wahyu

42
Seekor ular berbahaya daerah pertanian dan hutan, spesies ini memangsa tikus, katak dan vertebrata kecil lainnya. Ini adalah diurnal, dan terutama tanah-penghuni. Sebagian besar pertemuan dengan Rat Snake Indocina terjadi sebagai ular mencoba untuk menyeberang jalan pedesaan. Hal ini dapat diidentifikasi dengan ekor berwarna zaitun gelap dengan sisik bermata, dan cokelat pucat samar banding yang terjadi pada bagian paling tebal dari tubuh (meskipun fitur ini tidak terjadi pada orang dewasa yang matang). Matanya relatif besar. Berkisar spesies dari India, melalui Burma, Thailand dan Indochina, sampai ke Semenanjung Malaysia, Singapura dan pulau-pulau Sunda dari Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali. Figs 1 dan 2: pasangan kawin dari Bandung, Jawa, Indonesia. Foto terima kasih kepada Dave Welch. Gambar 3: Spesimen dari Johor, Semenanjung Malaysia. Keluarga: Colubridae Spesies: Ptyas korros Maksimum Ukuran: 2,6 mete Indonesia sebagai daerah tropis merupakan surga bagi kebanyakan hewan melata terutama ular (ophidia). Indonesia terletak di di 6⁰ Lintang Utara (LU) dan 11⁰ Lintang Selatan (LS) serta di 141⁰ Bujur Barat (BB) dan 95⁰ bujur timur (BT). Di Indonesia terdapat sekitar 17.504 pulau. Kepulauan ini benar-benar

Upload: nisa-ulil-amri

Post on 21-Jan-2016

123 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: wahyu

Seekor ular berbahaya daerah pertanian dan hutan, spesies ini memangsa tikus, katak dan vertebrata

kecil lainnya. Ini adalah diurnal, dan terutama tanah-penghuni. Sebagian besar pertemuan dengan Rat

Snake Indocina terjadi sebagai ular mencoba untuk menyeberang jalan pedesaan.

Hal ini dapat diidentifikasi dengan ekor berwarna zaitun gelap dengan sisik bermata, dan cokelat pucat

samar banding yang terjadi pada bagian paling tebal dari tubuh (meskipun fitur ini tidak terjadi pada

orang dewasa yang matang). Matanya relatif besar.

Berkisar spesies dari India, melalui Burma, Thailand dan Indochina, sampai ke Semenanjung Malaysia,

Singapura dan pulau-pulau Sunda dari Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali.

Figs 1 dan 2: pasangan kawin dari Bandung, Jawa, Indonesia. Foto terima kasih kepada Dave Welch.

Gambar 3: Spesimen dari Johor, Semenanjung Malaysia.

Keluarga: Colubridae

Spesies: Ptyas korros

Maksimum Ukuran: 2,6 mete

Indonesia sebagai daerah tropis merupakan surga bagi kebanyakan  hewan melata

terutama ular (ophidia). Indonesia  terletak di   di 6⁰  Lintang Utara (LU)  dan  11⁰ Lintang

Selatan (LS) serta  di 141⁰ Bujur Barat (BB) dan 95⁰  bujur timur (BT). Di Indonesia terdapat

sekitar  17.504  pulau.  Kepulauan ini benar-benar  merupakan habitat yang sangat cocok

bagi kebanyakan reptil. Letak geografis Indonesia merupakan tempat atau habitat di bumi

ini di mana hewan berdarah dingin khususnya reptil  betah tinggal untuk hidup dan

berkembang biak. Ditambah lagi, di Indonesia  hanya terdapat  2 musim saja, yaitu musim

hujan (September—Februari)  dan musim panas (Maret—Agustus). Di Indonesia terdapat

ular terkecil di dunia (Ramphotyphlops braminus) dan ular terpanjang di dunia

(Broghammerus reticulatus), serta ular berbisa terbesar dan terpanjang di dunia

(Ophiophagus hannah).

Page 2: wahyu

Ular buta brahmini (Ramphotyphlops braminus), merupakan ular terkecil di dunia.

 

 

Ular sanca kembang (Broghammerus reticulatus), merupakan ular terbesar dan terpanjang

di dunia

 

 

Page 3: wahyu

Ular anang atau king kobra (Ophiophagus hannah), merupakan ular berbisa terbesar dan

terpanjang di dunia

 

 

 

Indonesia merupakan habitat yang sangat cocok bagi berjenis-jenis reptil khususnya ular

(Ophidia), berdasarkan buku  Ophidia van Java tulisan Van Hoesel tahun 1959,  di

Indonesia terdapat 400 jenis ular (termasuk juga anak jenisnya). Sudah tentu data ini  agak

ketinggalan tetapi masih cukup  memadai digunakan karena sampai sekarang penelitian

yang akurat danacceptable masih belum memuaskan. Data-data dalam buku itu yang agak 

ketinggalan adalah tentang penetapan nama ilmiah yang valid atau sah. Karena penetapan

ini dibuat berdasarkan konsensus bersama ahli-ahli biologi sedunia berdasarkan data-data

baru yang dapat diterima dan ditetapkanlah nama-nama baru untuk berjenis-jenis ular dan

anak jenisnya menjadi nama baru atau dipindahkan ke dalam marga atau suku baru. Dasar

dari semua itu adalah data penelitian yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

Akibatnya bila dilihat kembali, maka jenis-jenis ular atau nama-nama ilmiahnya serta marga

kemungkinan sudah banyak yang berubah. Perubahan ini sangatlah wajar karena

perkembangan dalam dunia ilmiah yang terus berjalan. Penelitian yang mendalam oleh 

herpetologist atau oleh naturalist  atau oleh ahli-ahli yang tertarik pada bidang ini sangatlah

perlu agar data baru yang lebih akurat dan  acceptable  didapatkan.

Habitat. Secara global ular di Indonesia memiliki habitat (1) di darat (terrestrial), (2) di

pepohonan (arboreal), (3) di air (aquatic), walaupun secara kenyataannya ketika habitat ini

tidak secara absolut ditinggali. Di alam sebenarnya ular laut itu juga naik ke daratan atau

pergi di daerah karang yang agak kering untuk beranak atau beristirahat  dan tidak

selamanya tinggal di dalam air di laut. Batasan lain dapat juga dapat dikatakan

(4) terrestrial aquatic  (di tanah dan juga di air) dan (5) terrestrial nonaquatic (di tanah

Page 4: wahyu

dan jarang masuk ke air). (6) terrestrial arborial, hidup di darat dan terkadang-kadang 

tinggal pula di atas pepohonan.

1. Jenis-jenis ular yang memiliki habitat di darat (terrestrial), umpamanya: ular sendok

(Najasputatrix), ular sapi (Coelognathus radiatus), ular pelangi (Xenopeltis

unicolor), ular bandontan puspa (Daboia russellii) dan lain-lain. Jenis ini umumnya

tinggal di darat.

 

Ular sapi (Coelognathus radiatus) tinggal di darat

 

2) Jenis-jenis ular yang memiliki habitat di pepohonan (arboreal), umpamanya:  ular pucuk

(Ahaetulla prasina), ular telampar angin (Dendrelaphis pictus), ular cincin mas (Boiga

dendrophila) dan ular hijau bakau (Gonyosoma oxycephala).  Jenis-jenis ini umumnya

tinggal di atas dahan pepohonan.

Page 5: wahyu

Ular telampar angin (Dendrelaphis pictus), tinggal di pepohonan

 

 

Ular hijau bakau (Gonyosoma oxycephala), umumnya tinggal di pepohonan

3) Jenis-jenis ular yang memiliki habitat di air (aquatic), umpamanya: ular karung

(Acrochordus javanicus), ular lempe (Laticauda colubrina), ular kadut belang (Homalopsis

buccata), ular kadut pelangi (Enhydris enhydris). Jenis-jenis ini umumnya ditemukan di air

tetapi tidak selamanya berdiam di air.

