uts se astutik 413 f ari udi
DESCRIPTION
Uts Se Astutik 413 f Ari UdiTRANSCRIPT
TUGAS TAKE HOME
MID-EXAMSURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Disusun Oleh :
NAMA : ASTUTIKNIM : 25010113140413KELAS : F 2013
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG2015
1. Definisi, tujuan, prinsip umum, fungsi, unsur dasar, dan lingkup dari survailans
epidemiologi, pertimbangan melakukan survailans epidemiologi, indikator pen-
gukuran penyakit dan indikator survailans
A. Definisi Surveilans
Surveilans menurut WHO yaitu kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis
data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, serta diseminasi informasi
tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu mengetahui sehingga dapat diambil
tindakan yang tepat. Jadai dapat diartikan bahwa surveilans epidemiologi
merupakan kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap
penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan serta penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan,
agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui
proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi
kepada penyelenggara program kesehatan
B. Tujuan surveilans epidemiologi menurut WHO yaitu
a. Memprediksi dan mendeteksi dini epidemi (outbreak).
b. Memonitor, mengevaluasi dan memperbaiki program pencegahan serta pen-
gendalian penyakit.
c. Sumber informasi dalam penentuan prioritas, pengambilan kebijakan, peren-
canaan, implementasi dan alokasi sumber daya kesehatan.
d. Monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi dampak
penyakit di masa mendatang.
e. Mengidentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut.
C. Prinsip umum surveilans
Prinsip dari surveilans yaitu pengawasan berkelanjutan untuk mendeteksi
perubahan trend atau distribusi dalam rangka untuk memulai langkah-langkah
investigasi atau control.
D. Fungsi surveilans
Surveilans memiliki dua fungsi manajemen yaitu sebagai fungsi initi dan
fungsi pendukung.
a. Fungsi inti (core activities) meliputi kegiatan surveilans dan langkah-langkah
intervensi kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pen-
catatan, pelaporan data, analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun labo-
ratoris, umpan-balik. Langkah intervensi kesehatan masyarakat mencakup re-
spons segera (epidemic type response) dan respons terencana (management
type response).
b. Fungsi pendukung (support activities) meliputi pelatihan, supervisi, penyedi-
aan SDM dan laboratorium, manajemen sumber daya dan komunikasi (WHO,
2001; McNabb et al., 2002).
E. Unsur dasar surveilans
Unsur dasar dari kegiatan surveilans epidemiologi yaitu kegiatan pengumpulan
data yang sistematis, kontinu dan rutin kemudian dilakukan analisa dan
interpretasi data serta penyebarluasan informasi.
F. Ruang lingkup surveilans
Ruang lingkup surveilans epidemiologi meliputi:
a. Surveilans epidemiologi penyakit menular, yaitu analisis terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit menular dan faktor risiko dalam mendukung up-
aya pemberantasan penyakit menular.
b. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular, yaitu analisis terus menerus
dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko dalam men-
dukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.
c. Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku, yaitu analisis
terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko dalam men-
dukung program penyehatan lingkungnan.
d. Surveilans epidemiologi masalah kesehatan, yaitu analisis terus menerus dan
sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko dalam mendukung
program-program kesehatan tertentu.
e. Surveilans epidemiologi kesehatan matra, yaitu analisis terus menerus dan sis-
tematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko dalam upaya mendukung
program kesehatan matra.
G. Pertimbangan surveilans
Untuk mempertimbangkan perlunya dilakukan surveilans epidemiologi harus
didasari oleh prioritas, tujuan, populasi target, indicator, data minimum dan
sumber data. Contohnya seperti: apakah penyakit tersebut merupakan prioritas?
Adakah kepentingan dari sisi kesehatan masyarakat/ medis berkaitan dengan
penyakit? Apa tujuan surveilans? Populasi mana yang akan dideteksi kasusnya?
Apa indicator penyakit yang di pakai? Data apa yang dipakai untuk
mengembangkan indicator dan sumber data yang ada?. Dll
H. Indikator pengukuran penyakit
Ada tiga macam ukuran yang digunakan dalam epidemiologi:
a. Ukuran frekuensi penyakit, yaitu Mengukur kejadian penyakit, cacat ataupun
kematian pada populasi. Ukuran ini merupakan dasar dari epidemiologi
deskriptif. Frekuensi kejadian yang diamati dan diukur menggunakan
Prevalens dan Insiden
b. Ukuran dari akibat pemaparan yaitu mengukur keeratan hubungan statistik an-
tara faktor tertentu dengan kejadian penyakit yang diduga merupakan akibat
pemaparan tersebut. Hubungan antara pemaparan dan akibatnya diukur den-
gan menggunakan Relative Risk atau Odds Ratio
c. Ukuran dari potensi dampak yaitu menggambarkan kontribusi dari faktor yang
diteliti terhadap kejadian suatu penyakit dalam populasi tertentu. Ukuran yang
digunakan yaitu Attributable Risk Percent dan Population Attributable Risk.
Ukuran ini berguna untuk meramalkan efficacy atau effectiveness suatu pengo-
batan dan strategi intervensi pada populasi tertentu
I. Indikator surveilans
Indikator surveilans meliputi:
a) Kelengkapan laporan
b) Jumlah dan kualitas kajian epidemiologi dan rekomendasi yang dapat di-
hasilkan
c) Berita epidemiologi lokal dan nasional dapat terdistribusi
d) Pemanfaatan informasi epidemiologi dalam manajemen program kesehatan
e) Meningkatnya kajian Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) penyakit (Depkes RI,
2003)
2. Sumber data surveilans : penyakit yang dilaporkan dan mekanisme pelaporan,
mendiskripsikan hal-hal mengenai statistik vital seperti tujuan, manfaat,
pengkodean (coding), klasifikasi, perhitungan rate dan contoh kendali mutu sis-
tem surveilans berdasarkan statistic vital.
A. Penyakit yang dilaporkan dan mekanisme pelaporan
Penyakit yang harus dilaporkan saat surveilans mencangkup banyak
hal yaitu penyakit infeksi, penyakit non infeksi, penyakit akibat kecelakaan kerja,
penyakit yang tidak diketahui penyebabnya, akibat samping pengobatan dll, salah
satunya adalah penyakit menular. Berikut merupakan daftar penyakit menular yang
harus dilaporkan pada tingkat nasional:
Pelaporan penyakit ditujukan ke department kesehatan lokal.
B. Mengenai statistik vital (Tujuan)
Statistik vital merupakan data yang tersedia yang berkaitan dengan
kesehatan dalam beberapa negara dalam suatu format baku. Tujuannya adalah
mempublikasikan data kesehatan yang berguna sekali bagi evaluasi aktivitas,
perencanaan, dasar tindak lanjut suatu pemantauan dan penelitian
C. Mengenai statistik vital (Manfaat)
Manfaat statistik vital adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi perbedaan status kesehatan
2. Menilai perbedaan berdasarkan area geografik dan pekerjaan
3. Memonitor kematian yang dapat dicegah
4. Menghasilkan hipotesis mengenai sebab/korelasi yang mungkin berhubungan
5. Melaksanakan aktivitas perencanaan kesehatan
6. Mamantau kemajuan kearah tujuan kesehatan
D. Mengenai statistik vital (Pengkodean/ coding)
Sebuah senaral tabular dari kategori dan kondisi-kondisi termasuk nomor kode,
definisi istilah kunci, aturan untuk pemilihan sebab-sebab yang mendasari
kematian, dan daftar kondisi untuk ringkasan statistik. Pengkodean bermanfaat
dalam kondisi klasifikasi dan penghitungan rates (Saraswati, 2015).
E. mengenai statistik vital (Contoh kendali mutu sistem surveilens berdasarkan statis-
tik vital)
1) Laporan mingguan (beberapa)
2) Laporan bulanan dan triwulan
3) Kematian bayi dan keluaran reproduktif lain dari yang merugikan
4) Kematian karena pekerjaan
5) Sumber-sumber tambahan (Saraswati, 2015).
3. Sumber data survailans: surveilens sentinel, hal-hal yang mengenai surveilans
sentinel seperti sentinel peristiwa kesehatan, tempat sentinel dan petugas sen-
tinel.
Surveilans sentinel merupakan kegiatan analisis data dengan cara
pengumpulan dan pengolahan data secara terus menerus yang dilakukan di wilayah
atau unit yang terbatas atau sempit.(Depkes RI, 2004)
Surveilans sentinel terfokus pada indikator kesehatan kunci, yaitu:
Sentinel kejadian kesehatan, yaitu kejadian penyakit, kecacatan atau kematian
yang dapat menjadi tanda penting bahwa upaya preventif atau pengobatan
yang sedang dijalankan perlu adanya perbaikan. (Rutsein)
Surveilans Sentinel, yaitu sistem yang dapat memperkirakan insiden penyakit
pada suatu negara yang tidak memiliki sistem surveilans yang baik yang
berbasis populasi tanpa melakukan survei yang mahal. (Woodhall)
Petugas sentinel merupakan petugas yang bersifat fungsional yang
keanggotaannya terdiri dari lintas program yang berfungsi mendukung Kepala Dinas
Kesehatan dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja manajemen
kesehatan kabupaten atau kota dan bertanggung jawab langsung kepada kepala dinas
kesehatan setempat. Petugas sentinel bertugas untuk melakukan koordinasi kegiatan
surveilans, mengembangkan sistem surveilans, melaksanakan sistem surveilans, SKD-
KLB, penyelidikan, penanggulangan KLB, melaporkan data surveilans, meningkatkan
mutu data surveilans dan menghitung serta mengestimasi mordibitas suatu penyakit.
Sentinel dilakukan pada tempat-tempat/wilayah yang terbatas/sempit seperti rumah
sakit, klinik, puskesmas. Tempat-tempat sentinel inidigunakan untuk memantau
kondisi sub kelompok yang rentan pada populasi umum dan memantau kondisi
informasi atas ketidaksediaan info lain.
4. Sumber data surveilans: register, manfaat register, tipe register,manfaat survey,
perbedaan survey dan register, tipe survey, tipe system administrative
pengumpulan data.
A. Register
Register merupakan sumber data yang berisi kumpulan keterangan mengenai
segala peristiwa yang dialami seseorang dan mengubah status sipil seseorang.
Peristiwa yang dicatat dalam register yaitu peristiwa vital (kelahiran, kematian dll)
dan hasil dari registrasi disebut statistik vital.
B. Manfaat Register
Register bermanfaat dalam hal pengumpulan data secara sistematik yang
digunakan untuk memantau berbagai penyakit kronik yang ada di masyarakata serta
untuk mengetahui bagaimana cara untuk memberantas dan mencegah penyakit
tersebut. Register ini sangat diperlukan dalam pengambilan data karena informasinya
didapatkan dari berbagai sumber setiap saat.
C. Tipe Registrasi
Register mempunyai beberapa tipe yaitu register yang berasal dari populasi,
pemajan, rumah sakit ataupun serial kasus. Pada register populasi dapat dilihat apa
saja penyakit atau masalah kesehatan yang banyak menyerang populasi tersebut. Pada
tipe register serial kasus dan rumah sakit dapat diperoleh dari data serangkaian kasus
yang mendeskripsikan spektrum penyakit, manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan
prognosis kasus. Untuk register pemajan sendiri, informasi dapat diperoleh dari
penderita penyakit itu sendiri melalui wawancara, observasi dan yang lainnya.
D. Survei
Survei adalah cara pengumpulan data yang dilaksanakan melalui pencacahan
sampel dari suatu populasi untuk memperkirakan karakteristik objek pada saat
tertentu. Survei bermanfaat untuk menyediakan informasi dalam pemantauan
perubahan serta penilaian prevalens kondisi kesehatan serta menilai pengetahuan,
sikap dan perilaku seseorang atas kesehatannya. Tipe survei kesehatan dapat berupa
SDKI, SKRT serta survei melalui petugas kesehatan. Survei ini dilakukan dengan
cara wawancara kesehatan pada petugas kesehatan atau melihat data-data kesehatan
pada rumah sakit atau kejadian di masyarakat.
E. Perbedaan survey dan registrasi
Survei dan registrasi memiliki perbedaan antara lain dalam survei hanya
dilakukan observasi atau pengumpulan data berdasarkan pada populasi yang terkait.
Selain itu, survei juga bersal dari hasil wawancara dengan petugas kesehatan atau
sampel populasi. Kemudian pada register, pengumpulan data dilakukan pada populasi
sehingga mampu mengetahui masalah kesehatan apa saja yang ada di populasi
tersebut.
F. System Administrative Pengumpulan Data
Sistem pengumpulan data administratif merupakan sistem informasi kesehatan
terpadu yang dapat berasal dari data pelaksanaan kesehatan di rumah sakit yang
meliputi data rawat jalan, ketersediaan alat-alat kesehatan serta kegunaannya dan
pengumpulan data dari runag emergensi. System pengumpulan data ini digunakan
untuk mengetahui bagaimana keadaan sistem-sistem kesehatan baik dari pencatatan,
pelaporan, ketersedian alat atau ruang pada rumah sakit. Sistem pengumpulan data
dapat berupa SP3RS, DAWN, HASS, EHLASS, register pusat pengendalian racun,
luka bakar dan trauma dll.
