zakat dan pengentasan kemiskian munurut prespektif … · zakat dan pengentasan kemiskian munurut...
TRANSCRIPT
ZAKAT DAN PENGENTASAN KEMISKIAN
MUNURUT PRESPEKTIF FIKIH SOSIAL
Makalah ini diajukan sebagai Tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
Fiqh Sosial II
Dosen : Umdah El Baroroh
Oleh :
Muhmammad Jalaluddin
Muhammad Ricki Hendrawan
Abdul Latif Hamdani
Muhammad Iqbal Arrosyid
MA’HAD ALY FI USHUL AL-FIQH MASLAKUL HUDA KAJEN
MARGOYOSO PATI
TAHUN AJARAN 2019
2 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
A. Latar belakang
Sebagai salah satu rukun islam yang memiliki nilai ibadah dan sosial,
menjadikan zakat tergolong sebagai bentuk ibadah yang memiliki keterikatan antara
hubungan horizontal sesama manusia dan hubungan vertikal dengan tuhan. Hubungan
horizontal dalam prkatek zakat akan memberikan dampak dalam aspek sosial sebagai
bentuk kepedulian terhadap sesama, hal inilah yang menjadi misi penting dalam
ibadah zakat, disamping sebagai wujud ketaatan terhadap ketentuan tuhan untuk
membangun hubungan rohani kepada Allah SWT.1
Untuk mewujudkan misi penting dalam ibadah zakat. ada beberapa hal yang
perlu untuk diperhatikan menegenai ketentuan, praktek (muzaki), dan pe-tashorufan
(distribusi) zakat, agar zakat dapat memberikan nilai guna.
Zakat dalam porsinya sebagai bentuk kegiatan yang bernilai ibadah
mempunyai beberapa ketentuan yang sudah diatur sedemikian rupa oleh syara‟. Baik
dalam hal ;batasan harta yang dianggap pantas untuk mengeluarkan zakat (nishab),
;berapa persen harta yang harus dikeluarkan, ;kepada siapa harus diberikan
(mustahiq), ;dalam bentuk apa harta zakat diberikan, ;dan kapan zakat harus
dikeluarkan.
Mengenai ketentuan zakat yang telah disebutkan, ada hal yang sangat urgent
supaya zakat bisa berjalan sesuai dengan misi zakat. Yakni tentang bagaimana cara
muzakky mentashorufkan harta zakatnya pada mustahiq.
Dalam literatur fiqh klasik, jumhur ulama kalangan syafi‟i menyatakan bahwa
zakat yang dikeluarkan adalah barang/harta zakat itu sendiri. Dan begitu pula
pembagiannya juga berupa barang/harta zakat. ketentuan ini dinilai kurang begitu
praktis, melihat kenyataan di era sekarang barang/harta zakat dapat dikonversikan
dalam bentuk lembaran uang.2
Dalam upaya menjadikan zakat sebagai solusi pengentasan kemiskinan tentu
praktek yang ada dalam ketentuan literatur fiqh klasik dinilai kurang begitu sesuai
dengan keadaan zaman sekarang. Sehingga diperlukan adanya terobosan
pengalokasian harta zakat yang bersifat produktif bukan hanya konsumtif. Upaya
inilah yang dinilai efektif untuk peradaban sekarang. Salah satu cara untuk mencapai
1 FIQH Tradisional, KH. Muhyiddin Abdusshomad Cetakan V Desember 2006 Pustaka BAYAN Malang
PP. Nurul Islam (NURIS) dan “Khalista” Surabaya hal 158 2 NUANSA FIQH SOSIAL, KH. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh hal 154
3 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
nilai keproduktifitasan harta zakat dapat ditempuh dengan menjadikan harta/barang
zakat dalam bentuk permodalan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana hukum memberikan harta zakat dalam bentuk modal yang lebih
produktif dalam perspektif fikih sosial?
TUJUAN
1. Mengetahui hukum memberikan harta zakat dalam bentuk modal yang lebih
produktif dalam perspektif fikih sosial?
C. Definisi dan ketentuan umum zakat
Zakat menurut bahasa adalah mensucikan,berkembang, penuh berkah dan
penuh kebaikan. Sedangkan menurut istilah adalah sebutan bagi harta tertentu yang di
alokasikan terhadap golongan-golongan tertentu dengan beberapa syarat yang harus
terpenuhi.3
Harta zakat yan wajib dikeluarkan meliputi hewan ternak,emas dan perak,tanaman
dan buah buahan,barang dagangan,barang tambang dan rikaz (harta karun).
