kusumadewirahayu.files.wordpress.com · web viewdi beberapa kotamadya pada permulaan abad ke – 20...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah perkembangan masyarakat sudah dimulai sebelum berkembangnya
ilmu pengetahuan modern. Hubungan antara kesehatan atau penyakit hewan
dengan manusia sebenarnya telah diketahui orang, tetapi baru disadari sepenuhnya
oleh para ahli setelah Perang Dunia II. Di Indonesia, Kesehatan Masyarakat
Veteriner telah dimulai sejak adanya Veterinary Hygiene di beberapa Kotamadya
pada permulaan abad ke – 20 yakni di Surabaya, Jakarta dan Semarang pada tahun
1911 dan di Bandung pada tahun 1917. Kesehatan Masyarakat Veteriner
merupakan segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan bahan – bahan
yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kesehatan manusia. Adapun fungsi dari kesehatan masyarakat veteriner antara lain
(a). melindungi konsumen dari bahaya yang dapat mengganggu kesehatan
manusia, misalnya kemungkinan adanya penularan penyakit yang diakibatkan
karena mengkonsumsi bahan makanan asal hewan, yang disebut dengan istilah
foodborne diseases (b). menjamin ketentraman batin masyarakat terhadap
kemungkinan adanya penularan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya
(zoonosis) (c). melindungi peternak terhadap penurunan nilai dan mutu bahan
makanan asal hewan yang diproduksinya.
Jaminan keamanan pangan atau bahan pangan telah menjadi tuntutan seiring
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Jaminan keamanan
pangan juga telah menjadi tuntutan dalam perdagangan nasional maupun
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 1
internasional. Jaminan keamanan pangan dapat diartikan sebagai jaminan bahwa
pangan atau bahan pangan tersebut bila dipersiapkan dan dikonsumsi secara benar
tidak akan membahayakan kesehatan manusia. Tanpa jaminan keamanan, pangan
atau bahan pangan akan sukar diperdagangkan, bahkan dapat ditolak. Oleh karena
itu, untuk menjamin kesetaraan dalam perdagangan global, diperlukan standar
yang dapat diterima oleh semua negara yang terlibat di dalamnya.
Indonesia telah mempunyai beberapa standar nasional yang berkaitan
dengan keamanan pangan asal ternak yang diharapkan dapat memberikan jaminan
keamanan produk pangan asal ternak, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI)
mengenai batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam
bahan makanan asal ternak (Badan Standarisasi Nasional, 2000). Selain itu, telah
ada berbagai kebijakan dan peraturan baik berupa undang-undang, peraturan
pemerintah, surat keputusan menteri serta perangkat lainnya. Peraturan
Pemerintah No 22 tahun 1982 tentang kesehatan masyarakat veteriner merupakan
salah satu perangkat dalam pelaksanaan Undang-Undang No 6 tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Dalam peraturan pemerintah tersebut dinyatakan pentingnya pengamanan bahan
pangan asal ternak serta pencegahan penularan penyakit zoonosis, serta perlunya
menjaga keamanan bahan pangan asal ternak dengan melindunginya dari
pencemaran dan kontaminasi serta kerusakan akibat penanganan yang kurang
higienis. Keamanan pangan juga merupakan bagian penting dalam Undang-
Undang Pangan No 7 tahun 1996. Di samping itu juga telah ada Undang-Undang
No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang dapat menjadi landasan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 2
hukum bagi pemberdayaan dan perlindungan konsumen dalam memperoleh
haknya atas pangan yang aman.
Produk peternakan seperti daging dan produk olahan asal daging, susu,
telur mempunyai nilai gizi yang tinggi. Karena kandungan gizi yang tinggi
tersebut, produk peternakan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan kuman, baik kuman yang menyebabkan kerusakan pada produk
peternakan maupun kuman yang menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia
yang mengonsumsi produk ternak tersebut. Kuman dapat terbawa sejak ternak
masih hidup atau masuk di sepanjang rantai pangan hingga ke piring konsumen.
Selain kuman, cemaran bahan berbahaya juga mungkin ditemukan dalam pangan
asal ternak, baik cemaran hayati seperti cacing, cemaran kimia seperti residu
antibiotik, maupun cemaran fisik seperti pecahan kaca dan tulang. Berbagai
cemaran tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang
mengonsumsinya (Gorris, 2005).
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang
lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan
harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur
berbagai makanan, tepung telur, obat, pengencer ramuan atau obat, pengencer
sperma dan lain sebagainya. Komposisi telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12
%, serta vitamin, dan mineral. Telur mempunyai pertahanan alamiah yang sangat
baik misalnya pertahanan fisik yang berupa kutikula, kerabang telur dan
selaputnya serta kekenyalan putih telur dan pertahanan kimiawi berupa faktor
antimikroba alamiah yaitu albumin. Kualitas telur ditentukan oleh : 1) kualitas
bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning telur, dan ada
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 3
tidaknya noda atau bintik darah pada putih atau kuning telur) dan 2) kualitas
bagian luar (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan
kulit telur). Nilai gizi telur akan menurun apabila terkontaminasi oleh
mikroorganisme. Kontaminasi ini dapat terjadi karena kontak dengan tanah,
tempat penyimpanan, tangan atau pada waktu masih berada dalam tubuh induk
ayam (Laily, 1979).
Sumber protein hewani lainnya yang tidak bisa diabaikan yaitu susu
karena susu mengandung semua zat-zat yang dibutuhkan tubuh dan zat
penyusunnya mempunyai perbandingan yang sempurna dan sangat mudah
dicerna. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, susu juga semakin
mudah dipalsukan misalnya dengan menambahkan air keran, santan, air tajin (air
bekas cucian beras) dan bahan-bahan lain yang dapat menurunkan kualitas susu.
Untuk menghindari adanya pemalsuan terhadap air susu maka perlu dilaksanakan
pengawasan terhadap perusahaan susu, perlengkapan serta pemeriksaan terhadap
keadaan dan susunan air susu di laboratorium (Mekir, 1992).
Selain telur dan susu, sumber protein yang lain adalah daging, yang mana
daging mempunyai susunan gizi yang lengkap dengan perbandingan yang
seimbang serta mempunyai daya cerna yang tinggi dan merupakan bahan yang
sehat dan dibutuhkan oleh tubuh manusia bagi pertumbuhan dan kesehatan (Arka,
1998). Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan
kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena kandungan gizinya
yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup terpenuhi (Soeparno,
1998). sumber makanan bagi mikoorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 4
perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain
itu pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan
perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut
tidak layak dikonsumsi (Siagian, 2002). Makanan yang dikonsumsi dapat menjadi
sumber penularan penyakit apabila telah tercemar mikroba dan tidak dikelola
secara higienes, makanan yang bepotensi tercemar adalah makanan mentah
terutama (Syam, 2004).
Secara umum distribusi bahan makanan asal hewan, terutama daging yang
beredar dalam masyarakat dimulai dari Rumah Pemotongan Hewan yang
berfungsi sebagai pintu gerbang penyediaan daging, sehingga hubungan antara
kualitas daging dan Rumah Pemotongan Hewan sebagai tempat awal produksi
daging sangat penting. Di tempat ini dilaksanakan pemeriksaan hasil
penyembelihan (Post- mortem) yang berupa karkas, daging dan organ-organ
tubuh. Bahan – bahan yang layak dikonsumsi untuk konsumen dapat dipasarkan
sedangkan bagian – bagian yang menyimpang, mengandung penyakit maupun
bagian yang tidak layak dikonsumsi akan diafkir dengan maksud untuk
melindungi konsumen. Pemeriksaan ante-post mortem adalah mata rantai
pemeriksaan kualitas daging sebelum beredarnya daging ke masyarakat. Oleh
karena itu tugas mengawasi kesehatan ternak potong dan daging di RPH
memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan masyarakat konsumen
(Arka, 1990).
Selain itu Rumah Pemotongan Hewan (RPH) juga menghasilkan produk
sampingan berupa limbah padat (daging afkiran dan feses) maupun limbah cair
(darah dan urine) yang merupakan sumber pencemaran bagi lingkungan, karena
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 5
banyak mengandung bahan-bahan organik dan anorganik yang baik untuk
perkembangan mikroorganisme. Sehingga pemeriksaan limbah RPH sangat
penting dilakukan sebab zat-zat maupun mikroorganisme berbahaya yang
terkandung dalam air limbah dapat mempengaruhi kualitas daging yang akan
dipasarkan, sehingga masyarakat yang mengkonsumsi daging tersebut akan dapat
menderita penyakit apabila penanganan limbah kurang bagus. Pada prinsipnya
semua pemeriksaan dilakukan secara subjektif dan obyektif. Hal ini sangat
penting guna meningkatan kesehatan masyarakat melalui pencegahan penularan
penyakit asal hewan kepada manusia ( food borne disease).
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui kualitas daging dan produk olahannya yang dijual
di Pasar Kreneng, Pasar Panjer, dan Pasar Renon secara subjektif dan
objektif.
1.2.2 Untuk meningkatkan pemahaman terhadap susunan dan kualitas air
susu serta membandingkan keadaan maupun susunan air susu yang
berkualitas baik dengan air susu yang sudah rusak atau yang
dipalsukan.
1.2.3 Untuk mengetahui kualitas telur yang dipasarkan di Pasar Kreneng,
Pasar Panjer, dan Pasar Renon secara subjektif dan objektif.
1.2.4 Untuk mengetahui sistem pengolahan, keadaan dan susunan limbah
yang dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran serta
untuk mengetahui kualitas apakah limbah tersebut berbahaya atau
tidak bagi lingkungan sekitar dan manusia.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 6
1.2.5 Untuk mengetahui cara pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem
serta untuk mengetahui status kesehatan ternak potong sebelum dan
sesudah pemotongan.
1.2.6 Untuk memenuhi tugas Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian
Kesehatan Masyarakat Veteriner Universitas Udayana
1.3 Manfaat
1.3.1 Mengetahui kualitas daging dan produk olahannya yang dijual di
Pasar Kreneng, Pasar Panjer, dan Pasar Renon secara subjektif dan
objektif.
1.3.2 Memahami susunan dan kualitas air susu serta membandingkan
keadaan maupun susunan air susu yang berkualitas baik dengan air
susu yang sudah rusak atau yang dipalsukan.
1.3.3 Mengetahui kualitas telur yang dipasarkan di Pasar Kreneng, Pasar
Panjer, dan Pasar Renon secara subjektif dan objektif.
1.3.4 Mengetahui sistem pengolahan, keadaan dan susunan limbah yang
dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran serta untuk
mengetahui kualitas apakah limbah tersebut berbahaya atau tidak bagi
lingkungan sekitar dan manusia.
1.3.5 Mengetahui cara pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem serta
untuk mengetahui status kesehatan ternak potong sebelum dan
sesudah pemotongan.
1.3.6 Terpemenuhinya tugas Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian
Kesehatan Masyarakat Veteriner Universitas Udayana.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 7
1.4 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dari tanggal 26 Oktober hingga 17
November 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dan Rumah Pemotongan
Hewan Mambal dan Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Soeparno (1992) daging didefenisikan sebagai semua jaringan
hewan dan semua hasil produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang
sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
mengkonsumsinya. Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1983, daging
adalah bagian-bagian dari hewan yang disembelih atau dibunuh dan lazim
dimakan manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada
pendinginan. Daging merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino essensial yang lengkap dan seimbang. Setiap 100 g
daging dapat memenuhi kebutuhan gizi orang dewasa tiap hari sekitar 10% kalori,
50% protein, 35% zat besi, dan 25-60% vitamin B kompleks. Komposisi kimia
daging terdiri dari air 56%, protein 22%, lemak 24%, dan substansi bukan protein
terlarut 3,5% yang meliputi karbohidrat, garam organik, subtansi nitrogen terlarut,
mineral, dan vitamin (Anonimous, 2010).
Kualitas daging dipengaruhi oleh penanganan ternak sebelum dan sesudah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan ternak meliputi genetik, spesies,
bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, dan pakan. Faktor setelah pemotongan
mencakup metode pelayuan, cara pemasakan, pH, bahan tambahan (enzim
pengempuk), lemak intramuskuler, cara penyimpanan dan pengawetan, serta jenis
otot dan lokasinya pada karkas. Kualitas daging meliputi warna, keempukan dan
tekstur, aroma (bau, rasa, dan jus daging), lemak intramuskuler, susut masak,
retensi cairan, dan pH.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 9
Warna pada daging merupakan kombinasi pengamatan panjang gelombang
dan radiasi cahaya yang memberikan hasil pengamatan warna seperti kuning,
hijau, biru, atau merah dengan intensitas cahaya dan refleksi. Pigmen merupakan
faktor terpenting dalam pembentukan warna daging. Pigmen tersebut adalah
Haemoglobin dan Myoglobin, namun 80-90 % seluruh pigmen daging ditentukan
oleh myoglobin. Banyaknya myoglobin sangat tergantung pada spesies, umur,
jenis kelamin, aktivitas fisik, dan pakan (Suardana & Swacita, 2008).
Warna pada daging dapat berubah akibat reaksi dari pigmen dengan
beberapa bahan. Dalam hal ini kemampuan pigmen daging untuk mengikat
molekul lain tergantung pada status kimiawi ion besi yang terdapat pada cincin
Heme. Fe dapat dalam bentuk reduksi atau oksidasi. Dalam bentuk fero, Fe dapat
bereaksi dengan gas seperti oksigen dan nitrit oksida.
Hewan yang baru disembelih mempunyai daging yang berwarna merah
keunguan. Setelah mendapatkan kontak dengan udara mengadung oksigen, daging
akan berubah warna menjadi merah cerah dikarenakan terjadinya oksigenasi
myoglobin menjadi oksimyoglobin (Omb). Namun sebaliknya jika jumlah
oksigen menurun, oksimyoglobin akan mengalami deoksigenasi dan kembali
menjadi myoglobin.
Bau pada daging dikarenakan adanya fraksi yang mudah menguap berupa
inosin-5-monofosfat (hasil konversi adenosine-5-trifosfat pada jaringan otot
hewan sewaktu hidup) yang mengandung hydrogen sulfide dan metal merkaptan.
Daging yang masih segar berbau seperti darah segar. Bau pada daging merah
yang mengalami pembusukan merupakan pengaruh campuran aktivitas enzim
lipolitik triasilgliserol, ketengikan oksidatif asam lemak tak jenuh, serta produk
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 10
degradasi protein yang terakumulasi dalam jaringan lemak (Suardana & Swacita,
2008). Ciri-ciri bau daging yang baik secara spesifik yaitu tidak ada bau
menyengat, tidak berbau amis, dan tidak berbau busuk. Bau daging bisa juga
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, suhu, cara penyimpanan, peralatan yang
digunakan, dan kemasan yang digunakan. Karena itu cara penanganan daging
harus memperhatikan serta menjauhkan daging dari faktor-faktor yang dapat
merubah bau aslinya.
Kepualaman daging atau keberadaan lemak diantara serat-serat daging
(lemak marbling) sangat mempengaruhi cita rasa daging itu sendiri. Persentase
lemak marbling biasanya cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya
persentase lemak jaringan tubuh. Keberadaan lemak marbling juga menyebabkan
longgarnya ikatan mikrostruktur serabut otot daging sehingga banyak tersedia
ruangan bagi protein daging untuk mengikat air (Aulia et al, 2005).
Tingkat keasaman (pH) atau dalam hal ini ekstrak daging pada hewan sehat
sebelum disembelih adalah 7,2-7,4 yang akan terus menurun dalam 24 jam sampai
beberapa hari menjadi 5,3-5,5. Penurunan pH terjadi setelah adanya perubahan
otot menjadi daging, yang akan membentuk asam laktat pada proses glikolisis.
Jarak penurunan pH tersebut tidak sama untuk semua daging dan semua hewan.
Keadaan pH akhir setelah proses glikolisis selesai akan dipengaruhi oleh faktor
keletihan dan stres. Hewan yang mengalami cekaman dan keletihan setelah
pengangkutan ke Rumah Potong Hewan akan menurunkan kadar glikogen otot.
Menurut Aulia et al (2005), besarnya pH ultimat (pH akhir daging) sangat
tergantung pada banyaknya glikogen otot pada saat pemotongan. Semakin banyak
glikogen pada saat pemotongan, pH ultimat yang dicapai akan semakin rendah.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 11
PH ultimat akan dicapai pada saat kadar glikogen otot habis sehingga terbentuk
asam laktat dalam keadaan anaerob.
Penurunan pH otot dan pembentukan asam laktat merupakan salah satu hal
yang nyata pada otot selama berlangsungnya konversi otot menjadi daging. Pada
beberapa hewan penurunan pH terjadi pada jam-jam pertama setelah hewan
dipotong, dan akan stabil pada pH sekitar 6,5 – 6,8. Ada pula hewan yang
penurunan pHnya terjadi dengan cepat dan mencapai 5,4 – 5,5 dalam jam pertama
setelah eksanguinasi. Terbentuknya asam laktat menyebabkan penurunan pH
daging dan menyebabkan kerusakan struktur protein otot dan kerusakan tersebut
tergantung pada temperatur dan rendahnya pH. Setelah hewan disembelih,
penyediaan oksigen otot terhenti. Dengan demikian persediaan oksigen tidak lagi
di otot dan sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi dari otot. Jadi daging
hewan yang sudah disembelih akan mengalami penurunan pH (Anonimous,
2007).
Daya ikat air didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan atau
mengikat airnya sendiri akibat pengaruh tekanan atau kekuatan dari luar seperti
pemotongan, pemanasan, dan penggilingan. Daya ikat air berhubungan erat
dengan tingkat kualitas daging yaitu keempukan (tenderness), rasa basah
(juiceness), dan warna (Suardana & Swacita, 2008).
Menurut Suardana dan Swacita (2008), komponen air yang terkandung
dalam daging terdapat dalam tiga bentuk yaitu air yang terikat erat (tightly bound
water), jumlahnya sangat sedikit, terletak didalam molekul protein, air yang tidak
bergerak (immobilized water), dan air bebas (free water). Daya ikat air oleh
protein daging mempunyai efek langsung terhadap penyusutan daging selama
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 12
penyimpanan. Jika daya air ikat rendah maka akan terjadi penurunan kadar air
daging yang megakibatkan kehilangan berat yang diikuti dengan penurunan nilai
nutrisi selama penyimpanan. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya ikat ait
antara lain nutrisi ternak, pH daging, ikatan aktomyosin, penyimpanan dan
pengawetan, macam otot, kadar lemak, dan protein daging (Suardana & Swacita,
2008).
Daging dapat dengan mudah terkontaminasi bakteri. Pada umumnya, faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ada dua macam,
yaitu (a). Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi
oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi pengahalang atau penghambat; (b).
Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen
dan bentuk atau kondisi daging. Temperatur merupakan faktor yang harus
diperhatikan untuk mengatur pertumbuhan bakteri sebab semakin tinggi
temperatur semakin besar pula tingkat pertumbuhannya. Demikian juga kadar pH
ikut mempengaruhi pertumbuhan bakteri, hampir semua bakteri tumbuh secara
optimal pada pH 7 dan tidak akan tumbuh pada pH 4 atau diatas pH 9. Setelah
penyembelihan pH daging turun menjadi 5,3-5,5, pada kondisi ini bakteri asam
laktat dapat tumbuh dengan baik dan cepat (Anonimous, 2007).
Menurut Anonimous (2007), untuk berkembang biak, bakteri membutuhkan
(a). air, karena jika terlalu kering bakteri tersebut akan mati (b). zat-zat organik
seperti gas CO2 sangat penting untuk aktivitas metaboliknya (c). pH, kebanyakan
bakteri tumbuh dengan baik pada medium yang netral (pH 7,2-7,4) (d).
temperatur, bakteri akan tumbuh optimal pada suhu ± 37°C.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 13
Adapun ciri-ciri daging yang busuk akibat aktivitas bakteri antara lain
sebagai berikut:
a. Daging kelihatan kusam dan berlendir. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri
dari genus Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus, Leuconostoc,
Bacillus dan Micrococcus.
b. Daging berwarna kehijau-hijauan (seperti isi usus). Pada umumnya disebabkan
oleh bakteri dari genus Lactobacillus dan Leuconostoc.
c. Daging menjadi tengik akibat penguraian lemak. Pada umumnya disebabkan
oleh bakteri dari genus Pseudomonas dan Achromobacter.
d. Daging yang memberikan sinar kehijau-hijauan. Pada umumnya disebabkan
oleh bakteri dari genus Photobacterium dan Pseudomonas.
e. Daging berwarna kebiru-biruan. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri
Pseudomonas sincinea.
