vol. v, edisi 03, maret 2020 transformasi bantuan pangan ......vol. v, edisi 03, maret 2020 dampak...

16
Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Siapkah Indonesia Dijuluki “Negara Maju”? p. 12 Transformasi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT): Program Sembako Harus Lebih Efektif p. 3

Upload: others

Post on 18-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

Vol. V, Edisi 03, Maret 2020

Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah

p. 8

ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

Siapkah Indonesia Dijuluki “Negara Maju”?

p. 12

Transformasi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT): Program

Sembako Harus Lebih Efektif p. 3

Page 2: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

2 Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Perpajakan berpotensi memangkas penerimaan negara sebesar Rp79 triliun di tahun 2025 serta membuat daerah-daerah terancam mengalami penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama beberapa tahun ke depan. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam pembahasan RUU Omnibus Law Perpajakan. Hal ini dikarenakan penetapan RUU yang berpotensi memangkas penerimaan negara dapat mempengaruhi besarnya celah fiskal di daerah dan berdampak pada besaran Dana Alokasi Umum (DAU). Hal ini kemudian berimplikasi terhadap bertambahnya kewajiban pusat atas transfer ke daerah.

PEMERINTAH Amerika Serikat (AS) melalui Federal Register Vol. 82, No.27 menyatakan bahwa Indonesia dicoret dari daftar negara berkembang dan saat ini dikategorikan sebagai negara maju bersama dengan 24 negara lainnya. Menurut Pemerintah AS, Indonesia sudah memenuhi 2 dari 3 indikator negara maju versi AS yaitu pangsa pasar ekspor Indonesia sudah mencapai 0,9 persen dan Indonesia tercatat sebagai anggota dari G20. Pernyataan Pemerintah AS ini tentunya menuai berbagai respon dari dalam negeri, karena hal ini dapat menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap ekspor Indonesia ke AS di masa mendatang.

Kritik/Saran

http://puskajianggaran.dpr.go.id/kontak

Dewan Redaksi

PEMERINTAH terus melakukan upaya untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia salah satunya melalui bantuan sosial pangan yang kini disebut Program Sembako. Program Sembako bertujuan mendukung penguatan bantuan pangan guna mengurangi beban pengeluaran keluarga prasejahtera. Berkaca dari Program bantuan pangan sebelumnya, masih ditemui beberapa kendala. Untuk itu, pemerintah perlu segera menemukan solusi permasalahan tersebut agar Program Sembako kedepan dapat lebih efektif.

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Pemimpin RedaksiSlamet Widodo

Transformasi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT): Program Sembako Harus Lebih Efektif p.3

Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerahp.8

Siapkah Indonesia Dijuluki “Negara Maju”? p.12

RedakturDwi Resti Pratiwi

Ratna ChristianingrumMartha Carolina

Adhi Prasetio SW.

EditorAde Nurul Aida

Marihot Nasution

Page 3: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

3Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

Transformasi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT): Program Sembako Harus Lebih

Efektif oleh

Marihot Nasution*)Ervita L. Zahara*)

Program bantuan sosial pangan bagi keluarga prasejahtera beberapa kali mengalami

transformasi. Program bantuan sosial pangan yang sebelumnya berupa subsidi Beras Sejahtera (Rastra) mulai ditransformasikan menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada tahun 2017 di 44 kota. Pada akhir tahun 2019, program Bantuan Sosial Pangan (Program Sembako) di seluruh kabupaten/kota dilaksanakan melalui skema non tunai melalui penggunaan kartu elektronik. BPNT tersebut disalurkan menggunakan sistem perbankan yang selanjutnya dapat digunakan untuk membeli bahan pangan di e-warong. Mulai tahun 2020, BPNT ditransformasikan menjadi Program Sembako. Program Sembako merupakan pengembangan dari BPNT dengan peningkatan manfaat dan perluasan jenis bahan pangan yang bertujuan agar dapat meningkatkan nutrisi/gizi masyarakat. Jika sebelumnya jenis bahan pangan yang dibeli oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) hanya beras dan telur, untuk Program Sembako terdapat perluasan jenis bahan pangan seperti jagung, sagu, ayam, ikan segar, kacang-kacangan, sayur dan buah.

Nota Keuangan dan APBN 2020 menyebutkan bahwa pemerintah meningkatkan indeks bantuan Program Sembako dari Rp110.000/KPM/bulan menjadi Rp150.000/KPM/bulan. Namun pada pada awal tahun 2020, pemerintah memberikan kebijakan insentif dalam rangka mengantisipasi dampak Covid-19 dengan menambah anggaran Program Sembako sebesar Rp4,56 triliun. Dengan demikian terdapat tambahan insentif Rp50.000/KPM atau nilai manfaat yang diterima oleh KPM menjadi Rp200.000 per bulan yang mulai berlaku pada bulan Maret 2020 hingga Agustus 2020, dengan penerima manfaat sebanyak 15,6 juta KPM. Stimulus Program Sembako ini bertujuan untuk menopang pertumbuhan konsumsi masyarakat di tengah mewabahnya Covid-19. Pemerintah mengatakan bahwa apabila perekonomian kembali membaik, maka nilai bantuan Program Sembako kembali menjadi sebesar Rp150.000. Namun jika masih diperlukan maka akan diperpanjang sesuai dengan keputusan pemerintah. Meskipun indeks bantuan program sembako meningkat, namun pelaksanaan bantuan sosial pangan sebelumnya kurang maksimal. Hal

AbstrakPemerintah terus melakukan upaya untuk mengurangi angka kemiskinan di

Indonesia salah satunya melalui bantuan sosial pangan yang kini disebut Program Sembako. Program Sembako bertujuan mendukung penguatan bantuan pangan guna mengurangi beban pengeluaran keluarga prasejahtera. Berkaca dari program bantuan pangan sebelumnya, masih ditemui beberapa kendala seperti permasalahan akurasi data, infrastruktur, kualitas bantuan pangan dan penyaluran, serta masalah pengawasan. Untuk itu, pemerintah perlu segera menemukan solusi permasalahan tersebut agar Program Sembako ke depan dapat lebih efektif.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

belanja pemerintah pusat

Page 4: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

4 Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

ini dapat dilihat di Gambar 1, bahwa data jumlah penerima manfaat terakhir sampai dgn BPNT belum mengalami penurunan signifikan.

