stkipnurulhuda.ac.idstkipnurulhuda.ac.id/.../uploads/2016/06/laporan-pen… · web viewanalisis...
TRANSCRIPT
ANALISIS KAJIAN SEMANTIK PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA
ANAK USIA 1—3 TAHUN DI PAUD BUNGA-BUNGA BANGSA SUMBER
AGUNG1
OlehHj. Niar, M.Pd.2
Yanti Sariasih, M.Pd.2
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Usia 2—3 Tahun dalam kajian Fonologi Desa Margorejo Kecamatan Semendawai Suku 111”. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama anak usia 2—3 tahun Desa Margorejo Kecamatan Semendawai Suku III. (2) Bagaimanakah klasifikasi dan distribusi fonem pada pemerolehan bahsa pertma anak usia 2—3 tahun Desa Margorejo Kecamatan Semendawai Suku III. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan mendeskripsikan fonem pada pemerolehan bahasa pertama anak usia 2—3 tahun dan klasifikasi serta distribusi fonem pada pemerolehan bahasa pertama anak usia 2—3 tahun Desa Margorejo Kecamatan Semendawai Suku III. Subjek dalam penelitian ini adalah Bagus Aditya usia 2 tahun dan Nicky Prabowo usia 3 tahun. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena data yang dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang dapat diamati. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak libat cakap karena dalam penelitian ini, sipeneliti melakukan pemerolehan bahasa secara langsung dengan cara menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan. Teknik analisis data dilakukan dengan 6 tahap. (1) merangkum ujaran dalam catatan lapangan. (2) mengidentifikasi fonem. (3) menyeleksi masing-masing data. (4) melakukan penyajian data yang diperoleh (5) membuat kesimpulan sementara dan menguji kembali dengan fakta dilapangan (6) membuat kesimpulan.
Kata Kunci : Pemerolehan Bahasa Pertama, Kajian Fonologi
1 Penelitian Indsidental terhadap Pemerolehan Bahasa Anak diajukan sebagai proposal penelitian pada Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Nurul Huda Sukaraja2 Dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Nurul Huda Sukaraja, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbahasa merupakan keterampilan alami yang diperoleh oleh manusia.
Berbahasa merupakan aktifitas menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Tanpa bahasa, manusia akan kesulitan untuk mempertahankan
eksistensinya. Bahasa yang hanya dimiliki oleh manusia inilah yang membedakan
manusia dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya.
Language is so basic to our existence that life without words is difficult to envision. Beacuase speaking, listening, reading, and writing are such fundamental aspect of our daily lives, they seem to be ordinary skills. Executed easily and effortlessly, language use guides us trough our day. It facilitates our relationships with others and helps us understand world events and sciences (Gleason, 1998:2)
Kutipan diatas memberikan gambaran bahwa bahasa memberikan kemudahan
untuk memandu kehidupan manusia. Dengan kata lain, bahasa juga dapat memfasilitasi
hubungan manusia satu dengan manusia yang lain. Fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi memformulasikan hubungan antara penyampai pesan (komunikator), pesan
yang disampaikan, dan penerima pesan.
Secara alami menusia membutuhkan bahasa dalam hidupnya. Hal demikian
karena menusia adalah mahluk sosial. Dalam kaitanya manusia sebagai makhluk sosial
dengan bahasa, Chaer (1995:19) mengemukakan bahwa bahasa adalah alat untuk
2
berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran,
gagasan, konsep atau perasaan. Bahasa pada manusia tidak serta merta hadir dalam
khasanah kehidupan seseorang, tetapi bahasa itu hadir dengan suatu proses. Proses
kehadiran bahasa dalam kehidupan sehari-hari menurut Pateda (1990:59) dibedakan
menjadi pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa.
Sebelum mahir berbicara, seorang anak terlebih dahulu mengalami pemerolehan
bahasa. Proses yang dialami oleh anak bukanlah proses yang singkat. Pemerolehan
bahasa (language acquisition) adalah proses penguasaan bahasa secara alamiah atau
langsung melalui interaksi dengan masyarakat pengguna bahasa. Dengan cara ini
pemeroleh bahasa menerima masukan dari orang lain dan berusaha melakukan
komunikasi dengan orang lain.
Proses pemerolehan bahasa pada anak menurut Chomsky (Darjowidjojo,
2005:232) bahwa manusia menerima masukan dari lingkungan di sekitanya dalam bentuk
kalimat yang tidak semuanya apik (well-formed). Masukan yang diterima tersebut oleh
anak akan diolah di dalam otaknya, yakni di faculties of the mind. Faculties of the mind
ini semacam kapling-kapling intelektual dalam otak. Salah satu kapling tersebut
berfungsi untuk bahasa yang oleh Chomsky dinamakan Language Acquisition Device
(LAD) yang diterjemahkan menjadi “Piranti pemerolehan Bahasa” yakni suatu potensi
yang dibawa anak sejak lahir. Masukkan yang diterima oleh otak anak dipilah dan
disaring bahkan dikembangkan hingga menjadi wujud bahasa yang apik.
3
Salah satu bagian dari pemerolehan bahasa adalah adanya pemerolehan bahasa
pertama anak. Pemerolehan bahasa pertama erat hubungannya dengan perkembangan
kognitif yaitu pertama, jika anak dapat menghasilkan ujaran-ujaran yang berdasar pada
tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak
telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus
memperoleh ‘kategori-kategori kognitif” yang mendasari berbagai makna ekspresif
bahasa-bahasa ilmiah.
Pemerolehan bahasa pertama pada umumnya dimulai sejak umur 1 tahun karena
ketika umur anak masih dalam hitungan bulan, ujaran yang disampaikan anak belum
bermakna dan hanya berupa celotehan saja. Dalam proses pemerolehan bahasa pertama
secara alami dialami oleh seorang anak tanpa memamhi pembelajaran khusus. Dengan
kata lain, pemerolehan bahasa pertama terjadi pada anak-anak terjadi tanpa melalui
proses pengajaran atau latihan dengan secara sengaja. Tarigan (1988:4) mengemukakan
bahwa pemerolehan bahasa pertama berkaitan dengan segala aktifitas seseorang dalam
menguasai bahasa ibunya. Demikian halnya pendapat Purnomo (1996:1) menyatakan
bahwa seorang anak mencoba mengeluarkan ujaran dengan mengolah apa yang
didengarnya. Ujaran tersebut mungkin berupa satu kata, dua kata, dan seterusnya sampai
pada akhirnya seorang anak mampu mengucapkan kalimat seprti halnya kalimat yang
didengarnya sebagai wujud komunikasi dengan orang disekitarnya.
Chaer (2009:167) mengemukakan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika
seorang anak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan
4
proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi
adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses ini
menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua proses, yakni
proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat.
Pada proses pemahaman melibatkan kepandaian atau kecerdasan mengamati atau
mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan pada proses penerbitan
melibatkan kemampuan mengeluarkan kalimat-kalimat sendiri. Pada akhirnya kedua
kemampuan ini apabila telah dikuasai anak akan menjadi kemampuan linguistik anak-
anak itu sendiri. Oleh karena itu, Chaer menyimpulkan kemampuan linguistik terdiri dari
kemampuan memahami dan kemampuan melahirkan atau menerbitkan kalimat-kalimat
baru yang di dalam linguistik transpormasi generatif disebut perlakuan atau pelaksaan
bahasa atau performansi.
Berkenaan dengan kompetensi, Chomsky (dalam Chaer, 2009:168) mengatakan
bahwa kompetensi itu mencakup tiga buah komponen tata bahasa, yaitu kompetensi
sintaksis, kompetensi semantik, dan kompetensi fonologi. Oleh karena itu, pemerolahan
bahasa sering juga disebut pemerolehan sintaksis, pemerolehan semantik, dan
pemerolehan fonologi. Di dalam pemerolehan sintaksis dan semantik terdapat
pemerolehan leksikon dan kosakata, ketiga komponen bahasa ini diperoleh seorang anak
secara bersamaan.
Mar’at (2009:43) mengemukakan bahwa anak pada usia 3 hingga 4 bulan mulai
memproduksi bunyi-bunyi. Mula-mula anak memproduksi tangisan atau bunyi cooing
5
yang berarti mendekut atau mengguman. Hal ini selaras dengan pendapat Wolf (dalam
Mar’at, 2009:43) yang mengemukakan bahwa anak pada usia demikian dapat
memproduksi bunyi seperti burung merpati. Lebih lanjut perkembangan kemampuan
anak memproduksi ujaran dikemukakan oleh Ervin Tripp (dalam Mar’at, 2009:43) bahwa
pada pertengahan tahun pertama, anak-anak mulai membedakan bunyi-bunyi dan
selanjutnya dikatakan bahwa persepsi (speech perception) yang terlihat tergantung pada
interaksi anak dengan lingkungannya.
Penelitian mengenai pemerolehan bahasa anak telah banyak dilakukan. Terlebih
lagi penelitian khusus mengenai pemerolehan bahasa pertama anak. hal ini dikarenakan
meneliti pemerolehan bahasa anak sangat menarik untuk dilakukan. Penelitian yang
berkaitan dengan pemerolehan bahasa pertama pernah dilakukan oleh Dardjowidjojo
(2000), dan Indrawati dan Oktarina (2005).
Dardjowidjojo melakukan penelitian kepada cucunya sendiri bernama Echa. Data
penelitian diperoleh dengan meneliti Echa sejak lahir sampai Echa berumur 5 tahun.
Hasil penelitian Dardjowidjojo secara umum adalah perkembangan sintaksis Echa
mengikuti kecenderungan universal, tetapi ada cukup banyak yang menyimpang atau
tepatnya berbeda dari pemerolahn bahasa pada anak-anak, khususnya anak-anak di Barat.
Penelitian yang dilakukan Indrawati dan Oktarina (2005) meneliti pemerolehan bahasa
empat orang siswa TK Pembina Bukit Besar Palembang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa adanya ciri-ciri tertentu untuk menandai fungsi ujaran yaitu ciri verbal dan
nonverbal.
6
Berdasarkan teori-teori yang ada dan beberapa penelitian yang dapat dijadikan
sebagai bahan perbandingan dalam penelitian ini, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pemerolehan bahasa dengan judul “Analisis Kajian Fonologi
Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Usia 2—3 Tahun di PAUD/TK Bunga-Bunga
Bangsa Sumber Agung”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama anak
Usia 2—3 tahun di PAUD/TK Bunga-Bunga Bangsa dalam kajian fonologi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pemerolehan bahasa pertama
anak Usia 2—3 tahun di PAUD/TK Bunga-Bunga Bangsa dalam kajian fonologi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat secara teoretis dan secara praktis. Secara teoretis,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teori bagi kajian fonologi
pemerolehan bahasa pertama anak usia 2—3 tahun. Secara praktis, penelitian ini
merupakan wahana aplikasi bagi pengetahuan tentang pemerolehan bahasa anak dalam
kajian semantik. Dengan demikian, dapat dengan konkret memamahi teori-teori yang
dikemukakan oleh para ahli bahasa khususnya mengenai teori pemerolehan bahasa anak.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pemerolehan Bahasa
Bayi yang menangis dianggap telah menggunakan bahasa untuk menyampaikan
pesan kepada orang tuanya. Bahasa yang masih berupa tangisan inilah yang membawa
sang orang tua bisa mengerti makna tangisan sang bayi. Bahasa manusia memiliki
struktur yang hierarki yang meliputi beberapa tahapan pembentukan bahasa pada manusia
dari lahir hingga dewasa. Dalam hal ini, pemakai bahasa dipandang dapat saling mengerti
dan memahami bahasa. Bahasa merupakan simbol, karenanya harus dimaknai dengan
memerhatikan struktur maupun kosakata yang digunakan pemakainya.
Pemerolehan bahasa pada anak sebagai kajian psikolinguistik dikenalkan oleh
Chomsky. Teori Chomsky menerapkan pandangan nativisme dan behaviorisme dalam
tahapan pemerolehan bahasa anak. sebelum mahir berbicara, seorang anak terlebih
dahulu mengalami proses pemerolehan bahasa. Proses yang dialami oleh anak bukanlah
proses yang singkat, memerlukan waktu yang cukup lama, bahkan bertahun-tahun.
Dimulai dari mendengarkan orang-orang yang berbicara disekelilingnya, kemudian
memahami apa yang diujarkan orang dewasa, sampai mengeluarkan kata-kata untuk
mewakili apa yang diinginkannya.
Pemerolehan bahasa menurut Kiparsky (dalam Tarigan, 1984:234)
mengemukakan bahwa pemerolehan atau akuisisi bahasa adalah suatu proses yang
8
dipergunakan oleh anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotess yang makin
bertambah sulit, atau pun teori-teori yang masih terendam yang sangat mungkin terjadi,
berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa yang paling baik serta tata
bahasa yang paling sederhana dari bahasa tersebut. Asumsi yang dikemukakan Kiparsky
tersebut menguatkan anggapan bahwa pada awalnya pemerolehan bahasa pada anak
terjadi secara tiba-tiba. Hal ini dipertegas oleh Tarigan (1988:4) bahwa pemerolehan
bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Menurut
Dardjowidjojo (2005:225) mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa yang dilakukan
anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language).
Pembelajaran bahasa adalah suatu kegiatan belajar bahasa di kelas secara formal dan
diajar oleh guru. Pemerolehan bahasa anak pada dasarnya sama. Hal ini dikarenakan
manusia diciptakan Tuhan dengan kemampuan dasar berbahasa yang sama.
Pemerolehan bahasa pada setiap anak memiliki perkembangan. Atchison dan
Cruterden (dalam Pateda, 1990:59) mengemukakan bahwa pemeroleha bahasa anak
berlangsung berkaitan dengan performansi linguistik berikut.
Tabel 1. Perfomansi Linguistik
Umur Perfomansi Linguistik0,3 Mulai meraba0,9 Pola intonasi telah terdengar1,0 Kalimat satu kata (holopharases)1.3 Lapar kata (lexical overgeneralization)1,8 Ujaran dua kata2,0 Infleksi, kalimat tiga kata (telegraphic)
9
2,3 Mulai menggunakan kata ganti2,6 Kalimat tanya, kalimat negasi, kalimat empat kata, pelafalan vokal telah
sempurna3,6 Pelafalan konsonan telah sempurna4,0 Kalimat sederhana yang tepat, tetapi masih terbatas5,0 Kanstruksi morfologis, sintaksis telah sempurna10,0 Matang bicara
Menurut Soemarsono (2008:16) anak mulai belajar berbicara pada usia kurang
lebih 18 bulan. Sama halnya dengan Chaer (2003:202—203) yang juga mengatakan
bahwa anak memperoleh kata pertamanya pada umur 1 tahun. Pada tahap ini anak hanya
melatih alat-alat vokalnya dengan cara mengeluarkan bunyi tanpa tujuan tertentu, atau
bukan untuk berkomunikasi. Tahap ini disebut membabel (berceloteh). Darjowidjojo
yang melalukan penelitian terhadap cucunya sendiri mengatakan bahwa pada umur 1
tahun, anak mencoba segala macam bunyi yang dimungkinkan oleh organ mulutnya
tetapi jumlahnya tidak banyak (Dardjowidjojo, 2000:80).
Pada umur 1 tahun anak telah mampu mengungkapkan kalimat satu kata
(holofrase). Satu kata tersebut mewakili satu kalimat yang bermakna. Pada awal umur 2
tahun, anak telah mampu mengucapkan kalimat satu kata yang meningkat menjadi
kalimat dua kata. Ujaran ini merupakan dua kata yang terpisah jeda, sehingga seolah-olah
seperti ujaran yang berlainan. Misalnya [ampu//nala] “Lampu Nyala” (Lampunya
Menyala). Lama-kelamaan jeda itu menjaddi semakin pendek sehingga kedua kata itu
menjadi lebih dekat secara temporal (Dardjowidjojo, 2000:127). Anak pun telah mampu
10
memproduksi berbagai jenis kalimat, yaitu kalimat tanya, kalimat berita, kalimat seru,
tetapi kalimat yang diujarkan masih terdiri dari 2—3 kata saja.
B. Hipotesis Pemerolehan Bahasa
1. Hipotesis Nurani
Hipotesis ini menyatakan bahwa manusia yang lahir dilengkapi suatu alat ucap
yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat (Chaer, 2003:169).
