work-family conflict pada perempuan...

56
1 WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJA (STUDI KASUS : DOSEN PEREMPUAN DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA) Oleh : THERESIA LURRY AYU DWI SETYOWATI NIM : 212009076 KERTAS KERJA Diajukan Kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI MANAJEMEN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013

Upload: vokiet

Post on 07-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

1

WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJA

(STUDI KASUS : DOSEN PEREMPUAN DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA

WACANA SALATIGA)

Oleh :

THERESIA LURRY AYU DWI SETYOWATI

NIM : 212009076

KERTAS KERJA

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2013

Page 2: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)
Page 3: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

2

Page 4: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

3

Page 5: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

4

MottoMottoMottoMotto

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam

doa.

- Roma 12 : 12 -

Berdoalah untuk diberikan kekuatan, bukan kemudahan. Karena hidup ini tidak pernah

mudah bagi siapapun.

– Hitam Putih Trans 7 -

Milikilah sebuah keyakinan dalam diri 'Aku berhak sukses!', maka kesuksesan pun tidak

akan menjauhi kita.

– Merry Riana -

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.

- 1 Petrus 5 : 7 -

Page 6: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

5

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kasih dan anugerah-Nya. Hanya karena

pertolongan kasih dan curahan hikmat-Nya, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul

“WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJA (STUDI KASUS:

DOSEN PEREMPUAN DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA”. Skripsi ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar

sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis di Universitas Kristen Satya Wacana.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini atas bimbingan dan

bantuan serta dukungan moral maupun material dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,

penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Hari Sunarto, SE, MBA, PhD selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana.

- Ibu Roos Kities Andadari, SE, MBA. Ph.D selaku ketua program studi Manajemen

- Tutuk Ari Arsanti, SE, M.Si selaku dosen pembimbing. Terima kasih Mbak Tutuk

atas pembimbingannya, waktu dan cerita-cerita yang dibagikan dengan penuh

semangat.

- Seluruh staf dosen dan staf admisnistrasi Fakultas Ekonomika dan Bisnis atas bantuan

dan kerja samanya selama studi saya berlangsung.

- Para responden: Bu Sri (FISKOM), Bu Endang (FPB), Bu Ester (F.Teol). Bu Yari

(FKIP), Ci Sally (FEB), Mbak Git (FEB), dan Bu Muninggar (FIK). Terima kasih atas

waktu dan kesediaanya untuk diwawancarai, demi terselesaikannya skripsi ini.

2. Kedua orang tua penulis dan keluarga penulis yang dengan setia mendukung secara

materi, moral dan doa. You’re my everything.

3. Terima kasih pula untuk seorang yang teristimewa, atas doa, perhatiannya dan waktu

yang selalu diberikan –NF-. You’re a part of me.

4. Teman-teman FEB 2009 yang setia setiap saat mengingatkan dan memberikan

semangat dalam proses pengerjaan skripsi ini, baik dalam suka atau galau.

Khususnya, “kakak” Arum, Monik, Prissa, “mami” Retno, Wulan, Lia “ cik Pong”,

“cicik” Okta, serta teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu-satu, terima

kasih untuk kebersamaannya selama masa studi kita dan semangat yang diberikan.

5. Teman-teman di Wisma Agra: Anjar, Mbak Dwi, Iga, Dek Momon, Astri, cik SDU,

Vanti. Terima kasih atas kebersamaannya baik suka atau galau.

6. Sahabat-sahabatku: Ita Viana Dwi, Ayu Wulan, dan Alvira Lia. Thanks for supporting

me.

8. Juga teman-teman di Campus Ministry dan Pak Tri. Terima kasih sudah memberikan

cerita tersendiri selama studi saya.

9. Berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini dengan baik

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Karena apabila

terdapat kekurangan didalam menyusun skripsi ini, peneliti dengan senang hari menerima

segala saran dan kritik demi sempurnanya skripsi ini.

Salatiga, Juli 2013

Penulis

Page 7: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

6

Work Family Conflict pada Perempuan Bekerja

Studi Kasus: Dosen Perempuan Universitas Kristen Satya Wacana-Salatiga

THERESIA LURRY AYU DWI SETYOWATI

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang

merupakan hasil konstruksi sosial dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman

(Handayani, Sugiarti, dkk 2001). Dari konsep ini masyarakat berfokus pada sifat tertentu

yang melekat pada laki-laki dan perempuan, misalnya laki-laki diidentikkan dengan sifat

keras, kuat dan rasional sedangkan perempuan dikatakan lembut, lemah dan emosional.

Menurut Suparno (1994) menjelaskan bahwa konsep pembedaan laki-laki dan perempuan

yang bersifat sosial, kultural, berbeda dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain, dari

kurun waktu yang satu ke kurun waktu yang lain. Laki-laki diharapkan menjadi sosok kepala

keluarga yang bertugas mencari nafkah sedangkan perempuan bertugas dengan urusan

domestik seperti mengelola rumah tangga dan mengurus anak.

Pandangan gender yang memisahkan peran antara laki-laki dan perempuan sudah tidak

relevan lagi, salah satunya di tunjukkan dengan semakin meningkatnya persentase

keterlibatan perempuan dalam dunia kerja (Hidayati, L.N. & Alteza, M.). Pada tahun 1980,

persentase angkatan tenaga kerja wanita yang bekerja hanya sebesar 35,2%. Tahun 1990

persentase tersebut meningkat menjadi 38,6% dan terus meningkat pada tahun 2000 sebesar

45,2% sampai pada tahun 2010 menjadi sebesar 64,67% (BPS Sakernas, 2010). Beberapa

alasan atau faktor yang menyebabkan perempuan lebih memilih untuk bekerja, diantaranya

karena pendapatan keluarga, terutama bila pendapatan suami relatif kecil, memanfaatkan

berbagai keunggulan (pendidikan, ketrampilan, modal, dan relasi) yang dimiliki, dan

kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, bahwa perempuan mampu berprestasi dalam

kehidupan masyarakat, serta untuk memperoleh status atau kekuasaan lebih besar dalam

kehidupan keluarga (Linandar, 2009).

Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan lebih dihadapkan pada posisi dilematis

antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role). Hal ini terjadi karena

Page 8: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

7

perempuan secara alamiah mengandung dan melahirkan anak sehingga tuntutan terhadap

kewajiban merawat anak menjadi lebih kuat dibandingkan laki-laki. Tuntutan peran keluarga

membuat perempuan harus lebih banyak memberikan perhatian kepada anak, suami, dan

orang tua. Di sisi lain tuntutan karir, memberikan kesempatan yang luas bagi perempuan

untuk mengembangkan dirinya pada pekerjaan sehingga menjanjikan perolehan jabatan

(posisi) yang lebih baik ataupun pendapatan yang lebih besar (Kussudyarsana dan Soepatini,

2008). Peran perempuan dalam keluarga dan pekerjaan menuntut untuk dapat melakukan

tugas dan tanggung jawabnya secara seimbang, agar tercapai keharmonisan pada masing-

masing peran yang dilakukan.

Karir merupakan bagian dari upaya pengelolaan sumber daya manusia yang erat sekali

dengan persepsi dan komitmen organisasi (Hidayat, 2002: 44 dalam Retnaningtyas, 2011).

Dalam kaitannya dengan karir, pencapaian perempuan dalam menduduki jabatan manajerial

(strategis) bisa jadi karena adanya komitmen dan perilaku, bersedia untuk meluangkan waktu

yang cukup. Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh Kussudyarsana dan Soepatini (2008)

bahwa ketika perempuan memegang jabatan dalam karir dihadapkan pada persepsi

peran/jabatan yang menuntut waktu dan komitmen mereka. Dalam posisi tersebut, perempuan

harus mampu melakukan tanggung jawab sebaik mungkin.

Kemampuan untuk menyeimbangkan tanggung jawab keluarga dan pekerjaan menjadi

faktor lain yang dapat berdampak pada kemajuan karir perempuan dalam konteks akademik

(White, 2003). Misalnya saja di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), terdapat sekitar

20,13% dari jumlah dosen perempuan terlibat dalam jabatan struktural. Perempuan yang

berkarir dalam dunia akademik dituntut untuk dapat mengatur tanggung jawab keluarga dan

pekerjaan. Dunia akademik mengharuskan perempuan untuk melaksanakan Tri Dharma

perguruan tinggi demi kemajuan karir perempuan. Lebih lanjut ketika perempuan sudah

memutuskan untuk terlibat juga dalam jabatan struktural di tiap Fakultas, hal itu akan cukup

menyita waktu perempuan. Harus disadari juga berdasarkan teori role conflict, bahwa

seseorang mempunyai waktu dan energi yang terbatas, dan tambahan peran akan

meningkatkan tekanan antar permintaan yang saling bersaing, dan dapat menyebabkan

perasaan tumpang tindih dan konflik peran (Fu dan Shaffer, 2001). Perempuan dalam dunia

akademik sering kali dihadapkan pada tantangan yaitu bagaimana mengatur tanggung jawab

keluarga dan pekerjaan (Greenhaus dan Beutell, 1985). Universitas cenderung merespon

secara lambat isu keseimbangan peran perempuan dalam keluarga dan pekerjaan (Rabee,

1997 dalam Kussudyarsana & Soepatini, 2008). Beberapa kasus dari penelitian terdahulu

terkait dengan bagaimana menyeimbangkan tanggung jawab perempuan dalam keluarga dan

Page 9: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

8

pekerjaan diungkapkan oleh Sorcinelli dan Near (1989) yang dikutip oleh Kussudyarsana &

Soepatini, 2008 bahwa mempunyai anak membuat perempuan menjadi kurang terlibat dalam

kegiatan penelitian dan dapat meningkatkan Job Strees, sementara yang lain melaporkan

bahwa keberadaan anak justru dapat meningkatkan produktivitas perempuan dalam dunia

akademik (Bellas dan Toutkoushian, 1999).

Proses pembagian peran perempuan dapat menyebabkan ketidakseimbangan peran

ataupun terjadi proses peran satu mencampuri peran yang lain. Ketidakseimbangan dan

pencampuran peran apabila terjadi secara terus-menerus dan dengan intensitas yang kuat

dapat menyebabkan konflik keluarga-pekerjaan (work family conflict) (Prawitasari, dkk;

2007). Pada dasarnya work-family conflict dapat terjadi baik pada laki-laki maupun

perempuan. Meski demikian, beberapa penelitian menunjukkan bahwa intensitas terjadi work

family conflict pada perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki (Apperson et al, 2002).

Keterlibatan dan komitmen waktu perempuan pada keluarga yang didasari tanggung jawab

mereka terhadap tugas rumah tangga, termasuk mengurus suami dan anak membuat para

perempuan bekerja sering mengalami konflik (Simon, 1995 dalam Apperson et al, 2002).

Kesempatan untuk meraih lapangan pekerjaan semakin terbuka luas bagi perempuan,

namun bagaimanapun juga perempuan tetap dituntut untuk melakukan peran domestiknya

(Ciptoningrum, 2009). Hal inilah yang dapat mengakibatkan terjadinya work-family conflict,

dimana tuntutan keluarga dan pekerjaan tidak dapat disejajarkan, apalagi ketika peran

perempuan dalam dunia akademik selain menjalankan Tri Dharma perguruan tinggi, juga

memutuskan untuk terlibat dalam jabatan struktural. Hal tersebut tentunya akan berdampak

pada karir dan kinerja perempuan tersebut. Ketika terjadi masalah dalam keluarga, akan

membawa dampak terhadap karir dan kinerja perempuan, sehingga dapat dianggap

kinerjanya akan menurun. Demikian juga sebaliknya, ketika terjadi masalah dengan

pekerjaan, urusan keluarga menjadi terganggu. Tingkat keterlibatan perempuan dalam jabatan

struktural Fakultas di Universitas Kristen Satya Wacana didominasi oleh perempuan yang

sudah menikah dan memiliki anak. Hal itu berarti tanggung jawab peran perempuan harus

benar-benar dilakukan dengan baik, mengingat perempuan harus mampu melaksanakan

tanggunga jawab tersebut dengan seimbang.

Page 10: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

9

Masalah dan Persoalan Penelitian

Penelitian ini akan memberikan wacana berguna untuk mengkaji lebih dalam

keterlibatan dosen perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak dalam kesediaanya

terlibat maupun tidak terlibat dalam jabatan struktural, serta konflik peran ganda yang

dihadapi oleh perempuan tersebut sehingga diharapkan menjadi kontribusi positif bagi

perempuan.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dirumuskan pertanyaan-pertanyaan kajian

sebagai berikut :

1. Mengapa perempuan memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di Universitas Kristen

Satya Wacana - Salatiga?

2. Bagaimana tingkat keterlibatan dosen perempuan dalam menduduki jabatan struktural

maupun yang tidak menduduki jabatan tersebut di Universitas Kristen Satya Wacana -

Salatiga?

3. Bagaimanakah dosen perempuan yang menduduki jabatan struktural maupun yang tidak

berjabatan struktural di Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga mengatasi work

family conflict yang dialami?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui faktor-faktor perempuan memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga.

2. Mengetahui keterlibatan perempuan dan alasannya menduduki jabatan struktural maupun

yang tidak menduduki jabatan tersebut di Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga.

3. Mengetahui bagaimana cara dosen perempuan dalam jabatan struktural maupun yang

tidak berjabatan struktural di Universitas Kristen Satya Wacana – Salatiga mengatasi

work family conflict yang dialami.

Adapun manfaat penelitian ini, meliputi :

1. Manfaat Teoritis :

• Memberikan sumbangan pengetahuan dan menambah referensi kepustakaan tentang

work-family conflict pada perempuan yang bekerja.

2. Manfaat Praktis :

• Menambah wawasan peneliti mengenai karir dan work family conflict yang dihadapi

oleh perempuan bekerja.

Page 11: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

10

• Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk dapat meningkatkan

partisipasi perempuan di dunia kerja.

• Dapat menghasilkan temuan-temuan yang berguna bagi tempat kerja karena dapat

berpengaruh pada kinerja organisasi. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan dalam

mengambil keputusan menyangkut pekerja.

TINJAUAN PUSTAKA

I. Keterlibatan Perempuan dalam dunia kerja

Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa dari tahun ke tahun, semakin banyak

perempuan yang memutuskan untuk bekerja (Linandar, 2009). Ikut sertanya perempuan

dalam kegiatan ekonomi bukan sesuatu yang baru. Perempuan berusaha memperoleh

pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain

adanya kemauan perempuan untuk bermandiri dalam bidang ekonomi, yaitu berusaha

membiayai kebutuhan hidupnya dan mungkin juga kebutuhan hidup dari orang-orang yang

menjadi tanggungannya dengan penghasilan sendiri. Terdapat pula adanya kebutuhan untuk

menambah penghasilan keluarga. Makin meluasnya kesempatan kerja yang menyerap tenaga

kerja perempuan juga merupakan salah satu faktor pendorong perempuan untuk bekerja

(Sonny, 2009 dalam Majid, 2012). Dalam keputusan perempuan untuk bekerja, hasil

penelitian dari Artini & Handayani (2009) menunjukkan bahwa banyak perempuan yang

memilih pekerjaan di sektor informal. Biasanya jenis pekerjaan yang mereka pilih adalah

jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitas keseharian seorang perempuan, seperti

berwirausaha (membuka warung atau sejenisnya), menjahit pakaian, menjadi pekerja salon,

dan sebagainya. Hal tersebut dilakukan agar perempuan yang bekerja dapat membagi waktu

antara pekerjaan dan keluarga. Sebagian perempuan juga memilih bekerja untuk kepentingan

diri sendiri, yaitu untuk kepuasan batin dan sarana aktualisasi (Rejeki & Nugrahani, 2007).