Sarat-syarat umum seseorang yang wajib zakat mal
1. Islam.maka zakat tidak diwajibkan kepada orang kafir asli.sedangkan harta
orang murtad untuk sementara waktu dinonaktifkan di mulai semenjak
kemurtadannya hingga ia kembali masuk islam. jika dia meninggal dunia dan
belum kembali masuk islam maka hartanya termasuk fai‟. Maka dengan ini,
maka kepemilikan harta tersebut beralih ke baitul mal terhitung sejak ia
berstatus murtad. Dan jika sebelum meninggal dunia ia sudah masuk islam
kembali maka ia di berkewajiban untuk melunasi pembayaran zakat di masa
lampau saat ia berstatus murtad.
2. Bukan hamba sahaya. Maka zakat tidak diwajibkan bagi hamba
sahaya.Kecuali hamba sahaya muba'ad (seorang hamba sahaya yang sebagian
tubuhnya berstatus hamba sahaya dan sebagian yang lain berstatus bukan
hamba sahaya). baginya harta yang dihasilkan oleh sebagian tubuhnya yang
merdeka tetap diwajibkan untuk dizakati.
3. Kepemilikan penuh. sehingga tidak wajib mengeluarkan zakat untuk hewan
ternak hasil curian, benda yang dibeli sebelum diterima dan lain sebagainya.
3 Kiafayah al akhyar juz I hlm. 172 al haromain
4 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
4. Pemilik jelas. Maka barang wakaf untuk kalangan umum tidak wajib dizakati
seperti wakaf untuk orang-orang fakir karena kepemilikannya tidak ditentukan.
Sedangkan barang wakaf untuk kalangan yang telah ditentukan baik berupa
instansi atau individu maka tetap wajib untuk dizakati jika penghasilannya
telah mencapai satu nishab.4
Mustahiq zakat
Orang-orang yang berhak menerima zakat Jumlahnya ada 8 :
1. Orang orang fakir ( fuqara' )
Fuqara' adalah orang yang tidak mempunyai harta atau pekerjaan yang bisa
mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan orang-orang yang ditanggung
nafkahnya, dimana pemasukan tidak mencapai separuh dari kebutuhannya.
2. Orang-orang miskin (masakin)
Masakin adalah seseorang yang mempunyai harta atau pekerjaan yang
mencukupi kebutuhannya tetapi belum mencukupi kebutuhan yang layak
baginya dan orang yang ditanggung nafkahnya, dimana pemasukan hanya
diatas separuh dari kebutuhan.
3. Amil
Amil adalah orang yang diangkat oleh Imam untuk menarik zakat dan tidak
mendapat bayaran (ujroh). Dalam literatur fiqih Amil meliputi orang yang
mendata zakat (al katib), orang yang menarik zakat (as sai'), orang yang
membagi (al qosim) dan orang-orang yang dibutuhkan dalam mengurusi
zakat.5 Sedang kadar zakat yang diberikan kepada Amil meskipun ambil
tersebut kaya adalah ah ujroh mitsil (ongkos standar) apabila Amil tidak
mendapatkan gaji tetap dari Baitul Mal (kas negara). Berikut adalah syarat-
syarat amil :
4 Al Taqrirot al Sadidah, hlm. 397 Dar Ulum al Islamiyah
5 Al Fiqhul Islam wa Adillatihi Juz 3, hlm. 298 Maktabah al Syamilah
1. Mengerti dalam masalah zakat.
2. Orang-orang yang dapat dipercaya.
3. Orang merdeka.
4. Beragama Islam.
5. Berakal
6. Adil.
7. Baligh.
8. Bisa mendengar.
9. Laki-laki
5 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
4. Muallaf.
Orang-orang mualaf yang diberi zakat Jumlahnya ada 4 :
Orang yang baru masuk Islam dan niatnya masih lemah
orang yang terpandang di antara kaumnya yang diharapkan masuk Islamnya
orang-orang yang mengikutinya.
orang muslim yang memerangi dan menakut-nakuti orang orang yang tidak
mau mengeluarkan zakat.