Ular kadut pelangi (Enhydris enhydris), hidup di air

 

 

4) Jenis-jenis ular yang memiliki habitat terrestrial aquatic, umpamanya: ular macan

(Xenochropis piscator), ular air segitiga merah (Xenochrophis trianguligerus), ular kadut

tembaga (Enhydris plumbea). Jenis-jenis ini tinggal di atas tanah tetapi senang atau

mencari makan di air dengan mencari ikan.

Page 6: wahyu

 

Ular kadut tembaga (Enhydris plumbea), hidup di darat dan turun ke air mencari ikan

 

5) Jenis-jenis ular  yang memiliki habitat terrestrial nonaquatic, umpamanya: ular bandotan

puspa (Daboia russellii), ular buta bramini (Ramphotyphlops braminus), ular picung

(Rhapdophis subminiatus). Jenis-jenis ini umumnya ditemukan di darat dan jarang

ditemukan berada di air.

 

Ular picung (Rhapdophis subminiatus), tinggal di darat dan jarang turun ke air, ular ini

memburu katak di darat

 

 

6) Jenis-jenis ular yang memiliki habitat terrestrial arboreal, umpamanya: ular sanca

(Broghammerus reticulatus), ular ular sanca batu  atau ular sanca manuk (Python molurus),

ular koros (Ptyas korros). Jenis-jenis ini tinggal di tanah tetapi sering pula ditemukan di atas

pepohonan.

Page 7: wahyu

Ular koros (Ptyas korros), mencari makan di tanah dan bertelur di lubang tanah serta

bermalam di atas pepohonan

Pengetahuan tentang habitat ular di Indonesia, sangat berguna untuk mencari dan

menemukan jenis-jenis ular yang akan dipelajari dan diteliti. Habitat merupakan salah satu

kompas untuk  menemukan jenis-jenis ular di alam yang terkadang sangat sulit dan berat  

bagi kebanyakan orang awam.

     Mempelajari ular.  Ular merupakan reptil yang sangat penting fungsinya dalam ekologi

persawahan dan hutan. Dalam ekologi persawahan, ular-ular pemangsa tikus (Ptyas

spp,; Coelognathus sp,;  Gonyosoma sp.; Broghammerus sp.; Python spp.) sangat penting.

Hasil persawahan yang susah payah diusahakan oleh petani dengan biaya yang cukup

tinggi akan mengecewakan hasilnya kalau ternyata penen padinya hanya sedikit bahkan

mungkin menjadi  puso karena terserang hama tikus. Tikus sawah (Rattus diardi, Rattus

argentiventer dan Rattusspp., dan lainnya) sudah menyerang tanaman padi sejak baru

ditaman yang  masih berumur 1 bulan.  Bila, bulir-bulir padi mulai mengisi dan menguning

pun tidak luput dari serangan kawanan tikus-tikus di sawah.

Panen padi rendah. Tikus dapat menjadi populasi yang sangat besar dan berbahaya bila

tidak dikendalikan  pertumbuhan populasinya. Dalam satu bulan seekor  tikus betina dapat

melahirkan 6—12 anak tikus baru yang dalam 2—3  bulan kemudian tikus-tikus muda ini

sudah menjadi tikus dewasa yang siap melahirlan lagi. Sedangkan tikus betina setelah

berumur  2 bulan sudah siap melahirkan lagi. Dan, musim dari tikus sawah yang paling

efektif adalah ular-ular pemakan tikus.  Oleh karena itu, jangan membunuhi ular-ular

pemakan tikus di sawah, kalau perlu dijaga jumlahnya agar memadai untuk menekan

populasi tikus sawah.

Produksi padi yang rendah,  satu hektar sawah  hanya menghasilkan 4—5 ton padi

merupakan faktor yang membuat petani padi menjadi miskin dan susah. Dan salah satu

Page 8: wahyu

faktor yang penyebabkannya adalah rusaknya ekologi persawahan yang disebabkan tidak

ada atau berkurangnya jumlah musuh alami tikus di persawahan, yaitu ular.

Pengobatan modern. Saat ini banyak penelitian yang meneliti obat-obat baru yang didapat

dari bisa ular. Bisa ular berisi banyak senyawa-senyawa organik yang dapat dipisahkan dan

dimanfaatkan sebagai obat.  Bisa selain dimanfaatkan sebagai bahan penghasil serum

antibisa ular, juga merupakan bahan dasar dari obat-obatan di masa depan.  Penelitian

mendalam tentang senyawa-senyawa organik dan asam-asam amino serta enzim-enzim di

dalam bisa ular amat menjanjikan bagi pengobatan di masa depan.

 

     Biologi ular. Sebagai hewan berdarah dingin, ular memiliki suhu tubuh yang sama

dengan suku lingkungannya. Oleh karena itu, ular membutuhkan tempat yang hangat untuk

menjaga agar metabolisme tubuhnya berjalan dengan baik. Ular berdarah dingin karena

darah bersih dan darah kotor masih bercampur dan percampuran ini menyebabkan suhu

tidak dapat dipertahankan stabil. Akibatnya pula, ular membutuhkan zat-zat pembantu

pencernaan makanannya agak lebih cepat hancur. Selain asam lambung yang kuat (HCL)

ular juga memiliki bisa.

Aktifitas ular ada yang keluar mencari makan pada malam hari (nocturnal) dan ada pula

yang keluar siang hari  (diurnal) untuk mencari makanannya. Tidak seperti hewan lain, ular

setelah mendapatkan mangsa yang cukup,  ular akan bersembunyi untuk beberapa lama

agar semua mangsanya tercerna dengan sempurna di dalam perutnya.

     Bisa. bagi ular, bisa tidak lain hanyalah zat pembantu pencernaan bagi ular. Bisa

membunuh dan menguraikan jaringan-jaringan tubuh mangsanya dan pada akhirnya

memudahkan ular  untuk mencernakan mangsanya itu. Bisa diproduksi oleh kelenjar bisa

yang merupakan perkembangan dari kelenjar ludah yang sudah berubah fungsi dan

sekresinya.  Secara sederhana, bisa adalah ludah ular yang telah berubah fungsi; tidak

hanya sebagai cairan pembantu pencernaan tetapi juga untuk membela diri.  Secara umum

bisa digolongkan neurotoksin/nerotoksin (?)  (perusak jaringan syaraf mangsanya) dan

haemotoksin/ hemotioksin (?) (perusak jaringan darah mangsanya). Walaupun detailnya di

dalam bisa itu terdapat juga kadiotoksin, renaltoksin, pulmotoksin  dan toksin-toksin lainnya

yang semuanya berfungsi untuk mencairkan jaringan darah atau jaringan saraf mangsanya.

Karena bisa adalah alat bantu bagi ular untuk memudahkan menangkap dan mencerna

mangsanya.  Bisa disuntikkan dengan bantuan taring bisa (glypha).  Bagi ular tidak berbisa

(aglypha), cairan yang kuat dalam  lambungnya (asam lambung, HCL) membantu

menghancurkan jaringan-jaringan tubuh mangsanya agar mudah diserap oleh usus ular.

Makan bagi ular adalah  memperoleh unsur-unsur hara bagi tubuhnya yang berasal dari

mangsanya.

Page 9: wahyu

Virulensi bisa. Kekuatan bisa setiap  ular berbeda-besa berdasarkan jenisnya, ukurannya

dan waktu bisa itu dikeluarkan. Jenis-jenis ular dari suku Elapidae umumnya memiliki

virulensi bisa yang tinggi 10–50 mg sudah dapat membunuh manusia sedangkan virulensi

bisa dari ular-ular dari suku Viperidae 40–100 mg. Ukuran ular juga amat penting diketahui,

ular berukuran besar pasti memiliki kelenjar bisa (glandula venomous) yang besar dan

banyak isinya. Waktu, sewaktu ular sehabis ular berganti kulit, umumnya memiliki

kandungan bisa yang tinggi virulensinya. Begitu pula ular yang terlah terprovokasi akan

menyiapkan untuk mematuk dengan jumlah bisa yang banyak dibanding dengan  ular 

yang  mematuk cuma karena tidak sengaja atau kaget. Di alam ular bisa mematuk dengan

dosis bisa yang tidak terlalu besar sehingga korban seperti ini tidak mati, hanya mengalami

pembengkakan dan nekrosis setempat.

