irenneagustina.files.wordpress.com€¦ · web viewreaksi fase ii atau reaksi konjugasi terjadi...
TRANSCRIPT
PERCOBAAN IV
METABOLISME OBAT
Disusun oleh :
Kintyas Asokawati (G1F014069)
Irenne Agustina T. (G1F014071)
Alifah Itmi Mushoffa (G1F014073)
Gasti Giopenra Benarqi (G1F014075)
Tanggal Praktikum : 13 Mei 2015
Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Hanif Nasiatul B.
Nama Asisten Praktikum : Intan dan Yessy
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAM
PURWOKERTO
2015
METABOLISME OBAT
(Percobaan 4)
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk
menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara oral, rektal, dan
parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan petunjuk tentang dosis-dosis
yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknik
penggunaannya atau petunjuk pemakaiannya (Katzung, 2001).
Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan
proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat
seperti absorpsi, kecepatan absorpsi, dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap),
cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of
action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk
memberikan respons tertentu (Katzung, 2001).
Obat sebaiknya dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan setelah diberikan
melalui rute tertentu yang nyaman dan aman seperti suatu obat yang memungkinan diberikan
secara intravena dan diedarkan di dalam darah langsung dengan harapan dapat
menimbulkan efek yang relatif lebih cepat dan bermanfaat (Katzung, 2001).
Tidur merupakan suatu fenomena fisiologis penting dalam menjaga keseimbangan
regulasi sistem tubuh, juga merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang
untuk dapat berfungsi dengan baik (Nelson, 2006).
Fisiologi tidur merupakan proses yang kompleks dan melibatkan berbagai macam
neurotransmiter. Dengan adanya tidur, maka manusia dapat memelihara kesegarannya,
kebutuhan, dan metabolisme seluruh tubuhnya. Tidur memiliki fungsi restorasi yang penting
untuk termoregulasi dan cadangan energi tubuh. Pada saat tidur tenaga yang hilang dipulihkan
dan terjadi pelemasan otot (Nelson, 2006).
Pada dasarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik bekerja dengan
menekan aktifitas Ascending Reticular Activating System (ARAS) diotak. Salah satu contoh
obat yang mempunyai kemampuan hipnotik adalah golongan Barbiturat. Barbiturat 1
berikatan dengan reseptor GABA (neurotransmiter inhibitorik) di otak dan memfasilitasi kerja
GABA (Nelson, 2006).
2. Tujuan Percobaan
Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat
dengan mengukur efek farmakologinya
3. Dasar Teori
Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan
biologi yang dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat
berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati merupakan organ utama tempat
metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif mengeksresi obat yang bersifat lipofil karena
mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi glomelurus. Oleh karena
itu, obat yang lipofil harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih polar
supaya reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi (Mardjono, Mahar, 2007).
Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I merubah senyawa lipofil
menjadi senyawa yang mempunyai gugus fungsional seperti OH, NH2, dan COOH. Ini
bertujuan agar senyawa lebih mudah mengalami proses perubahan selanjutnya. Hasil
metabolisme fase I mungkin mempengaruhi efek farmakologinya. Metabolisme fase I
kebanyakan menggunakan enzim sitokrom P450 yang banyak terdapat di sel hepar dan GI.
Enzim ini juga berperan penting dalam memetabolisme zat endogen seperti steroid, lemak dan
detoksifikasi zat eksogen. Namun demikian, ada juga metabolisme fase I yang tidak
menggunakan enzim sitokrom P450, seperti pada oksidasi katekolamin, histamine dan etanol
(Mardjono, Mahar, 2007).
Reaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah
mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi
ialah reaksi penggabungan antara obat dengan zat endogen seperti asam glukoronat, asam
sulfat, asam asetat dan asam amino. Hasil reaksi konjugasi berupa zat yang sangat polar dan
tidak aktif secara farmakologi. Glukoronidasi adalah reaksi konjugasi yang paling umum dan
paling penting dalam ekskresi dan inaktifasi obat (Mardjono, Mahar, 2007).
Untuk obat yang sudah mempunyai gugus seperti OH, NH2, SH dan COOH mungkin
tidak perlu mengalami reaksi fase I untuk dimetabolisme fase II. Dengan demikian tidak
semua zat mengalami reaksi fase I terlebih dahulu sebelum reaksi fase II. Bahkan zat dapat 2
mengalami metabolisme fase II terlebih dahulu sebelum mengalami metabolisme fase I.
(Mycek,2001).
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmik retikulum
(mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstra hepatik) adalah dinding
usus, ginjal, paru, darah, otak dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus) (Mardjono,
Mahar, 2007).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi
polar (larut air)agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu.dengan perubahan ini
obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif.Tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif(jika
asalnya prodrug),kurang aktif,atau menjadi toksik (Mardjono, Mahar, 2007).