Orang muslim yang memerangi orang-orang kafir dan pemberontak (al
bughot) jika memberi zakat pada mereka lebih mudah daripada mengirim
tentara perang.6
5. Gharim
Gharim adalah orang yang berhutang untuk mendamaikan pertikaian. Gharim
yang berhak mendapatkan zakat adalah dengan kriteria sebagai berikut :
Harta yang digunakan untuk mendamaikan pertikaian di peroleh dengan
cara hutang.
Saat Pembagian zakat, tanggungan hutang belum lunas.
orang yang berhutang untuk tujuan yang mubah atau kemaksiatan
kemudian ia bertaubat.
orang yang berhutang untuk kepentingan atau kemaslahatan umum
meskipun kaya, seperti membangun masjid dan sebagainya.
6. Sabilillah
Adalah orang-orang yang berperang karena menegakkan agama Allah SWT.
Dan tidak mendapat gaji tetap. Menurut sebagian pendapat,termasuk dalam
kategori Sabilillah adalah orang yang menjalankan ibadah haji.
7. Budak mukatab
Adalah orang yang melakukan akad kitabah (cicilan untuk menebus dirinya)
dengan Tuannya secara sah
8. Ibnu Sabil
Adalah orang yang memulai berpergian dari daerah zakat, atau musafir yan
melewati daerah zakat. ibnu sanil berhak mendapatkan harta zakat jika :
6 Al Taqrirot al Sadidah, hlm. 424 Dar Ulum al Islamiyah
6 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
Membutuhkan biaya.
Perjalanan yang dilakukan oleh musafir tidak mengandung unsur ma‟siat
dan mempunyai tujuan yang jelas.7
D. Macam-macam zakat mal dan prosedurnya
Masing-masing dari harta yang wajib dizakati memiliki kriteria tersendiri untuk
; batas (nishob), zakat yang harus dikeluarkan, waktu pengeluaran. Berikut adalah
tabel secara ringkas :
No Jenis harta
zakat Syarat
Batas
nishob
Zakat yang
dikeluarkan
Waktu
pengeluaran
1. Dagangan :
barang yang
memang
diniatkan untuk
diperdagangkan
Berupa barang
dagangan
selain emas
dan perak
Barang
memang
diniatkan
untuk
perdagangan
Telah
mencapai satu
tahun (haul)
Telah
mencapai satu
nishob
Senilai
dengan
harga
emas
seberat
77,50
gram.
2,5%8 setelah
kalkuslasi dari
semua harta
dagangan baik
dari modal,
keuntungan
yang telah
didapat, dan
barang yang
masih
tersedia.
Stelah satu
tahun (haul)
dihitung dari
permulaan
karir dagang
2. Tanaman :
tanaman yang
dimanfaatkan
untuk makanan
energy sehari-
hari9
Tanaman yang
ditanam
Makanan
sebagai
asupan energy
untuk tubuh
(makanan
pokok)
Telah
mencapai satu
nishob
Sudah kering
- Lima
wasaq
(kurang
lebih 825
kg) jika
tanpa
kulit.
- Sepuluh
wasaq
(kurang
lebih
1650 kg)
dengan
- 10% jika
tanpa biaya
pengairan.
- 5% jika
menggunakan
biaya
pengairan.10
- Setiap
panen ketika
mencapai
satu nishob.
-
digabungkan
dengan panen
yang
berikutanya
ketika belum
mencapai
satu nishob
(ketika masih
7 Tah al- Qorib Wa Hasyiyah al-Bajuri, Juz I, Hlm 423, Dar ibn ‘ashashah
8 Al Taqrirot al Sadidah, hlm. 415 Dar Ulum al Islamiyah
9 Tanwir al Qulub, hlm 218, al Hidayah
10 Al Taqrirot al Sadidah, hlm. 406 Dar Ulum al Islamiyah
7 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
kulit. dalam masa
satu tahun)
3. Hewan ternak :
hewan yang
dimaksud
adalah kambing,
onta, sapi.
Telah
mencapai haul
Telah
mencapai satu
nishob
Digembalakn
Dipelihara
untuk
dikembang
biakkan
Kambing :
Kadar zakat 40-120 = 1
ekor kambing, 121-200 =2
ekor kambing, 201-300 =
3 ekor kambing, 301-400
= 4 ekor kambing.
