133631403 pbl medikolegal sk1 dari meja operasi ke meja hijau
TRANSCRIPT
1. Memahami dan Menjelaskan Malpraktek
1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Malpraktek
Malpraktik atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan
”practice”yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu
tindakanmedis buruk yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan
pasien.Malparaktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh
dokter/tenagakesehatan pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa,
tidak menilai,tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau
dilakukanoleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer &
Vorsman,1950).
Menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh
dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-
rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang
sama,dan masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah dipublikasikan.Kelalaian
medik.
Malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar
telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Jika akibat yang
tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu
tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara
tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning
verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini
bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan
dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah
melakukan criminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan
tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :
a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela1
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja,
ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah
melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka,
maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan
dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
1.2. Memahami dan Menjelaskan Jenis Malpraktek
JENIS-JENIS MALPRAKTEK
Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktik yang buruk atau tidak sesuai dengan
standar profesi yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-macam malpraktek yang dapat
dipiah dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala
sebutan malpraktek secara langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktek. Secara
garis besar malprakltek dibagi dalam dua golongan besar yaitu mal praktik medik (medical
malpractice) yang biasanya juga meliputi malpraktik etik (etichal malpractice) dan
malpraktek yuridik (yuridical malpractice). Sedangkan malpraktik yurudik dibagi menjadi
tiga yaitu malpraktik perdata (civil malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice)
dan malpraktek administrasi Negara (administrative malpractice).
1. Malpraktik Medik (medical malpractice)
John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence
in whice miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or
omission by defendant practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian
professional yang menyebabkan terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat
langsung dari perbuatan ataupun pembiaran oleh dokter/terguguat).
Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah Professional
misconduct or lack of ordinary skill in the performance of professional act, a practitioner is
liable for demage or injuries caused by malpractice. (Malpraktek adalah perbuatan yang
tidak benar dari suatu profesi atau kurangnya kemampuan dasar dalam melaksanakan
pekerjaan. Seorang dokter bertanggung jawab atas terjadinya kerugian atau luka yang
disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus hanafiah merumuskan malpraktik medik
1
adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu
pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka
menurut lingkungan yang sama.
2. Malpraktik Etik (ethical malpractice)
Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran,
sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat
standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter.
3. Malpraktik Yuridis (juridical malpractice)
Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam pelaksanaan profesi
kedokteran yang melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku.Malpraktik Yuridik
meliputi:
a. malpraktik perdata ( civil malpractice0
Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu
tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter yang
dapat dikatagorikan sebagai melpraktik perdata antara lain :
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan
b. Melakukan apa yang disepakati dilakukan tapi tidak sempurna
c. Melakukan apa yang disepakati tetapi terlambat
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan
b. Malpraktik Pidana ( criminal malpractice )
Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan
memenuhi rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa
perbuatan positif (melakukan sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu) yang
merupakan perbuatan tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang slah (mens rea)
berupa kesengajaan atau kelalauian. Contoh malpraktik pidana dengan sengaja adalah :
a. Melakukan aborsi tanpa tindakan medik
b. Mengungkapkan rahasia kedi\okteran dengan sengaja1
c. Tidak memberikan pertolongan kepada seseorang yang dalam keadaan darurat
d. Membuat surat keterangan dokter yang isinya tidak benar
e. Membuat visum et repertum tidak benar
f. Memberikan keterangan yang tidak benar di pengadilan dalan kapasitasnya sebagai
ahli
Contoh malpraktik pidana karena kelalaian:
a. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan gunting tertinggal diperut
b. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan pasien luka berat atau meninggal
c. Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice)
Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak
mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum administrasi Negara. Misalnya:
a. Menjalankan praktik kedokteran tanpa ijin
b. Menjalankan praktik kedokteran tidak sesuai dengan kewenangannya
c. Melakukan praktik kedokteran dengan ijin yang sudah kadalwarsa.
d. Tidak membuat rekam medik.
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance:
• Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau
tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan
tindakan medis tanpaindikasi yang memadai.
• Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi
dilaksanakandengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan
tindakan medisdengan menyalahi prosedur
• Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan
bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses), namun pada kelalaian harus memenuhi
keempat unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak
selalu mengakibatkan kerugian.
1
Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak
buruk .Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila
memenuhiempat unsur di bawah ini, yaitu:
1. Duty atau kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atauuntuk
tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasidan
kondisi yang tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagaikerugian
akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberilayanan.
4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugianyang
setidaknya merupakan “proximate cause”.
Investigasi
Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan
melakukankesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana,
malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau
kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan
ketentuan pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa
lata daridokter atau dokter gigi. Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik
secara hukum pidana meliputi unsur :
1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;
2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan
3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360,
KUHP.Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :
1) Adanya unsur kelalaian (culpa).
2) Adanya wujud perbuatan tertentu .
3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.
4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang
lain itu.
1
Tiga tingkatan culpa:
a. Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono
(grossfault or neglect)
b. Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect)
c. Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241).
Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus mengajukan
bukti. Dalam hal ini dapat dipanggil saksi ahli untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan
yang dilakukan sudah demikian jelasnya ( res ipsa loquitur, thething speaks for itself )
sehingga tidak diperlukan saksi ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan
pada dokternya.
1.3. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Malpraktek
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
1
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena
adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati,
yakni :
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Terdapat pencegahan-pencegahan tertentu yang dapat dilakukan secara rutin sehingga
tuduhan malpraktik dapat dielakkan. Hal ini termasuk :
o Mempekerjakan dan melatih asisten dengan arahan langsung sampai asisten tersebut dapat
memenuhi standar kualifikasi yang ada
o Mengambil langkah hati-hati untuk menghilangkan faktor resiko di tempat praktik.
o Memeriksa secara periodik peralatan yang tersedia di tempat praktik.
o Menghindari dalam meletakkan literatur medis di tempat yang mudah diakses oleh pasien.