Simanjuntuk (dikutip Chaer, 2003:169) membagi hipotesis nurani menjadi dua macam,
yaitu hipotesis nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme. Hipotesis nurani bahasa
yang dikemukakan oleh Chomsky ini merupakan satu asumsi yang menyatakan bahwa
sebagian dari bahasa tidak dipelajari tapi ditentukan oleh fitur nurani khusus dari
organism manusia. Hipotesis ini menganggap bahwa ada suatu alat khusus yang dimiliki
setiap anak untuk memperoleh bahasa ibunya yang disebut Language Acquisition Device
(LAD). Hipotesis ini makin kuat dengan pembuktian ketika seorang ibu member
masukan berupa ucapan yang penuh dengan kalimat yang salah, tidak lengkap, dan
dengan struktur yang tidak gramatikal, namun ternyata dapat dikuasai oleh sang anak.
Hipotesis nurani mekanisme menganggap bahwa proses pemerolehan bahasa
ditentukan oleh perkembangan kognitif umum dan mekanisme nurani yang
berinteraksi dengan pengalaman.
11
2. Hipotesis Tabularasa
Tabularasa secara harfiah berarti “kertas kosong” yang bermakna belum ditulis
apa-apa (Chaer, 2003:172). Hipotesis ini pada mulanya diungkapkan oleh Jhon Locke
kemudian disebarkan oleh Jhon Watson seorang tokoh aliran behaviorisme dalam
psikologi. Hipotesis ini menganggap otak manusia yang baru dilahirkan bagai kertas
kososng yang nanti akan diisi dengan pengalaman-pengalaman. Dengan kata lain, semua
prilaku berbahasa merupakan hasil dari integrasi peristiwa linguistik yang terdiri dari
rangkaian hubungan-hubungan yang dibentuk dengan cara pembelajaran S—R (Stimulus
—Respon).
Pada mulanya seorang anak akan memperoleh bunyi yang disampaikan oleh
ibunya, kemudian anak akan menirukan bunyi-bunyi dari bahasa ibunya. Lalu anak akan
menggabungkan bunyi-bunyi itu dan menirukan ucapan ibunya. Jadi, seorang anak akan
dapat mengeluarkan kalimat apabila orang lain mengeluarkan stimulus. Satu kalimat
dianggap sebagai satu rantaian kata yang dikeluarkan sebagai respon pada kata-kata
sebelumnya dan selanjutnya menjadi stimulus pada kata berikutnya. Begitu juga dengan
bunyi dan kata-kata dalam kalimat merupakan rangkaian S—R.
3. Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Hipotesis yang dikenalkan oleh Piaget ini melihat bahasa diperoleh berdasarkan
struktur kognitif deramotor. Struktur-struktur ini diperoleh anak melalui interaksi dengan
benda-benda atau orang-orang di sekitarnya. Anak-anak terlebih dahulu mengembangkan
12
proses-proses kognitif baru kemudian memperoleh lambang-lambang linguistik. Jadi,
teori ini anak mengembangkan proses kognitif yang bukan linguistik setelah itu barulah
anak mengembangakan lambang-lambang linguistik itu.
C. Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa anak pada umumnya dimulai pada umur 1 tahun karena ketika
umur anak masih dalam hitungan bulan, ujaran yang disampaikan anak belum bermakna
dan hanya berupa celotehan saja.
Tahap pemerolehan bahasa dibagi berdasarkan tahapan umur, yaitu 1 tahun, 2
tahun, 3 tahun, dan 4 tahun. Namun, tidak dibatasi apabila ada anak yang telah
memperoleh bahasa umur 4 tahun pada saat umurnya baru 3 tahun, karena pengotakan
tahap ini dilakukan secara umum, tidak berarti semua anak pasti mengalami seperti pada
tabel berikut.
Tabel 2. Perfomansi Linguistik
Umur Perfomansi Linguistik0,3 Mulai meraba0,9 Pola intonasi telah terdengar1,0 Kalimat satu kata (holopharases)1.3 Lapar kata (lexical overgeneralization)1,8 Ujaran dua kata2,0 Infleksi, kalimat tiga kata (telegraphic)2,3 Mulai menggunakan kata ganti2,6 Kalimat tanya, kalimat negasi, kalimat empat kata, pelafalan vokal telah
sempurna3,6 Pelafalan konsonan telah sempurna4,0 Kalimat sederhana yang tepat, tetapi masih terbatas5,0 Kanstruksi morfologis, sintaksis telah sempurna
13
10,0 Matang bicara
Berikut ini diuraikan pemerolehan bahasa disetiap umur anak.
1. Umur 1 Tahun
Chaer (2003:202—203) mengatakan bahwa anak memperoleh kata pertamanya
pada umur 1 tahun. Pada tahap ini anak hanya melatih alat-alat ucap dengan
mengularkan bunyi tanpa tujuan tertentu atau bukan untuk berkomunikasi. Tahap ini
disebut mengoceh. Dardjowidjojo (2000:80) yang melakukan penelitian terhadap
cucunya mengatakan bahwa pada umur 1 tahun, anak mencoba segala macam bunyi
yang dimungkinkan oleh fisiologi mulutnyavtetapi jumlag tidaklah banyak.
Pada tahap ini umur hitungan bulan anak belum memperoleh aspek kebahasan
seperti fonologi, morfologi, dan leksikon karena apa yang diujarkan oleh anak belum
mempunyai makna. Anak telah mengenal huruf vokal sedangkan konsosnan telah
dikuasai oleh anak berumur 1 tahun, seperti [p],[b],[m], dan [t] (Dardjowidjojo,
2000:80—81). Salah satu contoh kata yang dapt dikatakan dengan jelas oleh anak
adalah [mama] dan [papa]. Hal ini disebabkan suku kata [pa], mulai mulai dengan
penutupan bilabial yang benar-benar rapat. Pada saat bunyi [p] dilepaskan terbukalah
mulut si anak dengan lebar. Bunyi vokal dengan pelafalan seperti ini adalah bunyi [a],
karena itulah [pa] merupakan suku kata yang diucapkan pertama kali oleh anak. Pada
umur 1 tahun telah mampu mengungkapkan kalimat satu kata (holophrase). Satu kata
14
tersebut mewakili satu kalimat yang bermakna. Misalnya seorang anak berkata [mam],
orang dewasa mengartikannya sebagai kalimat panjang yaitu “saya mau makan”.
2. Umur 2 Tahun
Pada awal umur 2 tahun, anak telah mampu mengucapkan kalimat satu kata.
Selanjutnya meningkat menjadi kalimat dua kata. Ujaran ini merupakan dua kata yang
terpisah jeda, sehingga seolah-olah seperti ujaran yang berlainan. Misalnya kata (ampu
// nala) yang berarti “Lampu Nyala” (lampu menyala). Lama kelamaan jeda itu
semakin pendek sehingga kedua kata itu menjadi lebih dekat secara temporal
(Dardjowidjojo, 2000:127). Anak pun telah mampu memproduksi berbagai jenis
kalimat yaitu kalimat tanya, berita, dan seru tetapi, kalimat yang diujarkan masih
terdiri dari 2—3 kata saja.
3. Umur 3 Tahun
Pemerolehan bahasa anak umur 3 tahun telah cukup sempurna. Vokal dan konsonan
anak telah diucapkan dengan sempurna. Anak juga telah memperoleh tahapan-tahapan
berbahasa yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon.
4. Umur 4 Tahun
Pada umur 4 tahun, anak telah mampu membuat kalimat sederhana dengan
sempurna karena pada usia ini telah memasuki masa sekolah. Anak telah beriteraksi
15
dengan lebih banyak orang, bahkan anak mulai diperkenalkan dengan B2 yaitu bahasa
Indonesia.
Tahap-tahap berbahasa anak telah mendekati sempurna. Morfologi dan sintaksis
telah beragam. Begitu pula dengan leksikon. Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada
umur 3 tahun, telah berkurang. Kalimat yang berhasil dibuat juga sudah beragam.
D. Tahap Pemerolehan Bahasa
Tahap pemerolehan bahasa menurut Baradja (1990:103—104) dapat dibagi
menjadi dua tahapan yaitu tahapan pralinguistika dan tahapan linguistika. Tahapan
pralinguistika dapat berupa tangis dan sedu bayi yang merupakan respon terhadap
rangsangan yang diterimanya dari luar dirinya. Rasa lapar, rasa tidak senang, keinginan
untuk didekap, dan rasa senang termasuk rangsangan yang menyebabkan bayi
mengeluarkan suara yang masih bersifat nonlinguistika. Tahapan linguistika adalah masa
naka-anak pada tahap meraba (babling). Anak-anak sudah dapat menghasilkan bunyi
yang bertekanan, bunyi yang berintonasi, sebagai kontur intonasi yang digunakan oleh
penutur dewasa. Dalam tahap linguistika ini terdapat beberapa tahapan yaitu tahapan
kalimat satu kata, tahapan kalimat dua kata, dan tahapan bahasa telegrafik.
Anak-anak yang telah dapat menghasilkan kata pertama, menghubungkan bunyi
dengan makna melalui kemampuan menggunakan kalimat satu kata (holofrastik, holo
adalah lengkap dan frastik adalah kalimat). Fungsi kalimat holofrastik ini ada tiga macam
yaitu untuk menyatakan berbuat sesuatu, menyatakan perasaan, menamai sesuatu.
16
Tahapan kalimat dua kata terdiri dari dua kalimat holofrastik. Tahapan bahasa telegrafik
merupakan tahapn pemerolehan bahasa anak sesudah melewati periode dua kata.
Berdasarkan deskripsi di atas, teori pemerolehan bahasa dapat disusun sebagai berikut.
1. Anak-anak menghasilkan kalimat tanpa menirukan.
2. Kemampuan anak-anak menghasilkan kalimat karena dilatih (reinforcement).
3. Anak-anak membangun kaidah bahasa dan menyusun tata bahasa pada usia 5—7
tahun.
4. Kerampatan semantika yang sering digunakan anak-anak untuk menamai benda-benda
yang sejenis.
5. Pemerolehan kaidah fonologi dan morfologi berkembang sejalan dengan pemerolehan
kaidah tata bahasa yang lain.
6. Pemerolehan sintaksis dilakukan tanpa merujuk kepada kaidah sintaksis orang dewasa.
7. Dasar-dasar biologik pemerolehan bahasa berkaitan dengan struktur organ tubuh yang
berfungsi menghasilkan bahasa, terutama otak dan sumsum tulang belakang.
E. Pemerolehan Fonologi
Jakobson mengemukakan bahasa ada keuniversalan dalam bunyi-bunyi bahasa,
dan urutan pemerolehannya. Menurut Jakobson, pemerolehan bunyi berjalan selaras
dengan kodrat bunyi itu sendiri dan anak memperoleh bunyi-bunyi ini melalui suatu cara
yang konsisten. Bunyi yang pertama yang keluar dari anak adalah kontras antara vocal
dan konsonan. Dalam hal bunyi vokal ini, ada tiga vokal yang disebut sebagai sistem
17
vokal minimal (minimal vocalic system) yang sifatnya universal. Artinya, dalam bahasa
manapun ketiga bunyi vokal ini pasti ada A, I, dan U. Suatu bahasa bisa memiliki lebih
dari tiga vokal ini, tetapi tidak ada bahasa yang memiliki kurang daripada tiga vokal ini.
Mengenai konsonan, Jakobson mengatakan bahwa kontras pertama muncul
adalah oposisi antara oral dengan nasal dan kemudian disusun oleh labial dengan detal.
Sistem kontras ini disebut sistem konsomental minimal (minimal consonantal system).
Inventori bunyi-bunyi bisa saja berbeda dari satu bahasa ke bahasa yang lain yang
memang merupakan fakta, tetapi hubungan sesama bunyi itu sendiri bersifat universal.
Oleh karena itu, terdapat hukum yang dinamakan Laws of Irreversible.
Kalau kita perhatikan urutan pemerolehan bunyi-bunyi yang dilakukan oleh anak,
yakni dari bunyi yang mudah ke bunyi yang sukar, maka dapat dikatakan bahwa anak
mengikuti kaidah yang dinamakan The Law of Least Efforts (kaidah usaha minimal).
Ukuran mudah sukarnya suatu bunyi didasarkan pada artikulasi dan jumlah fitur distingtif
yang ada pada masing-masing bunyi.
Clark dan Clark (1977:201) lebih jauh menemukan fakta-fakta bagi representasi
berdasarkan orang dewasa dalam kenyataan bahwa :
1. anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap
bunyi kata-kata yang mereka dengar;
2. anak-anak menukar (mengganti) ucapan mereka dari waktu ke waktu menuju orang
dewasa; dan
3. anak-anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu.
18
F. Teori Pemerolehan Fonologi
Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori pemerolehan fonologi dan tokoh-
tokohnya.
1. Teori Struktural Sejagat
Teori ini mencoba menerangkan pemerolehan fonologi berdasarkan jagat-jagat
linguistik, yaitu hukum-hukum structural yang mengatur tiap-tiap perubahan bunyi.
Teori ini ditemukan oleh Jakobson.
2. Teori Generatif Struktural Sejagat
Unsur-unsur yang paling menonjol dari teori ini adalah penemuan konsep dan
pembentukan hipotesis berupa unsur-unsur yang dibentuk oleh kanak-kanak
berdasarkan data-data linguistik utama, yaitu kata-kata dan kalimat yang didengarkan
sehari-hari. Teori ini dikemukakan oleh Moskowitz dengan meluaskan teori struktural
sejagat yang diperkenalkan oleh Jakobson dengan cara menerapkan unsur-unsur
fonologi yang diperkenalkan oleh Chomsky dan Halle (1963).
3. Teori Proses Fonologi Alamiah
Teori ini dilandasi oleh pengandaian bahwa sistem fonologi suatu bahasa pada
umumnya merupakan bukti dari satu sistem proses-proses fonologi nurani yang
disesuaikan dengan cara-cara tertentu oleh pengalaman-pengalaman linguistik.
Menurut Stampe, proses-proses fonologi kanak-kanak bersifat nurani yang harus
19
mengalami penindasan, pengaturan penuranian representasi fonemik orang dewasa.
Teori ini diperkenalkan oleh David Stampe.
4. Teori Prosodik Akustik
Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses sosialisasi, sehingga pengkajian data
mengenainya lebih tepat dilakukan di rumah dalam konteks sosialisasi terutama untuk
mengetahui proses-proses yang berlaku pada waktu pemerolehan fonologi. Teori ini
diperkenalkan oleh Waterson.
5. Teori Persepsi Penuh Sistem Logogen
Teori ini diperkenalkan oleh Smith. Dalam melahirkan fonologinya, Smith telah
menggabungkan kesimpulan pengamatan penuh dengan satu model psikologi yang
eksplisit, yaitu model logogen yang diperkenalkan oleh Morton.
6. Teori Kontras dan Proses
Teori ini diperkenalkan oleh Ingram, yaitu satu teori yang menggabungkan
bagian-bagian penting daripada teori Jakobson dengan bagian-bagian penting daripada
teori Stampe kemudian menyelaraskan hasil gabungan ini dengan teori perkembangan
Piaget.
G.Pemerolehan Kosakata
Secara konseptual antara pemerolehan bahasa atau perkembangan pemerolehan
bahasa dengan perkembangan bahasa adalah berbeda. Perkembangan pemerolehan
bahasa menekankan segi pemerolehan bahasa yang ditandai oleh awal kelahiran seorang
20
bayi, sedangkan aspek perkembangan bahasa mempersoalkan bagaimana perkembangan
bahasa yang telah diperoleh.
Dalam pemerolehan kosa kata, anak mempelajari dua jenis kosa kata, yaitu kosa
kata umum dan kosa kata khusus. Pada setiap jenjang umur, kata-kata umum lebih
banyak dari pada kosa kata khusus.
1. Kosa Kata Umum
a) Kata benda
b) Kata kerja
c) Kata sifat
d) Kata keterangan
e) Kata ganti
2. Kosa Kata Khusus
a) Kosa kata warna
b) Jumlah kosa kata
c) Kosa kata waktu
d) Kosa kata uang
e) Kosa kata ucapan populer
f) Kosa kata sumpah
g) Bahasa rahasia
21
Menurut para pakar, urutan pemerolehan kosa kata seorang anak dimulai dari
kosa kata dasar (basic vocabulary). Tarigan mencoba merinci jenis-jenis kosa kata dasar
sebagai berikut.
1. Istilah kekerabatan
2. Nama-nama bagian tubuh
3. Kata ganti pokok (diri, penunjuk)
4. Kata bilangan pokok
5. Kata kerja pokok
6. Kata keadaan pokok
7. Nama benda-benda
Hal yang perlu dicatat, bahwa setelah anak memasuki usia sekolah perkembangan
kosa katanya akan semakin luas. Diperkirakan seorang anak kelas 1 sekolah dasar telah
mengetahui kira-kira antara 20.000 hingga 24.000, sedangkan anak kelas IV sekolah
dasar diperkirakan telah mengetahui sekitar 50.000 kosa kata dan anak yang telah
memasuki sekolah menengah umum telah mengetahui 80.000 kosa kata.
