vol.4 no. 3 i 449 ijuni 2021 i issn. 2614-0462 (online)

151
Jurnal INOBIS I Vol.4 I No. 3 I Hal. 305 449 I Juni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

Jurnal INOBIS I Vol.4 I No. 3 I Hal. 305 – 449 I Juni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

Page 2: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

Informasi Tentang Jurnal INOBIS:

Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia (INOBIS), diterbitkan oleh forum Inovasi

Bisnis dan Manajemen Indonesia (INOBIS), secara berkala empat kali dalam setahun. Jurnal INOBIS

bertujuan untuk menyebar luaskan hasil penelitian di bidang manajemen dan bisnis kepada para

akademisi, praktisi, mahasiswa dan pihak yang berminat. Jurnal inobis menerima kiriman artikel yang

ditulis dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa inggris. Penulis harus menyatakan bahwa artikel yang dikirim

Ke jurnal inobis tidak dikirim atau dipublikasikan ke jurnal lain. Penentuan artikel yang dimuat di jurnal INOBIS melalui

proses review dari tim dewan redaksi JURNAL INOBIS dengan mempertimbangkan

antara lain : terpenuhinya persyaratan baku publikasi jurnal, metode riset yang dipergunakan,

Signifikansi dan kontribusi hasil penelitian terhadap keilmuan manajemen.

Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

ISSN, 2614-0462 (Online)

INOBIS

Volume 4, No. 3, Juni 2021

Diterbitkan Oleh :

Pengurus Forum Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia (INOBIS), mulai diterbitkan pada tahun 2017

Frekwensi Penerbitan: Maret, Juni, September, Desember

Penanggung Jawab :

T. Aria Auliandri (Universitas Airlangga)

Ketua Forum Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Pimpinan Redaksi :

Andhy Setyawan (Universitas Surabaya)

Dewan Redaksi:

Fatchur Rachman (Universitas Brawijaya Malang)

Muhammad Sabir Mustafa (Universitas Ichsan Gorontalo)

Syaifuddin Fahmi (STIE Kertanegara Malang)

Utik Bidayati (Universitas Ahmad Dahlan Jogjakarta)

Ronny Malavia Mardani (Universitas Islam Malang)

Tifa Noer Amalia (Perbanas Institute Jakarta)

Murtianingsih (Institut Asia Malang)

Aditya Budi Krisnanto (STIEKN Jayanegara Malang)

Fani Firmansyah (Universitas Islam Malang)

Muhamad Agus Salim Monoarfa (Universitas Negeri Gorontalo)

Alamat Redaksi :

Sekretariat Forum Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia (INOBIS)

Jalan Gajayana No. 539 Malang

Website = http://jurnal.inobis.org

Email = [email protected]

IG & FB @inobisofficial

Page 3: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

Volume 4, No. 3, Juni 2021

Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen IndonesiaISSN, 2614-0462 (Online)

INOBIS

Daftar Isi

305-315 Pengaruh Beban Pajak Tangguhan dan Perencanaan Pajak Terhadap

Manajemen LabaDita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

316-325 Kajian Conditional Beta di Bursa Efek IndonesiaYuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

326-345 Efek Green Perceived Value dan Risk terhadap Green Repurchase

Intention: Green Trust sebagai Pemediasi pada Pengguna Pertalite di

Kota TernateArdhy La Mada, Ida Hidayanti, Ibnu Sina Hi. Yusuf

346-360 Stimulus Iklan, Positive Electronic Word of Mouth (eWOM) dan Belanja

Impulsif: Dampak Mediasi Motif Hedonis Pembelanja OnlineNani Ernawati

361-374 Pengaruh Kualitas Produk, Gaya Hidup, dan Pengetahuan Produk

terhadap Proses Keputusan Pembelian Sepeda Lipat di Kota SemarangYusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

375-388 RBV Teori : Kinerja Religius Berbasis Kepribadian Islam dan Perilaku

Inovatif Dalam KonseptualAli Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

389-396 The Impact Of Competency, Workload, and Work Environment to Work

Stress and The Employee Performance of Bank BJB S. ParmanIndyra Dwi Cahyaningtyas, Allicia Deana Santosa

397-408 Perbandingan Kinerja Keuangan BUSN Devisa Konvensional dan BUSN

Non Devisa KonvensionalMa’ulvi Marsela Devi , Evi Sistiyarini

409-423 Penerapan Work From Home terhadap Produktivitas Kerja (Studi

Karyawan PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia)Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori

424-436 Pengaruh Word Of Mouth dan Manfaat Terhadap Keputusan

Menggunakan E-Wallet Dana Melalui Kepercayaan Pelanggan di

JabodetabekDitiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

437-449 Upaya Peningkatan Keunggulan Bersaing Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (UMKM) di Kota Medan di Masa Pandemi Covid 19Esty Pudyastuti, Ahmad Saputra

Page 4: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS:

Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

ISSN.2614-0462 (Online)

Page 5: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

305

Pengaruh Beban Pajak Tangguhan dan Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba

Dita Rimbawati Dewi

Universitas Negeri Surabaya Dian Anita Nuswantara

Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

Abstrak

This study aims to examine the effect of deferred tax expense and tax planning on earnings management. This research is a quantitative study using secondary data from financial reports and annual reports of manufacturing companies sub-sector consumer good indutry listed on the Indonesia Stock Exchange from 2014 until 2018. The sample selection uses a purposive sampling method. Data analysis techniques using multiple regression analysis with SPSS 23. The results of this study are the variable tax planning has a positive influence on earnings management. The variable deferred tax expense does not have a significant effect on earnings management because management has limitations in determining the amount of deffered tax expense. Kata Kunci: Deferred Tax Expense; Tax Palnning, Earning Management; Consumer Goods

Industry

Pendahuluan

Laba perusahaan diperhitungkan sebagai informasi penting bagi para pemangku kepentingan seperti investor, kreditur serta pemilik perusahaan. Namun, praktik manajemen laba telah menurunkan informasi laba guna menentukan keputusan (Cohen et al., 2005). Dari Wareza (2019) diketahui bahwa laporan keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk tahun buku 2017 disajikan ulang pada tahun 2020, termasuk laporan keuangan 2018 dan 2019 yang ketika itu belum dilaporkan. Perusahaan membukukan rugi bersih Rp 5,23 triliun sepanjang 2017, pada laporan keuangan yang telah di-restatement tersebut. Jumlah ini lebih besar Rp 4,68 triliun dari laporan keuangan versi sebelumnya yang hanya rugi Rp 551,9 miliar. Besarnya rugi tersebut terjadi karena penggelembungan pada pos piutang usaha, persediaan dan aset. Kasus ini menunjukkan bahwa perusahaan melakukan praktik manajemen laba yang mengakibatkan laporan keuangan misleading. Karena pemegang saham tidak memiliki informasi sebagaimana informasi yang dimiliki oleh manajemen (agent) atau dikenal sebagai asimetrik informasi (Lisa, 2012). Kondisi ini menyebabkan agent termotivasi untuk menggunakan kesempatan yang dimiliki untuk melakukan praktik manajemen laba (Mahpudin, 2017).

Motivasi untuk memanfaatkan kesempatan ini semakin besar ketika standar akuntansi menyediakan pilihan atas metode yang digunakan perusahaan untuk membuat laporan keuangan. Berbeda dengan standar akuntansi, pelaporan untuk tujuan perpajakan memiliki kelonggaran yang lebih sedikit karena adanya tujuan pemerintah untuk mengekang motivasi wajib pajak untuk menurunkan pembayaran pajaknya (Nurhandono & Firmansyah, 2017). Satu sisi, manajemen memiliki kesempatan untuk menerapkan manajemen laba, namun di sisi lain manajemen tidak dapat secara leluasa memilih alternative metode untuk keperluan pajak

Page 6: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

306

(Aditama & Purwaningsih, 2014), dengan demikian terdapat trade-off di antara keduanya. Dengan kata lain, meskipun perusahaan dapat dengan leluasa melakukan praktik manajemen laba, namun tidak pada laporan pajak. Perbedaan antara laporan keuangan untuk tujuan umum dan tujuan pajak dapat mengindikasikan seberapa besar perusahaan sebagai wajib pajak menyesuaikan labanya untuk kepentingan manajemen. Meskipun telah banyak penelitian mengenai Pengaruh Beban Pajak Tangguhan dan Perencanaan Pajak terhadap Manajemen Laba, namun topik ini masih perlu untuk diteliti kembali. Karena, berbagai upaya pemerintah untuk mengintegrasikan kedua kepentingan masih selalu diupayakan, namun belum dapat menyelaraskan secara penuh sehingga masih terbuka kesempatan perusahaan untuk melakukan manajemen laba (Prabowo, 2020).

Penelitian terdahulu telah menemukan berbagai faktor yang memengaruhi manajemen laba, diantaranya termasuk beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak (Achyani & Lestari, 2019). Beban pajak tangguhan dapat mempengaruhi manajemen laba dengan penundaan pengakuan penghasilan dan mempercepat pengakuan beban untuk menghemat pajak sehingga laba yang dilaporkan lebih kecil (Lubis & Suryani, 2018). Sedangkan perencanaan pajak adalah cara untuk menggunakan berbagai kesempatan bagi perusahaan guna menentukan aturan perpajakan, supaya perusahaan tersebut membayarkan kewajiban pajaknya seminimal mungkin (Suandy, 2016). Kedua faktor tersebut telah diteliti oleh Sumomba & Hutomo (2012) dan hasilnya menunjukkan bahwa perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan mempengaruhi manajemen laba. Namun penelitian tersebut telah dilakukan 10 tahun yang lalu dimana peraturan perpajakan maupun standar akuntansi telah mengalami perubahan yang cukup banyak. Sehingga, penelitian yang terkini dilakukan oleh Achyani & Lestari (2019) memberikan hasil yang berbeda, bahwa beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak tidak mempengaruhi manajemen laba. Kondisi yang terus berubah, keinginan pemerintah untuk terus menyelaraskan akuntansi dan pajak yang masih belum tercapai, menyebabkan peneliti ingin melakukan penelitian kembali terkait tema yang sama.

Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

Teori Keagenan. Jensen & Meckling (1976) menjelaskan, teori agency ialah teori yang mengulas hubungan antara pihak principal dengan agent. Pihak prinsipal melimpahkan otoritas kepada agent untuk mengelola perusahaan. Sebagai pengelola, pihak manajemen lebih banyak memiliki informasi tentang perusahaan saat ini maupun prospek bisnis mendatang dibandingkan para pemegang saham. Oleh karena itu, dalam pengambilan keputusan, pemegang saham sangat bergantung pada informasi yang dipublikasikan oleh manajemen. Namun, secara alamiah, manajemen memiliki kepentingan yang berbeda dengan para pemegang saham. Eisenhardt (1989) menjelaskan terdapat tiga sifat manusia dalam teori keagenenan yakni: (1) pribadi yang mementingkan diri sendiri (self interest); (2) pribadi yang memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa datang (bounded rationality); (3) pribadi yang menghindari risiko (risk averse). Dari sifat tersebut, manajemen akan mengedepankan kepentingan dirinya terlebih dahulu. Hal inilah yang mendorong manajemen sebagai agen untuk menggunakan pengetahuannya untuk menggunakan angka-angka akuntansi untuk memenuhi keinginannya, termasuk mempublikasikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta dalam perusahaan. Situasi seperti ini dikenal dengan nama asimetri informasi (Wibisono, 2014).

Berkaitan dengan pajak, manajemen sebagai wajib pajak memiliki pandangan bahwa pajak adalah beban yang harus ditanggung dan dapat mengurangi laba perusahaan, sehingga ia

Page 7: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

307

cenderung melaporkan pajak serendah-rendahnya (Nugraha & Meiranto, 2015). Manajemen berkepentingan untuk meningkatkan arus uang masuk dan menurunkan arus uang keluar, termasuk pembayaran pajak. Dengan melaporkan pajak yang rendah, maka manajemen juga membayar pajak yang rendah. Namun di sisi lain, melaporkan pajak yang rendah identik dengan laba yang rendah pula. Hal ini bertentangan dengan kepentingan pemegang saham terhadap laba yang tinggi, karena laba tinggi menjadi indikator kinerja yang baik di masa mendatang. Oleh karena itu, manajemen akan mengatur laba untuk memenuhi kepentingan yang menjadi prioritas mereka. Dalam kondisi ini manajemen adalah pihak yang memiliki informasi yang lebih banyak yang memungkinkan manajemen melaksanakan manajemen laba (Richardson, 1998).

Manajemen Laba Manajemen laba memiliki definisi beragam. Fahmi (2013) mendefinisikan manajemen

laba (earnings management) sebagai suatu cara yang menyesuaikan keuntungan sesuai yang dikehendaki oleh kelompok tertentu, khususnya pihak company management. Dyreng, Hanlon, & Maydew (2011) lebih memfokuskan definisi manajemen laba sebagai daya upaya yang dimanfaatkan manajer perusahaan untuk memengaruhi angka profit bersistem dan terencana dengan menetapkan kebijakan dan prosedur tertentu dari standar akuntansi legal yang secara ilmiah dapat mengoptimalkan nilai pasar perseroan. Sedangkan Lestari (2018) manajemen laba merupakan upaya dalam pelaporan laba perusahaan dalam periode tertentu yang telah dilakukan pihak manajemen dengan sengaja untuk maksud tertentu tetapi masih berdasarkan koridor/metode akuntansi yang diterima umum. Menurut Astutik & Mildawati (2016) manajemen laba dapat diterapkan apabila manajer benar-benar mempertimbangkan pelaporan keuangan dan pembuatan transaksi guna memanipulasi laporan keuangan terkait jumlah keuntungan dan kinerja perusahaan kepada stakeholder guna memengaruhi hasil perjanjian ataupun besaran bonus manajer yang tergantung pada keberhasilan dan jumlah keuntungan yang dilaporkannya.

Beban Pajak Tangguhan Harnanto (2013) mendefinisikan beban pajak tangguhan sebagai tangguhan yang muncul karena dampak perbedaan temporer antara laba akuntansi (laba pada laporan keuangan bagi pihak luar) dengan laba fiskal (laba untuk pedoman menghitung beban pajak). Beban pajak tangguhan terjadi karena terdapat selisih sehingga pengeluaran dan penghasilan tahun sebelumnya akan diakui pada tahun berikutnya. Beda temporer ialah perbedaan yang diakibatkan terdapatnya perbedaan waktu, tata cara pengakuan pendapatan dan beban tertentu bersumber standar akuntansi dan peraturan perpajakan (Suandy, 2016). Beban pajak tangguhan menurut Lestari (2018) ialah total pajak pendapatan yang terutang atau dapat terpulihkan pada periode selanjutnya yang disebabkan oleh terdapatnya perbedaan temporer yang dapat dikurangkan dari sisa kompensasi kerugian yang bias dikompensasikan. Sedangkan menurut Barus & Setiawati (2015) beban pajak tangguhan merupakan komponen dari keseluruhan beban pajak pendapatan yang mencerminkan adanya perbedaan temporer antara laba buku dengan penghasilan kena pajak.

Perencanaan Pajak Pohan (2013) menyatakan bahwa perencanaan pajak yaitu upaya mengorganisasi usaha WP orang individu ataupun badan usaha dengan mempergunakan bermacam cela yang bisa dilakukan oleh WP dalam ketentuan peraturan perpajakan, supaya WP sanggup membayar pajak pada total paling rendah. Bagi Suandy (2016) perencanaan pajak yakni langkah pertama pada manajemen pajak. Saat tingkatan ini dilaksanakan penghimpunan serta riset terhadap

Page 8: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

308

peraturan perpajakan supaya bisa dipilih tipe tindakan penghematan yang hendak diterapkan. Pada prinsipnya perencanaan pajak berfungsi meminimalkan kewajiban pajak terutang yang harus dibayarkan. Menurut Febrian et al. (2018) perencanaan pajak merupakan tindakan yang merujuk pada proses merekayasa upaya khususnya transaksi wajib pajak supaya hutang pajaknya dapat ditekan semaksimal mungkin namun tetap mengikuti aturan perpajakan, dengan demikian perencanaan pajak ialah tindakan legal atau diperbolehkan selama masih dalam koridor peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Selain perihal tersebut, wajib pajak perusahaan diharuskan membuat laporan keuangan dengan berlandaskan peraturan perpajakan sehingga timbulnya perbedaan antara PSAK dengan peraturan pajak menghasilkan nilai laba yang berbeda, yakni laba sebelum pajak (keuntungan akuntansi berdasarkan peraturan akuntansi yang berlaku) dan pendapatan kena pajak (jumlah laba fiskal dihitung berdasarkan peraturan fiskal).

Pengembangan Hipotesis

Pengaruh Beban Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba Astutik (2016) menjelaskan bahwa pada prinsipnya beban pajak tangguhan merupakan dampak dari pajak masa datang yang disebabkan oleh waktu antara perlakuan akuntansi dengan perpajakan sehingga kerugian fiskal dapat dikompensasikan pada periode tertentu. Beban pajak tangguhan yaitu pajak dikarenakan adanya perbedaan dalam pengakuan pendapatan atau beban antara peraturan perpajakan (fiskal) dengan standar akuntansi komersial (Scott, 2000). Astutik (2016) juga menjelaskan metode pajak tangguhan merupakan metode akuntansi yang memiliki hubungan erat dengan kebijakan akrual yang telah ditetapkan manajamen. Perusahaan diwajibkan untuk mengevaluasi manfaat atau kewajiban perpajakan yang ditangguhkan secara periodik. Jika pertimbangan suatu aktiva atau kewajiban pajak tangguhan bersifat subjektif sehingga manajemen dapat memanfaatkan kondisi tersebut untuk melakukan praktik manajemen laba. Pajak dapat dijadikan sebagai motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan manajemen laba dengan cara memperkecil taxable income untuk mengurangi pajak dengan menggunakan metode akuntansi dalam perhitungan nilai persediaan, depresiasi dan cadangan lainnya yang diperbolehkan (Scott, 2003 dalam Astutik,2016). Sehubungan dengan Agency Theory yang mengakibatkan selisih info antara agent dan owner dapat memberikan peluang bagi manajer guna melaksanakan penerapan manajemen laba. Hal tersebut pula didukung dengan terdapatnya keleluasaan yang diperbolehkan oleh SAK kepada WP guna menetapkan prosedur akuntansi untuk membuat pelaporan keuangan mendukung manajemen dalam menetapkan metode akuntansi dalam menyusun laporan keuangan tersebut. Semakin kecil pajak tangguhan maka semakin selaras antara aturan pajak dengan komersial sehingga kesempatan manajemen melaksanakan penerapan manajemen laba menjadi lebih kecil (Putra, Sunarta, & Fadillah, 2018). Hal ini didukung dengan penelitian Sumomba & Hutomo (2012), Kisno & Istianingsih (2016) yang menunjukkan bahwa manajemen laba dipengaruhi positif oleh pajak tangguhan H1 : Beban pajak tangguhan berpengaruh positif terhadap manajemen laba

Pengaruh Manajemen Pajak terhadap Manajemen Laba Berkaitan dengan teori agensi yaitu hubungan antara pihak manajerial dengan investor

dan pemerintah. Hal ini menimbulkan konflik kepentingan antara pihak manajemen perusahaan dengan pemerintah sehingga mendorong pihak manajemen untuk melakukan perencanaan pajak (Santana & Wirakusuma, 2016). Pihak manajemen perusahaan (agen) melaksanakan upaya penyetoran pajak serendah-rendahnya supaya laba yang diterima perusahaan setelah penyetoran pajak dapat maksimal sedangkan pemerintah (principal)

Page 9: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

309

melakukan upaya agar pembayaran pajak yang sesuai dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya karena pajak merupakan sumber penerimaan negara (Aditama & Purwaningsih, 2014). Hal ini menyebabkan permasalahan kepentingan antara pihak manajemen perusahaan (agen) dengan pemerintah (principal) sehingga dapat mendorong pihak manajemen perusahaan (agen) untuk melaksanakan perencanaan pajak. Perusahaan melakukan perencanaan pajak dengan sesuai maka berimbas terhadap pengurangan laba melalui beban perpajakan perusahaan tersebut (Yunila & Aryati, 2018). Hal ini sejalan dengan penelitian Sumomba & Hutomo (2012), Lubis & Suryani (2018), Khotimah (2014) dan Febrian, Wahyudi, & Subeki (2018) dalam penelitiannya memiliki hasil bahwa manajemen laba dipengaruhi positif oleh perencanaan pajak H2 : Perencanaan pajak berpengaruh positif terhadap manajemen laba

Metode Penelitian

Studi ini merupakan riset kuantitatif. Menurut Sugiyono (2015) riset kuantitatif ialah riset pada populasi atau sampel, instrument riset sebagai media untuk mengumpulkan data, analisa data bersifat statistika guna membuktikan hipotesis yang sudah ditentukan. Data riset diperoleh dari laporan keuangan masing-masing perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi tertera di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014-2018. Data tersebut termasuk data sekunder yang didapatkan dari sumber kedua. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali regulasi pemerintah bidang perpajakan yang berusaha menyelaraskan kepentingan wajib pajak dan pemerintah. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan Teknik nonprobability sample sesuai kriteria tertentu yang disebut purposive sampling (Cooper & Schindler, 2014). Kriteria yang telah ditetapkan oleh penulis untuk menentukan jumlah sampel studi dari perusahaan manufaktur bidang industri barang konsumsi yang tercatat di BEI yang mempublikasikan laporan keuangannya yang telah diaudit dan laporan tahunan selama berturut-turut periode 2014-2018. Alasan pemilihan sampel karena pada sektor perusahaan tersebut terdapat kasus-kasus terkait manajemen laba seperti yang dijelaskan pada pendahuluan. Sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 95 sampel. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel terikat pada riset ini ialah manajemen laba. Menurut Fahmi (2013) earning

management ialah sesuatu upaya yang mengatur laba berdasarkan kemauan oleh golongan tertentu atau (company management). Dalam riset ini rumusan variabel dependen yang ditetapkan berdasarkan Phillips, Pincus, & Rego (2003).

𝑆𝑐𝑎𝑙𝑒 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝐶ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒𝑠𝑖𝑡 = 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒𝑖𝑡 − 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒𝑖(𝑡−1)𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦𝑖(𝑡−1)

Variabel bebas pada studi ini yakni beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak. Studi ini menggunakan rumus beban pajak tangguhan seperti yang diterapkan dalam penelitian Sumomba & Hutomo (2012). Sedangkan variabel perencanaan pajak ditentukan menggunakan rumus Tarif Pajak Efektif (Sandy & Lukviarman, (2015). Tarif Pajak Efektif ini diperoleh dengan rumus pembagian beban pajak dengan laba sebelum pajak. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Metode dokumentasi merupakan metode yang dipakai dalam pengumpulan data studi ini. Metode dokumentasi berbentuk laporan keuangan dari masing-masing perusahan yang menjadi sampel peneltian. Sedangkan analisis data penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan software SPSS 23. Analisis data pertama dengan pengujian asumsi

Page 10: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

310

klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, dan uji heterokedastisitas. Selanjutnya adalah uji analisis berganda, uji simultan, uji parsial, dan uji koefisien determinasi (R2).

Pembahasan

Analisis Statistik Deskiptif

Tabel 1. Analisis Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation

EM 95 -.008 .016 .00267 .005306

TRR 95 .210 .290 .25042 .018675

BBPT 95 -.008 .009 .00043 .003763

Valid N(listwise) 95

Sumber: Output SPSS

Sesuai tabel satu di atas menunjukkan hasil uji statistik deskriptif dengan menggunakan sampel setelah uji normalitas sehingga menghasilkan jumlah sampel sebanyak 95 sampel data. Dari tabel analisis statistik deskriptif di atas nilai tertinggi untuk variabel earnings management

(EM) 0.016 dimiliki oleh PT Ultra Jaya Milk Industry sedangkan nilai terendah -0.008 dimiliki oleh PT Sekar Bumi dan nilai rata-rata 0.00267. Variabel dependen pertama perencanaan pajak (TRR) memiliki nilai maksimum 0.290 pada PT Darya Varia Laboratoria, nilai minimum 0.210 dan nilai rata-rata sebesar 0.25042. Variabel dependen kedua beban pajak tangguhan (BBPT) memiliki nilai terendah -0.008, nilai tertinggi 0.009 dan nilai mean 0.00043.

Uji Asusmsi Klasik

Pada tabel dua nilai uji normalitas didapat dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov yang memiliki nilai yaitu 0,200. Nilai itu mengartikan variabel-variabel dalam riset telah lolos normalitas disebabkan melebihi nilai signifikansi yakni melebihi 0.05. Runs Test berguna dalam riset ini untuk mendeteksi hasil tes auotokorelasi. Riset ini terhindar dari autokorelasi karena hasil uji Runs Test bernilai 0.257. Nilai tersebut melebihi nilai signifikasi sebesar 0.05. Sehingga dinyatakan studi ini lolos uji autokorelasi. Uji heterokedastisitas yang digunakan riset ini dengan uji glejser. Penelitian dapat dikatakan lolos uji heterokedastisitas apabila hasil uji glejser melebihi nilai signifikansi yang ditetapkan yakni 0,05 (Ghozali, 2016). Hasil tes glejser untuk variabel perencanaan pajak (TRR) 0.610 dan untuk variabel beban pajak tangguhan (BBPT) sebesar 0.269. Nilai uji glejser untuk kedua variabel dependen telah melebihi nilai signifikansi yaitu lebih dari 0,05 maka diartikan riset ini telah lolos uji heterokedastisitas. Tes asumsi klasik terakhir adalah uji multikolinearitas. Nilai VIF dan nilai tolerance merupakan nilai untuk mengetahui hasil uji multikolinearitas. Nilai VIF untuk kedua variabel independen yakni variabel perancanaan pajak (TRR) dan beban pajak tangguhan (BBPT) bernilai 1.007 dan nilai tolerance kedua variabel independen sebesar 0.929. Nilai tolerance pada variabel independen penelitian ini melebihi 0.10 serta nilai VIF tidak melebihi 10 maka studi ini terhindar dari gejala multikolinearitas.

Tabel 2. Hasil Uji Asumsi Klasik

Jenis Pengujian EM TRR BBPT

Uji Normalitas

Hasil Uji 0.200

Simpulan Sig

Page 11: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

311

Uji Autokorelasi

Hasil Uji 0.257

Simpulan Sig

Uji Heterokedastisitas

Hasil Uji 0.610 0.269

Simpulan Sig Sig

Uji Multikolinearitas

Nilai VIF 1.007 1.007

Nilai Tolerance 0.929 0.929

Simpulan Sig Sig

Sumber: Output SPSS

Analisis Regresi Berganda

Tabel 3. Hasil Uji Regresi Berganda

Jeni Pengujian TRR BBPT

Koefisien Determinasi (R2)

Nilai R Square 0.082

Uji Parsial (Uji t)

Nilai Koefisien regresi 0.360 0.041

Nilai Signifikansi 0.045 0.580

Uji Simultan (Uji F)

Nilai Signifikansi 0.604

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabulasi tiga hasil tes regresi berganda pertama memuat hasil uji koefisien determinasi dari nilai RSquare yang bernilai 0.082, perihal tersebut dapat diartikan bahwa variabel independen riset mampu menjelasakan senilai 8,2 % variabel dependen sementara untuk selebihnya sebesar 91.8% dipaparkan dengan variabel independen lain yang tidak termuat pada riset. Tes kedua adalah tes parsial. Pada variabel independen (BBPT) nilai sig 0,580, ini melebihi 0.05 sehingga variabel BBPT tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan pada variabel TRR memiliki nilai signifikansi 0.045 yang berarti variabel TRR memilik dampak untuk manajemen laba. Uji regresi berganda terakhir adalah tes simultan yang bertujuan mengetahui perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan memiliki pengaruh kepada manajemen laba. Hasil uji ini bernilai 0.504 berarti untuk kedua variabel independen secara bersamaan tidak mempengaruhi manajemen laba.

Berdasarkan hasil uji statistik maka diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

SEC = 0.480 + 0.041 BBPT + 0.360 TRR

Dari persamaan regresi di atas dapat diketahui nilai konstanta sebesar 0.048 yang berarti apabila setiap masing-masing variabel independen dianggap tetap maka manajemen laba perusahaan meningkat 0.480. Variabel beban pajak tangguhan memiliki nilai koefisien regresi 0.041 yang dapat diartikan bahwa setiap meningkatnya satu konstanta beban pajak tangguhan makan manajemen laba naik sebesar 0.041. Sedangkan untuk variabel perencanaan pajak (TRR) memiliki nilai 0.360 yang berarti setiap kenaikan satu konstanta perencanaan pajak maka manajemen laba naik sebesar 0.360.

Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba Beban pajak tangguhan pada studi ini tidak berpengaruh pada manajemen laba. Beban

pajak tangguhan yang merupakan pajak yang timbul akibat perbedaan pengakuan beban

Page 12: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

312

ataupun pendapatan dari hasil perbedaan peraturan perpajakan dengan standar akuntansi (Pohan, 2013).Berkaitan dengan teori agensi yang menimbulkan selisih informasi mendorong manajer untuk bertindak oportunis dalam pengungkapan info. Manajer akan mengungkapkan informasi perusahaan kepada para pemangku kepentingan apabila ada manfaat pribadi bagi manajer, sedangkan jika tidak menguntungkan dirinya maka manajer akan menunda pengungkapan atau menyembunyikan informasi tersebut (Sulistyanto, 2014). Penundaan yang dilakukan dapat berupa penundaan pengakuan pendapatan atau beban sehingga menimbulkan beban pajak tangguhan.

Timbulnya saldo pajak tangguhan tidak berdampak dalam studi ini karena manajemen mempunyai keterbatasan dalam menetapkan saldo beban pajak tangguhan. Perihal ini disebabkan adanya aturan mengenai beban pajak tangguhan dalam akuntansi fiskal maupun akuntansi komersial yang telah diatur dalam peraturan perpajakan beban ataupun pendapatan yang boleh diakui dalam akuntansi fiskal. Sehingga manajemen laba tidak bisa dilakukan melalui beban pajak tangguhan (Prasetyo et al., 2018). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Timuriana & Muhamad (2015) yang mengemukakan beban pajak tangguhan tidak dapat mempengaruhi manajemen laba karena perusahaan-perusahaan yang mempergunakan celah untuk melaksanakan praktek manajemen laba dengan beban pajak tangguhan pada laporan keuangan fiskalnya akan tetap terkoreksi saat pemeriksaan fiskal. Batasan yang diberikan dari peraturan perpajakan lebih ketat dalam perhitungan pajak, yakni penghasilan atau biaya hanya diakui saat beban dikeluarkan dan saat pendapatan diterima sebagai dasar perhitungan laba rugi fiskal. Hal ini berarti perpajakan hanya mengakui beban pajak pada periode saat ini dan tidak mengakui adanya beban pajak tangguhan (Achyani & Lestari, 2019). Beban pajak tangguhan hanya memiliki kemampuan dalam mencerminkan efek pajak yang timbul sebagai akibat beda temporer antara akuntansi dan pajak sehingga munculnya beban pajak tangguhan tdak dapat mendeteksi aktivitas manajemen laba yang dilakukan pihak manajemen (Septiana et al., 2016).

Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manejemen Laba

Perencanaan pajak memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba. Perencanaan pajak yang merupakan upaya manajemen untuk meminimalkan beban pajaknya tetapi tidak melanggar ketentuan perpajakan yang berlaku (Suandy, 2016). Pemenuhan tanggungan pajak dengan benar dan tidak mengganggu kelangsungan operasional perusahaan merupakan tujuan utama dari perencanaan pajak (Muljono, 2011). Hasil uji regresi berganda pada penelitian ini menghasilkan nilai signifikansi variabel perencanaan pajak 0.045 serta koefisien regresi 0.360. Perihal tersebut diartikan perencanaan pajak mempengaruhi secara positif terhadap manajemen laba. Perencanaan pajak pada studi ini diukur dengan Effective Tax Rate yang juga seringkali digunakan manajer untuk acuan mengukur total pajak yang wajib dibayarakan perusahaan (Indradi & Setyahadi, 2019). Perusahaan manufaktur yang memiliki kegiatan ekonomi lebih rumit daripada perusahaan nonmanufaktur dan perusahaan manufaktur terbagi dalam departemen-departemen menyebabkan agen atau manajemen tiap departemen memiliki motivasi tersendiri untuk menyejahterakan dirinya sendiri, dengan melakukan perencanaan pajak (Aditama & Purwaningsih, 2014). Berkaitan dengan teori agensi yaitu hubungan antara pihak manajemen dan pemerintah. Hal ini menimbulkan konflik kepentingan antara pihak manajemen perusahaan dengan pemerintah sehingga mendorong pihak manajemen (agen) untuk melakukan perencanaan pajak. Perencanaan pajak dapat meminimalkan beban pajak membuat manajemen melakukan hal tersebut karena pajak sebagai unsur pengurangan laba bersih yang apabila laba bersih semakin kecil mencerminkan kinerja pihak manajemen. Upaya meminimalkan pembayaran pajak melalui perencanan pajak, laba perusahaan akan lebih maksimal karena pajak yang menjadi pengurang laba lebih rendah sehingga laba setelah pajak dapat optimum. Hasil studi ini sama dengan riset Dewi, Nuraina, & Amah (2017) yaitu pajak

Page 13: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

313

yang direncanakan berpengaruh. Pajak ialah salah satu bagian beban perusahaan yang mamput mengurangi laba (Pohan, 2013). Sehingga manajer melakukan upaya untuk meminimalkan pembayaran pajak tersebut dengan cara perencanaan pajak

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1) Beban pajak tangguhan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena pada tes regresi berganda variabel independen (BBPT) nilai sig 0,580, ini melebihi 0.05 sehingga variabel BBPT tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini juga dikarenakan pihak manajemen ada keterbatasan saat menentukan nilainya. Perihal itu disebabkan adanya aturan mengenai beban pajak tangguhan dalam akuntansi fiskal maupun akuntansi yang telah diatur dalam peraturan perpajakan beban ataupun pendapatan yang boleh diakui dalam akuntansi fiskal. Sehingga manajemen laba tidak bisa dilakukan melalui beban tangguhan pajak. 2) Hasil penelitian ini menunjukan tax planing memiliki pengaruh positif kepada manajemen laba karena variabel TRR memiliki nilai signifikansi 0.045 yang berarti kurang dari 0.05 sehingga dapat diartikan perencanaan pajak memiliki dampak untuk manajemen laba. Hal tersebut juga dikarenakan perencanaan laba dapat meminimalkan beban pajak yang membuat manajemen melakukan hal tersebut sebab pajak sebagai komponen pengurangan profit bersih apabila laba bersih semakin kecil mencerminkan kinerja pihak manajemen. Upaya meminimalkan pembayaran pajak melalui perencanan pajak, laba perusahaan akan lebih maksimal karena pajak yang menjadi pengurang laba lebih rendah sehingga laba setelah pajak dapat optimal.

Saran bagi peneliti selanjutnya yaitu dapat menambah jumlah pengambilan sampel yang dipergunakan agar hasil riset yang makin baik. Variabel-variabel yang telah diteliti perlu dipertimbangkan oleh peneliti selanjutnya apakah variabel tersebut dapat diikutsertakan kembali dalam penelitiannya. Disarankan pula untuk menggunakan proksi untuk mengukur variabel selain yang telah digunakan dalam riset ini serta dapat pula menambah variabel. Bagi pihak peruhasaan perlu mempertimbangkan variabel yang terbukti berpengaruh yaitu perencanaan pajak pada saat melakukan praktik manajemen laba. Daftar Pustaka

Achyani, F., & Lestari, S. (2019). Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 4(1), 77–88.

Aditama, F., & Purwaningsih, A. (2014). Pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba pada perusahaan nonmanufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia. MODUS, 26(1), 33–50.

Astutik, R. E. P. (2016). Pengaruh Perencanaan Pajak dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 5(3).

Astutik, R. E. P., & Mildawati, T. (2016). Pengaruh Perencanaan Pajak Dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 5(3), 1–17. https://doi.org/10.31328/jopba.v1i01.79

Barus, A. C., & Setiawati, K. (2015). Pengaruh Asimetri Informasi, Mekanisme Corporate Governance dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Wira

Ekonomi Mikroskil, 5(1), 31–40. Cohen, D. A., Dey, A., & Lys, T. Z. (2005). Trends in Earnings Management and

Informativeness of Earnings Announcements in the Pre- and Post-Sarbanes Oxley Periods. SSRN Electronic Journal, 847. https://doi.org/10.2139/ssrn.658782

Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2014). Business Research Methods (12th ed.). MC Graw

Page 14: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

314

Hill. Dewi, E. R., Nuraina, E., & Amah, N. (2017). Pengaruh Tax Planning dan Ukuran Perusahaan

Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). FIPA: Forum Ilmiah Pendidikan Akuntansi, 5(1), 854–881.

Dyreng, S., Hanlon, M., & Maydew, E. L. (2011). Where Do Firms Manage Earnings ? Review

of Accounting Studies, 17(3). Fahmi, I. (2013). Pengantar Manajemen Keuangan. Alfabeta. Febrian, R., Wahyudi, T., & Subeki, A. (2018a). Analisis Pengaruh Perencanaan Pajak dan

Beban Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia). Akuntabilitas: Jurnal Penelitian

Dan Pengembangan Akuntansi, 12(2), 145–160. Febrian, R., Wahyudi, T., & Subeki, A. (2018b). Analisis Pengaruh Perencanaan Pajak dan

Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia). AKUNTABILITAS: Jurnal

Penelitian Dan Pengembangan Akuntansi, 12(2), 145–160. https://doi.org/10.29259/ja.v12i2.9314

Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23 (8th ed.). Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Harnanto. (2013). Perencanaan Pajak. BFFE. Indradi, D., & Setyahadi, M. M. (2019). Pengaruh Transaksi Hubungan Istimewa Terhadap

Tarif Pajak Efektif dengan Leverage sebagai Variabel Moderating. Jurnal Akuntasni

Berkelanjutan Indonesia, 2(3), 375–392. Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm : Managerial Behavior , Agency

Costs and Ownership Structure Theory of the Firm : Managerial Behavior , Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3, 305–360.

Khotimah, H. (2014). Pengaruh Perencanaan Pajak terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis

Dan Manajemen, 4(2), 170–180. Kisno, & Istianingsih. (2016). Detections Earnings Management by Deferred Tax Expense and

Firm Characteristic. Jurnal Riset Akuntansi Terpadu, 9(1), 139–145. Lestari, F. A. P. (2018). Pengaruh Profitabilitas dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap

Manajemen Laba. Sosio E-Kons, 10(3), 270–278. Lisa, O. (2012). Asimetri Informasi Simetri Informasi dan Manajemen Laba. Jurnal WIGA:

Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi, 2(1), 42–49. Lubis, I., & Suryani. (2018). Pengaruh Tax Planning, Beban Pajak Tangguhan dan Ukuran

Perusahaan Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2016). Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 7(1), 41–58.

Mahpudin, E. (2017). Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Yang Termasuk Dalam Jakarta Islamic Index. Accounthink : Journal of Accounting and Finance, 2(02), 389–403. https://doi.org/10.35706/acc.v2i02.916

Muljono, D. (2011). Tax Planning: Menyiasati Pajak dengan Bijak (1st ed.). ANDI. Nugraha, N. B., & Meiranto, W. (2015). Pengaruh Corporate Social Respondibility, Ukuran

Perusahaan, Profitabilitas, Leverage dan Capital Intensity Terhadap Agresivitas Pajak (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2012-2013). Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 4 No., 1–14. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting

Nurhandono, F., & Firmansyah, A. (2017). Lindung Nilai, Financial Leverage, Manajemen Laba Dan Agresivitas Pajak. Jurnal Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, 17(1), 31–52.

Page 15: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

315

Phillips, J., Pincus, M., & Rego, S. O. (2003). Earnings Management: New Evidence Based on Deferred Tax Expense. The Accounring Review, 78(2), 491–521.

Pohan, C. A. (2013). Manajemen Perpajakan: Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama.

Prabowo, S. (2020). Menyelaraskan Standar Akuntansi dengan Peraturan Pajak. Majalah Pajak. https://majalahpajak.net/menyelaraskan-standar-akuntansi-dengan-peraturan-pajak/

Prasetyo, N. C., Riana, & Masitoh, E. (2018). Pengaruh Perencanaan Pajak, Beban Pajak Tangguhan dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba. MODUS, 31(2), 156–171.

Richardson, V. J. (1998). Information Asymetry and Earnings Management: Some Evidence. Sandy, S., & Lukviarman, N. (2015). Pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance:

Studi empiris pada perusahaan manufaktur. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, 19(2), 85–98. https://doi.org/10.20885/jaai.vol19.iss2.art1

Santana, D. K. W., & Wirakusuma, M. G. (2016). Pengaruh Perencanaan Pajak, Kepemilikan Manajerial Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Praktik Manajemen Laba. E-Jurnal

Universitas Udayana, 14(3), 1555–1583. https://doi.org/10.37932/j.e.v8i2.40 Scott, W. R. (2000). Financial Accounting Theory. Prestice Hall. Septiana, W. I., Sofianty, D., & Fadilah, S. (2016). Pengaruh Tax Planning Dan Beban Pajak

Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Prosiding Akuntansi, 2(2), 402–408. Suandy, E. (2016). Perencanaan Pajak. Salemba Empat. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (p. 11). Alfabeta. Sulistyanto, S. (2014). Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris. Grasindo. Sumomba, C. R., & Hutomo, Y. S. (2012). Pengaruh Beban Pajak Tangguhan dan Perencanaan

Pajak Terhadap Manajemen Laba. KINERJA, 16(2), 103–115. Timuriana, T., & Muhamad, R. R. (2015). Pengaruh Aset Pajak Tangguhan dan Beban Pajak

Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. JIAFE: Jurnal Ilmiah Akuntansi Fakultas

Ekonomi, 1(2), 12–20. Wareza, M. (2019). Tiga Pilar dan Drama Penggelembungan Dana. CNBC Indonesia.

https://www.cnbcindonesia.com/market/20190329075353-17-63576/tiga-pilar-dan-drama-penggelembungan-dana

Wibisono, H. (2014). Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Perusahaan di Seputar Seasoned Equity Offering. Jurnal Akuntansi, 1(1).

Yunila, F., & Aryati, T. (2018). Pengaruh Perencanaan Pajak dan Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Moderasi. Seminar Nasional

Cndekiawan Ke 4 Tahun 2018, 2(2), 1021–1027.

Page 16: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

316

KAJIAN CONDITIONAL BETA DI BURSA EFEK INDONESIA

Yuvica Lara Rovantiane

Universitas Kristen Satya Wacana, Indonesia Robiyanto*

Universitas Kristen Satya Wacana, Indonesia

* [email protected]

Abstrak

Penelitian ini mengkaji risiko sistematis pada dua periode pasar yang berbeda (bearish dan bullish) di Bursa Efek Indonesia (BEI), serta meneliti apakah terdapat perbedaan risiko sistematis pada kedua periode pasar tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga saham penutupan harian saham terpilih dan penutupan harian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode 2 Januari 2017 sampai dengan 30 Desember 2020, dengan data yang diperoleh dari Investing.com. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dengan kriteria tidak pernah melakukan stock split, tidak pernah dihentikan sementara (suspensed), dan diperdagangkan secara aktif selama periode pengamatan, agar tidak terjadi bias. Sebanyak 20 saham ditemukan yang memenuhi kriteria tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara bull dan bear beta. Kemudian, tidak ada perbedaan antara periode keseluruhan dan bull atau bear beta. Temuan menyiratkan bahwa investor dan manajer portofolio dapat menggunakan semua periode beta sebagai proksi risiko sistematis mereka. Kata Kunci: Periode Bullish, Periode Bearish, Beta, Risiko Sistematis, IHSG

Pendahuluan

Investasi di pasar modal merupakan aktivitas penanaman modal baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan harapan akan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang (Mudjiyono, 2018). Investasi di pasar modal tidak terlepas dari adanya risiko dan tingkat pengembalian (return) yang diharapkan oleh investor. Hubungan risiko dengan return adalah hubungan yang searah (Khoiriah et al, 2020). Artinya, apabila semakin besar tingkat risiko, maka tingkat return yang diharapkan akan semakin besar, begitupun sebaliknya. Investor sering kali melakukan diversifikasi saham dengan mengkombinasikan beberapa saham di portofolionya, tujuannya agar mendapatkan return yang optimal dengan tingkat risiko yang minimal (Febriyanti, 2020).

Secara umum, risiko dalam berinvestasi dibagi menjadi dua, yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis atau risiko pasar menurut Robiyanto & Pangestuti (2020) adalah risiko yang berasal dari kondisi ekonomi dan kondisi pasar secara luas yang tidak bisa didiversifikasikan yang diukur dengan menggunakan beta (β). Sedangkan, risiko tidak sistematis adalah risiko yang dapat dihindari melalui diversifikasi. Nilai beta (β) merupakan simbol untuk menilai kerentanan saham (volatilitas saham) terhadap pasar (Tandelilin, 2001). Artinya, nilai beta digunakan oleh investor sebagai indikator dalam menghitung risiko yang berkaitan dengan tingkat return suatu saham.

Risiko sistematis terjadi pada tahun 2020, krisis keuangan global terjadi akibat adanya pandemi COVID-19. Sejak bulan Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

Page 17: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

317

mengumumkan bahwa COVID-19 adalah wabah pandemi global (Susanti et al, 2020).Virus yang menyerang sistem pernapasan ini menyebar begitu cepat. Penyebaran yang cepat ini memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian negara-negara yang terjangkit dan mengakibatkan pemerintah melakukan pembatasan terhadap aktivitas ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Dari kondisi ekonomi global tersebut, membuat mental investor menjadi panik, khawatir dan menyebabkan pasar saham global mengalami tekanan yang hebat sehingga membuat investor melepaskan kepemilikan sahamnya (Sumiari & Putri, 2020). Namun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) perlahan mulai mengalami pemulihan (recovery) dan investor mulai optimis untuk melakukan investasi saham.

Gambar 1. Grafik Pergerakan IHSG Tahun 2020 (Sumber: Investing.com, data diolah)

Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai beta saham pada kondisi pasar sedang

bullish dan bearish. Penelitian Hadita (2011), Yunita (2018), Partono Thomas, Widiyanto, (2019) menemukan adanya hubungan positif signifikan antara perbandingan kinerja portofolio saham dengan menggunakan Single Index Model. Ariasih & Mustanda, (2018), Ikadarma, Yandi; Bertuah, (2019) menemukan adanya hubungan negatif signifikan antara conditional

beta dengan return saham menggunakan metode Single Index Model. Penelitian Sembiring et

al, (2017), Respati et al, (2018), Susanti et al, (2020) menemukan adanya hubungan positif signifikan antara conditional beta dengan return saham menggunakan metode CAPM serta penelitian Sudarsono et al, (2017) , Teh & Lau (2017) menemukan adanya pengaruh negatif dengan menggunakan metode conditional CAPM. Penelitian ini dilakukan karena adanya kejadian luar biasa yakni pandemi COVID-19. Berbeda dari penelitian Robiyanto & Pangestuti (2020) yang hanya meneliti pada kondisi normal, maka perlu dilakukan penelitian serupa. Mulai tanggal 13 Maret 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberlakukan regulasi yang baru, yakni ketentuan Auto Reject Bawah (ARB) menjadi 7% untuk seluruh fraksi harga serta meniadakan saham-saham yang bisa diperdagangkan pada sesi pra-pembukaan (Bursa Efek Indonesia, 2020). Selain itu, ada perbedaan dalam penelitian ini yaitu data penutupan harga saham diambil dari periode Januari 2017 sampai dengan Desember 2020.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji risiko sistematis pada dua periode pasar yang berbeda (bullish dan bearish) di Bursa Efek Indonesia (BEI) serta menjelaskan adanya hubungan beta saham pada saat kondisi pasar bullish dan bearish terhadap return

saham di BEI. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga saham penutupan

0.000

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

Page 18: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

318

harian saham-saham terpilih dan penutupan harian IHSG periode 02 Januari 2017 sampai dengan 30 Desember 2020, dengan data yang diperoleh dari Investing. Manfaat dari penelitian ini adalah mampu memberikan bukti empiris pengujian beta saham pada pasar bullish dan pasar bearish di Indonesia yang dapat digunakan oleh investor untuk mengambil keputusan dalam melakukan investasi. Selain itu, dapat menjadi bahan referensi akademisi dalam melakukan penelitian kajian beta saham pada kondisi pasar bullish dan bearish.

Landasan Teori

Capital Asset Pricing Model (CAPM)

CAPM merupakan metode yang menghubungkan antara beta (risiko sistematis) dengan expected return sebuah aset pada kondisi pasar yang seimbang (equilibrium). Menurut Hartono (2015), CAPM merupakan sebuah teori untuk menilai risiko dan return aset yang didasarkan koefisien beta (risiko sistematis). Risiko ini terkait dengan makro ekonomi yang sulit dikendalikan, sehingga mempengaruhi kondisi pasar domestik. Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perubahan dari segi Gross Domestic Product (GDP), inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar (Respati et al, 2018). Pengujian model CAPM juga dilakukan oleh Nur Indriantoro (2013) dan Sudarsono et

al, (2017) yang menyatakan bahwa dalam mengkaji CAPM digunakan metode two-steps

regression, yaitu first pass menggunakan time series regression untuk menguji beta dan second

pass menggunakan cross sectional regression untuk menguji berbagai kesalahan dalam melakukan pengujian beta, sehingga menghasilkan slope Security Market Line (SML). Pengujian CAPM dengan single beta, akan menghasilkan off-set antara bull beta dengan bear

beta, sehingga hubungan antara beta dengan return saham menjadi tidak signifikan. Sedangkan, pengujian conditional CAPM (dual beta) akan menghasilkan perbedaan, yaitu pada saat market bullish menghasilkan slope positif dan pada market bearish menghasilkan slope negatif. Bull Beta dan Bear Beta

Menurut Hartono (2015), beta merupakan suatu pengukur volatilitas suatu return

sekuritas atau portofolio terhadap return pasar. Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode waktu tertentu. Jika fluktuasi return sekuritas atau portofolio secara statistik mengikuti flkutuasi dari return pasar, maka beta dari portofolio tersebut dikatakan bernilai 1 (satu). Beta bernilai 1 (satu) menunjukkan bahwa risiko sistematik suatu portofolio sama dengan risiko pasar. Sedangkan, beta bernilai lebih dari 1 (satu) dikatakan memiliki risiko yang lebih besar dari tingkat risiko pasar. Saham yang memiliki nilai beta kurang dari 1 (satu) dikatakan sebagai saham yang memiliki risiko yang lebih kecil dari tingkat risiko pasar (Lukito, 2014). Perbedaan dual beta juga di lakukan oleh Arief (2019) yang menyatakan bahwa untuk menguji beta saham terhadap return saham tidak bersifat stasioner sehingga perlu disesuaikan dengan kondisi pasar yang sedang terjadi. Perhitungan beta saham secara terpisah pada saat pasar sedang bullish dan bearish dilakukan untuk mengantisipasi perubahan kondisi pasar yang terjadi. Jika beta saham berubah, maka return yang disyaratkan akan saham juga perlu disesuaikan (Susanti et al, 2020). Dalam kondisi pasar yang berbeda, Tandelilin (2001) mendefinisikan pasar bullish sebagai suatu kecenderungan pergerakan harga saham yang terus menerus menguat atau naik (upward trend). Sedangkan, kondisi pasar bearish adalah kecenderungan pergerakan harga saham terus menerus melemah atau turun (downward trend).

Page 19: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

319

Penelitian Terdahulu

Terdapat perbedaan antara peneliti satu dengan yang lainnya, yakni peneliti Hadita (2011); Yunita (2018) menemukan adanya hubungan positif antara conditional beta dengan return saham dengan menggunakan metode Single Index Model. Ariasih & Mustanda (2018); Ikadarma, Yandi; Bertuah (2019) menemukan adanya hubungan negatif signifikan antara conditional beta dengan return saham menggunakan metode Single Index Model. Respati et al, (2018); Sembiring et al, (2017) menemukan adanya hubungan positif signifikan antara conditional beta dengan return saham menggunakan metode CAPM serta penelitian Sudarsono et al, (2017); Teh & Lau (2017) menemukan hubungan yang sebaliknya. Penelitian terdahulu sudah menguji beta saham pada saat pasar bullish dan bearish yang akan menjadi bahan referensi dalam penelitian diringkas pada tabel 1.

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

Metode Penelitian

Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data harga penutupan saham harian, dan return Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG) harian sebagai proksi return saham. Data tersebut diperoleh dari investing.com. Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah 02 Januari 2017 hingga 30

Desember 2020. Pada periode 2017 sampai dengan 2020, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengikuti kebijakan lima fraksi harga saham yaitu; kategori Rp1 untuk kelompok harga dibawah Rp 200, kategori Rp2 untuk kelompok rentang harga Rp 500, kategori Rp5 untuk

No Peneliti Variabel Alat analisis Hasil Penelitian

1 Hadita, (2011), Yunita, (2018), (Partono Thomas, Widiyanto, 2019)

Conditional

beta dan Return saham index JII

Single Index Model menggunakan model Treynor Index

Portofolio optimal yang dibentuk dari indeks JII menunjukkan hasil yang berbeda signifikan antara pasar sedang bullish dan bearish.

