oktafitriyani2.files.wordpress.com · web viewbab ii tinjauan teori hepatitis virus mempunyai...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN TEORI
Hepatitis virus mempunyai gejala dan perjalanan penyakit yang serupa, yaitu
dapat dibagi atas empat periode yaitu :
masa sebelum ikterik
masa ikterik
masa konvalesensi (penyembuhan)
Ikterik adalah keadaan yang ditandai dengan mata yang
berwarna kuning dan warna kemih seperti air teh pekat.
1) Masa sebelum ikterik
Keluhan penderita hepatitis virus akut, baik A, B maupun C, pada umumnya
tidak khas, yaitu keluhan yang disebabkan oleh virus yang berlangsung sekitar 2-
7 hari.
Nafsu makan menurun merupakan keluhan yang pertama kali timbul, kemudian
disusul dengan rasa mual dan kadang disertai muntah-muntah. Perut kanan
bagian atas atau daerah ulu hati dirasakan sakit.
Disamping itu penderita mengeluh seluruh badan pegal-pegal,
terutama di pinggang, bahu dan merasa lesu atau lemah badan,
merasa lekas capai terutama sore hari. Suhu badan naik hingga
sekitar 390C yang bisa berlangsung selama 2-5 hari.
Ada kemungkinan penderita merasa nyeri kepala yang hebat terutama di dahi
yang bisa disertai dengan rasa kaku di leher. Kadang penderita mengeluh nyeri
sendi-sendi lutut, siku, pergelangan tangan, kaki, sehingga seolah-olah sedang
menderita radang sendi atau Artritis.
Gatal-gatal di seluruh tubuh, ditemukan pada 10-20 % penderita. Keluhan
gatal-gatal ini menyolok terutama pada penderita hepatitis virus B.
b) Masa ikterik (kuning)
Pada masa ini suhu badan sudah mulai turun, warna air kemih akan tampak
menjadi berwarna seperti air teh pekat. Keluhan ini biasanya yang pertama kali
diutarakan oleh penderita kepada dokter. Kadang-kadang warna tinjanya menjadi
lebih pucat keputihan. Mata penderita pada bagian putihnya tampak berwarna
kuning. Perubahan warna ini kadang disertai rasa gatal di seluruh badan yang
berlangsung beberapa hari saja. Selama minggu pertama masa ikterik ini, warna
kuning ini akan terus meningkat, kemudian menetap dan baru berkurang setelah
10-14 hari.
Pada masa ini penderita masih mengeluh mual, kadang muntah,
sakit perut kanan atas, dan nafsu makan yang tetap menurun. Keluhan ini
dirasakan selama sekitar 7-10 hari, dan kemudian disusul dengan timbulnya
kembali nafsu makan yang disertai berkurangnya tanda-tanda ikterik (kuning).
Rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
Setelah timbulnya nafsu makan dan berkurangnya ikterus, penderita akan merasa
segar kembali.
c) Masa Penyembuhan.
Fase penyembuhan dari hepatitis virus akut A, B, maupun C dimulai saat
menghilangnya tanda-tanda ikterik, hilangnya rasa mual, dan rasa sakit ulu hati,
kemudian disusul dengan bertambahnya nafsu makan, yaitu rata-rata 14-16 hari
setelah timbulnya masa ikterik.
Demikian juga warna air kemih tampak menjadi normal. Penderita mulai
merasa segar kembali, namun demikian penderita masih merasa lemah dan lekas
capai. Pada umumnya fase penyembuhan itu, baik secara klinis dan biokimia,
biasanya memakan waktu sekitar 6 bulan setelah timbulnya penyakit.
Pada hepatitis virus B di dalam darah penderita pada masa sebelum ikterik
akan ditemukan HBsAg, HBeAg, dan Anti HBc yang positif.
Pada masa penyembuhan hepatitis B akan ditemukan antibodi (zat kekebalan
terhadap hepatitis B) berupa Anti HBc, Anti Hbe dan Anti Hbs yang positif di
dalam darah.
A. DEFINISI
Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati
mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit
kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan
diet dan istirahat yang baik.
Penyebab Hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat, dan
paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine,
chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam
industri modern, bisa menyebabkan Hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja
tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan suatu racun
yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat
kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati bisa saja rusak sehingga tidak
dapat lagi menetralkan racun-racun lain.
Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B
kronik (menahun) dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Gambar. Kanker Hati
a. Hepatitis B merupakan virus hepadna Deoksiribonukleat Asam (DNA)
rantai tunggal. Menyebar melalui darah dan serum yang terinfeksi dan
juga ditemukan dalam saliva (air liur), semen dan secret vagina.
Transmisi terjadi melalui paparan perkutaneus (jarum yang
terkontaminasi), kontak seksual dan infeksi maternal neonatal, paling
sering ditemukan pada pecandu obat dan homoseksual.
b. Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B (VHB), suatu anggota family Hepadnavirus yang dapat
menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian
kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
c. Hepatitis B adalah suatu virus DNA untai ganda yang disebut partikel
Dane yang menyerang hati berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit
Hepatitis B adalah penyakit akut atau menahun yang menyerang hati yang
dapat berlanjut menjadi sirosis hati.
