektif (perasaan), dan tingkah laku (praktis-
politis). Sifatnya, bisa lebih menyangkut tingkat personal, interpersonal, atau sosial
politis. Subyeknya, dapat bersifat aktivitas pribadi atau tindakan bersama. Arahnya,
dapat lebih intern untuk kepentingan kelompok atau ekstern untuk kepentingan di
luar kelompok (Sumarno Ds, 2009: 22). Di sini peserta diberi peluang untuk
mengambil keputusan, bagaimana berdasarkan rahmat Allah menghayati iman
Kristiani. Pada langkah kelima tentunya para peserta diharapkan menemukan
makna dan keterlibatan baru yang dapat diterapkan dalam hidup sebagai wujud
partisipasinya demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah.
2) Tujuan
Tujuan langkah kelima mengajak peserta agar sampai pada keputusan
praktis yang dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang
terus berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitasnya
dengan Tradisi Gereja sepanjang sejarah dan visi Kristiani. Keprihatinannya adalah
praktis, yakni mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan metanoia
atau pertobatan pribadi dan sosial yang kontinyu (Sumarno Ds, 2009: 22).
3) Peran peserta
Berdasarkan makna baru yang telah ditemukan dalam proses pelaksanaan
katekese umat, peserta berusaha menentukan dan melaksanakan tindakan-tindakan
80
konkrit sebagai salah satu cara untuk mewujudkan apa yang hendak mereka
lakukan kedepan agar terwujud nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah kehidupan
mereka sehari-hari (Sumarno Ds, 2009: 22).
4) Peran pendamping
Peran pendamping di sini adalah merangkum keseluruhan proses dari awal
pertemuan hingga akhir sebagai peneguhan serta menyadari hakikat praxis inovatif
dan transformatif dari langkah ini. Pendaming merumuskan pertanyaan operasional
yang membantu peserta ke arah aksinya dan menekankan sikap optimis yang
realistis pada peserta dan mengusahakan supaya peserta sampai pada keputusan
pribadi dan bersama (Sumarno Ds, 2009: 22).
3. Refleksi atas kekuatan dan kelemahan katekese model SCP
Katekese umat model SCP selalu menekankan proses berkatekese umat
yang dialogal partisipatif di mana para peserta dilibatkan secara aktif untuk ambil
bagian dalam mengkomunikasikan pengalaman imannya, sehingga saling
memperkaya dan meneguhkan iman para peserta yang hadir dalam proses katekese
umat. Melalui komunikasi iman atau sharing pengalaman iman, para peserta
diharapkan semakin memahami, mengenal Tradisi Kristiani, dan diharapkan dapat
mengambil keputusan baru demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam
kehidupan sehari-hari (Sumarno Ds, 2009: 14).
a. Kekuatan katekese model SCP
Katekese model SCP menekankan proses katekese umat yang bersifat
dialogal dan partisipatif, yang bermaksud mendorong peserta untuk aktif terlibat
81
dalam proses katekese umat yang berdasarkan konfrontasi antara “Tradisi” dan
“Visi” hidup mereka dengan “Tradisi” dan “Visi” Kristiani, baik secara pribadi
maupun bersama, mampu mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat
dalam dunia. Di sini peserta sebagai subyek yang bebas dan bertanggung jawab
untuk mengungkapkan/mensharingkan pengalaman-pengalaman imannya yang
dialami secara nyata dalam kehidupan sehari-hari (Sumarno Ds, 2009: 14).
Partisipasi peserta sangat diharapkan dalam setiap langkah. Peserta adalah
subjek atau pelaku utama dalam proses katekese umat model SCP. Dengan
partisipasi peserta proses katekese umat dapat berjalan dengan baik. Keterlibatan
merupakan tekanan utama dalam katekese model SCP yang bersifat dialogal
patisipatif. Hal ini memungkinkan terbentuknya rasa persaudaraan dan
kebersamaan yang akrab antara peserta dan juga terbuka terhadap kehendak Allah.
Keterlibatan yang sangat ditekankan dalam katekese model SCP adalah keterlibatan
yang bersifat dialogal partisipatif. Dialogal yang demikian memungkinkan setiap
peserta merasa diterima dan dihargai, sehingga sharing yang terjadi dalam proses
katekese umat model SCP penuh dengan suasana persaudaraan dan keterbukaan.
Yang paling pokok adalah setiap langkah dalam katekese umat model SCP
memiliki sifat yang mengalir bukan langkah yang terlepas melainkan satu kesatuan.
Kendatipun demikian, pendamping dapat juga menggunakan kombinasi langkah
dengan memberikan tekanan pada langkah-langkah tersebut. Artinya langkah-
langkah SCP tidak selalu berurutan, tetapi bisa juga digabung beberapa
langkah/mulai dari langkah tertentu (tidak harus mulai dengan pengungkapan
pengalaman factual) tergantung kreatifitas pendamping terhadap situasi konkrit atau
82
keadaan para peserta (Sumarno Ds, 2009: 24). Dalam proses pelaksasnaan katekese
umat model SCP jumlah peserta yang ideal untuk melaksanakan proses katekese
umat model SCP adalah 12 orang. Jika mungkin seluruh para peserta yang hadir
dalam proses pelaksanaan katekese umat model SCP harus dapat berkontak
terhadap para peserta yang lain sehingga proses katekese umat dapat berjalan
dengan baik dan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Di dalam proses
pelaksanaan katekese umat model SCP semua anggota/peserta mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengungkapkan pengalaman iman yang pernah
mereka alami secara nyata dan disharingkan kepada para peserta yang lain
(Sumarno Ds, 2009: 24).
b. Kelemahan katekese model SCP
Katekese umat model SCP yang selalu menekankan keterlibatan para
peserta sebagai pelaku utama yang harus aktif terlibat dalam proses berkatekese
umat menjadi hambatan tersendiri, karena tidak semua para peserta yang hadir
dalam proses katekese umat mau melibatkan dirinya secara aktif, sehingga proses
pelaksanaan katekese umat kadang tidak dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
4. Peranan katekis dalam katekese umat model SCP
Katekese umat model SCP menekankan dialogal partisipatif yang berusaha
membantu dan mendorong para peserta berdasar komunikasi antar Tradisi dan visi
hidup mereka dengan Tradisi dan visi Kristiani, sehingga baik secara pribadi
maupun bersama mampu mengadakan penegasan pengambilan keputusan demi
83
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan setiap manusia
(Groome, 1997: 1).
Katekese umat dengan model SCP sangat menekankan peran dan
keberadaan para peserta sebagai subjek yang utama serta bebas dan bertanggung
jawab tetapi yang paling pokok adalah katekese umat model SCP memiliki
langkah-langkah yang merupakan satu kesatuan yang menyeluruh dengan tetap
mengindahkan peran para pendamping sebagai motivator, fasilitator, mediator dan
komunikator.
a. Katekis sebagai motivator
Dalam proses katekese umat model SCP peran katekis sangat diharapkan
untuk memberi semangat dan berusaha membangkitkan gairah para peserta untuk
berani berbicara dan berbagi pengalaman faktual yang pernah mereka alami.
Supaya hal tersebut terlaksana dengan baik, maka seorang pendamping/katekis
harus mampu menciptakan lingkungan yang psikososial dan fisik yang kondusif
yang sungguh mendukung suasana pertemuan menjadi penuh rasa persaudaraan,
persahabatan dan kesediaan untuk saling menghormati dan saling percaya satu
dengan yang lain.
Suasana yang baik memungkinkan para peserta katekese umat menjadi
krasan karena mereka dihargai, dimengerti, dan diterima dicintai. Selain itu katekis
seoarang katekis hendaknya memilih sarana yang tepat agar para peserta mau
terlibat aktif dalam proses katekese umat, sarana yang tepat sangat membantu
katekis dalam mencapai tujuan yang diharapkan dalam proses katekese umat
(Groome, 1997: 40).
84
b. Katekis sebagai fasilitator
Pembina katekese umat adalah orang yang mampu dan rela menjalankan
katekese dalam kelompok dasar. Dalam proses katekese umat, seorang katekis
berperan sebagai fasilitator/pemudah yang menciptakan suasana pertemuan menjadi
hangat/kondusif dan mendukung para peserta untuk membagikan praxis hidupnya
yang berhubungan dengan tema dasar yang sudah dipilih. Kemudian seorang
katekis harus mampu merumuskan pertanyan-pertanyaan yang jelas, terarah, tidak
menyinggung harga diri seseorang, sesuai dengan latar belakang peserta dan
bersifat terbuka dan objektif (Sumarno, 2009: 19). Di sini peran utama seorang
katekis/pembina katekese umat adalah menterjemahkan isi dan langkah-langkah
pelaksanaan kegiatan katekese umat yang sudah dipersiapkan, sehingga para peserta
terbantu dan dipermudah untuk bekerja secara mandiri dengan lebih bijaksana dan
lebih merangsang para peserta untuk lebih efektif, kreatif dan efisien dalam
menghasilkan pengetahuan yang baru.
c. Katekis sebagai mediator
Terjemahan yang cocok untuk mediasi adalah sarana. Mengingat media
sangat luas artinya dibanding hanya sebagai alat yang dapat mempermudah proses
pelaksanaan katekese umat, tugas katekis sebagai pembina katekese umat model
SCP berperan sebagai alat dan sarana untuk membantu para peserta agar dapat
berpikir, sehingga melalui sharing pengalaman iman, alat atau sarana yang tersedia
dapat membantu para peserta menganalisa pengalaman faktualnya.
Dalam katekese umat model SCP sarana yang dipakai bisa bermacam-
macam, seperti simbol, keyakinan cerita, bahasa foto, poster, video, kaset suara,
85
film, telenovela atau sarana-sarana lainnya yang menunjang peserta untuk
berpartisipasi dalam proses katekese model umat SCP (Sumarno Ds, 2009: 18).
d. Katekis sebagai komunikator
Komunikasi yang terjadi dalam katekese umat adalah komunikasi antar
orang-orang dengan pengalaman tertentu dan pada situasi yang dilatar belakangi
kebudayaan tertentu. Dalam katekese umat model Shared Charistian Praxis katekis
berperan menginterpretasikan dan mengkomunikasikan aspek-aspek Tradisi dan
visi Kristiani dengan Tradisi dan visi peserta.
Pendamping harus mengerti apa dan bagaimana caranya mengusahakan
supaya nilai Tradisi dan visi Kristiani menjadi terjangkau untuk kehidupan peserta.
Dengan demikian di sini katekis sebagai pendamping harus mampu menjadi
penghubung yang menghubungkan makna-makna Tradisi dan visi Kristiani dengan
hasil pengalaman faktual peserta (Groome, 1997: 21).
C. Kemampuan yang Dibutuhkan oleh Katekis dalam Berkatekese Umat
Katekis sebagai pembina katekese umat mempunyai peran yang sangat
penting dalam mensukseskan proses pelaksanaan katekese. Hal ini ditegaskan
dalam pertemuan-pertemuan PKKI III, yang menjelaskan bahwa salah satu kunci
keberhasilan katekese umat ialah pembina katekese umat yang disebut “Pemudah”
atau “Fasilitator” (Lalu, 2005: 6). Ketrampilan serta kepekaan merupakan modal
yang sangat dibutuhkan oleh seorang pembina katekese umat. Pembina katekese
umat diharapkan trampil dalam berkomunikasi, berefleksi maupun dalam
memimpin proses katekese umat. Oleh sebab itu, seorang katekis membutuhkan
86
spiritualitas kemuridan Yesus. Spiritualitas sangat membantu seorang katekis untuk
membawa dan mengantar peserta menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah.