Mekanisme Program Sembako

Pelaksanaan Program Sembako diawali dengan penyiapan pagu dan jumlah KPM Program Sembako provinsi dan kabupaten/kota beserta daftar KPM yang ditetapkan Kementerian Sosial (Kemensos). Data KPM disampaikan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada Kemensos melalui aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG). Jika terdapat daerah yang tidak melakukan verifikasi dan validasi data maka data KPM yang digunakan adalah data yang terdapat pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Kemensos. Dana bantuan Program Sembako disalurkan melalui rekening bank ke rekening KPM paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. KPM bisa membeli kebutuhan bahan pangan pada e-warong terdekat dan berhak menentukan jenis dan jumlah bahan pangan yang akan dibeli.

Belajar dari Pelaksanaan Program Bantuan Sosial Pangan Sebelumnya

Guna membantu menyempurnakan Program Sembako di tahun 2020, terdapat beberapa permasalahan dalam program sosial bantuan pangan sebelumnya yang dapat menjadi perhatian pemerintah untuk dapat dilakukan perbaikan.

Pertama, akurasi data. Permasalahan akurasi data masih menjadi kendala dalam implementasi program-program bantuan sosial. Kemensos menyatakan bahwa hingga bulan Januari 2020, masih terdapat 104 kabupaten/kota yang belum pernah melakukan perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Sekjen dan Kapus Data & Informasi Kemensos masih terdapat pemerintah daerah tidak memiliki dana untuk melakukan verifikasi dan validasi data kemiskinan. Proses verifikasi data terpadu penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu berdasarkan Peraturan Menteri Sosial No. 28/2017 dilakukan melalui musyawarah desa. Mekanisme pendanaan verifikasi dan validasi data bisa dianggarkan melalui Dana Desa, tentunya atas kesepakatan pemerintah daerah dengan pemerintah desa. Langkah tersebut dapat menjadi alternatif bagi pemerintah daerah dalam pendanaan verifikasi dan validasi data.

Selain itu, kendala lain dalam proses verifikasi dan validasi DTKS yaitu lambannya proses pergantian data penerima bantuan. Masih terdapat masyarakat yang tidak masuk dalam indikator penerima bantuan namun masih menerima bantuan dan juga jika terdapat keluarga yang berhak menerima manfaat program namun belum terdapat dalam DTKS. Hal tersebut dapat terjadi karena proses

Sumber: Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin, Kementerian Sosial

Gambar 2. Mekanisme Pelaksanaan Program Sembako

Gambar 1. Transformasi Program Bantuan Pangan

Sumber: Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin, Kementerian Sosial

Page 5: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

5Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

Pada program Rastra pelaksanaan subsidi beras diserahkan kepada Bulog sebagai penyalur beras, sedangkan pada program BPNT, swasta juga bisa menyalurkan beras ke e-warong. KPM dapat memilih jenis beras yang ingin dikonsumsi sehingga terkadang beras Bulog kalah bersaing dengan distributor lain dari swasta.

Akibatnya, cadangan beras Bulog mengalami penurunan mutu karena terlalu lama mengendap di gudang. Berdasarkan hasil verifikasi dan hasil uji laboratorium sebanyak 29.367 ton beras Bulog dinyatakan mengalami turun mutu dan tidak layak dikonsumsi baik untuk pangan maupun untuk pakan. Terkait permasalahan mutu beras, Bulog hanya boleh mengeluarkan beras cadangan pemerintah apabila mendapat penugasan (CNBC Indonesia, 2019).

Keempat, kualitas bantuan pangan dan pengawasan. Skema bantuan melalui sistem non tunai memiliki tantangan dan masalah yaitu penyelewengan pada distribusi bantuan seperti munculnya monopoli beras oleh sejumlah pihak. Perum Bulog melaporkan ada sekitar 300 e-warong ilegal yang bekerja sama dengan oknum penyalur untuk mengintimidasi masyarakat penerima bantuan sehingga memiliki penyuplai sendiri dan bekerja sama dengan tujuan bagi hasil. Selain itu, terdapat dugaan kasus penukaran kualitas beras premium dengan beras medium dalam kemasan beras Bulog palsu (Litbang Kompas, 2020).

Dalam implementasinya, program BPNT juga masih menemui permasalahan adanya dugaan pelanggaran seperti kualitas beras dan telur yang jelek, pengurangan jumlah beras yang diterima, pemaketan berupa satu jenis produk salah satunya beras maupun pengarahan pembelian kepada salah satu perusahaan yang zonasinya sudah diatur.

update data dari pusat dilakukan hanya setiap empat bulan sekali.

Kedua, infrastruktur. Permasalahan infrastruktur yang memadai masih menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mendukung implementasi program bantuan sosial pangan. E-warong yang tidak merata dan ketersediaan mesin EDC masih menjadi kendala di daerah. Selain itu, banyak daerah di Indonesia yang masih belum mempunyai infrastruktur internet dan jaringan yang memadai dalam mendukung Program Sembako. Kominfo (2019) menyebutkan masih ada sekitar 15.000 desa yang memiliki akses internet buruk bahkan belum terjangkau internet sama sekali sehingga menjadi daerah blankspot. Sebenarnya pemerintah telah memiliki program Indonesia Merdeka Sinyal 2020 melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) sebagai badan penanggungjawab proyek tersebut. Namun terdapat kendala dimana Bakti juga masih terbebani dengan proyek Palapa Ring dan proyek Satelit Indonesia Raya/Satria (Detik, 2020).

