xa.yimg.comxa.yimg.com/kq/groups/23018981/1835006807/name/copy+of... · web viewnilai-nilai (...
TRANSCRIPT
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI
DALAM KEPEMIMPINAN ORGANISASI
makalah dibuat untuk memenuhi tugas ujian akhir semester
DOSEN DR.DEWI NUSRANINGRUM. M.Pd
Rr.AMBARWATI WIDANINGSIHNo.reg.761 6080 297
MANAJEMEN PENDIDIKAN NON REGULER PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERISTAS NEGERI JAKARTA
2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I . PENDAHULUAN ............................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ....................................................... 3
BAB II . PEMBAHASAN .................................................................... 4
A. BUDAYA ORGANISASI .................................................... 4
B. KEPEMIMPINAN ORGANISASI ....................................... 15
BAB III. PENUTUP ............................................................................. 22
A. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan ................................................................ 21
2. Saran ........................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 26
ii
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya merupakan sesuatu yang pasti ada dalam suatu kelompok
manusia atau organisasi. Kitapun hidup dalam suatu masyarakat yang memiliki
budaya yang berbeda dengan budaya masyarakat yang lain. Misalnya saja
kebudayaan umum orang Indonesia adalah ramah tamah dan suka berbasa-
basi, serta menjujung tinggi nilai kebersamaan atau kelompok, lain halnya
dengan orang barat yang tanpa basa-basi dan bersifat individualis. Kebudayaan
yang kita miliki secara sadar atau tidak akan mempengaruhi sikap dan perilaku
kita dalam berbagai aspek kehidupan.
Tidak berbeda dengan budaya yang mempengaruhi masyarakatnya, maka
budaya organisasi juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku semua anggota
organisasi tersebut. Budaya yang kuat dalam organisasi dapat memberikan
paksaan atau dorongan kepada para anggotanya untuk bertindak atau
berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi. Budaya organisasi
ini perlu untuk diketahui oleh pemimpin atau manager untuk memudahkan
mereka dalam menentukan sikap, bagaimana mereka harus bertindak agar para
anggotanya bisa diarahkan menuju suatu sikap dan perilaku yang akan berguna
untuk mencapai tujuan organisasi.
Pengaruh Budaya dalam Kepemimpinan OrganisasiKepemimpinan merupakan hal yang sangat vital di dalam sebuah organisasi
maupun perusahaan. Seorang pemimpin terkecil pun sangat besar peranannya
bagi bawahannya dan yang bersangkutan kepadanya. Budaya adalah seluruh
cara hidup dari sebuah masyarakat: nilai, praktik hidup, simbol, lembaga, dan
hubungan antar manusia. Sebagai cara hidup, budaya merupakan salah satu
kontributor, dipahami sebagai jawaban terhadap aneka pertanyaan tentang
mengapa terjadi perbedaan tingkat keterampilan, kemakmuran, kecakapan, dan
upah di antara berbagai bangsa.
Uraian di atas berisi bahwa seorang pemimpin harus mampu untuk beradaptasi
dengan lingkungan sekitar dimanapun mereka berada. Peran budayalah yang
mempengaruhi tingkah laku mereka sehingga apa yang dilakukan mereka
haruslah sesuai dengan budaya di mana tempat mereka memijakkan kaki. Dan
budaya membuat seorang pemimpin menjadi wajib untuk menyesuaikan diri
sesuai dengan peraturan yang berlaku karena masyarakat adalah penilainya
dan yang akan merasakan hasil dari kepemimpinan itu.
Budaya di sini lebih khususnya pada adaptif istiadat dan norma agama yang
berlaku di Negara kita. Bangsa kita masyarakat Indonesia mengharapkan
dan menginginkan seorang pemimpin yang tidah hanya bisa beradaptasi
namun juga harus bisa memberikan contoh pada masyarakatnya dalam
beragama. Budaya memang memberikan corak yang berbeda-beda pada
setiap individu. Jika masyarakat menganggap orang Jawa Barat kurang tegas
dalam memimpin dan orang Jawa tulen menginginkan seorang pemimpin
yang dapat memimpin dengan agama pula maka itulah yang termasuk dalam
bagian budaya di Negara kita.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beraneka macam suku, agama,
dan ras. Karena banyaknya perbedaan budaya yang beragam seorang
pemimpin dituntut untuk mampu beradaptasi.
Sondang P. Siagian (2003:108) menyatakan bahwa:
“Kepemimpinan selalu bersifat situasional, kondisional, temporal dan spatial
yang berarti bahwa gaya kepemimpinan orang misalnya gaya demokratik tidak
mungkin dapat diterapkan secara sangat konsisten tanpa memperhitungkan
situasi dan kondisi yang dihadapi, factor waktu dan factor ruang.”
Budaya menjadi faktor dominan dalam mendorong kemajuan dalam memimpin.