Spiritualitas merupakan hubungan seorang pribadi dengan Tuhan. Bagaimana
berhubungan dengan Tuhan orang dapat bercermin pada Yesus Kristus itu sendiri
dan mengikuti jejak-Nya yang selalu menyelamatkan (Lalu, 2005: 117).
1. Spiritualitas katekis
Katekis adalah orang beriman yang secara khusus mendapat tugas untuk
memberikan kesaksian tentang Yesus Kristus, atau dapat dikatakan secara khusus
membawa umat ke arah yang diimani yaitu Yesus Kristus yang telah sengsara,
wafat, dan bangkit (Suhardo, 1972: 10). Seorang katekis harus mencintai tugasnya
sebagai panggilan khusus dan memiliki kegembiraan dalam menjalankan panggilan
dan perutusannya.
Sejatinya, spiritualitas katekis adalah hidup dalam Roh Kudus. Roh Kudus
membantu dan memperbarui katekis terus-menerus dalam identitas khusus mereka
dalam panggilan dan tugas perutusannya. Dengan bantuan dan pembaruan dari Roh
Kudus, seorang katekis mengalami suatu motivasi yang baru dan khusus, suatu
panggilan kepada kesucian hidup. Katekis adalah orang yang mewartakan hidup
Yesus Kristus di dalam hidupnya, hal itu berarti pewartaan katekis bukan hanya
melalui ucapan kata saja, melainkan juga melalui seluruh aspek kehidupan dan
perbuatannya sehari-hari. Oleh sebab itu, spiritualitas katekis memiliki ciri-ciri
terbuka terhadap sabda Tuhan, terhadap Gereja dan dunia, mempunyai kehidupan
yang baik, bersemangat misioner, dan menaruh hormat dan devosi kepada Bunda
Maria (Komkat KWI, 1997: 22).
87
Buku pedoman untuk katekis tentang spiritualitas katekis mengungkapkan
pada dasarnya tugas seorang katekis adalah menyampaikan sabda Tuhan. Oleh
karena itu, sikap rohani yang paling dasar adalah keterbukaan terhadap sabda yang
terkandung dalam wahyu, diwariskan oleh Gereja, dirayakan dalam liturgi dan
dihayati dalam kehidupan para Santo. Sikap ini selalu berarti perjumpaan dengan
Kristus, yang bersemayam dalam sabda, dalam ekaristi, dan dalam sesama manusia.
Keterbukaan terhadap sabda berarti terbuka juga terhadap Tuhan, Gereja, dan
dunia. Sebelum seorang katekis mewartakan sabda, seorang katekis harus
menjadikan sabda itu milik mereka sendiri dan menghayatinya secara mendalam
agar dapat mewartakan sabda tersebut dengan baik. Seorang katekis selalu
diharapkan menjadi pembawa suka cita atas nama Gereja yang menyelamatkan
seluruh umatnya.
Spiritualitas seorang katekis bersumber pada katekis ulung dan sejati, yakni
Yesus Kristus yang menyelamatkan, Dialah Guru sejati, sang Gembala Agung yang
mengajar dengan sempurna baik melalui perkataan dan perbuatan kepada umat-Nya
(Komkat KWI, 1997: 22). Spiritualitas dapat juga dirumuskan sebagai hidup
berdasarkan kekuatan Roh Kudus dengan mengembangkan iman, harapan dan cinta
kasih atau usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan ke dalam cara hidup yang
secara sadar bertumpu pada iman akan Yesus Kristus. Spiritualitas atau kehidupan
rohani mencakup seluruh kehendak orang beriman dan tampak sebagai buah Roh
Kudus dalam doa, kegembiraan rohani, pengorbanan dan pelayanan terhadap
sesama manusia. Spiritualitas atau kehidupan rohani yang sejati tidak tumbuh
begitu saja semua memerlukan waktu dan proses untuk mencapai bentuk dan cara
yang sempurna (Lalu, 2005: 115).
88
Spiritualitas adalah hubungan seorang pribadi dengan Tuhan. Bagaimana
berhubungan dengan Tuhan orang dapat bercermin pada Yesus Kristus. Maka
spritualitas dapat disebut mengikuti jejak Kristus. Semangat dan roh pengabdian
kepada Allah dan kepada sesama ini diwariskan Yesus kepada murid-murid dan
pengikut-pengikut-Nya dan Roh Kristus ini masih terus terhembus dalam Gereja
sepanjang masa (Lalu, 2005: 117). Katekis sebagai pembina katekese umat harus
memiliki spiritualitas yang bersumber pada spritualitas kemuridan Yesus yang
terobsesi pada pengembangan Kerajaan Allah.
2. Kemampuan katekis dalam berkomunikasi
Komunikasi adalah suatu proses interaksi antara dua atau lebih orang yang
berlangsung secara timbal balik yang di dalamnya suatu perbuatan atau ide menjadi
umum baik secara langsung maupun lewat perantara, dengan efek tertentu bagi
yang memberi atau yang menerima informasi. Dalam pengertian itu terkandung tiga
unsur yang penting: relasi, proses interaksi, dan efek. Tujuan dasar komunikasi
adalah merangkul segala yang berbeda-beda ke dalam satu keberhasilan
(Iswarahadi, 2010: 44).
Gagasan mengenai berbagai kemampuan katekis dalam buku Katekese umat
yang dirumusan PKKI II 1980 di Klender yaitu: komunikasi yang terjadi dalam
katekese umat adalah komunikasi antar orang-orang dengan pengalaman tertentu
pada situasi tertentu yang dilatarbelakangi kebudayaan tertentu. Maka secara praktis
kemampuan/ketrampilan yang perlu ditekankan antara lain yaitu kemampuan
berkomunikasi, berelasi, mengumpulkan, menyatukan dan mengarahkan kelompok
sampai kepada suatu tindakan yang nyata. Kemampuan berkomunikasi merupakan
89
kemampuan yang sangat dibutuhkan oleh seorang katekis. Jika seorang katekis
mampu berkomunikasi dengan baik, maka relasi dengan sesama juga akan terjalin
dengan baik. Relasi yang baik memudahkan seorang katekis dalam
mengumpulkan/menyatukan umat setempat untuk bersama-sama menemukan nilai-
nilai Kerajaan Allah (Lalu, 2005: 121).
Kemampuan/keterampilan mengungkapkan diri, berbicara serta
mendengarkan orang lain merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang
pendamping/pembina katekese umat. Kemampuan ini merupakan cara untuk
membantu dan mempermudah seorang katekis dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pembina katekese umat (Lalu, 2005: 121).
Kemampuan/ketrampilan menciptakan suasana yang memudahkan para
peserta untuk mengungkapkan diri dan mendengarkan pengalaman orang lain juga
merupakan kemampuan yang sangat dibutuhkan oleh seorang katekis/pembina
umat. Seorang katekis harus mampu menciptakan suasana yang akrab karena
dengan suasana yang akrab akan menciptakan suasana kekeluargaan yang
memudahkan para peserta untuk mengungkapkan pengalaman iman yang mereka
miliki (Lalu, 2005: 121).
Komunikasi yang dikembangkan dalam proses pelaksanaan katekese umat
hendaknya menjadi komunikasi iman. Komunikasi iman bukanlah hanya sekedar
informasi belaka, melainkan suatu kesaksian iman, itu berarti bahwa pembina
katekese umat adalah seorang yang mampu serta menyadari dan memberi kesaksian
tentang pengalaman imannya. Komunikasi iman berpusat pada Yesus Kristus yang
dialami dan dihayati oleh umat Kristiani. Iman memberikan daya kekuatan untuk
90
memahami arti dan makna Yesus sebagai komunikasi penyelamatan Allah di dunia
(Darminta, 2007: 37).
3. Kemampuan katekis dalam berefleksi
Komunikasi iman bukan hanya sekedar informasi belaka, melainkan suatu
kesaksian iman, itu berarti bahwa pembina katekese umat adalah seorang yang
menyadari dan mampu memberi kesaksian tentang pengalaman imannya.
Komunikasi iman berpusat pada kehadiran Kristus yang dialami dan dihayati oleh
umat Kristiani di mana-mana sejak jaman para rasul (Lalu, 2005: 121). Pembina
katekese umat dilatih untuk trampil menemukan nilai-nilai manusiawi dalam
pengalaman hidup sehari-hari dan mampu trampil menemukan nilai-nilai Kristiani
dan Kitab Suci, ajaran Gereja dan Tradisi Kristiani serta mampu memadukan nilai-
nilai Kristiani dengan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari
(Lalu, 2005: 8). Kemampuan berefleksi memungkinkan seorang katekis untuk dapat
memaknai setiap permasalahan/peristiwa-peristiwa yang menyakitkan menjadi
peristiwa yang menyenangkan, dengan demikian iman semakin berkembang dan
mampu mewartakan nilai-nilai Kerjaan Allah di tengah sesama.
4. Kemampuan katekis dalam berkatekese umat
Katekis adalah orang yang dipanggil untuk melayani sesama umat beriman,
tugas yang dipercayakan kepada mereka membutuhkan pengetahuan dan wawasan
yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Oleh sebab itu, para
katekis perlu dipersiapkan sedemikian rupa, melalui pembinaan dan pendidikan
yang tepat, sehingga menjadi pejuang-pejuang misi yang tangguh dan bertanggung
91
jawab dalam melaksanakan tugasnya. Hal yang patut diperhatikan berkenaan
dengan hal itu adalah seorang katekis harus bersukacita di dalam tugas pelayanan
yang diberikan kepadanya, memiliki motivasi yang baik untuk membangun Gereja,
mampu menjalankan tugas dan panggilannya sebagai pembina katekese umat,
memahami dan menguasai langkah-langkah yang ada dalam proses katekese umat,
mampu menafsirkan Kitab Suci dengan baik agar Tradisi Kristiani dapat dipahami
dan dimengerti oleh para peserta, mampu menggunakan sarana prasarana yang
dibutuhkan dalam proses berkatekese, mampu menciptakan suasana yang
memudahkan peserta mengungkapkan diri dan terampil dalam memadukan nilai-
nilai Kristiani dengan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari,
mampu merumuskan pertanyaan dengan jelas dan sesuai dengan tema yang
diangkat dalam proses katekese umat, mampu berkomunikasi dengan baik dan
terampil dalam berefleksi (Lalu, 2005: 121).
Kualitas yang harus dimiliki oleh seorang katekis adalah iman yang
terungkap dalam kesalehannya dan kehidupannya sehari-hari, cinta akan Gereja dan
menjalin hubungan erat dengan para imam, cinta akan saudara-saudarinya dan
bersedia memberi pelayanan dengan murah hati, hormat akan umat, mempunyai
kualitas manusiawi, bersikap jujur, rendah hati, bisa menyesuaikan diri, memiliki
kepekaan dan komitmen, mencintai tugasnya, percaya dengan Tuhan dalam situasi
apapun (Lalu, 2005: 114). Katekis sebagai pembina katekese umat diharapkan
memiliki pengetahuan yang menyangkut isi, metode, peserta, dan konteks. Dalam
proses menyangkut isi katekese umat, tema yang diangkat tidak jauh dari kehidupan
yang nyata, kemudian hidup nyata itu diterangi dengan ajaran iman Katolik seperti
yang terdapat dalam Kitab Suci dan Tradisi Gereja. Hidup nyata yang diangkat
92
dalam katekese umat selalu bersifat aktual dan konkrit sesuai dengan konteks yang
terjadi. Katekis sebagai pembina umat diharapkan memiliki pengertian yang tepat
tentang Kitab Suci sebagai kitab iman, sehingga tidak salah dalam menggunakan
Kitab Suci. Seorang katekis tidak boleh menganggap sepele membaca teks Kitab
Suci. Teks harus dibaca dengan teliti dan khidmat, sehingga teks itu sendiri sudah
mulai “bersuara” dalam hati (Heselaars, 1976: 12).
