wajah negeriku

Upload: ahmad-sofyan-afdholi

Post on 14-Jan-2016

162 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

puisi

TRANSCRIPT

Wajah NegerikuSetelah 69 tahun kemerdekaan Indonesia yang kita cintai ini sepertinya negeri ini masih belum pada posisi yang dicita-citakan para pejuang kemerdekaan. selama 69 tahun tersebut Negeri ini mengalami berbagai peristiwa pasang surutnya perjalanan sebagai sebuah proses untuk menuju Bangsa yang besar dan peristiwa-peristiwa tersebut menjadi sejarah mengisi lembaran-lembaran yang tidak akan penuh oleh coretan tinta layaknya sebuah buku cerita berepisode.Setiap cerita selalu dihiasi dengan warna yang mana warna tersebut ada terang, kelam, putih, hitam dan berjuta-juta warna yang tak mampu tuk kutulis..jika saja boleh negara diilustrasikan kedalam cerita yang memiliki banyak warna pastilah bangsa ini telah melewati masa kelam dan hitamnya sebuah proses berdirinya negara ini, lantas warna apakah yang menghiasi indonesia saat ini? tidak ada warna yang tepat untuk menggambarkan keadaan saat ini.Indonesia yang selalu kita dengar sebagai negara yang melimpah sumber daya alamnya, kaya akan keanekaragaman budayanya, santun dalam etika masyarakatnya dan masih banyak lagi kata-kata indah sebagai gambaran dari bangsa ini. Pertanyaan terbesarnya adalah, sudah adakah keserasian dengan apa yang terjadi saat ini???Dimana - mana terjadi banjir dan bencana alam sebagai hasil dari buah tangan kita sendiri, kemiskinan masih sebagai selimut berjuta-juta rakyat indonesia, pendidikan masih menjadi sesuatu yang bernilai mahal harganya, krisis moral dan kepercayaan merebak bak jamur yang tumbuh dimusim penghujan, tindakan anarkis kerap menjadi pilihan dalam mengatasi masalah yang sebenarnya semuanya memiliki payung hukum, pelaku korupsi tumbuh pesat seolah-seolah menjadi trend yang sangat sayang jika tidak diikuti, pengangguran masih menjadi permasalahan klasik yang belum terselesaikan sebagai efek dari tidak berimbangnya antara jumlah penduduk dengan tersedianya lahan kerja dan menjadi TKI ilegal MUNGKIN adalah pilihan "cerdas" yang tidak berkualitas ditengah-tengah rumitnya sebuah birokrasi dan minimnya pilihan untuk dapat hidup dengan layak, sekalipun berita-berita menyesakkan tentang nasib TKI masih menghiasi di berbagai media.Layaknya wajah kelam dari seorang bidadari yang terkungkung dalam istana yang megah yang tertulis di dalam sebuah cerita-cerita dongeng, mungkin seperti itulah wajah negeri ini..kapan pena ini memihak kita untuk kau tuliskan keindahan dan mengakhiri penderitaan sang bidadari? sayangnya kita tidak hidup di negeri dongeng yang dengan mudah mengubah alur cerita, namun kita hidup di dunia nyata dimana proses panjang adalah sebuah keharusan, untuk mengubah paragrap demi paragrap cerita kehidupan.

Artikel Pentingnya Berbahasa Indonesia Yang Baik dan Benar Bahasa itu mencerminkan pribadi seseorang, jika kita selalu menggunakan bahasa indonesia yang baik dan penuh kesantunan, orang juga akan mencitrakan kita sebagai pribadi yang baik dan berbudi, karena melalui tutur kata seseorang mampu menilai kepribadian dari orang tersebut. Tapi sebaliknya jika dalam kesehariannya seseorang tersebut tidak memenuhi etika berbahasa santun, baik dan benar maka orang lain akan mencitrakan kita sebagai pribadi yang burukBahasa dapat menjadi alat kekerasan verbal yang terwujud dalam tutur kata seperti memaki, memfitnah, menghasut, menghina, dan sebagainya. Di lndonesia hal tersebut sering terjadi, bahkan perilaku tersebut sudah menjadi rahasia umum di masyarakat dan di kalangan remaja. Saat ini lebih suka menggunakan bahasa asing atau bahasa gaul yang cenderung tidak santun, dan tidak terpola dengan baik. Bahasa Indonesia yang susah payah disatukan visinya dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa pemersatu bangsa setelah berabad-abad bangsa ini terbelenggu dalam penjajahan, kini seolah luntur oleh waktu, bukan bahasa Indonesianya yang hilang tapi pemaknaan dan pemakaian bahasa yang baik, sopan dan santun dalam kehidupan sehari-hari yang hilang. Saat ini banyak sekali remaja yang menciptakan bahasa gaul, yaitu bahasa baku yang dipelesetkan, sehingga terkadang orang dewasa tidak mengerti dan memahami bahasa yang dikatakan oleh para remaja tersebut.Penyebab penggunaan bahasa gaul di kalangan remaja ini dikarenakan kurangnya kecintaan para remaja terhadap bahasa Indonesia. Manusia bisa karena terbiasa, jika anak-anak remaja itu sudah terbiasa mengucapkan dan menuliskan kata-kata yang salah dalam berkomunikasi, maka selanjutnya akan salah. Hal ini akan membuat penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak akan dipakai lagi dan akan mati. Seharusnya remaja membudidayakan berbahasa yang baik dan benar dalam berkomunikasi, karena remaja sebagai penerus bangsa, kalau bukan kita sendiri yang menghargai Bahasa Indonesia siapa lagi..??Bahasa gaul sendiri sebenarnya sudah ada sejak tahun 1980-an tetapi pada waktu itu istilah bahasa prokem (okem). Lalu bahasa tersebut diadopsi kemudian dimodifikasi sedemikian unik dan digunakan oleh orang-orang tertentu atau kalangan-kalangan tertentu saja. Pada awalnya bahasa prokem digunaakan oleh para preman yang kehidupanya dekat dengan kekerasan, kejahatan, narkoba, dan minuman keras. Banyak istilah-istilah baru yang mereka ciptakan dengan tujuan agar masyarakat awam atau orang luar komunitas mereka tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan atau yang telah mereka bicarakan. Menurut Wikipedia Indonesia Bahasa gaul merupakan bentuk ragam bahasa yang digunakan oleh penutur remaja, waria untuk mengekspresikan gagasan dan emosinya.

