13. bab ii agung

43
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Water Heater Tenaga Surya Water heater tenaga surya (solar water heater) merupakan water heater yang menggunakan energi matahari sebagai sumber energi penghasil panasnya. Jenis yang satu ini memang paling hemat listrik karena menggunakan tenaga matahari sebagai sumber panas, tetapi harga jenis ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan tipe lainnya. Solar water heater sangat cocok untuk daerah tropis yang dilimpahi sinar matahari sepanjang tahun. Tipe ini tidak memerlukan biaya operasional yang besar karena menggunakan tenaga surya yang tersedia secara gratis. Water heater tenaga surya ini memiliki beberapa komponen penting diantaranya : - Tangki penampung air, berfungsi menyimpan air - Panel kolektor penyerap sinar matahari,

Upload: agungwijaya

Post on 08-Apr-2016

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kolektor surya pemanas air dengan sudut kemiringan bervariasi, serta variasi debit aliran yang berbeda, untuk memperoleh nilai efisiensi dari kolektor surya plat datar

TRANSCRIPT

Page 1: 13. BAB II Agung

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Water Heater Tenaga Surya

Water heater tenaga surya (solar water heater) merupakan water

heater yang menggunakan energi matahari sebagai sumber energi

penghasil panasnya. Jenis yang satu ini memang paling hemat listrik

karena menggunakan tenaga matahari sebagai sumber panas, tetapi

harga jenis ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan tipe

lainnya. Solar water heater sangat cocok untuk daerah tropis yang

dilimpahi sinar matahari sepanjang tahun. Tipe ini tidak memerlukan

biaya operasional yang besar karena menggunakan tenaga surya

yang tersedia secara gratis. Water heater tenaga surya ini memiliki

beberapa komponen penting diantaranya :

- Tangki penampung air, berfungsi menyimpan air - Panel

kolektor penyerap sinar matahari, terdiri dari plat alumunium

yang dilindungi pabel kaca setebal 5 mm dan terpasang di

atap

- Pipa-pipa air panas, berfungsi untuk mengalirkan air panas

dari tangki ke kran air yang terpasang di rumah 

Panel kolektor water heater tenaga surya, selain menggunakan

sinar matahari, water heater tenaga surya masih memerlukan energi

listrik untuk menyalakan pompa yang mengalirkan air ke kran serta

menyalakan pemanas cadangan (electric heater) saat sinar matahari

Page 2: 13. BAB II Agung

8

tidak memadai untuk memanaskan air (karena cuaca mendung atau

hujan). Untuk menggunakan water heater tenaga surya, diperlukan

ruang di atas atap yang cukup luas. Kemiringan atap harus sesuai

dengan spesifikasi produknya. Apabila kemiringan atap tidak

memenuhi syarat harus dipasang rangka tambahan untuk peletakan

panel kolektornya.

Kelebihannya yaitu Ramah terhadap lingkungan karena

memanfaatkan energi tak terbataskan (matahari) dan hemat biaya

operasional karena hanya mengeluarkan saat menyalakan pemanas

cadangan (electric heater) yang membutuhkan listrik.

Kekurangannya yaitu Harga relatif mahal dan proses

pemasangan instalasinya rumit karena membutuhkan panel

surya yang ditempatkan di atap, sehingga memerlukan biaya

tambahan

B. Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas

Mekanisme perpindahan panas dalam alat pengering gabah

melibatkan tiga macam proses perpindahan kalor yaitu konduksi,

konveksi, dan radiasi.

1. Konduksi

Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bertemperatur

tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah pada suatu benda

medium yang bersinggungan secara langsung. Laju perpindahan

panas dinyatakan dengan hukum Fourier (J.P. Holman, 1988) :

Page 3: 13. BAB II Agung

9

watt) ....................................... (2.1)

Dimana :

k= konduktivitas termal (W/m K)

A= luas penampang yang tegak lurus aliran kalor (m2)

= gradien temperatur dalam arah aliran panas (K/m)

2. Konveksi

Perpindahan panas secara konveksi terbagi menjadi 2 bagian

yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi alami jika

gerakan dari fluida adalah karena perbedaan temperatur pada fluida

tersebut. Pada konveksi paksa gerakan pada fluida terjadi karena

adanya paksaan dari luar, alat yang sering digunakan misalnya

blower atau pompa.

Pada umumnya perpindahan panas secara konveksi dapat

dinyatakan melalui persamaan (J.P. Holman, 1988):

Q= h A(Tw – T ) (Watt) ........................ (2.2)

Dimana :

h = koefisien perpindahan panas secara konveksi (W/m2.K)

A= luas permukaan yang kontak dengan fluida (m2)

Tw= suhu permukaan yang kontak dengan fluida (K)

T= suhu fluida (K)

Page 4: 13. BAB II Agung

10

3. Radiasi

Perpindahan panas radiasi adalah perpindahan panas yang

disebabkan oleh adanya radiasi elektromagmetik yang

dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya. Perpindahan

panas radiasi antara dua buah benda ideal atau hitam (J.P.

