usantara · perda tidak hanya menyoal perdagangan anak, remaja, atau perempuan. ada juga persoalan...

1
TIDAK banyak daerah di Tanah Air yang memberi perhatian besar pada masalah traffick- ing, baik perdagangan anak, remaja, maupun perempuan. Padahal, nyaris semua daerah di Indonesia masih didera masalah ini. Salah satu daerah yang sudah memberi perhatian terhadap fenomena itu adalah Lampung. Sebagai langkah antisipasi, se- jak 2006, Pemerintah Provinsi Lampung sudah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Ta- hun 2006 tentang Pencegahan Trafcking. Perda tidak hanya menyoal perdagangan anak, remaja, atau perempuan. Ada juga persoalan kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual. Beberapa pelanggaran itu memang terjadi di daerah ini. Data dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Damar, Lam- pung, menyebutkan, pada 2003 ditemukan 20 korban kekerasan terhadap anak, meningkat men- jadi 45 korban pada 2006. Pada 2008, hanya terjadi 10 kasus dan 2009 ada 14 korban. Mengenai perdagangan ma- nusia, mayoritas korban di wilayah tersebut adalah para gadis remaja. “Pencegahan terus diupayakan. Lembaga terkait di daerah juga perlu giat untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat,” ujar Ke- tua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat Maria Ulfah Anshor. Fenomena meningkatnya kasus perdagangan anak harus dicegah dengan cara melaku- kan koordinasi yang memadai. “Kasus perdagangan manusia bukan lagi lintas provinsi, tapi sudah lintas negara. Selama masih ada pencegahan, pasti bisa dicegah,” jelasnya. Kasus trafcking yang paling menonjol dalam dekade ini memang terjadi di Jawa Barat. Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mencatat, dalam kurun 2005–2009 korban perdagangan manusia di wilayah itu men- capai 794 kasus. Kalimantan Barat berada di belakangnya dengan 711 kasus, Jawa Timur 441 kasus, dan Jawa Tengah 404 kasus, serta Nusa Tenggara Barat 233 kasus. Upaya pemulangan ternyata berjalan tidak seimbang. Pada 2009, misalnya, dari Jawa Barat hanya bisa dipulangkan 21 orang dan setahun kemudian 34 orang. Kisah kelam perdagangan bayi juga terjadi di Bumi Pasun- dan. Pada 2010, misalnya, Kota Bogor digegerkan dengan kasus perdagangan tiga bayi. Sindikat sempat mengecoh sejumlah petugas medis dan sosial. Namun, bau penyelewengan tidak bisa selalu rapat ditutup. Ketiga bayi, dua perempuan, dan satu laki-laki berhasil di- selamatkan. Mereka dibawa ke Rumah Perlindungan Anak Sosial Bambu Apus, Jakarta. Dalam kuantitas dan kuali- tas, kasus perdagangan orang di Lampung jauh di bawah Jawa Barat. Namun, antisipasi tetap dibutuhkan. Sebagai daerah masuk-ke- luar menuju Sumatra, kasus trafcking masih akan terjadi di kawasan itu. Apalagi ting- ginya kebutuhan akan anak membuat para pelaku berusaha keras mencari mangsa. Di Lam- pung, harga korban yang masih berusia anak-anak berkisar Rp1 juta-Rp2,5 juta per orang. (Iwa/N-2) DINA--bukan nama sebe- narnya--tidak berprasangka buruk ketika sahabatnya mem- bawa dia ke Pulau Bangka. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas 3 SMP di kota kelahiran- nya, Bandar Lampung. Bagi Dina, teman adalah sandaran untuk berbagi ke- bahagiaan, juga kesedihan. “Saya ditawari bekerja di salah satu kafe di Bangka. Ternyata, sampai di sana ternyata bukan di kafe sungguhan,” ujar Dina, saat ditemui Media Indonesia, pekan lalu. Dina pun dijerumuskan. Ia ‘dijual’ dan ‘dipakai’ secara paksa. Sang karib meninggal- kannya begitu saja. Terpaksa Dina menyerah dan terpaksa memuaskan nafsu para hidung belang. “Awalnya saya sangat takut dan menangis setiap malam. Kenapa sahabat saya melaku- kan ini