Kesalahpahaman dapat mudah terjadi jika pasien membaca dan menyalahartikan literatur
yang ada.
o Menghindari menyebut diagnosis lewat telepon.
o Jangan meresepkan obat tanpa memeriksa pasien terlebih dahulu.
o Jangan memberikan resep obat lewat telepon.
o Jangan menjamin keberhasilan pengobatan atau prosedur operasi yang ada.
o Rahasiakanlah sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia. Jangan membocorkan informasi
yang ada kepada siapapun. Rahasia ini hanya diketahui oleh dokter dan pasien.
o Simpanlah rekam medis secara lengkap, jangan menghapus atau mengubah isi yang ada.
o Jangan menggunakan singkatan-singakatan atau simbol-simbol tertentu di rekam medis
o Gunakan formulir persetujuan yang sah dan sesuai Docu-books adalah alat bantu yang
penting dalam menyimpan surat persetujuan yang telah dibuat.
1
o Jangan mengabaikan pasienmu.
o Cobalah untuk menghindari debat dengan pasien tentang tarif dokter yang terlampau
mahal. Buatlah diskusi dan pengertian dengan pasien mengenai tarif dokter yang wajar.
o Pada tiap kali pertemuan, gunakanlah bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien. Jangan
pernah menduga jika pasien mengerti apa yang kita ucapkan.
o Jalinlah empati untuk setiap masalah yang dialami pasien, dengan ini tata laksana akan
menjadi komprehensif.
o Jangan pernah berbohong, memaksa, mengancam, atau melakukan penipuan kepada
pasien. Jangan mengakali pasienmu. Jangan mengarang-ngarang cerita mengenai penyakit
pasien.
o Jangan pernah melakukan pemasangan alat bantu, pengobatan atau tata laksana jika pasien
masih berada dalam pengaruh alkohol atau pengaruh pengobatan yang mengandung
narkotika.
o Jangan pernah menawarkan untuk membiayai pengobatan pasien dengan dana sendiri. Jika
pengobatan yang diberikan melebihi polis asuransi yang pasien miliki, maka jangan
limpahkan kepada polis asuransi yang kita miliki.
o Jangan menjelek-jelekkan pasien atau teman sejawatmu.
o Jangan pernah ikut serta dalam gerakan tutup mulut.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga
perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif
dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga
kesehatan dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang
ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan
tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa
dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan.
1
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau
menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan
cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk
membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang
dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat
hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara
perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi
sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam
peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan
perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan
bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak
diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk
membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya
hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan
(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan
dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.
1.4. Memahami dan Menjelaskan Aspek Hukum dan Sanksi
1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Pasal 359 – 360 KUHP Pidana
Pasal 359 KUHP
Barang siapa karena kesalahan (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun
Pasal 360 KUHP
(1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka
bert, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling
lama satu tahun
1
(2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian
rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjadikan pekerjaan jabatan atau
pencarian selama waktu tertemtu, diancam dengan pidana penjara paling lama
Sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
3. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Memahami dan Menjelasakan Informed Consent
2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Informed Consent
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien
atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.Persetujuan yang ditanda tangani
oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan
jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yangdilakukan tanpa
persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan
melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Bentuk Inform Consent
Dinyatakan (expressed)
o Dinyatakan secara lisan
1
o Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di
kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi
kesehatan penderita secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis
menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.
Tidak dinyatakan (implied)
o Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah
laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.
o Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling
banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.
o Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya
ketika akan diambil darahnya.
Proxy Consent adalah consent yang diberikan oelh orang yang bukan si pasien itu sendiri,
dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent
tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat
orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah
suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst. Proxy consent hanya boleh dilakukan
dengan pertimbangan yang matang dan ketat.
Konteks dan Informed Consent : doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5
keadaan :
Keadaan darurat medis
Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang
melepaskan haknya memberikan consent.
Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.
Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed
consent. Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental
lemah untuk dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali
1
tidak dianggap “cakap” menerima informasi yang benar – apalagi membuat keputusan
medis. Banyak keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien
tentang keadaan sakitnya.
Keluhan pasien tentang proses informed consent :
Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis
Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk
tanya-jawab.
Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi
Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.
Keluhan dokter tentang informed consent :
Pasien tidak mau diberitahu.
Pasien tak mampu memahami.
Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.
Bentuk Informed Consent
1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat
umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk
laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.
2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)
Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan
segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak
bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti
jantung.
3. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan
melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal,
pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan
invasive.
1
2.2. Memahami dan Menjelaskan Tujuan Informed Consent
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk
dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga
berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat
terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan
sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila
informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang
kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat
informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan
teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum
penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus
lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
2.3. Memahami dan Menjelaskan Manfaat Informed Consent
Informed Consent bermanfaat untuk :
1) Melindungi pasien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasien. Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa indikasi,
penggunaan alat canggih dengan biaya tinggi dsbnya.
2) Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan
bersifat negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak dapat dihindari
walaupun dokter telah bertindak seteliti mungkin.
Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di kembangkan,
pasien dan subjek dilindungi, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, merangsang
profesi medis untuk mengadakan introspeksi, mengajukan keputusan-keputusan yang rasional
dan melibatkan masyarakat dalam memajukan prinsip autonomy sebagai suatu nilai sosial
serta mengadakan pengawasan dalam penelitian biomedik.
1
2.4. Memahami dan Menjelaskan Persetujuan dalam Informed Consent
Bentuk persetujuan atau penolakan
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat.
Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan
menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh
dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya
informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan
bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari
informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang
merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis
pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan.
Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed
consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh
dokter yang bersangkutan.
Otoritas untuk memberikan persetujuan
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang
direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan
tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah.
Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama
pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang
ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang
terhadap persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak
perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan
yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan
kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan 1
perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter
dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika
pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga,
maka dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan
mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan
persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika
keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika
tidak ada dilarang undang-undang.
Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien
dewasa inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.