Sebuah artikel di Kompas yang ditulis Sahertian berjudul So What Gitu Loch..... (2006:15) menyatakan bahwa bahasa gaul atau bahasa prokem sebenarnya sudah ada sejak 1970-an. Awalnya istilah- istilah dalam bahasa gaul itu untuk merahasiakan isi obrolan dalam komunitas tertentu. Oleh karena sering digunakan di luar komunitasnya, lama-lama istilah tersebut jadi bahasa sehari-hari. Kosakata bahasa gaul yang belakangan ini berkembang sering tidak beraturan dan cenderung tidak terumuskan. Bahkan tidak dapat diprediksi bahasa apakah yang berikutnya akan menjadi bahasa gaul. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu Pengkajian semantik pada bahasa gaul, SondangManik (2004).Seiring dengan munculnya bahasa gaul dalam masyarakat, banyak sekali dampak atau pengaruh yang ditimbulkan oleh bahasa gaul terhadap perkembangan bahasa Indonesia, diantaranya adalah: Eksistensi bahasa Indonesia terancam terpinggirkan oleh bahasa gaul, menurunnya derajat bahasa Indonesi, menyebabkan punahnya bahasa Indonesia. Oleh sebab itu kita sebagai remaja penerus bangsa harus lebih mencintai bahasa indonesia itu sendiri kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melestarikannya.Ihwal Sastra Ihwal KreativitasPendahuluanSastra dalam dirinya sudah mengandung kreativitas, maka istilah satra kreatif menimbulkan pertanyaan adakah sastra yang tidak kreatif? Jawabannya jelas dengan menegaskan pumpunan karangan ini: ihwal sastra adalah ihwal kreativitas. Namun, harus diakui juga bahwa kreativitas itu mempunyai pengertian yang lebih luas bukan semata-mata berhubungan dengan persoalan cipta sastra. Kreativitas terkait dengan manusia itu sendiri yang dipandang sebagai makhluk kreatif. Utami Munandar (dalam Alisjahbana, 1983: 68) dengan mengutip pernyataan Arasteh (1976) menegaskan bahwa kreativitas itu sama tuanya dengan manusia. Hal ini membuka peluang lebih luas untuk mengaitkan kreativitas dengan segala hal yang dikerjakan oleh manusia untuk memuliakan hidup. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kreativitas itu kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru sehingga dengan begitu manusia dibedakan dengan binatang. Rumah manusia terus berubah dari dahulu hingga sekarang, sedangkan rumah burung tetap sama sejak awalnya hingga kini. Tegasnya, kreativitas manusia memungkinkan penemuan di bidang ilmu, teknologi, dan dengan sendirinya, seni. Kreativitas yang dimiliki manusia membawa manusia pada statusnya sebagai wakil Tuhan di dunia. Atau, dalam statusnya sebagai wakil Tuhan itu, manusia diperlengkapi dengan kreativitas itu oleh Sang Pencipta. Sutan Takdir Alisjahbana (1983: 36-37) menegaskan adanya keistimewaan manusia dalam wujud budi yang membedakannya dari makhluk lain yang dengannya manusia memperoleh kemungkinan untuk terus-menerus menciptakan. Melalui evolusi alam, manusia mendapat budi yang memungkinkannya berkreasi. Kreativitas manusia dalam kaitannya dengan status manusia sebagai wakil Tuhan di dunia amat jelas. Kemampuan kreatif hakikatnya kemampuan yang hanya dimiliki manusia untuk menyempurnakan atau mengembangkan segala yang tersedia dalam kehidupan di bumi. Eksplorasi sumber energi bumi, pemanfaatan kekayaan alam untuk kehidupan yang lebih baik, pemeliharaan lingkungan hidup, dan kewaspadaan akan adanya dampak perkembangan teknologi, misalnya, memerlukan daya kreativitas. Penemuan energi dari alam dan tumbuhan, rekayasa genetika, penemuan hukum alam semuanya itu merupakan buah dari kreativitas manusia. Namun, dengan dan dalam porsi seperti itu, seniman Rendra, misalnya, menunjukkan kreativitasnya secara seni dalam bentuk, misalnya, menciptakan dan menampilkan lakon Perjuangan Suku Naga yang mengeritik dampak teknologi terhadap lingkungan hidup dengan sasaran utamanya penyelenggara kekuasaan yang tidak memperhatikan kepentingan orang banyak yang terpinggirkan. Temuan teknologi modern merupakan wujud kreativitas yang bermanfaat bagi kehidupan, tetapi menjadi bencana karena salah penerapan yang terlalu berorientasi pada keuntungan ekonomi dan politik semata-mata. Kreativitas disebut sama tuanya dengan manusia. Apa yang dipikirkan dan diperbuat manusia untuk menyejahterakan hidup, membikin hidup lebih nyaman, tidak dapat dilepaskan dari apa yang kita sebut sebagai kreativitas. Kreativitas menjadi dasar reformasi dan juga deformasi, bukan hanya terkait dengan sastra yang hanya merupakan salah satu faset dari berbagai faset yang dihasilkan manusia. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kreativitas menjadi sesuatu yang menentukan. Tanpa kreativitas manusia kebudayaan dalam arti luas mustahil berkembang karena kebudayaan itu sendiri dalam arti luas menginti sebagai kreativitas. Dalam bidang teori atau studi kesenian, misalnya, untuk menyambut bentuk kesenian yang semakin beragam dan rumit dituntut teori yang selaras dengan perkembangan karya seni itu, baik wujud bentuk ekspresi maupun kandungan isinya. Untuk menyambut perkembangan seni, dan sastra khususnya diperlukan model pendekatan yang lain daripada pendekatan sebelumnya karena mengikuti perkembangan model ekspresi seninya itu sendiri. Pertunjukan seni pada masa sekarang ini, misalnya menunjukkan pertautan antara berbagai cabang seni yang menghasilkan seni pertunjukan. Musikalisasi puisi atau pementasan teks sastra menuntut bantuan seni dan teknologi agar menghasilkan pertunjukan yang lebih memikat sehingga kajian atasnya menuntut pendekatan interdisiplin yang lintas ilmu. Ketika pertunjukan seni itu menjadi tontonan yang dapat dijual dan karena itu menghasilkan uang, kita memasuki wilayah ekonomi kreatif sehingga pengelolaannya akan melibatkan berbagai pihak dari berbagai bidang yang lebih luas.Dengan dan dalam sastra, kreativitas manusia memberikan peluang bagi tumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan. Artinya, manusia pencipta sastra memiliki kuasa dengan imajinasinya untuk mengembangkan dan mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai wujud atau realisasi pemaknaan terhadap kenyataan. Hal ini akan melengkapi manusia rekaan sang pengarang memola bagaimana Tuhan menciptakan dan mengatur hidup manusia nyata, termasuk memberikan sebagian kecil daya kreativitasNya untuk para pengarang. Memang, dalam konteks ini tanpa menjadi sastrawan pun manusia sudah memperoleh apa yang disebut sebagai kreativitas. Sastrawan dianugrahi kreativitas seni yang menurut Takdir membuat sang pengarang mencapai kegirangan, mencapai kepuasan dalam kelakuan kesenian itu sendiri dengan mencipta. Sering diungkapkan adanya kegairahan mencipta seni yang tak tergantikan oleh materi. Dalam kata-kata Takdir (1983: 43), penciptaan seni itu mempunyai tenaga pendorongnya sendiri, mempunyai logikanya dan tujuannya sendiri yang bersifat intuisi. Dasar sekaliannya ialah dorongan yang keras untuk menciptakan bentuk yang di dalamnya si seniman itu menjelmakan dirinya sendiri, menyempurnakan dirinya sendiri. Demikianlah dalam penciptaannya itu manusia aestetik itu dengan penuh kegembiraan menyelesaikan dirinya dan mengalami perasaan kenikmatan dan kegirangan yang dalam. Sastrawan merupakan manusia yang dipilih yang dianugerahi kemampuan kreatif oleh Sang Maha Pencipta. Boleh dikatakan bahwa sastrawan itu dilahirkan seperti manusia pada umumnya. Namun, ia memperoleh indra keenam yang membuatnya dapat memasuki pikiran dan peri kehidupan kehidupan manusia lain. Manusia lain itu kelak akan menjadi tokoh rekaan yang dapat dikenal luas oleh pembaca yang pada gilirannya akan menjadi mitos yang memiliki kekuatan untuk dikenang untuk dijadikan contoh. Laku dan sikapnya dikenang oleh sang pembaca dan dalam batas tertentu menjadi teman sang pembaca. Selain itu, ia dikaruniai kepekaan untuk menangkap makna dari setiap peristiwa, tokoh, dan bumi yang dipijaknya. Kemampuan ini menjadi modal dasar baginya untuk menciptakan manusia rekaan yang mungkin dijumpainya dalam pengalaman hidup kesehariannya. Dari sisi pembaca, kemampuan berimajinasi disertai kemampuan penghayatan yang mendalam terhadap manusia dan persoalan zamannya akan mempertemukan pembaca dengan pikiran dan perasaan sang pengarang. Kedua kemampuan itu pada gilirannya akan menjadi dasar bagi ditemukannya konsep pemahaman atas karya sastra dan seni pada umumnya. Dengan begitu, berkembang pula teori untuk menyambut kreativitas sang pengarang. Berbagai wujud teori itu hakikatnya adalah kreativitas dalam bentuk lain yang dapat menjadi lebih berkembang lagi di masa depan. Kemampuan kreatif memerlukan keberanian kreatif, keberanian untuk menghadapi risiko yang timbul akibat laku kreatif yang mengungkapkan ihwal yang tidak biasa. Keberanian kreatif dibutuhkan untuk menampilkan sesuatu yang lain dari yang biasa di luar adat. Keberanian kreatif menjadi modal untuk melancarkan kritik kepada penguasa yang zalim. Ketika sebuah rezim menjadi amat kuasa, kritik yang dilancarkan sastrawan dapat saja menjadi jalan untuk masuk bui, juga pernyataan yang berlawanan dengan kebijakan politik baik dalam sastra maupun laporan investigasi jurnalistik, misalnya. Mochtar Lubis dapat disebut sebagai pengarang yang memiliki keberanian kreatif untuk bersebarangan dengan politik pada masa Orde Lama dan Orde Baru sekaligus. Dia mendapat julukan wartawan jihad dan itu menjadi salah satu judul buku untuk mengenang keberaniannya. Pada Masa Orde Lama Mochtar Lubis baru dapat menerbitkan novel Senja di Jakarta di Malaysia. Novel itu mengungkapkan persoalan korupsi yang dilakukan penyelenggara Negara. Demikian juga pada masa Orde Baru korannya Indonesia Raya membongkar kasus korupsi di Pertamina. Kasus yang mirip dialami juga oleh WS Rendra pada masa Orde Baru berkaitan dengan pembacaan sajak dan pementasan drama yang mengeritik pemerintah sebagaimana disinggung di bagian awal karangan ini. Kumpulan sajaknya Potret Pembangunan dalam Puisi dan Orang-Orang Rangkasbitung mengungkapkan gagalnya pembangunan untuk menyejahterakan rakyat. Menjelang Reformasi, Wiji Thukul melakukan gerakan perlawanan melalui penciptaan dan pembacaan sajak. Sampai sekarang penyair Aku Ingin Jadi Peluru itu tidak jelas nasibnya, hilang sejak kerusuhan 21 Mei 1987. Selepas Reformasi pula Taufiq Ismail mengumpulkan sajak yang mengambil tema menyuburnya budaya korupsi di tanah air dengan judul Malu Aku Menjadi Orang Indonesia yang diakronimkan Majori. Penyair itu merasa tidak nyaman menjadi orang Indonesia karena laku korupsi yang merajalela.Pada mulanya dalam teks sastra kita temukan apa yang disebut sebagai gejala penyebutan nama atau inti cerita dalam sebuah teks yang bersumber teks sebelumnya. Di sini ditegaskan istilah teks dalam arti luas berupa kata yang terkait dengan nama tokoh atau peristiwa yang berasal dari teks masa lampau terutama teks sastra. Teks dalam arti luas pun dapat menyangkut peristiwa sejarah seperti yang ditemukan dalam sajak Chairil Anwar dengan penyebutan dan penampilan Bung Karno yang kemudian ditampilkan dalam foster sebagai hasil kerja sama dengan Afandi berjudul Bung yo Bung! Peristiwa yang diungkap dari teks masa lampau yang memunculkan gejala aktualisasi mitologi menunjukkan adanya gejala intertekstualitas, seperti yang kita temukan dan beberapa sajak Goenawan Mohamad seperti Tentang yang Terbunuh di Sekitar Hari Pemilihan Umum dan Cerita buat Yap (1970) atau Perempuan yang Dirajam Menjelang Malam (1990) dan Lacrimosa (2013) .Nama peristiwa ataupun nama tokoh memunculkan apa yang dikenal sebagai intertekstualitas yang melibatkan teks lain baik yang berasal dari yang lama maupun yang baru. Sastrawan pada umumnya adalah pembaca yang tekun sehingga dalam karya yang diciptakannya mungkin dapat dibayangkan keluasan bacaannya sebagai hasil pergaulan dengan dunia teks baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Intertekstualitas itu mewujud dalam berbagai bentuk mulai dari penyebutan nama tokoh mitologi Penyebutan laku tokoh yang dinarasikan dapat saja dilakukan dengan penekanan pada satu tema yang dipilih yang diselaraskan dengan yang dihadapi sekarang. Gejala ini sudah berlangsung lama, bahkan sejak sebelum kemerdekaan. Dapat disebut, antara lain, Rustam Effendi menciptakan drama bersajak dengan judul Bebasari, Sanusi Pane dengan Syiwa Nataraja, Amir Hamzah dengan Nyanyi Sunyi , Chairil Anwar yang menyebut tokoh mitologi Yunani. Pada masa berikutnya dapat disebut Soebagio Sastrowardoyo, Goenawan Mohamad, dan Sapardi Djoko Damono. Dua nama yang disebut terakhir sampai sekarang masih menulis dengan gejala intertektualitas yang kuat. Pertemuan berbagai karya seni mengembangkan karya seni sehingga terjadi hubungan antarwahana ketika puisi, misalnya, dinyanyikan atau lebih jauh lagi dipanggungkan sehingga dikenal seni pentas. Seni pentas selanjutnya menuntut teks yang siap dipanggungkan dan kita menyebtnya sebagai drama atau sandiwara. Di dalam drama berbagai cabang seni bergabung menampilkan seni pertunjukan. Penanggap atau penonton juga semakin bervariasi. Maka, dalam seni pentas penikmatan seni menjadi relatif lebih praktis. Perkembangan lebih jauh adalah ketika seni pentas diperlengkapi dengan seni perfileman dan orang yang terlibat dalam penyelanggaraan seni tersebut semakin luas. Dibutuhkan penulis naskah, lalu penyusunan skenario, sutradara, aktor, serta sejumlah orang yang turut mengembangkan lebih kauh sehingga industry kreatif yang menuntut kompleksitas keahlian dan ketukangan sekaligus. Babad Diponegoro, misalnya, mula-mula ditulis Pangeran Diponegoro di tempat pembuangannya di di Sulawesi Utara. Naskah itu dijadikan bahan koleksi Radyapustaka Solo, kemudian penelaah naskah dari Amerika melakukan studi naskah disertai terjemahannya. Landung Simatupang terpesona oleh naskah Babad Diponegoro dan mementaskannya dalam bentuk monolog yang dilengkapi dengan peralatan panggung sebagai yang yang dikenal dalam seni pertunjukan. Naskah yang mengalami metamorfose itu hadir di depan kita di layar kaca dalam bentuk cakram yang siap putar kapan dan di mana saja kita suka.Bahasa Perundang-UndanganPendahuluanSuatu undang-undang atau suatu peraturan perundang-undangan--di negara yang mengaku berdasarkan hukum--selalu dijadikan dasar pengaturan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu disebabkan dalam perundang-undangan itu selalu dimuat tiga ketentuan pokok, yaitu ketentuan yang berisi (1) pengaturan, (2) pelarangan, dan (3) sanksi. Seseorang yang telah melanggar salah satu ketentuan pengaturan dalam suatu undang-undang sering disebut telah melanggar hukum, terutama hukum tertulis. Dengan demikian, orang yang telah melanggar hukum sama sajalah dia dengan telah melanggar undang-undang.Jika seseorang berbicara bahasa dalam perundang-undangan, berarti dia berbicara bahasa hukum, lebih tepatnya berbicara bahasa dalam hukum tertulis. Selama ini banyak ahli hukum yang beranggapan bahwa bahasa yang digunakan dalam hukum berbeda dengan bahasa Indonesia yang lain. Padahal, dalam Bab III Ragam Bahasa Peraturan Perundang-Undangan, UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No 12 Tahun 2011) Lampiran 2 disebutkan sebagai berikut.Bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata bahasa Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan maupun pengejaannya, namun bahasa peraturan perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun cara penulisannya. Berdasarkan kutipan tersebut tampak jelas bahwa bahasa dalam perundang-undangan atau bahasa dalam hukum tertulis ternyata adalah bahasa Indonesia juga yang harus tunduk pada kaidah tata bahasa Indonesia, baik dalam (a) pembentukan kata, (b) penyusunan kalimat, (c) teknik penulisan, maupun (d) pengejaannya. Namun, pada pernyataan berikutnya--yaitu namun bahasa peraturan perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum--menjadi anomali dari pernyataan sebelumnya. Hal itu disebabkan pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa bahasa Indonesia di luar bahasa perundang-undangan tidak bercirikan (1) kejernihan atau kejernihan pengertian, (2) kelugasan, (3) kebakuan, serta (4) ketaatasasan dan hanya bahasa perundang-undangan saja yang memiliki keempat ciri tersebut. Di kalangan linguis dan guru bahasa pernyataan anomali tersebut sebenarnya termasuk ciri bahasa yang efektif, yaitu strukturnya harus jelas, bentuk dan pilihan katanya harus lugas, dan informasi yang disampaikan tidak ambigu sehingga tidak perlu dianomalikan dengan pernyataan sebelumnya. Dengan demikian, bahasa Indonesia yang digunakan dalam perundang-undangan tidak hanya menggunakan kaidah tata bahasa baku, tetapi juga harus memperhatikan atau mengikuti prinsip keefektifan kalimat.Pembentukan KataPembentukan kata dalam bahasa perundang-undangan dilakukan dengan berpedoman pada morfologi bahasa Indonesia dan pedoman umum pembentuka istilah. Pembentukan kata ini termasuk dalam bentuk dan pilihan kata (diksi). Berikut disajikan beberapa contoh pilihan kata dalam perundang-undangan.Jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 serta pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pemilihan kata dilaksanakan pada ayat tersebut bermakna dijalankan sehingga sangat aneh jika jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak serta pendapatan daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dapat dilaksanakan adalah pekerjaan atau tugas, bukan jenis dan tarif serta pendapatan daerah seperti pada ketentuan di atas. Agar menjadi norma yang baku, ketentuan tersebut harus diubah menjadi sebagai berikut.Jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 serta pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Penyusunan Kalimat Susunan kalimat dalam perundang-undangan juga harus mengikuti kaidah sintaksis bahasa Indonesia. Dengan demikian, unsur wajib dalam kalimat seperti subjek dan predikat harus selalu ada dalam setiap ketentuan yang dituangkan dalam pasal atau ayat. Tanpa kehadiran salah satu unsur tersebut, pasal atau ayat dalam perundang-undangan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai norma karena norma harus berupa proposisi. Berikut disajikan beberapa kasus.Dalam hal pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada di dalam kawasan hutan konservasi, hanya dapat digunakan untuk kegiatan wisata alam.Contoh (3) tersebut terdiri atas dua bagian utama, yaitu (i) Dalam hal pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada di dalam kawasan hutan konservasi dan (ii) hanya dapat digunakan untuk kegiatan wisata alam. Bagian (i) lazim disebut keterangan (adverbial) dan bagian (ii) lazim disebut predikat. Dengan demikian kalimat tersebut belum dapat dikatakan sebagai norma karena subjek kalimat belum ada. Untuk itu, agar menjadi norma, contoh (3) harus diperbaiki dengan memunculkan subjek kalimat pengusahaan panas bumi seperti tampak pada (3a) atau (3b) berikut.a. Dalam hal pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang berada di dalam kawasan hutan konservasi, pengusahaan panas bumi hanya dapat digunakan untuk kegiatan wisata alam.b. Pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang berada di dalam kawasan hutan konservasi hanya dapat digunakan untuk kegiatan wisata alam. Selain harus ada subjek, norma dalam ketentuan perundang-undangan juga harus memiliki predikat. Tanpa kehadiran predikat, pasal atau ayat dalam perundang-undangan pun tidak dapat dikatakan sebagai norma karena norma harus berupa proposisi dan syarat proposisi harus ada subjek dan ada predikat. Predikat dalam perundang-undangan haruslah berupa kata kerja (verba) yang berupa tindakan. Berikut disajikan beberapa kasus.Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud ayat (2) untuk mengukur dan memperkirakan sampai seberapa jauh risiko berpotensi membahayakan, meluas, dan menyebar sehingga melumpuhkan perekonomian. Contoh (4) tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu (i) Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud ayat (2), (ii) untuk mengukur dan memperkirakan sampai seberapa jauh risiko berpotensi membahayakan, meluas, dan menyebar, dan (iii) sehingga melumpuhkan perekonomian. Bagian (i) lazim disebut subjek, bagian (ii) dan bagian (iii) lazim disebut keterangan. Dengan demikian contoh tersebut belum dapat dikatakan sebagai norma karena predikat kalimat belum ada. Untuk itu, agar menjadi norma, contoh (4) harus diperbaiki dengan memunculkan predikat kalimat, yaitu digunakan seperti tampak pada (4a) atau dimanfaatkan seperti tampak pada (4b) berikut. Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud ayat (2) digunakan untuk mengukur dan memperkirakan sampai seberapa jauh risiko berpotensi membahayakan, meluas, dan menyebar sehingga melumpuhkan perekonomian. Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud ayat (2) digunakan untuk mengukur dan memperkirakan sampai seberapa jauh risiko berpotensi membahayakan, meluas, dan menyebar sehingga melumpuhkan perekonomian.Teknik PenulisanTeknik penulisan yang tepat mempermudah pemahaman terhadap suatu norma yang akan diungkapkan. Norma yang terdapat dalam ketentuan berikut sulit dipahami karena tidak disajikan secara baik.Pasal 62Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dilarang memberikan obat selain obat bebas dan obat bebas terbatas, kecuali dalam melaksanakan tugas dalam kondisi keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.Kalimat dalam norma di atas secara bahasa tidak salah, tetapi untuk memahami informasi apa yang akan diungkapkan diperlukan kecermatan tersendiri untuk memahami informasi apa yang akan disampaikan. Kesulitan pemahaman terhadap pasal tersebut terletak pada penggunaan kata depan (konjungsi) dalam secara berulang. Untuk memudahkan pemahaman, konjungsi dalam bisa berganti dengan kata pada atau sebaliknya dan sebaiknya dibuat tabulasi seperti prubahan pada (1) atau (2) berikut.Pasal 62

