wrap up ipt sk 2 (1)

16
SASARAN BELAJAR LI 1. Memahami dan Menjelaskan Virus Morbili LO 1.1. Memahami dan Menjelaskan Morfologi Virus Morbili LO 1.2. Memahami dan Menjelaskan Sifat Virus Morbili LO 1.3. Memahami dan Menjelaskan Siklus Hidup Virus Morbili LI 2. Memahami dan Menjelaskan Campak LO 2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Campak LO 2.2. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Campak LO 2.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Campak LO 2.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Campak LO 2.5. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Campak LO 2.6. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Campak LO 2.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosa Campak LO 2.8. Memahami dan Menjelaskan Diagnosa Banding Campak LO 2.9. Memahami dan Menjelaskan Pengobatan Campak LO 2.10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Campak 1

Upload: daffiella-sekar

Post on 22-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

we

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Virus Morbili

LO 1.1. Memahami dan Menjelaskan Morfologi Virus Morbili

LO 1.2. Memahami dan Menjelaskan Sifat Virus Morbili

LO 1.3. Memahami dan Menjelaskan Siklus Hidup Virus Morbili

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Campak

LO 2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Campak

LO 2.2. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Campak

LO 2.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Campak

LO 2.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Campak

LO 2.5. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Campak

LO 2.6. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Campak

LO 2.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosa Campak

LO 2.8. Memahami dan Menjelaskan Diagnosa Banding Campak

LO 2.9. Memahami dan Menjelaskan Pengobatan Campak

LO 2.10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Campak

1

Page 2: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Virus Morbili

LO 1.1. Memahami dan Menjelaskan Morfologi Virus Morbili

Virus campak, morbili atau rubeola adalah virus RNA anggota family paramyxoviridae. Morfologi nya adalah pleomorfik, dengan diameter partikel 50 nm atau lebih kadang berkisar hingga 700 nm. Dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Didalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong. Sebagian besar mengandung 6 protein structural. Tiga protein membentuk kompleks dengan RNA virus-nukleoprotein yang membentuk nukleokkapsid berbentuk heliks (diameter 13 atau 18 nm) dan mewakili protein internal utama dan dua protein lain yang besar (disebut P dan L) yang terlibat dalam aktivitas polymerase virus yang berfungsi dalam transkripsi dan replikasi RNA.

Tiga protein berpartisipasi dalam pembentukan selubung virus. Protein Matriks (M) mendasari selubung virus karena protein tersebut memiliki afinitas terhadap nucleoprotein dan glikoprotein permukaan virus dan penting dalam perakitan virion.

(Mikrobiologi Kedokteran, 2008)

Virion campak berbentuk spheris, pleomorphic, dan mempunyai sampul (envelope) dengan diameter 100-250 nm. Virion terdiri dari nukleocapsid yaitu helix dari protein RNA dan sampul yang mempunyai tonjolan pendek pada permukaannya. Tonjolan pendek ini disebut pepfomer, dan terdiri dari hemaglutinin (H) pepiomer yang berbentuk buiat dan fusion (F) peplomer yang berbentuk seperti bel (dumbbell-shape). Berat molekul dari single stranded RNA adalah 4,5 X 10.

LO 1.2. Memahami dan Menjelaskan Sifat Virus Morbili

Sifat - sifat virus rubeola :1. Sensitif terhadap asam 2. Sensitif terhadap enzim proteolitik 3. Sensitif terhadap sinar yang kuat 4. Tidak tahan kekeringan

2

Page 3: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

LO 1.3. Memahami dan Menjelaskan Siklus Hidup Virus Morbili

a. Tahap PelekatanPada tahp ini terjadi reaksi spesifik. Virus hanya menempel pada sisi reseptor khusus dari membrane sel.

b. Tahap PenetrasiVirus masuk seperti ditelan oleh sel inangnya (endositosis). Beberapa virus lainnya terutama yang memiliki sampul masuk dengan cara melebur membrane sel inang. Di dalam sel inang, materi genetic virus dilepas ke dalam sitoplasma.

c. Tahap Transkripsi Asam NukleatPada kebanyakan virus, proses ini terjadi di dalam sitoplasma dan pada beberapa virus lainnya terjadi di dalam nukleat. Pada tahap ini, materi genetic virus digunakan sebagai blue prunt membentuk messenger ARN (mRNA atau ARN duta atau ARNd).

d. Tahap Translasi ARNd VirusPada tahap ini, terjadi penerjemahan ARNd virus. Ribosom, asam amino, dan energy dari sel yang terbentuk pada tahap ini akan dibawa ke tempat pembentukan protein yang diperlukan untuk pembentukan partikel virus baru.