Selain memiliki pengetahuan tentang isi Kitab Suci katekis dituntut
mengenal pribadi, pewartaan dan tindakan Yesus, khususnya mengenal dan
mengetahui apa yang diwartakan dan bagaimana tindakan Yesus dalam
hubungannya menyangkut Kerajaan Allah (Lalu, 2005: 118). Supaya proses
katekese umat dapat berjalan baik maka seorang katekis harus mengenal dengan
setiap pribadi, latar belakang para peserta, misalnya bagaimana daya
nalarnya/tangkapnya, status sosialnya, ekonominya, budayanya apakah peserta
datang dari latar belakang budaya tradisional atau modern. Selain mengenal latar
belakang (konteks) dari peserta katekese umat, ada baiknya seorang katekis
memiliki pengetahuan menyangkut konteks yang bersifat nasional dan global,
misalnya pengaruh globalisasi dalam wujud materialisme, konsumerisme,
individualisme. Mengenal konteks bukan supaya ditumpahruahkan kepada peserta
katekese umat, tetapi untuk pembina katekese umat sendiri supaya ia bisa tepat dan
peka mengarahkan keseluruhan proses katekese umat secara relevan sesuai dengan
situasi konkrit peserta (Lalu, 2005: 119). Seorang katekis hendaknya melayani
tanpa pamrih, berkorban, mengutamakan pelayanan kepada umat, mampu
bekerjasama dengan Pastor Paroki dan dengan siapa saja sehingga nilai-nilai
Kerajaan Allah dapat diwartakan dengan baik sesuai dengan kehendak Allah.
93
BAB IV
USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN
PARA KATEKIS SUKARELA DENGAN KATEKESE MODEL SCP
Katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering, perlu diberikan
pendampingan, guna memberikan gambaran yang jelas mengenai katekese umat
model SCP dalam upaya menambah wawasan dan pengetahuan para katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering dalam meningkatkan kemampuan
berkatekese umat yang melibatkan para peserta. Maka pada bagian ini akan dibuat
contoh penjabaran program (SP). Di dalam pembuatan contoh program
pendampingan, penulis memilih tema yang cocok dengan situasi/permasalahan
yang ditemukan dalam bab II.
A. Latar Belakang Pemilihan Program
Dari hasil penelitian ditemukan sebagian besar katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering membutuhkan pendampingan khusus di bidang katekese
umat, guna menambah pengetahuan dan wawasan katekis dalam berkatekese umat
yang dialogal partisipatif. Demikian dalam PKKI III menjelaskan kunci
keberhasilan katekese sebagian terletak pada pembina katekese umat yang biasa
disebut “Pemudah” atau “Fasilitator” (Lalu, 2005: 6). Maka untuk menjadi
fasilitator yang baik seorang katekis harus memiliki pengetahuan dan wawasan
yang memadai agar semakin mampu membantu umat menemukan nilai-nilai
Kerajaan Allah. Bertolak dari penjelasan di atas, sebagai salah satu usaha yang
dilakukan untuk membantu para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
94
supaya dapat melayani umat dengan baik, maka dilakukan pendampingan khusus
berhubungan dengan katekese umat, khususnya katekese umat model SCP yang
menekankan partisipasi peserta sebagai subjek yang bebas dan bertanggung jawab.
B. Alasan Pemilihan Tema/Tujuan
Dari hasil penelitian yang ditemukan dalam bab II sebagian besar katekis
Paroki Keluarga Suci Tering kurang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam
melaksanakan proses berkatekese umat yang dialogal partisipatif. Selain itu di
Paroki Keluarga Suci Tering tidak memiliki katekis yang ahli dalam bidang
katekese. Maka tema yang dapat dipilih berdasarkan permasalahan yang dialami
para katekis sukarela Paroki Keluraga Suci Tering.
Tema umum yang diusulkan adalah ”Peningkatan kemampuan
berkatekese umat bagi katekis sukarela di Paroki Keluarga Suci Tering
melalui pemahaman, pengetahuan, ketrampilan dalam katekese umat model
SCP”. Harapannya dengan mendalami dan mempelajari tema tersebut katekis
semakin mampu melaksanakan proses katekese yang dialogal partisipatif. Tema di
atas masih sangat umum dan luas, oleh sebab itu tema tersebut dibagi lagi dalam
tiga sub tema yang terdiri dari 9 kali pertemuan. Tiap-tiap pertemuan akan diberi
judul masing-masing sesuai dengan permasalahan konkrit yang dialami katekis
sukarela Paroki Keluarga Suci Tering.
C. Rumusan Tema dan Tujuan
Tema umum : Peningkatan kemampuan berkatekese umat bagi katekis
sukarela di Paroki Keluarga Suci Tering melalui pemahaman,
95
pengetahuan, ketrampilan dalam katekese umat model SCP.
Tujuan Umum
: Membantu para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
agar mampu berkatekese umat dengan baik, melalui
pemahaman, pengetahuan, ketrampilan dalam katekese umat
model SCP.
Tema 1 : Penghayatan para katekis sukarela dalam upaya mengembangkan
ketrampilan berkatekese yang dialogal partisipatif.
Tujuan 1 : Membantu para katekis agar menyadari tugas dan tanggung jawab
sebagai pewarta iman melalui pemahaman, panggilan dan
spiritualitas sebagai pewarta dalam Gereja sehingga semakin
mampu trampil dalam berkatekese yang dialogal partisipatif.
Tema 2 : Usaha meningkatkan pengetahuan katekis dalam berkatekese
umat model SCP.
Tujuan 2 : Membantu para katekis sukarela agar dapat memahami katekese
secara umum, langkah-langkah dan peranan serta tujuan katekese
umat model SCP.
Tema 3 : Katekese umat model SCP sebagai upaya membantu para
katekis sukarela dalam melaksanakan katekese umat yang
dialogal partisipatif.
Tujuan 3 : Membantu meningkatkan kemampuan katekis sukarela dalam
berkatekese umat model SCP.
96
97
98
99
D. Penjabaran Program pendampingan
…………….;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
100
E. Petunjuk Pelaksanaan Program
Tema yang sudah diusulkan di atas dapat dikembangkan dengan menambah
judul-judul pertemuan yang baru, dengan demikian masih terbuka untuk menambah
tema lain yang berhubungan dengan situasi konkrit para peserta. Pelaksanaan
katekese akan direncanakan sembilan kali pertemuan. Diadakan dalam satu bulan
dua kali pertemuan yaitu pada hari Minggu pertama dan Minggu ketiga. Pertemuan
diadakan secara rutin dalam waktu empat bulan. Alokasi waktu yang digunakan
dalam setiap pertemuan 95 menit. Peserta yang diprioritaskan dalam pendampingan
ini adalah para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering yang memiliki
semangat dalam mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah. Adapun tempat
pelaksanaan program pendampingan ini di Aula Paroki Keluarga Suci Tering.
F. Contoh Persiapan
1. Identitas
- Tema : Menjadi pengikut Yesus merupakan panggilan
- Tujuan : Para katekis dibantu untuk menyadari dan menghayati panggilan
menjadi seorang katekis merupakan anugerah dari Allah
- Peserta : Para katekis sukarela
- Tempat : Aula Paroki Keluarga Suci Tering
- Waktu : + 95 menit
- Model : Shared Christian Praxis
- Metode : - Refleksi
‐ Pertanyaan
‐ Informasi
101
‐ Tanya jawab
‐ Penugasan
- Sarana : - Teks KS
- Teks cerita “Menjawab Panggilan Kristus”
- Teks lagu
- Laptop
- Gitar
- Buku Madah Bakti
- Lilin
- Salib
- Speaker aktif
- Sumber bahan : - Mrk 1:16-20.
- Suharyo, Ign. Pr. Membaca Kitab Suci: Paham-Paham
Dasar. Yogyakarta: Kanisius 1991, hh. 74-76.
2. Pemikiran Dasar
Dalam kehidupan ini kita menyadari bahwa kita dipanggil untuk mengikuti
Yesus Kristus dengan berbagai macam cara, lewat pengalaman hidup yang kita
alami. Melalui keteladanan dan kesaksian seseorang dapat menumbuhkan keinginan
orang lain untuk mengikuti jalan hidup yang dipilihnya, tetapi ada juga karena
kesadaran seseorang yang percaya bahwa hidup mengikuti Yesus merupakan sarana
menuju Keselamatan. Seseorang yang ingin mengikuti Yesus hendaknya menyadari
akan konsekuensi dari pilihan yang diambilnya, untuk hidup sesuai dengan ajaran
Yesus. Namun pada kenyataannya panggilan hidup untuk mengikuti Yesus Kristus
102
itu tidak mudah, kita harus menempuh jalan hidup yang berluka-liku bahkan
pengalaman hidup yang pahit misalnya siap untuk dihina, ditolak, dijauhi, dianggap
sok suci, didiskriminasi. Dalam kenyataan hidup tidak banyak orang Katolik yang
mampu memberi teladan yang baik dalam hidup menggereja. Sebagai orang yang
terpanggil menjadi katekis sukarela kita harus yakin dan tetap percaya bahwa
Tuhan akan senantiasa memberikan kekuatan dan Rahmat-Nya yang dapat
memampukan kita untuk tahan uji dalam menghadapi segala tantangan untuk
menjadi pengikut-Nya yang setia dan hidup sesuai dengan ajaran Yesus dalam
hidup sehari-hari. Menjadi pengikut Kristus merupakan panggilan yang datang dari
Allah secara langsung, tetapi kadang juga orang yang terpanggil tidak menyadari
hal tersebut, orang seperti ini kadang kurang serius melaksanakan tugas yang
dipercakan kapadanya. Itu nampak dalam perjuangan, pergulatan dan pengalaman
hidup sehari-hari yang kadang tidak menunjukkan sikap-sikap yang cocok sebagai
pewarta iman.
Yesus dalam memilih para murid-Nya yang pertama digambarkan dalam
Mrk 1:16-20, yang menceritakan bahwa Yesus memilih para pengikut-Nya tanpa
syarat. Panggilan itu kepada Simon dan Andreas sebagai orang-orang sederhana
yang pekerjaannya hanya sebagai penjala ikan. Mereka menyadari bahwa itu
merupakan panggilan untuk melayani sesama, karena Yesus datang secara langsung
menyapa mereka, sehingga saat bertemu dengan Yesus yang pertama kalinya dan
mengundang mereka untuk mengikuti-Nya, tanpa komentar dan tanya jawab
apapun, mereka langsung mengikuti Yesus untuk mewartakan nilai-nilai Kerajaan
Allah di dalam kehidupan bersama. Walaupun mereka orang-orang sederhana yang
hanya sebagai penjala ikan, tetapi hidupnya sudah dibangun oleh perjuangan
103
menempuh air dan angin setiap hari. Maka bilamana mengalami gelombang-
gelombang hidup yang berat sekalipun mereka sudah kuat dalam mengalaminya
dan mengarungi perahu hidup untuk menuju tujuan yakni sebagai pengikut Yesus
dalam mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah.