2 Respati et al, (2018), Sembiring et al, (2017), (Susanti et al, 2020)

Conditional

beta dan return saham di BEI

Estimasi Bullish dan Bearish dengan model perpindahan Markov, risiko sistematis dengan CAPM dengan indikator beta Sharpe

Tidak menunjukkan perbedaan risiko sistematis antara kondisi pasar bullish dan Bearish. Hasilnya, pada kedua kondisi tersebut terdapat beta negatif yang dapat memberikan tingat return positif

3 Ariasih & Mustanda, (2018); Ikadarma, Yandi; Bertuah, (2019),

Conditional

beta terhadap return saham di Indeks LQ-45 perusahaan manufaktur

Single Index Model

Single Index Model dapat digunakan untuk menyusun portofolio optimal. Analisis portofolio dalam penelitian ini untuk jangka pendek

4 Sudarsono et al, (2017)

Conditional

beta dan Return saham

Capital Asset Pricing

Model (CAPM) Tidak menunjukkan perbedaan risiko sistematis.

5 Teh & Lau, (2017)

Conditional

beta terhadap return saham di Bursa Efek Malaysia

CAPM, Fama-

French, three-factor (FF3F) model

Tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, peneliti tidak menggunakan metode cross-sectional

Page 20: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

320

kelompok harga saham dibawah Rp 2.000, kategori Rp 10 untuk kelompok harga dibawah Rp 5.000 dan kategori Rp 25 untuk kelompok harga lebih dari sama dengan Rp 5.000, sehingga penelitian ini mengklasifikasikan harga saham sesuai dengan fraksi harga yang sudah ditetapkan oleh BEI. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi saham-saham indeks LQ-45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria, yaitu: (1) tidak pernah melakukan pemecahan saham (stock split), (2) tidak pernah ditangguhkan (suspended), dan (3) diperdagangkan secara aktif selama periode pengamatan. Kriteria ini digunakan karena pemecahan saham (stock split) dapat menimbulkan bias dalam perhitungan return saham. Kemudian, penangguhan perdagangan saham juga dapat menimbulkan bias dalam perhitungan return saham yang menyebabkan return saham bernilai nol karena tidak ada aktivitas perdagangan saham saat ditangguhkan (Tandelilin, 2001). Sebanyak 20 saham bisa memenuhi kriteria tersebut. Nama-nama stok yang termasuk dalam sampel disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Sampel Perusahaan

No Kode Saham No Kode Saham

1 ADRO 11 BBTN

2 AKRA 12 CTRA

3 BBRI 13 EXCL

4 INTP 14 INCO

5 KLBF 15 INKP

6 PGAS 16 ITMG

7 PTBA 17 PTPP

8 SMGR 18 PWON

9 TPIA 19 TLKM

10 ACES 20 WIKA

Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini menggunakan model dan langkah analisis sebagai berikut: 1. Menghitung return saham individu

Return saham dapat dihitung dengan rumus: 𝑅𝑡 = 𝑃𝑡 − 𝑃𝑡−1𝑃𝑡−1

Dimana: Rt = return saham pada hari ke-t Pt = harga saham hari ke-t Pt-1 = harga saham pada hari ke t-1

2. Menghitung return pasar Tingkat pengembalian (return) pasar didasarkan pada perkembangan indeks pasar.

IHSG adalah indeks yang mengukur kinerja seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perhitungan tingkat pengembalian pasar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Page 21: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

321

𝑅𝑚𝑡 = 𝐼𝐻𝑆𝐺𝑡 − 𝐼𝐻𝑆𝐺𝑡−1𝐼𝐻𝑆𝐺𝑡−1

Dimana: IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke-t IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari sebelumnya (t-1)

3. Risiko Sistematis Risiko sistematis (systematic risk) merupakan risiko yang tidak dapat dihindari.

Risiko sistematis sering disebut dengan beta (β). Beta adalah alat ukur kerentanan (volatilitas) return suatu pasar. Oleh karena itu beta merupakan pengukur risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio terhadap risiko pasar (Wibisono, 2017). Beta dihitung dengan menggunakan rumus: 𝛽 = 𝐶𝑜𝑣(𝑅𝑖𝑅𝑚)𝜎𝑚2

Dimana: 𝛽 = Beta portofolio 𝐶𝑜𝑣(𝑅𝑖𝑅𝑚) = Kovarian return portofolio terhadap return pasar 𝜎𝑚2 = Varian return saham 4. Berkenaan dengan beta saham, untuk membedakan kondisi pasar bullish dan bearish,

penelitian ini menggunakan metode Bhardwaj & Brooks (1993) dan Robiyanto & Pangestuti (2020) yang mengklasifikasikan bulan termasuk kondisi bullish maupun bearish tergantung dari nilai return pasar lebih tinggi atau lebih rendah dari rata-rata (mean) return pasar selama periode pengamatan. Apabila ditemukan return pasar bulan tertentu lebih tinggi dari mean maka termasuk golongan kondisi pasar bullish. Jika ditemukan return pasar bulan tertentu lebih rendah dari tingkat mean, maka digolongkan sebagai kondisi pasar bearish.

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil penelitian 20 saham yang terpilih diantaranya terdapat 12 saham yang lebih tinggi dari mean dan 8 saham yang lebih rendah dari mean. Kemudian, terdapat 459 hari return pasar saham lebih rendah dari mean, dan sebaliknya terdapat 506 hari return pasar lebih tinggi dari mean. Hasil perhitungan beta diringkas dalam tabel 3 dan 5 dibawah ini. Hasil pengujian paired sample t-test untuk keseluruhan periode, bullish periode dan bearish periode dilampirkan pada Tabel 5.

Tabel 3. Perhitungan Beta

All Period Bearish Period Bullish Period

ACES 0.92 0.99 1.11

ADRO 1.47 1.47 1.29

AKRA 1.13 1.10 1.20

BBRI 1.59 1.51 1.74

BBTN 1.67 1.74 1.38

CTRA 1.50 1.64 1.02

EXCL 1.52 1.40 1.79

INCO 1.45 1.38 1.56

INKP 1.75 1.80 1.72

INTP 0.08 0.19 0.11

ITMG 1.17 1.21 1.08

Page 22: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

322

KLBF 1.07 0.99 1.02

PGAS 1.67 1.75 1.71

PTBA 1.20 1.36 1.25

SMGR 1.47 1.44 1.41

TPIA 0.54 0.79 0.31

PTPP 1.73 1.84 1.43

PWON 1.54 1.38 1.49

TLKM 1.24 1.05 1.37

WIKA 1.68 1.88 1.55

Tabel 4. Perhitungan Beta berdasarkan Fraksi Harga

All Period Bearish Period Bullish Period

Golongan 1 1.45 1.48 1.31

Golongan 2 1.40 1.38 1.49

Golongan 3 1.00 1.08 0.93

Tabel 5. Rangkuman Perhitungan Beta

All Period Bearish Period Bullish Period

Mean 1.32 1.34 1.28

Maximum 1.75 1.88 1.79

Minimum 0.08 0.19 0.11

Standard Deviation 0.43 0.42 0.44

N 965 459 506

Fraksi harga (tick size) merupakan satuan perubahan harga saham dalam aktivitas perdagangan saham di pasar reguler (Bursa Efek Indonesia, 2021). Peneliti mengklasifikasikan rentang harga saham sesuai dengan fraksi harga yang sudah ditetapkan oleh BEI. Selanjutnya, menghitung nilai mean berdasarkan beta dari masing-masing periode yakni, beta pada bullish periode, beta pada bearish periode dan beta pada keseluruhan periode. Sehingga, peneliti mendapatkan hasil pada tabel 4. Pertama, untuk golongan 1 dalam kategori fraksi harga saham Rp5 dengan rentang harga Rp500 - < Rp2.000 ditemukan pada saham ACES, ADRO, BBTN, CTRA, KLBF, PTPP, PWON dan PGAS. Pada golongan 1 didapati nilai mean pada beta keseluruhan sebesar 1.45 lebih kecil daripada mean beta bearish yang sebesar 1.48, lalu pada beta bullish didapati mean sebesar 1.31. Kedua, untuk golongan 2 dalam kategori fraksi harga saham Rp10 dengan rentang harga Rp2.000 - < Rp5.000 ditemukan pada saham AKRA, BBRI, EXCL, INCO, PTBA, TLKM dan WIKA. Pada golongan 2 didapati nilai mean keseluruhan sebesar 1.40 lebih besar daripada mean beta bearish yang sebesar 1.38 dan lebih tinggi nilai mean pada beta bullish sebesar 1.49. Ketiga, untuk golongan 3 dalam kategori fraksi harga saham Rp25 dengan rentang harga yang lebih dari Rp 5.000 ditemukan pada saham INKP, INTP, ITMG, SMGR dan TPIA. Pada golongan 3 didapati mean beta keseluruhan sebesar 1.00 lebih kecil daripada nilai mean beta bearish sebesar 1.08 dan nilai mean pada beta bullish sebesar 0.93.

Tabel 5 menunjukkan bahwa beta rata-rata selama keseluruhan periode adalah 1.32, sedangkan beta tertinggi adalah 1.75 didapat dari saham PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) serta beta terendah dari keseluruhan periode adalah 0.08 yang ditemukan oleh saham

Page 23: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

323

PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP). Temuan ini menunjukkan bahwa saham INKP merupakan saham yang memiliki pergerakan harga paling berfluktuasi (volatile) dari keseluruhan periode. Nilai rata-rata pada periode bearish adalah 1.34, sedangkan beta tertinggi pada periode bearish adalah 1.88 yang ditemukan pada saham PT. Wijaya Karya (WIKA) dan nilai beta terendah pada periode bearish adalah 0.19 yang ditemukan pada saham INTP. Temuan ini menunjukkan bahwa saham WIKA merupakan saham yang paling berfluktuasi pada periode pasar sedang bearish, sebaliknya saham INTP merupakan saham yang paling tidak berfluktuasi pada periode bearish. Beta rata-rata pada periode bullish sebesar 1.28 dengan beta tertinggi sebesar 1.79 terdapat pada saham PT. XL Axiata Tbk (EXCL) serta beta terendah dalam periode bullish sebesar 0.11 terdapat pada saham INTP. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa saham WIKA merupakan saham paling berfluktuasi pada periode bullish, sedangkan INTP adalah saham paling tidak berfluktuasi pada periode pasar sedang bullish. Tabel 6 membuktikan bahwa tidak ada nilai t yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara periode keseluruhan dengan periode bullish, dan juga tidak ada perbedaan antara periode keseluruhan dan periode bearish. Demikian juga tidak ada perbedaan yang signifikan antara periode bullish dan periode bearish. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Robiyanto & Pangestuti (2020) yang menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara bull beta dan bear beta. Ketidaksesuaian ini mungkin saja terjadi, karena studi-studi lain tersebut telah dilakukan di negara yang sudah maju, sedangkan studi ini dilakukan di pasar negara berkembang, dimana pasar negara berkembang cenderung tersegmentasi (Handayani et al, 2018).

Table 6. Hasil dari Paired Samples t-Test

t df Sig.(2-tailed)

All Period – Bullish Period -0.968 19 0.35

All Period – Bearish Period 1.021 19 0.32

Bullish Period – Bearish Period 1.136 19 0.27

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan beta saham dari periode keseluruhan, periode bullish dan periode bearish. Pada kejadian luar biasa di tahun 2020 dengan adanya pandemi COVID-19, hasil studi tersebut menunjukan bahwa beta pada periode bullish cenderung lebih rendah dibandingkan dengan periode keseluruhan dan beta pada periode bearish cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan periode keseluruhannya. Artinya, saham-saham pada periode bullish cenderung tidak berfluktuasi, dan sebaliknya saham-saham pada periode bearish cenderung lebih berfluktuasi. Hasil temuan menunjukkan bahwa dalam kondisi bearish dan bullish saham-saham cenderung lebih sensitif terhadap fluktuasi pasar saham. Studi tersebut juga menemukan bahwa saham-saham tertentu, seperti ADRO, BBRI, BBTN, CTRA, EXCL, PTPP, PGAS, PWON dan WIKA memiliki nilai bullish yang lebih besar daripada beta bearish dan beta periode secara keseluruhan.

Implikasi

Hasil penelitian ini mengimplikasikan bahwa untuk berinvestasi dan merencanakan portofolionya, investor dan manajer investasi dalam jangka panjang tidak perlu memisahkan periode bullish dan periode bearish dalam perhitungan risiko sistematis. Namun demikian, untuk perdagangan saham dengan jangka waktu yang pendek, investor atau trader dapat memperhatikan kondisi pasar yang sedang terjadi agar memperoleh return yang maksimal dan dapat meminimalkan risiko. Investor maupun trader dapat melakukan perdagangan saham

Page 24: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

324

terutama pada saham beta bullish tinggi atau ketika pasar sedang bullish, dan sebaliknya menghindari saham pada beta bearish tinggi atau pada saat bearish. Untuk menjalankan strategi ini, investor ataupun trader melakukan transaksi pada saham yang diperdagangkan secara aktif. Keterbatasan dan Saran

Keterbatasan pada penelitian ini periode pengamatan menggunakan data return pasar dan data return saham selama 965 hari, objek penelitian hanya ditargetkan pada perusahaan yang masuk dalam Indeks LQ-45 dan tidak semua perusahaan dapat bertahan pada Indeks LQ-45. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan data return pasar dan return saham dengan waktu yang lebih panjang serta menggunakan indeks harga saham selain yang digunakan dalam penelitian ini dan menggunakan saham yang termasuk dalam kategori lain.

Daftar Pustaka

Ariasih, N. L. P. I., & Mustanda, I. K. (2018). Pembentukan Portofolio Optimal Menggunakan Model Indeks Tunggal pada Saham Indeks LQ-45. E-Jurnal Akuntansi Universitas

Udayana, 1–30. https://doi.org/10.24843/ejmunud.2020.v09.i02.p08 Arief, M. Y. (2019). Portofolio Reksadana Optimal Saham Bluechip pada Kondisi Pasar Saham

Bearish dan Bullish. Jurnal Aplikasi Bisnis Dan Manajemen, 5(2), 278–284. https://doi.org/10.17358/jabm.5.2.278

Bhardwaj, R. K., & Brooks, L. R. D. (1993). Dual Betas From Bull and Bear Markets: Reversal of the Size Effect. Journal of Financial Research, 16(4), 269–283. https://doi.org/10.1111/j.1475-6803.1993.tb00147.x

Bursa Efek Indonesia. (2020). BEI Batasi Auto Reject Bawah Jadi 7 Persen. https://www.idxchannel.com/market-news/

Bursa Efek Indonesia. (2021). Mekanisme Perdagangan Efek. https://idx.co.id/investor/mekanisme-perdagangan/

Febriyanti, G. A. (2020). Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Harga Saham dan Aktivitas Volume Perdagangan (Studi Kasus Saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia). Indonesia

Accounting Journal, 2(5), 87–91. https://ejournal.unsrat.ac.id/ Hadita, J. (2011). Analisis Perbandingan Kinerja Portofolio Saham - Saham Jakarta Islamic

Index pada Pasar Bullish dan Bearish. Tazkia Islamic Finance and Bussines Review, 6, 50–64. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30993/tifbr.v6i1.51

Handayani, H., Muharam, H., Mawardi, W., & Robiyanto, R. (2018). Determinants of the Stock Price Volatility in the Indonesian Manufacturing Sector. International Research

Journal of Business Studies, 11(3), 179–193. https://doi.org/10.21632/irjbs.11.3.179-193 Hartono, J. (2015). Teori portofolio dan Analisis Investasi. BPFE Universitas Gadjah Mada.

https://library.bpk.go.id/koleksi/detil/jkpkbpkpp-p-NokRqwa4W2 Ikadarma, Yandi; Bertuah, E. (2019). Optimalization Stock Portfolio Based on Single Index

Model over Bullish and Bearish Market: Case Study on LQ-45 Manufacturing Company. Journal of Multidiciplinary Academics, 3(1), 35–41. http://www.kemalapublisher.com/index.php/JoMA/article/view/350

Investing.com. (2021). Jakarta Stock Exchange Composite Index Historical Data. https://www.investing.com/indices/idx-composite-historical-data

Khoiriah, M., Amin, M., & Kartikasari, A. F. (2020). Pengaruh Sebelum dan Saat Adanya Pandemi COVID-19 Terhadap Saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Tahun 2020. Jurnal

ASET (Akuntansi Riset), 9(2), 117–126.

Page 25: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yuvica Lara Rovantiane, Robiyanto

325

http://www.riset.unisma.ac.id/index.php/jra/article/view/8538 Lukito, I. (2014). Penerapan Metode CAPM (Capital Asset Pricing Model) Untuk Menentukan

Pilihan Investasi Saham (Studi pada Perusahaan Sektor Consumer Good Industry di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012). Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas

Brawijaya, 13(2), 84050. https://media.neliti.com/media/publications/87360 Mudjiyono, M. (2018). Investasi dalam Saham & Obligasi dan Meminimalisasi Risiko

Sekuritas pada Pasar Modal Indonesia. Jurnal STIE Semarang, 4(2), 1–18. http://jurnal3.stiesemarang.ac.id/index.php/jurnal/article/view/165

Nur Indriantoro, B. S. (2013). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi & Manajemen. BPFE Universitas Gadjah Mada. https://openlibrary.telkomuniversity.ac.id/home/catalog/id/105632

Partono Thomas, Widiyanto, Y. A. and H. V. (2019). The Analysis of Optimal Portfolio Forming with Single Index Model on Indonesian Most Trusted Companies. International

Research Journal of Finance and Economics, Issue 163 September, 2017, 50–59. http://www.internationalresearchjournaloffinanceandeconomics.com

Respati, P., Purwanto, B., & Irwanto, A. K. (2018). Estimasi Bullish dan Bearish dengan Model Perpindahan Markov dan Risiko Sistematis (beta) dengan Model Penilaian Modal Sharpe dalam Investasi Saham di Bursa Efek Indonesia, Tahun 2011 - 2016. Jurnal Manajemen

Dan Organisasi, 8(3), 221. https://doi.org/10.29244/jmo.v8i3.22471 Robiyanto, & Pangestuti, I. R. D. (2020). Bull beta VS Bear Beta in the Indonesia Stock

Exchange. ABAC Journal, 40(2), 41–52. http://www.assumptionjournal.au.edu/index.php/abacjournal/article/view/4758

Sembiring, F. M., Rahman, S., Effendi, N., & Sudarsono, R. (2017). Single Beta and Dual Beta Models: A Testing of CAPM on Condition of Market Overreactions. Journal of Finance

and Banking Review, 2(3), 1–7. https://econpapers.repec.org/RePEc:gtr:gatrjs:jfbr128 Sudarsono, R., Husnan, S., Tandelilin, E., & Ekawati, E. (2017). Time Varying Beta (Dual

Beta): Conditional Market Timing CAPM. Journal of Management and Business, 11(2). https://doi.org/10.24123/jmb.v11i2.221

Sumiari, K. N., & Putri, W. T. I. (2020). Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman COVID-19 di Indonesia. Jurnal Bisnis Dan Kewirausahaan, 16(2580–5614), 232–236. https://doi.org/10.31940/jbk.v16i3.2081

Susanti, E., Ernest Grace, & Nelly Ervina. (2020). The Investing Decisions during the COVID-19 Pandemic by Using the Capital Asset Pricing Model (CAPM) Method in LQ-45 Index Companies. International Journal of Science, Technology & Management, 1(4), 409–420. https://doi.org/10.46729/ijstm.v1i4.66

Tandelilin, E. (2001). Beta pada Pasar Bullish dan Bearish: Studi Empiris di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, 16(2001), 261–272. https://jurnal.ugm.ac.id/jieb/article/view/39826

Teh, K.-S., & Lau, W.-Y. (2017). The Dual-Beta Model: Evidence from the Malaysian Stock Market. Indonesian Capital Market Review, 9(1), 39–52. https://doi.org/10.21002/icmr.v9i1.6367

Wibisono, D. A. (2017). Pemilihan Saham yang Optimal Menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, 5(1), 32–46. https://doi.org/doi.org/10.26905/jmdk.v5i1.1315

Yunita, I. (2018). Single Index Model in Determining Optimal Portfolio Composition of Jakarta Islamic Index ( JII ). International Seminar and Conference on Learning

Organization, ISCLO, 2018, 2004, 238–248. https://openlibrarypublications.telkomuniversity.ac.id/index.php/isclo/article/view/7028/692

Page 26: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

326

EFEK GREEN PERCEIVED VALUE DAN RISK TERHADAP GREEN

REPURCHASE INTENTION: GREEN TRUST SEBAGAI PEMEDIASI PADA PENGGUNA PERTALITE DI KOTA TERNATE

Ardhy La Mada

Universitas Khairun Ida Hidayanti

Universitas Khairun Ibnu Sina Hi. Yusuf

Universitas Khairun

[email protected]

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Green Perceived Value dan Green

Perceived Risk terhadap Green Repurchase Intention, dengan Green Trut sebagai variabel mediasi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini meliputi masyarakat Kota Ternate yang menggunakan BBM jenis Pertalite pada kendaraan bermotor dengan metode pengambilan sampel yaitu Non Probability Sampling dan teknik pengambilan sampel adalah Purposive Sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis jalur, uji F, uji t dan uji sobel dengan bantuan aplikasi IBM SPSS versi 26. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: green perceived value

berpengaruh positif dan signifikan terhadap green trust dan green repurchase intention, green

perceived risk berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap green trust dan green

perceived risk berpengaruh negatif dan tidak signifikan green repurchase intention, green

trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase intention, green trust dapat memediasi pengaruh green perceived value ke green repurchase intention, green trust dapat memediasi pengaruh green perceived risk ke green repurchase intention. Kata kunci: Green Perceived Value, Green Perceived Risk, Green Repurchase Intention,

Green Trust

Pendahuluan

Masalah-masalah lingkungan sering terdengar di masyarakat contohnya adalah pemanasan global. pemanasan global merupakan peningkatan suhu di permukaan bumi, membuat tingginya permukaan air laut dan mengakibatkan lapisan ozon yang menipis. Dampak negatif yang ditimbulkan pemanasan global mendorong kepedulian masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan agar kualitas udara menjadi baik. Kualitas udara yang buruk tidak lepas dari polusi yang berasal dari aktivitas kegiatan manusia, seperti hasil dari manufaktur, transportasi, dan ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Kendaraan bermotor dikatakan sebagai salah satu alat transportasi yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, baik untuk kendaraan roda dua maupun untuk kendaraan roda empat. Motor bakar merupakan salah satu mesin yang digunakan sebagai penggerak

Page 27: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

327

mula-mula alat transportasi. Motor bakar memiliki suatu mesin konversi energi yang merubah energi kalor menjadi energi mekanik. Dengan adanya energi kalor sebagai suatu penghasil tenaga maka sudah semestinya mesin tersebut memerlukan bahan bakar dan sistem pembakaran yang digunakan sebagai sumber kalor.

Adanya pertimbangan konsumen sebelum memutuskan untuk mengkonsumsi suatu produk yang dibutuhkan namun tetap juga menjaga kelestarian lingkungan, membuat perusahaan perlu menerapkan suatu konsep bisnis baru dengan menerapkan isu-isu mengenai keprihatinan terhadap kondisi lingkungan yang kemudian disebut green marketing. (Polonsky, 1994) mengatakan bahwa green marketing atau pemasaran lingkungan terdiri dari semua kegiatan yang dirancang untuk menghasilkan dan memfasilitasi transaksi yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan manusia, sehingga kepuasan terhadap kebutuhan dan keinginan ini dapat terjadi dengan dampak kerugian yang minimal pada lingkungan sekitar.

PT. Pertamina yang merupakan perusahaan penghasil bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Program langit biru PT pertamina dan rencana penghapusan BBM jenis premium

yang mulai diberlakukan pada tanggal 01 januari 2021 sesuai dengan peraturan pemerintah no.41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara yang perlu menjadi perhatian seluruh pihak dalam upaya mengurangi pencemaran udara itu dapat dilakukan dengan melalui pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor salah satunya adalah dengan menggunakan BBM yang lebih berkualitas dan ramah lingkungan. BBM yang berkualitas itu tentu akan berdampak positif terhadap performa kendaraan serta lebih irit karena pembakaran diruang mesin itu lebih sempurna. Oleh karena itu pertamina terus mendorong penggunaan produk-produk BBM yang berkualitas seperti pertalite, pertamax dan pertamax turbo.

Pertalite merupakan Bahan bakar minyak (BBM) jenis baru yang diproduksi Pertamina, Jika dibandingkan dengan premium Pertalite memiliki kualitas bahan bakar lebih baik, sebab memiliki kadar Research Oktan Number (RON) 90, di atas Premium, yang hanya RON 88. Pertalite memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan Premium. Pertalite direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi 9:1-10:1 dan mobil tahun 2000 ke atas, terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan Electronic Fuel Injection (EFI) dan catalytic converters (pengubah katalitik). Kota Ternate sendiri merupakan daerah dengan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite tertinggi di wilayah Provinsi Maluku Utara (MALUT). Penggunaan BBM jenis pertalite di Ternate permintaannya cukup tinggi, baik pengecer hingga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Sementara itu, Malut merupakan wilayah dengan konsumsi paling tinggi jenis BBM pertalite sehigga mecapai 50 persen.

Tabel 1. Daftar Harga BBM Serta Konsumsi Per Bulan Pertalite di Kota Ternate

Jenis BBM Konsumsi per Bulan Harga

Dexlite 120.000 Kiloliter/ Bulan Rp. 9.700/liter

Pertamax 138.000 Kiloliter/ Bulan Rp. 9.200/liter

Pertalite 936.000 Kiloliter/ Bulan Rp. 7.850/liter

Premium 0 Rp. 6.450/liter

Sumber: SPBU di Kota Ternate (2021)

Keinginan membeli kembali mengacu pada penilaian individu tentang membeli lagi layanan yang ditunjuk dari perusahaan yang sama, dengan mempertimbangkan situasi saat ini dan berbagai kemungkinan (Lacey dan Morgan, 2008). Sedangkan menurut (Lam et al., 2016) green repurchase intention yaitu tindakan pembelian produk hijau dimana konsumen

Page 28: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

328

memberi respon positif terhadap kualitas produk yang ramah lingkungan dan berniat untuk melakukan pembelian kembali atau menggunakan kembali produk yang ramah lingkungan di perusahaan yang sama. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan green repurchase

intention yaitu dengan green perceived value, green perceived risk dan green trust. Green

trust adalah keyakinan untuk bergantung pada produk, jasa, atau merek berdasarkan harapan akan kepercayaan, kebaikan, dan mutu pada kinerjanya terhadap lingkungan (Chen, 2010).

Peningkatan kepercayaan konsumen bisa dilakukan dengan memberikan kualitas produk yang lebih bagus. Persepsi kualitas adalah penilaian keunggulan dan kelebihan keseluruhan dari suatu produk atau pelayanan oleh pengguna (Chen et al., 2015). Peningkatan kualitas yang dirasakan tidak hanya untuk meningkatkan nilai kepuasan pelanggan tetapi juga meningkatkan nilai kepercayaan pelanggan. Kepercayaan juga dapat dipengaruhi oleh kepuasan, artinya apabila kepuasan yang dirasakan semakin tinggi maka kepercayaan terhadap suatu produk juga semakin meningkat (Wulansari dan Sri Suprapti, 2015). Pembelian konsumen terjadi apabila risiko yang dirasakan berkurang, maka dari itu kurangnya suatu risiko yang dirasakan bertujuan untuk meningkatan kepercayaan konsumen (Chang dan Chen, 2008). Maka dari itu, (Chen dan Chang, 2012) mendefinisikan green

perceived risk sebagai Harapan negatif dari konsekuensi lingkungan yang terkait dengan perilaku pembelian, yang mana green perceived risk tersebut, akan berpengaruh secara negatif terhadap green trust.

Sesuai dengan pernyataan diatas, peneliti ingin membuktikan kembali variabel green

perceived risk yang berpengaruh negatif terhadap green trust. Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh (Dewi dan Rastini, 2016) yang berjudul “Peran Green Trust Memediasi Green

Perceived Value dan Green Perceived Risk Terhadap Green Repurchase Intention” pada konsumen The Face Shop di kota Denpasar, dan penelitian yang di lakukan oleh (Luis dan Pramudana, 2017) dengan judul “Pengaruh Green Perceived Quality, Green Satisfaction dan Green Perceived Risk Terhadap Green Trust” pada para pengguna produk ramah lingkungan pertalite di kota Denpasar, dimana pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa green

perceived risk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap green trust. Jadi, Semakin tinggi persepsi resiko yang dirasakan oleh konsumen akan menurunkan nilai kepercayaan konsumen terhadap produk hijau yang dikonsumsi.

Penelitian yang di lakukan oleh (Dewi dan Rastini, 2016), (Luis dan Pramudana, 2017) serta (Saputro, 2013) kontradiktif dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pratama, 2014) dengan judul “Pengaruh Green Perceived Value, Green Perceived Risk dan Green

Trust Terhadap Green purchase intention Lampu Philips LED di Surabaya” menunjukkan green perceived risk berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap green trust. Hal ini terjadi karena proses menciptakan kepercayaan kosumen terhadap lampu Philip LED membutuhkan waktu yang relatif lama, ini dikarenakan Lampu Philip LED terbilang baru di pasar Indonesia. Konsumen perlu memberikan bukti bahwa lampu tersebut benar-benar tidak merugikan pengguna dan lingkungan.

Dengan melihat perbedaan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, menjadi pentingnya untuk penelitian ulang dilakukan. Sehingga memperoleh gambaran yang lebih jelas bagaimana pengaruh green perceived value dan green perceived risk terhadap green

trust dan green repurchase intention, serta mengetahui pengaruh variabel yang di mediasi dari green trust.

Page 29: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

329

Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

Green Marketing

Konsep green marketing mulai muncul pada akhir tahun 1980 sampai awal 1990. (Hawkins dan Mothershaugh, 2010) mendefinisikan pemasaran hijau sebagai aktivitas menjual sebuah produk dengan cara yang ramah lingkungan, termasuk memodifikasi suatu produk, merubah proses produksi, mengubah pengemasan bahkan melakukan perubahan cara promosi. Green marketing tidak hanya dapat mengubah aturan persaingan dalam praktek, tetapi juga menghasilkan strategi diferensiasi dengan memenuhi kebutuhan lingkungan pelanggan (Chen dan Chang, 2013).

Green Repurchase Intention

Kinnear dan Taylor, (1995) menyatakan minat beli sebagai komponen dari perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi suatu produk, keinginan konsumen untuk bertindak sebelum mengambil keputusan untuk membeli. Minat beli ulang pada dasarnya merupakan perilaku pelanggan dalam menanggapi positif terhadap kulitas produk dan pelayanan suatu perusahaan dan berniat melakukan konsumsi kembali produk perusahaan tersebut. Sedangkan repurchase intention di kemukakan Mardalis, (2005) sebagai fungsi dari kegiatan pada periode pembelian dan merupakan sikap sebelumnya ditambah dengan kepuasan diperiode sebelumnya.Green repurchase intention merupakan perilaku dalam membeli sebuah produk yang ramah lingkungan dimana respon positif dari konsumen terhadap kualitas sebuah produk yang ramah lingkungan dan berniat untuk melakukan konsumsi kembali sebuah produk yang ramah lingkungan di perusahaan tersebut (Lam et al. 2016). Ferdinand mengadopsi dari (Dewi dan Rastini, 2016) terdapat empat dimensi minat beli ulang, yaitu minat transaksional, minat referensial, minat preferensial, minat eksploratif.

Green Trust

Kepercayaan merupakan tingkat kesediaan konsumen untuk bergantung pada suatu objek berdasarkan harapan kemampuan serta kehandalannya (Ganesan, 1994). Sedangkan kepercayaan hijau juga berarti sebuah kepercayaan yang didapat dari kemampuan dan kebaikan produk tersebut atas kepeduliannya terhadap lingkungan sehingga tumbulnya kemauan konsumen untuk bergantung pada sebuah produk, jasa ataupun merek (Ganesan, 1994). (Chen dan Chang, 2013) mengemukakan bahwa green trust memiliki 5 dimensi dalam pengukurannya sebagai berikut: 1. Terpercaya yaitu merek sudah terpercaya dalam hal komitmen menjaga lingkungan, 2. Klaim organik yaitu pernyataan konsumen akan suatu produk organik berdasarkan

pengakuan ramah lingkungannya, 3. Reputasi yaitu perbuatan konsumen akan nama baik yang dimiliki dari suatu produk

organik, 4. Kinerja lingkungan berkaitan dengan kepercayaan konsumen akan pencapaian suatu

produk organik terhadap lingkungan, 5. Komitmen lingkungan, yaitu keyakinan konsumen akan tanggung jawab produk organik

terhadap perlindungan lingkungan.

Green Perceived Value

(Zeithaml, 1988) menjelaskan persepsi nilai (perceived value) konsumen adalah keseluruhan penilaian konsumen terhadap kegunaan suatu produk atas apa yang diterima dan yang diberikan oleh produk itu. Sedangkan, green perceived value merupakan penilaian konsumen secara menyeluruh

Page 30: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

330

terhadap manfaat suatu produk dan jasa yang didasarkan pada hasrat akan kondisi lingkungan yang diinginkan konsumen, harapan berkelanjutan, dan kebutuhan hijau (Chen dan Chang, 2012). (Chen dan Chang, 2012) berpendapat bahwa green perceived value memiliki 5 dimensi dalam pengukurannya, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat yang didapatkan konsumen dengan menggunakan suatu produk ramah lingkungan, 2. Kinerja lingkungan yang diberikan suatu produk organik sesuai dengan harapan konsumen, 3. Kepedulian lingkungan berkaitan dengan sangat besarnya kepedulian lingkungan yang ditunjukkan

dari produk organik, 4. Standar kualitas sangat baik yang ditawarkan dari produk-produk organik, 5. Baik bagi lingkungan artinya bahwa dapat mengurangi kerusakan lingkungan

Green Perceived Risk

Perceived risk dikatakan sebagai penilaian yang subjektif oleh konsumen yang berkaitan dengan konsekuensi negatif dan ketidakpastian yang dapat terjadi karena keputusan yang salah (Rahardjo, 2015). Green perceived risk didefinisikan sebagai suatu hambatan dalam mempercayakan suatu produk hijau yang dikarenakan faktor kejadian masa lalu, informasi negatif dari mulut ke mulut yang akan menyebabkan ketidakpercayaan pada suatu produk hijau (Rizwan et al., 2014). (Chen dan Chang, 2012) menyebutkan ada beberapa poin penting dalam pengukuran risiko yang dirasakan hijau adalah sebagai berikut. 1. Kemungkinan kinerja suatu produk menimbulkan sebuah permasalahan pada lingkungan. 2. Kemungkinan produk tidak bekerja sesuai rancangan yang ramah lingkungannya. 3. Kemungkinan timbulnya kerugian bagi konsumen 4. Kemungkinan produk yang digunakan dapat merusak lingkungan 5. Kemungkinan penggunaan suatu produk dapat merusak reputasi atau citra hijau

konsumen.

Pengembangan Hipotesis

Hubungan Green Perceived Value terhadap Green Repurchase Intention

Perceived value yaitu seperangkat atribut yang berkaitan dengan persepsi nilai suatu produk sehingga dapat meningkatkan niat membeli kembali secara positif. (Chen dan Chang, 2012) mengemukakan green perceived value merupakan salah satu indikator yang penting untuk meneliti perilaku pembelian hijau konsumen. Hubungan nilai yang dirasakan hijau dengan niat membeli kembali hijau memliki pengaruh yang positif. Sebuah produk dapat mengantarkan nilai kepada konsumen dengan menawarkan manfaat berbeda dari produk persaing. Sebagai pembeda perusahaan memasukkan nilai lingkungan dalam suatu produk untuk menarik perhatian konsumen yang peka terhadap perubahan lingkungan saat ini. Semakin besar manfaat atau nilai produk yang diterima dan dirasakan konsumen, maka akan membentuk suatu signal minat beli ulang yang kuat dalam diri konsumen. Penelitian yang menunjukan adanya pengaruh nilai yang dirasakan hijau dengan niat membeli kembali hijau di lakukan oleh (Dewi dan Rastini, 2016) serta (Lam et al., 2016) menunjukkan bahwa green

perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase intention. H1 : Green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase

intention.

Hubungan Green Perceived Risk terhadap Green Repurchase Intention

Persepsi risiko merupakan manfaat negatif yang dirasakan oleh konsumen sebagai risiko yang akan didapat oleh konsumen akibat mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu produk. Dampak dari persepsi risiko salah satunya pada perilaku pembelian hijau,

Page 31: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

331

dimana terjadi konsekuensi negatif dan ketidakpastian yang akan mempengaruhi perilaku pembelian hijau. Hasil penelitian (Dewi dan Rastini, 2016) menunjukkan bahwa green

perceived risk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap green repurchase intention. Hal ini menujukan bahwa Semakin tinggi persepsi risiko yang di dapat ketika mengkonsumsi suatu produk, mengakibatkan menurunnya minat beli ulang, sebaliknya jika persepsi resiko ini lebih sedikit dirasakan konsumen, maka minat beli ulang terhadap suatu produk akan tinggi. Dengan berkurangnya persepsi risiko dapat meningkatkan perilaku pembelian produk hijau (Waskito, 2015). H2 : Green perceived risk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap green repurchase

intention.

Hubungan Green Trust terhadap Green Repurchase Intention

Kepercayaan muncul ketika satu pihak percaya kepada tindakan dari pihak lain. Kepercayaan pada suatu produk hijau akan berpengaruh terhadap perilaku pembelian hijau (Chen, 2013). Kepercayaan konsumen menjadi dasar penentu perilaku konsumen dalam waktu jangka panjang. Hasil penelitian (Dewi dan Rastini, 2016) dan (Lam et al., 2016) menunjukkan bahwa green trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap green

repurchase intention. Semakin kuat kredibilitas merek terhadap citra merek produk maka perusahaan akan mengedepankan faktor ramah lingkungan yang tertanam baik di benak konsumen akan membantu konsumen mengurangi kebingungan dalam membeli produk dan lebih memilih merek atau produk yang sudah dipercayainya. Hal ini nantinya yang akan mengarahkan pada minat beli ulang terhadap produk-produk ramah lingkungan. H3 : Green trust berpengaruh positif dan signifkan terhadap green repurchase intention.

Hubungan Green Perceived Value terhadap Green Trust

Nilai yang dirasakan oleh konsumen sangat penting dalam mempengaruhi kepercayaan seorang pelanggan, karena kesadaran lingkungan yang lebih menonjol saat ini, telah banyak dieksplorasi, sehingga nilai yang dirasakan memiliki efek yang positif pada kinerja pemasaran. Jika konsumen percaya terhadap suatu produk maka konsumen akan membeli terus-menerus produk tersebut, dan apabila semakin besar nilai lingkungan suatu produk itu dipersepsikan, maka konsumen akan mengurangi perasaan skeptis konsumen dan meningkatkan kepercayaan akan produk ramah lingkungan tersebut. Penelitian yang dilakukan (Chen dan Chang, 2012), (Lam et al., 2016), dan (Dewi dan Rastini, 2016) menunjukkan bahwa green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green

trust. H4 : Green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green trust.

Hubungan Green Perceived Risk terhadap Green Trust

Pengurangan persepsi risiko mengarah pada kemungkinan meningkatnya pembelian sehingga penurunan persepsi risiko hijau yang berdampak pada peningkatan kepercayaan pelanggan. Hal ini menjadi tugas perusahaan agar dapat menurukan beberapa risiko-risiko yang dirasakan oleh konsumen untuk meningkatkan kepercayaan konsumen. Penelitian (Luis dan Pramudana, 2017) dan (Dewi dan Rastini, 2016) hasilnya menunjukkan bahwa risiko yang dirasakan hijau berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepercayaan hijau. Semakin besar persepsi konsumen bahwa produk ramah lingkungan itu tidak benar-benar aman dan hanya sebagai strategi untuk meningkatkan penjualan membawa keraguan dan kekhawatiran pada diri konsumen yang akhirnya berakibat menurunnya kepercayaan terhadap risiko suatu produk. Kedua penelitian diatas kontradiktif dengan penelitian yang

Page 32: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

332

dilakukan oleh (Pratama, 2014) dimana green perceived risk berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap green trust. H5 : Green perceived risk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap green trust.

Hubungan Green Perceived Value terhadap Green Repurchase Intention yang dimediasi

oleh Green Trust

Nilai yang dirasakan konsumen dapat mempengaruhi kepercayaan suatu konsumen, persepsi nilai tinggi yang dirasakan konsumen dapat meningkatkan kepercayaan konsumen (Kim et al., 2008). Kepercayaan akan suatu produk hijau ini akan mempengaruhi perilaku pembelian hijau (Chen, 2013). Hasil penelitian (Dewi dan Rastini, 2016) serta (Lam et al., 2016) menunjukkan bahwa green trust secara signifikan mampu memediasi pengaruh green

perceived value terhadap green repurchase intention. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi kredibilitas kemampuan suatu produk hijau, maka persepsi konsumen akan kepercayaan produk hijau tersebut meningkat sehingga mengarahkan pada minat beli ulang akan produk ramah lingkungan tersebut. H6 : Green trust mampu memediasi green perceived value terhadap green repurchase

intention.

Hubungan Green Perceived Risk terhadap Green Repurchase Intentionyang dimediasi

oleh Green Trust

Green perceived risk dinyatakan sebagai harapan negatif yang berkonsekuensi pada lingkungan terkait dengan perilaku pembelian (Chen dan Chang, 2012). Setiap konsumen yang melakukan pembelian pasti di dasarkan pada rasa percaya dari brand product, dimana banyak penelitian yang menyatakan bahwa kepercayaan dapat mengatasi persepsi risiko yang dimiliki oleh setiap konsumen. Penelitian yang dilakukan oleh (Dewi dan Rastini, 2016) menunjukkan bahwa green trust secara signifikan mampu memediasi pengaruh green

perceived risk terhadap green repurchase intention dengan parameter negatif. Hal tersebut terjadi karena semakin rendah resiko produk yang di persepsikan konsumen, maka semakin tinggi nilai kepercayaan bahwa produk tersebut memiliki kinerja yang baik terhadap lingkungan yang akhirnya meningkatkan minat beli ulang terhadap produk. H7 : Green trust mampu memediasi green perceived risk terhadap green repurchase

intention.

Berdasarkan perumusan hipotesis tersebut, maka model penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Model Penelitian (Sumber : Diadopsi dari penelitian Chen dan Chang, (2012), Pratama, (2014), dan Dewi dan Rastini,

(2016)).

H3

H1

H

H4

H

H

H

Green trust

Green perceived value

Green perceived risk

Green repurchase intention

Page 33: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

333

Metode Penelitian

Definisi operasional variabel

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Penilitian

NO Variabel Definisi Operasional Variabel Indikator

Variabel Dependent

1 Green

repurchase

intention (Y)

Green repurchase intention merupakan perilaku dalam membeli sebuah produk yang ramah lingkungan dimana respon positif dari konsumen terhadap kualitas sebuah produk yang ramah lingkungan dan berniat untuk melakukan konsumsi kembali sebuah produk yang ramah lingkungan di perusahaan tersebut Lam et al., (2016).

1. minat transaksional, 2. minat referensial, 3. minat minat preferensial, dan 4. minat eskploratif. Dewi dan Rastini, (2016)

Variabel Independent

1 Green perceived

value (X1) green perceived value merupakan penilaian konsumen secara menyeluruh terhadap manfaat suatu produk dan jasa yang didasarkan pada hasrat akan kondisi lingkungan yang diinginkan konsumen, harapan berkelanjutan, dan kebutuhan hijau Chen dan Chang, (2012).

1. Manfaat lingkungan 2. Kinerja lingkungan sesuai harapan 3. Kepedulian lingkungan 4. Ramah lingkungan 5. Baik bagi lingkungan Chen dan Chang, (2012).

2 Green perceived

risk (X2) Green perceived risk didefinisikan sebagai suatu hambatan dalam mempercayakan suatu produk hijau yang dikarenakan faktor kejadian masa lalu, informasi negatif dari mulut ke mulut yang akan menyebabkan ketidakpercayaan pada suatu produk hijau Rizwan et al., (2014)

1. kinerja lingkungan bermasalah 2. kinerja lingkungan tidak sesuai design kemasan 3.hukuman/kerugian lingkungan 4. Merusak lingkungan 5. Merusak citra hijau konsumen Chen dan Chang, (2012).

Variabel Mediasi

1 Green trust (M) Green trust juga berarti sebuah kepercayaan yang didapat dari kemampuan dan kebaikan produk tersebut atas kepeduliannya terhadap lingkungan sehingga tumbulnya kemauan konsumen untuk bergantung pada sebuah produk, jasa ataupun merek Ganesan, (1994).

1. Reputasi lingkungan 2. kinerja lingkungan 3. klaim ramah lingkungan 4. kepedulian lingkungan sesuai harapan 5. komitmen terhadap lingkungan Chen dan Chang, (2013).

Jenis penelitian ini bersifat kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan sebuah proses yang memungkinkan peneliti untuk membangun hipotesis dan menguji secara empiris hipotesis yang dibangun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen pengguna BBM jenis pertalite pada masyarakat Kota Ternate. Sampel penelitian ini didapat dengan kriteria yaitu konsumen yang memakai produk BBM jenis pertalite lebih dari 2 kali sebagai acuan untuk mendapatkan responden yang benar-benar memiliki niat beli kembali produk. Dengan teknik pengambilan sampel yaitu Purposive Sampling. Teknik Purposive Sampling

Page 34: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

334

adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2015). Pembagian angket kuesioner di lakukan dengan secara langsung di lapangan. Untuk pertimbangan sampel dalam penelitian ini yaitu semua yang memakai produk BBM jenis pertalite lebih dari 2 kali, sedangkan konsumen yang suka berganti merek produk BBM (premium atau pertamax) tidak termasuk dalam sampel penelitian. Penentuan sampel didasarkan pada Hair, et al (1998) yang menyatakan bahwa jumlah sampel dalam penelitian adalah sebagai berikut: N = Jumlah Indikator x 5 N = 19 x 5 N = 95 responden

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dilokasi penelitian menggunakan kuesioner, yang merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh sebuah informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi konsumen atau hal-hal yang diketahui (Arikunto, 2006). Sedangkan Teknik pengumpulan data sekunder menggunakan metode dokumentasi yaitu suatu metode yang digunakan untuk memperoleh atau mengetahui sesuatu dengan melihat buku, artikel atau catatan-catatan, literatur dan jurnal yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dan mendukung pelaksanaan penelitian. Instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program software IBM SPSS statistics 26 for windows. Sebelum menguji hipotesis terlebih dahulu menguji instrument. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah instrument yang digunakan sudah valid dan reliabel kemudian menguji asumsi klasik. Hal ini agar hasil perhitungan tersebut dapat diinterpretasikan dengan tepat dan efisien. Setelah itu peneliti melakukan Uji hipotesis, uji ini digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian. Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t (uji persial) dan uji pengaruh mediasi (path analysis dan uji sobel). uji Analisis Jalur (Path Analysis) ini merupakan perluasan dari analisis regresi berganda, analisis jalur dalam analisis regresi digunakan untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori. Koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi (Ghozali, 2013). Uji sobel dilakukan dengan cara menguji kekuatan pengaruh tidak langsung variabel independen (X) ke variabel dependen (Y) melalui variabel intervening (M).

Hasil Pembahasan

1. Hasil Analisis Deskriptif Penelitian

Berdasarkan tabel 3 berikut ini menunjukkan bahwa interpretasi jawaban responden untuk semua variabel penelitian adalah berada pada kategori Baik.

Tabel 3. Hasil Analisis Deskriptif Penelitian

No Variabel N Min Max Mean Std Deviasi Keterangan

1 Green

perceived

value 95 1.40 5.00 4,14 0.694 Baik

2 Green

perceived risk 95 3.00 5.00 3,64 0.662 Baik

3 Green trust 95 2.20 5.00 4,15 0.634 Baik

4 Green

repurchase

intention 95 2.00 5.00 4,16 0.687 Baik

Sumber: Data primer diolah, 2021

Page 35: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

335

2. Hasil Uji Instrumen Data

Pengujian instrument digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas instrument yang disusun apakah layak digunakan sebagai alat ukur penelitian. Uji validitas dapat dilihat pada Output Cronbach Alpha kolom corrected Item Total Correlation. Dasar pengambilan keputusan dengan membandingkan dengan nilai r tabel, yang dicari pada signifikasi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data awal (n) = 95, df = n-2, maka didapat r tabel sebesar 0,202. Hasil uji validitas dari 19 instrumen dapat disimpulkan bahwa semua butir-butir pertanyaan atau indikator penelitian dinyatakan valid. sedangkan Perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada output hasil pengolahan SPSS pada alpha cronbach’s, bila mana suatu kuesioner dianggap reliabel apabila Cronbach’s alpha > 0,600. hasil uji reliabilitas pada tabel dibawah, semua variabel memperoleh koefisien cronbach’s alpha lebih besar dari 0,60 Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item kuesioner dinyatakan reliabel, dan semua item kuesioner layak untuk di uji.

Tabel 4. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

Variabel indikat

or

Corrected

Item- Total (rhitung)

rtabel Validitas Cronbach’s

Alpha Critical

Value Keterangan

Green

Perceived

Value (X1)

1 0,802 0,202 Valid

0,785 0,60 Reliabel

2 0,637 0,202 Valid

3 0,787 0,202 Valid

4 0,795 0,202 Valid

5 0,671 0,202 Valid

Green

Perceived

Risk (X2)

1 0,636 0,202 Valid

0,625 0,60 Reliabel

2 0,533 0,202 Valid

3 0,728 0,202 Valid

4 0,604 0,202 Valid

5 0,662 0,202 Valid

Green Trust

(M)

1 0,716 0,202 Valid

0,824 0,60 Reliabel

2 0,767 0,202 Valid

3 0,778 0,202 Valid

4 0,760 0,202 Valid

5 0,815 0,202 Valid

Green

Repurchase

Intention (Y)

1 0,801 0,202 Valid

0,774 0,60 Reliabel 2 0,784 0,202 Valid

3 0,862 0,202 Valid

4 0,679 0,202 Valid

Sumber: Data primer diolah, 2021

3. Uji Normalitas

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas

Persamaan Nilai p-value (sig.) Keterangan

I 0,191 Data terdistribusi Normal

II 0,184 Data terdistribusi Normal

Sumber: Data primer diolah, 2021

Pada hasil uji statistik Kolmogrov-Smirnov tabel 5 diatas menunjukkan bahwa, persamaan I memiliki p-value 0,191 > 0,05. Persamaan II juga menunjukkan hal yang sama, p-value 0,184 > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada kedua persamaan, nilai residual keduannya terdistribusi normal dan telah memenuhi asumsi normalitas.

Page 36: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

336

4. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan model regresi menerangkan variabel dependen.

Tabel 6. Hasil Uji Koefisien Determinasi Persamaan I

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .680a .462 .450 1.802 2.236

a. Predictors: (Constant), Green Perceived Risk, Green Perceived Value

b. Dependent Variable: Green Trust

Sumber: Data primer diolah, 2021

Hasil uji koefisien determinasi pada persamaan I tabel 6, diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,462 yang berarti bahwa proporsi pengaruh variabel green perceived value dan green perceived risk terhadap green trust hanya sebesar 46,2%, sedangkan sisanya 53,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Tabel 7. Hasil Uji Koefisien Determinasi Persamaan II

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .711a .506 .490 1.524 2.053

a. Predictors: (Constant), Green Trust, Green Perceived Risk, Green Perceived Value

b. Dependent Variable: Green Repurchase Intention

Sumber: Data primer diolah, 2021

Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi pada tabel 7, diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,506 yang berarti bahwa proporsi pengaruh variabel green perceived value,

green perceived risk, dan green trust terhadap green repurchase intention hanya sebesar 50,6%, sedangkan sisanya 49,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 5. Uji F

Uji F digunakan untuk menguji apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependen.

Tabel 8. Hasil Uji F Persamaan I

ANOVAa

Model Sum of Squares Df

Mean Square F Sig.

1 Regression 256.228 2 128.114 39.465 .000b

Residual 298.656 92 3.246

Total 554.884 94

a. Dependent Variable: Green Trust

b. Predictors: (Constant), Green Perceived Risk, Green Perceived Value

Sumber: Data primer diolah, 2021

Page 37: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

337

Berdasarkan data pada tabel 8 di atas, diketahui fhitung sebesar 39,465 dengan ftabel 3,09, yang berarti fhitung lebih besar dari ftabel. Atau dengan membandingkan p-value (sig.) 0,000 dengan tigkat signifikasi 0,05 yang berarti lebih kecil. Jadi model regresi I yang digunakan sudah tepat , yaitu variabel green perceived value dan green perceived risk secara simultan berpengaruh terhadap green trust.