     Unsur-unsur senyawa organik (enzim) yang terdapat dalam bisa ular adalah: proteinase,

L-asam amino oksidase, hialuronidase, kolinesterse, ribonuklease, fosfolipse A,

fosfomonesterase, dan lain-lain. Enzim-enzim ini membantu menguraikan jaringan

mangsanya agar mudah dicerna.

Kriteria ular berbisa.  Ular berbisa harus memiliki kelenjar bisa dan gigi bisa serta bisanya

bervirulensi tinggi; bisa dapat mematikan mangsanya atau hewan lain yang terkena bisa

bila terpatuk. Sebab ada juga ular yang memiliki kelenjar bisa dan taring bisa tetapi bisanya

tidak cukup kuat untuk membunuh hewan lain atau manusia selain hanya untuk mangsanya

saja. Gigi bisa (glypha), berdasarkan letaknya ada yang di rahang bagian

depan proteroglypha dan ada pula yang letaknya di rahang bagian belakang opisthoglypha.

Tipe gigi berdasarkan saluran keluarnya bisa ada yang bercelah (sutura) dan ada pula yang

berliang (solenos). Ular-ular dari suku Viperidae umumnya  memiliki gigi bisa tipe berliang

(soleno glypha) dan ular-ular dari suku Elapidae umumnya memiliki tipe gigi bisa (sutura

glypha). Penting diketahui, bahwa ular berbisa tidak bisa dicirikan dengan hanya melihat

bentuk kepala yang segi tiga, kulit yang mengkilat, gerakannya yang lambat. Semua itu

tidak benar dan sangat menyesatkan.

    Kulit ular.  merupakan pembungkus tubuh yang memiliki lapisan tanduk yang sewaktu-

waktu dapat mengelupas atau molting untuk memperbaiki kerusakan yang ada atau untuk

bertambah besar atau untuk mempercantik dirinya untuk menarik pasangannya. Pada

beberapa jenis ular, corak kulitnya amat indah dan terkadang kulit ini cukup tebal. Dan bagi

sebagaian yang lain amat tipis. Kulit ular, berguna untuk melindungi tubuhnya  dari

sengatan matahari, duri, dan dari penyakit yang  menular dan dari suhu yang terlalu dingin.

Pada beberapa jenis ular, corak dan warna kulit berbeda bagi individu jantan dan individu

betina. Di alam bahkan terdapat ular yang mengalami kelainan pigmentasi kulit sehingga

menjadi kaliko, leusistik dan  albino.

     Pengindraan. Ular mengindra mangsa atau lingkungannya dengan bantuan ujung

lidahnya yang bercabang. Semua ular memiliki ujung lidah yang bercabang yang

Page 10: wahyu

membantunya memperluar areal pengindraan. Udara atau aroma lingkungan ditangkap

oleh ujung-ujung lidahnya kemudian disentuhkan ke organ Jacobson yang terdapat pada

langit-langit di dalam mulut ular. Setelah di olah oleh otak ular, maka disadarilah tentang

objek yang ada di sekililingnya.

    Perkembang-biakan.  Ular berkembang biak dengan bertelur beranak (ovovivipar) dan

bertelur (ovipar). Setelah 60—80 hari telur-telur ular menetas. Terdapat jenis-jenis  ular

yang membuat sarang dan menjaga telur-telurnya dan ada pula yang mengerami telur-

telurnya. Untuk ular yang bertelur beranak induknya menjaga hanya untuk beberapa saat

anak-anaknya kemudian pergi meninggalkannya. Telur dikeluarkan 6—100. Untuk ular-ular

kecil seperti ular buta telurnya hanya sedikit dan untuk ular-ular berukuran besar seperti

sanca, telur dapat dikelurkan sampai 100 butir. Suhu yang dibutuhkan telur-telur untuk

menetas sekitar 35—37 derajat Celsius.  Sebelum bertelur ular betina akan mengadakan

kopulasi dengan ular jantan. Ular merupakan hewan yang membutuhkan  waktu cukup

lama dalam melakukan penetrasi hemipenis ke tubuh betinanya. Secara garis besar ada

ular uang bertelur (oviparous) dan ada pula jenis-jenis ular yang bertelur beranak

(Ovoviviparous). Umumnya jenis-jenis  ular laut bertelur beranak.

   Penyakit. Ular kerap kali juga terserang penyakit seperti terinfeksi cacing, infeksi jamur

dimulut atau terinfeksi caplak di kulitnya. Infeksi pada mulut ular menyebabkan ular enggan

makan dan setelah beberapa lama akan mati. Obat-obatan antiinfeksi dapat mengobati

penyakit-penyakit ular. Caplak juga dapat menyebabkan ular gelisah dan menjadi kurus.

Penamaan ilmiah. Semua penamaan ilmiah ular memiliki arti mulai dari nama suku,

marga, jenis dan epitetnya. Kaidah bahasa Latin tetap dipakai dalam penamaan jenis-jenis

ular di seluruh dunia. Author nama ilmiahnya memberikan nama jenis dengan arti dan

maksud tertentu. Epitet diambil dari bahasa Latin atau dari bahasa Yunani atau dari bahasa

daerah lain yang telahdilatinkan.

Klasifikasi pemanaan jenis yang umum digunakan adalah

 

Kerajaan Animalia (kerajaan hewan)

Filum Chordata (memiliki tulang belakang)

Filum Chordata (memiliki tulang belakang)

Subfilum Vertebrata (bertulang belakang)

Kelas Retilia (hewan merayap)

Bangsa Squamata (bersisik)

Anak bangsaSerpentes (Ophidia) = (ular)

Suku Elapidae (ular elapid)

Marga Naja (ular sendok)

Jenis ular sendok (Naja sputatrix BOIE, 1827)

Page 11: wahyu

Ular sendok peludah,  dari epitet Latin: sputare artinya peludah, penyembur.

 

Penulisan nama ilmiah lengkap dari  ular sendok (Naja sputatrix  BOIE, 1827). F. BOIE 

adalahauthor (Inggris:  author species) jenis yang pertama kali memaparkan atau

mempertelakan jenis ular ini kepada dunia lewat bulletin ilmiah atau majalah ilmiah (seperti

Treubia dll.)  atau orang yang paling tepat memberikan laporan ilmiah tentang ular ini.  Dan

melalui, konsensus ahli-ahli biologi sedunia (dalam symposium atau rapat ilmiah tingkat

dunia lainnya), berdasarkan rincian laporan ilmiahnya itu, maka F. BOIE ditetapkan sebagai

author nama jenis untuk ular ini.

Ular sendok (Naja sputatrix   BOIE, 1827)

 

 

 

Suku-suku ular dengan jenis-jenisnya.

Di Indonesia terdapat 10 suku ular yang meliputi seluruh jenis ular (400 jenis dan anak

jenisnya)  yang terdapat di Indonesia. Suku-suku ular di Indonesia adalah:

1)      Suku Cylindrophiidae  (suku ular pipa, pipe snakes family);

2)     Suku Anomochilidae (suku ular pipa cebol, dwarf pipe snakes family);

3)      Suku Xenopeltidae (suku ular pelangi, earth snakes family);

4)      Suku Typhlophidae (suku ular buta, blind snakes family);

Page 12: wahyu

5)      Suku Boidae (suku ular sanca, python and boas family);

6)      Suku Colubridae (suku ular sapi, colubrid snakes family);

7)      Suku Acrochordidae (suku ular karung, wart snakes family);

8)      Suku Elapidae (suku ular sendok, elapid snakes family);

9)      Suku Viperidae (suku ular bandotan puspa, viper snakes family);

10)      Suku Hydrophiidae (suku ular lempe, sea snakes family).