Maju berarti hidup yang lebih panjang, lebih sehat, tanpa banyak belitan derita,
dan lebih berbobot. Secara sosial, maju berarti terciptanya hubungan yang
saling menguntungkan di antara berbagai kelompok, tanpa ada prasangka dan
diskriminasi yang memicu kekerasan. Etos kerja keras, berhemat, dan
menabung merupakan nilai budaya yang menjadi pilar kemajuan bangsa
merupakan kekuatan ekonomi yang unggul.
Meskipun demikian, penolakan terhadap eksistensi budaya masih kerap terjadi.
Kadang budaya hanya menjadi suplemen dari teori pilihan rasional. Budaya
dilihat sebagai "adonan adat istiadat", sebentuk fosil tua yang dikagumi, namun
tidak digunakan. Budaya dianggap statis dan dangkal sehingga tidak mampu
mengurai benang kusut kehidupan modern. Terabaikannya budaya membuat
negara gagal merumuskan kebijakan secara tepat, investasi melayang, dan
usaha produktif gulung tikar. Implikasi lanjutannya adalah dehumanisasi:
perbudakan manusia atas kemewahan materi. Nilai kompetisi diruntuhkan oleh
pendewaan politik sarat eksploitasi. Kekayaan dan kemewahan diperoleh
dengan kemampuan memelihara hati dan kebaikan sang pemimpin, bukan oleh
etos kerja keras dan sifat berhemat.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan
tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan
mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari
keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan,
dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang
bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri
B. Perumusan masalah:1. Apa pengertian Budaya Organisasi dan Kepemimpinan itu?
2. Bagaimana eksistensi Budaya Organisasi dan Kepemimpinan dalam
sebuah teori?
3. Bagaimana bentuk kepemimpinan pada abad 21?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Budaya OrganisasiTaliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan
pendapat Edward Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut :
Culture or civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex
whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other
capabilities and habits acquired by men as a member of society.
Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu
pengetahuan,keyakinan/ percaya, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan
berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota
masyarakat.
Menurut Vijay Sathe Culture is the set of important assumption (opten unstated) that members of a
community share in common.
Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota
masyarakat.
Edgar H. Schein : Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi
masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana
dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/ diwariskan kepada anggota-anggota
baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait
dengan masalah-masalah tersebut.
1. Unsur-unsur Budaya a. Ilmu Pengetahuan
b. Kepercayaan
c. Seni
d. Moral
e. Hukum
f. Adat-istiadat
g. Perilaku/ kebiasaan (norma) masyarakat
h. Asumsi dasar
i. Sistem Nilai
j. Pembelajaran/ Pewarisan
Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal Beberapa pemikir dan penulis telah mengadopsi tiga sudut pandang berkaitan
dengan budaya, sebagai mana dikemukakan Graves, 1986, sebagai berikut :
a. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi,
peraturan yang menekan, dsb.
b. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi,
misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi yang
terdesentralisasi.
c. Budaya merupakan produk sikap orang orang dalam pekerjaan mereka, hal
ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi.
2. Organisasi J.R. Schermerhorn Organization is a collection of people working together in a division of labor to
achieve a common purpose.
Organisasi adalah kumpulan orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan
bersama.
Philiph Selznick Organisasi adalah pengaturan personil guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi fungsi dan tanggung
jawab.
3. Unsur-unsur Organisasi a. Kumpulan orang
b. Kerjasama
c. Tujuan bersama
d. Sistem Koordinasi
e. Pembagian tugas adntanggung jawab
f. Sumber Daya Organisasi.
4. Budaya Organisasi Peter F. Drucker Budaya Organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah ekternal dan
internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok
yang kemudian mewariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang
tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah
terkait sepeti di atas.
Phithi Sithi Amnuai Budaya Organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut
oleh anggota-angota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna
mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah-masalah integrasi
internal.
Edgar H. Schein
Budaya Organisasi mengacu ke suatu system makna bersama, dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi itu terhadap organisasi lain.
Daniel R. Denison
Budaya Organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang
merupakan landasan bagi system dan praktek-praktek manajemen serta perilaku
yang meningkatkan dan menguatkan perinsip-perinsip tersebut.
Robbins, Budaya Organisasi dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi
kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut
Robbins (2001) menyatakan bahwa sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh
para warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem
pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai
organisasi.
Ahob dkk (1991) mengemukakan 7 dimensi budaya organisasi, sebagai berikut : 1. Konformitas
2. Tanggungjawab
3. Penghargaan
4. Kejelasan
5. Kehangatan
6. Kepemimpinan
7. Bakuan mutu
Berdasarkan berbagai uaraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa
Budaya Organisasi merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari,
dapat diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus.