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dilarang memberikan obat selain obat bebas dan obat bebas terbatas, kecuali dalam melaksanakan tugas pada:kondisi keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34; dan/atau keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.atau diubah menjadi berikut.Pasal 62Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dilarang memberikan obat selain obat bebas dan obat bebas terbatas, kecuali pada pelaksanaan tugas dalam:kondisi keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34; dan/ataukeadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.Peran Media Massa dalam PerkamusanHari Sulastri1. PengantarAda ungkapan yang menyatakan bahwa bahasa merupakan pembuka dan penyebar pengetahuan. Hal itu dimungkinkan karena perkembangan pengetahuan, termasuk kebudayaan dan teknologi, yang semakin cepat dan pesat tidak akan tersebar luas tanpa adanya sarana yang dapat digunakan untuk menyebarluaskannya. Salah satu sarana tersebut adalah bahasa. Dengan kata lain, bahasa sebagai salah satu alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam penyebarluasan itu. Orang dapat menyampaikan segala gagasan atau idenya melalui bahasa.Sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi, bahasa juga memerlukan media sebagai sarana penyebarluasannya. Salah satu media yang dapat digunakan sebagai wahana tersebut adalah media massa, baik yang berbentuk audio, visual, audiovisual, cetak, maupun elektronik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa media massa dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, dan perkembangan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi juga tidak terpisahkan dengan keberadaan media massa.Sebagai salah satu sarana komunikasi, media massa juga mempunyai peranan yang amat penting dalam perkembangan pengetahuan. Hadiono (dalam Putera, 2010) menyebutkan bahwa peran media massa dalam kehidupan sosial bukan sekadar sarana diversion dalam kehidupan sosial, pelepasan ketegangan, atau hiburan, melainkan isi yang disajikan mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Selain berperan dalam proses sosial, media massa juga mempunyai peran yang besar dalam mendukung perkembangan bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Asmadi (2008) menyatakan media massa adalah pendukung utama bahasa Indonesia pada awal bahasa itu bergulat dengan batasan oleh penjajah. Peran penting media massa itu perlu dimunculkan mengingat media massa berperan penting dalam berbagai aspek. Di sisi lain, bagaimana peran media massa dalam perkamusan? Pertanyaan itu dimungkinkan karena kamus merupakan buku yang mendokumentasi bahasa beserta makna dan pemakaian suatu bahasa, termasuk pemakaiannya di media massa.2. Definisi dan Tujuan Penyusunan KamusKamus merupakan buku referensi yang sudah tidak asing lagi bagi hampir sebagian masyarakat bahasa. Banyak definisi kamus yang diberikan oleh pemerhati bahasa, khususnya mereka yang merupakan pakar dalam bidang perkamusan atau mungkin juga pekamus (orang yang menyusun kamus). Di antara definisi yang diberikan oleh sebagian kamus atau pekamus adalah sebagai berikut.Kamus dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2011) didefinisiskan dengan beberapa makna, yakni (1) buku acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian, dan terjemahannya; (2) kamus juga merupakan buku yang memuat kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan pemakaiannya, Kamus Webster (2003), antara lain, memberikan definisi dengan (Top of Form sumber referensi yang dicetak dalam bentuk elektronik yang berisi kata, biasanya disusun secara alfabet disertai dengan informasi tentang bentuk, pengucapan, fungsi, etimologi, makna, sintaksis, dan idiomatis. referensi berupa buku daftar abjad istilah atau nama penting untuk subjek atau aktivitas tertentu bersama dengan diskusi tentang makna dan aplikasi. buku referensi untuk memberikan kata seorang setara bahasa lain. Kridalaksana (2008:107) mendefinisikan kamus dengan : buku referensi yang memuat daftar kata atau gabungan kata dengan keterangan mengenai pelbagai segi maknanya dan penggunaannya dalama bahasa; biasanya disusun menurut urutan abjad ( dalam tradisisi Yunani-Romawi menurut abjad Yunani-Romawi, kemudian menurut abjad yang bersangkutan; dalam tradisi Arab menurut urutan jumlah konsonan).Chaer (2007) mengemukakan beberapa konsep tentang kamus, antara lain, yang dikemukakan oleh Pierre Labrousse (1997), kamus adalah buku kumpulan kata sebuah bahasa yang disusun secara alfabetis diikuti dengan definisi atau terjemahannya dalam bahasa lain. Keraf (1984) mengatakan bahwa kamus merupakan sebuah buku referensi, memuat daftar kata yang terdapat dalam sebuah bahasa, disusun secara alfabetis disertai dengan keterangan cara menggunakan kata itu. Selain mengemukakan berapa definisis tentang kamus, Chaer (2007) mengemukakan bahwa dalam kamus yang ideal diberikan juga keterangan pemenggalan kata, informasi asal-usul kata, informasi bidang penggunaan kata, informasi baku dan tidaknya sebuah kata, informasi kata arkais dan klasik, informasi area penggunaan kata, informasi status sebuah kata, dan berbagai informasi lainnya.Dari beberapa definisi yang dikemukakan para pakar tersebut, dapat dikatakan bahwa kamus tidak hanya sebagai buku referensi yang memuat kosakata beserta makna dan pemakaiannya, kamus juga merupakan alat pendokumentasi kosakata. Hal itu dimungkinkan karena kamus dapat menjadi wahana untuk merekam bahasa sebagai salah sarana dan alat untuk berkomunikasi bagi manusia yang memiliki sifat dinamis dan produktif. Selain itu, bahasa juga berkembang sejalan dengan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.Sehubungan dengan itu, penyusunan kamus dilakukan dengan berbagai tujuan sesuai dengan fungsinya. Dapat pula dikatakan bahwa penyusunan kamus dilakukan dengan tujuan tertentu yang dicanangkan dan ditentukan oleh penyusunnya. Berdasarkan tujuan penyusunan kamus, akan didapatkan bentuk lema atau entri yang termuat dalam sebuah kamus. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tujuan penyusunan kamus akan menentukan kosakata dan lema yang akan termuat. Di samping itu, besar kecilnya kamus dan jumlah entri atau lema yang termuat dalam kamus juga dipengaruhi oleh tujuan penyusunan kamus tersebut. Apabila tujuan sudah ditentukan, pembuat kamus dapat mengumpulkan data lema yang akan termuat dalam karyanya dengan kriteria tertentu. Penyusun kamus akan mencari data dari berbagai sumber yang tepercaya dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal itu, media massa mempunyai peranan yang besar yang antara lain dapat ditunjukkan sebagai berikut.3. Peran Media Massa Sebagai pendokumentasi kosakata, kamus atau penyususun kamus memerlukan sumber data, baik yang berbentuk lisan maupun tulisan. Pekamus dapat menggunakan data yang tertulis apabila masyarakat pemakai bahasa (kamus yang akan disusun) mempunyai ragam tulis. Data tulis tersebut dapat diambil dari media massa cetak, seperti koran, majalah, atau dalam bentuk terbitan cetak lain, seperti lembar komunikasi atau selebaran yang lain.Dalam dunia perkamusan dapat dikatakan bahwa media massa juga berperan dalam penyedia data atau sebagai sumber data. Hal itu tidak terlepas dari sifat bahasa yang selalu berkembang. Dengan salah satu sifat bahasa yang selalu berkembang, dan tidak menutup kemungkinan adanya saling pengaruh-memengaruhi antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain. Saling pengaruh itu dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan kebahasaan dari masyarakat pemakai bahasa. Hal itu dapat dicontohkan sebagai berikut.Sebagai bahasa yang berkembang, bahasa Indonesia mendapat pengaruh dari bahasa lain, baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Pengaruh dalam dunia kebahasaan terjadi karena kebutuhan masyarakat bahasa akan adanya kosakata yang dapat digunakan sebagai penyebutan suatu simbol. Masyakat pemakai bahasa akan menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah, misalnya ketika ia tidak menemukan kosakata bahasa Indonesia yang tepat untuk mengungkapakan ide tau gagasannya. Lambat laun, tetapi pasti, bahasa yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah tersebut akan tersebar luas dan akan memperkaya bahasa Indonesia.Penyebaran kosakata yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah tersebut sudah pasti akan melibatkan berbagai macam media massa, baik cetak maupun elektronik. Ketersebaran itu melibatkan pelaku media yang salah satunya adalah jurnalis. Hal itu dapat terjadi ketika para jurnalis atau wartawan membuat berita atau menyampaikan informasi dengan menggunakan kosakata tersebut sehingga secara langsung dan tidak langsung jurnalis dengan media massanya itu telah menyediakan data bagi pekamus untuk bahan penyusunan kamusnya. Data yang berupa kosakata tersebut dapat dikatakan data yang masih mentah. Artinya, untuk dapat digunakan secara benar, baik dari segi kebahasaan maupun dari segi nonkebahasaan, masih perlu diolah.Pengolahan data itu melibatkan peran pekamus. Para pekamus akan mendata dan mengumpulkan kosakata baru yang muncul dan tersebar melalui media massa tersebut. Data yang terkumpul tersebut akan didokumentasikan atau dimasukkan dalam kamus yang akan disusunnya dengan berbagai ketentuan yang disesuaikan dengan tujuan penyusunan kamus. Salah satu ketentuan umum yang sampai saat ini masih berlaku adalah bahwa suatu kosakata akan masuk menjadi warga lema untuk kamus apabila sudah termuat dalam tiga terbitan media massa yang berbeda, misalnya karena berbeda wilayah dan penerbitnya. Di samping itu, pekamus tentu tidak serta merta memasukkan begitu saja kosakata baru tersebut ke dalam lema kamusnya, tetapi akan menyesuaikannya dengan aturan atau kaidah kebahasaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia, misalnya kaidah penulisan kata, pelafalan, morfologi, dan pemakaian kosakata.Kosakata baru yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah dalam bahasa Indonesia tidak hanya berbatas pada kosakata yang bersifat umum, tetapi juga dapat berupa kosakata yang berupa istilah. Dalam hal itu, kosakata tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyakat bahasa dalam bidang keilmuan tertentu. Hal itu perlu mendapat perhatian karena seperti yang dikemukanan oleh Asmadi (2008) perkembangan dunia dalam berbagai bidang, seperti teknologi, sastra, ekonomi, dan kebudayaan memaksa wartawan untuk menyelaraskan bahasanya. Selanjutnya, Asmadi mengungkapkan bahwa kadang-kadang munculnya kosakata baru dari luar negeri tidak tertampung dalam perbendaharaan bahasa Indonesia sehingga kosakata yang muncul di media massa hanyalah penyederhanaan atau penyesuaian dengan pemahaman yang dimiliki oleh wartawan. Pernyataan tersebut tentu saja bukanlah tanpa alasan. Kamus sebagai wahana pendokumentasian kosakata selalu berjalan terlambat jika dibandingkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu dimungkinkan karena kamus baru dapat mendokumentasikan kosakata yang baru setelah kosakata tersebut tersebar.Sehubungan dengan itu, kosakata baru atau suatu istilah muncul dan diperkenalkan oleh bidang ilmu tertentu untuk memenuhi salah satu sifat bahasa yang selalu berkembang. Ketersebaran pengetahuan tidak dapat tercapai dengan baik apabila bahasa pengetahuan tersebut tidak dikenali oleh masyarakat bahasa. Oleh karena itu, pakar berbagai bidang keilmuan akan berusaha untuk memperkenalkan ide atau gagasanya melalui bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya sehingga dapat tercapai ketersebaran pengetahuan. Dengan demikian, pengetahuan tersebut akan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat.Keberadaan dan ketersebaran kosakata yang berupa istilah itu juga tidak lepas dari peran media massa. Istilah dapat tersebar luas dan dikenali oleh masyarakat melalui media massa. Sebagai contoh, istilah yang digunakan dalam bidang informatika yang kemajuannya amat cepat dapat dengan mudah dan dikenali dan digunakan oleh masyarakat bahasa melalui media massa. kata download dan upload misalnya, begitu cepat tersebar dengan istilah berbahasa Indonesia menjadi unduh (download) dan unggah (upload), begitu pula dengan penemuan dalam bidang yang lain, seperti bidang konstruksi fondasi bangunan teknik cakar ayam dan fondasi jalan layang yang dikenal dengan teknik sosrobahu. Dalam bidang pendidikan, misalnya, dikenal kata pembentukan watak atau pembentukan karakter yang merupakan padanan dari kata character building. Kosakata tersebut tersebar dan diterima oleh masyarakat karena adanya media massa sebagai penginformasi yang dapat dikatakan selalu terbarui.

