repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45436/1/mohamad...repository.uinjkt.ac.idauthor:...
TRANSCRIPT
Kesesuaian Khitbah Dan Walīmah Pada Masyarakat Betawi
Dengan Hadis (Studi Kasus Masyarakat Betawi Karang Tengah
Kota Tangerang)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
Mohamad Arifin
NIM: 1112034000034
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
v
ABSTRAK
Mohamad Arifin, “Kesesuaian Khitbah Dan Walīmah Pada Masyarakat
Betawi Dengan Hadis: Studi Kasus Pada Masyarakat Betawi Karang Tengah
Kota Tangerang”
Khitbah dan Walīmah dalam masyarakat Betawi dianggap sebagai suatu
hal yang penting, karena pernikahan dilakukan dengan suatu upacara adat yang
diwariskan secara turun temurun, sehingga upacara itu nampak sakral dalam suatu
pernikahan. Masyarakat Betawi beranggapan bahwa proses pernikahan itu harus
dilakukan dengan sebaik mungkin sehingga ketentuan-ketentuan adat dalam
pernikahan harus dijalankan dengan baik.
Sebagaimana telah dikemukakan oleh tokoh masyarakat Betawi Karang
Tengah, bahwa dalam pelaksanaan khitbah dan Walīmah pada masyarakat Betawi
mempunyai kesesuaian dengan hadis-hadis yang berkaitan dengan khitbah dan
walimah.
Penelitian ini merupakan perpaduan antara penelitian lapangan dan
penelitian kepustakaa. Penelitian diawali dengan telaah bahan pustaka dan
literatur-literatur tentang tradisi khitbah dan Walīmah pada masyarakat Betawi.
Maka penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif.
Dalam skripsi ini penulis memberi kesimpulan, bahwa tidak semua tradisi
khitbah dan walimah yang dilakukan oleh masyarakat betawi mempunyai
kesesuaian dengan hadis-hadis nabi Sallalahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi dalam
tradisi khitbah dan walimah tersebut, tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran
Islam.
Kata kunci: khitbah, Walīmah, Betawi dan Hadis
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt. Atas
segala rahmat dan karunia-Nya serta tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad Saw. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Kesesuaian Khitbah Dan Walīmah Pada Masyarakat
Betawi Perspektif Hadis: Studi Kasus Pada Masyarakat Betawi Karang
Tengah Kota Tangerang.”
Skripsi ini tidak akan bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan,
dukungan dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Prof. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc.,M.A selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir yang mengesahkan proposal ini sehingga diterima dalam rapat
persetujuan proposal.
4. Ibu Banun Binaningrum, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir.
5. Dr. M. Isa H.A. Salam, M.A. selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini berdasarkan cara
penulisan, tujuan, dan manfaatnya serta nasehat-nasehat guna melengkapi
meminimalisir kekurangan dalam penelitian ini.
6. Seluruh dosen pada program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) atas
segala motivasi, Ilmu Pengetahuan, bimbingan, wawasan, dan pengalaman
yang mendorong saya selama menempuh studi, serta seluruh staff Fakultas
Ushuluddin.
7. Orang tua tercinta, bapak dan mama di rumah yang selalu mendukung
serta mendoakan saya sehingga saya bisa seperti sekarang ini.
vii
8. Teman-teman Tafsir Hadis angkatan 2012 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, khususnya kelas TH-B yang selama ini telah sama-sama berjuang
di bangku kuliah.
9. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.
Saya sadar bahwa keilmuan yang saya miliki masih sangat kurang sehingga
mohon maklum dan maaf apabila dalam penelitian dijumpai banyak kesalahan.
Kepada Allah lah saya berharap ridha dan senantiasa bersyukur. Semoga
tulisan ini bisa menjadi manfaat kepada para pembaca agar selalu berpegang pada
ajaran-ajaran Rasūlullāh Saw. Amīn
Ciputat, Agustus 2018
Mohamad Arifin
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN......................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………......iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
PEDOMAN TRANSLITERASI...........................................................................x
DAFTAR TABEL ..............................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................1
B. Perumusan masalahan................................................................7
C. Tujuan dan Manfaat...................................................................7
D. Kajian Pustaka............................................................................7
E. Metode penelitian.......................................................................9
F. Sistematika Penulisan...............................................................11
BAB II DISKURSUS TENTANG KHITBAH DAN WALĪMAH
A. Pengertian Khitbah dan Walīmah ............................................13
1. Khitbah……………...........................................................13
2. Walimah………………………………..............................21
B. Tujuan Khitbah dan walimah...................................................23
1. Khitbah………………………….………………………..23
2. Walimah………………………………………………….24
C. Syarat-syarat Khitbah dan walimah.........................................25
1. Khitbah...............................................................................25
2. Walimah.............................................................................30
D. Hikmah Khitbah.......................................................................31
1. Khitbah…………………………………………………...31
2. Walimah…………………………………………….........32
E. Takhrij Hadis Khitbah dan Walimah…………………………33
1. Hadis Khitbah…………………………….........................33
2. Hadis Walīmah ………………………………………..…36
3. Fokus Kajian Hadis ………………………………..…….39
BAB III LETAK GEOGRAFIS WILAYAH KARANG TENGAH
A. Kondisi Geografis dan Demografis..........................................43
ix
B. Kondisi Agama dan Pendidikan...............................................45
C. Sosial dan Ekonomi…………..................................................48
D. Kebudayaan dan Adat Istiadat..................................................51
E. Sistem Kepemimpinan..............................................................52
BAB IV TATA CARA KHITBAH DAN WALĪMAH PADA
MASYARAKAT BETAWI KARANG TENGAH DAN
KESESUAIAN DENGAN HADIS
A. Tata Cara Khitbah dan Walīmah ……………………………55
B. Pendapat Tokoh Masyarakat Tentang Pernikahan Adat Betawi
Karang Tengah.........................................................................60
C. Analisa Tentang Relevansi Hadis Khitbah dan Walīmah pada
Masyarakat Betawi Karang Tengah ........................................63
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN …………………………...............................72
B. SARAN …………………………………...............................72
DAFTAR PUSTAKA………………………………………...............................73
LAMPIRAN……………………………………………………………………..78
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada
buku “pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang
diterbitkan oleh Tim CeQDA (Center for Quality Development dan Assurance)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
A. Konsonan
ARAB NAMA Latin KETERANGAN
Alif - Tidak dilambangkan ا
Ba’ b Be ب
Ta’ t Te ت
Tsa’ ts Te dan es ث
Jim j Je ج
Ḥa’ ḥ حHa dengan titik di
bawah
Kha kh Ka dan ha خ
Dal d De د
Dzal dz De dan zet ذ
Ra’ r Er ر
Zai z Zet ز
Sin s Es س
Syin sy Es dan ye ش
Ṣad ṣ Es dengan titik di ص
xi
bawah
Ḍad ḍ ضDe dengan titik di
bawah
Ṭa ṭ طTe dengan titik di
bawah
Ẓa ẓ ظZet dengan titik di
bawah
Ain ‘ Koma terbalik di atas‘ ع
Ghain gh Ge dan ha غ
Fa f Fa ف
Qaf q Qi ق
Kaf k Ka ك
Lam l El ل
Mim m Em م
Nun n En ن
Wau w We و
Ha’ h Ha ه
Hamzah ’ Apostrof ء
Ya’ y Ye ي
B. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong,
vokal rangkap atau diftong dan Vokal Panjang. Ketiganya adalah sebagai berikut:
xii
1. Vokal Tunggal
Tanda
Vokal Nama Latin Keterangan
Fatḥah A A ا
Kasrah I I ا
Ḍammah U U ا
Contoh:
su’ila : سئل kataba dan : كتب
2. Vokal Rangkap
Tanda
Vokal Nama Latin Keterangan
ى ي Fatḥah dan ya’
sakin Ai A dan I
ى و Fatḥah dan wau
sakin Au A dan U
Contoh:
kaifa dan : كيف ل و ḥaula:ح
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat atau huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda
Vokal Nama Latin Keterangan
Fatḥah dan alif Ā ى اA dengan garis di
atas
ى يKasrah dan
ya’ Ī
I dengan garis di
atas
ى وḌammah dan
wau Ū
U dengan garis di
atas
Contoh:
ل qīla dan : ق ي ل qāla : ق ال yaqūlu : ي ق و
C. Ta’ Marbuṭah
1. Transliterasi untuk ta’ marbuṭah hidup
xiii
Ta’ marbuṭah yang hidup atau yang mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan
ḍammah, transliterasinya adalah “t”.
2. Transliterasi untuk ta’ marbuṭah mati
Ta’ marbuṭah yang mati atau mendapat harakat sakin, transliterasinya
adalah “h”.
Contoh:
.ṭalḥah : طلحة
3. Transliterasi untuk ta’ marbuṭah jika diikuti oleh kata yang menggunakan
kata sandang “al-” dan bacaannya terpisah maka ta’ marbuṭah
ditransliterasikan dengan “h”.
Contoh:
rauḍah al-aṭfāl: روضةاألطفال
al-Madīnah al-Munawwarah : المدينةالمنورة
D. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydīd)
Transliterasi Syaddah atau Tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan tanda tasydīd ( dalam transliterasi dilambangkan dengan ,(ى
huruf yang sama (konsonan ganda).
Contoh:
rabbanā : رب نا
ل nazzala : نز
E. Kata Sandang Alif-Lam “ال”
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan hurufalif-
lam ma‘rifah “ال”. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas
kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti
oleh huruf qamariyah.
1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
Katasandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan dengan
bunyi yaitu “ال” tetap huruf yang sama dengan huruf tersebut.
Contoh:
جل al-rajul : الر
al-sayyidah : السي دة
xiv
2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Huruf
sandang ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan
tanda sambung (-). Aturan ini berlaku untuk kata sandang yang diikuti oleh huruf
syamsiyah maupun kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah.
Contoh:
al-qalam : القلم
al-falsafah : الفلسفة
F. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah yaitu menjadi apostrof (’) hanya berlaku
bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Bila hamzah terletak di awal
kata, hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh:
’an-nau : النوء umirtu : امرت syai’un : شيئ
G. Huruf Kapital
Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam
transliterasi huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan
sebagainya seperti keterangan-keterangan dalam EYD. Awal kata sandang pada
nama diri tidak menggunakan huruf kapital kecuali jika terletak di awal kalimat.
Contoh:
Wamā Muhammadun illā rasūl : ومادمحمإالرسول
Abū Naṣīr al-Farābīl
Al-Gazālī
Syahru Ramaḍān al-ladzī unzila fīh al-Qur’ān
H. Lafẓ al-Jalālah (هللا)
Kata Allah yang didahului dengan partikel seperti huruf jar dan huruf
lainnya, atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nomina), ditransliterasi
tanpa huruf hamzah.
xv
Contoh:
dīnullāh : ديناهلل
billāh : باهلل
Adapun ta’ marbuṭah di akhir kata yang betemu dengan lafẓ al-jalālah,
ditransliterasikan dengan huruf “t”.
Contoh:
hum fī raḥmatillāh : همفيرحمةهللا
I. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah, dan kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat
yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia,
atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut
cara transliterasi di atas. Misalnya kata al-Qur’an dari al-Qur’ān, Sunah dari
sunnah. Kata al-Qur’an dan sunah sudah menjadi bahasa baku Indonesia maka
ditulis seperti bahasa Indonesia. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian
dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh.
Contoh:
Fī ẓilāl al-Qur’ān
As-Sunnah qablat-tadwīn
Jāmi‘ah Syarīf Hidāyatullah al-Islāmiyyah al-Hukūmiyyah bi Jākarta
J. Daftar Singkatan
Swt : Subẖānahū wa ta’ālā
Saw : Ṣallā Allāhu ‘alayh wa sallam
M : Masehi
H : Hijriyah
QS : Qur’ān Surat
HR : Hadis Riwayat
Bin : b.
Binti : bt.
xvi
DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM
Tabel 2.1 Inventaris Hadis Khitbah dan Walīmah............................................39
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Karang Tengah ..................................................44
Tabel 3.2 Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis ……………..…45
Tabel 3.3 Jumlah Saran dan Prasarana Ibadah..............................................46
Tabel 3.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan…………………..47
Tabel 3.5 Kegiatan Sosial Masyarakat Karang Tengah..................................48
Tabel 3.6 Komposisi menurut Mata Pencaharian...........................................50
Diagram 4.1 : Prosesi Pernikahan Betawi ……………………………………60
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Wawancara Khitbah dan Walimah Pada Lurah Karang
Tengah...................................................................................................................78
Lampiran 2. Hasil Wawancara Khitbah dan Walimah Tokoh Masyarakat
Karang Tengah………………………………………………………………….83
Lampiran 3. Hasil Wawancara Khitbah dan Walimah Pada Ulama
Setempat................................................................................................................91
Lampiran 4. Surat Keterangan Kelurahan Karang Tengah………………...97
Lampiran 5. Foto-Foto Pernikahan....................................................................98
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk
ciptaan Tuhan, karena manusia memiliki akal. Namun demikian, manusia sebagai
makhluk biologis merupakan individu yang memiliki potensi-potensi kejiwaan
yang harus dikembangkan. Dalam rangka perkembangan individu ini, maka
diperlukan suatu keterpaduan antara pertumbuhan jasmani dan rohani.1 Salah satu
naluri yang dimiliki manusia adalah kecenderungan kepada lawan jenis. Oleh
sebab itu, Allah SWT menciptakan manusia berpasang-pasangan agar manusia
merasakan kedamaian dan kebahagiaan di dunia ini sebagai hasil dari kehidupan
yang senantiasa berpasang-pasangan.
Sayyid Sabiq mengatakan bahwa berpasang-pasangan merupakan pola
hidup yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi makhluk-Nya sebagai sarana untuk
melanjutkan keturunan dan mempertahankan hidup dan setiap pasangan telah
diberi bekal oleh Allah SWT untuk mencapai tujuan tersebut dengan sebaik
mungkin.2 Untuk itu, manusia diberi naluri oleh Allah SWT agar tertarik kepada
lawan jenis. Naluri ini merupakan unsur sebagai makhluk hidup di muka bumi
yang erat kaitannya dengan kelangsungan hidup dan kelestarian generasi, maka
naluri tersebut harus direspon secara tepat. Jika tidak direspon secara cepat, maka
dampak negatifnya tidak saja akan menimpa kehidupan pribadi seseorang,
1Aziz Amicon Hartono, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), h. 60
2Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008), Juz III, h. 196
2
melainkan juga akan berdampak pada kekacauan dalam tatanan kehidupan sosial
yang melanda pada kehidupan pria dan wanita. 3
Setiap insan baik pria maupun wanita selama hidupnya pasti terbesit dalam
pikirannya tentang pernikahan, hingga mendambakan untuk berkeluarga. Sebuah
keluarga dalam Islam tidak mungkin akan terbentuk jika tidak melalui jalur yang
disyari’atkan yaitu pernikahan. Tekad untuk melangkah menuju pernikahan
seharusnya dilakukan setelah mempunyai bekal yang mumpuni, agar pernikahan
berjalan sebagaimana mestinya sehingga mencapai kebahagiaan serta memahami
hak-hak Allah SWT dan hak-hak hamba-Nya.4 Oleh sebab itu, Islam
mensyari’atkan pernikahan sebagai jalan yang dibenarkan untuk memenuhi
kebutuhan biologis yang merupakan fitrah manusia.
Menurut Quraish Shihab, pernikahan merupakan manifestasi fitrah manusia
yang merindukan pasangan sebelum dewasa dan hasrat yang meluap-luap setelah
beranjak dewasa. Untuk itulah sebagai fasilitator, Islam mensyari’atkan
pernikahan yang akan menenteramkan jiwa.5 Namun sebelum melakukan akad
pernikahan, umumnya secara adat kebiasaan seseorang akan melalui fase yang
dinamakan dengan khitbah (pinangan).6
khitbah merupakan suatu upaya kegiatan yang mengarah kepada terjadinya
hubungan perjodohan antara seorang pria dan seorang wanita atau seorang laki-
3 Pada hakekatnya pernikahan adalah rasa cinta kasih, kewajiban, pemenuhan hasrat seksual
dan pelanjut keturunan. Bagi Islam, rasa cinta kasih adalah rukun pertama dalam sebuah
pernikahan bahkan merupakan sebuah motivasi. Lihat Thahir al-Hadad, Wanita Dalam Syari’at
dan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), Cet. ke-4, h. 59 4Islam memberikan pemahaman bahwa keluarga itu berarti tanggung jawab yang diberikan
kepada manusia yang diterima dengan penuh kerelaan dan ketulusan untuk mencari kesenangan,
ketenangan dan ketenteraman sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Ruum ayat 21.
Lihat Suhailah Zainal Abidin, Menuai Kasih di Tengah Keluarga, terj. Ayub Mursalin, (Jakarta:
Mustaqim, 2002), Cet. ke-1, h. 17 5M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 2000), h. 192 6 Pinang di dalam KBBI bermakna permintaan hendak untuk memperistri seseorang wanita.
3
laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi isterinya.7 Dalam
pelaksanaan khitbah, biasanya masing-masing pihak saling menjelaskan keadaan
dirinya atau keluarganya yang bertujuan untuk menghindari terjadinya
kesalahpahaman di antara kedua belah pihak dengan azas keterbukaan meskipun
keduanya memiliki daya tarik tersendiri. 8
Manusia memiliki daya tarik tertentu di samping selera tertentu. Daya tarik
ini ada yang bersifat lahir seperti kecantikan atau ketampanan atau ada juga daya
tarik yang menempel di luar seperti kekayaan, pangkat atau nama besar, dan ada
juga daya tarik yang bersumber dari dalam diri seseorang seperti kelemah-
lembutan, kesetiaan, keramahan dan berbagai ciri kepribadian lainnya. Selera
manusia juga berbeda-beda, ada yang tertarik kepada rupa, ada yang sangat
mempertimbangkan harta dan jabatan serta status sosial di samping ada yang
seleranya lebih kepada kualitas hati. Dalam hal ini, Islam tidak pernah
mempersoalkan masalah selera manusia dalam hal pernikahan. 9
Proses pernikahan biasanya dilanjutkan dengan Walīmah. Walīmah atau
pesta pernikahan merupakan ungkapan rasa syukur bagi kedua mempelai yang
telah melangsungkan pernikahan. Walīmah atau pesta pernikahan merupakan
momen kebahagiaan bagi setiap pasangan, maka walīmah merupakan perbuatan
yang dilaksanakan dalam rangka mengumumkan, menyemarakan dan
menghormati kedua mempelai.10
Hal ini perlu dilakukan untuk menepis gosip
yang keluar dari lisan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dengan
7 Dahlan Idhamiy, Azas-Azas Fiqh Munakahat, (Surabaya: al-Ikhlas, 1984), h. 15
8 Dahlan Idhamiy, Azas-Azas Fiqh Munakahat, h. 15
9 Ahmad Mubarok, Psikologi Keluarga; Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 117 10
Kamal Mukhtar, Azas-Azas Perkawinan Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973),
Cet. ke-1, h. 108
4
demikian, hal terpenting dari adanya walīmah adalah pengumuman tentang
berlangsungnya sebuah pernikahan dan mengumpulkan kaum kerabat serta teman-
temannya, dan untuk memasukkan kebahagiaan dan kegembiraan ke dalam jiwa
mereka.11
Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi kedua mempelai, karena
mereka telah dinyatakan lulus dalam proses pernikahan yang dimulai dari khitbah
hingga walīmah.
Saat ini khitbah dan walīmah sudah membudaya di kalangan masyarakat
Indonesia, tentunya dalam setiap wilayah dan budaya terdapat perbedaan dalam
tata cara pelaksanaannya. Hal ini terjadi, karena masyarakat Indonesia menetap
dan berasal dari pulau-pulau yang beraneka ragam adat dan kebudayaannya.
Hampir di semua lingkungan masyarakat, adat menempatkan masalah perkawinan
sebagai unsur keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, pernikahan bukan
semata-mata urusan pribadi bagi yang melangsungkannya, tetapi menjadi urusan
bagi masyarakat yang menetap dalam satu wilayah tertentu dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terkenal dengan beragam adat dan suku
bangsanya. Dari sekian banyaknya adat dan kebudayaan yang dimiliki Indonesia
salah satu di antaranya adalah kebudayaan Betawi.
Masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang mendiami wilayah Jakarta
dan sekitarannya.12
Masyarakat ini dikenal sebagai masyarakat yang fanatik
dengan Islam. Semua yang berkaitan dengan kehidupan, mereka kaitkan dengan
Islam termasuk dalam hal pernikahan. Kebudayaan masyarakat Betawi banyak
dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan asing seperti kebudayaan Arab, Cina
11
Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Kado Perkawinan, terj., Ibnu Ibrahim, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2000), Cet. ke-4, h. 467 12
Ridwan Saidi, ProfilOrang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya,
(Jakarta: Gunara Kata, 1997), h. 33
5
dan Belanda ataupun kebudayaan-kebudayaan yang masuk dari wilayah Indonesia
lainnya seperti Makassar, Sunda dan Jawa yang oleh masyarakat Betawi dianggap
memiliki corak yang berorientasi kepada etika Islam.13
Tradisi pernikahan di kalangan masyarakat Betawi itu sudah ada sejak masa
lampau. Budaya dan tata cara pernikahan dipertahankan oleh anggota masyarakat
dan para pemuka terdahulu. Pernikahan dalam masyarakat Betawi dilakukan
melalui beberapa tahapan yaitu tahap sebelum pernikahan, saat pernikahan dan
sesudah pernikahan. Sebelum pernikahan, biasanya dilakukan tahap khitbah. Pada
saat dilangsungkan pernikahan dan diselenggarakannya walimah.
