uu asn

18
A. PENDAHULUAN Perbaikan kinerja aparat pelayanan publik merupakan suatu keharusan jika dikaitkan dengan perkembangan dan tuntutan kontemporer seperti globalisasi atau liberalisasi perdagangan, good governance, profesionalisme, transparansi, akuntabilitas, penegakan etika dan moral dalam penyelenggaraan pelayanan publik (Milakovich and Gordon, 2007 dalam jurnal Merit System dalam manajemen pegawai negeri sipil oleh Arief Daryanto). Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu SDM yang memerlukan penerapan sistem penilaian kinerja (prestasi kerja) melalui merit sistem. Mengingat, keberadaan PNS sangat dibutuhkan dalam rangka pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. PNS sebagai aparatur negara masih memiliki kinerja yang rendah. Hal ini didasarkan pada kompetensi dan produktivitas PNS yang masih rendah dan perilaku yang rule driven, paternalistik dan kurang profesional. PNS sebagai SDM yang bertugas melayani kepentingan publik sudah semestinya memiliki kualitas yang baik agar mampu menjalankan tugasnya secara tepat dan benar. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang mampu meningkatkan produktivitas dan prestasi kerjanya. Atas dasar belum berjalannya pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rektrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintah yang baik, mendorong lahirnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Undang-undang ini berisikan tentang pengelolaan ASN dalam upaya untuk mengahasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai 1

Upload: nova

Post on 26-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: UU ASN

A. PENDAHULUAN

Perbaikan kinerja aparat pelayanan publik merupakan suatu keharusan

jika dikaitkan dengan perkembangan dan tuntutan kontemporer seperti

globalisasi atau liberalisasi perdagangan, good governance, profesionalisme,

transparansi, akuntabilitas, penegakan etika dan moral dalam penyelenggaraan

pelayanan publik (Milakovich and Gordon, 2007 dalam jurnal Merit System

dalam manajemen pegawai negeri sipil oleh Arief Daryanto).

Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu SDM yang memerlukan

penerapan sistem penilaian kinerja (prestasi kerja) melalui merit sistem.

Mengingat, keberadaan PNS sangat dibutuhkan dalam rangka pemberian

pelayanan umum kepada masyarakat. PNS sebagai aparatur negara masih

memiliki kinerja yang rendah. Hal ini didasarkan pada kompetensi dan

produktivitas PNS yang masih rendah dan perilaku yang rule driven, paternalistik

dan kurang profesional.

PNS sebagai SDM yang bertugas melayani kepentingan publik sudah

semestinya memiliki kualitas yang baik agar mampu menjalankan tugasnya

secara tepat dan benar. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang mampu

meningkatkan produktivitas dan prestasi kerjanya.

Atas dasar belum berjalannya pelaksanaan manajemen aparatur sipil

negara berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang

diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon

dalam rektrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan

sejalan dengan tata kelola pemerintah yang baik, mendorong lahirnya Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

(ASN). Undang-undang ini berisikan tentang pengelolaan ASN dalam upaya

untuk mengahasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika,

bebas dari intervinsi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme

dengan menerapkan merit sistem.

B. Problem yang Dihadapi Saat Ini dalam Kebijakan (policy) dan manajemen ASN di Indonesia

1. Pelaksanaan merit sistem di Indonersia

Lampiran I Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 tentang Tata Cara

Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Lingkungan Instansi Pemerintah, berisikan

pedoman bagi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan

1

Page 2: UU ASN

pengisian jabatan pimpinan tinggi utama, madya dan pratama secara terbuka

dengan menggunakan merit sistem. Tujuannya adalah terselenggaranya seleksi

calon pejabat pimpinan tinggi utama, madya dan pratama yang transparan,

obyektif, kompetitif dan akuntabel.

Yang dimaksud dengan merit sistem dalam peraturan menteri PAN dan RB

Nomor 13 Tahun 2014 adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan

pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa

membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis

kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.