4. PenutupKosakata atau istilah baru tidak akan dikenal oleh masyarakat pemakai bahasa apabila tidak tersebar dan tidak dimanfaatkan oleh pemakai bahasa. Ketersebaran dan keberterimaan sebuah kosakata baru itu banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh seberapa besar kosakata tersebut muncul dan digunakan sebagai kosakata yang produktif oleh masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat pemakai bahasa dapat mengenal kosakata itu melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Dalam hal itu, media massa berperan sebagai penyebar kosakata baru yang muncul sebagai perkembangan bahasa.Kosakata yang bermunculan tersebut selanjutnya akan didata, didokumentasikan, dan diolah oleh penyusun kamus sehingga dapat menjadi buku referensi. Berdasarkan pemunculan kosakata yang digunakan dalam madia massa tersebut, media massa melalui pelakunya medianya (wartawan atau jurnalisnya) berperan sebagai penyedia data bagi perkamusan. Dengan demikian, dapat dikatakatan bahwa media massa mempunyai peran yang besar dalam perkamusan. Dalam hal itu, bagi dunia perkamusan, media massa, baik cetak maupun elektronik, mempunyai peran ganda, yaitu sebagai penyedia data dan pemasar hasil perkamusan. Media massa dan perkamusan mempunyai hubungan timbal balik.Tradisi Lisan dalam Industri Kreatif1. PendahuluanIndustri kreatif merupakan istilah yang akhir-akhir ini menjadi wacana yang mengemuka dan menjadi pembicaraan yang aktual. Hawkins (2001) menemukan kehadiran gelombang ekonomi kreatif setelah menyadari untuk pertama kali pada tahun 1966 bahwa karya hak cipta di Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan ekspor sebesar 60,18 miliar dolar yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya, seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Selain tiga sektor tersebut, ia mengusulkan lima belas kategori industri yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu iklan, arsitektur, seni rupa, kerajinan/kriya, desain, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, riset/pengembangan, peranti lunak, permainan, media elektronik, dan permainan video. Setelah Amerika Serikat Inggris menyusul mengembangan industri kreatif dengan mengembangan tiga belas industri kreatif.Sementara itu, Indonesia melalui Kementerian Perdagangan turut pula mengembangkan industri kreatif. Kementerian Perdagangan berhasil memetakan empat belas sektor industri kreatif, yaitu (1) periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar seni dan barang antik, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fesyen, (7) video/film/fotografi, (8) permainan, (9) musik, (10) seni pertunjukan, (11) penerbitan, (12) layanan komputer, (13) televisi/radio, serta (14) riset dan pengembangan. Hadirnya industri kreatif tersebut sangat signifikan terhadap situasi ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi kreatif pada tahun 2006 mencapai 7,3% melebihi pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,6%. Di samping itu, ekonomi kreatif juga mampu menyerap 3,7 juta tenaga kerja setara dengan 4,7% total penyerapan tenaga kerja baru. Hal tersebut mengisyaratkan adanya dua istilah yang digunakan, yaitu industri kreatif dan ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif adalah kelompok luas profesional atau mereka yang berada dalam kegiatan industri kreatif yang memberikan sumbangan terhadap garis depan inovasi. Cendekiawan kreatif tersebut adalah seniman, artis, pendidik, sarjana, dan penulis. Mereka merupakan sekolompok orang yang mempunyai kemampuan berpikir menyebar dan berpola yang menghasilkan gagasan baru. Oleh karena itu, ekonomi kreatif dapat dikatakan sebagai sistem transaksi penawaran dan permintaan yang bersumber pada kegiatan ekonomi dan industri kreatif.Industri kreatif didefinisikan sebagai industri yang berfokus pada kreasi dan eksploitasi karya kepemilikan intelektual. Sejalan dengan itu, Damono (2008) mengatakan bahwa industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. 2. Tradisi Lisan dalam Industri KreatifBangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Keberagaman dan kekhasan budaya setiap suku bangsa merupakan aset yang tidak terhitung jumlahnya. Warisan budaya yang merupakan bagian dari keberagaman dan kekhasan yang dimiliki suku bangsa Indonesia tersebut dapat ditafsirkan pula sebagai bagian inti dari jati diri. Dengan kata lain, martabat suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya yang mencakup unsur yang ada di dalamnya. Warisan budaya yang kita miliki itu sangat bernilai sosial dan ekonomi. Kita tidak pernah memikirkan bahwa sebetulnya khazanah budaya, baik yang berbentuk artefak kebendaan maupun yang nonkebendaan, sesungguhnya menyimpan patensi luar biasa untuk dikembangkan (Sedyawati, 2003:xixiii). Pengembangan warisan budaya yang di dalamnya tercakup sastra lisan dapat terwujud, antara lain dalam kerangka budaya industri kreatif. Hal itu sejalan dengan pendapat para ahli yang mengatakan bahwa peran budaya dapat mengubah banyak hal, termasuk perekonomian suatu bangsa. Mereka bertolak dari kenyataan bahwa pembangunan ekonomi selama ini terbukti tidak dapat memperbaiki kualitas hidup manusia secara ideal. Di samping itu, perubahan dari budaya agraris ke budaya industri dan budaya pascaindustri menyebabkan perubahan dalam tata kehidupan masyarakat. Secara sistematis dan terstruktur, pendekatan ekonomi yang sangat sentralistik (khususnya di Indonesia) telah meniadakan potensi lokal untuk memperlihatkan kekuatan dan sekaligus keunggulan komparatifnya (Pudentia, 2008).Perubahan paradigma dari budaya agraris ke budaya industri yang ditandai dengan hadirnya industri atau ekonomi kreatif itu dipandang sebagai fenomena peradaban manusia fase keempat. Pemerintah RI meluncurkan cetak biru ekonomi kreatif Indonesia (Paeni, 2008). Cetak biru ekonomi kreatif merupakan konsep ekonomi yang berorientasi pada kreativitas, budaya, warisan budaya, dan lingkungan. Cetak biru tersebut memberi acuan bagi tercapainya visi dan misi industri kreatif Indonesia sampai dengan tahun 2030. Landasan utama industri kreatif adalah sumber daya manusia Indonesia, yang akan dikembangkan sehingga mempunyai peran sentral dibandingkan dengan faktor produksi lainnya. Penggerak industri kreatif dikenal sebagai sistem triple helix, yakni cendekiawan (intellectual), dunia usaha (business), dan pemerintah (government). Dalam cetak biru ekonomi kreatif Indonesia tersebut tercatat empat belas cakupan bidang ekonomi kreatif, sebagaimana yang telah dikemukakan.Sementara itu, sebagian tradisi lisan terancam punah sehingga perlu direvitalisasi dan dikembangkan lebih lanjut, antara lain melalui sektor pariwisata dan industri kreatif. Oleh karena itu, tradisi lisan sebagai warisan budaya, suka atau tidak suka, masuk dalam bisnis industri media. Pertunjukan tradisi lisan yang masuk industri media tidak lagi muncul ketika penutur bertemu dengan penonton dalam ruang waktu dan tempat yang sama, tetapi muncul dalam kemasan video atau kaset yang dapat dihadirkan kapan pun. Saat ini di banyak daerah di Indonesia memproduksi tradisi lisan dalam bentuk DVD. Kita dengan mudah menemukan genre tradisi lisan kita dalam bentuk rekaman DVD yang dijualbelikan (Suryadi, 2011). Situasi yang demikian menurut Pudentia (2008) menuntut penikmat atau peneliti tidak harus mempersoalkan mana versi tradisi asli atau yang lengkap. Kehadiran tradisi lisan sebaiknya diterima apa adanya sesuai dengan konsep, prinsip, dan alasan peneliti untuk dipertanggungjawabkan secara akademis. Yang menarik adalah melihat kelenturan yang menjadi penanda tradisi lisan dalam pementasannya. Fleksibilitas tradisi lisan merupakan keniscayaan sejauh para penutur dan komunitas pemiliknya menghendaki atau menerimanya.Beberapa tradisi lisan Sunda yang sudah berkembang menjadi industri kreatif, antara lain, adalah sintren, beluk, topeng Cirebon, dan permainan adu ketangkasan domba.Masyarakat pesisiran selalu memiliki tradisi yang kuat dan mengakar. Salah satu tradisi rakyat pesisiran pantai utara (pantura) Jawa Barat adalah sintren. Tradisi itu sekarang menjadi sebuah pertunjukan langka, bahkan di daerah kelahiran sintren sendiri. Dalam perkembangannya, kini sintren sedikitnya hanya dapat dinikmati setiap tahun sekali dalam upacara kelautan, nadran, dan hajatan. Meskipun demikian, sebagai aktualisasi dalam kegiatan industri kreatif, sintren dijadikan merek dagang sebuah rokok dan kertas tembakau. Gadis yang sedang menari sebagai khas sintren menghiasi bungkus rokok dan kertas tembakau tersebut. Sintren juga menginspirasi Dianing Widya Yudhistira untuk menulis sebuah novel Indonesia modern dalam judul yang sama dengan aslinya, yaitu Sintren. Novel tersebut diterbitkan pada tahun 2007 oleh Grasindo dengan tebal 296 halaman.Sebagai tradisi lisan, sintren juga memasuki industri musik modern. Musik latar yang mengiringi sintren diangkat dalam pertunjukan musik modern sehingga menghasilkan irama musik baru. Penari sintren yang berkacamata hitam dan sebuah kurung yang digunakan untuk mengurung sintren dalam pertunjukan sintren tetap dihadirkan sebagai properti pertunjukan musik modern. Selain itu, salah satu tradisi lisan yang menjadi ikon Cianjur, yaitu cianjuran atau disebut dengan mamaos teraktualisasikan melalui kartu telkomsel. Dalam kartu itu, tampak foto penembang, pemetik kecapi, dan peniup suling tradisi cianjuran.Tradisi lisan Sunda lain yang memasuki industri kreatif adalah tradisi beluk dan tarawangsa. Beluk adalah tradisi yang berdasarkan sastra tulis yang dalam istilah sastra Sunda disebut wawacan. Tradisi itu tumbuh dan berkembang di lingkungan agraris yang didendangkan pada saat membajak sawah. Seiring modernisasi saat manusia menggunakan traktor, kerbau menjadi tidak berperan hingga beluk pun hilang dari peredaran. Maestro beluk dan juga tarawangsa, Mang Ayi, memilih berkolaborasi dengan genre musik modern. Dengan demikian, terjadi pemanfaatan beluk dan tarawangsa dalam musik modern yang memasuki dunia industri kreatif. Dalam musik hibrida yang di dalamnya mengandung beluk atau tarawangsa dan genre musik modern, peran beluk yang memiliki kekuatan vokal berperan sebagai musik latar.Tradisi lisan Cirebon yang cukup terkenal yang juga memasuki dunia industri kreatif adalah topeng Cirebon. Topeng yang merupakan aksesoris penari topeng saat menari sangat diperlukan untuk pertunjukan. Para perajin yang kreatif membaca situasi tersebut dapat menguntungkan secara ekonomi. Salah seorang perajin topeng Cirebon, yaitu Hasan Nawi memproduksi topeng Cirebon, baik untuk keperluan aksesoris penari topeng maupun untuk cenderamata berupa gantungan kunci dan hiasan berbentuk topeng kecil. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi lisan berupa tari topeng Cirebon secara langsung ataupun tidak langsung menyemarakkan industri kreatif dan industri pariwisata Cirebon. Hasan Nawi dan seluruh anggota keluarganya saat ini memiliki sanggar antik yang digunakan sebagai tempat menjual topeng dan cenderamata topeng serta tempat berlatih tari topeng.3. PenutupTradisi lisan dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain dapat dikembangkan untuk industri kreatif. Suatu tradisi lisan dapat memasuki industri kreatif yang dapat menunjang perekonomian pelakunya jika tradisi lisan yang bersangkutan dimanfaatkan atau dikembangkan secara lintas sektoral atau melalui media lain, seperti tradisi lisan yang dikemas dalam bentuk DVD, diproduksi secara masal sebagai industri kreatif. Tradisi lisan yang sudah bertransformasi menjadi bentuk lain tersebut tentu saja tidak sepenuhnya muncul, tetapi hanya mewakili sebagian atau salah satu unsur tradisi. Namun, salah satu unsur tradisi lisan yang muncul dalam industri kreatif tersebut dapat dipandang sebagai salah satu bentuk perevitalisasian dan pemertahanan tradisi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa hanya tradisi lisan yang bertransformasi dalam bentuk lain, seperti tradisi lisan dalam industri media massa yang berhibridisasi dan beraktualisasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang bertahan dalam era globalisasi. Jadi, tradisi lisan, industri pariwisata, dan industri kreatif menggambarkan relevansi yang saling menguntungkan. Tradisi lisan mendukung berkembangnya industri kreatif dan industri pariwisata. Industri kreatif yang memanfaatkan tradisi lisan turut mempertahankan kelangsungan tradisi lisan.Urgensi Penyusunan Kamus Dwibahasa Indonesia-Inggris untuk Penutur Bahasa IndonesiaPendahuluanKata kamus diserap dari bahasa Arab qamus. Kata Arab itu sendiri berasal dari kata Yunani okeanos yang berarti lautan. Sejarah kata itu menyiratkan makna dasar yang terkandung dalam kata kamus, yaitu wadah pengetahuan, khususnya pengetahuan bahasa, yang tidak terhingga dalam dan luasnya (KBBI, 2008). Dewasa ini kamus merujuk pada buku yang berisi sejumlah kata yang disusun secara alfabetis beserta penjelasan maknanya, dan biasanya disertai informasi mengenai tata bahasa, pelafalan, atau etimologi.Dilihat dari bahasa yang digunakan kamus dapat dibagi atas (1) kamus ekabahasa, (2) kamus dwibahasa, dan (3) kamus anekabahasa (multibahasa). Kamus ekabahasa menggunakan satu bahasa dalam pemberian deskripsi. Kamus dwibahasa disusun dengan menggunakan dua bahasa. Sementara itu, kamus anekabahasa terdiri atas lebih dari dua bahasa yang berbeda.Tren untuk mempelajari bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, sudah sejak lama dirasakan. Hal itu bukanlah sesuatu yang mengherankan mengingat bahwa bahasa Inggris adalah alat komunikasi antarbangsa yang digunakan hampir di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri bahasa Inggris digunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Penggunaannya pun dapat menunjukkan derajat keterdidikan seseorang. Bahkan, prestisenya sering dianggap lebih tinggi daripada bahasa Indonesia. Dalam bidang pendidikan, bahasa Inggris pun mempunyai posisi yang istimewa daripada bahasa asing lainnya ataupun bahasa Indonesia.Dalam mempelajari bahasa asing, kamus tentunya akan sangat bermanfaat atau, bahkan, sangat dibutuhkan. Survei yang pernah dilakukan oleh Hartmann menunjukkan bahwa kamus dwibahasa umum cenderung menjadi alat yang paling disukai oleh pemelajar bahasa, terutama ketika mencari arti kata, tata bahasa, atau konteks pemakaian kata dalam bahasa sasaran.Kebutuhan pemelajar bahasa asing meliputi dua macam, yaitu (1) reseptif, seperti dalam pemahaman bacaan dan dengaran, atau setidaknya penerjemahan bahasa asing dan (2) produktif, seperti dalam berbicara dan menulis, serta penerjemahan bahasa asing. Agar menguasai semua keterampilan itu dengan baik seseorang harus memiliki seperangkat bahan rujukan atau referensi. Sayangnya, umumnya referensi yang tersedia disusun untuk tujuan analisis, pengetahuan, atau pemahaman, dan sangat sedikit yang ditujukan untuk sintesis atau produksi.Pilihan dan Kebiasaan dalam Menggunakan KamusBagi kebanyakan orang, kata kamus sering merujuk pada kamus dwibahasa. Hal itu didukung oleh survei yang dilakukan oleh J. Tomaszczyk (1983). Ia mendapati bahwa tidak hanya pemelajar bahasa asing tingkat pemula dan menengah yang mengandalkan kamus dwibahasa, tetapi guru bahasa pada tingkat atas dan perguruan tinggi juga menggunakannya. Pilihan mereka jatuh pada kamus dwibahasa, bukan kamus ekabahasa, meskipun kamus itu tersedia. Tujuan dasar kamus dwibahasa, menurut Ladislav Zgusta, adalah menghubungkan satuan leksikal dari satu bahasa dengan satuan leksikal dari bahasa yang lain yang makna leksikalnya sama.Hal yang sama juga ditunjukkan oleh survei yang dilakukan oleh James Baxter. Ia mendapati bahwa pemelajar bahasa asing tingkat pemula dan menengah menghidari penggunaan kamus ekabahasa karena mereka menganggap susah untuk menggunakannya. Mencari satu kata dapat membawa mereka pada pencarian yang tak berakhir ketika berhadapan dengan definisi dari kata kepala yang dicari. Namun, hal itu jarang terjadi pada pemelajar atau guru bahasa pada tingkat lanjut. Fakta lain yang ditemukan adalah bahwa mayoritas responden lebih memilih menggunakan kamus bilingual tidak hanya untuk berlatih keterampilan memproduksi teks, tetapi juga untuk keterampilan reseptif.Berdasarkan pilihan dan kebiasaan dalam penggunaan kamus itu, tampak adanya kebutuhan yang mendesak akan kamus dwibahasa yang bersifat produktif.Kamus Dwibahasa Indonesia-InggrisAda begitu banyak kamus dwibahasa Indonesia-Inggris yang terbit di pasar buku Indonesia. Dari segi ukuran, ada kamus saku hingga kamus besar. Dari segi penamaan, ada yang menggunakan kamus lengkap, kamus komprehensif, kamus modern, kamus sekian juta kata, hingga kamus sekian miliar kata. Karena banyaknya kamus yang beredar di pasar/toko buku, para pengguna akhirnya sering bingung untuk memilih kamus mana yang tepat untuk mereka gunakan sebagai rujukan. Bahkan, ada juga yang terkecoh dengan iming-iming penggunaan kata juta atau miliar dalam judul kamus karena ternyata jumlah entri yang terkandung di dalam kamus itu tidak sampai angka ribuan. Kecermatan dari pengguna kamus sungguh akan menentukan.Selain dalam bentuk cetakan, ada juga kamus dwibahasa Indonesia-Inggris yang dibuat dalam bentuk elektronik, yaitu berupa perangkat lunak dan bisa diinstal ke komputer, atau dalam bentuk daring (online). Kamus yang demikian setidaknya memerlukan komputer dan jaringan internet. Dibandingkan dengan versi cetak, tentunya kamus tersebut memerlukan biaya yang cukup besar agar dapat mengaksesnya.Dalam pengamatan penulis, setidaknya ada dua kamus Indonesia-Inggris yang paling banyak digunakan sebagai acuan. Pertama, Kamus Indonesia-Inggris yang disusun oleh John M. Echols dan Hasan Shadily. Kamus yang judul aslinya An Indonesian-English Dictionary itu diterbitkan pertama kali pada 1961 oleh Cornell University. Kemudian, pada tahun 1989, ketika menginjak edisi ketiga, kamus itu direproduksi oleh Gramedia Pustaka Utama. Kedua, kamus A Comprehensive Indonesian-English Dictionary yang disusun oleh Alan M. Stevens dan A Ed. Schmidgall-Tellings. Kamus itu pertama kali diterbitkan oleh Ohio University Press pada thun 2004. Setahun kemudian kamus itu diterbitkan khusus di Indonesia oleh Mizan.Kamus Indonesia-Inggris adalah kamus komprehensif dan praktis yang tergolong kamus reseptif. Kamus itu dapat digunakan oleh penutur bahasa Indonesia yang ingin mengetahui padanan bahasa Inggris dari kata-kata bahasa Indonesia. Akan tetapi, kamus itu sesungguhnya bukan ditujukan untuk penutur bahasa Indonesia, melainkan untuk penutur bahasa Inggris yang ingin mempelajari bahasa Indonesia, khususnya penutur asing yang ingin membaca atau memahami bacaan berbahasa Indonesia kontemporer. Penggunaan bahasa Inggris pada bagian Pendahuluan menunjukkan bahwa kamus itu memang ditujukan bukan untuk penutur Indonesia. Penulisan label singkatan, seperti Coll untuk Colloquial, Derog untuk Derogatory, atau Med untuk Medicine, dan penulisan glosa (kata atau frasa penjelas padanan atau definisi) dalam bahasa Inggris juga menguatkan indikasi tersebut.Setali tiga uang dengan Kamus Indonesia-Inggris. Kamus yang disusun Alan M. Stevens dan A. Ed. Schmidgall-Tellings pun diperuntukkan utamanya bagi penutur bahasa Inggris, bukan penutur bahasa Indonesia. Petunjuk pemakaian kamus, penulisan label singkatan, dan penulisan glossa, semuanya dijelaskan dan dibuat dalam bahasa Inggris.Kamus yang disusun oleh John M. Echols eh dan hassan Shadily ataupun yang disusun oleh Alan M. Stevens dan A. Ed. Schmidgall-Tellings dapat dikatakan kamus yang kurang ramah pengguna karena kurang memudahkan penggunanya untuk memahami informasi yang ada di dalam kamus. Dapat dibayangkan bagaimana penutur bahasa Indonesia yang akan mengalami kesulitan untuk memahami informasi yang disajikan dalam bahasa Inggris sementara ia sendiri masih dalam tahap mempelajarinya. Bagi pengguna kamus yang memiliki kemampuan bahasa Inggris lumayan, menggunakan kedua kamus tersebut mungkin tidak menjadi masalah. Namun, mungkin tidak demikian bagi para pemelajar. Kamus yang diharapkan akan memberikan jawaban dengan cepat, justru dapat memperlambatnya. Oleh karena itu, kehadiran kamus Indonesia-Inggris yang memang khusus diperuntukkan bagi penutur bahasa Indonesia dirasakan sangat perlu.