Holman, 1988) adalah

Q= σ A(T41 – T4

2 ) (Watt) .......................... (2.3)

Di mana :

σ = konstanta Stefan Boltzmann = 5,6697 x 10 -8 W/m2K4

A= luas permukaan yang kontak dengan fluida (m2)

T1= suhu permukaan benda yang terkena radiasi (K)

T2 = suhu permukaan benda hitam (K)

C. Energi Surya

Sejarah peradaban manusia mencatat bahwa tenaga surya

sangat berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan manusia dan

lingkungan sejak awal kehidupan di dunia ini. Ribuan tahun silam

radiasi surya dapat menghasilkan bahan bakar fosil kita kenal

sekarang sebagai minyak bumi dan sangat bermanfaat bagi manusia.

Juga bagi irigasi dan sumber tenaga listrik. Radiasi yang sangat

berpengaruh terhadap proses. Fotosintesis yang merupakan dasar

dari proses pertumbuhan segala jenis tumbuh–tumbuhan yang ada di

dunia ini. Pengaruh dari matahari dapat pula menimbulkan gelombang

lautan, energi petir, dan energi angin.

Page 5: 13. BAB II Agung

11

1. Matahari

Matahari adalah bola besar dengan diameter 1.39 x 106 km

yang terdiri dari atas lapisan gas yang sangat panas, mengandung

80% H2, 19% He. Makin ke pusat semakin panas. Temperatur kulit

luar 5760 K dan temperatur di pusat di perkirakan 20 x106 K.

(Syukri Himran, 2005).

Radiasi yang berasal dari ekivalen dengan radiasi yang

berasal dari benda hitam pada temperatur 5760 K. Bumi berputar

pada porosnya sambil mengitari matahari pada orbit yang

berbentuk elips antara sumbu mayor dan minor 1.7 %. Matahari

berputar pada sumbunya sama dengan satu kali dalam sebulan.

Diameter bumi 1.27 x 10 4 km. Bumi mengitari matahari satu kali

dalam sehari (24 jam). Matahari berada pada salah satu titik fokus

di mana jarak terdekat antara bumi dan matahari 1.45 x108 km

pada jarak (21 Desember) dan sejauh 1.49 x 106 (pada 22 Juni).

Oleh karena jarak antara bumi dan matahari sangat jauh (rata –

rata 1.47 x 108 km), sinar matahari yang berasal dari kedua sisi

bola matahari membuat sudut 32o tiba di bumi, sehingga sinar

matahari yang tiba di bumi hamper sejajar. Sumbu bumi (polar/axis)

membuat sudut tetap sebesar 23.5o dengan garis normal pada

lintasan elips. (Syukri Himran, 2005).

Page 6: 13. BAB II Agung

12

2. Rapat Massa Matahari

Matahari adalah bola besar dengan massa kira-kira 1024 ton

dan diameter 1,39x109 m, yang terdiri atas lapisan gas yang sangat

panas mengandung 80% H2, 19% He. Temperatur pada kulit

luarnya 5760 K dan temperatur bagian inti diperkirakan bervariasi

antara 8 x 106 sampai 40 x 106 K dan massa jenisnya kira-kira 100

kali massa jenis air. Matahari mempunyai rapat massa (density)

dengan besaran yang sangat bervariasi. Hal ini karena kondisi

matahari itu sendiri yang terdiri dari kumpulan awan gas di mana

partikel-partikel yang berada dekat intinya selalu mengadakan

proses kontraksi grafitasi. Rapat massa terbesar berada pada

intinya sampai dengan kira-kira sejauh 0.23 R dari intinya di mana

besarnya berkisar antara 80 sampai dengan 100 kali lebih besar

dari rapat massa dari air atau sebesar 100 gr/cm3. Pada jarak 0.23

R sampai dengan 0.7 R, besar rapat massa berkurang dan

besarnya sekitar 10-8 gr/cm3. (Duffie, A. John., Beckman, A. William,

1980).

Matahari dapat dianggap sebagai reaktor peleburan unsur

gas. Beberapa reaksi termonuklir pada inti matahari dipercaya

sebagai sumber energi radiasi matahari. Salah satu proses

terpenting adalah pada waktu Hidrogen bereaksi membentuk

Helium dimana massa Helium lebih kurang dari massa Hidrogen

Page 7: 13. BAB II Agung

13

dan sebagian massa yang hilang pada reaksi tersebut itulah yang

diubah menjadi energy.

Gambar 2.1 Struktur Matahari

Sumber : Duffie, A. John.,Beckman, A. William (1980).