Khitbah dan walīmah dalam masyarakat Betawi dianggap sebagai suatu hal
yang penting, karena pernikahan dilakukan dengan suatu upacara adat yang
diwariskan secara turun temurun, sehingga upacara itu nampak sakral dalam suatu
pernikahan. Masyarakat Betawai beranggapan bahwa proses pernikahan itu harus
dilakukan dengan sebaik mungkin sehingga ketentuan-ketentuan adat dalam
pernikahan harus dijalankan dengan baik, karena ketentuan ini menjadi suatu
kesakralan dalam pernikahan adat Betawi sehingga ketentuan ini harus dilakukan
dengan sepenuh hati oleh masyarakat Betawi yang akan melangsungkan
pernikahan.
Pernikahan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat, sebab pernikahan tidak hanya menyangkut pria dan wanita
yang bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak dan saudara-
saudaranya.14
Mengingat begitu pentingnya masalah pernikahan ini, maka
13
Poeparto Sebakti, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Pradya Paramita, 1983),
h. 18 14
Suryo Wignyodipuro, Pengertian dan Azas-Azas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung,
1983), h. 122
6
masyarakat Betawi senantiasa melaksanakan adat pernikahan sesuai dengan
perintah para leluhurnya yang sesuai dengan ajaran Islam. Menurut mereka,
khitbah dan Walīmah merupakan aturan-aturan yang telah dicontohkan oleh
Rasūlullāh SAW. Masyarakat Betawi beranggapan bahwa khitbah dan walīmah
yang mereka lakukan tidak melanggar aturan-aturan dalam Islam.
Islam telah mensyari’atkan tentang tata cara khitbah dan walīmah. Oleh
sebab itu, khitbah dan walīmah ini harus benar-benar diperhatikan oleh pihak
penyelenggara sehingga kelak akan mendatangkan pahala dan keberkahan darinya
serta terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh syari’at Islam. Seiring dengan
berjalannya waktu serta perkembangan peradaban yang berbeda antara satu masa
dengan masa yang lain, menjadikan pelaksanaan khitbah dan walīmah mengalami
banyak modifikasi yang luar biasa dan setiap daerah memiliki cara tersendiri
dalam proses pelaksanaannya termasuk pula dalam tradisi masyarakat Betawi.
Masyarakat Betawi yang masih memegang teguh pendirian terhadap tradisi
khitbah dan walīmah diantaranya adalah masyarakat Betawi Karang Tengah Kota
Tangerang. Dalam melaksanakan proses khitbah dan walīmah, masyarakat
Betawi ini senantiasa berpedoman kepada hadis Rasūlullāh SAW yang mencakup
aturan-aturan dalam masalah pernikahan yang dimulai dari mencari calon
pendamping hidup sampai mewujudkan pesta pernikahan sehingga mereka
terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan syari’ah Islam.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menuangkan sebuah
obsesi yang terdapat dalam diri penulis yang kemudian diwujudkan dalam bentuk
tulisan sekaligus menyelesaikan tuagas akhir skripsi yang diberi judul.
7
:“Kesesuaian Khitbah Dan Walīmah Pada Masyarakat Betawi Dengan Hadis;
Studi Kasus Pada Masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang”.
Tema ini menarik untuk dikaji, karena implikasinya sangat luas yakni menjaga
dan menginformasikan kebudayaan betawi terutama pada tema khitbah dan
walīmah sehingga masyarakat ini terhindar dari budaya Barat yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang di
identifikasi dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana kesesuaian khitbah dan
walīmah pada masyarakat Betawi Karang Tengan Kota Tangerang dengan hadis-
hadis khitbah dan walīmah ?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya keterkaitan
khitbah dan walīmah pada masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang
dengan hadis.
Adapun Manfaat penelitian ini adalah sebagai wawasan keilmuan serta
sebagai masukan untuk masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang agar
senantiasa memahami hadis dengan baik dan benar.
D. Kajian Pustaka
Secara umum, penelitian tentang tradisi khitbah dan walīmah pada
masyarakat Betawi telah dilakukan oleh banyak peneliti sebelumnya. Adapun para
peneliti tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
Penelitian yang dilakukan oleh Ali Imran dalam skripsi S1-nya pada jurusan
al-Akhwal al-Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2009. Penelitiannya berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
8
Pelaksanaan Walīmah Perkawinan Adat Minangkabau di Nagari Tabek
Panjang Kecamatan Baso Kabupatan Agam Sumatera Barat”. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Walīmah perkawinan Adat Minangkabau di
Nagari Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam Sumatera Barat telah
sesuai dengan syari’ah Islam.15
Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh A. Izuddin bin Sayuti
dalam skripsi S1-nya pada jurusan al-Akhwal al-Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009. Penelitiannya berjudul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Seni Jaipong Dalam Walīmah al-
Arusy; Studi Kasus di Daerah Karawang Jawa Barat”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa acara Walīmah al-Arusy di daerah Karawang Jawa Barat
masih menganggap kesenian sebagai salah satu syarat untuk melakukan acara-
acara tertentu.16
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Andi Pathoni dalam skripsi S1-nya
pada jurusan al-Akhwal al-Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2011. Penelitiannya berjudul “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Khitbah Nikah; Studi Kasus di Setu Babakan Kelurahan
Srengseng Sawah Depok”. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tradisi
Khitbah nikah yang dilakukan oleh warga Setu Babakan Srengseng Sawah Depok
telah sesuai dengan hukum Islam.17
15
Ali Imran, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Walimah Perkawinan Adat
Minangkabau di Nagari Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam Sumatera Barat”,
Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 56 16
A. Izuddin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Seni Jaipong Dalam Walimah al-
Arusy; Studi Kasus di Daerah Karawang Jawa Barat”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2009), h. 75 17
Andi Pathoni, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Khitbah Nikah; Studi Kasus di Setu
Babakan Srengseng Sawah Depok”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.
75
9
Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Lita Jamalia dalam skripsi S1-
nya pada jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007. Penelitiannya berjudul “Tradisi Buka Palang
Pintu Pada Pernikahan Masyarakat Betawi; Studi Kasus di Tanjung Barat
Jakarta Selatan”. Hasil penelitian ini menerangkan tentang masalah kesenian
palang pintu dalam adat Betawi yang biasa dilakukan sebelum prosesi akad
nikah.18
Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka penelitian yang akan dilakukan
penulis ini jelas berbeda. Penelitian ini lebih fokus pada masalah tradisi khitbah
dan walīmah pada masyarakat Betawi dan kesesuainnya dengan hadis. Dengan
demikian, tema ini murni belum ada yang mengkajinya sehingga penulis
memberanikan diri untuk mengkaji tentang tradisi khitbah dan walīmah pada
masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang.
E. Metode Penelitian
Metode Penelitian ini adalah metode kualitatif. dengan menggunakan dua
metode penelitian yaitu lapangan (Field research) dan Kepustakaan (library
research). Beberapa hal penting yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu :
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustaaan dalam penelitian ini dengan pengambilan data
dari bahan-bahan pustaka yang berhubungan erat dengan tema yang
diteliti yang diperoleh dari buku-buku seperti hadis, hukum islam,
jurnal, artikel, dan lain sebagainya.
18
Lita Jamalia, “Tradisi Buka Palang Pintu Pada Pernikahan Masyarakat Betawi; Studi
Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2007), h. 55
10
b. Studi Lapangan
Studi lapangan diperoleh melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a) Observasi
Observasi adalah mengumpulkan data langsung dari lapangan dan
data yang diobservasi bisa berupa gambaran umum tentang sikap
dan perilaku serta tindakan keseluruhan interaksi antar manusia.19
b) Wawancara
Wawacara adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab
dengan pihak-pihak yang peneliti butuhkan yaitu, tokoh
masyarakat setempat, budayawan setempat, serta tokoh agama
setempat. Wawancara ini dilakukan untuk menggali data penelitian
melalui percakapan langsung dengan responden yang mengarah
pada masalah penelitian. Dalam hal ini, wawancara diarahkan
kepada masalah tertentu atau pusat perhatian guna mendapatkan
informasi yang diperoleh dari tokoh-tokoh masyarakat adat Betawi
Karang Tengah Kota Tangerang tentang khitbah dan Walīmah.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, ada dua sumber yang digunakan yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dari masyarakat baik yang diambil pada saat wawancara, observasi
maupun yang lainnya. Adapun data yang diambil dari sumber aslinya adalah
berupa perilaku masyarakat yang diperoleh melalui penelitian yang kemudian
19
JR., Raco, Metode Penelitian Kualitatif; Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya,
(Jakarta: Grasindo, tth), h. 112
11
diamati dan dicatat oleh penulis tentang hal-hal yang berhubungan dengan
obyek penelitian.20
Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber
yang bukan asli yang memuat informasi tentang data tersebut. Data sekunder
diperoleh dari pihak-pihak tertentu, dan tidak langsung diperoleh peneliti dari
subyek penelitian.21
Data sekunder diperoleh dari perpustakaan guna
melengkapi data primer.
3. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini mengacu kepada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2017” akan mewarnai seluruh bentuk penulisan
skripsi ini.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan, maka
diperlukan sistematika penyusunan. Adapun sistematika penyusunan yang
dimaksud adalah seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
Bab I menguraikan tentang pokok-pokok pikiran yang tertuang pada
pembahasan skripsi ini yang terdiri atas latar belakang masalah yang bertujuan
untuk memberikan alasan yang jelas tentang pemilihan judul, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode
penelitian yang dipergunakan dalam rangka memudahkan penulisan dan
sistematika penyusunan dipergunakan dalam rangka memberikan penjelasan
20
Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995),
h. 132 21
Syaefuddin Anwar, Metodologi Penelitian, h. 91
12
secara garis besar tentang kajian yang akan diuraikan dalam pembahasan skripsi
ini.
Bab II berisikan diskursus tentang khitbah dan Walīmah yang melingkupi
masalah khitbah dan Walīmah.Ruang lingkup Khitbah terdiri atas pengertian
khitbah, etika khitbah, tujuan khitbah, syarat-syarat khitbah dan
hikmah.Sedangkan ruang lingkup dari Walīmah terdiri atas pengertian Walīmah,
etika Walīmah, tujuan Walīmah, syarat-syarat Walīmah dan hikmah Walīmah.
Bab III menguraikan tentang gambaran umum wilayah Karang Tengah yang
pembahasannya meliputi kondisi geografis dan demografis, kondisi agama dan
pendidikan, kebudayaan dan adat istiadat, sosial dan ekonomi serta sistem
kepemimpinan.
Bab IV membahas inti persoalan yang diperbincangkan dalam skripsi ini
yaitu tata cara khitbah dan walīmah pada masyarakat Betawi dan kesesuaiannya
dengan hadis tentang khitbah dan walīmah, hadis-hadis seputar khitbah dan
walimah yang sesuai dengan tradisi masyarakat Karang Tengah, pendapat tokoh
masyarakat tentang pernikahan adat Betawi Karang Tengah dan analisa tentang
kesesuaian hadis khitbah dan walīmah pada masyarakat Betawi Karang Tengah.
Bab V merupakan penutup dari skripsi ini yang di dalamnya memuat
beberapa kesimpulan dan saran-saran yang merupakan kristalisasi dari uraian bab-
bab terdahulu yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.
13
BAB II
DISKURSUS TENTANG KHITBAH DAN WALĪMAH
A. Pengertian Khitbah dan Walimah
1. khitbah
Kata Khitbah berasal dari khataba (خطب), merupakan bentuk kata kerja
(fi’il madhi) yang terdiri dari susunan tiga huruf (tsulāsi mujarrad) yang
mempunyai kata asal (masdar) خطبا yang berarti melamar dan meminang. Akan
tetapi dalam konteks yang berbeda bisa dimaknai berkhutbah atau berpidato. Jika
dilihat derivasi katanya seperti ب الخط diartikan orang laki-laki yang melamar
wanita dan kataالخطبة yang diartikan wanita yang dilamar.1 Dalam Lisān al-Arab,
kata خطب diartikan sebuah perkara, urusan atau sebab dari terjadinya suatu
urusan.2 Dan jika dikaitkan dengan hal pernikahan, itu berarti meminang adalah
sebab terjadinya sebuah pernikahan.
Sedangkan khitbah dalam istilah bahasa Arab merupakan akar dari kata al-
khitbah dan al-khatbu. Al-khitāb berarti pembicaraan, jika al-khitāb
(pembicaraan) ada kaitannya dengan perempuan, maka makna ekplisit yang bisa
ditangkap adalah pembicaraan yang menyinggung hal-hal ihwal pernikahan,
sehingga makna meminang bila ditinjau dari akar katanya adalah pembicaraan
yang berhubungan dengan lamaran atau permohonan untuk menikah.3
Makna khitbah dalam kamus Lisān al-Arab merupakan masdar dari kata
khathaba. Bisa dikatakan khitbah jika kata khathaba tersebut diiringi dengan kata
1Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), h.
348-349 2Ibn Manzur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram, Lisan al-‘Arab (Beirut: Al-Dāar al-
Syifa, 630-711 H), Juz. I, h. 1194 3Abd. Nashir Taufik al-Athar, Saat Anda Meminang, (Jakarta: Pustaka Azam, 2001), h. 15-
16
14
al-Mar’ah yang dimaknai dengan meminang wanita.4 khitbah atau peminangan
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan ke arah terjadinya hubungan perjodohan
antara pria dan wanita yang tidak hanya dilakukan oleh orang yang mencari
pasangan jodoh, akan tetapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat
dipercaya”. Masih menurut pendapat yang sama, proses peminangan tersebut
dilakukan sebelum terjadinya akad nikah dan setelah melalui proses seleksi.
Selaras dengan hal tersebut, dikatakan bahwa hikmah disyariatkannya khitbah
atau peminangan adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan yang
diadakan sesudahnya. 5 sebagaimana hadis berikut:
ث نا عاصم عن بكر بن عبد الل عن المغرية بن شعبة قال خطبت ث نا أبو معاوية حد ال حد امرأة ها ق لت ل قال انظر إل ها إنه أحرى أن ي ؤدم ل رسول الل صلى الل عليه وسلم أنظرت إلي ي
نكما 6رواه المحد( (ب ي
“Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Telah menceritakan kepada
kami Ashim dari Bakr bin Abdullah dari Al Mughirah bin Syu'bah ia berkata,
"Saya meminang seorang wanita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu
bertanya kepadaku: "Apakah kamu telah melihatnya?" Saya menjawab: "Belum."
Beliau bersabda: "Lihatlah ia karena itu akan lebih memantapkan kalian berdua"
(HR. Ahmad).
Sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Wahbah
Zuhaīly dalam kitabnya al-Fiqhū al-Islām wa Adillatuhū sebagai berikut :
بذلك. وقد يتم هذا اإلعالم مرأة معينة، وإعالم املرأة وليهااخلطبة: هي إظهار الرغبة يف الزواج اب
.أهله مباشرة من اخلاطب، أو بواسطة7
“Menunjukkan keinginan seseorang untuk menikahi seorang perempuan yang
sudah jelas, kemudian memberitahukan keinginan itu kepada wali perempuan.
4Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, , Lisān
al-‘Arab,Juz. I, h. 1194 5Slamet Abidin, Fiqih Munakahāt, (Bandung : Pustaka Setia, 1999), h. 41
6Ahmad Ibn Hanbal Abū ‘Abd Allah al-Syaibānī, Musnad Imam Ahmād Ibn Ḥambal, Juz
IV (Kairo: Muasasah Qurthabāh), h. 244 7 Wahbah Zuhaili, Fiqhū al-islām Wa Adillatuhū, Juz IX (Damaskus : Dār al-Fikr, tth), h. 3
15
Terkadang pemberitahuan itu disampaikan langsung oleh peminang atau bisa
juga melalui perantara keluarganya.”
Khitbah merupakan pendahuluan untuk melangsungkan perkawinan,
disyariatkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar memasuki
perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran
masing-masing pihak, adakalanya pernyataan keinginan tersebut disampaikan
dengan bahasa yang jelas dan tegas (Sarih) atau dapat juga dilakukan dengan
sindiran (kinayah). Adapun dasar nash mengenai Khitbah adalah :
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran
atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah
mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma‘ruf. dan janganlah
kamu ber-‘azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddah-nya.
dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka
takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun”(QS. al-Baqarah : 235).
Menurut penafsiran Al-Rāzi, ayat ini mempunyai dua pokok
permasalahan. pertama, adalah masalah bahasa ungkapan untuk meminang
seorang janda yang masih dalam masa iddāh. Bahasa seperti apa yang disebut
bahasa sindiran dan seperti apa bahasa yang disebut bahasa yang jelas, dimana
kata tersebut adalah kata yang baik yang maknanya mempunyai maksud untuk
16
menikahi atau yang tidak punya maksud untuk menikahi secara jelas melainkan
hanya sebuah isyarat.8
Perbedaan antara bahasa sindiran dan bahasa yang jelas adalah, jika bahasa
sindiran menyebutkan sesuatu dengan bahasa ungkapan yang lazim, misalnya
adalah “si fulan bagus perawakannya”, sedangkan bahasa yang jelas adalah
bahasa yang langsung memberikan kejelasan untuk menikahi si calon.9
Kedua, adalah masalah tentang banyaknya macam-macam bahasa sindiran
yang bisa dipakai dan yang ketiga adalah masalah wanita yang di khitbah ada 3
macam, yakni:10
1) Wanita yang boleh dipinang secara terang-terangan dan sembunyi-
sembunyi yaitu wanita yang bebas dari suaminya dan tidak sedang
dipinang orang lain.
2) Wanita yang tidak boleh dipinang baik secara terang-terangan maupun
sembunyi-sembunyi adalah wanita yang dinikahi untuk orang lain.
3) Wanita yang ber’iddah tanpa ada ruju’ kembali, adakalanya harus
dipinang secara sindiran jika suaminya baru meninggal atau bisa secara
terang-terangan jika sudah di talak tiga dan tidak mungkin untuk
kembali lagi dengan suaminya.
Sama halnya jika melihat tafsir al-Manār, wanita yang
dimaksudkan oleh ayat ini adalah wanita beriddāh yang telah ditinggal
wafat oleh suaminya dan juga yang telah ditalak ba’in,11
namun
8Fakhur ad-Dīn ar-Razī, Mafatihul Ghāib (Beirut: Dāar al-Fikr, 1401), JuzVI, h. 139-140
9Fakhur ad-Dīn ar-Razī, Mafatihul Ghāib, Juz VI, h. 140
10Fakhur ad-Dīn ar-Razī, Mafatihul Ghāib, Juz VI, h. 141-143
11Fuqaha sependapat bahwa talak tersebut terjadi karena belum terjadinya pergaulan. Lihat
Ibn Rusyd, Bidāyah al-Mujtahīd, terj. Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka
Insani, 2007), JilidII, h. 539
17
dengan tiga kali talak. Adapun yang masih di perbolehkan untuk ruju’,
maka hanya boleh dipinang dengan bentuk sindiran.12
Dilihat dari ayat al-Qur’an di atas, meng-khitbah seorang wanita memang
sudah menjadi suatu hal yang lumrah bahkan khitbah itu sangat dianjurkan
dilakukan sebelum terjadinya pernikahan. Karena khitbah hanyalah sebuah bentuk
perkataan atau perbuatan untuk menyatakan kepada seseorang tentang
keinginannya untuk menikahinya. Jadi, pernikahan tanpa ada sebuah pinangan
terlebih dahulu malah menjadi suatu bentuk ketidakjelasan, karena menjadi tidak
adanya ungkapan untuk ingin menikah dan rela untuk dinikahi. Kemudian sabda
Nabi mengenai syariat Khitbah adalah:
د بن إسحق عن داود بن حصي ث نا مم ث نا عبد الواحد بن زيد حد د حد ث نا مسد عن واقد حده رمحن ي عن ابن سعد بن معاذ عن جابر بن عبد الل قال قال رسول الل صلى الل علي بن عبد ال
قال إل نكاحها لي فعل وسلم إذا خطب أحدكم المرأة إن استطاع أن ي نظر إل ما يدعوه ها ما دعان إل نكاحها وت زوجها ت زو كنت أتبأ لا حت رأيت من 13جت هاخطبت جارية
“Telah menceritakan kepada kami Musaddād, telah menceritakan kepada kami
‘Abd al-Wahid bin Ziyad, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishāq,
dari Daūd bin Ḥushaīn, dari Waqid bin Abdurrahmān bin Sāa'd bin Mu'adz dari
Jabir bin Abdullāh, ia berkata; Rasūlullāh shallallahū 'alaihi wasallām bersabda:
"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia
mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya
hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang
gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa
yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya”.
Dalam tafsir al-Maraghi, الخطبة diartikan meminta wanita untuk dijadikan
istri dengan cara yang lazim dilakukan.14
Kata الخطبة ini dalam bahasa Indonesia
12
Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir al-Manār, (Mesir: Matba’at al-Manār, 1350 H), Juz II,
h. 425-427 13
Hadis Riwayat Abū Dawūd, Sunan Abū Dawūd, Kitab al-Nikah, Bab Fi al-Rijāl Yan}uru
ila al-Mar’ah, No. 1783, 1991-1997 14
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang:
CV. Toha Putra, 1993), h. 353
18
sendiri mempunyai beberapa kata yang merujuk pada pengertian yang sama, yakni
peminangan, pertunangan atau lamaran.
Kata mar‘atun ( مرأة), merupakan bentuk tasniyah dari kata mar’un (مرأ)
yang bermakna manusia (اإلنسان). Jika dalam bentuk tambahan ta ta’nisnya berarti
bermakna seorang manusia berjenis kelamin perempuan. Mar‘atun ( مرأة)
merupakan isim mu’rab yang dapat berubah bentuk dengan masdarnya adalah مرة.
