karyatulisilmiah.com · web view... mencakup ekosistem daratan, dan ekosistem perairan baik itu air...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PERBEDAAN KADAR KOLESTEROL TOTAL SETELAH PEMBERIAN GANGGANG RENIK HIJAU-BIRU (Spirulina sp.) SELAMA 14 HARI PADA TIKUS JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR YANG
DIBERI DIET TINGGI LEMAK
Penelitian Eksperimental Laboratoris
GUSTI NGURAH KRISNA DINATHANIM. 2008.04.0.0091
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HANG TUAH
S U R A B A Y A2012
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangIndonesia sebagai negara maritim mempunyai prospek yang
cukup cerah dalam memproduksi rumput laut dan turunannya. Hal
ini terbukti beberapa daerah telah menghasilkan berbagai jenis
rumput laut yang mampu memasok bahan baku produk primernya.
Di beberapa negara timur dan kepulauan pasifik, rumput laut
digunakan sebagai sumber makanan, sejumlah besar penduduk
daerah maritim secara langsung ataupun tidak langsung
mengkonsumsi atau berhubungan dengan berbagai bentuk produk
alga laut, dimana rumput laut ini berguna bagi makanan manusia
ataupun untuk hewan, juga obat-obatan, dan sebagai sumber
bahan baku industri (Sulistyowaty, 2009).
Spirulina sp. merupakan gangang renik (mikroalga) laut
hijau-biru yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae, ordo
Nostocales, famili Oscilatoriacee, dan genus Spirulina. Jenis
Spirulina sp. tersebar luas di perairan pantai Indonesia dan sudah
dibudidayakan secara intensif. Rumput laut banyak digunakan
sebagai bahan makanan secara langsung karena mempunyai serat
dan kandungan gizi yang cukup baik sehingga dapat menyehatkan.
Zat gizi yang yang terkandung dalam Spirulina sp. antara lain,
karbohidrat, protein berkisar antara (50-70%) berat kering, vitamin
(provitamin A, inositol, tocupherol, dan niasin), asam amino
esensial (isoleusin, leusin, metionin, cystin, phenilalamin, tyrosin,
threonin, thriptofan, valin), asam lemak tak jenuh, dan berbagai
enzim lainnya. Nutrisi yang optimal dalam rumput laut mampu
memberikan fungsi imun terbaik, merevitalisasi tubuh, mendukung
2
kesehatan jantung, memperbaki pencernaan, menguatkan sistem
saraf, dan menyeimbangkan hormon. Bahan pangan ini juga baik
untuk menyehatkan rambut, memperkuat kuku dan gigi. Beberapa
penelitian yang dilakukan pada ganggang telah menunjukkan
bahwa ganggang mengandung berbagai jenis senyawa yang
penting bagi tubuh sehingga ganggang berpotensi sebagai
makanan kesehatan, salah satunya dalam hal menurunkan kadar
kolesterol darah. Secara garis besar kandungan nutrisi yang ada
pada Spirulina sp. berupa protein 60-70%, karbohidrat 15-25%,
lemak 6-8%, mineral 7-13%, serat 8-10%, dan kadar air 3%.
Kandungan Gamma Linolenic Acid (GLA), beta-karotin, dan serat
yang terkandung dalam Spirulina sp. ini sangat membantu dalam
hal menurunkan kadar kolesterol darah pada manusia selama 4
minggu (Kabinawa, 2006).
Dewasa ini muncul berbagai macam penyakit yang
berhubungan dengan tingkat kolesterol dalam darah. Penyakit yang
disebabkan oleh tingginya tingkat kolesterol dalam darah adalah
hiperkolesterolemia. Penyakit hiperkolesterolemia akan
menyebabkan munculnya penyakit arteriosklerosis (penebalan
dinding pembuluh darah) dan pada akhirnya akan menyebabkan
penyakit jantung koroner. Jumlah penderita penyakit
hiperkolesterolemia makin bertambah jumlahnya, selain
disebabkan oleh makanan, hiperkolesterolemia juga dapat
disebabkan oleh faktor genetik, minum alkohol, ketidakaktifan,
kebiasaan merokok, gangguan metabolisme pola makan, dan gaya
hidup masyarakat modern sekarang ini. Masyarakat cenderung
banyak mengkonsumsi makanan cepat saji yang kaya akan
kolesterol dan asam lemak jenuh. Salah satu akibat pola makan
seperti itu adalah munculnya obesitas yang juga memicu
meningkatnya penyakit hiperkolesterolemia. World Health
Organization (WHO) melansir persentase orang kegemukan atau
overweight yang mencengangkan. Data selama 2010, di Indonesia
3
tercatat 32,9 persen atau sekitar 78,2 juta penduduk dengan
kondisi kegemukan. Persentase tadi bisa dibandingkan dengan
data obesitas WHO 2008 yang hanya 9,4 persen. Dengan
peningkatan jumlah penduduk yang kegemukan ini, ikut mendorong
peningkatan faktor resiko penyakit kronis (Kompas, 2012). Oleh
karena itu, salah satu tindakan pencegahan munculnya obesitas
adalah mengubah pola makan dengan mengurangi konsumsi
makanan kaya kolesterol dan asam lemak jenuh. Selain itu perlu
juga memasyarakatkan olahraga, karena dengan olahraga kita
dapat mengurangi jumlah pemasukan kalori yang berlebihan
sehingga tidak terjadi obesitas. Selain tindakan pencegahan,
pengobatan juga perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah
penderita penyakit hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia karena
kelainan genetik dan gangguan metabolisme lebih sulit
disembuhkan (Guyton, Hall, 2007).
Dunia kedokteran dan ilmu pengetahuan mencoba
melakukan berbagai penelitian untuk mencari alternatif pengobatan
bagi penderita hiperkolesterolemia khususnya pada pasien dengan
obesitas. Pada penelitian ini, kandungan pada ganggang renik
hijau-biru (Spirulina sp.) diharapkan mampu menurunkan kadar
kolesterol total selama 14 hari. Proses pengujian yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan hewan
percobaan tikus jantan (Rattus norvegicus) galur wistar yang diberi
diet tinggi lemak. Pengujian dilakukan selama 1 bulan dengan
mengukur kadar kolesterol total tikus wistar tersebut (Hariyani,
2011).
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan kadar kolesterol total setelah
pemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) selama 14 hari
dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari pada tikus jantan (Rattus
norvegicus) galur wistar yang diberi diet tinggi lemak ?.
4
1.3. Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian ganggang renik
hijau-biru (Spirulina sp.) selama 14 hari dengan dosis 150mg/kgBB
tikus/hari terhadap kadar kolesterol total pada tikus jantan (Rattus
norvegicus) galur wistar yang diberi diet tinggi lemak.
1.3.2 Tujuan khusus1. Untuk mengetahui adanya perbedaan kadar kolesterol total
sebelum pemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.)
selama 14 hari dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari pada
tikus jantan (Rattus norvegicus) galur wistar yang diberi diet
tinggi lemak.
2. Untuk mengetahui adanya perbedaan kadar kolesterol total
sesudah pemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.)
selama 14 hari dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari pada
tikus jantan (Rattus norvegicus) galur wistar yang diberi diet
tinggi lemak.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi mahasiswa
Sebagai bentuk aplikatif ilmu kedokteran yang selama ini
telah diperoleh.
1.4.2 Bagi tenaga kesehatan dan masyarakat
Memberikan alternatif lain dalam bentuk terapi herbal
khususnya untuk terapi kombinasi dalam mengatasi peningkatan
kadar kolesterol total yang disebabkan oleh penumpukan asam
lemak jenuh.
1.4.3 Bagi universitas hang tuah
5
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber dan referensi
pembelajaran untuk perpustakaan Universitas Hang Tuah
khususnya Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.
1.4.4 Bagi penelitian lain
Sebagai sumbangan informasi dan ilmu yang dapat
digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya.
6
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumput Laut (Spirulina sp.)
2.1.1. Deskripsi rumput laut Spirulina sp.
Kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari lautan
yang kaya akan berbagai jenis sumber hayati. Salah satu
diantaranya adalah rumput laut yang mempunyai nilai ekonomis
penting bagi masyarakat Indonesia. Meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pola hidup dan makan yang sehat membuat
rumput laut dipilih sebagai alternatif makanan sehat karena
kandungannya yang kaya akan serat, vitamin dan mineral
(Kabinawa, 2006).
Rumput laut merupakan tumbuhan tingkat rendah berupa
thallus (batang) yang bercabang-cabang, dapat hidup di laut dan
tambak dengan kedalaman yang masih dapat dijangkau oleh
cahaya matahari. Rumput laut termasuk kelompok tumbuhan algae
yang berukuran besar yang dapat terlihat dengan mata biasa tanpa
alat pembesar dan bersifat bentik atau tumbuh melekat pada suatu
substrat di perairan laut. Berdasarkan kandungan pigmennya,
rumput laut dapat dibedakan menjadi kelas alga merah
(Rhodophyceae) yang memiliki pigmen dominan fikoeretrin
(phycoerethrin) dan fikosianin (phycocyanin); alga coklat
(Phaeophyceae) yang memiliki pigmen dominan fuxocantin; alga
hijau (Chlorophyceae) yang memiliki pigmen dominan klorofil
(Chlorophyl); dan alga biru-hijau (Cyanophyceae), (Sulistyowaty,
2009; Atmadja, 2009; Astawan, 2009).
7
Spirulina sp. merupakan ganggang renik (mikroalga) hijau-
biru yang diklasifikasikan sebagai berikut :
Phyllum : Cyanophyta
Class : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Family : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Species : Spirulina sp
Ganggang renik Spirulina sp. adalah multiseluler berbentuk
filamen (benang) yang tersusun atas sel-sel berbentuk silindris
tanpa sekat pemisah (septa), tidak bercabang dengan trikhoma
(benang) berbentuk heliks (berpilin) dan berwarna hijau kebiruan.
Panjang trikhoma sekitar 20 mm, sehingga terlihat dengan mata
telanjang. Sitoplasma spirulina mempunyai sekat pemisah (septa).
Septa inilah yang oleh para ahli fikologi digunakan untuk membuat
sistematika dari tipe Spirulina sp. (Kabinawa, 2006).
Gambar 2.1 Ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.), dikutip dari :
(Kiat, Superfood Spirulina, sumber : Google.com-Spirulina sp.)
Spirulina sp. adalah ganggang renik (mikroalga) berwarna
hijau kebiruan yang hidupnya tersebar luas dalam semua
ekosistem, mencakup ekosistem daratan, dan ekosistem perairan
baik itu air tawar, air payau, maupun air laut. Pada hakekatnya
Spirulina sp. termasuk dalam kelompok tanaman Thallophyta, yaitu
8
tanaman yang tidak memiliki akar, batang dan daun sejati,
berbentuk filamen (benang) yang tersusun atas sel-sel silindris.
Spirulina sp. mudah tumbuh di danau-danau alami dengan
keasaman air alkalis (pH 8,5-11) sehingga bisa tumbuh monokultur
(murni) seperti di danau Chad, Lembah Rift, Texcoco, Togo,
Ethiopia, Kenya, dan Peru. Di Indonesia mikroalga ini tumbuh
endemik di Situ Ciburuji, Padalarang dan Ranu Kelakah. Spirulina
sp. dapat tumbuh subur pada kisaran suhu 18-400 C dengan
intensitas cahaya rendah sampai tinggi (500-350.000 lux),
(Kabinawa, 2006).
Spirulina sp. memilki zat warna Cyanophysin sehingga
dikenal juga dengan nama Cyanobakterium. Kelompok
Cyanophyceae dicirikan oleh adanya zat warna hijau kebiruan
(Cyanophysin), tidak memiliki flagel dan bergerak dengan
meluncur. Tilakoid Spirulina sp. yang tersebar di dalam
kromoplasma merupakan tempat melakukan fotosintesis yang
menghasilkan klorofil (zat warna hijau). Spirulina sp. juga
mengandung pigmen biru yang umum disebut phycocyanin
(pigmen yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan
menghasilkan anti kanker). Phycocyanin, protein kompleks yang
terdapat lebih dari 20% dalam seluruh berat keringnya, adalah
pigmen terpenting dari mikroalga spirulina. Pigmen ini berfungsi
pula sebagai antioksidan, pewarna alami untuk makanan
kosmetika, dan obat-obatan khususnya sebagai pengganti warna
sintetik dan mampu mengurangi obesitas. Besar maupun kecilnya
keberadaan fikosianin yang terkandung dalam biomassa sel
tergantung banyak sedikitnya suplai nitrogen yang dikonsumsi
Spirulina sp. tersebut. Pigmen lain pada Spirulina sp. adalah
karotenoid yang terdiri atas xantofil dan beta-karoten. Fungsi
karotenoid adalah melindungi klorofil dari reaksi fotooksidasi
dengan mengikat molekul oksigen bebas yang dihasilkan dalam
proses hidrolisis. Dalam keadaan terpapar molekul oksigen,
9
struktur klorofil menjadi rusak melalui proses oksidasi karena tidak
terlindung oleh karotenoid (Kabinawa, 2006).
2.1.2. Kandungan dan manfaat Spirulina sp.
Bagaikan sekumpulan serat kusut berwarna hijau kehitaman
dan berlendir, wujud rumput laut ketika habis dipanen mungkin
tampak tidak menarik. Namun, tumbuhan berderajat rendah ini
sesungguhnya merupakan “tambang emas”. Dari sumber hayati
laut yang tidak menarik itu, bila diproses lebih lanjut dapat
menghasilkan lebih dari 500 jenis produk komersial, mulai dari
agar-agar dan puding yang menjadi makanan kegemaran anak-
anak, obat-obatan, komestik, sarana kebersihan seperti pasta gigi
dan sampo, kertas, tekstil, hingga pelumas pada pengeboran
sumur minyak (Sulistyowaty, 2009).
Dalam bidang kedokteran dan farmasi rumput laut
merupakan salah satu bahan pangan yang juga telah banyak
digunakan sebagai bahan pembuatan suplemen kesehatan. Hal
tersebut tidaklah mengherankan, karena ternyata rumput laut
mempunyai kandungan nutrisi cukup lengkap. Secara kimia rumput
laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%),
lemak (8,6%), serat kasar (3%), abu (22,25%). Selain karbohidrat,
protein, lemak, dan serat, rumput laut juga mengandung enzim,
asam nukleat, asam amino, vitamin (A,B,C,D,E dan K) dan makro
mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium, serta
mikro mineral seperti zat besi, magnesium, natrium. Kandungan
asam amino, vitamin dan mineral rumput laut mencapai 10-20 kali
lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Sulistyowaty, 2009).