 

Detail rincian suku-suku ular di Indonesia adalah sebagai berikut:

 

1)      Suku Cylindrophiidae  (suku ular pipa, pipe snakes family). Suku ular ini terdiri atas

2 marga, yaitu: a) Cylindrophis dan b) Anomochilus. Suku ular pipa ini memiliki 10 jenis

ular. Disebut ular pipa karena tubuhnya berbentuk membulat mirip pipa dan berkembang

biak dengan bertelur beranak (ovoviviparous). Jenis ular dari suku ini yang paling terkenal

adalah ular kepala dua (Cylindrophis rufus).

 

Ular kepala dua (Cylindrophis rufus). Jenis ini berukuran hanya sekitar 50—70cm.

Habitatnya di rawa, kolam, sungai dan danau. Ular  ini tubuhnya berwarna hitam-keunguan

atau kehitaman dengan coreng-coreng merah. Bagian perut berwarna putih dan hitam

berselingan. Pada kepala dan ekor terdapat warna merah. Bila ular ini berjalan, ekornya

mengungkit ke atas seolah-olah kepada. Orang awam menamakannya ular kepada dua

karena tingkah lakunya itu. Ular ini makan lindung dan ikan kecil. Ular ini tidak berbisa.

 

 

Page 13: wahyu

Ular kepala dua (Cylindrophis rufus), jika diganggu, ekornya diangkat seolah-olah kepala

 

2) Suku Anomochilidae (suku ular pipa cebol, dwarf pipe snakes family). Suku ini hanya

memiliki 3 jenis ular yang terdapat di Sumatra, Kalimantan dan Malaysia. Ketiga jenisnya ini

adalah: a)Anomochilus leonardi, b) Anomochilus weberi, c) Anomochilus monticola. Jenis-

jenisnya tinggal di lubang-lubang tanah atau di celah-celah bebatuan atau selasah

tumbuhan  yang tebal di daerah yang dekat dengan perairan.

 

3)      Suku Xenopeltidae (suku ular pelangi, earth snakes family). Suku ular ini di

Indonesia hanya diwakili oleh satu jenis ular, yaitu ular pelangi (Xenopeltis unicolor). Tubuh

ular ini  berwarna kehitaman dan bersinar atau mengeluarkan warna mengkilat mirip

pelangi. Ukuran tubuhnya hanya sekitar 70—100 cm. Jenis ini makan katak, kadal, tikus,

dan ular-ular kecil jenis lainnya. Ular pelangi tidak berbisa.

 

Ular pelangi (Xenopeltis unicolor), memiliki sisik yang mengeluarkan kilau seperti warna

pelangi

Page 14: wahyu

 

 

Ular pelangi (Xenopeltis unicolor), ular tidak berbisa yang jarang menggigit

 

 

 

4)      Suku Typhlophidae (suku ular buta, blind snakes family). Suku ular ini terdiri atas 3

marga yang meliputi 166 jenis ular. Di Indonesia hanya terdapat dua marga saja, yaitu:

a) Typhlops dan b) Ramphotyphlops. Dari kedua marga ini hanya terdapat sekitar 34 jenis.

Jenis ular dari suku ini yang sering ditemukan adalah ular buta brahmini (Ramphotyphlops

braminus). Ular-ular kecil ini berkembang-biak dengan bertelur dan hidup dari makan telur

dan larva semut dan rayap.

Ular buta brahmini berukuran pendek dan kecil, panjang sekitar 8—15 cm dengan diameter

tubuh hanya sekitar 0,3—0,5 cm. Warna tubuhnya hitam, hitam agak cokelat atau keabu-

abuan. Kepala dan ekor hampir mirip. Bagian ekor berbeda dengan bentuk agak lancip.

Jenis ini makan telur semut atau telur rayap. Ular terkecil di dunia ini berkembang biak

dengan bertelur.

 

 

Page 15: wahyu

Ular buta brahmini (Ramphotyphlops braminus), merupakan ular terkecil di dunia

 

 

 

5)      Suku Boidae (suku ular sanca, python and boas family). Suku ular ini terdiri atas 20

marga sedangkan di Indonesia hanya terdapat 7 marga saja. Marga-marga yang terdapat di

Indonesia adalah: a) Broghammerus, b) Python, c) Bothrochilus, d) Morelia, e) Candoia =

Enygrus, f)Chondropython, g) Liasis. Dari keenam marga ini terdapat sekitar 20 jenis ular

dari suku ini. Suku ini juga merupakan suku yang memiliki banyak jenis-jenis ular yang

dimanfaatkan sebagai hewan timangan (pet).

Suku ini memiliki jenis ular yang merupakan ular terpanjang dan terbesar di dunia, yaitu

jenis ular sanca kembang (Broghammerus reticulatus). Jenis ular sanca kembang dapat

mencapai panjang 11 meter (catatan ilmiah) dengan berar mencapai 100 kg lebih. Ular ini

makan tikus, katak, kadal, burung dan mamalia kecil lainnya. Jenis yang telah besar dapat

memangsa anak kijang, anak babi, anjing  serta hewan mamalia lainnya di hutan-hutan.

Ular sanca kembang membunuh mangsanya dengan membelit. Mangsanya mati tercekik

karena tidak dapat bernapas. Ular sanca tinggal di lubang-lubang tanah di tepian kali, di

gua,  dan di pepohonan atau di lubang dalam gorong-gorong kalau di daerah perkotaan.

Ular ini juga pandai berenang dan menyelam dalam air. Jenis ular ini berkembang biak

dengan bertelur.  Selain ular sanca kembang,  terdapat juga jenis ular sanca pohon yang

amat cantik dan indah, yaitu ular sanca hijau (Morelia viridis).

Page 16: wahyu

Ular sanca kembang (Broghammerus reticulatus), membunuh mangsanya dengan

membelit

 

 

 

Ular sanca hijau (Morelia viridis), memiliki warna kulit yang cantik dan umum diperlihara

sebagai hewan timangan (pet)

 

Page 17: wahyu

 

 

6)      Suku Colubridae (suku ular sapi, colubrid snakes family). Suku ular tikus, suku ini

memiliki marga dan jenis paling banyak di dunia. Di dunia terdapat 1500 jenis ular yang

termasuk dalam suku ini yang terkelompok dalam 100 marga. Sedangkan di Indonesia

terdapat 240 jenis ular dari suku ini yang termasuk dalam 41 marga. Jenis ular dari suku ini

yang amat terkenal adalah ular sapi (Coelognathus radiatus). Disebut ular sapi

kemungkinan warna tubuhnya cokelat mirip warna sapi. Jenis ular ini merupakan pemangsa

tikus yang paling hebat. Tikus diburu ke sarangnya  dan seluruh tikus yang  berada di

dalam sarang  ditelannya. Ular sapi berukuran sampai 2 meter. Bila ular ini marah, maka

akan melengkungkan bagian lehernya berbentuk huruf S dan membuka mulutnya. Warna

hitam dan putih bercorak kuning terlihat jelas, apabila ular ini marah. Ular sapi makan tikus,

katak, kadal dan mencit, dan burung serta berkembang biak dengan bertelur. Ular-ular  dari

suku ini   umumnya tidak berbisa, sebagian hanya  berbisa lemah dan hanya terdapat satu

ekor yang berbahaya  bagi orang yang bergolongan darah O, yaitu ular picung (Rhabdophis

subminiatus).

