valuasi ekonomi mitigasi dampak bencana kekeringan …/valuasi... · 2.1.7 mitigasi bencana...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VALUASI EKONOMI MITIGASI DAMPAK BENCANA KEKERINGAN AKIBAT PERUBAHAN IKLIM (CLIMATE CHANGE)
Studi Kasus : Kecamatan Mondokan, Sragen
Skripsi
Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: Maryatun (F1110018)
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Kedua Orang Tuaku Tercinta
Kakakku dan Ponakanku Tercinta
Sahabat-sahabatku
Almamaterku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
MOTTO
“Tiadalah hidup di dunia ini, melainkan permainan dan pergurauan.
Sesungguhnya kampung akhirat, lebih baik bagi orang-orang yang
taqwa. Apa tidaklah kamu memikirkannya?”
(QS. AL – An’am : 32)
Jika anda selalu berfikir tentang kegagalan, maka anda akan
mendapatkanna. Milikilah pikiran positif dan kuasailah pikiran anda
dengan rasa percaya diri dan keakinan. Inilah cara untuk mempertegas
tindakan, cara untuk memperkaya prestasi da cara menghidupkan
pengalaman.
(Swami Sivanada)
ALLAH menguji keikhlasan dalam kesendirian, ALLAH memberi
kedewasaan ketika masalah berdatangan, dan ALLAH melatih
ketegaran dalam kesakitan. Hidup ini indah jika ALLAH dihati.
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, penulis panjatkan atas segala anugrahnya yang
berlimpah, sehingga penilis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Valuasi
Ekonomi Terhadap Perubahan Iklim (Climate Change) Pada Dampak Bencana
Kekeringan Yang Mempengaruhi WTP Mitigasi (Studi Kasus : Kecamatan
Mondokan, Sragen)”.
Skripsi ini disusun guna melengkapi untuk menyelesaikan program S-1 pada
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bersama ini penulis
mengucapkan trimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak
yang membantu memberikan dukungan material maupun spiritual sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Kemudian dengan selesainya skripsi ini penulis
dengan segenap cinta dan ketulusan hati mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Suryanto,. SE,. M.Si,. Selaku Pembimbing yang telah
memberikan izin penelitian, dan memberikan masukan yang berarti dalam
perjalanan kuliah penulis.
2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Drs. Supriyono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Reguler Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
4. Ibu Dr. Evi Gravitiani, SE., M.Si,. Selaku Pembimbing dalam tim
penelitian yang telah memberikan masukan dan waktu yang berarti dalam
proses menyelesaikan skripsi.
5. Bapak Dr. Mugi Rahardjo, M.Si dan Bapak Drs. Akhmad Daerobi, M.Si
selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan untuk menuju
yang lebih baik.
6. Seluruh pegawai Kecamatan Mondokan, Pegawai Kelurahan Jekani,
Gemantar, BPS Kecamatan Mondokan, BPS Kabupaten Sragen,
Kasbanglimas Kabupaten Sragen, dan Bappeda Kabupaten Sragen, yang
telah membantu penulis dalam mengumpulakan data dan informasi yang
berguna dalam menyelesaikan Skripsi.
7. Bapak dan ibu tercinta yang telah menyelimuti dengan kasih sayangmu,
serta selalu memberkan bantuan baik moral maupun material dan doa
restunya.
8. Kedua kakakku yang selalu sayang sama aku, terimakasih sudah mau
membelikan barang-barang yang aku butuhin dalam penyusunan skripsi.
9. Spesial untuk seseorang yang selalu dekat dihatiku, makasih banget atas
dukungan, pengertian dan kebersamaannya selama ini. Moga kita
langgeng teruss. Amienn..
10. Rekan-rekan, Ulie cocoi makasih zaw printnya, Zefanya maya Chooby,
Jevlira Vorta. Niki Nungki, Dyan Kusuma, Rizky Ayuningtyas P, Andita
Dian P, Miratus Kiky, Aiuu Slipta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
11. Nduk Iin yang telah meluangkan waktunya dan selalu menemani secara
sukarela selama malakukan penelitian.
12. Teman-teman satu tim dalam penelitian mz dwi, mb rusminah, mz aryo.
13. Seluruh mahasiswa Non-Reg Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas
Maret angkatan 2010, aiyoo pada semangat semua nylesein skripsinya.
14. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Kami ucapkan
terimakasih. Semoga Tuhan senantiasa memberikan anugrahnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi wacana pengembangan penelitian ilmu
ekonomi dan Studi Pembangunan Khususnya konsentrasi lingkungan. Saran dan
kritik yang bersifat menbangun kepada penulis diterima dengan senang hati.
Surakarta, November 2012
Penulis
Maryatun
F 1110018
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Perubahan Iklim (Climate Change) .......................................... 9
2.1.1 Pengertian Bencana .................................................................. 9
2.1.2 Pengertian Perubahan Iklim ..................................................... 10
2.1.3 Tanda-tanda Umum terjadinya Kekeringan ............................. 11
2.1.4 Faktor Penyebab Kekeringan ................................................... 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
2.1.5 Partisipasi Masyarakat ............................................................. 18
2.1.6 Konsep Masyarakat Tahan Bencana ........................................ 19
2.1.7 Mitigasi Bencana Kekeringan .................................................. 21
2.1.8 Kebijakan Sosial Penanggulangan Bencana Kekeringan .......... 30
2.1.9 Valuasi Ekonomi ...................................................................... 33
2.2 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 36
2.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 41
2.4 Hipotesis ............................................................................................. 43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian ........................................................................ 44
3.1.1 Daerah Penelitian ..................................................................... 44
3.1.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 45
3.1.3 Tehnik Pengumpulan Data ....................................................... 45
3.1.4 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ................ 46
3.1.5 Definisi Variabel ...................................................................... 48
3.1.6 Analisis Data ............................................................................ 49
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ............................................................... 52 4.1.1 Letak, luas dan batas Wilayah .................................................. 52 4.1.2 Kependudukan .......................................................................... 53 4.1.3 Sarana dan Prasarana Ekonomi ................................................ 62
4.2 Karakteristik Geografi dan Sosial Ekonomi Petani di Kecamatan Mondokan ......................................................................................... 64
4.3 Analisis Data dan Pembahasan .......................................................... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .......................................................................................................... 83
Saran ..................................................................................................................... 84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 86
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Jumlah dan Kepadatan penduduk Kecamatan Mondokan Tahun 2010 ..... 54
4.2 Jumlah penduduk Menurut Mata Pencaharian Kecamatan Mondokan ...... 55
4.3 Luas Desa, Luas Lahan Sawah, Luas Lahan Bukan Sawah dan Luas Lahan Perumahan/Pemukiman/Pertokoan Tahun 2010 ......................................... 59
4.4 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Mondokan Tahun 2010 ......... 61
4.5 Sarana dan Prasarana Ekonomi Kecamatan Mondokan Tahun 2010 .......... 64
4.6 Pendapatan Responden yang Bekerja di Sektor Pertanian ......................... 65
4.7 Responden yang Bekerja di Sektor Pertanian Menurut Umur .................... 66
4.8 Tingkat Pendidikan Responden yang Bekerja di Sektor pertanian ............. 68
4.9 Responden yang Bekerja di Sektor Pertanian Menurut Luas Lahan ........... 69
4.10 Responden yang Bekerja di Sektor Pertanian Menurut Modal Usaha ........ 70
4.11 Jumlah Anggota Yang Membantu Pekerjaan .............................................. 71
4.12 Hasil Uji Harvey Untuk Menguji Heteroskedastisitas ................................ 74
4.13 Hasil Analisis Regresi ................................................................................. 75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Peta Kabupaten Sragen ................................................................................. 5
2.1 Tempat penampungan Air ............................................................................. 26
2.2 Alur Dampak Perubahan Lingkungan Terhadap Manusia ............................ 34
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 42
4.1 Persentase Luas Lahan Sawah Kecamatan Mondokan Menurut Desa
Tahun 2010 ................................................................................................... 56
4.2 Persentase Luas Lahann Bukan Sawah Kecamatan Mondokan Menurut Desa
Tahun 2010 ................................................................................................... 57
4.3 Persentase Luas Lahan Bukan Sawah Menurut Desa dan Penggunaan
Tahun 2010 ................................................................................................... 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Daftar Variabel Utama Yang Digunakan Dalam Penelitian
Lampiran 3 Hasil Olah Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Suatu kawasan (wilayah) akan selalu bertumbuh dan berkembang dinamis
seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.
Perubahan (evolusi) kenampakam fisik suatu kawasan dapat kita lihat terhadap 3
(tiga) elemen morfologi kota yaitu : karakteristik penggunaan lahan, bangunan
dan sirkulasi. Sedangkan perubahan non fisik meliputi aspek ekonomi, sosial,
budaya, politik, teknologi dan sebagainya.
Proses perubahan tersebut dapat diidentifikasi misalnya, yang sebelumnya
adalah kawasan dengan ciri pedesaan berubah menjadi ciri perkotaan, atau yang
sebelumnya adalah kota kecil berubah menjadi kota besar bahkan menjadi kota
metropolitan yang terdiri dari kota-kota sekitarnya atau bahkan kota megapolitan,
yang pada umumnya kenampakan spasial fisikal kekotaannya melewati batas-
batas administrasi pemerintahan kota tersebut yang oleh Yunus (1999) disebut
sebagai under bounded city.
Pembangunan baik dalam aspek fisik dan non fisik adalah sesuatu yang
mutlak diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah
(kawasan) baik dalam skala lokal, regional dan nasional. Tanpa adanya aktivitas
ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya maka dapat dikatakan suatu kawasan
‘mati’ (stagnan) dan kondisi ini tentunya tidak diinginkan terjadi oleh suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 2
pemerintahan dan masyarakat (stakeholders) di manapun. Salah satu ciri
pembangunan secara fisikal adalah adanya perubahan (evolusi) di kawasan objek
pembangunan tersebut, misalnya kawasan yang sebelumnya adalah kawasan
hutan, pertanian, perkebunan, ruang terbuka hijau dan sebagainya secara lambat
laun berubah menjadi kenampakan perumahan permukiman penduduk,
perkantoran, perdagangan, sekolah, pusat kesehatan, dan berbagai sarana
prasarana berciri perkotaan lainnya.
Perubahan iklim global dewasa ini meningkatnya konsentrasi gas-gas
rumah kaca (CO2, CH4, CFC, HFC, N2O), terutama peningkatan konsentrasi
CO2, di atmosfir menyebabkan terjadinya global warming (peningkatan suhu
udara secara global) yang memicu terjadinya global climate change (perubahan
iklim secara global). Fenomena ini memberikan berbagai dampak yang
berpengaruh penting terhadap keberlanjutan hidup manusia dan makhluk hidup
lainnya di planet bumi ini, di antaranya adalah pergeseran musim dan perubahan
pola/distribusi hujan yang memicu terjadinya banjir dan tanah longsor pada
musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau, naiknya muka air laut
yang berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil dan banjir rob, dan bencana
badai/gelombang yang sering meluluhlantakan sarana-prasarana penopang
kehidupan di kawasan pesisir. Perubahan iklim global sebagai implikasi dari
pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah
terutama yang dekat dengan permukaan bumi (Hery, 2012).
Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca
yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas-gas rumah kaca yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 3
meningkat ini menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap
gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) yang diemisikan oleh
permukaan bumi kembali ke permukaan bumi. Pengamatan temperatur global
sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan rata-rata temperatur yang menjadi
indikator adanya perubahan iklim. Perubahan temperatur global ini ditunjukkan
dengan naiknya rata-rata temperatur hingga 0.74oC antara tahun 1906 hingga
tahun 2005. Temperatur rata-rata global ini diproyeksikan akan terus meningkat
sekitar 1.8-4.0oC di abad sekarang ini, dan bahkan menurut kajian lain dalam
IPCC diproyeksikan berkisar antara 1.1-6.4oC.
Pemanasan global sebagai salah satu contoh kerusakan lingkungan akibat
pesatnya industrialisasi dan pembangunan yang disebabkan oleh emisi gas
penyebab efek rumah kaca adalah suatu keniscayaan. Industrialisasi dan
pembangunan di seluruh dunia sedikit banyak ikut andil dalam penciptaan
pemanasan global. Meskipun tidak sedikit juga upaya untuk menekan atau
mencegah peningkatan pemanasan global, baik di level internasional, nasional,
maupun konteks lokal. Pemanasan global dan perubahan iklim mempersulit
kehidupan masyarakat rentan, padahal sumbangan mereka terhadap emisi gas
rumah kaca sangat sedikit dibandingkan negara-negara indusri. Indonesia mulai
merasakan dampak pemanasan global (global warming) yang dibuktikan dari
berbagai perubahan iklim maupun bencana alam yang terjadi. Dampak
pemanasan global itu di antaranya, terjadinya perubahan musim di mana musim
kemarau menjadi lebih panjang sehingga menyebabkan gagal panen, krisis air
bersih dan kebakaran hutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 4
Selain itu, penelitian dari Badan Meteorologi dan Geofisika menyebutkan,
Februari 2007 merupakan periode dengan intensitas curah hujan tertinggi selama
30 tahun terakhir di Indonesia. Indonesia yang terletak di equator, merupakan
negara yang pertama sekali akan merasakan dampak perubahan iklim. Dampak
tersebut telah dirasakan yaitu pada 1998 menjadi tahun dengan suhu udara
terpanas dan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Diperkirakan pada
2070 sekitar 800 ribu rumah yang berada di pesisir harus dipindahkan dan
sebanyak 2.000 dari 18 ribu pulau di Indonesia akan tenggelam akibat naiknya air
laut. Perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global telah menjadi isu besar
di dunia. Mencairnya es kutub utara dan kutub selatan yang akan menyebabkan
kepunahan habitat di kutub utara dan selatan merupakan bukti dari pemanasan
global.
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah
dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun).
Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami
curah hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan
kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi),
transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia. Kekeringan dapat menjadi
bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber
pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak
ekonomi dan ekologi kekeringan merupakan suatu proses sehingga batasan
kekeringan dalam setiap bidang dapat berbeda-beda. Namun demikian, suatu
kekeringan yang singkat tetapi intensif dapat pula menyebabkan kerusakan yang signifikan. Di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 5
Indonesia, khususnya daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian Selatan rentan
terhadap bencana kekeringan (Putri, 2012).