Mengkonsumsi rumput laut diyakini dapat mencegah kanker.
Salah satu alasannya adalah kandungan serat, selenium, dan seng
yang yang tinggi pada rumput laut dapat mereduksi estrogen
sehingga dapat mencegah timbulnya kanker. Hal ini didukung oleh
10
hasil penelitian Harvard School of Public Health Amerika telah
membuktikan bahwa pola konsumsi wanita Jepang yang selalu
menambahkan rumput laut dalam menu makanannya,
menyebabkan wanita premenopause di Jepang mempunyai
peluang lebih kecil terkena kanker payudara dibandingkan dengan
wanita Amerika. Mengkonsumsi rumput laut dapat juga membantu
penyerapan kelebihan garam pada tubuh sehingga dapat
mengatasi hipertensi. Disamping itu, serat pada rumput laut juga
dapat membantu memperlancar proses metabolisme lemak
sehingga akan mengurangi resiko obesitas, menurunkan kolesterol
darah dan gula darah. Rumput laut juga membantu pengobatan
tukak lambung, radang usus besar, susah buang air besar dan
gangguan pencernaan lainnya. Sementara itu, vitamin, mineral,
asam amino, dan enzim dalam rumput laut sangat potensial
sebagai anti oksidan yang berperan dalam penyembuhan dan
peremajaan kulit. Vitamin A (beta carotene) dan vitamin C bekerja
sama dalam memelihara kolagen, sedangkan kandungan protein
dari rumput laut penting untuk membentuk jaringan baru pada kulit.
Dengan kata lain, rumput laut dapat membantu mencegah
terjadinya penuaan dini dan menjaga kesehatan serta kehalusan
kulit. Rumput laut juga mengandung iodium yang sangat tingi
khususnya dari jenis turbinaria dan sargasum, sehingga
mengkonsumsi rumput laut dapat mengatasi defisiensi yodium
yang berdampak pada menurunnya tingkat kecerdasan.
Kandungan klorofil dan vitamin C pada rumput laut (ganggang
hijau) berfungsi sebagai anti oksidan sehingga dapat membantu
membersihkan tubuh dari reaksi radikal bebas yang sangat
berbahaya sehingga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Rumput laut mengandung kalsium sepuluh kali lebih tinggi
dibandingkan dengan susu, sehingga rumput laut sangat tepat
dikonsumsi untuk mengurangi dan mencegah gejala osteoporosis.
Dengan demikian, nutrisi yang optimal dalam rumput laut mampu
11
memberikan fungsi imun terbaik, merevitalisasi tubuh, mendukung
kesehatan jantung, memperbaiki pencernaan, menguatkan sistem
saraf, dan menyeimbangkan hormon (Sulistyowaty, 2009).
Kandungan nutrisi yang ada pada Spirulina sp. antara lain :
A. Kandungan Protein
Protein sangat dibutuhkan sekali bagi pertumbuhan
manusia karena berfungsi untuk mengatur metabolisme tubuh.
Kandungan protein Spirulina sp. jauh lebih besar dibandingkan
dengan berbagai sumber protein yang dikandung oleh jenis
bahan pangan lainnya (Kabinawa, 2006).
B. Kandungan Asam Amino
Asam amino digunakan untuk mempertahankan
keseimbangan nitrogen dalam tubuh. Asam amino dapat
menambah kadar oksigen dalam tubuh agar tubuh dapat
bekerja lebih baik, energik, dan membuat daya tahan tubuh
lebih kuat menghadapi penyakit. Kebutuhan asam amino pada
setiap orang berbeda, tergantung pada jenis kelamin, umur,
aktivitas, dan berat badan (Kabinawa, 2006).
C. Kandungan Asam Lemak
Asam lemak berfungsi sebagai makanan cadangan bagi
tubuh dan zat pembakar untuk menciptakan sumber energi.
Asam lemak Spirulina sp. tersusun atas berbagai bahan seperti
myristic, palmitic, palmitolic, heptadecanoic, stearic, oleic,
linoleic, dan gamma linolenic. Kandungan asam lemak tertinggi
adalah palmitic acid sebesar 45% yang berfungsi sebagai
asam lemak jenuh. Sedangkan, kandungan asam lemak
esensial (EFA) rantai panjang tak jenuh (PUFA) sebesar 24,7%
berupa Gamma Linolenic Acid (GLA) kemudian Linoleic Acid
(LA) sebesar 17,8%. Tingginya kandungan LA sangat
menguntungkan karena GLA dapat dibuat dari LA dengan
bantuan enzim delta 6-desturase. Selanjutnya GLA diubah
12
menjadi PGE-1 yang sangat berguna bagi tubuh. Kekurangan
PGE-1 dapat berpengaruh terhadap pengaturan tekanan
darah, sintesis kolesterol, inflamasi, dan pembelahan sel
(Kabinawa, 2006).
D. Kandungan Pigmen
Pigmen berfungsi sebagai detoksifikasi (pembersih
racun), pengikat partikel-partikel bebas, antioksidan,
meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan jumlah bakteri
usus, meningkatkan hemoglobin (Hb), darah, dan
meningkatkan zat putih darah (limfosit), (Kabinawa, 2006).
Kandungan pigmen atau zat warna yang ada pada spirulina
adalah :
Kandungan Pigmen PersentaseKlorofil a (hijau) 0,8-1,5Karotenoid (oranye) 0,65Beta-karotin (oranye-merah)
28
Phycocyanin (biru) 20Xanthofil 0,69
Tabel 2.1 Kandungan pigmen (Kabinawa, 2006)
E. Kandungan Karotenoid
Fungsi karotenoid terutama beta-karotin adalah untuk
meminimalkan resiko terjadinya penyakit kanker (Kabinawa,
2006).
F. Kandungan Vitamin
Spirulina adalah pangan alami yang kaya akan
provitamin A dalam bentuk beta-karotin sebesar 23.000 IU per
10 gram biomasa. Berarti kandungan beta-karotinnya 4 kali
lebih tinggi daripada 1/2 mangkok wortel atau 4-5 kali lebih
tinggi daripada mikroalga Chlorella dan 20 kali lebih tinggi
daripada buah semangka. Kandungan provitamin A pada
spirulina 4,8 lebih tinggi daripada standar yang ditetapkan oleh
Badan Pengendali Obat dan Makanan Amerika (USRDA)
13
sebesar 5000 IU. Hal ini tidak akan berpengaruh negatif
terhadap tubuh kita karena akan diubah menjadi vitamin A
sesuai dengan kebutuhan. Kandungan vitamin lainnya, seperti
vitamin B1 dan B2 nilainya lebih tinggi daripada biji-bijian,
buah-buahan dan berbagai sayuran. Kandungan vitamin B
lainnya seperti B3, B6, dan vitamin E 3-7% lebih besar
daripada kebutuhan yang dianjurkan USRDA (Kabinawa,
2006). Berikut ini tabel yang memperlihatkan kandungan
vitamin yang dimiliki oleh Spirulina sp. :
Jenis/Macam Vitamin Kandungan/10g USRDA %USRDAVitamin A (Beta-Karotin) 23.000 IU 5.000 IU 480Vitamin B1 (Thiamin) 0,31 mg 1,5 mg 21Vitamin B2 (Rioflavin) 0,35 mg 1,7 mg 21Vitamin B3 (Niacin) 1,46 mg 20 mg 7Vitamin B6 (Pyridoxine) 80 mcg 2 mg 4Vitamin B12 (Cobalamine) 32 mcg 6 mcg 533Vitamin C 0,5 mg 60 mg 0,8Vitamin D 1 IU 400 IU _Vitamin E (Omega-Tocoferol)
1 IU 30 IU 3
Folacine 1 mcg 400 mcg _Panthotenic Acid 10 mcg 10 mg 1Bipotin 0,5 mcg _ _Inositol 6,4 mg _ _
Tabel 2.2 Kandungan vitamin (Kabinawa, 2006).
G. Kandungan Mineral Organik
Mineral organik yang terdapat dalam Spirulina sp.dengan
mudah dapat dicerna oleh tubuh manusia. Kandungan mineral
organiknya sangat bervariasi, tergantung pada sifat fisika dan
kimia dari medium tumbuhnya, jenis, dan daerah asalnya
(Kabinawa, 2006).
Secara garis besar kandungan nutrisi yang ada pada
Spirulina sp. berupa protein 60-70%, karbohidrat 15-25%, lemak 6-
8%, mineral 7-13%, serat 8-10%, dan kadar air 3% (Kabinawa,
2006).
14
2.1.3. Pengaruh Spirulina sp. terhadap kadar kolesterol dalam darah
Spirulina sp. termasuk dalam kelompok rumput laut biru-
hijau yang mengandung Gamma Linolenic Acid (GLA), beta-karotin,
dan serat. Kandungan asam lemak esensial yaitu Gamma Linolenic
Acid (GLA) yang berfungsi untuk mengontrol sintesa kolesterol
dalam liver dan kandungan beta-karotin yang berfungsi untuk
mengurangi formasi dan oksidasi dari protein “Low Density
Lipoprotein” (LDL kolesterol), (Kabinawa, 2006).
Serat yang terkandung dalam Spirulina sp. termasuk dalam
serat makanan (dietary fiber). Serat merupakan nutrisi non-gizi
yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia
sehingga serat tidak menghasilkan energi dan gizi. Meskipun tidak
memiliki nilai gizi, kehadiran serat di dalam makanan sangat
diperlukan. Dengan adanya serat di dalam makanan, pembuangan
air besar menjadi teratur karena kotoran menjadi lebih lunak dan
volumenya lebih besar sehingga dapat meninggalkan saluran
pencernaan dengan lancar (Bangun, 2003). Efek fisiologis dan
metabolik dari serat sangat bervariasi tergantung dari jenis serat
yang dikonsumsi. Efek fisiologis dan metabolik yang timbul sangat
dipengaruhi oleh sifat fisik serat tersebut, seperti kelarutan dalam
air, hidrasi, dan kemampuan menahan air, kemampuan mengikat
bahan organik dan anorganik dan daya fermantabilitas bakteri
(Tala, 2009).
Berdasarkan kelarutannya dalam air, serat dapat dibedakan
menjadi serat larut dan serat tak larut :
1. Serat larut dalam air
Jenis serat makanan larut di dalam air antara lain pektin, gum,
musilago, dan betaglukans. Umumnya serat ini terdapat pada
tepung beras, tepung gandum, kubis buncis, kacang polong,
umbi umbian wortel, bit, jeruk, apel, dan stroberi. Pektin, gum,
15
betaglukans, dan beberapa jenis hemiselulosa mempunyai
manfaat serat makanan kemampuan tinggi menahan air dan
membentuk cairan kental di dalam saluran pencernaaan. Hal ini
dapat menunda pengosongan lambung oleh makanan dan
menghambat makanan bercampur dengan enzim pencernaan
sehingga mengurangi penyerapan zat makanan di dalam usus.
Proses tersebut menunjukkan bahwa manfaat serat makanan
mampu menurunkan penyerapan asam amino dan asam lemak.
Kedua zat tersebut diduga buruk bagi sistem pencernaan dan
metabolisme tubuh. Di dalam pencernaan, manfaat serat
makanan larut menggandeng asam empedu (produk akhir dari
kolesterol) dan membawa keluar bersama tinja. Dengan
demikian, semakin tinggi konsumsi serat makanan larut,
semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan
tubuh (Bangun, 2003).
2. Serat tidak larut dalam air
Berbeda khasiat dengan serat makanan larut, manfaat serat
makanan tidak larut air berfungsi melancarkan pencernaan
sehingga buang air besar menjadi teratur. Serat makanan yang
tidak larut dalam air antara lain selulosa, hemiselulosa, dan
liginin. Umumnya manfaat serat makanan ini terdapat pada
gandum, biji bijian (serealia), buah, sayuran, dan kacang
kacangan. Semua buah dan sayur mengandung manfaat serat
makanan. Kadar serat makanan terutama terdapat pada apel,
anggur, pir, jambu biji, wortel, kapri, dan kacang
kacangan. Manfaat serat makanan banyak terdapat pada
bagian kulit. Jadi sebaiknya beberapa buah di konsumsi
bersama kulitnya, seperti apel, anggur, jambu biji, dan pir. Serat
tersebut sebagian besar berfungsi di bagian hilir usus.
Fungsinya antara lain mempercepat gerak peristaltik usus
(gerak lapisan otot usus), memperbesar masa kotoran, dan
memperlunak kotoran sehingga mudah dikeluarkan. Karena itu,
16
serat makanan sering dikatakan dapat memperlancar buang air
besar. Kekurangan serat makanan tidak larut menyebabkan
konstipasi atau sembelit, di karenakan kotoran dalam tubuh
mengeras (Bangun, 2003).
Sifat fisik serat yang sangat berperan dalam hubungannya
dengan kadar kolesterol darah adalah kemampuannya yang dapat
berikatan dengan enzim atau nutrien dalam saluran cerna (Tala,
2009). Efek fisiologisnya adalah :
1. Berkurangnya absorpsi lemak
Baik serat larut maupun serat tak larut dapat
mempengaruhi absorpsi lemak dengan mengikat asam lemak,
kolesterol dan garam empedu di saluran cerna. Asam lemak
dan kolesterol yang terikat dengan serat tidak dapat membentuk
micelle yang sangat dibutuhkan untuk penyerapan lemak agar
dapat melewati unstirred water layer masuk ke eritrosit.
Akibatnya lemak yang berikatan dengan serat tidak bisa diserap
dan akan terus ke usus besar untuk dieksresi melalui feses atau
didegradasi oleh bakteri usus (Tala, 2009).
2. Meningkatkan eksresi garam empedu
Serat akan mengikat garam empedu sehingga micelle
tidak dapat terbentuk. Di samping itu garam empedu yang telah
terikat serat ini tidak dapat direabsorpsi dan di-resirkulasi
melalui siklus enterohepatik. Akibatnya garam empedu ini akan
terus ke usus besar untuk dibuang melalui feses atau
didegradasi oleh flora usus (Tala, 2009).