Menurut Sibawaih, masdarnya juga bisa berbentuk مراة, namun hanya sedikit
penggunaanya. Beliau juga mengatakan bahwa lawan kata mar‘atun ( مرأة) adalah
mar’atun ( كماة) yang bermakna gagah berani. Hal ini menandakan bahwa
mar‘atun ( مرأة) dapat dimaknai sifat yang lemah lembut yang terdapat dalam diri
perempuan. Kata mar‘atun ( مرأة) jika telah ditambahi dengan hamzah washol,
hamzah washol tersebut tidak dibaca, ini hanya untuk meringankan atau
memudahkan lidah orang Arab dalam penyebutannya.15
Kata .bermakna bisa atau mampu استطاع16
Mampu di sini punya kekuatan
untuk melakukannya.17
Sedangkan kata nazara (نظر) bermakna melihat dan
memandang, sedangkan bila ditambahkan kata fi setelahnya maka bermakna
merenung.18
Kata ini berbeda dengan makna kata ra’a (راء) yang juga bermakna
memandang dan berpendapat. Kata nazara lebih ditekankan untuk melihat sesuatu
yang bersifat konkrit atau terlihat oleh kasat mata,19
seperti “aku melihat
seseorang”, oleh karena itulah makna yang terkandung dalam hadis tentang
melihat seseorang yang hendak dipinang adalah melihat dalam bentuk konkrit
15
Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, , Lisān
al-‘Arab,Juz VI, h.4166-4167 16
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 591 17
Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan
al-’Arab, Lisān al-‘Arab,Juz VI, h. 4466 18
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 1432 19
Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan
al-’Arab, Lisān al-‘Arab,Juz VI, h. 4466
19
yakni tubuh seseorang. Berarti kata استطاعأنينظ ر diartikan jika seseorang bisa atau
mampu dalam artian jika tidak dalam jarak jauh dan mendapat izin dari calon
wanita untuk melihat tubuh wanita yang akan dipinang secara nyata.
Kata نكاحهايدع إلى وه diartikan mendorong untuk menikahinya, kata دعا di
sini bisa diartikan memanggil, mengundang dan lain-lain. Namun, jika diikuti
setelahnya الىاالمر yakni dalam hadis diikuti kata إلىنكاح maka kata دعا diartikan
mendorong.20
Sedangkan نكاح bisa bermakna الزواج yang diartikan nikah atau
kawin dan bisa diartikan الوطء yang bermakna bersetubuh.21
Kata جارية berarti gadis, gadis yang dimaksud adalah gadis pelayan atau
budak.22
Adapun kata خبأbermakna bersembunyi, berlindung atau memberi perisai
atau penutup agar tidak kelihatan.23
Kata تزوج pada dasarnya tidak mempunyai makna lain selain apa yang
telah diketahui bersama, yaitu memperistri, menikahi atau mengawini sama
halnya dengan kata نكاح –نكح , yang mempunyai makna yang sama. Menurut
bahasa kata تزوج berasal dari perubahan fi’il madhi (kata kerja) dalam bentuk
tsulasi mujarrad (susunan tiga huruf) yaitu kata زاج, yang berarti menaburkan
benih perselisihan. Huruf alif yang terdapat dalam kata kerja merupakan
perubahan dari huruf wawu (و), yang bisa dilihat dari bentuk isim
masdarnya, زوجا . Kemudian perubahan dalam bentuk fi’il madhi khumasi
(susunan lima huruf) sehingga menjadi تزوج memberi arti memperistri, menikahi
20
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 407 21
Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan
al-’Arab, Lisān al-‘Arab,Juz I, h. 1388 22
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 188 23
Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan
al-’Arab, Lisān al-‘Arab ,Juz I, h. 62
20
atau mengawini. Kata tazawwaja mempunyai makna yang sama dengan kata نكح–
.yang berarti menikah نكاح 24
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa meminang
(khitbah) adalah langkah awal kearah pernikahan berupa ungkapan ataupun
perkataan yang berisi permintaan seorang laki-laki kepada seorang wanita untuk
menjadi istrinya.25
Sebagaimana hal ini dibolehkan pula bagi wali wanita untuk
menawarkan pernikahannya pada laki-laki. apakah laki-laki yang dipinang itu
jejaka atau beristri. Sejarah telah mencatat adanya seorang wanita yang
menyerahkan dirinya untuk dinikahi kepada Rasūlullāh SAW dan Nabi tidak
mengingkari perbuatan itu.26
Khitbah pada lazimnya dilakukan oleh laki-laki terhadap wanita, tetapi
tidak ada larangan wanita terhadap laki-laki.27
Dalam Ensiklopedi Islam
Indonesia, diterangkan bahwa khitbah tidak selamanya dilakukan oleh pihak calon
suami kepada pihak calon istri, akan tetapi sering pula terjadi kebalikannya sesuai
dengan adat masing-masing kelompok masyarakat.28
2. Walimah
Walīmah berasal dari kata walam yang berarti mengumpulkan, karena
suami isteri berkumpul. Menurut Imam al-Syafi‘ī, walīmah itu adalah meliputi
suatu jamuan makan sebagai tanda gembira, seperti perayaan pernikahan,
perayaan khitan dan lain-lain sebagainya.29
24
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 591 25
M. Nasih Ulwan, Tata Cara meminang Dalam Islam,Terj., Ahmad al-Wakidy, (Solo: CV.
Pustaka Manthiq, 1995), Cet. ke-4, h. 31 26
‘Abd Nashir al-Athar, Saat Anda Meminang, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2001), h. 25 27
Abū al-Ghifari, Pacaran Yang Islami Adakah?, (Bandung : Mujahid Press, 2003). h. 494 28
UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h.
555 29
Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifayah al-Akhyār,(Beirut: Dāar al-Kutub,1995), h.
144
21
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, Walīmah itu berarti jamuan khusus
yang diadakan dalam perayaan pesta perkawinan atau setiap jamuan pesta
lainnya.Tetapi biasanya kalau menyebut walīmah al-‘urs artinya perayaan
pernikahan.30
Walīmah juga diartikan al-Jam‘u yaitu kumpul, sebab antara suami istri
berkupul. Maksud walīmah berasal dari perkataan الولم yang artinya makanan
pengantin. Ini bermakna makanan yang disediakan khusus dalam pesta
perkawinan Biasa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau
lainnya.31
Adapula yang mengartikan Walīmah dengan pesta, perayaan, upacara,
jamuan atau kenduri yang dimaksudkan untuk melahirkan kegembiraan dan
sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah dilimpahkan
kepada dirinya.32
Walīmah adalah istilah yang terdapat dalam literatur Arab yang berarti
jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan di
luar perkawinan. Sebagian ulama menggunakan kata Walīmah itu untuk setiap
jamuan makan, untuk setiap kesempatan mendapatkan kesenangan, hanya
penggunaannya untuk kesempatan perkawinan lebih banyak.33
Walīmah berarti penyajian makanan untuk acara pesta. Ada juga yang
mengatakan Walīmah berarti segala macam makanan yang dihidangkan untuk
30
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dār al-Bayan, 1968), Jilid VII, h. 210 31
Samet Abidin, et.al., Fiqih munakahat 1, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. ke-1,
h. 149 32
M. Abdul Majid, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1994), h. 417 33
Amir Syarifuddin, Rujuk Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.
155
22
acara pesta atau lainnya.34
Kata ‘urs digunakan untuk “akad” dan “menggauli”
akan tetapi ulama fiqih menggunakan istilah tersebut untuk yang kedua, yaitu
menggauli, maka yang dimaksud “Walīmah al-‘urs”menurut mereka adalah
undangan untuk menghadiri perjamuan yang diadakan ketika hendak menggauli
seorang wanita (yang diperistri).35
Walīmah al-‘urs diserap dalam bahasa Indonesia menjadi walīmah .
Dalam Fiqih Islam mengandung makna yang umum dan makna yang khusus.
Makna umumnya adalah seluruh bentuk perayaan yang melibatkan orang banyak.
Sedangkan walīmah dalam pengertian khusus disebut walīmah al-‘urs
mengandung peresmian perkawinan yang betujuannya untuk memberitahukan
khalayak ramai bahwa kedua pengantin telah resmi menjadi suami istri.36
Namun yang terpenting dalam pelaksanaan walīmah adalah pengumuman
atas telah berlangsungnya sebuah perkawinan dan mengumpulkan kaum kerabat
serta teman-teman, sekaligus untuk memasukkan kegembiraan dan kebahagiaan
kedalam jiwa mereka rasa syukur keluarga kedua belah pihak atas berlangsungnya
perkawinan tersebut.37
sebagaimana Rasūllāllah S.a.w bersabda :
عليه وسلم إذا دعا أحدكم أخاه (1 ول عن النبي صلى الل ب عرس ا عن نع أن ابن عمر كان ي لي
38كان أو نوه رواه املسلم()
34
M. Abdul Ghoffar, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), h.487 35
Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab,Terj.,Abu Hurairah, (Bandung: Darul Ulum
Press), Jilid V, h. 205 36
Abdul Azizz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,(Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996),
h.1917 37
Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Kado Perkawinan, Terj., Ibnu Ibrahim, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2000), h. 467 38
Abu al-Husain Muslim ibni Muslim al-Qusyaīri al-Naisaburi, Sahih Muslim,(Riyad: Dār
al-Salam, 1998), h.605
23
Artinya: “Dari Nafi' bahwasannya Ibnu Umar pernah berkata dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam (beliau bersabda): "Jika salah seorang dari kalian
mengundang saudaranya, hendaknya ia penuhi undangan tersebut, baik
undangan pernikahan atau semisalnya" (HR. Muslim).
B. Tujuan Khitbah dan Walimah
1. Khitbah
Secara umum tujuan khitbah adalah untuk menghindarkan terjadinya
kesalahpahaman di antara kedua belah pihak. Lebih jauh lagi agar perkawinannya
dapat berjalan diatas pemikiran yang mendalam.39
Abu Zahrah menyatakan bahwa tujuan khitbah adalah agar pasangan yang
akan menikah dapat melihat satu sama lainnya, karena melihat sebagai cara
terbaik untuk mengetahui segala sesuatu.40
Paparan lebih mendetail mengenai
tujuan khitbah adalah yang dipaparkan oleh Mahmud as-Sabag. Ia menyatakan
bahwa khitbah bertujuan untuk membangun suatu kostruksi yang landasannya
adalah keluarga, dan menyempurnakan dua komponen laki-laki dan wanita. Hal
ini dikarenakan setiap rencana dihitung secara cermat dan terencana.41
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan khitbah
adalah menjamin perkawinan yang diinginkan dapat dilangsungkan dalam waktu
dekat, untuk membatasi pergaulan antara kedua belah pihak yang telah diikat, dan
memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling mengenal.
2. Walimah
Walīmah adalah istilah yang terdapat dalam literatur Arab yang berarti
jamuan yang khusus untuk pernikahan dan tidak digunakan untuk penghelatan di
39
Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqih Muslimat, Terj., Zaid Husein al-Hamid, (Jakarta:
Pustaka Amani, 1995), h. 27 40
Muhammad Abū Zahrah, al-Akhwāl al-Syakhsyiyyah, (Kairo: Dar al-Fikr, 1957), Cet.ke-
3, h. 29 41
Mahmud al-Sabagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, Terj., Bahrudin Fanani,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 37
24
luar pernikahan.42
Oleh sebab itu, Walīmah memiliki tujuan yang salah satu di
antaranya adalah mengumumkan atau menyiarkan pernikahan yang dilaksanakan
dengan cara apapun tergantung kemampuan masing-masing, karena hal ini
berkaitan dengan masalah teknis.
Adapun tujuan Walīmah adalah memberi tahu kepada orang di sekitar,
tetangga, kerabat, kenalan, dan lain-lain, mengenai telah berlangsungnya
pernikahan. Jika belum mampu menyelenggarakan undangan Walīmah ,
menyiarkan akad dapat dilakukan dengan cara bersilaturrahmi kepada kerabat atau
kenalan sambil memperkenalkan pasangan, mencetak kartu dan mengirimkannya
atau lainnya. Hanya saja yang dicontohkan oleh Rasūlullāh SAW adalah
mengumumkan akad dengan cara mengundang orang-orang serta menyediakan
hidangan untuk para undangan. Dengan kata lain, bisa dengan cara mengadakan
walīmah pernikahan.43
Selain itu, walīmah juga bertujuan untuk memohon doa dari para
undangan agar pernikahan tersebut mendapat keberkahan dan menjadi keluarga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Walīmah juga dapat dianggap sebagai
wasilah untuk mensyi’arkan hukum-hukum Allah SWT sebagai satu rangkaian
yang menyertai pernikahan dan mempunyai tujuan yang mulia yaitu beribadah
kepada Allah SWT dan mengharapkan ridha dari Allah SWT.
42
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 155 43
Cyberdakwah.com/2015/04/walimatul-ursy-dalam-tuntunan-syari’ah
25
C. Syarat – Syarat Khitbah dan Walimah
1. Syarat Khitbah
Syarat peminangan dibagi menjadi dua44
yaitu :
1) Syarat Muhtasinah
Yang dimaksud dengan syarat Muhtasinah adalah syarat yang
berupa anjuran seorang laki-laki yang akan meminang wanita agar ia
meneliti lebih dahulu wanita yang akan dipinangnya itu, apakah sudah
sesuai dengan keinginannya atau belum, sehingga nantinya dapat
menjamin kelangsungan hidup berumah tangga.45
Adapun yang
termasuk syarat-syarat muhtasinah yaitu :
a. Wanita yang dipinang itu hendaklah sejodoh dengan laki-laki yang
meminangnya seperti sama kedudukannya dalam masyarakat,
sama-sama baik bentuknya, sama dalam tingkat kekayaannya,
sama-sama berilmu dan sebagainya, adanya keharmonisan dan
keserasian dalam kehidupan suami istri dan diduga perkawinan itu
akan mencapai tujuannya.46
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi :
ث نا عبد الل بن وهب عن سعيد بن عبد الل الهني عن ممد بة قال حد ث نا ق ت ي حدأب طالب أن النب صلى الل بن عمر بن عليي بن أب طالب عن أبيه عن عليي بن
رها الصالة إذا آنت والنازة إذا حضرت عليه وسلم قال له ي علي ثالث ل ت ؤخي واليي إذا وجدت لا كفئ ا
“Telah menceritakan kepada kami Qutaībaḥ Berkata telah
menceritakan kepada kami Abdullaḥ bin Wahab dari Sa'id bin
Abdullah al-Juhani dari Muhammad bin Umar bin Ali bin Abu
44
Mahmud al-Sabagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, h. 33 45
Hady Mufa’at Ahmad, Fiqih Munakahat,(Jakarta: Duta Grafika,1992), h. 37 46
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), h.28-29
26
Thalib dari ayahnya dari Ali bin Abu Thalib bahwa Nabi bersabda
kepadanya: "wahai ‘Ali, Perhatikanlah tiga perkara, janganlah
engkau akhirkan shalat jika telah datang waktunya, jenazah jika
telah tiba dan (menikahi) seorang janda jika engkau telah merasa
cocok (sepadan).” (HR. Tirmidzi).
b. Wanita yang memiliki sifat kasih sayang dan subur (beranak). Hal
ini sesuai dengan sabda Rasūlullāh SAW sebagai berikut :
ث نا يزيد بن هارون أخب رن مستلم بن سعيد ابن أخت ث نا أمحد بن إب راهيم حد حدل بن منصور بن زاذان عن منصور ي عن ابن زاذان عن معاوية بن ق رة عن مع
ال إني أصبت امرأة ذات يسار قال جاء رجل إل النبي صلى الل عليه وسلم لثة حسب وجال وإن ها ل تلد أأت زوجها قال ل ث أته الثانية ن هاه ث أته الثا
47رواه ابو داود(( ال ت زوجوا الودود الولود إني مكاثر بكم المم “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah mengabarkan
kepada kami Mustalim bin Sa'id anak saudari Manshur bin
Zadzan, dari Manshur bin Zadzan dari Mu'awiyah bin Qurrah dari
Ma'qil bin Yasar, ia berkata; seorang laki-laki datang kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi sallam lalu berkata; sesungguhnya aku
mendapati seorang wanita yang mempunyai keturunan yang baik
dan cantik, akan tetapi dia mandul, apakah aku boleh
menikahinya? Beliau menjawab: "Tidak." Kemudian dia datang
lagi kedua kalinya dan beliau melarangnya, kemudian ia datang
ketiga kalinya lalu Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wasallām
bersabda: "Nikahkanlah wanita-wanita yang penyayang dan subur
(banyak keturunan), karena aku akan berbangga kepada umat yang
lain dengan banyaknya kalian"(HR. Abu Daud).
c. Wanita yang jauh hubungan darah dengan laki-laki yang
meminangnya
d. Hendaklah mengetahui keadaan-keadaan jasmaninya, budi
pekertinya dan sebaliknya yang dipinang sendiri harus mengetahui
47
As-Sajistani, Abu Daud bin Sulaiman bin Al-Asy’at. Sunan Abi Daud. Daar ar-Risalah
al-‘Alamiyah, Kairo Mesir, 2009 h.1754.
27
lelaki yang dipinangnya.48
Maka yang menginginkan kehidupan
pernikahan yang lebih baik, maka sebelumnya hendaklah ia
mengetahui identitas calon pendamping hidupnya secara
komprehensif, menyangkut pekerjaan, pendidikan, nasab, keluarga,
dan yang lebih penting lagi adalah kualitas ahlak dan agama.49
2) Syarat Lazimah
Yang dimaksud dengan“syarat lazimah” adalah syarat yang wajib
dipenuhi sebelum khitbah dilakukan.50
Dengan demikian sahnya
khitbah tergantung dengan adanya syarat-syarat lazimah. Adapun yang
termasuk ke dalam syarat-syarat lazimah yaitu :
a. Wanita yang akan di khitbah tidak sedang ada dalam pinangan
orang lain. Hal ini sesuai dengan hadis Rasūlullāh SAW sebagai
berikut :
ث أن ابن عمر عت نع ا يدي ث نا ابن جريج قال س ث نا مكيي بن إب راهيم حد حدول ن هى النب صلى الل عليه وسلم أن يبيع ب عضكم على هما كان ي رضي الل عن له أو يذن له رك اخلاطب ق ب ب يع ب عض ول يطب الرجل على خطبة أخيه حت ي ت
51)رواه البخاري(اخلاطب
“Telah menceritakan kepada kami Makki bin Ibrahim Telah
menceritakan kepada kami Ibnu Juraij ia berkata, Aku mendengar
Nafi' menceritakan bahwa Ibnu Umar radliallahu 'anhuma
berkata, "Nabi shallallāhu 'alaihi wasallam telah melarang
sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli saudaranya. Dan
janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain hingga ia
meninggalkannya atau pun menerimanya, atau pun ia telah diberi
izin oleh sang peminang pertama" (HR. Bukhari).
48
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 31 49
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam,(Bandung: Pustaka Setia,2000), h. 43 50
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 30 51
Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid II, h. 252
28
Hikmah larangan ini adalah untuk menghindari terjadinya
permusuhan di antara sesama muslim, karena muslim satu dengan
muslim lainnya bersaudara. Jumhur ‘ulama berpendapat, bahwa
meminang wanita yang telah dipinang orang lain hukumnya haram.
Berkata al-Khatibi, bahwa larangan disini adalah adab sopan
santun bukan larangan haram.52
Al-Tirmidzī meriwayatkan dari al-Syafi‘ī tentang makna
hadis diatas sebagai berikut: “bilamana wanita yang di khitbah
merasa ridho dan senang, maka tidak ada seorangpun yang boleh
meng khitbah lagi, tetapi kalau belum diketahui ridho dan
senangnya, maka tidak berdosa meng khitbah nya.53
b. Wanita yang dipinang adalah perempuan yang tidak bersuami dan
tidak dalam keadaan iddāh, baik dengan terang-terangan atau
sindiran. Apabila ia dalam keadaan bersuami, tidak boleh baik
terang-terangan maupun sindiran, jika sedang iddāh ada beberapa
kemungkinan:
a) Tidak boleh dengan terang-terangan
b) Kalau iddāhnya raj‘iyyah (ada kemungkinan untuk rujuk
kembali) tidak boleh dipinang meskipun dengan sindiran.54
Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah
228:
52
Abū Bakar Muhammad, Terjemahan Subūl al-Salām, (Surabaya: al-Ikhlas, 1995), Jilid
III, h. 412 53
Selamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999),
h. 45 54
Abu Ahmadi, Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap,(Jakarta: Rineka Cipta, 1988), h.
209
29
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti
itu, jikamereka (parasuami) menghendakiislah” (QS. al-Baqarah
: 228).
c. Apabila iddāh karena mati atau talak ba‘in, boleh dipinang dengan
sindiran.55
d. Tidak boleh meminang wanita yang sedang iddāh ditingal mati
suaminya dengan terang-terangan, hal ini untuk menjaga perasaan
wanita dan ahli waris lainnya yang sedang berkabung tetapi
dilarang meminang dengan sindiran.
e. Wanita yang dipinang haruslah wanita yang boleh dinikahi, artinya
wanita yang bukan mahrom dari pria yang akan meminangnya
f. Wanita yang tidak dalam masa iddāh. Haram hukumnya meminang
seorang wanita yang dalam masa talak raj‘i. Apabila wanita yang
dalam masa iddah raj‘i yang lebih berhak mengawini kembali
adalah bekas suaminya. Kaitannya dengan hukum haram
meminang dibagi menjadi tiga:
a) Boleh dipinang wanita yang dicerai dan wanita belum
disetubuhi, sebab wanita tersebut sama sekali tidak termasuk
dalam hitungan iddāh menurut kesepakatan para ulama. Yang
didasarkan pada firman Allah SWT dalam QS. Al-Ahzab (33) :
49 sebagai berikut :
55
Abu Ahmadi, Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap,h. 209
30
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian
kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya,maka
sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddāh bagimu yang kamu
minta menyempurnakannya, maka berilah mereka mut'ahdan
lepaskanlash mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya”
(QS. al-Ahzab: 49).
b) Wanita yang tidak boleh dikhitbah baik isyarat maupun
terang-terangan, yaitu wanita yang ditalak raj‘i, karena
masih dalam hukum wanita yang diperisteri.
c) Wanita yang boleh dikhitbah dengan isyarat, tapi tidak
boleh terang-terangan, yaitu wanita pada masa iddāh karena
suaminya meninggal dunia.56
g. Wanita yang dikhitbah tidak berada dalam ikatan pernikahan
dengan laki-laki lain.