5. Tahap-tahap dalam perencanaan surveilans kesehatan masyarakat, rasional
(alasan-alasan) untuk setiap tahap perencanaan, aktivitas yang dilakukan dalam
setiap tahap perencanaan
A. Tahap-tahap dalam perencanaan surveilans kesehatan masyarakat
Surveilans kesehatan masyarakat adalah kegiatan pengumpulan data yang
sistematis secara terus menerus, analisis, interpretasi data (faktor resiko, paparan,
agen/penyebab pembahaya, kejadian kesehatan) yang digunakan untuk perencanaan,
implementasi, dan evaluasi dari praktek kesehatan masyarakat yang diintegrasikan
dengan cara penyebaran data secara tepat waktu yang bertanggung jawab pada
prevensi dan kontrol (Curtis. et al., 2003). Tahap-tahap dalam perencanaan surveilans
meliputi:
a. Menetapkan tujuan dilaksanakan surveilans, tahap ini merupakan tahap
awal perencanaan surveilans yang digunakan unruk mengetahui apa saja
yang akan dibutuhkan dalam keberlanjutan surveilans. Dalam menentukan
tujuan harus diketahui dulu bagaimana kriteria masalah kesehatan yang
akan dilakukan surveilans seperti biaya kegiatan, frekuensi kejadian
penyakit/asalah kesehatan, tingkat keparahan dll.
b. Mengembangkan definisi kasus, tahap ini merupakan tahap dimana harus
dilakukan penjabaran atas kasus atau kejadian yang dipilih serta pen-
jabaran dari kriteria masalah kesehatan. Definisi kasus meliputi karakteris-
tik orang, tempat waktu, tingkat sensitivitas serta spesifisitasnya, diagnosis
klinis dan laboratoriu dari penyakit/masalah kesehatan dll.
c. Memilih serta mempertimbangkan sistem pengumpulan data, pemilihan
sistem pengumpulan data digunakan untuk mengetahui metode apa yang
akan dipakai dalam pengumpulan data seperti survei dan registrasi. Selain
itu juga bias menggunakan sistem surveilans aktif dan pasif. Surveilans ak-
tif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala kela-
pangan, desa-desa, tempat praktik dokter dan tenaga medis, puskesmas,
klinik dan rumah sakit dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit
atau kematian. Sistem surveilans pasif adalah kegiatan surveilans epidemi-
ologi membiarkan penderita melaporkan diri pada klinik/RS/unit
pelayanan yang berfungsi sebagai unit surveilans
d. Mengembangkan instrument pengumpulan data, tahap ini berupa kegiatan
menghubungkan berbagai jenis informasi dari format instrument yang
berbeda, khususnya pada subjek yang sama.
e. Pengujian metode surveilans, tahap ini merupakan tahap yang mengoreksi
masalah-masalah pada sistem pengumpulan data sebelum pelaksanaan
surveilans berlangsung.
f. Mengembangkan pendekatan analisis data, tahap ini meruapak tahap lanju-
tan dari pengujian metode surveilans yang berguna untuk menjamin
apakah sitem pengumpulan data dan sumber data sudah layak utnuk di-
jalankan.
g. Menentukan mekanisme diseminasi, tahap ini digunakan untuk memfasili-
tasi pelaksanaan dari kegiatan surveilans serta enjelaskan bagaimana efek
dari penelitian/kegiatan surveilans yang telah dilakukan.
h. Evaluasi, tahap ini diperlukan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
ditetapkan itu tercapai, apakah sistem yang telah dilaksanakan efektif dan
mampu memberikan hasil yang memusakan dll.
B. Rasional (Alasan-Alasan) Untuk Setiap Tahap Perencanaan
1. Alasan Menetapkan tujuan
Tujuan ditetapkan agar kita tahu apa yang kita butuhkan
2. Alasan Mengembangkan definisi kasus
Definisi kasus dikembangkan berdasarkan elemen-elemen seperti:
kriteria untuk waktu, tempat dan orang, diagnosis klinis dan
laboratoris, karakteristik epidemiologis penyakit, derajat kepastian
diagnosis, sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
3. Alasan Mengembangkan system pengumpulan data
System pengumpulan data dikembangkan agar mempermudah kegiatan
surveilans nantinya
4. Alasan Mengembangkan instrument pengumpulan data
Instrument pengumpulan data dikembangkan untuk memecahkan
masalah khusus, mengidenfikasi semua kasus, dan berguna untuk
alasan-alasan logistic dan ekonomis.
5. Alasan Menguji metode di lapangan
Pengujian metode dilapangan dilakukan untuk menemukan masalah
dalam system pengumpulan data, mengidentifikasi masalah-masalah
validitas, dan mengkoreksi masalah-masalah system pengumpulan data
sebelum pelaksanaan/ evaluasi.
6. Alasan Mengembangkan pendekatan analisis data
Pendekatan analisis data dilakukan untuk menjamin bahwa sumber
data dan proses pengumpulan adekuat/ memadai.
7. Alasan Menentukan mekanisme diseminasi
Mekanisme diseminasi ditentukan untuk membantu pembuat
keputusan mengerti implikasi informasi dan memfasilitasi pelaksanaan
(implementasi) selanjutnya dari aksi/ tindak lanjut kesehatan
masyarakat.
8. Alasan Menentukan metode evaluasi
Metode evaluasi ditentukan untuk mempermudah dalam mengevaluasi
apakah tujuan tercapai, informasi tepat waktu, bermanfaat, haruskah
system dilanjutkan, atau bagaimana system dapat diperkuat dan
direvisi.
C. Aktivitas yang dilakukan dalam setiap tahap perencanaan.
1. Aktivitas pada tahap Menetapkan tujuan, yaitu menetapkan tujuan
yang ingin dicapai
2. Aktivitas pada tahap Mengembangkan definisi kasus, yaitu menen-
tukan kejadian (penyakit) dengan prioritas tinggi
3. Aktivitas pada tahap Mengembangkan system pengumpulan data, yaitu
pencatatan vital, kumpulan data yang ada, pencatatan/registrasi atau
survey yang ada
4. Aktivitas pada tahap Mengembangkan instrument pengumpulan data,
yaitu standarisasi instrumen
5. Aktivitas pada tahap Menguji metode di lapangan, yaitu menguji
metode yang ada di lapangan
6. Aktivitas pada tahap Mengembangkan pendekatan analisis data, yaitu
merancang pendekatan analisis data yang akan dikembangkan
7. Aktivitas pada tahap Menentukan mekanisme diseminasi, yaitu menen-
tukan mekanisme diseminasi yang anntinya akan dipakai
8. Aktivitas pada tahap Menentukan metode evaluasi, yaitu menentukan
metode evaluasi mana yang nantinya akan dipakai
6. Peranan etika dalam kesehatan masyarakat, prinsip moral dalam riset dan ap-
likasinya dalam surveilans kesehatan masyarakat, isu-isu etika dan tanggung
jawab dalam surveilans, hubungan dalam surveilans dan asosiasinya dengan ke-
wajiban etik, aplikasi konsep-konsep dan masalah etika pada suatu studi kasus
A. Peranan etika dalam kesehatan masyarakat
Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang
menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Menurut Soeyono Soekamto (1986), etika kesehatan mencakup penilaian
terhadap gejala kesehatan baik yang disetujui maupun tidak disetujui, serta mencakup
rekomendasi bagaimana bersikap serta bertindak secara pantas dalam bidang
kesehatan. Etika Kesehatan mencakup ruang lingkup minimal yaitu treatmen pada
pasien yang menghadapi ajal, mengijinkan unsur mengakhiri penderitaan/hidup
pasien dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri, pembatasan perilaku, dan
informmed consent, bioetika serta pengungkapan kebenaran dan kerahasiaan dalam
bidang kedokteran. Sedangkan etika umum yang berlaku di masyarakat misalnya
privasi pasien, menghargai harkat martabat pasien, sopan santun dalam pergaulan,
saling menghormati, saling membantu. peduli terhadap lingkungan.
B. prinsip moral dalam riset dan aplikasinya dalam surveilans kesehatan
masyarakat
a) Keadilan
b) Kejujuran
c) Kebenaran
d) Privasi
e) Penghargaan otonomi
f) Paternalime
g) Konfidensialitas
h) Kedermawanan
C. Isu-isu etika dan tanggung jawab dalam surveilens
Pada isu-isu etika , terdapat konflik-konflik potensial, yaitu:
1) Tipe kontak yang terlibat dalam surveilans yang meliputi surveilans
lingkungan, surveilans pencatatan, dan surveilans dengan wawancara
atau pemeriksaan.
2) Etika-etika peserta, yaitu hubungan yang tampak dan tidak tampak an-
tar peserta-peserta menggambarkan etika mereka satu sama lain.
Tanggung jawab antara praktisi surveilans dengan masyarakat luas
Melaksanakan surveilans pada isu-isu prioritas dengan keuntungan ke-
sehatan masyarakat yang potensial berdasarkan kriteria yang eksplisit.
Mencari keadilan merupakan rasional moral utama dalam surveilans
Menghindari “conflict of interest” (konflik kepentingan)
Hasil-hasil harus dilaporkan dalam cara yang sensitive, bertanggung-
jawab, dapat dimengerti, dan tepat waktu.
D. Hubungan dalam surveilans dan asosiasinya dengan kewajiban etik,
1) Justifikasi sistem surveilans dalam arti pemaksimalan keuntungan
kesehatan masyarakat potensial dan meminimalkan kerugian pada publik
dan individu
2) Justifikasi penggunaan pengidentifikasi
3) Justifikasi pemeliharaan pencatatan dengan pengidentifikasi
4) Sudahkah protokol surveilans dan riset analitik ditinjau oleh rekan-rekan
sejawat
5) Berbagai data dan penemuan-penemuan dengan para dejawat dan
komunitas kesehatan masyarakat pada umumnya
6) Memperoleh informed consent dari subjek surveilans potensial
7) Memberitahukan petugas pelayanan kesehatan tentang kondisi-kondisi
yang berhubungan erat dengan pasien mereka
8) Memberitahu publik, komunitas kesehatan masyarakat dan para klinisi
tentang temuan surveilans (Saraswati, 2015).
E. Aplikasi konsep-konsep dan masalah etika pada suatu studi kasus
Tantangan utama setiap sistem surveilans HIV adalah masalah etika
sehubungan dengan testing HIV yang telah secara luas dibicarakan dalam
berbagai kepustakaan dan bersifat kompleks. Masalah etika utama sehubungan
dengan surveilans HIV di antara pasien tuberkulosis berkisar mengenai
penggunaan metoda unlinked anonymous atau blinded, tertutama dalam hal
meningkatkan akses ART. Testing unlinked anonymous adalah pemeriksaan
spesimen darah atau lainnya yang dilakukan untuk kepentingan lain dan
mengambil sisa dari spesimen dan ditiadakan semua identifikasinya untuk
dilakukan tes HIV tanpa persetujuan individu tersebut.5 Cara unlinked anonymous
digunakan dalam survei berkala dan sentinel untuk membantu mengendalikan bias
partisipasi yang dapat terjadi bila orang menolak untuk dilakukan tes pada
darahnya (WHO, 2004).
Testing tanpa informed consent (surat persetujuan), untuk kepentingan
surveilans, pada umumnya dapat dianggap memenuhi etika, bila tidak hanya
anonymous (tanpa nama) tetapi juga unlinked (tidak dikaitkan), dimana semua
identitas dihilangkan dari spesimen, yang membuat hasil pemeriksaan tidak dapat
dikaitkan dengan seseorang. Tetapi, survei prevalensi HIV secara blinded selalu
menimbulkan perdebatan,6 terutama di negara maju seperti Amerika Serikat,
Inggris dan Belanda (WHO, 2004).
Tingginya angka infeksi HIV di antara pasien tuberkulosis di banyak negara
dan meningkatnya kemungkinan perawatan HIV telah menantang keabsahan etika
metoda unlinked anonymous. Masalah lain mengenai penggunaan metoda ini pada
pasien tuberkulosis berkaitan dengan pengumpulan sampel. Biasanya metoda
unlinked anonymous pada surveilans HIV mengandalkan sampel darah, yang
diambil untuk kepentingan lain, misalnya tes sifilis di antara ibu hamil. Masalah
survei sero-prevalensi blinded di antara pasien tuberkulosis adalah darah sering
tidak secara rutin diambil dan harus diambil secara khusus untuk kepentingan
survei. Sehingga timbul pertentangan, apakah metoda ini harus dilakukan pada
keadaan tersebut7, dan telah mempertimbangkan akan kemungkinan pemeriksaan
dahak pada keadaan tersebut (WHO, 2004).
7. Kemungkinan-kemungkinan teknis dalam komputerisasi surveilens, kesenjan-
gan antara apa yang mungkin dikembangkan dan apa sistem yang berlaku
sekarang, daftar hambatan-hambatan dalam penggunaan komputer yang opti-
mal dalam surveilens, persoalan-persoalan yang terkait dalam komputerisasi
surveilens saat ini, persoalan-persoalan kunci yang masih tersisa untuk disele-
saikan.
Berdasarkan observasi WHO tahun 2004 menemukan beberapa temuan terkait
surveilans seperti:
a. Kurangnya kesadaran akan pentingnya informasi surveilans penyakit di kalan-
gan pengelola program kesehatan, pejabat kesehatan, staf pelayanan kese-
hatan dan staf surveilans sendiri di semua tingkat.
b. Informasi surveilans tidak digunakan dalam pengambilan keputusan.
c. Kualitas data surveilans tidak memuaskan dan sulit diperbaiki.
d. Tidak dilakukan analisis data surveilans secara memadai.
e. Penyelidikan kejadian luar biasa (KLB) dilakukan sembarangan.
f. Tidak ada motivasi di kalangan staf surveilans untuk meningkatkan kemam-
puan diri.
g. Berbagai sistem surveilans penyakit khusus sulit dikoordinasikan dan diinte-
grasikan.
Kualitas pelaporan dipengaruhi oleh ketelitian, ketrampilan dan
pendidikan dari sumber daya manusia yang terlibat dalam surveilans selain itu
penggunaan teknologi komputer belum dimanfaatkan secara maksimal, diperlukan
peningkatan sarana dan prasarana penunjang agar mutu surveilans dalam menjadi
baik. (Depkes RI, 2003) Ketersediaan sarana dan fasilitas surveilans sarana
pengolah data dan komunikasi yang ada di dinas kesehatan kabupaten/ kota terdiri
dari komputer, perangkat lunak seperti epi info, epi map, kalkulator, alat tulis
kantor, buku pedoman/ petunjuk teknis, formulir, pengumpulan data surveilans,
dan perangkat seminar. Sedangkan perlengkapan, surveilans puskesmas/ rumah
sakit yaitu kalkulator, kertas grafik, formulir perekam, pengolahan dan pelaporan,
mesin ketik, alat komunikasi telepon dan faksimil), komputer pengolahan data
dan program aplikasinya.
