virologi

Upload: gunawan-saputra

Post on 06-Jul-2015

302 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

INFEKSI VIRUS

PENDAHULUANPenjakit demam akut pada anak disertai ruam diduga kebanyakan disebabkan infeksi virus, tapi dapat juga oleh beberapa bakteri misalnya streptococcus, staphylococcus aureus, mycoplasma pneumoniae, meningococcus. Untuk membuat diagnosis, dipertimbangkan faktor-faktor : 1. anamnesa kontak 2. prevalensi musim 3. masa inkubasi 4. hubungan ruam dan demam atau keluhan lain. 5. ada atau tidak demam 6. tipe dan penyebaran ruam 7. anamnesa ruam sebelumnya. DEMAM DENGUE / DEMAM BERDARAH DENGUE Epidemiologi Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya tahun 1968, konfirmasi virologis tahun 1970. Di Jakarta (R.S.Sumber waras )kasus pertama dilaporkan tahun 1969. Jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Walaupun angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia cenderung meningkat, angka kematian (case fatality rate) secara drastis menurun dari 41,3 % pada tahun 1968 menjadi 3 % pada tahun 1984. Sejak tahun 1991 CFR stabil dibawah 3 % Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin, tetapi kematian lebih banyak pada anak perempuan. Di Indonesia penderita DBD terbanyak berumur 5 - 11 tahun. Proporsi penderita berumur lebih dari 15 tahun sejak tahun 1984 meningkat. Pengaruh musim terhadap DBD di Indonesia tidak begitu jelas, jumlah penderita meningkat pada musim hujan, dimana terdapat banyak genangan air, antara bulan September sampai Pebruari. Etiologi Arbovirus 4 serotipe D1, D2, D3, D4. Vektor Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Aedes aegypti hidup dan berkembang biak di air bersih yang tidak berhubungan langsung dengan tanah seperti : bak mandi/wc, minuman burung, air tempayan, kaleng, ban bekas dll. Di Indonesia Aedes aegypti tersebar luas di seluruh pelosok tanah air, kecuali di ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Patogenesis Ada beberapa teori tentang terjadinya manifestasi klinis yang lebih2

berat : 1. Teori infeksi primer/ teori virulensi : munculnya manifestasi itu disebabkan karena adanya mutasi dari virus dengue menjadi lebih virulen. 2. Teori infeksi sekunder/teori imunopatologi : munculnya manifestasi itu disebabkan infeksi ulangan oleh virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi sebelumnya. dalam waktu tertentu ( 6 bulan - 5 tahun ).Teori ini dikembangkan oleh Halstead. 3. Teori antigen antibodi : virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibodi, kemudian mengaktivasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilaktoksin C3a dan C5a, yang merupakan mediator kuat peningkatan permeabilitas kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma. 4. Teori infection enhancing antibody Bayi yang terkena DBD karena pada saat ada infeksi virus, di tubuhnya sudah ada antibodi non neutralisasi yang berasal dari ibu. 5. Teori mediator Makrofag yang terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin/monokin.Mediator2 tsb. : interferon, interleukin 1, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Necrosing Factor (TNF), leukosit Inhibiting Factor (LIF) dll. 6. Peran endotoksin, peran limfosit , teori trombosit endotel dll. Manifestasi klinik Infeksi virus dengue bisa bersifat asimtomatik atau berupa demam tak jelas penyebabnya, demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dengan kebocoran plasma yang dapat berakibat syok Menurut beratnya penyakit klinis DBD dibagi 4 derajat yaitu : derajat I : demam dengan uji bendung + ( WHO 20/inci2, DepKes 99 10/inci2 ) derajat II : terdapat perdarahan spontan derajat III : nadi cepat dan lemah,tekanan nadi 20 mm Hg, hi p ot e n si , a kr al di n gi n derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur. DEMAM DENGUE Tersangka : bila ada demam tinggi mendadak, kurve pelana kuda / bifasik ( tak3

patognomik ) kadang menggigil, menetap 5 - 6 hari dengan sekurangkurangnya 2 gejala berikut ini : sakit kepala, flushed face, nyeri retroorbital, arthralgia / myalgia, ruam makulopapular menyerupai urtikaria pada awal fase demam dan pada akhir fase demam atau awal suhu turun timbul ptekie yang menyeluruh biasanya di kaki dan tangan, diantara ptekie dijumpai kulit normal berupa bercak keputihan, kadang gatal.Perdarahan kulit terbanyak uji bendung positip dengan atau tanpa ptekie. Lekopenia, limfadenopati servikal dan ditunjang laboratorium serologis HI 1280 atau IgM + , atau adanya kasus lain terbukti demam dengue disekitarnya pada saat yang sama. Terbukti (confirmed) secara laboratorik : isolasi virus dengue dari serum atau otopsi, kenaikan titer antibodi 4 X , ditemukan antigen virus dengue di jaringan otopsi, serum atau cairan serebrospinal. DEMAM BERDARAH DENGUE Khas gangguan permeabilitas kapiler dan hemostasis. Perbedaan utama dengan demam dengue adalah adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan Ht, efusi paru atau hipoproteinemia. Diagnosa klinis DBD demam tinggi mendadak 2 - 7 hari kemudian turun secara cepat. manifestasi perdarahan,sekurang-kurangnya salah satu dari : uji bendung positip ( 10 - 20 petekie dalam diameter 2,8 cm), Pengamatan pada penderita DBD menunjukkan bahwa petekie 20/inci2 hanya didapatkan pada 40 - 65 % kasus.Perdarahan spontan berupa petekie,ekimosis atau purpura, perdarahan gusi,mimisan,perdarahan saluran cerna, mudah berdarah pada bekas tusukan jarum, hematemesis/melena.Petekie merupakan tanda perdarahan yang paling sering. Anak yang mengalami mimisan harus ditanya apakah pernah mimisan bila demam.Bila belum pernah,maka mimisan merupakan tanda penting.Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, sedangkan perdarahan saluran cerna biasanya terjadi menyertai syok.Kadangkadang dijumpai pula perdarahan subkonjungtiva atau hematuri. Uji bendung positip berarti fragilitas kapiler meningkat Perlu diingat hal ini juga dapat dijumpai pada penyakit virus lain (misalnya campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (tifus abdominalis) dan lain-lain. Penyebab perdarahan ialah vaskulopati, trombositopeni dan gangguan trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. hepatomegali renjatan : nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi 20, atau hipotensi disertai gelisah dan akral dingin. Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian serius,oleh karena bila tidak diatasi sebaik-baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan kematian. Pasien dapat dengan cepat masuk dalam fase kritis yaitu syok berat, tekanan darah dan nadi tak terukur lagi.Syok dapat4

terjadi dalam waktu yang sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu 12 -24 jam atau sembuh cepat setelah mendapat penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat segera diatasi dengan baik,akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik, perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan lain, hal ini pertanda prognosis buruk.Sebagian besar pasien masih tetap sadar walaupun telah memasuki fase terminal. Pasien dengan perdarahan intraserebral dapat disertai kejang dan koma. Ensefalopati dapat terjadi berhubungan dengan gangguan metabolik dan elektrolit. 2 - 3 gejala klinis diatas + laboratoris : trombositopeni ( 100.000/ul ) dan atau hemokonsentrasi (Ht meningkat 20% ) dianggap cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD.Pleural efusion kanan dan renjatan : tanda patognomonik. Untuk menunjang diagnosis DBD, dapat digunakan parameter laboratorik, antara lain: lekosit, awalnya menurun/normal, pada fase akhir, dapat ditemui limfositosis relatif (limfosit plasma biru > 15 %), yang pada fase syok akan meningkat. trombositopenia dan hemokonsentrasi sering ditemukan saat penurunan suhu dan syok. kelainan pembekuan sesuai derajat penyakit protein plasma menurun hiponatremia pada kasus berat serum alanin aminotransferase sedikit meningkat isolasi virus terbaik saat viremia ( 3 -5 hari demam ) Uji Elisa Dengue Blot test : IgM terdeteksi pada hari ke 5, meningkat untuk 1 - 3 minggu, menghilang setelah 60 - 90 hari.IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder mulai hari ke 2. uji HI (hemaglutinasi inhibisi), dibutuhkan 2 spesimen, pada fase akut dan penyembuhan (1-2 minggu setelah spesimen pertama). Interpretasi Uji HI : titer spesimen kedua naik 4 kali lipat dari titer spesimen pertama. Atau salah satu spesimen titer tinggi 1280 Pemeriksaan radiologis foto dada didapatkan efusi pleura di hemitoraks kanan tapi bila efusi pleura hebat dapat dijumpai di kedua hemitoraks. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Ascites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. SINDROM SYOK DENGUE Renjatan terjadi saat demam ketujuh.Biasanya hari ke 5. Sering mengeluh nyeri ulu hati.

turun

antara

hari

ketiga

dan

Manifestasi klinis Sakit berat, demam, muntah, sakit kepala 2 - 5 hari.5

Keadaan umum tiba-tiba turun, gelisah, ekstremitas dingin, lembab, nadi cepat dan lembut sampai tidak teraba, tekanan nadi 20 mm Hg, sering petekie pada ekstremitas , mudah berdarah pada vena punksi. Hepatomegali dan nyeri tekan. Trombositopeni 100.000/mm3 Jumlah trombosit biasanya masih normal selama 3 hari pertama. Titik terendah pada fase syok.Hemokonsentrasi, indikator yang peka terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan Ht secara berkala, Ht meningkat 20%, indikator akan terjadi syok. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai Ht dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan. Lekopenia - lekositosis ringan, waktu perdarahan memanjang, fibrinogen berkurang, FDP meningkat, hipoproteinemia, hiponatremia, transaminase meningkat, asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok berkepanjangan. < 10 % DSS terdapat hematemesis dan melena. Masa kritis 24 - 36 jam , setelah itu masuk fase penyembuhan. Penyembuhan DBD dengan atau tanpa syok akan terjadi cepat tapi kadang-kadang sulit diramalkan. Walaupun syok berat sebagian besar pasien akan sembuh kembali dalam 2 - 3 hari bila pengobatan adekuat. Konfirmasi diagnosis laboratoris : pemeriksaan serologis H.I. dan isolasi virus. Diagnosis banding Chikungunya hemorhagic fever demam tinggi mendadak ( > 40 C ) ruam, artralgia lebih sering. tak ada syok dan melena / hematemesis. Petekie dan echymosis: sepsis : meningitis meningococ (lekositosis, LED meningkat) ITP (demam cepat hilang ), lekemia (demam tidak teratur, limfadenopati ) anemia aplastik (demam timbul karena infeksi sekunder ) Pengobatan Simtomatik dan suportif. Tatalaksana berdasarkan kelainan utama yang terjadi yaitu perembesan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler. Perembesan plasma berlangsung selama 2448 jam akan menyebabkan syok, anoksia, asidosis dan kematian. Perembesan plasma terjadi saat peralihan fase demam ke fase penurunan suhu. Pada DD, saat peralihan ini berarti penyembuhan sedangkan pada DBD merupakan saat kritis karena merupakan awal syok. Pemberian cairan kristaloid isotonik merupakan pilihan untuk menggantikan volume plasma. Pemilihan jenis cairan dan kecermatan penghitungan volume cairan pengganti merupakan6

kunci keberhasilan pengobatan. Demam dengue dapat berobat jalan. Pada fase demam pasien dianjurkan : tirah baring, obat antipiretik dianjurkan pemberian parasetamol, asetosal tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis. Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Monitor suhu, jumlah trombosit serta hematokrit sampai normal kembali.Pada DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun karena sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam.Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. DBD ( tanpa shock ) : Penggantian cairan pasien perlu diberi minum 50 ml/kg berat badan dalam 4 - 6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80 - 100 ml/kg berat badan dalam 24 jam berikutnya.Cairan intravena rumatan perlu diberikan bila muntah terus, tidak mau minum, nyeri perut yang berlebihan, Ht meningkat terus. anti piretika, anti kejang bila perlu. observasi tanda dini renjatan : keadaan umum, tensi, nadi, suhu, pernapasan . Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada hari ke 3 - 5 fase demam. pemeriksaan ulang berkala Hb, Ht, trombosit. Ht menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. SSD (Sindrom Syok Dengue ) : Oksigenasi, berikan 2 - 4 l / menit. Pertahankan saturasi oksigen 95 - 100 %. IVFD R.L. / Dextrosa 5 % 0,45 % saline 20 ml / kg / jam secepatnya (bolus dalam 30 menit) Renjatan teratasi, diberi 10 ml /kg /jam, selanjutnya menurut rumatan. Bila tetap terjadi renjatan, lanjutkan cairan 20 ml / kg / jam dan tambahkan plasma ekspander 10 - 20 ml / kg / jam, koreksi asidosis. Khusus DBD IV diberi Bikarbonas Natrikus : 0,3 x kgBB x Base Ekses i.v. perlahan diencerkan 1:1 dengan Dextrosa 5 % diberikan setengahnya. Bila perlu berikan dopamin 5 - 10g/kg BB/menit. Observasi klinis, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, ekstremitas hangat / dingin, Usahakan urin 1 ml/kg BB/jam,(bila 1 ml/kg BB/jam berarti terdapat hipoperfusi ginjal. Oliguria lebih dulu muncul daripada penurunan tekanan darah dan takikardia)BD urin > 1,020, Ht dan trombosit tiap 4 - 6 jam sampai keadaan umum membaik. Bila syok belum teratasi, periksa albumin darah. Bila Ht meninggi /7