Budaya Organisasi juga berfungsi sebagai perekat, pemersatu, identitas, citra,
brand, pemacu-pemicu (motivator ), pengembangan yang berbeda dengan
organisasi lain yang dapat dipelajari dan diwariskan kepada generasi
berikutnya, dan dapat dijadikan acuan prilaku manusia dalam organisasi yang
berorientasi pada pencapaian tujuan atau hasil target yang ditetapkan.
5. Unsur-unsur Budaya Organisasi a.Asumsi dasar
b.Seperangkat nilai dan Keyakinan yang dianut
c. Pemimpin
d. Pedoman mengatasi masalah
e. Berbagai nilai
f. Pewarisan
g. Acuan prilaku
h. Citra dan Brand yang khas
i. Adaptasi
6. Unsur Budaya Menurut Susanto : 1. Lingkungan Usaha
2. Nilai-nilai
3. Kepahlawanan
4. Upacara/tata cara
5. Jaringan Cultural
7. Level Budaya Organisasi a. Artifact ( Physical Characteristics; Behavior; Public Dcocuments ).
b. Espoused Value ( Strategies; Goals; Philosophies).
c. Basic Underlying Assumptions ( Biliefs; Percption; Feeling; Aspects of
behavior; Internal & external relationships )
8. Level Budaya Organisasi yg lain : 1. Assumsi dasar
2. Value
3. Norma Prilaku
4. Perilaku
5. Artefact
Oleh karena suatu organisasi terbentuk dari kumpulan individu yang berbeda
baik sifat, karakter, keahlian, pendidikan, dan latar belakang pengalaman
dalam hidupnya, perlu ada pengakuan pandangan yang akan berguna untuk
pencapaian misi dan tujuan organisasi tersebut, agar tidak berjalan sendiri-
sendiri.
Penyatuan pandangan dari Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam
perusahaan ini diperlukan dalam bentuk ketegasan dari perusahaan, yang
dituangkan dalam bentuk budaya kerja yang akan mencerminkan
spesifikasi dan karakter perusahaan tersebut. Budaya kerja ini akan menjadi
milik dan pedoman bagi seluruh lapisan individu yang ada di dalam
perusahaan organisasi tersebut dalam menjalankan tugasnya. Budaya kerja
inilah yang sering kita dengar sekarang dengan istilah Corporate Culture.
Schein,E.H. mencoba memberikan beberapa pengertian umum mengenai
budaya perusahaan:
1. Observed behavioral regularities when people interact.
(Keteraturan keteraturan perilaku yang teramati apabila orang
berinteraksi.)
2. The norms that evolve in workin group
(Norma-norma yang berkembang dalam kelompok kerja.)
3. The dominant values espoused by an organization.
(Nilai-nilai yang dominan yang didukung oleh suatu organisasi.)
4. The philosophy directing the organization policy.
(Filosofi yang mengarahkan kebijaksanaan organisasi.)
5. The rule of the game for getting along in the organization.
(Aturan permainan yang harus ditaati untuk dapat diterima sebagai anggota
di dalam organisasi.)
6. The feeling or climate in an organization
(Perasaan atau iklim dalam suatu organisasi.)
Jadi pada dasarnya Corporate Culture atau budaya perusahaan mempunyai
pengertian sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan
menjadi pegangan dari Sumber Daya Manusia (SDM)-nya dalam menjalankan
kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku di dalam organisasi tersebut.
Dapat juga dikatakan, budaya perusahaan adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi perusahaan termasuk pemikiran-pemikiran,
tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan
kepada generasi berikutnya.
9. Terbentuknya Budaya perusahaan Budaya perusahaan yang terbentuk banyak ditentukan oleh beberapa unsur,
yaitu:
1. Lingkungan usaha; lingkungan di mana perusahaan itu beroperasi akan
menentukan apa yang harus dikerjakan oleh organisasi.perusahaan
tersebut untuk mencapai keberhasilan.
2. Nilai-nilai (values); merupakan konsep dasar dan keyakinan dari suatu
organisasi.
3. Panutan keteladanan; orang-orang yang menjadi panutan atau teladan
karyawan lainnya karena keberhasilannya.
4. Upacara-upacara (rites and ritual); acara-acara rutin yang iselenggarakan
oleh organisasi dalam rangka memberikan penghargaan pada
karyawannya.
5. Network; jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapat
menjadi sarana penyebaran nilai-nilai dari budaya suatu organisasi.
Pada saat ini manajemen menjadi lebih memahami bahwa komponen-
komponen budaya seperti adat istiadat, tradisi, peraturan, aturan-aturan,
kebijaksanaan dan prosedur bisa membuat pekerjaan menjadi lebih
menyenangkan , sehingga bisa meningkatkan produktivitas, memenuhi
kebutuhan pelanggan dan meningkatkan daya saing perusahaan.
Budaya Perusahaan memberikan kepada karyawan kenyamanan, keamanan,
kebersamaan, rasa tanggung jawab, itu memiliki, mereka tahu bagaimana
berperilaku, apa yang harus mereka kerjakan, dll.
