03 bab i pendahuluan
DESCRIPTION
03TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Refluks Laringofarings atau Laryngopharyngeal reflux (LPR) adalah kelainan
yang disebabkan oleh refluks asam lambung dan pepsin yang mengenai larings dan
farings (Joniau et al., 2007), mengakibatkan terjadinya inflamasi larings-farings dan
hal inilah yang dianggap sebagai faktor penyebab berbagai macam penyakit di
larings dan farings (Dagli et al., 2004), gejalanya berbeda dengan gastroesofageal
reflux disease (GERD) (Ford, 2005).
Selama 25 tahun terakhir banyak pendapat yang menyatakan bahwa LPR berbeda
dibandingkan GERD (Koufman, 2002). Asumsi bahwa LPR berbeda dengan GERD
adalah berdasar penelitian terhadap sebagian pasien LPR menyangkal adanya gejala
klasik GERD. Gejala dan tanda laringitis kronik berkaitan dengan GERD sering
dikaitkan dengan LPR, tetapi tidak semua pasien LPR mempunyai gambaran tipikal
GERD seperti heartburn dan regurgitasi (Lai et al., 2008). Penjelasan lain untuk
perbedaan ini adalah adanya LPR yang tidak disebabkan oleh refluks seperti pada
kasus batuk kronik dan post nasal drip ternyata terjadi tanpa adanya GERD (Groome
et al., 2007).
Selama dekade terakhir LPR menjadi diagnosis yang umum dijumpai pada
praktek dan seringkali menjadi masalah bagi ahli THT (Amin et al., 2001; Joniau et
al., 2007). Prevalensi LPR tidak diketahui secara pasti. Dari penelitian dilaporkan
2
10% penduduk Amerika Serikat mempunyai keluhan nyeri lambung yang
berhubungan erat dengan LPR dan diperkirakan 4-10% pasien yang berobat ke ahli
THT memiliki gejala yang mengarah pada LPR (Koufman, 2002).
LPR selain mendapat perhatian oleh ahli THT, juga mendapat perhatian ahli
terapi wicara dan bahasa, serta ahli gastroenterologi (Tutuian et al., 2004).
Kebanyakan pasien yang menderita GERD akan periksa ke dokter ahli
gastroenterology, sedangkan apabila menderita LPR akan periksa ke dokter ahli THT
(Groome et al., 2007). Sebagai ahli THT perlu mempromosikan tentang
kewaspadaan LPR diantara kolega dokter spesialis lain bahwasanya suara serak,
globus pharyngeus, sering berdahak, dan batuk kronik bukan sebagai manifestasi
atipik gastroesofagealreflux (GERD), tetapi merupakan tipikal dan gejala klasik LPR
(Karkos et al., 2005).
Kesulitan dalam terapi manifestasi atipik refluks adalah sebagai akibat
ketidakmampuan dalam ketepatan diagnosis LPR (Karkos et al., 2005).
Kewaspadaan yang berlebihan tentang LPR akan menyebabkan berlebihan dalam
mendiagnosis LPR sebab gejalanya seperti dahak berlebihan, batuk, suara serak, dan
globus pharyngeus adalah tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh infeksi,
penyalahgunaan suara, alergi, kebiasaan merokok, menghirup bahan iritan dan
penyalahgunaan alkohol (Ford, 2005). Ketidakberhasilan dalam mendiagnosis LPR
secara tepat, penegakan diagnosis berlebihan akan menyebabkan salah diagnosis dan
bertambahnya biaya pengobatan, sedangkan apabila salah tidak mendiagnosis adanya
3
LPR maka akan menyebabkan gejalanya bertambah parah dan tertundanya
penyembuhan (Ford, 2005).
B. Perumusan masalah
LPR sering ditemui pada praktek dokter THT, akan tetapi penegakan diagnosis
LPR seringkali terlambat dan banyak terjadi kesalahan interpretasi pada saat
pemeriksaan. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan pemahaman yang
mendalam tentang penegakan diagnosis LPR sesuai dengan teori terbaru dan
pemeriksaan penunjang terkini sebagai alat bantu diagnosis, sehingga terapi dapat
dilakukan dengan cepat dan tepat karena penanganan LPR tidaklah mudah.
C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan ini adalah membantu sejawat dokter pada umumnya,
khususnya dokter ahli THT untuk meningkatkan pengetahuan dalam hal pemeriksaan
dan ketepatan diagnosis serta menghindari kesalahan interpretasi adanya kejadian
LPR pada pasien dewasa.