Sistem informasi kesehatan yang terdapat di Indonesia penerapannya
masih kurang. Khususnya untuk surveilans yang berfungsi dalam menggambarkan
segala situasi yang ada khususnya perkembangan penyakit sehingga berpengaruh
terhadap derajat kesehatan setiap individu di dalam populasi yang ada.
Masih banyak sekali masalah yang timbul dalam komputerisasi surveilans
saat ini yaitu:
Untuk mengakses data sulit karena terpisah antara program.
Sulitnya menyatukan data karena format laporan yang berbeda-beda.
Adanya pengambilan data yang sama berulang-ulang dengan format yang
berbeda-beda dari masing-masing bagian.
Waktu untuk mengumpulkan data lebih lama, sehingga pengolahan dan anal-
isis data sering terlambat.
Pimpinan sulit mengambil keputusan dengan cepat dan akurat karena data
berbeda dan keterlambatan laporan.
Sebagian besar petugas tidak ditunjang dengan ketersediaan sarana komputer
dan printer untuk kegiatan pelaporan data surveilans.
Selain itu kurangnya keterampilan dari petugas surveilans dalam mengap-
likasikan komputer membuat system surveilans tidak berjalan optimal.
8. Tipe-tipe sistem surveilens, membedakan antara tipe-tipe sistem surveilens,
pengumpulan data epidemiologi dan entri data, persoalan dokumentasi dan lati-
han, menjelaskan laporan dan pembagian data (data sharing), peranan pengelola
data, cara-cara mengelola data, tujuan penilaian survailans, protocol penilaian
survailans yang meliputi Kepentingan & Prioritas kesmas., Tujuan Sistem,
Gambaran Sistem, Kemampuan dan Atribut (sifat) Sistem, Koordinasi, Mekan-
isme Respons untuk intevensi.
A. Tipe-Tipe Sistem Surveilens
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular
dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular.
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak
menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit
tidak menular.
3. Surveilance Injury / Kecelakaan merupakan analisis terus menerus terhadap
terhadap distribusi suatu kejadian dan faktor resiko kejadian tersebut terjadi.
B. Membedakan Antara Tipe-Tipe Sistem Surveilens
a. Surveilans Penyakit Menular konsentrasi pada distribusi kejadian, umur,
kelamin, lokasi dan faktor-faktor penyebabnya
b. Surveilans Penyakit Tidak Menular konsentrasi pada faktor-faktor resiko
penyakit tidak menular tersebut
c. Surveilance Injury / Kecelakaan konsentrasi bisa pada distribusi kejadian
atau faktor-faktor resiko terjadinya kejadian
C. Pengumpulan Data Epidemiologi dan Entri Data
Pengumpulan Data Epidemiologi
Pengumpulan Data adalah pencatatan insidensi berdasarkan laporan
rumah sakit, puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lain, laporan petugas
surveilans di lapangan, laporan masyarakat, dan petugas kesehatan lain, survei
khusus, dan pencatatan jumlah populasi berisiko terhadap penyakit yang sedang
diamati. Tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara dan
pemeriksaan.
Tujuan pengumpulan data adalah
1. Menentukan kelompok high risk;
2. Menentukan jenis dan karakteristik (penyebabnya);
3. Menentukan reservoir;
4. Transmisi;
5. Pencatatan kejadian penyakit; dan KLB.
Entri Data
Entry data adalah proses setelah data diberi kode kemudian dimasukkan
dalam computer dengan menggunakan software.
D. Persoalan dokumentasi dan latihan
Persoalan yang dihadapi terkait dokumentasi dan latihan adalah :
1. Kesenjangan Surveilans yaitu tidak adanya system surveilans untuk
penyakit –penyakit terkini
2. Keterbatasan keahlian dalam epidemiologi lapangan dan teknik laborato-
rium
3. Keterbatasan kualitas data ( data yang dihasilkan tidak akurat , tidak kon-
sistensi , tidak lengkap, duplikasi)
4. Keterbatasan manajemen data
- keterbatasan sarana pengolah data
- kelemahan analisis data & interpretasinya
5. Mekanisme respon yang kurang memadai
- Kurangnya kesiagan terhadap KLB/ wabah/bencana
- keterbatasan kapasitas penyelidikan lap yg cepat
- keterbatasan komunikasi dan kemapuan advocacy
E. Laporan Dan Pembagian Data (Data Sharing)
System pelaporan yang dilakukan adalah :
1. System pelaporan rutin yang dilakukan oleh petugas kesehtan atau non kese-
hatna untuk mengumpulkan informasi tentang jumlah kasus dari jumlah ka-
sus darii penyakit-penyakti yang dilaporkan dan kematian yang di tentukan di
wilayah mereka.
2. System pelaporan sentinel yang digunakan untuk melaporkan kasus penyakit
dan kematian yang terlihat dan di diagnosis pada fasilitas mereka.
Sedangkan pembagian data (data sharing) dalam surveilans dilakukan dengan
koordinasi atau bekerjasama dengan beberapa system surveilans.
F. Peranan Pengelola Data
1. Mengumpulkan data
2. Mengolah data
3. Menganalisis dan intepretasi data
4. Menyebarluaskan data (diseminasi)
G. Cara-cara mengelola data
1. Dua aspek kualitatif yg perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data :
• ketepatan waktu
• sensitifitas data
2. Kriteria cara pengolahan data yang baik :
• Tidak membuat kesalahan selama proses pengolahan data
• Dapat mengidentifikasikan adanya perbedaan dalam frekuensi dan
distribusi kasus
• Tehnik pengolahan data yang dipakai tidak menimbulkan penger-
tian yang salah atau berbeda
• Metode yg dipakai sesuai dgn metode-metode yg lazim
H. Tujuan Penilaian Survailans
a. Mengupayakan masalah kesehatan yang paling prioritas selalu berada dalam
pengawasan sistem surveilans.
b. Sistem Surveilans dapat mencapai tujuannya seefisien mungkin
c. Sistem Surveilans dapat mendorong intervensi yang efektif dan cepat.
I. Protocol Penilaian Survailans Yang Meliputi Kepentingan & Prioritas Kesmas.,
Tujuan Sistem, Gambaran Sistem, Kemampuan Dan Atribut (Sifat) Sistem,
Koordinasi, Mekanisme Respons Untuk Intevensi.
1. Kepentingan dan Prioritas Kesehatan Masyarakat
Mempertimbangkan besarnya masalah kesehatan masyarakat tersebut dari:
Jumlah kasus, incidence, prevalence
Ukuran keparahan (mis, CFR)
Mortality rate
Biaya Medis
Daya Cegah (Preventability)
2. Tujuan Sistem
Untuk mendeteksi & pemantauan kejadian luar biasa / wabah
Pemantauan kecenderungan (trends)
Identifikasi kontak & pemberian prophylaxis
Pemantauan kinerja program intrervensi
Evaluasi program
Formulasi hipotesis
3. Gambaran Sistem
Gambaran system dikatakan terdokumentasi dengan baik dilihat dari :
a) Definisi kasus
• Ada tidaknya definisi kasus
• Sensitivitas and Spesifisitas
• Derajat kepastian kasus (confirmed, probable, suspect...)
• Konsistensi menurut waktu & tempat
b) Populasi target surveilens
• Seluruh penduduk
• Populasi risiko tinggi
• Ada denominator
c) Jenis Sistem: Apakah rancangan sistem sesuai dengan tujuan sistem
• Aktif v.s. Pasif
• Sentinel v.s. Exhaustive
• Data Individual v.s. Aggregat
d) Struktur data
• Siapa bertanggungjawab terhadap manajemen data.
• Format data yang dipakai memenuhi standard.
• Mekanisme Validasi Data .
• Mekanisme Penyimpanan Data.
• Mekanisme menjaga konfidensialitas Data.
e) Indikator
• Definisinya jelas (Jumlah kasus, Proporsi, Rate)
• Jenis indikator ?
• Indikator terkait dengan intervensi?
• Memenuhi SMART (Specific Measurable Action oriented Realistic
Timely)
f) Umpan Balik
• Jenis ( bulletin majalah, media elektronik dll)
• Frekuensi (misal, bulanan, tahunan)
• Disesuaikan dengan populasi target.
• Sumber.
• Masyarakat.
• Pembuat keputusan, etc.
4. Kemampuan dan Atribut (sifat) Sistem
• Kesederhanaan (simplicity), menyangkut struktur dan kemudahan operasional-
nya.
• Fleksibel (flexibility), dapat beradaptasi/menyesuaikan diri dengan perubahan
informasi yang diperlukan atau perubahan pelaksanaan tanpa harus merubah
seluruh alur system yang sudah ada.
• Dapat diterima (acceptability), merupakan refleksi dari individu atau peroran-
gan dan organisasi atau unit untuk ikut serta dalam system surveilans.
• Sensivitas (Sensivity), sensivitas dapat dilihat terhadap dua tingkatan :
1) Pada tindakan laporan kasus, proporsi dari masalah kesehatan yang
dapat diketahui oleh system surveilans dapat diamati dan dinilai den-
gan ukuran tertentu.
2) Sistem dapat dinilai terhadap kemampuannya untuk mengetahui epi-
demic dan tingkat kebenarannya dalam menentukan masalah kese-
hatan terhadap masalah yang sebenarnya ada dalam masyarakat.
• Nilai ramal positif (predictive value positive), adalah proporsi dari penduduk
yang dapat diidentifikasi sebagai kasus, yang dapat dinilai oleh system
surveilans tersebut yang sesungguhnya mempunyai masalah kesehatan. Dan
seberapa nilai kebenaran tersebut dapat dihasilkan oleh system surveilans.
• Representative, akurasi gambaran masalah kesehatan yg sesungguhnya di
masyarakat yg dipotret oleh sistem surveilens, dalam konteks
- orang
- tempat
- waktu
• Ketepatan waktu (timeliness), dapat dinilai dari waktu yang diperlukan untuk
mengikuti alur system tersebut atau ketepatan waktu dalam memberikan infor-
masi yang memerlukan tindakan segera.
5. Koordinasi
Aspek Tahapan dan tingkatan administratif
a. deteksi - pelaporan- analisis - intervensi
b. perifer - menengah- pusat
Aspek Fungsi
a. Kerjasama Tugas berganda
b. Kerja sama dengan disiplin lain
g) Mekanisme Respons untuk intevensi
Mekanisme respon untuk interverensi berupa :
• Pencegahan dan Pengendalian terdiri dari kesiapsiagaan dan respons cepat
• Umpan Balik
• Kebijakan ( baru, modifikasi kebijakan lama)
9. Pemikiran epidemiologis untuk p2m penyakit, epidemiologi sebagai dasar kese-
hatan masyarakat dan kontribusi GIS dalam kesehatan masyarakat dan aplikasi
GIS untuk p2m penyakit.
A. Pemikiran Epidemiologis untuk Pengendalian Penyakit Menular
Pemikiran Epidemiologis untuk Pengendalian Penyakit Menular adalah suatu
pemikiran tentang upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif
yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan angka kesakitan, kecacatan,
dan kematian, membatasi penularan, serta penyebaran penyakit agar tidak meluas
antardaerah maupun antarnegara serta berpotensi menimbulkan kejadian luar
biasa/wabah berdasarkan distribusi penyakit.
B. Epidemiologi Sebagai Dasar Kesehatan Masyarakat
Kesehatan masyarakat bertujuan melindungi, memelihara, memulihkan, dan
meningkatkan kesehatan populasi. Sedang epidemiologi memberikan kontribusinya
dengan mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, meneliti paparan faktor-
faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya perbedaan distribusi
penyakit tersebut. Pengetahuan tentang penyebab perbedaan distribusi penyakit
selanjutnya digunakan untuk memilih strategi intervensi yang tepat untuk mencegah
dan mengendalikan penyakit pada populasi, dengan cara mengeliminasi, menghindari,
atau mengubah faktor penyebab tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
epidemiologi bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang merupakan inti atau induk
ilmu kesehatan masyarakat, memiliki pengertian, filosofi, dan pelaksanaan metode
yang terkandung dalam public health.
C. Kontribusi GIS dalam kesehatan masyarakat dan aplikasi GIS untuk p2m
penyakit.
Kontribusi Sistem informasi geografis (SIG) dibidang kesehatan masyarakat adalah :
1. Perencanaan Prasarana Kesehatan & Evaluasi, menganalisis distribusi
dan karakteristik populasi tangkapan dalam kaitannya dengan infrastruk-
tur kesehatan yang ada memberikan wawasan yang lebih dalam kecuku-
pan dan aksesibilitas dari fasilitas kesehatan di suatu daerah.
2. Pengendalian dan Surveilans Penyakit Infeksi/penyakit menular
3. Menentukan distribusi geografis penyakit
4. Menganalisis secara spasial tren temporal penyakit
5. Memetakan populasi berisiko
6. Menstratafikasi penyakit dan faktor risiko
7. Menilai alokasi sumber daya kesehatan
8. Merencanakan dan menargetkan intervensi kesehatan
9. Memperkirakan terjadinya wabah
10. Memantauan perkembangan penyakit dan intervensi dari waktu ke waktu
Dalam pengendalian penyakit menular SIG digunakan untuk memetakan
data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik tempat dimaksudkan untuk
memperkirakan luasnya masalah secara geografis dan menggambarkan
pengelompokkan (clustering) dan pola penyebaran (spreading) penyakit
berdasarkan wilayah kejadian yang nantinya dapat dijadikan petunjuk untuk
mengidentifikasi etiologi penyakit tsb. Peta bintik (spot map) dan Peta area (area
map) merupakan bentuk penyajian data deskriptif menurut tempat yang sangat
berguna.
Seperti halnya sistem komputer, SIG pada definisi yang lain pada dasamya
juga merupakan sistem computer (lihat sejarah SIG) yang digunakan untuk
aplikasi spasial yang terkait dengan pemodelan fenomena kebumian (mengacu
pada definisi ESRI). Pada sistem komputer diperlukan 4 perangkat yaitu
perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manusia
(brainware/personil) dan data. Peneliti yang memanfaatkan SIG sebagai
perangkatnya termasuk dalam perangkat manusia (brainware) yang terlebih
dahulu harus memahami fenomena tentang penyakit menular secara konseptual,
dimana selanjutnya menerapkan konsep tersebut dalam ujud data spasial dan
model matematisnya dalam perangkat keras dan lunaknya untuk dimodelkan
dalam suatu hasil analisis yang terpercaya.