H.Pemerolehan Sintaksis
Pada umumnya para peneliti pemerolehan bahasa beranggapan bahwa
pemerolehan sintaksis hanya bermula apabila kanak-kanak mulai menggabungkan dua
atau lebih kata-kata (lebih kurang umur 2 tahun). Oleh karena itu, peningkatan satu kata
atau holoprastik (Steinberg, 1982:157) pada umumnya dianggap hidup berkaitan dengan
22
perkembangan sintaksis sebab masa ini anak belum memiliki ciri penggabungan dengan
kata lain untuk membentuk frasa atau klausa. Meskipun ahli-ahli seperti E.Clark (1977)
dan Gagman (1979) dalam Simanjuntak (1987:199) mempunyai keyakinan bahwa
peringkat satu kata (holoprastik) ini dapat memberikan gambaran dalaman mengenai
perkembangan sintaksis dan karena itu ada baiknya diikutsertakan dalam teori
pemerolehan sintaksis. Berikutnya berbicara mengenai penguasaan sintaksis ini akan
dibagi dua bagian, yaitu pemerolehan sintaksis pada anak usia pra-sekolah (0-4 tahun)
dan pada anak usia sekolah (5 tahun ke atas).
1. Pemerolehan Sintaksis Pada Anak Usia 0-4 Tahun
Di dalam perkembangan anak (normal), konstruksi sintaksis paling awal dapat
diamati pada usia sekitar 8 bulan. Namun, pada beberapa anak tertentu sudah dapat
ditemui pada usia sekitar 1 tahun, sedangkan pada beberapa anak yang lain pada usia dari
dua tahun. Perkembangan penguasaan kosa kata.
Tahap perkembangan sintaksis pada anak secara singkat dapat dirangkum sebagai
berikut (Ingram, 1989:3); ini pentahapan yang dikenal secara tradisional.
a) Masa “pra-lingual”, lahir sampai akhir usia 1 tahun.
b) Kalimat satu kata, sekitar 1 tahun sampai 1,5 tahun.
c) Kalimat dengan rangkaian kata - sekitar 1,5—2 tahun.
d) Konstruksi sederhana dan kompleks – 3 tahun. (Purwo,1991:121)
Usia 2 tahun anak mulai menguasai kaidah infleksi (deklinasi, konjungsi, dan
perbandingan), dan pada usia 2,6 tahun ke atas terjadi pemunculan klausa sematan dan
23
kalusa subordinatif. Sebelum usia 3 tahun anak mulai menanyakan hal-hal yang abstrak,
dengan kata tanya seperti mengapa?, kapan, (Stern, 1924 dikutip dari Ingran 1989 :39—
45 melalui Purwo, 1991:121).
Dalam hal ini, ada beberapa perbedaan pendapat diantara para peneliti. Nice
(dikutip dari Ingram 1989:46), misalnya melaporkan bahwa anak usia 3 tahun baru dapat
menguasai kalimat pendek atau kalimat tidak sempurna. Adapun kalimat lengkap dan
kalimat kompleks baru dikuasai anak usia 4 tahun. Perbedaan ini menurut Bowerman
(dikitip Ingram1989:48), antara lain karena perbedaan mengenai jenis-jenis kalimat yang
didefinisikan sebagai kalimat “kompleks” dan perbedaan mengenai pengetahuan yang
dimaksud sudah memiliki anak sehingga dapat menghasilkan “kalimat kompleks” itu.
Akan tetapi, menurut Bowerman, kebanyakan penelitian berkesimpulan bahwa sebagian
besar jenis-jenis kalimat kompleks sudah muncul pada anak usia 2 dan 4 tahun.
Pada paruh kedua usia 3 tahun muncul penggunaan konjungsi koordinatif dan
subordinatif. Sebelum usia, klausa hanya disejajarkan saja, tanpa dirangkai dengan
konjungsi. Pada usia ini, belum terdapat konstruksi dengan klausa yang menduduki
fungsi subjek. Menurut Limber (dikutip dari Bowerman, 1981:288), keterlambatan
“pengoperasian subjek” ini bukan karena kekurangtahuan anak, melainkan kebanyakan
kalimat yang diucapkan oleh anak pada usia ini mengandung subjek yang berupa promina
atau nama diri, yang memang tdak terbuka untuk mengalami perluasan konstruksi.
2. Penguasaan Sintaksis Anak Usia 5 Tahun ke Atas
24
Sampai dengan tahun 1960-an orang beranggapan bahwa anak sudah dapat
menguasai sintaksis bahasa ibunya pada usia 5 tahun, dan perkembangan selanjutnya
hanyalah penambahan kata-kata canggih. Disertai Carol Chomsky (1968 terbit 1969)
melawan anggapan ini. Di dalam penelitian itu ditelusuri perbedaan antara tata bahasa
anak usia 5 sampai 10 tahun dan tata bahasa orang dewasa, dan tersingkaplah bahwa ada
sejumlah sintaksis bahasa Inggris yang belum dikuasai dengan sempurna pada anak usia
sekolah dasar. Pendapat ini didukung oleh pengetahuan mengenai perkembangan kognitif
anak. Pada anak usia antara 5 dan 14 masih terjadi perubahan kognitif yang mendasar.
Kalau kita menganut pandangan Piaget, yaitu bahwa perkembangan bahasa berkaitan
dengan perkembangan bahasa erat berkaitan dengan perkembangan kognitif, maka masih
akan terjadi pula perkembangan bahasa pada anak usia 5 tahun.
3. Teori Tata Bahasa Pivot
Kajian mengenai pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak dimulai oleh Braence
(1963), Bellugi (1964), Broern dan Fraser (1964), dan Miller dan Ervin (1964). Menurut
kajian awal ini ucapan dua kata kanak-kanak ini terdiri dari dua jenis kata menurut posisi
dan frekuensi munculnya kata-kata itu di dalam kalimat. Kedua jenis kata ini kemudian
dikenal dengan nama kelas Pivot dan kelas terbuka. Kemudian berdasarkan kedua jenis
kata ini lahirlah teori yang disebut teori tata bahasa Pivot. Pada umumnya kata-kata yang
termasuk kelas pivot adalah katap-kata fungsi (function words) atau kata penuh (full
25
words) seperti kata-kata berkategori nomina dan verba. Ciri-ciri umum kedua jenis kata
ini adalah berikut ini.
Kelas Pivot Kelas Terbuka1. Terdapat pada awal atau akhir
kalimat.2. Jumlahnya terbatas, tetapi sering
muncul.3. Jarang muncul anggota baru (kata
baru).4. Tidak pernah muncul sendirian.5. Tidak pernah muncul bersama
dalam satu kalimat6. Tidak punya rujukan sendiri; tetapi
selalu merujuk pada kata-kata lain dari kelas terbuka.
1. Dapat muncul pada awal dan akhir kalimat.
2. Jumlahnya tidak terbatas, sehingga tidak begitu sering muncul.
3. Sering muncul angora baru (kata baru)
4. Bisa muncul sendirian.5. Bisa muncul bersama dalam satu
kalimat; atau juga dari kelas pivot.6. Mempunyai rujukan sendiri.
4. Teori Hubungan Bahasa Nurani
Tata bahasa generative transformasi dari Chomsky (1957,1965) sangat terasa
pengaruhnya dalam pengkajian perkembangan sintaksis kanak-kanak. Menurut Chomsky
hubungan-hubungan tata bahasa tertentu seperti “subjek-of, predicate-of, dan direct
object-of)” adalah bersifat universal dan dimiliki oleh semua bahasa yang ada di dunia
ini.
Berdasarkan teori Chomsky tersebut, Mc. Neil (1970) menyatakan bahwa
pengetahuan kanak-kanak mengenai hubungan-hubungan tata bahasa universal ini adalah
bersifat “nurani”. Maka itu, akan langsung mempengaruhi pemerolehan sintaksis kanak-
kanak sejak tahap awalnya. Jadi, pemerolehan sintaksis ditentukan oleh hubungan-
hubungan tata bahasa universal ini.
26
Menurut teori generative transformasi Chomsky hubungan subject-of dapat
dirumuskan seperti bagan berikut:
K = FN + FV
Keterangan:
K = kalimat FN = frase nomina
FV = frase verbal
Sejalan dengan teori hubungan-hubungan bahasa nurani ini, Menyuk
(Simanjuntak, 1987) menyarankan satu teori pemerolehan sintaksis yang ditentukan oleh
sistem linguistik generatif transformasi yang telah menajdi sebagian pengetahuan kanak-
kanak. Pengetahuan yang telah diperoleh sejak lahir ini mengenai rumus-rumus struktur
dasar tata bahasa dan rumus-rumus transformasi dan fonologi mennetukan bentuk-bentuk
ucapan kanak-kanak. Jadi menurut Menyuk, tanpa konteks ekstra linguistik, ucapan awal
kanak-kanak akan menunjukan hubungan atau urutan S + V (subjek + verba) dengan
posisi O (objek) sebagai opsional. Dengan demikian, kalimat-kalimat berurutan OSV dan
SOV pun akan muncul di samping kalimat-kalimat SVO.
5. Teori Hubungan Tata Bahasa Dan Informasi Situasi
Selanjutnya Bloom juga menyatakan bahwa suatu gabungan kata telah digunakan
oleh kanak-kanak dalam suatu situasi yang berlainan. Juga dengan hubungan yang
berlainan di antara kata-kata alam gabungan itu. Umpamanya, kedua kata benda dalam
“momy sock” pada contoh yang lalu sangat jelas menunjukan hal itu. Pada situasi pertama
27
hubungan kedua kata benda itu adalah menyatakan hubungan subjek-objek, sedengkan
dalam situasi kedua adalah hubungan pemilik-objek. Contoh lain “sweet chair” yang
disajikan di atas kiranya dapat menyatakan tiga hubungan bergantung pada situasinya.
Dalam bahasa Indonesia ucapan “ibu kue” dalam situasi yang berbeda-beda dapat
diartikan:
a) anak itu meminta kue kepada ibunya
b) anak itu menunjukan kue kepada ibunya.
c) anak itu menawarkan kue kepada ibunya.
d) anak itu memberitahukan ibunya bahwa kuenya jatuh atau diambil orang lain, dan
sebaginya.
6. Teori Komulatif Kompleks
Teori ini dikemukakan oleh Brown (1973) berdasarkan data yang
dikumpulkannya. Menurut Brown, urutan pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak
ditentukan oleh kumulatif kompleks semantik merfem dan kumulatif kompleks tata
bahasa yang sedang diperoleh itu. Jadi, sama sekali tidak ditentukan oleh frekuensi
munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan orang dewasa. Dari tiga orang
kanak-kanak (berusia dua tahun) yang sedang memperoleh bahasa Inggris yang diteliti
Brown, ternyata morfem yang pertama dikuasai adalah bentuk progressive-ing dari kata
kerja; padahal bentuk ini tidak sering muncul dalam ucapan-ucapan orang dewasa.
28
7. Teori Pendekatan Semantik
Teori pendekatan semantik ini menurut Greenfield dan Smith (1976) pertama kali
diperkenalkan oleh Bloom. Dalam hal ini Bloom (1970) mengintergrasikan pengetahuan
semantik dalam perkembangan sintaksis ini berdasarkan teorif transformasinya Chosmky
(1965).
Perbedaan antara pendekatan semantik ini dengan teoari hubungan tata bahasa
nurani adalah bahwa kalau teori tata bahasa nurani menerapkan hubungan-hubungan
sintaksis dalam menganalisis struktur ucapan kanak-kanak, maka teori pendekatan
semantik menemukan strujtur ucapan itu berdasarkan hubungan-hubungan semantik. Jadi
teori hubungan tata bahasa nurani menerapkan struktur sintaksis orang dewasa, yaitu:
K = FN + FV
Pada ucapan-ucapan kanak-kanak, sedangkan teori pendekatan semantik
menemukan struktur:
Agen + kerja + objek, atau
Agen + kerja, atau
Objek + kerja
Pada ucapan kanak-kanak, yaitu struktur yang menggambarkan hubungan-
hubungan semantik. Namun, menurut Bowerman (1973) dan Brown (1973) hubungan-
hubungan semantik ini tidak selalu sejalan atau sesuai dengan hubungan-hubungan
sintaksis yang diterapkan.
29
I.Pemerolehan Semantik
Berbeda dengan pemerolehan fonologi yang banyak dipengaruhi oleh aspek
fisiologi, pemerolehan makna lebih banyak ditentukan oleh kematangan gaya kognitif
dan lingkungan. Proses menuju ke kedewasaan menambah kemampuan untuk mengamati
dan menyerap fenomena alam sekitar, lingkungan memberikan bahan masukan untuk
mengelompokkan atau memilah-milah satu fenomena dari yang lain. Dengan dasar
seperti inilah anak sedikit demi sedikit memberikan makna bagi aktivitas, keadaan, dan
benda-benda disekitarnya (Dardjowidjojo, 1991:71—72).
Setiap anak meniliki cara untuk mengusai makna kata. Anak-anak menguasai
makna kata dengan dua prinsip yaitu sini dan kini. Melalui dua prinsip tersebut dapat
diketahui berapa banyak kata yanmg mampu dikuasai anak. kemampuan seorang anak
yang tinggal di desa dalam menguasai kata dengan anak yang berada di kota akan
berbeda. Hal ini terjadi karena perbedaan lingkungan kedua anak tersebut. Anak di
pedesaan akan menguasai kosakata seperti pohon, daun, cangkul, atau sawah. Anak yang
berada diperkotaan akan menguasai kosakata sepeeti game, mall, computer, dan kosakata
lain yang ada di sekitarnya. Untuk menentukan sebuah makna merupakan hal yang tidak
mudah bagi seorang anak. seorang naka harus menganalisis segala macam fiturnya
sehingga makna yang diperoleh itu sama dengan makna yang diperoleh orang dewasa
(Dardjowidjojo, 2008:260).
30
Menutur Glinkoff (Dardjowidjojo, 2008:264) anak tidak menguasai makna secara
sembarangan. Ada strategi-strategi tertentu yang diikuti. Berikut ini keenam strategi
tersebut.
1. Strategi Referensi
Strategi ini menganggap sebuah kata pastilah merujuk pada benda, perbuatan,
proses, atau atribut. Dengan strategi ini seorang anak yang baru mendengarkan kosakata
baru akan akan menempelkan makna kata itu pada salah satu dari referensi diatas. Bila
kata itu gelas, dia akan meletakkan makna kata itu pada benda yang dirujuk pada makna
kata itu.
Pada intinya, teori ini berdalih bahwa makna merupakan istilah yang merujuk
kepada objek atau peristiwa yang ada di dunia nyata (rujukannya). Misalnya, nama yang
mengacu pada orang tertentu, nama yang merujuk ke kelas objek, dan nama yang
merujuk ke karakteristik objek atau peristiwa. Makna sebuah kata mengacu pada objek
atau benda atau sifat yang dimiliki benda tersebut. Menurut teori ini, istilah yang berbeda
untuk suatu objek yang sama akan memiliki makna yang sama pula. Misalnya nama
Spongebob tokoh kartun berbentuk kotak dan berwarna kuning ini langsung merujuk
pada tokoh kartun yang sama. Pandangan yang jelas tentang teori ini, dua kata yang
memiliki makna yang idenntik dalam sebuah kalimat dapat saling menggantikan tanpa
mengubah arti kalimat itu dan tentunya hal in tidaklah mudah. Permasalahan yang ada
dalam teori ini adalah tidak semua kata memiliki rujukan yang jelas, seperti kata dan,
tidak, atau (and, not, dan or).
31
2. Strategi Cakupan Objek (Objeck Scope)
Pada strategi ini kata yang merujuk pada suatu objek merujuk pada objek itu
secara keseluruhan. Jadi, kalau anak diperkenalkan kepada objek sepeda maka secara
keseluruhan sepeda itulah yang akhirnya dikuasai. Pada awal pemerolehan bahwa anak
hanya mengambil salah satu fiturnya saja, tetapi kemudian terbentuknya pengertian
bahwa makna kata sepeda itu adalah sepeda secara keseluruhan.
3. Strategi Perluasan (Extandability)
Strategi ini mengasumsikan bahwa kata tidak merujuk pada objek aslinya saja,
tetapi juga merujuk pada objek yang sama pada kelompok lainnya. Misalnya, ketika
seorang anak dikenalkan pada seekor anjing berwanra hitam, maka dia akan tahu jika
melihat anjing dengan wanra putih juga akan dikatakan anjing walaupun berbeda warna
bulu.