Menurut Mason (Lubis & Syahfitriani 2007) meningkatnya perempuan bekerja juga tidak

lepas dari adanya kesempatan yang luas bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan.

Semakin tinggi pendidikan seorang perempuan maka semakin besar keinginannya untuk

memasuki dunia kerja dan menjadi perempuan yang memiliki karir.

Ada berbagai macam pilihan pekerjaan yang dahulu hanya didominasi oleh laki-laki,

kini sudah ada keterlibatan perempuan di dalamnya, misalnya saja di Indonesia sudah ada

presiden, menteri wanita, bupati, dan direktur wanita. Pilihan pekerjaan lain yang sekarang

Page 12: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

11

sudah banyak keterlibatan perempuan didalamnya adalah menjadi seorang dosen

(http://www.buletinpillar.org/artikel/woman-man). Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen, dosen merupakan pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama

mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Bab 1 Pasal 1

ayat 2). Profesional dinyatakan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,

kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta

memerlukan pendidikan profesi. Tugas utama dosen tersebut adalah melaksanakan tridharma

perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) SKS dan

paling banyak 16 (enam belas) SKS pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademik.

Ada beberapa alasan dasar menyebutkan bahwa individu memutuskan untuk bekerja sebagai

dosen karena memang pada dasarnya perempuan suka mengajar, apalagi ketika masih kuliah

mereka sering menjadi asisten dosen, ingin berbagi ilmu agar ilmunya tidak sia-sia, memiliki

cukup waktu di rumah dan tetap memaksimalkan potensi agar bermanfaat bagi orang lain

serta ingin mengembangkan diri (http://lovinta.wordpress.com/2010/08/28/super-banyak-

alasan-untuk-jadi-pendidik-gurudosen/

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perempuan berstatus menikah untuk

bekerja menurut Pajaman Simanjutak (1998) dalam Majid (2012) diantaranya : jam kerja

memiliki peranan yang penting bagi perempuan yang telah berstatus menikah untuk masuk

dalam pasar tenaga kerja maupun tidak. Dimana adanya peran domestik untuk mengurus

rumah tangga, anak, dan keluarga akan memberikan tanggung jawab kepada perempuan

sebelum memutuskan untuk masuk dalam pasar tenaga kerja. Ketika perempuan menikah

memiliki banyak jumlah tanggungan keluarga dan tingkat pendapatan suami masih rendah,

maka perempuan menikah bersedia bekerja walaupun dengan jam kerja yang tinggi. Hal ini

dilakukan untuk membantu perekonomian dan kebutuhan keluarga.

Tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan maka akan menjadikan waktu yang

dimiliki menjadi mahal, dan keinginan untuk bekerja semakin tinggi, terutama bagi

perempuan yang memiliki pendidikan tinggi, mereka akan memilih untuk bekerja daripada

hanya tinggal dirumah untuk mengurus anak dan rumah tangga. Tingkat pendapatan suami

memiliki peranan yang cukup penting dalam mempengaruhi keputusan perempuan berstatus

menikah untuk bekerja. Ketika tingkat penghasilan keluarga yang bersangkutan belum

mampu mencukupi kebutuhan keluarga, maka akan semakin banyak anggota keluarga yang

akan dimasukkan dalam pasar tenaga kerja.

Page 13: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

12

Selain itu dipengaruhi oleh tingkat produktivitas kerja, produktivitas merupakan

perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan kesleuruhan sumber daya

(masukan) yang digunakan dalam satuan waktu. Produktivitas akan mempengaruhi motivasi

dari tiap-tiap individu. Produktivitas sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan dan

keterampilan yang dimiliki, dimana seseorang yang memiliki keterampilan dan tingkat

pendidikan tinggi maka produktivitasnya juga tinggi, dan hal ini akan mempengaruhi

kesediaannya untuk masuk dalam pasar tenaga kerja. Penambahan penyediaan tenaga kerja

akan mengalami peningkatan sesuai dengan pertambahan umur, kemudian menurun kembali

menjelang usia pensiun atau umur tua. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat umur maka

akan semakin kecil proporsi penduduk yang bersekolah, sehingga penyediaan tenaga kerja

mengalami peningkatan. Ketika semakin tua umur seseorang, tanggung jawab pada keluarga

akan semakin besar, terutama pada penduduk usia muda yang sudah menikah. Bagi seseorang

yang telah menikah adanya tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Selanjutnya, ketika tingkat umur semakin tua maka akan masuk pada masa pensiun atau yang

secara fisik sudah tidak mampu untuk bekerja. Sedangkan yang terakhir yaitu jumlah

tanggungan keluarga, bagaimana suatu rumah tangga mengatur siapa yang bersekolah,

bekerja, dan mengurus rumah tangga bergantung pada jumlah tanggungan keluarga yang

bersangkutan. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka semakin tinggi pula

probabilitas perempuan yang telah menikah untuk bekerja. Serta faktor yang mendorong

perempuan untuk bekerja kebanyakan adalah untuk aktualisasi diri. Menurut Mason (yang

dikutip oleh Syahfitriani & Lubis, 2007) bekerja bagi kaum perempuan lebih dari sekedar

mencari uang. Menurutnya banyak sekali keuntungan dari bekerja selain mendapatkan

tambahan keuangan, misalnya memiliki tempat yang dituju setiap hari, mengembangkan

keterampilan, menjadi anggota dari komunitas tertentu, memiliki persahabatan dan menjadi

pribadi.

Selain faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perempuan yang telah berstatus

menikah untuk bekerja. Secara umum, terdapat beberapa hambatan baik berupa sosial

maupun budaya bagi perempuan untuk masuk dalam pasar tenaga kerja, meliputi status

sosial, hambatan memperoleh pekerjaan, status pekerjaan, dan adanya beban ganda (Hastusi

dalam Suradisastra, 1998 yang dikutip oleh Majid, 2012). Perempuan memiliki beban ganda

yang lebih banyak daripada laki-laki, dimana masalah mempersatukan keluarga dengan

pekerjaan perempuan yang jauh lebih rumit dibandingkan dengan laki-laki. Temuan dari

Anderson dan Lieslie (1991) memperlihatkan pada perempuan berpengalaman kerja, urusan

Page 14: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

13

keluarga terbawa pada pekerjaan, sedangkan pada laki-laki ditemukan urusan pekerjaan

terbawa pada keluarga sehingga terjadi konflik pekerjaan - keluarga.

II. Karir dan Aktualisasi Diri Perempuan

Karir merupakan rangkaian dan kumpulan dari pengalaman yang berhubungan dengan

kerja dan aktivitas yang dipengaruhi oleh sikap-sikap serta perilaku individu dalam organisasi

(Gibson, 1996 : 72 dalam Kussudyarsana & Soepatini, 2008). Menurut Simamora (2001 :

505) karir adalah urutan aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku-

perilaku, nilai-nilai, dan aspirasi seseorang selama rentang hidup orang tersebut. Sementara

itu Glueck (1997 : 134) menyatakan karir individual adalah urutan pengalaman yang

berkaitan dengan pekerjaan yang dialami seseorang selama masa kerjanya.

Sehingga karir individu melibatkan rangkaian pilihan dari berbagai kesempatan,

tapi dari sudut pandang organisasi karir merupakan proses regenerasi tugas yang baru. Karir

objektif menggambarkan perpindahan posisi karyawan baik yang bersifat vertikal ataupun

bersifat horizontal.

Kesuksesan karir secara objektif diukur lewat evaluasi yang dianggap umum di

masyarakat, yaitu berupa ukuran ekstrinsik seperti gaji dan tingkat manajerial (Mclamed,

1996) dikutip oleh Nabi (1999 : 410). Kemajuan karier manajerial (objektif) didefinisikan

sebagai promosi didalam rangking manajerial dan tingkatan posisi dalam manajemen yang

dapat dicapai, serta tingkat pendapatan pekerja (Brett, 1997 dalamTharenue, 1999).

Perempuan dalam peran sebagai dosen dan jabatan strukturalnya tersebut selain untuk

menunjang kebutuhan ekonomi keluarga, mereka juga sudah menyadari pentingnya

kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, bahwa perempuan mampu berprestasi dalam

kehidupan masyarakat, untuk memperoleh status atau kekuasaan lebih besar dalam kehidupan

keluarga (Linandar, 2009).

Dalam teori motivasi Maslow, aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang berada di

puncak. Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan paling tinggi yang disertai

penggunaan semua bakat, pemenuhan semua kualitas dan juga kapasitas seseorang (Baihaqi,

2008).

Melihat adanya perbedaan kemampuan setiap orang untuk mengaktualisasikan diri,

maka hal ini tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam

mengaktualisasikan diri antara lain adalah : Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian

manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya (Afiatin

dan Martaniah, 1998). Dengan kepercayaan diri yang cukup seorang individu akan dapat

Page 15: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

14

mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya dengan yakin dan mantap (Andayani dan

Afiatin, 1996). Kepercayaan diri dapat mendorong seseorang untuk dapat mengembangkan

segala kemampuannya melalui aktualisasi diri. Konsep diri, yaitu sejumlah karakteristik

yang dipandang oleh seseorang sebagai bagian dari dirinya. Konsep diri membantu individu

untuk berinteraksi sosial (Charles S. dan Scheier, 1995). Individu yang memiliki konsep diri

yang positif akan memiliki penerimaan terhadap dirinya sendiri, mampu menggunakan bakat

dan kemampuan yang dimiliki dengan mengaktualisasikan dirinya kearah yang positif.

Harga diri, dijelaskan bahwa harga diri menentukan cara orang beradaptasi terhadap

tuntutan lingkungan (Coopersmith dalam Andayani dan Afiatin, 1996 ). Maslow (Andayani

dan afiatin, 1996) menyatakan bahwa dengan harga diri yang tinggi seseorang akan dapat

mengaktualisasikan potensi dirinya. Harga diri menentukan sikap menerima atau menolak

terhadap lingkungan individu, seberapa besar individu tersebut percaya bahwa dirinya

berharga bagi lingkungannya. Menurut Pajaman Simanjutak (1998) dalam Majid (2012),

salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan perempuan berstatus menikah untuk bekerja

ialah tingkat pendidikan. Atas pemahaman tersebut maka semakin tinggi pendidikan,

keinginan untuk bekerja juga semakin tinggi.

Ciptoningrum (2009) menyatakan bahwa aktualisasi diri merupakan salah satu faktor

pemicu peran ganda. Kepuasan dan keinginan individu untuk meningkatkan dirinya melalui

aktualisasi diri dapat diraih dengan mejejaki dunia karier, dimana akan diberikan reward

berupa peningkatan karier apabila melakukan kinerja yang baik. Dengan berkarya, berkreasi

dan mencipta serta mengembangkan ilmu, mendapat penghargaan, penerimaan, dan prestasi

merupakan salah satu bagian dari proses penemuan dan pencapaian kepenuhan diri.

Kebutuhan akan aktualisasi banyak diambil oleh para perempuan di jaman ini terutama

dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada wanita untuk meraih jenjang karier

yang tinggi.

III. Perempuan dan Work Family Conflict

Secara umum, disesuaikan dengan keadaan sosial budaya yang tumbuh dan

berkembang di Indonesia selama ini dapat disimpulkan bahwa ada tiga tugas utama

perempuan dalam rumah tangga (Putri & Purwanti, 2012) yaitu : Sebagai istri, supaya dapat

mendampingi suami sebagai kekasih dan sahabat untuk bersama membimbing keluarga yang

bahagia. Sebagai pendidik, untuk membina generasi muda supaya anak-anak dibekali

kekuatan rohani maupun jasmani yang berguna bagi nusa dan bangsa. Dan sebagai ibu rumah

tangga, supaya mempunyai tempat aman dan teratur bagi seluruh anggota keluarga.

Page 16: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

15

Perempuan karir terutama yang telah menikah dihadapkan pada peran ganda

perempuan. Ia menjalani tugas pekerjaannya dan sekaligus menjalani tugas perempuan

sebagai istri dan ibu rumah tangga. Tuntutan peran keluarga membuat perempuan harus lebih

banyak memberikan perhatian kepada anak, suami dan orang tua. Di sisi lain, tuntutan karir

memberikan kesempatan yang luas bagi perempuan untuk mengembangkan dirinya pada

pekerjaan sehingga menjanjikan perolehan jabatan (posisi) yang lebih baik ataupun

pendapatan yang lebih besar. Muncul sebuah pandangan bahwa perempuan ideal adalah

superwoman atau supermom yang sebaiknya memiliki kapasitas yang dapat mengisi bidang

domestik dengan sempurna dan bidang publik tanpa cacat (Putri & Purwanti, 2012).

Menurut Goode dalam Kaltsum (2006), work family conflict adalah kesulitan-kesulitan

yang dirasakan dalam menjalankan kewajiban atau tuntutan peran yang berbeda secara

bersamaan. Perempuan karir dituntut untuk dapat memberikan unjuk kerja (performance)

yang maksimal dalam menyelesaikan tugas-tugasnya baik didalam keluarga, maupun di

kantor. Menurut Frone (2000) dalam Triaryani (2003), work family conflict dapat

didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga

secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat

seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut

dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan

keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi

oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya.

Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang

berlebihan dan waktu, seperti ; pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline.

Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani

tugas-tugas rumah tangga; menjaga, menemani, dan selalu ada jika dibutuhkan oleh anak;

serta kesediaan sebagai istri untuk menemani suami dan sewaktu dibutuhkan suami.

Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah

anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota yang lain (Yang, Chen,

dkk, 2000).

Yang, Chen, dkk (2000) mengidentifikasikan tiga jenis work-family conflict, yang

pertama yaitu time-based conflict, waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu

tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang

lainnya (pekerjaan atau keluarga). Kurang bahkan tidak adanya waktu untuk keluarga, tidak

ada waktu untuk kehidupan bermasyarakat, serta penggunaan hari libur untuk bekerja;

Kedua, strain-based conflict, terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi

Page 17: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

16

kinerja peran yang lainnya. Permasalahan dalam keluarga mempengaruhi waktu untuk

bekerja, permasalahan dalam keluarga mempengaruhi produktivitas dalam bekerja, tuntutan

pekerjaan mempengaruhi kehidupan keluarga, serta terjadi keluhan dari anggota keluarga

akibat dari pekerjaan Behavior-based conflict, berhubungan dengan ketidaksesuaian antara

pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga). Keluarga

merasa tidak mendapat dukungan dari peran sebagai ibu rumah tangga dan seorang istri, serta

sering merasa lelah setelah pulang bekerja.