Onta :
5 – 9 = 1 ekor kambing,
10 – 14 = 2 ekor kambing,
15 – 19 = 3 ekor kambing,
20 – 24 =1 Bintu Mahdah,
25 – 35 = 1 Bintu Labun,
36 – 45 = 1 Hiqqah, 46 –
60 = 1Jidzal, 61 – 75 = 2
ekor bintu labun, 91 – 90
= 2 ekor hiqqah, 91 – 120
= 2 ekor bintu labun.
Sapi :
30 – 39 = 1 ekor lembu
umur 1 tahun, 40 – 59 = 2
ekor lembu musinnah, 60
– 69 = 2 ekor lembu tabi‟,l
70 – 79 = 2 ekor lembu
tabi‟I, 1 musinnah, 80 –
89 = 2 ekor lembu betina
umur 2 tahun, 90 – 99 = 3
ekor lembu umur1 tahun,
100 – 119 = 1 ekor lembu
umur 2 th + 1 sapi umur 2
th., 120 – seterusnya = 3
ekor lembu umur 2 th + 4
sapi umur 2 th.11
Setelah
mencapai
satu tahun
(haul)
4. Buah-buahan :
buah yang
dimaksud
adalah kurma
dan anggur
Telah
mencapai satu
nishob
Sudah masak
- Lima
wasaq
(kurang
lebih 825
kg) jika
tanpa
kulit.
- 10% jika
tanpa biaya
pengairan.
- 5% jika
menggunakan
biaya
pengairan.
- Setiap
panen ketika
mencapai
satu nishob.
-
digabungkan
dengan panen
yang
berikutanya
ketika belum
mencapai
satu nishob
(ketika masih
11
Ibid, hlm. 399-400
8 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
dalam masa
satu tahun)12
5. Emas dan perak Telah
mencapai satu
haul
Mencapai satu
nishob
Bukan berupa
perhiasan
- untuk
emas dua
puluh
mitsqal
(kurang
lebij
77,50
gram)
- untuk
perak 200
dirham
(kurang
lebih
543,35
gram)
2,5% Satu tahun13
6. barang tambang Berupa emas
atau perak
Telah
mencapai satu
nishob
- untuk
emas dua
puluh
mitsqal
(kurang
lebij
77,50
gram)
- untuk
perak 200
dirham
(kurang
lebih
543,35
gram)
2,5% Seketika
melakukan
penambangan
dan telah
mencapai
satu nishob14
7. Rikaz (harta
karun) : harta
yang terpendam
adalah harta
pada masa
jahiliyyah
Berupa emas
atau perak
Telah
mencapai satu
nishob
Berasal dari
pendaman
masa
jahiliyyah
Berada di area
bumi mati
(tanpa
pemilik)
- untuk
emas dua
puluh
mitsqal
(kurang
lebij
77,50
gram)
- untuk
perak 200
dirham
(kurang
lebih
10%, namun
menurut qoul
mu‟tamad
adalah 20%
Seketika
melakukan
penemuan
dan telah
mencapai
satu nishob15
12
Ibid, hlm. 405-406 13
Ibid, hlm. 410-411 14
Ibid, hlm. 412 15
Ibid, hlm. 413
9 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
543,35
gram)
Ketentuan zakat yang meliputi macam-macam harta yang wajib dizakati dan
prosedur zakat diatas adalah ketentuan yang cukup masyhur di kalangan Syafi‟iyah.
Ketentuan tersebut adalah ketentuan yang menjadi patokan umum orang-orang yang
bermadzhab Syafi‟i sehingga praktek zakat kurang lebih bisa digambarkan dengan
tabel tersebut.
E. Respon fiqh sosial terhadap pengalokasian harta zakat
Hal yang perlu diketahui adalah zakat sebagai salah satu perilaku yang dikontrol
penuh oleh ketentuan syariat, maka inovasi dan kreatifitas dari seorang hamba tidak
lantas memberikan peluang penuh untuk merubah ketentuan zakat yang sudah apik
secara serampangan. Akan tetapi inovasi dan kreatifitas perlu dilakukan supaya bisa
sinkron dengan realita zaman. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga ketetapan dari
ketentuan Syari‟ sebagai pemegang otoritas penuh atas perilaku hamba sekaligus
memberikan solusi yang solutif secara manusiawi.16
Dalam praktek zakat lazimnya (seperti tertera pada label diatas) pemberian
harta/barang yang dizakati diberikan sesuai dengan ketentuan yang ada dikitab-kitab
fiqh, yakni apabila menzakati ternak kambing yang sudah mencapai 40 ekor maka
wajib mengeluarkan 1 ekor untuk dizakatkan dan begitu juga zakat-zakat yang lain.