B. GEJALA
Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis B ringan. Gejala tersebut dapat
berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah,
demam ringan, kadang-kadang disertai rasa nyeri sendi dan bengkak pada
perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian
putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni
berwarna seperti teh.
Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang di berikan oleh tubuh
terhadap virus Hepatitis B pasca periode akut :
Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka
akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh.
Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan
menjadi carrier inaktif.
Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas)
maka penyakit terus berkembang menjadi Hepatitis B kronis.
Meskipun pada ibu-ibu yang mengalami hepatitis virus pada waktu hamil,
tidak memberi gejala-gejala icterus pada bayinya yang baru lahir, namun hal ini
tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus tersebut. Ibu
hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas,
akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan
dengan ibu-ibu hamil yang hanya merupakan carrier tanpa gejala klinik.
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit Hepatitis Virus B ( HVB) sudah dapat ditularkan kepada semua
orang dan semua kelompok umur. Dengan percikan sedikit darah yang
mengandung virus hepatitis B kepada kulit orang sehat meski tidak disengaja,
dapat menularkan penyakit HVB.
Jadi demikian hebat penularan HVB ini. Hal yang perlu diketahui bahwa
orang yang pernah menderita HVB berpeluang menderita sirosis hati ataupun
kanker hati (liver). Itulah sebabnya, sekarang imunisasi hepatitis B menjadi
program nasional bagi anak balita, agar tidak ada lagi generasi yang terkena
sirosis atau kanker liver. Kanker ataupun sirosis hati sama-sama mematikan.
Pada umumnya cara penularan dari HVB adalah melalui darah. Semula
penularan HVB diasosiasikan dengan transfusi darah atau produk darah melaui
jarum suntik. Tetapi setelah ditemukan bentuk dari HVB makin banyak laporan
yang ditemukan cara penularan lainnya.
Hal ini disebabkan karena HVB dapat ditemukan dalam setiap cairan
yang dikeluarkan dari tubuh penderita atau pengidap penyakit, misal melaui
darah, air liur, air seni, keringat, air mani pria, cairan vagina, air susu ibu, air
mata, dan lain-lain.
Oleh karena itu dalam cara penularan HVB dikenal istilah penularan
horizontal dan vertikal disamping penularan perkutan (via kulit) dan non-kutan
(tidak via kulit).
Di daerah endemik berat, HVB bisa juga ditularkan oleh nyamuk yang
sebelumnya menggigit penderita HVB. Kutubusuk, ataupun parasit lainnya
berpeluang juga menularkan HVB. Cara penularan tersebut disebut penularan
per-kutan atau lewat kulit. Sedangkan cara penularan non-kutan di antaranya
adalah melalui air mani dari pria, cairan vagina yaitu pada saat kontak
hubungan seksual (baik homoseks maupun heteroseks) dengan pengidap
HVB, atau bisa juga melaui air ludah yaitu ketika bercium-ciuman dengan
penderita ataupun pengidap virus B, juga bisa dengan bertukar pakai sikat gigi
dengan penderita ataupun pengidap (HVB tanpa gejala), dll.
Cara penularan horizontal ialah: transfusi darah yang terkontaminasi oleh
virus HVB, seperti pada mereka yang sering mendapat hemodialisa (cuci
darah), ataupun transfusi seumur hidup pada penyakit thalasemia.
Selain itu, HVB bisa masuk atau menular lewat luka atau lecet pada kulit
dan selaput lendir, misalnya tertusuk jarum atau benda tajam, menindik daun
telinga buat pasang anting-anting, pembuatan tato, pengobatan tusuk jarum
(akupuntur), kebiasaan menyuntik sendiri pada morfinis atau pengguna obat
suntik diabetes yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.
Penggunaan alat-alat kedokteran dan alat-alat perawatan gigi yang
sterilisasinya kurang sempurna atau kurang memenuhi syarat, bisa menularkan
HVB. Penularan bisa juga terjadi melalui penggunaan alat cukur ataupun garuk
konde yang sering dipakai secara bersamaan.
Penularan secara vertikal dapat diartikan sebagai penularan infeksi dari
seseorang ibu pengidap (HVB tanpa gejala) maupun penderita HVB kepada
bayinya yang sedang dikandungnya, baik sebelum melahirkan, pada saat
melahirkan, ataupun beberapa saat setelah melahirkan.
Apabila seorang ibu menderita HVB akut pada saat 3 bulan pertama usia
kehamilan, maka bayi yang baru dilahirkan akan tertular. Resiko infeksi pada
bayi dari seorang ibu pengidap HBsAg positif, menunjukan peluang berkisar
10-80 % tertular.
Basley (1982) berkesimpulan bahwa adanya "fenomena lingkaran setan"
pada ibu hamil dengan HbsAg positif (artinya di dalam darah ibu terdapat virus
HVB, meskipun sang ibu tidak menunjukkan gejala sakit HVB (pengidap).