Tabel 9. Hasil Uji F Persamaan II

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 216.462 3 72.154 31.064 .000b

Residual 211.369 91 2.323

Total 427.832 94

a. Dependent Variable: Green Repurchase Intention

b. Predictors: (Constant), Green Trust, Green Perceived Risk, Green Perceived Value

Sumber: Data primer diolah, 2021

Berdasarkan data pada tabel 9 diatas, diketahui fhitung sebesar 31,064 dan ftabel 2,70, yang berarti fhitung lebih besar ftabel. Atau dengan membandingkan p-value (sig.) 0,000 dengan tigkat signifikan 0,05 yang berarti lebih kecil. Jadi model regresi II yang digunakan sudah tepat, yaitu variabel green perceived value, green perceived risk dan green trust secara simultan berpengaruh terhadap green repurchase intention. 6. Uji Persial (Uji t)

Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individu dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hasil uji t dalam penelitian ini sebagai berikut. Pengambilan keputusan untuk uji t untuk persamaan kedua juga didasarkan perbandingkan nilai signifikasi yang telah ditetapkan, yaitu dengan tingkat signifikasi 0,05 dan df (92), maka diperoleh nilai ttabel 1,986.

Tabel 10. Hasil Uji t Persamaan I

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 5.252 2.103 2.497 .014

Green Perceived Value .623 .073 .655 8.507 .000

Green Perceived Risk .142 .089 .122 1.587 .116

a. Dependent Variable: Green Trust

Sumber: Data primer diolah, 2021

Berdasarkan tabel 10 diatas, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis untuk untuk setiap variabel independen sebagai berikut: a. Pengaruh variabel green perceived value (X1)

Berdasarkan hasil analisis uji t diperoleh thitung untuk variabel X1 sebesar 8,507 dengan ttabel = 1,986 maka nilai thitung lebih besar dari ttabel. Sedangkan nilai p-value (sig.) 0,000 < α (0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti secara parsial green perceived value (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap green

trust (M).

Page 38: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

338

b. Pengaruh green perceived risk (X2). Berdasarkan hasil analisis uji t diperoleh thitung untuk variabel X1 sebesar 1,587

dengan ttabel = 1,986 maka nilai thitung lebih kecil dari ttabel. Sedangkan nilai p-value (sig.) 0,116 > α (0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti secara parsial green perceived risk (X2) berpengaruh positif dan tidak signifikan teradap green trust (M).

Pengambilan keputusan untuk uji t untuk persamaan kedua juga didasarkan perbandingkan nilai signifikasi yang telah ditetapkan, yaitu dengan tingkat signifikasi 0,05 dan df (91), maka diperoleh nilai ttabel 1,986.

Tabel 11. Hasil Uji t Persamaan II

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 3.600 1.838 1.959 .053

Green Perceived Value .372 .083 .445 4.495 .000

Green Perceived Risk -.045 .077 -.044 -.583 .561

Green Trust .297 .088 .338 3.367 .001

a. Dependent Variable: Green Repurchase Intention

Sumber: Data primer diolah, 2019

Berdasarkan tabel 11 di atas maka dapat dilakukan pengujian hipotesis untuk untuk setiap variabel independen sebagai berikut: a. Pengaruh green perceived value (X1)

Berdasarkan hasil analisis uji t diperoleh thitung untuk variabel X1 sebesar 4,495 dengan ttabel = 1,986 maka nilai thitung lebih besar dari ttabel. Sedangkan nilai p-value (sig.) 0,000 < α (0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti secara parsial green perceived value (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap green

repurchase intention (Y). b. Pengaruh green perceived risk (X2)

Berdasarkan hasil analisis uji t diperoleh thitung untuk variabel X2 sebesar -0,583 maka nilai thitung < ttabel 1,986. Sedangkan nilai p-value (sig.) 0,561 > α (0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti secara parsial green perceived risk (X2) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap green repurchase intention (Y). c. Pengaruh green trust (M)

Berdasarkan hasil analisis uji t diperoleh thitung untuk variabel M sebesar 3,367 maka nilai thitung lebih besar dari ttabel 1,986. Sedangkan p-value (sig.) 0,001 < α (0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti secara parsial green trust (M) berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase intention (Y).

7. Hasil Uji Analisis Jalur (Path Analysis)

Pengujian data penelitian ini menggunakan teknik analisis jalur (Path Analysis), dimana analisis jalur adalah perluasan dari analisis regresi linear berganda untuk menguji hubungan kausalitas antara dua atau lebih variabel. Hasil analisis untuk mengetahui persamaan struktural I, dan persamaan struktural I analisis jalur adalah sebagai berikut:

Page 39: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

339

Tabel 12. Hasil Uji analisis jalur (Path Analysis) Persamaan I

Model Unstandarized

coeficients

Standarized

coeficients T Sig.

B Std.Eror Beta

1. (Consonant) 5,252 2,103 2,497 0,014

Green percv. Value 0,623 0,073 0,655 8,507 0,000

Green percv. Risk 0,142 0,089 0,122 1,587 0,116

R² 0,462

Fhitung 39,465

Sig. F 0,000

Sumber: Data primer diolah, 2021

Berdasarkan hasil analisis sub struktural I yang disajikan pada tabel, maka persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut: M = β1X1 + β2X2 + β3X3 + e1 ………………………………..…………………(1) M = 0,655 X1 + 0,122 X2 + e1 ………………………………..………………….(2)

Tabel 13. Hasil Uji analisis jalur (Path Analysis) Persamaan II

Model Unstandarized coeficients Standarized

coeficients T Sig. B Std.Eror Beta

1. (Consonant) 3,600 1,838 1,959 0,053

Green percv. Value 0,372 0,083 0,445 4,495 0,000

Green percv. Risk -0,045 0,077 -0,044 -0,583 0,561

Green trust 0,297 0,088 0,338 3,367 0,001

R² 0,506

Fhitung 31,064

Sig. F 0,000

Sumber: Data primer diolah, 2021

Berdasarkan hasil analisis sub struktural II, maka persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut: Y = β1X1 + β2X2 + β3M+ e2 ……………...……….……………..…………..(3) Y = 0,445 X1 - 0,044 X2 + 0,338 M+ e2 ………………………...................…(4) Nilai standar eror dapat dihitung sebagai berikut. e1 = √1 − 𝑅2, maka e1 = √1 − 0,462 = 0,733 …………………………………(5) e2 = √1 − 𝑅2, maka e1 = √1 − 0,506 = 0,703 …………………………………(6)

Gambar 2. Diagram Analisis Jalur (Sumber: Data primer diolah, 2021)

P1= 0,445

P2= -0,044

P4= 0,655

P5= 0,122

P3= 0,338

e1= 0,733

e2= 0,703

Green trust

Green perceived

value

Green perceived

risk

Green repurchase intention

e1 e2

Page 40: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

340

a. Persamaan I Hubungan mediasi green perceived value terhadap green repuurchase

intention melalui green trust.

Tabel 14. pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, serta pengaruh total green perceived value, green trust, green repurchase intention.

Pengaruh variabel Pengaruh langsung

Pengaruh tidak langsung

Pengaruh total

X1 → Y 0,445 0,445

X1 → M 0,655 0,655

M → Y 0,338 0,338

X1 → M → Y (0,655 x 0,338) = 0,221

(0,445 + 0,221) = 0,666

Sumber: Data primer diolah, 2021

Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa green perceived value memiliki pengaruh langsung ke green repurchase intention (P1) sebesar 0,445 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung (melalui green trust) dapat dihitung dengan mengalihkan koefisien tidak langsungnya yaitu P2(0,655) x P3(0,338) = 0,221. Adapun total pengaruh green perceived

value ke green repurchase intention = (0,445) + (0,221) = 0,666. b. Persamaan II Hubungan mediasi green perceived risk terhadap green repurchase

intention melalui green trust.

Tabel 15. pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung serta pengaruh total green perceived risk, green trust, green repurchase intention

Pengaruh variabel Pengaruh langsung Pengaruh tidak

langsung Pengaruh total

X2 → Y -0,044

X2 → M 0,122 0,122

M → Y 0,338 0,338

X2→ M → Y (0,122 x 0,338) = 0,041

(-0,044 + 0,041) = -0,003

Sumber: Data primer diolah, 2021

Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa green perceived risk memiliki pengaruh langsung ke green repurchase intention hanya sebesar -0,044 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung (melalui green trust) dapat dihitung dengan mengalihkan koefisien tidak langsungnya yaitu p4(0,122) x p3(0,338) = 0,041. Adapun total pengaruh green perceived

risk ke green repurchase intention = (-0,044) + (0,041) = -0,003.

Pembahasan

Hipotesis 1 (green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green

repurchase intention)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase intention hal tersebut diketahui dari hasil Uji t yang memiliki p-value < (α). Sedangkan, nilai thitung > ttabel. Berdasarkan hasil tersebut berarti hipotesis yang menyatakan bahwa green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase intention dinyatakan diterima. Artinya bahwa

Page 41: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

341

Sebuah produk dapat mengantarkan nilai kepada konsumen dengan menawarkan manfaat pembeda dari produk lain. Sebagai pembeda perusahaan memasukkan nilai lingkungan dalam suatu produk untuk menarik perhatian konsumen yang peka terhadap perubahan lingkungan saat ini. Semakin besar manfaat atau nilai produk yang diterima dan dirasakan konsumen, maka akan membentuk suatu signal minat beli ulang yang kuat dalam diri konsumen. Oleh karena itu upaya untuk mempertahankan green perceived value konsumen, Pertamina perlu menanamkan informasi lebih banyak lagi mengenai keunggulan produk ramah lingkungan serta mengajak konsumen yang telah sadar akan kepedulian lingkungan untuk ikut berkontribusi mengkampanyekan hal serupa. Perusahaan juga perlu memastikan nilai lingkungan yang dibawa produk diterima baik oleh konsumen. Semakin tinggi green

perceived value yang diterima konsumen, maka semakin besar pula keinginan konsumen untuk melakukan pembelian ulang. Penelitian (Dewi dan Rastini, 2016) serta (Lam et al.,

2016) menunjukkan hal yang sama dimana green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase intention.

Hipotesis 2 (green perceived risk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap green

repurchase intention)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa green perceived risk berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap green repurchase intention hal tersebut diketahui dari hasil uji t yang memiliki nilai p-value (sig.) > (α). Sedangkan, nilai thitung < ttabel. Maka, hipotesis yang menyatakan bahwa green perceived risk berpengaruh negatif secara signifikan terhadap green repurchase intention dinyatakan ditolak. Artinya green

perceived risk mempunyai hubungan negatif dengan green repurchase intention. Hubungan negatif antara green perceived risk dengan green repurchase intention menunjukkan bahwa setiap kenaikan resiko hijau akan berpengaruh pada penurunan minat beli kembali, tetapi pengaruhnya kecil. Sehingga dari sudut pandang konsumen beranggapan bahwa ketika green

perceived risk adri sebuah produk terlalu tinggi pada kerusakan lingkungan akan menyebabkan penurunan pada green repurchase intention. Begitupun sebaliknya penurunan dari green perceived risk akan berpengaruh pada kenaikan green repurchase intention. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Dewi dan Rastini, 2016) yang menunjukkan bahwa green perceived risk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap green repurchase

intention.

Hipotesis 3 (green trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase

intention)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa green trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase intention hal tersebut diketahui dari hasil Uji t yang memiliki p-value (sig.) < α. Sedangkan, nilai thitung > ttabel. Berdasarkan hasil tersebut berarti hipotesis yang menyatakan bahwa green trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase intention diterima. Hal ini berarti bahwa Semakin kuat kredibilitas suatu merek terhadap image yang mengedepankan faktor ramah lingkungan tertanam baik di benak konsumen akan membantu konsumen mengurangi kebingunan dalam membeli produk dan lebih memilih merek yang sudah dipercayainya sesuai dengan apa yang dipersepsikan. Green trust adalah kesediaan menggunakan produk terpercaya yang memiliki dampak positif bagi lingkungan. BBM jenis pertalite dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dengan menjaga reputasinya untuk tidak mencemari lingkungan, menjaga harapan konsumen untuk terus berkomitmen dan berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan. Hal ini dapat diwujudkan secara nyata dengan inovasi pertamina dalam menambahkan bahan ecosave pada

Page 42: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

342

pertalite untuk menjaga kemurnian dan membuat mesin menjadi bersih yang dapat menambah kepercayaan konsumen. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi dan Rastini, 2016) dan (Lam et al., 2016) menunjukkan bahwa green trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap green repurchase intention.

Hipotesis 4 (green perceived value Berpengaruh positif dan signifikan terhadap green

trust)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green trust hal tersebut diketahui dari hasil Uji t yang memiliki nilai signifikasi < α dan nilai thitung > ttabel. Berdasarkan hasil tersebut berarti hipotesis yang menyatakan bahwa green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green trust diterima. Apabila, green perceived value naik maka green trust juga naik. Semakin besar nilai lingkungan pada BBM jenis pertalite yang dirasakan konsumen maka akan mengurangi perasaan ragu-ragu mereka akan produk tersebut sehingga meningkatlah kepercayaan akan BBM jenis pertalite. Pertamina perlu meningkatkan nilai ramah lingkungan dari BBM jenis pertalite untuk meningkatkan kepercayaan konsumen. Penelitian dari (Chen dan Chang, 2013); (Dewi dan Rastini, 2016); (Lam et al., 2016) menunjukkan hal serupa bahwa green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green trust.

Hipotesis 5 (green perceived risk Berpengaruh negatif dan signifikan terhadap green

trust)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa green perceived risk berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap green trust hal tersebut diketahui dari hasil Uji t yang memiliki nilai p-value > α. Sedangkan, nilai thitung < ttabel. Berdasarkan hasil tersebut berarti hipotesis yang menyatakan bahwa green perceived risk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap green trust ditolak. Artinya variabel green perceived risk tidak berpengaruh negatif terhadap green trust. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa green

perceived risk diduga terdapat hubungan negatif terhadap green trust tidak terbukti kebenaranya dan hasil Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh (Chen dan Chang, 2012) dan (Dewi dan Rastini, 2016) yang menunjukkan bahwa green

perceived risk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap green trust. konsumen menganggap resiko yang ditimbulkan dari BBM jenis pertalite terhadap lingkungan masih rendah, namun hal tersebut belum cukup untuk mempengaruhi minat beli kembali konsumen atas BBM jenis pertalite. Konsumen BBM jenis pertalite lebih cenderung mengkhawatirkan faktor ekonomis seperti harga dibandingkan dengan kesadaran akan lingkungan.

Hipotesis 6 (green trust mampu memediasi pengaruh green perceived value terhadap

green repurchase intention)

Berdasarkan hasil analisis jalur menunjukkan bahwa green trust mampu memediasi pengaruh green perceived value terhadap green repurchase intention pada konsumen masyarakat kota ternate yang menggunakan BBM jenis pertalite pada kendaraan bermotor, dengan nilai 0,221 (22,1%). Artinya hipotesis yang menyatakan green trust mampu memediasi pengaruh green perceived value terhadap green repurchase intention dinyatakan diterima. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya informasi yang didapat oleh konsumen mengenai manfaat suatu produk akan menimbulkan kepercayaan terhadap produk tersebut, dan kepercayaan tersebut akan dapat mempengaruhi perilaku pembelian kembali konsumen pada produk tersebut. Semakin besar kepercayaan konsumen terhadap manfaat

Page 43: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

343

suatu produk, maka akan semakin besar juga peluang konsumen tersebut akan melakukan suatu perilaku pembelian kembali pada suatu produk. Penelitian (Dewi dan Rastini, 2016) serta (Lam et al., 2016) menunjukkan hasil yang sama yaitu green trust secara signifikan memediasi pengaruh green perceived value terhadap green repurchase intention.

Hipotesis 7 (green trust mampu memediasi pengaruh green perceived risk terhadap

green repurchase intention)

Berdasarkan hasil analisis jalur menunjukkan bahwa green trust mampu memediasi pengaruh green perceived risk terhadap green repurchase intention dengan nilai 0,041 (4,1%). Artinya hipotesis yang menyatakan green trust mampu memediasi pengaruh green

perceived risk terhadap green repurchase intention dinyatakan diterima. Artinya green trust mampu memediasi green perceived risk terhadap green repurchase intention. Hal ini berarti bahwa persepsi risiko memiliki pengaruh pada niat pembelian ulang kembali melalui kepercayaan. semakin tinggi persepsi resiko yang dirasakan oleh konsumen, maka semakin mengurangi kepercayaan dan akan menurunkan minat pembelian ulang pada suatu produk. Sebaliknya semakin rendah persepsi resiko, maka kepercayaan akan bertambah dan akan meningkatkan niat pembelian ulang green produk. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi dan Rastini, 2016) bahwa green trust secara signifikan memediasi pengaruh green perceived risk terhadap green repurchase intention.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan analisis statistik serta pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan menggunakan uji t dan uji pengaruh mediasi (uji jalur dan sobel). Hasil uji t menunjukkan bahwa green perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap green trust dan green repurchase intention, green perceived risk berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap green trust, green perceived risk berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap green repurchase intention pada BBM jenis pertalite. Kemudian Terdapat pengaruh positif dan signifikan green trust terhadap green repurchase intention. Hasil lainya menunjukan bahwa green trust mampu memediasi pengaruh green perceived value dengan baik pada hubungannya dengan green repurchase intention. green trust mampu memediasi pengaruh green perceived risk terhadap green repurchase intention.

Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2006). Metodelogi penelitian. Bina Aksara. Chang, H. H., dan Chen, S. W. (2008). The impact of online store environment cues on

purchase intention: Trust and perceived risk as a mediator. Online Information Review, 32(6), 818–841. https://doi.org/10.1108/14684520810923953

Chen, Y. S. (2010). The drivers of green brand equity: Green brand image, green satisfaction, and green trust. Journal of Business Ethics, 93(2), 307–319. https://doi.org/10.1007/s10551-009-0223-9

Chen, Y. S. (2013). Towards green loyalty: Driving from green perceived value, green satisfaction, and green trust. Sustainable Development, 21(5), 294–308. https://doi.org/10.1002/sd.500

Chen, Y. S., dan Chang, C. H. (2012). Enhance green purchase intentions: The roles of green perceived value, green perceived risk, and green trust. Management Decision, 50(3), 502–520. https://doi.org/10.1108/00251741211216250

Page 44: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

344

Chen, Y. S., dan Chang, C. H. (2013). Towards green trust: The influences of green perceived quality, green perceived risk, and green satisfaction. Management Decision, 51(1), 63–82. https://doi.org/10.1108/00251741311291319

Chen, Y. S., Lin, C. Y., dan Weng, C. S. (2015). The influence of environmental friendliness on green trust: The mediation effects of green satisfaction and green perceived quality. Sustainability (Switzerland), 7(8), 10135–10152. https://doi.org/10.3390/su70810135

Dewi, S., dan Rastini, N. (2016). Peran Green Trust Memediasi Green Perceived Value Dan Green Perceived Risk Terhadap Green Repurchase Intention. E-Jurnal Manajemen

Universitas Udayana, 5(12), 254866. Ganesan, S. (1994). Determinants of Long-Term Orientation in Buyer-Seller Relationships.

Journal of Marketing, 58(2), 1–19. Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Badan

Peneribit Universitas Diponegoro. Hawkins, D. I., dan Mothershaugh, D. L. (2010). Consumer Behavior Building Marketing

Strategy. McGrawHill. https://www.google.co.id/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20190114/415/878359/kota-ternate-

pemakai-pertalite-tertinggi-di-maluku-utara (diakses pada 22 November 2020 pukul 11:12 WIT)

https://www.google.co.id/amp/s/beritagar.id/artikel-amp/gaya-hidup/ingin-udara-segar-pergilah-ke-maluku-utara (diakses pada 22 November 2020 pukul 11:20 WIT)

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/13/200000969/perbedaan-pertamax-pertalite-dan-premium?amp=1&page=2 (diakses pada 22 November 2020 pukul 11:27 WIT)

Kim, C., Zhao, W., danYang, K. H. (2008). An empirical study on the integrated framework of e-CRM in online shopping: Evaluating the relationships among perceived value, satisfaction, and trust based on customers’ perspectives. Journal of Electronic

Commerce in Organizations, 6(3), 1–19. https://doi.org/10.4018/jeco.2008070101 Lacey, R., dan Morgan, R. M. (2008). Customer advocacy and the impact of B2B loyalty

programs. Journal of Business & Industrial Marketing, 24(1), 3–13. https://doi.org/10.1108/08858620910923658

Lam, A. Y. C., Lau, M. M., dan Cheung, R. (2016). Modelling the Relationship among Green Perceived Value, Green Trust, Satisfaction, and Repurchase Intention of Green Products. Contemporary Management Research, 12(1), 47–60. https://doi.org/10.7903/cmr.13842

Luis, J. B., dan Pramudana, K. A. S. (2017). PENGARUH GREEN PERCEIVED QUALITY ,

GREEN SATISFACTION DAN GREEN PERCEIVED RISK TERHADAP GREEN

TRUST Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana ( Unud ), Bali , Indonesia

Masalah-masalah lingkungan sering terdengar di masyarakat misalnya pemanasan glo. 6(3), 1425–1451.

Polonsky, M. J. (1994). An Introduction To Green Marketing. Electronic Green Journal, 1(2). https://doi.org/10.5070/g31210177

Pratama, M. A. (2014). Pengaruh Green Perceived Value, Green Perceived Risk Dan Green Trust Terhadap Green Purchase Intention Lampu Philips LED di Surabaya M. Ashar Pratama. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 3(1), 1–20.

Rahardjo, F. A. (2015). The roles of green perceived value, green perceived risk, and green trust towards green purchase intention of inverter air conditioner in Surabaya. IBuss

Management, 3(2), 252–260. Rizwan, M., Mahmood, U., Siddiqui, H., dan Tahir, A. (2014). An Empirical Study about

Green Purchase Intentions. Journal of Sociological Research, 5(1), 290–305. https://doi.org/10.5296/jsr.v5i1.6567

Page 45: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

345

Saputro, N. R. (2013). ( Studi Kasus Pada Konsumen TV LCD dan LED Merek

JurusanManajemenFakultasEkonomi UniversitasSebelasMaret Surakarta. Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Manajemen. Penerbit Alfabeta. Waskito, J. (2015). Upaya Meningkatkan Niat Pembelian Produk Ramah Lingkungan

Melalui Nilai, Risiko, dan Kepercayaan Terhadap Produk Hijau. Etikonomi, 14(1), 1–16. https://doi.org/10.15408/etk.v14i1.2259

Wulansari, C., dan Sri Suprapti, N. (2015). Efek Mediasi Kepuasan Dalam Hubungan Antara Persepsi Risiko Dengan Kepercayaan Produk Kosmetik Hijau Merek the Face Shop. E-

Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 4(4), 255065. Zeithaml, V. A. (1988). Consumer Perceptions Of Price , Quality , And Value : A Means-.

Page 46: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

346

Stimulus Iklan, Positive Electronic Word of Mouth (eWOM)

dan Belanja Impulsif: Dampak Mediasi Motif Hedonis Pembelanja Online

Nani Ernawati

Universitas Islam Nusantara Bandung, Indonesia *[email protected]

Abstrak

Penelitian ini ditujukan untuk menguji kerangka teoritis yang menjelaskan bagaimana peran mediasi motivasi belanja hedonis dalam hubungannya dengan stimulus iklan, cerita dari mulut ke mulut (electronics word of mouth-eWOM), dan belanja impulsif pembelanja secara daring (online). Survey dilakukan terhadap 384 warga Kota Bandung yang dipilih dengan metode systematic random sampling. Data dihimpun dengan menggunakan instrumen kuesioner tertutup yang telah diuji aspek validitas dan reliabilitasnya. Data dianalisis dengan menggunakan analisis jalur, yaitu salah satu varian analisis regresi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret s.d April 2021 dan hasilnya menunjukan menunjukkan bahwa stimulus iklan berpengaruh positif langsung terhadap motivasi belanja hedonis dan belanja impulsif pembelanja online. Sementara, eWOM tidak berpengaruh terhadap motivasi belanja hedonis tetapi berpengaruh langsung terhadap belanja impulsif. Selain itu, terbukti motif belanja hedonis memediasi pengaruh stimulus iklan terhadap belanja impulsif. Pengiklanan yang masif dan persuasif tampaknya harus dijadikan strategi andalan bagi setiap lokapasar untuk membangkitkan motif belanja hedonis dan perilaku belanja impulsif pembelanja toko online. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan alternatif bagi peneliti dan praktisi dalam memahami peran motif belanja hedonis dan perilaku belanja impulsif.

Kata kunci: motivasi belanja hedonis, stimulus iklan, cerita dari mulut ke mulut secara

elektronik, eWOM, belanja impulsif.

Pendahuluan

Latar Belakang

Pada zaman yang semakin moderen sekarang ini banyak sekali penemuan teknologi yang dapat membantu aktivitas manusia, salah satunya adalah teknologi di bidang informasi yaitu internet. Pengguna internet di Indonesia terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, dan pada tahun 2018 mencapai 171,2 juta jiwa, atau meningkat 10,12% dibandingkan tahun sebelumnya (APJII, 2019). Dengan tingginya pertumbuhan penggunaan internet serta bertambahnya kemudahan dalam pemakaiannya telah mengakibatkan banyak perubahan di segala aspek kehidupan. Satu diantaranya adalah hadirnya lokapasar (marketplace) yang memiliki konsep bisnis consumer to consumer yaitu jenis bisnis lokapasar yang hanya menyediakan sarana (platform) untuk memfasilitasi bertemunya pembeli dan penjual, namun tidak bertanggung jawab atas barang-barang yang dijual. Kemunculan kegiatan komersial dan bisnis melalui internet (e-commerce dan e-business) menandakan adanya penggunaan teknologi informasi dan pola komunikasi yang baru pula. Kemajuan teknologi dalam transportasi, pengiriman barang, dan komunikasi telah mempermudah kegiatan pemasaran dan

Page 47: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

347

telah mentransformasi pasar menjadi pasar digital. Pembelian online merupakan sebuah terobosan dalam era digitalisasi dunia pemasaran, dan belanja melalui internet kini merupakan cara baru untuk berbelanja. Perkembangan E-commerce telah berkembang hampir di seluruh negara, termasuk di Indonesia. Sejak tahun 2014 Euromonitor mencatat bahwa penjualan secara daring di Indonesia mencapai US$1,1 miliar. Saat ini setidaknya tercatat 44 situs lokapasar yang beroperasi di Indonesia dengan pemimpin pasarnya yaitu Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan Blibli. Banyaknya perusahaan E-commerce serta beragamnya jenis layanan yang ditawarkan membuat konsumen lebih leluasa dalam memilih toko online. Tetapi di lain pihak banyaknya perusahaan E-commerce yang beroperasi juga menyebabkan persaingan yang ketat untuk menarik minat seseorang berkunjung dan melakukan pembelian melalui situs miliknya makin tidak terhindarkan. Oleh karenanya setiap pelaku lokapasar diantaranya harus makin memahami perilaku dan kebutuhan konsumennya secara tepat. Salah satu strategi yang dilakukan pelaku lokapasar untuk menarik konsumen yaitu melalui pengiklanan yang masif dan terus menerus. Iklan dapat membangkitkan emosi positif konsumen (Verhagen & Dolen, 2011), yaitu salah satu komponen motif belanja hedonis. Pada gilirannya motif hedonis inilah yang akan mendorong konsumen untuk berbelanja secara impulsif (impulsive buying). Belanja impulsif secara sederhana dipahami sebagai perilaku pembelian yang tidak didasarkan atas rencana pembelian sebelumnya, dan umumnya terjadi karena dorongan seketika atau stimulus untuk memiliki sesuatu barang yang dilihatnya saat itu (Solomon et al., 2006). Hedonic shopping value memainkan peran penting dalam belanja impulsif karena sering didorong oleh keinginan hedonis atau sebab lain di luar alasan ekonomi (Park et al., 2006). Oleh karena itu toko online merancang tampilan iklannya agar menarik, mendorong dan menggoda konsumen untuk berbelanja tanpa rencana dan merangsang motif hedonisnya. Hasil penelitian Ozen and Engizek (2014) menunjukkan bahwa pembeli online lebih cenderung impulsif dibandingkan pembeli tradisional. Pengiklanan yang disertai dengan program promosi juga diperkirakan lebih mendorong konsumen untuk berperilaku hedonis, yaitu melalui komponen nilai belanja (value shopping). Jadi iklan yang terus menerus disampaikan oleh situs lokapasar dapat mempengaruhi konsumen untuk berbelanja secara impulsif melalui pembangkitan motif hedonisnya Faktor lain yang dapat mendorong belanja impulsif adalah cerita dari mulut ke mulut baik secara tradional maupun melalui pemanfaatan media elektronik (Electronic Word of

Mouth-eWOM) secara berantai. Jika seorang konsumen merasa puas pada suatu produk yang dibelinya maka ada kecenderungan untuk mengkomunikasikan produk tersebut kepada orang lain. Tindakan ini secara tidak langsung membuat produk tersebut terlihat baik oleh orang lain yang mungkin saja belum mencoba menggunakan produk tersebut.

Masalah, tujuan dan manfaat penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan dan memahami perilaku belanja impulsif konsumen toko online. Hubungan antara posisi motif hedonis dengan perilaku belanja impulsif yang hingga kini masih menjadi materi diskusi yang menarik di kalangan para peneliti. Oleh karenanya rumusan masalah penelitian ini adalah apakah: 1) Stimulus iklan berpengaruh positif dan langsung terhadap motif hedonis pembelanja

online? 2) eWOM yang positif berpengaruh positif dan langsung terhadap motif hedonis pada

pembelanja online?

Page 48: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

348

3) Stimulus iklan berpengaruh positif dan langsung terhadap perilaku belanja impulsif pembelanja online?

4) eWOM yang positif berpengaruh positif dan langsung terhadap perilaku belanja impulsif pembelanja online?

5) Motif hedonis berpengaruh positif dan langsung terhadap perilaku belanja impulsif pembelanja online?

6) Stimulus iklan berpengaruh positif dan tidak langsung terhadap perilaku belanja impulsif melalui variabel mediasi motif hedonis?

7) eWOM yang positif berpengaruh positif dan tidak langsung terhadap perilaku belanja impulsif melalui variabel mediasi motif hedonis?

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memetakan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung stimulus iklan dan eWOM yang positif terhadap perilaku belanja impusif konsumen toko online melalui variabel mediasi motif hedonis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan dijadikan rujukan alternatif bagi penelitian-penelitian berikutnya terutama yang berkaitan dengan topik perilaku konsumen.

Landasan Teori & Pengembangan Hipotesis

Belanja Impulsif (Impulsive Buying)

Baik belanja hedonis ataupun utilitirian, keduanya adalah sebuah keputusan pembelian yang ditetapkan oleh konsumen, yaitu merupakan tahap evaluasi konsumen dari preferensi diantara merek dan sekian pilihan dan mungkin juga dari niat untuk membeli merek yang paling disukai. Beberapa tahapan yang dilakukan konsumen pada saat melakukan proses keputusan pembelian, biasanya meliputi: problem and needs recognition, information search,

evaluation of alternative, purchase decision, dan post purchase behavior (Armstrong & Kotler, 2015). Tahap-tahap inilah yang akan menghasilkan keputusan untuk membeli atau tidak. Namun kenyataannya tidak setiap pembelian didasari oleh proses tersebut, karena adakalanya individu membeli sesuatu secara spontan dan tidak terencana. Pada kondisi tersebut, fase yang seharusnya digunakan untuk membuat berbagai pertimbangan yang bersifat kognitif, kini digantikan dan didominasi oleh faktor emosi seperti rasa senang dan kepuasaan sesaat sewaktu membeli. Perilaku ini sering disebut sebagai perilaku belanja impulsif (impulse

buying behavior). Boleh jadi sebagian besar konsumen pernah merasakan atau melakukan pembelian secara impulsif (J.Kacen & Lee, 2002), dan umumnya terjadi karena dorongan seketika atau stimulus untuk memiliki sesuatu barang yang dilihatnya saat itu (Solomon et al., 2002). Konsumen yang tergolong pembeli impulsif termasuk pada segmen yang selalu mencari hal-hal baru (experiencer) yang biasanya merupakan kelompok usia remaja, menyukai variasi, menyukai hal-hal yang tidak biasa/baru (Hawkins & Mothersbaugh, 2010). Berikutnya Verhagen & Dolen (2011) menyatakan pembelian impulsif terjadi ketika seseorang mengalami dorongan yang tidak tertahankan untuk mendapatkan suatu produk tanpa pertimbangan yang matang. Sementara Silvera et al., (2008) mengemukakan bahwa pembeli impulsif lebih memperhatikan pertimbangan hedonis dibandingkan pertimbangan pada saat belanja pada umumnya (utilitarian). Ozen & Engizek, (2013) menegaskan pembelian secara daring lebih cenderung impulsif dibandingkan pembeli tradisional. Beberapa faktor diperhitungkan sebagai stimulus terjadinya belanja impulsif, baik yang muncul konsumennya (Youn & Faber, 2000) atau karena faktor lingkungan (Chang et al., 2014). Stimulus internal diantaranya yaitu kondisi hati dan emosi konsumen (Bell, 2011) dan

Page 49: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

349

faktor demografik (Tice et al., 2001). Emosi dapat disetarakan dengan suasana hati yang dapat mendorong pengambilan keputusan oleh konsumen. Beberapa penelitian menunjukkan kecenderungan ini, diantaranya emosi positif berpengaruh signifikan terhadap belanja impulsif untuk produk yang tergolong mengikuti tren kekinian (Park et al., 2005). Sebaliknya penelitian lainnya menyimpulkan bahwa ketika konsumen berada pada kondisi emosi negatif yang tinggi, perilaku belanja impulsifnya cenderung berkurang (Verplanken & Sato, 2011). Sedangkan stimulus lingkungan diantaranya adalah kelompok acuan (reference group) yang digunakan oleh konsumen sebagai kerangka indentifikasi personal untuk memberikan identitas atau mengelompokan orang. Pengaruh kelompok acuan terhadap seorang konsumen dapat meningkat sesuai dengan tingkat kesesuaiannya. Kesesuaian dalam kelompok aspirasional dan non-aspirasional dapat dikontraskan dengan kelompok kohesif dan non-kohesif (Salmon, 2008). Dampak kelompok acuan terhadap belanja impulsif tergantung kepada sifat kelompok acuan itu sendiri, apakah bersifat memberikan pertimbangan, mendorong untuk membeli, atau netral. Salah satu hasil penelitian menyimpulkan bahwa kelompok acuan yang bersifat memberikan pertimbangan berhubungan dengan berkurangnya aktivitas belanja impulsif pada konsumen yang sedang mengalamai emosi negatif yang parah (Overveld, 2016). Kemudian faktor lainnya yaitu suasana toko (in-store atmosphere), baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Termasuk yang bersifat fisikal adalah peralatan, kebersihan, dan sebagainya, sedangkan yang tergolong non-fisik seperti suhu ruangan dan musik. (Youn & Faber, 2000). Stimulus tinggi dan lingkungan toko yang nyaman dapat mendorong konsumen meningkatkan keputusan belanja impulsif (Chen T. , 2008). Persepsi stimulasi berlebihan memberikan dampak positif terhadap belanja impulsif yang dipengaruhi secara interaktif dari dua faktor, yaitu faktor sosial yaitu berupa bantuan dari karyawan dan faktor persepsi keramaian (Mattilaa & Wirtz, 2007). Begitu pula ketika suasana toko mengharuskan para konsumen untuk berbelanja secara terburu-buru, merupakan salah satu alasan penting mengapa konsumen gagal berbelanja sesuai dengan rencana dan pada akhirnya mendorong perilaku belanja impulsif (Hoyer & MacInnis, 2010).

Stimulus Iklan

Periklanan adalah bagian dari bauran promosi yang digunakan untuk menginformasikan, membujuk dan mengingatkan konsumen tentang produk/jasa tertentu (Eze & Lee, 2012). Secara fisik, iklan menampilkan elemen visual seperti huruf dan grafik untuk tujuan menarik minat konsumen. Iklan dapat dilakukan melalui strategi persuasive advertising, yakni strategi mempengaruhi konsumen melalui kualitas produk agar konsumen tersebut mau membeli produk kita, bukan produk perusahaan lain, strenghening advertising yang ditujukan untuk menyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka telah melakukan pilihan yang tepat, dan reminder advertising yang ditujukan agar konsumen terus mengingat barang yang diiklankan (Kotler & Keller, 2007). Pendapat yang sama juga diajukan oleh Zhou & Wong (2004), yaitu iklan digunakan untuk menginformasikan produk, menginformasikan diskon penjualan dan promosi dan memotivasi konsumen untuk membelinya. Daya tarik iklan dapat dibedakan antara yang rasional/informasional dengan yang emosional (Lee & Carla, 2007). Daya tarik rasional fokus pada kebutuhan praktis dan fungsional konsumen akan produk atau jasa. Banyak motif rasional dapat digunakan sebagai basis daya tarik periklanan, termasuk kenyamanan, kemudahan, dan ekonomi. Sedangkan daya tarik emosional menggunakan pesan emosional dan dirancang di sekitar citra yang diharapkan dapat menyentuh hati dan menciptakan respon berdasarkan perasaan dan sikap.

Page 50: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

350

Positive Electronic Word of Mouth (eWOM)

Menurut Kotler dan Keller (2007), cerita dari mulut ke mulut (word of mouth) merupakan proses komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun kelompok terhadap suatu produk/jasa yang bertujuan untuk memberikan informasi secara personal. Schiffman et al. (2012) mengemukakan bahwa komunikasi juga menghubungkan konsumen dengan lingkungan sosialnya, yaitu komunikasi pemasaran yang berasal dari perusahaan dan berasal dari konsumen. Word of mouth Marketing Association (WOMMA) Mix (2007) dalam Vandaliza (2007) menyatakan bahwa WOM adalah usaha pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan dan menjual produk/merek kepada pelanggan lain. Menurut Hughes (2005), WOM dapat bersifat positif bila penyampaian informasi tersebut dilakukan oleh individu yang satu ke individu lain berdasarkan pengalaman yang bersifat positif terhadap suatu produk/jasa/penjual, sedangkan negative WOM adalah prses yang sebaliknya. Komunikasi WOM merupakan sesuatu kekuatan dalam mempengaruhi keputusan pembelian untuk konsumen yang lain, terutama untuk produk-produk yang memiliki risiko bagi konsumennya. WOM memiliki peran penting bagi perusahaan karena dapat menyebar luas secara cepat dan dipercaya oleh para calon konsumen. Penyebaran WOM tidak hanya dapat dilakukan dengan komunikasi dari mulut ke mulut secara tradisional, tetapi juga dapat melalui media sosial seperti aplikasi youtube, whatsapp, line, serta aplikasi lainnya yang terhubung dengan koneksi internet lainnya, yang semuanya dikenal dengan electronic word of

mouth (eWOM). Melalui eWOM konsumen dapat saling berinteraksi dengan komunitas jejaring sosialnya, dan internet yang bertindak sebagai katalisator telah mempermudah proses eWOM. Motif Belanja Hedonis

Salah satu faktor yang dapat memengaruhi perilaku konsumen dalam membeli barang/jasa, adalah faktor psikologis, termasuk didalamnya adalah motivasi (Armstrong & Kotler, 2015). Tetapi ketika konsumen pergi ke toko tidak harus membeli sesuatu, banyak alasan atau kebutuhan yang mengapa seseorang mengunjungi atau pergi ke toko, dan alasan inilah yang sering disebut dengan motivasi belanja (shopping motivation). Motivasi menggambarkan kondisi tertekan karena dorongan kebutuhan (needs) yang membuat individu melakukan serangkaian tindakan yang menurut anggapannya dapat memuaskan kebutuhannya. Tindakan yang dipilihnya tersebut didasarkan atas proses berfikir dan proses belajar sebelumnya (Schiffman et al., 2012). Kebutuhan itu dapat bersifat utilitarian (utilitarian needs) bila yang menjadi pertimbangan konsumen adalah kegunaan fungsionalnya, atau dapat bersifat hedonis (hedonic needs) bila lebih mempertimbangkan kemewahannya, gaya hidup, atau kepercayaan diri (Solomon et.al, 2006). Walaupun konsumen mengunjungi toko tetapi tidak membeli sesuatu, konsumen tetap memperoleh manfaat lain, baik yang bersifat kebendaan (tangible) atau tidak bersifat kebendaan (intangible). Dengan demikian dari sisi motivasi dapat dibedakan antara berbelanja dengan motif memperoleh barang yang memberikan manfaat fungsional (utilitarian shopping) dan berbelanja dengan motif bersenang-senang (hedonic shopping). Sejalan dengan konsep tersebut, beberapa literatur sering mempertentangkan antara utilitarian product dengan

hedonic product. Tekanan utilitarian product lebih kepada kegunaan dan kemudahan penggunaannya, sementara hedonic product lebih kepada faktor bersenang-senang (Dennis, 2005). Pada era modern sekarang, motif konsumsi untuk barang-barang tertentu mulai bergeser dari semula dilandasi pertimbangan tujuan fungsional ke arah untuk bersenang-senang yang didorong oleh naluri hedonis (Carpenter, 2008).

Page 51: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

351

Barang yang bersifat utilitarian umumnya memberikan manfaat praktis dan fungsional kepada pembelinya, sementara yang bersifat hedonis lebih memberikan kesenangan yang tidak bersifat kebendaan (Oliver, 2010) seperti kesenangan, kenikmatan atau kegembiraan. Dengan perkataan lain, konstruk kesenangan biasanya dilekatkan pada belanja hedonis, sementara kegunaan fungsional dan kemudahaan penggunaannya mengarah kepada belanja utilitarian. Berbelanja hedonis dapat disetarakan dengan aktivitas rekreasi seperti halnya berolah-raga, berkesenian atau berwisata. Artinya lebih didasarkan pada aspek perasaan, pikiran dan persepsi, sementara cara ulitarian lebih didorong oleh motivasi rasional-fungsional. Oleh karenanya pengaruh berbelanja hedonis terhadap loyalitas emosional akan lebih besar dibandingkan dengan berbelanja ulitarian karena lebih banyak menggunakan hati dan perasaan daripada rasionalitas (Roy & Ng, 2012). Belanja hedonis juga sering disetarakan dengan istilah perilaku konsumtif yaitu mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Hedonism merupakan teori etika yang memaknai bahwa memperoleh kesenangan atau menghindari kesulitan sebagai sesuatu kebaikan, dan memperoleh sesuatu kesulitan sebagai keburukan (Hopkinson & Pujari, 1999). Perilaku utilitarian maupun hedonis dipengaruhi oleh banyak faktor seperti: tingkat rasionalitas (Carpenter, 2008), suasana hati (Donovan et al., 1994), perasaan (Spangenberg et al., 1997), kebiasaan berbelanja (Arnold & Reynold, 2003), jender (Jackson & L. Stoel, 2011). Menurut McGuire’s typology (Hawkins & Mothersbaugh, 2010), motivasi belanja hedonis yaitu: bersenang-senang atau berpetualang menemukan barang-barang yang unik/ baru dan menemukan kenikmatan selama proses berbelanja (adventure motivation), bersenang-senang dengan keluarga/teman (social motivation), menghibur diri (gratification/relaxation motivation, memperoleh informasi baru (idea motivation), membeli sesuatu untuk diberikan kepada orang lain (role motivation), dan memperoleh barang yang dijual secara obral/diskon (value motivation). Sementara Ozen & Engizex (2014) menegaskan motif belanja hedonis adalah menikmati pencarian produk baru (adventure/explore shopping), berburu barang diskon/murah (value shopping), menemukan produk baru (ide shopping), berbelanja dengan teman/kerabat (social shoping), dan berbelanja untuk menghilangkan stres (relaxation

shopping). Pendapat yang hampir sama juga diajukan oleh Arnold & Reynold (2003) yang membagi motif belanja hedonis menjadi enam kategori yaitu: adventure, social, gratification,

idea, role, dan value shopping. Ciri belanja hedonis lainnya yaitu konsumen sering menghabiskan watu berlama-lama dan berusaha untuk memperoleh pengalaman kesenangan yang lebih banyak lagi (Berry et al., 2012). Pengembangan Hipotesis

Pengaruh iklan terhadap perilaku konsumen diantaranya dikembangkan oleh Mehrabian & Russel (1974) dalam model stimulus-organism-response (Chang et al., 2011; Chang et al., 2014). Model ini menyatakan iklan adalah stimulus yang dapat mempengaruhi kondisi emosi konsumen dan pada gilirannya akan mendorong untuk berperilaku. Baik pada lingkungan online atau offline, visual iklan berperan penting dalam memengaruhi minat beli konsumen (Chang et al., 2011; Chang et al., 2014;, Verhagen & Van Dolen, 2011; Chang et al., 2015). Namun menurut hasil penelitian Hu, et al. (2020), dampak iklan terhadap preferensi konsumen tergantung kepada tingkatan kognitif konsumen dan jenis produk yang diiklankan, apakah utilitarian product atau hedonic product. Dalam kaitan ini Drolet et al. (2007) menyatakan bahwa pesan iklan yang rasional lebih banyak ditujukan untuk produk-produk yang bersifat ulitarian, sementara emotional ads lebih populer digunakan untuk membangkitkan motif hedonis konsumennya. Hampir sama, Geuens et al. (2011) juga

Page 52: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

352

menyatakan bahwa emotional ads lebih efektif untuk mengiklankan barang-barang hedonis. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penelitian ini mengajukan hipotesis (H1a): stimulus iklan berpengaruh positif dan langsung terhadap motif hedonis pembelanja online. Selain iklan, di era belanja online sekarang ini eWOM merupakan informasi penting bagi konsumen untuk menentukan pilihannya. Ketika konsumen tidak dapat mengamati fisik produk yang akan dibelinya secara langsung maka untuk menghindari risiko, mereka akan mencari informasi dari yang pernah menggunakannya dan bahkan merekomendasikannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wangenheim & Bayón (2004) yang menyatakan terdapat perbedaan persepsi konsumen terhadap tingkat fungsional dan risiko finansial atas setiap barang yang dibelinya, termasuk yang diperoleh secara online. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian seperti Babić et al. (2016) misalnya yang mengungkapkan eWOM adalah salah satu sarana penting yang dapat digunakan konsumen untuk mengurangi kemungkinan risiko atas hedonic product yang dibelinya. Berikutnya Chevalier & Mayzlin (2006) dan Dellarocas et al. (2007) melaporkan hasil yang sama masing-masing pada industri buku dan perfileman. Atas dasar pertimbangan ini, peneliti mengajukan hipotesis (H1b): eWOM yang positif berpengaruh positif dan langsung terhadap motif hedonis pada pembelanja online. Stimulus iklan tidak saja dapat membangkitkan motif hedonis pembelanja online, tetapi erat kaitannya dengan perilaku pembelanja impulsif. Penelitian Verhagen & Van Dolen (2011) menyimpulkan bahwa situs yang menawarkan produk yang sesuai dengan minat konsumen dapat membangkitkan emosi positif konsumen. Berikutnya penelitian Chang et al. (2015) membuktikan iklan yang menarik dan persuasif berdampak positif terhadap preferensi konsumen. Selain itu, perilaku belanja impulsif tidak hanya dipengaruhi oleh keluarga atau teman, role model, dan suasana hati (mood), tetapi juga oleh iklan yang bersifat merekomendasikan (Schiffman et al., 2012). Masih berhubungan dengan iklan, konsumen yang sering berbelanja tanpa rencana tergolong pada kriteria tidak rasional dan mudah dipengaruhi oleh iklan (Rise, 1997). Kemudian penelitian Liu et al. (2013) menyimpulkan bahwa foto produk dalam sebuah iklan yang enak dipandang mata akan mendorong keinginan konsumen untuk membelinya dan berhubungan positif dengan dimensi pembelian gratifikasi. Sementara Pappas et al. (2014) melaporkan iklan sangat relevan dengan lingkungan bisnis online dan berhubungan positif dengan emosi positif konsumen dan niat konsumen untuk membeli. Berdasarkan argumentasi tersebut, maka hipotesis penelitian ini mengajukan hipotesis (H2a): stimulus iklan berpengaruh positif dan langsung terhadap perilaku belanja impulsif pembelanja online. Penelitian lainnya melaporkan bagaimana hubungan antara eWOM dengan belanja impulsif dan faktor lainnya. Misalnya Jin et al. (2013) menyimpulkan bahwa eWOM

berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku belanja impulsif, baik dalam kasus belanja online maupun toko tradisional. Berikutnya Chen (2010) membuktikan dampak eWoM

terhadap belanja impulsif, dan mengkonfirmasi keduanya berhubungan positif. Begitu juga penelitian Ho (2013) mengkonfirmasi hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya. Dengan menggunakan variabel moderasi Big 5 Personality Traits, Husnain et al. (2008) melaporkan kesimpulan yang sama. Berdasarkan argumentasi tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis (H2b): eWOM yang positif berpengaruh langsung terhadap perilaku belanja impulsif pembelanja online. Pengaruh dimensi motif hedonis terhadap belanja impulsif telah banyak diteliti, misalnya hubungan antara motif hedonis dengan belanja impulsif yang diungkapkan oleh Rook (1987), Beatty & Ferrel (1998) dan Peck & Childers (2006) yang dikuatkan oleh hasil penelitian Dhaundiyal & Coughlan (2009). Hasil penelitian Kim & Eastin (2011) mengungkapkan motif hedonis merupakan prediktor yang tepat untuk variabel belanja

Page 53: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

353

impulsif. Berikutnya studi Galtekin (2012) menyimpulkan bahwa dimensi motif hedonis berdampak positif terhadap belanja impulsif. Sementara untuk pembelanja online, penelitian Zeng, et al. (2019) membuktikan hedonic browsing berpengaruh positif dan langsung terhadap belanja impulsif. Berdasarkan argumentasi tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipoteis (H2c): motif hedonis berpengaruh positif dan langsung terhadap perilaku belanja impulsif pembelanja online. Sebagai implikasi dari hipotesis H1a, H1b dan H2c, maka penelitian ini mengajukan hipotesis (H3a) yaitu: stimulus iklan berpengaruh positif dan tidak langsung terhadap perilaku belanja impulsif melalui variabel mediasi motif hedonis, dan hipotesis (H3b) yaitu: eWOM

yang positif berpengaruh positif dan tidak langsung terhadap perilaku belanja impulsif melalui variabel mediasi motif hedonis. Secara konseptual, hubungan antar variabel penelitian disajikan pada gambar berikut.

Stimulus Iklan

(X1)

Positive word of

mouth (X3)

Belanja Impulsif

(Z)

Motif

Belanja

Hedonis

( Y )

Gambar 1: Model konseptual penelitian

Metode Penelitian

Desain Penelitian

Penelitian ini akan melakukan pembuktian empiris terhadap faktor-faktor yang memengaruhi perilaku belanja impulsif konsumen toko online. Karena masalah, tujuan dan karakteristik penelitian ini berhubungan dengan pengukuran masing-masing konstruk, maka dipandang lebih tepat diselesaikan dengan mempergunakan pendekatan kuantitatif yang dilandasi oleh latar belakang filosofis atau worldviews (Creswell, 2014) atau paradigma positivistis (Lincoln & Guba, 2013). Dilihat dari sisi kemanfaatannya, penelitian ini tergolong pada penelitian terapan (applied research), sedangkan dari sisi tujuannya termasuk pada penelitian deskriptif (Neuman, 2014; Creswell, 2014, Robson & McCartan, 2016). Sedangkan desain penelitian yang digunakan adalah desain korelasional yaitu menguji dan mengestimasi hubungan banyak variabel baik secara parsial maupun simultan melalui teknik analisis regresi berganda (Creswell, 2012).

Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel belanja impulsif diwakili oleh empat indikator yaitu: membeli spontan, tanpa banyak pertimbangan, tanpa direncanakan sebelumnya, dan membeli melebihi anggaran. Salah satu faktor yang memengaruhi belanja impulsis, yaitu stimulus iklan, diwakili enam indikator, masing-masing adalah: memberikan informasi produk yang jelas dan lengkap, menyajikan visual yang enak dilihat, dapat berinteraksi dengan konsumen, tidak monoton dan membosankan, memberikan informasi harga, dan memberikan informasi cara pembayaran.

Page 54: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

354

Faktor kedua adalah positif electronic word of mouth (eWOM) tentang salah satu situs lokapasar dari kelompok acuan (teman atau keluarga) yang dalam penelitian ini diwakili oleh enam indikator, yaitu: frekuensi mendengar keunggulan, frekuensi berdiskusi, frekuensi memperoleh rekomendasi untuk melakukan pencarian (browsing), frekuensi memperoleh rekomendasi untuk membeli barang, frekuensi memperoleh informasi harga, dan frekuensi memperoleh informasi pengiriman barang yang dibeli. Sedangkan variabel motif hedonis diwakili 13 indikator yang terbagi dalam 5 dimensi motif, yaitu gratifikasi /relaksasi, belanja ide/berpetualang, belanja bersosialisasi, belanja nilai dan belanja peran. Populasi, sampel & pengumpulan data

Populasi penelitian ini adalah penduduk Kota Bandung yang pernah berbelanja secara online. Tetapi karena jumlahnya tidak diketahui pasti maka jumlahnya dilakukan melalui perkiraan kasar. Menurut perhitungan Priceza Indonesia yang dikutip oleh Selular.id jumlah pembelanja toko online di Kota Bandung dibandingkan dengan total penduduk adalah 3,09% tahun 2015, 6,73% tahun 2016, dan 7,72% tahun 2017, atau rata-rata naik 2,3%/tahun (Indra Khairuddin, 2018). Jadi pada tahun 2020 jumlah pembelanja toko online di kota Bandung diperkirakan mencapai 14,6%. Saat ini penduduk Kota Bandung berjumlah 2,5 juta jiwa, maka jumlah penduduknya yang dapat dianggap sebagai populasi pembelanja toko online diperkirakan mencapai angka 365.000 jiwa. Dengan menggunakan formula Krejcie & Morgan, diperoleh ukuran sampel sebanyak 384 orang. Karena tidak tersedia sampling frame, anggota sampel dipilih dengan teknik accident sampling. Data dihimpun dengan menggunakan instrumen kuesioner tertutup, setiap pernyataan diukur dengan skala ordinal, struktur pernyataan kuesioner dirumuskan dalam kalimat positif dan disusun menurut Skala Likerts (1 = sangat tidak setuju - 5 = sangat setuju).