Wilayah di Jawa Tengah yang mengalami kekeringan salah satunya adalah
Kabupaten Sragen. Bencana kekeringan yang melanda sejumlah wilayah di
Sragen membuat air bersih terasa sangat mahal. Untuk satu tangki air bersih
setara 4.000 liter, warga harus mengeluarkan uang antara Rp 200-Rp 300 ribu.
Tidak jarang, warga harus menjual barang berharga berupa perhiasan emas untuk
membeli air bersih itu. Sebanyak 3.246 kepala keluarga (KK) atau 11.501 jiwa di
Sragen, Jawa Tengah mengalami krisis air bersih. Padahal, Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Sragen, tahun ini tidak memiliki alokasi anggaran untuk
penanganan bencana kekeringan. Menurut data Dinas Sosial Kabupaten Sragen,
krisis air bersih terjadi di 10 desa yang berada di enam kecamatan, yakni Desa
sepat di Masaran, Desa Gesi dan Srawung di Gesi, Desa Kalikobok dan
Bonagung di Tanon, Desa Banyurip di Jenar, Desa Juwok di Sukodono dan Desa
Tempelrejo, Jekani dan Kedawung di Mondokan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 6
Gambar 1.1 Peta Kabupaten Sragen
Kecamatan Mondokan merupakan daerah yang sangat rawan terjadinya
kekeringan, dikarenakan lahan tanah di kecamatan Mondokan merupakan tanah
yang mengandung batuan kapur. Mondokan adalah sebuah kecamatan di
Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan Mondokan
Kecamatan Mondokan terletak + 23 km di sebelah utara Ibukota Kabupaten
Sragen. Adapun batas - batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan
2. Sebelah Timur : Kecamatan Sukodono, Kab. Sragen
3. Sebelah Selatan : Kecamatan Tanon, Kab. Sragen
4. Sebelah Barat : Kecamatan Sumberlawang Kab. Sragen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 7
Luas wilayah 4.937,2 Ha, terdiri dari Lahan Sawah seluas 1.158,8 Ha,
Pekarangan seluas 1.349,9 Ha, Tegal seluas 2.199 Ha, dan Lainnya seluas 230
Ha. Pada Setahun terakhir banyak sekali petani yang mengalami gagal panen,
dikarenakan akibat kondisi iklim dan cuaca yang tidak menentu. Jadwal dan pola
tanampun mengalami perubahan, kondisi ini diperparah karena sebagian besar
petani khususnya di Kecamatan Mondokan merupakan bertani yang mana iklim
dan cuaca merupakan faktor penentu sekaligus pembatas keberhasilan usaha
mereka.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah karakteristik geografi dan sosial ekonomi (umur, pendidikan,
luas lahan, modal, jumlah keluarga dan pendapatan) petani di Kecamatan
Mondokan?
b. Bagaimanakah faktor-faktor fisik sosial ekonomi yang mempengaruhi WTP
mitigasi?
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan melihat kepada perumusan masalah yang telah ditulis, maka tujuan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dan menjelaskan karakteristik geografi dan sosial ekonomi
(umur, jenis kelamin, status kawin, pendidikan, luas lahan, modal dan jumlah
keluarga) petani di Kecamatan Mondokan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 8
b. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor fisik sosial ekonomi yang
mempengaruhi WTP mitigasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
a. Bagi Pemerintah Daerah
Sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah setempat untuk mengevaluasi
kesejahteraan penduduk yang bekerja di sektor pertanian di Kabupaten
Sragen.
b. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi bagi
semua pihak yang berminat untuk meneliti masalah perubahan iklim
khususnya masalah kekeringan di Kabupaten Sragen.
c. Bagi Masyarakat Sekitar
Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
pemikiran terhadap masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan
pendapatan di sektor pertanian yang berada di Kecamatan Mondokan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Perubahan Iklim (cl i mat e change )
2.1.1 Pengertian Bencana
Bencana secara umum menurut UU No. 24 Tahun 2007 dapat
didefinisikan sebagai suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor
manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana secara khusus menurut UU No. 24 Tahun 2007 dapat
didefinisikan sebagai kejadian akibat peristiwa alam atau karena perbuatan
orang, yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan atau hayati pesisir, dan
mengakibatkan korban jiwa, harta, dan atau kerusakan di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil. Dua makna bencana baik secara umum maupun secara
khusus, mengandung arti bahwa tinggi rendahnya risiko dampak bencana
bergantung pada kerentanan setiap komponen yang terkena dampak. Mileti
dan Gottschlich dalam Hardoyo, 2011 menjelaskan tentang 3 sistem utama
yang mengalami kerugian akibat bencana yaitu:
a. Lingkungan fisik (physical environment)
Sistem ini berkaitan dengan proses fisik alami bumi yang selalu
berubah dan dinamis, seperti perubahan iklim dan proses geologi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 10
Kedinamisan pada sistem ini berimplikasi pada kondisi yang tidak
menentu pada suatu lingkungan hidup.
b. Sosial kependudukan (socio-demographic)
Sistem ini berkaitan dengan distribusi dan komposisi penduduk yang
mempengaruhi jumlah dan karakteristik penduduk yang terkena bencana.
c. Lingkungan terbangun (built environment)
Sistem ini berkaitan dengan kepadatan bangunan dan fasilitas umum
yang menentukan besarnya kerusakan yang akan terjadi dalam sebuah
peristiwa alam.
2.1.2 Pengertian Perubahan Iklim
Iklim merupakan suatu kejadian cuaca selama kurun waktu yang
panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai
statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate
Conference, 1979 dalam Hery, 2012). Sedangkan Perubahan iklim adalah
berubahnya kondisi fisik atmosfer buni antara lain suhu dan distribusi
curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor
kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2001 dalam
LAPAN). Perubahan ini tidak hanya terjadi sesaat tetapi dapat terjadi
dalam kurun waktu yang panjang. Definisi perubahan iklim yang lain
diantaranya:
a. UU No. 31 Tahun 2009 Tentang Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika Perubahan Iklim adalah berubahnya iklim yang
diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 11
yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta
perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu
yang dapat dibandingkan.
b. Pemahaman petani Perubahan Iklim adalah terjadinya musim hujan
dan kemarau yang sering tidak menentu sehingga dapat mengganggu
kebiasaan petani (pola tanam) dan mengancam hasil panen.
c. Pemahaman masyarakat umum Perubahan iklim adalah
ketidakteraturan musim. Perubahan iklim merupakan sesuatu yang
sulit untuk dihindari dan dapat memberikan dampak pada berbagai
segi kehidupan.
Pola musim secara tidak teratur sudah terjadi sejak tahun 1991 yang
pada saat itu mengganggu swasembada pangan nasional yang sampai saat
ini masih bergantung pada impor pangan. Menurut kajian dari IPCC 4AR
yang menyatakan iklim di Indonesia secara spesifik, antara lain:
meningkatnya hujan di kawasan utara dan menurunnya hujan di selatan
(khatulistiwa), kebakaran hutan dan lahan yang berpeluang besar dengan
meningkatnya frekuensi dan intensitas El-Nino (gejala penyimpangan
(anomali) pada suhu permukaan Samudra Pasifik di pantai
Barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya),
Delta sungai Mahakam masuk ke dalam peta kawasan pantai yang rentang
(Murdiyarso, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 12
2.1.3 Tanda-tanda Umum terjadinya Kekeringan
Kekeringan adalah kurangnya air bagi kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya pada suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan
air. Menurut Sheila B. Red (1995) dalam Putri (2012) kekeringan
didefinisikan sebagai pengurangan persediaan air atau kelembaban yang
bersifat sementara secara signifikan dibawah normal atau volume yang
diharapkan untuk jangka waktu khusus. Menurut Sheila B. Red (1995)
dampak kekeringan dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu
sebagai berikut:
a. Kekeringan meteorologis, berasal dari kurangnya curah hujan dan
didasarkan pada tingkat kekeringan yang relatif rendah terhadap
tingkat kekeringan normal atau rata-rata dan lamanya periode kering.
Perbandingan ini harus bersifat khusus untuk daerah tertentu dan bisa
diukur pada musim harian dan bulanan, atau jumlah curah hujan skala
waktu tahunan.
b. Kekeringan hidrologis mencakup berkurangnya sumber-sumber air
seperti sungai, air tanah, danau dan tempat-tempat cadangan air
lainnya. Definisinya mencakup data tentang ketersediaan dan tingkat
penggunaan yang dikaitkan dengan kegiatan wajar dari sistem yang
dipasok (sistem domesti, industri, pertanian yang menggunakan
irigasi). Salah satu dampaknya adalah kompetisi antara pemakai air
dalam sistem-sistem penyimpanan air ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 13
c. Kekeringan pertanian adalah dampak dari dampak dari kekeringan
meteorologis dan hidrologis terhadap produksi tanaman pangan dan
ternak. Kekeringan ini terjadi ketika kelembapan tanah tidak
mencukupi untuk mempertahankan hasil dan pertumbuhan rata-rata
tanaman. Dampak dari kekeringan pertanian sulit untuk bisa diukur
karena rumitnya pertumbuhan tanaman dan kemungkinan adanya
faktor-faktor lain yang bisa mengurangi hasil seperti hama, alang-
alang, tingkat kesuburan tanah yang rendah dan hasil tanaman yang
rendah. Kekeringan kelaparan bisa dianggap sebagai satu bentuk
kekeringan yang ekstrim, dimana kekurangan banjir sudah begitu
parahnyasehingga sejumlah besar menusia menjadi tidak sehat atau
mati. Bencana kelaparan biasanya mempunyai penyebab-penyebab
yang kompleks sering kali mencangkup perangdan konflik. Meskipun
kelangkaan pangan merupakan faktor utama dalam bencana kelaparan,
kematian dapat muncul sebagai akibat dari pengaruh-pengaruh yang
rumit lainnya seperti penyakit atau kurangnya akses dan jasa-jasa
lainnya.
d. Kekeringan sosio ekonomi berhubungan dengan ketersediaan dan
permintaan akan barang-barang dan jasa dengan tiga jenis kekeringan
yang sudah dijelaskan. Ketika persediaan barang-barang seperti air,
jerami atau jasa seperti energi listrik tergantung padacuaca, kekeringan
bisa menyebabkan kekurangan. Konsep kekeringan sosio ekonomi
mengenali hubungan antara kekeringan dan aktivitas-aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 14
manusia. Sebagai contoh, praktek-praktek penggunaan lahan yang
jelek semakin memperburuk dampak-dampak dan kerentanan terhadap
kekeringan di masa mendatang.
Sedangkan bencana kekeringan menurut Sudibyakto (2005)
merupakan sebagai kekurangan dari sejumlah air yang diperlukan, dimana
keperluan air ini ditentukan oleh kegiatan ekonomi masyarakat maupun
tingkat sosial ekonominya. Sehingga yang mendapatkan dampak langsung
dari kekeringan ini adalah masyarakat, terutama untuk penghidupan
masyarakat. Adapun dampak bencana kekeringan yang dirasakan oleh
masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Kelangkaan air pada musim kemarau, dimana sumber-sumber air yang
terdapat di kawasan kekeringan tersebut letaknya sangat jauh dari
pemukiman, sehingga pada musim kemarau masyarakat harus membeli
air dari tangki untuk meencukupi kebutuhan hidupnya dan tidak dapat
menanam di lahan pertaniannya.
b. Produktivitas sumberdaya alam rendah, biasanya tanaman pertanian
hanya dapat tumbuh didataran antar bukit (ladang/ sawah kering) pada
musm penghujan. Pada musim kemarau lahan pertanian tidak dapat
ditanami, karena tidak ada cadangan air dalam tanahnya.
c. Pendapatan masyarakat rendah, dikarenakan sebagian besar penduduk
bekerja di sektor pertanian. Sehingga masyarakat memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya alam untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Pada musim kemarau masyarakat tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 15
mendapatkan penghasilan dari sektor pertanian karena merupakan masa
bero. Padahal pengeluaran rumah tangga dilakukan setiap hari yang
terdiri dari konsumsi primer, konsumsi sekunder,pendidikan,
transportasi,kesehatan dan kegiatan sosial, serta harus membeli air untuk
kebutuhan rumah tangga.
Gejala terjadinya kekeringan adalah sebgai berikut:
1. Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah hujan dibawah
normal dalamsatu musim. Pengukuran kekeringan Meteorologis
merupakan indikasi pertama adanya bencana kekeringan.
2. Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan pasokan air
permukaan danair tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi
muka air sungai, waduk, danau danair tanah. Kekeringan Hidrologis bukan
merupakan indikasi awal adanya kekeringan.
3. Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas
tanah (kandunganair di dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang
luas yang menyebabkan tanaman menjadikering dan mengering.
2.1.4 Faktor Penyebab Kekeringan
Faktor-faktor penyebab terjadinya kekeringan yaitu sebagai berikut
(Putri, 2012) :
a. Lapisan tanah tipis
Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang terkandung dalam tanah
tidak akan bertahan lama. Hal ini dapat terjadi karena air akan lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 16
cepat mengalami penguapan oleh panas matahari. Biasanya bencana
kekeringan sering terjadi di daerah pegunungan kars, karena di daerah ini
memiliki lapisan tanah atas yang tipis.
b. Air tanah dalam
Air hujan yang jatuh pada saat musim penghujan, akan meresap jauh ke dalam
lapisan bawah tanah mengingat selain hanya mampu menyimpan air dengan
intensitas yang terbatas, tanah juga tidak mampu menyimpan air dengan
jangka waktu yang lebih lama.Hal ini menyebabkan aliran-aliran air di
bawah tanah (sungai bawah tanah) yang dalam,sehingga tanaman tidak
mampu menyerap air pada saat musim kemarau, karena akar yangdimiliki tidak
mampu menjangkaunya. Air tanah yang dalam menyebabkan sumber-sumber mata
air mengalami kekeringan di musim kemarau,karena air yang terdapat jauh di bawah
lapisan tanah tidak mampu naik, sehingga kalaupun ada sumber mata air yang
tidak mengalami kekeringan pada musim kemarau, itu jumlahnya terbatas.
c. Tekstur tanah kasar
Tekstur tanah yang kasar, tidak mampu menyimpan air dengan jangka waktu yang
lama.Karena air hujan yang turun akan langsung mengalir ke dalam,
karena tanah tidak mampumenahan laju air. Di lain sisi, air yang
terkandung dalam tanah yang memiliki tekstur yangkasar akan
mengalami penguapan relatif lebih cepat, karena rongga-rongga tanah
jelaslebih lebar dan sangat mendukung terjadinya proses penguapan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 17
d. Iklim
Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana kekeringan.