Kemampuan memberi perijinan
Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami
informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan
terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana
tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam
usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau
yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.
Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk
bertindak atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi
pasien inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk
memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari
keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada
keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan
pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka
dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat
memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.
Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan:1
1. Pasien sendiri (bila telah berumur 21 tahun atau telah menikah)
2. Bagi pasien di bawah umur 21 tahun diberikan oleh mereka menurut hak sebagai
berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Saudara-saudara kandung.
3. Bagi yang di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya
berhalangan hadir diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (l)
Ayah/ibu adopsi, (2) Saudara-saudara kandung, (3) Induk semang.
4. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan
hak sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Wali yang sah, (3) Saudara-saudara
kandung.
5. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), diberikan menurut
urutan hak sebagai berikut: (1) Wali, (2) Curator.
6. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut
urutan hak sebagai berikut: a. Suami/istri, b. Ayah/ibu kandung, c. Anak-anak
kandung, d. Saudara-saudara kandung.
Wali: yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya
dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum menggantikan kedudukan
orang tua. Induk semang : orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertanggung
jawab terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala
rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.
2.5. Memahami dan Menjelaskan Isi Informed Consent
Elemen Inform Consent
Threshold elements : Elemen ini sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent
haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas
untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan
sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi
hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat
kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan
yang reasonable). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah
dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan.
Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. 1
Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai
penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi
terganggu.
Information elements : Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure
(pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian ”berdasarkan pemahaman
yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi
(disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari
3 standar :
o Standar Praktik Profesi : Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-
adekuat-an informasi ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas
tenaga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak
sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut
medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien.
o Standar Subyektif : Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh
pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien
tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal
waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual
dianut oleh pasien.
o Standar pada reasonable person : Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua
standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah
memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.
Consent elements : Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan,
kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada
tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang
dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak
menyetujui tawarannya.
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik
dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien /
keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.
1
Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyakit pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani
pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat
memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan
dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah, 1999).
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan
oleh pasien dapat berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang
paling untuk diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus dituangkan dalam bentuk
tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak bila timbul perselisihan.
Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus
menjelaskan beberapa hal, yaitu:
1) Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan /
pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.
2) Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.
3) Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.
4) Alternative metode perawatan / pengobatan.
5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.
6) Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu
percobaan atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan
Dokter juga perlu menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja
dan pengalamannya dalam melakukan tindakan medis tersebut (Achadiat, 2007).
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.1
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan
tindakan kedokteran :
Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang
akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No
290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran
sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran adalah:
Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus segera
bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi
situasi dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
K etentuan Informed Consent
Ketentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik
No.HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April 1999, diantaranya :
1 Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur
(SOP) dan ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS.
2 Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter
3. Informed Consent dianggap benar :
a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang
dinyatakan secara spesifik.
b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)
1
c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang
sehat mental dan memang berhak memberikan dari segi hukum
d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan
4 Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :
a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan
(purhate of medical procedure)
b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical
procedure)
c. Tentang risiko
d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko –risikonya
(alternative medical procedure and risk)
f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
g. Diagnosis
5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
o Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab
o Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang
bersangkutan
6. Cara menyampaikan informasi
o Lisan
o Tulisan
7. Pihak yang menyatakan persetujuan
a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah
b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Saudara saudara kandung
c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :
Ayah/ibu adopsi
Saudara-saudara kandung
Induk semang
d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
Ayah/ibu kandung1
Wali yang sah
Saudara-saudara kandung
e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :
Wali
Kurator
f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
Suami/istri
Ayah/ibu kandung
Anak-anak kandung
Saudara-saudara kandung
8. Cara menyatakan persetujuan
Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi
Lisan; tindakan tidak beresiko
9. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik
ditetapkan pimpinan RS.
10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga
pasien.
13. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan
o Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai
salah satu saksi
o Materai tidak diperlukan
o Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien
o Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan
o Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan
informasi
o Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan
kanannya
14. Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam
medisnya.
2.6. Memahami dan Menjelaskan Aspek Hukum dan Sanksi Informed Consent
1
1. Pasal 1320 KUHPerdata syarat syahnya persetujuan
o Sepakat mereka yang mengikatkan diri
o Kecakapan untuk berbuat suatu perikatan
o Suatu hal tertentu
o Suatu sebab yang halal
2. Pasal 1321 tiada sepakat yang syah apabila sepakat itu diberikan karena kehilafan atau
diperlukan dengan paksaan atau penipuan
3. KUHPidana pasal 351
o Penganiayaan dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan.
o Menjadikan luka berat hukum selama-lamanya 5 tahun (KUHP 20)
o Membuat orang mati hukum selam-lamanya 7 tahun (KUHP 338)
4. UU No. 23/1992 tentang kesehatan pasal 53
o Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
o Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien
o Hak pasien antara lain ; hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan,
hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion).
5. UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5,) (6)
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan
6. Permenkes No. 585/1989 tentang persetujuan tindakan medis
Dokter melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau
keluarganya saksi administratif berupa pencabutan surat ijin prakteknya.
Rekam Medis
Definisi
1
Rekam Medis adalah berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan
bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani
pengobatan. (Edna K Huffman)
Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai identitas pasien,
basil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada
sarana kesebatan, baik rawat jalan maupun rawat inap. (Permenkes No. 749a/Menkes!
Per/XII/1989)
Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat
penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis
oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien. (Gemala Hatta)
Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama perawatan
atau selama pemeliharaan kesehatan. (Waters dan Murphy)
Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan
oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien. (Ikatan Dokter
Indonesia)
Tujuan
Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam
rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan . Tanpa didukung suatu siste pengelolaan
rekam medis yang baik dan benar , maka tertib administrasi tidak akan berhasil.
Manfaat
1. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi , karena isinya menyangkut
tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga mdis dan
perawat dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan
2. Aspek Medis
Catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan
pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada pasien
Contoh :
- Identitas pasien _ name, age, sex, address, marriage status, etc.1
- Anamnesis _ “fever” _ how long, every time, continuously, periodic???