Seorang ibu pengidap HBsAg positif akan menularkan pada bayinya yang
baru dilahirkan dengan peluang sekitar 50%. Apalagi bila si ibu tadi disertai
dengan HBeAg positif (artinya virus HVB sedang aktif menyerang), maka akan
menularkan 100% kepada bayinya.
Bayi yang dilahirkan nantinya akan menjadi pengidap HVB (tanpa gejala).
Bila bayi yang lahir itu seorang gadis, maka dikemudian hari ketika dewasa, ia
akan menjadi seorang ibu pengidap.
Sisanya 50% bayi yang tertular akan menderita hepatitis kronis, dan
berpeluang besar akan menderita sirosis hati ataupun menderita kanker hati,
serta dalam relatif singkat akan meninggal karena penyakit hati yang
dideritanya. Sekitar 14% dari ibu pengidap, berpeluang besar akan meninggal
sebagai akibat penyakit hati yang dideritanya.
Infeksi pada bayi dapat terjadi bila ibu menderita hepatitis akut pada tiga
bulan pertama usia kehamilan, atau bila ibu adalah pengidap (pembawa) virus
dengan HBsAg positif. Sedangkan bila ibu menderita HVB akut pada tiga bulan
pertama usia kehamilan, biasanya akan terjadi abortus (keguguran).
Air susu ibu meskipun ternyata mengandung HBsAg dalam jumlah sedikit,
namun peranan ASI dalam infeksi sesudah melahirkan masih diragukan,
karena insiden infeksi pada bayi dari ibu pengidap yang memberi ASI tidak
menunjukan angka yang berbeda dengan ibu yang tidak memberi ASI,
sehingga tidak ada alasan untuk tidak menganjurkan pemberian ASI. Kecuali
bila ibu menderita HVB akut pada saat periode pemberian ASI, maka
dianjurkan untuk tidak memberikan ASI.
Dari data-data laporan penelitian HVB, maka dikenal kelompok resiko
tinggi yang mudah tertular, yaitu :
Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, apalagi bila disertai dengan
HBeAg positif, maka sudah pasti akan tertular HVB
Lingkungan penderita ataupun pengidap (HVB tanpa gejala) dengan
HBsAg positif terutama anggota keluarga atau mereka yang serumah dan
selalu berhubungan langsung.
Tenaga medis, paramedis, petugas laboratorium klinik, yang selalu kontak
langsung dengan penderita HVB. Dari kelompok ini yang terbanyak
ditemukan adalah petugas di unit bedah, kebidanan, gigi, petugas
hemodialisa (cuci darah) dll.
Calon pasien bedah, pasien gigi, penerima transfusi darah termasuk
penderita thalasemia, pasien hemodialise (cuci darah), dll.
Mereka yang hidup di daerah endemis HVB dengan prevalensi tinggi,
misalnya di Indonesia khususnya Lombok, Bali, Kalimantan Barat, dll.
D. KOMPLIKASI PADA IBU DAN JANIN
Kehamilan tidak memperberat infeksi virus Hepatitis B, akan tetapi infeksi
akut pada kehamilan dapat menimbulkan mortalitas yang tinggi bagi ibu dan
janinnya. Pada trimester pertama dapat terjadi keguguran, sedangkan pada
trimester kedua dan ke tiga sering terjadi persalinan premature dan dapat
terjadi perdarahan pasca persalinan.
E. DIAGNOSIS
Virus hepatitis B (HBV) adalah virus DNA rantai ganda yang merupakan
penyebab hepatitis akut pada kehamilan yang paling sering. Masa inkubasi dari
waktu terpapar sampai muncul gejala adalah 6 minggu sampai 6 bulan.
Penyakit ini dapat terjadi dalam bentuk akut, subklinis dan kronik. Hepatiti
B akut mempuyai gejala klinis yang hampir sama dengan hepatitis A akut. HBV
ditemukan pada darah, cairan semen, air liur, air susu ibu, dan cairan amnion.
Penyakit ini menular melalui hubungan seksual, penggunaan obat jarum suntik
yang terkontaminasi, akupuntur, tato dan transfusi darah. Sekitar setengah
infeksi HBV akut adalah simptomatik pada orang dewasa dimana 1% kasus
menjadi gagal hati akut dan mati. Seseorang dengan infeksi akut
memperlihatkan gambaran kehilangan nafsu makan, mual, muntah, panas,
sakit perut dan ikterus.
Karateristik serologi hepatitis B adalah kompleks tapi telah diketahui
dengan baik. Antigen permukaan virus (HBsAg) dapat dideteksi dengan cepat
setelah terjadi infeksi, meninggi dalam serum pada permulaan penyakit, dan
tidak terdeteksi pada kebanyakan kasus selama beberapa minggu setelah
masa penyembuhan. Jika HBsAg tetap ada setelah 6 bulan, dipertimbangkan
bahwa penderita menjadi chronic carrier dari antigen.