tetap, albumin menurun (< 2,5 g% ) dipertimbangkan diberi albumin 25 % dengan dosis 1 g/kg BB dalam 4 jam. Segera pemberian albumin selesai, dilanjutkan furosemid 1 mg / kg BB i. v. Pasang pipa gastrik dengan hati-hati bila perlu untuk dekompresi dan memantau perdarahan saluran cerna. Transfusi darah segar 20 ml/kg bila ada perdarahan masif. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif (perdarahan dengan jumlah darah 4 - 5 ml/kg BB/jam) dan trombosit 100.000/mmdengan atau tanpa koagulasi intravaskular diseminata (KID). Penderita DBD dengan trombositopeni tanpa perdarahan masif tidak diberikan transfusi trombosit. IVFD dipertahankan 24 -48 jam ( 48 jam I dapat terjadi syok berulang ) Masa penyembuhan : cairan dari ruang ekstra vaskuler diresorpsi kembali ruang intra vaskuler, maka hati-hati pemberian cairan, dapat terjadi hipervolemia, akibatnya payah jantung dan edem paru. Gejala : sesak napas dan hematokrit turun. Pemberian obat : Antibiotik bila ada infeksi bakterial sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna atau infeksi sekunder di organ lain, antibiotik yang digunakan hendaknya tidak mempunyai efek terhadap sistim pembekuan. Tak boleh diberi salisilat karena berefek pada pembekuan. Kortikosteroid tak memperpendek masa sakit atau perbaikan prognosis. Heparin bila disimpulkan ada KID Pressor amine seperti dopamin atau dobutamin. Albumin konsentrat bila syok berulang atau syok berkepanjangan. Diuretik bila hipervolemia Penderita dapat dipulangkan bila : keadaan umum / kesadaran dan hemodinamik baik, serta tidak demam. Hb, Ht, dan jumlah trombosit dalam batas normal serta stabil dalam 24 jam. Prognosis Kematian pada DSS 40 -50 % tapi dengan perawatan intensip harus < 2 %. Survival berhubung dengan diagnosa dini DSS dan penanganan intensip. Pencegahan Pemutusan rantai penularan. Vaksin sedang dikembangkan. Penularan Nyamuk dewasa menggigit di siang hari, jarak terbang 40 - l00 m.8

Tempat istirahat yang disukai adalah benda-benda yang tergantung di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan baju/pakaian di kamar yang gelap dan lembab. Sarang nyamuk : TPA yang jernih, barang-barang bekas, benda alami. Telur jadi larva dalam 2 -3 hari, larva jadi pupa dalam 4 - 9 hari, pupa jadi dewasa dalam 1 -2 hari. Dari telur hingga dewasa sekitar 10 - 12 hari.Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah, nyamuk jantan hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan. Umur Aedes berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1 bulan, tergantung kelembaban udara sekelilingnya.Aedes albopictus hidup di kebun atau di semak-semak,sehingga lebih jarang kontak dengan manusia dibanding nyamuk Aedes aegypti yang berada di dalam dan disekitar rumah. Pemberantasan DBD Pemberantasan vektor nyamuk dewasa dengan racun serangga atau pengasapan / fogging dengan malathion. Abatisasi untuk memberantas jentik pada TPA .Dilaksanakan di desa/kelurahan endemis terutama di sekolah dan tempat umum. Semua TPA yang ditemukan jentik Aedes aegypti ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air. PSN (pemberantasan sarang nyamuk) yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan cara "3 M" yaitu : 1) menguras secara teratur, terus menerus seminggu sekali, mengganti air tiap kurang dari 1 minggu pada vas bunga , tempat minum burung. atau menaburkan abate ke TPA 2) menutup rapat-rapat TPA 3) mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang-barang lainnya yang dapat menampung air hujan, sehingga tidak menjadi sarang nyamuk. Sumber penularan Penderita viremia selama 4 - 7 hari ( 1 -2 hari sebelum demam sampai 3 -5 hari demam ) Nyamuk dewasa setelah mengisap darah penderita dapat menularkan virus dengue kepada manusia baik secara langsung maupun secara tidak langsung setelah melalui masa inkubasi dalam tubuh nyamuk.Virus berkembang biak dan menyebar di seluruh tubuh nyamuk dalam 8 - 10 hari (extrinsic incubation peiod) dan siap ditularkan kepada orang lain.Nyamuk tsb. dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif) Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Selanjutnya ketika nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap, terlebih dulu dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain.Tergantung tingkat kekebalan tubuh terhadap virus dengue, seseorang akan terserang penyakit demam berdarah dengue atau tidak. Seseorang digigit nyamuk dalam 4 - 6 hari (rentan 3 -14 hari ) yaitu intrinsic incubation period akan timbul gejala penyakit dari ringan sampai berat. Komplikasi Ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan tapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,atau perdarahan dapat menjadi penyebab ensefalopati.Atau disebabkan9

trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari DIC yang menyeluruh. Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan,untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.Diuresis diusahakan > 1 ml/Kg. berat badan/jam.Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan ureum dan kreatinin. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Udem paru sebagai komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan berlebihan. Ini terjadi apabila cairan diberikan berlebih pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, pasien akan mengalami distres pernapasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang gambaran udem paru pada foto rontgen dada. Pengiriman kasus ke R.S. Pembina : DBD derajat II + perdarahan hebat saluran pencernaan, DBD derajat III atau DBD derajat IV -----------------

MORBILI (campak , measles , rubeola ) Etiologi Virus RNA (morbilivirus) Didapat dalam sekret nasofarings, darah, urine selama masa prodromal (kataral) sampai 24 jam setelah timbul ruam.Virus ini masih aktip dalam temperatur kamar sekurangnya 34 jam. Morbilivirus dapat diisolasi di biakan human embryonic atau jaringan ginjal kera. Circulating antibody dapat ditemukan saat terjadi ruam. Cara penularan Droplet selama stadium prodromal. Penularan sering terjadi sebelum diagnosa kasus asal. Seseorang akan jadi infeksius pada hari ke 9 -10 setelah terpapar (awal dari stadium prodromal) Harus diisolasi mulai dari hari ke 7 setelah terpapar sampai 5 hari sesudah timbul ruam. Epidemiologi Sangat menular, 90 % yang rentan akan mendapat penyakit ini. Jarang subklinik.Bayi mendapat kekebalan transplasenter dari ibu yang pernah menderita measles atau mendapat vaksinasi. Kekebalan ini biasanya masih lengkap untuk 4 - 6 bulan, kemudian akan hilang. Manifestasi klinik Masa tunas : 10 - 12 hari10

Stadium prodromal: 4-5 hari. Karakteristik demam, batuk kering, pilek, conjunctivitis, fotofobia.Ini hampir selalu mendahului Koplik spot, yaitu enamtem putih keabuan biasanya seperti pasir dengan dasar kemerahan kadang hemorrhagik. Koplik spot ini biasanya terdapat di mukosa pipi berhadapan dengan molar bawah, timbul 1 - 2 hari sebelum timbul ruam.Biasanya hilang dalam 12 - 18 jam. Koplik spot ini patognomonik untuk morbili. Biasanya demam, batuk kering, pilek akan bertambah berat sampai terjadi ruam di seluruh badan. Stadium erupsi : Ruam dimulai setelah hari ke 3 atau 4 dari simtom stadium prodromal.Ruam makulopapular dari belakang telinga, menyebar ke muka, leher, lengan, dada dalam 24 jam I, lalu punggung, abdomen, tungkai pada hari ke 2 - 3. Ruam di muka dan leher cenderung bersatu, sedang di perut dan tungkai cenderung terpisah.Ruam mulai memudar setelah hari ke 3. Jadi saat mencapai kaki, ruam di muka mulai pudar.Tanda khas timbulnya ruam disertai demam.Hanya sedikit gatal.Suhu tiba tiba naik ketika timbul ruam dan sering mencapai 40 - 40,5 C pada puncak erupsi. Beratnya penyakit berhubungan langsung dengan luas dan bersatunya ruam. Pada measles ringan, ruam cenderung tidak bersatu. Pada measles berat, ruam bersatu menutupi kulit termasuk telapak tangan dan kaki, muka bengkak.Fase akut toraks foto hampir 50% ditemukan infiltrat. Infiltrat paru cenderung tampak dan hilang bersamaan dengan ruam. Kelenjar limfe submandibular dan cervical posterior biasanya membesar.Limadenopati mesenterik dapat menyebabkan sakit perut. Otitis media, bronchopneumonia dan keluhan gastrointestinal seperti diare, muntah sering pada anak kecil terutama yang malnutrisi. Stadium konfalesens : ruam hilang disertai perubahan warna kecoklatan, mungkin akibat dari perdarahan kapiler. Kelainan ini sembuh setelah 7 - 10 hari dengan sedikit deskuamasi Deskuamasi jarang di tangan dan kaki. Ruam yang bersih dalam kurang dari 5 hari bukan campak. Suhu turun cepat pada hari ke 3 atau 4 timbulnya ruam. Pilek dan conjunctivitis sembuh dan batuk berkurang. Batuk dapat menetap untuk 1 minggu atau lebih. Demam yang menetap atau berulang setelah hari ke 3 timbulnya ruam tanda komplikasi. Modified measles terjadi pada individu yang kebal sebagian, termasuk yang diberi ISG setelah kontak, bayi dengan antibodi maternal yang telah berkurang, dan berkurang kekebalannya setelah vaksinasi atau infeksi alamiah. Modified measles biasanya lebih ringan dan masa inkubasi lebih panjang samping 21 hari. Fase prodromal lebih pendek atau absen demam tak tinggi, koplik spots bila ada hanya sedikit dan cepat hilang. Ruam sedikit dan jarang terjadi komplikasi.Jarang menularkan measles ke penderita lainnya. Atypical measles syndrome ditemukan pada recepient vaksin measles formalin inactivated antara 1963 dan 1967 yang kemudian terpapar virus measles wild-type. Prodromal ditemukan panas tinggi, sakit kepala, myalgia, sakit perut, anorexia, batuk kering dan dyspnea. Segera diikuti ruam yang tak lazim yang dimulai di telapak tangan dan kaki, menyebar sentripetal ke ekstremitas proksimal dan badan, jarang di muka. Ruam mulanya makulopapular eritematous, tapi sering berkembang jadi vesikular petekial atau lesi purpurik dan disertai hiperestesia dan edem dari tangan dan kaki. Hampir semua pasien menderita pnemonia dengan infiltrat interstitial, konsolidasi segmental, efusi pleural, adenopati hilar, dan lesi parenchym nodular yang dapat menetap tahunan setelah sembuh.Enzim hepatoselular meningkat dan beberapa pasien menderita KID (koagulasi11