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytocrome P450
(cyp)yang disebut juga enzim monooksigenase atau MFO (Mixed Fungtion Oxidase) dalam
endoplasmic reticulum (mikrosom)hati.Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau
inhibisi enzim metabolisme,terutama enzim cyp (Mardjono, Mahar, 2007).
Induksi berarti peningkatan sistem enzim metabolisme pada tingkat transkripsi
sehingga terjadi peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang
bersangkutan (Mardjono, Mahar, 2007).
Inhibisi enzim metabolisme berarti hambatan yang terjadi secara langsung dengan
akibat peningkatan kadar substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara langsung.
(Mardjono,2007,hal 8)
Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja, dan toksisitas
obat. Oleh karena itu pengetahuan tentang metabolisme obat penting dalam studi. Suatu obat
dapat menimbulkan suatu respon biologis dengan melalui dua jalur, yaitu:
a. Obat aktif setelah masuk melalui peredaran darah,langsuns berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan respon biologis.
b. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme
menjadi obat aktif,berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon
biologis(bioaktivasi) (Mardjono, Mahar, 2007).
Secara umum tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak
aktif dan tidak toksik (bioinaktivasi atau detoksifikasi),mudah larut dalam air dan kemudian
3
diekskresikan dari tubuh.Hasil metabolit obat bersifat lebih toksik dibanding dengan senyawa
induk(biootoksifikasi)dan ada pula hasilmetabolit obat yang mempunyai efek farmakologis
berbeda dengan senyawa induk.contoh:Iproniazid,suatu obat perangsang system syaraf
pusat,dalam tubuh di metabolis menjadi isoniazid yang berkhasiat sebagai antituberkolosis
(Mardjono, Mahar, 2007).
Faktor-faktor yang mempengarui metabolisme obat:
Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawi dan
enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit.Jumlah metabolit ditentukan oleh
kadar dan aktivitas enzim yang berperan dalam proses metabolisme.Kecepatan metabolisme
dapat menentukan intensitas dan masa kerja obat.Kecepatan metabolisme ini kemungkinan
berbeda-beda pada masing-masing individu.Penurunan kecepatan metabolisme akan
meningkatkan intensitas dan memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan
meningkatkan toksisitas obat.Kenaikan kecepatan metabolisme akan menurunkan intensitas
dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak efektif pada dosis normal
(Ganiswara, dkk. 1995).
1. Faktor Genetik atau keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang
terjadi dalam system kehidupan.Hal ini menunjukkan bahwa factor genetic atau
keturunan ikut berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat
(Ganiswara, dkk. 1995).
2. Perbedaan spesies dan galur
Pada proses metabolisme obat,perubahan kimia yang terjadi pada spesies
dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda,tetapi kadang-kadang ada
perbedan uang cukup besar pada reaksi metabolismenya (Ganiswara, dkk. 1995).
3. Perbedaan jenis kelamin
Pada spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap
kecepatan metabolisme obat (Ganiswara, dkk. 1995).
4
4. Perbedaan umur
Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim
mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisme obat relatif masih sedikit
sehingga sangat peka terhadap obat (Ganiswara, dkk. 1995).
5. Penghambatan enzim metabolisme
Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu
senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan
intensitasn efek obat, memperpanjang masa kerja obat, dan kemungkinan juga
meningkatkan efek samping dan toksisitas (Ganiswara, dkk. 1995).
6. Induksi enzim metabolisme
Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme obat dan memperpendek masa kerja obat. Hal ini disebabkan
senyawa tersebut dapat meningkatkan jumlah atau aktivitas enzim metabolisme
dan bukan Karena permeablelitas mikrosom atau adanya reaksi
penghambatan.Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentu atau
proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar
obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa
kerjanya menjadi lebih singkat. Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas
beberapa obat karena dapat meningkatkan metabolisme dan metabolit reaktif
(Ganiswara, dkk. 1995).
Tempat metabolisme obat
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan-jaringan dan organ-
organ seperti hati,ginjal,paru dan saluran cerna. Hati merupakan organ tubuh tempat utama
metabolisme obat oleh karena mengandung enzim-enzim metabolisme dibanding organ lain.
