· web viewdalam rangka penyelamatan pertamina dari kebangkrutan dan menertibkan secara...
TRANSCRIPT
ADMINISTRASI DAN APARATUR PEMERINTAH
BAB XX
I,'IjYghIIL
1079
ADMINISTRASI DAN APARATUR
PEMERINTAH
A. PENDAHULUAN
Dasar kebijaksanaan Mandataris MPR yang utama untuk menye- lenggarakan penyempurnaan administrasi dan aparatur pemerintah adalah Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, Bab IV tentang Pola Umum Pelita Kedua, huruf c khususnya mengenai Aparatur Pemerintah yang menyebutkan
Pembinaan Aparatur Pemerintah diarahkan agar mampu me- laksanaka.n tugas-tugas umum pemerintah maupun untuk menggerakkan dap memperlancar pelaksanaan pembangunan. Untuk itu usaha-usaha penertiban dan penyempurnaan aparatur yang meliputi baik struktur, prosedur kerja, personalia maupun sarana dan fasilitas kerja perlu dilakukan terus menerus, sehingga keseluruhan Aparatur Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Daerah, benar-benar merupakan alat yang berwibawa, kuat, efektif, efisien dan bersih, penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Negara dan Pemerintah serta diisi oleh tenaga-tenaga ahli, mampu menjalankan tugas di bidang masing-masing dan hanya merngabdikan diri
BAB XX
kepada kepentingan Negara dan Rakyat. Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok Negara, dan dalam membina kesta-bilan politik serta Kesatuan Bangsa maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan, diarahkan pada pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggungjawab yang dapat menjamin per- kembangan dan pembangunan Daerah, dan dilaksanakan ber- sama-sama dengan dekonsentrasi. Hal-hal mengenai Otonomi Daerah termasuk pemilihan dan pengangkatan Gubernur/Kepala Daerah diatur dengan Undang-undang.
1079
Meningkatkan secara bertahap kemampuan aparatur Dae- rah, terutama aparatur Pemerintah Desa, dengan fasilitas dan sarana.
Selanjutnya juga dipakai sebagai dasar utama untuk terselenggaranya penertiban aparatur negara Ketetapan MP,R No. X/MPR/1973 tentang Pelimpahan Tugas dan Kewenangan kepada Presiden/Mandataris MPR untuk Melaksanakan Tugas Pembangunan yang pada pasal 1 b menetapkan penugasan kepada Presiden/Mandataris MPR untuk dalam lima tahun terus menertibkan dan mendaya-gunakan aparatur negara di segala bidang dan tingkatan.
Dasar-dasar kebijaksanaan tersebut kemudian dirumuskan secara lebih terperinci dalam bab 30 Repelita II yang juga merupakan kelanjutan dari kebijaksanaan penyempurnaan, administrasi pemerintah pada Repelita I. Usaha penyempurnaan seperti dirumuskan dalam Ketetapan-ketetapan MPR tersebut maupun dalam Repelita II merupakan bagian integral dari seluruh kegiatan dan usaha pembangunan serta perlu dilakukan terus menerus secara melembaga. Beberapa dari hasil-hasil usaha penyempurnaan dan penertiban aparatur ,pemerintah hanya dapat dicapai dalam jangka waktu yang cukup panjang. Namun demikian berbagai usaha penyempurnaan aparatur pemerintah sudah banyak yang dilakukan sesuai dengan arah penyempurnaan itu. Hal itu dimungkinkan karena kebijaksanaan, langkah dan kegiatan penyempurnaan yang menyeluruh dilakukan dalam berbagai tahap dengan penentuan sasaran-sasaran secara berencana dengan penilaian urgensi serta prioritasnya.
Secara. sungguh-sungguh usaha penyempurnaan administrasi dan aparatur pemerintah telah dilakukan sejak tahun 1967. Dengan tidak mengurangi kesadaran bahwa masalah yang dihadapi masih cukup besar dan meminta kesungguhan tekad, maka dapat dikemukakan bahwa banyak hasil-hasil yang telah dicapai dari usaha penyempurnaan administrasi dan aparatur pemerintah dewasa ini.
B. LANDASAN SE.RTA KEBIJAKSANAAN PENYEMPURNAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHKebijaksanaan penyempurnaan administrasi dan
aparatur pemerintah mengandung perumusan kegiatan usaha yang perlu dilakukan
1080
secara terus menerus. Oleh karena itu kebijaksanaan tersebut yang telah dituangkan dalam bab V Repelita I dirumuskan peningkatannya dalam bab 30 Repelita II.
Kebijaksanaan ditujukan pada tata penyelenggaraan pemerintah-an yang harus mencerminkan peranan pemerintah dalam pembangunan. Pembangunan dewasa ini yang mempunyai prioritas di bidang ekono- mi penyelenggaraannya bersendikan demokrasi ekonomi. Pembangun-an ekonomi di dasarkan pada demokrasi ekonomi
menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pemba-ngunan. Oleh karenanya maka pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang menggairahkan perkembangan dunia usaha dengan tetap berorientasi kepada kepentingan rakyat. Dalam men-jalankan peranan di bidang ekonomi yang lebih menekankan kepada pengarahan dan dorongan kegiatan ekonomi, pemerintah sebanyak mungkin mengurangi penguasaan serta pengurusan sendiri kegiatankegiatan ekonomi tersebut. Dengan demikian administrasi pemerintah perlu disempurnakan untuk meningkatkan pemberian bimbingan dan pelayanan kepada masyarakat.
Usaha penyempurnaan administrasi pemerintah ditujukan agar aparatur pemerintah tidak saja mampu menjalankan tugas-tugas umum pemerintahan melainkan juga mampu melakukan tugas pembangun-an, yaitu menyusun kebijaksanaan dan program pembangunan, serta melaksanakannya dan mengendalikannya secara baik.
Landasan penyempurnaan dan penertiban administrasi negara ada- lah Ketetapan-ketetapan MPR seperti disebutkan terdahulu. Atas dasar landasan tersebut, demikian pula
1081
atas dasar hasil-hasil yang telah di-capai selama itu, maka Pemerintah telah menetapkan sasaran-sasaran sebagai berikut
a. Meningkatkan pelaksanaara fungsi dan hubungan kerja antara Lembaga Tertinggi Negara dengan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara atau antar Lembaga Tinggi Negara sesuai dengan Ketetapan MPR No. VI tahun 1973.
b. Menyempurnakan organisasi pemerintah pusat untuk peningkatan daya-guna dan hasil-guna dalam- rangka pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada rnasyarakat.
c . Menyempurnakan pemerintahan di daerah dengan mengusahakan keserasian antara pelaksanaan dekonsentrasi, sertatantra dan swatantra.
d. Menyempurnakan organisasi perwakilan RI di luar negeri untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang hubungan luar negeri.
e. Meningkatkan keserasian hubungan kerja antar lembaga, terutama dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan sektoral serta program-program yang sifatnya antat sektor yang melibatkan berbagai departemen/lembaga serta khususnya yang merupakan prioritas.
f. Meningkatkan produktivitas kerja, iklim kegairahan bekerja dan disiplin pegawai dalam rangka pembinaan sistim karier dan prestasi kerja pegawai negeri sipil.
g. Menyempurnakan bidang ketatalaksanaan yang, meliputi proses pengambilan keputusan, koordinasi dan hubungan kerja dalam badan/lembaga pemerintahan, sistim komunikasi, tatakerja, teknik- teknik management serta pengawasan intern.
h. Membina dan menyempurnakan badan-badan ekonomi negara dan lembaga-lembaga keuangan dalam rangka pembinaan dunia usaha.
i. Menyempurnakan administrasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang meliputi perencanaan operasionil pembangunan, usaha-usaha mobilisasi sumber-sumber pembiayaan, perencanaan dan pelaksanaan program dan proyek, sistim anggaran dan pembiayaan pembangunan dan management dalam pelaksanaan rencana tahunan.
j. Meningkatkan pengawasan pembangunan dengan tetap, mengusahakan adanya keluwesan dalam
pelaksanaan.k. Terus menertibkan dan mendayagunakan aparatur
negara di segala bidang dan tingkatan.
1082
C. LANGKAH-LANGKAH DAN HASIL-HASIL PENYEMPURNAAN ADMINISTRASI NEGARA 1973/74 - 1978/79
1. Lembaga-lembaga Tertinggi/Tinggi NegaraBerbagai langkah dan usaha telah dilakukan
untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Dengan kedudukan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara dan Presiden, DPR, DPA, BEPEKA dan Mahkamah Agung masing-masing selaku Lembaga Tinggi Negara sesuai dengan kemurnian UUD 1945 maka atas dasar Ketetapan MPR No. VI/MPR/1973 keserasian hubungan fungsionil antara lembaga-lembaga tersebut telah lebih mantap guna peningkatan pelaksanaan tugasnya masing-masing.
Selama lima tahun terakhir ini telah dilakukan penyempurnaan organisasi serta personalia kesekretariatan untuk meningkatkan ke-mampuan dalam melaksanakan tugas sebagai unsur bantuan dari lem- baga-lembaga negara bersangkutan.
Dalam perkembangannya dapat disampaikan hal-hal yang penting sebagai berikut :a. Menjelang Sidang Umum MPR pada tahun 1978 ini
maka untuk kedua kali dalam masa orde baru telah dilangsungkan pemilihan umum anggota-anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemi-lihan umum yang berlangsung pada tahun 1977 secara aman dan tertib adalah antara lain berkat kerjasama yang baik antara Pemerintah dan DPR dalam merumuskan undang-undang tentang Partai Politik dan Golongan Karya (UU No. 3 tahun 1975), tentang Pemilihan Umum anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat (UU No. 4 tahun 1975) dan tentang susunan serta kedudukan MPR/DPR/DPRD (UU No. 5 tahun 1975). Dengan demikian telah dapat dibentuk untuk kedua kali Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis
1083
Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum.
b. Susunan Hakim Agung pada Mahkamah Agung telah disempurnakan dengan Keppres No. 1/M tahun 1974 untuk melengkapi su-
sunan Mahkamah Agung berdasarkan Keppres No. 38 tahun 1968. Sebagaimana diketahui pada tahun 1970 telah diadakan pembaharuan UU No. 19 tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dengan UU No. 14 tahun 1970 sehingga kekuasaan kehakiman terjamin sebagai kekuasaan sesuai dengan ketentuan UUD 1945 serta penjelasannya. Dalam rangka pembi- naan hukum maka secara terus-menerus Pemerintah telah mem-berikan bantuannya dalam penyempurnaan administrasi peradilan agar menjadi aparatur yang efektif dalam mewujudkan keadilan dan kebenaran.
c. Dewan Pertimbangan Agung yang telah dibentuk berdasarkan UU No. 3 tahun 1967 dan pengangkatan anggota-anggota Dewan tersebut dengan Keppres No. 61 tahun 1968 telah membantu Pemerin-
tah dengan saran-saran secara teratur.d. Pembaharuan UU No. 17 tahun 1965 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan dengan UU No. 5 tahun 1973 sehingga BEPEKA dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana ditugaskan oleh UUD 1945. Saran-saran perbaikan yang dikemukakan oleh BEPEKA di bidang administrasi keuangan negara telah mendapat perhatian sungguhsungguh dari Pemerintah.
Sesuai dengan Ketetapan MPR No. VI/MPR/1973 tahun 1973 tentang kedudukan dan hubungan tatakerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara maka kedu-dukan protokoler telah diatur dengan tata urutan (preseance) sebagai berikut: Para Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara sedikit di bawah Presiden, para Wakil Ketua sejajar dengan Menteri dan para anggota sedikit di atas eselon tertinggi dalam kepegawaian negeri.
2. Administrasi dan aparatur pemerintah tingkat 1084
pusatPerubahan-perubahan yang cukup berarti di
bidang administrasi dan aparatur pemerintah tingkat pusat adalah dituangkannya Pokokpokok Organisasi Departemen dan Susunan Organisasi Departemen, masing-masing dalam Keppres No. 44 dan 45 tahun 1974 sebagai penyempurnaan terhadap Keputusan Presidium Kabinet Ampera No. 15/
U/Kep./S/1966 dan No. 75/U/Kep/11/1966. Penataan kembali satuan-satuan organisasi di lingkungan pemerintah tersebut ditujukan untuk mempertegas sistim organisasi berdasar jalur dan staf serta mem-pertegas rumusan pokok, fungsi, susunan organisasi serta tatakerja masing-masing unit berdasar azas koordinasi, integrasi dan sinkronisasi untuk kesatuan gerak yang serasi antar unit yang ada, di samping juga mempertegas; azas fungsionalisasi dan azas membagi habis tugas satuan organisasi.