Keadaan alam yang tidak menentu akan berpengaruh terhadap kondisi iklim yang
terjadi. Sehingga mengakibatkan perubahan musim. Misalnya: Akibat
perubahan kondisi iklim, menyebabkan musim kemarau berjalan
lebihlama daripada musim penghujan, dengan musim kemarau yang lebih lama
tentunya akan memungkinkan terjadinya bencana kekeringan. Karena
kebutuhan air kurang terpenuhi dimusim kemarau.
e. Vegetasi
Vegetasi juga mempunyai andil terhadap terjadinya kekeringan .Jenis
vegetasi tertentu seperti ketela pohon yang menyerap air tanah dengan
intensitas yang lebih banyak, daripada tanaman lain, tentunya akan sangat
menguras kandungan air dalam tanah. Dan lebih parahnya, penanaman ketela pohon
banyak terjadi di daerah pegunungan karstyang rawan akan bencana
kekeringan. Vegetasi lain yang dapat memicu kekeringan adalah tanaman
bambu. Bambu memiliki struktur yang sangat rumit, dan menutupi permukaan
tanah (lapisan tanah atas) di sekitar bambu itu tumbuh. Sehingga
kemungkinan tanaman lain untuk tumbuh sangat kecil. Dengan
demikian tanaman yang seharusnya berfungsi untuk menyimpan air
tidak ada atau terbatas jumlahnya.
f. Topografi
Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh terhadap
kandungan air tanah yang dimiliki. Biasanya daerah yang rendah akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 18
memiliki kandungan air tanah yang lebih banyak daripada di daerah dataran
tinggi. Hal ini disebabkan karena air hujanyang diserap oleh tanah akan mengalir dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.Oleh karena itu air akan lebih banyak
terserap oleh tanah di dataran yang lebih rendah.Dengan kata lain.di dataran
tinggi kemungkinan terjadi bencana kekeringan lebih besar daripada di
dataran rendah. Karena dataran tinggi tidak mampu menyimpan air lebih lama.
2.1.5 Partisipasi Masyarakat
Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup, apabila berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan pemerintah dan apabila setiap masyarakat menjalankan secara
objektif dan tidak hanya mengutamakan kepentingan dirinya atau
kelompoknya saja, maka kerugian yang akan timbul tidak akan berarti
dibandingkan manfaatnya (Suratmo, 1999 dalam Royadi, 2006). Manfaat
pertisipasi masyarakat:
a. Masyarakat mendapatkan informasi mengenai rencana pembangunan
didaerah, sehingga dapat mengetahui dampak apa yang akan terjadi
baik yang positif maupun yang negatife, dan cara menaggulangi
dampak negatife yang akan dan harus dilakukan.
b. Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuannya mengenai masalah
lingkungan, pembangunan dan hubungan, sehingga pemerintah dapat
menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan
tanggungjawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 19
c. Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapatan atau
persepsinya kepada pemerintah terutama masyarakat di tempat proyek
yang akan terkena dampak.
d. Pemerintah mendapatkan informasi-informasi dari masyarakat yang
belum atau tidak ada dalam laporan Amdal, sehingga kebijaksanaan
atau keputusan yang akan diambil akan lebih tepat.
e. Apabila masyarakat telah mengetahui cukup banyak mengenai proyek
tersebut termasuk dampak (positif dan negatif) dan usaha-usaha apa
saja yang akan dilakukan untuk mengurangi dampak negatif,
sedangkan dari pihak pemerintah dan pemrakarsa proyek mengetahui
pendapat-pendapat masyarakatserta keinginanya atau hal-hal apa yang
diperlukan, sehingga salah paham atau terjadinya konflik dapat
dihindari.
f. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang
akan dapat dinikmati dan apabila mungkin meningkatkan manfaat
tersebut (dampak positif) dan ikut menekan atau menghindari diri
terkena dampak negatif.
g. Dengan adanya ikut aktifnya masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup sejak tahap penyusunan Amdal, biasanya perhatian
dari instasi pemerintah yang bertanggungjawab dan pemrakarsa proyek
pada masyarakat akan meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 20
2.1.6 Konsep Masyarakat Tahan Bencana
Twigg (2007) menyatakan pengurangan risiko bencana (PRB)
merupakan sebuah konsep yang luas dan relatif baru. Ada beberapa
definisi berbeda dari istilah ini dalam literatur teknis, tetapi PRB secara
umum dipahami sebagai pengembangan dan penerapan secara luas dari
kebijakan-kebijakan, strategi-strategi dan praktik-praktik untuk
meminimalkan kerentanan dan risiko bencana di masyarakat. PRB adalah
sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengkaji dan
mengurangi risiko-risiko bencana. PRB bertujuan untuk mengurangi
kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi terhadap bencana dan menangani
bahaya-bahaya lingkungan maupun bahaya-bahaya lain yang
menimbulkan kerentanan.
Banyak upaya telah dilakukan untuk mendefinisikan ‘ketahanan’.
Berbagai macam definisi dan konsep akademis yang ada dapat
membingungkan. Agar operasional, lebih mudah bila kita bekerja dengan
definisi-definisi luas dan karakteristik-karakteristik yang umum dipahami.
Dengan pendekatan ini, sistem atau ketahanan masyarakat dapat
dipahami sebagai:
a. Kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan-kekuatan yang
menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi
b. Kapasitas untuk mengelola, atau mempertahankan fungsi-fungsi dan
struktur-struktur dasar tertentu, selama kejadian-kejadian yang
mendatangkan malapetaka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 21
c. Kapasitas untuk memulihkan diri atau ‘melenting balik’ setelah suatu
kejadian
‘Ketahanan’ pada umumnya dipandang sebagai suatu konsep yang
lebih luas daripada ‘kapasitas’ karena konsep ini memiliki makna yang
lebih tinggi daripada sekedar perilaku, strategi-strategi dan langkah-
langkah pengurangan serta manajemen risiko tertentu yang biasa dipahami
sebagai kapasitas.
2.1.7 Mitigasi Bencana Kekeringan
Dalam usaha mengurangi dampak yang ditimbulkan banjir, seringkali
penanganan masalah banjir ditekankan pada usaha struktural dan
dibebankan secara keseluruhan kepada pemerintah. Strategi Mitigasi dan
Upaya Pengurangan Bencana diantaranya (Putri, 2012) :
1. Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem
pengiriman data iklim daridaerah ke pusat pengolahan data.
2. Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air
dengan memperhatikan historical right dan azas keadilan.
3. Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.
4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan jaringan
pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan.
5. Pengembangan/ perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-
daerah rawankekeringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 22
6. Memberikan sistem reward dan punishment bagi masyarakat yang melakukan
upayakonservasi dan rehabilitasi sumber daya air dan hutan/ lahan.
Jika lebih dirincikan, tahap mitigasi bencana kekeringan adalah sebagai
berikut:
1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisian dan efektif.
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku
untuk air bersih.
c. Menanam pohon dan perlu sebanyak-banyaknya setiap jengkal lahan yang ada di
lingkungan tinggal kita.
d. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan
plester semen atau ubin keramik.
e. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air.
f. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.
g. Panen dan konservasi air
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan
atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu
curah hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni
menggunakan air yangsudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan.
Pembuatan rorak merupakan contoh tindakan panen air aliran permukaan dan
sekaligus juga tindakan konservasi air. Daerah yang memerlukan panen air
adalah daerah yang mempunyai bulan kering(dengan curah hujan < 100 mm per
bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut dan pada musim hujan curah hujannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 23
sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang berlebihan pada musim hujan ditampung
(dipanen) untuk digunakan pada musim kemarau. Penampungan atau 'panen air'
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga sebagian lahan
masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada
musim hujan. Beberapa tempat yang bisa dimanfaatkan untuk penampungan air adalah
(Putri, 2012) :
a. Rorak
Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/ lebar 30-50 cm dengan kedalaman
30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air
yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan
akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih
tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi.
b. Saluran Buntu
Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa
meter (sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa
dalam pembuatanrorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang
terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan terganggunya
pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai penyakit pada
akar.
c. Lubang Penampungan Air (catch pit)
Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan dari
kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk menampung air,
sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar akar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 24
tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga agar tidak tergenang air
selama berhari-hari karena akan menyebabkan kematian tanaman.
d. Embung
Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran permukaan.
Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah aliran
sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air aliran
permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari
tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung dapat
digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman
ternak selama musim kemarau. Kapasitas embung berkisar antara 20.000
m3 (100 m x 100 m x 2 m) hingga 60.000m3. Embung berukuran besar
biasanya dibuat dengan menggunakan bulldozer melalui proyek
pembangunan desa. Embung berukuran lebih kecil, misalnya 200sampai 500 m3
juga sering ditemukan, namun hanya akan mampu menyediakan air untuk areal
yang sangat terbatas. Embung kecil dapat dibuat secara swadaya
masyarakat. Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar
liatnya supaya peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang
peresapan airnya tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak hilang
kecuali bila dinding dan dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini
akan memerlukan biaya tinggi.
e. Bendungan Kecil
Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama musim
hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 25
air dan sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di dalam cek dam, sehingga
padamusim hujan permukaan air menjadi lebih tinggi dan memudahkan
pengalirannya kelahan pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau
diharapkan masih ada genangan air untuk tanaman, air minum ternak,
dan berbagai keperluan lainnya.
f. Panen Air Hujan dari Atap Rumah
Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki
untuk dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi,
dan menyiram tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan air
dari mata air karena pada awal musim hujan, air hujan mengandung debu yang
cukup tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 26
Gambar 2.1. Tempat Penampungan air
2. Saat Terjadi Bencana
Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan
air dan dampak yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk
penanggulangan kekurangan air dapatdilakukan melalui:
a. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 27
b. Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
c. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
d. Penyediaan pompa air.
e. Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir
giring).
Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh
sektor terkait antaralain dengan upaya:
1. Dampak Sosial:
a. Penyelesaian konflik antar pengguna air.
b. Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang
mengalami kekeringan.
2. Dampak Ekonomi:
a. Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk
baru, optimalisasi fungsi embung, situ, penghijauan daerah
tangkapan air, penghentian perusakan hutan, dll.
b. Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air,
daur ulang pemakaian air.
c. Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan, dan
kayu/hutan melalui diversifikasi usaha.
d. Meningkatkan pendapatan petani, dan perdagangan hasil pertanian
melalui perbaikan sistem pemasaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 28
e. Mengatasi masalah transportasi air antara lain dengan
menggunakan alternatif modatransportasi lain atau melakukan stok
bahan pokok.
3. Dampak Keamanan:
a. Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
b. Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan
api.
4. Dampak Lingkungan:
a. Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah ( land covering).
b. Mengurangi beban limbah sebelum dibuang kesumber air.
c. Meningkatkan daya dukung sumber air dalam menerima beban pencemaran
dengan cara pemeliharaan debit sungai.
d. Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air pada
musimkemarau.
e. Mempertahankan kualitas udara (debu, asap, dll) melalui
pencegahan pencemaran udara dengan tidak melakukan kegiatan yang
berpotensi menimbulkan kebakaran yang menimbulkan terjadinya
pencemaran udara.
f. Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan
lahan dengancara tanpa pembakaran.
3. Pasca Bencana
Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang
akibat bencana kekeringan antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 29
a. Bantuan sarana produksi pertanian.
b. Bantuan modal kerja.
c. Bantuan pangan dan pelayanan medis.
d. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet,
saluran pembawa,dll.
e. Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan.
f. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
g. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.
h. Penertiban penggunaan air.
Kejadian kekeringan mempengaruhi sistem sosial, disamping sistem fisik dan ,
sehingga manajemen kekeringan merupakan suatu tanggung jawab sosial,yang pada
dasarnya terarah pada upaya pasokan air dan mengurangi/meminimalkan
dampak. Berikut ini dibahas upaya-upaya penanganan bencana kekeringan,
baik upaya non fisik maupun upaya fisik darurat dan upaya fisik jangka panjang.
1. Upaya Non Fisik Upaya non fisik merupakan upaya yang bersifat pengaturan,
pembinaan dan pengawasan, diantaranya adalah:
a. Menyusun neraca air regional secara cermat.
b. Menentukan urutan prioritas alokasi air.
c. Menentukan pola tanam dengan mempertimbangkan ketersediaan
air.
d. Menyiapkan pola operasi sarana pengairan.
e. Memasyarakatkan gerakan hemat air dan dampak kekeringan.
f. Menyiapkan cadangan/stok pangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 30
g. Menyiapkan lapangan kerja sementara.
h. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan upaya penanganan kekeringan.
2. Upaya Fisik Darurat Upaya penanganan kekeringan yang bersifat fisik
darurat/ sementara diantaranya adalah:
a. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan yang mempunyai
waduk/ reservoir, sehingga hujan yang terbentuk airnya dapat ditampung.
b. Pembuatan sumur pantek, untuk mendapatkan air.
c. Penyediaan pompa yang movable di areal dekat sungai atau
danau, sehingga pompa tersebut dapat dipergunakan secara bergantian
untuk memperoleh air.
d. Operasi penyediaan air minum dengan mobil tangki untuk memasok air
padadaerah-daerah kering dan kritis.
3. Upaya Fisik Jangka Panjang Upaya penanganan kekeringan yang bersifat
jangka panjang diantaranya adalah:
a. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet,
saluran pembawa,dll.
b. Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan.
c. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
d. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.
2.1.8 Kebijakan Sosial Penanggulangan Bencana Kekeringan
Surjono (2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa kebijakan-
kebijakan yang dilakukan untuk penanggulangan bencana kekeringan,
meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 31
1. Kebijakan Sosial Jangka Pendek
Penanggulangan jangka pendek pada dasarnya adalah untuk
mengatasi korban bencana terbatas pada saat kekeringan terjadi yang
bersifat kuratif, penyembuhan dan peringanan penderitaan korban
bencana. Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam jangka
pendek untuk mengatasi kekeringan meliputi :
a. Membuka lumbung desa yang berisi hasil bumi (padi, jagung,
ketela) bagi warga yang membutuhkan karena lahan pertaniannya
sementara waktu tidak dapat berproduksi. Lumbung desa yang
isinya adalah tabungan masyarakat sendiri yang diberikan kepada
masyarakat yang membutuhkan dengan system pinjam, dengan
syarat pinjaman kemudian diganti ketika kekeringan usai dan lahan
pertanian sudah berfungsi lagi.
b. Pendalaman sumur yang masih mungkin mengeluarkan air,
sekaligus juga peremajaan sumur untuk mendapatkan debit air
yang banyak pada saat kekeringan usai.
c. Mendistribusikan pasokan air yang secara rutin diberi oleh
pemerintah setempat dan lembaga swasta lainnya.