Hal-hal yang dapat digaris bawahi berhubungan dengan merit sistem

dalam tata cara pengisian jabatan pimpinan tertinggi di lingkungan pemerintah

dalam peraturan menteri PAN dan RB tersebut, antara lain :

1) Dalam Tahap Persiapan, dibentuk panitia seleksi dengan syarat anggota

memiliki pengetahuan/pengalaman sesuai dengan jenis, bidang tugas, dan

kompetensi jabatan yang lowong. Kemudian disusun dan ditetapkan standar

kompetensi untuk calon pengisi jabatan yang lowong.

2) Dalam Tahap Pelaksaan :

a. Pengumuman lowongan jabatan dilakukan secara terbuka, dalam

pengumuman tersebut juga memuat tentang adanya prasyarat :

pernyataan integritas calon pengisi jabatan yang lowong, jejang

pendidikan yang sesuai, dan pengalaman jabatan yang terkait dengan

jabatan yang akan diliamar minimal lima tahun.

b. Dalam seleksi administrasi, menggunakan kriteria perundang-undangan

dan peraturan internal instansi yang ditetapkan oleh pejabat pembina

kepegawaian masing-masing.

c. Dalam seleksi kompetensi :

a) Untuk penilaian kompetensi manajerial, perlu adanya assessment

center atau jika belum bisa dilaksanakan secara lengkap dapat

menggunakan metode psikometri, wawancara kompetensi, analisis

kasus atau presentasi.

b) Untuk penilaian kompetensi bidang menggunakan metode tertulis dan

wawancara.

3) Dalam Tahao Penelusuran (Rekam Jejak) Calon, perlu dilakukan uji publik

bagi jabatan yang dipandang strategis jika diperlukan.

4) Instansi Pemerintahan juga dapat menyelenggarakan promosi jabatan secara

terbuka bagi Jabatan Administrator, Pengawas atau jabatan strategis lainnya

2

Page 3: UU ASN

sesuai dengan kebutuhan instansi, apabila di lingkungan internal instansi

tersebut tidak terdapat SDM yang memenuhi syarat kompetensi yang

dibutuhkan.

5) Pejabat Pimpinan Tinggi yang telah menduduki jabatan lima tahun atau lebih

harus dilakukan penilaian kembali terkait dengan komptetensi dan jabatan

yang diduduki.

6) Pejabat Pembina Kepegawaian dapat menyampaikan permohonan kepada

Presiden untuk membuka kesempatan bagi nonPNS, Prajurit TNI dan Anggota

Polri untuk mengikuti seleksi terbuka dan kompetitif jabatan-jabatan

pimpinan tinggi.

2. Representasi Birokrasi dalam Merit Sistem (Kebijakan afirmasi) terhadap

Kekhususan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,

memandang ASN sebagai sebuah profesi, bukan hanya sekedar pegawai, oleh

karena itu dibutuhkan kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan sesuai dengan

jabatan yang diduduki sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. ASN

juga berkewajiban untuk mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib

mempertanggungjawabkan kinerjanya. Dalam hal pengembangan karier, pasal

69 ayat (1) menyebutkan bahwa Pengembangan Karier PNS dilakukan

berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi

Pemerintah.

Selain hal di atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur

Sipil Negara juga mengatur mengenai :

1) Pasal 25 ayat (2) point (b) menyatakan bahwa, KASN, berkaitan dengan

kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan

manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta

pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku

ASN.

2) Pasal 28, menyebutkan tujuan dari KASN, antara lain :

a. Menjamin terwujudnya Sistem Merit dalam kebijakan dan manajemen

ASN;

b. Mewujudkan ASN yang profesional, berkinerja tinggi, sejahtera, dan

berfungsi sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. Mendukung penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif, efisien,

dan terbuka, serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme;

3

Page 4: UU ASN

d. Mewujudkan pegawai ASN yang netral dan tidak membedakan

masyarakat yang dilayani berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan;

e. Menjamin terbentuknya profesi ASN yang dihormati pegawainya dan

masyarakat;

f. Mewujudkan ASN yang dinamis dan berbudaya;

3) Untuk tujuan menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN,

serta mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa, maka menurut

pasa 126 ayat (1) Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi

Pegawai ASN Republik Indonesia.