- Physical diagnosis _ head, neck, chest, etc.
- Laboratory examination, another supporting examination. Etc
3. Aspek Hukum
Menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan , dalam
rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk
menegakkan keadilan
4. Aspek Keuangan
Isi Rekam Medis dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran
pelayanan . Tanpa adanya bukti catatan tindakan /pelayanan , maka pembayaran tidak
dapat dipertanggungjawabkan
5. Aspek Penelitian
Berkas Rekam medis mempunyai nilai penelitian , karena isinya menyangkut
data/informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian .
6. Aspek Pendidikan
Berkas Rekam Medis mempunyai nilai pendidikan , karena isinya menyangkut
data/informasi tentang kronologis dari pelayanan medik yang diberikan pada pasien.
7. Aspek Dokumentasi
Isi Rekam medis menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai
sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan
Berdasarkan aspek-aspek tersebut , maka rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat
luas yaitu :
Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga kesehatan lainnya yang ikut
ambil bagian dalam memberikan pelayanan kesehatan
Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan
kepada seorang pasien
Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan , perkembangan penyakit dan
pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di Rumah sakit Sebagai bahan yang
berguna untuk analisa , penelitian dan evaluasi terhadap program pelayanan serta
kualitas pelayanan
1
Contoh : Bagi seorang manajer :
- Berapa banyak pasien yang dating ke sarana kesehatan kita ? baru dan lama ?
- Distribusi penyakit pasien yang dating ke sarana kesehatan kita
- Cakupan program yang nantinya di bandingkan dengan target program
Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, sarana kesehatan maupun tenaga
kesehatan yang terlibat
Menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk keperluan pengembangan
program , pendidikan dan penelitian
Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan kesehatan
Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta bahan
pertanggungjawaban dan laporan
Manfaat Rekam Medis:
A. Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan
menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis
yang harus diberikan kepada pasien.
B. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan
lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan
untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
C. Pendidikan dan Penelitian
Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit,
pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi
bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan
kedokteran gigi.
D. Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat
dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
E. Statistik Kesehatan
1
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk
mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah
penderita pada penyakit-penyakit tertentu.
F. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam
penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.
Jenis
Berdasarkan perkembangannya rekam medis memiliki dua jenis, yaitu konvensional
dan elektronik.
Jenis konvensional merupakan jenis yang masih banyak dipergunakan di setiap
rumah sakit seperti pencatatan secara langsung oleh tenaga kesehatan.
Jenis elektronik merupakan sistem pencatatan informasi dengan menggunakan
peralatan yang modern seperti komputer atau alat elektronik lainnya.
Di rumah sakit didapat dua jenis Rekam Medis, yaitu :
o Rekam Medis untuk pasien rawat jalan
Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat, rekam medis mempunyai
informasi pasien antara lain:
Identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)
Riwayat penyakit (anamnesa) tentang :
• Keluhan utama
• Riwayat sekarang
• Riwayat penyakit yang pernah diderita
• Riwayat keluarga tentang penyakit yang pernah diturunkan
Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen, scanning,
MRI dll
Diagnosa dan atau diagnosis banding
Instruksi diagnosis dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang
berwenang.
o Rekam Medis untuk pasien rawat inap
1
Untuk rawat inap, memuat informasi yang sama dengan yang terdapat dalam rawat jalan,
dengan tambahan :
Persetujuan tindakan medic
Catatan konsultasi
Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya
Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan
Resume akhir dan evaluasi pengobatan
Isi
Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data
tentang identitas dan data medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis dapat dibagi
dalam dua kelompok data yaitu:
1. Data medis atau data klinis : Yang termasuk data medis adalah segala data tentang
riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan
dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini merupakan
data yang bersifat rahasia (confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pibak ketiga
tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan
peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut.
2. Data sosiologis atau data non-medis: Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang
tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial ekonomi,
alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian
lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial).
Penyimpanan, pemusnahan, dan kerahasiaan
- Rekam medis pasien rawat inap di RS wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk
jangka waktu 5 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan.
- Setelah batas 5 tahun, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan
persetujuan tindakan medik.
- Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik harus disimpan dalam jangka
waktu 10 tahun terhitung dari tanggal dibuat ringkasan tersebut.
1
- Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non RS wajib disimpan sekurang-
kurangnya untuk jangka waktu 2 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat.
Setelah batas waktu tersebut rekam medis dapat dimusnahkan.
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal:
a. Untuk kepentingan kesehatan pasien
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas
perintah pengadilan.
c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri
d. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan
e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien.
Sebelum dimusnahkan, berkas tersebut harus:
a. Diambil informasi-informasi utama
b. Menyimpan berkas anak-anak hingga batas usia tertentu sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
c. Menyimpan berkas rekam medik/RM sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
Inggris, Departemen Kesehatan merekomendasikan masa retensi RM, minimun:
RM obstetri 25 tahun.
RM anak-anak dan usia muda disimpan sampai ulang tahun ke-25 atau 8 tahun
sesudah kunjungan terakhir.
RM pasien gangguan mental, 20 tahun sesudah dokter yang merawat
menyatakan sudah sembuh.
RM yang lain, 8 tahun dan resume akhir dibuat.
Aspek Hukum dan Sanksi
1
Rekam medis dalam Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Rekam Medis
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik
pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
3. Memahami dan Menjelaskan Alur Pelaporan Tindakan Malpraktek
3.1 Memahami dan Menjelaskan MAJELIS KEHORMATAN ETIK
KEDOKTERAN (MKEK)
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) adalah badan otonom IDI yang
bertanggung jawab mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam pengembangan
kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penerapan etika kedokteran.
Dalam hal pengembangan dan pelaksaaan kebijakan yang bersifat nasional dan
strategis, MKEK wajib mendapat persetujuan dalam forum Musyawarah Pimpinan Pusat.