Permasalahan buruknya akses internet di daerah pada akhirnya menyebabkan mekanisme penyaluran bantuan di beberapa daerah masih dilakukan secara offline yaitu, dilakukan dengan menggunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS, sebelumnya dikenal dengan nama Kartu Perlindungan Sosial/KPS) yang dilengkapi dengan dokumen identitas asli pada waktu yang dijadwalkan setiap 2-3 bulan sekali di e-warong.

Ketiga, penyaluran bantuan pangan. Sejak adanya perubahan program Rastra menjadi BPNT, penyaluran beras oleh Bulog mengalami penurunan. Jika pada program Rastra Bulog bisa menyalurkan beras bagi keluarga prasejahtera sebesar 2,6 juta ton, maka pada program BPNT mengalami penurunan karena Bulog bersaing dengan pemasok swasta.

Page 6: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

6 Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

RekomendasiBPNT yang bertransformasi menjadi Program Sembako merupakan program yang bertujuan meringankan beban dalam memenuhi kebutuhan dasar pangan. Untuk itu perlu dilakukan beberapa perbaikan agar bantuan yang disalurkan dapat lebih efektif. Pertama, pemutakhiran DTKS telah diintegrasikan dalam SIKS-NG sehingga diharapkan semakin banyak peserta yang mulai mandiri. Pemerintah harus terus meningkatkan kualitas data melalui perbaikan sistem pemutakhiran data agar prosesnya bisa lebih cepat dan tepat, serta mendorong pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan DTKS. Agar daerah bisa lebih disiplin, pemerintah sebaiknya menerapkan aturan punishment kepada daerah apabila tidak update data dengan pengurangan transfer ke daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diatur oleh Menteri Keuangan. Selain itu, terkait kendala dana pada proses verifikasi dan validasi data, pemerintah daerah dapat berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk kegiatan pendataan data kemiskinan menggunakan Dana Desa.

Kedua, pemerintah perlu mempercepat proyek Palapa Ring dan proyek Satria untuk meningkatkan cakupan jangkauan infrastruktur internet di seluruh Indonesia. Pembangunan infrastruktur internet yang memadai sangat penting untuk diselesaikan agar program-program pemerintah maupun layanan masyarakat yang saat ini mulai memanfaatkan teknologi dan internet, termasuk Program Sembako dapat terlaksana dengan baik.

Ketiga, perlu adanya koordinasi antara Kemensos dan Bulog dalam hal penyaluran beras, agar stok beras yang ada pada Bulog tersalurkan untuk menghindari kerugian kualitas akibat terlalu lama tersimpan di gudang dan menjadi tidak layak konsumsi. Mengingat salah satu tugas utama Bulog adalah untuk menyalurkan beras kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Keempat, pemerintah daerah perlu melakukan pengawasan yang ketat atas pelaksanaan Program Sembako. Diperlukan pendampingan yang baik oleh petugas di lapangan untuk benar-benar melakukan pengawasan bahan pangan yang dijual di e-warong, dan terus melakukan pengecekan apakah terdapat masyarakat yang seharusnya memperoleh bantuan namun belum terdaftar, serta jika terdapat KPM yang sudah tidak layak menerima bantuan.

Daftar PustakaCnbcindonesia.com. 2019. “Beras ‘Rusak’ Bulog Dilelang, 5 Lolos Verifikasi”. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20191222065217-4-124969/beras-rusak-bulog-dilelang-5-lolos-verifikasi pada 9 Maret 2020

Detik.com. 2020. “Luncurkan SIKS-NG, Mensos Ingin Penerima Program Kemiskinan Tepat Sasaran”. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-4903312/luncurkan-siks-ng-mensos-ingin-penerima-program-kemiskinan-tepat-sasaran pada 6 Maret 2020

Detik.com. 2020. “Bakti Harus Fokus agar Indonesia Merdeka Sinyal Tercapai”. Diakses dari https://inet.detik.com/telecommunication/d-4914294/bakti-harus-fokus-agar-indonesia-merdeka-sinyal-tercapai

Kementerian Keuangan. 2019. Nota Keuangan dan APBN 2020

Kementerian Sosial. 2017. Peraturan Menteri Sosial RI No. 28/2017 Tentang Pedoman Umum Verifikasi dan Validasi Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu

Kominfo.go.id. 2019. “Berkolaborasi Atasi Blankspot Internet di Desa-Desa”. Diakses dari https://kominfo.go.id/

Page 7: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

7Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

content/detail/18262/berkolaborasi-atasi-blankspot-internet-di-desa-desa/0/sorotan_media pada 9 Maret 2020

Kompas.id. 2020. “E-warong, Solusi Bantuan Pangan?”. Diakes dari https://kompas.id//baca/riset/2020/02/12/e-warong-solusi-bantuan-pangan/ pada 6 Maret 2020

Republika.co.id. 2019. “Buwas Ungkap Penyelewengan Kualitas Beras BPNT, Negara Rugi”. Diakses dari https://republika.co.id/berita/py9s7y370/buwas-ungkap-penyelewengan-kualitas-beras-bpnt-negara-rugi pada 12 Maret 2020

Republika.co.id. 2019. “Buwas Sebut

Ada 300 E-Warong Siluman Penyalur Beras BPNT”. Diakses dari https://republika.co.id/berita/py9ymt370/buwas-sebut-ada-300-emewarongem-siluman-penyalur-beras-bpnt pada 12 Maret 2020