Namun setelah melihat kembali tujuan zakat/misi zakat yang tak lain adalah untuk
membantu sesama lalu memunculkan pertanyaan baru tentang bagaimana ketika zakat
yang sudah ada kemudian direalisasikan dalam bentuk lain yang itu justru lebih
efektif dan jauh lebih dibutuhkan oleh orang yang berhak mendapatkan zakat tersebut.
Dari pertanyaan inilah menjadi perlu kita mengkaji ulang hal-hal yang berkaitan
dengan zakat.
Pertama, kewajiban mengeluarkan zakat dari orang-orang yang wajib zakat
(muzakki) kepada orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) apabila
diberikan langsung secara personal, antara Muzakki terhadap mustahiq
berkonsekuensi harta zakat tersebut sekilas hanya sebagai penggugur kewajiban
muzakki semata. Memang ketentuan ini sudah bisa mewujudkan tujuan dari zakat itu
16
Dialog Problematika Umat, KH. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh, hlm. 81
10 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
sendiri, namun realitanya muzakki memang memberikan apa yang wajib baginya saja
tanpa ada dialektika antara muzakki dan mustahiq tentang kebutuhannya, yang
mungkin ketika itu dilakukan justru memberikan kemaslahatan yang lebih besar selain
merealisasikan misi zakat itu sendiri. untuk menghindari ketidakefektifan dari
pemberian zakat tersebut maka perlu adanya lembaga pengelola zakat yang bertujuan
untuk menjembatani antara muzakki dan mustahiq. Artinya muzakki orang yang
wajib mengeluarkan zakat itu sudah bisa menggugurkan kewajibannya sesui dengan
ketentuan syariat dan selanjutnya mustahiq juga dapat menerima harta zakat sesuai
dengan apa yang paling mereka butuhkan kaitannya untuk membantu menaikkan taraf
hidup/mengentaskan kemiskinan mereka.
Peranan pengelola zakat (amil) untuk mensukseskan misi besar zakat tidaklah hal
yang mudah sama sekali, pasalnya perlu keprofesionalan untuk mengelola harta zakat,
dimulai dari penarikan zakat secara aktif kepada si muzakki sampai pentasorrufan
harta zakat kepada mustahiq, yang sebelumnya sudah ada pengelolaan harta zakat
secara proposional oleh pihak amil. Pada proses pentasorrufan ada point penting yang
harus benar-benar diperhatikan oleh amil ketika mengehendaki adanya peralihan
bentuk pemberian harta zakat, yakni izin dari mustahiq untuk menerima harta zakat
dalam bentuk yang lain. Hal lain lagi yang tidak kalah penting adalah memberikan
edukasi kepada mustahiq bagaimana mengalokasikan harta yang tepat supaya tidak
hanya menjadi harta yang dapat dinikmati secara instant tapi menjadi harta yang dapat
dinikmati secara berlanjut dengan adanya pengalokasian harta yang tepat.
11 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
Dalam prespektif fiqh sosial ada beberapa point penting yang bisa dianggap sebagai
point vital yakni “interpertasi teks fiqh” atau yang sering diartikan pemaknaan ulang
teks fiqh yang sesuai dengan konsep zaman sekarang. Penjelasan-penjelasan diatas
adalah bentuk ringkas dari kutub al-turots yang cukup otentik sebagai berikut :
12 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
Dari beberapa pendapat para ulama diatas dapat dikaitkan antara satu dengan yang
lain sehingga dapat disimpulkan dan dijelaskan dengan sangat ringkas seperti yang
telah tertulis diatas.