Skema struktur matahari diperlihatan pada gambar 2.1.

diperkiraan sekitar 90% energi dihasilkan pada bagian yang

jaraknya 0-0.23 R, yang merupakan 40% dari massa matahari.

Pada jarak 0.7 R dari pusat, temperatur dan massa jenisnya

berkurang sekitar 130.000 K dan 70 Kg/m3, disinilah proses

konversi mulai berlangsung dan daerah 0.7-1.0 R dikenal dengan

daerah konversi. (Duffie, A. John.,Beckman, A. William, 1980).

Lapisan luar dari daerah konversi disebut photosphere. Tepi

dari photosphere tampak jelas, meskipun kedatangnya kecil.

Lapisan ini tidak tembus cahaya yang tersusun atas gas yang

terionisasi serta dapat terserap dan dipancarkan sebagai spektrum

radiasi yang berkelanjutan. Photosphere merupakan sumber

Page 8: 13. BAB II Agung

14

terbesar dari radiasi matahari (Duffie, A. John., Beckman, A.

William, 1980).

Di luar photosphere terdapat lapisan gas dingin dengan jarak

beberapa ratus kilometer disebut lapisan reversing. Di luar lapisan

tersebut terdapat lapisan cromosphere dengan jarak 10.000 km.

Lapisan ini adalah lapisan gas dengan temperatur sedikit lebih

tinggi dibanding photosphere dengan kepadatan yang rendah.

Lapisan berikutnya adalah corona dengan kepadatan yang sangat

rendah dan temperatur yang lebih tinggi (106 K). (Duffie, A.

John.,Beckman, A. William, 1980).

3. Radiasi Matahari

a. Radiasi matahari di luar atmosfir bumi (Extra terrestrial solar

radiation)

Laju energi yang di pancarkan 3.8 x 1014 kW, dan karena

energi tersebut terdifusi sehingga dari jumlah tersebut hanya 1.7

x 1014 kW diterima oleh bumi. Hal ini di sebabkan oleh pengaruh

putaran bumi pada porosnya, peredaran bumi pada lintasannya,

gas – gas di angkasa. Dari pengukuran menunjukkan bahwa laju

energi di luar atmosfer bumi tetap dan di namakan tetapan solar

Isc = 1353 kW/m2. Tetapan solar adalah laju energi yang di terima

matahari oleh luas permukaan 1 m2 yang tegak lurus pada sinar

matahari. Pada jarak rata–rata antara bumi dan matahari. Oleh

karena bumi mengitari matahari pada lintasan yang berbentuk

Page 9: 13. BAB II Agung

15

elips maka jarak antara bumi dan matahari berubah sepanjang

tahun. (Syukri Himran, 2005).

b. Radiasi matahari pada permukaan bumi

Besarnya radiasi yang tiba pada permukaan bumi telah

mengalami pengurangan yang disebabkan oleh pemantulan dan

penyebaran di atmosfer sebelum mencapai bumi, seperti yang

terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Radiasi pada permukaan bumi.

Sumber : Reddy, T.A.,Ph. Bouix (1986).

Radiasi yang tak mengalami perubahan arah disebut

Radiasi Sorot (Beam Radiation), sedangkan radiasi yang telah

mengalami perubahan arah karena pemantulan dan penyebaran

disebut Radiasi Difusi (Diffuse Radition). Jumlah dari Radiasi

Sorot dan Radiasi Difusi disebut Radiasi Global.

Radiasi matahari merupakan bentuk radiasi thermal yang

terdistribusi dengan panjang gelombang khusus yang untuk

sampai ke bumi sangat tergantung pada kondisi atmosfer, ozon,

uap air, debu, CO2, awan, serta sudut datang terhadap

Page 10: 13. BAB II Agung

16

permukaan bumi. Faktor yang mempengaruhi besar radiasi yang

sampai kepermukaan bumi adalah:

1. Letak dan kondisi geografis suatu daerah

2. Waktu penyinaran matahari

3. Perbedaan iklim

4. Kandungan atmosfer (debu, uap air), bahan polusi dan

partikel-partikel

5. Radiasi ekstraterestrial

Gambar 2.3. Pyranometer dan Pyrheliometer.

Sumber : Frank Kreith (1978).

Pengukuran intensitas radiasi matahari dilakukan dengan

menggunakan alat Pyranometer dan Pyrheheliometer, lihat

gambar 2.3. Untuk mengukur radiasi global dan radiasi difusi

adalah Pyranometer. Bila terpasang horizontal dan menghadap

ke atas, radiasi yang terukur adalah radiasi global.Bila alat

tersebut digunakan dengan perlengkapan tudung maka yang

diukur adalah radiasi difusi. Untuk mengukur radiasi sorot

digunakan alat Pyrheliometer. Sensor pada alat tersebut

Page 11: 13. BAB II Agung

17

senantiasa diarahkan pada sinar matahari, sehingga radiasi

difusi terhalang dan yang terukur adalah radiasi sorot. Intensitas

yang dipakai pada pengambilan data untuk perhitungan

digunakan alat Pyranometer. (Syukri Himran, 2005).