Dalam hal ini De Bettignies, H.CI dari INSEAD, suatu sekolah bisnis di Perancis mengemukakan 9 parameter Iklim Kerja yang Kondusif : a. Konformity ( Kepatuhan)
b. Reactance (Reaksi atau respon)
c. Responsibility (Tanggung jawab)
d. Risk Taking (Pengambilan Resiko)
e. Standards ( Standar atau Baku )
f. Rewards (Upah/ ganjaran)
g. Clarity ( kejelasan)
h. Team Spirit (Semangat Tim)
i. Warmth (Kehangatan atau keakraban)
Perusahaan bukan lagi hanya tempat berkarya mencari nafkah, tetapi lebih
dari itu, diyakini sebagai tempat dimana individu merasa memperoleh nilai
tambah dan dapat mengembagkan diri.
10.Jenis –jenis Budaya Organisasi 1. Berdasarkan Proses Informasi a. Budaya Rasional
b. Budaya Idiologis
c. Budaya Konsensus
d. Budaya Hierarkis
2. Berdasarkan Tujuannya a. Budaya Organisasi Perusahaan
b. Budaya Organisasi Publik
c. Budaya Organisasi Sosial
11. Fungsi Budaya Organisasi menurut Robbins, 2001 sbb: a. Pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya
b. Membangun rasa identitas bagi anggota organisasi
c. Mempermudah tumbuhnya komitmen
d. Meningkatkan kemantapan system sosial, sebagai perekat sosial,
menuju integrasi organisasi.
12. Tipe Budaya Organisasi a. Budaya Birokrasi
b. Budaya Inovatif
c. Budaya Suporatif
13. Karakteristik Budaya Organisasi a. Inisiatif Individual
b. Toleransi terhadap tindakan beresiko
c. Pengarahan
d. Integrasi
e. Dukungan manajemen
f. Kontrol
g Identitas
h. Sistem Imbalan
i. Toleransi terhadap konflik
j. Pola komunikasi
14. Pembentukan Budaya Organisasi Deal & Kennedi, mengemukakan 5 (lima) unsur pembentukan Budaya Organisasi : a. Lingkungan Usaha
b. Nilai-nilai
c. Pahlawan
d. Ritual
e. Jaringan budaya
15. Proses Pembentukan Budaya Organisasi Proses pembentukan Budaya Organisasi dapat di analisis dari tiga teori sebagai berikut : a. Teori Sociodynamic
b. Teori Kepemimpinan
c. Teori pembelajaran
Pada dasarnya untuk membentuk Budaya Organisasi yang kuat memerlukan
waktu yang cukup lama dan bertahap. Di dalam perjalanannya sebuah
organisasi mengalami pasang surut, dan menerapkan Budaya Organisasi yang
berbeda dari satu waktu ke waktu yang lain. Budaya bisa dilihat sebagai suatu
hal yang mengelilingi kehidupan orang banyak dari hari ke hari, bias direkayasa
dan dibentuk. Jika budaya dikecilkan cakupannya ke tingkat organisasi atau
bahkan ke kelompok yang lebih kecil, akan dapat terlihat bagaimana budaya
terbentuk, ditanamkan, berkembang, dan akhirnya, direkayasa, diatur dan
diubah (Robbins, 2002, p. 319)
16. Menururt Kotter dan Haskett proses pembentukan Budaya Organisasi , sebagai berikut : a. Manager Puncak
b. Perilaku Organisasi
c. Hasil
d. Budaya
17. Berdasarkan pendapat tersebut, penulis dapat menyimpulkan proses pemebentukan Budaya Organisasi , sbb. : a. Dari Atas ( Memilik dan manajemen )
b. Dari Bawah ( masyarakat atau karyawan )
c. Kompromi dari atas dan dari bawah.
18. Mempertahankan Budaya Organisasi a. Praktek Seleksi
b. Manajemen Puncak
c. Sosialisasi dan Internalisasi
19. Asumsi Dasar Budaya Organisasi a. Artifak dan Kreasi ( semua fenomena/gejala ).
.b. Nilai-nilai ( filosofi, Visi dan misi, tujuan, larangan-larangan, standar.
c. Asumsi dasar ( hubungan dengan lingkungan, hakikat, waktu dan ruang,
sifat manusia, aktivitas mansia dll)
d. Simbol atau lambang-lambang
e. Perspektif ( Norma sosial dan peraturan baik tertulis/ tidaktertulis yang
mengatur perilaku anggota dalam situasi tertentu ).