Pangan asal hewan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena
kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan
pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar
kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal
(metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. Untuk mengolah pangan
dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi
maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat
kesulitan. Namun inti dari pengolahan pangan adalah suatu upaya untuk
menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada bahan pangan.
Bahan pangan asal hewan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa
bahan olahan. Dalam teknologi pangan, pengertian pengawetan tidak sekedar
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 14
memperpanjang umur pakai dan daya guna bahan, tetapi pengawetan sering
merupakan bagian dari pengolahan hasil peternakan yang tidak terpisahkan.
Pengawetan dapat merupakan bagian utama proses pengolahan.
Kata sosis berasal dari bahasa latin salcisia dari kata salcus yang artinya
asin. Yang dimaksud dengan sosis adalah olahan daging hewan yang berupa
campuran daging giling dengan garam, bahan – bahan lain serta rempah – rempah
sebagai bumbunya. Adonan daging giling itu kemudian dimasukan ke dalam
pembungkus yang mencetaknya menjadi bentuk bulat panjang. Bentuk bulat
panjang inilah yang merupakan ciri khas sosis yang membedakannya dengan hasil
olahan daging lain (Anonimous, 2010). Menurut Anonimous (2010), sosis terbagi
atas 6 kategori pembuatan yang digunakan oleh pabrik yaitu : sosis segar, sosis
asap-tidak dimasak,sosis asap-dimasak, sosis fermentasi, dan daging giling masak.
Sosis segar tidak dimasak sebelumnya dan biasanya tidak diasapi, sehingga bila
dikonsumsi sosis segar harus dimasak Sosis segar dibuat dari daging segar yang
tidak dicuringkan.
Pengcuringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan
beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-
nitrat, gula, serta bumbu-bumbu. Tujuan proses curing adalah untuk mendapatkan
warna yang stabil, aroma, tekstur, dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi
pengerutan daging selama prosesing serta memperpanjang masa simpan produk
(Soeparno, 1992). Ketentuan dari mutu sosis berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-3820-1995) adalah kadar air maksimal 67%, abu maksimal
3%, protein minimal 13%, lemak maksimal 25%, serta karbohidrat maksimal 8%.
Menurut Soeparno (1998), sosis yang difermentasikan akan mengakibatkan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 15
terjadinya penurunan pH sosis dari 5,8 – 6,2 menjadi 4,8 – 5,3 serta asam laktat
akan menyebabkan denaturasi protein daging. Pada dasarnya pengendalian kadar
air sosis fermentasi tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut: ukuran partikel
daging, diameter selongsong, kecepatan udara pengering, kelembaban relatif, pH
dan solubilitas protein yang dapat dikombinasikan menjadi faktor tekanan uap air
dan daya ikat air oleh protein daging.
Susu didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari pemerahan hewan
menyusui yang sehat dan bersih, diperoleh dengan cara yang benar, dan
kandungan dari susu itu sendiri tidak dikurangi atau ditambah dengan bahan –
bahan lain (Azis, 2007). Menurut Soewedo (1983), susu merupakan cairan
berwarna putih hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat
dimakan atau digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat. Di dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3141-1998 dijelaskan bahwa susu
segar adalah susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses
pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya sedangkan Danasaputra
(2005) mengatakan bahwa air susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing
sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang
kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan apapun. Susu menurut Direktorat Jendral Peternakan tahun
1983 adalah cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat, dengan pemerahan
sempurna dan benar, tanpa produk pengolahan susu, sehingga kemungkinan dapat
berlainan setelah susu tersebut mengalami perlakuan ataupun pengolahan.
Air susu mengandung semua asam amino esensial sehingga air susu baik
untuk tubuh karena air susu dapat memenuhi semua kebutuhan asam amino yang
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 16
diperlukan untuk mengganti sel–sel tubuh yang rusak atau sudah tua. Zat–zat
penyusun air susu ditemukan dalam perbandingan yang sempurna sehingga
apabila ada bakteri yang mencemarinya akan tumbuh dengan baik karena semua
zat yang diperlukan ada di air susu. Untuk menjaga agar susunan dan keadaan air
susu jangan terlalu cepat mengalami perubahan sehingga gizi yang tinggi dapat
dipertahankan lebih lama serta untuk menghindari timbulnya kontaminasi oleh
kuman-kuman patogen terhadap air susu, maka perlu dilaksanakan penanganan
dan pengawasan terhadap air susu. Zat-zat makanan yang berada dalam air susu
berada dalam tiga keadaan berbeda : pertama sebagai larutan sejati misalnya
karbohidrat, garam-garam organik dan vitamin. Kedua sebagai koloid terutama
protein. Ketiga sebagai emulsi terutama lemak (Yudi, 2009).
Komposisi susu tidak selalu sama akan tetapi selalu berubah yang
dipengaruhi oleh banyak faktor. Komposisi air susu dapat dipengaruhi oleh jenis
ternak, pakan, iklim, suhu, waktu pemerahan, serta umur ternak. Angka rata-rata
untuk semua jenis kondisi dan jenis sapi perah adalah sebagai berikut:
Air
Air berfungsi sebagai bahan pelarut zat-zat penyusun air susu bahan kering
dalam air susu yang terdapat dalam bentuk larutan koloid yaitu protein,
emulsi lemak, dan sebagai larutan biasa yaitu laktosa, albumin, mineral dan
vitamin. Air yang terkandung dalam air susu berkisar antara 82 – 89 %
dengan rataan 87,20 %.
Lemak Susu
Lemak susu merupakan zat penyusun air susu yang terpenting terdapat
sebanyak 3,70 % dengan kisaran 2,50% - 6,00% dalam bentuk emulsi. Secara
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 17
kimia lemak susu terdiri dari campuran antara trigliserida yang terbentuk dari
tiga asam lemak dengan sebuah molekul gliserol. Butir-butir lemak
menyebabkan warna putih pada air susu karena sinar matahari direfleksikan
kembali oleh butir butir lemak susu. Selain itu dalam lemak susu ditemukan
juga beberapa bahan lain seperti vitamin A dan D. Demikian pula pro vitamin
A yakni carotine yang memberikan warna kuning pada mentega (Ressang dan
Nasution, 1982).
Protein
Protein dalam Air susu merupakan komponen organik yang sangat penting
untuk proses kehidupan serta tersusun dari asam asam amino. Air susu rata
rata mengandung 3,2 % protein yang terdiri dari 2,7 % bahan keju dan 0,5 %
albumin. Terdapat tiga macam protein utama air susu yaitu : kasein,
laktalburnin dan laktoglobulin, ketiganya membentuk substansi koloidal di
dalam air susu (Ressang dan Nasution,1982).
Laktosa
Laktosa adalah karbohidrat utama dari air susu dalam bentuk alpha dan beta.
Kadarnya adalah 4,90 % dengan kisaran 3,50 6,00 %. Laktosa merupakan
gula kembar yang terdiri dan glukosa dan galaktosa. Rasanya tidak semanis
gula biasa (sukrosa), rasa manis air susu ini berkurang oleh adanya mineral
dan protein di dalamnya. Laktosa dapat dirusak oleh beberapa macam kuman,
yang terpenting adalah kuman-kuman asam susu (Ressang dan Nasution,
1982).
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 18
Mineral
Mineral dalam air susu ditemukan dalam perbandingan yang sangat sempurna
sehingga arnat dibutuhkan ternak dan manusia. Kadar mineral dalam air susu
adalah 0,70 % dengan kisaran 0,60-0,75%. Mineral-mineral itu antara lain :
kalsium, fosfor, natrium chlor, magnesium juga ditemukan belerang dan
elemen lainnya (Ressang dan Nasution, 1982).
Zat – zat Lain
Air susu juga mengandung zat zat lain, misaInya enzim fosfolipid, sterol,
vitamin, pigmen dan NPN. Enzirn yang ditemukan di dalam air susu antara
lain peroxydase, reduktase, katalase, fosfatase. Enzim-enzim ini
menyebabkan perubahan kimiawi berbagai zat-zat di dalam air susu karena
enzim bertindak sebagai katalisator. Fosfolipid di dalam air susu ± 0,03 %
terutama lesitin, spingormelin dan chepalin. Sterol utama yang terdapat di
dalarn air susu adalah kolesterol dalam jumlah yang sangat kecil yaitu 0,01 -
0,016 %. Vitamin yang larut dalam lemak susu antara lain : vitamin A, pro
vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K. Zat non protein nitrogen (NPN)
terdapat dalam air susu dalam jumlah sangat kecil. Zat ini antara lain adalah
urea, amonia kreatinin, kreatin, metil guanidil, asam urat, adenin, guanin,
hiposantin, asam hipurat dan indikan (Ressang dan Nasution, 1982).
Warna air susu yang sehat adalah putih kekuningan atau oranye terang dan
tidak tembus cahaya . Warna ini tergantung pada jumlah bahan kering dalam air
susu. Warna putih yang khas disebabkan oleh refleksi sinar dari partikel koloidal
susu, sehingga dapat dikatakan air susu tidak tembus cahaya warna kuning pada
air susu disebabkan karena lemak yang mengandung pigmen karotine dan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 19
riboflavin yang larut dalarn air. Warna air susu yang agak merah atau biru, terlalu
encer seperti air adalah air susu yang tidak normal. Warna kebiruan menunjukkan
bahwa air susu telah dicampur dengan air terIalu banyak. Warna kehijauan bisa
disebabkan karena susu banyak mengandung vitamin B compleks dan juga karena
bakteri Pseudomonas. Warna merah disebabkan oleh eritrosit/haemoglobin, dan
juga akibat mastitis. Sedangkan air susu yang berlendir, bergumpal menandakan
bahwa air susu tersebut sudah rusak atau asam (Girisonta, 1995).
Air susu yang normal mempunyai rasa agak manis dan spesifik serta
memiliki bau yang khas susu. Rasa sedikit manis pada susu disebabkan oleh
laktosa dan kadar Cl yang rendah. Apabila terasa kecut, pahit, asin dan sebagainya
mungkin disebabkan karena penanganan setelah diperah tidak baik dan susu sudah
mulai rusak, rasa yang hambar berarti air susu banyak dicampur air biasa. Air
susu yang baru mudah menyerap bau disekitarnya dalam hal ini yang mudah
menyerap bau adalah butiran lemak. Bau yang asam menunjukkan bahwa air susu
sudah lama disimpan atau basi. Air susu yang berbau busuk menunjukkan bahwa
air susu sudah rusak sama sekali dan tidak layak untuk di konsumsi (Girisonta,
1995).
Emulsi lemak dan butir butir koloid menyebabkan air susu menjadi lebih
kental dari air, karena itu sifat fisik lemak dan hidratasi protein berpengaruh
terhadap pekerjaan. Selain itu, konsistensi air susu juga tergantung pada suhu
lingkungan. Pada suhu yang tinggi kekentalan dari air susu akan berkurang,
sedangkan pada suhu yang rendah kekentalan air susu akan bertambah. Ciri-ciri
dari air susu yang baik adalah membasahi dinding gelas, tidak bersifat lendir,
tidak berbutir dan busa yang terbentuk akan hilang kembali.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 20
pH susu segar dalam keadaan normal pada temperatur kamar diantara 6,5-
6,8. Bila terjadi pengasaman oleh karena aktifitas bakteri, angka-angka ini akan
menurun secara nyata. pH mencapai 7,3 terdapat pada kolostrum maupun pada
sapi yang menderita mastitis.
Berat jenis air susu banyak dipengaruhi oleh zat penyusunnya, penambahan
bahan kering tanpa lemak akan meningkatkan BJ air susu, pengurangan lemak
susu akan menurunkan BJ susu. Perubahan suhu lingkungan juga akan
berpengaruh terhadap BJ susu. Pada suhu tinggi BJ akan susu akan turun,
sedangkan jika suhunya rendah BJ susu akan naik. Berat jenis susu bervariasi
antara 1,0260 sampai 1,0320 pada suhu 20°C. Keragaman ini disebabkan karena
perbedaan kandungan lemak dan zat-zat padat bukan lemak (Buckle dkk, 1987).
Air susu pada saat penanganan, pengangkutan maupun penyimpanan di
peternakan atau di pabrik pengolahan akan mendapatkan kontaminasi dari
beragam mikroorganisme. Faktor utama yang menyebabkan adanya bakteri pada
susu adalah faktor kebersihan dan penyakit bakteri dapat berasal dari sapi,
lingkungan, udara sekitarnya, peralatan yang digunakan dan pemerahnya sendiri.
Susu mengandung sebagian besar zat-zat makanan yang diperlukan untuk
pertumbuhan bakteri, sehingga pertumbuhan bakteri berlangsung sangat cepat.
Bakteri yang sering terdapat pada air susu yang baru diperah adalah Micrococus
dan Corynebacterium. Dalam ternak sehat kemungkinan susu mengandung 500
mikroorganisme/ml.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 21
Persyaratan kualitas susu murni yang beredar menurut SK Dirjen
Peternakan No. 17/Kpts/DJP/Deptan/83 adalah sebagai berikut:
Warna, bau, rasa, kekentalan : tidak ada perubahan
BJ (27,500C) sekurang-kurangnya : 1,0280
Lemak sekurang-kurangnya : 2,8 %
BKTL sekurang-kurangnya : 8,0 %
Derajat asam (0SH) : 4,5 - 7
Uji alkohol : negatif
Uji didih : negatif
Katalase setinggi-tingginya : 3 cc
Titik beku (0C) : - 0,520 – 0,560
Angka refraksi : 34,0
Protein sekurang-kurangnya : 2,7 %
Waktu reduktase (jam) : 2 - 5
Jumlah per cc susu setinggi-tingginya : 3 juta
Produksi air susu dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan fisiologis. Faktor
lingkungan antara lain adalah pakan, suhu lingkungan, musim, penyakit dan obat-
obatan. Faktor fisiologis dibedakan menjadi dua yaitu faktor genetik dan non
genetik meliputi berat badan, umur, tingkat laktasi serta masa birahi dan
kebuntingan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari air
susu antara lain berasal dari faktor ternaknya sendiri dan faktor dari luar. Dari
faktor ternak sendiri adalah berat badan, umur, pemberian pakan, kesehatan dan
kondisi sapi waktu beranak. Waktu birahi dan selang beranak juga sangat
menentukan hasil dari susu perahan. Sedangkan faktor dari luar adalah musim,
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 22
cuaca dan kondisi lingakungan. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan kualitas air susu antara lain: pertumbuhan aktivitas mikroba, aktivitas
enzim-enzim di dalam bahan pangan, suhu udara (ruang penyimpanan, kamar
susu, suhu, waktu proses) dan jangka waktu penyimpanan serta sanitasi peralatan
maupun ternak (Sodiq dan Abidin, 2002).
Telur adalah salah satu bahan pangan yang mempunyai nilai yang penting
karena merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi dan disiapkan
atau diolah dengan berbagai macam cara (Prayoga, 2010). Telur merupakan
kebutuhan pokok bagi keperluan rumah tangga dan industri makanan. Kebutuhan
telur yang sangat besar saat ini dipasok oleh peternak-peternak yang khusus
memproduksi telur, dan konsumen hanya tinggal membelinya di warung atau di
pasar-pasar (Siska, 2011).
Telur merupakan bahan pangan yang mempunyai daya pengawet alamiah
yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap
infeksi mikroba. Mekanisme ini sebenarnya dibuat untuk melindungi embrio
unggas sehingga terjamin pertumbuhannya. Pertahanan alamiah telur yang
termasuk pertahanan fisik berupa kutikula, kerabang (kulit) telur dan selaputnya,
serta kekenyalan putih telur. Sedangkan yang termasuk mekanisme pertahanan
kimia yaitu berupa faktor antimikroba alamiah yaitu albumin.keawetan telur
dalam hal ini terutama tergantung pada keadaan-keadaan pembungkus alamiahnya
yaitu kerabang/kulit telur. Protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena
memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan
untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain. Namun, disamping
adanya hal-hal yang menguntungkan tersebut, telur memiliki sifat cepat rusak.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 23
Nilai gizi telur tidak perlu diragukan lagi tetapi nilai gizi ini akan menurun bahkan
merupakan sumber penyakit bila telah terkontaminasi oleh mikroorganisme yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Kontaminasi pada telur ini adalah
melalui pori-pori yang terdapat pada permukaan telur. Kontaminasi
mikroorganisme dapat terjadi karena kontak dengan tanah, tempat penyimpanan,
tangan atau pada waktu masih didalam tubuh induk ayam (Yudi, 2009)
Standar kualitas telur ayam perlu diterapkan dalam pemasaran telur
terutama untuk memudahkan konsumen dalam menentukan pilihannya sehingga
akan lebih memberi kepuasan pada konsumen dan lebih memberi kepastian mutu
untuk pembeli. Selain itu standar kualitas juga bermanfaat untuk mencegah
beredarnya/pemasaran telur yang tidak sesuai untuk bahan pangan atau
membahayakan konsumen. Dengan demikian produsen akan tertarik untuk
menghasilkan telur ayam yang berkualitas baik (SNI 01-3926-1995).
Menurut SNI 01-3926-1995, telur ayam konsumsi segar adalah telur ayam
yang tidak mengalami proses pendinginan dan tidak mengalami penanganan
pengawetan serta tidak menunjukan tanda-tanda pertumbuhan embrio yang jelas,
kuning telur belum tercampur dengan putih telur, utuh dan bersih.
1. Berdasarkan jenisnya, telur dibedakan atas :
a. telur ayam ras
b. telur ayam buras (bukan ras)
2. Berdasarkan warna kerabang (kulit telur), dibedakan atas :
a. warna putih
b. warna coklat
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 24
3. Berdasarkan berat, telur dibedakan atas :
a. Untuk telur ayam ras
Telur ekstra besar dengan berat lebih dari 60 gram
Telur besar dengan berat 56 - 60 gram
Telur sedang dengan berat 51 - 55 gram
Telur kecil dengan berat 46 - 50 gram
Telur ekstra kecil dengan berat kurang dar 46 gram.
b. Untuk telur ayam buras
Digolongkan sebagai telur ekstra kecil pada ayam ras.
4. Berdasarkan mutu, telur dibedakan menjadi :
a. Mutu kelas 1
b. Mutu kelas 2
c. Mutu kelas 3
5. Kebersihan telur; harus bersih, telur-telur yang kotor boleh dibersihkan :
a. Dengan kain lap yang bersih dan kering
b. Bila telur terpaksa dicuci, harus dilakukan dengan cara yang benar
yaitu :
Air pencuci harus hangat, suhu + 350 C dan bersih.
Harus menggunakan detergen khusus untuk telur atau senyawa Cl
(Clorine Compound).
Setelah dicuci harus segera dikeringkan. Dapat digunakan alat
pengering.
Bahan pembantuBahan pembantu harus bersifat tidak
membahayakan kesehatan, tidak berbau, tidak menjadi medium
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 25
pertumbuhan mikroba dan tidak menurunkan kualitas. Contohnya,
untuk menutup pori-pori kerabang dapat digunakan minyak
mineral atau minyak sayur yang berkualitas baik dan lain-lain.
6. Mutu produk akhir; mutu telur ditentukan oleh :
a. Kulit telur (kerabang); keutuhan, bentuk, kelicinan, kebersihan.
b. Kantong udara; kedalaman rongga udara, kebebasan bergerak.
c. Keadaan putih telur; kekentalan dan kebersihan.
d. Keadaan kuning telur; bentuk, posisi dan kebersihan.
e. Bau; bau telur harus khas.