3. Mengurangi kadar kolesterol serum
Konsumsi serat dapat menurunkan kadar kolesterol
serum melalui beberapa cara, antara lain :
a. Dengan meningkatnya eksresi garam empedu dan kolesterol
melalui feses maka garam empedu yang mengalami siklus
enterohepatik juga berkurang. Berkurangnya garam empedu
17
yang masuk ke hati dan berkurangnya absorpsi kolesterol
akan menurunkan kadar kolesterol sel hati. Ini akan
meningkatkan pengambilan kolesterol dari darah yang akan
dipakai untuk sintesis garam empedu yang baru yang
akibatnya akan menurunkan kadar kolesterol total (Tala,
2009).
b. Terjadi perubahan pool garam empedu dari cholic acid
menjadi chenodeoxycholic acid yang menghambat 3-
hydroxy 3-methylglutaryl (HMG) CoA reductase yang
dibutuhkan untuk sintesis kolesterol (Tala, 2009).
c. Penelitian pada hewan menunjukkan propionat atau asam
lemak rantai pendek lain yang terbentuk sebagai hasil
degradasi serat di kolon akan menghambat sintesis asam
lemak (Tala, 2009).
Pentingnya asupan serat (dalam jumlah yang cukup) bagi
kesehatan telah ditunjukkan melalui efek fisiologis dari masing-
masing jenis serat tersebut. Dengan memperlambat absorpsi
karbohidrat dapat membantu penderita diabetes mellitus dalam
mengatur kadar gula darahnya. Kadar kolesterol yang tinggi
merupakan faktor resiko untuk penyakit jantung, karena itu
konsumsi serat larut yang dapat menurunkan kadar kolesterol
sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya penyakit jantung.
Hasil penelitian membuktikan bahwa pada kelompok populasi
dengan konsumsi serat yang tinggi dijumpai insiden yang lebih
rendah untuk gangguan saluran cerna, penyakit jantung, kanker
kolon dan mammae. Efek kenyang yang timbul setelah konsumsi
serat juga membantu untuk mengontrol berat badan (Tala, 2009).
2.2 Lipid
2.2.1 Definisi lipid
18
Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang
mempunyai sifat umum, yaitu (1) relatif tidak dapat larut di dalam
air dan (2) larut didalam pelarut nonpolar, seperti eter, kloroform,
serta benzen. Dengan demikian, kelompok lipid mencakup lemak,
minyak, malam (wax), dan senyawa-senyawa lain yang
berhubungan (Murray, et al, 2003).
Lemak disebut juga lipid, adalah suatu zat yang kaya energi,
berfungsi sebagai sumber energi yang utama untuk proses
metabolisme tubuh. Lemak yang beredar di dalam tubuh diperoleh
dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati,
yang bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan
energi. Lipid merupakan konstituen diet penting bukan karena
hanya nilai energinya yang tinggi melainkan juga karena adanya
vitamin larut-lemak dan asam lemak esensial di dalam lemak
makanan alami (Guyton, Hall, 2007).
2.2.2 Fungsi lipid
Fungsi lipid adalah sebagai sumber energi, pelindung organ
tubuh, pembentukan sel, sumber asam lemak esensial, alat angkut
vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang
dan kelezatan, sebagai pelumas, dan memelihara suhu tubuh
(Guyton, Hall, 2007).
2.2.3 Metabolisme lipid
Lemak yang diserap dari makanan dan lipid yang disintesis
oleh hati serta jaringan adiposa harus diangkut ke berbagai
jaringan dan organ tubuh untuk digunakan serta disimpan. Karena
lipid bersifat tak larut dalam air, timbul permasalahan tentang
pengangkutannya di dalam suatu lingkungan akueosa (plasma
darah). Permasalahan ini dipecahkan dengan mengaitkan senyawa
lipid nonpolar (triasilgliserol dan ester kolesterol) dengan lipid
amfipatik (fosfolipid dan kolesterol) dan protein untuk membentuk
19
lipoprotein yang bisa bercampur dengan air. Sebagian besar lipid
plasma relatif tidak larut dalam larutan air dan tidak beredar dalam
bentuk bebas. Asam lemak bebas (sering disebut FFA, UFA, atau
NEFA) terikat pada albumin, sedangkan kolesterol, trigliserida, dan
fosfolipid diangkut dalam bentuk kompleks lipoprotein. Kompleks ini
sangat meningkatkan daya larut lemak. Maka dari itu, agar lipid
plasma dapat diangkut dalam sirkulasi maka susunan molekul lipid
tersebut perlu di modifikasi yaitu dalam bentuk lipoprotein yang
larut dalam air (Ganong, 2008).
Gambar 2.2 Partikel lipoprotein
Skema lipoprotein seperti dalam gambar diatas
menunjukkan bahwa pada inti terdapat ester kolesterol hidrofobik
dan trigliserida, dikelilingi oleh fosfolipid, kolesterol non-ester dan
apolipoprotein (protein). Kandungan protein pada lipoprotein
disebut apoprotein. Apoprotein utama disebut APO E, APO C,
APO B. APO B memiliki 2 bentuk, bentuk berberat molekul rendah
yang disebut APO B-48, dan merupakan ciri khas sistem eksogen
yang mengangkut lipid eksogen dari makanan, dan bentuk berberat
molekul tinggi yang disebut APO B-100, yang merupakan ciri khas
sistem endogen (Ganong, 2008).
Apolipoprotein Lipoprotein KeteranganApo A-I HDL, kilomikron Aktifator lesitin
kolesterol asil
20
transferase (LCAT),Ligand untuk reseptorHDL
Apo A-II HDL, kilomikron Inhibitor Apo A-I danLCAT
Apo A-IV Disekresikan bersamadengan kilomikrontetapi berpindah ke HDL
Fungsinya tidakdiketahui, disintesisoleh usus
Apo B-100 LDL, VLDL, IDL Sekresi VLDL dari hati,Ligand untuk reseptor LDL
Apo B-48 Kilomikron, sisaKilomikron
Sekresi kilomikron dari usus
Apo C-I VLDL, HDL, kilomikron Mungkin aktifatorLCAT
Apo C-II VLDL, HDL, kilomikron Aktifator lipoproteinlipase
Apo C-III VLDL, HDL, kilomikron Menghambat Apo C-IIApo D HDL Bisa berlaku sebagai
protein pemindahlipid
Apo E VLDL, IDL, HDL,kilomikron, sisakilomikron
Ligand untuk reseptor sisa kilomikron di hatidan reseptor LDL
Tabel 2.3 Apolipoprotein pada lipoprotein plasma manusia (Ganong,
2008)
Ada empat kelompok utama lipoprotein yang telah
diidentifikasi; keempat kelompok lipoprotein ini mempunyai makna
yang penting secara fisiologis dan untuk diagnosis klinis. Keempat
kelompok ini adalah (1) kilomikron yang berasal dari penyerapan
triasilgliserol/trigliserida di usus; (2) lipoprotein dengan densitas sangat rendah atau very low density lipoprotein (VLDL atau pre-
B-lipoprotein) yang berasal dari hati untuk mengeluarkan
triasilgliserol; (3) lipoprotein dengan densitas rendah atau low density lipoprotein (LDL atau B-lipoprotein) yang memperlihatkan
tahap akhir di dalam katabolisme VLDL; dan (4) lipoprotein dengan densitas tinggi atau high density lipoprotein (HDL atau
A-lipoprotein) yang terlibat di dalam metabolisme VLDL dan
kilomikron serta pengangkutan kolesterol. Triasilgliserol merupakan
21
unsur lipid yang dominan pada kilomikron dan VLDL, sedangkan
kolesterol dan fosfolipid masing-masing dominan pada LDL dan
HDL. Zat-zat tersebut beredar dalam darah sebagai lipoprotein larut
plasma. Apolipoprotein berfungsi untuk mempertahankan struktur
lipoprotein dan mengarahkan metabolisme lipid tersebut.
Organisasi berbagai lipoprotein ini ke dalam jalur eksogen yang
memindahkan lemak dari usus ke hati, dan jalur endogen yang
memindahkan lemak ke dan dari jaringan, yang berarti lipoprotein
ini bertugas mengangkut lipid dari tempat sintesisnya menuju
tempat penggunaannya. Dengan kata lain lipoprotein memperantai
siklus ini dengan mengangkut lipid dari intestinal sebagai kilomikron
dan dari hati sebagai VLDL ke sebagian besar jaringan tubuh untuk
oksidasi dan ke jaringan adiposa untuk penyimpanan. Lipid
diangkut dari jaringan adiposa sebagai asam lemak bebas (FFA ;
free fatty acid) yang terikat dengan albumin serum (Ganong,
2008).
Gambar 2.3 Transport lipid (Ganong, 2008)
Jalur Eksogen. Kilomikron dan sisanya merupakan suatu
sistem transport untuk lipid eksogen dari makanan. Kilomikron
22
terbentuk di mukosa usus selama proses penyerapan produk
pencernaan lemak. Senyawa ini adalah kompleks lipoprotein yang
sangat besar yang memasuki sirkulasi melalui pembuluh limfe.
Setelah makan, konsentrasi partikel-partikel ini sedemikian
tingginya dalam darah sehingga plasma dapat tampak seperti susu
(lipemia). Kilomikron dibersihkan dari sirkulasi oleh kerja lipoprotein
lipase, yang terletak di permukaan endotel kapiler. Enzim ini
mengkatalisis pemecahan trigliserida di dalam kilomikron menjadi
FFA dan gliserol, yang kemudian masuk ke sel adiposa dan
direesterifikasi. Kalau tidak, FFA tetap di dalam sirkulasi dengan
terikat pada albumin. Lipoprotein lipase, yang memerlukan heparin
sebagai kofaktor, juga mengeluarkan trigliserida dari lipoprotein densitas sangat rendah (very low density lipoproteins, VLDL).
Kilomikron dan VLDL mengandung APO C, suatu kompleks protein
yang memisahkan diri dari keduanya di kapiler. Satu komponen
dari kompleks tersebut yaitu apolipoprotein C-II, yang mengaktifkan
lipoprotein lipase. Kilomikron yang kehabisan trigliseridanya tetap
berada dalam sirkulasi sebagai lipoprotein kaya-kolesterol yang
disebut sisa kilomikron, yang berdiameter 30-80 nm. Sisa-sisa ini
dibawa ke hati, tempat sisa kilomikron ini berikatan dengan sisa
kilomikron lain dan reseptor LDL. Sisa kilomikron ini segera
diinternalisasi melalui proses endositosis berperantara reseptor,
dan diuraikan di dalam lisosom (Ganong, 2008).
Jalur Endogen. Sistem endogen yang mengangkut
trigliserida dan kolesterol ke seluruh tubuh antara lain : lipoprotein densitas sangat rendah (very low density lipoproteins, VLDL), lipoprotein densitas sedang (intermediate-density lipoproteins, IDL), lipoprotein densitas rendah (lower-density lipoproteins, LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (high-density lipoproteins, HDL). VLDL terbentuk di hati dan mengangkut
trigliserida yang terbentuk dari asam lemak dan karbohidrat di hati
ke jaringan ekstrahati. Setelah sebagian besar trigliserida
23
dikeluarkan oleh kerja lipoprotein lipase, VLDL ini menjadi IDL, IDL
menyerahkan fosfolipid dan, melalui kerja enzim plasma lesitin-kolesterol asiltransferase (lecithin cholesterol acyltransferase, LCAT), mengambil ester kolesterol yang terbentuk dari kolesterol di
HDL. Sebagian IDL diserap oleh hati. IDL sisanya kemudian
melepaskan lebih banyak trigliserida dan protein, kemungkinan di
sinusoid hati, dan menjadi LDL. Selama perubahan ini, sistem
endogen kehilangan APO E, tetapi APO B-100 tetap ada. LDL
menyediakan kolesterol bagi jaringan. Kolesterol adalah suatu
unsur pokok membran sel dan digunakan oleh sel kelenjar untuk
membentuk hormon steroid. Di hati dan kebanyakan jaringan
ekstrahati, LDL diambil melalui endositosis dengan berperantara
reseptor di coated pits (lubang berselubung). Reseptor tersebut
mengenali komponen APO B-100 dari LDL tersebut. Reseptor
tersebut juga mengikat APO E tetapi tidak mengikat APO B-48.
Dalam proses endositisis berperantara reseptor, setiap lubang
berselubung terlepas membentuk vesikel berselubung dan
kemudian membentuk endosom. Kolesterol di dalam sel juga
menghambat sintesis kolesterol intrasel dengan menghambat
HMG-KoA reduktase, merangsang esterifikasi setiap kelebihan
kolesterol yang dilepaskan, dan menghambat sintesis reseptor LDL
baru. Semua reaksi ini menjadi kendali umpan balik bagi jumlah
kolesterol di dalam sel tersebut. LDL juga diserap oleh sistem yang
berafinitas lebih rendah di dalam makrofag dan beberapa sel lain.
Selain itu, makrofag lebih banyak mengambil LDL yang telah
dimodifikasi oleh oksidasi. Oksidasi juga dapat terjadi di dalam
makrofag. Reseptor LDL di makrofag dan sel terkait disebut
scavenger receptor (“reseptor penyapu”). Reseptor ini berbeda
dari reseptor di sel lain dan mempunyai afinitas yang lebih besar
untuk LDL yang telah berubah. Apabila mengandung LDL
teroksidasi dalam jumlah berlebihan, makrofag akan berubah
menjadi “sel busa” (foam cell) yang dijumpai di lesi aterosklerotik
24
dini. Dalam keadaan mantap (steady state) kolesterol keluar-masuk
sel, dan kemudian kolesterol ini diserap oleh HDL. Lipoprotein ini
disintesis di hati dan usus. Reseptor ini terutama dijumpai di
kelenjar endokrin yang membuat hormon steroid dan di hati. Sistem
HDL memindahkan kolesterol ke hati, yang kemudian dieksresikan
di empedu. Dengan cara ini, kolesterol plasma dapat diturunkan
(Ganong, 2008).
2.2.4 Kelas-kelas lipoprotein plasma beserta sifat dan fungsinyaTerdapat 5 kelas utama menurut Montgomery et al (1993) yaitu :
1. Kilomikron, disintesis dalam mukosa usus, terutama
mengandung trigliserida, dan kurang lebih 98% dari berat
keringnya berupa lipid. Kilomikron berfungsi utama dalam
pengangkutan lemak diet ke dalam tubuh. Selain itu,
mengangkut pula kolesterol yang sebelumnya diubah menjadi
ester kolesterol sebelum bergabung dengan kilomikron
(Montgomery, et al, 1993).
2. Lipoprotein berkepadatan sangat rendah (very low density
lipoprotein/VLDL), mengandung sekitar 90% lipid (50-60%
adalah trigliserida). VLDL disintesis dalam hati dan bertugas
mengangkut trigliserida dari hati (intrahepatika) ke jaringan lain
(ekstrahepatika), terutama jaringan adiposit (Montgomery, et al,
1993).