Segera setelah antigen permukaan terdeteksi, antibodi terhadap inti
protein virus terbentuk (HBcAb) dan umumnya antibodi ini tetap ada untuk
seumur hidup. Antibodi terhadap antigen permukaan (HBsAb) tidak terdeteksi
setelah beberapa minggu sesudah resolusi HBsAg. Antigen E (HBeAg) muncul
dalam serum segera setelah HBsAg dan, setelah kira-kira 2 minggu
menghilang, diikuti dengan munculnya antibodi terhadap antigen E (HBeAb).
Antibodi ini berhubungan erat dengan aktivitas polimerase DNA dalam inti virus
dan menandakan tingginya resiko terinfeksi. Munculnya HbeAb maternal
berhubungan dengan kira-kira 90% resiko transmisi perinatal.
Dibandingkan virus AIDS (HIV), virus Hepatitis B (HBV) seratus kali lebih
ganas (infectious), dan sepuluh kali lebih banyak (sering) menularkan. Hepatitis
B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh
infeksi virus Hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg
positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan
berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif
diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi.
Sedangkan Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang
ditandai dengan peningkatan intermiten ALT >10 kali batas atas nilai normal
(BANN).
Diagnosis infeksi Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi,
petanda virologi, biokimiawi dan histologi :
Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan
evaluasi infeksi Hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan
HBV DNA (4,5).
Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum
sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus.
Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi
adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya
aktifitas kroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan
sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang
menunjukkan proses nekroinflamasi yang lebih berat dibandingkan pada
ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon
serologi yang kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien
dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila
hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif.
Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat
kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain.
Berikut adalah arti dari kombinasi yang mungkin terjadi :
Table: Tes darah yang dipakai untuk diagnosis infeksi HBV.
F. PENANGANAN
Pencegahan :
1) Semua ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan penderita
hepatitis virus hendaknya diberi imuno globulin sejumlah 0,1 cc/kg berat
badan. Gamma globulin ternyata tidak efektif untuk mencegah hepatitis
virus B.
2) Gizi ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi
yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus.
3) Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang – kurangnya
enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut
semua gejala dan pemeriksaan laboratorium telah kembali normal.
4) Bayi baru lahir yang ibunya menderita hepatitis B, diberikan suntikan
immunoglobulin hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah lahir
5) Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukan
pemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan dan
enam bulan kemudian.
Pengobatan :
1) Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang
dan billirubin dalam serum menjadi normal.
2) Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi tinggi
protein dan karbohidrat.
3) Pemakaian obat – obatan hepatotoxic hendaknya dihindari. Kortison baru
diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingat pada hepatitis virus yang akan
aktif dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-
partum, karena menurun-nya kadar vitamin K.
4) Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan
dilakukan pemeriksaan transaminase serum dan pemeriksaan hepatitis
virus antigen secara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi
pengobatan khusus bila tidak mengalami penyulit – penyulit lain.
G. PERAWATAN
Perawatan yang dapat dilakukan untuk Hepatitis B kronis yang dapat
meningkatkan kesempatan bagi seorang penderita penyakit ini. Perawatannya
tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan modulator
sistem kebal seperti Interferon Alfa.
Selain itu, ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan.
Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan
membantu pengobatan Hepatitis diantaranya mempunyai efek sebagai
hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang
dapat merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan
khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati.
Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan
Hepatitis, antara lain yaitu :
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
Kunyit (Curcuma longa)
Sambiloto (Andrographis paniculata)
Meniran (Phyllanthus urinaria)
Daun serut/mirten
Jamur kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum)
Akar alang-alang (Imperata cyllindrica)
Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa)
Pegagan (Centella asiatica)
Buah kacapiring (Gardenia augusta)
Buah mengkudu (Morinda citrifolia)
Jombang (Taraxacum officinale).
Pengaruh Hepatitis B Terhadap Janin/Neonatus
3,5 % Risiko keseluruhan dari infeksi neonatal kira-kira 75% jika ibu
terinfeksi pada trimester ketiga atau masa nifas dan risiko ini jauh lebih rendah
(5-10%) jika ibu terinfeksi pada awal kehamilan. Sebagian besar infeksi pada
bayi baru lahir kemungkinan terjadi saat persalinan dan kelahiran atau melalui
kontak ibu bayi, daripada secara transplasental.
Walaupun sebagian besar bayi-bayi menunjukkan tanda infeksi ikterus
ringan, mereka cenderung menjadi carrier. Status carrier ini dipertimbangkan
akan menjadi sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler. Infeksi kronik terjadi
kira-kira 90% pada bayi yang terinfeksi, 60% pada anak < 5 tahun dan 2%-6%
pada dewasa.
Diantaranya, seseorang dengan infeksi kronik HBV, risiko kematian dari
sirosis dan karsinoma hepatoselular adalah 15% - 25%. Infeksi HBV bukan
merupakan agen teratogenik. Bagaimanapun, terdapat insidens berat lahir
rendah yang lebih tinggi diantara bayi-bayi dengan ibu yang menderita infeksi
akut selama hamil.