4. Strategi Cakupan Kategorial (Categorical)
Strategi ini hampir sama dengan strategi perluasan, dalam strategi ini sebuah kata
dapat diperluas objek-objek yang termasuk dalam kategori dasar yang sama. Misalnya
anak diperkenalkan kata kobra yang kategori dasarnya sama dengan ular, maka jika dia
dikenalkan juga dengan kata piton maka dia akan mengenalnya dengan ular juga.
32
5. Strategi “Nama Baru-kategori Tak Bernama (Novel name-nameless category)
Ketika seorang anak mendengar kata baru yang ternyata maknanya belum mereka
temukan maknanya dalam deret leksikokn yang diingatnya, maka kata ini akan dianggap
kata baru dan maknya akan ditempelkan pada objek, atribut, atau perbuatan yang dirujuk
dari kata itu (Dardjowidjojo, 2008:263). Misalnya kata kancing yang baru didengar
seorang anak, ternyata dalam deret leksikon anak tidak ditemukan, maka anak akan
menganggap kata itu sebagai kata baru dan menempelkan makna katanya pada kancing
itu. Strategi inilah yang membuat anak cepat sekali dalam menambah kosakatanya sejak
umur 1 tahun.
6. Strategi Konvensionalitas
Strategi ini menggambarkan asumsi seorang anak bahwa pembicara memakai
kata-kata yang tidak terlalu umum tetapi juga tidak terlalu khusus. Kemungkinannya
adalah sangat kecil bagi orang dewasa memperkenalkan kata binatang untuk merujuk
pada makna kata perkutut. Umumnya seorang anak akan menggunakan kata burung
untuk merujuk makna perkutut karena kata burung tidak terlalu umum juga tidak terlalu
khusus.
Pemerolehan semantik juga tidak terlepas dari pemerolehan makna, nonima, dan
verba dalam setiap kata yang diujarkan. Makna inilah yang nantinya dapat berkembang
dengan baik dan mengikuti waktu.
33
a. Pengembangan Makna
Pengembangan makna pada anak-anak mengikuti alur tertentu. Ada makna
proporsional, yakni makna yang merujuk pada pelaku pembuatan makna itu sendiri, hal
atau orang yang terkena perbuatan, lokasi, waktu, dan sebagainya. Dalam
pertumbuhannya menyerap alam sekitar, anak lama-lama menemukan adanya perbedaan-
perbedaan kategori semantik seperti ini. Alur ini adalah alur yang merujuk pada rasa
ingin tahu, pertanyaan, perintah, penolakan dan sebagainya. Makna seperti ini adalah
makna yang pragmatik. Alur yang ketiga adalah makna yang memang kodratnya ada
pada masing-masing kata. Makna dalam kategori ini sangatlah kompeks. Karena anak
harus dapat menyerap dan membuat hipotesis sendiri mengenai kemiripan ataupun
perbedaan antara satu entitas dengan entitas yang lain sering pula bersifat relatif.
Apabila ada pelaku yang melakukan suatu terhadap suatu hal, anak harus dapat
menyerap hubungan antara tiga elemen ini, meskipun wujud ajarannya mungkin barulah
satu patah kata. Lebih kompleks lagi adalah kata-kata rasional yang mempunyai dimensi
yang kontras, seperti besar versus kecil, tinggi versus rendah, panjang versusu pendek,
dan sebagainya.
b. Pemerolehan Nomina
Penguasaan nomina pada anak ada dua pola yang saling bertentangan. Di satu
pihak, anak melakukan generalisasi makna menjadi overextention atau mencakup
pengertian yang lebih luas daripada semestinya. Dalam hal perluasan makna ini ada dua
34
pandangan yang menarik. Hipotesis fitur semantik yang diajukan oleh Eve de Clark (di
de villers, 1982 : 126) menyatakan bahwa kita memiliki sekelompok fitur semantik, tetapi
seorang anak kecil hanya menguasai sebagian dari fitur-fitur ini.
Teori lain (Browman, 1977, di de Vilers dan de Vilers, 1982:128) beranggapan
bahwa anak tidak memetik makna parsial, tetapi secara kompleksif. Anak tidak
memandang salah satu atau beberapa fitur semantik itu lebih relevan daripada yang lain.
Anak pada umumnya memanfaatkan tangga yang di tengah sebagai titik tolak. Oleh
karena itu, pengertian-pengertian yang umumlah yang pertama-tama (diberikan orang tua
dan) dikuasai anak. Anak akan lebih dahulu mengenal mama, papa, sebelum kakek,
nenek, paman, ipar dan sebagainya. Dengan kata lain, makna diciutkan ke arah suatu
yang ada di tengah tangga abstraksi.
c. Pemerolehan Verba dan Kategori Lain
Seperti halnya nomina, verba pun diperoleh anak secara bertingkat dengan yang
umum dikuasai terlebih dahulu dan yang kompleks dikuasai kemudian. Umumnya verba
dan kategori lain seperti pronomina yang dikuasai awal adalah yang berkaitan dengan
kehidupan anak sehari-hari misalnya jatuh, pecah, habis, dan bentuk. Pemerolehan lain
seperti adjektif juga selaras dengan pemerolehan nomina atau verba. Salah satu hal yang
menarik dalam hal ini adalah bahwa umumnya adjetif yang positif lah yang dikuasai
terlebih dahulu. Seperti kita maklumi, banyak adjektif yang yang memiliki polaritas
positif dan negatif, misalnya besar-kecil, tinggi-pendek, tebal–tipis, dan seterusnya. Dari
35
ketiga contoh ini, besar, tinggi, dan tebal merujuk pada pengertian yang positif. Tidak
mustahil bahwa dalam proses penguasaan secara sempurna si anak tersandung-sandung
secara semantik sehingga terjadilah kesimpangsiuran pengertian.
J. Pemerolehan Pragmatik
Dalam definisinya yang paling mendasar, pragmatik dapat dikatakan sebagai
cabang ilmu linguistik yang membahas penggunaan bahasa The study of language use
(Ninio dan snoe, 1989:9, Verschueren. 1999:1 dalam Dardjowidjojo. 2009:1). Bahasa
terdiri dari tiga komponen ini terkait dengan unit analisis sendiri-sendiri. Pragmatik
bukan memberikan prespektif yang berbeda terhadap bahasa. Prespektif ini ditemukan
pada tiap komponen. Karena pragmatik merupakan bagian dan prilaku berbahasa maka
penelitian tentang pemerolehan tidak mengamati, bagaimana anak mengembangkan
kemampuan pragmatiknya. Seperti disarankan oelh Nino dan Snow (1996:1), paling tidak
kita perlu mempelajari :
1. pemerolehan niat komunitatif (communicative intens) dan pengembangan ungkapan
bahasanya,
2. pengembangan kemampuan bercakap-cakap dengan segala aturannya, dan
3. pengembangan piranti untuk membentuk wacana yang kohesif.
Pemerolehan pragmatik tidak terlepas dari kegiatan komunikasi antar manusia,
baik itu sang anak kepada ayah dan ibunya, atau anak dengan lingkungan sekitarnya.
36
1. Pemerolehan Niat Komunikatif
Dalam minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukan niat
komunikatifnya dengan antara lain tersenyum, menoleh jika dipanggil, menggapai bila
diberi sesuatu, memberikan sesuatu kepada orang lain, dan kemudian main cilukba.
Semua ini ada pada masa pravokalisasi dan sering dirujuk dengan istilah Proto-deklaratif
dan Proto-imperatif karena memang dua bentuk ini lah yang muncul pada awal (Ninio
dan Snow dalam Dardjowidjojo, 2004:44). Setelah perkembangan biologisnya
memugkinkan anak mulai mewujudkan niat komunikatif ini dalam bentuk bunyi. Ninio
dan Snow bahkan mendapati bahwa dalam mewujudkan urutan-urutannya yang
ditandaskan pada bagian kepentingan pragmatik seperti: kepentingan ujaran, peran
kelayakan ujaran, dan kompleksitas kognitif (Ninio dan Snow, 1996:104). Kepentingan
ujaran pada anak bertitik tolak pada sudut pandang anak sehingga macam ujaran yang
muncul juga mencerminkan kepentingan diri.
2. Pengembangan Kemampuan Percakapan
Anak secara bertahap menguasai aturan-aturan yang ternyata ada dan harus
diikuti. Suatu percakapan mempunyai tiga komponen: 1. Pembuka, 2. Giliran, 3. Penutup.
Dalam pembukaan harus ada ajakan dan tanggapan –A mengajak dan B menanggapi.
Dalam batang tubuh percakapan ada aturan main yang harus diperhatikan, khususnya
aturan yang berkaitan dengan giliran berbicara (Clark dan Clark, 1997:227—232;
Langford, 1994, Geis, 1998). Aturan yang normal adalah 1. Giliran bicara berikutnya
37
adalah ada pada orang yang diajak bicara oleh pembaca, 2. Diliran bicara berikutnya lagi
adalah pada orang yang berbicara lebih dahulu, 3. Giliran bicara berikutnya adalah pada
pembicara, bila ternyata tidak ada orang lain yang berbicara. Meskipun aturan (1-3)
seperti dijabarkan di atas banyak dipakai orang, sifatnya tidak dapat dikatakan universal
karena tatakrama yang berlaku dalam masyarakat berbeda-beda. Dalam masyarakat kita
aturan mengenai giliran untuk berbicara tampaknya dipengaruhi pula oleh tingkat
pendidikan keluarga.
3. Pengembangan Piranti Wacana
Wacana untuk anak pada umumnya berbentuk percakapan antara anak dengan
orang dewasa atau anak dengan anak meskipun dalam percakapan tersebut bila terdapat
narasi, eksplanasi dan definisi. Percakapan seperti ini dapat berjalan lancar karena tiga
hal. Pertama, pendengarnya adalah orang dekat seperti orang tua, kakak-adik, eyang dan
untuk banyak orang Indonesia, pembantu kedua pendengar memberikan dukungan
konversasional kepada anak. Tidak jarang dalam suatu percakapan dengan anak, orang
dewasa memberikan dukungan yang berupa kalimat memancing atau membimbing
kelanjutan pembicaraan. Ketiga hal yang dibicarakan umumnya berkaitan dengan ihwal
sini dan kini. Keberadaan dan kekongkreatn benda, serta rujukan pada peristiwa yang
sedang berlangsung memudahkan anak untuk berbicara.
38
Dalam perkembangan pragmatiknya, anal perlu untuk lama kelamaan melepaskan
diri dari ketergantungan itu sehingga akhirnya dapat mewujudkan wacana tanpa harus
ada bimbingan (clue) dari orang dewasa.
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif
kualitatif. Mahsun (2007:257) menyatakan bahwa analisis deskriptif kualitatif difokuskan
pada penunjukkan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan makna pada
konteksnya masing-masing dan sering kali melukiskannya dalam bentuk kata-kata.
penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data berupa kata-kata yang dihasilkan
oleh siswa PAUD/TK Bunga-Bunga Bangsa Sumber Agung, mengolah data,
menyimpulkan, dan melaporkan sesuai dengan tujuan penelitian.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah anak-anak PAUD/TK Bunga-Bunga Bangsa Sumber
Agung yang berusia 2—3 tahun yang diambil dari satu kelas nol kecil. Penelitian bahasa
kita tidak mungkin mengumpulkan data dari jumlah penutur cukup besar dan wilayah
yang luas. Oleh karena itu, kita dapat mengambil beberapa informan dari satu wilayah
bahasa sebagai sampel penelitian. Sampel yang berhubungan dengan penutur untuk
penelitian yang menyangkut aspek struktur bahasa, Samarin (dalam Mahsun, 2007:29),
mengisyaratkan cukup diperlukan satu orang informan yang baik. Namun, mungkin
terlalu ringkas jika hanya seorang. Untuk itu, disarankan agar sampel penelitian yang
40
berhubungan dengan penelitian aspek struktur bahasa ini minimal dua orang. Sampel
penutur atau orang yang ditentukan di wilayah pakai varian bahasa tertentu sebagai
narasumber bahan penelitian, pemberian informasi, dan pembantu peneliti dalam tahap
penyediaan data itulah yang menjadi informan. Karena subjek dalam penelitian ini adalah
anak usia 2—3 tahun, maka yang menjadi sampel penelitian adalah anak dari Bapak
Murdoyo usia 3 tahun bernama Areta Zizi Sandarica dan Bapak Senen Kurniawan usia 2
tahun bernama Iren Ayudia Tiffany.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah simak dan catat. Pengamatan
dilakukan untuk mengetahui situasi dan kondisi ketika ujaran diproduksi oleh Areta Zizi
Sandarica dan Iren Ayudia Tiffany. Sewaktu pengamatan dilakukan, teknik catat juga
digunakan untuk mencatat situasi ketika ujaran diproduksi. Hal-hal yang dicatat meliputi
tindakan-tindakan yang dilakukan dan ekspresi anak ketika ujaran diproduksi.
D. Teknik Analisis Data
Teknik pengolahan data dilakukan dengan langkah mengidentifikasi data,
memasukkan data ke dalam tabel, dan menganalisis makna (semantik) tuturan. Teknik
analisis data yang dilakukan menggunakan prosedur sebagai berikut.
1. Mengubah data rekaman ke bentuk teks, data yang direkam dalam handphone
dipindahkan ke dalam bentuk teks tertulis.
41
2. Menerjemahkan data yang berbahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.
3. Mengklasifikasikan bentuk ujaran anak ke tabel fonologi.
4. Menginterpretasikan data yang telah diklasifikasikan
5. Membuat kesimpulan.
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data
Areta Zizi Sandarica usia 2 tahun dan Iren Ayudia Tiffany usia 3 tahun adalah
subjek yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam bab sebelumnya telah dikemukakan
bahwa sampel yang diambil adalah anak dari Bapak Murdoyo dan Bapak Senen
Kurniawan. Penelitian dilakukan pada tanggal 07—14 Mei 2014. Penelitian ini
menganalisis pemerolehan bahasa pertama anak usia 2—3 tahun dalam kajian fonologi.
2. Analisis Data
a. Bentuk Ujaran Bahasa Pertama Anak Usia 2 Tahun
Berikut adalah bentuk ujaran dua kata yang diucapkan oleh Areta Zizi
Sandarica pada saat penelitian dilapangan.
Tabel 3. Bentuk Ujaran Areta Zizi Sandarica
No Ujaran Anak Makna Ujaran(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran(Bahasa Indonesia)
1. mik ucu mimik susu minum susu2. aem wak tok maem iwak kutuk makan ikan gabus3. lok inci delok kelinci lihat kelinci4. boya gus bola bagus bola milik bagus5. bas e kim tumbas es krim beli es krim6. lek pak korek bapak korek milik bapak7. gus mik bagus mimik bagus minta mimik
43
8. aem baso maem bakso makan bakso9. ambi gus klambi bagus baju milik bagus10. wal gus suwal bagus celana milik bagus
Setelah diamati dengan teliti bentuk ujaran diatas maka akan tampak bahwa
dalam UDK (ujaran dua kata) anak ternyata sudah menguasai hubungan kasus (case
relations). Pada ujaran (1) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (2)
terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (3) terdapat hubungan kasus
perbuatan-objek. Ujaran (4) terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki. Ujaran (5)
terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (6) terdapat hubungan kasus
pemilik-dimiliki. Ujaran (7) terdapat hubungan kasus pelaku-objek. Ujaran (8)
terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (9) terdapat hubungan kasus
pemilik-dimiliki. Ujaran (10) terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki.
Tabel 4. Bentuk Ujaran Areta Zizi Sandarica
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
11. mbak dok mbak meduk mbak turun
12. pon aem empun maem sudah makan
13. ayek mah balek omah pulang ke rumah
14. iyok mak melok mamak ikut ibu
15. temba ati kembang melati bunga melati
16. lok pe jaluk hape minta hape
17. dak yi wedak bayi bedak bayi
18. bel owo kabel dowo kabel panjang
19. pok las jupuk gelas ngambil gelas
44
20. pak dah numpak sepeda naik sepeda
Pada ujaran (11) terdapat hubungan kasus pelaku-perbuatan. Ujaran (12)
terdapat hubungan kasus perbuatan-perbuatan. Ujaran (13) terdapat hubungan kasus
perbuatan-lokasi. Ujaran (14) terdapat hubungan kasus perbuatan-pelaku. Ujaran
(15) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (16) terdapat hubungan kasus
perbuatan-objek. Ujaran (17) terdapat hubungan kasus antara atribut-entitas .