Tempo.co. 2019. “Buwas Minta KPK Tangani Mafia Penyalur BPNT, Kemensos Dukung”. Diakses dari https://bisnis.tempo.co/read/1250676/buwas-minta-kpk-tangani-mafia-penyalur-bpnt-kemensos-dukung pada 12 Maret 2020

Tim Pengendali Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non tunai. 2020. Pedoman Umum Program Sembako 2020

Page 8: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

8 Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

Pemerintah berencana menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan

Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau RUU Omnibus Law Perpajakan pada akhir tahun 2020. Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan kepastian hukum bagi subjek pajak, menjamin keberlangsungan usaha, dan mendorong kepatuhan Wajib Pajak (WP) secara sukarela, dan menciptakan keadilan dalam iklim berusaha di dalam negeri. Selain itu, penyelesaian RUU Omnibus Law Perpajakan diharapkan dapat mendorong sektor prioritas skala nasional dengan memberikan kemudahan, perlindungan, serta pengaturan yang sederhana dan berkeadilan. Hadirnya RUU Omnibus Law Perpajakan ini berhubungan dengan ketentuan Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Dalam RUU tersebut, terdapat rencana pemerintah untuk menurunkan tarif PPh Badan menjadi 20 persen dari yang sebelumnya 25 persen. Hal ini sedikit banyak akan berimbas terhadap Dana Alokasi Umum (DAU). Sementara itu, terkait isu pajak daerah, omnibus law perpajakan dilatarbelakangi oleh maraknya pemerintahan daerah (pemda) yang menetapkan tarif maksimal seperti yang diatur dalam UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) tanpa memperhatikan dampaknya terhadap

kemudahan berusaha dan berinvestasi. Selain itu, kewenangan yang dimiliki kepala daerah sebagaimana tertuang dalam UU PDRD cukup bebas sehingga dalam menetapkan dasar pengenaan pajak sesuai kewenangan pemajakan daerah, seringkali tidak sinkron dengan kebijakan pemerintah pusat. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan biaya investasi yang harus ditanggung investor di setiap daerah sehingga minat investasi menjadi berkurang serta mengakibatkan tidak meratanya investasi yang datang ke daerah.Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas apa saja yang diatur dalam omnibus law Perpajakan terkait dengan daerah. Lebih lanjut, tulisan ini juga mengkaji bagaimana dampak omnibus law Perpajakan terhadap DAU serta efeknya terhadap kemandirian daerah yang selama ini mayoritas Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum mampu menopang APBD. Hal-hal yang Akan Diatur dalam Omnibus Law Perpajakan Terkait DaerahPertama, besaran tarif pajak yang sama. Hal tersebut bertujuan untuk mensinkronkan besaran pajak antara satu daerah dengan daerah lain, dan antara pusat dan daerah guna mendukung investasi. Lebih lanjut penentuan tarif tertentu atas PDRD yang berlaku secara nasional oleh pemerintah pusat diatur dalam Peraturan

Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah

oleh Adhi Prasetyo S.W.*)

AbstrakRancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Perpajakan berpotensi

memangkas penerimaan negara sebesar Rp79 triliun di tahun 2025 serta membuat daerah-daerah terancam mengalami penurunan PAD selama beberapa tahun ke depan. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam pembahasan RUU Omnibus Law Perpajakan. Hal ini dikarenakan penetapan RUU Omnibus Law Perpajakan dapat mempengaruhi besarnya celah fiskal di daerah dan berdampak pada besaran Dana Alokasi Umum (DAU). Hal ini kemudian berimplikasi terhadap bertambahnya kewajiban pusat atas transfer ke daerah.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

belanja transfer ke daerah

Page 9: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

9Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

Presiden (Perpres). Kemudian pemda menerapkan tarif yang diatur dalam Perpres paling lama 3 bulan setelah Perpres diundangkan. Sementara itu Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), menyampaikan bahwa perpajakan di era otonomi daerah mulai diterapkan sejak UU No. 34/2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18/1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan UU PDRD diterbitkan. UU tersebut memberikan diskresi kepada Pemda untuk memberlakukan tarif akhir pajak sesuai dengan kebijakan atau pertimbangan dari daerah masing-masing. Dalam aturan ini, pemerintah pusat hanya mengatur range tarif minimal dan maksimal. Hal ini baik untuk daerah karena membuka ruang untuk menarik investasi dan berkompetisi guna memaksimalkan pendapatan daerahnya. Namun faktanya, kebijakan itu tidak berlaku optimal. Pada jenis pajak tertentu, kompetisi nyaris tidak terjadi. Misalnya saja pengurangan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mengatur pengurangan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) minimal Rp60 juta. Mayoritas daerah memakai tarif yang sama yakni angka minimal Rp60 juta, sementara hanya satu daerah yang menggunakan tarif berbeda hingga Rp75 juta (hukumonline.com).Kedua, pemerintah akan mengkaji pajak daerah yang dinilai menghambat investasi. Saat ini aturan mengenai evaluasi Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak dan Retribusi sudah termuat di dalam UU PDRD dan UU Pemda dimana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dapat melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk menguji kesesuaian Raperda dengan ketentuan UU PDRD, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. Apabila Perda tersebut tidak sejalan, maka Menkeu merekomendasikan pembatalan Perda dimaksud kepada Presiden melalui Mendagri.