MKEK dibentuk pada tingkat pusat, wilayah, dan cabang. MKEK di tingkat cabang
dibentuk apabila dianggap perlu atas pertimbangan dan persetujuan dari MKEK wilayah.
MKEK bertanggung jawab kepada muktamar musyawarah wilayah dan musyawarah cabang
1
sesuai dengan tingkat kepengurusan. Masa jabatan MKEK sama dengan PB IDI
Kepengurusan MKEK sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota. MKEK
wilayah dan cabang mengadakan koordinasi dengan pengurus wilayah dan pengurus cabang,
sesuai dengan tingkat kepengurusan.
Tugas dan wewenang
Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua keputusan
yang ditetapkan muktamar.
Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik
kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi
luhur kedokteran.
Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia.
Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus besar,
pengurus wilayah dan pengurus cabang, serta kepada Majelis Kolegium Kedokteran
Indonesia.
Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan dengan etik
profesi, baik pemerintah maupun organisasi profesi lain.
Bertanggung jawab kepada muktamar, musyawarah wilayah dan musyawarah cabang.
Manfaat Pedoman MKEK
Pedoman MKEK ini merupakan jabaran dan pedoman pelaksanaan dari Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga IDI tentang MKEK dalam rangka pengaturan substansi etika
kedokteran bagi setiap pengabdian profesi dokter di Indonesia, penegakan, pengawasan,
bimbingan, penilaian pelaksanaan, penjatuhan sanksi etika, rehabilitasi (pemulihan hak-hak
profesi), dan interaksi kelembagaan MKEK dengan sesama perangkat dan jajaran internal IDI
atau lembaga etika lainnya di luar IDI.
Status MKEK:
o Sebagai badan otonom IDI
o Segala keputusannya di bidang etika tidakdipengaruhi pengurus IDI
1
o Keputusan MKEK mengikat pengurus IDI
Kewajiban MKEK
1) MKEK wajib ikut mempertahankan hubungan dokter – pasien sebagai hubungan
kepercayaan.
2) MKEK Pusat mempertanggungjawabkan kinerja dari program kerjanya kepada
Muktamar, MKEK Wilayah kepada Musyawarah Wilayah IDI dan MKEK Cabang ke
Rapat Anggota Cabang IDI setempat
3) MKEK wajib menyimpan kerahasiaan medik kasus yang disidangkannya apabila
secara eksplisit diminta oleh pasien pengadu.
4) MKEK Pusat dalam batas kemampuannya wajib meningkatkan kapasitas
pengetahuan, sikap dan ketrampilan anggota MKEK Wilayah dan Cabang yang
memerlukannya.
Fungsi
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK
IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin
profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak
dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam
bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan
kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan
tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat
untuk sepaham dengan putusan MKEK.
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau
Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter
teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.
Tatacara Pengelolaan1
a. Ketua MKEK dipilih dan ditetapkan dalam muktamar, musyawarah wilayah dan
musyawarah cabang.
b. Pengurus MKEK adalah anggota biasa.
c. Ketua MKEK tingkat pusat dipilih dalam sidang khusus MKEK di muktamar dan
dikukuhkan dalam sidang pleno muktamar.
d. MKEK segera menjalankan tugas-tugasnya setelah selesainya muktamar, musyawarah
wilayah, dan musyawarah cabang.
e. MKEK dapat melakukan kegiatan atas inisiatif sendiri ataupun atas usul serta
permintaan.
f. MKEK mengadakan pertemuan berkala sesama pengurus ataupun dengan pihak lain
yang ditentukan sendiri oleh MKEK.
3.2. Memahami dan Menjelaskan MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN
KEDOKTERAN INDONESIA (MKDKI)
MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk :
1. Menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam
penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi.
2. Menetapkan sanksi disiplin.
Sesuai dengan UU PRADOK NO.29 Tahun 2004 Pasal 55 ayat (1) yang berisi
‘Menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktil kedokteran.
Tujuan penegakan disiplin adalah :
1. Memberikan perlindungan kepada pasien.
2. Menjaga mutu dokter/dokter gigi.
3. Menjaga kehormatan profesi kedokteran/kedokteran gigi.
Kedudukan dan Keanggotaan MKDKI
1
MKDKI sebagai lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia. Majelis ini
dibentuk ditingkat pusat dan provinsi. Anggota MKDKI terdiri dari 3 orang dokter dari
organisasi profesi, 1 orang dokter dari asosiasi rumah sakit (dalam hal ini PERSI), dan 3
orang sarjana hukum. Anggota-anggota dalam majelis ditetapkan oleh menteri atas usulan
organisasi profesi. Masa bakti MKDKI adalah 5 tahun dan dapat diusulkan kembali untuk 1
kali masa jabatan lagi.
Tugas MKDKI :
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi yang diajukan dan
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
atau dokter gigi.
Dalam melaksanakan tugas MKDKI mempunyai wewenang:
a) menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
b) menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika atau bukan
keduanya
c) memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
d) memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
e) menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
f) melaksanakan keputusan MKDKI
g) menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
h) menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-P
i) membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-P
j) membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI-P kepada
Konsil Kedokteran Indonesia
k) mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan dan
MKDKI-P mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses pemeriksaan, dan
keputusan MKDKI.
Disiplin Kedokteran
1
Disiplin kedokteran berarti kepatuhan menerapkan aturan-aturan atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan. Lebih khusus lagi yaitu kepatuhan
menerapkan kaidah-kaidah penatalaksanaan klinis yang mencakup penegakan diagnosis,
tindakan pengobatan, menetapkan prognosis, dengan standar atau indikator dari Standar
Kompetensi, Standar Perilaku Etis, Standar Asuhan Medis dan Standar Klinis
Tujuan Penegakan Disiplin Kedokteran
Tujuan utama adalah untuk proteksi pasien. Tujuan lainnya yaitu untuk menjaga mutu
dokter atau dokter gigi dan juga untuk menjaga kehormatan profesi kedokteran atau
kedokteran gigi.