Pada satu penelitian hepatitis akut maternal (tipe B atau non-B) tidak
mempengaruhi insidens dari malformasi kongenital, lahir mati, abortus, atau
malnutrisi intrauterin. Tetapi, hepatitis akut menyebabkan peningkatan insidens
prematuritas.
Antepartum
Infeksi hepatitis B kadang tidak disadari karena hanya menimbulkan
demam ringan. Hanya 30% penderita yang mengalami kuning, mual, muntah,
dan nyeri perut kanan atas. Oleh karena itu, diagnosis ditegakkan dengan
mengandalkan pemeriksaan darah yang spesifik untuk hepatitis B (HbsAg,
anti-HBs) dan fungsi hati yaitu enzim SGOT dan SGPT. Infeksi hepatitis B tidak
menyebabkan kematian atau kecacatan pada janin. Namun infeksi saat
kehamilan kerap berkaitan dengan berat lahir rendah dan lahir prematur.
Penularan ke bayi lebih besar terjadi jika ibu terinfeksi pada trimester ke tiga,
yaitu 10% pada trimester pertama dan 60-90% pada trimester ketiga.
Yang harus dilakukan oleh ibu hamil
a. Mendapat kombinasi antibodi pasif (immunoglobulin) dan imunisasi aktif
vaksin hepatitis B.
b. Tidak minum alkohol
c. Menghindari obat-obatan yang hepatotoksis seperti asetaminofen yang
dapat memperburuk kerusakan hati
d. Tidak mendonor darah, bagian tubuh dan jaringan. Tidak menggunakan
alat pribadi yang dapat terpapar darah dengan orang lain
e. Menginformasikan pada dokter anak, dokter Kebidanan dan bidan bahwa
mereka carrier hepatitis B. Memastikan bahwa bayi mereka mendapat
vaksin hepatitis B waktu lahir, umur 1 bulan, dan 6 bulan.
f. Kontrol sedikitnya setahun sekali ke dokter
g. Mendiskusikan risiko penularan dengan pasangan mereka dan
mendiskusikan pentingnya konseling dan pemeriksaan.
Bayi baru lahir
Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi (termasuk carrier HBsAg kronik)
harus di terapi dengan kombinasi dari antibodi pasif (immunoglobulin) dan aktif
imunisasi dengan vaksin hepatitis B.
Dengan imunoprofilaksis hepatitis yang sesuai, menyusui tidak
memperlihatkan risiko tambahan untuk penularan dari carrier virus hepatitis B.
Asalkan bayi sudah mendapatkan HBIG dan vaksin hepatitis B selama 12 jam
pertama kelahiran, maka ibu dapat menyusui tanpa khawatir si kecil tertular.
Awasi juga keadaan puting ibu, agar tidak terluka atau lecet. Setiap ibu selesai
menyusui, puting susu dibersihkan dengan air hangat tanpa sabun. Sabun
dapat membuat kulit kering dan mudah luka.
Prevalensi
HbsAg pada wanita hamil di perkotaan pada bangsa kulit putih non
hispanik sebesar 0,60 %, kulit hitam non hispanik 0,97 %, hispanik 0,14 % dan
bangsa Asia 5,79 %. Insiden batu empedu selama kehamilan meningkat. Pada
suatu penelitian di Italia dengan pemeriksaan ultrasound didapatkan lebih dari
40 % wanita hamil mengidap batu empedu. Hal ini dihubungkan dengan hasil
lithogenik peningkatan saturasi kolesterol dan penurunan asam
deoksiribonukleik pada kandung empedu selama periode tingginya konsentrasi
estrogen dan pengurangan fungsi pengosongan kandung empedu selama
kehamilan.
Setiap tahun di Amerika Serikat diperkirakan 250.000 orang, terinfeksi
virus Hepatitis B, 30.000 diantaranya anak-anak, sekitar 5.000 orang
meninggal karenanya. Diseluruh dunia, 350 juta orang terinfeksi kronis,
menyebabkan 1 sampai 2 juta kematian tiap tahunnya. Penularan perinatal dari
ibu pengidap HBsAg kepada anaknya merupakan jalur transmisi penting untuk
terjadinya kronisitas infeksi.
Yang harus menjalani pemeriksaan
Semua wanita hamil saat ANC pertama kali harus di cek HBsAg.
Setiap wanita yg akan melahirkan yang tidak menjalani pmeriksaan HBsAg
saat kunjungan ANC-nya.
Lebih dari 90% dari perempuan ditemukan HBsAg positif pada rutin
Semua rentan kontak (termasuk semua anggota keluarga) dengan panel
hepatitis B (HBsAg, antiHBc, antiHBs).
Skrining dan vaksinasi yang rawan kontak harus dilakukan
Rekomendari untuk perempuan
Advisory Committee on Immunization Practice, mereka merekomendasikan
semua perempuan hamil diperiksa HbsAg pada masa kehamilan awal. Setiap
bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif atau ibu yang HbsAg-nya tidak
diketahui, harus mendapat vaksin hepatitis B dan HBIG (hepatitis B
Immunoglobulin). Booster vaksin hepatitis B kemudian diberikan dua kali yaitu
saat bayi berusia 1 bulan dan usia 3-6 bulan. Setelah vaksin diberikan lengkap,
maka pada usia 9-18 bulan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan HbsAg dan anti-
HBs. Bila pemeriksaan anti-HBs dilakukan sebelum usia 9 bulan, bisa jadi anti-
HBS positif akibat pemberian HBIG dan bukan antibodi yang dihasilkan oleh si
bayi.