Ketidakberhasilan mengatur peran ganda dalam meningkatkan karir yang dijalani

perempuan, akan berdampak pada menurunnya kinerja perempuan tersebut. Untuk itu perlu

adanya beberapa cara untuk menghadapi work family conflict yang dialami oleh perempuan,

diantaranya : Menurut Rini (2002), hal ini ditunjukkan pada individu atau diri karyawan

sendiri, yaitu dengan manajemen waktu. Manajemen waktu adalah strategi penting yang

perlu diterapkan oleh para ibu pekerja untuk dapat mengoptimalkan perannya sebagai ibu

rumah tangga, istri, dan sekaligus karyawati. Menurut Triaryati (2003) ada beberapa cara

untuk sebuah organisasi/instansi dalam menghadapi masalah work family conflict tersebut,

yaitu : waktu kerja yang lebih fleksibel, jadwal kerja alternative, tersedianya tempat penitipan

anak sehingga perempuan dapat bekerja sambil mengawasi anaknya, dilengkapi taman

kanak-kanak, adanya kebijakan izin keluarga, dan Job sharing. Perusahaan dalam

perancangan dan penentuan kebijakan sebaiknya menyertakan karyawan yang memerlukan

kebijakan tersebut, sehingga kebijakan yang diadaptasi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh

karyawan yang bersangkutan. Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) secara umum

menjelaskan bahwa problem focused adalah bentuk coping yang lebih diarahkan kepada

upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan. artinya coping yang

muncul terfokus pada masalah individu yang akan mengatasi stres dengan mempelajari cara-

cara keterampilan yang baru. Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka

percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat diubah (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).

Strategi ini melibatkan usaha untuk melakukan sesuatu hal terhadap kondisi stres yang

mengancam individu (Taylor,2009). Emotion Focused merupakan bentuk coping yang

diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat

mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan kognitif. Contoh dari

pendekatan behavioral adalah penggunaan alkohol, narkoba, mencari dukungan emosional

dari teman-teman dan mengikuti berbagai aktivitas seperti berolahraga atau menonton televisi

yang dapat mengalihkan perhatian individu dari masalahnya. Sementara pendekatan kognitif

Page 18: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

17

melibatkan bagaimana individu berfikir tentang situasi yang menekan. Dalam pendekatan

kognitif, individu melakukan redefineterhadap situasi yang menekan seperti membuat

perbandingan dengan individu lain yang mengalami situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu

yang baik diluar dari masalah. Individu cenderung untuk menggunakan strategi ini ketika

mereka percaya mereka dapat melakukan sedikit perubahan untuk mengubah kondisi yang

menekan (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi

kasus. Kasus dipilih berdasarkan penetapan subyek penelitian yaitu dosen perempuan sudah

menjadi karyawan tetap, telah menikah dan memiliki anak, sedang menduduki jabatan

struktural maupun enggan untuk terlibat dalam jabatan tersebut di Universitas Kristen Satya

Wacana Salatiga, dan tidak sedang studi lanjut atau tugas belajar.

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui

wawancara mendalam dengan responden. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui

gambaran umum subyek penelitian dan jurnal-jurnal pendukung yang berkaitan dengan topik

penelitian ini. Adapun satuan analisis dalam penelitian ini adalah individu, yaitu dosen

akademik yang menduduki jabatan struktural di UKSW dan satuan pengamatannya adalah

dosen perempuan yang terpilih sebagai responden yang sesuai dengan kriteria.

Teknik analisis data dalam penenelitian ini adalah :

1. Pengumpulan data

Pada tahap analisis data yang pertama adalah pengumpulan data-data yang telah

diperoleh dari responden yang terkait dengan topik penelitian ini.

2. Reduksi data

Apabila seluruh data telah terkumpul, maka untuk menganalisanya digunakan teknik

reduksi data yaitu merangkum, memilih, dan memfokuskan pada hal-hal pokok untuk

dicari pola atau tema yang berkaitan dengan topik penelitian ini.

3. Pemaparan data

Pemaparan data yaitu mendeskripsikan kembali data-data yang telah direduksi dalam

bentuk teks yang bersifat naratif mengenai topik penelitian ini.

4. Penarikan kesimpulan

Page 19: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

18

Setelah data-data tersebut dipaparkan, kemudian ditarik kesimpulan berdasarkan topik

penelitian ini.

Menurut Patton dalam Poerwandari (2007), desain kualitatif memiliki sifat yang

luwes, oleh sebab itu tidak ada aturan yang pasti dalam jumlah sampel yang harus diambil

untuk penelitian kualitatif. Jumlah sampel sangat tergantung pada apa yang dianggap

bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Penelitian ini

menggunakan teknik Convenience Sampling dalam pengambilan sampel. Menurut Juanda

(2007) Convenience Sampling adalah prosedur memilih sampel yang paling mudah tersedia

atau kebetulan ditemui atau mengenal pihak yang akan dijadikan sampel. Mengingat bahwa

adanya keterbatasan untuk bertemu dengan subyek penelitian yang sebagian besar sulit untuk

ditemui dan ada juga yang sedang cuti. Pihak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

dosen perempuan yang sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan.

Untuk mengetahui keabsahan data dalam penelitian ini digunakan triangulasi teori.

Triangulasi jenis ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu

teori dalam membahas permasalahan yang dikaji (Patton dalam Sutopo, 2006: 98). Oleh

karena itu, dalam melakukan jenis triangulasi ini, peneliti harus memahami teori-teori yang

digunakan dan keterkaitannya dengan permasalahan yang diteliti sehinngga mampu

menghasilkan simpulan.

PEMBAHASAN

I. Gambaran Umum Dosen Perempuan UKSW

Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) merupakan salah satu Universitas Kristen

swasta yang ada di Indonesia. UKSW semula lahir dengan nama Perguruan Tinggi

Pendidikan Guru Kristen Indonesia (PTPG-KI). Diresmikan pada tanggal 30 November 1956

dengan lima jurusan, yaitu Pendidikan, Sejarah, Bahasa Inggris, Hukum, dan Ekonomi.

PTPG-KI Satya Wacana berubah menjadi FKIP-KI pada tanggal 17 Juli 1959. Kemudian

pada tanggal 5 Desember 1959 diresmikan menjadi Universitas Kristen Satya Wacana

dengan kehadiran Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum, yang kemudian diikuti dengan

pembukaan beberapa Fakultas dan Program Studi baru. Sebagai Perguruan Tinggi Swasta

yang kini sudah melewati usia emasnya, Satya Wacana yang berarti “ Setia kepada Firman

Tuhan”, terus berkembang dan semakin mendapat kepercayaan baik dari masyarakat maupun

pemerintah. Pada saat ini UKSW memiliki 14 Fakultas, 1 Program Pascasarjana, dengan 53

Program studi.

Page 20: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

19

Universitas Kristen Satya Wacana juga didukung dengan adanya peran dosen sebagai

tenaga pendidik yang memiliki tugas utama menjalankan tri dharma perguruan tinggi. Secara

garis besar dosen tetap UKSW berjumlah 351 orang, yang tersebar kedalam berbagai

fakultas. Dengan rincian sebagai berikut :

Bagan 1

Laki-laki

Perempuan

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

Jumlah Dosen

Keterlibatan dalam

Jabatan Struktural

197

56,13%

52

14,81%

154

43,87%

31

8,83%

Laki-laki

Perempuan

Sumber : Data diolah tahun 2013

UKSW juga turut ambil bagian dalam keterlibatan perempuan yang saat ini sudah

banyak terjun ke dalam dunia kerja. Sekitar 43,87% dosen perempuan membuktikan bahwa,

dosen juga merupakan salah satu profesi yang dapat menjadi suatu pertimbangan bagi kaum

perempuan. Selain menjadi dosen dengan tugas utamanya melakukan tri dharma perguruan

tinggi, ada juga beberapa dosen terlibat dalam jabatan struktural, baik dalam tingkat

Universitas maupun pada tingkat Fakultas. Jabatan struktural pada tingkat universitas yang

tersedia meliputi Rektor, Pembantu Rektor I bidang akademik beserta jajarannya, Pembantu

Rektor II Bidang Administrasi dan Keuangan beserta jajarannya, Pembantu Rektor III Bidang

Kemahasiswaan beserta jajarannya, Pembantu Rektor IV Bidang Kerjasama Kelembagaan

dan Internasionalisasi beserta jajarannya, serta Pembantu Rektor V Bidang Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat beserta jajarannya. Untuk jabatan struktural pada tingkat Fakultas

yaitu Dekan, Sekretaris, Wakil Dekan, Kepala Program Studi, serta koordinator bagian

kemahasiswaan pada masing-masing Fakultas.

Tingkat keterlibatan dosen dalam jabatan struktural pada aras Fakultas secara umum

dapat dijelaskan bahwa dosen laki-laki lebih mendominasi untuk terlibat dalam jabatan

Page 21: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

20

sebesar 14,81% daripada dosen perempuan yang hanya sebesar 8,83% dari total keseluruhan

jumlah dosen di UKSW (lihat bagan 1).

Rendahnya keterlibatan dosen perempuan dalam jabatan struktural yang hanya 8,83%

dari jumlah dosen di UKSW atau sebanyak 31 orang, dapat disebabkan karena adanya faktor

internal yang berasal dari dalam diri perempuan itu sendiri, faktor eksternal yang berasal dari

luar, atau merupakan gabungan dari faktor internal dan eksternal. Penyebab tersebut

berkaitan dengan motivasi pribadi, peran ganda, perasaan bersalah, keberanian untuk sukses,

pengalaman, dukungan keluarga, serta lingkungan kerja yang mereka miliki (Linandar,

2009).

Bagan 2

8,83%

35,04%

Keterlibatan Dosen Perempuan

dalam Jabatan Struktural

Terlibat

Tidak Terlibat

Sumber : Data diolah tahun 2013

Dalam kaitannya dengan status pernikahan dosen perempuan, ternyata dosen

perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak lebih dominan terlibat dalam jabatan

struktural sebesar 61,29% (19 orang) daripada yang masih berstatus single atau sudah

menikah tetapi belum memiliki anak yang hanya sebesar 38,70% dari total keseluruhan

jumlah dosen perempuan yang terlibat dalam jabatan struktural (lihat Bagan 3). Berdasarkan

hasil wawancara dengan Ketua YPTKSW, keterlibatan dosen perempuan yang sudah

menikah dan memiliki anak ini disebabkan karena dosen tersebut sudah lama bekerjanya

kira-kira sudah lebih dari 20 tahun di UKSW. Semakin lama bekerja, pengalaman yang

diperoleh juga akan semakin banyak. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh, akan

memperluas pengetahuan individu. (Notoadmojo, 2003).

Page 22: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

21

Bagan 3

38,70%

61,29%

Perempuan dalam Jabatan Struktural

berdasarkan Status Pernikahan

single, sudah menikah, belum

memiliki anak

Sudah Menikah dan memiliki

anak

Sumber : Data diolah tahun 2013

Dilihat dari struktur organisasi dalam jabatan struktural di Fakultas, posisi tertinggi

sampai terendah adalah Dekan, Sekretaris, Wakil Dekan, Kepala Program studi (Kaprogdi),

serta Koordinator Bidang Kemahasiswaan, terdapat 19 dosen (20,13% dari jumlah dosen

perempuan) yang terlibat dalam jabatan struktural, yang terdiri dari 4 orang sebagai Dekan

Fakultas, 1 orang menjabat sebagai sekretaris, 1 orang menjabat sebagai sekretaris +

Kaprogdi, 2 orang menjabat sebagai Wakil dekan, serta 11 orang menjabat sebagai kaprogdi

pada masing-masing fakultas. Secara rinci dapat dilihat pada bagan 4 di bawah ini :

Bagan 4

Sumber : Data diolah tahun 2013

Keterlibatan perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak dalam jabatan

struktural berdasarkan usia dapat digolongkan sebagai berikut (lihat Bagan 5), perempuan

Page 23: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

22

dengan usia 40 – 59 tahun lebih mendominasi keterlibatannya dalam jabatan struktural

sebesar 68,42%, sedangkan usia kurang 39 tahun sebesar 31,58% dari 19 orang perempuan

yang terlibat dalam jabatan struktural. Menurut Rogers aktualisasi diri akan berubah sejalan

dengan perkembangan hidup seseorang, ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang

akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologi. Ketika usia

perempuan bertambah, tanggung jawab terhadap keluarga juga akan semakin besar apalagi

bagi perempuan yang sudah menikah. Selanjutnya ketika memasuki usia semakin tua maka

akan masuk masa pensiun, yang secara fisik sudah tidak mampu lagi untuk bekerja (Pajaman

Simanjutak, 1998 dalam Majid, 2012).

Bagan 5

31,58%

68,42%

0,00%0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

≤ 39 40 – 59 ≥ 60

Persentasi Usia

USIA

Sumber : Data diolah tahun 2013

Selain dilihat dari faktor usia, keterlibatan perempuan juga dilihat dari jumlah anak

yang dimiliki. Perempuan yang terlibat dalam jabatan struktural sebagian besar mempunyai

anak lebih dari 1 sebesar 79,95% , sedangkan yang mempunyai hanya 1 orang anak sebesar

21,05% dari jumlah dosen perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak, serta terlibat

dalam jabatan struktural. Selain faktor masa kerja yang berkaitan langsung dengan

pengalaman, keberadaan anak dapat memberikan manfaat pengembangan diri, dimana

mengurus anak adalah suatu pengalaman belajar bagi orang tua. Anak membuat orang tuanya

lebih matang dan lebih bertanggung jawab (Arnold dan Fawcett, 1990).

Page 24: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

23

Bagan 6

21,05%

79,95%

0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00%

1

≥ 1

Persentase Jumlah anak

1

≥ 1

Sumber : Data diolah tahun 2013

Sebagai tenaga pendidik, seoarang dosen diharapkan mampu mencapai standart

pendidikan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Keterlibatan dosen perempuan dalam

jabatan struktural ini digolongkan menurut tingkat pendidikan terakhirnya (lihat Bagan 7),

bahwa dosen perempuan dengan pendidikan terakhir S-2 menduduki posisi tertinggi sebesar

63,16%, sedangkan masih sedikit dosen yang berada pada tingkat pendidikan S-3 yang

sebesar 36,84% dari jumlah dosen perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak, serta

terlibat dalam jabatan struktural.

Bagan 7

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

S-1 S-2 S-3

0,00%

63,16%

36,84%

Persentasi Pend. Terakhir

Persentasi Pend. Terakhir

Sumber : Data diolah tahun 2013

Berdasarkan gambaran umum di atas, dapat disimpulkan bahwa laki-laki dan

perempuan memiliki hak yang sama dalam memilih pekerjaan dan menjejaki dunia karir.

Keikutsertaan perempuan dalam dunia kerja, khususnya sebagai dosen di UKSW hampir

menyamai kedudukan laki-laki. Walaupun dalam kenyataanya posisi perempuan masih di

Page 25: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

24

bawah laki-laki dalam hal keterlibatannya di jabatan struktural. Perempuan masih dihadapkan

pada hambatan sosial budaya dan kodratnya sebagai perempuan, sedangkan laki-laki dapat

lebih fokus pada pekerjaan mereka.

Keterlibatan perempuan dalam jabatan struktural pada tingkat Fakultas di UKSW,

didominasi oleh dosen perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak. Perempuan

dengan usia 40 – 59 tahun lebih mendominasi keterlibatannya dalam jabatan struktural yaitu

sebesar 68,42%. Sebagian besar perempuan tersebut mempunyai anak lebih dari 1 sebesar

79,95%, dengan memiliki pendidikan terakhir S-2 sebesar 63,16% dari 19 dosen perempuan.