Pelanggaran Disiplin
Sesuai putusan KKI No. 17/KKI/KEP/VIII/2006
1. Kegagalan penatalaksanaan pasien oleh karena:
- Ketidakcakapan (Incompetence)
- Kelalaian (Gross Negligence)
2. Perilaku tercela (menurut ukuran profesi)
3. Ketidaklayakan fisik dan mental (Unfit to practice)
Atau dengan kata lain
Tidak memenuhi:
3. Standard of care, Clinical Standard
4. Standard of competence
5. Standard of professional atitude
Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran
1
1. Tidak kompeten
2. Tidak merujuk
3. Dokter atau dokter gigi pengganti tidak diberitahu ke pasien, Tidak memiliki SIP
4. Tidak layak praktik (kesehatan fisik dan mental)
5. Kelalaian dalam penatalaksanaan pasien
6. Pemeriksaan dan pengobatan berlebihan
7. Tidak memberikan informasi yang jujur
8. Tidak ada informed consent
9. Tidak membuat atau menimpan rekam medis
10. Penghentian kehamilan tanpa indikasi medis
11. Euthanasia
12. Penerapan pelayanan yang belum diterima ilmu kedokteran
13. Penelitian klinisi tanpa persetujuan etis.
14. Tidak memberi pertolongan darurat.
15. Menolak atau menghentikan pengobatan tanpa alasan yang sah
16. Membuka rahasia medis tanpa izin
17. Membuat keterangan medis tidak benar
18. Ikut serta tindakan penyiksaan
19. Peresepan obat psikotropik/narkotik tanpa indikasi
20. Pelecehan seksual, initimidasi, dan kekerasan
21. Penggunaan gelar akademik atau profesi palsu
22. Menerima komisi terhadap rujukan atau resepan
23. Pengiklanan diri yang menyesatkan
24. STR, SIP, Sertifikan kompetensi tidak sah
25. Imbalan jasa tidak sesuai tindakan.
Proses Pengaduan Pelanggaran
Pelanggaran disiplin kedokteran adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau
ketentuan dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi. Dokter/dokter gigi
dianggap melanggar disiplin kedokteran bila :
1. Melakukan praktik dengan tidak kompeten
1
2. Tidak melakukan tugas dan tanggung jawab profesionalnya dengan baik (dalam hal
ini tidak mencapai standar-standar dalam praktik kedokteran)
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesinya
Yang termasuk pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi antara lain
ketidakjujuran dalam berpraktik, berpraktik dengan ketidakmampuan fisik dan mental,
membuat laporan medis yang tidak benar, memberikan "jaminan kesembuhan" kepada
pasien, menolak menangani pasien tanpa alasan yang layak, memberikan tindakan medis
tanpa persetujuan pasien/keluarga, melakukan pelecehan seksual, menelantarkan pasien pada
saat membutuhkan penanganan segera, mengistruksikan atau melakukan pemeriksaan
tambahan/pengobatan yang berlebihan, bekerja tidak sesuai standar asuhan medis, dsb
Suatu pengaduan diputuskan menjadi kewenangan MKDKI apabila :
1. Dokter/dokter gigi yang diadukan telah terregistrasi di Konsil Kedokteran Indonesia.
2. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi yang diadukan terjadi setelah
tanggal 6 Oktober 2004 (setelah diundangkannya UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran)
3. Terdapat hubungan profesional dokter-pasien dalam kejadian tersebut
4. Terdapat dugaan kuat adanya pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi
Jika keempat kriteria tersebut terpenuhi, akan dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Majelis
Pemeriksa Disiplin (MPD)
Dalam formulir pengaduan, terdapat beberapa informasi yang harus diberikan, antara lain :
1. Identitas pengadu/pelapor;
2. Identitas pasien (jika pengadu bukan pasien);
3. Nama dan tempat praktik dokter/dokter gigi yang diadukan;
4. Waktu tindakan dilakukan;
5. Alasan pengaduan dan kronologis;
6. Pernyataan tentang kebenaran pengaduan, dsb
1
Setelah semua kelengkapan data pengaduan diterima, Anda akan mendapatkan tanda
terima pengaduan (berisi nomor register pengaduan). Setelah dilakukan verifikasi, pengaduan
akan ditangani oleh Majelis Pemeriksa Awal ataupun Majelis Pemeriksa Disiplin.
Sesuai UU Praktik Kedokteran, sanksi disiplin dalam keputusan MKDKI dapat berupa:
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP);
dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi
MKDKI dapat menangani permintaan ganti rugi/kompensasi yang diajukan terhadap
dokter teradu:
1. MKDKI berwenang untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin oleh
dokter/dokter gigi
2. MKDKI berwenang menetapkan sanksi disiplin kepada dokter/dokter gigi yang
dinyatakan melanggar disiplin kedokteran/kedokteran gigi
3. MKDKI tidak menangani sengketa antara dokter dan pasien/keluarganya
4. MKDKI tidak menangani permasalahan ganti rugi yang diajukan pasien/keluarganya
Keputusan MKDKI bersifat final dan mengikat dokter/dokter gigi yang diadukan,
KKI, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta instansi terkait.
Dokter/dokter gigi yang diadukan dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan MKDKI
kepada Ketua MKDKI dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau
diterimanya keputusan tersebut dengan mengajukan bukti baru yang mendukung
keberatannya
3.3. Memahami dan Menjelaskan Cara penelusuran dan pembuktian malpraktek
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan
dengan dua cara yakni :
Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
1
Duty (kewajiban) : Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien,
tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan :
o Adanya indikasi medis
o Bertindak secara hati-hati dan teliti
o Bekerja sesuai standar profesi
o Sudah ada informed consent.
Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) : Jika seorang tenaga perawatan
melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak
melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga
perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
Direct Causation (penyebab langsung) : Penyebab langsung yang dimaksudkan
dimana suatu tindakan langsung yang terjadi, yang mengakibatkan kecacatan pada
pasien akibat kealpaan seorang dokter pada diagnosis dan perawatan terhadap pasien.