Sebagai katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering kita merupakan orang
yang terpanggil oleh Allah untuk terlibat dalam pelayan Gereja khususnya
mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah umat. Walaupun kita manusia
lemah dan berdosa yang terkadang tidak mampu melaksanakan tugas pengabdian
sebagai katekis sukarela dengan baik, namun jika kita percaya bahwa oleh kasih
karunia Allah melalui Yesus Kristus dan kekuatan Roh-Nya kita dimampukan
untuk menjadi pewarta iman dan menjadi saksi Kristus yang handal. Dari
pertemuan ini kita berharap akan semakin mampu menyadari menjadi pengikut
Yesus merupakan panggilan yang datang dari Allah. Karena Dia memanggil kita,
maka Dia pasti membimbing dan memberkati kita dalam setiap langkah dan
perjalanan kita sehari-hari sebagai katekis sukarela di Paroki Keluarga Suci Tering
dalam melayani sesama. Semoga kita semakin mampu memperjuangkan panggilan
kita dalam pengalaman apapun, dengan demikian kita selalu dapat melaksanakan
tugas dan tanggung jawab kita dengan baik.
3. Pengembangan Langkah-langkah
a. Pembukaan
1) Pengantar
Bapak/ibu yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus, kita berkumpul
sebagai orang-orang yang telah dipanggil Yesus untuk menjadi katekis sukarela,
104
tugas kita adalah melayani sesama khususnya dalam iman. Saat ini kita akan lebih
mendalami dan merefleksikan sejauh mana kita menyadari panggilan Tuhan bagi
hidup kita sebagai katekis sukarela di Paroki Keluarga Suci Tering, sehingga kita
semakin menyadari bahwa menjadi pengikut Yesus merupakan panggilan yang
datang dari Allah, karena kita menyadari bahwa Tuhan yang memanggil dan Ia
yang akan menguatkan kita dalam panggilan itu. Maka dalam pertemuan ini kita
akan melihat sejarah panggilan murid-murid Yesus, sehingga lewat panggilan itu
kitapun makin menyadari bahwa menjadi pengikut Yesus merupakan suatu
panggilan. Para murid Yesus yang pertama menanggapi panggilan-Nya dan
langsung mengikuti Yesus yang memanggilnya tanpa memberi komentar apapun.
Kita pun sebagai katekis/pengikut Yesus yang dipanggil untuk mewartakan nilai-
nilai Kerajaan Allah diharapkan dapat semakin menyadari dan mengikuti-Nya
dengan sungguh-sungguh dan hidup seturut kehendak-Nya, sehingga dalam
perjalanan hidup sehari-hari kita dapat melaksanakan tugas kita dengan baik dan
penuh tanggung jawab.
2) Lagu Pembukaan: Madah Bakti, No. 456 (Panggilan Tuhan).
3) Doa Pembukaan
Allah Bapa kami yang Mahabaik, kami bersyukur karena kami boleh
berkumpul pada saat ini untuk merenungkan sejarah panggilan kami khususnya
sebagai katekis sukarela. Engkau memanggil kami menjadi pengikut-Mu yang
untuk mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah masyarakat kami di mana
kami berada. Saat ini kami akan menggali dan merefleksikan sejauhmana kami
sungguh menyadari bahwa menjadi pengikut Yesus merupakan suatu panggilan,
105
sehingga kami semakin menyadari dan melaksanakan tugas dengan baik dan penuh
tanggung jawab. Bantulah kami agar kami dapat melayani sesama kami dan
mampukanlah kami untuk dapat berjuang di tengah kesulitan yang kadang membuat
kami lemah dan tak berdaya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada
kami. Kami persembahkan seluruh pembicaraan kami saat ini kepada-Mu, semoga
Engkau berkenan memberkati dan mengutus Roh-Mu, agar pendalaman ini
menyemangati kami untuk dapat melayani sesama kami, demi Kristus Tuhan dan
pengantara kami. Amin.
b. Langkah I: Mengungkap Pengalaman hidup peserta
1) Membagikan teks cerita “Menjawab panggilan Kristus” kepada peserta dan
meminta salah seorang peserta untuk membacakan cerita tersebut [Lampiran 4:
(10)].
2) Penceritaan kembali isi cerita:
Pendamping meminta salah satu peserta untuk mencoba menceritakan
kembali dengan singkat tentang isi pokok dari cerita “Menjawab panggilan
Kristus”. Intisari cerita tersebut adalah: Bapak Agus adalah seorang yang sederhana
dan tidak berpendidikan. Semasa mudanya ia mengabdikan dirinya untuk
kepentingan Gereja lewat pelayanan yang sederhana seperti membunyikan lonceng,
membersihkan halaman Gereja dan mengajar agama semampunya.
3) Pengungkapan pengalaman:
Peserta diajak untuk mendalami cerita tersebut dengan tuntunan beberapa
pertanyaan:
106
• Ceritakanlah suka duka bapak Agus dalam menjalani panggilan sebagai
koster?
• Ceritakanlah kesulitan bapak/ibu masing-masing dalam menjalani panggilan
sebagai katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering?
4) Suatu contoh arah rangkuman
Dalam artikel tadi dikisahkan mengenai tugas pengabdian bapak Agus. Ia
adalah orang yang sangat sederhana bahkan tidak berpendidikan. Sejak masa
mudanya ia mengabdikan dirinya untuk kepentingan Gereja. Kelebihan bapak Agus
ialah ia melaksanakan tugas dengan penuh rasa kegembiraan, jujur, tekun dan setia
serta penuh syukur. Walaupun dia tidak terbebaskan oleh kesulitan dan penderitaan
hidup, namun ia tetap setia melaksanakan tugas-tugasnya yang telah dipercayakan
kepadanya dengan sebaik mungkin.
Sebagai katekis sukarela kita juga dipanggil Tuhan untuk ambil bagian
dalam karya cinta kasih-Nya. Mungkin banyak diantara kita yang sudah ambil
bagian dalam karya kerasulan itu. Tetapi apakah kita sudah sungguh-sungguh
melaksanakannya dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Kita semua yang hadir di sini tentu pernah mengalami kesulitan dalam
menjalankan tugas sebagai katekis sukarela di Paroki Keluarga Suci Tering.
Kesulitan yang kita alami terkadang membuat kita lemah dan tidak berdaya, bahkan
membuat kita menyerah begitu saja. Tetapi sebagai orang yang terpanggil kita tidak
boleh takut dan menyerah dalam menghadapi kesulitan maupun hambatan, sebab
Tuhan selalu membimbing dan menyertai kita. Meskipun kita banyak mengalami
tantangan, hambatan dan kesulitan, tetapi kalau kita percaya dan menyadari bahwa
107
Tuhan berkarya dalam kehidupan kita, maka tugas yang dipercayakan kepada kita
akan terlaksana dengan baik.
c. Langkah II: Mendalami Pengalaman hidup peserta
1) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau cerita di atas
dengan dibantu pertanyaan sebagai berikut:
• Cara apa yang dipakai bapak Agus dalam menghadapi kesulitan dalam
melaksanakan tugas sebagai koster?
• Cara manakah yang telah bapak/ibu lakukan dalam menghadapi kesulitan-
dalam menjalani tugas sebagai katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering?
2) Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan
arahan rangkuman singkat misalnya:
Bapak Agus dalam menjalankan tugasnya tidak luput dari tantangan atau
kesulitan yang dihadapi khususnya kesulitan dalam ekonomi. Walaupun bertahun-
tahun bekerja sebagai koster ia tidak pernah mengharapkan gaji untuk kehidupannya,
untuk menambah kebutuhan ekonomi keluarga ia berusaha mencari waktu kosong
dengan bekerja sebagai buruh kecil suatu pelabuhan yang ada saat-saat tertentu baru
mendapat sedikit uang. Namun ia tidak pernah putus asa bahkan ia semakin setia,
tekun dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang telah dipercayakan
kepadanya. Seorang yang sudah menyadari tugas dan panggilannya, pasti setia, taat,
tekun dan bertanggung jawab serta berani mengambil resiko dalam melaksanakan
tugas sebagai pewarta iman.
Sebagai katekis sukarela kita tentu tidak lepas dari permasalahan dan
kesulitan entah dalam keluarga, masyarakat, Gereja dan dalam pelayanan kita
108
sebagai katekis sukarela. Kesulitan yang kita alami kadang membuat kita lemah dan
menyerah begitu saja. Tetapi sebagai orang yang terpanggil menjadi pengikut
Kristus kita harus menyadari bahwa untuk menghadapi segala kesulitan kita harus
memiliki sikap tekun, taat, semangat, tidak mudah menyerah, bertanggung jawab,
dan menyerahkan seluruh hidup kita kepada Kristus, dengan demikian segala
persoalan, kesulitan dan hambatan dapat kita atasi dengan baik sehingga nilai-nilai
Kerajaan Allah dapat terwujud dalam kehidupan sesama. Dalam karya kerasulan
bentuk apa saja yang kita lakukan perlu kita syukuri, karena dengan mensyukuri kita
semakin mampu ambil bagian dalam pewartaan.
d. Langkah III: Menggali Pengalaman iman Kristiani
1) Salah seorang peserta dimohon bantuannya untuk membacakan kisah Yesus
memanggil murid-murid yang pertama dari Mrk 1:16-20. Peserta yang lain
mengikuti membaca dari teks fotocopy yang dibagikan.
2) Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak sambil secara pribadi
merenungkan dan menanggapi pembacaan Kitab Suci yang dibantu dengan
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
• Ayat-ayat mana yang berhubungan dengan panggilan?
• Sikap-sikap mana yang ingin ditanamkan oleh Yesus kepada para murid-Nya
dalam menghadapi panggilan?
Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti dari
perikope/teks Kitab Suci sehubungan dengan jawaban atas 2 (dua)
pertanyaan di atas.
109
3) Pendamping memberikan tafsir dari Mrk 1:16-20 dan menghubungkannya
dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan, misalnya
sebagai berikut:
Ayat 16: dalam ayat ini tertulis: “Yesus sedang berjalan menyusur Danau
Galilea” yaitu tempat di mana orang-orang Galilea hidup dan bekerja. Dalam Injil
Markus, Danau Galilea merupakan pada umumnya tempat karya Yesus dalam
bagian pertama. Di daerah pesisir danau itu Yesus memberi ajaran dan instruksi
kepada murid-murid-Nya. Petrus yang dipanggil sebagai yang paling pertama dari
semua murid, dan sebagai yang pertama mengakui Yesus sebagai Mesias.
Ayat 17: Yesus berkata kepada mereka, mari, ikutilah Aku, kata-kata Yesus
kepada kedua bersaudara itu merupakan satu undangan sacara harafiah yang
berarti ‘berjalan di belakang Yesus’, untuk menempuh jalan-Nya. Dalam Injil
panggilan merupakan ajakan untuk menjadi pengikut Yesus. Yesus memanggil
orang untuk mengikuti-Nya, di tempat orang itu berada, dalam situasinya sendiri
yang konkrit. Kemudian Yesus berkata: “kamu akan kujadikan penjala manusia”.
Partisipasi dalam tugas perutusan Yesus tidak mulai serentak (“kamu akan”).
Dengan bertolak dari pekerjaan mereka sebagai penjala ikan, dinubuatkan bahwa
mereka akan menjadi “penjala manusia”, maksudnya untuk menyelamatkan orang-
orang yang tersesat dan kebinasaan. Tugas mereka nanti sama seperti Yesus, yaitu
memberitakan Kabar Baik tentang Kerajaan Allah.