Tabel 1 : Parameter Kualitas Mutu Telur
No. Faktor Mutu Tingkatan Mutu
Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3
1 Kerabang
Keutuhan Utuh Utuh Utuh
Bentuk Normal Normal Boleh abnormal
Kelicinan licin (halus) boleh ada bagian bagian
yang kasar
boleh kasar
Kebersihan bersih bebas dari
kotoran yang
menempel maupun
noda
bersih bebas dari
kotoran yang
menempel, boleh
adasedikit noda
bersih bebas dari
kotoran yang
menempel, boleh ada
noda
2 Kantong udara (dilihat dengan peneropongan).
Kedalaman kurang dari 0,5 cm
0,5 - 0,9 cm 1 cm atau lebih
Kebebasan tetap ditempat bebas bergerak bebas bergerak
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 26
bergerak dan
mungkin seperti
busa
3 Keadaan putih telur dilihat dengan (peneropongan).
Kebersihan bebas dari noda
(darah, daging atau
benda asing
lainnya)
bebas dari noda
(darah, daging atau
benda asing
lainnya)
boleh ada sedikit
nodatetapi tidak
boleh ada benda
asing lainnya
Kekentalan Kental Sedikit encer encer, tetapi kuning
telur belum
tercampur dengan
putih telur
4 Keadaan kuning telur (dilihat dengan peneropongan).
Bentuk Bulat Agak gepeng Gepeng
Posisi Ditengah Ditengah Agak kepinggir
Bayangan tidak jelas Agak jelas Jelas
Kebersihan Bersih Bersih Boleh ada sedikit noda
5 Bau Khas Khas Khas
Kualitas dan mutu telur juga dapat ditentukan melalui pengukuran secara
subjektif maupun secara objektif.
1. Cara subjektif
Cara subjektif penentuan mutu serta kualitas telur dapat dinilai dengan cara
candling yaitu meletakkan telur dalam jalur sorotan sinar (matahari maupun
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 27
lampu listrik) yang kuat, sehingga memungkinkan pemeriksaan kulit/struktur telur
dan bagian dalam telur.
2. Cara objektif
Cara objektif dilakukan dengan cara memecahkan telur dan menumpahkan
isinya pada bidang datar dan licin (biasanya kaca), kemudian dilakukan
pengukuran Indeks Kuning Telur (IKT), Indeks Putih Telur (IPT) dan Haugh Unit
(HU). Telur segar mempunyai IKT 0,3–0,50; dengan rata-rata 0,42. Semakin lama
umur telur (sejak ditelurkan unggas), nilai IKT akan semakin menurun, karena
pertambahan ukuran kuning telur akibat perpindahan air (dari putih telur ke
kuning telur). Telur yang baru mempunyai IPT antara 0,050–0,174; tetapi
biasanya berkisar 0,090–0,120. Nilai indeks putih telur (IPT) dipercepat oleh
naiknya pH. Telur yang baru, mempunyai nilai HU = 100, sedangkan telur dengan
mutu yang baik mempunyai HU minimal 72, sedangkan telur yang tidak layak
dikonsumsi mempunyai nilai HU kurang dari 30.
Dari hasil pengukuran secara subjektif dan objektif, maka didapatkanlah
grade telur yang telah disesuaikan menurut Standar Mutu Telur USDA–AS.
Berikut adalah tabel yang menerapkan tentang jenis-jenis grade telur.
Tabel 2. Klasifikasi Grade Telur Menurut USDA – AS.
No Parameter Kelas
AA A B C
1 Kulit Bersih, utuh, normal
Bersih, utuh, normal
Ada noda, utuh sedikit abnormal
Noda cukup, utuh
2 Kantong udara 1/8 inci 1/8 – ¼ inci ¼ - 3/8 inci, bergeser, tidak bergelombang
3/8 inci, bergelombang atau tidak
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 28
3 Kuning telur Batas jelas ditengah, bebas bercak
Batas agak jelas ditengah, bebas bercak
Batas jelas Batas hilang
4 Putih telur Jernih, kental Jernih, agak kental
Jernih, agak encer
Jernih, encer, berair, bercak
5 Haugh unit 72 60 - 70 31 - 60 31
Kualitas telur ditentukan oleh : 1) kualitas bagian dalam (kekentalan putih
dan kuning telur, posisi kuning telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah
pada putih atau kuning telur) dan 2) kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit,
permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur). Umumnya telur akan
mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu di ruang terbuka.
Kerusakkan tersebut meliputi kerusakan yang nampak dari luar dan kerusakan
yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan pertama berupa
kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain adalah akibat udara dalam isi telur
keluar sehingga derajat keasaman naik. Sebab lain adalah karena keluarnya uap
air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer
sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh
masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam
tubuh induknya. Selain itu juga disebabkan oleh menguapnya air dan gas-gas
seperti karbondioksida (CO2), ammonia (NH3), nitrogen (N2), dan nitrogen
sulfida (H2S) dari dalam telur. Cara mengatasi dengan pencucian telur sebenarnya
hanya akan mempercepat kerusakan. Jadi, pada umumnya telur yang kotor akan
lebih awet daripada yang telah dicuci. Penurunan mutu telur sangat dipengaruhi
oleh suhu penyimpanan dan kelembaban ruang penyimpanan (Vonzho,2011).
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 29
Metode paling umum dalam menilai kualitas telur adalah dengan candling, cara
ini memungkinkan penemuan keretakan pada kulit telur, ukuran serta gerakan
kuning telur, ukuran kantong udara, bintik-bintik darah, bintik-bintik daging,
kerusakan oleh mikroorganisme dan pertumbuhan benih. Penilaian kualitas telur
juga biasanya dinilai dari tingkat kesegarannya (Prayoga. 2010).
Telur mengandung 2 bagian putih telur dan 1 bagian kuning telur
berdasarkan beratnya. Telur secara keseluruhan mengandung sekitar 65% air, 12%
protein, dan 11% Lemak. Tetapi komposisi dari putih dan kuning telur berbeda.
Pada bagian kuning telur mengandung lemak yang tinggi, vitamin larut A, D, E, K
dan dalam fosfolipid termasuk lesitin emulsi, sedangkan protein berada dalam
putih telur (Prayoga, 2010). Telur diketahui sebagai sumber vitamin B12, B6 dan
folat yang dibutuhkan untuk kesehatan tubuh dan juga melindungi sel-sel saraf.
Telur juga mengandung protein yang tinggi yang sangat baik bagi tubuh manusia.
Namun kandungan kalori telur itik lebih rendah dibandingkan dengan telur ayam.
Dengan demikian kandungan gizi telur itik secara umum lebih tinggi
dibandingkan dengan telur ayam. Didalam sebuah telur juga terdapat kolesterol
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sebutir telur mengandung 200 gram
kolesterol, yang sangat berguna untuk membentuk garam-garam empedu yang
diperlukan bagi pencernaan lemak yang berasal dari pangan dan diperlukan juga
sebagai pembentuk hormon seksual. Komposisi sebutir telur terdiri dari 10% kulit
telur, 59% putih telur, 31% kuning telur.
Kulit telur (kerabang) tersusun atas kalsium karbonat (CaCo3). Kalsium
karbonat ini berperan penting sebagai sumber utama kalsium (Ca), sebagai
pelindung mekanisme terhadap embrio yang sedang berkembang dan sebagai
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 30
penghalang masuknya mikroba. Putih telur (albumin) terdiri dari putih encer dan
putih kental dan sebagian besar mengandung protein. Fungsi putih telur sebagai
tempat utama menyimpan makanan dan air dalam telur untuk menggunakan
secara sempurna selama penetasan. Kuning telur banyak tersimpan zat-zat
makanan yang sangat penting untuk membantu perkembangan embrio, kuning
telur sebagian besar mengandung lemak (Vonzho, 2011).
Menurut SK Menteri NO.413 /kpts/TN. 301/7/1992, limbah adalah hasil
ikutannya yang tidak bermanfaat. Limbah adalah air yang tidak bersih, yang
mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau
hewan akibat hasil perbuatan manusia termasuk industrialisasi (Azwar,1995).
Limbah juga merupakan sebagai sampah cair dari lingkungan masyarakat
terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dan hampir 0,1% berupa benda-
benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik (Mahida, 1986).
Limbah yang berasal dari Rumah Pemotongan Hewan adalah hasil proses
pemotongan hewan potong dan hasil ikutannya yang tidak bermanfaat. Limbah-
limbah yang berasal dari RPH dapat berupa bagian tubuh hewan seperti tulang,
bulu, dan ekskresi biologi berupa tinja, urin, darah serta zat-zat lain yang tak
berguna. Pembuangan langsung hasil buangan yang masuk ke saluran umum akan
dapat menyebabkan polusi dan secara langsung merupakan problema masyarakat
sehingga limbah harus disaring terlebih dahulu, setelah itu barulah limbah dapat
dialirkan kesaluran umum, sedangkan hasil saringannya dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk (Arka, dkk, 1985).
Limbah merupakan senyawa, larutan, campuran, atau barang yang tidak
terencana pemakaiannya secara langsung kecuali untuk diangkat bagi
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 31
reprosesingnya, eliminasi atau dengan metoda pembuangan lainnya (Arka dkk,
1985). Untuk menghindari efek-efek yang tidak diinginkan dari pencemaran
limbah, diperlukan suatu analisa dampak lingkungan yang mengidentifikasi,
memprediksi, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan pengaruh dari suatu
kegiatan manusia, khususnya suatu proyek bangunan fisik terhadap lingkungan,
untuk memperkecil pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya.
Sifat-sifat air limbah dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar
diantaranya:
1. Sifat fisik air limbah
Derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik.
Sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek estetika dan
kejernihan serta bau, warna dan juga temperatur. Jumlah total endapan terdiri dari
benda-benda yang mengendap, terlarut dan tercampur. Untuk melakukan
pemeriksaan dapat dilakukan dengan mengadakan pemisahan air limbah dengan
memperhatikan besar kecilnya partikel yang terkandung didalamnya.
2. Sifat biologis air limbah
Pemeriksaan biologis dalam air limbah untuk memisahkan apakah ada
bakteri-bakteri patogen dan untuk memperkirakan tingkat kekotoran air limbah
sebelum dibuang kebadan air. Mikroorganisme yang ada di dalam air limbah
adalah jenis binatang (bertulang belakang, kerang-kerangan, kutu dan larva),
tumbuh-tumbuhan (lumut dan pakis/paku) dan protista (bakteri, ganggang, jamur
dan hewan bersel satu).
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 32
3. Sifat kimia air limbah
Kandungan bahan kimia yang ada dalam air limbah dapat merugikan
lingkungan melalui berbagai cara. Bahan kimia yang penting yang terdapat dalam
air limbah yaitu bahan organik terdiri dari 40–60 % protein, 25–50%, karbohidrat,
serta 10% lainnya berupa lemak dan minyak. Protein merupakan penyabab utama
terjadinya bau karena adanya proses pembusukan dan penguraiannya. Komponen
anorganik air limbah sangat penting untuk peningkatan dan pengawasan kualitas
air limbah. Air limbah yang baik mempunyai pH netral 7 (Sugiharto, 1987).
Sifat air limbah sangat bervariasi tergantung pada sumber asal air limbah.
Asal buangan dari tempat pemotongan hewan, sifat-sifat umumnya yaitu kelarutan
dan campuran zat organik tinggi, darah, protein dan lemak (Sugiharto, 1987).
Secara umum air limbah Rumah Pemotongan Hewan terdiri dari bahan
padat dan cair. Bahan padat dapat berupa feces, serpihan tulang, irisan karkas
yang diafkir dan lemak, sedangkan bahan cair dapat berupa darah, urin, air bekas
cucian organ dan alat-alat pemotongan dan air bekas cucian lantai (Arka dkk,
1985). Limbah mengandung bahan-bahan yang terdiri dari 99,9% air, 0,1%,bahan
padat, 25% karbohidrat, 10% lemak dan unsur organik.
Menurut Azwar (1990), untuk mengukur tingkat pencemaran ada beberapa
metode antara lain :
1. Mengukur adanya E. coli dalam air. Ukuran yang dipakai biasanya jumlah E.
coli dalam setiap mililiter air limbah.
2. Mengukur suspensi solid, yang biasanya dinyatakan dalam ppm.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 33
3. Mengukur zat-zat yang mengendap dalam air limbah, yang dinyatakan dalam
ppm.
4. Mengukur kadar oksigen yang larut, yang dinyatakan dalam ppm. Pengukuran
kadar oksigen yang larut ini dianggap penting karena dengan diketahuinya
kadar oksigen dapat ditentukan apakah air tersebut dapat dipakai untuk
kehidupan selanjutnya misalnya untuk memelihara ikan, tumbuhan dan lain-
lain. Ada beberapa cara yang dikenal untuk mengukur kadar oksigen dalam air
limbah, yaitu :
a. Chemical Oxygen Demand (COD)
Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam air secara sempurna. Prinsip kerjanya adalah
dengan mengambil contoh air dan kemudian ditambahkan larutan K2Cr4O7
(oksidator) yang akan mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air
limbah.
b. Biologycal Oxygen Demand (BOD)
Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam air secara sempurna dengan memakai ukuran
proses biokimia yang terjadi di dalam larutan air limbah tersebut. Cara ini relatif
lama karena membutuhkan waktu 5-10 hari. Sedangkan cara COD lebih cepat
yakni hanya sekitar 10 menit.
c. Demand of Oxygen (DO)
Pada dasarnya sama dengan kedua pemeriksaan di atas, hanya saja
dimasukkan larutan kalium permanganat 10% pada temperatur 27 0 C selama 4
jam.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 34
Suatu instalasi pengolahan limbah pada RPH sangat diperlukan karena air
limbah yang akan dialirkan ke saluran umum diharapkan mempunyai tingkat
pencemaran yang sedikit mungkin dan tidak membahayakan kesehatan manusia.
Menurut Arka (1985), beberapa prinsip yang dapat dilakukan dalam penanganan
limbah sebagai berikut:
Air limbah dialirkan kedalam selokan dengan volume yang besar, airnya
akan mengalir terus sedangkan residunya akan tertahan.
Air limbah akan dialirkan ke sungai setelah diproses oleh instalasi
penanganan limbah.
Residu akan tertahan dibak penampungan dan selanjutnya dapat diolah
sebagai pupuk.
Adapun tujuan dari penanganan limbah adalah untuk memisahkan kotoran
dengan cairan limbah melalui cara-cara sebagai berikut:
Darah dikumpulkan dalam container lewat saluran khusus drainase
sehingga tidak tercampur dengan bahan lainnya dan dapat dimanfaatkan
untuk produksi lain.
Residu tertinggal dikumpulkan dengan suatu alat dan dipisahkan dengan
saringan. Umumnya residu berupa tulang, bulu, digesti dan lain-lain yang
dapat disaring dan digunakan sebagai pupuk
Metode pengerjaan limbah umumnya menggunakan perlakuan fisik,
perlakuan biologis dan perlakuan secara kimiawi atau kombinasi ketiganya yaitu
dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Secara fisik biasanya dilakukan dengan
penyaringan, pemisahan, pengendapan, pengadukan dan pengapungan untuk
bahan yang lebih ringan. Sedangkan perlakuan secara biologis adalah
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 35
pemanfaatan mikroflora yang terdapat pada instalasi pengolahan limbah untuk
mencerna bahan-bahan organik yang ada secara aerob atau anaerob sehingga
dapat mengurangi polusi limbah (Buckle, 1987).
Limbah di RPH Pesanggaran terdiri dari limbah padat, cair dan limbah
udara. Kesemuanya ini ditangani dengan metode anaerob dan aerob dengan
mengalirkan ke saluran yang dibuat sedemikian rupa yang kemudian ditampung di
bak pencampuran dimana bak ini berfungsi untuk memisahkan limbah padat dan
cair. Dari bak pencampuran dialirkan ke digester yang menghasilkan gas metan
dimana gas dilalirkan melalui pipa kecil yang dapat difungsikan untuk
pembakaran. Limbah cair akan dialirkan ke bak anaerob yang dibentuk
sedemikian rupa lalu diteruskan ke wise water garden (WWG). Pada akhirnya,
akan diadakan pemisahan ke dinding saluran untuk penambahan oksigen untuk
selanjutnya dibuang kesaluran umum.
Menurut Jorgensen (1979), jenis umum limbah cair RPH adalah
limbah cair mengandung lemak, protein & karbohidrat dengan konsentrasi yang
relatif tinggi. Pada umumnya limbah cair dapat diolah secara biologi. Proses
pengolahan secara biologik menelan biaya yang cukup tinggi, oleh karena limbah
cair ini memiliki konsentrasi BOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan limbah
cair rumah tangga.
Pemeriksaan post-mortem adalah pemeriksaan yang dilaksanakan segera
sesudah selesai penyembelihansampai dengan proses pembelahan karkas.
Pemeriksaan meliputi pengamatan (inspeksi), perabaan (palpasi), dan pengirisan
(insisi). Menurut Suardana dan Swacita (2008), tujuan dilakukannya pemeriksaan
post-mortem adalah :
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 36
1. Memberikan jaminan terhadap karkas, daging, jeroan yang dihasilkan
adalah bagian-bagian yang aman dan layak untuk dikonsumsi.
2. Mencegah beredarnya bagian/jaringan abnormal yang berasal dari
pemotongan hewan yang sakit, misalnya kasus cacing hati, cysticercosis,
tuberculosis, brucellosis, dan lain sebagainya.
3. Memberikan informasi untuk penelusuran penyakit di daerah asal ternak.
Pemeriksaan kesehatan post-mortem dilakukan melaui dua cara yaitu
pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan rutin dilakukan dengan
intensitas normal setiap hari meliputi pemeriksaan kesehatan kepala ternak dan
kelenjar getah bening (limfoglandula) yang diantaranya adalah pemeriksaan
limfoglandula prescapularis, limfoglandula femoralis, limfoglandula visceralis
dan organ-organ tubuh, pemeriksaan permukaan karkas, pleura, dan potongan-
potongan karkas. Pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan yang lebih seksama
terhadap karkas dan organ-organ tubuh ternak yang dicurigai akan menderita sakit
ataupun kelainan pada saat pemeriksaan ante-mortem.
Menurut Suardana dan Swacita (2008), pemeriksaan post-mortem meliputi
beberapa bagian penting, antara lain :
1. Pemeriksaan kepala dan lidah
a. Kepala yang sudah dipisahkan dari badan ternak digantung dengan kait
pada hidung dengan bagian rahang bawah menghadap ke arah pemeriksa.
Seluruh bagian kepala termasuk lubang hidung dan telinga dapat
diinspeksi dan palpasi.
b. Lidah dikeluarkan dengan cara menyayat dengan bentuk huruf V dari
dagu sejajar kedua siku mandibula. Lidah ditarik dan dilakukan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 37
penyayatan pada pangkal kedua sisi lidah kemudian ditarik ke bawah
sehingga bagian pangkal lidah terlihat jelas. Dilakukan juga inspeksi,
palpasi, dan pengerokan pada permukaan lidah untuk melihat kerapuhan
papilla. Diperlukan juga insisi di bagian bawah lidah untuk melihat
adanya Cysticercus bovis dan Actinobacillosis.
c. Melakukan inspeksi, palpasi, serta insisi terhadap limfoglandula
retopharingalis, tonsil, limfoglandula parotis, submaxilaris, dan
mandibularis untuk melihat apakah limfoglandula normal (konsistensi,
ukuran, lokasi yang terfiksir, dan warna) atau terdapat kelainan.
d. Melakukan insisi pada otot masseter internus dan eksternus sejajar dengan
tulang rahang untuk melihat ada tidaknya kista Cysticercus dan
Actinomycosis.
2. Pemeriksaan trachea dan paru-paru
Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan insisi pada pertemuan
cincin tulang rawan untuk melihat adanya kemungkinan kelainan pada mukosa,
lumen, peradangan, buih, dan infestasi cacing. Paru-paru harus digantung pada
kait untuk mempermudah pemeriksaan. Inspeksi dilakukan terhadap seluruh
permukaan paru, untuk mengetahui adanya perubahan warna. Paru-paru yang
sehat berwarna merah terang (pink). Palpasi juga dilakukan untuk menentukan
konsistensinya. Paru-paru sehat memiliki konsistensi lunak seperti bunga karang
(spon) dan akan menimbulkan suara kepitasi pada saat dipalpasi. Insis pada paru-
paru bertujuan untuk mendeteksi kemungkinana adanya sarang-sarang
Tubercullosis, cacing, tumor, dan abses serta untuk memeriksa kenormalan
limfoglandula bronchialis dan mediastinal.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 38
3. Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan jantung dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, dan insisi.
Inspeksi bertujuan untuk mengamati kemungkinan adanya peradangan pada
pericardium dan kelainan pada warna maupun bentuk sedangkan palpasi
dilakukan terhadap konsistensi jantung. Insisi dilakukan searah tegak lurus
terhadap bidang pemisah antara atrium dan ventrikel. Bekuan darah yang ada
harus dikeluarkan karena merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan
mikroba. Diamati terhadap adanya kelainan pada myocardium seperti ptechi,
Cysticercus, ataupun myocardium menjadi lembek akibat sepsis. Jantung yang
sehat berwarna coklat sampai sawo matang, bentuknya meruncing pada bagian
apex, dan konsistensinya liat.