e. Tahap ReplikasiTerjadi replikasi asam nukleat atau pembentukan salinan asam nukleat.satu atau beberapa protein dihasilkan melalui perintah genom virus.

f. Tahap PematanganPada tahap ini, terjadi proses perakitan partikel virus. Proses perakitan tersebut dapat terjadi di dalam nucleus atau sitoplasma, bergantung pada tipe virus. Pada proses ini dapat dihasilkan 200 sampai 300 partikel virus baru.

g. Tahap PelepasanPada tahap ini virus dilepas dan keluar dari sel inang. Proses ini terjadi melalui pembentukan tunas (budding) pada membrane sel.

(Sudjadi, 2002)

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Campak

LO 2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Campak

Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin), dan Measles (Bahasa Inggris).

Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran

3

Page 4: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yangberwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.

LO 2.2. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Campak

Campak merupakan penyakit endemik di banyak negara terutama di negara berkembang.

Angka kesakitan di seluruh dunia mencapai 5-10 kasus per 10.000 dengan jumlah kematian 1-3 kasus per 1000 orang.

Di Indonesia campak masih menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit utama pada bayi dan anak balita (1-4 tahun).

Angka kesakitan campak di Indonesia tercatat 30.000 kasus per tahun yang dilaporkan.

Pada zaman dahulu ada anggapan bahwa setiap anak harus terkena campak sehingga tidak perlu diobati. Masyarakat berpendapat bahwa ini akan sembuh sendiri jika ruam merah pada kulit sudah tinggal sehingga ada usaha-usaha untuk mempercepat timbulnya ruam.

Sebelum penggunaan vaksin campak, penyakit ini biasanya menyerang anak yang berusia 5-10 tahun. Setelah masa imunisasi (mulai tahun 1977), campak sering menyerang anak usia remaja dan orang dewasa muda yang tidak dapat mendapat vaksinasi sewaktu kecil, atau mereka yang diimunisasi pada saat usianya lebih dari 15 bulan.

Campak paling banyak terjadi pada usia balita, dengan kelompok tertinggi pada usia 2 tahun (20.3%), diikuti oleh bayi (17.6 %), anak usia 1 tahun (15.2%), usia 3 tahun ( 12.3 % ) dan usia 4 tahun (8.2%).

LO 2.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Campak

Penyakit ini disebabkan oleh virus campak (measles virus) dari famili Paramyxovirus genus Morbillivirus. Virus campak adalah virus RNA yang dikenal hanya mempunyai satu antigen.

Struktur virus ini mirip dengan virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza. Setalah timbulnya ruam kulit, virus aktif dapat ditemukan pada sekret nasofaring, darah, dan air kencing dalam waktu sekitar 34 jam pada suhu kamar.

LO 2.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Campak

Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua system retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak.

4

Page 5: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough, and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinikensefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.

(Sitanggang, 2010)

LO 2.5. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Campak

a. Stadium inkubasi

Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit.

b. Stadium prodromal

Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang

Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-10±1 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 – 2 hari sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.

c. Stadium erupsi

Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5˚C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya.

5

Page 6: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali.

(Phillips, 1983).

d. Stadium konvalesensi

Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

LO 2.6. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Campak

Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain.

1. Otitis Media Akut

Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder.

2. Ensefalitis

Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita campak atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak hidup, pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE). Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi campak adalah 1 : 1.000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.

SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000 dan terjadi beberapa tahun setelah infeksi dimana lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah menderita campak pada 2 tahun pertama umur kehidupan. Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus campak memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.

3. Bronkopneumonia

Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh Pneuomococcus, Streptococcus, Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun misalnya tuberkulosis, leukemia dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara

4. Kebutaan

6

Page 7: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A yang akhirnya dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.

Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi alergi (uji tuberculin yang semula positif berubah menjadi negative). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis, bronkopnemonia. Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh pneumococcus, streptococcus, staphylococcu. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.

Komplikasi neurologis pada campak dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia, gangguan mental, neuritis optuka dan ensefalitis. Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita campak atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup (ensefalitis morbili akut) pada penderita yang sedang mendapatkan pengobatan imunosupresif (immunosuppressive measles encephalopathy) dan sebagai SSPE (subacute sclerosing panencephalitis ). Ensepalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah dan sisa defisit neurologis sedikit, angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1 : 1.000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1.16 tiap 1.000.000 dosis.

SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan dewasa, ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma. Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan-3 tahun setelah terjadi gejala pertama meskipun demikian remisi spontan masih bias terjadi.

Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti bahwa virus morbili memegang peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2 tahun, sedangkan SSPE bias timbul sampai 7 tahun setelah morbili.

SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5 -1,1 tiap juta, sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2-9,7 tiap 10 juta. Immunosuppressive measles encephalopathy didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau karena pemakaina obat-obatan imunosupresif. Di Afrika didapatkan kebutaan sebagai komplikasi campak pada anak yang menderita malnutrisi. Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak yang lebih kecil. Komplikasi yang mungkin muncul, antara lain gangguan respirasi (bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis, pneumonia, otitis media), Komplikasi neurologis (seperti hemiplegi, paraplegi, afasia, gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis), dan diare, miokarditis, trombositopeni, malnutrisi pasca serangan campak, keratitis, hemorrhagic measles (morbili yang parah dengan perdarahan multiorgan, demam, dan gejala cerebral) serta kebutaan.

(Sitanggang, 2010)

LO 2.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosa Campak

7

Page 8: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

Diagnosis ditetapkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan Pemeriksaan serologik atau virologik yang positif yaitu bila terdapat demam tinggi terus menerus 38,50 C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare.Pada tahap ini,muncul kemerahan pada mukosa mulut, dengan bintik-bintik  yang muncul pada bagian dalam bibir dan pipi muncul ruam makulopapular yang dimulai pada wajah, belakang telinga, sayap hidung, sekitar mulut dan dagu yang didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Hal ini mengakibatkan anak mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Dua sampai tiga hari kemudian ruam makulopapular menjadi lebih besar dan menyatu, demam mereda dan kondisi umum mulai membaik. Pada hari selanjutnya exanthematous mulai untuk membersihkan lesi kulit dan pengelupasan kulit.

Diagnosis Laboratorium

Campak yang khas dapat didiagnosis berdasarkan latar belakang klnis: diagnosis laboratorium mungkin diperlukan pada kasus campak atipikal atau termodifikasi.

A. Deteksi Antigen

Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam secret respirasi dan urine. Antibodi terhadap nucleoprotein bermanfaat karena merupakan protein virus yang paling banyak ditemukan pada sel yang terinfeksi.

B. Isolasi dan Identifikasi Virus

Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, sekret pernapasan, serta urine yang diambil dari pasien selama masa demam merupakan sumber yang sesuai untuk isolasi virus. Sel ginjal monyet atau manusia atau jenis sel lomfoblast (B95-a) optimal untuk upaya isolasi. Virus campak tumbuh lambat; efek sitopatik yang khas (sel raksasa multinukleus yang mengandung badan inklusi intranuklear dan intrasitoplasmik) terbentuk dalam 7-10 hari. Uji kultur vial kerang dapat selesai dalam 2-3 hari menggunakan pewarnaan antibody flouresens untuk mendeteksi antigen campak pada kultur yang telah diinokulasi. Namun, isolasi virus sulit secara teknik.

C. Serologi

Pemastian infeksi campak secara serologis bergantung pada peningkatan titer antibody empat kalli lipat antara serum fase-akut dan fase konvalensi atau terlihatnya antibody IgM spesifik campak di dalam specimen serum tunggal yang diambil antara 1 dan 2 minggu setelah awitan ruam. ELISA, uji HI, dan tes Nt semuanya dapat digunakan untuk mengukur antibody campak, walaupun ELISA merupakan metode yang paling praktis.

Bagian utama respons imun ditujukan untuk melawan nucleoprotein virus. Pasien dengan panensefalitis sklerosa subakut enunjukan respons antibody yang berlebihan, dengan titer 10 hingga 100 kali lipat lebih tinggi daripada peningkatan titer yang terlihat didalam serum konvalensi yang khas.

LO 2.8. Memahami dan Menjelaskan Diagnosa Banding Campak

8

Page 9: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

1. Rubella: ruam makulopapul yang menyebar cepat dari garis batas rambut ke ekstremitas dalam 24 jam, menghilang sesuai dengan timbulnya ruam. Tidak ada demam prodromal (ringan-sedang), nyeri tekan kelenjar postservikal, artritis sering terjadi pada orang dewasa.

2. Infeksi yg disebabkan parvovirus B19: eritema di pipi diikuti ruam menyerupai pita difus di badan, tidak ada gejala prodromal (demam ringan), artritis pada orang dewasa.

3. Eksantema subitum: makulopapul pada batang tubuh saat demam menghilang, demam prodromal menonjol selama 3-4 hari sebelum timbul ruam.

4. Infeksi HIV primer: makulopapul tersebar di badan, penyakit meyerupai demam kelenjar, meningitis, ensefalitis (jarang).