2. Kebijakan Sosial Jangka Menengah
Berbeda dengan upaya penanggulangan jangka pendek, model
penanggulang jangka menengah dilakukan pada saat tidak terjadi
kemarau panjang. Model ini tidak ditujukan untuk menghadapi
bencana kekeringan di saat yang sama, tetapi juga untuk menghadapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 32
kemarau pangjang musim-musim mendatang, yang hasilnya tidak
mesti dapat dinikmati langsung saat terjadinya kemarau panjang.
Berbagai upaya yang berkaitan dengan penanggulangan bencana
jangka menengah yang dilakukan oleh masyarakat meliputi :
a. Teraseringisasi tanah pertanian, baik yang berupa kebun, tegal
maupun sawah, terutama pedesaan yang hamparan tanahnya
memiliki kemiringan diatas 30o. Teraseringisasi dimaksudkan
untuk menahan selama mungkin air dalam tanah sebelum mengalir
ke sungai, sehingga kandungan air dalam tanah dapat bertahan
lebih lama.
b. Memperbanyak unit-unit tangki beton penampungan air hujan agar
cadangan air yang dimiliki warga lebih banyak sehingga dapat
digunakan pada saat kemarau panjang.
c. Pengawetan bahan-bahan makanan hasil pertanian dari lingkungan
sendiri (hasil bumi), seperti pengasapan gabah, jagung, kedelai,
kacang hijau dan kacang tanah. Pengeringan ketela pohon dan
ketela rambat, agar bahan-bahan makanan dapat disimpan dalam
waktu berbulan-bulan, terutama agar dapat dipakai untuk
persediaan selama kemarau panjang berlangsung.
3. Kebijakan Sosial Jangka Panjang
Model penanggulangan jangka panjang dilakukan juga tidak
pada musim kemarau panjang, tetapi justru pada musim penghujan
karena implementasinya hanya dapat dikerjakan pada musim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 33
penghujan. Berbagai upaya dalam melakukan penanggulangan korban
kekeringan jangka panjang meliput :
a. Melakukan Reboisasi atau peremajaan hutan dan pedesaan dengan
pohon-pohon baru yang tahan terhadap kekeringan dan sekaligus
berfungsi sebagai penyimpan air dalam tanah.
b. Perlindungan sumber-sumber air yang tahan kekeringan dengan
pohon-pohon varietas penyimpan air dan sekaligus juga untuk
melindungi mata air dari panas matahari sehingga pada musim
kemarau panjang tidak banyak terjadi penguapan air secara sia-sia.
c. Penciptaan sarana dan prasarana mobilitas social dalam bentuk
pengadaan sarana dan fasilitas transportasi daerah yang dapat
menghubungkan dengan daerah lainnya, terutama untuk
mendukung mobilitas warga yang ingin mencari kompensasi
penghasilan selama di desanya terjadi kekeringan.
2.1.9 Valuasi Ekonomi
Valuasi ekonomi lingkungan digunakan untuk memudahkan
perbandingan antara nilai lingkungan hidup (environmental value) dan nilai
pembangunan (development values) (Rachman Kurniawan, dkk.,2009).
Menurut Sanim, 2006 (dalam Rachman Kurniawan, dkk.,2009) valuasi
ekonomi lingkungan seharusnya merupakan suatu bagian integral dari
prioritas pembangunan sektoral dalam menentukan keseimbangan antara
konservasi dan pembangunan, serta dalam memilih standar lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 34
Valuasi pada dasarnya adalah member nilai moneter kepada sumber
daya alam dan lingkungan. Teknik valuasi diperlukan karena
ketidaktersediaan harga sumber daya alam dan lingkungan di pasar (Fauzi,
2010). Teknik yang sering digunakan untuk valuasi ekonomi adalah teknik
contingent valuation. Menurut Patunru (1994) mendefinisikan contingent
valuation sebagai suatu pendekatan survei untuk valuasi barang dan jasa
non market berdasarkan kuesioner untuk mendapatkan informasi tentang
nilai barang dan jasa dalam pertanyaan. Nilai yang diperoleh untuk barang
dan jasa dikatakan contingent atas sifat pasar yang dibangun (hipotetis atau
disimulasi) dan barang dan jasa digambarkan dalam scenario survey.
3
4
5
6
7
Gambar 2.2. Alur dampak perubahan lingkungan terhadap manusia (Freeman, 1979)
EFEK LANGSUNG Melalui system kehidupan – mekanisme biologis
Kesehatan manusia: kematian , trauma, stress akibat banjir, khawatir akan banjir
Dampak ekosistem lainnya: penggunaan rekreasional menurun, keberagaman ekologi,
Produktifitas ekonomi dari ekosistem: menurunnya permintaan akan developer, menurunnya nilai properti
EFEK TIDAK LANGSUNG Melalui system kehidupan
Kerusakan akibat banjir pada property, peningkatan biaya produksi, meningkatnya waktu perjalanan
Rasa estetika daerah yang terkena banjir
Ketegangan antar komunitas, waktu/usaha/energi politisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 35
Penilaian dengan pendekatan WTP dilakukan dengan melihat
preferensi masyarakat dalam menanggapi kualitas lingkungan yang terjadi
di sekitar (Hussen dalam Adrianto, 2010). Dengan demikian, penilaian
non-market valuation dapat digunakan untuk memberikan penilaian
ekonomis untuk barang-barang lingkungan termasuk ekowisata.
Secara umum teknik penilaian ekonomi lingkungan yang tidak dapat
dinilai dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, kelompok pertama
adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit di mana
willingness to pay terungkap melalui model yang dikembangkan (revealed
preference method). Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang
didasarkan pada survei langsung di mana keinginan membayar atau WTP
diperoleh secara langsung dari responden (experssed preference method),
(Fauzi, 2010). Kedua metode tersebut Metode ini sebagian besar diterapkan
sebagai metodologi valuasi terhadap barang-barang non-market valuation,
contingent valuation method (CVM) termasuk kelompok exprerssed
preference method dan travel cost method (TCM) termasuk revealed
preference method.
Contingent valuation method merupakan suatu metode untuk
mendapatkan estimasi nilai terutama jumlah yang mau dibayarkan individu
atau rumah tangga untuk barang lingkungan tertentu. Freeman (1979)
mengklasifikasikan banyak alur di mana kualitas lingkungan berdampak
pada manusia, seperti tingkat risiko banjir, banjir, dan gempabumi. Ia
menyatakan bahwa efek ini mungkin bersifat langsung atau tidak langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 36
melalui sistem organisme lain. Menurut Tresnadi (1999), contingent
valuation adalah suatu metode pemikiran untuk atribut nilai lingkugan
yang tidak ada di pasar atau bentuk-bentuk kesenangan lainnya seperti ilai
seni pada grand canyon, rekreasi atau sumber daya alam.
Disebut metode perkiraan karena meminta publik untuk menyatakan
keinginannya baik untuk membayar maupun untuk menerima barang dan
komoditas lingkungan yang semuanya tergantung penjelasan tentang
pelayanan lingkungan. Nilai-nilai tersebut pada umumnya dapat diukur
berdasarkan keinginan masyarakat untuk membayar perbaikan lingkungan
(Willingness To Pay) atau untuk menerima kompensasi akibat kerusakan
lingkungan (Willingness To Accept) (Fauzi, 2010). Pendekatan CVM ini
secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu teknis eksperimental
melalui simulasi dan teknik survei. Pendekatan pertama lebih banyak
dilakukan melalui simulasi komputer sehingga praktek di lapangan sangat
sedikit. Metode CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif sumber
daya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaaan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Cho dan Kim (2004), penelitain ini menggunakan metode analisis
CVM. Hasil dari penelitian ini dimana variabel jenis kelamin, umur,
pendapatan, dan pemeblian air menunjukkan hasil yg signifikan thp WTP.
Variabel tahun dan ukuran rumah (famno) menunjukkan hasil tdk
signifikan thp WTP. Penelitian ini menjelaskan bahwa WTP diperkirakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 37
akan cukup utk membyar penuh biaya penyediaan kualita air daerah
metropolitan Seoul yg lebih baik. Penelitian ini memfokuskan pada biaya
ekonomi dan manfaat bagi peningkatan kualitas air rumah tangga Paldang
Reservoir di Korea. Informasi mengenai manfaat dan biaya akan
membantu utk membuat kebijakan menemukan tgkt optimal secara sosial
pengurangan kontaminasi air yg masuk Korea.
Suryanti, dkk (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Strategi
Adaptasi Ekologi Masyarakat Di Kawasan Karst Gunungsewu Dalam
Mengatasi Bencana Kekeringan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi karakteristik wilayah, sumberdaya alam, dan masyarakat
serta dampak kekeringaan masyarakat di kawasan Karst Gunungsewu. Ada
beberapa variabel dalm penelitian ini adalah modal, luas lahan dan
pendapatan. Penelitian ini bersifat deskriptif, hasil dari penelitian ini adalah
kecamatan Tepus merupakan daerah kering dan tandus dengan kondisi air
permukaannya relatif sedikit dan sumber airnya sangat dalam sehingga
selalu mengalami kekeringan setiap tahunnya. Untuk mendapatkan air,
masyarakat harus mengeluarkan biaya mencapai Rp. 80.000,- sampai Rp.
150.000,- per 6.000 liter. Penggunaan lahan di Kecamatan Tepus
didominasi oleh penggunaan lahan ladang (sawah kering) yaitu 81,48%
dari luas total wilayah. Pendapan masyarakat juga rendah, sebagian besar
penduduk di Kecamatan Tepus (83%) bekerja di sektor pertanian.
Suryanto (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan
Karakteristik Wilayah, Persepsi Individu, dan Perilaku Mitigasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 38
Gempabumi Di Kabupaten Bantul DIY. Penelitian ini mempunyai tujuan
yaitu menganalisis tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas penduduk
dalam menghadapi risiko bencana gempabumi, mengevaluasi hubungan
persepsi individu bencana gempabumi dan perilaku mitigasi, dan
mengklasifikasikan variabel-variabel persepsi dan sosial-ekonomi yang
dapat digunakan untuk memprediksi karakteristik kerawanan wilayah.
Analisis data yang digunakan adalah Sistem Informasi Geografi (SIG),
analisis regresi berganda, dan analisis regresi logistik. Hasil yang diperoleh
dari analisis SIG menunjukkan bahwa wilayah yang rawan bencana di
Kabupaten Bantul adalah wilayah yang memiliki tingkat kepadatan
penduduk dan kepadatan pemukiman tinggi. Berdasarkan regresi berganda
diketahui bahwa derajat penolakan risiko, kemampuan kontrol,
kepercayaan rumah tahan gempa, tingkat pendapatan dan variabel dummy
wilayah berpengaruh positif dan signifikan. Ada satu variabel yang tidak
signifikan adalah variabel persepsi terhadap peran pemerintah pusat untuk
WTP mitigasi. Menurut analisis klasifikasi (analisis regresi logistik) dilihat
dari kategori wilayah kerawanan yang dikategorikan menjadi tiga terdapat
variabel-veriabel yang signifikan yaitu tingkat pendidikan, persepsi
terhadap peran pemerintah daerah, persepsi terhadap peran pemerintah
pusat, dan kepercayaan terhadap rumah tahan gempa. Tiga kategori
wilayah kerawanan antara lain kurang rawan, rawan, dan sangat rawan.
Seenprachawong (2005), pada penelitiannya yang berjudul Economic
Valuation of Cultural Heritage: A Case Study of Historic Temples in
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 39
Thailand. Tujuan utama pada penelitian ini adalah untuk memperoleh nilai
pemulihan candi bersejarah di wilayah Thailand Tengah. Sebuah penilaian
survei (CV) dilakukan pada bulan Januari 2005. penelitian ini meminta
kepada responden untuk kesediaan mereka untuk membayar perbaikan
candi bersejarah. Diperoleh hasil yaitu ada dua korelasi bersifat sangat
lemah dan sangat kuat. Pada korelasi sangat lemah diperoleh 0,031 yang
artinya bahwa sikap masyarakat terhadap pelestarian candi di wilayah
Thailand tengah dan sikap mereka untuk melestarikannya kurang
mendukung, sedangkan pada korelasi sangat kuat diperoleh 0,526 yang
artinya masyarakat mendukung adanya program pelestarian candi
bersejarah. Ada tiga variabel nilang elastsitas WTP, yaitu umur,
pendidikan, dan pendapatan. Besarnya dampak dari hasil perhitungan umur
sebesar satu persen dapat meningkatkan jumlah WTP sebesar 18,25%, pada
tingkat pendidikan peningkatan sebesar satu persen dapat meningkatkan
jumlah WTP sebesar 2,41%, sedangkan pada variabel pendapatan
diperoleh 1,58% meningkatkan jumlah WTP. Ditemukan bahwa
masyarakat bersedia membayar 214 Baht dalam satu kali pajak penghasilan
atau 243 Baht sebagai sumbangan sukarela untuk membiayai program
pelestarian candi bersejarah. Hasil dari penelitian adalah masyarakat
Thailand lebih memilih program pelestarian candi bersejarah.
Sarjono (2010), pada penelitiannya yang berjudul Kebijakan Sosial
Penanggulangan Korban Bencana Kekeringan Studi Kasus di Kabupaten
Grobogan, Jawa Tengah. Model kebijakan sosial dalam penanggulangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 40
bencana kekeringan di Kabupaten Grobogan merupakan program yang
dilakukan bersama oleh masyarakat dan pemerintah setempat dalam rangka
menyikapi bencana kekeringan sebagai kejadian alam yang rutin terjadi
setiap tahunnya yang disikapi secara positif. Hasilnya adalah kebijakan
penanggulangan kekeringan yang bersifat rehabitatif berupa peremajaan
pohon-pohon hutan dan kebun dengan tanaman yang tahan kekeringan dan
mampu sebagai medium penyimpanan air. Teraseringisasi struktur tanah
persawahan di lahan pertanian yang memiliki kemiringan diatas 30% agar
dapat menghambat larinya air hujan ke tempat yang paling rendah.
Yapin (2003), penelitian ini menggunakan metode CVM dan TCM.
Hasil dari penelitian ini, investigasi biaya perjalanan telah menunjukkan
bahwa kualitas air yg lebih baik menggeser kurva permintaan keluar.
Sedikit perbedaan kelengkungan dari fungsi permintaan yang pertama.