Penerapan SIG untuk kesehatan di Indonesia sejauh ini masih didominasi pada kegiatan
penelitian-penelitiandi lingkup badan penelitian dan perguruan tinggi yang memiliki konsentrasi
pada bidang kesehatan masyarakat ilmu kebumian, atau beberapa kegiatan kerjasama penelitian
dengan berbagai badan intemasional maupun kerjasama luar negeri. Sejauh ini belum tampak
diimplementasikan pada kegiatan regular dan program nasional di bidang kesehatan, walau
demikian hasil-hasil penelitian yang dihasilkan dari litbang dan kerjasama penelitian ini mulai
dimanfaatkan dan disosialisasikan di masyarakat.
10. Standarisasi, Standarisasi Langsung dan Standarisasi tidak langsung.
A. Standarisasi
Standarisasi adalah cara untuk mengontrol (menghilangkan pengaruh) satu
variable confounding dengan jalan menggunakan populasi standar. Variable
confounding sendiri merupakan variable yang diketahui mempengaruhi besarnya
outcome yang akan dibandingkan. Jenis standarisasi ada dua, yaitu standarisasi direct
(langsung) dan standarisasi indirect (tidak langsung)
B. Standarisasi Langsung
Standarisasi langsung adalah standarisasi yang dilakukan dengan cara
menerapkan ukuran spesifik populasi yang dibandingkan pada populasi standar untuk
mendapatkkan estimasi jumlah kejadian dan menghitung ukuran yang telah
distandarkan. Data yang diperlukan untuk standarisasi langsung adalah data distribusi
populasi standard an tingkat spesifik masing-masing subgroup dalam kelompok yang
dibandingkan.
Cara melakukan standarisasi metode langsung adalah sebagai berikut:
1) Pilih suatu populasi standat dengan diketahui distribusi umur (misalnya dis-
tribusi umur hasil sensus)
2) Kalikan tingkat kematian umur spesifik (age specific death rate) dari kelom-
pok pembanding dengan distribusi umur yang sam dalam populasi standar.
3) Hitung jumlah kematian yang diperkirakan (expected death) dalam populasi
standar jika tingkat kematian spesifik umur dari kelompok pembanding deber-
lakukan dalam populasi standar (ini hanya hipotesis)
4) Jumlahkan semua kematian yang diperkirakan dan dibagi dengan jumlah pop-
ulasi standar
5) Buat pernyataan tentang tingkat kematian setelah menghilangkan efek umur
untuk semua kelompok pembanding.
6) Jumlah kematian yang diperkirakan (expected number of death) = tingkat ke-
matian spesifik umur (age specific mortality rate) dari kelompok pembanding
X distribusi spesifik umur dalam populasi standar.
7) Tingkat kematian yang distandarisasi umur (age adjusted mortality rate) =
jumlah kematian yang diperkirakan/ total populasi standar.
C. Standarisasi tidak langsung
Standarisasi tidak langsung adalah standarisasi yang dilakukan dengan cara
menerapkan ukuran spesifik populasi standar pada populasi yang dibandingkan untuk
mendapatkan estimasijumlah kejadian dan menghitung ukuran yang telah
distandarkan. Metode ini digunakan bila angka umur spesifik tidak diketahui, populasi
sub kelompok lokal sangat kecil, dan tingkat (rate) sub kelompok tidak diketahui.
Data yang diperlukan dalam melakukan standarisasi tidak langsung adalah angka
tingkat spesifik (specific rate) dari populasi standar, angka jumlah masing-masing
segmen spesifik dari populasi studi, dan jumlah keseluruhan peristiwa yang
sebenarnya (peristiwa yang daimati) dalam populasi studi.
Cara melakukan standarisasi metode tidak langsung adalah sebagai berikut:
Setelah tiga tipe data diperoleh
Kalikan angka tingkat spesifik standar dengan angka jumlah masing-
masing dari populasi kelompok
Jumlahkan angka-angka peristiwa yang diperkirakan
Hitunglah rasio yang distandarisasi dengan cara membagi jumlah ke-
seluruhan peristiwa yang diamati dengan keseluruhan jumlah peristiwa
yang diperkirakan.
11. Test performa seperti mendefinisikan (C1) sensitivitas dan spesifisitas, menghi-
tung sensitivity dan spesifity, menjelaskan cut off/to explain how the position of
the threshold modify sensitivity and specificity, mendefiniskan dan menghitung
PVP dan PVN, menjelaskan peranan prevalens rate pada PVP dan PVN.
A. Sensitivitas dan Spesifisitas
Sensitivitas adalah ukuran yang mengukur seberapa baik sebuah tes
skrining/penapisan mengklasifikasikan orang yang sakit benarbenar sakit.
Sensitivitas digambarkan sebagai persentase orang dengan penyakit dengan hasil
test positif juga.
Spesifisitas merupakan ukuran yang mengukur seberapa baik sebuah
tes skrining/penapisan mengklasifikasikan orang yang tidak sakit sebagai orang
benar benar yang tidak memiliki penyakit pada kenyataanya. Sensitivitas
digambarkan sebagai persentase orang tanpa penyakit yang secara test negatif(1).
B. Perhitungan Sensitivitas dan Spesifisitas
Hasil screeningKeadaan penderita
Sakit Tidak sakit
Positif A B
Negatif C D
Keterangan
a = positif benar
b = positif palsu
c = negatif palsu
d = negatif benar
Sensitivitas =
=
Spesifisitas =
=
C. Menjelaskan Cut Off/To Explain How The Position Of The Threshold Modify
Sensitivity And Specificity
Sensitivitas dan spesifisitas bervariasi dalam arah yang berlawanan ketika
mengubah ambang batas. Pilihan ambang batas adalah kompromi untuk mencapai
tujuan terbaik dari tes. Berikut ini cara menentukan nilai ambang batas :
1. Ketika diagnosis palsu( FP) lebih buruk dari diagnosis terjawab ( FN)
Contoh: skrining untuk anensefali atau toksoplasmosis kongenital
- Minimalkan FP
- Prioritaskan spesifitas
- Meningkatkan Treshold untuk positive
2. Ketika diagnosis terjawab (FN) adalah lebih buruk daripada diagnosis
palsu (FP)
Contoh: skrining phenylcetonuria saat lahir
- satu harus meminimalkan FN
- Prioritaskan Sensitivitas
- Kurangi threshold yang positif
jumlah orang yang diklasifikasikan sebagai sakit
jumlah total orang sakit
jumlah orang yang diklasifikasikan sebagai sehat
jumlah total orang sehat
D. Mendefiniskan Dan Menghitung PVP Dan PVN
Nilai prediksi positif adalah persentase dari semua orang dengan hasil tes positif
pada orang yang benar sakit, Sedangkan Nilai Prediksi Negatif adalah persentasi
dari semua orang dengan hasil tes negative pada orang yang benar-benar sehat.
pada orRumus Nilai Prediktif Positif (NPP) & Nilai Prediktif Negatif (NPN)
E. Menjelaskan Peranan Prevalens Rate Pada PVP Dan PVN
1. Nilai prediktif positif sangat dipengaruhi oleh besarnya prevalensi penyakit
dalam masyarakat dengan ketentuan : makin tinggi prevalensi penyakit dalam
masyarakat makin tinggi nilai prediktif positif dan sbaliknya nilai prediktif
positif dipengaruhi oleh besanya nilai spesivitas dari tes.
2. Nilai prediktif negatif sangat dipengaruhi oleh besarnya prevalensi penyakit
dalam masyarakat dengan ketentuan : makin rendah prevalensi penyakit dalam
masyarakat makin rendah nilai prediktif negatif dan sebaliknya nilai negatif
dipengaruhi oleh besanya nilai spesivitas dari tes
12. Pendekatan-pendekatan metodologis analisis data surveilens, pendekatan-pen-
dekatan praktis analisis data surveilens, menyajikan data surveilens menurut
waktu, tempat, dan orang, menjelaskan konsep rate dan standardisasi rate, men-
jelaskan pendekatan-pendekatan untuk analisis data eksploratif, menguraikan
manfaat grafik dan peta, membuat interpretasi yang sistematik dari data
surveilens.
A. Pendekatan-Pendekatan Metodologis Analisis Data Surveilens
1. Pendekatan Statistik Sederhana
Pendekatan yang berhubungan dengan yang berhubungan dengan cara-cara
pengumpulan data, pengolahan atau penganalisiannya dan penarikan kesimpu-
lan berdasarkan kumpulan data dan penganalisian yang dilakukan.
2. Pendekatan Epidemiologi.
Pendekatan epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran
penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut.
B. Pendekatan-Pendekatan Praktis Analisis Data Surveilens
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi
deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan
tujuan surveilans yang ditetapkan.
Analisis dengan metode epidemiologi deskriptif dilakukan untuk
mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat dan orang.
Sedangkan analisis dengan metode epidemiologi analitik dilakukan untuk
mengetahui hubungan antar variable yang dapat mempengaruhi peningkatan
kejadian kesakitan atau masalah kesehatan. Untuk mempermudah melakukan
analisis dengan metode epidemiologi analitik dapat menggunakan alat bantu
statistik.
C. Menyajikan Data Surveilens Menurut Waktu, Tempat, Dan Orang
a. Analisis Data Menurut Waktu
Analisis ini membandingkan jumlah kasus yang diterima selama interval
waktu tertentu dan membandingkan jumlah kasus selama periode waktu
sekarang dengan jumlah yang dilaporkan selama interval waktu yang sama
dalam periode waktu tertentu.
b. Analisis Data Menurut Tempat
Yaitu dengan mengetahui tempat pemajan terjadi, bukan tempat laporan
berasal, mengetahui kemungkinan sumber-sumber pencegahan akan
menjadi sasaran yang efektif, menggunakan computer dan perangkat lunak
untuk pemetaan spasial, memungkinkan analisis yang lebih canggih.
c. Analisis Data Menurut Orang
Analisis ini menggunakan data umur, jenis kelamin, rasa tau entitas, status
perkawinan, pekerjaan, tingkat pendapatan, dan pendidikan. Semua data
dari orang tersebut harus terlengkapi untuk dapat mengetahui sebab kasus
terjadi.
D. Menjelaskan Konsep Rate dan Standardisasi Rate
1. Pengertian Rate
Rate adalah perbandingan antara suatu kejadian dengan jumlah penduduk
yang mempunyai risiko kejadian tersebut, menyangkut interval waktu tertentu.
Rate untuk menyatakan dinamika dan kecepatan kejadian dalam suatu populasi
masyarakat tertentu. Contohnya, penyakit campak berisiko pada balita dan
penyakit cancer servik berisiko pada wanita.
Rate = X x K
Y
Keterangan :
• X = Jumlah kejadian tertentu yang terjadi dalam kurun waktu ter-
tentu.
• Y= Jumlah penduduk yang mempunyai risiko mengalami kejadian tertentu
dalam kurun waktu tertentu ( pop. At risk)
• K=konstanta (angka dasar)
2. Standarisasi Rate
Standarisasi rate dilakukan dengan alasan :
• Menghilangkan efek adanya perbedaan komposisi pada populasi yg akan
dibandingkan
• Menghasilkan ringkasan ukuran sederhana untuk diperbandingkan
• Jika ASDR tidak tepat; jelas; diketahui kecil, misalnya: sulitnya diperoleh nu-
merator & denominator sehingga tidak dapat dibandingkan
Keuntungan rates yang distandarisasi
• Mengontrol efek dari variabel perancu ( comfounding)
• Menyediakan ukuran yang mudah untuk perbandingan
• Menpunyai standar error yang lebih kecil dari spesfic rates
• Lebih tersedia untuk kelompok-kelompok tertentu
• Lebih akurat dan lebih stabil dari specific rates
E. Menjelaskan Pendekatan-Pendekatan Untuk Analisis Data Eksploratif
Analisa data
Analisis tahap awal dalam analisis yang menyuguhkan penghitungan
dan grafik, meminimalkan asumsi-asumsi yang memungkinkan data untuk
memotivasi analisis dan mengombinasikan kemudahan-kemudahan deskripsi
dengan pengetahuan kuantitatif. Tahap-tahap dalam analisis data eksploratif
(Saraswati, 2015) :
1) Gunakan peragaan visual untuk menyampaikan struktur dan analisis data
2) Transformasikan data secara matematis untuk menyederhanakan distribusi
3) Selidiki pengaruh outliers (nilai-nilai ekstrim)
4) Jelaskan residual-residual
F. Menguraikan Manfaat Grafik Dan Peta
a. Manfaat grafik :
• Memperagakan informasi kuantitatif secara visual
• Grafik menyediakan system koordinat
• Membantu pembaca memvisualisasikan pola-pola kecenderungan-kecen-
derungan
b. Manfaat peta :
• Menampilkan data dengan menggunakan lokasi dan koordinat geografik
• Menyuguhkan metode pemahaman data dengan jelas, ringkas, dan cepat
G. Membuat Interpretasi Yang Sistematik Dari Data Surveilens
Untuk membuat interpretasi yang sistematik harus mempertimbangkan
beberapa hal :
• Apakah sifat pelaporan telah berubah ?
• Apakah ada tambahan baru dari pelayanan kesehatan (health provider)
atau area geografis yang di masukkan kedalam system ?
• Apakah definisi kasus telah berubah ?
• Apakah inteverensi baru telah dimulai ?
13. sifat data surveilens kesehatan masyarakat, mendefinisikan nomenklatur dari
variasi dalam peristiwa/kejadian kesehatan, menyajikan manfaat yang benar
metode analitik dan grafik untuk mengkoreksi aberasi/ penyimpangan, menya-
jikan penilaian yang benar kelengkapan sistem surveilens, memilih metode anal-
itik yang sesuai, menjelaskan analitik yang penting dalam analisis data
surveilens.