Ayat 20: Ayat ini mengatakan bahwa kedua bersaudara itu, teman Simon,
dipanggil Yesus di tengah-tengah pekerjaan mereka sehari-hari. Dengan segera
mereka menanggapi panggilan itu, meninggalkan ayah mereka Zebedeus dan
orang-orang upahannya. Tentang keempat orang itu tidak hanya dikatakan, bahwa
110
mereka mengikuti Yesus dalam arti ‘menjadi pendukung, penganut, percaya
kepada-Nya’, melainkan terutama bahwa mereka “pergi di belakang Yesus”.
Secara harafiah mereka mengikuti Yesus, menyertai-Nya, berjalan-jalan bersama-
sama dengan-Nya, menjadi rombongan pengiring Yesus dalam perjalananNya
berkeliling ke mana-mana di Palestina.
Sikap yang ingin ditanamkan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya adalah
sikap percaya, tekun dalam segala pekerjaan dan setia mengikuti Dia untuk
menyelamatkan orang-orang yang tersesat dan kebinasaan. Tugas mereka sama
seperti Yesus, yaitu memberitakan Kabar Baik tentang nilai-nilai Kerajaan Allah
di tengah kehidupan sesama. Menjadi pengikut Kristus bukanlah sesuatu yang
timbul dari dirinya sendiri, tetapi merupakan prakarsa Tuhan yang menjumpai dan
memilih manusia untuk menjadi pengikut-Nya. Akhirnya bisa dikatakan bahwa
panggilan yang kita terima sebagai katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
merupakan ajakan untuk kita bergabung dengan Yesus: baik mengambil bagian
dalam hidup-Nya, maupun ikut serta dalam mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah.
e. Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi konkrit peserta
1) Pengantar
Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi, kita sudah menemukan sikap-sikap
apa yang dibuat oleh murid-murid Yesus yang pertama dalam menanggapi
panggilan Yesus. Mereka sangat antusias dalam menanggapi panggilan Yesus
bahkan meninggalkan segala sesuatu termasuk ayahnya dan langsung mengikuti
Yesus yang memanggilnya tanpa komentar apapun. Kita sebagai katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering yang berkumpul di sini merupakan orang-orang yang
111
dipanggil Yesus untuk mengikuti-Nya dan mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah di
tengah kehidupan umat. Meskipun dalam perjalanan kita sehari-hari kita mengalami
banyak kesulitan dan hambatan. Terkadang kesulitan dan hambatan yang kita alami
melemahkan dan membuat semangat kita surut. Namun dalam pertemuan ini, saat
berahmat bagi kita di mana Yesus memberikan semangat dan ikut terlibat dalam
karya pelayanan kita sebagai katekis sukarela. Oleh sebab itu, dalam situai apapun
kita tetap harus tabah, tekun, setia dalam menjalani tugas yang telah dipercayakan
kepada kita dan tetap mengikuti Dia, sebab Dialah yang menuntun dan menyertai
setiap langkah dan tugas panggilan kita terima saat ini sebagai katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering. Sebagai bahan refleksi agar kita dapat bersikap sabar
dan lemah lembut dalam melaksanakan tugas kita sebagai katekis sukarela yang
terkadang mengalami hambatan dan kesulitan, maka marilah kita mencoba
merenungkan pertanyaaan-pertanyaan sebagai berikut:
• Apakah dengan pertemuan ini bapak/ibu semakin disadarkan, ditegur dan
diteguhkan akan panggilan sebagai katekis sukarela Paroki Keluarga Suci
Tering?
• Sikap-sikap apa yang dapat kita lakukan agar semakin mampu melaksanakan
tugas sebagai katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering?
Saat hening diiringi dengan musik instrumental. Untuk mengiringi renungan.
Kemudian diberi kesempatan untuk mengungkapkan hasil renungan pribadinya.
Sebagai bahan renungan dalam langkah konfrontasi ini dapat diberi arah
rangkuman singkat dari hasil-hasil renungan pribadi mereka, misalnya sebagai
berikut:
112
2) Suatu contoh arah rangkuman penerapan pada situasi peserta
Yesus telah memberikan teladan bagi kita bahwa Ia memanggil para murid-
murid-Nya yang pertama tanpa syarat. Panggilan itu pertama dari pihak Yesus dan
para murid menanggapinya dengan segala keterbukaan dan kerendahan hati dalam
melaksanakan tugas panggilan yang mereka terima. Karena Yesus yang memanggil
maka segala persoalan dan hambatan dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik.
Bila kita kembali pada diri kita, pada hidup kita, kitapun merupakan orang
yang dipanggil oleh Yesus. Menjadi katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
merupakan panggilan meskipun panggilan kita tidak berhadapan langsung dengan
Yesus tetapi Dia memanggil kita dengan segala keberadaan, kelemahan dan
kebaikan kita. Kita menyadari diri sebagai manusia yang penuh keterbatasan dan
kekurangan tentu kita kadang merasa tidak mampu dalam melakukan kehendak-
Nya, kesulitan dan hambatan yang kita alami terkadang membuat kita menyerah,
tetapi kalau kita percaya bahwa Dia senantiasa membimbing dan memberkati setiap
pekerjaan/pelayanan kita maka hambatan dan kesulitan akan dapat teratasi dengan
baik. Menjadi katekis sukarela merupakan anugerah yang begitu besar diberikan
oleh-Nya kepada kita secara cuma-cuma, oleh karena itu, sikap yang harus kita
miliki untuk melaksanakan tugas yang telah dipercayakan kepada kita adalah sikap
percaya sepenuhnya kepada-Nya, tekun, setia, tulus dalam melayani, bertanggung
jawab, rela berkorban dan senantiasa bersyukur atas apa yang sudah diberikan-Nya
kepada kita.
Maka marilah kita selalu mendekatkan diri pada Yesus dan mengikuti
sertakan Dia dalam seluruh karya pelayanan kita sebagai katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering, agar kita semakin mampu melaksanakan tugas kita sebagai
113
katekis sukarela dengan sebaik mungkin dan penuh tanggung jawab. Dengan
demikian kita menjadi pengikut Kristus yang senantiasa berkorban demi
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah umat dan sesama.
f. Langkah V: Mengusahakan Suatu aksi konkrit
1) Pengantar
Menjadi pengikut Yesus merupakan panggilan yang datang Allah, Dia
memanggil kita menjadi katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering bukan karena
kita memiliki kehebatan dan kekuatan, tetapi panggilan itu merupakan anugerah
terbesar yang diberikan oleh-Nya kepada kita. Panggilan yang kita terima
merupakan suatu kepercayaan Allah terhadap diri kita, Dia memanggil kita karena
Dia percaya bahwa kita mampu mewartakan cinta kasih di tengah kehidupan
bersama. Panggilan hidup sebagai katekis sukarela merupakan anugerah yang
diberikan secara cuma-cuma oleh Allah. Tugas panggilan itu bermacam-macam,
entah itu karya yang besar maupun karya yang kecil dan sederhana, semua itu demi
kemuliaan Tuhan, jika dilaksanakan dengan baik, tekun, setia, taat dan penuh rasa
tanggung jawab maka nilai-nilai Kerajaan Allah akan semakin terwujud dalam diri
setiap manusia yang terlibat.
Bapak Agus adalah orang yang setia, jujur, dan tekun serta bertanggung
jawab dalam melaksanakan tugasnya, meskipun ia tidak terbebaskan oleh kesulitan
dan penderitaan hidup tetapi ia tetap setia dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Demikian pengalaman kita menjadi katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering,
terkadang kita mengalami banyak kesulitan, hambatan, tantangan ataupun peristiwa
hidup yang kita anggap sebagai penghambat untuk melaksanakan tugas panggilan
114
kita sebagai katekis sukarela. Tetapi lewat Injil Markus yang kita dalami, Yesuslah
yang berinisatif untuk memanggil murid-murid-Nya untuk mengikuti Dia dalam
mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah. Kita telah menemukan cara pandang baru,
bahwa kitapun sebagai katekis sukarela merupakan orang yang terpanggil untuk
mengikuti Yesus dalam melayani sesama agar semakin mengikuti Dia dengan
sepenuh hati. Dengan kesadaran itu kita dapat melihat bahwa kesulitan, hambatan
dan tantangan bukanlah sesuatu yang menghambat kita untuk melaksanakan tugas
kita sebagai pewarta iman, tetapi merupakan sesuatu yang mematangkan panggilan
kita untuk dapat semakin melayani sesama dengan baik, sehingga dalam
mengalaminya kita tetap sabar, kuat, tekun dan setia serta bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugas kita sebagai katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering.
2) Membangun niat-niat
Maka marilah kita senantiasa bersyukur atas kesempatan yang penuh rahmat
ini, dengan memikirkan niat-niat dan bentuk keterlibatan kita yang baru (pribadi,
kelompok atau bersama) untuk lebih menyemangati kita, khususnya dalam
menghayati panggilan kita sebagai katekis sukarela yang ditugaskan untuk
mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah.
• Niat apa yang hendak kita bangun agar semakin menyadari tugas panggilan
sebagai seorang katekis sukarela di Paroki Keluarga Suci Tering merupakan
panggilan dari Allah ?
• Hal-hal apa yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan niat-niat tersebut?
Selanjutnya peserta diberi kesempatan dalam suasana hening memikirkan
sendiri-sendiri tentang niat-niat pribadi dan bersama yang akan dilakukan.
115
Sambil merenungkan niat tersebut dapat diputarkan musik instrumental.
Kemudian niat-niat pribadi diungkapkan dan niat-niat kelompok didiskusikan.
g. Penutup
Setelah selesai merumuskan niat pribadi dan bersama kemudian bersama-
sama menyanyikan lagu dari MB. 459 “Kucoba Maju”.
Kesempatan hening sejenak untuk merenungkan isi lagu tersebut. Sementara
itu lilin diletakkan di tengah peserta untuk kemudian dinyalakan. Kesempatan doa
umat spontan yang diawali oleh pendamping dengan menghubungkan kebutuhan,
situasi dan keadaan yang dialami oleh para peserta, khususnya mendoakan niat-niat
yang sudah dibangun baik secara pribadi maupun bersama/kelompok. Setelah itu
doa umat disusul secara spontan oleh para peserta yang lain. Doa umat diakhiri
dengan doa Bapa kami dan semua peserta berpegangan tangan. Akhirnya ditutup
dengan doa penutup dari pendamping yang merangkum keseluruhan langkah dalam
SCP dalam kelima langkah ini, misalnya, sebagai berikut:
1) Doa Penutup
Allah Bapa yang Mahabaik, kami mengucap syukur karena Engkau
memanggil kami menjadi pengikut-Mu untuk mewartakan nilai-nilai Kerajaan
Allah. Engkau telah mengetahui segala kekurangan dan kelebihan serta perjuangan
kami masing-masing selama ini dalam menjadi katekis sukarela Paroki Keluarga
Suci Tering. Sudilah kiranya Engkau membuat kami semakin berani menyadari dan
menghayati menjadi pengikut Yesus merupakan panggilan yang Engkau berikan
secara cuma-cuma yang kepada kami dan berilah kekuatan kepada kami agar dapat
menghadapi segala kesulitan, tantangan, hambatan yang terkadang membuat kami
116
lemah dan menyerah dalam melaksanakan tugas kami sebagai pewarta nilai-nilai
Kerajaan Allah. Bapa berilah semangat kepada kami semua yang hadir di sini agar
dapat melaksankan tugas karya kerasulan kami dengan sebaik mungkin dan penuh
tanggung jawab. Kami mohon kepada-Mu berkatilah niat-niat yang sudah kami
rencanakan bersama, semoga niat-niat yang kami rencanakan ini dapat bermanfaat
baik bagi keluarga kami, Gereja dan masyarakat/umat setempat dengan demikian
nilai-nilai Kerajaan Allah semakin terwujud dan dampingilah kami selalu dalam
mengalami segala tantangan dan kesulitan, Engkau mampukan kami menjadi
pewarta yang senantiasa membawa kabar gembira dan menjadi teladan yang baik
bagi sesama kami. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin
2) Penutup MB No. 465 “Aku dengar bisikan suara-Mu”
117
BAB V
PENUTUP
Untuk menutup penulisan skripsi ini, penulis akan membuat kesimpulan dan
saran yang penting diperhatikan oleh siapa saja yang dipercayakan dalam
pembinaan katekis sukarela selaku penggerak umat, dengan demikian semakin
mampu melaksanakan katekese yang dialogal partisipatif.