Secara hukum harus dapat dibuktikan secara medis yang menjadi bukti penyebab
langsung terjadinya malpraktik dalam kasus manapun. Untuk berhasilnya suatu
gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktek medik, maka harus ada hubungan kausal
yang wajar antara sikap-tindak tergugat (dokter) dengan kerugian (damage) yang
menjadi diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan dokter itu harus merupakan
penyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan saja, belumlah cuklup untuk
mengajukan tutunyutan ganti-kerugian. Kecuali jika sifat penyimpangan itu
sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien. Namun apabila pasien
tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara edekuat, maka hanya atas dasar suatu
kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah cukup kuat untuk meminta
pertanggungjawaban hukumannya.
Damage (kerugian) : adalah cedera atau kerugian yang diakibatkan kepada pasien.
Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak
sampai menimbulkan luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada pasien,
maka ia tidak dapat dituntut ganti-kerugian. Istilah luka (injury) tidak saja dala bentuk
fisik, namun kadangkala juga termasuk dalam arti ini gangguan mental yang hebat
(mental anguish). Juga apabila tejadi pelanggaran terhadap hak privasi orang lain.
1
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal
(langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh
karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah
dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar
menyalahkan tenaga perawatan. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum,
maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat
(pasien).
Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni
dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan
perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan
apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada
contributory negligence.
d. Gugatan pasien
3.4. Memahami dan Menjelaskan Penanganan Malpraktek
Pada dasarnya penanganan kasus malpraktik dilakukan dengan mendasarkan kepada
konsep malpraktik medis dan adverse events yang diuraikan di atas. Dalam makalah ini tidak 1
akan diuraikan pelaksanaan pada kasus per-kasus, namun lebih ke arah hasil pembelajaran
(lesson learned) dari pengalaman penanganan berbagai kasus dugaan malpraktik, baik dari
sisi profesi maupun dari sisi hukum.
Suatu tuntutan hukum perdata, dalam hal ini sengketa antara pihak dokter dan rumah
sakit berhadapan dengan pasien dan keluarga atau kuasanya, dapat diselesaikan melalui dua
cara, yaitu cara litigasi (melalui proses peradilan) dan cara non litigasi (di luar proses
peradilan).
Apabila dipilih penyelesaian melalui proses pengadilan, maka penggugat akan
mengajukan gugatannya ke pengadilan negeri di wilayah kejadian, dapat dengan
menggunakan kuasa hukum (pengacara) ataupun tidak. Dalam proses pengadilan umumnya
ingin dicapai suatu putusan tentang kebenaran suatu gugatan berdasarkan bukti-bukti yang
sah (right-based) dan kemudian putusan tentang jumlah uang ganti rugi yang "layak" dibayar
oleh tergugat kepada penggugat. Dalam menentukan putusan benar-salahnya suatu perbuatan
hakim akan membandingkan perbuatan yang dilakukan dengan suatu norma tertentu, standar,
ataupun suatu kepatutan tertentu, sedangkan dalam memutus besarnya ganti rugi hakim akan
mempertimbangkan kedudukan sosial-ekonomi kedua pihak (pasal 1370-1371 KUH Perdata).
Apabila dipilih proses di luar pengadilan (alternative dispute resolution), maka kedua
pihak berupaya untuk mencari kesepakatan tentang penyelesaian sengketa (mufakat).
Permufakatan tersebut dapat dicapai dengan pembicaraan kedua belah pihak secara langsung
(konsiliasi atau negosiasi), ataupun melalui fasilitasi, mediasi, dan arbitrasi, atau cara-cara
kombinasi. Fasilitator dan mediator tidak membuat putusan, sedangkan arbitrator dapat
membuat putusan yang harus dipatuhi kedua pihak. Dalam proses mufakat ini diupayakan
mencari cara penyelesaian yang cenderung berdasarkan pemahaman kepentingan kedua pihak
(interest-based, win-win solution), dan bukan right-based. Hakim pengadilan perdata
umumnya menawarkan perdamaian sebelum dimulainya persidangan, bahkan akhir-akhir ini
hakim memfasilitasi dilakukannya mediasi oleh mediator tertentu.
Dalam hal tuntutan hukum tersebut diajukan melalui proses hukum pidana, maka
pasien cukup melaporkannya kepada penyidik dengan menunjukkan bukti-bukti permulaan
atau alasan-alasannya. Selanjutnya penyidiklah yang akan melakukan penyidikan dengan
melakukan tindakan-tindakan kepolisian, seperti pemeriksaan para saksi dan tersangka,
pemeriksaan dokumen (rekam medis di satu sisi dan bylaws, standar dan petunjuk di sisi
lainnya), serta pemeriksaan saksi ahli. Visum et repertum mungkin saja dibutuhkan penyidik. 1
Berkas hasil pemeriksaan penyidik disampaikan kepada jaksa penuntut umum untuk dapat
disusun tuntutannya. Dalam hal penyidik tidak menemukan bukti yang cukup maka akan
dipikirkan untuk diterbitkannya SP3 atau penghentian penyidikan.
Selain itu, kasus medikolegal dan kasus potensial menjadi kasus medikolegal, juga
harus diselesaikan dari sisi profesi dengan tujuan untuk dijadikan pelajaran guna mencegah
terjadinya pengulangan di masa mendatang, baik oleh pelaku yang sama ataupun oleh pelaku
lain. Dalam proses tersebut dapat dilakukan pemberian sanksi (profesi atau administratif)
untuk tujuan penjeraan, dapat pula tanpa pemberian sanksi - tetapi memberlakukan koreksi
atas faktor-faktor yang berkontribusi sebagai penyebab terjadinya "kasus" tersebut.