A. Sifat Data Surveilens Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan bentuk dan sifatnya, data penelitian dapat dibedakan dalam dua jenis
yaitu data kualitatif (yang berbentuk kata-kata/kalimat) dan data kuantitatif (yang
berbentuk angka). Data kuantitatif dapat dikelompokkan berdasarkan cara
mendapatkannya yaitu data diskrit dan data kontinum. Berdasarkan sifatnya, data
kuantitatif terdiri atas data nominal, data ordinal, data interval dan data rasio.
1) Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk
angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data
misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang
telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data kualitatif
adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video.
2) Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Sesuai
dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan
teknik perhitungan matematika atau statistika. Berdasarkan proses atau cara
untuk mendapatkannya, data kuantitatif dapat dikelompokkan dalam dua bentuk
yaitu sebagai berikut:
a. Data diskrit adalah data dalam bentuk angka (bilangan) yang diperoleh dengan
cara membilang. Contoh data diskrit misalnya:
b. Data kontinum adalah data dalam bentuk angka/bilangan yang diperoleh
berdasarkan hasil pengukuran.
Berdasarkan tipe skala pengukuran yang digunakan, data kuantitatif dapat
dikelompokan dalam empat jenis (tingkatan) yang memiliki sifat berbeda yaitu:
1. Data nominal
Data nominal atau sering disebut juga data kategori yaitu data yang
diperoleh melalui pengelompokkan obyek berdasarkan kategori tertentu.
2. Data ordinal
Data nominal adalah data yang berasal dari suatu objek atau kategori yang
telah disusun secara berjenjang menurut besarnya. Setiap data ordinal
memiliki tingkatan tertentu yang dapat diurutkan mulai dari yang terendah
sampai tertinggi atau sebaliknya
3.Data Interval
adalah data hasil pengukuran yang dapat diurutkan atas dasar kriteria
tertentu serta menunjukan semua sifat yang dimiliki oleh data ordinal.
Kelebihan sifat data interval dibandingkan dengan data ordinal adalah
memiliki sifat kesamaan jarak (equality interval) atau memiliki rentang
yang sama antara data yang telah diurutkan. Karena kesamaan jarak
tersebut, terhadap data interval dapat dilakukan operasi matematika
penjumlahan dan pengurangan ( +, – ).
4. Data rasio
Data rasio adalah data yang menghimpun semua sifat yang dimiliki
oleh data nominal, data ordinal, serta data interval. Data rasio adalah data yang
berbentuk angka dalam arti yang sesungguhnya karena dilengkapi dengan titik
Nol absolut (mutlak) sehingga dapat diterapkannya semua bentuk operasi
matematik ( + , – , x, : ).
B. Mendefinisikan nomenklatur dari variasi dalam peristiwa/kejadian kese-
hatan
Nomenklatur digunakan sebagai klasifikasi penyakit dan kausa kematian yang
seragam sehingga statistik vital yang dihasilkan dapat diperbandingkan secara
internasional.Pada Annual Report of the Registrar General yang pertama,
―Keuntungan nomenklatur (penamaan) statistik yang seragam, meski belum
sempurna, sudah jelas, sehingga mengherankan penegakannya tidak mendapatkan
perhatian dalam Bills of Mortality…Nomenklatur sama pentingnya dalam upaya
mencari pengetahuan dengan bobot dan ukuran dalam ilmu fisika, dan hendaknya
ditentukan tanpa penundaan‖ (Langmuir, 1976; Lilienfeld, 2007, WHO, 2010).
Farr merealisasi gagasannya dengan mengembangkan sebuah sistem baru
nosologi. Nosologi (dari kata Yunani ―nosos‖ - penyakit, dan ―logos‖- ilmu) adalah
cabang kedokteran yang mempelajari klasifikasi penyakit. Pada Kongres Statistik
Internasional kedua di Paris 1855, Farr mengemukakan klasifikasi penyakit ke dalam
lima kelompok: penyakit epidemik, penyakit konstitusional (umum), penyakit lokal
yang ditata menurut lokasi anatomis, penyakit terkait dengan perkembangan
(development), dan penyakit akibat langsung dari kekerasan. Delegasi dari Geneva,
Marc d'Espine, mengusulkan klasifikasi penyakit menurut sifatnya (gouty, herpetik,
hematik, dan sebagainya). Kongres itu akhirnya mengadopsi daftar kompromi yang
terdiri atas 139 rubrik (kategori). Sistem klasifikasi penyakit dan cedera yang
dikembangkan William Farr (dan Marc d'Espine) merupakan prekursor International
Classification of Diseases (ICD) dan International List of Causes of Death yang
digunakan negara-negara dewasa ini untuk mencatat kejadian penyakit, maupun kausa
morbiditas dan mortalitas (Langmuir, 1976; Lilienfeld, 2007; WHO, 2010).
C. Menyajikan penilaian yang benar kelengkapan sistem surveilens
1. Tujuan sistem surveilans
- Apakah tujuan sistem surveilans (dapat lebih dari satu tujuan) yang ingin
dinilai dinyatakan dengan jelas?
- Data /informasi yang dihasilkan dari sistem surveilans diperlukan dalam
pengambilan keputusan untuk bertindak?
- Bagaimana dan kapan data/informasi yang dihasilkan sistem surveilans di-
gunakan(untuk keputusan apa)?
2. Personalia
- Berapa stap yang terlibat dalam sistem surveilans?
- Apakah ada staf yang bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan sistem
surveilans?
- Apakah diskripsi tugas masing-masing staf dinyatakan dengan jelas?
3. Sumber Data
- Dari mana data surveilans dikumpulkan?
- Bagaimana data dikumpulkan?
- Apakah formulir yang digunakan untuk mengumpulkan data tersedia?
- Apakah merubah sumberdata dimungkinkan pada keadaan tertentu?
4. Data yang dikumpulkan
- Apakah variabel-variabel yang dikumpulkan dinyatakan dengan jelas?
- Apakah kriteria diagnosis penyakit yang digunakan seragam?
- Apakah sumber data yang dikumpulkan?
5. Pelaksanaan Sistem Surveilans
- Apakah staf yang bertanggung jawab menggumpulkan, mengolah data
dipersiapkan ketrampilanya?
- Apakah calon penguna telah dihubungi?
- Apakah dilakukan upaya cukup untuk memastikan bahwa sistem suveilans
berlangsung terus menerus?
- Apakah surveilans cukup lentur, sehingga mudah untuk berubah?
- Apakah data yang terkumpul diolah dan disajikan?
- Apakah informasi/data surveilans digunakan untuk pengambilan keputusan
untuk bertindak?
D. Memilih metode analitik yang sesuai
Pemilihan metode analisis data menggunakan pendekatan kualitatif atau
kuantitatif. Dalam pendekatan kuantitatif persyaratan pertama yang harus
terpenuhi adalah alat uji statistik yang akan digunakan harus sesuai. Pertimbangan
utama dalam memilih alat uji statistic ditentukan oleh pertanyaan untuk apa
penelitian tersebut dilakukan dan ditentukan oleh tingkat/skala, distribusi dan
penyebaran data. Pertimbangan kedua dalam memilih alat uji statistik ini adalah
luasnya pengetahuan statistik yang dimiliki serta ketersediaan sumber-sumber
dalam hubungannya dengan perhitungan dan penafsiran data.
Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif berbeda dengan
pendekatan kuantitatif, dalam pendekatan kualitatif perhatian dipusatkan kepada
prinsip umum yang mendasari perwujudan dan satuan gejala yang ada dalam
kehidupan manusia atau pola yang ada. Analisis yang dilakukan adalah gejala
sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan untuk memperoleh pola yang berlaku, dan pola tersebut dianalisis
dengan teori yang objektif.
Penelitian kualitatif mampu mengungkapkan gejala yang ada di
masyarakat secara sistematis. Oleh karena itu urutan atau sistimatika yang ada
dalam penelitian memberikan urutan serta pola berfikir secara sistematis dan
komplek. Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini mampu mengungkap gejala
yang ada di masyarakat secara sistematis secara mampu mengungkapkan kejadian
yang sebenarnya sehingga akan sulit ditolak kebenarannya.
Dalam memilih metode analisis perlu dipertimbangkan:
• Kecocokan/kesesuaian metode.
• Kehandalan/ketangguhan.
• Kepekaan.
• Kecepatan/kemudahan.
• Kepraktisan / fleksibel.
• Keamanan.
Cara menentukan metode analisis yang akan digunakan:
• Menetapkan tujuan.
• Jenis metode.
• Kemungkinan penggunaan metode.
• Macam atribut metode yang digunakan.
• Pemilihan metode alternative.
Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam memilih metode analisis adalah:
• Apakah analisis dilakukan untuk 1 sampel, jarang atau sering dengan con-
toh yang sama.
• Pereaksi apa saja yang harus tersedia.
• Berapa lama waktu yang diperlukan.
• Apa jenis matriks sampel yang dianalisis.
• Berapa tingkat ketelitian yang diharapkan.
• Apa ada zat pengganggu.
• Apa ada badan khusus atau persyaratan peraturan, batas tindakan, atau
batas pelaporan.
• Apakah diperlukan prosedur yang mampu menseleksi,mendeteksi, dan
identifikasi untuk campuran.
• Berapa biaya yang harus dibayar pelanggan.
Jika menggunakan metode yang dikembangkan sendiri harus:
• Merupakan kegiatan yang direncanakan
• Ditugaskan kepada personil yang memenuhi persyaratan
• Dilengkapi dengan sumber daya laboratorium yang memadai.
Apabila menggunakan metode non standar, maka harus :
• Mendapat persetujuan pemilik sampel
• Memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan oleh pemilik sampel
• Sesuai dengan tujuan analisis.
E. Menjelaskan analitik yang penting dalam analisis data surveilens.
Untuk menganalisis data surveilans kita harus memperhatikan beberapa hal
berikut:
1. Apa keistimewaan atau kekhasan data yang didapat?
2. Memulai dari data yang paling sederhana ke data yang paling
kompleks
3. Menyadari bila ketidaktepatan dalam data menghalangi analisis-
analisis yang lebih canggih. Jika ada data yang bias maka data tersebut
tidak perlu digunakan.
4. Sifat data surveilans
5. Perubahan dari waktu ke waktu
6. Beberapa sumber-sumber informasi
7. Masalah kualitas dan kelengkapan
8. Butuh pengetahuan yang mendalam tentang sistem evaluasi
14. Konsep dasar untuk diseminasi dan komunikasi informasi surveilans dan contoh
konsep-konsep ini pada suatu studi kasus.
A. Konsep dasar untuk diseminasi dan komunikasi informasi surveilans
Diseminasi informasi yaitu penyebar luasan informasi kepada individu atau kelompok
tertentu yang berkaitan/berkepentingan. Bertujuan untuk mendapatkan feedback agar
pengumpulan data di masa yang akan datang menjadi lebih baik. Isi diseminasi
informasi tergantung kepada siapa diseminasi akan dilakukan, misalnya pada seluruh
stakeholder yang terkait, seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan
masyarakat pada umumnya.
Diseminasi berguna pada :
a. Orang-orang yang mengumpulkan data.
b. Decision Maker.
c. Orang-orang tertentu, contohnya: pakar.
d. Masyarakat.
Pelaksanaan diseminasi dapat berupa :
a) Buletin
b) Seminar
c) Simposium
d) Laporan
e) Kongres
f) News letter
g) Kunjungan
h) Surat untuk corrective action, dll.
Diseminasi informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi
informasi yang mudah diakses. Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila
petugas surveilans secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis.
Tahap - tahap diseminasi antara lain:
1) Menetapkan informasi yang hendak dikomunikasikan dengan tujuan untuk
menentukan etiologi dan riwayat alamiah penyakit serta untuk mendeteksi dan
mengendalikan epidemik.
2) Menentukan audiens, kepada siapa infomasi harus disampaikan: praktisi
kesehatan masyarakat, penyedia pelayanan kesehatan, organisasi profesi dan
organisasi sukarela, pembuat kebijakan, media, publik, serta pendidik.
3) Memilih sarana: publikasi melalui (terbitan) elektronik, media massa.
4) Memasarkan pesan, bagaimana pesan seharusnya dinyatakan: dengan
menggunakan format grafik dan peragaan visual lainnya (harus jelas dan
sederhana), pertimbangan satu penolakan tujuan komunikasi.
5) Menilai dampak dari pesan yang dibuat: apakah informasi surveilans telah
dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi (evaluasi
proses) dan apakah informasi itu mempunyai efek yang menguntungkan atas
masalah kesmas atau kondisi yang menjadi perhatian (evaluasi dampak).
Penyebarluasan data/informasi dilakukan dalam tiga arah yang meliputi :
- Ditujukan ke tingkat administrasi yang lebih tinggi sebagai informasi untuk
dapat menentukan kebijakan selanjutnya.
- Dikirim kepada instansi pelapor atau ke tingkat administrasi yang lebih rendah
yang berfungsi sebagai pengumpul dan pelapor data dalam bentuk umpan
balik.
- Disebarkan kepada instansi terkait dan kepada masyarakat luas.
B. Contoh konsep ini pada suatu studi kasus
Diseminasi Malaria dan PD3I
Diseminasi adalah Penyebarluasan informasi surveilans kepada pihak yang
berkepentingan (stakeholders), agar dapat dilakukan action secara cepat dan tepat.
Penyakit malaria dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi membutuhkan
program-program untuk pencegahan dan pemberantasan. dalam pelaksanaan program
ini dibutuhkan bantuan dari berbagai pihak. maka pelaksanaan program ini
memerlukan diseminasi terhadap berbagai stakeholder terkait.
1) Diseminasi Penyakit Malaria
Stakeholder yang memiliki peranan penting dalam penanganan masalah penyakit
malaria diantaranya :
a. Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan merupakan penyelenggara kegiatan surveilans terhadap
penyakit malaria. Hasil kegiatan surveilans ini berupa data kesakitan malaria
akan digunakan untuk penanganan masalah lebih lanjut. Seperti penggalakan
program pemberantasan sarang nyamuk (fogging dan program 3M Plus)
terhadap masyarakat, penyuluhan tentang bahaya malaria oleh puskesmas
setempat,juga pemberdayaan masyarakat dalam mengelola lingkungan.
b. Pemerintah Kota/Kabupaten
Pemerintah kota/kabupaten berwenang dalam masalah kebijakan-kebijakan
pencegahan dan penanggulangan malaria. Kebijakan ini menjadi langkah
represif untuk penanganan dan pencegahan malaria dari Pemerintah
kota/kabupaten langsung ke masyarakat. Bentuk peran lainnya adalah
pengalokasian dana untuk program pemberantasan dan pencegahan penyakit
malaria.
c. Dinas Pendidikan
Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dalam
pemberantasan malaria di lingkungan sekolah. Dinas pendidikan memberi
instruksi kepada sekolah-sekolah untuk membantu pelaksanaan program
pemberantasan dengan cara menjaga lingkungan sekolah dan rumah para
siswa untuk mencegah malaria. Juga menjaga diri dari gigitan nyamuk selama
kegiatan belajar-mengajar di sekolah dengan cara pemakaian lotion anti
nyamuk.