 

Ular sapi (Coelognathus radiatus), merupakan ular pemangsa tikus yang sangat baik

 

 

Page 18: wahyu

Ular picung (Rhabdophis subminiatus), bisanya berbahaya bagi orang yang bergolongan

darah O

7)      Suku Acrochordidae (suku ular karung, wart snakes family). Suku ini hanya memiliki

2 marga, yaitu: a) Acrochordus dan b) Chersydrus yang meliputi 3 jenis ular saja.  Kedua

marga ini terdapat di Indonesia. Ular dari suku ini merupakan ular yang umumnya

ditemukan di air atau di sekitar tambak-tambak ikan dan di daerah hutan-hutan bakau.

Jenis yang umum ditemui adalah ular karung (Acrochordus javanicus). Ular karung memiliki

kulit yang kasar karena memiliki bintil-bintil pada permukaan kulitnya. Ukuran ular yang

besar dapat mencapai 2 meter. Jenis ini makan ikan dan katak. Bagi petambak ikan, ular

karung merupakan ham perikanan. Jenis-jenis ular dari suku ini bertelur beranak

(ovovivipar). Jenis ular dari suku ini tidak berbisa.

 

Ular karung (Acrochordus javanicus), hidup di daerah pesisir dan daerah bakau

8)      Suku Elapidae (suku ular sendok, elapid snakes family). Suku ini merupakan suku

ular berbisa. Semua anggota jenisnya memiliki bisa yang berbahaya bagi manusia.

Page 19: wahyu

Bisanya  tergolong  racun syaraf (neurotoksin).  Di dunia terdapat 200 jenis ular yang

termasuk dalam suku dan  tergolong dalam  38 marga. Di Indonesia terdapat 50 jenis ular

dari suku ini yang termasuk dalam 15 marga. Jenis ular yang paling terkenal dari suku ini

adalah ular anang atau ular lanang  (Ophiophagus hannah) dan ada pula  yang

menyebutnya  king kobra. Ular anang merupakan ular terbesar dan terpanjang dari

kelompok ular berbisa. Bisanya berwarna kuning dan berbahaya untuk manusia dan

hewan. Ular anang dapat mencapai ukuran panjang sampai 6 meter dengan berat

mencapai 10 kg. Jenis ini bentuknya mirip dengan ular sendok tetapi berukuran lebih besar.

Ular anang bila marah kerapkali membuka mulutnya. Ular ini  memangsa  ular-ular jenis lain

dan berkembang biak dengan bertelur.

Ular anang atau king kobra (Ophiophagus hannah), ular berbisa terbesar dan terpanjang di

dunia

 

 

 

9)      Suku Viperidae (suku ular bandotan puspa, viper snakes family). Di dunia terdapat

sekitar 40  jenis ular viper yang termasuk dalam 10 marga. Semua jenis ular dari suku ini

berbisa. Sedangkan di Indonesia terdapat 15 jenis ular viper yang termasuk dalam 7 marga.

Jenis yang umum dijumpai dari ular dalam suku ini adalah ular tanah (Calloselasma

rhodostoma). Jenis ular ini berukuran 60 cm—1 meter. Warna dasar tubuhnya adalah

cokelat dengan coreng atau batik cokelat tua atau cokelat muda. Ular tanah memangsa

tikus, mencit, katak dan kadal. Ular tanah berkembang biak dengan bertelur. Ular berbisa

ini sangat berbahaya bagi manusia dan hewan. Bisanya termasuk golongan racun darah

Page 20: wahyu

(haemotoksin). Jenis ular viper lainnya adalah ular cinta mani (Tropidolaemus wagleri) yang

senang tinggal di pepohonan.

Ular tanah (Calloselasma rhodostoma), ular berbisa dengan sifat galak dan sukar menjadi

jinak

 

 

Ular cinta mani (Tropidolaemus wagleri), senang tinggal di pepohonan

 

 

 

10)      Suku Hydrophiidae  (suku ular lempe, sea snakes family). Suku ini merupakan

suku ular yang jenis-jenisnya merupakan ular laut. Semua jenis ular dari suku ini bebisa

Page 21: wahyu

kuat dan berbahaya bagi manusia. Di dunia terdapat 53 jenis ular laut. Sedangkan di

seluruh perairan di Indonesia teradapat 32 jenis ular laut. Satu jenis yang sangat umum

ditemui oleh masyarakat adalah ular lempe (Laticauda colubrina). Ular ini berukuran sampai

1 meter tetapi umumnya ditemui lebih pendek dari itu 60—80 cm. Ular ini bertingkah lalu

jinak tetapi tetap berbahaya karena memiliki bisa yang mematikan. Para nelayan sering

menemukan ular ini tersangkut dalam  jala ikan  atau sering menemukannya bersarang di

antara celah-celah bebatuan karang di daerah pantai. Warna tubuhnya putih dan hitam

iaadengan bentuk tubuh silindris dan  ujung ekornya melebar membentuk seperti dayung.

Semua jenis ular laut memiliki bentuk ekor seperti ini.

Indonesia merupakan surga bagi reptil khususnya ular. Kekayaan ini seharusnya dijaga dan

dilestarikan. Fungsi ular sebagai penyeimbang ekologi persawahan harus tetap

diperhatikan. Pemanfaatan tetap harus memperhatikan keseimbangan alam  kalau tidak

masyarakat Indonesia sendiri yang akan mengalami kerugiannya  di kemudian hari. Di alam

Indonesia terdapat jenis-jenis ular yang mengalami kelainan pigmen tubuh menjadi kaliko

(calico), leusistik (leucistic)  atau albino. Bagi pecinta dan penangkar ular sebaiknya ular-

ular seperti ini dibudidayakan dan jangan dikeluarkan ke luar Indonesia sebelum

ditangkarkan di dalam negeri. Karena ular-ular seperti ini merupakan kekayaan alam yang

amat berharga. Silakan ditangkarkan dahulu, kemudian   F3 dan F4 dan seterusnya boleh

dijual.  Sanggar Natural, Budi Suhono.

Note: Mohon dikoreksi untuk perbaikan naskah, terima kasih.

Sumber:

Suhono, Budi. Mengenal ular di Indonesia. Jakarta: Sanggar Natural.

Suhono, Budi. Ular berbisa di Indonesia. Jakarta: Sanggar natural.

Poster ular berbisa di Indonesia, Sanggar Natural, 2013.

Poster ular berbisa lemah di Indonesia, Sanggar Natural, 2013.

Poster ular tidak berbisa di Indonesia (1), Sanggar Natural, 2013.

Poster ular tidak berbisa di Indonesia (2), Sanggar Natural, 2013.

Poster berbingkai dapat dipesan lewat budipedia.com

Daftar Pustaka

Bellaris dan Carrington, 1966, The World of Reptiles, London: Chatto and Windus Ltd.

Berhard, Sidney, 1968, The Structure and Function of Enzymes, New York: Benjamin Co.

Bucherl, W dan Buckley, Eleanor E. 1968. Venomous Animals and Their Venoms, New

York: Academic Press, vol. 1.

—  1968, Venomous Animals and Their Venoms, New York: Academic Press, vol. II/III.

Page 22: wahyu

Brongerma, L.D., 1958, Note on Vipera Russellii (Shaw), Laiden: Zoologische Mededeling,

deel 36, No. 4.

De Haas, C.P.J., 1950, Checklist of the Snakes of Indo-Australia Archipelago, Bogor:

Archipel Drukkerij, dari Treubia, vol.3, No. 3, p. 511-625.

Fowler, Murray E., 1979, Restrain and Handeling of Wild and Domestic Animals, Iowa State

University Press.

Lim Leong Keng, Francis, 1991,  Tales and Scales, Singapure: Graham Bush Pte Ltd.

Goin and Goin, 1970, Introduction to Herpetology, San Fransisco: W.H. Freemen and

Company.

Gow, Graem F., 1982, Australia Dangerous Snake, Australia: Angus & Robertson

Publisher.