Namun kewenangan tersebut sempat menimbulkan polemik ketika Mendagri membatalkan 3.143 Perda di tahun 2016 karena dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi daerah, memperpanjang jalur birokrasi, menghambat proses perizinan dan investasi, menghambat kemudahan berusaha, dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sayangnya kewenangan tersebut telah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam dua uji materi sekaligus. Pembatalan wewenang itu tertuang dalam Putusan MK No. 137/PUU-XIII/2015 dan Putusan MK No. 56/PUU-XIV/2016 dimana MK menganulir kewenangan Mendagri terkait pembatalan Perda Provinsi, Perda Kabupaten/Kota, Pergub, dan Perbup/Perwali. MK juga menyatakan demi kepastian hukum dan kesesuaian dengan UUD 1945, maka pengujian atau pembatalan Perda menjadi ranah kewenangan konstitusional Mahkamah Agung (MA) sebagaimana ditentukan oleh Pasal 24A ayat (1) UUD 1945. Akan tetapi saat ini terdapat pro kontra dimana dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja disebutkan bahwa, pemerintah mempunyai kewenangan untuk mencabut Perda yang tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya melalui Perpres. Dalam RUU Omnibus Law Perpajakan disebutkan menteri dapat melakukan evaluasi serta pengawasan terhadap Perda dan aturan pelaksananya di bidang PDRD. Apabila dinyatakan menghambat kemudahan berusaha, pemda wajib melakukan perubahan Perda dan/atau aturan pelaksanaan dimaksud paling lama 6 bulan sejak hasil evaluasi terbit.Ketiga, menerapkan sanksi pengurangan dana transfer daerah bagi Pemda yang tidak mengikuti aturan di RUU Omnibus Law Perpajakan. Sanksi diberikan kepada Pemda yang tidak merubah Perda sesuai dengan hasil evaluasi jika Perda tersebut menghambat kemudahan berusaha. Sanksi tersebut berupa penundaan dan/atau pemotongan dana transfer ke daerah dan/atau sanksi lain sesuai peraturan perundang-

Page 10: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

10 Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

undangan. Sanksi yang dikenakan pemerintah terhadap Pemda sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang baru, aturan penundaan atau pemotongan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) atau restitusi sudah tercantum dalam UU PDRD dan UU Pemda. Walaupun sudah ada sanksi yang menanti, namun pada praktiknya masih ditemukan Perda yang tidak sejalan dengan UU diatasnya, sehingga RUU Omnibus Law Perpajakan kembali mengatur mengenai sanksi yang kurang lebih sama dengan UU PDRD dan UU Pemda. Di sisi lain harus diakui bahwa pengawasan Perda PDRD oleh pemerintah pusat pun kurang efektif dan fokus dikarenakan banyaknya Perda PDRD dari 542 pemda, muatan materi pengaturannya cukup banyak, serta data dan informasi tentang PDRD yang terbatas.Dampak Omnibus Law Perpajakan Terhadap Penerimaan DaerahAlokasi DAU berpotensi menurun. Sebanyak 28 pasal yang terdapat dalam RUU Omnibus Law Perpajakan diharapkan mampu mendorong perekonomian nasional melalui investasi sehingga dapat meningkatkan penerimaan perpajakan nasional. Upaya peningkatan investasi tersebut dilakukan melalui penyesuaian tarif PPh Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap secara bertahap berupa penurunan tarif dari semula 25 persen menjadi 22 persen di tahun 2021 dan 2022, selanjutnya menjadi 20 persen di tahun 2023. Di sisi lain penurunan ini akan berpotensi memangkas penerimaan negara. Terlebih hingga saat ini penerimaan pajak di Indonesia cukup dipengaruhi oleh kinerja penerimaan PPh Badan, dimana selama 5 tahun terakhir PPh Badan mendominasi dengan rerata 23,1 persen terhadap pendapatan pajak dalam negeri dan 18,8 persen terhadap Pendapatan Dalam Negeri (PDN). Berbanding terbalik dengan di negara maju dimana PPh Badan hanya menyumbang sekitar 10 persen terhadap PDN.Badan Kebijakan Fiskal (BKF) telah menghitung proyeksi dampak penurunan tarif PPh Badan, dengan

skenario penurunan secara bertahap akan berdampak terhadap turunnya penerimaan pajak neto sebesar Rp53 triliun di tahun 2021, Rp41,7 triliun di tahun 2022, Rp65 triliun di tahun 2023, Rp71,3 triliun di tahun 2024, Rp79 triliun di tahun 2025 dan Rp115,7 triliun di tahun 2030. Penurunan tersebut tentu akan mempengaruhi DAU, sebagaimana kita ketahui bersama DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari PDN neto yang ditetapkan dalam APBN sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. DAU sendiri berperan penting dalam meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah terutama bagi daerah yang bukan penerima Dana Bagi Hasil (DBH) yang besar dan daerah yang mempunyai potensi PAD yang relatif kecil.Berkurangnya PAD. Saat ini tidak banyak Pemda yang mempunyai kemandirian fiskal, dimana PAD mampu membiayai belanja daerahnya sendiri, mayoritas Pemda masih sangat tergantung terhadap Dana Transfer ke Daerah. Ini didukung data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2018 dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DPJK) dimana dari total 542 pemda di Indonesia, kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah dalam APBD hanyalah 24,6 persen, dan Dana