Keterlibatan tersebut disebabkan oleh masa kerja di UKSW yang berkaitan langsung dengan

pengalaman. Semakin lama bekerja akan dapat menambah pengalaman, selain itu adanya

kepercayaan dari teman kerja karena produktivitas kerja perempuan tersebut yang baik.

Keinginan untuk terlibat dalam jabatan struktural di Fakultas merupakan salah satu

bentuk aktualisasi diri perempuan (Linandar, 2009). Keinginan perempuan untuk terus

mengembangkan kemampuannya melalui pengalaman-pengalaman yang telah diperolehnya

selama menjejaki dunia karir di UKSW. Namun disisi lain, perempuan juga harus mampu

menyeimbangkan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan karirnya di UKSW. Untuk

itulah dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada perempuan yang sudah menikah dan

memiliki anak, serta keterlibatannya dalam jabatan struktural.

II. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perempuan untuk Bekerja

Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa dari tahun ke tahun, semakin banyak

perempuan yang memutuskan untuk bekerja (Linandar, 2009). Sebagian perempuan bekerja

karena memang kondisi rumah tangga yang menuntut agar mereka ikut berperan serta dalam

mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari (Putri & Purwanti, 2012). Sebagian perempuan juga

memilih bekerja untuk kepentingan diri sendiri, yaitu untuk kepuasan batin dan sarana

aktualisasi (Rejeki & Nugrahani,2007). Bagi sebagian wanita dengan kelas ekonomi

menengah ke atas, bekerja dianggap sebagai sarana untuk menjalin komunikasi dengan dunia

luar (Putri & Purwanti, 2012).

Ada berbagai macam pilihan pekerjaan yang dahulu hanya didominasi oleh laki-laki,

kini sudah ada keterlibatan perempuan di dalamnya, misalnya saja di Indonesia sudah ada

presiden, menteri wanita, bupati, dan direktur wanita. Pilihan pekerjaan lain yang sekarang

sudah banyak keterlibatan perempuan didalamnya adalah menjadi seorang dosen

(http://www.buletinpillar.org/artikel/woman-man). Beberapa alasan dasar menyebutkan bahwa

individu memutuskan untuk bekerja sebagai dosen karena memang pada dasarnya perempuan

suka mengajar, apalagi ketika masih kuliah mereka sering menjadi asisten dosen, ingin

Page 26: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

25

berbagi ilmu agar ilmunya tidak sia-sia, memiliki cukup waktu di rumah dan tetap

memaksimalkan potensi agar bermanfaat bagi orang lain serta ingin mengembangkan diri

(http://lovinta.wordpress.com/2010/08/28/super-banyak-alasanuntukjadipendidikgurudosen/).

Studi lapangan dari 7 responden yang berhasil diwawancarai menunjukan bahwa pada

umumnya keinginan perempuan untuk terlibat dalam dunia kerja dan memilih sebagai dosen

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karena faktor latar belakang pendidikan, adanya

kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, kesadaran bahwa manusia butuh bekerja untuk

menunjang perekonomian, adanya dorongan dari keluarga dan teman, serta pengalaman yang

diperolehnya selama masa kuliah. Seperti yang dijelaskan oleh responden B yang merupakan

salah satu dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga yang sudah bekerja sudah 23 tahun :

“Selain dorongan dari Rektor pada masa itu yang sudah dekat mengenal saya , latar belakang

pendidikan juga mempengaruhi, serta kinerja saya sejak menjadi asisten pada saat masih

kuliah .Karir dan perempuan tidak dapat dipisahkan.”

Berdasarkan penyataan di atas, faktor yang mempengaruhi keputusannya untuk bekerja

ialah karena ada dorongan dari rekan kerja, adanya latar belakang pendidikan, serta

pengalamannya mengajar ketika menjadi asisten dosen. Hal tersebut sesuai dengan teori

Mason (Syahfitriani & Lubis, 2007) meningkatnya perempuan bekerja juga tidak lepas dari

adanya kesempatan yang luas bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Semakin

tinggi pendidikan seorang perempuan maka semakin besar keinginannya untuk memasuki

dunia kerja dan menjadi perempuan yang memiliki karir. Mereka akan memilih untuk bekerja

daripada hanya tinggal dirumah untuk mengurus anak dan rumah tangga (Pajaman

Simanjutak, 1998 dalam Majid, 2012). Apalagi menjadi seorang dosen, tingkat pendidikan

sangat mempengaruhi keputusannya untuk bekerja. Selain itu menurut Pajaman Simanjutak,

1998 dalam Majid, 2012 adanya dorongan dari orang-orang terdekat (keluarga, teman) juga

menunjukkan bahwa perempuan tersebut memiliki produktivitas kerja yang tinggi.

Pengalaman yang diperolehnya selama berada di bangku kuliah menjadi asisten dosen juga

menunjukkan produktivitas kerja perempuan. Lingkungan kerja sudah tidak asing lagi dengan

kinerja perempuan tersebut, sehingga rekan kerja juga tidak enggan untuk menawarkan

pekerjaan di tempat itu, yang nantinya dapat memotivasi perempuan untuk terlibat dalam

dunia kerja.

Keputusan responden C yang merupakan dosen Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW

ini didasari oleh beberapa faktor, antara lain sesuai dengan pernyataan di bawah ini:

Page 27: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

26

“Ada keinginan setelah lulus kuliah harus bekerja, adanya faktor ingin aktualisasi diri,

dan menambah pendapatan juga. Saya merasa kalau cuman dirumah gak ada kerjaan

malah bingung mau ngapain.

Keputusan perempuan untuk bekerja berdasarkan pernyataan di atas sesuai dengan teori

Pajaman Simanjutak (1998) yang dikutip oleh Majid (2012) yang menjelaskan bahwa

keputusan perempuan untuk bekerja dipengaruhi oleh adanya keinginan perempuan untuk

mandiri dalam bidang ekonomi, dengan menambah pendapatan ketika tingkat penghasilan

keluarga yang bersangkutan belum mampu mencukupi kebutuhan keluarga, maka secara

tidak langsung perempuan juga turut ambil bagian dalam mendukung perekonomian

keluarga.

Perempuan yang memiliki tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tinggi, akan

mempengaruhi ketersediaannya untuk masuk dalam dunia kerja. Dengan latar belakang

pendidikan yang tinggi, perempuan semakin mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan

diri, melalui pengembangan ilmu yang sudah diperoleh dengan terjun dalam dunia kerja. Hal

ini serupa dengan teori yang dituturkan oleh Mason (yang dikutip oleh Syahfitriani & Lubis,

2007) bahwa faktor yang mendorong perempuan untuk bekerja kebanyakan adalah untuk

aktualisasi diri, bekerja bagi kaum wanita lebih dari sekedar mencari uang. Menurutnya

banyak sekali keuntungan dari bekerja selain mendapatkan tambahan keuangan, misalnya

memiliki tempat yang dituju setiap hari serta mengembangkan keterampilan melalui

aktualisasi diri.

Selain faktor di atas, ada juga perempuan yang memutuskan bekerja sebagai dosen

karena ingin mengabdikan ilmu yang telah didapatnya. Seperti yang dituturkan oleh salah

satu responden A, berusia 39 tahun dan merupakan salah satu dosen di Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang sudah bekerja selama 6 tahun,

dengan pendidikan terakhirnya S2:

“Awal bekerja dimulai dari staff clinist di poliklinik UKSW pada tahun 2002-2006.

Ketika mendengar berita bahwa UKSW akan membuka fakultas ilmu kesehatan,

didorong oleh teman di poliklinik, akhirnya saya mencoba untuk mendaftar sebagai

dosen. Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya saya mendapat beasiswa S2 di

Yogyakarta . Selain dorongan dari rekan kerja, saya juga berusaha untuk berbagi ilmu

dan kemampuan yang sudah saya dapatkan kepada mahasiswa.”

Keputusan perempuan untuk bekerja sebagai dosen tidak hanya didukung karena

adanya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, serta untuk menunjang perekonomian saja.

Namun ketika perempuan memutuskan untuk bekerja lebih didorong oleh adanya kemauan

untuk mengaktualisasikan diri, hal tersebut juga didasari oleh adanya konsep diri yang positif.

Page 28: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

27

Hal di atas sesuai dengan penelitian dari Charles dan Scheier (1995) yang menjelaskan bahwa

fakor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri seseorang yaitu tentang konsep diri,

sejumlah karakteristik yang dipandang oleh seseorang sebagai bagian dari dirinya. Konsep

diri membantu individu untuk berinteraksi sosial, dalam hal ini ketika seseorang ingin

mengabdikan sesuatu (ilmu) yang telah didapat, orang tersebut memiliki konsep diri yang

kuat melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh perempuan dalam berhubungan dengan

orang lain.

III. Keterlibatan Perempuan dalam Jabatan Struktural

Dalam dunia akademik, tingkat manajerial dapat dilihat dari jabatan struktural dan

Jabatan Fungsional Akademik (JAFA). Jabatan struktural Fakultas meliputi Dekan, Sekretaris

Dekan, Wakil Dekan, serta Kepala Program Studi (Kaprogdi), serta Koordinator bidang

kemahasaiswaan (korbidkem) pada masing-masing Fakultas. Jabatan Fungsional Akademik

berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Republik Indonesia No. 17 Tahun 2013 tentang Jabatan akademik Dosen bab 2 pasal 3 (1)

menyatakan bahwa Jenjang jabatan akademik dosen tetap dari yang paling rendah sampai

dengan yang paling tinggi meliputi : Asisten ahli, Lektor, Lektor kepala, dan Profesor.

Karir merupakan rangkaian dan kumpulan dari pengalaman yang berhubungan dengan

kerja dan aktivitas yang dipengaruhi oleh sikap-sikap serta perilaku individu dalam organisasi

(Gibson, 1996 : 72). Kesuksesan karier secara objektif diukur lewat evaluasi yang dianggap

umum di masyarakat, yaitu berupa ukuran ekstrinsik seperti gaji dan tingkat manajerial

(Mclamed, 1996) dikutip oleh Nabi (1999 : 410 ).

Keterlibatan dosen perempuan dalam jabatan struktural berdasarkan hasil wawancara,

sebagian besar karena adanya kesempatan untuk mengaktualisasikan diri serta adanya

kepercayaan dari rekan kerja. Seperti yang dikatakan oleh responden B yang berusia 46 tahun

merupakan salah satu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Universitas Kristen Satya

Wacana Salatiga, sudah bekerja sebagai dosen selama 23 tahun, dengan pendidikan

terakhirnya S3 Studi Pembangunan. Saat ini beliau dipercayai sebagai kaprogdi Hubungan

Internasional (HI):

“Keterlibatan saya ini merupakan panggilan Tuhan, karena saya menyadari saya

bukan orang HI. Saya dipercaya untuk mulai merintis progdi baru ini dan ini

merupakan kesempatan saya untuk mengaktualisasikan diri. Sebentar lagi juga saya

mau ke Hongkong, jadi itu juga kesempatan saya untuk mengembangkan dan

mengasah ilmu tentang dunia HI ini. Ya ada dorongan dari teman-teman juga, karena

sebelumnya juga sudah pernah menjabat sebagai kaprogdi Solsiologi.”

Page 29: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

28

Dengan kepercayaan diri yang cukup, seorang individu akan dapat mengaktualisasikan

potensi yang dimilikinya dengan yakin dan mantap (Andayani dan Afiatin, 1996).

Berdasarkan pernyataan di atas menyadari bahwa individu bukan seorang dibidang

Hubungan Internasional (HI), namun individu tetap yakin dan percaya diri pada

keputusannya untuk tetap mengambil tanggung jawab sebagai Kaprogdi HI, yang merupakan

progdi baru di UKSW. Selain adanya kepercayaan diri untuk mengembangkan

kemampuannya, individu harus memiliki konsep diri yang positif. Individu juga yakin bahwa

konsep diri yang dimiliki melalui panggilan Tuhan ini, individu mampu mengemban tugas

yang telah dipercayakan. Tentang pengharapan diri, orang yang memiliki konsep diri positif

akan merancang tujuan-tujuan sesuai dengan kemampuannya dan realistis, artinya

kemungkinan besar akan dapat mencapai tujuan tersebut. Dengan adanya dorongan dari

lingkungan sekitar dapat meningkatkan rasa percaya diri individu dalam mengaktualisasikan

dirinya (Retnoningsih & Ritandiyono, http://elearning.gunadarma.ac.).

Sama halnya dengan responden F yang merupakan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan UKSW, sudah menjadi dosen sejak tahun 1990 dan saat ini sedang dalam proses

studi S3 di Semarang :

“ Hmmm ya karena ada kepercayaan dari teman-teman, kepedulian terhadap fakultas

juga. Sebelumnya pernah jadi kaprogdi BK selama 3 periode (sekitar tahun 1999,

berhenti 1 tahun untuk melanjutkan S2, setelah itu 2 periode menjabat sebagai

kaprogdi lagi. Setelah itu menjadi wakil dekan, baru Februari 2013 menjabat jadi

dekan).”

Keputusan dosen perempuan untuk terlibat dalam jabatan struktural dipengaruhi adanya

keinginan untuk mengaktualisasikan diri. Dalam teori motivasi Maslow, aktualisasi diri

merupakan kebutuhan yang berada di puncak. Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai

perkembangan paling tinggi yang disertai penggunaan semua bakat, pemenuhan semua

kualitas dan juga kapasitas seseorang (Baihaqi, 2008). Menurut Carl Rogers, aktualisasi diri

akan dibantu atau dihalangi oleh adanya pengalaman. Berdasarkan hasil wawancara dengan

responden di atas bahwa sebelum individu menduduki jabatan sebagai Dekan, ada beberapa

jabatan yang sebelumnya beliau emban.

Dari pengalaman-pengalaman yang didapat, individu mampu menggunakan potensi

yang ada sampai pada peningkatan karir saat ini. Perkembangan konsep diri individu tidak

terlepas dari pengaruh status sosial dan adanya interaksi dengan orang-orang disekitarnya.

(Retnoningsih & Ritandiyono, http://elearning.gunadarma.ac.). Interaksi sosial ini

ditunjukkan oleh individu dengan adanya kepedulian terhadap Fakultas tempat individu

Page 30: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

29

mengabdi. Dengan kepedulian tersebut beliau memiliki konsep diri yang positif untuk

memberikan sesuatu yang terbaik bagi Fakultas terlebih bagi UKSW juga.

Berbeda dengan responden E salah satu dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis, berusia

37 tahun, sudah bekerja sebagai dosen sejak tahun 2001. Beliau memutuskan untuk tidak

terlibat dalam jabatan struktural :

“Memutuskan untuk tidak terlibat karena yang pertama emang saya gak yakin bisa,

trus yang kedua konsekuensi untuk tugas full time. Kan kalau menjabat gitu tu kan

konsekuensinya harus stay di kantor terus. Dan saya belum bisa seperti itu, keluarga

tetap nomer 1.”