Metabolisme obat di hati terjadi pada membrane reticulum endoplasma sel. Retikulum
endoplasma terdiri dari dua tipe yang berbeda, baik bentuk maupun fungsinya. Tipe 1
mempunyai permukaan membran yang kasar,terdiri dari ribosom-ribosom yang tersusun
secara khas dan berfungsi mengatur susunan genetik asam aminoyang diperlukan untuk
sintesis protein.Tipe 2 mempunyai permukaan membran yang halus tidak mengandung
ribosom.Kedua tipe ini merupakan tempat enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme
5
obat. Jalur umum metabolisme obat dan senyawa organik asing Reaksi metabolisme obat dan
dan senyawa organic asing ada dua tahap yaitu:
Reaksi-reaksi yang termasuk dalam fase I antara lain:
a. Reaksi Oksidasi
Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi pada berbagai
molekul menurut proses khusus tergantung pada masing-masing struktur kimianya,
yaitu reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril, dan heterosiklik; reaksi oksidasi
alkohol dan aldehid; reaksi pembentukan N-oksida dan sulfoksida; reaksi deaminasi
oksidatif; pembukaan inti dan sebagainya (Anonim,1999). Reaksi oksidasi dibagi
menjadi dua, yaitu oksidasi yang melibatkan sitokrom P450 (enzim yang
bertanggungjawab terhadap reaksi oksidasi) dan oksidasi yang tidak melibatkan
sitokrom P450.
b. Reaksi Reduksi (reduksi aldehid, azo dan nitro).
Reaksi ini kurang penting dibanding reaksi oksidasi. Reduksi terutama
berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat), kadang-kadang pada
karbon. (Anonim, 1999). Hanya beberapa obat yang mengalami metabolisme dengan
jalan reduksi, baik dalam letak mikrosomal maupun non microsomal.
c. Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)
Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis dari
ester dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal dan
nonmikrosomal akan menghidrolisis obat yang mengandung gugus ester. Di
hepar,lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis
peptidin oleh suatu enzim. Esterase non mikrosomal terdapat dalam darah dan
beberapa jaringan (Anief,1995).
Reaksi Fase II (Fase sintetik)
Reaksi ini terjadi dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu obat atau
metabolit fase I nya dengan zat endogen. Konjugat yang dihasilkan hampir selalu
kurang aktif dan merupakan molekul polar yang mudah diekskresi oleh ginjal (Neal,
2005). Reaksi konjugasi bekerja pada berbagai substrat alamnya dengan proses
enzimatik terikat pada gugus reaktif yang telah ada sebelumnya atau terbentuk pada
fase I. reaksi yang terjadi pada fase II ini ini meliputi konjugasi glukoronidasi, asilasi,
metilasi, pembentukan asam merkapturat, dan konjugasi sulfat (Gordon dan Skett,
1991). Reaksi fase II terdiri dari :
6
a. Konjugasi asam glukoronat
Konjugasi dengan asam glukoronat merupakan cara konjugasi umum dalam
proses metabolisme. Hampir semua obat mengalami konjugasi ini karena sejumlah
besar gugus fungsional obat dapat berkombinasi secara enzimatik dengan asam
glukoronat dan tersedianya D-asam glukoronat dalam jumlah yang cukup pada tubuh
(Siswandono dan Soekardjo,2000). Koenzim antara (UDPGA : uridine
diphosphoglucorinic acid ) bereaksi dengan obat dengan bantuan enzim UDP
glukoronosil-transferase (UGT) untuk memindahkan glukoronida ke atom O pada
alkohol, fenol, atau asam karboksilat; atau atom S pada senyawa tiol; atau atom N
pada senyawa2 amina dan sulfonamida.
b. Metilasi
Reaksi metilasi mempunyai peran penting pada proses biosintesis beberapa
senyawa endogen, seperti norepinefrin, epinefrin, dan histaminserta untuk proses
bioinaktivasi obat. Koenzim yang terlibat pada reaksi metilasi adalah S-adenosil-
metionin(SAM). Reaksi ini dikatalis oleh enzim metiltransferase yang terdapat dalam
sitoplasma dan mikrosom (Siswandono dan Soekardjo,2000).
c. Konjugasi Sulfat
Terutama terjadi pada senyawa yang mengandung gugus fenol dan kadang-
kadang juga terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatik dan senyawa N-hidroksi.
Konjugasi sulfat pada umumnya untuk meningkatkan kelarutan senyawa dalam air dan
membuat senyawa menjadi tidak toksik (Siswandono dan Soekardjo,2000).
d. Asetilasi
Merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amin primer,
sulfonamida, hidrasin, hidrasid, dan amina alifatik primer. Fungsi utama asetilasi
adalah membuat senyawa inaktif dan untuk detoksifikasi (Siswandono dan
Soekardjo,2000)
II. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
7
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah spuit injeksi (0,1-2 ml), jarum
sonde/ujung tumpul/membulat, labu ukur 10 ml, stopwatch, timbangan tikus, neraca analitik,
dan alat-alat gelas.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Aquabidest, Diazepam, Induktor
enzim : Fenobarbital 30 mg/kg BB, Inhibitor enzim :
Simetidin dan siprofloksasin, hewan coba
(tikus).