4. Pemeriksaan esophagus dan alat pencernaan
Pemeriksaan esophagus dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan insisi untuk
melihat kemungkinan adanya Cysticercus dan Sarcosporidia pada lumen,
sedangkan pemeriksaan pada lambung dan usus dilakukan untuk melihat
kemungkinan adanya kebengkakan, perdarahan, dan infestasi cacing.
Limfoglandula mesenterica juga diinspeksi, palpasi, dan insisi untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan. Lambung dan usus yang sehat bila diinspeksi
terlihat selaput serosanya yang licin dan mengkilap dan penyimpangan yang
mungkin terjadi pada saluran pencernaan dapat berupa bintik Tubercullosis,
gastritis, enteritis, dan lain sebagainya.
5. Pemeriksaan hati
Pemeriksaan terhadap hati yang sehat dengan pengamatan langsusng terlihat
permukaannya yang rata, licin, mengkilap dengan tepi-tepi yang pipih, dan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 39
bewarna coklat sampai sawo matang. Hati memiliki 5 lobus (multilobus). Hati
yang sehat juga memiliki konsistensi padat elastis. Sebagai indikator terhadap
adanya kelainan, limfoglndula dapat diamati terhadap konsistensi, ukuran, lokasi
yang terfiksir, dan warna. Insisi juga dilakukan pada saluran empedu untuk
memeriksa adanya infestasi cacing hati.
6. Pemeriksaan limfa
Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi pada seluruh
permukaan limfa. Limfa yang sehat berwarna biru keabuan,berbentuk pipih, tipis,
dan memanjang. Jika dipalpasi, konsistensinya lembut elastis dengan tepi yang
tipis dan tajam sedangkan jika diinsisi bidang irirsannya terlihat kering.
7. Pemeriksaan ginjal
Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk mengetahui
adanya pembengkakan, edema, dan peradangan. Ginjal yang sehat jika diinpeksi
berwarna coklat dengan bentuknya menyerupai kacang. Dengan palpasi
didapatkan konsistensi yang kenyal dan selaputnya mudah dikupas. Insisi yang
dilakukan ditengah-tengah secara memanjang akan terlihat cortex dan medulla.
Ginjal yang sehat tidak ditemukan adanya kalkuli dan cacing Stephanurus
dentatus. Dilakukan juga pemeriksaan terhadap limfoglandula renalis untuk
melihat kemungkinan adanya peradangan.
8. Pemeriksaan karkas
Dilakukan dengan inspeksi dan palpasi pada seluruh permukaan bagian luar
dan dalam karkas serta limfoglandula untuk mengetahui kondisi karkas seperti
kaheksia, hemoragi, memar, fraktur, ikterus, edema, kista cacing, dan
pembengkakan limfoglandula. Indikator adanya infeksi kuman dapat dilihat
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 40
melalui limfoglandula prescapularis, limfoglandula prefemoralis, dan
limfoglandula ingunalis superficialis.
Keputusan akhir pemeriksaan post-mortem pada karkas dan bagian-
bagiannya didasarkan atas hasil seluruh pengamatan (inspeksi), palpasi, dan
pengirisan; membaui, tanda-tanda ante-mortem dan pemeriksaan laboraturium
bila diperlukan. Pada kelainan yang dianggap lokal, karkas diijinkan untuk
dikonsumsi apabila kelainan tersebut dihilangkan. Keputusan hasil pemeriksaan
post-mortem dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3. Keputusan Hasil Pemeriksaan Post-Mortem
No.
Hasil Pemeriksaan Keputusan
1. Daging dari hewan yang tidak sakit. Daging dari hewan potong yang
menderita kelainan lokal, setelah bagian yang tidak layak dibuang.
Baik untuk dikonsumsi manusia
2. Daging dari hewan potong yang menderita penyakit aku (Anthrax, Malleus, Rabies, tetanus, dan lain-lain).
Ditolak untuk dikonsumsi manusia.
3. Daging yang warna, bau, dan konsistensinya tidak normal (septicemia, kaheksia, hydrops, dan edema).
Dapat dikonsumsi manusia setelah bagian yang tidak layak konsumsi dibuang.
4. Daging dari hewan potong yang menderita Trichinellosis, Cysticercosis, Babesiosis, Surra, dan lain-lain
Dapat dikonsumsi manusia setelah mendapat perlakuan pemanasan sebelum diedarkan.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 41
BAB III
METODOLOGI
3.1. Pemeriksaan Kualitas Daging
3.1.1 Materi
1. Sampel
Sampel yang digunakan dalam pemeriksaan kualitas daging adalah daging
sapi, babi, dan ayam yang dibeli dari pasar yang berbeda yaitu Pasar Kreneng (3
sampel), Pasar Renon (3 sampel), dan Pasar Panjer (3 sampel). Dari ketiga pasar
tersebut juga diambil sampel untuk pemeriksaan kualitas produk olahan daging
diantaranya : sosis ayam dan sapi, bakso ayam dan bakso sapi.
2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang dibutuhkan dalam memeriksa kualitas daging adalah pisau,
talenan, timbangan, mortar, kit pH, pipet, lempengan kaca, beban seberat 35 kg,
kertas saring, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, gelas erlenmeyer, labu
erlenmeyer, alat pemanas, gelas bengkok, dan kapas. Sedangkan bahan-bahan
yang dibutuhkan methylene blue, media EMBA (Eosin Methylene Blue Agar),
kertas buram dan aquades.
3.1.2 Metode
3.1.2.1 Pemeriksaan Kualitas Daging
1. Uji Subjektif
Warna
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 42
Daging sapi, daging babi, dan daging ayam yang berasal dari Pasar
Badung, Pasar Sanglah, dan Pasar Ketapian diiris setebal 1 cm pada permukaan
yang segar. Amati warna daging sapi dan daging babi sesuai standar Photographic
Colour Standard for Muscle Departement of Agriculture (1982) yang dapat
dinyatakan dengan warna coklat muda, coklat, coklat kemerahan, coklat merah
cerah, coklat merah tua, dan coklat gelap; sedangkan pengamatan terhadap daging
ayam dilakukan secara langsung.
Bau/Aroma Daging
Pemeriksaan terhadap bau daging dilakukan dengan membaui sampel
daging sapi, daging babi, dan daging ayam yang berasal dari Pasar Badung, Pasar
Sanglah, dan Pasar Ketapian. Bau daging dinyatakan seperti bau yang pernah
dikenal (bau darah segar, bau ammonia dan bau H2S).
Konsistensi dan Tekstur
Dilakukan dengan perabaan terhadap masing-masing sampel daging dari
pasar yang berbeda.Konsistensi daging dapat dinyatakan dengan liat, lembek,
kering, atau berair; sedangkan tekstur daging dinyatakan dengan halus atau kasar.
Keadaan Tenunan Pengikat
Dilakukan dengan pengamatan terhadap penampang melintang masing-
masing sampel daging untuk menentukan ada tidaknya jaringan ikat.Daging yang
secara visual tidak mengandung jaringan ikat (negatif) termasuk dalam klasifikasi
daging mutu Klas I, sedangkan daging yang secara visual mengandung jaringan
ikat (positif) diklasifikasikan termasuk daging mutu Klas II.
Kepualaman Daging
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 43
Dilakukan pengamatan terhadap penampang melintang masing-masing
sampel daging untuk menentukan jumlah bintik lemak diantara serat daging yang
dinilai berdasarkan The Japanese Meat Society (1974) yaitu :
0 = bintik lemak absen (0% dari penampang permukaan).
1 = bintik lemak sangat sedikit (10% dari penampang melintang permukaan).
2 = Bintik lemak sedikit (20% dari penampang melintang permukaan).
3 = bintik lemak sedang (30% dari penampang melintang permukaan).
4 = bintik lemak banyak (40% dari penampang melintang permukaan).
5 = bintik lemak banyak sekali (50% dari penampang melintang permukaan).
2. Uji Obyektif
Penetapan pH
Dilakukan dengan cara masing-masing sampel daging diambil sebanyak 5 gr
dan dilumatkan didalam mortir.Daging yang telah dilumatkan ditambahkan
dengan 5 ml aquades dan homogenkan.pH diukur dengan memasukan kit pH ke
dalam ekstrak daging dan selanjutnya dilihat perubahan warna pada kit dan
dicocokkan pada standart kit tersebut.
Penetapan Daya Ikat Air/ Water Holding Capacity (WHC) Dengan Metode
Hamm
Sampel daging ditimbang sebanyak 5 gr dan ditempatkan dalam lipatan kertas
saring atau kertas yang dapat menyerap air. Letakan di atas kaca dan bagian
atasnya ditutup dengan lempengan kaca lain.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 44
Lakukan penekanan dengan beban seberat 35 kg. Setelah didiamkan selama 10
menit, daging diambil dan ditimbang beratnya serta dihitung daya ikat air dengan
rumus :
Berat residu
Daya Ikat Air (%) = x 100%
Berat awal
Penetapan Jumlah Kuman
Penetapan jumlah kuman dilakukan dengan menghitung jumlah koloni
yang tumbuh pada medium agar.Untuk untuk menghitung jumlah koloni
dilakukan dengan Metode Sebar dan Metode Tuang.
a. Metode Tuang
1. Pembuatan media : Nutrient Agar (NA) ditimbang sebanyak 5,5 gr
dan dipanaskan bersama aquades 200 ml sampai mendidih kemudian
didiamkan hingga suhunya memungkinkan untuk dilakukan
penanaman.
2. Pembuatan inokulum : setiap sampel daging dari pasar yang berbeda
ditimbang sebanyak 5 gram dan dilumatkan di dalam mortar. Daging
yang telah lumat ditambahkan dengan 5 ml aquades hingga dihasilkan
ekstrak. Ekstrak daging diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan
aquades sebanyak 9 ml dengan pengenceran 10-2.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 45
3. Penanaman kuman : inokulum sebanyak 1 ml dari proses pengenceran
10-2 dituangkan ke dalam cawan petri dan ditambahkan media Nutrient
Agar (NA) secukupnya. Homogenkan dengan cara memutar-mutarkan
cawan petri sesuai arah jarum jam dan berlawanan beberapa kali.
Cawan petri didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam. Perhitungan
jumlah bakteri : Jumlah bakteri = jumlah koloni x 1/ faktor
pengenceran
b. Metode Sebar
1. Pembuatan media : media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) ditimbang
sebanyak 7,6 gr dan dipanaskan bersama aquades 200 ml sampai
mendidih kemudian didiamkan hingga suhunya sedikit hangat. Media
dituangkan ke dalam cawan petri dan didiamkan hingga padat.
2. Pembuatan inokulum : setiap sampel daging dari pasar yang berbeda
ditimbang sebanyak 5 gram dan dilumatkan di dalam mortir. Daging yang
telah lumat ditambahkan dengan 5 ml aquades hingga dihasilkan ekstrak.
Ekstrak daging diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan aquades
sebanyak 9 ml dengan pengenceran 10-2.
3. Penanaman kuman : media EMBA yang telah disiapkan diberi inokulum
sebanyak 0,1 ml dari proses pengenceran 10-2 dan diratakan dengan
menggunakan gelas bengkok. Cawan petri kemudian didiamkan pada suhu
kamar selama 24 jam. Perhitungan jumlah bakteri : dilakukan sama seperti
perhitungan jumlah bakteri pada Metode Tuang, namun perlu dikalikan
dengan 10.
3.1.1.2 Pemeriksaan Kualitas Olahan Daging
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 46
Pemeriksaan terhadap kualitas olahan daging yaitu sosis ayam dan sapi serta
bakso ayam dan sapi dilakukan melalui uji subyektif (warna, bau, konsistensi dan
tekstur, serta cita rasa) dan uji objektif (pH). Metode yang dipakai terhadap
pemeriksaan kualitas sama seperti yang dilakukan pada pemeriksaan kualitas
daging.
3.2 Pemeriksaan Kualitas Susu
3.2.1 Materi
a. Sampel
Sampel yang digunakan untuk uji ini adalah susu segar (3 sampel terdiri
dari susu segar) susu segar basi.
b. Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah alkohol
95%, larutan Methylene blue 0,5%, kapas, aquades, spiritus.
c. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan adalah gelas ukur, tabung
reaksi beserta raknya, corong, pH meter, erlenmeyer, pipet 0,1 ml, pipet 1
ml, api bunsen, kapas, serta penjepit.
3.2.1 Metode
a. Pemeriksaan terhadap kebersihan air susu
1. Uji Kebersihan.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 47
Air susu disaring dengan memakai corong yang dilapisi kapas,
kemudian kapas dikeringkan dan diamati apakah ada kotorannya atau
tidak.
2. Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan ini dilakukan secara organoleptik yaitu pemeriksaan air
susu dengan menggunakan panca indra meliputi :
a. Uji warna
5 ml air susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian warna
susu diamati dengan latar belakang kertas putih.
b. Uji rasa
Air susu dituangkan ke atas telapak tangan yang besih lalu air susu
tersebut dicicipi.
c. Uji bau
Air susu sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu
dicium baunya.
d. Uji konsistensi
Air susu sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian digoyang-goyangkan secara perlahan. Amati dinding
tabung, apakah air susu menempel pada dinding tabung dan apakah
cepat hilang atau tidak.
3. Pemeriksaan Objektif
a. Menetapkan Tingkat Keasaman (pH)
Dengan menggunakan pipet, sebanyak 5 ml air susu dimasukkan ke
dalam gelas piala, kemudian celupkan kertas pH.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 48
b. Uji alkohol
Sebanyak 3 ml air susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi
lalu ditambahkan alkohol 70%, kemudian digoyang-
goyangkan dan amati apakah terbentuk endapan pada dasar
tabung atau tidak.
Sebanyak 6 ml air susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi
lalu ditambahkan alkohol 70%, kemudian digoyang-
goyangkan dan amati apakah terbentuk endapan pada dasar
tabung atau tidak.
Sebanyak 3 ml air susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi
lalu ditambahkan alkohol 96%, kemudian digoyang-
goyangkan dan amati apakah terbentuk endapan pada dasar
tabung atau tidak.
c. Pengukuran Berat Jenis (BJ) Susu
Berat jenis adalah berat dibagi volume. Cara menentukan BJ susu
adalah susu dimasukkan ke dalam gelas ukur yang besar kemudian
masukkan laktodensimeter ke dalamnya secara perlahan sampai
skala laktodensimeter dapat terbaca pada permukaan susu.
3.3 Pemeriksaan Kualitas Telur
3.3.1 Materi
a. Sampel
Sampel yang digunakan adalah telur ayam ras, yang berasal dari 3 (tiga)
pasar yaitu pasar Kreneng, Renon dan Panjer selama 2 hari berturut – turut.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 49
b. Alat
Alat-alat yang kita gunakan adalah bidang datar dan licin (kaca), timbangan,
jangka sorong, spidol, lampu teropong dan spatula.
3.3.2 Metode
Penilaian terhadap kualitas telur, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pemeriksaan secara subyektif dan pemeriksaan secara obyektif.
1) Pemeriksaan secara subyektif
Dilakukan dengan cara inspeksi atau pengamatan langsung menggunakan
indra penglihatan, yang diamati yaitu jenis dari telur tersebut, warna kulit
telur, berat telur dan faktor mutu berdasarkan SNI.
2) Pengamatan secara obyektif
Pengamatan ini dengan menggunakan peralatan laboratoris. Metode
obyektif dilakukan dengan cara memecahkan telur dan menumpahkan
isinya pada bidang datar dan licin (kaca), kemudian dilakukan pengukuran
Indeks Kuning Telur (York Index), Indek Putih Telur (Albumin Index).
A. Indeks Kuning Telur adalah (IKT)
Merupakan perbandingan tinggi kuning telur dengan garis tengah kuning
telur. Telur segar mempunyai IKT 0.33 – 0.50 dengan rata – rata 0.42.
Standar untuk indeks Kuning telur (IKT) adalah sebagai berikut : 0,22 =
jelek, 0,39 = rata – rata dan 0,45 = tinggi.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 50
Ket : Ø = diameter kuning telur T = tinggi kuning telur
B. Indek Putih Telur (IPT)
Merupakan perbandingan antara tinggi putih telur (albumin) kental dengan
rata – rata garis tengahnya. Pengukuran dilakukan setelah kuning telur
dipisahkan dengan hati – hati. Telur yang baru mempunyai indeks Putih
Telur antara 0,050 – 0,174 tetapi biasanya berkisar antara 0,090 dan 0,120.
Ket : P = panjang putih telur, L = lebar putih telur
Prosedur yang harus dilakukan diantaranya :
1. Pecahkan telur diatas bidang datar dan licin (kaca).
2. Ukur Indeks Putih Telur dengan menggunakan alat jangka sorong
3. Hitung Indeks Kuning Telur dengan jangka sorong
Setelah dilakukan pengamatan Indeks Putih Telur dan Indeks Kuning Telur,
hasilnya dicatat dalam kolom pemeriksaan secara obyektif.
3.4 Pemeriksaan Kualitas Limbah
3.4.1 Materi
a. Sampel
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 51
Pengambilan sampel di lakukan pada 7 lokasi yang berbeda dengan
melakukan pengulangan sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 2 dan 3
November 2012. Denah pengambilan sampel limbah terlampir.
Lokasi 1 adalah Bak penampungan limbah di tempat penetelan sapi.
Lokasi 2 adalah Tempat penorehan leher.
Lokasi 3 adalah Saluran di tempat pembersihan jeroan sapi.
Lokasi 4 adalah Bak penampungan limbah pemotongan babi.
Lokasi 5 adalah Bak percampuran limbah pemotongan sapi dan limbah
pemotongan babi.
Lokasi 6 adalah Penampungan limbah pada instalasi pengolahan air limbah.
Lokasi 7 adalah Saluran pembuangan air limbah ke lingkungan.
b. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pemeriksaan air limbah adalah tabung
reaksi, kertas pH, desikator, gelas beker, pipet 1 ml, gelas corong, kapas, tissue
dan Methylene blue 0,5%.
3.4.2 Metode Pengujian
A. Uji Subyektif
a. Uji Warna
Dilakukan dengan mengamati air limbah dari RPH Pesanggaran setelah
dihomogenkan terlebih dahulu.
b. Uji Bau
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 52
Dilakukan dengan mencium bau air limbah yang telah dimasukkan
terlebih dahulu ke dalam gelas beaker.
c. Uji Konsistensi
Air Limbah dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu digoyang-
goyangkan dan di amati kecepatan penurunan air limbah tersebut.
B. Uji Obyektif
a. Penetapan pH
Penetapan pH air limbah dilakukan dengan kertas pH yang dicelupkan
ke dalam air tersebut sesaat setelah limbah diambil.
b. Penetapan Temperatur
Penetapan pH air limbah dilakukan dengan termometer yang dicelupkan
ke dalam air tersebut sesaat setelah limbah diambil.
c. Penetapan Berat Jenis
Gelas Beaker yang kosong ditimbang dengan timbangan analitik
sebanyak 3 kali lalu dirata-ratakan dan selanjutnya dianggap sebagai
berat awal, kemudian ke dalam gelas diisi 50 ml air limbah, lalu
ditimbang lagi sehingga didapat berat akhir. Berat gelas beaker yang
diisi limbah dikurangi dengan berat gelas beaker yang kosong
merupakan berat dari limbah. Selanjutnya, berat jenis air limbah dapat
dicari dengan cara membagi berat air limbah dengan volumenya yaitu
50 ml atau :
Berat Jenis = Berat Ak hir−Berat Awal
Volume (50ml)
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 53
c. Penetapan Waktu Reduktase
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan air limbah sebanyak 10 ml
kemudian ditambahkan 2 tetes methylen blue 0,5% dan tabung dikocok
sampai larutan homogen. Lalu tabung diinkubasikan dengan suhu 37˚ C
lalu dicatat waktu yang diperlukan sampai dengan warna biru hilang.
d. Penetapan Padatan Total
Cawan penguap kosong yang telah dibersihkan dipanaskan pada suhu
105˚ C dalam oven. Cawan didinginkan, kemudian timbang (berat
kosong). Sampel dikocok merata, kemudian dituangkan ke dalam
cawan dengan volume 25 ml. Masukkan cawan yang berisi sampel ke
dalam oven untuk dikeringkan sampai airnya habis. Kemudian cawan
didinginkan, lalu cawan di timbang. Padatan total dihitung dengan
cara :
Padatan total = Berat Caw an+Residu – Berat Kosong
VolumeSampel (25ml) x 1000
3.5 Pemeriksaan Post dan Ante Mortem
3.5.1 Pemeriksaan Ante-Mortem
Pemeriksaan dengan mengamati dan mencatat ternak sapi sebelum
dipotong yang meliputi:
a. Jumlah hewan yang dipotong, jenis kelamin (jantan, jantan kebiri,
betina, betina bunting atau tidak bunting).