3. Lipoprotein berkepadatan rendah (low density lipoprotein/LDL),
terdapat sekitar 75% kolesterol di dalamnya dalam bentuk ester
kolesterol. LDL terbentuk dalam plasma selama katabolisme
VLDL. Asupan kolesterol yang berlebih memiliki konsentrasi
LDL yang tinggi. Konsentrasi LDL yang tinggi ini berkontribusi
besar dalam menimbulkan gejala arteriosklerosis (Montgomery,
et al, 1993).
4. Lipoprotein berkepadatan sedang (intermediate density
lipoprotein/IDL), terbentuk dalam plasma selama terjadi
perubahan VLDL menjadi LDL. Memiliki 2 fungsi utama yaitu
25
mengeluarkan kelebihan asam lemak dari hati dan mengambil
ester kolesterol yang telah terbentuk dalam plasma
(Montgomery, et al, 1993).
5. Lipoprotein berkepadatan tinggi (high density lipoprotein/HDL),
disintesis dalam hati dan usus, namun sintesis terjadi melalui
rute tak langsung. HDLbekerja sebagai katalis, mempermudah
katabolisme VLDL dan kilomikron. HDL berfungsi menyediakan
kolesterol bagi produksi asam empedu, selain itu pula
menyediakan pula kolesterol bagi jaringan pembuat hormon
steroid (korteks adrenal), (Montgomery, et al, 1993).
2.2.5 Peran HDL dan LDL terhadap kolesterol darah
Lipoprotein jenis LDL dan HDL memiliki fungsi yang
berlawanan. Peranan LDL bersifat atherogenik dan disebut juga
dengan kolesterol jahat karena mudah melekat pada pembuluh
darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang lambat laun
mengeras (membentuk flak) dan menyumbat pembuluh darah yang
disebut dengan arteriosklerosis (penyempitan dan pengerasan
pembuluh darah arteri). Proses arteriosklerosis yang terjadi di
pembuluh darah jantung dapat memicu terjadinya penyakit jantung
koroner. Penyumbatan pembuluh darah pada otak dapat
menyebabkan terjadinya gejala stroke (Montgomery, et al, 1993).
Peningkatan konsentrasi plasma HDL dapat melindungi dinding
arteri terhadap pengembangan flak aterosklerotik, yang difasilitasi
oleh mekanisme balik transport kolesterol, dalam mengeluarkan
kolesterol pada jaringan peripheral menuju hati. Fungsi HDL inilah
yang mengasumsikan bahwa HDL disebut juga dengan kolesterol
baik, karena memiliki efek antiatherogenik yaitu mengangkut
kolesterol bebas dari pembuluh darah dan jaringan lain menuju
hati, kemudian organ hati mengeksresikannya melalui empedu
(Dorfman, et al, 2004).
2.2.5.1 Kolesterol dan metabolisme
26
2.2.5.1.1 Definisi kolesterol
Beberapa senyawa kimia di dalam makanan dan tubuh
diklasifikasikan sebagai lipid. Lipid ini meliputi : (1) lemak netral,
yang dikenal sebagai trigliserida; (2) fosfolipid; (3) kolesterol; (4)
dan beberapa lipid lain yang kurang penting. Dari sudut fisiologi,
kolesterol terdapat dalam diet semua orang dan dapat
diabsorbsi dengan lambat dari saluran pencernaan ke dalam
saluran limfe usus. Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi
hanya sedikit larut dalam air. Kolesterol secara spesifik mampu
membentuk ester dengan asam lemak. Hampir 70% kolesterol
dalam lipoprotein plasma memang dalam bentuk ester
kolesterol (Guyton, Hall, 2007). Sedangkan dari sudut biokimia,
senyawa ini juga mempunyai makna penting karena menjadi
prekursor sejumlah besar senyawa steroid (Murray, et al, 2003).
Struktur kimia kolesterol ditunjukkan pada gambar dibawah :
Gambar 2.4 Struktur kimia kolesterol, dikutip dari :
(Infromasitips.com, sumber : Google.com-cholesterol)
2.2.5.1.2 Pembentukan kolesterol
Selain kolesterol yang diabsorbsi setiap hari dari saluran
pencernaan, yang disebut kolesterol eksogen, suatu jumlah
yang bahkan lebih besar dibentuk dalam sel tubuh, disebut
kolesterol endogen. Pada dasarnya semua kolesterol endogen
yang beredar dalam lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi
semua sel tubuh lain setidaknya membentuk sedikit kolesterol,
yang sesuai dengan kenyataan bahwa banyak struktur
27
membran dari seluruh sel, sebagian disusun dari zat ini
(Guyton, Hall, 2007).
Struktur dasar kolesterol adalah inti sterol. Inti sterol
seluruhnya dibentuk dari molekul asetil-KoA. Selanjutnya, inti
sterol dapat dimodifikasi dengan berbagai rantai samping untuk
membentuk (1) kolesterol; (2) asam kolat, yang merupakan
dasar dari asam empedu yang dibentuk di hati; dan (3)
beberapa hormon steroid penting yang disekresi oleh korteks
adrenal, ovarium, dan testis (Guyton, Hall, 2007).
2.2.5.1.3 Metabolisme kolesterol
Kolesterol adalah prekursor hormon steroid dan asam
empedu dan merupakan unsur pokok yang penting dalam
membran sel. Zat ini hanya ditemukan pada hewan. Sterol yang
serupa ditemukan pada tumbuhan, tetapi sterol tumbuhan
normalnya tidak diabsorpsi dari saluran cerna. Kebanyakan
kolesterol dalam diet terkandung di dalam kuning telur dan
lemak hewani (Ganong, 2008).
Kolesterol diabsorpsi dari usus dan dimasukkan ke dalam
kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa usus. Setelah
kilomikron melepaskan trigliseridanya di jaringan adiposa,
kilomikron sisanya menyerahkan kolesterolnya ke hati. Hati dan
jaringan lain juga menyintesis kolesterol. Sebagian kolesterol di
hati diekskresi di empedu, baik dalam bentuk bebas maupun
asam empedu. Sebagian kolesterol empedu direabsorpsi dari
usus. Kebanyakan kolesterol di hati digabungkan ke dalam
VLDL, dan semuanya bersirkulasi dalam kompleks lipoprotein.
Biosintesis kolesterol dari asetat dan juga kolesterol
memberikan umpan balik untuk menghambat sintesisnya sendiri
dengan menghambat HMG-KoA reduktase, enzim yang
mengubah 3-hidroksi-3-metilglutaril-Koenzim A (HMG-KoA)
28
menjadi asam mevalonat. Dengan demikian, kalau asupan
kolesterol dari makanan tinggi, sintesis kolesterol oleh hati
menurun, dan demikian pula sebaliknya. Namun, kompensasi
umpan balik ini tidak sempurna, karena diet yang rendah
kolesterol dan lemak jenuh hanya menyebabkan penurunan
kolesterol yang bersirkulasi dalam plasma darah dengan jumlah
sedang (Ganong, 2008).
Kadar kolesterol plasma menurun oleh hormon tiroid dan
estrogen. Kedua hormon ini meningkatkan jumlah reseptor LDL
di hati. Estrogen juga meningkatkan kadar HDL plasma. Obat-
obat yang meningkatkan jumlah reseptor LDL di hati saat ini
sedang diujicobakan pada hewan. Kolesterol plasma meningkat
kalau ada obstruksi empedu dan pada diabetes melitus yang
tidak diobati. Jika reabsorpsi asam empedu di usus menurun
akibat resin seperti kolestipol, lebih banyak kolesterol
dibelokkan untuk membentuk asam empedu. Namun,
penurunan kolesterol plasma relatif kecil karena terjadi
kompensasi peningkatan sintesis kolesterol. Obat lain yang
sering digunakan untuk menurunkan kolesterol plasma adalah
vitamin niasin, yang dalam dosis besar menghambat mobilisasi
asam lemak bebas dari simpanan lemak perifer sehingga
menurunkan pembentukan VLDL di hati. Namun, obat yang
paling manjur dan luas digunakan untuk menurunkan kolesterol
adalah lovastatin dan statin lainnya, yang mengurangi
pembentukan kolesterol dengan menghambat HMG-KoA
(Ganong, 2008).
2.2.5.1.4 Pengaturan sintesis kolesterol
Sintesis kolesterol diatur oleh asupan kolesterol dalam
diet, asupan kalori, hormon-hormon tertentu, dan asam-asam
empedu. Kolesterol dalam diet sendiri tidak menghambat
sintesis kolesterol usus, namun ia memiliki pengaruh hambatan
29
umpan balik yang kuat terhadap sintesis kolesterol dalam hati.
Diketahui ada 3 hambatan umpan balik terhadap sintesis
kolesterol, yaitu : (a) berlangsung dalam hati, hal ini terutama
lewat sisa kilomikron; (b) berlangsung dalam kelenjar endokrin
yang mensintesis kolesterol, seperti ovarium dan korteks
adrenal, yang diperantai oleh HDL; dan (c) berlangsung dalam
jaringan-jaringan selain hati dan kelenjar endokrin, yang
diperantai oleh HDL (Ganong, 2008).
2.2.5.1.5 Peranan asam empedu
Empedu terdiri atas garam empedu, pigmen empedu,
dan zat lain yang larut dalam larutan elektrolit alkalis yang mirip
dengan getah pankreas. Sekitar 500 mL empedu disekresikan
setiap hari. Sebagai komponen empedu direabsorpsi di usus
kemudian diekskresikan kembali oleh hati (sirkulasi enterohepatik). Glukuronida dalam pigmen empedu, yaitu
bilirubin dan biliverdin, membuat empedu menjadi berwarna
kuning keemasan. Garam empedu adalah garam natrium dan
kalium asam empedu, dan semua yang disekresikan ke dalam
empedu dikonjugasikan dengan glisin atau taurin, yakni suatu
turunan sistein. Asam empedu disintesis dari kolesterol. Empat
asam empedu yang ditemukan pada manusia adalah : (1) asam
kolat; (2) asam kenodioksikolat; (3) asam deoksikolat; (4) asam
litokolat. Dua asam empedu utama (primer) yang terbentuk di
hati adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Di kolon,
bekteri mengubah asam kolat menjadi asam deoksikolat dan
asam kenodeoksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk
akibat kerja bakteri, asam deoksikolat dan asam litokolat disebut
sebagai asam empedu (sekunder), (Ganong, 2008).
Garam empedu memiliki sejumlah efek penting. Garam-
garam ini menurunkan tegangan permukaan dan, bersama
fosfolipid dan monogliserida, berperan pada emulsifikasi lemak
30
sebagai persiapan untuk pencernaan dan penyerapannya di
usus halus. Garam-garam ini bersifat amfipatik, yaitu memiliki
ranah hidrofilik dan hidrofobik; salah satu permukaan molekul
bersifat hidrofilik karena ikatan peptida polar dan gugus
karboksil serta hidroksil berada di permukaan tersebut,
sedangkan permukaan lain bersifat hidrofobik. Dengan
demikian, garam empedu cenderung membentuk lempeng
silindris yang disebut misel (struktur bundar). Secara morfologi
misel tersebut memiliki bagian hidrofiliknya menghadap ke luar
dan permukaan hidofobiknya menghadap ke dalam. Semua
garam empedu yang ditambahkan ke dalam larutan membentuk
misel. Lemak berkumpul di dalam misel, dengan kolesterol di
pusat hidrofobik dan fosfolipid amfipatik serta monogliserida
yang berjajar dengan ujung hidrofilik di bagian luar dan ekor
hidrofobiknya di bagian tengah. Misel berperan penting untuk
mempertahankan lemak dalam larutan dan membawanya ke
brush border sel epitel usus, tempat lemak tersebut diserap
(Ganong, 2008).
Sembilan puluh sampai 95% garam empedu diserap dari
usus halus. Sebagian diserap melalui difusi nonionik, tetapi
sebagian besar garam empedu diserap dari ileum terminal oleh
suatu sistem kotranspor Na+-garam empedu yang sangat efisien
dan dijalankan oleh Na+-K+-ATPase basolateral. Sisa garam
empedu sebesar 5-10% masuk ke dalam kolon dan diubah
menjadi garam asam deoksikolat dan asam litokolat. Litokolat
relatif tidak larut dan sebagian besar diekskresikan dalam tinja;
hanya 1% yang diserap, namun deoksikolat diserap. Garam
empedu yang diserap disalurkan kembali ke hati dalam vena
porta dan diekskresikan kembali ke dalam empedu (sirkulasi
enterohepatik). Garam yang keluar melalui tinja diganti melalui
sintesis zat ini di hati; kecepatan normal sintesis garam empedu
adalah 0,2-0,4 g/hari. Jumlah total garam empedu yang
31
mengalami siklus berulang-ulang melalui sirkulasi enterohepatik
adalah sekitar 3,5 g; telah diperhitungkan bahwa jumlah total
tersebut bersirkulasi dua kali per waktu makan dan enam
sampai delapan kali per hari. Bila empedu tidak ada dalam
usus, hampir 50% lemak yang dimakan akan keluar melalui
feses dan akan terjadi malabsorpsi berat vitamin larut-lemak.
Jumlah lemak dalam tinja akan meningkat jika reabsorpsi garam
empedu terhalang akibat reseksi ileum terminal atau suatu
penyakit di bagian usus halus ini, jumlah lemak dalam tinja juga
akan meningkat jika sirkulasi enterohepatik terputus, sedangkan
hati tidak mampu meningkatkan kecepatan pembentukan garam
empedu untuk dapat mengkompensasi kehilangan yang terjadi
(Ganong, 2008).
Gambar 2.5 Sirkulasi enterohepatik garam empedu, dikutip
dari : (Diana’s Wikispace for Physiology, sumber : Google.com-
enterohepatic cycle)
32
2.3 Tikus Wistar (Rattus norvegicus)
2.3.1 Tikus percobaan
Malole dan Pramono (1989) menjelaskan sifat-sifat yang
dimiliki tikus atau rat (Rattus Norvegicus) antara lain mudah
dipelihara dan relatif sehat, sehingga memenuhi kriteria sebagai
hewan percobaan di dalam suatu penelitian. Tikus yang digunakan
secar luas di dalam penelitian laboratorium menurut Malole dan
Pramono (1989) adalah tikus putih yang berasal dari Asia Tengah
(Sudrajat, 2008).