intravaskular diseminata). Atypical measles umumnya self-limited. Tidak menularkan measles ke orang lain. Manifestasi atypical measles diakibatkan respons imunopatologis. Dapat dicegah dengan vaksin live attenuated. Congenital measles, rash pada saat lahir atau timbul pada usia 10 hari pertama. Bervariasi dari bentuk ringan sampai fatal. Tanpa profilaksis imunoglobulin angka mortalitas 30 %. Mortalitas lebih tinggi pada prematur dan bayi yang gagal membentuk rash. Post natal acquired neonatal measles jarang, disebabkan adanya maternal antibodi. Bila tak ada maternal antibodi, neonatal measles sering berat dengan mortalitas lebih 3 %, sebab kematian utama berhubungan dengan pnemonia. Gestational measles, morbiditas dan mortalitas bertambah pada wanita hamil disebabkan primair bertambahnya resiko pnemonia virus measles selama trimester ketiga dan purpurium.Measles selama kehamilan tidak dihubungkan dengan kelainan kongenital pada fetus, tapi berhubungan dengan prematur dan abortus spontan. Diagnosis Dibuat berdasarkan gejala klinis, konfirmasi labaratoris jarang diperlukan. Pemberian gamma globulin atau adanya imunitas parsial oleh vaksin morbili atau adanya antibodi maternal pada bayi akan memberi gambaran klinis morbili lebih ringan dan tidak khas sehingga kadang sulit untuk dibuat diagnosa secara klinis. Selama stadium prodromal multinucleated giant cell dapat ditemukan di hapusan mukosa nasal. Virus dapat diisolasi di biakan jaringan dan kenaikan titer antibodi dapat ditemukan di serum fase akut dan konvalesens. Didapat lekopeni dengan limfositosis relatip. Pada pasien dengan ensefalitis measles, punksi lumbal didapat kenaikan protein dan limfosit, glukosa normal. Diagnosa banding Eksantem subitum : ruam timbul saat panas turun. Rubella : khas limfadenopati di suboksipital, servikal posterior dan belakang telinga. Ruam, demam dan beratnya penyakit lebih ringan.Meningococcemia, ruam khas purpura petechial, batuk dan conjunctivitis biasanya absen. Serum sickness atau drugs rash, ada riwayat pemberian obat sebelumnya. Komplikasi OMA, bronchopneumonia bakterialis, dan ensefalitis. Komplikasi saluran napas terjadi 5 -15% kasus.Pneumonia berat sering pada pasien imunosupres, bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, sedang menderita penyakit menahun (misal tuberkulosis), leukemia dan lain-lain. Ensefalitis akut setelah infeksi campak terjadi 1 dalam 1000 kasus, tidak ada hubungan antara beratnya ruam pada campak dan terkenanya susunan saraf, maupun gejala awal susunan saraf dan prognosis. Sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus hidup adalah 1,16 tiap 1 juta dosis.Ensefalitis akut morbili biasanya terjadi pada stadium eksantem, 2 - 5 hari setelah terjadi ruam, klinis didapat muntah, kejang, ataxia dan koma. Cairan spinal didapat pleositosis limfositik, protein sedikit meningkat. 50 % meninggal atau 25 % cacat berat.Penyebab dari ensefalitis campak masih kontroversial. Bila ensefalitis terjadi awal dari perjalanan penyakit campak ( sebelum erupsi), diduga invasi virus ke SSP memegang peranan penting walau virus campak jarang dapat diisolasi dari jaringan otak. Sedang bila ensefalitis yang terjadi pada akhir dari perjalanan penyakit terutama karena demyelinating type yang menunjukkan reaksi imunologis. Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) terjadi 6 - 22 per sejuta kasus morbili. Antibodi campak didapat di cairan otak dan serum. Virus campak dapat dibiak dari otak memakai tehnik tertentu dan ini memberi dukungan hipotesa bahwa panencephalitis ini12

adalah infeksi latent virus Pengobatan Penyembuhan biasanya terjadi 7 - 10 hari setelah timbul gejala penyakit. Antipiretika (acetaminophen, jangan gunakan salisilat) untuk demam. Usahakan pemberian cairan yang cukup. Komplikasi OMA dan pneumonia harus mendapat pengobatan antibiotik. Vitamin A efektip untuk pengobatan measles. Vitamin A penting untuk mempertahankan jaringan epitel. Kekurangan vitamin A mengakibatkan xerophthalmia, metaplasia squamous dan berkurangnya pergantian sel pada jaringan epitel, rabun senja, dan gangguan imunitas sel mediated, hipersensitivitas delayed-type, dan pembentukan antibodi. Tambahan vitamin A selanjutnya mengurangi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan penyakit pernapasan dan diare diantara anak-anak di negara berkembang. Pada anak dengan cadangan vitamin A minimal, measles cepat mengosongkan vitamin A yang tersedia, yang mengurangi tahanan host terhadap measles sendiri dan infeksi sekunder dan eksaserbasi imunosupresi.Hipovitaminosis A ini disebabkan mobilisasi inadekuat dari cadangan vitamin A di hepar.Ini dapat menerangkan mengapa morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit pernapasan dan diare yang bertambah pada anak penderita measles di negara berkembang. Xerophthalmia kombinasi dengan keratoconjunctivitis measles penyebab kebutaan anak-anak di banyak daerah negara berkembang. Di negara berkembang pengobatan dengan vitamin A jelas mengurangi morbiditas dan mortalitas measles berat, bahkan juga pada anak dengan gizi baik dimana klinis vitamin A defisiensi jarang terdapat. Efek ini bertahan untuk 6 bulan. WHO dan UNICEF menganjurkan vitamin A diberikan pada semua anak dengan measles dimana vitamin A defisiensi sebagai masalah kesehatan dan kematian berhubungan measles > 1 %. Di AS, dimana vitamin A defisiensi bukan masalah kesehatan, 22 % - 50 % penderita mesles dengan gizi baik kadar vitamin A rendah dan anak-anak tersebut morbiditas meningkat dan antibodi measles yang terbentuk rendah. Di AS WHO/UNICEF dianjurkan pemberian dosis tunggal oral vitamin A (200.000 IU oral anak 1 tahun, 100.000 IU anak 6 bulan - 1 tahun) untuk penderita umur 6 bulan - 24 bulan yang dirawat di rumah sakit dengan measles atau komplikasinya, atau penderita morbili umur > 6 bulan dengan imunodefisiensi, kelainan mata karena vitamin A defisiensi, absorpsi usus yang terganggu, malnutrisi sedang dan berat, imigrasi dari daerah measles mortalitas tinggi. Bila ada tanda vitamin A defisiensi pada mata, diberi vitamin A dosis yang sama keesokannya, dan diulang 4 minggu kemudian Antiviral tidak terbukti bermanfaat. Prognosis Baik bila keadaan umum baik. Buruk bila ada komplikasi atau disertai penyakit kronis. Pencegahan Imunisasi aktip. vaksin virus campak hidup yang dilemahkan diberi subkutan 0,5 ml. vaksin ini sensitip terhadap panas dan cahaya , harus disimpan di lemari es 2 - 8 0 C , dipakai segera setelah dilarutkan. Di Indonesia diberi pada umur 9 bulan diulang 15 bulan melalui pemberian vaksin campak atau vaksin MMR.Di AS imunisasi campak pertama, biasanya vaksin MMR diberi pada umur 12 - 15 bulan. Campak dapat diberikan setelah terpapar campak maupun adanya KLB wabah campak minimal usia 6 bulan.Vaksin MMR atau vaksin campak masih dapat memberi perlindungan bila diberi13

dalam 72 jam setelah kontak.Sama halnya dengan measles,setelah pemberian vaksin dapat menyebabkan anergi terhadap tuberkulin test yang berlangsung 1 - 2 bulan.Ini disebabkan imunosupresi sementara.Tapi vaksin tidak menyebabkan eksaserbasi tuberkulosis. Pemberian penguat vaksin MMR dapat dilakukan pada usia 4 - 6 tahun atau kapan saja minimal 4 minggu sejak pemberian pertama. Anak yang belum diberi vaksin penguat harus sudah diberi pada umur 11- 12 tahun. Remaja sebelum masuk universitas harus menerima vaksin MMR penguat. Efek samping vaksin : 5 - 15 % demam > 39.4 0 C pada hari ke lima atau 1 minggu setelah vaksin, 5 % timbul ruam morbilliform dalam 10 hari setelah vaksin, keluhan batuk pilek sementara. Anak dengan infeksi HIV harus diberi vaksin campak karena kematian akibat campak pada grup ini tinggi dan mereka dapat menerima baik vaksin campak. Bila penderita HIV terpapar campak harus diberi 0,5 mL/kg (maksimum 15 mL) gama globulin intramuskular.Kontra indikasi pemberian vaksin : wanita hamil, tuberkulosis yang belum diobati, lekemia, mendapat imunosupresip seperti steroid atau penyinaran, sedang demam, mendapat vaksin lain dalam 3 minggu terakhir, alergi terhadap neomycin atau kanamycin, mendapat imunoglobulin dalam 3 bulan terakhir. Imunisasi pasip. Gama globulin 0,25 mL/kg dapat mencegah morbili bila diberi dalam 5 hari setelah kontak tapi lebih baik secepatnya. Pemakaiannya lebih baik pada anak < 12 bulan, anak dengan penyakit menahun,dan kontak di perawatan rumah sakit. Gama globulin 0,05 mL/kg dapat meringankan penyakit. Penderita morbili 6 bulan lahir dari ibu tak kebal harus diberi immunoglobulin. Bayi 6 - 12 bulan yang masih rentan harus diberi vaksin. > 12 bulan masih rentan diberi vaksin saja dalam 72 jam. Wanita hamil dan yang immunocompromised harus menerima immunoglobulin, bukan vaksin. Isolasi penderita campak hanya sedikit berperan dalam pencegahan penyakit sebab sudah dapat menularkan selama stadium prodromal dimana belum disangka menderita campak.

RUBELLA (GERMAN MEASLES, THREE DAYS MEASLES) Rubella adalah penyakit menular pada anak khas gejala konstitusional ringan, ruam pada kulit menyerupai campak ringan dan ada pembesaran kelenjar.Rubella pada hamil trimester pertama dan kedua dapat menyebabkan kelainan kongenital berat. ETIOLOGI Rubella disebabkan oleh RNA virus, yaitu Rubivirus. Virus ini dapat ditemukan di sekretnasofarings, darah, feces, dan urine. Virus ini dapat ditemukan dari nasofarings 7 hari sebelum eksantem dan 7 - 8 hari sesudah eksantem hilang. Pasien dengan manifestasi subklinis juga infeksius. EPIDEMIOLOGI14

Manusia adalah satu-satunya host alami virus rubella yang menyebar melalui droplet atau transplasental menyebabkan infeksi kongenital. Puncak insidens umur 5 - 14 tahun.Kini kebanyakan kasus terjadi pada remaja dan dewasa muda. Selama sakit virus ditemukan di nasofarings, darah, feses dan urine. Virus sudah ditemukan 7 hari sebelum dan sesudah eksantem 80 % infeksi adalah subklinik. Antibodi maternal melindungi dalam 6 bulan pertama. Rubella mungkin sulit didiagnosa secara klinis karena enterovirus dan rash lainnya dapat memberikan gambaran serupa. MANIFESTASI KLINIK Masa inkubasi 14 - 21 hari. Fase prodromal berupa keluhan pernapasan nonspesifik ringan dan berlangsung lebih pendek dari campak dan dapat begitu ringan sehingga tak diperhatikan. Tanda khas yang paling sering adalah adenopati di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.Limfadenopati ini tampak 24 jam sebelum timbul ruam dan dapat menetap untuk satu minggu atau lebih. Eksantem makulopapular ini mulai di muka dan cepat menyebar biasanya dalam 24 jam. Pada saat timbul di badan, ruam di muka sudah memudar. Eksantem ini dapat menyatu terutama di muka (slapped cheek appearance) Pada hari ke dua eksantem ini berupa pinpoint terutama di badan. Dapat sedikit gatal. Eksantem ini biasanya bersih pada hari ke tiga. Jarang terjadi deskuamasi. Mukosa farings dan konjunctiva sedikit meradang. Tidak ada fotofobia. Demam ringan, jarang lebih dari 38,4 C dan menetap untuk 1, 2, atau kadang 3 hari. DIAGNOSA BANDING Rubella sulit didiagnosa secara klinis kecuali epidemi. Anamnesa pernah dapat vaksin rubella tidak menjamin memberi kekebalan, kekebalan harus ditentukan dengan pemeriksaan antibodi. Roseola infantum (exanthem subitum) : demam tinggi, timbulnya ruam di akhir demam. Ruam karena obat, kadang sulit dibedakan dari rubella. Pembesaran kelenjar limfe sangat mendukung diagnosa rubella. Infectious mononucleosis, disebabkan oleh Epstein-Barr virus (EBV), hematologis didapat atypical limfositosis di darah perifer. DIAGNOSA Dibuat berdasar simtom klinis dan pemeriksaan fisik, tapi biasanya dikonfirmasi melalui serologi atau biakan virus.Isolasi virus dari nasofarings atau darah. Bayi dengan rubella kongenital masih infeksius untuk berbulan-bulan. Diagnosa serologis dibuat dengan adanya kenaikan titer antibodi IgG 4 X antara 2 spesimen darah yang diambil terpisah 1 2 minggu.Titer antibodi meningkat cepat setelah timbul ruam. Rubella-specific immunoglobulin (Ig) M dapat ditemukan di darah bayi neonatus yang tertular. Untuk ketelitian sebaiknya spesimen diperiksa bersamaan di laboratorium yang sama. KOMPLIKASI Jarang pada anak-anak. Ensefalitis terjadi 1/6000 kasus dengan mortalitas rendah (20 %) Biasanya sembuh dalam 1 - 3 minggu tanpa cacat neurologis. Purpura trombositopenik terjadi pada 1/3000 kasus. Yang terpenting adalah rubella kongenital. Panensefalitis rubella progresif adalah infeksi SSP yang persisten dan progresif, dengan perubahan kelakuan dan penampilan sekolah, selanjutnya dementia dan tanda kerusakan otak multifokal terjadi, termasuk kejang, cerebellar ataxia dan spastis. Retinopathy dan optik atrofi dapat terjadi.15