Perkiraan CVM telah menggambarkan mirip tren tetapi tindakan tersebut
lebih tinggi dari nilai yg diperkirakan melalui biaya perjalanan. Sebagian
besar menunjukkan niali penggunakan situs rekreasi sebagai konsumsi yg
baik kecuali keperluan rrekreasi. Danau telah melayani tujuan lain seprti
budidaya ikan dan pasokan air, nilai tersebut tdk tercermin baik dalam
pengukuran biaya perjalanan atau nilai-nilai CV, karena itu percaya bahwa
kedua perkiraan mengecilkan nilai guna sebenarnya dari danau. Penilaian
kontingensi adalah variabel independen dari biaya perjalanan dan jml
pengunjung. Responden sebenarnya bergantung pada pendapatan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 41
pendidikan, dan penghakiman responden thp kualitas air danau. Umur dan
jenis kelamin tampaknya tdk memiliki byk dampak pd kontingen penilaian.
2.3 Kerangka Pemikiran
Perubahan iklim dalam jangka panjang yang melanda masyarakat di
kecamatan Mondokan sebagaimana telah dijelaskan akan merugikan
pendapatan masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian.
Berikut disajikan kerangka pemikiran kaitannya dengan pendapatan
penduduk yang bekerja di sektor pertanian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 42
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Dari kerangka pemikiran tersebut dijelaskan bahwa perubahan iklim
yang berdampak pada kekeringan terhadap sektor pertanian yang
mempengaruhi tingkat pendapatan petani, dimana faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain karakteristik petani (umur, jenis kelamin,
status, pendidikan), Faktor demografi (lahan pertanian), dan faktor
Perubahan Iklim
(kekeringan)
Sektor Pertanian
Faktor yang mempengaruhi
· Modal · Jumlah Keluarga
Proses Produksi Pertanian oleh petani
Faktor demografi
· Kondisi lahan
WTP (willingness to Pay)
Faktor karakteristik petani
· Umur · Jenis kelamin · Pendidikan · Status
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 43
ekonomi (modal dan jumlah keluarga) yang mana akan diketahui apakah
masyarakat mau melakukan tindakan mitigasi.
2.4 Hipotesis
1. Diduga karakteristik geografi dan sosial ekonomi di Kecamatan
Mondokan relatif merata.
2. Diduga semua variabel independen secara serempak atau beersama-
sama berpengaruh terhadap WTP. Faktor-faktor fisik yang
mempengaruhi WTP
a) Diduga pendapatan mempunyai hasil yang signifikan terhadap
WTP.
b) Diduga modal mempunyai hasil yang signifikan terhadap WTP.
c) Diduga luas lahan mempunyai hasil yang signifikan terhadap
WTP.
d) Diduga pendidikan mempunyai hasil yang signifikan terhadap
WTP.
e) Diduga jumlah anggota yang membantu mempunyai hasl yang
signifikan terhadap WTP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode survei yang menganalisis faktor-
faktor yang berhubungan terhadap pendapatan masyarakat yang berprofesi
sebagai petani. Dalam survei, informasi atau data dikumpulkan dari responden
dengan menggunakan kuisioner. Pengisian kuisioner yang dirancang harus diisi
oleh kepala rumah tangga, mengingat variabel pendapatan keluarga dan juga
keputusan jumlah biaya maksimum yang ingin dibayar (WTP) merupakan
variabel yang sangat diperlukan validitasnya. Namun demikian dimungkinkan
untuk beberapa kasus responden yang bukan kepala keluarga dapat mengisi
kuisioner dengan catatan telah mendapat persetujuan dari kepala keluarga.
Tujuan survei dapat bersifat menerangkan atau menjelaskan, yaitu fenomena
sosial dengan meneliti hubungan variabel penelitian (Singarimbun, 1995 dalam
Rahmat, 2007 ).
Adapun tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut:
1. Daerah Penelitian
Lokasi penelitian adalah kawasan yang termasuk daerah rawan
kekeringan di Kecamatan Mondokan Kabupaten Sragen.
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu:
2.1 Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 45
Data ini dikumpulkan langsung dari obyek penelitian melalui
kuisioner dan wawancara langsung dengan masyarakat yang tinggal di
kawasan kekeringan tersebut.
2.2 Data Sekunder
Data lain yang dapat dipakai untuk melengkapi analisis dalam
penelitian ini adalah berbasis data yang diperoleh dari sumber sekunder.
Data ini dikumpulkan dari kantor Kecamatan, Kantor Dinas Pertanian,
maupun instans yang terkait yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu
Badan Pusat Statistik Sragen dan Pusat Statistik Mondokan.
3. Teknik Pengumpulan Data
3.1 Observasi
Mengadakan pengamatan langsung pada obyek yang diteliti.
3.2 Interview
Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara kepada
mesyarakat langsung.
3.3 Kuesioner
Teknik pengumpulan data dengan membuat daftar pertanyaan dan
atau pernyataan yang telah disiapkan terlebih dahulu yang kemudian
diberikan kepada masyarakat yang bekerja di sektor pertanian yang tinggal
di daerah Mondokan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 46
3.4 Studi Pustaka
Mencari dan mengumpulkan data yang sudah ada, baik yang ada di
buku, majalah dan koran, BPS ataupun data-data yang tersedia pada
internet dan sumber-sumber lainnya.
4. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
4.1 Ukuran Populasi dan Sampel
Data terdiri dari data sekunder merupakan data yang bersumber dari
instansi dan lembaga-lembaga terkait di wilayah kekeringan di Kecamatan
Mondokan maupun literatur pendukung lainnya. Sedangkan data primer
diperoleh dengan diambil sampelnya terlebih dahulu dengan
menggunakan strategic random sample (Scheaffer et.al., 1996), berarti
bahwa semua rumah yang berlokasi di wilayah banjir dibagi dalam
beberapa blok, dan kemudian sampel diacak untuk setiap blok. Sampel
digunakan karena tidak semua unit pada populasi dapat diidentifikasi,
biaya dan waktu yang digunakan lebih sedikit dibandingkan menghitung
populasi. Penentuan jumlah sampel yang akan diambil ditentukan dengan
rumus Slovin, yaitu sebagai berikut (Arikunto, 1996 dalam Rahmat,
2007):
Dimana:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = tingkat kekeliruan pengambilan sampel yang bisa ditolerir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 47
1 = angka konstanta
Sesuai dengan rumus slovin diatas, maka jumlah jumlah sampel
yang akan diambil dengan tingkat ketepatan 95% dalam penelitian ini
adalah :
= 74,14 dibulatkan menjadi 75 responden.
Penentuan responden berdasarkan klaster sampling yang mana
populasinya dibagi menjadi beberapa kelompok. Kemudian dari
kelompok-kelompok tersebut dipilih secara random atau acak. Dalam
klaster sampling kita tidak langsung memilih individu, melainkan
memilih kelompok. Yang termasuk sebagai anggota sampel adalah
anggota yang berada dalam kelompok yang terpilih itu.
Pemakaian metode tersebut dapat memberikan gambaran secara
jelas dan tepat terhadap populasi yang akan diteliti, yaitu masyarakat
yang bekerja di sektor pertanian di Kecamatan Mondokan .
4.2 Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan 6 variabel penelitian yaitu variabel
pendapatan, variabel pendidikan, variabel umur petani, variabel modal,
variabel luas lahan, dan variabel jumlah keluarga yang membantu.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 48
1. Variabel terikat ( Dependent Variable )
Willingness to pay adalah jumlah maksimum yang mau
dibayarkan oleh responden setelah diberikan rentetan tawaran
pertanyaan dan berkisar antara Rp 0 sampai dengan Rp 1.000.000
untuk mengurangi dampak kekeringan (misalnya, jika terjadi
kekurangan dalam hal modal, perawatan, pengairan dll) terhadap
tenaman pertanian.
2. Variabel Bebas ( Independent variable)
2.1 Pendapatan (INC)
2.2 Pendidikan (EDC)
2.3 Umur (AGE)
2.4 Jumlah Keluarga (FAM)
2.5 Luas lahan (AREA)
2.6 Modal (FINC)
4.3 Alat Analisis
4.3.1 Definisi Operasional Variabel
1. WTP (Wi l l i ngness t o pay )
WTP adalah jumlah maksimum yang mau dibayarkan oleh
responden untuk mengurangi dampak kekeringan.
2. Pendapatan
Pendapatan adalah penghasilan yang diterima seseorang karena
melakukan pekerjaannya. Pendapatan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pendapatan bersih, yaitu pendapatan kotor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 49
yang diterima petani setelah dikurangi dengan biaya operasional,
yang dinyatakan dalam satuan rupiah per bulan.
3. Modal Kerja
Modal kerja dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang
dikeluarkan oleh petani untuk pertama kalinya dalam memulai
usaha pertanian, baik untuk biaya pengelolaan lahan maupun
pembelian benih yang dinyatakan dalam satuan rupiah.
4. Luas Lahan
Luas lahan adalah jumlah keseluruhan lahan yang dimiliki petani
yang digunakan untuk pertanian, seperti untuk ditanami tanaman
padi yang dinyatakan dalam satuan Ha.
5. Umur
Umur digunakan sebagai pengukur motivasi seseorang dalam suatu
hal (dalam kajian ini melakukan aktifitas pertanian). Seseorang
yang berumur produktif mempunyai kecenderungan memiliki
motivasi yang tinggi dalam bekerja.
6. Pendidikan
Pendidikan memiliki arti yang penting dalam kehidupan karena
dengan pendidikan seseorang akan memiliki pengetahuan sehingga
akan lebih produktif dan inovatif. Pengetahuan akan tingkat
pendidikan dapat digunakan untuk memberikan gambaran terhadap
kemajuan penduduk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 50
7. Jumlah Anggota yang Membantu
Jumlah anggota yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah
orang yang membantu pekerjaan bertani yang dinyatakan dalam
satuan orang (Sujali, 1989).
4.4 Teknik dan Alat Analisis
Nilai kerugian yang diakibatkan oleh bencana kekeringan akan
dinilai dengan menggunakan Contingent Valuation Method (CVM).
CVM adalah metode survei langsung pada sampel dengan populasi yang
sesuai tentang willingness to pay dan willingness to accept (WTA).
CVM mempunyai dua keuntungan dibandingkan metode tidak langsung.
Pertama, CVM dapat mengambil dua nilai sekaligus, use value dan
non-use value. Kedua, CVM jawaban pertanyaan tentang WTP atau
WTA dapat secara langsung dikoreksi secara teori dengan ukuran
moneter pada tingkat perubahannya (Lee, 1999 : 114). Aplikasi CVM
dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut.
1. Identifikasi masalah
2. Membuat kerangka masalah
3. Merumuskan pemecahan masalah
4. Merumuskan cara untuk pemecahan masalah (payment vehicle)
5. Mempersiapkan alat survei untuk mengetahui WTP/WTA secara
individu, yang terdiri dari pembuatan skenario hipotesis; pertanyaan
tentang WTP/WTA; dan membuat skenario tentang biaya kompensasi.
6. Menggunakan alat survei dengan sampel dari populasi yang sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 51
7. Menganalisis respon yang diperoleh sewaktu survei, yaitu
menggunakan data sampel untuk mengestimasi survei yang akurat.
8. Menanggapi jawaban responden yang tidak sesuai dengan kenyataan
(protest responses)
Untuk menganalisis pengaruh perubahan iklim terhadap petani di
Kecamatan Mondokan, Sragen yang dipengaruhi oleh pendapatan,
pendidikan, umur, modal, luas lahan, dan jumlah keluarga yang
membantu, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut:
Model Regresi Double Log
0 1 2Ln(MODAL) +
2 3 4 (AGE) +
5(FAMILY) + e Keterangan : Ln(WTP) = Willingness To Pay (variabel dependen) Ln(PEND) = Pendapatan Ln(MODAL) = Modal Ln(LAHAN) = Luas lahan EDC = Pendidikan AGE = Umur Family = Jumlah Keluarga e = Error
0 = Konstanta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 52
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah
Kecamatan Mondokan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Sragen dengan luas wilayah 4.936,9 Ha terdiri dari 23,46% lahan sawah dan
76,54% lahan bukan sawah. Terdiri dari 9 Desa, 113 Dukuh, dan 238 RT.
Desa Gemantar memiliki luas terbesar mencapai 15,29% (755 Ha) dari luas
wilayah Kecamatan Mondokan sebaliknya Desa Sumberejo merupakan desa
terkecil dengan luas 377,1 Ha atau 7,64% dari luas wilayah Kecamatan
Mondokan.
Secara administrasi wilayah Kecamatan Mondokan dibatasi oleh :
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan wilayah Kabupaten
Grobogan
2. Sebelah Timur : berbatasan dengan wilayah Kecamatan
Sukodono, Kab. Sragen
3. Sebelah Selatan : berbatasan dengan wilayah Kecamatan Tanon,
Kab. Sragen
4. Sebelah Barat : berbatasan dengan wilayah Kecamatan
Sumberlawang Kab. Sragen
(Sumber : Bappeda Kabupaten Sragen 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 53
Kecamatan Mondokan terletak di sebelah utara Ibu Kota Kabupaten
Sragen pada jarak 25 km (40 km dari kota Solo) dengan ketinggian 110
meter dari permukaan air laut. Beriklim tropis dan temperatur sedang. Batas
wilayah Kecamatan Mondokan sebelah utara adalah wilayah Kabupaten
Grobogan, sebelah timur wilayah Kecamatan Sukudono, sebelah selatan
wilayah Kecamatan Tanon, dan sebelah barat wilayah Kecamatan
Sumberlawang.
4.1.2 Kependudukan
1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Mondokan sampai akhir tahun 2010
sebesar 34,248 jiwa terdiri dari 16,931 laki-laki dan 17,317 perempuan.
Kepadatan penduduk terbesar terdapat di desa Kedawung, dengan jumlah
penduduk sebanyak 4.961 orang dan luas wilayah 558,4 Km2 sehingga
mempunyai kepadatan penduduk 888,43 orang per Km2. Kepadatan
penduduk terkecil terdapat di desa Sono, dengan jumlah penduduk
sebanyak 2.518 orang dan luas wilayah 445,3 Km2 sehingga mempunyai
kepadatan penduduk 565,46 orang per Km2. Berikut disajikan tabel
mengenai jumlah dan kepadatan penduduk daerah penelitian tahun 2010.