pada saya?” tuturnya. Air di pelupuk matanya mulai menetes. Setelah 7 bulan bekerja, Dina ditangkap petugas dalam sebuah razia. Ia pun dikirim kembali ke daerah asalnya. Di Lampung, ia ditampung di sebuah pusat rehabilitasi. Dari sana ia memacu dirinya untuk dan harus berubah. Kini, bersama beberapa ak- tivis dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal, Dina bangkit lagi. Ia berharap, de- ngan berkaca dari kisah yang dialaminya, para gadis dan remaja dapat berhati-hati de- ngan pergaulan dan pengaruh di sekeliling mereka. Bagi gadis kelahiran Mei 1993 itu, keberadaan pusat rehabilitasi telah membuat psikisnya kembali normal. Apalagi ia juga tengah menda- pat bimbingan dari Lembaga Advokasi Anak (Lada) di Kota Bandar Lampung. Sehari-hari, Dina bersama 60 remaja putri mendapatkan bimbingan konseling. Mereka juga mendapatkan pelatihan keterampilan tata rias, mema- sak, dan menjahit. Di tempat kontrakan ber- ukuran sekitar 9x12 meter itu, berbagai program dijalankan. “Saya mendampingi anak-anak remaja ini untuk menemukan semangat hidup dan bangkit. Lihat saja, mereka kini sudah mulai bisa menjahit,” tutur konselor Lada Farichah Noor Laila. Kepada Bagian Perlindungan Anak dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Biro Pember- dayaan Perempuan Lampung M Syafei mengatakan peme- rintah sudah berusaha mem- berikan perlindungan terhadap anak. Namun, banyak kasus tetap terjadi dan tidak dilapor- kan masyarakat. “Beberapa tahun ini, masyarakat sudah berani me- laporkan kasus trafcking yang menimpa anak dan remaja. Pada 2009 terdapat 306 kasus dan 320 laporan pada 2010,” tandasnya. Tak dapat dimungkiri, mela- lui sosialisasi, masyarakat akan semakin sadar untuk memini- malkan kasus trafcking. “Kami tetap gencar untuk menangani kasus anak ini. Apalagi ka- sus seperti perdagangan anak perlu dicegah,” tukasnya. Sejumlah industri pun tak hendak berpangku tangan. Salah satunya The Body Shop Indonesia, produsen kecantik- an dan kosmetik. “Kami terus melakukan upaya sosialisasi di daerah. Keterlibatan pemerintah dae- rah masih minim,” tutur Ratu Maulia Ommaya, Brand Va- lues Manager The Body Shop Indonesia. Kini, The Body Shop Indo- nesia tengah gencar mengam- panyekan program penang- gulangan perdagangan anak di bawah usia. Beberapa kota yang telah didatangi di antaranya Lampung, Pon- tianak, dan Lombok. (Iwan Kurniawan/N-2) 23 RABU, 4 MEI 2011 USANTARA Belum Banyak tapi Bisa Jadi Ancaman Diantar Karib Sendiri ke Tepi Jurang BIMBINGAN DARI LSM: Sejumlah korban trafficking mendapatkan bimbingan dari para konselor lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal di Kota Bandar Lampung, Lampung, pekan lalu. Mereka mendapatkan pelatihan seperti tata rias wajah, menjahit, dan memasak. MI/IWAN KURNIAWAN BERKONSULTASI: Salah satu dari 14 perempuan korban trafficking ketika berkonsultasi dengan tim Gugus Tugas di Gedung PKK, Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. ANTARA/AGUS BEBENG DIPULANGKAN: Petugas mendampingi dua dari enam wanita WNI korban trafficking di Kuala Lumpur, Malaysia, yang dipulangkan ke Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu. MENGAWAL: Polisi berpakaian preman mengawal para korban perdagangan manusia (trafficking) yang tiba di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (13/3/2010). ANTARA/ISMAR PATRIZKI ANTARA/BASRUL HAQ

Upload: doanthien

Post on 14-Jul-2019

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TIDAK banyak daerah di Tanah Air yang memberi perhatian besar pada masalah traffick-ing, baik perdagangan anak, remaja, maupun perempuan. Padahal, nyaris semua daerah di Indonesia masih didera masalah ini.