2.3.2 Galur tikus
Menurut Malole dan Pramono (1989) terdapat beberapa
galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu antar
lain galur Sprague-Dawley dengan ciri-ciri berwarna albino putih,
berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya;
Wistar dengan ciri-ciri kepala besar dan ekor yang lebih pendek;
Long-Evans bercirikan ukuran lebih kecil daripada tikus putih serta
memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan; serta
galur inbred (Sudrajat, 2008).
2.3.3 Penggunaan tikus percobaan dalam penelitian
Tikus merupakan salah satu alasan pengguna hewan-hewan
ini dalam penelitian berbasis percobaan nutrisi (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988). Penelitian menggunakan tikus percobaan
akan bermanfaat jika digunakan dalam demonstrasi fisiologi dan
farmakologi. Anatomi dan fisiologis tikus mendukung suatu
penelitian percobaan nutrisi dengan menggunakan metode ad
libitum (Muchtadi, 1989). Ada dua sifat yang membedakan tikus
dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa tikus tidak dapat muntah
karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus yang
bermuara ke dalam lambung, serta tidak memiliki kantong empedu
33
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pernyataan yang hampir sama
dikemukakan Muchtadi et al,. (1993) bahwa karakteristik tikus
yaitu : (1) tidak memiliki kantung empedu (gall blader), (2) tidak
dapat memuntahkan kembali isi perutnya, (3) tidak pernah berhenti
tumbuh, namun kecepatannya akan menurun setelah berumur 100
hari (Sudrajat, 2008).
Penelitian menggunakan tikus percobaan harus memenuhi
aspek kenyamanan hewan percobaan selama masa penelitian, hal
tersebut dilakukan untuk meminimalkan bias lingkungan penelitian
terhadap hewan percobaan. Kandang tikus harus berlokasi pada
tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari asap industri
atau polutan lainnya. Kandang harus cukup kuat, tidak mudah
rusak, terbuat dari bahan yang mudah dibongkar, mudah
dibersihkan dan mudah dipasang kembali. Kandang harus tahan
gigitan, hewan tidak mudah lepas, tetapi hewan harus tampak jelas
dari luar. Alas kandang selalu kering dan tidak berbau untuk
mencegah gangguan respirasi, serta alat-alat dalam kandang
dibersihkan 1-2kali/minggu. Suhu kandang yang ideal berkisar
antar 18-270 C dan kelembaban berkisar antara 40-70%. Cahaya
harus diusahakan agar terdapat keadaan 12 jam terang dan 12 jam
gelap (Malole dan Pramono, 1989; Sudrajat, 2008).
Tikus tergolong hewan yang makan pada malam hari
(nocturnal) dan tidur pada siang hari. Kualitas makanan tikus
merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan tikus
mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berbiak serta aktifitas
hidup sehari-hari. Makanan tikus tidak berbeda seperti hewan
percobaan lainnya yang membutuhkan protein, lemak, energi serta
mineral. Tikus mengkonsumsi makanan dalam sehari tiap ekor
berkisar 12-20 g dan konsumsi minum 20-45 ml air (Muchtadi,
1989; Sudrajat, 2008).
34
Sebelum penelitian dilakukan, beberapa sifat yang dimiliki
oleh tikus percobaan perlu diketahui. Sifat tersebut salah satunya
adalah nilai fisiologis dari tikus percobaan tersebut. Tabel di bawah
ini menyajikan beberapa nilai biologis dan fisiologis tikus percobaan
yang menunjang kebutuhan penelitian.
Kriteria NilaiTemperatur tubuh (0C) 35,9-37,5Konsumsi makanan (g/100 g bobot badan/hari) 10Konsumsi air minum (ml/100 g bobot badan/hari) 10-12Jumlah pernapasan (/menit) 70-115Detak jantung (/menit) 250-450Trigliserida (mg/dl) 26-145Kolesterol (mg/dl) 40-130
Tabel 2.4 Nilai biologis dan fisiologis tikus (Sumber : Malole dan
Pramono, 1989; Sudrajat, 2008)
Malole dan Pramono (1989) melaporkan bahwa konsentrasi
TPC normal pada tikus adalah 40-130 mg/dl dan trigliserida darah
normal 26-145 mg/dl. Jika dianalogikan dengan manusia, apabila
konsentrasi total darah tikus meningkat ~20% maka dapat
dikatakan bahwa tikus tersebut mengalami hiperkolesterolemia.
Peningkatan kolesterol plasma juga dipengaruhi oleh jenis lemak
yang ada dalam diet. Hal ini dapat dihubungkan dengan berbagai
studi mengenai diet yang berhubungan dengan kolesterolemia
yang telah dikemukakan bahwa, lemak jenuh akan meningkatkan
kolesterol sedangkan lemak tidak jenuh akan menurunkannya
(Purnamaningsih, 2001; Sudrajat, 2008).
2.3.4 Pengambilan sampel darah tikus
Untuk memperoleh darah dalam jumlah besar dan dalam
waktu singkat digunakan cara intracardial. Akan tetapi teknik ini
sulit dilakukan dan membutuhkan seorang operator yang
berpengalaman karena cara ini mudah menyebabkan terjadinya
kematian. Cara ini sebaiknya dilaksanakan pada hewan yang
35
teranestesi. Jarum ditusukkan melalui dinding abdomen bagian
ventral sedikit di sebelah lateral processus xiphoideus. Untuk
hewan dewasa, jarum ditusukkan melalui dinding thorax, sedikit
lateral daerah palpitasi jantung maksimum (Kusumawati, 2004).
Pengambilan darah dari sinus orbitalis relatif mudah dan
hanya membutuhkan sedikit peralatan. Mata maupun kesehatan
hewan tampaknya tidak terpengaruh bila teknik ini dilakukan
dengan benar. Hewan dipegang dengan ibu jari dan operator
memberi tekanan pada vena jugularis di bagian caudal mandibula.
Cara ini dapat membendung aliran kembali darah vena dari sinus
orbitalis. Selanjutnya jari telunjuk operator tersebut menarik bagian
dorsal kelopak mata kebelakang sehingga akan menimbulkan
sedikit exophthalmus. Alat yang dibutuhkan biasanya tabung
kapiler kaca untuk penetrasi conjunctiva orbitalis dan agar terjadi
ruptura sinus orbitalis. Beberapa pakar menyarankan penggunaan
tabung polyethylen berdiameter kecil dengan ujung menyerong
untuk mengurangi kejadian epistaxis ataupun trauma. Bila sinus
atau plexus telah ruptur maka darah akan mengalir melalui tabung.
Aliran darah akan berhenti bila tabung dilepaskan dan tekanan
pada vena jugularis dihilangkan (Kusumawati, 2004).
Pengambilan darah melalui ekor mudah dikerjakan dan juga
hanya membutuhkan sedikit peralatan. Biasanya dilakukan
amputasi ujung ekor dan darah yang mengalir dapat dikumpulkan
dalam jumlah cukup besar, terutama bila menggunakan alat
vaccum. Kerugian utama teknik pengambilan dari ekor ini adalah
terjadinya bekuan darah sebelum volume darah yang dibutuhkan
tercapai atau bahkan darah tidak dapat mengalir dari luka. Untuk
mengatasi itu, digunakan heparin atau citrate yang dipakai
langsung pada luka guna memperlambat pembentukan bekuan.
Beberapa ahli yang lain menganjurkan menghangatkan ekor lebih
dulu agar aliran darah meningkat (Kusumawati, 2004).
36
Dekapitasi dapat dilakukan bagi rodentia yang lebih kecil
dengan menggunakan gunting besar dengan harapan darah akan
mengalir dari leher yang terpotong dan selanjutnya dikumpulkan ke
dalam tabung. Kerugiannya adalah darah yang diperoleh akan
terkontaminasi dengan sekresi trakhea ataupun saliva. Di samping
itu pengumpulan darah hanya dapat dilakukan satu kali saja (tidak
dapat berulang-ulang). Untuk guinea pig, pengambilan darah atau
suntikan intravena sulit dilakukan karena pembuluh darah
perifernya relatif kecil. Untuk itu darah biasanya diambil melalui
pemotongan sebuah kuku jari atau dapat pula melalui vena di
telinga dengan bantuan alat vacuum. Pengambilan darah
intracardial melalui lateral dinding thorax di daerah palpitasi jantung
maksimum yang telah dianestesi terlebih dahulu (Kusumawati,
2004).
2.3.5 Metabolisme lemak pada tikus
Karnitin, koenzim vital dalam jaringan tubuh hewan dan
berperan dalam metabolisme lemak, merupakan substansi yang
bersifat seperti vitamin. Karnitin disintesis dalam hati. Pada tikus,
kandungan tertinggi ditemukan pada kelenjar adrenalin, jantung,
otot rangka, jaringan adiposa, dan hati serta sedikit terkandung
dalam ginjal dan otak. Pada manusia, kandungan karnitin otot
rangka 40 kali lebih banyak dari yang ada dalam darah. Seperti
vitamin yang larut dalam air, karnitin dipercaya lebih mudah dan
dapat terserap seluruh oleh tubuh (Abdurahman, 2008).
Karnitin memiiki peran penting dalam metabolisme lemak
dan produksi energi pada mamalia, fungsi tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Pemindahan dan pembakaran asam lemak
Karnitin memfasilitasi pemindahan melalui membran
mitokondria. Karnitin merupakan bagian dari mekanisme
37
pembawa, dimana asam lemak rantai panjang dibuat menjadi
turunan asli karnitin dan dibawa melalui membran mitokondria.
Membran mitokondria sendiri tidak dapat dilalui oleh asam
lemak rantai panjang sendirian atau oleh ester koenzim A-nya.
Begitu melalui membran mitokondria, asil karnitin akan diubah
menjadi bentuk koenzim A asam lemak dan dalam kondisi beta-
oksidasi akan melepaskan energi (Abdurahman, 2008).
2. Sintesis lemak
Meskipun peranan ini masih kontroversial, karnitin
berperan dalam pemindahan kelompok asetil kembali ke
sitoplasma untuk sintesis asam lemak (Abdurahman, 2008).
3. Pemanfaatan badan keton
Karnitin memacu oksidasi asetoaseton sehingga
berperan dalam pemanfaatan badan keton (Abdurahman,
2008).
2.4 Diet Tinggi Lemak
2.4.1 Pendahuluan
Lemak merupakan komponen gizi yang sangat penting bagi
tubuh. Fungsi pertama lemak sebagai pemasok energi tertinggi,
yaitu 9 kal/g. Jumlah pasokan tersebut lebih tinggi dari karbohidrat
maupun protein yang hanya 4 kal/gram. Fungsi kedua sebagai
sumber energi yang lebih diutamakan dalam tubuh. Fungsi ketiga
sebagai komponen struktural tubuh dalam membran sel dan
sebagai kerangka senyawa-senyawa mirip hormon yang dikenal
sebagai “prostaglandin” (Subroto, 2008).
Selain memiliki fungsi yang sangat vital dalam tubuh, lemak
pun kerap dituding sebagai penyebab munculnya sejumlah
penyakit degeneratif seperti kanker, hipertensi, penyakit jantung,
stroke, dan diabetes jika dikonsumsi secara berlebihan. Hal ini
disebabkan kelebihan lemak akan dikonversi menjadi lemak tubuh
38
dan disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh sebab itu, konsumsi lemak
tetap penting, tetapi harus dibatasi dan dipilih jenis lemak yang
tepat (Subroto, 2008).
Makanan tinggi lemak, terutama lemak jenuh dan kolesterol,
merupakan penyebab timbulnya penyakit degeneratif. Walaupun
demikian, lemak juga sangat penting bagi tubuh, misalnya
perannya dalam transport vitamin larut lemak (A, D, E, dan K).
Umumnya, para ahli gizi menganjurkan konsumsi lemak dibatasi
hingga kurang dari 30% total kalori. Lemak yang perlu dikurangi
terutama lemak jenuh, asam lemak trans (margarin), dan lemak
omega-6. Sementara asupan asam lemak omega-3 dan asam
lemak tak jenuh tunggal perlu ditingkatkan. Sumber lemak omega-6
yang perlu dihindari adalah daging dan minyak sayur seperti
minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak jagung.
Sumber asupan lemak tak jenuh tunggal yang perlu ditingkatkan
adalah kacang-kacangan, biji-bijian, minyak zaitun, dan minyak
lobak. Sementar asupan lemak omega-3 dapat diperoleh dari ikan
dan minyak biji rami (Subroto, 2008). Berikut ini daftar makanan
yang berkadar kolesterol tinggi (Kusuma, 2008) :
Otak babi : 2.500 mg/dl Otak sapi : 2.100 mg/dl Ginjal sapi : 690 mg/dl Hati dan jeroan : 375 mg/dl Kuning telur : 275 mg/dl Udang : 130 mg/dl Daging babi : 70 mg/dl Daging sapi : 70 mg/dl Daging kambing : 70 mg/dl Daging ayam : 60 mg/dl Minyak babi : 95 mg/dl Keju : 35 mg/dl Susu : 33 mg/dl
2.4.2 Klasifikasi kadar lemak darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida)
39
Hasil pemeriksaan kadar lemak darah sangat penting untuk
mengetahui seseorang menderita dislipidemia atau tidak.
Pemeriksaan dilakukan setelah puasa 12-16 jam (selama puasa
hingga pengambilan darah tidak boleh makan dan minum, kecuali
air putih tanpa gula). Parameter yang diperiksa paling sedikit
meliputi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
trigliserida. Berikut ini pedoman profil lemak darah menurut US
National Cholesterol Education Program (NCEP) hasil revisi tahun
2001 (Kusuma, 2008).
Kolesterol (mg/dl)
Sehat / normal : kadar kolesterol < 200
Mengkhawatirkan / batas tinggi : kadar kolesterol 200-239
Buruk / tinggi : kadar kolesterol ≥ 240
Kolesterol LDL / kolesterol jahat (mg/dl)
Optimal : < 100
Di atas optimal : 100-129
Mengkhawatirkan / batas tinggi : 130-159
Buruk / tinggi : 160-189
Sangat buruk / sangat tinggi : ≥ 190
Kolesterol HDL / kolesterol baik (mg/dl)
Buruk / rendah : < 40
Mengkhawatirkan : 41-59
Diharapkan / tinggi : ≥ 60
Kadar trigliserida (mg/dl)
Sehat / normal : <150
Ambang tinggi : 150-199
Buruk / tinggi : 200-499
Sangat buruk / sangat tinggi : ≥ 500
40
Jika mampu mengendalikan kadar kolesterol total dibawah
200 mg/dl maka proses arteriosklerosis akan terhambat. Selain itu,
kadar kolesterol LDL yang melebihi 160 mg/dl dapat meningkatkan
resiko terjadinya arteriosklerosis 2,5 kali lipat. Sebaliknya,
penurunan kadar LDL menyebabkan berkurangnya resiko penyakit
jantung hingga lebih dari 10 tahun (Kusuma, 2008).