Kurangnya kepercayaan diri ditunjukkan dengan adanya kurang memiliki keyakinan

atas potensi yang dimiliki demi perkembangan dirinya. Seseorang yang tidak memiliki

kepercayaan diri akan merasa terus menerus jatuh, takut untuk mencoba, merasa ada yang

salah dan khawatir (Risman, 2003 : 151). Kondisi di atas juga sesuai dengan teori yang

dituturkan oleh Widyastuti; dkk bahwa perempuan sering menolak/mengabaikan kesempatan

untuk berkembang, antara lain dalam bentuk tidak memanfaatkan untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, menolak untuk dipromosikan dengan alasan rumah

tangga. Hambatan yang dialami perempuan dalam mengembangkan potensinya disebabkan

oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Namun yang sesuai konteks di

atas lebih disebabkan karena faktor dari dalam yaitu sikap perempuan sendiri yang enggan

untuk meningkatkan prestasi karena takut akan konsekuensi negatif dari kesuksesan yang

dicapainya, antara lain kehilangan teman kencan bagi karyawati yang belum menikah dan

takut anak-anak dan suami tidak terurus bagi yang sudah menikah. Rasa enggan untuk terlibat

dalam struktur jabatan karena ada ketakutan atas konsekuensi yang didapat akan berdampak

pada peran domestiknya sebagai ibu rumah tangga.

Dalam kaitannya dengan aktualisasi diri, Rogers (Coulhoun, 1990) mengatakan bahwa

kunci dari aktualisasi diri adalah konsep diri. Orang yang memiliki konsep diri positif, berarti

memiliki penerimaan diri dan harga diri yang positif. Harga diri di sini dimaksukan sebagai

evaluasi seseorang terhadap diri sendiri, yang menyatakan sikap menerima atau menolak,

lebih jauh juga dikemukakan bahwa harga diri akan menunjukkan seberapa besar seseorang

percaya bahwa dirinya mampu, berhasil, dan berharga bagi lingkungan (Retnoningsih &

Ritandiyono, http://elearning.gunadarma.ac.). Sebaliknya orang yang memiliki konsep diri

negatif, menunjukkan penerimaan diri yang negatif pula. Mereka memiliki perasaan yang

kurang berharga, yang menyebabkan perasaan benci dan penolakan terhadap kemampuan

Page 31: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

30

dirinya sendiri. Sehingga mereka tidak dapat mengaktualisasikan semua segi dari dirinya

(Johnson & Medinnus, 1974 ).

IV. Work Family Conflict pada Perempuan Bekerja

Ciptoningrum (2009) menyatakan bahwa aktualisasi diri merupakan salah satu faktor

pemicu peran ganda. Kepuasan dan keinginan untuk meningkatkan dirinya dapat diraih

dengan mejajaki dunia karier, dimana akan diberikan reward berupa peningkatan karier

apabila melakukan kinerja yang baik. Ketika perempuan sudah dalam status pernikahan

memutuskan untuk lebih mengaktualisasikan dirinya dalam pekerjaan, tanggung jawab yang

diemban juga akan bertambah. Mengatur keseimbangan waktu antara rumah tangga dan

pekerjaan juga menjadi salah satu tantangan terberat. Jika seorang perempuan sudah

berkeluarga dan memiliki anak, dibutuhkan kejelian dalam membagi dan mengatur waktu.

Memainkan peran ganda, yaitu menjadi ibu rumah tangga sekaligus perempuan berkarir,

bukanlah sesuatu yang mudah. Seorang perempuan masih harus dituntut untuk

memprioritaskan keluarga dan anak. Namun, tanggung jawab kerja dan karir juga tidak bisa

diabaikan begitu saja (http://mediadanperempuan.org).

Work family conflict didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran

dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal

(Frone, 2000). Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban

kerja yang berlebihan dan waktu, seperti pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan

dikejar deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan

untuk menangani tugas-tugas rumah tangga; menjaga, menemani, dan selalu ada jika

dibutuhkan oleh anak, serta kesediaan sebagai istri untuk menemani suami dan sewaktu

dibutuhkan suami. (Yang, Chen, dkk, 2000).

Berdasarkan studi lapang terhadap 7 responden yang berhasil diwawancarai

menunjukkan bahwa pada umumnya penyebab work family conflict yang dialami berasal dari

keluarga dan pekerjaan. Penyebab yang berasal dari keluarga muncul ketika responden

merasa bahwa ada keterbatasan waktu berkumpul dengan keluarga, adanya keterbatasan

bantuan dari orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, sehingga

menyebabkan pekerjaan rumah menjadi keteteran. Sedangkan yang bersumber dari

pekerjaan, berupa beban pekerjaan yang menumpuk dan dikejar deadline, penggunaan hari

libur untuk bekerja, serta adanya jam kerja yang panjang bagi responden yang terlibat dalam

jabatan struktural di Fakultas.

Page 32: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

31

Work family conflict muncul ketika tuntutan keluarga dan pekerjaan tidak dapat

disejajarkan, misalnya saja konflik yang dialami oleh responden B yaitu salah satu dosen

FISKOM UKSW yang saat ini menjabat sebagai Kaprogdi HI, yang bersumber dari keluarga:

“Kadang-kadang anak-anak marah kalau saya terlalu sibuk dengan kerjaan dan tidak

ada waktu untuk berkumpul, namun walaupun begitu mereka selalu mendukung.

Biasanya kalau ada waktu luang, saya selalu mengajak mereka keluar rumah untuk

jalan-jalan dan jajan. Untuk teknis pekerjaan rumah, saya serahkan kepada pembantu

rumah tangga. Ketika pembantu rumah tangga berhalangan, suami tidak segan untuk

membantu pekerjaan rumah. Intinya harus saling komunikasi dan kerja sama dengan

anggota keluarga. Memberikan kebebasan kepada anak dan nasehat-nasehat yang

mendorong tumbuh kembang mereka.”

Konflik yang bersumber dari keluarga berdasarkan pernyataan di atas muncul karena

kurangnya waktu untuk berkumpul dengan anggota keluarga, untuk itu ketika ada waktu

luang, individu berusaha utuk mengajak anggota keluarganya untuk pergi keluar rumah.

Selain itu adanya bantuan dari pembantu rumah tangga juga meringankan beban perempuan

agar mereka dapat dengan mudah menyeimbangkan peran yang dijalani, baik di pekerjaan

maupun keluarga. Terdapat sumber lain yang menyebabkan munculnya work family conflict

yaitu konflik yang bersumber dari pekerjaan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh

responden di atas sebagai berikut :

“Kalau hambatan dikerjaan, kalau sekiranya kerjaan itu bisa dialihkan ke teman,

biasanya saya meminta bantuan teman. Intinya kalau ada masalah harus jujur, pasti

rekan kerja akan memaklumi. Demikian juga sebaliknya, ketika ada teman butuh

bantuan, saya akan berusaha membantu pekerjaan tersebut. Apalagi saya juga

memegang beberapa tanggung jawab lain di luar fakultas. Jadi pekerjaan juga

semakin menumpuk. Tapi saya selalu menyerahkan kekhawatiran itu pada Tuhan,

Tuhan yang akan mencukupkan semua.”

Konflik yang bersumber dari pekerjaan di atas muncul ketika perempuan harus

meninggalkan kerjaannya di kantor, karena ada masalah dalam peran yang lainnya.

Dukungan dan pengertian dari rekan kerja juga dapat meringankan beban perempuan

tersebut. Konflik peran yang dihadapi perempuan di atas, sesuai dengan teori dari Yang,

Chen, dkk (2000) yang mengidentifikasi tiga jenis work family conflict, adanya keterbatasan

waktu berkumpul dengan keluarga menunjukkan bahwa responden mengalami time based

conflict yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (pekerjaan)

dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (keluarga). Selain itu

responden juga mengalami strain based conflict, yang ditunjukkan adanya keluhan dari

anggota keluarga akibat dari pekerjaan. Dalam hal ini, anak menunjukkan kemarahannya

akibat kesibukan responden dalam pekerjaannya. Bentuk konflik yang ketiga yaitu behavior

Page 33: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

32

based conflict dialami oleh responden F yang saat ini menjabat sebagai Dekan FKIP UKSW

dan sedang dalam proses studi S-3 :

“Waktu untuk keluarga berkurang, ya saya harus pandai-pandai mengatur waktu yang

sedikit itu. Saya jadi kurang ada waktu untuk memasak, bersih-bersih rumah, ngurus

anak, nonton tv juga. Biasanya kalau ada waktu luang walaupun sedikit, saya

dampingi anak-anak belajar, atau pas akhir minggu jalan, walaupun cuman makan.

Keluarga mendukung, kalau ada kerjaan saya ngomong ke anak-anak dan suami.

Kalau pun saya akhir pekan harus kerja, suami memaklumi.”

Bentuk work family conflict yang ketiga yaitu behavior based conflict, sesuai dengan

teori dari Yang, Chen, dkk, (2000) konflik tersebut terjadi karena keluarga merasa tidak

mendapat dukungan dari peran sebagai ibu rumah tangga dan seorang istri, misalnya saja

anak kurang mendapat perhatian dari seorang ibu, ibu jarang mengurus rumah misalnya

memasak, bersih-bersih.

Work family conflict pada perempuan bekerja membawa dampak negatif secara

individual pada diri perempuan itu sendiri dalam bentuk gangguan kesehatan. Dampak

negatif juga dirasakan oleh mereka yang tinggal serumah seperti anak kurang mendapat

perhatian dari seorang ibu. Selain itu juga dirasakan oleh organisasi tempat perempuan

bekerja terkait denga adanya produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan teori bahwa work

family conflict pada perempuan bekerja menimbulkan berbagai dampak yang dapat dirasakan

secara individual maupun orang-orang yang berada di sekitarnya, keluarga, dan kantor

(Higgins et al, 2007). Hal tersebut secara rinci dijelaskan oleh responden A salah satu dosen

FIK UKSW, mulai dari konflik yang dialami sampai pada dampak yang dirasakannya pada

diri sendiri dan keluarga :

“Hmmm yang sering terjadi biasanya insiden-insiden bukan prinsipal. Seperti

kesulitan menyiapkan sarapan pagi-pagi, menyiapkan kebutuhan anak untuk sekolah,

teknis pekerjaan rumah. Selain itu ya terbatasnya waktu berkumpul dengan keluarga.

Yang bikin ribet, pembantu saya kan sekarang gak full time, otomatis pola asuh anak

juga terpengaruh. Ketika anak pulang sekolah, langsung ada les, nanti jam 12 suami

saya yang jemput, karena jam kerja suami lebih fleksible. Setelah itu, suami kembali

bekerja, anak diantar ke kantor saya, sampai saya pulang kantor jam 16.00 WIB. Jadi

harus lebih banyak berkomunikasi dan berdiskusi dengan suami. Secara fisik pasti

kelelahan, tapi yang paling penting menyerahkan semua dalam kuasa Tuhan, pasti

akan teratasi.”

Work family conflit yang berdampak terhadap diri sendiri di atas ditunjukkan dengan

kelelahan akibat adanya tanggung jawab yang harus dilakukan sehari-hari, keluarga juga turut

menjadi dampak berupa terbatasnya waktu untuk berkumpul dengan keluarga, perhatian dan

pola asuh anak menjadi terpecah, serta pekerjaan rumah sedikit terhambat karena terbatasnya

bantuan dari orang lain, dalah hal ini tidak adanya pembantu rumah tangga yang full time

Page 34: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

33

mengurus rumah dan mengasuh anak. Sedangkan dampak yang dialami terhadap

pekerjaannya juga dituturkan sebagai berikut :

“Kalau hambatan di kerjaan, sepertinya belum ada. Kalau pun ada kerjaan menumpuk

dan dikejar deadline, biasanya saya bawa pulang. Jadi sekalian bisa memantau anak.

Kalaupun kerjaan benar-benar tidak bisa ditinggal, ya saya bekerja sama dengan

suami, dan suami yang menghandle urusan anak. “

Dari sisi pekerjaan, secara tidak langsung juga ikut berdampak terhadap kehidupan

berkeluarga. Ketika kerjaan di kantor menumpuk dan dikerjar deadline, individu terpaksa

membawa pekerjaan ke rumah agar dapat memantau anak. Dampak terhadap pekerjaan juga

dirasakan oleh yang lain, merupakan responden G dosen FEB UKSW. Dalam hal ini merasa

bahwa ketika ada masalah dalam keluarga, akan berdampak pada pekerjaan juga, salah

satunya ketika harus ada jam mengajar terpaksa harus mengosongkan kelas. Berikut

penuturannya :

“Kalau ada masalah di rumah, biasanya kelas kosong, konsekuensinya harus alihkan

waktu lagi untuk ada makeup class.”

Kondisi tersebut dirasa cukup sulit untuk membagi waktu antara keluarga dan

pekerjaan sehingga harus ada salah satu yang dikorbankan. Hal tersebut sama halnya yang

diutarakan oleh responden C, Kaprogdi Magister Agroekoteknologi FPB UKSW :

“Kalau di kerjaan, pas anak saya sakit saya harus bolak-balik ke rumah sakit juga

pada waktu itu. Tapi saya selalu konsultasi ke suami, kalau sekiranya suami masih bisa

jaga anak di rumah sakit, saya pergi kerja. Kalau sudah kepepet, saya meminta

bantuan teman kantor untuk menggantikan pekerjaan saya. “

Peran ganda perempuan baik dalam keluarga maupun pekerjaan menjadi ringan karena

adanya dukungan dari keluarga dan teman kerja. Selain adanya dukungan tersebut perempuan

juga harus mampu mengatur waktu agar dapat mengoptimalkan perannya sebagai ibu rumah

tangga, istri, dan sekaligus pegawai (Rini, 2002).

Berdasarkan ketujuh responden, dapat diidentifikasi bahwa strategi yang diterapkan

merupakan kombinasi dari problem focused dan emotion focused yang dilakukan secara

pribadi maupun melibatkan orang lain. Bentuk problem focused antara lain mempekerjakan

pembantu rumah tangga, menjaga komunikasi dengan anak-anak dan suami, adanya

dukungan dari rekan kerja, membuat aturan keluarga, serta merencanakan waktu keluarga

untuk bersama-sama ketika ada waktu luang walaupun hanya sebentar. Sedangkan emotion

focused berupa tekun dalam beribadah dan menyerahkan segala kekhawatiran pada Tuhan.

Masing-masing responden mempunyai perbedaan dalam menggunakan strategi. Lazarus dan

Folkman (dalam Putri dan Rachmatan, 2005) mengungkapkan terjadinya perbedaan tersebut

Page 35: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

34

sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sumber stress yang dihadapinya. Individu

akan cenderung lebih banyak menggunakan pendekatan problem focused apabila mereka

meyakini bahwa sumber daya atau tuntutan yang dihadapi akan berubah, sedangkan apabila

individu meyakini tidak dapat melakukan apa-apa maka untuk mengubah kondisi tersebut

maka digunakan emotion focused.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil pembahasan yang disampaikan sebelumnya, dapat disimpulkan

bahwa tingkat keterlibatan perempuan sebagai dosen di UKSW sebesar 48,37% dari total

keseluruhan jumlah dosen di UKSW. Hal itu menunjukkan bahwa kedudukan dosen

perempuan dalam dunia kerja hampir menyamai dosen laki-laki. Pada umumnya keinginan

perempuan untuk terlibat dalam dunia kerja dan memilih sebagai dosen di UKSW

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karena faktor latar belakang pendidikan,

semakin tinggi pendidikan maka mereka akan memilih untuk bekerja daripada hanya tinggal

dirumah untuk mengurus anak dan rumah tangga. Adanya kebutuhan untuk

mengaktualisasikan diri, bekerja bagi kaum perempuan lebih dari sekedar mencari uang,

banyak sekali keuntungan dari bekerja selain mendapatkan tambahan keuangan, misalnya

memiliki tempat yang dituju setiap hari serta mengembangkan keterampilan. Kesadaran

bahwa manusia butuh bekerja untuk menunjang perekonomian, ketika tingkat penghasilan

keluarga yang bersangkutan belum mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Adanya

dorongan dari keluarga dan teman, menunjukkan bahwa perempuan tersebut memiliki

produktivitas kerja yang tinggi serta pengalaman yang diperolehnya selama masa kuliah

sebagai asisten dosen.