Heyne, K, 1978, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Kawamura, Chinzei dan Sawai, 1975, Snakebites in Indonesia dari The Snake, vol. 7, p. 73-

78.

Kopstein, F., 1932, Bungarus javanicus, eine neue Giftschlange von Java (Herpetologische

Notizen), Treubia, vol. 14, p. 73-77.

Laporan, 1981, dari International Seminar on Epidemiology and Medical Treatment of

Snake-bites, dalam The Snake, vol. 13, p. 63-67.

Lim Bo Liat, 1981, Ular-Ular Berbisa di Semenanjung Malaysia, Kuala Lumpur: Art Printing

Works.

Neuhaus, H., 1935, Vipera russellii limitis (Merten) dalam Treubia, vol. 15.

Phelps, Tony 1981, Poisonous Snake, London: Blandfort Press Ltd.

Rogercaras, 1974, Venomous Animals of the World, USA: Prentice – Hall International Inc.

Shine, Richard, 1991, Australian Snakes a Natural history, Sydney, Australia: Reed Books

Pty Ltd.

Storer dan Usinger, 1981, Elements of Zoology, New York: Mc-Graw-hill Book Company,

Inc.

Suhono, Budhy, 1984, Mengenal Ular Berbisa, Jakarta: Berita Buana, 20 Agustus.

— 1985, Menenggang Ular Berbisa, Jakarta: Majalah Zaman No. 19/VI/2 February.

— 1985, Mengidentifikasi Ular Berbisa, Jakarta: Berita Buana, 13 Juni.

— 1985,  Memberantas Hama Tikus secara Kontrol Biologi, Jakarta: Berita Buana, 6

September.

— 1986, Ular Tanpa Bisa Tidak Berarti Apa-Apa, Jakarta: Majalah Warnasari, No. 84/ VII.

— 1986, Ularmu, Bung, Jakarta: Majalah Aku Tahu No. 36/III Februari.

Storr dan L.A. Smith, serta R.E. Johnstone, G.M., 1986, Snakes Of Western Australia,

Perth, Australia: The Western Australian Museum.

Supriatna, Jatna, 1981, Ular Berbisa Indonesia, Jakarta: Bhatara Karya Aksara.

Tweedie, M.W. F., 1954, The Snakes of Malaya, Singapore: Government Printing.

Page 23: wahyu

Van Hoesel, J. K. P., 1959, Ophidia Javanica, Bogor: Percetakan Archipel.

Wall, Capt. F. I. M. S., 1902, Aids to the Differentiation of Snake, Bombay: Journal Bombay

Natural History Society, vol. 14, p. 337.

Wolf dan Eberhard Engelmann, 1981, Snake, Biolog, Behavior and Relationship to Man,

Fritz: Jurgen Obst.

Young, Genevieve G., 1961, Wilton’s Microbiology, New York: Mc-

ANALISIS ISI PERUT DAN UKURAN TUBUH ULAR JALI (Ptyas mucosus): Zoo Indonesia

15(2):121 - 127

121

ANALISIS ISI PERUT DAN UKURAN TUBUH ULAR JALI

(Ptyas mucosus)

Irvan Sidik

Museum Zoologicum Bogoriense

Puslit Biologi – LIPI Cibinong

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sidik, I. 2006. Analisis isi perut dan ukuran tubuh ular Jali (Ptyas mucosus). Zoo Indonesia. Vol. 15 (2):

121-127. Peralihan dari musim kemarau ke musim hujan merupakan saat kebiasaan mencari makan bagi

ular Jali (Ptyas mucosus) menjadi lebih aktif. Ladang, kebun dan persawahan yang masih terbentang luas

di propinsi Jawa Tengah dan Timur adalah daerah yang telah umum diketahui penduduk sebagai tempat

hidup ular tersebut. Dalam survai singkat ini dilakukan analisa isi perut dari 90 individu ular yang

dimodifikasi dari teknik Flushing Water. Empat komposit utama yang terdapat dalam isi perut ular Jali

teridentifikasi berasal dari kandungan pati (14,7%), selulosa (30,85%), lignin (12,43%) dan serangga

(12,76%), selain itu ada kandungan lain yang tak teridentifikasi sebanyak (29,26%). Data ekologi

mengenai habitat ular Jali yang ditangkap dipergunakan sebagai data perbandingan terhadap

pendugaan ekstrapolasi daerah jelajahnya. Umumnya ular Jali mendapatkan sumber makanannya

berasal dari daerah pertanian. Hal ini diketahui dari campuran unsur serabut tumbuhan dalam komposit

hewan yang tercerna. Ada kemungkinan bahwa jenis Amfibia memegang peranan penting sebagai

makanan yang berkaitan erat dengan relung ekologinya.Kata kunci : ular jali, Ptyas mucosus, makanan,

amfibia.ABSTRACT

Page 24: wahyu

Sidik, I. 2006. Stomach contents and body size in common rat snake (Ptyas mucosus). Zoo Indonesia. Vol.

15 (2): 121-127. Climatic changed from drought (dry) to rainy (wet) season is represent the active habit

for foraging food of common rat snake (Ptyas mucosus). Farm, garden and rice fields which still

widespread in central and east Java provinces area have common known by resident as living place of

this snake. This study was to examine the stomach contents of live common rat snakes using dissecting

and flushing stomach contents that were modified. Liquid component such as juicy composite was

identified from stomach contained carbohydrate (14.7%), cellulose (30.85%), and lignine (12.43%).

Whereas solid materials consist of insect (12.76%), partly body of toads, frogs and skinks, and mammals

fur. Unidentified materials (29.26%) composed of very small particles, most probably grains and plant

seeds. Ecology data concerning habitat availability of common rat snake was used as comparison data to

extrapolate of foraging area. Generally, common rat snake get its food source from agriculture area. This

matterial was known from mixture of element of plant fiber in composite of digestible animal. There

wass possibility that amphibian as a important interconnected food with their ecology.

Keywords: common rat snake, Ptyas mucosus, feed, amphibia.ANALISIS ISI PERUT DAN UKURAN TUBUH

ULAR JALI (Ptyas mucosus): Zoo Indonesia

15(2):121 - 127

122

PENDAHULUAN

Ular jali, Ptyas mucosus (Linn 1758), adalah jenis ular yang mempunyai kebiasaan tinggal dalam liang-

liang tanah di sekitar lokasi pertanian dan belukar di perbukitan hingga mencapai ketinggian 800 m dpl.

Ular ini juga diketahui erat berhubungan dengan daerah perairan yang debit airnya berlimpah, seperti

saluran irigasi. Apabila ular Jali ditemukan di dataran rendah yang berparit, berarti ular tersebut sedang

atau akan melakukan aktifitas mencari mangsa. Ular ini tidak jarang juga terlihat di permukiman

penduduk, seperti pekarangan atau kebun. Penyebaran jenis ular ini di Indonesia meliputi wilayah Jawa

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Sumatera dan P. Bangka. Sedangkan di luar negeri tersebar

mulai dari Iran, Afghanistan, Turkemenistan, Pakistan, India, Nepal, Bangladesh, Srilanka, Myanmar,

China, Taiwan, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand hingga Malaysia (Rooij 1915; Smith 1935). Dalam

bahasa daerah, ular ini dikenal sebagai Ulo Priting, sedangkan dalam bahasa asing disebut Common Rat

Snake (UNEP-WCMC 2001).Perilaku ular jali sangat aktif baik di siang maupun malam hari. Makanan

utamanya adalah tikus, akan tetapi bisa memangsa pula kodok, katak, kadal, bahkan jenis ular tertentu

yang tidak berbisa serta lebih kecil ukurannya. Telur yang dikeluarkan sebanyak 8-12 butir dan biasa

Page 25: wahyu

diletakkkan di bawah dedaunan yang telah gugur di sekitar rimbunan semak belukar. Diamater telur

antara 25 x 45 mm. Ular betina akan menjaga telurtelurnya selama proses pengeraman

yang memakan waktu sekitar 1-3 bulan (Keng & Tat-Mong 1989).Suatu hasil analisis isi perut dapat

memberikan banyak sumbangan informasi dari mulai jenis pakan yang paling disukai, hingga pada

strategi pengelolaan kawasan untuk tujuan konservasi in-situ maupun ex-situ (Bangsal & Keith, 1962).