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 54
b. Keadaan umum hewan (kondisi tubuh) yaitu gerak hewan, lubang
kumlah (mata, telinga,hidung, mulut,anus), status gizi, kulit dan
keadaan bulu.
c. Perkiraan umur (periksa gigi permanen atau lingkar tanduk).
3.5.2 Pemeriksaan Post-Mortem
Pemeriksaan ini dilakukan setelah ternak dipotong. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi penentuan umur berdasarkan lingkar tanduk dan jumlah gigi
permanent, karkas dengan mengamati limfoglandula, musculus intercostae serta
diafragma. Sedangkan pengamatan yang lain dilakukan pada bagian kepala
meliputi pemeriksaan limfoglandula, lidah, otot maseter serta mata. Pemeriksaan
dilakukan secara inspeksi, palpasi serta dilakukan incisi.
a. Pemeriksaan Kesehatan Post-Mortem Kepala
Pemeriksaan kepala dilakukan terhadap permukaan luar yaitu
pemeriksaan keadaan abnormal di daerah sekitar kepala apakah ada
pembesaran atau pembengkakan, abses, kelainan congenital, umur sapi
(dengan melihat tanduk atau gigi) dan kelainan lainnya. Pemeriksaannya
meliputi: mengamati keadaan umum apakah jantan atau betina, amati
adanya cacing pada mata sapi, amati lingkar tanduknya (untuk betina),
pemeriksaan gigi, irisan terhadap musculus maseter untuk melihat adanya
cacing, palpasi limfoglandula parotidea, mandibularis, limfoglandula
suprapharyngealis (apakah terjadi peradangan atau tidak) dan periksa
permukaan lidah dan palpasi konsistensi jaringan massa lidah.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 55
b. Pemeriksaan Kesehatan Organ-Organ Tubuh
Pemeriksaan organ-organ tubuh dilakukan secara inspeksi terhadap
bentuk dan warnanya, palpasi untuk mengetahui bagaimana konsistensinya
dan melihat kelainan-kelainan yang ada pada organ-organ tubuh tersebut,
serta melakukan incisi untuk melihat adanya peradangan atau infeksi,
cacing, sisa darah dan lain-lain, yang meliputi:
Hati
- Warna dan bentuknya (normal coklat sampai sawomatang dan bentuk
multilobularis)
- Konsistensinya (normal padat elastis)
- Iris saluran empedu dan kantong empedu (lihat adanya Distomatosis
atau Fasciolasis oleh Fasciola gigantica serta amati limfoglandula
portalis terjadi peradangan atau tidak).
Jantung
- Warna dan bentuknya (normal coklat)
- Bagian apeksnya meruncing serta raba konsistensinya (normal sangat
kenyal)
- Darah dikeluarkan dari atrium dan ventrikel dengan mengiris
septumnya secara tegak lurus atau sejajar, periksa pericardium,
epicardium, endocardium serta amati kemungkinan adanya cacing
jantung.
Paru-paru
- Warna dan bentuknya (normal pink, multilobularis)
- Palpasi konsistensinya (normal seperti bunga karang atau spon)
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 56
- Iris trachea sampai alveoli untuk mengetahui adanya darah atau
makanan yang mengindikasikan adanya pneumonia aspirasi akut
ataupun kronis, atau kemungkinan adanya predileksi cacing paru.
- Inspeksi dan incisi pada limfoglandula bronchialis dan limfoglandula
mediastinalis untuk mengetahui abnormalitas limfoglandula
(pendarahan dan pembengkakan).
Limpa
- Periksa warna dan bentuknya (normal abu-abu kebiruan)
- Periksa konsistensinya (normal lembut elastis)
- Incisi bagian tengahnya secara memanjang (normal bidang irisannya
kering).
Ginjal
- Periksa warna dan bentuknya (normal coklat)
- Konsistensinya (normal kenyal elastis)
- Ginjal dibelah menjadi dua untuk melihat adanya batu/cacing
- Limfoglandula renalis diincisi
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 57
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Kualitas Daging dan Olahannya
4.1.1 Pemeriksaan Kualitas Daging Sapi
4.1.1.1 Hasil Pemeriksaan Subyektif Daging Sapi
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Subyektif Daging Sapi
No Pemeriksaan Pasar Kreneng Pasar Renon Pasar Panjer
1. Warna Coklat Merah Tua
Cokelat Merah Cerah
Cokelat Merah Tua
2. Bau Bau Darah Segar
Bau Darah Segar
Amonia
3. Konsistensi dan Tekstur
Liat (firmness) Lembek (softness)
Liat (firmness)
4. Keadaan Tenunan Pengikat
Kelas II Kelas II Kelas II
5. Kepualaman Daging
0 0 0
4.1.1.2 Hasil Pemeriksaan Obyektif Daging Sapi
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Obyektif Daging Sapi
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 58
No. Pemeriksaan Pasar Kreneng Pasar Renon Pasar Panjer
1. Penetapan pH 5 6 6
2. Daya Ikat Air 87,2 % 80 % 83,8 %
3. Kadar Air 68,5 % 8,6 % 46 %
4.1.1.3 Pembahasan
Pada sampel daging segar yaitu daging sapi dari pasar Kreneng
yang diambil di pasar Renon dan pasar Panjer yang diperiksa
sangat jelas menunjukkan bahwa daging tersebut masih segar
apabila diperiksa secara organoleptik. Penampilan dari daging
segar tersebut, dilihat dari warna, tekstur dan konsistensinya
masih memenuhi kriteria daging yang masih segar.
Sampel daging sapi yang diperiksa masing-masing dari Pasar
Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer menunjukkan warna
cokelat merah tua yang artinya daging sapi tersebut masih segar,
karena warna daging sapi yang segar adalah cokelat merah tua.
Bau dari masing – masing sampel daging dari Pasar Kreneng
dan Pasar Renon berbau darah segar yang artinya daging
tersebut masih segar. Namun, bau sampel daging dari Pasar
Panjer terjadi perubahan menjadi bau ammonia, hal ini
dikarenakan pada proses penyimpanan daging tidak sesuai
dengan anjuran penyimpanan daging yaitu disimpan di suhu
ruang (25oC) selama lebih dari 24 jam. Konsistensi dari masing-
masing sampel daging sapi yang diperoleh dari Pasar Kreneng
dan Pasar Panjer dalam keadaan liat (firmness) yang artinya
daging sapi tersebut dalam kondisi masih segar. Konsistensi
sampel daging sapi dari Pasar Renon dalam keadaan lembek
(softness) menunjukkan bahwa daging sapi tersebut masih baik
karena tidak ada perubahan warna dan bau. Konsistensi daging
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 59
dari Pasar Renon tersebut menjadi lembek karena penyimpanan
daging dalam suhu ruang (25oC) sebelum dilakukan
pemeriksaan. Keadaan tenun pengikat daging sapi dari ketiga
pasar adalah II yang berarti jaringan ikat positif maka daging
tersebut termasuk mutu/Klas I. Kepualaman sampel daging sapi
dari pasar Kreneng, pasar Renon, dan Pasar Panjer menunjukkan
angka 0, artinya daging yang diamati tidak terdapat bintik
lemak.
Menurut Astawan (2004) daging busuk akan menunjukkan
perubahan yang sangat jelas, dimana bau menjadi amis, warna
merah kehitaman, berlendir dan tekstur licin akibat pengeluaran
lendir. Warna daging pada daging segar disebabkan oleh adanya
pigmen merah keunguan yang disebut myoglobin yang berikatan
dengan oksigen yang struktur kimianya hampir sama dengan
haemoglobin.
Tekstur dan konsistensi dari daging sangat ditentukan oleh
protein-protein penyusunnya. Warna daging yang baru diiris
biasanya merah ungu gelap. Warna tersebut berubah menjadi
terang (merah ceri) bila daging dibiarkan terkena oksigen,
perubahan warna merah ungumenjadi terang tersebut bersifat
reversible (dapat balik). Namun, jika daging tersebut terlalu
lama terkena oksigen maka warna merah terang akan berubah
menjadi cokelat. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah
keunguan yang menentukan warna daging segar, mioglobin
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 60
dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi
kimia. Bila terkena udara, pigmenmioglobin akan teroksidasi
menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang.
Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan
pigmen metmioglobin yangberwarna cokelat. Timbulnya warna
coklat menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena
udara bebas, sehingga menjadi rusak. (Astawan, 2004).
Hasil uji obyektif sampel daging sapi dari pasar Kreneng, pasar
Renon, dan pasar Panjer meliputi penetapan kadar pH, daya ikat
air, dan kadar air. Sampel daging sapi dari Pasar Kreneng
mempunyai pH 5, pasar Renon pH sebesar 6, dan pasar Panjer
pH sebesar 6.
Soeparno (1994) menambahkan, bahwa selain faktor pH,
pelayuan dan pemasakan atau pemanasan, daya mengikat air
juga dipengaruhi oleh faktor yang menyebabkan perbedaan daya
mengikat air diantara otot, misalnya spesies, umur dan fungsi
otot, pakan, transportasi, temperatur, kelembaban, jenis kelamin,
kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan dan lemak
intramuskular.
Menurut Suardana dan Swacita (2008) bahwa ekstrak daging
yang sehat memiliki pH 7,2-7,4; yang akan terus menurun kira-
kira setelah 24 jam hingga berkisar antara 5,4-5,5 dan Purnomo
dan Adiono (1985) bahwa standar pH daging hewan sehat dan
cukup istirahat yang baru disembelih adalah 7-7,2 dan akan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 61
terus menurun selama 24 jam sampai beberapa hari. Jarak
penurunan pH tersebut tidak sama untuk semua urat daging dari
seekor hewan dan antara hewan juga berbeda. pH post mortem
akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari
glikogen selama proses glikolisis anaerob dan akan terbatas bila
hewan terdepresi karena lelah. Penurunan pH otot dan
pembentukan asam laktat merupakan salah satu hal yang nyata
pada otot selama berlangsungnya konversi otot menjadi daging.
Pada beberapa hewan penurunan pH terjadi pada jam-jam
pertama setelah hewan dipotong, dan akan stabil pada pH sekitar
6,5 – 6,8. Ada juga hewan dimana penurunan pHnya terjadi
dengan cepat dan mencapai5,4 – 5,5 dalam jam pertama setelah
eksanguinasi.Terbentuknya asam laktat menyebabkan
penurunan pH daging dan menyebabkan kerusakan struktur
protein otot dan kerusakan tersebut tergantung pada temperatur
dan rendahnya pH. Setelah hewan disembelih, penyedian
oksigenotot terhenti.Dengan demikian persediaan oksigen tidak
lagi di otot dan sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi
dari otot. Jadi daging hewan yang sudah disembelih akan
mengalami penurunan pH (Purnomo dan Adiono, 1985).
Berdasarkan hasil uji pH sampel daging tersebut, maka sampel
daging sapi dari pasar Kreneng, pasar Renon, dan pasar Panjer
menunjukkan bahwa daging tersebut masih dalam keadaan baik,
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 62
karena mempunyai kadar pH antara 5-6. Kadar pH tersebut
masih dalam kisaran kadar pH normal dalam daging sapi.
Daya ikat air sampel daging dari pasar Kreneng, pasar Renon,
dan Pasar Panjer masing-masing mempunyai daya ikat air
sebesar 87,2 %, 80%, dan 83,3%. Kadar air dari sampel daging
sapi yang diambil di pasar Kreneng sebesar 68,5%, daging sapi
di pasar Renon sebesar 8,6%, dan sampel daging sapi dari pasar
Panjer sebesar 46%.
Daya ikat air oleh protein daging atau Water Holding Capacity
atau Water Binding Capacity (WHC atau WBC) merupakan
kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang
ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya
pemotongan daging, pemanasan, pendinginan, dan pengolahan
(Soeparno, 1994). Hampir semua air dalam urat daging berada
dalam miofibril, dalam ruang antar filamen tebal dan filamen
tipis. Ruang interfilamen sebagian besar menentukan daya
mengikat air dari protein miofibril. Semakin tinggi pH akhir
maka daya mengikat air semakin kecil. Tingkat penurunan pH
semakin cepat, akan meningkatkan aktomiosin untuk
berkontraksi karena semakin banyak protein sarkoplasmik yang
terdenaturasi, sehingga akan memeras cairan keluar dari protein
daging (Lawrie,1995).
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 63
4.1.2 Pemeriksaan Kualitas Daging Babi
4.1.2.1 Hasil Pemeriksaan Subyektif Daging Babi
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Subyektif Daging Babi
No Pemeriksaan Pasar Kreneng Pasar Renon Pasar Panjer
1. Warna Cokelat Merah Cerah
Cokelat Merah Cerah
Cokelat Merah Cerah
2. Bau Bau Darah Segar
Bau Darah Segar Bau Darah Segar
3. Konsistensi dan Tekstur
Liat (firmness) Liat (firmness) Liat (firmness)
4. Keadaan Tenunan Pengikat
Kelas I Kelas I Kelas I
5. Kepualaman Daging
1 1 1
4.1.2.2 Hasil Pemeriksaan Obyektif Daging Babi
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Obyektif Daging Babi
No. Pemeriksaan Pasar Kreneng
Pasar Renon Pasar Panjer
1. Penetapan pH 5 5 5
2. Daya Ikat Air 74,8 % 84 % 78,8 %
3. Kadar Air (%) 46,16 % 22,5 % 57 %
4.1.2.3 Pembahasan
Pada sampel daging segar yaitu daging babi dari pasar Kreneng
yang diambil di pasar Renon dan pasar Panjer yang diperiksa
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 64
sangat jelas menunjukkan bahwa daging tersebut masih segar
apabila diperiksa secara organoleptik. Penampilan dari daging
segar tersebut, dilihat dari warna, tekstur dan konsistensinya
masih memenuhi kriteria daging yang masih segar.
Sampel daging babi yang diperiksa masing-masing dari Pasar
Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer menunjukkan warna
cokelat merah cerah yang artinya daging babi tersebut masih
segar, karena warna daging babi yang segar adalah cokelat
merah cerah. Bau dari masing – masing sampel daging dari
Pasar Kreneng, Pasar Renon dan Pasar Panjer berbau darah
segar yang artinya daging tersebut masih segar.
Konsistensi dari masing-masing sampel daging babi yang
diperoleh dari Pasar Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer
dalam keadaan liat (firmness) yang artinya daging babi tersebut
dalam kondisi masih segar. Keadaan tenun pengikat daging babi
dari ketiga pasar adalah I yang berarti jaringan ikat positif maka
daging tersebut termasuk mutu/Klas I. Kepualaman daging babi
yang diambil dari Pasar Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer
menunjukkan angka 1, hal ini menunjukkan bahwa sampel
daging babi yang diperiksa tidak terdapat bintik-bintik lemak
dilihat dari penampang melintang 10% yang artinya daging babi
tersebut mempunyai kualitas yang bagus.
Menurut Astawan (2004) daging busuk akan menunjukkan
perubahan yang sangat jelas, dimana bau menjadi amis, warna
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 65
merah kehitaman, berlendir dan tekstur licin akibat pengeluaran
lendir. Warna daging pada daging segar disebabkan oleh adanya
pigmen merah keunguan yang disebut myoglobin yang berikatan
dengan oksigen yang struktur kimianya hampir sama dengan
haemoglobin. Tekstur dan konsistensi dari daging sangat
ditentukan oleh protein-protein penyusunnya. Warna daging
yang baru diiris biasanya merah ungu gelap. Warna tersebut
berubah menjadi terang (merah ceri) bila daging dibiarkan
terkena oksigen, perubahan warna merah ungu menjadi terang
tersebut bersifat reversible (dapat balik). Namun, jika daging
tersebut terlalu lama terkena oksigen maka warna merah terang
akan berubah menjadi cokelat. Mioglobin merupakan pigmen
berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging
segar, mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat
berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin
akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan
warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin
akan menghasilkan pigmen metmioglobin yangberwarna
cokelat. Timbulnya warna coklat menandakan bahwa daging
telah terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak.
(Astawan, 2004).
Hasil uji obyektif pada daging babi yang diambil dari 3 lokasi
(pasar Kreneng, pasar Renon, dan Pasar Panjer) meliputi:
penetapan pH daging, daya ikat air, kadar air. Nilai pH dari ke 3
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 66
lokasi (pasar kreneng, pasar renon, pasar panjer) tersebut rata-
rata berkisar 5.
Daya ikat air pada ke 3 lokasi tersebut terdapat perbedaan yaitu:
a. Daya ikat air pada daging babi yang berasal dari pasar
kreneng: 74,8%
b. Daya ikat air pada daging babi yang berasal dari pasar renon:
84%
c. Daya ikat air pada daging babi yang berasal dari pasar panjer:
57%
Perbedaan nilai daya ikat air dari ke 3 lokasi tersebut bisa
disebabkan karena adanya pelayuan, pemasakan,pemanasan,
faktor yang menyebabkan perbedaan daya ikat diantara otot
misalnya: spesies, umur, fungsi otot,pakan, transportasi,
temperatur, kelembaban, penyimpanan, preservasi,jenis kelamin,
kesehatan, perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan, serta
lemak intramuskuler. Dalam hal ini perbedaan nilai daya ikat air
tidak dipengaruhi oleh pH karena nilai pH dari daging babi yang
berasal dari ke 3 lokasi tersebut adalah 5. Nilai kadar air daging
babi yang berasal dari ke 3 lokasi tersebut yaitu:
a. Kadar air daging babi dari pasar kreneng yaitu: 46,16%
b. Kadar air daging babi dari pasar renon yaitu: 22,5%
c. Kadar air daging babi dari pasar panjer yaitu: 57%.
4.1.3 Pemeriksaan Kualitas Daging Ayam
4.1.3.1 Hasil Pemeriksaan Subyektif Daging Ayam
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 67
Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Subyektif Daging Ayam
No. Pemeriksaan Pasar Kreneng
Pasar Renon Pasar Panjer
1 Warna Cokelat Muda
Cokelat Muda Cokelat Muda
2 Bau Bau Darah Segar
Bau Darah Segar
Bau Darah Segar
3 Konsistensi dan Tekstur
Lembek (Softness)
Lembek (Softness)
Lembek (Softness)
4 Keadaan Tenunan Pengikat
Kelas I Kelas I Kelas I
5 Kepualaman Daging
1 1 1
4.1.3.2 Hasil Pemeriksaan Obyektif Daging Ayam
Tabel 9. Hasil Pemeriksaan Obyektif Daging Ayam
No. Pemeriksaan Pasar Kreneng
Pasar Renon Pasar Panjer
1. Penetapan pH 6 6 7
2. Daya Ikat Air 71 % 75,2 % 84,8 %
3. Kadar Air 76,66 % 35,5 % 63 %
4.1.3.3 Pembahasan
Pada sampel daging segar yaitu daging ayam dari pasar
Kreneng yang diambil di pasar Renon dan pasar Panjer yang
diperiksa sangat jelas menunjukkan bahwa daging tersebut
masih segar apabila diperiksa secara organoleptik. Penampilan
dari daging segar tersebut, dilihat dari warna, tekstur dan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 68
konsistensinya masih memenuhi kriteria daging yang masih
segar.
Sampel daging ayam yang diperiksa masing-masing dari Pasar
Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer menunjukkan warna
cokelat muda yang artinya daging sapi tersebut masih segar,
karena warna daging ayam yang segar adalah cokelat muda. Bau
dari masing – masing sampel daging ayam dari Pasar Kreneng,
Pasar Renon dan Pasar Panjer berbau darah segar yang artinya
daging tersebut masih segar.
Konsistensi dari masing-masing sampel daging ayam yang
diperoleh dari Pasar Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer
dalam keadaan lembek (softness) yang artinya daging ayam
tersebut dalam kondisi masih segar, karena keadaan normal
daging ayam yang segar adalah lembek jika dibanding dengan
daging sapi dan daging babi.