Sebagai tindak lanjut dari Keputusan Presiden tersebut maka untuk-tiap-tiap departemen telah diterbitkan Keputusan Menteri masing-masing yang menetapkan perincian organisasi departemen. Di samping itu dalam keputusan-keputusan Menteri telah diatur pula susunan organisasi dan tatakerja kantor wilajah departemenn masingmasing. Dengan demikian makin jelaslah pembagian tugas pokok de-partemen, termasuk tugas-tugas kantor wilayah. Demikian pula dalam aparatur pemerintah dapat diselenggarakan tatakerja yang lebih mantap.
Masalah-masalah yang masih dihadapi ialah penertiban lebih lanjut daripada unit-unit pelaksana teknis departemen-departemen. Hal ini sedang giat dilakukan sekarang. Juga mengenai pengaturan kembali tugas pokok, fungsi, organisasi dan lain-lain daripada lembagalembaga pemerintah non departemen sedang dilakukan penelitian untuk melengkapi penyempurnaan administrasi dan aparatur pemerintah di tingkat pusat.
Walaupun pada dasarnya usaha-usaha penyempurnaan lembaga pemerintah non departemen itu dilakukan detlgan mengadakan penelitian secara menyeluruh, namun perhatnan khusus juga diberikan ke-pada masalah-masalah yang mendesak, yaitu perlunya perubahan-perubahan organisasi lembaga-lembaga pemerintah non departemen tertentu yang
1085
diperlukan untuk menampung perkembangan tugas lembaga yang' bersangkutan. Dalam hubungan ini maka untuk lebih meningkatkan pelayanan terhadap penanaman modal di Indonesia, baik asing maupun domestik telah disempurnakan Badan Koordinasi Pe-nanaman Modal (BKPM) dengan Keppres No. 53 tahun 1977 sebagai penyempurnaan Keppres No. 20 tahun 1973. Bertalian dengan itu
telah pula disempurnakan ketentuan pokok tatacara penanaman mo-dal dengan Keppres No. 54 tahun 1977 yang semula diatur dengan Keppres No. 21 tahun 1973.
Penyempurnaan-penyempurnaan lain yang penting ialah:
a. penyempurnaan fungsi dan organisasi Bappenas (Keppres 35/1973), Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan (Keppres 11 dan 25/1974), LAPAN (Keppres 18/1974), Arsip Nasional (keppres 26/1974) dan BAKIN (Keppres 8/1976).
b. perumusan organisasi Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat (Keppres 24/1973), penyempurnaan tugas pokok Menteri Kesejahtera-an Rakyat (Keppres 43/1973), Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara (Keppres 44/ 1974) dan Menteri Negara Riset (Keppres 45/1973).
c. pembaharuan organisasi Kejaksaan Agung (Keppres 29/1976).
d. penghapusan lembaga Asisten Pribadi Presiden (Keppres 12/M/ 1974).
e. pembentukan Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional dalam rangka rnembantu memecahkan masalah kebutuhan akan perumahan (Keppres 35/1974), Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk pengarahan dan kelancaran pelaksanaan kegiatan di bidang penelitian ilmu pengetahuan dan teknalogi, agar peranannya dalam pembangunan lebih dapat memenuhi, kebutuhan ma-syarakat ilmiah (Keppres 43/1976) dan Badan Urusan Piutang Negara dalam rangka peningkatan penyelenggaraan tugas urusan piutang negara (Keppres 11./1976).
f. penyempurnaan Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional (Keppres 18/1973), pembentukan Dewan Stabilisasi Politikk dan Keamanan Nasional (Keppres 4/1974) dan penyempurnaan Dewan Telekomunikasi (Keppres 10 dan 18/1975).
g. pembentukan lembaga Inspektur Jenderal Pembangunan (Keppres 25/1974).
h. pengaturan perlayanan administratif Wakil
Presiden (Keppres 16/1973) sehubungan dengan adanya lembaga Wakil Presiden sejak bulan Maret 1973.
1086
Penyempurnaan perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri telah dilakukan dengan dikeluarkannya Keppres No. 51 tahun 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Dengan Keputusan Presiden tersebut telah lebih ditegaskan tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan organisasi dan tatakerja utama dalam menanggapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan, termasuk permasalahan mengenai, hubungan ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara sahabat.
3. Penyempurnaan tata hubungan kerja antara berbagai lembagaPenyempurnaan administrasi yang bersifat tata
hubungan kerja institusionil maupun proseduril secara terus-menerus juga telah dilakukan. Tata hubungan kerja dapat menyangkut antara lembaga-lembaga negara dan antara badan-badan pemerintahan.
Kerjasama antara Pemerintah dan DPR telah dapat terus-me-nerus ditingkatkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945. Selama masa 1973/74 - 1977/78 telah dapat diselesaikan 33 buah undang-undang. Sejak berlakunya Ketetapan MPR No. IX/MPR/1973 tampak nyata kelancaran kerjasama antara Pemerintah dan DPR, khususnya dalam pembahasan dan pengolahan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara.
Dari Dewan Pertimbangan Agung Pemerintah senantiasa men dapatkan bahan-bahan pertimbangan mengenai berbagai masalah penting kenegaraan. Hal ini telah menjadi bahan bagi pemerintah dalarn trienetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan.
Demikian pula Badan Pemeriksa Keuanga.n yang telah diperba-harui dengan UU No. 5 tahun 1973
1087
sebagai "'external auditor" ter-liadap lembaga eksekutif telah melaksanakan fungsinya sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945. Dalam kegiatan pemeriksaan BEPEKA senantiasa memberi petunjuk-petunjuk mengenai sasaran-sasaran yang perlu diperiksa kepada unit pengawasan intern Pemerintah.
Penyempurnaan tata hubungan kerja antara berbagai badan/ lembaga Pemerintah yang telah dilakukan antara lain meliputi pelaksanaan program-program keluarga berencana, peningkatan produksi dan pengadaan pangan, tata penyelenggaraan transmigrasi, administrasi pelabuhan, administrasi pembiayaan pembangunan,
administrasi bantuan luar negeri, tata penyelenggaraan perdagangan luar negeri, khususnya untuk meningkatkan ekspor, penanaman modal dan lain-lain.
Berbagai tata hubungan kerja telah dilembagakan dalam sebuah badan koordinasi seperti Badan Pengendalian Bidnas, Badan Pengembangan Pembangunan Daerah Transmigrasi, dan bahkan dalam bentuk lembaga Yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden seperti Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Dari tahun ke tahun dalam bidang-bidang tersebut dapat dirasakan terselenggaranya pelaksanaan hubungan kerja yang makin mantap dan serasi, baik antara aparatur di tingkat pusat maupun antara aparatur tingkat pusat dan tingkat daerah.
Pengembangan tata penyelenggaraan hubungan kerja dalam dan antara lembaga pemerintah secara serasi ditujukan pula untuk dapat mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan secara lebih baik, khususnya untuk menunjang perencanaan operasionil tahunan. Dalam rangka ini misalnya secara terus-menerus dilakukan penyempurnaan kelembagaan, tata cara untuk mengidentifikasikan, merencanakan, menyusun program pelaksanaan dari berbagai program dan proyek pembangunan. Kemudian lebih diserasikan antara proses perenca-naan dengan proses penganggarannya. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan telah ditingkatkan secara terus-menerus tata hubungan kerja yang lebih terpadu serta kemampuan management. Di segi lain, ialah pengendalian program-program dan proyek-proyek pembangunan, penyempurnaan dilakukan dalam sistim monitoring/pelaporan, evaluasi dan pengambilan tindakan-tindakan korektif atau penyesuai annya.
Keputusan Presiden No. 25 tahun 1974 tentang pengangkatan Inspektur Jenderal Pembangunan, dan Instruksi Presiden No. 8 tahun 1974 tentang tatacara pengawasan atas pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, merupakan, penyempurnaan tata hubungan kerja di bidang pengawasan yang pelaksanaannya dilakukan oleh berbagai badan/lembaga Pemerintah. Untuk menciptakan koordanasi yang sebaik baiknya dalam pelaksanaan pengawasan, maka selalu diadakan
1088
rapat-rapat koordinasi di antara semua aparat pengawasan tingkat pusat yang dipimpin oleh Wakil Presiden. Dengan kejelasan fungsi serta dengan koordinasi yang baik maka akan dapat dilakukan pengawasan yang efektif dan efisien.
Berbagai penyempurnaan tata hubungan kerja juga terlihat dalam bentuk Surat-surat Keputusan Bersama beberapa menteri mengenai pedoman pelaksanaan pembangunan untuk berbagai bentuk bantuan kepada daerah.4. Administrasi dan aparatur pemerintah tingkat
daerahBeberapa hal penting mengenai pemerintah
daerah serta hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat dikemukakan sebagai berikut:
Mekanisrne yang memungkinkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi pelaksanaan pemerintahan, demikian pula pembangunan yang semuanya pada akhirnya tersebar di daerah-daerah secara formil telah mendapatkan wadah dalam UU No. 5 tahun 1974 tentang pokokpokok pemerintahan di daerah sebagai pengganti UU No. 18 tahun 1965. Dengan dikeluarkannya Undang-undang tersebut maka telah diletakkan dasar bagi pelaksanaan sistim dekonsentrasi, sertatantra dan desentralisasi yang lebih serasi serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan. Sebagai tindak lanjut telah dikeluarkan beberapa peraturan pelaksanaan seperti peraturan pelakssnaan organisasi Sekretariat Wilayah/Daerah, termasuk Inspektorat Wilayah/Daerah.
Demikian pula untuk kedua kali dalam masa orde baru telah dapat terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hasil pemilihan Umum sebagai lembaga
1089
legislatif dalam sistim pemerintahan daerah.Berbagai usaha telah dilakukan untuk
menyempurnakan administraSi dan aparatur pemerintahan di daerah, antara lain juga untuk memperkuat unit-unit perencanaan pada pemerintah daerah tingkat I, tingkat II dan juga desa. Dalam hubungan ini telah ditetapkan Keppres No. 15 tahun 1974 tentang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang susunan dan tatakerjanya kemudian di-atur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 142
tahun 1974. Secara periodik telah diadakan pekan-pekan konsultasi antara Bappeda-Bappeda dengan departemen/lembaga-lembaga pemerintah, termasuk Bappenas, untuk merumuskan pola prencanaan dan monitoring pelaksanaan pembangunan di daerah. Juga antara Bappeda-Bappeda sendiri diadakan pekan-pekan konsultasi regional di masing-masing pusat wilayah pengembangan utama dalam rangka pengintegrasian perekonomian, terutama antara daerah-daerah bertetangga.
Dalam usaha penyempurnaan administrasi keuangan daerah telah diadakan pengaturan kembali pengurusan pertanggungan jawab dan pengawasan keuangan daerah dengan PP No. 5 tahun 1975 dan cara penyusunan APBD dengan PP No. 6 tahun 1975. Instansi vertikal (kantor perwakilan departemen di daerah) yang telah disempurnskan dengan Keppres No. 44 dan 45 tahun 1974, dinas-dinas otonom yang ada di daerah sebagai aparatur pelaksana, dan Inspektorat WiLayah Daerah sebagai aparatur pengawasan, diharapkan akan mampu melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dalam tugas pembangunan di daerah secara lebih mantap.
Usaha-usaha selanjutnya untuk penyempurnaan di bidang pemerintah di daerah ialah penyerasian antara proyek-proyek dalam rangka bantuan pemerintah pusat kepada daerah berdasarkan Instruksi-instruksi Presiden, ialah program-program bantuan pembangunan sekolah dasar, bantuan pembangunan sarana kesehatan, bantuan pemba-ngunan desa, bantuan pembangunan kepada daerah tingkat II, bantuan kredit pembangunan dan pemugaran pasar serta program bantuan penghijauan dan reboisasi. Prosedur pelaksanaan pembangunan meltalui bantuan-bantuan tersebut tahun demi tahun telah mengalami perbaikan sebagaimana ditetapkan dalam Surat-surat 1090
keputusan bersama beberapa menteri.Sejalan dengan usaha-usaha penyempurnaan
badan-badan usaha negara telah pula diadakan usaha penyempurnaan terhadap perusa-haan-perusahaan daerah yang sampai sekarang masih diatur menurut W No. 5 tahun 1962.