4) Pasal 127 ayat (1) berbunyi bahwa Untuk menjamin efisiensi, efektifitas dan

akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN diperlukan Sistem

Informasi ASN. Informasi ASN tersebut memuat seluruh informasi data

pegawai ASN.

Dari isi Undang-undang Nomor 5 tentang Aparatur Negara dapat ditarik

kesimpulan bahwa dengan dilaksanakannya merit sistem dalam pengelolaan

ASN diharapkan birokrasi akan lebih profesional dan lebih netral karena birokrasi

dijalankan oleh personel-personel yang sesuai dengan keahlian dan memiliki

kompetensi yang tinggi karena memang direkrut dengan cara-cara yang

profesional dan pelaksanaan manjemen ASN tersebut juga diawasi oleh sebuah

kelembagaan yang bernama KASN.

3. Intervensi Politik dalam Birokrasi

Pada dasarnya politik sangat erat kaitannya dengan kekuasaan (power).

Politik merupakan sarana untuk memaksakan kehendak suatu pihak kepada

pihak lain dengan cara-cara tertentu. Sedangkan birokrasi secara etimologi

dapat didefinisikan sebagai kantor atau organisasi pemerintah. Selanjutnya, Max

weber mengemukakan bahwa tipe ideal birokrasi ditujukan untuk menunjang

efisiensi dan efektivitas organisasi, dimana birokrasi merupakan konsekuensi

logis dari kehidupan yang demokratis yang menghendaki objektivitas dan

konsistensi kebijakan.

 Wilson (1887-1941) dan Goodnow (1990), menyatakan bahwa politik dan

birokrasi merupakan dua ranah institusi yang berbeda, dimana politik ada dalam

ranah kebijakan (policy) dan birokrasi di ranah administrasi (administration).

Perbedaan kedua institusi tersebut tentunya akan melahirkan pola relasi yang

dinamis. Pola relasi yang dinamis antara politik dan birokrasi terjadi ketika ada

4

Page 5: UU ASN

keseimbangan relasi diantara keduanya (Elip Heldan, kompasania, 24 April

2012).

Sejak era demokrasi di Indonesia, dimana terdapatnya peningkatan

lembaga politik terhadap birokrasi menyebabkan pola relasi politik dengan

birokrasi cenderung berjalan secara tidak sehat. Hal ini ditandai dengan adanya

intervensi politik dalam pelaksanaan birokrasi di Indonesia.

Secara teoritis, intervensi politik terhadap birokrasi memang sulit

dihindarkan. Elip Heldan (kompas 24 April 2012) menyebutkan terdapat

beberapa penyebab mengapa hal tersebut dapat terjadi, yaitu : 

1) Masih kuatnya primordialisme politik, dimana ikatan kekerabatan, politik

balas budi, keinginan membagun pemerintahan berbasis keluarga, mencari

rasa aman, dan perilaku oportunis birokrat;

2) Mekanisme check and balance belum menjadi budaya dan belum

dilaksanakan dengan baik; 

3) Kekuasaan yang dimiliki politisi cenderung untuk korup sebagaimana

dikemukakan oleh Lord Acton “power tends to corrupt”;

4) Rendahnya kedewasaan parpol dan ketergantungan tinggi terhadap

birokrasi;

5) Kondisi kesejahteraan aparat birokrat atau PNS di daerah yang rendah

cenderung melahirkan praktek rent seeking melalui aktivitas politik

tersembunyi demi mendapat income tambahan.

6) Perangkat aturan yang belum jelas dan mudah dipolitisasi, seperti lemahnya

instrumen pembinaan pegawai, kode etik belum melembaga, adanya status

kepada daerah sebagai pembina kepegawaian, dan rangkap jabatan kepala

daerah dengan ketua umum parpol.