H. PENGELOLAAN
Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit hepatitis virus, yang perlu
dilakukan ialah pada ibu hamil yang HBsAg positif bayinya perlu dilindungi
dengan segera sesudah lahir sedapat mungkin dalam waktu dua jam bayi
diberi suntikan HBSIG dan langsung divaksinasi dengan vaksin hepatitis B.
Pemberian HBIG hanya pada ibu yang selain HBsAg positif, HBe nya juga
positif. Vaksin ini diulangi lagi sampai 3 kali dengan interval satu bulan atau
sesuai dengan skema vaksin yang digunakan. Selain itu pada kasus seperti ini
para dokter dan tenaga medis harus diberi vaksin juga. Pengelolaan secara
konservatif adalah terapi pilihan untuk penderita hepatitis virus dalam
kehamilan. Prinsipnya ialah suportif dan pemantauan gejala penyakit. Pada
awal periode simptomatik dianjurkan.
1) Tirah baring : pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup
istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan.
Kecuali pada mereka dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk
2) Diet : Tidak ada larangan spesifik terhadap makanan tertentu bagi
penderita penyakit hepatitis. Sebaiknya semua makanan yang dikonsumsi
pasien mengandung cukup kalori dan protein. Satu-satunya yang dilarang
adalah makanan maupun minuman beralkohol. Jika pasien mual, tidak
nafsu makan atau muntah – muntah, sebaiknya diberikan infus. Jika sudah
tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori (30 – 35 kalori / kg
BB) dengan protein cukup (1 g / kg BB). Pemberian lemak seharusnya
tidak perlu dibatasi. Dulu ada kecenderungan untuk membatasi lemak,
karena disamakan dengan kandung empedu.
3) Medikamentosa :
a) Interferon adalah protein alami yang disintesis oleh sel-sel sistem
imun tubuh sebagai respon terhadap adanya virus, bakteri, parasit,
atau sel kanker.
Ada tiga jenis interferon yang memiliki efek antivirus. Ketiganya adalah
interferon alfa, beta dan gamma. Efek antivirus yang paling baik
diberikan oleh interferon alfa. Interferon alfa bekerja hampir pada setiap
tahapan replikasi virus dalam sel inang. Interferon alfa digunakan untuk
melawan virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Interferon diberikan
melalui suntikan.
Efek samping interferon timbul beberapa jam setelah injeksi diberikan.
Efek samping dari pemberian interferon diantaranya adalah rasa
seperti gejala flu, demam, mengigil, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi.
Setelah beberapa jam, gejala dari efek samping tersebut mereda dan
hilang. Efek samping jangka panjang yang dapat timbul adalah
gangguan pembentukan sel darah yaitu menurunnya jumlah sel
granulosit (granulositopenia) dan menurunnya jumlah trombosit
(trombositopenia), mengantuk bahkan rasa bingung.
b) Lamivudin : Lamivudin adalah antivirus jenis nukleotida yang
menghambat enzim reverse transcriptase yang dibutuhkan dalam
pembentukan DNA. Lamivudin diberikan pada penderita hepatitis B
kronis dengan replikasi virus aktif dan peradangan hati. Pemberian
lamivudin dapat meredakan peradangan hati, menormalkan kadar
enzim ALT dan mengurangi jumlah virus hepatitis B pada penderita.
Terapi lamivudin untuk jangka panjang menunjukkan menurunnya
resiko fibrosis, sirosis dan kanker hati. Namun lamivudin memiliki
kelemahan yang cukup vital yaitu dapat menimbulkan resistensi virus.
Efek samping yang mungkin muncul dari pemberian lamivudin antara
lain rasa lemah, mudah lelah, gangguan saluran pencernaan, mual,
muntah, nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala, demam, serta kemerahan
pada. Efek samping yang berbahya lainnya adalah radang pankreas,
meningkatnya kadar asam laktat, dan pembesaran hati. Namun
umumnya efek samping tersebut dapat ditolerir oleh pasien. Terapi
lamivudin ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
c) Adepovir dipivoksil : Adepovir dipivoksil berfungsi sebagai penghenti
proses penggandaan untai DNA (DNA chain terminator), meningkatkan
jumlah sel yang berperan dalam sistem imun (sel NK) dan merangsang
produksi interferon dalam tubuh. Kelebihan adepovir dipivoksil
dibandingkan dengan lamivudin adalah jarang menimbulkan resistensi
virus. Efek samping yang ditimbulkan adepovir dipivoksil antara lain
adalah nyeri pada otot, punggung, persendian, dan kepala. Selain itu
terdapat juga gangguan pada saluran pencernaan seperti mual atau
diare, gejala flu, radang tenggorokan, batuk dan peningkatan kadar
alanin aminotransfrase. Gangguan fungsi ginjal juga dapat terjadi pada
dosis berlebih.
d) Entecavir : Entecavir berfungsi untuk menghambat enzim polymerase
yang dibutuhkan dalam sintesis DNA virus. Kelebihan entecavir adalah
jarang menimbulkan resistensi virus setelah terapi jangka panjang.
Sedangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah nyeri
kepala, pusing, mengantuk, diare, mual, muntah, nyeri pada ulu hati
dan insomnia
e) Telbivudin : Telbivudin adalah jenis antivirus yang relatif baru. Terapi
telbivudin diberikan pada pasien hepatitis B dengan replikasi virus dan
peradangan hati yang aktif. Telbivudin berfungsi menghambat enzim
DNA polymerase yang membantu proses pencetakan material genetic
(DNA) virus saat bereplikasi. Meski belum didukung data yang cukup
bahwa telbivudin aman bagi ibu hamil, sebaiknya terapi telbivudin tidak
diberikan pada ibu hamil mupun menyusui. Efek samping dari terapi
telbivudin antara lain adalah mudah lelah, sakit kepala, pusing, batuk,
diare,mual, nyeri otot, dan rasa malas. Vitamin K dapat diberikan pada
kasus dengan kecenderungan pendarahan. Bila pasien dalam keadaan
prekoma atau koma, penanganan seperti pada koma hepatik.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN NY. MAIMUN UMUR 25 TH HAMIL 36 MINGGU DENGAN
HEPATITIS B
Tanggal 09 – 10 – 2012 Jam : 12.00 wib
Subjektif :
- Ibu mengatakan ini kehamilan yang pertama
- Ibu mengatakan tidak pernah keguguran
- Ibu mengatakan hari pertama haid terakhir tanggal 31 - 01 - 2012
- Ibu mengatakan sering mual dan muntah
- Ibu mengatakan suaminya pengidap penyakit Hepatitis B
- Ibu mengatakan air kencingnya berwarna seperti teh
- Ibu mengeluh karena sering merasa panas dan susah tidur sejak 2 hari yang lalu
- Ibu mengatakan tidak ada nafsu makan dan merasa lelah
- Ibu mengatakan nyeri atas lokasi hati (di sisi kanan perut, bawah tulang rusuk
yang lebih rendah)
Objektif :
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital :
TD : 110/80 mmHg
Temp : 370C
R : 20 x/menit
N : 85 x/menit
Antropometri :
TB : 150 cm
BB : 54 Kg Sebelum Hamil : 44 Kg
Lila : 26 cm
Inspeksi :
Muka : Kuning, Pucat
Konjungtiva : Anemis
Sclera : Ikterik
Kuku tangan : Kuning dan pucat
Palpasi :
Leopold I : TFU 3 jari dibawah px (34 cm)
Leopold II : pu-ka
Leopold III : kepala
Leopold IV : sudah masuk PAP 3/5 bagian
Auskultasi : DJJ 148 x/m
Perkusi : Refleks patella kanan ( + )
Refleks patella kiri ( + )
TBBJ : 3565 gram
TP : 06 - 11 – 2012
Pemeriksaan penunjang :
Hb : 10 gr%
Gol. darah : AB
Urine Protein : -
Urine Reduksi : -
Serologi : HBsAg ( + )
Assesment :
Ny. Maimun umur 25 tahun GI P0 A0 M0 hamil 36 minggu, pu-ka, ked-kep sudah
masuk PAP 3/5 bagian, janin intrauterin tunggal hidup dengan hepatitis B.
Masalah : Ibu cemas dengan kehamilannya.
Kebutuhan : Beri dukungan moril dari keluarga khususnya suami serta
pengertian tentang keaadan ibu sekarang ini.
Diagnosa Potensial : Prematur dan IUFD
Antisipasi : - Melakukan pemantauan keadaan umum ibu dan janin
Kolaborasi dengan dr. Obgyn dan dr. spesialis penyakit dalam untuk
pemberian terapi imunoglobulin sejumlah 0,1 cc/kg berat badan.
Planning :
- Menjelaskan pada ibu akan dilakukan pemeriksaan fisik pada ibu
- Memberitahukan hasil pemeriksaan bahwa pada saat ini secara umum ibu dalam
keadaan baik yaitu TD: 110/80 mmHg, N: 85 x/m, R: 20 x/m, S: 37 0C, Hb 10gr%,
dan pada hasil laboratorium menunjukkan bila ibu terinfeksi virus Hepatitis B.
- Memberitahukan ibu untuk makan makanan yang bergizi dan banyak
mengkonsumsi sayur seperti sayur bayam, kangkung dan lainnya agar dapat
menambah darah sehingga ibu tidak terkena anemia selain itu sebaiknya ibu
mengkonsumsi makanan tinggi protein dan rendah lemak seperti ikan, tahu,
tempe, dan lainnya.
- Menganjurkan ibu untuk tidak minum kopi, tidak meminum minuman yang
beralkohol dan kurangi meminum teh karena itu memerlukan proses
deteksofikasi dalam hati dan akan memperberat kerja hati.