Gambar 1. Komposisi Pendapatan Daerah di 542 Pemda Tahun 2018

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, diolah

Page 11: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

11Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

Perimbangan berkontribusi sangat banyak dengan persentase 60 persen serta dana lain-lain sebesar 15,5 persen.Adanya RUU Omnibus Law Perpajakan dipastikan akan membatasi ruang gerak Pemda dalam meningkatkan PAD daerahnya. Dengan demikian bagi daerah yang masih tergantung terhadap pusat, penerapan RUU Omnibus Law Perpajakan otomatis akan memperlebar celah fiskal dikarenakan adanya penurunan PAD dan DAU yang nantinya dapat berimplikasi pada munculnya permintaan daerah agar pusat menambah dana transfer ke daerah. Pemerintah pusat sendiri menyampaikan akan mendorong kerja sama antara pemda dengan Kementerian Keuangan untuk mencari solusi agar bisa memunculkan potensi pendapatan lain di luar pajak daerah secepatnya agar segera diadaptasi oleh 542 pemda di Indonesia.Daftar PustakaDraft RUU Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan PerekonomianNaskah Akademik Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan PerekonomianKementerian Keuangan. Kebijakan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah: Konsep, Evaluasi, & Rancangan. Direktorat Jenderal Perimbangan KeuanganDDTC Fiscal Research Indonesia. 2020. Anticipating Compliance Risk Management, Taxation Quarterly Report (Q4-2019). hukumonline.com. 2019. Omnibus Law Perpajakan Bakal Intervensi Aturan Pajak di Daerah, Diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e114f2683adf/omnibus-law-perpajakan-bakal-intervensi-aturan-pajak-di-daerah/Kompas.com. 2020. Kemenkeu Bakal Beri Sanksi Pemda yang Nekat Pungut Pajak Tinggi. Diakses dari https://money.kompas.com/read/2020/02/11/155811626/kemenkeu-bakal-beri-sanksi-pemda-yang-nekat-

RekomendasiSebelum UU Omnibus Law Perpajakan disahkan, terdapat beberapa poin yang perlu dipertimbangkan pemerintah, diantaranya: pertama, keseragaman pemahaman mengenai perubahan paradigma pajak sebagai stimulus perekonomian perlu dimiliki pemerintah pusat dan daerah. keseragaman pemahaman akan mendorong paradigma kepala daerah untuk merubah tujuan desentralisasi yang semula hanya mencapai desentralisasi fiskal menjadi desentralisasi ekonomi. Melalui perubahan ini kepala daerah akan lebih inovatif dalam membangun sumber perekonomian baru serta dapat menurunkan ketergantungan DAU dan lebih mandiri secara ekonomi.Kedua, mulai bersinergi dengan Pemda untuk menumbuhkan potensi-potensi ekonomi daerah. Namun, hal ini perlu dilakukan secepatnya, menimbang terdapat 542 pemda di Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda serta dipastikan akan membutuhkan waktu yang lama.Ketiga, pemerintah perlu segera mendapatkan sumber pendapatan pajak baru serta memperluas basis pajak disertai penegakan hukum agar ke depan Penerimaan Dalam Negeri (PDN) tidak terlalu jauh menurun yang akan berimbas terhadap DAU.Keempat, sebelum meminta Pemda untuk mensinkronkan Perda dengan peraturan diatasnya, pemerintah perlu menyelaraskan terlebih dahulu ketentuan dimana Perda dapat dibatalkan oleh Perpres. Sebab hal tersebut menurut penulis tidak sejalan dengan UUD 1945, dimana MA sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU. Hal ini dapat memberikan kepastian hukum setelah UU ini disahkan.

pungut-pajak-tinggi?page=all

Page 12: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

12 Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

Gambar 1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan AS-Indonesia 2015-2019

Sumber: BPS, diolah

Di tengah perlambatan ekonomi global sebagai salah satu akibat dari pandemi Corona Virus

Disease 2019 (Covid-19), Menteri Keuangan memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 akan terkoreksi sebesar 0,3-0,6 persen atau pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai 4,7 persen. Pemerintah AS justru mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia dicoret dari daftar negara berkembang dan saat ini dikategorikan sebagai negara maju bersama dengan 24 negara lainnya. Hal ini disampaikan pada 10 Februari 2020 oleh pemerintah AS dengan menerbitkan Federal Register Vol. 82, No. 27 yang didalamnya memuat pengumuman dari United States Trade Representatives (USTR). Dalam pengumuman ini, pemerintah AS memperketat kriteria negara yang berhak mendapatkan fasilitas de minimis 2 persen atau batas pengenaan bea masuk antisubsidi/countervailing duties (CVD). Dalam penentuan kriteria negara maju ini, pemerintah AS mengacu pada 3 indikator negara maju versinya, yaitu (1) GNI per kapita di atas USD12.375, (2) pangsa pasar ekspor dunia melebihi 0,5 persen, dan (3) keanggotaan sebuah negara dalam kelompok ekonomi global. Dari ketiga indikator tersebut, Indonesia

dianggap memenuhi dua indikator yaitu pangsa pasar ekspor Indonesia sudah mencapai 0,9 persen dan Indonesia tercatat sebagai anggota dari G20. USTR juga mengungkapkan bahwa tujuan dari pemerintah AS mengeluarkan 25 negara tersebut dari daftar negara berkembang untuk menyesuaikan keadaan faktual saat ini. Hal ini dinilai akan memudahkan AS dalam memulai investigasi terhadap 25 negara tersebut dalam hal subsidi ekspor yang tidak adil sehingga menyebabkan neraca perdagangan AS defisit. Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penyumbang defisit terhadap neraca perdagangan AS (Gambar 1).

AbstrakPemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Federal Register Vol. 82, No. 27

menyatakan bahwa Indonesia dicoret dari daftar negara berkembang dan saat ini dikategorikan sebagai negara maju bersama dengan 24 negara lainnya. Menurut pemerintah AS, Indonesia sudah memenuhi 2 dari 3 indikator negara maju versi AS yaitu pangsa pasar ekspor Indonesia sudah mencapai 0,9 persen dan Indonesia tercatat sebagai anggota dari G20. Pernyataan pemerintah AS ini tentunya menuai berbagai respon dari dalam negeri, karena hal ini dapat menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap ekspor Indonesia ke AS di masa mendatang.