Ada tiga macam  cara  radiasi matahari / surya sampai ke

permukaan bumi yaitu :

1. Radiasi langsung (Beam / Direct Radiation).     

Adalah radiasi yang mencapai bumi tanpa perubahan arah

atau radiasi yang diterima oleh bumi dalam arah sejajar sinar

datang.

2. Radiasi hambur (Diffuse Radiation).    

Adalah radiasi yang mengalami perubahan akibat

pemantulan dan penghamburan.

3. Radiasi total (Global Radiation). 

Adalah penjumlahan radiasi langsung dan radiasi hambur.

Misalnya data untuk suatu permukaan miring yang

menghadap tanah tertutup salju serta menerima komponen

radiasi karena pemantulan harus dirinci dulu kondisi  saljunya

yaitu sifat pantulannya (reflektansi). Karena itu radiasi total pada

suatu permukaan bidang miring bisaanya dihitung. Radiasi

matahari yang tersedia dipermukaan bagian luar atmosfir bumi

adalah sekitar 136 W/m2 dan sekitar sepertiga dari jumlah ini

berhamburan pada saat melewati atmosfir bumi. Jumlah total

Page 12: 13. BAB II Agung

18

radiasi yang mencapai bumi dipengaruhi oleh beberapa

komponen antara lain komponen radiasi langsung (direct

radiation) komponen radiasi penyebaran (diffuse radiation) dan

komponen radiasi pantulan (reflected radiation). Besarnya radiasi

langsung pada permukaan yang tegak lurus dengan cahaya

matahari tergantung pada waktu dari tahun, waktu dari hari dan

garis lintang permukaan dan kondisi atmosfir.

Komponen radiasi penyebaran disebabkan adanya energi

matahari yang berhamburan seperti adanya penyerapan dan

pemantulan atmosfir sebelum mencapai permukaan bum. Ozon

diatmosfir menyerap radiasi matahari dengan panjang

gelombang yang pendek (ultraviolet), sedangkan karbon dioksida

dan uap air menyerap sebagian radiasi dengan panjang

gelombang yang lebih panjang (inframerah). Selain pengurangan

radiasi bumi yang langsung atau sorotan penyerapan tersebut,

masih ada radiasi yang disebarkan oleh molekul-molekul gas,

debu dan uap air untuk mencapai atmosfir sebelum mencapai

bumi sebagai radiasi sebaran.

Untuk mendapatkan radiasi yang maksimum, biasanya alat

pengumpul panas atau kolektor yang digunakan diarahkan

dengan kemiringan tertentu. Besarnya radiasi pada bidang

miring ini dapat dihitung berdasarkan data hasil pengukuran

dengan menggunakan alat berupa :

Page 13: 13. BAB II Agung

19

1. Pyrheliometer, alat ini digunakan untuk mengukur radiasi

langsung.

2. Piranometer, alat ini digunakan mengukur radiasi global.

3. Alat perekam sinar matahari, alat ini digunakan mengukur

jumlah jam matahari bersinar cerah.

Radiasi pada bidang miring sangat dipengaruhi oleh

karakteristik dari permukaan disekitarnya dan sesuai dengan

kondisi yang ada, maka radiasi total pada permukaan miring

merupakan komponen dari radiasi langsung, radiasi sebaran dan

radiasi pantulan.

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap radiasi

pada bidang miring antara lain :

1. Sudut jam (Hour angle) ω

Ukuran sudut terhadap besaran waktu, di mana 15o/Jam

berdasarkan atas waktu nominal dalam sehari (24 Jam)

dibutuhkan oleh matahari sekali bergerak mengitari bumi

dengan sudut 360o. Persamaan untuk menghitung sudut jam

(Syukri Himran, 2005) yaitu :

ω(o) = (12t) 15.........................................................(2.5 )

di mana t menunjukkan waktu matahari.

Untuk menentukan waktu matahari, matahari fiktif akan

bergerak dengan kecepatan beraturan sepanjang equator

dengan kecepatan 360o per 24 jam, yang berarti 15o per jam.