- Memberitahu ibu untuk minum tablet Fe agar ibu tidak terkena anemia yang
dapat membahayakan kondisi ibu dan janin selain itu memberitahu cara
meminum tablet Fe yaitu dengan air putih dan di minum 1 kali sehari secara rutin.
- Menganjurkan pada ibu untuk menghindari obat-obatan yang hepatotoksik
seperti asetaminofen karena dapat memperburuk kerusakan hati.
- Menganjurkan pada ibu untuk tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus
hilang dan billirubin dalam serum menjadi normal.
- Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup yaitu pada malam 8 jam dan siang
2 jam agar kondisi ibu tidak bertambah buruk karena istirahat yang cukup dapat
membantu pemulihan lebih baik dan ibu akan merasa bugar.
- Menganjurkan pada ibu untuk memastikan bayinya mendapat vaksin hepatitis B
waktu lahir, umur 1 bulan, dan 6 bulan.
- Memberitahukan ibu tanda-tanda bahaya kehamilan trimester III, jika ditemui
perdarahan keluar dari kemaluan, sakit kepala berat, bengkak pada muka dan
tangan, penglihatan kabur, gerakan janin berkurang atau hilang, ketuban pecah
sebelum persalinan segera datang ke bidan atau dokter untuk penanganan yang
lebih lanjut.
- Menganjurkan ibu untuk mencegah penularan kepada anggota keluarga lain
dengan mengkhususkan peralatan makanan dan minuman seperti piring, gelas,
sendok dll, ataupun sikat gigi yang di pakai ibu sehingga di harapkan mencegah
penyebaran karena jika keluarga tertular akan lebih sulit proses penyembuhan
dan penanganan ibu.
- Memberikan ibu motivasi berupa dukungan dan semangat pada ibu bahwa ibu
akan baik-baik saja selama ibu sering memeriksakan diri dengan rutin sehingga
perkembangan penyakit ibu dapat di minimalkan penyebarannya.
- Berkolaborasi dengan dr. spesialis penyakit dalam dan dr. obgyn untuk dapat
memberikan penanganan terapi imuno globulin sejumlah 0,1 cc/kg berat badan
agar mencegah komplikasi selama kehamilan pada ibu sehingga diharapkan ibu
dan janin dalam kondisi yang baik.
- Memberitahu tentang persiapan persalinan perlengkapan ibu dan bayi, dana,
persiapan donor darah, kendaraan, penolong dan tempat bersalin, pendamping
persalinan.
- Menjelaskan tanda-tanda persalinan, yaitu keluar lendir bercampur darah, nyeri
pinggang yang menjalar ke depan, ada keinginan untuk mengedan, ada
keinginan seperti ingin BAB tetapi sebaiknya di sarankan untuk ibu menjalani
persalinan sectio secaria untuk penurunan transmisi HBV dari ibu ke anak.
- Memberitahukan pada ibu kunjungan ulang 1 minggu untuk mengetahui
perkembangan ibu dan janin atau bila ada keluhan.
- Tanggal 09 - 10 - 2012 Jam 13. 00 wib
- Ibu mengerti penjelasan yang telah diberikan oleh bidan.
- Ibu menolak rawat inap di rumah sakit.
- Ibu sudah menandatangani surat penolakan dirawat inap.
- Ibu sudah mendapatkan vaksin imuno globulin sejumlah 0,1 cc/kg berat
badan.
- Ibu berjanji akan datang periksa seminggu kemudian atau bila ada keluhan
dan tanda-tanda persalinan.
- Ibu ingin melakukan persalinan sectio secaria pada tanggal 20 oktober 2012
tepat di tanggal pernikahannya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hepatitis B merupakan suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus
Hepatitis B" (VHB). Pengaruh infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber
dari gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan metabolisme
tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin dapat terganggu atau berkurang. Oleh
karena itu, pengaruh infeksi hati terhadap kehamilan dapat dalam bentuk
keguguran atau persalinan prematuritas dan kematian janin dalam rahim.
B. SARAN
Gizi ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal mungkin,karena gizi yang
buruk mempermudah penularan hepatitis virus. Jika ibu mengalami salah satu
dari tanda gejala Hepatitis maka segera periksa ke petugas kesehatan terdekat
untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut, agar kehamilan dapat
berlangsung dengan baik serta bayi yang di lahirkan dalam keadaan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, Abdul Bari.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal.2006.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Seto Sagung Buku Ajar Patologi 1( UMUM ) .2002 . Jakarta:EGC
Leveno,Kenneth J.Obstetri Williams.2009.Jakarta : EGC
Nugraheny, Esti.2009. Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta:Pustaka Rihama
Rukiyah, S.Si.T, Lia Yulianti, Am. Keb, MKM, asuhan kebidanan 4 (patologi), 2010,
Cv trans Info Media, Jakarta
health.groups.yahoo.com/group/dokter_umum/massage/1677 Diunduh tanggal 26/09/2012 jam 21.00wib