Penyelesaian secara profesi umumnya lebih bersifat audit klinis, dan dapat dilakukan di
tingkat institusi kesehatan setempat (misalnya berupa Rapat Komite Medis, konferensi
kematian, presentasi kasus, audit klinis terstruktur, proses lanjutan dalam incident report
system, dll), atau di tingkat yang lebih tinggi (misalnya dalam sidang Dewan Etik
Perhimpunan Spesialis, MKEK, Makersi, MDTK, dll). Bila putusan MKEK menyatakan
pihak medis telah melaksanakan profesi sesuai dengan standar dan tidak melakukan
pelanggaran etik, maka putusan tersebut dapat digunakan oleh pihak medis sebagai bahan
pembelaan.
4. Malpraktek dalam Pandangan Islam
PENGERTIAN MALPRAKTEK
Malpraktek berasal dari kata 'malpractice' dalam bahasa Inggris. Secara harfiah, 'mal'
berarti 'salah', dan 'practice' berarti 'pelaksanaan' atau 'tindakan', sehingga malpraktek berarti
'pelaksanaan atau tindakan yang salah'. Jadi, malpraktek adalah tindakan yang salah dalam
pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering
dipakai dalam dunia kedokteran dan kesehatan. Artikel ini juga hanya akan menyoroti
malpraktek di seputar dunia kedokteran saja.
Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter - atau profesional lain di dunia medis - kadang
berhubungan dengan etika/akhlak. Misalnya, mengatakan bahwa pasien harus dioperasi,
padahal tidak demikian. Atau memanipulasi data foto rontgen agar bisa mengambil
keuntungan dari operasi yang dilakukan. Jika kesalahan ini terbukti dan membahayakan
pasien, dokter harus mempertanggung-jawabkannya secara etika. Hukumannya bisa berupa
ta'zzir, ganti rugi, diyat, hingga qishash.1
Malpraktek juga kadang berhubungan dengan disiplin ilmu kedokteran. Jenis kesalahan
ini yang akan mendapat porsi lebih dalam tulisan ini.
BENTUK-BENTUK MALPRAKTEK
Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa
digolongkan sebagai berikut:
1. Tidak punya keahlian (jahil)
Yang dimaksudkan di sini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa
memiliki keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran,
atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak
memiliki keahlian di bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah
disinggung oleh Nabi وسلم عليه الله :dalam sabda beliau صلي
ض�ام�ن� ف�ه�و� �ك� ذ�ل �ل� ق�ب �ط�ب �ه� م�ن �م� �ع�ل ي �م� و�ل #ب� �ط�ب ت م�ن�
Barang siapa yang mengobati orang sakit dan sebelumnya tidak diketahui memiliki
keahlian, maka ia bertanggung-jawab
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak
orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelaku pengobatan yang bukan
ahlinya) harus bertanggung-jawab jika timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan
menjadi pelajaran bagi orang lain.
2. Menyalahi prinsip-prinsip ilmiah (mukhalafatul ushul al-'ilmiyyah)
Yang dimaksud dengan prinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah
baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus
dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran.
Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-prinsip ini
dan tidak boleh menyalahinya. Imam Syafi'I الله رحمه -misalnya- mengatakan: "Jika
menyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan
piaraan, kemudian semua meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah
melakukan apa yang seharusnya dan biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut para
pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak bertanggung-jawab. Sebaliknya, jika ia tahu
dan menyalahinya, maka ia bertanggung-jawab." Bahkan hal ini adalah kesepakatan
seluruh Ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim الله .رحمه
1
Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi
pelanggaran prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk
permasalahan yang pelik.
3. Ketidaksengajaan ( khatha')
Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) tanpa ada maksud pelaku dalam
melakukannya. Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh
pasien yang terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia
harus bertanggung-jawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah
digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha' (kejahatan tidak
sengaja).
4. Sengaja menimbulkan bahaya (i'tidd')
Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek
yang paling buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau paramedis yang
melakukan hal ini, sementara mereka telah menghabiskan umur mereka untuk mengabdi
dengan profesi ini. Kasus seperti ini terhitung jarang dan sulit dibuktikan karena
berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan
pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga faktor kesengajaan ini dapat diketahui
melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas.
Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan pasien atau keluarganya.
PEMBUKTIAN MALPRAKTEK
Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan
malpraktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari
pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan
langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka
meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia.
Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti,
pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka.
Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh
syariat sebagai berikut:
1
1. Pengakuan pelaku malpraktek (iqrar).
Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia
lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya
pengakuan ini menunjukkan kejujuran.
2. Kesaksian ( syahadah ).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zir, dibutuhkan kesaksian dua pria
yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti
rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-
hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan
persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kelayakan
saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan bahwa saksi tidak memiliki tuhmah
(kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari diri pelaku).
3. Catatan medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar
bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang
sah.
BENTUK TANGGUNG-JAWAB MALPRAKTEK
Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang
dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Qishash
Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja
untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota
tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang
dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash,
Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area
bedah) dengan sengaja."
1
2. Dhaman (tanggung jawab materiil berupa ganti rugi atau diyat)
Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan
tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.
c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan
tidak disengaja.
d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin
dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.
3. Ta'zir berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain.
Ta'zir berlaku untuk dua bentuk malpraktek:
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan
tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus M. Algozi. Rekam Medis Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. FK
UNAIR-RS. DR. Soetomo. Surabaya.
AbouZahr1, Carla & Boerma1,Ties . Health information systems: the foundations of public
health in Bulletin of the World Health Organization August 2005, 83 (8)
Chadha,P.Vijay.1995.Ilmu Forensik dan Toksikologi.Jakarta:Widya Medika Indonesia.
Departemen Kesehatan RI., Pedoman Sistem Pencatatan Rumah Sakit (Rekam medis/Medical
Record , 1994
Hanafiah MJ, Amir Amri. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 3. Jakarta: EGC .
1998
1
National Cancer Institute. A Guide to Understanding Informed Consent. Available
at:wwww.cancer.gov/ClinicalTrials
World Health Organization, Medical Records Manual , A Guide for Developing Countries,
2006
Diakses dari http://www.ilunifk83.com/t143-informed-consent
1