Tingkat keterlibatan dosen perempuan di UKSW dalam jabatan struktural Fakultas

sebesar 20,13% dari jumlah dosen perempuan serta didominasi dengan dosen perempuan

yang sudah menikah dan memiliki anak. Alasan mereka terlibat dalam jabatan tersebut

sebagian besar karena adanya kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, dengan didukung

adanya kepercayaan diri dan konsep diri yang positif, serta adanya kepercayaan dari rekan

kerja. Selain itu, ada juga perempuan yang enggan untuk terlibat dalam jabatan karena takut

akan konsekuensi negatif, kalau anak-anak dan suami tidak terurus. Dalam kaitannya dengan

aktualisasi diri, ternyata aktualisasi diri merupakan salah satu faktor pemicu peran ganda.

Perempuan selalu ingin meningkatkan dirinya dengan menjejaki karirnya. Perempuan

dituntut untuk mengatur keseimbangan waktu antara rumah tangga dan pekerjaan. Seorang

Page 36: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

35

perempuan masih harus dituntut untuk memprioritaskan keluarga dan anak. Namun, tanggung

jawab kerja dan karir juga tidak bisa diabaikan begitu saja.

Work family conflict merupakan bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari

pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Sumber

dari konflik itu berasal dari keluarga dan pekerjaan. Ada 3 jenis work family conflict yang

dialami oleh responden yang terlibat dalam jabatan struktural maupun yang tidak terlibat,

diantaranya time-based conflict, misalnya saja terbatasnya waktu berkumpul dengan keluarga

akibat adanya pekerjaan yang menumpuk. Strain-based conflict, adanya keluhan dari pihak

keluarga terhadap pekerjaan perempuan di kantor, hal ini lebih banyak dialami oleh dosen

yang berjabatan struktural, daripada yang tidak berjabatan. Behavior-based conflict, bahwa

keluarga tidak mendapat dukungan peran dari seorang ibu rumah tangga. Hal tersebut sering

dialami oleh dosen yang berjabatan, daripada yang tidak berjabatan. Konflik yang dihadapi

tersebut akan membawa dampak negatif secara individual pada diri perempuan itu sendiri

dalam bentuk gangguan kesehatan, terutama bagi dosen perempuan yang terlibat dalam

jabatan struktural. Dampak negatif juga dirasakan oleh mereka yang tinggal serumah seperti

anak kurang mendapat perhatian dari seorang ibu, yang lebih banyak dialami oleh dosen yang

berjabatan struktural, daripada yang tidak berjabatan. Selain itu juga dirasakan oleh

organisasi tempat perempuan bekerja terkait dengan adanya produktivitas kerja. Strategi yang

diterapkan dosen perempuan baik yang terlibat maupun tidak terlibat dalam jabatan struktural

secara garis besar sama dalam hal mengatasi konflik yang terjadi yaitu kombinasi dari

problem focused (mempekerjakan pembantu rumah tangga, menjaga komunikasi dengan

anak-anak dan suami, adanya dukungan dari rekan kerja, membuat aturan keluarga, serta

merencanakan waktu keluarga untuk bersama-sama) dan emotion focused (tekun dalam

beribadah dan menyerahkan segala kekhawatiran pada Tuhan) yang dilakukan secara pribadi

maupun melibatkan orang lain. Frekuensi keterlibatan orang lain dalam membantu pekerjaan

rumah dosen perempuan yang terlibat dalam jabatan struktural lebih banyak, jika

dibandingkan dengan yang tidak terlibat dalam jabatan struktural.

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu masih pada tingkat penelitian eksploratif yang

masih belum menganalis secara mendalam tentang indikator-indikator work family conflict

yang dialami perempuan, yaitu time based conflct, strain based conflict, dan behavior based

conflict. Sehingga diharapkan untuk penelitian mendatang dapat dianalisa secara mendalam

tentang indikator tersebut dengan menambah jumlah sample agar diperoleh data yang

bervariasi dan detail. Selain itu dapat juga melibatkan keluarga dan rekan kerja responden

Page 37: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

36

sebagai pendukung data yang diperoleh di lapangan guna dapat menunjukkan keabsahan data

yang benar-benar dapat dipercaya.

Referensi :

1. Afiatin & Martaniah, 1998. Aktualisasi diri. http://arsip.uii.ac.id/files//2012/08/05.2-

bab-263.pdf. Diunduh pada 28 Mei 2013 pukul 20.00 WIB.

2. Andayani, B., & Afiatin, T. 1996. Konsep Diri, Harga Diri, Dan Kepercayaan Diri

Remaja. Jurnal Psikologi. Universitas Gadjah Mada.

http://ilib.ugm.ac.id/jurnal/detai.php?dataId=4105. Diunduh 10 November 2012.

3. Anderson, E.A, & Leslie, L.A. 1991. “Coping With Employment and Family Stress:

Employment Arrangement and Gender Differences”. Sex Roles, Vol. 24.

4. Apperson et al. (2002). “Women Managers and the Experience of Work-Family

Conflict”. American Journal of Undergraduate Research. Vol.1. No.3.

5. Arnold dan Fawcett, 1990.

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18486/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh pada 3 Juli

2013.

6. Artini, Ni Wayan Putu dan Handayani. 2009. Kontribusi Pendapatan Ibu Rumah

Tangga Pembuat Makanan Olahan Terhadap Pendapatan Keluarga. Piramida, 5. 1:9-

15)

7. Baihaqi, M.I.F. 2008. Psikologi Pertumbuhan: Kepribadian Sehat untuk

Pengembangan Optimisme. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

8. Bellas, M.L dan Toutkoushian, R.K. 1999. “Faculty Time Allocation and Research

Productivity: Gender, Race and Family Conflict,” Review of Higher Edu-cation, Vol.

22. No 4, PP.367-90.

9. Charles dan Scheier, 1995. Aktualisasi Diri. http://arsip.uii.ac.id/files//2012/08/05.2-bab-

263.pdf. Diunduh pada 28 Mei 2013 pukul 20.00 WIB.

10. Ciptoningrum, Palipi. 2009. Hubungan Peran Ganda dengan Pengembangan Karier

Wanita (Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa

Barat). Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia: Institut Pertanian Bogor.

11. Coulhoun. 1990. Konsep diri.

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aktualisasi_diri/bab3-konsep_diri.pdf. diunduh

pada 19 Juni 2013 pukul 14.25 WIB.

Page 38: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

37

12. Fu, C.K. and Shaffer, A. 2001. “The Tug of work and family. Direct and indirect

domain –specific determinants of of work family conflict”, Personell Re-view, Vol.30

No5/6. PP. 401-22.

13. Gay, L.R. dan Diehl, P.L. 1992. Research Methods for Business and. Management.

MacMillan Publishing Company, New York

14. Glueck, Greer,C.G. 1997. Strategy and Human Resouces a General Managerial

Perspective. NJ: Prentice Hall, Englewood Clifft.

15. Greenhause,J.H., & Beutell, N. 1985. “Sources of Conflict between Work-Family

Roles”. Academy Management Review.

16. Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2001. Konsep dan Teknik Penelitian Gender.

Malang: Pusat Studi Wanita dan kemasyarakatan Universitas Muhammadiyah

Malang.

17. Hidayati, L.N & Alteza, M. Work-Family Conflict pada Wanita Bekerja: Studi

tentang Penyebab, Dampak, dan Strategi Coping.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Muniya%20Alteza,%20SE.,M%20.

Diunduh pada 24 April 2013.

18. Higgins et al. 2007. “Reducing Work-Family Conflict: What Works? What Doesn’t”.

Research Report. University of Western Ontario

19. Hoffman, et al. 1974. Working Mothers. San Fransisco: Jossey-Bass Publisers.

20. Juanda, Bambang. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Intitut

Pertanian Bogor. Bogor.

21. Kaltsum, Ummi. 2006. Konflik Peran Ganda Pada Wanita Karir. Skripsi (tidak

diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Guna Darma.

22. Kussudyarsana dan Soepatini.2008. Pengaruh Karier Objektif pada Wanita Terhadap

Konflik Keluarga-Pekerjaan. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 9, No. 2, Agustus

2008: 128-145. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

http://eprints.ums.ac.id/1285/1/2._KUSSUDIYARSANA.pdf. Diunduh pada 4 Maret 2013

pukul 20.35 WIB.

23. Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006. Taylor, 2009.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22179/3/Chapter%20II.pdf. Diunduh

pada 22 Juli 2013 pukul 19.58 WIB.

24. Linandar, Tidar Noefitri. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karier Wanita

(Studi kasus: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota

Bogor). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor.

Page 39: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

38

25. Lubis, Namora Lumongga., Syahfitriani, Emy. Perbedaan Konflik Peran Ganda

Suami Ditinjau dari Motivasi Kerja Kebutuhan Ekonomi dan Aktualisasi Diri pada

Istri. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 1. Maret 2007.

26. Majid, Fitria. 2012. Faktor-faktor yang Mmepengaruhi Keputusan Perempuan

Berstatus Menikah untuk Bekerja (Studi Kasus: Kota Semarang. UNDIP: Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/37390/1/MAJID.pdf. diunduh pada 26 Maret 2013 pukul

14.10 wib.

27. Nabi R. Ghulam. 1999. “An Investigation into the Differential Profile of Predictor of

Objective and Subjective Career Success”. Career Development International: 212-

224.

28. Notoadmojo. 2003.

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21812/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh pada 3 Juli

2013.

29. Poerwandari, K. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia,

Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas

Psikologi, Univeritas Indonesia.

30. Putri, Dona Eka & Rachmatan, Risana. 2005. Metode-Metode dalam Mengatasi Stress

Akibat Tsunami Pada Keluarga Korban Tsunami Aceh. Proceeding Seminar Nasional

PESAT. Universitas Gunadarma.

31. Putri, Nadia Maharan & Purwanti, E.Y. 2012. Analisis Penawaran Tenaga Kerja

Wanita Menikah dan Faktor yang Mempengaruhinya di Kabupaten Brebes.

Diponegoro Journal of Economics. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012.

32. Prawitasari, A.K., Purwanto, Yadi., Yuwono, Susatyo., 2007. Hubungan Work-Family

Conflict dengan Kepuasan Kerja pada Karyawati Berperan Jenis Kelamin Androgini

Di PT. Tiga Putera Abadi Perkasa Cabang Purbalingga. Indigenous, Jurnal Ilmiah

Berkala Psikologi Vol. 9, No. 2, November 2007 : 1-13.

33. Risman, 2003. Konsep Percaya Diri.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27467/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh pada

19 Juni 2013 pukul 14.24 WIB.

34. Rejeki, Sri, & Nugrahani, T.S. 2008. Analisis Konflik Peran Wanita Karir dan

Hubungannya dengan Komitmen Profesi (Studi Empiris Wanita Karir di D.I.

Yogyakarta).Lembaga Penelitian : UNY.

Page 40: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

39

35. Retnaningtyas, Yuli Tri. 2011. Pengembangan Karir Pegawai Negeri Sipil dalam

Jabatan Struktural di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik : UPN Surabaya.

36. Rini, Agatha. 2002. Konflik Kerja Karyawan BPR Studi Kasus Perbarido Komda

Semarang. Dian Ekonomi Vol.VII No.1, Semarang

37. Rita Tri Yusnita . 2011. Pengaruh Pengembangan Karir terhadap Konflik Pekerjaan-

Keluarga dan Ketakutan akan Kesuksesan pada Wanita serta Dampaknya pada

Prestasi Kerja (Survey pada Pemerintah Kota Tasikmalaya Tahun 2010). Jurnal MM

Vol 4 No. 1 tahun 2011.

38. Simamora, Henry. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit STIE YKPN,

Yogyakarta

39. Simanullang, S.Y.A. 2007. Woman >, =, < Man?

http://www.buletinpillar.org/artikel/woman-man diakses pada 3 Juli 2013.

40. Suparno, Annah Suhaenah. 1994. Kesadaran Gender: Hakikat, Pengertian dan

Permasalahannya. Seminar Sehari “Peningkatan Partisipasi Wanita dalam Wajib

Belajar Pendidikan Dasar. Jakarta.

41. Sutopo, HB. 2006, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press.

42. Tharenue Phyllis. 1999. “Is There a Link Between Family Structures and Women’s

Managerial Career Advancement?”. Organization Behavior, Vol. 20.

43. Triaryati, Nyoman. 2003. Kiat Menangani Konflik. Prenhallindo, Jakarta.

44. Vinta. 2010. Super Banyak Alasan untuk Jadi Pendidik (Guru/Dosen).

http://lovinta.wordpress.com/2010/08/28/super-banyak-alasan-untuk-jadi-pendidik-

gurudosen/ diakses pada 13 Juni 2013.

45. White, K. 2003. “Woman and Leadership in Higher Education in Australia”. Ter-

tiary Education and Management Review, Vol. 20 no 4, PP. 234-48.

46. Widyastuti, Endang., dkk. Ketakutan Sukses pada Wanita Karir Ditinjau dari Konflik

Peran Ganda. Universitas Setia Budi dan Universitas Gadjah Mada.

47. Yang, Chen, et al. 2000. “Source of Work Family: Sino-US. Comparison of The Effect

of Work and Family Demand”. Academy of Management Journal, Vol. 43: 113-123.

Page 41: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

40

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Pertanyaan Wawancara :

� Nama

� Usia

� Pend terakhir

� Jabatan

� Pekerjaan suami

� Jumlah anak

1. Mengapa perempuan memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di Universitas Kristen

Satya Wacana - Salatiga?

• Apa alasan Ibu untuk memutuskan bekerja sebagai dosen?

• Faktor apa yang menyebabkan Ibu memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

• Sudah berapa lama Ibu bekerja sebagai dosen di UKSW?

• Sebelum bekerja sebagai dosen, apakah pernah bekerja di tempat lain?

• Bagaimana perasaan Ibu terhadap keputusan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

• Bagaimana tanggapan keluarga atas keputusan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

2. Bagaimana keterlibatan dosen perempuan dalam menduduki jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

• Mengapa saat ini Ibu lebih memutuskan untuk terlibat/tidak terlibat ke dalam

jabatan struktural di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga?

• Sejak kapan memutuskan untuk terlibat dalam jabatan struktural?

• Sebelum terlibat dalam jabatan struktural saat ini, apakah ada niat untuk terlibat

dalam jabatan saat ini?

• Bagaimana perasaan Ibu atas pencapaian karir saat ini?

• Bagaimana tanggapan keluarga terhadap keputusan untuk terlibat dalam jabatan

struktural saat ini?

3. Bagaimana peran perempuan dalam jabatan struktural di Universitas Kristen Satya

Wacana - Salatiga mengatasi work family conflict yang dialami?

