word tumor auris
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus-kasus tumor pada telinga jarang terjadi. Baik berupa tumor jinak (benign)
maupun tumor ganas (malignant). Kebanyakan tumor telinga ditemukan pada saat seseorang
memeriksakan telinganya kepada dokter. Keluhan yang sering dirasakan adalah
pendengaran berkurang dan telinga terasa penuh.1
Tumor yang bersifat jinak kemungkinan terjadi di saluran telinga, menutup saluran
telinga dan menyebabkan hilangnya pendengaran dan membentuk kotoran telinga. Beberapa
tumor mengandung kantung kecil yang berisi kulit yang menonjol (kista sebaceous),
osteomas (tumor tulang), dan berkembangnya jaringan parut sehabis luka (keloid).
Kebanyakan keberhasilan pengobatan untuk tumor adalah dengan operasi pengangkatan
tumor tersebut. Setelah tindakan operasi, pendengaran biasanya dapat kembali normal
namun dapat pula menetap tergantung kondisi dan sifat tumor tersebut.1,2
Laporan para peneliti menunjukkan, insidensi tumor di telinga luar antara 1 : 5000
sampai 1 : 15.000 dari seluruh penderita dengan keluhan telinga. Sementara insidensi tumor
di telinga tengah antara 1 : 5000 sampai 1 : 20.000 dari seluruh penderita dengan keluhan
telinga. Diagnosis tumor pada telinga luar tidak terlalu sukar, karena letak anatomis yang
lebih terbuka, sedangkan pada telinga tengah dan mastoid penegakan diagnosisnya lebih
sulit, karena letak anatomis yang tertutup dan mempunyai gejala yang sama dengan otitis
media kronika yang tidak sembuh-sembuh walaupun telah dilakukan pengobatan.1
Penegakan diagnosis tumor sedini mungkin dirasakan sangat perlu, sehingga dapat
tercapai hasil terapi yang lebih baik, karena keberhasilan terapi tumor sangat tergantung
pada ketepatan penegakan diagnosis dini. Diharapkan penatalaksanaan kasus tumor telinga
dapat memberikan hasil terapi yang baik, terutama apabila menghadapi kasus-kasus
serupa.1,2
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI TELINGA TENGAH
Telinga terbagi menjadi: telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga tengah adalah
ruangan yang terisi udara dan dilapisi membran mukus, terletak di tulang temporal yang
berada di antara membran timpani di sebelah lateral dan dinding telinga tengah di sebelah
medial. Atap kavum timpani adalah tegmen timpani yang juga berperan sebagai alas dari
fossa cranii media, sedangkan dinding inferior kavum timpani yang irregular dibentuk oleh
bulbus jugularis. Pada bagian posterior kavum timpani terdapat prosessus styloideus dan
aditus ad antrum, sedangkan di sebelah anterior terdapat areteri carotis interna, orifisium
tuba Eustachius, dan otot tensor timpani. Membrana timpani membentuk dinding lateral dari
kavum timpani dan batas medial kavum timpani dibentuk oleh canalis semisirkularis
horizontalis, canalis facialis, tingkap bundar, tingkap lonjong, dan promontorium. Di kavum
timpani juga terdapat 3 tulang pendengaran yang saling berhubungan dan bisa bergerak,
tulang-tulang pendengaran ini menjembatani ruangan antara membrana timpani dan telinga
dalam. Tiga tulang pendengaran tersebut adalah malleus, incus, dan stapes.3,4,5
Membrana Timpani
Membrana timpani merupakan batas lateral dari telinga tengah. Membrana timpani
berbentuk elips, tipis, dan semi transparan dengan ukuran lebar dewasa sekitar 9-10 mm,
dengan tinggi 8-9 mm, pada anak-anak ukuran lebih kecil. Membrana timpani dibagi