Orang-orang yang mempunyai kadar kolesterol total 200-240
mg/dl memiliki ancaman penyakit jantung koroner dua kali lebih
besar dibandingkan dengan kadar dibawah 200 mg/dl. Ancaman ini
meningkat empat kali lebih besar jika kadar kolesterol mencapai
300 mg/dl. Kadar 200-240 mg/dl banyak disebabkan salah pola
makan yang berkepanjangan. Keadaan ideal kadar kolesterol total
darah dalam tubuh sebaiknya memang selalu berada dibawah
200mg/dl (Kusuma, 2008).
41
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 DASAR TEORI
Penyakit yang disebabkan oleh tingginya kadar kolesterol total
dalam darah adalah hiperkolesterolemia. Seseorang yang
obesitas cenderung kadar kolesterol total dalam darahnya
meningkat. Penyakit hiperkolesterolemia akan menyebabkan
munculnya penyakit arteriosklerosis (penebalan dinding
pembuluh darah) dan pada akhirnya akan menyebabkan
penyakit jantung koroner. Selain disebabkan oleh makanan,
hiperkolesterolemia juga dapat disebabkan oleh faktor genetik,
minum alkohol, ketidakaktifan, kebiasaan merokok, gangguan
metabolisme pada makan, dan gaya hidup masyarakat modern
sekarang ini.
Penggunaan ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) sebagai
penurun kadar kolesterol total. Dimana dalam suatu penelitian,
tikus wistar laboratorium diberikan pakan diet tinggi lemak
dengan kelompok eksperimen yang diberikan suatu zat Gamma
Linolenic Acid (GLA), beta-karotin, dan serat yang terdapat
pada Spirulina sp. tersebut.
Mekanisme kerja Gamma Linolenic Acid (GLA), beta-karotin,
dan serat adalah dalam hal menurunkan kadar kolesterol.
Kandungan asam lemak esensial yaitu Gamma Linolenic Acid
(GLA) mengontrol sintesa kolesterol dalam liver, sementara
kandungan beta-karotinnya mengurangi formasi dan oksidasi
dari protein “Low Density Lipoprotein” (LDL kolesterol). Serat
yang terkandung juga mempunyai daya hisap yang sangat kuat
terhadap asam empedu. Semakin banyak serat makanan,
semakin banyak pula asam empedu yang dibuang, sehingga
kolesterol yang dikeluarkan melalui feses bertambah banyak
42
3.2 KERANGKA KONSEPTUAL
Gambar 3.1 Bagan kerangka konseptual penelitian
43
Tikus wistar jantan (Rattus norvegicus)
Diet tinggi lemak (pellet + minyak babi ;
500mg : 50ml)
Peningkatan kadar kolesterol total
Pemberian Spirulina sp. 150mg/kg BB tikus/hari
selama 14 hari (disonde)
GLA mengontrol sintesa kolesterol dalam liver, beta-karotin mengurangi
formasi dan oksidasi protein (LDL kolesterol)
Penurunan kadar kolesterol total
Hiperkolesterolemia
Asupan lemak meningkat
Serat meningkatkan daya hisap terhadap
asam empedu
Asupan lemak menurun
Eksresi asam empedu melalui feses meningkat
Ket :
(dilakukan) ------- (tidak dilakukan)
3.3 HIPOTESISPemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) selama
14 hari dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari menunjukkan perbedaan kadar kolesterol total pada tikus jantan (Rattus norvegicus) galur wistar yang diberi diet tinggi lemak.
44
BAB 4
METODA PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni
laboratoris yang dilakukan dalam laboratorium dimana baik sampel
(hewan coba) maupun perlakuan lebih terkendali, terukur dan
pengaruh perlakuan dapat lebih dipercaya. Rancangan penelitian
ini tergolong jenis penelitian The Randomized Separately Pretest-
Posttest Control Group Design (Campbell & Stanley, 1996). Secara
skematis rancangan penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 4.1 Bagan rancangan penelitian
Keterangan :
R : Randomisasi.
K1 : Kelompok I yang mendapat diet tinggi lemak saja sebagai
kontrol.
K2 : Kelompok II yang mendapat diet tinggi lemak dan Spirulina
sp. sebagai perlakuan.
45
P1 : Perlakuan dengan memberikan diet tinggi lemak.
P2 : Perlakuan dengan memberikan diet tinggi lemak dan
Spirulina sp. dosis 150 mg/kgBB tikus/hari selama 14 hari
dengan cara disonde.
O1, O2, O3, O4 : Dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol total (PRE
dan POST).
4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
4.2.1 Populasi
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tikus putih jenis Wistar (Rattus norvegicus strain Wistar) dewasa.
4.2.2 Sampel
Sampel yang digunakan yaitu tikus jantan strain Wistar
berumur 10-12 minggu dengan berat badan awal antara 150-170 gr
sebanyak 16 ekor yang diperoleh dari Laboratorium Biokimia
Fakultas Kedokteran Umum UHT.
Kriteria inklusi :
1. Jenis Wistar.
2. Umur 10-12 minggu.
3. Berat badan 150-170 gram.
4. Jenis kelamin jantan.
5. Sehat selama penelitian (keadaan tikus: gerakan lincah, mata
cerah, bulu halus, nafsu makan baik, anatomi tubuh sempurna).
Kriteria eksklusi :
1. Sakit dalam masa persiapan atau adaptasi (tubuh melemah,
kurang lincah, mata pudar, nafsu makan turun, bulu kasar dan
berdiri).
46
Kriteria drop out :1. Mati selama proses penelitian.
2. Menderita penyakit lain, disamping yang disebabkan oleh
perlakuan.
4.2.3 Besar sampel
Besar sampel yang digunakan untuk setiap kelompok
perlakuan berdasar rumus (Steel & Torrie, 1991) :
n = (Zα/2 + Zβ)² σ²
δ
α = 0,05
Zα/2 = 1,96
1-β = 0,80
Zβ = 0,85
Pada penelitian eksperimental σ²/ δ = 1
Sekarang :
n = (1,96+0,85)² = 7,9 dibulatkan menjadi 8.
Besar sample yang diperlukan untuk masing-masing kelompok
adalah menjadi 8 tikus.
4.2.4 Teknik pengambilan sampel
Pemilihan sampel penelitian untuk pengelompokan
perlakuan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
atau Randomized Completely Design (RCD) karena sampel hewan
coba diambil secara acak. Pada rancangan ini dimungkinkan setiap
hewan coba berpeluang sama untuk mendapat kesempatan
sebagai sampel baik dalam kelompok perlakuan maupun dalam
kelompok kontrol.
47
4.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
4.3.1 Variabel penelitian
Dalam penelitian ini ada 3 variabel, yaitu :
1. Variabel Bebas : ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.).
2. Variabel Terikat : kadar kolesterol total.
3. Variabel Kendali :
a. Jenis hewan coba.
b. Jenis kelamin hewan coba.
c. Umur hewan coba.
d. Kesehatan fisik hewan coba.
e. Makanan.
f. Kondisi lingkungan kandang.
g. Dosis dan waktu pemberian ganggang renik hijau-biru
(Spirulina sp.).
4.3.2 Definisi operasional variabel
1. Spirulina sp. merupakan ganggang renik hijau-biru yang
mengandung Gamma Linoleic Acid (GLA), beta-karotin, dan
serat. Pada penelitian ini Spirulina sp. yang digunakan sebesar
150mg/kgBB tikus/hari yang diberikan peroral melalui sonde.
Pemberian Spirulina sp. dilakukan secara rutin setiap hari
selama 14 hari.
2. Kolesterol adalah prekursor hormon steroid, asam empedu dan
merupakan unsur pokok yang penting dalam membran sel.
Kadar kolesterol diukur dengan alat digital Easy Touch® GCU
yang sudah diberi strip kolesterol. Satuan yang digunakan
dalam pemeriksaan ini adalah mg/dl.
4.4 Bahan Penelitian
1. Hewan coba
48
Hewan coba adalah Rattus norvegicus strain Wistar, jenis
kelamin jantan, umur 10-12 minggu dengan berat badan 150-
170 gram.
2. Bahan untuk perlakuan
a. Spirulina sp. sejumlah 150mg/kgBB tikus/hari.
b. Makanan (pellet + minyak babi).
c. Aquadest.
d. CMCNa 0,5%.
3. Bahan untuk pemeriksaan
a. Easy Touch® GCU, model ET-201 (alat).
b. Easy Touch® Blood Cholesterol Test Strips, code no : 9343.
b. Kapas + alkohol 70%.
c. Handscoen.
4.5 Instrumen Penelitian
1. Kandang ukuran 30 x 40 cm.
2. Botol minum untuk tikus.
3. Timbangan Torbal (Torsion balance) untuk berat badan tikus.
4. Timbangan analitik.
5. Alat pengekang hewan coba.
6. Gunting.
7. Sonde untuk memasukkan Spirulina sp. peroral.
8. Spuit 3 ml.
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.6.1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Laboratorium Biokimia Jurusan
Kedokteran Fakultas Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah
Surabaya.
4.6.2 Waktu penelitian
49
Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari
pengumpulan data untuk dasar teori hingga waktu selama masa
perlakuan.
4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
Adapun tahapan pelaksanaan penelitian, antara lain :
a) Mengelompokkan tikus putih percobaan yang berjumlah 16 ekor
secara random dengan acak menjadi 2 kelompok, yaitu satu
kelompok kontrol dan satu kelompok perlakuan. Masing –
masing kelompok 8 ekor tikus.
b) Kelompok I mendapat diet tinggi lemak saja sebagai kontrol
dengan dua kali pemeriksaan. Setelah 14 hari pertama,
dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol untuk mengetahui
kadar kolesterol yang naik setelah pemberian diet tinggi lemak.
Kemudian 14 hari selanjutnya diukur lagi kadar kolesterolnya.
Diet tinggi lemak dengan cara memberikan pakan yang
mengandung pellet + minyak babi = 500 gram : 50 ml, selama 4
minggu.
c) Kelompok II pada 14 hari pertama mendapat diet tinggi lemak
saja untuk mendapatkan peningkatan profil lemak dari tikus dan
dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol. Kemudian 14 hari
selanjutnya diberikan tambahan Spirulina sp. selain diet tinggi
lemak, dan diakhir perlakuan diperiksa kadar kolesterol untuk
melihat hasil dari perlakuan.
Tikus hiperkolesterolemia diperlakukan sebagai berikut :
Kelompok I : Sebagai kontrol positif tanpa diberi Spirulina sp. .
Kelompok II : Diberi Spirulina sp. selama 14 hari dengan dosis
150mg/kgBB tikus/hari peroral (disonde).
Pemberian Spirulina sp. dilakukan peroral, dengan cara
disonde selama 14 hari. Pada akhir hari ke-14 tikus ditimbang dan
50
sampel darahnya diambil melalui ujung ekor tikus dengan cara
didesinfeksi terlebih dahulu sambil dipijat atau diurut perlahan-
lahan ekor tikus. Sebelumnya tikus dipuasakan 1 malam (kurang
lebih 18 jam), minum tetap diberikan dan pagi hari dilakukan
penimbangan terakhir.
4.8 Pemeriksaan Kadar Kolesterol Total Darah Tikus
Untuk mengukur kadar kolesterol total darah tikus
menggunakan alat cek darah digital yang mudah dan praktis, yaitu
Easy Touch® GCU. Alat ini dirancang untuk mengukur secara
kuantitatif kadar kolesterol darah. Alat tes darah ini berbentuk alat
elektronik yang bisa mengukur kadar kolesterol darah dengan
menggunakan strip khusus (Easy Touch® Blood Cholesterol Test
Strips) yang ditetesi sampel darah utuh kapiler yang segar. Ketika
sampel darah secara gentel diletakkan pada area target pada strip,
darah secara otomatis menuju zona reaksi pada strip. Hasil tes
akan tampak di layar dalam hitungan 150 detik.
Pada semua kelompok tikus, diukur kadar kolesterolnya
sesudah diberi perlakuan sesuai batas waktu yang ditentukan.
Sebelum dilakukan pengambilan sampel darah, hewan-hewan uji
telah dipuasakan selama 1 malam (kurang lebih 18 jam) tetapi
persediaan air minum tidak dihentikan. Pengukuran dilakukan
dengan cara ujung ekor tikus didesinfeksi terlebih dahulu sambil
memijat ekor tikus dari pangkal sampai ujung ekor agar aliran
darah terkumpul pada ujung ekor, kemudian digunting. Selanjutnya
darah yang menetes dikenakan pada strip kolesterol Easy Touch
dan tunggu beberapa detik (150 detik) sampai hasil kadar
kolesterolnya keluar (satuan mg/dl). Kemudian catat hasil
pemeriksaan (Soemardji, 2004).
4.9 Cara Analisis Data
51
Data yang diperoleh dari penelitian ini, dianalisis dengan
metode parametrik uji-t dua sampel bebas dengan α = 0,05.
Sebelumnya dilakukan analisa deskriptif untuk mengetahui rerata.
Setelah itu dilakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov
( = 0,05) dan uji homogenitas varians.
4.10 Kerangka Operasional Penelitian
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
52
Pemeriksaan kadar kolesterol total
Kelompok I Kelompok II
diet tinggi lemak (pellet + minyak babi = 500gram : 50ml)
Pemeriksaan kadar kolesterol total
diet tinggi lemak (pellet + minyak babi = 500gram : 50ml)
diet tinggi lemak (pellet + minyak babi = 500gram : 50ml)
diet tinggi lemak + Spirulina sp. dosis
150mg/kgBB tikus/hari selama 14 hari
(disonde)
14 HARI PERTAMA
14 HARI KEDUA
Tikus wistar jantan (Rattus norvegicus)
5.1 Hasil Penelitian Kadar Kolesterol PretestPenelitian yang dilakukan di Laboratorium Biokimia
Universitas Hang Tuah selama 6 bulan dengan menggunakan 16
ekor tikus putih jantan strain wistar (Rattus norvegicus) berumur 10-
12 minggu dengan berat tikus antara 150-170 gram.