15. Menguraikan otoritas untuk pelaporan data surveilens di tingkat lokal maupun
propinsi, menjelaskan sumber-sumber dari jenjang surveilens, persoalan-per-
soalan dalam sederetan daftar penyakit yang wajib dilaporkan (notifiable dis-
ease), sumber-sumber surveilens pada tingkat lokal dan propinsi, pendekatan-
pendekatan menterjemahkan data ke dalam aksi, menjelaskan bagaimana
surveilens dilaksanakan di negara yang sedang berkembang, kunci persoalan-
persoalan berkaitan dengan surveilens di negara sedang berkembang, termi-
nologi kunci yang digunakan dalam surveilens di negara sedang berkembang,
menguraikan proses perencanaan untuk surveilens di negara sedang berkem-
bang, mendefiniskan surveilens berbasis populasi, menguraikan pembangunan
sistem-sistem surveilens terpadu.
A. Otoritas untuk pelaporan data surveilans di tingkat lokal maupun propinsi
- Alur pelaporan kasus DBD dimulai dari masyarakat dan dari petugas kesehatan/
rumah sakit ataupun klinik lainnya
- Kemudian laporan diberikan ke puskesmas yang diteruskan ke Dinas Kesehatan
kabupaten/kota
- Apabila pelaporan berasal dari rumah sakit bisa langsung disampaikan ke Dinas
Kesehatan kabupaten/kota
- Dinas Kesehatan kabupaten/kota melakukan tindak lanjut berupa tindakan-tin-
dakan penyelidikan epidemiologi.
- Dinas Kesehatan kabupaten/kota akan melaporkan kejadian ke Dinas Kesehatan
Provinsi.
- Dari tingkat Provinsi data akan diolah untuk keperluan upaya pemberantasan dan
pencegahan penyakit.
B. Sumber-sumber dari jenjang surveilans
Sumber berupa dari individu, fasilitas pelayanan kesehatan, unit statistic dan
demografi dan sebagainya. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan)
C. Persoalan-persoalan dalam sederetan daftar penyakit yang wajib dilaporkan
(notifable disease)
Masing-masing penyakit yang wajib dilaporkan dalam sistem EWARS. Sistem
EWARS sendiri telah dilengkapi dengan Software yang telah tersedia di Dinkes
Kab/Kota, Dinkes Provinsi dan Depkes. Software tersebut dapat menampilkan
alert (peringatan dini) dari 22 jenis penyakit, apabila terjadi peningkatan kasus
disuatu wilayah. Adapun 22 jenis penyakit tersebut adalah :
1) Diare Akut : BAB dengan konsistensi lembek atau cair dengan frekuensi lebih
dari 3 kali dalam 24 jam.
2) Malaria Konfirmasi : Demam > 37,5ºC disertai mengigil, berkeringat, sakit
kepala dengan RDT (Rapid Diagnostic Test) positif dan atau pemeriksaan
Mikroskopis positif.
3) Tersangka Demam Dengue : Demam yg berlangsung 2-7 hari ditandai dg ny-
eri sendi, nyeri retroorbital, sakit kepala, kemerahan pd badan (ruam).
4) Pneumonia : pada usia <5 thn ditandai dgn batuk dan tanda kesulitan bernapas
(adanya nafas cepat, kadang disertai tarikan dinding dada), frekuensi nafas
berdasarkan usia penderita:
a) 2bulan: 60/menit
b) 2-12 bulan: 50/menit
c) 1-5 tahun: 40/menit dan kadang disertai demam. Pada usia >5thn ditandai
dengan demam >38°C, batuk dan kesulitan bernafas, dan nyeri dada saat
bernafas.
5) ILI (Penyakit Serupa Influenza) : kasus dengan demam >38oC disertai batuk
dan atau sakit tenggorokan.
6) Diare Berdarah : Diare akut disertai dengan darah ATAU lendir.
7) Tersangka Demam Typoid : Penderita dengan demam terus-menerus, bertahap
dan memanjang atau menetap yang disertai nyeri kepala berat, mual-mual, hi-
lang nafsu makan, serta dapat diikuti dengan obstipasi atau diare, tanpa penun-
jang.
8) Jaundice Akut : Penyakit yg timbul secara mendadak (< 14 hari) ditandai dgn
kulit dan sclera berwarna kuning dan urine berwarna gelap.
9) Tersangka DBD : Demam 2-7 hari ditandai dgn manifestasi perdarahan seperti
uji tourniquet /positif, ptekie, perdarahan pd gusi, dan epistaksis atau
mimisan.
10) Suspek AI : panas >38°C, dan ada riwayat kontak dengan unggas sakit/mati
mendadak.
11) Suspek Campak : Demam >38°C selama 3 hari atau lebih disertai bercak ke-
merahan berbentuk makulopapular, batuk, pilek atau mata merah (konjungivi-
tis).
12) Suspek Difteri : panas >38°C, sakit menelan, sesak napas disertai bunyi (stri-
dor) dan ada tanda selaput putih keabu-abuan (pseudomembran) di teng-
gorokan dan pembesaran kelenjar leher.
13) Suspek Pertussis : batuk lebih dari 2 minggu disertai dgn batuk yang khas
(terus-menerus/ paroxysmal), napas dgn bunyi “whoop” dan kadang muntah
setelah batuk.
14) AFP : Kasus lumpuh layuh mendadak, bukan disebabkan oleh ruda paksa/
trauma pada anak < 15 tahun.
15) Kasus gigitan hewan penular rabies : kasus digitan hewan (Anjing, Kucing,
Tupai, Monyet, Kelelawar) yang dapat menularkan rabies pada manusia .
ATAU
16) Kasus dengan gejala Studium Prodromal (demam, mual, malaise/lemas), atau
kasus dengan gejala Studium Sensoris (rasa nyeri, rasa panas disertai
kesemutan pada tempat bekas luka, cemas dan reaksi berlebihan terhadap
ransangan sensorik).
17) Suspek Antraks :
a) Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax). Papel pada inokulasi, rasa gatal tanpa
disertai rasa sakit, 2-3 hari vesikel berisi cairan kemerahan, haemoragik
menjadi jaringan nekrotik, ulsera ditutupi kerak hitam, kering, Eschar
(patognomonik), demam, sakit kepala dan pembengkakan kelenjar limfe
regional
b) Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax). Rasa sakit perut
hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi,
gastroenteritis akut kadang disertai darah, hematemesis, pembesaran
kelenjar limfe daerah inguinal, perut membesar dan keras, asites dan
oedem scrotum, melena.
c) Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax). Gejala klinis antraks paru-paru
sesuai dengan tanda-tanda bronchitis. Dalam waktu 2-4 hari gejala
semakin berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis,
dispnue, stridor, keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah
dan cepat. Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul.
17) Demam yang tidak diketahui sebabnya : Demam >38 0C, berlangsung
dalam 48 jam terakhir (belum dapat diketahui penyebabnya).
18) Suspek Kolera : Diare dengan konsistensi seperti air cucian beras dan
berbau amis.
19) Kluster penyakit yang tidak diketahui : Didapatkan tiga atau lebih kasus/ke-
matian dengan gejala sama di dalam satu kelompok masyarakat/ desa dalam
satu periode waktu yang sama, yang tidak dapat dimasukan ke dalam defin-
isi kasus penyakit yang lain.
20) Suspek Meningitis/encephalitis : panas > 38°C mendadak, sakit kepala,
kaku kuduk, kadang disertai penurunan kesadaran dan muntah. Pada anak
< 1 tahun ubun-ubun besar cembung.
21) Suspek Tetanus Neonatorum : setiap bayi lahir hidup umur 3-28 hari sulit
menyusu/ menetek, dan mulut mencucu dan disertai dengan kejang
rangsang.
22) Suspek Tetanus : ditandai dgn kontraksi dan kekejangan otot mendadak,
dan sebelumnya ada riwayat luka.
D. Sumber-sumber surveilans dilaksanakan di negara yang sedang berkembang
Banyak negara berkembang menerapkan sistem surveilans yang dibuat dengan
dukungan proyek pendanaan internasional, selain itu ada pula dorongan dan
dukungan yang terus-menerus untuk penerapan surveilans yang efektif dari
organisasi kesehatan regional dan internasional.
C. Terminology kunci yang digunakan dalam surveilans di negara sedang
berkembang
Di negara berkembang kadang digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik
surveilans kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya
sama saja, sebab menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi
adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga
epidemiologi dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (Murti, 1997).
D. Mendefinisikan surveilans berbasis populasi
Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit,
mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen,
vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut
kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan
pengendalian penyakit (Murti, 1997).
E. Menguraikan pembangunan sistem surveilans terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua kegiatan
surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai
sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses,
dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang
diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans
terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakitpenyakit
tertentu.
Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:
(1) Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services);
(2) Menggunakan pendekatan solusi majemuk;
(3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural;
(4) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan,
analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatihan dan
supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya);
(5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun
menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit
yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda (Murti, 1997).
16. Peran survailans dlm pencegahan dan penanggulangan penyakit, KLB,
Kegiatan pencegahan dan penanggulangan KLB dan Kegiatan survailans in-
tensif pada suatu KLB.
A. Peran survailans dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit
Surveilans Epidemiologi adalah pengumpulan dan analisa data epidemiologi
yang akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan-kegiatan dalam bidang pencegahan
dan penanggulangan penyakit yang meliputi kegiatan :
1. Perencanaan Program Pemberantasan Penyakit.
Mengenal Epidemiologi Penyakit berarti mengenal apa yang kita hadapi dan
mengenal perencanaan program yang baik.
2. Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit.
Bagaimana keadaan sebelum dan sesudah dan sesudah program dilaksanakan
sehingga dapat diukur keberhasilannya menggunakan data sueveilans
epidemiologi.
3. Penanggulangan wabah Kejadian Luar Biasa.
Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan wajib dilakukan oleh setiap
instansi kesehatan Pemerintah, instansi Kesehatan Propinsi, instansi kesehatan
kabupaten/kota dan lembaga masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau
struktural. Mekanisme kegiatan Surveilans epidemiologi Kesehatan merupakan
kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan terus menerus. Surveilans
beralasan untuk dilakukan jika dilatari oleh kondisi-kondisi berikut (WHO,
2002):
1) Beban Penyakit (Burden of Disease) tinggi, sehingga merupakan masalah
penting kesehatan masyarakat.
2) Terdapat tindakan masyarakat yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut.
3) Data yang relevan mudah diperoleh
4) Hasil yang diperoleh sepadan dengan upaya yang dilakukan (pertimbangan
efisiensi).
Dengan sistem surveilans yang peka terhadap perubahan-perubahan pola
penyakit di suatu daerah tertentu dapat mengantisipasi kecenderungan penyakit di
suatu daerah.
B. KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Wabah atau kejadian luar biasa adalah kejadian yang melebihi keadaan biasa
pada satu/sekelompok masyarakat tertentu, atau lebih sederhana peningkatan
frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau
tahun yang sama (Last, 1983).
Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan
Penyakit Menular sebagai berikut :
Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan
keadaan yang dapat menjurus kepada terjadinya wabah.
Wabah Penyakit Menular yang selanjutnya disebut Wabah adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada
waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
C. Kegiatan pencegahan dan penanggulangan klb
Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani
penderita, mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian
baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-
KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan
KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan
yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang
mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu
perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah
pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB
secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan
pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim
epidemiologi. Upaya penanggulangan KLB yaitu :
(a) Penyelidikan epidemilogis.
(b) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina.
(c) Pencegahan dan pengendalian.
(d) Pemusnahan penyebab penyakit.
(e) Penanganan jenazah akibat wabah.
(f) Penyuluhan kepada masyarakat.
(g) Upaya penanggulangan lainnya.
Indikator keberhasilan penanggulangan KLB
1. Menurunnya frekuensi KLB.
2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
4. Memendeknya periode KLB.
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.
D. Kegiatan survailans intensif pada suatu klb
Contoh kegiatan survailans intensif pada Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak.
Kegiatan surveilans campak di Subdit Surveilans dan Respon KLB
o Di Subdit Surveillance setiap data yang dilaporkan dilakukan pengecekan
sebelum dilakukan rekapitulasi berdasarkan orang, waktu, dan tempat.
o Setiap bulan data maupun analisinya dikirim ke SEARO untuk melaporkan
perkembangan pengendalian campak di Indonesia.
o Mengirimkan umpan balik dan kajian data ke seluruh propinsi setiap
bulannya.
o Secara berkala bersama WHO dan UNICEF (HQ, Regional maupun
perwakilan Indonesia) dilakukan review perkembangan pengendalian measles
yang dikenal dengan “Measles Joint Mission”. Berdasarkan kajian data
survelans dan kajian cakupan imunisasi campak, ditetapkan strategy imunisasi
lebih lanjut. Keputusan untuk melaksanakan kampanye campak didasarkan
kepada kajan data surveilans campak dari setiap propinsi.
o KLB campak dinyatakan berhenti apabila tidak ditemukan kasus baru dalam
waktu dua kali masa inkubasi atau rata-rata satu bulan setlah kasus berakhir.
o Penyelidikan KLB campak bertujuan untuk mengetahui besar masalah KLB
dan gambaran epidemiologi KLB berdasarkan waktu kejadian, umur, status
imunisasi penderita, wilayah terjangkit maupun faktor resiko terjadinya KLB.