Keadaan tenun pengikat daging ayam dari ketiga pasar adalah I
yang berarti jaringan ikat positif maka daging tersebut termasuk
mutu/Klas I. Kepualaman daging ayam yang diambil dari Pasar
Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer menunjukkan angka 1,
hal ini menunjukkan bahwa sampel daging ayam yang diperiksa
tidak terdapat bintik-bintik lemak dilihat dari penampang
melintang 10% yang artinya daging ayam tersebut mempunyai
kualitas yang bagus.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 69
Menurut Astawan (2004) daging busuk akan menunjukkan
perubahan yang sangat jelas, dimana bau menjadi amis, warna
merah kehitaman, berlendir dan tekstur licin akibat pengeluaran
lendir. Warna daging pada daging segar disebabkan oleh adanya
pigmen merah keunguan yang disebut myoglobin yang berikatan
dengan oksigen yang struktur kimianya hampir sama dengan
haemoglobin.
Tekstur dan konsistensi dari daging sangat ditentukan oleh
protein-protein penyusunnya. Warna daging yang baru diiris
biasanya merah ungu gelap. Warna tersebut berubah menjadi
terang (merah ceri) bila daging dibiarkan terkena oksigen,
perubahan warna merah ungumenjadi terang tersebut bersifat
reversible (dapat balik). Namun, jika daging tersebut terlalu
lama terkena oksigen maka warna merah terang akan berubah
menjadi cokelat. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah
keunguan yang menentukan warna daging segar, mioglobin
dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi
kimia. Bila terkena udara, pigmenmioglobin akan teroksidasi
menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang.
Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan
pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna
coklat menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena
udara bebas, sehingga menjadi rusak. (Astawan, 2004).
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 70
Berdasarkan hasil uji obyektif pada daging ayam yang diambil
dari 3 lokasi (pasar Kreneng, pasar Renon, dan Pasar Panjer)
meliputi: penetapan pH daging, daya ikat air, kadar air dan
terdapat perbedaan hasil uji obyektif daging ayam dari ke 3
lokasi. Nilai pH daging ayam yang berasal dari pasar kreneng
dan pasar renon yaitu: 6 , sedangkan untuk daging ayam yang
berasal dari pasar panjer adalah 7. Daya ikat air pada ke 3 lokasi
tersebut terdapat perbedaan yaitu:
a. Daya ikat air pada daging ayam yang berasal dari pasar
kreneng: 71%
b. Daya ikat air pada daging ayam yang berasal dari pasar
renon: 75,2%
c. Daya ikat air pada daging ayam yang berasal dari pasar
panjer: 84,8%
Perbedaan nilai daya ikat air dari ke 3 lokasi tersebut bisa
disebabkan karena adanya nilai pH daging , pelayuan,
pemasakan,pemanasan, faktor yang menyebabkan perbedaan
daya ikat diantara otot misalnya: spesies, umur, fungsi
otot,pakan, transportasi, temperatur, kelembaban, penyimpanan,
preservasi,jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum dan
sesudah pemotongan, serta lemak intramuskuler. Nilai kadar air
daging babi yang berasal dari ke 3 lokasi tersebut yaitu:
a. Kadar air daging ayam dari pasar kreneng yaitu: 76,66%
b. Kadar air daging ayam dari pasar renon yaitu: 35,5%
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 71
c. Kadar air daging ayam dari pasar panjer yaitu: 63%.
4.1.4 Hasil Pemeriksaan Kualitas Produk Olahan
4.1.4.1 Pemeriksaan Subyektif Sosis Ayam
4.1.4.1.1 Hasil Pemeriksaan Subyektif Sosis Ayam
Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Subyektif Sosis Ayam
No. Pemeriksaan Pasar Kreneng Pasar Renon Pasar Panjer
1. Warna Coklat Coklat Coklat muda
2. Bau Ayam Ayam Ayam
3. Konsistensi dan Tekstur
lembut, kenyal, dan halus
Lembut, kenyal, dan halus
Lembut, Kenyal dan
Halus
4. Cita rasa Ayam Ayam Gurih
4.1.4.1.2 Pembahasan
Pemeriksaan subjektif terhadap warna pada sosis ayam dari pasar
Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer meliputi pemeriksaan warna,
bau, konsistensi dan tekstur, dan cita rasa. Sampel sosis ayam yang
diambil dari pasar Kreneng dan pasar Renon berwarna coklat,
sedangkan sampel sosis ayam dari Pasar Panjer berwarna coklat muda.
Bau sampel sosis ayam yang diambil dari pasar Kreneng, pasar Renon,
dan pasar Panjer mempunyai bau khas ayam. Konsistensi dan tekstur
sampel sosis ayam yang didapat dari pasar Kreneng, pasar Renon, dan
pasar Panjer mempunyai tekstur lembut, kenyal, dan halus khas sosis
ayam. Cita rasa sampel sosis ayam dari pasar Kreneng dan pasar Renon
mempunyai cita rasa khas ayam. Sedangkan cita rasa sampel sosis ayam
dari pasar Panjer mempunyai cita rasa gurih, hal ini menunjukkan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 72
bahwa sampel sosis ayam dari pasar Panjer lebih banyak menggunakan
campuran tepung dibanding daging ayam sehingga mempengaruhi
warna sosis ayam yang lebih cerah dibanding sosis dengan campuran
daging ayam yang lebih banyak.
4.1.4.2 Pemeriksaan Subyektif Sosis Sapi
4.1.4.2.1 Hasil Pemeriksaan Subyektif Sosis Sapi
Tabel 11. Hasil Pemeriksaan Subyektif Sosis Sapi
No Pemeriksaan Pasar Kreneng Pasar Renon Pasar Panjer
1. Warna Coklat tua Coklat tua Coklat tua
2. Bau Sapi Sapi Sapi
3. Konsistensi dan Tekstur
Lembut, kenyal, dan halus
Padat, lembut, dan halus
Padat, lembut, dan halus
4. Cita rasa Gurih Gurih gurih
4.1.4.2.2 Pembahasan
Pemeriksaan subjektif terhadap warna pada sosis sapi dari pasar
Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer meliputi pemeriksaan warna,
bau, konsistensi dan tekstur, dan cita rasa. Warna sampel sosis sapi
yang diambil dari pasar Kreneng , pasar Renon, dan pasar Panjer
berwarna coklat tua.
Bau sampel sosis sapi yang diambil dari pasar Kreneng, pasar Renon,
dan pasar Panjer mempunyai bau khas sapi. Konsistensi dan tekstur
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 73
sampel sosis sapi yang didapat dari pasar Kreneng, pasar Renon, dan
pasar Panjer mempunyai tekstur lembut, kenyal, dan halus khas sosis
sapi. Cita rasa sampel sosis sapi dari pasar Kreneng, pasar Renon, dan
pasar Panjer mempunyai cita rasa gurih. Berdasarkan pengamatan
secara subyektif sampel sosis sapi yang diambil dari pasar Kreneng,
pasar Renon, dan pasar Panjer menunjukkan bahwa sosis sapi tersebut
mempunyai kualitas yang cukup baik, namun cita rasa gurih yang
dihasilkan dari sosis sapi tersebut kurang baik karena cita rasa sosis sapi
yang baik adalah sosis yang mempunyai cita rasa khas sapi.
4.1.4.3 Pemeriksaan Subyektif Bakso Ayam
4.1.4.3.1 Hasil Pemeriksaan Subyektif Bakso Ayam
Tabel 12. Hasil Pemeriksaan Subyektif Bakso Ayam
No Pemeriksaan Pasar Kreneng Pasar Renon Pasar Panjer
1. Warna Putih Putih Putih
2. Bau Gurih Tawar Gurih
3. Konsistensi dan Tekstur
Kenyal dan halus Kenyal dan halus Kenyal dan halus
4. Cita rasa Gurih Asin Gurih
4.1.4.3.2 Pembahasan
Pemeriksaan subyektif terhadap warna pada bakso ayam dari pasar
Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer meliputi pemeriksaan warna,
bau, konsistensi dan tekstur, dan cita rasa. Warna sampel bakso ayam
yang diambil dari pasar Kreneng, pasar Renon, dan pasar Panjer
berwarna putih.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 74
Bau sampel bakso ayam yang diambil dari pasar Kreneng dan pasar
Panjer mempunyai bau yang sama, yaitu bau gurih namun tidak ada bau
ayam. Sedangkan bau sampel bakso ayam dari pasar Renon mempunyai
bau tawar atau kurang terdapat bau ayam maupun bau gurih.
Konsistensi dan tekstur sampel bakso ayam yang didapat dari pasar
Kreneng, pasar Renon, dan pasar Panjer mempunyai tekstur kenyal dan
halus khas bakso ayam. Cita rasa sampel bakso ayam dari pasar
Kreneng dan pasar Panjer mempunyai cita rasa gurih. Sedangkan
sampel bakso ayam dari pasar Renon mempunyai cita rasa asin.
Berdasarkan pengamatan secara subyektif sampel bakso ayam yang
diambil dari pasar Kreneng dan pasar Panjer menunjukkan bahwa
bakso ayam tersebut mempunyai kualitas yang cukup, namun cita rasa
gurih yang dihasilkan dari bakso ayam tersebut kurang baik, karena cita
rasa bakso ayam tersebut tidak ada rasa daging ayam. Rasa gurih yang
dihasilkan dari bakso tersebut berasal dari bumbu-bumbu yang
digunakan untuk membuat bakso dan bahan penyedap rasa.
Sedangkan sampel bakso ayam dari pasar Renon juga mempunyai
kualitas yang kurang baik, karena mempunyai cita rasa asin, tidak ada
rasa gurih dan tidak ada rasa daging ayam. Cita rasa asin yang
dihasilkan dari bakso ayam tersebut karena kandungan garam dalam
bakso terlalu tinggi.
4.1.4.4 Pemeriksaan Subyektif Bakso Sapi
4.1.4.4.1 Hasil Pemeriksaan Subyektif Bakso Sapi
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 75
Tabel 13. Hasil Pemeriksaan Subyektif Bakso Sapi
No Pemeriksaan Pasar Kreneng Pasar Renon Pasar Panjer
1. Warna Coklat tua Coklat tua Coklat tua
2. Bau Gurih Sapi Gurih
3. Konsistensi dan Tekstur
Kenyal dan berserat
Kenyal dan berserat
Kenyal dan berserat
4. Cita rasa Sapi Sapi Gurih
4.1.4.4.2 Pembahasan
Pemeriksaan subyektif terhadap warna pada bakso sapi dari pasar
Kreneng, Pasar Renon, dan Pasar Panjer meliputi pemeriksaan warna,
bau, konsistensi dan tekstur, dan cita rasa. Warna sampel bakso ayam
yang diambil dari pasar Kreneng, pasar Renon, dan pasar Panjer
mempunyai warna yang sama yaitu coklat tua. Warna tersebut sesuai
dengan warna bakso sapi yang ada, karena warna coklat berasal dari
kandungan daging sapi yang berwarna coklat merah tua dan apabila
setelah dimasak akan berwarna coklat tua.
Bau sampel bakso sapi yang diambil dari pasar Kreneng dan pasar
Panjer mempunyai bau yang sama, yaitu bau gurih namun tidak ada bau
sapi. Sedangkan bau sampel bakso sapi dari pasar Renon mempunyai
bau khas daging sapi. Bau bakso sapi dari pasar Renon terseebut
menunjukkan bahwa bakso mempunyai kandungan daging sapi yang
lebih banyak dibanding sampel bakso sapi dai pasar Kreneng dan pasar
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 76
Panjer, karena bakso dari kedua pasar tersebut hanya berbau gurih dari
bumbu.
Konsistensi dan tekstur sampel bakso sapi yang didapat dari pasar
Kreneng, pasar Renon, dan pasar Panjer mempunyai tekstur kenyal dan
dan berserat. Konsistensi bakso sapi tersebut menunjukkan bahwa
sampel bakso sapi dari ketiga pasar tersebut mempunyai kandungan
daging sapi yang banyak didalamnya.
Cita rasa sampel bakso sapi dari pasar Kreneng dan pasar Renon
mempunyai cita rasa khas daging sapi. Sedangkan sampel bakso sapi
dari pasar Panjer mempunyai cita rasa gurih, yang artinya bakso sapi
dari pasar Panjer mengandung sedikit daging sapi, hanya terdapat
bumbu dan penyedap rasa.
4.1.4.5 Pemeriksaan Penghitungan Kuman Metode Tuang
4.1.4.5.1 Hasil Pemeriksaan Subyektif
Tabel 14. Hasil Penghitungan Kuman Metode Tuang
No.Jenis
MakananPengenceran
Rata-rata Jumlah Koloni
Jumlah Bakteri
1. Sosis 103 0 0
2. Bakso 103 13 13 x 103
4.1.4.5.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penghitungan jumlah kuman dengan
metode sebar yang menggunakan media semi solid (EMBA). Adapun
sampel yang digunakan berupa sosis dan bakso. Pengenceran yang
digunakan berupa aquades steril sebanyak 103.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 77
Hasil dari penghitungan jumlah kuman yang terdapat pada sampel
yaitu:
a. Sosis, rata-rata jumlah koloni = 0 dan pengenceran yang digunakan
= 103, sehingga jumlah bakteri = 0 atau dengan kata lain pada
sampel sosis tidak ditemukan bakteri.
b. Bakso, rata-rata jumlah koloni = 13, sehingga jumlah bakteri = 13
dan pengenceran yang digunakan = 103, sehingga jumlah bakteri
= 13 x103. Bila dibandingkan dengan nilai maksimum jumlah
kuman yang terdapat pada bakso sesuai SNI: 1 x106 cfu/g, maka
jumlah bakteri pada pengujian pada bakso di praktikum kali ini
dibawah standar maksimum.
4.1.4.6 Pemeriksaan Penghitungan Kuman Metode Sebar
4.1.4.6.1 Hasil Pemeriksaan Subyektif
Tabel 15. Hasil Penghitungan Kuman Metode Sebar
4.1.4.6.2 Pembahasan
Sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran
daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%). Dalam
praktikum kali ini ingin diketahui tingkat pencemaran mikroba yang
terkandung dalam sosis melalui penghitungan jumlah kuman pada
sampel sosis menggunakan metode tuang (NA). Adapun hasil
penghitungan jumlah kuman pada sampel adalah: 46 x 101 cfu/g dengan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 78
NoJenis
MakananPengenceran
Rata-rata Jumlah Koloni
Jumlah Bakteri
1. Sosis 101 46 46 x 101
jumlah pengenceran sebanyak 101 ,hasil penghitungan ini masih
dibawah nilai maksimum yaitu 1 x 106 cfu/g.
4.2 Pemeriksaan Kualitas Susu
4.2.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Segar
Tabel 17. Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Segar
I.Pemeriksaan Terhadap Keadaan SusuHasil Pengamatan
1). Uji Organoleptik :
Warna Putih (normal)
Bau Amis (khas susu)
Rasa gurih
Kekentalan/Konsistensi
2). Uji Kebersihan bersih
3). Uji Alkohol Alkohol 70% (3 ml)
- Alkohol 70% (6 ml) +
Alkohol 95% (3 ml)-
4). pH 7
5). Uji Reduktase 23 jam
6). Berat Jenis 26 , 30 c
7). Uji Didih homogen
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 79
4.2.2 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Basi
Tabel 18. Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Segar
I.Pemeriksaan Terhadap Keadaan SusuHasil Pengamatan
1). Uji Organoleptik :
Warna Putih kekuningan
Bau Asam
Rasa Masam
Kekentalan/Konsistensi
2). Uji Kebersihan Besih
3). Uji Alkohol Alkohol 70% (3 ml)
- Alkohol 70% (6 ml) +
Alkohol 95% (3 ml)-
4). pH 7
5). Uji Reduktase 22 jam 5 menit
6). Berat Jenis 27 , 31,5c
7). Uji Didih Ada endapan
4.2.3 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Palsu (Susu segar + Air)
Tabel 19. Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Palsu (Susu segar + Air)
I.Pemeriksaan Terhadap Keadaan SusuHasil Pengamatan
1). Uji Organoleptik :
Warna Normal
Bau Bau susu tidak berkurang
Rasa Tawar
Kekentalan/Konsistensi Normal
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 80
2). Uji Kebersihan Bersih
3). Uji Alkohol Alkohol 70% (3 ml)
- Alkohol 70% (6 ml)
- Alkohol 95% (3 ml)
-
4). pH 7
5). Uji Reduktase 11:30 – 21:30
6). Berat Jenis 26 , 31 c
7). Uji Didih Homogeny
4.2.4 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Palsu (Susu segar + Air Kelapa)
Tabel 20. Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Palsu (Susu segar + Air Kelapa)
I.Pemeriksaan Terhadap Keadaan SusuHasil Pengamatan
1). Uji Organoleptik :
Warna Normal
Bau Bau susu tidak berkurang
Rasa Tawar
Kekentalan/Konsistensi Cair
2). Uji Kebersihan Bersih
3). Uji Alkohol Alkohol 70% (3 ml)
- Alkohol 70% (6 ml) -
Alkohol 95% (3 ml)+
4). pH 7
5). Uji Reduktase 11:30 – 21:30
6). Berat Jenis 28 , 30 c
7). Uji Didih Ada endapan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 81
4.2.5 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Palsu (Susu segar + Tajin)
Tabel 21. Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Palsu (Susu segar + Tajin)
I.Pemeriksaan Terhadap Keadaan SusuHasil Pengamatan
1). Uji Organoleptik :
Warna Normal
Bau Bau susu tidak berkurang
Rasa Asam
Kekentalan/Konsistensi Cair
2). Uji Kebersihan Bersih
3). Uji Alkohol Alkohol 70% (3 ml)
- Alkohol 70% (6 ml) -
Alkohol 95% (3 ml)+
4). pH 7
5). Uji Reduktase 11:30 – 21:30
6). Berat Jenis 26 , 31 c
7). Uji Didih Ada endapan
4.2.6 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Palsu (Susu segar + Susu Skim)
Tabel 22. Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Palsu (Susu segar + Susu Skim)
I.Pemeriksaan Terhadap Keadaan SusuHasil Pengamatan
1). Uji Organoleptik :
Warna Normal
Bau Susu skim
Rasa Susu skim
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 82
Kekentalan/Konsistensi Cair
2). Uji Kebersihan Bersih
3). Uji Alkohol Alkohol 70% (3 ml)
- Alkohol 70% (6 ml) -
Alkohol 95% (3 ml)+
4). pH 7
5). Uji Reduktase 11:30 – 21:30
6). Berat Jenis 28 , 30 c
7). Uji Didih Tidak ada endapan
4.2.7 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Palsu (Susu segar + Santan)
Tabel 23. Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu Palsu (Susu segar + santan)
I.Pemeriksaan Terhadap Keadaan SusuHasil Pengamatan
1). Uji Organoleptik :
Warna Lebih putih
Bau Amis
Rasa Susu + Santan
Kekentalan/Konsistensi Ada butiran
2). Uji Kebersihan Bersih
3). Uji Alkohol Alkohol 70% (3 ml)
- Alkohol 70% (6 ml) -
Alkohol 95% (3 ml)+
4). pH 7
5). Uji Reduktase 11:30 – 21:30
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 83
6). Berat Jenis 26 , 30 c
7). Uji Didih Ada endapan
4.2.8 Pembahasan
Pemeriksaan warna dari susu segar dan susu segar basi dari tiga tempat yang
berbeda menunjukkan perbedaan sedikit yaitu terjadi perubahan warna dari
putih pada susu segar menjadi putih kekuningan pada susu basi. Warna susu
adalah putih sampai kekuningan yang disebabkan oleh penyebaran butiran
koloid lemak, kalsium, karoten, dan riboflavin yang memberikan warna
kekuningan. Warna air susu yang layak dikonsumsi adalah putih kekuning-
kuningan dan tidak tembus cahaya. Dari semua susu segar yang diperiksa
diperoleh hasil berwarna putih dan tidak tembus cahaya hal ini
menunjukkan bahwa semua susu yang diperiksa layak dikonsumsi.
Pada pemeriksaan bau, terjadi perbedaan bau pada susu segar dan susu segar
basi. Susu segar yang diperiksa mempunyai bau khas susu segar, sedikit bau
sapi dan bebas dari bau asing lainnya. Sedangkan pada susu segar basi
terjadi perubahan bau menjadi bau susu yang cenderung asam. Perubahan
bau pada air susu yang telah basi disebabkan oleh hidrolisa dari gliserida
dan pelepasan asam lemak seperti butirat dan koprat yang mempunyai bau
khas dan tidak enak. Pada susu segar variasi bau pada air susu sapi
dipengaruhi beberapa faktor yaitu: sapi itu sendiri, pakan, bau disekeliling,
dekomposisi kandungan susu, material asing, dan perubahan reaksi kimia.