Salah satu daerah yang sudah memberi perhatian terhadap fenomena itu adalah Lampung. Sebagai langkah antisipasi, se-jak 2006, Pemerintah Provinsi Lampung sudah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Ta-hun 2006 tentang Pencegahan Traffi cking.

Perda tidak hanya menyoal perdagangan anak, remaja, atau perempuan. Ada juga persoalan kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual.

Beberapa pelanggaran itu memang terjadi di daerah ini. Data dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Damar, Lam-pung, menyebutkan, pada 2003 ditemukan 20 korban kekerasan terhadap anak, meningkat men-jadi 45 korban pada 2006. Pada 2008, hanya terjadi 10 kasus dan 2009 ada 14 korban.

Mengenai perdagangan ma-

nusia, mayoritas korban di wilayah tersebut adalah para gadis remaja. “Pencegahan terus diupayakan. Lembaga terkait di daerah juga perlu giat untuk memberikan sosi alisasi kepada masyarakat,” ujar Ke-tua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat Maria Ulfah Anshor.

Fenomena meningkatnya kasus perdagangan anak harus dicegah dengan cara melaku-kan koordinasi yang memadai. “Kasus perdagangan manusia bukan lagi lintas provinsi, tapi sudah lintas negara. Selama masih ada pencegahan, pasti bisa dicegah,” jelasnya.

Kasus traffi cking yang paling menonjol dalam dekade ini memang terjadi di Jawa Barat. Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mencatat, dalam kurun 2005–2009 korban perdagangan manusia di wilayah itu men-capai 794 kasus. Kalimantan Barat berada di belakangnya dengan 711 kasus, Jawa Timur 441 kasus, dan Jawa Tengah 404 kasus, serta Nusa Tenggara Barat 233 kasus.

Upaya pemulangan ternyata berjalan tidak seimbang. Pada

2009, misalnya, dari Jawa Barat hanya bisa dipulangkan 21 orang dan setahun kemudian 34 orang.

Kisah kelam perdagangan bayi juga terjadi di Bumi Pasun-dan. Pada 2010, misalnya, Kota Bogor digegerkan dengan kasus perdagangan tiga bayi. Sindikat sempat mengecoh sejumlah petugas medis dan sosial.

Namun, bau penyelewengan tidak bisa selalu rapat ditutup. Ketiga bayi, dua perempuan, dan satu laki-laki berhasil di-selamatkan. Mereka dibawa ke Rumah Perlindungan Anak Sosial Bambu Apus, Jakarta.

Dalam kuantitas dan kuali-tas, kasus perdagangan orang di Lampung jauh di bawah Jawa Barat. Namun, antisipasi tetap dibutuhkan.

Sebagai daerah masuk-ke-luar menuju Sumatra, kasus traffi cking masih akan terjadi di kawasan itu. Apalagi ting-ginya kebutuhan akan anak membuat para pelaku ber usaha keras mencari mangsa. Di Lam-pung, harga korban yang masih berusia anak-anak berkisar Rp1 juta-Rp2,5 juta per orang. (Iwa/N-2)

DINA--bukan nama sebe-narnya--tidak berprasangka buruk ketika sahabatnya mem-bawa dia ke Pulau Bangka. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas 3 SMP di kota kelahiran-nya, Bandar Lampung.

Bagi Dina, teman adalah sandaran untuk berbagi ke-bahagiaan, juga kesedihan. “Saya ditawari bekerja di salah satu kafe di Bangka. Ternyata, sampai di sana ternyata bukan di kafe sungguhan,” ujar Dina, saat ditemui Media Indonesia, pekan lalu.

Dina pun dijerumuskan. Ia ‘dijual’ dan ‘dipakai’ secara paksa. Sang karib meninggal-kannya begitu saja. Terpaksa Dina menyerah dan terpaksa memuaskan nafsu para hidung belang.