Sebab-sebab sebagaimana dikemukakan di atas masih sangat kuat

terlihat di daerah di Indonesia. Implikasinya, kebijakan-kebijakan yang

dilaksanakan oleh pejabat birokrasi atas arahan politik banyak yang tidak sesuai

dengan mekanisme dan persyaratan yang ada, sehingga semakin menjauhkan

profesionalisme dan netralitas birokrasi.

C. Tantangan dalam Kebijakan dan Manajemen ASN

1. Peluang Bagi Non PNS untuk Menduduki Jabatan ASN

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

membuka peluang kepada non-pns untuk menduduki posisi strategis di

pemerintahan. Posisi yang dimaksud adalah untuk jabatan eselon II bahkan

eselon I. Namun, tidak semua jabatan bereselon I dan II bisa diserahkan kepada

5

Page 6: UU ASN

non PNS, khususnya untuk instansi pemerintan yang telah menerapkan sistem

merit dalam pembinaan pegawai ASN dengan persetujuan KASN, seperti yang

dijelaskan dalam pasal 111.

Tantanganya adalah, dalam Undang-undang Nomo5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara tidak menyebutkan batasan atau prasyarat seorang non-

pns yang ingin mencalonkan diri untuk menduduki posisi jabatan pimpinan

tertinggi. Hal yang dikhawatirkan dengan masih tingginya intervensi politik pada

ranah birokrasi di Indonesia, bagaimana sistem manajemen ASN ini dapat

mengatur bahwa pengisian posisi strategis tersebut tidak mengandung unsur

politik didalamnya. Misalnya dengan memberikan batasan berupa calon yang

berasal dari non-pns tidak boleh menjadi kader partai politik selama lima tahun

sebelum melamar pada posisi jabatan tinggi negara dan manajemen kinerja

yang jelas dan tegas bagi pemangku jabatan tinggi non-pns yang tidak

berkinerja dengan baik.

2. Promosi terbuka (open bidding)

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

didukung dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Apatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa pengisian

jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementrian, kesekretariatan

lembaga negara, lembaga non struktural, dan instansi daerah dilakukan secara

terbuka dan kompetitif baik di kalangan pns dan non-pns sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Pelaksanaan sistem promosi secara terbuka dilakukan melalui pengisian

jabatan yang lowong secara kompetitif dengan didasarkan pada sistem merit.

Tantangannya adalah pelaksanaan promosi terbuka tersebut harus

memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan

latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang

dibutuhkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan dilakukan pada

tingkat nasional.

Selain itu, sesuai dengan isi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014, perlu dibentuk panitia

seleksi yang memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman sesuai dengan jenis,

bidang dan kompetensi jabatan yang lowong dan memiliki kompetensi umum

mengenai penilaian kompetensi.

6

Page 7: UU ASN

Dua hal penting di atas merupakan hal yang harus dipersiapkan secara

matang dan terperinci agar proses promosi terbuka (oppen bidding) benar-benar

berjalan secara adil dan wajar.

3. Kepemimpinan Birokrasi Nasional di Setiap Jenjang Jabatan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN Pasal 131

menyebutkan bahwa pada saat Undang-Undang ASN ini mulai berlaku, terhadap

jabatan PNS dilakukan penyetaraan:

1) Jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara

dengan jabatan pimpinan tinggi utama;

2) Jabatan eselon Ia dan Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;

3) Jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;

4) Jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;

5) Jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan

6) Jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.

Dengan berlakunya Undang-undang ASN maka akan terjadi perombakan atau

reformasi birokrasi di setiap instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah.

Kemudian Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN pasal 19

ayat (2) menyebutkan bahwa “Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud

berfungsi memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi

Pemerintah, melalui a. Kepeloporan dalam bidang keahlian profesional, analisis

dan rekomendasi kebijakan, dan kepemimpinan manajemen; b. Pengembangan

kerjasama dengan instansi lain; dan c. Keteladanan dalam mengamalkan nilai

dasar ASN dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku ASN.”