Kemudian dalam rangka usaha pembangunan daerah pedesaan dan peningkatan perlembagaan desa maka dalam masa Repelita II
telah direncabakan terbentuknya Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) dan Tata Desa sebagai suatu sistim untuk mempercepat pengembangan desa-desa dalam suatu wilayah kecamatan secara komprehensif dan terkoordinir. Sampai dengan tahun 1977 telah ada 730 Kecamatan UDKP tersebar di semua propinsi. Juga dewasa ini sedang disusun rancangan undang-undang desa sedangkan sementara ini De-partemen Dalatn Negeri dengan bantuan dari berbagai departemen dan instansi lainnya telah mengambil langkah-langkah untuk peningkatan koordinasi dalam pembangunan pedesaan dan untuk pembinaan Lem-baga Sosial Desa sebagai wadah partisipasi masyarakat dan saluran komunikasi antara masyarakat desa dengan pemerintah.
5. Badan-badan usaha negara dan lembaga-lembaga ekonomi keuangan
Tujuan penyempurnaan badan-badan usaha ekonomi negara ialah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menyelenggarakan kemanfaatan umum yang lebih baik dan merata, serta meningkatkan pemupukan pendapatan dan laba yang berguna bagi dana pembangunan. Sedangkan pembinaan lembaga-lembaga keuangan diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka perngemlyangan dunia usaha, terutama pembinaan pengusaha-pengusaha golongan ekonomi lemah secara mantap.
Usaha penyempurnaan badan-badan usaha negara yang telah dilakukan secara terus-menerus meliputi penanganan masalah-masalah management, likwiditas, solvabilitas, bonafiditas dan arah investasi. Penyempurnaan tersebut juga meliputi keluwesan prosedur tanpa mengurangi segi keamanannya serta pemberian pedoman PAP (Penyusutan Anggaran Perusahaan) yang dimaksudkan agar perusahaan negara dapat
1091
menyusun anggarannya dengan baik dan benar.Selama periode 1973/74 - 1977/78 perkembangan
dalam rangka pembinaan badan-badan usaha negara oleh pemerintah yang terpenting antara lain adalah sebagai berikut:a. pembentukan PT Bahana "Pembinaan Usaha
Indonesia" sebagai Persero yang bergerak dalam bidang pengembangan usaha swasta nasional dengan tujuan memberi bantuan kepada pengusaha-pengusaha kecil (Keppres No. 9 tahun 1973).
b. pembentukan Perum Pembangunan Perumahan Nasional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pengadaan perumahan dan prasarana lingkungan (PP No. 29 tahun 1974).
c. pembentukan Perum Angkasa Pura (PP. No. 37 tahun 1974), Perum Survai Udara Penas (PP No. 46 tahun 1974), Perum Asuransi Sosial Tenaga Kerja (PP No. 34 tahun 1977).
d. Reorganisasi Pertamina (Keppres No. 44 tahun 1975).Dalam pada itu proses pengalihan bentuk
perusahaan negara menjadi Persero berjalan terus. Pengalihan ini dimaksudkan agar perusahaan-usahaan mampu bekerja dengan azas-azas ekonomi dan administrasi niaga sehingga keuntungan yang diperoleh dapat dikem-balikan sebagai sumber penerimaan negara untuk pembangunan yang memberu manfaat kepada rakyat banyak. Dalam iklim pembangunan perusahaan negara tidak hanya harus mampu meningkatkan pelayanan jasa dan produksi, melainkan juga harus dapat meningkatkan keun-tungan melalui peningkatan efisiensi perusahaan secara sehat.
Sampai pada akhir tahun 1977 jumlah perusahaan negara yang berstatus Persero berjumlah 83 buah, yaitu 3 Persero yang beroperasi di sektor jasa keuangan, 37 Persero di sektor jasa umum, 16 Persero di sektor industri, dan 27 Persero di sektor pertanian.
Perusahaan Negara (PN) yang belum diusulkan/ditentukan statusnya menurut UU No. 9 tahun 1969 tinggal 9 buah, sedangkan sisa PN yang telah diusulkan untuk dialihkan bentuknya menjadi Persero, tetapi belum dilaksanakan, berjumlah 99 buah.
Perusahaan Negara yang berkedudukan sebagai Perum dan PN berjumlah 35 buah, dengan perincian 5 109
2
buah bernaung di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, 5 buah di bawah Departemen Perindustrian, 3 buah di bawah Departemen Keuangan, 1 buah di Departemen Kesehatan, 7 buah di Departemen Pertanian, 6 buah di Departemen Perhubungan, 1 buah di Departemen Pertambangan, 3 buah di Departemen Penerangan, 1 buah di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan 3 buah di Departemen Hankam.
Perusahaan Negara yang berkedudukan sebagai Perjan berjumlah 2 buah, yaitu sebuah di bawah Departemen Keuangan dan sebuah lagi di bawah Departemen Perhubungan
Sampai pada tanggal 31 Desember 1977 keadaan badan-badan usaha negara yang lebih terperinci adalah seperti dapat dilihat pada tabel XX - 1.
Dalam rangka penyelamatan Pertamina dari kebangkrutan dan menertibkan secara keseluruhan manajemen dan administrasi Pertamina, Pemerintah telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk di satu pihak berupa penertiban ke dalam tubuh Pertamina dan di lain pihak berupa menyelesaikan serta meringankan secara maksimal beban pembayaran hutang-hutang yang harus dipikul oleh Pertamina.
Di bidang kelembagaan maka dengan Keppres No. 44 tahun 1975 telah dilakukan reorganisasi dalam Pertamina, demakian pula penggantian pimpinan Pertamina.
Usaha-usaha itu sekarang sebagian besar telah dapat diselesaikan sehingga Pertamina dapat meneruskan fungsinya dengan baik.
Selanjutnya untuk mencegah terulangnya peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan maka telah diambil kebijaksanaan agar semua L/C ekspor minyak, dari Pertamina dibuka melalui Bank Indonesia. Dengan demikiarr Bank Indonesia bertindak sebagai lembaga yang menghimpun secara terpusat hasil-hasil ekspor minvak oleh Pertamina. Demikian pula dalam hal impor maka pembukuan L/C juga dilakukan melalui Bank Indonesia. Tujuannya adalah agar Bank Indonesia memiliki gambaran yang jelas mengenai kewajiban-kewajiban pembayaran dari Pertamina.
Kemudian dalam rangka koordinasi Pemerintah telah menetapkan agar Pertamina dan perusahaan-perusahaan milik negara lainnya tidak lagi dibenarkan untuk mencari pinjaman luar negeri secara sdndiri-sendiri. Segala pinjaman luar negeri untuk perusahaan-perusahaan milik negara hanya
1093
dilakukan oleh Pemerintah.Pembinaan dan usaha penyempurnaan lembaga-
lembaga keuangan secara terus-menerus dilakukan melalui peningkatan efisiensi lembaga-lembaga tersebut agar lebih mampu memperlancar kegiatan ekonomi dan pembangunan. Peranan Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam pelaksanaan kebijaksanaan moneter pemerintah telah makin ditingkatkan, khususnya dalam tugas pengarahan dan pembi-
TABEL XX - 1
KEADAAN BADAN-BADAN USAHA NEGARA SAMPAI 31 DESEMBER 1977
1094
naan dunia perbankan. Mengenai bidang perbankan ini dapat dike-mukakan bahwa jumlah bank-bank umum sampai bulan Agustus 1977 mencapai 101 bank dengan 964 buah kantor.
Lembaga-lembaga keuangan bukan bank yang didirikan dengan tujuan untuk menghimpun dana dari masyarakat dan untuk membantu mengembangkan dan melancarkan pasar uang dan modal telah pula diusahakan penyempurnaannya. Sampai akhir tahun 1977 lembaga keuangan bukan bank berjumlah 15 buah dan terdiri dari 2 lembaga pembiayaan pembangunan (development finance corporation), 10 lembaga perantara penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga (investment finance corporation) dan 3 kantor perwakilan dari lembaga keuangan bukan bank di luar negeri. Pada akhir tahun 1976 telah dikeluarkan serangkaian peraturan mengenai pasar uang dan modal. Dengan PP No. 25 tahun 1976 telah dibentuk Persero Dana Reksa yang bertugas menjual saham perusahaan yang telah dipecah dalam bentuk sertifikat saham kepada masyarakat luas. Demikian pula dengan Keppres No. 52 tahun 1976 telah dibentuk Badan Pelaksana Pasar Modal. Pasar modal tersebut kini, telah berfungsi setelah, pembukaannya pada bulan April 1977.
Dalam rangka usaha membantu memenuhi kebutuhan kredit para pengusaha golongan ekonomi lemah selama ini juga dikembangkan lembaga-lembaga keuangan bukan bank yang khusus, seperti PT Bahana, PT Askrindo dan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi. PT Bahana berkewajiban membantu perseroan-perseroan terbatas golongan kecil dan menengah dalam hal permodalan serta dalam pengelolaan perusahaan, sedangkan PT Askrindo dan
1095
Lembaga Jaminan Kredit Koperasi bertugas masing-masing untuk memberikan jaminan kredit untuk per-usahaan-perusahaan kecil dan koperasi-koperasi. Demikian pula dalam usaha membantu para pengrajin sebagai pengusaha dari golongan ekonomi lemah telah dibentuk BIPIK (Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil) untuk mengembangkan kerajinan rakyat dengan jalan pemberian pendidikan dan latihan, bimbingan dan genyuluhan, ban-tuan peralatan dan percontohan, bantuan promosi dan informasi.
Selanjutnya guna meningkatkan peranan modal dalam pemba-ngunan maka dengan Keppres No. 53 tahun 1977 telah disempurnakan
BKPM, demikian pula dengan Keppres No. 54 tahun 1977 telah dila-kukan penyederhanaan dalam tatacara penanaman modal.
6. Pengawasan dan penertibanBerdasarkan keputusan Presiden dalam sidang
kabinet pada bulan April 1973 maka untuk melaksanakan pengawasan pembangunan telah ditugaskan Wakil Presiden dengan bantuan departemen-departemen, Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan dan Sekretariat Negara. Pembagian tugas tersebut kepada Wakil Presiden didasarkan atas pertimbangan bahwa pengawasan pembangunan memerlukan penanganan secara khusus karena banyak masalah-masalah yang dihadapi di bidang organisasi dan personalia, cara pemeriksaan, program pengawasan, sistim pengawasan dan pelaporan, daya serap anggaran, pengawasan pada pemerintahan daerah dan lain sebagainya.
Untuk menanggapi masalah-masalah pengawasan tersebut telah diambil kebijaksanaan untuk pembentukan forum koordinasi dan kerjasama pengawasan seluruh aparatur pengawasan di bawah pimpinan Wakil Presiden yang bertujuan untuk mencapai sasaran pengawasan secara tepat dan terarah tanpa mengurangi wewenang masing-masing aparatur pengawasan sebaik mungkin. Sejak bulan Januari 1974 se-cara berkala diadakan rapat koordinasi dan kerjasama pengawasan yang dihadiri oleh para inspektur jenderal departemen, Inspektur jenderal Pembangunan, Direktur Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, wakil-wakil dari Kejaksaan Agung, BEPEKA, Bappenas, Sekretariat Menpan, BAKIN, BKPM, BAKN, LAN dan Sekdalopbang serta Sekre-tariat Negara. Rapat-rapat koordinasi dan kerjasama pengawasan telah merupakan forum untuk saling tukar menukar informasi dan pengalaman dalam mendapatkan kesatuan pengertian, kesatuan pendapat dan kesatuan langkah dalam memecahkan
masalah-masalah pengawasan, membahas dan mengembangkan sistim dan metode pengawasan serta pencegahan overlapping dalam kegiatan pengawasan.
Forum koordinasi dan kerjasama pengawasan itu telah membuah-kan beberapa hasil penting, di antaranya ialah :a. di bidang organisasi telah dimantapkan eksistensi inspektorat jenderal departemen karena tugas, wewenang dan tanggung jawab
1096
disesuaikan dengan ruang lingkup tugas departemen yang makin meningkat berhubung dengan tugas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, penggarapan penanaman modal dalam negeri dan asing, peningkatan usaha pembangunan dari pada badan-badan usaha negara dalam lingkungan departemen bersangkutan serta adanya tugas pokok yang menyangkut pengaturan perijinan dan pelayanan kepada masyarakat.
b. di bidang personalia telah dilakukan pengisian tenaga sesuai dengan formasi melalui pengadaan kepegawaian serta penataran. Dengan demikian aparat pengawasan telah ditingkatkan baik secara kwantitatif maupun kwalitatif.
c. rencana kerja dan keseragaman pemeriksaan keuangan telah dapat dijalankan sehingga dapat dihindari adanya pemeriksaan yang berulang kali mengenai obyek, sasaran dan periode pemeriksaan yang sama dalam saat yang bersamaan; demikian pula laporan hasil pemeriksaan (LHP) dapat disusun dalam bahasa yang sama.
d. kompilasi laporan hasil pemeriksaan telah tersusun sejak tahun anggaran 1974/75 yang memungkinkan untuk diketahui penyimpangan dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan yang perlu mendapat perhatian dari masing-masing pimpinan departemen sebagai bahan untuk melakukan tindakan-tindakan administratif maupun tindakan hukum.
e. sistim laporan telah disempurnakan sehingga laporan dapat menggambarkan perkembangan target keuangan, target fisik dan target fungsionil serta dapat dimonitor masalah-masalah yang dihadapi berikut penyelesaiannya.