Analisis Data & Pengujian Hipotesis

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terhadap data penelitian terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas untuk memastikan bahwa aspek kualiatas data telah terpenuhi. Karena pengujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda (ordinary least square-OLS), maka sebelumnya harus dipastikan bahwa data yang tersedia telah memenuhi persyaratan Best Linier Unbiased Estimator yang meliputi kenormalan residual, linearitas model, masalah otokorelasi dan multikolinearitas. Karena hubungan antara variabel akan didekati dengan analisis jalur, maka penelitian ini mengkomposisikan hubungan tersebut ke dalam dua jalur dengan persamaan umum sebagai berikut. 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑙𝑢𝑟 𝑘𝑒 − 1: 𝑌 = 𝑎 + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2 + 𝑒 → 𝑌 = 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑙𝑢𝑟 𝑘𝑒 − 2: 𝑍 = 𝑎 + 𝑏3𝑋1 + 𝑏4𝑋2 + 𝑏5𝑌 + 𝑒 → 𝑍 = 𝛽3𝑋1 + 𝛽4𝑋2 + 𝛽5𝑌 (X1 = Variabel eksogen stimulus iklan; X2 = Variabel eksogen eWOM; Y = variabel endogen motif belanja hedonis; Z = Variabel endogen belanja impulsif; α = konstanta; b1 – b5 = koefisien regresi; β1- β5 = koefisien jalur; dan e = faktor lain).

Hasil Dan Pembahasan

Analisis Data Pengujian Hipotesis

Uji validitas dan reliabilitas Hasil pengujian validitas mengungkapkan bahwa semua indikator yang digunakan tergolong valid, yaitu untuk variabel stimulus iklan berkisar antara 0.731 – 0.811, variabel

Page 55: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

355

positif eWOM berkisar antara 0.761 – 0.789, variabel motif hedonis antara 0.787 – 0.081, dan variabel belanja impulsif antara 0.727 – 0.755. Sedangkan hasil pengujian reliabilitas menunjukkan semua variabel tergolong dalam kriteria reliabel sehingga mendukung konsistensi internal skala (Gliem & Gliem, 2003). Nilai Cronbach Alpha untuk variabel stimulus iklan adalah 0.763, positif eWOM 0.791, motif hedonis 0.801 dan belanja impulsif 0.791. Uji asumsi klasik

Pertama, mengenai kenormalan residual, hasil uji Kolmogorov-Smirnov satu sampel menghasilkan p-value (0.200) > 0.05 sehingga memenuhi kriteria residual harus berdistribusi normal. Kedua, linearitas model diuji dengan menggunakan Uji Glejser dengan kriteria deviation from linearity. Karena p-value deviation from linearity semua variabel independen > 0.05, berarti terdapat hubungan linier antara variabel dependen dengan variabel independen. Ketiga yang berhubungan dengan otokorelasi, diuji dengan kriteria Durbin Watson-test. Hasilnya menunjukkan model penelitian tidak mengandung gejala otokorelasi (1.732 < 1.856 < 2.201). Sedangkan keempat, mengenai gejala multikoliearitas dideteksi dengan menggunakan indikator Tolerance (TOL) dan variance inflation faktor (VIF), hasilnya menunjukkan model regresi terbebas dari masalah multikolinearitas (nilai TOL > 0,10 atau nilai VIF < 10) Pengujian hipotesis Pengujian hipotesis pertama dilakukan pada jalur ke-1, yaitu menguji pengaruh langsung variabel stimulus iklan dan postif eWOM terhadap motif hedonis belanja online. Tabel berikut menjelaskan bahwa variasi motif hedonis dapat dijelaskan oleh variabel stimulus iklan dan positif eWOM sebesar 27%. Artinya masih sangat banyak variabel independen yang mempengaruhi motif hedonis yang tidak dilibatkan dalam model ini. Berikutnya hanya variabel stimulus iklan yang terbukti signifikan positif dan berpengaruh langsung terhadap motif hedonis, yaitu sebesar 39.2%. Dengan demikian hipotesis penelitian H1a harus diterima secara statistik, dan sebaliknya hipotesis H1b harus ditolak. Tetapi bukan berarti eWOM tidak penting, karena secara bersama-sama dengan variabel stimulus iklan terbukti berpengaruh positif signifikan terhadap motif hedonis pembelanja online (F= 67.91; p-value = 0.000). Pada jalur kedua, terbukti bahwa stimulus iklan, eWOM dan motif hedonis berpengaruh positif signifikan langsung terhadap perilaku belanja impulsif pembelanja hedonis, masing-masing: 36,9%, 40.9% dan 15.4%. Dengan demikian hipotesis penelitian H2a, H2b dan H2c, harus diterima secara statistik. Karena koefisien variabel stimulus iklan (p-value = 0.000) dan motif hedonis (p-value = 0.027) terbukti signifikan, maka hipotesis penelitian H3a yang menyatakan stimulus iklan berpengaruh tidak langsung terhadap perilaku belanja impulsif melalui variabel mediasi motif hedonis, harus diterima secara statistik. Sebaliknya hipotesis penelitian H3b yang menyatakan eWOM berpengaruh tidak langsung terhadap perilaku belanja impulsif melalui variabel mediator motif hedonis harus ditolak secara statistik.

Page 56: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

356

Tabel 1. Ringkasan hasil analisis jalur

Sumber:data diolah

Kesimpulan

Penelitian ini menguji secara empiris pengaruh stimulus iklan dan eWOM terhadap motif belanja hedonis, serta dampaknya terhadap motif belanja hedonis pembelanja toko online. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa stimulus iklan yang dilakukan oleh situs lokapasar berpengaruh positif dan langsung terhadap motif belanja hedonis, tetapi eWOM tidak berpengaruh. Berikutnya terbukti bahwa stimulus iklan, eWOM dan motif belanja hedonis masing-masing berpengaruh positif dan langsung terhadap perilaku belanja impulsif pembelanja online. Temuan lainnya, stimulus iklan berpengaruh tidak langsung terhadap perilaku belanja impulsif melalui variabel mediasi motif hedonis. Namun sebaliknya eWOM tidak berpengaruh tidak langsung terhadap perilaku belanja impulsif melalui variabel mediasi motif hedonis. Dari sisi praktis, penelitian ini merekomendasikan kepada pengelola situs lokapasar bahwa motif belanja hedonis dan perilaku belanja pembelanja toko online dapat dilakukan terutama melalui strategi pengiklanan yang masif dan persuasif. Penggunaan indikator untuk merepresentasikan masing-masing variabel penelitian masih sangat terbatas dan belum fokus pada kategori produk tertentu yang biasanya dibeli secara online. Akibatnya beberapa temuan yang terungkappun masih terbatas pada lingkup permukaan atau kurang mendalam. Oleh karena itu penelitian ini akan lebih bermakna dan implementatif untuk pengambilan keputusan secara praktis apabila dilanjutkan dengan penelitian-penelitian berikutnya dengan menggunakan rujukan teoritis dan desain penelitian yang lebih memadai, multidimensional, dan melibatkan indikator-indikator yang lebih mewakili.

Page 57: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

357

Daftar Pustaka

APJII. (2019). Penetrasi & Profil Perilaku Pengguna Internet Indonesia. Laporan Survei 2018. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.

Armstrong, G., & Kotler, P. (2015). Marketing: An introduction (12 ed.). Edinburgh Gate: Pearson.

Arnold, M. J., & Reynold, K. E. (2003). Hedonic shopping motivations. Journal of Retailing,

79(2), 77-95. Babić, A., Sotgiu, F., Valck, K. d., & Bijmolt, T. H. (2016). The Effect of Electronic Word of

Mouth on Sales: A Meta-Analytic Review of Platform, Product, and Metric Factors. Journal of Marketing Research, 53(3), 297–318.

Bell, H. A. (2011). A contemporary framework for emotions in consumer decision-making: Moving beyond traditional models. International Journal of Business & Social

Sciences, 2(17), 12-16. Carpenter, J. M. (2008). Consumer shopping value, satisfaction, loyalty in discount retailing.

Journal of Retailing and Consumers Services, 15(5), 358-363. Chang, H. J., Yan, R.‐N., & Eckman, M. (2014, April 17). Moderating effects of situational

characteristics on impulse buying. International Journal of Retail & Distribution

Management, 42(4), 298-314. Chang, H.-J., Eckman, M., & Yan, R.-N. (2011). Application of the stimulusorganism-response

model to the retail environment: the role of hedonic motivation in impulse buying behavior. International Review of Retail, Distribution & Consumer Research, 21(3), 233-249.

Chang, Y.-T., Yu, H., & Lu, H.-P. (2015). Persuasive messages, popularity cohesion and message diffusion in social media marketing. Journal of Business Research, 68, 777-782.

Chen, T. (2008, February). Impulse purchase varied by products and marketing channel. Journal of International Management Studies, 154-161.

Chen, Y.-W. (2010). Using emotion as mediator to explore the effects of information characteristics of eWOM on impulse buying behavior. Master Thesis, the Graduate

Institute of Commerce Automation and Management. Taiwan: National Taipei University of Technology.

Chevalier, J. A., & Mayzlin, D. (2006). The Effect of Word of Mouth on Sales: Online Book Reviews. Journal of Marketing Research, 43(3), 345–354.

Creswell, J. W. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, & Mixed Methods

Approaches (4th ed.). London: Sage Publications, Ltd. Dellarocas, C., Zhang, X., & Awad, N. F. (2007). The Effect of Electronic Word of Mouth on

Sales: A Meta-Analytic Review of Platform, Product, and Metric Factors. Journal of

Interactive Marketing, 21(4), 23-45. Dennis, C. (2005). Objects of desire: Consumer behaviour in shopping centre choise. New

York: Palgrave Macmillan. Dhaundiyal, M., & Coughlan, J. (2009). The Effect of Hedonic Motivations, Socialibility and

Shyness on the Implusive Buying Tendencies of the Irish Consumer. Conference Paper, 1-31. Dublin: Irish Academy of Management.

Donovan, R. J., Rositter, J., Marcoolyn, G., & A. Nesdale. (1994). Store atmosphere and purchasing behavior. Journal of marketing, 70(3), 283-294.

Drolet, A., Williams, P., & Lau-Gesk, L. (2007). Age-related differences in responses to affective vs. rational ads for hedonic vs. utilitarian products. Marketing Letters, 18(4), 211-221.

Page 58: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

358

E.Beatty, S., & Ferrell, M. E. (1998, Summer). Impulse buying: Modeling its precursors. Journal of Retailing, 74(2), 169-191.

Eze, U. C., & Lee, C. H. (2012). Consumers’ attitude towards advertising. Journal of Business

and Managemen, 7(13), 94-108. Galtekin, B. (2012). The Influence of Hedonic Motives and Browsing On Impulse Buying.

Journal of Economics and Behavioral Studies, 4(3), 180-189. Geuens, M., Pelsmacker, P. D., & Faseur, T. (2011). Emotional advertising: revisiting the role

of product category. Journal of Business Research, 64(4), 418–426. Gliem, J. A., & Gliem, R. R. (2003). Calculating, Interpreting, And Reporting Cronbach’s

Alpha Reliability Coefficient For Likert-Type Scales. Midwest Research-to-Practice

Conference in Adult, Continuing, and Community Education (pp. 82-88). Ohio: The Ohio State University.

Hawkins, D. I., & Mothersbaugh, D. L. (2010). Consumer behavior: building marketing

strategy. New York: McGraw-Hill/Irwin. Hopkinson, G., & Pujari, D. (1999). A factor analytic study of the sources of meaning in

hedonic consumption. European Journal of Marketing, 33(3/4), 273-294. Hoyer, W. D., & MacInnis, D. J. (2010). Consumer behavior (5th ed.). Mason: South-Western,

Cengage Kearning. Hu, F., Wu, Q., Li, Y., Xu, W., Zhao, L., & Sun, Q. (2020). Love at First Glance but Not After

Deep Consideration: The Impact of Sexually Appealing Advertising on Product Preferences. Frontier in Neuroscience, 14(465).

Hughes, M. (2007). Buzzmarketing: Get People to Talk about Your Stuff. New York: Penguin Putnam Inc.

Husnain, M., Qureshi, I., Fatima, T., & Akhtar, W. (2016). The Impact of Electronic Word-of-Mouth on Online Impulse BuyingBehavior: The Moderating role of Big 5 Personality Traits. Journal of Accounting & Marketing, 5(4), 1-9.

Indra Khairuddin. (2018, Juni 26). 5 Kota ini Paling Banyak Jumlah Pembelanja Online. Berita. Selular.id. Retrieved 16/08/2020, from https://selular.id/2018/06/5-kota-ini-paling-banyak-jumlah-pembelanja-online/

J.Arnold, M., & E.Reynolds, K. (2003). Hedonic shopping motivations. Journal of Retailing,

79(2), 77-95. J.Kacen, J., & Lee, J. A. (2002). The influence of culture on consumer impulsive buying

behavior. Journal of Consumer Psychology, 12(2), 163-176. Jackson, V., & L. Stoel. (2011). Mall attributes and shopping value: Difference by gender and

generational cohort. Journal of Retailing and Consumer Services, 18(1), 1-9. Kim, S., & Eastin, M. S. (2011). Hedonic Tendencies and the Online Consumer: An

Investigation of the Online Shopping Process. Journal of Internet Commerce, 10(1), 68-90.

Kotler, P., & Keller. (2007). Manajemen Pemasaran (12 ed., Vol. 1). Jakarta: PT. Indeks. Lee, M., & Carla, J. (2007). Prinsip-prinsip Pokok Periklanan dalam Perspektif Global (2nd

ed.). Jakarta: Kencana. Liu, Y., Li, H., & Hu, F. (2003, April 11). Website attributes in urging online impulse purchase:

An empirical investigation on consumer perceptions. Decision Support Systems, 55(3), 829-837.

Li-yin, J., Cheng, T., & Shih, H.-p. (2013). The study of positive and negative electronic word-of mouth on goal-directed and impulsive buying behavior. Electronic Commerce

Studies, 11(1), 1-28.

Page 59: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

359

Mattilaa, A. S., & Wirtz, J. (2007). The role of store environmental stimulation and social factors on impulse purchasing. Journal of Service Marketing, 2(7), 273-289.

Neuman, W. L. (2007). Basic of Social Research: Qualitative & Quantitative Approaches (2nd ed.). Pearson Education, Inc.

Oliver, R. L. (2010). Satisfaction: A behavioral perspective on the consumer (2nd ed.). London: Routledge.

Overveld, M. v. (2016). Emotion regulation can be costly. A study on the effects of emotion regulation strategies on impulsive purchases in consumers. Innovative Marketing,

12(1). Ozen, H., & Engizek, N. (2014). Shopping online without thinking: being emotional or

rational? Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, 26(1), 78-93. Pappas, I. O., Kourouthanassis, P. E., Giannakos, M. N., & Chrissikopoulos, V. (2014). Shiny

happy people buying: the role of emotions on personalized e-shopping. Electron

Markets, 24(3), 193-206. Park, E. J., Kim, E. Y., & Forney, J. C. (2006). A structural model of fashion‐oriented impulse

buying behavior. Journal of Fashion Marketing and Management, 10(4), 433-446. Peck, J., & L.Childers, T. (2006, June). If I touch it I have to have it: Individual and

environmental influences on impulse purchasing. Journal of Business Research, 59(6), 765-769.

Rise, C. (1997). Understanding customer (2nd ed.). Oxford: Butterworth-Heinemann. Rook, D. W. (1987, September). The Buying Impulse. Journal of Consumer Research, 14(2),

189-199. Roy, R., & Ng, S. (2012). Regulatory focus and preference reversal between hedonic and

utilitarian consumption. Journal of Consumer Behaviour, 11(1), 81-88. Salmon, D. N. (2008). Reference groups: Aspirational and non-aspirational groups in consumer

behavior. Xavier University of Louisiana’s Undergraduate Research Journal, 5(1), 1-8.

Schiffman, L. G., Kanuk, L. L., & Hansen, H. (2012). Consumer behavior: An European

outlook (2nd ed.). England: Pearson Education Limited. Silvera, D. H., Lavack, A. M., & Kropp, F. (2008). Impulse buying: The role of affect, social

influence, and subjective wellbeing. Journal of Consumer Marketing, 25(1), 23-33. Solomon, M., Bamossy, G., Askegaard, S., & Hogg, M. K. (2006). Consumer behavior: A

European Perspective (3rd ed.). Harlow: Pearson Education Limited. Spangenberg, E. R., Voss, K. E., & A E. Crowley. (1997). Measuring the hedonic and utilitarian

dimensions of attitude: A generally applicable scale. Advances in Consumer Research,

24(1), 235-241. Tice, D. M., Bratslavsky, E., & Baumeister, R. F. (2001). Emotional distress regulation takes

precedence over impulse control: If you feel bad, do it. ournal of Personality and Social

Psychology, 80(1), 53-67. To, P.-L., Liao, C., & Tzu-HuaLin. (2007, December). Shopping motivations on Internet: A

study based on utilitarian and hedonic value. Technovation, 27(12), 774-787. Verhagen, T., & Dolen, W. v. (2011, December). The influence of online store beliefs on

consumer online impulse buying: A model and empirical application. Information &

Management, 48(8), 320-327. Verplanken, B., & Sato, A. (2011). The psychology of impulse buying: An integrative self-

regulation approach. Journal of Consumer Policy, 34(2), 197-210 .

Page 60: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Nani Ernawati

360

Wangenheim, F. v., & Bayón, T. (2004). The effect of word of mouth on services switching: Measurement and moderating variables. European Journal of Marketing, 38(9/10), 1173-1185.

Youn, S., & Faber, R. J. (2000). Impulse buying: Its relation to personality traits and cues. Advances in Consumer Research, 27, 179-185.

Zheng, X., Men, J., Yang, F., & Gong, X. (2019, October). Understanding impulse buying in mobile commerce: An investigation into hedonic and utilitarian browsing. International

Journal of Information Management, 48, 151-160. Zhou, L., & Wong, A. (2004). Consumer Impulse Buying and In-Store Stimuli in Chinese

Supermarkets. Journal of International Consumer Marketing, 16(2), 37-53.

Page 61: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

361

PENGARUH KUALITAS PRODUK, GAYA HIDUP, DAN PENGETAHUAN PRODUK TERHADAP PROSES KEPUTUSAN

PEMBELIAN SEPEDA LIPAT DI KOTA SEMARANG

Yusuf Bagus Prakosa

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Stikubank Semarang Endang Tjahjaningsih*

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Stikubank Semarang

*[email protected]

Abstract

This study aims to analyze the effect of product quality on the purchasing decision process, the

influence of lifestyle on the purchasing decision process and the influence of product

knowledge on the folding bicycle purchase decision process in Semarang City. This research

was conducted from November to December 2020 with the number of samples used as many

as 100 respondents with the sampling technique in this study was purposive sampling. The data

analysis technique used instrument test, model test, regression test using SPSS 24.0 software.

The results showed that product quality, lifestyle, and product knowledge had a positive effect

on the purchasing decision process. Product quality has the greatest influence on the purchasing

decision process compared to lifestyle and product knowledge. The better the quality of the

product, the higher the purchasing decision process.

Keywords: Product Quality, Lifestyle, Product Knowledge and Purchasing Decision Process

Pendahuluan

Seiring berkembangnya jaman sepeda tidak hanya sebagai alat transportasi saja, namun sepeda sudah menjadi hobi dan gaya hidup bagi sebagian orang di Indonesia. Di masa new

normal saat ini sepeda kembali digemari oleh masyarakat Indonesia. Penggemar sepeda dari berbagai kalangan usia mulai dari anak-anak, hingga dewasa. Berdasarkan fenomena tersebut, masyarakat memutuskan untuk membeli dan menggunakan sepeda karena selain untuk berolah raga, sebagai alternatif mengilangkan kebosanan menjalani work from home (WFH) dan learn

from home (LFH). Selain itu, juga terdapat banyak komunitas-komunitas sepeda yang baru terbentuk karena tren sepeda saat ini. Berdasarkan riset yang dilakukan situs meta-search iPrice maka jenis sepeda yang saat ini beredar di pasar Indonesia antara lain, sepeda lipat (folding

bike), MTB, Fixie, Road Bike, City Bike, dan sepeda anak. Dari berbagai jenis sepeda yang beredar di pasar Indonesia, terdapat 3 (tiga) jenis

sepeda yang paling dicari oleh konsumen Indonesia. Sepeda lipat, sepeda gunung dan sepeda anak menjadi 3 (tiga) model dari beberapa model sepeda..yang menjadi..tren di Indonesia. Sepeda lipat adalah yang paling banyak diminati. Search interest di Google Trends untuk sepeda lipat naik mencapai 900% sejak 1 Maret hingga 21 Juni 2020. Pada urutan selanjutnya, sepeda gunung (MTB) terjadi kenaikan search interest mencapai 680% sejak 1 Maret hingga

Page 62: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

362

21 Juni 2020. Peringkat ketiga yaitu sepeda anak dengan pencarian yang juga mengalami kenaikan sejak 1 Maret. tetapi, kenaikan tidak begitu signifikan yaitu hanya 142%. Peringkat terakhir Road..bike atau sepedaa..balap dengan kenaikan pencarian sebesar 300% selama periode yang sama. Hasil search interest ini berbanding lurus dengan fakta lapangan bahwa 60% dari pasarr..saat ini..llebih memilih..sepeda..lipat, 30% untuk..pasarr..sepeda..gunung (MTB), sedangkan sisanya 10% merupakan jenis lain seperti sepeda..kota dan sepedaa.untukk.anak-anak. (www.https://iprice.co.id/). Beragam jenis sepeda yang digunakan warga Kota Semarang, antara lain, sepeda lipat (folding bike), MTB, Fixie, Road Bike. Namun

sepeda lipat lebih populer dan diminati daripada sepeda jenis lain. sepeda lipat memiliki keunggulan fitur yang tidak dimiliki oleh sepeda jenis lainya. Fitur utama yang dimiliki adalah sepeda folding bike dapat dilipat menjadi ukuran yang lebih ringkas untuk memudahkan penggunanya dalam membawa kemanapun dan menyimpanya di ruang yang terbatas.

Tabel 1. Data Top Brand Award Sepeda Lipat Tahun 2019-2020

Merek Tahun 2019 Tahun 2020

Polygon 24,9% 37,5%

United 16.6% 17.0%

Delta 12,9% 13.5%

Sumber: www.topbrand-award.com

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa sepeda lipat merek Polygon menjadi pemimpin pasar dalam sepeda lipat (folding bike), yang diikuti oleh merek United dan Delta. Berbagai merek sepeda lipat dengan berbagai model dan keunggulan tentu menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli sepeda lipat (folding bike) sesuai dengan keinginan. Meningkatnya daya beli konsumen ditengah pandemi terhadap sepeda tidak terlepas dari kualitas produk yang semakin meningkat, pola gaya hidup konsumen dan pengetahuan terhadap suatu produk yang dimiliki konsumen sebelum mementukan keputusan pembelian. Kualitas produk merupakan hal penting yang harus diusahakan oleh setiap perusahaan apabila menginginkan produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar. Konsumen memiliki pertimbangan sebelum membeli produk, dan banyak faktor yang mempengaruhi konsumen untuk menentukan keputusan pembelian suatu produk. Adanya hubungan erat antara perusahaan dengan konsumen akan memberikan peluang untuk mengetahui dan memahami apa yang menjadi kebutuhan dan harapan yang ada pada persepsi konsumen.

Dari beberapa penelitian terdahulu variabel kualitas produk berdasarkan penelitian Sari dkk (2018), Dewi dan Rokh Eddy (2018) menyatakan bahwa kualitas produk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian karena semakini.baik kualitas produk, akan semakinn.meningkatkan keputusan pembelian. Begitu pula sebaliknya semakin rendah kualitas produk, akan menurunkan keputusan pembelian. Penelitian dilakukan oleh Sisilia dkk (2015), Wifky dan Soliha (2017) menyatakan kualitas produk berpengaruh signifikan terhadap keputusan kembelian, sedangkan Nadwatul dkk (2019), Usman dan Galih (2019) menyatakan kualitas produk berpengaruh negatif terhadap keputusan pembelian. Disamping kualitas produk, gaya hidup merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk. Konsumen mengharapkan untuk membeli produk yang dapat menunjang kebutuhannya. Gaya hidup yang berubah mengakibatkan perubahan terhadap selera masing-masing individu. Sehingga untuk pemilihan jenis sepeda pun menyesuaikan dengan gaya hidupnya. Konsumen yang memutuskan untuk membeli sepeda jenis lipat umumnya digunakan masyarakat perkotaan sebagai penunjang kegiatan konusmen baik untuk berolah raga mauapun alat transportasi yang menyehatkan.

Page 63: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

363

Penelitian oleh Mokoagouw (2016) dan Estu (2018) menghasilkan penelitian bahwa gaya..hidup..mempunyai pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Namun penelitian Sisilia dkk (2015) menghasilkan penelitian bahwa gayaa.hidup tidak..mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Konsumen yang mempunyai pengetahuan produk memiliki ingatan untuk pengenalan, analisa dan kemampuan logis yang lebih baik daripada konsumen yang kurang dalam pengetahuan produk, sehingga..konsumen..yang berfikir..bahwa..merekaa.memiliki pengetahuan produk yang lebihh.baik akan memgandalkan padaa.petunjuk..intrinsik untuk membandingkan kualitas produk karena konsumen sadar..pentingnya informasii.suatu produk. Penelitian yang dilakukan oleh Khosrozadeh dan Heidarzadeh (2011), Novizal dan Rizal (2020), mengemukakan bahwa pengetahuan produk konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yoesmanam (2015) mengemukakan bahwa pengetahuan produk berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Dari penelitian tersebut menunjukan bahwa semakin baik pengetahuan produk konsumen, maka semakin tinggi pula keputusan pembelian terhadap suatu produk.

Berdasarkan fenomena bisnis dan perbedaaan hasil penelitian, maka rumusan masalah disusun sebagai berikut: 1. Apakah kualitas produk.berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian sepeda lipat di

Kota Semarang? 2. Apakah gaya hidup berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian sepeda lipat di Kota

Semarang? 3. Apakah pengetahuan produk berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian sepeda lipat

di Kota Semarang?

Penelitian iniibertujuan sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis pengaruh kualitas produk terhadap proses keputusan pembelian sepeda

lipat di Kota Semarang. 2. Untuk menganalisisapengaruh gaya hidup terhadap proses keputusan pembelian sepeda

lipat di Kota Semarang. 3. Untuk menganalisisapengaruh pengetahuan produk terhadap proses keputusan pembelian

sepeda lipat di Kota Semarang.

Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

Proses Pengambilan Keputusan

Kotler dan Keller (2016) menjelaskan keputusan pembelian sebagai proses psikologis dasar memainkan peran penting dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan pembelian mereka. Dalam proses pembelian terdapat lima tahap yang dilalui konsumen, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.

pe

Gambar 1. Tahap-tahap Proses Pengambilan Keputusan Sumber : Kotler dan Keller (2016)

Pengenalan

Masalah Pencarian

Informasi

Evaluasi

Alternatif

Keputusan

Pembelian

Perilaku

Pasca

Pembelian

Page 64: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

364

Dari gambar 1 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengenalan masalah

Proses pengambilan kebutuhan dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Pemasar perlu mengidentifikasi keadaan apa yang memicu kebutuhan dengan mengumpulkan informasi tertentu melalui konsumen, pemasar dapat mengidentifikasi rangsangan intersnal atau eksternal yang paling sering memotivasi konsumen.

2. Pencarian Informasi Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Untuk mendapatkan sumber informasi itu berbeda-beda tergantung pada produk dan karakteristiknya. Konsumen dapat menperoleh informasi dari berbagai sumber. Sumber-sumber ini meliputi: a. Sumber pribadi : Keluarga, teman, dan tetangga. b. Sumber komersial : Iklan, wiraniaga, situs web, penyalur, kemasan, tampilan. c. Sumber publik : Media massa, organisasi pemeringatan konsumen, pencarian internet. d. Sumber pengalaman : Penanganan, pemeriksaan, dan pemakaian produk.

3. Evaluasi alternatif Pada tahap ini konsumen menggunakan informasi untuk sampai pada sejumlah pilihan merek akhir. Evaluasi alternatif yaitu bagaimana konsumen memproses informasi untuk sampai pada pilihan merek.

4. Keputusan pembelian Tahap keputusan pembelian dipengaruhi oleh dua faktor umum, yang pertama sikap orang lain. Hal ini membuat konsumen mempertimbangkan tingkat sikap negatif orang lain terhadap alternatif pilihannya, serta motivasi konsumen untuk mengiyakan alternatif orang lain tersebut. Sementara itu faktor yang kedua adalah kondisi dimana keadaan yang tidak diduga serta memiliki resiko terhadap alternatif keputusan tersebut. Hal ini menjadikan konsumen mempertimbangkan ulang alternatif yang sebenarnya ingin diputuskan.

5. Perilaku pasca pembelian Perilaku pascapembelian memungkinkan konsumen membeli kembali sebuah produk apabila merasa puas. Sebaliknya, apabila konsumen kecewa maka konsumen akan berhenti membeli kembali produk dengan merek yang sama. Konsumen juga cenderung akan menceritakan pengalamannya baik positif maupun negatif setelah ia mengkonsumsi produk tersebut kepada orang lain. Elemen terpenting perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dalam pembelian. Dalam mempelajari perilaku konsumen dapat dilakukan melalui variabel-variabel lain yaitu pendekatan “black box theory” dimana terdapat rangsangan yang kemudian masuk dan diolah untuk menghasilkan keputusan pembelian.

Gambar 2. Model Perilaku Pembelian Sumber : Kotler dan Keller (2016)

Rangsangan Pemasaran

Rangsangan Lain

Produk Harga Tempat Promosi

Ekonomi Teknologi Politik Budaya

Kotak hitam

Karakter Pembelian

Proses keputusan pembelian

Budaya Pengenalan masalah

Sosial Pencarian informasi

Pribadi Evaluasi alternatif

Psikologi Perilaku pasca pembelian

Keputusan Pembelian

Pilihan produk Pilihan merek Pilihan pemasok Pilihan saat pembelian Jumlah pembelian

Page 65: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

365

Berdasarkan model perilaku konsumen seperti pada gambar 2 menunjukan rangsangan antara pemasaran dan lainya yang masuk dalam kotak hitam pembelian dan menghasilkan tanggapan pembeli. Rangsangan pemasaran yang tergambar dalam kotak hitam bagian kiri terdiri dari dua jenis, yaitu : 1. Rangsangan pemasaran yang terdiri dari 4P yaitu produk (product), harga (price), tempat

(place), promosi (promotion). 2. Rangsangan lingkungan yang terdiri dari ekonomi, teknologi, politik, dan kebudayaan. Faktor Proses Keputusan Pembelian

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian menurut Kotler dan Amstrong (2014) terdapat empat faktor yang mempegaruhi perilaku konsumen dalam memutuskan untuk melakukan pembelian, yaitu : 1. Faktor Budaya

Budaya, sub budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Tumbuh di dalam suatu masyarakat seseorang anak mempelajari nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat dari keluarga dan yang lainya.

2. Faktor Sosial Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor social seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status.

3. Faktor Pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi diantaranya usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri pembeli.

4. Faktor Psikologis a. Motivasi, seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa dari

kebutuhan tersebut ada yang muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus dan rasa ketidaknyamanan. Sedangkan beberapa kebutuhan yang lainnya dapat bersifat psikogenesis yaitu kebutuhan yang berasal dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan atau rasa keanggotaan kelompok.

b. Persepsi, dapat diartikan sebuah proses yang digunakan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan sebuah gambaran. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.

Kualitas Produk

Kotler dan Armstrong (2014) menjelasakn kualitas produk merupakan kemampuan produk untuk menunjukkan berbagai fungsi termasuk di dalamnya ketahanan, kehandalan, ketepatan, dan kemudahan dalam penggunaan. Menurut Kotler dan Keller (2016) kualitas produk adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan konsumen yang dinyatakan atau tersirat. Untuk memuaskan konsumen serta untuk meningkatkan penjualan perusahaan harus memperhatikan kualitas produk, karena sebelum membeli sebuah produk, tentu konsumen akan memilih produk mana yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut Tjiptono (2012) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.

Untuk mengukur kualitas produk menurut Tjiptono (2012), yaitu:

Page 66: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

366

1. Kinerja (performance), berhubungan dengan aspek fungional suatu produk dan karakteristik utama yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli suatu produk.

2. Daya Tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama atau umur suatu produk bertahan untuk terus digunakan dan sebelum produk tersebut harus diganti.

3. Kehandalan (reliability), berhubungan dengan kemungkinan suatu produk dapat menjalankan fungsinya dengan memuaskan atau tidak pada periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications) berhubungan dengan kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan memenuhi standar sesuai ketentuan yang ada.

5. Keistimewaan (features), Berhubungan dengan karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi atau menambah ketertarikan terhadap produk.

6. Keindahan (aesthethic), yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalkan bentuk fisik, model atau desain yang artistik, warna dan sebagainya.

Gaya hidup

Gaya hidup menurut Kotler dan Keller (2016) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Minor dan Mowen (2012) gaya hidup menunjukkan bagaimana seseorang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Sedangkan menurut Setiadi (2013), Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai gaya hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat). Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat yang lainnya. Bahkan, dari masa ke masa gaya hidup suatu individu atau kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan pribadi yang yang berinteraksi dengan lingkunganya. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanen.

Menurut Mowen dan Minor (2011) mengklasifikasikan gaya hidup berdasarkan tipologi values and lifestyle (VALS)sebagai berikut: 1. Actualizes, orang dengan pendapatan paling tinggi dengan demikian banyak sumber daya

yang ada mereka sertakan dalam suatu atau semua orientasi diri. 2. Fulfilled, orang profesional yang matang, bertanggung jawab, dan berpendidikan tinggi.

Mereka berpendapatan tinggi tetapi termasuk konsumen yang praktis dan berorientasi pada nilai.

3. Believers, konsumen konservatif, kehidupan mereka berpusat pada keluarga, agama, masyarakat dan bangsa.

4. Achievers, orang-orang yang sukses, berorientasi pada pekerjaan, konservatif dalam politik yang paling mendapatkan kepuasan dari pekerjaan dan keluarga mereka. Mereka menghargai otoritas dan status quo, serta menyukai produk dan jasa terkenal yang memamerkan kesukaan mereka.

5. Strivers, orang-orang dengan nilai-nilai yang serupa dengan achievers tetapi sumberdaya ekonomi, sosial dan psokologisnya lebih sedikit.

6. Experiences, u orang yang berkeinginan besar untuk menyukai hal-hal baru. 7. Makers, orang yang suka mempengaruhi lingkungan mereka dengan cara yang praktis.

Page 67: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

367

8. Strugglers, orang yang berpenghasilan rendah dan terlalu sedikit sumber dayanya untuk dimasukkan ke dalam orientasi konsumen yang manapun dengan segala keterbatasannya, mereka cenderung menjadi konsumen yang loyal pada merek.

Pengetahuan Produk

Menurut Sumarwan (2003) pengetahuan produk merupakan kumpulan berbagai informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut, atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. Konsumen memiliki pengetahuan tentang produk yang berbeda-beda, ada yang mencari tahu info dengan datang langsung ke sumbernya, dan ada pula yang mencari tahu info dari sekitarnya. Menurut Brucks (1985) dalam Khosrozadeh (2011) menyatakan bahwa pengetahuan produk didasarkan pada ingatan atau pengetahuan yang diketahui dari konsumen. Pengetahuan produk memiliki peran yang penting dalam meneliti tentang perilaku pembelian suatu produk. Konsumen perlu mengetahui karakteristik suatu produk. Pengetahuan produk akan menjadi sumber bagi konsumen untuk terciptanya rasa percaya pada produk.

Lin & Lin (2007) mengukur product knowledge dapat dengan menggunakan tiga cara yaitu: 1. Subjective knowledge, merupakan merupakan tingkat pengertian konsumen terhadap suatu

produk sering disebut menilai pengetahuan sendiri. 2. Objective knowledge, yaitu tingkat dan jenis pengetahuan produk yang benar benar

tersimpan dalam memori konsumen, disebut juga pengetahuan aktual (actual knowledge). 3. Experience-based knowledge, merupakan pengalaman sebelumnya dari pembelian atau

penggunaan produk.

Pengaruh Kualitas Produk terhadap Proses Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Keller (2016) kualitas produk adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan konsumen yang dinyatakan atau tersirat. Kualitas produk dengan keputusan pembelian adalah dua hal yang saling berhubungan Semakin baik kualitas produk yang ditawarkan maka semakin meningkatkan keputusan pembelian. kualitas produk dengan keputusan pembelian adalah dua hal yang saling berhubungan. Penelitian yang dilakukan Dewi dan Prabowo (2018), Sari dkk (2018) menyatakan bahwa kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap proses keputusan pembelian.semakin baik kualitas produk, maka akan semakin meningkatkan proses keputusan pembelian konsumen. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : Kualitas Produk Berpengaruh Positif Terhadap Proses Keputusan Pembelian

Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Proses Keputusan Pembelian

Gaya hidup menurut Kotler dan Keller (2016) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup konsumen dengan berbagai macam aktivitas, minat dan opininya tentu akan memberi dampak pada pola hidup konsumen. Konsumen dengan pola teratur tentu akan selektif dalam memilih produk untuk digunakan sesuai kebutuhanya. Penelitian yang dilakukan oleh Mokoagouw (2016) dan Maharani (2018) menyatakan gaya hidup berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Semakin meningkatnya gaya hidup konsumen, maka akan semakin meningkat pula keputusan pembelian yang dilakukan konsumen. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Page 68: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

368

H2 : Gaya Hidup Berpengaruh Positif Terhadap Proses Keputusan Pembelian

Pengaruh Pengetahuan Produk Terhadap Proses Keputusan Pembelian

Pengetahuan produk menurut Sumarwan (2003) merupakan kumpulan berbagai informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. Pengetahuan produk memiliki peran yang penting dalam meneliti tentang perilaku pembelian suatu produk. Konsumen perlu mengetahui karakteristik suatu produk. Pengetahuan produk akan menjadi sumber bagi konsumen untuk terciptanya rasa percaya pada produk.Penelitian yang dilakukan oleh Shirin dan Kambiz (2011), Yoesmanam (2015), dan Novizal dan Rizal (2020) menyatakan bahwa pengetahuan produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Dengan adanya pengetahuan tentang produk, konsumen akan mengetahui dan percaya bahwa produk yang dikonsumsi bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan sehingga konsumen yang memiliki pengetahuan tentang produk tersebut akan melakukan proses keputusan pembelian ulang. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Pengetahuan Produk Berpengaruh Positif Terhadap Proses Keputusan Pembelian

Model Grafis

Adapun model penelitian yang menggambarkan konsep hubungan antara varibel (X) dengan variabel (Y). Variabel bebas tersebut dalam penelitian ini yaitu Kualitas Produk (X1), Gaya Hidup (X2), dan Pengetahuan Produk (X3) yang berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu Proses Kepuasan Pembelian (Y) adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Penelitian

Metode Penelitian

Populasi dalam penelitian ini merupakan konsumen pembeli dan pengguna sepeda lipat yang ada di Kota Semarang. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan Desember 2020. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Non-Probablity

Sampling yaitu purposive sampling dimana pengambilan sampel didasarkan pada kriteria yang ditetapkan peneliti. Kriteria yang ditetapkan peneliti adalah konsumen yang membeli dan sebagai pengguna sepeda lipat, minimal berusia 17 tahun dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan. Karena jumlah populasi dalam penelitian ini tidak diketahui secara pasti, maka penentuan jumlah sampel yang digunakan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝒏 = 𝒁𝟐𝟒(𝒎𝒐𝒆)𝟐

Kualitas Produk

Gaya Hidup

Pengetahuan

produk

Proses Keputusan

Pembelian

H1

H2

H3

Page 69: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

369

𝒏 = 𝟏.𝟗𝟔𝟐𝟒(𝟎.𝟏)𝟐 = 𝟗𝟔, 𝟎𝟒

Keterangan: n = Jumlah sampel Z = Tingkat keyakinan yang dalam penentuan sampel 90 % = 1,96

Moe = Margin of error atau kesalahan maksimum yang bisa ditoleransi. Pada penelitian ini digunakan 10% agar jumlah sampel yang dihasilkan tidak terlalu banyak.

Dengan dasar tersebut maka dapat dilihat ukuran sampel minimal yang harus dicapai dalam penelitian ini adalah sebanyak 96,04 orang, atau dibulatkan sebesar 100 orang atau responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui penyebaran kuesioner. Penyebaran kuisioner ini dilakukan dengan cara memberikan link google form yang berisi pertanyaan kepada responden. Metode pengumpulan data yang digunakan metode angket atau questionnaire dengan mengunakan skala Likert 1-5.

Indikator variabel kualitas produk menggunakan item pertanyaan Tjiptono (2016) berupa kinerja, daya tahan, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, keistimewaan, keindahan; Indikator variabel Gaya Hidup berupa aktivitas, minat, pendapat tentang sepeda lipat (Setiadi, 2010); Indikator variabel pengetahuan produk berupa pengetahuan yang dirasakan, objektif, berbasis pengalaman (Lin & Lin, 2007); Indikator variabel Proses Keputusan Pembelian mengetahui masalah, menemukan informasi produk yang sesuai, memilih produk dengan mengevaluasi terlebih dahulu, memutuskan membeli, perilaku pasca pembelian (Kotler dan Keller, 2016).

Teknik mengolah data dilakukan menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistika. Analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran umum responden, sedangkan analisis statistika digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan cara menganalisis dan menguji model empirik dengan regresi berganda menggunakan bantuan software SPSS 24,00

Pembahasan

Responden pada penelitian ini adalah konsumen atau pengguna sepeda lipat yang ada di Kota Semarang dengan jumlah responden sebanyak 100 responden. Kuisioner yang dijadikan sebagai sampel penelitian, melalui daftar pertanyaan di dapat profil tentang responden meliputi nama responden, usia, jenis kelamin, dan pekerjaan. Sebagian besar responden adalah Laki-laki yang berjumlah 58 responden atau 58%, hal ini menunjukan bahwa laki-laki lebih menyukai sepeda lipat daripada perempuan karena sepeda lipat bisa menjunjang aktivitasnya. Usia responden terbesar berada pada usia 25-32 tahun sebanyak 59 responden (59%) karena umumnya responden masih kalangan muda sehingga tren bersepeda sangat cepat digemari. Sebagian besar pengguna sepeda lipat berdasarkan pekerjaan adalah pelajar/Mahasiswa sebanyak 41 (41%) karena pelajar dan mahasiswa mudah mengikuti trend bersepeda dengan menggunakan sepeda lipat.

Uji Instrumen

Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan teknik analisis faktor yaitu menguji apakah maisng-masing butir pertanyaan dapat mengkonfirmasi sebuah faktor atau variabel dengan kriteria nilai Kaiser Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy (KMO) > 0,5 (Ghozali, 2013). Jika masing-masing butir pertanyaan merupakan indikator pengukuran variabel maka akan

Page 70: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

370

memiliki loading faktor > 0,4 maka sampel dalam penelitian dianggap cukup valid untuk dianalisis lebih lanjut. Uji validitas dari variabel kualitas produk, memiliki nilai KMO = 0.789; variabel gaya hidup memiliki nilai KMO = 0,641; variabel pengetahuan produk memiliki nilai KMO = 0,631; variabel proses keputusan pembelian memiliki nilai KMO = 0,720. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sampel yang diuji sudah memenuhi kriteria kecukupan sampel. Semua indikator dinyatakan valid. Hal ini terlihat dari loading factor (component matrix) variabel kualitas produk mempunyai nilai 0.651 sampai dengan 0.783, variabel gaya hidup mempunyai nilai 0.749 sampai dengan 0.855, variabel pengetahuan produk mempunyai nilai 0.763 sampai dengan 0.857, variabel proses keputusan pembelian memiliki nilai 0.618 sampai dengan 0.802; masing-masing butir pernyataan besarnya lebih dari 0,4.

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukan suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Variabel dikatakan handal atau reliable jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,7. Dari hasil penelitian data yang telah dilakukan terlihat bahwa nilai Cronbach Alpha dari masing-masing variabel lebih dari 0,7 sehingga dapat disimpulkan bahwa instrument yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat reliabilitas yang memadai. Hasil pengujian menunjukkan besarnya nilai Cronbach Alpha pada variabel Kualitas Produk adalah sebesar 0,828 (> 0,7), artinya bahwa seluruh instrument variabel tersebut adalah reliable. Besarnya nilai Cronbach Alpha pada variabel gaya hidup adalah sebesar 0,712 (> 0,7); variabel pengetahuan produk adalah sebesar 0,703 (> 0,7); artinya bahwa seluruh instrument variabel tersebut adalah reliable. Besarnya nilai Cronbach Alpha variabel proses keputusan pembelian adalah sebesar 0,766 (> 0,7), artinya bahwa seluruh instrument variabel tersebut adalah reliable.

Uji Model

Koefisien Determinasi (Adjusted R²)

Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model pada variabel independen (X) dalam menerangkan variasi variabel dependen (Y). Nilai koefisien determinasi dilihat dari nilai adjusted R square adalah 0,732 atau 73,2% variasi proses keputusan pembelian dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen kualitas produk, gaya hidup dan pengetahuan produk sedangkan sisanya 26,8% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Uji F

Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Jika hasil pengujian menunjukkan nilai signifikan < alpha (menggunakan signifikansi level 0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti secara bersama-sama variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Hasil penelitian diketahui nilai F hitung sebesar 91,139 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 maka modelnya bisa diterima dan dapat dikatakan bahwa kualitas produk, gaya hidup dan pengetahuan produk secara bersama sama berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian.

Analisis Regresi Linier Berganda

Peneliti menggunakan program SPSS 24,00 for windows antara variabel Kualitas Produk (X1), Gaya Hidup (X2), Pengetahuan Produk (X3) terhadap Keputusan Pembelian (Y) diperoleh hasil analisis yang terangkum sebagai berikut:

Page 71: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

371

Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Variabel Adjusted

R2

Uji F Uji t Keterangan

F Sig Beta Sig

Kualitas Produk (X1)

0,732 91,139 0,000

0,652 0,000 H1 Diterima

Gaya Hidup (X2) 0,277 0,000 H2 Diterima

Pengetahuan Produk (X3) 0,132 0,013 H3 Diterima

Sumber : Data primer yang diolah 2020

Hasil persamaan regresi linier berganda ditunjukkan pada persamaan:

Y = 0,652(X1) + 0,277(X2) + 0,132(X3) + e

Berdasarkan hasil persamaan regresi linear berganda di atas dapat diketahui : 1. Koefisien regresi 𝛽 variabel kualitas produk 0,625 berarti kualitas produk berpengaruh

terhdap proses keputusan pembelian. 2. Koefisien regresi 𝛽 variabel gaya hidup 0,277 berarti gaya hidup berpengaruh terhdap

proses keputusan pembelian. 3. Koefisien regresi 𝛽 variabel pengetahuan produk 0,132 berarti pengetahuan produk

berpengaruh terhdap proses keputusan pembelian.

Uji Hipotesis

Hipotesis pertama menyatakan bahwa kualitas produk (X1) berpengaruh terhadap keputusan pembelian (Y). Diketahui variabel kualitas produk memperoleh nilai standar koefisien (beta) sebesar 0,652 dengan nilai signifikansi 0,000 maka hal ini membuktikkan bahwa H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel kualitas produk berpengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian. Berdasarkan hasil uji hipotesis 1 menunjukan kualitas produk berpengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian sepeda lipat. Semakin baik baik kualitas produk maka akan semakin tinggi keputusan pembelian sepeda lipat. kualitas produk adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuanya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa kualitas produk berpengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian. Hasil penelitian ini didukung oleh Sari dkk (2018) dan penelitian yang dilakukan oleh Mokoagouw (2016) yang menyatakan bahwa kualitas produk mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap proses keputusan pembelian.

Hipotesis kedua menyatakan bahwa gaya hidup (X2) berpengaruh terhadap keputusan pembelian (Y). Diketahui variabel gaya hidup memperoleh nilai standar koefisien (beta) sebesar 0,277 dengan nilai signifikansi 0,000 maka hal ini membuktikkan bahwa H2 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel gaya hidup berpengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian. Berdasarkan hasil uji hipotesis 2 menunjukan gaya hidup berpengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian sepeda lipat. Semakin baik gaya hidup bersepeda menggunakan sepeda lipat maka semakin baik juga tingkat proses keputusan pembelian. Gaya adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa gaya hidup berpengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian. Hasil penelitian ini didukung oleh Mahanani (2018) dan penelitian yang dilakukan oleh Nia dan Prabowo (2018) yang menyatakan bahwa gaya hidup mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap proses keputusan pembelian.

Page 72: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

372

Hipotesis ketiga menyatakan bahwa pengetahuan produk (X3) berpengaruh terhadap keputusan pembelian (Y). Diketahui variabel pengetahuan produk memperoleh nilai standar koefisien (beta) sebesar 0,132 dengan nilai signifikansi 0,013 maka hal ini membuktikkan bahwa H3 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pengetahuan produk berpengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian. Berdasarkan hasil uji hipotesis 3 menunjukan pengetahuan produk berpengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian sepeda lipat. Semakin baik pengetahuan produk maka semakin tinggi tingkat keputusan pembelian sepeda lipat. Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pengetahuan produk berpengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian. Hasil penelitian ini didukung oleh Yoesmanam (2015) dan penelitian yang dilakukan oleh Novizal dan Rivai (2020) yang menyatakan bahwa pengetahuan produk mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap proses keputusan pembelian.

Kesimpulan

Kualitas produk memiliki pengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian sepeda lipat di Kota Semarang. Semakin baik kualitas produk maka semakin tinggi juga tingkat proses keputusan pembelian. Demikian sebaliknya jika kualitas produk rendah maka semakin rendah juga tingkat proses keputusan pembelian.Gaya hidup memiliki pengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian sepeda lipat di Kota Semarang. Semakin baik gaya hidup konsumen maka semakin tinggi juga tingkat proses keputusan pembelian. Demikian sebaliknya jika gaya hidup konsumen rendah maka semakin rendah juga tingkat proses keputusan pembelian. Pengetahuan produk memiliki pengaruh positif terhadap proses keputusan pembelian sepeda lipat di Kota Semarang. Semakin baik pengetahuan produk konsumen maka semakin tinggi juga tingkat proses keputusan pembelian. Demikian sebaliknya jika pengetahuan produk konsumen rendah maka semakin rendah juga tingkat proses keputusan pembelian. Saran dan Agenda Penelitian Selanjutnya

Variabel kualitas produk, gaya hidup, dan pengetahuan produk terbukti berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian maka perlu mendapatkan perhatian khusus untuk dapat meningkatkan volume penjualan pada perusahaan perakitan sepeda lipat. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian tentang pengaruh kualitas produk, gaya hidup, dan pengetahuan produk terhadap proses keputusan pembelian. penelitian selanjutnya diharapkan bisa lebih menjelaskan proses keputusan pembelian dengan menambah variabel bebas seperti kepercayaan, word of mouth dan niat beli ulang

Daftar Pustaka

Brucks, M. (1985) “The Effect of Product Class Knowledge on Information Search Behavior”, Journal of Consumer Research 12 (1), 1-16.

Sari, Diana; Kristina, Tjahjaningsih (2018) “Pengaruh Kualitas Produk, Persepsi Harga, Promosi dan Lokasi terhadap Keputusan Pembelian Produk Kapur Barus "BAGUS

(Studi pada konsumen Giant BSB Semarang), Prosiding SENDI_U 2018, ISBN: 978-979-3649-99-3

Page 73: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

373

Euis, Soliha; Wifky (2017) Pengaruh Kualitas Produk,Citra Merek, Persepsi Harga dan

Keputusan Pembelian Konsumen Honda Mobilio. Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call For Papers Unisbank Ke-3. ISBN: 9-789-7936-499-93

Ghozali, Imam (2013) Analisis Aplikasi Multivariat dengan Program IBM SPSS, Universitas Diponegoro, Semarang.

Haramaini, Nadwatul, N. Rachma; Slamet (2019) “Pengaruh Promosi, Harga, Citra Merek, dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian (Studi Kasus Pada Toko Donatello Jl. Kawi Malang)”, e – Jurnal Riset Manajemen, Fakultas Ekonomi Unisma.