Namun menurut Elkana Goro Leba dalam artikelnya mengenai

Kepemimpinan dalam sistem birokrasi, menyebutkan secara mendasar, birokrasi

Indonesia masih terkesan sulit untuk direformasi. Beberapa persoalan birokrasi

tersebut, antara lain:

1) Gaya kepemimpinan dan mentalitas mayoritas aparat birokrasi (baik pusat

atau daerah) belum berorientasi pada pelayanan publik. Kondisi ini

disebabkan masih kuatnya mentalitas aparat publik yang lama, sementara

aparat publik yang baru belum mampu mengubah budaya kerja di unit

kerjanya;

2) Pemerintah pusat terkesan belum ikhlas memberikan keleluasaan pada

birokrat di daerah dalam upaya memacu perkembangan daerahnya. Pada

kasus ini, pemerintah pusat selalu memonitor dan mensupervisi setiap

perda-perda di tingkat daerah;

7

Page 8: UU ASN

3) Birokrasi sering macet karena berhadapan dengan benang kusut politik.

Birokrasi tidak akan bisa bekerja dalam situasi politik yang kurang kondusif.

Dalam kondisi demikian, banyak produk politik yang terasa aneh dan

menjadikan birokrasi sebagai “kambing hitam” dalam penyelenggaraan

urusan public;

4) Birokrasi kurang berfungsi karena pernyataan visi dan misi yang tidak

konsisten. Hal ini diperparah dengan daerah yang kurang mampu membuat

prioritas dalam mengeksplorasi potensi daerah. Akibatnya birokrasi kurang

terfokus dalam memberikan pelayanan public;

5) Kepemimpinan birokrat yang lemah. Birokrasi di era reformasi cenderung

lentur seiring dengan demokratisasi dalam masyarakat. Dengan demikian

gaya kepemimpinan tetap berperan di sini. Kepemimpinan para birokrat kita

selama ini masih menggunakan konsep lama, kurang fleksibel. Akibatnya,

mesin birokrasi juga kurang berfungsi dengan baik;

6) birokrat di daerah masih berorientasi ke dalam sehingga belum terbuka

untuk bersaing dengan daerah lain melalui inovasi, sehingga memiliki nilai

tambah. Problem birokrasi seperti ini akan menghambat kemajuan, baik di

pusat atau di daerah. Persaingan dengan mengedepankan potensi yang

dimiliki daerah menjadi pemicu dan pemacu bagi konstituen asing agar

bersedia berinvestasi di daerahnya. Selama ini calon investor masih

mengeluhkan regulasi dan birokrasi dalam hal perizinan yang dinilai amat

merepotkan.

Saat ini pemerintah telah banyak melakukan inisiatif untuk mereformasi

birokrasi khususnya perbaikan sistem dan budaya kerja, pengukuran kinerja,

penerapan disiplin, optimalisasi peningkatan pelayanan publik, upaya

mengurangi korupsi dan peningkatan produktifitas kerja dan renumerasi yang

memadai. Namun demikian upaya-upaya tersebut belum dapat mencapai hasil

yang maksimal dan memuaskan masyarakat.

Anies Baswedan dalam artikelnya yang berjudul Pemimpin dan Mantera

Perubahan, menyebutkan sekurangnya ada tujuh kekuatan yang perlu ada

dalam diri seorang pemimpin yang harus berperan untuk implementasi reformasi

birokrasi, yaitu :

1) Pemimpin harus memiliki potret keadaan birokrasi setelah reformasi itu

dilakukan. Pendeknya, pemimpin harus memiliki imajinasi tentang kondisi

atau wajah birokrasi di masa depan. Imajinasi inilah yang akan menuntunnya

membuat langkah-langkah mencapai perubahan yang diinginkan itu;

8

Page 9: UU ASN

2) Pemimpin tersebut haruslah figur yang siap untuk bertarung atau

bertentangan dengan kultur birokrasi yang salama ini terjadi, dimana

cenderung memposisikan pimpinan dan koleganya untuk saling

berkompromi, saling melindungi, dan sebagainya;