menjadi dua bagian: pars tensa dan pars flaksida (Membrana Shrapnell). Pars tensa
merupakan bagian terbesar membrana timpani, menebal di bagian pinggir pada annulus
fibrokartilagineus yang melekat pada sulkus timpanikus. Pars tensa dibagi menjadi 4
kuadran dengan menarik dua garis imajiner, yang pertama ditarik garis searah dengan
prosesus longus malei, yang kedua ditarik garis yang tegak lurus pada garis tersebut di
umbo. Empat kuadran tersebut adalah anterosuperior, anteroinferior, posterosuperior, dan
posteroinferior.3,7
Pars tensa terdiri dari lima lapisan : 1)lateral, 2)subepitel, 3)fibrosa, 4)submukosa,
5)medial. Lapisan lateral terdiri dari epitel gepeng berlapis (stratified squamus epithelium),
yang merupakan lanjutan dari kanalis auditorius eksternus. Lapisan subepitel terdiri dari
2
jaringan penyambung dimana banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Lapisan
fibrosa (lamina propia) yang terdiri dari dua lapis serat kolagen dimana bagian lateral
berbentuk radier, sedangkan bagian medial berbentuk sirkuler. Lapisan submukosa terdiri
dari pembuluh darah dan saraf. Lapisan medial mukosanya terdiri dari epitel kuboid
simpleks, merupakan kelanjutan mukosa telinga tengah.7
Tuba Eustachius
Tuba Eustachius menghubungkan antara telinga tengah dan nasofarings. Pintu tuba
Eustachius berada di dinding anterior dari kavum timpani, kemudian ke arah depan medial
selanjutnya turun memasuki nasofarings yang berada di sebelah inferior dari meatus nasi
inferior. Tuba ini berfungsi untuk ventilasi, menjaga agar tekanan udara telinga tengah
selalu sama dengan tekanan udara luar. Berfungsi juga untuk drainase sekret dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Pada orang dewasa, ukuran
tuba eustachius lebih panjang daripada pada bayi atau anak kecil. Penambahan panjang
biasanya terjadi sebelum usia 6 tahun dan telah dilaporkan ukuran terpendek 30 mm dan
terpanjang 40 mm namun disebutkan juga pada literatur panjang rata-rata sekitar 31-38 mm.
Pada dewasa tuba Eustachius berada pada sudut 45º dari bidang horizontal sedangkan pada
bayi hanya 10º. Tuba Eustachius dibagi menjadi 2 bagian: 1) Bagian tulang (sepertiga
bagian yang dekat dengan telinga tengah), 2) Bagian kartilago (duapertiga bagian
sisanya).3,4,7
Vaskularisasi Telinga Tengah
Vaskularisasi untuk telinga tengah dan mastoid diperoleh dari cabang-cabang arteri
karotis eksterna, arteri karotis interna, dan arteri basilaris. Arteri timpanik inferior, cabang
dari arteri karotis eksterna memberi percabangan ke arteri faringeal ascenden, masuk ke
kavum timpani melalui kanalikulus timpani inferior bersama nervus Jacobson. Pembuluh
darah lain yang juga cabang dari arteri karotis eksterna membentuk anastomose untuk
memperdarahi telinga tengah, yaitu arteri timpanik anterior, arteri aurikularis profunda,
arteri mastoid, arteri stilomastoid, arteri petrosus superfisialis, arteri timpanik superior, dan
arteri tubarius.4,7
3
Persarafan Telinga Tengah
Saraf yang menginervasi kavum timpani adalah pleksus timpanikus. Pleksus
timpanikus terdiri dari cabang timpani n. glosofaringeus dan nervus caroticus. Cabang
timpanik (nervus Jacobson) yang berasal dari ganglion inferior nervus glosofaringeus
memasuki kavum timpani melalui kanalikulus timpanik inferior bersama arteri timpanik
inferior merupakan saraf sensorik yang membawa rasa nyeri ke telinga akibat gangguan
pada daerah farings. Serabut saraf tersebut kemudian berjalan pada promontorium dan