PROGNOSIS Baik pada rubella yang didapat pada anak-anak, tapi buruk pada rubella kongenital. PENCEGAHAN imunisasi aktip : diberikan antara 12 dan 15 bulan dan diberi penguat pada umur 4 - 6 tahun atau 11 - 12 tahun. Disarankan tidak boleh hamil dalam 90 hari setelah vaksin. imunisasi pasip : diberikan immune serum globulin (ISG) 0,25 -0,50 mL/kg intramuscular dalam 3 -8 hari pertama setelah terpapar.Pencegahan ini hanya untuk wanita hamil yang belum kebal dan terpapar. Imunoglobulin dapat mencegah rubella tapi ada laporan bahwa imunoglobulin gagal mencegah anomali pada rubella kongenital. PENANGANAN WANITA HAMIL Wanita hamil teutama dalam hamil muda tapi juga selama seluruh kehamilan harus menghindari terpapar rubella walaupun ada riwayat sakit rubella semasa anak-anak atau riwayat pernah diimunisasi, karena masih ada kemungkinan reinfeksi rubella. Terutama harus dihindari terpapar dengan rubella kongenital sebab masih infesius sampai berbulanbulan. Resiko kelainan fetus berkurang setelah 14 minggu kehamilan.`Menderita rubella pada trimester I kehamilan 30 - 50 % akan terjadi abortus spontan atau bayi lahir dengan kelainan bawaan,sedang bila terjadi pada trimester II kehamilan 20 % terjadi gangguan pada janin. Pada trimester III kehamilan kemungkinan gangguan pada janin hanya 3 %.80 % wanita pada usia reproduksi telah kebal terhadap rubella baik sebagai akibat imunisasi aktip atau infeksi alamiah. Status kekebalan terhadap rubella pada seorang wanita yang akan hamil sebaiknya ditentukan. Bila seorang wanita hamil dengan status kekebalan yang belum diketahui terpapar rubella, test antibodi terhadap rubella harus segera dilakukan. Bila ia kebal, maka kehamilan dapat dilanjutkan tanpa ada resiko tambahan. Bila ia tak kebal dan abortus terapeutis tak dapat diterima, maka segera diberi ISG 20 -30 mL intramuskular. Bila abortus terapeutis dapat diterima, disarankan menunda ISG, pantau secara cermat dan ulang test antibodi rubella 3-4 minggu setelah terpapar.Adanya serokonversi menunjukkan terjadi infeksi.Bila masih negatip, harus diulang 6 minggu setelah paparan pertama. Bila kemudian terjadi rubella atau test antibodi serial menunjukkan ada infeksi subklinik maka dapat dilakukan abortus. RUBELLA KONGENITAL : PATOGENESIS Melalui viremia terjadi infeksi pada plasenta dan virus mempengaruhi organopoesis. MANIFESTASI KLINIK

16

Rubella kongenital dapat mengenai semua organ. Yang paling sering 50 - 80 % adalah gangguan pertumbuhan intrauterin,katarak bilateral atau unilateral sering disertai mikroptalmia, juga miokarditis dan kelainan struktur jantung misalnya patent ductus arteriosus atau pulmonal stenosis, tuli perseptip, bayi dapat menderita meningoensefalitis saat lahir dan kemudian terjadi cacat motorik dan gangguan mental. Infeksi persisten menimbulkan pneumonia, hepatitis, purpura trombositopenik dan anemia. DIAGNOSA Terutama atas dasar diagnosa klinis. Anamnesa adanya terpapar rubella pada ibu atau menderita rubella waktu hamil, dan ditemukan salah satu gambaran klinik rubella kongenital. Diagnosa pasti dengan menemukan antibodi Ig M di serum neonatus atau biakan virus rubella dari urine atau jaringan. Virus dapat ditemukan di urine untuk 1 tahun atau lebih. Diagnosa prenatal infeksi rubella pada janin dapat dilakukan dengan isolasi virus dari cairan amnion atau Ig M spesifik rubella dari darah tali pusat. PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN Tak ada pengobatan antiviral yang efektip untuk rubella kongenital. Paling mudah dengan imunisasi universal pada semua anak.Anak yang dirawat dengan rubella postnatal memerlukan isolasi sampai 7 hari sesudah timbul ruam. Bayi dengan rubella kongenital harus dianggap menular sampai umur 1 tahun, kecuali biakan virus dari urin dan nasofarings bayi umur 3 bulan sudah negatip pada beberapa kali pemeriksaan. PROGNOSIS Bayi dengan gambaran rubella kongenital lengkap prognosis buruk terutama sebab penyakit ini terus berlangsung selama infant. Prognosis akan lebih baik bila hanya beberapa kelainan yang diduga terinfeksi pada kehamilan yang lebih lanjut. ----------------------

MUMPS Mumps adalah penyakit infeksi virus akut dengan pembesaran dan nyeri pada kelenjar liur terutama kelenjar parotis. Mumps dulu merupakan penyakit anak yang penting dan tersebar luas,tapi kini jarang terjadi lagi karena adanya vaksin sejak 1967. ETIOL0GI Grup paramyxovirus. Virus ini dapat diisolasi dari air liur, cairan otak, darah, urine, otak dan jaringan lain yang terinfeksi. EPIDEMIOLOGI Endemis di daerah yang padat penduduknya. Virus menyebar melalui kontak langsung, droplet, terkontaminasi oleh air liur, dan mungkin urine. Mengenai laki-laki dan wanita sama banyak. 85 % terjadi sebelum umur 15 tahun sebelum adanya imunisasi. Kini kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda, menyebabkan KLB di perguruan tinggi atau di tempat kerja. Memberi kekebalan seumur hidup walaupun pernah dilaporkan infeksi kedua. Antibodi transplasental efektip melindungi selama 6 - 8 bulan pertama. Sumber infeksi mungkin sulit dicari sebab 30 - 40 % adalah infeksi subklinik. Virus dapat diisolasi dari air liur 6 hari sebelum sampai 9 hari sesudah pembengkakan kelenjar Dari urine virus juga dapat diisolasi sejak hari 1 sampai hari ke 14 setelah pembengkakan kelenjar. Nampaknya penularan baru terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kelenjar sampai 3 hari setelah pembengkakan kelenjar hilang. PATOGENESIS Virus masuk dan berkembang biak di saluran napas, melalui darah masuk ke banyak jaringan diantaranya yang paling rentan adalah kelenjar liur. Jaringan yang terkena bengkak mungkin akibat reaksi hipersensitivitas terhadap virus. MANIFESTASI KLINIS Masa tunas 14 - 24 hari dengan puncak pada 17 -18 hari. Pada anak dapat terjadi demam, nyeri otot terutama di leher, sakit kepala dan lesu. Khas didapat nyeri dan pembengkakan satu atau kedua kelenjar parotis. Pembengkakan kelenjar parotis ini mengisi ruang antara tepi mandibula posterior dan mastoid dan kemudian meluas ke bawah dan depan. Kulit dan jaringan lunak disekitarnya edem sehingga pembengkakan lebih mudah dilihat daripada diraba. Pembengkakan ini mendorong daun telinga ke atas dan depan, sudut mandibula tidak lagi tampak. Pembengkakan ini dapat berlangsung sangat cepat dalam beberapa jam tapi biasanya dalam 1 - 3 hari. Pembengkakan ini menghilang secara perlahan dalam 3 - 7 hari tapi kadang lebih lama. Satu kelenjar parotis biasanya membengkak 1 atau 2 hari sebelum yang lainnya, tapi yang sering terkena hanya satu kelenjar. Daerah yang bengkak keras dan nyeri, nyeri terutama bila mencicipi cairan asam. Pembengkakan kelenjar dapat disertai demam, jarang > 40 C tapi 20 % tanpa demam. 10 - 15 % terkena kelenjar submandibular. Kelenjar sublingual lebih jarang lagi terkena. Kadang ada ruam makulopapular terutama di badan.

KOMPLIKASI .Tak ada bukti bahwa infeksi maternal merusak fetus. Meningoensefalomyelitis Sebelum adanya imunisasi, mumps paling sering menyebabkan meningitis aseptik pada anak.Insidens sebenarnya sulit diperkirakan karena infeksi subklinik SSP yang dibuktikan dengan pleocytosis cairan liquor telah dilaporkan pada > 65 % pasien parotitis

mumps.Manifestasi klinik infeksi SSP mumps terjadi hanya 10 %.Ada laporan kejadian meningoensefalitis mumps 250/100.000 kasus, 10 % terjadi pada umur diatas 20 tahun. Angka kematian 2 %. Laki-laki terkena 3 - 5 kali lebih sering dari perempuan. Patogenesis terjadinya meningoensefalitis dijelaskan sebagai (1) infeksi neuron primair, parotitis sering terjadi pada saat yang sama atau setelah ensefalitis (2) ensefalitis post infeksius dengan demyelinasi, ensefalitis terjadi setelah parotitis rata-rata 10 hari. Klinis meningoensefalitis mumps tidak dapat dibedakan dari penyebab lainnya. Terdapat demam tinggi, sakit kepala, muntah, kadang kejang. Kaku kuduk dapat terjadi.Pemeriksaan neurologis lainnya normal. Cairan otak biasanya terdapat kurang dari 500 sel / mm3, terutama limfosit, tekanan meningkat, Nonne +, Pandy +, protein , glukosa dan chlorida normal. Virus dapat diisolasi dari cairan otak pada awal penyakit. Pengobatan seperti ensefalitis lainnya, bed rest, atasi demam, pemberian cairan, antiemetik dan anti kejang. Prognosis biasanya baik, angka kematian 2 %, tidak terdapat gejala sisa. Orchitis, Epididymitis Komplikasi ini jarang terjadi prepubertal tapi sering (14 - 35 %) pada dewasa.Testis paling sering terkena dengan atau tanpa epididymitis, epididymitis juga dapat terjadi sendiri. Jarang ada hydrocele. Orchitis biasanya terjadi setelah parotitis dalam 8 hari. 30 % kedua testis terkena. Mulainya penyakit tiba-tiba dengan demam tinggi, menggigil, sakit kepala, mual, sakit perut bawah. Bila testis kanan terkena, dapat disangka appendisitis. Testis nyeri, bengkak, kulit sekitarnya merah dan bengkak. Lamanya 4 hari. 30 - 40 % testis yang terkena atrofi, 13 % terjadi gangguan fertilitas, infertil absolut mungkin jarang. Oophoritis Komplikasi ini didapat pada 7 % postpubertal. Tidak ada gangguan fertilitas. PankreatitisPankreatitis berat jarang tapi ringan atau subklinik sering. Dapat tak berhubungan dengan manifestasi kelenjar air liur dan didiagnosa sebagai gastroenteritis. Didapat nyeri ulu hati disertai menggigil, demam, muntah. Khas ada peningkatan serum amilase dengan mumps, dengan atau tanpa manifestasi klinis pankreatitis. Tuli perseptif Tuli perseptif unilateral, jarang bilateral, jarang terjadi (1 : 15,000). Mumps adalah penyebab tuli perseptif unilateral yang sering. Kehilangan pendengaran ini, biasanya tak dapat mendengar suara nada tinggi, dapat sementara atau menetap. Nephritis, tyroiditis, miokarditis, dacryoadenitis, optic neuritis, uveokeratitis, arthritis, purpura trombositopenic jarang terjadi. Embriopati karena mumps belum jelas tapi mumps pada kehamilan muda dapat menambah kemungkinan abortus. DIAGNOSIS Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan fisik. Biasanya didapat lekopenia dengan limfositosis relatip, tapi bila ada komplikasi sering didapat lekositosis polimorfonuklear. Sering ada kenaikan serum amilase, kenaikan ini sesuai dengan pembengkakan kelenjar dan kembali normal dalam 2 minggu. Diagnosa etiologi berdasarkan isolasi virus dari air liur, urin, cairan otak atau darah. Dapat juga dari kenaikan titer antibodi selama fase penyembuhan . DIAGNOSA BANDING Parotitis oleh virus lain termasuk HIV, virus influenza dan parainfluensa,