Ujaran (18) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (19) terdapat hubungan
kasus perbuatan-objek. Ujaran (20) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek.
Tabel 5. Bentuk Ujaran Areta Zizi Sandarica
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
21. mak lok mamak melok ibu ikut
22. dus de wedus pakde kambing milik pakde
23. oti gus roti bagus roti milik bagus
24. to gus poto bagus poto milik bagus
25. les utu tulis buku menulis dibuku
26. ∂di ton wedi anton takut sama anton
27. pu lep lampu urep hidup lampu
28. ben pik mobel apik mobil bagus
29. lok men jaluk permen minta permen
30. lok anok delok manok lihat burung
45
Pada ujaran (21) terdapat hubungan kasus objek-perbuatan. Ujaran (22)
terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki. Ujaran (23) terdapat hubungan kasus
pemilik-dimiliki. Ujaran (24) terdapat hubungan kasus perbuatan-pelaku. Ujaran
(25) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (26) terdapat hubungan
kasus perbuatan-objek. Ujaran (27) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran
(28) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (29) terdapat hubungan kasus
perbuatan-objek. Ujaran (30) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek.
Tabel 6. Bentuk Ujaran Areta Zizi Sandarica
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
31. aem awo maem sawo makan buah sawo
32. pak tol numpak montor naik motor
33. mbas oti tumbas roti beli roti
34. bun ndi sabun mandi sabun mandi
35. mpo ngi sampo wangi sampo harum
36. li pol jari jempol jari jempol
37. lub tuk sirub watuk sirub batuk
38. pek ambu ngepek jambu ngambil jambu
39. pal bul kapal mabur pesawat terbang
40. ayi yet tali karet tali karet
Pada ujaran (31) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (32)
terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (33) terdapat hubungan kasus
perbuatan-objek. Ujaran (34) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (35)
46
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (36) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas. Ujaran (37) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (38)
terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (39) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas. Ujaran (40) terdapat hubungan kasus atribut-entitas.
Tabel 7. Bentuk Ujaran Areta Zizi Sandarica
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
41. cak mbok cecak neg tembok cicak di dinding
42. mot pi remot tivi remot televisi
43. lok pi delok sapi lihat sapi
44. mah dus omah bagus rumah milik bagus
45. bok teh tembok putih dinding warna putih
46. dat yol nyegak sayur nunggu sayur
47. gus dus bagus adus bagus sedang mandi
48. we oto gawe boto bikin batubata
49. lok de melok pakde ikut pakde
50. mik anyu mimik banyu minum air
Pada ujaran (41) terdapat hubungan kasus objek-lokasi. Ujaran (42) terdapat
hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (43) terdapat hubungan kasus perbuatan-
objek. Ujaran (44) terdapat hubungan kasus antara pemilik-dimiliki. Ujaran (45)
terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki. Ujaran (46) terdapat hubungan kasus
perbuatan-objek. Ujaran (47) terdapat hubungan kasus antara pelaku-perbuatan.
Ujaran (48) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (49) terdapat
47
hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (50) terdapat hubungan kasus perbuatan-
objek.
Tabel 8. Bentuk Ujaran Areta Zizi Sandarica
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
51. mbak num mbak minum mbak minta minum
52. ket pis jaket lepis jaket lepis
53. otok pak rokok bapak rokok milik bapak
54. set mah keset omah keset rumah
55. met yen nyumet lilen nyalain lilin
56. aem ndol maem cendol makan cendol
57. pu teh lampu puteh lampu warna putih
58. bol ni nyebul geni niup api
59. hu leng tahu goreng tahu goreng
60. yong ben dorong mobel dorong mobil
Pada ujaran (51) terdapat hubungan kasus objek-perbuatan. Ujaran (52)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas . Ujaran (53) terdapat hubungan kasus
pemilik-dimiliki. Ujaran (54) terdapat hubungan kasus antara pemilik-dimiliki.
Ujaran (55) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (56) terdapat
hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (57) terdapat hubungan kasus atribut-
entitas. Ujaran (58) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (59) terdapat
hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (60) terdapat hubungan kasus perbuatan-
objek.
48
Tabel 9. Bentuk Ujaran Areta Zizi Sandarica
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
61. ge patu ngangge sepatu memakai sepatu
62. kat gi sikat gigi sikat gigi
63. yom dom jarum dondom jarum dondom
64. dah atik wadah plastik kantong plastik
65. yut gus perut bagus perut milik bagus
66. mak sak mamak masak mamak sedang masak
67. apu mah sapu omah sapu rumah
68. gah ben munggah amben naik di ranjang
69. kat mbi sikat klambi sikat baju
70. cek yem ngoncek pelem ngupas mangga
Pada ujaran (61) terdapat hubungan kasus antara perbuatan-objek. Ujaran
(62) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (63) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas. Ujaran (64) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (65)
terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki. Ujaran (66) terdapat hubungan kasus
objek-perbuatan. Ujaran (67) terdapat hubungan kasus atribut-entitasi. Ujaran (68)
terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (69) terdapat hubungan kasus
perbuatan-objek. Ujaran (70) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (71)
terdapat hubungan perbuatan-objek.
49
b. Bentuk Ujaran Pemerolehan Bahasa Pertama Anak usia 3 tahun
Berikut adalah bentuk ujaran dua kata yang dikeluarkan oleh Iren Ayudia
Tiffany usia 3 tahun pada saat penelitian dilapangan.
Tabel 10. Bentuk Ujaran Iren Ayudia Tiffany
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
1. butu dambal buku gambar buku gambar
2. utu comai tuku somai beli somai
3. tambi apik kelambi apik baju bagus
4. cuwal apik sual apik celana bagus
5. boneta dolaemon boneka doraemon boneka doraemon
6. mepe dabah mepe gabah jemur padi
7. dendo bik gendong bik minta gendong bibi
8. tutu jaja tuku jajan beli jajan
9. dulene mbah intan gulinge mbak intan guleng milik mbak intan
10. neng cawah neng sawah pergi ke sawah
Setelah diamati dengan teliti bentuk ujaran diatas maka akan tampak bahwa
dalam ujaran dua kata Nicky Prabowo ternyata sudah menguasai hubungan kasus
(case relations). Pada ujaran (1) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (2)
terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (3) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas. Ujaran (4) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (5)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (6) terdapat hubungan kasus
perbuatan-objek. Ujaran (7) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (8)
50
terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (9) terdapat hubungan kasus
pemilik-dimiliki. Ujaran (10) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek.
Tabel 11. Bentuk Ujaran Iren Ayudia Tiffany
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
11. numpak motol numpak motor naik motor
12. deda dole gedang goreng pisang goreng
13. peyek deleh peyeh gereh peyek ikan asin
14. ici doya nicky goyang nicky sedang goyang
15. kipek deda keripek gedang keripik pisang
16. peyek kaca peyek kacang peyek kacang
17. dambal kemba gambar kembang gambar bunga
18. taos ebok kaos angribet kaos angrybird
19. numpak tuda numpak kuda naik kuda
20. tutu coklat tuku coklat beli coklat
Pada ujaran (11) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (12)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (13) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas. Ujaran (14) terdapat hubungan kasus pelaku-perbuatan. Ujaran (15)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (16) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas. Ujaran (17) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (18)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (19) terdapat hubungan kasus
perbuatan-objek. Ujaran (20) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek
51
Tabel 12. Bentuk Ujaran Iren Ayudia Tiffany
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
21. todok e mayu kodok e mlayu kataknya lari
22. obok amoh obrok amoh obrok rusak
23. atu tambena aku klambenan aku pakai baju
24. nombe topi ngombe kopi minum kopi
25. bapak nelek bapak ngerek bapak sedang ngerek
26. seles enak seres enak mesiseres enak
27. jado dodok jagung godok jagung rebus
28. motole bapak motore bapak motor milik bapak
29. pek lambutan ngepek lambutan ngambil rambutan
30. dileh lemot jileh remot pinjam remot
Pada ujaran (21) terdapat hubungan kasus objek-perbuatan. Ujaran (22)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (23) terdapat hubungan kasus
pelaku-perbuatan. Ujaran (24) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran
(25) terdapat hubungan kasus objek-perbuatan. Ujaran (26) terdapat hubungan
kasus atribut-entitas. Ujaran (27) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran
(28) terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki. Ujaran (29) terdapat hubungan
kasus perbuatan-objek. Ujaran (30) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek.
52
Tabel 13. Bentuk Ujaran Iren Ayudia Tiffany
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
31. atu tesando aku kesandung aku tersandung
32. obel ici mobel nicky mobel milik nicky
33. ici nani nicky nyanyi nicky sedang bernyanyi
34. dolek pasel golek pasir mencari pasir
35. debot sutet jebol suket nyabut rumput
36. umpak obel numpak mobel naik mobil
37. mance iwak mancing iwak mancing ikan
38. bol mbah bor mbah bor milik mbah
39. maem baso maem bakso makan bakso
40. walna bilu warna biru warna biru
Pada ujaran (31) terdapat hubungan kasus pelaku-perbuatan. Ujaran (32)
terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki. Ujaran (33) terdapat hubungan kasus
pelaku-perbuatan. Ujaran (34) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran
(35) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (36) terdapat hubungan
kasus perbuatan-objek. Ujaran (37) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran
(38) terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki. Ujaran (39) terdapat hubungan
kasus perbuatan-objek. Ujaran (40) terdapat hubungan kasus atribut-entitas.
53
Tabel 14. Bentuk Ujaran Iren Ayudia Tiffany
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
41. delok tula-tula delok kura-kura melihat kura-kura
42. sayol telo sayur terong sayur terong
43. cawo mate sawo mateng buah sawo masak
44. ici jompa nicky jomplang nicky jatuh
45. dalok semoto jaluk semongko minta semangka
46. naleh bik ngaleh bik pergi bi
47. potoe joget pokoe joget pokoknya joget
48. lalel mabol laler mabur lalat terbang
49. ulel dedi uler gedi ulat besar
50. ilo pesek irung pesek hidung pesek
Pada ujaran (41) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (42)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (43) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas. Ujaran (44) terdapat hubungan kasus pelaku-perbuatan. Ujaran (45)
terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (46) terdapat hubungan kasus
perbuatan-objek. Ujaran (47) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran
(48) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (49) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas. Ujaran (50) terdapat hubungan kasus atribut-entitas.
54
Tabel 15. Bentuk Ujaran Iren Ayudia Tiffany
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
51. jupokne cendok jupokne sendok ambilkan sendok
52. Simottu sulimotku selimut milikku
53. masa slambu masang selambu masang kelambu
54. delok condel delok slonder lihat slonder
55. dupok delas jupuk gelas ngambil gelas
56. mik cingkel mimik cingker minum wadah cangkir
57. mamak tulu mamak turu ibu sedang tidur
58. udah deles udan deres hujan deras
59. bulu daluda burung garuda burung garuda
60. bamba dole brambang goreng bawang goreng
Pada ujaran (51) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (52)
terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki. Ujaran (53) terdapat hubungan kasus
perbuatan-objek. Ujaran (54) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran
(55) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (56) terdapat hubungan
kasus perbuatan-objek. Ujaran (57) terdapat hubungan kasus objek-perbuatan.
Ujaran (58) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (59) terdapat hubungan
kasus atribut-entitas. Ujaran (60) terdapat hubungan kasus atribut-entitas.
55
Tabel 16. Bentuk Ujaran Iren Ayudia Tiffany
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
61. pemen chacha permen chacha permen chacha
62. obel mundor mobel mundor Mobil mundur
63. lokok mbah rokok mbah rokok milik mbah
64. leneo bik reneo bik kesini bi
65. cebok ngisol ceblok ngisor jatuh di bawah
66. jolok nan jorok tenan jorok banget
67. jamor kupe jamur kupeng jamur telinga
68. sedo tiwol sego tiwul nasi tiwul
69. bibik setolah bibik sekolah bibi pergi kesekolah
70. ge tocomoto ngangge kocomoto memakai kacamata
Pada ujaran (61) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (62) terdapat
hubungan kasus objek-perbuatan. Ujaran (63) terdapat hubungan kasus pemilik-
dimiliki. Ujaran (64) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek. Ujaran (65)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (66) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas. Ujaran (67) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (68)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (69) terdapat hubungan kasus
objek-perbuatan. Ujaran (70) terdapat hubungan kasus perbuatan-objek.
56
Tabel 17. Bentuk Ujaran Iren Ayudia Tiffany
No Ujaran Anak Makna Ujaran
(Bahasa Ibu)
Makna Ujaran
(Bahasa Indonesia)
71. sitat didi sikat gigi sikat gigi
72. lambot dowo rambut dowo rambut panjang
73. cepatu ici sepatu nicky sepatu milik nicky
74. candal ici sandal nicky sandal mulik nicky
75. jutas ici jungkas nicky sisir milik nicky
76. enek ∂line enek erine ada durinya
77. nomel tida nomer tiga nomer tiga
78. wes duwul wes duwur sudah tinggi
79. jam lusak jam rusak jam rusak
80. centel bapak senter bapak senter milik bapak
81. wes lemok wes remok sudah hancur
82. wes halum wes harum sudah harum
Pada ujaran (71) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (72) terdapat
hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (73) terdapat hubungan kasus pemilik-
dimiliki. Ujaran (74) terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki. Ujaran (75)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (76) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas. Ujaran (77) terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (78)
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (79) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas . Ujaran (80) terdapat hubungan kasus pemilik-dimiliki. Ujaran (81)
57
terdapat hubungan kasus atribut-entitas. Ujaran (82) terdapat hubungan kasus
atribut-entitas.
c. Klasifikasi Fonem
Bunyi bahasa dibedakan atas vokal dan konsonan. Perbedaan bunyi vokal dan
konsonan adalah arus udara dalam pembentukan bunyi vokal, setelah melewati pita
suara tidak mendapat hambatan apa-apa, sedangkan pembentukan bunyi konsonan
arus udara itu masih mendapat hambatan atau gangguan.
Klasifikasi fonem terbagi menjadi dua yaitu klasifikasi fonem vokal dan
klasifikasi fonem konsonan. Fonem vokal berjumlah 6 fonem yaitu (/a/, /i/, /u/, /e/, /∂/,
/o/), sedangkan fonem konsonan berjumlah 21 fonem yaitu (/b/, /p/, /m/, /w/, /f/, /d/,
/t/, /n/, /l/, /r/, /z/, /s/, /ň/, /j/, /c/, /y/, /g/, /k/, /η/, /x/, /h/). Setelah dilakukan penelitian
pemerolehan bahasa pertama pada Areta Zizi Sandarica usia 2 tahun dan Iren Ayudia
Tiffany Usia 3 tahun, maka diperoleh data analisis klasifikasi fonem sebagai berikut.
1. Data Analisis Klasifikasi Fonem Pada Pemerolehan Bahasa Pertama Areta Zizi
Sandarica
Berikut ini adalah data ujaran klasifikasi fonem pemerolehan bahasa
pertama yang diperoleh dari Areta Zizi Sandarica.