1097
f. aparat pengawasan pada tingkat daerah (Itwilda) telah berhasil ditingkatkan status dan kemampuannya.
g. intensitas pengawasan telah dapat ditingkatkan dengan cara "penilaian kwantitatif " sebagaimana telah diterapkan oleh beberapa departemen.Berdasarkan loporan hasil pelaksanaan
pengawasan dapat diketahui bahwa masih terdapat penyimpangan-penyimpangan, namun ternyata bahwa penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak selalu
menunjukkan ketidak-taatan pelaksana terhadap pedoman dan peraturan pelaksanaan. Oleh karena itu masalah ini memerlukan penanggulangan secara mendasar berupa penyempurnaan pedoman pelaksanaan pekerjaan.
Satu langkah penertiban kelembagaan dan penertiban operasionil yang penting adalah mengenai Pertamina. Pokok masalah yang dihadapi oleh Pertamina adalah kesulitan-kesulitan keuangan yang telah menimpa perusahaan pentinn milik negara itu. Kesulitan itu berpangkal pada hutang-hutang Pertamina yang meliputi jumlah-jumlah yang sangat besar. Sebagian dari pinjaman yang dilakukan oleh Pertamina memang ada yang digunakan untuk proyek proyek yang produktif seperti proyek LNG, kilang minyak, eksplorasi dan eksploitasi minyak, sarana distribusi dan lain lain. Tetapi sebagian lagi tidak sesuai dengan kebijaksanaan yang digariskan oleh Pemerintah, sedangkan persyaratan-persyaratan atas pinjaman atau perjanjian yang menimbulkan beban pinjaman itu kebanyakan sangat tidak menguntungkan Pertamina, persyaratan-persyaratan yang tampaknya tidak lazim ada pada perjanjian-perjanjian yang wajar. Jumlah beban pinjaman yang demikian ini meliputi bermiljar-miljar dolar.
Kesulitan yang dialami oleh Pertamina mempunyai akibat-akibat yang luas, terutama karena menyangkut jumlah-jumlah. yang sangat besar. Di samping akibatnya bagi perusahaan itu sendiri, telah pula menimbulkan serangkaian akibat-akibat yang mendalam bagi peningkatan kegiatan pembangunan nasional pada umumnya. Adapun rangkaian akibat-akibat tersebut berlangsung melalui pengaruhnya terhadap penerimaan negara, cadangan devisa, pinjaman luar negeri, dan perkreditan dalam negeri.
1098
Oleh karena itu, Pemerintah setelah mengetahui parahnya keadaan Pertamina, telah mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan keuangan negara, menyelamatkan Pertamina dari kebangkrutan dan menertibkan secara keseluruhan manajemen dan administrasi Pertamina.
Rangkaian langkah-langkah Pemerintah untuk membantu mengatasi kesulitan-kesulitan Pertamina meliputi tiga hal, yakni: (1) bantuan keuangan Pemerintah kepada Pertamina untuk memenuhi kewa-
jiban pembayaran kembali pinjaman-pinjaman dallam negeri dan luar negeri; (2) penelitian kembali secara menyeluruh program investasi Pertamina dalam proyek proyek di berbagai bidang; (3) usaha pener-tiban dalam bidang administrasi keuangan dalam rangka meningkatkan kemampuan administrasi perusahaan.
Segala sesuatu ini dalam rangka pelaksanaan Undang-undang No._8 tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara.
Adapun langkah-langkah tadi berupa:Melalui Bank Indonesia membantu Pertamina dengan memberikan pinjaman jangka panjang dalam valuta asing guna membayar hutang-hutang luar negeri Pertamina, yang sebagian besar untuk pembayaran hutang-hutang jangka pendek. Di samping itu, juga disediakan kredit rupiah untuk pembayaran'hutang-hutang dalam negeri.Membantu Pertamina dalam mengadakan peninjauan kembali pelaksanaan kontrak-kontrak ataupun pembangunan proyek-pro yek Pertamina Dalam rangka ini telah digariskan kebijaksanaan-kebijaksanaan:a. Pembatalan kontrak-kontrak yang dianggap
tidak perlu atau yang sifatnya tidak mendesak, seperti kontrak-kontrak pembangunan proyek yang belum atau baru sebagian dilaksanakan, kontrak-kontrak tanker dan sebagainya.
b. Memperkecil ruang lingkup berbagai proyek sehingga kebutuhan biaya berkurang dan bila mungkin menurunkan harganya.
c. Mengalihkan status dan penanganan proyek-
1099
1.
2.
proyek tertentu yang berada dalam lingkungan Pertamina, kepada Instansi/ Departemen lain yang lebih sesuai.
d. Mengusahakan perbaikan syarat-syarat kontrak yang semula sangat memberatkan Pertamina antara lain mencakup perpanjangan jangka waktu pembayaran, perobahan pembayaran dari valuta asing ke dalam rupiah dan sebagainya.
3. Menertibkan struktur organisasi Pertarnina ke arah yang lebih menunjang pelaksanaan tugas pokoknya di bidang minyak dan gas bumi serta distribusi minyak dalam negeri, dan sekaligus menertibkan manajemen dan administrasi keuangannya.Khusus mengenai pembatalan kontrak-kontrak
Pertamina tersebut antara lain dapat dikemukakan masalah kontrak sewa beli tanker samudra yang kita nilai bukan saja tidak sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah, tetapi kontrak-kontrak tersebut yang sangat merugikan Pertamina tampaknya tidak dilandasi oleh persyaratan yang lazimnya. daperlukan oleh perjanjian yang sehat. Apabila kontrak-kontrak itu diteruskan akan makin memberatkan Pertamina. Dalam rangka mengamankan keuangan negara dan keuangan Pertamina serta penertiban secara keseluruhan tidak ada jalan lain bagi Pemerintah kecuali untuk mencari jalan ke arah pembatalan kontrak-kontrak tersebut melalui perundingan dengan pihak-pihak yang bersangkutan ataupun apabila perlu melalui pengadilan.
Dengan langkah-langkah yang diambil tersebut, maka beban kewajiban Pertamina dari kontrak sewa beli tanker yang semula akan mencapai jumlah sekitar 3,3 milyar dollar Amerika dapat ditekan sampai sekecil mungkin. Yang sudah berhasil dicapai penyelesaiaan sebanyak 27 kapal tanker yang nilai sewa belinya semula berjumlah sekitar 2,8 milyar dollar Amerika. Setelah tercapai persetujuan pem-hatalan kontrak, maka kewajiban Pertamina untuk 27 kapal tanker tersebut dari jumlah 2,8 milyar dollar Amerika tinggal menjadi 255 juta dollar Amerika. Untuk kontrak sewa beli lainnya yang meliputi jumlah 9 tanker dengan nilai sekitar 470 juta dollar Amerika,
1100
dewasa ini sedang diadakan usaha-usaha penyelesaian dengan cara-cara yang sama, sehingga kewajiban Pertamina dalam hal tanker samudra ini dapat diperkecil lagi.
Usaha-usaha tersebut sekarang ini sebagian besar telah dapat diselesaikan dan telah mencapai hasil-hasil yang menggembirakan. Dari jumlah beban hutang Pertamina yang tercatat semula dalam tahun 1975 sekitar 10,5 milyar dollar Amerika, kini berkat langkah-langkah yang telah diambil oleh Pemerintah telah berkurang menjadi sekitar 3,4 milyar dollar Amerika yang umumnya terdiri dari hutang jangka
panjang untuk pembangunan proyek-proyek yang produktif, seperti: Kilang Minyak Cilacap, LNG, pipa distribusi gas, eksploatasi dan eksplorasi niinyak. Dengan demikian beban hutang 3,4, milyar dollar Amerika tersebut akan dapat dibayar dari haail-hasil proyek yang bersangkutan. Sementara itu penertiban atas tubuh Pertamina akan terus dilaksanakan termasuk tindakan hukum terhadap yang bersalah dalam peristiwa krisis Pertamina ini.
Telah banyak dilakukan usaha penyempurnaan di bidang administrasi Pemerintah baik di bidang kelembagaan, kepegawaian maupun di bidang ketatalaksanaan, namun demikian belum secara mantap diimbangi atau diikuti oleh langkah-langkah penertiban operasionil pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada aparatur Pemerintah. Dalam pada itu kelemahan-kelemahan masih terdapat pada tubuh aparatur kita. Penyalah gunaan jabatan, komersialisasi jabatan, korupsi, pemborosan-pemborosan, pungutan liar dan lain-lain yang tercela masih ada. Karena itulah pada tahun yang lalu Pemerintah melancarkan Operasi Tertib dengan diterbitkannya Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1977. Ini adalah tindak lanjutan dari penyempurnaan dan pendayagunaan dan penertiban aparatur negara.
Beberapa sumber terjadinya penyimpangan-penyimpangan/penyelewengan-penyelewengan dalam pelaksanaan tugas oleh unsur/oknum dalam Aparatur Pemerintah adalah :(1) belum berfungsinya secara efektif dan efisien
(mantap) aparat pengawasan intern fungsionil Lembaga Pemerintah, Aparat Inspektorat Jenderal pada Departemen, dan aparat pengawasan se-rupa di Lembaga Non Departemen dan pada. Pemerintah Daerah.
(2) belum berfungsinya secara efektif dan efisien (mantap) aparat pengawasan operasionil (built-in control apparatus) yang melekat pada pimpinan unit-unit organisasi di Lembaga-lembaga Depar-
temen, Non Departemen dan Pemerintah Daerah (Setjen, Ditjen, beserta Biro-biro dan Direktoratnya, serta unit organisasi dalam Lembaga Non Departemen dan Pemerintah Daerah).Peningkatan Pengawasan (termasuk pengendalian operasionil) oleh atasan terhadap pelaksanaanr tugas oleh bawahannya pada umumnya masih belum berjalan sebagaimana diharapkan.
1101
(3)sistim prosedur kerja/tata kerja yang berbelit-belit, tidak jelas dan sebagainya (birokrasi yang berlebihan).
(4) sistim pelaksanaan tugas/kerja atau sistim manajemen yang kurang terbuka (tertutup) sehingga tidak rnemungkinkan berfung sinya kontrol sosial dari dalam organisasi, maupun dari luar.
(5) sikap dan tingkah Iaku dari sementara kelompok-kelompok masyarakat yang justru mempertajam ke 4 unsur tersebut di atas karena didorong oleh kepentingan-kepentingan kelompok tersebut.Operasi Tertib yang kemudian dilakukan adalah
suatu program dan tindak penertiban operasionil terhadap pelaksanaan tugas oleh pegawai negeri atau pejabat. Operasi Tertib ini dimaksudkan untuk menciptakan momentum guna menghentikan segala bentuk penyalah-gunaan wewenang. Momentum itu telah tercapai, ialah timbulnya rasa jera, baik di kalangan aparatur maupun masyarakat untuk me-neruskan praktek-praktek yang tercela. Rasa jera atau takut ini hendaknya berkembang menjadi kesadaran untuk tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam melaksanakan tugas.
Sejak tanggal 1 Desember 1977 sudah memasuki pelaksanaan tahap kedua. Sebagaimana diketahui pada tahap pertama kegiatan Operasi Tertib lebih ditekankan kepada operasi-operasi kejutan yang bertujuan untuk menciptakan momentum yang dapat menunjang pelaksanaan Operasi Tertib secara mantap.
Momentum yang demikian itu telah dapat: diciptakan, dan dalam hubungan ini nampak adanya 3 aspek penting sebagai berikut :
(1) terciptanya suatu kondisi. di mana orang
merasa takut untuk melakukan pungutan-pungutan liar.
(2) terciptanya faktor pendorong bagi Departemen-departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen serta Pemerintah Daerah untuk mulai meningkatkan penertiban secara fungsionil intern dan operasionil intern dan operasionil di lingkungan masingmasing.