cytomegalovirus dan coxsackievirus. Parotitis supuratip akut oleh staphylococcus aureus, pus sering dapat ditekan dari salurannya. Batu yang terbentuk air liur (salivary calculus) menyumbat parotis atau lebih sering ductus submandibular menyebabkan pembengkakan yang berulang. Parotitis berulang, dapat mungkin penyebabnya alergi. Limfadenitis cervikal anterior atau preauricular, batas kelenjar limfe jelas dan letaknya posterior dari sudut mandibula. Orchitis juga dapat disebabkan oleh coxsackievirus. Limfosarkoma. PENGOBATAN Tidak ada pengobatan antiviral spesifik. Juga pasip imunoterapi tak bermanfaat. Pengobatan hanya suportip. Antipiretik (acetaminophen atau ibuprofen) untuk demam. Bed rest tidak mencegah komplikasi. Diet disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk mengunyah. Orchitis diobati dengan support scrotum lokal, bed rest, analgetik dan kompres dingin. Arthritis mumps dapat diberi NSAID atau corticosteroid selama 2 minggu, salisilat tak efektip. PENCEGAHAN Anak dengan mumps biasanya diisolasi selama 1 minggu setelah pembengkakan parotis, walaupun ini sebenarnya tak efektip karena diketahui virus sudah menyebar melalui sekresi pernapasan beberapa hari sebelum terdapat simtom klinis. Imunisasi aktip Pemberian vaksin virus Mumps hidup yang dilemahkan tidak menyebabkan demam atau reaksi klinis lainnya. Kadang dapat terjadi parotitis 7 - 10 hari setelah vaksin. Vaksin ini memberikan perlindungan sekitar 97 % atas infeksi alamiah. Kehamilan harus dihindari dalam 30 hari setelah vaksin mumps monovalent. Bila diberi vaksin rubella,kehamilan harus ditunda selama 3 bulan. Kadang terjadi parotitis dan demam ringan setelah vaksin 10 -14 hari. Imunisasi pasif Hiperimun gamma globulin tak efektip dalam mencegah atau mengurangi komplikasi.

ROSEOLA INFANTUM (Exanthema Subitum) Roseola infantum kebanyakan disebabkan oleh human herpesvirus (HHV-6), sebagian juga oleh HHV-7, yang dapat diisolasi dari circulating T sel selama awal penyakit. Penyakit ini dapat menimbulkan demam tinggi dan memegang peranan penting dalam pencetus kejang demam EPIDEMIOLOGI 70 - 95 % bayi baru lahir seropositip untuk HHV-6, menunjukkan adanya antibodi transplasental. 0-60 % antibodi transplasental ini akan menurun pada umur 4 - 6 bulan. Umur 12 bulan, 60-90% anak memiliki antibodi terhadap HHV-6, ini bearti hampir semua anak terpapar HHV-6 setelah umur 6 bulan.umur 3-5 tahun 80-100% sudah seropositip yang didapat dari infeksi..Puncak infeksi primair HHV-6 umur 6-15 bulan dan 90 % terjadi dalam 2 tahun pertama. Infeksi HHV-7 terjadi sedikit lebih kemudian dari HHV-6, 45-

75% terinfeksi pada umur 2 tahun dan 90% umur 7 -10 tahun.Masa inkubasi rata-rata 10 hari. Kebanyakan dewasa ekskresi HHV-6 dan HHV-7 di saliva dan ini sebagai sumber transmisi virus ke anak-anak. PATOGENESISCara infeksi belum jelas. Virus ini sering ditemukan di air liur orang sehat dan masuk ke host melalui oral, nasal, atau mukosa konjunctival. Infeksi primair dapat juga asimtomatik. Ditemukan viremia pada 4 - 5 hari pertama sakit. MANIFESTASI KLINIK Roseola adalah penyakit ringan, demam dengan eksantem yang terjadi hampir selalu pada anak < 3 tahun, puncak umur 6-15 bulan.Antibodi transplasental melindungi bayi sampai umur 6 bulan. Fase prodromal biasanya asimtomatik tapi dapat berupa gejala saluran napas atas : rhinorrhea ringan, radang tenggorok, mata merah ringan, dapat juga limfadenopati cervical ringan. Pemeriksaan fisik hanya ditemukan infeksi viral pernapasan atas. Demam mendadak tinggi 39.4 - 41.2 C, anak dapat rewel selama demam, tapi kebanyakan klinis normal kecuali demam tinggi. Fontanela anterior dapat menonjol dan 5-10% dapat terjadi kejang pada saat ini. Demam menetap 3-5 hari dan kemudian turun tiba-tiba. Pada saat suhu kembali ke normal (12-24 jam), timbul ruam makular atau makulopapular, 2 - 3 mm, tidak gatal di seluruh badan, mulai di dada menyebar ke lengan dan leher, muka dan tungkai sedikit terkena. Ruam ini hilang dalam 1 - 3 hari tanpa deskuamasi atau hiperpigmentasi. Sebagian hilang dalam beberapa jam. Ada laporan 1/3 bayi demam nonspesifik disebabkan HHV-6.Seperti kebanyakan herpesvirus lainnya, HHV-6 adalah neurotropic. Infeksi HHV-6 primair merupakan penyebab dari 1/3 kejang demam. Kebanyakan 70-80% tidak ada rash. Ada laporan yang menyebutkan HHV-7 juga menyebabkan kejang demam. HHV-6 jarang menyebabkan ensefalitis dan meningoensefalitis. Sebagian kecil infeksi HHV-6 terdapat rash tanpa demam.Dapat juga terjadi hepatitis, pneumonitis interstitial dan heterophile negative mononucleosis, walaupun ini jarang. DIAGNOSA Atas dasar umur, anamnesa dan kelainan klinis. Pemeriksaan spesifik untuk HHV-6 atau HHV-7 dapat dilakukan secara serologis, biakan virus, deteksi antigen. Lekositosis 8000-9000 didapat selama beberapa hari pertama demam, tapi lekosit turun jadi 4000 -6000 dengan limfositosis relatip 70-90% pada saat rash timbul. Cairan liquor kejang demam oleh HHV-6 khas normal. Kasus jarang ensefalitis oleh HHV-6 khas pleositosis dengan predominan mononuklear, glukosa normal, dan protein normal atau sedikit meningkat. DIAGNOSA BANDING Anak dengan roseola khas didapat dua stadium berbeda yaitu saat demam sebelum rash (pre-erupsi) dan setelah timbul rash.Awal demam dapat dikira infeksi bakteri berat. Bila ada kejang, penting untuk disingkirkan meningitis bakterialis. Pada roseola infantum cairan otak normal. Pada anak yang mendapat antibiotik atau obat lain pada awal demam, dapat terjadi ruam karena alergi obat, ini karena hipersensitivitas obat.Paling sering roseola dikacaukan dengan rubella. Rubella biasanya hanya demam ringan yang bersamaan dengan eksantem, eksantem lebih banyak dan lebih sering bersatu, limfadenopati occipital lebih sering didapat. Yang penting

pasien yang sudah di vaksin jarang terjadi rubella. Dapat juga dikacaukan dengan measles.Terjadinya eksantem pada puncak demam, adanya batuk, pilek, konjunctivitis, kopliks spot pada awal measles dapat membedakan kedua penyakit. Sulit membedakan infeksi SSP oleh HHV-6 atau penyebab lainnya, walaupun ini jarang. PROGNOSIS Prognosis umumnya baik tanpa cacat. Sebelum ditemukan HHV-6 dan HHV-7, komplikasi yang jarang berupa hemiparese, mental retardation dikatakan karena anoksia otak selama kejang lama.Walaupun demikian, kerusakan akibat invasi langsung virus HHV-6 ke otak, hati dan organ lain telah dilaporkan. Pernah dilaporkan kematian langsung oleh HHV-6 pada anak normal dan juga immunokompromised oleh ensefalitis, hepatitis, pneumonitis, disseminated disease, atau hemophagocytosis syndrome. PENCEGAHAN Tak ada pencegahan atau cara untuk memperpendek perjalanan penyakit. Secara eksperimental diduga roseola dapat ditransmisi via darah dan air liur.Mungkin carrier sehat dengan infeksi virus latent menularkan ke bayi dan anak yang masih rentan. PENGOBATAN HHV-6 dapat dicegah dengan ganciclovir (tapi tidak dengan acyclovir) dan foscarnet pada kadar tertentu di serum. HHV-7 dapat dicegah dengan foscarnet. Hasil klinis obat-obat ini belum dievaluasi. Perjalanan penyakit yang umumnya ringan, menghilangkan pertimbangan untuk diberi pengobatan antiviral.Walaupun demikian, dikemudian hari mungkin diperlukan pemberian pengobatan antiviral pada kasus-kasus tertentu atau pada anak dengan komplikasi neurologis atau anak immunokompromised. Anak yang cenderung kejang dapat diberi sedativa untuk pencegahan kejang demam. Antipiretika hanya menurunkan demam dan menenangkan pasien. Harus dirujuk bila keadaan serius terjadi misalnya ensefalitis, hepatitis, atau pneumonitis. -----------------------------------------

VARICELLA (Chickenpox) & HERPES ZOSTER Infeksi primair varicella-zoster virus (VZV) menyebabkan varicella. Bila terjadi reaktivasi infeksi latent di ganglia dorsalis maka akan menimbulkan herpes zoster. PATOLOGI Varicella dimulai dengan inokulasi virus dipindahkan melalui sekresi pernapasan atau kontak langsung dengan kelainan kulit pada varicella atau herpes zoster. Inokulasi ini diikuti oleh masa inkubasi 10 -21 hari. VZV juga ditranspor kembali ke mukosa saluran napas selama akhir masa inkubasi dan hal ini memungkinkan terjadinya penularan sebelum timbulnya kelainan kulit. VZV terdapat latent di ganglia dorsalis pada semua individu yang terkena infeksi primair Reaktivasi infeksi latent ini menyebabkan ruam vesikular lokal yang biasanya penyebarannya berdasarkan dermatom saraf sensoris tertentu. Kelainan histopatologi varicella dan herpes zoster adalah identik, VZV terdapat di lesi herpes zoster seperti pada lesi varicella, tapi tak dilepaskan kedalam sekresi pernapasan. EPIDEMIOLOGI 90 % mengenai anak kurang dari 10 tahun (puncak insidens 5 - 9 tahun) di negara beriklim. Tak diketahui mengapa varicella lebih jarang di negara tropis, sehingga diantara orang dewasa 20 - 30% masih rentan. Varicella menular sejak 24 -48 jam sebelum tampak ruam sampai semua lesi jadi keropeng, biasanya 3 - 7 hari.VZV terdapat di cairan vesikel tapi tak terdapat lagi di keropeng, Anak yang rentan, mendapat varicella setelah kontak langsung dengan penderita herpes zoster dewasa.Terpapar varicella tidak menyebabkan herpes zoster. Herpes zoster sangat jarang pada anak kurang dari 10 tahun kecuali diantara yang mendapat pengobatan imunosupresif untuk keganasan atau penyakit lain, penderita HIV, yang terinfeksi in utero atau tahun pertama hidup. MANIFESTASI KLINIK VARICELLA Hampir semua anak rentan yang terpapar akan timbul varicella tapi dapat kurang dari 10 lesi. Stadium prodromal terutama pada anak lebih besar didapat demam ringan 1 - 3 hari, anorexia, cephalgia, kadang sakit perut ringan terjadi 24 - 48 jam sebelum timbul ruam, keluhan sistemik ini menetap selama 2 - 4 hari pertama setelah timbul ruam.Stadium erupsi berupa makula eritemateus gatal yang segera jadi vesikel jernih,sering oval "tear drop" pada dasar eritem.Lesi pertama di badan atau muka. Isi vesikel jadi keruh dalam 24 - 48 jam.Vesikel mudah pecah dan jadi keropeng. Saat lesi pertama jadi keropeng, terbentuk lesi lainnya di badan dan kemudian di ekstremitas.Adanya lesi dalam berbagai stadium pada saat yang sama adalah khas untuk varicella. Lesi ini terus tumbuh dalam 5 - 7 hari dari dada ke muka, bahu dan anggota gerak. Tangan dan kaki jarang terkena.Pada saat semua lesi sudah dalam stadium keropeng, maka penderita sudah tak dapat menularkan lagi. Erupsi memberi bekas hipopigmentasi yang menetap berhari-hari sampai berminggu-minggu, jarang timbul parut. Lesi ulseratif bisa terdapat di orofarings, genitalia, kelopak mata dan conjunctivae.Limfadenopati umum bila ada infeksi sekunder. Rata-rata lesi sekitar 300 tapi dapat kurang dari 10 sampai lebih dari 1,500 lesi. Kadang vesikel dapat hemorhagis, biasanya disebabkan trombositopenia autoimmune . VARICELLA KONGENITAL Bila wanita hamil menderita varicella maka fetus dapat terinfeksi selama fase viremia. Bila terjadi pada kehamilan 5 bulan pertama akan memberi resiko terjadi organopathy, abortus dan kematian pada 5 % janin dan cacat terutama pada kulit, ekstremitas, mata dan otak. Kelainan kulit yang khas didapat cicatrix berupa parut zigzag, sering penyebarannya sesuai dermatom. Dapat terjadi katarak, chorioretinitis, mikropthalmia, optik atrofi. Di otak dapat terjadi mikrocephal, hidrocephal, kalsifikasi, bahkan otak aplasia.