Dengan rumus yang digunakan adalah :
Kepadatan penduduk =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 54
Tabel 4.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Mondokan Tahun 2010
No. Nama Desa Luas
Wilayah (Km2)
Jumlah Penduduk
(orang)
Kepadatan Penduduk
(orang/Km2) 1 Sono 445,3 2.518 565,46 2 Tempelrejo 482,1 3.341 693,01 3 Trombol 407,4 3.608 885,62 4 Jekani 633,2 4.290 677,51 5 Pare 667 4.227 633,73 6 Kedawung 558,4 4.961 888,43 7 Jambangan 611,4 3.537 578,51 8 Gemantar 755 5.238 693,77 9 Sumberejo 377,1 2.867 760,28
Jumlah 4936,9 34.587 700,58 Sumber : BPS Kabupaten Sragen, 2010
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dua desa yang
memiliki kepadatan penduduk terbesar yaitu desa Trombol dan desa
Kedawung. Sedangkan desa yang mempunyai kepadatan penduduk paling
rendah yaitu desa Sono, dimana letaknya memang benar-benar jauh dari
jalan raya yang ada sehingga dapat dikatakan memiliki tingkat
aksesibilitas yang buruk.
Secara keseluruhan menurut Sukamto (1976), kepadatan penduduk
suatu wilayah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kepadatan penduduk rendah apabila lebih kecil dari 1000 orang per
Km2
2. Kepadatan penduduk sedang apabila 1000 sampai 5000 orang per Km2
3. Kepadatan penduduk tinggi apabila lebih besar dari 5000 orang per
Km2
Dengan demikian kepadatan penduduk di Kecamatan Mondokan
termasuk dalam klasifikasi rendah yakni sebesar 700,58 orang per Km2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 55
2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk menggambarkan aktifitas penduduk
dalam menjalankan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mata
pencaharian penduduk juga menggambarkan potensi yang ada pada
daerah tersebut. Hampir sebagian besar penduduk Kecamatan Mondokan
bekerja di sektor pertanian. Hal ini dikarenakan sektor pertanian dapat
dikatakan mampu untuk diandalkan sebagai mata pencaharian pokok.
Berikut disajikan data mengenai jumlah penduduk menurut mata
pencaharian di daerah penelitian yaitu Kecamatan Mondokan sampai
akhir tahun 2010.
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Mondokan Tahun 2010
No. Nama Desa Jenis Mata Pencaharian
Pertanian
Industri Perdagangan
Transportasi
Jasa Total
1 Sono 1.124 59 260 27 91 1.561 2 Tempelrejo 1.004 489 578 11 161 2.243 3 Trombol 1.345 111 213 14 148 1.831 4 Jekani 1.861 74 228 58 210 2.431 5 Pare 2.004 85 284 42 148 2.603 6 Kedawung 1.456 74 267 30 403 2.230 7 Jambangan 2.188 10 67 8 184 2.457 8 Gemantar 2.751 43 266 67 92 3.219 9 Sumberejo 1.148 20 232 48 287 1.735
Jumlah 14.921 965 2.395 305 1.724 20.310 Sumber : BPS Kabupaten Sragen, 2010
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa mata pencaharian
yang paling dominan dari penduduk di Kecamatan Mondokan adalah
pada sektor pertanian, yaitu sebesar 52,20% dari total seluruh mata
pencaharian yang ada di wilayah Kecamatan Mondokan. Mata
pencaharian di sektor pertanian merupakan yang paling dominan karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 56
di wilayah Kecamatan Mondokan sebagian besar masih berupa sawah dan
tegal. Potensi pertanian di Kecamatan Mondokan kurang baik dengan luas
lahan sawah hanya sebesar 1.184,8 Ha (23,98% dari luas lahan
keseluruhan). Lahan sawah terluas terdapat di Desa Gemantar sebesar
19,43% (224,9 Ha) sebaliknya Desa Sono memiliki lahan sawah paling
sedikit yaitu 5,53% (61,1 Ha). Data persentase luas lahan sawah
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Persentase Luas Lahan Sawah
Di Kecamatan Mondokan Menurut Desa Tahun 2010 Sumber Data : BPS Kabupaten Sragen, 2010
Kurang baiknya potensi pertanian di Kecamatan Mondokan juga
dapat dilihat dari tidak adanya lahan sawah berpengairan. Dengan kata
lain semua lahan sawah yang ada merupakan lahan sawah tidak
berpengairan. Selain potensi pertanian padi sawah, Kecamatan Mondokan
juga memiliki potensi pertanian bukan sawah seperti perkebunan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 57
padang rumput.potensi lain dari lahan bukan sawah adalah dapat
diusahakan untuk tambak, perumahan, kawasan industri, pertokoan dll.
Data luas lahan bukan sawah selengkapnya dapat dilihat pada Gambar
4.2.
Gambar 4.2. Persentase Luas Lahan Bukan Sawah
Di Kecamatan Mondokan Menurut Desa Tahun 2010 Sumber Data : BPS Kabupaten Sragen, 2010
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa lahan bukan sawah
terluas terdapat di Desa Pare sebesar 14,5% (422 Ha) dari keseluruhan
lahan bukan sawah. Luas lahan bukan sawah terbesar kedua terdapat di
Desa Gemantar sebesar 14,03% (337,1 Ha). Sebaliknya Desa Trombol
memiliki lahan bukan sawah paling sedikit yaitu sebesar 6,96% (102,2
Ha).
Sebanyak 52,39% (2.058,9 Ha) lahan bukan sawah yang ada
dimanfaatkan untuk tambak/perkebunan/padang rumput, 45,52%
(1.72Ha) lainnya dimanfaatkan untuk
perumahan/pemukiman/industri/pertokoan dan 2,09% (79 Ha) sisanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 58
dimanfaatkan untuk ladang/huma/tegal/diusahakan. Data luas lahan
bukan sawah (tambak/perkebunan/padang rumput,
perumahan/pemukiman/industri/pertokoan, dan ladang/huma/tegal)
selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.3.
4.3.1. Tamba/perkebunan/padang rumput 4.3.2.Perumahan/pemukiman/industri/pertokoan
4.3.3. Ladang/huma/tegal tidak diusahakan
Gambar 4.3. Persentase Luas Lahan Bukan Sawah
Di Kecamatan Mondokan Menurut Desa dan Penggunaan Tahun 2010 Sumber Data : BPS Kabupaten Sragen, 2010
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat diketahui bahwa lahan
tambak/perkebunan/padang rumput terluas terdapat di Desa Pare seluas
20,15% (399 Ha) sebaliknya Desa Trombol memiliki lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 59
tambak/perkebunan/padang rumput paling sedikit yaitu sebesar 5,16%
(102,2 Ha).
Lahan perumahan/pemukiman/industri/pertokoan terluas terdapat di
Desa Jambangan sebesar 16,56% (284,9 Ha) diikuti Desa Kedawung
sebesar 13,70% (235,6 Ha). Desa Pare memiliki lahan
perumahan/pemukiman/industri/pertokoan paling sedikit yaitu sebesar
7,33% (126 Ha).
Ladang/huma/tegal diusahakan yang ada di Kecamatan Mondokan
terdapat di Desa Jambangan 64,56% (51 Ha), Desa Pare 29,11% (23 Ha)
dan Desa Sumberejo 6,33% (5 Ha).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat diambil suatu
kesimpulan dalam bentuk sebuah tabel untuk lebih jelasnya, berikut
disajikan tabel mengenai luas Kecamatan Mondokan per desa menurut
penggunaan lahan sampai tahun 2010.
Tabel 4.3. Luas Desa, Luas Lahan Sawah, Luas Lahan Bukan Sawah dan Luas Lahan Perumahan/Pemukiman/Industri/Pertokoan Tahun 2010
No. Nama Desa Luas Desa Lahan Sawah Lahan Bukan
Sawah Perumahan/ pemukiman/ Industri dan Petokoan, dll
1 Sono 445,3 61,1 245,2 139 2 Tempelrejo 482,1 146,4 109,1 226,6 3 Trombol 407,4 94,7 102,2 210,5 4 Jekani 633,2 141,6 327,5 164,1 5 Pare 667 119 422 126 6 Kedawung 558,4 126,7 221,8 209,9 7 Jambangan 611,4 153,1 174,5 283,8 8 Gemantar 755 224,9 337,1 193 9 Sumberejo 377,1 117,3 119,5 140,3
Jumlah 4.936,9 1.184,8 2.058,9 1.693,2
Sumber : BPS Kabupaten Sragen, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 60
Berdasarkan Tabel 4.3, desa yang paling dominan penduduknya
yang bekerja di sektor pertanian adalah Desa Gemantar dengan 2.751
orang (562 Ha), sedangkan desa yang paling kecil penduduknya yang
bekerja di sektor pertanian adalah Desa Sono dengan 1.124 orang (306,3
Ha). Hal ini menandakan bahwa unsur-unsur pedesaan di wilayah
Kecamatan Mondokan masih sangat kuat.
3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sistematik untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa menuju bangsa yang maju, cerdas, dan mandiri dan
dilakukan secara sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau pelatihan. Secara umum ada tiga pilar
strategi pendidikan yaitu perluasan kesempatan pendidikan bagi
penduduk usia muda yang masuk dalam kelompok pendidikan dan
pelatihan, perbaikan mutu komponen, masukan, proses dan keluaran
pendidikan yang berstandar serta penataan pengelolaan pendidikan
dengan mengembangkan model desentralisasi pengolahan pendidikan
yang berbasis sekolah.
Berkenaan dengan usaha-usaha tersebut perlu dilakukan
pemberdayaan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah
sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, kemampuan peserta pendidik,
peningkatan partisipasi keluarga serta peningkatan dukungan aparat
pemerintah hingga tingkat desa/kelurahan dalam rangka mensukseskan
program-program pendidikan seperti program wajib belajar pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 61
dasar, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan mutu
dan kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan, peningkatan
pendidikan luar sekolah serta peningkatan manajemen pendidikan.
Tingkat pendidikan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam
pandangan penduduk terhadap kualitas hidupnya. Penduduk yang
mempunyai pendidikan yang tinggi cenderung lebih cermat hidupnya
dibandingkan dengan penduduk yang mempunyai tingkat pendidikan
yang rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar penduduk di
wilayah Kecamatan Mondokan belum mendapatkan pendidikan dasar 9
tahun.
Perincian persentase tingkat pendidikan secara keseluruhan di
daerah penelitian, yaitu Kecamatan Mondokan adalah dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kecamatan Mondokan Tahun 2010
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1 Tidak/Belum sekolah 16.325 47,95
2 Tamat SD 13.251 38,92
3 Tamat SLTP 3.255 9,56
4 Tamat SLTA 942 2,77
5 Tamat DI-DIII 188 0,55
6 Tamat S1/ D IV 83 0,25
Jumlah Total 34.044 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Sragen, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 62
Adapun status Kecamatan apabila jumlah penduduk :
1. Menamatkan SD ke atas lebih kecil dari 30%, maka disebut dengan
pendidikan penduduknya rendah (Desa Swadaya).
2. Menamatkan SD ke atas 30% sampai dengan 60%, maka disebut
dengan pendidikan penduduknya sedang (Desa Swakarya).
3. Menamatkan SD ke atas lebih besar 60%, maka disebut dengan
pendidikan penduduknya tinggi (Desa Swasembada).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sampai tahun 2010
penduduk di Kecamatan Mondokan yang menamatkan SD ke atas adalah
52,04%, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk
Kecamatan Mondokan adalah sedang (Desa Swakarya).
4.1.3 Sarana dan Prasarana Ekonomi
Ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi merupakan salah satu
indikator kemajuan suatu wilayah. Hal ini dikarenakan dengan adanya
sarana dan prasarana ekonomi yang relatif komplit akan menggerakkan
aktifitas ekonomi penduduk yang pada akhirnya dapat diharapkan
meningkatkan kesejahteraan penduduk di daerah penelitian.
Besaran Kontribusi Kecamatan Mondokan dalam pembentukan PDRB
ditingkat kabupaten dipengaruhi oleh memadainya sarana ekonomi yang ada
baik dari sisi kuantitas maupun penempatan lokasi. Jumlah sarana ekonomi
yang memadai tidak akan banyak berarti jika penempatannya tidak
memperhatikan kebutuhan masyarakat. Artinya, bangunan sarana ekonomi
tersebut tidak berfungsi/ tidak dimanfaatkan karena lokasinya tidak strategis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 63
Jumlah pasar dan kelompok pertokoan di Kecamatan Mondokan
masing-masing 7 unit dan 277 unit. 7 pasar yang ada terdapat di Desa
Kedawung, Jambangan, Sumberejo, sono, Tempelrejo, Pare, dan Gemantar.
Jumlah kelompok pertokoan paling banyak terdapat di Desa Gemantar
sebanyak 62 unit. Sebaliknya Desa Jambangan memiliki kelompok
pertokoan paling kecil yaitu 12 unit.
Guna mengetahui strategis tidaknya lokasi pasar/kelompok pertokoan
salah satunya dapat diketahui dari kepadatan penduduk desa dimana lokasi
pasar berada. Berdasarkan kepadatan penduduk diketahui Desa Kedawung
memiliki kepadatan penduduk tertinggi sebesar 878 jiwa/km2 sebaliknya,
Desa Sono memiliki kepadatan penduduk terendah sebesar 565 jiwa/km2.
Berdasarkan perbandingan data jumlah pasar/kelompok pertokoan
khususnya kelompok pertokoan dan kepadatan penduduk diketahui belum
semua lokasi penempatan kelompok pertokoan strategis. Desa Gemantar
misalnya, dengan kepadatan ppenduduk hanya 692 jiwa/km2 memiliki
kelompok pertokoan terbanyak sebanyak 62 unit sedangkan Desa Sumberejo
yang memiliki kepadatan penduduk mencapai 727 jiwa/km2 hanya memiliki
32 kelompok pertokoan. Berikut disajikan tabel mengenai jumlah sarana dan
prasarana ekonomi di Kecamatan Mondokan sampai tahun 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 64
Tabel 4.5. Sarana dan Prasarana Ekonomi di Kecamatan Mondokan tahun 2010
No.