1102
(3) kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah dihubungkan dengan usaha-usaha Pemerintah untuk menangani masalah-masalah pungutan liar, penyalahgunaan wewenang, komersialisasi jabatan termasuk pemberantasan korupsi dan lain-lain penyimpangan oleh unsur aparatur dalam pelaksanaan tugasnya.Operasi Tertib ini telah uilaksanakan oleh semua
unsur Aparatur Negara. Departemen-departemen, termasuk Pemerintah Daerah dan Perusahaan-perusahaan milik Negara, Lembaga-lembaga Pemerin-tah Non Departemen, termasuk Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara, Kejaksaan Agung, dan Bank-bank Milik Negara.
Perkembangan pelaksanaan Operasi Tertib di lingkungan Aparatur Negara sejak bulan Juni 1977 sampai dengan bulan Pebruari 1978 ialah bahwa selama periode ini telah digarap berbagai kasus penyimpangan/pemborosan keuangan negara dan lain-lain sejumlah 1.290 yang melibatkan pegawai negeri/pejabat sejumlah 2.116 orang. Perincian tindakan represif terhadap pegawai/pejabat ini terlihat pada Tabel XX - 2.
7. Penyempurnaan di bidang kepegawaianUsaha pembinaan pegawai negeri sipil yang
dilaksanakan selama periode 1973/74 sampai dengan tahun 1977/78 adalah peningkatan kesejahteraan dan peningkatan pembinaan pegawai negeri sipil ber-dasarkan sistim karier dan sistim prestasi kerja secara berencana dan terarah.
Penyempurnaan yang utama adalah dengan diterbitkannya UU No. 8 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kepegawaian sebagai pengganti UU No. 18 tahun 1961. Sebelum
1103
diterbitkan UU No. 8 tahun 1974, peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian jumlahnya banyak dan materinya sudah banyak yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga sangat menyulitkan bagi para pejabat di bidang kepegawaian dalam melaksanakan tugasnya.
Sebagai pelaksanaan dari UU No. 8 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kepegawaian maka telah ditetapkan peraturanperaturan pelaksanaannya dalam bentuk peraturan pemerintah, kepu-
TABEL XX – 2PERINCIAN TINDAKAN REPRESIF
DI LINGKUNGAN APARATUR NEGARAJUNI 1977 SAMPAI DENGAN FEBRUARI 1978
1104
tusan Presiden dan surat, edaran Kepala BAKN sebagai petunjuk pelaksanaan teknisnya. Sampai dewasa ini peraturan pelaksanaan yang telah dikeluarkan adalah :a. Peraturan Pemerintah 21 buah, b. Keputusan Presiden 16 buah, dan c. Surat Edaran Kepala BAKN 31 buah.
Perincian dari peraturan perundang-undangan tersebut adalah sebagai tersebut dalam tabel XX - 3.
Selanjutnya langkah-langkah yang telah diambil oleh Pemerintah antara lain adalah perbaikan penghasilan pegawai negeri sipil, perbaikan pengurusan dan penghasilan pensiun pegawai negeri sipil, penyempurnaan dasar-dasar penyusunan formasi, perbaikan pengadaan; pegawai negeri sipil, perbaikan tata usaha kepegawaian dan pembinaan.
Mengenai perbaikan penghasilan, Pemerintah selalu berusaha memperbaikinya secara bertahap dan dalam batas-batas kemampuan keuangan negara, yaitu berupa:a. pemberian tambahan tunjangan kerja sebesar
200% dari gaji pokok sebulan mulai 1 April 1973;pemberian tambahan tunjangan kerja sebesar 400% dari gaji pokok sebulan mulai,1 April 1974;pemberian tambahan tunjangan kerja sebesar 900% dari gaji pokok sebulan sejak 1 Januari 1975;
d. pemberian tambahan penghasilan untuk golongan I sebesar satu kali gaji pokok sebulan sejak 1 April 1976;penyempurnaan pengaturan gaji pegawai negeri sipil dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1977 yang berlaku sejak 1 April 1977 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1967 (PGPS - 1968).Perkembangan perbaikan penghasilan rata-rata
pegawai negeri sipil sejak tahun anggaran 1973!74
sampai sekarang adalah sebagai tersebut dalam tabel XX - 4.
Sejalan dengan peningkatan penghasilan pegawai negeri sipil, maka Pemerintah memberikan penambahan penghasilan bagi pensiunan dengan caraa menanibah uang bantuan pensiun, yaitu:
1105
TABEL XX – 3PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH DITETAPKAN
SEBAGAI PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8TAHUN 1974
1106
1107
1108
1109
a. Sejak april 1973 uang bantuan pensiun ditambah sebesar 32,5%, yaitu dari 62,5% menjadi 95% dari penghasilan;
b. sejak April 1974 uang bantuan pensiun ditambah sebesar 40%, yaitu dari 95 % menjadi 135 % dari penghasilan;
c. sejak Januari 1975 uang bantuan pensiun tersebut ditambah lagi sebesar 135%, yaitu 135% menjadi 270% dari penghasilan dengan ketentuan penghasilan terendah adalah Rp. 4.000,-
d. sejak April 1977 uang bantuan pensiun bagi pensiunan sebelum 1 Januari 1977 ditambah sebesar 230%, yaitu dari 270% menjadi 500% dari penghasilan dengan ketentuan penghasilan terendah adalah Rp. 7.500,
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1977 sejak 1 April 1977, maka penghasilan pensiun juga bertambah besar, karena gaji pokok dipakai sebagai dasar penentuan besarnya pensiun pokok.
Perincian perbaikan dan perbandingan penghasila.n pensiunan pegawai negeri sipil adalah sebagai tersebut dalam tabel XX - 5.
Demikian pula pengurusan pensiun sejak tahun 1971 telah dipermudah dengan diberikannya wewenang kepada Departemen/ Lembaga untuk menerbitkan SK pensiun bagi pegawainya yang di-pensiunkan sehingga yang bersangkutan tidak perlu lagi berurusan dengan Biro Pensiun dan Tunjangan.
Dasar--dasar penyusunan formasi bagi satuan-
satuan organisasi negara telah ditetapkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1976 tentang formasi. Tujuan penetapan dasar-dasar penyusunan formasi tersebut adalah agar masing-masing satuan-satu-an organisasi negara dapat memnunyai jumlah dan mutu pegawai yang cukup sesuai dengan beban kerja yang dipikulkan kepadanya Sebagai langkah pertama ke arah itu, maka sejak tahun 1976/71 telah diadakan inventarisasi jabatan dengan maksud agar dapat di-ketahui jumlah dan jenis jabatan, yang ada pada organisasi negara.
Menurut hasil inventarisasi jabatan maka jumlah jabatan telah terkumpul sampai sekarang ini adalah sebagai berikut:1110
TABEL XX - 4PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PEGAWAI NEGERI S PIL
DARI TAHUN 1973/1974 s/d 1977/78
1111
GRAFIK XX – 1PERBANDINGAN PENGHASILAN RATA-RATA PEGAWAI NEGERI SIPIL
ANTARA TAHUN ANGGARAN 1973/1974 DAN TAHUN ANGGARAN 1977/1978
1112
(Lanjutan Grafik XX – 1)
1113
TABEL XX – 5PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DARI TAHUN 1973/74 S/D 1977/78
1114
GRAFIK XX – 2PERBANDINGAN PENGHASILAN RATA-RATA PENSIUN
PEGAWAI NEGERI SIPILANTARA TAHUN 1973/74 DAN TAHUN 1977/78
1115
(Lanjutan Grafik XX – 2)
1116
a. Jabatan strukturil 17.676b. Jabatan non strukturil l5.623c. Jabatan bidang penelitian 626 Jumlah 23.925
Inventarisasi jabatan merupakan dasar bagi pembuatan uraian jabatan, penggolongan jabatan dan penilaian jabatan selanjutnya.
Mengenai pengadaan pegawai negeri sipil dapat dikemukakan bahwa sejak tahun 1973/74 telah dilakukan pengangkatan pegawai negeri sipil sejumlah 433.469 orang, dengan perincian sebagai berikut:a. penambahan pegawai pada Sekolah Dasar
Negeri berdasarkan Instruksi Presiden tentang bantuan pembangunan Sekolah Dasar sebanyak 245,740 orang;
b. penambahan tenaga dokterr dan paramedis berdasarkan Instruksi Presiden tentang bantuan pembangunan sarana kesehatan seba-nyak 12.841 orang;
c. pengangkatan pegawai baru untuk memenuhi kebutuhan Departemen/Lembaga sebagai pengganti yang berhenti dan meninggal dunia sebanyak 174.888 orang.Kemudian untuk dapat mealumjang pelaksanaan
penyeragaman sistim pembinaan pegawai negeri sipil berdasarkan sistim karier dan sistim prestasi kerja maka pada tahun 1974 telah diselenggarakan Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil. Dari hasil tersebut dapatlah diketahui bahwa komposisi kepangkatan pegawai tidak
begitu menggembirakan, dalam arti terlampau banyak golongan I dibandingkan dengan golongan II ke atas. Sebagai usaha untuk mengatasi hal ini maka sejak tahun 1974 Pemerintah mengambil langkah langkah untuk memperbaiki keadaan itu dengan cara:a. kebijaksanaan pengangkatan pegawai baru
dititik beratkan untuk memperoleh tenaga-tenaga ahli dan tenaga-tenaga kejuruan;
b. melakukan usaha-usaha agar pegawai negeri sipil dapat memperoleh kenaikan pangkat tepat pada waktunya.
1117
Di bidang kenaikan pangkat berbagai usaha telah dilakukan oleh Pemerintah dan sebagai hasil usaha itu, maka pegawai .negeri sipil yang mengalami kenaikan pangkat tiap tahun makin bertambah, yaitu:
a. tahun 1973/74 54.866 orang
b. tahun 1974/75 57.414 orang
c. tahun 1975/76125.659 orang
d. tahun 1976/77159.860 orang
e. tahun 1977/78106.540 orang(s/d Pebruari)
J u m l a h 504.339 orangDengan adanya kebijaksanaai di bidang
pengangkatan pegawai baru dan usaha-usaha untuk memperlancar kenaikan pengkat, maka komposisi kepangkatan pegawai negeri sipil mengalami perubahan sebagai tersebut dalam tabel XX - 6.
TABEL XX - 6
KOMPOSISI KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Golongan Menurut keadaanApril 1974 April
1977IV 0,38 % 0,41 %III 4,25 % 5,08 %
1118
II 42,50 % 48,63
%I 47,17 % 41,0 % Non PGPS 5,70 % 4,86 %
J u m l a h 100,00 % 100,00Mengenal tata usaha kepegawaian dapat
dikemukakan bahwa dalam rangka mendapatkan data kepegawaian yang lengkap dan da-pat dipercaya untuk digunakan sebagai landasan bagi pembinaan dan
GRAFIK XX-3KOMPOSISI KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
KEADAAN APRIL 1974 & APRIL 1977
1119
penyusunan tata usaha kepegawaian yang tertib dan teratur, maka dalam tahun 1974 telah diadakan Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui jumlah dan komposisi pegawai negeri sipil menurut jenis kelamin, kepangkatan, pendidikan, masa kerja, umur, kedudukan/jabatan, status, lokasi, kelu-arga, perkawinan, agama dan perbantuan. Dengan adanya hasil Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil tersebut, maka telah diperoleh data kepegawaian yang tepat, lengkap dan dapat dipercaya yang merupakan dasar bagi penetapan kebijaksanaan pembinaan pegawai negeri sipil. Dengan adanya data kepegawaian yang baik dan lengkap maka penyelesaian urusan kenaikan pangkat, urusan kenaikan gaji, urusan pensiun, urusan mutasi pegawai, dan lain-lainnya dapat diselesaikan dengan lebih lancar. Dengan demikian akan semakin terjamin ketenangan dan kegairahan bekerja pegawai negeri dan pada gilirannya akan mendorong pegawai negeri untuk bekerja dengan lebih produktif, tertib dan teratur sehingga tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan lebih lancar.
Sejak pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil setiap mutasi kepegawaian yang mengakibatkan perubahan data kepegawaian dicatat dengan teliti. Pencatatan jumlah pagawai negeri sipil pusat dan pegawai negeri sipil daerah memberikan gambaran sebagaimana terlihat dalam tabel XX - 7 .
Data kepegawaian yang disusun dengan tertib dan teratur dan dipelihara secara terus-menerus. merupakan syarat mutlak dalam melaksanakan pembinaan pegawai negeri sipil berdasarkan sistim karier dan sistem prestasi kerja. Oleh karena itu pemeliharaan dan pengembangan tata usaha kepegawaian secara terus-menerus perlu ditingkatkan.