Data hasil pengukuran kadar kolesterol pada kelompok
kontrol dan perlakuan sebelum perlakuan tersaji pada table 5.1 dan
5.2.
Tabel 5.1 Kadar kolesterol kelompok kontrol (mg/dl).
kadar kolesterol
(mg/dl)PRE
1 165
2 139
3 131
4 162
5 193
6 118
7 225
8 179
Total N 8
Tabel 5.2 Kadar kolesterol kelompok perlakuan (mg/dl)
53
kadar kolesterol
(mg/dl)PRE
1 181
2 156
3 194
4 143
5 165
6 184
7 143
8 141
Total N 8
Kita akan melihat deskripsi data pada variabel penelitian,
diperoleh hasil output menggunakan SPSS 20 sebagai berikut :
Tabel 5.3 Deskripsi data variabel penelitian
Descriptive Statistics: Kontrol, Perlakuan
Variable Total Count Mean StDev Minimum Maximum
Kontrol 8 164.00 35.096 118 225
Perlakuan 8 163.38 20.914 141 194
Berdasarkan output dari SPSS 20 dapat kita lihat data yang
digunakan adalah sejumlah 8 data sesuai sampel yang diperlukan
untuk penelitian ini. Pada penelitian kali ini variabel kontrol dan
perlakuan sama-sama dikenakan perlakuan yang sama pada 14
hari pertama yaitu diberikan diet tinggi lemak. Kemudian untuk data
tikus kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata kolesterol sebesar
164.00 mg/dL dengan standar deviasi sebesar 35.096, sedangkan
untuk data pengamatan tikus kelompok perlakuan diperoleh nilai
kolesterol rata-rata sebesar 163.38 mg/dL dengan standar deviasi
sebesar 20.914.
54
5.2 Analisis Data
Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan yaitu untuk
mengetahui apakah ada perbedaan kadar kolesterol total setelah
pemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) selama 14 hari
dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari pada tikus jantan (Rattus
norvegicus) galur wistar yang diberi diet tinggi lemak, maka
diperlukan pemenuhan persyaratan analisis dalam menguji
hipotesis penelitian dan dilakukan beberapa langkah meliputi uji
normalitas distribusi data, uji homogenitas variansi data, kemudian
dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu uji-t dua sampel bebas.
5.2.1 Uji normalitas distribusi dataKarena data berskala rasio (kadar kolesterol), untuk melihat
perbedaan kadar kolesterol antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan, akan digunakan uji-t dua sampel bebas. Untuk itu
dilakukan uji normalitas (dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov) sebagai syarat penggunaan uji-t dan diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 5.4 Deskripsi hasil uji normalitas
Kadar kolesterol (mg/dl)
PRE
N 16
Normal Parameters(a,b)
Mean 163.69
Std. Deviation 27.911
Most Extreme Differences
Absolute .146
Positive .146
Negative -.083
Kolmogorov-Smirnov Z .583
Asymp. Sig. (2-tailed) .886
55
Hipotesis statistika dari uji Kolmogorov-Smirnov adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.886. Jika digunakan α =
0,05 maka dapat disimpulkan H0 diterima (karena α < signifikansi).
Sehingga dapat disimpulkan data kadar kolesterol berdistribusi
normal.
5.2.2 Uji kesamaan varians Setelah diketahui bahwa kedua data telah mengikuti
distribusi normal, kemudian dilakukan uji kesamaan varians dari
kedua data tersebut.
Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : Varian data homogen
H1 : Varian data heterogen
Hasil uji kesamaan varians dengan menggunakan uji Levene
melalui SPSS 20 dapat dilihat pada Tabel 5.6. Berdasarkan Tabel
5.6, bahwa nilai signifikansi bernilai 0.286, apabila menggunakan α
= 0,05 maka H0 diterima (karena α < signifikansi). Sehingga
pembacaan hasil uji-t dua sampel bebas menggunakan hasil varian
data homogen.
5.2.3 Uji-t dua sampel bebas pretestSetelah uji kesamaan varians terpenuhi kemudian dilakukan
uji-t dua sampel bebas untuk mengetahui perbedaan antara kontrol
dan perlakuan. Penelitian ini ingin mengetahui apakah ada
perbedaan pada kadar kolesterol total kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan sebelum perlakuan.
Tabel 5.5 Hasil uji-t dua sampel bebas
56
Kelompok N Mean
Std. Deviatio
n
Std. Error Mean
kadar kolesterol (mg/dl) PRE
Kontrol 8 164.00 35.096 12.408
Perlakuan 8 163.38 20.914 7.394
Tabel 5.6 Lanjutan Hasil uji-t dua sampel bebasLevene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T DfSig. (2-tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
kadar kolesterol (mg/dl) PRE
Equal variances assumed
1.232 .286 .043 14 .966 .63 14.444 -30.355 31.605
Equal variances not assumed
.043 11.415 .966 .63 14.444 -31.026 32.276
Tabel diatas adalah hasil analisis uji-t. Hipotesis statistika dari uji-t dua sampel bebas adalah :
H0 : Tidak ada beda kadar kolesterol sebelum perlakuan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
H1 : Ada beda kadar kolesterol sebelum perlakuan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Diperoleh statistika uji-t = 0,043 dengan nilai signifikansi
sebesar 0.966. Jika digunakan α = 0,05 maka dapat disimpulkan
H0 diterima (karena α < signifikansi). Sehingga dapat disimpulkan
tidak ada beda kadar kolesterol sebelum perlakuan antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
5.3 Hasil Penelitian Kadar Kolesterol Posttest
57
Data hasil pengukuran kadar kolesterol pada kelompok
kontrol dan perlakuan setelah perlakuan tersaji pada table 5.7 dan
5.8.
Tabel 5.7 Kadar kolesterol kelompok kontrol (mg/dl).
kadar kolesterol
(mg/dl)POST
1 131
2 159
3 135
4 169
5 139
6 131
7 156
8 159
Total N 8
Tabel 5.8 Kadar kolesterol kelompok perlakuan (mg/dl)
kadar kolesterol
(mg/dl)POST
1 169
2 119
3 166
4 188
5 188
6 159
7 176
8 148
Total N 8
58
Kita akan melihat deskripsi data pada variabel penelitian,
diperoleh hasil output menggunakan SPSS 20 sebagai berikut :
Tabel 5.9 Deskripsi data variabel penelitian
Descriptive Statistics: Kontrol, Perlakuan
Variable Total Count Mean StDev Minimum Maximum
Kontrol 8 147.38 14.985 131 169
Perlakuan 8 164.13 22.775 119 188
Berdasarkan output dari SPSS 20 dapat kita lihat data yang
digunakan adalah sejumlah 8 data sesuai sampel yang diperlukan
untuk penelitian ini. Pada penelitian kali ini variabel kontrol dan
perlakuan dibedakan pada 14 hari kedua. Pada kelompok kontrol
tetap diberikan diet tinggi lemak, namun pada kelompok perlakuan
selain diberikan diet tinggi lemak juga diberikan Spirulina sp..
Kemudian untuk data tikus kelompok kontrol diperoleh nilai rata-
rata kolesterol sebesar 147.38 mg/dL dengan standar deviasi
sebesar 14.985 Sedangkan untuk data pengamatan tikus kelompok
perlakuan diperoleh nilai rata-rata kolesterol sebesar 164.13 mg/dL
dengan standar deviasi sebesar 22.775.
5.4 Analisis Data
Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan yaitu untuk
mengetahui apakah ada perbedaan kadar kolesterol total setelah
pemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) selama 14 hari
dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari pada tikus jantan (Rattus
norvegicus) galur wistar yang diberi diet tinggi lemak, maka
diperlukan pemenuhan persyaratan analisis dalam menguji
hipotesis penelitian dan dilakukan beberapa langkah meliputi uji
normalitas distribusi data, uji homogenitas variansi data, kemudian
dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu uji-t dua sampel bebas.
59
5.4.1 Uji normalitas distribusi dataKarena data berskala rasio (kadar kolesterol), untuk melihat
perbedaan kadar kolesterol antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol, akan digunakan uji-t dua sampel bebas. Untuk itu
dilakukan uji normalitas (dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov) sebagai syarat penggunaan uji-t dan diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 5.10 Deskripsi hasil uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
kadar kolesterol
(mg/dl)
N 16
Normal Parameters(a,b)
Mean 155.75
Std. Deviation 20.535
Most Extreme Differences
Absolute .130
Positive .105
Negative -.130
Kolmogorov-Smirnov Z .519
Asymp. Sig. (2-tailed) .950
Hipotesis statistika dari uji Kolmogorov-Smirnov adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.950. Jika digunakan α
= 0,05 maka dapat disimpulkan H0 diterima (karena α <
signifikansi). Sehingga dapat disimpulkan data kadar kolesterol
berdistribusi normal.
60
5.4.2 Uji kesamaan varians Setelah diketahui bahwa kedua data telah mengikuti
distribusi normal, kemudian dilakukan uji kesamaan varians dari
kedua data tersebut. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : Varian data homogen
H1 : Varian data heterogen
Hasil uji kesamaan varians dengan menggunakan uji Levene
melalui SPSS 20 dapat dilihat pada Tabel 5.12. Berdasarkan Tabel
5.12 bahwa nilai signifikansi bernilai 0.553, apabila menggunakan α
= 0,05 maka H0 diterima (karena α < signifikansi). Sehingga
pembacaan hasil uji-t dua sampel bebas menggunakan hasil data
varian homogen.
5.4.3 Uji-t dua sampel bebas posttestSetelah uji kesamaan varians terpenuhi kemudian dilakukan
uji-t dua sampel bebas untuk mengetahui perbedaan antara
perlakuan dan kontrol. Penelitian ini ingin mengetahui apakah ada
perbadaan pada kadar kolesterol kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan.
Tabel 5.11 Hasil uji-t dua sampel bebas
Kelompok N Mean
Std. Deviatio
n
Std. Error Mean
kadar kolesterol (mg/dl) POST
Kontrol 8 147.38 14.985 5.298
Perlakuan8 164.13 22.775 8.052
61
Tabel 5.12 Lanjutan hasil uji-t dua sampel bebasLevene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T DfSig. (2-tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
kadar kolesterol (mg/dl) POST
Equal variances assumed
.370 .553 -1.738 14 .104 -16.75 9.639 -37.423 3.923
Equal variances not assumed
-1.738 12.104 .108 -16.75 9.639 -37.731 4.231
Tabel diatas adalah hasil analisis uji-t. Hipotesis statistika dari uji-t dua sampel bebas adalah :
H0 : Tidak ada beda kadar kolesterol sesudah perlakuan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
H1 : Ada beda kadar kolesterol sesudah perlakuan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Diperoleh statistika uji-t = -1,738 dengan nilai signifikansi
sebesar 0.104. Jika digunakan α = 0,05 maka dapat disimpulkan
H0 diterima (karena α < signifikansi). Sehingga dapat disimpulkan
tidak ada beda kadar kolesterol sesudah perlakuan antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
62
BAB 6
PEMBAHASAN
Berdasarkan data kelompok pre test yang diberi diet tinggi
lemak terbukti terjadi peningkatan kadar kolesterol total. Kemudian
dilakukan analisa statistika menggunakan uji-t dua sampel bebas
diperoleh statistika uji-t = 0,043 dengan nilai signifikansi sebesar
0.966. Jika α = 0,05 maka dapat disimpulkan H0 diterima (karena α
< signifikansi). Sehingga dapat disimpulkan tidak ada beda kadar
kolesterol total sebelum perlakuan antara kelompok kontrol dan
perlakuan.
Sedangkan pada kelompok post test yang hanya diberi diet
tinggi lemak dengan kelompok post test selain diberi diet tinggi
lemak juga diberi perlakuan ganggang renik hijau-biru (Spirulina
sp.) selama 14 hari dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari, setelah
dilakukan analisa statistika menggunakan uji-t dua sampel bebas
diperoleh statistika uji-t = -1,738 dengan nilai signifikansi sebesar
0.014. Jika α = 0,05 maka dapat disimpulkan H0 diterima (karena α
< signifikansi). Sehingga dapat disimpulkan tidak ada beda kadar
kolesterol sesudah perlakuan antara kelompok kontrol dan
perlakuan.
Hasil analisa statistika diatas menyebutkan bahwa dengan
pemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) selama 14 hari
dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari tidak menunjukkan hasil yang
bermakna dalam perannya menurunkan kadar kolesterol total pada
tikus jantan (Rattus norvegicus) galur wistar yang diberi diet tinggi
lemak.
Menurut Heidarpour et al (2011) pemberian Spirulina sp.
selama 14 hari dapat menurunkan secara signifikan kadar
kolesterol total. Berdasarkan literatur yang telah dibaca bahwa
kandungan zat gizi pada Spirulina sp. seperti Gamma Linolenic
63
Acid (GLA), beta-karotin, dan serat dapat menurunkan kadar
kolesterol total. Mekanisme kerja dari ketiga zat tersebut dalam hal
menurunkan kadar kolesterol total berbeda-beda. Gamma Linolenic
Acid (GLA) yang merupakan asam lemak esensial yang dimiliki
Spirulina sp. bekerja dengan cara mengontrol sintesa kolesterol
dalam liver, sementara kandungan beta-karotinnya mengurangi
formasi dan oksidasi dari protein “Low Density Lipoprotein” (LDL
kolesterol), (Kabinawa, 2006). Serat yang terkandung dalam
Spirulina sp. juga mempunyai daya hisap yang kuat terhadap asam
empedu. Ini membuktikan semakin banyak serat makanan,
semakin banyak pula asam empedu yang dibuang, sehingga
kolesterol yang dikeluarkan melalui feses bertambah banyak (Tala,
2009). Menurut Hariyani (2011) bahwa pemberian Spirulina sp.
dengan dosis 90 dan 180mg/kgBB tikus/hari menunjukkan hasil
yang bermakna terhadap penurunan kadar kolesterol total tikus
wistar. Selain itu waktu yang ideal untuk menurunkan kadar
kolesterol total adalah selama 4 minggu (Kabinawa, 2006). Disini
menunjukkan bahwa tidak bermaknanya penelitian eksperimental
ini disebabkan salah satunya oleh karena dosis dan juga waktu.