III. CARA KERJA
- disiapkan
- dibagi menjadi 4 kelompok
-
mendapat
3 tikus per
kelompok
-
ditimbang bobot badan tikus
- dihitung konversi dosis, pembuatan larutan
stok, dan volume pemberian obat
8
Alat dan Bahan disiapkan
Kelompok 1 (kontrol)
Diazepam I.P+ Dosis Tunggal
Kelompok 2Fenobarbital
I.P+ Diazepam
I.P
Kelompok 3Simetidin P.O+ Diazepam
I.P
Kelompok 4Siprofloksasin
P.O+ Diazepam I.P
Tiap golongan
Tikus
- diamati onset dan durasi terjadinya hypnosis berdasarkan refleks balik badan dan julah jatuh dari rotarod (pada menit ke 15, 30, 60,90,120)
- dibandingkan efek yang terjadi akibat pengaruh pemberian obat bersama dengan induktor dan inhibitor enzim pemetabolisme
IV. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN
1. Kelompok 1(Diazepam I.P)
Dosis untuk manusia = 10 mg / 70 kg BB
Dosis konversi = Faktor konversi xdosis obat
BB standar tikus
= 0.018 x10
200 gram BB
= 0,18 mg / 200 gram BB tikus
Konsentrasi Larutan Stock = Dosis konversi
Volume Maksimal
= 0,185
= 0.18 mg / 5 ml
= 1.8 mg / 50 ml
Yang dibuat dari larutan stock : V1 . M1 = V2 . M2
V1 x 5 mg/ml = 50 ml x 1.8/50 ml
V1 x 5 mg/ml = 50 ml x 0.036 mg/ml
V1 = 0.36 ml
Volume Pemberian
Tikus I = BB Tikus100
x 12
x Volume max
= 200100
x 12
x 5
= 5 ml9
Hasil
Tikus II = BB Tikus
100x 1
2x Volume max
= 150100
x 12
x5
= 3.75 ml
2. Kelompok 2 ( Fenobarbital (I.P) + Diazepam (I.P))
Dosis untuk manusia = 30 mg/ 70 kg BB
Dosis konversi = Faktor konversi xdosis obat
BB standar tikus
= 0.018 x30
200 gram BB
= 0,54 mg / 200 gram BB tikus
Konsentrasi Larutan Stock = Dosis konversiVolume Maksimal
= 0,545
= 0.54 mg / 5 ml
= 2.7 mg / 25 ml
Yang dibuat dari larutan stock : V1 . M1 = V2 . M2
V1 x 100 mg/ml = 25 ml x 2.7/25 ml
V1 x 5 mg/ml = 50 ml x 0.108 mg/ml
V1 = 0.027 ml
Volume Pemberian
Tikus I = BB Tikus
100x 1
2x Volume max
= 200100
x 12
x 5
= 5 ml
Tikus II = BB Tikus
100x 1
2x Volume max
= 200100
x 12
x 5
= 5 ml10
3. Kelompok 3 ( Simetidin (P.O) + Diazepam (I.P))
Simetidin per oral
Dosis untuk manusia = 200 mg / 70 kg BB
Dosis konversi = Faktor konversi xdosis obat
BB standar tikus
= 0.018 x200
200 gram BB
= 3.6 mg / 200 gram BB tikus
Konsentrasi Larutan Stock = 2. Dosis konversiVolume Maksimal
= 2 x 3.65
= 7.2 mg / 5 ml
= 1.44 mg/ ml
Banyak tablet yang diambil =1.44 x 400mg
200 mg = 2.88 mg/ 5 ml
= 28.8 mg/ 50 ml
Volume Pemberian ( Simetidin = Diazepam )
Tikus I = BB Tikus
100x 1
2x Volume max
= 270100
x 12
x 5
= 6,75 ml
Tikus II = BB Tikus
100x 1
2x Volume max
= 200100
x 12
x 5
= 5 ml
4. Kelompok 4 (Siprofloksasin (P.O) + Diazepam (I.P))
Siprofloksasin (per oral)
11
Dosis untuk manusia = 500 mg / 70 kg BB
Dosis konversi = Faktor konversi xdosis obat
BB standar tikus
= 0.018 x500
200 gram BB
= 9 mg / 200 gram BB tikus
Konsentrasi Larutan Stock = 2. Dosis konversiVolume Maksimal
= 2 x 95
= 18 mg / 5 ml
= 180 mg / 50 ml
Berat tablet yang diambil = konsentrasilarutan stock x berat tablet
dosis tablet
= 180 x 771,8500
= 227, 848 mg
Volume Pemberian ( Siprofloksasin = Diazepam)
Tikus I = BB Tikus
100x 1
2x Volume max
= 150100
x 12
x5
= 3.75 ml
Tikus II = BB Tikus
100x 1
2x Volume max
= 290100
x 12
x 5
= 7,25 ml
No Perlakuan Waktu Timbul Efek
Onset Durasi
1. Diazepam+Aquadest Menit ke-12 6.5 menit
2. Diazepam+Fenobarbital Menit ke-41.25 8.25 menit
3. Diazepam+Simetidin Menit ke-44 4.5 menit
4. Diazepam+Siprofloksasin Menit ke-67 6 menit
12
Diazepam Fenobarbital + diazepam Simetidin + Diazepam Siprofloksasin + Diazepam
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Durasi
Durasi
Jatuhnya tikus dari rotarod
Perlakuan
WaktuDiazepam
Fenobarbital
+ Diazepam
Simetidin +
Diazepam
Siprofloksasin
+ Diazepam
15’ 15 13.5 9 12
30’ 11 9.5 11 8.5
60’ 9.5 10.5 11.5 8.5
90’ 8 6 11.5 6.5
13
Diazepam Fenobarbital + Diazepam
Simetidin + Diazepam Siprofloksasin + Diazepam
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Onset
Onset
V.