Heidarzadeh, Kambiz Hanzaee; Shirin. (2011) “The Effect of the Country of Origin Image, Product Knowledge and Product Involvement on Information Search and Purchase Intention”, Journal Middle-East Journal of Scientific Research 8 (3): 625-636, 2011 ISSN 1990-9233

Kotler, Philip; Amstrong, Gerry (2014). Dasar-Dasar Pemasaran. Jilid 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kotler, Philip; Keller (2016) Manajemen Pemasaran, Jilid I, Erlangga, Jakarta.

Lin, Nan Hong & Lin, Bih Shya, (2007) The Effect of Brand Image and Product Knowledge on Purchase Intention Moderated by Price Discount., Journal of International

Management Studies, August 2007.

Mahanani, Estu (2018) “Pengaruh Citra Merek, Kualitas Produk, Harga, dan Gaya Hidup terhadap Keputusan Pembelian Produk Matahari Mall”, Jurnal IKRAITH-

HUMANIORA, Vol. 2, No. 2 Maret 2018.

Mokoagouw, Milly Lingkan (2016) “Pengaruh Gaya Hidup, Harga, Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Handphone Samsung di Samsung Mobile IT Center Manado”, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, Volume 16 No. 01 Tahun 2016.

Mowen, J. C; Minor, M. (2012), Perilaku Konsumen, PT. Erlangga, Jakarta.

Novizal, Guntur; Rizal, Alimuddin (2020), “Pengaruh Product Knowledge dan Persepsi Harga terhadap Keputusan Pembelian dengan Brand Image sebagai variabel Moderasi (Studi pada konsumen mobil Wuling di Dealer Wuling Semarang”), Proceeding SENDIU

2020 ISBN:978-979-3649-72-6

Osly Usman; Galih Prihastomo (2019), “The Effect of Product Quality, Price, Promotion, and Lifestyle on Purchase Decisions to Drink The Coffee”. Jurnal Online diakses 22 September 2020 pada https://www.semanticscholar.org/paper/The-Effect-of-Product-Quality%2C-Price%2C-Promotion%2C-on-PrihastomoUsman/110d8c99a 026254dc7e616c30fd9b46ab8146f5.

Peter, P, J, & Olson, Jerry, C. (2014) Costumer Behavior, Jilid 2, (alih bahasa Damos Sihombing). Erlangga, Jakarta.

Prabowo, Rokh Eddy; Nia, Safitri. (2018) “Pengaruh Kualitas Produk, Harga, Promosi, dan Gaya Hidup terhadap Keputusan Pembelian minuman isotonik (Studi pada konsumen minuman isotonik di Kota Semarang)”, Prosiding SENDI_U 2018. ISBN: 978-979-3649-99-3

Page 74: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Yusuf Bagus Prakosa, Endang Tjahjaningsih

374

Schiffman, L, G. dan, L. L. Kanuk (2014). Persepsi kualitas, Consumer Behavior, Perason Prestice Hall, New Jersey.

Setiadi, N. (2003). Konsep Dan Implikasi Untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, Kencana, Jakarta.

Sumarwan, Ujang. (2011). Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran,

Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia.

Tjiptono, Fandy. (2016) Strategi Pemasaran, Andi, Yogyakarta.

Umboh, Sisilia Oktavia, Altje Tumbel, dan Djurwati Soepeno (2015) “Analisis Kualitas Produk, Brand Image, dan Life Style terhadap Keputusan Pembelian pakaian wanita di Mississipi Manado Town Square”, Jurnal EMBA Vol.3 No.1 Maret 2015, Hal. 1096-1105. ISSN 2303-1174

Yoesmanam, Indarti Candra (2015) “Pengaruh Pengetahuan Produk dan Presepsi Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian pada Kosmetik Organik”, Jurnal Bisnis dan

Manajemen Volume 7 No. 2 Februari 2015.

www.https://iprice.co.id/

www.topbrand-award.com

Page 75: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

375

RBV Teori : Kinerja Religius Berbasis Kepribadian Islam dan Perilaku

Inovatif Dalam Konseptual

Ali Jufri

Pebi Kurniawan

Mohammad Djadjuli

Imam Hadiwibowo

Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC)

[email protected]

Abstract

This study tries to look at developments and emerging issues about resource-based displays. From the point of view of Penrose in 1959 about the need for companies to have competing resources, until Barney's compilation gave rise to a resource-based (RBV) view and valuable, rare, non-replicable, and irreplaceable (VRIN), and organizational (OIN) views in a place that can absorb and use them. Study reviews are used by using literature review studies by reviewing articles that are relevant to the theme. The RBV discussion starts with the 4-dimensional grouping of the RBV model, which is the focus of the renewal. The purpose of this study is to explore behavioral concepts in terms of Islamic personality that encourage innovative motivation so that individual targets can be increased not only because of the visible support for religious or belief in God.

Keywords: Innovative Behavior; Islamic Personality; RBV Theory; and Religious Performance Pendahuluan

Resource-Based View (RBV) merupakan teori yang dikemukakan oleh Penrose, yang menyatakan bagaimana keunikan perusahaan dan aset khusus, serta konseptual merupakan sumber daya yang membangun keunggulan bersaing. (Giustiziero, et. al, 2019 (Giustiziero et al., 2020); Barney, 1991 (Barney, 1991); Mahoney & Pandian, 1992 (Mahoney & Pandian, 1992); Peteraf, 1993; 1984)(Helfat & Peteraf, 2003). RBV memiliki kontribusi di bidang ilmu pengetahuan dengan menghasilkan 4 fokus argumen, yaitu : 1. Membuat keunggulan bersaing; 2. Keberlanjutan keunggulan bersaing; 3. Mekanisme yang membatasi; 4. Keunggulan dan Sewa Ekonomi. (Kor & Mahoney, 2000; Rugman and Verbeke’s, 2002; (Lockett & Thompson, 2004).

RBV merupakan salah satu teori ekonomi yang berpandangan pada paradigma fungsionalis yang berakar kuat pada tradisi sosiologi kemapanan, ketertiban sosial, stabilitas sosial, kesepakatan, keterpaduan social, kesetiakawanan, pemuasan kebutuhan dan empirik. Paradigma ini cenderung objetivis, yaitu pendekatan kajian masalah berdasarkan objeknya. Namun dalam perjalanannya kaum positivism mengalami pergeseran sejak abad ke-20 dimana pemikiran Weber, Simmel dan GH Mead mulai meninggalkan rumusan teoritis kaum objektivis dan mulai bersentuhan dengan paradigma interpretif yang lebih subjektif. Sehingga RBV pun kemudian berkembang menjadi Resource-Based Theory dan The Growth Firms.

Pandangan berbasis sumber daya (RBV) memunculkan proposisi sentral bahwa jika perusahaan ingin mencapai keadaan Sustained Competitive Anvantages (SCA), perusahaan wajib memiliki sumber daya dan kemampuan yang unik dan berharga yang tidak dimiliki oleh

Page 76: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

376

kompetitor (VRIN), serta memiliki wadah organisasi (O) yang mampu menyerap kepentingan karyawan (Barney, 2001; Barney, 1991). Proposisi memiliki sejumlah analisis, yaitu core

competence (Hamel & Prahalad, 1994), kemampuan yang dinamis (Helfat & Peteraf, 2003; Teece, Pisano, & Shuen, 1997), dan pandangan menurut ilmu pengetahuan (Grant, 1996b).

RBV berpendapat bahwa sumber daya merupakan sumber keunggulan kompetitif dan bertanggung jawab atas perbedaan kinerja antar perusahaan (Burvill et al., 2018; Hoopes et al., 2003). Barney (2001) memberikan pengertian sumber daya merupakan modal fisik dan non fisik yang dipakai oleh perusahaan untuk membuat dan menjalankan strategi, sementara Wernerfelt (1984) dalam Miller, (2019) memberikan definisi sumber daya sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kekuatan atau kelemahan pada perusahaan. Asumsi utama RBV adalah perusahaan yang mampu bersaing ketika memiliki sumber daya yang unik dan berbeda sehingga menjadi Sustained Competitive Anvantages (Burvill et al., 2018; Barney & Arikan, 2008) dan fokus utama adalah pada apa yang dapat dilakukan perusahaan dengan sumber daya (Burvill et al., 2018; Davidsson dan Wiklund, 2006; Nason & Wiklund, 2018).

Barney dan Arikan (2001) dalam Barney & Arikan, (2008) berpendapat bahwa untuk menjadi sumber keunggulan kompetitif, sumber daya harus bernilai, sehingga perusahaan lain sulit untuk meniru dan tidak ada sumber daya lain yang mampu menggantikannya. Kemudian, telah diperdebatkan bahwa sumber daya tidak perlu harus langka tetapi lebih dari yang biasa dan masih mampu memberikan perusahaan keunggulan kompetitif (Alfarisi, 2015; Burvill et al., 2018). Barney dan Arikan (2001) dalam Barney & Arikan, (2008) menjelaskan jenis sumber daya yang dimiliki perusahaan, yaitu sumber daya berwujud, seperti keuangan dan modal fisik dan sumber daya tidak berwujud, seperti modal manusia dan hubungan. Sumber daya tidak berwujud sangat penting bagi banyak perusahaan berbasis pengetahuan dan karena kebangkitan ekonomi berbasis pengetahuan adalah inti mereka mencapai dan mempertahankan pertumbuhan (Riley dan Rob inson, 2011; Dal Borgo, et al., 2012; Burvill et al., 2018). Meskipun sumber daya tidak berwujud ini sangat penting, mereka mungkin lebih sulit untuk diteliti karena kurang didefinisikan (Chrisman et al., 1998; Levitas dan Chi, 2002; Burvill et al., 2018).

Literatur RBV juga menyinggung pentingnya kombinasi sumber daya yang berbeda melalui kumpulan sumber daya yang heterogen di seluruh perusahaan (Wernerfelt, 1984; Miller, 2019; Barney dan Arikan, 2001; Barney & Arikan, 2008); Peteraf dan Barney, 2003; Helfat & Peteraf, 2003; Burvill et al., 2018), tetapi yang kurang jelas adalah sumber daya spesifik mana yang perlu digabungkan dan dengan cara apa, untuk mempengaruhi pertumbuhan perusahaan.

Salder et al., (2020) mencoba merumuskan berbagai dimensi sumber daya yang bersaing berdasarkan pendapat-pendapat ahli, dengan membagi sumber daya menjadi 4 dimensi, yaitu Strategic, Asset, Characteristics dan Environment.

Page 77: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

377

Gambar 1. The Four Dimensions Conceptual Model

Sumber: Salder, et.al., (2020)

RBV erat kaitannya dengan dimensi karakteristik individu, salah satunya pola perilaku

dan inovasi. Karakteristik biasanya selalu terbangun dari sebuah pola perilaku termasuk masalah keyakinan atau spiritualitas. Spiritualitas di tempat kerja merupakan pengalaman keterikatan dan interaksi diantara pekerja yang terkait dalam kegiatan kerja, di latarbelakangi oleh kemurnian, asas timbal balik, dan niat tulus, yang mampu menumbuhkan arti yang melekat ketika masuk dalam pekerjaan di sebuah organisasi, dan memberikan nilai motivasi serta keunikan yang dimiliki organisasi. (Marques et al., 2007; Marques, 2008). Internal

support membuat perilaku spiritual sebagai pendorong, dijelaskan sebagai ''perasaan senang dan bahagia'', dalam penjelasan lain spiritual adalah suplemen dalam ''kehidupan batin'' dan ‘‘pribadi yang memiliki niat baik” dalam melakukan hubungan dengan lingkungan kerja. Perilaku spiritual merupakan perasaan yang terhubung dengan orang lain sebagai bagian dari lingkungan dan merupakan pengalaman dari keterikatan di antara mereka yang terkait dengan kegiatan kerja. (Giacalone & Jurkiewicz, 2003); Ashmos Plowman & Duchon (2005); Marques et al., 2007; Marques, 2008).

Dengan dorongan internal yang memiliki nilai spiritual diharapkan mampu memunculkan kinerja, sehingga kinerja religius tidak sama dengan kinerja biasa. Hal ini yang menginspirasi munculnya pembahasan tentang kinerja yang lebih spesifik, yaitu kinerja Religius. Kemudian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh individu manusia akan memunculkan individu yang unggul dan bermanfaat untuk kepentingan umat manusia. Dalam Al Quran pada Surat As Zumar ayat 9 : “Katakanlah: samakah orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan?” Hanya orang-orang mengertilah yang dapat memikirkannya. Perlu dipahami bahwa di negara Eropa dan Amerika sudah semakin banyak yang menyadari betapa pentingnya ketaatan beragama dalam meningkatkan kinerja. Fritjof Chapra dalam The Way of Life dan The Tao of Physic menjelaskan bahwa manusia semakin terpuruk akibat banyak manusia masih terjebak dalam paradigma yang serba sistematis, sehingga manusia masuk pada pola keangkuhan dan kebodohan. Inti masalahannya terletak pada kegamangan manusia mengakui adanya kuasa Tuhan, dalam setiap keberhasilan atau kegagalan yang terjadi pada setiap individu. Kelayakan kinerja religius akan terwujud pada hasil produksi yang Islami dan bersetifikasi halal, berkualitas,

• Infrastructure / Institutions

• Regulation / Support • Market / Industry • Human / Cultural

Capital

• Human capital • Finance • Tacit knowledge • Network relations

• Structural - age, size,

• Behavioural learning, networking, innovation

• Product development

• Process development

• Personnel development

Strategy Characteristics

Environment Assets

Page 78: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

378

pelayanan Islami, efisien dan efektif, serta mampu merealisasikan kepuasan karyawan menuju keridhoan Allah SWT.

Salah satu yang membentuk kinerja religius adalah ketika individu membangun karaktek dirinya sesuai dengan syariah Islam atau yang sering disebut sebagai Akhlak atau kepribadian Islam. Imam Al-Ghazali mengemukakan pendapatnya tentang kepribadian dengan membedakan kepribadian manusia baik yang kasat mata (psikosufis) maupun tidak kasat mata (spiritual-metafisik). Dengan pandangan tersebut psikologi berbasiskan budaya ketimuran dan sendi-sendi nilai spiritualitas agama akan muncul sebagai identitas psikologi baru. Hal ini selaras dengan preposisi Uichol Kim, sebagaimana dikutip oleh Achmad Mubarok, bahwa manusia tidak cukup dipahami dengan teori psikologi Barat, karena psikologi Barat hanya tepat untuk mengkaji manusia Barat sesuai dengan kultur sekulernya yang melatarbelakangi lahirnya ilmu tersebut. Untuk memahami manusia, kita harus melihat wilayah geografi dan kultur budaya di mana manusia itu hidup. Dengan demikian Indonesia yang masuk dalam wilayah dan kultul budaya Ketimuran serta mayoritas penduduknya beragama Islam, maka integrasi kepribadian yang Islami diharapkan memunculkan perilaku inovatif seseorang dalam bekerja.

Perusahaan/Organisasi berusaha membangun suasana tempat kerja yang memadai bagi pekerjanya, hal tersebut bertujuan untuk memberikan kenyamanan dalam bekerja dan memudahkan pekerja untuk menemukan inovasi baru. Penciptaan organisasi dengan suasana kerja yang inovatif akan memudahkan respon cepat organisasi ketika muncul tantangan dari lingkungan dibandingkan dengan organisasi yang kurang inovatif cenderung tidak siap terhadap perubahan lingkungan yang semakin dinamis. Perilaku inovatif merupakan perilaku anggota organisasi untuk menemukan, mengelola, dan mengimplementasikan ide-ide baru, termasuk di dalamnya adalah produk, teknologi, prosedur, dan proses kerja. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keefektifitasan kinerja anggota organisasi dan memberikan keuntungan bagi organisasi. Inovasi pada hakikatnya adalah sebuah ide yang datang dari individu, muncul dan implementasi ide yang inovatif (Etikariena & Muluk, 2014). Saat ide inovatif menemui titik temu masalah yang ada dalam organisasi, maka proses perilaku inovatif dimulai (De Jong & De Hartog, 2010). Janssen (2000) menjelaskan bahwa dalam berinovasi, ada tiga tahapan proses, yaitu idea generation, tahap dimana individu menggunakan kreativitasnya untuk menemukan sesuatu yang baru dan memiliki nilai manfaat bagi kemajuan organisasi atau perusahaan. Tahapan yang kedua adalah idea promotion, tahap menemukan dan mengumpulkan partner, sponsor, atau pendukung terhadap ide yang telah dihasilkan. Tahapan yang terakhir adalah idea realization, tahap pengimplementasian atau realisasi ide di dalam lingkungan kerja.

Tinjauan Literatur

1. RBV Theory

Dalam perkembangan teori RBV sendiri memiliki logika tautologi dimana dibangun berdasarkan logika proposional dimana Ludwig Wittgenstein menjelaskan bahwa dalam logika proposisional (memunculkan hubungan antar variabel sesuai dengan dasar teori) ada metode yang efektif untuk menguji apakah formula yang diberikan selalu dipenuhi (atau, setara, apakah efeknya tidak memuaskan/kontradiksi). Hal ini sesuai dengan pemahaman Hansonian dan Kuhnian yang memandang tidak ada kebenaran yang benar-benar objektif, bahwa kebenaran pengamatan akan bergantung pada teori, paradigm atau kerangka kerja dan asumsi-asumsi yang dimilikinya.

Perkembangan teori RBV dimulai dari studi Lippman & Rumelt (1982) dalam Barney et al., (2011) yang menyatakan bahwa RBV berdasarkan situasi ketidakpastian yang

Page 79: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

379

menyebabkan perbedaan efisiensi di antara beberapa Perusahaan. Akuisi sumber daya keunggulan mencegah dari calon imitator untuk mengetahui secara pasti tentang apa yang ditiru atau bagaimana menirunya. Ditambah dengan nonrecoverable costs, ketidakpastian tersebut mampu mengurangi aktivitas imitatif, sehingga kondisi heterogenitas mampu dipertahankan. Kemudian ada Isolating mechanism, yaitu pembelajaran produser, biaya perpindahan pembeli, reputasi, biaya pencarian pembeli, saluran distribusi dan skala ekonomi terhadap aset khusus ketika diperlukan. Wernerfelt (1984) dalam Barney et al., (2011) memunculkan pemikiran bahwa RBV merupakan dasar keunggulan kompetitif yang intinya terletak pada sekumpulan kelompok aset berwujud atau tidak berwujud dari perusahaan. Yang paling monumental adalah studi Barney et al., (2011) yang menghadirkan dan mengembangkan prinsip inti RBV dengan menyajikan definisi sumber daya yang lebih terperinci dan mengartikulasikan dengan rangkaian karakteristik lengkap yang menjadi sumber daya sumber potensial keunggulan kompetitif, yaitu sumber daya berharga, unik, langka, tidak dapat ditiru, dan tidak dapat diganti.

Kemudian pada tahun 1990an berkembang tentang pandangan sumber daya berdasarkan kemampuan dan pengetahuan seperti yang dikemukakan oleh Kogut & Zander (1992); Amit & Schoemaker (1993); Grant (1996); Conner & Prahalad (1996) dan Teece, Pisano, & Shuen (1997). Di tahun 2007 Teece dalam Barney et al., (2011) mengemukakan gagasannya tentang sifat dan dasar mikro dari kemampuan yang diperlukan untuk mempertahankan kinerja perusahaan yang unggul dalam ekonomi terbuka dengan inovasi cepat dan tersebar secara global sumber penemuan, inovasi, dan kemampuan manufaktur. Selanjutnya muncul kritik terhadap RBV yang dikemukakan oleh Kraaijenbrink, Spender, & Groen (2010); (Kraaijenbrink et al., 2010) dalam Barney et al., (2011) yang menyatakan tentang delapan kategori kritik terhadap RBV : (a) RBV tidak memiliki implikasi manajerial, (b) RBV menyiratkan kemunduran tak terbatas, (c) Penerapan RBV terlalu terbatas, (d) Sustained Competitive Advantage tidak dapat dicapai, (e) RBV adalah bukan teori perusahaan, (f) Sumber daya dan kemampuan yang berharga, langka, tak dapat ditiru, dan tidak dapat diganti (VRIN), serta memiliki organisasi (O) tidak diperlukan atau tidak cukup untuk SCA, (g) nilai sumber daya terlalu tidak pasti untuk menyediakan teori yang bermanfaat, dan (h) Definisi sumber daya tidak bisa diterapkan.

Perkembangan RBV selama beberapa dekade di atas, telah memberi kontribusi di bidang ekonomi dan manajemen strategis, baik yang berusaha untuk memperbaiki konsep RBV atau menggunakannya sebagai kerangka kerja untuk menjawab pertanyaan yang konseptual dan empiris. Kontribusi utama dari pandangan berbasis sumber daya perusahaan merupakan teori competitive advantage. Logika dasarnya adalah dimulai dengan asumsi bahwa hasil yang diinginkan dari upaya manajerial dalam perusahaan adalah keuntungan kompetitif yang berkelanjutan. Mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, memungkinkan perusahaan untuk memperoleh ‘economic rent’ atau di atas rata-rata return.

2. Kepribadian Islam

Teori Sifat Kepribadian yang paling sering digunakan dalam dunia kerja adalah Teori Sifat Kepribadian “Model Lima Besar” atau “Big Five Personality Traits Model” yang dikemukakan oleh Seorang Psikolog terkenal yaitu Lewis Goldberg. Big Five Personality

Traits Model memiliki 5 dimensi kunci, yaitu (1). Openness (Terbuka terhadap Hal-hal baru), (2). Conscientiousness (Sifat Berhati-hati), (3). Extraversion (tingkat kenyamanan dalam berinteraksi), (4). Agreeableness (Mudah Bersepakat) dan (5). Neuroticism (kemampuan menahan tekanan).

Pada konteks lokal dan ketimuran kepribadian menunjukkan temuan yang beragam bila dibandingkan dengan konstruk Big Five yang sudah mapan. Penelitian tentang

Page 80: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

380

kepribadian Melayu, menemukan bahwa item-item di dalam aspek Openness and Extraversion gagal membentuk struktur faktor yang jelas (Mastor, et.al, 2000; Kor & Mahoney, 2000; Othman et al., 2014) Sebuah studi menggunakan NEO-PI-R di Indonesia (negara dengan populasi Islam terbesar) oleh Halim, Derksen dan van der Staak (2004) menunjukkan bahwa ada keandalan internal yang rendah untuk beberapa aspek dari konstruk Big Five dan Keterbukaan untuk membuat kecocokan dengan nilai-nilai Islam yang memunculkan jasa kepribadian yang melibatkan kebajikan dan perbuatan baik. Muslim dianggap sebagai hamba Tuhan dan Muslim harus melakukan perbuatan baik dalam kehidupan bisnis dan pribadi (Abbas & Gibbs, 1998; Othman et al., 2014). Di dalam Surat Al Baqarah Allah SWT., berfirman, “Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Kami akan menerimanya di taman-taman di mana sungai mengalir (surga), tinggal di sana selamanya. Di sana mereka akan memiliki Azwajun Mutahharatun (pasangan atau istri yang telah dimurnikan), dan Kami akan mengakui mereka memiliki nuansa yang luas dan semakin dalam”(Al-Baqarah, 22).

Pola perilaku Muslim sebagian besar didasarkan pada keputusan terpimpin yang telah diungkapkan oleh Al-Quran dengan istilah ‘Al-Rushd’ yang merujuk pada kedewasaan, kebijaksanaan dan kekuatan untuk menegakkan kepatuhan (Adnan & Wan Chik, 2008; Othman et al., 2014). Di dalam Surat An Nahl, Allah SWT., berfirman, “Undanglah ke jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan instruksi yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang terbaik. Sungguh, Tuhanmu paling mengetahui siapa yang menyimpang dari jalan-Nya, dan Dia paling mengetahui siapa [yang] dibimbing”(An-Nahl, 125). Berdasarkan premis ini, kemudian diusulkan konsep perilaku konsumen Islam yang menganjurkan pemasar, pembuat kebijakan dan konsumen untuk menampilkan nilai-nilai kebaikan, seperti ketekunan, penghematan, moderasi dan keseimbangan antara dunia ini dan akhirat. (Adnan, 2011; Othman et al., 2014). Extraversion dan Openness to Experience domain harus dilihat secara berbeda dalam pengaturan sosial Muslim, terutama ketika perempuan diharuskan mengenakan jilbab, pria dan wanita dilarang saling berbaur (kecuali untuk suami / istri atau anggota keluarga), dan ajaran tidak boleh menyimpang dari apa yang telah diajarkan 1400 tahun yang lalu melalui Quran dan Sunnah. Dalam Suratul Fussilat, Allah berfirman, “Dan kamu tidak menutupi dirimu sendiri, jangan sampai pendengaranmu bersaksi melawan kamu atau pandanganmu atau kulitmu, tetapi kamu berasumsi bahwa Allah tidak tahu banyak tentang apa yang kamu lakukan” (Al-Fussilat, 22). Ketika lima kepribadian besar dilihat berdasarkan perspektif individu muslim, orang diajari untuk bertanggung jawab dan menjauhkan diri dari melakukan dosa (teliti), sabar dan tawakkal yang berarti sepenuh hati (stabilitas emosi), musyawarah yang berarti konsultasi (kesesuaian), menahan diri dari berbicara tidak produktif (berlawanan dengan extraversion) dan menunjukkan kesederhanaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai konservatif awalnya diajarkan oleh Quran dan nabi Muhammad (kebalikan dari keterbukaan terhadap pengalaman). Penjelasan di atas dapat dikatakan betapa pentingnya karakteristik tertentu yang harus dimiliki oleh umat Islam sehingga mereka akan mencapai kesuksesan dalam hidup mereka.

Dengan demikian muncul Model Kepribadian Islam, yaitu, ‘Al-Rushd’, yang meliputi ketekunan, penghematan, moderasi, dan keseimbangan; 'Jilbab', yang mencerminkan merawat nama baik seseorang, tidak melakukan dosa, sabar dan tawakkal yang berarti sepenuh hati (stabilitas emosional); musyawarah, yang berarti konsultasi (kesesuaian); menahan diri dari berbicara secara tidak produktif dan menunjukkan kesederhanaan; kerja tim, konsultatif, partisipatif, egaliter (kesetaraan); dan spiritualitas, yang meliputi ibadah (shalat), amanah (kejujuran), dan ilm (pengetahuan). (Othman et al., 2014).

Page 81: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

381

3. Perilaku Inovatif

Inovasi muncul dari kontribusi setiap individu. Secara pandangan psikologi organisasi, aktifitas-aktifitas individu merupakan innovative work behavioral (perilaku inovatif) (Janssen, 2000). Janssen (2000) mengartikan perilaku inovatif sebagai penemuan, pengenalan dan pengaplikasian ide-ide baru secara sengaja dalam suatu pekerjaan, kelompok, atau organisasi untuk memperoleh keunggulan dan manfaat dalam kinerja suatu pekerjaan, kelompok atau organisasi. Pengertian ini membatasi perilaku inovatif sebagai bentuk usaha yang sengaja dilakukan untuk mendatangkan hasil baru yang menguntungkan. Janssen (2000) kemudian menambahkan bahwa perilaku inovatif memiliki perilaku kompleks yang terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) idea generation,(2) idea promotion, (3) idea realization.

De Jong & Hartog (2007) dalam Pitelis, (2007) memunculkan dimensi perilaku inovatif menjadi empat, yaitu (1) Oppurtunity exploration, proses inovasi ditentukan oleh kesempatan; (2) Idea generation, membangkitkan sebuah konsep untuk peningkatan; (3) Championing, melibatkan perilaku untuk mencari dukungan dan membangun koalisi; (4) Application, individu mengevaluasi dan mengaplikasikan ide dalam tindakan nyata

4. Kinerja Religius

Terdapat 5 dimensi tingkat keagamaan seseorang, yaitu (1) keyakinan (ideologis), (2) peribadatan (ritual), (3) penghayatan (eksperiensial), (4) pengamalan (konsekuensial), (5) pengetahuan dan pemahaman Agama (Ancok, 1995; Muafi, 2003). Keyakinan terdiri dari nilai harapan dimana seseorang yang memiliki nilai religi untuk berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran terhadap doktrin agamanya. Aspek agama mencakup perilaku ritual keagamaan dan ketaatan seseorang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Di sisi penghayatan berisikan pengalaman-pengalaman, persepsi yang dialami seseorang dalam beragama. Pengetahuan dan pemahaman Agama mengacu pada orang-orang religius yang minimal memiliki pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, kitab suci dan tradisi. Pada aspek pengamalan merupakan akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengamalan dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.

Sudut pandang Islam menilai ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja religius (Zadjuli, 1999; Muafi, 2003), yaitu niat bekerja untuk mengharapkan ridho Allah, ketika bekerja mencoba menggunakan nilai syariah secara kaffah, keyakinannya adalah mencari “keuntungan” di dunia dan “keselamatan” di akherat, menjalankan prinsip efisiensi dan asas manfaat dengan tetap menjaga kelestarian hidup, menjaga keseimbangan untuk mencari harta dan tetap beribadah, tidak konsumtif sebagai rasa syukur kepada Allah SWT., membayarkan Zakat Infak Sodaqoh, dan memberi santunan terhadap fakir miskin dan anak yatim piatu. Konsekuensi yang didapatkan dari kesempurnaan manusia sebagai mahluk Allah SWT., maka manusia dituntut untuk bekerja secara sungguh-sungguh. (Muafi, 2003). Metode Penelitian

Studi kali ini menggunakan pendekatan studi literature review dimana kami mencoba melakukan review teori RBV dengan menggunakan artikel-artikel yang relevan dengan topik yang diambil. Literature review mencakup pembahasan, resume dan pemahaman para ahli tentang beberapa sumber pustaka (tulisan dalam artikel, buku, slide ppt, informasi dari internet, dll) tentang tema yang dibahas.

Page 82: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

382

Hasil dan Pembahasan

1. Hubungan Kepribadian Islam Dengan Kinerja Religius

Allport (1994) yang dikutip oleh (Hung, 2020) menunjukkan bahwa kepribadian adalah pola respons yang stabil dan tahan lama terhadap stimulus luar dari lingkungan. Karenanya, kepribadian terlibat dalam pembentukan perilaku. Beberapa penelitian telah menggunakan ciri-ciri kepribadian sebagai prediktor untuk mempelajari perilaku di tempat kerja. Perilaku ini termasuk kepuasan karyawan dan komitmen afektif (Matzler & Renzl, 2007; Aristovnik, Seljak, & Tomazevic, 2016; (Hung, 2020), perilaku kewarganegaraan organisasi (Organ, 1994; (Hung, 2020), kinerja pekerjaan (Ashton, 1998; (Hung, 2020)), perilaku kerja kontraproduktif (Mount, et.al, 2006; (Hung, 2020), dll. Studi-studi ini menunjukkan kepada kita bahwa kepribadian adalah anteseden penting bagi berbagai perilaku di tempat kerja, terutama kinerja pekerjaan. (Hung, 2020)

Pandangan saat pengujian kepribadian, menyimpulkan bahwa hubungan kepribadian dengan kinerja pekerjaan itu kompleks tetapi konstruksi dan ukuran kepribadian yang digunakan saat ini memiliki potensi untuk memajukan penelitian dan praktik organisasi. (Hough dan Oswald, 2008; (Christiansen & Tett, 2008) Secara fundamental kita memiliki peran situasi dalam memahami hubungan antara sifat-sifat kepribadian dan kinerja pekerjaan, khususnya yang berkaitan dengan teori aktivasi sifat (Tett & Burnett, 2003; Tett & Guterman, 2000; Christiansen & Tett, 2008) (Christiansen & Tett, 2008) sebagai panduan untuk penelitian lebih lanjut. Hough dan Oswald mengakui bahwa teori semacam itu berpotensi menyoroti di mana dan bagaimana variabel kepribadian paling mungkin memengaruhi perilaku dan kinerja. Di sini, kami memperluas komentar itu, meminta perhatian pada bagaimana tujuan umum ini mungkin paling baik dicapai. Kami mulai dengan beberapa pengamatan. Hough dan Oswald mengajukan pertanyaan apakah situasi itu penting dan bagaimana penelitian dapat memasukkan situasi atau konteks ke dalam pengukuran variabel kepribadian. (Christiansen & Tett, 2008)

Studi oleh Galbraith & Galbraith (2007) yang dikutip oleh Rulindo & Mardhatillah, (2011) melakukan proses konfirmasi atas temuan studi sebelumnya, yang menemukan partisipasi individu dalam agama dan tingkat religiusitas keluarga mereka secara positif dikaitkan dengan wirausaha. (Woodrum, 1985; Honig, 1988; Kwon,1997; Champion, 2003; Martes & Rodriguez, 2004; Galbraith, et. al., 2004). Honig (1988) menemukan bahwa kehadiran karyawan untuk beribadah di Gereja mampu meningkatkan kinerja bisnis karena modal sosial yang dihasilkan dari kegiatan ke Gereja mampu memperkuat hubungan dan menciptakan peluang di antara para pengusaha. (Rulindo and Mardhatillah, 2011) Preposisi 1 : Hubungan Kepribadian Islam Dengan Kinerja Religius

2. Hubungan Kepribadian Islam Dengan Perilaku Inovatif

Islam memberikan pengajaran bahwa nilai nominal dalam perilaku hidup adalah mengamati dan mengamalkan kerja secara kelompok, konsultatif, partisipatif, pandangan kesetaraan pada karyawan di organisasi yang berbasis kaum Muslim (Tayeb, 1997; (Othman et al., 2014). Nilai-nilai ini terutama Kesadaran dan Agreeableness diposisikan dengan baik untuk menjadi bagian tak terpisahkan dari konstruksi ukuran kepribadian Islam yang diusulkan. Ini didukung oleh temuan bahwa karakteristik kepribadian mendasar dari orang beragama, terlepas dari budaya adalah kesesuaian dan hati nurani. (Saroglou, 2010; (Othman et al., 2014). Menjadi pribadi yang teliti adalah salah satu ciri kepribadian yang dapat dipahami dalam Islam. Ketaatan pada kepercayaan Islam membangun kesadaran penuh kepada Tuhan walaupun diri pribadi sedang mengalami suasana sibuk dalam mengejar realitas fisik, sehingga mengarah pada harmoni internal yang merupakan sumber kesehatan

Page 83: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

383

mental dan stabilitas emosional. Pernyataan ini didukung oleh penemuan Abdel-Khalek (2010) baru-baru ini bahwa religiositas dianggap sebagai faktor yang berkontribusi terhadap kualitas hidup di kalangan umat Islam. (Othman et al., 2014).

Baru-baru ini, (Othman et al., 2014) mengusulkan Ummatic Personality Inventory (UPI) yang membangunnya dibagi menjadi tiga komponen utama yaitu ibadah (sholat), amanah (kejujuran), dan ilm (pengetahuan). Selain itu Othman juga membagi kepribadian menjadi beberapa 5 faktor penting, yaitu (1) Al-Deen (agama Islam); (2) Al-Nasab (keturunan); (3) Al-Aqal (pikiran); (4) Al-Mal (kekayaan); (5) Al-Nafs (pribadi). Istilah maqasid juga diterjemahkan dari bahasa Arabnya sebagai teori tujuan dan maksud hukum Islam yang lebih tinggi. Berkaitan dengan Al-Deen adalah aqidah, atau keyakinan seseorang kepada Allah (Tuhan). Ini juga penting karena itu adalah perlindungan sistem kehidupan yang ditentukan oleh Islam, seperti dalam pendidikan, politik dan ekonomi. Ini sejalan dengan perintah Al-Quran, "Sesungguhnya satu-satunya agama di sisi Allah adalah Islam." Gagasan yang sama muncul dalam ayat lain, "Wahai orang-orang yang beriman, datanglah ke Islam secara keseluruhan." Fardhu Kifayah merupakan pengukuran kesediaan dan tindakan individu dalam melindungi dan memunculkan nilai-nilai Islam sebagai jalan hidup. Namun, ada beberapa batasan, model UPI yang didasarkan murni pada metode kuantitatif yang instrumennya sepenuhnya bergantung dan divalidasi dari Al-Quran dan As-Sunnah. (Othman et al., 2014) Meskipun sangat penting untuk memastikan bahwa teori dasar didasarkan pada Kitab Suci Islam dan Nabi Muhammad melihat, pandangan, wawasan dari praktisi muslim dan psikolog dapat memperkaya konstruk dengan nilai-nilai perilaku potensial yang hilang di UPI, seperti menampilkan semangat wirausaha Islam, mengendalikan emosi melalui pengampunan dan menetapkan batasan saat menerapkan kreativitas dan inovasi. Preposisi 2 : Hubungan Kepribadian Islam Dengan Perilaku Inovatif

3. Hubungan Kinerja Religius Dengan Perilaku Inovatif

De Jong & Hartog (2007) mengatakan bahwa perilaku inovatif kerja adalah perilaku yang mencakup pencarian peluang dan ide-ide baru, perilaku mengimplementasikan ide baru, penerapan pengetahuan baru dan pencapaian peningkatan kinerja individu atau bisnis. Dalam literatur bisnis dan manajemen, satu perluasan spiritualitas yaitu spiritualitas di tempat kerja telah muncul sebagai faktor penting dalam pengembangan organisasi. Neck dan Milliman (1994) yang dikutip oleh Janssen (2010), misalnya, mencatat bahwa spiritualitas dapat meningkatkan kinerja organisasi. Pendapat ini didukung oleh penelitian lain, seperti McCormick (1994), Brandt (1996), Leigh (1997), dan Mirvis (1997) yang melaporkan organisasi yang berupaya mempromosikan pengembangan spiritual kepada anggota mereka, mengalami peningkatan kreativitas, kepuasan karyawan, kinerja tim dan komitmen organisasi (Konz and Ryan, 1999). Khusus untuk kreativitas dan inovasi, Neck dan Miliman (1994) juga percaya bahwa spiritualitas dapat mengarah pada peningkatan inovasi jika organisasi bersedia memfasilitasi karyawan untuk mengembangkan visi organisasi yang lebih terarah dan lebih kuat. Ini terjadi karena banyak karyawan menjadi lebih kreatif ketika mereka merasa organisasi menawarkan mereka tujuan yang tulus. Sebagai akibatnya, organisasi semacam ini mampu menarik dan mempertahankan karyawan paling kreatif dalam industri.

Muncul satu cara bagi Perusahaan untuk lebih inovatif, yaitu memanfaatkan kemampuan karyawan untuk melakukan inovasi. Pekerjaan menjadi lebih berbasis pengetahuan dan tidak terlalu kaku, ketika karyawan dapat membantu meningkatkan kinerja bisnis melalui kemampuan mereka untuk menghasilkan ide dan menggunakannya sebagai konseptual membangun sebuah produk, layanan, dan proses kerja yang baru dan lebih baik. Banyak praktisi dan akademisi sekarang mendukung pandangan bahwa inovasi individu

Page 84: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

384

membantu mencapai kesuksesan organisasi (Van de Ven, 1986; Amabile, 1988; Axtell et al., 2000; Smith, 2002; Unsworth dan Parker, 2003; De Jong and Hartog, 2007).

Untuk mewujudkan aliran inovasi yang berkelanjutan, karyawan harus mau dan mampu berinovasi. Inovasi individu merupakan pusat dari beberapa prinsip manajemen yang terkenal, termasuk manajemen kualitas total (McLoughlin and Harris, 1997; Ehigie and Akpan, 2004; De Jong and Hartog, 2007), skema peningkatan berkelanjutan (Boer dan Gieskes, 1998; De Jong & Hartog, 2007), Kaizen (Imai, 1986; De Jong and Hartog, 2007), penjelajahan perusahaan (Elfring, 2003; De Jong and Hartog, 2007), dan pembelajaran organisasi (Senge, 1990; De Jong and Hartog, 2007). Inovasi individu telah dioperasionalkan dengan berbagai cara. Sebagai contoh, konstruk telah dipikirkan dalam hal karakteristik kepribadian (Hurt et al., 1977; De Jong and Hartog, 2007) atau keluaran (West, 1987; De Jong and Hartog, 2007). Yang lain telah mengambil perspektif perilaku (Janssen, 2000). Kami mengambil garis yang sama dengan yang terakhir dan mengatasi pengaruh pemimpin terhadap perilaku inovatif individu karyawan. Banyak penelitian perilaku pada inovasi individu berfokus pada kreativitas, misalnya, tentang bagaimana para pemimpin dapat merangsang generasi ide. Namun, kapan dan bagaimana ide-ide kreatif diimplementasikan, bagian penting dari proses inovasi, masih menjadi bahan penelitian. Preposisi 3 : Hubungan Kinerja Religius Dengan Perilaku Inovatif

Kesimpulan dan Saran

Semua organisasi selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja, tujuannya agar organisasi dapat bertahan dalam lingkungan dimana organisasi itu berada dan beroperasi. Mencari, membentuk dan mempertahankan keunggulan bersaing, merupakan tujuan dari organisasi. Keunggulan kompetitif organisasi dapat diukur dengan penilaian kinerja yang diharapkan mampu melebihi hasil kinerja pesaingnya. Organisasi wajib memiliki sumberdaya yang kuat dan inovatif yang menjadi salah satu syarat mutlak suatu organisasi untuk memperoleh keunggulan kompetitif. Sumber daya dalam organisasi dapat didefinisikan sebagai elemen yang penting dalam proses pencapaian goal Perusahaan baik aspek SDM (human resources), maupun SD non manusia (nonhuman resources). SDM adalah sumber daya yang terdapat dalam organisasi, yang meliputi semua orang yang melakukan aktivitas dengan kemampuan dan kekuatan fisik serta intelktual. Setiap Perusahaan berusaha untuk mendapatkan sumber daya yang unggul dan terbaik, karena dengan sumber daya yang handal diharapkan Perusahaan bisa bertahan dalam lingkungan kompetisi yang semakin dinamis. Perusahaan dengan sumber daya yang unggul juga diharapkan mampu untuk mendapatkan dan mempertahankan keunggulan kompetitifnya.

Pembedaan sumber keunikan dan kepemilikan sumber daya yang dimiliki oleh setiap organisasi sangat mutlak merupakan prinsip pembentukan strategi organisasi yang dikenal sebagai resource-based view (RBV). (Penrose, 1959 ; Barney, 1991) (Barney, 1991). Pada tahun 1991, Barney mencoba menghadirkan dan mengembangkan prinsip inti RBV, yaitu menyajikan definisi sumber daya yang terperinci dan mengartikulasikan serangkaian karakteristik lengkap yang menjadikan sumber daya sumber potensial keunggulan kompetitif (yaitu bernilai, unik, langka, tidak bisa ditiru, dan tidak ada pengganti). Perpektif pendekatan teori resource-based view menunjukkan pada sumber daya organisasi secara kapabilitas yang menjadi sumber keunggulan bersaing. Gambaran di atas memberikan pemahaman tentang sumber daya perusahaan harus memiliki keunggulan dan ketahanan dalam menghadapi kompetisi, sehingga keberkelanjutan perusahaan dapat dipertahankan, danorganisasi mampu melakukan pengolahan dan penyaluran sumber daya yang tepat. Pembahasan pada manajemen strategik, resource-based view berhubungan dengan sumber daya dan kapabilitas

Page 85: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

385

yang memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan keuntungan bersaing yang berkelanjutan dan mencapai tujuan dari pendekatan resource-based view.

Konsep RBV sendiri mendapat kritik dari beberapa pakar yang menganggap kesulitan untuk mencari dan mendapatkan keunggulan sumber daya yang nyata. Dalam studi ini kemudian menawarkan sebuah konsep pendekatan secara Religius, terutama dari sisi pendekatan agama Islam sebahgai agama yang banyak dianut di Indonesia. Ketika terjadi musibah seperti terjangkitnya virus Corona, membuat banyak Negara-negara sekuler Barat semakin membolehkan aktivitas keagamaan muncul untuk diperdengarkan, seperti Adzan. Dalam kondisi seperti ini, maka spiritualitas pada kalangan masyarakat Amerika dan Eropa cenderung mengalami peningkatan. Sebenarnya sejak lama masyarakat Amerika secara umum mulai mempercayai bahwa Tuhan merupakan pusat kekuatan spiritual yang positif dan aktif (Kahmat, 2000 ; Mitroff, Ian I., Elizabeth A Denton, 1999 , Muafi, 2003). Waktu kali pertama, Max Weber melakukan kajian hubungan antara etos kerja dan agama, Weber memperoleh hasil penelitian salah satunya menyatakan bahwa agama ternyata memiliki kemampuan untuk membangun dan meningkatkan kekuatan kerja serta motivasi menuju pada kenyataan yang riil.

Apalagi dengan masyarakat yang semakin individualis dan materialistis membuat peran Agama menjadi sentral untuk membangun karakter individu pekerja yang kuat dan ungggul. Perilaku inovatif yang dibangun dengan konsep kepribadian Barat ternyata kurang relevan ketika diterapkan di Negara-Negara Islam, seperti Indonesia. Maka munculah sebuah konsep kepribadian Islam yang kuat dan unggul, yaitu Model Kepribadian Islam, yaitu (1) Al-

Rushd mencakup tentang keuletan, penghematan, moderasi dan keseimbangan; (2) Jilbab dijelaskan sebagai proses penjagaan nama baik seseorang, tidak melakukan dosa, sabar dan tawakkal yang berarti sepenuh hati (stabilitas emosional); (3) Musyawarah, yaitu melakukan konsultasi (kesesuaian); (4) Menghindari pembicaraan yang tidak produktif dan memperlihatkan kesederhanaan; kerja tim, konsultatif, partisipatif, egaliter (kesetaraan); (5) Spiritualitas mencakup ritual ibadah (shalat), amanah (kejujuran), dan ilmu pengetahuan. (Othman et al., 2014).

Di masa yang akan datang diharapkan model kepribadian Islam mampu menjadi motor kemajuan organisasi yang ada di Indonesia. Dengan munculnya kepribadian yang unggul, kuat dan amanah dapat memunculkan manusia Indonesia yang Inovatif dan memiliki capaian kinerja yang bukan hanya berkiblat pada kinerja berbasis profit material tetapi juga bertumpu pada sebuah keyakinan bahwa kinerja merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT.

Daftar Pustaka

Abdul Kadir Othman, Muhammad Iskandar Hamzah and Nurhazirah Hashim (2014) Conceptualizing the Islamic Personality Model. Procedia-Social and Behavioral Sciences 130 (2014) 114 – 119.

Arum Etikariena, Hamdi Muluk. (2014). Correlation between Organizational Memory and Innovative Work Behavior. Makara Human Behavior Studies In Asia, 18(2), 77-88. DOI:10.7454/mssh.v18i2.3463.

Blessing Kudzai Mabenge, Grace Portia Kuda Ngorora-Madzimure & Charles Makanyeza, (2020). Dimensions Of Innovation And Their Effects On The Performance Of Small And Medium Enterprises : The Moderating Role Of Firm’s Age And Size. Journal Of Small Business & Entrepreneurship. https://doi.org/10.1080/08276331.2020.1725727.

Page 86: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

386

Carol M. Connell, (2008). Firm And Government As Actors In Penrose’s Process Theory Of International Growth : Implications For The Resource-Based View And Ownership-Location-Internationalisation Paradigm. Australian Economic History Review, Vol. 48, No. 2 July 2008. ISSN 0004-8992. doi: 10.1111/j.1467-8446.2008.00235.

Christos N. Pitelis, (2007). A Behavioral Resource-Based View of the Firm : The Synergy of Cyert and March (1963) and Penrose (1959). Organization Science 18(3) : 478-490. http://dx.doi.org/10.1287/orsc.1060.0244.

Constance E. H Elfat And M Argaret A . Peteraf. (2003). The D Ynamic Resource-Based View : Capability Lifecycles. Strategic Management Journal. Strat. Mgmt. J ., 24: 997–1010 (2003). Published online in Wiley Inter Science (www.interscience.wiley.com). DOI: 10.1002/smj.332.

Craig E. Armstrong and Katsuhiko Shimizu, (2007). A Review of Approaches to Empirical Research on The Resource Based View of the Firm. Journal of Management. DOI: 10.1177/0149206307307645.

Douglas Miller. (2019). The Resource-Based View of The Firm. Business Policy and Strategy. DOI: 10.1093/acrefore/9780190224851.013.4.

Henry F.L. Chung, Zhujun Ding, Xufei Ma, (2019). Organisational Learning and Export Performance of Emerging Market Entrepreneurial Firms: The Roles Of RBV Mechanism and Decision-Making Approach. European Journal of Marketing. https://doi.org/10.1108/EJM-08-2017-0496.

Jay B. Barney And Asli M. Arikan, (2001). The Resource-Based View: Origins And Implications.

Jay B. Barney, (2001). Resource-Based Theories Of Competitive Advantage : A Ten Year Retrospective On The Resource-Based View. Journal of Management 27 (2001) 643–650.

Jay B. Barney, (2011). The Future of Resource-Based Theory: Revitalization or Decline?. Journal of Management, Vol. 37 No. 5, September 2011 1299-1315. DOI: 10.1177/0149206310391805.

Jeroen De Jong & Deanne Den Hartog. (2007). How Leaders Influence Employees' Innovative Behaviour. European Journal of Innovation Management. January 2007 DOI: 10.1108/14601060710720546.

Khalid Almarria and Paul Gardiner. (2014). Application of resource-based view to project management research: supporters and opponents. Procedia-Social and Behavioral Sciences 119 (2014) 437–445.

Magdalena S. Halim, J J. L. Derksen and C P. F. van der Staak, (2004). Development of the Revised-Neo Personality Inventory for Indonesia: A Preliminary Study. Proceedings from the 16th International Congress of the International Association for Cross-Cultural Psychology.

Muafi, (2003). Pengaruh Motivasi Spiritual Karyawan Terhadap Kinerja Religius: Studi Empiris Di Kawasan Industri Rungkut Surabaya (SIER). JSB No. 8 Vol. 1 Th. 2003. ISSN : 0853 – 7665.

Neild Christiansen And Robert P. Tett, (2008). Toward A Better Understanding Of The Role Of Situations In Linking Personality, Work Behavior, And Job Performance. Industrial and Organizational Psychology, 1 (2008), 312–316. 1754-9426/08.

Neild Christiansen, (2008). Toward a Better Understanding of The Role of Situations in Linking Personality, Work Behavior and Job Performance. Industrial and Organizational Psychology, 1 (2008), 312–316.

Page 87: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

387

Nooraini Othman, (2011). Exploring The Ummatic Personality Dimensions From The Psycho-Spiritual Paradigm. International Journal of Psychological Studies Vol. 3, No. 2; December 2011. doi:10.5539/ijps.v3n2p37.

Onne Janssen, (2010). Job demands, perceptions of effort‐reward fairness and innovative work behavior. Journal of Occupational & Organizational Psychology. First published: 16 December 2010. https://doi.org/10.1348/096317900167038

Salder, J., Gilman, M., Raby, S., & Gkikas, A. (2020). Beyond Linearity and Resource-Based Perspectives of SME Growth. Journal of Small Business Strategy, 30 (1), 1-17.

Samantha Marie Burvill, Dylan Jones-Evans, Hefin Rowlands, (2018). Reconceptualising The Principles Of Penrose’s (1959) Theory And The Resource Based View Of The Firm: The Generation Of A New Conceptual Framework. Journal of Small Business and Enterprise Development, https://doi.org/10.1108/JSBED-11-2017-0361

Walter C. Borman, Louis A. Penner, Tammy D. Allen and Stephan J. Motowidlo. (2001). Personality Predictors of Citizenship Performance. International Journal Of Selection And Assessment, Volume 9 Numbers 1/2 March/June 2001.

Wei-Tien Hung, (2018). Revisiting Relationships Between Personality And Job Performance: Working Hard And Working Smart. Total Quality Management, 2018. https://doi.org/10.1080/14783363.2018.1458608.