“Awalnya saya sangat takut dan menangis setiap malam. Kenapa sahabat saya melaku-kan ini pada saya?” tuturnya. Air di pelupuk matanya mulai menetes.

Setelah 7 bulan bekerja, Dina ditangkap petugas dalam sebuah razia. Ia pun dikirim kembali ke daerah asalnya.

Di Lampung, ia ditampung di sebuah pusat rehabilitasi. Dari sana ia memacu dirinya untuk dan harus berubah.

Kini, bersama beberapa ak-tivis dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal, Dina bangkit lagi. Ia berharap, de-ngan berkaca dari kisah yang dialaminya, para gadis dan remaja dapat berhati-hati de-ngan pergaulan dan pengaruh di sekeliling mereka.

Bagi gadis kelahiran Mei 1993 itu, keberadaan pusat

rehabilitasi telah membuat psikisnya kembali normal. Apalagi ia juga tengah menda-pat bim bingan dari Lembaga Advokasi Anak (Lada) di Kota Bandar Lampung.

Sehari-hari, Dina bersama 60 remaja putri mendapatkan bimbingan konseling. Mereka juga mendapatkan pelatihan keterampilan tata rias, mema-sak, dan menjahit.

Di tempat kontrakan ber-ukuran sekitar 9x12 meter itu, berbagai program dijalankan. “Saya mendampingi anak-anak remaja ini untuk menemukan semangat hidup dan bangkit. Lihat saja, mereka kini sudah mulai bisa menjahit,” tutur konselor Lada Farichah Noor Laila.

Kepada Bagian Perlindungan Anak dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Biro Pember-dayaan Perempuan Lampung M Syafei mengatakan peme-rintah sudah berusaha mem-berikan perlindungan terhadap anak. Namun, banyak kasus tetap terjadi dan tidak dilapor-kan masyarakat.

“ B e b e r a p a t a h u n i n i , masyarakat sudah berani me-laporkan kasus traffi cking yang menimpa anak dan remaja. Pada 2009 terdapat 306 kasus dan 320 laporan pada 2010,” tandasnya.

Tak dapat dimungkiri, mela-lui sosialisasi, masyarakat akan semakin sadar untuk memini-malkan kasus traffi cking. “Kami tetap gencar untuk menangani kasus anak ini. Apalagi ka-sus seperti perdagangan anak perlu dicegah,” tukasnya.

Sejumlah industri pun tak

hendak berpangku tangan. Salah satunya The Body Shop Indonesia, produsen kecantik-an dan kosmetik.

“Kami terus melakukan u paya sosialisasi di daerah. Keterlibatan pemerintah dae-rah masih minim,” tutur Ratu Maulia Ommaya, Brand Va-lues Manager The Body Shop Indonesia.

Kini, The Body Shop Indo-nesia tengah gencar mengam-panyekan program penang-gulangan perdagangan anak di bawah usia. Beberapa kota yang telah didatangi di antaranya Lampung, Pon-tianak, dan Lombok. (Iwan Kurniawan/N-2)

23 RABU, 4 MEI 2011USANTARABelum Banyak

tapi Bisa Jadi Ancaman

Diantar Karib Sendiri ke Tepi Jurang

BIMBINGAN DARI LSM: Sejumlah korban trafficking mendapatkan bimbingan dari para konselor lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal di Kota Bandar Lampung, Lampung, pekan lalu. Mereka mendapatkan pelatihan seperti tata rias wajah, menjahit, dan memasak.

MI/IWAN KURNIAWAN

BERKONSULTASI: Salah satu dari 14 perempuan korban trafficking ketika berkonsultasi dengan tim Gugus Tugas di Gedung PKK, Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

ANTARA/AGUS BEBENG

DIPULANGKAN: Petugas mendampingi dua dari enam wanita WNI korban trafficking di Kuala Lumpur, Malaysia, yang dipulangkan ke Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu.

MENGAWAL: Polisi berpakaian preman mengawal para korban perdagangan manusia (trafficking) yang tiba di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (13/3/2010).

ANTARA/ISMAR PATRIZKI

ANTARA/BASRUL HAQ