2. Syarat Walīmah
Resepsi pernikahan dalam Islam dikenal dengan istilah Walīmah
al-arusy. Islam memandang acara ini bukan sekedar pesta hura-hura.
Resepsi pernikahan menurut Islam adalah sebuah bentuk rasa syukur
kepada Allah SWT sekaligus sebagai tanda resmi akad nikah. Selain itu,
resepsi pernikahan juga menjadi sarana pengumuman bagi masyarakat,
56
Butsainan as-Sayyid al-Iraqy, Rahasia Pernikahan yang Bahagia,(Jakarta: Pustaka
Azzam, 2002), h.54-55
31
bahwa antara kedua mempelai telah resmi menjadi suami isteri sehingga
masyarakat tidak curiga terhadap perilaku yang dilakukan oleh kedua
mempelai.57
Adapun syarat-syarat walīmah pernikahan menurut syari’at Islam
adalah sebagai berikut58
:
1) Luruskan niat agar bisa selamat.
2) Membuat dan menyediakan hidangan sesuai dengan kemampuan.
3) Mengundang karib kerabat, tetangga dan rekan-rekan satu agama
baik dari golongan kaya maupun golongan miskin.
4) Tidak berlebihan.
5) Menyediakan tempat terpisah antara tamu laki-laki dan tamu
perempuan.
6) Tidak mengisi acara walīmah pernikahan dengan perkara munkar.
7) Sebaiknya walīmah pernikahan diadakan setelah dilakukan
persetubuhan.
8) Orang yang diundang wajib menghadiri undangan Walīmah
,kecuali ada uzur syar’i.
D. Hikmah Khitbah dan Walimah
1. Hikmah Khitbah
Banyak di antara kaum muslimin yang masih salah dalam memahami
makna khitbāh. Mereka menganggap bahwa wanita menjadi milik pria setelah
khitbāh itu diterima, sehingga keduanya diizinkan untuk berdua-duaan, makan
57
Ibid 58
Selamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat I, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1999),
h. 45
32
bersama, pulang dan pergi bersama, dan lain sebagainya. Mereka beranggapan
bahwa hal yang mereka lakukan itu agar keduanya saling mempelajari akhlak
pasangannya agar pernikahan mereka berdua bahagia. Agar terhindar dari semua
itu, maka perlu adanya pemahaman tentang hikmah khitbah.
Hikmah khitbah adalah :
1) Diperkenankannya melihat dan berkenalan dengan wanita yang ia
kehendaki agar mereka dapat saling memahami pribadi masing-
masing.
2) Semakin matang untuk menuju ke jenjang pernikahan sehingga
kelak dapat terhindari dari hal-hal yang tidak diinginkan.59
2. Hikmah Walīmah
Perintah Nabi Muhammad SAW untuk mengadakan Walīmah pernikahan
ini sudah tentu terkandung hikmah dan manfaat dibelakangnnya. Di antara hikmah
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1) Bahwasannya walimah termasuk penyiaran dan pengumuman
pernikahan.
2) Menutup pintu-pintu fitnah, karena dengan diadakannya walimah
masyarakat menjadi tidak curiga terhadap perilaku yang dilakukan
kedua mempelai.
3) Merupakan pintu syukur atas nikmat Allah yang telah memberi
kemudahan dalam pernikahan.60
59
Abu Ahmadi, Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta : Rineka Cipta, 1988), h.
209 60
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Shahih Fiqih Wanita, terj. Faisal Saleh dan
Yusuf Hamdani, (Jakarta: Akbar Media, 2011), Cet. ke-4, h.324
33
4) Untuk melaksanakan perintah Rasulullah saw. dari meneladani
sifat beliau
5) Untuk memberi makan fakir dan miskin
6) Sebagai konsekuensi dari diselenggarakannya pesta pernikahan
adalah adanya silaturahmi.
E. Takhrij Hadis Khitbah dan Walimah
Sebagaimana ditetapkan dalam judul penelitian ini, bahwa penelitian ini
berfokus pada hadis-hadis tentang khithbah dan Walīmah, oleh karena itu, peneliti
kemudian melakukan pencarian dengan menggunakan lafaz ataupun yang
berpedoman topik dan tema besar, dalam penelitian ini yakni tentang “Nikah”
1. Hadis Khitbah
Pada pencarian yang dilakukan dengan materi hadis di atas yang
menggunakan kata خطب dan segala derivasinya sebagai bentuk pencariannya,
maka di dapatkan sebagai berikut ;
a) Ṣahih Bukhārī: Nikah 45, Buyu’ 58, Shurūt 8.
b) Ṣahih Muslim: Buyu’ 8, Nikāh 38, 49-52, 54-56.
c) Sunan Abū Daud: Nikāh 17.
d) Sunan Tirmidzi: 38
e) Sunan Nasa’i: Buyu’ 19
f) Sunan Ibn Majah: Nikāh 10
g) Sunan Darimi: Nikāh 7
h) Al-Muwaṭṭa: Nikāh 1, 2, 13
34
i) Ahmad ibn Hambal: Jilid 2: 122, 124, 126, 130, 142, 153, 238, 274, 311,
318, 394, 411, 427, 457, 462, 463, 487, 489, 558. Jilid 4: 147. Jilid 5: 11.61
Melalui petunjuk yang didapat dalam takhrij di atas, dapat diklasifisikan
sebanyak tiga bagian. Adapun hadis-hadis yang diklasifikasi sebagai berikut:
a) Kebolehan untuk memandang wanita yang dikhitbah.
ث نا عاصم عن بكر بن عبد الل عن المغرية بن ث نا أبو معاوية حد شعبة قال خطبت حدها ق لت ل قال انظر إلي عليه وسلم أنظرت إلي ال ل رسول الل صلى الل ها إنه امرأة
نكما 62ل()رواه امحد ابن حنبأحرى أن ي ؤدم ب ي “Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Telah menceritakan
kepada kami Ashim dari Bakr bin Abdullah dari Al Mughirah bin Syu'bah
ia berkata, "Saya meminang seorang wanita, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam lalu bertanya kepadaku: "Apakah kamu telah
melihatnya?" Saya menjawab: "Belum." Beliau bersabda: "Lihatlah ia
karena itu akan lebih memantapkan kalian berdua." (HR.Ahmad bin
Hanbal)
Jumhur ‘ulama berpendapat bahwa hukumnya adalah sunnah
melihatcalon pasangan saat khitbah. Sementara al-Hanbaliah berpendapat
hanya sebagai sebuah kebolehan saja.63
b) Memudahkan dalam menerima pinangan
ث نا ابن ليعة عن أسامة بن زيد عن صفوان بن سليم ع بة بن سعيد قال حد ث نا ق ت ي ن حد خطبتهاليه وسلم ين المرأة ت يسري عروة عن عائشة قالت قال رسول الل صلى الل ع
64ل(ها )رواه امحد ابن حنبوت يسري صداق Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Usamah bin Zaid, dari
Shafwan bin Sulaim, dari Urwah, dari Aisyah berkata; Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Wanita yang berbarakah adalah
yang memudahkan dalam khitbahnya dan meringankan maharnya.
61
AJ. Wensink, Terj. Muhammad Fu’Ad ‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras Li Alfāz al-
Hadȋs al-Nabawȋ,i Juz II, 9Brill: Laeden, 1936 H.), h.44
63
Hasan bin Idris al-Buhty. Kasyaful Qina’ an Matnil Iqna’. (Kairo: dār al-Qutub
Ilmiyah) H.80 64
Ahmad ibn Hanbal Abū Abdullah al-Syaibani, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal,
Juz 41 (Cairo: Mu’assasah al-Qurtuba, t. Th), h. 244.
35
Hadis ini menjelaskan agar memudahkan dalam Khitbah dan
mahar, secara bahasa mahar adalah harta yang diberikan suami kepada istri
dengan akad pernikahan. Dalam mazhab Imam syafi’i mahar adalah harta
wajib yang diserahkan karena sebab nikah, hubungan seksual atau
hilangnya keperawanan.65
c) Larangan dalam mengkhitbah di atas pinangan orang lain,
ث نا معمر عن الزهريي عن سعيد عن أب هري رة ث نا يزيد بن زريع حد د حد ث نا مسد رضي حداجشوا ول يزيدن على الل عنه عن النبي صلى الل عليه وسلم قال ل يبع حاضر لباد ول ت ن
)رواه ب يع أخيه ول يطب على خطبته ول تسأل المرأة طالق أختها لتستكفئ إنءها66البخاري(
“Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada kami
Yazid bin Zurai' telah bercerita kepada kami Ma'mar dari Az Zuhriy dari
Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Janganlah orang yang hadir (orang kota) membeli
untuk yang tidak hadir (orang desa), dan janganlah seseorang menyewa
malakukan najasy dan janganlah kalian melebihkan harga tawaran
barang (yang sedang ditawar) saudaranya dan janganlah pula seseorang
meminang (wanita) pinangan saudaranya dan janganlah seorang istri
meminta suaminya menceraikan saudaranya (istri suaminya yang lain)
demi untuk mencukupi periuknya". (HR.Imam Bukhari)
Secara tekstual hadis ini bersifat pelarangan yang mutlak bahwa
dilarang melamar perempuan yang sudah dilamar oleh orang lain. Tetapi
jika lamaran yang sebelumnya belum ada jawaban setuju dari yang
dilamar, maka tidak termasuk dalam larangan ini, artinya, boleh orang lain
datang melamarnya.67
65
Ahmad Sarwat, Serial Fiqih Kehidupan ( jakarta : Rumah Fiqih Publishing), 2017 h.160 66
Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , J II, h. 252 67
Firman Arifandi. Melamar dan Melihat Calon Pasangan.( Jakarta: Rumah Fiqih
Publishing) Cet.I, H.35
36
2.Hadis Walīmah
Penelusuran untuk hadis Walīmah ini menggunakan kata اولم , yang ولم
ditelusuri melalui kamus Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadits al-Nabawi maka
ditemukan sebagai berikut:
a) Ṣahih Bukhari: Nikah, bab Man awlama a’la ba’dhi nisaihi aktsara min
ba’dhi ,
b) Ṣahih Muslim: Nikah, bab al-Shodaq wa al-Jawazi kaunihi ta’lima
qur’anin wa khatama hadid, wa ghairo dzalika min qalilin wa katsirin
wastijaabi kaunihi khamsa miatin dirhamin liman laa yujhafu bihi.
c) Sunan Abu Daud: Nikah, Qilatu al-Mahar
d) Sunan al-Tirmidzi: Nikah, bab al-Walīmah
e) Sunan al-Tirmidzi: Nikah, bab al-Walīmah
f) Sunan al-Darimi: Nikah, bab fī al-Walīmah
g) Al-Muwatta: Nikah, bab Ma ja’a fi al-Walīmah
h) Ahmad ibn Hanbal: Juz 5 halaman 205.68
Dari penelusuran hadis diatas memang mengisyaratkan adanya walimah
dalam menyambut sebuah ikatan baru yakni ikatan nikah. Adapun hadis walīmah
dapat diklasifikasikan sebagai berikut;
a) Penyebaran undangan walīmah
Syari’at Islam mengajarkan pada setiap muslim yang akan atau sedang
melangsungkan pernikahan agar memberitahukannya kepada masyarakat
umum. Anjuran ini dilaksanakan agar terhindar dari fitnah.
68
AJ. Wensink, Terj. Muhammad Fu’Ad ‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras Li Alfāz al-
Hadȋs al-Nabawȋ,i Juz V II, 9Brill: Laeden, 1936 H.), h.322
37
Disyari’atkan hendaknya orang yang diundang bersifat merata,
menyangkut semua orang yang berprediket tertentu, seperti para tetangga,
family dan teman-teman. Dan undangan yang diadakan tidak menonjolkan
adanya niat untuk mengkhususkan orang kaya saja atau orang-orang
tertentu lainnya.69
Berdasarkan hadis Nabi yang berbunyi :
ث نا عبد الل بن يوسف أخب رن مالك عن ابن شهاب عن العرج عن أب هري رة رضي حدراء ومن الل رك الف ول شر الطعام طعام الوليمة يدعى لا الغنياء وي ت ت رك عنه أنه كان ي
عليه وسل د عصى الل ورسوله صلى الل عوة 70)رواه البخاري(م الد“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah mengabarkan
kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Al A'raj dari Abu Hurairah
radliallahu 'anhu, bahwa ia berkata; "Seburuk-buruk jamuan adalah
jamuan walimah, yang diundang sebatas orang-orang kaya, sementara
orang-orang miskin tidak diundang. Siapa yang tidak memenuhi
undangan maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya
shallallahu 'alaihi wasallam." (HR.Imam Bukhari)
b) Hidangan Walimah:
Mengadakan hidangan untuk tamu adalah sebuah kesunnahan
untuk memuliakan tamu yang hadir dalam acara walīmah. Hal ini
dilakukan oleh Rasūlallah untuk sebagian istri beliau hanya dengan
gandum. Sebagaimana hadis Nabi SAW:
د بن يوسف ث نا مم بة حد ث نا سفيان عن منصور بن صفية عن أميه صفية بنت شي حدين من شعري )رواه قالت أول النب صلى الل عليه وسلم على ب عض نسائه بد
71البخاري(“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf Telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur bin Shafiyyah dari
69
Zainuddin bin Abdul Aziz al- Malibari al-Fannani, Teremahan Fathul Mu’in , Bandung ,
Sinar Baru Al-Gensindo, 1994, jilid II, h.1229 70
Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III, h. 383 71
Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III, h. 382
38
Ibunya Shafiyyah binti Syaibah ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengadakan walimah terhadap sebagian dari isteri-
isterinya, yakni dengan dua Mud gandum” (HR.Imam Bukhari)
Rasūlallah juga pernah mengadakan walīmah Shafiyah hanya
dengan tepung dan kurma. Sebagaimana hadis Nabi SAW:
ث نا د بن أب عمر العدن وغياث بن جعفر الرحب قال حد ث نا مم نة حد سفيان بن عي ي ث نا وائل بن داود عن ابنه عن الزهريي عن أنس بن مالك أن النب صلى الل علي ه حد
72ماجه( ) رواه ابنوسلم أول على صفية بسويق وتر “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Umar Al Adani
dan Ghiyats bin Ja'far Ar Rahabi keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah berkata, telah
menceritakan kepada kami Wa`il bin Dawud dari Anaknya dari Az
Zuhri dari Anas bin Malik berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mengadakan walimah ketika menikah dengan Shafiah dengan sawiq
(makanan yang dibuat khusus untuk acara walimah) dan kurma” (HR.
Ibnu Majah)
Mayoritas ‘ulama berpendapat bahwa mengadakan walimah
hukumnya sunnah yang sangat dianjurkan. dan inti walimah adalah
makan, maka memberi makan orang lain pada dasarnya adalah
perbuatan yang mulia, terlebih jika yang diundang juga orang miskin
maka sudah pasti pahalanya akan berlipat.73
c) Hiburan Walīmah
ث نا إسحق بن منصور أن بأن جعفر بن عون أن بأن الجلح عن أب الزب ري عن ابن حداء رسول الل صلى الل عليه عباس قال أنكحت عائشة ذات ق رابة لا من النصار
ال رسول الل وسل ال أهدي تم الفتاة قالوا ن عم قال أرسلتم معها من ي غني قالت ل م
72
Muhammad bin Yazid Abu Abdillah, Sunan Ibnu Majah,juz I (Beirut, Dār al-Fikri, t.Th)
h. 153 73
Muhammad Saiyid Mahadhir, Walimah Lebih Dari Dua Kali Haram?, ( Jakarta: Rumah
Fiqih Publishing) Cet.I, H.12
39
ناك ول أت ي م صلى الل عليه وسلم إن النصار ق وم يهم غزل لو ب عث تم معها من ي حيان وحياكم ناكم 74) رواه ابن ماجه(أت ي
“memberitakan kepada kami Al Ajlah dari Abu Zubair dari Ibnu Abbas
ia berkata, "Aisyah menikahkan kerabat dekatnya yang berasal dari
kaum Anshar, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang seraya
bersabda: "Apakah kalian menghadiahkan seorang gadis?" Mereka
menjawab, "Benar." Beliau bertanya: "Apakah kalian mengutus
bersamanya orang yang bernyanyi?" 'Aisyah menjawab, "Tidak." Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya kaum
Anshar itu kaum yang memiliki sya'ir, kalau seandainya kalian mengutus
bersamanya orang yang mendendangkan: 'Kami datang kepada kalian,
kami datang kepada kalian, maka mudah-mudahan kami diberi umur
panjang, dan mudah-mudahan kalian diberi umur panjang” (HR.Ibnu
Majah)
Diantara hiburan yang dapat menghibur jiwa, menenangkan hati,
serta mengindahkan telinga, ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh
Islam selama tidak dicampuri ucapan kotor, cabul, dan yang kiranya
dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula ika disertai
dengan alunan musik selama tidak melenakan. Bahkan disunnahkan
dalam situasi gembira, melahirkan perasaan riang dan menghibur
hati.seperti pada hari raya perkawinan, kedatangan orang yang sudah
lama tidak datang, saat walimah dan akikah.75
3. Fokus Hadis Khitbah dan Walīmah
Pengkajian terma ini agar menjadi lebih sederhana dan spesifik, penulis
menukil hadis yang dominan berkaitan pada masalah Khitbah dan Walīmah ini,
maka penulis memfokuskannya pada beberapa hadis saja, sebagai berikut:
74
Muhammad bin Yazid Abu Abdillah, Sunan Ibnu Majah, juz I (Beirut, Dār al-Fikri, t.Th)
h. 159 75
Dr. Yusuf Qaradhawi, Halal dan haram ¸di terjemahkan oleh Tim Penerbit Jabal,
Jakarta, Tim Penerbit Jabal, 2013, h. 270
40
Tabel 2.1
Inventaris Hadis Khitbah dan Walīmah
1) Hadis kebolehan melihat wanita yang dipinang
ث نا ممد بن إسحق عن داود بن حصي ث نا عبد الواحد بن زيد حد د حد ث نا مسد حدعبد الل قال قال رسول عن واقد بن عبد الرمحن ي عن ابن سعد بن معاذ عن جابر بن
عليه وسلم إذا خطب أحدكم المرأة إن استطاع أن ي نظر إل ما يدع وه الل صلى اللكنت أتبأ لا حت ها ما دعان إل إل نكاحها لي فعل قال خطبت جارية رأيت من
76()رواه أبو داودنكاحها وت زوجها ت زوجت ها Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan
kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad, telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Ishaq, dari Daud bin Hushain, dari Waqid bin
Abdurrahman bin Sa'd bin Mu'adz dari Jabir bin Abdullah, ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah
seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu
untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya
hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang
seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku
melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku
pun menikahinya (HR. Abu Daud)
2) Hadis larangan meminang orang yang sudah dipinang
ث نا يزيد بن د حد ث نا مسد ث نا معمر عن الزهريي عن سعيد عن أب هري رة حد زريع حدل رضي الل عنه عن النبي صلى الل عليه وسلم قال ل يبع حاضر لباد ول ت ناجشوا و
على خطبته ول تسأل المرأة طالق أختها لتستكفئ يزيدن على ب يع أخيه ول يطب 77(ي)رواه البخار إنءها
Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada kami
Yazid bin Zurai' telah bercerita kepada kami Ma'mar dari Az Zuhriy
dari Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah orang yang hadir (orang kota)
membeli untuk yang tidak hadir (orang desa), dan janganlah seseorang
menyewa malakukan najasy dan janganlah kalian melebihkan harga
tawaran barang (yang sedang ditawar) saudaranya dan janganlah
pula seseorang meminang (wanita) pinangan saudaranya dan
76
As-Sajistani, Abu Daud bin Sulaiman bin Al-Asy’at. Sunan Abi Daud. Daar ar-Risalah
al-‘Alamiyah, Kairo Mesir, 2009 h.212. 77
Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III h. 252
41
janganlah seorang istri meminta suaminya menceraikan saudaranya
(istri suaminya yang lain) demi untuk mencukupi periuknya".
(HR.Imam Bukhari)
3) Hadis hendaknya memudahkan dalam hal mahar
ث نا ابن بة بن سعيد قال حد ث نا ق ت ي ليعة عن أسامة بن زيد عن صفوان بن سليم هحد عليه وسلم ين المرأة ت يسري عن عروة عن عائشة قالت قال رسول الل صلى الل
78)رواه امحد ابن حنبل(خطبتها وت يسري صداقا Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, dia berkata;
telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Usamah bin Zaid,
dari Shafwan bin Sulaim, dari Urwah, dari Aisyah berkata;
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Wanita yang
berbarakah adalah yang memudahkan dalam khitbahnya dan
meringankan maharnya.