Selanjutnya agar aparatur pemerintah diisi oleh tenaga-tenaga ahli dan mampu menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya maka penngkatan kemampuan dan ketrampilan pegawai negeri dilakukan melalui
program-program pendidikan dan latihan, baik, yang bersifat sebelum memegang jabatan (pre service) maupun dalam jabatan (in service). Untuk lebih teratur dan terarahnya pelaksanaan pendidikan dan latihan pegawai negeri maka tugas dan tanggung jawab atas
1120
TABEL XX – 7KOMPOSISI PEGAWAI NEGERI SIPIL
1121
Keadaan pada1 Maret 1974
Keadaan pada31 Maret 1977g. Menurut status
kepega-waian 1.238.510 1.213.013
orangcalon pegawai negeri 288.288 418.877sipiltidak jelas status 11 36.207
h.gawaiannyaMenurut lokasiSumatera 259.674 290.929Jawa 965.884 1,038.206Kalimantan 64.068 75.812Sulawesi 128.735 165.905Nusatenggara, Maluku 106.479 95.354dan Irian Jayaluar negeri dan yang 1.969 1,891dak jelas
pembinaan pendidikan dan latihan pegawai negeri diberikan kepada LAN. Di antara program-program itu yang terutama ialah program pendidikan dan latihan pegawai senior pada Sekolah Staf dan Pimpin-an Administrasi (SESPA), baik yang diselenggarakan secara interdepartemental maupun oleh departemen masing-masing.
Kemudian untuk pembinaan aparatur yang bersih dan berwibawa sebagai alat dan sarana penting dalam proses pembangunan,maka Pemerintah telah menempuh berbagai kebijaksanaan dan upaya untuk meningkatkan jiwa korsa, disiplin dan etika kepegawaian dan lain-lain yang akan, lebih mempertinggi efisiensi dan efektivitas kerja.
Pejabat dan pegawai negeri adalah pelayan masyarakat, bukan sebaliknya masyarakat harus melayani mereka. Oleh karena itu di-usahakan pejabat atau pegawai negeri tidak melakukan komersiali-sasi jabatan atau tugasnya. Dalam rangka
1122
inilah maka Pemerintah sejak tahun 1974 antara lain teliah mengadakan pembatasan kegiatan pegawai negeri termasuk pegawai perusahaan milik negara, dalam kegiatan usaha swasta yang dimuat dalam Peraturan Pemerin-
tah No. 6 tahun 1974 dan Keputusan Presiden . No. 10 tahun 1974. Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai negeri dituntut untuk tidak boleh mempunyai pertentangan kepentingan yang dapat merugikan kepentingan negara, sebagai akibat adanya kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pegawai negeri. Kecuali itu perlu dilaksanakan suatu pola hidup sederhana.
Langkah-langkah lain yang telah diambil dalam rangka itu adalah bahwa masingymasing Menteri dan Pimpinan Lembaga Non Departemen diharuskan mengadakan penilaian atas kemampuan, keca-kapan dan hasil karya para pejabat di lingkungaanya masing-masing. Hasil penelitian dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkah-langkah penertiban lebih lanjut. Kemudian tiap pejabat negara/pegawai negeri diwajibkan untuk mengisi Daftar kekayaan Pribadi yang pelaksanaannya ditetapkan pada bulan Agustus tiap tahun. Demikian pula tiap pejabat negara/pegawai negeri diwajibkan untuk menyampaikan lapdran tentang pembayaran pajak-pajak pribadi. Dalam rangka pendayagunaan aparatur negara dan kesederhanaan hidup telah pula ditetapkan larangan judi bagi pegawai negeri dengan Instruksi Presiden No. 13 tahun 1971.
Sebagai tindakan represif selama ini telah banyak pegawai negeri, yang terkena tindakan disiplin, baik dipindah-tugaskan, diberhentikan dengan hormat, diberhentikan dengan tidak hormat karena, dijatuhkannya keputusan Peradilan atas tindak padana yang mereka lakukan. Selama ini Pemerintah juga telah menindak mereka yang penyalahgunakan keuangan negara dengan melawan hukum. Selama repelita II ini fihak Kejaksaan telah menangani 1.704 perkara korupsi, dan dari jumlah
ini 996 telah diselesaikan oleh Pengadilan termasuk perkara Kepala Dolog di Kalimantan Timur.
Usaha-usaha pembinaan tersebut ditujukan agar segenap perhati-an dan kemampuan pejabat negara/pegawai negeri benar-benar dicurahkan pada pelaksanaan tugas-tugasnya masing-masing serta tidak menimbulkan pandangan atau perkiraan yang mengurangi kewibawaan tindakan-tindakan aparatur pemerintah. 1123
D. SISTIM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAN PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA
1. PendahuluanBekerja atas dasar kemampuan keuangan yang
dapat dimobilisir dan melakukan kegiatan-kegiatan
adalah prinsip yang dianut oleh Pemerintah sejak tahun 1967. Dengan demikian sejak tahun 1969/70 diusahakan penyusunan dan pelaksanaan anggaran berimbang. Anggaran pendapatan dan belanja negara merupakan pula rencana tahunan dari pada rencana pembangunan lima tahun. Anggaran pembangunan dalam APBN diusahakan untuk mencerminkan pola-pola kebijaksanaan, prioritas-prioritas dan program-program dari pada rencana pembangunan untuk tahun-tahun bersangkutan. Dalam sitim anggaran klasifikasi penyediaan biaya pembangunan dilakukan secara fungsionil menurut program-program yang akan dilakukan. Dengan demikian anggaran pembangunan berorientasi dan diarahkan kepada pelaksanaan program-program yang masing-masing diperinci lagi dalam penyediaan biaya untuk tiap proyek. Dengan sistim anggaran demikian Pemerintah berusaha memperkembangkannya kearah apa yang disebut "performance budgeting".
Dalam perkembangan selanjutnya Pemerintah dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara berpegangan pada 4 prinsip, ialah:a.anggaran berimbang yang dinamis;b.dana-dana pembangunan dari dalam negeri harus makin besar;
c. penentuan prioritas-prioritas yang tepat;d. bekerja berdasarkan program yang terpadu.
Dengan mempertahankan prinsip anggaran berimbang yang dinamis mnaka Pemerintah mengusahakan terciptanya stabilitas yang dimanis yang merupakan prasyarat untuk mendorong pertumbuhan konomi yang cukup tinggi sebagai sarana peningkatan kesejahtera-an lahir batin dari rakyat banyak menuju terwujudnya keadilan sosial.1124
Kebijaksanaan anggaran negara tidak hanya ditujukan untuk menciptakan anggaran yang berimbang semata-mata, melainkan harus pula diusahakan agar berimbang pada tingkat yang selalu naik. Kecuali itu anggaran negara juga harus mampu menciptakan peningkatan dana-dana pembangunan dari dalam negeri. Pelaksanaan kebijaksanaan tersebut tedah mencapai sasaran, yang ternyata dari selalu naiknya dana dana pembangunan dari dalam negeri sendiri dari tahun ke tahun berupa tabungan pemerintah.
Namun demikian dana-dana pembangunan masih merupakan suatu keterbatasan yang perlu diperhatikan. Karena itu Pemerintah tetap. bekerja bercdasarkan prioritas dengan mendahulukan apa yang harus didahulukan dan menunda apa yang dapat ditunda. Tanpa penentuan prioritas yang baik dan dengan hanya membagi anggaran ke semua arah tidak akan dapat dihasilkan sesuatu yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi.
Sebagai kelanjutan dari keharusan menentukan prioritas maka Pemerintah bekerja atas dasar program nasional dan bukan program departemen semata-mata. Hal ini semakin penting artinya sebab dalam gerak pembangunan yang makin saling berkait maka kerja sama antara departemen/lembaga bertambah penting bagi berhasilnya seluruh rencana pembangunan.
Memenuhi ketentuan UUD dilakukan pembahasan bersama antara DPR dan Pemerintah mengenai RAPBN, dan pada umumnya satu bulan sebelum 1 April, pembahasan RAPBN tersebut dapat di-selesaikan sampai menjadi undang-undang.
Di samping usaha-usaha penyempurnaan dalam
1125
penyusunan anggaran maka secara terus menerus diusahakan peningkatan kemampuan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pemba-ngunan. Demikian pula telah diadakan perubahan-perubahan dalam tatacara penyelenggaraan penyediaan anggaran. Tujuan penyempurna-an ini adalah supaya penyediaan biaya menjadi lebih terarah, wajar, tidak menghambat, tetapi tidak pula memberikan peluang bagi kebo-oran-kebocoran.
Untuk dapat menilai pelaksanaan proyek telah disempurnakan sistim pengendalian yang memungkinkan identifikasi bagi tindakantindakan korektif secepatnya serta penyempurnaan perencanaan berikutnya. Sistem pengendalian yang diusahakan perbaikannya itu mengakut-sertakan Pemerintah Daerah dalam pelaporan sebagai cross-check.
Penyempurnaan secara terus menerus diusahakan pula di bidang pengawasan keuangan negara, dengan penanggulangan secara mendasar terhadap kebocoran-kebocoran serta inefisiensi. Pengawasan yang lebih baik diharapkan dapat lebih dimantapkan dengan penciptaan iklim pengawasan yang baik, dengan koordinasi aparatur pengawasan di bawah pimpinan Wakil Presiden, dengan peningkat-an mutu inspeksi, dengan pengaturan tindak lanjut pengawasan, dengan pemberian wewenang kepada inspektur jenderal pada departemen untuk melakukan tindakan korektif, di lapangan atas nama menteri, serta dengan penyempurnaan-penyempurnaan lainnya.
2. Penyusunan anggaran pembangunanSetiap tahun sebelum RAPBN diajukan untuk
dibahas oleh DPR rancangan anggaran pembangunan disusun dan ditetapkan berdasarkan perkiraan tentang besarnya dana pembangunan, khususnya tabungan pemerintah dan dana bantuan luar negeri. Guna menjamin kontinuitas kegiatan pelaksanaan proyek-proyek, maka sejak tahun kedua Repelita I sistim viremen, yaitu sistim yang memungkinkan peng-gunaan sisa anggaran pembangunan pada tahun-tahun yang lalu da-lam tahun anggaran yang sedang berjalan, tetap dilaksanakan.
Perumusan proyek proyek diusahakan secara terus merus lebih baik dan lebih terarah. Penyempurnaan itu dilakukan dengan per-baikan formulir Daftar Isian Proyek (DIP) serta tatacara
1126
pengisiannya Demikian pula dalam perencanaan anggaran rutin, yang mulai tahun 1973/74 dilakukan melalui pengajuan Daftar Usulan Kegiatan (DUK) dan kemudian secara kongkrit dituangkan dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK). Sejak tahun pertama Repelita II pembagian ang-garan pembangunan dalam 3 bidang, yaitu Bidang Umum, Bidang Sosial dan Bidang Ekonomi, telah ditiadakan, akan tetapi alokasi pengeluaran diperluas menjadi 17 sektor dibandingkan dengan 1 sektor selama Repelita I. Ke 17 sektor tersebut ialah Sektor Pertan-
an dan Pengairan; Sektor Industri dan Pertambangan; Sektor Tena-ga Listrik; Sektor Perhubungan dan Pariwisata; Sektor Perdagangan dan Koperasi; Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Sektor Pembangunan Regional dan Daerah; Sektor Agama dan Kepercayaan Ter-hadap Tuhan Yang Mahaesa; Sektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional dan Pembinaan Generasi Muda; Sektor Kesehatan, Keluarga Berencana dan Kesejahteraan Sosial; Sektor Perumahan Rakyat dan Penyediaan Air Minum; Sektor Tertib Hukum dan Pembinaan Hu-kum; Sektor Percananan dan Keamanan Nasional; Sektor Penerangan dan Komunikasi; Sektor Pengembangan Ilmu, Teknologi, Penelitian dan Statistik; Sektor Aparatur Negara; dan Sektor Penyertaan Modal Pemerintah.
Perubahan tersebut disesuaikan dengan prioritas-prioritas serta pola-pala kebijaksanaan sebagaimana telah digariskan untuk masa Repelita II. Susunan anggaran dalam APBN diperinci dalam susunan sektor, sub-sektor, program dan proyek, dan kemudian dalam masing-masing anggaran (departemen/lembaga). Dengan susunan seper-ti itu maka hubungan secara matriks antara susunan sektor (horisontal) dan susunan menurut bagian atau departemen/lembaga (vertikal) terlihat jelas.
Seperti diuraikan terdahulu sejak tahun anggaran 1974/75 dalam APBN susunan anggaran meliputi 17 sektor dan 27 bagian; diantaranya terdapat bagian anggaran yang karena sifatnya dimasukkan dalam Bagian Pembiayaan dan Perhitungan. Dalam bagian ini terdapat sejumlah anggaran pembiayaan melalui perbankan, pembiayaan untuk penyertaan modal pemerintah dalam badan-badan usaha negara, pembangunan di Irian Jaya dan Timor Timur, berbagai bantuan kepada daerah dan lain sebagainya.