20. Budaya OrganisasiOrganisasi sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul,
bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin
danterkendali, dalam memanfaatkan sumber daya organisasi ( uang, material,
mesin, metode, lingkungan, sarana-prasarana, data, dll ) secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kerjasama dimaksud
adalah kerjasama yang terarah pada pencapaian tujuan. Kerjasama yang
terarah tersebut dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antar setiap individu
atau kelompok. Pola interaksi tersebut diselaraskan dengan berbagai aturan,
norma, keyakinan, nilai-nilai tertentu sebagaimana ditetapkan oleh para pendiri
organisasi itu. Keseluruhan pola interaksi tersebut dalam waktu tertentu akan
membentuk suatu kebiasaan bersama atau membentuk budaya organisasi.
Budaya Organisasi dapat dibentuk melalui beberapa cara. Cara tersebut
biasanya melalui beberapa tahap yaitu (Robbins, 2002:p.256): Seseorang
(pendiri) mempunyai sejumlah ide atau gagasan tentang organisasi.
21. Ciri-ciri Budaya OrganisasiMenurut Robbins (2002, p.235), ada 7 (tujuh) karakteristik primer dalam
menangkap hakikat dari budaya organisasi sebagai berikut :
Ketujuh ciri-ciri tersebut adalah :
1. Inovasi dan pengembalian resiko, yaitu sejauh mana karyawan
didukung untuk menjadi inovatif dan berani mengambil resiko .
2. Perhatian terhadap detail ,yaitu sejauh mana karyawan diharapkan
menunjukkan kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi keluaran, yaitu sejauh mana manajemen lebih berfokus pada
hasil-hasil dan keluaran daripada kepada teknik-teknik dan proses-proses
yang digunakan untuk mencapai keluaran tertentu .
4. Orientasi ke orang, yaitu sejauh mana keputusan-keputusan yang
diambil manajemen ikut memperhitungkan dampak dari keluarga
terhadap karyawannya.
5. Orientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja lebih
di organisasi seputar kelompok-kelompok (tim) daripada perorangan.
6. Keagresifan, yaitu sejauh mana orang-orang lebih agresif dan kompetitif
daripada santai.
7. Stabilitas, yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan keorganisasian lebih
menekankan status quo dibandingkan dengan pertumbuhan.
22. Peranan Budaya OrganisasiBudaya Organisasi pada dasarnya mewakili norma-norma perilaku yang
diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk anggota organisasi
yang berada dalam hirarki organisasi, misalnya bagi organisasi yang didominasi
oleh pendiri, maka budaya organisasi yang ada di dalam organisasi tersebut
menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan-harapan pendiri kepada
pekerja lainnya. Jika budaya terbentuk dari norma-norma moral, sosial dan
perilaku dari sebuah organisasi yang didasarkan pada keyakinan, tindak-
tanduk, dan prioritas anggota-anggotanya, maka pemimpin secara definitif
adalah anggota dan banyak mempengaruhi perilaku-perilaku dengan contoh
ketulusan anggota organisasi itu sendiri. Di dalam model manajemen apapun,
para pemimpin selalu bertanggung- jawab atas keteladanannya ( Robbins,
2002, p.241).
Budaya organisasi mempunyai dua tingkatan yang berbeda yang dapat
ditinjau dari sisi kejelasan dan ketahanan terhadap perubahan. Pada
tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, budaya merujuk kepada
nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang dalam kelompok dan cenderung
bertahan sepanjang waktu bahkan meskipun anggota kelompok sudah berubah.
Konsep budaya organisasi telah berkembang, dalam hal ini bukan
sekedar jati diri, slogan, atau semangat romantisme belaka (dalam paradigma
lama).
Lebih dari itu, budaya organisasi (dalam paradigma baru) menurut Susanto
(2000, p.89) memiliki 3 hal, yakni:
1. Alat untuk mencapai tujuan pengembangan usaha.
2. Pengembangan sumber daya manusia agar semakin berkualitas.
3. Sebagai andalan daya saing.
Budaya Organisasi mampu menjadi faktor kunci keberhasilan organisasi,tetapi
dapat pula menjadi faktor utama kegagalan organisasi. Budaya ini berbeda-
beda tiap-tiap organisasi ada organisasi yang memiliki budaya yang kuat dan
ada organisasi yang memiliki budaya yang lemah.
Menurut Robbins (1998, p.235) kuat lemahnya budaya sebuah organisasi dapat
dipantau dengan melihat 3 (tiga) hal yaitu :
1. Arah, apakah nilai-nilai yang hidup searah atau selaras atau mendukung
tujuan-tujuan organisasi.
2. Penyebaran, apakah nilai-nilai budaya tersebut dihayati dan dimiliki oleh
semua anggota dalam organisasi, atau hanya oleh sekelompok kecil manajer
tingkat atas.