Tabel 18. Data Analisis Klasifikasi Fonem Areta Zizi Sandarica
Klasifikasi FonemVokal
Ujaran satu kata Anak (bahasa ibu)
Makna Ujaran
/i/ inci Kelinciiyok Melok
/e/ ekim es krimaem Maem
58
/a/
aso Baksoayek Balekaňu Baňuanok Manokawo Sawoapu Sapu
ambi Klambiambu Jambuatik Plastik
/∂/ ∂di w∂di/u/ ucu Susu
utu Buku
/o/otok Rokokowo Dowooti Rotioto Boto
/b/
boya Bolabel Kabelben Mobel
mben Ambenbon Sabonbok Tembokbol Ňebol
/p/
pak Bapakpak Numpakpatu Sepatupe Hapepek Ηepekpi Tipipik Apikpis Lepispon Emponpok Jupokpol Jempolpu Lampu
mah Omahmak Mamakmen Permenmet Ňumetmik Mimik
59
/m/ mbi Klambimbas Tumbasmbak Mbakmbah Mbahmbok Tembokmot Remotmpo Sampo
/w/wak Iwakwal Suwalwe Gawe
/f/ _ _
/d/
dak Wedakdah Sepedadah Wadahdat Ňegakde Pakdede Mbokdedus Adusdus Wedusdok Medokdom Dondomteh Puteh
/t/
tok Watoktol Montorton Anton
emba Kembaηlas Gelas
/n/
ni Genindi Endi
ndoη Gendoηndol Cendolnum Minum
/l/
lek Koreklep Urepleη Goleηli Jari
lok Meloklok Jaloklok Deloklub Sirup
60
/r/ _ _/z/ _ _/s/ sak Masak/ň/ _ _/j/ _ _/c/ cak Cecak
cek Ηoncek
/y/
yi Bayiyem Pelemyom Jaromyen Lilenyol Sayoryoη Doroηyut Perut
/g/ gi Gigigus Bagus
/k/ kat Sikatket Jaket
/η/ηi Waηi
ηgah Muηgahηge Ηeηge
/h/ _ _/x/ _ _
Berdasarkan analisis klasifikasi fonem dapat diketahui bahwa Areta Zizi
Sandarica sudah mampu mengucapkan fonem vokal /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /∂/ dengan
baik. Tetapi masih terjadi penghilangan dan penambahan fonem dalam setiap
ujarannya. Seperti pada kata <kelinci> dilafalkan [inci] penghilangan fonem /k/, /e/,
/l/. Kata <melok> dilafalkan [iyok] penghilangan fonem /m/, sedangkan fonem /e/
diganti /i/ dan fonem /l/ diganti /y/. Kata <eskrim> dilafalkan [ekim] fonem /s/ dan /r/
dihilangkan. Kata <maem> dilafalkan [aem] fonem /m/ dihilangkan. Penghilangan
fonem /b/ dan /k/ pada kata <bakso> dilafalkan [aso]. penghilangan fonem /b/ dan
61
perubahan fonem /l/ menjadi /y/ dari kata <balek> dilafalkan [ayek]. Penghilangan
fonem /m/ pada kata <manok> dilafalkan [anok]. Penghilangan fonem /s/ dari kata
<sawo> dilafalkan [awo]. Penghilangan fonem /s/ dari kata <sapu> dilafalkan [apu].
Perubahan fonem /s/ menjadi /c/, pada kata <susu> menjadi [ucu]. Penghilangan
fonem /r/ pada kata <roti> dilafalkan [oti].
Berdasarkan analisis klasifikasi fonem konsonan /b/ dan /p/ di atas dapat
diketahui bahwa Areta Zizi Sandarica sudah mampu mengucapkan fonem /b/ dan /p/
dengan benar, tetapi masih ada perubahan serta penghilangan fonem dalam kata.
Perubahan fonem terlihat pada kata <bola> dilafalkan [boya] fonem /l/ berubah
menjadi /y/. Penghilangan fonem terjadi pada kata <kabel> dilafalkan [bel] fonem /k/
dan /a/ dihilangkan. Pada kata <mobel> dilafalkan [ben] fonem /m/, /o/ dihilangkan
dan fonem /l/ berubah menjadi /n/. Kata <amben> dilafalkan [mben] fonem /a/
dihilangkan. Kata <sabon> dilafalkan [bon] fonem /s/,/a/ dihilangkan. Kata <tembok>
dilafalkan [bok] fonem /t/, /e/, /m/ dihilangkan. Kata <ňebol> dilafalkan [bol]
fonem /ň, /e/ dihilangkan.
Pada kata <bapak> dilafalkan [pak] fonem /b/, /a/ dihilangkan. Kata
<numpak> dilafalkan [pak] fonem /n/, /u/, /m/ dihilangkan. Kata <sepatu> dilafalkan
[patu] fonem /s/, /e/ dihilangkan. Kata <hape> dilafalkan [pe] fonem /h/, /a/
dihilangkan. Kata <ηepek> dilafalkan [pek] fonem /η/, /e/ dihilangkan. Kata <tipi>
dilafalkan [pi] fonem /t/, /i/ dihilangkan. Kata <apik> dilafalkan [pik] fonem /a/
dihilangkan. Kata <lepis> dilafalkan [pis] fonem /l/, /e/ dihilangkan. Kata <empon>
62
dilafalkan [pon] fonem /e/, /m/ dihilangkan. Kata <jupok> dilafalkan [pok] fonem /j/,
/u/ dihilangkan. Kata <jempol> dilafalkan [pol] fonem /j/, /e/, /m/ dihilangkan. Kata
<lampu> dilafalkan [pu] fonem /l/, /a/, /m/ dihilangkan.
Pada kata <omah> dilafalkan [mah] penghilangan fonem vokal /o/. Kata
<mamak> dilafalkan [mak] penghilangan fonem /m/, dan /a/. Kata <permen>
dilafalkan [men] penghilangan fonem /p/, /e/, /r/. Kata <ňumet> dilafalkan [met]
penghilangan fonem /ň/, /u/. Kata <mimik> dilafalkan [mik] penghilangan fonem
/m/, /i/. Kata <klambi> dilafalkan [ambi] penghilangan fonem /k/, /l/, /a/. Kata
<tumbas> dilafalkan [mbas] fonem /t/, /u/ dihilangkan. Kata <mbak> dilafalkan
[utuh]. Kata <mbah> dilafalkan [utuh]. Kata <tembok> dilafalkan [bok] fonem /t/,
/e/, /m/ dihilangkan. Kata <remot> dilafalkan [mot] fonem /r/, /e/ dihilangkan. Kata
<sampo> dilafalkan [mpo] fonem /s/, /a/ dihilangkan. Kata <iwak> dilafalkan [wak]
fonem /i/ dihilangkan. Kata <suwal> dilafalkan [wal] fonem /s/, /u/ dihilangkan.
Kata <gawe> dilafalkan [we] fonem /g/, /a/ dihilangkan.
Pada fonem /d/ diperoleh kata <wedak> dilafalkan [dak], penghilangan
fonem /w/ dan /e/. Kata <sepeda> dilafalkan [dah], penghilangan fonem /s/, /e/,
/p/, /e/ dan penambahan fonem /h/. Kata <wadah> dilafalkan [dah], penghilangan
fonem /w/, /a/. Kata <ňegak> dilafalkan [gat], penghilangan fonem /ň/ dan /e/. Kata
<pakde> dilafalkan [de], fonem /p/, /a/, /k/ dihilangkan. Kata <mbokde> dilafalkan
[de], penghilangan fonem /m/, /b/, /o/, /k/. Kata <adus> dilafalkan [dus],
penghilangan fonem /a/. Kata <wedus> dilafalkan [dus], penghilangan fonem /w/,
63
/e/. Kata <medok> dilafalkan [dok] penghilangan fonem /m/, /e/. Kata <dondom>
dilafalkan [dom] penghilangan fonem /d/, /o/, /n/ dihilangkan. Kata <puteh>
dilafalkan [teh] fonem /p/, /u/ dihilangkan. Kata <watok> dilafalkan [tok]
penghilangan fonem /w/, /a/. Kata <montor> dilafalkan [tol] penghilangan fonem
/m/, /o/, /n/ serta perubahan fonem /r/ menjadi /l/. Kata <anton> dilafalkan [ton]
penghilangan fonem /a/, /n/. Kata <kembaη> dilafalkan [emba] penghilangan
fonem /k/ dan /η/. Kata <gelas> dilafalkan [las] penghilangan fonem /g/, /e/.
Pada Fonem /g/ kata <geni> dilafalkan [ni] fonem /g/, /i/ dihilangkan. Kata
<endi> dilafalkan [ndi] fonem /e/ dihilangkan. Kata menjadi <gendoη> dilafalkan
[ndoη] fonem /g/, /e/ dihilangkan. kata <cendol> dilafalkan [ndol] Penghilangan
fonem /c/, /e/. Kata <minum> dilafalkan [num] penghilangan fonem /m/, /i/. Kata
<korek> dilafalkan [lek] penghilangan fonem /k/, /o/, dan perubahan fonem /r/
menjadi /l/. Kata <urep> dilafalkan [lep] penghilangan fonem /u/ dan perubahan
fonem /r/ menjadi /l/. Kata <goleη> dilafalkan [leη] penghilangan fonem /g/, /o/.
Kata <jari> dilafalkan [li] penghilangan fonem /j/, /a/ dan perubahan fonem /r/
menjadi /l/. Kata <melok> dilafalkan [lok] penghilangan fonem /m/,/e/. Kata <jalok>
dilafalkan [lok] penghilangan fonem /j/, /a/. Kata <delok> dilafalkan [lok]
penghilangan fonem /d/, /e/. Kata <sirup> dilafalkan [lup] penghilangan fonem /s/, /i/
dan perubahan fonem /r/ menjadi /l/.
Berdasarkan klasifikasi fonem konsonan, fonem /s/ pada kata <masak>
dilafalkan [sak], fonem /m/, /a/ dihilangkan. Kata <cecak> dilafalkan [cak]
64
penghilangan fonem /c/, /e/. Kata <ηoncek> dilafalkan [cek] penghilangan fonem /η/,
/o/, /n/. Kata <bayi> dilafalkan [yi], penghilangan fonem /b/, /a/. Kata <pelem>
dilafalkan [yem], penghilangan fonem /p/, /e/ dan perubahan fonem /l/ menjadi /y/.
Kata <jarom> dilafalkan [yom], penghilangan fonem /j/, /a/ dan perubahan fonem /r/
menjadi /y/. Kata <lilen> dilafalkan [yen] penghilangan fonem /l/, /i/ dan perubahan
fonem /l/ menjadi /y/. kata <sayor> dilafalkan [yol] penghilangan fonem /s/, /a/ dan
perubahan fonem /r/ menjadi /l/. Kata <doroη> dilafalkan [yoη] penghilangan
fonem /d/, /o/ berubahan fonem /r/ menjadi /y/. Kata <perut> dilafalkan [yut]
penghilangan fonem /p/, /e/ perubahan fonem /r/ menjadi /y/. Kata <gigi> dilafalkan
[gi] penghilangan fonem /g/, /i/. Kata <bagus> dilafalkan [gus] penghilangan
fonem /b/, /a/. Kata <sikat> dilafalkan <kat> penghilangan fonem /s/, /i/. Kata
<jaket> dilafalkan [ket] penghilangan fonem /j/, /a/. Kata <waηi> dilafalkan [ηi]
penghilangan fonem /w/, /a/. Kata <muηgah> dilafalkan [ηgah] penghilangan
fonem /m, /u/. Kata <ηeηge> dilafalkan [ηge] penghilangan fonem /η/ , /e/.
2. Data Analisis Klasifikasi Fonem Pada Pemerolehan Bahasa Pertama Iren Ayudia
Tiffany
Berikut ini adalah data ujaran klasifikasi fonem pemerolehan bahasa pertama
Iren Ayudia Tiffany.
65
Tabel 19. Data Analisis Klasifikasi Fonem Iren Ayudia Tiffany
Klasifikasi FonemVokal
Ujaran satu kata Anak (bahasa ibu)
Makna Ujaran
/i/ici Nicky
iwak Iwakilo Iroη
intan Intan
/e/ebok eηry birdenak Enakenek Enek
/a/apik Apikamoh Amohatu Aku
/∂/ ∂li ∂ri
/u/ ulel Ulerudah Udan
/o/ obok Obrokobel Mobel
/b/
bamba Brambaηbaso Bakso
bapak Bapakbilu Birubibik Bibikbol Bor
boneta Bonekabulu Buruηbutu Buku
/p/
pasel Paserpeyek Peyekpek Ηepek
pesek Pesekpemen Permenpotok e pokok e
/m/
mbak Mbakmbah Mbahmayu Mlayumasa Masaη
mance Manceη
66
mat∂ mat∂ηmaem Maemmamak Mamakmimik Mimikmundol Mundolmontol Montormepe Mepe
/w/ wes Uweswalna Warna
/f/ _ _
/d/
dambal Gambaldabah Gabahdaluda Garudadendo Gendoηdeda Gedaηd∂l∂h g∂rehdebol Jebold∂lok d∂lokd∂di g∂didelas Gelasdeles Deresdidi Gigidileh Jilehdoget Jogetdowo Dowodolek Golekdole Goreη
dolaemon Doraemondoya Goyaηdule Guleη
dupok Jupokduwul Duwur
/t/
tambi Klambitambena Klambenan
taos Kaostelo Teroη
tesando Kesandoηtiwol Tiwoltida Tiga
tocomoto Kocomoto
67
todok Kodoktopi Kopitutu Tukutuda Kuda
tula-tula kura-kuratulu Turu
/n/
nani Ňaňinaleh Ηalehnan Tenan
nelek Ηereknombe Ηombenomel Nomer
numpak Numpak
/l/
lambutan Rambutanlambot Rambot
lalel Lalerlemok Remoklemot Remotleneo Reneolusak Rusaklokok Rokok
/r/ _ _/z/ _ _
/s/
sayol Sayorsambu Slambuseles Seres
semoto Semoηkosedo Sego
setolah Sekolahsikat Sikatsimot Slimotsutet Suket
/ň/ _ _
/j/
jamol Jamorjalok Jalokjaja Jajanjado Jagoηjam Jam
jompa Jomplaηjupok Jupok
68
juntas Juηkas
/c/
cawah Sawahcawo Sawocandal Sandalchacha Chachacepatu Sepatucentel Sentercendok Sendokcingkel Cingkercondel Slondercomai Somaicokat Coklatcuwal Suwal
/y/ _ _/g/ _ _
/k/kaca Kacaη
kemba Kembaηkipek Kripekkupe Kupeη
/η/ ηisol Ηisor/x/ _ _/h/ halum Harum
Berdasarkan data klasifikasi fonem dapat diketahui bahwa pengucapan fonem
pada bahasa pertama Iren Ayudia Tiffany belum begitu lengkap, masih banyak
penambahan, perubahan dan penghilangan fonem pada setiap ujarannya, seperti kata
<nicky> dilafalkan [ici], penghilangan fonem /n/, /k/, /y/. Kata <iwak> dilafalkan
secara utuh. Kata <iroη> dilafalkan [ilo], penghilangan fonem /η/ perubahan fonem /l/
menjadi /r/. Kata <intan> dilafalkan secara utuh. Kata <eηry bird> dilafalkan [ebok]
penghilangan fonem /ng/, /r/, /y/, /i/, /r/, /d/, dan penambahan fonem /o/, /k/. kata
<enak> dilafalkan utuh. Kata <enek> diucapkan utuh. Kata <apik> dilafalkan utuh.
Kata <amoh> dilafalkan [utuh]. Kata <aku> dilafalkan [atu], fonem /k/ berubah
69
menjadi /t/. Kata <∂ri> dilafalkan [∂li], fonem /r/ berubah menjadi /l/. Kata <numpak>
dilafalkan secara utuh. Kata <ulel> dilafalkan [uler]. Fonem /r/ berubah menjadi /l/.
Kata <udan> diucapkan utuh. Kata <obrok> dilafalkan [obok], fonem /r/ dihilangkan.
Kata <mobel> dilafalkan [obel], fonem /b/ dihilangkan.
Berdasarkan analisis klasifikasi fonem /b/ dan /p/ di atas dapat diketahui
adanya penambahan, perubahan dan penghilangan fonem pada setiap kata yang
diujarkan oleh Iren Ayudia Tiffany. Seperti kata <brambaη> dilafalkan [bamba],
penghilangan fonem /r/, /η/. Kata <bakso> dilafalkan [baso], fonem /k/ dihilangkan.
Kata <bapak> dilafalkan secara utuh. Kata <biru> dilafalkan [bilu], fonem /r/
menjadi /l/. Kata <bibik> dilafalkan secara utuh. Kata <bor> dilafalkan [bol],
fonem /r/ diganti /l/. Kata <boneka> dilafalkan [boneta], fonem /k/ diganti /t/. Kata
<buruη> dilafalkan [bulu], fonem /η/ dihilangkan. Kata <buku> dilafalkan [butu],
fonem /k/ diganti /t/. Kata <paser> dilafalkan [pasel], fonem /r/ diganti menjadi /l/.
Kata <peyek> dilafalkan [utuh]. Kata <ηepek> dilafalkan [pek], fonem /η/, /e/
dihilangkan. Kata <pesek> dilafalkan secara utuh. Kata <permen> dilafalkan
[pemen], fonem /r/ dihilangkan. Kata <pokok e> dilafalkan [potok e], fonem /k/
diganti /t/. Kata <mlayu> dilafalkan [mayu], fonem /l/ dihilangkan. Kata <masaη>
dilafalkan [masa], fonem /η/ dihilangkan. Kata <manceη> dilafalkan [mance], fonem
/η/ dihilangkan. Kata <mateη> dilafalkan [mate], fonem /η/ dihilangkan. Kata
<maem> dilafalkan utuh. Kata <mamak> dilafalkan utuh. Kata <mimik> dilafalkan
utuh. Kata <mundol> dilafalkan utuh. Kata <montor> dilafalkan [montol], fonem /r/
70
berubah menjadi /l/. Kata <mepe> dilafalkan utuh. Kata <uwes> dilafalkan [wes]
fonem /u/ dihilangkan. Kata <warna> dilafalkan [walna], fonem /r/ diganti /l/. kata
mbak diucapkan lengkap. Kata <mbah> diucapkan lengkap.