Alfarisi, M. A. (2015). ( Studi Perbandingan Ibrahim Elfiky dan Mario Teguh ). Studi. https://doi.org/10.1002/mrdd.20112

Barney. (1991). special theory forum the resource-based model of the firm:

origins,implications, and prospects. Barney, J. B. (2001). Resource-based theories of competitive advantage: A ten-year

retrospective on the resource-based view. Journal of Management, 27(6), 643–650. https://doi.org/10.1177/014920630102700602

Barney, J. B., & Arikan, A. M. (2008). The Resource-based View: Origins and Implications. The Blackwell Handbook of Strategic Management, 123–182. https://doi.org/10.1111/b.9780631218616.2006.00006.x

Barney, J. B., Ketchen, D. J., & Wright, M. (2011). The future of resource-based theory: Revitalization or decline? Journal of Management, 37(5), 1299–1315. https://doi.org/10.1177/0149206310391805

Burvill, S. M., Jones-Evans, D., & Rowlands, H. (2018). Reconceptualising the principles of Penrose’s (1959) theory and the resource based view of the firm: The generation of a new conceptual framework. Journal of Small Business and Enterprise Development, 25(6), 930–959. https://doi.org/10.1108/JSBED-11-2017-0361

Christiansen, N. D., & Tett, R. P. (2008). Toward a Better Understanding of the Role of Situations in Linking Personality, Work Behavior, and Job Performance. Industrial and

Organizational Psychology, 1(3), 312–316. https://doi.org/10.1111/j.1754-9434.2008.00054.x

Giustiziero, G., Somaya, D., & Wu, B. (2020). A Resource-Based Theory of Hyperspecialization and Hyperscaling. SSRN Electronic Journal, 1–43. https://doi.org/10.2139/ssrn.3531111

Helfat, C. E., & Peteraf, M. A. (2003). The dynamic resource-based view: Capability lifecycles. Strategic Management Journal, 24(10 SPEC ISS.), 997–1010. https://doi.org/10.1002/smj.332

Hung, W. T. (2020). Revisiting relationships between personality and job performance: working hard and working smart. Total Quality Management and Business Excellence, 31(7–8), 907–927. https://doi.org/10.1080/14783363.2018.1458608

Page 88: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ali Jufri, Pebi Kurniawan, Mohammad Djadjuli, Imam Hadiwibowo

388

Kor, Y. Y., & Mahoney, J. T. (2000). Penrose’s Resource‐Based Approach: The Process and Product of Research Creativity. Journal of Management Studies, 37(1). https://doi.org/10.1111/1467-6486.00174

Kraaijenbrink, J., Spender, J. C., & Groen, A. J. (2010). The Resource-based view: A review and assessment of its critiques. Journal of Management, 36(1), 349–372. https://doi.org/10.1177/0149206309350775

Lockett, A., & Thompson, S. (2004). Edith Penrose’s Contributions to the Resource-based View: An Alternative Perspective. Journal of Management Studies, 41(1), 193–203. https://doi.org/10.1111/j.1467-6486.2004.00428.x

Mahoney, J. T., & Pandian, J. R. (1992). RBV.pdf. 13(April 1991), 363–380. https://doi.org/10.2307/2486455

Miller, D. (2019). The Resource-Based View of the Firm. Oxford Research Encyclopedia of

Business and Management, 4(May), 1–21. https://doi.org/10.1093/acrefore/9780190224851.013.4

Nason, R. S., & Wiklund, J. (2018). An Assessment of Resource-Based Theorizing on Firm Growth and Suggestions for the Future. Journal of Management, 44(1), 32–60. https://doi.org/10.1177/0149206315610635

Othman, A. K., Hamzah, M. I., & Hashim, N. (2014). Conceptualizing the Islamic Personality Model. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 130, 114–119. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.04.014

Pitelis, C. N. (2007). A behavioral resource-based view of the firm: The synergy of cyert and March (1963) and Penrose (1959). Organization Science, 18(3), 478–490. https://doi.org/10.1287/orsc.1060.0244

Salder, J., Gilman, M., Raby, S., & Gkikas, A. (2020). Beyond linearity and resource-based perspectives of SME growth. Journal of Small Business Strategy, 30(1), 1–17.

Page 89: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Indyra Dwi Cahyaningtyas, Allicia Deana Santosa

389

THE IMPACT OF COMPETENCY, WORKLOAD, AND WORK ENVIRONMENT TO WORK STRESS AND THE EMPLOYEE

PERFORMANCE OF BANK BJB S. PARMAN

Indyra Dwi Cahyaningtyas

Universitas Gunadarma, Jakarta Allicia Deana Santosa*

Universitas Siliwangi, Tasikmalaya

[email protected]

Abstract

Demands from management so that employees increase competency by increasing workloads coupled with a non-conducive work environment often cause employees to experience stress and decrease performance. The purpose of this research is to know the influence of the competency, workload, the work environment on work stress, and the employee performance of Bank BJB Branch of S. Parman. The sampling total used in this research is 100 respondents. The research method used is the verification method (quantitative) with analytical tools in the form of validity, reliability, coefficient of determination, and hypothesis testing (t-test and F test). The measurement of the data is performed by Likert scale questionnaire 5-points. Based on the t-test results shows the calculated t-value is greater than the t-table (1.996), except for the work environment variable. The results showed that the competency and the workload of a positive and significant effect on the stress of work and performance, while the influential work environment variable is positive and significant but not to work stress and employee performance.

Keywords: Competency, Performance, Workload, Work Environment, Work Stress

Introduction

The large target given by the management of the company will be getting bigger also

workload. Adequate competencies are expected to encourage employees to improve their performance in achieving the targets of the company. Performance is a measure of the success of employees in carrying out their work. Employee performance can be affected by several factors such as a high workload, inadequate competencies, and a work environment that is less convenient. With increased employee performance is also contributing to the company. Every company strives to improve the performance of officers in order to achieve the purpose of the company.

One of the efforts to increase the performance of the employees providing a workload that is not excessive. According to prior research by (Hariyono et al, 2017) said that the workload was long for a person doing job activities in accordance with ability and capacity corresponding work without showed signs of fatigue. The number of tasks that are given to employees will lead to the result that insufficient due to the limitations of time and skill. High workload will be stressful and causes decreased employee performance.

Page 90: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Indyra Dwi Cahyaningtyas, Allicia Deana Santosa

390

Competency must be owned by an employee to be able to complete the task effectively. Every employee should have the competency to suit his position to avoid an error on the duty. The competency of an employee should always be developed in order to optimally perform the task. The company requires employees who have high competence as this will minimize the stress of work so as to improve its performance.

A safe working environment comfortable can improve the performance of the employee. For example, a work conflict happening fellow employees as well as with its leader. Working environment not conducive will make performance tend to decrease. The work environment contributes to the performance of the employees.

Every single employee must have to experience stress. Stress can affect the performance of the employees. If increased work stress then the employee's performance tends to decrease. Therefore, the company should be able to minimize the stress of its officials so that increases employee performance. Literature Review

1. Competency

Competency is something that must be owned by employees in order to carry out tasks assigned by the office. According to (Faustyna,2014), competency is an aspect of a person's capabilities that include knowledge, skills, attitudes, values, or personal characteristics that allow workers to achieve success in completing the work through the achievement of results or success in completing tasks. According to (Elbaz et al., 2018) competency is a basic nature of someone who by itself with regard to the implementation of competency to effectively work (an underlying characteristic of an individual which is causally related to criterion-referenced effective and or superior performance in work or situation). 2. Workload

The workload is one of the aspects that must be noticed by every company because the workload is the one that can improve the performance of employees. According to Firmansyah dan (Wahdiniwaty, 2017), the workload is one that arises from the interaction between the demands of the tasks in a working environment which is used as a workplace. The workload is sometimes defined operationally on factors such as the demands of the task or attempts are made to do the job. The high workload is something that is not liked by employees because it demands maximum results in a short time. 3. Work Environment

The work environment is an important element of the company. The environment has a direct influence on the activities of the company (Yeh & Huan, 2017). A work environment is composed of physical and nonphysical inherent with employees so that it cannot be separated from the development of the performance of employees. The nonphysical work environment is an exciting work environment in the sense that the creation of a harmonious relationship between employees and bosses as well as the relationship of fellow coworkers because in fact humans in work are not looking for money, but work is a form of activity that aims to obtain satisfaction. According to (Sedarnayanti, 2017), non-physical work environments are all circumstances that occurred with regard to the working relationship, good relation with superior or colleagues.

Page 91: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Indyra Dwi Cahyaningtyas, Allicia Deana Santosa

391

4. Work Stress

Work stress is a state of distress, both physically and psychologically according to (Nawawi, 2015). Work stress according to (Handoko, 2014) is a condition that affects the emotional strain, the thought process, and the condition of the person. Stress that is too large can threaten a person's ability to cope with the environment. As a result, developing employees in a wide range of symptoms of stress that can interfere with the execution of their work. 5. Performance

Performance is the result of a job function or a group in the organization that is planned in strategic planning as well as aims to achieve the objectives of the organization (Mulyadi& Soegoto, 2017). Employee performance is an indicator that can determine an employee's performance. If the employee does not focus on the work done, the employee's performance cannot improve, so that it can give poor results for the employee. Based on the description of the theoretical framework, the hypothesis of the research are: H1: Competency has a partial effect on work stress of employees Bank BJB S. PARMAN H2: Workload has a partial effect on work stress of employees Bank BJB S. PARMAN H3: The work environment has a partial effect on the work stress of employees Bank BJB S.

PARMAN. H4: Competency has a partial effect on the performance of employees Bank BJB S. PARMAN. H5: Workload has a partial effect on the performance of employees Bank BJB S. PARMAN. H6: The work environment has a partial effect on the performance of employees Bank BJB S.

PARMAN. H7: The Competency, Workload, and Work Environment simultaneously influence work stress

and performance of employees Bank BJB S. PARMAN.

H1

H2 H4

H5 H3 H6

Figure 1. Research Framework

Research Method

The research method in this research is verification. The verification method according to (Sugiyono, 2015) is to test the truth of a hypothesis that is done through data collection in the field. The sampling technique in this study is total sampling because the total population is only 100. Total sampling is a sampling technique where the number of samples from the same population (Sugiyono, 2015). The research population used was the employees of the S. Parman BJB branch of up to 100 people.

Competency

Workload

Work

Environment

Work Stress

Employee

Performance

Page 92: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Indyra Dwi Cahyaningtyas, Allicia Deana Santosa

392

Results and Discussion 1. Validity dan Reliability Test

Results of validity and reliability test among others :

Table 1. Validity and Reliability Test

Variable Indicator r-value r-table Status Alpha Cronbach

Status

Competency (X1)

X1.1 0,466 0,3 Valid 0,691 Reliable

X1.2 0,607 Valid

X1.3 0,664 Valid

Workload (X2) X2.1 0,717 0,3 Valid 0,791 Reliable

X2.2 0,722 Valid

X2.3 0,692 Valid

Work Environment

(X3)

X3.1 0,731 0,3 Valid 0,811 Reliable

X3.2 0,477 Valid

X3.3 0,751 Valid

Works Stress (Y1)

Y1.1 0,604 0,3 Valid 0,671 Reliable

Y1.2 0,584 Valid

Y1.3 0,751 Valid

Y1.4 0,454 Valid

Y1.5 0,731 Valid

Performance (Y2)

Y2.1 0,755 0,3 Valid 0,813 Reliable

Y2.2 0,731 Valid

Y2.3 0,751 Valid

Y2.4 0,786 Valid

Y2.5 0,568 Valid

Source: Result of Data Processing

Test validity and reliability are tested using table 1 shows that the results of the test of the validity of the instrument give a good value on the indicator grains from each of the primary variables. The average value of the r count obtained is higher than the critical value of 0.30. Of table 1 can also be seen that the total value of items from all variables indicated reliability. This can be seen from the Alpha value of each Cronbach's variable both bound variables as well as free variables have the value of average reliability i.e. above 0.60. So it can be said the whole variable reliability so that valid and invalid constructs can be accepted and used for further statistical analysis.

2. Correlation between Competency (X1), Work Load (X2) and Work Environment (X3)

on Work Stress (Y1) and Employee Performance (Y2).

Table 2. R-Square Test

R-Square R-Square Adjusted

Work Stress 0,850 0,844

Performance 0,866 0,860

Source: Result of Data Processing

Page 93: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Indyra Dwi Cahyaningtyas, Allicia Deana Santosa

393

Based on Table 2, it can be seen that the R-square test results on work stress are 0.850 and employee performance is 0.866. These values show the correlation between competence, workload, a work environment with work stress, and employee performance by 85% and 86.6%. It can be concluded that the impact that occurs on work stress and employee performance can be described by workload, competency, and work environment, while the rest is influenced by other variables not discussed in this study. 3. Hypothesis Test

The Effect of Competency on Work Stress

Based on Table 3, it can be seen with a significance below 5%, the value of t value of 2.164 is greater than t table 1.985, it can be concluded that competency has a positive and significant effect on work stress. This is in line with the statement by (Sargazi et al., 2018) that competency affects work stress, if employees have inadequate competency, it causes excessive work stress because they are unable to complete tasks.

Tabel 3. Coefficients

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 109,359 8,554 4,108 ,000

Competency ,867 ,093 ,456 2,164 ,000

Work Load 1,116 ,096 ,329 2,313 ,000

Work Environtment ,604 ,097 ,273 1,503 ,000

a. Dependent Variable: Work Stress

Source: Result of Data Processing

The Effect of Workload on Work Stress

Based on Table 3, it can be seen that the significance is below 5%, indicated by the t value of 2.313 which is greater than the t table value of 1.985. So it can be concluded that a study conducted at the S. Parman branch BJB Bank had a significant effect between workload and work stress. The results of this study are supported by the opinion of (Andhita, 2015) excessive workloads resulting in work stress and a fall in performance. The Effect of Work Environment on Work Stress

Based on Table 3, shows a significance above 5% of the value indicated t count 1.503 smaller than the value of t table 1,985. So there is no significant effect between work environment on work stress. This study is supported by the opinion of (Andhita, 2015) that the work environment does not affect work stress because there is no significant relationship.

The Effect of Competency on Employee Performance

Based on Table 4, it can be seen with a significance below 5%, indicated by the t value of 2.870 is greater than the t table of 1.985. So it can be concluded that competence has a positive and significant effect on performance. This is supported by the opinion of (Faustyna, 2014) and in line with (Elbaz et al., 2018) that good competence can improve employee performance and work performance.

Page 94: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Indyra Dwi Cahyaningtyas, Allicia Deana Santosa

394

Tabel 4. Coefficients

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 92,013 6,341 4,711 ,000

Competency 2,101 ,169 ,398 2,870 ,000

Work Load 4,005 ,479 ,311 4,526 ,000

Work Environtment 3,177 ,184 ,284 2,749 ,000

a. Dependent Variable: Employee Performance

Source: Result of Data Processing

The Effect of Workload on Employee Performance

Based on Table 4, can be of significance below 5%, indicated by the t value of 4.526 is greater than the value of t table 1.985. So it can be concluded that there is a significant influence between workload and performance. This research is also supported by the opinion of Adityawarman & Sinaga (2015) and in line with (Inegbedion et al., 2020) that excessive workloads or office routines can directly affect employee performance due to excessive pressure from work assignments.

The Effect of Work Environment on Employee Performance

Based on Table 4, with a significance above 5% which is indicated by the value of t count 2.749 is greater than the value of t table of 1.985. So the work environment influences employee performance. This study was supported by (Yeh & Huan, 2017) that the work environment influences employee performance because it affects employee psychological psychology which can affect employee performance. If the work environment is conducive, it gives rise to comfort in work to improve performance, and vice versa if the work environment is not conducive, it affects the performance of employees.

The Effect of Competency, Workload and Work Environment on Work Stress and Employee Performance

Based on the F test results obtained an F value of 51.430 and 47.212 which is greater than the F table of 2.698 with a significance level of 0.00 less than 0.05. Based on the F test the hypothesis is accepted. So it can be concluded that there is a simultaneous influence between workload, competence, work environment, on work stress and its implications on employee performance. This research is supported by the opinion of Inggrid, Risamasu, Nursamsi, and Wasjid (2018) that the results of the analysis in this study explain that competence, workload and environment have a positive and significant effect on employee performance and employee work stress.

Tabel 5. Anovaa

Model Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

1 Regression 33,176 3 11,059 51,430 ,000

Residual 561,574 97 5,850

Total 594,750 100

a. Dependent Variable: Work Stress

b. Predictors: (Constant), Work Environment, Work Load, Competency

Page 95: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Indyra Dwi Cahyaningtyas, Allicia Deana Santosa

395

Tabel 6. Anovaa

Model Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

1 Regression 30,125 3 9,073 47,212 ,000

Residual 485,581 97 5,004

Total 515,706 100

a. Dependent Variable: Performance

b. Predictors: (Constant), Work Environment, Work Load, Competency

Source: Result of Data Processing

Conclusions

There is a significant influence between competence with work stress, so that if employees have competencies that are not in accordance with the field of work then it will cause high work stress. Workload has a significant effect on employee work stress. The higher workload received by an employee, the more work stress increases and will have an impact on decreased performance. There is no significant effect between work environment on work stress. There is no influence of the work environment on work stress on employees is possible because the work environment is not a basic consideration for employees in carrying out tasks and work. Workload has a significant effect on performance, the more workload added the employee performance will be decreased. This is because employees feel pressured by high workloads, thus workload balance is important to keep the good performance of the employees. There is a significant influence between competency on performance so that employees have competencies that are less appropriate to their field so that it will reduce their performance. There is an influence between the work environment on performance. This can happen because the work environment is less comfortable or bad so it affects the output produced by employees. There is a simultaneous influence between competence, workload, work environment, on work stress and employee performance. Based on the results of the research that has been done, there are some suggestions that can be considered to further expand this research model. This is done by adding variables that can affect stress and work performance, as seen from the calculation of R-square values where there are still other variables outside this model that affect stress and work performance. Based on the results of the study, the company must pay attention to the suitability of the employee's work position based on his competence so that employees can work optimally according to their potential. Companies also need to adjust the workload so that it is balanced, how employees work optimally but not too much, because if the workload is too excessive then the output will not be optimal, as well as if the workload is too low. In addition, the work environment also greatly affects work stress and employee performance, so companies need to create a comfortable work environment but remain disciplined and productive.

Bibliography

Adityawarman, & Sanim, Sinaga. (2015). Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk Cabang Krekot. Jurnal Manajemen dan

Organisasi , VI (1), 34-44.

Page 96: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Indyra Dwi Cahyaningtyas, Allicia Deana Santosa

396

Andhita, Aglis. (2015). Pengaruh Konflik Kerja, Beban Kerja serta Lingkungan Kerja terhadap Stres Pegawai PT. PLN (Persero) Area Madiun Rayon Magetan. Jurnal Akuntansi dan

Pendidikan, 4(1), 91-98.

Elbaz, A. M., Haddoud, M. Y., & Shehawy, Y. M. (2018). Nepotism, employees’ competencies and firm performance in the tourism sector: A dual multivariate and Qualitative Comparative Analysis approach. Tourism Management, 67, 3–16. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2018.01.002

Faustyna. (2014). Pengaruh Kompetensi dan Komitmen pada Tugas terhadap Kinerja Karyawan pada Hotel Dharma Deli Medan. Jurnal Manajemen & Bisnis, 14(1), 49-63.

Firmansyah, Deri & Wahdiniwaty, Rahma.(2017). Pengaruh Karakteristik Individu, Beban Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Wilayah (KPW) Jawa Barat Selatan. Jurnal Ilmiah Magister Manajemen, 2(2), 48- 68.

Handoko, T. Hani. (2014). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia (Cetakan Ke

Delapan Belas). Yogyakarta: BPFE

Inegbedion, H., Inegbedion, E., Peter, A., & Harry, L. (2020). Perception of workload balance and employee job satisfaction in work organisations. Heliyon, 6(1). https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e03160

Ingrid, Putri., Risamasu, Maria, Nursyamsi, Idayanti, & Rasjid, Wahda. (2018). Analisis Pengaruh Kompetensi, Beban Kerja dan lingkungan terhadap Kinerja Karyawan yang Dimediasi Oleh Stress Kerja pada PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Jayapura. HJABE. 1(3), 106-119.

Mulyadi, Hendri dan Soegoto, (2017). Analisis Pengaruh Strategi Bisnis dan Strategi Teknologi Informasi terhadap Kinerja Perusahaan (studi kasus pada PT. Valuestream Internasional, Bandung menggunakan Balanced Scorecard). Jurnal Ilmiah Magister

Manajemen. 3(1), 30-38.

Nawawi, Hadari. (2015). Evaluasi dan manajemen kinerja di lingkungan perusahaan dan

industri. Yogyakarta: Gadjah Mada Univercity Press.

Sargazi, O., Foroughameri, G., Miri, S., & Farokhzadian, J. (2018). Improving the professional competency of psychiatric nurses: Results of a stress inoculation training program. Psychiatry Research, 270, 682–687. https://doi.org/10.1016/j.psychres.2018.10.057

Sedarmayanti. (2017). Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja. Bandung : Mandar Maju.

Setyani, Tri Budi. (2014). Analisis Pengaruh Kompensasi, Motivasi, Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan. Tesis (tidak dipublikasikan). Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Yeh, S. S., & Huan, T. C. (2017). Assessing the impact of work environment factors on employee creative performance of fine-dining restaurants. Tourism Management, 58, 119–131. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2016.10.006

Page 97: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

397

Perbandingan Kinerja Keuangan BUSN Devisa Konvensional dan

BUSN Non Devisa Konvensional

Ma’ulvi Marsela Devi Universitas Hayam Wuruk Perbanas (d/h STIE Perbanas Surabaya)

Evi Sistiyarini

Universitas Hayam Wuruk Perbanas (d/h STIE Perbanas Surabaya)

*[email protected]

*[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan pada LDR, CR, NPL,

APB, NIM, ROA, CAR dan DR antara Bank Umum Swasta Nasional Devisa Konvensional

dan Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa Konvensional pada periode triwulan satu

tahun 2015 sampai dengan triwulan empat 2019. Sampel dalam penelitian ini adalah Bank

Bumi Arta, Bank Maspion, Bank MNC Internasional, Bank Yudha, Bank Jasa Jakarta dan

Bank Sahabat Sampoerna. Penelitian ini menggunakan data sekunder, teknik pengambilan

sampel menggunakan Purposive Sampling dan teknik analisis data menggunakan

independent simple t test. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan pada LDR, CR, NPL, APB, NIM, ROA, dan CAR dan terdapat perbedaan

yang tidak signifikan pada DR.

Kata Kunci: LDR, CR, NPL, APB, NIM, ROA, CAR dan DR

Pendahuluan

Bank berperan penting sebagai faktor penggerak roda perekonomian suatu bangsa dan negara, terdapat dua jenis peran perbankan yaitu peran dalam negeri dan peran luar negeri. Peran dalam negeri, bank dapat memenuhi kebutuhan ekonomi seperti kegiatan administrasi keuangan, kegiatan penampungan uang, kegiatan penggunaan uang, kegiatan penukaran uang, kegiatan pengawasan uang, kegiatan perkreditan, dan kegiatan pengiriman uang. Peran luar negeri, bank memiliki peran untuk melakukan kegiatan yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan lalu lintas devisa, kegiatan hubungan perdagangan dan kegiatan hubungan moneter antar negara.

Sistem bank antara BUSN devisa konvensional dan BUSN non devisa konvensional terdapat perbedaan, yaitu BUSN devisa konvensional dapat melakukan transaksi valuta asing, sedangkan BUSN non devisa konvensional tidak bisa melakukan transaksi tersebut, adanya perbedaan dari kegiatan usaha bank non devisa konvensional dipastikan kalah dalam bersaing di dunia perbankan, oleh karena itu bank non devisa konvensional harus memiliki kinerja yang jauh lebih baik dan lebih unggul supaya memenangkan persaingan.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kinerja keuangan antara bank umum swasta nasional devisa konvensional dan bank umum swasta nasional non devisa konvensional. Pengukuran kinerja yang digunakan adalah rasio LDR (Loan to Deposit Ratio), CR (Current Ratio), NPL (Non Performing Loan), APB (Aset Produktif Bermasalah), NIM

Page 98: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

398

(Net Interest Margin), ROA (Return On Assets), CAR (Capital Adequacy Ratio), dan DR (Debt Ratio). Objek dari penelitian ini adalah seluruh bank devisa dan bank non devisa yang tercatat di Bank Indonesia.

Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat beberapa indikator business problem dalam periode 2015 triwulan satu hingga 2019 triwulan empat. LDR BUSN Non Devisa Konvensional memiliki rata-rata LDR yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata LDR BUSN Devisa Konvensional. Jika LDR Bank semakin meningkat maka jumlah kredit yang disalurkan semakin meningkat sehingga pendapatan bunga juga semakin tinggi, laba dan ROA akan meningkat, akan tetapi rata-rata ROA BUSN Non Devisa justru semakin menurun. Rata-rata NPL dan APB BUSN Devisa Konvensional lebih tinggi dibandingkan BUSN Non Devisa Konvensional. Hal ini menunjukkan kualitas aset nya semakin rendah sehingga berdampak pada pendapatan bank yang semakin menurun, laba menurun dan ROA menurun, akan tetapi ROA BUSN Devisa semakin tinggi dibandingkan BUSN Non Devisa.

Tabel 1. Rasio Keuangan BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional

*Per Desember 2019 Sumber: Laporan Keuangan Masing-Masing Bank (2019)

Rata-rata ROA BUSN Devisa Konvensional lebih tinggi dibandingkan BUSN Non

Devisa Konvensional. Hal ini meenunjukkan bahwa kemampuan menghasilkan laba BUSN Devisa Konvensional yang lebih tinggi. Jika kemampuan menghasilkan laba lebih tinggi, maka akan menambah modal bank dan rasio CAR semakin meningkat, akan tetapi tabel menunjukkan bahwa rasio CAR BUSN Devisa Konvensional justru semakin kecil dibandingkan dengan BUSN Non Devisa Konvensional.

Penelitian yang dilakukan oleh Putri, A., M & Iradiyanti, A (2020) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio CAR, NPL, ROA, BOPO Dan LDR Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensioal dan terdapat perbedaan yang signifikan pada variabel DER. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Thessalonica dkk (2019) yang menemukan bahwa tidak terdapat yang signifikan ROA, ROE, NIM, CAR antara Bank Umum Milik Negara (BUMN) dan Bank Umum Swasta Nasional. Hal ini berbeda dengan penelitian Dwilita, H (2019) yang menemukan bahwa variabel CAR, NPF/NPL, ROA, BOPO, FDR/LDR memiliki perbedaaan yang signifikan pada Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional.

BUSN DEVISA KONVENSIONAL (%)

BUSN NON DEVISA KONVENSIONAL (%)

RASIO 2015 2016 2017 2018 2019 RATA-RATA 2015 2016 2017 2018 2019

RATA-RATA

LDR 79.69 77.45 77.27 83.23 83.57 80.24 89.06 86.66 87.52 84.09 86.57 86.78

CR 32.75 35.66 35.21 33.18 32.29 33.82 57.43 66.70 53.75 41.23 44.76 52.77

NPL 1.02 2.11 1.74 1.96 2.05 1.77 0.59 1.35 1.41 1.47 2.53 1.47

APB 1.54 2.77 1.32 3.45 2.19 2.25 1.20 3.45 1.28 2.32 2.15 2.08

NIM 8.81 7.60 7.60 5.36 4.76 6.82 6.77 7.19 5.85 5.55 5.96 6.26

ROA 2,30 2.53 2.57 2.67 2.34 2.51 1.91 1.86 1.15 1.34 1.62 1.57

CAR 20.28 24.14 22.92 22.42 23.22 22.60 21.86 26.36 40.31 35.94 28.51 30.60

DR 83.88 82.43 81.25 82.45 81.54 82.31 75.40 76.20 73.44 79.23 75.34 75.92

Page 99: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

399

Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

Pengertian Bank Umum

Kasmir (2015:11) menyatakan “pengertian bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalukan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya”. Pengertian bank umum sesuai UU No. 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya serta memberikan pelayanan secara maksimal kepada nasabah dengan tujuan dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari segi status dibagi dalam dua macam, yaitu Bank Devisa yang merupakan bank yang dapat melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang asing serta Bank Non Devisa yaitu bank yang tidak bisa melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang asing.

Pengertian Kinerja Keuangan Bank

Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting sehingga sumber daya dapat digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan (Irham Fahmi, I2017:142).

Analisis Rasio Keuangan

Rasio keuangan digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka di dalam laporan keuangan dengan membagi satuangka dengan angka lainnya atau suatu cara yang digunakan untuk mengukur kondisi dan kinerja suatu perusahaan dengan laporan keuangan perusahaan tersebut (Kasmir, 2016:104).

Rasio Likuiditas

Rasio Likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau hutang jangka pendeknya (Kasmir, 2016:123). Dalam penelitian ini rasio likuiditas dihitung menggunakan LDR (Loan to Deposti Ratio) dan CR (Current Ratio). Loan to Deposit Ratio merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal yang digunakan (Kasmir: 2016, 160-170). Rumus yang digunakan untuk mengukur Loan to

Deposit Ratio adalah sebagai berikut:

Penelitian yang dilakukan oleh Dwilita, H (2019) menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada LDR Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional. Hasil lain dikemukakan oleh Dewi, I.L & Triaryati, N (2017) bahwa terdapat perbedaan LDR yang tidak signifikan antara BUMN dan Bank Asing. H1: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) antara

Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa

Konvensional.

Page 100: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

400

Erari, A (2014) menjelaskan bahwa Current Ratio kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kebutuhan operasionalnya. Semakin tinggi CR maka semakin baik kondisi likuiditas di perusahaan. Rumus yang digunakan untuk mengukur Current Ratio adalah sebagai berikut:

H2: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio CR (Current Ratio) antara Bank Umum

Swasta Nasional Devisa dan Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa Konvensional.

Rasio Kualitas Aset

Kualitas aset merupakan kemampuan bank dalam mengelola aktiva produktif yang merupakan sumber pendapaan bank yang digunakan untuk biaya operasional. Dalam penelitian ini rasio kualitas aset yang dihitung menggunakan NPL (Non Performing Loan) dan APB (Aktiva Produktif Bermasalah). NPL merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengelola kredit dan rasio ini digunakan untuk membandingkan kredit lancar, kredit diragukan, kredit macet dan total kredit yang diberikan (Rivai, V: 2013, 473-474). Rasio ini dapat memperlihatkan kualitas portofolio kredit suatu bank (Sorongan, F., 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Dwilita, H (2019) menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara NPL Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional. Penelitian tersebut juga mendukung penelitian Firdaus, M.E.A & Worokinasih, S (2018) yang membuktikan bahwa terdapat perbedaan NPL yang signifikan pada BUMN dan Bank Asing. Hasil berbeda dilakukan oleh Thesalonica, dkk (2019) Derek, Z.A (2017) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Rumus yang digunakan untuk mengukur Non performing Loan adalah sebagai berikut:

H3: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio NPL (Non Perorming Loan) antara

Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa

Konvensional.

APB merupakan rasio aktiva produktif bermasalah yang diukur menggunakan total aktiva produktif. Aktiva produktif bermasalah yang semakin besar mengindikasikan bahwa telah terjadi penurunan pendapatan bank. Rumus untuk menghitung Aktiva Produktif Bermasalah adalah sebagai berikut:

H4: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio APB (Aktiva Produktif Bermasalah)

antara Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Bank Umum Swasta Nasional Non

Devisa Konvensional.

Rasio Rentabilitas

Kasmir (2016:196) menyebutkan bahwa rasio rentabilitas sering disebut sebagai profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efesiensi usaha dan profit yang dicapai oleh bank. Dalam Penelitian ini rasio rentabilitas yang dihitung menggunakan NIM (Net Interest Margin) dan ROA (Return On Assets). Net Interest Margin merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan earning assets dalam menghasilkan pendapatan bunga

Page 101: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

401

bersih. Dewi, I.L & Triaryati, N (2017) menyebutkan bahwa NIM yang tinggi tidak selalu baik karena dapat menyebabkan bank menurunkan margin bersih untuk peningkatan efisiensi bank. Hasil penelitian Dewi, I.L & Triaryati, N (2017) menemukan bahwa terdapat perbedaan NIM yang signifikan antara BUMN dan Bank Asing. Hasil yang berbeda dilakukan oleh Derek, Z.A (2017), Dwilita, H (2019),Thesalonica dkk (2019) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Rumus yang digunakan untuk mengukur Net Interest

Margin adalah sebagai berikut (Kasmir: 2016, 327-328).

H5: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio NIM (Net Interest Margin) antara Bank

Umum Swasta Nasional Devisa dan Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa

Konvensional.

Return On Assets (ROA) yaitu rasio yang digunakan untuk kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan, semakin besar ROA maka semakin besar pula tingkat laba yang akan dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan aset. Penelitian yang dilakukan oleh Dwilita, H (2019) menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada ROA Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional. Hasil lain dikemukakan oleh Dewi, I.L & Triaryati, N (2017) bahwa terdapat perbedaan ROA yang tidak signifikan antara BUMN dan Bank Asing. Rumus yang digunakan untuk mengukur Return On Assets adalah sebagai berikut:

H6: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio ROA (Return On Asset) antara Bank

Umum Swasta Nasional Devisa dan Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa

Konvensional.

Rasio Permodalan

Kasmir (2016:325) menyebutkan bahwa pengertian dari rasio permodalan yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur permodalan dan cadangan penghapusan dalam menanggung perkreditan, terutama risiko yang terjadi karena bunga gagal tagih. Rasio permodalan dapat dihitung menggunakan CAR (Capital Adequacy Margin) dan DR (Debt Rasio) (Kasmir: 2016, 325-350)

Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio yang digunakan untuk membiayai aktivitas kegiatannya dengan modal sendiri serta mengukur kecukupan modal yang dimiliki oleh bank tersebut untuk menunjang aktiva yang menghasilkan risiko, seperti pemberian pinjaman kredit. Penelitian yang dilakukan oleh Dwilita, H (2019) menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada CAR Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional. Hasil penelitian tersebut mendukung penelitian Dewi, I.L & Triaryati, N (2017) menemukan bahwa terdapat perbedaan CAR yang signifikan antara BUMN dan Bank Asing. Rumus yang digunakan untuk mengukur Capital Adequacy Ratio adalah sebagai berikut:

Page 102: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

402

H7: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) antara

Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa

Konvensional.

Debt Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur pebandingan

antara total utang dengan total aktiva, dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang atau seberapa besar hutang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Rumus yang digunakan untuk mengukur Debt Ratio adalah sebagai berikut

H8: Terdapat perbedaan yang signinfikan pada rasio DR (Debt Ratio) antara Bank Umum

Swasta Nasional Devisa dan Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa Konvensional

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk jenis penelitian komparatif karena bersifat membandingkan keadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda dengan waktu yang berbeda (Sugiyono 2017:54).

Identifikasi Variabel

Berdasarkan permasalahan, tujuan dan hipotesis dalam penelitian ini maka variable yang digunakan adalah: 1. Likuiditas

a. LDR (Loan to Deposit Ratio) b. CR (Current Ratio)

2. Kualitas Aset a. NPL (Non Performing Loan) b. APB (Aktiva Produktif Bermasalah)

3. Rentabilitas a. NIM (Net Interest Margin) b. ROA (Return On Assets)

4. Permodalan a. CAR (Capital Adequacy Ratio)

Data dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari laporan keuangan publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada periode triwulan satu tahun 2015 sampai dengan tahun triwulan empat tahun 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode dokumentasi atau pengumpulan data yang diperoleh dari laporan keuangan BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional serta website masing-masing bank. Teknik Analisis Data

Metode atau Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Page 103: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

403

1. Analisis deskriptif Sugiyono (2017:35) menyatakan penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang

dilakukan untuk mengetahui keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri atau variabel bebas) tanpa membuat perbandingan variabel itu sendiri dan mencari hubungan dengan variabel lain. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang kinerja keuangan yang terdiri dari LDR, CR, NPL, APB, NIM, ROA, CAR dan DR pada BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. 2. Analisis Inferensial Analisis ini digunakan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan pada LDR, CR, NPL, APB, NIM, ROA, CAR dan DR antara BUSN devisa konvensional dengan BUSN non devisa konvensional. Metode yang digunakan adalah uji beda dua rata-rata sampel bebas (independent sample t test). Pembahasan

Analisis Deskriptif

Rata-rata LDR pada BUSN Devisa Konvensional lebih besar dibandingkan BUSN Non Devisa Konvensional. Rata-rata LDR BUSN Devisa Konvensional sebesar 90.85 persen sedangkan rata-rata LDR pada BUSN Non Devisa konvensional sebesar 85.85 persen. Hal ini menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional memiliki likuiditas yang lebih baik karena lebih mampu memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga dengan mengandalkan kredit sebagai sumber likuiditasnya.

Rata-rata CR pada BUSN Devisa Konvensional lebih besar dibandingkan BUSN Non Devisa Konvensional. Rata-rata CR BUSN Devisa Konvensional sebesar 29.60 persen sedangkan rata-rata CR pada BUSN Non Devisa Konvensional sebesar 24.71 persen, jika dilihat nilai rata-rata kedua bank tersebut maka nilai yang paling tinggi yaitu BUSN Devisa Konvensional karena BUSN Devisa Konvensional lebih mampu untuk memenuhi kewajiban jangka pendek, sehingga dapat disimpulkan bahwa BUSN Devisa Konvensional memiliki likuiditas yang lebih baik.

Rata-rata NPL pada BUSN Devisa Konvensional lebih kecil dibandingkan BUSN Non Devisa Konvensional. Rata-rata NPL BUSN Devisa Konvensional sebesar 2.85 persen sedangkan rata-rata NPL pada BUSN Non Devisa Konvensional sebesar 4.27 persen. Hal ini menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional memiliki kredit bermasalah yang lebih rendah dibandingkan dengan BUSN Non Devisa Konvensional, sehingga kualitas aset BUSN Devisa Konvensional lebih baik.

Rata-rata APB pada BUSN Devisa Konvensional lebih kecil dibandingkan BUSN Non Devisa Konvensional. Rata-rata APB BUSN Devisa Konvensional sebesar 1.94 persen sedangkan rata-rata APB pada BUSN Non Devisa Konvensional sebesar 3.15 persen, Hal ini menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional memiliki aset produktif bermasalah yang lebih rendah dan kualitas aset yang lebih baik dibandingkan dengan BUSN Non Devisa Konvensional.

Rata-rata NIM pada BUSN Devisa Konvensional lebih kecil dibandingkan BUSN Non Devisa Kovensional. Rata-rata NIM BUSN Devisa Konvensional sebesar 2.51 persen. Hal ini menunjukkan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional lebih mampu mengelola produktifitasnya untuk menghasilkan pendapatan bunga.

Rata-rata ROA pada BUSN Devisa Konvensional lebih kecil dibandingkan BUSN Non Devisa Konvensional. Rata-rata ROA BUSN Devisa Konvensional sebesar 0.46 persen,

Page 104: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

404

sedangkan rata-rata ROA pada BUSN Non Devisa Konvensional sebesar 0.93 persen. Hal ini menunjukkan bahwa BUSN Devisa kemampuan dalam menghasilkan laba yang lebih rendah dari BUSN Non Devisa, sehingga dapat disimpulkan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional memiliki profitabilitas yang lebih baik.

Rata-rata CAR pada BUSN Devisa Konvensional lebih kecil dibandingkan BUSN Non Devisa Konvensional. Rata-rata CAR BUSN Devisa Konvensional sebesar 20.20 persen, sedangkan rata-rata CAR pada BUSN Non Devisa Konvensional sebesar 23.76 persen. Hal ini menunjukkan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional memiliki struktur permodalan yang lebih baik dan lebih kuat dibandingkan dengan BUSN Devisa sehingga lebih mampu dalam menghadapi risiko perbankan.

Rata-rata DR pada BUSN Devisa Konvensional lebih besar dibandingkan BUSN Non Devisa Konvensional. Rata-rata DR BUSN Devisa Konvensional sebesar 83.70 persen, sedangkan rata-rata DR pada BUSN Non Devisa Konvensionla sebesar 83.01 persen. Hal ini menunjukkan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional lebih baik dalam menggunakan sumber pembiayaan dengan hutang.

Variabel LDR

Berdasarkan uji statistik pada rasio LDR diperoleh -thitung < -ttabel = -4.201 < -1.980. Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. LDR pada BUSN Devisa Konvensional sebesar 85.85 persen dan BUSN Non Devisa Konvensional tercatat 90.85 persen. Hasil menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional memenuhi besaran dan parameter yang ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 78 persen sampai dengan 92 persen. Semakin tinggi nilai LDR bank maka semakin tinggi kemampuan bank dalam menyalurkan kredit dari sumber dana pihak ketiga. Nilai kedua bank menunjukan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional yang lebih baik karena memiliki rata-rata yang mendekati batas atas LDR, serta menunjukkan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional lebih baik dalam memenuhi kewajiban terhadap dana pihak ketiga dengan mengandalkan kredit yang diberikan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwilita, H (2019) menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada LDR Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Dewi, I.L & Triaryati, N (2017). Variabel CR

Berdasarkan uji statistik pada rasio CR diperoleh thitung > ttabel = 3.380 >1.980. Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. CR pada BUSN Devisa Konvensional tercatat 29.60 persen dan BUSN Non Devisa Konvensional tercatat 24.71 persen. Nilai kedua bank menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional yang lebih baik karena memiliki rata-rata yang lebih besar dan hal tersebut menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional memiliki kemampuan yang lebih baik untuk membayar kewajiban jangka pendeknya dibandingkan dengan BUSN Non Devisa Konvensional, dan hal ini juga dibuktikan dengan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dan menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada CR antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Hasil sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Derek, Z.E, dkk (2017) menyatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan dan tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwilita, H (2019), Thesalonica dkk (2019).

Page 105: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

405

Variabel NPL

Berdasarkan uji statistik pada rasio NPL diperoleh -thitung< -ttabel = -2.208 < -1.980. Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. NPL pada BUSN Devisa Konvensional tercatat 2.85 persen dan BUSN Non Devisa Konvensional tercatat 4.27 persen. Hasil menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional mampu mengelola kredit bermasalah dan memenuhi syarat Bank Indonesia yang menyatakan bahwa ketentuan NPL maksimal 5 persen. Nilai kedua bank menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional yang lebih baik karena memiliki jumlah kredit bermasalah lebih sedikit dibandingkan dengan BUSN Non Devisa Konvensional. Hal ini dibuktikan dengan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dan menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada NPL antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Dwilita, H (2019), Firdaus, M.E.A & Worokinasih, S (2018) menemukan bahwa terdapat perbedaan rasio NPL yang signifikan. Penelitian ini tidak mendukung penelitian Thesalonica, dkk (2019) Derek, Z.A (2017) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Variabel APB

Berdasarkan uji statistik pada rasio APB diperoleh -thitung< -ttabel = -2.292 < -1.980. Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. APB pada BUSN Devisa Konvensional tercatat 1.94 persen dan BUSN Non Devisa Konvensional tercatat 3.15 persen. Nilai kedua bank menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional yang lebih baik karena memiliki rata-rata yang lebih kecil, yang menunjukkan bahwa tingkat kolektibilitasnya rendah dan hal ini berkaitan dengan LDR yang menyatakan bahwa volume kredit yang disalurkan oleh BUSN Devisa Konvensional lebih sedikit sehingga tingkat kolektibilitasnya juga rendah. Hasil menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional memiliki kemampuan dalam mengelola aktiva produktifnya sehingga kemungkinan potensi gagal bayar lebih kecil dibandingkan dengan BUSN Non Devisa Konvensional. Hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Derek, Z.A (2017), Dwilita, H (2019), Thesalonica dkk (2019), yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Variabel NIM

Berdasarkan uji statistik pada rasio NIM diperoleh -thitung< -ttabel = -2.199 < -1.980. Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional belum memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang menyatakan bahwa nilai NIM minimal 6 persen, jika dilihat dari nilai kedua bank menunjukkan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional yang lebih baik karena memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dan lebih baik dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih dibandingkan dengan BUSN Devisa Konvensional. Hal ini dibuktikan dengan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dan menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada NIM antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewi, I.L & Triaryati, N (2017) menemukan bahwa terdapat perbedaan NIM yang signifikan antara BUMN dan Bank Asing. Penelitian ini bertentangan dengan Derek, Z.A (2017), Dwilita, H (2019),Thesalonica dkk (2019) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Page 106: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

406

Variabel ROA

Berdasarkan uji statistik pada rasio ROA diperoleh -thitung< -ttabel= -2.354 < -1.980. Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. ROA pada BUSN Devisa Konvensional sebesar 0.46 persen dan BUSN Non Devisa Konvensional sebesar 0.93 persen. Hasil menunjukkan bahwa BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional sudah memenuhi ketentuan Bank Indonesia bahwa nilai ROA minimal 0 persen dan maksimal lebih dari 1.5 persen. Nilai dari kedua bank tersebut menunjukkan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional lebih baik dalam penggunaan aset untuk memperoleh laba dibandingkan BUSN Devisa Konvensional, hal ini dibuktikan dengan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dan menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada ROA antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Dwilita, H (2019) menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada ROA Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional. Penelitian ini tidak mendukung penelitian Dewi, I.L & Triaryati, N (2017) bahwa terdapat perbedaan ROA yang tidak signifikan antara BUMN dan Bank Asing. Variabel CAR

Berdasarkan uji statistik pada rasio CAR diperoleh -thitung< -ttabel = -3.448 < -1.980. Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. CAR pada BUSN Devisa Konvensional tercatat 20.20 persen dan BUSN Non Devisa Konvensional tercatat 27.36 persen. Hasil menunjukkan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional sudah memenuhi ketentuan Bank Indonesia bahwa nilai CAR minimal 8 persen, jika dilihat dari nilai kedua bank menunjukkan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional yang lebih baik karena semakin tinggi CAR, maka semakin mampu menanggung risiko dari setiap kredit. Hal ini dibuktikan dengan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dan menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada CAR antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Dewi, I.L & Triaryati, N (2017) menemukan bahwa terdapat perbedaan CAR yang signifikan antara BUMN dan Bank Asing. Variabel DR

Berdasarkan uji statistik pada rasio DR diperoleh thitung< ttabel = 1.074 < 1.980. Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. DR pada BUSN Devisa Konvensional tercatat 83.70 persen dan BUSN Non Devisa Konvensional tercatat 83.01 persen. Nilai kedua bank menunjukkan bahwa BUSN Devisa Non Konvensional yang lebih baik karena memiliki rata-rata yang lebih kecil dan hal tersebut menunjukkan bahwa lebih baik dalam menggunakan sumber pembiayaan dengan hutang dibandingkan dengan BUSN Devisa Konvensional, hal ini dibuktikan dengan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dan menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada DR antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Derek, Z.A (2017), Dwilita, H (2019), Thesalonica dkk (2019) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Page 107: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

407

Kesimpulan

Berdasarkan perhitungan dan analisis yang telah dilakukan, maka hasil dari penelitian ini yaitu terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio LDR antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Nilai rata-rata LDR BUSN Non Devisa Konvensional yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan dalam menyalurkan kredit yang lebih baik daripada BUSN Devisa Konvensional. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio CR antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Nilai rata-rata CR pada BUSN Devisa Konvensional yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan yang lebih baik untuk membayar kewajiban jangka pendeknya daripada BUSN Non Devisa Konvensional. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio NPL antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Nilai rata-rata NPL pada BUSN Devisa Konvensional yang lebih rendah menunjukkan adanya kemampuan yang lebih baik dalam mengelola kredit bermasalah dibandingkan BUSN Non Devisa Konvensional. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio APB antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Nilai rata-rata APB pada BUSN Devisa Konvensional lebih rendah menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mengelola asset produktif bermasalah dibandingkan dengan BUSN Non Devisa Konvensional.

Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio NIM antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Nilai rata-rata NIM BUSN Non Devisa Konvensional lebih besar menunjukkan adanya kemampuan yang lebih baik dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih dibandingkan dengan BUSN Devisa Konvensional. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio ROA antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Nilai rata-rata ROA BUSN Non Devisa Konvensional lebih tinggi menunjukkan kemampuan menghasilkan laba yang lebih baik dari BUSN Devisa Konvensioal. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio CAR antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Nilai rata-rata CAR BUSN Non Devisa Konvensional lebih tinggi dibandingkan BUSN Devisa Konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa BUSN Non Devisa Konvensional memiliki struktur permodalan yang lebih baik dan lebih kuat. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio DR antara BUSN Devisa Konvensional dan BUSN Non Devisa Konvensional. Nilai rata-rata DR pada BUSN Non Devisa Konvensional lebih kecil sehingga menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam menggunakan sumber pembiayaan dengan hutang dibandingkan dengan BUSN Devisa Konvensional. Hasil penelitian ini memberikan implikasi teoritis pada kinerja BUSN Devisa Konvensional dan Devisa Non Devisa Konvensional. Secara keseluruhan BUSN Devisa Konvensional memiliki kinerja likuiditas dan kualitas asset yang lebih baik, sedangkan BUSN Non Devisa Konvensional memiliki kinerja rentabilitas dan permodalan yang lebih dibandingkan BUSN Devisa Konvensional. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah BUSN Devisa Konvensional dapat meningkatkan kinerja kinerja rentabilitas dan permodalan, sedangkan BUSN Non Devisa Konvensional dapat meningkatkan kinerja likuiditas dan kualitas asset.

Daftar Pustaka

Bank Bumi Arta. (2020). Profil Perusahaan. www.bankbba.co.id diakses 12 Mei 2020

Bank Jasa Jakarta. (2020). Profil Perusahaan. www.bjj.co.id diakses 12 Mei 2020

Bank Maspion. (2020). Profil Perusahaan. www.bankmaspion.co.id diakses 12 Mei 2020

Page 108: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ma’ulvi Marsela Devi, Evi Sistiyarini

408

Bank MNC Internasional. (2020). Profil Perusahaan. www.mncbank.co.id diakses 12 Mei 2020

Bank Sahabat Sampoerna. (2020). Profil Perusahaan.www.banksampoerna.com diakses 12 Mei 2020

Bank Yudha Bhakti. (2020). Profil Perusahaan. www.yudhabhakti.co.id diakses 12 Mei 2020

Dewi, I.L & Triaryati, N (2017). “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Bank Terhadap Net Interest Margin di Indonesia”. E-Journal Management Unud, 6(6), 3051-3079.

Erari, A (2014). “Analisis Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Return On Asset Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Manajemen dan Bisnis, 5(2), 174-191.

Handrayani Dwilita. (2019). “Perbandingan Kinerja Perbankan Indonesia Studi Pada Bank Umum Konvensional Dan Bank Umum Syariah Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Akuntasi Bisnis dan Publik, 10(1), 145-162.

Irham, Fahmi. (2015). Manajemen Kinerja, Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.

Kasmir. (2015). Dasar-Dasar Perbankan Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kasmir. (2016). Analisis Laporan Keuanngan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Munawir. (2015). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2019). Laporan Keuangan Publikasi. www.ojk.go.id diakses 12 Desember 2019.

Putri, A., M & Iradiyanti, A. (2020). “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional 2015-2019”. Jurnal Mitra Manajemen, 4(8), 1103-1117.

Sorongan, F, A. (2020). “Pengaruh Rentabilitas, Non Performing Loan (NPL), Likuiditas dan Inflasi terhadap Rasio Kecukupan Modal (CAR) pada Bank Pembangunan Daerah Periode 2016-2019”. Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, 11(2), 224-243.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Thessalonica S.F. Supit, Johny R.E. Tampi, & Joanne Mangindaan. (2019). “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bank BUMN Dan Bank Swasta Nasional Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia”. Jurnal EMBA, 7(8) ,3398-3407.

Veithzal, Rivai. Andria Permata Veithzal dan Arifandy Permata Veithzal. (2013). Credit

Management Handbood. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Zerah Elisa Derek, Parengkuan Tommy, & Dedy Baramuli. 2017. “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industri Semen Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal EMBA, 5(2) ,1738-1746.

Page 109: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

409

PENERAPAN WORK FROM HOME TERHADAP PRODUKTIVITAS

KERJA (Studi Karyawan PT Berlian Jasa Terminal Indonesia)

Julika Pasaribu

Universitas Trunojoyo Madura Mochammad Isa Anshori, S.E., M.Si

Universitas Trunojoyo Madura

[email protected] [email protected]

Abstract

The object of research was done on employees in Berlian Jasa Terminal Indonesia

(BJTI) Port of Surabaya. Methodology this study used a quantitative method, the analysis of multiple regression. The sampling method by using sample random sampling with quantity of respondents as many as 65 respondents who are staff BJTI Port of Surabaya. The study to decide the relationship and impact of the implementation of work from home work productivity of employees BJTI Surabaya. The results of this study prove (1) time has positive and significant on work productivity with value tcount is 13.780 > ttable 1,67065 and significant level has 0,000 < 0,05 ; (2) room (workspace) has positive and significant influence on work productivity with value tcount is 3.215 > ttable 1,67065 and significant level has 0,002 < 0,05 ; (3) role of social has positive and significant influence on work productivity with value tcount is 12.758 > ttable is 1,67065 and significant level has 0,000 < 0,05 ; (4) Together or simultaneously that time, room and role of social has significant effect on work productivity, from the value of Fcount 402.181 > Ftabel 2.76 with significant level 0,000. Keywords: Work from home, Time, Room, Role of Social, Work productivity and Covid-19.