dinding medial kavum timpani untuk bergabung dengan nervus karotikotimpanik (serabut
simpatetik pleksus perikarotis) setinggi foramen rotundum membentuk nervus petrosus
superfisialis minor. Nervus tersebut selanjutnya masuk ke bagian superior kanalikulus
timpanik inferior menuju prosesus kokleariformis dan diteruskan ke fosa kranii media dekat
atau di dalam semikanal muskulus tensor timpani.7
B. NERVUS FASIALIS
Terdapat tiga buah nukleus yang berhubungan dengan nervus fasialis, yaitu nukleus
motoris pada bagian kaudal dari pons yang mempersyarafi muskulus frontalis dan muskulus
orbikularis okuli, nukleus salivatori superior pada dorsal dari nukleus motoris yang
membawa serabut parasimpatetik menuju kelenjar submandibula, sublingual, lakrimal,
glandula nasalis, dan palatina, serta yang ketiga adalah nukleus traktus solitarius pada
medulla oblongata yang menerima sensari rasa, proprioseptif, dan serabut sensorik kutaneus
dari nervus fasialis.4,7
Jalannya nervus fasialis secara umum dibagi atas 5 segmen, yaitu:7
1. Segmen intrakranial sepanjang 24 mm dari pons ke porus akustikus (meatus akustikus
internus)
2. Segmen intrakanalikular berjalan dalam kanalis akustikus internus sepanjang 8 mm dan
bergabung dengan fundus di mana nervus fasialis melalui nervus intermedius
mempersarafi kuadran anterosuperior
3. Segmen labirintin (segmen terpendek) sepanjang 4 mm dari tempat masuk kanalis falopi
hingga ke ganglion genikulatum
4
4. Segmen timpanik sepanjang 13 mm dari ganglion genikulatum hingga eminensia
piramidalis yang berjalan pada dinding medial kavum timpani, superior dari prosesus
kokleariformis dan foramen ovalis.
5. Segmen mastoid, sepanjang 20 mm dari sinus timpanikus menuju foramen
stilomastoideus.
Di dalam kavum timpani, terletak nervus fasialis pars horizontalis atau pars timpanik
yang berjalan dari ganglion genikulatum ke kanalis semisirkularis horizontalis, sepanjang 8-
11 mm. Nervus ini terletak di posterosuperior fenestra ovalis, melintas di belakang prosesus
kokleariformis. Nervus ini berjalan dalam kanalis fallopian yang sebagian berdinding tulang
dan sebagian lagi diselaputi mukosa. Perjalanan nervus fsialis dalam kavum timpani
berakhir di antara kanalis semisirkularis horizontalis dengan dinding belakang liang telinga
persis di sebelah distal eminensia piramidalis.7
C. FISOLOGI
Telinga tengah berperan dalam meneruskan energi suara melalui peran berbagai
struktur di dalamnya seperti tulang-tulang pendengaran, otot-otot, dan struktur penunjang
lainnya. Telinga tengah meneruskan energi suara tersebut sambil melemahkan dan
meningkatkan energi akustik dari medium udara ke medium cairan di mana hal ini
memerlukan penyesuaian impedans.7,9
Nervus fasialis merupakan saraf kanial ke-7 yang memiliki fungsi yang kompleks,
antara lain (1) berperan sebagai serabut eferen viseralis khusus yang mempersyarafi ekspresi
wajah, muskulus stapedeus, muskulus stilomastoideus, dan muskulus digastrikus pars
posterior; (2) sebagai serabut eferen viseralis umum untuk mempersyarafi kelenjar
lakrimalis, seromusin kelenjar intranasal, kelenjar liur submandibula dan sublingualis (3)
sebagai serabut sensorik khusus untuk fungsi pengecap 2/3 anterior lidah, fosa tonsilaris,
dan palatum bagian posterior (4) sebagai serabut sensorik somatik ke kanalis akustikus
eksternus dan konka (5) sebagai serabut aferen viseralis dari mukosa hidung, farings, dan