Berdasarkan analisis klasifikasi fonem di atas dapat diketahui bahwa pada
kata <gambar> dilafalkan [dambal], fonem g menjadi d, fonem /r/ menjadi /l/. Kata
<gabah> dilafalkan [dabah], fonem /g/ menjadi /d/. Kata <garuda> dilafalkan
[galuda], fonem /g/ menjadi /d/, fonem /r/ menajdi /l/. Kata <gendoη> dilafalkan
[dendo], fonem /g/ menjadi /d/ dan fonem /η/ dihilangkan. Kata <gedaη> dilafalkan
[deda], fonem /g/ menjadi/d/, fonem /η/ dihilangkan. Kata <g∂r∂h> dilafalkan
[d∂l∂h], fonem /g/ menjadi /d/. Kata <jebol> dilafalkan [debol], fonem /j/ menjadi
/d/. Kata <d∂lok> dilafalkan [utuh]. Kata <gelas> dilafalkan [delas], fonem /g/
menjadi /d/. Kata <gigi> dilafalkan [didi], fonem /g/ diganti /d/. Kata <jileh>
dilafalkan [dileh], fonem /j/ diganti /d/. Kata <joget> dilafalkan [doget], fonem /j/
menjadi /d/. Kata <dowo> dilafalkan utuh. Kata <golek> menjadi [dolek], fonem /g/
diganti /d/. Kata <gereη> dilafalkan [dole], fonem /g/ diganti /d/ fonem /η/
dihilngkan. Kata <doraemon> dilafalkan [dolaemon], fonem /r/ diganti /l/. Kata
<goyaη> dilafalkan [doya], fonem /g/ menjadi /d/ dan fonem /η/ dihilangkan. Kata
<guleη> dilafalkan [dule], fonem /g/ diganti /d/ fonem /η/ dihilangkan. Kata <jupok>
dilafalkan [dupok], fonem /j/ menjadi /d/. Kata <duwur> dilafalkan [duwul],
fonem /r/ diganti /l/.
71
Berdasarkan analisis klasifikasi fonem konsonan dapat diketahui pengucapan
kata <klambi> dilafalkan [tambi], fonem /k/ diganti /t/ dan fonem /l/ dihilangkan. Kata
<kaos> dilafalkan [taos], fonem /k/ diganti /t/. Kata <teroη> dilafalkan [telo], fonem
/r/ menjadi /l/ dan fonem /η/ dihilangkan. Kata <kesandoη> dilafalkan [tesando],
fonem /k/ diganti /t/ dan fonem /η/ dihilangkan. Kata <tiwol> dilafalkan [utuh]. Kata
<tiga> dilafalkan [tida], fonem /g/ menjadi /d/. Kata <kocomoto> dilafalkan
[tocomoto], fonem /k/ diganti /t/. Kata <kodok> dilafalkan [todok], fonem /k/ diganti
/t/. Kata <kopi> menjadi [topi], fonem /k/ menjadi /t/. Kata <tuku> menjadi [tutu]
fonem /k/ diganti /t/. Kata <kuda> dilafalkan [tuda], fonem /k/ mejadi /t/. Kata <kura-
kura> dilafalkan [tula-tula], fonem /k/ diganti /t/. Kata <tulu> menjadi [tulu], fonem /r/
mejadi /l/. Kata <ňaňi> menjadi [nani], fonem /ň/ diganti /n/. Kata <ηaleh> dilafalkan
[naleh], fonem /η/ diganti /n/. Kata <tenan> dilafalkan [nan], fonem /t/, /e/
dihilangkan. Kata <ηerek> menjadi [nelek], fonem /η/ diganti /n/. Kata <η ombe>
menjadi [nombe], fonem /η/ diganti /n/. Kata <nomer> menjadi [nomel], fonem /r/
diganti /l/. Kata <numpak> diucapkan utuh. Kata <rambutan> dilafalkan [lambutan],
fonem /r/ diganti /l/. Kata <rambot> dilafalkan [lambot], fonem /r/ diganti /l/. Kata
<laler> dilafalkan [lalel], fonem /r/ diganti /l/. Kata <remok> dilafalkan [lemok],
fonem /r/ diganti /l/. Kata <reneo> dilafalkan [leneo], fonem /r/ diganti /l/. Kata
<rusak> dilafalkan [lusak], fonem /r/ diganti /l/. Kata <rokok> menjadi [lokok], fonem
/r/ diganti /l/. Kata <sayor> dilafalkan [sayol], fonem /r/ diganti /l/. Kata <slambu>
dilafalkan [sambu], fonem /l/ dihilangkan. Kata <seres> dilafalkan [seles], fonem /r/
72
menjadi /l/. Kata <semoηko> dilafalkan [semoto], fonem /η/ dihilangkan dan fonem
/k/ diganti /t/. Kata <sego> dilafalkan [sedo], fonem /g/ diganti /d/. Kata <sekolah>
dilafalkan [setolah], fonem /k/ diganti /t/. Kata <sikat> dilafalkan [sitat], fonem
<slimot> dilafalkan [simot], fonem /l/ dihilangkan. Kata <suket> dilafalkan [sutet],
fonem /k/ diganti /t/.
Berdasarkan analisis klasifikasi fonem konsonan dapat diketahui pengucapan
kata <jamor> dilafalkan [jamol], fonem /r/ diganti /l/. Kata <jalok> dilafalkan [utuh].
Kata <jajan> dilafalkan [jaja], fonem /n/ dihilangkan. Kata <jagoη> dilafalkan [jado],
fonem /g/ menjadi /d/ dan fonem /η/ dihilangkan. Kata <jam> dilafalkan utuh. Kata
<jomplaη> dilafalkan [jompa], fonem /l/, /η/ dihilangkan. Kata <jupok> dilafalkan
utuh. Kata <juηkas> dilafalkan [juntas], fonem /η/ diganti /n/. kata <sawah> dilafalkan
[cawah], fonem /s/ diganti /c/. Kata <sawo> dilafalkan [cawo], fonem /s/ diganti /c/.
Kata <sandal> dilafalkan [candal], fonem /s/ diganti /c/. Kata <chacha> dilafalkan
utuh. Kata <sepatu> dilafalkan [cepatu], fonem /s/ diganti /c/.
Kata <senter> dilafalkan [centel], fonem /s/ diganti /c/ dan fonem /r/ diganti
/l/. Kata <sendok> dilafalkan [cendok], fonem /s/ diganti /c/. Kata <ciηker> dilafalkan
[ciηkel], fonem /r/ diganti /l/. Kata <slonder> dilafalkan [conder], fonem /s/ diganti /c/,
fonem /l/ dihilangkan. Kata <somai> dilafalkan [comai], fonem /s/ diganti /c/. Kata
<suwal> dilafalkan [cuwal], fonem /s/ diganti /c/. Kata <kacaη> menjadi [kaca],
fonem /η/ dihilangkan. Kata <kembaη> menjadi [kemba], fonem /η/ dihilangkan. Kata
<kripek> menjadi [kipek], fonem /r/ dihilangkan. Kata <kupeη> menjadi [kupe],
73
fonem /η/ dihilangkan. Kata <ηisor> menjadi [ηisol], fonem /r/ diganti /l/. Kata
<harum> menjadi [halum], fonem /r/ diganti /l/.
d. Distribusi Fonem
Distribusi fonem adalah letak atau sebuah fonem di dalam satuan ujaran, yang kita
sebut sebuah kata atau morfem (Chaer, 2009:89). Distribusi fonem terbagi menjadi 2
yaitu, distribusi vokal dan distribusi konsonan. Distribusi fonem vokal memang selalu
dapat menduduki posisi pada semua tempat, sedangkan fonem konsonan tidak selalu
demikian, mungkin dapat menduduki awal dan akhir, tetapi mungkin juga hanya dapat
menduduki posisi awal saja.
1. Distribusi Fonem Areta Zizi Sandarica
Data analisis distribusi fonem pemerolehan bahasa pertama Areta Zizi Sandarica
usia 2 sebagai berikut.
Tabel 20. Data Analisis Distribusi Fonem Vokal Areta Zizi Sandarica
Fonem
Vokal
Posisi fonem Dalam kata
Awal Tengah Akhir
/a/
ayek Wak oyaayon Tan embaanok bat _aem cak _aket edak _
ambu mak _ayul sak _api pak _apu kat _
74
awo yap __ bal __ las __ mbas _
/i/ inci atik api
/u/ucu iyub Pu_ ayul Apu_ _ Ambu
/e/
eyok yen Ape_ wet De_ yem __ yen __ aket __ aem __ ben __ ayek _
/∂/
∂mba b∂n _∂dus _ _∂dak _ _∂des _ _∂men _ _∂dak _ _
/o/oti mok Awo
otok eyok Otooya ton __ yok __ dok __ anok __ ndol __ ayok _
Berdasarkan analisis distribusi fonem dapat diketahui bahwa fonem /a/ dapat
menduduki semua posisi, awal, tengah, akhir, seperti tampak pada kata ayek, wak,
oya. Fonem /i/ dapat menduduki semua posisi awal, tengah, akhir seperti pada kata
inci, atik, api. fonem /u/ dapat menduduki semua posisi awal, tengah, akhir seperti
kata ucu, iyub, mpu. fonem /e/ dapat menduduki semua posisi awal, tengah, akhir
75
seperti kata eyok, yen , ape. fonem /o/ dapat menduduki posisi awal, posisi tengah
dan akhir seperti kata oti, mok, awo. sedangkan Fonem /∂/ hanya menduduki posisi
awal dan posisi tengah saja seperti pada kata ∂mba dan b∂n.
Tabel 21. Data Analisis Distribusi Fonem Konsonan Areta Zizi Sandarica
fonem
konsonan
posisi fonem dalam kata
awal tengah akhir
/b/
ben ∂mba Iyubbal ambu _bat mbas _bel _ _b∂n _ _bon _ _
/c/cak inci __ ucu _
/p/pon mpo Leppak api _pe apu __ mpu _
/w/ wak awo _
/m/
moh emen Aemmak ∂mba Yemmpo ambu _mok mbas _
_ mpu _/k/ kat _ Anok
_ _ Dok_ _ Atik_ _ ∂dak_ _ Eyok_ _ Cak_ _ Ayek_ _ Otok_ _ Pak_ _ Mak
76
_ _ Yok_ _ Mok_ _ Yek_ _ Wak_ _ Tok_ _ Sak
/n/
ndol anok Tan_ inci Ben_ _ Ayon_ _ ∂men_ _ Ben_ _ Ton
Yen/j/ _ _ _
/s/
sak _ Dus_ _ Edus_ _ Edes_ _ Las_ _ Mbas
/g/ _ _ _/h/ _ _ Duh
_ _ moh/r/ _ _ _
/d/de adus _
dok edak _duh edes _dus ndol _
/t/tan oto akettok atik batton _ wet
/f/ _ _ _/l/ _ _ _/z/ _ _ _/ň/ _ _ _
/y/
yen ayon ayekyem ayul yekyap iyub __ eyok __ yok __ oya _
77
/η/ _ _ _/x/ _ _ _
Berdasarkan analisis distribusi fonem dapat diketahui bahwa fonem /b/ dapat
menduduki semua posisi. Fonem /c/ hanya menduduki posisi awal dan tengah.
Fonem /p/ meduduki semua posisi. Fonem /w/ hanya menduduki posisi awal dan
tengah. Fonem /m/ menduduki semua posisi. Fonem /k/ menduduki posisi awal dan
akhir. Fonem /n/ menduduki semua posisi. Fonem /j/ tidak menduduki posisi. Fonem
/s/ menduduki posisi awal dan akhir. Fonem /g/ tidak menduduki posisi. Fonem /h/
hanya menduduki posisi akhir. Fonem /r/ tidak menduduki semua posisi. Fonem /d/
menduduki posisi awal dan tengah. Fonem /t/ menduduki semua posisi. Fonem /f/,
/l/, /z/, /η/, /x/ dan /ň/ tidak menduduki semua posisi. Fonem /y/ menduduki semua
posisi.
2. Distribusi Fonem Iren Ayudia Tiffany
Data analisis distribusi fonem pemerolehan bahasa pertama Iren Ayudia
Tiffany usia 3 tahun sebagai berikut.
Tabel 22. Data Analisis Distribusi Fonem Vokal Iren Ayudia Tiffany
Fonem
Vokal
Posisi fonem Dalam kata
Awal Tengah Akhir
amoh Setolah masaatu Sitat doya_ numpak Kaca
78
/a/
_ dambal kemba_ taos Tuda_ cokat Tambena_ mayu tula-tula_ bapak Jompa_ enak Daluda_ jado Bamba_ lambutan Chacha_ tesando Tida_ nani Walna_ pasel __ mance __ iwak __ mbah __ maem __ baso __ sayol __ cawo __ mate __ dalok __ naleh __ lalel __ mabol __ sambu __ delas __ mamak __ nan __ jamol __ lambut __ candal __ juntas __ jam __ lusak __ halum _
enak d∂leh Doleenek peyek Nombe
_ kipek Mance_ tambena Dole_ nelek Kupe_ pek _
79
/e/
_ dileh __ lemot __ obel __ pasel __ telo __ naleh __ doget __ pesek __ cingkel __ pemen __ leneo __ wes __ centel _
/i/
ici kipek Topiiwak bilu Naniilo bibik d∂di_ simot didi_ cingkel ∂li_ ngisol __ tiwo __ tida _
/∂/
∂li d∂leh mat∂_ k∂mba __ t∂sando __ d∂lok __ lal∂l __ ul∂l __ cond∂l __ d∂l∂s __ s∂do __ s∂tolah __ c∂patu __ l∂mot __ d∂bol __ sut∂t __ d∂di _
ulel numpak tutuudan lambutan mayu
_ sutet bilu_ tula-tula sambu
80
/u/ _ dupok tulu_ daluda bulu_ mundol cepatu_ juntas __ duwul __ lusak __ halum _
/o/
obok d∂lok jadoobel cond∂l t∂sando
_ s∂tolah s∂do_ l∂mot baso_ d∂bol telo_ ebok cawo_ cokat s∂moto_ doya leneo_ dole tiwo_ montol tocomoto_ todok dowo_ amoh __ nombe __ topi __ dolek __ bol __ jompa __ dalok __ potok e __ mabol __ cendok __ simot __ dupok __ mundol __ ngisol __ lokok __ jalok __ jamol __ nomel __ lemot __ lambot _
81
Berdasarkan analisis distribusi fonem vokal dapat diketahui bahwa fonem /a/
dapat menduduki semua posisi yaitu awal, tengah, akhir seperti tampak pada kata
amoh, setolah, masa. Fonem /e/ dapat menduduki semua posisi awal, tengah, akhir
seperti pada kata enak, d∂leh, dole. Fonem /i/ dapat menduduki semua posisi awal,
tengah, akhir seperti tampak pada kata iwak, kipek, topi. Fonem /∂/ menduduki
semua posisi awal, tengah, akhir seperti pada kata ∂li, d∂leh, mat∂. Fonem /u/
menduduki semua posisi awal, tengah, akhir seperti pada kata ulel, lambutan dan
tutu. Fonem /o/ menduduki semua posisi awal, tengah, akhir seperti pada kata obok
d∂lok Jado.