Page 42: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

41

• Hambatan-hambatan (dalam keluarga) apa saja yang dialami selama terlibat

dalam jabatan struktural ini? Bagaimana mengatasinya?

• Hambatan-hambatan (dalam pekerjaan sebagai dosen & jabatan struktural) apa

yang dialami dalam kehidupan keluarga? Bagaimana mengatasinya?

• Bagaimana dukungan keluarga terhadap pekerjaan?

• Bagaimana dukungan lingkungan kerja terhadap permasalahan keluarga?

Lampiran 2. Hasil wawancara

Subyek 1 : dr. J. Muninggar (39 tahun) – dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (Responden A)

Pendidikan Terakhir : S2

Pekerjaan suami : Wiraswasta

Jumlah anak : 1 (10 tahun)

1. Mengapa perempuan memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di Universitas Kristen

Satya Wacana - Salatiga?

P : Apa alasan Ibu untuk memutuskan bekerja sebagai dosen?

S1 : Awal bekerja dimulai dari staff clinist di poliklinik UKSW pada tahun 2002-2006.

Ketika mendengar berita bahwa UKSW akan membuka fakultas ilmu kesehatan, didorong

oleh rekan kerja di poliklinik, akhirnya mencoba untuk mendaftar sebagai dosen. Seiring

dengan berjalannya waktu akhirnya saya mendapat beasiswa S2 di Yogyakarta.

P : Faktor apa yang menyebabkan Ibu memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S : Selain dorongan dari rekan kerja, saya juga berusaha untuk berbagi ilmu dan

kemampuan yang sudah saya dapatkan kepada mahasiswa.

P : Sudah berapa lama Ibu bekerja sebagai dosen di UKSW?

S1 : Mulai tahun 2007.

P : Sebelum bekerja sebagai dosen, apakah pernah bekerja di tempat lain?

S1 : Pernah, menjadi clinist di Poliklinik UKSW.

P : Bagaimana perasaan Ibu terhadap keputusan untuk bekerja sebagai dosen di UKSW?

Page 43: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

42

S1 : Dosen merupakan dunia baru bagi saya. Dan saya menyadari perlunya aktualisasi

diri, jadi saya mencoba menikmati setiap proses yang Tuhan berikan. Karena saya

yakin dosen merupakan panggilan Tuhan atas karir saya.

P : Bagaimana tanggapan keluarga atas keputusan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S1 : Keluarga sangat mendukung, sering sharing juga dengan suami masalah kerjaan.

2. Bagaimana keterlibatan dosen perempuan dalam menduduki jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

P : Mengapa saat ini Ibu lebih memutuskan untuk tidak terlibat ke dalam jabatan

struktural di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga?

S1 : Pertimbangan tidak terlibat dalam jabatan struktural, karena hanya ingin

menjalami tri dharna perguruan tinggi. Lebih banyak berinteraksi dengan mahasiswa

dan masyarakat, serta melakukan penelitian. Dulu pernah menjabat sebagai Dekan

selama 2 tahun.

P : Bagaimana tanggapan keluarga terhadap keputusan untuk terlibat dalam jabatan

struktural saat itu?

S1: Suami pada saat itu mendukung, karena beliau juga berpikir bahwa menjadi seorang

dekan merupakan proses pembelajaran manajerial dan ketegasan untuk memimpin.

3. Bagaimana peran perempuan dalam mengatasi work family conflict yang dialami?

P : Hambatan-hambatan (dalam keluarga) apa saja yang dialami? Bagaimana

mengatasinya?

S1 : Hmmm yang sering terjadi biasanya insiden-insiden bukan prinsipal. Seperti

kesulitan menyiapkan sarapan pagi-pagi, menyiapkan kebutuhan anak untuk sekolah,

teknis pekerjaan rumah. Selain itu ya terbatasnya waktu berkumpul dengan keluarga.

Yang bikin ribet, pembantu saya kan sekarang gak full time, otomatis pola asuh anak

juga terpengaruh. Ketika anak pulang sekolah, langsung ada les, nanti jam 12 suami

saya yang jemput, karena jam kerja suami lebih fleksible. Setelah itu, suami kembali

bekerja, anak diantar ke kantor saya, sampai saya pulang kantor jam 16.00 WIB. Jadi

harus lebih banyak berkomunikasi dan berdiskusi dengan suami. Secara fisik pasti

Page 44: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

43

kelelahan, tapi yang paling penting menyerahkan semua dalam kuasa Tuhan, pasti

akan teratasi.

P : Hambatan-hambatan (dalam pekerjaan sebagai dosen) apa yang dialami dalam

kehidupan keluarga? Bagaimana mengatasinya?

S1 : Kalau hambatan di kerjaan, sepertinya belum ada. Kalau pun ada kerjaan

menumpuk dan dikejar deadline, biasanya saya bawa pulang. Jadi sekalian bisa

memantau anak. Kalaupun kerjaan benar-benar tidak bisa ditinggal, ya saya bekerja

sama dengan suami, dan suami yang menghandle urusan anak.

P : Bagaimana dukungan keluarga terhadap pekerjaan?

S1 : Saling bekerja sama dengan suami, tetap menjaga komunikasi yang baik, serta

suami tidak enggan untuk diajak sharing, ketika saya ada masalah di kantor.

P : Bagaimana dukungan lingkungan kerja terhadap permasalahan keluarga?

S1 : Sering bercerita dengan rekan kerja dan mereka pun memaklumi tentang masalah

keluarga. Karena bagaimanapun juga, keluarga tetap nomor 1.

P : Menurut Ibu, Bagaimana peran Lembaga dalam menangani kasus work family

conflict?

S1: Seharusnya ada bagian konseling pendampingan yang dapat membantu ibu-ibu

mengatasi masalah ini.

Subyek 2 : Dr. Ir. Sri Suwartiningsih, M.Si (46 tahun) – Fakultas Ilmu Sosial dan

Komunikasi (Responden B)

Pendidikan terakhir : S3 Studi Pembangunan – UKSW

Jabatan : Kaprogdi Hubungan Internasional – FISKOM

Pekerjaan suami : Dosen FISKOM UKSW

Jumlah anak : 2 Orang ( Mahasiswa & kelas 6 SD)

1. Mengapa perempuan memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di Universitas Kristen

Satya Wacana - Salatiga?

P : Apa alasan Ibu untuk memutuskan bekerja sebagai dosen?

Page 45: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

44

S2 : Dilahirkan dari kelurga Jawa tulen, bahwa orang tua selalu ,mengajarkan kelak

wanita harus sekolah yang tinggi dan berkarir. Pada awalnya tidak ada niat untuk

bekerja sebagai dosen, Karen dosen dulu terkenal dengan pekerjaan yang high class.

Dengan bekal saya waktu kuliah pernah menjadi asisten, seenggaknya saya pernah

mengajar, dan setelah saya lulus kuliah pernah bekerja sebentar di luar kampus.

Namun setelah keluar dari tempat kerja itu, saya menerima tawaran dari Rektor,

untuk bekerja di UKSW sebagai dosen. Dengan terus memperbanyak pengetahuan

saya melalui sekolah S2 dan S3.

P : Faktor apa yang menyebabkan Ibu memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S2 : Selain dorongan dari Rektor pada masa itu yang sudah dekat mengenal saya, latar

belakang pendidikan juga mempengaruhi, serta kinerja saya sejak menjadi asisten

pada saat kuliah .Karir dan perempuan tidak dapat dipisahkan.

P : Sudah berapa lama Ibu bekerja sebagai dosen di UKSW?

S2 : Sudah sekitar 23 tahun.

P : Sebelum bekerja sebagai dosen, apakah pernah bekerja di tempat lain?

S2 : Sudah pernah bekerja di bidang pertanian, tapi cuman sebentar.

P : Bagaimana perasaan Ibu terhadap keputusan untuk bekerja sebagai dosen di UKSW?

S2 : Saya berusaha memberikan yang terbaik dengan kinerja saya yang baik.

P : Bagaimana tanggapan keluarga atas keputusan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S2 : Keluarga mendukung, karena itu juga merupakan keinginan orang tua saya.

2. Bagaimana keterlibatan dosen perempuan dalam menduduki jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

P : Mengapa saat ini Ibu lebih memutuskan untuk terlibat ke dalam jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

Page 46: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

45

S2: Keterlibatan saya ini merupakan panggilan Tuhan, karena saya menyadari saya

bukan orang HI. Saya dipercaya untuk mulai merintis kaprogdi baru ini dan ini

merupakan kesempatan saya untuk mengaktualisasikan diri.

P : Bagaimana perasaan Ibu atas pencapaian karir saat ini?

S2 : Bekerja di ladang-Nya Tuhan dan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk

UKSW.

P : Bagaimana tanggapan keluarga terhadap keputusan untuk terlibat dalam jabatan

struktural saat ini?

S2 : Suami selalu mendukung, karena beliau juga mempelajari tentang genre jadi

mendorong saya untuk terus berkarir dan mengembangkan diri.

3. Bagaimana peran perempuan dalam mengatasi work family conflict yang dialami?

P : Hambatan-hambatan (dalam keluarga) apa saja yang dialami? Bagaimana

mengatasinya?

S2 : Kadang-kadang anak-anak marah kalau saya terlalu sibuk dengan kerjaan dan tidak

ada waktu untuk berkumpul, namun walaupun begitu mereka selalu mendukung.

Biasanya kalau ada waktu luang, saya selalu mengajak mereka keluar rumah untuk

jalan-jalan dan jajan. Untuk teknis pekerjaan rumah, saya serahkan kepada

pembantu rumah tangga. Ketika pembantu rumah tangga berhalangan, suami tidak

segan untuk membantu pekerjaan rumah. Intinya harus saling komunikasi dan kerja

sama dengan anggota keluarga. Memberikan kebebasan kepada anak dan nasehat-

nasehat yang mendorong tumbuh kembang mereka.

P : Hambatan-hambatan (dalam pekerjaan sebagai dosen & jabatan struktural) apa yang

dialami dalam kehidupan keluarga? Bagaimana mengatasinya?

S2 : Kalau hambatan dikerjaan, kalau sekiranya kerjaan itu bisa dialihkan ke teman,

biasanya saya meminta bantuan teman. Intinya kalau ada masalah harus jujur, pasti

rekan kerja akan memaklumi. Demikian juga sebaliknya, ketika ada teman butuh

bantuan, saya akan berusaha membantu pekerjaan tersebut. Apalagi saya juga

memegang beberapa tanggung jawab lain di luar fakultas. Jadi pekerjaan juga

semakin menumpuk. Tapi saya selalu menyerahkan kekhawatiran itu pada Tuhan,

Tuhan yang akan mencukupkan semua.

Page 47: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

46

P : Bagaimana dukungan keluarga terhadap pekerjaan?

S2 : Saling bekerja sama dan berkomunikasi dengan suami dan anak-anak. Sekarang

anak-anak mendukung aktualisasi diri saya.

P : Bagaimana dukungan lingkungan kerja terhadap permasalahan keluarga?

S2 : Saling bekerja sama dengan rekan kerja dan jujur, rekan kerja memaklumi.

P : Menurut Ibu, Bagaimana peran Lembaga dalam menangani kasus work family

conflict?

S2 : Dulu pernah ada pegawai yang mengajukan cuti hamil anak ke-3, namun atasan

menerima pengajuan tersebut, dengan ketentuan gaji dipotong 50%. Tapi saya tidak

begitu tahu, apakah itu sekarang benar-benar diberlakukan atau tidak.

Subyek 3 : Dr. Ir. Endang Pudjihartati, M.S – Fakultas Pertanian dan Bisnis (Responden C)

Pendidikan terakhir : S3

Jabatan : Kepala Program Studi Magister Agroekoteknologi

Pekerjaan suami : sudah pension

Jumlah anak : 2 orang ( 1 orang sudah meninggal dunia)

1. Mengapa perempuan memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di Universitas Kristen

Satya Wacana - Salatiga?

P : Apa alasan Ibu untuk memutuskan bekerja sebagai dosen?

S3 : ada keinginan setelah lulus kuliah harus bekerja, adanya faktor ingin aktualisasi

diri, dan menambah pendapatan. Saya merasa kalau cuman dirumah gak ada kerjaan

malah bingung mau ngapain. Pada awalnya ingin menjadi peneliti, namun suami

ingin tetap tinggal di Salatiga, berhubung saya juga alumni UKSW, akhirnya saya

mendaftar dosen di UKSW.

P : Faktor apa yang menyebabkan Ibu memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S3 : Dari latar belakang pendidikan, yang semasa masih kuliah saya sudah menjadi

asisten, serta adanya dorongan dari orang tua yang notabene juga seorang dosen.

Kemudian ada kesempatan studi lanjut S2 & S3.

Page 48: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

47

P : Sudah berapa lama Ibu bekerja sebagai dosen di UKSW?

S2 : Sekitar tahun 1986.

P : Sebelum bekerja sebagai dosen, apakah pernah bekerja di tempat lain?

S3 : Belum pernah bekerja dimanapun.

P : Bagaimana perasaan Ibu terhadap keputusan untuk bekerja sebagai dosen di UKSW?

S3 : Senang dengan keputusan ini, dengan begitu saya semakin bisa mengembangkan

pengetahuan, melalui kesempatan studi lanjut.

P : Bagaimana tanggapan keluarga atas keputusan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S3 : Keluarga mendukung, kalau saya lagi ada kerjaan, suami selalu mengijinkan dan

anak-anak diurus oleh suami.

2. Bagaimana keterlibatan dosen perempuan dalam menduduki jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

P : Mengapa saat ini Ibu lebih memutuskan untuk terlibat ke dalam jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

S3 : Sebelum menjadi kaprogdi ini, sekitar tahun 1993 saya pernah menjabat Pembantu

Dekan 3, kemudian Pembantu Dekan 1 sampai pada menjadi Dekan. Pertengahan

masa jabatan sebagai Dekan, saya pergi ke Bogor untuk studi lanjut S3. Setelah

selesai S3, saya dipercaya untuk menjadi kaprogdi saat ini.

P : Bagaimana perasaan Ibu atas pencapaian karir saat ini?

S3 : Puji Tuhan suami dan anak-anak selalu mendukung karir saya

P : Bagaimana tanggapan keluarga terhadap keputusan untuk terlibat dalam jabatan

struktural saat ini?

S3 : Keluarga selalu mendukung,tapi biasanya kalau saya pulang kantor lebih dari jam

4, sebelumnya saya kasih kabar ke suami.

3. Bagaimana peran perempuan dalam mengatasi work family conflict yang dialami?

Page 49: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

48

P : Hambatan-hambatan (dalam keluarga) apa saja yang dialami selama bekerja?

Bagaimana mengatasinya?

S3 : Pada masa jabatan saya sebagai pembantu dekan, waktu anak saya yang kedua

masih hidup, dia pernah komplain, “ Ma…aku pingin mamaku, kayak mama teman-

temanku. Ngantar sekolah, ngantar les.” Dan pada saat itu saya mulai berusaha

mengurangi kegiatan di kantor. Kalau anak yang pertama, karena dia sudah dewasa,

dia jarang complain. Biasanya kalau sudah begitu saya mengajak anak-anak jalan-

jalan bareng. Disisi lain saya senang karena anak saya menjadi anak yang mandiri,

ketika ada masalah di sekolah, dia berani menyelesaikan sendiri. Untuk masalah

teknis pekerjaan rumah, saya berusaha ada pembantu rumah tangga dan menjalin

hubungan baik dengan tetangga, karena bagaimanapun juga tetangga juga ikut

mengasuh anak saya.