palatum.7
D. TUMOR TELINGA
5
Definisi
Tumor adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan adanya pertumbuhan
massa (solid) atau jaringan abnormal dalam tubuh. Massa ini timbul sebagai akibat dari
ketidakseimbangan pertumbuhan dan regenerasi sel. Selain itu juga biasanya bersifat tidak
berguna dan tidak diperlukan oleh tubuh. Tumor berbeda dengan kista (cairan) ataupun
abses. Tumor telinga adalah pertumbuhan massa atau jaringan abnormal pada telinga.2,11
Berdasarkan sifatnya tumor telinga terbagi dua: tumor jinak (benign) dan tumor
ganas (malignant). Berdasarkan lokasinya, tumor telinga dapat ditemukan pada: daun
telinga, liang telinga luar, telinga tengah, mastoid, dan tulang temporal. Di Indonesia sendiri,
istilah tumor lebih mengacu kepada tumor jinak.11
Etiologi
Tumor telinga dapat berasal dari: kulit, mukosa, tulang, tulang rawan, saraf, atau
jaringan ikat. Tumor telinga bagian luar dapat berupa tumor jinak, misal; angioma
(hemangioma kapilare), kista sebasea, fibroma, dan papilloma. Sedangkan yang termasuk
tumor ganas, misal; karsinoma (skuamous sel karsinoma, basal sel karsinoma), sarcoma, dan
melanoma malignan. Tumor telinga tengah dan mastoid dapat berupa tumor jinak, misal;
glomus jugulare, hemangioma, dan adenoma. Sedangkan untuk tumor telinga tengah dan
mastoid yang bersifat ganas, misal; karsinoma dan sarkoma.11
Penyebab pasti tumor telinga sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun
diduga faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya tumor telinga meliputi antara lain;
iritasi kronis oleh karena proses radang kronis, genetik, radiasi, dan udara panas.6,7,9
Gambaran Klinik dan Diagnosis
Mengingat tumor telinga seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka
diperlukan penegakan diagnosis sedini mungkin. Walaupun diagnosis pasti baru dapat
ditegakkan di kamar operasi dan setelah biopsi, namun beberapa tanda klinik dapat menjadi
pedoman akan adanya tumor telinga.7,10
Gejala gejala dari tumor telinga antara lain : (1) otorrhea dengan discharge yang
purulen dan berbau, (2) penurunan pendengaran ringan hingga berat (3) nyeri telinga, (4)
tinnitus, (5) bleeding, (6) sakit kepala.
6
Penegakan diagnosis tumor telinga berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang untuk pendengaran (audiometri), dan radiologi (foto polos dan CT
scan). Penting juga untuk dilakukan pemeriksaan biopsi terhadap tumor tersebut.6,7,10
Penatalaksanaan
Terapi pada tumor telinga secara umum dimulai dari perawatan lokal di telinga. Bila
terdapat sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga (aural toilet)
biasanya menggunakan H2O2 3%. Kemudian untuk terapi lebih lanjut dilakukan tindakan
operasi dengan kombinasi standar dari eksisi massa tumor dengan pendekatan
mastoidektomi.6,7,10
BAB II
LAPORAN KASUS
7
A. IDENTITAS
Nama : Tn. AS
Usia : 32 tahun
Alamat : Kota Dalam - Lampung Selatan
Pekerjaan : Wiraswasta
No RM : 1.57.80.76
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : benjolan di dalam liang telinga kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poli THT-KL RSUP Dr Sardjito dengan keluhan adanya benjolan
di dalam liang telinga kiri. Mulanya benjolan tersebut dirasakan masih kecil, namun
makin lama makin membesar dan menutupi seluruh liang telinga. Keluhan tersebut
sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu dan semakin lama semakin memberat.