Secara teoritis apabila makanan yang tersedia di alam kurang dan tidak sebanding dengan

kebutuhannya maka terdapat naluri kecenderungan untuk lebih selektif dalam mencari makanan

(Johnson 1980). Hingga saat ini, studi mengenai kebiasaan makan melalui analisis isi perut pada

kelompok herpet lebih banyak terfokus pada kelompok Kura-kura (Fields et al.2003). Sedangkan ular jali

di Indonesia termasuk salah satu jenis ular yang banyak diburu untuk tujuan ekspor, sehingga

pemahaman mendalam mengenai sifat jenis makanannya merupakan salah satua aspek yang cukup

penting dalam rangka penetapan strategi konservasinya.Pendekatan analisis isi perut diteliti untuk dapat

menerangkan kebiasaan makan dalam siklus ekologi terhadap populasi ular Jali. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui sifat pencarian makanan ular jali yang ada disekitar kawasan persawahan.

MATERI & METODE

Penelitian dilakukan dengan cara mengunjungi para pengumpul ular Jali yang berada di beberapa

kabupaten di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah, di bulan Maret 2005 (Tabel 1). Sampel diambil

secara acak, dengan jumlah total 45 jantan dewasa dan 45 ekor betina dewasa. Perkiraan dewasa

dicirikan dengan ukuran badan yang besar dan panjang, dan kondisi ular diusahakan yang baru

tertangkap tidak lebih dari lima hari guna dapat mengevaluasi isi perutnya secara maksimal.ANALISIS ISI

PERUT DAN UKURAN TUBUH ULAR JALI (Ptyas mucosus): Zoo Indonesia 15(2):121 - 127

Pada setiap ular yang terpilih,

sebelum dilakukan pembedahan isi

perut, terlebih dahulu dilakukan

pengukuran morfologi badan yang

mencakup lebar kepala (Width HeadWH), panjang jarak moncong sampai

anus (Snout Vent Length-SVL),

panjang jarak antara anus sampai

ujung ekor (Tail Length-TL), berat

badan per individu (Weight-W) dan

jenis kelamin menurut Feriche et al.

(1993).

Page 26: wahyu

Setelah pengukuran morfologi

diselesaikan, dilakukan koleksi isi

perut dengan metode Flushing Water

(Field et al. 2000). Bagian kepala

dipotong dengan pisau kemudian kulit

dikelupas dari arah kepala menuju

kloaka atau ekor, hingga saling

terpisah. Kemudian isi perut

dikeluarkan semuanya dari bagian

lambung dan usus, dicuci bersih

dengan air destilasi dan dimasukkan

ke dalam tabung yang terisi 10%

larutan Formalin. Selain itu air destilasi

disemprotkan ke dalam lambung dan

saluran usus menggunakan pipa kecil

dengan maksud untuk mengeluarkan

isi usus. Kandungan yang terdapat di

dalamnya kemudian ditampung dalam

erlenmeyer yang telah berisi alkohol

70%.

Di laboratorium kandungan partikkelpartikel tersebut disaring dengan

kertas saring, dibilas dan akhirnya

ditampung dalam cawan petri yang

telah berisi air destilasi. Partikel yang

terapung kemudian dipisahkan dari

yang mengendap dan tidak. Bagian

yang mengapung adalah bahan yang

berasal dari anggota tubuh hewan

(serangga), dapat berupa potonganpotongan antena, kepala, sayap, kaki

bahkan adapula rambut hewan

mamalia kecil (tikus). Sedangkan

bagian yang tenggelam biasanya

Page 27: wahyu

terdiri dari partikel yang kasar dari

hewan yang ukurannya lebih besar.

Masing-masing partikel yang diketahui

identitasnya dipisahkan dan diukur

volumenya dengan menggunakan

gelas ukur. Sedangkan bagian lainnya

yang berukuran halus dan belum

diketahui identitasnya dibagi menjadi

empat bagian yaitu: satu bagian

merupakan kontrol dan tiga bagian

lainnya sebagai sampel yang akan

dianalisis. Dari setiap tiga bagian

tersebut dibagi lagi menjadi tiga

bagian sehingga terdapat sembilan

bagian yang masing-masing

bagiannya diperiksa dengan

menggunakan larutan Floroglucin,

Iodium dan Schultz.

Periksaan dari setiap bagian yang

menggunakan tiga macam larutan ANALISIS ISI PERUT DAN UKURAN TUBUH ULAR JALI (Ptyas mucosus):

Zoo Indonesia

15(2):121 - 127

124

tersebut di atas memberikan fungsi

yang berbeda-beda. Larutan

Floroglucin untuk menentukan

indikator senyawa lignin, larutan

iodium untuk mengetahui indikator

kandungan pati (amilum) dan larutan

Schultz untuk mengidetifikasi partikel

yang mengandung selulosa. Dalam

pengujian larutan-larutan tersebut

Page 28: wahyu

terhadap partikel kandungan isi perut

yang tidak teridentifikasi, dicatat

perubahan warna yang ditimbulkan.

Bahan kandungan yang mengandung

lignin akan berwarna kemerahmerahan atau merah muda bila

ditetesi dengan cairan floroglucin.

Bahan yang mengandung pati

warnanya berubah menjadi biru

kehitam-hitaman jika ditetesi cairan

iodium. Sedangkan pengujian untuk

mengidentifikasi selulosa, bahan

dipanaskan di dalam larutan Schultz

sampai mendidih, kemudian

ditambahkan gliserin dan air destilasi.

Setelah itu, disaring dengan

menggunakan kertas saring. Reaksi

yang terjadi adalah semua bahan

terlarut dalam proses tersebut,

terkecuali partikel yang mengandung

selulosa tidak larut dan memberikan

warna kuning.

Hasil pewarnaan yang terjadi dari

proses tersebut dihitung sebagai

perkiraan persentase volume

berdasarkan bidang pandang. Setiap

bagiannya dianggap mewakili 100%

volume dan dihitung berapa persen

bagian yang terjadi perubahan warna

pada tiap-tiap bagiannya. Adapun

analisis hasil isi perut yang diperoleh

dihitung dengan uji Duncan untuk

mengetahui perbedaan pada tiap-tiap

Page 29: wahyu

perlakuan.

HASIL & PEMBAHASAN

Dari hasil survey menunjukkan bahwa

jenis ular jali memegang persentase

tertinggi sebagai kelompok ular

tangkapan para pengumpul ular

dibandingkan dengan jenis ular

lainnya (Tabel 1). Dari 90 ekor ular Jali

yang diambil sebagai sampel,

menunjukkan ukuran ular sudah

termasuk dewasa, dicirikan dengan

ukuran anggota tubuh yang termasuk

besar (Cundall 1987). Namun

terhadap analisis jenis makanan yang

dikonsumsinya, hanya sedikit jenis

makanan yang dapat diidentifikasi

(Tabel 2). Hal ini kemungkinan karena

ular-ular tersebut telah cukup lama di

penampungan sebagai stok sehingga

isi perutnya telah kosong atau

memang ular masih belum mencapai

tahap mengkonsumsi yang optimal

saat tertangkap.

Tabel 2. Jumlah frekuensi (%) komposisi makanan pada isi lambung jantan dan betina

ular jali (Ptyas mucosus).

Jenis asal makanan Jantan (n=45) Betina (n=45) Total (n=90)

Amfibia

Bufo melanostictus 4 5 9

Fejervarya cancrivora 12 16 28

Fejervarya limnocharis 10 13 23

Tidak teridentifikasi

(Limnonectes?)