F. Kesimpulan
Klaim Islam sebagai Rahmatan li al-„alamin memberikan pengertian pada kita semua
bahwa Islam adalah ajaran yang bersifat universal. Artinya ia harus mampu
beradaptasi dengan seluruh umat manusia yang sangat beragam, baik kerena
perbedaan geografis maupun kebudayaan. Status Islam sebagai ajaran yang universal,
dalam arti dapat dilaksanakan untuk melindungi kehidupan manusia secara
menyeluruh tanpa harus terganggu sekat-sekat regional, hanya mungkin
dipertahankan bila ia dapat dipahami sebagai ajaran yang justru bersifat terbuka
dalam hal ini terbuka menerima perubahan pada sektor-sektor (Dzony) yang memang
masih dimungkinkan melakukan ijtihad didalamnya. Dengan kata lain mampu
menyelaraskan ajaran-ajarannya dengan pola budaya dan kondisi regional, tanpa
harus kehilangan jati diri.
Sedangkan dalam pencapaian cita-cita yang ideal itu kita menggunakan Fiqh
sebagai konsep dan rujukan tentang bagaimana kita seharusnya menyikapi kehidupan.
Ini tidak hanya dalam batasannya sebagai panduan ritual, tetapi meliputi seluruh
aspek kehidupan, baik skala personal maupun sosial. Fikih, dalam perspektif ini,
13 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
adalah alternatif terbaik bagi pencapaian hidup. Namun bagaimana mungkin rumusan
fikih yang dikontruksikan ratusan tahun yang jelas tidak memadai untuk menjawab
semua persoalan yang terjadi saat ini. Situasi politik dan kebudayaan sudah sangat
berbeda. Dan hukum sendiri harus berputar sesuai ruang dan waktu. Jika hanya
bertumpu pada teks warisan tersebut maka lama-kelamaan fiqih akan kehilangan
relevansinya. Dengan kenyataan seperti ini berarti fiqih itu stagnan sudah tidak
berkembang dan jelas tidak mampu menjadi solusi bagi permasalahan kehidupan yang
sedang terjadi. Padahal kenyataannya fiqih tetap bisa bersifat dinamis dan elastis serta
dapat menjadi solusi. Kenyataan ini bisa dilihat dari salah satu contoh yang kami
bahas diatas yakni permasalahan yakni tentang kewajiban seseorang mengeluarkan
zakat. Dalam kewajiban zakat sendiri memiliki dua aspek dimensi, yang pertama
sebagai ibadah yang berdimensi transeden atau dalam arti lain tanggung jawab
langsung seorang hamba terhadap Tuhannya. Dimensi yang kedua yakni zakat juga
mengandung aspek sosial atau yang familiar disebut dengan Hablun minan Nas.
Dimensi ini dapat dilihat dalam tujuan dikeluarkannya zakat yang juga memiliki misi
untuk membantu sesama. Dalam praktek zakat lazimnya (seperti tertera pada tabel
diatas) pemberian harta/barang yang dizakati diberikan sesuai dengan ketentuan yang
ada dikitab-kitab fiqh. Namun setelah melihat kembali tujuan zakat/misi zakat yang
tak lain adalah untuk membantu sesama, merealisasikan harta zakat dalam bentuk
lain yang dirasa lebih efektif dan lebih maslahah merupakan solusi tepat. Kesimpulan
ini juga mengantarkan pemahaman bahwa fikih itu bersifat solutif dan benar-benar
bisa dijadikan pegangan agar dapat memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di
akhirat.
14 | Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan Menurut Prespektif Fikih Sosial
DAFTAR PUSTAKA
Mahfudh, KH. Sahal. 2011. NUANSA FIQH SOSIAL, Yogyakarta : LKIS.
FIQH Tradisional, KH. Muhyiddin Abdusshomad Cetakan V Desember 2006 Pustaka BAYAN Malang PP. Nurul Islam (NURIS) dan “Khalista” Surabaya
Mahfudh, KH. Sahal. 2011. Dialog Problematika Umat, Surabaya : Kalista.
Hishny, taqiy al din abi bakr bin Muhammad Al husaini al damasyqi al,
Kiafayah al akhyar, Surabaya : Alharomain, tt.
Al Taqrirot al Sadidah, Surabaya : Dar al Ulum al Islamiyah, 2004 M.
Zuhaili, Wahbah al, Al Fiqh al Islam wa Adillatihi, Damaskus Suriah : Dar al
Fikr, 2004 M.
Amin kurdi, syaih Muhammad. Tanwir al Qulub, Beirut, libanon : Darul kutub.
Bajuri, Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad al-(1198 1277H), hasyiah al Bajuri, Surabaya : alharomain, ttp.,Beirut : dar ibnu ashasah, 2005 M.