Siapkah Indonesia Dijuluki “Negara Maju”?oleh

Dahiri*)Damia Liana**)

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected] **) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

makroekonomi

Page 13: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

13Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

Siapkah Indonesia Menyandang Gelar ‘Negara Maju’?Indonesia, Brazil, dan India dikeluarkan dari daftar negara berkembang oleh pemerintah AS dengan alasan yang sama yaitu kontribusi terhadap perdagangan dunia lebih dari 0,5 persen dan tergabung sebagai anggota G20. Walaupun India menerima keputusan pemerintah AS seperti Singapura dan Korea Selatan, namun Indonesia perlu mempertimbangkan status baru ini. Pangsa pasar Indonesia yang sudah mencapai 0,9 persen dan keanggotaan Indonesia dalam G20 belum cukup kuat untuk menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara maju. Pertumbuhan Indonesia saat ini masih 5 persen, angka ini masih dianggap cukup kecil. Jika merujuk pada indikator negara maju menurut World Bank, Indonesia masih dikategorikan sebagai negara berkembang dengan pendapatan per kapita USD3.894 per tahun di 2018, masih cukup jauh dari standar negara maju USD12.375 per kapita. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia juga masih berada pada level 0,7, sedangkan untuk standar negara maju adalah 0,85. Kontribusi ekspor Indonesia terhadap PDB juga terbilang masih kecil yaitu 20-25 persen cukup jauh jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Vietnam yaitu masing-masing 66,82 persen dan 105,38 persen (Gambar 2).

Produk ekspor Indonesia 70 persen masih berupa komoditas, dan untuk non-komoditas penggunaan teknologinya masih masuk kategori rendah dalam proses produksinya. Mayoritas penduduk Indonesia juga masih bekerja pada sektor pertanian, sedangkan untuk kategori negara maju mayoritas masyarakatnya bekerja pada sektor industri dan jasa seperti Singapura yang 74,4 persen penduduknya bekerja di sektor jasa dan Korea Selatan yang 41,7 persen penduduknya bekerja pada sektor industri. Seharusnya gelar sebagai negara maju disematkan kepada negara-negara dengan masyarakat yang sudah dapat menikmati standar hidup tinggi dengan penggunaan teknologi yang cukup merata.Dampak Indonesia Sebagai Negara MajuStatus Indonesia sebagai negara maju tentunya dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif. Sisi positif Indonesia sebagai negara maju salah satunya dapat meningkatkan posisi tawar Indonesia dengan negara mitra dagang lainnya, artinya Indonesia menjadi negara yang lebih dipertimbangkan dan diperhatikan. Perbankan Indonesia juga menjadi lebih mudah dalam menjalin kerjasama dengan perbankan internasional. Indonesia sebagai negara maju juga dapat meningkatkan daya saing industri kian kompetitif dan juga meningkatkan daya saing global.Namun di sisi lain perubahan status Indonesia ini tentunya akan membuat Indonesia kehilangan dua fasilitas kemudahan penyelidikan anti-dumping dari AS yaitu de minimis threshold (ambang batas minimal) dan negligible import volumes (volume impor yang diabaikan). Ketika Indonesia dikategorikan sebagai negara berkembang akan ada keistimewaan berupa penghentian penyelidikan anti subsidi jika jumlah subsidi terhadap barang yang dijual ke AS kurang dari 2 persen atas nilai barang yang ditransaksikan. Jika Indonesia saat ini dikategorikan sebagai negara maju maka keistimewaan dalam hal pengenaan tarif anti subsidi tentunya tidak lagi dapat

Gambar 2. Perbandingan Indikator Beberapa Negara yang Dikeluarkan dari Daftar Negara

Berkembang Versi AS

Sumber: World Bank, WITS

Page 14: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

14 Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

RekomendasiMengingat masih ada beberapa indikator yang masih belum terpenuhi dan beberapa dampak negatif yang dapat timbul jika Indonesia menyandang status negara maju pada saat ini, maka pertama,

dinikmati, karena batasan de minimis untuk margin subsidi agar tidak terjadi penyelidikan anti subsidi diturunkan menjadi kurang atau sama dengan 1 persen. Artinya, parameter AS terhadap pengujian produk ekspor Indonesia akan semakin diperketat dan risiko akan tuduhan Indonesia melakukan praktik subsidi terhadap komoditas ekspornya bisa saja akan semakin besar. Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukkan bahwa saat ini Indonesia sedang menghadapi 7 kasus tuduhan anti subsidi dari AS, Eropa dan India, dengan estimasi nilai ekpor yang akan hilang minimal sebesar USD1,25 miliar per tahun jika kasus ini dikenakan bea masuk anti subsidi. Dua dari tujuh kasus ini berasal dari AS untuk produk biodiesel dan penggunaan turbin angin. Dengan status Indonesia sebagai negara maju maka akan ada kemungkinan AS akan memperkarakan lebih banyak lagi komoditas ekspor Indonesia termasuk produk perikanan yang saat ini akan dibuatkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pemberian subsidi perikanan.Walaupun saat ini Indonesia masih mendapatkan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP)/pembebasan tarif bea masuk. Namun Indonesia perlu mewaspadai jika di kemudian hari definisi dari penerapan special and differentiation treatment (SDT) berkembang dan membuat fasilitas GSP ini dicabut. Jika fasilitas GSP ini dicabut maka Indonesia harus membayar bea masuk sesuai dengan tarif normal atau Most Favoured Nation (MFN) sehingga dikhawatirkan akan membuat produk Indonesia kehilangan daya saingnya di pasar AS terutama bagi produk tekstil dan pakaian jadi. Hingga November 2019 nilai ekspor Indonesia dari GSP mencapai USD2,5 miliar dengan total penerima GSP sebanyak 3.572 produk. Data Kemendag menunjukkan bahwa ada beberapa produk ekspor yang baru mendapatkan GSP yaitu plywood bambu laminasi, plywood kayu tipis kurang dari 66 mm, bawang bombai kering, sirup gula, madu buatan dan karamel, serta barang rotan khusus untuk kerajinan tangan. Pada