Page 14: 13. BAB II Agung

20

Matahari nyata disebut persamaan waktu (time equator)

dinyatakan sebagai simbol E. Dalam penggunaan data

radiasi, bisaanya radiasi per jam, digunakan waktu lokal

(standar). Perlu dilakukan konversi dari waktu lokal ke waktu

matahari dengan menggunakan dua macam koreksi.Koreksi

pertama adalah koreksi akibat perbedaan antara bujur lokasi

(pengamatan) dengan bujur waktu standar. Matahari

memerlukan waktu 4 menit untuk melintasi 1o bujur. Koreksi

kedua adalah karena adanya pertubasi dalam kecepatan

rotasi bumi dinyatakan dalam suatu persamaan waktu

(equation of time) sehingga hubungan antara waktu matahari

dengan waktu standar dapat dituliskan sebagai berikut (Duffie,

A. John., Beckman, A. William, 1980) :

.....................................t = waktu standar + 4 ( Lst – Lloc ) + E

(2.12)

dimana :

t = Waktu matahari

Lst = standar meridian untuk zona waktu lokal

Lloc = lokasi garis bujur

E = persamaan waktu

= (9.87 sin 2B – 7.53cosB – 1.5 sin B)

Page 15: 13. BAB II Agung

21

……………………………….(2.6)

dimana :

n = menyatakan hari, 1 ≤ n ≤ 365

2. Sudut deklinasi matahari

Merupakan sudut kemiringan bumi terhadap matahari

akibat rotasi bumi pada arah sumbu axis bumi - matahari : -

23.45°, 23.45°. Menurut Copper (1969), sudut deklinasi

matahari dinyatakan dengan persamaan (Duffie, A. John.,

Beckman, A. William, 1980) yaitu :

.............................................(2.7)

dimana n menyatakan nomor urut hari dalam satu

tahun yang diawali dengan nomor urut 1 untuk tanggal 1

Januari.

3. Sudut altitude (altitude angel)

Sudut altitude dari suatu tempat di bumi adalah sudut

yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan pusat bumi

dengan lokasi dan proyeksi garis tersebut pada equator.

Untuk menghitungnya digunakan hukum cosinus segitiga

bola (Syukri Himran, 2005) :

sin α = sin Ø sin δ + cos Ø cos δ cos ω...........................(2.8)

Page 16: 13. BAB II Agung

22

Dua buah karakteristik sudut orientasi permukaan bidang

miring di bumi adalah :

1. Sudut kemiringan bidang terhadap horizontal (β), merupakan

sudut antara permukaan bidang dan bidang datar. Sudut ini

bernilai positif bila permukaannya menghadap ke selatan.

2. Sudut azimuth ( ), merupakan sudut bidang horizontal yang

dibentuk oleh proyeksi sinar matahari pada bidang datar dan

garis antara-selatan. Sudut tersebut bernilai positif bila diukur

dari selatan ke barat, dengan rumus (Syukri Himran, 2005) :

...............................................................(2.9)

3. Sudut tiba (incidence angel), pada suatu bidang adalah sudut

yang dibentuk oleh sinar matahari dan garis normal pada

permukaan bidang Beberapa persamaan penting yang

berhubungan dengan sudut tiba yang berguna dalam

perencanaan untuk pemanfaatan energi matahari (Syukri

Himran, 2005) sebagai berikut :

a) Bidang datar vertikal/horizontal menghadap selatan, = 0o

Sudut tiba untuk posisi bidang vertikal β = 90o

cos θ = - sinδ cosØ + cosδ sinØ cos cosω+ cosδ +sin + sinω

Untuk posisi horizontal β = 00

cos θ = cos δ cos Ø cos ω + sin δ sin Ø............................(2.10)

b) Bidang datar miring menghadap selatan,

Page 17: 13. BAB II Agung

23

= 0o cos θ = cos(Ø-β) cos δ cos ω + sin (Ø - β) sin δ

Bidang datar miring menghadap Utara: =180o

cosθ = cos(Ø + β)cos δ . cosω + sin(Ø + β) . sinδ .............(2.11)

c) Persamaan umum untuk bidang datar :

cosθ = sinδ sin Ø cosβ – sinδ cosØ sin β cos + cosδ cosØ

cosβ cos ω + cosδ sinØ sinβ cos cosω .........................+

cosδ sinβ sin sinω...........................................................(2.12)

c. Radiasi matahari pada bidang miring

Umumnya pemanfaatan energi matahari adalah kolektor

yakni untuk mengabsorpsi radiasi. Kolektor terpasang miring,

sehingga diperlukan perhitungan fluks yang tiba di permukaan

miring. Fluks tersebut adalah jumlah radiasi sorot dan difusi yang

jatuh langsung ke permukaan dan radiasi direfleksi yang berasal

dari sekitar (Syukri Himran, 2005).

Gambar 2.4. Radiasi pada bidang miring.

Sumber : Syukri Himran (2005).