Informasi ini akan dapat memberikan arahan kepada program imunisasi dalam
rangka penanggulangan atau pemutusan transmisi ecara lebih tepat.
o Setiap KLB campak dilakukan “Full Investigated”, yaitu :
1) Penyelidikan dari rumah ke rumah minimal satu kali.
2) Mencatat kasus secara individu (individual record) menggunakan C1.
3) Mengambil 5 spesimen serum dan 3 spesimen urine.
o Tujuan Penanggulangan KLB Campak
1. Menurunkan frekuensi kasus dengan cara mempercepat pemutusan rantai
penularan
2. Mencegah komplikasi dan kematian
3. Mencegah penularan KLB ke wilayah lain
4. Memperpendek periode KLB
o Langkah-langkah penanggulangan
a. Tata laksana kasus
Tatalaksana kasus di lapangan dilakukan oleh tim investigasi yang meliputi :
Pengobatan simptomatis penderita yang tidak komplikasi.
Pengobatan komplikasi di puskesmas (antibiotik).
Pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai usia.
Apabila keadaan penderita cukup berat, segera rujuk ke RS.
b. Imunisasi
1. Imunisasi selektif
2. Pemberian imuisasi campak masal
c. Penyuluhan
1) Masyarakat diingatkan akan bahaya penyakit campak dan pentingnya
imunisasi dan makanan cukup gizi
2) Segera membawa anaknya ke fasilitas kesehatan bila ada gejala panas
3) Mencegah kematian dan komplikasi dengan pemberian vitamin A
17. Contoh sistem survailans nasional di Indonesia, lengkap mulai tujuan,
indikator, sumber data, waktu pelaporan, Penyelidikan Epidemiologi (PE), dll.
A. SURVEILANS CAMPAK
Sidang World Health Assembly (WHA) pada bulan Mei 2010 menyepakati
target pencapaian pengendalian penyakit campak pada tahun 2015 yaitu:
- Mencapai cakupan imunisasi campak dosis pertama > 90% secara nasional dan
minimal 80% di seluruh kabupaten/kota.
- Menurunkan angka insiden campak menjadi <5/1.000.000 setiap tahun dan
mempertahankannya.
- Menurunkan angka kematian campak minimal 95% dari perkiraan angka kematian
2000.
Tujuan Surveilans Campak
Indikator Kinerja Surveilans Campak
Indikator Minimum Target (%)
Rutin
Rate kasus bukan campak secara nasional ≥ 2/100.000 populasi
Presentase Kabupaten melaporkan rate kasus bukan
campak ≥ 2/100.000 populasi≥ 80%
Kasus tersangka campak yang diperiksa IgM ≥ 80%
Kelengkapan Laporan Puskesmas (C-1) ≥ 90%
Ketepatan Laporan Puskesmas (C1) ≥ 80%
Kelengkapan Laporan Surveilans Aktif Rumah Sakit ≥ 90
Spesimen adekuat untuk pemeriksaan IgM ≥ 80%
Spesimen adekuat untuk pemeriksaan virology ≥ 80%
KLB
Kelengkapan laporan C-KLB ≥ 90%
KLB dilakukan “Fully Investigated” 100%
KLB Campak Pasti yang diperiksa virologi ≥ 80%
Kegiatan Surveilans Campak
1. Pelaksanaan di tingkat puskesmas
a) Pengumpulan data
Sumber data surveilans rutin di puskesmas adalah :
• Puskesmas dan puskesmas pembantu
Semua kasus yang datang ke puskesmas maupun puskesmas pembantu
dinyatakan pada keluarga penderita apakah ada kasus yang sama disekitar
tempat tinggal atau teman sekolah penderita. Apabila keuarga penderita
menyatakan ada kasus lain, maka petugas kesehatan harus melakukan
pengecekan ke lapangan untuk mencari kasus tambahan lainnya. Jika jumlah
kasus memenuhi kriteria KLB, maka dilakukan penyelidikan Epidemiologi
KLB campak.
• Praktek dokter, bidan, perawat, dan pelayanan kesehatan swasta lainnya
Pelayanan kesehatan swsta trmasuk dokter, bidan perawat praktek swasta
diminta mencatat ke formulir C1 semua kasus tersangka campak dan
melaporkan ke puskesmas di wilayah kerjanya setiap bulan. Laporan dapat
juga dilakukan secara aktif yaitu petugas puskesmas mengambil secara aktif
setiap minggu atau minimal setiap bulan, terutama di daerah perkotaan.
Pelayanan kesehatan swasta diprioritaskan pada pelayanan yang anyak pasien.
• Masyarakat/posyandu maupun petugas desa siaga
Penderita campak pada umumnya jarang mencari pengobatan ke pelayanan
kesehatan, sehingga tidak tercatat dalam sistem pelaporan yang sudah ada.
Oleh sebab itu perlu peran aktif kader/petugas desa siaga untuk mendorong
masyarakat melaporkan ke petugas kesehatan terdekat apabila menemukan
adanya kasus campak di daerahnya. Kasus campak yang tidak datang ke
pelayanan kesehatan terdekat dapat dilaporkan melalui kader/petugas desa
siaga atau petugas kesehatan terdekat. Kasus campak yang dilaporkan oleh
kader/petugas desa siaga harus dikonfirmasi oleh petugas puskesmas sebelum
dicatat kedalam form C-1. Apabila ditemukan kasus tambahan dicatat dalam
C-1, jika jumlah kasus memenui kriteria KLB, maka dilakukan penyelidikan
epidemiologi KLB.
b) Pencatatan dan pelaporan
(1) Petugas surveilans puskesmas harus memastikan bahwa setiap kasus campak
yang ditemukan, baik yang berasal dari dalam maupun luar wilayah kerja,
telah dicatat dalam form C1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota setiap bulan.
(2) Setiap minggu direkap dalam W2/PWS KLB dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota sebagai alat SKD KLB.
(3) Setiap kasus campak yang datang ke puskesmas diberi nomor Epid oleh
petugas puskesmas.
c) Pengambilan specimen
(1) Puskesmas
Kasus campak yang datang di puskesmas diambil sampel darah untuk
mendapatkan serum.
Serum dikirim langsung atau setiap hari senin atau kamis ke
Kabupaten/Propinsi.
Bila tidak dikirim langsung, spesimen disimpan di lemari es (bukan di
freezer)
(2) Praktek swasta
Rujuk ke laboratorium rumah sakit atau laboratorium puskesmas untuk
pengambilan spesimen serum.
d) Umpan balik
Sasaran : Kepala Puskesmas dan seluruh pengelola program , petugas
pustu.
Frekuensi : setiap bulan
Caranya : pertemuan MINILOK bulanan puskesmas
Isi :
- PWS Imunisasi.
- Maping populasi rentan (area map).
- Spot map kasus campak, KLB maupun rutin.
- Grafik kecenderungan kasus campak.
- Status imunisasi kasus dan distribusi kasus menurut umur.
- Permasalahan imunisasi dan surveilans secara umum (logistik, ketenagaan,
dll).
2. Di Rumah Sakit
a) Penemuan kasus
Setiap hari kontak person di bangsal dan poliklinik anak memeriksa adanya kasus
maupun kematian campak.
b) Pencatatan dan pelaporan
Setiap kasus atau kematian campak dicatat dalam form C1 (individual). Apabila
ada penderita campak, maka kontak person di poliklinik anak langsung mengisi
formulir C1. Formulir C1 yang sudah terisi tersebut akan diambil oleh petugas
surveilans aktif kabupaten/kota setiap minggu pada saat melaksanakan surveilans
aktif AFP, campak dan TN.
c) Nomor EPID kasus campak yang dilaporkan RS
Kasus campak yang dilaporkan dari rumah sakit harus diberi nomor Epid sesuai
dengan alamat puskesmas dimana penderita berdomisili.
d) Pengambilan specimen
1) Petugas rumah sakit mengambil spesimen darah, memisahkan serumnya dan
memberikan label pada tabung spesimen. Pada label dicantumkan nama, umur,
dan tanggal ambil.
2) Simpan spesimen serum ke dalam refrigator, setiap senin dan kamis diambil
oleh petugas kabupaten/kota dan selanjutnya dikirim ke LCN langsung atau
melalui propinsi.
3) Mencatat data kasus ke dalam buku khusus sebagai dokumen di laboratoriuj
rumah sakit yang dapat dimanfaatkan sebagai kontrol data.
3. Di Kabupaten/Kota
a) Penemuan kasus
Setiap minggu petugas dinas kesehatan kabupaten/kota mengunjungi rumah sakit
di wilayah kerjanya untuk mencari dan menemukan secara aktif kasus campak.
b) Pencatatan dan pelaporan
Data cam[ak dilaporkan ke dinas kesehatan provinsi untuk mendapatkan
dukungan teknis, logistik dan pendanaan, disamping untuk tukar menukar
informasi epidemiologi antar kabupaten/kota dan propinsi.
c) Pengiriman specimen
Spesimen serum dari rumah sakit, dan dari puskesmas dikirimkan ke propinsi atau
ke Laboratorium Campak Nasional (LCN) seminggu sekali atau 2 kali dalam
seminggu (selasa/kamis). Sebelum spesimen dikirim ke LCN, spesimen disimpan
di dalam lemari es, bukan dalam freezer.
d) Umpan balik
Sasaran : Puskesmas dan rumah sakit
Frekuensi : setiap bulan
Caranya : tertulis, disampaikan pada saat pertemuan, menggunakan SMS
atau telepon (insidentil)
Isi :
- Absensi kelengkapan dan ketepatan laporan C1 dan W2.
- Rekap data campak per puskesmas berdasarkan sumber laporan rumah
sakit dan puskesmas.
- Rekap data PD3I lainnya sesuai permasalahan setempat.
- Analisa sederhana tentang situasi kasus campak.
4. Di propinsi
a) Pencatatan dan pelaporan
Propinsi melaporkan data campak ke Unit Surveilans Pusat Cq. Subdit Surveilans
atau email ke [email protected] setiap bulan untuk dipergunakan sebagai bahan
kajian Technical working group on Immunization (TWG) yang dilaksanakan
setiap bulan untuk membantu pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan
pemberantasan campak.disamping itu data tersebut dikirim ke regional WHO
secara bulanan, serta sebagai bahan konsultasi tahunan WHO (SEARO technical
Advisary Group Meeting) untuk mendapatkan dukungan teknis dan pendanaan
WHO dan donor internasional lainnya.
1) Data Rutin
- Laporan Integrasi berisikan rekap data dari laporan integrasi kabupaten/kota
(form integrasi/K) menggunakan formulir integrasi/P.
- Laporan C1 kasus campak yang berisikan data kasus yang diambil
spesimennya dari kabupaten/kota dipindahkan/direkap ke formulir C1 dan
dikirimkan ke pusat (cq. Subdit Surveilans) bersama laporan integrasi setiap
bulannya.
2) Kelengkapan dan ketepatan Laporan
- Rekap kelengkapan laporan W2, laporan C1 dan laporan FP-PD yang
bersumber dari formulir kelengkapan dan ketepatan laporan surveilans
kabupaten/kota (formulir absensi/K) kedalam formulir kelengkapan dan
ketepatan laporan surveilans integrasi provinsi (form absensi/P).
- Bagi propinsi yang melaksanakan EWARS, kelengkapan laporan mingguan
(zero report) puskesmas menggunakan kelengkapan laporan EWARS.
- Hitung kelengkapan dan ketepatan laporan tersebut, kirim ke pusat setiap
bulan bersama laporan integrasi propinsi.
3) KLB
- Pastikan setiap KLB “fully investigated” oleh kabupaten/kota dan puskesmas.
- Fasilitasi pengiriman spesimen ke laboratorium campak nasional, mekanisme
pengiriman spesimen sama dengan mekanisme pengiriman spesimen AFP.
- Pastikan juga setiap KLB telah dilaporkan ke pusat cq Subdit Surveilans setiap
bulan sesuai formulir C KLB/P. Laporan ini harus dikirim secara teratur
walaupun pada bulan tersebut tidak ada KLB campak.
b) Umpan balik
Sasaran : Kabupaten/kota
Frekuensi : Setiap bulan
Caranya : tertulis, disampaikan pada saat pertemuan, menggunakan SMS
atau telepon (insidentil)
Isi :
- Absensi kelengkapan dan ketepatan laporan integrasi dan laporan rekap KLB
(C KLB/K).
- Rekap data KLB berdasarkan status imunisasi, golongan umur, masalah dan
TL.
- Rekap data PD3I lainnya sesuai format integrasi.
- Analisa sederhana tentang situasi kasus campak
5. Di Subdit Surveilans dan Respon KLB
¤ Di Subdit Surveillance setiap data yang dilaporkan dilakukan pengecekan sebelum
dilakukan rekapitulasi berdasarkan orang, waktu, dan tempat.
¤ Setiap bulan data maupun analisinya dikirim ke SEARO untuk melaporkan
perkembangan pengendalian campak di Indonesia.
¤ Mengirimkan umpan balik dan kajian data ke seluruh propinsi setiap bulannya.
¤ Secara berkala bersama WHO dan UNICEF (HQ, Regional maupun perwakilan
Indonesia) dilakukan review perkembangan pengendalian measles yang dikenal
dengan “Measles Joint Mission”. Berdasarkan kajian data survelans dan kajian
cakupan imunisasi campak, ditetapkan strategy imunisasi lebih lanjut. Keputusan
untuk melaksanakan kampanye campak didasarkan kepada kajan data surveilans
campak dari setiap propinsi.
Penyelidikan Epidemiologi KLB
Penyelidikan KLB campak bertujuan untuk mengetahui besar masalah KLB dan
gambaran epidemiologi KLB berdasarkan waktu kejadian, umur, status imunisasi
penderita, wilayah terjangkit maupun faktor resiko terjadinya KLB. Informasi ini akan
dapat memberikan arahan kepada program imunisasi dalam rangka penanggulangan atau
pemutusan transmisi ecara lebih tepat.
Setiap KLB campak dilakukan “Full Investigated”, yaitu :
1) Penyelidikan dari rumah ke rumah minimal satu kali.
2) Mencatat kasus secara individu (individual record) menggunakan C1.