Diagnosa varicella kongenital terutama atas dasar riwayat menderita varicella selama kehamilan dikombinasi kelainan yang didapat pada bayi. Virus tak dapat dibiak dari neonatus yang terkena. IgM antibodi terhadap VZV dapat ditemukan di darah tali pusat segera sesudah lahir. Diagnosa antenatal dapat dibuat dengan pemeriksaan IgM antibodi dari darah fetus. Pencegahan varicela kongenital dengan vaksin varicella. Kerusakan pada varicella kongenital tidak berkembang lebih lanjut postpartum berhubung tak ada replikasi virus persisten, maka pemberian antiviral tidak perlu. VARICELLA NEONATAL Agak sulit dikatakan varicella kongenital bila infeksi terjadi pada kehamilan bulan ke 9 Walaupun infeksi awal terjadi intrauterin, bayi baru menunjukkan gejala klinis postpartum misalnya setelah masa inkubasi 10 - 14 hari. Misalnya varicella neonatal baru terlihat pada bayi umur 5 hari, diduga infeksi terjadi 5 hari sebelum melahirkan.Bila ada sekurangnya 1 minggu interval antara varicella maternal dan partus, maka mungkin bayi akan mendapat antibodi VZV transplasental. Bila kurang dari 1 minggu, mungkin bayi akan menderita varicella neonatal berat Varicella neonatal dapat juga terjadi setelah terpapar postpartum. Bila wanita hamil menderita varicella 21 hari sebelum melahirkan, 25 % bayi akan lahir dengan varicella kongenital ringan, tapi bila diderita 4 - 5 hari sebelum sampai 2 hari sesudah melahirkan, maka bayi akan menderita varicella neonatal berat dan angka kematian mencapai 20 % pada umur 5 - 10 hari. Ini berhubungan dengan waktu kontak dengan virus dan antibodi transplasental. Varicella akan lebih berat dengan lebih banyak mengenai kelainan hepar dan saraf pusat pada anak kurang dari 1 tahun (angka kematian 1 : 13,000) dibanding anak lebih besar (angka kematian 1 : 40,000) . PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN VARICELLA NEONATAL Bayi cukup bulan lahir dari ibu penderita varicella kurang dari 1 minggu sebelum dan 48 jam setelah partus harus diberi 1 vial VZIG intramuskular. Setiap bayi prematur yang lahir dari ibu penderita varicella aktip (walaupun lebih dari 1 minggu) harus diberi VZIG. Berhubung angka kematian yang lebih tinggi pada bayi tahun pertama, acyclovir oral (20 mg/kg tiap 6 jam) dapat diberi segera bayi menderita varicella. Bila bayi menderita pneumonia, hepatitis atau ensefalitis harus segera dirawat di RS dan dipertimbangkan diberi acyclovir intravena. PROGNOSIS Banyak bayi dengan sindrom varicella kongenital menderita defisiensi neurologis berat. Walaupun sebagian (diduga terinfeksi pada akhir kehamilan) mungkin hanya menderita katarak yang dapat dibedah, dan kemudian akan berkembang normal. Prognosis varicella neonatal baik bila diberi acyclovir segera diagnosis ditegakkan. KOMPLIKASI VARICELLA Komplikasi tersering infeksi bakteri sekunder biasanya disebabkan oleh S. aureus atau Streptococcus pyogenes.Cellulitis, limfadenitis dan abses subkutan dapat juga terjadi.Varicella gangrenosa biasanya disebabkan S. pyogenus jarang tapi potensial mengancam nyawa. Sepsis jarang tapi bakteremia sementara dapat menyebabkan infeksi fokal seperti pneumonia staphylococcal atau streptococcal, arthritis atau osteomyelitis.

Ensefalitis dan ataxia cerebellar paling sering diantara anak lebih dari 5 tahun dan lebih dari 20 tahun. Ensefalitis terjadi pada kurang dari 0,1 % kasus. Meningoensefalitis khas adanya kejang, gangguan kesadaran dan kaku kuduk. Ataxia cerebelar kelainan klinis bertahap, ada gangguan bicara (pelo), nystagmus dan gangguan langkah.Kelainan neurologis ini biasanya dimulai dari 2 - 6 hari setelah mulai timbul ruam, tapi dapat juga selama masa inkubasi, atau

setelah ruam hilang. Ensefalitis dan ataxia cerebellar yang berhubungan dengan VZV mungkin berhubungan dengan immune. Penyembuhan klinis biasanya cepat dan terjadi dalam 24 - 72 jam. Ensefalitis berat dapat menyebabkan kematian (5 %). Dilaporkan adanya sindrom Reye yaitu adanya varicella dan encephalopathy. Sindrom Reye biasanya terjadi dengan pemakaian salisilat, maka pemakaian obat ini harus dihindari pada penderita varicella. Hepatitis varicella relatip jarang dan biasanya subklinik, tapi anak dengan muntah hebat harus dibedakan dari sindrom Reye. Trombositopeni akut disertai petekie, purpura, vesikel hemoragis, hematuria dan perdarahan saluran cerna jarang dan biasanya sembuh sendiri. Varicella progresif dapat terjadi pada dewasa sehat, anak dengan status imunologi rendah, wanita hamil, neonatus.Bayi yang dilahirkan dalam 5 hari setelah atau 2 hari sebelum terjadi varicela maternal akan menderita varicella progesif. Resiko varicella progresif tertinggi pada anak dengan keganasan bila mendapat terapi chemo selama masa inkubasi dan limfosit absolut kurang dari 500 sel. Pneumonia varicella jarang pada anak, tapi komplikasi ini lebih sering pada grup resiko tinggi dan dapat mematikan. Keluhan pernapasan termasuk batuk, sesak, sianosis, nyeri dada pleuritik dan hemoptysis biasanya dimulai dalam 1 - 6 hari (rata-rata 3 hari) setelah terjadi ruam. Hipoxemia sering lebih berat dari yang diduga dari pemeriksaan fisik, foto dada normal atau ada infiltrat bilateral. Pneumonia varicella sering sementara, sembuh sempurna dalam 24 72 jam, tapi dalam kasus berat pneumonitis interstitial berkembang cepat dan menyebabkan gagal napas. Perdarahan kedalam lesi kulit, sakit perut hebat adalah tanda varicella berat pada pasien resiko tinggi. Anak yang mendapat kortikosteroid dosis rendah jangka panjang biasanya tidak ada komplikasi, tapi varicella yang mematikan dapat terjadi pada penderita yang mendapat kortikosteroid dosis tinggi. MANIFESTASI KLINIK HERPES ZOSTER Reaktivasi VZV pada anak jarang terjadi. Bila terjadi reaktivasi, akan terbentuk lesi vesikular bergerombol unilateral menurut penyebaran dermatomal satu atau lebih saraf sensoris, biasanya dermatom dada atau kranial yang didahului atau disertai nyeri lokal, hiperestesia, gatal dan demam ringan. Kelainan lesi ini tak melewati garis tengah. Zoster ophthalmik dapat berhubungan dengan kelainan kornea. Terbentuknya lesi ini berlangsung beberapa hari, keluhan neuritis akut ringan dan penyembuhan sempurna terjadi dalam 1 - 2 minggu. Neuralgia post herpetik jarang pada anak. Anak dengan tingkat kekebalan yang rendah akan menderita penyakit yang lebih berat dan dapat menderita viremia yang dapat menyebabkan pneumonia, hepatitis, ensefalitis, dan DIC. LABORATORIUM Lekopenia khas pada 72 jam pertama, diikuti limfositosis relatip atau absolut. Lekositosis menunjukkan adanya infeksi bakterial sekunder. Test fungsi hati sedikit terganggu. DIAGNOSA BANDING Dapat dibandingkan dengan infeksi virus coxackie (lesi lebih sedikit dan sedikit keropeng), impetigo (lesi lebih sedikit, sering di perioral atau perifer, tak ada vesikel klasik, respons terhadap antibiotik), urticaria papular (riwayat digigit serangga, ruam nonvesikular).

PENGOBATAN Pengobatan umum terdiri dari pemberian cairan yang cukup, antipiretika bila perlu, antipruritik lokal. Hindari garukan. Baju tiap hari diganti dan mandi dengan antiseptik untuk mengurangi infeksi bakteri sekunder pada kulit. Antistaphylococcal topikal dan sistemik mungkin diperlukan. Pengobatan spesifik dengan acyclovir adalah pilihan untuk varicella dan herpes zoster.Setiap pasien dengan pneumonia, hepatitis, thrombocytopenia, atau ensefalitis harus segera mungkin diberi acyclovir intravena. Pengobatan acyclovir yang diberi dalam 72 jam mencegah varicella progresif dan penyebaran visceral pada pasien resiko tinggi.Dosis acyclovir < 1 tahun : 10 mg/kg tiap 8 jam dalam infus 1 jam, > 1 tahun : 500 mg/m2 tiap 8 jam, dalam infus 1 jam. Lamanya pemberian untuk 7 hari atau sampai tak ada lesi baru lagi selama 48 jam. Pengobatan parenteral ini harus segera dimulai pada pasien dengan tingkat kekebalan yang tertekan atau pada resiko tinggi, dan neonatus yang terinfeksi. Acyclovir oral dianjurkan untuk kelainan kulit kronis, penyakit kronis yang dapat dieksaserbasi oleh infeksi VZV misalnya fibrosis kistik atau penyakit paru lain, diabetes mellitus, kelainan yang memerlukan pengobatan salisilat kronis atau pengobatan steroid intermittent, anak lebih 12 tahun dan kasus kontak sekunder dalam keluarga. Penyelidikan klinis menunjukkan acyclovir oral juga mengurangi gejala klinis varicella pada anak sehat dan dewasa bila diberi dalam 24 jam pertama setelah timbul kelainan lesi kulit. Dosis yang diberikan 20 mg/kg/dosis (maksimum 800 mg/dosis) diberi 4 dosis sehari. Lamanya pemberian 5 hari. Pengobatan acyclovir ini tak mengganggu pembentukan kekebalan. PENCEGAHAN Penularan VZV sulit dicegah sebab 24 -48 jam sebelum timbul ruam sudah dapat menularkan. Penderita varicella harus diisolasi. Imunisasi aktip Vaksin varicella menginduksi serokonversi lebih dari 95 %. Vaksin ini dapat diterima baik dan memberi perlindungan bila diberikan sebelum atau segera dalam 72 jam pertama sesudah kontak. Vaksin ini diberi dalam bentuk 0,5 ml suntikan subkutan 1 X, untuk anak 12 bulan sampai 12 tahun. Diatas 13 tahun diberi 2 X dengan jarak pemberian 4 - 8 minggu. Vaksin ini aman dan efektif baik untuk anak sehat maupun untuk penderita lekemia dalam remisi, penyakit keganasan lain, anak dengan tingkat kekebalan yang menurun untuk mencegah terjadinya komplikasi Imunisasi pasip Pencegahan Varicella -zoster immune globulin (VZIG) diberikan untuk anak yang terpapar dengan tingkat kekebalan yang rendah, wanita hamil, neonatus yang terpapar dengan varicella maternal 5 hari sebelum dan 2 hari sesudah partus, bayi prematur . Dosis yang diberikan 125 unit per 10 kg intramuskular, dosis maksimum 625 unit, diberi dalam 48-96 jam setelah terpapar. Neonatus diberi 125 unit. Bila diperlukan pemberian VZIG harus diulang bila pemberian sebelumnya telah lebih dari 3 minggu. Pemberian VZIG tak menghilangkan kemungkinan terjadinya penyakit progresif, maka pasien harus dipantau dan diobati dengan acyclovir bila diperlukan. ---------------------------------