Penyusunan Kamus Dwibahasa Indonesia-Inggris Kebutuhan akan kamus dwibahasa Indonesia-Inggris untuk penutur bahasa Indonesia disadari oleh Tim Perkamusan dari Badan Bahasa. Oleh karena itu, upaya untuk menyusun kamus dwibahasa itu sejak beberapa tahun terakhir sudah dilakukan.Ada dua pertanyaan penting yang harus dijawab sebelum menyusun kamus dwibahasa: (1) Untuk siapa kamus itu ditujukan? Apakah penutur dari bahasa sumber atau penutur dari bahasa sasaran? dan (2) Apa tujuan kamus ini disusun? Dengan kata lain, apakah dimaksudkan untuk memahami bahasa asing atau memproduksi teks bahasa asing?Kedua pertanyaan itu menunjukkan setidaknya ada empat jenis kamus antarbahasa, yaitu (1) untuk penutur bahasa sumber untuk memahami teks bahasa sasaran; (2) untuk penutur bahasa sumber untuk memproduksi atau menghasilkan teks bahasa sasaran; (3) untuk penutur bahasa sasaran untuk memahami bahasa teks bahasa sumber; dan (4) untuk penutur bahasa sasaran untuk memproduksi atau menghasilkan teks bahasa sumber.Kamus yang tengah disusun Tim Kamus Badan Bahasa difokuskan untuk pemelajar yang telah memiliki pengetahuan dasar bahasa Inggris. Pembatasan sasaran pengguna tersebut perlu dilakukan agar pemilihan informasi leksikografis yang akan dimasukkan ke dalam kamus dapat ditentukan dengan tepat. Sasaran pengguna yang berbeda, misalnya peneliti, wartawan, mahasiswa, tentu akan memerlukan informasi leksikografis yang berbeda pula.Dalam kaitannya dengan pertanyaan kedua, terdapat dua jenis kamus dwibahasa, yaitu kamus reseptif dan kamus produktif. Kamus reseptif adalah kamus yang digunakan untuk memahami teks atau bacaan. Oleh karena itu, informasi leksikografis dalam kamus jenis ini biasanya disusun sedemikian rupa agar mudah dipahami dan cepat ditemukan. Selain itu, jumlah lema atau kata kepala biasanya lebih banyak daripada kamus produktif dan begitu juga dengan makna atau polisemnya. Sementara itu, kamus produktif kamus yang disusun agar penggunanya dapat memproduksi teks (lisan atau tulis) yang natural seperti penutur jati. Oleh karena itu, isinya banyak berisi informasi morfologis dan sintatik yang dapat membantu penggunanya untuk menggunakan kata-kata secara baik dan benar. Kamus yang disusun untuk tujuan pemahaman dan produksi sekaligus harus terdiri atas dua bagian, yaitu satu bagian untuk bahasa sumber-bahasa sasaran dan bahasa sasaranbahasa sumber. Kamus yang disusun oleh Tim Kamus Badan Bahasa dimaksudkan untuk tujuan yang kedua, yaitu yang bersifat produktif.Untuk mencapai sasaran itu, mikrostruktur kamus dirancang atas (1) lema/sublema, (2) kelas kata, (3) padanan, (4) pelafalan, dan (5) konteks/contoh pemakaian. Pemilihan lema didasarkan atas frekuensi kemunculan dalam korpus. Selain itu, jika suatu kata dianggap penting meskipun di dalam korpus frekuensi kemunculannya tidak terlalu tinggi, kata itu dapat juga dimasukkan sebagai lema. Penentuan kelas kata sebuah lema dari bahasa sumber ke bahasa sasaran seharusnya sejajar. Apabila dalam bahasa sumber suatu kata memiliki kelas kata verba, kata itu juga harus berkelas kata verba dalam bahasa sasaran. Namun, dalam praktiknya sering dijumpai ketidaksejajaran. Misalnya, kata berbahaya yang memiliki kelas kata verba dalam bahasa Indonesia berkelas kata adjektiva dalam bahasa Inggris. Hal itu mungkin yang menjadi sebab mengapa beberapa kamus dwibahasa Indonesia-Inggris tidak menyertakan kelas kata. Dalam memberikan padanan diusahakan dengan memberi sinonim yang memiliki makna yang paling dekat dan apabila makna kurang mendekati, penggunaan glosa (kata/frasa penjelas padanan/definisi) dapat dilakukan. Pemberian lafal menjadi hal yang signifikan untuk dilakukan mengingat kamus yang akan disusun merupakan kamus produktif. Hal itu akan sangat membantu pengguna kamus ketika akan memproduksi ujaran atau teks secara lisan. Dalam hal pemberian konteks diharapkan akan membantu pemelajar dalam memahami sekaligus memproduksi teks.Penyusunan kamus merupakan pekerjaan yang memerlukan ketekunan dan ketelitian. Banyak tahapan yang harus dilalui. Oleh karena itu, proses pengerjaan kamus menghabiskan banyak tenaga dan waktu yang cukup panjang. Penyusunan kamus dwibahasa Indonesia-Inggris untuk pemelajar ini pun demikian. Kamus itu diharapkan dapat segera diselesaikan dan diterbitkan sehingga dapat segera dimanfaatkan.PenutupKehadiran kamus dwibahasa dalam pemelajaran atau pembelajaran bahasa asing sudah menjadi suatu kebutuhan. Kamus dapat membantu pemelajar bahasa untuk dapat menguasai keterampilan berbahasa, baik yang bersifat reseptif maupun produktif. Namun, ketersediaan kamus dwibahasa yang bertujuan untuk memproduksi teks lisan ataupun tulis sangat terbatas, terutama yang ditujukan untuk penutur bahasa Indonesia. Kebanyakan yang beredar adalah kamus Inggris-Indonesia. Kalau pun ada kamus Indonesia-Inggris, biasanya ditujukan untuk penutur bahasa Inggris. Oleh karena itu, kamus dwibahasa Indonesia-Inggris yang dirancang untuk keperluan penutur bahasa Indonesia tampaknya akan memberi kontribusi besar dalam dunia pengajaran atau pemelajaran bahasa.