3. Intensitas, apakah pengaruh budaya tertentu memberi tekanan (biasanya
melalui tekanan kelompok ) yang kuat ada anggota organisasi hingga ditaati
atau tidak. Schein (1991, p.102) mengatakan bahwa budaya lemah adalah
budaya yang tidak mampu menjalankan fungsi utamanya, yaitu mampu
mendukung organisasi dalam beradaptasi dengan faktor-faktor internal dan
eksternal. Persoalan internal dan eksternal ini merupakan persoalan yang paling
terkait satu sama lain dan biasanya muncul secara bersamaan, oleh karena itu
untuk menghadapinya dan untuk menjaga kelangsungan hidup organisasi, maka
dalam hal ini Budaya Organisasi merupakan faktor yang signifikan.
B. Kepemimpinan Organisasi1. Teori Kepemimpinan
Salah satu prestasi yang cukup menonjol dari sosiologi kepemimpinan
modern adalah perkembangan dari teori peran (role theory). Dikemukakan,
setiap anggota suatu masyarakat menempati status posisi tertentu, demikian
juga halnya dengan individu diharapkan memainkan peran tertentu. Dengan
demikian kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu aspek dalam
diferensiasi peran. Ini berarti bahwa kepemimpinan dapat dikonsepsikan
sebagai suatu interaksi antara individu dengan anggota kelompoknya.
Menurut kaidah, para pemimpin atau manajer adalah manusia-
manusia super lebih daripada yang lain, kuat, gigih, dan tahu segala sesuatu
(White, Hudgson & Crainer, 1997). Para pemimpin juga merupakan manusia-
manusia yang jumlahnya sedikit, namun perannya dalam organisasi
merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai.
Berangkat dari ide-ide pemikiran, visi para pemimpin ditentukan arah
perjalanan suatu organisasi. Walaupun bukan satu-satunya ukuran
keberhasilan dari tingkat kinerja organisasi, akan tetapi kenyataan
membuktikan tanpa kehadiran pemimpin, suatu organisasi akan bersifat statis
dan cenderung berjalan tanpa arah.
Dalam sejarah peradaban manusia, dikonstatir gerak hidup dan
dinamika organisasi sedikit banyak tergantung pada sekelompok kecil manusia
penyelenggara organisasi. Bahkan dapat dikatakan kemajuan umat manusia
datangnya dari sejumlah kecil orang-orang istimewa yang tampil kedepan.
Orang-orang ini adalah perintis, pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli
organisasi. Sekelompok orang-orang Istimewa inilah yang disebut pemimpin.
Oleh karenanya kepemimpinan seorang merupakan kunci dari manajemen.
Para pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak hanya bertanggung jawab
kepada atasannya, pemilik, dan tercapainya tujuan organisasi, mereka juga
bertanggung jawab terhadap masalah-masalah internal organisasi termasuk di
dalamnya tanggung jawab terhadap pengembangan dan pembinaan sumber
daya manusia. Secara eksternal, para pemimpin memiliki tanggung jawab
sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas publik.
Sehubungan dengan kepemimpinan Bennis (1959: 259) menyimpulkan :
"selalu tanpaknya, konsep tentang kepemimpinan menjauh dari kita atau muncul
dalam bentuk lain yang lagi-lagi mengejek kita dengan kelicinan dan
kompleksitasnya. dengn demikian kita mendptkan sutu proliferasi dari istlah-
istilah yang tak habis-habisnya harus dihadapi... dan konsep tersebut tetap tidak
didefinisikan dengan memuaskan".
Garry Yukl (1994:2) menyimpulkan definisi yang mewakili tentang
kepemimpinan antara lain sebagai berikut :
Kepemimpinan adalah prilaku dari seorang individu yang memimpin
aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai
bersama (share goal) (Hem hill & Coons, 1957:7) Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam
suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah
pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler & Massarik, 1961:24)
kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur
dalam harapan dan interaksi (Stogdill, 1974:411) kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada
dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan rutin
organisasi (Katz & Kahn, 1978:528)
kepeimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas sebuah kelompok
yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch & Behling, 1984:46)
kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang
berarti) terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan
untuk melakukan usaha yang dinginkan untuk mencapai sasaran (Jacob & Jacques, 1990:281)
para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi
kontribusi yang efektif terhadap orde sosial dan yang diharapkan dan
dipersepsikan melakukannya (Hosking, 1988:153) Kepemimpinan sebagai sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal
ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain
untuk menstruktur aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan didalam
sebuah kelompok atau organisasi (Yukl, 1994:2)
2. Kepemimpinan Abad 21
Uraian dan pemikiran mengenai kepemimpinan Abad 21 ini beranjak dari
pandangan bahwa pemimpin publik harus mengenali secara tepat dan utuh
baik mengenai dirinya mau pun mengenai kondisi dan aspirasi masyarakat atau
orang-orang yang dipimpinnya, perkembangan dan permasalahan lingkungan
stratejik yang dihadapi dalam berbagai bidang kehidupan utamanya dalam
bidang yang digelutinya, serta paradigma dan sistem organisasi dan manajemen
di mana ia berperan. Tanggung jawab pemimpin adalah memberikan jawaban
secara arief, efektif dan produktif atas berbagai permasalahan dan tantangan
yang dihadapi zamannya, yang dilakukan bersama dengan orang-orang yang
dipimpinnya. Untuk itu setiap pemimpin perlu memenuhi kompetensi dan
kualifikasi tertentu model kepemimpinan Abad ke-21.
a. Kepemimpinan Transformasional.