3) Pemimpin tersebut haruslah memiliki kemampuan untuk menerjemahkan

kerumitan konsep reformasi birokrasi ke dalam bahasa yang lebih sederhana

dan mudah dipahami;

4) Pemimpin dalam proses implementasi reformasi birokrasi, harus peka

(sensitive) dan mampu memberi penghargaan terhadap setiap pencapaian

yang dihasilkan;

5) Pemimpin harus mampu memposisikan hubungan dukungan sebagai aset

bagi pencapaian sebuah perubahan;

6) Pemimpin harus terus belajar dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru,

sekalipun gagasan itu datang dari mereka yang dari sisi hirarki berada di

bawahnya;

7) Pemimpin harus mampu membangkitkan rasa kepemilikan pada setiap orang

yang diajak dan terlibat dalam proses reformasi birokrasi.

4. Membangun Profesionalisme dalam Birokrasi yang Efektif

Tujuan utama dari undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN

adalah untuk melakukan perubahan terhadap tatanan birokrasi pemerintahan

agar dapat berkerja secara profesional. Undang-undang ini membawa perubahan

yang besar dalam birokrasi kita, mulai dari sistem perencanaan, pengadaan,

pengembangan karier, penggajian, serta sistem dan batas usia pensiun.

Perubahan itu didasarkan pada sistem merit, yang mengedepankan prinsip

profesionalisme, kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas, serta

bebas dari intervensi politik dan KKN.

Birokrasi pemerintahan berhubungan dengan urusan-urusan publik.

Menurut Ripley dan Franklin (1982:32), agar dapat memberikan pelayanan

publik dengan baik, birokrasi harus dapat menunjukkan sejumlah indikasi

perilaku sebagai berikut:

1) Memproses pekerjaannya secara stabil dan giat.

2) Memperlakukan individu yang berhubungan dengannya secara adil

dan berimbang

3) Mempekerjakan dan mempertahankan pegawai berdasarkan kualifikasi

profesional dan berorientasi terhadapkeberhasilan program

9

Page 10: UU ASN

4) Mempromosikan staff berdasarkan sistem merit dan hasil pekerjaan baik

yang dapat dibuktikan

5) Melakukan pemeliharaan terhadap prestasi yang sudah dicapai sehingga

dapat segera bangkit bila menghadapi keterpurukan.

Berdasarkan kelima indikasi yang disampaikan oleh Ripley dan Franklin, perilaku

yang dituntut dalam suatu birokrasi adalah kerja keras aparatur, sikap netralitas

dalam melayani masyarakat, memberikan apresiasi terhadap prestasi atau

performance yang baik untuk aparatur antara lain dengan memberikan promosi,

danmempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala kemungkinan

terburuk dan beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi.

5. Dilema Jabatan dalam Aparatur Sipil Negara (antara kepentingan publik dan

pribadi)

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa Undang-undang ASN

memandang Aparatur Sipil Negara bukan hanya sebagai pekerjaan namun juga

sebagai sebuah profesi, dimana profesionalitas dan kompetensi dijadikan syarat

utama yang harus dimiliki oleh seorang ASN. Selain itu ASN juga berkewajiban

untuk mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib

mempertanggungjawabkan kinerjanya. Hal tersebut merupakan salah satu

upaya untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang bertugas

melayani kepentingan publik. Oleh karena itu, atas produktivitas dan prestasi

kinerja yang dimiliki ASN pantas untuk diberikan pendapatan atau gaji yang juga

berbasiskan pada profesionalitas.