Minta Kades Tumbang Puroh DigantiKalteng Pos: Jumat, 23 Juli 2010Penulis:Lukas Suder Posy Jalan Kecubung No 74 Palangka RayaHAMPIR satu tahun lebih kades (SJ) dilantik menjadi Kades Tumbang Puroh dan selama menjalankan tugasnya; sangat disayangkan pada saat (SJ) menjabat kades Puroh selalu dikendali oleh orang lain sehingga bisa mempengaruhi tugasnya sebagai kades, tugasnya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadinya dan kerjasama dengan orang tertentu sehingga kepentingan umum di masyarakat diabaikan.Hal yang seperti ini menjadi perhatian serius bagi semua pihak khususnya pemerintah Kecamatan Kapuas Hulu dan Pemerintah Kabupaten Kapuas agar bertindak tegas dengan oknum kepala desa (SJ) yang tidak memberikan contoh sebagai pelayan masyarakat mewakili pemerintah yang ada di desa.Saya mendukung atas kegiatan rapat BPD Tumbang Puroh bersama masyarakat lainnya yang menggantikan jabatan Kades Puroh (SJ) dan langkah yang diambil masyarakat langkah yang sangat tepat dan sesuai undang-undang otonomi daerah nomor 22 Pemerintah Daerah BAB XI Bagian kedua tentang Pemerintah Desa Pasal 103 ayat (1) huruf C,e dan ayat (2), saya meminta pihak pemerintah Kecamatan Kapuas Hulu maupun Kabupaten Kapuas segera menindaklanjuti hasil rapat BPD dan masyarakat Desa Tumbang Puroh, kalau ada pihak-pihak yang ingin mempertahankan (SJ) sebagai Kades Puroh artinya semua kegiatan yang dilakukan oleh (SJ) pasti ada konspirasinya untuk berbisnis selanjutnya.Pokok-pokok isi artikel:- Kades Tumbang Puroh, (SJ), yang telah menjabat selama satu tahun lebih tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Itu disebabkan karena tugasnya dilakukan oleh pihak lain yang tidak berkepentingan.- Pemerintah Kecamatan Kapuas Hulu dan Pemerintah Kabupaten Kapuas ingin bertindak tegas dengan oknum kepala desa (SJ).- Masyarakat menginginkan kades (SJ) diganti. Hal yang dilakukan masyarakat tersebut sesuai dengan undang-undang otonomi daerah nomor 22 Pemerintah Daerah BAB XI Bagian kedua tentang Pemerintah Kepala Desa Pasal 103 ayat (1) huruf C,e dan ayat (2).Alasan:Saya setuju dengan pendapat penulis karena apa yang dilakukan kades (SJ) tersebut tidak bertanggung jawab dan ditambah lagi dengan pihak lain yang ikut campur untuk menjalankan tugasnya sebagai kades. Karena itu juga kepentingan masyarakat di Desa Tumbang Puroh diabaikan.