4) Anjuran merayakan walimah
عليه وسلم أول ولو بشاة ال النب صلى الل 79()رواه البخارى عن عبد الرمحن بن عوف
Dari Abdurrahman bin ‘Auf berkata, Rasulullah SAW bersabda:
Rayakanlah walimah walaupun dengan memotong seekor kambing
(HR. Bukhari)
5) Undangan dalam walimah
ث نا عبد الل بن يوسف أخب رن مالك عن ابن شهاب عن العرج عن أب هري رة حدراء رضي الل رك الف ول شر الطعام طعام الوليمة يدعى لا الغنياء وي ت عنه أنه كان ي
عليه وسل ورسوله صلى الل د عصى الل عوة 80)رواه البخاري(ومن ت رك الد“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Al A'raj dari
Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwa ia berkata; "Seburuk-buruk
jamuan adalah jamuan walimah, yang diundang sebatas orang-orang
kaya, sementara orang-orang miskin tidak diundang. Siapa yang tidak
memenuhi undangan maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah
dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam." (HR.Imam Bukhari)
78
Abu ‘Abdullah al-Syaibani, Musnad Ahmad bin Hanbal, Beirut, Alam Al-Kutub,
1998,Jilid V, h.496. 79
Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III h. 372. 80
Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III, h. 383.
42
6) Hidangan walimah
ث نا سفيان عن منصور بن ث نا ممد بن يوسف حد بة حد صفية عن أميه صفية بنت شي ين من شعري )رواه قالت أول النب صلى الل عليه وسلم على ب عض نسائه بد
81البخاري(“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf Telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur bin Shafiyyah dari
Ibunya Shafiyyah binti Syaibah ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengadakan walimah terhadap sebagian dari
isteri-isterinya, yakni dengan dua Mud gandum”(HR.Imam Bukhari)
7) Hiburan dalam walimah
ث نا إسحق بن منصور أن بأن جعفر بن عون أن بأن الجلح عن أب الزب ري عن ابن حد اء رسول الل صلى الل عباس قال أنكحت عائشة ذات ق رابة لا من النصار
ال عليه وسل ال أهدي تم الفتاة قالوا ن عم قال أرسلتم معها من ي غني قالت ل م رسول الل صلى الل عليه وسلم إن النصار ق وم يهم غزل لو ب عث تم معها من
ناكم ول أت ي حيان وحياكم ي ناكم 82) رواه ابن ماجه(أت ي “memberitakan kepada kami Al Ajlah dari Abu Zubair dari Ibnu
Abbas ia berkata, "Aisyah menikahkan kerabat dekatnya yang berasal
dari kaum Anshar, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
datang seraya bersabda: "Apakah kalian menghadiahkan seorang
gadis?" Mereka menjawab, "Benar." Beliau bertanya: "Apakah kalian
mengutus bersamanya orang yang bernyanyi?" 'Aisyah menjawab,
"Tidak." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya kaum Anshar itu kaum yang memiliki sya'ir, kalau
seandainya kalian mengutus bersamanya orang yang
mendendangkan: 'Kami datang kepada kalian, kami datang kepada
kalian, maka mudah-mudahan kami diberi umur panjang, dan mudah-
mudahan kalian diberi umur panjang”(HR.Ibnu Majah).
81
Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III, h. 382 82
Muhammad bin Yazid Abu Abdillah, Sunan Ibnu Majah,juz I (Beirut, Dār al-Fikri, t.Th)
h. 159
43
BAB III
LETAK GEOGRAFIS WILAYAH KARANG TENGAH
A. Letak Geografis dan Demografis Wilayah Karang Tengah
Karang tengah adalah sebuah wilayah di kota Tangerang provinsi Banten.
Wilayah ini merupakan gerbang masuk kota Tangerang, karena berbatasan
langsung dengan kota administrative Jakarta Barat. Batas wilayah Karang Tengah
terdiri atas:
1. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan kecamatan Cipondoh.
2. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan kecamatan Ciledug.
3. Sebelah Barat berbatasan langsung dengan kecamatan Pinang.
4. Sebelah Timur berbatasan langsung dengan kecamatan Kembangan.
Kecamatan Karang Tengah merupakan salah satu dari 13 kecamatan yang
ada di kota Tangerang dengan luas wilayah 9, 55 km2. Kecamatan ini terdiri dari 7
kelurahan, 74 RW dan 359 RT. Adapun 7 kelurahan yang ada di wilayah
kecamatan Karang Tengah adalah kelurahan Pondok Pucung, kelurahan Karang
Mulya, kelurahan Karang Tengah, kelurahan Karang Timur, kelurahan Pedurenan,
kelurahan Parung Jaya dan kelurahan Pondok Bahar.1 Salah satu wilayah yang
dijadikan fokus penelitian adalah wilayah Karang Tengah.
Kelurahan Karang Tengah terletak pada jarak 4 km dari ibu kota, 85 km dari
ibu kota provinsi dan hanya berjarak 1 km dari ibu kota Negara. Sebagai daerah
pernyangga Jakarta, kelurahan Karang Tengah merupakan daerah strategis yang
memiliki peranan penting baik dalam hal ekonomi, pendidikan, politik, sosial
budaya maupun bidang lainnya. Secaraa geografis, Karang Tengah berada pada
1H. Bakri, Lurah Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 10 September 2017
44
posisi 25 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 4,583 mm/tahun dan
tofografi rendah dengan suhu rata-rata 27 derajat celcius – 35 derajat celcius.
Jumlah penduduk Karang Tengah adalah 13.910. Untuk mengetahui jumlah
penduduk Karang Tengah dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jumlah penduduk Karang Tengah
No. Jenis kelamin Frekuensi Prosentase
1.
2.
Laki-laki
Perempuan
7.268
6.642
52%
48%
Jumlah 13.910 100%
Sumber: Buku monografi kelurahan Karang Tengah
Dari table 3.1 di atas, diperoleh keterangan bahwa wilayah Karang Tengah
ini dihuni oleh 13.910 jiwa dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah perempuan yang terdiri atas 7.268 laki-laki dan 6.642 perempuan.
Dengan banyaknya penduduk yang menghuni wilayah ini, maka mereka
kemudian menjalani interaksi dalam hidup bermasyarakat.
Sejalan dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin
berkembang pula kehidupan penduduk Karang Tengah baik dalam bentuk fisik
maupun non fisik sehingga banyak menarik penduduk dari daerah lain untuk
datang ke wilayah Karang Tengah, khususnya penduduk pedesaan yang memiliki
beragam tujuan dan asal yang berbeda pula sehingga kelurahan Karang Tengah
menjadi sangat majemuk terutama dalam hal etnis. Untuk mengetahui komposisi
penduduk ini dapat dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut:
45
Tabel 3.2
Komposisi jumlah penduduk berdasarkan etnis
No. Etnis Frekuensi Prosentase
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Betawi
Jawa
Sunda
Sumatera
Cina keturunan
Lampung
Kalimantan
6.020
3.084
2.692
761
633
371
346
44,8%
22,6%
18,2%
5,0%
4,0%
2,8%
2,6%
Jumlah 13.910 100%
Sumber: Daftar isian potensi kelurahan Karang Tengah
B. Kondisi Agama dan Pendidikan
Kehidupan beragama masyarakat Karang Tengah sudah banyak
terakulturasi dengan kehidupan modern. Modernisasi menyebabkan pola pikir
masyarakat berubah yang pada akhirnya akan berakibat pada perilaku agama
masyarakat Ritus-ritus yang selalu menjadi rutin dilaksanakan baik wajib maupun
sunnah, sejalan dengan perkembangan pola pikir masyarakat yang ikut berubah
mengikuti kebutuhan dalam dunia modern.
Namun antar pemeluk agama terjalin kerukunan antar umat beragama.
Masyarakat di wilayah ini menjujung tinggi solidaritas dan toleransi yang sangat
kuat antar lintas agama. Hal ini dapat dibuktikan bahwa di wilayah Karang
Tengah tidak pernah terjadi konflik antar pemeluk beragama. Hal ini disebabkan
masyarakat Karang Tengah merupakan masyarakat yang sejak dari dahulu hingga
kini sudah terbiasa dengan segala perbedaan pendapat terutama dalam hal
keyakinan beragama.
46
Kondisi keagamaan masyarakat Karang Tengah mayoritas adalah beragama
Islam. Jumlah pemeluk agama Islam mencapai 9.259 orang. dan selebihnya adalah
Katholik, Protestan dan lain-lain.
Mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk wilayah Karang Tengah
adalah agama islam. Hal ini dapat dilihat dari sarana dan prasaranan ibadah yang
ada di wilayah Karang Tengah yang berjumlah 146 tempat ibadah. Untuk
mengetahui tempat-tempat ibadah yang ada di wilayah Karang Tengah ini dapat
dilihat pada tabel 3.3 Sebagai berikut :
Tabel 3.3
Jumlah sarana dan prasarana ibadah
No. Nama sarana dan prasarana Frekuensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Masjid
Mushallah
Vihara
Gereja
Pura
Klenteng
41 buah
105 buah
-
-
-
-
Jumlah 13.910
Sumber: Daftar isian potensi kelurahan Karang Tengah
Dari tabel 3.3 di atas, dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana ibadah
yang ada di wilayah Karang Tengah yang paling banyak adalah mushalla. Hal ini
dapat dipahami, karena mayoritas penduduk Karang Tengah beragama Islam yang
dalam ajarannya senantiasa mengedepankan pendidikan.
Perkembangan pendidikan pada masyarakat Karang Tengah mengalami
kemajuan yang sangat signifikan. Masyarakat Karang Tengah yang kebanyakan
etnis Betawi mulai menyadari akan pentingnya pendidikan. Kesadaran akan
pentingnya pendidikan bagi masyarakat Karang Tengah semakin baik. Untuk
47
mengetahui sarana dan prasarana pendidikan yang ada di wilayah Karang Tengah
ini dapat dilihat pada tabel 3.4 sebagai berikut :
Tabel 3.4
Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan
No. Jenjang pendidikan Frekuensi Prosentase
1.
2.
3.
4.
5.
6.
TK
SD
SMP
SMU
D1
S1
921
1.969
1.092
3.067
317
521
12%
25%
14%
38,3%
4,2%
6,4%
Jumlah 8.017 100%
Sumber: Daftar isian potensi kelurahan Karang Tengah
Dari tabel 3.4 di atas, dapat diketahui bahwa motivasi masyarakat Karang
Tengah dalam bidang pendidikan kini semakin besar. Hal ini dapat dilihat dari
semakin banyaknya masyarakat Karang Tengah yang belajar sampai ke perguruan
tinggi baik negeri maupun swasta. Namun rata-rata tingkat pendidikan masyarakat
Karang Tengah saat ini adalah SMU dengan prosentase mencapai 38,3%. Untuk
itu, peran orang tua sangat diperlukan dalam suatu kemajuan pendidikan.
Kini para orang tua memiliki motivasi lebih dalam menyekolahkan anak-
anak mereka sampai ke jenjang perguruan tinggi. Bahkan pekerjaan orang tua
sebagai buruh, petani atau pembantu rumah tangga bukan menjadi halangan bagi
mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya, karena para orang tua menyadari
dengan memiliki pendidikan yang tinggi, maka mereka mengharapkan anak-
anaknya kelak berhasil dalam mencapai cita-citanya yang tentunya akan
meningkatkan derajat mereka dalam kehidupan sosial masyarakat meskipun pada
dasarnya para orang tua mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi, sehingga
minat belajar anak-anak mereka semakin tinggi. Dalam waktu satu hari, anak-
48
anak mereka tidak hanya sekolah formal, melainkan juga belajar di sekolah agama
yang non-formal dan mengikuti les-les tambahan seperti les bahasa Inggris, Arab,
computer, dan lain sebagainya.
C. Sosial dan Ekonomi
Kehidupan sosial masyarakat Karang Tengah cukup dinamis. Sebagai
daerah yang menjunjung tinggi kekerabatan penduduknya terlihat harmonis. Hal
ini dapat dilihat dari beberapa aktivitas masyarakat seperti gotong royong, kerja
bakti dan kegiatan-kegiatan yang dapat memberdayakan masyarakat dalam
meningkatkan kesejahteraan. Misalnya kegiatan sosial masyarakat dipusatkan
pada kelurahan bersama dengan ketua RW dan RT berikut masyarakatnya. Untuk
mengetahui kegiatan-kegiatan sosial pada masyarakat Karang Tengah ini dapat
dilihat pada tabel 3.5 sebagai berikut :
Tabel 3.5
Kegiatan sosial masyarakat Karang Tengah
No. Nama Kegiatan Frekuensi
1.
2.
3.
4.
LPM
BKM
K3M
Karang Taruna
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
Sumber: Daftar isian potensi kelurahan Karang Tengah
Berdasarkan pengamatan, data yang diperoleh dari kantor kelurahan, maka
dapat diketahui bahwa kegiatan-kegiatan sosial masyarakat Karang Tengah relatif
dinamis. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas berupa bakti sosial yang
dilakukan dua minggu satu kali dengan agenda seperti membersihkan sampah,
saluran air, kebersihan dan penanaman pohon. Program sosial lainnya adalah
melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang juga melibatkan masyarakat
49
Karang Tengah adalah kegiatan pemanfaatan lahan kosong, penyuluhan tentang
bagaimana meningkatkan hasil pertanian dan kegiatan lainnya yang dapat
meningkatkan produktivitas masyarakat.Dengan demikian, masyarakat Karang
Tengah sangat gemar berinteraksi.
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Karang Tengah tidak mengalami
kendala dalam berinteraksi. Beragamnya etnis di wilayah Karang Tengah tidak
menghalangi mereka untuk saling berinteraksi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
suatu kenyataan bahwa sampai saat ini, tidak ada catatan criminal di wilayah
Karang Tengah mengenai tindak kekerasan ataupun benturan fisik dan pemikiran
yang berlatar belakang etnis. Masyarakat Karang Tengah baik penduduk asli
maupun pendatang hidup saling berdampingan. Sementara masyarakat modern
sering dikatakan sebagai masyarakat yang individualis, namun masyarakat Karang
Tengah yang juga layak disebut sebagai masyarakat modern tetap memegang
budaya gotong royong. Dalam berbagai acara baik yang bersifat individual
maupun kolektif, masyarakat Karang Tengah tetap saling membantu karena
tolong menolong di samping sebagai salah satu ciri budaya bangsa, juga akan
berdampak pada system ekonomi atau mata pencaharian.
Mayoritas wilayah Karang Tengah dihuni oleh penduduk asli yang
merupakan etnis Betawi. Letaknya yang berjarak 1 km dari ibu kota negara dan
juga sebagai daerah penyangga ibu kota, perekonomian masyarakat Karang
Tengahpun tergolong sudah maju. Hal ini ditandai dengan menjamurnya berbagai
mini market, rumah sakit, pabrik-pabrik berskala kecil dan besar serta fasilitas
umum lainnya sangat mudah dijumpai di wilayah Karang Tengah.Dengan adanya
berbagai fasilitas umum ini baik langsung ataupun tidak langsung dapat
50
membantu mengembangkan perekonomian masyarakat asli Karang Tengah dan
juga tentunya dapat menarik masyarakat dari luar daerah untuk tinggal dan
menetap di wilayah Karang Tengah. Masyarakat Karang Tengah kebanyakan
bekerja dalam bidang pertanian seperti membudidayakan tanaman hias. Namun
tidak seperti sistem pertanian di desa, pertanian di daerah Karang Tengah lebih
teratur dan dikemas secara modern. Penjualan atau pemasarannya juga dilakukan
dengan cara yang modern seperti berpartisipasi dalam pameran-pameran tingkat
daerah atau pameran di tingkat nasional. Untuk mengetahui mata pencaharian
penduduk Karang Tengah ini dapat dilihat pada tabel 3.6 sebagai berikut:
Tabel 3.6
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian
No. Mata pencaharian Frekuensi Prosentase
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Karyawan
a. PNS
b. TNI/POLRI
c. Buruh/swasta
Pedagang
Petani
Pertukangan
Jasa
Buruh tani
Pemulung
Pensiunan
1.532
61
1.404
1.071
2.914
176
465
26
13
1.130
17,4%
1%
16%
12,2%
33%
2%
5,3%
0,3%
0,1%
18%
Jumlah 8.792 100%
Sumber: Daftar isian potensi kelurahan Karang Tengah
Meskipun demikian, masyarakat Karang Tengah dalam melakukan
mobilitas ekonomi memiliki pilihan pekerjaan yang cukup variatif denagn
frekuensi yang beragam pula seperti terlihat pada tabel 7 di atas. Hal ini
51
disebabkan wilayah Karang Tengah merupakan daerah strategis, karena memiliki
banyak peluang bagi penduduknya guna melakukan mobilitas ekonomi. Meskipun
tidak semua sarana dan prasarana perekonomian berada di wilayah Karang
Tengah, namun hal ini cukup menguntungkan bagi penduduk Karang Tengah,
karena secara geografis wilayah Karang Tengah bertetangga dengan kecamatan
Ciledug. Selain itu, jarak wilayah Karang Tengah hanya sekitar 1 km dari ibu kota
negara. Hal ini tentu sangat memudahkan masyarakat Karang Tengah untuk
mencapai atau mendapatkan segala fasilitas yang ada di kota yang mungkin tidak
ada di wilayah Karang Tengah.
D. Kebudayaan dan Adat Istiadat
Penduduk asli masyarakat Karang Tengah mayoritas adalah etnis Betawi
dan kebudayaan yang tumbuh di wilayah Karang Tengah adalah tetap kebudayaan
Indonesia dan tradisional setempat seperti film, lenong, orkes melayu, gambang
kromong, wayang dan qasidah. Sebagai wilayah penyangga ibu kota, maka
wilayah Karang Tengah senantiasa membuka pinu lebar-lebar untuk kebudayaan
yang datang dari luar daerah ini asalkan tidak merubah budaya-budaya yang sudah
terpatri di hati masyarakat Karang Tengah.
Masyarakat Karang Tengah sangat menjunjung tinggi adat istiadat yang
berlaku di wilayah Karang Tengah. Banyak adat istiadat yang dimiliki oleh
masyarakat Betawi Karang Tengah yang salah satu di antaranya adalah tradisi
pernikahan adat Betawi. Dalam sebuah pernikahan adat Betawi, senantiasa
melakukan peminangan terlebih dahulu sebelum melakukan akad nikah yang
kemudian dilanjutkan dengan acara Walīmah perkawinan yang merupakan
ungkapan rasa syukur bagi kedua mempelai yang telah melangsungkan
52
pernikahan.Pesta pernikahan atau Walīmah adalah momen kebahagiaan bagi
kedua mempelai, maka Walīmah merupakan perbuatan yang dilaksanakan dalam
rangka mengumumkan, menyemarakan dan menghormati kedua mempelai. Adat
pernikahan ala Betawi ini memang sudah sesuai dengan ajaran Islam yang
bersumber dari hadis Rasīlāllah SAW.
E. Sistem Kepemimpinan
Karang Tengah merupakan sebuah daerah yang ada di kota Tangerang
provinsi Banten. Sebagai daerah yang tengah berkembang baik secara sosiologis
maupun psikologis, wilayah ini dipimpin oleh seorang lurah. Peran lurah cukup
signifikan terhadap perkembangan adat istiadat daerah ini. Fungsi lurah sebagai
penuntun, pengatur dan sekaligus sebagai pengambil kebijakan.2
Tipe kepemimpinan yang dipergunakan oleh lurah Karang Tengah adalah
tipe kepemimpinan demokratis, yaitu segala persoalan yang menyangkut program
pemerintahan dalam membina masyarakat selalu dimusyawarahkan dengan
masyarakat. Lurah melibatkan para tokoh masyarakat, guru dan aparat daerah
yang paling bawah seperti RW dan RT.
Dalam memberikan pembinaan kepada masyarakat, lurah merangkul dan
mengarahkan tanpa bertentangan dengan adat istiadat dan agama setempat yang
biasa mereka lakukan. Lurah menaruh kepercayaan kepada masyarakat secara
bertahap untuk membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan masyarakat. Lurah
tidak sekaligus menghilangkan tata cara adat kebiasaan masyarakat, tetapi dengan
pengarahan yang bersifat tahapan ini akhirnya tumbuh rasa simpatik masyarakat
tanpa terasa oleh masyarakat bahwa sebagian besar adat istiadat yang tidak sejalan
2H. Bakri, Lurah Karang Tengah, Wawancara Pribadi
53
dengan agama yang mereka lakukan telah dihilangkan atau diubah secara
perlahan-lahan.
Dengan demikian, peran kepemimpinan lurah dalam membina adat istiadat
adalah sangat penting karena di samping tugas informalnya adalah sebagai
penggerak juga tugas formalnya sebagai lurah yang suatu saat dapat mengajak
masyarakat untuk berkumpul dan memberikan arahan tentang pentingnya
memelihara adat istiadat.
Selain lurah, masyarakat Karang Tengah menjadikan tokoh masyarakat,
sesepuh dan ulama sebagai bagian dari kepemimpinannya. Mereka menjadikan
para sesepuh dan ulama sebagai pemimpin yang harus ditaati dan diikuti. Hal ini
berlaku pada masyarakat Karang Tengah sebagai penghormatan yang tinggi
terhadap mereka yang dianggap sebagai bagian dari budaya dan ajaran nenek
moyang. Mengingat begitu besarnya pengaruh tokoh masyarakat ini, maka
muncullah sikap fanatisme yang berlebihan terhadap mereka sebagai tokoh
masyarakat sehingga masyarakat cenderung mentaati para tokoh ini tanpa harus
banyak bertanya.
Betapa tidak, segala aktivitas masyarakat baik sosial maupun keagamaan
selalu melibatkan tokoh masyarakat sebagai pemandu dan pembimbingnya.
Masyarakat menganggap jika dalam suatu kegiatan tidak melibatkan tokoh
masyarakat, maka hal ini dianggap kurang lengkap di samping selalu dihantui
oleh perasaan khawatir mendapat bencana. Berdasarkan konsep ini, dapat
dipahami bahwa posisi tokoh masyarakat demikian penting dan mendapat posisi
terhormat dalam kehidupan masyarakat Karang Tengah.