Page 18: 13. BAB II Agung

24

1. Radiasi sorot

Rasio antara fluks radiasi sorot pada permukaan miring dan

radiasi sorot pada permukaan datar dinamakan faktor

kemiringan radiasi sorot, Rb. Untuk permukaan miring

menghadap ke selatan γ = 180o, (Syukri Himran, 2005)

persamaannya adalah :

……( 2.13)

Sedangkan untuk permukaan miring menghadap utara untuk

γ = 0

o

adalah:

.... ............… (2.14)

2. Radiasi difusi

Untuk faktor kemiringan Rd radiasi difusi adalah rasio fluks

radiasi difusi pada bidang miring terhadap fluks radiasi difusi

pada permukaan datar. Rd bergantung pada distribusi radiasi

difusi lengkungan langit dengan radiasi difusi bagian langit

Page 19: 13. BAB II Agung

25

yang terlihat oleh permukaan miring. Untuk permukaan

menghadap ke utara untuk γ = 0o (Syukri Himran, 2005) maka:

................................................................... (2.15)

3. Fluks pada permukaan miring

Fluks IT yang jatuh pada permukaan setiap saat adalah

(Syukri Himran, 2005) :

IT = Ib Rb +Id Rd + (Ib + Id) Rr...............................................(2.16)

dimana :

Ib= Radiasi sorot per Jam

Rb = Faktor kemiringan radiasi sorot

Id= Radiasi difusi per Jam

Rd = Faktor kemiringan radiasi difusi

Rr = Faktor kemiringan Radiasi refleksi

Jika fluks IT dikalikan dengan transmisivitas absorptivitas (τα)

maka fluks yang diserap oleh sel surya dinyatakan dengan S

dengan persamaan (Syukri Himran, 2005) berikut :

Dengan (α) = 1.01 x α ....................................... (2.17)

Dimana jumlah radiasi sorot dengan radiasi difusi sama

dengan intensitas matahari, maka IT = IG

S = IT x (τα) .....................................(2.18)

Page 20: 13. BAB II Agung

26

D. Kolektor Surya Pelat-V

Kolektor surya pelat-V adalah suatu bentuk khusus alat penukar

panas di mana perpindahan panas radiasi memegang peranan sangat

penting. Apabila pada pesawat penukar panas konvensional, energi

panas dipindahkan antar fluida dan radiasi bukanlah suatu hal penting

maka pada kolektor surya plat-V, energi dipindahkan dari sumber energi

radiasi yang berjarak tertentu, dan melalui prinsip konversi fotothermal,

energi radiasi matahari diubah menjadi energi panas.

Prinsip konversi fotothermal dapat dijelaskan dengan fenomena

efek rumah kaca (greenhouse effect) radiasi yang menimpa permukaan

tutup transparan kolektor surya pelat datar, sebagian besar menembus

penutup kolektor dan diserap pelat-V yang bertindak sebagai pengumpul

(absorber) energi. Pelat yang telah menyerap energi ini lalu bertindak

sebagai sumber radiasi dengan memancarkan radiasi gelombang

panjang yang tidak dapat menembus kaca. Dengan adanya radiasi yang

terperangkap dalam rumah kaca, maka udara yang berada dalam ruang

kaca mengalami pemanasan sehingga temperatur dalam ruang kaca

meningkat dan lebih tinggi daripada temperatur sekeliling. Kolektor

surya pelat-V dirancang untuk penggunaan energi pada temperatur

moderat. Untuk keperluan temperatur kerja yang lebih tinggi, digunakan

kolektor konsentrasi. Pada umumnya kolektor surya pelat-V digunakan

untuk pemanas air, pemanas ruang, pengkondisian udara, dan proses

pengeringan. Kolektor ini tidak memerlukan alat pengarah matahari, jadi

Page 21: 13. BAB II Agung

27

posisi kolektor relative tetap. Oleh karena itu secara mekanik, kolektor

surya plat-V lebih sederhana daripada kolektor konsentrasi dan

perawatannya lebih mudah.

1. Bagian-Bagian Utama Kolektor Surya Pelat-V

Secara umum, kolektor surya plat-V terdiri alas bagian-bagian

utama, sebagai berikut :

a. Pelat penyerap, berfungsi untuk menyerap energi radiasi yang

diteruskan oleh penutup transparan. Bahan pelat yang digunakan

adalah tembaga, baja, aluminium, seng yaitu logam yang memiliki

konduktivitas yang tinggi. Bisaanya permukaan pelat dicat hitam

buram untuk meningkatkan kemampuan serapnya. Apabila yang

digunakan adalah tembaga atau baja maka dapat diberi lapisan

khusus yang dapa meningkatkan kemampuan penyerapan radiasi

sekaligus meminimumkan emisi.

b. Saluran alir (flow passage), sebagai tempat jalannya fluida kerja

dalam kolektor. Apabila fluida kerjanya air, saluran berupa pipa-pipa

yang dilekatkan pada eplat kolektor atau sudah menjadi satu bagian

dari pelat penyerap. Bila fluida kerjanya udara, saluran alir berupa

suatu ruang di antara plat penyerap dan penutup transparan.

c. Penutup transparan, terbuat dari bahan semitransparan yang dapat

meneruskan sebagian besar energi radiasi. Fungsinya adalah untuk

mengurangi kehilangan panas konveksi dan radiasi ke sekeliling.