A. Kesimpulan
Katekis sukarela adalah rasul awam yang dipanggil secara khusus oleh
Gereja untuk melayani sesama agar semakin mengenal dan mencintai Yesus
Kristus. Dalam melaksanakan tugas sebagai pewarta, para katekis dengan rendah
hati dan penuh rasa persaudaraan dalam melayani umat setempat. Meskipun
demikiam para katekis tidak dididik secara khusus di bidang pewartaan/pelayanan.
Dengan demikian tugas yang dipercayakan kepada mereka terkadang tidak dapat
dilaksanakan dengan baik.
Hal ini disebabkan oleh faktor kurangnya pengetahuan dan wawasan para
katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering mengenai katekese umat yang
dialogal partisipatif. Selain itu di Paroki Keluarga Suci Tering tidak memiliki
katekis yang ahli di bidang katekese, dengan demikian pembinaan katekis sukarela
Paroki Keluarga Suci Tering kurang mendapatkan perhatian. Melihat permasalahan
tersebut, penulis merasa terdorong untuk menulis katekese umat model SCP sebagai
usaha meningkatkan kemampuan berkatekese umat yang dialogal partisipatif.
Tugas seorang katekis sangat besar peranannya dalam mengembangkan Gereja.
Mereka adalah pembantu hirarki dan berperan sebagai penggerak hidup menggereja
118
umat setempat. Mereka membantu imam dalam pelayanan khususnya di stasi-stasi
yang sulit dijangkau.
Katekis sebagai pewarta nilai-nilai Kerajaan Allah juga memiliki
spiritualitas yang merupakan daya pendorong dan penyemangat untuk dapat
melaksanakan tugas dengan sebaik mungkin. Pada dasarnya katekis adalah orang
yang menyampaikan sabda, dan sabda itu terkandung dalam wahyu diwartakan oleh
Gereja dan dihayati dalam liturgi. Hidup dalam sabda mengandaikan adanya
keterbukaan pada sabda, Gereja dan dunia. Sikap terbuka pada sabda merupakan
sikap yang mendalam dan pribadi. Sikap seorang katekis terhadap Gereja terungkap
dalam sikap dan cintanya terhadap Gereja, mengabdi dan berani berkorban demi
perkembangan Gereja. Selain terbuka terhadap Gereja seorang katekis juga
diharapkan terbuka pada dunia karena dunia merupakan tempat terciptanya kasih
karunia Allah yang kekal dan abadi. Sikap terbuka pada dunia merupakan ciri
spiritualitas katekis atas dasar cinta rasuli Kristus Gembala yang baik, yang datang
menyelamatkan, mengumpulkan dan menyatukan anak-anak Allah yang tercerai
berai.
Katekis sebagai penggerak umat sudah sepantasnya mendapat pendidikan
yang layak di bidang katekese, khususnya katekese yang dialogal partisipatif. Hal
yang perlu diketahui adalah gambaran Gereja jaman sekarang dan jenis
kepemimpinan yang ada, khususnya jenis kepemimpinan yang berhubungan dengan
tugas sebagai pewarta iman/nilai-nilai Kerajaan Allah. Seorang katekis dituntut dan
diharapkan mampu menggerakkan umat agar terlibat aktif dalam kegiatan hidup
menggereja. Sebagian besar para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering
tidak pernah dididik secara khusus di bidang katekese bahkan belum pernah
119
mendapatkan pendidikan mengenai katekese, serta tidak pernah mengikuti kegiatan
apapun dalam rangka memperdalam pengetahuan dan wawasan dalam berkatekese
umat, sehingga proses pelaksanaan katekese yang dilaksanakan selama ini tidak
berjalan dengan baik. Kesulitan paling menghambat para katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering dalam berkatekese umat adalah tidak memiliki pengetahuan,
ketrampilan, sarana yang memadai, serta kurang memahami metode katekese yang
cocok untuk jaman sekarang. Hal tersebut menunjukan para katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering sangat membutuhkan pendampingan khusus berhubungan
dengan katekese, khususnya katekese yang dialogal partisipatif. Sebagai penggerak
umat pendidikan para katekis perlu diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik dan
sesuai dengan kebutuhan setempat sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-
tugas yang telah dipercayakan kepada mereka dengan sebaik-baiknya dan penuh
tanggung jawab.
Bertitik tolak dari permasalahan di atas, penulis mencoba menawarkan
katekese umat model Shared Charistian Praxis (SCP) yang diharapkan dapat
membantu dan menambah pengetahuan serta wawasan para katekis sukarela Paroki
Keluarga Suci Tering dalam berkatekese umat yang dialogal partisipatif. Metode
SCP merupakan salah satu bentuk katekese umat yang dialogal partisipatif yang
bermaksud membantu serta mendorong setiap para peserta untuk terlibat aktif ambil
bagian dalam proses pelaksanaan katekese umat yang dilaksanakan, sehingga baik
secara pribadi atau bersama, mampu mengadakan penegasan dan mengambil suatu
keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan setiap
manusia yang terlibat dalam dunia.
120
B. Saran
Jika diperhatikan dengan seksama katekis yang tidak mendapat pendidikan
tidak hanya terbatas di Paroki Keluarga Suci Tering, tetapi hampir semua paroki,
khususnya paroki yang berada di pedalaman, mereka tidak memiliki pengetahuan
yang memadai mengenai katekese umat yang dialogal partisipatif. Oleh karena itu,
bagian akhir skripsi ini ada bebarapa saran penting yang perlu diperhatikan oleh
Gereja, Paroki Keluarga Suci Tering maupun para katekis sukarela Paroki Keluarga
Suci Tering serta katekis pada umumnya dan para pendamping umat yang merasa
terpanggil untuk melayani sesama.
1. Bagi Paroki Keluarga Suci Tering
- Gereja perlu mengadakan pembinaan seperti kaderisasi bagi para katekis
sukarela, sehingga mereka mampu mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah
dengan baik di tengah umat.
- Mengadakan pertemuan dengan para katekis sukarela, sehingga mereka
semakin mampu melaksanakan tugas mereka dengan baik dan penuh
tanggung jawab.
2. Bagi katekis Profesional
- Mengadakan pengkaderan/kursus-kursus terhadap katekis sukarela yang tidak
mendapat pendidikan di bidang katekese.
- Membantu para katekis sukarela agar lebih memahami katekese yang dialogal
partisipatif, sehingga mereka mampu membawa dan membantu umat untuk
terlibat aktif dalam kehidupan menggereja.
121
3. Bagi katekis sukarela
- Mengikuti pertemuan/pembinaan demi menambah pengetahuan dan wawasan
agar semakin mampu trampil dalam berkatekese umat yang dialogal
partisipatif.
- Memiliki semangat pelayanan, sehingga mampu mewartakan nilai-nilai
Kerajaan Allah dan patut menjadi teladan bagi umat.
122
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, F.X. SJ. (1997). Menyusuri Sejarah Pewartaan Gereja III. (Seri Puskat No. 354): Yogyakarta. Puskat.
Afra Siauwarjaya. (1987). Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Darminta, J. SJ. (2007). Spiritualitas Kristiani. Diktat Mata Kuliah Spiritualitas Dasar Kristiani untuk Mahasiswa Semester V, IPPAK-FKIP-USD Yogyakarta.
Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese (F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan 1997).
Hagidron, Robert. (1982). Metode Riset Sosial. Jakarta: Erlangga. Hermawan Wasito. (1992). Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia. Heselaars, F. SJ. (1976). Penghayatan Kitab Suci untuk Katekis. (Seri Puskat No.
268). Yogyakarta: Puskat Bagian Publikasi. Huber, Th. SJ. (1981). Katekese Umat: Hasil PKKI II. Yogyakarta: Kanisius. Iswarahadi, Y.I. SJ. (2010). Media dan Pewartaan Iman Usaha Mencari Model
Pewartaan Iman pada Jaman Digital. Yogyakarta: Studio Audio Visual Puskat.
Komisi Kateketik KWI. (1997). Pedoman untuk Katekis. Dokumen Mengenai Arah Panggilan, Pembinaan dan Promosi Katekis di Wilayah-wilayah yang Berada di Wilayah-wilayah CEP. Yogyakarta: Kanisius.
. (2005). Identitas Katekis di Tengah Arus Perubahan Jaman. Jakarta: Komisi Kateketik KWI.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi.Yogyakarta: Kanisius.
. (2006). Kitab Hukum Kanonik, Edisi Resmi Gereja. Bogor: Grafika. Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardiwiryana, S.J,
Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).
Lalu, Yosep. (2005). Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI. Leks, Stefan. (1987). Mempelajari Alkitab Secara Pribadi: Sebuah Pegangan.
Yogyakarta: Kanisius. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Setyakarjana, J.S. SJ. (1997). Arah Katekese di Indonesia. Yogyakarta: Pusat
Kateketik. Steenbrink, Karel. (2006). Orang-orang Katolik di Indonesia 1808-1942.
Pertumbuhan yang Spektakuler dari Minoritas yang Percaya Diri 1903-1942. Maumere: Penerbit Ledalero.
Suhardo, E. BA. (1972). Sukses Katekis dalam Kepemimpinan. (Seri Puskat No. 108). Yogyakarta: Puskat Bagian Publikasi.
Suharyo, Ign. Pr. (1991). Membaca Kitab Suci: Paham-paham Dasar. Yogyakarta: Kanisius.
Sumarno Ds, M. SJ. M.A. (2009). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki. Diktat Mata Kuliah Program Pengalaman
123
Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki. untuk Mahasiswa Semester VI, IPPAK-FKIP-USD Yogyakarta.
Sutrisno Hadi. (1989). Meteodologi Research 2. Yogyakarta: Andi. Telaumbanua, M. OFMCap. (1999). Ilmu Kateketik. Hakikat, Metode, dan Peserta
Katekese Gerejawi. Jakarta: Obor. Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, S.J,
Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. Wharton, Paul J. (1994). 111 Cerita dan Perumpamaan Bagi Para Pengkotbah dan
Guru. Yogyakarta: Kanisius.