Nama Desa
Jenis Sarana dan Prasarana Ekonomi
Pasar
Toko
Kios Sarana Pertanian
Koperasi
KUD
Non KUD
KUD
kopinkra
Simpan
Pinjam
Non KUD
1 Sono 1 23 - 4 - - - -
2 Tempelrejo
1 28 - 4 - - - -
3 Trombol - 33 - 4 - - 1 - 4 Jekani - 26 - 2 1 - - - 5 Pare 1 19 - 5 - - - - 6 Kedawung 1 42 - 5 - - 1 1 7 Jambangan 1 12 - 7 - - - - 8 Gemantar 1 62 - 5 - - - - 9 Sumberejo 1 32 - 4 - - - -
Jumlah 7 277 0 40 1 0 2 1 Sumber : BPS Kabupaten Sragen, 2010
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana
ekonomi yang mendominasi adalah Toko, Kios Peratanian yang Non KUD
dan Pasar, yaitu 95% dari keseluruhan sarana dan prasarana yang ada di
wilayah Kecamatan Mondokan. Persebarannya relatif merata, namun jumlah
terbesar berada pada wilayah-wilayah yang letaknya strategis dari jangkauan
masyarakat, termasuk pada Desa Gemantar karena sebagai ibukota
kecamatan Mondokan.
4.2 Karakteristik Geografi dan Sosial Ekonomi Petani di Kecamatan Mondokan
Salah satu langkah analisis yang dapat dilakukan pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan klasifikasi. Untuk menentukan dan mempelajari distribusi
variabel-variabel penelitian yaitu karakteristik geografi dan sosial ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 65
responden dapat menggunakan tabel frekuensi. Tabel frekuensi dapat digunakan
untuk mengetahui ciri atau karakteristik dari responden atas dasar analisis satu
variabel tertenti (Sofian Effendi, 1981 dalam Rahmat, 2007).
Karakteristik penduduk yang bergerak atau bekerja pada sektor pertanian di
Wilayah Kecamatan Mondokan cukup bervariasi. Karakteristik-karakteristik
yang perlu dibahas disini meliputi pendapatan, umur, pendidikan, luas lahan,
modal dan jumlah anggota keluarga yang membantu pekerjaan.
1. Pendapatan di Sektor Pertanian
Pendapatan yang dihitung dalam penelitian ini adalah pendapatan rata-
rata perbulan. Pendapatan yang diperoleh antara satu jenis usaha maupun jenis
usaha lainnya adalah berlainan. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan tabel
tentang pendapatan responden yang bekerja pada sektor pertanian berdasarkan
jenis usahanya.
Tabel 4.6 Pendapatan Responden Yang Bekerja pada Sektor Pertanian
Pendapatan Kotor per Bulan
(Rp. 000) Frekuensi Persen
< 500. 15 20,00
500 – 1.000 47 62,67
>1.000 13 17,33
Jumlah 75 100,00
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sekitar 62,67% petani
memiliki pendapatan kotor per bulan antara Rp. 500.000,- sampai Rp.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 66
1.000.000,-. Persentase ini merupakan porsi terbesar dari petani tersampling.
Secara berurutan persentase berikutnya adalah pendapatan kotor petani kurang
dari Rp. 500.000,- sebesar 20%, sedangkan petani yang berpendapatan kotor
lebih dari Rp. 1.000.000,- sebesar 17,33%.
Dari hasil perhitungan pada tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa pendapatann antara Rp. 500.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,- per
bulan sangat mendominasi. Hal tersebut belum cukup mempengaruhi
kesejahteraan keluarga petani di wilayah Kecamatan Mondokan.
2. Umur Responden
Umur merupakan salah satu unsur geografi yang sangat penting karena
dapat digunakan sebagai pengukur motivasi seseorang dalam suatu hal (dalam
kajian ini yang melakukan aktifitas pertanian). Seseorang yang berumur
produktif mempunyai kecenderungan memiliki motivasi yang tinggi dalam
bekerja. Seseorang yang telah berumur produktif namun belum berkeluarga
memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja sehingga dapat segera
berkeluarga. Adapun seseorang yang berumur produktif dan sudah
berkeluarga memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja sehingga dapat
menghidupi keluarganya untuk mencapai hidup yang sejahtera.
Tabel 4.7. Responden Yang Bekerja Pada Sektor Pertanian Di Kecamatan Mondokan Menurut Umur
Umur (tahun) Frekuensi Persen
19 25,33
46 – 60 48 64,00
8 10,67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 67
Jumlah 75 100,00
Sumber : Data Primer, 2012
Karakteristik umur penduduk yang bekerja di sektor pertanian cukup
bervariasi dari yang berusia dewasa yaitu usia 40 tahun dan yang tertua
berusia 75 tahun. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa kelompok petani
dengan umur yang lebih kecil sama dengan 45 tahun yaitu sebanyak 19 orang
atau 25,33%, kelompok umur 46 tahun sampai 60 tahun sebanyak 48 orang
atau 64%, sedangkan pada kelompok umur lebih besar sama dengan 61 tahun
sebanyak 8 orang atau 10,67%. Secara keseluruhan umur dari seluruh
responden yang ada didominasi oleh umur 46 sampai dengan 60 tahun dengan
persentase sebesar 64%.
Di dalam pengelompokan umur tidak ada perbedaan yang berarti antara
kelompok dewasa dengan kelompok tertua atau kelompok umur muda. Hal ini
berdasarkan paham dalam demografi bahwa penduduk usia produktif berusia
15 sampai 64 tahun (Mantra, 1981 dalam Rahmat, 2007). Berdasarkan tabel
diatas dikatakan bahwa hampir seluruh petani adalah kelompok umur
penduduk usia produktif.
3. Tingkat Pendidikan
Pengetahuan akan tingkat pendidikan dapat digunakan untuk
memberikan gambaran terhadap kemajuan penduduk. Pendidikan memiliki
arti penting dalam kehidupan karena dengan pendidikan seseorang akan
memiliki pengetahuan sehingga akan lebih produktif dan inovatif. Selain itu
pendidikan juga merupakan indikator terhadap kualitas sumber daya manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 68
Tabel 4.8. Tingkat Pendidikan Respponden yang Bekerja di Sektor Pertanian di Kecamatan Mondokan
Tingkat pendidikan Frekuensi Persen
Tdk Tamat SD 5 6,67
Tamat SD 37 49,33
Tamat SLTP 24 32,00
Tamat SLTA 9 12,00
Tamat Akademi - -
Tamat PT - -
Jumlah 75 100,00
Sumber : Data Primer, 2012
Tingkat pendidikan responden yang bekerja pada sektor pertanian cukup
beragam dari tidak sekolah sampai tamat Sekolah Lanjut Tingkat Atas
(SLTA). Dari berbagai tingkatan tersebut, jumlah responden yang memiliki
tingkat pendidikan tidak sekolah/ tidak tamat SD yaitu sebanyak 5 orang atau
6,67%, tingkat pendidikan tamat SD yaitu sebanyak 37 orang atau 49,33%,
tingkat pendidikan tamat SLTP yaitu sebanyak 24 orang atau 32%, dan
tingkat pendidikan tamat SLTA yaitu sebanyak 9 orang atau 12%. Dari
keterangan diatas dapat diketahui bahwa persentase tingkat pendidikan yang
paling tinggi adalah tamatan SD yaitu sebesar 49,33%, dan diikuti oleh
tamatan SLTP sebesar 32%. Dengan komposisi tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa kategori tingkat pendidikan dari penduduk yang bekerja
pada sektor pertanian adalah rendah. Dengann demikian dapat diketahui
bahwa sebagian besar petani adalah berpendidikan rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 69
4. Luas Lahan
Luas lahan merupakan jumlah keseluruhan lahan yang dimiliki petani
yang digunakan untuk pertanian, seperti untuk ditanami tanaman padi, jagung,
tanaman palawija, dll. Luas lahan yang dimiliki para petani sangatlah
berpengaruh terhadap hasil yang akan didapatkan untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari. Berikut disajikan tabel karakteristik responden yang bekerja pada
sektor pertanian menurut besarnya luas lahan yang dipakai untuk pertanian.
Tabel 4.9. Responden Yang Bekerja Pada Sektor Pertanian Menurut Luas Lahan
Luas Lahan (Ha) Frekuensi Persen
< 1 8 10,67
1 – 2 67 89,33
>2 - -
Jumlah 75 100,00
Sumber : Data Primer, 2012
Dari tabel 4.9 dapat diketahui bahwa sebagian besar petani mempunyai
luas lahan untuk perrtanian antara 1 sampai 2 hektar (Ha) yaitu sebanyak 67
Ha atau 89,33%. Persentase ini merupakan porsi besar terbesar dari luas lahan
yang dipakai oleh petani. Secara berurutan persentase di bawahnya adalah
petani yang mamiliki luas lahan lkurang dari 1 hektar (Ha). Sedangkan petani
yang ada di wilayah Kecamatan Mondokan tidak ada satu pun yang
mempunyai luas lahan lebih dari 2 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa
perekonomian di wilayah tersebut sangatlah kurang dari yang seharusnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 70
5. Modal Untuk proses Penanaman
Penggunaan modal usaha, dalam hal ini untuk proses penanaman sangat
mempengaruhi besar kecilnya hasil yang diperoleh. Modal yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang dikeluarkan oleh petani untuk
tahap pertama dalam proses penanaman, baik untuk biaya pembelian benih
maupun untuk membayar keperluan lainnya (biaya pekerja, dll).
Berikut disajikan tabel karakteristik responden yang bekerja pada sektor
pertanian menurut besarnya modal yang dipakai berdasarkan jenis usaha.
Tabel 4.10. Responden Yang Bekerja Pada Sektor Pertanian menurut Modal
Usaha di Kecamatan Mondokan
Besarnya Modal Usaha (Rp. 000) Frekuensi Persen
< 1.000 2 2,67
1.000 - 2.000 67 89,33
>2.000 6 8,00
Jumlah 75 100,00
Sumber : Data Primer. 2012
Dari tabel 4.10 tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar petani
menggunakan modal antara Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 2.000.000,-
yaitu sebanyak 67 orang atau 89,33%. Persentase ini merupakan porsi terbesar
dari modal usaha yang dipakai oleh petani. Secara berurutan persentase di
bawahnya adalah petani yang menggunakan modal kurang dari Rp.
1.000.000,- yaitu 2 orang atau 2,67%. Sedangkan yang terakhir adalah petani
yang menggunakan modal lebih dari Rp. 2.000.000,- yaitu sebanyak 6 orang
atau 8%. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan luas lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 71
sehingga menyebabkan adanya perbedaan modal yang digunakan selama
proses penanaman.
6. Jumlah Anggota Keluarga Yang Membantu Pekerjaan
Jumlah usaha pada sektor pertanian yang ada di wilayah Kecamatan
Mondokan cukup bervariasi, ada sebagian yang sedikit memerlukan tenaga
tambahan, ada juga yang tidak memerlukan tenaga tambahan. Biasanya
pekerjaan tambahan diperlukan pada saat awal penanaman dan sewaktu akan
panen. Tenaga tambahan yang dimaksud adalah anggota keluarga sendiri
ataupun tenaga orang lain apabila membutuhkan sehingga harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk upah pekerja. Besar kecilnya anggota
keluarga rumah tangga yang membantu diharapkan akan berpengaruh
terhadap besar kecilnya pendapatan rumah tangga.
Tabel 4.11. Jumlah Anggota Yang Membantu Pekerjaan
Jumlah Anggota Keluarga yang
membantu Frekuensi Persen
< 3 26 34,67
3 – 5 49 65,33
>5 - -
Jumlah 75 100,00
Sumber : Data primer, 2012
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa semua jenis usaha pertanian
membutuhkan tenaga tambahan. Jumlah tenaga tambahan yang paling
dominan adalah antara 3 sampai 5 orang yaitu sebanyak 49 orang atau
65,33%, dan jumlah anggota keluarga yang membantu lebih kecil dari 3
adalah sebanyak 26 orang atau 34,67%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 72
Hal tersebut dapat terjadi karena kebanyakan usaha pertanian di wilayah
Kecamatan Mondokan tergolong pekerjaan yang pokok dan sebagian besar
hasilnya tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan. Sehingga tidak
terlalu menggunakan banyak tenaga kerja dan umumnya mereka dapat
kerjakan sendiri, supaya biaya yang dikeluarkan tidak terlalu banyak.
4.3 Analisi Regresi
Berdasarkan hasil survei yang diperoleh dari responden petani yang ada di
Kecamatan Mondokan, Sragen selanjutnya akan dilakukan analisis regresi untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas (independent variabel) dengan variabel
terikatnya (dependen variabel). Analisis yang digunakan adalah model regresi
berganda dalam bentuk linear.
4.3.1 Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi Klasik digunakan untuk mengetahui hasil estimasi regresi
dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas dan gejala
autokorelasi. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah Uji Multikolinearitas
dan Uji Heteroskedastisitas.
1. Multikoliniearitas
Salah satu asumsi model regresi linear klasik adalah bahwa tidak
terdapat masalah multikolinearitas diantara variabel yang menjelaskan
yang termasuk dalam model regresi. Jika dalam model terdapat
multikolinearitas, maka model tersebut memiliki standar yang besar,
sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan tinggi. Cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 73
meneliti ada tidaknya multikolinearitas dalam penelitian ini
menggunakan perhitungan regresi pelengkap (auxiliary regressions).
)1/(),,,,1(
)2/(,,,,
543212
543212
+---
=knxxxxxR
kxxxxxRFi
..............................(4.1)
98.258)1675/()5195.0(
)26/(4805.0=
+--
=Fi
Jika Fhitung > Fi, maka terdapat hubungan kolinear antara masing-
masing variabel bebas (Xi….Xk). Jika Fhitung < Fi, maka Xi tidak kolinear
dengan X lainnya, demikian juga terhadap X2 , X3, X4, dan X5. Oleh
karena Fhitung < Fi , maka Xi tidak kolinear dengan X
lainnya demikian juga terhadap X2 , X3, X4, dan X5, sehingga kelima
variabel tersebut dapat dipertahankan dalam model regresi.
2. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi
regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS
tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun sampel besar. Pengujian
heteroskedastisitas dalam penelitian ini akan menggunakan uji, yaitu
dengan meregresi nilai residual (et) yang dikudratkan dengan variable
bebas. Jika regresi menghasilkan probabilitas Heteroskedastisitas terjadi
jika muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak
sama sehingga penaksir OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil
maupun besar (tetapi masih tetap bias dan konsisten). Salah satu cara
untuk mendeteksi Heteroskedastisitas adalah dengan uji Harvey.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 74
Dengan kriteria pengujian:
1. Apabila nilai X² hitung (nilai obs* R Squared) > nilai X² tabel dengan
deraja
tidak lolos uji heteroskedastisitas.
2. Apabila nilai X² hitung (nilai obs* R Squared) < nilai X² tabel dengan
lolos uji heteroskedastisitas.