3) Mengambil 5 spesimen serum dan 3 spesimen urine.
Tujuan penyelidikan KLB
1) Tujuan umum
Mengetahui penyebab terjadinya KLB, luas wilayah terjangkit dan mencegah
penyebaran yang lebih luas.
2) Tujuan khusus
- Mengetahui karakteristik epidemiologi KLB menurut umur, waktu, tempat,
dan status imunisasi, status gizi sertaresiko kematiannya.
- Mengkaji pelaksanaan imunisasi yang meliputi, cakupan, rantai dingin dan
manajemen imunisasi.
- Mengidentifikasi populasi dan desa risiko tinggi untuk mengevaluasi dan
merumuskan strategi program imunisasi.
- Memperkirakan terjadinya KLB yang akan datang untuk segera diambil
tindakan.
- Memastikan terlaksananya penyelidikan KLB sesuai pedoman yang
ditetapkan.
- Mengidentifikasi dan merekomendasikan respon imunisasi.
Langkah-langkah penyelidikan
1) Konfirmasi awal KLB
2) Pelaporan segera KLB
3) Persiapan penyelidikan
4) “Fully Investigated”
Kunjungan rumah ke rumah
Individual Record
Pengambilan specimen
5) Mengumpulkan informasi faktor risiko
6) Tatalaksana kaasus
7) Pengolahan dan analisis data
8) Penulisan dan pelaporan
9) Pelaporan
10) Umpan balik dan rencana tindak lanjut
18. Evaluasi dan penilaian sistem surveilans.
A. Evaluasi sistem surveilans
Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan
untuk perencanaan, penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, untuk
kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan
program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun
penilaian hasil kegiatan.
Dalam menjalankan kegiatan surveilans epidemiologi, diperlukan keterpaduan
satu sama lain, untuk itu ditetapkan sebuah atribut / pedoman dalam pelaksanaannya.
Sebuah kegiatan surveilans epidemiologi hendaknya mengikuti beberapa kriteria
seperti sederhana, fleksibel, bisa diterima (acceptability), sensitif (sesuai dengan
laporan kasus, proporsi dari masalah kesehatan), benar dan tepat waktu.
Evaluasi Sistem Surveilans berdasarkan:
a. Pentingnya masalah
Besarnya kasus, Insidence & Prevalence
Petunjuk beratnya penyakit (misalnya ; angka kematian, Case Falality rate)
Preventability (kemungkinan pencegahan)
b. Sistem yang di evaluasi
Evaluasi Sistem Menurut Sifat-Sifat :
a) Simplicity (Kesederhanaan)
Kesederhanaan surveilans berarti struktur sederhana & mudah dioperasikan,
Ukuran yang dapat dipertimbangkan dalam menilai kesederhanaan sistem:
- Banyak & jenis informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan hipotesis
- Banyak & jenis sumber laporan
- Cara penyaluran data/informasi kasus
- Banyaknya organisasi yang terlibat dalam penerimaan laporan kasus
- Latihan staf yang dibutuhkan
- Bentuk analisa data
- Banyak & jenis pemakai informasi
b) Fleksibility (Fleksibel)
Dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan informasi yang dibutuhkan,atau
keadaan lapangan dengan sedikit waktu, personal & anggaran perkiraan ter-
baik secara retrospektif dengan mengamati bagaimana sistem menghadapi ke-
butuhan baru, Misalnya :
- Ketika AIDS baru muncul, sistem pelaporan sudah dapat menyesuaikan.
- Kemampuan surveilans gonorhoe unntuk disesuaikan dengan surveilans
khusus untuk nesseria gonorhoe yang menghasilkan penecillinase.
c) Acceptibility (Kemudahan diterima)
Kemudahan diterima, dimaksudkan dari idividu atau organisasi untuk ikut
serta dalam sistem Indikator kuantitatif Acceptibility meliputi :
- Angka partisipasi subjek & agen
- Jika partisipasi tinggi, bagaimana cepat tercapainya
- Angka kelengkapan interview & angka penolakan pertanyaan (jika ada in-
terview)
- Angka pelaporan dokter, laboratorium, dll.
- Ketepatan waktu laporan
Beberapa faktor yang mempengaruhi Acceptibility:
- Kepentingan kesehatan masyarakat
- Keterlibatan orang-orang dalam pengenalan sistem
- Jawaban sistem terhadap usulan & komentar
- Beban waktu terhadap waktu yang tersedia
- Aturan daerah & Negara dalam pengumpulan data & keyakinan kerahasi-
aan pribadi (confidentiality)
- pemerintah daerah & negara dalam pelaporan
d) Sensitivity (Sensitiv)
Dapat dinilai dari dua tingkat:
- Pada tingkat pelaporan kasus, proporsi kasus atau masalah kesehatan yang
dideteksi oleh sistem surveilans
- Kemampuannya untuk mendeteksi epidemic
Sensitifitas sistem surveilans dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan :
- Orang-orang dengan penyakit tertentu atau masalah kesehatan yang men-
cari pengobatan
- Penyakit atau keadaan yang akan didiagnosa, keterampilan petugas kese-
hatan & sensitifitas tes diagnostik
- Kasus yang akan dilaporkan kepada sistim & pemberian diagnosanya.
Pengukuran sensitifitas dari sistem surveilans ditentukan oleh :
- Validitas informasi yang dikumpulkan oleh sistem
- Pengumpulan informasi di luar sistim untuk menentukan frekwensi
keadaan dalam komuniti
e) Prediktive value positive
Adalah proporsi orang-orang yang diidentifikasi sebagai kasus yang sesung-
guhnya memang berada dalam kondisi yang sementara dalam surveilans
f) Representativeness
Sistem Surveilans yang representative adalah yang dapat menguraikan dengan
tepat kejadian peristiwa kesehatan sepanjang waktu & distrubusinya dalam
populasi menurut Waktu & Tempat
g) Timeliness (Ketepatan waktu)
Berarti kecepatan & keterlambatan diantara langkah-langkah dalam sistem
surveilans dapat dinilai dalam hal tersedianya informasi untuk kontrol
penyakit, baik kontrol segera maupun perencanaan jangka panjang.
B. Penilaian sistem surveilans
Penilaian unsur-unsur sistem surveilans
Menurut Lapau (2010) Untuk melakukan penilaian secara praktis
dilakukan dengan unsur-unsur penilaian sistem surveilans sebagai berikut :
1. Tujuan surveilans
Penilaian ini dilakukan sendiri oleh penilai yang hasilnya dinyatakan sebagai
berikut:
- Bagus berarti memenuhi standar
- Cukup berarti minimal separuh dari standar
- Kurang berarti memenuhi kurang dari setandar
2. Pengolahan dan analisis data
Penilaian ini dilakukan sendiri oleh penilai yang hasilnya dinyatakan sebagai
berikut:
- Bagus berarti jawaban sangat sesuai dengan tujuan yang dinyatakan
- Cukup berarti jawaban hampir sesuai dengan tujuan yang dinyatakan
- Kurang berarti jawaban tidak atau hampir tidak sesuai dengan tujuan itu
3. Ketepatan diagnosis
Penilaian dinyatakan :
- Bagus bila error rate <5%
- Cukup bila error rate =5-10%
- Kurang bila error rate >10%
- Tidak ada informasi bila error rate tidak ditemukan oleh penilai
4. Kelengkapan data
Penilaian dinyatakan :
- Bagus bila kelengkapan >80%
- Cukup bila kelengkapan 60%-80%
- Kurang bila kelengkapan <60%
5. Ketepatan data
Penilaian dinyatakan :
- Bagus bila keterlambatan dari tanggal yang ditentukan <20%
- Cukup bila keterlambatan dari tanggal yang ditentukan 20%-80%
- Kurang bila keterlambatan dari tanggal yang ditentukan >80%
6. Partisipasi fasilitas kesehatan
Penilaian dinyatakan :
- Bagus bila data didapatkan dari Puskesmas, Rumah sakit dan lain-lain
termasuk swasta
- Cukup bila data didapatkan dari Puskesmas dan Rumah Sakit
- Kurang bila data didapatkan dari Puskesmas
7. Akses pelayanan kesehatan
Penilaian dinyatakan :
- Bagus bila banyak pelayanan kesehatan yang sudah sampai ke desa-desa
- Cukup bila tidak banyak pelayanan kesehatan yang sampai ke desa-desa
- Kurang bila tidak ada pelayanan kesehatan yang sampai ke desa-desa
8. Konsistensi
Penilaian dinyatakan :
- Bagus bila semua tabel dan/atau grafik menunjukkan konsisten
- Cukup bila hanya sebagian tabel dan/atau grafik menunujkkan konsinten
- Kurang bila semua tabel dan/atau grafik menunujkkan tidak konsinten
19. Persoalan survailans di negara berkembang
Surveilans kematian ibu adalah suatu proses terus-menerus berkesinambungan
untuk identifikasi kematian terkait kehamilan, mengkaji faktor-faktor penyebab kema-
tian, menganalisis dan menginterpretasi informasi yang terkumpul, dan bertindak
sesuai hasil yang ada untuk mengurangi kematian ibu di masa mendatang. Tujuan
utama dari proses surveilans adalah untuk merangsang tindakan bukan hanya menghi-
tung kasus dan angka atau rasio. Semua langkah-langkah identifikasi, pengumpulan
dan analisis data, dan tindakan diperlukan dalam proses yang berkelanjutan untuk
menentukan usaha dan mengurangi kematian terkait kehamilan (Berg, dkk, 2004).
Surveilans penyebab kematian ibu merupakan kegiatan yang sangat penting
dalam manajemen kesehatan untuk memberikan dukungan data dan informasi epi-
demiologi agar pengelolaan program kesehatan dapat berdaya guna secara optimal.
Informasi epidemiologi yang berkualitas, cepat dan akurat merupakan evidence/ bukti
untuk digunakan dalam proses pengambilan kebijakan yang tepat dalam pembangu-
nan kesehatan. Surveilans kematian ibu di tingkat masyarakat adalah pencarian secara
aktif kematian ibu di masyarakat, dan bukan semata-mata menunggu laporan yang
masuk tanpa dikaji kebenarannya. (Depkes, 2006).
Terdapat beberapa sasaran surveilans kematian ibu, meliputi: menetapkan
tingkatan dan kecenderungan kematian ibu; mengidentifikasi faktor-faktor resiko dan
faktor penentu (determinant factors); mendeteksi kelompok-kelompok berisiko (red
flags); memonitor perilaku-perilaku dan pelayanan kesehatan; Memudahkan dalam
perencanaan; mengidentifikasi pelatihan dan kebutuhan riset; serta memonitor dan
mengevaluasi efektivitas pelaksanaan program (WHO, 2001).
Sementara menurut Berg, et.al(1998), tujuan umum surveilans epidemiologi
kematian ibu adalah untuk memberi petunjuk dalam mengurangi angka kematian ibu
dengan mengumpulkan, menganalisis, dan interpretasi data, melaporkan temuan dan
membuat rekomendasi tindakan berdasarkan informasi yang diperoleh. Sedangkan tu-
juan khususnya antara lain :
1) Mengumpulkan data akurat seputar kematian ibu, terkait dengan jumlah, identi-
fikasi penyebab dan auditnya.
2) Menganalisa data yang terkumpul melalui surveilans dan investigasi kematian,
meliputi kecenderungan, sebab-sebab kematian (baik medis maupun non-medis);
kemampuan pencegahan, serta pengelompokan berdasarkan kematian.
3) Menjadikan rekomendasi yang diberikan sebagai tindakan nyata untuk menu-
runkan angka kematian ibu (seperti, penurunan kehamilan yang tidak diinginkan,
penurunan prevalensi komplikasi dan pencegahan komplikasi yang menyebabkan
kematian). Rekomendasi ini antara lain terkait dengan ketepatan waktu rujukan;
akses ke tempat layanan dan lainnya.
4) Menyebarkan temuan-temuan dan rekomendasi kepada pengambil kebijakan, per-
sonil kesehatan dan masyarakat.
5) Mengevaluasi dampak intervensi.
6) Meningkatkan kesadaran diantara para pengambil kebijakan, personil kesehatan,
dan masyarakat tentang bahaya, dampak sosial, dan upaya pencegahan kematian
ibu.
7) Memberikan bahan pembanding bagi statistik kematian ibu pada level regional,
nasional, dan internasional.
8) Mengidentifikasi area kunci yang memerlukan penelitian lebih lanjut dan untuk
membantu menyusun prioritas penelitian terkait dengan hal itu..
Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional penting
mendapat prioritas karena akan sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manu-
sia pada generasi mendatang. Beberapa kendala dimungkinkan menjadi penyebab
sulitnya menurunkan angka kematian ibu (AKI), seperti masih lemahnya sistem man-
ajemen program kesehatan kita. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menurunkan
angka kematian ibu di Indonesia. Kita dapat menyebut beberapa diantaranya adalah
program Making Pregnancy Safer (MPS) dan Safe Motherhood, yang merupakan
strategi sektor kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan akibat kematian dan ke-
sakitan ibu (The Indonesian Public Health Portal, 2014).
Gerakan safe motherhood telah berlangsung selama 20 tahun. Semantara saat
ini, secara global masih terjadi sekitar 529.000 kematian ibu setiap tahunnya (The
Indonesian Public Health Portal, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC.
Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Modul Manajemen Program
Pemberantasan Malaria. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Surveilans Malaria. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Petunjuk Teknis surveilans Campak.
Jakarta.
Noor, Nur Nasry. ____. Bahan kuliah Epidemiologi Dasar. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Hassanudin. Makasar.
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pelczar, Michael J. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press.
Rajab, Wahyudin. ____. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:
EGC.
Subdit Surveilans Epidemiologi dan Subdit Imunisasi. 2008. Modul Surveilans Epidemiologi.
Sekretariat Surkesnas Badan Litbangkes Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Sugiyono, Prof. Dr. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Atfabeta.
Sutomo, Adi Heru, dkk. 2007. Epidemiologi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
The Indonesian Public Health Portal. 2014. Surveilans Epidemiologi Kematian Ibu. (http://www.indonesian-publichealth.com/2014/05/surveilans-kematian-ibu.html#, 15 Juni 2015).