Pada pemeriksaan rasa dari susu segar maka didapat bahwa rasa dari susu
segar gurih dan tawar dan tidak ditemukan adanya rasa asing misalnya rasa
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 84
pahit atau asin. Sedangkan pada susu yang basi diperoleh rasa asam. Hal ini
menunjukkan bahwa susu telah terkontaminasi oleh bakteri atau kuman-
kuman lainnya.
Pada pemeriksaan konsistensi susu maka didapat bahwa susu segar
mempunyai konsistensi yang normal, tidak encer dan tidak terjadi
pemisahan dalam bentuk apapun sedangkan pada susu basi didapat
konsistensi susu yang mengental dan bergumpal-gumpal. Hal ini
menunjukkan bahwa susu sudah rusak.
Pada uji kebersihan susu segar dan susu basi didapat hasil yang sama bersih.
Kebersihan susu ini dapat diamati dengan mata atau dengan kaca pembesar.
Pengamatan dengan mata dilakukan untuk mengetahui adanya kotoran atau
benda asing yang terkandung dalam susu.
Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui keadaan susu apakah dalam
keadaan baik atau tidak. Susu yang baik adalah apabila ditetesi alkohol tidak
mengalami penggumpalan sehingga susu tersebut layak untuk dikonsumsi.
Pada uji alkohol susu segar tidak ditemukan adanya penggumpalan pada
susu sedangkan pada susu basi terjadi penggumpalan pada susu.
Uji berat jenis air susu yang baik adalah 1,027 – 1,035 pada suhu 27,5oC.
Penentuan berat jenis susu ini menggunakan alat yang disebut dengan
laktodensimeter. Pada pemeriksaan susu segar didapat berat jenis dari tiga
jenis susu dari tempat yang berbeda itu antara 1,0275 - 1,035 sedangkan
pada pemeriksaan susu basi berat jenisnya >1,035. Apabila BJ air susu lebih
rendah dari kisaran normal disebabkan sedikitnya kadar berat air yang
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 85
dikandung oleh susu. Semakin tinggi berat kadar kering berarti semakin
tinggi pula berat jeninya. Jika air susu mempunyai berat jenis dibawah
standar hal tersebut menunjukkan bahwa susu tersebut encer begitu pun
sebaliknya.
Pada uji reduktase, susu segar mempunyai waktu reduktase yang cukup
lama yaitu >330 menit sedangkan pada susu basi mempunyai waktu
reduktase yang singkat yaitu hanya 20 menit. Uji reduktase dilakukan untuk
mengetahui adanya enzim reduktase yang dihasilkan oleh mikroba, enzim
ini mampu menetralkan warna methylene blue menjadi larutan tidak
berwarna. Jumlah kuman menentukan angka reduktase, semakin cepat
waktu reduktase, maka semakin banyak jumlah kuman dan semakin lama
waktu reduktase maka jumlah kuman dalam susu semakin sedikit.
4.3 Pemeriksaan Kualitas Telur
4.3.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Telur dari Pasar Kreneng
Tabel 24 Hasil Pemeriksaan Kualitas Telur dari Pasar Kreneng
Faktor MutuJenis Telur pada Pada hari Pertama Jenis Telur pada Hari Kedua
K1 K2 K3 K1 K2 K3
1. Kerabang(Kulit)
a. Keutuhan Utuh Utuh Utuh Utuh Utuh Utuh
b. Bentuk Normal Normal Normal Normal Normal Normal
c. Kelicinan Licin Kasar Licin Licin Licin Licin
d. Kebersihan Bersih BersihAgak kotor
kotor Bersih Bersih
e. Warna kerabang
CoklatCoklat muda
Coklat Coklat berbintik
Coklat Coklat
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 86
2. Kantong Udara(Peneropongan)
a. KedalamanTak terlihat
Tak terlihat
Tak terlihat
Tak terlihat
Tak terlihat
Tak terlihat
b. KebebasanBergerak
Tidak bergerak
Tidak bergerak
Tidak bergerak
Tidak bergerak
Tidak bergerak
Tidak bergerak
3. Keadaan PutihTelur
a. Kebersihan BersihAda bercak darah
Ada bercak darah
kotor Bersih Bersih
b. Kekentalan Kental Kental Kental encer Kental Kental
4. Keadaan Kuning Telur (Peneropongan)
a. BentukTidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
b. PosisiTidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
c. Bayangan batas
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
d. KebersihanTidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
e. Warna(Colour)
9 7 5 6 6 7
5. Bau Khas telur Khas telurKhas telur
Khas telur Khas telur Khas telur
6. Grade B C B C C (-) B
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 87
7. Indek Kuning Telur (IKT)
0,23 0,24 0,27 0,23 0,22 0,28
8. Indek Putih Telur (IPT)
0,108 0,055 0,064 0,061 0,064 0,058
9. Berat Telur 98,86 gr 101,58 gr 98,26 gr 99,31 gr 104,47 gr 103,67gr
4.3.2 Hasil Pemeriksaan Kualitas Telur dari Pasar Renon
Tabel 25. Hasil Pemeriksaan Kualitas Telur dari Pasar Renon
Faktor Mutu
Jenis Telur pada Pada hari Pertama Jenis Telur pada Hari Kedua
R1 R2 R3 R1 R2 R3
1. Kerabng
(Kulit)
a. KeutuhanUtuh Utuh Utuh Pecah Utuh Utuh
b. Bentuk Normal Normal Normal Normal Normal Normal
c. Kelicinan Kasar Kasar Kasar Kasar Licin Licin
d. Kebersihan Bersih Bersih Bersih Bersih Kotor Bersih
e. Warna Putih Coklat Coklat Colat Coklat tua Coklat
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 88
kerabang
2. Kantong
Udara
(Peneropongan)
a. KedalamanTak
Terlihat
Tak
terlihat
Terlihat
( 0,5)
Terlihat Tak
terlihat
Terlihat
b. Kebebasan
Bergerak
Tidak
bergerak
Tidak
bergerak
Tidak
bergerak
Tidak
bergerak
Tidak
bergerak
Tidak
bergerak
3. Keadaan
Putih Telur
a. KebersihanAda bercak
darah
Ada
bercak
darah
Ada
bercak
darah
Bersih
Bersih bersih
b. Kekentalan Kental Kental Kental Kental Kental Kental
4. Keadaan
Kuning Telur
(Peneropongan)
a. BentukTidak
terlihat
Tidak
terlihatTerlihat
Tidak
terlihat
Tidak
terlihat
Tidak
terlihat
b. Posisi Tidak Tidak Diatas Tidak Tidak Tidak
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 89
terlihat terlihat terlihat terlihat terlihat
c. Bayangan
batas
Tidak
terlihat
Tidak
terlihat
Tidak
jelas
Tidak
terlihat
Tidak
terlihat
Tidak
terlihat
d. KebersihanTidak
terlihat
Tidak
terlihat
Tidak
terlihat
Tidak
terlihat
Tidak
terlihat
Tidak
terlihat
e. Warna
(Colour)6 5 5 9 7 5
1. Bau Khas telurKhas
telur
Khas
telur
Khas telur Khas telur Khas telur
2. Grade C C (-) C (-) C C C
3. Indek Kuning
Telur (IKT)0,21 0,008 0,007 0,17 0,2 0,20
4. Indek Putih
Telur (IPT)0,053 0,004 0,0045 0,048 0,042 0,050
5. Berat Telur 111,31 gr 104,52 gr 114, 21 gr 100, 59 gr 102,43 gr 104,00gr
4.3.3 Hasil Pemeriksaan Kualitas Telur dari Pasar Panjer
Tabel 26. Hasil Pemeriksaan Kualitas Telur dari Pasar Kreneng
Faktor MutuJenis Telur pada Pada hari Pertama Jenis Telur pada Hari Kedua
P1 P2 P3 P1 P2 P3
1. Kerabang(Kulit)
a. KeutuhanUtuh Utuh Utuh Pecah Utuh Utuh
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 90
b. Bentuk Normal Normal Normal Normal Normal Normal
c. Kelicinan Kasar Kasar Kasar Kasar Licin kasar
d. Kebersihan Bersih Bersih kotor Bersih Bersih Bersih
e. Warna kerabang
Coklat Coklat Coklat Putih berbintik
Coklat Coklat berbintik
2. Kantong Udara (Peneropongan)
a. KedalamanTak Terlihat
Tak terlihat
Tak TerlihatTak Terlihat
Tak terlihat
Tak Terlihat
b. Kebebasan bergerak
Tidak bergerak
Tidak bergerak
Tidak bergerak
Tidak bergerak
Tidak bergerak
Tidak bergerak
3. Keadaan Putih Telur
a. KebersihanAda bercak darah
Ada bercak darah
Ada bercak darah
Bersih Bersih Bersih
b. Kekentalan Kental Kental Kental Encer Kental Encer
4. Keadaan Kuning Telur (Peneropongan)
a. BentukTidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak Terlihat
Bulat Tidak terlihat
Bulat
b. PosisiTidak terlihat
Tidak terlihat
Diatas Bebas bergerak
Tidak terlihat
Bebas bergerak
c. Bayangan batas
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak jelas Jelas Tidak terlihat
Tidak jelas
d. KebersihanTidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Tidak bersih
Tidak terlihat
Tidak terlihat
e. Warna (Colour)
6 6 6 3 7 5
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 91
5. Bau Khas telur Khas telur Khas telurKhas telur Khas
telurKhas telur
6. Grade C B C C (-) C C
7. Indek Kuning Telur (IKT)
0,23 0,26 0,30 rusak 0,17 0,23
8. Indek Putih Telur (IPT)
0,063 0,076 0,067 rusak 0,051 0,045
9. Berat Telur 108,19 gr 106,76 gr 107, 24 gr 99,22 gr 102,56 gr 103,27 gr
4.3.4 Pembahasan
Pada pemeriksaan subyektif telur dari ke tiga pasar yaitu pasar renon, pasar
panjer, pasar kreneng yang dilakukan selama dua hari untuk dilakukan
pemeriksaan subyektif dan obyektif. Pada pemeriksaan subyektif telur di
pasar kreneng dilihat dari pemeriksaan kulit atau kerabang telur bahwa untuk
sampel telur yang diambil di pasar kreneng selama hari pertama dan kedua
bahwa keutuhan dan bentuk telur normal sedangkan kelicinan dan keberishan
hampir rata-rata bersih dan licin hanya saja ditemukan beberapa telur di hari
pertama dan hari kedua kasar dan kotor sedangkan warna kerabang rata-rata
berwarna coklat hanya satu telur yang yang berwarna coklat berbintik dan
satunya lagi coklat muda, warna kulit tersebut disebabkan oleh pigmen
Cephorpyrin yang terdapat pada permukaan kulit telur yang berwarna coklat.
Kerabang telur yang berwarna coklat lebih relatif tebal.. Penilaian kualitas
dan higien telur bisa dilihat pada kulit/kerabang telur dan kondisi dari fisik
telur tersebut. Kualitas telur semakin baik jika kulit telur dalam keadaan
bersih. Abnormalitas atau kecatatan pada telur dapat berupa kerusakan pada
kulit telur atau isi telur. Abnormalitas yang terjadi pada telur tidak
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 92
mempengaruhi nilai gizinya. Pada pemeriksaan kantong udara atau
peneropongan ditemukan bahwa semua telur pada hari pertama dan kedua
tidak terlihat kantong udara begitu sama halnya tidak adanya kebebasan
bergerak, seangkan dilihat dari kerbersihan dan kekentalan putih telur
ditemukan bahwa ada dua telur yang terdapat bercak darah, satu telur yang
kotor dan encer. Peneropongan kuning telur ditemukan bahwa bentuk dan
posisi sama-sama tidak terlihat begitu juga sama halnya dengan bayangan
batas dan kebersihan kuning telur dengan peneropongan juga tidak terlihat
sedangkan untuk warna telur, rata- rata telur yang diambil berwarna enam dan
tujuh. Rata- rata grade telur di pasar kreneng berada pada grade C,
pemeriksaan obyektif telur berupa IPT dan IKT disimpulkan bahwa IKT dari
telur yang diambil di pasar kreneng berkualitas buruk sedangkan untuk IPT
memiliki kualitas yang baik.
Pada pemeriksaan subyektif telur di pasar renon dilihat dari pemeriksaan kulit
atau kerabang telur bahwa untuk sampel telur yang diambil di pasar renon
selama hari pertama dan kedua bahwa keutuhan dan bentuk telur normal
hanya satu telur yang hari kedua terjadi kepecahan sedangkan kelicinan dan
kebersihan hampir rata-rata bersih hanya saja ditemukan hampir semua telur
dipasar renon memiliki kerabang kasar dan bersih, warna kerabang rata-rata
berwarna coklat hanya satu telur yang yang berwarna putih dan satunya lagi
coklat tua, warna kulit tersebut disebabkan oleh pigmen Cephorpyrin yang
terdapat pada permukaan kulit telur yang berwarna coklat. Kerabang telur
yang berwarna coklat lebih relatif tebal.. Penilaian kualitas dan higien telur
bisa dilihat pada kulit/kerabang telur dan kondisi dari fisik telur tersebut.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 93
Kualitas telur semakin baik jika kulit telur dalam keadaan bersih.
Abnormalitas atau kecatatan pada telur dapat berupa kerusakan pada kulit
telur atau isi telur. Abnormalitas yang terjadi pada telur tidak mempengaruhi
nilai gizinya. Pada pemeriksaan kantong udara atau peneropongan ditemukan
bahwa semua telur pada hari pertama dan kedua terlihat kantong udara namun
tidak adanya kebebasan bergerak, sedangkan dilihat dari kerbersihan dan
kekentalan putih telur ditemukan bahwa tiga telur dihari pertama yang
terdapat bercak darah dan hari kedua bersih dan kental. Peneropongan kuning
telur ditemukan bahwa bentuk dan posisi rata-rata tidak terlihat hanya satu
telur yang terlihat bentuk dan posisinya berada diatas sedangkan untuk warna
telur, rata- rata telur yang diambil lima. Rata- rata grade telur di pasar renon
berada pada grade C, pemeriksaan obyektif telur berupa IPT dan IKT
disimpulkan bahwa IKT dari telur yang diambil di pasar renon berkualitas
buruk sedangkan untuk IPT rata-rata memiliki kualitas yang buruk hanya dua
telur memiliki IPT yang baik, untuk berat telur sendiri berkisar 104-114 gr.
Pada pemeriksaan subyektif telur di pasar panjer dilihat dari pemeriksaan
kulit atau kerabang telur bahwa untuk sampel telur yang diambil di pasar
panjer selama hari pertama dan kedua bahwa keutuhan dan bentuk telur
normal hanya satu telur yang hari kedua terjadi kepecahan sedangkan
kelicinan dan kebersihan hampir rata-rata bersih hanya saja ditemukan hampir
semua telur di pasar panjer memiliki kerabang kasar dan bersih, warna
kerabang rata-rata berwarna coklat hanya satu telur yang yang berwarna putih
berbintik dan satunya lagi coklat berbintik, warna kulit tersebut disebabkan
oleh pigmen Cephorpyrin yang terdapat pada permukaan kulit telur yang
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 94
berwarna coklat. Kerabang telur yang berwarna coklat lebih relatif tebal.
Penilaian kualitas dan higien telur bisa dilihat pada kulit/kerabang telur dan
kondisi dari fisik telur tersebut. Kualitas telur semakin baik jika kulit telur
dalam keadaan bersih. Abnormalitas atau kecatatan pada telur dapat berupa
kerusakan pada kulit telur atau isi telur. Abnormalitas yang terjadi pada telur
tidak mempengaruhi nilai gizinya. Pada pemeriksaan kantong udara atau
peneropongan ditemukan bahwa semua telur pada hari pertama dan kedua
tidak terlihat kantong udara begitu sama halnya tidak adanya kebebasan
bergerak, sedangkan dilihat dari kerbersihan dan kekentalan putih telur
ditemukan bahwa ada tiga telur yang terdapat bercak darah pada hari pertama
dan hari kedua dalam keadaan bersih dan kental. Peneropongan kuning telur
ditemukan bahwa bentuk dan posisi rata-rata tidak terlihat hanya satu telur
yang terlihat bentuknya bulat dan diatas begitu juga sama halnya dengan
bayangan batas dan kebersihan kuning telur dengan peneropongan juga rata-
rata tidak terlihat sedangkan untuk warna telur, rata- rata telur yang diambil
berwarna enam. Grade telur di pasar panjer berada pada grade C, pemeriksaan
obyektif telur berupa IPT dan IKT disimpulkan bahwa IKT dari telur yang
diambil di pasar panjer berkualitas buruk sedangkan untuk IPT juga rata-rata
memiliki kualitas yang buruk, untuk berat telur berkisar 99 – 108 gr.
4.4 Pemeriksaaan Kualitas Air Limbah RPH Pesanggaran
4.4.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Limbah RPH Pesanggaran secara
Subyektif
Tabel 27. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Limbah RPH Pesanggaran secara
Subyektif
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 95
Lokasi TanggalMacam Uji
Warna Bau Konsistensi
I 2 November 2012Keruh
KecoklatanDarah Cair
3 November 2012Keruh
KecoklatanDarah Cair
II 2 November 2012Keruh
KemerahanDarah Cair
3 November 2012Keruh
KemerahanDarah Cair
III 2 November 2012 Bening Tidak Berbau Cair
3 November 2012 Bening Tidak Berbau Cair
IV 2 November 2012 Keruh Amis Cair
3 November 2012 Keruh Amis Cair
V 2 November 2012Keruh
KecoklatanAmonia Cair
3 November 2012Keruh
KecoklatanAmonia Cair
VI2 November 2012 Coklat Tua Berbau Feses Cair
3 November 2012 Coklat Tua Berbau Feses Cair
VII 2 November 2012Keruh
KecoklatanBerbau Feses Cair
3 November 2012Keruh
KecoklatanBerbau Feses Cair
4.4.2 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Limbah RPH Pesanggaran secara
Obyektif
Tabel 27. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Limbah RPH Pesanggaran secara
Subyektif
Lokasi Tanggal Macam Uji
pH Suhu Reduktase Berat jenis Padatan
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 96
(° C)(menit) (gr/ml)
Total (mg/ml)
I 2 November 2012 8 28 > 330 menit 1,0580,28
3 November 2012 8 27,5 > 330 menit 1,0630,30
Jumlah 16 55,5 > 660 menit 2,1210,58
Rataan 8 27,75 > 330 menit 1,06050,29
II 2 November 2012 8 28 > 330 menit 0,99320,04
3 November 2012 8 28 > 330 menit 1,0100,04
Jumlah 16 5 > 660 menit 2,00320,08
Rataan 8 28 > 330 menit 1,00160,04
III 2 November 2012 7 28 > 330 menit 0,950,04
3 November 2012 7 28 > 330 menit 0,9380,06
Jumlah 14 56 > 660 menit 1,8880,10
Rataan 7 28 > 330 menit 0,9440,5
IV 2 November 2012 8 28 > 330 menit 0,920,04
3 November 2012 8 28 > 330 menit 1,01740,04
Jumlah 16 56 > 660 menit 1,93740,08
Rataan 8 28 > 330 menit 0,96870,04
V 2 November 2012 7 29 > 330 menit 0,920,12
3 November 2012 7 28 > 330 menit 0.9670,17
Jumlah 14 57 > 660 menit 1,8870,29
Rataan 7 28,5 > 330 menit 0,94350,145
VI 2 November 2012 7 28 > 330 menit 0,950,04
3 November 2012 7 28 > 330 menit 1,01740,04
Jumlah 14 56 > 660 menit 1,96740,08
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 97
Rataan 7 28 > 330 menit 0,98370,04
VII 2 November 2012 8 29 > 330 menit 1,040,04
3 November 2012 8 28 > 330 menit 1,01740,05
Jumlah 16 57 > 660 menit 2,05740.09
Rataan 8 28,5 > 330 menit 1,02870,045
4.4.3 Pembahasan
Pemeriksaan terhadap air limbah Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran
Denpasar dengan menggunakan sampel limbah dari tujuh lokasi dilakukan
secara subyektif dan objektif. Pada ketujuh sampel ditemukan bahwa pH air
limbah yang dihasilkan oleh RPH Pesanggaran memenuhi standar yang
ditentukan oleh Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02
Tahun 2006 yang mengatur tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan
Rumah Potong Hewan yaitu dari kisaran 6 hingga 9.