Kepemimpinan transformasional menunjuk pada proses membangun
komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para
pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. Teori transformasional
mempelajari juga bagaimana para pemimpin mengubah budaya dan struktur
organisasi agar lebih konsisten dengan strategi-strategi manajemen untuk
mencapai sasaran organisasional.
Secara konseptual, kepemimpinan transformasional didefinisikan (Bass,
1985), sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi
kerja, dan pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga
mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.
Berarti, sebuah proses transformasional terjadi dalam hubungan kepemimpinan
manakala pemimpin membangun kesadaran bawahan akan pentingnya nilai
kerja, memperluas dan meningkatkan kebutuhan melampaui minat pribadi serta
mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk
kepentingan organisasi (Bass, 1985).
Konsep awal tentang kepemimpinan transformasional telah diformulasi
oleh Burns (1978) dari penelitian deskriptif mengenai pemimpin-pemimpin
politik. Burns, menjelaskan kepemimpinan transformasional sebagai proses
yang padanya “para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat
moralitas dan motivasi yang lebih tinggi”, seperti kemerdekaan, keadilan, dan
kemanusiaan, dan bukan di dasarkan atas emosi, seperti misalnya
keserakahan, kecemburuan sosial, atau kebencian (Burns, 1997).
b. Kepemimpinan Transaksional.
Pengertian kepemimpinan transaksional merupakan salah satu gaya
kepemimpinan yang intinya menekankan transaksi di antara pemimpin dan
bawahan. Kepemimpinan transaksional memungkinkan pemimpin memotivasi
dan mempengaruhi bawahan dengan cara mempertukarkan reward dengan
kinerja tertentu. Artinya, dalam sebuah transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi
reward bila bawahan mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat bersama. Alasan ini mendorong Burns untuk
mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang
mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu
menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Jadi, kepemimpinan transaksional
menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis untuk
memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah
mereka setujui bersama. Kepemimpinan merupakan cara untuk mengarahkan
dan mempengaruhi bawahan untuk tujuan tertentu.
Kepemimpinan merupakan terjemahan dari leadership. Robbins (1998, p.72)
mendefinisikan Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok kearah pencapaian tujuan. tentunya yang terpenting adalah adanya
usaha untuk menyelaraskan persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi
perilaku dengan orang yang perilakunya akan di pengaruhi. Dalam
kenyataannya masih banyak kedua belah pihak tidak bias mengawinkan
persepsinya masing-masing terhadap kebutuhan bersama dalam mencapai
tujuan, sehingga tidak jarang muncul konflik yang menghambat jalannya
organisasi Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa peran seorang pemimpin sangat
dibutuhkan oleh organisasi, oleh karena itu dalam memilih seorang pemimpin
sebaiknya melihat apakah yang bersangkutan telah memiliki bakat menjadi
pemimpin hal ini diperjelas oleh Locke (1997, p.132) bahwa bakat dan motif
seseorang dansituasi Kepemimpinan akan berpengaruh terhadap efektivitas
pemimpin. Menurut Anoraga (1990, p.5) ada dua tipe pengaruh dari seorang
pemimpin, pertama terdapat prestasi pemimpin itu sendiri yang secara langsung
mempengaruhi tingkat pekerjaan kelompok, yang kedua adalah terdapat
kelakuan si pemimpin guna mempengaruhi kehidupan kelompok dan kepuasan
anggotanya. Seseorang dapat disebut sebagai seorang pemimpin apabila
memenuhi syarat yaitu :
1. Kekuasaan, seorang pemimpin mempunyai kekuasaan karena formalitas
yaitu dimana kelompoknya menunjuk dia sebagai pemimpin.
2. Kewibawaan, seorang pemimpin dapat tampil sebagai pemimpin bukan
karena formalitas saja tapi seseorang dapat menjadi pemimpin karena punya
kelebihan-kelebihan.
3. Kemampuan, seorang pemimpin harus dapat menggunakan dengan segala
daya, kesanggupan danketrampilan yang dimiliki oleh seorang pemimpin.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KesimpulanBudaya organisasi merupakan penerapan nilai-nilai, norma ,
kepercayaan, sikap (attitude) dalam suatu masyarakat yang terkait dan bekerja
di bawah naungan suatu organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi memiliki
nilai yang baik bagi kemajuan suatu organisasi karena pada hakikatnya budaya
organisasi memiliki nilai yang baik bagi kemajuan suatu organisasi.