(1)��
Lampiran 1: Daftar kuesioner
Berilah tanda silang (x) pada pernyataan di bawah ini dengan tepat dan benar sesuai dengan kenyataan yang ada.Identitas responden:
1. Usia:a. Kurang dari 30 tahun. c. 41-50 tahun. b. 30-40 tahun. d. Di atas 50 tahun.
2. Jenis kelamin: a. Laki-laki.b. Perempuan.
3. Pendidikan terakhir: a. SD. c. SMA b. SMP. d. Perguruan Tinggi.
4. Lama menjadi katekis sukarela: a. 1-5 tahun. c. 10-14 tahun. b. 5-9 tahun. d. Di atas 15 tahun .
5. Pengertian katekese: a. Sebagai pengajaran. c. Sebagai pendidikan b. Sebagai pendalaman. d. Sebagai persekutuan.
6. Peranan katekese: a. Membuat umat bahagia dalam kehidupan sehari-hari. b. Membangkitkan semangat umat untuk pergi ke Gereja. c. Mematangkan sikap iman/menumbuhkan kepekaan dan kesedian umat untuk
berserah diri kepada Allah. d. Melibatkan umat dalam hidup menggereja agar mendapatkan kebahagian
dalam relasi dengan sesama.
7. Tujuan katekese: a. Menyadarkan umat agar tetap mengingat akan kebaikan Tuhan yang telah
diberikan.b. Membawa umat pada perjumpaan dengan pribadi Kristus untuk mendapat
kehidupan yang sejati.c. Mematangkan iman umat agar dapat mencintai Tuhan dalam kehidupannya
sehari-hari. d. Mengembangkan keberanian umat untuk dapat terlibat dalam setiap kegiatan
Gereja.
(2)��
8. Metode katekese: a. Cara pelayanan yang kreatif agar manusia dapat bertemu dengan Tuhan dalam
kehidupannya sehari-hari. b. Salah satu usaha yang baik untuk dapat mengumpulkan umat dalam
prosesberkatekese. c. Cara membuat umat terlibat dalam proses katekese. d. Agar umat semakin sadar dan mampu untuk melibatkan diri dalam kehidupan
menggereja.
9. Pengertian Katekese Umat: a. Umat bersaksi akan iman Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersabda
kepada umat agar melakukan pertobatan secara serentak. b. Bersaksi tentang iman akan Yesus Kristus yang menyelamatkan setiap
pribadi manusia. c. Pelayanan terhadap umat yang melaksanakan proses katekese agar umat
semakin berkembang dalam iman. d. Komunikasi iman atau tukar pengalaman iman antar anggota jemaat melalui
kesaksian iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna.
10. Isi Katekese Umat: a. Pelayanan Sabda yang diberikan oleh Gereja terhadap umat setempat agar tetap
beriman. b. Supaya dalam terang Injil, iman umat semakin diresapi melalui pengalaman sehari-
hari mereka. c. Dalam proses katekese umat kita bersaksi tentang iman akan Yesus Kristus,
pengantara Allah yang bersabda kepada kita menghadapi sabda Allah. d. Komunikasi iman iman yang dilakukan setiap peserta yang hadir dalam proses
katekese umat.
11. Suasana dalam proses Katekese Umat: a. Peserta berdialog dalam suasana yang terbuka, ditandai sikap saling
menghargai dan saling mendengarkan, proses terencana ini berjalan terus menerus.
b. Peserta berdialog dengan peserta yang memilki jabatan yang sama dengannya. c. Setiap peserta dituntut untuk dapat sharing pengalaman imannya agar semua
mendapat jatah. d. Peserta harus saling menanggapi sharing pengalaman iman setiap peserta
yang sharing.
12. Dalam Katekese Umat kita bersaksi tentang: a. Kegiatan umat sehari-hari dalam Gereja. b. Iman kita akan Yesus Kristus yang menyelamatkan. c. Kepercayaan kita terhadap Gereja yang menyelamatkan. d. Kejadian-kejadian yang terjadi dalam masyarakat
13. Tugas pemimpin Katekese Umat:
(3)��
a. Menentukan siapa yang harus sharing dalam proses Katekese Umat. b. Mengkritik sharing yang diungkapkan oleh para peserta. c. Sebagai pengkotbah yang harus berbicara terus menerus dalam proses
Katekese Umat. d. Sebagai fasilitator/pengarah dan pemudah proses Katekese Umat.
14. Manfaat Katekese Umat: a. Iman peserta semakin diteguhkan dan dihayati secara sempurna sehingga
menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah. b. Mengantar umat kepada pertobatan yang sejati dan menemukan kebahagiaan. c. Menyadarkan umat untuk terlibat dalam hidup menggereja d. Iman dan kepercayaan umat semakin berkembang dalam hidup menggereja.
15. Langkah yang dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan Katekese Umat: a. Langkah pertama mengamati dan menyadari fonemena tertentu dalam
masyarakat yang diangkat dalam tema katekese umat, kedua menyadari dan merefleksikan situasi yang telah dianalisis dalam terang Kitab Suci dan ketiga memikirkan dan merencanakan aksi untuk bertindak.
b. Langkah pertama merefleksikan apa yang sudah dilihat dalam masyarakat, kedua memikirkan aksi apa yang hendak dibuat, ketiga menyadari suatu kejadiaan yang terjadi di tengah masyarakat.
c. Langkah pertama menyadari dan merefleksikan kejadian yang terjadi, keduamemikirkan dan merencanakan aksi untuk bertindak, ketiga menyadari dan merefleksikan situasi yang telah dianalisis dalam terang Kitab Suci.
d. Langkah pertama melakukan refleksi atas apa yang terjadi di dalam masyarakat, kedua melaksanakan katekese umat dengan menggunakan Kitab Suci, ketiga merencanakan aksi konkrit untuk pertobatan.
16. Dari proses dan langkah Katekese Umat pembina harus menguasai cara-cara: a. Menganalisa relasi umat dengan sesamanya serta mampu melihat kebiasaan
umat setempat. b. Menganalisa situasi umat dan menafsirkan Kitab Suci serta mampu
menyusun rencana tindak lanjut. c. Menafsirkan apa yang akan terjadi setelah melaksanakan Katekese Umat. d. Menafsirkan Kitab Suci dan sejauhmana pengetahuan peserta tentang Tuhan.
17. Keunggulan Katekese Umat: a. Dalam Katekese Umat semua peserta terlibat aktif berfikir, berbicara,
berkomunikasi, umat yang menjadi subjek dalam berkatekese.b. Dalam Katekese Umat fasilitator yang menjadi orang yang pertama/utama. c. Dalam katekese Umat peserta harus sharing dan mengungkapkan pengalaman
imannya. d. Katekese Umat mempunyai susunan yang teratur dan terarah sehingga
prosesnya dapat berjalan dengan baik.
18. Seorang Pembina Katekese Umat sebagai saksi iman diharapkan:
(4)��
a. Seorang pribadi yang rela mengumpulkan, menyatukan dan membimbing kelompok umat dasar untuk melaksanakan Katekese Umat sebagai suatu proses komunikasi iman semakin berkembang.
b. Seorang pribadi yang berani berjuang demi perkembangan iman umat setempat.
c. Seorang pribadi yang melaksanakan tugasnya demi perkembangan Gereja. d. Seorang pribadi yang memiliki motivasi untuk terus memperkembangkan
Gereja.
19. Kemampuan/keterampilan yang dibutuhkan oleh katekis dalam berkatekese umat: a. Kemampuan/keterampilan berkomunikasi dan berefleksi. b. Kemampuan/keterampilan membawa umat untuk bertobat. c. Kemampuan /keterampilan menyadarkan umat untuk terlibat dalam hidup
menggereja. d. Kemampuan melihat perubahan pada umat.
20. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan teks Kitab Suci dalam Katekese Umat:
a. Menggunakan teks Kitab Suci yang disenangi oleh umat agar proses katekese umat dapat berjalan dengan baik dan lancar.
b. Menggunakan teks Kitab Suci sesuai dengan masalah yang terjadi sekarang dan memperhatikan pengalaman iman Kitab Suci yang berkaitan dengan pengalaman peserta Katekese Umat.
c. Menggunakan teks Kitab Suci yang sesuai keinginan umat. d. Menggunakan teks Kitab Suci dengan cermat dan teliti agar dapat
mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah.
21. Makna Kitab Suci dalam Katekese Umat: a. Mengkritik sikap setiap peserta yang hadir dalam pelaksanaan Katekese
Umat. b. Mengkritik sikap kita dan peserta, menegur, meneguhkan, memberi banyak
kemungkinan, membuka wawasan dan memberi insprirasi, semangat dalam menjalankan kehidupan yang lebih baik.
c. Mengajari umat untuk dapat mengenal siapa saja tokoh- tokoh yang ada dalam Kitab Suci.
d. Menyadarkan umat untuk dapat melakukan pertobatan dan melibatkan diri dalam hidup menggereja.
22. Metode Katekese umat yang sering anda gunakan selama ini: a. Ceramah. c. Sharing. b. Dialog. d. Menjelaskan.
23. Tanggapan peserta terhadap sharing dalam proses katekese umat yang pernah anda laksanakan selama ini:
a. Tidak menanggapi. b. Aktif, terlibat dalam sharing. c. Pasif, tidak terbiasa sharing.
(5)��
d. Tidak pernah melaksanakan kegiatan sharing.
24. Usaha apa yang dilakukan supaya peserta dapat terlibat dan tertarik dalam kegiatan berkatekese umat:
a. Mempersiapkan bahan dengan baik sebelum melaksanakan katekese. b. Memberi tugas dengan menghafal doa-doa. c. Melibatkan peserta dengan Tanya jawab sharing pengalaman iman. d. Tidak ada.
25. Permasalahan pokok yang dihadapi oleh katekis sukarela dalam berkatekese umat selama ini:
a. Terlalu sibuk bekerja.b. Kurangnya pengetahuan akan iman dan proses katekese yang melibatkan
peserta.c. Kurang mengerti bagaimana berkatekese umat yang baik dan benar. d. Kurang pengalaman tentang katekese umat.
26. Hambatan yang membuat katekis sukarela kesulitan dalam berkatekese umat di tengah umat:
a. Tidak mendapat pendidikan yang berhubungan dengan berkatekese umat. b. Tidak memiliki sarana prasarana yang berkaitan dengan proses katekese
umat. c. Tidak mengetahui bagaimana menggunakan metode katekese yang cocok. d. Tidak memiliki buku pegangan tentang berkatekese umat.
27. Kesulitan yang paling menghambat para katekis sukarela dalam berkatekese umat:
a. Tidak memiliki ketrampilan yang cukup. b. Tidak mengetahui katekese yang cocok untuk sekarang.c. Tidak memiliki pengetahuan yang memadai. d. Kurangnya pengetahuan tentang macam-macam metode dan sarana katekese
umat.
28. Kaderisasi berhubungan dengan katekese umat yang melibatkan para peserta dirasa:
a. Penting. c. Tidak penting. b. Sangat penting. d. Kurang penting.
29. Pendampingan khusus terhadap katekis sukarela dirasa: a. Penting. c. Tidak penting. b. Sangat penting. d. Kurang penting.
30. Jika diberikan model katekese umat yang dapat melibatkan umat: a. Setuju. c. Tidak setuju. b. Sangat setuju. d. Kurang setuju.
(6)��
Lampiran 2: Pedoman wawancara
1. Sejauh pengetahuan bapak Bonifasius sebagai dewan paroki bagaimana Sejarah masuknya agama katolik di desa Tering?
2. Mengapa Tering dipilih menjadi pusat misi yang kedua setelah kampung Laham?
3. Menurut pengamatan bapak Bonifasius bagaimana keadaan dan situasi Geografis Paroki Keluarga Suci Tering?
4. Menurut pengamatan bapak Bonifasius bagaimana relasi umat di Paroki Keluarga Suci Tering dengan sesama?
5. Menurut pengamatan bapak Bonifasius bagaimana relasi umat di Paroki Keluarga Suci Tering dengan sesama?
6. Jika kita perhatikan umat di Paroki Keluarga Suci Tering jarang sekali ke Gereja, sebenarnya Faktor apa yang menyebabkan umat kurang terlibat dalam kegiatan hidup menggereja?