BAHASA INDONESIA VS BAHASA ALAY Oleh: Indah Sofiah Abstrak

Penulis memilih membahas judul ini bertujuan untuk memberikan pandangan kepada pembaca mengenai perkembangan bahasa gaul (alay) yang sudah mulai menggeser keberadaan bahasa indonesia sebagai alat komunikasi. Kebenaran berbahasa akan berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang disampaikan. Berbagai fenomena yang berdampak buruk pada kebenaran berbahasa yang disesuaikan dengan kaidahnya, dalam hal ini berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik. Berbahasa yang baik yang menempatkan pada kondisi tidak resmi atau pada pembicaraan santai tidak mengikat kaidah bahasa di dalamnya. Ragam berbahasa seperti ini memungkinkan munculnya gejala bahasa baik interferensi, integrasi, campur kode, alih kode maupun bahasa gaul. Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk pergaulan. Kata-kata kunci : bahasa indonesia, bahasa gaul (alay). I. Pendahuluan Alay adalah singkatan dari Anak layangan, Alah lebay, Anak layu atau Anak kelayapan yang menghubungkannya dengan anak jarpul (Jarang Pulang). Tapi yang paling terkenal adalah Anak layangan. Dominannya, istilah ini menggambarkan anak yang menganggap dirinya keren secara gaya busananya. Menurut Koentjaraningrat, Alay adalah gejala yang dialami pemuda dan pemudi bangsa Indonesia, yang ingin diakui statusnya di antara teman-temannya. Gejala ini akan mengubah gaya tulisan, dan gaya berpakaian, sekaligus meningkatkan kenarsisan yang cukup mengganggu masyarakat pada umumnya. Diharapkan sifat ini segera hilang, jika tidak akan mengganggu masyarakat sekitar. Bahasa Alay itu sangat berbeda dari bahasa biasanya, awal mula kemunculan bahasa rumit ini tak lepas dari perkembangan SMS atau layanan pesan singkat. Namanya pesan singkat, maka menulisnya jadi serba singkat, agar pesan yang panjang bisa terkirim hanya dengan sekali SMS. Selain itu juga agar tidak terlalu lama mengetik dengan tombol handphone yang terbatas. Awalnya memang hanya serba menyingkat. Kemudian huruf-huruf mulai diganti dengan angka, atau diganti dengan huruf lain yang jika dibaca kurang lebih menghasilkan bunyi yang mirip. Penggunaan bahasa sandi itu menjadi masalah bila digunakan dalam komunikasi massa karena lambang yang mereka pakai tidak dapat dipahami oleh segenap khayalak media massa atau dipakai dalam komunikasi formal secara tertulis. Pesatnya perkembangan jumlah pengguna bahasa Alay menunjukkan semakin akrabnya generasi muda Indonesia dengan dunia teknologi terutama internet. Munculnya bahasa Alay juga menunjukkan adanya perkembangan zaman yang dinamis, karena suatu bahasa harus menyesuaikan dengan masyarakat penggunanya agar tetap eksis. Akan tetapi, munculnya bahasa Alay juga merupakan sinyal ancaman yang sangat serius terhadap bahasa Indonesia dan pertanda semakin buruknya kemampuan berbahasa generasi muda zaman sekarang. Dalam ilmu linguistik memang dikenal adanya beragam-ragam bahasa baku dan tidak baku. Bahasa tidak baku biasanya digunakan dalam acara-acara yang kurang formal. II. Pembahasan Perkembangan teknologi dan budaya asing saat ini sangat berpengaruh dalam kehidupan kita sehari-hari. Terutama dalam kehidupan serta pergaulan remaja. Dengan semakin majunya teknologi dan ditambah dengan pengaruh budaya asing tersebut, maka akan mengubah sikap, perilaku serta kebiasaan mereka. Hal tersebut tidak hanya mengubah gaya hidup, seperti cara berpakaian, tetapi juga dapat mengubah cara seseorang (remaja) dalam berinteraksi serta berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini berkaitan dengan penggunaan bahasa. Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1) bahwa bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Seiring dengan berkembangnya jaman, maka munculah modifikasi bahasa, atau dikenal dengan bahasa alay. Bahasa Alay merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam komunitas Alay. Fenomena bahasa alay menjadi menarik, karena tidak semua orang mau menerima bahasa Alay ini. Bahasa Alay sering digunakan oleh komunitas tersebut dalam SMS, atau status di Facebook dan Twitter. Entah karena banyaknya orang yang memakai tulisan alay sehingga berdampak banyak orang yang merasa terganggu sampai-sampai muncul grup antialay di Facebook. Apakah penggunaan bahasa Alay mempunyai pengaruh terhadap bahasa Indonesia? Dan bagaimana cara masyarakat menaggapi hal tersebut?. Menurut Pangabean (2006:17) menyimpulkan bahwa penggunaan bahasa sandi itu akan menjadi masalah jika digunakan dalam komunikasi massa karena lambang-lambang yang mereka pakai tidak dapat dipahami oleh segenap khalayak, media massa atau dipakai dalam komunikasi formal secara tertulis. Pada dasarnya ada dua hal utama yang menjadi perhatian remaja, yaitu identitas dan pengakuan. Penulisan bahasa dengan ciri khasnya bisa jadi pembentukan kedua hal di atas. Menurut Lina Meilinawati, pengamat bahasa dari Fakultas Sastra Indonesia Unpad, ada dua hal alasan utama remaja menggunakan bahasa tulis dengan ciri tersendiri (alay), Pertama, mereka mengukuhkan diri sebagai kelompok sosial tertentu, yaitu remaja. Yang kedua, ini merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap dominasi bahasa baku atau kaidah bahasa yang telah mapan, jelasnya. Artinya, remaja merasa menciptakan identitas dari bahasa yang mereka ciptakan sendiri pula. Remaja sebagai kelompok usia yang sedang mencari identitas diri memiliki kekhasan dalam menggunakan bahasa tulis di facebook. Ada semacam keseragaman gaya yang kemudian menjadi gaya hidup (lifestyle) mereka. Remaja yang masih labil dan gemar meniru, sangat mudah tertular dan memilih menggunakan bahasa ini daripada menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apalagi ada anggapan bahwa bahasa ini adalah bahasa gaul, sehingga orang yang tidak menggunakannya akan dianggap ketinggalan jaman atau kuno. Keberadaan bahasa alay dianggap kaum muda sebagai alat komunikasi dalam pergaulan sehari-hari. Baik lisan maupun tulisan, bahasa ini dianggap sebagai media berekspresi. Namun, tanpa disadari, lama kelamaan bahasa alay bisa mengancam eksistensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan karena semakin jauh berbeda dengan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar. Para pemuda seharusnya bisa menempatkan dirinya dan mengikuti kaidah-kaidah Bahasa Indonesia. Karena bahasa itu kan menunjukkan diri seseorang, ujar Laksmi, dosen Bahasa Indonesia Institut Pertanian Bogor kepada tim Liputan 6 SCTV, Sabtu (9/10). Munculnya bahasa Alay juga merupakan sinyal ancaman yang sangat serius terhadap bahasa Indonesia dan pertanda semakin buruknya kemampuan berbahasa generasi muda zaman sekarang. Dalam ilmu linguistik memang dikenal adanya beragam-ragam bahasa baku dan tidak baku. Bahasa tidak baku biasanya digunakan dalam acara-acara yang kurang formal. Akan tetapi bahasa Alay merupakan bahasa gaul yang tidak mengindahkan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar . Kita ketahui bahwa Bahasa Indonesia itu sudah mulai dipenuhi oleh bahasa asing yang mungkin saja dapat merusak. Namun, kita juga harus terbuka dengan hal-hal yang baru tapi tidak mengindahkan tatanan bahasa yang baik dan benar. Penggunaan bahasa Alay oleh para remaja ABG mungkin dimaksudkan untuk menyingkat karakter agar efisien atau agar orang tua yang kebetulan memergoki mereka ketika ber-SMS atau mencuri-curi membuka hape anaknya menjadi pusing sendiri karena tidak mengerti. Nah, kalau setiap hari para remaja kita sudah biasa ber-SMS sampai ratusan kali dengan menggunakan bahasa Alay terus-menerus, tidak mustahil mereka menjadi linglung ketika harus menjawab soal bahasa Indonesia yang mempunyai aturan baku tentang penggunaan huruf besar dan kecil, tanda-tanda baca, dan lain-lain. Masyarakat berlain pendapat dalam menghadapi hal tersebut, ada yang menerima bahasa tersebut ada juga yang merasa terganggu. Bagi mereka yang menerima bahasa Alay beralasan karena mereka menganggap itu merupakan kreativitas. Jadi, biarkan saja kaum muda itu menggunakan bahasa sandi mereka sendiri yang ditujukan kepada komunitas mereka sendiri saja. Sedangkan bagi masyarakat lain yang merasa terganggu dengan bahasa Alay, menganggap bahasa Alay sangat sulit dipahami demikian juga penulisan dengan huruf alay sangat menyulitkan bagi beberapa orang untuk membacanya. Bagaimana ciri-ciri bahasa yang dikategorikan dalam bahasa bentuk Alay? Apa dampak positif (negatif) yang ditimbulkan dari penggunaan bahasa Alay tersebut?. Dari data yang penulis dapat ciri-ciri bahasa Alay, antara lain: 1. Menggunakan angka untuk menggantikan huruf. Contoh: t3m4n, b350k k1t4 p3r91 yuuk. 2. Kapitalisasi yang sangat berantakkan. Contoh:tEmAn, bEsOk kItA pErGi YuUuK. 3. Menambahkan x atau z pada akhiran kata atau mengganti beberapa huruf seperti s dengan dua huruf tersebut dan menyelipkan huruf-huruf yang tidak perlu serta merusak EYD atau setidaknya bahasa yang masih bisa dibaca. Mengganti huruf s dengan c sehingga seperti balita berbicara. Contoh: nanti Aq xmx kamyu deeech, xory ya, becok aQ gx bica ikut. Contoh-contoh yang telah disebutkan di atas baru sedikit, ini artinya masih banyak lagi kata-kata yang termaksud di dalamnya. Penggunaan bahasa Alay memiliki dampak yang positif dan negatife. Dampak positif dengan digunakannya bahasa Alay adalah remaja menjadi lebih creative. Terlepas dari menganggu atau tidaknya bahasa Alay ini, tidak ada salahnya kita menikmati tiap perubahan atau inovasi bahasa yang muncul. Asalkan dipakai pada situasi yang tepat, media yang tepat dan komunikan yang tepat juga. Sedangkan dampak negatif bagi kelangsungan bahasa Indonesia antara lain : 1. Masyarakat Indonesia tidak mengenal lagi bahasa baku. 2. Masyarakat Indonesia tidak memakai lagi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). 3. Masyarakat Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar. 4. Dulu anak anak kecil bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tapi sekarang anak kecil lebih menggunakan bahasa gaul. Misalnya dulu kita memanggil orang tua dengan sebutan ayah atau ibu, tapi sekarang anak kecil memanggil ayah atau ibu dengan sebutan bokap atau nyokap. 5. Penulisan bahasa indonesia menjadi tidak benar. Yang mana pada penulisan bahasa indonesia yang baik dan, hanya huruf awal saja yang diberi huruf kapital, dan tidak ada penggantian huruf menjadi angka dalam sebuah kata ataupun kalimat. Dampak negatif lainnya, bahasa Alay dapat mengganggu siapapun yang membaca dan mendengar kata-kata yang termaksud di dalamnya. Karena, tidak semua orang mengerti akan maksud dari kata-kata Alay tersebut. Terlebih lagi dalam bentuk tulisan, sangat memusingkan dan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk memahaminya. . Dengan dibiasakannya diri seseorang untuk menggunakan bahasa Alay, maka dapat menyulitkan dirinya sendiri. Bisa dibuktikan dengan tingkat kelulusan SMA tahun ini. Banyak siswa-siswi SMA yang tidak lulus. Bahkan ada beberapa sekolah yang siswanya tidak lulus semuanya. Penyebab terjadinya di antaranya karena, keengganan mereka untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia. Mereka lebih senang menggunakan bahasa Alay, karena lebih mudah dan merupakan bahasa yang lagi musim saat ini. Mereka gengsi atau malu jika mereka tidak menggunakan bahasa tersebut. III. Penutup Tata bahasa Indonesia pada saat ini sudah banyak mengalami perubahan. Masyarakat Indonesia khususnya para remaja, sudah banyak kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Perubahan tersebut terjadi dikarenakan adanya penggunaan bahasa baru yang mereka anggap sebagai kreativitas. Jika mereka tidak menggunakannya, mereka takut dibilang ketinggalan zaman atau tidak gaul. Salah satu dari penyimpangan bahasa tersebut diantaranya adalah digunakannya bahasa Alay. Bahasa Alay secara langsung maupun tidak telah mengubah masyarakat Indonesia untuk tidak mempergunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sebaiknya bahasa Alay dipergunakan pada situasi yang tidak formal seperti ketika kita sedang berbicara dengan teman. Atau pada komunitas yang mengerti dengan sandi bahasa Alay tersebut. Kita boleh menggunakannya, akan tetapi jangan sampai menghilangkan budaya berbahasa Indonesia. Namun dengan demikian keberadaan Bahasa Indonesia juga bisa teruji dengan hal-hal yang baru sehingga bisa lebih menguatkan Bahasa Indonesia itu sendiri. Kurangnya kesadaran untuk mencintai bahasa di negeri sendiri berdampak pada tergilasnya atau lunturnya bahasa Indonesia dalam pemakaiannya dalam masyarakat. Salah satu kebijakan untuk tetap melestarikan bahasa nasional adalah pemerintah bersama segenap lapisan masyarakat menjunjung tinggi bahasa Indonesia agar tetap menjadi bahasa yang dapat dibanggakan dan sejajar dengan bahasa-bahasa di seluruh dunia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara kita dan juga sebagai identitas bangsa. Untuk itulah, kita sebagai generasi muda, harus cermat dalam memilih serta mengikuti trend yang ada. Jangan sampai merusak budaya bahasa kita sendiri. Cintailah bahasa Indonesia ! Your Online Store Builder : http://bit.ly/123sell