Pendahuluan

Awal tahun 2020.beberapa Negara di dunia dihebohkan karena Pandemi global yakni Corona Virus Disease (COVID-19). Serangan virus ini berdampak besar pada kehidupan manusia di berbagai negara di dunia termasuk dari segi aspek Ekonomi, Kesehatan, Politik dan Keamanan. Hal ini telah menyebabkan perubahan metode kerja dan interaksi manusia dalam organisasi perubahan system kerja yaitu transformasi organisasi dalam memberikan pekerjaan terhadap karyawannya melalui tidak bekerja dari kantor tetapi bekerja dari rumah. Dilansir dari “world health organization” atau“Badan Kesehatan Dunia” virus ini awalnya terjadi di Wuhan, Cina pada bulan Desember 2019. Virus ini dapat menyebar kepada orang lain melalui sempritan air liur, bersin, batuk hingga buang napas. Ketika sudah terkena virus covid-19 dianjurkan mengisolasi diri, berkomunikasi dengan keluarga atau masyarakat. Sehingga sangat berguna dakam menjaga jarak hingga lebih dari 1 meter dari orang yang terjangkit virus Corona. (http://kasusCovid19.tribunnews.com) diakses pada 20 September 2020. Dengan adanya pandemi ini, secara tidak langung.berpengaruh pula pada aktivitas Perusahaan, umumnya perusahan mengurangi produktivitasnya melalui keputusan Gubernur

Page 110: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

410

pada masing-masing daerah seperti adanya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sebagai upaya.mencegah penularan virus ini. Di mana setiap orang tidak diperbolehkan untuk keluar rumah terkecuali ada kepentingan yang mendesak dan beberapa usaha yang tetap beroperasi pada masa PSBB yaitu warung atau toko yang menjual kebutuhan pokok dan kesehatan. Perusahaan memperkerjakan karyawan di rumah atau “Work from Home” yaitu perubahan dan pengalihan yang sebelumnya karyawan bekerja di kantor namun selama pandemic ini menjadi bekerja di rumah. Research yang sudah diteliti oleh Richardson dkk, (2017) yaitu sisi positif bekerja dari rumah adalah para karyawan sesuai dengan kenyamanannya dalam memulai pekerjaannya. Peneliti juga menambah bahwa dampak negative seperti keterlambatan pekerjaan dan tidak ada penyerahan tugas atau pekerjaan pada waktu yang akan terjadi. Bagi banyak organisasi dapat menjadi keuntungan dengan kebijakan tersebut dimana banyak biaya yang dapat dipangkas seperti biaya listrik gedung, mess karyawan dan fasilitas penunjang kerja lainnya. Pertimbangan seorang Manager dalam menjalankan wfh dengan tujuan tetap menjaga produktivitas staff, karyawan yang akses bertempat tinggal jauh dari kantor, melihat besarnya pengaruh produktivitas terhadap Perusahaan sangat penting dapat pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan. sangat tepat dalam mengagapai produktivitas karena terdapat penghematan biaya dan waktu pada kendaraan karena jarak tempuh dari tempat tinggal ke kantor dengan jarak yang jauh sehingga sangat diuntungkan hasil penelitian menurut De Vos (2015). Perusahaan yang dapat memelihara lingkungan kerja dapat membuat rasa nyaman pada karyawan dan karyawan tetap setia berada di perusahaan yang dapat memberikan lingkungan kerja yang positif karyawan juga merasa pekerjaannya berharga dan mendapat perhatian dan perusahaan harus fokus pada manajemen lingkungan kerja untuk memanfaatkan sumber daya manusia dengan lebih baik menuru Mohanti (2014).

Waktu dan tempat yang fleksibilitas menurut McCloskey (2018), namun memiliki kekurangan seperti tingkat produktivitas kerja kurang baik dan sistem pengawasan yang kurang maksimal oleh manajer. Sedangkan penelitian dari Lipper (2019) namun, selain memiliki kekurangan hasil studi juga menunjukkan bahwa memberikan fleksibilitas dan keleluasaan bagi karyawan untuk melakukan pekerjaannya tanpa diawasi oleh manajer atau atasannya.

penyebab lain menurunnya produktivitas kerja selama pandemi yaitu kurangnya pengawasan terhadap karyawan sehingga menyebabkan hilang motivasi kerja, fokus hilang karena banyaknya penghalang atau penganggu yang membuat para karyawan kehilangan fokus atau konsentrasi terhadap tugasnya sering terjadi miskomunikasi dan masalah keamanan data. Narpati dalam Larson et al. (2020: 12).

Work from home adalah strategi yang dianut oleh banyak organisasi dengan bekerja dari rumah upaya untuk meningkatkan produktivitas pada masa pandemi setiap perusahaan mempunyai kebijakan sendiri dengan menerapkan seminggu sekali dan terdapat dua tim bekerja secara bergiliran bekerja di rumah dan kantor teruntuk staff yang kurang fit dan sakit dipersilahakan untuk bekerja di rumah ataupun beberapa hari karena keperluan penyemprotan disinfektan. Bekerja dari rumah pasti memiliki pekerjaan atau kewajiban tetapi pelaksanaannya terdapat kendala, kekurangan bahkan tantangan karena ada beberapa pekerjaan yang tidak semua bisa dilakukan di rumah. Banyak kendala terdapat pada “work from home” contoh gangguan lingkungan keluarga, koordinasi, komunikasi sesama karyawan, alat-alat kantor dan lain sebagainya.

Dari pemaparan diatas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan topic penerapan work from home terhadap produktivitas kerja karyawan studi karyawan BJTI Surabaya dengan alasan masih terdapat kendala yang terjadi seperti tugas yang dikerjakan tidak maksimal, masih ada karyawan yang tidak memiliki ruangan khusus untuk bekerja dan jaringan internet yang

Page 111: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

411

tidak stabil serta kualitas kerja dan efisiensi yang sulit dikontrol. Berdasarkan hal tersebut peneliti menganggkat judul dari permasalahan tersebut.

Tinjauan Pustaka

Sejarah Work From Home

Kurland dan Bailyn (2010) menguraikan bahwa terjadi perubahan cara kerja dari beberapa tahun lalu yang kaitannya dengan tempat bekerja staff. Karyawan telah menemukan tempat kerja supaya mendapatkan kesempatan untuk melakukan tugas atau pekerjaan sehari-hari setiap saat, pada lokasi yang sudah dipilih. Selain itu Ellis (2016) menyatakan bahwa jumlah karyawan yang melakukan work from home di Inggris telah meningkat selama 10 tahun terakhir dari jumlah keseluruhan karyawan menjadi 1,5 juta. Bahwa lebih banyak pekerja laki-laki daripada perempuan yang melakukan work from home, namun peningkatan nyata selama beberapa tahun terakhir menurut Trades Union Congress (2013).

Menurut Morganson dkk, (2014) mengatakan bahwa difokuskan pada pengkategorian karyawan dalam hal kepuasan kerja dan work life balance . fokus pada pekerja yang bekerja di kantor dan dirumah. Studi ini menyimpulkan bahwa penelitian perlu dilakukan untuk focus pada kegiatan dan kebijakan kerja. Cara ini menuai ada setuju dan tidak yang ‘dipublikasikan tahun 1976’ oleh Jack Nilles dengan rekannya oleh Carlson. Laporan tersebut menyatakan pada manfaat dan biaya transportasi dari rumah ke kantor.

Definisi Work From Home

Work from home disebut seseorang yang telecommute atau dikenal sebagai “telecommuter”, “teleworker”, dan sebagai karyawan sumber dari rumah atau pekerja di rumah sumber dari Wikipedia n.d. wfh isitilah saat ini banyak digunakan selama masa pandemic karena sebagian karyawan melakukan tugas dan pekerjaan dari rumah. Singkatan yang sering digunakan dalam komunikasi digital untuk memberitahu seseorang bekerja dari rumah pada hari aktif kerja melakukan pekerjaan seseorang di rumah dan bukan di gedung seperti Kantor menurut Merriam dalam Narpati (2020: 12). Bekerja dari rumah adalah kebijakan dimana seorang pekerja memenuhi tanggung jawab dan tugasnya sambil tetap dirumah, dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Istilah “work from home” digunakan merujuk pada teleworking sebagai alternative kebijakan sementara. Atau suatu istilah bagi para pekerja dengan bekerja dari jarak jauh. pekerjaan yang dilakukan di rumah dengan minimal waktu bekerja selama 20 jam per minggu menurut Crosbie & Moore (2014). Manfaat Work From Home

Penghematan bagi perusahaan, sebagaimana dijelaskan oleh Radcliffe (2015: 2) yaitu infrastruktur, listrik, air dan AC termasuk biaya telepon dan internet, petugas kebersihan dan keamanan. Melangkah ke ramah lingkungan juga membantu system tersebut, karena kebanyak pekerja menggunakan transportasi seperti mobil ke kantor sehingga dapat meningkatkan penggunaan bahan bakar. Graaf dan Rietveld (2007: 157) mengatakan bahwa perusahaan dapat menghemat pada pemberian gaji ketika work from home, karena gaji karyawan rata-rata 19% lebih rendah dari gaji karyawan yang bekerja dari kantor.

Menurut Wen, Kite dan Rissel (2010: 2) ketika bepergian untuk bekerja tidak hanya berkontribusi pada kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan tingkat aktivitas fisik lebih rendah, tetapi juga secara signifikan terkait dengan kelebihan berat badan dan obesitas populasi umum. untuk menyimpulkan terkait Fu dkk, (2012: 421) pola penggunaan lahan dan infrastruktur

Page 112: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

412

transportasi umum terbukti memiliki pengaruh terhadap pekerja dari rumah. Jarak dan akses internet secara signifikan meningkat terhadap pekerja yang berada di rumah, menunjukkan bahwa jarak perjalanan yang jauh membuat seorang pekerja untuk bekerja dari rumah dengan konektivitas TIK yang dapat memberikan platform untuk realisasi teleworking.

Dimensi WFH

Menurut Gadecki et al. (2018: 250) ada tiga dimensi penerapan atau terwujudnya work

from home yaitu sebagai berikut : a. Ruang (Room): Transformasi ruang pribadi rumah (sebagai tempat kesukaan dan

mengekspresikan diri) b. Waktu (Time): Penggunaan ruang pribadi sebagai ruang kerja yang membuat efektif

dan efisien. c. Peran Sosial: Narasi tentang diri sendiri sebagai pekerja dari rumah, sebuah emansi

peran dan posisi teleworker yang konstan dilakukan.

Indikator WFH

Menurut.Timbal dan Mustabsat (2016) dalam Farrell Kathleen (2017) berikut indikator dari wfh yakni:

a. Tempat kerja fleksibel b. Tekanan atau stres c. Keharmonisan terhadap keluarga d. Kesehatan dan work life balance e. Kreativitas

Pengertian Produktivitas Kerja

Menurut Hasibuan dalam Ernawati (2016: 38) menyatakan bahwa sebenarnya produktivitas mengandung tekad bahwa hasil kerja karyawan bisa memenuhi target dan sasaran. Secara umum, produktivitas kerja disebut juga dengan bahwa hasil output dan input yang dihasilkan. Di dunia kerja, ada berbagai konsep dan didefinisikan mengenai produktivitas. Produktivitas tenaga kerja membantu dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara. Produktivitas tenaga kerja mengacu pada kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan oleh karyawan dalam jam. Termasuk keselamatan kerja, kesehatan, dan kesejahteraan kerja memiliki dampak yang luar biasa terhadap produktivitas karyawan. Tenaga kerja dapat berjalan dari komunitas kerja yang sejahtera. Berbagai penelitian membuktikan bahwa pekerja yang sehat dan puas dapat membantu meningkatkan produktivitas suatu perusahaan. Mengembangkan masala kesejahteraan dalam organisasi mana pun pasti akan memberikan dampak positif pada produktivitas perusahaan (Handoko, 2016: 46).

Menurut Swastha (2014: 281) produktivitas merupakan konsep yang mendeskripsikan bahwa hasil untuk menggapai sesuatu. Sedangkan menurut (Rusli Syarif, 2014:1) adalah rumusan dari produktivitas total dari ratio dari produksi hasil terhadap apa yang dipergunakan untuk mendapatkan hasil tersebut. Produktivitas mencakup daya dan hasil guna. Dengan menggambarkan pada tingkat SDM, dana, dan alam untuk mendapatkan hasil dan menggambarkan akibat dan kualitas dari hasil tersebut.

Indikator Produktivitas Kerja

Menurut Dharma (2013) yaitu indikator produktivitas kerja, meliputi:

Page 113: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

413

a. Quality Pekerjaan Kualitas berkaitan pada peningkatan hasil kerja jika bagus akan dapat meningkatkan pada mutu yang dihasilkan. Karyawan penunjang SDM yang bisa mengatur suatu organisasi yang sesuai harapan perusahaan.

b. Kuantitas Pekerjaan Kuantitas menyakut hasil dan target yang dicapai sesuai plan suatu organisasi, Perbandingan quantitas staff mampu seimbang dengan kualitas pekerjaannya sehingga dikatakan pekerja produktif sesuai hasil kerjanya.

c. Ketetapan waktu Beberapa budaya lain mengambil suatu pendekatan lain terhadap waktu. Mereka memfokuskan pada masa lalu seperti mengikuti tradisi dan berusaha melestarikan prakteknya. .Sumber daya harus mampu digunakan dengan benar danmelaksanakan setiap tanggung jawabnya.

d. Semangat Kerja Semangat kerja sangat berdampak pada kegiatan karyawan apabila suatu organisasi bekerja dengan semangat, senang, ramah dengan sesama karyawan maka dapat menjadi penunjang produktivitas tinggi.

e. Disiplin kerja Tenaga kerja jika mempunyai disiplin kerja akan berdampak besar bagi karyawan dan perusahaan sehingga tugas, jadwal kerja, kebijakan perusahan dapat dipatuhi sesuai harapan setiap perusahaan. Peneliti menggunakan indikator produktivitas kerja yang dinyatakan oleh Agus Dharma (2013) sebagai variabel dependent yang berhubungan dengan produktivitas.

Manfaat Produktivitas Kerja

Manfaat produktivitas menurut David Summanth dalam Friyatiningsih (2012:42) adalah sebagai berikut : 1. Instansi mengevaluasi efisiensi dari SDM yang digunakan dalam menghasilkan barang atau

jasa. 2. Pengukuran produktivitas yang bertujuan pada system planning resource dalam waktu

jangka panjang dan pendek. 3. Hasil digunakan untuk mentargetkan tingkat efisiensi dimasa yang akan datang.

Upaya Peningkatan Produktivitas

Pekerja atau masyarakat yang dilandasi pada norma dan nilai yang bersifat mengikat serta etos kerja yang dipegang teguh karyawan. Yang dimana setiap pekerja dapat meningkatkan inisiatif dan dapat diandalkan sebagai keberlangsungan anggota pada suatu organisasi. Produktivitas yang meningkat perlu adanya upaya. Adapun upaya dalam meningkatkan produktivitas menurut Siagian dalam Sutrisno (2011) yaitu : 1. “Pemberdayaan SDM”

Human resource development bepengaruh dalam struktur organisasi sehingga, memberdayakan SDM merupakan etos kerja yang dimana setiap pekerja dapat meningkatkan inisiatif dan dapat diandalkan pada tingkatan organisasi. Memberdayakan SDM berlandaskan pada nilai dan implementasi manajemen dengan demokrasi pada organisasi. 2. Peningkatan kualitas hasil pekerjaan

Kualitas idak hanya berdasarkan produk yang dihasilkan baik berupa jasa dan barang tetapi, berkaitan dan menyangkut semuanya berkaitan dalam organisasi yang terlibat. Kualitas menyangkut jenis kegiatan baik tugas pokok ataupun tugas penunjang dalam organisasi. Jika

Page 114: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

414

perusahaan mendapatkan penghargaan dalam bentuk ISO 9000 sehingga bukan hanya dinilai dari mutu produk yang dihasilkan tetapi, berdasarkan semua jenis pekerjaan dan proses manajerial yang ada pada organisasi. 3. Evaluasi dan perbaikan secara terus-menerus

Dalam hal ini sangat diperlukan melakukan perbaikan terus-menerus untuk meningkatkan produktivitas. Yang dapat dievaluasi secara internal dan eksternal. Secara internal dapat mengevaluasi dari strategi perusahaan, perubahan kebijakan perusahan, dan berbagai

Kerangka Penelitian

Menurut Sugiyono (2016: 60) menyatakan bahwa kerangka konseptual tentang gambaran theory berhubngan dengan variabel yang tetapkan dengan sumber teori yang dideskripsikan. Dengan sumber referensi yang mendukung penelitian, maka dapat digambarkan kerangkan pemikiran penerapan wfh terhadap Produktivitas kerja karyawan pada BJTI Port Surabaya.

Gambar 1 Kerangka Berpikir. Sumber: Maria Helena (2020:25) dan Putri Dwi (2016:35).

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif dan pengolahan data dibantu oleh software SPSS 21. Lokasi Penelitian

Lokasi atau objek Penelitian yang dilakukan di PT. BJTI (Berlian.Jasa Terminal) Port Surabaya terletak di jalan Perak Barat No. 379, Perak Utara, Kecamatan .Pabean Cantian, Kota Surabaya, Jawa Timur 60165.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dari studi kasus penelitian ini yaitu tipe penelitian kuantitatif deskriptif dengan tujuan mendapatkan hasil variabel dengan lain ada penghubung dengan variabel lain atau membuat perbandingan. Adapun pengertian deskriptif menurut Sugiyono (2016: 29) yaitu metode yang mengambarkan pada lokasi penelitian berdasarkan data atau sampel diambil untuk mendapatkan supaya dapat melakukan penarikan kesimpulan pengambilan data.

Data dan Sumber Data

Data yang dianalisis pada penelitian ini dengan quantative menurut Sugiyono (2016: 7) method kuantitatif sering disebut metode positivistik Karena atas dasar positivism yang diteliti

Page 115: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

415

dari populasi dan sampel, analisis data tersebut mengetahui hipotesis yang telah ditentukan. Sedangkan sumber data denga primer dan sekunder. a. Data primer

Menurut Sugiyono (2016:225) data didapatkan peneliti secara langsung melalui sumber datanya karena data primer diperoleh secara langsung. Data primer ialah data yang diperoleh langsung dari lapangan atau lokasi penelitian. Pegumpulan data ini biasanya dengan observasi dilapangan, hasil wawancara dan kuisioner responden. b. Data Sekunder

Menurut Sugiyono(2016:225) mengemukakan bahwa data sekunder yaitu data tidak diperoleh langsung kepada objek peneltian atau sumber yang dikumpulkan secara tidak lansung dari datanya. Data sekunder dari penelitian ini yaitu gambaran umum, bentuk organisasi perusahaan mengenai objek penelitian di BJTI Port Surabaya serta data pendukung berupa studi pustaka, jurnal yang berhubungan dengan permasalahan peneliti, dan dokumen laporan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan peneliti untuk mengumpulkan datanya dengan langkah yang terpenting untuk mengetahui dan mendapatkan datanya Sugiyono (2016: 224). cara memperoleh data dari informasi dalam peneltian ini adalah wawancara, kuesioner, dan dokumen.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis pada penelitian ini yaitu: (1) Uji Validitas dan Reliabilitas mengetahui valida tau tidaknya instrumen dari indek korelasi product moment Pearson dengan significance level 5%. Uji reabilitas dengan pendekatan Alpha Cronbach lebih besar dari 0,06 maka dapat diandalkan atau sebaliknya. (2) Uji asumsi klasik jika memenuhi syarat dari (uji normalitas, multikolineritas dan heteroskedastisitas) maka dapat dikatakan model regresi yang baik. (3) Uji Hipotesis untuk menguji pengaruh variabel bebas secara simultan (Uji F), parsial (Uji T) dan koefisien Determinasi (R2).

Hasil dan Pembahasan

Penerapan work from home terhadap produktivitas kerja di masa pandemi covid-19 di PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI) Surabaya. Penelitian dilakukan dengan menyebar kuesioner secara online kepada staff yang ada diperusahaan sebanya 65 responden. Didapati hasil analisis deskriptif karakteristik responden yaitu dari kategori usia 21-30 sebanyak 14 responden, 31-40 sebanyak 32 responden, 41-50 sebanyak 14 responden, 51-60 sebanyak 5 responde. Pekerja perempuan sebanyak 12 orang dan laki-laki sebanyak 53 responden, kategori pendidikan tingkat SMA 14 orang, D3 ada 7 orang, S1 ada 41 orang, S2 ada 3 orang, dan kriteria status menikah sebanyak 59 orang dan belum menikah 6 orang. Uji Validitas dan Reabilitas

Tabel 1. Hasil uji validitas time (X1)

Item Pernyataan Rhitung Rtabel Keterangan

X.1.1.1b 0,556 0,2441 Valids

X.1.1.2b 0,751 0,2441 Valids

X.1.2.1b 0,686 0,2441 Valids

Page 116: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

416

X.1.2.2b 0,483 0,2441 Valids

X.1.3.1b 0,451 0,2441 Valids

X.1.3.2b 0,575 0,2441 Valids Sumber : Data diolah 2021

Tabel 2. Hasil uji validitas room (X2)

.Item Pernyataan. Rhitung Rtabel Keterangan

X.2.1.1b 0,638 0,2441 Valids

X.2.1.2b 0,645 0,2441 Valids

X.2.2.1b 0,545 0,2441 Valids

X.2.2.2b 0,553 0,2441 Valids

X.2.3.1b 0,540 0,2441 Valids

X.2.3.2b 0,518 0,2441 Valids Sumber : Data diolah 2021

Tabel 3. Hasil uji validitas peran sosial (X3)

Item Pernyataan Rhitung Rtabel Keterangan

X.3.1.1b 0,294 0,2441 Valids

X.3.1.2b 0,733 0,2441 Valids

X.3.2.1b 0,735 0,2441 Valids

X.3.2.2b 0,368 0,2441 Valids

X.3.3.1b 0,599 0,2441 Valids

X.3.3.2b 0,579 0,2441 Valids Sumber : Data diolah 2021

Tabel 4. Hasil uji validitas variabel’produktivitas (Y)

Item Pernyataan. Rhitung Rtabel Keterangan

Y2.1.1b 0,596 0,2441 Validn

Y2.1.2 b 0,677 0,2441 Validn

Y2.2.1b 0,423 0,2441 Validn

Y2.2.2b 0,407 0,2441 Validn

Y2.3.1b 0,388 0,2441 Validn

Y2.3.2b 0,681 0,2441 Validn

Y2.4.1b 0,609 0,2441 Validn

Y2.4.2b 0,376 0,2441 Validn

Y2.5.1b 0,529 0,2441 Validm

Y2.5.2b 0,569 0,2441 Validm

Y2.6.1b 0,620 0,2441 Validm

Y2.6.2b 0,416 0,2441 Validm Sumber : Data diolah 2021

Hasil uji validitas menujukkan bahwa terlihat dari data tersebut seluruh instrument penelitian valid dan hasil korelasi < 5% (0,05).

Page 117: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

417

Tabel 5. Hasil.Perhitungan Uji Reliabilitas

.Variabel. Croncbach’s alpha Kriteria Keterangan

Time 0,616 0,60 .Reliabel.

Room 0,678 0,60 .Reliabel.

Peran sosial 0,644 0,60 .Reliabel.

Produktivitas Kerja 0,749 0,60 .Reliabel.

Sumber : Data diolah 2021

Hasil uji reabilitas menujukkan bahwa seluruh instrument reliable karena memiliki nialai Cronbach alpha diatas 0.6. Uji asumsi klasik

Uji Normalitas

Gambar 2. .Uji Normalitas dengan Normal P-P Plot

(referensi : data diolah dengan SPSS V21, 2021)

Pengujian hasil dari gambar 4.1 disimpulkan ternyata penyebaran titik garis diagonal tidak menyebar jauh dari garis diagonal dan mengikut garis diagonal sehingga dapat dikatakan terpenuhi syarat dari asumsi normalitas.

Tabel 6. Hasil Uji Kolmogorof-Smirnov”

One-sample Kolmogorov-Smirnov Test

a.“Test distribution is normal” b. Calculated from data.

Dari hasil uji diatas menggunakan one sample Kolmogrov-smirnov dengan nilai sig lebih besar dari 0,05 atau 5% maka dikatakan model tersebut memenuhi syarat normalitas.

Page 118: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

418

Uji Heteroskedastisitas

Gambar 3. Uji Heteroskedastisitas

(referensi: Data diolah, 2021)

Dari hasil uji diatas hasil scatterplot tidak membentuk suatu pola dan titik menyebar diatas atau dibawah angka 0 pada sumbu Y. Uji Multikolineritas

Tabel 7. Hasil Uji Multikolineritas

Persamaan Regresi

Variabel. Tolerance. VIF

Time (X1) 0,537 1.863

Room (X2) 0,597 1.675

Peran sosial (X3) 0,576 1.736

Sumber : Data diolah 2021

Dari hasil uji diatas tidak ada nilai tolerance kurang dari 0,1 dan VIF lebih dari 10 sehingga tidak terjadi multikolineritas antara variabel satu dengan variabel lainnya.

Uji hipotesis dan análisis regresi berganda

Uji F

Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji F (Simultan)

ANOVAa

“Model” Sum of Squares

Df Mean Square F Sig.

1

Regression 1388.801 3 462.934 402.181 .000b

Residual 70.214 61 1.151

Total 1459.015 64

a. ‘Dependent Variable’: TY b. ‘Predictors: (Constant)’, TX3, TX2, TX1

Hasil dapat diperoleh dari nilai Fhitung dari uji F sebesar 402.181 > Ftabel 2.76 dengan sig 0,000. Hasil membuktikan bahwa terdapat“pengaruh positif dan signifikan secara simultan” dari Time (X1), Room (X2), Peran Sosial (X3) terhadap Produktivitas kerja (Y).

Page 119: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

419

Uji T

Tabel 9. Hasil Uji t (Parsial)

Coefficientsa

Model “Unstandardized Coefficients”

Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) .356 1.470 .242 .810

TX1 .865 .063 .528 13.780 .000

TX2 .206 .064 .117 3.215 .002

TX3 .923 .072 .472 12.758 .000

a. Dependent Variable: TY

Berdasarkan tabel diatas bahwa Time (X1), Room (X2), Peran Sosial (X3) .berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas kerja (Y) dengan thitung > ttabel sebesar lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 1,67065 dengan taraf signifikan 0,05 sehingga hasil membuktikan sebagai berikut: 1. Variabel Time (X1)

Nilai thitung variabel time sebesar 13,780 dengan tingkat signifikan 0.000 < 0,05. Hasil ini membuktikan bahwa Time memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produktivitas kerja.

2. Variabel Room (X2) Nilai thitung variabel room sebesar 3,215 dengan tingkat signifikan 0.002 < 0,05. Terdapat hasil yang membuktikan bahwa room berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja.

3. Variabel Peran Sosial (X3) Nilai thitung variabel peran sosial sebesar 12,758 dengan tingkat signifikan 0.000 < 0,05. Hasil ini membuktikan bahwa peran sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja.

Uji Koefisien Determinasi

Tabel 10. Hasil Perhitungan Uji Koefisien Determinasi

.Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .976a .952 .950 1.073

a. Predictors: (Constant), TX3, TX2, TX1 b. Dependent Variable: TY

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil regresi R= 0,976 atau 97,6% terlihat terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel time, room, peran sosial terhadap produktivitas kerja karyawan Berlian Jasa Terminal Indonesia, sisanya 2,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Kemudian, diketahui bahwa Adjusted R square diperoleh sebesar 0,950 artinya 95% produktivitas karyawan Berlian Jasa Terminal Indonesai dipengaruhi atau bisa dijelaskan oleh variabel bebas dari time, room dan peran sosial dengan sisanya 5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Page 120: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

420

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Variabel time secara berpengaruh positif dan signifkan sebesar 6.841 terhadap produktivitas

kerja dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Artinya semakin karyawan dalam mengelola waktu dengan baik maka semakin tinggi produktivitas yang dihasilkan oleh PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia dengan tidak menunda pengerjaan tugas.

2. Variabel room terdapat pengaruh positif dan signifikan sebesar 3.376 terhadap produktivitas kerja dengan nilai signifikan 0,001 < 0,05. Artinya semakin nyaman dan rapi tempat kerja maka semakin banyak inovasi dan kreatif yang diciptakan serta dapat konsentrasi dengan baik dengan selalu menjaga kenyamanan dan kebersihan ruangan kerja.

3. Variabel peran sosial berpengaruh positif dan signifikan sebesar 4.964 terhadap produktivitas kerja dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Artinya pentingnya pemahaman dalam penggunaan teknologi informasi dapat ditingkatkan agar mencapai hasil yang optimal dan karyawan terbiasa dengan penggunaan teknologi dimana saja tanpa harus ke kantor dengan memberikan fasilitas sesuai kebutuhan karyawan.

4. Secara Simultan atau bersama-sama variabel time, room dan peran sosial berpengaruh terhadap produktivitas kerja BJTI Surabaya sebesar 52.230 dengan signifikan 0.000 < 0.05.

5. Dari variabel time, room dan peran sosial nilai beta yang tertinggi adalah variabel time sebesar 0.521. Dengan demikian waktu yang berpengaruh dominan terhadap produktivitas karyawan BJTI Surabaya. Artinya semakin tinggi kemauan dan komitmen karyawan dalam menggunakan waktu dengan baik apalagi terhadap pekerjaan kantor dan keluarga, maka produktivitas kerja karyawan juga semakin meningkat dengan membuat jadwal harian atau schedule supaya tetap produktif.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat memberikan saran sebagai bahan pertimbangan bagi beberapa pihak. Adapun saran sebagi berikut: a. Hendaknya pemimpin memperhatikan karyawan yang masih terkendala dengan fasilitas

kerja dan jaringan internet pada saat masa Work from home dan memotivasi karyawannya agar tetap disiplin dalam manajemen waktu dengan sebaik-baiknya. Dengan memberikan fasilitas kerja dan kuota yang dapat mendukung pekerjaan karyawan sesuai latar pekerjaan masing-masing.

b. Hendaknya pimpinan menyarankan selalu berkoordinasi sesuai dengan tim yang sudah dibuat dengan memotivasi dan memberikan pelatihan dan reward terhadap karyawan yang dapat bekerja dengan tim dan mencapai target ketika Work from home.

c. Hendaknya karyawan juga tetap giat dan semangat dalam menjalankan tugas-tugas pada masa Work from home serta menjalankan peran dan tanggung jawabnya di keluarganya tanpa merasa terbebani apalagi ketika menemani anaknya yang masih sekolah daring dan memberikan reward bagi karyawan yang menyelesaikan tugasnya tepat waktu.

d. Peneliti selanjutnya menyarankan hendaknya memakai variabel lain yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Serta metode yang digunakan untuk menganalisa penelitian yang diteliti.

Page 121: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

421

Daftar Pustaka

Afandi, M. (2016) Human Resources Management, (1th Edition), Group Penerbit: CV. Budi-Utomo.

Awan, A. G. (2015). “Impact Of Working Environment On Employee’s Productivity: A Case Study Of Banks And Insurance Companies In Pakistan”. European Journal of Business

and Management , Vol. 7: 329-341.

Baker, Azmi., (2017). “Satisfaction and Perceived Productivity when Professionals Work from Home”. Research and Practice in Human Resource Management, Vol. 15: 37-62.

Bloom, N., Liang, J., Roberts, J., & Ying, Z. J. (2015). Does working from home work?

Evidence from a Chinese experiment. Quarterly Journal of Economics. Diakses dari https://doi.org/10.1093/qje/qju032. pada tanggal 20 September 2020.

Ernawati (2017). “Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Non Medis Di Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun”. Laporan Peneltian Madiun: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan .

Gądecki, J., Jewdokimow, M., & Żadkowska, M. (2018). “New technologies and family life in

the context of work at home. The strategies of work-life balance”. Studi Humanistyczne

AGH. https://doi.org/10.7494/human.2018. Diakses pada tanggal 23 September 2020

Garg, V. (2015). “The Benefits And Pitfalls Of Employees Working from Home: Study Of A Private Company In South Africa”. International Journal of Corporate Board: Role,

Duties & Composition , Vol. 11: 36-49.

Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisi Multivariate Dengan Program IBM SPSS, Edisi ke 7, Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hasibuan, M. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan ke Lima, Jakarta, PT. Bumi Aksara.

Hasibuan, M. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan ke Lima, Jakarta, PT. Bumi Aksara.

Helena, M. (2020). “Pengaruh work from home terhadap Work-life balance pekerja perempuan di kota Ende”. Jurnal Ekonomi , Vol. 7: 2047-258.

Herijanto, N. (2019). Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan di PG. Krebet Baru Malang . Jurnal Administrasi dan Bisnis, Vol. 13: 57-64.

Kri, K. (2010). “Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Peningkatan Produktivitas Kerja Karyawan Di Pt. Muara Sejati Pekanbaru”. Laporan Penelitian Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.

Manullang, Peniel. (2012). “Lingkungan Kerja Terhadap Semangat Kerja Dampaknya Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT. Telekomunikasi Tbk Bandung.” Human Resource Area-oo. Laporan Penelitian Bandung: Universitas Komputer Indonesia.

Mungkasa, D. (2020). “Bekerja dari Rumah (Working from Home/WFH): Menuju Tatanan Baru Era Pandemi COVID 19”. The Indonesian Journal of Development Planning , Vol. 4: 126-148.

Page 122: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

422

Mustajab, A. (2020). “Fenomena Bekerja dari Rumah sebagai Upaya Mencegah Serangan COVID-19 dan Dampaknya terhadap Produktifitas Kerja”. The International Journal

Of Applied Business Tijab University of Yapis Papua, Indonesia , Vol. 4: 13-21.

Pramuji, R. (2017). “Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Dinas Kepemudaan Dan Olahraga Kabupaten Indramayu”.Laporan Penelitian Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta.

Pravinah M, D. (2020). “He Psychological Impact Of Working from Home During Coronavirus (Covid 19) Pandemic: A Case Study. Cnr’s”. International Journal of Social &

Scientific Research, India , Vol. 6: 18-27.

Purwanto, F., & Mufid, A. P. (2020). “Impact of Work From Home (WFH) on Indonesian Teachers Performance During the Covid-19 Pandemic : An Exploratory Study”. International Journal of Advanced Science and Technology Vol. 29, No. 5, Vol. 29: 6235 – 6244.

Putnik, K., Houkes, I., Jansen, N., Nijhuis, F., & Kant, Ij. (2018). “Work-home interface in a cross-cultural context: a framework for future research and practice”. International

Journal of Human Resource Management, 5192(January), 1–18. https://doi.org/10.1080/09585192.2017.1423096

Rizkiyani, N. (2013). “Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Nasabah Dengan Kepuasan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Pada Bri Kantor Unit Pageruyung, Kendal)”. Laporan penelitian Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Rupietta, K., & Beckmann, M. (2016). “Working from home: What is the effect on employees' effort?”. WWZ Working Paper, University of Basel, Center No. 07, 5-20.

Sanjaya, Wina. 2015. Penelitian Pendidikan Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Prenamedia Group.

Sanyoto, Danang. 2012 Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Caps

Sari, I. (2019). “Pengaruh Penerapan Jam Kerja Fleksibel Pada Dosen Di Lingkungan Ptkin (Studi Pada Dosen Iain Surakarta)”. Laporan Penelitian Surakarta: Universitas Islam Negeri Surakarta.

Sarwono, Jonathan (2011). Analisis Data Menggunakan SPSS, Yogyakarta : CV.Andi Offset.

Shahid, S. (2020). Work from home during COVID-19: Employees perception and experiences. Journal of Organizational Change Management, Volume 9 ISSUE-5, MAY, 9, 51-53.

Sheikh, M. A., Ashiq, A., Mehar, M. R., & Hasan, A. (2018). “Impact of Work and Home Demands on Work Life Balance: Mediating Role of Pyrex Journal of Business and Finance Management Research Impact of Work and Home Demands on Work Life Balance : Mediating Role of Work Family Conflicts. Pyrex” Journal of Business and

Finance Management Research, 4(5), 1–10.

Shimawua, C. E. (2017). “The Effect Of Work Environment On Employee Productivity: A Case Study Of Edo City Transport Services Benin City, Edo State Nigeria”. European

Journal of Business and Innovation Research , Vol.5: 23-39.

Simarmata, R. (2020). “Pengaruh work from home Terhadap Produktivitas Dosen Politeknik Negeri Ambon”. Jurnal Ekonomi , Vol. 2: 72-82.

Page 123: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Julika Pasaribu, Mochammad Isa Anshori.

423

Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, Bandung, CV. Alfabet.

Susanto, O. (2011). “Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Karyawan (Studi Kasus PT. BPR Bhakti Daya Ekonomi Yogyakarta”. Laporan Penelitian Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Sutrisno, (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia, Cv. Kencana.

Tulenan,S.(2015).”Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Hotel Travello Manado”. Laporan Skripsi Manado: Politeknik Negeri Manado .

Yuwono, dan Mudjia, Raharjo. (2011), Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada.

Page 124: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

424

Pengaruh Word Of Mouth dan Manfaat Terhadap Keputusan Menggunakan E-Wallet Dana Melalui Kepercayaan Pelanggan

di Jabodetabek

Ditiya Himawati

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Mu’minatus Fitriati Firdaus

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

[email protected]

[email protected]

Abstrak

Kemudahan dalam bertransaksi saat ini merupakan salah satu dampak dari perkembangan financial technology (fintech). Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui dan menganalisis pengaruh word of mouth dan manfaat terhadap keputusan menggunakan e-

wallet DANA melalui kepercayaan pelanggan di Jabodetabek. Metode analisis yang digunakan adalah data primer dengan pendekatan kuantitatif dan tahap uji yang dilakukan adalah uji validitas (CFA), uji reliabilitas (AVE), Analisis Structural Equation Modelling (SEM), Analisis Direct Effect, Indirect Effect,Total Effect dan Uji Hipotesis dengan bantuan alat uji yaitu AMOS. Data yang digunakan berupa instrumen kuesioner dan data valid yang berhasil dikumpulkan sebanyak 200 responden. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non probability sampling dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2021 sampai dengan April 2021. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa word of mouth tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek, manfaat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek, dan word of

mouth tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan menggunakan e-wallet

DANA di Jabodetabek. Sedangkan manfaat dan kepercayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek. Kata Kunci: word of mouth, manfaat, kepercayaan, dan keputusan menggunakan.

Pendahuluan

Kemajuan sistem informasi seiring dengan berkembangnya teknologi, berdampak pada beberapa sektor kehidupan manusia, salah satunya dalam tatanan keuangan di Indonesia. Kemudahan dalam bertransaksi yang dirasakan saat ini merupakan salah satu dampak dari adanya perkembangan financial technology (fintech). Fintech adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang dapat menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan model bisnis baru yang membawa dampak pada stabilitas moneter maupun stabilitas sistem keuangan (Bank Indonesia, 2018).

Di berbagai negara sistem pembayaran non tunai sudah mulai dikembangkan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh tingginya jumlah uang beredar berakibat pada banyaknya kasus pemalsuan uang, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk operasional pencetakan,

Page 125: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

425

penyimpanan dan pendistribusian uang tunai oleh bank sentral. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di kawasan Asia Tenggara dengan tingkat pertumbuhan perekonomian semakin baik sehingga semakin mendorong banyak industri yang berkembang dan berinovasi di Indonesia, salah satunya industri digital. Saat ini, industri digital di Indonesia terus memperlihatkan perkembangannya hingga menghadirkan inovasi dalam ranah pembayaran digital dan sejenisnya, seperti: uang elektronik. Oleh sebab itu, Bank Indonesia sebagai bank sentral yang ada di Indonesia sedang berupaya untuk mensukseskan gerakan transaksi non tunai di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan pencanangan program bernama Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) oleh Bank Indonesia pada tahun 2014 agar dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang menjadi Less Cash Society (LCS) (Sianturi & Suhandak, 2019).

Disamping itu, perkembangan teknologi dalam industri digital juga mengubah gaya hidup masyarakat dalam menggunakan alat pembayaran. Masyarakat yang dulu menggunakan alat pembayaran tunai kini telah mengenal alat pembayaran non tunai. Sistem pembayaran non tunai merupakan inovasi dari sistem pembayaran melalui teknologi modern. Inovasi pembayaran ini berupa ATM, kartu kredit, e-banking, dan uang elektronik (Priambodo, 2016). Perkembangan transaksi uang elektronik tidak lepas dari beberapa perusahaan yang ikut berkontribusi dalam memberikan fasilitas untuk menjadikan uang elektronik sebagai alat pembayaran. E-Wallet adalah salah satu tipe dari pembayaran elektronik, yang dapat digunakan untuk transaksi secara online melalui komputer atau Smartphone. E-wallet mampu menyediakan solusi yang sangat nyaman untuk bisnis apa pun, dan memungkinkan pelanggannya untuk membeli produk mereka secara online.

Ratusan perusahaan di bidang teknologi finansial (fintech) berupaya mengisi peluang pasar yang besar di Indonesia. Salah satunya adalah e-wallet DANA merupakan start up

fintech yang hadir dengan tujuan meningkatkan inklusi keuangan di Tanah Air, melalui layanan pembayaran dan transaksi secara non tunai dan non kartu. Dirancang oleh programer andal Indonesia, DANA hadir dengan sokongan investor kelas dunia PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTEK) sebagai pemegang saham mayoritas, dan Ant Financial

(Sudarwanto & Abrilia, 2020). DANA diluncurkan pada tahun 2018, namun sebagai pemain baru dompet digital DANA ingin berkontribusi pada program besar pemerintah, baik Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencapai 75 persen target inklusi keuangan di Indonesia hingga 2019 .

Menjadi pendatang baru tidaklah mudah, harus ada inovasi yang membedakan layanan dompet digital DANA dengan produk lain. Dalam hal inovasi, DANA mengadopsi teknologi kelas dunia yang dikembangkan oleh para programer lokal, yakni anak-anak muda Tanah Air yang memiliki kompetensi global. Hal ini menjadikan DANA siap diandalkan oleh beragam sektor untuk mendukung peningkatan produktivitas dan efisiensi secara parsial. Inovasi terbaru DANA adalah menghadirkan program Dana Protection. Dana Protection merupakan jaminan proteksi 100 persen untuk kenyamanan dan keamanan penggunaan DANA. Selain itu, pengguna premium bisa memanfaatkan fitur ini sehingga masyarakat lebih percaya untuk menggunakan DANA.

Technology Acceptance Model (TAM) adalah salah satu teori perilaku yang menjelaskan tentang pendekatan pemanfaatan teknologi informasi. Technology Acceptance

Model (TAM) diperkenalkanmoleh Davis yang mengembangkan kerangka pemikiran mengenai minat untuk menggunakan teknologi informasi berdasarkan persepsi manfaat (perceived of usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) (Venkatesh, & Davis, 2000). Selain menggunakan faktor manfaat dan kemudahan terhadap keputusan menggunakan teknologi, penelitian ini menambahkan faktor kepercayaan, dan

Page 126: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

426

word of mouth dalam kerangka model yang diperkirakan menjadi salah satu faktor untuk mengetahui pengaruh keputusan dalam menggunakan uang elektronik. Berdasarkan uraian pada fenomena di atas, peneliti ingin mengkaji lebih mendalam dan komprehensif tentang: 1. Apakah word of mouth berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan

pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek? 2. Apakah manfaat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pelanggan e-

wallet DANA di Jabodetabek? 3. Apakah word of mouth berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan

menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek? 4. Apakah manfaat berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan menggunakan e-

wallet DANA di Jabodetabek? 5. Apakah kepercayaan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan

menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek? Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

Financial Technology

Menurut Bank Indonesia (2018) financial technology/fintech merupakan hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap-muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja. E-Wallet

Menurut Le (2019) e-wallet adalah salah satu tipe dari pembayaran elektronik, yang dapat digunakan untuk transaksi secara online melalui Smartphone. E-Wallet menyediakan solusi yang sangat nyaman untuk bisnis apapun, dan memungkinkan pelanggannya untuk membeli produk mereka secara online.

Technology Acceptance Model (TAM)

Menurut Chauhan (2015) Technology Acceptance Model (TAM) merupakan suatu model penerimaan pengguna terhadap penggunaan sistem teknologi informasi. Teori ini diadopsi dari beberapa model yang dibangun untuk menganalisa dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi baru. Word of Mouth

Menurut Kotler dan Keller (2012) word of mouth adalah kegiatan pemasaran melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan, maupun melalui alat komunikasi elektronik yang terhubung internet dengan didasari oleh pengalaman atas produk atau jasa. Manfaat Penggunaan

Menurut Fullah dan Candra (2012) manfaat penggunaan sebagai tingkat keyakinan individu dalam penggunaan teknologi dapat meningkatkan produktivitasnya, atau lebih singkatnya manfaat yang dirasakan dari penggunaan teknologi tersebut ialah menguntungkan.

Page 127: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

427

Kepercayaan Pelanggan

Menurut Sugara (2017) kepercayaan pada dasarnya merupakan bentuk dukungan konsumen terhadap upaya yang dilakukan untuk mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan, melalui kepercayaan seorang konsumen akan memberikan dukungan terkait dengan Keputusan Menggunakan yang akan ditetapkan. Keputusan Menggunakan

Menurut Alistriwahyuni (2019) keputusan menggunakan merupakan perilaku konsumen yang dipengaruhi oleh informasi yang masuk dari berbagai sumber antara lain faktor upaya pemasar dan faktor lingkungan-budaya. Upaya pemasar yaitu penyampaian informasi tentang produk untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk tersebut. Cara yang dilakukan pemasar untuk menarik konsumen untuk melakukan keputusan menggunakan yaitu produk, harga, saluran distribusi, promosi, proses, pendukung fisik, dan orang. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan penjelasan teori dan pengembangan hipotesis, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian seperti nampak pada Gambar 1.

Gambar 1. Model Penelitian

Hipotesis Penelitian

H1 : Word of mouth berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pelanggan E-

Wallet DANA di Jabodetabek. H2 : Manfaat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan pelanggan E-Wallet

DANA di Jabodetabek. H3 : Word of mouth berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan menggunakan E-

Wallet DANA di Jabodetabek. H4 : Manfaat berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan menggunakan E-Wallet

DANA di Jabodetabek. H5 : Kepercayaan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan

menggunakan E-Wallet DANA di Jabodetabek.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang menghubungkan variabel bebas (dua atau lebih) untuk dapat dilihat pengaruhnya terhadap variabel terikatnya. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif karena arah dan fokus penelitian ini menggunakan uji teoritik atau uji hipotesis, yang tiap tahap mengutamakan pengukuran rumus, penggunaan instrumen kuesioner, dan data statistik.

Page 128: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

428

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer merupakan data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Metode pengumpulan data berupa kuesioner online yang terstruktur menggunakan google form yang diisi secara langsung oleh responden atau pengguna E-Wallet DANA baik yang pernah menggunakan maupun yang masih menggunakannya. Dalam penelitian ini terdapat variabel independent yang terdiri dari dua variabel yaitu word of mouth (X1) dan manfaat (X2), variabel intervening yaitu kepercayaan pelanggan (Y1) dan variabel dependent yaitu keputusan menggunakan (Y2).

Populasi ini adalah semua pelanggan yang pernah menggunakan atau masih menggunakan E-Wallet DANA yang berdomisili di Jabodetabek. Jumlah populasi pengguna E-Wallet DANA di Jabodetabek dalam penelitian ini tidak dapat diketahui secara pasti jumlahnya. Metode pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan metode non

probability sampling karena tidak memberi kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan untuk penentuan pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yang mana penentuan sampel dilakukan dengan pertimbangan tertentu atau memiliki kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriterianya, yaitu: 1. Orang yang pernah menggunakan atau yang masih menggunakan E-Wallet DANA. 2. Usia 17 tahun atau lebih. 3. Berdomisili di wilayah Jabodetabek.

Dalam penelitian ini, besarnya sampel disesuaikan dengan model analisis yang digunakan, yaitu Structural Equation Model (SEM). Dalam penelitian ini terdapat 6 konstruk variabel dengan total 25 parameter indikator. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas maka jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak 8 x 25 = 200 responden sedangkan waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Maret hingga bulan April 2021. Uji Validitas / Uji CFA

Untuk menguji validitas dilakukan dengan menggunakan confirmatory factor analysis (CFA) dengan program AMOS. Dengan pendekatan ini, suatu butir pengukuran dikatakan valid apabila hubungan antara konstruk laten dengan butir yang digunakan untuk mengukur tersebut mempunyai critical ratio (CR atau t-hitung) yang lebih besar atau sama dengan nilai t-tabel (Haryono, 2016).

Uji Reliabilitas / Uji AVE

Reliabilitas, dimana nilai reliabilitas yang diterima adalah ≥ 0,60. Uji reliabilitas dalam SEM dapat diperoleh melalui rumus:

Construct–Reliability =

Standardized loading dapat diperoleh dari output AMOS, dengan melihat nilai standardized

regression weight masing-masing konstruk terhadap indikatornya. Sedangkan εj adalah measurement error dari tiap-tiap indikator, yang dihitung dengan formula : εj = 1- (standardized loading)2. Variance Extract, dimana nilai yang dapat diterima adalah ≥ 0.50. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Variance Extract =

Page 129: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

429

Structural Equation Modeling (SEM)

Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah Structural Equation

Modelling (SEM) menggunakan program AMOS dalam model dan pengujian hipotesis. Ada tujuh langkah yang harus dilakukan apabila menggunakan Structural Equation Modelling (SEM), (Haryono, 2016), yaitu: 1. Pengembangan Model Teoritis 2. Pengembangan Diagram Alur 3. Mengkonversi Diagram Alur ke dalam persamaan 4. Memilih Jenis Input Matriks dan Estimasi Model 5. Menilai Identifikasi Model Struktural 6. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit

7. Interpretasi dan Modifikasi Model

Uji Hipotesis

Uji statistik (t test) untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh dari satu variabel independen secara individu dalam menjelaskan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Hipotesis diterima jika signifikan < α 0.05 dan koefisien regresi searah dengan hipotesis.

Pembahasan

Uji Validitas / CFA

Validitas atau CFA adalah indikator yang menyusun sebuah konstruk dapat dilihat dari nilai loading factor-nya. Nilai loading factor dari semua indikator yang ada dalam model ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Model Pengujian CFA Sumber: Data primer diolah, 202

Berdasarkan Gambar 2 di atas model pengujian CFA dapat dilihat nilai loading factor pada setiap indikator variabel seperti yang nampak pada Tabel 1.

Page 130: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

430

Tabel 1. Nilai Loading Factor

Konstruk Kode Loading

Factor

WORD OF MOUTH

WOM1 0.69

WOM2 0.61

WOM3 1.00

MANFAAT

MFT1 0.98

MFT2 1.02

MFT3 1.25

MFT4 1.00

KEPERCAYAAN

KPY1 1.08

KPY2 1.09

KPY3 0.93

KEPUTUSAN MENGGUNAKAN

KPP2 1.00

KPP3 0.93

KPP4 0.89

KPP5 0.91

Sumber: Data primer diolah, 2021

Pada Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa setiap indikator-indikator dari masing-masing dimensi seluruh variabel penelitian memiliki nilai loading factor dari semua indikator lebih besar dari 0.50. Dengan demikian, maka semua indikator dinyatakan valid dan proses evaluasi model dapat dilanjutkan.

Uji Reliabilitas / AVE

Uji Reliabilitas atau AVE masing-masing dimensi seluruh variabel penelitian dikatakan reliabel apabila memiliki nilai contruct reability lebih besar dari 0.60 (Haryono, 2016). Hasil dari perhitungan contruct reliability terdapat Nilai Construct Reliability seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Construct Reliability

Konstruk Construct

Reliability

(CR)

Keterangan

Word of mouth 1.00 BAIK ( Reliabel )

Manfaat 0.88 BAIK ( Reliabel )

Kepercayaan 0.96 BAIK ( Reliabel )

Keputusan 0.90 BAIK ( Reliabel )

Sumber: Data primer diolah, 2021

Berdasarkan Tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa tidak terdapat nilai construct

reliability (CR) yang nilainya di bawah 0.60, maka semua variabel dalam penelitian ini layak untuk digunakan dalam model.

Analisis Structural Equation Modeling (SEM)

Hasil perhitungan model SEM menghasilkan kriteria goodness of fit, berikut hasil goodness of fit sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.

Page 131: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

431

Tabel 3. Goodness of Fit Index

Goodness

Of Fit

Index

Cutoff

Value

Hasil

Analisis

Evaluasi

Model

χ2-Chi

Square 91.670 82.900 Good Fit

Significancy

Probability

≥ 0.05 0.158 Good Fit

RMSEA ≤ 0.08 0.034 Good Fit

GFI ≥ 0.90 0.927 Good Fit

AGFI ≥ 0.90 0.892 Marginal

Fit

CMIN/DF ≤ 2.00 1.168 Good Fit

TLI ≥ 0.95 0.983 Good Fit

CFI ≥ 0.95 0.986 Good Fit

Sumber: Data primer diolah, 2021

Pada Tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa model telah memenuhi syarat karena diketahui bahwa hampir semua nilai goodness of fit indices memenuhi kriteria cut off value. Hal ini menunjukkan bahwa model penelitian fit.

Analisis Direct Effect, Indirect Effect, Total Effect

Analisis ini digunakan untuk melihat kekuatan pengaruh antar konstruk, baik pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, maupun pengaruh totalnya. Menurut Haryono (2016) pengaruh langsung (direct effect) merupakan koefisien dari semua garis dengan anak panah satu ujung. Sedangkan pengaruh tidak langsung (indirect effect) adalah pengaruh yang muncul melalui sebuah variabel antara dan pengaruh total (total effect) adalah pengaruh dari berbagai hubungan.

Pada Tabel Standardized Direct Effects terdapat empat variabel yang memiliki pengaruh langsung terhadap variabel kepercayaan dan terdapat lima variabel yang memiliki pengaruh langsung terhadap variabel Keputusan menggunakan yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Standardized Direct Effects – Estimates

Kepercayaan Keputusan

WOM .123 .095

MANFAAT .624 .332

KEPERCAYAAN .000 .000

KEPUTUSAN .583 .000

Sumber: Data primer diolah, 2021

Berdasarkan analisis Direct Effect menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh langsung terbesar terhadap variabel kepercayaan adalah variabel Manfaat, yaitu sebesar 0,624 dan variabel yang memiliki pengaruh langsung terbesar terhadap variabel Keputusan Menggunakan adalah variabel Manfaat, yaitu sebesar 0.332.

Dalam model penelitian ini juga diukur pengaruh tidak langsung antar variabel, yaitu terdapat empat variabel yang memiliki pengaruh tidak langsung terhadap variabel Keputusan Menggunakan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.