Bahan yang digunakan umumnya kaca atau bisa juga plastik.

Page 22: 13. BAB II Agung

28

Penutup bisa terdiri dari satu atau beberapa lapis kaca.

d. Insulator, yaitu alat penyekat terbuat dari bahan dengan sifat

konduktivitas rendah. Sesuai dengan namanya, fungsinya sebagai

penyekat untuk meminimalkan kehilangan panas pada bagian

bawah kolektor.

e. Kerangka atau kotak penyangga, sebagai tempat atau wadah

kolektor.

2. Radiasi Optik Pada Kolektor Surya Pelat-V Antara Penutup Dan

Pelat Penyerap

Radiasi yang menembus penutup semitransparan akan

diteruskan sampai menimpa eplat penyerap, dimana sebagian

diserap dan sebagian lainnya dipantulkan kembali ke penutup.

Namun seluruh radiasi tidak hilang karena beberapa dipantulkan

kembali ke plat penyerap. Gambar 2.7 menunjukan teknik ray

tracing untuk mendapatkan sifat radiasi gabungan antara penutup

dan pelat. Sifat gabungan ini disebut transmittance-absorptance

product (), dimana adalah transmitivitas penutup dan adalah

absorbtivitas plat penyerap.

Page 23: 13. BAB II Agung

29

Gambar 2.5 Penyerapan Radiasi Surya oleh Pelat Kolektor

Sumber : Duffie & W.A. Beckman, 1991

Energi radiasi yang datang diserap oleh pelat sebesar dan

(1-) bagian dipantulkan kembali ke penutup. Selanjutnya (1-)d

bagian dipantul kembali ke plat penyerap, d menyatakan reflektansi

penutup oleh radiasi difusi yang datang dari bawah dan besarnya

(Duffie & W.A. Beckman 1980):

d = 1 - r ................................................ (2.19)

Nilai r untuk indeks bisa medium kaca n = 1.526 dapat dilihat

pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Nilai transmitansi dipantulkan untuk jumlah kaca

1,2,3 dan 4 yang mempunyai indek bias medium kaca n = 1.526.

Sumber : Duffie & W.A. Beckman, 1980

Page 24: 13. BAB II Agung

30

Tabel 2.1. Indeks Refraksi Rata-rata Spectrum Matahari untuk

beberapa jenis material penutup

Begitu seterusnya terjadi pemantulan radiasi sampai diperoleh

besaran energi yang diserap (Duffie & W.A. Beckman 1980).

(2.20)

Harga () pada kenyataannya kira-kira lebih besar 1% dari

harga dikali , maka persamaan (2.27) menjadi (Duffie & W.A.

Beckman 1980) :

.............................................................(2.21)

Persamaan ini dapat digunakan untuk mengestimasi

transmittance dan absorptance product.

3. Penyerapan Radiasi Oleh Plat-V

Page 25: 13. BAB II Agung

31

Radiasi surya yang tiba pada suatu permukaan terdiri dari tiga

bagian yaitu radiasi beam, difusi dan radiasi yang dipantulkan dari

tanah. Oleh karena itu penyerapan radiasi, S pada kolektor surya

pelat-V dapat dihitung secara terpisah menurut distribusinya maka

radiasi surya yang diserap kolektor dinyatakan dengan (Duffie &

W.A. Beckman 1991) :

(2.22)

Subskrip b, d dan g secara berurutan menyatakan beam,

diffuse dan ground reflekted. Faktor adalah faktor bentuk

dari kolektor terhadap langit dan adalah faktor bentuk dari

kolektor terhadap tanah.

Berdasarkan pengertian dari produk transmitansi-absorptansi

di atas, maka jumlah radiasi datang IT pada permukaan yang

diserap oleh kolektor surya plat-V sebesar (Duffie & W.A. Beckman

1991):

S = ()av × IT ............................................................(2.23)

Energi berguna kolektor tertinggi ketika radiasi langsung tinggi

dan sebagai pendekatan saat data IT diketahui, dapat diasumsikan

(Duffie & W.A. Beckman 1991) :

()av 0.96×()..............................................................(2.24)

Sebenarya sifat transmitivitas dan absorptivitas adalah fungsi

Page 26: 13. BAB II Agung

32

dan sudut insiden, namun pada umumnya, untuk menyederhanakan

perhitungan, maka harga dan diambil sesuai dengan harga sifat

penutup dan pelat penyerap.