Tabel 23. Data Analisis Distribusi Fonem Konsonan Iren Ayudia Tiffany
Fonem
Konsonan
Posisi fonem Dalam kata
Awal Tengah Akhir
/b/
bapak k∂mba _bol obok _
baso tambena _bilu lambutan _bibik obel _bulu lambot _
/c/
cawah chacha _cawo ici _candal mance _cepatu _ _cendok _ _centel _ _ciηkel _ _
/p/
peyek numpak _pek kipek _
pasel topi _pesek bapak _
82
pemen jompa __ kupe _
/w/wes iwak _
walna dowo __ duwul __ tiwol _
/m/
montol numpak Jammayu dambal Halummance kemba _mbah amoh _mbak tambena _maem nombe _mate lemot _
mabol jompa _masa s∂moto _
mimik simot _mamak sambu _mundol bamba _
_ pemen __ jamol __ tocomoto __ lambot __ nomel __ lemok _
/k/
kaca potok e Iwakkemba _ Ebokkipek _ Enakkupe _ Enek
_ _ Apik_ _ Bapak_ _ Bibik_ _ Peyek_ _ Pek_ _ Pesek_ _ Mimik_ _ Mbak_ _ Todok_ _ Lokok_ _ Lusak
nani enak Intan
83
/n/
naleh enek Dolaemonnan boneta _
nelek mance _nombe mundol _nomel montol _
numpak walna __ tambena __ tesando __ leneo __ cendok __ centel _
/j/ juntas _ _
/s/
sutet tesando taossayol pasel selessimot baso d∂l∂s sambu pesek wess∂do masa juntas
s∂tolah lusak _sitat _ _
/g/ _ _ _
/h/halum _ amoh
_ _ mbah_ _ dabah_ _ d∂leh_ _ naleh_ _ s∂tolah
/r/ _ _ _
/d/
dambal mundol _dabah dendo _daluda t∂sando _doget tuda _delas todok _didi s∂do _dileh candal _dowo cendok _
dolaemon _ _doya _ _
dupok _ _duwul _ _tambi intan doget
84
/t/tambena boneta _
taos _ _telo _ _
tiwol _ _tesando _ _
tida _ _/f/ _ _ _
/l/
lambutan dole Damballalel deleh Montol
lokok nelek Paselleneo dolek Debol
lambot walna obellusak bilu bollemok delok sayol
_ naleh mabol_ ilo ulel_ d∂las cendol_ Tulu mundol_ Delas jamol_ Deles nomel_ Bulu centel_ Daluda __ Dole __ Jalok __ s∂tolah __ ∂line __ Halum _
/z/ _ _ _/ň/ _ _ _/y/ _ _ _/η/ ηisol _ _/x/ _ _ _
Berdasarkan analisis distribusi fonem dapat diketahui bahwa fonem /b/ dapat
menduduki posisi awal, akhir seperti kata bapak dan K∂mba. Fonem /c/ menduduki
posisi awal, tengah seperti pada kata cawah dan chacha. Fonem /p/ menduduki posisi
85
awal, tengah seperti pada kata peyek dan numpak. Fonem /p/ menduduki posisi
awal, tengah seperti pada kata wes dan iwak. Fonem /m/ menduduki semua posisi
awal, tengah, akhir seperti pada kata montol, numpak, jam. Fonem /k/ menduduki
semua posisi awal, tengah, akhir seperti pada kata kaca, potok e, iwak.
Analisis lebih lanjut diketahui bahwa fonem /n/ menduduki semua posisi
awal, tengah, akhir seperti pada kata nani, enek, intan. Fonem /j/ hanya menduduki
posisi awal saja seperti kata juntas. Fonem /s/ dapat menduduki semua posisi awal,
tengah, akhir seperti pada kata sutet, tesando, taos. Fonem /g/ tidak menduduki posisi
dalam kata. Fonem /h/ menduduki posisi awal, akhir seperti kata halum, amoh.
Fonem /r/ tidak menduduki posisi dalam kata. Fonem /d/ menduduki posisi awal,
tengah seperti pada kata dambal, mundol. Fonem /t/ menduduki semua posisi awal,
tengah, akhir seperti pada kata tambi, intan, doget. Fonem /f/ tidak menduduki posisi
dalam kata. Fonem menduduki semua posisi awal, tengah akhir seperti pada kata
lambutan, walna, pasel. Fonem /z/ tidak menduduki posisi dalam kata. Fonem /ň/
tidak menduduki posisi dalam kata. Fonem /y/ tidak menduduki posisi dalam kata.
fonem /η/ hanya menduduki posisi awal saja seperti kata ηisol. Fonem /x/ tidak
menduduki posisi fonem dalam kata.
86
4.2 Pembahasan
a. Pemerolehan Fonem Anak Usia 2 Tahun
Berdasarkan analisis bentuk ujaran dua kata dapat diketahui bahwa Areta
Zizi Sandarica cenderung mengambil suku kata terakhir dalam setiap ujarannya.
Ujaran anak banyak menguasai hubungan kasus perbuatan-objek. Hasil 70 bentuk
ujaran dua kata, terdapat 30 UDK mengandung hubungan kasus perbuatan-objek,
10 udk mengandung hubungan kasus pemilik-dimiliki, 20 UDK mengandung
hubungan kasus atribut-entitas, 2 UDK mengandung hubungan kasus perbuatan-
pelaku, 2 UDK mengandung hubungan kasus pelaku-objek, 2 UDK mengandung
hubungan kasus objek-perbuatan, 1 UDK mengandung hubungan kasus
perbuatan-lokasi, 1 UDK mengandung hubungan perbuatan-perbuatan, 1 UDK
mengandung hubungan kasus objek-lokasi dan 1 UDK mengandung hubungan
kasus pelaku perbuatan.
Berdasarkan analisis klasifikasi fonem dapat diketahui bahwa Areta Zizi
Sandarica telah menguasai fonem vokal secara keseluruhan. Hal ini terlihat Pada
fonem vokal /i/ dengan melafalkan kata ikan. Fonem vokal /e/ melafalkan kata
ekim. Pada fonem vokal /a/ melafalkan kata aem. Fonem vokal /∂/ melafalkan
kata ∂di. Fonem vokal /u/ melafalkan kata ucu. Fonem vokal /o/ melafalkan kata
owo. Sedangkan fonem konsonan belum dikuasai sepenuhnya. Beberapa fonem
konsonan yang belum mampu diucapkan adalah fonem /f/, /r/, /z/, /ň/, /j/.
87
Berdasarkan distribusi fonem dapat diketahui bahwa fonem vokal /a/,
/i/, /e/, /u/, dapat menduduki semua posisi awal, tengah akhir. Sedangkan
fonem /∂/ hanya menduduki posisi awal dan tengah. Fonem /g/, /r/, /f/, /z/, /x/
sama sekali belum pernah muncul. Konsonan nasal yang dikuasai adalah [m] dan
[n], baik dalam posisi awal, tengah ataupun akhir kata. Melalui perkembangannya
bunyi nasal velar [ŋ] juga sudah muncul tetapi masih terbatas pada akhir suku
kata. Bunyi nasal palatal [ñ] belum muncul. Hal itu dapat kita lihat dari data
berikut.
1. Fonem Vokal
a) Fonem vokal /a/, dapat menduduki semua posisi seperti tampak pada kata
ayek, wak dan oya.
b) Fonem vokal /e/ dapat menduduki semua posisi seperti tampak pada kata
eyok, yen, dan ape.
c) Fonem vokal /i/ dapat menduduki semua posisi seperti tampak pada kata
inci, atik, dan api.
d) Fonem vokal /∂/ dapat menduduki posisi awal dan posisi tengah, seperti
tampak pada kata ∂mba dan b∂n.
e) Fonem vokal /o/ dapat menduduki semua posisi seperti tampak pada kata
oti, mok dan awo.
f) Fonem vokal /u/ dapat menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
ulel, numpak dan sambu.
88
2. Fonem Konsonan
a) Fonem konsonan /b/ menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata ben,
ambu dan iyub.
b) Fonem konsonan /c/ menduduki posisi awal dan posisi tengah seperti
tampak pada kata cak dan inci.
c) Fonem konsonan /p/ menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
pon, mpo, dan lep.
d) Fonem konsonan /w/ menduduki posisi awal dan tengah, seperti tampak
pada kata wak dan awo.
e) Fonem konsonan /m/ menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
moh, emen dan aem.
f) Fonem konsonan /k/ dapat menduduki posisi awal dan posisi akhir, seperti
tampak pada kata kat dan anok.
g) Fonem konsonan /n/ dapat menduduki semua posisi, seperti tampak pada
kata ndol, anok dan tan .
h) Fonem konsonan /j/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
i) Fonem konsonan /s/ menduduki posisi awal dan posisi akhir, seperti tampak
pada kata sak dan dus.
j) Fonem konsonan /g/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
89
k) Fonem konsonan /h/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
l) Fonem konsonan /r/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
m) Fonem konsonan /d/ menduduki posisi awal dan tengah, seperti tampak
pada kata duh dan edak.
n) Fonem konsonan /t/ menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata tan,
oto dan aket.
o) Fonem konsonan /f/ tidak muncul, sehingga tiak menduduki posisi dalam
kata.
p) Fonem konsonan /l/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
q) Fonem konsonan /z/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
r) Fonem konsonan /ň/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
s) Fonem konsonan /y/ menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
yem, ayon dan ayek.
t) Fonem konsonan /ŋ/ tidak muncu, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
90
u) Fonem konsonan /x/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
b. Pemerolehan Fonem Anak Usia 3 Tahun
Berdasarkan analisis bentuk ujaran dua kata dapat diketahui bahwa
pemerolehan fonem Iren Ayudia Tiffany sudah lebih jelas dibandingkan Areta
Zizi Sandarica. Bentuk ujarannya banyak mengandung hubungan kasus atribut-
entitas, dari 82 kata terdapat 36 kata mengandung hubungan kasus atribut-entitas,
27 kata mengandung hubungan kasus perbuatan-objek, 9 kata mengandung
hubungan kasus pemilik-dimiliki, 5 kata mengandung hubungan kasus pelaku-
perbuatan, dan 5 kata mengandung hubungan kasus objek-perbuatan.
Berdasarkan analisis klasifikasi fonem dapat diketahui bahwa Iren
Ayudia Tiffany sudah mampu melafalkan fonem vokal secara menyeluruh,
sedangkan fonem konsonan ada beberapa yang tidak muncul karena belum
mampu diucapkan anak, diantaranya adalah fonem /f/, fonem /r/, fonem /z/, fonem
/ň/, fonem /j/, fonem /h/ dan fonem /x/. Berdasarkan hasil analisis distribusi fonem
maka diperoleh data sebagai berikut.
1. Fonem Vokal
a) Fonem vokal /a/, dapat menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
amoh, sitat, dan doya.
91
b) Fonem vokal /e/ dapat menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
enak, kipek, dan nombe.
c) Fonem vokal /i/ dapat menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
iwak, bilu, dan nombe.
d) Fonem vokal /∂/ dapat menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
∂li, d∂leh, dan mat∂.
e) Fonem vokal /o/ dapat menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
obok, cokat, dan jado.
f) Fonem vokal /u/ dapat menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
udan, lambutan dan mayu.
2. Fonem Konsonan
a) Fonem konsonan /b/ menduduki posisi awal, dan posisi tengah seperti
tampak pada kata baso dan obel.
b) Fonem konsonan /c/ menduduki posisi awal dan posisi tengah seperti
tampak pada kata cawo dan ici.
c) Fonem konsonan /p/ menduduki posisi awal dan posisi tengah, seperti
tampak pada kata peyek dan numpak.
d) Fonem konsonan /w/ menduduki posisi awal dan tengah, seperti tampak
pada kata wes dan iwak.
e) Fonem konsonan /m/ menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
montol, dambal dan jam.
92
f) Fonem konsonan /k/ dapat menduduki semua posisi, seperti tampak pada
kata kaca, potok e dan iwak.
g) Fonem konsonan /n/ dapat menduduki semua posisi, seperti tampak pada
kata nani, enak dan intan.
h) Fonem konsonan /j/ hanya menduduki posisi awal saja, seperti kata juntas.
i) Fonem konsonan /s/ menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
sutet, baso, taos.
j) Fonem konsonan /g/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
k) Fonem konsonan /h/ menduduki posisi awal dan akhir, seperti tampak
pada kata halum dan amoh.
l) Fonem konsonan /r/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
m) Fonem konsonan /d/ menduduki posisi awal dan tengah, seperti tampak
pada kata dambal dan mundol.
n) Fonem konsonan /t/ menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
tambi, intan, dan doget.
o) Fonem konsonan /f/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
p) Fonem konsonan /l/ menduduki semua posisi, seperti tampak pada kata
lambutan, walna dan pasel.
93
q) Fonem konsonan /z/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
r) Fonem konsonan /ň/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
s) Fonem konsonan /y/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
t) Fonem konsonan /ŋ/ menduduki posisi awal saja, seperti pada kata ŋisol.
u) Fonem konsonan /x/ tidak muncul, sehingga tidak menduduki posisi dalam
kata.
94
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
pemerolehan bahasa pertama Areta Zizi Sandarica usia 2 tahun dalam bentuk ujaran
dua kata lebih banyak mengandung hubungan perbuatan-objek. Sementara itu, Iren
Ayudia Tiffany usia 3 tahun lebih banyak mengandung unsur atribut-entitas. Pada
klasifikasi fonem vokal mampu dilafalkan secara menyeluruh. Sedangkan pada
fonem konsonan banyak terjadi penghilangan dan perubahan fonem. Areta Zizi
Sandarica lebih sering menghilangkan gusus fonem dalam setiap ujarannya dan Iren
Ayudia Tiffany sering merubah fonem dalam setiap ujarannya.
Hasil distribusi fonem Areta Zizi Sandarica, fonem vokal /a/, /e/, /i/, /o/, /u/
dapat menduduki semua posisi awal, tengah dan akhir sedangkan fonem /∂/ hanya
menduduki posisi awal dan tengah. Fonem konsonan /b/, /p/, /m/, /n/, /t/, /y/,
menduduki semua posisi. Menduduki posisi awal dan tengah adalah fonem /c/, /w/.
Menduduki posisi awal dan akhir adalah fonem /k/, /s/. Fonem /j/, /g/, /h/, /r/, /f/,
/l/, /z/, /ň/, /ŋ/, dan /x/ tidak muncul sehingga tidak menduduki posisi dalam kata.
Distribusi fonem vokal pada Iren Ayudia Tiffany dapat menduduki semua
posisi dalam kata. Fonem konsonan /m/, /k/, /n/, /s/, /t/, /l/ dapat menduduki semua
posisi. Fonem /b/, /c/, /p/, /w/, /d/ menduduki posisi awal dan tengah. Fonem /h/
95
posisi awal dan akhir. Fonem /ŋ/ menduduki posisi awal saja. Fonem /g/, /r/, /f/,
/z/, /y/, /x/, /ň/ tidak muncul sehingga tidak menduduki posisi dalam kata.
B. Saran
Penelitian pada pemerolehan bahasa pertama anak usia 2—3 tahun ini hanya
menganalisis pada bentuk fonologinya. Bentuk fonologi yang membahas fonem,
klasifikasi fonem dan distribusi. maka disarankan bagi peneliti lain melaksanakan
penelitian lanjutan, agar hasil analisis yang telah diperoleh dapat semakin lengkap
dan menyeluruh.
96
DAFTAR PUSTAKA
Baradja, M.F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP
Bowerman, Bolinger Dwight. 1981. Aspect of Language. New York: Harcout Brace Jovanovich.
Chaer, Abdul.1995. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Clark, H. H. dan Clark. 1977. Psychology and Language: An Introduction to Psycholinguistics. New York: Harcount Brace Jovanovich.
Dardjowidjojo, Soenjono. 1991. Lima Pendekatan Mutahir dalam Pengajaran Bahasa. Jakarta: Pelita Sinar Harapan.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Echa Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta: Gravindo.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
De Villiers, Jill dan Peter A. Villiers. 1978. Language Acquisition. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Ferguson, C. A. Dan Snow, C (Ed). 1977. Talking To Children: Language Input and Aquicition. New York: Cambridge University Press.
Gleason, Jean Berko. 1998. Psicolinguistic. Fort Worth: Harcourt Brace College.
97
Indrawati, Sri dan Santi Oktarina. 2005. “Pemerolehan Bahasa Anak TK Pembina Bukit Besar Palembang: Sebuah Kajian Fungsi Bahasa Halliday”. Laporan Penelitian. Palembang. Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya.
Ingram, D. 1989. First language Acquisition. New York: Cambridge University Press.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode,dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ma’rat, Samsunuwiyati. 2009. Psikolinguistik. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.
Ninio, Anat dan Catherine E. Snow. 1996. Pragmatic Development. Boulder, Colorado: Westview Press.
Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-Aspek Psikolinguistik,Jogjakarta: Nusa Indah.
Purnomo, Mulyadi Eko. 1996. “Teori Pemerolehan Bahasa Kedua”. Diktat. Tidak diterbitkan. Palembang: FKIP Universitas Sriwijaya.
Purwo, Bambang Kaswanti (Ed.). 1991. Kajian Serba Linguistik untuk AntonMoliono Pereksa Bahasa. Jakarta: Universitas Katolik IndonesiaAtmajaya.
Soemarsono. 2008. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Simanjuntak, Mangantar. 1987. Theories of The Accuisition of Phonology, Jakarta: Gaya Media Bahasa.
Steinberg, Danny .D, 1989. Psycholinguistics: Language, Mind, and World. New York: Longman Group Ltd.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik, Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.
Verschueen, Jef. 1999. Understading Pragmatic. Lon
98