V.
V.
V.
V.
V.
V.
V.
V.
V.
PEMBAHASAN
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat
yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Syarif,1995). Metabolisme obat
mempunyai dua efek penting. 1. Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat
ekskresinya melalui ginjal karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi
dalam tubulusginjal. 2. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi,
tidak selalu seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada
obat asli. Sebagai contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk mengobati ansietas)
dimetabolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam, keduanya aktif. (Neal,2005).
Reaksi-reaksi selama proses metabolisme dibagi menjadi 2 yaitu reaksi fase I (reaksi
oksidasi, reduksi, hidrolisis) : reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam proses ini
sebagian besar terjadi di hati. Mengalami hidroksilasi pada posisi para dengan bantuan enzim
sitokrom450. Reaksi fase II (konjugasi glukoronida, asilasi, metilasi, pembentukan asam
merkapturat, konjugasi sulfat).
Interaksi dan Efek Obat
Fenobarbital
Fenobarbital mengalami reaksi fase I sebagai persyaratan reaksi konjugasi. Metabolisme
utama di hati dan diekskresikan ke urin kira-kira 25% fenobarbital diekskresi ke urin dalam
bentuk utuh (Katzung, 2004). Interaksi antara fenobarbital dan obat lain biasanya melibatkan
induksi sistem enzim mikrosom hati oleh fenobarbital. Konsentrasi fenobarbital dalam plasma 14
Diazepam Fenobarbital + Diazepam Simetidin + Diazepam Siprofloksasin + Diazepam
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Jumlah jatuhnya tikus dari rotarod
Menit ke-15 Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90
dapat ditingkatkan sebanyak 40 % selama penggunaanya yang bersaman dengan asam
valproat. Fenobarbital mengurangi kadar carbamazepin, lamotrigin, tiagabin, dan zonisamide
dalam darah; phenobarnital mungkin megurangi konsentrasi ethosuximide dalam darah;
konsentrasi Fenobarbital dalam darah meningkat oleh oxcarbazepin, juga kadar metabolit
aktif oxcarbazepin dalam darah menurun; kadar Fenobarbital dalam darah seringkali
meningkat oleh fenitoin, kadar fenitoin dalam darah seringkali berkurang tetapi dapat
meningkat; efek sedasi meningkat saat barbiturate diberikan dengan primidone; kadar
Fenobarbital dalam darah meningkat oleh valproat, kadar valproat dalam darah menurun;
kadar Fenobarbital dalam darah mungkin berkurang oleh vigabatrin. Rifampisin , fenitoin ,
karbamazepin dan fenobarbital meningkatkan metabolisme diazepam, sehingga menurunkan
tingkat obat dan efek. (Tjay Hoan, 2008).
Simetidin
Interaksi Farmakokinetik ( Hambatan Metabolisme )
Substrat + Penghambat → Efek
Diazepam Simetidin ↑Kadar Substrat
Simetidin mengalami reaksi fase I. Simetidin metabolit utama yaitu sulfoxide. Simetidin
menghambat metabolism golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan kadar diazepam
dalam darah. Mekanisme yang terjadi pada diazepam adalah berinteraksi dengan reseptor penghambat
neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA Sedangkan mekanisme simetidin pada dizepam adalah
menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible sehingga menghambat sekresi asam lambung.
