utamakan nilai kebajikan

Upload: mohalli-ahmad

Post on 16-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bgaiamana kita bersikap dalam hidup?

TRANSCRIPT

Utamakan KebajikanOleh: H.Veri Muhlis Arifuzzaman, S.Ag., M.Si(Ketua Perhimpunan Menata Tangsel dan Alumni Pondok Pesantren Daar el-Qalam)Tahukah kamu pendusta agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan fakir miskin (QS. (QS. al-Mn: 1-3)Mendustakan agama berarti pura-pura beragama. Bisa juga dikatakan setengah beragama. Termasuk kategori ini adalah orang munafik yang secara lahir mengaku bertuhan tapi secara batin mengingkarinya. Atau, secara batin mengamini kebenaran Tuhan namun secara lahir menunjukkan kebalikannya. Antara gerak lahir dan gerak batin tidak padu. Ucapan dan perbuatan saling berseberangan.Di antara pendusta agama ialah orang yang mengaku beriman tapi tak peduli pada sesama. Melihat saudaranya sedang susah, diterpa musibah, putus sekolah, menderita kelaparan tak membuatnya terpanggil untuk ulurkan tangan. Sikap cuek dan mementingkan diri sendiri telah mengubur rasa simpati dan empati pada keadaan.Orang demikian hanya mengaku beragama saja tapi tak menegaskan kebenarannya. Persis seperti orang bercermin tapi tak melihat kotoran tebal di wajahnya. Padahal, agama datang membawa misi kemanusiaan. Bukanlah agama bila menghancurkan persaudaraan. Hal utama dan paling utama dalam agama ialah kebajikan yang mendatangkan rahmat bagi hidup manusia.Kebajikan bukanlah hal yang sulit dilakukan. Rumusnya sederhana: semua hal yang merugikan orang lain jangan dilakukan. Sebaliknya, hal apa pun yang mendatangkan manfaat kita kerjakan. Misalnya, memberi senyuman pada pemulung yang mengambil sampah di sekitar rumah kita, atau penyapu jalanan yang tiap pagi membersihkan jalan raya. Ini sederhana, karena tak sedikit orang memandang sinis keberadaan mereka bahkan membenci dan mengusirnya.Contoh lain, memberi uang lebih pada tukang parkir yang telah menjaga kendaraan kita. Seringkali kita memberi uang sesuai tarif yang biasa sekitar 2.000 rupiah. Apakah rezeki mereka memang sebatas uang receh? Benarkah mereka sama sekali tidak berhak atas uang 5.000-20.000 rupiah dari kita? Kadang, meski baru keluar dari supermarket dengan membawa seabrek barang belanjaan, masih saja meminta kembalian meski hanya seribu rupiah.Sekarang, mari kita pikir apa kelebihan kita dibanding mereka? Kalau pun ada, berpikirlah lebih dalam lagi: seandainya kita diperlakukan sama seperti mereka oleh orang yang melebihi kita, bagaimana perasaan kita? Jika kita punya harapan lebih terhadap sesuatu, maka sebenarnya mereka juga sama. Sedikit uang yang kita berikan sudah membuat mereka bahagia.Berbuat kebajikan dengan cara memberi akan menimbulkan efek luar biasa bagi diri kita. Pertama, kebahagiaan. Efek dirasakan terutama saat melihat orang yang kita tolong merasa terbantu dengan pemberian kita. Kepuasan batin yang didapat tiara tara. Apalagi mereka sambil tersenyum sembari mendoakan kita. Kedua, mendapat tambahan nilai. Ini sebagaimana berlaku dalam sirkulasi alam semesta yang berjalan melalui prinsip giving and recieving. Yakni, apa yang mengalir keluar dari diri kita adalah apa yang mengalir kembali kepada kita. Misalnya, manusia menghembuskan karbon dioksida sementara tanaman menggunakannya dalam proses fotosintesa. Demikian juga, tanaman membebaskan oksigen dan manusia menghirupnya.Artinya, apa yang kita berikan tak lantas mengurangi nilai kekayaan yang kita punya. Selalu ada ruang di mana nilai yang kita keluarkan akan kembali lagi bahkan dalam kadar yang lebih besar. Paling sederhana soal kebahagiaan tadi. Sebab, belum tentu tanpa memberi kita mendapat kebahagiaan serupa. Atas dasar inilah kemudian Deepak Chopra dalam buku 7 Spiritual Law of Success menjadikan The Law of Giving hukum kedua untuk sukses.Oleh karena itu, cukup beralasan agama mewanti-wanti pemeluknya untuk memberi, saling membantu meringankan beban hidup orang lain. Di samping hal itu merupakan kewajiban moral universal, juga mengandung kekuatan dahsyat bagi diri dan lingkungan sekitar. Tak tanggung-tanggung, agama menyebut orang pelit tanpa kepedulian terhadap kaum mustadafin sebagai pendusta agama yang pasti akan celaka.Maka celakalah bagi orang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat pamer, dan enggan (menolong dengan) barang berguna, (QS. al-Mn: 4-7)