POLIOMYELITIS Poliomyelitis adalah penyakit menular akut disebabkan enterovirus, predileksi sel anterior medulla spinalis dan inti motorik batang otak, mengakibatkan kelumpuhan dan atrofi otot. ETIOLOGI ada 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing), tipe 3 (Leon) PATOGENESIS virus masuk melalui oral atau pernapasan, berkembang biak di farings atau saluran cerna bawah, dalam 1 hari infeksi menjalar ke kelenjar getah bening regional dan RES. Pada hari ketiga terjadi viremi primair, lalu mencapai jaringan target. Setelah itu (hari ke 3 - 7) terjadi viremia sekunder. Bersamaan dengan ini mulai timbul simtom klinis yang dapat bervariasi dari ringan sampai fatal. Dengan munculnya antibodi viremia hilang. Infeksi masih terus berlangsung di saluran cerna bawah untuk waktu lama. MANIFESTASI KLINIK Bila seseorang terinfeksi poliovirus, maka akan terjadi salah satu di bawah ini menurut urutan frekuensi : (1) asimtomatis 90 - 95 %, (2) poliomyelitis abortif, (3) poliomyelitis nonparalitik, (4) poliomyelitis paralitik. Poliomyelitis abortif. Demam ringan terjadi dengan satu atau lebih simtom berikut ini : malaise, anorexia, mual, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorok, konstipasi, dan nyeri perut tak terlokalisir. Poliomyelitis nonparalitik. Simtom sama dengan poliomyelitis abortif, kecuali nyeri kepala mual, muntah lebih berat dan didapat kaku kuduk dan nyeri, tanda rangsangan meningeal, kernig brudzinski +, nyeri atau kaku otot spinal (Tripod sign), head drop. Fontanel anterior dapat menonjol dan tegang. Refleks tendon normal. Tidak ada kelainan sensibilitas. Poliomyelitis paralitik. Simtom sama dengan poliomyelitis nonparalitik, ditambah kelemahan satu atau lebih kumpulan otot, baik otot rangka maupun kranial. Keluhan- keluhan ini dapat diikuti beberapa hari bebas simtom dan kemudian terjadi kelumpuhan. 20 % terjadi kelumpuhan vesica urinaria selama 1 - 3 hari, kadang ada ileus paralitik. Paralisis flaccid adalah gambaran klinis yang paling sering. Dapat terjadi kerusakan pusat vital berupa gangguan pernapasan, aritmia, tekanan darah, dan gangguan vasomotor. Gagal napas dapat terjadi cepat, maka evaluasi klinis terus menerus penting. Menurut tingginya kelainan lesi pada susunan saraf dapat dibedakan: 1. Poliomyelitis spinal murni dengan insufisiensi pernapasan mengenai otot pernapasan terutama otot diafragma dan intercostal. Terjadi kelemahan atau kelumpuhan.Saraf kranial atau pusat vital tak terkena. Terutama mengenai spinal daerah cervikal dan torakal. Terbanyak mengenai ekstremitas bawah misal otot kuadriceps femoris. Sifat kelumpuhan asimetris, refleks tendon berkurang atau menghilang, sensibilitas tak terganggu. 2. Poliomyelitis bulbar murni mengenai saraf otak dengan atau tanpa mengenai pusat vital pengatur pernapasan, sirkulasi dan suhu tubuh. Terkenanya saraf otak torakal 9, 10, dan 12 mengakibatkan kelumpuhan farings, lidah, dan larings dengan akibat penyumbatan pernapasan. 3. Poliomyelitis bulbospinal dengan insufisiensi pernapasan mengenai otot pernapasan bersamaan kelumpuhan bulbar. PENGOBATAN Prinsip tatlaksana adalah menenteramkan penderita, mengurangi deformitas skeletal, penderita dan keluarganya untuk pengobatan lama yang mungkin diperlukan dan cacat menetap yang mungkin terjadi. Penderita tanpa kelumpuhan dan kelumpuhan ringan dapat dirawat di rumah.

Poliomielitis abortif diberi analgetik, sedatif, diet yang menarik dan istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari. Hindari latihan selama 2 minggu, setelah 2 bulan pemeriksaan neuromuskular untuk menemukan kelainan yang mungkin terjadi. Poliomyelitis nonparalitik pengobatannya serupa dengan dengan abortif, meringankan nyeri dan spasme otot leher, badan dan ekstremitas. Analgetik lebih efektip bila dikombinasi dengan pemakaian kompres hangat selama 15 - 30 menit tiap 2 - 4 jam. Tempat tidur keras lebih baik. Papan penahan kaki harus dipakai untuk menahan kaki pada sudut yang benar terhadap tungkai. Kekakuan otot dapat berlangsung beberapa minggu, memerlukan kompres hangat dan fisioterapi. Harus diperiksa teliti 2 bulan kemudian untuk menemukan sisa kelainan yang mungkin timbul dan menyebabkan gangguan postural dikemudian hari. Poliomyelitis paralitik memerlukan perawatan di rumah sakit. Diusahakan suasana yang tenang. Pelurusan tubuh diperlukan untuk mencegah deformitas skeletal. Posisi netral dengan kaki pada sudut yang benar, lutut sedikit fleksi, panggul dan tulang belakang lurus dengan pemakaian papan.Gerakan aktip dan pasip segera nyeri hilang. Opiat dan sedativa hanya boleh bila tak ada kegagalan ventilasi.Hindari konstipasi. Bila terjadi kelumpuhan kandung kencing, dapat diberi stimulan parasympathetic seperti bethanechol (Urecholine) 5 - 10 mg oral atau 2.5 - 5.0 mg subkutan, dapat menginduksi miksi dalam 15 - 30 menit, tapi beberapa pasien tak ada respons dan terjadi nausea, muntah dan berdebar. Kelumpuhan kandung kencing jarang lebih dari beberapa hari. Bila bethanechol gagal, kompres manual kandung kencing dan efek psikologis air mengalir harus dicoba. Bila harus kateterisasi maka sangat penting dilakukan dengan aseptik. Diet yang menarik dan intake cairan relatip tinggi harus dimulai segera kecuali ada muntah. Tambahan garam harus diberikan bila suhu lingkungan panas atau bila pemakaian kompres hangat yang menyebabkan berkeringat. Orthopedist dan physiatrist harus melihat pasien seawal mungkin dari perjalanan penyakit dan memberi respons sebelum terjadi kelainan yang menetap. Penanganan poliomyelitis bular murni terdiri dari mempertahankan jalan napas dan mencegah semua resiko inhalasi air liur, makanan, dan muntahan. Drainage gravitas dari sekret yang terkumpul lebih baik bila menempatkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah ( kaki ranjang ditinggikan 20 - 25 derajat), posisi tengkurap dengan muka menghadap ke satu sisi. Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan dengan cairan infus sebab pemberian oral pada beberapa hari pertama akan merangsang muntah. Tensi harus diukur minimal dua kali sehari sebab tak jarang terjadi ensefalopati hipertensif. Mungkin diperlukan tracheostomy sebab paralise pita suara atau hipofarings constriction. Yang sembuh kebanyakan ada sedikit sisa gangguan, walaupun beberapa pasien menunjukkan dysphagia ringan dan kadang kelemahan pita suara dengan bicara yang tak jelas. Ventilasi yang terganggu harus dikenal secara dini. Kegelisahan dan kelelahan indikasi awal untuk intervensi lebih lanjut. Tracheostomy diindikasi untuk pasien poliomyelitis bulbar murni, kelumpuhan otot pernapasan dan kelumpuhan bulbospinal. Sebab penderita tersebut tak dapat batuk, kadang untuk beberapa bulan. Sering dibutuhkan pernapasan mekanik. Akupungtur dapat memberi hasil yang memuaskan. PROGNOSIS Mortalitas di AS pada era prevaksin 5 - 7 % . Kebanyakan kematian terjadi dalam 2 minggu pertama. Mortalitas dan derajat cacat lebih besar setelah pubertas. Secara umum kelumpuhan yang lebih luas dalam 10 hari pertama akan menderita cacat yang lebih berat. Kesembuhan dapat tampak dalam 6 minggu pertama, pada saat dimana terjadi pengembalian fungsi saraf yang inaktip sementara. Derajat penyembuhan fungsional juga tergantung pengobatan yang memadai dan tepat berhubungan dengan posisi tubuh yang tepat, gerakan

aktip, pemakaian alat bantuan, dan lebih penting adalah motivasi psikologis pasien untuk kembali hidup senormal mungkin.

-------------------------------------

MENINGOENSEFALITIS VIRAL

Meningitis viral adalah proses peradangan akut yang mengenai meningen dan jaringan otak. Infeksi ini relatip sering dan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab.Cairan otak khas pleositosis dan tak ditemukan mikroorganisme pada pewarnaan gram dan biakan rutin. Pada kebanyakan kasus dapat sembuh sendiri walaupun dapat juga menyebabkan kematian. Meningitis aseptik nonviral Tersering adalah penyakit bakterial yang tak diobati adekuat. Yang sering Mycoplasma pneumonia, tuberkulosis, leptospirosis, infeksi bakteri parameningeal (sinusitis, mastoiditis, abses otak), toxoplasmosis, kawasaki disease, keganasan (lekemia, tumor SSP) Etiologi Walaupun etiologi spesifik tak dapat diidentifikasi pada banyak kasus, pengalaman klinis dan penelitian menunjukkan biasanya patogen penyebab adalah virus. Lebih dari 80 % dari semua kasus adalah enterovirus, 5 % arbovirus dan herpesvirus, 2 % mumps didapat didaerah yang tak menggunakan vaksin secara luas. Epidemiologi Enterovirus infeksi menyebar langsung dari orang ke orang dan masa inkubasi biasanya 4 - 6 hari, kebanyakan kasus terjadi di musim panas dan gugur. Beratnya penyakit bervariasi dari ringan, sembuh sendiri dengan terkenanya meningen sampai ensefalitis berat dengan kematian atau cacat. Herpes simplex virus type 1 (HSV-1) penyebab penting ensefalitis berat, sporadik pada anak dan dewasa.Otak yang terkena biasanya fokal, berkembang jadi koma dan kematian terjadi pada 70 % kasus tanpa pengobatan antiviral. Herpes simplex virus type 2 (HSV-2) menyebabkan ensefalitis berat pada neonatus yang terkena virus ini pada saat lahir. Varicella-zoster virus (VZV) dapat menyebabkan infeksi SSP berhubungan dengan chickenpox.Manifestasi yang paling sering ataxia cerebellar, dan yang paling berat ensefalitis akut. Setelah infeksi primair, VZV jadi latent di spinal, akar saraf cranial dan ganglia, yang kemudian manifest sebagai herpes zoster, sering disertai meningoensefalitis ringan. Cytomegalovirus (CMV) menyebabkan infeksi SSP dapat sebagai bagian dari infeksi kongenital atau penyakit disseminated pada penderita gangguan kekebalan, virus ini tak meyebabkan meningoensefalits pada bayi dan anak normal. Epstein-Barr virus (EBV) berhubung dengan sindrom SSP yang bermacam-macam, antara lain ataxia dan kejang. Respiratory virus, rubeola, rubella kadang dapat menyebabkan meningoensefalitis. Meningoensefalitis mumps ringan tapi tak jarang terjadi tuli yang disebabkan kerusakan saraf kranial ke 8. Patogenesis Secara umum, virus masuk ke sistim limfatik, baik melalui enterovirus yang termakan, inokulasi selaput mukosa oleh measles, rubella,VZV, atau HSV atau oleh penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Disana berkembang biak dan terjadi viremia dan menyebabkan infeksi ke beberapa organ. Pada saat ini terjadi penyakit sistemik dan demam. Terserangnya SSP diikuti klinis kelainan neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak melalui penyebaran langsung axon neuron. Kerusakan nerologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan kerusakan jaringan saraf oleh berkembangnya virus secara aktip dan/atau (2) oleh reaksi jaringan terhadap antigen virus. Kebanyakan kerusakan neuron mungkin disebabkan invasi langsung, sedang reaksi jaringan menyebabkan demyelinasi dan kerusakan pembuluh darah. Demyelinasi ini terutama sebagai ensefalitis postinfeksius atau alergik.