Penyusunan rencana proyek tetap dituangkan dalam Daftar Isian proyek (DIP) yang petunjuk-petunjuk pengisiannya dimuat dalam Lampiran Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan APBN. DIP yang dimaksudkan sebagai program kerja untuk mencapai sasaran tertentu dalam jangka waktu setahun memuat aspek kegiatan fisik yang harus dilakukan serta kebutuhan biaya dari suatu proyek. For- 1127
mulir DIP telah mengalami penyempurnaan-penyempurnaan untuk keluwesan dalam pelaksanaan dengan tidak melepaskan pengarahan tercapainya tujuan. Tiap tahun diberikan suatu pedoman pengisian DIP yang selalu disempurnakan kepada pejabat-pejabat yang bersangkutan. Demikian pula disempurnakan pedoman penilaian DIP untuk dipergunakan para pejabat Direktorat Jenderal Anggaran dan Bappenas yang berkepentingan.
Dalam hal revisi DIP telah lebih banyak diberikan pelimpahan wewenang untuk perubahan/penggeseran hal-hal tertentu yang tidak rnerubah kwalitas dan kwantitas fisik maupun jumlah pembiayaan keseluruhan. Demikian pula ketentuan pemrosesan revisi diusahakan sedemikian sehingga dapat dilakukan secara lebih cepat.
Selanjutnya dengan maksud mendorong peningkatan kapasitas absorbsi anggaran dari pada aparatur pelaksana proyek-proyek pembangunan maka mulai tahun anggaran 1977/78 diadakan ketentuan tentang pembataaan masa berlakunya Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP). Departemen/lembaga bersangkutan dapat menggunakan SIAP dalam tahun anggaran benikutfnya hingga selambat-lambatnya 3 tahun anggaran berturut-turut.
Penyusunan anggaran rutin sejak tahun 1973/74 telah disesuaikan sistematiknya dengan penyusunan anggaran pembangunan. Pengusulan anggaran rutin mulai tahun anggaran tersebut dilakukan melalui pengajuan Daftar Usulan Kegiatan (DUK) yang kemudian setelah kongkrit dan disetujui dicantumkan dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK). Diusahakan agar supaya hubungan antara anggaran rutin dan anggaran pembangunan dapat lebih serasi dan konsisten.
Penyerasian diusahakan pula dalam penyusunan anggaran untuk proyek-proyek yang memperoleh bantuan proyek/bantuan teknik. Diusahakan agar terdapat hubungan yang lebih jelas antara
pembiayaan rupiah dari anggaran pembangunan dengan pembiayaan yang berasal dari bantun proyek/bantuan teknik.
Perumusan program-program dan proyek-proyek diusahakan sejauh mungkin dengan penyertaan survey dan feasibility study sebagai langkah-langkah pendahuluan. Untuk meningkatkan kemampuan da-
1128
lam persiapan program maupun proyek telah dilakukan berbagai penataran dalam perencanaan maupun analisa proyek, seperti penyelenggaraan Program Perencanaan Nasional (PPN) yang memberikan kursus mengenai prinsip-prinsip dan teknik-teknik perencanaan serta kursus-kursus lain yang diselenggarakan oleh berbagai departemen dan lembaga.
Penyerasian hubungan institusionil. antara Direktorat Jenderal Anggaran dan Bappenas maupun dengan lembaga-lembaga pemerin-tahah lain selalu ditingkatkan. Hubungan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terdapat kesesuaian jadwal waktu dalam penyusunan RAPBN, keseragaman dalam pengolahan DIP, kerjasama dalam pengelolaan pelaksanaan anggaran dan lain sebagainya.
Usaha penyempurnaan penyusunan anggaran pembangunan juga disertai. dengan usaha penyempurnaan administrasi keuangan daerah, terutama dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang didasarkan pada PP No. 48 tahun 1973 tentang Pedoman, Penyelenggaraan Keuangan Daerah. Untuk menyerasikan penyusunan anggaran pembangunan dengan APBD maka sejak tahun anggaran 1974/75 telah dilakukan penyempurnaan di mana biaya ban-tuan pembangunan daerah tingkat I dan tingkat II yang disediakan dalam Bagian XVI APBN dimasukkan dalam APBD. Dengan demikian dalam pelaksanaan bantuan pembangunan kepada daerah digunakan prinsip saling mengisi antara sumber-sumber keuangan negara dan sumber-sumber pendapatan daerah.
3. Prosedur pelaksanaan anggaran pembangunanPelaksanaan Repelita I, maupun Repelita. 11
setiap tahun diterjemahkan dalam rencana operasionil yang dituangkan dalom APBN disertai
1129
dengan pedoman pelaksanaannya. APBN disahkan oleh DPR. dalam bentuk undang-undang, sedangkan pedoman pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Presiden. Undang-undang serta Keppres dimaksud selama tahun 1972/73 sampai dengan tahun 1977/78 adalah sebagai berikut
Tahun anggaran UU tentang APBN
Keputusan Presiden
tentang Pedoman Pelak-sanaan Anggaran
1972/73
UU No. 1/1972 No. 28/19721973/7
4UU No. 3/1973 No. 11/1973
1974/75
UU No. 2/1974 No. 17/19741975/7
6UU No. 1/1975 No. 7/1975
1976/77
UU No. 1/1976 No. 14/19761977/7
8UU No. 1/1977 No. 12/1977
Setiap tahun diadakan penyempurnaan prosedur pelaksanaan tersebut, walaupun pada dasarnya polanya tetap sama. Penyempurnaa-penyempurnaan ditujukan untuk memperlancar pelaksanaan penyedia-an anggaran pembangunan tanpa mengabaikan unsur-unsur pengawasan. Seperti telah dikemukakan usaha penyempurnaan meliputi penyempurnaan formulir DIP, pelimpahan wewenang dalam revisi DIP, pembatasan waktu berlakunya SIAP, adanya fleksibilitas dalam penggunaan biaya untuk jenis-jenis pengeluaran tertentu di dalam sesuatu kegiatan proyek, dan sebagainya.
Salain itu telah pula diadakan perubahan dalarn batas beban tetap dan beban sementara. Batas Uang Untuk Di-Pertanggungjawabkan (UUDP) pada tahun 1973/74 dinaikkan dari Rp. 100.000,- menjadi Rp. 200.000,—, kemudian pada tahun 1974/75 menjadi sebesar Rp. 500.000,— dan pada tahun 1975/76 menjadi Rp. 2.000.000, —, sedangkan batas lelang (pelaksanaan pekerjaan oleh pihak ketiga/ pembelian barang dari leveransir yang harus dilakukan melalui pele-langan) pada tahun anggaran 1974/75 dinaikkan dari jumlah Rp. 1.000.000,— menjadi
sebesar Rp. 2.000.000,— yang kemudian pada tahun anggaran 1975/76 dinaikkan lagi menjadi sebesar Rp. 5.000.000,—. Sehubungan dengan pelaksanaan pembelian/pem-
1130
borongan tersebut telah ditentukan pengutamaan kontraktor/leveransir lokal serta pengutamaan hasil produksi dalam negeri. Lain daripada itu berdasarkan keputusan menteri/ketua lembaga yang bersangkutan pekerjaan lanjutan dengan persyaratan tertentu dapat dikerjakan oleh kontraktor yang sama.
Formulir-formulir Surat Keputusan Otorisasi (SKO) dan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) juga mengalami penyempurnaan-penyempurnaan. Sejak tahun 1976/77 bentuk dan isi SKO telah mengalami penyederhanaan, yaitu hanya terdiri dari satu lembar. Kemudian daripada itu sejak empat tahun terakhir ini departemen/ lembaga diperkenankan untuk menerbitkan SKO bagi setiap proyek yang telah disahkan baik untuk masa satu semester maupun sekaligus untuk satu tahun anggaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi beban administrasi yang berlebihan.
Guna melancarkan pembiayaan pembangunan maka mulai tahun anggaran 1976/77 telah diperbanyak Kantor Bendahara Negara (KBN) yang semula berjumlah 67 menjadi 68 Kantor Perbendaharaan Negara (KPN) dan 86 Kantor Kas Negara (KKN). Demikian pula, pembentukan 11 kantor wilayah Direktorat Jenderal Anggaran (Kanwil DJA) di kota-kota besar, dimaksudkan untuk memperlancar proses pembiayaan. Dengan adanya Kanwil DlA di berbagai wilayah maka masalah pembiayaan di wilayah bersangkutan yang semula harus diselesaikan di pusat, sekarang sebagian dapat diselesaikan di Kanwil DJA yang bersangkutan. Demikian pula penyempurnaan ketentuan pembayaran telah dilakukan, di antaranya dengan dimungkinkannya pembayaran oleh KPN di tempat lain dalam hal pembelian barang atau pemenuhan
kebutuhan proyek yang tidak dapat dilakukan di wilayah pelaksanaan proyek, pengajuan SPP untuk keperluan 3 bulan, penyediaan kas di daerah dalam waktu yang tepat dan disesuaikan dengan kebutuhan atau daya serap anggaran di daerah bersangkutan, dan lain sebagainya.
Khusus untuk proyek-proyek yang memperoleh bantuan luar negeri dari anggaran pembangunan berlaku ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Keppres No. 28 tahun 1972 serta keputusan Menteri Keuangan No. Kep. 703/MK/I/1971, sedangkan untuk proyek-proyek
1131
yang mendapat bantuan dari luar negeri bukan dari anggaran pembangunan berlaku ketentuan menurut keputusan Menteri Keuangan No. Kep. 85/MK/I/3/1973. Di samping itu disempurnakan pula berbagai pedoman serta pengaturan penggunaan dana penyertaan modal pememintah pada perusahaan milik negara dan badan-badan lainnya serta dana kredit jangka menengah dan jangka panjang kepada proyek/usaha pembangunan yang telah dan atau akan menjadi perusahaan.
Usaha-usaha telah dilaksanakan pula dalam pemberian bantuan kepada daerah baik dalam bentuk perluasan program-program bantuan, peningkatan penyediaan dana maupun penyempurnaan pedoman-pedoman pelaksanaannya. Program bantuan ini lebih dikenal dengan istilah Program Inpres.
Melalui Program Inpres ini daerah-daerah telah dirangsang untuk mempercepat laju pertumbuhan serta perkembangan di berbagai bidang Pembangunan, baik ekonomi maupun sosial daerahnya masing-masing.
Prograrn-program bantuan kepada daerah ialah:a. Program Bantuan Pembangunan Desa yang
dimulai sejak tahun 1969/70, dengan jumlah yang berangsur-angsur meningkat dari Rp. 100:000,
untuk setiap desa setiap tahun menjadi
Rp. 350.000,- pada waktu ini.b. Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat
II yang dimulai sejak tahun 1970/71 dengan jumlah yang meningkat dari Rp. 50,— per kapita dan yang sekarang sudah menjadi Rp. 450,—per kapita dengan jumlah minimum sebesar Rp. 40.000.000, — untuk satu kabupaten/kotamadya.
c. Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I sebagai sumbangan Pemerintah pengganti Alokasi Devisa Otomatis (ADO) yang dimulai tahun 1973/74 serta pengganti pungutan Cess yang dimulai tahun 1976/77 dengan jumlah minimum untuk setiap daerah tingkat I yang meningkat dari Rp. 500.000.000,— menjadi Rp. 1.000.000.000, setahun pada waktu ini.
d. Program Bantuan untuk Pembangunan Sekolah Dasar kepada daerah tingkat II yang dimulai pada tahun terakhir Repelita I
1132
dengan jumlah yang meningkat dari minimum Rp. 2.500.000,menjadi Rp. 4.500.000,- ditambah dengan Rp. 3.5.000,- untuk pembiayaan penyediaan sumber air bersih serta bantuan rehabilitasi gedung sekolah dasar sebesar Rp. 800.000,- untuk setiap daerah tingkat II tiap tahun,
e. Program Bantuan Sarana Kesehatan kepada daerah tingkat II yang dimulai pada tahun 1974/75 dengan jumlah yang meningkat dari minimum Rp. 5.000.000,- menjadi Rp. 6.000.000,- hingga dewasa ini untuk setiap daerah tingkat II tiap tahun.
f. Program Bantuan Penghijauan dan Reboisasi kepada daerah tingkat I dan tingkat II yang dimulai pada tahun anggaran 1976/77 dengan jumlah bantuan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Partanian, Menteri Keuangan dan Menteri Negara EKUIN/Ketua Bappenas untuk setiap daerah tingkat I dan II tiap tahun.
g. Program Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar kepada daerah tingkat 11 dan Daerah Tingkat I DKI Jakarta Raya yang dimulai pada tahun anggaran 1976/77 dengan jumlah bantuan yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Negara EKUIN/ Ketua Bappenas dengan jangka waktu pinjaman 10 tahun termasuk tenggang waktu 2 tahun tanpa dikenakan bunga.