5. Infeksi enterovirus: makulopapul tersebar di badan, demam, mialgia, nyeri kepala.

6. Dengue: makulopapul tersebar luas, sering menjadi konfluen, nyeri kepala hebat dan mialgia, mual, muntah.

7. Demam tifoid/paratifoid: 6-10 makulopapul pada dada bagian bawah / abdomen atas pada hari 7-10 demam menetap, splenomegali.

8. Tifus epidemik: makulopapul pada batang tubuh dan wajah sreta ekstremitas kecuali telapak tangan dan telapak kaki, mungkin terjadi petekie, 3-5hari demam, menggigil, toksemia sebelum timbulnya ruam.

9. Tifus endemik: makulopapul pada tubuh kecuali telapak tangan dan kaki.

10. Scrub thypus: makulopapul difus pada batang tubuh yang menyebar ke ekstremitas, demam. sebelum ruam.

LO 2.9. Memahami dan Menjelaskan Pengobatan Campak

Pengobatan campak berupa perawatan umum seperti pemberian cairan dan kalori yang cukup.

Obat simptomatik yang perlu diberikan antara lain:

1. Antidemam

2. Antibatuk

3. Vitamin A

4. Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya jika campak disertai dengan komplikasi

Pasien tanpa komplikasi dapat berobat jalan di puskesmas atau unit pelayanan kesehatan lain, sedangkan campak dengan komplikasi memerlukan rawat inap di rumah sakit

Sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang cukup dapat terindikasi. Pelembaban ruangan mungkin perlu pada laryngitis atau batuk yang mengiritasi secara berlebihan, dan paling baik mempertahankan ruangan hangat daripada

9

Page 10: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

dingin. Penderita harus dilndungi dari terpajan pada cahaya yang kuat selama masa fotofobia. Komplikasi otitis media dan pneumonia memerlukan terapi antimikroba yang tepat.

Pada komplikasi seperti ensefalitis, panensefalitis sklerotikans subakut, pneumonia sel raksasa, dan koagulasi intravaskuler tersebar, setiap kasus harus dinilai secara individual. Perawatan pendukung yang baik sangat penting. Gamma globulin, gamma globulin hiperimun, dan steroid bernilai terbatas. Senyawa antivirus yang tersedia sekarang tidak efektif. Pengobatan dengan vitamin A oral (400.000 IU) mengurangi morbiditas dan mortalitas anak dengan campak berat di negara yang sedang berkembang.

(Widoyono, 2011)

LO 2.10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Campak

Vaksinasi campak rutin untuk anak-anak. Vaksin campak sering digabungkan dengan rubella dan / atau vaksin gondok (MMR). Dua dosis vaksin dianjurkan untuk menjamin kekebalan dan mencegah wabah, karena sekitar 15% dari anak-anak divaksinasi gagal mengembangkan kekebalan dari dosis pertama.

Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun. (IDAI, 2004).

Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan dan imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili.

Tindakan yang dilakukan untuk melakukan pencegahan penyakit campak pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dipublikasikan oleh http://www.cdc.gov, meliputi :

1. Pengenalan orang-orang yang terjangkit penyakit campak secara tepat2. Isolasi terhadap orang-orang yang dicurigai atau diketahui terjangkit penyakit

campak secara tepat (Tindakan pencegahan untuk penyakita yang ditularkan melalui udara seharusnya dilakukan dalam suatu ruangan pribadi tanpa aliran udara dan dengan sirkulasi udara yang tidak berulang ).

3. Aturan untuk memastikan semua petugas pelayanan kesehatan memiliki kekebalan penyakit campak (vaksin campak seharusnya disediakan untuk semua petugas pelayanan kesehatan yang tidak dapat menunjukan bukti kekebalan)

(Arias, 2003)

10

Page 11: Wrap Up Ipt Sk 2 (1)

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. II. E/15. Jakarta: EGC.

Jawetz, Melnick, Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 23. Hal : 561-579. Jakarta. EGC.

Sitanggang, Rosyam Azmal. 2010. Gambaran Epidemiologi Kejadian Campak di Puskesmas Ciputat. http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id [diakses pada 7 April 2013 pukul 20:21]

Sumarno S, Garna H, Hindra dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi Dan Pediatri Tropis Ed. Kedua. Hal : 109-121. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Tommy. 2000. Campak. http://last3arthtree.files.com [diakses pada 7 April 2013 pukul 20:01]

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/ [Diakses pada 10 April 2013 pukul 22:25]

http://respiratory.usu.ac.id [diakses pada 7 April 2013 pukul 19:59]

11