Di dalam lingkungan organisasi dengan latar belakang individu yang pluralistik
budaya organisai akan mempengaruhi organisasi di dalam meraih keuntungan
dan sekaligus meraih citra , sebab budaya organisasi merupakan salah satu
perangkat dalam perangkat dalam manajemen organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi.
Dalam perubahan organisasi telah diuraikan beberapa faktor mekanisme dan
proses yang berawal dari peranan para pemimpin sebagai : “Agen perubahan”
dalam melakukan perubahan-perubahan terhadap asumsi budaya yang ada.
Untuk menghadapi kondisi lingkungan dan organisasional yang semakin
terbuka, fleksibel dan penuh ketidak pastian Model pendekatan yang digunakan
saat ini tidak sesuai lagi demngan perubahan lingkungan tersebut. Apalagi jika
ditambah dengan pesatntya perkembangan dan perubahan teknologi. Saat ini
dan di masa yang akan dating organisasi dituntut untuk berinisiatif memiliki cara
berfikir mengenai perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tidak pasti,
kompleks dan fleksible. Sedangkan model atau pendekatan baru perlu
dikembang kan untuk memndang manajemen perubahan tidak hanya sebagai
suatu alternative namun lebih sebagai suatu improvisai berkelanjutan daripada
suatu tahap yang statis.
Kepemimpinan merupakan hal yang sangat vital di dalam sebuah
organisasi maupun perusahaan. Seorang pemimpin terkecil pun sangat besar
peranannya bagi bawahannya dan yang bersangkutan kepadanya. Budaya
adalah seluruh cara hidup dari sebuah masyarakat: nilai, praktik hidup,
simbol, lembaga, dan hubungan antarmanusia. Sebagai cara hidup, budaya
merupakan salah satu kontributor, dipahami sebagai jawaban terhadap aneka
pertanyaan tentang mengapa terjadi perbedaan tingkat keterampilan,
kemakmuran, kecakapan, dan upah diantara berbagai bangsa.
Bahwa seorang pemimpin harus mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan
sekitar dimanapun mereka berada. Peran budayalah yang mempengaruhi
tingkah laku mereka sehingga apa yang dilakukan mereka haruslah sesuai
dengan budaya di mana tempat mereka memijakkan kaki. Dan budaya
membuat seorang pemimpin menjadi wajib untuk menyesuaikan diri sesuai
dengan peraturan yang berlaku karena masyarakat adalah penilainya dan yang
akan merasakan hasil dari kepemimpinan itu.
Budaya di sini lebih khususnya pada adat istiadat dan norma agama yang
berlaku di Negara kita. Bangsa kita masyarakat Indonesia mengharapkan dan
menginginkan seorang pemimpin yang tidah hanya bisa beradaptasi namun
juga harus bisa memberikan contoh pada masyarakatnya dalam beragama.
Budaya memang memberikan corak yang berbeda-beda pada setiap individu.
Jika masyarakat menganggap orang Jawa Barat kurang tegas dalam memimpin
dan orang Jawa menginginkan seorang pemimpin yang dapat memimpin
dengan agama pula maka itulah yang termasuk dalam bagian budaya di
Negara kita. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beraneka macam
suku, agama, dan ras. Karena banyaknya perbedaan budaya yang beragam
seorang pemimpin dituntut untuk mampu beradaptasi.
B. SaranDari uraian tersebut di atas terkait Budaya Organisasi dan Kepemimpinan
Organisasi dapat saya sampaikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Hendaknya tidak menjadikan suatu polemik atau suatu permasalahan
yang menyangkut SARA apabila pemimpin yang kita hadapi ternyata
bukan berasal dari suku kebanyakan pada suatu tempat dimana dia
memimpin.
2. Bagi pemimpin hendaknya berusaha untuk memahami budaya dan adat
istiadat setempat agar tidak terjadi kesalahpahaman.
3. Hendaknya pemimpin tidak membedakan perlakuan terhadap bawahan
Yang berbeda suku.
4. Sebagai penanggung jawab sosial kemasyarakatan, seorang pemimpin
hendaknya mampu memberikan tauladan bagi lingkungannya dengan
cara saling menghargai sesama walaupun berbeda suku, agama dan
budayanya.
5. Sebagai pemimpin hendaknya tidak memakai cultur/ budayanya untuk
dijadikan pembiasaan dalam memimpin orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Fred Luthans, Perilaku Organisasi, Edisi 10 Penerbit ANDI Yogyakarta 2006.
Garry, Yukl. Kepemimpinan dalam organisasi, , terjemahan. Jusuf Udaya,
Ndraha, Taliziduhu, 2003, Budaya Organisasi, Ed 2, PT. Rineka Cipta, Jakarta
Robbins, SP, 1996. Perilaku Organisasi : Konsep Kontroversi, Aplikasi. Ed
Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta.
Steven L. Mc. Shane dan Marry Ann Von Glinow(2003), Organizational Behavior Mc Graw Hill,Irwin, Australia.