Di samping program-program bantuan di atas terdapat pula pro-gram-program bantuan pembuatan lapangan udara, bantuan pembangunan kembali akibat bencana alam, dan beberapa-bantuan lain.
4. Pengendalian pelaksanaan proyekDalam tiap Keppres mengenai pedoman
pelaksanaan APBN terdapat ketentuan bahwa tahun anggaran berlaku dari tanggal 1 April tahun bersangkutan sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. Ketentuan tersebut menjadi pedoman bagi pimpinan proyek dalamm pelak- sanaan proyek untuk selalu menyesuaikan dengan tahap-tahap kegiatan serta tahap-tahap pembiayaan sebagaimana telah direncanakan dalam DIP proyek bersangkutan. Namun tidak jarang terjadi bahwa dalam pelaksanaan timbul hal-hal yang semula tidak diduga yang menghambat kelancaran.
1133
Untuk mengikuti dan menilai apakah penyelenggaraan kegiatan proyek sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan/atau peraturan-peraturan yangg telah ditetapkan, maka diadakan sistim pengendalian yang memungkinkan identifikasi bagi tindakan-tindakan korektif secepatnya serta penyempurnaan perencanaan berikutnya. Dalam kegiatan usaha pengendalian program dan proyek pembangunan terdapat kegiatan pelaporan yang memberikan informasi dan data faktuil tentang status perkembangannya.
Ketentuan-ketentuan yang berlaku secara nasional mengenai pe-ngendalian proyek-proyek pembangunan yang dibiayai oleh APBN melalui prosedur DIP sampai tahun 1976/77 adalah sebagaimana di-atur dalam surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara EKUIN/Ketua Bappenas tanggal 25 Juni 1971, yaitu adanya kewajiban bagi pimpinan proyek untuk mengajukan laporan triwulanan kepada menteri/ketua lembaga bersangkutan, Menteri Keuangan, Menteri Negara EKUIN/Ketua Bappenas, Gubernur/Kepala Daerah bersangkutan dan Sekdalopbang. Untuk keperluan pelaporan ini Depertemen Keuangan bersama Bappenas telah menetapkan suatu formulir laporan kemajuan pelaksanaan yang harus diisi oleh pimpinan proyek masing-masing. Yang terpenting dalam laporan itu ialah dimuatnya realisasi jenis pengeluaran yang telah dilakukan dalam triwulan bersangkutan serta uraian mengenai pokok-pokok kegiatan dengan berpedoman pada perincian pokok-pokok kegiatan, dan sasaran yang telah ditetapkan dalam DIP proyek bersangkutan.
Semua laporan yang diterima kemudian dituangkan dalam formulir khusus untuk diolah
selanjutnya, baik secara mingguan maupun bulanan. Hasal pengolahan itu kemudian dikirim kepada pejabat-pe-jabat yang berwenang untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.Di samping itu terdapat pula berbagai pelaporan, antara lain:a. pengajuan laporan keuangan secara bulanan oleh
bendaharawan proyek kepada KPN dalam bentuk Surat Pertanggungan Jawab (SPJ) yang merupakan syarat bagi dapat dikeluarkannya Surat Perintah Membayar (SPM) berikutnya,
b. pengajuan laporan mingguan dan bulanan oleh KPN kepada Departemen Keuangan tentang pengeluaran-pengeluaran pada tingkat
1134
proyek; laporan-laporan tersebut diolah serta disusun menurut pengeluaran per departemen/lembaga dan menurut provinsi/daerah tingkat I,
c. pengajuan laporan proyek atau program tertentu seperti proyek yang menerima bantuan luar negeri, proyek atau program yang memerlukan perhatian khusus seperti program Bulog, penyediaan pupuk dan sebagainya yang disampaikan secara harian atau mingguan tergantung dari urgensinya,
d. pelaporan yang sistimnya dikembangkan oleh departemen masingmasing dalarn usaha pengendalian proyek, atau program yang menjadi tanggung-jawabnya.
Dalam tahun 1975/76 antara Bappenas dengan departemen-departemen serta unsur-unsur regional telah ditelaah usaha perbaikan sistim pelaporan. Dari hasil penelaahan tersebut telah dapat dirumus-kan sistim pengendalian, proyek-proyek pembangunan yang lebih memenuhi keperluan. Sistim pengendalian proyek tersebut yang berlaku mulai tahun anggaran 1977/78 mempunyai unsur-unsur penyempurnaan sebagai berikut:a. bersifat seragam secara nasional dengan
menggunakan formulir pelaporan yang sama untuk segala macam proyek,
b. sederhana, antara lain dengan bentuk laporan yang terdiri dari hanya 2 halaman,
c. pelaporan dilakukan secara selektif atas proyek-proyek atau program-program yang mempunyai ruang lingkup nasional seperti pendidikan, keluarga berencana penghijauan, transmigrasi, tenaga listrik, peningkatan ekspor dan pilihan lainnya dengan kriteria seleksi tertentu,
d. sistim ini juga meanungkinkan penyempurnaan -
baik perencanaan maupun pelaksanaan secara bertahap,
e. lebih bersifat pemecahan masalah dan pelaksanaan tindak lanjut dari pemecahan masalah tersebut,
f. mengikutsertakan Pemerintah Daerah, khususnya Bappeda, dalam pelaporan sebagai cross-check.
1135
Dibanding dengan sistim yang terdahulu maka sistim pengenda-lian baru adalah lebih mudah, lebih berorientasi pada penyelesaian persoalan, lebih menitikberatkan pelaksanaan fisik dan fungsionil serta lebih ada kepastian untuk kegiatan tindak lanjut.
Dalam rangka peningkatan kemampuan pelaksanaan maka telah diselenggarakan kursus-kursus mengenai sistim monitoring/pengendalian proyek, baik di pusat maupun di daerah. Dewasa ini sedang di-kembangkan sistim klasifikasi untuk melengkapi sistim pengendalian proyek sebagai tatacara untuk memberi ciri terhadap masalah-masalah pelaksanaan agar memudahkan penganalisaan.
5. Pengawasan Keuangan NegaraPengawasan atas keuangan negara merupakan
salah satu di antara usaha-usaha penting yang dilakukan pemerintah secara terus menerus, Walaupun pada masa Repelita I telah diusahakan penyempurnaan pengawasan, namun masih ada saja masalah-masalah yang kurang menguntungkan bagi peningkatan pelaksanaan sesuai dengan peningkat-an APBN tahun demi tahun.
Berkenaan dengan itu maka pada tanggal 11 April 1973 kepada Wakil Presiden diberikan tugas untuk melaksanakan pengawasan pembangunan dengan bantuan Departemen-departemen, Sekdalopbang dan Sekretariat Negara. Wakil Presiden mengambil kebijaksanaan untuk memimpin forum koordinasi dan kerjasama pengawasan seluruh aparatur pengawasan pemerintah dan BEPEKA dengan tujuan mendayagunakan aparatur
pengawasan sebaik mungkin untuk tercapainya sasaran pengawasan secara tepat dan terarah tanpa mengurangi wewenang masing-masing aparatur pengawasan. Sejak tanggal 16 Januari 1974 secara berkala diadakan rapat koordinasi dan kerjasama Jenderal Pembangunan (Irjenbang), Direktur Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, wakil-wakil dari Kejaksaan Agung, BEPEKA, BAPPENAS, BAKIN, BKPM, BAKN, LAN, Sekdalopbang dan Sekretariat Menpan. Adapun hasil-hasil yang telah dicapai sampai pada dewasa ini ialah:a. telah dapat dituangkannya rumusan tentang
struktur organisasi, tugas, wewenang, tanggung jawab dan tatakerja Inspektorat
1136
Jenderal Departemen sesuai dengan ruang lingkup tugas departemen yang makin meningkat dalam Keppres 44 dan 45 1974;
b. pengisian tenaga pengawasan yang trampil dan tangguh secara bertahap sesuai dengan formasi struktur organisasi departemen yang dibarengi dengan penataran dan kursus-kursus oleh Direk-torat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) dan masing-masing inspektorat jenderal departemen;
c. sinkronisasi pelaksanaan rencana kerja antara DJPKN dengan inspektorat jenderal departemen yang dapat menghindari adanya pemeriksaan yang berulang mengenai obyek, sasaran dan periode pemeriksaan yang sama dalam saat yang bersamaan;
d. kesepakatan bersama antara inspektorat jenderal departemen dengan DJPKN mengenai keseragaman-keseragaman dalam sasaran pemeriksaan, cara pemeriksaan, cara pelaporan, bentuk laporan dan peristilahan yang dipergunakan dalam pemeriksaan sehingga hasil-hasil pemeriksaan saling mengisi dan melengkapi;
e. penyempurnaan dalam pelaporan pengawasan yang dipertalikan dengan pelaporan dalam sistim pengendalian proyek atau program pembangunan agar laporan dapat menggambarkan secara lengkap perkembangan pencapaian sasaran keuangan, fisik maupun fungsionilnya sehingga jangkauan pengawasan akan lebih luas melalui pengujian dan penilaian.
f. peningkatan status dan kemampuan inspektorat wilayah daerah baik sebagai perangkat swatantra, dekonsentrasi maupun sertatantra.
Kemajuati-kemajuan lain telah cukup banyak yang diperoleh meskipun masih terdapat berbagai masalah yang memerlukan perhatian khusus, seperti masalah penindakan terhadap perbuatan-perbuatan tercela yang memerlukan penyempurnaan pedomannya, masalah pengelolaan perlengkapan dan standarisasi harga, masalah perubahan dari tahap proyek menjadi tahap pemeliharaan, masalah SIAP, masalah pengawasan terhadap Perum dan Persero, dan lain sebagainya.
Mengenai tindak lanjut pengawasan maka agar pengawasan dapat dinilai sebagai tuntas berdasarkan Instruksi Presiden No. 9 tahun 1977 tentang Operasi Tertib telah diberikan wewenang kepada in- 1137
spektorat jenderal departemen untuk melakukan tindakan korektif di lapangan atas nama menteri serta wewenang untuk langsung melaporkan kepada alat-alat penegak hukum bilamana ada tindak-tindak pidana. Dengan demikian inspektorat jenderal departemen akan lebih mantap dalam melaksanakan pengawasan, baik pengawasan terhadap tugas pokok departemen maupun tugas-tugas pembangunan.
Pemerintah tidak hanya meningkatkan pengawasan represif, melainkan juga pengawasan preventif dengan usaha mencegah timbulnya hambatan-hambatan dalam pelaksanaan. Pengisian DIP (dan DIK) secara benar serta pemeriksaannya yang teliti merupakan tindakan pengawasan preventif yang antara lain ditujukan untuk me-ngurangi kemungkinan kebocoran dalam pengelolaan keuangan negara. Juga usaha perbaikan administrasi anggaran dengan penyusunan perhitungan anggaran yang baik dan disampaikan tepat pada waktunya, dan pengaturan-pengaturan mengenai berbagai kewajiban pejabat-pejabat yang berkepentingan dengan pengurusan keuangan negara, adalah usaha-usaha pengawasan preventif.
Dalam rangka pengawasan secara represif dilakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan APBN dan APBD secara rutin dan secara khusus. Pemeriksaan secara rutin adalah pemeriksaan selama tahun anggaran berjalan, sedang pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan secara serentak pada akhir tahun anggaran.
Hasil-hasil pemeriksaan khusus yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, terhadap proyek-proyek Pelita dapat dilihat
pada Tabel XX - 8.Ditinjau dari segi penyimpangan-peanyimpangan
yang dihimpun dari semua laporan pengawasan ternyata bahwa penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak membahayakan arah pelaksanaan pembangunan. Meskipun demikian hal ini tetap akan menjadi perhatian agar gejala-gejala yang dapat membahayakan dapat dikendalikan.
Banyaknya laporan pemeriksaan khusus tersebut sejak tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1977 dapat dilihat pada Tabel XX - 9.
1138
TABEL XX - 8
HASIL-HASIL PEMERIKSAAN KHUSUS DJPKN TERHADAP PROYEK-PROYEK PELITA,
1973/74 - 1976/77
1139
TABEL XX – 9BANYAKNYA LAPORAN PEMERIKSAAN KHUSUS TERHADAP PROYEK PELITA, INPRES
DAN BADAN USAHA NEGARA,1972/73 s/d akhir 1977
1140