54
Bertitik tolak pada asumsi ini, maka tidak berlebihan kiranya jika sistem
kepemimpinan masyarakat Karang Tengah diklasifikasikan sebagai masyarakat
yang bersistem kepemimpinan tradisional yang selalu mengikuti generasi tua dan
menjadikan tokoh masyarakat sebagai satu-satunya sumber tempat meminta
nasihat atau petuah.
55
BAB IV
TATA CARA KHITBAH DAN WALĪMAH PADA MASYARAKAT BETAWI
KARANG TENGAH DALAM TINJAUAN HADIS
A. Tata Cara Khitbah dan Walimah
a. Khitbah
Proses khitbah adat Betawi Karang Tengah dilakukan dengan melalui
beberapa tahapan yaitu:
1. Kunjungan ke rumah calon besan atau gadis ada beberapa tahap seperti:
a) Kunjungan pertama keluarga laki-laki datang mengunjungi rumah
keluarga perempuan untuk menanyakan dan memastikan apakah benar ada
hubungan antara jejaka dan gadis (kedua anak mereka). Jika keluarga
gadis menyatakan benar ada hubungan antara jejaka dan gadis mereka dan
keluarga gadis merestui hubungan mereka, maka keluarga laki-laki
merencanakan untuk datang pada tahap kedua dalam rangka untuk
melamar. Namun pada beberapa bagian daerah Karang tengah pula
terdapat proses perkenalan kunjungan keluarga dengan perantara pembawa
atau yang lebih akrab disebut Mak Comblang, yang bertugas mencarikan
atau mengenalkan anak laki-laki lajang dan perempuan lajang yang
diketahui keluarga dan seluk beluk nasab antar keduanya. Namun hal ini
sudah tidak ditemukan lagi.1
b) Kunjungan kedua yaitu khitbah (lamaran), keluarga laki-laki datang ke
rumah keluarga gadis dengan mengajak saudara dan para tetangga, yang
1 Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17
September 2017
56
pada inti kedatangannya adalah untuk melamar gadis yang dimaksud oleh
jejaka. pada prosesi khitbah ini, keluarga laki-laki biasanya membawa
beberapa parsel yang berisi buah-buahan, kue, sejumlah uang dan cincin
yang akan diserahkan kepada keluarga perempuan. Adapun cincin
diberikan serta disematkan oleh ibu dari anak laki-laki yang melamarnya
kepada anak gadis sebelum acara khitbah ditutup dengan do’a. cincin yang
disematkan kepada anak gadis itu sebagai tanda bahwa sang gadis sudah
dilamar dan calon mantu telah terikat, dalam adat betawi disebut Tande
Putus.
Dalam acara khitbah ini, ada pembawa acara dan ada satu keluarga yang
ditunjuk sebagai wali dari pihak keluarga laki-laki dan perwakilan dari
keluarga perempuan apabila para orang tua menghendaki adanya wakil.
Dalam acara khitbah ini, pembawa acaralah yang memimpin acara
khitbah.
Adapun susunan acara biasanya terdiri atas sambutan dari pihak keluarga
laki-laki sekaligus menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk
melamar. kemudian sambutan dari pihak keluarga perempuan yang berisi
penerimaan atas lamaran keluarga laki-laki. Kemudian dilanjutkan dengan
nasehat dari tokoh masyarakat agar proses khitbah ini membawa berkah,
langgeng dan mendapatkan keturunan yang shalih dan shalihah. Setelah itu
penyematan cincin oleh calon ibu mertua kepada calon menantu
perempuan (Tande Putus). Setelah itu baru penentuan hari dan tanggal
pernikahan. Setelah kedua keluarga sepakat menentukan hari dan tempat
57
pernikahan, acara ditutup dengan do’a dan dilanjutkan dengan menikmati
hidangan yang telah dihidangkan.2
2. Akad nikah atau ijab qabul.
Dalam akad nikah tidak ada yang berbeda dan akad nikah dilangsungkan
sesuai dengan rukun dan syarat nikah yaitu ada mempelai pria dan wanita, wali
nikah dan dua saksi. Pelaksanaan akad nikah biasanya dilaksanakan di tempat
kediaman mempelai wanita. Pelaksanaan akad nikah dengan dihadiri para tamu
undangan dan masyarakat sekitar dan dilanjutkan dengan resepsi pernikahan
(walīmah al-arusy) yang menjadi sarana pengumuman bagi masyarakat, bahwa
antara kedua mempelai telah resmi menjadi suami isteri.
Proses akad nikah adat Betawi Karang Tengah dilakukan dengan melalui
beberapa tahapan yaitu:
a) Upaca Pernikahan
Upacara pernikahan diawali dengan arak-arakan calon pengantin pria
menuju rumah calon isterinya. Dalam rangka arak-arakan itu, selain
iringan rebana dan diikuti barisan sejumlah kerabat yang membawa
sejumlah seserahan mulai dari roti buaya yang mempunyai filosofi
kesetiaan abadi, kue-kue khas betawi, buah-buahan dan pakaian.
b) Membawa orang-orang yang dapat menunjukan bela diri atau disebut
palang pintu.
palang pintu ini merupakan perlengkapan saat pengantin pria yang disebut
tuan raje mude hendak memasuki rumah pengantin wanita. Saat hendak
masuk ke kediaman pengantin putri, pihak wanita akan menghadang.
2 M. Rizal, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17
September 2017
58
Terjadi dialog yang sopan antara masing-masing rombongan pengantin
pria dan pengantin wanita. Sampai akhirnya pelan-pelan situasi makin
memanas lantaran pengantin wanita ingin menguji kesaktian dan juga
kepandaian pihak pengantin laki-laki dalam berilmu silat dan mengaji.
Baku hantam secara simbolisasi pun terjadi dan akhirnya pihak laki-
lakilah yang menang. Usai memenangi pertarungan, pengantin wanita pun
biasanya meminta pihak laki-laki untuk memamerkan kebolehannya dalam
membaca al-Qur’an3. Stelah itu barulah pihak laki-laki diperkenankan
masuk dan serangkaian acara di mulai, adapun rangkaian acaranya adalah :
1) Pembukaan dengan membaca Bismillah,
2) Pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang berkaitan dengan pernikahan,
3) Penyerahan dari perwakilan keluarga laki-laki kepada keluarga
perempuan,
4) Penerimaan oleh wakil keluarga perempuan atas serahan dari pihak
laki-laki,
5) Khutbah nikah yang dilangsungkan dengan akad nikah,
6) Nasihat pernikahan yang disampaikan oleh ustadz atau tokoh
masyarakat, dan terkadang nsihat pernikahan juga disampaikan oleh
penghulu,
7) Sungkeman kedua pengantin kepada orangtua,
8) Ramah tamah, yaitu para tamu undangan yang hadir dalam prosesi
akad nikah, dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang sudah
disediakan.
3Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17
September 2017
59
b. Walīmah
Pada masyarakat betawi karang tengah pesta pernikahan (walīmah)
dilangsungkan setelah ijab qobul tetapi ada juga pada masyarakat betawi yang
mengadakan acara walimahan setelah beberapa minggu atau bulan pernikahan.
Proses walīmah adat Betawi Karang Tengah dilakukan dengan melalui
beberapa tahapan yaitu:4
1. Tempat walīmah
Kebiasaan yang terjadi di masyarakat betawi adalah mengadakan walīmah di
rumah mempelai perempuan atau dengan menyewa gedung sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak dan sesuai dengan kemampuan keduanya.
2. Waktu Walīmah
Pesta pernikahan diselenggarakan setelah terjadinya akad (ijab qabul).
3. Hidangan Walīmah
Tidak ada batasan bagi penyelenggaraan pernikahan dari segi banyak atau
sedikitnya hidangan selama hal tersebut tidak termasuk pemborosan dan
bermegah-megahan. Dan harus disesuaikan dengan kemampuan yang
menyelenggarakan walīmah
4. Undangan Walīmah
Dalam mengundang tamu untuk menghadiri walīmah masyarakat Betawi
Karang Tengah tidak hanya mengundang orang kaya saja tapi juga orang
miskin, kerabat, sahabat.
4 Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17
September 2017
60
5. Mendo’akan Mempelai
Ucapan selamat dan do’a untuk kedua mempelai dalam pesta pernikahan
diharapkan dengan mendo’akan ketentraman dan kelanggengan. Rasulullah
saw. mengajarkan doa untuk kedua mempelai seperti “Barakallahu laka wa
baaraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khairin” (Semoga Allah
memberkahimu dan senantiasa memberkahimu dan mengumpulkan kalian
berdua dalam kebaikan.
6. Hiburan Walimah
Hiburan walīmah biasanya diadakan malam hari pada saat resepsi pernikahan,
ada juga sebagian saat resepsi berlangsung. Ada yang mengundang group
Qasidah, Gambus tapi ada juga sedikit yang mengundang dangdut.
Diagram 4.1
Diagram Pola Khitbah hingga Walīmah
B. Pendapat Tokoh Masyarakat Tentang Pernikahan Adat Betawi Karang
Tengah
Ada beberapa tokoh masyarakat yang memberikan tanggapan terhadap
pernikahan adat Betawi Karang Tengah yang salah satu di antaranya adalah lurah
Kunjungan
pertama
Kunjungan ke dua
Sekaligus Khitbah
Prosesi adat
sebelum akad nikah Prosesi akad nikah Walīmah
61
Karang Tengah yaitu bapak H. Bakri. Beliau mengatakan bahwa pada dasarnya
adat khitbah sampai dengan walimah dalam adat betawi khususnya Karang
Tengah, tidak ada yang menyimpang dari ajaran Islam.
Dalam khitbah dan walīmah adat Betawi Karang Tengah, selama ini sesuai
dengan syari’at Islam, dan tidak melanggar peraturan pemerintah, serta sesuai
dengan adat di Betawi. Dan seandainya ada yang melanggar syari’at islam itupun
hanya dilakukan oleh beberapa orang saja dan segera mendapatkan teguran dari
tokoh masyarakat setempat agar tidak di ulangi atau di ikuti oleh yang lainnya.
Adapun pelangaran yang terjadi, biasanya pada saat walimahan, ketika panggung
hiburan yaitu dangdutan digelar, ada beberapa orang yang minum-minuman keras
dan ada yang main judi, namun aparat setempat segera bertindak, mengingat di
Karang Tengah Kota Tangerang ini mempunyai Perda No. 7 Tahun 2005. 5
Pendapat lainnya dikemukakan oleh tokoh masyarakat Karang Tengah yaitu
bapak Drs. H. Jamasir. Menurut beliau, pernikahan adat Betawi Karang Tengah
tidak mengandung unsur keluar dari ajaran agama selama dalam proses khitbah
dan Walīmah, tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan hadis Rasūlullāh SAW.
Beliau mengatakan bahwa masyarakat Betawi identik dengan Islam, maka segala
rangkaian khitbah dan walimah Betawi Karang Tengah bersumber pada ajaran
Islam. Dengan demikian, tradisi Betawi tidak keluar dari unsur-unsur Islam
termasuk dalam hal khitbah dan walīmah yang dilakukan oleh masyarakat Betawi
Karang Tengah Kota Tangerang. 6
Adapun pendapat ustadz setempat, Ustadz H. Rizal mengemukakan bahwa
prosesi dari mulai Khitbah sampai dengan walīmah dalam adat Betawi Karang
5H. Bakri, Lurah Karang Tengah, Wawncara Pribadi, Tangerang, 10 September 2017
6H Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17
September 2017
62
Tengah tidak melanggar ajaran-ajaran Islam, sebab masyarakat Betawi Karang
Tengah sangat agamis dan berpegang teguh pada ajaran Islam. Jika ada yang
melanggar, tentunya akan mendapat cekalan dari penduduk setempat.
Misalnya dalam prosesi khitbah, tidak boleh melamar wanita yang sudah
dilamar, tidak boleh wanita yang masih ‘iddah dilamar dengan terang-terangan,
jarak antara khitbah menuju walimah tidak terlalu lama agar tidak ber –khalwat
dan terjadi kemungkaran yang dilakukan oleh kedua calon pengantin. Maka suatu
kesalahan besar jika wanita yang sudah di khitbah terdapat kebebasan untuk
bergaul. kemudian dalam hal mahar, keluarga perempuan tidak boleh mematok
mahar yang sangat tinggi, sehingga memberatkan keluarga pihak laki-laki. Maka
dalam hal mahar tergantung kesepakatan kedua keluarga mempelai atau
tergantung pada kondisi kemampuan keluarga laki-laki.
Dalam adat betawi, kedua mempelai yang sudah menikah hendaknya
mengadakan walīmah, biasanya walīmah diselenggarakan ditempat kediaman
mempelai wanita. Tetapi ada juga yang mengadakan walīmah sebanyak dua kali,
setelah menyelenggarakan walīmah ditempat kediaman mempelai wanita,
bbeberapa hari kemudian diselenggarakan walīmah ditempat mempelai laki-laki.
Tetapi dalam hal walimah hendaknya diselenggarakan semampunya saja, tidak
harus mewah yang terpenting mengandung syiar bahwa kedua pasangan sudah
menikah. dan dalam walīmah juga tidak ada yang melanggar syari’at Islam.
Dalam walimah tidak boleh mengundang orang-orang kaya saja, atau hanya
mengundang orang-orang yang terpandang saja, sedangkan orang yang miskin
tidak diundang, kemudian dalam walīmah, orang yang mempunyai hajatnya harus
menyiapkan hidangan semampunya dan juga tempat duduk untuk menikmati
63
hidangan, jika ingin mengadakan hiburan, sebaiknya yang bernafaskan Islami, dan
tidak boleh menggelar hiburan yang mengandung unsur maksiat. Itulah beberapa
hal yang harus diperhatikan oleh orang Betawi Karang Tengah dalam hal khitbah
dan walīmah, meskipun praktek dilapangan masih ada beberapa yang
mengadakan hiburan dalam walimah berupa dangdutan yang penyanyinya tidak
menutup aurat, dalam acara hiburan itupun ada yang bermain judi disekitarnya
bahkan ada yang mabuk, tetapi hal ini sudah jarang sekali terjadi. Sebab jika
dalam walīmah terdapat perbuatan yang melanggar, akan mendapatkan teguran
keras, baik dari aparatur pemerintah atau tokoh masyarakat setempat. 7
C. Analisa Tentang Relevansi Hadis Khitbah dan Walīmah Pada
Masyarakat Betawi Karang Tengah
pernikahan adat Betawi Karang Tengah tidak mengandung unsur keluar dari
ajaran agama selama dalam proses khitbah dan Walīmah, tidak ada hal-hal yang
bertentangan dengan hadis Rasūlullāh SAW. Beliau mengatakan bahwa
masyarakat Betawi identik dengan Islam, maka segala rangkaian khitbah dan
walimah Betawi Karang Tengah bersumber pada ajaran Islam. Dengan demikian,
tradisi Betawi tidak keluar dari unsur-unsur Islam termasuk dalam hal khitbah dan
walīmah yang dilakukan oleh masyarakat Betawi Karang Tengah Kota
Tangerang. 8
Dalam pelaksanaan khitbah dan walīmah pada masyarakat Betawi tidak
semuanya sesuai dengan hadis-hadis Nabi. Akan tetapi dalam rangkaian tradisi
khitbah dan walimah yang dilakukan oleh masyarakat Betawi Karang Tengah
tidak bertentangan dengan ajaran Islam . Hal ini sesuai dengan apa yang telah
7M.Rizal, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17
September 2017 8H. Bakri, Lurah Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 10 September 2017
64
dikemukakan oleh tokoh masyarakat Betawi Karang Tengah bahwa pernikahan
adat Betawi Karang Tengah tidak keluar dari ajaran Islam dan selama dalam
proses khitbah dan walīmah, tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan ajaran
Islam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi khitbah dan walīmah
pada masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang benar-benar relevan atau
sesuai dengan hadis-hadis Rasūlullāh SAW. baik dalam proses khitbah ataupun
walīmah, dalam proses khitbah dan sesuai dengan hadis-hadis Nabi adalah
sebagai berikut ;
1. Acara lamaranan dan melihat gadis yang di lamar
pada acara lamaran atau khitbah ini keluarga laki-laki datang ke
rumah keluarga gadis dengan mengajak saudara dan para tetangga, yang pada
inti kedatangannya adalah untuk melamar gadis yang dimaksud oleh jejaka.
Sebagaimana sabda Nabi ;
ث نا عاصم عن بكر بن عبد الل عن المغرية بن شعبة قال خطبت ث نا أبو معاوية حد حدها فإنه امرأة ف قال ل رسول ها ق لت ل قال فانظر إلي عليه وسلم أنظرت إلي الل صلى الل
نكما 9ل()رواه امحد ابن حنبأحرى أن ي ؤدم ب ي “Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Telah menceritakan
kepada kami Ashim dari Bakr bin Abdullah dari Al Mughirah bin Syu'bah
ia berkata, "Saya meminang seorang wanita, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam lalu bertanya kepadaku: "Apakah kamu telah
melihatnya?" Saya menjawab: "Belum." Beliau bersabda: "Lihatlah ia
karena itu akan lebih memantapkan kalian berdua." (HR.Ahmad bin
Hanbal)
2. Larangan meminang wanita yang sudah dipinang oleh orang lain atau dalam
keadaan iddah
Masyarakat Betawi Karang Tengah memahami benar bahwa wanita
yang sudah dalam lamar orang, tidak boleh dilamar lagi. Dalam hal ini, orang
\
65
Betawi pantang melamar wanita yang sudah dilamar oleh orang lain. Dan
tidak dibolehkannya melamar wanita secara terang-terangan yang sedang
masa iddah. Sebagamana Allah berfirman ;
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran
atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.
Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada
itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara
rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang
ma‘ruf. dan janganlah kamu ber-‘azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,
sebelum habis ‘iddah-nya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui
apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”(QS. al-Baqarah :
235).
Dan Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhāri sebagai
berikut :
ث أن ابن عمر رضي ا عت نفعا يد ث نا ابن جريج قال س ث نا مك ي بن إب راهيم حد حد للهما كان ي قول ن هى النب صلى الل عليه وسلم أن يبيع ب عضكم على ب يع ب عض ول يطب عن
له أو يذن له الاطب رك الاطب ق ب 10)رواه البخاري(الرجل على خطبة أخيه حت ي ت
“Telah menceritakan kepada kami Makki bin Ibrahim Telah menceritakan
kepada kami Ibnu Juraij ia berkata, Aku mendengar Nafi' menceritakan
bahwa Ibnu Umar radliallahu 'anhuma berkata, "Nabi shallallāhu 'alaihi
wasallam telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli
saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain
10
Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid II, h. 252
66
hingga ia meninggalkannya atau pun menerimanya, atau pun ia telah diberi
izin oleh sang peminang pertama" (HR. Bukhari).
3. Larangan ber khalwat
Menurut adat Betawi Karang Tengah, kebebasan bergaul antara
pria dengan wanita yang sudah dilamar adalah salah besar.11
Dengan
demikian, masyarakat Betawi Karang Tengah sangat fanatik dengan
pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan terutama bagi perempuan
yang sudah dilamar. Perbuatan seperti ini jelas dilarang oleh Islam
sebagaimana sabda Rasūlullāh SAW sebagai berikut:
يلون رجل بمرأة : ل عن ابن عباس رضي هللا عنه عن النب صلى هللا عليه وسلم قال 12ل مع ذى مرم )رواه البخارى(.ا
“Dari Ibnu Abbas ra, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: Tidak
boleh seorang laki-laki bersamaan dengan seorang perempuan kecuali
bersama mahramnya” (HR. Bukhari).
Berdasarkan hadis di atas, maka dapat dipahami bahwa seorang laki-laki
dilarang bersenang-senang dengan perempuan kecuali perempuan yang menjadi
isterinya atau mahramnya.13
4. Menuntut mahar yang tinggi
Dalam hal mahar, masyarakat Betawi Karang Tengah tidak pernah
mematok mahar yang harus diberikan. Oleh sebab itu, masyarakat Betawi
Karang Tengah tidak pernah mempersoalkan tentang tuntutan terhadap mahar
yang tinggi. Hal ini sangat bergantung pada kemampuan pihak laki-laki dan
11
M.Rizal, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17
September 2017 12
Imam al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, h. 251 13
Muhammad Thalib, 15 Tuntunan Meminang Islami, (Bandung: Bait al-Salam, 1999), Cet.
ke-1, h. 47
67
berdasarkan kesepakatan kedua keluarga. Sebagaimana dijelaskan dalam
sebuah hadis ;
ر الصداق عليه عن عقبة بن عامر رضي هللا عنه قال، قال رسول هللا صلى هللا وسلم : خي 14ايسره )رواه ابوداود(.
“Dari Uqbah bin Amir ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sebaik-
baiknya maskawin itu adalah yang termudah atau yang paling gampang”
(HR. Abu Dawud).
Berdasarkan hadis ini, maka rumah tangga dalam Islam mengajarkan
bahwa suami isteri harus saling memahami kekurangan dan kelebihan masing-
masing serta harus memahami pula hak dan kewajibannya serta mengerti akan
tugas dan fungsinya masing-masing yang kemudian dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawab sehingga tidak terjadi hal-hal yang menodai perkawinan
serta dapat mengantisipasi hal-hal yang buruk yang mungkin disebabkan oleh
penyimpangan walīmah yang dilaksanakan pada saat diselenggarakannya
pernikahan.15
Adapun dalam proses walimah dan sesuai dengan hadis-hadis Nabi adalah
sebagai berikut ;
1. Menyelenggarakan walimah sesuai dengan kemampuan
dalam hal walimah hendaknya diselenggarakan semampunya saja,
tidak harus mewah yang terpenting mengandung syiar bahwa kedua
pasangan sudah menikah.16
Sebagaimana sabda Nabi ;
عليه وسلم 17()رواه البخارى أول ولو بشاة عن عبد الرمحن بن عوف ف قال النب صلى الل
14
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulug al-Marram, h. 529 15
Muhammad Thalib, 15 Tuntunan Meminang Islami, (Bandung: Bait al-Salam, 1999),
Cet. ke-1, h. 48 16
M.Rizal, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17
September 2017 17
Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III h. 372.