Page 30: wahyu

5 3 8

Reptil

Tidak teridentifikasi

(Mabuya?)

3 2 5

Burung

Passer domesticus 3 5 8

Mamalia

Binatang pengerat

(Rattus?)

9 6 15

Serangga

Arthropoda 5 7 12ANALISIS ISI PERUT DAN UKURAN TUBUH ULAR JALI (Ptyas mucosus): Zoo Indonesia

15(2):121 - 127

125

Dari hasil pemeriksaan didapatkan

bahwa kandungan isi perut ular jali

mengandung unsur pati (14.7%),

selulosa (30.85%), lignin (12.43%),

serangga (12.76%) dan partikelpartikel yang tidak dapat teridentifikasi

(29.26%). Kenyataan ini mendukung

dugaan bahwa ular jali lebih banyak

memakan kelompok hewan herbivora

dan omnivora (hewan pengerat) dari

pada hewan insectivora (hewan

amfibia). Hal ini didasarkan pada

pemikiran bahwa jenis hewan

pengerat seperti tikus atau bajing

dapat mengolah makanannya yang

berupa komponen pati seperti butirbutir padi, biji-bijian atau umbi-umbian.

Walaupun bagian lain dari tumbuhtumbuhan seperti kulit kayu dan daun

juga mengandung zat pati, tetapi

Page 31: wahyu

prosentasenya hanya sedikit. Pola

kebiasaan dalam memilih makanan

(mangsa) ular ini sangat berkaitan erat

antara proporsi dari materi yang

terkandung di dalam isi perut dengan

komposisi yang menjadi sumber

bahan makanannya di alam. Hal ini

dapat terlihat dari daerah sebaran ular

Jali yang berhasil ditangkap, rata-rata

berasal dari daerah pertanian atau

persawahan maupun perladangan.

Ptyas mucosus adalah jenis ular yang

bersifat oportunistik dan dapat

mengembara kemana-mana dalam

mencari makanan yang telah tersedia

di habitatnya. Saat musim penghujan

dimana daerah-daerah

pengembaraannya basah dan lebih

banyak menjadi perairan, ular ini

diduga akan mencari makanan berupa

katak maupun kodok (Keng & TatMong 1989). Informasi tentang jenisjenis hewan yang menjadi

makanannya akan berguna untuk

mengetahui dan menaksir suatu

dampak pemanena terhadap suatu

populasi hewan tertentu yang hidup

secara simpatrik dan berhubungan

satu sama lain. Data seperti ini juga

dapat dijadikan model pengembangan

bagi perlindungan, maupun pemulihan

suatu habitat dari populasi hewan

tertentu.

Berdasarkan frekuensi komposisi

Page 32: wahyu

utama makanannya, jenis kelamin

dapat merupakan faktor utama dalam

pemilihan makanan bagi ular. Betina

ternyata lebih menyukai

mengkonsumsi hewan pengerat,

diikuti oleh kelompok hewan amfibia,

reptil dan arthropoda. Ular jail jantan

mengkonsumsi binatang pengerat

lebih rendah dari pada amfibia

maupun reptile. Akan tetapi setelah

dilakukan pengujian jumlah massa

makanan yang dikonsumsinya,

ternyata amfibia menjadi sumber

utama makanan baik individu betina

maupun jantan (amfibia, P=0.01,

Dmax=0.92; reptil, P=0.003, Dmax

=0.97; mamal, P =0.50, Dmax =0.50;

arthropoda, P=0.02, Dmax =0.90).

Dari 90 isi lambung yang diuji,

32,6%nya berupa komposisi makanan

tunggal, hanya amfibia atau reptil saja.

Adanya sifat pemilihan makanan

tunggal ini masih harus dicermati lebih

lanjut, apakah sebagai suatu

kebiasaan umum atau karena hal lain,

seperti masalah kelangkaan

keragaman sumber makanan untuk

daerah tertentu.

Hasil analisa ontogenik antara jenis

makanan yang dikonsumsi terhadap

ukuran anggota tubuh menunjukkan

tidak adanya hubungan yang erat

Page 33: wahyu

diantara parameter yang diukur (Tabel

3). Walau demikian ada

kecenderungan bahwa semakin besar

ukuran tubuh ular kecenderungan

pemangsaan jenis satwa yang lebih

besar terlihat. Tabel 3. Variasi ontogenitas komposisi makanan Ptyas mucosus berdasarkan SVL.

Macam makanan Kelompok 1

SVL ≤ 1300 mm (n=16)

Kelompok 2

SVL > 1300 mm (n=74)

Amfibia

Bufo melanostictus 4 5

Fejervarya cancrivora 12 16

Fejervarya limnocharis 10 13

Tidak teridentifikasi

(Limnonectes?) 5 3

Reptilia

Tidak teridentifikasi

(Mabuya?) 3 2

Burung

Passer domesticus 3 5

Mamalia

Binatang pengerat

(Rattus?) 9 6

Serangga

Arthropoda 5 7

Dari hasil penelitian ini menunjukkan

pada dasarnya ular jali bukan

merupakan jenis reptil yang

tergantung pada satu jenis pakan saja.

Keseimbangan ketersediaan pakan

dari berbagai kelompok hewan antara

Page 34: wahyu

amfibia, repril kecil, burung hingga

mammal kecil serta serangga menjadi

kunci penting dalam rangka

kelangsungan perkembangan

populasi, selain dari laju penangkapan

yang harus dikontrol secara ketat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Sugi, Siswo dan Minto

yang telah memberikan kesempatan

untuk menguji dan memanfaatkan

ular-ularnya. Untuk saudara Hadi

Dahrudin dan Lia R. Amalia yang telah

membantu dalam pengujian dan

analisi sampel di Laboratorium Nutrisi

Bidang Zoologi, Puslit Biologi LIPI.

Bapak Rendo yang telah membantu

dalam sumbangan informasi

mengenai pengetahuan sifat alamiah

ular. Kami mengucapkan banyak

terima kasih kepada Bapak Akiong

untuk informasi dan pengalamannya di

lapangan selama penelitian ini

berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Cundall, D. 1987. Functional

morphology. In Snakes:

ecology and evolutionary

biology: 106–140. Siegel, R. A.,

Collins, J. T. & Novak, S. S.

(Eds). New York: Macmillan.

Feriche, M., J.M Pleguezuelos. & A,

Page 35: wahyu

Cerro. 1993. Sexual

dimorphism and sexing of

mediterranean colubrid snakes

based on external

characteristics. J. Herpetol. 27:

357-362.

Keng, F.L & M.L Tat-Mong. 1989.

Fascinating Snakes of

Southeast Asia:An Introduction.

Tropical Press Sdn. Bhd. Kuala

Lumpur.

Legler, J.M. 1977. Stomach flushing: a

technique for chelonian dietary

studies. Herpetologica 33:281-

284.

Rendo, Personal Communication.

Snakes catcher in Ds. Pule,

Sawahan District, Madiun.

Rooij, N. de. 1915. The Reptiles of the

Indo-Australian Archipelago.

E.J. Brill Ltd. Leiden.

Smith, M. A. 1935. Reptilia and

Amphibia, Vol.II – Sauria. In:

The Fauna of British India. ANALISIS ISI PERUT DAN UKURAN TUBUH ULAR JALI (Ptyas mucosus): Zoo

Indonesia

15(2):121 - 127

127

Taylor and Francis Ltd.,

London. Reprinted 1973, Ralph

Curtis Books, Florida.

UNEP-WCMC. 2001. Checklist of

reptiles and amphibians listed

Page 36: wahyu

in the CITES appendices and in

EC Regulation No. 338/97. 8th

Edition. JNCC Report, No. 291.

Joint Nature Conservation

Committee. Petersborough,

United Kingdom.