Diakui adanya cairan keluar dari telinga kiri. Cairan keluar hilang timbul, berwarna
kuning kental kadang bercampur darah, dan berbau khas. Pasien juga mengeluhkan
telinga kiri terasa nyeri, penuh, dan ada penurunan pendengaran. Pasien juga
terkadang mengeluhkan adanya nyeri kepala. Juga dikeluhkan kelemahan pada
wajah sebelah kiri. Pasien tidak dapat menggerakkan sisi wajah sebelah kiri, baik
untuk menjulurkan lidah, mengangkat alis, ataupun mencucu. Sebelum datang ke
poli THT-KL RSUP Dr Sardjito, pasien telah berobat ke rumah sakit daerah dan
dilakukan fisioterapi, tetapi keluhan tidak kunjung membaik. Pasien merasa tidak
ada keluhan di telinga kanan, hidung, dan tenggorok. Tidak ada riwayat trauma
kepala terutama telinga.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat menderita keluhan yang sama : disangkal
Riwayat menderita alergi : disangkal
8
Riwayat menderita diabetes mellitus : disangkal
Riwayat menderita hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat menderita keluhan yang sama : disangkal
Riwayat menderita tumor : disangkal
Riwayat menderita alergi : disangkal
Riwayat menderita diabetes mellitus : disangkal
Riwayat menderita hipertensi : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan Umum : Sedang, compos mentis, kesan gizi cukup
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 0C
Pemeriksaan THT :
Pemeriksaan telinga :
Daun telinga dekstra dan sinistra dalam batas normal. Pada kanalis auditorius sinistra
tampak discharge mukopurulen dan massa tumor berwarna merah kecoklatan teraba kenyal
dan nyeri tekan negatif. Setelah dilakukan sondase, pangkal tumor tidak terdapat di kanalis
auditorius. Membrana timpani sinistra sulit dinilai. Pada kanalis auditorius dekstra tidak
didapatkan kelainan dan pada membrana timpani dekstra tampak masih dalam batas normal.
Pemeriksaan rhinoskopi anterior : dalam batas normal
Pemeriksaan rhinoskopi posterior : dalam batas normal
Pemeriksaan orofarings : dalam batas normal
Pemeriksaan laringoskop indirek : dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang
9
Tes garputala
Pemeriksaan AD AS
Tes Rinne AC > BC AC < BC
Tes Webber Lateralisasi ke kiri
Tes Swabach sama memanjang
Pada pemeriksaan garputala didapatkan kesan AS CHL
Pemeriksaan audiometri : AS MHL berat
AD CHL ringan
Pemeriksaan nervus fasialis :
Sistem House Brackmann : Tingkat sedang (III)
Indeks Fordman : 9/20 x 100% = 45 % (dekompresi)
Pada pemeriksaan CT Scan mastoid :
Tampak lesi isodens di processus mastoideus sinistra yang menimbulkan
osteodestruksi cellulae mastoideus sinistra. Massa meluas ke auris media, auris
interna, dan auris eksterna.
Processus mastoideus dekstra tampak intak.
KESAN : Tumor mastoid sinistra yang meluas ke sekitarnya
Pemeriksaan patologi anatomi :
Makroskopik : jaringan ukuran 1x1x0,5 cm sebagian merupakan lembaran putih
kekuningan semua cetak
Mikroskopik : Sediaan menunjukkan fibroma
Tidak didapatkan tanda-tanda ganas
DD: - Neurogen
- Dermato Fibroma
Kesimpulan : Fibroma
D. DIAGNOSIS
AS Tumor auris fibroma dengan komplikasi parese nervus fasialis
E. TERAPI
10
Dilakukan tindakan operatif ekstirpasi massa tumor dengan pendekatan
mastoidektomi
F. MASALAH
Prognosis
G. RENCANA
Kontrol ke poli THT untuk evaluasi pengobatan
Edukasi
H. Follow up
Setelah menjalani operasi ekstirpasi tumor dengan pendekatan mastoidektomi, pasien
dirawat selama 6 hari. Setelah diijinkan pulang, pasien dianjurkan kontrol kembali.
Pada saat pasien datang kontrol, parese nervus fasialis masih tetap terlihat.
BAB IV
DISKUSI
11
Diagnosis Tumor auris fibroma dengan komplikasi parese nervus fasialis pada pasien
ini berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan adanya benjolan yang memenuhi liang
telinga kiri dan keluar cairan berwarna kuning kental kadang bercampur darah dan berbau.
Pasien juga mengeluhkan kelumpuhan wajah pada sisi sebelah kiri, adanya nyeri telinga,
nyeri kepala, dan adanya penurunan pendengaran. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya
massa tumor menutupi kanalis auditorius sinistra berwarna merah kecoklatan dan discharge
mukopurulen. Membrana timpani sinistra sulit dinilai. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah CT Scan mastoid didapatkan kesan tumor mastoid sinistra yang meluas ke
sekitarnya. Hasil patologi anatomi dari massa tumor didapatkan kesan fibroma.