68
Dari Abdurrahman bin ‘Auf berkata, Rasulullah SAW bersabda:
Rayakanlah walimah walaupun dengan memotong seekor kambing (HR.
Bukhari)
2. Tidak Boleh Hanya mengundang orang-orang kaya saja
Semua masyarakat yang dikenali oleh kedua keluarga mempelai,
akan diundang untuk hadir dalam acara walimah, dan tidak memandang
status sosial apapun. Dengan demikian, tradisi ini sesuai dengan ajaran
Islam. Sesuai dengan sabda Nabi ;
وسلم : شر طعام الوليمة يدعى ول هللا صلى هللا عليه قال، قال رس عنإبن عباس رضي هللا عنه رك الفقراء لا األغنيا 18مسلم(. )روا ء وي ت
“Dari Ibnu Abbas ra berkata, Rasulullah SAW bersabda: Seburuk-buruknya
makanan adalah makanan pada sebuah Walīmah yang di dalamnya hanya
berisikan orang-orang kaya dan terlarang bagi orang-orang miskin” (HR.
Muslim).
3. Standing party
Standing party merupakan penyajian makanan sambil berdiri dan tidak
menyediakan tempat duduk untuk makan. Pada masyarakat Betawi Karang
Tengah, tradisi ini tidak ada dan semua tamu undangan dipersiapkan meja dan
kursi untuk menyantap hidangan. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasūlullāh
SAW ;
ث نا مسعر عن عبد الملك بن ميسرة ث نا أبو ن عيم حد عنه حد عن الن زال قال أتى علي رضي الليت على بب الرحبة فشرب قائما ف قال إن نسا يكره أحدهم أن يشرب وهو قائم وإن رأ
عليه وسلم ف عل كما رأي ت 19)رواه البخارى(.مون ف علت النب صلى الل Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada
kami Mis'ar dari Abdul Malik bin Maisarah dari An Nazal dia berkata; Ali
radliallahu 'anhu pernah datang dan berdiri di depan pintu rahbah, lalu dia
minum sambil berdiri setelah itu dia berkata; "Sesungguhnya orang-orang
18
Abdul Mu’azim al-Mundziriy, Mukhtasar Shaḥīh Muslim, h. 76 19
Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Juz IV, h. 20
69
merasa benci bila salah seorang dari kalian minum sambil berdiri, padahal
aku pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukannya
sebagaimana kalian melihatku saat ini. (HR. Imam Bukhori).
4. Hiburan saat walimah
Masyarakat Betawi Karang Tengah mengadakan hiburan dengan
memutar alunan musik dari kaset sebagai hiburan untuk tamu undangan tetapi
ada juga sebagian masyarakat Betawi Karang Tengah mengadakan hiburan
dengan mendatangkan gambus, qasidah dan ada sebagian yang mendatangkan
hiburan berupa dangdut. Sebagaimana Sabda Nabi ;
ث نا عيسى بن يونس عن خالد ب ث نا نصر بن علي الهضمي والليل بن عمرو قال حد ن إلياس حد عليه وسلم قال أعلنوا هذا عن ربيعة بن أب عبد الرمحن عن ال قاسم عن عائشة عن النب صلى الل
20)ابن ماجه(الن كاح واضربوا عليه بلغربل “Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al Jahdlami dan Al Khalil
bin Amru keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus
dari Khalid bin Ilyas dari Rabi'ah bin Abu 'Abdurrahman dari Al Qasim dari
'Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Umumkanlah pernikahan ini, dan tabuhlah rebana.")HR.Ibnu Majah)
5. Makanan dan minuman yang menggunakan tempat dari emas dan perak
Semua makanan dan minuman tidak pernah menggunakan tempat yang
terbuat dari emas dan perak. Di samping dilarang oleh ajaran Islam, hampir
semua masyarakat Betawi tidak pernah menggunakan tempat yang terbuat
dari emas dan perak. Jadi, tradisi walīmah pernikahan ini sesuai dengan
ajaran Islam. Hal ini sesuai dengan hadis Rasūlullāh SAW sebagai berikut:
ثن مالك بن أنس عن نفع عن زيد بن عبد ث نا إساعيل قال حد الل بن عمر عن عبد الل حد عليه وسلم يق عن أم سلمة زوج النب صلى الل أن رسول الل بن عبد الرمحن بن أب بكر الص د
عليه وسلم قال الذي يشرب ف إنء ا يرجر ف بطنه نر جهنم صلى الل 21الفضة إن
20 Al-Imam Ibnu Majah, Sahih Ibnu Majah, Dar Al-Kutub Al-ilmiyah, Lebanon 2008, Hal
305.
70
“Telah menceritakan kepada kami Isma'il dia berkata; telah menceritakan
kepadaku Malik bin Anas dari Nafi' dari Zaid bin Abdullah bin Umar dari
Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Bakr As Siddik dari Ummu Salamah
isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Orang yang minum dari bejana yang terbuat dari
perak, hanyasanya ia menuangkan neraka Jahannam ke dalam perutnya". Dan dalam riwayat lain disebutkan ;
ث نا يي بن يي قال ق رأت على مالك عن نفع عن زيد بن عبد الل عن عبد الل حديق عن أم سلمة زوج النب صلى الل عليه وسلم أن بن عبد الرمحن بن أب بكر الص د
ا يرجر ف بطن ه نر رسول الل صلى الل عليه وسلم قال الذي يشرب ف آنية الفضة إنثنيه ع بة وممد بن رمح عن الليث بن سعد ح و حد ث ناه ق ت ي لي بن حجر جهنم و حد
ث نا ممد ث نا ابن نري حد ث نا إسعيل ي عن ابن علية عن أيوب ح و حد بن السعدي حدث نا أبو بكر ث نا يي بن سعيد ح و حد ث نا ممد بن المث ن حد بن أب بشر ح و حد
ث نا ممد بن ث نا علي بن مسهر عن عب يد الل ح و حد بة والوليد بن شجاع قال حد شي ث نا ش ث نا موسى بن عقبة ح و حد ث نا الفضيل بن سليمان حد بان أب بكر المقدمي حد ي
ث نا جرير ي عن ابن حازم عن عبد الرمحن السراج كل هؤلء عن نفع بث ل بن ف روخ حدأن حديث مالك بن أنس بسناده عن نفع وزاد ف حديث علي بن مسهر عن عب يد الل
هم ذكر األكل الذي يكل أو يشرب ف آنية الفضة والذهب وليس ف حديث أحد من 22مسلم( )رواوالذهب إل ف حديث ابن مسهر
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata; Aku membaca
Hadits dari Malik dari Nafi' dari Zaid bin 'Abdullah dari 'Abdullah bin
'Abdurrahman bin Abu Bakr Ash Shidiqi dari Ummu Salamah istri Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Orang yang minum dengan bejana yang terbuat dari perak,
sebenarnya dia sedang menggodok api neraka di dalam perutnya." Telah
menceritakannya kepada kami Qutaibah dan Muhammad bin Rumh dari Al
Laits bin Sa'd; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain, Telah
menceritakannya kepadaku 'Ali bin Hujr As Sa'idi; Telah menceritakan kepada
kami Isma'il yaitu Ibnu 'Ulayah dari Ayyub; Demikian juga telah diriwayatkan
21
Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Juz IV, h. 23 22
Abu al-Husain Muslim ibni Muslim al-Qusyaīri al-Naisaburi, Sahih Muslim,(Riyad: Dār
al-Salam, 1998), h.3846
71
dari jalur yang lain, Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair; Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr; Demikian juga telah
diriwayatkan dari jalur yang lain; Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Sa'id; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain, Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Al Walid bin Syuja'
keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin Mushir dari
'Ubaidillah; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Bakr Al Muqaddami; Telah
menceritakan kepada kami Al Fudhail bin Sulaiman; Telah menceritakan
kepada kami Musa bin 'Uqbah; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur
yang lain; Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh; Telah
menceritakan kepada kami Jarir yaitu Ibnu Hazim dari 'Abdurrahman As
Sarraj mereka semuanya meriwayatkan dari Nafi, sebagaimana Hadits Malik
bin Anas dengan sanadnya. Di dalam Hadits Ali bin Mushir dari Ubaidullah
ada tambahan lafazh; 'Bahwa orang yang makan atau minum dengan bejana
yang terbuat dari perak dan emas…'. Padahal dalam semua Hadits yang lain
tidak ada tambahan 'makan dan emas', kecuali Hadits dari Ibnu Mushir saja.”
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa selama tradisi ini tidak mengandung unsur-unsur maksiat dan berbangga-
bangga dalam memamerkan harta benda, maka hal tersebut dibolehkan dengan
catatan bahwa tradisi Khitbah dan Walīmah pada masyarakat Betawi Karang
Tengah tidak melanggar ketentuan-ketentuan agama.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa rangkaian-rangkaian
tradisi yang terdapat dalam khitbah dan walimah masyarakat Betawi Karang
Tengah, adalah tradisi yang diwariskan secara turun temurun. sehingga tidak
semua tata cara khitbah dan walimah mempunyai kesesuaian dengan hadis-hadis
yang berkaitan dengan khitbah dan walimah.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang tertuang dalam skripsi ini, penulis
mengemukakan saran-saran untuk masyarakat Betawi Karang Tengah sebagai
berikut:
1. Dalam tradisi khitbah masih banyak masyarakat yang belum memahami
tentang tata cara khitbah menurut Islam. Untuk itu, para ulama dan para
cendekiawan serta para guru hendaknya memberikan penjelasan tentang tata
cara khitbah menurut Islam sehingga khitbah yang dilakukan masyarakat
sesuai dengan tuntunan hadis Rasūlullāh SAW.
2. Dalam walīmah pernikahan hendaknya dilakukan sesuai dengan kemampuan
masing-masing individu, tidak dengan cara memaksakan kehendak yang dapat
menimbulkan mudharat.
73
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet, et.al. Fiqih Munakahat I. Bandung: Pustaka Setia. 1999
Abu bakar, Muhammad. Terjemahan Subulus as-Salam, Jilid III. Surabaya. al-
Ikhlas. 1995.
Abu Zahrah, Muhammad. al-Akhwal al-Syakhsyīyyāh, Cet. Ke-3 Kairo: Dāar al-
Fikr. 1957.
Ahmadi, Abu. Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta.
1988.
Al- Bukhari, Imam,Shahih al-Bukhari. Jilid I. Beirut: Daar al-Ulum al-Ilmiyyah,
t.th.
Al- Hadad, Thahir. Wanita Dalam Syari’at dan Masyarakat, Cet. Ke-4 Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1993.
Al- Husaini, Taqiyuddin Abu Bakar. Kifayah al-Akhyar. Beirut: Daar al-Kutub.
1995.
Al- Istanbuli, Mahmud Mahdi. Kado Perkawinan, CET. Ke-4. Terj. Ibnu Ibrahim.
Jakarta : Pustaka Azzam. 2000.
Al- jamal, Muhammad. Ibrahim,Fiqih Muslimat, Terj., Zaid Husein al-Hamid.
Jakarta. Pustaka Amani. 1995.
Al- Jaziri, Abdurrahman. Fiqh Empat Mazhab, Jilid V. Terj., Abu Hurairah,
Bandung : Darul Ulum Press.
Al- Mundziriy, Abdul Mu’azim. Mukhtasar Shahih Muslim, Cet. Ke-1. Solo :
Darussalam. 1996.
Al- Naisaburi, Abu al-Husain Muslim ibni Muslim al-Qusyairi, Sahih
Muslim,Riyadh : Daar al-Salam, 1998
74
Al- Razi, Fakhur ad-Din. Mafatihul Ghaib, Juz VI. Beirut : Dar al-Fikr, 1401.
Al- Sabagh, Mahmud, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, Terj.
Bahrudin Fanani. Bandung : Remaja Rosdakarya. 1991.
Al- Syaibani, Ahmad Ibn Hambal Abu Abdullah, Musnad Imam Ahmad Ibn
Hambal. Muasasah Qurthabah, Juz IV. Kairo
Al- Aynī, Badr al-din Abī Muḥammad Maḥmūd bin Aḥmad. ‘Umdah al-Qārī
Sharḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Beirut : Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2001.
Al- Ilmy, Abu Yasir al-Hasan. Fiqh al-Sunnah al-Nabawiyah: Dirayah wa
Tanzilan, Disertasi: t.tp, t.th.
Amal, Taufiq Adnan. Islam dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan, 1990
Andi, Azhari. Dkk, “Reinterpretasi Sunnah : Studi Pemikiran Muhammad Shahrūr
terhadap Sunnah”, Jurnal Living Hadis, Vol. 1, No. 1, (Mei 2016)
Anwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Arkoun, Mohammed. Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan
Jalan Baru, Jakarta: INIS, 1994.
Anwar, Saefuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1996.
Al-Iraqy, as-syayid. Butsainan Rahasia Pernikahan yang Bahagia. Jakarta :
Pustaka Azzam. 2002.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve,
1996.
Dawson, Catherin. Metode Penelitian Praktis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010
Hakim, Rahmat, Hukum Perkawinan Islam. Bandung : Pustaka Setia. 2000.
Hartono, Aziz Amicon. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. 1990.
http://arifardiyansyah.wordpress.com/2007/08/18adab-adab-etika
75
Hussein, Muhammad. Tuntunan Upacara Perkawinan Islami,Cet. Ke-1 Bandung:
Irsyad Baital-Salam, 1999.
Ibn Hajar, Al- asqalānȋ, Bulughul Maram. Semarang : Toha Putra. t.th.
Ibn Hambal, Abu Abdullah Asy-Syaibany, Musnad Imam Ahmad Ibn Hambal,
Kairo: Muasasah Qurthabah,Juz IV
Idhamiy, Dahlan, Azas-Azas Fiqh Munakahat, Surabaya : al-Ikhlas, 1984
Isa, Abdul Ghalib. Bisikan Malam Pengantin, terj., Muhammad Surri Sudahri,
Cet. Ket-4 Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Ismail, Thorik. Mata Kuliah Menjelang Pernikahan, terj. Zainuddin, Cet Ke-3
Surabaya: Pustaka Progressif, 2004.
Mahdi, Mahmud. Kado Perkawinan, Terj. Ibnu Ibrahim, Cet. Ke-4. Jakarta:
Pustaka Azzam. 2000.
Manzur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram, Ibnu,Lisan al-‘Arab Beirut: al-
Daarr al-Syifa, 630-711 H. Juz. IMarzuki, Metodologi Riset, Yogyakarta:
BPFE. 1998.
Mastuhu, et.al. Manajemen Penelitian Agama; Perspektif Teoritis dan Praktis,
Jakarta: INIS, 2000
Mubarok, Ahmad. Psikologi Keluarga: Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga
Bangsa. Jakarta: Gema Insani Press. 1997.
Muchtar, Kamal r. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Cet. Ke-3.
Jakarta. Bulan Bintang. 1993.
Mukhtar, Kamal. Azas-Azas Perkawinan Hukum Islam, Cet. Ke-1. Jakarta. Bulan
Bintang, 1973.
Muslim, Imam, Shahih Muslim. Beirut: Daar al-Fikr, t.tth.
76
Musthofa al-Maraghi, Ahmad,Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar.
Semarang. Toha Putra. 1993.
Nashir, al-Athar, Abd. Saat Anda Meminang. Jakarta . Pustaka Azzam. 2001.
Shihab, Qurais. M.,Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung. Mizan. 2000.
Raco, JR. Metode Penelitian Kualitatif; Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya.
Jakarta. Grasindo, t.th.
Rasyid Ridha, Ni’mah, Tabarruj. Terj., Abdul Rasyid Shiddiq, Cet Ke-16.
Jakarta. Pustaka al-Kautsar. 2002.
Rasyid Ridho, Muhammad. Tafsir al-Manar, Juz II. Mesir: Matba’at al-Manar.
1350 H.
Rusyd, Ibn, Bidayatul Mujtahid. terj. Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun,
Jilid II. Jakarta. Pustaka Insani. 2007.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Juz III. Jakarta. Cakrawala Publishing. 2008.
Santana, Septian. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta. Yayasan
Obor Indonesia. 2007.
Soebakti, Poeparto. Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta. Pradya
Paramita. 1983.
Suprayogo, Imam. et.al., Metodologi Penelitian Sosial Agama, Bandung. Remaja
Rosdakarya. 2003
Syaodih Sukmadinata, Nana. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung. Remaja
Rosdakarya. 2007.
77
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta. Prenada Media.
2006.
Syarifuddin, Amir. Rujuk Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta. Kencana. 2006.
Tatang, M. Arifin. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
1995.
Taufik, Nashir, al-Athar, Abdul. Saat Anda Meminang, Jakarta. Pustaka Azam.
2001.
Thalib, Muhammad. 15 Tuntunan Meminang Islami, Cet. Ke-1. Bandung: Bait al-
Salam. 1999.
UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta, Djambatan. 1992.
Ulwan, Nashih, Muhammad. Tata Cara Meminang Dalam Islam, terj., Ahmad al-
Wakidy, Cet. Ke-4. Solo. Pustaka Mantiq. 1995.
Ulwan, Nasih, M. Tata Cara meminang Dalam Islam, Terj., Ahmad al-Wakidy,
Cet Ke -4. Solo. Pustaka Manthiq. 1995.
Warson Munawwir, Ahmad. Kamus al-Munawwir, Surabaya. Pustaka Progressif.
2002.
Wignyodipuro, Suryo. Pengertian dan Azas-Azas Hukum Adat, Jakarta. Gunung
Agung. 1983.
Zainal, Abidin, Suhailah. Menuai Kasih di Tengah Keluarga, Cet. Ke -1 terj.
Ayub Mursalin, Jakarta. Mustaqim. 2002.
Zuhaili, Wahbah. Fiqh al-islam Wa Adillatuhu, juz IX. Damaskus : Daar al-Fikr,
t.th.
78
Lampiran 1. Hasil Wawancara Tentang Walȋmah dan Khitbah Pada Lurah
Karang Tengah
Narasumber : H. Bakri
Jabatan : Lurah Karang Tengah
Hari/Tanggal : Senin, 10 September 2017
Tempat : Kelurahan Karang Tengah
Pondok Pucung Karang Tengah, Kota Tangerang
Pertanyaan dan jawaban
Tanya : Mohon bapak jelaskan tentang letak geografis wilayah Karang
Tengah ?
Jawab : Secara geografis, wilayah Karang Tengah merupakan gerbang
masuk kota Tangerang karena berbatasan langsung dengan kota
administrative Jakarta Barat. Batas wilayah kota Tangerang terdiri
atas sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kecamatan
Cipondoh, sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Kecamatan
Ciledug, sebelah Barat berbatasan langsung dengan Kecamatan
Pinang dan sebelah Timur berbatasan langsung dengan Kecamatan
Kembangan.
Tanya : Bagaimana kondisi demografis wilayah Karang Tengah ?
Jawab : Wilayah Karang Tengah merupakan wilayah yang sangat strategis
yang memiliki peran penting baik dalam hal ekonomi, pendidikan,
politik, sosial budaya maupun bidang lainnya. Secara geografis,
79
wilayah Karang Tengah berada pada posisi 25 km di atas permukaan
laut. Jumlah penduduk Karang Tengah pada tahun 2017 adalah
13.910 jiwa.
Tanya : Bagaimana kondisi agama dan pendidikan masyarakat Karang
Tengah ?
Jawab : Kehidupan beragama masyarakat Karang Tengah sudah banyak
terakulturasi dengan kehidupan modern. Kondisi keagamaan
masyarakat Karang Tengah mayoritas beragama Islam. Hal ini
terbukti dari penganut agama Islam sebanyak 9.259 dan sisanya
beragama lain.
Tanya : Bagaimana kondisi pendidikan masyarakat Karang Tengah ?
Jawab : Perkembangan pendidikan pada masyarakat Karang Tengah
mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Masyarakat Karang
Tengah yang kebanyakan etnis Betawi mulai menyadari akan
pentingnya pendidikan. Kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi
masyarakat Karang Tengah semakin baik di samping ketersediaan
sarana dan prasarana pendidikan.
Tanya : Bagaimana kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Karang
Tengah ?
Jawab : Penduduk asli masyarakat Karang Tengah adalah etnis Betawi dan
kebudayaan yang tumbuh di wilayah Karang Tengah adalah tetap
kebudayaan Indonesia dan tradisional seperti film, lenong, orkes
melayu, gambang kromong, qasidah, dan lain sebagainya.
Masyarakat Karang Tengah menjunjung tinggi adat istiadat yang
80
berlaku di wilayah Karang Tengah. Banyak adat istiadat yang
dimiliki oleh masyarakat Karang Tengah yang salah satu di
antaranya adalah tradisi pernikahan adat Betawi.
Tanya : Bagaimana kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Karang Tengah ?
Jawab : Kehidupan sosial masyarakat Karang Tengah cukup dinamis.
Sebagai daerah yang menjunjung tinggi kekerabatan penduduknya
terlihat harmonis. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aktivitas
masyarakat seperti gotong royong, kerja bakti dan kegiatan-kegiatan
yang dapat memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan
kesejahteraan. Mayoritas wilayah Karang Tengah dihuni oleh
penduduk asli yang merupakan etnis Betawi. Letaknya yang hanya
berjarak 1 km dari ibu kota Negara dan juga sebagai penyangga
daerah ibu kota, perekonomian masyarakat Karang Tengan tergolong
maju. Hal ini ditandai dengan menjamurnya berbagai mini market,
rumah sakit, pabrik-pabrik yang berskala kecil dan besar serta
adanya fasilitas umum lainnya sangat mudah dijumpai di wilayah
Karang Tengah.