P : Hambatan-hambatan (dalam pekerjaan sebagai dosen & jabatan struktural) apa yang

dialami dalam kehidupan keluarga? Bagaimana mengatasinya?

S3 : Kalau di kerjaan, pas anak saya sakit saya harus bolak-balik ke rumah sakit juga

pada waktu itu. Tapi saya selalu konsultasi ke suami, kalau sekiranya suami masih

bisa jaga anak di rumah sakit, saya pergi kerja. Kalau sudah kepepet, saya meminta

bantuan teman kantor untuk menggantikan pekerjaan saya.

P : Bagaimana dukungan keluarga terhadap pekerjaan?

S3 : Asal ada komunikasi yang baik, suami dan anak-anak mendukung.

P : Bagaimana dukungan lingkungan kerja terhadap permasalahan keluarga?

S3 : Saling bekerja sama dan memaklumi antar teman.

P : Menurut Ibu, Bagaimana peran Lembaga dalam menangani kasus work family

conflict?

S3 : Kalau saya sih yang paling penting saling membantu antar teman. Urusan keluarga

pasti dimaklumi.

Subyek 4 : Pdt. Esther Helena Tulung, S.Th ( 36 Tahun) – Fakultas Teologi (Responden D)

Pendidikan terakhir : S2

Page 50: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

49

Jabatan : Pendeta & Dosen luar biasa

Pekerjaan suami : Wiraswasta

Jumlah anak : 1 ( 8 Tahun)

1. Mengapa perempuan memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di Universitas Kristen

Satya Wacana - Salatiga?

P : Apa alasan Ibu untuk memutuskan bekerja sebagai dosen?

S4 : Memutuskan untuk bekerja karena alasan ingin aktualisasi diri.

P : Faktor apa yang menyebabkan Ibu memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S4 : Faktor yang menyebabkan saya bekerja karena ada faktor kesempatan dan ada

kompetensi yang saya miliki.

P : Sudah berapa lama Ibu bekerja sebagai dosen di UKSW?

S4 : Sudah 7 tahun.

P : Sebelum bekerja sebagai dosen, apakah pernah bekerja di tempat lain?

S4 : Sebelum di sini, pernah bekerja di Gereja Gemim – Manado.

P : Bagaimana perasaan Ibu terhadap keputusan untuk bekerja sebagai dosen di UKSW?

S4 : Perasaan saya “WOW”

P : Bagaimana tanggapan keluarga atas keputusan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S4 : Keluarga mendukung.

2. Bagaimana keterlibatan dosen perempuan dalam menduduki jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

P : Mengapa saat ini Ibu lebih memutuskan untuk tidak terlibat ke dalam jabatan

struktural di Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

S4 : Memutuskan untuk tidak terlibat karena panggilan utama saya sebagai Pendeta,

pelayanan firman, dan tugas penggembalaan.

Page 51: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

50

3. Bagaimana peran perempuan dalam mengatasi work family conflict yang dialami?

P : Hambatan-hambatan (dalam keluarga) apa saja yang dialami selama bekerja?

Bagaimana mengatasinya?

S4 : Kalau hambatan kelurga, puji Tuhan tidak ada. Soalnya saya selalu konsultasi

dengan mbak (pembantu rumah tangga) mengenai pekerjaan rumah dan jam kerja

saya. Kalau saya ada keperluan ke luar kota untuk beberapa hari, saya sudah tidak

khawatir masalah ngasuh anak dan pekerjaan teknis di rumah. Saya sudah percaya

sepenuhnya sama mbaknya. Biasanya kalau ada waktu luang,saya suka bermain

dengan anak, membuatkan anak saya mainan.

P : Hambatan-hambatan (dalam pekerjaan sebagai dosen) apa yang dialami dalam

kehidupan keluarga? Bagaimana mengatasinya?

S4 : Kalau hambatan di kerjaan sebagai dosen sih gak ada, paling masalahnya kalau

ada tugas kependetaan yang mengharuskan saya untuk meninggalkan kelas, biasanya

sih kuliah saya sering kosong, pastinya harus atur jadwal untuk ada make up class

atau pengadaan take home test/tugas. Dampaknya ya paling di masalah

kesehatan,mengingat adanya keterbatasan dalam tubuh.

P : Bagaimana dukungan keluarga terhadap pekerjaan?

S4 : Kelurga sangat mendukung, biasanya kalau saya ada koreksi menumpuk selalu saya

bawa pulang, disitu suami dan anak selalu menemani. Demikian juga sebaliknya

kalau suami lagi banyak kerjaan, kita gantian temenin. Selalu sharing dengan suami

juga untuk masalah kerjaan.

P : Bagaimana dukungan lingkungan kerja terhadap permasalahan keluarga?

S4 : Hmmm saya gag pernah ada konflik di keluarga sih, jadi ya so far so good aja .

P : Menurut Ibu, Bagaimana peran Lembaga dalam menangani kasus work family

conflict?

S4 : Biasanya kalau ada konflik mereka larinya ke Pendeta-pendeta atau ke gereja kali

ya...

Subyek 5 : Birgitta Saraswati (37 Tahun) – Fakultas Ekonomika dan Bisnis (Responden E)

Jabatan : Dosen

Pekerjaan Suani : Pegawai UKSW

Page 52: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

51

Jumlah anak :1 ( 7,5 Tahun)

1. Mengapa perempuan memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di Universitas Kristen

Satya Wacana - Salatiga?

P : Apa alasan Ibu untuk memutuskan bekerja sebagai dosen?

S5 : Kenapa bekerja? Ya karena cita-cita kalau udah lulus kuliah ya langsung kerja.

Kalau masalah jadi dosen itu karena keinginan orang tua saya.

P : Faktor apa yang menyebabkan Ibu memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S5 : ya itu tadi faktor dorongan dari orang tua.

P : Sudah berapa lama Ibu bekerja sebagai dosen di UKSW?

S5 : Dari tahun 2001 sudah jadi dosen.

P : Sebelum bekerja sebagai dosen, apakah pernah bekerja di tempat lain?

S5 : Dulu pernah kerja di Gramedia jadi Supervisor Accounting. Mungkin karena orang

tua tidak merestui jadi saya cuman bertahan 3-4 bulan, trus akhirnya daftar jadi

dosen di sini.

P : Bagaimana tanggapan keluarga atas keputusan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S5 : Keluarga sangat mendukung.

2. Bagaimana keterlibatan dosen perempuan dalam menduduki jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

P : Mengapa saat ini Ibu lebih memutuskan untuk tidak terlibat ke dalam jabatan

struktural di Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

S5 : Memutuskan untuk tidak terlibat karena yang pertama emang saya gak yakin bisa,

trus yang kedua konsekuensi untuk tugas full time. Keluarga tetap nomer 1.

3. Bagaimana peran perempuan dalam mengatasi work family conflict yang dialami?

P : Hambatan-hambatan (dalam keluarga) apa saja yang dialami selama bekerja?

Bagaimana mengatasinya?

Page 53: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

52

S5 : Misalnya di rumah keteteran, biasanya saya kerjasama dengan suami dan ada

pembantu rumah tangga juga. Kalau misal anak saya lagi sakit dan ada undangan

rapat yang harus saya hadiri, saya tetap memilih untuk anak saya koq.

P : Hambatan-hambatan (dalam pekerjaan sebagai dosen) apa yang dialami dalam

kehidupan keluarga? Bagaimana mengatasinya?

S5 : Kalau ada kerjaan numpuk, saya lihat sikon anak. Kalau anak bisa ditinggal dan

suami mengijinkan, saya selesaikan kerjaan itu.

P : Bagaimana dukungan keluarga terhadap pekerjaan?

S5 : Kelurga sangat mendukung.

P : Bagaimana dukungan lingkungan kerja terhadap permasalahan keluarga?

S5 : Lingkungan kerja mendukung dan memaklumi.

P : Menurut Ibu, Bagaimana peran Lembaga dalam menangani kasus work family

conflict?

S5 : Kalau ijin masalah anak, pimpinan gak ada masalah. Soalnya beliau pun sudah

berkeluarga juga, jadi pasti sudah tau dan mengerti.

Subyek 6 : Dra. Yari Dwikurnaningsih, M.Pd – FKIP (Responden F)

Pendidikan terakhir : S2 , sedang proses S3

Jabatan : Dekan Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan

Pekerjaan suami : Wiraswasta

Jumlah anak : 2 orang ( Kelas 1 SMA & 1 SMP)

1. Mengapa perempuan memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di Universitas Kristen

Satya Wacana - Salatiga?

P : Apa alasan Ibu untuk memutuskan terjun kedalam dunia kerja ?

S6 : Sejak lulus kuliah, sudah bekerja jadi dosen di sini. Alasannya ya untuk menambah

penghasilan, selain itu perempuan dan laki-laki kan memiliki kemampuan yang sama,

jadi perempuan juga berhak untuk berkarir.

Page 54: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

53

P : Faktor apa yang mempengaruhi Ibu bekerja sebagai dosen di UKSW?

S6 : Karena saya alumni FKIP, jadi ya arahnya jadi guru. Apalagi saya waktu kuliah

juga sering jadi asisten, kemudian ditawari untuk mendaftar sebagai dosen di sini.

P : Sudah berapa lama Ibu bekerja sebagai dosen di UKSW?

S6 : tahun 1990.

P : Bagaimana perasaan Ibu terhadap keputusan untuk bekerja sebagai dosen di UKSW?

S6 : ya senang. Apalagi saya alumni sini, sudah mengenal lingkungan UKSW.

P : Bagaimana tanggapan keluarga atas keputusan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S6 : Keluarga senang, lebih mendukung di sini tidak boleh kerja di mana-mana. Karena

menurut keluarga saya lingkungan di Salatiga lebih nyaman. Selain itu saya dari

keluarga kristiani, jadi keluarga lebih menyuruh saya untuk kuliah di sini, walaupun

sebernarnya saya di terima di UNNES – Semarang juga.

2. Bagaimana keterlibatan dosen perempuan dalam menduduki jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

P : Mengapa saat ini Ibu lebih memutuskan untuk terlibat ke dalam jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

S6 : ada kepercayaan dari teman-teman, kepedulian terhadap fakultas juga. Sebelumnya

pernah jadi kaprogdi BK selama 3 periode (sekitar tahun 1999, berhenti 1 tahun

untuk melanjutkan S2, setelah itu 2 periode menjabat sebagai kaprogdi lagi. Setelah

itu menjadi wakil dekan, baru Februari 2013 menjabat jadi dekan).

P : Bagaimana perasaan Ibu atas pencapaian karir saat ini?

S6 : Perasaannya biasa-biasa aja. Beban makin berat, tanggung jawab juga semakin

berat.

P : Bagaimana tanggapan keluarga terhadap keputusan untuk terlibat dalam jabatan

struktural saat ini?

S6 : Keluarga mendukung

Page 55: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

54

3. Bagaimana peran perempuan dalam mengatasi work family conflict yang dialami?

P : Hambatan-hambatan (dalam keluarga) apa saja yang dialami selama bekerja, apalagi

Ibu sekarang juga sedang melanjutkan S3 juga? Bagaimana mengatasinya?

S6 : Waktu untuk keluarga berkurang, ya saya harus pandai-pandai mengatur waktu

yang sedikit itu. Saya jadi kurang ada waktu untuk memasak, bersih-bersih rumah,

ngurus anak, nonton tv juga. Biasanya kalau ada waktu luang walaupun sedikit, saya

dampingi anak-anak belajar, atau pas akhir minggu jalan, walaupun cuman makan.

P : Hambatan-hambatan (dalam pekerjaan sebagai dosen & jabatan struktural) apa yang

dialami dalam kehidupan keluarga? Bagaimana mengatasinya?

S6 : Tidak ada....

P : Bagaimana dukungan keluarga terhadap pekerjaan?

S6 : keluarga mendukung, kalau ada kerjaan saya ngomong ke anak-anak dan suami.

Kalau pun saya akhir pekan harus kerja, suami memaklumi.

Subyek 7 : Sally Dwijayanti (34 Tahun) – Fakultas Ekonomika dan Bisnis (Responden G)

Jabatan : Dosen

Pekerjaan Suani : Wiraswasta

Jumlah anak : 2 ( 3 Tahun & 7 Tahun)

1. Mengapa perempuan memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di Universitas Kristen

Satya Wacana - Salatiga?

P : Apa alasan Ibu untuk memutuskan untuk bekerja?

S7 : Secara mendasar bahwa manusia butuh cari uang dan kerja.

P : Lalu, mengapa pada akhirnya kenapa memilih sebagai dosen, tidak bekerja ditempat

lain?

S7 : Kalau jadi dosen sih pada prinsipnya saya memang suka mengajar. Pada saat kuliah

juga ada pengalaman jadi asisten. Dulu juga saya dan calon suami juga sudah

sepakat kalau menetap di Salatiga aja.

P : Sudah berapa lama Ibu bekerja sebagai dosen di UKSW?

Page 56: WORK-FAMILY CONFLICT PADA PEREMPUAN BEKERJArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3676/2/T1_212009076_Full... · antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role)

55

S7 : Sudah 12 tahun.

P : Bagaimana tanggapan keluarga atas keputusan untuk bekerja sebagai dosen di

UKSW?

S7 : Keluarga sangat mendukung.

2. Bagaimana keterlibatan dosen perempuan dalam menduduki jabatan struktural di

Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

P : Mengapa saat ini Ibu lebih memutuskan untuk tidak terlibat ke dalam jabatan

struktural di Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga?

S7 : Ya karena kalau untuk terlibat di jabatan struktural kan memang orang-orang yang

sudah dipercaya sama teman-teman sejawat, kalaupun belum ada kepercayaan itu

berarti tidak. Jenjang karir dosen ini tidak sama dengan di perusahaan.

3. Bagaimana peran perempuan dalam mengatasi work family conflict yang dialami?

P : Hambatan-hambatan (dalam keluarga) apa saja yang dialami selama bekerja?

Bagaimana mengatasinya?

S7 : Cukup sulit membagi waktu dengan keluarga, apalagi anak yang kedua masih 7

bulan. Salah satu cara mengatasi ya saya ada pembantu rumahtangga juga. Itu juga

salah satu alasan kenapa saya ambil cuti diluar tanggungan selama 5 tahun.

P : Bagaimana tanggapan suami terhadap keputusan cuti itu?

S7 : Pada awalnya suami keberatan, karena semula perekonomian berasal dari 2

sumber, namun jadi 1 sumber saja. Tapi sekarang sudah setuju.

P : Hambatan-hambatan (dalam pekerjaan sebagai dosen) apa yang dialami dalam

kehidupan keluarga? Bagaimana mengatasinya?

S7 : Kalau ada masalah di rumah, biasanya kelas kosong, konsekuensinya harus alihkan

waktu lagi untuk ada makeup class.

P : Bagaimana dukungan lingkungan kerja terhadap permasalahan keluarga?

S7 : Permasalahan keluarga itu masalah pribadi, cuti juga keputusan pribadi. Kalau

dukungan teman kerja, karena di lingkungan sosial masalah membantu tetap ada,

tapi tanggungjawab tidak bisa dilimpahkan ke orang lain.