Dalam uji reduktase dari ketujuh sampel yang diambil, yang mengalami
perubahan warna hingga waktu 24 jam adalah sampel nomor 4 dan 6,
sedangkan sampel yang lainnya masih seperti semula saat mulai dilakukan
inkubasi. Hal ini dikarenakan kecilnya kandungan bakteri yang terkandung
pada air limbah, mengingat pegambilan sampel dilakukan pada pukul 07.00
dimana seluruh area RPH Pesanggaran sudah bebas dari aktifitas pemotongan
dan air yang digunakan untuk melakukan pembersihan mengalir secara terus
menerus.
4.5 Pemeriksaan Ante dan Post Mortem
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 98
Pemeriksaan Ante-Mortem merupakan pemeriksaan kesehatan hewan
potong sebelum disembelih. Data yang diambil adalah berupa jumlah ternak,
kemudian di hitung pula jumlah ternak yang sehat dan tidak. Pemeriksaan Ante-
Mortem pada ternak sapi ini dilakukan di RPH Mambal.
Jumlah Ternak Sapi yang Dipotong
Tabel 29. Jumlah Ternak Sapi Yang Di Potong di RPH Mambal
Hari Jantan Betina (ekor) Jumlah
Tidak Bunting
Bunting
12 November 2012
14 November 2012
16 November 2012
18 November 2012
-
-
-
-
13
12
12
13
-
2
-
-
13
14
12
13
Total 0 50 2 524.5.1 Hasil Pemeriksaan Ante Mortem Sapi di RPH Mambal
Tabel 30. Hasil Pemeriksaan Ante Mortem Sapi di RPH Mambal
Hari Fraktur (ekor)
Kurus (ekor)
Lain-lain (ekor)
Normal (ekor)
Jumlah (ekor)
1
2
3
4
0
0
0
0
0
1
0
2
1
0
1
1
12
13
11
10
13
14
12
13
Total 0 3 3 46 52
4.5.2 Hasil Pemeriksaan Post Mortem Sapi di RPH Mambal
4.5.2.1 Pemeriksaan Kepala
Tabel 31. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Kepala Sapi di RPH Mambal
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 99
Hari
Infestasi Cacing Infeksi
Normal JumlahMata Otot Limfoglandula
Masetter Lidah Parotis Mandibularis Retropharingealis
I
II
III
IV
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
13
13
12
13
13
14
12
13
Total 0 0 0 1 1 0 51 52
Rataan 0 0 0,25 0,25 0 12,75 13
Prosentase 0 0 25 % 25 % 0 62,5% 100%
4.5.2.2 Pemeriksaan Hati
Tabel 32. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Hati Sapi di RPH Mambal
HariInspeksi Palpasi Incisi
Normal JumlahWarna Bentuk Konsistensi Lgl. Portalis
Pemb. Empedu
ICoklat -
sawo matangMultilo bularis
Padat elastis Normal Normal 13 13
IICoklat -
sawo matangMulti
lobularis
Padat elastis Normal Tidak Normal
13 14
IIICoklat -
sawo matangMulti
lobularisPadat elastis Normal Normal 12 12
IVCoklat -
sawo matangMulti
lobularis
Padat elastis Normal Normal 13 13
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 100
Total 0 0 0 0 1 51 52
Rataan 0 0 0 0 0 12,72 13
Prosentase 0 0 0 0 0 25 % 100 %
4.5.2.3 Pemeriksaan Jantung
Tabel 33. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Jantung Sapi di RPH Mambal
HariInspeksi Palpasi Incisi
Normal JumlahWarna Bentuk Konsistensi Perikardium Epikardium Endokardium
I CoklatApeks
meruncingSangat kenyal
Normal Normal Normal 1013
II CoklatApeks
meruncingSangat kenyal
Normal Normal Normal 1014
III CoklatApeks
meruncingSangat kenyal
Normal Normal Normal 1012
IV CoklatApeks
meruncingSangat kenyal
Normal Normal Normal 1013
Total 0 0 0 0 0 0 40 52
Rataan 0 0 0 0 0 0 4 13
Prosentase
0 0 0 0 0 0 100% 100%
4.5.2.4 Pemeriksaan Paru-paru
Tabel 34. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Paru-paru Sapi di RPH Mambal
Hari
Inspeksi Palpasi Incisi
Normal JumlahWarna Bentuk Konsistensi
Limfoglandula Trachea-AlveoliBronchialisMediastinalis
ITidak
NormalMulti-
lobularisSpon Normal Normal Normal 12
13
II PinkMulti-
lobularisSpon Normal Normal Normal 14
14
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 101
IIITidak
NormalMulti-
lobularisSpon Normal Normal Normal 11
12
IV NormalMulti-
lobularisSpon Normal Normal Normal 13
13
Total 2 0 0 0 0 2 50 52
Rataan 1 0 0 0 0 1 12,5 13
Prosentase 5 % 0 0 0 0 5 % 25 % 100 %
4.5.2.5 Pemeriksaan Limpa
Tabel 35. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Limpa Sapi di RPH Mambal
Hari
Inspeksi Palpasi Incisi
Normal JumlahWarna Bentuk Konsistensi
Di tengah-tengah
memanjang
IAbu-abu kebiruan
Pipih, tipis, memanjan
g
Lembut elastis
Normal (bidang irisan
kering)
13 13
IIAbu-abu kebiruan
Pipih, tipis, memanjan
g
Lembut elastis
Normal (bidang irisan
kering)
14 14
IIIAbu-abu kebiruan
Pipih, tipis, memanjan
g
Lembut elastis
Normal (bidang irisan
kering)
12 12
IVAbu-abu kebiruan
Pipih, tipis, memanjan
g
Lembut elastis
Normal (bidang irisan
kering)
13 13
Total 0 0 0 0 52 52
Rataan 0 0 0 0 13 13
Prosentase 0 0 0 0 100 % 100 %
4.5.2.6 Pemeriksaan Ginjal
Tabel 36. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Ginjal Sapi di RPH Mambal
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 102
HariInspeksi Palpasi Incisi
Normal JumlahWarna Bentuk Konsistensi
Lgl. Renalis
Cortex dan Pyelum
I CoklatSeperti kacang
Kenyal elastis
Normal Normal13 13
II CoklatSeperti kacang
Kenyal elastis
Normal Normal14 14
III CoklatSeperti kacang
Kenyal elastis
Normal Normal12 12
IV CoklatSeperti kacang
Kenyal elastis
Normal Normal13 13
Total 0 0 0 0 0 52 52
Rataan 0 0 0 0 0 13 13
Prosentase 0 0 0 0 0 100 % 100 %
4.5.3 Hasil Pemeriksaan Post Mortem Babi di RPH Pesanggaran
4.5.3.1 Pemeriksaan Hati
Tabel 37. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Hati Babi di RPH Pesanggaran
HariInspeksi Palpasi Incisi
Normal JumlahWarna Bentuk Konsistensi Lgl. Portalis
Pemb. Empedu
ICoklat -
sawo matangAbnormal Padat elastis Normal Normal 12 13
Total 0 1 0 0 0 12 12
Prosentase 0 1 0 0 0 92,3 % 100 %
4.5.3.2 Pemeriksaan Jantung
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 103
Tabel 38. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Hati Jantung di RPH Pesanggaran
HariInspeksi Palpasi Incisi
Normal JumlahWarna Bentuk Konsistensi Perikardium Epikardium Endokardium
I CoklatApeks
meruncingKenyal Normal Normal Normal 13 13
Total 0 0 0 0 0 0 13 13
Prosentase
0 0 0 0 0 0 100% 100%
4.5.3.3 Pemeriksaan Paru-paru
Tabel 39. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Paru-paru Babi di RPH Pesanggaran
Hari
Inspeksi Palpasi Incisi
Normal JumlahWarna Bentuk Konsistensi
Limfoglandula Trachea-AlveoliBronchialisMediastinalis
ITidak
NormalTidak
NormalSpon Normal Normal Normal 3 13
Total 9 4 0 0 0 3 50 52
Prosentase 69% 30% 0 0 0 23% 23 % 100 %
4.5.3.4 Pemeriksaan Limpa
Tabel 40. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Hati Babi di RPH Pesanggaran
Hari
Inspeksi Palpasi Incisi
Normal JumlahWarna Bentuk Konsistensi
Di tengah-tengah
memanjang
IAbu-abu kebiruan
AbnormalLembut elastis
Normal (bidang irisan
kering)
9 13
Total 0 4 0 0 9 13
Prosentase 0 30% 0 0 69% 100 %
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 104
4.5.3.5 Pemeriksaan Ginjal
Tabel 41. Hasil Pemeriksaan Post Mortem Ginjal Babi di RPH Pesanggaran
HariInspeksi Palpasi Incisi
Normal JumlahWarna Bentuk Konsistensi
Lgl. Renalis
Cortex dan Pyelum
I CoklatSeperti kacang
Kenyal elastis
Normal Normal13 13
Total 0 0 0 0 0 52 52
Prosentase 0 0 0 0 0 100 % 100 %
4.5.4 Pembahasan
Pada pemeriksaan ante-mortem hari 1, ternak yang diperiksa berjumlah 13
ekor semuanya berjenis kelamin betina, tidak bunting, umur sapi sekitar 2
tahun hingga 4 tahun keatas. Secara inspeksi pemeriksaan ternak yang akan
dipotong tidak terdapat kelainan, seperti fraktur, pincang, tidak ada bercak
pada tubuh , namun ada ektoparasit pada kulit.
Pada pemeriksaan ante-mortem hari ke 2, ternak yang diperiksa berjumlah 14
ekor semuanya berjenis kelamin betina. Satu ekor ternak mengalami
kekurusan. Umur ternak sekitar 1,5 hingga 4 tahun keatas. Terdapat 2 ekor
sapi yang sedang bunting perkiraan usia janin adalah 8 minggu dan 6 bulan.
Secara inspeksi pemeriksaan ternak yang akan dipotong tidak terdapat
kelainan, seperti fraktur, pincang, tidak ada bercak atau luka pada tubuh dan
tidak ada ektoparasit pada kulit.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 105
Pada pemeriksaan ante-mortem hari ke 3, ternak yang diperiksa berjumlah 12
ekor semuanya berjenis kelamin betina. Umur sapi antara 2,5 hingga 4 tahun
keatas. Secara inspeksi pemeriksaan ternak yang akan dipotong tidak terdapat
kelainan, seperti fraktur, pincang, tidak ada bercak pada tubuh, namun ada
ektoparasit pada kulit.
Pada pemeriksaan ante-mortem hari ke-4, ternak yang diperiksa berjumlah 13
ekor semuanya berjenis kelamin betina. Umur sapi antara 2,5 hingga 4 tahun
keatas. Secara inspeksi pemeriksaan ternak yang akan dipotong ada
ditemukan kelainan, yaitu ditemukan satu ekor sapi yang sakit, tidak dapat
berdiri. Dan juga ditemukan cacing pada mata salah satu sapi yang akan
dipotong.
Pemeriksaan post-mortem pada hari ke-II didapat adanya kelainan pada
limfoglandula parotis dan mandibularis berupa kebengkakan. Hal ini diduga
karena adanya infeksi atau peradangan. Perubahan warna pada organ paru-
paru juga ditemukan pada hari I dan III berupa hemoragi. Infestasi cacing
Fasciola gigantica juga ditemukan pada saluran empedu terhadap hati pada
hari ke II.
Pemeriksaan post-mortem babi di Rumah Potong Hewan Pesanggaran
dilakukan pada 17 November 2012. Pemeriksaan dilakukan pada babi
sebanyak 13 ekor. Pada pemeriksaan, kebanyakan ditemukan adanya kelainan
atau penyimpangan warna pada paru-paru berupa hemoragi. Keadaan ini
disebabkan karena proses pemingsanan. Pemingsanan elektronik yang tidak
dipakai dengan tepat dapat menyebabkan shock elektropletik pada babi yang
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 106
memicu terjadinya hemoragi (Suardana dan Swacita, 2008). Selain itu
ditemukan cysticercus pada salah satu hati babi.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.1.1 Berdasarkan pemeriksaan kualitas secara subjektif dan objektif; daging
ayam, daging babi, dan daging sapi berserta produk olahan yang dibeli
dari tiga pasar berbeda memiliki kualitas yang baik dan layak untuk
dikonsumsi.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 107
5.1.2 Berdasarkan pemeriksaan kualitas secara subyektif dan obyekti, susu
segar yang diuji memiliki kualitas sesuai SNI. Untuk susu yang
dipalsukan terdapat perbedaan yaitu rasa, bau, dan ada atau tidaknya
endapan.
5.1.3 Berdasarkan pengamatan dan pemeriksaan telur yang diambil dari 3
pasar yang berbeda dengan dua kali pengulangan dapat dilihat masih
ada telur yang baru dan telah lama disimpan namun masih layak
dikonsumsi.
5.1.4 Uji subyektif pada RPH Pesanggaran menunjukkan adanya perbedaan
warna terjadi karena adanya percampuran antara air, darah, dan
kotoran dari hewan potong. Perbedaan bau terjadi karena adanya
proses dekomposisi oleh bakteri pembusuk pada sebagian limbah.
Sedangkan konsistensi cair disebabkan banyaknya air yang berasal dari
tempat pencucian. Pada uji obyektif yaitu penetapan pH, waktu
reduktase, berat jenis, dan temperatur masih tergolong normal. Sarana
penanganan limbah yang dimiliki oleh RPH Pesanggaran cukup baik
dan air limbah yang dialirkan kesaluran pembuangan umum sudah
sesuai dengan aturan yang berlaku serta cukup memenuhi syarat
kesehatan.
5.1.5 Berdasarkan pemeriksaan ante-mortem yang dilakukan di RPH tidak
ditemukan kelainan yang signifikan pada hewan yang akan dipotong,
semua hewan memenuhi syarat untuk dilakukan pemotongan.
Berdasarkan pemeriksaan post-mortem yang dilakukan di RPH
Mambal dan RPH Pesanggaran, kepala dan organ-organ sapi serta babi
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 108
masih layak untuk dikonsumsi dengan melakukan pengafkiran pada
bagian-bagian tertentu yang mengalami kerusakan fokal.
5.2 Saran
5.2.1 Proses penyimpanan daging dan produk olahannya perlu dijaga agar
tidak merubah/memicu adanya proses pembusukan oleh bakteri
pembusuk yang akan menurunkan kualitas daging dan produk
olahnnya.
5.2.2 Untuk menjaga agar susunan dan keadaan air susu jangan terlalu cepat
mengalami perubahan sehingga gizi yang tinggi dapat dipertahankan
lebih lama serta untuk menghindari timbulnya kontaminasi oleh
kuman-kuman patogen terhadap air susu, maka perlu dilaksanakan
penanganan dan pengawasan terhadap air susu.
5.2.3 Sebaiknya memilih telur yang bagus fisiknya dan yang memiliki
kerabang bersih dari kotoran agar mendapatkan kualitas telur yang
bagus dan layak dikonsumsi.
5.2.4 Tingkat pencemarannya Air limbah RPH Pesanggaran perlu ditangani
lebih serius sehingga efek negatif limbah terhadap lingkungan dapat
dicegah dan kesehatan masyarakat sekitar dapat terjaga. Keadaan
sanitasi lingkungan di RPH Pesanggaran masih perlu ditingkatkan
kebersihannya dan diperlukan teknik pengolahan limbah yang lebih
bagus agar lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar lebih
terjamin.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 109
5.2.5 Pemotongan betina produktif dan bunting ada baiknya tidak dilakukan.
Proses pemingsanan di RPH Pesanggaran sebaiknya dilakukan secara
cepat dan tidak berulang untuk menghindari terjadinya hemoragi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2007. Pemeriksaan Produk Hewan : Daging dan Telur. http://www.scribd.com/. Tanggal Akses 25 November 2012
Anonimus, 2007. Kuning Telur Bukan Sekedar Warna. http://www.kompas.com. Tanggal Akses 25 November 2012
Anonimous. 2010. Keempukan Daging: Apa dan Bagaimana Mendapatkan Daging yang Empuk. http://202.124.205.107/files/JTI031403esm.pdf. Tanggal Akses 25 November 2012
Arka, dkk. 1985. Pencegahan Pencemaran Lingkungan serta Pemanfaatan Limbah Industri. Universitas Udayana. Denpasar.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 110
Arka, I.B. 1990. Pencegahan Pencemaran Lingkungan Serta Pemenfaatan Limbah Usaha Subsektor Peternakan Sebagai Penjabaran Ajaran Tri Hita Karana. Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Denpasar.
Arka, I.B., W.B. Wisna, I.A. Okarini, I.B.N Swacita, dan K. Suada. 1998. Penuntun Praktikum Ilmu Kesehatan Daging. Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Denpasar.
Aulia, O. A, Dwiloka, B. Arifin, M. 2005. Perbaikan Manajemen Pemotongan Ternak Untuk Menghasilkan Daging Sapi Lokal Berkualitas Import. Universitas Diponegoro. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/21272/1/1215-ki-pp-06.pdf. Tanggal Akses 25 November 2012
AzisD.N.2007.ManfaatSusuMurnihttp://chatoel.multiply.com/journal/item/53/m a nfaat_susu_murni_ (Tanggal Akses 25 November 2012 )
Azwar. 1990. Limbah dan Pemanfaatannya. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Departemen Peternakan. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 01-6366-2000, Batas Maksimum CemaranMikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta.
DirKesMaVet. 1995. Panduan Pelaksanaan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Departemen Peternakan. Jakarta.
Gorris, L.G.M., 2005. Food Safety Objective: An Integral Part of Food Chain Management. Food Control 16: 801−809.
Haugh, R.R.,2004. The Haugh Unit for Measuring Egg Quality. U. S. Egg Poultry Magazine. No. 43, Pages 552-555 and 572 573. (1937).
Layli R. dan Suhendra P. 1979. Teknologi Hasil Ternak Bagian 2 Teknologi Telur. Lephas. Ujung Pandang.
Lestari, 1994. Rumah Pemotongan Hewan.
Lukman, 2008. Product Savety Pada Rumah Potong Hewan. Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Mekir, S. 1992. Air Susu dan Penanganannya. Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah. Fapet UNUD. Denpasar.
Mahida, U.N. 1993. Pengolahan Limbah. Penerbit C.V. Yasa Guna. Jakarta.
Prayoga. 2010. Telur.http://www.4shared.com/document/1yxEEjTu/PRAYOGA-TELUR.htm. Tanggal Akses 25 November 2012
Ressang, A.A., dan A.M. Nasution. 1982. Ilmu Kesehatan Susu (Milk Hygiene), edisi ke-2, FKH IPB. Bogor.
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 111
Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat. USU. http://www.library.usu.ac.id. Tanggal Akses 25 November 2012
Siska. 2011. Cara Memilih Telur Yang Baik.http://www.smallcrab.com/makanan-dan-gizi/877-memilih-telur-yang-baik. Tanggal Akses 25 November 2012
SNI 01-3926-1995. Telur Ayam Konsumsi. Dewan Standardisasi Nasional – DSN.
Soeparno. 1992. Teknologi Pengawasan Daging. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Bogor.
Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging, Edisi I. Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.
Suardana, I W., dan Swacita, I.B.N. 2008. Higiene Makanan (KESMAVET II). Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana.
Sudaryani, T. 1996. Kualitas Telur. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah, Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan No. 17/Kpts/DJP/Deptan/83. 1983. Jakarta.
Syam, F.A. 2004. Keracunan Makanan. Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI/RSCM, http://www.interna.com. Tanggal Akses 25 November 2012
Yudi, 2009. Kesmavet Susu. http://drhyudi.blogspot.com/2009/07/kesmavet-susu.html (diakses tanggal 18 Juni 2011). Tanggal Akses 25 November 2012
Yudi. 2009. Kesmavet Telur. http://drhyudi.blogspot.com/2009/07/kesmavet-definisi-ruang-lingkup-dan.html, Tanggal Akses 25 November 2012
Vonzho. 2011. Kesmavet. http://www.4shared.com/document/Pkcypa66/laporan_Kesmavet.html Tanggal Akses 25 November 2012
Laporan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Bagian Kesmavet Universitas Udayana | 112