Sistem penggajian dengan merit sistem diyakini merupakan salah satu

alternatif sistem penggajian yang dapat memacu prestasi dari ASN. Arief

Daryanto dalam jurnalnya “Meryt System dalam Manajemen Pegawai Negeri

Sipil”, 2007, berpendapat terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

penerapan sistem merit antara lain :

1) Langkah awal dalam penerapan penggajian merit sistem, pihak manajemen

perlu memperhatikan bahwa dalam pemberian gaji tidak terlepas daripada

penilaian terhadap tugas dan tanggung jawab seluruh karyawan disemua

unit kerja, sehingga penilaiannya adalah orang-orang yang mengetahui

dengan benar apa yang dikerjakan karyawan yaitu atasan langsung dan

sebagai bahan pertimbangan penilai dapat melakukan konfirmasi kepada

bagian lain yang terkait dengan pekerjaan dan karyawan yang dinilai;

10

Page 11: UU ASN

2) Untuk mensejahterakan PNS pemerintah seyogyanya juga memperhatikan

kemerataan penghasilan. Sudah sepantasnya pemerintah meningkatkan

standar gaji PNS dengan standar yang layak, dengan demikian kesenjangan

akan lebih dapat diminimalisir dan kesejahteraan pun dapat diperoleh;

3) Dalam perhitungan penentuan formula penggajian PNS, perlu diperhatikan

juga tingkat inflasi/kemahalan antara lain dengan membuat indeks untuk

dijadikan dasar bagi penyesuaian gaji dan tunjangan;

4) Penggajian untuk PNS seharusnya dibuat standar tertentu, artinya bisa saja

dalam golongan yang sama tetapi memiliki gaji yang berbeda disesuaikan

dengan beban kerjanya sehari-hari.

5) Reward yang diberikan kepada PNS yang memiliki prestasi kerja seharusnya

dilakukan dengan transparan sehingga memiliki sikap kompetisi antar

departemen dalam memberikan pelayanan, mendorong tegaknya hukum

dan bersedia memberikan pertanggungjawaban terhadap publik (public

accountibility) secara teratur.

6) Diperlukan pengawasan yang ketat dalam menerapkan merit system dimana

pemerintah perlu membentuk tim merit system sehingga dapat berjalan

secara efek

D. Rekomendasi Pondasi Kelembagaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk Efektifitas Pelaksanaan Tugas secara Berkelanjutan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebutkan bahwa,

KASN merupakan lembaga non-struktural yang mandiri dan bebas dari intervensi

politik untuk menciptakan pegawai ASN (PNS, PPPK, dan anggota TNI/Polri yang

ditugaskan dalam jabatan ASN) yang profesional dan berkinerja, memberikan

pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.

Menurut UU ini, KASN berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar,

kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan

dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah. Sedangkan faktor-faktor yang

mempengaruhi penerapan sistem merit (merit system) dalam kebijakan promosi

jabatan di daerah meliputi regulasi, kontrol eksternal dan komitmen pelaku.

Untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam kondisi politik di Indonesia,

KASN perlu memiliki sebuah pondasi kelembagaan yang kuat dalam bentuk

11

Page 12: UU ASN

undang-undang untuk menjamin KASN bebas dari pengaruh politik, serta dibuat

aturan mengenai pertanggungjawaban kinerja KASN yang jelas dan terperinci.

E. Analisis Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 dengan Menggunakan Metode Teori Traditional Model of Public Administration dan New Public Management

Berikut perbedaan substansi antara Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974

Jo. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara :

UU No.8/1974 jo UU No.43/1999

tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

UU No.5/2014 tentang Aparatur

Sipil Negara

Pendekatan Administrasi Kepegawaian. Pendekatan Manajemen SDM.

Sistem Karir tertutup. Sistem Karir Terbuka.

Pegawai Negeri terdiri atas : Pegawai Negeri terdiri atas :

1. Pegawai Negeri Sipil, yang terdiri

dari pegawai negeri pusat, pegawai

daerah dan PTT;

1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Republik

Indonesia;

2. TNI (sudah ada Undang-undang

sendiri);

3. Pegawai Pemerintah dengan

Perjanjian Kerja (PPPK).

4. POLRI (sudah ada undang-undang

sendiri).