7. Apakah katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering memiliki semangat dalam mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah umat?
8. Selama bapak Bonifasius menjabat sebagai dewan paroki, apakah katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering pernah mendapat pendampingan berkaitan dengan tugas mereka sebagai pewarta iman?
(7)��
Lampiran 3: Hasil wawancara
A. Identitas
1. Nama : Bonifasius 2. Tugas : Dewan Paroki Keluarga Suci Tering 3. Alamat : Tering Lama 4. Tanggal 23 Juli 2010 5. Waktu 19:00
B. Hasil wawancara
1. Sejauh pengetahuan bapak Bonifasius sebagai dewan paroki bagaimana Sejarah masuknya agama katolik di desa Tering?
Pak Bonifasius mengatakan, pastor Paroki Keluarga Suci Tering adalah Imam kelahiran Tamiang Layang Barito Timur, Kalimantan Tengah, 23 Mei 1971, ia menjadi pastor Paroki Keluarga Suci Tering, sejak tahun 2007. Ia ditahbiskan imam pada 24 September 2000. Jumlah umat yang harus ia layani di paroki yang sudah berusia 75 tahun ini sebanyak 3.926 jiwa.
Pak Bonisfasius juga menguraikan tentang sejarah gereja katolik Kalimantan Timur khususnya gereja Paroki Keluarga Suci Tering. Ia mengatakan bahwa seratus tahun yang lalu Allah telah mengirim Misionarisnya pertama ke bumi Kalimantan ini dan iapun memberikan rahmat iman kepada penduduk asli untuk menanggapi pewartaan kekal yang ditawarkannya yang berawal dari kampung Laham dan sekitarnya pada tahun 1907. Selanjutnya 26 tahun kemudian pada tahun 1933 para misonaris melanjutkan misi mereka di dalam pengembangan iman Katolik di kampung Tering. “Memang tidak mudah untuk merubah peradaban awal yang begitu melekat dengan berbagai kebudayaan dan kepercayaan yang telah ditanamkan oleh nenek moyang pada saat itu. Namun karena usaha serta pekerjaan mereka yang sangat berani dan dibantu oleh tokoh-tokoh awam sehingga dapat menjadi orang Katolik yang begitu perkembangannya. Sepanjang sejarah perkembangannya mengalami pertambahan umat yang semakin pesat.
2. Mengapa Tering dipilih menjadi pusat misi yang kedua setelah kampung Laham?
Tering dipilih menjadi pusat misi karena umat di Paroki Keluarga Suci Tering lumayan banyak dan keadaan geografis sangat mendukung untuk pusat karya pastoral, tempatnya mudah dijangkau karena berdekatan dengan pinggiran sungai Mahakam. Pinggiran sungai Mahakam merupakan jalur alternatif yang menghubungkan daerah satu dengan daerah yang lain. Tering menjadi pusat misi setelah kampung Laham, jelasnya.
3. Menurut pengamatan bapak Bonifasius bagaimana keadaan dan situasi Geografis Paroki Keluarga Suci Tering?
Bapak Bonifasius mengatakan keadaan geogrfis gereja Paroki Keluarga Suci Tering berada di desa Tering, Kecamatan Tering Kabupaten Kutai Barat,
(8)��
Propinsi Kalimantan Timur. Wilayah Paroki Keluarga Suci Tering merupakan wilayah dataran rendah berada dekat dengan pinggiran sungai Mahakam. Air yang menjulur di sepanjang sungai Mahakam merupakan jalur jalan raya utama yang menghubungkan daerah satu dengan daerah yang lain. Transport utama yang sering digunakan masyarakat setempat Kapal Motor, Speed Boat dan Sampan.
Bapak Bonifasius juga menjelaskan, wilayah Paroki Keluarga Suci Tering di bagian utara berbatasan dengan Paroki Melapeh, Paroki Barong Tongkok. Sedangkan di bagian barat Paroki keluarga Suci Tering berbatasan dengan Paroki Long Hubung, Paroki Laham dan Paroki Memahak Besar. Di timur berbatasan dengan Paroki Melak dan di paroki Keluarga Suci Tering sendiri memiliki delapan stasi, kedelapan stasi tersebut adalah Jelemuq, Kelubaq, Muara Mujan, Muyud Aked, Tering Pasar, Tukul, Kelian, Dali. Setiap Minggu di setiap stasi selalu dilayani oleh seorang pastor dalam merayakan Ekaristi. Di stasi-stasi yang tidak sempat dilayani oleh pastor, selalu diambil alih oleh para katekis sukarela dalam merayakan ibadat sabda, jelasnya.
4. Menurut pengamatan bapak Bonifasius bagaimana relasi umat di Paroki Keluarga Suci Tering dengan sesama?
Bapak Bonifasius menjawab/mengatakan Paroki Keluarga Suci Tering merupakan daerah yang dihuni suku dayak, relasi antara sesama sangat akrab, karena kalau ada kegiatan gotong royong semua warga terlibat aktif. Tetapi keaktifan umat dalam merayakan perayaan sakramen-sakramen sangat rendah, jelasnya. Hal ini dilihat dari keaktifan umat sangat kurang dalam menghadiri perayaan sakramen-sakramen seperti Ekaristi, pengakuan dosa serta sakramen lainnya. Bahkan doa-doa rutin yang dilaksanakan di lingkungan jumlah umat yang hadir sangat terbatas, jelasnya.
5. Jika kita perhatikan umat di Paroki Keluarga Suci Tering jarang sekali ke Gereja, sebenarnya Faktor apa yang menyebabkan umat kurang terlibat dalam kegiatan hidup menggereja?
Umat Paroki Keluarga Suci Tering enggan untuk terlibat dalam kegiatan hidup menggereja, kemungkinan besar yang mempengaruhi kurang keterlibatan umat dalam kegitan hidup menggereja karena kesibukan sehari-hari yang sebagian besar umat Paroki Keluarga Suci Tering pekerjaannya sebagai petani dan nelayan. Tetapi faktor yang paling menghambat perkembangan kearah keterlibatan umat adalah sebagian besar disebabkan oleh kurangnya kesadaran umat mengenai makna dan arti hidup menggereja yang sesungguhnya, mereka tidak menyadari dan mengetahui bahwa dalam kehidupan mereka sehari-hari Allah selalu berkarya dan membimbing dan memberkati setiap pekerjaan yang mereka lakukan.
6. Berapa jumlah keseluruhan Katekis sukarela yang bertugas di Paroki Keluarga Suci Tering?
Di Paroki Keluarga Suci Tering jumlah katekis yang bertugas 30 orang, mereka ditunjuk oleh Gereja untuk melayani sesama umat beriman dan memperkenalkan Kristus kepada umat. Pak Bonifasius juga mengatakan pendidikan formal katekis Paroki Keluarga Suci Tering rata-rata SMP dan SMA dan sebagian besar pekerjaan mereka sebagai petani dan nelayan. Pekerjaan
(9)��
sebagai petani dan nelayan kadang membuat katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering kurang terlibat dalam kegiatan yang ada di Gereja. Kegiatan katekese yang mencakup unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman iman menuju kepenuhan Kristiani. Kepenuhan hidup Kristiani mengandaikan bahwa dalam hidup sehari-hari orang memiliki mentalitas iman yang mendalam artinya bertindak seturut perintah-perintah Allah.
7. Apakah katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering memiliki semangat dalam mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah umat?
Para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering dipilih langsung oleh Gereja untuk mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah kehidupan bersama. Mereka dipilih karena semangat serta keaktifan dan keterlibatan mereka dalam kegiatan hidup menggereja. Semangat yang dimiliki para katekis sukarela sangat mendukung terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah kehidupan setiap umat. Tetapi semangat para katekis sukarela terkadang terhambat karena pekerjaan mereka sehari-hari sebagai petani dan nelayan yang harus mencari nafkah untuk keluarga mereka, hal ini kadang membuat para katekis sukarela tidak dapat terlibat aktif dalam kegiata hidup menggereja, meskipun demikian mereka tetap berusaha terlibat dalam setiap kagiatan menggereja.
8. Selama bapak Bonifasius menjabat sebagai dewan paroki, apakah katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering pernah mendapat pendampingan berkaitan dengan tugas mereka sebagai pewarta iman?
Bapak Bonifasius mengatakan faktor yang menghambat perkembangan kearah keterlibatan umat adalah sebagian besar para katekis kurang mengetahui metode berkatekese yang dialogal partisipatif, sehingga dalam melaksanakan proses berkatekese selama ini keterlibatan umat kurang diperhatikan, dengan demikian umat menjadi pasif dan enggan terlibat dalam kegiatan hidup menggereja. Selain itu di Paroki Keluarga Suci Tering tidak ada katekis profesional atau katekis ahli dalam bidang katekese. Bapak Bonifasius menambahkan, para katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering tidak pernah mendapat pendidikan berkaitan dengan katekese khususnya katekese yang melibatkan para peserta dalam proses pelaksanaan katekese, selain itu para katekis Paroki Keluarga Suci Tering tidak pernah mendapat pendampingan khusus berkaitan dengan tugas dan tangung jawab mereka sebagai pembina umat, hal ini disebabkan karena tidak ada tenaga ahli dalam bidang katekese, sehingga katekis sukarela Paroki Keluarga Suci Tering tidak pernah mendapat pengetahuan dan wawasan berkaitan dengan katekese, khususnya katekese yang dialogal partisipatif.
(10)��
Lampiran 4: Menjawab Panggilan Kristus
Cerita dikutip dari: Majalah Hidup No. 30 Tahun ke-60. 23 Juli 2006. h. 16.
Agus adalah seorang bapa yang sejak masa muda sampai tua mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan Gereja. Tugas sangat sederhana sebagai pelayan pastoral/koster. Setiap pagi dan sore hari ia membunyikan lonceng Gereja untuk perayaan Ekaristi dan untuk doa-doa anjleus pada jam-jam yang ditentukan oleh Gereja. Selain itu, ia membersihkan halaman Gereja dan rumah pastor. Karena tekun dan bertanggungjawab, maka dia dipercaya oleh pastor untuk mengajar agama bagi orang dewasa terlebih anak-anak. Pengajaran yang diberikan bukan untuk memperoleh nilai tetapi yang ditekan adalah nilai-nilai hidup kristiani dalam diri anak agar menjadi orang katolik yang sungguh beriman baik. Bapak Agus dalam menjalankan tugasnya tidak luput dari tantangan atau kesulitan yang dihadapi khususnya kesulitan dalam ekonomi. Walaupun bertahun-tahun bekerja sebagai koster ia tidak pernah mengharapkan gaji untuk kehidupannya. Pelayanannya hanya semata-mata untuk kepentingan pengabdian saja. Oleh karena itu, untuk menambah kebutuhan ekonomi keluarga ia berusaha mencari waktu kosong dengan bekerja sebagai buruh kecil di pelabuhan yang ada saat-saat tertentu baru mendapat sedikit uang. Meskipun demikian kesulitan terus dialaminya ketika putra sulung dan istrinya meninggal dunia. Namun ia tidak putus asa bahkan ia semakin setia dalam tugasnya dan bersyukur bahwa ia dipercaya Tuhan untuk mengabdikan hidupnya dan menjadi saksi bagi semua orang.