Tumor telinga adalah pertumbuhan massa atau jaringan abnormal pada telinga.
Berdasarkan sifatnya tumor telinga terbagi dua: tumor jinak (benign) dan tumor ganas
(malignant). Berdasarkan lokasinya, tumor telinga dapat ditemukan pada: daun telinga, liang
telinga luar, telinga tengah, mastoid, atau tulang temporal. Pada kasus ini diduga tumor
berasal dari telinga bagian tengah. Berdasarkan hasil biopsi didapatkan hasil fibroma, maka
kemungkinan tumor telinga yang diderita pasien bersifat jinak. Tumor jinak, tidak selalu
berarti tidak berbahaya. Sebuah tumor jinak masih dapat berkembang, dan bisa
menyebabkan kerusakan pada jaringan, syaraf atau organ di dekatnya. Tergantung lokasi
dan besarnya, tumor masih dapat menjadi penyakit yang serius dan membahayakan jiwa.
Pada pasien ini didapatkan kelumpuhan wajah pada sisi sebelah kiri. Kemungkinan hal
tersebut karena penekanan massa tumor pada kavum timpani.
Penatalaksanaan tumor telinga adalah dengan terapi operatif untuk mengekstirpasi
massa tumor yang bila meluas akan menimbulkan berbagai komplikasi. Pada kasus ini yang
menjadi masalah adalah prognosis, dimana pasien datang sudah dengan komplikasi parese
nervus fasialis. Kemudian pasien ini telah dilakukan tindakan ekstirpasi tumor dengan
pendekatan mastoidektomi kemudian dilakukan perawatan selama 6 hari di rumah sakit.
Selanjutnya pasien diperbolehkan pulang dan dianjurkan kontrol ke poli THT-KL RSUP
Sardjito. Pada saat pasien datang untuk kontrol ulang didapatkan keluhan parese nervus
fasialis masih terlihat.
12
BAB V
KESIMPULAN
13
Telah dilaporkan pasien laki-laki, usia 32 tahun, dengan diagnosa AS tumor auris
fibroma dengan komplikasi parese nervus fasialis. Pada pasien ini telah dilakukan tindakan
operatif ekstirpasi tumor dengan pendekatan mastoidektomi pada telinga kiri dan setelah 6
hari perawatan paska operasi di rumah sakit pasien diperbolehkan pulang. Pasien disarankan
agar kontrol kembali ke poli THT-KL RSUP Sardjito.
DAFTAR PUSTAKA
14
1. Paparella MM, Mayerhoff WL. Cyst and Tumors of The External Ear. In:
Otolaryngology 2nd ed. Eds by Paparella MM, Shumrick DA. Philadelphia: WB
Saunders Co. 1980, vol II; 1365—6.
2. http://medicaljournal.multiply.com/journal/item/1?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Head and Neck. Dalam Grays Anatomy for
Students. Philadelphia : Elsevier Inc. 2007.
4. Standring S. Gray’s Anatomy. The Anatomical Basis of Clinical Practise. 39 th ed.
Philadelphia : Elsevier.
5. Gulya AJ. Anatomy and Embriology of the Ear. Dalam Clinical Otology. 3th ed.
Thieme. 2006.
6. Bhargava KB et al. A Short Textbook of ENT Diseases, 6th ed. Mumbai ; Usha
Publication. 2002. Hal: 112-114.
7. Bailey BJ, Johnson JT. Head & Neck Surgery-Otorhinolaryngology. 4th ed.
Philadelphia: Williams & Wilkins, 2006. P: 2003-2025.
8. Telian SA, Schmalbach CE. Dalam Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology
Head and Neck Surgery. London: BC Decker. 2002.
9. Gray R.F., Hawthorne M. Synopsis of Otolaryngology 5th ed. Butterworth
Heineman ltd. Oxford 1992: 93-95.
10. Lee K J. Non Infectious Disorders of The Ear. In:Essential Otolaryngology Head
& Neck Surgery. McGraw-Hill Companies.USA. 2003. Hal: 512-534.
11. http://www.spesialis.info/?waspadai-gejala-tumor-tulang-non-kanker,1277
15