Jabatan : Jabatan :

1. Struktural: Eselon I s.d. V; 1. Struktural : Jabatan Pimpinan Tinggi

(JPT) dan Jabatan Administrasi;

2. Fungsional: Keahlian, Keterampilan. 2. Fungsional : Keahlian, Keterampilan.

Pejabat yang berwanang mengangkat,

memindahkan dan memberhentikan

PNS (Pejabat Pembina Kepegawaian):

Pejabat yang berwanang mengangkat,

memindahkan dan memberhentikan

PNS (Pejabat Pembina Kepegawaian):

1. Presiden; 1. Presiden;

2. Didelegasikan kepada pejabat

nonkarir (Menteri, Gubernur,

Bupati/Walikota) dan karir (Kepala

LPNK).

2. Didelegasikan kepada pejabat non

karir (Menteri) dan karir (Kepala

LPNK dan Sekda).

Pembentukan Komisi Kepegawaian

Negara dijabat ex-oficio Kepala BKN

Pembentukan Komisi Aparatur Sipil

Negara (KASN) dengan tegas menjamin

12

Page 13: UU ASN

(sampai sekarang belum terbentuk). penerapan merit sistem.

Batas Usia Pensiun (BUP) tidak diatur

secara eksplisit (diatur dalam

peraturan pemerintah).

Batas Usia Pensiun (BUP) diatur secara

eksplisit dimuat dalam batang tubuh

UU No. 5/2014.

Sistem Informasi Kepegawaian tidak

diatur secara eksplisit.

Sistem Insformasi ASN diatur secara

eksplisit dan terintegrasi antar instansi

pemerintah.

Sistem penggajian dengan skala

ganda.

Perubahan struktur gaji ke arah skala

tunggal secara bertahap.

Sistem pidana tidak diatur. Pengaturan sanksi pidana bagi

pejabat/pegawai yang

menyelahgunakan wewenang dalam

pengadan calon pegawai ASN atau

pengisian calon pimpinan tinggi.

Dari perbedaan subtansial di atas dapat disimpulkan bahwa, Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, merupakan bentuk dari

upaya pemerintah mengubah paradigma Pegawai Negeri Sipil menjadi pegawai

yang profesional dengan menggunakan pendekatan new public management.

Didalamnya diatur mengenai manajemen SDM yang telah meninggalkan basis

administrasi, adanya pasar terbuka yang dibentuk untuk jabatan tertentu

sehingga membuka ruang kompetisi dalam menduduki jabatan di pemerintahan

yang juga menyaratkan kompetensi dan kualifikasi kerja diikuti dengan adanya

pertanggungjawaban kinerja ASN.

F. Kesimpulan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN merupakan salah satu

alat percepatan Reformasi Birokrasi di Indonesia. Reformasi Birokrasi tentunya

sangat diharapkan dapat mengawal seluruh proses pembangunan yang sedang

berjalan sehingga komitmen pembangunan daya saing dapat terus kita

tingkatkan. Birokrasi yang modern, dan dikelola dengan professional tentunya

akan mendorong pembangunan yang lebih berkualitas baik dari dimensi waktu,

biaya, maupun SDM.

Daftar Pustaka

13

Page 14: UU ASN

http://politik.kompasiana.com/2012/04/24/birokrasi-vs-politik-457730.html (Elip

Heldan, kompas 24 April 2012). Selasa, 20 Mei 2014.

http://www.bkn.go.id/attachments/180_jurnalvol1nov2007.pdf. Selasa, 20 Mei

2014.

http://elkanagoro.blogspot.com/2014/03/kepemimpinan-dalam-sistem-

birokrasi.html. Selasa, 20 Mei 2014.

Prasojo, Eko. Baswedan Anies, dkk. Pemimpin dan Reformasi Birokrasi: Catatan

Inspiratif dan Alat Ukur untuk Kepemimpinan dalam Implementasi

Reformasi Birokrasi. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi.

Sekretariat Negara R.I. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-

pokok Kepegawaian Negara.Jakarta, Setneg RI: 1975.

__________ Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1074 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

Negara. Jakarta: Setneg RI, 2000.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Menkumham RI:

2014.

_________ Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi

Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 tentang Tata Cara

Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi secara Terbuka di Lingkungan Instansi

Pemerintah. Menkumham RI: 2014.

14