Simetidin menghambat sitokrom P-450 sehingga menurunkan aktivitas mikrosom
hati, jadi obat lain yang merupakan substrat enzim tersebut akan terakumulasi bila diberikan
bersama simetidin. Obat yang metabolismenya dipengaruhi simetidin antara lain warfarin,
fenitoin, kafein, teofilin, fenobarbital, karbamazepin, diazepam, propanolol, metoprolol dan
imipramin. Simetidin cenderung menurunkan aliran darah hati sehingga memperlambat
klirens obatlain. Simetidin dapat menghambat alcohol dehidrogenase dalam mukosa lambung
dan menyebabkan peningkatan kadar alcohol serum. Simetidin juga mengganggu disposisi
danmeningkatkan kadar lidokain serta meningkatkan antagonis kalsium dalam serum. Obat ini
tak tercampurkan dengan barbiturate dalam larutan IV. Simetidin dapat menyebabkan
berbagai gangguan sistem syaraf pusat terutama pada pasien usia lanjut atau dengan penyakit
hati atau ginjal. Gejala gangguan sistem syaraf pusat berupa slurred soeech, somnolen, letargi,
15
gelisah, bingung, disorientasi, agitasi, halusinasi dan kejang. Gejala - gejala tersebut hilang /
membaik bila pengobatan dihentikan. Gejala seperti demensia dapat timbul pada penggunaan
simetidin bersama obat psikotropik atau sebagai efek samping simetidin.
Diazepam
Diazepam mengalami reaksi fase I. Diazepam mengalami metabolisme oksidatif oleh
Demethylation (CYP 2C9, 2C19, 2B6, 3A4, dan 3A5), hidroksilasi (CYP 3A4 dan 2C19)
serta glucuronidation di hati sebagai bagian dari sitokrom P450 sistem enzim. Ada banyak
sekali adendum yang terjadi antara diazepam dengan obat, makanan atau zat lainnya yang
efeknya harus menjadi perhatian bagi kalangan medis dan penggunanya. Interaksi yang
diuraikan dibawah adalah interaksi yang terjadi secara farmakokinetik dan farmakodinamik.
Adapun interaksi-interaksi diazepam dengan berbagi obat antara lain yaitu:
Kombinasi diazepam dengan alcohol, anestesi, obat antidepresan, obat antipsikosis, obat
tidur dan barbiturate dapat meningkatkan efek samping seperti mengantuk,
kebingungan, atau kesulitan bernapas.
Clearence benzodiazepine dikurangi jika digunakan bersama dengan Cimetidin atau
Omeprazol, dan akan meningkat jika digunakan dengan Rifamfisin.
Barbiturate/ fenobarbital dapat mengurangi kadar diazepam dalam darah.
Penyekat neuron adrenergic dapat eningkatkan efek hipotensif saat ansiolitik dan
hipnotik diberikan dengan penyekat neuron adrenergic.
Analgesik dapat meningkatkan efek sedasi saat ansiolitik dan hipnotik diberikan dengan
analgesik opioid
(Murphy A, 2003)
Karbamazepin, rifabutin, rifampisin menurunkan efek dari diazepam.
Simetidin, chlarithromycin, eritromisin dan segolongannya, itrakonazol,
ketokonazol,nefazodone, meningkatkan efek dari diazepam.
Sodium oxybate bila digabung dengan diazepam akan meningkatkan efek dari obat
lain,dan akan menimbulkan depresi pada Sistem Syaraf Pusat.
Cimetidine, omeprazole, oxcarbazepine, Ticlopidine, topiramate, ketoconazole, itraconazole,
disulfiram, fluvoxamine, isoniazid, eritromisin, probenesid, propranolol, imipramine,
16
ciprofloxacin, fluoxetine dan asam valproat memperpanjang tindakan diazepam oleh yang
menghambat eliminasi.
Rifampisin, fenitoin, karbamazepin dan fenobarbital meningkatkan metabolisme diazepam,
sehingga menurunkan tingkat obat dan efek.
(Anonim, 2011)
Siprofloksasin
Siprofloksasin mengalami reaksi fase I ,metabolismenya di hati dan dieksresi terutama
melalui urin. Siprofloksasin merupakan salah satu obat sintetik derivat kuinolon. Mekanisme kerjanya
adalah menghambat aktivitas DNA gyrasi bakteri, bersifat bakterisidal dengan spektrum luas terhadap
bakteri gram positif maupun negatif. Siprofloksasin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran
cerna, biovailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan
didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. Metabolismenya di hati dan dieksresi terutama
melalui urin. Untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitive terhadap
ciprofloxacin seperti : infeksi saluran kemih termaksud prostatitis. Uretritis dan servisitis gonorrhoeae.
Infeksi saluran cerna, termaksud demam tifoid yang disebabkan oleh S.thypi. infeksi saluran nafas,
kecuali pneumonia akibat streptococcus. Infeksi kulit dan jaringan lunak, innfeksi tulang dan sendi
(Nurramadhani, 2012).
Hasil vs Pustaka
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia
terhadap enzim pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya berdasarkan hasil
pengolahan dan interpretasi data secara statistika. Pada percobaan ini, yang menjadi objek
pengamatan durasi karena yang dilihat adalah kadar obat di dalam plasma sehingga yang
dilihat obat tersebut berefek sampai obat tersebut tidak berefek. Jadi bukan onsetnya atau
waktu mula kerja obat sampai obat tersebut memberikan efek.