4. Keseimbangan Energi Pada Kolektor Surya Pelat-V

Keseimbangan energi pada kolektor surya pelat-V dapat

dinyatakan dalam distribusi energi surya yang datang dalam bentuk

energi berguna, kerugian optis, dan kehilangan panas. Sejumlah

fluks energi radiasi yang datang pada suatu kolektor sebagian besar

diserap oleh pelat penyerap tiap satuan luas kolektor, S setelah

sebelumnya mengalami pengurangan energi karena sifat optis

penutup dari pelat. Energi panas yang hilang dari kolektor

disebabkan adanya konduksi, konveksi dan radiasi, dinyatakan

dengan koefisien kehilangan panas total (overall) UL dikalikan

dengan selisih antara temperatur pelat rata-rata Tpm dengan

temperatur ambien Ta. Jumlah energi berguna Qu dari kolektor

dengan luasan Ac dapat dinyatakan dalam persamaan

keseimbangan energi sebagai berikut (Duffie & W.A. Beckman

1980):

Qu = Ac ×(S - UL(Tpm – Ta)).................................................(2.25)

Dimana :

Qu= jumlah energy yang berguna (W)

Ac = luas kolektor (m2)

Tpm= temperatur pelat rata-rata (0C)

Page 27: 13. BAB II Agung

33

Ta= temperatur ambient (0C)

S= besarnya radiasi yang diterima oleh kolektor surya pelat

datar (W/m2)

qi= UL × (Tpm – Ta)

= kehilangan panas secara konveksi dan radiasi dari bagian

atas (W/m2)

Persamaan ini dapat diformulasikan kembali untuk

memperoleh persamaan keseimbangan energi yang dinyatakan

dalam temperatur fluida masuk. Adalah lebih mudah untuk

menentukan temperatur fluida masuk daripada temperatur rata-rata,

karena temperatur pelat merupakan fungsi desain kolektor yang sulit

untuk ditetapkan.

Sejumlah asumsi dapat digunakan dalam analisis dan

perhitungan kolektor surya pelat-V untuk dijadikan sebagai dasar

perhitungan tanpa mengaburkan kondisi fisik dasar, yaitu :

a. Kondisi steady state.

b. Tidak ada penyerapan energi panas melalui kaca penutup.

c. Aliran panas yang melalui kaca penutup dan bidang penyerap

dari kolektor adalah satu dimensi sejajar sinar datang.

d. Kehilangan panas antara bagian atas dan bagian bawah

pelat penyerap diabaikan.

e. Properti tidak berpengaruh pada temperatur.

f. Langit dapat dianggap sebagai benda hitam untuk radiasi

Page 28: 13. BAB II Agung

34

infra merah.

g. Efek debu dan kotoran pada kolektor diabaikan.

h. Energi radiasi yang diserap oleh pelat penyerap adalah

uniform.

5. Koefisien Kehilangan Panas Total Kolektor

Suatu persamaan empiris untuk menghitung Ut secara manual

maupun dengan komputer telah dikembangkan oleh Klein (1979).

Persamaan ini dapat dengan baik digunakan pada temperatur pelat

rata-rata dari temperatur ambient hingga 200 0C dengan kesalahaan

kira-kira 0,3 W/m2.0C (Syukri Himran, 2005).

(2.26)

Dimana :

Ut= koefisien kehilangan panas bagian atas (W/m2.0C)

f = (1 + 0.089hw – 0.1166 hw εp)(1 + 0.07899 N)

C= 520 (1 – 0,0000512) untuk 00 < < 700

N= jumlah kaca penutup

= emisivitas pelat absorber (0.1p0.95)

εg= emisivitas kaca

ε= 0.43(1 – 100/Tpm)

Page 29: 13. BAB II Agung

35

= sudut kemiringan pelat absorber (00900)

Tpm= Temperatur rata-rata pelat absorber (K)

Ta= Temperatur udara sekitar (K)

hw= koefisien perpindahan panas pada angin (W/m2.0C)

Koefisien kehilangan panas bagian bawah dinyatakan oleh Ub

................................................(2.27)

Dimana :

Ub = koefisien kehilangan panas bagian bawah (W/m2.0C)

k= konduktivitas termal insulator (W/m.0C)

δb= tebal insulator (m)

Koefisien kehilangan panas sisi dinyatakan oleh Us

............................................................(2.28)

Us = koefisien kehilangan panas sisi (W/m2.0C)

L1= panjang pelat absorber (m)

L2= lebar pelat absorber (m)

L3= tinggi kontener (m)

δs= tebal insulator (m)

6. Efisiensi Kolektor

Efisiensi dari kolektor dapat dihitung dengan persamaan

(Syukri Himran, 2005) :

Page 30: 13. BAB II Agung

36

.....

(2.29)

Dimana :

c = efisiensi kolektor

Qu= panas yang diserap oleh kolektor (W)

GT= Ac × IT = Radiasi yang tiba pada kolektor (W)