Tanya : Bagaimana sistem kepemimpinan masyarakat Karang Tengah ?
Jawab : Tipe kepemimpinan yang dipergunakan oleh lurah Karang Tengah
adalah model kepemimpinan demokratis yaitu segala persoalan yang
menyangkut program pemerintahan dalam membina masyarakat
selalu dimusyawarahkan dengan masyarakat. Dalam hal ini, lurah
81
melibatkan tokoh masyarakat, guru dan aparat daerah yang paling
bawah seperti RW dan RT.1
Tanya : Menurut bapak, apakah masyarakat Karang Tengah terutama
generasi muda masih peduli dengan adat kebiasaan pada masyarakat
Betawi Karang Tengah ?
Jawab : Menurut saya, generasi muda di sini sangat menghormati adat
istiadat selama adat kebiasaan itu tidak bertentangan dengan agama,
karena agama merupakan pedoman hidup bagi masyarakat Karang
Tengah.
Tanya : Bagaimana saran bapak terhadap masyarakat Karang Tengah terkait
dengan masalah adat istiadat ?
Jawab : Saya hanya berharap, mudah-mudahan para generasi muda
masyarakat Betawi Karang Tengah senantiasa menjunjung tinggi
adat istiadat yang ada di wilayah Karang Tengah. karena mereka
adalah penerus untuk tetap melestarikan budaya Betawi terutama
pelestarian terhadap budaya Betawi yang erat kaitannya dengan
masalah pernikahan.
Tanya : bagaimana pandangan bapa terhadap proses khitbah dan
walȋmahdimasyarakat Karang Tengah ?
Jawab : pernikahan adat Betawi Karang Tengah tidak mengandung unsur
keluar dari ajaran agama selama dalam proses khitbah dan
walȋmah, tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan hadis
Rasūlullāh SAW. Beliau mengatakan bahwa masyarakat Betawi
1Bakri, Lurah Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 10 September 2017
83
Lampiran 2. Hasil Wawancara Tentang Khitbah dan Walȋmah Pada Tokoh
Masyarakat Karang Tengan
Narasumber : Drs. H. Jamasir
Jabatan : Tokoh Masyarakat Karang Tengah
Hari/Tanggal : Senin, 17 September 2017
Tempat : Rumah Kediaman H. Jamasir
Gang Lembang Karang Tengah Kecamatan Ciledug
Kota Tangerang
Pertanyaan dan jawaban
Tanya : Bagaimana tata cara khitbah pada masyarakat Betawi Karang
Tengah ?
Jawab : Kunjungan pertama keluarga laki-laki datang mengunjungi rumah
keluarga perempuan untuk menanyakan dan memastikan apakah
benar ada hubungan antara jejaka dan gadis (kedua anak mereka).
Jika keluarga gadis menyatakan benar ada hubungan antara jejaka
dan gadis mereka dan keluarga gadis merestui hubungan mereka,
maka keluarga laki-laki merencanakan untuk datang pada tahap
kedua dalam rangka untuk melamar. Namun pada beberapa bagian
daerah Karang tengah pula terdapat proses perkenalan kunjungan
keluarga dengan perantara pembawa atau yang lebih akrab disebut
Mak Comblang, yang bertugas mencarikan atau mengenalkan anak
laki-laki lajang dan perempuan lajang yang diketahui keluarga dan
84
seluk beluk nasab antar keduanya. Namun hal ini sudah tidak
ditemukan lagi.2
Tanya : Bagaimana tata cara walȋmah pada masyarakat Betawi Karang
Tengah ?
Jawab : Upacara pernikahan diawali dengan arak-arakan calon pengantin pria
menuju ke rumah calon isterinya. Dalam rangka arak-arakan, selain
iringan rebana dan marawis, juga diikuti oleh barisan sejumlah
kerabat yang membawa sejumlah seserahan mulai dari roti buaya
yang melambangkan kesetiaan abadi, ,uang, kue khas Betawi dan
pakaian. Dan membawa orang-orang yang dapat menunjukkan ilmu
bela diri atau palang pintu. Setelah memenangi pertarungan,
pengantin wanita pun biasanya meminta pihak laki-laki untuk
memamerkan kebolehannya dalam membaca al-Qur’an3. Setelah itu
barulah pihak laki-laki diperkenankan masuk dan serangkaian acara
di mulai, seperti : pembacaan Al-Qur’an, serah terima dari kedua
mempelai, Nasehat pernikahan hingga akad Nikah, dan diakhiri
dengan do’a. kemudian dilanjutkan dengan acara walȋmahan (Pesta
Pernikahan).
Tanya : Dalam pernikahan adat Betawi, ada istilah yang disebut palang pintu,
bagaimana pendapat bapak tentang hal ini ?
Jawab : Tradisi adat Betawi dengan adanya palang pintu ini merupakan
perlengkapan saat pengantin pria yang disebut tuan raje mude
2 Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17
September 2017 3Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi,
Tangerang, 17 September 2017
85
hendak memasuki rumah pengantin wanita yang disebut tuan putri.
Saat hendak masuk ke kediaman pengantin putri itulah, pihak
pengantin wanita akan menghadang. Lalu Terjadi dialog yang sopan
antara rombongan pengantin pria dan pengantin wanita. Sampai
akhirnya situasi memanas lantaran pengantin wanita ingin menguji
kesaktian dan juga kepandaian pihak pengantin laki-laki dalam
berilmu silat dan mengaji
Tanya : Apakah banyak pelanggaran yang dilakukan selama dalam proses
khitbah ?
Jawab : bahwa prosesi dari mulai Khitbah sampai dengan walȋmah dalam
adat Betawi Karang Tengah tidak melanggar ajaran-ajaran
Islam, sebab masyarakat Betawi Karang Tengah sangat agamis dan
berpegang teguh pada ajaran Islam. Jika ada yang melanggar,
tentunya akan mendapat cekalan dari penduduk setempat.
Misalnya dalam prosesi khitbah, tidak boleh melamar wanita yang
sudah dilamar, tidak boleh wanita yang masih ‘iddah dilamar dengan
terang-terangan, jarak antara khitbah menuju walȋmah tidak terlalu
lama agar tidak ber –khalwat dan terjadi kemungkaran yang
dilakukan oleh kedua calon pengantin. Maka suatu kesalahan besar
jika wanita yang sudah di khitbah terdapat kebebasan untuk bergaul.
kemudian dalam hal mahar, keluarga perempuan tidak boleh
mematok mahar yang sangat tinggi, sehingga memberatkan keluarga
pihak laki-laki. Maka dalam hal mahar tergantung kesepakatan
86
kedua keluarga mempelai atau tergantung pada kondisi kemampuan
keluarga laki-laki.
Dalam adat betawi, kedua mempelai yang sudah menikah hendaknya
mengadakan walȋmah, biasanya walȋmah diselenggarakan ditempat
kediaman mempelai wanita. Tetapi ada juga yang mengadakan
walȋmah sebanyak dua kali, setelah menyelenggarakan walȋmah
ditempat kediaman mempelai wanita, bbeberapa hari kemudian
diselenggarakan walȋmah ditempat mempelai laki-laki. Tetapi dalam
hal walȋmah hendaknya diselenggarakan semampunya saja, tidak
harus mewah yang terpenting mengandung syiar bahwa kedua
pasangan sudah menikah. dan dalam walȋmah juga tidak ada yang
melanggar syari’at Islam. Dalam walȋmah tidak boleh mengundang
orang-orang kaya saja, atau hanya mengundang orang-orang yang
terpandang saja, sedangkan orang yang miskin tidak diundang,
kemudian dalam walȋmah, orang yang mempunyai hajatnya harus
menyiapkan hidangan semampunya dan juga tempat duduk untuk
menikmati hidangan, jika ingin mengadakan hiburan, sebaiknya
yang bernafaskan Islami, dan tidak boleh menggelar hiburan yang
mengandung unsur maksiat. Itulah beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh orang Betawi Karang Tengah dalam hal khitbah
dan walȋmah, meskipun praktek dilapangan masih ada beberapa
yang mengadakan hiburan dalam walȋmah berupa dangdutan yang
penyanyinya tidak menutup aurat, dalam acara hiburan itupun ada
yang bermain judi disekitarnya bahkan ada yang mabuk, tetapi hal
87
ini sudah jarang sekali terjadi. Sebab jika dalam walȋmah terdapat
perbuatan yang melanggar, akan mendapatkan teguran keras, baik
dari aparatur pemerintah atau tokoh masyarakat setempat.
Tanya : Apakah ada juga pelanggaran dalam proses walȋmah pernikahan ?
Jawab : dalam walȋmah juga tidak ada yang melanggar syari’at Islam. Dalam
walȋmah tidak boleh mengundang orang-orang kaya saja, atau hanya
mengundang orang-orang yang terpandang saja, sedangkan orang
yang miskin tidak diundang, kemudian dalam walȋmah, orang yang
mempunyai hajatnya harus menyiapkan hidangan semampunya dan
juga tempat duduk untuk menikmati hidangan, jika ingin
mengadakan hiburan, sebaiknya yang bernafaskan Islami, dan tidak
boleh menggelar hiburan yang mengandung unsur maksiat. Itulah
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang Betawi Karang
Tengah dalam hal khitbah dan walȋmah, meskipun praktek
dilapangan masih ada beberapa yang mengadakan hiburan dalam
walȋmah berupa dangdutan yang penyanyinya tidak menutup aurat,
dalam acara hiburan itupun ada yang bermain judi disekitarnya
bahkan ada yang mabuk, tetapi hal ini sudah jarang sekali terjadi.
Sebab jika dalam walȋmah terdapat perbuatan yang melanggar, akan
mendapatkan teguran keras, baik dari aparatur pemerintah atau tokoh
masyarakat setempat.
Tanya : Bagaimana mahalnya biaya pernikahan menurut bapak ?
Jawab : Biaya pernikahan yang dimaksudkan di sini adalah biaya pernikahan
yang dilangsungkan secara berlebih-lebihan, bermegah-megahan dan
88
memaksakan diri dengan cara berhutang kepada orang lain dan
saling membanggakan diri. Hal ini tentu dilarang oleh Islam.
Pernikahan seperti ini menurut saya sah-sah saja, karena sangat
tergantung pada kemampuan shohibul hajat.
Tanya : dimanakah tempat yang biasa digunakan untuk walȋmah ?
Jawab : Kebiasaan yang terjadi di masyarakat betawi adalah mengadakan
walȋmah di rumah mempelai perempuan atau dengan menyewa
gedung sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dan sesuai
dengan kemampuan keduanya.
Tanya : mengenai waktunya, kapan biasanya walȋmah diselenggarakan?
Jawab : mengenai walȋmah diselenggarakan selesai akad pernikahan, adapula
jika keluarga pihak laki-laki ingin mengadakan walȋmah di rumahnya,
biasanya diselenggarakan beberapah hari atau seminggu setelah
walȋmah ditempat kediaman perempuan.
Tanya : dalam walȋmah, adakah hidangan khusus yang harus di suguhkan?
Jawab : tidak ada hidangan khusus yang harus disuguhkan, dalam masalah
hidangan selama hal tersebut tidak termasuk pemborosan dan
berlebihan maka sah-sah saja Dan dalam walȋmah harus disesuaikan
dengan kemampuan yang menyelenggarakan walȋmah.
Tanya : dalam menyelenggarakan walȋmah siapakah yang mendapatkan
undangan dari sohibul hajat ?
89
Jawab : Dalam mengundang tamu untuk menghadiri walȋmah masyarakat
Betawi Karang Tengah tidak hanya mengundang orang kaya saja
tapi juga orang miskin, kerabat, sahabat.
Tanya : apakah ada hiburan dalam walȋmah yang diselenggarakan?
Jawab : Hiburan walȋmah biasanya diadakan malam hari pada saat resepsi
pernikahan, ada juga sebagian saat resepsi berlangsung. Ada yang
mengundang group Qasidah, Gambus tapi ada juga sedikit yang
mengundang dangdut.
Tanya : Menurut bapak, apakah tradisi khitbah dan walȋmah pada masyarakat
Betawi Karang Tengah ini sudah sesuai dengan ajaran Islam ?
Jawab : Pelaksanaan khitbah dan walȋmah yang dilakukan oleh masyarakat
Betawi Karang Tengah benar-benar telah sesuai dengan ajaran Islam,
karena masyarakat Betawi Karang Tengah identik dengan Islam
sehingga gerak dan gerik, perilaku dan akhlak selalu disandarkan
kepada ajaran Islam apalagi masalah khitbah dan walȋmah.
Tanya : Apa saran bapak untuk masyarakat Betawi Karang Tengah terutama
bagi mereka yang hendak melaksanakan walȋmah pernikahan ?
Jawab : Saya hanya menyarankan agar tetap tidak keluar dari koridor Islam,
karena salah satu tujuan pernikahan adalah beribadah kepada Allah
SWT.
Tanya : Dari keseluruhan pertanyaan, bagaimana kesimpulan bapak tentang
masalah khitbah dan walȋmah ?
Jawab : Secara keseluruhan, saya menyimpulkan bahwa selama adat tidak
mengandung unsur maksiat dan berbangga-bangga dalam
91
Lampiran 3. Hasil Wawancara Khitbah dan Walȋmah Pada Ulama Setempat
(Karang Tengah)
Narasumber : Ustad M. Rizal
Jabatan : Ulama Setempat
Hari/Tanggal : Senin, 17 September 2017
Tempat : Rumah Kediaman Ustad M. Rizal
Pd. Surya Karang Tengah Kecamatan Ciledug Kota
Tangerang.
Pertanyaan dan jawaban
Tanya : Bagaimana menurut pak ustad tradisi khitbah dan walȋmah pada
masyarakat Betawi Karang Tengah ?
Jawab : Proses khitbah sampai dengan walȋmah dalam adat betawi karang
tengah tidak melanggar ajaran - ajaran islam, sebab masyarakat
Betawi Karang Tengah berpegang teguh dalam ajaran islam. Jika ada
yang melanggar tentunya akan mendapat teguran dari penduduk
setempat. Misalnya dari prosesi khitbah menuju walȋmah tidak
terlalu lama jaraknya agar tidak terjadi kemungkaran yang dilakukan
oleh kedua calon pengantin. Kemudian perempuan yang sudah di
khitbah, tidak boleh di khitbah oleh laki-laki lain untuk menghindari
permusuhan
Tanya : Apakah pada proses walȋmah pada masyarakat Betawi Karang
Tengah melanggar syariat islam ?
Jawab : Dalam walȋmah pada Masyarakat Betawi Karang Tengah tidak ada
yang melanggar syariat islam. Tetapi praktek dilapangan masih ada
92
beberapa yang mengadakan hiburan berupa dangdutan yang
penyanyinya tidak menutup aurat, dalam hiburan itupun ada yang
bermain judi bahkan ada yang mabuk, tetapi hal ini sudah jarang
terjadi. Karena jika dalam walȋmah terdapat perbuatan yang
melanggar, maka akan mendapatkan teguran keras, baik dari aparat
pemerintah atau tokoh masyarakat setempat.
Tanya : Bagaimana pak ustad rangkaian dalam prosesi khitbah ?
Jawab : Rangkaian acara dalam proses khitbah yaitu, keluarga laki-laki
datang ke rumah keluarga gadis dengan mengajak saudara dan para
tetangga, yang pada inti kedatangannya adalah untuk melamar gadis
yang dimaksud oleh jejaka. keluarga laki-laki biasanya membawa
beberapa parsel yang berisi buah-buahan, kue, sejumlah uang dan
cincin yang akan diserahkan kepada keluarga perempuan. Adapun
cincin diberikan serta disematkan oleh ibu dari anak laki-laki yang
melamarnya. Cincin yang disematkan kepada anak gadis itu sebagai
tanda bahwa sang gadis sudah dilamar dan calon mantu telah terikat,
dalam adat betawi disebut Tande Putus.
Dalam acara khitbah, ada pembawa acara yang ditunjuk sebagai wali
dari pihak keluarga laki-laki dan perwakilan dari keluarga
perempuan apabila para orang tua menghendaki adanya wakil.
Dalam acara khitbah, pembawa acara yang memimpin acara khitbah.
Adapun susunan acara biasanya terdiri atas sambutan dari pihak
keluarga laki-laki sekaligus menyampaikan maksud kedatangannya
adalah untuk melamar. kemudian sambutan dari pihak keluarga
93
perempuan yang berisi penerimaan atas lamaran keluarga laki-laki.
Kemudian dilanjutkan dengan nasehat dari tokoh masyarakat agar
proses khitbah ini membawa berkah, langgeng dan mendapatkan
keturunan yang shalih dan shalihah. Setelah itu penyematan cincin
oleh calon ibu mertua kepada calon menantu perempuan (Tande
Putus). Setelah itu baru penentuan hari dan tanggal pernikahan.
Setelah kedua keluarga sepakat menentukan hari dan tempat
pernikahan, acara ditutup dengan do’a dan dilanjutkan dengan
menikmati hidangan yang telah dihidangkan.
Tanya : hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam masalah khitbah dan
walȋmah ?
Jawab : dalam prosesi khitbah, tidak boleh melamar wanita yang sudah
dilamar, tidak boleh wanita yang masih ‘iddah dilamar dengan
terang-terangan, jarak antara khitbah menuju walȋmah tidak terlalu
lama agar tidak ber –khalwat dan terjadi kemungkaran yang
dilakukan oleh kedua calon pengantin. Maka suatu kesalahan besar
jika wanita yang sudah di khitbah terdapat kebebasan untuk bergaul.
kemudian dalam hal mahar, keluarga perempuan tidak boleh
mematok mahar yang sangat tinggi, sehingga memberatkan keluarga
pihak laki-laki. Maka dalam hal mahar tergantung kesepakatan
kedua keluarga mempelai atau tergantung pada kondisi kemampuan
keluarga laki-laki.
94
Dalam adat betawi, kedua mempelai yang sudah menikah hendaknya
mengadakan walīmah, biasanya walīmah diselenggarakan ditempat
kediaman mempelai wanita. Tetapi ada juga yang mengadakan
walīmah sebanyak dua kali, setelah menyelenggarakan walīmah
ditempat kediaman mempelai wanita, bbeberapa hari kemudian
diselenggarakan walīmah ditempat mempelai laki-laki. Tetapi dalam
hal walȋmah hendaknya diselenggarakan semampunya saja, tidak
harus mewah yang terpenting mengandung syiar bahwa kedua
pasangan sudah menikah. dan dalam walīmah juga tidak ada yang
melanggar syari’at Islam. Dalam walȋmah tidak boleh mengundang
orang-orang kaya saja, atau hanya mengundang orang-orang yang
terpandang saja, sedangkan orang yang miskin tidak diundang,
kemudian dalam walīmah, orang yang mempunyai hajatnya harus
menyiapkan hidangan semampunya dan juga tempat duduk untuk
menikmati hidangan, jika ingin mengadakan hiburan, sebaiknya
yang bernafaskan Islami, dan tidak boleh menggelar hiburan yang
mengandung unsur maksiat. Itulah beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh orang Betawi Karang Tengah dalam hal khitbah
dan walīmah, meskipun praktek dilapangan masih ada beberapa yang
mengadakan hiburan dalam walȋmah berupa dangdutan yang
penyanyinya tidak menutup aurat, dalam acara hiburan itupun ada
yang bermain judi disekitarnya bahkan ada yang mabuk, tetapi hal
ini sudah jarang sekali terjadi. Sebab jika dalam walīmah terdapat
95
perbuatan yang melanggar, akan mendapatkan teguran keras, baik
dari aparatur pemerintah atau tokoh masyarakat setempat.
Tanya : Sejauh mana relevansi khitbah dan walȋmah yang disandarkan
kepada hadis Rasulullah SAW ?
Jawab : Hadis-hadis tentang khitbah dan walȋmah sangat relevan dengan
pelaksanaan dan tata cara khitbah dan walȋmah pada masyarakat
Betawi Karang Tengah seperti dalam hal khitbah. Rasulullah SAW
membolehkan melihat wanita yang akan dipinang, melarang khitbah
terhadap wanita yang sudah dipinang oleh orang lain, melarang
mengkhitbah wanita yang sudah di khitbah oleh orang lain, tidak
boleh berkhalwat sekalipun sudah di khitbah, dilarangnya menuntut
mahar yang sangat tinggi dan tidak sesuai kemampuan laki-laki yang
melamarnya. maka masyarakat Betawi Karang Tengah tidak
melakukan hal itu.
Kedua dalam hal walȋmah misalnya, mengadakan walȋmah sesuai
kemampuannya, disiapkan tempat duduk untuk para tamu undangan
agar tidak makan dan minum berdiri, Rasulullah SAW
memerintahkan untuk mengundang semua orang baik kaya maupun
miskin, maka kita undang semuanya dan kita tidak pernah
membedakan antara orang kaya dan orang miskin, adanya hiburan
dalam walȋmah, seperti Qasidah, gambus, dan yang menjadi catatan
adalah tidak boleh mengadakan hiburan yang dapat mendatangkan
maksiat dan dosa.
98
Lampiran 5. Foto-Foto Pernikahan
Khitbah
Pengantin pria beserta rombongan
membawa arak-arakan menjelang akad
nikah
Palang Pintu
Serahan (buah tangan yang
diberikan untuk mempelai
perempuan
Ijab Qabul
99
Penyematan secara simbolis mas
kawin berupa cincin yang
disematkan kepada mempelai
perempuan
Sungkeman (memohon restu pada
orang tua) setelah akad nikah di
selengrakan
Poto keluarga mempelai pria dan
wanita
Kedua mempelai di pelaminan
untuk merayakan walȋmah
Pernikahan Zainudin dan Mely.
Sabtu, 08 Oktober 2017