Selain hal tersebut adanya perbedaan hasil pemeriksaan
kadar kolesterol total setelah pemberian pakan lemak juga bisa
disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal yang tidak dapat
dikendalikan, seperti kemampuan adaptasi terhadap lingkungan
yang berbeda pada tiap tikus dan adaptasi terhadap jenis makanan
yang berbeda dari biasanya (pakan lemak) sehingga
mempengaruhi nafsu makan dan jumlah asupan makanan yang
berbeda pula. Adanya perkelahian antar binatang percobaan juga
dapat mempengaruhi nafsu makan. Sedangkan kurang terampilnya
dalam perlakuan pemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina
sp.) dapat menyebabkan jumlah dosis yang diterima masing-
masing tikus berbeda, sehingga penurunan kadar kolesterol total
setelah perlakuan masing-masing tikus berbeda pula.
64
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari analisa statistika uji-t dua sampel
bebas, diperoleh statistika uji-t post test = -1,738 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.104. Jika α = 0,05 maka H0 diterima (karena
α < signifikansi), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada beda
kadar kolesterol total setelah pemberian ganggang renik hijau-biru
(Spirulina sp.) selama 14 hari dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari
pada tikus jantan (Rattus norvegicus) galur wistar yang diberi diet
tinggi lemak.
7.2 Saran
Berhubung waktu penelitian yang dilakukan selama 14 hari dan
memberikan hasil yang tidak bermakna, maka disini penulis
memberikan beberapa saran untuk dilakukan pembenahan buat
penelitian selanjutnya, seperti :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menetukan dosis
yang efektif dan aman dipergunakan sebagai penurunan kadar
kolesterol total pada manusia.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan serta
cara pengolahan ekstrak ganggang renik hijau-biru (Spirulina
sp.) agar didapatkan cara pengolahan yang tepat untuk hasil
yang baik.
3. Perlu dilakukan penelitian dengan waktu yang lebih panjang agar
dapat diketahui dengan efektif dan tepat waktu kerja dari ekstrak
ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) terhadap pencegahan
dan pengobatan penderita hiperkolesterolemia.
65
4. Perlu mengetahui cara pemeliharaan hewan coba yang benar
seperti :
a. Pengisian kandang hendaknya tidak melebihi 1 ekor
tikus/kandang, untuk mengantisipasi perkelahian antar tikus.
b. Ukuran panjang dan lebar kandang sebaiknya lebih panjang
dari panjang tubuh hewan termasuk ekornya.
c. Dipertimbangkan pula kenyamanan kehidupan hewan agar
kandang terbebas dari kebisingan, polusi, air yang menggenang
dan banjir.
d. Konstruksi bangunan harus memiliki ventilasi yang baik
sehingga suhu dan kelembabannya sesuai dengan kehidupan
hewan.
5. Perlu mengetahui secara legeartis kriteria-kriteria apa saja yang
memenuhi persyaratan hewan coba yang digunakan dalam
melaksanakan penelitian yang berbasis eksperimental.
66
DAFTAR PUSTAKA
1. Astawan M, 2009. Agar-agar pencegah hipertensi dan diabetes
[Internet]. http://rumputlaut.org/Agaragar%20Pencegah
%20Hipertensi%20dan%20Diabetes.pdf, 25 januari 2012.
2. Atmadja WS, 2009. Apa itu rumput laut sebenarnya ? [Internet].
http://www.coremap.or.id/print/article.php?id= 264 , 25 januari 2012.
3. Bangun A.P., 2003. Pola hidup sehat berpantang daging. Edisi
pertama, Jakarta : Agromediapustaka, h : 27-30.
4. Dahlan MS, 2009. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Edisi
4, Jakarta : Salemba medika, h : 1-28.
5. Dvir I, Stark AH, Chayoth R, Madar Z, Arad SM, 2009.
Hypercholesterolemic Effects of Nutraceuticals Produced from the
Red Microalga Porphyridium sp. in Rats [Internet].
www.mdpi.com/journal/nutrients, 20 juli 2012.
6. Dorfman SE, Wang S, Lopez SV, Jauhianen M, Lichtenstein, 2004.
Dietary fatty acids and cholesterol differentially modulate HDL
cholesterol metabolism in Golden-Syrin hamsters. J. of Nutr. 135
(3) : 492-497.
7. Fauci AS, et al, 1999. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Edisi 13, Jakarta : EGC, h : 497-508.
8. Fauci AS, et al, 2008. Harrisons’s principles of internal medicine.
Seventeenth edition, New York, USA : Mcgraw-hill companies, p :
456.
9. Ganong WF, 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22,
Jakarta : EGC, h : 312-320, 325, 519-520.
10. Guyton AC, Hall JE, 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11,
Jakarta : EGC, h : 882-894, 909.
11. Hardhani Angela Setya, 2008. Pengaruh pemberian ekstrak daun
salam (Eugenia Polyantha) terhadap kadar trigliserida serum tikus
67
jantan galur wistar hiperlipidemia. Skripsi, Universitas Diponegoro,
Semarang.
12. Harini M, Astirin OP, 2009. Kadar kolesterol darah tikus (Rattus
norvegicus) hiperkolesterolemik setelah perlakuan VCO. Skripsi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
13. Hariyani Kristina, 2011. Pengaruh Spirulina terhadap profil lipid
serum darah tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang
dikondisikan hiperkolesterolemia. Skripsi, ITB, Bandung.
14. Herbal Spirulina. Spirulina yang multi fungsi [Internet].
http://herbalspirulina.wordpress.com/category/informasi-spirulina/
spirulina-yang-multi-fungsi/, 25 januari 2012.
15. Heidarpour A, Shahraki ADF, Eghbalsaied S, 2011. Effect of
Spirulina platensis on performance, digestibility and serum
biochemical parameters of Holstein calves. Journal, Department of
Animal Science; Agricultural College; Islamic Azad University,
Khorasgan branch; Isfahan, Iran.
16. Kabinawa I Nyoman, 2006. Spirulina ganggang penggempur aneka
penyakit. Edisi pertama, Tangerang : PT agromediapustaka, h : 1-
20.
17. Kesehatan. Makanan sehat tanpa lemak [Internet].
http://forum.kompas.com/kesehatan/58150-makanan-sehat-tanpa-
lemak-bakalan-nge-tren-di-2012-a.html, 25 januari 2012.
18. Kusharto clara M, Rusilanti, 2007. Makanan berserat. Edisi
pertama, Jakarta : agromediapustaka, h : 1-7.
19. Kusumawati Diah, 2004. Bersahabat dengan hewan coba. Edisi
pertama, Yogyakarta : Universitas Gajah Mada, h : 88-91.
20. Kusuma HMHW, 2008. Ramuan herbal penurun kolesterol. Edisi
pertama, Jakarta : Pustaka bunda (grup puspa swara), anggota
IKAPI, h : 1-25.
21. Malole MBM, Pramono USC, 1989. Penggunaan hewan-hewan
percobaan di laboratorium. Pusat antar universitas, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
68
22. Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector A.S., 1993.
Biokimia : Suatu pendekatan berorientasi kasus. Jilid 2, Edisi
keempat, Terjemahan : M. Ismadi. Gajah Mada Press, Yogyakarta.
23. Mridha MOF, Noor P, Khaton R, Islam D, Hossain M, 2010. Effect
Spirulina platensis on Lipid Profile of Long Evans Rats. Journal,
Department of Molecular Medicine & Bioinformatics, UODA and
Biological Research Division, BCSIR Laboratories, Dhaka-1205,
Bangladesh.
24. Muchtadi D, 1989. Evaluasi nilai gizi pangan. Pusat antar
universitas pangan dan gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
25. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M, 1993. Metabolisme zat gizi.
Pustaka sinar harapan, Jakarta.
26. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW, 2003. Biokimia
harper. Edisi 25, Jakarta : EGC, h : 148-155.
27. Organisasi rumput laut. Menggali manfaat rumput laut [Internet].
http://kompas.com/kompascetak/0307/23/bahari/431127.htm, 25
januari 2012.
28. Organisasi rumput laut. Manfaat rumput laut dan algae [Internet].
http://rumputlaut.org/artikel/Manfaat%20Rumput%20Laut%20dan
%20Algae.pdf, 25 januari 2012.
29. Organisasi rumput laut. Rumput laut kaya serat penuh manfaat
[Internet]. http://rumputlaut.org/artikel/Rumput%20Laut%20Kaya
%20Serat%20Penuh%20Manfaat.pdf, 25 januari 2012.
30. Purnamaningsih H, Wuryastuti H, Raharjo S, 2001. Pengaruh
pemberian ransum tinggi kolesterol dan/ atau tinggi lemak terhadap
kolesterol plasma pada tikus spraque dawley. Skripsi, Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
31. Steel RGD, Torrie JH, 1991. Prinsip dan prosedur statistik. Suatu
pendekatan biometrik. Terjemahan : M. Syah. PT Gramedia,
Jakarta.
32. Sulistyowaty danny, 2009. Efek diet rumput laut Euchema sp.
terhadap kadar glukosa darah tikus wistar yang disuntik aloksan.
69
Penelitian eksperimental laboratoris, Universitas Diponegoro,
Semarang.
33. Sudrajat juliansyah, 2008. Profil lemak, kolesterol darah, dan
respon fisiologis tikus wistar yang diberi ransum mengandung gulai
daging sapi lean. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
34. Subroto MA, 2008. Real food true health. Edisi pertama, Jakarta :
PT Agromediapustaka, h : 89-103.
35. Tala Zaimah Z, 2009. Manfaat serat bagi kesehatan. Skripsi,
Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.
LAMPIRANLampiran 1 : Jadwal Pelaksanaan
70
JADWAL PELAKSANAAN
No Waktu Pelaksaan Feb Mar April Mei Juni
1. Persiapan
2. Pelaksanaan penelitian
3. Analisis data
4. Penulisan laporan
Lampiran 2 : Surat Keterangan Identifikasi Spirulina sp.
71
Lampiran 3 : Data Kolesterol Total Dari Laboratorium Biokimia UHT
72
73
Lampiran 4 : Pembuatan Pakan Pellet Tinggi Lemak
74
Alat :
1. Gelas ukur (buat ukur minyak babi)2. Timbangan (buat pellet standartnya)3. Mesin penggiling
Bahan :
1. Pellet standart2. Minyak babi
Cara pembuatan :
1. Timbang dahulu pellet standart (20 kg).2. Campurkan bahan pellet standart dengan minyak babi (2 L).3. Dilakuan proses penggilingan dan selanjutnya dilakukan
pengeringan dengan sinar matahari.4. Setelah kering siap diberikan pada tikus.
Lampiran 5 : Pembuatan Larutan CMCNa 0,5%
75
Alat :
1. Gelas Becker2. Pengaduk Stiler 3. Timbangan analitik4. Hot plate
Bahan :
1. CMCNa dalam bentuk bubuk2. Aquadest 100 ml
Cara pembuatan :
1. Timbang terlebih dahulu CMCNa dengan timbangan analitik yang akan dilarutkan sebanyak 0,5 gram.
2. Ambil aquadest sebanyak 100 ml.3. Campurkan CMCNa dengan aquadest dalam gelas Becker,
masukkan pengaduk Stiler.4. Letakkan diatas hot plate, tunggu sampai CMCNa tercampur rata
dengan aquadest.
Lampiran 6 : Pembuatan Larutan Spirulina sp. + Larutan CMCNa 0,5%
76
Alat :
1. Gelas ukur2. Mikropipet
Bahan :
1. Spirulina sp.2. Larutan CMCNa
Cara pembuatan :
1. Timbang terlebih dahulu Spirulina sp. yang akan dilarutkan sebanyak 250 mg.
2. Ambil larutan CMCNa 0,5% sebanyak 16,7 ml.3. Campurkan Spirulina sp. dengan larutan CMCNa 0,5%.4. Aduk sampai rata.5. Dibuat untuk 8 tikus.6. Dibuat setiap hari.
Lampiran 7 : Proses Penyondean Spirulina sp.
77
Alat :
1. Spuit ukuran 3 ml2. Feeding tube ukuran 6
Bahan :
1. Larutan Spirulina sp. yang sudah dicampur dengan CMCNa 0,5%
Cara penyondean :
1. Timbang setiap hewan coba dan dicatat.2. Hitung jumlah larutan Spirulina sp. yang akan disondekan.
NO Berat badan hewan coba (gram)
Larutan Spirulina sp. + CMCNa 0,5% yang akan disondekan (ml)
01 194 1,9402 200 2,0003 188 1,8804 203 2,0305 179 1,7906 210 2,1007 171 1,7108 225 2,25
TOTAL 15,73. Hewan coba dipegang kemudian disondekan larutan Spirulina sp. +
CMCNa 0,5% sesuai tabel.4. Dilakukan setiap hari selama 14 hari.
Lampiran 8 : Pengambilan dan Pemeriksaan Kadar Kolesterol Total
78
Alat dan bahan :
1. Gunting bedah2. Handscoen3. Kapas + alkohol 70%4. Alat pengekang hewan coba untuk menahan gerak tikus5. Easy Touch® GCU, model ET-201 (alat)6. Easy Touch® Blood Cholesterol Test Strips , code no : 9343
Cara pelaksanaan :
1. Pertama, pegang tikus dengan erat atau bisa juga masukkan tikus pada alat pengekang hewan coba untuk menahan gerak tikus.
2. Lalu bersihkan ekor tikus menggunakan kapas yang sudah terisi alkohol 70% sambil diurut dari pangkal sampai ke ujung ekor.
3. Lalu gunting ekor kurang lebih 1 cm, saat darah sudah keluar teteskan pada strip kolesterol Easy Touch yang sudah terpasang pada alat Easy Touch® GCU.
4. Tunggu beberapa detik (150 detik) sampai hasil kadar kolesterolnya keluar (satuan mg/dl).
Lampiran 9 : Gambar Penelitian
79
Gambar 1. Kandang tikus
Gambar 2. Pemberian makan dan minum pada tikus
80
Gambar 3 : Timbangan berat badan tikus
Gambar 4. Easy Touch GCU Gambar 5. Cholesterol test strips
81
Gambar 6. Pengambilan darah dari ujung ekor tikus
Gambar 7. Pengukuran kadar kolesterol darah
Gambar 8. Spirulina sp. yang digunakan
82
Gambar 9. Gelas ukur dan mikropipet
Gambar 10. Serbuk CMCNa dan aquadest
Gambar 11. Penimbangan CMCNa (dengan timbangan analitik)
83
Gambar 12. Pembuatan larutan CMCNa 0,5% (dipanaskan dengan Hot Plate)
Gambar 13. Spirulina sp. yang sudah tercampur CMCNa 0,5% yang akan disonde ke tikus
Gambar 14. Proses penyondean Spirulina sp.
84
85