Artikel Bahasa Indonesia 2 - BANJIR

Manusia nggak(1) bisa hidup tanpa air. Tapi(2) kalau(3) air dalam jumlah berlebihan dan bikin(4) banjir? Waduh...

Musim hujan datang lagi nih(5), bertambah deh(6) kekhawatiran kita. Apalagi kalau bukan banjir. Sejak beberapa tahun belakangan(7), setiap musim hujan seringkali disertai datangnya banjir. Kenapa, ya? Ternyata ini semua (lagi-lagi) berhubungan dengan global warming. Panas bumi yang bertambah bikin risiko(8) banjir makin tinggi. Ini Cuma(9) beberapa contoh kasus banjir yang terjadi akibat global warming(10) tadi. * Pada pertengahan 2007 lalu, Inggris mengalami banjir terburuk dalam 200 tahun terakhir. Banjir yang terjadi di kota London dan sekitarnya ini, menyebabkan kerugian sampai sekitar 48 trilyun(11) rupiah, menghancurkan 10 ribu rumah, dan menewaskan empat orang warga! Padahal, sejak awal abad ke-19 Inggris tidak pernah mengalami banjir sedahsyat(12) ini. Para ilmuwan(13) inggris pun(14) menjelaskan penyebabnya adalah karena curah hujan yang sangat tinggi akibat dari pemanasan global, selain itu juga karena naiknya permukaan laut. Di tahun-tahun mendatang, bisa jadi akan lebih buruk lagi, bahkan menenggelamkan sebagian Inggris!

* Nggak usah jauh-jauh, ternyata banjir besar yang terjadi di Jakarta bulan Februari 2007 lalu merupakan salah satu efek dari global warming, lho(15). Permukaan laut di sekitar Jakarta yang sudah makin(16) tinggi, tidak sanggup lagi menampung curahan hujan selama tiga hari nonstop(17) Alhasil, banjir pun datang dan menenggelamkan hampir 70% wilayah Jakarta, serta membuat 450 ribu orang kehilangan tempat tinggal.

* Siapa sangka kalau efek ganas dari banjir pun bisa(18) menyerang benua yang terkesan tandus seperti Afrika. Sekitar 22 negara di Afrika mengalami musim hujan terburuk tahun 2007 lalu. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan banjir dan longsor. Grace Akumu, direktur Climate Network Afrika, menjelaskan bahwa ternyata benua hitam inilah yang akan mengalami efek terburuk dari global warming. Banjir tersebut menyebabkan 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal dan menewaskan sekitar 300 orang.

* Venesia, sebuah kota cantik di Itali yang terkenal dengan wisata airnya juga terkena musibah banjir terburuk(19) yang dialami dalam kurun waktu 22 tahun terakhir. Kota ini sempat tenggelam sampai selutut orang dewasa, sehingga membuat Venesia lumpuh dan semua kegiatan pun harus dihentikan. Semua warga pun dilarang keluar rumah, dan para turis juga dihimbau(20) untuk menunda kunjungan wisata mereka ke sini. Untungnya, Venesia memiliki transportasi air yang lengkap sehingga kota ini nggak benar-benar mati.

Kita semua tahu bahwa apabila bahaya ini tidak juga menumbuhkan kesadaran dan kepedulian kita semua, maka bencana ini akan semakin parah di tahun-tahun mendatang. Sudah banyak pula(21) ilmuwan yang memprediksikan suatu saat nanti Jakarta akan hilang dari peta akibat tingginya permukaan laut! Waduh.

KETERANGAN:

NOSALAHBENARALASAN

1ngaktidakPenggunaan kata yang tidak formal

2tapitetapiKata tidak baku

3kalaujikaPenggunaan kata yang tidak tepat

4bikinmembuatTidak adanya imbuhan dan kata yang tidak formal

5NihdihilangkanMenunjukan penekanan dan tidak baku

6dehdihilangkanTidak baku dan tidak sesuai dengan EYD

7belakangandiihilangkanTidak tepat penggunaanya

8risikoresikoTidak baku

9cumahanyaPenggunaan kata tidak formal

10global warmingpemanasanKata serapan

11trilyuntriliyunKata tidak baku

12sedahsyatseistimewaPenggunaan kata tidak tepat

13ilmuwanOrang yang ahliKata penerjemah

14pundihilangkanTidak baku,tidak sesuai dengan EYD

15lhodihilangkanTidak baku dan menunjukan penekanan

16makinsemakinTambahkan imbuha se

17non stopTerus-menerusKata penerjemah

18bisadapatPenggunaan kata tidak tepat dan tidak baku

19terburukterparahPenggunaan kata yang tidak tepat

20dihimbaudisarankanPengunaan kaya yang tidak tepat

21pulajugaTidak baku,penggunaan kata tidak formal

Contoh Karya Ilmiah Tentang Pendidikan - Karya Ilmiah merupakan sebuah laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil dari penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang telah di kukuhkan. Biasanya Karya Ilmiah dibuat oleh mahasiswa tingkat akhir. Namun karya ilmiah biasanya dibuat oleh pelajar tingkat SMP dan SMA. Pada Kesempatan kali ini kami akan memaparkan beberapa Contoh Karya Ilmiah Tentang Pendidikan.

Contoh #1 : Pelayanan Pendidikan yang Berkualitas Dapat Mengembangkan Potensi Peserta Didik Secara Maksimal

BAB IPENDAHULUAN

Berbagai upaya terobosan tengah dilakukan oleh pemerintah dewasa ini berkaitan dengan mencari dan mengembangkan potensi-potensi yang harus dikuasai oleh guru, yang bertindak sebagai Sumber Daya Manusia yang menjembatani perlembengan ilmu pengetahuan serta teknologi yang harus di transfer kepada peserta didik guna mengembangkan bakat, minat serta potensi yang dimiliki peserta didik sehingga kelak kemudian hari mampu mengisi kemerdekaan ini dengan berbagai potensi yang dikuasai sehingga pembangunan pendidikan nasional dapat terwujud dengan sempurna karena di isi oleh generasi muda yang berkualitas. Dalam hal ini bahwa pembangunan sumber daya manusia mempunyai peranann yang sangat penting bagi kesuksesan dan keseimbangan pembangunan nasional yang telah digariskan, pembangunan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prioritas yang harus diperhatikan dan dirancang sedemikian rupa serta berdasarkan pemikiran yang matang untuk mengimbangi lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang mendunia.

Pendidikan memiliki peranan yang sangat vital serta merupakan suatu wadah yang sangat tepat di dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta harus menjadi prioritas secara optimal dan berkesinambungan, agar kualitas peserta didik pada jenjang pendidikan dasar yang merupakan pondasi untuk jenjang pendidikan SMP benar-benar berkualitas serta memiliki kompetensi yang tinggal mematangkan setelah peserta didik yang bersangkutan pada jenjang pendidikan berikutnya, sehingga terlihat dengan jelas ada kesinambungan antara jenjang pendidikan tingkat sekolah dasar dengan tingkat pendidikan sekolah menengah pertama.

Perlu menjadi acuan dimana jenjang pendidikan sekolah dasar sangat menentukan tingkat keberhasilan peserta didik manakala yang bersangkutan mengikuti jenjang pendidikan pada SMP, mengingat hal di atas maka pendidikan pada sekolah dasar harus benar-benar diupayakan seoptimal mungkin.

A. Latar BelakangYang melatar belakang belakangi Penulis mengambil tema Pelayanan Pendidikan Yang Berkualitas Dapat Mengembangkan Potensi Peserta Didik Secara Maksimal bahwa merupakan suatu keharusan yang mutlak dimana guru hendaknya memiliki rentra dalam mengembangkan kompetensi yang dimilikinya sehingga dapat memberikan peluang bagi peserta didik dalam upayanya memupuk bakat, minat serta kecakapan yang harus dikuasai, sehingga peserta didik memiliki kualitas pendidikan yang sejalan dengan tertuang dalam tujuan pembangunan pendidikan nasional.

B. Maksud dan TujuanAdapun yang menjadi maksud dan tujuan Penulis mengambil Tema diatas, adalah mencoba untuk mengingatkan kembali bahwa sedianya guru ditantang untuk senantiasa melakukan perubahan-perubahan yang akan membawa inovatif bagi tumbuh kembangnya dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga guru mampu mengimbangi pesan moral yang tertuang di dalam tujuan pembangunan pendidikan nasional, dengan cara berusaha maksimal dalam meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik sehingga kelak kemudian hari benar-benar mampu mengembangkan kecakapannya menjadi suatu keakhlian yang memiliki nilai jual.

C. Dasar Hukum1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah.3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Otonom.4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.5. Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Wajib Belajar Pendidikan dasar 9 Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.6. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Rencana Stratejik Pembangunan provinsi.7. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2007 Ten