Tabel 4.12 Hasil Harvey untuk Menguji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: Harvey
F-statistic 0.907862 Prob. F(6,67) 0.4947 Obs*R-squared 5.563925 Prob. Chi-Square(6) 0.4738 Scaled explained SS 6.949086 Prob. Chi-Square(6) 0.3256
Sumber : olah data, eviews 6.0
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas yang telah dilakukan,
diketahui bahwa X² hitung (obs* R squared) = 5.56 sedangkan X² tabel
= 5.99. Disimpulkan bahwa X² hitung < X² tabel atau 5.56 < 5.99. Jadi
model tersebut dinyatakan lolos uji heteroskedastisitas.
4.3.2 Uji Statistika (Uji Hipotesis)
Pengujian hipotesis merupakan uji di mana untuk mengetahui
tingkat signifikansi antara variable bebas : pendapatan, modal, luas lahan,
umur, pendidikan dan jumlah keluarga dengan variable terikat :
willingness to pay (WTP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 75
Tabel 4.13 Hasil Analisis regresi
Nama Variabel Notasi Koefisien Regresi
Standar Error
Statistik t Signifikan
Konstanta Pendapatan Modal Luas lahan Umur Pendidikan Jumlah Keluarga
C Ln(INC)
Ln(MODAL) Ln(LAHAN)
(AGE) (EDC)
(FAMILY)
1.288466 0.788166 0.506222 -0.297820 -0.018517 -0.137323 0.188359
2.316205 0.117425 0.180130 0.124454 0.031204 0.125718 0.230411
0.556283 6.712096 2.810317 -2.393010 -0.593410 -1.092308 0.817490
0.5799 0.0000* 0.0065* 0.0195* 0.5549 0.2786 0.4165
F hitung F sign R2 Adj R2
10.33158 0.00000 0.480578 0.434062
Keterangan: *) signifikan pada level 5 persen
Sumber: olah data Eviews 6.0
1. Uji t (t -t est )
Uji t adalah uji secara individual semua koefisien regresi yang
bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari masing-masing
variabel independen terhadap variabe dependennya. Hasil pengujian
dengan uji statisik t adalah sebagai berikut: Pengaruh variabel
independen terhadap WTP dengan Pengujian secara individual dari
koefisien regresi masing masing variabel bebas dengan menggunakan
model least square (OLS). Penelitian ini menggunakan tingkat
signifikansi 5% yang berarti tingkat keyakinanya adalah 95%. Kreteria
pengujian uji t adalah membandingkan nilai dari thitung dengan ttabel.
Selain itu dilihat juga tingkat nilai t-probabilitas di mana jika nilai t-
probabilitas lebih kecil dari 0,05 atau tingkat signifikansi 5% maka
koefisien regresi tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap
variable terikat, begitu juga sebaliknya. Berikut merupakan hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 76
pengujiaan parameter individual variable dengan tingkat singnifikansi
5% yaitu:
a. Pendapatan (INC)
Nilai koefisien dari variabel INC mempunyai nilai thitung<ttabel
|6.712096|>|1.667239| dengan nilai probabilitas 0.000<0,05 artinya
variabel INC secara individu berpengaruh positif (+) terhadap
variabel dependen WTP pada tingkat signifikansi 5%. Dapat
dikatakan, INC (Pendapatan) berpengaruh terhadap WTP
(willingness to pay).
b. Modal
Nilai koefisien dari variabel modal mempunyai nilai thitung<ttabel
|2.810317|>|1.667239| dengan nilai probabilitas 0.0000<0,05 artinya
variabel Modal secara individu berpengaruh (+) terhadap variabel
dependen WTP pada tingkat signifikansi 5%. Dapat dikatakan,
Modal berpengaruh terhadap WTP (willingness to pay).
c. Luas Lahan (Area)
Nilai koefisien dari variabel Area mempunyai nilai thitung<ttabel
|2.393010|>|1.667239| dengan nilai probabilitas 0.0012<0,05 artinya
variabel Area secara individu berpengaruh (+) terhadap variabel
dependen WTP pada tingkat signifikansi 5%. Dengan dikatakan,
Area berpengaruh terhadap WTP (willingness to pay).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 77
d. Umur (AGE)
Nilai koefisien dari variabel AGE mempunyai nilai thitung<ttabel
|0.593410|<|1.667239| dengan nilai probabilitas 0.8470>0,05 artinya
variabel AGE secara individu berpengaruh (-) terhadap variabel
dependen WTP pada tingkat signifikansi 5%. Dapat dikatakan,
AGE tidak berpengaruh terhadap WTP (willingness to pay).
e. Pendidikan (EDC)
Nilai koefisien dari variabel EDC mempunyai nilai thitung<ttabel
|1.092308|<|1.667239| dengan probabilitas 0.5411>0,05 artinya
variabel EDC secara individu berpengaruh (-) terhadap variabel
dependen WTP pada tingkat signifikansi 5%. Dapat dikatakan,
Pendidikan (EDC) tidak berpengaruh terhadap WTP (willingness to
pay).
f. Jumlah Keluarga (Family)
Nilai koefisien dari variabel Family mempunyai nilai
thitung<ttabel |0.817490|<|1.667239| dengan probabilitas 0.5411>0,05
artinya variabel Family secara individu berpengaruh (-) terhadap
variabel dependen WTP pada tingkat signifikansi 5%. Dapat
dikatakan, Jumlah Keluarga (Family) tidak berpengaruh terhadap
WTP (willingness to pay).
2. Uji F (F-test)
Uji F adalah uji untuk mengetahui besarnya pengaruh yang
terjadi pada variabel-variabel independen secara bersama-sama dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 78
seberapa besarnya mempengaruhi variabel dependen. Besarnya nilai
probabilitas (F-statistik) dalam model persamaan tersebut adalah
0.000000 maka dapat dikatakan bahwa secara statistik semua koefisien
regresi tersebut signifikansi pada tingkat signifikansi 5%. Hal ini
berarti bahwa variabel independen mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
3. Koefisien Determinasi
Uji determinasi untuk mengetahui berapa persen variasi
perubahan variabel independen dapat menjelaskan variasi perubahan
variabel dependen. Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa
nilai R 2 adalah 0.480578 hal ini berarti bahwa sekitar 48% variabel
WTP dapat dijelaskan oleh variabel pendapatan, modal, luas lahan,
umur, pendidikan, keluarga. Sedangkan sisanya lainnya dijelaskan
oleh variabel lain di luar model.
4.3.3 Interpretasi Data
Pengaruh dari masing-masing variabel pendapatan, modal, luas
lahan, umur, pendidikan, keluarga terhadap tingkat WTP Kecamatan
Mondokan, Sragen.
1. Pengaruh Pendapatan (INC) terhadap WTP
Nilai koefisien regresi variabel pendapatan adalah sebesar 0.788166
dengan probabilitas sebesar 0.0000 sehingga variabel pendapatan pada
responden mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan
untuk membayar melakukan tindakan mitigasi. Sama halnya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 79
penelitian Cho dan Kim (2004) yang berjudul The Cost Benefit
Analysis of The Improvement of Watet Quality of The Paldang
Reservoir in Korea. Hasil dari penelitian ini dimana variabel jenis
kelamin, umur, pendapatan, dan pembelian air menunjukkan hasil yang
signifikan terhadap WTP.
Dalam penelitian ini, semakin tinggi pendapatan yang diperoleh belum
tentu digunakan untuk melakukan tindakan mitigasi. Hal ini
dikarenakan adanya kekhawatiran responden terhadap program
relokasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Kemudian ditambah
dengan tingkat pendapatan responden yang dapat dilihat di tabel
dimana rata-rata pendapatan berada diantara 500rb--1jt per bulan.
Sebanyak 47 orang dari total responden 75. Hasil tersebut menunjukan
bahwa rata-rata pendapatan penduduk di daerah rawa kekeringan
adalah masyarakat tidak mampu atau kalangan bawah..
2. Pengaruh Modal Terhadap WTP
Nilai koefisien regresi variabel modal adalah sebesar 0.506222
dengan nilai probabilitas sebesar 0.0065 sehingga variabel modal
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan untuk
membayar tindakan mitigasi. Dalam penelitian ini, semakin tinggi
modal yang dikeluarkan belum tentu digunakan untuk melakukan
tindakan mitigasi. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran
responden terhadap seberapa banyak modal yang dikeluarkan unuk
proses pengolahan lahan pertanian. Kemudian ditambah dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 80
tingkat modal responden yang dapat dilihat di tabel dimana rata-rata
modal berada diantara 1jt-2jt. Sebanyak 67 orang dari total responden
75. Hasil tersebut menunjukan bahwa rata-rata modal yang
dikeluarkan penduduk di daerah rawa kekeringan adalah masyarakat
kalangan bawah.
3. Pengaruh Luas Lahan Terhadap WTP
Nilai koefisien regresi variabel luas lahan adalah sebesar -0.297820
dengan nilai probabilitas sebesar 0.0195 sehingga variabel luas lahan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan untuk
membayar tindakan mitigasi. Dalam penelitian ini, semakin
bertambah luas lahan pertanian yang dimiliki maka diharapkan
semakin mempunyai keinginan untuk melakukan mitigasi.
4. Pengaruh Umur Terhadap WTP
Nilai koefisien regresi variabel umur adalah sebesar -0.018517
dengan nilai probabilitas sebesar 0.5549 sehingga variabel umur tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan untuk
membayar melakukan tindakan mitigasi. Sama halnya dengan
penelitian Yapin (2003) menyebutkan bahwa umur dan jenis kelamin
tampaknya tidak memiliki banyak dampak pada kontingen penilaian
atau tidak signifikan. Sedangkan dgn Cho dan Kim (2004), penelitian
ini menggunakan metoden analisis CVM. Hasil dari penelitian ini
dimana variabel jenis kelamin, umur, pendapatan, dan pembelian air
meunjukkan hasil yg signifikan thp WTP. Sehinnga semakin tua usia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 81
responden diharapkan semakin mempunyai keinginan melakukan
tindakan mitigasi.
5. Pengaruh Pendidikan Terhadap WTP
Variabel pendidikan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan
terhadap kemampuan untuk membayar. Nilai koefisien regresi
variabel pendidikan adalah sebesar -0.137323 dengan nilai
probabilitas sebesar 0.2786. Sehingga tingkat pendidikan responden
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan
untuk membayar melakukan tindakan mitigasi. Hal yang berbeda
dipaparkan oleh Yapin (2003), dimana penelitiannya menyebutkan
bahwa responden sebenarnya tergantung pada pendapatan,
pendidikan, dan penghakiman responden terhadap kualitas air danau
yang artinya pendapatan, pendidikan, dan penghakiman responden
berpengaruh positif terhadap kemampuan untuk membayar. Sehingga
tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir responden
terhadap tindakan mitigasi. Semakin tinggi timgkat pendidikan
diharapkan pola pikir responden semakin rasional.
6. Jumlah Keluarga
Nilai koefisien regresi variabel jumlah anggota keluarga adalah
sebesar 0.188359 dengan nilai probabilitas sebesar 0.4165 sehingga
variabel jumlah anggota keluarga tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kemampuan untuk membayar tindakan mitigasi.
Jumlah anggota keluarga tidak signifikan karena, semakin banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 82
anggota keluarga maka kemampuan untuk membayar berkurang
bahkan tidak ada, sedangkan mayoritas responden berada dikalangan
menengah ke bawah dengan tuntutan biaya hidup yang tinggi
sehingga tidak melakukan tindakan mitigasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 83
BAB V
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan dari tujuan penelitian maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Latar belakang sosial ekonomi dan geografi penduduk yang bergerak pada
sektor pertanian di wilayah Kecamatan Mondokan relatif merata.
Pendapatan dengan proporsi terbesar pada tingkat pendapatan antara
Rp.500.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,-. Tingkat pendidikan terbesar
adalah tamatan SD, dan diikuti oleh tamatan SLTP. Modal usaha yang
terbesar adalah mereka yang menggunakan modal Rp.1.000.000,- sampai
Rp.2.000.000,-. Luas lahan yang mendominasi adalah antara 1 sampai 2
Ha. Adapun jumlah keluarga yang ikut membantu dalam pekerjaan
pertanian dengan proporsi terbesar yaitu pada jumlah antara 3 hingga 5
orang.
2. Bentuk fungsi model empirik yang paling baik dalam penelitian ini adalah
bentuk doubel log. Hasil analisis regresi menggunakan metode Ordinary
Least Squares (OLS). Variable pendapatan (INC), Variabel Modal dan
Variabel Luas Lahan (Area), berpengaruh secara signifikan 5% terhadap
tingkat WTP. Pada persamaan : Tingkat WTP (dWTP)= 1.288466 +
0.788166 Pendapatan (dINC) + 0.506222 Modal (dModal) - 0.297820 Luas
Lahan (Area) – 0.018517 Umur (Age) - 0.137323 Pendidikan (EDC) +
0.188359 Jumlah Keluarga (Family). Sehingga dapat dikatakan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 84
faktor-faktor fisik yang mempengaruhi WTP adalah pendapatan, modal,
luas lahan dikarenakan variabel tersebut hasilnya signifikan pada tingkat
signifikan 5% dan berpengaruh pada WTP.
7.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, maka penulis dapat
memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Perlu dibangun embung yang dapat digunakan untuk penyimpanan air hujan
dan aliran permukaan. Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam
daerah aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air
aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari
tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Serta pengolahan lahan pertanian
dengan cara teraseringisasi tanah pertanian, baik yang berupa kebun, tegal,
maupun sawah.
2. Masyarakat seharusnya melakukan pola pemanfaatan air dalam pemenuhan
kebutuhan rumahtangga dengan cara membangun bak Penampungan Air
Hujan (PAH) lebih dari satu bagi mereka yang mempunyai dana lebih dan
memiliki pekarangan yang luas disekitar rumahnya.
3. Untuk meningkatkan pendapatan para petani, sebaiknya masyarakat di
Kecamatan Mondokan bisa membuka lapangan pekerjaan dengan berdagang
atau bekerja di sektor non-pertanian (industri, perdagangan, dan bangunan)
jika musim kemarau tiba. Untuk mendapatkan tambahan modal apabila
modal yang dimiliki dalam jumlah kecil, BKK daerah Kecamatan Mondokan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 85
dapat memberikan solusi dengan memberikan kredit usaha dengan bunga
kecil sehingga mereka mampu meningkatkan usahanya.
4. Masyarakat seharusnya melakukan penanaman jenis tanaman yang mampu
hidup dan berproduksi seperti tanaman palawija, meskipun pada saat
kemarau panjang sehingga saat terjadi kekeringan warga masyarakat tetap
dapat memanfaatkan lahan pertaniannya.