tahun ini Indonesia mengajukan produk holtikultura dan reasuransi sebagai penerima GSP.Peneliti INDEF Ahmad Heri, menyatakan bahwa status Indonesia negara maju kemungkinan akan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia ke AS sebesar 2,5 persen. Penurunan akan terjadi pada kelompok ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) sebesar 1,54 persen, alas kaki turun sebesar 2,2 persen, komoditi karet turun sebesar 1,1 persen, penurunan komoditi CPO sebesar 1,4 persen, penurunan produk mineral dan tambang sebesar 0,3 persen, serta penurunan pada produk komponen mesin listrik sebesar 1,2 persen. Selain itu, dengan status baru Indonesia sebagai negara maju ini, pemerintah juga perlu mewaspadai adanya pengkajian ulang sistem perdagangan dari negara mitra dagang lainnya terutama dari Uni Eropa. Hingga saat ini produk ekspor Indonesia lebih banyak menerima fasilitas GSP dari Uni Eropa yaitu sekitar 40 persen dari produk ekspor Indonesia, sedangkan fasilitas GSP yang diterima Indonesia dari AS hanya sebesar 9 persen dari total ekspor. Jika Uni Eropa nantinya mencabut fasilitas GSP untuk Indonesia maka akan menjadi pukulan berat bagi neraca perdagangan Indonesia.Konsekuensi lain dari status negara maju bagi negara ini adalah Indonesia tidak akan mendapat kemudahan dan fasilitas soft loan pinjaman luar negeri, technical assistance dari negara maju, peningkatan biaya keanggotaan badan dunia, dan perlakuan berbeda dari dunia usaha. Hal tersebut akan berimplikasi pada naiknya biaya sebagai negara maju dan memberatkan keuangan negara maupun ekonomi domestik.

Page 15: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

15Buletin APBN Vol. V. Ed. 03, Maret 2020

Daftar PustakaAlika, Rizki dan Antara. 2020. Sisi Negatif Status Negara Maju bagi Neraca Dagang Indonesia-AS. Diakses dari https://katadata.co.id/telaah/2020/02/25/sisi-negatif-status-negara-maju-bagi-neraca-dagang-indonesia-as pada 4 Maret 2020.Bisnis.com. 2020. Salah Kaprah! Ini Fakta-fakta soal Indonesia Dikeluarkan dari List Negara Berkembang AS. Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20200226/ 12/1205922/salah-kaprah-ini-fakta-fakta-soal-indonesia-dikeluarkan-dari-list-negara-berkembang-as-/8 pada 28 Februari 2020.Bloomberg. 2020. US Revokes WTO Subsidy Preferences for Some Developing Nations. Diakses dari https://www.bloombergquint.com/global-economics/u-s-revokes-wto-subsidy-preferences-for-some-developing-nations pada 6 Maret 2020.CNN Indonesia. 2020. Dicoret dari Negara Berkembang, Indonesia Belum Negara Maju. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200224101848-532-477420/dicoret-dari-negara-berkembang-indonesia-belum-negara-maju pada 17 Maret 2020Detik.com. 2020. Ini Berbagai Alasan Indonesia Belum Pantas Disebut Negara Maju. Diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4917366/ini-berbagai-alasan-indonesia-belum-pantas-disebut-negara-maju?_ga=2.121391936.918320353.1583287287-977611454.1580803588 pada 4 Maret 2020.Detik.com. 2020. Jadi Negara Maju, Indonesia Siap-siap Tak Lagi ‘Dimanja’ AS. Diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4910887/jadi-negara-maju-indonesia-siap-siap-tak-lagi-dimanja-as pada 6 Maret 2020.Detik.com. 2020. Pemerintah Diminta Tolak “Gelar” Negara Maju dari AS. Diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4917383/pemerintah-diminta-tolak-gelar-negara-maju-dari-as pada 4 Maret 2020.Kontan.co.id. 2020. AS Jadikan Indonesia Negara Maju, Ini Lima Dampaknya. Diakses dari https://nasional.kontan.co.id/news/as-jadikan-indonesia-negara-maju-ini-lima-dampaknya?page=all pada 5 Maret 2020.Merdeka. 2020. Menguak Tujuan Donald Trump Masukkan Indonesia Kategori Negara Maju. Diakses dari https://www.merdeka.com/uang/menguak-tujuan-donald-trump-masukkan-indonesia-kategori-negara-maju.html pada 4 Maret 2020.Singapore Department of Statistics. 2020. https://www.singstat.gov.sg/Statistics Korea. 2020. http://kostat.go.kr/portal/eng/index.actionWorld Bank. 2020. https://www.worldbank.org/World International Trade Solution. 2020. https://wits.worldbank.org/

pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menolak status tersebut dengan melakukan negosiasi kembali dengan pemerintah AS khususnya USTR. Kedua, sebelum berganti status menjadi negara maju, Indonesia perlu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kontribusi ekspor terhadap PDB, serta meningkatkan IPM. Indonesia juga perlu untuk meningkatkan daya saing industri dengan negara-negara lain dalam perdagangan internasional, karena saat ini indeks daya saing industri Indonesia masih masuk dalam kategori agak tertinggal. Untuk itu perlu ditingkatkan melalui kebijakan-kebijakan fiskal, moneter, efisiensi dalam produksi, menurunkan tingkat biaya logistik dan biaya produksi.

Page 16: Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Transformasi Bantuan Pangan ......Vol. V, Edisi 03, Maret 2020 Dampak Omnibus Law Perpajakan terhadap Penerimaan Daerah p. 8 ISO 9001:2015 Certificate

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635