Praktikum ini dilakukan percobaan metabolisme obat kepada hewan percobaan yaitu
tikus. Kelompok praktikan akan mendapat 2 ekor mencit, yang akan diberi obat yang berbeda
dengan cara pemberian obat per oral dan intraperitonial. Obat yang diberikan
untuk tikus kelompok 1 adalah tikus 1 = diazepam (i.p), tikus 2 = fenobarbital (i.p) +
diazepam (i.p) setelah 15 menit ;
17
untuk tikus kelompok 2 adalah tikus 1 = fenobarbital (i.p) + diazepam (i.p) setelah 15
menit , tikus 2 = simetidin (p.o) + diazepam (i.p) setelah 15 menit ;
untuk tikus kelompok 3 adalah tikus 1 = siprofloksasin (p.o) + diazepam (i.p) setelah
15 menit, tikus 2 = diazepam (i.p) ;
untuk tikus kelompok 4 adalah tikus 1 = simetidin (p.o) + diazepam (i.p) setelah 15
menit, tikus 2 = siprofloksasin (p.o) + diazepam (i.p) setelah 15 menit
Tujuan diberikan selang waktu 15 menit sebelum pemberian obat diazepam yaitu
memberi waktu fenobarbital, simitidin, dan siprofloksasin untuk berikatan dengan enzim
pemetabolisme. Berarti pemberian induktor atau inhibitor akan mempengaruhi metabolisme
obat (durasi obat) sehingga perlu diperhatikan pemberian obat secara bersama. Pemberian
obat secara bersamaan dengan inhibitor menyebabkan masa kerja obat diperpanjang dan dapat
menyebabkan efek toksis karena aktivitas enzim metabolisme dihambat. Obat diberikan
bersamaan induktor dapat mempercepat metabolisme obat tersebut dengan meningkatkan
aktivitas enzim metabolisme, ini menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma turun dan
masa kerjanya lebih singkat.
Kerja suatu inhibitor yaitu berikatan dengan enzim sehingga ketika ada obat lain
masuk obat tersebut tidak akan dimetabolisme, lalu obat akan terakumulasi dalam plasma dan
akan menyebabkan efek toksik. Akibatnya durasi efek terapi yang lama dan bahkan kematian
hewan uji. Secara garis besar kerja inhibitor yaitu menghambat metabolisme suatu obat.
Kerja suatu induktor yaitu membantu meningkatkan enzim pemetabolisme, ketika ada
obat lain yang masuk obat tersebut akan langsung dimetabolisme dan di ekskesikan sehingga
mengurangi kadarnya dalam plasma dan diperoleh durasi obat yang pendek.
Menurut teori durasi dari yang tercepat sampai terlama adalah induktor,kontrol,
inhibitor (induktor < kontrol < inhibitor). Tetapi pada percobaan yang dilakukan semua
percobaan tidak sesuai dengan teori.
No. Obat yang diberikan Menurut literatur
yang didapatkan
Pada percobaan Keterangan
1. Diazepam (kontrol) 8.25 < 6.5 < 4.5 < 6 4.5 < 6 < 6.5 < 8.25 Tidak Sesuai
2. Fenobarbital +
Diazepam (induktor)
8.25 < 6.5 8.25 > 6.5 Tidak Sesuai
3. Simetidin + 4.5 > 6.5 4.5 < 6.5 Tidak sesuai
18
Diazepam (inhibitor)
4. Siprofloksasin +
Diazepam (inhibitor)
6 > 6.5 6 < 6.5 Tidak sesuai
Diazepam
Diazepam berlaku sebagai kontrol, sehingga diperoleh durasi yang lebih lama dari
pemberian induktor enzim dan lebih cepat dari pemberian inhibitor enzim. Pada hasil
percobaan menghasilkan durasi terlama dibandingkan dari durasi simetidin + diazepam
(inhibitor), siprofloksasin + diazepam (inhibitor) dan durasi tercepat dibandingkan dari durasi
fenobarbital + diazepam (induktor). Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang didapatkan,
disebabkan saat pemberian diazepam secara intraperitonial dalam menyuntik tikus sempat
terhenti beberapa saat karena tikus menolak disuntik dan kurang teliti dalam menghitung
durasi tikus tidur. Jadi hasil percobaan untuk pemberian obat diazepam yaitu untuk onset 12
menit, dan durasi 6.5 menit.
Fenobarbital dan diazepam
Fenobarbital merupakan induktor enzim, sehingga diperoleh durasi yang tercepat
dibandingkan dengan kontrol dan inhibitor. Pada hasil percobaan menghasilkan durasi lebih
lama dibandingkan dengan diazepam (kontrol). Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang
didapatkan, disebabkan saat pemberian fenobarbital intraperitonial dalam menyuntik tikus
sempat terhenti beberapa saat karena tikus menolak disuntik dan kurang teliti dalam
menghitung durasi tikus tidur. Jadi hasil percobaan untuk pemberian obat fenobarbital dan
diazepam yaitu untuk onset 41.25 menit, dan durasi 8.25 menit.