Manifestasi klinik Beratnya perjalanan klinis sangat ditentukan oleh derajat terkenanya selaput atau jaringan otak yang juga sebagian ditentukan oleh penyebab infeksi spesifik. Manifestasi klinis sangat bervariasi, walaupun dengan etiologi yang sama. Beberapa anak mulanya tampak ringan tapi dapat tiba-tiba coma dan meninggal. Sedangkan lainnya, diawali demam tinggi, kejang dengan gerakan tak terkontrol, halusinasi diselingi dengan saat sadar, tapi kemudian sembuh sempurna. Awalnya perjalanan penyakit mendadak, walaupun tanda dan keluhan SSP sering didahului demam mendadak tak spesifik selama beberapa hari. Anak besar mengeluh hiperestesia dan nyeri kepala, sering daerah frontal atau umum, dewasa sering mengeluh nyeri retrobulbar, anak kecil rewel dan lemah. Sering ada demam, mual, dan muntah, nyeri tengkuk, punggung, dan tungkai, dan fotofobia.Pada saat demam, dapat terjadi gangguan kesadaran berakhir dengan stupor kombinasi dengan gangguan gerakan yang tak terkontrol, dan kejang. Kelainan neurologis fokal dapat sementara, progresip, atau fluktuasi. Hilangnya kendali usus dan kandung kencing dapat terjadi. Ruam sering mendahului atau menyertai tanda SSP, terutama pada echovirus, coxackievirus, VZV, measles, dan rubella. Pemeriksaan sering menunjukkan kaku kuduk tanpa perubahan neurologis fokal yang jelas. Laboratorium Pada cairan otak didapatkan beberapa sampai ribuan sel per milimeter kubik. Pada awalnya sering PMN, 8 - 12 hari kemudian mononuclear lebih banyak. Protein di cairan otak normal atau sedikit meningkat, tapi dapat sangat tinggi bila ada kerusakan hebat, misalnya pada ensefalitis HSV pada stadium lanjut. Kadar glukosa cairan otak biasanya normal, walaupun pada beberapa virus misalnya mumps didapat penurunan glukosa. Cairan otak harus dibiak untuk virus, bakteri, jamur, pada beberapa kasus diadakan pemeriksaan khusus untuk protozoa, mycoplasma dan patogen lainnya. Untuk isolasi virus, spesimen dapat diambil dari hapusan nasofarings, feses dan urine. Walaupun isolasi virus dari spesimen ini tak dapat membuktikan penyebab meningitis tapi sangat menyokong. Spesimen serum harus diambil pada awal penyakit. Tehnik diagnostik baru untuk dugaan meningoensefalitis viral dengan memakai polymerase chain reaction (PCR) menemukan DNA atau RNA virus di cairan otak nampaknya menjanjikan tapi klinis belum tersedia. Diagnosa dan diagnosa banding Penyebab infeksi lain yang terpenting adalah bakteri. Kebanyakan anak dengan infeksi SSP bakterial awal penyakit lebih mendadak dan tampaknya sakit berat, tapi ini juga tak harus selalu Kebanyakan kuman penyebab meningitis adalah H.influenza type B, S. pneumoniae, dan N.meningitidis dapat awalnya perlahan. Juga infeksi SSP oleh tuberculosis dan syphilis perjalanan penyakitnya lambat.Analisa cairan otak dan test serologis yang sesuai diperlukan untuk membandingkan patogen bakteri dan virus. Infeksi bakteri parameningeal seperti abses otak atau empyem subdural atau epidural, gambarannya dapat menyerupai infeksi SSP viral.

Infeksi nonbakterial termasuk Rickettsia, Mycoplasma, Protozoa dan parasit lain harus juga dipertimbangkan. Kelainan noninfeksi dapat berhubungan dengan peradangan SSP, misalnya keganasan, penyakit pembuluh darah collagen, perdarahan intrakranial, dan terpapar logam berat, pesticides, atau toksin. Pencegahan Pemakaian luas vaksin virus yang dilemahkan untuk polio, measles, mumps, dan rubella telah hampir menghilangkan komplikasi SSP dari penyakit ini. Pengendalian ensefalitis oleh arbovirus kurang berhasil karena belum tersedianya vaksin, tapi pengendalian vektor serangga

dengan penyemprotan dan menghilangkan tempat pembenihan serangga telah menurunkan kejadian infeksi ini. Pengobatan Pemberian antibiotika parenteral harus diberikan sampai penyebab infeksi bakteri disingkirkan.Pengobatan meningoensefalitis viral nonspesifik, kecuali ensefalitis herpes simplex dipakai acyclovir. Untuk infeksi ringan, pengobatan simtomatik, sedang infeksi berat diperlukan mempertahankan sistim tiap organ yang terkena. Nyeri kepala dan hiperestesia diberi analgetik non-aspirin, istirahat, mengurangi sinar dalam kamar, suara dan pengunjung. Acetaminophen dianjurkan untuk demam. Codein, morphine dan phenothiazine mungkin diperlukan utuk nyeri dan muntah, tapi bila mungkin, pemakaiannya pada anak dikurangi sebab akan membuat keliru akan tanda dan keluhan pasien. Penting untuk antisipasi kejang, edema cerebral, hiperpireksia, pertukaran pernapasan yang inadekuat, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, aspirasi dan asfiksia, gagal jantung atau pernapasan karena gangguan saraf pusat. Oleh karena itu semua pasien dengan ensefalitis berat harus dipantau teliti. Pasien dengan adanya peninggian tekanan intrakranial perlu dikurangi edema cerebral. Resiko gagal jantung atau pernapasan tinggi. Semua cairan, elektrolit dan obat diberi parenteral. Pada koma yang kepanjangan, perlu diberi pemberian makanan parenteral. Gangguan hormon anti diuretik sering pada gangguan SSP, maka itu perlu evaluasi terus agar dapat dikenal lebih awal. Kadar normal glukosa, magnesium, dan kalsium perlu dijaga agar mengurangi kejang. Usaha rehabilitasi sangat penting setelah pasien sembuh. Gangguan koordinasi motorik, strabismus, tuli total atau sebagian, gangguan tingkah laku dapat timbul setelah suatu interval waktu. Gangguan visual yang disebabkan choreoretinopathy dan amblyopia juga dapat muncul kemudian hari. Oleh sebab itu evaluasi perkembangan neurologis dan audiologis harus menjadi bagian dari pemantauan rutin anak yang sembuh dari meningoensefalitis viral, walaupun nampaknya normal. Prognosis Kebanyakan sembuh sempurna tapi prognosis tergantung beratnya penyakit klinis, etiologis spesifik, dan umur anak. Bila klinis berat dengan terganggunya parenchym, maka prognosis buruk, dengan potensial ada gangguan intelektual, motorik, psychiatrik, epileptik, penglihatan, atau pendengaran.Cacat berat juga harus diantisipasi pada infeksi oleh HSV. Walaupun beberapa penelitian berpendapat bahwa bayi yang mendapat meningoensefalitis viral, jangka panjang prognosisnya lebih buruk dari anak besar, tapi data terakhir tidak berpendapat demikian.10 % anak kurang dari 2 tahun dengan infeksi SSP enteroviral akan menderita komplikasi akut kejang, peninggian tekanan intrakranial, atau koma, tapi jangka panjang kelainan neurologis masih cukup ringan. Infeksi virus pada janin dan neonatus Untuk virus dapat menginfeksi janin, harus ada proses replikasi pada wanita hamil yang menimbulkan viremia dan plasenta menjadi target infeksi. Pada banyak kasus, virus tidak hanya tumbuh dalam jaringan janin, tapi juga sebagai teratogen, misalnya rubella. Cytomegalovirus saat ini paling sering menyebabkan infeksi kongenital karena dengan adanya vaksin rubella maka rubella kongenital sindrom hampir tak ada lagi. Resiko infeksi pada janin paling besar bila wanita hamil menderita infeksi primair CMV, 40 % akan menderita infeksi janin.Sedang sebaliknya, hanya 1 % infeksi janin bila ibu hamil menderita infeksi ulang dari infeksi CMV sebelumnya. Manifestasi klinik 5 - 10 % simtomatik pada saat lahir. 90 - 95 % asimtomatik. Infeksi kongenital CMV simtomatik disebut cytomegalic inclusion disease Penyakit ini mengenai banyak organ, terdiri gangguan pertumbuhan intrauterine, hepatosplenomegali, icterus, trombositopenia dan purpura, pneumonitis interstitial. SSP sering terkena, sebagai mikrocephal

dan ventriculomegali. Kalsifikasi intrakranial disekitar periventricular. Gangguan neurologis lain termasuk chorioretinitis dan tuli perseptif. Sedang infeksi asimtomatik pada neonatus dikemudian hari terjadi gangguan pendengaran sebanyak 20 %. Beberapa bayi yang menderita kongenital CMV asimtomatik terdapat kelainan di otak seperti radiolusen di periventricular atau kalsifikasi. Diagnosis Infeksi CMV pada fetus dapat didiagnosa dari biakan cairan amnion yang didapat dari amniocentesis. Walaupun isolasi CMV dengan cara ini menunjukkan adanya infeksi janin, tapi tidak menunjukkan bahwa bayi akan menderita simtomatik atau asimtomatik infeksi. Postpartum, CMV dapat mudah diisolasi dari urine atau saliva dari bayi yang terinfeksi. Pengobatan CMV relatip tak sensitip terhadap acyclovir. Ganciclovir saat ini sedang dalam evaluasi untuk bayi dengan infeksi kongenital CMV, dosis intravenous 6 mg/kg tiap 12 jam untuk 6 minggu. Hasil awal dari pengobatan ini menunjukkan ganciclovir akan menurunkan ekskresi virus dan meringankan penyakit postpartum. Efek samping yang sering dari ganciclovir penekanan sumsum tulang. Pencegahan. Wanita hamil yang seropositip CMV resiko untuk melahirkan bayi kongenital CMV simtomatik adalah kecil. Bila mungkin wanita hamil harus periksa serologis CMV, terutama bila mereka merawat anak yang potential mengekskresi CMV. Mereka yang seronegatip harus memperhatikan higiene misalnya cuci tangan dan mencegah kontak dengan sekret mulut.Tidak tersedia vaksin CMV. Prognosis. Mortalitas pada kongenital CMV simtomatik sekitar 12 %, dan kebanyakan bayi yang hidup akan menderita cacat menetap, terdiri dari gangguan penglihatan, pendengaran, kejang dan keterlambatan mental dan motorik. Semua kongenital CMV asimtomatik hidup, tapi sampai 20 % akan menderita gangguan pendengaran dan problem belajar dikemudian hari.

Virus Herpes Simplex Baik type 1 atau 2 dapat menyebabkan meningoensefalitis sebagai bagian dari infeksi neonatal. HSV-1 paling sering menyebabkan ensefalitis fatal dan sporadis. Terutama mengenai frontal dan parietal. Tanda dan simtom khas terdiri atas demam, gangguan kesadaran, nyeri kepala, gangguan kepribadian, kejang, dysphasia, dan tanda neurologis fokal.Bila tak diobati, mortalitas 75 %, dengan cacat berat pada yang hidup. Diagnosis. Dibuat atas dasar dua dari berikut ini: (1) gambaran klinis yang sesuai; (2) isolasi virus; (3) adanya antibodi spesifik; (4) adanya sel spesifik, perubahan histologis, antigen virus, atau DNA HSV di goresan atau biopsi. Ada kenaikan titer antibodi HSV di cairan otak pada ensefalitis HSV, tapi ini sudah terlambat untuk perjalanan penyakit dan hanya berguna untuk diagnosa retrospektif. Perubahan serologis HSV ( kenaikan empatkali atau serokonversi dari negatip jadi positip) biasanya terjadi setelah lewat masa kritis untuk diagnosa dan pengobatan. Perjalanan penyakit dan prognosis.

Infeksi primair lokal HSV pada host normal biasanya self- limited, biasanya berakhir 1 -2 minggu.Mortalitas tinggi pada neonatus yang terkena infeksi sistemik dan pada bayi yang lebih besar yang terdapat gangguan kekebalan atau gangguan gizi.Pasien dengan meningoensefalitis prognosis untuk hidup atau sembuh tanpa cacat menetap cukup memprihatinkan, hasil ini dapat diperbaiki dengan diagnosis dan pengobatan sedini mungkin. Pengobatan. Acyclocir 10 mg/kg/dose tiap 8 jam diberi parenteral lebih dari 1 jam selama 14 - 21 hari adalah pengobatan pilihan untuk ensefalitis herpes. Obat ini dapat diterima baik dan akan dicapai hasil baik bila pengobatan dimulai seawal mungkin. Pengobatan penyokong terdiri dari me