Page 132: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

432

Tabel 5. Standardized Indirect Effects – Estimates

Kepercayaan Keputusan

WOM .123 .167

MANFAAT .624 .696

KEPERCAYAAN .000 .583

KEPUTUSAN .000 .000

Kepercayaan Keputusan

WOM .123 .167

MANFAAT .624 .696

KEPERCAYAAN .000 .583

KEPUTUSAN .000 .000

Sumber: Data primer diolah, 2021

Berdasarkan Tabel 5 diatas analisis Indirect Effect menunjukkan variabel yang

memiliki pengaruh tidak langsung terbesar terhadap variabel Keputusan Menggunakan adalah variabel Manfaat, yaitu sebesar 0.364. Adanya pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung antar variabel dalam model penelitian ini, maka perlu diukur pengaruh totalnya. Hasil pengukuran pengaruh total antar variabel sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Standardized Total Effects – Estimates

Kepercayaan Keputusan

WOM .000 .072

MANFAAT .000 .364

KEPERCAYAAN .000 .000

KEPUTUSAN .000 .000

Sumber: Data primer diolah, 2021

Berdasarkan Tabel 6 diatas analisis Total Effect menunjukkan variabel yang memiliki pengaruh total terbesar terhadap variabel kepercayaan adalah variabel Manfaat, yaitu sebesar 0.624 dan variabel yang memiliki pengaruh total terbesar terhadap variabel Keputusan Menggunakan adalah variabel Manfaat, yaitu sebesar 0.696.

Pengujian Hipotesis

Analisis kausalitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh antar variabel. Pada penelitian ini diharapkan adanya pengujian kausalitas dapat mengetahui pengaruh yang terjadi antara word of mouth, manfaat dan kemudahan terhadap kepercayaan dan Keputusan Menggunakan. Berikut hasil pengujian hipotesis yang nampak pada Tabel 7.

Tabel 7. Regression Weight

Estimate S.E. C.R. P

KEPERCAYAAN <--- WOM .086 .066 1.299 .194

KEPERCAYAAN <--- MANFAAT .741 .154 4.825 ***

KEPUTUSAN <--- KEPERCAYAAN .526 .102 5.144 ***

KEPUTUSAN <--- MANFAAT .356 .123 2.886 .004

KEPUTUSAN <--- WOM .060 .048 1.248 .212

Sumber: Data primer diolah, 2021

Page 133: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

433

Pengaruh Word of Mouth Terhadap Kepercayaan Hasil pengujian kausalitas untuk hipotesis pertama menunjukkan bahwa pengaruh

word of mouth terhadap kepercayaan dengan nilai signifikansi sebesar 0.194 atau lebih besar dari 0.05 yang artinya word of mouth tidak berpengaruh terhadap kepercayaan. Hal ini menunjukkan bahwa word of mouth bukan menjadi faktor yang mampu mempengaruhi kepercayaan pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek. Pengaruhnya memang positif, tetapi tidak begitu besar sehingga bukan menjadi variabel yang dipertimbangkan. Word of mouth yang terbangun didasari oleh indikator membicarakan, mempromosikan dan merekomendasikan belum sepenuhnya mempengaruhi kepercayaan pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek. Hal ini bisa saja terjadi karena pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek lebih mempercayai iklan langsung atau informasi langsung dari perusahaan daripada hanya mendengarkan informasi dari orang-orang sekitar. Maka dari itu, dapat diinterpretasikan bahwa word of mouth tidak memiliki pengaruh terhadap kepercayaan pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek. Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Haekal dan Yulianto (2016) bahwa electrоnic wоrd оf mоuth terbukti memiliki pengаruh signifikаn terhаdаp kepercаyааn, sehingga menjadi pembeda dalam penelitian ini.

Pengaruh Manfaat Terhadap Kepercayaan

Hasil pengujian kausalitas untuk hipotesis kedua menunjukkan bahwa pengaruh manfaat terhadap kepercayaan dengan nilai signifikansi terdapat tanda *** atau lebih kecil dari 0.05 yang artinya manfaat berpengaruh terhadap kepercayaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa manfaat menjadi faktor yang mampu mempengaruhi kepercayaan pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek. Pengaruhnya positif, sehingga manfaat dapat mempengaruhi kepercayaan pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek. Hal ini dapat saja terjadi karena pelanggan E-Wallet DANA di Jabodetabek beranggapan bahwa manfaat dari penggunaan teknologi informasi dapat memberikan kontribusi produktif bagi pengguna E-Wallet DANA, sehingga dari segi manfaat hal ini menjadi dasar dalam kepercayaan pelanggan untuk menggunakan E-Wallet DANA. Maka dari itu, kita dapat menginterpretasikan bahwa manfaat memiliki pengaruh terhadap kepercayaan pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Park, Amendah, Lee, dan Hyun (2019) yang menyatakan bahwa manfaat dalam menggunakan e-payment secara positif dipengaruhi oleh kepercayaan. Menariknya, kepercayaan memediasi hubungan antara manfaat terhadap minat menggunakan e-payment.

Pengaruh Word of Mouth Terhadap Keputusan Menggunakan

Hasil pengujian kausalitas untuk hipotesis ketiga menunjukkan bahwa pengaruh word

of mouth terhadap keputusan menggunakan dengan nilai signifikansi sebesar 0.212 atau lebih besar dari 0.05 yang artinya word of mouth tidak berpengaruh terhadap keputusan menggunakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa word of mouth bukan menjadi faktor yang mampu mempengaruhi pengguna di Jabodetabek dalam menggunakan e-wallet DANA. Pengaruhnya memang positif, tetapi tidak begitu besar sehingga bukan menjadi variabel yang dipertimbangkan. Word of mouth yang terbangun didasari oleh indikator membicarakan, mempromosikan dan merekomendasikan belum sepenuhnya mempengaruhi keputusan pelanggan dalam menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek. Hal ini dapat saja terjadi karena pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek lebih mempercayai iklan langsung atau informasi langsung dari perusahaan itu sendiri. Sehingga segala rekomendasi atau bahan pembicaraan dari pihak lain tidak dapat mempengaruhi pengguna di Jabodetabek untuk

Page 134: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

434

menggunakan e-wallet DANA dengan kata lain, pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek menggunakan e-wallet DANA karena keinginan sendiri bukan dari pengaruh orang lain. Maka dari itu, kita dapat menginterpretasikan bahwa word of mouth tidak dapat mempengaruhi pelanggan untuk memutuskan menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dinan (2020) yang menyatakan bahwa word of mouth tidak berpengaruh terhadap keputusan menggunakan e-

wallet DANA di Jabodetabek.

Pengaruh Manfaat Terhadap Keputusan Menggunakan

Hasil pengujian kausalitas untuk hipotesis keempat menunjukkan bahwa pengaruh manfaat terhadap keputusan menggunakan dengan nilai signifikansi sebesar 0.004 pada nilai P atau lebih kecil dari 0.05 yang artinya manfaat berpengaruh terhadap keputusan menggunakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa manfaat menjadi faktor yang mampu mempengaruhi pengguna di Jabodetabek dalam menggunakan e-wallet DANA. Hal ini dapat saja terjadi karena pengguna e-wallet DANA di Jabodetabek beranggapan bahwa manfaat yang diberikan perusahaan e-wallet DANA sangat bermanfaat untuk kebutuhan sehingga mampu mempengaruhi masyarakat Jabodetabek dalam memutuskan menggunakan e-wallet

DANA. Maka dari itu, kita dapat menginterpretasikan bahwa manfaat dapat mempengaruhi pengguna di Jabodetabek untuk memutuskan menggunakan e-wallet DANA. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dinan (2020) yang menyatakan bahwa manfaat tidak berpengaruh terhadap keputusan menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek sehingga menjadi temuan baru dalam penelitian ini.

Pengaruh Kepercayaan Terhadap Keputusan Menggunakan

Hasil pengujian kausalitas untuk hipotesis kelima menunjukkan bahwa pengaruh kepercayaan terhadap keputusan menggunakan dengan nilai signifikansi memiliki tanda *** pada nilai P atau lebih kecil dari 0.05 artinya kepercayaan berpengaruh terhadap Keputusan Menggunakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan menjadi faktor yang mampu mempengaruhi pelanggan di Jabodetabek dalam keputusan menggunakan e-wallet DANA. Kepercayaan merupakan variabel yang sangat dipertimbangkan dalam mewujudkan tingkat penggunaan e-wallet DANA di Jabodetabek. Semakin tinggi tingkat kepercayaan pelanggan terhadap e-wallet DANA, maka semakin banyak juga pelanggan di Jabodetabek yang memutuskan untuk menggunakan e-wallet DANA. Hal ini dapat saja terjadi karena mayoritas pelanggan e-wallet DANA berada di wilayah Jabodetabek pasti menginginkan kepercayaan yang penuh untuk melindungi data privasi dan jumlah saldo yang ada di aplikasi e-wallet DANA, sehingga jika sudah terbentuk kepercayaan dari pelanggan maka akan semakin banyak masyarakat yang memutuskan untuk menggunakan E-Wallet DANA. Maka dari itu, kita dapat menginterpretasikan bahwa kepercayaan dapat mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan untuk menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dinan (2020) yang menyatakan bahwa kepercayaan berpengaruh terhadap keputusan menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh word of mouth, manfaat dan kemudahan penggunaan terhadap keputusan menggunakan e-wallet DANA melalui kepercayaan pelanggan di Jabodetabek, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, bahwa word of mouth tidak berpengaruh terhadap kepercayaan pelanggan e-wallet DANA di Jabodetabek. Kedua, manfaat berpengaruh terhadap kepercayaan pelanggan e-

Page 135: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

435

wallet DANA di Jabodetabek. Ketiga, word of mouth tidak berpengaruh terhadap keputusan menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek. Keempat, manfaat berpengaruh terhadap Keputusan Menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek. Kelima, kepercayaan pelanggan berpengaruh terhadap Keputusan Menggunakan e-wallet DANA di Jabodetabek. Diharapkan bagi perusahaan e-wallet DANA untuk terus meningkatkan rasa kepercayaan melalui pelanggan yang pernah atau masih menggunakan e-wallet DANA dengan memberikan manfaat yang berbeda dan menarik supaya pelanggan dapat mempromosikan e-wallet DANA secara tidak langsung dengan cara merekomendasikan dan sering membicarakan kepada orang lain guna meningkatkan rasa kepercayaan pelanggan sehingga semakin banyak yang memutuskan untuk menggunakan e-wallet DANA. Peneliti selanjutnya, disarankan dapat mengembangkan penelitian lanjutan dengan menambahkan variabel-variabel lain seperti pengalaman pelanggan, keamanan, citra merek dan lain sebagainya yang belum diteliti, sehingga diharapkan dapat mempengaruhi keputusan menggunakan e-wallet DANA. Daftar Pustaka

Abrilia, N. D., & Sudarwanto, T. (2020). Pengaruh Persepsi Kemudahan dan Fitur Layanan Terhadap Minat Menggunakan E-Wallet Pada Aplikasi Dana di Surabaya. Jurnal

Pendidikan Tata Niaga (JPTN), 8(3).

Alistriwahyuni, N. (2019). Pengaruh promosi penjualan, kemudahan penggunaan, dan fitur layanan i-Saku di Indomaret (Studi Pada Pengguna i-Saku Indomaret Kecamatan Watulimo Trenggalek). Jurnal Pendidikan Tata Niaga (JPTN), 7(2).

Chauhan, S. (2015). Acceptance of mobile money by poor citizens of India: Integrating trust into the technology acceptance model. Emerald Insight I :Institut Gugaon India. Vol.

17.

Dinan, R. A., (2020). Pengaruh Word of Mouth, Promosi, Manfaat dan Kemudahan

Penggunaan Terhadap Keputusan Menggunakan E-Wallet Dana Melalui Kepercayaan

Pelanggan di Jabodetabek. Skripsi, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.

Fadhil, M., & Fachruddin, R. (2016). Pengaruh Persepsi Nasabah Atas Risiko, Kepercayaan, Manfaat, dan Kemudahan Penggunaan terhadap Penggunaan Internet Banking (Studi Empiris pada Nasabah Bank Umum di Kota Banda Aceh). Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Ekonomi Akuntansi, 1(2), 264-276.

Fullah, L., & Candra, S. (2012). Pengaruh Persepsi Manfaat, Kemudahan Penggunaan, Resiko, dan Kepercayaan terhadap Minat Nasabah dalam Menggunakan Internet Banking BRI (Studi Kasus: Seluruh Nasabah Bank BRI Jakarta). Jurnal Manajemen

Bisnis Universitas Bina Nusantara, 2(1), 1-10.

Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19,0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Haryono, S. (2016). Metode SEM Untuk Penelitian Manajemen Dengan Amos, Pls, Lisrel. Edisi Pertama. Bekasi: PT. Intermedia Personalia Utama.

Hаekаl, M. E., & Yulianto, E. (2016). Pengaruh Electoronic Word Of Mouth Terhadap Kepercayaan Dan Keputusan Pembelian (Survei Pada Konsumen Produk Fashion Followers Аkun Instagram Erigostore). Jurnal Administrasi Bisnis, 40(2), 162-168.

Page 136: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Ditiya Himawati, Mu’minatus Fitriati Firdaus

436

Kotler, P., & Keller, K. L. (2006). Marketing Management. New Yersey: Prentice Hall.

Le, D. N., Kumar, R., Mishra, B. K., Chatterjee, J. M., & Khari, M. (Eds.). (2019). Cyber

Security in Parallel and Distributed Computing: Concepts, Techniques, Applications

and Case Studies. John Wiley & Sons.

Le, D., Kumar, R., Mishra, B. K., Khari, M., & Chatterjee, J. M. (2019). Cyber Security in

Parallel and Distributed Computing. Wiley: Hoboken.

Novia, A. (2019). Pengaruh Promosi Penjualan, Kemudahan Penggunaan, Dan Fitur Layanan I-Saku Terhadap Keputusan Pembelian Pada Pengguna I-Saku Di Indomaret (Studi Pada Pengguna i-Saku Indomaret Kecamatan Watulimo Trenggalek). Jurnal

Pendidikan Tata Niaga (JPTN), 7(2).

Park, J., Amendah, E., Lee, Y., & Hyun, H. (2019). M-payment service: Interplay of perceived risk, benefit, and trust in service adoption. Human Factors and Ergonomics

In Manufacturing, 29(1), 31-43. https://doi.org/10.1002/hfm.20750.

Priambodo, S., & Prabawani, B. (2016). Pengaruh Persepsi Manfaat, Persepsi Kemudahan Penggunan, Dan Persepsi Risiko Terhadap Minat Menggunakan Layanan Uang Elektronik (Studi Kasus Pada Masyarakat Di Kota Semarang). Jurnal Ilmu

Administrasi Bisnis, 5(2), 127-135.

Sianturi, M. H. B., & Suhadak, S. (2019). Analisis Pengaruh Gnnt (Gerakan Nasional Non Tunai) Terhadap Nilai Transaksi Nasabah Dan Dampaknya Terhadap Makroekonomi Indonesia (Studi Pada Bank Indonesia Tahun 2014-2018). Jurnal Administrasi

Bisnis, 70(1), 53-60.

Sugara, A., & Dewantara, R. Y. (2017). Analisis kepercayaan dan kepuasan terhadap penggunaan sistem transaksi jual beli online (Studi pada konsumen “Z”). Jurnal

Administrasi Bisnis, 52(1), 8-15.

Tjiptono, F. (2015). Strategi Pemasaran Edisi 4. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Venkatesh, V., & Davis, F. D. (2000). A theoretical extension of the technology acceptance model: Four longitudinal field studies. Management science, 46(2), 186-204. https://doi.org/10.1287/mnsc.46.2.186.11926.

www.bi.go.id/. Diakses pada 07 Mei 2020.

Page 137: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

437

UPAYA PENINGKATAN KEUNGGULAN BERSAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KOTA MEDAN

DI MASA PANDEMI COVID 19

Esty Pudyastuti

Universitas IBBI Medan

Ahmad Saputra

Universitas IBBI Medan

[email protected]

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi UMKM dengan meningkatkan daya saingnya dimasa pandemi covid-19. UMKM memiliki peranan penting terhadap perekonomian Indonesia, karena lebih dari 90% pelaku usaha di Indonesia merupakan UMKM. UMKM merupakan salah satu potensi yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk dapat mengoptimalkan potensinya, UMKM harus memiliki kualitas strategi yang tepat, serta didukung oleh kebijakan pemerintah. Penelitian ini dilakukan di beberapa UMKM yang berada di kota Medan dengan menggunakan variabel penelitian orientasi kewirausahaan, kualitas strategi, keunggulan bersaing, dan kinerja pemasaran. Metode penelitian yang digunakan berupa metode deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah para pengelola dan pemilik sekaligus pengelola UMKM. Jumlah sampel 128 responden. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik Structural Equation Modeling (SEM) paket software AMOS. Dari hasil pengujian hipotesis terbukti orientasi kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemasaran dengan rasio kritis 2,415. Kualitas strategi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemasaran dengan nilai rasio kritis 3,646. Orientasi kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing dengan nilai rasio kritis 2,896. Kualitas strategi berpengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing dengan nilai critical ratio 6.439. Keunggulan kompetitif berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemasaran dengan nilai crtical ratio 2.532. Kata Kunci: Orientasi Kewirausahaan, Kualitas Srategi, Keunggulan Bersaing, Kinerja

Pemasaran.

Pendahuluan

Pada era globalisasi, kondisi persaingan usaha, baik pasar domestik maupun pasar internasional sangat ketat. Terlebih pada kondisi seperti saat ini di masa pandemi covid-19 memberikan dampak ke banyak sektor, antara lain sektor ekonomi. Kondisi ini dirasakan juga oleh para pelaku usaha kecil dan menengah yang mengalami krisis ekonomi.

Pandemi covid-19 bukan hanya menyebabkan masalah di bidang kesehatan, namun berdampak pula pada kondisi perekonomian negara. UMKM mengalami dampak terparah dari kondisi pandemi covid-19 ini. Banyak UMKM yang terpaksa menutup usahanya akibat dari

Page 138: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

438

berbagai permasalahan yang muncul di masa pandemi covid-19. UMKM merupakan penopang perekonomian Indonesia yang cukup besar. Mengingat sektor ini juga berkontribusi sebesar 60% terhadap GDP Nasional dan menyerap 97% tenaga kerja, pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk menstimulus UMKM agar kuat dan mampu bertahan.

Gambar 1. Kontribusi UMKM Terhadap PDB

Perusahaan yang ingin berkembang atau bertahan dalam satu lingkungan bisnis, harus

dapat memberikan sesuatu, baik barang maupun jasa yang bernilai lebih tinggi dari pesaing. Nilai lebih ini tidak hanya diukur dengan harga yang lebih murah saja, akan tetapi kualitas, pelayanan, dan lainnya, sesuai dengan prinsip dasar pemasaran yang berorientasi kepada pelanggannya (customer oriented). Lingkungan bisnis yang berubah menuntut perusahaan semakin berorientasi pada pasar (market orientation). Perusahaan yang berorientasi pasar akan menganggap konsumen sebagai raja. Perusahaan yang mengerti keinginan konsumen sekaligus mampu memuaskan konsumen akan memenangkan persaingan. Semakin kompetitif suatu usaha, kemampuan orientasi pasar perusahaan akan semakin krusial.

Kinerja pemasaran merupakan bagian penting dari kinerja perusahaan karena kinerja perusahaan dapat dilihat dari kinerja pemasarannya. Kinerja pemasaran adalah konsep untuk mengukur prestasi pemasaran suatu perusahaan. Setiap perusahaan perlu mengetahui capaian prestasinya sebagai gambaran dari keberhasilan usahanya dalam persaingan pasar.

Di era globalisasi, setiap perusahaan dituntut untuk saling bersaing agar dapat mempertahankan usahanya. Persaingan yang tidak terkendali seringkali memerikan dampak negatif bagi dunia usaha. Untuk dapat berkembang, UMKM harus mampu mengoptimalkan potensi untuk meningkatkan daya saingnya, karena dalam menjalankan usahanya, UMKM akan selalu menghadapi persaingan. Dalam menjalankan bisnisnya, persaingan merupakan kondisi yang tidak dapat dihindari oleh UMKM. Beberapa masalah yang sering dihadapi UMKM adalah ketersediaan modal, pemasaran, kurangnya pengetahuan dan rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Pengetahuan yang dimiliki sumber daya manusia merupakan faktor penting untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Faktor ini merupakan kelemahan terbesar dari usaha mikro kecil dan menengah. Menurut (Muttaqien, 2008), rendahnya penguasaan pengetahuan pada UKM dan koperasi dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor-faktor tersebut diperparah dengan kondisi pandemi-covid 19. Dampak pandemi di sektor ekonomi tentunya tidak hanya dirasakan oleh pelaku ekonomi besar, tapi juga sangat terasa bagi pelaku UMKM. Terjadinya penurunan penjualan, bahan baku produk yang sulit

Page 139: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

439

diperoleh, dan kesulitan dalam pemasaran merupakan kendala yang dihadapi para pelaku UMKM, khususnya di Kota Medan. Menurut Ketua Kewirausahaan UKM Diskop Sumatera Utara bahwa kondisi UMKM di Sumatera Utara saat ini tidak baik. Hal tersebut dilihat dari menurunnya pendapatan UMKM sehingga terpaksa merumahkan karyawannya. Inilah masalah yang dihadapi UMKM saat ini. Saat ini sedikitnya ada 672.000 UMKM dan 7.700 koperasi di Sumatera Utara yang terdampak pandemi covid-19. Jumlah tersebut tersebar di seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Dari total 960.000 UMKM di provinsi Sumatera Utara, jumlah UMKM yang terkena dampak pandemi covid-19 sebanyak 672.000 yang berada di 33 kabupaten/kota. Beberapa masalah yang menyebabkan terpuruknya UMKM dan koperasi di provinsi Sumatera Utara antara lain, pertama, UMKM dan koperasi mengalami penurunan yang signifikan karena menurunnya permintaan masyarakat. Kedua, bahan baku sulit didapatkan UMKM dan koperasi, karena banyak perusahaan penghasil bahan baku yang menutup usahanya. Ketiga, adalah terganggunya distribusi bahan baku produksi, dan keempat adalah para pelaku UMKM mengalami kesulitan mencari akses pembiayaan terlebih saat pandemi ini.

Faktor lain yang menyebabkan UMKM ini tidak mampu bersaing antara lain kualitas sumber daya manusia ditinjau dari motivasi dan tingkat pendidikannya, kurangnya pelatihan yang diperuntukkan bagi karyawan, sulitnya mencari pasar potensial, dan kurangnya promosi yang dilakukan.

Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

Orientasi Kewirausahaan

Orientasi wirausaha merupakan karakteristik dan nilai yang dianut oleh wirausaha itu sendiri yang merupakan sifat pantang menyerah, berani mengambil resiko, kecepatan dan fleksibilitas(Liao & Sohmen, 2001). Orientasi kewirausahaan memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja usaha. Menurut (Porter, 2008), orientasi kewirausahaan sebagai strategi benefit perusahaan untuk dapat berkompetisi secara lebih efektif di dalam market place yang sama.

Orientasi kewirausahaan yang tergambar dari sikap penuh inovasi, proaktif dan keberanian mengambil resiko diyakini mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Covin & Slevin, 1989); (Wiklund, 1999) yang menjelaskan bahwa orientasi kewirausahaan yang semakin tinggi dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memasarkan produknya menuju kinerja usaha yang lebih baik.

Hambatan resiko merupakan factor kunci yang membedakan perusahaan dengan jiwa wirausaha atau tidak. Orientasi kewirausahaan meningkatkan kinerja bisnis (Wardi, 2017). Kualitas Strategi

Salah satu kunci keberhasilan perusahaan adalah kualitas strategi. Salah satu fokus perhatian pengelolaan sistem adalah pada proses. Pengembangan strategi merupakan proses membuat strategi untuk mencapai keunggulan. Proses yang bermutu seharusnya menjadi perhatian bersama dalam manajemen. Hal tersebut berarti pengelolaan proses diharapkan dapat menampilkan sebuah proses yang bermutu. Oleh karena itu, strategi yang dimunculkan melalui sebuah proses yang bermutu akan menghasilkan strategi yang bermutu pula (Ferdinand, 2000)

Menurut (Hitt et al., 2011) proses strategi mencakup elemen dasar: (1) Pengamatan lingkungan, (2) Perumusan strategi, (3) Implementasi strategi, dan (4) Evaluasi dan pengendalian. Strategi yang berkualitas adalah strategi yang dibangun dengan perencanaan, implementasi, dan evaluasi yang berkualitas. Konsep dasar analisis SWOT (Strenght,

Page 140: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

440

Orientasi

Kewirausahaa

n

Keunggulan

bersaing

Kualitas

Strategi Kinerja

Pemasaran

H3

H1 H4 H5

H2

Weakness, Threat and Opportunity) adalah anteseden sebuah proses formulasi strategi yang mendalam terhadap situasi dan dapat menentukan posisi strategis instrumen-instrumen yang digunakan (Ferdinand, 2000). Keunggulan Bersaing

Keunggulan bersaing menurut (Zimmerer & Scarborough, 2008) adalah sekumpulan faktor yang membedakan perusahaan kecil dari para pesaingnya dan memberikannya posisi unik di pasar sehingga lebih unggul dari pada pesaingnya. (Mardiyono & Sugiyarti, 2015) yang menjelaskan bahwa keunggulan bersaing (competitive advantage) adalah jantung kinerja pemasaran untuk menghadapi persaingan. Keunggulan bersaing diartikan sebagai cara menguntungkan dari perusahaan yang melakukan kerjasama untuk menciptakan keunggulan bersaing yang lebih efektif.

Keunggulan bersaing merupakan posisi yang masih dilakukan organisasi sebagai usaha mengalahkan pesaing. Pendekatan resources based (RB) memandang aktivitas ekonomi dari sisi pemanfaatan sumber daya dan kapabilitasnya, bukan menurut pasar yang dilayani. Pemanfaatan sumber daya dan kapabilitas ini dengan maksud membangun daya saing yang diarahkan kepada usaha-usaha menangkap berbagai peluang mengatasi berbagai ancaman dalam persaingan, sehingga dari kondisi ini dibangun strategi untuk menghambat para pesaing berupa kesulitan untuk ditiru (barriers to imitation), (Syafar, 2004)

Kinerja Pemasaran

Penelitian Indrajit (dalam (Waluyo, 2008) menyatakan kinerja pemasaran diukur menggunakan kepuasan pelanggan, motivasi kerja, sistem informasi, volume penjualan, pertumbuhan pelanggan, pertumbuhan penjualan.

(Lee, 2011) menggunakan pengukuran kinerja keuangan dan bukan keuangan. Kinerja keuangan ditunjukkan oleh peningkatan pendapatan return on sales, profitability, pertumbuhan penjualan, perbaikan produktivitas kerja, dan perbaikan biaya produksi. Sedangkan kinerja bukan keuangan diukur dengan peningkatan aset kepuasan pelanggan, pertumbuhan pelanggan, kepuasan karyawan, kualitas produk dan jasa serta reputasi perusahaan. (Lee, 2011) menyatakan bahwa kinerja dapat diukur melalui kinerja keuangan (financial performance) yang terdiri dari ROI, ROE, dan ROA serta kinerja pasar (market performance) yang terdiri dari tingkat petumbuhan penjualan dan tingkat pertumbuhan konsumen. Terdapat beberapa cara untuk mengukur kinerja perusahaan, yaitu pertumbuhan dalam penjualannya, yaitu menunjukkan peningkatan pelanggan yang dapat menerima produk perusahaan. Return On

Equity (ROE), yaitu mengindikasikan keefektifan manajemen dalam menghasilkan pengembalian dana yang diinvestasikan oleh pemegang saham.

Berdasarkan uraian di atas disusun kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Konseptual

Page 141: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

441

Pengembangan Hipotesis

Hubungan Orientasi Kewirausahaan dan Kinerja Pemasaran

Pengujian empiris yang dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara orientasi wirausaha dan kinerja organisasi telah menggunakan beberapa cara yang berbeda. (Covin & Slevin, 1989) mengatakan bahwa koefisien korelasi antara wirausaha (sebagai pengambilan resiko, inovasi produk, dan sikap proaktif) dan kinerja perusahaan.

Perusahaan dengan orientasi kewirausahaan yang tinggi juga memiliki tingkat kinerja yang lebih tinggi. Penelitian (Rauch et al., 2009) menunjukkan orientasi kewirausahaan memiliki hubungan cukup besar dengan kinerja organisasi. Hubungan positif ini berlaku juga untuk kinerja non-keuangan dan keuangan. Berdasarkan penjelasan di atas maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H1: Semakin tinggi orientasi kewirausahaan maka kinerja pemasaran akan semakin tinggi.

Hubungan Kualitas Strategi dengan Kinerja Pemasaran

Salah satu kunci keberhasilan perusahaan adalah kualitas strategi. Salah satu fokus perhatian pengelolaan sistem adalah pada proses. Pengembangan strategi merupakan proses membuat strategi untuk mencapai keunggulan. Proses yang berkualitas hendaknya menjadi perhatian bersama dalam manajemen. Oleh karena itu, strategi yang dimunculkan melalui sebuah proses yang bermutu akan menghasilkan strategi yang bermutu pula(Ferdinand, 2000). Tindakan startegis efektif dilakukan dalam konteks formulasi dan implementasi strategi yang diintegrasikan dengan cermat akan menghasilkan output strategis yang diinginkan (Hitt et al., 2011).

Resource-Based Theory (Barney, 1991) menyatakan bahwa kinerja organisasi umumnya, dan kinerja pemasaran khususnya, bergantung pada antara lain bagaimana kemampuan perusahaan mengembangkan berbagai company-specific strategic resources. Sumber daya spesifik ini dapat diartikulasikan melalui berbagai atribut strategis seperti tingkat diferensiasi produk yang dihasilkan, keunggulan teknologi yang digunakan, efektivitas instrumen promosi yang dikembangkan, maupun instrumen-instrumen penjualan seperti efektivitas profesional tenaga penjualan. Berdasarkan penjelasan di atas maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H2: Semakin tinggi kualitas strategi maka kinerja pemasaran akan semakin tinggi. Hubungan Orientasi Kewirausahaan dengan Keunggulan Bersaing

Perusahaan yang memiliki orientasi kewirausahaan akan mencapai target pasar dan posisi pasar yang lebih baik dibandingkan para pesaing. (Kumalaningrum, 2012) menyatakan perusahaan selalu mengamati perubahan pasar dan melakukan respon dengan cepat terhadap perubahan tersebut. Keberanian perusahaan mengambil resiko dan kemampuannya untuk proaktif, menjadikan perusahaan mempunyai kemampuan menciptakan produk inovatif mendahului para pesaingnya sehingga memiliki keunggulan bersaing dan akan mampu memuaskan pelanggan serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi para pelanggan. Oleh karena itu hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H3: Semakin tinggi orientasi kewirausahaan maka keunggulan bersaing perusahaan akan

semakin tinggi. Hubungan Kualitas Strategi Dengan Keunggulan Bersaing

Pengembangan strategi perusahaan akan memungkinkan perusahaan mencapai keunggulan kompetitif. Pengelolaan proses perancangan strategi yang bermutu diharapkan

Page 142: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

442

dapat menampilkan sebuah proses yang bermutu pula. Oleh karena itu, strategi yang dimunculkan melalui sebuah proses yang bermutu akan menghasilkan strategi yang bermutu pula(Ferdinand, 2000). Tindakan startegis efektif dilakukan dalam konteks formulasi dan implementasi strategi yang diintegrasikan dengan cermat akan menghasilkan output strategis yang diinginkan (Hitt et al., 2011). Strategi perusahaan selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja pemasaran (seperti volume penjualan dan tingkat pertumbuhan penjualan) yang baik dan juga kinerja keuangan yang baik. Kinerja pemasaran yang baik dinyatakan dalam tiga besaran utama nilai, yaitu nilai penjualan, pertumbuhan penjualan, dan porsi pasar.(Ferdinand, 2000).

(Wahyono, 2002) menjelaskan bahwa pertumbuhan penjualan akan bergantung pada berapa jumlah pelanggan yang telah diketahui tingkat konsumsi rata-ratanya yang bersifat tetap. Nilai penjualan menunjukkan berapa rupiah atau berapa unit produk yang berhasil dijual oleh perusahaan kepada konsumen atau pelanggan. Nilai penjualan yang semakin tinggi mengindikasikan produk yang dijual perusahaan semakin tinggi. Sedangkan porsi pasar menunjukkan seberapa besar kontribusi produk yang ditangani dapat menguasai pasar untuk produk sejenis dibandingkan para competitor. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut H4: Semakin tinggi kualitas strategi maka keunggulan strategi akan semakin tinggi. Hubungan Keunggulan Bersaing Dengan Kinerja Pemasaran

Menurut (Wahyono, 2002), inovasi yang berkelanjutan dalam suatu perusahaan merupakan kebutuhan dasar yang pada gilirannya akan mengarah pada terciptanya keunggulan kompetitif. Secara konvensional, inovasi diartikan sebagai terobosan yang berkaitan dengan produk-produk baru. Inovasi juga mencakup penerapan gagasan atau proses yang baru. Inovasi dipandang sebagai mekanisme perusahaan dalam beradaptasi dengan lingkungannya yang dinamis.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis memaksa perusahaan mampu menciptakan pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasan baru, dan juga menawarkan produk-produk inovatif. Inovasi semakin memiliki arti penting bukan hanya sebagai alat untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, melainkan juga agar dapat memenangkan persaingan. Tidak menawarkan desain yang unik atau salah memperkirakan keinginan dan kebutuhan pelanggan dapat menyebabkan gagalnya inovasi produk.

Inovasi produk diharapkan mampu memberikan nilai tambah dibanding produk sejenis yang berhasil dijual oleh perusahaan. Porsi pasar menunjukkan seberapa besar kontribusi produk yang ditangani dapat menguasai pasar untuk produk sejenis dibandingkan para kompetitor. Kemampuan perusahaan dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya dan modal yang dimilikinya dapat meningkatkan keunggulan bersaing. Perusahaan yang mampu mencipatakan keunggulan bersaing akan memiliki kekuatan untuk bersaing dengan perusahaan lain karena produknya tetap diminati oleh pelanggan. Dengan demikian keunggulan bersaing memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja pemasaran perusahaan yang diperoleh oleh perusahaan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H5: Semakin tinggi keunggulan bersaing maka kinerja pemasaran semakin tinggi

Page 143: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

443

Metode Penelitian

Populasi

Populasi adalah kumpulan individu atau obyek penelitian yang memiliki kualitas serta ciri-ciri yang ditetapkan. Populasi pada penelitian ini adalah UMKM di Kota Medan dengan elemen populasinya yaitu pengelola dan pemilik sekaligus pengelola usaha yang telah beroperasi selama minimal dua tahun. Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang digunakan untuk penelitian. Ukuran sampel yang disarankan (Hair J.F, 1995) yang sesuai untuk alat analisis SEM adalah 100-200 responden, yang bertujuan agar dapat digunakan dalam mengestimasi interpretasi dengan SEM. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 128 responden. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data penelitian, menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data, berisikan pertanyaan yang dikembangkan untuk mengukur variabel-variabel yang menjadi objek penelitian. Untuk mengukur masing-masing variabel yang digunakan adalah skala interval. Skala interval merupakan alat untuk mengukur data yang menghasilkan rentang nilai yang ditentukan dan memiliki makna, yang memungkinkan untuk diuji dengan alat uji statistik parametrik. Teknik yang digunakan dalam menentukan skala penelitian ini agree-disagree scale, yakni dengan mengembangkan pertanyaan yang menghasilkan jawaban setuju – tidak setuju dalam rentang nilai (Ferdinand, 2011). Dalam penelitian ini rentang nilai yang digunakan antara angka 1 sampai angka 7. Angka 1 menunjukkan jawaban sangat tidak setuju dan angka 7 menunjukkan jawaban sangat setuju. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang dipakai untuk menginterpretasikan dan menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Model (SEM) yang dioperasikan melalui program AMOS. Pembahasan

Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup merupakan pengukuran terhadap dimensi yang digunakan dalam penelitian yang perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil uji validitas dan reliabilitas disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

No

Variabel

Corrected

Item Total

Correlation

Cronbach

Alpha Batasan Kesimpulan

1 Orientasi kewirausahaan - 0,806 Diatas 0,6 Reliabel

Menemukan ide baru 0.469 Diatas 0,203 Valid

Menggunakan teknologi baru

0.411 Diatas 0,203 Valid

Berani meluncurkan produk baru

0.275 Diatas 0,203 Valid

Page 144: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

444

Berani memasuki pasar baru 0.398 Diatas 0,203 Valid

Menerapkan strategi baru 0.505 Diatas 0,203 Valid

2 Kualitas strategi - 0,830 Diatas 0,6 Reliabel

Kualitas perencanaan 0.589 Diatas 0,203 Valid

Kualitas proses 0.786 Diatas 0,203 Valid

Kualitas evaluasi 0.584 Diatas 0,203 Valid

3 Kinerja pemasaran 0,816 Diatas 0,6 Reliabel

Pertumbuhan penjualan 0.696 Diatas 0,203 Valid

Perluasan Pasar 0.710 Diatas 0,203 Valid

Pertumbuhan pelanggan baru

0.616 Diatas 0,203 Valid

4 Keunggulan Bersaing - 0,913 Diatas 0,6 Reliabel

Bernilai 0.832 Diatas 0,203 Valid

Susah tergantikan 0.867 Diatas 0,203 Valid

Unik 0.702 Diatas 0,203 Valid

Sulit ditiru 0.767 Diatas 0,203 Valid

(Sumber: data diolah, 2021)

Hasil pengujian validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa instrumen penelitian dapat memenuhi syarat karena sesuai dengan kriteria cronbach alpha 0,6 serta cut-off 1,96 dengan (alfa) α = 0,5.

Hasil Uji Asumsi SEM

Pengujian Asumsi Atas Normalitas Data

Analisis normalitas data mempertimbangkan bahwa model persamaan struktural peka terhadap distribusi data, khususnya penyimpangan normalitas multivariat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap normalitas data. Hasil analisis AMOS terhadap normalitas data dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Assessment of normality (Group number 1)

Variable Min Max skew c.r. kurtosis c.r.

OK1 4.000 9.000 -.077 -.449 -.680 -1.978

OK2 4.000 10.000 .074 .433 -.680 -1.977

OK3 4.000 9.000 .047 .271 -.863 -2.509

OK4 4.000 10.000 .101 .589 -.508 -1.477

OK5 4.000 9.000 -.105 -.611 -.468 -1.360

KS1 4.000 9.000 -.105 -.611 -.468 -1.360

KS2 4.000 9.000 -.033 -.193 -.688 -2.001

KS3 4.000 9.000 .199 1.159 -.531 -1.545

KP1 3.000 9.000 .101 .586 -.433 -1.260

KP2 3.000 10.000 .019 .108 -.110 -.320

KP3 4.000 9.000 .034 .198 -.634 -1.843

KB1 4.000 10.000 -.274 -1.595 -.152 -.441

KB2 4.000 9.000 .031 .181 -.185 -.539

KB3 4.000 9.000 .230 1.339 -.573 -1.667

Page 145: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

445

Variable Min Max skew c.r. kurtosis c.r.

KB4 4.000 9.000 .113 .655 -.678 -1.971

Multivariate 8.413 2.654

(Sumber: data diolah, 2021)

Hasil perhitungan normalitas data seperti pada tabel 2 terlihat hampir semua variabel memiliki nilai kritis dibawah 1,96, terdapat 5 indikator yang memiliki nilai kritis diatas 1,96 tetapi lebih kecil dari 2,58 untuk tingkat kesalahan 10%. Beberapa pakar SEM menyatakan bahwa indeks skewness yang lebih besar dari 3 menunjukkan kemencengan yang ekstrim ((Kline.R.B, 2005), (Hair J.F, 1995), karena itu dapat dikatakan bahwa data berada pada rentang normal.

Evaluasi Multikolinearitas Full Model

Pengamatan terhadap determinan dari matriks kovarian sampel perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat multikolinieritas atau singularitas dalam kombinasi variabel-variabel penelitian. Berdasarkan pendekatan statistik, nilai determinan yang terlalu kecil atau mendekati nol mengindikasikan bahwa penaksiran parameter dari model adalah tidak bagus karena menunjukkan standar error yang besar. Dalam penelitian ini nilai determinan dari matriks kovarian sampel adalah relative kecil yaitu 1,69 diatas nol, maka dapat disimpulkan tidak ada multikoliniaritas maupun singularitas yang berarti pada data.

Pengujian Evaluasi Asumsi SEM Dalam Model Struktural

Gambar 3. Full model revisi (Sumber: Data yang diolah 2021)

Hasil analisis mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa model penelitian ini sesuai dengan data atau fit terhadap data. Indeks statistik chi-square digunakan untuk membandingkan matriks kovarian yang diprediksi dengan matriks kovarian yang diobservasi. Hasil penelitian kelayakan model menunjukkan nilai chi-square relatif kecil (X 2 = 74,477 dengan 71 df). Nilai probabilitas sebesar 0,366 jauh di atas dari 0,05 yang direkomendasikan. Indeks pengujian kelayakan model secara ringkas disajikan pada tabel 3 berikut:

Page 146: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

446

Tabel 3. Indeks Kelayakan Model Structural/Path

Keterangan Chi-square Probabilitas GFI AGFI CFI TLI CMIN/ DF

RMSEA

Cut of Value 412,671 (α=0,05: DF= 0,367)

≥ 0,05 ≥ 0,90 ≥ 0,90 ≥ 0,95 ≥ 0,95 ≤ 2,00 ≤ 0,08

Hasil Analisis 74,477 DF=0,72

0,366 0,950 0,925 0,996 0,995 1,049 0,016

Simpulan Fit Fit Fit Fit Fit Fit Fit Fit

(Sumber : Hasil olah data primer, 2021)

Pengujian Hipotesis

Setelah keseluruhan asumsi dapat dipenuhi, maka dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan berdasarkan nilai critical ratio (CR) dari suatu hubungan kausalitas seperti ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 4. Hasil Penaksiran Parameter Full Model

Estimate S.E. C.R. P Label

KB <--- OK .245 .085 2.896 .004 par_13

KB <--- KS .644 .100 6.439 *** par_14

KP <--- OK .096 .087 2.415 .045 par_11

KP <--- KB .230 .113 2.532 .042 par_12

KP <--- KS .072 .111 3.646 .019 par_16

KB1 <--- KB 1.000

KB2 <--- KB 1.075 .101 10.642 *** par_1

KB3 <--- KB 1.007 .100 10.119 *** par_2

KB4 <--- KB .766 .088 8.659 *** par_3

KP2 <--- KP 1.194 .164 7.288 *** par_4

OK5 <--- OK 1.000

OK4 <--- OK .847 .109 7.731 *** par_5

OK3 <--- OK 1.003 .117 8.610 *** par_6

OK1 <--- OK .907 .114 7.953 *** par_7

KS2 <--- KS 1.222 .136 8.979 *** par_8

KS1 <--- KS 1.085 .129 8.401 *** par_9

KS3 <--- KS 1.000

KP1 <--- KP 1.104 .152 7.258 *** par_10

KP3 <--- KP 1.000

(Sumber: Hasil analisis data, 2021)

Pembahasan

Pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja pemasaran

H1: semakin tinggi orientasi kewirausahaan maka kinerja pemasaran akan semakin tinggi. Parameter estimasi pengujian pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja

pemasaran menunjukkan hasil signifikan dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 2,415 dengan p-value (nilai probabilitas) sebesar 0,045. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi persyaratan

Page 147: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

447

penerimaan hipotesis yaitu nilai CR> 1,96 dan pada tingkat signifikansi 0,05 dan nilai p-

value<0,05, sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis 1. Artinya pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja pemasaran signifikan, dengan standardized estimation 0,096.

Hasil pengujian hipotesis ini mendukung hipotesis yang diajukan sehingga semakin tinggi orientasi kewirausahaan maka akan semakin tinggi kinerja pemasaran. Hasil penelitian ini mengidentifikasikan bahwa orientasi kewirausahaan merupakan kesatuan kemauan perusahaan untuk melakukan inovasi, proaktif terhadap perubahan pasar dan berani mengambil resiko.

Pengaruh kualitas strategi terhadap kinerja pemasaran

H2: Semakin tinggi kualitas strategi maka kinerja pemasaran akan semakin tinggi. Parameter estimasi pengujian pengaruh kualitas strategi terhadap kinerja pemasaran

menunjukkan hasil signifikan dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 3,646 dengan p-value (nilai probabilitas) sebesar 0,019. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi persyaratan penerimaan hipotesis yaitu nilai CR> 1,96 dan pada tingkat signifikansi 0,05 dan nilai p-value<0,05, sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis 2. Artinya pengaruh kualitas strategi terhadap kinerja pemasaran signifikan, dengan standardized estimation 0,072. Hasil uji statistik ini memberikan bukti terhadap hipotesis yang diajukan, sehingga semakin tinggi kualitas strategi maka akan semakin tinggi kinerja pemasaran. Pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap keunggulan bersaing

H3: Semakin tinggi orientasi kewirausahaan maka keunggulan bersaing perusahaan akan semakin tinggi.

Parameter estimasi pengujian menunjukkan hasil signifikan dengan nilai critical ratio

(CR) sebesar 2,896 dengan p-value (nilai probabilitas) sebesar 0,004. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi persyaratan penerimaan hipotesis yaitu nilai CR> 1,96 dan pada tingkat signifikansi 0,05 dan nilai p-value<0,05, sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis 3. Artinya pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap keunggulan bersaing signifikan, dengan standardized estimation 0,245. Hasil pengujian hipotesis ini mendukung hipotesis yang diajukan sehingga semakin tinggi orientasi kewirausahaan maka akan semakin tinggi keunggulan bersaing.

Pengaruh kualitas strategi terhadap keunggulan bersaing

H4: Semakin tinggi kualitas strategi maka keunggulan strategi akan semakin tinggi. Parameter estimasi pengujian pengaruh kualitas strategi terhadap keunggulan bersaing

menunjukkan hasil signifikan dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 6,439 dengan p-value (nilai probabilitas) sebesar ***. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi persyaratan penerimaan hipotesis yaitu nilai CR> 1,96 dan pada tingkat signifikansi 0,05 dan nilai p-value<0,05, bahkan lebih kecil dari 0,01 sehingga hipotesis 4 diterima. Artinya pengaruh kualitas strategi terhadap keunggulan bersaing signifikan, dengan standardized estimation 0,644.

Hasil uji hipotesis ini membuktikan bahwa semakin tinggi kualitas strategi maka akan semakin tinggi keunggulan bersaing. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa kualitas strategi adalah strategi perusahaan yang melibatkan seluruh bagian perusahaan dari bagian perencanaan, implementasi dan evaluasi, dengan strategi yang berkualitas akan meningkatkan daya saing perusahaan pada posisi unggul, artinya kualitas strategi menjadi kunci keberhasilan perusahaan.

Page 148: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

448

Pengaruh keunggulan bersaing terhadap kinerja pemasaran

H5: Semakin tinggi keunggulan bersaing maka kinerja pemasaran semakin tinggi Parameter estimasi pengujian pengaruh keunggulan bersaing terhadap kinerja

pemasaran menunjukkan hasil signifikan dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 2,532 dengan p-value (nilai probabilitas) sebesar 0,042. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi persyaratan penerimaan hipotesis yaitu nilai CR> 1,96 dan pada tingkat signifikansi 0,05 dan nilai p-

value<0,05, sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis 5. Artinya pengaruh keunggulan bersaing terhadap kinerja pemasaran signifikan dengan standardized estimation

0,230

Kesimpulan

Hasil penelitian secara empiris menunjukkan bahwa orientasi kewirausahaan dan kualitas strategi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemasaran. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi tingkat orientasi kewirausahaan dan semakin berkualitas strategi yang dibangun oleh perusahaan, maka semakin meningkat kinerja pemasaran. Kemampuan perusahaan dalam melakukan inovasi baik inovasi proses maupun inovasi produk berdampak terhadap kinerja. Perusahaan juga harus mengembangkan kemampuannya dalam menyusun strategi karena semua output yang dihasilkan bermula dari strategi yang dibangun oleh perusahaan. Strategi yang komprehensif baik secara teoritis maupun empiris dapat mempengaruhi kinerja dan meningkatkan kualitas output. Orientasi kewirausahaan dan kualitas strategi juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keunggulan bersaing. Hal ini menunjukkan bahwa peran keunggulan bersaing yang dimiliki oleh perusahaan sebagai akibat dari kemampuan orientasi kewirausahaan dan semakin baiknya kualitas strategi yang dirancang perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam melakukan orientasi kewirausahaan dan menyusun strategi yang berkualitas berdampak pada kemampuan perusahaan dalam meningkatkan keunggulan bersaing. Secara empiris juga terbukti bahwa keunggulan bersaing berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemasaran. Artinya bahwa semakin tinggi keunggulan bersaing, maka semakin meningkat kinerja pemasaran. Perusahaan yang terus memperhatikan perkembangan kinerjanya dan berusaha untuk meningkatkan kinerjanya tersebut, maka sebenarnya perusahaan sudah memiliki modal yang kuat untuk terus bersaing dengan perusahaan lain.

Daftar Pustaka

Barney, J. (1991). Firm Resources and Sustained Competitive Advantage. Journal of

Management, 17(1). https://doi.org/10.1177/014920639101700108

Covin, J. G., & Slevin, D. P. (1989). Strategic management of small firms in hostile and benign environments. Strategic Management Journal, 10(1). https://doi.org/10.1002/smj.4250100107

Ferdinand, A. (2000). Manajemen Pemasaran: Sebuah Pendekatan Strategik. Universitas Diponegoro.

Ferdinand, A. (2011). Metode Penelitian Manajemen Pedoman Penelitian untuk Penulisan

Skripsi, Tesis, dan Disertasi Ilmu Manajemen (3rd ed.). Universitas Diponegoro.

Hair J.F. (1995). Multivariate Data Analysis with Reading (4th ed.). Prentice Hall.

Hitt, M., Ireland, R., Sirmon, D., & Trahms, C. (2011). Strategic entrepreneurship: Creating value for individuals, organizations, and society. Academy of Management Perspectives, 25(2). https://doi.org/10.5465/AMP.2011.61020802

Page 149: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)

INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia

Volume 04, Nomor 03, Juni 2021

Dita Rimbawati Dewi, Dian Anita Nuswantara

449

Kline.R.B. (2005). Principles and Practice of Structural Equation Modelling: methodology in the social science . In Methodology in the social sciences.

Kumalaningrum, M. P. (2012). LINGKUNGAN BISNIS, ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN, ORIENTASI PASAR, DAN KINERJA USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH. Jurnal Riset Manajemen Dan Bisnis, 7(1). https://doi.org/10.21460/jrmb.2012.71.83

Lee, T. K. dan W. C. (2011). Entrepreuneurial Orientation and Competitive Advantage - The Mediation of Resource Value and Rareness. African Journal of Business Management, 5.

Liao, D., & Sohmen, P. (2001). The Development of Modern Entrepreneurship in China. Spring, 1.

Mardiyono, A., & Sugiyarti, G. (2015). Analisis Kinerja Pemasaran pada Industri Kreatif di Kota Semarang (Studi Empiris Pada Produsen Kaos). Optimalisasi Peran Industri Kreatif

Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Muttaqien, A. (2008). Hubungan Antara Lingkungan Eksternal, Orientasi Strategik Dan

Kinerja Perusahaan (Studi Empiris pada Usaha Manufaktur Menengah –Kecil di Kota

Semarang). UNDIP.

Porter, M. E. (2008). Competitive Advantage (Keunggulan Bersaing). . Karisma Publishing Group.

Rauch, A., Wiklund, J., Lumpkin, G. T., & Frese, M. (2009). Entrepreneurial orientation and business performance: An assessment of past research and suggestions for the future. Entrepreneurship: Theory and Practice, 33(3). https://doi.org/10.1111/j.1540-6520.2009.00308.x

Syafar, A. . (2004). Membangun Daya Saing Daerah melalui Kompetensi Khas (Distinctive

Competence) Berbasis Komoditi Unggulan.

Wahyono. (2002). ORIENTASI PASAR DAN INOVASI : PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA PEMASARAN (Studi Kasus pada Industri Meubel di Kabupaten Jepara). JURNAL SAINS PEMASARAN INDONESIA, 1(1).

Waluyo, M. (2008). Permodelan Variabel Supplier, Manufactur, Distributor dan Customer

Terhadap Kinerja Pemasaran yang Berorientasi Pada Keunggulan Bersaing

Berkelanjutan (Studi Kasus Pada Asosiasi & Pengrajin Sepatu Sandal Wedoro). UPN.

Wardi, Y. (2017). Orientasi Kewirausahaan pada Kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Sumatera Barat: Analisis Peran Moderasi dari Intensitas Persaingan, Turbulensi Pasar dan Teknologi. Jurnal Manajemen Teknologi, 16.

Wiklund, J. (1999). The Sustainability of the Entrepreneurial Orientation--Performance Relationship.(Statistical Data Included). Entrepreneurship: Theory and Practice, 24(1).

Zimmerer, T. W., & Scarborough, N. M. (2008). Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. In Salemba Empat.

Page 150: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)
Page 151: Vol.4 No. 3 I 449 IJuni 2021 I ISSN. 2614-0462 (Online)