Simetidin dan diazepam
Simetidin merupakan inhibitor enzim yang dapat memperlama efek obat yang
diberikan selanjutnya (durasi yang terlama dibandingkan kontrol dan induktor). Pada hasil
percobaan menghasilkan durasi lebih cepat dibandingkan dengan diazepam (kontrol). Hasil
ini tidak sesuai dengan literatur yang didapatkan, disebabkan saat pemberian diazepam secara
intraperitonial dalam menyuntik tikus terjadi kesalahan sehingga tikus berdarah, volume obat
terbuang (tidak sesuai perhitungan) dan kurang teliti dalam menghitung durasi tikus tidur. Jadi
hasil percobaan untuk pemberian obat simetidin dan diazepam yaitu untuk onset 44 menit,
dan durasi 4.5 menit.
19
Siprofloksasin dan diazepam
Siprofloksasin merupakan inhibitor enzim yang dapat memperlama efek obat yang
diberikan selanjutnya (durasi yang terlama dibanding kontrol dan induktor). Pada hasil
percobaan menghasilkan durasi lebih cepat dibandingkan dengan diazepam (kontrol). Hasil
ini tidak sesuai dengan literatur yang didapatkan, disebabkan saat pemberian siprofloksasin
secara per oral dalam menyuntik tikus, jarum suntik kurang dalam sehingga ada volume obat
yang keluar dari mulut dari tikus yang menyebabkan volume obat berkurang dan kurang teliti
dalam menghitung durasi tikus tidur. Jadi hasil percobaan untuk pemberian obat simetidin dan
diazepam yaitu untuk onset 67 menit, dan durasi 6 menit.
VI. KESIMPULAN
Metabolisme merupakan proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam
tubuh dan dikatalis oleh enzim.
Penggunaan induktor ataupun inhibitor enzim dapat mempengaruhi proses
metabolisme
Tujuan pemberian obat selang waktu 15 menit, agar obat dapat berikatan dengan
enzim pemetabolisme.
Fenobarbital sebagai Induktor, untuk mempercepat proses metabolisme
Simetidin dan siprofloksasin sebagai inhibitor untuk memperpanjang fase obat dalam
tubuh, sehingga memperoleh durasi obat yang lama.
Berdasarkan pengamatan yang ada, induktor enzim ( fenobarbital ) yang diberikan
bersamaan dengan obat (diazepam) akan meningkatkan kecepatan metabolisme dari
obat tersebut sehingga efek yang ditimbulkan oleh obat tersebut akan cepat hilang.
Pemberian inhibisi enzim (simetidin, siprofloksasin) bersamaan obat (diazepam) akan
menghambat metabolisme dari obat sehingga kerjanyapun dalam tubuh akan
menimbulkan efek yang lama.
VII. DAFTAR PUSTAKA
20
Anonim,1999, Majalah Farmasi Indonesia Vol 10 No 04 , Mandiri Jaya Offest, Yogyakarta.
Anonim, 2011, DIAZEPAM, http://reference.medscape.com/drug/valium-diastat-diazepam-
342902, diakses tanggal 23 Mei 2015
Ganiswara, dkk, 1995, Farmakologi dan Terapi. Edisi IV, UIP, Jakarta.
Gordon Dan Paul Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, UI Presss, Jakarta .
Katzung, Bertram. G, 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Merdeka, Jakarta.
Katzung, B. G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik (Buku 3 Edisi 8), Salemba Medika,
Jakarta
Mardjono, Mahar. 2007. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia Press, Jakarta
Murphy A. Phenytoin, 2003, Diazepam Interaction , The Annals of Pharmacotherapy, New
York
Mycek, Mary J., Harvey, Richard A., Champe, Pamela C, 2001, Farmakologi Ulasan
Bergambar Edisi 2 , Widya Medika, Jakarta
Neal,M.J, 2005 , Farmakologi Medis Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta
Nurramadhani, 2012, Farmakologi, www.academia.edu, diakses tanggal 26 Mei 2015
Siswandono dan Soekardjo,Bambang, 2000, Kimia Medisinal , Airlangga University Press,
Jakarta
Syarif,Amin,1995,Farmakologi Dan Terapi,Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Tjay, Hoan Tan dan Raharja Kiran, 2008, Obat-Obat Penting Edisi 6, Gramedia, Jakarta.
21
Purwokerto, 26 Mei 2015
Mengetahui, Ketua Kelompok,
Dosen Pembimbing Praktikum
(Hanif Nasiatul B.) (Alifah Itmi M.)
22